Translation No. HLM06MAY11
Page: 1
LEMBAR DATA SAFEGUARDS TERPADU TAHAP KONSEP Laporan No :
Tanggal ISDS Disusun/Dimuktahirkan: 25/02/2011 I. INFORMASI DASAR A. Data Dasar Proyek Negara: Indonesia ID Proyek : P124583 Nama Proyek: Indonesia – Hibah Kesiapan FCPF Task Team Leader: Giuseppe Topa, Werner Kornexl Estimated Appraisal Date: Belum ditentukan Estimated Board Date: Belum ditentukan Unit Pengelola: EASIS Instrumen Pinjaman: TF grant Sektor: Lingkungan Hidup Tema: Perubahan Iklim dan Kehutanan Jumlah FCPF (US$m.): US$ 3,6 juta Kategori Lingkungan: B Pemrosesan Disederhanakan Sederhana [X] Apakah proyek ini diserahterimakan (transferred project) Ya [ ] Tidak [ ]
Repeater [ ]
B. Tujuan Proyek: Tujuan pengembangan Hibah FCPF (FCPF Grant) adalah untuk mendukung pengembangan kapasitas Indonesia dalam merancang strategi REDD+ nasional yang saksama serta mengembangkan skenario acuan nasional dan daerah serta sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi sesuai dengan kondisi dan keadaan daerah dan nasional. Oleh karena itu, tujuan pengembangan proyek ini akan dipantau melalui indikator-indikator sebagai berikut: i.
Suatu Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) dipersiapkan dan didukung oleh para pemangku kepentingan nasional termasuk lembaga-lembaga pemerintah yang kompeten;
ii.
Kondisi dan keadaan yang mempengaruhi Skenario Acuan Nasional diukur dan dibahas bersama para pemangku kepentingan nasional yang relevan; dan
iii.
Kajian mengenai pemicu deforestasi, opsi bagi hasil dan opsi investasi yang semakin memperkuat strategi REDD+ Nasional dipersiapkan dan didukung oleh Pemerintah setelah dibahas dan divalidasi oleh para pemangku kepentingan.
Translation No. HLM06MAY11
Page: 2
Hibah FCPF akan membiayai sebagian (subset) dari input keuangan dan teknis keseluruhan yang dibutuhkan agar Indonesia dapat mencapai kesiapan REDD. Input tambahan akan disediakan oleh Donor lain dan Pemerintah Indonesia yang menjalin kerjasama yang aktif dengan Hibah FCPF. Lebih dari 60 Kegiatan Demonstrasi REDD sedang dikembangkan oleh para donor bilateral, LSM dan perusahaan-perusahaan swasta. Sejumlah donor memberikan kontribusi untuk proses kesiapan ini. Sebagai contoh, Pemerintah Norwegia yang menyediakan dana sebesar US$ 1 milyar mendukung kegiatan-kegiatan antara lain penyusunan Strategi REDD+ serta implementasi lembaga REDD+. Pemerintah Australia terutama mendukung Sistem Akuntansi Karbon dan beberapa kegiatan demonstrasi; UN-REDD membiayai konsultasi, sosialisasi dan proses penyebarluasan informasi serta kegiatan demonstrasi di lapangan. Mengingat dukungan yang sedang dan akan diberikan bagi masyarakat Indonesia, kegiatan kesiapan dan luasnya wilayah Indonesia maka Pemerintah telah meminta agar Hibah FCPF difokuskan pada sejumlah kegiatan secara terbatas yang belum didanai oleh donor-donor lain. HASIL-HASIL UTAMA 1) Pemahaman dan kesadaran tentang pemicu deforestasi dan degradasi dan tentang strategi untuk mengatasinya meningkat; hasil kajian tentang opsi investasi prioritas untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan tersedia; kegiatan-kegiatan di tanah air yang mendorong penurunan emisi dan peningkatan serapan, serta stabilisasi stok karbon hutan dikaji; dan pemahaman tentang status, kesenjangan serta kebutuhan peningkatan kapasitas untuk implementasi kerangka REDD+ di tingkat nasional meningkat. 