LAPORAN TUGAS AKHIR
PENGUKURAN ERROR VECTOR MAGNITUDE BTS CDMA MEREK SAMSUNG SCS-25T3 DAN HUAWEI 3606 C MENGGUNAKAN PSA SERIES SPECTRUM ANALYZER AGILENT E4443A
Disusun Oleh :
Nama
: Ramdhan Wira Priyawan
NIM
: 41405120055
Peminatan Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana 2007
LEMBAR PENGESAHAN
Setelah
mempertimbangkan berbagai aspek persyaratan penulisan Tugas Akhir, maka
mahasiswa penyusun tugas akhir Nama
: Ramdhan Wira Priyawan
NIM
: 41405120055
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Elektro
Peminatan
: Teknik Telekomunikasi
Judul Tugas Akhir
: Pengukuran Error Vector Magnitude pada BTS CDMA Merek Samsung Tipe SCS-25T3 dan Merek Huawei 3606 C
Laporan penulisan Tugas Akhir mahasiswa tersebut diatas telah disahkan dan memenuhi syarat.
Disahkan oleh, Pembimbing
( Ir. Bambang Hutomo, Bc.TT )
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Elektro
(Dr. Ing Mudrik Alaydrus)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul ” Pengukuran Error Vector Magnitude pada BTS CDMA Merek Samsung Tipe SCS-25T3 dan Merek Huawei 3606 C ” adalah hasil dari kerja pribadi saya sendiri, kecuali yang saya nyatakan sumbernya dan tugas Akhir ini belum pernah diajukan sebagai Tugas Akhir pada jurusan/Fakultas universitas manapun.
Jakarta, 5 Februari 2007
Ramdhan Wira Priyawan NIM. 41405120055
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengukuran Error Vector Magnitude (EVM) BTS CDMA Merek Samsung SCS-25T3 dan Huawei 3606 C dengan menggunakan PSA Series Spectrum Analyzer Agilent E4443A” Tugas akhir ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan akademis untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro peminatan Teknik Telekomunikasi Universitas Mercubuana.. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala petunjuk, bimbingan dan bantuannya kepada : 1. Ketua Jurusan Teknik Elektro Bapak Dr. Ir. Mudrik, Alydrus, MT. 2. Dosen pembimbing Bapak Ir. Bambang Hutomo, Bc.TT 3. Bapak Yudhi Gunardi, MT. selaku Sekretaris Jurusan Fakultas Teknik Elektro. 4. Bapak Ir.Bambang Hutomo, BcTT. Selaku pembimbing yang telah membimbing dengan tulus dan ikhlas. 5. Kedua orang tua saya dan adik-adikku yang telah memberikan doanya. 6. Bidadariku yang telah memberikan semangat dan kasih saying tulusnya kepadaku. 7. Kepala Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi Ditjen Postel yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan riset dan penelitian hingga terselesaikannya tugas akhir ini. 8. Segenap keluarga besar Dosen dan karyawan Fakultas Teknik Elektro Universitas Mercubuana. 9. Segenap keluarga besar Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi. 10. Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.Terima kasih atas bantuan yang telah di berikan. Semoga segala bantuan yang penyusun dapatkan dari yang tersebut diatas, akan dibalas oleh Allah SWT. Amin. Akhirnya penyusun berharap semoga hasil tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, September 2007
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN Judul Abstrak …………………………………………………………………….. i Lembar Pengesahan ……………………………………………………….. ii Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ……………………………… iii Kata Pengantar ............................................................................................. iv Daftar Isi ........................................................................................................ vi Daftar Gambar ………….…………………………………………………. ix Daftar Tabel …………….…………………………………………………. xi BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1 1.1. Latar Belakang ………………………………………………….. 1 1.2. Tujuan penulisan ……………………………………………….. 3 1.3 Batasan Penulisan ……..………………………………………… 4 1.6. Sistematika Penulisan ……………………………………..…….. 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 TDMA (Time Division Multiple Access)……………………… 5 2.2 Konsep komunikasi bnergerak seluler …………..……………..
6
2.3 Metode Akses Jamak …………………………………………..
9
2.3.1 FDMA …………………………………………………… 9 2.3.2 TDMA …………………………………………………… 10 2.3.3 CDMA …………………………………………………… 10 2.3.3.1 Konsep Dasar Sistem Spektral Tersebar ………… 11 2.3.3.2 Definisi Sistem Spektral Tersebar ………..……… 11 2.3.3.3 Kinerja Sistem Spektral Tersebar ………..………. 12
2.4. QPSK …………………………………..……………………. 13 2.4.1 Pemancar QPSK ………………………………………… 14 2.5 Teknik Spread Spectrum ……………………………………… 15 2.5.1 Konsep Dasar Sistem Spread Spectrum …………………. 15 2.5.2 Macam-macam Teknik Spread Spectrum ………………… 16 2.5.2.1 DSSS ……………………………………………… 16 2.5.2.2 FHSS ……………………………………………… 18 2.5.2.3 THSS ……………………………………………… 16 2.6 Konsep sel ……………………………………………..………... 21 2.7 Bagian-bagian CDMA ………………………………………….. 22 2.7.1 Model Kanal pada CDMA 2000 ………………………….. 22 2.7.1.1 Kanal Reverse …………………………………….. 22 2.7.1.2 Kanal Forward …………………………………….. 24 2.7.2 Penerima RAKE …………………………………………... 26 2.8 Pengontrol daya …………………………………………………. 27 2.9 Handoff ………………………………………………………….. 28 2.10 Konsep Cell Breathing CDMA ………………………………… 29 2.11 Kapasitas Sistem CDMA ………………………………………. 31 2.11.1 Beberapa parameter yang mempengaruhi kapasitas ……. 31 2.12 Pengukuran Rho dan EVM …………………………………….. 33 BAB III ALAT UKUR DAN PROSES PENGUKURAN ………………… 34
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Pengukuran Merek Samsung Tipe SCS-25T3 ………………..….. 36 4.1.1 Data pengukuran ke-1 ……………………………………… 36 4.1.2 Data pengukuran ke-2 ……………………………………… 37 4.2 Pengukuran Merek Huawei Tipe 3606 C …… ………………..…. 39
4.1.1 Data pengukuran ke-1 ……………………………………… 39 4.1.2 Data pengukuran ke-2 ……………………………………… 40
BAB V KESIMPULAN …………………………………………………..… 42 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 43
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
HALAMAN
Gambar 2.1 Omnicell dan sel sektorisasi …………………………………… 6 Gambar 2.2. Elemen yang terdapat dalam sistem telekomunikasi selular ………………………….…….. 8 Gambar 2.3 Spektrum RF untuk teknik FDMA …………….. ……………. 9 Gambar 2.4 Spektrum RF untuk teknik TDMA ..………………………….. 10 Gambar 2.5 Spektrum RF untuk teknik CDMA …………………………… 11 Gambar 2.6 Konstelasi QPSK ……………………………………………… 14 Gambar 2.7 Sinyal Output QPSK …………………………………………… 15 Gambar 2.8 Metode Direct Sequence Spread Spectrum …………………… 16 Gambar 2.9 Pemancar Direct Sequence …………………………………… 17 Gambar 2.10 Penerima Direct Sequence …………………………………… 17 Gambar 2.11 Metode Frequency Hopping Spread Spectrum ………………18 Gambar 2.12 Pemancar Frequency Hopping ……………….……………… 19 Gambar 2.13 Penerima Frequency Hopping ……………….……………… 20 Gambar 2.14 Metode Time Hopped Spread Spectrum …….……………… 21 Gambar 2.15 Struktur Kanal Reverse yang ditransmisikan oleh MS ……. 23 Gambar 2.16 Struktur Kanal Forward yang ditransmisikan oleh BTS ……. 25 Gambar 2.17 Blok diagram RAKE receiver ………………………………. 27 Gambar 2.18 Soft Handoff ………………..………………………………. 29 Gambar 2.19 Softer Handoff ………………………………………………. 29 Gambar 2.20 Peristiwa cell breathing pada sel CDMA …………………… 30 Gambar 2.21 Sektorisasi Sel …….………………………………………… 30 Gambar 2.22 Error Vector Magnitude …… ……………………………… 33 Gambar 3.1 Konfigurasi Pengujian BTS CDMA ………….………………. 34
Gambar 3.2 Proses Pengukuran EVM ……………………………………... 35 Gambar 4.1 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Samsung Tipe SCS-25T3 (Data Pengukuran ke-1) …………………….. 36 Gambar 4.2 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Samsung Tipe SCS-25T3 (Data Pengukuran ke-2) …………………….. 37 Gambar 4.3 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Huawei Tipe 3606 C (Data Pengukuran ke-1) …………………….….. 39 Gambar 4.3 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Huawei Tipe 3606 C (Data Pengukuran ke-2) …………………….….. 40
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Pada tugas akhir ini saya kan membahas pengujian 2 (dua) tipe BTS CDMA yaitu Merek Samsung tipe SCS-25T3 dan merek Huawei tipe 3606C. Berdasarkan PP No. 52 tahun 2000 bahwa setiap alat/perangkat telekomunikasi yang dirakit, dibuat, dimasukkan dan diperdagangkan di Indonesia harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku di Indonesia. Maka Ditjen Postel berkewajiban menerbitkan sertifikat perangkat telekomunikasi. Salah satu proses sertifikasi perangkat telekomunikasi adalah melakukan pengujian perangkat telekomunikasi. Dalam hal ini Balai Pengujian Perangkat telekomunikasi yang telah berkembang menjadi Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT) berkewajiban melakukan pengujian terhadap alat/perangkat telekomunikasi dan menerbitkan rekapitulasi hasil uji (RHU) sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sistem CDMA tidak mengalokasikan frekuensi ataupun waktu dalam slot user tetapi memberikan hak kepada semua user untuk menggunakan keduanya secara simultan. Untuk melakukan hal ini, system CDMA menggunakan sustu system komunikasi yang dikenal dengan nama Spread Spectrum, dimana setiap user diberikan kode yang menyebar bandwidth sinyalnya dalam sustu cara sehingga hanya kode yangn sama saja yang dapat me-recover sinyal pada receiver . Metode ini memiliki property dimana sinyal yang tidak dapat diinginkan dengan kode yang berbeda yang ikut disebar, akan terlihat seperti noise di receiver. Keuntungan CDMA adalah kemampuannya untuk mengakomodasi banyak user pada waktu dan frekuensi yang sama.. Hasil yang akan dcapai dalam tuigas akhir ini adalah print out hasil pengujian BTS CDMA merek Samsung dengan tipe SCS-25T3 dan merek Huawei dengan tipe 3606 C dan kemudian menganalisa dan membandingkan kedua hasil pengujian tersebut. Dewasa ini, penggunaan teknologi CDMA untuk berbagai keperluan layanan suara data semakin berkembang pesat. Di Indonesia yang berpenduduk Para operator CDMA saling berlomba dalam memperebutkan pasar telekomunikasi CDMA. Berbagai upaya dilakukan operator untuk meningkatkan kualitas layanannya (QoS). Pada awalnya sistem GSM yang begitu dominannya di Indonesia, sekarang masyarakat banyak yang beralih untuk memanfaatkan sistem CDMA (Code Division Multiple Access). CDMA menawarkan berbagai macam keunggulan dibandingkan dengan GSM diantaranya kecepatan transmisi yang lebih cepat dikarenakan bandwidthnya yang lebih lebar dibandingkan GSM. Menggunakan sistem spread spectrum dengan menyebar bandwidth sinyalnya untuk mengirimkan informasi memberikan keuntungan tahan terhadap interferensi dan jamming pun lebih teruji.
