LARANGAN BERZINA DALAM AL-QUR’AN DAN RITUAL “SIFON” PADA ETNIS SUKU TIMOR NTT
Skripsi Diajukan ke Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Tafsir Hadis (S.Th.I)
Oleh: Zulkifli Natonis NIM: (109034000042)
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1435 H
ABSTRAK Judul : “Larangan Berzina Dalam Al-Qur’an dan Budaya Sifon Pada Etnis Suku Timor NTT” Al-Qur‟an telah menetapkan bahwa zina adalah perbuatan yang “keji” dan “suatu jalan yang buruk”. Bahkan dilarang untuk mendekatinya apalagi melakukannya, segala bentuk hubungan seksual di luar ikatan pernikahan yang sah termasuk dalam kategori perzinahan, selain dari pada itu juga zina sering digunakan dalam istilah zina mata, zina tangan dan lain-lain. Namun kenyataan yang terjadi pada sebagian masyarakat berbeda dengan apa yang digariskan dalam Al-Qur‟an, mengingat banyaknya warisan aneka ragam ritual di Negeri ini, yang berkembang di masyarakat baik yang bertentangan dengan ajaran agama atau tidak. Berkaitan dengan hal ini contonya seperti ritual sifon yang sampai saat ini masih marak terjadi di beberapa orang etnis suku Timor (Atoen Meto’), di propinsi Nusa Tenggara Timur. Ritual sifon merupakan suatu ritual tradisional masyarakat di beberapa daerah di tengah hingga barat pulau Timor, yakni melakukan kegiatan penyunatan tradisoinal namun yang uniknya adalah pasca sunat si lelaki diharuskan melakukan hubungan seks yang dipercaya mampu menyembuhkan luka pasca penyunatan tersebut, uniknya adalah tidak boleh dengan istri sendiri atau wanita yang akan dijadikan istri. Jadi sifon adalah hubungan seksual pasca sunat yang wajib dilakukan seorang pasien ketika luka sunatnya belum sembuh. Tujuannya untuk menyembuhkan luka dan membuang panas, agar organ seksual pria kembali berfungsi baik. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk membahas permasalahan ini, sehingga kita bisa menarik kesimpulan dan memberikan solusi yang tepat untuk masalah seperti ini. adapun lokasi penelitian yaitu Desa Oelet, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kata Kunci: Al-Qur’an, Zina, Larangan, Masyarakat, Ritual, Sifon.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt. tempat berlindung, memohon pertolongan, dan memohon ampunan. Aku berlindung kepada Allah dari semua kejahatan yang bersumber dari dalam diri, dan dari semua keburukan yang ada. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya. Pada pengantar ini penulis ingin mengungkapkan bahwa semua yang ditulis belum bisa dikatakan sempurna, ini hanyalah bagian dari usaha penulis yang terbatas, materi yang kurang, kemampuan yang lemah, dan juga pengalaman yang kurang maksimal dalam hal ini. Sudah sepatutnya penulis bersyukur atas segala nikmat Allah yang tak terbatas dan tak terhitung, dan alhamdulillah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dosen Fakultas Ushuluddin yang telah menyetujui pnulisan skripsi ini. Juga kepada semua pihak di luar kampus yang telah mencurakhan pengetahuan hingga akhirnya penulis bisa mempersembahkan skripsi ini.
-
Kepada Pak Muslih, Lc. M.Ag, sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah memberikan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis.
-
Kepada Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. dan juga Dr. Bustamin, yang telah bersedia menerima konsultasi penulis untuk mengangkat tema dalam skripsi ini.
-
Kepada Dekan Fakultas Ushuluddin dan Rektor Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
-
Kepada kedua orang tua penulis, Bapak Usman Basir Natonis dan Ibu Lisnayati Taek, atas usaha materil maupun moril, do‟a dan didikan
ii
beliau berdua berdua sehingga penulis bisa sampai melanjutkan sekolah dari Nusa Tenggara Timur hingga Perguruan Tinggi di Jakarta. -
Kepada kakanda Mukhlisnah Usman, sebagai seorang kaka yang selalu mensuport penulis baik secara materil maupun moril dan membantu untuk dapat melanjutkan pendidikan di UIN Jakarta.
-
Kepada saudara-saudaraku semua, k‟Taufik, k‟Nur, d‟Aldi dan d‟Bony, yang selalu memberi semangat untuk sama-sama berjuan menyelesaikan pendidikan.
-
Kepada saudara-saudara seperjuanganku, Amir dan Ali, walaupun kami kuliah sambil tinggal di Masjid, karena keuangan yang minim sekali, tetapi in sya Allah kami tetap semangat untuk menyelsaikan kuliah kami.
-
Kepada k‟ Tohir Selan, yang berusaha keras dibantu k‟Mukhlisnah untuk berusaha membantu penulis sampai mendapatkan beasiswa Dipa untuk masuk ke Fakultas Ushuluddin UIN.
-
Kepada semua teman kelas, anak-anak Tafsir Hadis. Yang selama kuliah berjuang bersama-sama guna menggapai cita-cita kita bersama.
-
Kepada
Pengurus
DKM
Masjid
Al-Mukhlishin,
yang
telah
memberikan tempat tinggal kepada penulis selama masa kuliah. -
Kepada TK/TPA Al-Mukhlishin yang menjadi tempat belajar mengajar penulis selama kuliah.
-
Dan kepada semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu-persatu namun in sya Allah tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.
semoga semua pihak terkit yang telah membantu mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah, dengan harapan semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis sendiri, dan umumnya untuk semua pihak.
Jakarta, Maret 2014
Penulis
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oelh CeQDa (Center for Quality Developmrnt and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. I.
Konsonan
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ا
A
A
ب
B
Be
ت
T
Te
ث
Ts
Te dan es
ج
J
Je
ح
H
Ha
خ
Kh
Ka dan ha
د
D
De
ذ
Dz
De dan zet
ر
R
Er
ز
Z
Zet
س
S
Es
ش
Sy
Es dan ye
ص
S
Es dengan garis bawah
ض
D
De dengan garis bawah
ط
T
Te dengan garis bawah
ظ
Z
Zet dengan garis bawah
ع
‘A
„ terbalik di atas hadap kanan
غ
Gh
Ge dan ha
ف
F
Ef
iv
II.
ق
Q
Qi
ك
K
Ka
ل
L
El
م
M
Em
ن
N
En
و
W
We
ه
H
Ha
ء
‘
Apostrof
ي
Y
Ye
Vocal Tunggal
Tanda Vokal Arab
III.
Tanda Vokal Latin
Keterangan
A
Fathah
i
Kasrah
u
Damah
Vocal panjang
Tanda vocal arab
Tanda vocal latin
َا
Â
a dengan topi di atas
ىِي
î
i dengan topi di atas
ىُو
û
u dengan topi di atas
IV.
Keterangan
Vocal Rangkap
Tanda Vocal Arab
Tanda Vocal Vatin
Keterangan
ِـــــ ي
Âi
a dan i
ُـــــ و
Au
a dan u
V.
Pembaharuan
ال
: al
الش
: al-sy
وال
: wa al
v
DAFTAR ISI ABSTRAK .........................................................................................................i KATA PENGANTAR .......................................................................................ii PEDOMAN TRANSLITERASI .....................................................................iv DAFTAR ISI ......................................................................................................vi BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................................6 C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ...............................................................7 D. Tinjauan Pustaka .....................................................................................8 E. Metode Penelitian....................................................................................9 F. Sistematika Penulisan .............................................................................10 BAB II: ETNIS MASYARAKAT SUKU TIMOR DESA OELET ..............11 A. Letak Geografis .......................................................................................11 1. Letak Desa Oelet dalam Peta ............................................................11 2. Gambaran umum geografis Desa Oelet dalam Peta ..........................13 B. Islam di suku Timor dan Desa Oelet .......................................................14 C. Budaya dalam Masyarakat suku Timor Desa Oelet ................................18 1. Asal-usul nama suku Timor ..............................................................18 2. Pola hidup masyarakat ......................................................................19 3. Konsep ketuhanan dalam perspektif masyarakat ..............................21 4. Macam-macam tradisi suku Timor Desa Oelet .................................22 BAB III: LARANGAN ZINA PERSPEKTIF AL-QUR’AN ......................................................................................................28 A. Pengertian Zina .......................................................................................28 B. Penggolongan Zina Terbagi Menjadi Dua ..............................................30 C. Dampak Perbuatan Zina ..........................................................................31 1. Zina menyebarkan penyakit kelamin ................................................33 2. Anak lahir di luar nikah.....................................................................34 3. Kehidupan rumah tangga berantakan ................................................37 D. Had Zina (Hukum Zina) .........................................................................39 BAB IV: RITUAL SIFON DAN KAITANNYA DENGAN LARANGAN ZINA DALAM AL-QUR’AN ...........................................................................43 A. Ritual sifon pada Masyarakat suku Timor ..............................................43 1. Pengertian ritual sifon .......................................................................43 2. Tujuan ritual sifon .............................................................................44 3. Proses pelaksanaan ritual sifon..........................................................45 B. Menilai ritual sifon Perspektif Al-Qur‟an ...............................................49 C. Solusi Al-Qur‟an Terhadap ritual Sifon ..................................................59
vi
BAB V: PENUTUP ...........................................................................................62 A. Kesimpulan .............................................................................................62 B. Saran-saran ..............................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................64 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................67
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur'an dan Hadits telah memberi petunjuk tentang hal-hal yang diharuskan sebagai perbuatan terpuji dan hal-hal yang harus ditinggalkan sebagai perbuatan tercela, namun kenyataannya perbuatan tercela yang telah digariskan
sering dilakukan dan perbuatan baik yang telah ditentukan kadang-kadang ditinggalkan. Perbuatan melanggar terhadap kaidah-kaidah tersebut baik yang bersumber kepada Al-Qur'an maupun Hadits bukan hanya dilakukan oleh oleh satu dua orang tetapi bahkan dilakukan secara berbarengan, bahkan ada sebagian yang telah menjadikannya budaya secara turun temurun yang berlaku hingga saat ini. Dalam tradisi hukum Islam, semua hubungan seksual di luar pernikahan yang sah dipandang sebagai suatu kejahatan. Zina yang didefinisikan sebagai hubungan seksual terlarang antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, merupakan bentuk utama kategori kejahatan ini. Hukuman berzina bagi laki laki dan perempuan sama, yaitu seratus cambukan bagi yang belum menikah dan hukuman mati dengan dirajam bagi yang telah menikah, walaupun penerapan hukuman tersebut jarang didokumentasikan dalamsejarah, berikut salah satu ayat perintah untuk menjauhi zina1. Berikut kutipan ayatnya:
1
Syaikh Salim Bin‘Ied-Al-Hilaili, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-sunnah, bab Aqidah, Fiqih dan Akhlaq v. 3. Traslated by : Abu Ihsan Al-Atsari (Bogor: Pustaka Imam AsySyafi’I, 2005), hal. 460.
1
2
Artinya:“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S: Al-Isra‟ ayat 32) Ayat ini menegaskan bahwa: “Dan janganlah kamu mendekati zina” dengan melakukan hal-hal, walau dalam bentuk menghayalkannya sehingga dapat mengantar kamu terjerumus ke dalam keburukan itu, “Sesungguhnya ia”, yakni zina itu, “adalah suatu perbuatan” amat “keji” yang melampaui apa pun “dan suatu jalan yang buruk” dalam menyalurkan kebutuhan biologis2. Berangkat
dari
penjelasan
di
atas,
bisa
dibayangkan
bahwa
sesungguhnya mendekatinya saja kita dilarang, apalagi sampai kita melakukannya bahkan terlanjur dijadikan budaya dan mengakar begitu kuat sehingga perlu dilakukan beberapa hal untuk menghindari hal tersebut. Para ulamapun menggarisbawahi kata “janganlah kamu mendekati zina”, yang berarti pelarangan dalam soal seks bukan sekedar koitus yang tidak sah, tetapi segala hal yang mengarah atau mendekati koitus juga terlarang3. Islam telah melarang segala bentuk hubungan seksual di luar pernikahan, dan menetapkan hukum yang berat terhadap pelanggaran hukum-hukum yang telah ditentukan.
2
M. Qurays Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an V. 7 (Jakarta: Lentera hati, 2002), hal. 80. 3 Marzuki Umar Sa’abah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 2.