2) Peraturan-peraturan yang berlaku tentang REDD+ dikaji; dan kapasitas lembaga-lembaga yang berkaitan dengan REDD+ meningkat; kesadaran dan rasa memiliki terhadap proses kesiapan meningkat melalui konsultasi dan sosialisasi; kapasitas pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat, untuk berpartisipasi dalam proses pengembangan kebijakan diperkuat; dan sebuah Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial yang berfokus pada Kegiatan Demonstrasi REDD+ yang berpotensi untuk dilakukan di masa mendatang tersedia; 3) Pemahaman tentang siklus karbon terestrial dari berbagai penggunaan lahan meningkat; hasil analisis deret waktu terhadap aspek-aspek sosial ekonomi dan kebijakan primer dari perubahan penggunaan lahan tersedia; dan Petak Sampel Permanen (PSP) meningkatkan kepastian terhadap estimasi Gas Rumah Kaca (GHG) dari REDD+ di berbagai jenis hutan di kawasan terpilih. 4) Data baru mengenai potensi REDD+ di provinsi-provinsi terpilih dihasilkan; kapasitas untuk menyusun kerangka REDD+ dan melaksanakan program REDD+ di lokasi-lokasi daerah terpilih meningkat (lokasi: Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kabupaten Musi Rawas – Sumatra Selatan, NAD). C. Uraian Proyek [dari bagian 3 dalam Catatan Kajian Usulan Persiapan Kesiapan/RPP]: Proses kesiapan REDD+ di tingkat nasional terdiri dari sejumlah kegiatan yang mencakup permasalahan kesiapan REDD+ di Indonesia. Jumlah pendanaan keseluruhan yang dibutuhkan untuk melaksanakan peningkatan kapasitas di bidang REDD+ di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 18 juta pada tahun 2009 dalam R-PP Indonesia. Pendanaan ini belum mencakup pembentukan lembaga-lembaga baru serta kegiatan-kegiatan lain yang direncanakan dalam LoI
Translation No. HLM06MAY11
Page: 3
Norwegia yang akan segera dilaksanakan. Kegiatan-kegiatan yang diidentifikasi dalam perjanjian hibah merupakan bagian dari upaya kesiapan secara keseluruhan yang dituangkan dalam Rencana Kesiapan yang telah disampaikan kepada FCPF pada bulan Juni 2009. Perencanaan kesiapan REDD di Indonesia didukung oleh UNREDD ($6 juta) dan Aliansi Iklim Hutan Indonesia Australia - AUSAID ($30 juta). Kedua program ini telah berjalan sejak tahun 2009 dan terutama memusatkan kegiatannya pada (i) pengukuran, pelaporan & verifikasi (MRV) dan penetapan Tingkat Emisi Acuan (REL), (ii) kegiatan kesiapan daerah dan (iii) sosialisasi dan komunikasi. Selain itu, Inisiatif Iklim Hutan dan Letter of Intent Norwegia menyediakan $30 juta untuk Tahap 1 program berbasis hasil yang terdiri dari tiga bagian. Sebagai bagian dari komitmen berdasarkan Letter of Intent Norwegia, Satuan Tugas REDD diminta untuk mengkoordinasikan penyusunan Strategi REDD+. Oleh karena itu, FCPF hanya akan mendukung input analisis strategis dan proses konsultasi, bukan seluruh inisiatif REDD. Mengingat beragamnya pelaku dan kecilnya ukuran hibah FCPF dibandingkan dengan upayaupaya lain maka hibah FCPF tidak dapat diperuntukkan bagi seluruh strategi REDD nasional melainkan dianggap sebagai kontributor input spesifik bagi dialog multi donor dan multi sektoral serta proses pengembangan yang lebih luas. Dukungan FCPF mempunyai lingkup nasional dengan kegiatan penelitian dan peningkatan kapasitas di daerah-daerah. Kegiatan kesiapan dengan unsur informasi, penelitian dan peningkatan kapasitas akan mendukung kerangka REDD+ nasional yang akan datang. Unsurunsur tersebut akan melengkapi kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan oleh Pemerintah, LSM, donor dan organisasi-organisasi lain. Data berbasis lapangan dan kesiapan di daerah akan menjadi komponen penting dari kesiapan nasional, dan FCPF juga akan memberikan kontribusi pendanaan untuk kegiatan kajian dan pengukuran di lapangan di daerah-daerah berikut ini: Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Papua Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Musi Rawas di Provinsi Sumatra Selatan dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kementerian Kehutanan telah memilih daerahdaerah tersebut berdasarkan dukungan dari pemerintah daerah masing-masing untuk REDD+ dan lokasi