LEARNING EXPLANATION WRITING WITH AUDIO VISUAL MEDIA Isah Cahyani
[email protected] Indonesian Education FPBS UPI Abstract This research is motivated by the problems in the education unit level curriculum turnover into 2013. Curriculum 2013 curriculum presents a text-based learning Indonesian. One genre of text that should be controlled by the student is explanatory text. In fact, there are still many students who had difficulty in writing the text of explanation because of the limitations of ideas that they have. One alternative to overcome these problems with the help of audiovisual media. In this case the students poured the event of natural phenomena after getting stimulus audio-visual media. Based on these media students can exchange knowledge, ideas, or ideas by answering the questions asked teachers about the description of natural phenomena such as the fact event, action, or phenomena that occur in the environment. The purpose of this study to determine whether there is a significant difference between students' ability to write explanatory text before and after the use of audio-visual media. This study uses a quasi experimental study with pretest-posttest control group design. Research data results of pretest and post explanatory text writing skills of students, observation, and the results of questionnaire data. The results of this study tested the hypothesis that there are differences in the ability to write a significant explanatory text between learning using audiovisual media with media images. Keywords: teaching, writing, explanation, audio-visual
PEMBELAJARAN MENULIS EKSPLANASI DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL Isah Cahyani
[email protected] Pendidikan Bahasa Indonesia FPBS UPI Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan pergantian kurikulum tingkat satuan pendidikan menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menyajikan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Salah satu genre teks yang harus dikuasai siswa adalah teks eksplanasi. Faktanya, masih banyak siswa yang kesulitan dalam menulis teks eksplanasi karena keterbatasan ide yang mereka miliki. Salah satu alternatif untuk menanggulangi masalah tersebut dengan bantuan media audio visual. Dalam hal ini siswa menuangkan peristiwa gejala alam setelah mendapatkan stimulus media audio visual. Berdasarkan media tersebut siswa dapat saling bertukar pengetahuan, ide, atau gagasan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru tentang pendeskripsian peristiwa gejala alam berupa fakta, aksi, atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis teks eksplanasi siswa sebelum dan sesudah menggunakan media audio visual. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi dengan pretest-posttest control group design. Data penelitian berupa hasil prates dan pascates kemampuan menulis teks eksplanasi
siswa, hasil observasi, dan hasil data angket. Hasil penelitian ini menguji hipotesis yaitu terdapat perbedaan kemampuan menulis teks eksplanasi yang signifikan antara pembelajaran menggunakan media audio visual dengan media gambar. Kata kunci: pembelajaran, menulis, eksplanasi, audio visual
A. Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 diterapkan dengan menggunakan pendekatan saintifik, sehingga siswa dapat mengeksplorasi pengetahuannya. Pendekatan saintifik memuat lima tahapan yang disingkat dengan 5M, yaitu mengmati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. Siswa perlu dibiasakan aktif, mencari sumber belajar lain yang berada di sekitarnya. Sekolah tidak hanya terfokus di dalam kelas, tetapi siswa diajak untuk mengetahui dan membangun seluruh aspek kehidupan bermasyarakat. Siswa diharapkan dapat mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Berdasarkan lampiran Permendikbud nomor 68 tahun 2013, kurikulum 2013 dikembangkan dengan pola pikir sebagai berikut (1) pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama, (2) pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/media lainnya), (3) pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta dapat diperoleh melalui internet), (4) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains), (5) pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim), (6) pola pembelajaran alat tunggal menjadi pola pembelajaran berbasis alat multimedia, (7) pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, (8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines), dan (9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Berdasarkan pola pikir di atas, guru dapat berkreasi dalam pembelajaran di kelas dengan kegiatan-kegiatan yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan alam dan sosial. Perubahan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013 menyajikan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks yang di dalamnya mengandung unsur pengetahuan, baik lisan maupun tertulis. Dalam pembelajaran bahasa yang berbasiskan teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan hanya sekedar pengetahuan, namun sebagai teks yang berfungsi sebagai sumber aktualisasi diri siswa pada konteks sosial-budaya akademis. Teks dipandang sebagai satuan bahasa yang bermakna secara kontekstual. Beberapa jenis teks dan istilah-istilah dalam kurikulum 2013 masih asing terdengar di telinga siswa, bahkan guru Bahasa Indonesia itu sendiri. Kurangnya pengarahan dari pemerintah dan sumber-sumber literatur membuat guru sulit untuk mempelajari jenis-jenis teks dan istilah dalam kurikulum 2013 tersebut. Teks-teks yang disajikan dalam kurikulum 2013, mirip dengan teks-teks yang dipelajari pada pelajaran Bahasa Inggris. Ragam teks tersebut memiliki fungsi, tujuan, dan struktur yang berbeda-beda pula. Salah satu jenis teks yang harus dikuasai oleh siswa kelas V SD adalah teks eksplanasi.
