LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Pemanfaatan Ekstrak Tanaman Rempah Asal Kalimantan Timur sebagai Produk Pengendalian Penyakit Bakterial pada Budidaya Ikan Air Tawar
Dr. ESTI HANDAYANI HARDI NIDN. 0004018003 Dr. WIWIN SUWINARTI NIDN. 0015026905 AGUSTINA, S.Pi, M.Si NIDN. 0004087702
UNIVERSITAS MULAWARMAN NOVEMBER 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL Judul Kegiatan
Tema Isu Strategis Nasional Ketua Peneliti A. Nama Lengkap B. NIDN C. Jabatan Fungsional D. Program Studi E. Nomor HP F. Surel (e-mail) Anggota Peneliti (1) A. Nama Lengkap B. NIDN C. Perguruan Tinggi Anggota Peneliti (2) A. Nama Lengkap B. NIDN C. Perguruan Tinggi Institusi Mitra A. Nama Institusi Mitra B. Alamat C. Penanggung Jawab Lama Penelitian Keseluruhan Penelitian Tahun ke Biaya Penelitian Keseluruhan Biaya Tahun Berjalan Mengetahui Dekan
(Ir. Sulistyawati, M.Si) NIP. 19580412 198203 2 001
: Pemanfaatan ekstrak Tenaman Rempah Asal Kalimantan Timur sebagai Produk Pengendalian Penyakit Bakterial pada Budidaya Ikan Air Tawar : Kesehatan, Penyakit tropis, gizi dan obat-obatan (Health, tropical diseases nutrition dan medicine) : : Dr. Esti Handayani Hardi S.Pi., M.Si : 0004018003 : Lektor Kepala : Budidaya perairan : 0811553981 :
[email protected] : : Agustina, S.Pi., M.Si : 0004087702 : UNIVERSITAS MULAWARMAN : : Dr. Wiwin Suwinarti, S.Hut., M.P : 0015026902 : UNIVERSITAS MULAWARMAN : : Dinas Kelautan dan Perikanan Kutai Kartanegara : Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara : Ardiansyah, S.Pi : 2 Tahun : 1 (satu) : Rp. 176.000.000 : yang diusulkan ke DIKTI Rp. 76.000.000,Samarinda, November 2015 Ketua Peneliti,
(Dr. Esti Handayani Hardi, S.Pi, M.Si) NIP. 19800104 200604 200 3 Menyetujui Ketua lembaga Penelitian
(Prof. Dr. Ir. Mustopa Agung Sardjono) NIP. 19590219 198303 1 003
iii
RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi kandungan bahan antibakterial dan imunostimulan pada tumbuhan rempah yang tumbuh di Kalimantan Timur, yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk penanggulangan (pencegahan dan pengobatan) penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp pada budidaya ikan nila di Kalimantan Timur. Penanggulangan penyakit bakterial dapat dilakukan melalui upaya pencegahan dan pengobatan. Pencegahan dilakukan dengan memberikan imunostimulan dengan target meningkatkan ketahanan tubuh ikan, juga dilakukan dengan memberikan antibakterial pada inang baik melalui injeksi, pakan maupun perendaman dengan tujuan menekan pertumbuhan bakteri dalam tubuh inang. Sebanyak 32 jenis tanaman rempah asal Kalimantan Timur telah diskreening kandungan bahan antibakterialnya terhadap kedua bakteri tersebut, dan hasilnya ada 5 jenis tanaman rempah yang memiliki kemampuan antibakterial diatas 10 mm yaitu terung asam, lempuyang, temu kunci, jeruk pecel, dan asam jawa. Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu : Tahap 1, mencari ekstrak yang memiliki kemampuan antibakterial terbaik terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. secara in vitro, uji dilakukan dengan metode zona hambat. Tahap 2, mencari konsentrasi dan dosis efektif dari ekstrak tanaman rempah yang bersifat antibakterial untuk menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. pada ikan nila secara invitro dengan metode zona hambat dan kultur bersama. Tahap 3, melakukan isolasi bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman yang memiliki kemampuan antibakterial terbaik. Tahap 4, mencari dosis yang efektif dan tidak bersifat toksik terhadap ikan nila melalui uji toksisitas ekstrak. Tahap 5, mencari dosis dan metode pemberian yang paling efektif untuk mencegah infeksi kedua bakteri secara in vivo. Serta Tahap 6, mencari dosis dan metode pemberian yang paling efektif untuk mengobati infeksi bakteri Aeromonas dan Pseudomonas secara in vivo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 ekstrak tanaman rempah yang diuji, 30 ekstrak memiliki antibakterial terhadap A. hydrophila dan 29 ekstrak terhadap Pseudomonas sp. Konsentrasi temu kunci (Boesenbergia pandurata) 600 dan 900 ppm dan lempuyang (Zingiber zerumbet) 200 dan 2000 ppm merupakan konsentrasi antibakterial terbaik terhadap bakteri A. hydrophila sedangkan konsentrasi ekstrak terung asam (Solanum ferox) 400 dan 900 ppm menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp. dari hasil isolasi bahan aktif, diketahui bahwa ekstrak temu kunci mengandung alkaloid, flavonoid dan karbohidrat; terung asam mengandung alkaloid dan karbohidrat dan lempuyang mengandung bahan yang lebih banyak yaitu alkaloid, flavonoid, steroid dan karbohidrat. Konsentrasi temu kunci (Boesenbergia pandurata) 600 ppm, lempuyang (Zingiber zerumbet) 200 ppm dan terung asam (Solanum ferox) 900 ppm merupakan konsentrasi antibakterial terbaik yang aman digunakan pada ikan untuk penelitian selanjutnya. Untuk pencegahan, dosis 600 ppm temu kunci efektif digunakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dengan menggunakan metoda melalui pakan, ekstrak terung asam 900 ppm efektif mencegah Pseudomonas sp. melalui perendaman dan lempuyang 200 ppm efektif untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila melalui pakan. Untuk Pengobatan, dosis 600 ppm temu kunci efektif digunakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila melalui injeksi, ekstrak terung asam 900 ppm efektif mengobati infeksi Pseudomonas sp. melalui pakan dan perendaman dan lempuyang 200 ppm efektif untuk mengobati infeksi bakteri A. hydrophila melalui ketiga metode injeksi, pakan dan perendaman. Kata kunci : antibakterial, imunostimulan, ikan nila,tanaman rempah
iv
PRAKATA Penelitian dengan judul “Pemanfaatan Ekstrak Tanaman Rempah Asal Kalimantan Timur sebagai Produk Pengendalian Penyakit Bakterial pada Budidaya Ikan Air Tawar” merupakan penelitian yang di danai oleh DIKTI melalui Penelitian Kompetitif Nasional Strategis Nasional tahun anggaran 2015/2016. Penelitian ini terlaksana atas bantuan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penelitian ini diharapkan menghasilkan beberapa keluaran seperti artikel yang dapat diterbitkan dalam jurnal internasional dan atau jurnal nasional terakreditasi, buku ajar yang berjudul “Parasit Biota Akuatik dan Penanggulangannya” serta PATEN yang akan dihasilkan pada akhir tahun kedua tentang Esktrak Temu kunci, terung asam dan lempuyang sebagai bahan antibacterial untuk ikan nila. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan, sehingga dibutuhkan saran dan masukan untuk perbaikan penulisan laporan penelitian ini. Samarinda, November 2015
Esti Handayani Hardi
v
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB 1. PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Perumusan Masalah
2
1.3 Lokasi Kegiatan
3
1.4 Output Penelitian
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
4
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
8
3.1 Tujuan penelitian
8
3.2 Manfaat Penelitian
8
BAB 4. METODE PENELITIAN
9
4.1 Persiapan Ikan Uji
9
4.2 Persiapan bakteri uji
9
4.3 Pengumpulan dan identifikasi tanaman
9
4.4 Ekstraksi tanaman
11
4.5 Uji Aktivitas antibakterial
11
4.6 Uji penentuan dosis efektif ekstrak tanaman temu kunci, terung asam dan lempuyang sebagai bahan antibakterial
12
4.7 Uji toksisitas Bahan ekstraksi tanaman rempah
12
vi
4.8 Uji aktivitas imunostimulan dan antibakterial secara in vivo
13
a. Uji Penentuan Dosis Efektif Untuk Pengendalian (Pencegahan dan Pengobatan) Penyakit Bakterial Melalui Metoda Injeksi 13 b. Uji Penentuan Dosis Efektif Untuk Pengendalian (Pencegahan dan Pengobatan) Penyakit Bakterial Melalui Metoda Pakan 14 c. Uji Penentuan Dosis Efektif Untuk Pengendalian (Pencegahan dan Pengobatan) Penyakit Bakterial Melalui Metoda Perendaman 15 4.9 Parameter Penelitian 16 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
18
5.1 Aktivitas antibakterial
18
5.2 Penentuan konsentrasi ekstrak untuk pencegahan dan pengobatan penyakit a. Temu Kunci b. Terung Asam c. lempuyang
21 21 24 25
5.3 Isolasi bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak Temu Kunci, Terung Asam dan Lempuyang
27
5.4 Uji Toksisitas Konsentrasi ekstrak Temu kunci, Terung Asam dan Lempuyang pada ikan nila 28 5.5 Aktivitas imunostimulan dan antibakterial secara in vivo
31
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
51
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
53
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
58
vii
DAFTAR TABEL Gambar
Keterangan
Halaman
4.1
Jenis tanaman rempah yang berasal dari Kalimantan Timur yang digunakan dalam uji aktivitas antibakterial terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
10
4.2
Pengujian toksisitas ekstrak tanaman rempah pada ikan nila
13
4.3
Pengujian kemampuan ekstrak tanaman rempah untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. pada ikan nila
13
5.1
Hasil uji aktivitas antibakterial ekstrak tanaman rempah terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
18
5.2
Hasil analisis fitokimia pada beberapa ektrak etanol tanaman rempah
27
5.3
Perubahan tingkah laku berenang dan nafsu makan ikan nila pada uji coba toksisitas ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang
29
5.4
Patologi anatomi ikan nila pada uji coba toksisitas ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang
30
5.5
Perubahan tingkah laku berenang ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
34
5.6
Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
35
5.7
Perubahan tingkah laku berenang ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode pakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
37
5.8
Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
38
5.9
Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
40
5.10
Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
41
5.11
Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode injeksi untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
43
5.12
Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak
44
viii
temu kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode injeksi untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. 5.13
Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
46
5.14
Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
47
5.15
Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui perendaman untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
49
5.16
Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui perendaman untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
50
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar
Keterangan
Halaman
2.1
Alur pelaksanaan penelitian effectivitas antibakterial beberapa tanaman rempah asal Kalimantan timur
6
4.1
Skema proses ekstraksi tumbuhan rempah tradisional
11
5.1
Aktivitas antibakterial tumbuhan rempah terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. yang menginfeksi ikan nila
19
5.2
Aktivitas antibakterial tumbuhan rempah Temu kunci terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode daya hambat jam ke 18 – 60 jam
22
5.3
Aktivitas antibakterial tumbuhan temu kunci terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode daya hambat pada waktu 24 jam
22
5.4
Aktivitas antibakterial tumbuhan temu kunci terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode kultur bersama masa inkubasi 24 jam
23
5.5
Aktivitas antibakterial tumbuhan terung asam terhadap bakteri Pseudomonas sp. dengan metode daya hambat
24
5.6
Aktivitas antibakterial tumbuhan terung asam terhadap bakteri Pseudomonas sp. dengan metode kultur bersama masa inkubasi 24 jam
25
5.7
Aktivitas antibakterial tumbuhan lempuyang terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode daya hambat pada jam 24 dan 48
26
5.8
Aktivitas antibakterial tumbuhan lempuyang terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode kultur bersama masa inkubasi jam 24
26
5.9
Kematian kumulatif ikan nila pada uji toksisitas ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang
28
5.10
Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
32
5.11
Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melaui metode melalui pakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
36
x
5.12
Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
39
5.13
Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
42
5.14
Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp
45
5.15
Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
48
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Keterangan
Halaman
I
Lampiran Instrumen
58
II
Lampiran Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya
61
III
Publikasi
72
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Tanaman rempah banyak tumbuh di hutan tropikal Indonesia khususnya Kalimantan Timur, sebanyak 80 % ditumbuhi dengan tanaman obat, diduga terdapat 28.000 spesies tanaman obat dimana 1.000 spesies belum diketahui manfaatnya dan belum digunakan di bidang kesehatan (Pramono, 2002). Tanaman rempah seperti daun jambu air, sambiloto, daun jambu monyet, daun kayu salam, sambiloto dan daun brotowali diketahui memiliki kandungan bahan antioksidan yang tinggi (Arung et al., 2009). Sedangkan Kusuma et al. (2009) menguji akifitas anti jamur dari ekstrak daun tanaman bawang tiwai (Eleutherine americana), lamtoro (Leucaena glauca), salam (Eugenia polyantha), waru (Hibiscus tiliaceus), diketahui semua bahan tersebut mampu menghambat pertumbuhan jamur sebesar 35-61%. Penggunaan bahan fitofarmaka untuk penanggulangan penyakit sudah banyak di lakukan dalam perikanan. Penggunaan bahan antibakterial dari jambu biji (Psidium guajava L.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan sirih (Peper betle L.) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila dibuktikan oleh Angka (2005). Penggunaan imunostimulan juga banyak diterapkan dalam budidaya karena imunostimulan membantu meningkatkan resistensi terhadap infeksi penyakit dengan meningkatkan mekanisme pertahanan spesifik dan nonspesifik. Beberapa imunostimulan yang banyak diterapkan dalam akuakultur antara lain glukan (Chen dan Ainsworth, 1992), lactoferrin (Sakai et al., 1993), chitosan (Siwicki et al., 1994), aloe (Kim et al., 1999) dan extracellular products (ECPs) dari Mycobakterium (Chen et al., 1998). Imunostimulan mampu meningkatkan status imunitas ikan dengan cara memacu kerja sel fagosit dan meningkatkan aktivitas lisosom, komplemen dan juga immunoglobulin (Yuan et al., 2007). Budidaya ikan nila di Kalimantan Timur berkembang sangat pesat namun serangan patogen masih menjadi penyebab utama kematian ikan. Dari hasil pengamatan tahun 2011-2013 diketahui bahwa penyebab utama kematian ikan adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Aeromonas sp dan Pseudomonas sp (Hardi dan Pebrianto, 2012). Ikan nila yang terinfeksi menunjukkan gejala eksoptalmia, permukaan tubuh menghitam, dan luka pada organ terinfeksi. Pada awal infeksi ikan tampak
2
berenang lemah, nafsu makan berkurang dan terkadang ikan berenang gasping dan whirling. Penanggulangan penyakit bakterial pada budidaya ikan nila sudah banyak dilakukan namun kejadian penyakit tetap terjadi sepanjang tahun. Penanggulangan penyakit dengan menggunakan bahan alami lebih direkomendasikan karena tidak memiliki efek resisten terhadap suatu penyakit. Penanggulangan penyakit bakterial dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dengan menggunakan tumbuhan tanaman rempah yang mengandung bahan imunostimulan (peningkatan system imunitas ikan) dan tanaman tanaman rempah yang mengandung bahan antibakterial.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai bioscreening bahan bioaktif dari tanaman rempah, kebaruan dari penelitian ini adalah ditemukannya tanaman rempah lokal yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk bahan antibakterial dan imunostimulan yang dapat digunakan secara mudah dan efektif oleh pembudidaya ikan air tawar khususnya ikan nila untuk membantu peningkatan produksi hasil panen. Beberapa hal yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini selain dihasilkan produk antibakterial dan imunotimulan adalah dihasilkan juga publikasi pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi atau jurnal bereputasi internasional. Selain itu juga diharapkan diketahuinya teknologi tepat guna terkait penggunaan bahan dari tanaman rempah yang dimanfaatkan oleh masyarakat pembudidaya. Selanjutnya penelitian ini dapat menghasilkan luaran tambahan berupa: buku ajar terkait mata kuliah parasit dan penyakit biota akuatik, manajemen kesehatan akuakultur dan bioprospektif bahan alam. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas bahan bioaktif dari tanaman rempah asal Kalimantan Timur berupa bahan antibakterial dan imonostimulan yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit bakterial pada budidaya ikan nila. Sasarannya adalah ditemukan bahan alami yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit bakterial sehingga budidaya ikan nila di Kalimantan Timur khususnya dapat berkembang dengan baik dan diperoleh hasil produksi yang optimal.
3
1.3. Lokasi kegiatan Penelitian pada tahun pertama dilakukan secara laboratoris di lingkungan Universitas Mulawarman yaitu laboratorium Mikrobiologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unmul. Waktu pelaksanaan pada tahun pertama dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2015 dengan lama waktu penelitian 8 bulan. Sampel tanaman rempah diambil dari pasar Tradisional di Kalimantan Timur. Bakteri uji yang digunakan (A. hydrophila dan Pseudomonas sp.) yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Perairan, yang di isolasi dari ikan nila yang menunjukkan gejala aeromonasis dan pseudomonasis dari karamba jarring apung di Loa Kulu, Kutai Kartanegara, dan ikan uji yang digunakan adalah ikan nila berukuran berkisal 15 gram/ekor.
1.4. Output Penelitian Beberapa keluaran yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah: 1. Menghasilkan PATEN bahan alami yang memiliki kemampuan antibakterial dan imunostimulan bagi ikan air tawar. 2. Menghasilkan contoh produk yang dapat digunakan dalam budidaya ikan air tawar 3. Hasil penelitian dapat di publish di jurnal nasional akreditasi atau jurnal internasional 4. Selain itu juga akan dihasilkan bahan ajar untuk mata kuliah khusunya Bioteknologi Akuakultur.
4
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Effektivitas Antibakterial Beberapa Tanaman Rempah Asal Kalimantan Timur, pada Budidaya Ikan Nila di Kalimantan Timur ini sangat penting untuk dilakukan karena serangan patogen bakterial pada budidaya ikan nila terjadi sepanjang tahun terutama pada musim penghujan dan dapat menyebabkan kematian lebih dari 75%, sehingga penanggulangan penyakit bakterial harus segera dilakukan. Pemanfaatan tanaman rempah yang tumbuh di daerah lokal untuk menanggulangi serangan penyakit pada system budidaya sangat direkomendasikan karena tidak memiliki efek resistensi terhadap suatu obat dari bahan kimia nantinya. Penelitian ini merupakan lanjutan dan pendalaman penelitian terkait penanggulangan penyakit bakterial pada budidaya ikan nila di Loa Kulu Kutai Kartanegara.
Laboratorium Mikrobiologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Mulawarman berhasil mengisolasi isolat bakteri Aeromonas sp dan Pseudomonas sp, yang bersifat patogen pada ikan nila (Hardi dan Pebrianto, 2012). Rencananya penelitian ini akan dilakukan dalam dua tahun, yang terdiri dari serangkaian penelitian dengan tujuan yang saling berkaitan. Tahun pertama dilakukan untuk mengetahui potensi aktivitas antibakterial dan imunostimulan dari beberapa ekstrak tanaman rempah yang dimanfaatkan untuk pengendalian penyakit bakterial pada budidaya ikan nila secara laboratorium. Pada tahun pertama akan dikaji kandungan bahan antibakterial dari ekstrak 32 jenis tanaman rempah, 3–5 jenis ekstrak dengan hasil terbaik akan diuji secara invivo baik tingkat toksisitasnya maupun tingkat proteksinya dengan berbagai metode yaitu injeksi, melalui pakan dan melalui perendaman. Pada tahun kedua akan dilakukan pengujian terkait cara pengemasan dan penyimpanan produk terhadap aktivitas antibakterial dan imunostimulan dari ekstrak tanaman rempah. Penyimpanan dilakukan dalam botol plastik, kaca dan disimpan pada suhu ruang dan pada suhu 4 oC selama 1, 2, 3, dan 4 minggu. Hasil terbaik akan diuji secara langsung di karamba budidaya ikan nila di Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Tahapan pertama yaitu menguji efektivitas antibakterial berbagai konsentrasi ekstrak tanaman rempah terung asam, lempuyang, temu kunci, jeruk pecel, dan asam jawa secara in vitro terhadap bakteri Aeromonas dan Pseudomonas sp. Dilanjutkan dengan uji toksisitas konsentrasi dari masing-masing tanaman rempah yang memiliki diameter zona hambat terbesar. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa kandungan
5
dan konsentrasi bahan alami yang digunakan aman (tidak menyebabkan ikan sakit dan atau mati) untuk biota budidaya. Tahapan ketiga adalah melakukan pengujian secara in vivo pada ikan nila, berupa pengujian pencegahan (peningkatan komponen system imun dan kemampuan mencegah infeksi kedua bakteri yang diberikan melalui penginjeksian) dan pengobatan pasca infeksi. Tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian secara in vivo pada ikan nila, berupa pengujian peningkatan komponen system imun dan kemampuan mencegah infeksi kedua bakteri yang diberikan melalui pakan dan melalui perendaman. Pada Tahun kedua akan dilakukan pengujian terkait penyimpanan bahan aktif dan efektifitas bahan aktif.
Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui teknik
penyimpanan bahan yang paling baik sehingga nantinya dihasilkan produk yang benarbenar siap untuk dipasarkan kepada pembudidaya ikan. Penyimpanan dilakukan dengan berbagai metode dan diujii efektivitas antibakterial dan imunostimulan pada ikan nila. Selanjutnya pengujian dilakukan secara langsung pada karamba budidaya ikan nila di Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pelaksanaan penelitian secara keseluruhan dan skematis disajikan pada Gambar 2.1,
yang merupakan
penelitian secara
permasalahan secara menyeluruh dan jelas.
laboratorium
untuk
menggambarkan
6
EKSTRAKSI DAUN TANAMAN REMPAH Ekstraksi dengan menggunakan etanol, konsentrasi ekstrak: 500 dan 600ppm
UJI AKTIVITAS ANTIBACTERIAL 32 EKSTRAK TANAMAN Metode Agar Disc Diffusion
PENENTUAN DOSIS EFEKTIF EKSTRAK TANAMAN SEBAGAI BAHAN ANTIBACTERIAL
Temu kunci, terung asam dan lempuyang: Metode Agar Disc Diffusion dan kultur bersama
ISOLASI BAHAN AKTTIF Ekstrak Temu Kunci, Terung Asam dan Lempuyang
DENGAN SDS-PAGE
UJI TOKSISITAS BAHAN HASIL EKSTRAKSI Perubahan tingkah laku berenang, perubahan patologi anatomi organ dalam dan luar, gambaran darah dan kematian ikan DENGAN SDS-PAGE
UJI KANDUNGAN MUNOSTIMULAN DAN ANTIBAKTERIAL Secara In Vivo (Melalui injeksi, pakan dan perendaman) TAHUN PERTAMA
UJI PENCEGAHAN INFEKSI
UJI PENGOBATAN INFEKSI
DENGAN SDS-PAGE PUNGUJIAN PENYIMPANAN/PENGEMASAN BAHAN AKTIF DAN EFEKTIVITAS PROTEKSI
TAHUN KEDUA
UJI KEMAMPUAN MUNOSTIMULAN DAN ANTIBAKTERIAL Secara In Vivo (Melalui pakan dan perendaman) di Lapangan (dalam KJA)
PRODUK IMUNOSTIMULAN DAN ANTIBAKTERIAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI bakteri Aeromonas sp dan Pseudomonas
Gambar 2.1
sp
Alur pelaksanaan penelitian Effektivitas Antibakterial Beberapa Tanaman Rempah Asal Kalimantan Timur
7
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan suatu produk yang dapat digunakan secara langsung oleh pembudidaya ikan nila di Kalimantan Timur khususnya dan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia umumnya untuk mencegah penyakit bakterial agar budidaya dapat berlangsung terus menerus dengan adanya peningkatan produksi. Mitra yang terlibat dalam penelitian ini adalah laboratorium Mikrobiologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul, Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unmul, Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Dinas Kelautan dan Perikanan Kutai Kartanegara, Balai Benih Perikanan Tawar Sebulu Kutai Kartanegara dan pembudidaya ikan nila di Loa Kulu, Loa Janan kabupaten Kutai Kartanegara. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diproduksi oleh Unmul bekerja sama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kutai Kartanegara untuk didistribusikan kepada pembudidaya Ikan nila di Kalimantan Timur. Dinas Kelautan dan Peikanan terlibat dalam penelitian Effektivitas Antibakterial Beberapa Tanaman Rempah Asal Kalimantan Timur dalam hal :
Membantu menyiapkan ikan sampel (1500 ekor) yang akan digunakanan dalam uji invivo.
Menjebatani antara peneliti dan masyarakat pembudidaya dalam hal pengumpulan informasi masalah yang terjadi dalam budidaya ikan air tawar
Menyiapkan karamba jarring apung yang akan digunakan untuk pengujian hasil penelitian di lahan budidaya secara langsung.
Membantu menyebarkan informasi kepada pembudidaya terkait produk yang dihasilkan dari penalitian ini.
8
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1
Tujuan Penelitian Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk
imunostimulan dan antibakterial alami untuk menanggulangi infeksi bakterial pada budidaya ikan nila yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Untuk mencapai tujuan besar tersebut perlu dilakukan beberapa tahapan penelitian dengan tujuan antara lain : 1. Diketahui ekstrak yang memiliki kemampuan antibakterial terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. secara in vitro. 2. Diketahui konsentrasi dan dosis efektif dari ekstrak tanaman rempah yang bersifat Antibakterial untuk menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas pada ikan nila secara invitro. 3. Mengetahui jenis bahan aktif yang terkandung di dalam ektrak yang memiliki kemampuan antibakterial terbaik terhadap A. hydrophila dan Pseudomonas. 4. Diketahui dosis yang efektif dan tidak bersifat toksik terhadap ikan nila. 5. Ditemukan dosis dan metode pemberian yang paling efektif untuk mencegah infeksi bakteri Aeromonas dan Pseudomonas secara in vivo. 6. Ditemukan dosis dan metode pemberian yang paling efektif untuk mengobati infeksi bakteri Aeromonas dan Pseudomonas secara in vivo.
3.2
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya produk yang mudah digunakan,
mudah diperoleh, murah harganya dan memiliki tingkat proteksi yang tinggi terhadap infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. yang menginfeksi ikan nila yang dapat menjadi pilihan para pembudidaya di Kalimantan Timur khususnya.
9
BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Oktober 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Namun untuk ekstraksi tanaman rempah dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu, Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu :
4.1
Persiapan Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila yang berasal dari Balai Benih
Perikanan Tawar Sebulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Ikan yang digunakan berukuran ±15g yang sebelumnya dikarantina dan diisolasi selama 5 hari untuk meyakinkan bahwa ikan yang digunakan tidak membawa penyakit bakterial.
4.2
Persiapan Bakteri uji Bakteri yang digunakan adalah bakteri Aeromonas hydrophila (EA-01) dan
Pseudomonas sp. (EP-01) yang diperoleh dari ikan nila yang mengalami sakit dan mati di Loa Kulu Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Sebelum bakteri digunakan, bakteri terlebih dahulu dilakukan uji Postulat Koch untuk mempertahankan tingkat keganasan bakteri pada inang. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui dampak dari infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas pada ikan nila, ini sebagai upaya untuk meyakini bahwa perubahan yang terjadi baik perubahan tingkah laku maupun patologi anatomi organ luar dan organ dalam ikan nila disebabkan oleh kedua bakteri ini. Ikan yang digunakan dalam percobaan ini berjumlah 5 ekor untuk setiap bakteri. dinjeksi dengan masing-masing bakteri dengan kepadatan 10
11
Ikan
CFU/ml sebanyak 0.2
ml/ekor, penginjeksian dilakukan melalui intraperitonial. Beberapa parameter yang diamati yaitu perubahan tingkah laku berenang, perubahan anatomi organ luar dan organ dalam secara makroskopis serta pengamatan kematian ikan.
Pengamatan
parameter dilakukan setiap 24 jam pasca injeksi hingga jam ke-120 (hari ke 5).
4.3
Pengumpulan dan Identifikasi Tanaman Sampel tumbuhan rempah tradisional dikumpulkan dari beberapa pasar
tradisional di Samarinda. Pemilihan jenis tumbuhan yang dikumpulkan terutama
10
berbasis pada informasi etnobotani oleh masyarakat lokal, khususnya jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai rempah dan aromatik dalam masakan, pengawet pangan, pewangi dan informasi lainnya. Konfirmasi identitas jenis dilakukan oleh staf pengenal jenis dari Fakultas Kehutanan dan dikonfirmasi di Balai Penelitian Perbenihan, Samboja. Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu, Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Beberapa jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Jenis tanaman rempah yang berasal dari Kalimantan Timur yang digunakan dalam uji aktivitas antibakterial terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Jenis Tanaman Rempah Nama Indonesia Nama Latin Cengkeh Syzygium aromaticum Daun Kunyit Curcuma domestica Terong Asam Solanum ferox Temu Giring Curcuma heyneana Kapulaga Amomum compactum Kemangi Ocimum sanctum Asam Jawa Tamarindus indica Temu Kunci Boesenbergia pandurata Lengkuas Alpinia galanga (L.) Sw. Lempuyang Zingiber zerumbet Linn Lada Hitam Piper nigrum L. Jintan Putih Cuminum cyminum Kecombrang Etlingera elatior Ketumbar Coriandrum sativum Kencur Kaempferia galanga L Jahe Merah Zingiber officinale var Biji Pala Myristica fragrans Bunga Sisir Illicium verum Kunyit Curcuma longa Merica Piper nigrum Kalabat Trigonella foenum-graecum Daun Jeruk Purut leaf Citrus × hystrix Kayu Manis Cinnamomum verum Selasih Ocimum Sereh Cymbopogon citrates Adas Foeniculum vulgare Daun Pandan Pandanus amaryllifolius Jeruk Pecel Citrus × hystrix Temu Ireng Curcuma aeruginosa Sereh Wangi Cymbopogon citrates Kluwek Artocarpus camansi Jinten Hitam Nigella sativa
11
4.4
Ektraksi Tanaman Sampel tumbuhan yang diteliti (Tabel 3.1) dibuat serbuk simplisia dengan
menggunakan blender kering sehingga menjadi serbuk sampel. Setelah itu, sampel dikeringkan dalam ruangan dengan suhu konstan. Setelah kering maka sampel diserbuk dengan menggunakan blender dan siap untuk di ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan cara merendam 100 g sampel dengan etanol dalam tabung Erlenmeyer. Sampel selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan shaker selama 48 jam pada suhu kamar. Setelah itu larutan ekstrak disaring dan dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga didapatkan ekstrak kasar. Alur proses ekstraksi sampel tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Serbuk Sampel
Shaker (2 x 24 jam) Ekstrak Etanol Cair Disaring kemudian dievaporasi pada suhu 30°-40°C Ekstrak Pekat
Vakum oven (2 x 24 jam) Ekstrak Kasar
Gambar 4.1
4.5
Skema Proses Ekstraksi Tumbuhan Rempah Tradisional
Uji Aktivitas Antibakterial Pengujian dilakukan melalui uji daya hambat secara in vitro dari bahan ekstraksi
dengan Disc Diffusion Assay (Dulger dan Gonuz, 2004). Konsentrasi ekstrak yang digunakan berkisar antara 500 – 800 ppm, selanjutnya masing-masing bahan ekstrak dilakukan uji hambat terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. dengan prosedur sebagai berikut : a) Konsentrasi ekstrak tanaman rempah masing-masing diteteskan pada kertas widman steril sebanyak 25 µm, selanjutnya diletakkan diatas media yang telah
12
berisi biakan bakteri pada media TSA (Triptic Soy Broth), selanjutnya biakan bakteri yang telah berisi kertas cakram diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 o
C.
b) Pengamatan zona bening dilakukan pada jam ke 24 dan 48 dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk dalam mm. c) Evaluasi zona bening yang terbentuk.
4.6
Uji penentuan dosis efektif ekstrak tanaman Temu kunci, terung asam dan lempuyang sebagai bahan antibakterial Pengujian dilakukan untuk mengetahui dosis secara tepat yang efektif dari ketiga
ekstrak yaitu temu kunci (Boesenbergia pandurata), terung asam (Solanum ferox), dan lempuyang (Zingiber zerumbet). Ketiga ekstrak tanaman tersebut dipilih karena memiliki zona hambat yang luas untuk masing-masing bakteri, pengujian dilakukan dengan dua metode yaitu metode Diffusion Assay method (Dulger and Gonuz, 2004) dan metode kultur bersama.
Konsentrasi yang digunakan adalah 100-6000 ppm
Boesenbergia pandurata dan Solanum ferox serta 25 -1000 ppm ekstrak Zingiber zerumbet. Ketiga ekstrak tersebut dipilih karena selain memiliki kemampuan antibakterial yang tinggi, ketiga bahan tersebut murah, mudah diperoleh, dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai obat-obat tradisional untuk budidaya ikan air tawar.
4.7
Uji Toksisitas Bahan Ekstraksi Tanaman Rempah Ikan yang digunakan dalam percobaan ini berjumlah 10 ekor perakuarium,
dimana setiap perlakuan di ulang sebanyak tiga kali. Konsentrasi yang akan diuji pada tahapan ini adalah dua konsentrasi dari tanaman rempah terbaik (memiliki diameter zona hambat terlebar) dari masing-masing tanaman. Dalam pelaksanaan tahapan uji toksisitas bahan ekstraksi tanaman rempah dilakukan pengukuran beberapa parameter yaitu perubahan tingkah laku, tingkah laku makan, perubahan anatomi organ luar dan organ dalam secara makroskopis, serta pengamatan kematian ikan. Uji toksisitas dilakukan untuk memastikan keamanan bahan bioaktif yang terkandung di dalam tanaman rempah bagi ikan nila. Ekstrak tanaman rempah
13
diinjeksikan sebanyak 0.1 mL/ekor melalui intraperitoneal. Ikan dipelihara selama 5 hari dan dilakukan pengamatan kematian ikan, perubahan tingkah laku dan patologi anatomi organ luar setiap 24 jam hingga hari ke 5. Pengujian toksisitas dilakukan menggunakan 2 konsentrasi masing-masing pada ikan nila untuk mengetahui tingkat keamanan bahan ekstrak terhadap ikan nila.
Tabel 4.2 Pengujian toksisitas ekstrak tanaman rempah pada ikan nila
4.8
Perlakuan
Ekstrak Tanaman Rempah
Konsentrasi (PPM)
1
Temu Kunci
600
2
Temu Kunci
900
3
Terung Asam
400
4
Terung Asam
900
5
Lempuyang
200
6
Lempuyang
2000
7
Kontrol
NaCl Fisiologis
Uji aktivitas imunostimulan dan antibakterial secara in vivo a. Uji Penentuan Dosis Efektif Untuk Pengendalian (Pencegahan dan Pengobatan) Penyakit Bakterial Melalui Metoda Injeksi Pengujian pengendalian penyakit bakterial yang disebabkan oleh A. hydrophila
dan Pseudomonas sp. baik pencegahan maupun pengobatan menggunakan dosis zona hambat terbesar dari uji in vitro, yaitu temu kunci 600 ppm, terung asam 900 ppm dan lempuyang 200 ppm. Pengujian pencegahan, ikan uji diinjeksi melalui intraperitonial dengan dosis 0.1 mL/ekor masing-masing konsentrasi ekstrak dan dipelihara selama 7 hari, kemudian hari ke-8 disuntik dengan bakteri uji 1010 CFU/ml sebanyak 0.1 mL/ekor yang diinjeksi melalui intramuscular kemudian diamati hingga hari ke 14.
Secara
terperinci dijabarkan pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Pengujian kemampuan ekstrak tanaman rempah untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. pada ikan nila Perlakuan
Ekstrak Rempah
Konsentrasi (ppm)
1
Temu Kunci
600
Uji Tantang A. hydrophila
14
2
Terung Asam
900
Pseudomonas sp.
3
Lempuyang
200
A. hydrophila
4
Kontrol
NaCl Fisiologis
A. hydrophila
5
Kontrol
NaCl Fisiologis
Pseudomonas sp.
Pengujian pengobatan dilakukan dengan dosis yang sama dengan uji pencegahan hanya injeksi dengan bakteri uji dilakukan diawal melalui intramuscular sebanyak 0.1 mL/ekor kepadatan bakteri 1010 CFU/mL pada D1 dan ditunggu hingga hari ke 7, kemudian pada hari ke 8 dilakukan pengobatan menggunakan ekstrak melalui injeksi intraperitonial. Rangkaian percobaan pengobatan diuraikan sebagai berikut: Perlakuan :
Ikan uji disuntik secara intramuscular dengan bakteri uji sebanyak 0.1 ml, diamati selama 7 hari kemudian hari ke-8 disuntik dengan ekstrak dan diamati hingga 14 hari.
Kontrol
:
Ikan uji disuntik secara intramuscular dengan bakteri uji sebanyak 0.1 ml, diamati selama 7 hari selanjutnya disuntik dengan PBS pada hari ke 8 dan dilakukan pengamatan hingga hari ke 14 hari.
b. Uji Penentuan Dosis Efektif Untuk Pengendalian (Pencegahan dan Pengobatan) Penyakit Bakterial Melalui Metoda Pakan Tahap ini diawali dilakukan dengan mencampur ekstrak tanaman rempah pada pakan ikan komersil dengan konsentrasi masing-masing bahan, yaitu temu kunci 600 ppm, terung asam 900 ppm dan lempuyang 200 ppm, pencampuran diberikan sebanyak 2 % dari jumlah pakan yang diberikan. Sebelum dicampur dengan pakan, masingmasing konsentrasi ekstrak ditambahkan kuning telur sebanyak 2 % dari bahan ekstrak, setelah tercampur baru ditambahkan pada pakan pellet. Pakan yang telah tercampur ekstrak harus segera diberikan pada ikan maksimal 8 jam setelah pencampuran. Uji pencegahan dengan metode pakan dilakukan dengan memberikan pakan sebanyak 2 kali per hari secara ad satiation, pemberian pakan yang dicampur dengan ekstrak diberikan selama 7 hari dan hari ke 8, diuji tantang dengan cara diinjeksi dengan bakteri patogen melalui intramuscular dan selanjutnya diamati hingga hari ke 14. Skema percobaan dijabarkan di bawah ini.
15
Perlakuan
: Ikan diberi pakan PK yang tlah dicampur dengan masing-masing ekstrak tanaman hingga hari ke 7 (2x sehari), selanjutnya pada hari ke 8 diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
kontrol
: Ikan diberi pakan komersil biasa hingga hari ke 7 (2x sehari), selanjutnya pada hari ke 8 diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
Proses pencampuran ekstrak fitofarmaka dengan pakan dilakukan dengan urutan sebagai berikut : Pakan komersil + 2 % Ekstrak + 2 % kuning telur -------- pencampuran dengan pakan------ dikeringanginkan ------disimpan hingga diberikan pada ikan (masa penyimpanan tidak boleh lebih dari 6 jam). Uji pengobatan dilakukan dengan dosis yang sama, hanya infeksi kedua bakteri dilakukan diawal (D1) kemudian pada hari ke 8 di beri pakan yang telah dicampur dengan fitofarmaka hingga hari ke 14.
c. Uji Penentuan Dosis Efektif Untuk Pengendalian (Pencegahan dan Pengobatan) Penyakit Bakterial Melalui Metoda Perendaman Dosis yang digunakan sama dengan dosis pada 2 metode sebelumnya. Tahap ini diawali dilakukan dengan membuat larutan dalam 1 liter air dengan konsentrasi bahan ekstrak masing-masing, yaitu temu kunci 600 ppm, terung asam 900 ppm dan lempuyang 200 ppm. Pengujian pencegahan dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan ekstrak selama 30 menit kemudian selanjutnya ikan dimasukkan ke dalam akuarium uji, ditunggu hingga hari ke 7. Selanjutnya pada hari ke 8 diinjeksi melalui intramuscular dengan masing-masing bakteri uji kepadatan 1010 CFU/mL selanjutnya dimasukkan ke dalam akuarium uji hingga hari ke 14. Kontrol
:
Ikan direndam dengan larutan NaCl fisiologis selama 30 menit dan dimasukkan dalam akuarium uji dipelihara hingga hari ke 7. selanjutnya ikan diinjeksi dengan bakteri A. hydrophila atau Pseudomonas sp. pada hari ke 8.
16
Perlakuan :
Ikan direndam dengan larutan ekstrak dengan konsentrasi masing-masing selama 30 menit dan dimasukkan dalam akuarium uji dipelihara hingga hari ke 7. selanjutnya ikan diinjeksi dengan bakteri A. hydrophila atau Pseudomonas sp. pada hari ke 8.
Uji pengobatan dilakukan dengan mengginjeksi ikan uji dengan bakteri A. hydrophila
atau
Pseudomonas
sp.
dengan
kepadatan
1010CFU/mL
melalui
intramuscular dan diamati hingga hari ke 7. Kemudian pada hari ke 8 ikan direndam dengan ekstrak rempah dengan konsentrasi masing-masing selama 30 menit, selanjutnya di pelihara kembali hingga hari ke 14.
4.9
Parameter Penelitian Parameter yang diukur dalam setiap tahapan berbeda, sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Perubahan tingkah laku berenang dan nafsu makan yang diamati berupa: berenang gasping, lemah, agresif dan penurunan nafsu makan. Pengamatan dilakukan selama 5 menit dimulai D1 hingga D14. 2. Patologi anatomi organ luar ikan. Perubahan yang diamati pada anatomi luar berupa kondisi mata (eksoptalmia), warna tubuh, sirip gripis. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai D1 hingga D14. 3. Pengamatan gambaran darah diawali dengan pengambilan darah ikan dengan jarum
suntik dari vena caudalis.
