LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
PENGEMBANGAN JERAMI PADI (ORYZA SATIVA) YANG MENGANDUNG ISOLAT BAKTERI PENDEGRADASI MINYAK BUMI DALAM BENTUK BRIKET SEBAGAI UPAYA MENGATASI PENCEMARAN DI PERAIRAN LAUT Prof.Dr. Ni Putu Ristiati,M.Pd. NIDN 0004015001 Drs.Sanusi Mulyadiharja,M.Pd. NIDN 0007045802 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor : 5/UN48.14/PL/2013 Tanggal 1 April 2013
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013
1
HALAMAN PENGESAHAN Judul : PENGEMBANGAN JERAMI PADI (ORYZA SATIVA) YANG MENGANDUNG ISOLAT BAKTERI PENDEGRADASI MINYAK BUMI DALAM BENTUK BRIKET SEBAGAI UPAYA MENGATASI PENCEMARAN DI PERAIRAN LAUT Peneliti a. Nama Lengkap b. NIDN c. Jabatan Fungsional d. Program Studi e. No. HP f. Alamat surel (e-mail) Anggota Peneliti a. Nama Lengkap b. NIDN c. Perguruan Tinggi Tahun Pelaksanaan Biaya tahun berjalan
: Prof.Dr. Ni Putu Ristiati,M.Pd. : 0004015001 : Guru Besar : Pendidikan Biologi : 08123803946 :
[email protected] : Drs.Sanusi Mulyadiharja,M.Pd. : 0007045802 : Undiksha : Tahun ke pertama dari rencana 3 tahun : Rp.25.100.000,00 (Duapuluhlima juta seratus ribu rupiah) : Rp.225.100.000,00 (duaratus duapuluhlima juta seratus ribu rupiah)
Biaya keseluruhan
Mengetahui Dekan FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha,
Singaraja, November 2013 Ketua Peneliti,
Prof.Dr.Ida Bagus Putu Arnyana,M.Si NIP 195812311986011005
Prof.Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. NIP 19500104198003 2 001
Menyetujui Ketua Lembaga Penelitian Prof. Dr.AAI. Ngurah Marhaeni, M.A NIP 196403261990032002
2
PENGEMBANGAN JERAMI PADI (ORYZA SATIVA) YANG ENGANDUNG ISOLAT BAKTERI PENDEGRADASI MINYAK BUMI DALAM BENTUK BRIKET SEBAGAI UPAYA MENGATASI PENCEMARAN DI PERAIRAN LAUT RINGKASAN Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai pada akhir penelitian ini adalah kerjasama dengan industri untuk memproduksi briket jerami padi yang telah diinokulasi dengan bakteri pendegradasi minyak bumi yang mampu mengatasi pencemaran di perairan. Penelitian tahun pertama bertujuan untuk mengetahui: (1) komposisi briket jerami yang paling baik untuk pertumbuhan isolat bakteri pendegradasi solar, (2) karakteristik isolat bakteri dari ke lima genus bakteri pendegradasi solar yang paling baik tumbuh dalam briket jerami, (3) isolat bakteri pendegradasi minyak solar mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium. Target khusus yang ingin dicapai pada akhir penelitian tahun kedua adalah mendapatkan suatu teknologi bagi isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yang dapat diinokulasikan pada jerami padi yang dapat dipakai dalam penanggulangan pencemaran oleh tumpahan minyak bumi di perairan laut dalam bentuk briket. Penelitian ini tergolong penelitian eksperimental. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara (1) pengambilan data di lapangan, (2) analisis sampel di laboratorium. Manfaat penelitian bagi pemangku kepentingan adalah dengan ditemukan komposisi yang tepat akan didapatkan suatu teknologi yang dapat mengatasi pencemaran minyak bumi di perairan terutama di laut. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa (1) komposisi 4% merupakan komposisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri pendegradasi solar, (2) Berdasarkan sampel yang telah diuji, didapatkan hasil bahwa terdapat 4 genus bakteri yang mampu tumbuh pada media yang telah diberikan jerami padi.Genus tersebut antara lain Pseudomonas, Acetobacter, Neisseria , dan Halomonas. Jumlah total koloni paling rendah terdapat pada genus Halomonas, kemudian semakin bertambah pada genus Acetobacter, Neisseria, dan jumlah total koloni paling tinggi ada pada Pseudomonas, (3) Isolat bakteri pendegradasi minyak solar mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium tetapi dalam bentuk konsorsium pertumbuhan lebih optimum.
3
PRAKATA
Puji Syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, berkat rahmatNYA kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan judul “Pengembangan jerami padi (Oryza sativa) yang mengandung isolat bakteri pendegradasi minyak bumi dalam bentuk briket sebagai upaya mengatasi pencemaran di perairan laut ” tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan. Kami menyadari bahwa terselesaikannya penelitian ini merupakan usaha bersama dari banyak pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat. Singaraja, November 2013
Penulis
4
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyebaran mikroorganisme dalam lingkungan akuatik 2.2 Peranan mikroorganisme dalam lingkungan akuatik 2.3 Jerami padi 2.4 Studi pendahuluan yang relevan BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian 3.2 Manfaat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian 4.2 Populasi dan sampel 4.3 Lokasi penelitian 4.4 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian 4.5 Teknik pengumpulan data 4.6 Teknik analisis data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Komposisi Briket Jerami yang Optimum untuk pertumbuhan isolat pendegradasi solar 5.2 Hasil Penelitian karakteristik isolat bakteri pendegradasi solar yang optimum tumbuh dalam briket jerami BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
Halaman 2 3 4 5 6 7 9 10 11 14 14 16 17 20 20 21 22 22 22 23 23 23 24 25 45 58 59 59 60 61
5
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1 Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar yang Diberikan Jerami Padi (Oryza sativa) dengan Komposisi Berbeda
25
Tabel 5.2 Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar Pada Komposisi Jerami Padi 4%
27
Tabel 5.3 Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar untuk Masing-Masing Genus Bakteri
27
Tabel 5.4 Karakteristik Sel Isolat Bakteri yang Mampu Tumbuh pada Pemberian Jerami dengan Komposisi 4%
30
Tabel 5.5 Hasil Uji Biokimia Isolat Bakteri yang Mampu Tumbuh pada Pemberian Jerami dengan Komposisi 4%
31
Tabel 5.6 Hasil Uji Beda (Uji Hipotesis) dengan Analisis ANAVA Satu Arah pada Data Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar
32
Tabel 5.7 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Data Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar
33
Tabel 5.8 Konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan dalam briket isolat bakteri pendegradasi solar dengan komposisi jerami padi 4% yang ditambahkan urea dalam media cair sebagai hasil dari biodegradasi solar.
45
Tabel 5.9 Hasil Pengamatan Biodegradasi Solar
47
Tabel 5.10 Uji Normalitas Data
49
Tabel 5.11 Uji Homogenitas Data
50
Tabel 5.12 Uji Hipotesis (ANAVA satu arah)/ Uji Beda
50
Tabel 5.13 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
51
6
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 5.1 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar dengan Pemberian Jerami Padi
26
Gambar 5.2 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar pada Komposisi Jerami Padi 4%
28
Gambar 5.3 Karakteristik Koloni Isolat Bakteri yang Mampu Tumbuh pada Pemberian Jerami dengan Komposisi 4% (Perbesaran 1000×)
29
Gambar 5.4 Diagram batang jumlah konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan oleh Briket Bakteri Pendegradasi Solar
46
7
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran yang paling tinggi dewasa ini adalah dari tumpahan minyak bumi. Minyak bumi digunakan sebagai sumber energi utama keperluan dunia dan bahan baku industri petrokimia, diangkut secara besar-besaran ke seluruh penjuru dunia dengan kapal tanker. Dampak pencemaran barang beracun dan berbahaya terutama minyak karena minyak merupakan pencemar terbesar dewasa ini terhadap lingkungan maritim. Apabila minyak tumpah ke laut berdasarkan hasil penyelidikan IMO (International Maritime Organization) selama ini akan menyebabkan kerugian di bidang ekologi, tempat rekreasi, lingkungan pelabuhan dan dermaga, instalasi industri, perikanan, hewan, tumbuhan, terumbu karang, dan taman laut (Pieter Batti, 2000). Menurut Freddy Numberi (2009), dari total luas wilayah perairan Indonesia yang berkisar 5,7 juta kilometer persegi, hanya 1,8 juta kilometer persegi atau 30 persen yang kondisinya masih baik. Sisanya, seluas 3,9 kilometer persegi, sekitar 70 persen, rusak ringan hingga rusak berat. Kerusakan antara lain disebabkan penggunaan bom ikan oleh nelayan saat menangkap ikan, pencemaran, serta gejala lain. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mengungkapkan kerusakan tersebar di seluruh perairan Indonesia. Upaya rehabilitasi tidak akan berhasil jika tidak didukung penyadaran dan pemberdayaan masyarakat. Secara umum penanggulangan limbah minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologi. Secara fisik umumnya dilakukan pada langkah awal penanganan. Tumpahan minyak bumi diisolir secara cepat sebelum minyak tersebut menyebar kemana-mana. Minyak bumi yang terkumpul di permukaan dapat diambil kembali misalnya dengan oil skimmer, sedangkan yang mengendap sulit diambil secara fisika (Hommel & Ratledge, 2007)
8
Secara kimia, metode yang biasa dipakai adalah menggunakan dispersan, yaitu zat kimia yang dirancang untuk disemprotkan ke atas lapisan minyak, untuk mempercepat proses dispersi alami. Mengatasi tumpahan minyak dengan cara menyemprotkan dispersan ini tidak efektif untuk diterapkan pada kasus-kasus kecil, karena disamping volume limbahnya sedikit dan tempatnya tersebar sehingga sulit untuk diolah, bahkan dispersan mempunyai sifat racun yang lebih besar dari minyak itu sendiri (Setiana, 1991). Reisfeld et al. (1972) mengemukakan tentang penggunaan mikroba untuk membantu meningkatkan biodegradasi minyak bumi sehingga dapat mengurangi pencemaran. Secara biologis, biodegradasi oleh mikroba merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan karena tidak menghasilkan racun ataupun blooming karena mikroba ini akan mati seiring dengan habisnya minyak. Aktivitas organisme mampu membantu proses pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak menjadi CO2 dan H2O. Dalam lingkungan laut, aktivitas degradasi hidrokarbon oleh mikroba dibatasi minimnya konsentrasi nutrisi yaitu nitrogen dan fosfor. Penambahan nitrogen dan fosfor ke dalam komponen minyak dapat merangsang proses biodegradasi tumpahan minyak (Iwabuchi et al.,2002). Proses dekomposisi minyak dan produk minyak di alam secara ekonomis sangat penting. Minyak banyak mengandung bahan organic, hidrokarbonnya banyak dimanfaatkan oleh mikroba dalam proses kehidupannya. Proses oksidasi hidrokarbon oleh bakteri dan fungi banyak membantu proses dekomposisi minyak dan produk minyak. Beberapa jenis bakteri, fungi,
yeast, sianobakter, dan alga hijau
menunjukkan kemampuan mengoksidasi hidrokarbon. Pada dasarnya semua mikroba mampu mendegradasi minyak hanya saja setiap jenis memiliki kemampuan yang berbeda-beda termasuk diantaranya Pseudomonas, Cyanobacter, Micobacter dan beberapa jenis yeast. Oksidasi hidrokarbon oleh mikroba tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, pH, dan nutrisi (Rebecca et al,2002).
