STUDI KEMAMPUAN VAKSIN IBD BLEND STRAIN WINTERFIELD 2512 YANG DIVAKSINASIKAN PADA AYAM PEDAGING UMUR SEHARI DALAM MENCEGAH INFEKSI VIRUS IBD ISOLAT LAPANG
ZULINARTI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT ZULINARTI. Study on Efectivity of Broiler DOC vaccination with IBD Blend Vaccine Strain Winterfield 2512 in Preventing Infection of IBD Field Isolate. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI. The aim of this study was to investigate the efectivity broiler DOC vaccination with IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512 in preventing infection IBDV field isolate. As many as 104 DOC were used in the study. The chickens were divided into two groups, each group consist of 52 DOC. At the first day ten DOC of each group were bleed to collect serum sample. The first group was vaccinated with IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512 throught eye drop at the first day. The second group was unvaccinated server as a control. Serum were collect on day 1st, day 14th, day 28th, and day 42nd. Ten DOC from each group were challenge by IBDV field isolate at day 28th. All samples analyze by indirect ELISA test. The result showed that all the DOC were carried out maternal antibody with protective level i.e 3585 Elisa Unit (EU). The antibody titer of vaccinated group at day 14th increase significantly difference (P<0.05) i.e 4808 EU compare to unvaccinated group i.e 3024 EU, but at day 28th the antibody titer between each group were no significantly difference (P>0.05). After challenge all the vaccinated chickens appear clinical sign and damage of bursa Fabricius while unvaccinated group only showed 80% bursal damage. The result showed that vaccination IBD Blend Strain Winterfield 2512 at the first day was unable to protect the chickens from clinical sign caused by IBD virus infection. Keywords: IBD Blend Strain Winterfield 2512 vaccine, first day, challenge, immune response.
RINGKASAN ZULINARTI. Studi Kemampuan Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang divaksinasikan pada ayam umur sehari dan kemampuannya dalam mencegah infeksi penyakit. Ayam yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 104 ekor. Ayam tersebut dibagi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 52 ekor. Sepuluh ekor dari masing-masing kelompok pada hari pertama dimatikan untuk diambil darah dan diamati patologi anatominya. Kelompok pertama (K1) divaksinasi dengan IBD Blend Strain Winterfield 2512 melalui tetes mata pada hari pertama. Kelompok kedua (K2) merupakan kelompok kontrol yang tidak divaksinasi. Pengambilan sampel serum dilakukan pada hari ke-1, ke-14, ke-28, dan ke-42. Uji tantang dengan virus IBD isolat lapang dilakukan pada hari ke-28 terhadap 10 ekor ayam dari masing-masing kelompok. Semua sampel dianalisis dengan uji ELISA tidak langsung. Hasil menunjukkan bahwa titer rataan antibodi asal induk dari masing-masing kelompok sebesar 3585 ELISA Unit. Titer antibodi hari ke-14 pada kelompok yang divaksinasi (K1) menunjukkan hasil yang lebih tinggi secara nyata (P<0.05) dengan titer sebesar 4808 EU jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (K2) sebesar 3024 EU. tetapi titer antibodi pada hari ke-28 dan ke-42 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Setelah uji tantang semua ayam yang divaksinasi menunjukkan gejala klinis dan kerusakan bursa sedangkan kelompok yang tidak divaksinasi hanya 80% menunjukkan adanya kerusakan bursa Fabricius. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vaksinasi IBD Blend Strain Winterfield 2512 pada umur sehari tidak mampu melindungi ayam dari timbulnya gejala klinis akibat infeksi virus IBD.
STUDI KEMAMPUAN VAKSIN IBD BLEND STRAIN WINTERFIELD 2512 YANG DIVAKSINASIKAN PADA AYAM PEDAGING UMUR SEHARI DALAM MENCEGAH INFEKSI VIRUS IBD ISOLAT LAPANG
ZULINARTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Studi Kemampuan Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang” adalah karya saya dengan arahan dari para pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Zulinarti NIM B04070144
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Judul Skripsi
Nama NIM
: Studi Kemampuan Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang : Zulinarti : B04070144
Disetujui,
Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Pembimbing I
Dr.drh. Sri Murtini, MSi Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal lulus:
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi yang berjudul ‘Studi Kemampuan Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang’ tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya bantuan berbagai pihak.
Penelitian ini dapat
berlangsung dengan bantuan dana penelitian dari PT. Romindo melalui penelitian mandiri Atas Nama Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS dan Dr. drh Sri Murtini, M.Si. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu mendo’akan, mencurahkan kasih sayang, dan sebagai sumber motivasi bagi penulis. 2. Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS sebagai pembimbing I atas ilmu, bimbingan, pengertian, motivasi, dan bantuan penelitian yang diberikan. 3. Dr. drh. Sri Murtini, M.Si sebagai pembimbing II atas bimbingan, ilmu, motivasi, kesabaran dalam menghadapi penulis, pengorbanan waktunya yang luar biasa, dan bantuan penelitian yang diberikan. 4. Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MS sebagai dosen pembimbing akademik atas nasehatnya. 5. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir atas beasiswa yang diberikan. 6. Mbak Ita atas bantuan, kebaikan, dan kesabarannya. 7. Kakanda dan Adinda tersayang Dedi saputra, Zulkamal, Efri Wahyudi, dan M. Al Habib sebagai sumber motivasi bagi penulis. 8. Juni Harpendi yang telah memberikan nasehat dan semangat. 9. Teman-teman sepenelitian Yasmin (Gumboro group), Arni, Ayu, Eka kecil (AI group), Mega, Risma, Retno atas bantuannya. 10. Deni, Khosim, Ati, Wulan, dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam penyelenggaraan seminar saya. 11. Mbak Adeh, Mbak Selin, Mas Wahyu, Pak Engkos, Pak Lukman, Pak Nur, dan segenap pegawai lab mikrob dan imun atas bantuannya.
