BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia telah menerapkan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah sejak pemberlakuan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 17 Tahun 2003 ini diterapkan secara bertahap dimulai tahun anggaran 2005 dan mulai tahun anggaran di atas 2006 sudah diberlakukan sistem anggaran berbasis kinerja. Pemerintah telah mengeluarkan PP No 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP No 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sebagai operasionalisasi kebijakan penganggaran kinerja. Departemen Keuangan telah mengatur lebih rinci penerapan penganggaran kinerja dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 54/PMK.02/2005 dan membangun aplikasi program komputer RKA-KL. Manajer publik dan perencanaan kebijakan sangat menyadari kebutuhan untuk menunjukkan manfaat dari pengeluaran publik. Ketika dianalisis dengan cermat, manfaat ini ditafsirkan sebagai dampak pengeluaran; output untuk mencapai dampak pengeluaran dan proses untuk mencapai output (Ronald, 2001). Sebelum anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah dicanangkan, Indonesia menerapkan sistem anggaran line item budget. Sistem anggaran line item budget tidak memperhatikan nilai efektivitas dana efisiensi, melainkan hanya menekankan
pada
kebutuhan
untuk
belanja/pengeluaran.
Penyusunan,
pembahasan, penetapan sampai pengawasan pelaksanaan anggaran tidak cukup 1
dengan hanya melihat besar kecilnya anggaran yang merupakan masukan, tetapi juga harus memperhatikan kinerja anggaran tersebut yang meliputi capaian kinerja, keluaran, hasil dan manfaat serta tepat tidaknya kelompok sasaran kegiatan yang dibiayai anggaran tersebut (Natsir, 2008). Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang menekankan pada keterkaitan antara anggaran dengan output yang diinginkan. Dalam praktik, masih banyak dijumpai kelemahan sejak perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran
sampai dengan
penuangannya dalam format-format dokumen anggaran (RKA-KL dan APBN) yang dapat
mempengaruhi kinerja keuangan, kemandirian daerah dan
desentralisasi fiskal. Meski pemerintah telah memiliki RKP, namun RKP hanya merupakan kompilasi berbagai usulan program kementrian/lembaga dengan indikator yang juga beragam yang menjadikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) mengalami kesulitan untuk merumuskan indikator kinerja nasional. Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa semua instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Lapoan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai wujud pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang bersifat periodik dan melembaga. Oleh karena itu apabila dalam proses penyusunan dan pembahasan anggaran masih banyak kesalahan makan akan sangat berdampak pada LAKIP.
2
Penelitian mengenai pengaruh penganggaran berbasis kinerja di instansi sektor publik sudah dilakukan sebelumnya. Kurrohman (2013) melakukan penelitian tentang evaluasi penganggaran berbasis kinerja. Isti’anah (2010) meneliti penerapan dan implementasi anggaran berbasis kinerja. Dwiputrianti dan Suharsini (2012) melakukan analisis penerapan anggaran berbasis kinerja (ABK) dan Ronald Mc Gill (2001) meneliti tentang Performance Budgeting. Penelitian ini berbeda dengan Kurrohman (2013) karena menambahkan rasio-rasio keuangan diluar konsep value for money, yaitu rasio kemandirian daerah dan rasio desentralisasi fiskal serta menggunakan data tahun 2012-2014 untuk data pengganggaran berbasis kinerja sedangkan Kurrohman (2013) menggunakan data tahun 2008-2010 untuk data penganggaran berbasis kinerja. Berbeda dengan Isti’anah (2010) yang meneliti penerapan sistem anggaran berbasis kinerja di organisasi sektor publik sedangkan penelitian ini lebih membandingkan kinerja keuangan sebelum menerapkan penganggaran berbasis kinerja dan sesudah menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Berbeda pula dengan Dwiputrianti dan Suharsini (2012) yang meneliti pengaruh sistem anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja pengelolaan anggaran, serta berbeda dengan Ronald Mc Gill (2001) yang membahas pengembangan teori anggaran berbasis kinerja. Adanya perubahan sistem angaran berbasis kinerja tidak lepas dari kekurangan, karena segala perubahan yang ada membutuhkan proses dan upaya serius dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu penelitian ini berjudul Analisis Penganggaran Berbasis Kinerja Melalui Kinerja Keuangan Berbasis Value for
3
Money, Kemandirian Daerah dan Desentralisasi Fiskal di Kabupaten dan Kota Di Jawa Tengah. 1.2. Rumusan Masalah Atas dasar permasalahan yang ada pada penelitian terdahulu, masalah dalam penelitian ini adalah belum adanya penelitian terhadap pengaruh penganggaran sistem anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan value for money, derajat desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah. Penelitian tentang evaluasi penganggaran berbasis kinerja keuangan hanya atas dasar value for money (Kurrohman, 2013). Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal ekonomis sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
2.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal efisiensi sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
3.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal efektivitas sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
4.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal kemandirian daerah sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
5.
Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
4
1.3. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui perbedaan yang terdapat pada kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal ekonomis sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
2.
Mengetahui perbedaan yang terdapat pada kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal efisiensi sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
3.
Mengetahui perbedaan yang terdapat pada kinerja keuangan pemerintah daerah
dalam
hal
efektivitas
sebelum
dan
sesudah
penerapan
penganggaran berbasis kinerja? 4.
Mengetahui perbedaan yang terdapat pada kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal kemandirian daerah sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
5.
Mengetahui perbedaan yang terdapat pada keuangan pemerintah daerah dalam hal desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja?
1.4. Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan agar hasil penelitian dapat berguna bagi penulis, organisasi sektor publik, instituti, dan pihak lain. 1.
Penulis dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat dalam perubahan sistem penganggaran di Indonesia terhadap kinerja keuangan organisasi sektor publik.
5
2.
Bagi organisasi sektor publik, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan terhadap kinerja keuangan laporan keuangan.
3.
Bagi instituti pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi instituti pendidikan dalam bidang ilmu terkait serta pedoman bagi mahasiswa untuk penelitian lebih lanjut.
4.
Pihak lain yang bekepentingan dan menaruh minat pada penelitian ini, dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan yang bermanfaat.
1.5. Orisinalitas Penelitian Penelitian “Analisa Penganggaran Berbasis Kinerja melalui Kinerja Keuangan Value for Money , Kemandirian Daerah dan Desentralisasi Fiskal di Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah” dilaksanakan dengan acuan beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, diantaranya: Kurrohman (2013), Isti’anah (2010), Dwiputrianti dan Suharsini (2012) dan Sadjiarto (2000). Penelitian ini akan membandingkan kinerja keuangan sebelum dan sesudah penerapan anggaran berbasis kinerja, maka dari itu penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa hal. 1.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Kurrohman (2013) yang mengevaluasi penganggaran berbasis kinerja di Jawa timur. Penelitian ini menambahkan variabel keuangan desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah. Sample penelitian adalah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.
2.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Isti’anah (2010) dan Sadjiarto (2000) yang menilai kinerja dan akuntabilitas pemerintahan yang
6
menggunakan data non keuangan dan keuangan. Penelitian ini hanya menggunakan data keuangan. 3.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Dwiputrianti dan Suharsini (2012) yang meneliti pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja pengelolaan anggaran. Penelitian ini membandingkan kinerja anggaran berbasis kinerja dengan anggaran tradisional.
7