9
Pelabuhan Celukan Bawang yang terletak di Gerokgak, 50 kilometer barat Singaraja menjadi pusat bongkar muat angkutan barang dari pulau lain. Lalu-lintas kapal yang berlabuh dan berangkat dari pelabuhan ini cukup banyak, sehingga buangan limbah minyak bumi berpotensi menyebabkan pencemaran. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilalukan pengembangan teknologi mikroba pendegradasi minyak bumi sebagai plasma nuftah dari perairan tropis. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini akan dikaji beberapa permasalan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah komposisi briket jerami yang paling baik untuk pertumbuhan isolat bakteri pendegradasi solar ? 2. Bagaimanakah karakteristik isolat bakteri dari ke lima genus bakteri pendegradasi solar yang paling baik tumbuh dalam briket jerami? 3. Apakah isolat bakteri pendegradasi minyak solar mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium?
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran lingkungan akhir-akhir ini menjadi permasalahan global yang menuntut pengelolaan yang efektif dan efisien dalam waktu yang relatif cepat. Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena adanya polutan industri, domestik, pertanian, rumah sakit dan sebagainya. Pengelolaan pencemaran lingkungan bertujuan agar suatu kegiatan sedapat mungkin menghasilkan polutan sesedikit mungkin atau menjadikan polutan tersebut tidak berbahaya lagi sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Pengelolan tersebut dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologi. Pengelolaan lingkungan secara biologi dapat menggunakan biota tingkat tinggi, tingkat rendah maupun mikroba. Penggunaan biota tersebut baik sebagai biomonitoring maupun terlibat langsung dalam prosesing pengolahan limbah atau polutan. Peranan mikroba dalam pengelolaan pencemaran lingkungan dapat terjadi dalam tiga hal, yaitu : 1. Mikroba yang telah direkayasa dapat digunakan untuk menggantikan suatu proses produksi sehingga hanya menghasilkan polutan sesedikit mungkin. 2. Mikroba yang telah direkayasa dapat digunakan sebagai organisme pembersih (biocliner). 3. Mikroba yang telah direkayasa dapat digunakan untuk memproses limbah tertentu untuk menghasilkan suatu produk yang bernilai gizi lebih tinggi. Bakteri juga telah dimanfaatkan untuk mengatasi limbah minyak bumi di daerah kilang minyak (terutama kilang minyak lepas pantai) atau pada kecelakaan kapal pengangkut minyak bumi. Golongan Pseudomonas, seperti Pseudomonas putida mampu mengkonsumsi hidrokarbon yang merupakan bagian utama dari minyak bumi dan bensin (Obayuri, 2006). Gen yang mengkode enzim pengurai hidrokarbon terdapat dalam plasmid. Bakteri yang mengandung plasmid rekombinan dikultur
11
dalam jerami dan dikeringkan. Jerami berongga yang telah berisi kultur bakteri kering dapat disimpan dan digunakan jika diperlukan. Pada saat jerami ditaburkan di atas tumpahan minyak, mula-mula jerami akan menyerap minyak dan bakteri akan menguraikan tumpahan itu menjadi senyawa yang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan polusi (Budiyanto, 2002). Menurut Brock et.al. (2003) populasi mikroba dalam lingkungan perairan tergantung pada berbagai faktor seperti : a. Suhu : suhu air permukaan berkisar antara 30-400C di daerah ekuator. Sebagian besar lingkungan air asin mempunyai suhu di bawah 50C sehingga banyak ditemukan bakteri psikrofilik. Penelitian menunjukkan adanya mikroba di daerah geotermal di Lautan Pasifik, mikroba di lingkungan ini tahan terhadap suhu 2500C dan tekanan 265 atm. b. Tekanan hidrostatik : tekanan hidrostatik antara air permukaan dengan air di lautan yang sangat dalam amat berbeda. Tekanan ini dipengaruhi oleh keseimbangan kimiawi dan mengakibatkan penurunan pH air laut, dan kelarutan nurien seperti bikarbonat, HCO3. Selain itu tekanan hidrostatik juga mempengaruhi titik didih air sehingga tetap mempertahankan air air dalam kedaan terlarut dalam suhu panas dan tekanan tinggi. Tekanan ini meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Untuk setiap 10 m, maka peningkatan tekanan akan sebesar 1 atm. c. Cahaya : kehidupan mikroba dalam lingkungan air tergantung pada mikroba fotosintetik. Kelompok alga merupakan produsen primer yang biasanya terdapat pada bagian permukaan air, karena cahaya dapat menembus lapisan ini. d. Salinitas : air laut memiliki konsentrasi garam tinggi. Garam utama dalam air adalah klorida, sulfat karbonat, kalium, kalsium, dan magnesium. e. Kekeruhan : bahan terlarut yang menyebabkan kekeruhan antara lain 1) partikel minerral yang berasal dari darat, 2) detritus, 3) mikroba terlarut.