Teks eksplanasi adalah teks yang menerangkan atau menjelaskan mengenai proses atau fenomena alam maupun sosial (Kosasih, 2013: 85). Eksplanasi bisa dikatakan lebih rumit daripada teks-teks lain karena merupakan gabungan dari berbagai jenis teks seperti deskriptif, prosedur dan teks argumentasi, seperti eksposisi (Emilia, 2011: 127). Stuktur teks eksplanasi adalah pernyataan umum, deretan penjelas, dan interpretasi. Teks Eksplanasi terkadang menggunakan bahasa yang menggambarkan sebab-akibat. Selain itu, menurut Derewianka dalam Emilia (2011), teks eksplanasi memiliki ciri-ciri linguistik yang hampir sama dengan eksposisi dalam memaparkan alasan dari suatu kejadian. Karena merupakan teks baru dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa kelas V di SD Lab. UPI belum pernah mendengar dan mengetahui teks eksplanasi beserta struktur dan unsur kebahasaan di dalamnya. Beberapa siswa belum dapat membedakan teks eksplanasi dengan ragam teks yang lain. Begitupun dengan guru-guru matapelajaran Bahasa Indonesia. Guru belum memahami genre-genre teks baru yang dihadirkan pada Kurikulum 2013, karena kurangnya pengarahan dari pemerintah. Kemampuan menulis siswa kelas V di SD Lab. UPI masih terbilang rendah. Ada beberapa siswa pada suatu kelas yang masih belum mengetahui frasa, kalimat, dan paragraf. Pemakaian ejaan dan tanda baca pun banyak yang penempatannya kurang tepat. Terkadang siswa bingung membahasakan sesuatu dengan bahasa Indonesia karena mereka terbiasa menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Siswa pun sangat malas ketika diminta untuk menulis sebuah teks karena keterbatasan pengetahuan, ide, dan gagasan yang dimiliki sehingga mereka kebingungan harus menulis apa dan harus mengawali dari mana tulisan itu. Siswa juga belum dapat membuat teks yang koheren dan kohesif. Ketika membuat teks eksplanasi, siswa sulit mengembangkan ide dan gagasan karena keterbatasan pengetahuan yang mereka ketahui. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran yang masih menggunakan pola pembelajaran konvensional. Siswa akan merasa bosan dengan pola pembelajaran seperti itu. Keterbatasan ide tau gagasan yang dimiliki siswa dan strategi pembelajaran yang dipilih guru tersebut menyebabkan kurangnya kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis teks eksplanasi. Sebaiknya pembelajaran menulis teks eksplanasi dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Berbagai kesulitan tersebut dapat diminimalisir dengan pemilihan strategi berbagi pengetahuan secara aktif (active knowledge sharing), yaitu siswa dapat saling bertukar pengetahuan, ide, atau gagasan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru tentang pendeskripsian suatu gambar berupa fakta, aksi, atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Pemilihan strategi berbagi pengetahuan secara aktif ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memperoleh ide, saling memberi pengetahuan, lalu dari informasi-informasi tersebut dituangkan ke dalam tulisan.
