Jurnal At-Tajdid
MA’HAD DAN RIWAQ: SEJARAH SOSIAL CIKAL PENDIDIKAN BOARDING SCHOOL DALAM PENDIDIKAN ISLAM Syamsul Arifin * Abstract: The Islamic education has long history and it has very important role in developing the civilization and achieving the glory of Muslims. In the course of the history, it came the term of mosque, halaqah (the assembly of process learning that applied by prophet Muhammad), Zawiyah (a place for specific or sufi learning, riwaq (boarding school), and ma’had (educational institution) as important entities in the development of Islamic education. This article will try to give description of the historical and social ma’had (educational institution) and riwaq (boarding school), f rom pre-emergence, to its existence today. Keywords: Ma’had (educational institution), Riwaq (boarding school), Social History, Islamic Boarding School, Islamic Education
PENDAHULUAN Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Sebagai kegi atan yang menekankan pada proses ijtihadiyah, pendidikan Islam memberikan peran besar kepada umat Islam untuk mencermati, mengkritisi, dan mengkonstruksi formula-formula baru yang makin sempurna. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan peradaban dan mencapai kejayaan umat Islam. Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan yang sistematis belum terselenggara.1 Proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah sahabat Rasulullah saw. tertentu, yang paling terkenal di rumah bani arqam. Namun, ketika masyarakat Islam su* Dosen STIT Muhammadiyah Pacitan
1
Ma’had dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam
dah terbentuk (periode madinah), maka pendidikan diselenggarakan di masjid. Dan disinilah terjadi perkembangan pendidikan Islam yang pesat dan sistematis. Terlebih ketika awal perkembangan Islam, umat muslim menjadikan masjid sebagai tempat beribadah, tempat memberikan pelajaran (pendidikan), tempat tentara berkumpul, tempat untuk peradilan dan tempat menerima tamu-tamu dari luar negeri.2 Kemudian pada masa khalifah Bani Umayyah, masjid berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan.3 Terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama mengajarkan ilmunya di masjid dengan membentuk halaqah maupun zawiyah tersendiri. Hal ini terus berkembang hingga bani Abbasiyah. Bahkan, pada masa ini perkemba ngan kebudayaan Islam semakin pesat. Masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha (pada umumnya) dilengkapi dengan sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Pendidikan dan pengajaran Islam semakin bertambah, orang-orang yang tergabung dalam halaqah ilmiyah semakin bertambah banyak sehingga banyak ditemukan di masjid pada masa itu (khususnya Mesir) beberapa halaqah. Dari masing-masing halaqah terdengar suara guru mengajar maupun suara para murid bertanya dan berdiskusi satu dengan lainnya. Sehingga suara-suara tersebut menimbulkan keramaian yang menggangu orang-orang yang sedang beribadah. Karena itu, didirikanlah masjid al-Azhar4 yang dipergunakan khusus untuk kegiatan belajar-mengajar, dan tidak dipergunakan lagi sholat kecuali sholat jum’at.5 Namun, hal itu bukanlah sebuah solusi melainkan justru mendatangkan masalah yang baru, karena fungsi utama masjid adalah tempat beribadah. Perkembangan pencarian ilmu pengetahuan terus berkembang. Bahkan sejak waktu berdirinya Masjid Jami’ al-Azhar telah berdata ngan orang-orang dari pelosok negeri Mesir dan negeri muslim lainnya. Sebagian besar dari mereka menetap di sana selama belajar.
2
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Syamsul Arifin
Maka, diadakanlah riwaq (asrama) yang dikenal dengan nama ne geri asal mereka. Bahkan Ahmad Shalabi menukil pendapat al-Maqriziy menyebutkan: yang bertempat tinggal di riwaq-riwaq tersebut mencapai 750 orang pada tahun 818 H.6 Mereka terdiri pelajar dari Persia, Zaila dan pelajar dari pedesaan Mesir, serta dari Maghribi. Riwaq ini masih terdapat di al-Azhar hingga saat ini, namun lebih dikenal dengan ma’had oleh mahasiswa sekarang.