12
f. pH, mikroba akuatik dapat ditumbuhkan pada pH 6,5 – 8,5. Untuk mikroba laut pH optimum 7,2 – 7,6. g. Bahan organik dan anorganik : nitrat dan pospat merupakan bahan anorganik yang berperan dalam pertumbuhan mikroba. Senyawa organik diperlukan untuk pertumbuhan bakteri saprofit dan fungi. Mikroorganisme dapat tersebar di seluruh kedalaman air namun populasinya terdapat pada bagian permukaan maupun pada bagian sedimen. Bagian sedimen mengandung populasi mikroorganisme yang paling banyak. Bioremedisi merupakan aplikasi prinsip proses biologik/biodegradasi untuk menangani polutan oleh senyawa kimia yang berbahaya. Pada bioremediasi menggunakan teknik kimia dan lingkungan lebih rumit karena menggunakan katalis yang disuplai oleh mikroba yang mengkatalisis penghancuran senyawa target. Senyawa kimia berbahaya dapat berupa substrat dan bukan substrat bagi mikroba. Reaksi katalis senyawa kimia dilaksanakan intraselular atau ekstraselular. Prinsip reaksinya adalah reaksi reduksi-oksidasi yang penting untuk pembentukan energi bagi mikroba (Kusnadi, 2003). Yang penting untuk diketahui adalah kalau suatu perairan alami mengalami pencemaran domestik, didalamnya akan terjadi gejolak dan perubahan kehidupan. Pada perairan yang belum tercemar akan ditandai oleh hadirnya berbagai jenis ikan yang umum serta hewan-hewan air lainnya, tetapi pada perairan yang mulai tercemar, kehidupan ikan mulai terbatas artinya yang mampu hidup pada air yang kotor. Ini menyebabkan kehidupan ikan akan hilang diganti dengan munculnya berbagai jenis bakteri dan plankton, serta beberapa jenis hewan air lainnya. Kalau keadaan air mulai ada perbaikan maka ikan akan muncul lagi, serta akhirnya kehidupan akan kembali seperti semula. Berdasarkan kepada keadaan ini, maka daerah aliran air terbagi menjadi : a. Daerah jernih atau bersih b. Daerah kotor atau keruh
13
c. Daerah septik, berwarna dan berbau d. Daerah perbaikan e. Daerah jernih dan bersih 2.1 Penyebaran mikroorganisme dalam lingkungan akuatik Mikroorganisme dalam suatu lingkungan akuatik terdapat pada semua kedalaman, berkisar dari permukaan ke dasar parit-parit yang paling dalam di dasar lautan. Populasi terbesar mikroorganisme menghuni lapisan teratas dan sedimen dasar terutama di perairan dalam. Kumpulan organisme hidup yang sebagian besar terdiri dari mikroorganisme, yang terapung dan hanyut pada permukaan ekosistem akuatik disebut plankton. Populasi plankton terdiri dari dari algae, protozoa, zooplankton dan mikroorganisme lain. Mikroorganisme fototropik dianggap sebagai plankton yang paling penting karena merupakan produsen primer bahan organik; artinya, pelaku fotosintesis. Sebagian besar organisme planktonik dapat bergerak atau mengandung tetesan minyak, atau memiliki struktur khusus yang memungkinkan mereka mengapung; kesemua ciri ini membantu organisme tersebut untuk mempertahankan lokasinya di zone fotosintetik yang berda di lapisan air bagian atas. Mikroorganisme yang merupakan penghuni suatu dasar perairan disebut organisme bentik. Daerah terkaya akan jumlah dan macam organisme pada sistem muara laut ialah daerah bentik, yang terbentang dari pasang naik sampai suatu kedalaman di tempat tanaman sudah jarang tumbuh. Daerah dasar laut mengandung berjuta-juta bakteri per gram (Pelzcar, 1988). 2.2 Peranan mikroorganisme dalam lingkungan akuatik Kehidupan akuatik menunjukkan adanya interaksi yang amat rumit di antara mikroorganisme, dan antara mikroorganisme dengan makroorganisme baik tumbuhan maupun hewan. Mikroorganisme terutama algae memegang peranan penting dalam rantai makanan akuatik. Produsen primer dalam lingkungan akuatik ialah algae yang didominasi oleh fitoplankton. Dengan fotosintesis algae mampu mengubah energi
14
cahaya menjadi energi kmiawi. Protozoa (Foraminifera dan Radiolaria) juga terdapat dalam jumlah banyak di daerah yang dihuni fitoplankton. Jenis-jenis zooplankton ini hidup dari organisme fitoplankton, bakteri, dan zat-zat organik atau anorganik sebagai makanannya.. Menurut penelitian zooplankton menghindari cahaya dan menunjukkan migrasi diurnal. Pada malam hari zooplankton memakan fitoplankton di permukaan, sedangkan siang hari berada di zone fotik. Plankton terutama fitoplankton dianggap sebagai padang rumput di laut. Ikan, ikan paus secara langsung memakan hewan plankton atau hewan yang lebih besar pemakan plankton. Istilah kesuburan lautan dipakai untuk menyatakan kemampuan organisme yang terdapat didalamnya untuk menghasilkan bahan organik. Lingkungan darat menghasilkan 1 sampai 10 gr bahan organik kering per meter persegi per hari, sedangkan daerah-daerah lautan yang dalam menghasilkan 0,5 gr. Bagaimanapun daerah laut jauh lebih luas dari pada lahan produktif sehingga perbedaan tersebut tidak penting karena akhirnya produktivitas total lautan jauh melebihi produktivitas total lahan. Kesuburan ini terutama tergantung kepada produksi fitoplankton. Pertumbuhan organisme fitoplankton bergantung pada energi cahaya, karbon dioksida, air, persenyawaan nitrogen dan fosfor anorganik, dan beberapa unsur mikro. Nitrogen, fosfor, dan unsur mikro dibuat menjadi bentuk tersedia melalui kegiatan biokimia mikroorganisme, terutama bakteri. Kegiatan tersebut meliputi disimilasi substrat organik dan menghasilkan persenyawaan anorganik, yang dikenal dengan proses mineralisasi. Rangkaian transformasi kimiawi menghasilkan nutrien bagi berbagai spesies kehidupan akuatik mengikuti jalan seperti daur nitrogen dalam tanah ( Christopher & Kaplan, 2009) Algae plantonik, dalam lingkungan tertentu, dapat tumbuh menjadi populasi yang sangat besar sehingga dapat mengubah warna air. Warna khas Laut Merah disebabkan oleh populasi padat sianobakteri, Oscillatoria erythraea yang mengandung pigmen fikoeritrin, fikosianin. Demikian pula pasang merah (red tides) disebabkan pertumbuhan eksplosif spesies-spesies plantonik tertentu. Di samping itu,
15
ada pula populasi padat mikroorganisme lain yang memberi warna coklat, kuning sawo, atau kuning kehijau-hijauan pada daerah perairan yang luas. Di berbagai daerah akuatik yang berbeda terdapat banyak tipe fisiologis bakteri. Di antara kelompok psikrofilik terdapat bakteri tertentu yang bercahaya, yang dapat menghasilkan cahaya bila ada oksigen. Beberapa bakteri (Flavobacterium, Micrococcus dan Chromobacterium) di daerah permukaan lingkungan marin seringkali berpigmen, suatu ciri khas yang dimilikinya untuk melindungi diri terhadap bagian dari radiasi sinar matahari yang bersifat letal. Bakteri yang banyak ditemui di daerah-daerah yang tercemari hasil buangan rumah tangga kaya dan kaya akan nutrien organik meliputi bakteri coli, streptokokus faeces dan spesies-spesies dari genus Bacillus, Proteus, Clostridium, Sphaerotilus, Beggiatoa, Thiothrix, Thibacillus dan banyak lainnya. Di daerah muara yang miskin akan nutrien seringkali terdapat bakteri tunas atau berapendiks seperti Hyphomicrobium, Caulobacter, Gallionella, di samping Pseudomonas. Di daerah muara yang dangkal, perana mikroba fotosintetik sebagai produsen primer jauh lebih kecil. Tumbuh-tumbuhan di sepanjang garis pantai memberikan daun, batang, dan zat organik lain kepada lingkungan tersebut. Fitoplankton dan algae bentik merupakan sebagian kecil dari bahan makanan yang tersedia di muara dangkal. Vegetasi organik diuraikan oleh bakteri dan fungi dan diubah menjadi menjadi protein mikrobial yang dapat merupakan nutrien untuk protozoa. Namun, di daerah muara terdapat banyak pemakan bahan makanan seperti kerang, larva serangga, kepiting, udang, nematode, dan beberapa jenis ikan. Jerami padi Jerami padi merupakan hasil pasca panen padi. Komposisi nutrien jerami : bahan kering 91%, abu 11-19%, protein kasar 3-5%, lemak 1,82%, serat kasar 27-40%, BETN 40,38%, kalsium (Ca) 0,11-0,58%, posphat (P) 0,14-0,30%, selulosa 33%. silika 13% (Yusup, 2008). Menurut Nur (2008) : 42% C, 5,1 lignin, 40% selulosa, 22% hemiselulosa, 0,55% polifenol, 0,6% N, 0,1% P, 1,3% K
16
Studi Pendahuluan Yang Relevan Penelitian tentang biodegradasi limbah minyak bumi oleh konsorsium bakteri di laut telah dilakukan oleh Ratu Savitri dkk., 2008 yang menghasilkan konsorsium bakteri pada air limbah baik yang disterilkan maupun yang tidak memiliki kemampuan biodegradasi tertinggi selama 120 jam. Sedang Dwi Imam dkk., 2008 meneliti tentang bakteri yang berasosiasi dengan anemon laut, hasil penelitian menunjukkan koloni satu jenis bakteri mengekspresikan biopigmen golongan karotenioid. Austin, B., 2008 meneliti tentang marin bioteknologi yang sangat membantu dalam mencari antibiotika terbaru untuk mengontrol penyakit-penyakit patogen. Telah dilakukan penelitian dengan seaweed (Fucus serratus) untuk menghasilkan senyawa bioaktif. Isroi dkk.,2008. Karakteristik handsheet yang dibuat dari biochemical pulping jerami padi dengan fungi pelapuk putih Omphalina sp. Penggunaan produk alam dari laut atau bahari sejak dahulu sudah dilakukan umat manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, selain pemanfaatannya di bidang pangan, penggunaan produk alam bahari di bidang kesehatan semakin berkembang ke arah penemuan senyawasenyawa sitotoksik dan pencarian senyawa-senyawa untuk mengatasi berbagai penyakit serta untuk memelihara kesehatan (Dahuri, 2004). Eksplorasi flora dan fauna bahari semakin intensif dilaksanakan. Penelitian di bidang senyawa bahan alam bahari telah berkembang dari hanya isolasi dan karakterisasi metabolit sekunder sampai usaha untuk mensintesisnya dan telaah struktur terkait dengan aktivitas biologisnya. Secara umum senyawa metabolit sekunder bahari dihasilkan oleh empat golongan organisme yaitu : Algae, Coelenterata, Echinodermata, dan Porifera (Soediro, 2000). Penelitian tentang metabolit sekunder yang berasal dari bunga karang cenderung meningkat dibandingkan dengan golongan lainnya, hal ini disebabkan oleh : (1) relatif mudah untuk memperoleh bahan percobaan; (2) kemampuan biosintesis metabolit sekunder yang lebih luas; dan (3) tipe struktur molekul dan aktivitasnya lebih beragam.