kegiatan demonstrasi yang mungkin relevan. Program kesiapan FCPF sangat penting meskipun pendanaannya kecil jika dilihat dari skala kegiatan kesiapan REDD+ secara keseluruhan di Indonesia. Kementerian Kehutanan telah memilih kegiatan-kegiatan secara spesifik karena kegiatan-kegiatan tersebut dianggap penting untuk kesiapan tetapi tidak sedang didanai oleh donor-donor lain. SESA dan ESMF mempunyai nilai yang sangat strategis karena secara langsung mempengaruhi kerangka kebijakan REDD+ maupun proyek-proyek REDD+ di masa mendatang. Mekanisme safeguard akan menjadi sangat penting ketika Indonesia memasuki tahap investasi REDD+ (tahap 2). Analisis opsi investasi prioritas REDD+ dirancang untuk mendukung persiapan strategi investasi dalam Program Investasi Kehutanan (FIP) serta skema-skema serupa. Program terdiri dari empat komponen utama: (i) Kegiatan Analisis yang mencakup kajian tentang penyebab deforestasi dan tentang investasi serta intervensi lain yang dibutuhkan untuk mengurangi deforestasi dan emisi gas rumah kaca.
Translation No. HLM06MAY11
Page: 4
(ii) Dukungan bagi Proses Kesiapan. Komponen ini mencakup: kajian terhadap peraturanperaturan lama maupun baru yang relevan dengan REDD+; peningkatan kapasitas lembaga dan pemangku kepentingan; kajian cepat terhadap opsi bagi hasil (revenue sharing); subkomponen besar konsultasi dan sosialisasi yang mencakup semua pelaku termasuk Masyarakat adat; dan penyelesaian Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) serta penyusunan Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF). (iii) Kajian dan pengukuran dampak GHG akibat perubahan penggunaan lahan. Komponen ini akan mengkaji dan mengukur pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap stok karbon, mengembangkan deret waktu perubahan lahan dan mendukung sistem pemantauan stok karbon di tingkat lapangan. (iv) Pengumpulan Data dan Peningkatan Kapasitas Regional. Komponen proyek yang keempat ini akan memfasilitasi kegiatan REDD+ yang relevan di daerah dengan mengumpulkan data sosial ekonomi dan sumber daya hayati serta parameter-parameter lain yang dibutuhkan. Tahap persiapan kesiapan terutama dimaksudkan untuk kegiatan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas dengan tujuan untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi potensi investasi REDD di masa mendatang. Hibah ini tidak akan membiayai pelaksanaan kegiatan REDD di lapangan (investasi atau kegiatan percontohan/demonstrasi). Unsur-unsur penting dari perjanjian hibah mencakup penyiapan unsur-unsur strategi REDD+ dan kontribusi opsi untuk sistem bagi hasil, yang berpotensi memberikan dampak sosial dan lingkungan hidup. Dampak tersebut bisa jadi positif bagi kelompok tertentu atau lokasi tertentu, tetapi bisa juga negatif bagi yang lainnya. Kerangka acuan kerja (KAK) studi yang dibiayai oleh Hibah mencakup ketentuan-ketentuan yang sejalan dengan persyaratan kebijakan Bank mengenai Analisis Dampak Lingkungan, Habitat Alami, Sumber Daya Kebudayaan Fisik, Penggusuran (Involuntary Resettlement) dan Masyarakat adat, sesuai dengan kebutuhan. Meskipun program itu sendiri tidak melibatkan proyek-proyek REDD+, sebuah kajian awal memperlihatkan bahwa sejumlah kebijakan safeguards Bank Dunia dapat dipicu oleh kegiatankegiatan yang berkaitan dengan REDD+ di masa mendatang di Indonesia. Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) akan diadakan sebagai bagian dari proses Kesiapan untuk menganalisis potensi dampak dari intervensi REDD+ nasional, merumuskan alternatif dan strategi mitigasi serta meningkatkan proses pengambilan keputusan di bidang desain kerangka REDD+ nasional. Sebagai salah satu hasil dari SESA, sebuah Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF) akan dipersiapkan untuk memberikan arahan dalam melakukan investasi potensial di masa mendatang pada kegiatan-kegiatan Demonstrasi REDD+ sesuai dengan kebijakan safeguards Bank Dunia. Hibah akan didukung oleh komponen konsultasi dan sosialisasi yang signifikan. Komponen ini mencakup berbagai konsultasi pemangku kepentingan di berbagai lokasi dan memanfaatkan proses konsultasi REDD+ yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Tujuan konsultasi adalah untuk mencapai partisipasi pemangku kepentingan yang efektif dalam kegiatan analisis relevan yang dibiayai oleh Hibah FCPF. Melalui konsultasi, masukan dari pemangku
Translation No. HLM06MAY11
Page: 5
kepentingan dapat dikumpulkan, termasuk masukan dari Masyarakat adat, mengenai hasil analisis dan rekomendasi Hibah. Prinsip yang digunakan dalam konsultasi adalah “konsultasi yang bebas, terencana dan terinformasi untuk mendapatkan dukungan masyarakat secara luas”. Konsultasi bersifat inklusif, diadakan dalam bahasa setempat yang cocok dan memberikan cukup waktu kepada masyarakat untuk menyampaikan tanggapan. Konsultasi diadakan dengan organisasi daerah/lokal, organisasi masyarakat adat (IP) nasional yang sah seperti AMAN serta sejumlah komunitas adat mengenai bidang-bidang utama. Sebuah strategi konsultasi dengan komunitas adat/komunitas yang mengandalkan hutan untuk kehidupan akan dikembangkan, sebagai bagian integral dari KAK SESA maupun sebagai rencana tersendiri, untuk memastikan agar perwakilan yang sah dari Masyarakat adat serta komunitas lain yang mengandalkan hutan akan berpartisipasi secara bermakna dalam semua diskusi mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi mereka termasuk, misalnya, mekanisme bagi hasil (revenue/benefit sharing).
D. Lokasi proyek dan karakteristik fisik yang menonjol sehubungan dengan analisis safeguards (bila diketahui): Proyek ini tidak mencakup kegiatan-kegiatan di lapangan. Sebaliknya, proyek ini berfokus pada pemberian bantuan teknis kepada pemerintah untuk meningkatkan kapastas teknis dan kelembagaan agar dapat berpartisipasi dalam mekanisme REDD+ internasional di masa mendatang.
E. Kapasitas Kelembagaan Peminjam di bidang Kebijakan Safeguards: Program FCPF akan dikoordinasikan dan dikelola oleh Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan (Puspijak). Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bertanggung jawab untuk mengelola dan memantau Kawasan Hutan yang sangat luas di Indonesia. Kemenhut juga menjadi lembaga penanggung jawab untuk mengevaluasi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap semua rencana pengelolaan hutan; persyaratan AMDAL mencakup proses penyaringan proyek terhadap risiko sosial dan lingkungan serta merancang tindakan-tindakan mitigasi. PUSPIJAK/Kemenhut dilengkapi dengan tenaga profesional yang terlatih serta mempunyai rekam jejak yang baik sehubungan dengan kerja sama dengan Bank Dunia dalam kegiatan AAA. Baru-baru ini, PUSPIJAK telah bekerja sama secara erat dengan Bank Dunia dalam mempersiapkan kebutuhan SESA bagi FCPF, dan telah meningkatkan pengenalannya tentang safeguards Bank Dunia dalam proses ini. Wakil dari Puspijak telah berpartisipasi dalam sebagian besar rapat FCPF, terutama dalam rangka penyusunan pedoman SESA. Meskipun Puspijak mempunyai beberapa kualitas yang diinginkan, kapasitasnya untuk memfasilitasi pencantuman safeguards sosial dan lingkungan dalam kebijakan nasional masih belum diuji secara memadai dan kapasitasnya untuk melaksanakan safeguards perlu diperkuat. Karena itu, Puspijak akan membentuk sebuah kelompok kerja profesional di lingkungan Kemenhut untuk mengembangkan strategi peningkatan kapasitas dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan safeguards yang dibutuhkan berdasarkan strategi REDD.
