SEJARAH SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA Banu Sodikun Mahasiswa Program Doktoral Pasca Sarjana UIN Surabaya
Abstrak
Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia merupakan rekonstruksi tentang arahan, bimbingan, dorongan, teladan, dan pembiasanaan pada peserta didik yang mengandung unsur interaksi dan komunikasi satu dengan yang lain agar peserta didik memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam untuk diterapkan dalam ucapan dan dilaksanakan dalam perbuatannya sehari-hari menuju insan kamil yang terjadi di masa lalu di Indonesia, baik dari segi pelaku, tempat, waktu, latar belakang, keadaan dan kejadian atau peristiwanya itu sendiri. Upaya rekonstruksi ini didukung oleh data-data dan fakta-fakta yang dapat diyakini keberadaan dan keasliannya dan disusun secara sistematis satu dan lainnya, sehingga terdapat pola interaksi dan komunikasi. Keberhasilan dan kemajuan pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari peran Pesantren dan Eksistensi Madrasah di Indonesia.
Kata kunci: Sejarah sosial, pendidikan Islam, Pesantren dan Madrasah Pendahuluan Sejarah sosial Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang kajian studi Islam yang banyak menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim. Dengan mempelajari sejarah sosial pendidikan Islam, kita mengetahui masa-masa atau zaman kejayaan Islam, sehingga memungkinkan kita untuk percaya diri sebagai umat Islam dan mengambil i’tibar. Demikian pula masamasa kemunduran Islam dapat kita ketahui, dan kita dapat mengambil pelajaran dan pengalaman agar tidak terulang kembali serta kita dapat menentukan langkah ke depan demi menemukan jalan alternatif demi kejayaan Islam. Menyadari hal tersebut di atas, bidang kajian sejarah sosial pendidikan Islam di Indonesia merupakan suatu bidang kajian yang cukup signifikan untuk dipelajari, pemakalah akan membahas tentang sejarah sosial pendidikan Islam di Indonesia, dengan batasan masalah, pengertian sejarah sosial Pendidikan Islam di Indonesia, objek dan metode sejarah sosial Pendidikan Islam, pusat-pusat kegiatan belajar mengajar pada awal kebangkitan Islam, Pesantren sebagai akar sejarah pendidikan Islam di Indonesia dan Eksistensi Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia. A. Pengertian Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia Sejarah Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa1. Sedangkan secara harfiah sejarah berasal dari bahasa 1
Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 1.
1
Arab syajarah yang berarti pohon. Sejarah tak ubahnya seperti pohon yang dalam prosesnya mulai dari tumbuh,, berkembang, berbuah, dan akhirnya mati, bahkan ada yang sebelum berbuah sudah keburu mati.2 Sedangkan W.J.S. Purwodarminta mengemukakan bahwa merupakan ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.3 Disisi lain sejarah merupakan ilmu yang bertugas menyeldiki perubahan, kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut.4 Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa sejarah merupakan rekonstruksi sebuah kejadian masa lalu, baik dari segi pelaku, tempat, waktu, latar belakang, keadaan dan kejadian atau peristiwanya itu sendiri yang didukung oleh data-data dan faktafakta yang dapat diyakini keberadaan dan keasliannya. Sosial Sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama (Salim, 2002).5 Sudarno (dalam Salim, 2002) menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat, ada juga yang mengatakan Sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antar warga.
Pendidikan Pendidikan atau Tarbiyah, merupakan mashdar dari tiga akar kata, RabaYarbu, Rabiya-Yarba dan Rabba-Yarubbu.6 Pertama, Raba – Yarbu, berarti bertambah dan berkembang, yaitu merupakan suatu proses yang selalu terjadi pertambahan dan perkembangan.7 Kedua, Rabiya – Yarba, yang berarti tumbuh dan berkembang, digunakan untuk suatu proses yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Ketiga, Rabba – Yarubbu, berarti menjaga, merawat dan memelihara, yaitu sebuah proses penjagaan, perawatan dan pemeliharaan atas sesuatu. Diambil dari Syahid.8 Dari sini dapatlah didefinisikan bahwa pendidikan adalah sebuah perkembangan yang terus menuju ke arah yang lebih baik dan menguntungkan. 2 3 4 5 6 7
8
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media Group,2011), 11. W.J.S. Poerwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1992), 646. Lihat R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia (Yogyakarta: LkiS, 2005), 11-12. A Salim. (2002). Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana Diringkas dari Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah Wa Asalibuha, Abdurrahman al-Nahlawiy, Dar al-Fikr al-Moasher, 1983, Cetakan Ke-2 Pemakaian kata dalil, biasanya, digunakan oleh para pakar bahasa dan agama, untuk membedakan dengan syahid, adapun dalil digunakan khusus untuk referensi yang berasal dari al-Quran dan Hadits. Syahid, dipakai untuk menunjukkan bahwa referensi itu diambil dari puisi, untuk membedakannya dari dalil.