B. Landasan Teori 1. Menulis Eksplanasi Teks eksplanasi adalah teks yang menerangkan atau menjelaskan mengenai proses terjadinya suatu fenomena/peristiwa, baik fenomena alam maupun fenomena sosial (Kosasih, 2013:85). Menulis teks eksplanasi adalah penuangan ide/gagasanan melalui penjelasan terhadap suatu fenomena yang terjadi (misalnya bencana alam: tsunami). Adapun struktur teks eksplanasi yaitu: a. Pernyataan umum mengenai fenomena, baik fenomena alam maupun fenomena sosial yang akan dibahas, contohnya:
Kata “tsunami” berasal dari bahasa Jepang “tsu” yang berarti „pelabuhan‟ dan “nami” berarti „gelombang‟. Tsunami adalah serangkaian gelombang yang terbentuk karena gempa atau letusan gunung berapi di bawah laut atau didaratan dekat pantai. Gelombangnya yang besar menyebabkan banjir dan kerusakan saat menghantam pantai. b. Deretan penjelasan (eksplanasi), berisi argumen lebih lanjut mengenai fenomena tersebut. Penjelasan di sini bisa berisi urutan mengapa fenomena tersebut dapat terjadi, contohnya: Tsunami tercipta saat permukaan dasar laut bergerak naik turun (pergeseran lempeng di dasar laut) di sepanjang patahan selama gempa terjadi. Patahannya menyebabkan keseimbangan air menjadi terganggu. Semakin besar daerah patahan yang terjadi, semakin besar pula tenaga gelombang yang dihasilkan. Selain itu, tsunami tercipta karena meletusnya gunung berapi yang menyebabkan pergerakan air di laut atau perairan sekitarnya sangat tinggi. Gelombang tsunami yang terjadi di laut melaju lebih cepat daripada gelombang normal. Gelombang tersebut menyebar ke segala arah dengan ketinggian 30 sampai dengan 50 meter dan kecepatan sekitar 800 km/jam. Ketika gelombang tsunami memasuki air dangkal, kecepatannya akan menurun dan ketinggiannya akan bertambah. Ketinggian gelombang itu juga bergantung pada bentuk pantai dan kedalamannya. Gempa bumi yang terjadi di dasar laut sangat berpotensi menimbulkan tsunami dan sangat berbahaya bagi manusia. c. Interpretasi, biasanya bersifat opsional, bagian terakhir ini merupakan ringkasan dari poin-poin yang sudah dijelaskan sebelumnya, contohnya: Kamu tidak perlu khawatir karena tidak semua gempa dan letusan gunung berapi menyebabkan tsunami dan tidak semua tsunami menimbulkan gelombang besar. Tsunami selalu menyebabkan kerusakan besar bagi manusia. Kerusakan yang paling besar terjadi ketika gelombang besar tsunami itu mengenai pemukiman manusia sehingga menyeret apa saja yang dilaluinya. Untuk menulis teks eksplanasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu struktur dan unsur kebahasaannya. Kebahasaan yang disisipkan dalam pembelajaran teks eksplanasi adalah konjungsi dan kopula (penghubung). Konjungsi dan kopula sangat erat hubungannya dalam sebuah teks maka kebahasaan itulah yang dihadirkan. Konjungsi yang sering digunakan adalah “dan, tetapi, sehingga, karena, selain itu, sementara itu, dengan demikian”, sedangkan kopula adalah “ yaitu, ialah, adalah, merupakan”. Ciri-ciri teks eksplanasi (Mohammad Nuh, 2013:121) : (1) adanya konjungsi; (2) adanya kopula; (3) adanya kata kerja aksi seperti menyebabkan; (4) adanya sebab akibat. Penulisan teks eksplanasi tidak jauh berbeda dengan penulisan teks eksposisi. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (a) tentukan dulu topik ataupun gagasan utamanya; (b) susunlah kerangka paragraf berdasarkan gagasan utamanya; (c) kumpulkanlah sejumlah fakta, informasi, serta berbagai pengetahuan lainnya dengan cara-cara berikut: mengadakan pengamatan lapangan, melakukan wawancara dengan narasumber, dan membaca buku, majalah, surat kabar, atau internet; (d) kembangkanlah kerangka tersebut menjadi teks eksplanasi; (e) lakukanlah penyuntingan dengan memerhatikan kelogisan dan keruntutan isi, keefektifan kalimat, ketepatan pemilihan kata, dan ejaannya. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teks eksplanasi, penulis dapat melihat dari tiga aspek, antara lain aspek isi, struktur teks, dan kebahasaan teks. Isi teks eksplanasi terkait dengan kejelasannya. Penjelasan mengenai suatu fenomena atau peristiwa dalam teks eksplanasi harus dibuat sejelas mungkin. Alasan mengapa fenomena/peristiwa itu dapat terjadi harus lengkap, serta fakta-fakta pendukung
alasan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kalimat-kalimat dalam teks eksplanasi harus padu dan mengikuti struktur teks eksplanasi. Seperti yang telah dijelaskan, struktur teks eksplanasi diawali dengan peryataan umum mengenai fenomena atau peristiwa yang akan dibahas, dilanjutkan dengan penjelasan mengapa hal tersebut bisa terjadi, dan diakhiri dengan kesimpulan. Teks eksplanasi harus ditulis berdasarkan dengan kaidah teks yang baku. Kaidah teks mencakup ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf. Dengan demikian, kita sudah dapat lebih memahami lagi tentang teks eksplanasi tersebut dari berbagai aspek yang sudah dipaparkan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan teks eksplanasi. 1) Ejaan Ejaan adalah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu, 1985:31). Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu dinamakan huruf. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad. Selain pelambangan fonem dengan huruf, dalam sistem ejaan termasuk juga 10 ketetapan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi seperti kata dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan dan partikel-partikel dituliskan. Ketetapan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat dengan pemakaian tanda-tanda baca seperti titik, koma, titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru. Peranan bahasa yang utama adalah sebagai sarana komunikasi, sebagai alat penyampaian maksud dan perasaan seorang (komunikator) kepada orang lain. Disikapi dari sudut ini, sudah baiklah bahasa seseorang apabila sudah mampu mengemban amanat tersebut. Namun, mengingat bahwa situasi kebahasaan itu bermacam-macam adanya, tidak selamanya bahasa yang benar itu baik. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, yakni bahasa Indonesia yang baik tidak selalu benar dan bahasa Indonesia yang benar tidak selalu baik. Menurut Hasan (2010:20) pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Kata baku adalah kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. 2)
Pemilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa. Menurut Bagus (2009:32), fungsi diksi yaitu: (1) melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal; (2) membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca; (3) menciptakan komunikasi yang baik dan benar; (4) menciptakan suasana yang tepat; (5) mencegah perbedaan penafsiran; (6)
mencegah salah pemahaman; (7) mengefektifkan pencapaian target komunikasi. Selain dari fungsi, Bagus juga menjelaskan manfaat diksi yaitu: (1) dapat membedakan secara cermat kata-kata denotatif dan konotatif, bersinonim dan hampir bersinonim, kata-kata yang mirip dalam ejaannya; (2) dapat membedakan kata-kata ciptaan sendiri dan juga kata yang mengutip dari orang yang terkenal yang belum diterima di masyarakat. 3) Kalimat Efektif Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti gagasan yang ada pada pikiran pembicara atau penulis. Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud pembicara atau penulis. Kalimat efektif terdiri atas kata-kata yang mempunyai unsur SPOK atau kalimat yang mempunyai ide atau gagasan penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin. Menurut Kosasih (2002:127), ciri-ciri kalimat efektif : (1) memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur SP; (2) taat terhadap tata aturan ejaan yang berlaku; (3) menggunakan diksi yang tepat; (4) menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan sistematis; (5) menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai; (6) melakukan penekanan ide pokok; (7) mengacu pada kehematan penggunaan kata; (8) menggunakan variasi struktur kalimat. Syarat-syarat kalimat efektif: (1) kelogisan; (2) kepararelan; (3) ketegasan; (4) kehematan; (5) ketepatan; (6) kecermatan; (7) kepaduan; (8) kesejajaran; (9) keharmonisan. 4) Keterpaduan Peragraf Paragaraf adalah gabungan kalimat yang mengandung satu gagasan pokok dan didukung oleh gagasan-gagasan penjelas. Gagasan pokok dan gagasan penjelas ini harus memiliki keterpaduan bentuk (kohesi) dan keterpaduan makna (koherensi). Suatu paragraf dikatakan koheren apabila ada kekompakan antara gagasan yang dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimatkalimatnya memiliki hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama ataupun loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan. Apabila koherensi berhubungan dengan isi, maka kohesi atau keterpaduan bentuk berkaitan dengan penggunaan kata-katanya. Bisa saja satu paragraf mengemukakan satu gagasan utama, namun belum tentu paragraf tersebut dikatakan kohesif jika kata-katanya tidak padu. 2. Media Audio Visual “Media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim penerima pesan. Para ahli memberi batasan media pembelajaran berbeda-beda, sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Akan tetapi, dari berbagai batasan yang diberikan oleh para ahli itu ada persamaan pengertian, bahwa media sebagai penyalur pesan. Agar didapat gambaran yang jelas tentang media pembelajaran, berikut ini pendapat para ahli:
1. S. Garlach dan P. Elly dalam bukunya Teaching and Media (1971) memberi batasan media secara luas dan sempit. Dalam arti yang luas, media meliputi orang, material, atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan siswa belajar. Bila pengertian ini yang diikuti maka guru dan lingkungan sekolah termasuk media. Dalam pengertian yang sempit, media meliputi grafik, gambar, alat-alat elektronik yang digunakan untuk menangkap, memproses, dan menyampaikan informasi. 2. Robert M. Gagne dalam bukunya The Condition of Teaching (1970) mengguna-kan istilah media pembelajaran untuk menunjukkan berbagai komponen lingkung-an belajar yang dapat merangsang siswa sehingga terjadi proses belajar. Termasuk dalam pengertian ini guru, objek, berbagai macam alat mulai dari buku sampai televisi. 