Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
(M.7) PENGELOMPOKAN PASIEN PENYAKIT DEMAM TYPHOID DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS KLASTER KELAS LATEN 1
Nurdianto Zaenurdin, 2Achmad Bachrudin, 3Anna Chadidjah, 1
Alumnus Jurusan Statistika Universitas Padjajaran Dosen Jurusan Statistika Universitas Padjajaran Alamat: Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor Sumedang 45363 - Indonesia 2,3
e-mail : 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected]
Abstract For an effort in early diagnosis at typhoid fever, need to be known heterogeneity of typhoid fever. Therefor, grouping of typhoid fever patient must be done based on clinical symptom and laboratory result. Grouping method done in this research is latent class cluster analysis which is the number of class is treated as latent category variable. The method has some of speciality than the other, one of them is able to involve variable with different measurement scale. Object allocation into classes is done based on probability of posterior grouping which is the largest posterior probability show that the object included into relevant class. Base on BIC (Bayesian Information Criterion) statistic, the nmber of parameter and error classification, getting the best model that is model with 3 clases where 40% of object is in the first class, 39% of object is in the second class and 21% of object is in the third class which has error classification at 0.0320. Key Word: Latent, BIC
LATAR BELAKANG Demam typhoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Jawa Barat, termasuk di Rumah Sakit “X”. Berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Rekam Medis Rumah Sakit “X”, jumlah penderita demam typhoid di Rumah Sakit “X” per triwulan pada tahun 2008 diperlihatkan pada tabel berikut. Jumlah pasien demam typhoid di Rumah Sakit “X” tahun 2008 Triwulan Rawat Jalan IGD Rawat Inap Total Rata-rata I 252 74 185 511 170.33 II 202 56 138 396 132.00 III 155 48 118 321 107.00 IV 192 77 148 417 139.00 Total 801 255 589 1645 154
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 Rata-rata
200.25
63.75
147.25
137.08
Sumber: Unit Rekam Medis Rumah Sakit “X”
Dari data tersebut angka kejadian penyakit demam typhoid di Rumah Sakit “X” masih tinggi, maka sebagai bentuk peningkatan pelayanan medis, diagnosis dini penyakit demam typhoid perlu segera ditegakkan. Namun gambaran klinis penyakit demam typhoid sangat bervariasi serta serupa dengan infeksi akut pada umumnya. Hal ini mungkin menyebabkan seorang ahli pun dapat mengalami kesulitan dalam menegakkan diagnosis demam typhoid apabila hanya berdasarkan gambaran klinis, sehingga dalam pendiagnosisan demam typhoid perlu menghubungkan gejala klinik dengan uji laboratorium (Sylvia & Julius) Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk, 2005). Penyakit demam typhoid disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air. Sehubungan dengan demam typhoid tersebut, untuk diagnosisnya maka dilakukan uji widal. Uji widal adalah uji aglutinasi yang menggunakan suspensi bakteri salmonella typhi sebagai antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap salmonella typhi dalam serum pasien Nilai diagnostik dari uji widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam darah terhadap antigen salmonella typhi pada dua kali pengambilan spesimen dengan interval waktu 7-10 hari. Hasil uji widal diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Nilai yang tinggi atau peningkatan dari titer O (³ 160) menunjukan terjadinya infeksi aktif. 2. Nilai yang tinggi dari titer H (³ 160)menunjukan infeksi lama (Brooks, Butel & Morse). Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana membuat pengelompokan pasein demam typhoid berdasarkan gejala klinis dan uji laboratatorium.
Maksud dari penelitian ini adalah menerapkan analisis klaster kelas laten pada pengelompokan pasien demam typhoid. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kelompok-kelompok pasien demam typhoid dengan masing-masing karakteristiknya berdasarkan gejala klinis dan uji laboratatorium.