Pengukuran parameter gambaran darah antara lain
diferensial leukosit, total leukosit serta total eritrosit dilakukan mengikuti prosedur
Blaxhall dan Daisley (1973). Pengamatan dilakukan pada D0, D7, dan D14. 4. Pengukuran patologi klinik darah : kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli
dengan Sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake, 1977), kadar hematokrit diukur menurut metode Anderson dan Siwicki (1995); kadar glukosa darah juga diamati dalam setiap perlakuan, mengikuti metoda Wedemeyer dan Yasutake (1977). Pengamatan dilakukan pada D0, D7, dan D14. 5. Kematian kumulatif (KM) dihitung dengan menjumlahkan setiap ikan yang mati dari hari ke hari dengan rumus :
17
𝐾𝑀 (𝐷𝑛) =
jumlah ikan yang mati pada Dn 𝑋 100 jumlah ikan diawal penelitian
18
BAB 5. 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas antibacterial dari tanaman rempah Hasil pengujian secara invitro terhadap 32 jenis tumbuhan rempah tradisional
asal Kalimantan Timur yang telah dilakukan, di jabarkan dalam Gambar 5.1. Sebagai kontrol digunakan antibiotik tetrasiklin dan akuades. Tabel 5.1 Hasil uji aktivitas antibakterial ekstrak tanaman rempah terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Ekstrak Tanaman Rempah Indonesia Latin Tetrasiklin Phzer® Cengkeh Syzygium aromaticum Daun Kunyit Curcuma domestica Terong Asam Solanum ferox Temu Giring Curcuma heyneana Kapulaga Amomum compactum Kemangi Ocimum sanctum Asam Jawa Tamarindus indica Temu Kunci Boesenbergia pandurata Lengkuas Alpinia galanga (L.) Sw. Lempuyang Zingiber zerumbet Linn Lada Hitam Piper nigrum L. Jintan Putih Cuminum cyminum Kecombrang Etlingera elatior Ketumbar Coriandrum sativum Kencur Kaempferia galanga L Jahe Merah Zingiber officinale var Biji Pala Myristica fragrans Bunga Sisir Illicium verum Kunyit Curcuma longa Merica Piper nigrum Kalabat Trigonella foenum-graecum Daun Jeruk Purut leaf Citrus × hystrix Kayu Manis Cinnamomum verum Selasih Ocimum Sereh Cymbopogon citratus Adas Foeniculum vulgare Daun Pandan Pandanus amaryllifolius Jeruk Pecel Citrus × hystrix Temu Ireng Curcuma aeruginosa Sereh Wangi Cymbopogon citrates Kluwek Artocarpus camansi Jinten Hitam Nigella sativa
Konsentrasi (ppm) 500 500.5 511 503 506 503.5 514 529.5 525 600 500 521 511 518 500 584.5 526 520.5 600 525 526 504 502 521 512 522.5 521 518 504 512 526.5 519.5 546
Tanaman rempah yang digunakan semua berasal dari pasar tradisional di sekitar Kota Samarinda. Hasil pengujian menunjukkan hampir ke 32 ekstrak tanaman rempah
19
mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen baik A. hydrophila maupun
Diameter Zona Hambat (mm)
Pseudomonas sp. secara terperinci dijabarkan pada Gambar 5.1 berikut.
40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Pseudomonas sp. A. hydrophila
Jenis Tanaman Rempah
Gambar 5.1
Aktivitas antibakterial tumbuhan rempah terhadap bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. yang menginfeksi ikan nila.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dari 32 jenis tumbuhan rempah yang diujikan 30 jenis memiliki kemampuan antibakterial terhadap bakteri A. hydrophila dan 29 jenis terhadap bakteri Pseudomonas sp. dengan tingkatan yang berbeda. Sepuluh jenis tumbuhan rempah yang memiliki aktivitas bakterial terhadap kedua bakteri berturutturut dimiliki oleh tanaman jinten hitam, bunga sisir, asam jawa, jeruk pecel, terong asam, temu kunci, cengkeh, kunyit, merica dan lempuyang. Tumbuhan temukunci sangat baik kandungan antibakterialnya terhadap A. hydrophila
dan kurang baik
terhadap Pseudomonas sp. Begitu pula dengan selasih memiliki bahan yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri A. hydrophila namun tidak bagi Pseudomonas sp. Jenis tumbuhan bunga sisir, terong asam dan jeruk pecel memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan kedua jenis bakteri yang hampir sama.
Kemampuan
menghambat pertumbuhan kedua bakteri diduga karena ekstrak tanaman tersebut mengandung sterol, hydroxychavicol, eugenol dan phenolic compounds (Pelczar et al. 1993 dan Pauli, 2002). Selain itu, bahan kimia lain seperti fatty acid (stearic acid dan palmitic acid) dan hydroxyl fatty acids esters (hydroxyl esters, palmitic dan myristic acids) juga diketahui memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (Liao et al., 1999 dan Bhattacharya et al., 2007). Sedangkan menurut Hayes dan Berkovitz
20
(1979), bahan fatty acids dapat merusak dinding permukaan bakteri dan jamur khususnya yang tumbuh pada suhu rendah. Fatty acids dipercaya merusak stuktur dan fungsi dari dinding dan membrane sel bakteri (Hayes, 1979). Hasil penelitian yang dilakukan Haniffa dan Kavitha (2012) menunjukkan bahwa golongan Lamiaceae seperti C. aromaticus, Mentha arvensis dan Leucasaspera membentuk zona hambat berkisar 10.33 mm, 9.67 mm, dan 9.33 mm sedangkan T. divaricata dari tanaman Apocynaceae menunjukkan zona hambat 7.33 mm, Catharanthus roseus 9.67 mm dan Rauvolfia tetraphylla 9.33 mm. Keseluruhan hasil uji menunjukkan bahwa C. aromaticus paling efektif untuk menghambat pertumbuhan A. hydrophila. Jika dibandingkan dengan ke 32 jenis ekstrak tanaman rempah terdapat 12 jenis tanaman rempah yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila dengan zona hambat ≥ 10 mm antara lain cengkeh, terong asam, kapulaga, asam jawa, temu kunci, lempuyang, bunga sisir, merica, kalabat, jeruk pecel, temu ireng, dan jinten hitam. Sebanyak 6 jenis tanaman herbal yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp. yaitu terung asam, asam jawa, bunga sisir kunyit, jeruk pecel, dan jinten hitam. Pada umumnya, masing-masing ekstrak dari tanaman herbal ini menunjukkan aktivitas yang beragam hal ini disebabkan oleh kandungan bahan yang ada di dalam ekstrak. Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Kolanjinathan et al. (2009) menunjukkan bahwa crude ekstrak dengan menggunakan etanol dari rumput laut menunjukkan aktivitas antibakterial yang berbeda terhadap bakteri Escherichia coli, Enterobacter
aerogenes,
Staphylococcus
aureus,
Pseudomonas
aeruginosa,
Streptococcus faecalis dan Bacillus cereus. Hasil pengujian Gracilaria edulis menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan semua bakteri uji kecuali Bacillus cereus dan Enterobacter aerogenes. Sedangkan ekstrak dari Calorpha peltada terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram negative dan positif seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Streptococcus faecalis. Ekstrak Hydroclothres sp. mampu menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Hasil pengujian aktivitas antibakterial tanaman tradisional memang sangat bervariasi tidak seperti penggunaan antibiotik, dimana hasilnya cenderung konstan pada sat pengujian dengan bakteri. Aktivitas antibakterial tertinggi terkandung dalam tanaman jinten hitam mencapai 20 mm terhadap bakteri Pseudomonas dan 23 mm terhadap
21
bakteri Aeromonas. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Babuselvam et al. (2012) hasil pengujian secara invitro ekstrak Rhizophora mucronata dan Salichornia brachiata menggunakan ethanol terhadap bakteri pathogen pada udang seperti Vibrio harveyi, Vibrio vulnificus, Vibrio alginolyticus, Vibrio anginllarum dan Vibrio lohi dan bakteri pathogen pada ikan seperti Bacillus subtilis, Serratia sp., Aeromonas hydrophila, Vibrio harveyi dan Vibrio parahaemolyticus menunjukkan hasil yang berbeda. Ekstrak Salichornia brachiata memiliki aktivitas menghambat bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak Rhizophora mucronata, yaitu Vibrio alginolyticus (14 mm) dan Vibrio parahaemolyticus (15 mm). Keberagaman hasil pengujian aktivitas antibakterial ini sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan dalam masing-masing tanaman. Namun secara keseluruhan hasil pengujian ini dapat ditindaklanjuti secara invitro.
5.2
a.
Penentuan konsentrasi ekstrak untuk pencegahan dan pengobatan penyakit bakterial dari ekstrak Temu Kunci, Terung Asam dan Lempuyang
Temu Kunci Hasil pengujian secara in vitro beberapa konsentrasi ekstrak temu kunci terhadap
bakteri A. hydrophila menunjukkan hasil penghambatan yang beragam.
Namun
umumnya konsentrasi yang diujikan mampu menghambat pertumbuhan kedua bakteri. Berdasarkan uji in vitro dengan menggunakan uji hambat konsentrasi terbaik adalah 800 dan 900 ppm. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.2 Berikut.
22
sensitif
12
Intermediet
10
Resisten
8
Jam ke- 18 Jam ke- 24
6
Jam ke- 36
4
Jam ke- 48 Jam ke- 60
2 0 K+
K-
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000
Konsentrasi Ekstrak
Gambar 5.2
Aktivitas antibakterial tumbuhan rempah Temu kunci terhadap bakteri
Aeromonas hydropila dengan metode daya hambat jam ke 18 – 60 jam
Konsentrasi 800 dan 900 ppm merupakan konsentrasi dengan zona hambat terluas berkisar 11 – 13 mm yang digolongkan kelompok intermediet, konsentrasi ini juga berpeluang untuk digunakan sebagai bahan antibakterial dan imunostimulan pada ikan.
Diameter Zona Hambat (mm)
Diameter Zona Hambat (mm)
14
25 20 15 10 5 0
Konsentrasi Temu Kunci (ppm)
Gambar 5.3
konsentrasi bahan
Aktivitas antibakterial tumbuhan temu kunci terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode daya hambat pada waktu 24 jam
23
Gambar 5.2 dan 5.3 menunjukkan bahwa hingga jam ke 60 masa inkubasi, kemampuan antibakterial dari ekstrak temu kunci relatif tetap sehingga, hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan antibakterial dari ektrak temu kunci ini relatif kuat dan bertahan lama sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam budidaya ikan air tawar. Selain menggunakan metode daya hambat, metode kultur bersama sel bakteri dengan ekstrak tanaman rempah juga dilakukan, tujuannya juga untuk mengetahui kemampuan antibakterial dari bahan, perbedaan metoda ini terkait dengan pengaplikasian pengobatan pada ikan sehingga perlu dilakukan pengujian dengan metode yang berbeda. Hasil aktivitas bakterial dengan metode kultur bersama sel dapat dilihat pada Gambar 5.4. Konsentrasi 600 ppm mempu menekan pertumbuhan bakteri paling tinggi, kemudian 900 dan 700 ppm sedangkan konsentrasi 800 ppm pengurangan jumlah bakteri yang tumbuh tidak signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri normal.
Metode daya hambat dan kultur bersama dilakukan untuk mengetahui sifat
antibakterial terbaik dari ekstrak temu kunci dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydropila.
TPC (CFU/mL)
30 25 20 15 10 5 0 900
800
700
600
Konsentrasi Temu Kunci (ppm)
Amoxilin
NaCl Fisiologis A. hydrophila
Gambar 5.4
Aktivitas antibakterial tumbuhan temu kunci terhadap bakteri Aeromonas hydropila dengan metode kultur bersama masa inkubasi 24 jam.
24
Berdasarkan kedua metode yang digunakan pada uji invitro ekstrak temu kunci, maka konsentrasi 600 dan 900 ppm dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak temu kunci. b.
Terung Asam Pengujian ekstrak terung asam menunjukkan bahwa ekstrak ini lebih efektif
menekan pertumbuhan bakteri Pseudomonas dibandingkan A. hydrophila. sehingga pengujian konsentrasi efektif lebih ditekankan pada bakteri Pseudomonas sp. sebagian besar konsentrasi yang diujikan zona hambat yang terbentuk termasuk dalam kelompok resisten, hanya 3 konsentrasi (800, 900 dan 6000 ppm) yang termasuk intermediet dan 4
Inhibition zone (mm)
konsentrasi (100, 200, 400, 700 ppm) termasuk sensitif seperti terlihat pada Gambar 5.5. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
sensitif intermediet Resisten
Jam ke- 18 Jam ke- 24 Jam ke- 36 Jam ke- 48 Jam ke- 60
Consentration of Solanum ferox (ppm)
Gambar 5.5
Aktivitas antibakterial tumbuhan terung asam terhadap bakteri Pseudomonas sp. dengan metode daya hambat
Konsentrasi 300, 400, 500 ppm mampu menekan pertumbuhan bakteri dengan metode kultur bersama terbaik dibandingkan dengan konsentrasi lain namun 800-1000 ppm juga mampu menekan pertumbuhan Pseudomonas sp. meski tidak sebaik konsentrasi sebelumnya (Gambar 5.5). Jika digabungkan dengan hasil metoda daya hambat, konsentrasi 400 dan 900 ppm dipilih untuk uji toksisitas pada ikan nila sebelum digunakan dalam uji pencegahan dan pengobatan infeksi bakteri Pseudomonas sp. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa genus dari solanum atau terung-terungan seperti S. torvum menunjukkan kemampuan antibakterial terhadap
25
Bacillus subtilis, B. cereus, Pseudomonas aeruginosa dan S. aureus (Wiart et al. 2004), sedangkan S. nigrum mampu menekan pertumbuhan Salmonella typhi (Rani and Khullar 2004). Jenis S. trilobatum mampu mengurangi bakteri pada system aquaculture (Citarasu et al. 2003) dan S. incanum dapat menghambat pertumbuhan B. subtilis, B. cereus, B. pumilus, Enterobacter aerogenes, E. cloacae, Micrococcus kristinae dan S. aureus (Kambizi and Afolayan, 2001).
1.60
Jumlah Bakteri
1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20
Konsentrasi Ekstrak terung Asam
6000
5500
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
kontrol
0.00
Pseudomonas sp.
Gambar 5.6 Aktivitas antibakterial tumbuhan terung asam terhadap bakteri Pseudomonas sp. dengan metode kultur bersama masa inkubasi 24 jam c.
Lempuyang Lempuyang dipilih untuk uji lanjutan menentukan konsentrasi terbaik yang tidak
bersifat toksik bagi ikan nila. Hasil pengujian beberapa konsentrasi ekstrak lempuyang dapat dilihat pada Gambar 5.7 dan 5.8, kemampuan antibakterial dari ekstrak lempuyang tidak sebaik ekstrak temu kunci terhadap A. hydrophila. Sebagian besar konsentrasi lempuyang yang digunakan (dari 25 – 10000 ppm) kemampuan antibakterialnya di golongkan dalam kelompok resisten atau kurang, hanya dua konsentrasi yang masuk dalam golongan intermediet yaitu konsentrasi 25, 3000, dan 8000 ppm masuk dalam golongan sensitive. Namun ada empat konsentrasi yang berpeluang untuk dapat digunakan sebagai bahan pencegahan dan pengobatan pada ikan nila yang terinfeksi A. hydrophila yaitu 25, 200, 2000, 3000 dan 8000 ppm. Selisih konsentrasi yang sangat tinggi ini menunjukkan bahwa ekstrak dari tanaman rempah masih sangat alami, berbeda dengan bahan antibakterial sintetis atau dari bahan kimia yang cenderung lebih konstan sifat bahannya.
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
sensitif intermediet Resisten
A. hydrophila 24 jam A. hydrophila 48 jam Pseudomonas 24 jam Pseudomonas 48
25 50 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000
Diameter Zona Hambat (mm)
26
Konsentrasi Ekstrak Lempuyang (ppm)
Gambar 5.7
Aktivitas antibakterial tumbuhan lempuyang terhadap bakteri
1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 25 50 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000
Jumlah bakteri
Aeromonas hydropila dengan metode daya hambat pada jam 24 dan 48.
Konsentrasi Lempuyang
Gambar 5.8
A. hydrophila
Aktivitas antibakterial tumbuhan lempuyang terhadap bakteri
Aeromonas hydropila dengan metode kultur bersama masa inkubasi jam 24. Uji kultur bersama dilakukan untuk mengetahui kerja dari bahan aktif dalam ekstrak lempuyang, hasilnya tidak begitu berbeda jauh dengan pengujian menggunakan daya hambat, konsentrasi 200, 2000 dan 3000 juga mampu menekan pertumbuhan A. hydrophila cukup baik, sehingga konsentrasi 200 dan 2000 akan digunakan dalam uji toksisitas selanjutnya.
27
5.3
Isolasi bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak Temu Kunci, Terung Asam dan Lempuyang Isolasi ini dilakukan hanya untuk mengetahui kandungan secara kualitatif.
Pengujian dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya beberapa bioaktif seperti Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, Triterpenoid, Steroid dan Karbohidrat. Hasil analisis fitokimia pada beberapa ekstrak etanol tanaman rempah menunjukkan temu kunci mengandung alkaloid, flavonoid dan karbohidrat; terung asam mengandung alkaloid dan karbohidrat dan lempuyang mengandung bahan yang lebih banyak yaitu alkaloid, flavonoid, steroid dan karbohidrat. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Hasil analisis fitokimia pada beberapa ektrak etanol tanaman rempah Sampel
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin
Triterpenoid
Steroid
Karbohidrat
Temu kunci
+
-
-
-
-
+
+
Terung Asam
+
-
-
-
-
-
+
Lempuyang
+
+
-
-
-
+
+
Keterangan : + = terdapat kandungan; - = tidak terdapat kandungan
Beberapa tanaman obat atau tanaman herbal diketahui memiliki bahan bioaktif dari proses metabolism yang bersifat antimikroba yang dapat dimanfaatkan sebagai pharmaceuticals dan obat therapies (Hammer et al.,1999); Fabricant and Famsworth, 2001). Beberapa bahan aktif yang merupakan produk sekunder dari proses metabolism antara lain alkaloid, flavonoid, glycosides, phenol, saponin, dan steroids yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Gram-positif dan Gram-negatif (Baser, 1993; Jouad et al., 2001; Anyanwu and Dawet (2005); Koche et al., 2010). Menurut Haniffa dan Kavitha (2012), hasil screening phytochemical beberapa tanaman yang termasuk golongan Lamiaceae mengandung alkaloids, reducing sugars, tannin dan phenolic. Komponen seperti steroid, flavonoids dan catechin menunjukkan nilai Relatif Inhibition Zone Diameter yang sedang sedangkan komponen gula dan anthraquinones tidak terditeksi dalam ekstrak. Umumnya bahan-alami yang dapat bersifat sebagai antibakterial mengandung bahan-bahan seperti alkaloids, steroids, mereduksi gula, catechins, anthraquinones,
28
flavanoids, terpenoids, gula, phenols, saponins, tannins and aminoacids (Brinda et al., 1981).
5.4
Uji Toksisitas Konsentrasi ekstrak Temu kunci, Terung Asam dan Lempuyang pada ikan nila a.
Kematian kumulatif ikan nila
Seluruh konsentrasi ekstrak tanaman rempah relatif aman untuk digunakan dalam pengendalian patogen karena kematian ikan yang diinjeksi ekstrak kurang dari 50 %. Jumlah ikan yang mati pada uji toksisitas ekstrak tanaman rempah dapat dilihat pada gambar 4.9. Ikan yang diinjeksi dengan ekstrak temu kunci 900 ppm dan terung asam 400 ppm menyebabkan kematian lebih dari 40 % pada hari ke 5, sedangkan konsentrasi 200 dan 2000 ppm ekstrak lempuyang menyebabkan kematian 45% pada hari ke 5. Kematian ikan pada uji ini disebabkan oleh kandungan pada ekstrak ke 3 tanaman rempah yang mempengaruhi fisiologi dalam tubuh ikan. Walaupun ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang masih menyebabkan kematian namun kematiannya masih rendah jika dibandingkan dengan kematian yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila (60%) dan Pseudomonas sp. (80%) pada hari ke 5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga ekstrak rempah masih aman digunakan pada ikan nila. 50 Kematian kumulatif (%)
45 40 35
TK 600 ppm
30
TK 900 ppm
25
TA 400 ppm
20
TA 900 ppm
15
L 200 ppm
10 5
L 2000 ppm
0
kontrol PBS 6
12
18
24
48
72
96
120
Waktu Pengamatan (jam ke-)
Gambar 5.9 Kematian kumulatif ikan nila pada uji toksisitas ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang.
29
Pengujian toksisitas ini menghasilkan 3 konsentrasi yang akan digunakan untuk uji lanjut imunostimulan dan antibakterial yaitu ekstrak temu kunci konsentrasi 600 ppm, terung asam 900 ppm dan lempuyang 200 ppm.
b. Perubahan tingkah laku berenang dan nafsu makan ikan nila pada uji toksisitas ekstrak tanaman temu kunci, terung asam dan lempuyang Kandungan bahan aktif dalam ketiga ekstrak tanaman rempah yang memiliki kemampuan antibakterial dan meningkatkan sisitem imun ikan, juga menyebabkan perubahan pada metabolism dan fisiologis ikan nila. Pada Tabel 5.3 terlihat temu kunci 600 ppm berpengaruh terhadap tingkah laku renang dan nafsu makan, ikan berenang lemah mulai jam ke 6 pasca injeksi, namun gejala tersebut hilang pada jam 48. Nafsu makan ikan nila mengalami penurunan pada jam ke 24 namun pada jam ke 48 selanjutnya, kan mulai mau makan kembali. Morbiditas ikan nila yang diinjeksi dengan temu kunci konsentrasi 600 dan 900 menunjukkan perbedaan. Perubahan tingkah laku renang seperti ikan lemah dan agresif lebih sering terjadi penginjeksian 900 ppm, ini menunjukkan bahwa konsentrasi lebih rendah lebih aman bagi ikan. Konsentrasi 400 dan 900 ppm terung asam, sebenarnya tidak menyebabkan perbedaan pada tingkah laku renang ikan pasca injeksi, ini menandakan sebenarnya kedua konsentrasi relatif aman untuk digunakan pada ikan. Umumnya perubahan pada tingkah laku renang yang terjadi hanya berenang lemah dan agresif pada sebagian ikan, sama halnya pada penginjeksian ekstrak temu kunci.