3
Namun di Indonesia terkenal dengan budaya dan ritualnya yang beranekaragam. Ritual tersebut merupakan pewarisan dari nenek moyang yang lahir jauh sebelum kita ada. sehingga agama, ritual dan masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dalam prakteknya, selaras dalam menciptakan ataupun kemudian saling menegasikan. Saat ritual ataupun agama dianggap sebagaian manusia terlahir di dunia mau tidak mau harus menerima warisan sebuah tradisi, sistem tingkah laku yang sebelumnya telah ada. Berbeda dengan ketika budaya ataupun agama dimaknai sebagai proses, keduanya dipandang dalam bentuk kontinuitas perkembangan, kebangkitan, dan keruntuhan sutau kebudayaan. Kebudayaan dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja. Terkadang banyak ritual di Indonesia yang belum hilang dan tidak kita ketahui, ada budaya tidak bertentangan dengan agama, ada pula ritual yang sekilas kalau kita pahami mungkin akan bertentangan dengan ajaran agama Islam. Contonya, seperti ritual sifon yang sampai saat ini masih marak terjadi di beberapa orang etnis suku Timor (atone meto), di propinsi Nusa Tenggara Timur. Ritual sifon merupakan suatu ritual tradisional masyarakat etnis suku timor (Atoin Meto) di beberapa daerah di tengah hingga barat pulau Timor, yakni melakukan kegiatan penyunatan namun yang uniknya adalah pasca sunat si lelaki diharuskan melakukan hubungan seks yang dipercaya mampu menyembuhkan luka pasca penyunatan tersebut. Jadi sifon adalah hubungan
4
seks pasca sunat yang wajib dilakukan seorang pasien ketika luka sunatnya belum sembuh. Tujuannya untuk membuang panas, agar organ seksual pria kembali berfungsi baik. Sebenarnya ritual sifon ialah tradisi hubungan sexual yang yang harus dilakukan oleh pria yang sehabis disunat secara tradisional dengan wanita yang disyaratkan tidak boleh dengan istrinya sendiri, atau calon istrinya, namun biasanya dilakukan dengan janda, dan sekarang ini juga ada yang dilakukan dengan pekerja sex komersil dengan kepercayaan dan maksud untuk menyembuhkan sunatnya dan membuang sakit, sial dan panas dari pria yang disunat. Ritual sifon ini biasanya dilakukan pada setiap musim panen. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit, juga membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan dan secara biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan seorang pria dewasa.4 Ritual sifon dilakukan karena umumnya dukun sunat dan si pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak melakukan sifon, alat vitalnya akan mengalami gangguan fungsi dan dengan sifon kemampuan-fungsi alat vital semakin unggul”. Ritual ini dilakukan saat sunat hampir sembuh tetapi belum sembuh total yaitu berkisar 2 – 7 hari setelah sunat.5
4
Sigit Purnawan - Bambang Sugeng – Pudjiasti, Kajian Hubungan Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) Dengan Hak Wanita Dan Pertumbuhan Penyakit Kelamin (Makalah Presentasi Undana Kupang, 2007), hal. 15. 5
Haidar Dwi Pratiwi - Frandita Eldiansyah Ria Rohmawati - Kustantina Alfatie M - Dini Dian Flowerenty - Silvi Anita - Uslatu Rodyah - Kukuh Aria W, Analisis Jurnal Keperawatan Lintas
5
Ritual ini kalau ditinjau dari aspek hukum Islam, jelas-jelas bertentangan karena sesungguhnya sudah jelas firman Allah dalam Kitab-Nya dan sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wasalam dalam sunnahnya serta Ijma‟ para ulama tentang haramnya zina dan bahwasanya dia termasuk kekejian dan dosa yang besar. Bahkan mendekatinya pun dilarang seperti yang terdapat pada kutipan ayat di atas.6 Dari larangan zina yang telah dipaparkan di atas, akan muncul suatu pertanyaan besar dalam benak, mengapa masyarakat masih mempertahankan nilai-nilai ritual seperti ini ?, Masyarakat, agama dan ritual sangat erat berkaitan satu sama lain. Saat ritual atau agama diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang manusia mau tidak mau harus menerima warisan tersebut. Walaupun agama dan ritual saling berhubungan erat sebab keduanya mengatur kehidupan sosial dan saling memiliki keterkaitan, akan tetapi agama dan budaya harus dapat dibedakan. Perbedaan yang paling signifikan yaitu agama merupakan suatu ajaran yang mengatur kehidupan yang berhubungan antara manusia dan Sang Khaliq, manusia dan manusia. Sedangkan tradisi turun-temurun adalah suatu tatanan masyarakat yang diatur atau yang dibentuk oleh manusia itu sendiri demi kelangsungan bersama.
Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) di Kecamatan Molo Utara, Timor Tengas Selatan, NTT (Makalah Presentasi Ilmu Keperawatan Unieversitas Jember, 2013), hal. 1. 6 Al-Hilali, Ensiklopedi Larangan, hal. 461.
6
B. Batasan dan Perumusan Masalah Batasan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah, penelitian hanya dikhususkan untuk warga desa Oelet, Kec. Amanuban Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Prop. Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data servei Jumlah penduduk Desa Oelet yaitu 1504 KK, dengan jumlah 5992 orang.7 Diantaranya yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik: 1468 KK dengan jumlah 5872 orang. Sedangkan agama Islam yaitu 36 KK dengan jumlah 120 orang. Dengan rincian orang dewasa berjumlah 47 orang, dan anak kecil berjumlah 73 orang. Skripsi ini hanya difokuskan untuk mewawancarai warga yang beragama Islam di Desa Oelet khususnya bagi orang dewasa mulai dari umur 18 tahun sampai dengan orang tua, yang terdiri dari 36 KK dengan jumlah jiwa 120 orang. Antara lain dengan jumlah jiwa 47 orang dewasa dan sisanya 73 orang anak dibawah umur. Dari 47 orang dewasa penulis hanya mewawancarai 25 % yaitu 25 orang. Dari 25 orang warga yang diwawancarai terdiri dari 2 orang tokoh agama, 2 orang tokoh adat, 5 orang pelajar, dan 16 orang petani. Waktu yang ditempuh untuk penelitian yaitu mulai tanggal 13 Desember 2013 sampai 1 februari 2014. Rumusan masalahnya adalah, penulis bermaksud mengkaji tentang ayat-ayat yang menjelaskan larangan berzina dalam Al-Qur‟an, kemudian 7
Data tersebut penulis dapatkan dari kantor Desa Oelet, pada hari Senin , tanggal 16 Desember 2013.
7
membahas dan mengetahui rituall sifon yang dipraktekkan oleh sebagian orang etnis suku Timor sehingga dapat diketahui, apa sebenarnya ritual sifon itu?, serta bagaimana Al-Qur‟an menilai ritual sifon? Kemudian bisa diberikan solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Atas dasar pemikiran inilah, penulis membahas semua permasalahn ini dengan judul: “LARANGAN BERZINA DALAM AL-QUR’AN DAN RITUAL “SIFON” PADA ETNIS SUKU TIMOR NTT”. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan maslah yang akan dibahas maka tujuan dan manfaat dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: -
Mengkaji dan mengetahui tafsiran ayat tentang larangan berzina dalam Al-Qur‟an.
-
Mengetahui gambaran tentang ritual sifon yang dipraktekkan oleh sebagian orang dari etnis suku timor, sehingga mengaitkannya dengan hukum yang ada dalam Al-Qur‟an.
-
Untuk menyelesaikan tugas skripsi guna mendapatkan gelar S1 pada jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8
D. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung kepustakaan di atas, penulis melakukan tinjauan pustaka atas beberapa karya tulis yang membahas tema yang sama atau mempunyai kemiripan dengan yang dibahas oleh penulis antara lain sebagai berikut: 1. Fadhel Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah min az-Zinâ fî al-Fiqh al-Islâmi. Penerjemah: Subhan Nur Zina: Problematika dan Solusinya. Jakarta: Qisthi Press, 2006. 2. Haidar
Dwi
Pratiwi
-
Frandita
Eldiansyah Ria
Rohmawati -
Kustantina Alfatie M - Dini Dian Flowerenty - Silvi Anita Uslatu Rodyah - Kukuh Aria W. Analisis Jurnal Keperawatan Lintas Budaya Sifon
(Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) di
Kecamatan Molo Utara, Timor Tengas Selatan, NTT. Makalah Presentasi Ilmu Keperawatan Unieversitas Jember, 2013. 3. Sigit Purnawan - Bambang Sugeng - Pudjiasti. Kajian Hubungan Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) Dengan Hak Wanita Dan Pertumbuhan Penyakit Kelamin. Makalah Presentasi Undana Kupang, 2007. Berikut beberapa referensi yang menjadi penelitian sebelum skripsi ini dibuat, akan tetapi penulis melihat belum ada yang membahas tentang ritual sifon dan dikaitkan dengan Agama, untuk itu di dalam skripsi ini penulis berusaha mengaitkannya dengan Agama.
9
E. Metode Penelitian Metode penelitian skripsi ini pada dasarnya untuk mendapatkan data dengn tujuan dan kegunaan sesuai dengan pembahasan yang ada yaitu dengan metode penelitian kualitatif sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data a. Metode
penelitian
menggunakan
kepustakaan
Kitab-kitab
tafsir
(library yang
research) berkaitan
yaitu dengan
pembahasan seperti: Tafsir Al-Misbah, Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Qurthubi, dan masih banyak tafsir yang lain serta buku-buku fiqih dan sumber pelengkap lain. Karena tafsir-tafsir ini memiliki pembahasan yang menyangkut kehidupan sosoial. b. Metode penelitian lapangan (field research) 1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap target yang akan dijadika sasaran penelitian. 2. Interview (wawancara), yakni melakukan tanya jawab terhadap responden sesuai dengan yang telah ditentukan pada rumusan dan batasan masalah 2. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah CeQDa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, kecuali dalam penulisan catatan kaki. Penulis hanya menuliskan
10
nama terakhir atau nama popular dari pengarang buku untuk kutipan berikutnya. Begitu pula dengan judul, penulis hanya menuliskan dua kata dari buku tersebut. F. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran umum mengenai skripsi ini, di sini penulis membagi pembahsan ke dalam beberapa bab sebagaimana berikut: Bab pertama, pembahasannya meliputi latar belakang masalah yang memaparkan seputar gambaran masalah yang akan di uraikan pada bab-bab selanjutnya, kemudian pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab kedua, pada bab ini, akan dipaparkan lebih jauh tentang profil masyarakat suku timor dan beragam kebudayaanya, letak geografis, dan sejarah masuknya Islam sampai seberapa jauh pengaruh syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Bab ketiga, Penulis akan memaparkan secara gamblang tentang larangan mendekati zina, dampak negatif perbuatan zina dan hukuman untuk pelakunya. Bab keempat, pada bagian ini, penulis akan membahas kedua pokok masalah yaitu zina dan kaitannya dengan budaya sifon yang dianut oleh beberapa etnis suku timor (atone meto).
11
Bab kelima, berhubung bab terakhir maka penulis akan membuat Kesimpulan dan saran-saran. Yaitu memaparkan secara singkat isi dari pembahasan mulai dari awal hingga akhir secara signifikan, serta dilanjutkan dengan saran-saran.
13
2. Gambaran umum geografis Desa Oelet Berdasarkan data survei Desa Oelet kini berpenduduk sekitar 5992 Jiwa, dengan jumlah KK 1504. Diantaranya yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik: 1468 KK dengan jumlah Jiwa 5872 orang. Dan agama Islam yaitu: 36 KK dengan jumlah Jiwa 120 orang. Berdasarkan pengamatan penulis, Secara geografis desa ini bisa dibilang berwajah ganda, perubahan parasnya tergantung musim, selama musim hujan desa ini berwajah cantik dan ramah, pemandangan hijau mendominasi. Bunga flamboyan mekar di mana-mana, saat kemarau mendera, wajah desa berubah muram, kering, gersang dan panas. Ditambah lagi dengan listrik yang sampai sat ini belum menjamah ke desa ini. Kondisi ini memunculkan perdebatan pada siapapun yang datang ke desa ini, karena pada musim yang berbeda sangat kontras, pada musim hujan orang akan melihat bahwa desa ini sangat subur namun sebaliknya pada musim panas orang akan merasakan bahwa desa ini adalah termasuk yang paling gersang, pemandangan itu seakan memberi julukan bahwa tempat ini adalah salah satu dari tempat-tempat gersang yang menjadi ciri khas Propinsi Nusa Tenggara Timur. Seperti halnya daerah-daerah terpencil lainya, maka Desa Oelet ini menyimpan banyak tradisi-tradisi yang unik, salah satunya adalah budaya sifon yang menjadi bagian dari pembahasan penulis kali ini.
14
B. Islam di Suku Timor Desa Oelet Menurut catatan sejarah, agama Islam telah lama masuk ke Kupang, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Namun peradaban dan perkembangannya ke dalam masyarakat suku Timor belum signifikan. Agama Islam masuk ke Pulau Timor belakangan dibandingkan dengan agama-agama lain seperti Kristen Protestan dan Katolik yang lebih dulu mendominasi dan berkembang dengan pesat di daerah pedalam Suku Timor. Awal masuknya Islam diperkirakan sekitar tahun 1800-an yang dibawa oleh ulama-ulama dari pulau seberang seperti pulau Solor, yang menjadi tempat masuknya Islam pertama kali di Nusa Tenggara Timur.1 Sebuah wilayah di tengah kota Kupang bernama Airmata, dapat dipastikan menjadi titik sentral objek ziarah di sini. Dari namanya sudah dipastikan bahwa wilayah ini memiliki identitas logat Melayu yang khas. Berbeda dengan seluruh nama daerah dikota ini yang berawalan Oe (air) seperti Oe ba’, Oe’sapa, Oebufu, dll. Masjid Agung Baitul Qodim Airmata dikenal dengan nama Masjid Airmata, terletak di Jl. Trikora No. 32, Kelurahan Air Mata, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Ini merupakan Masjid tertua di
Pulau Timor dan dijadikan pusat penyebaran agama Islam di kota Kupang hingga pedalaman Pulau Timor.2 Masjid yang sudah berusia lebih dari dua ratus tahun itu dibangun di atas tanah hibah dari Syahban Bin Sanga Kala pada tahun 1806 bersama 1
Bambang Budi Utomo, Atlas Sejarah Indonesia Masa Islamn (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, 2012), hal. 142. 2 Utomo, Atlas Sejarah, hal. 142.