TERMINOLOGI RIWAQ DAN MA’HAD Riwaq dalam bahasa arab berasal dari kata rawaqa yang berati tiang. Misalnya, ketika digunakan dalam kata riwaqul bait berarti tiang depan rumah. Bentuk jama’ (plural)nya arwiqah dan ruq.7 Ibrahim Mustofa menyebutkan ada dua cara membaca kata riwaq dan ruwaq. Namun keduanya sama artinya.8 Istilah riwaq dan ruwaq ini juga digunakan dalam Kamus Munjid. 9 Secara istilah riwaq merupakan ruangan yang berada di antara dua tiang masjid tempat kelompok kecil melakukan kegiatan belajar.10 Ahmad Athiyatullah mendefinisikan riwaq sebagai bagian dari masjid yang dipergunakan untuk belajar, termasuk di dalamnya diwan (ruang) yang digunakan oleh syaikhul halaqah dirasiyah untuk mengajar dikeli lingi muridnya, termasuk riwaq adalah kamar-kamar yang dipergunakan untuk tempat tinggal para pelajar, menyimpan pakaian maupun ba rang-barangnya dan tempat khusus untuk mereka belajar. Dan riwaq juga dipergunakan sebagai istilah perpustakaan yang bisa dipergunakan pelajar riwaq.11 Menurut hemat penulis dalam konteks kekinian pendapat inilah yang sama dengan fungsi dari boarding school (lembaga pendidikan dengan sistem asrama) di masa sekarang. Dimana lembaga pendidikan yang memberikan fasilitas tempat belajar sebagaimana mestinya, asrama sebagai tempat tinggal dan fasilitas penunjang lainnya. Secara etimologi, Ma’had berasal dari kata ‘ahada-ya’hadu yang bermakna menjaga, menepati dan berwasiat.12 Bentuk jama’nya ma’ahid. Secara istilah ma’had merupakan tempat yang dipergunakan untuk
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
3
Ma’had dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam
mencari ilmu.13 Lebih spesifik ma’had disitilahkan sebagai sekolah yang khusus mempelajari suatu pelajaran atau fakultas khusus untuk agama Islam disebut al-ma’had al-islamy.14 Ibrahim Mustofa mendenifisikan ma’had sebagai tempat yang dibangun untuk pembelajaran dan penelitian, seperti: ma’had dirasah ulya Sekolah Pasca Sarjana dan ma’had albuhuts lembaga penelitian.15 Istilah ma’had juga banyak dipergunakan untuk perguruan tinggi, misalnya ma’had ‘aly atau sekolah tinggi yang banyak berkembang juga di Indonesia. Menurut hemat penulis riwaq dengan ma’had hampir serupa tapi memiliki perbedaaan yang signifikan. Riwaq merupakan tempat yang dipergunakan khusus sebagai tempat tinggal para pencari ilmu yang mengadakan perjalanan jauh dari rumahnya dan masing-masing riwaq dinamakan sesuai dengan daerah asalnya. Sedangkan ma’had hampir sama menggunakan sistem pendidikan berasrama seperti riwaq, namun tidak mengklasifikasikan dalam penamaan maupun penyebutannya. Selain itu, ma’had lebih banyak digunakan sebagai lembaga pendidikan, seperti ma’had al-buhuts (lembaga penelitian) sedangkan riwaq tidak. Adapun perbedaannya dengan halaqah, zawiyah dan masjid khan, kita melihat pada uraian terdahulu riwaq digunakan sebagai tempat tinggal, tempat belajar bagi para pelajar yang datang dari jauh sedangkan halaqah adalah model pembelajaran dimana seorang guru atau syaikh di kelilingi oleh para muridnya dari berbagai penjuru alam Islami dan usia tanpa klasifikasi asal maupun keilmuannya. Sistem ini lebih dulu ada, semenjak masa Rasulullah Saw. mengajarkannya dengan sahabat. Adapun zawiyah merupakan tempat pendidikan yang biasanya terletak di pojok masjid dan lebih identik dengan pengkajian khusus maupun sufiistik. Perbedaannya dengan masjid khan, kalau masjid khan adalah masjid khusus yang diperuntukkan hanya untuk proses belajar mengajar, sedangkan riwaq merupakan bagian dari pengembangan masjid jami’ yang digunakan juga untuk kegiatan lainnya maupun pusat umat Islam.