Sedangkan penurunan nafsu
makan hanya terjadi pada penginjeksian 900 ppm pada jam ke 24, setelah itu aktivitas makan ikan kembali normal. Persentase ikan yang mengalami perubahan tingkah laku renang juga sangat kecil berkisar 10-20 % dari total ikan uji, hal ini menunjukkan bahwa penggunakan ekstrak terung asam aman bagi ikan nila.
Tabel 5.3 Perubahan tingkah laku berenang dan nafsu makan ikan nila pada uji coba toksisitas ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang Perlakuan
Parameter Gasping
KONTROL
Berenang Lemah Agresif
6
Waktu Pengamatan (jam ke-) 12 18 24 48 72 96
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
120
0 0 0
30
Nafsu Makan Menurun Gasping TEMU KUNCI 600 PPM
Berenang Lemah Agresif Nafsu Makan Menurun Gasping
TEMU KUNCI 900 PPM
Berenang Lemah Agresif Nafsu Makan Menurun Gasping
TERUNG ASAM 400 PPM
Berenang Lemah Agresif Nafsu Makan Menurun Gasping
TERUNG ASAM 900 PPM
Berenang Lemah Agresif Nafsu Makan Menurun Gasping
LEMPUYANG 200 PPM
Berenang Lemah Agresif Nafsu Makan Menurun Gasping
LEMPUYANG 2000 PPM
Berenang Lemah Agresif Nafsu Makan Menurun
c.
0 0 10 10 0 0 20 10 0 0 10 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 0
0 0 10 10 0 10 20 10 0 0 20 20 0 0 0 10 0 0 10 10 0 0 10 10 0
0 0 10 10 0 0 20 10 0 0 20 20 0 0 10 10 0 10 10 10 0 0 10 10 0
0 0 20 0 10 0 10 10 0 0 20 20 0 0 10 10 10 10 10 10 0 0 10 10 0
0 0 20 0 10 10 10 10 0 0 10 20 0 0 0 10 0 10 0 10 0 0 0 20 0
0 0 0 0 0 0 10 10 0 10 0 10 0 0 0 10 0 0 0 10 0 0 0 10 10
0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 10 10
0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0
Patologi anatomi organ luar ikan nila yang diinjeksi ekstrak rempah
Sama halnya dengan perubahan tingkah laku berenang ikan pasca pengujian toksisitas dengan 3 bahan ekstrak, patologi anatomi ikan juga tidak tampak. Hanya perubahan berupa tubuh ikan nila yang menghitam 10 % hingga jam ke 72 pasca injeksi, ini menunjukkan bahawa konsentrasi 600 ppm ekstrak temu kunci lebih aman bagi ikan dibandingkan dengan konsentrasi 900 ppm.
Begitu juga halnya dengan
penginjeksian dengan ekstrak terung asam konsentrasi 400 dan 900 ppm tidak menyebabkan perubahan pada organ luar dan dalam ikan nila, gejala yang muncul hanya warna tubuh yang menghitam sekitar 10 % populasi ikan sampel hingga jam ke 96. Lain halnya dengan ekatrak lempuyang 2000 ppm yang menyebabkan ikan mengalami perubahan warna berupa menghitam hingga 50 % ikan sampel, meskipun lama kelamaan jumlahnya mengalami penurunan.
31
Tabel 5.4 Patologi anatomi ikan nila pada uji coba toksisitas ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang Perlakuan KONTROL
TEMU KUNCI 600 ppm
TEMU KUNCI 900 ppm
TERUNG ASAM 400 ppm
TERUNG ASAM 900 ppm
LEMPUYANG 200 ppm
LEMPUYANG 2000 ppm
Parameter
6
Waktu Pengamatan (Hari ke-) 12 18 24 48 72 96 120
Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
10
10
10
10
10
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
30
30
30
20
10
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
10
10
10
10
10
10
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
10
10
0
0
10
10
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
0
10
10
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
50
50
40
40
40
20
20
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
Sirip Gripis
Sirip Gripis
Sirip Gripis
Sirip Gripis
Sirip Gripis
Sirip Gripis
Hasil pengujian toksisitas menunjukkan bahwa konsentrasi rendah aman untuk digunakan pada ikan untuk masing-masing ekstrak tanaman. Post mortum ikan nila pada pengujian toksisitas tidak menunjukkan perubahan pada organ luar ikan, perubahan mencolok hanya warna tubuh yang menghitam mencapai 50 % dan menurun hingga hari ke 7 pasca penginjeksian. 5.5
Aktivitas imunostimulan dan antibakterial secara in vivo
5.5.1 Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas hydropila dan Pseudomonas sp. 1. Pencegahan Metoda Injeksi Tiga ekstrak tanaman rempah dilakukan pengujian kemampuan bahan aktif untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas. Beberapa data yang diamati
32
antara lain kematian kumulatif dan persentasi morbiditas ikan nila yang diinfeksi oleh bakteri patogen. a.
Kematian kumulatif
Penggunaan ekstrak temu kunci pada pengujian pencegahan infeksi bakteri A. hydrophila melalui injeksi menunjukkan bahwa pemberian ekstrak temu kunci berdampak positif pada ikan nila yang terinfeksi bakteri. Jumlah kematian ikan yang diinfeksi dengan A. hydrophila mengalami penurunan dibandingkan dengan ikan yang tidak diberi dengan ekstrak temu kunci. 90 Kematian Kumulatif (%)
80 70 60
Temu Kunci
50
Terung Asam
40
Lempuyang
30
kontrol (PBS)
20
A. hydrophila
10
Pseudomonas
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Waktu Pengamatan (hari ke-)
Gambar 5.10 Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Penginjeksian dengan temu kunci berhasil mencegah saat infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan nila, tidak ditemukan ikan mengalami kematian hingga hari ke 14 pasca infeksi. Penggunaan terung asam juga mampu menekan jumlah kematian kumulatif ikan nila sebesar 10 % pasca infeksi bakteri Pseudomonas sp. Sedangkan penggunaan lempuyang hanya mampu mencegah infeksi sebesar 60 % pada ikan nila. Hal ini menunjukkan bahwa temu kunci dan terung asam memiliki kandungan bahan yang dapat meningkatkan kerja sisitem imun dan mampu menekan pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. yang menginfeksi ikan nila. kemampuan mencegah infeksi kedua bakteri tersebut disebabkan karena adanya kandungan antibakterial seperti alkanoid, flavonoid dan karbohidrat namun kandungan flavonoid diduga merupakan
33
bahan yang dominan terkandung dalam ekstrak temu kunci dan terung asam, sedangkan ektrak lempuyang tidak mengandung bahan ini dan hasilnya menunjukkan tingkat protuksinya rendah. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995). Penelitian skrining fitokimia daun akway (Drimys becariana, Gibbs) menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tannin, dan steroid dengan jumlah sangat relatif banyak (Parubak dan Murtihapsari, 2005).
b.
Perubahan tingkah laku berenang dan nafsu makan
Tabel perubahan tingkah laku ikan yang diinjeksi dengan ekstrak rempah, dan pada hari ke 7 diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. hasil pengujian pada data morbiditas menunjukkan bahwa pemberian ektrak temu kunci, terung asam dan lempuyang mampu menekan perubahan pada tingkah laku ikan nila pasca terinfeksi bakteri A. hydrophila maupun Pseudomonas sp. tidak seperti ikan nila yang terinfeksi kedua bakteri, ikan yang diberikan ektrak ketiga tanaman rempah tersebut hanya mengalami gasping pada 10% ikan sampel pada hari ke 7 dan hilang pada hari berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan imunostimulan pada ektrak temu kunci dan lempuyang mampu meningkatkan system imun ikan pada saat terinfeksi A. hydrophila sedangkan ekstrak terung asam, mampu meningkatkan kerja system imun ikan sehingga mampu mencegah infeksi bakteri Pseudomonas sp.
34
Tabel 5.5 Perubahan tingkah laku berenang ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Perubahan Tingkah laku KONTROL gasping berenang lemah agresif TEMU KUNCI gasping berenang lemah agresif TERUNG ASAM gasping berenang lemah agresif LEMPUYANG gasping berenang lemah agresif A. hydrophila gasping berenang lemah agresif Pseudomonas sp. gasping berenang lemah agresif
c.
Waktu Pengamatan (hari ke-) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 10 10 10 0 10 10 10
0 0 0
0 10 0 0 0 10 0 0 0 0 10 10 20 10 10
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 10
0 0 0
0 0 0 10 0 10 0 0 10 0 10 10 10 10 10
0 0 10
0 0 10
0 0 0
0 0 0
0 20 10
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 10 10 10 10
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 20 0
10 10 20 20 20 10 20 10 20 30 30 30 40 40 50 50 60 60 0 0 10 20 20 20 30 30 30
50 60 40
50 60 40
50 80 30
50 80 30
0 0 0
0 0 0
20 20 20
20 20 20
10 20 20
10 20 20
0 10 20 20 20 30 30 30 10 20 20 20 30 30 30 20 0 0 20 20 20 20 30 30
Patologi anatomi organ luar Perubahan pada organ luar ikan yang tampak pasca terinfeksi dengan
A.hydrophila dan Pseudomonas sp. menurut Hardi dan Pebrianto (2012), ikan nila mengalami gejala eksoptalmia, permukaan tubuh menghitam, dan luka pada organ terinfeksi. Pada awal infeksi ikan tampak berenang lemah, nafsu makan berkurang dan terkadang ikan berenang gasping dan whirling.
Pemberian temu kunci mampu
mengurangi gejala yang muncul pasca infeksi bakteri A.hydrophila hal ini nampak tidak ada gejala yang muncul hingga hari ke 7. Begitu pula penggunaan terung asam juga
35
mampu mengurangi gejala yang muncul pasca infeksi Pseudomonas sp. gejala tidak muncul.
Tabel 5.6 Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Parameter
Waktu pengamatan (Hari ke-) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL sirip gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
tubuh menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
gejala eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI sirip/sisik gripis
0
0
10
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
tubuh menghitam
0
10
10
0
10
10
10
10
0
0
0
0
0
0
gejala eksoptalmia
0
0
10
10
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TERUNG ASAM sirip gripis
0
0
0
10
10
0
10
10
10
10
0
0
0
0
tubuh menghitam
0
10
10
0
10
0
0
10
0
0
0
0
0
0
gejala eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LEMPUYANG sirip gripis
0
0
10
10
0
10
10
0
0
0
0
0
0
0
tubuh menghitam
10
0
10
0
10
0
0
10
10
0
0
0
0
0
gejala eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
A. hydrophila sirip gripis
0
0
40
40
40
30
30
30
30
30
40
40
40
30
tubuh menghitam
20
20
30
30
40
40
40
40
30
30
30
30
30
30
gejala eksoptalmia
0
10
10
20
20
20
20
30
30
30
30
30
20
20
Pseudomonas sp. sirip gripis
0
0
0
30
30
40
40
30
30
30
30
30
20
30
tubuh menghitam
0
20
20
30
30
30
30
20
20
20
20
20
20
20
gejala eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
2. Pencegahan Metode Pakan a. Kematian Kumulatif Pencegahan infeksi bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. menggunakan ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang menunjukkan hasil yang cukup baik.
36
90 Kematian Kumulatif (%)
80 70
Temu Kunci
60
Terung Asam
50
Lempuyang
40
PBS 0.45%
30
A. hydrophila
20
Pseudomonas
10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Waktu Pengamatan (Hari ke-)
Gambar 5.11 Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melaui metode melalui pakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
Pencegahan dengan ketiga ekstrak melalui metode pakan menunjukkan hasil yang cukup baik untuk ketiga ekstrak. Jumlah kematian ikan yang diberi ekstrak temu kunci tidak ada pasca uji tantang dengan A. hydrophila. ini menunjukkan bahwa ektrak temu kunci sangat baik untuk digunakan sebagai bahan untuk mencegah infeksi bakteri. Bahan antibakterial yang terkandung di dalam ekstrak temu kunci seperti alkaloid, flavonoid dan karbohidrat dapat menekan pertumbuhan bakteri dalam tubuh inang. Ekstrak terung asam dan lempuyang juga cukup baik digunakan dalam uji pencegahan ini melihat jumlah kematian pasca uji tantang dengan A. hydrophila pada ekstrak lempuyang dan Pseudomonas sp. pada uji terung asam hanya 20 %. Perbedaan ini disebabkan oleh sifat ekstrak dan kandungan steroid yang terdapat dalam kedua ekstrak tersebut.
b. Perubahan tingkah laku Penggunaan ketiga ekstrak dilihat dari tingkah laku berenang dan nafsu makan cukup beragam namun perubahan gejala hanya sekitar 10-20 % ikan sampel, hal ini menunjukkan ketiga ekstrak aman untuk digunakan juga mampu mengurangi gejala atau abnormalitas ikan pasca diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
37
ikan yang diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila mengalami berenang gasping, lemah atau agresif hingga hari ke 14, sedangkan ikan yang diberi temu kunci dan lempuyang ditemukan mengalami gasping dan berenang lemah hanya hingga hari ke 10 dan 11 ini menunjukkan bahwa ektrak temu kunci dan lempuyang mampu mengurangi abnormalitas berenang ikan yang terinfeksi. Begitu pula penggunaan terung asam, mampu mengurangi gejala abnormalitas berenang ikan pasca diinjeksi dengan bakteri Pseudomonas sp. Tabel 5.7 Perubahan tingkah laku berenang ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu
kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode pakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Perlakuan
Waktu Pengamatan (Hari ke) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Agresif
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Gasping
0
0
0
10
10
0
0
20
10
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
40
40
20
20
20
20
10
10
10
0
0
0
0
Agresif
0
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
TERUNG ASAM Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
10
20
20
10
10
0
0
0
0
0
Agresif
0
10
20
20
20
10
10
10
10
10
10
10
0
0
LEMPUYANG Gasping
0
0
0
0
10
10
10
10
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
10
20
20
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
Agresif
0
0
0
10
10
10
10
10
10
0
0
10
0
0
0 20 0
10 30 0
10 30 0
20 30 10
20 40 20
20 40 20
10 50 20
20 50 30
10 60 30
20 60 30
50 60 40
50 60 40
50 80 30
50 80 30
0 0 0
0 0 0
0 10 0
10 20 0
20 20 20
20 20 20
20 30 20
30 30 20
30 30 30
30 20 30
20 20 20
20 20 20
10 20 20
10 20 20
A. hydrophila gasping berenang lemah agresif Pseudomonas sp. gasping berenang lemah agresif
38
c. Patologi anatomi organ luar Ikan yang diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila akan tampak mengalami eksoptalmia, sirip gripis dan tubuh menghitam mulai jam ke 24 pasca infeksi namun dengan pemberian temu kunci gejala tersebut tidak muncul pasca uji tantang. Sedangkan dengan pemberian lempuyang, eksoptalmia muncul hanya 10 % dari ikan populasi hanya hingga hari ke 3 pasca uji tantang. Ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak mampu mengurangi gejala Aeromonasis pada ikan yang terinfeksi. Begitu pula dengan pemberian terung asam,
gejala seperti sirip gripis dan tubuh menghitam
berkurang pasca ikan diinjeksi dengan Pseudomonas sp. Tabel 5.8 Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu
Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Perlakuan
Waktu Pengamatan (Hari ke-) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Sirip Gripis
0
0
10
10
10
20
10
10
0
0
0
0
0
0
Tubung Menghitam
0
30
30
30
20
10
10
10
10
10
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
10
10
10
0
0
0
0
0
0
0
0
TERUNG ASAM Sirip Gripis
0
0
20
20
20
20
10
0
0
0
0
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LEMPUYANG Sirip Gripis
0
0
0
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0
0
0
0
A. hydrophila sirip gripis
0
0
40
40
40
30
30
30
30
30
40
40
40
30
tubuh menghitam
20
20
30
30
40
40
40
40
30
30
30
30
30
30
gejala eksoptalmia
0
10
10
20
20
20
20
30
30
30
30
30
20
20
Pseudomonas sp. sirip gripis
0
0
0
30
30
40
40
30
30
30
30
30
20
30
tubuh menghitam
0
20
20
30
30
30
30
20
20
20
20
20
20
20
gejala eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
39
3. Pencegahan Metode Perendaman a. Kematian kumulatif Perendaman menggunakan ektrak terung asam cukup efektif mengurangi kematian ikan nila yang diinjeksi dengan Pseudomonas sp. jika tanpa menggunakan ekstrak kematiannya mencapai 80 %, maka dengan pemberian terung asam kematian yang terjadi hanya 20 %. Namun tidak halnya dengan penggunaan temu kunci dan lempuyang melalui perendaman, kematian masih mencapai 40 dan 70 % pasca uji tantang dengan A. hydrophila.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan
penyerapan atau masuknya bahan ekstrak ke dalam tubuh ikan sehingga proses penghambatan bakteri kurang efektif.
90 Kematian Kumulatif (%)
80 70 60
Temu kunci
50
terung asam
40
lempuyang
30
PBS 0.45%
20
Aeromonas
10
Pseudomonas
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Waktu Pengamatan (Hari ke-)
Gambar 5.12 Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
b. Perubahan tingkah laku Jika dilihat dari perubahan tingkah laku berenang ikan, penggunaan ketiga ekstrak ini mampu menekan gejala yang muncul pasca diinjeksi dengan kedua bakteri. Gejala seperti gasping, ikan berenang lemah atau beberapa ikan agresif yang muncul tidak sebanyak pada saat ikan terinfeksis tanpa diberi ekstrak.
40
Tabel 5.9 Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Waktu Pengamatan (Hari ke-)
Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Agresif
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Gasping
0
0
0
10
10
10
10
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
30
30
10
10
10
0
0
0
20
20
0
0
0
Agresif
0
30
20
20
0
0
10
10
10
10
0
0
0
0
TERUNG ASAM Gasping
0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
30
30
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Agresif
0
0
10
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
LEMPUYANG Gasping
0
0
0
0
10
0
0
10
10
10
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
0
20
20
20
20
10
10
0
0
0
Agresif
10
10
10
10
10
10
10
10
10
20
20
0
0
0
A. hydrophila Gasping Berenang Lemah Agresif Pseudomonas sp. Gasping Berenang Lemah Agresif
0 20 0
10 30 0
10 30 0
20 30 10
20 40 20
20 40 20
10 50 20
20 50 30
10 60 30
20 60 30
50 60 40
50 60 40
50 80 30
50 80 30
0 0 0
0 0 0
0 10 0
10 20 0
20 20 20
20 20 20
20 30 20
30 30 20
30 30 30
30 20 30
20 20 20
20 20 20
10 20 20
10 20 20
c. Patologi anatomi organ luar Patologi anatomi ikan yang diinjeksi dengankedua bakteri dan diberi ekstrak menunjukkan adanya pengurangan gejala jika dibandingkan dengan tanpa diberi ekstrak. Ini menunjukkan bahwa ekstrak mampu memberikan proteksi terhadap infeksi bakteri.
41
Tabel 5.10 Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Waktu Pengamatan (Hari Ke-)
Perlakuan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Sirip Gripis
0
0
0
10
20
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
0
30
10
10
10
10
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TERUNG ASAM Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
10
10
0
0
0
10
10
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LEMPUYANG Sirip Gripis
0
0
0
10
10
10
10
10
10
20
10
0
0
0
Tubung Menghitam
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
10
0
0
0
A. hydrophila Sirip Gripis
0
0
40
40
40
30
30
30
30
30
40
40
40
30
Tubuh Menghitam
20
20
30
30
40
40
40
40
30
30
30
30
30
30
Gejala Eksoptalmia
0
10
10
20
20
20
20
30
30
30
30
30
20
20
Pseudomonas sp. Sirip Gripis
0
0
0
30
30
40
40
30
30
30
30
30
20
30
Tubuh Menghitam
0
20
20
30
30
30
30
20
20
20
20
20
20
20
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
42
5.5.2 Uji Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydropila dan Pseudomonas sp. 1 Pengobatan Metode Injeksi a. Kematian kumulatif Pemberian ketiga ekstrak untuk pengobatan cukup efektif, dilihat dari jumlah kematian yang berkisar 0 – 20 % pasca uji tantang denga bakteri A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Pemberian Lempuyang bahkan menekan kematian hingga 0 % pada infeksi A. hydrophila dan temu kunci hanya 10 % jumlah kematiannya. Ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak selaian mampu menekan pertumbuhan bakteri yang ada dalam tubuh ikan, juga mampu membatu ikan melakukan penyebuhan pasca infeksi. 90 Kematian Kumulatif (%)
80 70
Temu Kunci
60
Terung Asam
50
Lempuyang
40
PBS 0.45%
30
A. hydrophila
20
Pseudomonas
10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Waktu Pengamatan (hari ke-)
Gambar 5.13 Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode injeksi untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
b. Perubahan tingkah laku Penggunanaan Ektrak temu kunci, terung asam dan lempuyang untuk pengobatan menunjukkan hasil yang baik.
