LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCUBUANA
No. Dokumen Tgl. Efektif
01142344100 7 Maret 2005
Distribusi
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata (S-1), Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Judul Tugas Akhir
: Perancangan Struktur Alternatif Bangunan “Waste Water Treatment” di Samarinda – Kalimantan
Disusun Oleh Nama
: Tri Subagio
Nomor Induk Mahasiswa
: 011 0312 - 018
Program Studi
: Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana. Tanggal : 5 September 2009 Pembimbing,
Ir. Edifrizal Darma, MT
Jakarta,
September 2009 Mengetahui, Ketua Sidang
Ketua Program Studi Teknik Sipil
Ir. Zainal Abidin Sahab, MT
Ir. Mawardi Amin, MT
ABSTRAK
ABSTRAK Sebuah konstruksi struktur harus mampu Manahan beban yang diberikan kepada struktur tersebut secara efisien dan aman. Dalam proyek konstruksi sangat ditentukan juga oleh data penyelidikan tanah yang diteliti, perencanaan yang matang dan pelaksanaan konstruksi dengan metode konstruksi yang tepat serta pengawasan yang ketat pada saat pelaksanaan.
Struktur dengan menggunakan konstruksi beton bertulang mempunyai sifat kuat, tahan lama dan dapat direncanakan dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bahan beton dengan menggunakan tulangan besi mutu tinggi akan memberikan kuat tekan dan sebagian kekuatan tarik serta merupakan produk yang tahan terhadap api / karat.
Pembahasan pada Tugas Akhir ini tentang Perancangan Struktur Atas Baja dan Bawah Beton Bangunan “Waste Water Treatment” di Samarinda – Kalimantan ini terdiri dari bangunan atas berupa ruangan dengan dinding batu bata dengan balok dan kolom baja beratapkan beton bertulang dan bangunan bawah menyerupai “shell” dengan dindingdinding beton yang sebagai struktur penopang mesin Rotor. Adapun kategori bangunan merupakan bangunan infrastruktur dengan fungsi sebagai pengolahan air limbah.
Struktur bangunan “Waste Water Treatment” merupakan struktur bangunan yang dirancang dengan mempertimbangkan kemampuan bangunan untuk menerima beban mesin Rotor (pada bangunan atas). Perencanaan pondasi dilakukan dengan analisis geoteknik (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi), sehingga sangat diperlukan data-data tanah bawah permukaan yang akurat. Salah satu data tanah yang dipakai dalam menentukan daya dukung tanah dengan menggunakan data CPT. Untuk menghasilkan hitungan yang akurat, maka dalam perancangan ini ditunjang dengan menggunakan perhitungan SAP 2000.
Pada perancangan struktur bawah menggunakan pondasi tiang pancang yang diikat pada pada beton slab bawah.
DAFTAR ISI
03
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK
01
KATA PENGANTAR
02
DAFTAR ISI
03
DAFTAR GAMBAR
04
DAFTAR TABEL
05
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
1.1
Latar Belakang
I-1
1.2
Maksud dan Tujuan
I-2
1.3
Batasan Masalah
I-2
1.4
Metodologi Penulisan
I-3
1.5
Sistematika Penulisan
I-3
BAB II
PENGETAUAN DASAR “WASTE WATERTREATMENT”
II-1
2.1
Pembahasan Umum
II-1
2.2
Trickling Filters
II-3
2.3
Roughing Filters
II-6
2.4
Rotating Biological Contactor
II-7
2.5
Packed-Bed Reactor
II-8
2.6
Penerapan
II-11
2.6.1
Pemilihan Proses
II-12
2.6.2
Waktu Sebelum Pengolahan
II-13
2.7
Dasar-dasar Pembuatan Desain RBC
II-13
2.7.1
Unit Perekat
II-13
2.7.2
Harga yang Di muat
II-15
DAFTAR ISI
2.8
2.9
BAB III
03
2.7.3
Pementasan Unit
II-16
2.7.4
Desain Faktor Keamanan
II-18
2.7.5
Klarifikasi Skunder
II-18
Pertimbangan Desain
II-18
2.8.1
Lampiran
II-18
2.8.2
Flekasibiltas dan Pengendalian Aliran
II-20
2.8.3
Pemantauan
II-21
2.8.4
Bak Kontaktor & Saluran
II-21
Pertimbangan Peralatan
DASAR-DASAR TEORI PERANCANGAN STRUKTUR
II-22
III-1
“WASTE WATER TREATMENT” DAN PERANCANGAN PONDASI. 3.1
Bangunan Atas (Upper Structure)
III-1
3.1.1
Pelat
III-3
3.1.2
Bahan Baja Untuk Konstruksi
III-7
3.1.3
Sifat Mekanisa Material Baja
III-8
3.1.4
Tinjauan Desain Struktur Baja
III-9
3.1.5
Desain Elemen Struktur Baja Metode LRFD
III-10
(Load and Resistance Factor Design)
3.2
3.1.5.1
Desain Komponen Struktur Tarik
III-10
3.1.5.2
Desain Komponen Struktur Tekan
III-12
3.1.5.3
Desain Komponen Struktur Lentur dan Geser
III-14
3.1.6
Beban-beban pada Struktur
III-16
3.1.7
Analisa Struktur
III-18
Struktur Bawah (Lower Structure)
III-19
3.2.1
Umum
III-19
3.2.2
Karakteristik Tanah Lunak
III-20
3.2.3
Gaya Gesek Positif
III-22
3.2.4
Gaya Gesek Negatif
III-23
3.2.5
Titik Netral
III-24
3.2.6
Faktor-faktor Penyebab Gaya Gesek Negatif
III-25
DAFTAR ISI
03
Pada Tanah Lunak
BAB IV
3.2.7
Karakteristik Pondasi Tiang Pancang
III-26
3.2.8
Efisiensi dan Daya Dukung pada Kelompok Tiang
III-27
3.2.9
Faktor Keamanan (Safety Factor)
III-30
METODOLOGI PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN ATAS BANGUNAN UTAMA DAN PONDASI
IV-1
4.1
Umum
IV-1
4.2
Spesifikasi Bahan dan Material
IV-1
4.2.1
Spesifikasi Material Baja
IV-1
4.2.2
Spesifikasi Material Beton
IV-2
4.2.3
Pembebanan yang Digunakan
IV-2
4.3
Pedoman Perancangan Struktur Bangunan Atas
IV-2
4.3.1
Pedoman Perancangan Pelat
IV-2
4.3.2
Pedoman Perancangan Balok dan Kolom Baja
IV-5
4.3.2.1
IV-5
Pembebanan yang Bekerja pada Balok dan Kolom
4.3.2.2
Perancangan Awal Balok
IV-6
4.3.2.3
Perancangan Awal Kolom
IV-6
4.3.2.4
Modelisasi dengan Menggunakan SAP 2000
IV-7
4.4
Pedoman Perancangan Struktur Bangunan Utama
IV-7
4.5
Pedoman Perancangan Pondasi
IV-9
4.6
Diagram Alir (Flow Chart) Perancangan Struktur Bangunan
IV-9
Atas, Bangunan Utama dan Pondasi
BAB V
PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN ATAS,
V-1
BANGUNAN UTAMA DAN PONDASI 5.1
Perancangan Struktur Bangunan Atas
V-1
5.1.1
Menentukan Tebal Pelat
V-1
5.1.1.1
Menentukan Koefisien Jepit Pelat
V-2
5.1.1.2
Periksa Kekakuan Pelat Terhadap Lendutan
V-4
DAFTAR ISI
03
5.1.1.3 5.1.2
5.1.3
Menentukan Dimensi Tulangan Pelat
V-5
Perencanaan Awal Profil Balok dan Kolom
V-7
5.1.2.1
Perhitungan Pembebanan
V-7
5.1.2.2
Perancangan Awal Profil Balok
V-8
5.1.2.3
Perancangan Awal Profil Kolom
V-12
Modelisasi dan Desain Struktur Atas Menggunakan
V-15
SAP 2000
5.2
V-15
5.1.3.2
Pembebanan Struktur
V-16
5.1.3.3
Proses Analysis Dengan SAP 2000
V-22
5.1.3.4
Proses Desain Dengan SAP 2000
V-23 V-24
5.2.1
Pemodelan Struktur
V-24
5.2.2
Perhitungan Pembebanan
V-25
5.2.3
Proses Analysis Dengan SAP 2000
V-28
5.2.3.1
Base Slab
V-28
5.2.3.2
Dinding Penahan (Wall)
V-31
5.2.3.3
Pelat Klarifier
V-33
5.2.5
BAB VI
Pemodelan Frame Struktur
Perancangan Struktur Bangunan Utama (Shell Structure)
5.2.4
5.3
5.1.3.1
Analisa Stabilitas Struktur
V-36
5.2.4.1
Perhitungan Pembebanan
V-36
5.2.4.2
Perhitungan Beban Tumit
V-37
5.2.4.3
Stabilitas Struktur
V-38
Analisa Settlement
V-39
Perancangan Pondasi
V-41
5.3.1
Daya Dukung Tiang Pancang
V-41
5.3.2
Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang
V-45
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan
VI-1
6.2
Saran
VI-2
DAFTAR ISI
03
LAMPIRAN Lampiran-1,
Gambar Denah dan Potongan, Bangunan “Waste Water Treatment”
Lampiran-2,
Data Hasil Penyelidikan Tanah
Lampiran-3,
Gambar Penulangan Pelat Atap
Lampiran-4,
Gambar Penulangan Bangunan Utama
Lampiran-5,
Gambar Modelisasi, Input Beban, Run Analysis dan Desain, Struktur Portal Bangunan Atas dengan Program SAP 2000.
Lampiran-6,
Data Output Struktur Portal Bangunan Atas dengan Program SAP 2000.
Lampiran-7,
Gambar Modelisasi, Input Beban, dan Run Analysis Struktur Bangunan Utama dengan Program SAP 2000.
Lampiran-8,
DAFTAR PUSTAKA
Denah dan Detail Pondasi Tiang Pancang Kayu.
DAFTAR TABEL
05
DAFTAR TABEL Tabel 3.1, Nilai Tegangan Leleh dan Tegangan Dasar untuk Berbagai Mutu Baja
III-10
Tabel 5.1, Nilai Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen, portal as D (1-2), arah-X.
V-22
Tabel 5.2, Nilai Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen, portal as 2 (A-E), arah-Y.
V-22
Tabel 5.3, Tabel Analisa Settlement
V-40
Tabel 5.4, Tabel Analisa Daya Dukung Pondasi
V-44
Tabel 5.5, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 8 m
V-46
Tabel 5.6, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 12 m
V-47
Tabel 5.7, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 16 m
V-47
Tabel 5.8, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 8 m
V-49
(Dengan Mempertimbangkan Gaya Up Lift) Tabel 5.9, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 12 m
V-50
(Dengan Mempertimbangkan Gaya Up Lift Tabel 5.10, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 16 m (Dengan Mempertimbangkan Gaya Up Lift
V-51
DAFTAR GAMBAR
04
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1, Diagram Trickling Filter
II-5
Gambar 2.2, Bangunan Trickling Filter
II-5
Gambar 2.3, Konsep Bangunan Roughing Filter
II-6
Gambar 2.4, Skema Bangunan RBC
II-7
Gambar 2.5, Photo-1, Bangunan “Packed Bed Reactor”
II-8
Gambar 2.6, Photo-2, Bangunan “Packed Bed Reactor”
II-9
Gambar 2.7, Photo-3, Bangunan “Packed Bed Reactor”
II-9
Gambar 2.8, Photo-4, Bangunan “Packed Bed Reactor”
II-10
Gambar 2.9, (Rotating Biological Contactor)
II-10
Gambar 2.10, (Rotating Biological Contactor)
II-11
Gambar 3.1, Produk Tipikal Baja
III-7
Gambar 3.2, Tipikal Geometri Struktur Baja
III-8
Gambar 3.3, Diagram Tegangan-Regangan Khas Baja
III-9
Gambar 3.4, Gaya Tekan Pada Komponen Struktur
III-12
Gambar 3.5, Diagram Momen dan Lintang Penampang Balok Baja
III-14
Yang di Bebani Gambar 4.1, Denah Bangunan WWTP
IV-1
Gambar 4.2, Potongan Memanjang Bangunan WWTP
IV-1
Gambar 4.3, Potongan Melintang Bangunan WWTP
IV-2
Gambar 5.1, Model 3D Struktur Bagian Atas
V-1
DAFTAR GAMBAR
04
Gambar 5.2, Diagram Letak α (Rasio Kekakuan Penampang Balok dan Pelat
V-2
Gambar 5.3, Mencari nilai β
V-5
Gambar 5.4, Desain Penulangan Pelat
V-7
Gambar 5.5, Model 3D Struktur Bagian Atas
V-15
Gambar 5.6, Model Struktur Bagian Atas, Arah Memanjang
V-16
Gambar 5.7, Model Struktur Bagian Atas, Arah Melintang
V-16
Gambar 5.8, Denah Pola Pembebanan yang Bekerja Pada Balok
V-17
Arah Memanjang dan Melintang Gambar 5.9, Denah Pola Pembebanan q Ekwivalen Pada Balok as 2/D-E,
V-17
(Arah Memanjang) Gambar 5.10, Denah Pola Pembebanan q Ekwivalen Pada Balok as D/1-1’
V-18
Dan 2-2’ Gambar 5.11, Denah Pola Pembebanan q Ekwivalen Pada Balok as D/1-2
V-19
(Arah Melintang) Gambar 5.12, Pembebanan (DL) pada Portal as 2, Arah Melintang
V-20
Gambar 5.13, Pembebanan (LL) pada Portal as 2, Arah Melintang
V-21
Gambar 5.14, Pembebanan (DL) pada Pada Balok Anak as D, Arah Memanjang
V-21
Gambar 5.15, Pembebanan (LL) pada Pada Balok Anak as D, Arah Memanjang
V-21
Gambar 5.16, Nilai Rasio Luas Penampang COMB. 2
V-23
Gambar 5.17, Model Struktur Bangunan Utama (Shell Structure)
V-24
DAFTAR GAMBAR
04
BAB I, PENDAHULUAN
I-1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kota Samarinda merupakan salah satu kota yang cukup besar dan merupakan
salah satu pusat perekonomian di Kalimantan Timur. Tingkat pencemaran lingkungan dikota ini juga sudah sedemikian mengganggunya dikarenakan banyaknya pabrik-pabrik, gedung perkantoran baru, bangunan hotel dan lainnya, yang dalam setiap harinya memproduksi limbah cair dengan jumlah yang cukup signifikan, dan bila limbah tersebut tidak diolah dengan benar dikhawatirkan akan merusak lingkungan sekitar. Oleh karenanya, pemerintah daerah mengambil satu kebijakan untuk membangun bangunan “Waste Water Treatment” sebagai salah satu sarana untuk mengolah limbah cair yaitu berupa kotoran tinja yang dihasilkan oleh bangunan-bangunan tersebut. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan permasalahan limbah terutama limbah kotoran tinja ini bisa teratasi. Didalam membangun bangunan “Waste Water Treatment” banyak hal yang harus dipertimbangkan, diantaranya desain arsitek dan desain struktur. Desain struktur bangunan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga bisa berfungsi secara optimal, efisien dan mampu bertahan lama sesuai dengan umur bangunan yang telah direncanakan. Dalam kesempatan ini, penulis akan mencoba untuk membuat satu perancangan bangunan “Waste Water Treatment” yang berfungsi untuk mengolah limbah cair berupa kotoran tinja, dengan cara membuat pendekatan-pendekatan berdasarkan data-data yang
BAB I, PENDAHULUAN
I-2
diperoleh di daerah setempat sehingga bisa ditentukan suatu perhitungan struktur yang akurat dan tahan lama.
1.2
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah merancang struktur bangunan baja dan beton bertulang untuk bangunan “Waste Water Treatment” yang berlokasi di Samarinda – Kalimantan, sehingga mendapatkan satu ukuran dan jumlah struktur yang optimal dan aman untuk menerima beban-beban yang diterima, sehingga tidak terjadi keborosan dalam penggunaan material dan mendapatkan suatau bangunan yang berkualitas dan tahan lama sesuai dengan yang direncanakan.
1.3
Batasan Masalah Ruang lingkup penulisan Tugas Akhir ini meliputi penjelasan dan perancangan, sebagai berikut : 1. Penjelasan singkat mengenai jenis-jenis Pengolahan Air Limbah sejenis dan karakteristiknya. 2.
Perancangan bangunan utama, terdiri dari dinding menerus berupa tanki (tank structure) dengan ketebalan antara 200 s/d 300 mm. Sebagai pendekatan bangunan tersebut dimodelkan sebagai struktur cangkang (shell structure), dimana diharapkan akan diperoleh dimensi yang cukup moderat. Analisa struktur menggunakan software SAP 2000.
BAB I, PENDAHULUAN
I-3
3. Perancangan Bangunan Atas (Upper Structure) berupa portal baja dengan pelat atap beton bertulang dan dimodelkan sebagai frame structure. Gayagaya hasil analisa struktur akan dibebankan ke bangunan utama. Analisa struktur menggunakan software SAP 2000. 4. Perancangan pondasi, berupa tiang pancang kayu dengan diameter 100 mm, dan kedalaman 8 m.
1.4
Metodologi Penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah : A. Pengumpulan Data Yaitu mendapatkan data langsung dari lapangan, berupa data-data yang sudah jadi seperti data pembebanan struktur, data tanah, gambar-gambar desain arsitek dan sebagainya. B. Metode Studi Literatur - Studi Perpustakaan - Studi Dokumentasi C. Diskusi dan Asistensi Yaitu mengadakan diskusi dengan pihak yang terlibat, serta pencarian data ataupun penjelasan yang berhubungan dengan tugas akhir ini.
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tugas Akhir ini, secara garis besar adalah sebagai berikut :
BAB I, PENDAHULUAN
BAB I
I-4
PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang dari pengambilan Tugas Akhir, maksud dan tujuan, ruang lingkup, metodelogi pengumpulan data dan sistematika penulisan dalam penyusunan Tugas Ahir ini.
BAB II
PENGETAHUAN DASAR“WASTE WATER TREATMENT”
Menguraikan tentang pengetahuan dasar mengenai jenis-jenis “waste water treatment” dan karakterisitiknya. Dan penjelasan lebih detail untuk “waste water treatment” tipe RBC (Rotation Biological Contactor), sehingga didalam proses perancangan struktur dapat dilakukan pendekatan-pendekatan yang lebih akurat.
BAB III
DASAR-DASAR TEORI PERANCANGAN STRUKTUR“WASTE WATER TREATMENT” DAN PERANCANGAN PONDASI
Menguraikan tentang dasar-dasar teori perancangan struktur beton betulang, baja dan dasar-dasar perancangan desain pondasi.
BAB IV
METODOLOGI
PERANCANGAN
STRUKTUR
BANGUNAN
ATAS, BANGUNAN UTAMA DAN PONDASI Menguraikan tentang konsep-konsep dan diagram alir proses perancangan struktur pondasi, bangunan utama dan bangunan atas
BAB I, PENDAHULUAN
BAB V
I-5
PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN ATAS, BANGUNAN UTAMA DAN PONDASI.
Menguraikan tentang analisa dan perhitungan struktur (dimensi struktur & tulangan), bangunan atas, bangunan utama dan pondasi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat kesimpulan dan saran-saran tentang hasil analisa yang telah dilakukan terhadap perhitungan struktur, bangunan atas, bangunan utama dan pondasi.