15
dengan Kiai Arsyad (tokoh pergerakan Banten yang diasingkan Belanda ke Kupang). Konon pembangunan Masjid tersebut dibantu oleh umat Kristiani yang ada di sekitar kampung Airmata Kupang.3 Setidaknya ada beberapa ualama yang ditangkap kompeni Belanda dan diasingkan hingga mereka wafat dan dikuburkan di makam para ulama yang terletak berdekatan dalam sebuah komplek yang dikenal dengan Pekuburan Umum Islam Airmata, kecamatan Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Agama Islam mulai masuk ke suku Timor dari kota Kupang sejak lama, perkembangannya ke daerah pedalaman suku Timor belum signifikan, untuk daerah Timur Tengah Selatan (TTS). khususnya kecamatan Amanuban Timur, Desa Oelet. menurut catatan sejarah baru masuk sekitar tahun 1960-an dan mulai berkembang hingga saat ini.4 Belum ditemukan buku yang secara pasti membahas Sejarah Islam masuk ke pedalaman Pulau Timor khususnya Kab. Timor Tengah Selatan (TTS). Namun di dunia maya ada beberapa catatan yang dipublikasikan sebagai upaya untuk mengenang sejarah yang pernah terjadi khususnya di Kab. Timor Tengah Selatan, Kec. Amanuban Timur. Perkembangan Islam di pedalaman pulau Timor khususnya Timor Tengah Selatan, Kec. Amanuban Timur, tidak terlepas dari peran Usif Isu, 3
Utomo, Atlas Sejarah, hal. 143. Muhammad Syah Isu, Para Raja se-NTT bertemu di Niki-Niki (http://muhamadsyahisu.blogspot.com/, 14 Juni 2011) 4
16
(Raja Isu) pada tahun 1967. Putra dari Usif Isu yakni Gabrial Isu, seorang Fetor (Raja Lokal) dari Kefetoran Noebunu sebelumnya Fetor Noehambet yang mengantikan ayahnya Leonard Isu dan adiknya Hendrik menjadi Kefetoran Noehanbet mengantikan kakanya.5 Masuknya kedua Usif Isu ke agama Islam kemudian diikuti oleh seluruh keluarga dan beberapa Tamuku (Kepala Desa) dan seluruh masyarakat yang loyal kepadanya. Gelombang perpindahan agama dari agama Kristen keagama Islam sangat pesat hingga konon jumlahnya mencapai ribuan jiwa ini sangat mengemparkan dipulau Timor. Hal ini menambah rasa benci oleh lawan-lawan politiknya, yang sebelumnya tidak senang padanya terutama para tokoh penyebar agama Kristen. Gabrial Isu berganti nama menjadi Gunawan Isu sebagai putra tertua yang menggantikan ayahnya maka dalam sistem kerajaan ia bertangungjawab penuh terhadap setiap permasalahan kerajaan yang dipimpinnya. Beliau tetap memperjuangkan dan mengembangkan tegaknya agama Islam dengan berbagai resiko dan pengorbanan sebagai konsekwensi yang harus diterimanya yang saat itu beliau menjabat Camat sedangkan adiknya menjabat DPRD dikabupaten TTS, akan tetapi langsung dipecat dari jabatanya karena memeluk agama Islam dan saat pengikutnya mengikuti langkah beliau bukan karena paham akan kebenaran Islam akan tetapi pengaruh Rajanya.6
5
Isu, Para Raja (http://muhamadsyahisu.blogspot.com/) Isu, Para Raja (http://muhamadsyahisu.blogspot.com/2011/03/sejarah-islam-masukke-pulau-timor-ntt_02.html ) 6
17
Ketika Raja dari Kefetoran Noebunu yang bernama Leonard Isu masuk Islam dan mengganti nama menjadi Gunawan Isu, maka masyarakat yang loyal terhadap beliau pada saat itu berbondong-bondong untuk meniggalkan agama pertama yg mereka anut, yaitu Kristiani dan Katolik tetapi sebagian masyarakat menganut kepercayaan halaika (kepercayaan primitif suku Timor) menurut dialek setempat. dan mengikuti ajaran Islam yang baru dianut oleh pemimpin mereka. Menurut penuturan Bapak Ahmad Taek, Warga desa Oelet yang pada saat itu termasuk loyal kepada Raja Kefetoran Noebunu, mengikuti langkah pemimpin mereka dan sebagian masuk Islam sebagai generasi pertama yang diantara mereka adalah: Musa Tune (Neon Tune), Ahmad Taek (Eko Taek), Mansyur Taek (Suli Taek), Salim Taek (Seo Taek), Amin Taek (Tkela Taek), dan masih banyak yang lain.7 Menurut penuturan Bapak Usman Basir Natonis, Sekitar tahun 19681969 masyarakat desa Oelet khususnya yang beragama Islam bersukarela untuk membangun sebuah Masjid sebagai tempat ibadah pertama kali kala itu, yaitu Masjid Al-Hadid Oelet, yang kokoh berdiri hingga tahun 2003 kemudian direnovasi dengan bantuan dana dari Kedutaan Arab Saudi dan berdiri hingga saat ini. Melihat sajian sejarah di atas bahwa Agama Islam masuk belakangan ke masyarakat pedalaman Pulau Timor khususnya desa Oelet, wajar apabila 7
Hasil wawancara dengan Bapak Usman Basir Natonis dan Ibu Lisnayati Taek pada tgl. 13 Desember 2013.
18
pengetahuan masyarakat tentang agama masih minim sehingga masih banyak budaya nenek moyang yang dipertahankan hingga saat ini dan perlu kaderkader pendakwah yang bekerja keras demi terwujudnya umat Islam yang lebih maju lagi di Desa Olelet. C. Ragam Budaya pada Masyarakat suku Timor Desa Oelet 1. Asal usul nama suku Timor ( Atoen Meto ) Suku Timor merupakan sebutan untuk suku yang berada di pulau timor khususnya daerah pedalaman. Suku ini menempati seluruh wilayah di Timor Barat, tersebar di tiga kabupaten yaitu kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), dan kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Suku Timor dalam dialek setempat dinamakan “Atoin Meto” yang artinya “Atoin” = orang atau manusia, sedangkan “Meto”=kering, sehingga disebut orang kering atau lebih tepatnya “penduduk tanah kering” pemberian nama ini sesuai dengan daerah Pulau Timor yang pada umumnya gersang dan kering. Selain dari nama Suku Timor di atas, dikenal juga dengan nama Suku Dawan, yang sudah ditemukan dalam publikasi asing berbahasa Jerman pada tahun 1887, nama ini hasil pemberian oleh orang lain yang disesuaikan dengan nama aslinya yang berarti penduduk tanah kering. Kendatipun demikian tidak bisa dipastikan waktu penggunaan sebutan itu secara lisan di antara para penduduk suku Timor.
19
2. Pola hidup masyarakat Masyarakat desa Oelet menjalani hidup sehari-hari dengan matapencaharian, umunya pertanian dan peternak. Dan sebagian kecil menjadi pegawai. Hal ini karena daerahnya yang masih tergolong daerah terpencil, yang sama dengan banyak daerah yang terdapat di Nusa Tenggara Timur, bahkan listrikpun sampai sekarang belum menjamah di daerah ini. Sekalipun daerahnya panas namun masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai kekerabatan dan keakraban, seperti hubungan kekeluargaan “fetof-naof, “olif-tataf” yang secara leksikal berarti hubungan “saudarasaudari, adik-kakak”. Maksud hubungan “feto mone, olif tataf “ adalah untuk menjamin kesatuan antropologis-etnis masyarakat suku Timor khususnya desa Oelet walaupun telah mengalami perluasan hidup kekeluargaan, artinya walaupun sudah mempunyai berlapis-lapis generasi keturunan. Dalam kehidupan sehari-hari hubungan kekeluargaan masih sangat kentara, walaupun berbeda keyakinan antara Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Tetapi masyarakat masih mempertahankan budaya lokalnya yaitu “nekaf mese ma an sao mese”, artinya satu hati dan satu cinta, karena hampir semua masyarakat masih ada garis keturunan berdasarkan marga masing-masing. Sebagaimana masyarakat kampung pada umumnya. Masyarakat di sini masih mempertahankan hubungan kekerabatan yang sangat erat antara satu dengan yang lain.
20
Khususnya Desa Oelet Pada saat musim hujan keadaan tanah sangat banyak mengandung air, sehingga di beberapa tempat terjadi longsor, pada musim kemarau tanah menjadi kering dan sangat susah menemukan air di daerah-daerah yang lebih rendah. Menurut penuturan Bapak Usman Basir ketika musim kemarau tiba, warga desa Oelet sangat kesusahan dalam mendapatkan air bersih baik itu untuk keperluan memasak, minum, mandi dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan air bersih membutuhkan perjalanan yang cukup jauh bisa 2-3 km perjalanan baru akan mendapatkan air. Wajar saja bila pemukiman masyarakat suku Timor desa oelet yang berada di daerah pedalaman sudah terbiasa dengan iklim yang gersang dan tandus. Dan tidak mengherankan apabila orang Timor menamakan dirinya “Atoin Meto” yang artinya penduduk daerah kering. Mata pencaharian masyarakat umumnya adalah petani dan peternak, sistem pertanian yang mereka kembangkan adalah selalu membuka lahan baru dan berpindahpindah, dari satu lahan ke lahan lain. Sehingga mungkin inilah salah satu penyebab terjadinya longsor karena sering terjadi penggundulan hutan untuk lahan pertanian. 3. Konsep ketuhanan dalam pandangan suku Timor Kalau kita berbicara tentang konsep ketuhanan, sebenarnya jauh sebelum masyarakat mengenal agama Kristen Protestan dan Katolik yang menjadi mayotitas di daerah ini, karena agama Islam sebagai yang
21
minoritas dan belakangan berkembang di desa Oelet, dalam kepercayaan suku Timor, yaitu Halaika. mereka telah mengenal konsep ketuhanan walaupun pada akhirnya berbeda dalam konsep itu sendiri. Mereka menyebut “Yang Tertinggi” atau Sang Pencipta sebagai “Uis Neno” Uis atau Usi artinya Raja, sedangkan Neno artinya langit, yang kalau digabungkan artinya Raja Langit atau Tuhan yang dimaksud oleh masyarakat suku Timor. Selain Tuhan Lagit masyarakat Timor juga meyakini adanya Tuhan Alam, “Uis Pah” atau “Pah Tuaf” pah artinya (dunia atau alam) akan tetapi Uis Neno tetap lebih berkuasa di atas Uis Pah. Uis Neno dianggap sebagai asal mula segala sesuatu, Pencipta, pemelihara, dan penguasa alam semesta ini. sedangkan Uis Pah / Pah Tuaf berarti roh-roh yang mengurus dunia atau penguasa daerah setempat, rohroh tersebut adalah penghuni pohon-pohon besar, batu-batu besar, hutan terlarang, dan tempat-tempat kramat lainya. Dan ada beberapa tradisi yang harus dilakukan untuk penghormatan kepada uis neno dan uis pah salah satunya yaitu budaya sifon yang penulis bahas sekarang. Namun kekuasaan Uis Neno jauh di atas Uis Pah, karena Uis Pah hanya berkuasa dan mengurusi daerah setempat sedangkan Uis Neno yang menguasai dan mengurusi seluruh alam semesta termasuk di dalamnya Uis Pah.
22
4. Macam-macam budaya suku Timor yang ada di Desa Oelet Sebagaimana kebiasaan masyarakat suatu daerah yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya yang dipraktekkan secara turuntemurun, maka di desa Oelet khususnya ada beberapa budaya yang masih dijalankan dan dipertahankan hingga saat ini antara lain sebagai berikut: a. Oko’mama’ dan Puah manus Oko’mama’ adalah tempat, yang digunakan untuk tempat menyimpan “Puah manus” atau pinang dan daun sirih,
dan bahan-bahan
menginang lainnya. Oko’mama’ dianyam dari daun lontar. Bagian luarnya dilapisi dengan manik-manik yang membentuk sebuah motif. Makna dari Oko’mama’ ini bukan hanya skekdar tempat menyimpan bahan-bahan
untuk
makan
penyambung
silaturahmi,
sirih
karena
pinang,
tetapi
digunakan
sebagai
disetiap
alat
kegiatan
masyarakat, baik itu kegiatan kecil maupun kegiatan besar. Budaya “Oko’mama’ “Puah-manus” sebenarnya merupakan sisi lain dari budaya kekeluargaan”. Artinya kebiasaan menyuguhi tamu dengan puah manus atau sirih pinang disaat tamu mengunjungi rumah atau keluarga tertentu merupakan penjelmaan dari sikap membina persaudaraan dan persatuan universal. Kebiasaan puah manus sesungguhnya mengekspresikan sikap keterbukaan, sikap menerima kehadiran orang lain, sikap “welcome” terhadap sesama tanpa memandang suku, agama atau latar belakang orang tersebut.
23
Pokoknya setiap manusia yang hadir sebagai “tamu” bagi keluarga orang Timor diterima sebagai saudara, manusia yang sederajat, dan itu ditandai dengan pemberian sirih pinang. Falsafah hidup orang Dawan ini yaitu budaya “Puah-manus”, merupakan falsafah keterbukaan, penghargaan dan partnership dengan semua manusia. b. Tonis / natoin Tonis atau Natoni merupakan ungkapan pesan-pesan yang dinyatakan dalam bentuk syair-syair bahasa kiasan adat yang dituturkan secara lisan oleh seorang penutur, yang disebut (Atonis atau Na’tonis) yang dilakukan
dengan
ditemani
oleh
sekelompok
orang
sebagai
pendamping. yang ditujukan baik kepada sesama manusia maupun kepada para arwah orang mati atau dewa. Dalam natoni, yang bertindak sebagai pengirim pesan disebut atonis. Pesan yang diungkapkan melalui syair-syair natoni yang diucapkan menyerupai pantun. Tonis biasanya disampaikan kepada sesama manusia, juga kepada arwah orang mati atau para dewa yang disembah. Natoni sebenarnya lebih kepada interaksi satu arah. Hanya natoni perkawinan yang ada nuansa dialognya. Sebaliknya bila natoni ditujukan untuk arwah leluhur maka dilakukan ibarat doa bersama. Natoni merupakan sarana komunikasi tradisional yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan tertentu baik kepada sesama warga maupun kepada para leluhur.