2
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan sejarah sosial pendidikan Islam di Indonesia merupakan rekonstruksi tentang arahan, bimbingan, dorongan, teladan, dan pembiasanaan pada peserta didik yang mengandung unsur interaksi dan komunikasi satu dengan yang lain agar peserta didik memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam untuk diterapkan dalam ucapan dan perbuatannya sehari-hari yang terjadi di masa lalu di Indonesia, baik dari segi pelaku, tempat, waktu, latar belakang, keadaan dan kejadian atau peristiwanya itu sendiri. Upaya rekonstruksi ini didukung oleh data-data dan fakta-fakta yang dapat diyakini keberadaan dan keasliannya dan disusun secara sistematis satu dan lainnya, sehingga terdapat pola interaksi dan komunikasi
B.
Objek dan Metode Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia. Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan, begitu juga sejarah sosial pendidikan Islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam obyek – obyek sejarah pendidikan, seperti mengenai sistem-sistem, sifat – sifat ataupun lembaga yang dimilikinya.9 Mengenai metode sejarah sosial pendidikan Islam, sejarawan harus memiliki suatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya.10 Penguasaan ilmu yang luas akan memudahkan pemahaman dari berbagai konteks, membanding dan merasakan dampak serta mengkaitkan data dengan peristiwa-peristiwanya. Namun mengingat bahwa objek sejarah pendidikan Islam sangat sarat dengan nilai-nilai agamawi, filosofi, psikologi dan sosiologi, maka perlu menempatkan objek sasaran yaitu secara utuh, menyeluruh dan mendasar. Sesuai dengan itu maka metode yang ditempuh yaitu: metode deskriptif, khususnya yang langsung berkaitan dengan pendidikan islam, dengan cara ini maka yang terkandung dalam ajaran islam dapat dipahami; metode komparatif untuk membandingkan antara tujuan ajaran islam tentang pendidikan dan tuntunan fakta-fakta pendidikan yang hidup dan berkembang pada masa dan tempat tertentu; metode analisis-sintesis untuk memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam.
C.
Pusat-pusat Kegiatan Belajar Mengajar pada Awal Kebangkitan Islam Pada awal kebangkitan Islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifatnya yang khas. Dalam buku atTarbiyah al-Islamiyah, Nuzumuha, Falsafatuha, Tarikhuha, Ahmad Shalabi menyebutkan tempat-tempat itu sebagai berikut: Kuttab, Al-Qushur, Hawamit al-
9 10
A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999) 14. Ibid., 14.