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 1
BAB II PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT “
2.1
Umum Setiap komunitas memproduksi baik limbah cair atu limbah padat. Porsi limbah
cair dari satu komunitas sangat tergantung pada masukan air setelah dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan / kegunaan tertentu. Pada umumnya sumber limbah cair berasal dari bangunan-bangunan perumahan, yayasan, bangunan komersial, industri dan lain-lain. Limbah cair yang tidak diolah akan mengakibatkan penumpukan material organik dan akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, juga mengandung beberapa bibit penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karenanya, sebelum dialirkan ke saluran umum, limbah cair ini harus di olah terlebih dahulu pada satu bangunan pengolah limbah atau “Waste Water Treatment”, sedemikian rupa sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Bangunan “Waste Water Treatment” terdiri dari berbagai macam jenis, mengingat jika ditinjau dari cara pengolahannya dapat dilakukan baik dengan proses fisik, proses kimia maupun proses biologi. Dan didalam ketiga proses ini masih dibagi lagi menjadi berbagai macam proses tergantung jenis dan karakterisitik limbah cair yang akan diolah. Akan tetapi, didalam penulisan Tugas Akhir ini akan lebih dibahas untuk pengolahan limbah cair berupa kotoran tinja dengan proses biologi. Proses pengolahan limbah cair berupa kotoran tinja dengan proses biologi ini pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kadar BOD dan meningkatkan kadar DO,
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 2
dalam air limbah dengan bantuan 2 jenis bakteri sehingga air menjadi layak untuk dialirkan kesaluran umum. Kedua jenis bakteri yang dimaksud diatas, yaitu: 1. Bakteri Aerob Yaitu bakteri yang menggunakan oksigen terlarut untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Bakteri jenis ini lebih bisa digunakan untuk jenis pengolahan air limbah yang bergerak seperti (RBC, Trickling filter). 2. Bakteri An-aerob Yaitu bakteri yang tidak menggunakan oksigen terlarut untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Bakteri jenis ini lebih bisa digunakan untuk jenis pengolahan air limbah yang tidak bergerak seperti septic tank. Yang dimaksud dengan BOD adalah “Biochemical Oxygen Demand” atau kebutuhan oksigen biokimia yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar. Sedangkan yang dimaksud dengan DO adalah “Dissolved Oxygen” atau oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 3
ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob. Selanjutnya salah satu jenis pengolahan limbah cair dengan proses biologi yang akan dibahas disini adalah “Aerobic Attached Growth Treatment Processes”, meliputi : “Trickling Filters, Roughing Filters, Rotating Bilogical Contactors & Packed Bed Reactors”. 2.2 Trickling Filters Proses Pengolahan ini pertamakali dioperasikan di Inggris pada tahun 1893. Konsep dari Trickling filter ini berawal dari penggunaan bak saringan kedap air yang diisi dengan pecahan-pecahan batu. Dalam pengoperasiannya, lapisan penyaring diisi dengan air limbah dari atas dan diizinkan untuk menyentuh media untuk jangka waktu singkat. Media kemudian ditiriskan dan diizinkan untuk istirahat sebelum siklus ini berulang-ulang. Siklus ini memerlukan 12 hari (6 jam untuk operasi dan 6 jam istirahat). Modern trickling filter terdiri dari media yang sangat berpori dimana terdapat mikro organisme melalui air limbah yang tersaring.
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 4
Media penyaring biasanya terdiri dari batu, dalam berbagai ukuran diameter 25-100 mm (1-4 inchi). Kedalaman batu bervariasi dengan desain tertentu, tetapi biasanya antara 0,9-2,5 m (3-8 ft) dan rata-rata 1,5 m (6 ft). Trickling filter dengan menggunakan media plastik, adalah inovasi yang lebih baru, yang telah dibangun dalam bentuk persegi dan bentuk lainnya dengan variasi kedalaman 9-12 m (30-40 ft). Lapisan batu penyaring biasanya selalu berputar, dan limbah cair akan didistribusikan melalui bagian atas lapisan batuan oleh rotary distributor. Penyaring dibangun dengan sistem saluran untuk mengumpulkan air limbah yang diolah dan zat biologi padat yang telah di pisahkan dari media. Sistem saluran ini sangat penting baik sebagai unit pengumpul dan menyerap struktur melalui udara yang dapat didistribusikan. Cairan yang dikumpulkan diteruskan ke tanki pengendap dimana zat-zat padat telah dipisahkan dari air limbah. Bahan organik yang ada dalam air limbah, dinetralisir oleh mikro organisme ynag terdapat pada media penyaring. Bahan organik dari cairan diserap ke dalam lapisan biologi atau lapisan lumpur. Di luar bagian lapisan biologi kadar bahan organik yang diturunkan oleh bakteri aerob. Ketika mikro organisme tumbuh, ketebalan dari lapisan lumpur bertambah dan oksigen yang disebarkan dikonsumsi sebelum dapat menembus seluruh lapisan lumpur. Dengan demikian membuat lingkungan bakteri anaerob di dekat permukaan media. Ketika ketebalan lapisan lumpur meningkat, material organik yang diserap diproses menjadi energi sebelum mencapai mikro organisme di dekat permukaan media. Sebagai hasil yang tidak tersedia sebagai sumber eksternal organik untuk sel karbon, mikro organisme di dekat permukaan
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 5
memasuki tahap pertumbuhan dan kehilangan kemampuan untuk melekat pada permukaan media. Kemudian cairan membersihkan lumpur pada media dan lapisan Lumpur yang baru mulai tumbuh. Fenomena kehilangan lapisan lumpur ini disebut sloughing dan ini merupakan fungsi muatan utama organik dan hidrolik pada saringan.
Gambar 2.1, Diagram Trickling Filter
Gambar 2.2, Bangunan Trickling Filter
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 6
2.3 Roughing Filters Pada dasarnya fungsi dari Roughing Filter ini adalah untuk memisahkan zat padat atau muatan organik dalam air. Secara fisik bangunan pengolah limbah ini berupa bak-bak pengendap awal sampai akhir sehingga didapatkan air yang sudah terbebas dari muatan organik dan zat padat.
Gambar 2.3, Konsep Bangunan Roughing Filter
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 7
2.4 Rotating Bilogical Contactor Yaitu suatu pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem pengurangan beban organik (BOD) yang terdapat didalam air limbah dengan mengalirkan ke satu piringan yang terdapat bakteri melekat pada Polyethylene BioMedia. Air limbah berupa kotoran tinja dialirkan dengan mesin pompa dari bak penampung satu ke bak penampung dua dan seterusnya melalui mesin Rotor.
Gambar 2.4, Skema Bangunan RBC
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 8
2.5 Packed-Bed Reactor Pada prinsipnya pengolahan limbah dengan system ini bertujuan sama dengan system pengolahan dengan ke tiga system yang sudah dijelaskan diatas, yaitu untuk mengurangi kadar BOD dalam air. Bak penampungan dibuat sedemikian rupa sehingga bakteri bisa tumbuh dan berkembang. Air limbah di alirkan melalui sistem saluran yang berada pada sisi bawah bak penampung. Udara atau oxygen murni sangat dibutuhkan dalam proses ini. Berikut adalah beberapa photo proses pembuatan bangunan pengolah limbah dengan tipe “Packed Bed Reactor”.
Gambar 2.5, Photo-1 Bangunan “Packed Bed Reactor”
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
Gambar 2.6, Photo-2, Bangunan “Packed Bed Reactor”
Gambar 2.7, Photo-3 Bangunan “Packed Bed Reactor”
II - 9
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 10
Gambar 2.8, Photo-4, Bangunan “Packed Bed Reactor” Dari berbagai jenis proses diatas, akan dibahas secara lebih detail yaitu proses pengolahan limbah cair dengan proses biologi, tipe “Rotating Bilogical Contactors” (RBC).Bangunan RBC ini terdiri dari satu rangkaian piringan dari bahan Polystherene atau Polyninyl Chloride yang dipasang berdekatan. Sebagian piringan ini terendam dan berputar secara perlahan didalam cairan limbah. (lihat gambar 2.1). Kapasitas bak pada bangunan RBC pada Tugas Akhir ini adalah +/- 250 m3.
Gambar 2.9, (Rotating Biological Contactor)
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 11
Gambar 2.10, (Rotating Biological Contactor) 2.6 Penerapan Proses Rotating Biological Contactor (RBC) dapat digunakan dimana limbah di olah secara biologi. Proses RBC dapat digunakan dalam banyak modus pengolahan, untuk mengatasi derajat bervariasi dari karbon dan / atau oksigen yang bernitrogen sesuai dengan jumlah pengurangan yang di inginkan. Proses ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan proses daur ulang lumpur atau endapan. Kelebihan dari teknologi RBC juga termasuk waktu kontak yang lebih lama (8 sampai 10 kali lebih lama dari proses trickling filter), kualitas pengolahan lebih
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 12
tinggi jika di bandingkan dengan cara konvensional. Baik digunakan dalam skala kecil atau besar, proses RBC yang harus dirancang untuk bisa menghilangkan paling sedikit 85% dari kebutuhan BOD kotoran domestik. Proses RBC juga dapat dirancang untuk menghilangkan nitrogen amoniak (NH3-N). Selain itu, proses pengendapan dan pengolahan limbah dari, pengolah makanan, pabrik pulp dan kertas, dan industri lainnya dapat olah dengan proses RBC ini.
2.6.1
Pemilihan Proses
Pemilihan proses terhadap system yang paling dapat diterapkan, akan mempengaruhi tingkat konsistensi dan perawatan yang diperlukan, jenis limbah yang akan diolah, situs kendala, biaya operasi dan modal. Sebuah uji coba pada evaluasi RBC, bahwa dianjurkan untuk memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja RBC sebagai sumber informasi akurat untuk desain RBC. Pendekatan lain untuk menentukan kinerja RBC agar sesuai dengan yang diharapkan, yaitu berdasarkan hasil instalasi dengan skala penuh atau melalui dokumentasi uji coba pengujian dengan air limbah tertentu. Unit RBC dalam diameter kecil sesuai untuk menentukan system pengolahan limbah. Jika unit dengan diameter kecil ini dioperasikan untuk mendapatkan data desain, maka setiap tahap harus dimuat di dalam kemampuan mentransfer oksigen dari skala penuh, untuk meminimalkan masalah. Menaikkan skala dari unit kecil ke skala penuh secara langsung tidak mungkin, karena pengaruh suhu, kecepatan media pokok, dan faktor proses dari peralatan lain. Faktor utama dalam sistem RBC, sehingga menghasilkan kinerja secara optimal adalah:
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 13
1. Muatan harga organik dan hidrolik. 2. Pengaruh karakteristik limbah. 3. Suhu air limbah. 4. Bio film kontrol. 5. Tingkat oksigen terlarut. 6. Fleksibilitas didalam pengoperasian. 2.6.2
Waktu sebelum pengolahan
Bahan-bahan yang berkenaan dengan air limbah, tidak akan langsung diolah dengan sistem RBC. Bak pengendapan diharapkan mampu untuk mengangkat kerikil, reruntuhan, dan kelebihan minyak atau lemak, sebelum dilanjutkan ke proses RBC. Dalam beberapa kasus, ayakan (0.03-0.06 inci) dapat digunakan. Pemutaran dan pemecahan tidak cocok bila digunakan sebagai satu-satunya cara awal pengolahan di dalam unit RBC. Produksi sulfida harus dipertimbangkan didalam sistem desain. Fasilitas yang terpisah untuk menerima dan mengendalikan masukan air harus dipertimbangkan dimana potensi untuk sulfida atau peningkatan produksi organik dan muatan amonium nitrogen akan memiliki dampak signifikan pada sistem RBC.
2.7 Dasar-dasar pembuatan desain RBC 2.7.1
Unit perekat
Muatan organik adalah parameter desain utama untuk proses RBC. Hal ini umumnya dinyatakan sebagai muatan organik yang memuat per unit area permukaan media
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 14
dan per unit waktu, atau unit dalam satuan pon BOD5 per-seribu meter persegi, setiap hari. Limbah air di atas suhu 55 derajat F, minimal telah mempengaruhi organik dan mengakibatkan harga nitrifikasi. Namun, di bawah 55 derajat F, produsen akan dihubungi oleh desainer untuk mendapatkan berbagai faktor koreksi yang harus dimanfaatkan untuk menentukan tambahan media yang diperlukan pada daerah permukaan. Parameter-parameter yang harus dimanfaatkan dalam penentuan desain muatan pada sistem RBC : Desain dan aliran air utama konstituen Total yang masuk konsentrasi BOD5; Soluable yang masuk konsentrasi BOD5; Persentase dari total larut dan BOD5 yang akan dihilangkan Suhu air limbah Tembusan primer oksigen terlarut Media pengaturan, jumlah tahapan dan permukaan bidang media dalam setiap tahap Kecepatan media putar. Retensi waktu dalam tangki RBC. Influent yang larut di dalam RBC ke BOD5. Sistem termasuk di SBOD dari tanaman-anakan sungai, tempat-tempat pembuangan sampah, dll. Pengaruh konsentrasi hidrogen sulfide. Muatan BOD5 max/BOD5 rata-rata.; TKN max / TKN rata-rata.
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 15
Selain parameter di atas, angka untuk memuat nitrifikasi akan tergantung pada konsentrasi DO yang masuk, aliran masuk dan konsentrasi amonium nitrogen Total Kjeldahl Nitrogen (TKN), variasi beban, pH dan alkalinity, dan konsentrasi amoniak yang diijinkan di dalam nitrogen. Setelah larut, BOD5 memuat parameter penting dalam rancangan unit RBC dan harus diverifikasi oleh contoh aliran yang masuk bila memungkinkan.
2.7.2 a.
Harga yang dimuat
ketika puncak arus rasio rata-rata adalah 2,5 1,0 atau kurang, maka rata-rata kondisi dapat dipertimbangkan untuk tujuan desain. Untuk aliran rasio yang lebih tinggi, aliran pemerataan harus dipertimbangkan.
b.
muatan organik untuk tahap pertama, standar kepadatan media harus dalam kisaran antara 3,5 ke 6,0 pon total BOD5 ribu per feet persegi per hari atau 1,5 menjadi 2,5 pon larut BOD5 ribu per feet persegi per hari. Tahap pertama muatan organik di atas 6 pound atau BOD5 total 2,5 pon larut BOD5 seribu per feet persegi per hari akan meningkatkan kemungkinan pengembangan masalah seperti kelebihan ketebalan biofilm, dari kehabisan oksigen, gangguan organisme dan keburukan dari proses kinerja. Masalah struktural yang paling penting adalah waktu dari RBC batang (s).
c.
Untuk kondisi rata-rata, desain yang dimuat harus tidak melebihi 2,5 pon feet larut BOD5/1000 persegi dari standar media permukaan per hari pada tahap pertama batang (s) dari setiap perawatan. Secara berkala, tinggi muatan organik
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 16
mungkin memerlukan tambahan Aerasi dalam tahap pertama. Tinggi kepadatan media tidak boleh digunakan untuk tahap pertama RBC. d.
Untuk kondisi puncak, desain yang dimuat harus tidak melebihi 2,0 pon feet larut BOD5/1000 per feet persegi per hari persegi untuk pertama media kepadatan tinggi batang (s) setelah tahap pertama atau tahap kedua dalam perawatan.
e.
Untuk kondisi rata-rata, keseluruhan sistem yang dimuat harus tidak melebihi 0,6 pon larut BOD5/1000 feet persegi media. Larutan ini memuat BOD5 untuk menentukan jumlah tahap yang diperlukan.
2.7.3 a.
Pementasan Unit
Tahapan dari media RBC menganjurkan untuk memaksimalkan BOD dan amonium nitrogen (NH3-N). Dalam perlakuan aplikasi skunder, Rotating Biological Contactors harus dirancang dengan minimal tiga tahapan per arus jalan. Untuk kombinasi BOD5 dan pemindahan NH3-N, minimal empat tahap dianjurkan per arus jalan. Untuk instalasi kecil, beberapa tahapan yang dapat diterima pada satu batang jika interstage baffles terpasang dalam tangki dan memperkenankan aliran paralel ke batang. Apabila beberapa proses bekerja dengan tiga tahap atau lebih berturut-turut; aliran jalan lurus harus diperkenankan ke tahap berikutnya dan limbah harus didistribusikan merata di seluruh permukaan dari RBC.
b.
Muatan organik harus didefinisikan secara akurat oleh contoh aliran masuk bila memungkinkan. Untuk fasilitas yang ada yang dapat diperluas dan atau
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 17
direhabilitasi, tidak dapat diterima hanya untuk menghitung beban yang diharapkan. Arus dan contoh beban harus dilakukan untuk membuktikan beban yang umumnya dengan dasar contoh komposit setelah klarifikasi. Untuk memperkirakan kualitas pada berbagai muatan, pemasukan udara dan sungaike-rasio larutan total BOD5 dapat diasumsikan 0,5. c.
Sebuah alternatif metode memperkirakan organik mengakibatkan larut dalam interstage, diubah dan disesuaikan oleh EJ Opatken, pengajaran persamaan reaksi yang menempati urutan kedua. Persamaan yang dapat digunakan untuk desain RBC selama bulan-bulan musim panas, namun factor suhu koreksi harus digunakan pada bulan-bulan musim dingin. Limbah air di bawah 15oC, penurunan pemutaran suhu batang dan meningkatkan timbulnya masalah dengan hasil biomas sloughing yang kurang. Persamaan ini adalah sebagai berikut: Cn = -1 + [akar kuadrat (1 + 4kt (Cn -1)] / 2Kt dimana: Cn
= adalah konsentrasi organik larut dalam tahap nth (mg / l);
k
= adalah urutan kedua-reaksi konstan dari 0,083 (l / mg / jam)
t
= adalah rata-rata waktu tinggal hidrolik dalam tahap nth (jam)
Cn-1 = adalah konsentrasi larut organik memasuki tahap kesembilan (mg/l). Seorang desainer harus menyadari bahwa persamaan ini akan digunakan hanya bila diperlukan, dan yang tersedia di dalam literature RBC mungkin ada sejumlah persamaan yang berlaku.
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
2.7.4
II - 18
Desain Faktor Keamanan
Konsentrasi amonium nitrogen dari proses RBC yang dirancang untuk nitrifikasi dipengaruhi oleh variasi beban sepanjang hari. Melakukan evaluasi terhadap pemerataan terhadap tambahan permukaan media RBC diperlukan bila secara konsisten amonium nitrogen yang dibutuhkan dalam tingkat rendah untuk memenuhi keterbatasan dari aliran. Jika pemerataan aliran tidak diberikan maka mungkin perlu untuk meningkatkan desain permukaan daerah yang proporsional terhadap harga amoniak nitrogen.
2.7.5
Klarifikasi Sekunder
Konsentrasi zat yang diendapkan merupakan tahap terakhir dari sebuah sistem RBC dimana perlakuan limbah kota pada umumnya kurang dari 200 mg / l. Untuk mencapai standar kualitas sungai sekunder, klarifier sekunder harus digunakan dalam hubungannya dengan RBC. Permukaan tumpah menilai umumnya, tidak boleh melebihi 800 galon per hari per feet persegi untuk klarifier sekunder. Pertimbangan dapat diberikan untuk meliput klarifier untuk meningkatkan efisiensi.
2.8 Pertimbangan desain 2.8.1 Lampiran a.
Suhu air limbah mempengaruhi kinerja RBC. Sepanjang tahun operasi pada iklim dingin memerlukan RBC yang ditutupi untuk melindungi pertumbuhan biologi dari suhu pembekuan yang berlebihan dan untuk menghindari hilangnya
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 19
panas dari udara. Untuk mencegah panas berlebihan selama musim panas, maka ventilasi yang benar sekaligus insulasi harus terjamin. b.