24
c. Poe Pah Umumnya daerah Pulau Timor yang gersang maka masyarakat memliki beberapa kegiatan atau ritual yang diadakan untuk mensiasati alam sekitar. Salah satunya adalah upacara Poe Pah yaitu, satu ritual berdoa tahunan oleh masyarakat suku timor termasuk Desa Oelet yang akan dipimpin langsung oleh ketua adad setempat, yaitu dilakukan di salah satu tempat yang dianggap paling keramat. Dengan tujuan berdoa kepada Uis Neno dan Uis Pah. Berawal dengan berkumpulnya masyarakat dengan membawa seekor binatang ternak, seperti sapi, dan peralatan makan yang semuanya harus terbuat dari alam, seperti alat masak dari tanah liat, tempat makan dari anyaman lontar atau tempurung kelapa. Semua makanan harus dihabiskan dan tidak dibawa pulang. Ritual ini biasanya dilakukan setiap akhir tahun, yaitu di salah satu tempat yang dikramatkan . dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan berkah dari para leluhur dan Uis Pah yang dipercayai sebagai penguasa dan pengurus daerah setempat. Budaya Poe Pah ini sebenarnya menjadi acara penghubung antara masyarakat dengan Uis Pah dan Uis Neno untuk mensiasati alam yang gersang dan tandus, melalui acara ini masyarakat mempersembahkan sesuatu untuk mendapatkan keberkahan dari peguasa sehingga hasil panen akan berlimpah dan masyarakat akan makmur.
25
d. Kete’ Kete’ yaitu tradisi pengakuan dosa yang dilakukan oleh orang yang terkena musibah, yaitu mendatangi ahli peramal setempat yang disebut A’onen, kemudian berdoa untuk menemukan masalah apa yang telah menimbulkan musibah, ketika masalahnya ditemukan dan diakui oleh pelaku maka iapun terbebas dari musibah itu. Misalnya ketika seorang menderita sakit atau terkena musibah lain yang susah dihadapi, maka ini dipastikan berhubungan erat dengan kesalahan yang diperbuatnya atau ada kaitannya dengan keluarga yang lain, sehingga perlu adanya penyelesaian yaitu mencari akar permasalahannya dengan mendatangi orang pintar, dan menyelesaikan permasalahan itu. e. Taman Tradisi taman secara bahasa bisa diartikan sebagai penyandaran (sesuatu yang disandarkan), yaitu setiap bayi yang lahir harus diberi nama sesuai dengan nama orang yang telah meninggal, baik itu orang tua sendiri atau kakek dan keluarga terdekat lain yang telah meninggal. Karena menurut penuturan mereka anak yang lahir ini harus disandarkan ke orang yang telah meniggal agar seumur hidupnya dia dijaga oleh orang yang meningal tersebut.
26
f. Sifon Sifon ialah suatu ritual hubungan seksual yang dilakukan oleh pria yang sehabis disunat secara tradisional dengan wanita dengan kepercayaan dan maksud untuk menyembuhkan sunatnya dan membuang sakit, sial dan panas dari pria yang disunat. Berdasarkan penelitian, sebenarnya sifon dilakukan karena pada umumnya dukun sunat dan si pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak melakukan sifon, alat vitalnya akan mengalami gangguan fungsi dan dengan sifon kemampuan-fungsi alat vital semakin unggul”. Pelaksanaan sifon yaitu berawal dari prosesi sunat tradisional yang dilakukan oleh Ahelet (dukun sunat) dengan beberapa persyaratan yang berlaku. Ritual sifon ini sudah berlangsung turun-temurun di beberapa etnis Timor yang terutama tinggal di berbagai pedesaan di Wilayah Kabupaten TTS (Timor Tengah Selatan), dan TTU (Timor Tengah Utara). Syarat utama untuk pasien yang akan disunat adalah, Pertama: sudah memasuki umur dewasa mulai dari kisaran 17 tahun ke atas. Kedua: sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, karena kalau belum pernah melakukan hubungan seksual dikhawatirkan akan canggung dan kesulitan ketika menjalani proses akhir dari sunat tradisional atau yang dinamakan ritual sifon tersebut.
27
Cara penyunatan pun terbilang sangat sederhana, berbeda dengan yang dilakukan dokter yakni menggunakan peralatan modern, tetapi hanya menggunakan sebilah pisau dan alat dari bambu untuk menjepit kulub kemaluan pria kemudian dipotong.
BAB III LARANGAN ZINA PERSPEKTIF AL-QUR’AN
A. Pengertian Zina Secara kebahasaan, term zina berasal dari kata zanâ-yaznî, dengan kata jadinya dalam di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak sembilan kali, yang berarti menyetubuhi seorang perempuan tanpa akad nikah yang sah. 1 Di kalangan ulama Fiqh definisi ini sudah maklum adanya. Namun diantara mereka ada yang menambahkan bahwa, keduannya sudah baligh (dewasa). Karena itu jika salah satunya belum baligh, maka hukum zina hanya ditujukkan kepada yang sudah baligh.2 Ada juga yang menambahkan, bahwa hubungan seksual yang tidak sah itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Sehingga dalam kasus pemerkosaan yang mendapat had zina hanya yang memperkosa, jika memang terbukti. Terkait dengan pengertian zina ini, para ulama berbeda pendapat tentang liwât (hubungan seksual melalui jalan belakang), apakah ia termasuk zina atau tidak?. Menurut sebagian ulama, liwât termasuk zina, yakni bukan dari sisi perbuatannya tetapi dari segi sûrah (praktik) dan kategorosasinya. Dari segi praktiknya, liwât juga memasukkan kemaluan ke dubur. Dalam hal ini, dubur juga dianggap farj yang makna generiknya adalah sesuatu yang terbuka, sedangkan dari segi kategorisasi bahwa liwât adalah salah satu bentuk
1
Asy-Syâtibî, al-Muwâfaqâ fî Ushûlil-Ahkâm v. 11 (Beirut: Dârul Fiqr, 1341 H), hal. 4-5. Kementrian Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qur’an Tematik) (Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementrian Agama RI, 2012), hal. 253. 2
28
29
kesenangan yang dilarang oleh syarak, sebagaimana zina. Makanya ar-Râzî mendefinisikan zina sebagai suatu istilah untuk menggambarkan masuknya suatu kemaluan kepada yang lain, atas dasar kesenangan semata yang dilarang oleh agama.3 Meski begitu, mayoritas ulama tetap menganggap keduanya, yakni zina dan liwât sebagai dua hal yang berbeda, walaupun keduannya dianggap samasama perbuatan buruk dan kotor. Argumentasinya adalah bahwa secara umum hubungan seksual melalui jalan belakang dikatakan liwât bukan zina, dan para sahabat berbeda pendapat dalam status hukum liwât, padahal mereka sangat paham tentang karakter bahasa Arab. Artinya, jika para sahabat bersepakat tentang status hukum liwât seperti zina, maka hukumnya akan dikembalikan lagi ke ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an.4 Disamping itu juga terminologi zina digunakan dalam berbagai macam kasus, antara lain: zina mata, zina tangan, dll. Begitu juga menganalogikan dubur dengan farj juga tidak tepat sebab tidak setiap yang berlubang di dalam anggota tubuh kita disebut farj, misalnya: mulut, telinga, mata, dan lain-lain.5 Sementara, terkait dengan hukum liwât di kalangan mazhab Syafi’i terbagi dalam dua kelompok: pertama: dikenakan hukuman seperti zina, dan kedua, yaitu kedua pelakunya dibunuh.6
3
Al-Râzî, Mafâtîhul-Gaib, Jilid 11, hal. 218. Râzî, Mafâtîhul-Gaib, Jilid 11, hal. 218. 5 Tabarî, Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an, penerjemah: Misbah – Anshari Taslim, dkk, Tafsir at-Tabarî Jilid II (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hal. 137. 6 Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal.254. 4
30
B. Penggolongan Zina Terbagi Menjadi Dua Zina dikategorikan menjadi dua macam, yaitu zina muhzan dan gairu muhsan. 1. Zina Muhsan Zina muhsan adalah orang yang sudah baliq, berakal, berakal, merdeka, sudah pernah bercampur
dengan jalan yang sah. Para ulama sepakat
bahwa hukuman terhadap pezina muhsan adalah dirajam (dilempar dengan batu) sampai meninggal. Didasarkan atas hadis Nabi Muhammad SAW, Zina mushson adalah pelaku zina antara laki-laki dan perempuan sudah pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan pernikahan yang sah. 2. Zina Ghairu Muhsan Yang dimaksud dengan zina ghairu mushshon adalah pelaku zina antara laki-laki dan perempuan masih perjaka atau belum ada ikatan pernikahan yang sah antara keduannya. Dan hukumannya pun berbeda dengan zina muhshon.7
7
Fadhel Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah min az-Zinâ fî al-Fiqh al-Islâmi, Penerjemah: Subhan Nur, Zina: Problematika dan Solusinya ( Jakarta: Qisthi Press, 2007), hal. 28-29.
31
C. Dampak Perbuatan Zina Al-Qur’an telah memaparkan beberapa kejahatan tertentu, yang mempunyai dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat. Al-Qur’an juga telah mewajibkan dijatuhkannya sangsi hukuman-hukuman tertentu atas kejahatan-kejahatan tersebut sebagai upaya mencegah dan mengurangi terjadi berbagai kejahatan itu, yaitu berupa pelanggaran terhadap berbagai macam hukum agama seperti, pelanggaran terhadap jiwa, harta, kehormatan, keturunan, akal, dan undang-undang umum masyarakat.8 Syariat Islam tidak hanya melarang kita untuk berzina tetapi dianjurkan untuk menjauhi zina, artinya tidak boleh mendekati hal-hal yang mengarah kepada perbuatan zina, baik itu dari menahan pandangan, kemaluan dan menjauhi tempat-tempat yang mengandung unsur perzinahan.
Ahzami Samiun Jazuli menulis bahwa perbuatan zina berarti pula tindakan pembunuhan dari berbagai perspektif: Zina pada dasarnya dalah serupa dengan tindakan pembunuhan karena zina berarti mengorbankan hidup tidak pada koridor selayaknya dan umumnya disertai oleh dorongan untuk melarikan diri dari tanggung jawab.9 Yakni dengan melakkan aborsi,
8
Mahmud Syaltut, Al-Islaam ‘Aqidatun wa Syari’atun, Penerjemah: Abdurrahman Zain, Islam, Aqidah dan Syariah (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), hal. 37. 9 Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 238.
32
membunuh janin sebelum fase pembentukan jasadnya baik sebelum maupun sesudah.10
Zina merupakan pembunuhan dalam konteks membunuh masyarakat. Dalam arti, jaringan nasab dan darah mulai tercerabut membaur tanpa bisa dibedakan kehormatan dan pengakuan atas status anak mulai memudar, rumput masyarakat dan jalinanya mulai tercerai berai, hingga akhirnya berujung pada kematian hubungan antara beragam komunitas. Zina juga berarti membunuh suatu lingkungan social dalam perspektif lainnya. Ini dikarenakan menganggap mudah meluapkan syahwatnya dengan cara yang justru melekatkan fenomena kehidupan berumah tangga tidak lagi mempunyai urgensitas. Padahal sebuah keluarga ialah tempat berkembang yang tepat bagi anak kecil yang mulai tumbuh.11
Selain dari pada beberapa hal di atas. Dampak negatif yang ditimbulkan dari perbuatan zina sebenarnya telah menjadi rahasia umum bagi kita semua, karena itu dalam Islam dilarang untuk mendekati perbuatan zina, apalagi melakukannya. Karena dampak negatif yang ditimbulkan bermacam-macan antara lain sebagai berikut:12
10
Jazuli, Pandangan Al-Qur’an, hal. 238. Jazuli, Pandangan Al-Qur’an, hal. 238. 12 Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah, hal. 58. 11
33
1. Zina menyebarkan penyakit kelamin Zina merupakan penyebab timbulnya penyakit kelamin. Data selama ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan yang mengidap penyakit berbahaya ini adalah, mereka yang sering melakukan hubungan sex dengan gonta-ganti pasangan. Hal ini dibenarkan oleh sejumlah pakar kedokteran tingkat Internasional. Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang menyeramkan tentang HIV/AIDS. Penyebaran AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang sudah ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit yang saat ini belum bisa dicegah dengan vaksin.13 Menurut dr. Batchelor dan dr. Murrel, “penyebaran penyakit siphylis disebabkan oleh pola sex bebas.” Jhon Beaston mengatakan, “rangkuman hasil riset menunjukkan bahwa faktor hubungan sex di luar nikah menempati urutan teratas sebagai penyebab timbulnya penyakit kelamin.14 Penyakit kelamin merupakan salah satu penyakit yang menakutkan walaupun beberapa jenis penyakit kelamin ini bisa diobati dan tidak mengakibatkan kematian bagi penderitanya tapi angka penderita penyakit ini sangat tinggi di Indonesia terutama dialami oleh orang dengan gaya
13
A. A. Gde Muninjaya, AIDS di Indonesia: Masalah dan kebijakan Penaggulangannya (Jakarta: EGC, 1998), hal. 76. 14 Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah, hal. 46.