TINJAUAN PUSTAKA Agar tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, maka diperlukan sebuah analisis yang dapat mengelompokan objek-objek ke dalam kelas-kelas tertentu. Secara umum untuk tujuan pengelompokan, analisis yang digunakan adalah analisis klasifikasi dan analisis klaster. Pengetahuan mengenai predefine class membedakan analisis klasifikasi dari analisis klaster (Rencher, 2002) Dalam penelitian ini tidak ada informasi mengenai jumlah kelas dan struktur kelasnya, maka analisis yang akan digunakan adalah analisis klaster (Kaufman dan Rousseeuw,1999).
Analisis Klaster 155
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
Analisis klaster adalah pengklasifikasian objek-objek yang memiliki kesamaan ke dalam kelompok-kelompok dimana jumlah kelompok serta strukturnya belum diketahui (Kaufman dan Rousseeuw, 1990; Rencher 2002). Dua pendekatan yang umum digunakan dalam analisis klaster adalah hierarchical clustering dan partitioning (Rencher, 2002; Abonyi 2008). Dalam hierarchical clustering dikenal dua metode yaitu metode aglomerative dan divisive.
Pada metode agglomerative, analisis dimulai dengan n buah klaster dengan item tunggal, kemudian dilakukan penyatuan (merging) sampai pada akhirnya diperoleh klaster tunggal dengan n observasi, sebaliknya pada metode divisive, analisis dimulai dari klaster tunggal dengan n item, kemudian dilakukan pemisahan (splitting) sampai pada akhirnya diperoleh n buah klaster dengan item tunggal (Rencher, 2002; Abonyi, 2008). Pada hierarchical clustering hasil pengklasteran dapat berbeda tergantung pada penentuan starting point-nya (Hair dkk, 1998), kemudian tidak ada aturan baku mengenai penentuan jumlah klaster (Latin, 2003), kedua hal inilah yang menjadi kelemaham metode hierarki. Pada metode partitioning, observasi dipisahkan ke dalam g buah klaster tanpa menggunakan pendakatan hierarki. Salah satu analisis yang termasuk dalam partitioning adalah klaster k means (Rencher, 2002; Abonyi, 2008).
Analisis Klaster Kelas Laten Sama halnya dengan analisis klaster baku, dimana pada analisis klaster kelas laten, objekobjek dimasukan menjadi bagian salah satu dari K buah kelas laten dengan jumlah dan ukuran kelas tidak diketahui sebelumnya. Namun berbeda dengan analisis klaster baku, pada model klaster kelas laten pengelompokan dilakukan berdasarkan sebuah model (model based classification), artinya diperlukan sebuah model statistik untuk populasi dimana sampel dalam penelitian diambil (Vermunt dan Magidson, 2002). Aplikasi klaster kelas laten dengan variabel campuran terdapat dalam jurnal “Latent Class Models for Mixed Variabels with Application in Archaeometry” yang ditulis Irini Moustaki dan Ioulia Papageorgio. Dalam contoh aplikasi mengenai terracotta data set, dianalisis 73 objek sampel yaitu berupa pot dan ubin yang dibuat antara abad XVI-XVIII. Dalam penelitian ini melibatkan 21 variabel metrik dan 19 variabel kategori. Hasil dari penelitian ini diperoleh 3 kelas berdasarkan nilai statistik BIC, dengan 33% objek masuk dalam kelas pertama, 37% masuk dalam kelas kedua dan 30% masuk dalam kelas ketiga. Berbeda dengan analisis klaster k means dimana pengelompokan didasarkan pada ukuran jarak sehingga tipe data terbatas pada skala interval, pada analisis klaster kelas laten pengelompokan didasarkan pada peluang keanggotaan posterior, maka variabelnya dapat berupa kontinu, kategori, count atau kombinasinya (Vermunt dan Magidson, 2002). Selain itu pada analisis klaster k means tidak terdapat panduan mengenai penentuan jumlah klaster, berbeda dengan analisis klaster kelas laten dimana penentuan jumlah klaster didasarkan pada beberapa kriteria statistik seperti BIC (Vermunt dan Magidson, 2002).