Vendor-vendor perangkat CDMA pun membanjiri pasaran Indonesia. Baik vendor yang sudah besar seperti Nokia, Ericssons dan Motorola, akan tetapi juga vendor yang berasal dari Korea dan Cina juga membanjiri pasaran Indonesia. Huawei dari Cina dan Samsung dari Korea Selatan ikut berebut pasar perangkat CDMA. Bukan hanya perangkat handset saja tetapi juga perangkat non CPE seperti Base Transceiver Station (BTS). Operator telekomunikasi CDMA di Indonesia misalnya PT Telkom, PT Bakrie Telecom dan Mobile Eight. menghabiskan dananya untuk belanja modal (capital expenditure) hingga trilyunan rupiah. Sistem CDMA tidak mengalokasikan frekuensi ataupun waktu dalam slot user tetapi memberikan hak kepada semua user untuk menggunakan keduanya secara simultan. Untuk melakukan hal ini, system CDMA menggunakan sustu system komunikasi yang dikenal dengan nama Spread Spectrum, dimana setiap user diberikan kode yang menyebar bandwidth sinyalnya dalam sustu cara sehingga hanya kode yangn sama saja yang dapat me-recover sinyal pada receiver . Metode ini memiliki property dimana sinyal yang tidak dapat diinginkan dengan kode yang berbeda yang ikut disebar, akan terlihat seperti noise di receiver. Keuntungan CDMA adalah kemampuannya untuk mengakomodasi banyak user pada waktu dan frekuensi yang sama. Dan juga dengan bandwidth sebesar 1,25 MHz mengakibatkan kecepatan transmisinya lebih cepat dari system GSM. Ditjen Postel selaku regulator di bidang telekomunikasi memberlakukan standar teknis bagi perangkat telekomunikasi. Suatu standar diperlukan suatu negara terutama untuk menjamin tercipatnya interconnection dan interoperability semua sistem yang berlaku di negara tersbut, mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat telekomunikasi, melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi dan mendorong berkembanngnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional. Oleh karena itu, sebuah badan regulator yang kuat sangat diperlukan dalam perumusan maupun pengawasan selanjutnya. Terutama
bidang telekomunikasi yang
mempunyai perkembangan sangat cepat dan ragam yang banyak. Berdasarkan PP No. 52 tahun 2000 bahwa setiap alat/perangkat telekomunikasi yang dirakit, dibuat, dimasukkan dan diperdagangkan di Indonesia harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku di Indonesia. Maka Ditjen Postel berkewajiban menerbitkan sertifikat perangkat telekomunikasi. Salah satu proses sertifikasi perangkat telekomunikasi adalah melakukan pengujian perangkat telekomunikasi. Dalam hal ini Balai Pengujian Perangkat telekomunikasi yang telah berkembang menjadi Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT) berkewajiban melakukan pengujian terhadap alat/perangkat telekomunikasi dan menerbitkan rekapitulasi hasil uji (RHU) sesuai dengan peratutran perundang-undangan yang berlaku.
BBPPT
mempunyai 3 laboratorium yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional (KAN) yaitu Laboratorium Radio, Laboratorium telephony dan laboratorium EMC. Pengukuran BTS CDMA dilakukan oleh Laboratorium Radio.
1.2. Tujuan Penulisan : a. Menganalisa hasil pengukuran EVM (Error Vector Magnitude) BTS CDMA merek Samsung SCS-25T3 dan Huawei 3606 C. b. Membandingkan hasil pengukuran EVM (Error Vector Magnitude) BTS CDMA merek Samsung SCS-25T3 dan Huawei 3606 C. 1.3 Batasan Penulisan Pembatasan penulisan dalam tugas ini adalah melakukan pengujian Adjacent Channel Power Ratio pada W-CDMA dengan menggunakan Agilent E7495A base station test set pada bagian pemencar (Transmitter).
1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan meliputi : Bab I
Merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang, batasan masalah, ,tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Membahas teori dasar tentang komunikasi bergerak seluler CDMA. Bab III Berisi tentang hasil pengukuran dan proses pengukuran BTS CDMA dan Samsung Bab IV Membahas analisa pengukuran BTS CDMA dan Huawei. Bab V Penutup, memuat kesimpulan dan saran Tugas Akhir ini.
merek Huawei
BAB II SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK SELULER CDMA
2.1. Umum Saat ini kebutuhan manusia akan sarana komunikasi telah mengalami pergeseran yaitu yang semula hanya untuk sarana berbicara lewat telepon namun sekarang komunikasi harus bisa bersifat mobile. Manusia di jaman sekarang membutuhkan sarana telekomunikasi yang bisa melayani dimanapun dan kapanpun mereka berada serta mempunyai kemampuan bukan hanya layanan suara namun juga untuk akses data (internet). Oleh sebab itu layanan telekomunikasi yang dahulu bersifat fixed (tetap tidak bisa dibawa kemana-mana) dan hanya mampu untuk komunikasi suara, berkembang kesifat komunikasi dengan kemampuan bergerak (mobile) dan selain layanan suara (voice) juga untuk data (akses internet, short message services) dan bahkan video. Lahirlah kemudian teknologi GSM (Global System for Mobile Communication) yang lahir dan dipelopori oleh negara-negara Eropa, teknologi PCS (Personal Communication System) yang lahir di Jepang, dan teknologi AMPS (Advanced Mobile Phone System) yang merupakan cikal bakal teknologi CDMA (Code Division Multiple Access) yang dikembangkan oleh Qualcomm, Amerika Serikat. Teknologi CDMA awalnya dipakai untuk komunikasi perang (PD II). Semua layanan diatas pada awalnya hanya menyediakan layanan voice dan seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia untuk akses data, maka dikembangkanlah teknologi tersebut untuk menyediakan voice dan data. Beberapa karakteristik teknologi mobile adalah sebagai berikut : -
mobility : sistem komunikasi bergerak bersifat personal dan bisa dibawa kemanapun si pemakai pergi, lebih fleksibel dan nyaman dipakai.
-
“lingkungan” yang terbatas dan miskin resource (sumber daya frekuensi) : pada sistem mobile, resource berupa frekuensi gelombang radio akan dipakai bersama-sama dengan banyak user . Hal ini berakibat sistem mobile rentan terhadap gangguan interferensi dari kanal yang berdekatan (co-channel interference), terjadinya perubahan noise dan power control yang lebih akurat.
-
Reliability : pada sistem mobile mutlak adanya jaminan untuk proses registrasi user pada sistem yang cepat, proses handoff dan sistem switching yang handal.