SEJARAH SOSIAL PERKEMBANGAN MA’HAD DAN RIWAQ Ketika dinasti Ayyubiyyah menguasai Mesir (567-648 H) Ayyubiyyah mendirikan sekolah-sekolah yang menggelar halaqah madzhab Syafi’i 4
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Syamsul Arifin
untuk mengungguli popularitas Syiah. Selain itu, Ayyubiyyah juga me rombak buku-buku diktat yang dipergunakan di al-Azhar, walaupun pada masa itu, kedokteran, mantik, filsafat, tetap dikaji. Khalifah bahkan meniadakan khubtah Jum’at -atas fatwa dari sang Qadli-di masjid al-Azhar karena mengamalkan pendapat dalam madz hab Syafii yang mengatakan bahwa shalat Jum’at tidak boleh dilaksa nakan di dua masjid dalam satu daerah. Pengajaran di al-Azhar meng alami reformasi pada saat Shalahuddin al-Ayyubi mendirikan berbagai macam sekolah (madrasah) di Mesir. Hal itu tidak lain dimaksudkan untuk mengungguli popularitas al-Azhar yang condong ke madzhab Syi’ah. Sebagaimana jamak diketahui, bahwa Ayyubiyah sangat fanatik terhadap madzhab Syafi’i dan Asy’ari. Walapun begitu, peniadaan shalat Jum’at di masjid al-Azhar tidak menghapus aktivitas keilmuan di sana. Memasuki kekuasaan Mamalik (648-922 H), sultan Dzahir Baibars kembali memfungsikan masjid al-Azhar untuk shalat Jum’at tahun 665 H / 1266 M. Dzahir Baibars merupakan sultan yang sangat menaruh perhatian terhadap aktivitas keilmuan di al-Azhar. pada masa ini, masjid jami’ al-Azhar menjadi ma’had ilmiyah yang menjadi rujukan belajar umat manusia dari seluruh penjuru dunia. Sehingga menuai masa ke emasannya. Muhammad al-Baha menyebutkan, ulama-ulama besar atau sarjana Islam yang muncul pada masa Mamalik seperti al-Bushiri (w. 696 H), Ibnu Daqiq al-Id (w, 702 H), Ibnu Hisyam (749 H),Taqiy alDin al-Subki (756 H), Ibnu Aqil (769 H), Syaikh al-Islam al-Bulqini (805 H), Fayruzabadi (817 H), al-Maqrizi (845 H), al-Hafidz Ibnu Hajar alAsqalani (852H), al-Sakhawi (902 H), al-Suyuthi (911 H), Ibnu Iyyas (930 H), Zakariya al-Anshari (w. 926 H) dan ulama lainnya. Tradisi wakaf yang sudah dimulai sejak dinasti Fatimiyah dilanjutkan kembali oleh para sultan Dinasti al-Mamluky. Pada masa Daulah Utsmaniyah, tradisi wakaf tetap dilanjutkan, Penyempurnaan masjid jami’ al-Azhar kembali dilanjutkan oleh dinasti fatimiyah dengan membangun ruangan tempat belajar bagi yatim piatu, membagun ma’had dan riwaq bagi mahasiswa dan pelajar asing, membuat pendopo ruang tamu serta tangki air tempat berwudlu. Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
5
Ma’had dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam
Tradisi wakaf telah mengantarkan masjid al-Azhar tidak hanya tempat sholat, lebih dari juga tempat para pencari ilmu. Hal ini dapat dilihat dari bagian-bagian dan riwaq-riwaq masjid yang diberi nama dengan asal tepat pencari ilmu tersebut. Setidaknya ada dua faktor yang memotivasi para pengusaha dan pembesar, pejabat memberikan perhatian besar pembangunan rehab masjid beserta sarananya termasuk sekolah dan riwaqnya. Yaitu faktor sosial dan kepentingan pribadi / golongan. Pertama, faktor sosial merupakan bentuk respon dari keadaan halaqah-halaqah di masjid mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang didalamnya terdapat diskusi, perdebatan yang ramai sehingga mengganggu orang beribadah dimasjid. Selain itu, semakin berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan baik agama ataupun umum sehingga terbentuklah banyak halaqah yang tidak mungkin tertampung dalam masjid. Kedua, secara politis kepentingan golongan / kelompok para pe nguasa berusaha mempertahankan kedudukannya, sehingga mereka berharap dengan memperoleh simpati dari rakyat akan melestarikan kedudukannya. Selain itu, berharap mendapatkan maghfirah dari tuhannya sekaligus mendapatkan pahala-Nya. Dan faktor yang cukup dominan adalah kekhawatiran akan masa depan anak-anaknya, sehingga para pembesar dan pengusaha yang berhasil mengumpulkan harta yang banyak khawatir tidak bisa diwariskan kepada anak-anaknya diambil oleh sultan anak-anaknya, oleh karena itulah semakin memotivasi untuk mendirikan sekolah dilengkapi dengan riwaq (asrama) dan dijadikan wakaf keluarga. Anak-anak dan kaum keluarga lah yang mengurusi lembaga wakaf tersebut, sehingga terjamin kehidupannya. Riwaq pertama kali bediri di al-azhar mesir kemudian melebar ke sekolah-sekolah lainnya di negeri Islam. Termasuk sekolah nizhamiyah di baghdad. Di mesir pertama kali riwaq sinariyah pada tahun 1220 H / 1805 M. pada tahun 1270 H / 1854 M dibentuklah riwaqal-bajuriy untuk penduduk syekh Ibrahim al-Bajuriy (syaikhul Azhar) dan seterusnya. Bayard Dodge mengemukakan, setidaknya dikelompokkan menjadi 30 riwaq di al-Azhar diantaranya:
6
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Syamsul Arifin No.
Nama Riwaq
Asal Pelajar / Mahasiswa
1.
al-Haramain
wilayah haramain atau Arabia
2.
al-sa’a’idah
Mesir dan sekitarnya
3.
al-Dakarinah
Takrur, Sinnar, Darfur dan tempat-tempat lain di Sudan dan Afrika Tengah
4.
al-Shauwwam
Suriah, termasuk wilayah Palestina, Yordania dan Libanon
5.
al-jawa
Untuk orang Indonesia
6.
al-Sulaymaniyah
Afghanistan dan Khurasan
7.
al-magharibah
utara Africa
8. 9. 10. 11.
al-Sinnariyah al-Atrak al-Burniyah al-Jabartiyah
Sudan Turki, Mamluks Burnu wilayah Afrika Tengah Dibentuk oleh orang Italia, untuk siswa dari wilayah Somalia, Ethiopia, dan Jibuti
12. al-Yamaniyah 13. al-Akrad 14. al-‘Abbasi
Yaman Kurdi Akrad, al-Dakharnah, al-Hunud dan bangsa Baghdad
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
India Iraq Aqbugha (murid-murid malikiyah) ajaran madzhab Maliki Barat laut Delta, daerah Mesir Siswa dari fayyum mesir Bagian selatan delta Pusat Mesir Untuk murid madzhab hanafi Untuk semua kalangan dan sekte agama Islam
al-Hunud Al-Baghdadiyah Al-Taybarsiyah al-Aqbughawiyah Al-Buhayrah al-Fayyumiyah Al-Shanawaniyah Al-Fashniyah Al-Hanafiyah Al-Mu’ammar
25. Al-Barabirah
Untuk murid suku berber dari Nubia, utara Afrika dan wilayah lainnya
26. 27. 28. 29. 30.