156
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 Vermunt dan Magidson dalam jurnalnya “Latent Class Models for Clustering: A Comparison with K-Means” menyimpulkan bahwa klaster kelas laten lebih baik dari klaster K-means. Hal ini ditunjukan dengan nilai misclassification rate klaster kelas laten sebesar 1.3% lebih kecil dari misclassification rate klaster K-means sebesar 8%.
Dari uraian diatas, berdasarkan tujuan dan struktur data yang ada, metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah metode klaster kelas laten dengan alasan sebagai berikut: 1. Tidak ada pengetahuan mengenai predefine class. 2. Melibatkan variabel laten. 3. Melibatkan variabel dengan skala yang berbeda (diskrit dan kontinu). 4. Memberikan berbagai kriteria seperti statistik BIC, yang dapat digunakan dalam penentuan jumlah klaster. 5. Dapat memasukkan variabel demografi atau variabel eksogen (kovariat). Hal ini dimungkinkan karena analisis klaster kelas laten melakukan analisis klaster dan klasifikasi secara simultan (Vermunt dan Magidson, 2002).
ANALISIS STATISTIK Data dan Variabel Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Unit Rekam Medis Rumah Sakit “X”, yaitu data mengenai pasien rawat inap tahun 2008 dengan penyakit demam typhoid sebanyak 100 orang. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: • Kovariat 1. z1 : Usia, yaitu usia pasien rawat inap yang didiagnosa demam typhoid. 2. z2 : Inadequate intake, yaitu asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ditandai dengan mulut kering, selaput lendir pucat dan lidah tampak kotor. 3. z3 : Jenis kelamin. •
Variabel indikator 1. y1 : Suhu tubuh (0C); diukur pada hari pertama saat pasien menjalani rawat inap. 2. y2 : peningkatan titer antibodi H; merupakan peningkatan nilai hasil uji widal terhadap antibodi H antar dua kali uji. 3. y3 : peningkatan titer antibodi O; merupakan peningkatan nilai hasil uji widal terhadap antibodi H antar dua kali uji. 4. y4 : Jumlah leukosit (sel/ µ l ); diukur pada hari pertama saat pasien menjalani rawat inap 5. y5 : Jumlah trombosit (sel/ µ l ); diukur pada hari pertama saat pasien inap
157
menjalani rawat
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
6. y6 : Sakit kepala 7. y7 : Gangguan fungsi usus
Pengecekkan asumsi local independence Asumsi dasar dalam model kelas laten adalah local independence, yaitu variabel-variabel indikator mutually independent dalam masing-masing klaster atau equivalent diberikan variabel laten (Zhang, 2004). Pengecekan asumsi local independence dilakukan dengan melihat bivariat residual untuk pasangan indicator-indikator dan pasangan kovariat-indikator. (Hagenaars, 1998; Vermunt, 1997). Rumus umum bivariat residual adalah sebagai berikut: 2
1 P æ¶ log R ö÷ BR = å ççç local ÷ ÷ P p= 1 èç ¶ J p ÷ ø local
Dimana J p
æ¶ 2 log R ö÷ çç ÷ çç ¶ 2 J local ÷ ÷ p= 1 è ø p P
å
(3.1)
adalah bagian dari local dependency dengan P parameter.
Model Klaster Kelas Laten Dengan Variabel Indikator Campuran Model klaster kelas laten untuk variabel indikator (y) campuran adalah sebagai berikut (Vermunt dan Magidson, 2002). K
f (y i q)=
å
J
hk Õ f k (yij q jk )
…(3.2)
j= 1
k= 1
Dimana: J hk
: Banyaknya variabel indikator : Proporsi objek yang masuk ke dalam kelas leten ke-k.