2.2. Konsep Komunikasi Bergerak Seluler Istilah selular berarti sel-sel dengan radius tertentu yang dapat mencakup suatu area. Dalam sistem telekomunikasi bergerak selular, seluruh wilayah pelayanannya dibagi menjadi beberapa wilayah yang disebut sel. Tiap sel dicatu oleh Base Transceiver Station (BTS) yang dapat diletakkan di tengah maupun di sudut sel. Bila BTS berada di tengah sel, maka digunakan antena
omnidirectional dan sel tersebut dikenal dengan nama omnicell. Dengan menggunakan antena omnidirectional, BTS memancarkan daya yang sama ke segala arah. Karenanya, pemakaian omnicell ini akan sangat mudah berinterferensi. Untuk mengurangi interferensi itulah, maka digunakan sel sektorisasi dengan menggunakan antena directional. Dalam hal ini tidak perlu mengganti sistem antena, melainkan cukup dengan mensektorisasi dari bentuk sebelumnya. Terdapat dua jenis sektorisasi, yaitu 3 dan 6 sektor yang masing-masing menggunakan antena dengan pengarahan 120° dan 60° seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Omnicell dan sel sektorisasi Sumber : Robert G. Wich,1993 :406
Keuntungan penggunaan antena enam sektor (60°) adalah akan diperoleh kinerja sistem yang baik, terutama dalam kualitas suara, namun antena ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu [Lee, 1995 : 201] : 1. Membutuhkan antena sektorisasi yang lebih banyak pada setiap BTS, sehinggga tidak ekonomis (membutuhkan biaya yang lebih banyak). 2. Akan sering terjadi handover karena meningkatnya kemungkinan mobile station bergerak antara sektor. Sedangkan dalam sistem antena omnicell mempunyai kelemahan, yaitu pemakaian omnicell sangat mudah berinterferensi karena pola pancaran sinyalnya menyebar ke segala arah. Karena kelemahan itulah, maka biasanya lebih dipilih antena tiga sektor (120°). BTS ini menangani radio interface ke terminal pelanggan dan melakukan routing service atau data trffjic dari dan ke switching. Masing-masing mobile station menggunakan suatu bagian yang terpisah dimana kanal radio sementara digunakan untuk berbicara ke cell site (BTS). Cell site berbicara ke banyak pelanggan mobile dalam satu kali kesempatan menggunakan satu kanal tiap mobile station. Kanal-kanal menggunakan sepasang frekuensi untuk berkomunikasi, satu frekuensi forward link untuk transmisi dari cell site (BTS) ke mobile station (MS) dan satu frekuensi lagi, reverse link untuk menerima panggilan dari MS ke BTS. Base station dapat berkomunikasi dengan MS selama berada dalam rangenysi. Gelombang radio dipropagasikan melewati suatu jarak
tertentu, sehingga MS harus berada di dekat base station untuk menjaga kontinuitas komunikasi, jadi MS harus berada dalam jangkauan operasi dari base station seperti pada awal sistem radio bergerak. Struktur dasar dari jaringan mobile termasuk sistem telepon dan layanan radio dimana layanan radio mobile beroperasi dalam suatu jaringan tertutup dan tidak mempunyai akses ke sistem telepon. BTS juga berfiingsi untuk menciptakan network interface ke Base Station Controller (BSC) untuk pengiriman dan penerimaan suara atau data, serta menginformasikan alarms dan self diagnostic routine untuk fault management. Semua cell site yang ada pada suatu sistem telepon mobile semuanya terhubung ke sentral telepon mobile I MSC melalui BSC. Sentral telepon mobile/ MSC inilah yang mengatur sistem telepon mobile selular ini, di dalam sentral telepon mobile inilah semua kegiatan diproses termasuk di dalamnya mcngenai pengaturan cell site, pentarifan dan proses administrasi. Gambar 2.3 menunjukkan berbagai elemen yang terdapat dalam sistem telepon selular yaitu Public Switch, MSC, BSC, BTS dan mobile station.
Gambar 2.2. Elemen yang terdapat dalam sistem telekomunkasi selular Sumber: “CDMA Technology” http//www.cdg.org;2005
Konsep selular yaitu dengan menggunakan level variable dengan daya rendah, dimana mengizinkan sel diukur sesuai dengan densitas pelanggan dan permintaan yang diberikan area. Dengan
mengikuti perkembangan populasi, sel dapat ditambahkan untuk mengakomodasi permintaan pelanggan. Ada dua hal pokok yang mendasari sistem komunikasi selular yaitu teknik pengulangan frekuensi (frequency reuse) dan teknik pembelahan sel (cell splitting). Teknik pengulangan frekuensi (frequency reuse) digunakan untuk mengatasi adanya kendala keterbatasan frekuensi yang dapat dipakai. Pada teknik ini untuk sel-sel dengan jarak tertentu dapat menggunakan frekuensi yang sama. Frekuensi yang digunakan dalam satu sel cluster dapat direuse pada sel lainnya. Pembicaraan dapat di handedoff dari sel ke sel untuk memelihara agar layanan telepon tetap konstan seiring dengan perpindahan pengguna diantara sel-sel. Teknik pembelahan sel (cell splitting) digunakan untuk mengatasi adanya peningkatan jumlah pelanggan namun jumlah kanal yang tersedia sudah tidak mencukupi maka dengan teknik ini diharapkan pengulangan frekuensi dapat lebih ditingkatkan. Dari kedua teknik diatas sistem selular dapat melayani banyak pelanggan dalam sebuah sel tunggal dengan menggunakan alokasi spektrum frekuensi sekecil mungkin. Kelebihan sistem selular dibandingkan sistem konvensional adalah pada fasilitas soft handoff dimana pembicaraan tidak terputus bila terjadi perpindahan sel. Hal ini karena kanal frekuensi yang digunakan akan berganti secara otomatis. Bertambahnya permintaan dan buruknya kualitas layanan existing, memberikan petunjuk bagi provider layanan bergerak untuk mencari cara untuk memperbaiki kualitas layanan agar dapat mendukung lebih banyak pengguna pada sistem mereka. Karena spektrum frekuensi yang ada untuk komunikasi bergerak selular sangat terbatas, maka efisiensi penggunaan dari frekuensi yang diperlukan untuk cakupan komunikasi bergerak selular.
2.3. Metode Akses Jamak Akses jamak merupakan suatu metode yang digunakan untuk mentransmisikan beberapa kanal pembicaraan pada band frekuensi yang telah ditentukan. Secara umum terdapat tiga macam akses jamak yaitu FDMA, TDMA, dan CDMA.
2.3.1. Frequency Division Multiple Access (FDMA) FDMA merupakan teknik akses jamak yang umumnya digunakan pada sistem komunikasi bergerak, FDMA adalah yang paling sederhana. Dengan FDMA, spektrum yang tersedia dibagi menjadi beberapa kanal radio dari bandwidth yang telah ditentukan, dan pemilihan dari kanal ini digunakan di dalam sel yang diberikan. Jadi band frekuensi RF dibagi-bagi ke dalam sejumlah kanal radio individual yang terdiri dari pasangan frekuensi kirim dan terima. Setiap kanal digunakan untuk membawa sinyal suara atau sinyal kontrol. Setiap user dapat mengakses setiap kanal berdasarkan pengaturan dari pengendali, dengan setiap user menempati setiap kanal frekuensi. Contoh penerapan sistem FDMA adalah sistem selular analog Advanced Mobile Phone System (AMPS), Narrow Band AMPS (NAMPS), dan Total Access Communication Services (TACS).
Gambar 2.3. Spektrum RF untuk teknik FDMA Sumber : Motorola, 1998:4
2.3.2. Time Division Multiple Access (TDMA) Dalam sistem TDMA, semua user menempati band frekuensi yang sama dan dibedakan ke dalam sejumlah time slot. Setiap user menempati time slot yang telah ditentukan yang berisi sinyal suara atau sinyal kontrol. Setiap time slot dipisahkan oleh waktu pemisahan yang berfungsi memisahkan sinyal pembicaraan yang satu dengan yang lain agar tidak saling mengganggu. Contoh penerapan sistem TDMA adalah Global System for Mobile Communications (GSM), Digital Enhanced Cordless Telecommunication (DECT).
Gambar 2.4. Spektrum RF untuk teknik TDMA Sumber : Motorola, 1998:4
2.3.3. Code Division Multiple Access (CDMA) Dalam sistem CDMA, seluruh user menggunakan spektrum frekuensi yang sama. Tiap pelanggan dibedakan berdasarkan kode uniknya yang membuat kerahasiaan informasi tiap usernya terjamin. Pembangkitan sinyal pada CDMA dilakukan dengan mengalikan suatu pembawa
Pseudorandom Noise Sequence yaitu rangkaian atau jajaran kode-kode yang digunakan untuk spreading atau proses penebaran sinyal sehingga mengakibatkan sistem ini memiliki rata-rata transmisi yang jauh lebih besar dari keperluan bandwidth minimum. Sistem CDMA menggunakan pita frekuensi yang dibutuhkan untuk transmisi langsung. Pesan-pesan informasi dicampur dengan sederetan kode tak berurutan pada kecepatan tinggi yang ditransmisikan secara langsung. Informasi dari seluruh stasiun pelanggan dapat dikirimkan pada waktu yang bersaniaan, tanpa membedakan frekuensinya. Setiap stasiun pelanggan menerima seluruh sinyal yang dikirimkan dan menghubungkan sinyal yang diterima dengan kode
spreading untuk
mendapatkan sinyal informasi. Hal ini berarti penerima harus mengetahui kode yang digunakan untuk memodulasi data sebelumnya pada sisi transmisi.