12. Ibu Gipra Setiwi yang telah membantu saya dalam mengurus administrasi tugas akhir. 13. Teman-teman “Perwira 41” (May, Widi, Dhyah, Luci, Nova, Awan, Hilda, Icha, Rini, Ruri, Peny, Yuli, Dora, Mbak Idah dan Pak Birin) yang telah menemani hari-hariku selama kostan. 14. Teman-teman “Wisma Azzahra” Dwi chan, Teh Sandra, Teh Ria, Teh Santi, dll yang telah menemani hari-hariku di kostan. 15. Saudara-saudaraku DKM An Nahl FKH IPB (Dilla, Tiwi, Sinta, Isma, Ita, Caca, Endah, Wafa dan lain-lainnya). 16. Gianuzzi teman-teman seperjuangan. 17. Aesculapius 18. Avenzoar 19. Geochelone 20. Teman-teman OMDA HIPEMAROHIL. 21. Seluruh civitas akademika FKH IPB yang tidak bisa disebut satu persatu
Bogor, Juli 2011
Zulinarti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juli 1989 di Banjar XII, Riau. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, putri pasangan Bapak H. Hasan Basri dan Ibu Hj. Sukmawati. Penulis mengawali pendidikan tahun 1996 di bangku SDN 021 Banjar 12 selama enam tahun. Tahun 2001 melanjut ke SLTP Negeri 1 Tanah Putih selama tiga tahun. Tahun 2004 melanjutkan lagi ke SMA Negeri 1 Tanah Putih. Tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama kuliah penulis pernah mengikuti organisasi dan kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi Anggota KSR PMI Unit 1 IPB tahun 2007, sekretaris, ketua divisi keputrian, dan staf Badan Rumah Tangga DKM An Nahl FKH IPB, kafilah IPB dalam MTQ Mahasiswa Nasional di Universitas Malikussaleh Aceh Utara, dan kafilah IPB dalam MTQ Mahasiswa Nasional di Universitas Muslim Indonesia Makassar.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL……………………………………………………… i DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… ii I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1 1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………… 2 II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………... 2.1 Immuno Bursal disease (IBD)…………………………………… 2.1.1 Etiologi……………………………………………………... 2.1.2 Patogenesa…………………………………………………. 2.1.3 Gejala Klinis……………………………………………….. 2.1.4 Pencegahan………………………………………………… 2.2 Vaksin dan Vaksinasi……………………………………………..
3 3 3 4 5 5 6
III BAHAN DAN METODE…………………………………………... 3.1 Alat dan Bahan…………………………………………………… 3.2 Waktu dan Tempat……………………………………………….. 3.3 Metode Penelitian………………………………………………... 3.3.1 Rancangan Penelitian………………………………………. 3.3.2 Pengambilan Sampel 3.3.3 Pembacaan Scoring Perubahan Patologi Anatomi 3.3.4 Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA
8 8 8 8 8 9 10 10
IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………..
13
V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 18 5.1 Kesimpulan………………………………………………………. 18 5.2 Saran……………………………………………………………... 18 VI DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 19 VII LAMPIRAN………………………………………………………..
21
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan industri peternakan ayam saat ini masih terkendala oleh adanya penyakit pada ayam. Salah satu penyakit yang sering menimbulkan masalah adalah penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD). Sampai saat ini penyakit Gumboro menjadi masalah utama industri peternakan ayam pedaging. Penyakit Gumboro secara ekonomi sangat merugikan karena penyakit ini menekan sistem kekebalan sehingga berpeluang meningkatkan infeksi virus atau bakteri lainnya pada ayam (Herendra & Franco 1996). Akibat infeksi virus tersebut ayam mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan terjadinya konsumsi pakan yang tidak efisien, meningkatkan biaya pemakaian obat-obatan, desinfektan dan kematian. Salah satu upaya pencegahan penyakit Gumboro adalah dengan cara pengebalan terhadap tubuh inang. Pengebalan tersebut dapat bersifat aktif dan pasif. Pengebalan aktif dilakukan melalui vaksinasi. Pengebalan pasif salah satunya melalui transfer antibodi dari induk ke anak ayam yang disebut dengan maternal antibody. Kekebalan asal induk (maternal antibody) berperan sebagai kekebalan pasif bagi anak ayam dalam waktu dua minggu (Grindstaff et al. 2003). Kualitas dan kuantitas kekebalan asal induk pada anak ayam tergantung pada kondisi kualitas dan kuantitas kekebalan yang dimiliki induk ayam. Induk ayam yang divaksinasi menghasilkan titer antibodi asal induk yang tinggi dan dapat melindungi anak ayam dari serangan dini virus IBD (Ahmed & Akhter 2003). Permasalahan utama dari imunisasi aktif pada anak ayam adalah waktu vaksinasi yang tepat. Keberhasilan vaksinasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu titer antibodi asal induk, rute vaksinasi, virulensi virus dari vaksin. Selain itu, stres terhadap lingkungan dan manajemen peternakan juga mempengaruhi keefektifan vaksinasi. Pemilihan vaksin yang cocok dengan virus di lapangan sangat penting. Hal ini bertujuan untuk keefektifan vaksinasi. Vaksin IBD komersial saat ini dapat diklasifikasikan menjadi vaksin dengan patogenisitas rendah dan patogenisitas tinggi. Vaksin IBD dengan patogenisitas rendah (mild) memiliki daya invasif yang lemah terhadap bursa tetapi dapat dinetralisasi oleh antibodi asal induk yang
2
tinggi. Vaksin dengan patogenisitas tinggi memiliki daya invasif yang tinggi terhadap bursa tetapi mampu menggantikan antibodi asal induk. Vaksin IBD yang diharapkan adalah yang memiliki daya invasif yang rendah terhadap bursa dan juga bisa menggantikan antibodi asal induk (Haffer 1982). Vaksin
inaktif
(killed
vaccine)
dengan
minyak
adjuvant
dapat
mempertahankan antibodi asal induk selama 4-5 minggu. Pemberian vaksin aktif (live vaccine) bisa melindungi anak ayam selama 1-3 minggu (Lukert & Saif 2003).
Salah satu jenis vaksin IBD adalah vaksin Strain Winterfield 2512.
Vaksin tersebut diisolasi oleh Winterfield pada tahun 1965 dan dimodifikasi untuk produksi vaksin (Ashraf 2005). Vaksin IBD Strain Winterfield 2512 memiliki antigenik yang tinggi dan tingkat patogenitas yang sedang. Vaksin yang dibuat dari strain 2512 dapat melindungi ayam dari serangan virus IBD yang ada di lingkungan karena memiliki tingkat imunogenisitas yang tinggi (Haffer 1982). Antibodi asal induk (maternal antibody) yang tinggi dapat melindungi anak ayam dari serangan dini virus IBD.
Penggunaan vaksin aktif tidak efektif
dilakukan pada anak ayam dengan titer antibodi asal induk yang tinggi, karena antibodi tersebut akan dinetralisasi oleh vaksin aktif hingga umur tujuh hari (Ahmed & Akhter 2003). Antibodi asal induk tetap ada sampai umur diatas empat minggu, tetapi kemampuan antibodi melindungi anak ayam hanya sampai minggu kedua. Vaksinasi IBD umumnya dilakukan pada umur 10-12 hari tergantung kondisi antibodi asal induk. Kenyataan di lapangan biasanya peternak jarang memperhatikan waktu vaksinasi yang tepat. berdasarkan titer antibodi asal induk.