17
Telah banyak senyawa-senyawa bahan alam bahari (marine natural products) yang diisolasi dan diketahui bersifat bioaktif sehingga memiliki manfaat yang besar dalam bidang farmasi dan kedokteran seperti antibiotika (Dahuri, 2004). “Drugs from the sea”, obat-obatan dari laut, merupakan senyawa yang tengah diburu oleh para ahli farmakologi di seluruh dunia saat ini. Kegiatan riset obat-obatan dengan materi unsur-unsur bioaktif yang diperoleh dari dasar laut, seperti isolasi senyawa terumbu karang dan bunga karang, tengah berlangsung di pusat-pusat riset kelautan tingkat dunia seperti di Scripts Institution of Oceanography di San Diego AS, University of Hawaii AS, University of Dusseldorf Jerman, IFREMER Brest, Perancis serta Di Australian Institute of Marine Sciences (AIMS) TownsvilleAustralia (Soesilo , 2003). Pelabuhan Celukan Bawang yang terletak di Kabupaten Buleleng merupakan pelabuhan yang cukup ramai didatangi kapal sehingga kemungkinan terjadi pencemaran minyak bumi sangat tinggi. Hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh Ristiati dkk. (2009) di pelabuhan Celukan Bawang mendapatkan isolat bakteri (A, B, C, D, E, F, G1, G2, H ) yang mempunyai ciri antara lain : (1) dari pengamatan secara makroskopis didapatkan koloni yang berhasil di isolasi memiliki bentuk menyebar tidak teratur, bulat dengan tepi bergelombang, bulat dengan tepi timbul, bulat, bentuk L, dan filamen. Dilihat dari bentuk tepinya ada yang berbentuk bercabang, bergelombang, lobat, dan halus. Berdasarkan bentuk permukaannya (penonjolan) ada yang berbentuk datar, menonjol, dan konveks. Sedangkan dilihat dari warnanya, semua koloni berwarna putih. (2) bakteri yang ditemukan bersifat Gram negatif (-) dan hanya dua isolat yang bersifat Gram positif (+) yaitu isolat E dan G2. Dalam pewarnaan gram apabila pH basa, maka bakteri yang jumpai memiliki sifat Gram positif, sedangkan apabila
kondisi
lingkungan memiliki pH asam, maka gam negatif akan lebih
banyak ditemui. Pada penelitian ini kondisi lingkungan yang diambil sampelnya memiliki rentangan pH antara 6,4 -7,1. Oleh karena itu, bakteri yang ditemukan
18
kebanyakan bersifat gram negatif. (3) Pada pewarnaan tahan asam, dari semua isolat yang ditemukan bersifat tidak tahan asam (-). Hal ini disebabkan oleh bakteri yang diwarnai tersebut hanya mampu bertahan pada kondisi pH antara netral sampai sedikit asam, sehingga pada saat diberikan pewarnaan tahan asam, semua isolat menunjukkan sifat tidak tahan asam. Sedangkan, dari pewarnaan kapsul ada beberapa isolat yang memiliki kapsul (+) dan ada juga yang tidak memiliki kapsul (-) dan untuk pewarnaan sporanya ada beberapa isolat yang membentuk endospora (+) dan ada yang berupa sel vegetatif (-). (4) Berdasarkan hasil uji biokimia yang dilaksanakan, untuk uji fermentasi glukosa, semua isolat menunjukkan uji positif terhadap gula tersebut. Sedangkan untuk fermentasi maltosa dan sukrosa hanya isolat D yang tidak mampu memfermentasinya. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua isolat mampu melakukan fermentasi dari gula-gula tersebut. Sedangkan, untuk fermentasi pada gula laktosa, hanya isolat D, E, dan H yang mampu memfermentasi laktosa tersebut. Untuk uji hidrolisa, pada isolat D, F, dan G tidak mampu menghidrolisa pati sedangkan untuk hidrolisa gelatin hanya mampu dilakukan oleh isolat D, F, dan G1. (5) Uji motilitas dan katalase menunjukkan uji positif pada semua isolat. Hal ini menunjukkan bahawa semua isolat dapat melakukan pergerakan dan menghasilkan ensim katalase. Untuk uji methyl red, Voges Proskauer, dan H2S didapatkan isolat bereaksi positif dan ada juga isolat yang bereaksi negatif.
19
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mendapatkan komposisi briket jerami yang paling baik untuk pertumbuhan isolat bakteri pendegradasi solar isolat-isolat bakteri yang tahan terhadap salinitas. 2. Mendapatkan karakteristik isolat bakteri dari ke lima genus bakteri pendegradasi solar yang paling baik tumbuh dalam briket jerami 3. Mengetahui isolat bakteri pendegradasi minyak solar mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium 3.2 Manfaat Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi (75% dari total wilayah Indonesia) yang terdiri dari dari 0,3 juta km persegi perairan teritorial; 2,8 juta km persegi perairan laut nusantara; dan 2,7 juta km persegi laut zona ekonomi ekslusif Indonesia. Luasnya perairan laut yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah, dimana potensi ekonomi industri bioteknologi perairan sangat tinggi, tetapi belum tergali secara maksimal. Pencemaran perairan laut merupakan isu strategis nasional karena banyak rakyat menggantungkan hidupnya sebagai nelayan, kalau perairan laut tercemar tentu saja ini akan berdampak terhadap pendapatan para nelayan. Di samping itu juga potensi ekonomi industri bioteknologi perairan juga menjadi terganggu. Penelitian pendahuluan tentang isolasi, identifikasi dan uji kemampuan degradasi bakteri pengurai minyak bumi dari perairan pelabuhan Celukan Bawang baru pertama kali dilakukan di wilayah pelabuhan Celukan Bawang, Singaraja (Bali Utara). Pelabuhan Celukan Bawang merupakan pelabuhan pusat bongkar muat angkutan barang dari pulau lain. Disamping itu, pelabuhan ini juga merupakan tempat
20
pengepakan semen baik dalam bentuk kantung maupun curah dari salah satu pabrik semen di Indonesia untuk wilayah Nusatenggara. Lalu-lintas kapal yang berlabuh dan berangkat dari pelabuhan ini cukup banyak, sehingga buangan limbah minyak bumi berpotensi menyebabkan pencemaran. Penelitian pendahuluan telah berhasil mendapatkan isolat-isolat bakteri yang mampu mendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan celukan Bawang. Penelitian tahun ke-1 akan dilanjutkan dengan (1) mencari komposisi briket jerami yang paling baik untuk pertumbuhan
isolat bakteri pendegradasi solar, (2)
karakteristik isolat bakteri dari ke lima genus bakteri pendegradasi solar yang paling baik tumbuh dalam briket jerami, (3) isolat bakteri pendegradasi minyak solar yang mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium. Penelitian tahun ke-1 ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui komposisi briket jerami yang paling baik untuk pertumbuhan
isolat bakteri pendegradasi solar.
Karakteristik isolat bakteri dari ke lima genus bakteri pendegradasi solar yang paling baik tumbuh dalam briket jerami. Isolat bakteri pendegradasi minyak solar mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium Secara keseluruhan urgensi penelitian ini adalah untuk menanggulangi pencemaran oleh minyak bumi di perairan laut dengan penggunaan briket jerami padi yang telah diinokulasi dengan isolat pendegradasi minyak bumi. Produk ini bersifat ramah lingkungan. Penelitian tahun ke-2 akan difokuskan untuk mendapatkan suatu teknologi bagi isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yang dapat diinokulasikan pada jerami padi yang dapat dipakai dalam penanggulangan pencemaran oleh tumpahan minyak bumi di perairan laut, dalam bentuk briket. Jerami padi merupakan bahan yang baik untuk absorpsi sehingga dengan adanya isolat bakteri pendegradasi minyak bumi, kemampuan jerami padi mengabsorpsi menjadi bertambah tinggi.