Gambar 2.5. Spektrum RF untuk teknik CDMA Sumber : Motorola, 1998:4
2.3.3.1. Konsep Dasar Sistem Spektral Tersebar Code Division Multiple Access adalah teknik akses jamak yang didasarkan pada sistem komunikasi spektral tersebar, dimana masing-masing pengguna diberikan suatu kode tertentu yang akan membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya. Mulanya sistem ini dikembangkan pada kalangan militer karena kehandalannya dalam melawan derau yang tinggi, sifat anti jamming, dan kerahasiaan data yang tinggi.
2.3.3.2. Definisi Sistem Spektral Tersebar Secara definitif, sistem komunikasi spektral tersebar merupakan suatu teknik modulasi dimana pengirim sinyal menduduki lebar pita frekuensi yang jauh lebih besar dari pada spektrum minimal yang dibutuhkan untuk menyalurkan suatu informasi. Konsep ini didasarkan pada teori C.E Shannon untuk kapasitas saluran, yaitu : C = W log2 (1 + S/N) ...............................................................................................(2.1) Dimana :
C = kapasitas kanal transmisi (bps) W = lebar pita frekuensi transmisi (Hz) N = daya derau (Watt) S = daya sinyal (Watt)
Dari teori diatas terlihat bahwa untuk menyalurkan informasi yang lebih besar pada saluran ber-noise dapat ditempuh dengan dua cara yaitu : 1.
Dengan cara konvensional, dimana W kecil dan S/N besar.
2.
Cara penyebaran spektrum, dimana W besar dan S/N kecil. Pada sistem spektral tersebar sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang jauh lebih
lebar dari pada lebar pita informasinya. Penyebaran ini dilakukan oleh suatu fungsi penebar yang bebas terhadap sinyal informasinya berupa sinyal acak semu (psedorandom) yang memiliki karakteristik spektral mirip derau (noise), disebut pseudorandom noise (PN code).
2.3.3.3. Kinerja Sistem Spektral Tersebar Parameter-parameter yang menjadi ukuran kinerja sistem komunikasi CDMA seluler maupun fixed wireless berdasarkan sistem spektral tersebar antara lain adalah : §
Processing Gain Ketahanan sistem spektral tersebar terhadap interferensi ditentukan oleh seberapa lebar frekuensi penebar dibandingkan dengan lebar frekuensi pita dasarnya dalam suatu parameter yang disebut processing gain. Dimana semakin besar processing gain-nya, maka semakin tahan sistem spektral tersebut terhadap interferensi.
§
Bit Error Rate (modulasi QPSK) æ 2 Eb PB = Qçç è No
ö ÷ ................................................................................................(2.2) ÷ ø
Dimana : Eb = Energi per bit (dBW atau Watt) No = Rapat daya noise (dB/Hz atau Watt/Hz) §
Kapasitas Sistem Jika diasumsikan bahwa sebuah sel mempunyai N user yang konstan, maka sinyal yang diterima oleh base station pada sel tersebut terdiri dari sinyal user yang diinginkan ditambah (N-1) sinyal dari user penginterferensi. Dengan asumsi kontrol daya bekerja sempurna, maka sinyal terima untuk semua kanal adalah sama, yaitu sebesar S. Sehingga persamaan energy per bit (Eb) dan rapat spektrum daya penginterferensi (Io) dapat dinyatakan sebagai berikut : Eb =
S ..............................................................................................................(2.3) R
Io =
S ( N - 1) ................................................................................................ W
Sedangkan persamaan energy bit to interference (Eb/Io) adalah :
(2.4)
Eb S/R W /R .................................................................................(2.5) = = I o S ( N - 1) / W N - 1
Dari persamaan di atas diperoleh bahwa kapasitas sel atau jmlah kanal yang dapat diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dengan bandwidth (W) adalah : N =1+
W /R .................................................................................................(2.6) Eb / I o
Jika N diasumsikan sangat besar maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi : N»
W /R ...................................................................................................... (2.7) Eb / I o
Jika interferensi dari sel lain, gain aktifitas suara, dan gain sektorisasi antena juga diperhitungkan, maka persamaannya menjadi : N»
b W /R ...................................................................................... (2.8) Eb / I o (1 + f ) a
Dimana : W
= lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) = 1,2288 MHz
R
= data rate sinyal informasi (kbps) = 9,6 kbps
Eb/Io
= rasio energi per bit terhadap rapat daya penginterfernsi (dB)
α
= gain aktifitas suara ( ≈ 2,67 untuk suara dan ≈ 1 untuk data)
β
= gain sektorisasi antena ( ≈ 2,4 untuk antena trisektoral)
f
= faktor interferensi dari sel lain ( ≈ 0,6)
2.4. Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) QPSK atau quadrature-PSK adalah bentuk lain dari modulasi digital selubung konstan termodulasi
sudut.
QPSK
adalah
teknik
pengkodean
M-ary
dimana
M=4
(karenanya
dinamakan“quaternary” yang berarti “4”). M-ary adalah suatu bentuk turunan dari kata “binary”. M berarti digit yang mewakili banyaknya kondisi yang mungkin. Dalam QPSK ada empat phase output yang berbeda, maka harus ada empat kondisi input yang berbeda. Karena input digital ke modulator QPSK adalah sinyal biner (dasar 2), maka untuk menghasilkan empat kondisi input yang berbeda harus dipakai bit input lebih dari satu bit tunggal. Menggunakan 2 bit, ada empat kondisi yang mungkin:00, 01, 10 dan 11. Karena intu dalam QPSK data input biner dikelompokkan dalam gr oup yang Phase Shift Keying Modulasi Digital 64 terdiri dari 2 bit yang disebut dibit. Setiap kode dibit membangkitkan salah satu dari phase outputyang mungkin. Oleh karena itu setiap dibit 2-bit masuk kedalam modulator, terjadi satu perubahan output. Karenanya, kecepatan perubahan output (kecepatan baud) adalah setengah kecepatan bit input
2.4.1. Pemancar QPSK
Diagram blok sebuah modulator QPSK ditunjukkan dalam Gambar (4.10). Dua bit (satu dibit) diumpankan ke pemisah bit. Setelah keduanya masuk secara serial, kemudian diumpankan serempak secara paralel. Bit yang satu menuju kanal I dan yang lain menuju kanal Q. Bit I memodulasi suatu carrier yang se-phase dengan osilator referensi (karenanya namanya “I” yang berarti “in phase”), dan bit Q memodulasi sinyal carrier yang berbeda phase 900 dengan osilator referensi (karenanya namanya “Q” yang berarti “quadrature”). Dapat dilihat bahwa sebuah dibit dipisahkan ke dalam kanal I dan Q, prosesnya sama seperti pada modulator BPSK. Pada dasarnya modulator QPSK adalah dua buah modulator BPSK yang digabung secara paralel. Untuk logic 1 = +1 V dan logic 0 = -1 V. Pada output modulator ballas I ada dua phase yang mungkin (+ sinwct dan - sinwct), Pada output modulator ballas Q ada dua phase yang mungkin (+ coswct dan - coswct), Jadi total ada empat phase yang mungkin yaitu : + sinwct + coswct, + sinwct - coswct, - sinwct + coswct, - sinwct - coswct.
Gambar 2.6. Konstelasi QPSK
Gambar 2.7 Sinyal Output QPSK
2.5. Teknik Spread Spectrum
Sistem spektral tersebar (spread spectrum / SS) telah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1950. Sistem ini pertama kali digunakan pada sistem komunikasi militer, karena memiliki kemampuan anti jamming atau tahan terhadap interferensi.
2.5.1. Konsep Dasar Sistem Spread Spectrum Pada umumnya sistem komunikasi konvensional dirancang untuk dapat beroperasi secara efisien dalam lingkungan derau putih Gaussian (AWGN/Additive White Gaussian Noise). Tetapi pada kenyataannya terdapat jenis gangguan lain selain AWGN, seperti interferensi dan sinyal lintasan jamak, yang akan menurunkan kinerja sistem komunikasi. Semua gangguan yang muncul pada sistem komunikasi dapat dianggap sebagai suatu jammer baik yang disengaja (intentional jamming) maupun yang tidak disengaja (unintentional jamming). Gangguan yang disengaja dapat berupa interferensi dari user lain dalam sistem akses jamak, atau interferensi dari sistem komunikasi lain. Sedangkan gangguan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh pengaruh sinyal lintasan jamak. Sistem komunikasi yang dirancang untuk melawan jamming dengan memperbesar bandwidth disebut dengan sistem spektral tersebar (spread spectrum). Suatu sistem didefinisikan sebagai sistem spektral tersebar jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Sinyal memiliki bandwidth yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bandwidth yang dibutuhkan untuk mengirim informasi. 2. Pada pengirim, sinyal informasi ditebar ke seluruh bandwidth sistem dengan menggunakan sinyal penebar (spreading signal) atau sinyal pengkode (code signal), yang tidak tergantung pada sinyal informasi. 3. Pada penerima, sinyal informasi dapat diperoleh kembali dengan mengkorelasikan sinyal spektral tersebar yang diterima dengan sinyal referensi. Sinyal referensi merupakan salinan dari sinyal penebar pada pengirim.