K
: Banyaknya kelas laten
f k (yij q jk ) : Fungsi densitas untuk tiap indikator. Pada model kelas laten dapat dimasukan beberapa kovariat untuk memprediksi keanggotaan objek (Vermunt dan Magidson, 2002), artinya ke dalam kelas mana sebuah objek harus dimasukkan. Dengan melibatkan kovariat, maka model pada persamaan (3.1) akan menjadi K
f (y i z i , q)=
å k= 1
J
hk zi Õ f k (yij z i , q jk )
…(3.3)
j= 1
Distribusi bersyarat P (k y i , z i ), yaitu sebuah objek menjadi anggota kelas ke k bersyarat
y, diartikan sebagai peluang posterior yang dinyatakan sebagai berikut
158
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
h k zi Õ f k (yij z i , q jk ) j
P (k y i , z i )=
h k zi Õ f k (yij z i , q jk )
å
…(3.4)
j
k
Dalam model klaster kelas laten dengan variabel indikator campuran harus ditetapkan fungsi distribusi univariat yang sesuai untuk tiap elemen yi . Adapun fungsi distribusi untuk yi adalah (Moustaki dan papageorgiou, 2004): a. Variabel Kategori (biner) Untuk variabel biner dengan mengambil nilai 0 dan 1 distribusi yang digunakan adalah distribusi Bernoulli yang dinyatakan sebagai berikut 1- yi
f (yi k )= p ikyi (1- p ik )
…(3.5)
Dimana p ij adalah peluang sebuah objek yang menjadi anggota kelas j akan dijelaskan oleh variabel i (p ij = P (yi = 1 k )) b. Variabel Kontinu Untuk variabel kontinu diasumsikan bahwa y berasal dari distribusi normal, sehingga masing-masing kelas laten memiliki rata-rata mij dan varians s i2 (Vermunt & Magidson, 2005). - 1
f (yi mik , s i2 )= (2p )
2
s
- 1
2
é1 2ù exp ê 2 (yi - mik ) ú ê2s i ú ë û
…(3.6)
Dimana mik adalah parameter dari variabel kontinu yi dalam kelas k dan s i2 adalah varians dari variabel ke i yang konstan antar kelas.
Estimasi Parameter Parameter-parameter dalam anaisis klaster kelas laten diestimasi dengan metode maksimum likelihood yang dinyatakan sebagai berikut (Moustaki dan Papageorgiou, 2004): n
L=
å
log f (y i z i , q)
i= 1 n
L=
å i= 1
K
J
k= 1
j= 1
log å hk zi Õ f k (yij z i , q jk )
…(3.7)
159
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010
Taksiram maksimum likelihood yang diperoleh dari turunan parsial dari log likelihood pada persamaan (3.6) adalah sebagai berikut (Moustaki dan papageorgiou, 2004): Taksiran peluang prior kelas n
å Pˆ (k y , z ) n
hˆk =
i
…(3.8)
i
h= 1
Taksiran peluang bersyarat bahwa yi = 1 bersyarat kelas k untuk variabel biner: n
pˆ ik =
xih Pˆ (k y i , zi ) (nhˆk )
å
…(3.9)
h= 1
Taksiran parameter untuk variabel kontinu: n
ˆ ik = m
å
xih Pˆ (k y i , zi ) (nhˆk )
…(3.10)
h= 1
Dan varians (disumsikan konstan) dalam masing-masing kelas adalah n
sˆ i2 =
K
å å
2 (yih - mˆ ik ) Pˆ (k y i , zi )
h= 1 j = 1
n
K
å å Pˆ (k y , z ) i
i
…(3.11)
h= 1 k = 1
Dalam model klaster kelas laten dapat dibuat linier prediktor sebagai berikut (Vermunt & Magidson, 2005): Prediktor linier untuk variabel kontinu R
l qt , zi = b 0t + b qt 0 +
å
b rt ×zir
…(3.12)
r= 1
Dimana b 0t adalah intersep, b qt 0 adalah efek klaster terhadap yit , dan b rt merupakan efek langsung kovariat r terhadap indikator yang bersangkutan. Prediktor linier untuk variabel biner R
l mt q , zi = b mt 0 + b mt q 0 +
t b mr ×zir
å r= 1
160
…(3.13)
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 t t Dimana b mt 0 adalah intersep, b mq 0 adalah efek klaster terhadap yitm , dan b mr merupakan
efek langsung kovariat r terhadap indikator yang bersangkutan. Langkah selanjutnya dari analisis klaster kelas laten adalah menguji signifikasi parameter dengan menggunakan statistik Wald sebagai berikut: H0 : C ' J = 0 (Variabel indikator tidak mempunyai daya pembeda terhadap kelas laten yang terbentuk) H1 : C ' J ¹ 0 (Variabel indikator mempunyai daya pembeda terhadap kelas laten yang terbentuk) Dengan taraf kesalahan sebesar a .