3
Waraqiin, mandzil al-Ulama, al-Badiyah, dan al-Madrasah.11 Penulis lain menyebutkan tempat-tempat pendidikan seperti al-Muntadiyah, al-Hawanit, alZawaya, al-Ribat, halaqat al-Dzikr.12 Semua itu menunjukkan bahwa tempat pendidikan di dalam islam sangat variatif. 1. Kuttab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Kuttab adalah tempat belajar menulis. Kuttab dalam bentuk awalnya hanya berupa ruangan di rumah seorang guru. Sejalan dengan meluasnya wilayah kekuasaan kaum muslimin, bertambah pulalah jumlah penduduk yang memeluk islam. Kondisi yang demikian ini mendorong para guru dan orang tua mencari tempat lain yang lebih lapang, yaitu sudut-sudut masjid (bilik-bilik yang berhubungan dengan masjid). Selain dari kuttab-kuttab yang di adakan di dalam masjid terdapat pula kuttabkuttab umum dalam bentuk madrasah yang mempunyai gedung sendiri dan dapat menampung ribuan murid.13 Pada akhir abad pertama hijriyah mulai timbul jenis kuttab yang disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan: membaca al-Qur’an dan menghafalnya; Pokok-pokok agama islam seperti: wudhu, sholat dan puasa; kisah (riwayat) orang-orang besar; membaca dan menghafal sya’ir-sya’ir atau natsar-natsar (prosa); Berhitung dan pokok-pokok ilmu Nahwu dn ilmu Sharaf ala kadarnya. Diseluruh negeri Islam, Kuttab itu merupakan tempat yang utama untuk mengajarkan Al-Qur’an untuk anak-anak.14 2. Masjid dan Jami’, yang merupakan lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam islam, pembangunannya dimulai semenjak zaman Nabi dan ia tersebar sampai kenegeri arab. Disamping tugasnya yang utama sebagai tempat menunaikan sholat dan beribadah, di masjid inilah mulai mengajarkan alQur’an dan dasar-dasar agama islam pada masa Rasulallah, Masjid dan Jami’ berfungsi sebagai sekolah menengah dan perguruan tinggi dalam waktu yang sama. 3. Dawarul Hikmah dan Dawarul Ilmu, muncul pada waktu masa Al-Rasyid. Tujuan utama mendirikan lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing, terutama ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan orang Griek dan Falsafah mereka kedalam bahasa arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitabkitab berbahasa asing kedalam bahasa arab dan telah menghasilkan ulamaulama yang terkenal, diantaranya Khawarizmi sebagai ilmu falak yang terkenal dan Ja’far Muhammad sebagai ahli dalam ilmu ukur dan mantiq. 11
12 13 14
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, dari Zaman Nabi SAW., Khalifah Rasyidin, Bani Umayyah dan Abbasiyah sampai zaman mamluks dan umayah turki, (Jakarta: Mutiara, 1996/1386 H), 6. Ahmad Shalabi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) 16. Ensklopedia Islam 3, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994). 870. Asma Hasan Fahmi, Mabaadiu al-tarbiyahal-Islamiyah, (Terjemahan), (Jakarta: Bulan Bintang, t.t) 97.
4
4. Madrasah, dari akar kata darasa: belajar adalah satu jenis yang lain dari lembaga pendidikan tinggi, dan ia mulai muncul pada akhir abad IV Hijriyah. Madrasah merupakan nama atau sebutan bagi sekolah islam, tempat proes belajar mengajar ajaran islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja, bangku, dan papan tulis) dan kurikulum dalam bentuk klasikal.15 5. Al-Khawanik, Azzawara, dan Arrabath, lembaga ini tampaknya lebih banyak menyerupai Monastry dan hermitage, karena pelajar-pelajar mengasingkan diri mereka untuk belajar dan beribadat di lembaga-lembaga ini. Di Al-Khawanik ini telah diatur beberapa mata pelajaran, diantaranya mata pelajaran untuk fuqoha empat mazhab, beberapa mata pelajaran Hadits Nabi. Beberapa mata pelajaran untuk membaca al-Qur’an dalam tujuh buah riwayat.16 6. Al-Bimaristan, ini digunakan untuk pengobatan orang-orang islam dengan cara gratis dan untuk mempelajari ilmu kedokteran secara praktis. Menurut keterangan dari al-Maqrizi, orang yang mula-mula membangun alBimaristan dan Rumah sakit adalah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H. 7. Halaqotud Dars dan Al-Ijtima’at Al-Ilmiyah, Salah satu cirri dari pendidikan islam ialah mudah dan elatis, dan sebagai bukti untuk itu ialah terdapatnya Halaqotud Dars dan Al-Ijtima’at Al-Ilmiyah yang bertujuan untuk menyebarkan ilmu. Halaqotud Dars diadakan di rumah-rumah para ulama, di istana raja-raja dan pembesar-pembesar. 8. Duwarul Kutub (Perpustakaan-perpustakaan), memegang peranan penting dalam menyukseskan tugas-tugas lembaga-lembaga pendidikan tersebut dalam bentuk yang lebih sempurna, dan juga membantu berlangsungnya terus pelajaran, prestasi, penelitian perorangan, serta memudahkan caracara memperoleh pendidikan bagi orang banyak. D. Pesantren sebagai Akar sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Berbicara mengenai akar sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pesantren. Karena Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan asli Indonesia17 sekalipun demikian informasi-informasi lain membuktikan bahwa sistem pendidikan pesantren, merupakan adaptasi dari sistem pendidikan yang telah dikembangkan sebelumnya. Satu informasi mengatakan bahwa, pesantren, merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari praktik pendidikan pra-Islam atau masa kekuasaan Hindu Budha, Nurcholis 15
Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, Ensklopedi Islam, Jakarta: ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Ke1, 1993, hlm. 105.