2.5.2. Macam-macam Teknik Spread Spectrum Teknik penebaran spektral yang banyak dikembangkan pada sistem spektral tersebar adalah :
2.5.2.1. Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS) DSSS terdiri dari suatu gelombang pembawa yang dimodulasi oleh sebuah kode digital dimana memiliki kode bit rate yang jauh lebih besar daripada bit rate sinyal informasi yang ditunjukkan oleh gambar 2.8. Sistem ini sering disebut juga sistem pseudo-noise.
Gambar 2.8. Metode Direct Sequence Spread Spectrum Sumber : Garg, 2000:10
a. Pemancar Direct Sequence Prinsip dasar pemancar direct sequence dapat dilihat pada gambar 2.9, dari gambar terlihat bahwa sinyal informasi biner dijumlahkan secara modulu-2 dengan deretan sinyal pseudonoise periodik yang dibangkitkan oleh pseudonoise generator, hasil dari penjumlahan ini, kemudian dimodulasi dengan sinyal carrier dengan sistem modulasi digital.
Gambar 2.9. Pemancar Direct Sequence Sumber : Mc. Graw Hill, 1988
b. Penerima Direct Sequence Sistem penerima direct sequence harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi adanya sinyal, despreading, dan demodulasi, sehingga sinyal informasi yang dikirimkan dapat diperoleh kembali.
Gambar 2.10. Penerima Direct Sequence Sumber : Mc.Graw Hill, 1988 Dari gambar terlihat, sinyal yang masuk dideteksi terlebih dahulu untuk mengecek keberadaan sinyal ini. Ada 2 macam metoda yang digunakan yaitu : 1. Metoda aktif Pada metoda ini mengecek keberadaan sinyal digunakan parameter waktu dan frekuensi, sehingga metoda ini bila processing gain (PG) besar. 2. Metoda pasif Metoda mengecek keberadaan sinyal hanya dengan menggunakan parameter frekuensi, sehingga sinyal dianggap ada setiap saat. Metoda dipakai bila processing gain (PG) kecil. Pada proses despreading sinyal yang datang (spread spectrum) dikalikan dengan sinyal pseudonoise yang dibangkitkan oleh code generator local. Bila antara sinyal spread spectrum dengan sinyal pseudonoise sesuai, maka sinyal dilewatkan pada narrowband filter, kemudian keluarannya (output) didemodulasi. Keluaran dari narrowband band filter ini digunakan juga untuk sinkronisasi antara sinyal spread spectrum dan pseudonoise.
2.5.2.2. Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS) FHSS terdiri dari frekuensi pembawa yang diubah ke dalam penambahan diskrit dalam sebuah pola umum oleh suatu kode yang berurutan. Seringkali kode-kode yang dipilih digunakan untuk menghindari interferensi ke atau dari sistem non spread spectrum lain. Dalam suatu sistem FHSS, frekuensi sinyal menyisakan secara konstan untuk suatu durasi waktu yang spesifik yang menunjuk sebagai
time chip, Tc. Penerapan sistem FHSS kadang penuh dengan
error burst
meskipun dengan level error acak yang rendah. Dengan sistem radio DSSS, error tunggal dapat terdispersi secara acak melebihi waktunya sedangkan dengan sistem radio FHSS,
errornya
terdistribusikan dalam cluster-cluster. Error burst dapat disebabkan oleh fading atau interferensi frekuensi tunggal bergantung pada waktu dan frekuensinya. DSSS menyebarkan informasi pada domain waktu dan frekuensi sehingga dengan ketersediaan waktu dan frekuensi dapat meminimalkan efek fading dan interferensi.
Gambar 2.11. Metode Frequency Hopping Spread Spectrum Sumber : Garg, 2000:10
a. Pemancar Frequency Hopping Sistem pemancar frequency hopping ditunjukkan pada gambar 2.10. Dari gambar terlihat bahwa sinyal informasi yang akan dikirim dikoreksi dahulu dari kesalahan akibat dari interferensi dengan kanal yang lain, kemudian direkontruksi sehingga unjuk kerja system dapat meningkat. Digital frequency synthesizer menerima sinyal m-1 bit yang berasal dari kode generator. Sinyal m bit dan sinyal m-1 bit ini mengatur lompatan frekuensi yang diberikan oleh digital frequency synthesizer. Jika bit informasi menghasilkan perubahan pergeseran frekuensi terkecil, maka akan menghasilkan sinyal FSK.
Gambar 2.12. Pemancar Frequency Hopping Sumber : Mc. Graw Hill, 1988
Bila m-1 dari pseudonoise code generator yang berubah secara random akan melompatkan sinyal FSK dari kanal frekuensi satu ke kanal lainnya sesuai dengan jangkauan frekuensi yang mungkin. Frequency multiplier berfungsi untuk memperbesar bandwidth sehingga harga processing gain (PG) dapat meningkat.
b. Penerima Frequency Hopping Pada sistem penerima ini, sinyal frequency hopping dibangkitkan secara local. PN code generator mengendalikan synthesizer, kemudian sinyal yang dihasilkan oleh sebuah mixer dengan sinyal frekuensi yang diterima oleh antena.
Gambar 2.13. Penerima Frequency Hopping Sumber : Mc. Graw Hill, 1988
Jika kedua sinyal tersebut frekuensinya sesuai, maka akan menghasilkan sinyal binary FSK acak, kemudian melalui sebuah demodulator sinyal tersebut didemodulasi sehingga menghasilkan sinyal informasi. Selain dilewatkan ke demodulator, sinyal tersebut dilewatkan ke early late gates untuk mendapatkan sinyal kesalahan dan mengontrol frekuensi clock, juga untuk mensinkronkan sinyal yang datang dari output frequency multiplier. 2.5.2.3. Time Hopped Spread Spectrum (THSS) THSS menggunakan waktu transmisi yang dibagi ke dalam interval yang disebut frameframe yang dapat dilihat pada gambar berikut ini, dimana masing-masing frame dibagi ke dalam time slot-time slot. Tiap satu time slot dimodulasi dengan sebuah pesan dimana seluruh bit pesan diakumulasikan dalam frame awal yang ditransmisikan.
0
t
2Tf
Tf
3Tf
Gambar 2.14. Metode Time Hopped Spread Spectrum Sumber : Garg, 2000:10
2.6. Konsep sel Konsep sistem komunikasi bergerak adalah sel, yaitu cakupan area dari sinyal suatu base station yang dialokasikan untuk pengguna atau user dalam jumlah tertentu. Idealnya dengan menggunakan antena omni directional (multi arah), akan membentuk sel yang berbentuk lingkaran, tetapi karena sifat propagasi gelombang yang berbeda-beda untuk setiap cakupan, maka bentuk sel tidak lagi ideal. Untuk lebih memudahkan dalam perencanaan jaringan, maka sel-sel tersebut berbentuk heksagonal. Ada 3 macam ukuran sel yaitu makrosel, mikrosel dan pikosel. Perbedaannya ditunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1. Tipe sel komunikasi bergerak Sumber : Santoso,Gatot; Sistem CDMA;2004
Tipe sel
Radius
Power/daya
Tinggi antena
Kegunaan Area luas dengan
Makrosel
1-30 km
1-10 W
> 30m
Mikrosel
0.2–1 km
0.01 – 1W
< 10m
Kepadatan tinggi
Pikosel
< 200m
< 100mW
Roof top
Indoor use
pergerakan cepat
Masing-masing sel dikelompokkan dalam satu set frekuensi yang berbeda dengan sel yang lain yang disebut kluster, dilambangkan dengan K atau N. Tiap sel mengacu pada frekuensi carrier tertentu, tapi karena keterbatasan alokasi kanal sedangkan jumlah sel sangat banyak, maka digunakan teknik pengulangan frekuensi (frequency reuse). Untuk membentuk cakupan area yang diinginkan, maka dapat digunakan beberapa tipe antena : -
Omnidirectional
-
Sektoral 60°
-
Sektoral 90°
2.7. Bagian-bagian dari CDMA Sistem CDMA memiliki elemen-elemen dasar yang menunjang sistem ini dapat berjalan, diantaranya: 2.7.1. Model Kanal pada Sistem CDMA2000 1x Struktur kanal pada CDMA2000 1x terbagi menjadi dua arah yaitu kanal reverse yang arahnya dari MS ke BTS dan kanal forward yang arahnya dari BTS ke MS. Gambar dibawah menunjukkan struktur kanal forward dan kanal reverse untuk sistem CDMA2000 1x.