3. Association of Educational Communication and Technology (AECP), yaitu suatu ikatan para ahli teknologi komunikasi pendidikan di Amerika memberikan batasan media sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan. 4. Wilkinson (1980), mengartikan media sebagai segala alat dan bahan selain buku teks yang dapat dipergunakan untuk informasi penyampaian informasi dalam suatu situasi belajar mengajar. 5. Hamidjoyo dan Dirgosemarto (1981), media adalah segala bentuk perantara yang dipakai orang untuk menyebarkan ide sehingga gagasan itu sampai kepada penerima. 6. Luhan dan Dirgosoemarto (1981), media adalah sarana yang disebut channel karena pada hakikatnya media telah memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar, dan melihat dalam batas-batas jarak, ruang, dan waktu tertentu. 7. Blake dan Horalsen (dalam Dirgosoemarto, 1981) media adalah saluran komunikasi atau medium yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu pesan, di mana medium ini merupakan jalan atau alat dengan nama suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan. Dengan batasan-batasan itu, Arief S. Sadiman merumuskan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyaluarkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Kalau dilihat perkembangannya, pada mulanya media memang hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat bantu mengajar yang mula-mula digunakan adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alatalat lain yang dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap dan retensi siswa. Kelamahan praktik penggunaan alat bantu visual pada saat itu ialah bahwa orang terlalu memusatkan perhatian pada alat visualnya saja dan kurang memperhatikan aspek desain, pengembangan instruksional, produksi dan evaluasinya. Untuk lebih mengkonkretkan penyajian pesan, sekitar pertengahan abad 20 mulai digunakan alat audio sehingga lahirlah istilah alat bantu audiovisual. Usaha tersebut terus berlanjut dengan munculnya pendapat Edgar Dale dalam mengklasifikasikan sepuluh tingkat pengalaman belajar dari yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi itu dikenal dengan nama kerucut pengalaman Dale.
Verbal Simbol Visual Visual
Abstrak
Audio Film TV Wisata Demonstrasi Partisipasi Observasi
Konkrit
Pengalaman Langsung
Bagan 2.4 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Pada akhir tahun 1950-an teori komunikasi mulai masuk mempengaruhi penggunaan alat bantu audiovisual dalam kegiatan instruksional. Menurut teori ini ada tiga komponen penting dalam proses penyampaian pesan, yaitu sumber pesan, media penyalur pesan, dan penerima pesan. Sejak saat itu alat bantu audiovisual tidak lagi dipandang sebagai alat bantu guru saja, tetapi juga sebagai alat penyalur pesan, hanya saja faktor siswa yang menjadi komponen utama dalam proses belajar belum mendapat perhatian. Baru pada 1960-1965 orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Teori tingkah laku ajaran Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar. Teori ini mendorong orang untuk lebih memperhatikan siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut skiner mendidik, pada dasarnya adalah mengubah tingkat laku mereka. Perubahan tingkah laku ini harus tertanam pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaan. Oleh karena itu setiap perubahan tingkah laku positif ke arah tujuan yang diharapkan haruslah diberi penguatan (reinforcement) berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut betul. Teori ini mendorong diciptakannya media instruksional berupa mesin pengajaran dan pembelajaran terprogram (programmed instruction). Pada tahun 1965-1970 pendekatan sistem mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian yang integral dalam program instruksional. Setiap program instruksional hendaknya direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa dan berdasarkan kebutuhan serta karakteristik siswa. Media harus dipilih dan dikembangkan secara sistematis dan digunakan secara integral dalam proses belajar mengajar karena media tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, tetapi diberi wewenang memberi pesan. Kata instruksional di belakang media lebih membatasi lagi pengertiannya. Instruksional berasal dari kata instruction yang secara mudah dapat dikatakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan terarah untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri orang lain secara mudah. Karenanya media instruksional adalah media yang dipilih, dikembangkan, dan/atau digunakan dengan sengaja dan terarah sehingga proses belajar seseorang dapat berlangsung dengan mudah. 1. Media pendidikan juga sering disebut audio visual, audio visual aids, teaching aids, alat peraga. Jika kita perhatikan tidak ada perbedaan yang mendasar antara istilah media
pendidikan (instruksional) dengan audio visual aids dan teaching aids. Istilah audio visual aids menuju kepada pengertian bahwa bahan-bahan yang digunakan oleh pengajar dalam kegiatan belajar mengajar dalam menyampaikan konsep dan prinsip serta pengetahuan yang disampaikan sehingga lebih mudah diterima siswa karena pengajaran yang hanya menguraikan secara verbal akan sulit diterima oleh siswa.