21
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini merupakan eksperimen sungguhan (True experimental). Dikatakan eksperimen sungguhan
karena memenuhi tiga prinsip
pokok seperti replikasi, randomisasi, dan adanya kontrol atau perlakuan banding (Bakta, 1997). Rancangan penelitian eksperimen yang digunakan adalah :
The
Randomized Posttest- Only Control Group Design (Zaenuddin, 1994; Bawa, 2000). Dalam rancangan ini diasumsikan bahwa di dalam suatu populasi tertentu, tiap unit populasi adalah homogen artinya semua karakteristik antar unit populasi adalah sama. Maka pengukuran awal tidak dilakukan, oleh karena dianggap sama untuk semua kelompok yang berasal dari satu populasi. Berdasarkan asumsi tersebut maka digunakan rancangan eksperimen tanpa ada pretest, tetapi hanya postest saja. Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut : K --------R
O1
P1 ---------- O2 P2 ---------- O3
Penjelasan : R = random K = kontrol P1 = perlakuan I P2 = perlakuan II O1, O2 , O3 = observasi. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. 4.2 Populasi dan sampel
22
Populasi dalam penelitian ini adalah perairan pelabuhan Celukan Bawang, Singaraja.Sampel dalam penelitian ini adalah air laut yang mengandung minyak solar. Jumlah ulangan 9 kali berdasarkan (T-1)(R-1) ≥ 15 (Rochiman, 1989) dimana T = perlakuan dan R = replikasi. Unit percobaan berjumlah 9 cawan petri berisi medium untuk menumbuhkan mikroba. Jumlah seluruh unit percobaan menjadi 27 unit. 4.3 Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian akan dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Undiksha. 4.4 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : 1) Untuk isolasi dan identifikasi bakteri yang diperlukan antara lain agar nutrisi, kaldu nutrisi, magnesium sulfat, kalsium klorida, dihidrogen kalium fosfat, monohidrogen kalium fosfat, amonium nitrat, larutan besi klorida, NaCl, minyak bumi, NAOH 1N,HCl 1N, alkohol 70%, larutan kristal violet, larutan lugol, aseton alkohol, safranin, larutan hijau malakit, larutan farmol gentiana violet, larutan karbol fuksin, larutan biru metilen, reagen kovac, MR-VP, larutan KOH 40%,larutan 5% alpha-naptol, Simons Citrate agar, pepton, glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa, manitol, agar pati, gelatin, urea, MacConkey agar, TSIA, indikator fenol merah, larutan dimetil-p-fenildiamina hidroklorida 1%, kertas saring, kapas lemak, akuades, spiritus. 2) Bahan baku : Minyak solar,oli, jerami padi, medium N.A, Medium N.B, medium Bushnell-Haas Mineral Salts 4.5 Teknik pengumpulan data -
Observasi di pelabuhan celukan Bawang
-
Eksperimen di laboratorium
-
Pengumpulan dokumen.
4.6 Teknik Analisis Data
23
Analisis data diuji dengan ANAVA (analisis varians) satu arah, dilanjutkan dengan uji perbandingan ganda (multiple comparison : Post Hock) antar kelompok untuk menguji beda rerata kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil Penelitian Komposisi Briket Jerami yang Optimum untuk
pertumbuhan isolat pendegradasi solar 5.1.1 Penyajian Data 1. Penyajian Data Utama Total Koloni Bakteri Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa pemberian jerami padi (Oryza sativa) dengan komposisi yang berbeda memberikan pengaruh terhadap jumlah total koloni bakteri pendegradasi solar. Adapun data jumlah total koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing komposisi jerami padi disajikan pada tabel 4.1. Tabel 5.1 Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar yang Diberikan Jerami Padi (Oryza sativa) dengan Komposisi Berbeda per Mililiter Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
Jumlah Total Koloni Bakteri Kontrol 1% 4% 7 7 1,1 × 10 1,2 × 10 1,4 × 107 3,8 × 106 1,5 × 107 1,2 × 107 6 6 6,5 × 10 7,5 × 10 8,0 × 106 3,5 × 106 3,5 × 106 14,5 × 106 6 6 2,3 × 10 5,9 × 10 9,0 × 106 1,2 × 107 1,45 × 107 2,0 × 107 7 7 3,91 × 10 5,84 × 10 7,75 × 107 6,5 × 108 9,7 × 106 1,29 × 107
8% 6,0 × 106 5,0 × 106 4,5 × 106 3,5 × 106 9,0 × 106 2,0 × 106 3,0 × 107 5,0 × 106
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pada masing-masing komposisi jerami berbeda, menghasilkan jumlah total koloni yang berbeda pula. Jumlah total koloni bakteri berturut-turut mulai yang paling rendah yaitu pada komposisi 8%, kemudian semakin meningkat pada komposisi kontrol, 1%, dan yang paling tinggi pada komposisi 4%. Jumlah total rata-rata koloni bakteri yang tumbuh dari penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram batang pada gambar 5.1.
25
Gambar 5.1 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar dengan Pemberian Jerami Padi per Mililiter Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa pemberian jerami padi dengan komposisi berbeda berpengaruh terhadap jumlah total koloni bakteri pendegradasi solar yang tumbuh. Komposisi 4% adalah komposisi yang paling optimum bagi pertumbuhan bakteri, ditunjukkan oleh jumlah total pertumbuhan koloni paling tinggi ada pada komposisi tersebut. Pada komposisi jerami yang terlalu tinggi (pekat) menghasilkan jumlah total koloni bakteri yang rendah, sehingga komposisi tersebut tidak optimum bagi pertumbuhan bakteri. 2. Penyajian Data Utama Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar pada Komposisi Jerami Padi 4% Pada pembiakan bakteri yang diambil dari isolat polikultur bakteri pendegradasi solar, terdapat tujuh jenis isolat bakteri berbeda yang dapat tumbuh pada media Bushnell-Haas Mineral Salts cair berisi jerami dengan komposisi 4%. Tujuh jenis isolat bakteri tersebut terdiri atas bakteri yang diberi label A, B, C, D, E, F, dan G. Berdasarkan karakteristik-karakteristiknya, isolat tersebut dapat dikelompokkan ke
26
dalam empat genus bakteri yaitu : (1) Pseudomonas (isolat A, F, dan G),
(2)
Acetobacter (isolat B), (3) Neisseria (isolat C dan D), dan (4) Halomonas (isolat E). Adapun data jumlah total koloni isolat bakteri pendegradasi solar yang dapat tumbuh pada komposisi jerami padi 4% disajikan pada tabel 5.2. Kemudian jumlah total koloni isolat bakteri untuk masing-masing genus tersaji pada tabel 5.3 Tabel 5.2 Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar pada Komposisi Jerami Padi 4% Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
A 1,2×106 1,2×106 0,8×106 2,2×106 1,3×106 5,0×106 1,17×107 2,0×106
B 2,6×106 1,0×106 4,5×106 0,2×106 0,9×106 0,2×106 9,4×105 1,6×105
Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri C D E 0,9×106 0,1×106 0,3×106 1,0×106 0,1×106 0,2×106 0,1×106 0,2×106 0,2×106 6,8×106 0,3×106 6 6 5,2×10 0,3×10 0,3×106 6 6 6,0×10 0,1×10 0,5×106 7 6 2,0×10 0,8×10 1,8×106 6 6 3,3×10 0,1×10 0,3×106
F 8,0×106 8,1×106 1,9×106 4,5×106 0,5×106 8,0×106 3,1×107 5,2×106
G 0,9×106 0,4×106 0,3×106 0,5×106 0,5×106 0,2×106 2,8×106 0,5×106
Tabel 5.3 Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar untuk Masing-Masing Genus Bakteri Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Total* Rata-rata Ratarata**
Pseudomonas A F 1,2×106 8,0×106 1,2×106 8,1×106 6 0,8×10 1,9×106 6 2,2×10 4,5×106 6 1,3×10 0,5×106 6 5,0×10 8,0×106 7 1,17×10 3,1×107 4,55×107 2,0×106
5,2×106 7,7×106
Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Acetobacter Neisseria G B C D 6 0,9×106 2,6×106 0,9×106 0,1×10 6 6 6 0,4×10 0,1×106 1,0×10 1,0×10 6 6 6 0,3×10 0,2×106 4,5×10 0,1×10 6 6 6 0,5×10 0,2×10 6,8×10 6 0,5×106 0,9×106 5,2×106 0,3×10 6 6 6 0,2×10 0,1×106 0,2×10 6,0×10 6 6 7 2,8×10 0,8×106 9,4×10 2,0×10 9,4×106 0,5×106
1,6×106 1,6×106
2,08×107 3,3×106
0,1×106
3,4×106
Halomonas E 0,3×106 0,2×106 0,2×106 0,3×106 0,3×106 0,5×106 1,8×106 1,8×106 0,3×106 0,3×106
Keterangan (*) : Jumlah total koloni isolat bakteri masing-masing genus (**) : Rata-rata koloni isolat bakteri masing-masing genus
27
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah total pertumbuhan koloni tertinggi terdapat pada genus bakteri Pseudomonas (isolat A, F, dan G). Kemudian makin menurun pada genus bakteri Neisseria (isolat C dan D), Acetobacter (isolat B), dan terendah pada Halomonas (isolat E). Jumlah total rata-rata koloni bakteri untuk masing-masing genus yang tumbuh dari penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram batang pada gambar 4.2.
Gambar 5.2 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar untuk Masing-Masing Genus pada Komposisi Jerami Padi 4% Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa terdapat empat genus bakteri dari polikultur bakteri pendegradasi solar yang dapat tumbuh pada media yang diberi jerami padi. Bakteri genus Pseudomonas merupakan genus bakteri yang paling optimum pertumbuhannya pada media dengan penambahan jerami padi komposisi 4% (optimum), ditunjukkan oleh jumlah total pertumbuhan koloni paling tinggi ada pada genus tersebut.