Translation No. HLM06MAY11
Page: 6
Selama fase Kesiapan (Readiness), Puspijak akan berkoordinasi secara erat dengan Dewan Kehutanan Nasional (DKN) untuk mengadakan SESA dan menyusun Kerangka Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sosial (ESMF). DKN merupakan dewan yang dibentuk secara khusus untuk membahas kebijakan-kebijakan kehutanan dengan masyarakat yang lebih luas dan diselenggarakan dalam kelompok-kelompok – pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan LSM termasuk organisasi perwakilan masyarakat adat. DKN secara keseluruhan bertanggung jawab atas kegiatan konsultasi dan sosialisasi maupun pelaksanaan SESA.
F. Spesialis Safeguards Bidang Lingkungan Hidup dan Sosial dalam Tim: Juan Martinez Virza Sasmitawidjaja
Spesialis Senior Pembangunan Sosial Spesialis Lingkungan Hidup
EASIS EASIS
II. KEBIJAKAN SAFEGUARDS YANG MUNGKIN BERLAKU Tabel berikut ini menyajikan informasi mengenai Kebijakan Safeguards yang dipicu. Karena hibah persiapan kesiapan REDD+ dari FCPF tidak akan mendanai proyek-proyek REDD+ atau menetapkan kebijakan-kebijakan maka tidak ada dampak langsung dari hibah dan tabel di bawah ini berfungsi sebagai latar belakang potensi investasi REDD+ di masa mendatang yang dibiayai oleh Bank Dunia dan menjadi pembimbing dalam pengembangan kerangka ESMF. Bagian ini sesuai dengan Piagam FCPF dan Board Paper on Safeguard Guidance for Readiness Activities di bawah FCPF. TBD Tidak Kebijakan Safeguard yang Dipicu Ya Analisis Dampak Lingkungan (OP/BP 4.01) X Meskipun REDD+ bermaksud mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan dengan demikian bertujuan memberikan dampak positif terhadap lingkungan, kemungkinan ada potensi dampak yang merugikan, bergantung pada caranya tujuan-tujuan tersebut dicapai. Misalnya, potensi penggantian hutan asli menjadi perkebunan dapat mempunyai dampak serius bagi keanekaragaman hayati. Sebagian dari hibah ini akan mendukung kegiatan Indonesia untuk mengidentifikasi potensi risiko sehbungan dengan kebijakan REDD+ dan opsi-opsi investasi. Untuk melakukan hal ini, FCPF menggunakan Kajian Lingkungan Hidup dan Sosial Strategis (SESA) guna menghimpun pertimbangan utama di bidang lingkungan hidup dan sosial dalam REDD+ readiness dengan mengkombinasikan pendekatan analisis dan partisipatif; dan menggunakan ESMF untuk menyediakan suatu kerangka yang dapat mengarahkan investasi di masa mendatang untuk kegiatan demonstrasi di lapangan. Tujuan dari SESA adalah menyediakan suatu platform partisipatif bagi pemangku kepentingan untuk membangun pemahaman tentang situasi/permasalahan saat ini sehubungan dengan kegiatan-kegiatan REDD yang telah dilaksanakan, dan mengidentifikasi opsi/peluang di masa mendatang.