2.7.1.1 Kanal Reverse Perbedaan utama struktur kanal reverse pada sistem IS-95 dan CDMA2000 1x adalah adanya kanal pilot yang memungkinkan demodulasi secara koheren dan menyediakan informasi power control. Pelanggan pada arah reverse dipisahkan dengan pembedaan time offset dari suatu kode panjang (long code) dengan panjang 242 – 1 chips. Kode panjang ini dihasilkan oleh suatu generator PN dengan masukan 42 bit dan laju kode 1,2288 Mcps. Untuk mengantisipasi terjadinya multipath dan delay, maka time offset antar kode dipisahkan minimal sebesar 64 chips. Sedangkan kanal-kanal pada arah reverse dibedakan dengan menggunakan kode Walsh yang ortogonal. Berikut ini struktur kanal yang ditansmisikan oleh MS pada arah reverse :
REVERSE CDMA CHANNEL for Spreading Rate 1 and 3 (SR1 and SR3)
Access Channel
Reverse Traffic Channel (RC1 or 2)
Enhanced Access Channel Operation
Reverse Common Control Channel Operation
Reverse Trafik Channel Operation (RC 3 to 6)
Reverse Fundamental Channel
Reverse Pilot Channel
Reverse Pilot Channel
Reverse Pilot Channel
0 to 7 Reverse Supplemental Code Channel
Enhanced Access Channel
Reverse Common Control Channel
0 or 1 Reverse Dedicated Control Channel 0 or 1 Reverse Fundamental Channel
0 or 2 Reverse Supplemental Channel
Reverse Power Control Subchannel
Gambar 2.15 Struktur Kanal Reverse yang ditransmisikan oleh MS
Kanal-kanal yang ditransmisikan pada arah reverse dapat dikategorikan menjadi : 1.
Common Channels yang menyediakan hubungan antara BTS dengan beberapa MS (point to multipoint) yang terdiri dari : ·
Access Channel (R-ACH) Access Channel berfungsi untuk menyediakan komunikasi dari MS ke BTS pada saat MS tidak sedang menggunakan traffic channel. Fungsi utama access channel adalah untuk merespon paging channel dan pengalamatan panggilan.
·
Enhanced Access Channel (R-EACH) Enhanced Access Channel merupakan pengembangan dari access channel yang mampu meminimalisasi terjadinya tabrakan serta mengurangi daya yang dibutuhkan oleh access channel.
·
Reverse Common Control Channel Kanal ini digunakan untuk mengirim signalling message dari MS ke BTS.
2.
Dedicated Channel yang dialokasikan bagi setiap MS (point to point) dan terdiri dari : ·
Reverse Pilot Channel (R-PICH) Kanal pilot ini berfungsi sebagai pilot yang memungkinkan deteksi koheren pada arah reverse dan memungkinkan MS berkomunikasi pada level daya yang lebih rendah dengan cara menginformasikan pada BS level daya yang telah diterima sehingga BS dapat mengatur kembali daya pancarnya.
·
Reverse Dedicated Control Channel (R-DCCH) Kanal ini bertujuan untuk menggantikan metode dim and burst serta blank and burst pada traffic channel dan digunakan untuk mengirimkan pesan serta mengontrol panggilan.
·
Reverse Fundamental Channel (R-FCH) Kanal ini digunakan untuk mengakomodasi layanan suara dan data berkecepatan rendah, yaitu 9,6 kbps (rate set 1) dan 14,4 kbps (rate set 2).
·
Reverse Supplemental Channels (R-SCH) Kanal ini digunakan untuk mengakomodasi layanan dengan data rate yang lebih besar dari 9,6 kbps dan 14,4 kbps serta diterapkan pada radio configuration 3 sampai 6 yang memiliki skema modulasi, coding, dan vocoder yang berbeda-beda.
·
Reverse Supplemental Code Channels (R-SCCH) Fungsi kanal ini hampir sama dengan Reverse Supplemental Channels hanya saja digunakan pada radio configuration 1 dan 2 yang didesain agar kompatibel dengan sistem CDMA IS-95.
2.7.1.2 Kanal Forward Pada komunikasi arah forward, sinyal dari sel atau sektor yang berbeda dipisahkan dengan pembedaan time offset dari dua buah kode pendek (short code) dengan panjang 215 – 1 chips, satu untuk kanal I dan satu untuk kanal Q. Kode pendek ini dihasilkan oleh generator PN dengan masukan 15 bit dan laju kode 1,2288 Mcps. Untuk mengantisipasi terjadinya multipath dan delay maka time offset antar kode dipisahkan minimal 64 chips. Dan karena hanya ada 512 kode PN, maka alokasi kode PN harus benar-benar direncanakan. Salah satu metode perencanaan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Alokasi kode PN (kode pendek)
Alpha N Gamma
Dimana :
Beta
Sektor
Kode PN
Alpha
3 x P x N – 2P
Beta
3xPxN
Gamma
3xPxN–P
Omni
3xPxN
N = pola penggunaan kode PN, direkomendasikan nilainya 19 P = jarak antar kode PN, direkomendasikan nilainya 6
Berikut ini struktur kanal yang ditransmisikan oleh BS pada arah forward dimana masingmasing kanal menggunakan kode Walsh dan saling ortogonal :
FORWARD CDMA CHANNEL for Spreading Rates 1 and 3 (SR1 and SR3)
Common Assignment Channels
Common Power Control Channels
Forward Pilot Channel
Pilot Channels
Transmit Diversity Pilot Channel
Common Control Channels
Traffic Channels
Broadcast Channels
Paging Channels (SR)
Quick Paging Channels
Auxiliary Transmit Diversity Pilot Channel
Auxiliary Pilot Channels
0-1 Dedicated Control Channel
Sync Channel
0-1 Fundamental Channel
Power Control Subchannel
0-7 Supplemental Code Channels (Radio Configuration 1-2)
0-2 Supplemental Channels (Radio Configuration 3-9)
Gambar 2.16 Struktur Kanal Forward yang ditransmitkan oleh BTS
Sebagaimana pada arah reverse, kanal-kanal yang ditransmitkan pada arah forward dapat dikategorikan menjadi : 1.
Forward Common Channel yang terdiri dari : ·
Forward Pilot Channel (F-PICH) Forward Pilot Channel secara kontinu memnacarkan informasi frekuensi dan fasa ke seluruh MS yang berada dalam sel tersebut dengan menggunakan kode penebar yang sama yaitu kode Walsh ke-0 yang dimodulasi dengan kode pendek (short code) tetapi dengan time offset yang berbeda untuk membedakan pilot channel dari sel / sektor tertentu. Untuk menjamin deteksi fasa dan referensi frekuensi pembawa yang akurat, maka pilot channel ini ditransmisiskan dengan level daya yang relatif lebih besar dari pada kanal-kanal lainnya.
·
Forward Common Auxiliary Pilot (F-CAPICH) Forward Common Auxiliary Pilot diarahkan pada spot beam tertentu agar dapat meningkatkan kapasitas, luas daerah cakupan, serta performansi beberapa mobile station dalam spot beam yang sama.
·
Forward Sync Channel (F-SYNC) Kanal ini digunakan pada daerah tertentu dari suatu BTS untuk mendapatkan sinkronisasi waktu dan menentukan lokasi kanal paging.
·
Forward Paging Channel (F-PCH) Kanal paging digunakan untuk mengirimkan pengontrolan informasi dan pesan paging. FPCH membawa pesan overhead, pages, acknowledgements, channel assignment, status permintaan dan shared secret data (SSD) dari BTS ke MS.
·
Forward Common Control Channel (F-CCCH) Kanal ini digunakan untuk signalling messages dari MS ke BTS dan dapat beroperasi pada data rate 9,6 kbps; 19,2 kbps; atau 38,4 kbps dengan panjang frame yang berbeda-beda.
2.
Forward Dedicated Channel terdiri dari Forward Fundamental Channel (F-FCH) dan Forward Supplemental Channel (F-SCH) yang fungsinya sama dengan Reverse Fundamental Channel (R-FCH) dan Reverse Supplemental Channel (R-SCH).
2.7.2. Penerima RAKE Sinyal yang ditransmisikan akan melalui berbagai lintasan menuju penerima. Sinyal tersebut akan mengalami berbagai pantulan dari halangan-halangan seperti gedung, pegunungan, pepohonan dan obyek-obyek lain sehingga penerima akan menerima berbagai sinyal dengan delay, amplitudo, dan fasa yang berbeda. Sinyal yang datang dari berbagai lintasan tersebut dapat digabungkan kembali dengan RAKE receiver untuk memperoleh kualitas sinyal yang baik. RAKE receiver atau korelator paralel dalam sistem CDMA seluler digunakan untuk memperbaiki penerimaan sinyal karena pengaruh lingkungan radio bergerak yang menyebabkan efek multipath fading. Di dalam penerima RAKE terdapat satu atau lebih korelator yang akan menerima sinyal yang berasal dari antena. Sinyal yang terbaik akan dikunci oleh korelator lalu digabungkan dengan sinyal yang dihasilkan oleh korelator lainnya di combiner. Untuk penerimaan sinyal yang diinginkan dibutuhkan satu RAKE. Satu RAKE disediakan untuk setiap active traffic channel. Setiap RAKE terdiri dari empat korelator dan satu searcher. Searcher ini akan menscan delay yang terjadi, mencari energi sinyal dari pengguna bergerak dan diteruskan ke korelator sampai didapat sinyal yang terbaik. Sinyal-sinyal yang membawa informasi yang sama ini lalu digabungkan di combiner setelah itu di decode, sehingga sinyal informasi yang diinginkan diperoleh.
