Scmm,,r .\,i. . r. . . .
rt
h rr7 . :,,: " , .i. :r, . !rrirtrr
l'i`)~
PERSPEKTIF PENGENIBANGAN LEGUiINIINOSA POHON DALAM APLIKASI POLA SUPLENITASI PAKAN STRATEGIS UNTUK SAPI PO INDUK PADA TINGKAT USAHATANI RAKYAT DI DAERAH LAHAN KERING DI JAWA TINIUR
M. ALi YUSRAN I , B . SLRYANTo l , T . PLRWANTO 1 ,
M. WINUGROfto 2,
ctan
E. TELENI ;
lInstalasi Penelitian dan Pengkcrjian Teknologi Pertanian Grati Julan Pahlawan, Grati Pasunan 67184 2Balai Penelitian Tenak, P.O . Box 221, Bogor 16002 3Jantes Cook University Oueensland, ;1 irstralia ABSTRAK Pola suplementasi pakan strategis dengan mengglmakan daun ta»atllan leguminosa pohon/semak (lamtoro, Glirisiclia~gatnal, kaliandra) nlenlpakan salah satu alternatif metoda peningkatan reproduktivitas sapi PO induk pada tingkat usahatani rakyat di daerah beragroekosistem lallan kering di Jawa Tinlur. Penelitian ini bertujuan menlperoleh perspektif peluang clan hanlbatan pengenlbangan tananlan leguminosa pollon dalanl upaya mendukung aplikasi clan adopsi nictoda pakan strategis oleh petani bcrskala usaha kecil/rakyat . Penelitian ini adalah Penelitian Adaptif di Lahan Petani (Oil Fartn Adaptive Research.,0IFAR) di desa-desa contoh bercirikan padat sapi PO induk di daerah lahan kering di Jawa Timur, baik di dataran tinggi (Desa Dadapan, Wajak-Malang) clan di dataran rendah (Desa Tanjungrejo, TongasProbolinggo clan Desa Sudimulyo, Nguling-Pasunan) . Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sebagian besar petani sudah nlengenal clan nlengetalmi tentang daun leguininosa yang digunakan dalam metoda suplementasi sebagai pakan. tenttanla lamtoro ; tetapi penggunaannya belum efektif Pada kondisi bibit terpenuhi untuk pengenlbangan, terdapat empat model integrasi ketiga tanaman leguminosa tersebut yang dilakukan oleh petani dalanl sistenl usallataninya. Pada kondisi penguasaan lahan rata-rata kurang dari 0.5 hektar, dengan keempat model integrasi tersebut clan tanpa tercipta jalinan kerjasama antara petani dalam pemanfaatan daun leguminosa ternyata tidak mendukung teraplikasikannya pola suplementasi pakan strategis. Sistem pertanaman lorong lamtoro dengan jagung pada lahan minimal 0,35 hektar nampak mempunyai peluang untuk dapat mendukung aplikasi pola suplementasi pakan startegis untuk dua ekor sapi PO induk, tanpa terjadi penurunan produksi jagung . Tingkat produksi clan faktor pengllanlbat pengembangan tiga tanaman leguminosa pohon dalam penelitian ini juga dibahas pada nlakalah . Kata kunci : Leguminosa pollon . pengenlbangan, usallatanl ra"_'at, lahan kering, Jawa Timur, pakan strategis. sapi PO PENDAHULUAN Interval beranak sapi-sapi PO induk dalam kondisi usallatani rakyat di lallan kering di Jawa Tinlur masih inerupakan nlasalah dalatn upaya peningkatan produktivitasnva . Lama waktu periode anestrus post-partum (APP) yang melebihi batas optimal (8l) hari) sangat berperan nyata terhadap tidak efisiennya interval beranak tersebut . Beberapa hasil penelitian nlclaporkan, bahwa sebagian besar lama waktu periode APP sapi-sapi potong induk, ternlasuk sapi PO di Jawa Timur adalah berkisar antara 104-135 hari (NI ;RGIARTININGSIH et al., 1996 : Yusti.kv et al ., 1998) .