Statistik uji:
-1
ˆ (J )C) (C'J ) W 2 = (C'J )'(C'Σ
…(3.14)
Dengan kriteria uji; Tolak H0 jika p-value £ a
Penentuan Banyak Kelas Untuk mengukur kecocokan model dalam analisis klaster kelas laten digunakan beberapa kriteria informasi, BIC adalah kriteria yang paling sering digunakan (Raftery, 1986), dimana model yang terbaik adalah model dengan nilai BIC paling rendah.
Adapun statistik ukuran kecocokan model Bayesian Information Criteria (BIC) dirumuskan sebagai berikut (Schwartz, 1987):
BIC = −2 log L + p log ( n )
…(3.15)
Dengan: log L : logaritma natural likelihood p n
: Banyaknya parameter : Ukuran sampel
Klasifikasi Objek ke dalam Kelas Laten Pengklasifikasian objek-objek ke dalam kelas-kelas dilakukan berdasarkan taksiran peluang posterior Pˆ (k y i , z i ) (Moustaki dan papageorgiou, 2004). Untuk respon ke-i peluang suatu objek masuk pada suatu klaster dinyatakan sebagai berikut:
Pˆ ( j y i , z i )=
hˆ k zi Õ fˆk (yij z i , q jk ) j
å k
…(3.16)
hˆ k zi Õ fˆk (yij z i , q jk ) j
161
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 Dimana nilai peluang posterior yang paling tinggi pada suatu klaster menunjukan bahwa objek yang bersangkutan menjadi bagian dari klaster tersebut. Untuk menilai kualitas model klasifikasi diukur nilai classification error sebagai berikut (Vermunt & Magidson, 2005): t
å E=
i= 1
wi éêë1- max P (k y i , z i )ùúû N
…(3.17)
Dengan wi , frekuensi objek yang memiliki kesamaan nilai-nilai variabel. Setelah diperoleh sejumlah klaster, tahap terakhir adalah member profil terhadap masing-masing klaster.