Awal penginfeksian dengan bakteri A.
hydrophila ikan nila mengalami gasping, beberapa ikan berenang lemah mencapai 30 % sampel ikan, namun setelah diberikan temu kunci, gejala tersebut hilang pada hari ke 3 pasca pengobatan. Ini menunjukkan bahwa kedua ekstrak efektif membantu penyembuhan pasca infeksi. Begitu juga penggunaan terung asam, mampu mengurangi
43
perubahan tingkah laku berenang ikan nila pasca diinfeksi dengan bakteri Pseudomonas sp. Metode injeksi cukup efektif untuk mengobati ikan yang sakit pasca diinjeksi dengan kedua bakteri. Hal ini disebabkan karena bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak masuk secara menyeluruh ke dalam tubuh ikan melalui darah sehingga selain mampu mengurangi jumlah bakteri yang ada di dalam tubuh ikan, juga mampu membantu recoveri tubuh yang terinfeksi luka. Tabel 5.11 Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu kunci,
terung asam dan lempuyang melalui metode injeksi untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Parameter
Waktu Pengamatan (Hari ke-) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Agresif
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Gasping
0
10
20
20
10
0
0
0
10
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
30
20
20
30
20
10
10
10
10
10
0
0
0
0
Agresif
0
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
10
0
0
TERUNG ASAM Gasping
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
20
0
10
10
0
0
0
10
0
0
0
0
0
Agresif
10
0
10
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
LEMPUYANG Gasping
10
10
20
20
30
10
10
10
0
10
0
0
0
0
Berenang Lemah
10
30
10
10
10
10
20
20
0
0
10
0
0
0
Agresif A. hydrophila Gasping
10
30
20
10
10
10
0
0
10
0
0
0
0
0
0
10
10
20
20
20
10
20
10
20
50
50
50
50
Berenang Lemah
20
30
30
30
40
40
50
50
60
60
60
60
80
80
Agresif
0
0
0
10
20
20
20
30
30
30
40
40
30
30
Pseudomonas sp. Gasping
0
0
0
10
20
20
20
30
30
30
20
20
10
10
Berenang Lemah
0
0
10
20
20
20
30
30
30
20
20
20
20
20
Agresif
0
0
0
0
20
20
20
20
30
30
20
20
20
20
44
c. Patologi anatomi organ luar Ikan nila yang diinjeksi dengan bakteri A. hydrophila tampak mengalami sirip gripis, tubuh menghitam dan eksoptalmia baik ringan maupun berat, namun dengan pemberian temu kunci, sirip yang tadinya mengalami gripis perlahan mengalami penyembuhan dengan adanya tanda-tanda kembali pada kondisi normal pada hari ke 2 pasca pengobatan. Begitu pula dengan warna tubuh ikan nila mulai kembali cerah tidak menghitam pada hari yang sama. Ini menunjukkan bahwa bahan dalam temu kunci mampu membantu penyembuhan bekas infeksi. Hal yang sama terjadi pada pemberian ekstrak lempuyang, meskipun proses penyembuhan tidak secepat pada pemberian temu kunci, namun ikan sudah kembali normal pada hari ke 6 pasca pengobatan. Tabel 5.12 Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu
kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode injeksi untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Waktu Pengamatan Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Sirip Gripis
0
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
10
20
20
20
20
10
10
10
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
10
20
10
10
10
0
0
0
0
0
0
TERUNG ASAM Sirip Gripis
0
10
30
30
30
20
20
10
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
50
50
50
40
40
40
40
30
10
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
10
20
20
20
20
10
10
10
0
0
0
0
0
LEMPUYANG Sirip Gripis
0
0
20
30
30
30
20
20
20
10
10
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
30
30
40
40
40
20
10
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
20
20
20
10
10
10
10
10
0
0
A. hydrophila Sirip Gripis
0
0
40
40
40
30
30
30
30
30
40
40
40
30
Tubuh Menghitam
20
20
30
30
40
40
40
40
30
30
30
30
30
30
Gejala Eksoptalmia
0
10
10
20
20
20
20
30
30
30
30
30
20
20
Pseudomonas sp. Sirip Gripis
0
0
0
30
30
40
40
30
30
30
30
30
20
30
45
Tubuh Menghitam
0
20
20
30
30
30
30
20
20
20
20
20
20
20
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
2. Pengobatan Melalui Pakan a. Kematian kumulatif 90 Kematian Kumulatif (%)
80 70 60
Temu Kunci
50
Terung Asam
40
Lempuyang
30
PBS 0.45%
20
A. hydrophila
10
Pseudomonas
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14
Waktu Pengamatan (hari ke-)
Gambar 5.14 Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
Dilihat dari data kematian ikan nila, baik temu kunci dan lempuyang mampu menekan jumlah kematian pasca infeksi A. hydrophila dan pengobatan bahkan kematian setelah pengobatan sudah tidak ditemukan, sedangkan pemberian lempuyang masih ditemukan sebanyak 10 % ikan sampel yang mengalami kematian pasca pengobatan. Secara keseluruhan metode pemberian melalui pakan juga efektif digunakan untuk pengobatan pasca infeksi.
b. Perubahan tingkah laku Gejala spesifik perubahan tingkah laku ikan yang terinfeksi A. hydrophila juga mengalami pengurangan pasca pengobatan dengan temu kunci, namun proses penyembuhannya tidak secepat pada metode injeksi. Ini menunjukkan bahwa, bahan aktif di dalam ekstrak membutuhkan waktu yang lama untuk dapat masuk ke dalam aliran darah dan membantu proses penyembuhan.
Penggunaan lempuyang untuk
46
pengobatan melalui pakan juga menunjukkan proses yang cukup lambat. Bahkan ikan masih ditemukan berenang lemah (10 %) dan 10 % ikan sampel berenang agresif pada hari ke 14 atau hari ke 7 pasca pengobatan. Hal yang sama terjadi pada penggunaan terung asam pasca infeksi dengan Pseudomonas sp. sebanyak 10 % ikan masih ditemukan berenang agresif.
Tabel 5.13 Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci,
Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Perlakuan
Waktu Pengamatan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Agresif
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Gasping
0
0
10
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
30
30
30
30
30
30
30
20
20
10
0
0
0
Agresif
0
70
70
70
50
60
60
60
60
20
10
0
0
0
TERUNG ASAM Gasping
0
0
0
0
20
30
30
10
10
10
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
20
20
20
20
20
10
0
0
0
0
0
Agresif
10
10
10
30
30
30
30
30
20
20
10
10
10
10
LEMPUYANG Gasping
0
0
0
0
50
50
40
40
40
20
20
10
0
0
Berenang Lemah
40
50
50
50
50
50
50
50
40
30
50
20
20
10
0
0
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
10
10
Agresif A. hydrophila Gasping
0
10
10
20
20
20
10
20
10
20
50
50
50
50
Berenang Lemah
20
30
30
30
40
40
50
50
60
60
60
60
80
80
Agresif
0
0
0
10
20
20
20
30
30
30
40
40
30
30
Pseudomonas sp. Gasping
0
0
0
10
20
20
20
30
30
30
20
20
10
10
Berenang Lemah
0
0
10
20
20
20
30
30
30
20
20
20
20
20
Agresif
0
0
0
0
20
20
20
20
30
30
20
20
20
20
c. Patologi anatomi organ luar Perubahan pada organ luar ikan pasca pengobatan melalui metode pakan menunjukkan hal yang sama dengan perubahan tingkah laku berenang. Proses
47
pengobatan terjadi cukup lambat, proses penyembuhan pada sirip yang gripis dan eksoptalmia baru mulai terjadi pada hari ke 5 pasca pengobatan pada infeksi A. hydrophila sedangkan tubuh ikan menghitam sudah tidah ditemukan pada hari ke 6 pasca pengobatan. Penggunaan terung asam pada infeksi Pseudomonas sp. juga terjadi cukup lambat. Ikan yang menghitam mengalami penyembuhan pada hari ke 7 pasca pengobatan dan sirip ikan yang gripis terjadi pada hari ke 5. Namun secara keseluruhan ikan yang diberi esktrak membantu penyembuhan pasca luka.
Tabel 5.14 Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui pakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Perlakuan
Waktu Pengamatan (Hari ke) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Sirip Gripis
10
30
30
40
40
40
40
30
30
20
10
10
0
0
Tubuh Menghitam
10
10
10
10
50
50
40
40
20
10
10
10
10
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
30
30
30
30
20
10
10
10
0
0
TERUNG ASAM Sirip Gripis
0
0
10
30
30
30
20
20
10
10
10
0
0
0
Tubuh Menghitam
10
10
60
60
60
60
60
50
50
40
40
20
20
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LEMPUYANG Sirip Gripis
10
20
20
20
30
30
30
20
10
10
10
10
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
50
50
50
60
60
50
50
40
40
10
10
10
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0
0
0
0
0
A. hydrophila Sirip Gripis
0
0
40
40
40
30
30
30
30
30
40
40
40
30
Tubuh Menghitam
20
20
30
30
40
40
40
40
30
30
30
30
30
30
Gejala Eksoptalmia
0
10
10
20
20
20
20
30
30
30
30
30
20
20
Pseudomonas sp. Sirip Gripis
0
0
0
30
30
40
40
30
30
30
30
30
20
30
Tubuh Menghitam
0
20
20
30
30
30
30
20
20
20
20
20
20
20
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
48
3. Pengobatan Melalui Perendaman a. Kematian kumulatif 90 Kematian kumulatif (%)
80 70 60
Temu Kunci
50
Terung Asam
40
Lempuyang
30
PBS 0.45%
20
A. hydrophila
10
Pseudomonas
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14
Waktu Pengamtan (hari ke)
Gambar 5.15 Kematian kumulatif ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode perendaman untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
Pengobatan dengan menggunakan ekstrak lempuyang cukup efektif menekan kematian ikan nil yang diinfeksi A. hydrophila. Sedangkan temu kunci belum efektif mengobati pasca infeksi sehingga kematian yang ditemukan masih tinggi mencapai 60 %. Penggunaan terung asam mampu menekan kematian pasca infeksi Pseudomonas sp. karena tidak ditemukan lagi kematian setelah dilakukan pengobatan.
b. Perubahan tingkah laku Beberapa perubahan tingkah laku berenang lemah seperti berenang lemah sudah tidak ditemukan pada hari ke 3 pasca pengobatan dengan temu kunci, sedangkan ikan agresif masih ditemukan hingga hari ke 7.
Metode perendaman ini menunjukkan hasil
yang bervariasi. Proses pengobatan dengan metode perendaman ini terlihat lebih baik jika dilihat dari pengurangan perubahan tingkah laku berenang, dibandingkan dengan metode pakan, meskipun tidak sebaik melalui injeksi.
49
Tabel 5.15 Perubahan tingkah laku ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui perendaman untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp.
Perlakuan
Waktu Pengamatan (Hari Ke-) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Agresif
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
0
20
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
Agresif
0
10
10
10
20
20
20
10
10
10
10
10
10
10
TERUNG ASAM Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
0
30
20
10
10
10
20
20
10
0
0
0
0
Agresif
0
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
LEMPUYANG Gasping
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Berenang Lemah
0
10
10
30
20
30
30
10
10
10
10
10
10
10
Agresif
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
A. hydrophila Gasping
0
10
10
20
20
20
10
20
10
20
50
50
50
50
Berenang Lemah
20
30
30
30
40
40
50
50
60
60
60
60
80
80
Agresif
0
0
0
10
20
20
20
30
30
30
40
40
30
30
Pseudomonas sp. Gasping
0
0
0
10
20
20
20
30
30
30
20
20
10
10
Berenang Lemah
0
0
10
20
20
20
30
30
30
20
20
20
20
20
Agresif
0
0
0
0
20
20
20
20
30
30
20
20
20
20
c. Patologi anatomi organ luar Patologi anatomi organ luar ikan yang diinfeksi kedua bakteri tampak mengalami penyembuhan pasca pengobatan dengan ketiga ekstrak, meskipun prosesnya berjalan lambat namun gejala seperti gejala eksoptalmia sdh tidak ditemukan pada hari ke 3 pasca pengobatan dengan temu kunci. Sedangkan sirip ikan yang gripis masih ditemukan hingga hari terakhir pengamatan.
50
Tabel 5.16 Patologi anatomi organ luar ikan nila pada uji pemanfaatan Ekstrak Temu Kunci, Terung asam dan Lempuyang melalui metode melalui perendaman untuk pengobatan infeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. Waktu Pengamatan (Hari Ke-)
Perlakuan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
KONTROL Sirip Gripis
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TEMU KUNCI Sirip Gripis
0
30
30
30
20
20
20
10
10
10
10
10
10
10
Tubuh Menghitam
0
40
40
40
40
40
40
20
20
10
10
10
10
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
0
0
0
0
TERUNG ASAM Sirip Gripis
0
0
0
20
20
20
20
10
10
10
10
10
10
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
20
20
20
20
10
10
10
10
10
0
0
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LEMPUYANG Sirip Gripis
0
0
0
0
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Tubuh Menghitam
0
0
0
20
20
20
20
10
10
10
10
10
10
10
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
0
0
10
10
10
0
0
0
0
0
A. hydrophila Sirip Gripis
0
0
40
40
40
30
30
30
30
30
40
40
40
30
Tubuh Menghitam
20
20
30
30
40
40
40
40
30
30
30
30
30
30
Gejala Eksoptalmia
0
10
10
20
20
20
20
30
30
30
30
30
20
20
Pseudomonas sp. Sirip Gripis
0
0
0
30
30
40
40
30
30
30
30
30
20
30
Tubuh Menghitam
0
20
20
30
30
30
30
20
20
20
20
20
20
20
Gejala Eksoptalmia
0
0
0
0
10
10
10
10
10
10
10
0
0
0
Penggunaan ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang secara keseluruhan dapat dimanfaatkan dalam upaya pencegahan dan pengobatan ikan nila yang terinfeksi A. hydrophila dan Pseudomonas sp. ketiga metode yang digunakan memiliki efektifitas yang berbeda, perbedaan itu disebabkan karena kandungan bahan aktif yang terkandung di dalam ketiga ekstrak.
51
BAB 6.
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Rencana penelitian yang akan dilakukan pada tahu kedua atau tahun anggaran 2016/2017 dijabarkan pada Gambar 6.1 berikut :
PUNGUJIAN PENYIMPANAN/PENGEMASAN BAHAN AKTIF DAN EFEKTIVITAS PROTEKSI
TAHUN KEDUA
UJI KEMAMPUAN MUNOSTIMULAN DAN ANTIBAKTERIAL Secara In Vivo (Melalui pakan dan perendaman) di Lapangan (dalam KJA)
PRODUK IMUNOSTIMULAN DAN ANTIBAKTERIAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI bakteri Aeromonas sp dan Pseudomonas
Gambar 6.1
sp
Alur pelaksanaan penelitian Effektivitas Antibakterial Beberapa Tanaman Rempah Asal Kalimantan Timur
Penelitian tahun kedua ini merupakan penelitian lapangan percobaan di beberapa lokasi budidaya ikan nila di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dengan tujuan untuk menguji tingkat protektif dan kemampuan imunostimulan dari bahan ekstrak agar dapat menjadi produk yang siap dilepas kepasaran. Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan utama yaitu : Tahap 1
: Penyimpanan bahan aktif dalam botol sampel yang disimpan dalam lemari pendingin selama 1 dan 3 bulan.
Tahap 2
: Pengujian kemampuan peningkatan daya tahan tubuh ikan nila melalui metode pakan dan perendaman.
Tahap 3
: Tersedianya produk imunostimulan dan antibacterial untuk pencegahan infeksi bakteri.
Uji Percobaan dilakukan menggunakan karamba jarring apung yang berisi benih ikan nila. percobaan yang dilakukan hanya upaya pencegahan dengan memberikan ketiga ekstrak tanaman rempah, temu kunci, terung asam dan lempuyang menggunakan metode pakan dan perendaman. Metode ini dipilih berdasarkan penelitian yang telah dilakukan secara laboratorium. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan secara laboratorium, ekstrak temu kunci dan lempuyang efektif diberikan melalui metode pakan, sedangkan terung asam efektif melalui metode perendaman. Konsentrasi bahan ekstrak dari ketiga
52
bahan tersebut berbeda, disesuaikan dengan dosis efektif hasil penelitian secara laboratorium, yaitu ekstrak temu kunci, terung asam dan lempuyang secara berturutturut adalah sebagai berikut : 600, 900 dan 200 ppm. Pencampuran dengan pakandilakukan dengan cara mencampur 2% ekstrak yang telah ditambahkan 2 % kuning telur sebagai perekat ke dalam pakan komersil. Setelah tercampur, pakan dikeringanginkan terlebih dahulu selama kurang lebih 5- 10 menit selanjutnya pakan siap diberikan pada ikan.
Pemberian pakan plus ekstrak
diberikan kurang lebih 5 – 7 hari secara ad libitum.
Cara ini efektif membantu
meningkatkan daya tahan tubuh ikan nila sampai masa produksi 3 bulan. Metode perendaman dilakukan dengan merendam benih ikan dalam larutan ekstrak selama 30 menit sebelum ikan dipindahkan ke dalam karamba jarring apung budidaya.
Sama halnya dengan metode pakan, metode perendaman ini dapat
meningkatkan ketahanan ikan nila hingga panen (3 bulan). Akhir penelitihan tahun kedua ini diharapkan dapat dihasilkan produk yang dapat dilepas dipasarkan dan digunakan oleh pembudidaya ikan nila khususnya, budidaya ikan air tawar pada umumnya. Keunggulan produk ini diharapkan murah, mudah diperoleh dan memiliki tingkat proteksi yang tinggi.
53
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Ketiga puluh dua ekstrak tanaman rempah yang diuji, diketahui 30 ekstrak memiliki antibakterial terhadap A. hydrophila dan 29 ekstrak terhadap Pseudomonas sp. 2. Konsentrasi temu kunci (Boesenbergia pandurata) 600 dan 900 ppm dan lempuyang (Zingiber zerumbet) 200 dan 2000 ppm merupakan konsentrasi antibakterial terbaik terhadap bakteri A. hydrophila sedangkan ekstrak terung asam (Solanum ferox) 400 dan 900 ppm pada bakteri Pseudomonas sp. 3. Ekstrak temu kunci mengandung alkaloid, flavonoid dan karbohidrat; terung asam mengandung alkaloid dan karbohidrat dan lempuyang mengandung bahan yang lebih banyak yaitu alkaloid, flavonoid, steroid dan karbohidrat. 4. Konsentrasi temu kunci (Boesenbergia pandurata) 600 ppm, lempuyang (Zingiber zerumbet) 200 ppm dan terung asam (Solanum ferox) 900 ppm merupakan konsentrasi antibakterial terbaik yang aman digunakan pada ikan untuk penelitian selanjutnya. 5. Untuk pencegahan, dosis 600 ppm temu kunci efektif digunakan untuk pencegahan infeksi A. hydrophila dengan menggunakan metoda melalui pakan, ekstrak terung asam 900 ppm efektif mencegah Pseudomonas sp. melalui perendaman dan lempuyang 200 ppm efektif untuk mencegah infeksi bakteri A. hydrophila melalui pakan. 6. Untuk Pengobatan, dosis 600 ppm temu kunci efektif digunakan untuk pengobatan infeksi A. hydrophila melalui injeksi, ekstrak terung asam 900 ppm efektif mengobati infeksi Pseudomonas sp. melalui pakan dan perendaman dan lempuyang 200 ppm efektif untuk mengobati infeksi bakteri A. hydrophila melalui ketiga metode injeksi, pakan dan perendaman.
7.2. Saran Saran yang dapat diberikan untuk keberhasilan produk ini adalah dilakukan penelitian mengenai pencampuran ekstrak seperti temu kunci plus terung asam, dan terung asam dan lempuyang agar memiliki tingkat proteksi terhadap bakteri A.
54
hydrophila dan Pseudomonas sp. karena dari uji sebelumnya masing-masing ekstrak memiliki tingkat proteksi yang spesifik.
Selanjutnya bahan imunostimulan juga
berpeluang digunakan sebagai adjuvant yang dapat dicampur dengan vaksin, sehingga tingkat proteksi yang lebih baik. 7.3 Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dapat berlangsung karena adanya dukungan dana dari Departemen Pendidikan dan Riset Teknologi Republik Indonesia melalui riset Kopetensi Nasional Stategis Nasional Tahun Anggaran 2015/2016. (248/UN 17.16/PG/2015 tanggal 2 Maret 2015) Serta dukungan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Kartanegara atas pendampingan selama penelitian.