803
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1998
Rendahnya kualitas ransum dalam tiga bulan awal setelah beranak, khususnya kadar protein kasar (PK) yang hanya 50-65% dari tingkat kebutuhan (AFFANDHY et al., 1993; YUSRAN et al., 1998) merupakan faktor utama penyebab tidalc optimalnya lama waktu periode APP. Pola suplementasi pakan strategis dengan menggunakan daun tanaman leguminosa pohont semak (lamtoro, glirisidia/gamal, kaliandra) selama dua bulan pertama setelah beranal merupakan salah satu metoda alternatif untuk mempersingkat periode APP sapi-sapi PO indul pada tingkat usahatani rakyat di daerah beragroekosistem lahan kering di Jawa Timuj (KOMARUDIN-MA'SUM et al., 1998; YUSRAN et al., 1998) . Permasalahan krusial yang menghambat adopsi dan aplikasi pola suplementasi oleh par, petani adalah keterbatasan dalam pengadaan daun tanaman lamtoro, gamal dan kaliandra . Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan memperoleh perspektif peluang clan hambatai pengembangan tanaman leguminosa pohon/semak (lamtoro, gamal, kaliandra) dalam upay mendukung aplikasi clan adopsi pola suplementasi pakan strategis oleh petani berskala usaha kecil rakyat di wilayah daerah lahan kering di Jawa Timur . MATERI DAN METODE Penelitian ini dikerjakan dengan menggunakan metode Penelitian Adaptif di Lahan Petai (On Farm Adaptive Researchl OFAR), dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut : penentua lokasi penelitian, survai data dasar (baseline data) yang berkaitan dengan aspek penelitiai pengembangan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala var . Gung dan var . Tahan kutu lonca Hantu), glirisidia/gamal (Gliricidia sepium) dan kaliandra (Calliandra calothyrsus), observasi da monitoring pertumbuhan dan produksi tanaman leguminosa yang dikembangkan, survai respe petani dan pelaksanaan demo-plot untuk metode alternatif. Lokasi (desa) penelitian dipilih secara purposive dari desa-desa dengan kepadatan sapi P pada tingkatan sedang sampai tinggi beragroekosistem lahan kering di dataran tinggi (> 500 dpl .), yang terpilih sebagai wakil adalah Desa Dadapan Kecamatan Wajak Kabupaten Malang ; dq daerah dataran rendah (<100 m dpl .) terpilih adalah Desa Sudimulyo, Kecamatan Ngulij Kabupaten Pasuruan dan Desa Tanjungrejo Kecamatan Tongan Kabupaten Probolinggo . Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan cara survai dengan melakukan obsem langsung dan wawancara secara tertutup dengan kuisioner terhadap petani contoh/responde Analisis data dilakukan secara deskriptif dan perhitungan nilai rata-rata . HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan leguminosa Keberadaan tanaman leguminosa yang dimaksudkan di sini adalah tanaman lamtoro, gan dan kaliandra . Hasil survai terhadap para petani responden di desa-desa lokasi penelitian menunjukkan, bahwa tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala var . Gung) clan gamal (Glirich sepium) secara umum sudah ditanam oleh para petani, baik di lahan pertanian maupun pekarangan, di daerah dataran rendah maupun tinggi (Tabel 1). Tetapi untuk tanaman kaliani (Calliandra calothyrsus) tidak dijumpai petani yang sengaja menanamnya, bahkan di dael dataran rendah dapat dikatakan tidak ditemui tanaman kaliandra tumbuh di lahan pertan maupun pekarangan rumah.
804
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1993 Tabel 1.