Beberapa aspek yang dinilai dalam tes menulis teks eksplanasi antara lain: (1) diksi (pemilihan kata); (2) ejaan dan tanda baca; (3) kalimat efektif; (4) kohesi dan koherensi paragraf; (5) kesesuaian judul dengan isi; (6) isi teks eksplanasi. Ada dua unsur penting yang terkandung dalam media pembelajaran yaitu (1) pesan atau bahan pengajaran yang disajikan disebut perangkat lunak (software); dan (2) alat penampil yang disebut perangkat keras (hardware). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala wujud yang dapat dipakai sebagai sumber belajar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga mendorong terjadinya proses belajar/mengajar ke tingkat yang lebih efektif dan efisien. 2. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Eksplanasi dengan Media Audio Visual a. Pendahuluan (2 menit ) 1) Peserta didik menyiapkan diri secara fisik dan psikis untuk kegiatan pembelajaran. 2) Pendidik dan peserta didik mengaitkan materi pembelajaran dengan materi pembelajaran sebelumnya. 3) Pendidik dan peserta didik bertanya jawab tentang peristiwa alam gempa bumi. 4) Guru dan peserta didik bertanya jawab tentang teks eksplanasi.fenomena alam. 5) Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan. 6) Pendidik dan peserta didik menyepakati langkah-langkah kegiatan yang akan ditempuh untuk mencapai kompetensi. b.
Kegiatan inti (15 menit) Mengamati Peserta didik menonton tayangan bencana alam secara cermat Peserta didik secara mandiri mengidentifikasi penyebab kerusakan alam, akibat, dan pencegahannya. Menanya Peserta didik dengan bimbingan guru mengajukan pertanyaan hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kerusakan alam, akibat, dan pencegahannya. Peserta didik mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan fenomena alam. Mengumpulkan data Peserta didik berkelompok terdiri atas 4-5 orang/ kelompok dengan cara menyebut nama-nama bunga untuk ditetapkan sebagai nama kelompoknya.
Kelompok peserta didik membaca sumber-sumber lain untuk menentukan struktur isi dan ciri bahasa teks eksplanasi tersebut.
Mengasosiasi Kelompok peserta didik mendiskusikan struktur isi eksplanasi Peserta didik secara berkelompok mendiskusikan ciri bahasa yang digunakan pada teks eksplanasi. Peserta didik dalam kelompok menyimpulkan struktur isi teks eksplanasi Peserta didik dalam kelompok menyimpulkan ciri bahasa yang digunakan dalam teks eksplanasi Mengomunikasikan Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya tentang penyebab kerusakan alam, akibat, dan pencegahannya dalam bentuk teks. Kelompok lain menanggapi presentasi kelompok lain dengan terlebih dahulu mengacungkan tangan Tanggapan kelompok memperhatikan pilihan kata yang tidak menyinggung perasaan kelompok lain Dengan dibimbing pendidik, peserta didik mengklasifikasikan struktur isi dan ciri bahasa teks eksplanasi . c.
Penutup (3 menit) 1) Peserta didik mengemukakan kesulitan dan kemanfaatan selama pembelajaran berlangsung 2) Peserta didik menyampaikan usulan untuk perbaikan pembelajaran berikutnya 3) Peserta didik menerima tugas membaca teks eksplanasi 4) Peserta didik menerima rencana kegiatan berikutnya berupa mengamati teks eksplanasi yang disusun siswa sebagai bahan menelaah dan merevisi teks eksplanasi.
