Isolasi Jamur Potensial Penghasil Mikotoksin Pada Produk Fermentasi Biji Kakao Kering asal Indonesia
• Bagaimana menurut Anda tentang keamanan produk cokelat ?
Anton Rahmadi & Graham H. Fleet Seminar dan Konferensi PATPI 15 Oktober 2008 Palembang Images are from Internet
Outline Presentasi • • • • •
Latar belakang Tujuan Penelitian Metodologi Hasil Diskusi
Latar Belakang • Biji kakao merupakan produk utama dari tanaman kakao (Theobroma cacao) yang diproduksi di negaranegara tropis: Ghana, Ivory coast, Indonesia. • Kebun kakao umumnya bercampur dengan tanaman pelindung dan pisang. East Kalimantan, Aug 2007
1
Latar Belakang • Biji kakao dikeluarkan dari pod-nya, difermentasi dan dikeringkan.
• Biji kakao disimpan di pengumpul besar, untuk kemudian di ekspor ke negara-negara pengolah cokelat (sebagian besar ke Eropa dan Amerika) • Proses yang umum dilakukan adalah disangrai (roasted), digiling (ground) dan diekstraksi untuk menghasilkan kakao bubuk dan cocoa butter.
Latar Belakang Fakta: • Minifie (1980, revisi 1999) menyatakan: ada kemungkinan kontaminasi mikotoksin pada produk biji cokelat. • Standar kualitas biji kakao yang diperdagangkan di tingkat dunia mengizinkan maksimum sebesar 3% kontaminasi jamur (ICCO, 2007) • Tiga standar CODEX (1981, revised 2001) tidak mencantumkan standar mikotoksin dalam produk cokelat.
Latar Belakang
Tujuan riset
• Riset-riset terbaru (Tafuri et al, 2004; Raters & Matissek, 2007) melaporkan terdapatnya okratoksin A & deoxynivanol pada produk biji kakao yang diperdagangkan di Eropa.
• Untuk memetakan diversitas spesies jamur berfilamen, terutama yang berpotensi menghasilkan mikotoksin yang tumbuh di biji kakao kering fermentasi.
• Dari riset sebelumnya (Ardhana & Fleet, 2003), jamurjamur berfilamen ternyata juga ditemukan pada tahap awal proses fermentasi biji kakao. • Dari berbagai fakta ini, faktor keamanan produk cokelat menjadi sebuah pertanyaan dilihat dari aspek keamanan pangan.
Populasi sampel • Sampel diambil dari lima (5) daerah di wilayah Indonesia bagian Timur. • Sampel dari wilayah kalimantan (3 wilayah) merupakan contoh di tingkat petani yang dikumpulkan pada bulan Agustus, 2007. • Sampel dari Sulawesi dan Irian Jaya merupakan contoh komersial diperoleh dari Cadbury, Australia pada akhir tahun 2006.
2
Metodologi • Metode sampling yang direkomendasikan oleh Batista et al (2003) dan Pitt & Hocking (1997) digunakan dalam penelitian ini: – Direct plating (Batista et al, 2003) • Dengan atau tanpa disinfeksi permukaan (0.4% Klorin) • Diinokulasikan di atas medium DG-18 Agar
– Dilution plating (Pitt & Hocking, 1997) • Biji kakao direndam selama 30 menit hingga lunak • Dihomogenisasi dengan Stomacher • Diencerkan dan diplating (0,1 mL) pada medium DRBC & DG-18 Agar
Hasil dan Pembahasan • Jamur dari biji kakao asal Samarinda yang tumbuh di atas medium DG-18, tanpa disinfeksi permukaan (kiri), dengan disinfeksi permukaan (kanan)
Metodologi • Jamur berfilamen diidentifikasi berdasarkan ciriciri morfologis di bawah mikroskop. • Perhitungan total jamur dilakukan setelah medium diinkubasikan selama 4 hari pada suhu 25 °C • Perhitungan diulang tiga kali, pada setiap ulangan dilakukan secara duplo.