Proporsi petani responden yang telah menanam
Desa lokasi
Jumlah responden
penelitian
(orang)
Dadapan Sudimulyo Tanjungrejo
60 30 31
Keterangan : * Tanaman lamtoro dan gamal
Persentase jumlah responden yang menanam tanaman leguminosa * Di lahan pertanian Di pekarangan .. .. .. . .. .. . .. .. ... .. .. ... .. .. . . . .. . . . .. .. .(%) .. . . .. .. . .. .. .. .. ... .. .. ... .. ... .. ... . 88 45 47 40 50 57
Meskipun ketiga tanaman leguminosa ini ditemukan di desa-desa lokasi penelitian, tetapi penggunaan utamanya adalah untuk pagar lahan tegalan atau pekarangan . Di Desa Dadapan, tanaman gamal digunakan juga sebagai naungan tanaman kopi clan pupuk hijait/organik . Sebagian besar petani sudah mengenal clan inengetahui balnva, daun ketiga jenis leguminosa ini dapat digut»kan sebagai pakan sapi, terutania lamtoro. Akan tetapi, para petani belum memanfaatkannya secara efektif clan teratur sebagai pakan sapi . Upaya pengembangan oath pctani Upaya pengembangan oleh petani yang dimaksudkan dalani penelitian ini adalah petani responden diberi bibit ketiga tanaman leguminosa (Tabel 2) dan diminta untuk ditanam di tanahtanah yang masih kosong/tersisa dari tanaman pangan di laliannya sendiri atau umum yang mereka kehendaki. Tanaman lamtoro varietas Tahan Kutu (Hantu) menipakan jenis tanaman introduksi baru di ketiga desa lokasi penelitian . Tabel 2.
Spesies, jumlah, cara tanam clan asal tanaman leguminosa yang diketnbangkan
Spesies Desa Dadapan Gliricidia sepium Calliandra colothyrsus Leucaena leucocephala (var . Gung)
Leucaena leucocephala (var . Tahan kutu/Hantu)
Desa Sudimulyo Gliricidia sepium
Leucaena leucocephala (var. Gung)
Leucaena leucocephala (var. Tahan kuttt/Hantu)
Desa Tanjungrejo Gliricidia sepium
Leucaena leucocephala (var . Gung) Leucaena leucocephala (var. Tahan kutu/Hantu)
Jumlah (potion)
Cara tanam
Asal
29 .820 50 .000
stek persemaian *
Malang Jetnber
4 .500 4 .000 25 .055 10 .734 10 .711 19 .695 12 .324 9.181
Keterangan : -*) Persemaian adalah hasil persemaian biji di kantong plastik selama 2 bulan
persemaian *
Jember
persemaian *
Jember
persemaian *
Bali
persemaian * persemaian * persemaian *
persemaian * persemaian *
Jetnber Jember Bali Jember Jember
Berdasarkan hasil pengamatan lokasi penanaman, yang dipilili oleh petani sendiri, dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi empat model integrasi tanaman leguminosa pohon/semak yang telah dilakukan oleh petani dalam sistem usahataninya, yaitu 80 5
Seninor Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
1.
Model A :
2.
Model B :
3. 4.
Model C : Model D :
Tanaman leguminosa ditanam di tanah-tanah marginal yang kosong, tanah milik desa dan pinggir jalan . Tanaman leguminosa ditanam sebagai pagar hidup di lahan tegalan, pekarangan clan kandang sapi . Tanaman leguminosa ditanam sepanjang teras lahan tanaman jagung . Tanaman leguminosa (gamal) ditanam sebagai naungan tanaman kopi .