Danau Chad wilayah Afrika Timur laut bagian dari delta Al-Azhar Untuk murid madzhab ibn-Hanbal Mahasiswa al-Azhar, Jauhariyah
Al-Dakarnah Salih Al-Sharqawiyah Al-Jawhariyah Al-Hanabilah Zawiyat al-Umyan
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
7
Ma’had dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam
Selain riwaq tersebut masih banyak yang lain misalnya at-Turk (untuk orang Turki), As-Syawaam (untuk orang Syam), Al-Kurd (untuk orang Kurdi), Al-Maghoribah (untuk orang Afrika Utara), Al-Bukharaa (untuk orang Asia Tengah), As-Sho’aayidah (untuk penduduk Sho’id, Mesir), Ar-Riyaafah (untuk penduduk Delta, Mesir), atau Al-Manaayi fah (untuk penduduk Manoufiyah, Mesir), atau Syaikh Syanwaty, AlBahaawiroh (untuk penduduk Buhayroh), As-Syaikh Al-Baajuury, AlMadrasah Al-Ibtighowiyah, Al-Falaatsah (untuk orang Afrika Tengah), As-Syaikh Tsu’aylib, Ad-Danaasyiroh (untuk orang Danusyiroh dan sekitarnya), Ibnu Mu’ammar, Al-Madrasah At-Thibirosiyyah, As-Syar qowy (untuk penduduk Syarqiyyah, Mesir), As-Syabrokhity, Al-Hunud (untuk orang India), Al-Baghdadiyyah (untuk orang Baghdad dan sekitarnya), Ad-Damanhury, (untuk penduduk Damanhur, Mesir), Al-Ba syabisyah (untuk orang Basyisy dan sekitarnya), Ad-Dakaarinah atau As-Shulayhiyyah, Darfour, Al-Yamaniyyah, Al-Baraabiroh (untuk orang Barbar), Al-Imaroh Al-Jadidah atau Muhammad Al-Maghrobil, AsSulaymaniyyah, Isa Affandi, Al-Jabartiyyah dan lainnya. Bahkan khalifah sangat mendukung sekolah di mushtansiriyah se hingga membangunkan riwaq yang sangat megah dan mewah dan memberikan mukafaah untuk para guru dan pelajarnya disetiap bulannya, makanan serta roti yang lebih dari cukup untuk setiap harinya. di sam ping itu, disiapkan 300 orang ahli fiqih, sehingga setiap madzhab memiliki 75 guru masing-masing madzhab. Di bangunkan pula kamar mandi, gudang penyimpanan bahan makanan yang akan di masak, gudang penyimpanan minuman dan makanan. Di angkat seorang dokter yang selalu mengunjungi mereka setiap harinya.Begitu juga di Syiria, riwaq menjadi sarana terpenting disetiap sekolah, seperti sekolah an-Nuriyah al-Kubra dan di Aleppo yang menjadi representatif sekolah favorit di syiria. Ibnu Jamaah menuturkan, setiap ma’had dan riwaq memiliki atur an karaketritik masing-masing. Namun, secara umum ma’had dan riwaq berfungsi sebagai proses isolasi pelajar dengan kehidupan masyarakat dewasa, karena mereka membutuhkan tempat yang representatif untuk
8
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Syamsul Arifin
fokus belajar. mengajarkan pelajarnya untuk menjaga etika, tidak mengganggu oranglain, sebisa mungkin tidak keluar-masuk area ma’had dan riwaq, serta hendaklah menjauhi etika dan kebiasaan yang tidak baik. Maka, secara historis menjelaskan kepada kita bahwasannya ma’had dan riwaq merupakan bentuk respon sosial dari keadaan yang dialami para pelajar dalam menuntut ilmu, dimana mereka menetap di sekolah ataupun lembaga pendidikannya yang jauh dari rumah tempat tinggalnya, sehingga menuntut di adakannya ma’had dan riwaq. Terlebih sistem ma’had dan riwaq memberikan harapan besar untuk optimalisasi para pelajar / mahasiswa dalam tafaqquh fiddin. Apabila kita merefleksikan di zaman sekarang, banyak lembaga pendidikan yang mengadakan riwaq (asrama) yang lebih di kenal dengan boarding school sebagai upaya penjaminan mutu pendidikan dan karakter siswanya.