Gambar 2.17 Blok diagram RAKE receiver Sumber : ZTE course slide Training Indosat, 2005 2.8. Pengontrolan Daya Pada lintasan balik sistem DS-CDMA, pengontrolan daya diperlukan karena adanya interferensi yang ditimbulkan akibat akses jamak. Seluruh pengguna pada sistem CDMA mengirimkan pesan dengan menggunakan bandwidth yang sama pada saat bersamaan dan kemudian setiap pengguna akan saling menginterferensi. Sinyal yang diterima oleh base station dekat dengan terminal pengguna akan lebih besar dibandingkan dengan sinyal yang diterima dari terminal yang jauh dari base station. Sinyal dari pengguna yang dekat akan menimbulkan interferensi bagi sinyal pengguna yang jauh dari base station, akibatnya kualitas sinyal yang diterima oleh terminal yang dekat dengan base station akan sangat baik, Sedangkan pada terminal yang jauh dari base station akan semakin buruk. Hal ini disebut sebagai efek jauh dekat. Untuk memperoleh kapasitas yang diinginkan, seluruh sinyal hendaknya diterima oleh base station dengan daya rata-rata yang sama. Dengan adanya pengontrolan daya pada lintasan balik, maka daya rata-rata setiap pengguna dapat diterima sama pada base station. Pada lintasan maju, seluruh sinyal berpropagasi melalui kanal yang sama dan diterima oleh mobile base station dengan daya yang sama, sehingga tidak ada pengontrolan daya yang diperlukan untuk mengatasi efek jauh dekat. Pengontrolan daya diperlukan untuk mengurangi interferensi sel yang lain. 2.9. Handoff Pada sistem komunikasi bergerak Selular, para user memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Ada kemungkinan user bergerak dari satu sel menuju sel yang lain ketika sedang terjadi percakapan. Untuk menjamin bahwa pembicaraan akan terus tersambung diperlukan fasilitas handoff. Mekanisme handoff yang dimiliki CDMA dan merupakan ciri khasnya yaitu soft handoff dan softer handoff. Soft handoff memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk melayani mobile station secara bersama-sama selama masa transisi ketika mobile station bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada pada sel baru. Hal ini dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama. Soft handoff selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga menyebabkan proses handoff berjalan dengan halus sehingga tidak menggangu user. Dalam sistem analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi switching berhasil dilakukan dikenal dengan istilah break before make switching function sementara pada CDMA hubungan dengan sel lama tidak diputuskan sampai mobile station benar-benar mantap dilayani oleh sel yang baru, dikenal dengan istilah make before break switching function. Setelah sebuah panggilan dilakukan, mobile station selalu mengecek sel-sel tetangga untuk menentukan apakah sinyal dari sel
yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan suatu indikasi bahwa mobile station telah memasuki daerah cakupan sel yang baru dan handoff dapat mulai dilakukan. Mobile station mengirim pesan (control message) ke MSC yang menunjukkan sinyal dari sel baru semakin menguat. MSC melakukan handoff dengan menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link yang lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel, hal ini menyebabkan berkurangnya pengulangan permohonan untuk menangani kembali panggilan diantara kedua sel. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile station benar-benar telah mantap dilayani oleh sel yang baru.
Gambar 2.18. Soft Handoff Sumber : Garg, 2000:182 Softer handoff merupakan suatu proses dimana suatu panggilan dilayani oleh lebih dari satu sektor dalam satu sel yang sama.
Gambar 2.19. Softer Handoff Sumber : Garg, 2000:182 2.10. Konsep Cell Breathing CDMA
Kendala operasional yang dihadapi dalam penerapan selular CDMA adalah tingkat interferensi yang terjadi sesuai dengan jumlah user pada sel tersebut. Dengan meningkatnya daya interferensi pada sel maka Mobile Unit yang terletak jauh dari Base Station akan kehabisan daya pancar sehingga tidak dapat mempertahankan nilai Eb/No yang diisyaratkan dan hubungan akan terputus. Hal diatas dapat diatasi dengan cara memindahkan sejumlah user aktif yang terletak pada daerah perbatasan sel menuju sel yang memiliki jumlah user aktif yang lebih rendah sehingga kapasitas sistem yang dicapai dapat lebih optimum. Untuk memindahkan user aktif tersebut diperlukan adanya pengaturan sinyal pilot Base Station. Peristiwa Cell Breathing pada sel CDMA ditunjukkan dalam Gambar 2.12. Apabila suatu sel sedang padat user maka interferensi pada sel tersebut akan meningkat. Interferensi yang terjadi akan menurunkan nilai Eb/No sistem. Menurunnya nilai Eb/No berarti menurunnya kualitas komunikasi yang terjadi. Pada kondisi tersebut Base Station akan menurunkan level sinyal pilotnya. Dengan turunnya sinyal pilot maka ukuran sel akan mengecil. User yang berada pada pinggir sel akan menerima pilot yang lebih kecil sehingga akan terjadi handoff ke sel tetangganya (Tonda Priyanto, 1997).
Gambar 2.20. Peristiwa cell breathing pada sel CDMA Sumber : I Ketut Usnada, http://www.iklanpromo.com/usnada/index.html, 1998 Mekanisme handoff yang digunakan pada pengontrolan sinyal pilot adalah sebagai berikut : 1.
Ketika suatu sel CDMA sedang padat dan interferensi yang muncul cukup untuk menurunkan Eb/No dibawah nilai threshold g, Base Station mulai menurunkan daya sinyal pilot.
2.
User yang terletak pada daerah overlapping antar sel akan melakukan handoff menuju sel dengan sinyal pilot yang lebih tinggi.
3.
Sinyal pilot tidak boleh turun hingga tak terbatas untuk tetap menjaga daerah overlapping antar sel yang berguna saat terjadinya handoff.
Daya sinyal pilot akan naik secara perlahan-lahan kembali jika nilai Eb/No telah berada diatas nilai threshold. Permintaan handoff tetap menjadi prioritas utama dibandingkan dengan permintaan pembicaraan yang baru.
2.11. Kapasitas Sistem CDMA2000 1x Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah user yang bisa ditampung oleh sebuah cell site dengan harga QoS/GOS yang memadai. Kapasitas dalam sistem CDMA2000 1x akan sangat tergantung pada interferensi dalam sistem itu sendiri. Penambahan jumlah user dalam sistem juga akan menambah level interferensi dalam sistem. Setiap penambahan kapasitas atau bertambahnya interferensi akan menurunkan kualitas sinyal suara dalam batas tertentu. Sehingga bila kapasitas ditingkatkan maka akan berpengaruh pada kualitas sinyal suara, jadi perlu diatur agar kualitas tetap tinggi tanpa banyak mengurangi kapasitas. Dengan demikian terdapat trade off antara kualitas dan kapasitas yang diakses. Fenomena ini disebut dengan soft capacity. Soft capacity merupakan hal yang menguntungkan terutama untuk menghindari dropp call pada saat terjadi handoff. Sistem CDMA menggunakan Universal Frequency Reuse, artinya bandwidth di share untuk semua sel sedangkan transmisinya akan dibedakan dengan suatu spreading sequence yang unik, dan dalam perencanaannya harus dipikirkan pula mengenai Multiple Access Inteference (MAI) yang berasal dari user dari sel-sel didekatnya. Teknik mengurangi multiple access interference dijabarkan sebagai gain kapasitas.
2.11.1. Beberapa parameter yang mempengaruhi kapasitas adalah sebagai berikut : ·
Voice Activity Sejak sistem CDMA menggunakan speech coding, maka MAI dapat dikurangi dengan deteksi
voice activity sepanjang variable speech transmission. Teknik ini akan mengurangi rate dari speech coder saat periode silent/diam yang dideteksi dalam speech waveform. Voice activity juga menjadi keuntungan bagi sistem multiple access lainnya. Normalnya, jika kita sedang melakukan percakapan di telepon, maka dalam suatu saat hanya ada satu orang saja yang berbicara. Fenomena ini dapat dimonitor pada sistem seluler. Oleh karena itu pada saat periode diam, power dapat dikurangi. Sehingga daya dapat dihemat dan pengaruh terhadap interferensi juga sedikit. Dengan begitu kapasitas sistem bisa dimaksimalkan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata vioce activity sekitar 3/8 atau 25% saja dari percakapan yang dilakukan. Secara teori, voice activity v = 3 / 8 dapat dimasukkan dalam persamaan Eb/No, yaitu sebagai berikut : Eb / N o =
G ( N - 1) v +
a S
Dengan estimasi voice activity 3/8, maka akan dapat menaikkan kapasitas sebesar 8/3 kalinya. ·
Sectored Cells Sel sectoring juga merupakan metode yang cukup efektif untuk mengurangi MAI, karena setiap
sektor menggunakan antena directional. Sektorisasi pada antena adalah pengarahan daya pancar antena BTS pada arah tertentu. Pengarahan antena ini bergantung dari kebutuhan. Sektorisasi dilakukan berdasarkan kepadatan trafik. Biasanya sektorisasi 60° dan 120°, untuk sektorisasi 60° maka pengarahan antena menuju enam arah dan sektorisasi 120° menuju tiga arah. Macam-macam konfigurasi sel : o Omni directional o Sectoring 60° o Sectoring 120°
Omnidirectional
Sectoring 60°
Sectoring 120°
Ga
Gambar 2.21 Sektorisasi Sel Omnidirectional adalah pemancaran sinyal ke segala arah oleh sebuah BTS pada suatu sel. Kelebihan
: mudah diplikasikan
Kekurangan
: kemungkinan terjadi interferensi lebih besar
Sektorisasi Ø 60° : suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 6 daerah yang sama besar. Kelebihan
: kemungkinan interferensi kecil
Kekurangan : delay propagasi paling besar Ø 120° : suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 3 daerah yang sama besar. Kelebihan
: delay propagasi lebih kecil
Kekurangan : interferensi lebih mungkin terjadi
2.12. Pengukuran Rho dan EVM Pengukuran Rho dan EVM berguna untuk : 1. Untuk mengevaluasi kualitas transmitter untuk sinyal multi kanal 2. Untuk mendeteksi adanya spreading dan scrambling error. 3. Untuk mendeteksi masalah/problem yang terjadi antara baseband dan RF. 4. Untuk menganalisa berbagai error yang menyebabkan interferensi tinggi pada sinyal.