Di Desa Dadapan (dataran tinggi), keempat model tersebut terjadi, tetapi di Desa Sudimulyo clan Tanjungrejo (dataran rendah) hanya terjadi model A clan B saja. Hal ini dikarenakan, di dua desa tersebut tidak terdapat budidaya tanaman kopi clan tidak terdapat sistem terasering lahan sebab kemiringan kurang dari 3%. Hasil pengamatan model integrasi tanaman leguminosa di lahan petani, nampak bahwa tidak terdapat petani yang melaksanakan sistem pertanaman lorong antara tanaman leguminosa tersebut dengan tanaman pangan (jagung maupun kacang-kacangan) ; walaupun telah diinformasikan sebelumnya tentang sistem ini, berdasarkan laporan KON et al. (1990) clan laporan FLEURY (1985) yang dikutip NITts (1995), bahwa di Malaysia maupun Afrika tanaman jagung clan kacangkacangan akan lebih baik hasilnya apabila ditanam diantara lamtoro, gamal, kaliandra atau albizia. Persentase jumlah tanaman di tiap model tidak dapat dihitung dan diketahui secara pasti, tetapi secara perkiraan porsi terbesar adalah model A, klnisusnya di pinggir jalan desa, dan model B, baik di daerah dataran tinggi maupun rendah . Respon petani terhadap pengembangan keempat jenis tananian leguminosa dalam penelitian ini secara umum sangat baik; preferensi petani yang paling tinggi adalah terhadap tanaman gamal. Adapun alasannya adalah tananian gamal dianggap lebih mudali tumbuh, dapat ditanam dengan stek, produksi daun lebih banyak dan tidak diserang kuta loncat pada musim kemarau. Berdasarkan hasil pengamatan, masili tersedia ntang-niang kosong di lahan tanaman pangan clan respon baik dari petani terhadap pengembangan tananian leguminosa dalam penelitian ini, maka dinilai terdapat peluang memperbaiki pola pemberian pakan sapi-sapi PO induk melalui aplikasi pola suplementasi pakan strategis dengan menggunakan daun tanaman lamtoro, gamal maupun kaliandra . Tingkat produksi Hasil estimasi persentase jumlah bibit tananian yang tumbuh hingga dapat dipanen setelah berumur 1 tahun di masing-masing desa lokasi penelitian tertera di Tabel 3 . Tabel 3.
Estimasi persentase jumlah bibit tananian yang tumbuh hingga dapat dipanen setelah berumur I talntn
Tanaman Gliricidia sepium Calliandra calothyrsus Leucaena leucocephala (var. Gung) Leucaena leucocephala (var. Tahan kutufantu)
Dadapan f 70% f 50% f 20%
t 50%
Desa Sudlnltllyo f 50%
f 20% f
40%
Tanjtutgrejo f 50%
±25% t 55%
Secara keseluruhan nampak bahwa dengan cara tanam tanpa pemupukan dan pemberian rhizobium serta pengairan tergantung hujan, daya hidup dan tumbuh keempat spesies tanaman ini adalah rendah . Daya hidup dan tumbuh yang paling rendah adalah tanaman lamtoro gung. Hal ini 806
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1998
dikarenakan adanya serangan kutu loncat pada musim kemarau . Tanaman gamal yang ditanam dengan menggunakan stek pada akhir musim kemarau, nampak mempunyai daya hidup dan tumbuh yang cukup baik ± 70% (Tabel 3) . Rekapitulasi faktor-faktor penyebab rendahnya daya hidup dan tumbuh tanaman leguminosa yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut - Di Desa Dadapan (dataran tinggi) : 1. 2. 3. 4.
Pada akhir musim hujan terdapat serangan hama uret pada akar tanaman muda, termasuk tanaman leguminosa yang dikembangkan. Lamtoro gung diserang Kutu loncat pada musim kemarau . Tanaman - tanaman leguminosa muda yang dikembangkan kurang memperoleh sinar matahari, karena besarnya naungan dari tanaman lain . Musim kemarau (tahun 1996) yang panjang .
- Di Desa Sudimulyo dan Tanjungrejo (dataran rendah) 1. 2. 3. 4.
Musim kemarau (tahun 1996) yang panjang . Lamtoro gung diserang Kutu loncat pada musim kemarau . Kesuburan tanah yang rendah/ tanah tandus . Tanaman yang masih rendah, daunnya banyak dimakan domba-domba yang digembalakan .
Tingkat produksi daun tanaman lamtoro, ganial dan kaliandra di desa-desa lokasi penelitian dapat dilihat di Tabel 4 .
Tabel 4.