55
DAFTAR PUSTAKA Aknin M, Dayan TLA, Rudi A, Kashman Y, Gaydou EM. 1999. Hydroquinone Antioxidant from the Indian Ocean Tunicate Aplidium savignyi. Journal Agriculture Food Chemistri. 47 : 4175-4177. Anyanwu, G.I. and Dawet, A. (2005). Pharmacological and phytochemical screening of Hyptis suaveolens Poit (Lamiaceae) for bioactivity in rodents, Nig J Bot, 18 190 Arung E.T., Irawan Wijaya Kusuma, Enih Rosamah, Wiwin Suwinarti, Harlinda Kuspradini, Jaehong Han. 2009. Antioxidant Effect of Some Medicinal Plants from East Kalimantan, Indonesia. Journal of Oriental Medicine Industry,1,1: 6974 Baser, K.H.C. (1993). Essential Oils of Anatolian Lamiaceae: A Profile, Acta Hort, 333 217 Bhattacharya,S. Mula, S.Gamre, J.P.Kamat, S.K. Bandyopadhyay, S. Chattopadhyay, 2007. Inhibitory property of Piper betel extract against photosensitization-induced damages to lipids and proteins. Food Chem. 100 : 1474–1480. Brinda, P., Sasikala, B. and Purushothaman, K.K. (1981). Pharmacognostic studies on Merugan kilzhangu, BMEBR, 3(1) 84 Casiano H., Choresca Jr., Dennis K., Gomez, Jee-Eun Han, Sang-Phil Shin, Ji-Hyung Kim, Jin-Woo Jun, Se-Chang Park. 2010. Molecular detection of Aeromonas hydrophila isolated from albino catfish (Clarias sp.) reared in an indoor commercial aquarium. Korean J Vet Res. 50(4):331~333 Chan, C.H. Hsiao. 1999. Contact leukomelanosis induced by the leaves of Piper betle L. (Piperaceae): A clinicaland histopathologic survey. J. Am. Acad. Dermatol, 40 : 583-589. Citarasu T, Venkatramalingam K, Babu Mm, Sekar Rrj And Petermarian M. 2003. Influence of the antibakterial herbs, Solanum trilobatum, Andrographis paniculata and Psoralea corylifolia on the survival, growth and bakterial load of Penaeus monodon post larvae. Aquaculture Int 11: 583–595 Esteve, T.H. Birkbeck. 2004. Secretion of haemolysins and proteases by Aeromonas hydrophila EO63: separation and characterization of the serine protease (caseinase) and the metalloprotease (elastase). Journal of Applied Microbiology. 96: 994–1001 Fabricant, D.S. and Famsworth, N.R. (2001). The value of plant used in traditional medicine for drug discovery, Environ Health perspect, 109 69. Hammer, K.A., Carson, C.F. and Riley, T.V. (1999). Antimicrobial activity of essential oils and other plant extracts, J Appl Microbiol, 86 985. Haniffa, M.A and Kavitha, K. 2012. Antibakterial activity of medicinal herbs against the fish pathogen Aeromonas hydrophila. Journal of Agricultural Technology. 8(1): 205-211 Hardi EH, Pebrianto CA. 2012. Isolasi dan Uji Postulat Koch Aeromonas sp dan Pseudomonas sp pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Sentra Budidaya Loa
56
Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol.16, 2:35-39. Hardi EH, Sukenda, Harris E, dan Lusiastuti AM. 2011. Karakteristik dan Patogenitas Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan Non-hemolitik pada Ikan Nila. Jurnal Veteriner. Vol. 12, 2:152-164. Hayes, M.L., B.K.Berkovitz. 1979. The reduction of fissure caries in Wistar rats by a soluble salt of nonanoinic acid,Arch. Oral Biol.24 : 663-666. Jouad, H., Dubois, M.A., Lyoussi, B. and Eddouks, M. (2001). Effects of the flavonoids extracted from Spergularia purpurea Pers on arterial blood pressure and renal function in normal and hypertensive rats, J Ethnopharmacol, 76(2) 159. Julia W. Pridgeon, Phillip H., Klesius, Lin Song, Dunhua Zhang, Kyoko Kojima, James A. Mobley. 2013. Identification, virulence, and mass spectrometry of toxic ECP fractions of West Alabama isolates of Aeromonas hydrophila obtained from a 2010 disease outbreak. Veterinary Microbiology. 164 : 336–343 Kambizi L And Afolayan AJ. 2001. An ethnobotanical study of plants used for the treatment of sexually transmitted diseases (njovhera) in Guruve District, Zimbabwe. J Ethnopharmacol 77: 5–9 Koche, D., Shirsat, R., Imran, S. and Bhadange, D.G. (2010). Phytochemical screening of eight traditionally used ethnomedicinal plants from Akola district India, Int J Pharm Bio Sci, 1(4) 253. Leungt, K.Y., R.M.W Stevenson. 1988. Characteristics and Distribution of Extracellular Proteases from Aevomonas hydrophila. Journal of General Microbiology, 134:151-160 M.A.S. McMahon. 2000. The expression of proteinases and haemolysins by Aeromonas hydrophila under modified atmospheres. Journal of Applied Microbiology, 89:415-422 Martı´nez-Rosales, C. Susana Castro-Sowinski. 2011. Antarctic bakterial isolates that produce cold-active extracellular proteases at low temperature but are active and stable at high temperature. Polar Research, 30, 7123 Pauli, A. 2002. Antimicrobial properties of catechol derivatives 3rd World Congress on Allelopathy, Tsukuba, Japan, pp 26-30. Pelczar, M.J., ECS Chan, NR Kreig, Microbiology Vol. 5. 1993. Tata. McGrow‐HillPublication, NewDelhi, India. Pramono, E. 2002. The Commercial Use of Traditional Knowledge and Medicinal Plants in Indonesia. Scientific Paper on Multi-Stakeholder Dialoque on Trade, Intellectual Property and Biological Resources in Asia, BRAC Centre for Development Management, Rajendrapur, Bangladesh, April 19-21. 13 pp Rani P and Khullar N. 2004. Antimicrobial evaluation of some medicinal plants for their anti-enteric potential against multi-drug resistant Salmonella typhi. Phytother Res 18: 670–673. Rattanachuay, P., Duangporn Kantachote, Manee Tantirungkij, Teruhiko Nitoda, Hiroshi Kanzaki. 2009. Inhibition of shrimp pathogenic vibrios by extracellular
57
compounds from a proteolytic bakterium Pseudomonas sp. W3. Electronic Journal of Biotechnology. 13:1 Soo-Jin Cho, Jong-Ho Park, Seong Joo Park, Jong-Soon Lim, Eung Ho Kim, Yeon-Jae Cho, and Kwang-Soo Shin. 2003. Purification and Characterization of Extracellular Temperature-Stable Serine Protease from Aeromonas hydrophila. The Journal of Microbiology, September : 207-211 Vasantha, S.T., Abhilash Thankappan Subramanian. 2012. Optimization of cultural conditions for the production of an extra-cellular protease by Pseudomonas species Vasantha and Subramanian. International Current Pharmaceutical Journal, 2(1): 1-6. Wiart C, Mogana S, Khalifah S, Mahan M, Ismail S, Buckle M, Narayana Ak And Sulaiman M. 2004. Antimicrobial screening of plants used for traditional medicine in the state of Perak, Peninsular Malaysia. Fitoterapia 75: 68–73. Zacaria, J., A.P.L. Delamare, S.O.P. Costa, S. Echeverrigaray. 2010. Diversity of extracellular proteases among Aeromonas determined by zymogram analysis. Journal of Applied Microbiology 109:212–219 Parubak, A. S. & Murtihapsari, 2005, Isolasi dan Identifikasi Alkaloid dari Kulit Kayu Akway(Drimys beccariana.Gibbs)Asal Manokwari, Laporan Penelitian, (Proseding Seminar Nasional SPMIPA 2006) Undip Semarang.
58
LAMPIRAN I
INSTRUMEN
Anggaran Biaya Anggaran biaya untuk mendukung penelitian ini terdiri dari gaji dan upah, bahan penunjang kerja di Laboratorium, perjalanan ke lokasi hutan tanaman rempah dan lainlain yang dijabarkan pada Tabel berikut. Tabel 1. Format ringkasan anggaran biaya penelitian strategi nasional yang diajukan setiap tahun No Jenis pengeluaran 1 Gaji dan Upah
22,800,000.0
Tahun I (Rp)
2
Bahan perekat/penunjang
26,600,000
3
Perjalanan
15,200,000
4
Lain-lain (administrasi, publikasi, lokakarya/seminar, laporan dan lain-lain TOTAL
11,400,000
76.000.000
Jadwal Penelitian Tabel 2. Format Jadwal Kegiatan Tahun 1. No
Jenis Kegiatan 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Mempersiapkan izin penelitian Pengambilan sampel ikan Postulat Koch bakteri uji Pengambilan tanaman tanaman rempah Ekstraksi bahan antibakterial Uji antibakterial secara invitro Uji toksisitas bahan ekstrak pengujian pencegahan infeksi bakteri pengujian pengobatan bakteri Analisis data Penulisan laporan akhir Laporan akhir
2
BULAN KE3 4 5 6
7
8
59
Rincian Penggunaan Dana penelitian Tabel 3. Rincian penggunaan anggaran penelitian tahun pertama No
URAIAN
UNIT
SATUAN
HARGA/UNIT
JUMLAH
A. GAJI DAN UPAH Ketua
1
paket
8,000,000
8,000,000
Anggota 1
1
paket
7,400,000
7,400,000
Anggota 2
1
paket
7,400,000
7,400,000 22,800,000.0
B. BAHAN HABIS PAKAI akuades Alkohol 70% Alkohol 95%
20
L
10,000
200,000
5
1L
50,000
250,000
3
1L
80,000
240,000
10
buah
15,000
150,000
Chloramphenicol
1
pak
500,000
500,000
Ciprofloxacin
1
pak
500,000
500,000
baskom plastik
Cover glass
10
kotak
30,000
300,000
Furazolidone
1
pak
500,000
500,000
Gentamycin
1
pak
500,000
500,000
Ikan Sampel
3000
ekor
1,500
4,500,000
Jarum ose
3
buah
30,000
90,000
kapas
1
pak
80,000
80,000
kertas label
2
pak
50,000
100,000
L-glass
1
buah
50,000
50,000
larutan hayem
1
500,000
500,000
larutan turks
1
500,000
500,000
Media KF Streptococcus
1
500 gr
3,150,000
3,150,000
media motil
1
pak
525,500
525,500
media OF
1
pak
700,000
700,000
Media TSA
1
500 gr
950,000
950,000
Media TSB
1
500 gr
929,500
929,500
metanol
1
liter
1,500,000
1,500,000
Nalidixic acid
1
pak
500,000
500,000
Nitrofuratoin
1
pak
500,000
500,000
Norfloxacin
1
pak
500,000
500,000
Objek Glass
10
kotak
30,000
300,000
1
pak
500,000
500,000
Oxyteracycline pakan ikan
15
kg
10,000
150,000
parafilm
1
pak
500,000
500,000
pipet tetes
2
pak
250,000
500,000
plastik sampel
2
pak
80,000
160,000
serok ikan besar
15
buah
10,000
150,000
serok ikan kecil
10
buah
10,000
100,000
Spuit 1 ml
10
kotak
100,000
1,000,000
60
Tabung Hematokrit
5
kotak
55,000
275,000
Tabung mikropipet
1
kotak
750,000
750,000
tabung sampel tanaman rempah tisue
4
pak
750,000
3,000,000
15
kg
50,000
750,000
5
pak
50,000
250,000 26,600,000
C. PERJALANAN pendaftaran was
1
Paket
6,565,000
6,565,000
pendaftaran ICAI
1
Paket
1,800,000
1,800,000
pemesanan proceeding
1
Paket
400,000
400,000
publikasi fee procedia
1
Paket
750,000
750,000
perjalanan seminar ICAI
1
Paket
5,685,000
5,685,000 15,200,000
D. PENGELUARAN LAIN-LAIN konsumsi rapat
3
paket
300,000
900,000
cetak poster
1
paket
900,000
900,000
pencetakan buku ajar
1
paket
600,000
600,000
modul sosialisasi
1
paket
1,250,000
1,250,000
cetak laporan
6
paket
250,000
1,500,000
lembar
1,250
1,250,000
pembuatan liflet hasil penelitian
1000
biaya ekstraksi tanaman rempah
1
paket
3,000,000
3,000,000
publish jurnal
2
paket
1,000,000
2,000,000 11,400,000
TOTAL
76,000,000
61
II
PERSONALIA TENAGA PENELITI BESERTA BIODATA KETUA PENELITI
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Identitas Diri Nama Lengkap (dengan gelar) Jabatan Jabatan Struktural NIP NIDN Tempat dan tanggal lahir Alamat rumah
: : : : : : :
8. Telepon/Fax 9. HP 10. Alamat Kantor
: : :
11. Alamat e-mail 12 Lulusan yang telah dihasilkan 13 Mata Kuliah yang diampu
: :
Dr. Esti Handayani Hardi, S.Pi, M.Si Lektor 19800104 200604 2 003 0004018003 Lampung, 4 Januari 1980 Jl. Padat Karya Perumahan Tirta persada No. 23 Kel. Sempaja Utara Kec. Samarinda Utara Kota Samarinda Kalimantan timur 0811553981 Jl. Gunung Tabur Kampus Gunung Kelua Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan timur
[email protected] S-1= 6 orang; S-2= 2 Orang; S-3= 0 Orang Penyakit Biota Akuatik Parasit Biota Akuatik Manajemen Kesehatan akuakultur Metode Ilmiah Bioteknologi akuakultur
B. Riwayat Pendidikan Universitas
S-1 Universitas Diponegoro
Bidang ilmu Tahun Masuk-Lulus
Budidaya perairan 1998-2002
S-2 Institut Pertanian Bogor Ilmu Perairan 2002-2003
S-3 Institut Pertanian Bogor Ilmu Akuakultur 2008-2011
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir Hasil Penelitian Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae Untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Evaluasi Faktor Virulensi Bakteri Aeromonas dan Pseudomonas yang Menginfeksi Ikan Nila di Sentra Budidaya Ikan Nila Loa Kulu Kabupaten Kutaikartanegara Aquatic Biota and Environmental Ponds Health 2012 Aquatic Biota and Environmental Ponds Health 2013 Substansi Aktif Antibakteri dan Sitotoksik dari Tumbuhan Rempah dan Aromatik di Kalimantan Timur
Sumber Mandiri
Hibah fundamental dikti TOTAL TOTAL Hibah bersaing dikti Penggunaan Vaksin Monavalen Pseudomonas sp. untuk Penanggulangan Balitbangda
Tahun 2010
20132014 2012 2013 2013
2014
62
Penyakit Bakterial pada Budidaya Ikan Nila Di Loa Kulu Kabupaten Pemprov Kutaikartanegara Kaltim
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Tahun 2011
2
2012
3
2012
4
2012
5
2012
Judul Kegiatan Diagnosa dini Penyakit Streptococcosis pada budidaya ikan nila di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur Peran Modal Sosial dalam Rangka Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan di Delta Mahakam
Manajemen Budidaya Udang Sehat dan Minim Patogen Di Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara Manajemen Budidaya Udang Sehat dan Minim Patogen Di Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara Manajemen Budidaya Udang Sehat dan Minim Patogen Di Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara
Sumber Mandiri UPTD Dinas Perikanan dan Kelautan Kec. Anggana DKP Kutai Kartanegara DKP Kutai Kartanegara DKP Kutai Kartanegara
6
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir Hasil Penerbitan Karakteristik dan patogenisitas Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik pada ikan nila (Oreochromis niloticus) Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus) Potensi Uji Postulat Koch Terhadap Tingkat Keganasan Streptococcus agalactiae Gambaran Darah Sebagai Indikator Kesehatan Pada Ikan Air Tawar. Prospect of A Combination Therapy of Herbs and Probiotic as An Alternative Control Bakterial Diseases In Freshwater Aquaculture. July 2010. Kajian Variabilitas Streptococcus agalactiae Pada Ikan, Sapi dan Manusia.
Tahun Publikasi Veterinar 12:2, Edisi Juni, 2011
Jurnal Natur Indonesia 13:3 Juni 2011
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Buku 2: 917-920. Prosiding Masyarakat Ikhtiyologi Indonesia, Cibinong 8-9 Juni 2010 Proceeding of International Congress 38th working group of Indonesian Medicinal Plant, Surabaya 21-22 Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 24 Juli 2010. Bakteria Levels Difference Pathogenecity Proceeding The International Aeromonas sp and Pseudomonas sp. On Tilapia Symposium On Human Development And Sustainable Utilization On Natural Reseources In Asian Countries (ISBN : 978-602-98400-1-8) Balikpapan, 9-12 Juli 2012 Isolasi dan Uji Postulat Koch Aeromonas sp. dan Jurnal Ilmu Perikanan Tropis 2012, Pseudomonas sp. pada Ikan Nila (Oreocromis Vol.16 . 2:35-39 niloticus) di Sentra Budidaya Loa Kulu Kabupaten
63
Kutai Kartanegara Efek Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae terhadap Kadar Hematokrit dan Glukosa Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Patogenisitas Aeromonas hydrophila Melalui Jalur Infeksi yang Berbeda pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Loa Kulu Kutai Kartanegara Kalimantan Timur Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Efek Penginjeksiann ICP dan ECP bakteri Pseudomonas sp. terhadap Gambaran Darah ikan Nila (Oreochromis niloticus) Toksisitas Produk Ekstraselular dan Intrasellular Bakteri Pseudomonas sp. pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 2011. Vol.15 . 1:29-34 Juaral Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Vol.8. No. I Maret 20l4 Jurnal Veteriner, Volume 14 No 4. Desember 2013 : 408-416
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, Vol 19 No 1, Oktober 2013 :24-30 Jurnal Veteriner, Vol.15 No. 3 : 1-11 . September 2014
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No 1
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Seminar Nasional Perikanan Ix
2
Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur Tahun 2010
3
Seminar Nasional Pusat Kajian Lingkungan Pesisir
4
Seminar Teknologi Fakultas Teknik IX
5
The international Symposium on Human Development and Sustainable Utilization on Natural reseources in asian countries Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan Dan Kelautan X
6
7
Judul Artikel Ilmiah Efek Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae Terhadap Kadar Hematokrit Dan Glukosa Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Efikasi Sel Utuh Dan Produk Ekstraselular Bakteri Streptococcus agalactiae Tipe ΒHemolitik Dan Non-Hemolitik Sebagai Vaksin Untuk Pengendalian Streptococcosis Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae Tipe Non-Hemolitik Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Efikasi Vaksinasi Bakteri Streptococcus agalactiae dengan menggunakan teknik pembuatan vaksin yang berbeda
Waktu dan Tempat Yogyakarta, 2010 Bogor, 2010
Samarinda, 2011 Samarinda, 2012
Bakteria Levels Difference Patogenecity Balikpapan, 9Aeromonas sp and Pseudomonas sp on Nila 12 Juli 2012 Tilapia
Toksisitas ECP dan ICP Aeromonas hydrophila pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Asal Loa Kulu Kutaikartanegara, Kalimantan Timur Konferensi Akuakultur Histopatologi Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Asal Loa Kulu Kutai Kartanegara, Indonesia (Kai) 2013 Kalimantan Timur yang Diinjeksi Produk
Jogjakarta, 31 Agustus 2013
Solo, 3-4 September 2013
64
Ekstraselular (ECP) dan Intrasellular (ICP) Bakteri Aeromonas hydrophila Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Strategis Nasional Tahun 2015. Samarinda, November 2015 Pengusul,
(Dr. Esti Handayani Hardi, S.Pi, M.Si)
65
BIODATA ANGGOTA PENELITI 1 A. Identitas Diri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Lengkap (dengan gelar) Jenis Kelamin Jabatan Fungsional NIP/NIK/Identitas lainnya NIDN Tempat dan tanggal lahir Email No Telepon/HP Alamat Kantor
10. No Telepon/Faks 11. Lulusan yang telah dihasilkan 12. Mata Kuliah yang diampu
Dr. Wiwin Suwinarti, S.Hut., MP. P Lektor Kepala 196902151994032003 0015026905 Cianjur, 15 Februari 1969
[email protected] (0541) 250475/0811556579 Jl. Ki Hajar Dewantara Gunung Kelua Samarinda, Kalimantan timur (0541) 748683 S-1 = 27 orang; S-2 = 3 orang; S-3 = 0 orang 1. Kimia Dasar 2. Pengolahan Kimiawi Hasil Hutan 3. Teknologi Pulp dan Kertas 4. Pengendalian Pencemaran 5. Bioenergi dan Konversi Biomassa 6. Teknologi Polimer 6. Serat Alam dan Pemanfaatannya
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi
Bidang Ilmu Tahun Masuk-Lulus Judul Skripsi/Tesis/ Disertasi
Nama Pembimbing/ Promotor
S-1 Universitas Mulawarman, Indonesia Tek.Hasil Hutan 1988-1993 Analisis Kandungan Zat Ekstraktif dan Lignin pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera Linn.) Prof. Dr. Sipon Muladi
S-2 Universitas Mulawarman, Indonesia Tek.Hasil Hutan 1996-1999 Proses Pulping Campuran dari Beberapa Jenis Kayu HTI Prof. Dr. Sipon Muladi
S-3 Universitas Ehime, Jepang
Applied Science
Bioresorces
2002-2005 High Quality Bast Fiber Production with Ammonium Oxalate from Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Prof.Dr. Kazuhiko Sameshima
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir No.