Semua konstruksi harus tahan lama dan tahan terhadap korosi. Didalam semua desain RBC, akses yang nyaman ke setiap bearings, shafts, media, atau peralatan mekanis harus disediakan untuk pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan atau penggantian. Desain tata letak RBC harus mempertimbangkan ukuran, jangkauan dan aksesibilitas dari batang cranes untuk pemindahan.
d.
Jika RBC dipasang pada bangunan; jendela, mekanisme louver dan atau pintu harus dipasang untuk memberikan ventilasi. Untuk meminimalkan kondensasi pada dinding dan plafond, bangunan harus dikontrol terhadap kelembaban, air panas dan atau secara insulasi yang memadai Struktur harus dirancang sehingga mudah di lepas untuk meminimalkan biaya.
e.
Peralatan Elektrikal dan kontrol harus mematuhi Kode Listrik Nasional untuk Kelas I, Grup C dan D, Divisi lokasi 1. Peralatan, pencahayaan, dan kontrol untuk menyediakan akses yang aman dan nyaman untuk operasi dan pemeliharaan.
f.
Fasilitas penghisap udara harus disediakan untuk penyemprotan media, bak cuci dan peralatan lainnya. Air minum dapat digunakan tetapi harus di kontrol terhadap arus balik.
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
2.8.2 a.
II - 20
Fleksibilitas dan Pengendalian Aliran
Perawatan ganda harus dipertimbangkan dalam desain yang memadai untuk pertimbangan fleksibilitas dalam pengoperasian. Untuk fleksibilitas maksimum, setiap unit dapat memiliki baskom untuk pemeliharaan.
b.
Peralatan untuk mengontrol aliran harus disediakan pada setiap unit atau lajur aliran yang tepat untuk distribusi pemasukan udara. Solusi pemasangan kotak adalah pilihan untuk saluran panjang dengan kontrol pintu geser.
c.
Removable baffles diberikan pada semua tahapan.
d.
Kemampuan untuk langkah tahap (s) harus disediakan untuk mengurangi waktu.
e.
Sistem pengontrol mesin akan memiliki ketentuan untuk variabel kecepatan putaran dan kemampuan tambahan udara di tahap pertama dan kedua dari RBC. Sebuah pemutaran kontrol kecepatan 1.6 rpm diberikan sesuai dengan yang disertakan di dalam peralatan untuk mengurangi atau meningkatkan kecepatan. Seperti yang diperlukan untuk memperbaiki efisiensi perawatan energi dan mengurangi biaya. Sistem pengontrol mesin harus memiliki ketentuan untuk menyentuh arah putaran RBC dan udara tambahan untuk mempromosikan pengupasan biofilm.
f.
Penambahan bahan kimia, seperti hidrogen peroksida atau kaporit, harus dipertimbangkan untuk media dan atau buangan air untuk mempromosikan pengupasan biofilm dan meningkatkan transfer oksigen.
g.
Sistem pengendali akan disediakan dengan kemampuan tambahan udara. Kemampuan putaran dengan kecepatan 1,2 rpm harus disediakan. Udara akan diberikan untuk berbagai kecepatan sepanjang tahun dengan satu blower dari
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 21
layanan tambahan udara untuk abu media. Pada umumnya, persyaratan aliran udara yang diperlukan untuk memberikan kecepatan putaran dan udara tambahan untuk abu, adalah sekitar 400-600 cfm per batang. h.
Tambahan unit Aerasi diberikan dengan aliran udara positif dan kontrol meter untuk setiap batang.
i.
kemampuan daur ulang limbah air harus dipertimbangkan untuk kondisi buruk.
j.
Fasilitas kimia tambahan untuk mengikuti biodiscs, sebelum ke clarifiers, dapat dianggap untuk mendapatkan polimer.
2.8.3
Pemantauan
Pemantauan Oksigen terlarut atau “Dissolved Oxygen” (DO) diberikan pada tahap pertama. Pemantauan DO untuk tahapan lain yang harus dipertimbangkan. Sistem desain RBC yang akan memberikan positif untuk tingkat DO di semua tahapan. Dianjurkan bahwa dua tahap pertama mempertahankan setidaknya 2 mg / l oksigen terlarut.
2.8.4 a.
Bak Kontaktor dan Saluran
Drain diberikan untuk setiap cekungan contactor. Satu sisi tabung dapat dimasukkan ke montior lumpur dengan baik.
b.
Kliring antara cekungan lantai dan bagian bawah media harus berputar dari 4 sampai 9 inci.
c.
Bak harus mempunyai kedalaman untuk perendaman minimal 40% dari total luas permukaan media setiap satu waktu.
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 22
d.
Volume cekungan untuk media permukaan di daerah harus 0,12 feet persegi.
e.
Saluran Aerasi atau konfigurasi saluran harus disediakan untuk penggosokan kecepatan.
f.
Dinding lereng bagian samping dari cekungan biodisc adalah penting untuk mencegah lumpur / zat akumulasi.
2.9 Pertimbangan peralatan 1. Shafts a. panjang shafts RBC saat ini terbatas pada sekitar 27 kaki. a. Shafts harus berupa baja dan ditutupi dengan lapisan pelindung yang sesuai untuk kondisi lembab dan korosif. Media shafts akan dirancang untuk beban dan siklus kelelahan. c. Insinyur harus menggunakan standar pabrikan yang memadai untuk memberikan jaminan bahwa batang (s), bearings, dan media mendukung struktur dilindungi dari kegagalan struktural untuk. Standar pabrikan RBC unit yang akan menjamin batang (s) selama 5 tahun. d. Struktural desain harus sesuai berdasarkan kategori AWS stress dan belokan diubah seperti yang diperlukan untuk memperhitungkan kondisi yang korosif. e. Insinyur akan menentukan beban bearing kapasitas untuk setiap batang dan
mempertimbangkan
maksimum
diantisipasi
biofilm
pertumbuhan dan mencakup margin keselamatan yang memadai.
untuk
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 23
2. Media a. Media bahan akan diproduksi khusus dengan bahan tahan lama dan cocok untuk memutar proses biologi kontraktor. Media akan tahan terhadap kehancuran, ultraungu, degradasi, erosi, penuaan, semua asam umum, alkalies, kompleks organik, jamur, dan serangan biologi. b. Media dengan kepadatan tinggi tidak akan digunakan pada tahap pertama atau dua baris dari shafts dari perawatan kereta api untuk tujuan pemindahan tujuan. c. Media harus siap untuk gelombang yang keras dan jarak. Diameter media tidak boleh melebihi 12 kaki. Standar kepadatan media dianggap sebagai media dengan permukaan luas 100.000 ke 120.000 kaki persegi dan kepadatan tinggi media dianggap 150.000 kaki persegi atau lebih. d. Produsen media RBC yang akan menjamin media selama 5 tahun. e. Semua media plastik harus didukung secara memadai. f. Air gelas terpasang di sekitar luar perimeter media di udara akan didorong unit di kedalaman 6 inci. 3. Sistem Media a. RBC unit di jalankan secara mekanik dan akan mempunyai tingkat efisiensi kendaraan motor dan peralatan yang akan mencakup kemampuan variabel kecepatan. Motor listrik yang digunakan untuk kendaraan mekanis RBC adalah 5 atau 7,5 hp tergantung kebutuhan energi yang sebenarnya. Sebenarnya persyaratan untuk energi mekanis untuk mendorong unit RBC harus dalam rentang dari 1,05 kw / batang ke 3,76
BAB II, PENGETAHUAN DASAR “WASTE WATER TREATMENT”
II - 24
kw / batang. Untuk mengevaluasi persyaratan yang sebenarnya untuk energi mekanis yang didorong unit, engineer harus mempertimbangkan pengaruh efisiensi berkendara, tebal biofilm, media kawasan permukaan, suhu, kecepatan dan pemutaran. b. Air RBC unit harus memiliki efisiensi tinggi, motor blower dan sistem variabel persyaratan aliran udara untuk pemutaran kecepatan. Energi persyaratan yang spesifik untuk udara didorong unit hanya dapat ditentukan pada kasus-kasus dasar oleh dan tidak dapat diukur secara langsung. Untuk tujuan komparatif, sebuah pendekatan dapat dibuat dengan membagi blower KW dengan jumlah didorong shafts. Sebenarnya energi persyaratan harus dalam kisaran 3,8 kw / batang untuk 8,3 kw / batang. Untuk mengevaluasi persyaratan energi untuk udara yang didorong unit, engineer harus mempertimbangkan kecepatan yang dikehendaki pemutaran, aliran udara, pipanisasi konfigurasi, dan blower efisiensi. c. Energi perkiraan digunakan untuk perencanaan dan desain harus diantisipasi beroperasi berdasarkan kondisi umum daripada energi data yang disediakan oleh pabrik pembuat peralatan yang saat ini mungkin tidak mencerminkan sebenarnya atau bidang penggunaan energi. Jika produsen energi atau menjamin serupa penggunaan energi projected dianggap, maka prosedur pengujian dan kalibrasi peralatan harus dimasukkan dalam spesifikasi.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 1
BAB III DASAR-DASAR TEORI PERANCANGAN STRUKTUR “WASTE WATER TREATMENT “ DAN PERANCANGAN PONDASI 3.1
Bangunan Atas (Upper Structure) Suatu sistem beton bertulang acap kali memperbolehkan perancang untuk memadukan fungsi arsitektur dengan fungsi struktur. Dan juga kombinasi penggunaan material antara beton dan baja. Beton mempunyai keunggulan bahwa penempatannya dilakukan pada keadaan cair dan mendapatkan bentuk dan tekstur yang diinginkan melalui perancah dan teknik penyempurnaan. Hal ini menyebabkan elemen yang dapat berupa pelat datar atau tipe lantai lainnya tersebut dapat bertindak sebagai penahan beban sekaligus permukaan jadi dari lantai dan langitlangit. Hal yang sama dapat pula ditunjukkan oleh beton bertulang yang menarik secara arsitektural dan sekaligus mempunyai kemampuan menahan berat sendiri, angin atau gempa. Akhirnya dengan menggunakan beton bertulang, pilihan terhadap ukuran dan bentuk dapat ditentukan oleh perancang dan bukan oleh ketersediaan ukuran dan bentuk baku dari pabrik. Dalam menganalisa dan mendasain struktur perlu diterapkan kriteria yang dapat digunakan sebagai ukuran maupun untuk menentukan apakah struktur tersebut dapat diterima untuk penggunaan yang diinginkan atau maksud desain tertentu. Kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan dalam analisis dan desain struktur diantaranya, yaitu :
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 2
1. Kemampuan layan (Serviceability). Struktur harus mampu memikul beban rancang serta aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah yang di ijinkan. Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan yang digunakan, taraf tegangan pada setruktur dapat ditentukan pada taraf yang dipandang masih dapat diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria kekuatan dan merupakan dasar yang sangat penting. Defleksi atau deformasi besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, tetapi hal ini tidak selalu demikian. Deformasi dikontrol oleh kekuatan struktur dan kekakuan sangat bergantung pada jenis, besar dan distribusi bahan pada struktur. 2. Efisiensi. Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran yang sering digunakan adalah banyak material yang diperlukan untuk memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang ditentukan. 3. Konstruksi Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan elemen-elemen struktural akan efisiensi apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit. Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu : a. Keamanan Struktur harus aman dan kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja padanya seperti beban mati, hidup, angin dan gempa.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 3
b. Kekakuan Dalam perencanaan suatu bangunan beton perlu diperhitungkan kekakuannya agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa serta aman dari factor tekuk. c. Stabilitas Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilan terhadap momenmomen yang bekerja padanya seperti momen geser dan gaya up lift. 3.1.1
Pelat Pelat adalah struktur planar kaku yang secara khas terbuat dari material
monolit yang tingginya kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Pelat dapat dianalisis sebagai grid-grid menerus. Akan tetapi, kita akan mendapat manfaat lebih banyak apabila kita meninjau pelat dengan memperhatikan bagaimana berbagai jenis pelat memberikan momen dan gaya geser internal yang mengimbangi momen dan gaya geser eksternal. Beban yang umum bekerja pada pelat mempunyai sifat banyak arah dan tersebar. Sejak digunakannya beton bertulang modern untuk pelat, hampir semua bangunan gedung menggunakan material ini sebagai elemen pelat karena beton bertulang merupakan material yang dapat memberikan kemungkinan dalam desain. Beton bertulang yang dicor ditempat adalah material yang sangat berguna untuk membuat pelat karena banyak alasan. Beton misalnya selalu dapat dibuat 2 arah apabila diberi tulangan dengan benar. Pelat dapat ditumpu diseluruh tepinya, atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom-kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik. Kondisi tumpuan dapat sederhana atau jepit. Adanya
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 4
kemungkinan variasi kondisi tumpuan menyebabkan pelat dapat digunakan untuk berbagai keadaan. Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-sayarat tumpuan pada tepi. Syarat yang harus dipenuhi tidak hanya kekuatan tapi juga kekakuannya.Pelat selain sebagai penahan beban berlaku juga sebagai bagian pengaku lateral struktur. Gaya dalam yang dominan adalah momen lentur, sehingga perancangan tulangannya relatif sederhana. Syarat-syarat yang menentukan tebal minimum pelat (SK-SNI T-15-199103), sebagai berikut :
Rumus 1
fy ln 0.8 + 1500 …………………………………….(3.1) h= 36 + 9 β
Rumus 2
fy ln x 0.8 1500 ……………………...(3.2) h≤ 1 36 + 5β αm − 0.121 + β
Rumus 3 fy ln 0.8 + 1500 ……………………………………(3.3) h= 36
Dimana :
Ln
: panjang bentang bersih pelat setelah dikurangi tebal balok (cm)
fy
: tegangan leleh baja untuk pelat
h
: tebal pelat
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
σm
:
n
: jumlah tepi pelat
β
: Ln memanjang (cm) / Ln melintang (cm)
III - 5
koefisien jepit pelat
Atau dengan mengacu pada persyaratan sebagai berikut :
αm ≤ 2.0 ……..hmin = 15 cm………………………………. (3.4) Selain itu pada Sk. SNI T – 15 – 1991 – 03 pasal 3.6.6 mengijinkan untuk menentukan distribusi gaya dengan menggunakan koefisien momen yang dapat dilakukan dengan mudah. Koefisien momen-momen yang ditetapkan dalam SK. SNI T – 15 – 1991 – 03, akan dirangkum sebagai berikut :
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 6
Setelah menentukan syarat-syarat batas, bentang dan tebal pelat kemudian beban-beban dapat dihitung. Dalam SK. SNI T 15 – 1991 – 03 pasal 3.2.2 untuk pelat yang sederhana berlaku rumus : Wu = 1,2 WD + 1,6 WL………………………………………….. (3.5) Menurut peraturan SK. SNI T – 15 – 1191 – 03 tabel 3.2.5 (b), batas lendutan maximum adalah : L/ 480 bentang………………………………………(3.6) Lendutan yang terjadi akibat beban merata (Timoshenko dkk, 1998) adalah :
δ=
D=
αxWuxB 4 D
………………………………………(3.7)
EcxH 3 ……………………………………. (3.8) 12( 1 − µ 2 )
Dimana : δ
: lendutan yang terjadi (cm)
ά
: koefisien lendutan (0.00407)
Wu
: beban ultimate (kg/cm2)
µ
: nilai poison rasio (0.2)
D
: momen akibat lentur untuk pelat (kg. cm)
Ec
: modulus elastisitas beton
h
: tebal pelat
b
: lebar pelat
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
3.1.2
III - 7
Bahan baja untuk konstruksi
Baja konstruksi merupakan alloy steel (baja paduan), pada umumnya mengandung lebih dari 98% besi dan biasanya kurang dari 1% karbon.. Baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya seperti silicon, magnesium, tembaga dengan berbagai komposisi sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan. Struktur baja pada mulanya digunakan untuk struktur jembatan Eads di St. Louis Missouri yang mulai dibangun pada tahun 1868 dan selesai pada tahun 1874. Baja struktural merupakan produk pabrik baja yang tersedia dalam berbagai mutu ukuran dan bentuk, beberapa jenis produk tipikal yang umum digunakan [19]:
PROFIL SAYAP LEBAR
PROFIL T
PROFIL SIKU
PROFIL KANAL KAIT
PROFIL KANAL (C)
PROFIL PIPA
Gambar 3.1, Produk Tipikal Baja Struktur baja digunakan dalam berbagai konstruksi bangunan, baik konstruksi yang didesain secara khusus maupun bangunan standar / sederhana. Beberapa struktur baja yang umum seperti struktur rangka, struktur selaput (shell) dan struktur gantung (suspension).
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 8
Contoh geometri tipikal struktur baja, antara lain dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut :
a) Struktur rangka pada bangunan industri
b) Struktur rangka pada jembatan pelengkung baja (Gambar 3.2), Tipikal Geometri Struktur Baja 3.1.3
Sifat Mekanis Material Baja
Sifat mekanis bangunan baja didapat dari uji tarik. Unji melibatkan pembebanan terik dari contoh material baja dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga diperoleh kurva hubungan tegangan dan regangan (Gambar 3.3). Diagaram tersebut memperlihatkan bahwa contoh yang dibebani sampai putus. Mula-mula terjadi hubungan linier antara tegangan dan regangan (daerah elastis / linier). Ketika beban terus bertambah, hubungan tegangan-tegangan menjadi tidak linier (limit proporsional) (Gambar 3.4). Baja akan tetap elastis (bila
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 9
beban dihilangkan akan kembali ke panjang / kondisi semula) apabila tegangannya tidak melampaui harga diatas limit proporsional. Hal ini disebut limit elastis. Limit elastis dan limit proporsional memiliki harga yang sangat mendekati sehingga sering dianggap sama. Apabila beban ditambah maka akan tercapai suatu titik dimana regangan akan terus bertambah namun tegangannya tetap. Tegangan pada saat ini disebut dengan tegangan leleh. (σ1). Bagian kurva mulai dari titik awal sampai dengan limit proporsional disebut selang elastisitas. Setelah itu baja akan masuk ke dalam selang plastis, yaitu pada saat tegangannya sebesar tegangan leleh, regangannya akan terus bertambah samapi dengan titik tertentu. Pada saat baja telah memasuki strain hardening. Strain hardening atau penguatan regangan akan berakhir hingga tegangan tarik. Berikut diagram tegangan-regangan baja dari baja [18].
tegangan tarik gagal limit proportional
regangan (Gambar 3.3), Diagram Tegangan-Regangan Khas dari Baja
3.1.4
Tinjauan Desain Struktur Baja.