C. Metode Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Desain penelitiannya adalah Pretes-Posttest Control Group Design (Fraenkel & Warren, 2007: 286) sebagai berikut. Treatment Group O Xi O Control group O X2 O Keterangan: O = pengukuran awal (pretes) dan akhir (postes) Xi = perlakuan pembelajaran menulis dengan media audio visual. X2 = perlakuan pembelajaran menulis dengan media gambar. E. Hasil Temuan esensial penelitian ini secara rinci diuraikan sebagai berikut. Untuk mengetahui kondisi awal, yaitu kemampuan menulis eksplanasi pada pembelajaran sebelum penggunaan media audio visual keadaan pada pelaksanaan pembelajaran masih terlihat berpusat pada guru, situasi kegiatan pembelajaran kondusif namun guru masih belum melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Untuk aktivitas siswa
dirasakan terlihat pasif saat mengikuti pembelajaran serta siswa masih belum memahami teks eksplanasi. Hal ini terlihat dari kemampuan menulis eksplanasi siswa dengan perolehan rata-rata nilai 60, pada posisi kategori kurang dan belum mencapai KKM. Dalam pelaksanaan pembelajaran terlihat ada yang berbeda yaitu guru memberikan pengenalan unsur-unsur puisi dengan menggunakan media audio visual, namun guru masih mendapatkan kesulitan untuk memberikan pemahan eksplanasi, guru dalam memberikan pengarahan serta bimbingan cara menulis eksplanasi dengan menggunakan media audio visual sudah mulai tampak hanya saja masih ada kekurangan seperti kurangnya memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih bergairah dalam penulisan puisi, untuk aktivitas siswa dalam perlakuan ini telah terlihat perubahan yang positif yaitu siswa tertarik bahan yang disajikan guru dan siswa akan terbantu untuk mengungkapkan ide atau menuliskan skemata-skemata yang ada dibenaknya bahkan ada beberapa siswa memperlihatkan ketertarikannya dalam menulis eksplanasi. Dari uraian ini dapat jelaskan dari hasil perolehan rata-rata siswa yang telah meningkat, yaitu nilai rata-rata siswa medapatkan nilai 86 dengan nilai ini dapat dikategorikan nilai siswa pada kategori baik. Dalam hal ini, pelaksanaan pembelajaran berjalan terlihat sangat kondusif. Siswa telah terbiasa beradaptasi dengan penyajian media audio visual yang bervariasi, sehingga pembelajaran selalu melibatkan siswa dalam setiap kegiatan pembelajarannya. Pemberian motivasi dengan memberikan penguatan terhadap siswa yang melakukan halhal baik. Guru sudah menunjukkan penguasaan kelas maupun penguasaan materi yang baik sehingga pembelajaran bermakna terlihat dari antusias siswa pada pembelajaran menulis eksplanasi. Siswa sangat bergairah dengan memperhatikan gambar yang disajikan dan terlihat sangat membantu siswa dalam pengerjaan menulis eksplanasi. Situasi pembelajaran yang menyenangkan, selalu ingin menampilkan hasil karyanya misalkan dengan membacakannya di depan kelas. Hal ini berarti kepercayaan diri pada siswa sudah mulai tumbuh dengan baik, siswa mulai memperlihatkan semangatnya untuk menulis eksplanasi. Jika dilihat dari kemajuan ataupun peningkatan kemampuan menulis eksplanasi yang didapatkan dari mulai kondisi awal dan hasil pelaksanaan pembelajaran dengan media audio visual pada pelaksanaan pembelajaran menulis puisi bebas memperlihatkan peningkatan yang baik. Berdasarkan pada temuan-temuan esensial yang telah peneliti ungkapkan, maka peneliti melakukan sintesis dan konfirmasi terhadap temuan esensial tersebut berkaitan dengan teori dari para ahli bahwa penggunaan media audio visual dalam pembelajaran menulis eksplanasi memudahkan siswa untuk mengungkapkan ide ataupun skemataskemata yang ada di benak siswa. Menurut Joyce, dalam menonton audio visual, siswa menghubungkan kata-kata dengan media audio visual itu dengan cara mengidentifikasi objek, tindakan, dan kualitas yang mereka kenali. Model pembelajaran ini didasarkan pada pendekatan pengalaman berbahasa, sehingga siswa mengembangkan kosa kata, belajar untuk meneliti susunan kata dan kalimat, dan menulis kalimat dan paragraf. Mereka menjadi pembelajar bahasa yang handal (Bruce Joyce, 2011, hlm.157). Pembelajaran menulis eksplanasi dengan media audio visual dapat mengembangkan imajinasi yang ada pada diri siswa, dengan menulis eksplanasi siswa dapat mengungkapkan pengalaman maupun perasaannya sehingga siswa tidak akan menjadi bosan atau jenuh dalam belajar. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Jabrohim, (2009, hlm.67) bahwa pengalaman seseorang baik dalam bentuk sesuatu yang dilihat, dirasakan maupun dalam bentuk yang lain dapat dijelmakan menjadi suatu bentuk yang bermakna bagi umat manusia, manusia yang memiliki kesadaran eksistensial. Suatu bentuk yang bermakna bagi manusia itu diantaranya adalah eksplanasi. Dengan tercipta situasi pembelajaran yang menyenangkan, menulis eksplanasi akan membangkitkan