28
3. Penyajian Data Penunjang Jenis dan Karakteristik Bakteri Data penunjang yang diperoleh dari penelitian mengisolasi bakteri pendegradasi solar dari polikultur bakteri yang ada di laboratorium pada media Bushnell-Haas Mineral Salt yang diberi jerami padi adalah berupa karakteristik koloni bakteri, karakteristik sel isolat bakteri, dan hasil uji biokimia pada isolat bakteri. Gambar 5.3 Karakteristik Koloni Isolat Bakteri yang Mampu Tumbuh pada Pemberian Jerami dengan Komposisi 4% (Perbesaran 1000×) A
B
C
E
F
G
D
Keterangan A : Bentuk dari atas permukaan kusut, dari pinggir tampak bergelombang, penonjolannya timbul, warnanya ada yang putih atau kuning, isolat Pseudomonas. B : Bentuk dari atas seperti L, dari pinggir tampak bergelombang, penonjolannya datar, tidak berwarna (bening), isolat Acetobacter. C : Bentuk dari atas bulat, pinggirannya halus, penonjolan gunung, warnanya ada yang putih, isolat Neisseria. D : Bentuk dari atas bulat dengan tepi timbul, pinggirannya halus, bentuk penonjolan gunung, dan berwarna putih, isolat Neisseria. E : Bentuk dari atas konsentrik, pinggirannya halus, penonjolan timbul, berwarna putih kekuningan, isolat Halomonas. F : Bentuk dari atas bulat dengan tepi bergelombang, pinggirannya bergelombang, penonjolan umbolat, berwarna putih, isolat Pseudomonas.
29
G
:
Bentuk dari atas menyebar dari atas, pinggirannya bergelombang, penonjolan berbukit, warna putih kekuningan, isolat Pseudomonas.
Gambar diatas menampilkan karakteristik koloni bakteri pendegradasi solar yang dapat tumbuh pada media dengan pemberian jerami padi. Ditemukan tujuh jenis koloni bakteri yang karakteristiknya berbeda. Tujuh jenis koloni bakteri tersebut terdapat pada semua media pembiakan yang diberi jerami padi dengan komposisi 4%. Didapatkan bentuknya jika diamati dari atas, koloni yang tumbuh memiliki bentuk permukaan kusut, bentuk-L, bulat, bulat dengan tepi timbul, konsentrik, bulat dengan tepi bergelombang, dan menyebar tidak teratur. Dilihat dari bentuk tepinya sebagian besar memiliki tekstur bergelombang dan halus. Berdasarkan bentuk penonjolan yang tampak pada permukaan koloni ada yang berbentuk timbul, datar, gunung, umbolat, dan berbukit. Sedangkan jika dilihat dari warna koloni, ada yang berwarna putih, bening (tidak berpigmen), putih kekuningan, dan kuning. Tabel 5.4 Karakteristik Sel Isolat Bakteri yang Mampu Tumbuh pada Pemberian Jerami dengan Komposisi 4% Isolat
Bentuk
A B C D E F G
Batang Batang Cocus Cocus Batang Batang Batang
Gram -
Pewarnaan Tahan Asam Kapsul + -
Spora -
Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa semua bakteri yang ditemukan merupakan bakteri Gram Negatif (-). Kemudian pada pewarnaan tahan asam, semua isolat bakteri yang tumbuh bersifat tidak tahan asam (-). Untuk pewarnaan kapsul, hanya ada satu isolat bakteri yang memiliki kapsul (+) yaitu bakteri D. isolat bakteri yang lain, tidak memiliki kapsul (-). Pada pewarnaan spora, tidak ada satu pun bakteri yang membentuk endospora (-).
30
Tabel 5.5 Hasil Uji Biokimia Isolat Bakteri yang Mampu Tumbuh pada Pemberian Jerami dengan Komposisi 4% Uji Biokimia Glukosa Laktosa Maltosa Sukrosa Pati Gelatin Urease Motilitas Katalase Methyl Red Voges Proskauer H2S (TSiA)
A + + + + + + + -
B + + + + + + -
Isolat Bakteri C D E + + + + + + + + + + + + + + + + -
F + + + + + + -
G + + + + + + + + -
Pada hasil uji biokimia isolat bakteri (tabel diatas), untuk uji fermentasi gula, semua isolat bakteri mampu memfermentasikan glukosa. Sebaliknya untuk uji laktosa, semua isolat menunjukkan reaksi negatif. Pada uji maltosa, hanya isolat E yang tidak mampu memfermentasikannya. Begitu pula pada uji sukrosa, hanya isolat F yang tidak mampu memfermentasikannya. Untuk uji hidrolisa, hanya isolat A, B, E, dan G saja yang mampu menghidrolisis pati. Sedangkan pada hidrolisis gelatin, hanya isolat E, F, dan G yang menunjukkan reaksi positif. Pada uji urease, tidak ada satu pun bakteri yang mampu menghidrolisis urea. Uji motilitas dan katalase menunjukkan uji positif pada semua isolat. Untuk uji methyl red dan H2S, semua isolat menunjukkan uji negatif. Sedangkan pada uji Voges Proskauer, hanya isolat A, F, dan G yang menunjukkan uji positif. 5.1.2 Uji Prasyarat Analisis Data Utama Sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan, maka untuk analisis data utama hanya menggunakan data jumlah total koloni bakteri pendegradasi solar yang diberikan jerami padi (Oryza sativa) dengan komposisi berbeda (tabel 4.1), didapatkan
hasil
31
analisis dimana semua data di atas memiliki nilai signifikansi > 0,05. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal. 2)
Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas data dilakukan dengan statistik Levene Test. Data memiliki varian atau populasi yang sama (homogen) jika nilai signifikansi yang dihasilkan > 0,05. Sedangkan apabila nilai signifikansi yang diperoleh < 0,05, maka data tersebut tidak homogen. Dari hasil analisis tampak bahwa data tersebut memperoleh hasil nilai signifikansi > 0,05. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh berasal dari populasi yang homogen. 5.1.3 Uji Hipotesis (Analisis Data Utama) Pada uji prasyarat analisis data utama memperoleh hasil, dimana data jumlah total koloni bakteri berdistribusi normal dan homogen . Oleh karena itu maka dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji parametrik yaitu analisis ANAVA satu arah (one-way ANOVA). Berikut merupakan hasil analisis data utama untuk uji hipotesis (tabel 5.6). Tabel 5.6
Hasil Uji Beda (Uji Hipotesis) dengan Analisis ANAVA Satu Arah pada Data Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar
Kelompok
Rerata
Kontrol 1% 4% 8%
65,17 97,33 129,17 50,00
Simpangan Baku 41,09 47,78 43,41 23,87
Nilai F
Nilai p
4,632
0,013
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan pengujian dengan ANAVA satu arah pada taraf signifikansi 5% (0,05), diperoleh Fhitung = 4,632 > Ftabel = 3,10 dengan nilai signifikansi (p) = 0,013 < 0,05. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu apabila Fhitung > Ftable atau p < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti “Ada perbedaan jumlah total koloni bakteri pendegradasi solar dari Pelabuhan
32
Celukan Bawang pada pemberian jerami padi (Oryza sativa) dengan komposisi berbeda”. Tabel 5.7
Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Data Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar
Kelompok Beda Rerata Kontrol dengan 1% -32,167 Kontrol dengan 4% -64,000* Kontrol dengan 8% 15,167 1% dengan 4% -31,833 1% dengan 8% 47,333 4% dengan 8% 79,167* Keterangan (*) : Perbedaan rata-rata berada pada taraf signifikansi 0,05
Nilai p 0,180 0,012 0,520 0,184 0,054 0,003
Perbedaan rata-rata antara sampel perlakuan yang satu dengan sampel perlakuan lainnya diperjelas pada tabel diatas. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa beberapa perbandingan antar sampel menunjukkan perbedaan yang signifikan, karena berada pada nilai signifikansi (p) < 0,05. Komposisi yang berbeda secara signifikan, yaitu : (1) kontrol dengan 4% dan (2) 4% dengan 8%. Hasil tersebut semakin menegaskan bahwa memang ada perbedaan jumlah total koloni bakteri pada pemberian jerami padi dengan komposisi berbeda. 5.2
Pembahasan Hasil analisis dengan uji ANAVA satu arah menyatakan bahwa nilai
signifikansi yang dihasilkan < 0,05. Oleh karena itu, hipotesis alternatif (H1) diterima dan hipotesis nol (H0) ditolak. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan jumlah total koloni bakteri yang tumbuh dari pemberian jerami padi pada sampel. 1)
Pengaruh Perbedaan Komposisi Jerami Padi (Oryza sativa) terhadap Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa pemberian jerami padi
dengan komposisi berbeda, menghasilkan jumlah total koloni yang berbeda pula. Semakin optimum komposisi yang diberikan, semakin maksimal pula jumlah total
33