Dalam tinjauan desain, struktur harus direncanakan dapat memikul beban yang lebih besar dari perkiraan pembebanan normal. Dalam desain statis, tegangan leleh
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 10
pada elemen struktur disamakan dengan terjadinya kegagalan keruntuhan struktur. Tegangan baja secara actual tidak akan gagal. Dan tegangan leleh baja yang digunakan dalam analisa plastis tidak melebihi 150 MPa. Tegangan maksimum yang digunakan menurut SNI 03-1728-SNI2 untuk beberapa mutu baja adalah [2] :
Tabel 3.1 Nilai Tegangan Leleh dan Tegangan Dasar untuk Berbagai Mutu Baja
3.1.5
Desain Elemen Struktur Baja Metode LRFD (Load and Resistance Factor Design) 3.1.5.1 Desain Komponen Struktur Tarik Elemen batang tarik merupakan elemen struktur tyang memikul gaya aksial tarik yang bekerja tegak lurus pada penampang. Contoh-contoh elemen batang tarik dapat dijumpai pada banyak struktur. Bentk profil tipikal batang tarik misalnya, profil tunggal seperti : siku, kanal, bentuk T, H, I dll. Dan profil majemuk seperti: dobel siku, dobel kanal dll. Untuk syarat kekuatan elemen ini, komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor Nu, harus memenuhi [3]:
Nu < ¢ Nn……………………………………………………………………………….(3.9)
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 11
Keterangan :
Nu
= kuat
Nn
= kuat tarik nominal
tarik perlu
Kuat tarik nominal, ditentukan degan mengambil nilai terendah antara dua persamaan pada kondisi berikut [3]: a. Kondisi leleh pada seluruh penampang (bruto): ¢
= 0.9
Nn = Ag x fy
………………………………………………………………………………….(3.10)
b. Kondisi retakan pada penampang efektif ¢
= 0.75
Nu = Ac x fu
………………………………………………………………………………….(3.11)
Keterangan :
Ag = luas penampang bruto Ac = luas penampang efektif
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 12
3.1.5.2 Desain Komponen Struktur Tekan Suatu eleman struktur yang mengalami beban aksial tekan disebut balok kolom. Aksi ini dapat menimbulkan tekuk pada kolom. Dimana dapat dilihat seperti gambar berikut :
Gambar 3.4 Gaya Tekan pada Komponen Struktur Desain kekuatan batang tekan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut [2] :
Nu = ¢ n x Nn Keterangan :
Nu = kuat tekan perlu Nn = kuat tekan nominal komponen struktur. ¢ n = faktor reduksi kekuatan = 0.85 Daya dukung nominal komponen struktur tekan pada kondisi tekuk lentur di hitung sebagai berikut [2]:
Nn =Ag x fcr
………………………..(3.12)
.........………………….(3.13)
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 13
Keterangan :
Ag = luas penampang bruto fcr = tegangan kritis penampang fy
= tegangan leleh material
Nilai factor tekuk dihitung berdasarkan syarat-syarat berikut : a). Untuk λc ≤ 0.25 maka ω = 1,0 b). Untuk 0,25 < λc < 1.2 maka c). Untuk λc ≥ 1.2 maka ω = 1.25 λc2 Nilai angka kelangsingan dapat ditentukan berdasarkan [2] :
.………………(3.14) Keterangan :
Lk = panjang tekuk r
= jari-jari girasi
Perbandingan kelangsingan komponen struktur tekan juga harus memenuhi [2] : a. Kelangsingan elemen penampang untuk pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur : λf < λp ………………….(3.15)
b. Kelangsingan komponen struktur tekan .……………………….(3.16)
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 14
3.1.5.3 Desain Komponen Struktur Lentur dan Geser Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur, dimana balok memikula beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinal sehingga hal ini menyebabkan balok menjadi melentur. Apabila balok bertumpuan sederhana mengalami beban terpusat, balok itu akan melentur seperti dapat ditunjukkan pada gambar berikut dengan diagaram geser (Q) dan momen (M) :
Gambar 3.5 Diagram Momen dan Lintang Penampung Balok Baja yang di Bebani.
Momen rencana Mr harus memenuhi persyaratan berikut [2] :
Mr ≤ ¢ Mu Keterangan :
Mr = momen lentur perlu Mu = momen lentur nominal ¢
= factor reduksi kekuatan
…….………………………….(3.17)
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 15
Kelangsingan penampang balok lentur dapat ditentukan berdasarkan [2] : a) Pelat sayap berpenampang kompak ………………………..(3.18)
………………………..(3.18)
b) Pelat badan berpenampang kompak ………………………..(3.19)
………………………..(3.20) Untuk balok yang berpenampang kompak maka kuat lentur nominal penampang adalah [2] :
Mn = M p
……………………………..…(3.21)
Mp = fy x Z
………………………………..(3.22)
Dimana
Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang tidak terkekang secara lateral, Lb yaitu sebagai berikut [2] : a) Untuk bentang pendek dengan Lb ≤ Lp, kuat lentur nominal :
Mn = M p
………………………………..(3.23)
b) Untuk bentang menengah dengan Lp ≤ Lb ≤ Lt, kuat lentur nominal : …………..(3.24)
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 16
c) Untuk bentang panjang dengan Lr ≤ Lb, kuat lentur nominal pada profilI dan kanal ganda :
…(3.25)
Dimana [23] :
………………………..(3.26)
3.1.6
Beban-beban pada Struktur
Dalam melakukan analisis desain suatu struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Perencanaan bangunan konstruksi beton bertulang pada umunya berdasarkan pada keadaan batas atau ultimit. Analisis struktur dikerjakan untuk berbagai kombinasi pembebanan ultimit untuk mendapatkan gaya dalam desain berdasarkan keadaan ekstrim yang mungkin terjadi. 1. Beban Mati Beban mati adalah beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakter yang pasti. Berat sendiri struktur adalah beban mati, seperti misalnya penutup lantai, alat mekanis dan lain-lain. Semua metode untuk menghitung beban mati suatu elemen didasarkan atas peninjauan berat suatu material yang terlibat dan berdasarkan volume elemen tersebut.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 17
2. Beban Hidup Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban penggunaan (occupancy loads) disebut juga beban hidup, yang termasuk beban hidup adalah manusia, perabot, material yang disimpan dan sebagainya. Semua beban hidup mempunyai karakteristik dapat dipindah atau bergerak dan secara khas beban ini bekerja vertical ke bawah, tetapi kadang-kadang dapat berarah horizontal. 3. Beban Gempa Menurut peraturan SNI – 03 – 1726 – 2002, sub bab 4.1.1. standar ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur beton bertulang serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Akibat pengaruh Gempa rencana, struktur bangunan secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probalitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur bangunan 50 tahun. Menurut peraturan SNI – 03 – 1726 – 2202, sub bab 4.7.1, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah, dimana wilayah gempa I adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 18
Akan tetapi dalam penulisan Tugas Akhir ini, beban gempa tidak diperhitungkan mengingat bangunan “Waste Water Treatment” ini bukanlah bangunan bertingkat dan berlantai banyak.
3.1.7
Analisa Struktur
Bangunan beton bertulang dan baja merupakan kombinasi dari balok, kolom, pelat dan dinding yang dihubungkan antara satu sama lain untuk membentuk suatu kerangka monolitis. Setiap bagian harus mampu menahan gaya yang bekerja padanya. Oleh karena itu, penetuan gaya-gaya merupakan bagian yang penting dalam proses perencanaan. Analisis dimulai dengan menghitung seluruh beban yang dipikul oleh konstruksi, termasuk berat sendiri konstruksi. Selanjutnya parameter-parameter penampang seperti luas dan momen inersia dihitung. Gaya-gaya dapat dihitung dengan metode analisis struktur statis tidak tentu, baik secara manual maupun
software komputer. Dalam menganalisis struktur beton dan baja pada bangunan waste water treatment pada Tugas Akhir ini digunakan program komputer SAP 2000. Program ini dapat memberikan bantuan dalam analisis struktur yang melibatkan perhitungan matematis. Beban yang diterima struktur direncanakan sebagai pembebanan vertikal gravitasi. Pembebanan vertikal gravitasi terdiri dari beban mati dan beban hidup. Dengan menggunakan software SAP 2000ini analisis rangka struktur balok, kolom baik normal maupun perkakuan sudah otomatis menghitung sebagai beban mati,
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 19
sehingga beban vertikal hanya berasal dari pelat. Pemodelan pada struktur 3 dimensi dalam satuan ton dan meter dengan gaya gravitasi sebesar 9.81 m/det2. Kondisi untuk semua tumpuan pada struktur beton adalah jepit, sedangkan pada struktur baja adalah sendi.
3.2
Struktur Bawah (Lower Structure) 3.2.1
Umum Pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefinisikan suatu bagian
konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, merencanakan suatu pondasi pada bangunan beton harus diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri. Disamping itu untuk tanah lunak penggunaan pondasi tiang umumnya untuk menghindari penurunan melebihi batas yang diijinkan. Faktor utama yang menjadi bahan
pertimbangan
untuk
pemilihan
jenis
pondasi
adalah
dengan
mengkalkulasikan biaya dan keandalan dari pondasi yang akan disesain. Keandalan disini diartikan sebagai keyakinan dari ahli pondasi dimana rnacangan yang tertulis dalam dokumen desain akan memperoleh kondisi yang mendekati kondisi lapangan sehingga dapat memikul beban dengan suatu factor keamanan yang memadai. Pondasi tiang pada tanah lunak akan memberikan permasalahan sendiri yang cukup serius. Apabila tanah keras letaknya sangat dalam sehingga pemancangan atau pengeboran tiang sampai ke lapisan tanah keras sulit untuk dilakukan, maka digunakan jenis tiang friksi (friction pile) dimana daya dukungnya berdsarkan
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 20
lekatan atau gesekan antara permukaan tiang dengan tanah, gaya gesek yang timbul adalah gaya gesek positif yang terjadi disepanjang tiang. Untuk pondasi jenis point bearing pile, pada tanah lunak akan mengalami beban tambahan selain dari beban bangunan diatasnya, beban tambahan yang terjadi disebabkan gaya gesek negatif karena tanah lunak tersebut bergerak negatif kebawah (turun) terhadap tiang pondasi. Gerakan tanah ini karena adanya penurunan akibat diberi timbunan diatasnya atau penurunan permukaan air tanah. Pada kondisi ini bisa juga terjadi gesekan positif. Peralihan antara gesek negatif ke gaya positif dimana jumlah gaya dititik peralihan tersebut adalah nol disebut titik netral.
3.2.2
Karakteristik Tanah Lunak Tanah merupakan kumpulan bahan baku atau material yang dijumpai pada
permukaan bumi berupa kumpulan butir-butir yang menjadi serangkaian dan membentuk suatau lapisan. Tanah biasanya terbentuk dari butir-butir dan berbagai jenis material. Tanah juga didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (teikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara pertikelpartikel padat tersebut. Tanah dapat mempunyai sifat-sifat yang berbeda pada jarak yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tanah merupakan material yang heterogen, dan non linear. Sifat-sifat tanah ini sangat penting untuk dijadikan dasar dalam merancang suatu pondasi atau suatu bentuk rekayasa geoteknik yang lain. Tanah lunak adalah partiker-partikel butiran tanah yang sangat kecil dan
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 21
menunjukkan sifat-sifat plastisitas dan kohesi tanah. Plastisitas adalah kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan, perubahan isi dan terpecah-pecah. Sedangkan kohesi tanah merupakan sifat kelekatan butiran tanah satu sama lainnya. Dilapangan jenis tanah lunak dapat diketahui dengan sifat kondisi tanah mudah untuk diremas dengan jari. Pada umumnya tanah lunak memerlukan perbaikan tanah seperti pdan sebagainya. Tanah lunak mempunyai plastisitas yang tinggi, gaya geser yang kecil, kompresibilitas yang besar dan koefisien permeabiltias yang kecil. Pada tanah lunak umumnya terjadi konsolidasi dan penurunan (settlement), penurunan
yang
terjadi
bisa
merupakan
penurunan
akibat
konsolidasi
(consolidation settlement), relative dalam jangka waktu yang lama dan penurunan segera (immediate settlement), setelah tanah di beri beban. Tanah merupakan campuran dari partikel-partikel yang terdiri dari salah satu / seluruh jenis berikut :
Tabel 3.2, Braja batasan-batasan ukuran tanah (Braja M Das 1985)
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
3.2.3
III - 22
Gaya gesek Positif Gaya gesek positif sifatnya memberi daya dukung tambahan dan
mengurangi beban aksial pada tiang pondasi. Gaya gesek yang terjadi bisa sepanjang tiang maupun sebagaian tiang saja. Untuk pondasi tiang friksi (friction pile) gaya gesek pisitif terjadi di sepanjang tiang disebabkan letak tanah keras dalam sekali sehingga daya dukungnya didasarkan atas gesekan yang terjadi antara tanah lunak dengan permukaan tiang.
Zeevaert (1983), menerangkan bahwa tes tiang pondasi tunggal jenis tiang friksi (friction pile), dalam kondisi tanah yang impermeable, harga kekuatan geser yang berbeda-beda setiap lapisan dan kompresibilitas. Ketika podasi tiang diberi beban penuh, gaya gesek kulit (dalam hal ini gaya gesek positif) akan bekerja ke seluruh lapisan disepanjang tiang pondasi. Akibat pemancangan pondasi akan mengakibatkan kehilangan gaya geser. Gaya gesek positif disepanjang tiang tergantung dari kehilangan kekuatan geser tanah (loss of shear strength), semakin besar kehilangan gaya geser akan menyebabkan gaya gesek positif yang bekerja semakain kecil, begitu sebaliknya. Setelah proses pemancangan selesai akan timbul kekmbali kekuatan geser akibat konsolidasi tanah disekitar tiang pondasi karenan proses pembentukan kembali
(remoulding) struktur tanah. Pada saat bebean bekerja pada pondasi tiang friksi, tanah akan mendukung pondasi dengan gaya gesek positif. Pada saat bersamaan, akan menyebabkan meningkatnya tegangan vertikal di sekitar tiang pancang.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
3.2.4
III - 23
Gaya Gesek Negatif. Pada saat tiang pondasi tumpu (end bearing pile) ditempatkan pada tanah
yang terkonsolidasi, akan timbul gaya vertikal ke bawah pada tiangan akibat gerakan tanah ke bawah retalif terhadap tiang. Efek tambahan tiang ini disebut gaya gesek kulit negatif (negative skin friction). Banyak metode yang telah dikemukakan oleh para ahli dalam menentukan besarnya gaya gesek kulit negatif. Metode-metode yang telah dikemukakan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh pengambilan asumsi yang berbeda-beda mengenai kondisi tanah, letak titik netral dan pemilihan parameter-parameter tanah dalam menganalisa. Metode-metode ini ada yang hanya dapt diterapkan secara terbatas pada kasus tertentu, adapula yang dapat diterapkan secara luas dalam berbagai kasus perencanaan tiang pondasi. Sebagai ahli tanah dalam menganalisa gaya gesek kulit negatif menganggap tanah sebagai suatu material yang bersifat elastis – plastis, anggapan ini pertama kali dikemukakan oleh Terzaghi dan Peck (1967), Bowles (1968) dan kemudian diikuti oleh Takasashi (1968) dan Fellenius (1972). Cara lain untuk menganalisa gaya gesek kulit negatif adalah dengan menggunakan tegangan total dan tegangan efektif. Ada tiga kondisi yang akan menyebabkan terjadinya gaya gesek negatif pada tiang pondasi (Braja M Das, 1984), antara lain : 1.
Apabila timbunan tanah lempung berada diatas tanah granular, timbunan ini akan menyebabkan konsolidasi sehingga terjadi gaya tarik kebawah / gaya gesek negatif pada tiang pondasi.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
2.
III - 24
Apabila tanah granular terletak diatas tanah lempung lunak, hal ini juga akan menyebabkan terjadinya konsolidasi yang mengakibatkan gaya gesek negative.
3.
Turunnya permukaan air tanah yang akan menaikkan tegangan vertical efektif yang nyebabkan penurunan konsolidasi sehingga timbul gaya gesek negatif. Gaya gesek negatif sifatnya mengurangi daya dukung pondasi tiang dan
menambah beban aksial yang bekerja pada pondasi tiang serta pada akhirnya bisa menyebabkan kegagalan penurunan sehingga terjadi keretakan pada bangunan (Chellis, 1961).
3.2.5
Titik Netral Dalam analisa kulti negatif, letak titik netral harus diperhatikan. Titik netral
adalah suatu titik pada kedalaman tertentu, dimana pada titik itu akan terjadi peralihan dari gaya gesek kulti negative menjadi gaya gesek kulit positif. Pada titik netral ini gaya gesek kutlinya adalah nol dari perpindahan aksial dari tiang sama dengan perpindahan tanah di sekelilingnya. Letak titik netral sangat dipengaruhi oleh jenis tanah disekeliling tiang pondasi. Untuk tiang pondasi tumupu (end bearing pilr) yang dipancangkan pada lapisan tanah keras, lokasi titik netral akan dekat dengan ujung tiang. Gaya gesek kulit negatif ini akan terjadi sepanjang tiang pondasi. Untuk tiang yang dipancang pada lapisan pasir, lokasi titik netral akan berada diatas lapisan tanah keras. Bowlles (1982) mengemukakan titik netral pada urugan tanah tak berkohesi diatas tanah berkohesi yaitu :
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 25
………………………………………………(3.27)
Apabila tanah urugan tidak ada atau qo = 0, maka letak titik netralnya adalah :
. ..………………………………………………………………..(3.28)
Dimana :
3.2.6
γ
= berat volume tanah kohesif
L
= tinggi tanah kohesif
Ln
= tinggi titik netral dari permukaan
Faktor-faktor Penyebab Gaya Gesek Negatif pada Tanah Lunak Secara garis besar gaya gesek negatif bias disebabkan oleh beberapa hal
dibawah ini (Moretto, 1971), antara lain : 1.
Penurunan tanah lempung lunak terkonsolidasi normal akibat bertambahnya tegangan vertikal efektif yang disebabkan oleh penurunan muka tanah.
2.
Konsolidasi akibat pembentukan kembali (remoulded) lapisan tanah lunak yang terjadi karena pemadatan tanah disebabkan pemancangan kelompok tiang.
3.
Konsolidasi lapisan tanah lunak akibat timbunan yang diletakkan diatas
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 26
3.2.7 Karakteristik Pondasi Tiang Pancang Desain pondasi harus memadai keamanannya dengan baik. Perencanaan selalu dihadapkan pada pertanyaan mengenai factor-faktor yang membuat sebuah perencanaan ekonomis dan aman, sedangkan pada saat yang bersamaan menghadapi heterogenitas tanah alami di lapangan. Tiang pancang adalah bagianbagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton dan atau juga yang digunakan untuk meneruskan beban-beban permukaan ketingkat permukaan yang lebih rendah dalam massa tanah. Hal ini merupakan distribusi vertikal dari beban sepanjang poros tiang pancang atau pemakaian beban secara langsung terhadap lapisan yang lebih rendah melalui ujung tiang pancang. Ditribusi muatan vertikal di huat dengan menggunakan sebuah gesekan, atau tiang pancang “apung”, sedangkan pemakaian beban secara langsung dibuat oleh sebuah titik ujung atau tiang pancang “dukung ujung”. Perbedaan tiang pancang ini semata-mata hanya dari segi kemudahan karena semua tiang pancang berfungsi sebagai kombinasi tahanan samping dan dukungan ujung kecuali bila tiang pancang menembus tanah yang sangat lembek sampai kedasar padat. Pondasi tiang jenis ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan diantaranya :
Tiang pancang sering kali digunakan untuk mengontrol pergerakan tanah (seperti longsor tanah).
Pelaksanaan konstruksi tiang pancang yang menimbulkan suara bisisng dapat dikurangi dengan memancangkan tiang dengan menggunakan alat penggetar yang ditempelkan (diikatkan) dipuncak tiang.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 27
Memiliki gaya lekat (terhadap tanah) yang besar, terutama pada lapisan tanah lempung. Kapasitas tiang pancang pada tanah lempung lembek bertambah sering dengan waktu dan kekuatan tertinggi didapat kembali dalam waktu antara 1 sampai 3 bulan setelah proses pemancangan.
Konstruksi tiang pancang dapat dilaksanakan dengan cepat, kualitas bahan lebih terkontroldan dapat dilaksanakan atau dipancang pada daerah yang berair.
Dapat menahan gaya horizontal dengan cara memancangkan tiang secara diagonal / miring
Pemancangan pondasi dapat menyimpang dari lokasi yang telah ditentukan, hal ini akibat adanya lapisan batuan, batu besar, pemyembulan (heaving) ketika pemancangan dan faktor lainnya.