Tahun
1
2007
Judul Penelitian
PemanfaatanTanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) sebagai Bahan Baku Serat
Pendanaan Sumber* Jumlah (Juta Rp) APBD 50.000.000
66
2
2011
3.
2012
4.
2012
5.
2013
6.
2013
7.
2014
8.
2014
8.
2014
Berkualitas Tinggi Pengembangan Produk Herbal dari Tumbuhan Masisin (Rhodomyrtus tomentosa) Dengan Potensi Antioksidan dan Antidiabetes Isolation of Active Compound From Selected Traditional Dayaks Herbal Medicines for Cosmetic in East Kalimantan Pemanfaatan Limbah Padat Kelapa Sawit dan Gliserol dari Industri Biodiesel sebagai Bahan Baku dalam Pembuatan Pellet Energi Berkalori Tinggi (Bio-Coal) Pemanfaatan Limbah Padat Kelapa Sawit dan Gliserol dari Industri Biodiesel sebagai Bahan Baku dalam Pembuatan Pellet Energi Berkalori Tinggi (Bio-Coal) Pemanfaatan Limbah Kulit Kayu Akasia sebagai Bahan Baku Pellet Energi, Bahan Bakar Alternatif Pengganti Batu Bara Fruit Biodiversity from Woody Plant in East Kalimantan for Cosmetical Material Kajian Penggunaan Perlakuan Awal pada Proses Produksi Bioetanol dari Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh Pemanfaatan Biomassa Kayu Macaranga Sebagai Bahan Baku Bioetanol
APBD
70.000.000
Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi INternasional Penelitian Unggulan PT
190.000.000
Penelitian Unggulan PT
75.000.000
Penelitian Unggulan PT
125.000.000
MP3EI
150.000.000
Hibah Bersaing
50.000.000
Penelitian Unggulan PT
100.000.000
165.300.000
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No.
Tahun
1
-
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat -
Pendanaan Sumber* Jumlah (Juta Rp) -
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir No.
1. 2.
Judul Artikel Ilmiah
Volume/ Nomor/Tahun
Nama Jurnal
Antioxidant Effect of Some Medicinal Plants Journal of from East Kalimantan, Indonesia. Oriental Medicine Industry A Study on the Production Method of Kenaf Wood Research High Fiber Strength Journal
Vol. 1/ No. 1/ 2009
Vol. 2/ No. 2/ 2011
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir No 1.
Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar Seminar Nasional
Judul Artikel Ilmiah Aktivitas Senyawa Antioksidan dari
Waktu dan Tempat 2008,
67
Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia IX Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia X
2.
3.
Seminar Nasional Forum Teknologi Hasil Hutan
4.
Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia XI The 1st International Symposium of Indonesian Wood Research Society The 4th Korea-ThailandIndonesia Joint Symposium on Biomass Utilization and Renewable Energy Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia XIV The 4th International Symposium of Indonesian Wood Research Society The 7th Korea-ThailandIndonesia Joint Symposium on Biomass Utilization and Renewable Energy
7.
8.
9.
10.
11.
Tumbuhan Bawang Tiwai Palangkaraya (Eleutherine americana L. Merr.) Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan 2008, dari Fraksi Etil Asetat pada Palangkaraya Tumbuhan Bawang Tiwai (Eleutherine americana L. Merr.) Kajian Kualitas Pulp Akasia (Acacia 2009, Bogor mangium Willd.) yang Dihasilkan dari Proses Pulping Acetosolv Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak 2009, Bogor Daun Tahongai (Kleinhovia Hospita Linn.) A Study on the Production Method 2009, Bogor of Kenaf High Fiber Strength The Production Of Biogas From 2010, Bangkok Tropical Water Plant Biomass, Water Hyacinth (Eichornia Crassipes Solms) Potensi Daun Tumbuhan Masisin 2011, Yogyakarta (Rhodomyrtus tomentosa (ait) hassk) sebagai Antibakteri Alami Study of Acetosolv Pulping as an 2011, Yogyakarta Environmentally Friendly Process Alkaline Pretreatment Of Eucalyptus pellita F. Muell as Raw Material For Bioethanol Production
2013, Bangkok
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir No
Judul
Tahun
Jumlah Halaman
Penerbit
1 H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir No.
Tahun
Judul
Jenis
Nomor P/ID
1
I.
No.
Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Lainnya yang Telah Diterapkan
Sosial
Tempat Penerapan
Respon
68
Masyarakat 1.
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya) No 1
Penghargaan Satya Lencana Karya Setia (10 tahun)
Institusi Pemberi Penghargaan Presiden Republik Indonesia
Tahun 2008
2 3
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Strategis Nasional Tahun 2015. Samarinda, November 2015 Pengusul,
(Dr. Wiwin Suwinarti, S.Hut., MP.)
69
BIODATA ANGGOTA PENELITI 2 A. Identitas Diri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama NIDN Tmp/Tanggal lahir Alamat rumah No telepon/HP E-mail Pangkat/gol Jabatan fungsional TMT Gelar akademik Bidang Keahlian
: Agustina, S.Pi, M.Si : 0004087702 : Muara Muntai/4 Agustus 1977 : Jl. P. Suryanata Perum. BPBI Blok A4-A5 RT. 12 No. 15 : 081346249515 :
[email protected] : Penata/IIIc : Lektor : 1 Desember 2003 (SK CPNS) : S.Pi., M.Si. : Budidaya Perairan (Mikrobiologi Perairan)
B. Pendidikan Universitas/Institut dan Lokasi Universitas Mulawarman Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Perairan (AIR) Institut Pertanian Bogor
Gelar Tahun Selesai S.Pi. 1999 M.Si 2002 – 20032006
1.2. Pengalaman Kerja dalam Penelitian : Hasil Penelitian Profil Dasar dan Beban Sedimen Sungai Mahakam Bagian Hulu dan Tengah
Studi Mikroba pada Ikan Nila yang Dibudidayakan dalam Karamba Di Desa Loa Kulu Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara Studi Kondisi Kesehatan Ikan Nila yang Dibudidayakan di Karamba pada Kolam Bekas Galian Tambang Batu Bara Di Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara
1.3. Publikasi Ilmiah Hasil Penerbitan Seleksi Bakteri Perairan Penghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophila dari Kolam Pemeliharaan Ikan Mas Cyprinus carpio L. Seleksi Bakteri Usus Ikan Mas Cyprinus carpio L. yang Mampu Menghambat Bakteri Aeromonas hydrophila Identifikasi Jamur dan Bakteri pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dibudidayakan dalam Karamba di Desa Loa Kulu Kota Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara Isolasi Bakteri pada Ikan Nila yang Dibudidayakan
Bidang Studi Budidaya Perairan Kesehatan Ikan
APBD Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2010
2012 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Kutai Kartanegara
2013
Tahun Publikasi Jurnal Ilmu Perikanan Tropis (Journal of the Tropical Fisheries Science) FPIK Universitas Mulawarman, vol 11 No. 1 Oktober 2009 Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan „Daerah Gerbang Etam‟. Kab. Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Vol. 4 No. 1 Tahun 2010 Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan Umum, estuari dan Kelautan “AQUARINE”. Jurusan MSP FPIK Unmul. Vol. 4 no. 1, Maret 2013, hal : 18-27 Disampaikan pada Semnaskan UGM Agustus
70
di Karamba Jaring Apung Di Kolam Bekas Galian Batubara Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara Histopatologi Ikan Nila Asal Loa Kulu Kutai Kartanegara Kalimantan Timur yang Diinjeksi Produk Ekstraseluler dan Intraseluler Bakteri Aeromonas hydrophila
2013
Prosiding Konfrensi Akuakultur Indonesia 2013, 3-4 September 2013
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Strategis Nasional Tahun 2015.
Samarinda, November 2015
Agustina, S.Pi, M.Si NIP. 19770804 200312 2002
71
SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS
No
Nama/NIDN
Instansi Asal
Bidang Ilmu
Alokasi Waktu (jam/ minggu) 10
1
Esti Handayani Hardi/ 004018003
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Kesehatan Biota Akuatik
2
Wiwin Suwinarti/ 0015026905
Fakultas Kehutanan
Mikrobiologi
8
3
Agustina/0004087702
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Mikrobiologi Perairan
8
Uraian Tugas
Melakukan semua kegiatan penelitian yang tercantum dalam metode. Mengevaluasi rencana, pelaksanaan dan hasil dari penelitian Membantu melakukan ekstraksi tanaman rempah dan analisis hasil ekstrak yang tercantum dalam metode. Menyelesaikan masalah. Membantu melakukan semua kegiatan penelitian yang tercantum dalam metode. Menyelesaikan masalah penggandaan laporan, administrasi
72
III
PUBLIKASI
1.
Publikasi pada Journal AACL Bioflux(Q4)
Country: Romania Subject Area: Agricultural and Biological Sciences | Environmental Science Publisher: Bioflux Publishing House. Publication type: Journals. ISSN: 18449166, 18448143
Antibacterial activities of some borneo traditional plant extracts to against Aeromonas hydrophila and Pseudomonas sp. bacteria pathogen Esti Handayani Hardi1, Irawan Wijaya Kusuma2, Wiwin Suwinarti2, Agustina1, Ibnu Abbas1 1
Lab. Microbiology, Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Science, Mulawarman University, East Kalimantan Indonesia. 2 Lab. of Forest Product Chemistry, Faculty of Forestry, Mulawarman University, East Kalimantan, Indonesia. Corresponding author : E. H. Hardi, Email :
[email protected] Abstract. East Kalimantan region is largely tropical rain forest overgrown by traditional herbal plants that have been widely used, but the use in the fisheries has not been done. This study was conducted to determine the antibacterial ability from some plant extracts to against the bacteria Aeromonas hydrophilla and Pseudomonas sp. bacteria pathogen on nila tilapia. A total of 32 types of herbal plants extracted ethanol, tested in vitro test inhibition against both pathogens. The concentration of the extract used range of 500 ppm with inhibition test which measures the inhibition zone formed after 24 and 48 h incubation at 30° C. The results showed that 30 kinds of herbal plants extracts have antibacterial activity to A. hydrophila and 29 extract against Pseudomonas sp. The highest activity was shown by the black cumin extract against both bacteria. Most of extract have inhibitory zone more than 10 mm against A. hydrophila (12 extract) and 6 extract against Pseudomonas sp. Key Words : Aeromonas hydrophilla, Antibacterial and Pseudomonas sp.
Introduction. Aeromonas hydrophila and Pseudomonas sp. infection were factor caused of death in the aquaculture of tilapia, carp and catfish in the area of fish aquaculture. Tilapia infected with both bacteria have experienced the death of up to 80% within a period of 5-7 days post-infection. Both of these bacteria infect simultaneously, but clinical symptoms in fish infected by A. hydrophila and Pseudomonas sp. separately differently. Aeromonas infection caused the fish bleed until the wound on the outside of infected organs such as the surface of the body, skin and operculum. While, Pseudomonas sp. caused fish internal organ looks pale, watery and the gall bladder rupture (Hardi 2012). Both bacterial infections found in almost all freshwater fish farming areas ranging from Sumatra, Java, Kalimantan and Sulawesi. However, the characteristics of Aeromonas bacteria that infect in those area are different, this causes the pathogenicity of bacteria is different in fish.
73
Aeromonas infection prevention using group Lamiaceae herbs and Apocynaceae (Haniffa & Kavitha, 2012) showed varying results. Utilization of dichloromethane, methanol and extract from 26 species of seaweed as an antibacterial compound for five types of fish pathogens (Aeromonas salmonicida, Aeromonas hydrophila, Pseudomonas anguilliseptica, Vibrio anguillarum, Yersinia ruckeri). Dichloromethane extract material from Asparagopsis armata, Ceramium rubrum, Drachiella minuta, Falkenbergia rufolanosa, Gracilaria cornea and Halopitys incurvus showed antibacterial activity against to V. anguillarum and P. anguilliseptica. Prevention of bacterial infection using traditional plant extracts more desirable addition to the ingredients are easily available, can also be antibacterial as well as an imunostimulant to improve the health of the fish. This study was conducted to test the antibacterial activity of 32 traditional plant extracts to against A. hydrophila and Pseudomonas sp. bacteria that infect tilapia in Kutai Kartanegara, East Kalimantan.
Material and Method. The study was conducted in January - December 2014 at the Environment Microbiology Laboratory, Faculty of Fisheries and Marine Science, Mulawarman University, East Kalimantan Indonesia. Collection and identification of herbal plant. Traditional herb plant samples were collected from some traditional markets in Samarinda. Selection of plant species collected mainly based on information ethnobotany by local communities, especially the types of plants that are used as a spice and aromatic in cooking, food preservatives, fragrances and other information. Confirmation of the identity of the type carried out by the staff of the Faculty of Forestry identifier types and confirmed at the Research Institute Germination, Samboja. The extraction process is done in Wood Chemistry Laboratory, Department of Forest Products Technology, Faculty of Forestry, Mulawarman University.
Extraction Herb Plant. Samples of plants were used in this studied is made of powder simplicia using a dry blender. After that, the samples were dried in a room with a constant temperature. After drying the sample ready for extraction. Extraction is done by soaking 100 g sample with ethanol in the Erlenmeyer. The next sample was homogenized using a shaker for 48 hours at room temperature. After the extract solution is filtered and concentrated by using a rotary vacuum evaporator to obtain a crude extract.
74
Bacteria Test. The bacteria used in this research are A. hydrophila and Pseudomonas sp. obtained from tilapia are ill and died in Loa Kulu Kutai, East Kalimantan. The bacteria postulate Koch test before used, to maintain the level of pathogenicity of bacteria in the host. The postulate Koch test was done to determine the impact of both bacterial infections in tilapia, and attempt to believe that the changes that occur both bacteria in behavior and external organs and anatomical pathology organ in tilapia caused by these bacteria. The fish used in these experiments amounted to 6 animals for each bacterium. Fish injected with each bacterium with a density 1011 CFU mL-1, 0.2 mL fish-1. Some parameters were observed, they are changes in swimming patterns, anatomy organ organs and fish mortality. Observation of the parameters is done every 24 hours post-injection up to 120 hours.
Antibacterial activity test. Antibacterial test done by in vitro inhibition with Disc Diffusion Assay (Dulger & Gonuz 2004). Extract concentrations used ranged from 500-600 ppm, and then tested extracts inhibitory to bacteria A. hydrophila and Pseudomonas sp. with the following procedures: a) The concentration of each extract dropped on Widman sterile paper as much as 25 μm, then placed on a media that already contain bacteria cultures on TSA medium (Triptic Soy Agar), subsequent bacterial culture containing paper disc that has been incubated for 24 hours at a temperature of 30o C. b) Observations inhibitor zone on 24-48 hours by measuring the diameter of clear zone formed.
Determination test of an effective dose of herbal plant extracts. In vitro testing in the determination of an effective dose of the extract as an antibacterial substance to against A. hydrophila and Pseudomonas sp. are they have a inhibit zone more than 12 mm. The three of them are Boesenbergia pandurata, Solanum ferox, and Zingiber zerumbet, the test using Diffusion Assay method (Dulger & Gonuz 2004) with the concentration of the extract used range between 100-6000 ppm of Boesenbergia pandurata, Solanum ferox and 25 -1000 ppm of Zingiber zerumbet. The third extract selected because they are traditional herb that have a high antibacterial activity, the cheap price, easy to colect and can be developed as a commercial antibacterial medicine for fish aquaculture.
75
Result and Discussion. Results of in vitro testing against 32 extract of herb plant origin from East Kalimantan that has been done, in elaborate in Figure 1.
Tradicional Plant Extract
Nigella sativa Artocarpus camansi Cymbopogon citrates Curcuma aeruginosa Citrus × hystrix Pandanus amaryllifolius Foeniculum vulgare Cymbopogon citrates Ocimum Cinnamomum verum leaf Citrus × hystrix Trigonella foenum-graecum Piper nigrum Curcuma longa Illicium verum Myristica fragrans Zingiber officinale var Kaempferia galanga L Coriandrum sativum Etlingera elatior Cuminum cyminum Piper nigrum L. Zingiber zerumbet Linn Alpinia galanga (L.) Sw. Boesenbergia pandurata Tamarindus indica Ocimum sanctum Amomum compactum Curcuma heyneana Solanum ferox Curcuma domestica Syzygium aromaticum aquades Tetrasiklin 0
10
Inhibition Zone (mm)
20
30
40
Aeromonas hydrophila Pseudomonas sp.
Figure 1. Antibacterial activity of traditional herb against Aeromonas hydrophila and Pseudomonas sp.
76
Figure 1 shows that from 32 extract, 30 extract have antibacterial activity to A. hydrophila bacterium and 29 extract against Pseudomonas sp. with different levels. Ten extract of herb plant against both bacterial, they are Nigella sativa, Illicium verum, Tamarindus indica, Citrus × hystrix, Solanum ferox, Boesenbergia pandurata, Syzygium aromaticum, Curcuma longa, Piper nigrum and Zingiber zerumbet. Boesenbergia pandurata has best antibacterial activity against A.hydrophila and less against Pseudomonas sp. Similarly, the Ocimum can prevent the growth of A. hydrophila bacteria, but either Pseudomonas sp. Illicium verum, Solanum ferox and leaf Citrus have compound to inhibit both bacteria. Conducted Haniffa & Kavitha (2012), C. aromaticus Lamiaceae, Mentha arvensis and Leucasaspera forming inhibitory zone around 10.33 mm, 9.67 mm, and 9:33 mm, while T. divaricata of Apocynaceae plants showed inhibition zone 7.33 mm, Catharanthus roseus 9.67 mm and Rauvolfia tetraphylla 9.33 mm. Overall test results showed that C. aromaticus most effective to inhibit the growth of A. hydrophila. Compared with 32 extract of plant in this research, there are 12 extract of herbal plants that have the inhibitor of A. hydrophila growth activity with inhibition zone ≥ 10 mm, among others, Syzygium aromaticum, Solanum ferox, Amomum compactum, Tamarindus indica, Boesenbergia pandurata, Zingiber zerumbet, Illicium verum, Piper nigrum, Trigonella foenum-graecum, leaf Citrus, Curcuma aeruginosa and Nigella sativa. Six extract can suppress the Pseudomonas sp. growth, they are Solanum ferox, Tamarindus indica, Illicium verum, leaf Citrus, and Nigella sativa. The highest antibacterial activity contained in the black cumin plant reaches 20-23 mm Pseudomonas sp. and Aeromonas against bacteria. Similarly, research conducted by Babuselvam et al (2012), extracts Rhizophora mucronata and Salichornia brachiata ethanol use against pathogenic bacteria such as Vibrio harveyi in shrimp, Vibrio vulnificus, Vibrio alginolyticus, Vibrio anginllarum and Vibrio lohi and bacteria pathogens in fish such as Bacillus subtilis, Serratia sp., Aeromonas hydrophila, Vibrio harveyi and Vibrio parahaemolyticus showed different results. Brachiata Salichornia extracts has antibacterial activity compound to Vibrio alginolyticus (14 mm) and Vibrio parahaemolyticus (15 mm) higher than Rhizophora mucronata extract. Diversity of antibacterial activity test results is strongly influenced by the ingredients in each plant. However, the overall results of this test can be followed in vitro.
77
Figure 2. Antibacterial activity of Boesenbergia pandurata (A), Solanum ferox (B), and Zingiber zerumbet (C) against to A. hydrophila and Pseudomonas sp.