motivasi untuk berkarya selain itu dengan menulis puisi kepercayaan diri pada siswa akan terbangun. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Nurgiyantoro, (2014, hlm.487) bahwa menulis sebenarnya juga dapat berkaitan dengan penciptaan secara kreatif. Artinya, peserta didik ditugasi untuk membuat karya tulis baik yang bergenre satra maupun nonsatra. Tugas ini penting untuk melatih mereka mengekpresikan pengalaman jiwa, ide dan gagasan, atau sesuatu yang ingin diungkapkan. Tugas menulis eksplanasi sebaiknya diberikan secara bervariasi dengan tugas menulis bentuk-bentuk tulisan yang lain agar tidak menimbulkan suasana jenuh dan dilakukan secara bervariatif. Selain dari itu siswa kelas V yang berkisar pada usia 10 sampai 11 tahun ini termasuk pada tahap operasional konkret, yaitu menurut Zuleha (2012, hlm.53) pada tahap ini anak mulai memahami logika secara stabil. Karakteristik anak pada masa ini di antaranya adalah anak mulai dapat mengembangkan imajinasi ke masa lalu dan masa depan, selanjutnya anak mulai dapat berpikir argumentasi dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana layaknya orang dewasa, namun belum mampu berfikir abstrak karena jalan pikirannya masih konkret. Hasil dari penelitian tentang pembelajaran menulis eksplanasi dengan media audio visual ini memperlihatkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis ekaplanasi meningkat pada setiap unsurnya dan itu menunjukkan pada satu hal yang sangat positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menulis eksplanasi dengan media audio visual terdapat perbedaan rata-rata nilai pascates kelas eksperimen dan kelas kontrol. Artinya ada perubahan pemahaman siswa sesudah perlakukan terhadap kelas yang menggunakan media audio visual. Penelitian ini memberikan hasil bahwa media audio visual memberikan pengaruh positif terhadap penguasaan kemampuan menulis eksplanasi. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui rata-rata prates menulis eksplanasi siswa SD Lab UPI di kelas eksperimen sebelum menggunakan media audio visual adalah 60 dan setelahnya mendapatkan nilai 86. Respons siswa terhadap penggunaan media audio visual dalam pembelajaran menulis eksplanasi 100% menyenangkan dan menambah wawasan. Daftar Pustaka AECT. 1977. The Definition of Educational Technology, Edisi Indonesia. Jakarta: CV Rajawali dan Pustekom. Dworetzky, John. P. 1990. Introduction to Child Development. New York: West Publishing Company. Ellis, Arthur. (et. al). 1989. Elementary Language Arts Instruction. New Jersey: Prentice Hall. Faris, Pamela J. 1993. Language Arts as A Process Approach. Madison, Wisconsin: Brown and Benchmark. Fraenkel, Jack R. & Norman E. Wallen. 2007. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw Hill International. Jalongo, Mary Renck. 1992. Early Childhood Language Arts. Boston: Allyn and Bacon. Tompkins, Gail E. dan Kenneth Hoskisson. 1991. Language Arts: Content and Teaching Strategies. New York: Max Well Macmillan International Publishing Group. Lasmono, Suharto. 2003. Pedoman Pemanfaatan Program Media Pembelajaran. Malang : Pustekom. Poerwono, Harry A dan Ariani. 2003. Sumber dan Media Pembelajaran. Malang: Direktorat Tenaga Kependidikan. Sadiman, Arief S. dkk. 1986. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekom dan CV Rajawali.
Sadiman, Arief. S. dkk. 2003. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudjarwo (ed.). 1989. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Mediatama Sarana Perkasa. Zainuri dan Soewoko. 1997. Sumber dan Media Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.