3.2.8
Efisiensi dan Daya Dukung Pada Kelompok Tiang Dalam menentukan daya dukung kelompok tiang tidak hanya meninjau daya
dukung sebuah tiang tunggal kemudian dikaliakn dengan banyknya tiang dalam kelompok, sebab daya dukung kelompok tiang belum tentu sama dengan daya dukung sebuah tiang tunggal dikalikan dengan jumlah tiang dalam kelompok. Pada kelompok tiang, jika jarak masing-masing pada tiang adalah cukup besar, maka daya dukung vertikal masing-masing tiang dapat dianggap sama besar dengan daya dukung sebuah tiang tuanggal. Tetapi bila jarak antara tiang-tiang mengecil sampai suatu batas tertentu, sekelompok tanah yang berada diantara tiang
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 28
akan naik karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan. Hal ini mengakibatkan daya dukungnya berkurang. Meskipun pada tiang yang berdiameter besar atau untuk beban-beban yang ringan sering digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul kolom atau beban struktur diatas, lazimnya beban kolom dari struktur atas dipikul oleh kelompok tiang. Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka wajar bila diperkirakan bahwa tekanan-tekanan tanah(gesekan selimut atau tahanan ujung) yang dikembangkan dalam tanah sebagai daya dukung tiang akan saling overlapping. Deangan terjadinya overlapping tersebut, akan mengakibatkan pergeseran tanah atau akan mengalami kegagalan struktur akibat beban kerja struktur. Untuk menghindari terjadinya overlapping, maka jarak tiang pancang diperbesar, jarakjarak yang besar tidak praktis karena pile cap tiang pancang biasanya dicor diatas sekelompok tiang pancang untuk dasar kolom dan untuk meneruskan beban-beban yang digunakan pada semua tiang pancang. Lain halnya dengan pondasi diatas pasir overlapping tegangan yang terjadi akan menguntungkan, karena tegangan disekeliling tiang akan meningkatkan daya dukung pondasi tersebut. Dengan demikian juga karena adanya pelebaran daerah pengaruh dari kelompok tiang maka secara keseluruhan kelompok tiang pada tanah pasir tidak merupakan masalah kecuali perlunya pengontrolan penuruanandari kelompok tiang yang umumnya beberapa kali lebih besar dari pada tiang tunggal.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
III - 29
Berikut ini formulasi kapasitas daya dukung kelompok tiang
Qug = Qut . n . Eg
(3.29)
dimana, Qug
: kapasitas daya dukung maksimal kelompok tiang
Qut
: kapasitas daya dukung tiang
N
: banyaknya tiang
Eg
: efisiensi kelompok tiang
Efisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa factor diantaranya : 1
Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan dan jarak antar as tiang
2
Metode pengalihan beban (gesekan selimut atau tahanan ujung)
3
Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang atau tiang bor) dan jenis tanah.
4
Jangka waktu setelah pemancangan
5
Interaksi antara pile cap dan tanah permukaan.
Keuntungan dari penggunaan kelompok tiang adalah : 1
Tiang tunggal tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk menahan beban kolom.
2
Kegagalan dari sebuah tiang dapat diminimalisir akibat oleh adanya tiang yang lain.
BAB III, Dasar-dasar teori perancangan…….
3
III - 30
Pemancangan tiang atau instalasi tiang bor dapat meleset (sampai dengan 15 cm) dari posisinya.
4.
3.2.9
permukaan tiang pondasi, disekeliling tiang pondasi.
Faktor Keamanan (safety factor) Faktor keamanan (FS) merupakan nilai banding antara benda layan dengan
kekuatan bahan. Namun kedua besaran nilai banding ini tidak diketahui secara pasti, sehingg peraturan atau pengalaman sangat diutamakan untuk mendapatkan nilai yang sesuai. Dalam perencanaan pondasi, nilai factor keamanan didapat dengan membagi gaya yang dapat ditahan oleh tiang dengan daya dukung ultimit, sehingga diperoleh daya dukung yang diijinkan. Besarnya beban yang bekerja harus lebih kecil dari daya dukung ijin tersebut agar pondasi dapat dinyatakan “aman” untuk memikul beban. Pernyataan diatas dapat dinyatakan dengan mencari factor keamanan untuk gaya lateral, yaitu : Tahanan Lateral (Daya Dukung Ijin) Ultimit FS =
Gaya Lateral Ultimit
> 1.10
Pada perencanaan struktur untuk menentukan besarnya factor keamanan didasarkan pada asumsi bahwa beban yang akan bekerja pada struktur yang akan direncanakan melebihi dari sebenarnya, atau biasa disebut dengan beban terfaktor. Sedangkan desain kekuatan yang lebih kecil dari yang sebenarnya, atau biasa disebut dengan factor pengurangan / reduksi kekuatan bahan.
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 1
BAB IV METODOLOGI PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN ATAS, BANGUNAN UTAMA DAN PONDASI 4.1
Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi perancangan yaitu gambaran
umum tentang perancangan struktur pondasi, bangunan atas dan utama, bangunan “Waste Water Treatment” di Samarinda – Kalimantan.
4.1.1 Gambar Bangunan (Denah, Potongan Memanjang dan Melintang)
Gambar 4.1, Denah Bangunan WWTP
Gambar 4.2, Potongan Memanjang Bangunan WWTP
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 2
Gambar 4.3, Potongan Melintang Bangunan WWTP
4.2
Spesifikasi Bahan dan Material
Data spesifikasi bahan dan material diasumsikan berdasarkan pedoman dan tata cara perencanaan yang umum berlaku, yaitu : 4.2.1 Spesifikasi material Baja : a. Berat jenis baja =7850 kg/m3 b. Mutu baja BJ 37 : - Tegangan putus minimum, fu = 370 MPa (3700 kg/cm2) - Tegangan leleh minimum, fy = 240 MPa (2400 kg/cm2) c. Modulus elastisitas baja, Es = 200000 MPa = 2x106 kg/cm2 d. Angka perbandingan Poisson, µ = 0.3
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 3
e. Koefisien pemuaian linier, αt = 12 x 106 peroC f. Mutu Tulangan Baja untuk pelat, fy = 400 MPa (4000 kg/cm2) 4.2.2 Spesifikasi material Beton : a. Berat jenis Beton = 2400 kg/m3 b. Mutu beton, fc’ = 35 MPa (250 kg/cm2) c. Tegangan leleh beton, fy = 400 MPa (4000 kg/cm2) e. Koefisien pemuaian linier, αt = 12 x 106 peroC f. Modulus elastisitas beton, Ec = 4700
fc' MPa = 4700 35 = 27805,575
MPa = 278055.75 kg/cm2 4.2.3 Pembebanan yang digunakan :
4.3
a. Beban hidup di atap
= 100 kg/m2
b. Beban hujan
= 40 kg/m2
c. Beban water proofing
= 40 kg/m2
d. Beban screeding
= 15 kg/m2
e. Beban dinding tembok
= 2200 kg/m3
Pedoman Perancangan Struktur Bangunan Atas 4.3.1
Pedoman Perancangan Pelat
Dalam perancangan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan adalah pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat tumpuan pada tepi. Bentang teoritis pada suatu pelat dapat dianggap sama dengan jarak antara pusat ke pusat tumpuan. Pelat dapat di tumpu di seluruh tepinya, atau hanya pada titik tertentu (misalnya oleh kolom-kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik. Untuk syarat-
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 4
syarat tumpuannya, dapat berlaku tiga kondisi, yaitu pelat dapat ditumpu bebas, terjepit penuh dan terjepit sebagian. Perancangan struktur pelat dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pemodelan struktur Pelat Pelat adalah struktur yang berbentuk bidang datar (tidak melengkung), pelat dapat dimodelkan sebagai pelat satu arah maupun dua arah. 2. Pembebanan Struktur Pelat Beban yang bekerja pada struktur pelat lantai adalah beban hidup dan beban mati dengan kombinasi Wu = 1,2 WD + 1,6 WL 3. Penulangan Pelat Prosedur penulangan pelat, harus diketahui variabel, sebagai berikut : f’c
= kuat tekan beton karakteristik ( MPa atau kg/cm2)
fy
= tegangan leleh karakterisitk tulangan ( MPa atau kg/cm2)
RI
= tegangan tekan penampang beton (0,85 f’c)
b
= lebar penampang (mm)
h
= tebal penampang (mm)
d
= jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat tulangan tarik (mm)
Mu
= momen lentur terfaktor penampang (Nmm)
φ
= factor reduksi kekuatan (0,8)
Cara : Menentukan tebal pelat : - menentukan asumsi ukuran balok
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 5
- menentukan Ln = bentang efektif pelat, (diambil yang terpanjang) - menentukan β = Ly / Lx - tebal minimum pelat, menggunakan ketentuan SK SNI T.15-199103, dengan pengacu pada persamaan (3.1) - tebal maksimum pelat, menggunakan ketentuan SK SNI T.151991-03, dengan pengacu pada persamaan (3.2) - tebal pelat diambil antara tebal minimum dan maximum. Periksa kekakuan pelat terhadap lendutan : - beban mati (WD/WL) - beban hidup (WL/LL) - beban ultimate (WU) - momen lentur pelat (D), dengan mengacu pada persamaan (3.6) - lendutan pada pelat (δ), dengan mengacu pada persamaan (3.5) - lendutan ijin maksimum (δijin) = Lx / Ly - δ < δijin OK, dan sebaliknya.
Perhitungan desain tulangan : - β = Ly / Lx - hitung Mlx, Mly, Mtx, & Mty, dengan mengacu pada buku CUR 4, hal 26. - hitung ρmin dan ρmin, dengan mengacu pada buku CUR 4, hal 50
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 6
- -52hitung As pada momen lapangan arah x & y, serta pada momen tumpuan arah x dan y, dengan menentukan nilai ρ, mengacu pada buku CUR 4, hal 46, table 5.1. - menentukan dimensi dan jarak ulangan dengan mengacu pada buku CUR 4 hal 15.
4.3.2
Pedoman Perancangan Balok dan Kolom Baja
Dalam perancangan struktur balok dan kolom baja yang perlu dipertimbangkan adalah pembebanan dan juga pemodelan tumpuan pada setiap titik buhul sambungan antara balok dan kolom serta pada pertemuan kolom dengan pondasi. Pemodelan tumpuan yang dimaksud disini adalah tumpuan jepit, sendi ataukah roll. Karena pada prinsipnya model tumpuan yang tepat untuk struktur balok dan kolom baja adalah sendi. Perhitungan dimensi balok dan kolom di dalam perancangan ini akan diasumsikan dan diperiksa secara manual terlebih dahulu dan selanjutnya menggunakan bantuan software SAP 2000.
4.3.2.1 Pembebanan yang bekerja pada balok dan kolom - Beban Mati - Pelat
= 0,15 x 2400 = 360 kg/m2
- Water proofing
= 15 kg/m2
- Spesi
= 21 kg/m2 Total = 396 kg/m2
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
- Beban Hidup - Beban hidup pada atap
= 100 kg/m2
- Beban hujan
= 40 kg/m2 Total = 140 kg/m2
- Beban Ultimate
= 1,2 DL + 1,6 LL = (1,2 x 396) + ( 1,6 x 140) = 699.2 kg/m2 = 69920 kg/cm2
4.3.2.2 Perancangan awal balok Secara garis besar perancangan balok, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Asumsikan dimensi profil balok yang akan digunakan
2. Desain terhadap Momen lentur : - Periksa pengaruh tekuk lokal : a. menentukan kuat lentur nominal penampang b. periksa kelangsingan penampang - Periksa pengaruh tekuk lateral a. Menentukan batas bentang pengekang lateral b. Menentukan kuat lentur nominal penampang 3. Desain terhadap Kuat Geser : - Cek kelangsingan penampang - Menentukan kuat geser nominal pelat badan
IV - 7
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
IV - 8
4.3.2.3 Perancangan awal kolom Secara garis besar perancangan kolom, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Asumsikan dimensi profil kolom yang akan digunakan 2. Periksa kelangsingan penampang, meliputi : a. menentukan kuat lentur nominal penampang b. kelangsingan komponen struktur tekan 3. Menentukan nilai tegangan kritis 4. Menentukan kuat tekan nominal
4.3.2.4 Modelisasi dengan menggunakan program SAP 2000 Secara garis besar Modelisasi perancangan balok dan kolom, dapat dijelaskan sebagai berikut : - pemodelan struktur - define material - menentukan kombinasi pembebanan - menentukan asumsi ukuran balok dan kolom - menentukan type tumpuan (jepit, sendi atau roll) - melakukan assign beban - memasukkan kombinasi pembebanan Beban mati dan Beban hidup - proses running analisis struktur - proses desain struktur
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
4.4
IV - 9
Pedoman Perancangan Struktur Bangunan Utama
Perancangan bangunan utama di lakukan dengan menggunakan program SAP 2000, untuk mendapatkan gaya-gaya dalam yang diperlukan untuk proses desain. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan adalah sebagai berikut : - pemodelan struktur - define material - menentukan kombinasi pembebanan - menentukan asumsi tebal dinding penahan dan base slab - menentukan type tumpuan (jepit, sendi atau roll) - melakukan assign beban - memasukkan kombinasi pembebanan Beban mati dan Beban hidup - proses running analisis struktur - setelah dilakukan proses running analysis, maka akan di dapatkan gaya-gaya dalam, yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk perhitungan desain tulangan dan pengecekan secara manual.
4.5
Pedoman Perancangan Pondasi
Perancangan pondasi, dilakukan dengan cara manual dengan mengacu pada data-data tanah yang ada yaitu uji sondir dan CPT. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan adalah sebagai berikut : - melakukan perhitungan berat total struktur - melakukan perhitungan beban tumit - melakukan analisa stabilitas struktur - melakukan analisa settlement - menghitung daya dukung tiang pancang - menghitung jumlah dan perletakan tiang pancang
BAB IV, Metodologi Perancangan Struktur Bangunan Atas, Utama & Pondasi
4.6
IV - 10
Diagram Alir (Flow Chart), Perancangan Struktur Bangunan Atas, Bangunan Utama dan Pondasi
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-1
BAB V PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN ATAS BANGUNAN UTAMA DAN PONDASI 5.1
Perancangan Struktur Bangunan Atas
Gambar 5.1, Model 3D, Struktur Bagian Atas 5.1.1 Menentukan tebal pelat Dengan mengacu pada persamaan (3.1), (3.2) dan (3.3) tebal pelat ditentukan sebagai berikut :
fy 240 ln 0.8 + 545 x 0.8 + 1500 1500 = 11 cm h> = 36 + 9 β 36 + 9 x1.28
fy x 0.8 1500
240 545 x 0.8 + 1500 = 14.45cm h> = 1 1 36 + 5β αm − 0.121 + 36 + 5 x1.280.129 − 0.121 + 1.28 β
l
fy 240 545 x 0.8 + 1500 1500 = 14.5 cm = 36 36
l 0.8 + n
h<
n
Iy 545 = = 1.28 ≤ 2 ……maka pelat desain dua arah Ix 425
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-2
Rencana awal Profil balok yang akan digunakan adalah WF 250 X 175 dengan data-data sebagai berikut : H = 250 mm
w = 44.1 kg
B = 175 mm
Zx = 502 cm3
tw = 7 mm
Zy = 113 cm3
tf = 11 mm
Ix = 6120 cm4
r = 16 mm
Iy = 984 cm4
A = 56.24 cm2
Ln = panjang bentang bersih = 562.5 – B = 562.5 – 17.5 = 545 cm
β=
sisi _ memanjang ly 545 = = = 1.28 sisi _ mel int ang lx 425
fy = tegangan leleh baja tulangan untuk pelat = 400 Mpa αm =
fc
kekakuan _ balok kekakuan _ pelat
= kuat tekan beton = 25 Mpa
5.1.1.1 Mencari koefisien jepit pelat (αm)
Gambar 5.2 Diagram letak α (rasio kekakuan penampang balok dan pelat)
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Balok memanjang α1 dan α3
α=
EcbxIb EcpxIp
Ecb = 2.106 kg/cm2 Ib = 6120 cm4 Ecp = 4700√ ƒc = 4700 √ 25 = 23500 Mpa = 235000 kg/cm3 H mula-mula 15 cm Ip = ½ x b x h3 = ½ x 425 x 153 = 717187.5 cm4 α=
2.106 x 6120 = 0.073 235000 x 717187.5
Balok melintang α23 dan α4 α=
Ecb x Ib Ecp x Ip
Ecb = 2.10 6 kg/cm2 lb = 6120 cm4 Ecp= 4700√ ƒc = 4700 √ 25 = 23500 Mpa = 235000 kg/cm3 H mula-mula 15 cm Ip = ½ x b x h3 = ½ x 545 x 153 = 919687.5 cm4 α=
αm =
2.106 x 6120 = 235000 x 919687.5
α1 + α2 + α3 + α4 4
=
0.56
(0.073x 2) + (0.056 x 2) 4
= 0.129
V-3
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-4
Dengan mengacu pada persamaan (3.4) bahwa α m < 2, maka tebal pelat beton tidak boleh kurang dari 15 cm atau hmin = 15 cm, dan pada hasil diatas h tidak boleh kurang dari 14.45 cm, maka dalam hal ini tebal pelat beton yang dipakai untuk perencanaan sebesar 15 cm.