HASIL ANALISIS Seperti telah dijelaskan sebelumnya, data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari unit rekam medis Rumah Sakit “X”. Data dalam analisis ini terdiri dari lima variabel metrik dan dua variabel kategori yang masing-masing diasumsikan berdistribusi normal dan Bernoulli. Analisis dikerjakan dengan menggunakan software Laten Gold 4.0 karena dapat memfasilitasi hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengecekkan asumsi local independence Pengecekan asumsi local independence dilakukan dengan uji T dimana dari tujuh variabel indikator hanya lima variabel indikator yang memenuhi asumsi local independence, yaitu suhu, peningkatan titer antibodi H, peningkatan titer antibodi O, sakit kepala dan gangguan fungsi usus. Selanjutnya dari hasil identifikasi model dengan tiga klaster, dapat pula ditunjukan bahwa asumsi local independence telah terpenuhi yaitu dilihat dari nilai bivariat residual yang kurang dari 3.84 (Vermunt & Magidson). Identifikasi Model Berdasarkan kriteria BIC diperoleh model optimal dengan 3 klaster, dengan nilai BIC terkecil, yaitu 1183.69 dan error klasifikasi terkecil sebesar 0.0320. Oleh karena itu pada analisis ini akan digunakan 3 buah klaster. Sedangkan error classification diperoleh sebesar 0.0859 dengan jumlah klasifikasi yang benar pada klaster laten 1 sebanyak 34 pengamatan, klaster laten 2 sebanyak 33 pengamatan dan klaster laten 3 sebanyak 23 pengamatan. Hasil Estimasi Parameter Model
162
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan metode estimasi maksimm likelihood diperoleh estimasi parameter linier prediktor untuk variabel indikator adalah sebagai berikut: 1. Linear prediktor untuk variabel indikator Suhu
λ suhu = 37,0774 + 0,0281klaster 1 + 0.3262 klaster 2 - 6.7267 klaster 3 Pada uji Wald, nilai p-value < taraf kesalahan 0.05, yang menunjukkan bahwa parameter model memiliki pengaruh yang signifikan terhadap model, artinya variabel indikator suhu mempunyai daya pembeda terhadap klaster laten yang terbentuk. Sedangkan, R2 menunjukkan bahwa hanya 4,7% variasi yang terjadi pada variabel indikator leukosit dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk. 2. Linier prediktor untuk variabel H (peningkatan titer antibodi H)
λ H = 0,6332 - 0.6157 klaster 1 + 0,0536 klaster 2 + 0.5621 klaster 3 Pada uji Wald, nilai p-value < taraf kesalahan 0.05, yang menunjukkan bahwa parameter model memiliki pengaruh yang signifikan terhadap model, artinya variabel indikator peningkatan titer antibodi H mempunyai daya pembeda terhadap klaster laten yang terbentuk. Sedangkan, R2 menunjukkan bahwa 43,97% variasi yang terjadi pada variabel indikator peningkatan titer antibody H dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk.
3. Linier prediktor untuk variabel O (peningkatan titer antibodi O)
λ O = 0,6332 - 0,3702klaster 1 + 0,7415 klaster 2 - 0,3713 klaster 3 Pada uji Wald, nilai p-value < taraf kesalahan 0.05, yang menunjukkan bahwa parameter-parameter model memiliki pengaruh yang signifikan terhadap model, artinya variabel indikator peningkatan titer antibodi O mempunyai daya pembeda terhadap klaster laten yang terbentuk. Sedangkan, R2 menunjukkan bahwa 63,56% variasi yang terjadi pada variabel indicator peningkatan titer antibodi O dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk. 4. Linier prediktor untuk variabel sakit kepala
λ sakit kepala = 0,8768 - 1,8541klaster 1 + 0,3584 klaster 2 + 1,4957 klaster 3 Pada uji Wald, nilai p-value < taraf kesalahan 0.05, yang menunjukkan bahwa parameter-parameter model memiliki pengaruh yang signifikan terhadap model, artinya variabel indikator sakit kepala mempunyai daya pembeda terhadap klaster laten yang terbentuk. Sedangkan, R2 menunjukkan bahwa 68,98% variasi yang terjadi pada variabel indikator sakit kepala dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk. 5. Linier prediktor untuk variabel gangguan fungsi usus
λ GFusus = 0,1885 - 0,5928klaster 1 + 2,6749 klaster 2 - 2,0821 klaster 3 Pada uji Wald, nilai p-value < taraf kesalahan 0.05, yang menunjukkan bahwa parameter-parameter model memiliki pengaruh yang signifikan terhadap model, artinya variabel indikator gangguan fungsi usus mempunyai daya pembeda terhadap klaster laten yang terbentuk. Sedangkan, R2 menunjukkan bahwa 75,16% variasi yang terjadi pada variabel indikator gangguan fungsi usus dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk.