Tabel 1. Diversitas spesies jamur diisolasi dengan inokulasi langsung biji cokelat di atas media DG18 tanpa disinfeksi permukaan Asal sampel
Spesies jamur
Penajam, Kalimantan Timur
Aspergillus flavus, A. niger, A wentii, A. ochraceus, A.
Malinau, Kalimantan Timur
A. flavus, A. niger, A. clavatus, A. wentii, P. citrinum,
Samarinda, Kalimantan Timur
A. flavus, A. niger, A. clavatus, A. wentii, A. ochraceus, P.
Sulawesi
A. flavus, A. niger, A. wentii, P. citrinum, Stemphylium sp.,
versicolor, Eurotium chevaleri, Chaetomium globosum, Penicillium spinolosum, P. citrinum, Mucor pyriformis Stemphylium sp., Fusarium sp (1 species)
citrinum, Fusarium sp (1 spesies), Geotrichum candidum
Epicoccum nigrum
Irian Jaya
A. flavus, A. niger, A. clavatus, P. spinolosum, Stemphylium sp., P. citrinum, Penicillium corylophilum, yeasts
3
Tabel 2. Diversitas spesies jamur diisolasi dengan inokulasi langsung biji cokelat di atas media DG18 dengan disinfeksi permukaan. Asal Sampel
Spesies jamur
Spesies
Penajam, Kalimantan Timur
Aspergillus flavus, A. niger, A. carbonarius. A. clavatus, A. wentii, A. ochraceus
Malinau, Kalimantan Timur
A. niger, A. clavatus
Samarinda, Kalimantan Timur
A. flavus, A. niger, A. wentii, Penicillium spinolosum, P.
Sulawesi
A. clavatus, E. cinnamopurporeum
Irian Jaya
E. cinnamopurporeum
Aspergillus & teleeomorf Penicillium
citrinum, Eupenicillium cinnamopurporeum, Mucor pyriformis, Epicoccum nigrum, Fusarium sp.
Lainnya
Samarinda Sulawesi
Irian Jaya
33
23
16
8
10
4
1
1
1
4
1
2
0
1
0
90 11 4
Dengan Disinfeksi Permukaan
Aspergillus & teleeomorf
DRBCa
15
4
11
1
0
Penicillium
0
0
5
1
1
Lainnya
0
0
5
0
0
31 7 5
Hasil • Dari kiri: A. flavus, A. wentii, A. niger (warna hitam)
DG-18a
23,000
38,000
Penajam, Kalimantan Timur
7,200,000
2,100,000
Samarinda, Kalimantan Timur
200,000
200,000
220 32
78 53
Irian Jaya
Malinau
Tanpa Disinfeksi Permukaan
Malinau, Kalimantan Timur
Sulawesi
Total Isolat
Frekuensi isolasi dari 10 biji cokelat Penajam
Tabel 5. Populasi jamur pada biji cokelat di atas media agar DRBC dan DG-18 Samples
Tabel 3 & 4. Kemunculan spesies jamur di biji cokelat
a) in CFU/g
4
Hasil • Aspergillus flavus (Indonesia)
Hasil • Fusarium spp. (Indonesia)
• Penicillium spp. (Indonesia)
Hasil lainnya yang relevan • Yang tidak disebutkan dalam makalah kali ini: terdapatnya konsentrasi Bakteri Asam Laktat dan Bacillus dalam konsentrasi yang amat tinggi (108-1010 CFU/g) pada beberapa sampel yang total jamurnya rendah (<100 CFU/g) • Pertumbuhan jamur-jamur berfilamen pada sampelsampel tersebut kemungkinan dihambat oleh kombinasi BAL dan Bacillus. • Tetapi, hipotesis ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kesimpulan • A. flavus, A. niger, A. wentii, P. citrinum, P. spinolosum adalah jamur-jamur yang dominan terdapat dalam biji cokelat kering fermentasi asal Indonesia. • A. flavus, A. niger, A. ochraceus, A. carbonarius merupakan jamur-jamur berpotensi menghasilkan mikotoksin terdapat pada semua sampel. • Penggunaan disinfeksi klorin (0,4 %) merupakan cara yang efektif (~ 40-65%) untuk mengurangi kadar jamurjamur yang berpotensi menghasilkan mikotoksin.
5