Vaksinasi yang tepat harus
Namun kekhawatiran peternak akan
terjadinya serangan IBD pada usia dini menyebabkan mereka melakukan vaksinasi umur sehari sampai dengan satu minggu.
1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh vaksinasi IBD Blend Strain Winterfield 2512 pada ayam pedaging umur sehari dan kemampuannya dalam mencegah infeksi penyakit.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990).
Infectious Bursal Disease
pertama kali ditemukan pada tahun 1962 yang terjadi di Gumboro, Delaware, USA.
Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga dengan penyakit Gumboro
(Murphy et al. 1999).
2.1.1 Etiologi Penyakit Gumboro disebabkan Virus Infectious Bursal Disease yang merupakan anggota genus Avibirnaviridae dari famili Birnaviridae. Birnaviridae termasuk dalam virus dengan asam inti double stranded RNA. Ada dua jenis virus yang tergolong dalam famili Birnaviridae yaitu Infectious Bursal Disease Virus pada ayam dan Infectious Pancreatic Necrosis Virus pada ikan (Murphy et al. 1999). Virus Infectious Bursal Disease tidak memiliki amplop dengan capsid single shelled icosahedral, heksagonal, dan mempunyai diameter 55-60 nm. Genom virus tersebut terdiri atas dua segmen yaitu A dan B (double stranded RNA). Virion dari virus IBD relatif stabil pada suhu panas, resisten terhadap pH 3 sampai dengan pH 9, dan terhadap chloroform. Virus IBD bertahan pada suhu 60 °C selama 60 menit (Murphy et al. 1999).
Desinfektan yang dapat
menghambat virus yaitu iodine kompleks, derivat fenol, dan ammonium kuartener (Lukert & Saif 2003). Virus IBD terdiri atas serotipe 1 dan serotipe 2. Serotipe 1 menyerang ayam, sedangkan serotipe 2 menyerang kalkun (OIE 2008).
Kedua serotipe
tersebut dapat dibedakan dengan uji virus neutralisasi (Lukert & Saif 2003). Virus IBD serotipe 1 bersifat patogen dan bisa bereplikasi dalam dalam sel B bursa Fabricius.
Virus IBD serotipe 1 menginfeksi limfosit B sehingga
menyebabkan sitolitik dan memacu secara langsung terjadinya imunosupresif akibat deplesi gen sIgM yang merupakan prekursor limfosit. Infeksi Virus IBD menginduksi terjadinya apoptosis pada peripheral limfosit bursa (PBL), embrio ayam, dan sel vero (Rodriguez et al. 2005).
4
Berdasarkan susunan genetiknya menurut American serotipe, virus IBD dikelompokkan menjadi dua yaitu, kelompok virus Amerika-Eropa dan Australia. Kelompok IBD Amerika-Eropa terdiri atas sub kelompok IBD klasik dan sub kelompok IBD very virulence. Sebagian besar virus IBD yang ada di Indonesia berada dalam sub kelompok IBD very virulence. Salah satu isolat asal Indonesia yaitu Indo 13 termasuk dalam sub kelompok IBD klasik, dan sangat dekat dengan virus IBD klasik Amerika (Mahardika 2008).
2.1.2 Patogenesa penyakit Virus IBD mempengaruhi jaringan limfoid, terutama merusak sel limfosit B di bursa Fabricius, limpa, ginjal, dan seka tonsil. Infeksi virus umumnya terjadi melalui oral tetapi infeksi melalui konjungtiva dan saluran napas juga sering terjadi . Virus muncul dalam waktu 4-5 jam dalam makrofag dan sel-sel limfatik duodenum, jejunum, dan sekum. Duodenum, jejunum, dan sekum merupakan tempat pertama terjadi replikasi virus. Melalui vena portal virus mencapai hati dalam waktu lima jam setelah infeksi terjadi. Virus IBD bersirkulasi melalui aliran darah utama menuju organ lainnya termasuk bursa Fabricius. Sel limfosit B yang belum matang merupakan target utama untuk replikasi virus. Tiga belas jam setelah terjadinya infeksi sebagian besar folikel bursa positif mengandung virus. Enam belas jam setelah infeksi terjadi viremia sekunder. Organ limfatik sekunder lainnya pada tahap ini mengalami infeksi dan terjadi replikasi virus pada organ tersebut.
Gejala klinis dan kematian terjadi dalam waktu 64-72 jam setelah
terjadinya infeksi (Wit & Baxendale 2003). Virus ditransfer dari usus ke jaringan lain oleh sel fagosit, sebagian besar adalah makrofag. Meskipun antigen virus dapat dideteksi di hati dan limpa beberapa jam setelah awal infeksi, tetapi tempat utama virus bereplikasi pada bursa Fabricius (Sharma et al. 2000). Infectious Bursal Disease tahap akut, bursa mengalami pembesaran, hemorraghi, dan edema.
Setelah lima hari ukuran bursa kembali normal,
selanjutnya setelah delapan hari bursa mengalami atropi. Selain itu, juga terjadi petechiae pada proventriculus dan gizzard. Mukus pada usus meningkat dan organ parenkima membengkak. Limpa agak membesar dan terdapat spot kecil berwarna abu-abu pada permukaannya. Diikuti infeksi oral, virus bereplikasi
5
dalam makrofag usus dan sel limfoid. Virus tersebut masuk ke dalam sirkulasi portal, sehingga menyebabkan viremia primer.
Dalam waktu beberapa jam
setelah infeksi, antigen virus dapat dideteksi dalam sel limfoid bursa, tetapi tidak pada sel limfoid dari jaringan lainnya. Jumlah virus yang dilepaskan dari bursa ini dapat menyebabkan sebuah viremia sekunder, sehingga dilokalisasi di jaringan lain (Herendra & Franco 1996).