Rata-rata produksi daun segar dan bahan kering (BK) per potion tanaman lamtoro gung, garnal dart kaliandra") di desa lokasi penelitian
Tanarnan
Musim lutian Dadapan
Ga m a l Laintoro gung Lamtoro hantu Kaliandra Keterangan
Muslin kemarau
Tanjungrejo Dadapan Tanjungrejo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(kg/pohon). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1,66±0,08 1,29±0,88 0,98±0,47 Ndk 0,45±0,08 0,40±0,01 Tdk 0,40±0,07 0,35±0,24 0,23±0,09 Ndk Ndk 0,22±0,08 Ndk -
BK (%) 19
25 25
28
- *) Digunakan tanaman yang sudah ada di desa dan dipotong setinggi 1 meter dari tanah - Tdk : tidak diperoleh data yang representatif karena adanya serangan kutu loncat - Ndk : tidak diperoleh data karena adanya pemotongan liar oleh petani terhadap tanaman-tanaman contoh
Mengacu pada tingkat produksi clan kadar BK hasil pengamatan dalam penelitian ini (Tabel 4) dan patokan kebutuhan daun lamtoro/kaliandra dan gamal untuk keperluan suplementasi pakan strategis yang ditawarkan (YUSRAN et al ., 1998), diperhitungkan bahwa seorang petani dengan luas lahan 0,5 hektar (batasan m
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Dalam penelitian ini, jalinan kerjasama atau gerakan gotong royong tidak dapat terwujud. Hal ini dikarenakan, semenjak mulai dilakukan pengembangan tanaman lamtoro, gamal dan kaliandra pada tahap awal penelitian telah terjadi perubahan sikap sebagian besar petani peternak di desa lokasi penelitian . Misalnya dalam hal penggunaan tanaman leguminosa sebagai pakan tanpa memperhatikan pola pemberian selektif seperti arahan pola suplementasi pakan strategis yang ditawarkan, tidak mampu mengembangankan secara mandiri karena sulit dalam pengadaan bibil dan keterbatasan lahan serta tidak terdapat motivasi untuk membentuk kelompok petani penggunaan tanaman leguminosa untuk pakan. Hasil pengamatan demo-plot (luas lahan 0,35 hektar; demensi ukuran lahan 17,5 x 20C meter) tentang sistem pertanaman lorong antara tanaman lamtoro gung dengan jagung (jarak antara larikan tanaman lamtoro 2 meter ; jarak dalam barisan 0,5 meter) yang dilakukan di Deso Tanjungrejo dalam penelitian ini menunjukkan, bahwa pada saat umur tanaman lamtoro gung sudah lebih dari 1 tahun produksi jagung antara sebelum dengan sesudah ada lorong tanamar lamtoro adalah relatif sama atau tidak terjadi penunian produksi secara berarti, yakni 210 kg v. 200 kg pipilan jagung . Hasil ini sesuai dengan laporan KON et al. (1990) dan laporan FLEURIi (1985) yang dikutip NITIS (1995). Sedangkan jumlah tanaman lamtoro gung yang dapat ditanam adalah 32 x 99 = 3 .168 pohor dengan tingkat produksi daun saina dengan yang ditanam sebagai pagar tegalan, yaitu berkisal 0,36-0,40 kg per pohon dengan interval potong 60 hari. Bila dibandingkan dengan hasi perhitungan tingkat kebutuhan untuk keperluan pelaksanaan pola supplementasi pakan strategi ; seperti yang tertera di Tabel 5, inaka diperhitungkan dapat inensuplai untuk 2 ekor sapi PO indul walaupun pelaksanaannya secara bersamaan . Tabel5 .
Selisih antara kebutuhan dan ketersediaan tanaman lamtoro, gamal dan kaliandra dalam aplikasi pola suplementasi pakan strategis yang ditawarkan berdasarkan kemampuan per petani
Uraian
Kebutuhan suplementasi pakan strategis selama 60 hari - Tanaman gamal
- Berat daun (kg/hari/ekor) - Jumlah pohon per hari (polion/hari) - Jumlah pohon 60 hari (polion/60 hari) - Tanaman lamtoro/kaliandra - Berat daun (kg/hari/ekor) - Jumlah pohon per hari (pohon hari) - Jumlah pohon 60 hari (pohon/60 hari)
Total kebutuhan selama 601tari (pohon) Ketersediaan tanaman dengan lahan = 0,5 ha - Dimensi ukuran lahan (50 m x 100 m); dengan jarak tanam 0,45 m
- Jurnlah pohon sistem 1 baris (pohon) Selisih dengan kebutuhan (pohon) - Jiunlah pohon sistem 2 baris (pohon) Selisih dengan kebutuhan (pohon) - Dimensi ulatran lahan (25 m x 200 m), dengan jarak tanam 0,45 m - Jumlah pohon sistem 1 baris (pohon) Selisih dengan kebutuhan (pohon) - Jumlah pohon sistem 2 baris (pohon) Selisih dengan kebutuhan (pohon -
808
Satuan 7 8 480 4 10 600
1080
666 -414 1319 +239 1000 -80 1986 +906
Seminar NasionalPeternakan don Veteriner 1998 KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kondisi usahatani rakyat di daerah beragroekosistem lahan kering di Jawa Timur, dapat disimpulkan sebagai berikut 1.