16
Asma Hasan Fahmi, Mabaadiu al-tarbiyahal-Islamiyah, (Terjemahan), (Jakarta: Bulan Bintang, t.t) 46. Amin Haedari dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, (vol. II No. 1 Juli 2007), 34.
17
5
Madjid setuju dengan pendapat ini. Sebagaimana disebutkan bahwa pesantren memiliki hubungan historis dengan lembaga pendidikan pra-Islam yang sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu Budha, lalu Islam meneruskan dan mengIslamkannya. Dari penamaan pesantren sendiri terkait dengan terminologi yang ada di kalangan Hindu. Kata pesantren berakar dari kata santri dengan awalan ”pe” dan akhiran ”an”. Menurut C.C.Berg istilah tersebut berasal kata India Shastri, berarti orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata Shastri sendiri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku Agama atau pengetahuan.18 Bertitik tolak dari akar sejarah pesantren atau sebut saja asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik di Indonesia. Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa abad 16 – 15 yang telah berhasil mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan pada masyarakat. Keunikan yang dimaksud adalah hampir semua pesantren di Indonesia ini dalam mengembangkan pendidikan kepesantrenannya berkiblat pada ajaran Walisongo. Misal pondok pesantren Nahdlatul Wathan di Pancor Lombok Timur NTB yang saat ini santrinya lebih dari sepuluh ribu orang19 dan pondok pesantren yang lainnya yang tersebar di Pulau Jawa. Sedangkan Maksum menyebutkan bahwa akar sejarah atau asal usul lembaga pendidikan Islam misal madrasah adalah merupakan prestasi abad kelima Hijriyah. Madrasah-madrasah yang timbul dalam Islam, tidak dikenal pada masa-masa sahabat melainkan sesuatu yang baru setelah 400 tahun sesudah Hijriyah (Maksum, 1999: 60). Mengawali asal usul pesantren atau akar sejarah pesantren sama halnya dengan membahas sejarah madrasah dan sekolah Islam, karena ketiga lembaga pendidikan ini bernuansa religius atau dengan kata lain fokus studinya keagamaan di samping studi yang lain yang mendukung visi misi ketiga lembaga tersebut juga menjadi program pembelajarannya. Perkembangan dari pesantren ke madrasah muncul pada awal abad 20, sebagai akibat dari kurang puas terhadap sistem pesantren (waktu itu) yang dianggap sempit dan terbatas pada pengajaran ilmu fardlu ’ain, terdapat dua hal yang melatarbelakangi tumbuhnya sistem madrasah di Indonesia, pertama adalah faktor pembaharuan Islam dan kedua respon terhadap politik pendidikan Hindia Belanda. Kemunculan dan perkembangan madrasah tidak bisa dilepaskan dari gerakan pembaharuan Islam dan kemudian dikembangkan oleh organisasi-organisasi Islam baik di Jawa , Sumatera maupun Kalimantan. Oleh karena itu pendidikan dipandang sebagai aspek strategis dalam membentuk pandangan keislaman masyarakat. Dalam kenyataannya, pendidikan yang terlalu berorientasi pada 18 19
“Ibid” Abdurrahman Mas’ud. Dinamika Pesantren dan Madrasah.(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), 4.