2.1.3 Gejala Klinis Kejadian infeksi virus Infectious Bursal Disease yang pertama kali pada sebuah peternakan, menyebabkan morbiditas mencapai 100% dengan mortalitas diatas 90%. Penyakit ini menyerang ayam umur 3-6 minggu. Target organ virus ini yaitu bursa Fabricius yang sedang mengalami perkembangan maksimal. Anak ayam umur 1-14 hari kurang sensitif, karena anak ayam tersebut masih dilindung oleh antibodi asal induk (Murphy et al. 1999). Infeksi pada anak ayam umur 1-20 hari menyebabkan infeksi yang bersifat subklinis (tidak menunjukkan gejala klinis). Tahap ini dapat menimbulkan infeksi sekunder yang bervariasi. Efek lebih lanjut dari infeksi tersebut adalah timbulnya penyakit klinis pada umur 3-10 minggu atau lebih (Zeleke et al. 2005). Infeksi yang terjadi pada ayam umur lebih dari tiga minggu menyebabkan infeksi yang bersifat klinis berupa distres, depresi, muka sayu, anoreksia, diare, gemetar (tremor), dan dehidrasi. Gejala klinis berlangsung 3-4 hari, setelah itu jika ayam bertahan akan terjadi proses perbaikan. Kematian dapat mencapai 20-30% dari populasi (Murphy et al. 1999).
2.1 4 Pencegahan Penularan virus IBD terjadi melalui kontak langsung dan kontak dengan peralatan (fomites). Tindakan sanitasi dan pemberantasan vektor mekanis perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran virus IBD. Vektor mekanis penyebaran virus IBD tersebut adalah burung liar, nyamuk, tikus, dan kutu yang berada pada lingkungan peternakan tersebut (Jordan et al. 1999). Pencegahan virus IBD dapat juga dilakukan dengan imunisasi pada ayam. Vaksinasi penting dilakukan pada
6
breeder flock, hal ini bertujuan agar diperoleh anak ayam dengan kualitas antibodi asal induk yang tinggi (Lukert & Saif 2003).
2.2 Vaksin dan Vaksinasi Vaksin merupakan bibit penyakit atau mikroorganisme yang telah dilemahkan. Dikenal beberapa jenis vaksin yaitu live atau attenuated vaccine, inaktif atau killed vaccine, subunit vaccine, conjugated vaccine, dan DNA vaccine, dan recombinant vector vaccine. Pemberian vaksin bisa dilakukan secara subkutan, intramuskular, tetes hidung dan tetes mata. Vaksinasi adalah pemberian vaksin (bibit penyakit) ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut (Kindt et al. 2007). Live vaccine atau attenuated vaccine merupakan vaksin yang mengandung mikroorganisme yang diatenuasi sehingga mikroorganisme tersebut kehilangan kemampuan dalam menimbulkan penyakit, tetapi menyimpan kemampuannya tumbuh sementara pada inang. Vaksin inaktif atau killed vaccine berisi mikroorganisme patogen yang telah diinaktivasi dengan cara pemanasan atau kimiawi yang berarti bahwa patogen meningkatkan respon imun tetapi tidak bisa bereplikasi pada inang. Subunit vaccine berasal dari tiga bentuk vaksin umum yang komponen atau subunitnya dari target patogen menggunakan exotoxin atau toxoid, capsular polysaccaharides, recombinant protein antigen.
Conjugated
vaccine adalah salah satu vaksin polisakarida yang mempunyai kemampuan mengaktifkan sel T.
Deoksiribonucleat Nucleat Acid (DNA) vaccine adalah
sebuah strategi vaksinasi di bawah pemeriksaan angka penyakit menggunakan kode DNA plasmid protein antigen yang diinjeksi secara langsung ke dalam otot resipien (Kindt et al. 2007).
Vaksinasi DNA adalah sebuah alternatif yang
digunakan untuk mencegah dan mengontrol penyakit. Vaksin hidup dapat menstimulasi kekebalan aktif pada anak ayam. Kekurangan vaksin hidup berupa adanya kemungkinan virus menjadi lebih virulen selama multiplikasi antigen dalam tubuh hewan yang divaksin. Penyimpanan dan masa berlaku vaksin yang terbatas oleh karena itu diperlukan stabilisator dalam penyimpanan.
7
Kelebihan vaksin mati (killed vaccine) adalah tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi dan mudah dalam penyimpanan. Kekurangan vaksin killed adalah dalam pembuatan vaksin tersebut sangat perlu diperhatikan agar virulensi aktif tidak tersisa di dalam vaksin, kekebalan berlangsung singkat sehingga harus dilakukan pengulangan vaksinasi yang bisa menimbulkan reaksireaksi hipersensitifitas (Anonim 2007). Vaksin IBD live diproduksi sepenuhnya atau sebagian dari strain virus yang dilemahkan yang dikenal sebagai mild, intermediet, intermediet plus (hot). Vaksin IBD mild biasa menyebabkan lesio yang ringan pada bursa Fabricius, sedangkan vaksin intermediet atau intermediet plus (hot) menyebabkan deplesinya sebagai besar folikel limfoid bursa Fabricius (OIE 2008). Biasanya tidak ada tipe vaksin yang menimbulkan imunosupresi jika digunakan pada ayam umur di atas 14 hari. Vaksin mild diberikan pada umur satu hari jika Maternally Derived Antibodi (MDA) tidak ada, Jika MDA ada pada umur satu hari vaksinasi harus dilakukan setelah antibodi asal induk berkurang. Vaksin intermediet menyebabkan kerusakan pada bursa Fabricius, limpa, dan timus, tetapi kerusakan tersebut tidak bersifat permanen. Organ tersebut kembali normal setelah vaksinasi (Syahroni et al. 2005).
8
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC) dilakukan di kandang unggas FKH IPB sampai ayam berumur 42 hari. Pengujian titer antibodi IBD dilakukan di laboratorium Terpadu dan laboratorium Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, lampu, sprayer, penyekat, buku catatan, syringe 3 ml, syringe 1 ml, alat tulis (label dan pulpen), pisau, tempat makan, tempat minum, plastik, selotip, cooling box, timbangan, tabung reaksi, sentrifuse, microplate dengan dasar bentuk V, microtip, micropipette, chamber, inkubator, tabung eppendorf, freezer dan ELISA reader. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) ayam pedaging, larutan desinfektan, formalin, alkohol, kapas, sekam, air gula, vitamin Chickofit, vaksin IBD Blend strain Winterfield 2512, virus IBD isolat lapang (dalam hal ini tidak diketahui strainnya), vaksin ND live (tetes), vaksin ND killed (injeksi), pakan berupa konsentrat, air minum, koksidiostat, kandang dan kelengkapannya, sampel (serum), dan IBD ELISA kit (Biocheck).
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Penelitian Ayam yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 104 ekor.