Translation No. HLM06MAY11
Page: 7
ESMF akan menetapkan modalitas dan prosedur untuk menghadapi potensi dampak negatif lingkungan dan sosial dari pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi REDD+ maupun tindakan mitigasi terkait melalui penerapan praktek-praktek terbaik. ESMF mencakup prosedur untuk: (i) konsultasi yang berkelanjutan dengan kelompok pemangku kepentingan yang relevan; (ii) tindakan peningkatan kapasitas yang tepat; dan (iii) penyaringan dan analisis dampak lingkungan dan sosial. ESMF mencakup kriteria penyaringan, prosedur dan tanggung jawab kelembagaan untuk kebijakan safeguards yang dipicu. Kerangka ESMF mengamanatkan penyusunan rencana aksi yang terikat waktu untuk meredam dampak merugikan dari program dan/atau proyek di masa mendatang. Karena mungkin menjadi opsi strategi REDD+, ESMF akan memberikan perhatian khusus kepada penghidupan, hak-hak (termasuk hak masyarakat adat), perlindungan khusus bagi kelompok rentan, keanekaragaman hayati, warisan budaya, gender, penilaian kapasitas kelembagaan, dan sebagainya. ESMF hendaknya mencakup mekanisme untuk memantau pelaksanaan Kerangka ini. Mekanisme tersebut harus dapat diakses sehingga publik dapat berpartisipasi dalam proses pemantauan. Untuk proyek-proyek REDD+ potensial yang dilaksanakan setelah fase Kesiapan, Analisis Lingkungan yang terdiri dari Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP) akan digunakan untuk mengidentifikasi, menghindari dan mengurangi potensi dampak lingkungan yang negatif sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Habitat Alami (OP/BP 4.04)
X
Kebijakan ini berupaya memastikan agar semua kegiatan yang dibiayai hibah memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati maupun berbagai jasa dan produk lingkungan yang berasal dari habitat alami untuk masyarakat manusia. Secara keseluruhan, kegiatan REDD+ diharapkan akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap habitat alami karena Indonesia menerapkan strategi yang efektif untuk mengurangi hilangnya hutan alam dan melestarikan spesies asli terutama di mana terdapat spesies yang hampir punah dan Indonesia bermaksud mengurangi angka deforestasi secara umum. Kebijakan ini secara ketat membatasi keadaan yang membuat setiap proyek dapat berdampak terhadap habitat alami (daerah daratan dan perairan di mana terdapat sebagian besar spesies tumbuhan dan hewan asli). Masalah-masalah penting sehubungan dengan habitat alami dan potensi dampak dari implementasi REDD+ di masa mendatang melalui kegiatan demonstrasi di lapangan akan dianalisis selama pelaksanaan SESA dan berdasarkan ESMF. Untuk proyek-proyek REDD+ potensial yang dilaksanakan setelah fase Kesiapan, EMP spesifik lokasi dapat disusun untuk lokasi-lokasi yang ditetapkan. Hutan (OP/BP 4.36) X Kegiatan-kegiatan REDD+ di lahan hutan bertujuan untuk mengurangi deforestasi, meningkatkan kontribusi daerah berhutan di bidang jasa lingkungan, mendorong reboisasi, mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi. Secara umum, kegiatankegiatan REDD+ diharapkan akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap hutan, sehingga tujuan utama program adalah mengurangi deforestasi namun tetap mendukung
Translation No. HLM06MAY11
Page: 8