2.
3.
4.
Pola suplementasi palcan strategis dengan menggunakan daun lamtoro/kaliandra dan gamal tidak dapat diaplikasikan tanpa terlebih dahulu dilakukan upaya pengembangan tanamantanaman tersebut. Pengembangan tanaman leguminosa ini harus mendapat dukungan pemerintah dalam hal pengadaan bibit, walaupun terdapat peluang berupa tersedianya ruang-ruang kosong di lahan tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan serta adanya respon dari petani . Dalam pengembangan tanaman leguminosa harus diupaylkan model integrasi berupa sistem pertanaman lorong antara tanaman lamtoro, kaliandra atau gamal dengan tanaman jagung di lahan tegalan agar memenuhi kebutuhan, untuk pelaksanaan pola suplementasi pakan strategis . Serangan kutu loncat terhadap tanaman lamtoro giing pada musim kemarau masih merupakan masalah utama ; untuk itu perlu dikembangkan lamtoro varietas talian kutu (hantu) meskipun produksi daunnya lebill sedikit UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian berjudul : Feeding and Management Strategies for Improved Reproductive Efficiency in Cattle, yang dibiayai oleh ACIAR (ACIAR PROJECT No . 9312) berkerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, eq . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor . DAFTAR PUSTAKA AFFANDHY, L ., M . ALi YUSRAN, dan A RosYID . 1993 . Ketersediaan tenaga kerja keluarga kaitamiya dengan suplai pakan sapi madura induk menyusui pada musim kemarau di Pulau Madura : Studi kasus di dua desa beragroekosistemt lahan kering . Proceeding : Pertetmtan Iliniah Hasil Penelitian Dan Pengembangan Sapi Madura. Sumenep, 11-12 Oktober 1992 . Sub Balitnak Grati, Badan Litbang Pertanian . KON, K.F ., H .C . YONG, and F .W . Lim .
1990 . Cuttin g Management of Alley Crops . Soil Conservation Farming. Annual Report on Weed Control 1989/1990 . CIBA GEIGY Agric . Exp . Sta. Malaysia . Rembau . Negri Sembilan .
KOmARUDIN-MA'Sum, L . AFFANDHY, M. WINUGROHO, and E . TELENI. 1998 . The effect of surge feeding on reproductive performance of Ongole Crossbred (PO) cows . Dipresentasikan di the 2nd ISTAP, 14-15 Juli 1998, Fak . Petemakan - UGM, Yogyakarta . NITIS, I .M. 1995 . Sistem penyediaan pakan hijauan menunjang industri peternakan yang berkesinambungan .
Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, 7-8 Nopember 1995 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Litbang Pertanian, Dept . Pertanian ; hal . 203-220.
NURGIARTININGSIH, V .M. ANI, AGUS BUDIONO, dan S . MALYNDA . 1996 . Potensi reproduksi sapi Madura di Kabupaten Pamekasan Madura . Jurnal Universitas Brawij'uva 8(2) : 167-174 . YUSRAN M. ALI, TEGUH PURWANTO, BANmANG SURYANTO, M . SABRANI, M . WINUGROHO, and E. TELENI. 1998 . Application of surge feeding for improving the postpartum anestrus of Ongole grade cows calved in rainy season in dry land of East Java . Dipresentasikan di the 2nd ISTAP, 14-15 Juli 1998, Fak . Peternakan - UGM, Yogyakarta .
80 9