Ayam
dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 52 ekor. Sepuluh ekor dari masing-masing kelompok dilakukan pengambilan darah (serum) dan pengamatan terhadap patologi anatomi (bursa Fabricius, limpa, otot dada dan paha) pada hari pertama. Kelompok pertama (K1) merupakan kelompok yang divaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 dengan dosis penuh dan kelompok kedua (K2) merupakan kelompok yang tidak divaksinasi (kontrol).
9
Vaksinasi IBD dan ND dilakukan sejak ayam umur sehari. Dua kelompok ayam tersebut diberi air gula dan vitamin Chickofit dengan konsentrasi 1 ml dalam 2 liter air minum selama 3-4 hari. Kedua kelompok tersebut diberikan vaksin ND live (tetes) dan ND killed (injeksi) dengan dosis 0.1-0.2 ml tiap tetes. Selanjutnya ayam kelompok pertama (K1) diberikan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 dengan dosis penuh (0.1 ml). Vaksinasi dilakukan melalui tetes mata (eye drop). Setiap
pagi
dilakukan
pengamatan
gejala
klinis
disertai
dengan
penimbangan sisa pakan, pemberian pakan baru dan air minum. Air minum dicampur dengan koksidiostat setiap dua hari sekali. Saat ayam berumur 14, 28, dan 42 hari, ayam tersebut dipotong sebanyak sepuluh ekor untuk diamati gambaran patologi anatominya. Organ yang diamati yaitu bursa Fabricius, limpa, otot paha, dan otot dada. Uji tantang dilakukan pada hari ke-28. Sepuluh ekor ayam dari masingmasing kelompok ditantang. Ayam tersebut ditantang dengan virus IBD aktif isolat lapang sebanyak 0.1 ml/ekor (105TCID50) melalui oral dan intra kloaka.
3.3.2 Pengambilan Sampel Sampel darah diambil secara acak dari masing-masing kelompok sebanyak sepuluh sampel pada hari ke-1, 14, 28, dan 42. Pengambilan darah sebanyak 0.5 ml pada hari ke-14 dengan menggunakan syiringe 1 ml, sedangkan pengambilan darah hari ke-28 dan 42 sebanyak minimal 0.5 ml menggunakan syringe 3 ml. Pengambilan darah pada hari ke-42 dilakukan baik terhadap kelompok yang ditantang maupun yang tidak ditantang. Tiap sampel diberi nomor kelompok dan nomor urut pengambilan. Sampel disimpan di refrigerator. Setelah didiamkan selama 24 jam, serum yang diperoleh dipisahkan dengan darah dan disimpan pada suhu -20°C (di dalam freezer) hingga pemeriksaan titer dilakukan.
Tabel 1 Rancangan Penelitian Hari ke1
Jumlah Ayam 52
1.
Perlakuan K1 Vaksinasi IBD dosis penuh 1. (0.1 ml) dan ND tetes + ND suntik 2.
K2 Vaksin ND tetes tetes + ND suntik Pengambilan sampel serum
10
2. 3.
14
42
1. 2.
28
32
1. 2.
3. 42T-
10
1. 2.
42T+
10
1. 2.
Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)
3.
Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)
1.
Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha) Challenge (10 ekor)
1.
Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)
1.
Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha
1.
2.
2.
3.
2.
2.
(10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)
Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha) Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha) Challenge (10 ekor) Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha) Pengambilan sampel serum (10 ekor) Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha
3.3.3 Pembacaan Scoring Perubahan Patologi Anatomi Persentase (%) menunjukkan bahwa banyaknya jumlah ayam yang mengalami perubahan patologi anatomi dari sepuluh ekor ayam yang dinekropsi.
3.3.4 Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA Serum yang diperoleh dari pengambilan darah pada hari ke-1, 14, 28, dan ke- 42 diukur titer antibodinya terhadap IBD. Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan teknik indirect ELISA yaitu menggunakan microplate yang telah dicoating antigen virus IBD untuk mendeteksi keberadaan antibodi pada hewan coba. ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi atau antigen baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Bahan yang harus disediakan yaitu satu paket
ELISA kit yang terdiri dari ELISA plate, dilution buffer, kontrol positif, kontrol
11
negatif, washing solution, diluent sample, conjugate, substrat ABTS, stop solution, dan record sheet. Sampel diencerkan 100 kali dengan perbandingan 3 µl serum dan 300 µl buffer pengencer. Sampel dimasukkan ke dalam semua pada microplate kecuali pada sumur A1, A2, A3, H10, H11, dan H12. Sumur A1, H10, dan H12 diisi dengan kontrol negatif sebanyak 100 µl. Sumur A2, A3, dan H11 diisi dengan kontrol positif sebanyak 100 µl. Plate yang telah berisi sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C . Sementara itu, dilakukan pengenceran washing solution dengan perbandingan 1:20, yaitu 20 ml dari washing solution dilarutkan dalam 380 ml aquades.
Washing solution dimasukkan ke dalam plate dan
didiamkan selama tiga menit, kemudian dibuang. sebanyak
Pencucian ini dilakukan
tiga kali kemudian plate dikeringkan.
Kemudian conjugate
ditambahkan sebanyak 100 µl pada ELISA test plate dan dicampur dengan cara menggoyang plate secara pelan-pelan. Plate diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C. Setelah itu dilakukan pencucian kembali seperti langkah sebelumnya. Selanjutnya pada masing-masing sumur ditambahkan 100 µl substrat ABTS dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 27 °C.
Stop solution ditambahkan
sebanyak 100 µl pada masing-masing sumur (well ELISA test plate). Tahap terakhir pembacaan hasil dilakukan pada microplate reader dengan panjang gelombang 405 nm. Hasil pembahasan ELISA reader berupa angka-angka yang disebut dengan Optical Density (OD).
Titer antibodi dihitung berdasarkan nilai S/P
(Sample value related to positif value). Rumus S/P yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
S/P = Sampel OD – Rataan OD kontrol negatif Rataan OD kontrol positif – Rataan OD kontrol negative
Berdasarkan nilai S/P dihitung titer antibodinya dengan rumus sebagai berikut. Log10 titer
= 1.35 x Log10 S/P + 3.425
Titer
= Antilog (Log10titer)
12
Status antibodi IBD ditentukan dengan mengacu pada ketentuan brosur yang disertakan dalam ELISA kit (Tabel 2).