163
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 Dilihat dari efek langsung kovariat terhadap klaster diperoleh bahwa usia dan jenis kelamin tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembentukan klaster (p-value > 0.05). Hanya inadequate intake saja yang berpengarh signifikans (p-value < 0.05). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pengelompokan pasien demam typhoid berdasarkan variabel indikator gejala klinis dan uji laboratorium adalah model dengan tiga klaster. 2. Karakteristik setiap klaster yang terbentuk adalah sebagai berikut: a. Kelompok penyakit demam typhoid tipe I adalah kelompok dengan rata-rata suhu 370C, rata-rata peningkatan titer antibodi H dan O sebanyak satu kali, tidak terdapat sakit kepala dan gangguan fungsi usus serta tidak terjadi inadequate intake. b. Kelompok penyakit demam typhoid tipe II adalah kelompok dengan dengan rata-rata suhu 370C, rata-rata peningkatan titer antibodi H sebanyak 2 kali dan rata-rata peningkatan titer antibodi O sebanyak 3 kali, terdapat sakit kepala dan gangguan fungsi usus serta terjadi inadequate intake. c. Kelompok penyakit demam typhoid tipe III adalah kelompok dengan rata-rata suhu 370C, ratarata peningkatan titer antibodi H sebanyak 3 kali dan rata-rata peningkatan titer antibodi O sebanyak 1 kali dan terdapat sakit kepala namun tanpa gangguan fungsi usus serta terjadi inadequate intake. 3. Dari model klaster yang terbentuk, diperoleh kesalahan klasifikasi sebesar 0.0320, artinya model klaster kelas laten sangat baik digunakan dalam hal pengklasteran. REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Abonyi, Janos dan Feil, Balazs. 2007. Cluster analysis for data mining and system Identification. Birkhaser. Berlin Brooks, Geo F., Butel, Janet S., dan Morse, Stephen A. 2004. Medical Microbiology. Edisi 23. Mc GrawHill. Dean, Nema., dan Raftery, Adriane., Latent Class Analysis Variable Selection, 2008. Departement of Statistics, University of Washington. Seatle. Hair, Josep F., Jr., William C. Black, Barry J. Babin, Rolf E. Anderson, dan Ronald L. Tatham. 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice Hall: New Jersey. Johnson, R. A., dan. Wichern. D. W. 1992. “Applied Multivariate Statistical Analysis” Prentice Hall, Englewood Cliffis, New Jersey. Juwono, Rahmat. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Hal 435-442. Persatuan Ilmu penyakit Dalam Indonesia. Kapita Selekta Kedokteran. 1999. Media Aeskulapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Moustaki, I., Papageorgiou, I., 2004. Latent Class Models for Mixed Variables with Applications in Archaeometry. Elsevier.
164
Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas Padjadjaran, 13 November 2010 9.
10.
11. 12. 13. 14. 15. 16.
Muliawan Sylvia Y., Surjawidjaja Julius E., Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal Sebagai alat diagnostic Penyakit Demam Typhoid di Rumah Sakit. Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta. Nylund, Karen. L., Asparouhov, Tihomir dan Muthen Bengt O., 2007. Deciding on the Number Classes in Latent Class Analysis and Growth Mixture Model: A Monte Carlo Simulation Study. Lawrance Erlbaum Associate, Inc. Los Angeles. Rencher C. Alvin., 2002. Method of Multivariate Analysis 2nd Edition. Wiley Series in Probability. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2000. Latent GOLD’s User’s Guide. Statistical Innovation Inc., Boston. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2002. Latent Class Clster Analysis. Tilburg University Statistical Innovation Inc., Boston. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2002. Latent Class Model for Clustering: A Comparison with K Means. Canadian Journal of Marketing Research, Volume 20, hal. 37-44. Vermunt,. J. K dan Magidson,J., 2005. Technical Guide for Latent GOLD 4.0: Basic and Advance. Statistical Innovation Inc. Yang Miin Shen., Y Nan Yi., 2003. Estimation of Parameter in Latent Class Models sing Fuzzy Clstering Algorithm. Elsevier
165