5.1.1.2 Periksa kekakuan pelat terhadap lendutan (δ)
Mengacu pada persamaan (3.5), batas lendutan izin maksimum adalah : L 480
=
545
= 1.135 cm
480
Perhitungan beban ultimit (Wu) pelat 1. Beban mati ( DL ) - Pelat
= 0,15 x 2400 = 360 kg/m2
- Water proofing
= 15 kg/m2
- Spesi
= 21 kg/m2 Total = 396 kg/m2
2. Beban ultimit (LL) - Beban hidup pada atap
= 100 kg/m2
- Beban hujan
= 40 kg/m2 Total = 140 kg/m2
3. Beban ultimit ( Wu )
= 1,2 DL + 1,6 LL = (1,2 x 396) + ( 1,6 x 140) = 699.2 kg/m2 = 69920 kg/cm2
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-5
Dari persamaan (3.6), lendutan yang terjadi pada pelat (δ) sebagai berikut : δ=
0,00407 x 0,0635 x (545)4
= 0,33 cm
68847656.25
Dari persamaan (3.7), didapat momen lentur pelat (D) sebagai berikut : D=
235000 x (153)
=
12 (1-(0,2)2)
793125000 11,52
Lendutan ijin maximum (δijin)
= 68847656.25 kg.cm
sehingga :
δ < δijin = 0,33 cm < 1,135 maka tebal pelat (15 cm) bisa digunakan. 5.1.1.3 Menentukan dimensi tulangan pelat
545 cm
425 cm Gambar 5.3, mencari nilai β
Momen ditentukan berdasarkan buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton (Cur 4, Tabel 4.2.b, hal 26, sebagai berikut : MLX
= 0.001 WU Lx2 x
= 0.001 x 699.2 x 4.252 x 34 = 429.4 kg m
MLY
= 0.001 WU Lx2 x
= 0.001 x 699.2 x 4.252 x 22 = 277.8 kg m
MTX
= -0.001 WU Lx2 x
= -0.001 x 699.2 x 4.252 x 63 = -795.6 kg m
MTY
= -0.001 WU Lx2 x
= -0.001 x 699.2 x 4.252 x 54 = -682 kg m
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-6
Diketahui data-data sebagai berikut : Tebal pelat = 15 cm Tebal penutup beton (d’) = 40 mm = 4 cm
εcu = 0.003 εy =
fy
=
0.0012
6
Es
2 x 10
1.4
ρmin =
2400
=
1.4
=
=
0.0058
240
fy
Perhitungan tulangan tumpuan dan lapangan : Momen lapangan arah X Arah x = 429.4 kg m = 4.29 k.Nm Mu 2
bxd
=
4.29 1 x(0.11)2
= 354.5 Kn m
Dari table 5.1.c (buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang) dengan fc 250 Mpa, fy = 250 Mpa, Ø = 0.8 dan Mu bxd2
= 354.5 Kn.m dengan interpolasi
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-7
didapat:
ρ = 0.00246 < ρmin = 0.0058, maka dipakai ρmin = 0.0058 As ρmin x b x d = 0.0058 x 1000 x 110 = 638 mm2 = 6.38 cm2 Pakai Ø = 10 => As 1 = ¼ x π x (12) = 0.785 cm2 Maka jumlah tulangan = 6.38/0.785 = 8.1 ≈ 8 batang Jarak tulangan = 100/8 = 12.5 cm ≈ 13 cm, Jadi tulangan diambil Ø 10 – 13 cm
Gambar 5.4, Desain penulangan pelat
5.1.2
Perencanaan Awal Profil Balok dan Kolom
Perencanaan balok terlebih dahulu kita perhitungkan pembebanan yang akan diterima oleh gelagar balok. Bentuk dari pembebanan dapat di uraikan dengan perhitungan beban yang bekerja diatas balok tersebut. Menentukan dimensi balok kita tinjau terhadap beban vertical dengan di anggap sebagai beban merata. Dalam perencanaan awal pada balok akan di ambil pada bentang terpanjang. 5.1.2.1
Perhitungan pembebanan
Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah beban mati dan beban hidup berdasarkan ketentuan dari Tata Cara Perencanaan Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002). Sedangkan kombinasi pembebanan yang dipakai adalah : - Kombinasi pembebanan 1 = 1.2 DL + 1.6 LL
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-8
Pembebanan yang bekerja pada struktur diasumsikan, sebagai berikut : •
Beban Mati (DL)
= 396 kg/m2
•
Beban hidup (LL)
= 140 kg/m2
•
Beban ultimate (Wu)
= 699.2 kg/m2 = 0.699 t/m2 = 0.67 t/m2
Dari pembebanan tersebut diatas diperoleh harga Gaya Dalam dan Momen maksimum sebagai berikut : •
Gaya lintang, Vu = ½ Wu x l = ½ 0.67 x 5 = 1.675 ton
•
Momen, Mu = 1/8 Wu x l2 = 1/8 0.67 x 52 = 2.1 ton.m
5.1.2.2
Perancangan Awal Profil Balok
Untuk desain awal dicoba menggunakan profil WF 250x175 dengan data profil sebagai berikut : H = 250 mm
Wx = 502 cm3
B = 175 mm
Wy = 113 cm3
tw = 7 mm
A = 56.24 cm2
tf = 11 mm
rx = 10.4 cm
r = 16 mm
ry = 4.18 cm
Ix = 6120 cm4
w = 44.1 kg
Iy = 984 cm4 Desain Terhadap Momen Lentur
1) Periksa Pengaruh Tekuk Lokal •
Menentukan kuat lentur nominal penampang Modulus penampang plastis ditentukan sebagai berikut : Zx
= (b x tf)(H – tf) + tw (1/2 H –tf)(1/2H –tf) = (17.5 x 1.1)(25-1.1) + 0.7 (1/2 x 25 – 1.1)(1/2 x 25 – 1.1)
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V-9
= 480.15 +99.96 = 580.11 cm2
Maka, momen lentur plastis dapat ditentukan sebagai berikut : Mp
= Zx x Fy = 580.11 x 2400 = 1392264 kgcm = 13.923 ton.m
•
Periksa kelangsingan penampang Pelat sayap
λf =
λp =
b 17.5 = = 7.95 2tf 2 x1.1 170 fy
=
170 240
= 10.97
λf ≤ λp ==> penampang kompak Pelat badan
λw = λw =
h H − 2 x( tf + r ) 250 − 2 x( 11 + 16 ) 250 − 54 = = = = 28 tw tw 7 7 1680 fy
=
1680 240
= 108.44
λw ≤ λp ==> penampang kompak Karena λ ≤ λp maka Mn = Mp = 13.923 ton.m Dengan demikian momen lentur penampang dapat ditentukan sebagai berikut : Mu ≤ ø Mn 2.1 ≤ 0.8 x 13.923 2.1 tm < 11.138 tm ==> penampang kuat
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 10
2) Periksa Pengaruh Tekuk Lateral •
Menentukan batas bentang pengekang lateral Lb = 5625 mm 2 x10 5 E Lp = 1.76 xry = 1.76 x 41.8 = 2123.72 mm fy 240 X1 1 − 1 + X 2. fL6 Lr = ry fL Dimana : fL = fy - fr = 240 – (0.3 x 240)= 168 Mpa G=
E 200000 = = 76923.08 Mpa 2( 1 + v ) 2( 1 + 0.3 )
2 1 1 J = ∑ bt 3 = x175 x113 + x(175 − 2 x11)x7 3 =155283.333 3 3 3 =172776.33 mm4 X1 =
π
EGJA π = 2 502 x10 3
Wx
200000 x 76923 .08 x172776 .33 x 5624 2
= 17100.902 2 (h − tf )2 = 984 x10 4 x (250 − 11) I w ≈ I yx 4 4
Wx X 2 = 4 GJ
2
= 1.405 x 1011 mm6 2
1.405 x1011 502 x10 3 Iw = 0.815 x x = 4 76923 .08 x172776 .33 984 Iy
Dengan demikian, Lr dapat ditentukan sebgai berikut : X 1 1 + 1 + X 2 fL2 f L
L r = ry
17100 .902 1+ 168
= 41 .8
12.36
1 + 0.815 x168 2 = 52590.16 mm
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
•
V - 11
Menentukan kuat lentur nominal penampang Karen nilai Lp < Lb < Lr maka :
Mn = Cb Mr + (Mp − Mr )
Cb =
(Lr − Lb ) ≤ Mp (Lr − Lp )
( 12 .5 x 2.1 ) = 2.08 ( 2.5 x 2.1 ) + ( 3 x1.1 ) + ( 1.3 x 2.1 ) + ( 1.2 x1.1 )
Mr = Wx (fy – fr) = 502 x (2400-(0.3x2400)) = 8.434 tm
Mn = 2.08 8.434 + (13 .923 − 8.434 )
(52.59 − 5.625 ) = (52.59 − 2.124 )
28.85 tm
Karena Mn > Mp, maka Mn diambil sama dengan M1 Dengan demikian check momen lentur penampang dapt ditentukan sebagai berikut : M u ≤ ø Mn 2.1 ≤ 0.8 x 28.85 2.1 t.m < 23.08 ==> penampang kuat
Desain Terhadap Kuat Geser Vu = 1.675 ton 1) Cek Kelangsingan Penampang
λw =
h 196 = 28 = tw 7
Kn = 5 +
5 a h
1.10
2
=5+
5 2500 196
2
= 5.03
knE 5.03 x 2.x105 = 71.217 = 1.10 fy 240
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 12
h knE < 1.10 tw fy
2) Menentukan kuat geser nominal pelat badan Karena
h knE , maka Vn= 0.6fy x Aw < 1.10 tw fy
Vn = 0.6 x 2400 x(25 x 0.7) = 25200 kg = 25 ton Dengan demikian cek kuat geser penampang dapat ditentukan sebagai berikut: Vu ≤ ø Vn 1.675 ≤ 0.8 x 25 1.675 t.m < 20 ==> penampang kuat Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa untuk elemen struktur balok dengan profil WF 250x175x5x11 dapat digunakan.
5.1.2.3 Perancangan Awal Profil Kolom Dari hasil analisa struktur berdasarkan kondisi pembebanan yang telah dihitung sebelumnya, diperoleh nilai-nilai gaya dalam, sebagai berikut : •
Gaya normal, Nu = 1.27 ton
•
Gaya lintang, Vu = 1.21 ton
•
Momen, Mu = 0.9 ton.m
Untuk desain awal dicoba menggunakan profil WF 250x175 dengan data profil sebagai berikut : H = 250 mm
Wx = 502 cm3
B = 175 mm
Wy = 113 cm3
tw = 7 mm
A = 56.24 cm2
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
tf = 11 mm
rx = 10.4 cm
r = 16 mm
ry = 4.18 cm
Ix = 6120 cm4
w = 44.1 kg
V - 13
Iy = 984 cm4 Faktor panjang tekuk untuk kedua ujung batang dengan tumpuan jepit berdasarkan SNI-03-1729-2002 Gambar 7.6-1, nilai kc kolom dengan ujung-ujung yang ideal untuk ujung kolom dengan tumpuan jepit kc = 0.5, sehingga : Lk = kc x L Lk = 0.5 x 200 = 100 cm 1). Periksa Kelangsingan Penampang •
Menentukan kuat lentur nominal penampang
λf
=
λp =
b 17.5 = 7.955 = 2tf 2 x1.1
170 fy
=
170 240
= 10.973
λw ≤ λp •
Kelangsingan komponen struktur tekan
λ=
Lk 100 = 62.5 < 100 = r 1.6
2). Menentukan nilai tegangan kritis
λx =
Lk 100 = 9.62 = rx 10.4
λy =
Lk 100 = 23.92 = ry 4.18
λc =
1 Lk π ry
fy 1 100 2400 = = 0.25 E π 4.18 2000000
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 14
λc ≤ 0.25, maka ω = 1 fcr =
fy
ω
=
2400 = 2400 kg/cm2 1
3). Menentukan kuat tekan nominal Nn = Ag x fcr = 56.24 x 2400 = 134976 kg ≈ 134.976 ton Dengan demikian, cek kolom terhadap kuat tekuk lentur dapat ditentukan sebagai berikut : Nu ≤ ø Nn 1.27 ton ≤ 0.8 x 134.976 1.27 ton ≤ 107.987 ton ==> penampang kuat Dari hasil perhitungan diatas diketahui bahwa untuk elemen struktur kolom dengan profil WF 250x175x5x11 dapat digunakan.
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.1.3
V - 15
Modelisasi dan desain struktur atas menggunakan SAP 2000
Program SAP2000 digunakan untuk membantu dalam perhitungan gaya-gaya dalam, seperti momen (bidang M), gaya lintang (bidang D), gaya normal (bidang N). dan lendutan yang terjadi pada titik tinjau.
5.1.3.1 Pemodelan frame struktur Model struktur merupakan portal 3 dimensi dalam arah X-Y-Z (Gambar 5.4) yang terdiri dari joint dan elemen dengan material baja. Perletakan struktur menggunakan perletakan jepit.
Gambar 5.5, Model 3D struktur Bagian Atas
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 16
Gambar 5.6, Model struktur Bagian Atas Arah Memanjang.
Gambar 5.7, Model struktur Bagian Atas Arah Melintang. 5.1.3.2 Pembebanan Struktur Beban yang bekerja pada struktur yaitu beban mati (DL), beban hidup (LL) dan beban dinamis akibat getaran mesin rotor (DD). Pola pembebanan untuk beban-beban yang bekerja pada balok ini, merupakan beban merata dengan pola pembebanan segitiga pada bentang terpendek dan beban trapezium pada bentang terpanjang. Besar beban yang diperhitungkan seperti yang telah dihitung sebelumnya yaitu :. •
Beban Mati (DL)
= 396 kg/m2
•
Beban hidup (LL)
= 140 kg/m2
Kobinasi pembebanan yang dipakai adalah sebagai berikut : •
Kombinasi 1
= 1.2 (DL) + 1.6 (LL)
•
Kombinasi 2
= 1.4 x (1.2 (DL) + 1.6 (LL)) , kombinasi 2 ini diasumsikan
berdasarkan beban dinamis akibat mesin rotor = 40%, atau 1.4 x Wu.
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 17
Visualisai dari pola pembebanan pada balok dengan bentuk trapezium dan segitiga dapat terlihat pada gambar berikut :
Gambar 5.8, Denah Pola Pembebanan yang bekerja Pada Balok Arah Memanjang dan Melintang Tinjau salah satu potongan balok arah memanjang dan melintang, pada bentang terpanjang sebagai berikut :
Balok anak as 2 / D-E :
Gambar 5.9, Denah Pola Pembebanan q ekwivalen Pada Balok as 2, / D-E (arah memanjang)
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
• Beban mati (DL) : P1
= qx = 396 x 1 = 396 kg/m’
q. eq1
= P−
P2
= qx = 396 x 2.125 = 841.5 kg/m’
q. eq2
4.25 2 1 = 841 .5 − x841 .5 = 681.37 kg/m’ 2 3 5.625
22 1 (2 x )2 1 = 396 − x396 xP = 379.3 kg/m’ 2 3 L2 3 5.625
Jadi, q.eq (DL) = 379.3 + 681.37 = 1060.67 kg/m’
• Beban hidup (LL) : P1
= qx = 140 x 1 = 140 kg/m’
q. eq1
= P−
P2
= qx = 140 x 2.125 = 297.5 kg/m’
q. eq2
= 297 .5 −
22 1 1 (2 x )2 = 140 − x140 xP = 134.1 kg/m’ 3 L2 3 5.625 2
4.25 2 1 x 297 .5 = 240.88 kg/m’ 3 5.625 2
Jadi, q.eq (LL) = 134.1 + 240.88 = 374.98 kg/m’
Balok induk (kantilever) as D / 1-1’ dan 2-2’ :
Gambar 5.10, Denah Pola Pembebanan q ekwivalen Pada Balok as D / 1-1’ dan 2-2’
V - 18
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
• Beban mati (DL) : P
=
q .x 396 x1 = = 198 kg/m’ 2 2
q.eq (DL) = 2 x 198 = 396 kg/m’
• Beban hidup (LL) : P
=
q .x 140 x1 = 70 kg/m’ = 2 2
q.eq (LL) = 2 x 70 = 140 kg/m’
Balok induk as D / 1-2 :
Gambar 5.11, Denah Pola Pembebanan q ekwivalen Pada Balok as D / 1-2 (arah melintang) • Beban mati (DL) : P1
= qx = 396 x 2 = 792 kg/m’
q. eq1
= P−
42 1 (2 x )2 1 = 792 − x 792 xP = 558.15 kg/m’ 2 3 L2 3 4.25
V - 19
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
q. eq2
=
q .x 396 x 2.125 = 420.75 kg/m’ = 2 2
Jadi, q.eq (DL) = 558.15 + 420.75 = 978.9 kg/m’
• Beban hidup (DL) : P1
= qx = 140 x 2 = 280 kg/m’
q. eq1
= 280 −
q. eq2
=
42 1 x 280 = 197.3 kg/m’ 2 3 4.25
q .x 140 x 2.125 = 148.75 kg/m’ = 2 2
Jadi, q.eq (DL) = 197.3 + 148.75 = 346.05 kg/m’
Berikut gambar pola pembebanan pada portal arah-X dan arah-Y :
Gambar 5.12, Pembebanan (DL) Pada Portal as 2, arah melintang
V - 20
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Gambar 5.13, Pembebanan (LL) Pada Portal as 2, arah melintang
Gambar 5.14, Pembebanan(DL) Pada Balok Aank as D, arah memanjang
Gambar 5.15, Pembebanan(LL) Pada Balok Anak as D, arah memanjang
V - 21
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.1.3.3
V - 22
Proses Analysis Dengan SAP 2000
Dari proses running analysis dengan SAP 2000, akan dapat dilihat nilai-nilai gaya dalam yang terjadi. Gaya-gaya dalam yang ditinjau dari kombinasi pembebanan ini (COMB-2) adalah Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen. Portal yang ditinjau adalah portal yang mengalami gaya dalam dan momen terbesar yaitu portal as D (12), pada arah-X dan balok anak as 2 (A-E) arah-Y. Diagram Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen serta Reaksi perletakan dapat dilihat pada lampiran. Dan besaran nilai maximal dari gaya-gaya tersebut dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 5.1, Nilai Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen, portal as D (1-2), arah-X :
frame ID 1a 2a 3a 4a 5a
description column column beam beam beam
axial force (ton) 6.98 6.98 1.8 0 0
shear force (ton) 1.8 1.8 5.5 1.15 1.15
momen (ton.m) 2.6 2.6 3.16 0.573 0.573
Tabel 5.2, Nilai Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen, balok anak as 2 (A-E), arah-Y :
frame ID 1 2 3 4 5 6
description beam beam beam beam beam beam
axial force (ton) 0 0 0 0 0 0
shear force (ton) 1.147 6.535 5.692 7.11 9.184 1.147
momen (ton.m) 0.573 4.397 4.397 8.104 8.104 0.573
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 23
5.1.3.4 Proses Desain Dengan SAP 2000 Setelah melakukan serangkaian proses, mulai dari pemodelan struktur, input beban dan melakukan analysis, sehingga didapat nilai-nilai gaya dalam (Gaya Aksial, Gaya Geser dan Momen). Maka, selanjutnya proses desain akan dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah asumsi besaran profil yang digunakan dan telah diperiksa pada saat perancangan awal memenuhi syarat atau tidak. Adapun hasil yang didapat dalam proses desain didalam perancangan dengan program SAP 2000 adalah sebagai berikut :
Gambar 5.16, Nilai Rasio kapasitas penampang COMB. 2 Dengan melihat hasil proses desain dengan program SAP 2000, pada Gambar 5.15, bahwa secara visual dapat dilihat tidak ada frame yang berwarna merah yang berarti rasio kapasitas penampang < 1, dan telah memenuhi syarat batas, sehingga profil yang diasumsikan pada saat perancangan awal aman untuk digunakan.
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 24
5.2 Perancangan Struktur Bangunan Utama (Shell structure) Bangunan Utama ini dimodelkan dengan program SAP 2000, sebagai bangunan shell structure, terdiri dari dinding-dinding dan plat beton bertulang. Untuk merancang struktur bangunan utama (shell structure) ini terlebih dahulu kita perhitungkan pembebanan yang akan diterima oleh dinding-dinding beton dan base plate. Beban-beban yang dimaksud disini adalah Beban tanah dan air tanah, beban pada pedestal akibat mesin rotor, beban kolom, beban gutter dan beban dinding tembok.