Tabel 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA Titer Antibodi
Status Antibodi IBD
<3000 ELISA Unit
Kurang protektif
3000-6000 ELISA unit
Protektif
>7000 ELISA Unit
Terjadi Infeksi
13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Status kekebalan terhadap IBD sebelum divaksinasi dari anak ayam yang digunakan pada penelitian ini cukup baik, yaitu mencapai titer 3585 Elisa Unit. Berdasarkan manual kit yang digunakan (Biocheck) serum yang diperiksa memiliki titer antibodi yang protektif bila mencapai titer ≥ 3000 Elisa Unit. Titer antibodi yang diukur pada anak ayam sebelum divaksinasi ini merupakan titer antibodi asal induk yang dipindahkan dari induk ke anak melalui kuning telur. Antibodi asal induk melindungi DOC dari penyakit yang akan menyerang DOC pada minggu-minggu pertama. Antibodi maternal terdiri dari IgY, IgM, dan IgA, tetapi immunoglobulin yang utama adalah IgY dan IgA. Imunoglobulin Y sangat efektif, dideposit di kantong kuning telur dan diabsorbsi ke dalam sistem sirkulasi anak ayam (DOC).
Imunoglobulin A dideposit di dalam albumin.
Imunoglobulin A ditelan oleh anak ayam selama pembentukan (Fast 2008). Day Old Chick (DOC) dengan pertahanan antibodi asal induk yang bagus dilihat dari keseragaman titer yang tinggi. Penyeragaman titer antibodi asal induk dapat dilakukan dengan menyeragamkan titer induk yaitu melalui vaksinasi menggunakan vaksin hidup (live vaksin).
Vaksin hidup memberikan
perlindungan yang tinggi bagi DOC karena DOC dapat terpapar pada semua tahapan perkembangan hidupnya (Fast 2008). Hasil pemeriksaan hari ke-14 menunjukkan bahwa kelompok yang divaksinasi (K1) dengan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 memiliki titer antibodi yang lebih tinggi secara nyata (P<0.05) dengan titer sebesar 4808±2050 EU dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksin (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa antigen dari vaksin mampu menstimulasi terbentuknya antibodi sehingga titer antibodi meningkat pada kelompok ayam yang divaksinasi. Kelompok ayam yang tidak divaksinasi (K2) mengalami penurunan titer dari semula 3585 menjadi 3024 EU.
Hal ini terjadi karena
antibodi yang terdeteksi pada kelompok ini merupakan antibodi asal induk yang sudah mengalami penurunan. Meskipun pada umur 14 hari titer antibodi kelompok yang tidak divaksinasi sudah menurun tetapi masih dalam tingkat yang protektif. Menurut Akhmed & Akhter (2003) titer antibodi asal induk pada anak
14
ayam (DOC) dibuktikan masih ada sampai umur di atas empat minggu tetapi antibodi tersebut mulai hilang pada minggu kedua setelah menetas. Pengambilan sampel serum darah pada hari ke-14 dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi karena pada saat itu sedang terjadi puncak respon imunitas. Respon Imunitas semakin lama semakin menurun, sehingga akhirnya berada di bawah garis ambang yaitu 4-5 bulan setelah vaksinasi (Prabowo 2003). Sebanyak 20% populasi ayam divaksinasi dengan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 mengalami perubahan patologi anatomi (PA) berupa ascites, petechiae otot dada dan paha kanan pada umur 14 hari.
Hal ini
menunjukkan bahwa vaksinasi IBD Strain Winterfield 2512 sampai hari ke-14 belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada bursa Fabricius. Gambaran patologi anatomi yang sama juga terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi (K2). Namun pada kelompok yang tidak divaksinasi tersebut jumlah ayam yang mengalami perubahan PA lebih tinggi yaitu sebesar 30%.
Tabel 3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok Hari Kelompok Perlakuan Keterangan keK1 K2 3585±2362a 1 3585±2362a a 14 4808±2050,49 3024±1400,01b 28 3899±1942,24a 2037±5597,44a 42T4622±3383,99a 1998±3015a Tidak Challenge 42T+ 4730±4317a 8578±7915,12a Dichallenge Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P> 0.05).
Pemeriksaan titer antibodi pada hari ke-28 menunjukkan bahwa titer kedua kelompok tidak berbeda nyata (P>0.05). Kedua kelompok tersebut mengalami penurunan titer antibodi dari minggu sebelumnya. Namun rataan titer antibodi kelompok yang divaksinasi masih berada pada tingkat titer protektif. Penurunan titer antibodi pada kelompok yang divaksinasi (K1) terjadi karena kerusakan bursa Fabricius mulai tampak yang mengakibatkan ganguan dalam pembentukan antibodi. Penurunan pada kelompok yang tidak divaksinasi (K2) terjadi karena antibodi asal induk sudah mulai menghilang. Titer antibodi asal induk pada hari ke-28 tersebut sudah tidak protektif lagi.
15
Perubahan patologi anatomi kelompok yang divaksinasi (K1) pada umur ke-28 berupa adanya petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, bursa Fabricius membengkak, dan terdapat eksudat pada plicae.