Penutup Dari uraian diatas, memberikan deskripsi tentang tinjauan historis dan sosial tentang ma’had dan riwaq. Sehingg kita dapat menyimpulkan bahwasannya kemunculan ma’had dan riwaq merupakan respon sosial dari kemajuan perkembangan pendidikan Islam di masa itu. Hal ini dikarenakan halaqah-halaqah ulama di masjid sudah tidak tertampung lagi dan para pelajar maupun mahasiswa yang datang dari pelosok negeri mesir maupun negri Islam lainnya membutuhkan tempat berteduh serta menyimpan barang-barang mereka agar mampu berkonsentrasi belajar secara maksimal. Pendidikan ma’had dan riwaq (asrama) merupakan solusi pembentukan karakter siswa dan optimalisasi pembelajaran. [ ]
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
9
Ma’had dan Riwaq: Sejarah Sosial Cikal Pendidikan Boarding School dalam Pendidikan Islam
Endnotes 1
2
3
4
5
6 7
8
9
10
11 12
13 14 15
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III, ( Jakarta: Kencana, 2012), hlm.v Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan bintang), 1970, hlm.92 Tim proyek pembinaan Prasarana dan sarana perguruan tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Sejarah Pendidikan Islam, cet.ke-2, ( Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hlm.98 Oleh Jauhar Ash-Shiqili (Panglima tentara Abu Tamim, setahun setelah Dinasti Fatimiyah menaklukkan Mesir) pada bulan Ramadhan tahun 361 H/ Juni 875 M. dan pada tahun 378 H mengkhususkan Masjid Jami’ al-Azhar sebagai pusat pembelajaran dan penelitian. Ahmad Shalabi, History of Muslim Education, (Beirut: Dar al-Kashshaf, 1954), hlm. 55 Ahmad Shalabi, History of Muslim Education, hlm.221 Ahmad ‘Athiyatullah, Al-Qamus al-Islamiy, jld.2 (Mesir: Maktabah an-Nah dlah al-Misriyah, 1966), hlm.1966 Ibrahim Mustofa dkk., Mu’jam al-Washit, jld.1 (Beirut: Dar an-Nasyr), hlm.383 Tim Penyusun, al-Munjid fil Lughoh al-Arabiyah wal I’lam, cet. Ke-42, (Beirut: Darul Masyruq), hlm.288 Tim pustaka Azet, Leksikon Islam, ( Jakarta: Pustazet Perkasa, 1988), hlm. 648 Ahmad ‘Athiyatullah, al-Qamus al-Islamiy, jld.2, hlm.582 Yusuf Syukri Farhat, Mu’jam at-Tullab, cet. Ke-6, (Beirut: Dar al-Kutub alAlamiyah), 2007, hlm.413 Yusuf Syukri Farhat, Mu’jam at-Tuhullab, hlm.413 Tim Penyusun Pustaka Azet, Leksikon Islam, hlm.408 Ibrahim Mustofa, al-Mu’jam al-Wasith, jld.2, hlm. 634
DAFTAR PUSTAKA ‘Athiyatullah, Ahmad al-Qamus al-Islamiy, Mesir: Maktabah an-Nahdlah al-Misriyah, 1966 Azra, Azyumardi Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millenium III, Jakarta: Kencana, 2012 Dodge, Bayard, Al-Azhar; a millenium of Muslim Learning, Washington: The Middle East Institute, 1961
10
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
Syamsul Arifin
Farhat,Yusuf Syukri., Mu’jam at-Tullab, cet. Ke-6, Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, 2007 Maher, Su’ad, al-Azhar ; atsar wa tsaqafah, cet. Ke-22, Iskandariyah: Maj lis al-‘A’la lissu’un Islamiyah Wazaratul Auqaf, 2001 Maqdisi, George, Religion, Law and Learning in Clasical Islam, t.p.: Vari orum, t.th. Mustofa, Ibrahim dkk., Mu’jam al-Washit, t.p.: Dar an-Nasyr, t.th. Qomar, Mujamil, Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Penerbit Er langga, t.th. -----------, Pesantren; dari Transformasi metodologi menuju Demokra tisasi Institusi, Jakarta: Penerbit Erlangga, t.th. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2011 Riswant, Arif Munandar, Buku Pintar Islam, Bandung: Penerbit Mizan, 2010. Shalabi, Ahmad., History of Muslim Education, Beirut: Dar al-Kashshaf, 1954, ------------, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Yahya dan M. Sanusi Ma’arif, Jakarta: Bulan Bintang, 1970 Tim proyek pembinaan Prasarana dan sarana perguruan tinggi Agama/ IAIN di Jakarta, Sejarah Pendidikan Islam, cet.ke-2, Jakarta: Di rektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986. Tim Penyusun, al-Munjid fil Lughoh al-Arabiyah wal I’lam, cet. Ke-42, Beirut: Darul Masyruq, t.th. Tim pustaka Azet, Leksikon Islam, Jakarta: Pustazet Perkasa, 1988. Tritton, A.S., Material on Muslim Education in the Middle Ages, London: Luzac & Co. Ltd., t.th. http://www.alazhar.gov. http://www.nu.or.id
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 2, No. 1, Januari 2013
11