34
hidup seks bebas. Sementara itu, penularan penyakit kelamin seperti sifilis, herpes dan warts dapat menular melalui sentuhan kulit. Penyakit Kelamin seperti sifilis, hepatitis B dan HIV juga dapat menular melalui ibu yang telah dijangkiti virus tersebut kepada bayinya ketika dalam rahim atau sewaktu dilahirkan. Pemakai narkoba dengan pemakain jarum suntik bersama-sama dapat juga dijangkiti penyakit kelamin.15 Ancamannya akibat penyakit kelamin juga cukup serius bagi penderitanya seperti kemandulan, sumbatan kemaluan, impotensi, keguguran, bayi lahir cacat, hamil diluar kandungan, kanker mulut rahim (cervical cancer) bahkan kematian. 2. Anak lahir di luar nikah Dampak negatif dari sex bebas adalah anak haram yang tidak jelas. Celia S. Deschim mengatakan, “Saya tidak heran atas lonjakan besar jumlah penderita penyakit kelamin serta kelahiran anak-anak haram, karena itu semua merupakan konsekuensei logis dari realitas yang terjadi di masyarakat saat ini. Anak-anak yang lahir di luar nikah banyak memunculkan problem tentang siapa yang mengasuh mereka, siapa yang harus mengawasi, siapa yang harus memberikan cinta sebagai hak asuh mereka, dan siapa yang harus memperhatikan dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. 15
Faisal Yatim, Macam-Macam Penyakit Menular dan Pencegahannya: Demam Berdarah, Demam Tipus dan Tipoid, Diare, Disentri, Hipatetis, Toxoplasmosis, Rubella, PMS HIV/AIDS, Antrax, Rabies (Jakarta: Buku Obor, 2004), hal. 47.
35
Adapun status hukum zina sebenarnya telah jelas disebutkan dalam AlQur’an tentang haramnya perbuatan ini. Oleh karena itu dalam masalah ini yang lebih difokuskan adalah status hukum anak zina. Anak zina menurut pandangan Islam, adalah suci dari segala dosa, karena kesalahan itu tidak dapat ditunjukkan kepada anak tersebut, tetapi kepada kedua orang tuanya (yang tidak sah menurut hukum).16 Oleh karena itu, anak hasil zina pun harus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran dan keterampilan yang berguna untuk bekal hidupnya di masa depan. Tanggung jawab mengenai segala keperluan anak itu, baik materil maupun spiritual adalah ibunya yang melahirkannya dan keluarga ibunya itu.17 Mengenai status anak zina ini ada 2 pendapat, yaitu: Menurut Imam Malik dan Syafi’i, anak yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapaknya, anak itu dapat dinasabkan kepada bapaknya. Akan tetapi jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan dari perkawinan ibu bapaknya, maka dinasabkan kepada ibunya saja, karena diduga ibunya telah melakukan hubungan badan dengan orang lain, sedangkan batas
16
Syafi’i Hadzami, Taudhîhul Adhillah: Penjelasan Tentang Dalil-dalil Muamalah (Muamalah, Nikah, Jinayah, Makanan/Minuman dan lain-lain) v. 6 (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), hal. 237. 17 Ali Hasan, Masail fiqih al-haditsah masalah masalah kontemporer hukum Islam
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), Hal.81.
36
waktu hamil, minimal enam bulan. Artinya tidak ada hubungan kewarisan antara anak zina dengan ayahnya.18 Anak zina adalah anak yang lahir akibat hubungan intim yang dilakukan tanpa adanya hubungan yang sah bukan suami istri. Secara personaliti, anak tersebut tidak mendapatkan dosa dari perbuatan yang dilakukan orang tuanya, dan tidak pula berkewajiban ikut menanggung dosa kedua orang tuanya. Kendati demikian, Islam tetap memandang anak hasil zina itu tidak secara menyeluruh dapat memiliki hak-hak yang sama terhadap orangtuanya, sebagaimana yang didapatkan oleh anak yang lahir dari hubunagn perkawinan yan sah. Sebagai akibat kelahirannya yang melalui jalan yang diharamkan Islam, dari hak yang tidak bisa diperolehnya adalah hak nasab dengan bapak biologisnya, dan ketiadannya nasab diantara mereka berdua. Hal di atas berakibat terhadap hak-hak yang lain diantaranya tidak memiliki nasab dengan ayah biologisnya, anak hasil zina tidak diwarisi dan mewarisi terhadap ayah biologisnya,dikarenakan ketiadaan nasab, ayah biologisny tidak wajib memberi nafkah kepadanya, ayah biologisnya bukan mahram bagi anak itu, ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali anak itu dalam pernikahan jika dia wanita. Hubungan diluar nikah atau zina adalah munculnya perbuatan dalam arti yang sebenar – benarnya dari seorang yang baligh, berakal sehat, sadar 18
Gus Arifin, Menikah Untuk Bahagia: Fiqh Nikah dan Kamasutra Islami (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), hal. 277.
37
bahwa yang dilakukannya itu perbuatan haram, dan tidak dipaksa. Para ulama mazhab sepakat bahwa, bila zina terbukti, maka tidak ada hak waris mewarisi antara anak yang dilahirkan melalui perzinaan dengan orang – orang yang lahir dari mani orangtuanya. Sebab, anak itu secara syar’i tidak memiliki kaitan nasab yang sah dengannya.19 Anak zina di nisbahkan kepada ibu yang mengandungnya, itupun bukan dal hakikatnya. Sementara ulama berpendapat, bahwa manusia akan di panggil dengan menisbahkan namanya kepada ibunya. Hal ini bakan saja sebagai penghormatan kepada Isa putra Maryam as., tetapi juga untuk menutup malu anak – anak zina. Pendapat ini didasarkan oleh pemahaman ayat 71 surah Al-Isrâ’ dengan memahami kata imam pada ayat tersebut dalam arti bentuk jamak dari umm (Ibu).20
3. Kehidupan rumah tangga berantakan Dampak yang ditimbulkan akibat zina sangat besar, bukan hanya menyangkut kredibilitas seseorang, melainkan juga kehidupan rumah tangga, bahkan masyarakat. Dengan kata lain, akses dari perbuatan zina dan perselingkuhan sangat besar, di antaranya ketidak jelasnya garis keturunan, terputusnya hubungan darah, hancurnya kehidupan rumah
113. hal. 512.
19
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab (Jakarta: Basrie Press, 1994), hal.
20
Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui,
38
tangga, tersebarnya penyakit kelamin, penyebaran virus, dan rusaknya tatanan sosial.21 Salah seorang dari pasangan suami istri yang sah ketika melakukan perbuatan zina dengan orang lain, bukan hanya melanggar syari’at yang telah terkandung dalam Al-Qur’an. Tetapi juga merusak hubungan hubungan rumah tangga tersebut. Jika perbuatan zina sudah banyak merebak di masyarakat, maka bagi remajanya menikah adaah pilihan nomor sekian, bahkan enggan. Kalaupun harus menikah maka itupun harus sudah tua. Sejumlah pakar barat menegaskan fenomena ini. “kehidupan kota cenderung melemahkan semangat untuk menikah, karena mereka mendapatkan banyak jalan untuk melampiaskan hawa nafsu mereka.22 Selain dari pada statement di atas, Ini sudah jelas. Jika salah satu dari pasangan suami istri berbuat zina lantas ketahuan, maka akibatnya adalah terganggunya keharmonisan rumah tangga tersebut. Kecuali jika mereka memang pasangan dayyus. Yaitu mereka tidak lagi memiliki rasa cemburu, sehingga akan merasa biasa-biasa saja ketika sedang melihat pasangannya berbuat zina dengan orang lain. Walaupun di depan matanya. Tapi yang normal, tentu tidak demikian. Bahkan seorang suami akan
21
Anang Haris Himawan, Bukan Salah Tuhan Mengajab: Ketika Perzinaan Menjadi Berhala Kehidupan (Solo: Tiga Serangkai, 2007), hal. 19. 22 Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah, hal. 46.
39
nekad menyiram muka isterinya dengan air keras yang panasnya sepanas api cemburu yang membakar hatinya. Ketika dilihatnya sang isteri berselingkuh (berzina) dengan pria lain. Ingat kan, berita heboh yang sempat menggegerkan mass media ketika itu? Seorang isteri yang cantik mukanya jadi seram karena luka bakar akibat disiram air keras oleh suaminya. Atau ada juga seorang isteri tega memotong kelamin suaminya gara-gara dia memergoki sang suami berzina dengan wanita lain.23 D. Had zina (Hukum Zina) Setiap pelaku tindak pidana pasti akan mendapatkan balasannya di akhirat kelak, hal ini mungkin telah disadari baik oleh setiap orang. Namun ancaman ini ternyata tidak cukup kuat mencegah seorang untuk melakukan perbuatan jahat yang akan mengganggu stabilitas dan kemaslahatan umum. Selain itu dalam struktur organisasi manapun, selalu ada kelompok yang kuat dan kelompok yang lemah. Maka dengan adanya sangsi hukum yang jelas, kemaslahatan umum akan terwujud dengan hak-hak mereka yang lemah, baik secara fisik maupun secara sosialnya, akan terlindungi. Atas alasan inilah, diperlukan adanya had atau hudûd di dalam Islam. Islam juga menetapkan bahwa yang berhak melaksanakan had adalah pemerintah atau pihak yang berwenang. Sebab, betapa sruktuk masyarakat akan carut-marut, jika setiap individu diberi hak untuk melaksanakan had. 23
Berita Akhir Zaman: Zina Merusak Keharmonisan Rumah Tangga. (http://ummatmuhammad.blogspot.com/2009/11/zina-merusak-keharmonisan-rumah-tangga.html , 05 November 2009).
40
Had (hukuman) zina secara eksplisit disebutkan oleh Al-Qur’an:
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nûr: 2) Ayat ini secara tegas menyebutkan bahwa setiap pelaku zina, baik lakimaupun perempuan, hukumannya adalah dicambuk sebanyak 100 kali. Namun, para ulama berbeda pendapat, dalam hal apakah hukuman tersebut hanya terkait dengan orang dewasa atau termasuk juga anak-anak. Misalnya, salah satu pelakunya adalah anak-anak atau belum baligh, atau keduanya sama-sama belum baligh.24 Dalam hal ini penulis lebih cenderung kepada yang berpendapat bahwa hukum zina hanya diperuntukkan untuk orang dewasa. Argumentasinya adalah bahwa setiap taklif (beban agama) baik perintah maupun larangan hanya diberlakukan bagi mereka yang sudah akil baligh. Maka yang terkena hukuman zina hanya yang sudah baligh. Pendapat ini diperkuat oleh penjelasan para ulama, bahwa hukuman zina hanya diberlakukan bagi mereka yang memenuhi kriteria berikut ini:25 Pertama: Berstatus bikr, yaitu wanita yang masih gadis, termasuk di dalamnya perjaka, 24 25
Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 254. Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 258.
41
atau muhson yaitu laki-laki maupun wanita yang pernah melakukan hubungan seksual melalui nikah yang sah, meskipun ia sudah cerai. Kedua: Sudah mukallaf, yaitu seorang laki-laki atau perempuan merdeka dan akil baligh (dewasa). Ayat di atas hanya menyebutkan satu jenis hukuman zina, yakni cambuk 100 kali, yang disepakati hanya diperuntukkan bagi seorang gadis atau perjaka yang melakukan zina. Bahkan, dalam sebuah Hadis dinyatakan bahwa keduannya harus diasingkan selama satu tahun.26
خذُوا عَّنِي ُ خذُوا عَّنِي ُ َ قَالَ َرسُىلُ انهَهِ صَهَى انهَهُ عَهَيْهِ َوسََهم:َعنْ عُبَا َدةَ بْنِ انّصَامِتِ قَال َ ُجم ْ جعَ َم انهَهُ نَ ُهنَ سَبِيهًا انْ ِبكْزُ بِانْ ِبكْزِ جَ ْه ُد مِائَتٍ وَنَفْيُ سَّنَتٍ وَانّثَيِبُ بِانّثَيِبِ جَ ْه ُد مِائَتٍ وَان َز َ َْقد Artinya: “Dari Ubadah bin Shamit r.a. Rosulullah saw. Bersabda: “Laksanakanlah hukumku, sesungguhnya Allah telah menetpkan bagi mereka yang berzina. Apabila bujang dan gadis (sama-sama belum menikah), hukumlah dera 100 kali dan penjara satu tahun. Apabila janda dan duda (sama-sama sudah kawin) yang berzina, maka hukumannya dera seratus kali dan rajam sampai mati.27 Dalam Hadis ini bahwasannya syariat Islampun mengenal yang namanya hukum rajam yang diperuntukkan bagi laki-laki atau wanita yang sudah pernah menikah. Terkait dengan hukum rajm, ada persoalan yang muncul, siapa yang menetapkan hukum rajam ini? Jika Allah yang menetapkan, kenyataan tidak ditemukan ayatnya di dalam Al-Qur’an. Jika ditetapkan oleh Rasulullah, kenapa hukumnya lebih berat dibanding Al-
26
Al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur’an Jilid v (Beirut: Dârul Fikr, 1415 H), hal. 83. Al-Imam Muslim, Shahih Muslim Jilid 1,2,3,4, Penerjemah: Ma’mur Daud, (Malaisia: Klang Book Center), hal. 242-243. 27
42
Qur’an? Menurut sebuah riwayat, bahwa hukuman rajam selain oleh Hadis juga ditetapkan oleh Al-Qur’an, meskipun bacaanya telah di-nasakh.28 Intinya adalah bahwa hukuman untuk pelaku zina terbagi ke dalam dua kategori yaitu, pertama: mushshon yaitu pelaku zina yang masih gadis dan perjaka atau belum menikah dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun, dan ghairu muhshon, yaitu hukuman untuk pelaku zina yang sudah pernah melakukan hubungan seksaul atau pernah menikan, dengan hukuman di-rajam.
28
Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 258.