kesejahteraan masyarakat yang kehidupannya bergantung pada hutan sehingga mereka akan dikonsultasikan selama berlangsungnya proyek. Setiap masalah penting sehubungan dengan hutan dan potensi dampak dari implementasi REDD+ di masa mendatang melalui kegiatan demonstrasi di lapangan akan dikaji melalui SESA dan potensi dampak negatifnya diatasi melalui ESMF. Untuk proyek-proyek REDD+ potensial yang dilaksanakan setelah fase Kesiapan, EMP spesifik lokasi dapat disusun untuk lokasi-lokasi yang ditetapkan. Penanggulangan Hama (OP 4.09) X Kebijakan ini dapat dipicu, bergantung pada lingkup strategi REDD+ yang dapat mencakup kegiatan reforestasi atau intensifikasi pertanian di lahan-lahan terdegradasi. Kebijakan implementasi REDD+ tidak akan mendorong pembelian dan penggunaan pestisida. Namun jika pestisida digunakan, prosedur operasional standar penanganan dan pembuangan yang aman akan dikembangkan. Sumber Daya Kebudayaan Fisik (OP/BP 4.11) X Kebijakan ini dapat dipicu, jika misalnya, sebagian kegiatan REDD+ direncanakan akan dilaksanakan di dan mengganggu “lokasi keramat”. Hal ini hendaknya diputuskan secara kasus per kasus. Diharapkan tidak terjadi dampak yang merugikan. Namun, sebuah Kerangka Pengelolaan Sumber Daya Fisik akan dicantumkan dalam Rencana Pengelolan Lingkungan Hidup ESMF. Masyarakat adat (OP/BP 4.10) X Hutan-hutan di Indonesia menjadi tempat tinggal bagi berbagai masyarakat adat dan kelompok minoritas etnis yang rentan sehingga kegiatan apapun di dalam dan di sekitar kawasan hutan dapat mempengaruhi mereka secara positif maupun negatif. Sebagian besar kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari program REDD+ nasional mungkin akan berlangsung di daerah-daerah yang dihuni oleh masyarakat adat. Investasi dan kebijakan REDD+ di masa mendatang dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi penggunaan lahan dan sumber daya alam oleh komunitas ini jika investasi dan kebijakan REDD+ menyebabkan terbatasnya akses ke sumber daya yang mereka andalkan sebagai mata pencaharian maupun kelangsungan budaya bagi banyak masyarakat adat. Kegiatan-kegiatan yang mendukung komunitas asli melalui pengelolaan lahan dan sumber daya yang lebih baik dapat memberikan hasil-hasil yang positif. Maka REDD+ di Indonesia khususnya perlu mempertimbangkan kepentingan masyarakat adat yang bergantung pada hutan dalam pengembangan kebijakan. Kegiatan-kegiatan hibah FCPF akan memanfaatkan dan bekerja sama dengan jaringan dan lembaga yang ada untuk mendukung proses yang sedang berlangsung dalam memperkuat keterlibatan komunitas lokal dalam pengembangan kebijakan. Masyarakat adat dan komunitas lain yang hidupnya bergantung pada hutan telah mengembangkan jaringan dan lembaga-lembaga untuk mewakili diri mereka dan ikut dalam proses dialog, bersama-sama dengan mitra-mitra dari organisasi masyarakat sipil (CSO) dan think-tank, dari dalam dan luar negeri. OP/BP 4.10 menandaskan pentingnya Kemenhut/Puspijak mengidentifikasi masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan, berkonsultasi dengan mereka dalam pelaksanaan kegiatan hibah (bantuan teknis, kegiatan analisis), dan memastikan agar mereka berpartisipasi secara memadai. Alih-alih mengembangkan IPP atau IPPF secara terpisah untuk Hibah, elemen-elemen OP 4.10 telah diintegrasikan dengan berbagai kegiatan Hibah, misalnya dengan: mengkaji permasalahan safeguard untuk semua kegiatan analisis dan diskusi kebijakan yang relevan, yang melibatkan masyarakat adat dalam konsultasi dan proses pengambilan keputusan serta sebagai elemen eksplisit dari Hibah dan ESMF.