Sebanyak 40%
populasi ayam mengalami kerusakan bursa Fabricius. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan vaksin aktif (vaksin intermediet). Menurut Lukert dan Saif (2003) vaksin intermediet dapat menginduksi terjadinya atrofi pada bursa Fabricius, imunosupresif pada ayam umur sehari dan umur tiga minggu pada ayam SPF. Kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami kerusakan bursa Fabricius karena tidak ada infeksi pada kelompok tersebut. Kelompok ayam yang divaksinasi tetapi tidak ditantang (K1) pada hari ke42 memiliki titer antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Titer antibodi kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05) jika diuji secara statistik. Namun berdasarkan rataan titer, kelompok yang divaksinasi bersifat protektif sedangkan kelompok yang tidak divaksinasi titer antibodinya sudah ttidak protektif lagi. Peningkatan titer antibodi kelompok ayam yang divaksinasi (K1) dapat terjadi karena imunitas aktif dari ayam sudah terbentuk. Imunitas aktif mulai disintesis pada minggu keenam sampai berumur enam bulan (Grindstaff et al. 2003). Salah satu kegunaan vaksin aktif adalah membentuk imunitas aktif (OIE 2008). Antibodi asal induk pada kelompok yang tidak divaksinasi sudah sangat rendah karena dimetabolisme oleh tubuh. Vaksinasi menyebabkan mengalami perubahan PA berupa petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa bengkak, bursa Fabricius mengecil pada hari ke42 sedangkan pada kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami perubahan pada bursa Fabricius. Titer antibodi kelompok ayam yang divaksinasi dan ditantang dengan virus IBD (K1) tidak berbeda nyata (P>0.05) jika dibandingkan dengan kelompok ayam yang tidak divaksinasi tetapi ditantang virus IBD. Titer antibodi kelompok yang divaksinasi (K1) hanya terjadi sedikit kenaikan dari minggu sebelumnya. Kestabilan titer antibodi dari K1 tersebut dapat terjadi karena antibodi hasil vaksinasi masih mampu mempertahan kondisi tubuh ayam terhadap serangan virus yang diberikan. Kenaikan titer antibodi pada kelompok ayam yang tidak divaksinasi dapat terjadi karena keberadaan virus tersebut menstimulasi
16
terbentuknya reaksi pertahanan. Berdasarkan manual ELISA kit yang digunakan titer antibodi dengan nilai lebih dari 7000 Elisa Unit menunjukkan bahwa ayam tersebut mengalami infeksi virus IBD. Selain itu, peningkatan titer antibodi yang dapat terjadi karena pengaruh uji tantang yang kedua kalinya pada hari ke-34. Pemaparan berulang terhadap suatu antigen dapat mempercepat pembentukan antibodi, karena tubuh telah mengenal antigen tersebut dan sel memori terhadap antigen tersebut sudah banyak yang terbentuk (Ernawati 2006). Gambaran patologi anatomi pada hari ke-42 (dua minggu setelah ditantang virus IBD) menunjukkan bahwa semua ayam yang divaksinasi dan ditantang (K1) terjadi perubahan seperti petechiae otot paha kanan dan kiri serta otot dada, limpa membengkak, bursa Fabricius mengalami perkejuan, hemorrhagi, dan terdapat eksudat. Gambaran patologi anatomi pada kelompok yang tidak divaksinasi (K2) juga menunjukkan perubahan seperti petechiae pada otot dada, otot paha kanan dan kiri, limpa membengkak dan terdapat nodul putih, serta pada bursa Fabricius terdapat eksudat sereus, perkejuan, dan plicae lisis (deplesi). Perubahan PA tersebut terjadi terhadap 80% dari populasi ayam. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi yang diperoleh dari hasil vaksinasi tidak mampu melindungi ayam terhadap infeksi virus IBD. Ketidakmampuan vaksin dalam mencegah serangan virus IBD dapat terjadi karena virus IBD yang digunakan dalam uji tantang merupakan subtipe yang berbeda atau varian dari virus yang digunakan sebagai vaksin. Menurut Soejoedono (1998) kegagalan vaksinasi diduga disebabkan oleh adanya perbedaan struktur antigen antara galur virus IBD dalam serotipe yang sama. Virus varian mampu meniadakan kekebalan ayam yang divaksinasi. Selain itu kegagalan vaksinasi pada penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh pemberian vaksin pada umur sehari yang mengakibatkan kerusakan bursa Fabricius dan organ lainnya. Perubahan patologi anatomi akibat vaksinasi yang paling menonjol terlihat adanya pembengkakan bursa Fabricius pada hari ke-28 dan pengecilan bursa Fabricius hari ke-42 sedangkan kondisi bursa Fabricius kelompok yang tidak divaksinasi normal baik hari ke-28 maupun hari ke-42.
Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian Syahroni et al. (2005) yaitu terjadi penurunan kualitas bursa Fabricius karena pengaruh vaksinasi menggunakan strain intermediate, akan
17
tetapi titer antibodi beberapa ekor ayam masih bersifat protektif terhadap Gumboro.
Tabel 4 Gambaran patologi anatomi pada berbagai tingkat umur Hari ke
Kelompok
-
% PA K1 -
Kapsula terdapat nodul putih, ptechiae otot dada dan paha atas
-
20%
Petechiae otot paha kiri, kanan, dan dada BF (bengkak, ada eksudat pada plica)
Normal
-
40%
42 T-
Petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa bengkak, BF mengecil
Normal
Otot dada matang
40%
42T+
Petechiae otot paha kiri,kanan, dan otot dada, limpa bengkak, BF (mengecil, perkejuan, hemorrhagi, dan eksudat)
Petechiae otot dada, otot paha kanan dan kiri, limpa bengkak dan ada nodul putih, BF (mengecil, eksudat sereus, plicae hilang, perkejuan)
Otot dada matang
100%
K1 Normal
K2 Normal
14
Ascites, petechiae otot dada dan paha kanan
28
0
Keterangan
K2 30%
80%
18
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Vaksinasi IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang dilakukan pada ayam pedaging umur sehari tidak mampu mencegah timbulnya gejala klinis dan patologi anatomi akibat infeksi virus IBD isolat lapang.
5.2 Saran Vaksinasi IBD yang dilakukan pada anak ayam sebaiknya memperhatikan kondisi antibodi asal induk. Selain itu, perlu dilakukan pengidentifikasian jenis virus IBD yang banyak menyerang peternakan agar dapat ditentukan jenis vaksin yang seharusnya digunakan sehingga program vaksinasi yang dilakukan berjalan efektif.
19
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA Ahmed Z, Akhter S. 2003. Role of Maternal Antibodies in Protection Againts Infectious Bursal Disease in Commercial Broiler. Int J Poult Sci 2:251-255. [Anonim]. 2007. Vaksin dan Vaksinasi. directory.umm.ac.id. [29 Januari 2011].
[Terhubung
berkala].
Http://
Ashraf S. 2005. Studies on Infectious Bursal Disease Virus [Dissertation]. USA: The Ohio State University. Ernawati R. 2006. Uji Imunogenitas Protein Recombinan VP2 Virus Infeksius Bursa pada Ayam. Med Kedokt Hew 22:89-95. Fast J. 2008. Maternal Antibody Transfer. Canadian Poultry Consultants Ltd. [Terhubung berkala]. http://www.canadianpoultry.ca/maternal_antibodies.htm [07 Mei 2011]. Grindstaff JL, Brodie ED, Ketterson ED. 2003. Immune Function Across Generation: Intergrating Mechanism and Evolutionary Process in Maternal Antibody Transmission. Proc R Soc Lond 270:2309-2319. Haffer K. 1982. Field Test Studies of the 2512 Strain of Infectious Bursal Disease. Avi Dis 26:847-851. Herenda DC, Franco DA. 1996. Poultry Disease and Meat Higiene A Color Atlas. USA: Iowa State University Pr. Hlm 34-35. Jordan F, Pattison M, Alexander D, Farogher T. 1999. Poultry Disease. United Kingdom: WB Saunder Elsivier. Hlm 319-323. Jordan FTW. 1990. Poultry Disease. Ed ke-3. London: Bailliere Tindall. Hlm 177-181. Kindt TJ, Goldsby RA, Osborne BA. 2007. Kuby Immunology. Ed ke-6. USA: W.H. Freeman and Company. Hlm 475-490. Lukert PD, Saif YM. 2003. Infectious Bursal Disease. Di Dalam Saif YM, editor. Disease of Poultry. Ed. Ke-11. USA: Iowa Univ Pr. Hlm 161-179. Mahardika IGNK. 2008. Analisis Filogenik Sekuen Nukleotida bagian Hipervariabel Protein VP2 Virus Gumboro Isolat Indonesia. J Vet 9:60-64. Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinch MC, Studdert MI. 1999. Veterinary Virology. Ed ke-3. USA: Academic Pr Elsivier. Hlm 405-409. [OIE] Office International Epizooties. 2008. Infectious Bursal Disease. [Terhubung berkala].