BAB IV BUDAYA SIFON DAN KAITANNYA DENGAN LARANGAN ZINA A. Ritual Sifon Perspektif Masyarakat Sifon adalah salah suatu ritual yang bukan hanya dipraktekkan di Desa Oelet tetapi tradisi keseluruhan etnis suku Timor, yang tersebar hampir di seluruh pulau Timor, meliputi Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Sampai saat ini masih banyak dipraktekkan, baik itu terang-terangan dan secara sembunyisembunyi. Menurut penuturan Bapak Usman Basir,1 khususnya untuk Desa Oelet yang menjadi tempat penelitian penulis. Sejak masuknya Islam di pada tahun 1960-an hingga saat masyarakat yang beragama Islam khususnya, sedikit-demi sedikit sudah mulai meninggalkan ritual sifon ini, walaupun ada satu dua orang yang masih melakukannya, tetapi untuk daerah lain masih banyak dipraktekkan hingga saat ini. 1. Pengertian ritual sifon Secara bahasa kata sifon diambil dari bahasa Timor, yaitu kata “sifon bese” sifon=penyepuhan, sedangkan bese=besi yang kalau diterjemahkan bearti “penyepuhan besi”. Jadi kata sifon itu sendiri berarti penyepuhan. Penyepuhan dalam proses pembuatan alat dari besi yaitu mencelupakan alat dari besi yang sudah dibentuk dalam air dingin sehingga panasnya terbuang sehingga alat berfungsi dengan baik. Dalam pembuatan alat-alat 1
Hasil wawancara dengan Bapak Usman Basir pada Tgl. 20 Desember 2013, (seorang tokoh Agama Desa Oelet).
43
44
pertanian dari besi proses penyepuhan memegang peranan yang sangat menentukan baik-tidaknya alat dari besi. Jika penyepuhan kurang baik dari waktu maupun suhu, maka alat dari besi tidak atau kurang tajam dan mudah membelok, tetapi jika berlebihan maka alat dari besi menjadi “terlalu tua‟ sehingga mudah patah atau retak. Dari konotasi pengertian yang diibaratkan sebagai proses penyepuhan besi di atas, maka sifon dalam kaitannya dengan sunat dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama: Proses pemotongan kulub pada saat sunat dikonotasikan sebagai pembakaran atau peleburan dan pembentukan alat. Kedua: sifon dikonotasikan sebagai penyepuhan. Jadi Alat kelamin yang sudah disunat perlu melalui proses penyepuhan yaitu dicelupkan pada cairan yang dingin. Cairan dingin yang dimaksud adalah cairan kewanitaan. Atas dasar pemahaman ini, maka setiap orang yang melakukan sunat tradisional harus melakukan semua proses dari awal hingga akhir, sehingga ia akan mendapatkan hasil yang terbaik, sama seperti proses pembuatan alat dari besi, mulai dari pemanasan pembentukan hingga penyepuhan dilalui dngan baik, maka hasil dari alat itu akan kuat dan baik. 2. Tujuan ritual sifon Semua ritual yang dilakukan oleh etnis masyarakat tertentu pasti mempunyai tujuan tersendiri dari proses pelaksanaannya. Begitupun dengan ritual sifon yang penulis bahas kali ini. Dari pengertian di atas kita sedikit tahu tentang tujuan dari pada pelaksanaan ritual sifon tersebut.
45
Berdasarkan rangkuman wawancara dari keyakinan dukun sunat dan pasien sunat, sifon dilakukan dengan tujuan supaya alat kelamin berfungsi baik baik dari pada sebelum sunat, tidak lemah syahwat seperti konotasi dari alat besi yang kurang tajam, mudah bengkok dan tidak mudah memancarkan sperma terlalu dini atau ejakulasi dini.2 Mereka berkeyakinan kalau sifon tidak dilakukan dapat mengakibatkan timbulnya “masalah fungsi” dari alat kelamin pria misalnya lemah syahwat/impotensi.3 3. Proses pelaksanaan ritual sifon Proses pelaksanaan ritual sifon adalah bagian akhir dari rangkaian acara sunat tradisional yang telah dilakukan oleh Ahelet (dukun sunat) bersama pasien. Rangkaian proses penyunatan hingga penyembuhan luka bekas sunat atau sifon itu sendiri antara lain sebagai berikut: pertama: Proses penyunatan, dan kedua: Pelaksanaan sifon yang dianggap sebagai prosesi penyembuhan luka bekas sunatan. Pertama: Prosesi sunat Kalau berbicara tentang proses sunat atau khitan, bayangan kita adalah dilakukan oleh dokter ahli dengan peralatan medis yang modern dilengkapi dengan obat-obatan, baik itu obat untuk menyuntikan bius obat penyembuh dll. Lain halnya dengan senat tradisional ala suku Timor yaitu hanya dengan peralatan sederhana, seperti
2
Purnawan, Budaya Sifon vol. 1, no. 2 (Dipublikasikan:http://media kesehatan masyarakat. files. wordpress.com/ 2012 / 06 / artikel21.doc.) 3 Purnawan, Budaya Sifon.
46
sebilah pisau dan alat dari bambu yang berfungsi untuk menjepit kulub dan memudahkan proses pemotongan oleh Ahelet (dukun sunat). Sunat ala tradisonal ini tidak berlaku untuk semua umur seperti pada umumnya. Hanya diperuntukkan untuk orang yang sudah dewasa dan yang pernah melakukan hubungan sexual, baik yang beristri maupun yang belum, karena untuk memudahkannya dalam proses sifon yang akan dilakukan dengan berhubungan sexual. Untuk anak dibawah umur tidak diperbolehkan karena dianggap belum bisa melakukan sifon. Selain dari itu juga tidak termasuk dalam tradisi ini. Berdasarkan penuturan seorang yang pernah melakukan sunat tradisional yaitu: proses penyunatan ala tradisional ini biasanya dilakukan pada setiap musim panen. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dari berbagai macam penyakit, juga membersihkan diri dari noda dosa dan pengaruh bala setan dan secara biologis dimaksudkan untuk menambah kejantanan dan keperkasaan seorang pria dewasa. Proses ritual ini berupa prosesi, yang diawali dengan penyerahan mahar berupa ayam jantan, kenapa ayam jantan? Karena melambangkan seorang pria yang dewasa, pernak-pernik dan sejumlah uang kepada dukun sunat atau Ahelet. Selanjutnya pasien akan dihantar ke sungai untuk melakukan pengakuan dosa atau naketi. Laki-laki yang layak disunat adalah mereka yang mengakui dengan jujur kepada Ahelet bahwa dalam kehidupan
47
sehari-hari telah sering melakukan hubungan badan dengan beberapa wanita. Sementara yang belum pernah akan ditolak Ahelet. Setelah pengakuan dosa Ahelet akan mulai proses penyunatan pasien dengan menggunakan sebilah sembilu atau pisau. Jika sudah disunat pasien akan dikembalikan ke sungai untuk seterusnya melakukan pembersihan dan proses penyembuhan. Dan ini dilakukan secara rutin dalam jangka waktu seminggu atau bahkan lebih.
Tetapi proses
penyembuhan yang sesungguhnya adalah sifon itu sendiri. Kedua: Proses ritual sifon adalah bagian akhir dari rangkaian acara sunat tradisional yang telah dilakukan oleh Ahelet (dukun sunat) bersama pasien. Rangkaian proses penyunatan hingga penyembuhan luka bekas sunat atau sifon itu sendiri, yakni harus dilakukan dengan berhubungan badan dengan wanita. Pasca acara sunat tradisional yang dilakukan oleh dukun dan untuk melakukan sifon biasanya pria yang disunat diberi doa atau mantera serta ramuan jamu dengan tujuan supaya mudah dapat menggait wanita yang diajak sifon, sehingga pasien tidak akan kesulitan dalam menjalankan prosesi yang dipercaya sebagai penyembuhan ini. Budaya ritual sifon dilakukan karena umumnya dukun sunat dan si pasien sunat berkeyakinan “kalau tidak melakukan sifon, alat vitalnya akan mengalami gangguan fungsi dan dengan sifon kemampuan-fungsi alat vital
48
semakin unggul”. Budaya sifon ini dilakukan saat sunat hampir sembuh tetapi belum sembuh total yaitu berkisar 2 – 7 hari setelah sunat. Menurut penuturan seorang pasien yang ingin dirahasiakan namanya, ketika selesai melakukan sunat tradisional dengan Ahelet (dukun sunat). Dengan menggunakan pisau dan sebilah bambu untuk menjepit kulub kemaluan. Setelah prosesi ini selesai dan sekitar 2-3 hari yaitu ketika bekas luka sunatan mengalami pembengkakan yang mirip seperti buah tomat, dan biasannya disebut kau lili = tomat merah. Setelah terjadi pembengkakan di daerah bekas pemotongan kulub yang disebuk “kau lili” maka saat inilah yang dianggap tepat untuk melakukan sifon, kau lili ini harus dipecahkan, tetapi uniknya adalah proses pemecahan ini tidak dilakukan di sembarang tempat sekalipun sama dukun sunatnya tidak diperbolehkan, karena dipercaya akan membahayakan nyawa pasien. Prosesi pemecahan pembengkakan, yaitu dengan berhubungan dengan wanita yang karena tujuannya adalah untuk memecahkan pembengkakan ketika terjadinya penetrasi, ketika ini berhasil maka dianggap sangat baik. Biasanya seorang pasien melakukan sifon bukan hanya 1 orang wanita, tetapi 3-5 wanita. Dan tidak boleh dengan yang masih perawan. harus dilakukan dengan yang wanita yang pernah melakukan hubungan seksual alias tidak perawan lagi. Agar pasien tidak kesulitan dalam melakukan penetrasi. Selain itu juga mengurangi rasa sakit pada pasien.
49
Perempuan yang menjadi target sifon tidak boleh dengan istri sendiri atau calon istri, karena dikhawatirkan unsur panas dan hal-hal negatif yang telah diserap oleh wanita akan terserap lagi oleh pasien tadi dan ini akan berakibat fatal pada pasien itu sendiri. Perempuan yang dijadikan sebagai korbam sifon pada umumnya tidak menyadari kalau mereka telah melayani pasien. Mereka seakan-akan dengan rela melayani pria tersebut. Ahelet meyakini
bahwa
perempuan
yang
bersangkutan
diyakini
akan
mendapatkan berkah dari para leluhur karena telah bersedia menjadi silih bala dan dosa orang lain, sekalipun ia tidak mengetahuinya. Pasien juga tidak kesusahan dalam mencari target wanita untuk dijadikan sifon, asalkan mengikuti perintah Ahelet (dukun sunat). Biasanya ahelet akan memberikan pasien petujuk ke arah mana ia akan mendapatkan target dan jam berapa, asal mengikuti petunjuk Ahelet maka secara tidak sengaja mereka akan mendapatkan target dengan mudahnya. B. Ritual Sifon Perspektif Al-Qur’an Dari pembahasan di atas bahwa “sifon” merupakan hubungan sexual diluar ikatan perkawinan yang sah”. Padahal secara terminologi zina berarti menyetubuhi seorang perempuan tanpa akad nikah yang sah, dan ini sudah disepakati oleh kalangan ulama.4 Walaupun terkadang terminologi zina juga digunakan dalam berbagai kasus seperti: zina tangan, zina mata, dll. Terkait dengan pandangan Al-Qur‟an tentang zina, sifon yang dipraktekkan oleh etnis suku Timor, dikategorikan termasuk budaya 4
Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 254.
50
perzinahan. Seluruh ulama sepakat menghukuminya haram, bahkan zina dianggap sudah mencapai puncak keharaman. Hal ini bisa dipahami dari firman Allah:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isrâ: 32). Penggunaan redaksi “jangan kamu mendekati zina”, menurut alQaffâl, adalah lebih kuat dibanding redaksi “jangan lakukan zina”, hal ini sekaligus memperkuat status zina sebagai sesuatu yang sangat dilarang. Di samping itu, redaksi tersebut juga mencakup perilaku apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya perzinaan, misalnya, larangan berkhalwat atau berduaan antara laki-laki dan perempuan di tempat yang dapat menimbulkan syahwat birahi.5 Zina juga merupakan salah satu bentuk isrâf (perilaku melampaui batas) dalam kontes pemanfaatan potensi seksual. Ayat tersebut meskipun tidak menggunakan bahasa yang jelas dan tegas terkait dengan keharaman zina, namun penyebutan dua alasan di atas (“suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”) sebetulnya sudah cukup menjadi bukti atas penilaian Al-Qur‟an terhadap perzinahan, yakni haram. Sebab kata fâhisyah di dalam bahasa Arab digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang buruk dan kotor yang paling puncak.6 Apalagi
5
Ibnu Kasîr, Tafsir Al-Qur’an ‘Azîm (Al-Maktabah Asy-Syâmilah) Jilid 5 (Beirut: Dârul-Fikr, 1415 H.), hal. 72. 6 Az-Zamakhsyarî, al-Kasyâf (Al-Maktabah Asy-Syâmilah) jilid 3 (Beirut: Dârul-Fikr, 1415 H.), hal. 441.
51
ditambah dengan kata inna (sebagai ta’kid), maka semakin sempurnalah keharaman zina tersebut. Penyebutan dua alasan ini (“suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”), juga dimaksudkan untuk mempertegas bahwa larangan zina bukan untuk kepentingan Allah, tetapi demi kemaslahatan manusia itu sendiri baik di dunia, antara lain, demi menjaga kehormatan nasabnya, maupun di akhirat.7 Dari sini dapat dipahami bahwa, keharaman zina tidak hanya didasarkan pada pertimbangan agama semata, tetapi juga kemaslahatan manusia. Artinya bahwa, meskipun hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka tetap dikatakan zina, jika tidak terikat pernikahan yang sah. Hal ini akan sangat berbeda dengan salah satu kebudayaan suku Timor, yang menganut ritual pasca sunat tradisional yaitu sifon. Budaya sifon adalah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istri kita, ataupun calon yang akan dijadikan istri, dan biasanya dilakukan dengan 3-5 wanita. Kalau ditinjau dari segi budaya, ini adalah hal yang diperbolehkan, karena kemungkinan menurut mereka, sangat tidak masuk akal jika ada lakilaki dan perempuan yang melakukan hubungan seksual di luat pernikahan yang sah, tetapi diperbolehkan dalam adat-istiadat setempat, lantas dihukum dengan hukuman yang sangat berat, padahal menurut budaya mereka ini bukanlah kejahatan dalam adat-istiadat yang mereka anut.