koloni yang dihasilkan. Komposisi yang dipergunakan pada perlakuan yaitu kontrol 0%, 1%, 4%, dan 8%. Komposisi tersebut dipilih setelah melakukan uji pendahuluan dengan pertimbangan komposisi 1% merupakan komposisi minimum dari jerami padi, 4% adalah komposisi medium, dan 8% adalah komposisi maksimum. Terjadi peningkatan jumlah total koloni mulai dari komposisi kontrol 0% ke komposisi 1%, semakin meningkat dan optimum pada komposisi 4%. Namun, pada komposisi 8% total koloni menurun drastis. Hal ini membuktikan bahwa pemberian jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan perbedaan jumlah total koloni yang tumbuh pada media. Pengaruh yang timbul tersebut disebabkan karena jerami padi merupakan substrat yang mengandung unsur nutrisi pertumbuhan bagi mikroba khususnya bakteri pendegradasi hidrokarbon. Menurut Gunam, dkk. (2010) bahwa pembuatan enzim selulase dari limbah jerami padi sebagai substrat dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penghasil enzim, selain mudah dibiakan, mikroorganisme juga mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi dan mudah dikontrol pertumbuhannya. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun sel, untuk sintesa protoplasma dan bagian-bagian sel lain. Setiap mikroba mempunyai sifat fisiologi tertentu, sehingga memerlukan nutrisi tertentu pula. Susunan kimia sel mikroba relatif tetap, baik unsur kimia maupun senyawa yang terkandung di dalam sel. Dari hasil analisis kimia diketahui bahwa penyusun utama sel adalah unsur kimia C, H, O, N, dan P, yang jumlahnya + 95 % dari berat kering sel, sedangkan sisanya tersusun dari unsur-unsur lain (Lihat Tabel 4.10). Apabila dilihat susunan senyawanya, maka air merupakan bagian terbesar dari sel, sebanyak 80-90 %, dan bagian lain sebanyak 10-20 % terdiri dari protoplasma, dinding sel, lipida untuk cadangan makanan, polisakarida, polifosfat, dan senyawa lain (Anonim, 2008). Bahan makanan yang digunakan oleh jasad hidup dapat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau donor elektron. Dalam
34
garis besarnya, bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan yaitu air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor tumbuh, dan sumber nitrogen (Anonim, 2008). Zat makanan utama bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sumber karbon, nitrogen, dan komponen mineral terutama fosfat. Pada organisme heterotrof yang menjadi sumber energi utama adalah senyawa hidrokarbon (…-C-C-C-…). Bakteri heterotrof di lingkungan tercemar hidrokarbon minyak bumi yang mampu melakukan degradasi hidrokarbon dikenal sebagai bakteri hidrokarbonoklastik. Bakteri ini mampu memperoleh hidrokarbon dari minyak bumi melalui kemampuannya dalam melakukan metabolisme dengan enzim-enzim. Enzim tersebut berfungsi sebagai biokatalisator bagi reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh bakteri pada saat biodegradasi hidrokarbon minyak bumi tersebut berlangsung (Atlas dan Bartha, 1987). Kemampuan bakteri untuk menggunakan hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi telah dilaporkan dan dibuktikan oleh berbagai peneliti (Zobel, 1973; Atlas dan Bartha, 1987). Diantara senyawa penyusun hidrokarbon, alkana adalah senyawa yang paling mudah didegradasi oleh mikroorganisme melalui berbagai jalur metabolisme aerob. Menurut Nugroho (2006) bakteri dalam aktivitas hidupnya memerlukan molekul karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi untuk melakukan metabolisme dan perkembangbiakannya. Fraksi hidrokarbon yang digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon dan energi dapat berasal dari fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh dirinya sendiri maupun fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh jenis lainnya. Beberapa jenis bakteri dapat memecah hidrokarbon tetapi tidak dapat menggunakan fraksi hasil pemecahannya sebagai sumber karbon dan energi. Untuk mempertahankan hidupnya jenis bakteri tersebut menggunakan fraksi yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme lain sebagai sumber karbon dan energinya. Karbon yang tersedia pada hidrokarbon minyak bumi dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan perkembangan selnya serta
35
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri untuk mendegradasi polutan. Selain karbon, untuk pertumbuhannya bakteri juga memerlukan unsur lain yaitu, nitrogen, fosfor, belerang, kalium, magnesium dan besi. Dari deretan unsur tersebut, nitrogen dan fosfor merupakan unsur esensial untuk mendukung biodegradasi hidrokarbon minyak bumi. Unsur N dibutuhkan untuk biosintesis asam amino yang merupakan monomer protein, sedangkan P dibutuhkan untuk biosintesis DNA dan RNA serta transfer energi. Protein selain sebagai pembentuk enzim, juga merupakan penyusun struktur sel sehingga komposisinya dalam sel lebih besar dibandingkan dengan unsur P. Asam nukleat terutama RNA berkaitan erat dengan biosintesis protein, agar biosintesis dapat memenuhi kebutuhan sel, maka ketersedian unsur N dan P harus memenuhi rasio tertentu sehingga tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal. Rasio C/N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C/N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor). Rasio C/N tergantung dari kontaminan yang ingin didegradasi, bakteri serta jenis nitrogen yang digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C/N/P optimum pada proses biodegradasi adalah 100:10:1 (Wulan dkk., tt). Jerami padi menurut Makarim, dkk. (2007) adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Jerami padi merupakan limbah berlignoselulosa yang tinggi potensinya di Indonesia. Berdasarkan penelitian Mishra, et. al. (2008) menggunakan sampel jerami padi untuk dekomposisi dan mineralisasi C, N, P dan K pada tanah perkebunan gandum, pada jerami padi tersebut terkandung 42% C, 5,1% lignin, 40% selulosa, 22% hemiselulosa, 0,55% polifenol, 0,6% N, 0,1% P, dan 1,3% K. Secara tidak langsung jerami juga mengandung senyawa N dan C yang berfungsi sebagai substrat metabolisme mikrobia tanah, ternasuk gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak dan protein. Senyawa tersebut
36
menduduki 40% (sebagai C) berat kering jerami. Pembenaman jerami ke dalam lapisan olah tanah sawah akan mendorong kegiatan bakteri pengikat N yang heterotropik dan fototropik. Pemberian jerami padi ke dalam medium tumbuh bakteri pendegradasi solar memberikan suplai N dan P sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel maupun untuk degradasi polutan (solar). Berdasarkan penelitian, suplai N dan P yang paling optimum terdapat pada pemberian jerami padi dengan komposisi 4%. Rasio C/N/P optimum untuk proses biodegradasi tercapai pada komposisi tersebut, sehingga akan menghasilkan pertumbuhan sel bakteri yang optimum pula. Walaupun seharusnya perlu dilakukan penelitian yang lebih khusus untuk mengetahui rasio C/N/P pada perlakuan, tetapi karena keterbatasan waktu, alat, serta bahan, maka penentuan rasio optimum hanya ditentukan secara kasar melalui penghitungan kuantitatif jumlah total koloni bakteri yang tumbuh. Pada komposisi jerami padi 8%, jumlah total koloni bakteri yang tumbuh semakin menurun. Hal ini disebabkan karena terlalu pekatnya medium oleh jerami padi, mengakibatkan rasio karbon terhadap nitrogen terlalu kecil (jumlah nitrogen terlalu besar pada skala sampel) maka akan terjadi kelebihan NH3 yang terbentuk yang akhirnya dapat menyebabkan proses pengasaman. Proses pengasaman ini akan membuat pertumbuhan bakteri terganggu karena mengganggu kestabilan pH optimum, dimana untuk mikroba laut pH optimum untuk tumbuh adalah 7,2 – 7,6. Selain mendapat suplai N dan P, bakteri juga banyak mendapat banyak unsurunsur penting untuk pertumbuhan sel-sel baru dari jerami padi sebagai sumber nutrisi alami (organik). Unsur-unsur penyusun sel yang bisa disumbangkan jerami padi untuk pertumbuhan bakteri seperti karbon (C) – organik untuk penyusun bahan organik sel, belerang (S) sebagai penyusun protein dan beberapa koenzim, kalium (K) sebagai kofaktor beberapa enzim,
natrium (Na) dan kalsium (Ca) untuk kation
seluler, kofaktor untuk beberapa enzim (misalnya enzim proteinase), serta bahanbahan organik yang lain.
37
Proses perombakan jerami padi oleh bakteri pendegradasi solar ini mirip dengan proses dekomposisi atau penguraian yang dilakukan oleh mikroba tanah terhadap bahan-bahan organik. Hal ini karena beberapa bakteri pendegradasi solar yang berada di perairan ini pun juga merupakan mikroba tanah (biodekomposer) yang mampu menguraikan bahan organik dan hasilnya dapat menambah kesuburan tanah. Bakteri
hidrokarbonoklastik
yang
memiliki
kemampuan
sebagai
biodekomposer yang terdapat pada sampel perlakuan berisi bahan organik berupa jerami padi tidak dapat langsung memetabolisme partikel bahan organik tidak larut. Bakteri ini membentuk dua sistem enzim ekstraseluler; sistem hidrolitik, yang menghasilkan enzim hidrolase dan berfungsi untuk degradasi selulosa dan hemiselulosa; dan sistem oksidatif, yang bersifat ligninolitik dan berfungsi mendepolimerasi
lignin.