6
ilmu-ilmu agama ubudiyyah, sebagaimana ditunjukkan dalam pendidikan di masjid, surau dan pesantren, pandangan keislaman masyarakat agaknya kurang memberikan perhatian kepada masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan budaya, untuk melakukan pembaharuan terhadap pandangan dan tindakan masyarakat itu langkah strategis yang harus ditempuh adalah memperbaharui sistem pendidikannya. Para ahli dimana pun juga, sepakat bahwa sistem pendidikan yang terkait perlu diperbaharui secara berkesinambungan, atas pemahaman tersebut pakar pendidikan mengambil langkah-langkah menuju perbaikan sistem pendidikan tradisional menuju sistem pendidikan modern yang dilengkapi dengan pola manajemen sebagai standar mutu. Bagi masyarakat luas, dengan tujuan supaya madrasah tidak dianggap sebagai salah satu pendidikan yang “bercirikan” tradisional, sehingga kiat-kiat untuk menepis anggapan masyarakat tersebut di atas diperlukan manajemen yang tertata dalam sistem pendidikan modern E.
20 21
Eksistensi Madrasah dan Sekolah Islam di Indonesia Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda dibanding pesantren. Lahir pada abad 20 dengan munculnya madrasah Manbaul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909. Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah ada. Menarik untuk diamati mengapa sistem pendidikan pesantren sendiri justru tidak bersifat statis, tetapi selalu mengalami pertumbuhan seiring dengan perubahan masyarakat yang terjadi. Demikian juga madrasah dan sekolah Islam di Indonesia selalu melakukan terobosan-terobosan guna mempertahankan eksitensinya.20 Pembaharuan tersebut menurut Mastuhu, meliputi tiga hal, yaitu: (1)Usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren, (2) Penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan (3) Upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Di dalam salah satu diktum surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri) disebutkan perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar lulusan dari madrasah dapat melanjutkan ke sekolah-sekolah umum, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.21 Aktivitas yang berorientasi pada tujuan, perlu dicapai melalui jalan menetapkan hubungan tertentu antara sumber daya yang tersedia (sumber daya material dan moneter). Hubungan tersebut berkembang Abdurrahman Mas’ud. Dinamika Pesantren dan Madrasah. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002). 226 Mastuhu. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. (Ciputat : PT Logos Wacana Ilmu, 1999), 216.
7
dengan sebuah pola yang berubah secara konstan satu sama lain, dan bagaimana mereka dipengaruhi satu sama lain dalam kehidupan keorganisasian mereka. Tindakan bekerja melalui pihak lain, untuk mencapai sasaransasaran keorganisasian. Untuk memperoleh manfaat hasil yang maksimum baik dari bakatnya sendiri maupun bakat pihak lainnya diperlukan melalui pembagian kerja, penugasan tanggung jawab bidang-bidang terbatas kepada individu atau kelompok. Keterlibatan aktif dengan keputusan-keputusan, evaluasi dan seleksi alternatif atau problem-problem keputusan manajemerial. Dalam jangka panjang seluruh masa depan suatu lembaga pendidikan (madrasah) misalnya bergantung pada tingkat hingga di mana keputusan-keputusan “tepat” diambil oleh para manajer. Sistem pendidikan madrasah di masa akan datang, diharapkan merupakan suatu “industri” dalam arti bahwa pendidikan memerlukan pengelolaan yang professional agar “rate of returns” dari industri pendidikan itu sama atau lebih baik dari investasi dalam sektor ekonomi lainnya. Untuk memperkuat eksistensi Madrasah, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1972 tentang ”Tanggung jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan ”. Isi keputusan ini pada intinya menyangkut tiga hal sebagai berikut: 1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bertugas dan bertanggungjawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan 2. Menteri Tenaga Kerja betugas dan bertanggung jawab atas pembinaan latihan keahlian dari kejuruan tenaga kerja bukan pegawai negeri 3. Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri22 Dua tahun berikutnya, Keppres itu dipertegas dengan Inpres No. 15 Tahun 1974 yang mengatur realisasinya. Bagi Departemen Agama yang mengelola pendidikan Islam, termasuk madrasah, Keputusan ini menimbulkan ”masalah”. Dalam Tap MPRS No. 27 Tahun 1966 dinyatakan bahwa agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan Nasional. Selain itu, dalam Tap MPRS No.2 Tahun 1960 ditegaskan bahwa madarasah adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Berdasarkan ketentuan ini, maka Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja yang bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga yang bersifat kejuruan. Dengan Keppres No.34 Tahun 1972 dan Inpres No.15 Tahun 1974 itu, penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan menjadi sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional). Secara yuridis, keberadaan madrasah 22
Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999). 146
8
dijamin oleh undang-undang SKB tiga menteri (Menag, Mendikbud dan Mendagri) Tahun 1975 kedudukan madrasah sama dan sejajar dengan sekolah formal lainnya. Demikian juga dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 ditegaskan ulang bahwa madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas agama Islam. Kurikulum yang digunakan pun secara umum mengacu kepada kurikulum Dinas dan ditambah kurikulum agama yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Oleh karena itu secara teoritis, madrasah seharusnya mampu memberikan nilai lebih bagi para siswanya dibanding sekolah umum. F.