5.2.1 Pemodelan Struktur
Gambar 5.17, Model Struktur Bangunan Utama (Shell Structure)
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.2.2 Perhitungan Pembebanan 1. Beban Tanah dan Air Tanah
γ = 1.618 t/m2
ø = 12˚ ka1 = 0.66
P1=γ.h1.ka1
γ1 =0.7 t/m2 ka2 = 0.66 γw P3 = P2
Ka = tg2 (45˚ -
φ 2
γ’.h2.ka2 γw.h2 γ.h1.ka2
)
= tg2 (45˚ - 6˚) = 0.66 (dianggap sama untuk lapisan bawahnya) = 1.815 t/m2
P1 = γ x h1 x ka1
= 1.618 x 1.7 x 0.66
P2 = γ x h1 x ka2
= 1.618 x 1.7 x 0.66 = 1.815 t/m2
= γ x h2 x ka2
= 0.7 x 1.3 x 0.66
= 0.6 t/m2
= γw x h2
= 1 x 1.3
= 1.3 t/m2 + = 3.715 t/m2
P3 = P2
= 3.715 t/m2
V - 25
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
1815 kg/m2
1815 kg/m2
3715 kg/m2 3715 kg/m2
V - 26
3715 kg/m2
Input ke data SAP2000
2. Beban pada Pedestal akibat mesin Rotor a. Joint-joit pada area pedestal 1 & 6 : Berat 2 mesin Rotor = 2 x 3528
= 7056 kg
Berat 1 unit pedestal beton = 0.305 x 0.95 x 1.6 x 2400
= 1113 kg
Bidang kontak
= 0.95 x 0.305
= 0.29 m2
Beban ke pedestal
= 7056 / 4
= 1764 kg
Beban ke base plat
= 1764 + 1113
= 2877 kg
Pressure / Tekanan
= 2877 / 0.29
= 9921 kg/m2
b. Joint-joit pada area pedestal 2,3,7 & 8 : Berat 2 mesin Rotor = 2 x 3528
= 7056 kg
Berat 1 unit pedestal beton = 0.305 x 0.95 x 1.6 x 2400
= 1113 kg
Bidang kontak
= 0.95 x 0.305
= 0.29 m2
Beban ke pedestal
= (7056 / 4) x 2
= 3528 kg
Beban ke base plat
= 3528 + 1113
= 4641 kg
Pressure / Tekanan
= 4641 / 0.29
= 16003 kg/m2
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 27
c. Joint-joit pada area pedestal 4 & 9 : Berat 2 mesin Rotor = 2 x 3528
= 7056 kg
Berat 3 mesin Rotor = 3 x 3528
= 10584 kg
Berat 1 unit pedestal beton = 0.305 x 0.95 x 1.6 x 2400
= 1113 kg
Bidang kontak
= 0.95 x 0.305
= 0.29 m2
Beban ke pedestal
= (7056 / 4) + (10584 / 4)
= 4410 kg
Beban ke base plat
= 4410 + 1113
= 5523 kg
Pressure / Tekanan
= 5523 / 0.29
= 19045 kg/m2
d. Joint-joit pada area pedestal 5 & 10 : Berat 3 mesin Rotor = 3 x 3528
= 10584 kg
Berat 1 unit pedestal beton = 0.305 x 0.95 x 1.6 x 2400
= 1113 kg
Bidang kontak
= 0.95 x 0.305
= 0.29 m2
Beban ke pedestal
= 10584 / 4
= 2646 kg
Beban ke base plat
= 2646 + 1113
= 3759 kg
Pressure / Tekanan
= 3759 / 0.29
= 12962 kg/m2
3. Beban Kolom (Bangunan Atas) Lihat Table 5.1, bahwa : nilai gaya axial (N) = 6.98 ton = 6980 kg 4. Beban Dinding tembok (Bangunan Atas) Beban mati (DL), tembok = 0.15 x 1 x 2 x 2200 5. Beban Gutter L = 5.5 m
= 660 kg/m’
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 28
Beban mati (DL) – berat sendiri gutter : A = (1.2 x 0.2 x 2) + (1.3 x 0.2)
= 0.74 m2
Volume = 5.5 x 0.74
= 4.07 m3
Berat = 4.07 x 2400
= 9768 kg ~ 10000 kg
10000 = 1789 ~ 1800 kg/m2 ( 1 .3 x 4 .3 )
Qdl =
Beban hidup (LL) – berat liquid : Berat = 0.7 x 0.9 x 5.5 x 1100 Qll =
= 3812 ~ 4000 kg
4000 = 715 ~ 750 kg/m2 ( 1 .3 x 4 .3 )
Qgutter (DL + LL) = 1800 + 750 = 2550 kg/m2
5.2.3
Proses Analysis dengan SAP 2000
Dari hasil analysis dengan program SAP 2000, didapat data-data sebagai berikut :
5.2.3.1 Base Slab Data : Mu
= 140 kN-m
h = d + d’
= 300 mm
Nu
= 0 kN
c
= 35 mm
Vu
= 0 kN
Dm
= 16 mm (A = 201 mm2)
ø1
= 0.90
Ds
= 16 mm (A = 201 mm2)
ø2
= 0.85
Lc
= 0 mm
β1
= 0.85
K
=1
fy
= 400 MPa (4000 kg/cm2 – U 41)
fc
= 22,5 MPa (225 kg/cm2 – K 225)
b
= 1000 mm
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 29
Analisa terhadap Momen : d
= 257 mm
d’
= 43 mm
Mn
= 155.56 kN.m
m
= 21.29
Ru
= 2.355 Mpa
ρ
= 0.00631
ρ min
= 0.00350
ρb
= 0.02395
ρ max
= 0.01796
Ju
= 0.80875
m
= 21.29359
Ø au
= 2.91E-04
As max = 4617 mm2 Mn max = 363.82 kN.m > Mn = 155.56 kN.m (menggunakan tulangan tunggal) ρ yang digunakan = 0.00631 As
= 1622 mm2
Analisa terhadap Gaya geser : Vn
= 0.00 kN
Vc
= 201.36 Kn (OK) tulangan geser tidak diperlukan
Vs Max = 805.45 kN Vs = Vc
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Spacer
= Dia. 16 mm
Av
= 402 mm2
V - 30
A Spacer = 600 mm2 S actual = S max 1 = 128.5 mm S max 2 = 600 mm S max 3 = 482.3 mm S max 4 = 334.9 mm Spacer yang diperlukan = ø 16 mm, jarak 334.9 mm
Analisa terhadap Gaya Axial / Normal : Nn
= 0.00 kN.m
Ø Pnw
= 2552.55 Kn/m (OK)
Kesimpulan : Tipe plat tembok, K 225 dan U-41 Lebar
= 1000 mm
Tebal
= 300 mm, dengan selimut beton 35 mm
Tulangan utama = Dia. 16 – 124 mm (tulangan tunggal), bila menggunakan tulangan ganda, memakai Dia. 16 – 175 mm Spacer
= Dia. 16 – 335 mm
Kontrol terhadap crack (Z) = 18.51 MN/m < 25.0 MN/m
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 31
5.2.3.2 Dinding Penahan (Wall) Data : Mu
= 140 kN-m
h = d + d’
= 250 mm
Nu
= 0 kN
c
= 50 mm
Vu
= 0 kN
Dm
= 19 mm (A = 201 mm2)
ø1
= 0.90
Ds
= 16 mm (A = 201 mm2)
ø2
= 0.85
Lc
= 0 mm
β1
= 0.85
K
=1
fy
= 400 MPa (4000 kg/cm2 – U 41)
fc
= 22,5 MPa (225 kg/cm2 – K 225)
b
= 1000 mm
Analisa terhadap Momen : d
= 191 mm
d’
= 60 mm
Mn
= 155.56 kN.m
m
= 21.29
Ru
= 4.286 Mpa
ρ
= 0.01234
ρ min
= 0.00350
ρb
= 0.02395
ρ max
= 0.01796
Ju
= 0.80875
m
= 21.29359
Ø au
= 2.91E-04
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 32
As max = 3422 mm2 Mn max = 210.89 kN.m > Mn = 155.56 kN.m (menggunakan tulangan tunggal) ρ yang digunakan = 0.01234 As
= 2350 mm2
Analisa terhadap Gaya geser : Vn
= 0.00 kN
Vc
= 149.26 kN (OK) tulangan geser tidak diperlukan
Vs Max = 597.04 kN Vs = Vc Spacer
= Dia. 16 mm
Av
= 402 mm2
A Spacer = 500 mm2 S actual = S max 1 = 95.3 mm S max 2 = 600 mm S max 3 = 482.3 mm S max 4 = 401.9 mm Spacer yang diperlukan = ø 16 mm, jarak 401.9 mm
Analisa terhadap Gaya Axial / Normal : Nn
= 0.00 kN.m
Ø Pnw
= 2127.125 kN.m (OK)
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 33
Kesimpulan : Tipe plat tembok, K 225 dan U-41 Lebar
= 1000 mm
Tebal
= 250 mm, dengan selimut beton 50 mm
Tulangan utama = Dia. 19 – 121 mm (tulangan tunggal), bila menggunakan tulangan ganda, memakai Dia. 19 – 175 mm Spacer
= Dia. 16 – 402 mm, menggunakan Dia. 16 – 175 mm
Kontrol terhadap crack (Z) = 22.79 MN/m < 25.0 MN/m
5.2.3.3 Plat Klarifier Data : Mu
= 140 kN-m
h = d + d’
= 250 mm
Nu
= 0 kN
c
= 50 mm
Vu
= 0 kN
Dm
= 16 mm (A = 201 mm2)
ø1
= 0.90
Ds
= 16 mm (A = 201 mm2)
ø2
= 0.85
Lc
= 0 mm
β1
= 0.85
K
=1
fy
= 400 MPa (4000 kg/cm2 – U 41)
fc
= 22,5 MPa (225 kg/cm2 – K 225)
b
= 1000 mm
Analisa terhadap Momen : d
= 152 mm
d’
= 48 mm
Mn
= 48.78 kN.m
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
m
= 21.29
Ru
= 2.111 Mpa
ρ
= 0.00561
ρ min
= 0.00350
ρb
= 0.02395
ρ max
= 0.01796
Ju
= 0.80875
m
= 21.29359
Ø au
= 2.91E-04
V - 34
As max = 2730 mm2 Mn max = 134.26 kN.m > Mn = 48.78 kN.m (menggunakan tulangan tunggal) ρ yang digunakan = 0.00561 As
= 853 mm2
Analisa terhadap Gaya geser : Vn
= 0.00 kN
Vc
= 119.09 kN (OK) tulangan geser tidak diperlukan
Vs Max = 476.37 kN Vs = Vc Spacer
= Dia. 16 mm
Av
= 402 mm2
A Spacer = 400 mm2 S actual = -
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 35
S max 1 = 76 mm S max 2 = 600 mm S max 3 = 482.3 mm S max 4 = 502.4 mm Spacer yang diperlukan = ø 16 mm, jarak 502.4 mm
Analisa terhadap Gaya Axial / Normal : Nn
= 0.00 kN.m
Ø Pnw
= 1701.7 kN.m (OK)
Kesimpulan : Tipe plat tembok, K 225 dan U-41 Lebar
= 1000 mm
Tebal
= 200 mm, dengan selimut beton 40 mm
Tulangan utama = Dia. 16 – 236 mm (tulangan tunggal), bila menggunakan tulangan ganda, memakai Dia. 16 – 175 mm Spacer
= Dia. 16 – 502 mm, menggunakan Dia. 16 – 175 mm
Kontrol terhadap crack (Z) = 24.68 MN/m < 25.0 MN/m
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.2.4
V - 36
Analisa Stabilitas Struktur
5.2.4.1 Perhitungan Pembebanan 1. Beban Mati ( DL ) 1 2 3 4 5 6
Pelat list plank, t= 10 cm Pelat atap, t= 15 cm Balok (WF. 250 X 175) Kolom (WF. 250 X 175) Tumpuan Rotor Dinding bata
7
Dinding beton
8 Base slab, t= 30 cm 9 Pelat clarifier 10 Gutter
38.6 19.3 31.3 10 10 34.6 8.5 3.4 3.4 5.05 4.5 2 1
+ x + x x x x x x x x x x
12.5 6.25 38.6 2 0.31 0.15 0.15 4 22.7 23.6 5.6 1.2 0.2
11 Beban Tumit
x x x x x x x x x x x x x
0.1 0.15 44.1 44.1 0.95 2 2 3 0.3 0.3 0.3 0.2 4.6
x 0.35 x 2400 = x 2400 = = = x 1.6 x 2400 = x 2200 = x 2200 = x 0.3 x 2400 = x 2400 = x 2400 = x 2400 = x 4.6 x 2400 = x 2400 = =
4292.4 43425 3080.385 882 11126.4 22836 5610 29376 55569.6 85627.8 18144 5299.2 2208 29760 + 317236.8kg
2. Beban Hidup ( LL ) 1
Berat Rotor + aksesoris
9
x 3528
=
31752
2
Berat liquid dikolam
22
x 4
x 2.77 x 1100
=
268136
3
Berat liquid digutter
0.6
x 0.7
x 4.6
=
2125.2
4
Beban hidup diatap
19.3
x 6.3
x 100
=
12159
5
Beban hidup
4.5
x 5.6
x 100
=
2520
x 1100
diatap klarifier
Total berat struktur : W = (DL + LL)
316692.2kg
= 633929 kg
+
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.2.4.2 Perhitungan beban tumit
γ =1.618 t/m2
γ’ =0.7 t/m2 -0.30
γw.h = 1.3 t/m2 FGL = Finished Grade Level EGL = Existing Grade Level Luas base slab = 5.05 x 23.6 = 119.18 m2 Data tanah :
γ
= 1.618 t/m2
γw
= 1 t/m3
б
= 2.541
e
= 1.270
γs
=
γ’
= γs - γw = 0.679 ~ 0.7 t/m2
γw( 6 + e ) 1( 2.541 + 1.270 ) 1+ e
=
2.270
= 1.679
Tekanan pada tumit
= γ.h1 + γ’.h2 = 1.618 x 1.7 + 0.7 x 1 = 3.45 t/m2
Q tumit
= 3.45 – 1.3 = 2.15 t/m2
Luas tumit
= (5.05 x 23.6) – (4.6 x 22.9)m2 = 13.84 m2
Beban ke tumit
= 13.84 x 2.15 = 29.76 ton
V - 37
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.2.4.3 Stabilitas Struktur
γh = 1.3 t/m2 = 1300 kg/m2
FGL = Finished Grade Level EGL = Existing Grade Level Tekanan ke atas : 5.05 x 23.6 x 1300 = 154934 kg Berat Struktur dalam keadaan kosong = 317236.8 kg > 154934 kg Aman Faktor Keamanan (SF) =
317236 .8 = 2.2 OK 154934
V - 38
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.2.5
V - 39
Analisa Settlement 6m
Qu = 736 ton
γ’=0.7 t/m3
2/3D = 10,6 m
D = 16 m
22.6 m 2.65
2.65
12 m
α = 30˚ x
- - - -- - Z- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ----- - - - - - -- - -Z 4B = 24 m 2 Ns = 50 kg/m x = 12 x tg 30˚ = 6.928 ////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Penampang z-z : B = (6+2x2.65)+(2x6.928) = 25.16 m L = 22.2 + 5.3 + 13.86 = 41.36 m A = 24.16 x 41.36 = 1040.62 m2 ∆σz =
736 = 0.71 t/m2 1040 .62
Po = 0.7 x 22.6 = 15.82 t/m2 = 1.582 kg S=
H ( Po + ∆σz ) In C Po
C=
3 Ns 3 50 = = 47.41 2 Po 2 1.582
S=
24 ( 15 .82 + 0.71 ) In = 0.022 m ~ 2.2 cm 47 .41 15 .82
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 40
Selanjutnya dengan menggunakan program Excel akan dihitung Settlement untuk kedalama pile 8 m, 12 m dan 16 m, sebagai berikut :
pile depth ground level pile cap level L B γ d Ns 2/3 d B1 H Z Bz Lz A Total Load δ σz Po C S (settlement)
8m
12 m
1.50 m -0.30 m 23.10 m 4.20 m 0.70 t/m3 8.00 m 10.00 kg/cm2
16 m
1.50 m -0.30 m 23.00 m 4.00 m 0.70 t/m3 12.00 m 25.00 kg/cm2
1.50 m -0.30 m 23.04 m 4.48 m 0.70 t/m3 16.00 m 45.00 kg/cm2
5.33 6.87 16.80 8.40 16.57 35.47 587.55 657.85
m m m m m m m2 ton
8.00 8.00 16.00 8.00 17.24 36.24 624.66 657.85
m m m m m m m2 ton
10.67 9.81 17.92 8.96 20.16 38.72 780.58 657.85
m m m m m m m2 ton
1.12 9.61 15.60 0.12
t/m2 t/m2
1.05 11.20 33.48 0.04
t/m2 t/m2
0.84 13.74 49.13 0.02
t/m2 t/m2
m
m
Tabel 5.3, Tabel Analisa Settlement
m
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 41
5.3 Perancangan Pondasi Jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang kayu. Dan dengan mengacu pada data tanah yang ada, akan dihitung Daya dukung pondasi tiang (hanya mempertimbangkan friction saja, mengingat nilai qc yang kecil) dan jumlah serta perletakan pondasi tiang, sebagai berikut :
5.3.1 Daya dukung Pondasi Tiang pancang Qg
= α (JHP). p (kg)
SF
= 5 ; α = 0.9 (friction reduction factor)
P
= π.D (cm)
D
= diameter (cm)
JHP dalam kg/cm Hasil perhitungan daya dukung, ditabelkan sebagai berikut : Modulus elastisitas Kayu E = 80000 kg/cm2 Beton E = 210000 kg/cm2 Friction capacity dia (cm)
α
Bearing Capacity
JHP (kg/cm)
kedalaman tiang 10 0.90 12 0.90 15 0.90 17 0.90 20 0.90 25 0.90 30 0.90
4 4 4 4 4 4 4
p (cm)
sf
4 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
Qg (kg) (ton)
23 27 34 38 45 57 68
0.02 0.03 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07
qc (kg/cm2)
Ad (cm2)
sf
Qd (kg) (ton)
Total (ton)
3 3 3 3 3 3 3
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
79 113 177 227 314 491 707
0.10 0.14 0.21 0.27 0.36 0.55 0.77
0.08 0.11 0.18 0.23 0.31 0.49 0.71
spring constant-k(kg/m) kayu beton
1.57E+06 2.26E+06 3.53E+06 4.54E+06 6.28E+06 9.81E+06 1.41E+07
4.12E+06 5.93E+06 9.27E+06 1.19E+07 1.65E+07 2.58E+07 3.71E+07
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 42
kedalaman tiang 10 0.90 32 12 0.90 32 15 0.90 32 17 0.90 32 20 0.90 32 25 0.90 32 30 0.90 32
5 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
181 217 271 307 362 452 543
0.18 0.22 0.27 0.31 0.36 0.45 0.54
5 5 5 5 5 5 5
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
131 188 294 378 523 818 1178
0.13 0.19 0.29 0.38 0.52 0.82 1.18
0.31 0.41 0.57 0.69 0.89 1.27 1.72
1.26E+06 1.81E+06 2.83E+06 3.63E+06 5.02E+06 7.85E+06 1.13E+06
3.30E+06 4.75E+06 7.42E+06 9.53E+06 1.32E+07 2.06E+07 2.97E+07
kedalaman tiang 10 0.90 66 12 0.90 66 15 0.90 66 17 0.90 66 20 0.90 66 25 0.90 66 30 0.90 66
6 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
373 448 560 634 746 933 1119
0.37 0.45 0.56 0.63 0.75 0.93 1.12
3 3 3 3 3 3 3
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
79 113 177 227 314 491 707
0.08 0.11 0.18 0.23 0.31 0.49 0.71
0.45 0.56 0.74 0.86 1.06 1.42 1.83
1.05E+06 1.51E+06 2.36E+06 3.02E+06 4.19E+06 6.54E+06 9.42E+06
2.75E+06 3.96E+06 6.18E+06 7.94E+06 1.10E+07 1.72E+07 2.47E+07
kedalaman tiang 10 0.90 100 12 0.90 100 15 0.90 100 17 0.90 100 20 0.90 100 25 0.90 100 30 0.90 100
7 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
565 678 848 961 1130 1413 1696
0.57 0.68 0.85 0.96 1.13 1.41 1.70
4 4 4 4 4 4 4
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
105 151 236 302 419 654 942
0.10 0.15 0.24 0.30 0.42 0.65 0.94
0.67 0.83 1.08 1.26 1.55 2.07 2.64
8.97E+05 1.29E+06 2.02E+06 2.59E+06 3.59E+06 5.61E+06 8.07E+06
2.36E+06 3.39E+06 5.30E+06 6.81E+06 9.42E+06 1.47E+07 2.12E+07
kedalaman tiang 10 0.90 136 12 0.90 136 15 0.90 136 17 0.90 136 20 0.90 136 25 0.90 136 30 0.90 136
8 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
769 922 1153 1307 1537 1922 2306
0.77 0.92 1.15 1.31 1.54 1.92 2.31
11 11 11 11 11 11 11
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
288 414 648 832 1151 1799 2591
0.29 0.41 1.80 2.14 2.69 3.72 4.90
1.06 1.34 1.80 2.14 2.69 3.72 4.90
7.85E+05 1.13E+06 1.77E+06 2.27E+06 3.14E+06 4.91E+06 7.07E+06
2.06E+06 2.97E+06 4.64E+06 5.96E+06 8.24E+06 1.29E+07 1.85E+07
kedalaman tiang 10 0.90 208 12 0.90 208 15 0.90 208 17 0.90 208 20 0.90 208 25 0.90 208 30 0.90 208
9.8 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
1176 1411 1763 1999 2351 2939 3527