7
Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 255.
52
Barangkali secara logika bisa dijelaskan demikian, bahwa tidak ada seorangpun yang rela jika adik atau kakak perempuannya, bibi, bahkan istrinya sendiri “ditiduri” oleh orang lain secara tidak sah. Menurut penulis hal ini sebenarnya cukup logis, sebab boleh jadi wanita yang “ditiduri”nya itu adalah adik, kakak, bibi, bahkan istrinya sendiri. Agama manapun sepakat mengatakan bahwa hubungan sexual di luar ikatan perkawinan termasuk perbuatan yang “dilarang” dan sering disebut sebagai perzinahan.8
Karena itu pada umumnya tokoh agama tidak
mendukung pelaksanaan sifon.9 Sebenarnya dalam prosesi sunat tradisional sama halnya dengan sunat yang diajarkan dalam agam Islam, hanya saja berbenda pemaknaan dan tujuan. Anehnya lagi, pasca sunat pasien diharuskan berhubungan badan dengan wanita di luar ikatan perkawinan yang sah, dan ini adalah bagian dari prosesi sunat tradisional yang harus dilakukan. Sunat dalam beberapa agama terutama Islam merupakan perbuatan yang dianjurkan oleh agama, karena dalam sunat terdapat unsur usaha menciptakan atau meningkatkan kebersihan badan bagi diri si pelaku sunat. Al-Qur‟an telah memaparkan beberapa kejahatan tertentu, yang mempunyai dampak negatif terhadap ketertiban masyarakat. Al-Qur‟an juga telah mewajibkan dijatuhkannya sangsi hukuman-hukuman tertentu atas 8 9
Ilahi, At-Tadâbir al-Wâqiyah, hal. 80. Purnawan, Budaya Sifon.
53
kejahatan-kejahatan tersebut sebagai upaya mencegah dan mengurangi terjadi berbagai kejahatan itu, yaitu berupa pelanggaran terhadap berbagai macam hukum agama seperti, pelanggaran terhadap jiwa, harta, kehormatan, keturunan, akal dan undang-undang umum masyarakat.10 Dalam kehidupan sosial, sering kali apa yang ada dan yang berlaku di masyarakat bertolak belakang dengan apa yang telah diajarkan oleh syari‟at. Berdasarkan ayat Al-Qur‟an di atas yaitu dilarang mendekati zina. Mendekatinya pun dilarang, yakni hal-hal yang mendorong kita untuk melakukan perbuatan zina, apalagi melakukannya. Karena dikategorikan sebagai perbuatan yang keji.11 Karena memerintahkan,
Maksud wahai
ayat
di
manusia,
atas agar
adalah, kalian
Tuhanmu tidak
juga
telah
mendekati
zina,
“sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji”, karena zina adalah perbuatan yang keji.12Maksud lafadz, “dan suatu jalan yang buruk”
adalah jalan zina, merupakan jalan yang buruk, karena merupakan jalan ahli maksiat kepada Allah, orang-orang yang menentang perintah-Nya. Betapa buruk jalan ini yang mengantarkan pelakunya ke Neraka Jahannam.13
10
Mahmud Syaltut, Al-Islaam ‘Aqidatun wa Syari’atun, Penerjemah: Abdurrahman Zain, Islam, Aqidah dan Syariah (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), hal. 140. 11 Thabari, Jami’ Al-Bayan, hal. 656 13
Thabari, Jami’ Al-Bayan, hal. 656.
54
Mendekati zina adalah sesuatu yang dilarang, apalagi melakukannya seperti yang terjadi di dalam praktek budaya sifon itu. Islam sangat melarang budaya-budaya seperti ini. Sehingga ke depan diperlukan sebuah strategi yang jitu untuk menghilangkan budaya-budaya yang seperti ini. Karena bukan hanya berakibat pada melanggar hukum Agama, sangat rentan terhadap penyebaran penyakit kelamin seperti HIV/AIDS. Budaya sifon ini juga bisa dibilang merendahkan martabat wanita, karena menganggap wanita sebagai tempat pembuang panas, membuang sial, dan membuang hal-hal negatif yang ada dalam diri pria dewasa yang selesai disunat. Dan ini sangat ditentang dalam ajaran syari‟at Islam. Karena Islam sangat memuliakan wanita. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur‟an yang memberi apresiasi terhadap wanita antara lain sebagai berikut:
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik lakilaki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. ( QS. An-Nisâ: 124)
55
Artinya: “Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya”. (QS. An-Nisâ: 127)
Ayat di atas menyebut laki-laki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama. Kalau melihat sabab nuzûl ayat ini, firman Allah di atas bermaksud menekankan eranan perempuan, tetapi jika hanya perempuan yang disebut, bisa jadi ada kesan bahwa mereka tidak sama dengan lelaki dalam hal keberagaman. Nah untuk menekankan persamaan itu, Allah menyebut juga laki-laki dalam rangkaian ayat di atas dan mempersamakannya dengan perempuan dalam segala amal kebajikan yang disebutnya serta dalam ganjaran yang menanti kedua jenis kelamin itu.14
Antara lain turunya ayat-ayat ini akhirnya menjawab kekhawatiran dan kegelisahan kaum wanita, tentang derajat dan kedudukan wanita dalam AlQur‟an. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam usaha mencapai derajat mulia di hadapan Robb-NYA, serta dalam memperoleh pahala serta
14
Shihab, Tafsir Al-Misbâh v.10, hal. 471-472.
56
ampunan-NYA. Wanita pun tetap punya hak dan kewajiban harus menjalankan ibadah sebgai orang yang beriman.15
Manusia yang paling mulia di sisi Allah SWT. adalah manusia yang bertakwa. Manusia itu pria dan wanita kan ya? Ibadah dan ketakwaanlah yang membuat mulianya manusia di hadapan „Azza Wa Jalla, bukan karena seorang pria atau wanita, bukan karena pangkat jabatan, juga bukan karena rupa penampilannya. Wanita punya hak dan kewajiban untuk bertakwa dan beribadah, biarpun “siklus bulanan” datang tetapi yang namanya Ibadah dan takwa tidak semerta-merta libur, masih bisa bertakwa dan beribadah dalam bentuk lain.
Dalam dunia yang didominasi oleh laki-laki dalam hampir semua aspek kehidupan sejak zaman dahulu hingga sekarang, pesan ini sangat signifikan. Betapa banyak laki-laki yang memandang sebelah mata terhadap peran, kedudukan, dan aktifitas wanita sebagai makhluk tak bermakna dan berdaya, dan karena itu bebas memperlakukan wanita sebagai warga masyarakat kelas bawah yang boleh disia-siakan, atau dijadikan tempat pembuang sial. Seperti ritual sifon yang merugikan wanita, karena Pertama: Proses pemotongan kulub pada saat sunat dikonotasikan sebagai pembakaran atau peleburan dan pembentukan alat. Kedua: sifon dikonotasikan sebagai penyepuhan.
15
Thabari, Jami’ Al-Bayan v.16, hal. 548.
57
Jadi Alat kelamin yang sudah disunat perlu melalui proses penyepuhan yaitu dicelupkan pada cairan yang dingin. Cairan dingin yang dimaksud adalah cairan kewanitaan. Atas dasar pemahaman ini, maka setiap orang yang melakukan sunat tradisional harus melakukan semua proses dari awal hingga akhir, sehingga ia akan mendapatkan hasil yang terbaik, sama seperti proses pembuatan alat dari besi, mulai dari pemanasan pembentukan hingga penyepuhan dilalui dngan baik, maka hasil dari alat itu akan kuat dan baik. Padahal, Al-Qur‟an telah memberi perhatian khusus terhadap wanita untuk berkreasi, beribadah, beramal sholeh, berprestasi dalam berbagai bidang sesuai dengan kemampuan dengan tetap memelihara hak dan kewajiban, kehormatan, keanggunan, serta martabat sebagai seorang wanita.16 Orangorang yang berada di sekeliling wanita juga dihimbau oleh Al-Qur‟an untuk tidak menyia-nyiakan kaum perempuan, di tengah-tengah dominasi kaum lakilaki, di hampir banyak sektor kehidupan dan di berbagai belahan dunia.17 Beberapa ayat Al-Qur‟an sebagai representasi dari banyak ayat tentang kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam beraktivitas ibadah dan amal soleh akan ditampilkan di bawah ini, salah satu ayatnya adalah:
16 17
Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 209-210. Kementrian Agama, Peran Perempuan, hal. 209-210.
58
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97). Wahbah a-Zuhailî memberi komentar tentang ayat ini, khususnya yeng berkenaan dengan penyebutan perempuan dengan laki-laki bersama-sama secara gamblang. Bahwa memang tidak ada perbedaan secara mendasar dalam hukum Islam, tentang pemberian kesempatan kerja terhadap laki-laki dan perempuan, dalam berbagai bidang. Telah banyak diketahui kiprah perempuan dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang kesejahteraan sosial, sehingga tidak pada tempatnya apabila perempuan dianggap remeh dalam apalagi dianggap sebagai tempat penyaluran hasrat seksual semata. 18 Melihat hal ini maka penulis menganalogikan sebagai suatu hal yang bertolak belakang dengan ritual budaya sifon yang menganggap wanita sebagai, tempat memuang hawa panas sang pasien sunat, yang diharuskan berhubungan badan dengan wanita lain untuk tujuan tertentu.
18
Asy-Syarbinî, al-Iqnâ’ fi al-Alfâz Abî Syujâ, jilid II (Beirut: Dârul-Fikr, 1415 H.), hal. 627.
59
C. Solusi Al-Qur’an Terhadap Ritual Sifon Al-Qur‟an diturunkan untuk menjawab berbagai macam persoalan dalam kehidupan yang ada di dunia maupun di akhirat kelak. Manusia diciptakan sebagai makhluk paling sempurna. Al-Qur‟an telah memberikan bermacam-macam aturan dan batasan-batasan kepada umat manusia yang apabila ditinggalkan akan menjadi mulia, sebaliknya ketika melakukannya maka ia akan terhina, bahkan jauh lebih rendah akhlaknya dari pada binatang. Zina adalah perbuatan keji yang di larang dalam Al-Qur‟an. Salah satu solusi yang diberikan Al-Qur‟an terhadap manusia khususnya menyangkut tentang zina adalah perintah bukan hanya sebatas larangan untuk berbuat zina, tetapi penekanannya adalah menjauhi zina, artinya semua faktor yang mendorong ke sana dilarang dalam Al-Qur‟an. Sebagaimana di dalam QS. Al-Isrâ: 32:
Artinya: “Dan Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adala perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” “Dan janganlah kamu mendekati zina,sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” firman Allah “Dan janganlah kamu mendekati zina” ini lebih baligh (mendalam) dari pada dikatakan “Janganlah kalian semua berzina” karena maknanya adalah jangan mendekati zina.19
19
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an, Terjemah: Asmuni, Tafsir AlQurthubi v. 10 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 625.
60
Kemudian dikatakan juga bahwa zina adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk, maksud lafadz “Dan suatu jalan yang buruk” adalah, jalan zina merupakan jalan yang buruk, karena merupakan jalan ahli maksiat kepada Allah, orang-orang yang menentang perintah-Nya. Betapa buruk jalan yang mengantarkan pelakunya ke Neraka Jahannam.20 Sehingga ritual-ritual yang mengantarkan kepada perzinahan seperti sifon yang berkembang dalam kehidupan masyarakat terpaksa harus ditinggalkan, karena ritual ini termasuk dalam ruang lingkup perintah AlQur‟an untuk menjauhi zina. Agar ritual sifon tidak terjadi pada suatu kelompok masyarakat khususnya desa Oelet yang menjadi objek penelitian penulis. Perintah dalam Al-Qur‟an adalah menjauhi zina, karena ritual sifon termasuk perbuatan zina sehingga solusi tepatnya adalah menghentikan acara sunat tradisional ala suku Timor, walaupun sunat tradisional ini sama dengan sunat pada umumnya, tetapi prosesi penyembuhannya yaitu melakukan hubungan seksual dengan wanita yang bukan muhrim. Cara tepat
untuk
menghentikan ritual
sifon
tersebut
adalah
menghentikan sunat tradisional ini, dan beralih kepada yang lebih syar‟i. Dengan melakukan sunat syar‟i, bisa dipastikan tidak akan ada ritual sifon yang berkembang di masyarakat suku Timor karena mengikuti solusi yang diberikan Al-Qur‟an yakni menjauhi zina. Dengan tiadanya ritual sifon, maka dapat menjauhkan dari perbuatan zina.
20
Thabari, Jami’ Al-Bayan v.16, hal. 656.
61
Oleh karena itu diperlukan bantuan dan kerjasama segala pihak baik dari instansi pemerintah, institusi masyarakat, maupun institusi agama untuk bekerja sama dalam mensosialisasikan dan menjelaskan kepada orang-orang timor agar menjauhi adat seperti ini karena itu sangat bertentangan dengan ajaran agama yang telah tertulis dalam Al-Qur‟an.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pembahasan dari awal hingga akhir dalam penulisan skripsi ini, penulis dapat menarik kesimpulan menjadi dua bagian sebagai berikut: 1. Perintah dalam Al-Qur’an tidak sekedar melarang (mengharamkan) perzinahan, tetapi lebih kepada penekanan untuk menjauhi hal-hal yang mengandung unsur perzinahan, baik itu menahan pandangan, kemaluan, atau hal-hal yang mengarah kepada perzinahan tersebut. 2. Ritual sifon adalah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istri, ataupun calon yang akan dijadikan istri, dengan tujuan menyembuhkan luka sunat serta membuang aura panas yang terkandung dalam diri laki-laki setelah disunat secara tradisional. Untuk itu ritual sifon ini dapat dikategotikan sebagai perbuatan zina yang dilarang dalam AlQur’an.