Kesimpulan dan Saran Dari paparan di atas dapatlah disimpulkan bahwa Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia merupakan rekonstruksi tentang arahan, bimbingan, dorongan, teladan, dan pembiasanaan pada peserta didik yang mengandung unsur interaksi dan komunikasi satu dengan yang lain agar peserta didik memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam tingkah lakunya sehari-hari menuju insan kamil yang didukung oleh data-data dan fakta-fakta yang dapat diyakini keberadaan dan keasliannya dan disusun secara sistematis satu dan lainnya, sehingga terdapat pola interaksi dan komunikasi. Keberhasilan dan kemajuan pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari peran Pesantren yang merupakan akar sejarah pendidikan Islam di Indonesia dan Eksistensi Madrasah yang merupakan inovasi pendidikan Islam di Indonesia berkembangnya pendidikan Islam di Pesantren. Dengan melihat fakta sejarah di atas, penulis menyarankan untuk diadakan inovasi-inovasi pembelajaran tentang pendidikan Islam, baik di pesantren, madrasah maupun sekolah Islam dalam rangka mewujudkan peran Islam sebagai rohmatal lil ‘alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mas’ud. , 2002, Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ahmad Shalabi, 1973, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Ali, Moh. R., 2005, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Cet. I, Yogyakarta: LKiS. Ali, R. Moh., 2005, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Yogyakarta: LkiS. Amin Haedari dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II No. 1 Juli 2007. Anshari, Saifuddin, Endang, 1978, Kuliah Al-Islam, Bandung: Pusataka Bandung.
9
Asma Hasan Fahmi, Mabaadiu al-tarbiyahal-Islamiyah, (Terjemahan), Jakarta: Bulan Bintang. Asma Hasan Fahmi, Mabaadiu al-tarbiyahal-Islamiyah, (Terjemahan), (Jakarta: Bulan Bintang, t.. Badri, Yatim, 2003, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Daradjat, Zakiah. dkk. 2008,. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 8. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Agama, 2005, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI. Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, 1993, Ensklopedi Islam, Jakarta: ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Ke-1. Dhofier, Zamakhsyari, 2011, Tradisi Pesantren, Cet. 8, Jakarta, LP3ES Djoned, Marwati P, 2008, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, edisi pemuthakiran, Jakarta: Balai Pustaka. Ensklopedia Islam 3, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Hasbullah, 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Khafid, Muhammad K, 2008, Sejarah Demak : Matahari terbit di Glagahwangi, Demak: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak. Mahmud Yunus, 1996, Sejarah Pendidikan Islam, dari Zaman Nabi SAW., Khalifah Rasyidin, Bani Umayyah dan Abbasiyah sampai zaman mamluks dan umayah turki, (Jakarta: Mutiara. Maksum. 1999, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu. Mastuhu. 1999, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Ciputat : PT Logos Wacana Ilmu. Mustafa, A. 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia. Nasruddin, Razak, 1989, Dienul Islam, Bandung: Al-Ma’arif . Nata, abuddin, 2011, Sejarah Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: Prenada Media Group. Nata, Abuddin, 2012, Sejarah social Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya, Cet. 1, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada. Poerwodarminta, W.J.S., 1992, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: Gramedia. Salim, A. 2002, Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana Yunus, Mahmud. 1992, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Zuhairini, dkk. 2008, Sejarah Pendidikan Islam. Cet.9. Jakarta: Bumi Aksara.
10