In general, each of the extracts of the herb shows this diverse activity caused by the ingredients contained in the extract. Similarly, the results of research conducted by Kolanjinathan et al (2009) showed that the crude extract using ethanol from seaweed showed different antibacterial activity against bacteria such as Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus faecalis, and
78
Bacillus cereus. Gracilaria edulis test results the ability to inhibit the growth of all tested bacteria except for Bacillus cereus and Enterobacter aerogenes. While extracts from Calorpha peltada proved able to inhibit the growth of Gram negative and positive bacteria such as Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Streptococcus faecalis. Extract Hydroclothres sp. is able to inhibit the growth of Pseudomonas aeruginosa. Results of testing the antibacterial activity of traditional crops is highly variable does not like the use of antibiotics, which results tend to constant testing with bacteri. Concentrations of Boesenbergia pandurata (800 and 900 ppm) are the concentration of the inhibitory zone with the widest ranges from 11-13 mm were classified as intermediate group to suppress the A. hydrophila growth, the concentration are also likely to be used as antibacterial on fish. Concentrations of 100, 200 ppm of Solanum ferox are the best concentration that able to suppress the growth of bacteria Pseudomonas sp. consentration of Zingiber zerumbet 25, 200 and 2000 ppm are best consentration and can used for antibacterial to suppress the A. hydrophila infection on fish. Phytochemical analysis results shown that Boesenbergia pandurata contains alkaloids, flavonoids and carbohydrates; Solanum ferox contains alkaloids and carbohydrates and Zingiber zerumbet consist alkaloids, flavonoids, steroids and carbohydrates. That‟s component are able to decrease the bacteria growth. Component of sterols, hydroxychavicol, eugenol and phenolic compounds can suppress the growth of bacteria (Pauli 2002). In addition, other chemicals such as fatty acids (stearic acid and palmitic acid) and hydroxyl fatty acids esters (hydroxyl esters, Myristic and palmitic acids) are also have the ability to inhibit the growth of bacteria (Bhattacharya et al 2007). Meanwhile, according to Hayes & Berkovitz (1979), the material fatty acids can damage the wall surface of the bacteria and fungi that grow particularly at low temperatures. Fatty acids is believed to damage the structure and function of the bacterial cell wall and membrane (Hayes & Berkovitz 1979). Conclusion. A total of 30 kinds of plant extracts of traditional herb plant have antibacterial activity to against A. hydrophila and 29 to Pseudomonas sp. The highest activity shown by the Nigella sativa extract against both bacteria. The in vitro test to determination of an effective dose of the extract as an antibacterial substance to against both bacteria are 800 and 900 ppm Boesenbergia pandurata, 100 and 200 ppm Solanum ferox, 25, 200 and 2000 ppm Zingiber zerumbet. Acknowledgements. This research supported by Directorate General of Higher Education of the Republic Indonesia (DIKTI) with National Strategic Research. We thank for Faculty of
79
Fisheries and Marine Sciences Mulawarman University and Marine and Fisheries Kutai Kartanegara of their assisted during in the field. Reference Pauli A., 2002. Antimicrobial properties of catechol derivatives; 3rd World Congress on Allelopathy, Tsukuba, Japan, pp 26-30. Babuselvam M., Mohamed Farook K. A., Abideen S., Peer Mohamed M., Uthiraselvam M., 2012. Screening of Antibacterial Activity of Mangrove Plant Extracts Against Fish And Shrimp Pathogens. International Journal of Applied Microbiology Science 1(3): 20-25. Dulger B., Gonuz A., 2004. Antimicrobial activity of certain plants used in Turkish traditional medicine. Asian Journal of Plant Sciences, 3: 104–107. Hardi E.H., 2012. Bacteria Levels Difference Pathogenecity Aeromonas sp. and Pseudomonas sp. on Tilapia. Proceeding The international Symposium on Human Development and Sustainable Utilization on Natural reseources in asian countries. Balikpapan, Indonesia. Kolanjinathan K., Ganesh P., Govindarajan M., 2009. Antibacterial activity of ethanol extracts of seaweeds against fish bacterial pathogens. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 13 (3):173-7. Haniffa M.A., Kavitha K., 2012. Antibacterial activity of medicinal herbs against the fish pathogen Aeromonas hydrophila. Journal of Agricultural Technology 8 (1): 205-211 Hayes M.L., Berkovitz B.K., 1979. The reduction of fissure caries in Wistar rats by a soluble salt of nonanoinic acid,Arch. Oral Biol. 24 : 663-666. Bhattacharya S., Mula S., Gamre S., Kamat J.P., Bandyopadhyay S.K., Chattopadhyay S., 2007. Inhibitory property of Piper betel extract against photosensitization-induced damages to lipids and proteins. Food Chem.100 : 1474–1480.
80
2. Artikel di seminarkan pada International Conference on Science and Technology 2015
Activity Antagonistic of Extracelluler product and Component Bacteri of Pseudomonas sp. against Aeromonas hydrophila from Nila Tilapia aquaculture in East Borneo Esti Handayani Hardi1,a), Irawan Wijaya Kusuma2), Wiwin Suwinarti2), Gina Saptiani1), Agustina1) 1
Dept. of Aquaculture, Mulawarman University, East Kalimantan, Indonesia 2 Dept. Forestry, Mulawarman University, East Kalimantan, Indonesia a)
Corresponding author:
[email protected]
Abstract. Activity antagonistic whole cell and 103 protein fraction from Pseudomonas sp. were studied against Aeromonas hydrophila pathogen on nila tilapia. Antagonistic test as measured by the zone of inhibition in vitro sensitivity test after 24 and 48 hours incubation time on 30 o C. both the protein fraction and whole cell pseudomonas have potential action against A. hydrophila infection in nila tilapia, but just 10 fraction have inhibition zone more than 12 mm, 5 fraction more than 14 mm and 2 fraction effective to reducing A. hydrophila growth more than 16 mm. All of extracellular fractions of Pseudomonas sp. were effective in reducing growth of pathogen A. hydrophila. Keywords: Biocontrol; Pseudomonas sp.; Aeromonas hydrophila
Introduction A. hydropila is bacterial pathogen that has a very wide host, freshwater, brackish and sea water have been reported infected by bacterium, the bacteria caused hemorrhagic septicemia (Paniagua et al., 1990). These bacteria are facultative or opportunistic that can live in water without a host for long time and found almost throughout the year on fish farming. Fish deaths caused by this bacterium is very high more than 60%. The incubation period is short enough bacteria achieve optimum growth of 18-24 hours, these factors highly pathogenicity in the host, because when bacteria intro the fish body it only takes less than 24 hours to grow and virulence develop. Bacterial infections A. hydrophila is always accompanied by infection of Pseudomonas sp. both of bacteria are always found in healthy and diseased tilapia with different levels of pathogenicity. According to Hardi (2012), Hardi and Pebrianto (2012) fish infected with the A. hydrophilla show changes in the external organs appear more and faster than the infection of Pseudomonas sp. This indicates that A. hydrophila more pathogens than one. The existence of Pseudomonas sp. in fish body is expected to be a bio control for A. hydrophila, but still need to do research related to the antagonistic properties of ekstraselullar products compound of Pseudomonas sp. to obstruct the A. hydrophila cell.
81
In fresh water aquaculture practices bacterial infectious diseases result in losses worldwide and to prevent them antimicrobial compounds are used intensively. In the process of phytopharmaca, vaccines and antibiotic treatment can reduce the A. hydrophila but less affectivity. Alternatives way to the use of antibiotics are gaining importance in many countries (Nogami and Maeda, 1992; Sugita et al., 1998; Gatesoupe, 1999; Bala Reddy, 2001). Accordingly, the application of microbial communities in aquaculture for controlling pathogenic bacteria shows promise Use of proteins produced by bacteria to suppress the growth of pathogens has been done with good results. Selection of bacterial products to kill bacterial pathogens are considered safer and more effective because it does not cause problems of resistance in farmed fish. Results of research conducted by Vijayan et al. (2006), shows that the supernatant of Pseudomonas sp. PS-102 is antagonistic against vibrio bacteria by 73%, and safe for shrimp the size of the PL-9. Nour and El-Ghiet (2011) tested the in vitro antibacterial activity of P. fluorescens against A. hydrophila. Pseudomonas sp. (EP-01) and A. hydrophila (EA-01) were isolated from tilapia are collated from Loa Kulu Kutai Kartanegara in East Kalimantan. From the results of pathogenicity test, it is known that A. hydrophila is a bacteria that caused changes in external organs more dominant, and these bacteria cause early death compared with Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. cause of death in 72 hours, whereas A. hydrophila at 48 hours post-injection (Hardi and Pebrianto, 2012). The results of the observations by Hardi et al, (2014), Pseudomonas sp. (EP-01) produces 103 protein fraction with a molecular weight of about 15:21 - 113.10 kDa. However, the amount and type of protein in the ECPs are very dependent on bacterial growth media and duration of incubation. Several types of Pseudomonas sp. is antagonistic to some pathogenic bacteria in fish and shrimp farming (Vijayan et al, 2006; Mohideen et al, 2010, Rattanachuay et al 2010). In this study will be discussed on the in vitro antibacterial of 103 ECPs protein fractions of Pseudomonas sp. against pathogens A. hydrophila. In this study of 103 trials antagonistic protein fraction in extracellular product, and whole cells of Pseudomonas sp. against bacteria A. hidrophilla with inhibition method.
Material and Methods
Isolation of Bacteria A. hydrophila (EA-01) dan Pseudomonas sp. (EP-01) bacteria, ware isolated from nila tilapia Loa Kulu Kutai Kartanegara, East Kalimantan. Both bacteria ware isolation by taking samples of nile tilapia who have change in exsternal anatomy pathology, purulens eyes, a wound). The bacteria ware grown in BHIB (Brain Heart Infusion Broth) and BHIA (Brain Heart Infusion Agar) media for 24 h at 30 oC.
Preparation of extracellular products (ECP) components Two types of antigenic compound of Pseudomonas sp., e.g. whole cell product (Wh) and 103 protein of extracellular product (ECP) were prepared from Pseudomonas sp. which grown in BHI medium for 24 hours, 28-30 oC. To get the whole cell of Pseudomonas sp., cultured cell of the bacteria was removed from the medium by centrifugation at 10 000 g and 4 oC for 30 min. the pellet was washed and resuspended in phosphate buffer saline (PBS) and used for antagonistic test. Extracelullar product gets by centrifugation of bacteria culture at 10 000 g and 4 oC for 30 min, the supernatant were filtered (0.22 μm). The cell-free supernatant (10 µl) from each culture was mixed with one gram SDS-PAGE sample loading buffer (192 m Mglycine+0.1% +24.8 m MSDS Trishidroksi aminometan) and then boiled for 1 min. The samples and low-range protein molecular weight standards were then loaded into each well of an SDS PAGE gel (10%) using the method described by Laemmli (1970). The gel was run at 100 V for 120 min. Separated proteins in the gel were then stained with silver nitrate following the method described by Bradford (1976).
82
Preparation of different cellular components There are four antigenic components from Pseudomonas sp., e.g. heat killed whole cell product (HK), whole cell product (WCP), intra cellular product (ICP) and extra cellular product (ECP). the bacteria was grown in sterile brain heart infusion broth (BHi media, Oxoid) at 28-30 oC for 24 h. the bacteria density is 1010 cfu/ml, whereas an OD 10 Pure cultures preparation for HK WCP, WCP, ECP and ICP separately. The optical density (OD) of 24 h old cultures was taken for each bacterium and simultaneous plating was carried out in triplicate and the colony forming unit/ml was calculated. The optical density at 546 nm of P. fluorescens was 0.836 which corresponded to of P. aeruginosa 0.742 corresponded to 1.2x109 cfu/ml and an OD of P. putida, 0.738 corresponded to 2.1x109 cfu/ml respectively. The protein estimation of all the protein fraction of Pseudomonas species was according to Bradford (1976). The minimum amount of protein content (70 Al) of the lowest protein concentration of Pseudomonas species was taken as standard and accordingly the other protein fractions of other Pseudomonas species were calculated and charged in nutrient agar plates. 2.3. Whole cell product (WCP) bacteria Pseudomonas sp. grown separately in brain heart infusion broth were harvested after 24 h incubation and centrifuged at 10,000 g for 10 min at 4 oC. The bacterial pellet was washed twice and resuspended in phosphate buffered saline (PBS) (pH 7.2) and used for the antagonistic study. Extra cellular product (ECP) The supernatants obtained after centrifuging 24 h old cultures of bacteria in brain heart infusion broth were filtered (0.22 Al). They were further concentrated with 20% PEG 6000, dialysed against PBS (pH 7.2) and used as ECP. Heat killed whole cell product Pseudomonas cultures grown in bulk were harvested by centrifugation at 10,000 g for 10 min at 4 o C. The bacterial pellet was washed twice and resuspended in phosphate buffered saline (pH 7.2). They were heat killed at 60o C for 1 h in a water bath and finally stored at 20o C. Intra cellular product (ICP) bacteria Pseudomonas sp. were grown separately in brain heart infusion broth and centrifuged at 10,000 g for 10 min at 4 oC. The bacterial pellet was washed twice and re-suspended in phosphate buffered saline (pH 7.2), to 2% of the initial volume. The cell pellets were then sonicated at 50 Hz for 5 min filtered through a syringe with a 0.45 Al filter and finally stored at 20 oC until further use.
Antagonistic Test Twenty five µm of Wh and ECP were impregnated on mm diameter sterile discs and placed on BHIA medium plates previously swabbed with A. hydrophila isolation. The plates were incubated at 30 oC for 24 h and than the inhibition zone was measured and recorded.
Discussion Pseudomonas sp. (EP-01) were grown in BHI broth medium and incubated for 24 h at 30 ° C resulted in 113 fractions with varying volumes in detail, the amount of each fraction results can be seen in the following Figure 1.
Figure 1. The results of the purification of Pseudomonas sp. with sephadek G-100.
83
Fraction number 9, containing 103.98 ppm/mL supernatant, only 11 fraction have more than 20 ppm, the rest only between 0-15.80 ppm/mL supernatant. Overall, ECP produced by Pseudomonas sp. up to 43 ppm. Results fractionated using SDS Page showed that the molecular weight produced by Pseudomonas sp. on TSB liquid media with time incubation 24 h at 30 ° C ranged from 15.21-113.10 kDa and there are 15 bands protein detected (Hardi et al, 2014). Only a few number of protein fraction are known the weight moleculer e.g. number 19 and 30 as well as the fractions to 32 and 39. Each molecular weight shown in Table 1 below: Tabel 1. Extracellular Pseudomonas sp. relations between standard molecule weigh and relative migration (Rm)
Sample
Run
Band
Rf
a
b
BM
BM Kd
9
4.4
1.8
0.409091
1.009
5.214
63274.29
63.27
4.4
2.1
0.477273
1.009
5.214
54004.73
54.00
4.4
2.4
0.545455
1.009
5.214
46093.15
46.09
4.4
3.5
0.795455
1.009
5.214
25786.14
25.79
4.4
3.9
0.886364
1.009
5.214
20876.57
20.88
4.4
4.1
0.931818
1.009
5.214
18784.32
18.78
4.4
4.5
1.022727
1.009
5.214
15207.86
15.21
4.4
1.8
0.409091
1.009
5.214
63274.29
63.27
4.4
2.1
0.477273
1.009
5.214
54004.73
54.00
4.4
2.1
0.477273
1.009
5.214
54004.73
54.00
19 and 30
32 and 39
Figure 2. Extracellular electrophoresis by SDS PAGE with silver stain Testing capabilities ECP antagonistic Pseudomonas sp. against A. hydrophila done using paper disc with an incubation period of 24 and 48 hours, the results indicate that there are 10 fractions ECP decrease the A. hydrophila growth, with inhibition zone more than 12 mm. they are fraction ECP number 10, 35, 37, 40, 57 , 62, 71, 73, 84, and 101. Any 5 fractions have inhibition zone more than 14 mm and 4 fractions more than 15 mm. Only 2 number of ECP fractions have inhibition zone more than 16 mm. Some number of ECP fractions from Pseudomonas sp. likely as a candidate for A. hydrophila bio control. More detailed about inhibition zone diameters can be seen in Figure 3.
84
Inhibition zone from number of fraction to A. hidrophila EA-01 strain is very varied, but generally each number of fractions has a grown inhibition. Any 48 fractions of 103 fractions or 46.6% had more inhibition zone of 10 mm and only 27 fractions or 26.2% inhibition zone has more than 10.75 mm, or inhibition zone by whole cells of Pseudomonas sp. against A. hydrophila. This indicates that Pseudomonas sp. in the fish body is a limiting factor for the A. hydrophila infection in nila tilapia. Whole cells of Pseudomonas sp. able to inhibit the A. hydrophila growth by forming inhibitory zone of 10.75 mm. At the time, culture together both bacteria in BHIB media shown that growth of A. hydrophila decreased, highest inhibition zone by number of ECP fractions are number 40 and 73 (17 mm). Heat whole cells and killed whole cell product some strains of Pseudomonas sp. can suppress the growth of several strains of bacteria pathogen A. hydrophila (Das et al., 2006). Potency to suppress the growth of bacteria A. hydrophila is due in ECP protein fractions of Pseudomonas sp. containing antibiotics, bacteriocyn, siderophor (Gram and Melchiorsen, 1996), lysozym and other proteases (Sugita et al., 1998). Whole cells of Pseudomonas sp. (W3) can produce alkaline protease in extracellular products that can suppress the growth of bacteria that cause disease luminous vibriosis in shrimp. The components used are the supernatant of the bacterial suspension with a dose 0 : 45 and 0 : 22 μL. That capability was due to Pseudomonas sp. W3 produce proteolytic enzyme and lysozyme (Nacetylmuramidase) and lytic enzyme. (Rattanachuay et al., 2010). The supernatant of Pseudomonas sp. (I2) contains antibacterial ingredients such as proteolytic, lipolytik and amylolitic enzyme that suppresses the Vibrio harveyi growth (Vijayan et al., 2006).
85
Figure 3. Zones of inhibition of ECP fraction and Whole cell of Pseudomonas sp. against A. hydrophila.
86
Figure 4. Zones of inhibition of Pseudomonas sp. component against to A. hydrophila.
All the components of Pseudomonas sp. bacteria have a antibacterial activity to A. hydrophila pathogen begin the 6 hours but the best inhibition zone in 12 hours to decrease up to 36. The best component from bacteria to depress the pathogen bacteria are WCP, ICP and HK, which has inhibition zone more than 10 mm. While other components that produce inhibition zone 7-10 mm. This indicates that the bacterium Pseudomonas sp. has antibacterial activity against to A. hydrophila. in addition, almost all components of Pseudomonas sp. bacteria is able to inhibit the growth of pathogenic bacteria special A. hydrophila.
Acknowledgments Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci eliton ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex en commodo consequat. Duis te feugifacilisi per suscipit lobortis nisl ut aliquip ex en commodo consequat.Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing
References 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8. 9.
Eissa Nour and E.N. Abou El-Ghiet. 2011. Efficacy of Pseudomonas fluorescens as Biological Control Agent against Aeromonas hydrophila Infection in Oreochromis niloticus. World Journal of Fish and Marine Sciences 3 (6): 564-569. Vijayan, K.K., I.S. Bright Singh, N.S. Jayaprakash, S.V. Alavandi, S. Somnath Pai, R. Preetha, J.J.S. Rajan, T.C. Santiago. 2006. A brackishwater isolate of Pseudomonas PS-102, a potential antagonistic bacterium against patogenic vibrios in penaeid and non-penaeid rearing systems. Aquaculture 251 : 192–200 M.M.Abdul Kader Mohideena, T.Selva Mohanb, K.R. Fathima Mashrooraa, K.Kiruthika Lakshmic and M.I.Zahir Hussain.2010. Pseudomonas fluorescens is an Effective Probiotic against FishPatogenic Vibrio sp. International Journal of Biological Technology (2010):1(2):118-123 Pattamarat Rattanachuay, Duangporn Kantachote, Manee Tantirungkij, Teruhiko Nitoda, Hiroshi Kanzaki. 2010. Inhibition of shrimp patogenic vibrios by extracellular compounds from a proteolytic bacterium Pseudomonas sp. W3. Electronic Journal of Biotechnology, Vol.13 No.1. Gram, L. and Melchiorsen, J., 1996. Interaction between fish spoilage bacteria Pseudomonas sp. and Shewanella putrefaciens in fish extracts and on fish tissue. J. Appl. Bacteriol. 80, 589– 595. Sugita, H., Hirose, Y., Matsuo, N., Deguchi, Y., 1998. Production of the antibakterial substance by Bacillus sp. strain NM 12, an intestinal bacterium of Japanese coastal fish. Aquaculture 165, 269– 280. Das BK, Surya Kanta Samal, Biswa Ranjan Samantaray, Satyanarayana Sethi, Phalguni Pattnaik, Bibhudendu Kumar Mishra. 2006. Antagonistic activity of cellular components of Pseudomonas species against Aeromonas hydrophila. Aquaculture 253:17– 24 Gatesoupe, F.J., 1989. The effect of bacterial additives on the production rate and dietary value of rotifers as food for Japanese flounder, Paralichthys olivaceus. Aquaculture 83, 39–44. Nogami, K., Maeda, M., 1992. Bacteria as biocontrol agents for rearing larvae of the crab Portunus trituberculatus. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 49, 2373–2376.
87
10. Bradford, M.M., 1976. A rapid and sensitive method for the quantification of microgram quantities of protein utilizing the principle dye binding. Anal. Biochem. 72, 248– 254. 11. Bala Reddy, B., 2001. Biofilm associated bacterial flora of a freshwater habitat. M. F. Sc. thesis. Central Institute of Fisheries Education, Mumbai, India, pp. 1–80. 12. Hardi EH, 2012. Bacteria Levels Difference Pathogenecity Aeromonas sp and Pseudomonas sp. On Tilapia. Proceeding The international Symposium on Human Development and Sustainable Utilization on Natural reseources in asian countries (ISBN : 978-602-98400-1-8) Balikpapan, 9-12 Juli 2012. 13. Hardi EH, Pebrianto CA. 2012. Isolasi dan Uji Postulat Koch Aeromonas sp dan Pseudomonas sp pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Sentra Budidaya Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol.16, 2:35-39. 14. Esti Handayani Hardi, Gina Saptiani, Angela Mariana Lusiastuti. 2014. Characteristic of Extracellular Protein from Pseudomonas sp. on Different Incubation Condition. Proceeding the 8th Korea-ASEAN Joint Symposium 2014. Korea University 18-22 August 2014. 15. Laemmli, UK. 1970. Cleavage of structural protein during assembly of the head of bacteriophage T4. Nature, 227: 680-685. 16. Paniagua C., Rivero.O., Anguita J. and Naharro G. (1990) Pathogenicity factors and virulence for rainbow trout (Salmo gairdneri) of motile Aeromonas spp. isolated from a river. Journal of Clinical Microbiology 28, 350-355.