Gambar 2.22 Error Vector Magnitude
BAB III ALAT UKUR DAN PROSES PENGUKURAN
3.1 Konfigurasi Pengukuran EVM Alat ukur yang digunakan adalah : 1. PSA Series Spectrum Analyzer Spectrum Analyzer ini digunakan khususnya untuk pengukuran Base Transceiver Station (BTS) baik yang bersistem GSM, CDMA dan WCDMA 2. Attenuator Berfungsi untuk meredam output dari BTS, dimana PSA Series Spectrum Analyzer hanya mampu diberikan input +30 dBm (1 Watt) 3. Kabel RF Diplih yang memiliki loss yang kecil. Dalam pengujian ini dipilih kabel dengan Belden tipe yang setelah diukur memiliki loss 0,3 dB pada frekuensi 800 – 900 MHz. 4. Printer PSA Series Spectrum Analyzer dapat langsung diprint karena memiliki port Paralel. Pada pengujian dipilih Merek Hewlett Packard dengan tipe 1200 Series
Gambar 3.1 Konfigurasi Pengujian BTS CDMA Metode Pengujian : 1. Setting alat ukur PSA Series Spectrum Analyzer pada Mode Radio kemudian BTS dan System pada CDMA 2000 2. BTS dalam keadaan mati (off), Port RF Out dihubungkan ke Attenuator sebelum ke PSA Series Spectrum Analyzer. Hal ini dimaksudkan untuk mengamankan PSA Series Spectrum Analyzer.
3. Gunakan kabel RF yang memiliki loss (rugi-rugi) yang kecil. 4. Tekan tombol Mode kemudian pilih cdma 2000 5. Kemudian tekan Mode Setup, Radio, Device pilih switch ke BS. 6. Ubah kanal frekuensi sesuai dengan kanal berapa BTS itu bekerja dengan menekan Center Freq kemudian tuliskan sesuai dengan BTS itu bekerja 7. Kemudian tekan Meas. 8. Pilih parameter yang akan diukur. 3.2 Proses Pengukuran EVM
Gambar 3.2 Proses pengukuran EVM Interleaving adalah untuk mendesain kode-kode bertujuan mengkoreksi terjadinya error burst (multiple burst) atau long burst. Semua symbol-simbol setelah direpetition pada kanal sync, traffic, paging masuk ke blok interleaving. Pada Differential QPSK, serial/dibit converter menghasilkan data I-channel sama dgn bit ganjil dari TXIN dan Q-channel sama dgn bit genap TXIN. Untuk Differential Encoder QPSK, output encoder akan bergantung pada bit output encoder pertama, dengan kemungkinan munculnya bit pertama output encoder adalah: (0, 0), (0, 1), (1, 0) atau (1, 1). Contoh di bawah ini dimisalkan bit output encoder pertama adalah (1, 1):
Encoder I-channel input: Encoder Q-channel input:
1 1 1 0 1 1
1 1
0 0
Encoder I-channel output: 1 0 1 0 Encoder Q-channel output: 1 1 0 1
1 0
1 0
0 0
1 0 • • 1 1 0 1
1 1 • • 0 0
0 1
0 0
1 1
0 1
0 1
1 0
1 1
0 1 • • 0 1 1 1
0 1 • 1 0
Output dari QPSK MOD adalah IF (Intermediate Frequency) Output dari QPSK DECODE adalah bit ideal, kemudian bit-bit ideal tersebut masuk ke blok QPSK Encoder.
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengukuran BTS CDMA Merek Samsung SCS-25T3 4.1.1 Data Pengukuran ke-1
Gambar 4.1 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Samsung SCS-25T3 ( Data Pengukuran ke-1 ) Tabel 4.1 Hasil Pengujian BTS CDMA Merek Samsung ( Data Pengukuran ke-1 ) Frekuensi carrier 881,520 MHz
Rho 0,99197
EVM 9,01 %
Analisa matematikanya adalah : 1 EVM= - 1 ………………………………………………………………….. (4.1)
r
Dari data hasil pengujian diatas dapat dianalisa :
r (Rho) : 0,99197 = 99,197 % EVM= 9,01 =
1
r
-1
1 -1 0,99197
= 1,008095 - 1 = 0,008095 = 0,0899 = 8,99 % Dari data diatas terdapat perbedaan antara data hasil pengujian dengan analisa/perhitungan sebesar 0,02 %.
4.1.2 Data Pengukuran ke-1
Gambar 4.2 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Samsung SCS-25T3 ( Data Pengukuran ke-2 ) Tabel 4.2 Hasil Pengujian BTS CDMA Merek Samsung ( Data Pengukuran ke-2 ) Frekuensi carrier 881,520 MHz
Rho 0,99196
EVM 9,01 %
Analisa matematikanya adalah : 1 EVM= - 1 ………………………………………………………………….. (4.1)
r
Dari data hasil pengujian diatas dapat dianalisa :
r (Rho) : 0,99196 = 99,196 %
1
EVM=
r
9,01 =
-1
1 -1 0,99196
= 1,008105 - 1 = 0,008105 = 0,09002 = 9,002 % Dari data diatas terdapat perbedaan antara data hasil pengujian dengan analisa/perhitungan sebesar 9,002 % - 9,01 % = 0,008 %.
Perhitungan kanal Dari hasil pengujian didapat BTS bekerja pada frekuensi 881,52 MHz, maka Fc
= 870 + n.0,030 ………………………………………………………………(4.2)
881,52 = 870 + n.0,030 11,52 = n.0,030 n = 384 Berarti BTS bekerja pada kanal 384
4.2 Hasil Pengukuran BTS CDMA Merek Huawei Tipe 3606 C 4.2.1 Data Pengukuran ke-1
Gambar 4.3 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Huawei 3606 C ( Data Pengukuran ke-1) Tabel 4.3 Hasil Pengujian BTS CDMA Merek Huawei 3606 C ( Data Pengukuran ke-1) Frekuensi carrier 882,750 MHz
Rho 0,99223
EVM 8,86 %
Analisa matematiknya adalah : 1 EVM= - 1 ………………………………………………………………….. (4.1)
r
Dari data hasil pengujian diatas dapat dianalisa :
r (Rho) : 0,99223 = 99,223 % EVM = 8,86 =
1
r
-1
1 -1 0,99223
= 1,007830 - 1 = 0,007830 = 0,08848 = 8,84 % Dari data diatas terdapat perbedaan antara data hasil pengujian dengan analisa/perhitungan sebesar 0,02 %.
Perhitungan kanal Dari hasil pengujian didapat BTS bekerja pada frekuensi 881,52 MHz, maka Fc
= 870 + n.0,030 ………………………………………………………………(4.2)
882,75 = 870 + n.0,030 12,75 = n.0,030 n = 425 Berarti BTS bekerja pada kanal 425
4.2.1 Data Pengukuran ke-1
Gambar 4.4 Hasil Pengujian EVM BTS CDMA Merek Huawei 3606 C ( Data Pengukuran ke-2) Tabel 4.4 Hasil Pengujian BTS CDMA Merek Huawei 3606 C ( Data Pengukuran ke-2) Frekuensi carrier Rho EVM 882,750 MHz
0,99224
8,85 %
Analisa matematiknya adalah : 1 EVM= - 1 ………………………………………………………………….. (4.1)
r
Dari data hasil pengujian diatas dapat dianalisa :
r (Rho) : 0,99224 = 99,224 %
EVM = 8,85 =
1
r
-1
1 -1 0,99224
= 1,007820 - 1 = 0,007820 = 0,08843 = 8,843 % Dari data diatas terdapat perbedaan antara data hasil pengujian dengan analisa/perhitungan sebesar 8,85 % - 8,843 % = 0,007 %..
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 1. Dari analisa grafis, tidak dapat dibedakan. 2. Dari tinjauan analisis, dihasilkan perbedaan yang sangat kecil (0,02) yang masih dibawah standard yang dipersyaratkan