1.18 1.41 1.76 2.00 2.35 2.94 3.53
10 10 10 10 10 10 10
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
262 377 589 756 1047 1635 2355
0.26 0.38 0.59 0.76 1.05 1.64 2.36
1.44 1.79 2.35 2.75 3.4 4.57 5.88
6.41E+05 9.23E+05 1.44E+06 1.85E+06 2.56E+06 4.01E+06 5.77E+05
1.68E+06 2.42E+06 3.78E+06 4.86E+06 6.73E+06 1.05E+07 1.51E+07
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 43
kedalaman tiang 10 0.90 216 12 0.90 216 15 0.90 216 17 0.90 216 20 0.90 216 25 0.90 216 30 0.90 216
10 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
1221 1465 1831 2075 2442 3052 3662
1.22 1.47 1.83 2.08 2.44 3.05 3.66
16 16 16 16 16 16 16
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
419 603 942 1210 1675 2617 3768
0.42 0.6 0.94 1.21 1.67 2.62 3.77
1.64 2.07 2.77 3.29 4.12 5.67 7.43
6.28E+05 9.04E+05 1.41E+06 1.81E+06 2.51E+06 3.93E+06 5.65E+06
1.65E+06 2.37E+06 3.71E+06 4.76E+06 6.59E+06 1.03E+07 1.48E+07
kedalaman tiang 10 0.90 254 12 0.90 254 15 0.90 254 17 0.90 254 20 0.90 254 25 0.90 254 30 0.90 254
11 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
1436 1723 2153 2441 2871 3589 4307
1.44 1.72 2.15 2.44 2.87 3.59 4.31
5 5 5 5 5 5 5
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
131 188 294 378 523 818 1178
0.13 0.19 0.29 0.38 0.52 0.82 1.18
1.57 1.91 2.45 2.82 3.39 4.41 5.48
5.71E+05 8.22E+05 1.28E+06 1.65E+06 2.28E+06 3.57E+06 5.14E+06
1.50E+06 2.16E+06 3.37E+06 4.33E+06 5.99E+06 9.37E+06 1.35E+07
kedalaman tiang 10 0.90 296 12 0.90 296 15 0.90 296 17 0.90 296 20 0.90 296 25 0.90 296 30 0.90 296
12 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
1673 2008 2509 2844 3346 4182 5019
1.67 2.01 2.51 2.84 3.35 4.18 5.02
8 8 8 8 8 8 8
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
209 301 471 605 837 1308 1884
0.21 0.30 0.47 0.61 0.84 1.31 1.88
1.88 2.31 2.98 3.45 4.18 5.49 6.90
5.23E+05 7.54E+05 1.18E+06 1.51E+06 2.09E+06 3.27E+06 4.71E+06
1.37E+06 1.98E+06 3.09E+06 3.97E+06 5.50E+06 8.59E+06 1.24E+07
kedalaman tiang 10 0.90 332 12 0.90 332 15 0.90 332 17 0.90 332 20 0.90 332 25 0.90 332 30 0.90 332
13 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
1876 2252 2815 3190 3753 4691 5629
1.88 2.25 2.82 3.19 3.75 4.69 5.63
11 11 11 11 11 11 11
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
288 414 648 832 1151 1799 2591
0.29 0.41 0.65 0.83 1.15 1.80 2.59
2.16 2.67 3.46 4.02 4.90 6.49 8.22
4.83E+05 6.96E+05 1.09E+06 1.40E+06 1.93E+06 3.02E+06 1.35E+06
1.27E+06 1.83E+06 2.85E+06 3.66E+06 5.07E+06 7.93E+06 1.14E+07
kedalaman tiang 10 0.90 364 12 0.90 364 15 0.90 364 17 0.90 364 20 0.90 364 25 0.90 364 30 0.90 364
13.80 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
2057 2469 3086 3497 4115 5143 6172
2.06 2.47 3.09 3.50 4.12 5.14 6.17
15 15 15 15 15 15 15
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
393 565 883 1134 1570 2453 3533
0.39 0.57 0.88 1.13 1.57 2.45 3.53
2.45 3.03 3.97 4.63 5.68 7.60 9.70
4.55E+05 6.55E+05 1.02E+06 1.32E+06 1.82E+06 2.84E+06 4.10E+06
1.19E+06 1.72E+06 2.69E+06 3.45E+06 4.78E+06 7.47E+06 1.08E+07
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 44
kedalaman tiang 10 0.90 410 12 0.90 410 15 0.90 410 17 0.90 410 20 0.90 410 25 0.90 410 30 0.90 410
15 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
2317 2781 3476 3939 4635 5793 6952
2.32 2.78 3.48 3.94 4.64 5.79 6.95
9 9 9 9 9 9 9
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
236 339 530 681 942 1472 2120
0.24 0.34 0.53 0.68 0.94 1.47 2.12
2.55 3.12 4.01 4.62 5.58 7.27 9.07
4.19E+05 6.03E+05 9.42E+05 1.21E+06 1.67E+06 2.62E+06 3.77E+06
1.10E+06 1.58E+06 2.47E+06 3.18E+06 4.40E+06 6.87E+06 9.89E+06
kedalaman tiang 10 0.90 452 12 0.90 452 15 0.90 452 17 0.90 452 20 0.90 452 25 0.90 452 30 0.90 452
16 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
2555 3066 3832 4343 5109 6387 7664
2.56 3.07 3.83 4.34 5.11 6.39 7.66
20 20 20 20 20 20 20
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
523 754 1178 1512 2093 3271 4710
0.52 0.75 1.18 1.51 2.09 3.27 4.71
3.08 3.82 5.01 5.86 7.20 9.66 12.37
3.93E+05 5.65E+05 8.83E+05 1.13E+06 1.57E+06 2.45E+06 3.53E+06
1.03E+06 1.48E+06 2.32E+06 2.98E+06 4.12E+06 6.44E+06 9.27E+06
kedalaman tiang 10 0.90 498 12 0.90 498 15 0.90 498 17 0.90 498 20 0.90 498 25 0.90 498 30 0.90 498
17 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
2815 3378 4222 4785 5629 7037 8444
2.82 3.38 4.22 4.79 5.63 7.04 8.44
35 35 35 35 35 35 35
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
916 1319 2061 2647 3663 5724 8243
0.92 1.32 2.06 2.65 3.66 5.72 8.24
3.73 4.70 6.28 7.43 9.29 12.76 16.69
3.69E+05 5.32E+05 8.31E+05 1.07E+06 1.48E+06 2.31E+06 3.32E+06
9.70E+05 1.40E+06 2.18E+06 2.80E+06 3.88E+06 6.06E+06 8.73E+06
kedalaman tiang 10 0.90 546 12 0.90 546 15 0.90 546 17 0.90 546 20 0.90 546 25 0.90 546 30 0.90 546
17.8 31.40 37.68 47.10 53.38 62.80 78.50 94.20
m 5 5 5 5 5 5 5
3086 3703 4629 5246 6172 7715 9258
3.09 3.70 4.63 5.25 6.17 7.72 9.26
20 20 20 20 20 20 20
78.50 113.04 176.63 226.87 314.00 490.63 706.50
3 3 3 3 3 3 3
523 754 1178 1512 2093 3271 4710
0.52 0.75 1.18 1.51 2.09 3.27 4.71
3.61 4.46 5.81 6.76 8.27 10.99 13.97
3.53E+05 5.08E+05 7.94E+05 1.02E+06 1.41E+06 2.21E+06 3.18E+06
9.26E+05 1.33E+06 2.08E+06 2.68E+06 3.70E+06 5.79E+06 8.34E+06
Tabel 5.4, Tabel Analisa Daya Dukung Pondasi
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
5.3.2 Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang Jumlah tiang =
Eff = 1 −
W Eff .Qg
φ ( n − 1 )m + ( m − 1 )n
90 °
mxn
Keterangan : W
= Total berat struktur
Qg
= Daya dukung tiang pada kedalaman yang direncanakan.
Eff
= Efisiensi kelompok tiang
m
= Jumlah baris
n
= Jumlah tiang dalam satu baris
Ø
= arc. Tg
d
= Diameter tiang
S
= jarak as ke as tiang (min 2,5 d)
d S
V - 45
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
V - 46
Selanjutnya dengan menggunakan rumus diatas, analisa jumlah dan perletakan tiang pancang akan di tabelkan seperti pada tabel, sebagai berikut : Analisa Perletakan Tiang Pancang Panjang Tiang 8m PELAT Lebar (B) Panjang (L) Diameter tiang (D)
505 2360 10
cm cm cm
JARAK TIANG KE TEPI PELAT Jarak minimum (2,5 D) 25 Rencana jarak arah B 42.5 Rencana jarak arah L 25 Lebar efektif pelat 420 Panjang efektif pelat 2310
cm cm cm cm cm
RENCANA JUMLAH TIANG Rencana jarak tiang Jumlah tiang arah B Jumlah tiang arah L Total jumlah tiang
cm unit unit unit
35 13 67 871
JUMLAH TIANG DIPERLUKAN Total beban 634 Kapasitas 1 unit tiang 1.18 Efisiensi kelompok 0.66 Jumlah tiang 814
ton ton
m n d s ø Eff
= 67 = 13 = 0.1 = 0.35 m (diameter tiang) = 16 m (jarak tiang c.t.c) = 0.66
(kedalaman 9.8 m)
unit
Tabel 5.5, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 8 m
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Analisa Perletakan Tiang Pancang Panjang Tiang 12 m PELAT Lebar (B) Panjang (L) Diameter tiang (D)
505 2360 10
cm cm cm
JARAK TIANG KE TEPI PELAT Jarak minimum (2,5 D) 25 Rencana jarak arah B 52.5 Rencana jarak arah L 30 Lebar efektif pelat 400 Panjang efektif pelat 2300
cm cm cm cm cm
RENCANA JUMLAH TIANG Rencana jarak tiang Jumlah tiang arah B Jumlah tiang arah L Total jumlah tiang
cm unit unit unit
50 9 47 423
JUMLAH TIANG DIPERLUKAN Total beban 634 Kapasitas 1 unit tiang 2.06 Efisiensi kelompok 0.77 Jumlah tiang 400
ton ton
m n d s ø Eff
= 47 = 9 = 0.1 = 0.5 m (diameter tiang) = 11.3 m (jarak tiang c.t.c) = 0.77
(kedalaman 13.8 m)
unit
Tabel 5.6, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 12 m
V - 47
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Analisa Perletakan Tiang Pancang Panjang Tiang 16 m PELAT Lebar (B) Panjang (L) Diameter tiang (D)
505 2360 10
cm cm cm
JARAK TIANG KE TEPI PELAT Jarak minimum (2,5 D) 25 Rencana jarak arah B 28.5 Rencana jarak arah L 28 Lebar efektif pelat 448 Panjang efektif pelat 2304
cm cm cm cm cm
RENCANA JUMLAH TIANG Rencana jarak tiang Jumlah tiang arah B Jumlah tiang arah L Total jumlah tiang
cm unit unit unit
64 8 37 296
JUMLAH TIANG DIPERLUKAN Total beban 634 Kapasitas 1 unit tiang 3.09 Efisiensi kelompok 0.82 Jumlah tiang 250
ton ton
m n d s ø Eff
= 37 = 8 = 0.1 = 0.64 m (diameter tiang) = 8.88 m (jarak tiang c.t.c) = 0.82
(kedalaman 17.8 m)
unit
Tabel 5.7, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 16 m
V - 48
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Analisa Perletakan Tiang Pancang Panjang Tiang 8m Dengan memperhitungkan gaya up lift PELAT Lebar (B) Panjang (L) Diameter tiang (D)
505 2360 10
cm cm cm
JARAK TIANG KE TEPI PELAT Jarak minimum (2,5 D) 25 Rencana jarak arah B 52.5 Rencana jarak arah L 40 Lebar efektif pelat 400 Panjang efektif pelat 2280
cm cm cm cm cm
RENCANA JUMLAH TIANG Rencana jarak tiang 40 Jumlah tiang arah B 11 Jumlah tiang arah L 58 Total jumlah tiang 638
cm unit unit unit
JUMLAH TIANG DIPERLUKAN Total beban 479 Kapasitas 1 unit tiang 1.18 Efisiensi kelompok 0.7 Jumlah tiang 580
ton ton
m n d s ø Eff
= 58 = 11 = 0.1 = 0.4 m (diameter tiang) = 14.4 m (jarak tiang c.t.c) = 0.7
(kedalaman 9.8 m)
unit
Tabel 5.8, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 8 m (Dengan Memperhitungkan Gaya Up Lift)
V - 49
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Analisa Perletakan Tiang Pancang Panjang Tiang 12 m Dengan memperhitungkan gaya up lift PELAT Lebar (B) Panjang (L) Diameter tiang (D)
505 2360 10
cm cm cm
JARAK TIANG KE TEPI PELAT Jarak minimum (2,5 D) 25 Rencana jarak arah B 42.5 Rencana jarak arah L 40 Lebar efektif pelat 420 Panjang efektif pelat 2280
cm cm cm cm cm
RENCANA JUMLAH TIANG Rencana jarak tiang Jumlah tiang arah B Jumlah tiang arah L Total jumlah tiang
60
cm
8
unit
39 312
unit unit
JUMLAH TIANG DIPERLUKAN Total beban 479 Kapasitas 1 unit tiang 2.06 Efisiensi kelompok 0.81 Jumlah tiang 287
ton ton
m n d s ø Eff
= 39 = 8 = 0.1 = 0.6 m (diameter tiang) = 9.46 m (jarak tiang c.t.c) = 0.81
(kedalaman 13.8 m)
unit
Tabel 5.9, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 12 m (Dengan Memperhitungkan Gaya Up Lift)
V - 50
BAB V, Perancangan struktur bangunan atas, bangunan utama & pondasi
Analisa Perletakan Tiang Pancang Panjang Tiang 16 m Dengan memperhitungkan gaya up lift PELAT Lebar (B) Panjang (L) Diameter tiang (D)
505 2360 10
cm cm cm
JARAK TIANG KE TEPI PELAT Jarak minimum (2,5 D) 25 Rencana jarak arah B 27.5 Rencana jarak arah L 55 Lebar efektif pelat 450 Panjang efektif pelat 2250
cm cm cm cm cm
RENCANA JUMLAH TIANG Rencana jarak tiang Jumlah tiang arah B Jumlah tiang arah L Total jumlah tiang
75
cm
7
unit
31 217
unit unit
JUMLAH TIANG DIPERLUKAN Total beban 479 Kapasitas 1 unit tiang 3.09 Efisiensi kelompok 0.85 Jumlah tiang 182
ton ton
m n d s ø Eff
= 31 = 7 = 0.1 = 0.75 m (diameter tiang) = 7.59 m (jarak tiang c.t.c) = 0.85
(kedalaman 17.8 m)
unit
Tabel 5.10, Tabel Analisa Jumlah dan Perletakan Tiang Pancang, h = 16 m (Dengan Memperhitungkan Gaya Up Lift)
V - 51
BAB VI, KESIMPULAN DAN SARAN
VI - 1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Setelah melakukan serangkaian proses perancangan bangunan “Waste Water Treatment” maka secara garis besar dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Bangunan “Waste Water Treatment” type RBC adalah suatu bangunan pengolah limbah cair dengan menggunakan system pengurangan beban organic (BOD) yang terdapat didalam air limbah, dengan bantuan bakteri an-aerob (bakteri yang menggunakan oksigen terlarut untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air) 2. Untuk mendapatkan hasil desain yang efisien dan optimal, diperlukan data-data yang akurat mengenai karakterisitik bangunan, data mesin, dan data tanah. 3. Pemilihan material yang tepat, murah dan mudah didapat dipasaran harus menjadi petimbangan utama dalam proses desain. 4. Bila tidak bisa mendapatkan data-data yang akurat, beban kombinasi harus ditentukan sedemikian rupa sehingga cukup untuk mangantisipasi segala kemungkinan yang terjadi,akibat ketidakpastian data tersebut. 5. Dengan mengabaikan beban up lift dari bangunan utama, maka didapat faktor keamanan yang lebih besar akan tetapi diperlukan jumlah pondasi tiang pancang yang lebih banyak 6. Program SAP 2000 yang digunakan didalam perancangan ini sifatnya hanya sebagai sarana penunjang saja, karena pada dasarnya input-input yang
BAB VI, KESIMPULAN DAN SARAN
dimasukkan oleh seorang perancang akan
VI - 2
sangat mempengaruhi hasil
perancangan. Sehingga hasil outputnya harus diperiksa ulang dengan lebih akurat dan teliti. 7. Hasil perancangan diatas kertas, bukanlah salah satu factor penentu bahwa bangunan yang dibangun akan aman dan kuat. Hal yang lain yang perlu diperhatikan dan benar-benar diawasi, adalah proses konstruksi dilapangan. 8. Untuk menggunakan material kayu sebagai pondasi tiang pancang, harus diingat bahwa tiang pancang harus selalu dalam kondisi terendam, oleh karenanya posisi level MAT harus diperhatikan
6.2
Saran
Hal-hal yang dapat disarankan didalam perancangan bangunan “Waste Water Treatment” ini adalah, sebagai berikut : 1. Dimensi profil baja (balok dan kolom) pada bangunan atas, bila dilihat dari hasil proses desain dengan SAP 2000, masih bisa di buat lebih efisien dengan memperkecil dimensi profil tersebut, ini bisa dilihat pada hasil print out nilai rasio kapasitas penampang semua profil masih berwarna “cyan”. 2. Pada proses perancangan bangunan utama, terutama untuk pembebanan frekwensi getar pada mesin rotor sebisa mungkin agar dicari data akuratnya, sehingga bisa didapat hasil perancangan yang akurat dan efisien. Karena didalam perhitungan ini beban frekwensi rotor diasumsikan sebesar koefisien beban kendaraan yang berhenti pada jembatan yaitu 1,4 X, kombinasi pembebanan 1 yaitu 1.4 DL + 1.6 LL, dikhawatirkan agak berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
1
DAFTAR PUSTAKA
Tchobanoglous, G., Burton, F.L., and Stensel, H.D. (2003). Wastewater Engineering (Treatment Disposal Reuse) / Metcalf & Eddy, Inc. (4th Edition ed.). McGrawHill Book Company. Hary Christady Hardiyatmo (2002). TEKNIK PONDASI 1( Edisi Kedua). Yogyakarta W.C. VIS Gideon Kusuma. CUR Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03, (Seri Beton 4). Jakarta Kusuma, Gideon dan Andriono, Takim. 1994. Desain Struktur Rangka Beton Bertulang di Daerah Rawan Gempa Berdasarkan SKSNI T-15-2002-03. Bandung (Beta Version) W.C.
VIS
Gideon
Kusuma.
1993.
Dasar-dasar
Perencanaan
Beton
BertulangBerdasarkan SKASNI T-15-1991-03. Jakarta : Erlangga. Rudi Gunawan, Ir. Tabel Profil Konstruksi Baja. Jakarta Handi Pramono & Rekan (2007). Desain Konstruksi, Plat & Rangka Beton Bertulang dengan SAP 2000 Versi 9. Yogyakarta