B. Saran-saran 1. Perlu adanya pendalaman ajaran Al-Qur’an dengan baik sehingga bisa menindak lanjut dakwah dalam semua lapisan masyarakat, mengingat sangat banyak ritual yang ada di negeri ini, sehingga perlu adanya pendekatan budaya dalam menerapkan syariat.
62
63
2. Perlu adanya kerja sama dari semua pihak yang terkait dan semua lapisan masyarakat, untuk meminimalisir acara ritual yang merugikan pihak tertentu, merusak tatanan moral masyarakat dan melanggar ajaran agama yang telah digariskan dalam Al-Qur’an
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Gus. Menikah Untuk Bahagia: Fiqh Nikah dan Kamasutra Islami. Jakarta: Kompas Gramedia, 2010. Berita Akhir Zaman: Zina Merusak Keharmonisan Rumah Tangga. (http://ummatmuhammad.blogspot.com/2009/11/zina-merusak-keharmonisan-rumahtangga.html, 05 November, 2009). Hadzami, Syafi’i. Taudhîhul Adhillah: Penjelasan Tentang Dalil-dalil Muamalah (Muamalah, Nikah, Jinayah, Makanan/Minuman dan lain-lain). Buku 6. Jakarta: Kompas Gramedia, 2010. Hasan, Ali. Masail fiqih al-haditsah masalah masalah kontemporer hukum Islam. Hilaili, Syaikh Salim Bin‘Ied-Al. Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-sunnah, bab Aqidah, Fiqih dan Akhlaq, v. 3 : Traslated by : Abu Ihsan Al-Atsari. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I 2005. Himawan, Anang Haris. Bukan Salah Tuhan Mengajab: Ketika Perzinaan Menjadi Berhala Kehidupan. Solo: Tiga Serangkai, 2007. Ilahi, Fadhel, At-Tadâbir al-Wâqiyah min az-Zinâ fî al-Fiqh al-Islâmi. Penerjemah: Subhan Nur Zina: Problematika dan Solusinya. Jakarta: Qisthi Press, 2007 Isu,
Muhammad Syah. Para Raja se-NTT bertemu di Niki-Niki. (http://muhamadsyahisu.blogspot.com/ diposkan: 14 Juni 2011).
----------(http://muhamadsyahisu.blogspot.com/2011/03/sejarah-islam-masuk-ke-
pulau-timor-ntt_02.html, Maret 2011). Jauziah, Ibnul Qoyim Al-. Ad-Da’ wa ad-Dawa’. Penerjemah: Salim Bajemool. Jangan Dekati Zina. Jakarta: Qisthi Press, 2012. Jazuli, Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani, 2006. Kasîr, Ibnu. Tafsir Al-Qur’an ‘Azîm, Al-Maktabah Asy-Syâmilah, Jilid 5. Kementrian Agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementrian Agama RI, 2012.
64
65
Mugniyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta. Basrie Press, 1994. Muninjaya, A. A. Gde. AIDS di Indonesia: Masalah dan kebijakan Penaggulangannya. Jakarta: EGC, 1998. Muslim, Al-Imam. Shahih Muslim Jilid 1,2,3,4. Penerjemah: Ma’mur Daud. Malaisia: Klang Book Center, 2007. Pratiwi, Haidar Dwi - Frandita Eldiansyah Ria Rohmawati - Kustantina Alfatie M - Dini Dian Flowerenty - Silvi Anita - Uslatu Rodyah - Kukuh Aria W. Analisis Jurnal Keperawatan Lintas Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) di Kecamatan Molo Utara, Timor Tengas Selatan, NTT. Makalah Presentasi Ilmu Keperawatan Unieversitas Jember, 2013 Purnawan, Sigit - Bambang Sugeng - Pudjiasti. Kajian Hubungan Budaya Sifon (Ritual Hubungan Sex Pasca Sunat Tradisional) Dengan Hak Wanita Dan Pertumbuhan Penyakit Kelamin.. Makalah Presentasi Undana Kupang, 2007. Qurtubî, Al-. al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur’an, Jilid V. Râzî, Ar. Mafâtîhul-Gaib, Jilid 11. Sa’abah, Marzuki Umar. Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam, UII Press, Yogyakarta, 2001 Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, V. 7. Jakarta: Lentera hati, 2002. ---------M Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui. Tangerang: Lentera Hati, 2008. Syaltut, Mahmud. Al-Islaam ‘Aqidatun wa Syari’atun. Penerjemah: Abdurrahman Zain. Islam, Aqidah dan Syariah. Jakarta: Pustaka Amani, 1998. Syarbinî, Asy-. al-Iqnâ’ fi al-Alfâz Abî Syujâ, jilid II, Beirut: Dârul-Fikr, 1415 H. Syâtibî, Asy-. al-Muwâfaqâ fî Ushûlil-Ahkâm,vol.II, Beirut: Dârul Fiqr, 1341 H. Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-. Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Ayi AlQur’an. Penerjemah: Tafsir Ath-Thabari, Misbah, Ahsan, Askan, Khairul Anam, Akhmad Affandi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. ---------Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an, penerjemah: Misbah – Anshari Taslim, dkk, Tafsir at-Tabarî, Jilid II, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
66
Utomo, Budi Bambang. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, 2012. Yatim, Faisal. Macam-Macam Penyakit Menular dan Pencegahannya: Demam Berdarah, Demam Tipus dan Tipoid, Diare, Disentri, Hipatetis, Toxoplasmosis, Rubella, PMS HIV/AIDS, Antrax, Rabies. Jakarta: Buku Obor 2004.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
67
SOAL WAWANCARA TENTANG LARANGAN BERZINA DALAM AL-QUR’AN DAN RITUAL “SIFON” PADA ETNIS SUKU TIMOR NTT Judul Penelitian
: “Larangan Berzina Dalam Al-Qur’an dan Ritual “Sifon” Pada Etnis Suku Timor”
Tujuan dan Manfaat : Untuk mengetahui taggapan masyarakat tentang larangan zina, dan ritual sifon Koresponden
: Masyarakat Etnis Suku Timor Desa Oelet
Salah satu ayat Al-Qur’an yang melarang perbuatan zina adalah sebagai berikut:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. AlIsrâ: 32). Zina adalah persetubuhan seorang laki-laki dan perempuan tanpa akad nikah yang sah, dalam pandangan syarak. Selain itu, zina juga digunakan dalam istilah zina mata, zina tangan, dll.
Responden Nama Pekerjaan
:( Ahmad Taek ) : Petani ( Tokoh Adat )
Pertanyaan. 1. Apakah Bapak mengetahui ayat Al-Qur’an di atas? a. Iya b. Tidak √ 2. Apakah anda mengerti dan mengamalkan ayat di atas? a. Mengerti b. Tidak mengerti√ c. Mengerti dan mengamalkan 3. Menurut anda, apa faktor utama yang membuat orang terjerumus ke dalam perzinahan? a. Pergaulan
b. Budaya √ c. Lain-lain, sebutkan 4. Bagaimana pendapat Bapak tentang ritual perzinahan? a. Perbuatan yang dilarang agama √ b. Perbuatan buruk 5. Menurut anda, apakah zina merusak kehidupan sosial masyarakat? a. Setuju √ b. Sangat setuju c. Tidak setuju
6. Bagaimana pandangan Bapak tentang ritual sifon? Jawaban: - Sifon itu orang yang helet (sunat tradisional) terus disuru cari perempuan untuk diajak main biar luka sunatnya sembuh. 7. Menurut anda, apakah ritual sifon termasuk perzinahan? Jawaban: - Iya, tapi ini budaya masyarakat jadi susah untuk dihilangkan 8. Apakah anda setuju dengan praktek budaya sifon? Jawaban: - Sebenarnya saya setuju, karena itu tradisi kita orang timor. 9. Menurut anda, apakah ritual sifon merugikan masyarakat? - Secara agama merugikan tapi ini adat jadi masyarakat anggap ini bagus jadi mereka kerjakan aja, namanya juga adat ya mau bagaimana lagi.
SOAL WAWANCARA TENTANG LARANGAN BERZINA DALAM AL-QUR’AN DAN BUDAYA “SIFON” PADA ETNIS SUKU TIMOR NTT Judul Penelitian
: “Larangan Berzina Dalam Al-Qur’an dan Ritual “Sifon” Pada Etnis Suku Timor”
Tujuan dan Manfaat : Untuk mengetahui taggapan masyarakat tentang larangan zina, dan ritual sifon Koresponden
: Masyarakat Etnis Suku Timor Desa Oelet
Salah satu ayat Al-Qur’an yang melarang perbuatan zina adalah sebagai berikut:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. AlIsrâ: 32). Zina adalah persetubuhan seorang laki-laki dan perempuan tanpa akad nikah yang sah, dalam pandangan syarak. Selain itu, zina juga digunakan dalam istilah zina mata, zina tangan, dll.
Responden Nama Pekerjaan
:( Taufiq Qurahman ) :( Pelajar )
Pertanyaan. 1. Apakah anda mengetahui ayat Al-Qur’an di atas? a. Iya b. Tidak √ 2. Apakah Bapak mengerti dan mengamalkan ayat di atas? a. Mengerti b. Tidak mengerti c. Mengerti dan mengamalkan √ 3. Menurut Bapak, apa faktor utama yang membuat orang terjerumus ke dalam perzinahan?
a. Pergaulan b. Budaya √ c. Lain-lain, sebutkan........ 4. Bagaimana pendapat Bapak tentang budaya perzinahan? a. Perbuatan yang dilarang agama √ b. Perbuatan buruk 5. Menurut Bapak, apakah zina merusak kehidupan sosial masyarakat? a. Setuju b. Sangat setuju √ c. Tidak setuju
6. Bagaimana pandangan anda tentang budaya sifon? Jawaban: - Budaya sifon adalah budaya asli orang Timor yaitu melakukan hubungan seksual dengan perempuan setelah sunat 7. Menurut anda, apakah budaya sifon termasuk perzinahan? Jawaban: - Kalau menurut saya kita lihat dari segi agama termasuk zina itu, karena kan melakukan hubungan seksual itu dengan perempuan yang bukan pasangan dan itu kan termasuk ke dalam zina. 8. Apakah anda setuju dengan praktek budaya sifon? Jawaban: - Walaupun itu budaya kita orang Timor sendiri, tapi kalau untuk sekarang saya kurang setuju karena itu sebenarnya banyak ditentang sama lembaga kesehatan karena dianggap menyebarkan penyakit kelamin, selain itu kan termasuk zina juga. 9. Menurut anda, apakah budaya sifon merugikan masyarakat? - Sekalipun itu budaya sendiri tapi kalau kita pikir-pikir merugikan juga dari segi kesehatan karena dikhawatirkan timbul penyakit kelamin, tapi ini kan budaya jadi susah untuk kita hilangkan.
KUISIONER/ANGKET WAWANCARA TENTANG LARANGAN BERZINA DALAM AL-QUR’AN DAN BUDAYA “SIFON” PADA ETNIS SUKU TIMOR NTT
Judul Penelitian
: “Larangan Berzina Dalam Al-Qur’an dan Budaya “Sifon” Pada Etnis Suku Timor”
Tujuan dan Manfaat : Untuk mengetahui taggapan masyarakat tentang larangan zina, dan budaya sifon Koresponden
: Masyarakat Etnis Suku Timor Desa Oelet
Salah satu ayat Al-Qur’an yang melarang perbuatan zina adalah sebagai berikut:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. AlIsrâ: 32). Zina adalah persetubuhan seorang laki-laki dan perempuan tanpa akad nikah yang sah, dalam pandangan syarak. Selain itu, zina juga digunakan dalam istilah zina mata, zina tangan, dll.
Nama Responden Pekerjaan
: ( Usman Basir ) : ( Tokoh Agama )
Pertanyaan. 1. Apakah Bapak mengetahui ayat Al-Qur’an di atas? a. Iya √ b. Tidak 2. Apakah Bapak mengerti dan mengamalkan ayat di atas? a. Mengerti b. Tidak mengerti c. Mengerti dan mengamalkan √
3. Menurut Bapak, apa faktor utama yang membuat orang terjerumus ke dalam perzinahan? a. Pergaulan b. Budaya √ c. Lain-lain, sebutkan........ 4. Bagaimana pendapat Bapak tentang budaya perzinahan? a. Perbuatan yang dilarang agama √ b. Perbuatan buruk 5. Menurut Bapak, apakah zina merusak kehidupan sosial masyarakat? a. Setuju b. Sangat setuju √ c. Tidak setuju 6. Bagaimana pandangan Bapak tentang budaya sifon? Jawaban: - Budaya sifon itu adalah budaya orang timor, yaitu melakukan hubungan dengan wanita setelah sunat tradisional, supaya lukanya sembuh. 7. Menurut anda, apakah budaya sifon termasuk perzinahan? Jawaban: - Iya itu sebenarnya termasuk zina karena mereka yang berhubungan itu kan tidak dengan pasangan yang muhrim tapi dengan perempuan lain. 8. Apakah anda setuju dengan praktek budaya sifon? Jawaban: - Saya kurang setuju tapi itu budaya jadi mau bagaimana lagi? Kita harus berusaha pelan-pelan biar bisa merubah itu. 9. Menurut anda, apakah budaya sifon merugikan masyarakat? - Sebenarnya kalau menurut agama itu rugi, tapi ini kan budaya jadi orang tidak merasa rugi dengan budaya itu.