20
http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/2.03.12_IB D.pdf. [29 Juni 2011]. Prabowo D. 2003. Maternal Antibodi Anak Ayam Pelung yang Induknya Divaksinasi dengan Vaksin ND Kombinasi. Anim Product 5:11-18. Rodriguez JC et al. 2005. Infectious Bursal Disease Virus (IBDV) Induces Apoptosis in Chickens B cells. Comp Immun Microbiol Infect Dis 28:321377. Syahroni B, Handharyani E, Soejoedono RD, Jusa ER. 2005. Kajian Morfologi dan Imunologi pada Ayam Spesific Pathogen Free (SPF) Setelah Divaksinasi dengan Vaksin Gumboro Aktif Strain Intermediate. Bul Penguj Mutu Obat Hew no.11. Soejoedono RD. 1998. Uji Tantang dengan Virus IBD Isolat Lapang pada Ayam yang Mendapatkan Vaksin IBD Aktif dan Inaktif Komersil. Med Vet 5:1923. Sharma JM, Kim IJ, Rautenschlein S, Yeh HY. 2000. Infectious Bursal Disease Virus of Chickens: Pathogenesis and Immunosupression. Development Comp Immun 24:223-235. Wit JJ De, Baxandel W. 2003. Gumboro Disease. [Terhubung berkala]. http://www.gumboro.com/disease/pathogenesis.asp. [28 Juni 2011]. Zeleke A, Gelaye E, Sori T, Ayelet T, Sirak A, Zekarias B. 2005. Investigation of Infectious Bursal disease Outbreak on Debre Zeit, Ethiopia. Int J of Poult Sci 4:504-506.
21
BAB VII. LAMPIRAN 1. Hasil T Test Berdasarkan Hari Hari ke-14 Group Statistics
nilai_tengah
vaksin vaksin
N
Tidak divaksin
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
10
4800,0000
1921,37104
607,59087
10
3050,0000
1337,49351
422,95258
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
nilai_ten gah
t-test for Equality of Means Std. Sig. Mean Error (2Differen Differ tailed) ce ence
95% Confidence Interval of the Difference
F
Sig.
t
df
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
,639
,434
2,364
18
2,364
16,06 4
Equal varianc es assum ed Equal varianc es not assum ed
Upper
Lower
Upper
Lower
,030
1750,00 000
740,3 0774
194,6 7114
3305, 32886
,031
1750,00 000
740,3 0774
181,1 2333
3318, 87667
Hari ke-28 Group Statistics
nilai_tengah
vaksin vaksin Tidak divaksin
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
10
3800,0000
1702,93864
538,51648
10
2200,0000
4691,60006
1483,6142 1
22
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
nilai_ten gah
Equal varianc es assume d Equal varianc es not assume d
t-test for Equality of Means Std. Sig. Mean Error (2Differen Differ tailed) ce ence
95% Confidence Interval of the Difference
F
Sig.
t
df
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
1,219
,284
1,014
18
1,014
11,33 1
Upper
Lower
Upper
Lower
,324
1600,00 000
1578, 32541
1715, 93865
4915, 93865
,332
1600,00 000
1578, 32541
1861, 52748
5061, 52748
Hari ke-42 Group Statistics
nilai_tengah
vaksin vaksin
N
Mean
Tidak divaksin
Std. Deviation
8
4250,0000
3093,77255
10
2000,0000
2616,71974
Std. Error Mean 1093,8137 7 827,47944
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
nil ai_ ten ga h
Equal variances assumed
Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means Std. Sig. Mean Error (2Differen Differe tailed) ce nce
F
Sig.
t
df
Lower
Upper
Lower
Upper
Lower
,437
,518
1,673
16
1,640
13,79 2
95% Confidence Interval of the Difference Uppe r Lower
Upper
Lower
,114
2250,00 000
1344,9 1229
601,0 8669
5101, 08669
,124
2250,00 000
1371,5 5051
695,8 5860
5195, 85860
23
Hari ke-42 (tantang) Group Statistics
vaksin vaksin
nilai_tengah
N
Tidak divaksin
Mean
Std. Deviation
10
4600,0000
3754,99667
10
7700,0000
6860,51504
Std. Error Mean 1187,4342 1 2169,4853 5
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Low er nilai_ teng ah
Equal variances assumed
2,41 8
Equal variances not assumed
2.
Sig. Upp er ,137
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2tailed)
Lower
Upper
Lower
-1,253
18
,226
-1,253
13,94 8
,231
Mean Differen ce
Std. Error Differ ence
Upper
Lower
3100,00 000 3100,00 000
Hasil T Test Berdasarkan Rataan Tiap Kelompok. Group Statistics
nilai_tenga h
vaksin vaksin Tidak divaksin
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5
4350,0000
547,72256
244,94897
5
3950,0000
2797,32015
1250,9996 0
2473, 18957 2473, 18957
95% Confidence Interval of the Difference Low Upper er - 209 8295, 5,97 97848 848 - 220 8406, 6,31 31036 036
24
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
nilai_tengah
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Mean Differen ce
Std. Error Differ ence
Upper
Lower
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
Lo wer
Upp er
Lower
Upper
Lower
3,2 11
,111
,314
8
,762
400,000 00
1274, 75488
,314
4,306
,768
400,000 00
1274, 75488
95% Confidence Interval of the Difference Upper 2539, 59002
Low er 333 9,59 002
3042, 19283
384 2,19 283
i
DAFTAR TABEL 1 Rancangan penelitian………………………………………………………. 09 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA………………………………………………………………………. 12 3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok……....... 14 4 Gambaran patologi anatomi pada berbagai umur…………………………… 17
ii
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil T Test Berdasarkan hari Perlakuan……………………………………
21