Translation No. HLM06MAY11
Page: 9
Hibah FCPF merupakan kesempatan untuk melanjutkan dan memperluas kerjasama dengan masyarakat adat, termasuk dalam pembentukan lembaga REDD+. Hibah melibatkan masyarakat adat sebagai mitra penting dalam konsultasi di bidang analisis yang dibiayai oleh Hibah FCPF. FCPF secara spesifik akan mendukung pembahasan mengenai pembinaan untuk kerjasama yang lebih efektif dengan penduduk asil dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ di masa mendatang (kegiatan 2.4). Kepentingan masyarakat adat juga akan dibahas dalam kegiatan analisis sehubungan dengan pemicu deforestasi dan mekanisme bagi hasil yang adil. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh DKN. Alasan utama menggunakan DKN adalah karena badan ini mendapatkan mandat berdasarkan undang-undang dan memiliki struktur kelembagaan untuk secara aktif memfasilitasi partisipasi LSM dan masyarakat, termasuk masyarakat adat. Masyarakat adat dan komunitas yang bergantung pada hutan terwakili dalam DKN dan melalui lembaga dan jaringan mereka sendiri. Salah satu kelompok penting, meskipun bukan satusatunya perwakilan masyarakat adat, adalah AMAN, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. AMAN, yang didirikan pada tahun 1999, beranggotakan 1163 komunitas adat yang bekerja secara kolektif untuk menciptakan kesempatan dalam rangka memulihkan dan memenuhi hakhak dan kebebasan fundamental mereka atas kedaulatan, kesejahteraan dan martabat. AMAN merupakan pengamat yang aktif dalam rapat-rapat FCPF dan FIP serta memberikan masukan langsung untuk proses pengembangan strategi dan lembaga REDD+ di tingkat nasional dengan sumber daya yang ada. SESA, yang sebagian besar juga dilaksanakan oleh DKN akan memberikan platform untuk partisipasi masyarakat adat (IP) yang efektif, sebagai bagian dari kelompok-kelompok lembaga. ESMF akan mencakup Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF) untuk menghindari atau mengatasi dampak yang tidak diinginkan dari kegiatan REDD+ di masa mendatang dan menetapkan prosedur untuk mengelola hubungan antara investasi REDD+ di masa mendatang dengan masyarakat adat. Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan Bank Dunia untuk masyarakat adat (OP/BP 4.10) serta Piagam FCPF Charter dan pedoman pengamanan (safeguards). Untuk penyusunan IPPF, ada dua definisi yang digunakan untuk memenuhi ketentuan OP/BP 4.10, yaitu: (i) Masyarakat Adat (Adat communities/Customary law communities); dan (ii) Masyarakat Terasing (remote Adat communities). Penggusuran (OP/BP 4.12) X Meskipun diharapkan tidak akan terjadi penggusuran sebagai bagian dari kegiatan REDD+, diperkirakan mungkin terjadi pembatasan akses ke hutan dan hasil hutan maupun larangan akses secara paksa bagi penduduk lokal ke taman, cagar alam, kawasan pengelolaan hutan atau kawasan lindung. Kerangka kebijakan REDD+ sedapat mungkin hendaknya menghindari penggusuran. Semua masalah sehubungan dengan penggusuran dalam Kegiatan Demonstrasi REDD+ yang potensial di masa mendatang akan diidentifikasi dalam SESA dan Kerangka Proses Larangan Akses akan ditetapkan sebagai bagian dari ESMF.
Translation No. HLM06MAY11
Page: 10
Keselamatan Bendungan (OP/BP 4.37)
X
Proyek pada Jalur Perairan Internasional (OP/BP 7.50)
X
Proyek di Daerah Sengketa (OP/BP 7.60)
X
Ujicoba Penggunaan Sistem Milik Peminjam untuk Menyelesaikan Permasalahan Lingkungan Hidup dan Sosial pada Proyek-Proyek Dukungan Bank Dunia (OP/BP 4.00)
X
III. RENCANA PENYUSUNAN SAFEGUARD A. Tanggal target untuk Tinjauan Peningkatan Kualitas (QER), ketika ISDS tahap PAD akan disusun: Belum Ditentukan B. Untuk proyek-proyek sederhana yang tidak memerlukan QER, tanggal target untuk menyusun ISDS tahap PAD: Belum Ditentukan C. Kerangka waktu peluncuran dan penyelesaian studi terkait dengan safeguard yang mungkin dibutuhkan. SESA dan semua instrumen safeguards terkait akan dianggap sebagai tahap awal implementasi hibah setelah penandatanganan perjanjian yang sah.
IV. PERSETUJUAN Ditandatangani dan diajukan oleh: Task Team Leader: Disetujui oleh: Koordinator Safeguards Regional : Komentar: Manajer Sektor: Komentar:
Nama: Giuseppe Topa, Werner Kornexl Nama: Panneer Selvam Lakhsminarayanan Nama: Franz R. Drees-Gross
10 Maret 14 Maret 2011 8 April 2010