Bakteri
memproduksi
enzim
ekstraseluler
untuk
depolimerasi senyawa berukuran besar menjadi kecil dan larut dalam air (substrat bagi mikroba). Aktivitas enzim selulase menurunkan jumlah selulosa. Aktivitas enzim lipase, protease, dan amilase meningkat dan menurun selama proses pembusukan sisa jerami padi (dekomposisi). Bakteri menggunakan komponen residu jerami padi sebagai substrat untuk memperoleh energi yang dibentuk melalui oksidasi senyawa organik, dengan produk utama CO2 yang dilepas kembali ke alam, dan sumber karbon untuk sintesis sel baru. Dekomposisi ini disebut juga sebagai respirasi mikroba atau mineralisasi, yang merupakan salah satu bagian dari siklus karbon. Pada pemberian jerami padi dengan komposisi 4%, reaksi diatas berjalan dengan normal karena proporsi antara senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan sudah sesuai, sehingga menimbulkan hasil yang optimum juga. Berbeda dengan kondisi pada komposisi 8% yang menyumbangkan senyawa organik lebih melimpah, terutama unsur N yang menyebabkan penimbunan hasil reaksi berupa NH3. Penimbunan NH3 menimbulkan pengasaman yang membuat pH media pertumbuhan
38
makin menurun yang menyebabkan kematian bakteri, sehingga jumlah total koloni yang mampu tumbuh dan hidup semakin berkurang. Proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu yang relatif lama (3-4 bulan). Hal ini disebabkan karena kandungan lignoselulosa pada tanaman substrat sulit untuk didegradasi secara cepat oleh mikroba. Namun, pada penelitian ini proses degradasi tersebut dibuat semakin cepat dengan memberikan perlakuan delignifikasi menggunakan NaOH pada jerami padi sebelum digunakan sebagai substrat pada penelitian. Penggunaan konsentrasi larutan NaOH yang lebih tinggi, menyebabkan kemampuan untuk melarutkan lignin dan merusak struktur selulosa akan semakin bertambah, yang mengakibatkan serat-serat selulosa akan semakin longgar, sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh mikroorganisme baik untuk pertumbuhannya maupun untuk produksi enzim selulase (Gunam, dkk., 2010). Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses dekomposisi sangat menentukan keberhasilan proses dekomposisi itu sendiri. 2)
Bakteri Pendegradasi Solar yang Pertumbuhannya Optimum pada Media dengan Pemberian Jerami Padi Berdasarkan sampel yang telah diuji, didapatkan hasil bahwa terdapat 4 genus
bakteri yang mampu tumbuh pada media yang telah diberikan jerami padi. Genusgenus tersebut antara lain Pseudomonas (isolat A, F, dan G), Acetobacter (isolat B), Neisseria (C dan D), dan Halomonas (isolat E). Keempat genus yang teridentifikasi menunjukkan jumlah total koloni yang berbeda-beda. Jumlah total koloni paling rendah terdapat pada genus Halomonas, kemudian semakin bertambah pada genus Acetobacter, Neisseria, dan jumlah total koloni paling tinggi ada pada Pseudomonas. Hal ini menunjukkan bahwa koloni bakteri dari genus Pseudomonas merupakan
39
genus yang paling mampu memanfaatkan unsur-unsur nutrisi yang diperoleh dari limbah solar (berupa hidrokarbon) dan jerami padi secara optimum. Pseudomonas merupakan bakteri yang memiliki habitat cukup beragam. Pseudomonas dapat ditemui di tanah, sebagai patogen pada hewan atau manusia dan di tubuh tanaman sebagai bakteri endofitik maupun parasit, di perairan air tawar maupun laut, bunga, dan buah. Pseudomonas memiliki ciri-ciri berupa bakteri Gram Negatif dengan sel berbentuk batang berukuran 0,5-0,8 µm × 1-3 µm. Pseudomonas memberikan hasil positif pada uji katalase dan oksidase, mengakumulasi βpolihidroksi butirat sebagai sumber karbon, bersifat motil dengan flagela tipe polar, aerobik, kemoorganotrof. Pseudomonas dapat dengan mudah tumbuh pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat sederhana. Di laboratorium, media yang paling sederhana untuk pertumbuhannya terdiri dari asetat (untuk karbon) dan amonium sulfat (untuk nitrogen). Metabolisme bersifat respiratorik tetapi dapat tumbuh tanpa O2 bila tersedia NO3 sebagai akseptor elektron. Di
antara
keempat
bakteri
pendegradasi
solar
yang
teridentifikasi,
Pseudomonas memiliki keunggulan dari genus-genus yang lain terutama dalam perannya sebagai bakteri hidrokarbonoklastik maupun biodekomposer. Inilah yang menyebabkan populasi koloninya paling optimum tumbuh dan berkembang dalam medium penelitian. Sebagai bakteri hidrokarbonoklastik, bakteri Pseudomonas merupakan bakteri yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan
penggunaan
bakteri
Pseudomonas
dalam
upaya
bioremediasi
lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang
40
merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Bakteri Pseudomonas yang umum digunakan antara lain : Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas diminuta. Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri Pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas : 1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair. 2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium. Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel. Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran
41
sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium. Banyak senyawa hidrokarbon digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau katekol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat . Bakteri Pseudomonas juga dapat menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa- senyawa lain yang lebih sederhana (Pradana, dkk., 2013). Kemampuan Pseudomonas
dalam
menguraikan senyawa-senyawa organik membuat bakteri ini juga berperan sebagai biodekomposer yang dapat ditemukan di darat maupun di laut. Pseudomonas dapat menghasilkan enzim selulase yang memegang peranan penting dalam proses biokonversi limbah-limbah organik berselulosa menjadi glukosa (Saropah, dkk., 2012). Enzim inilah yang menyebabkan Pseudomonas mampu mendegradasi jerami padi dengan cukup optimum dan kemudian memanfaatkan senyawa organiknya untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Hidrolisis selulosa terdiri dari dua tahap, yaitu degradasi selulosa menjadi selobiosa oleh endo-1,4-glukanase dan ekso-1,4 glukanase kemudian dilanjutkan dengan pemecahan selobiosa oleh β-1,4 glukosidase.
42
Enzim Endo β-1,4-glukanase menghidrolisis polimer secara acak dan menghasilkan molekul selulosa sederhana. Sedangkan Ekso β-1,4-glukanase menghidrolisis dua subunit glukosa pada bagian ujung sehingga menghasilkan selobiosa disakarida. Enzim β-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa. Enzim memiliki kekhasan dalam mengenali dan mengikat substrat, karena enzim memiliki sisi aktif yang digunakan untuk mengikat substrat, sisi aktif yang dimiliki enzim sangat spesifik. Enzim selulase memiliki gugus aktif -COOH yang merupakan gugus aktif dari asam amino jenis asam aspartat (Saropah, dkk., 2012). Enzim-enzim lain yang dapat dihasilkan oleh Pseudomonas seperti protease, amilase, lipase, fosfatase, kitinase, dan beberapa enzim lain yang memberikan keuntungan berlipat ganda bagi kehidupan bakteri tersebut. Selain itu, Pseudomonas juga merupakan bakteri antagonis yang mampu menghasilkan senyawa probiotik untuk melawan mikroorganisme yang lain. Cara hidup Pseudomonas yang fleksibel inilah yang membuatnya unggul dari bakteri yang lain. 3)
Data Penunjang Berupa Karakteristik Bakteri Pendegradasi Solar di Pelabuhan Celukan Bawang yang Diperoleh dari Penelitian Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat karakteristik koloni bakteri pendegradasi
solar yang terdapat pada perairan Pelabuhan Celukan Bawang. Koloni-koloni tersebut merupakan koloni bakteri yang mampu tumbuh pada media yang diberikan jerami padi. Diperoleh tujuh macam isolat bakteri dengan karakteristik koloni yang berbedabeda. Semua bentuk koloni bakteri tersebut muncul pada sampel perlakuan kontrol, 1%, 4%, dan 8%, namun jumlah total koloni bakteri paling optimum ada pada komposisi 4%. Walaupun memiliki karakteristik koloni yang berbeda, tetapi ada beberapa diantaranya yang berada pada genus yang sama. Pada tabel 4.5 menunjukkan tentang karakteristik sel isolat bakteri untuk masing-masing koloni yang diidentifikasi. Bakteri yang teridentifikasi memiliki bentuk cocus/bulat (C dan D) dan batang/basil (A, B, E, F, dan G). Semua bakteri tersebut merupakan bakteri Gram Negatif, karena pada uji pewarnaan gram semua
43
isolat berwarna merah muda sampai merah. Pada bakteri Gram Negatif dinding sel terdiri atas beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar, sedangkan dinding sel bakteri Gram Positif terdiri atas berlapis-lapis peptidoglikan. Karena bagian terluar dinding sel bakteri Gram Negatif adalah membran luar, maka pewarnaan gram menghasilkan warna merah muda. Merah muda merupakan warna safranin yang mewarnai membran luar (Purwoko, 2007). Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa semua bakteri tidak tahan asam. Populasi mikroba dalam lingkungan perairan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah pH. Mikroba akuatik dapat ditumbuhkan pada pH 6,5-8,5, sedangkan untuk mikroba laut pH optimum 7,2-7-6 (Brock, et al., 2003). Selain itu, semua bakteri juga tidak menghasilkan spora pada saat diidentifikasi. Hal itu dimungkinkan karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang tidak memiliki satu fase sporulasi. Selain itu, jka medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora (Anonim, tt). Untuk kapsul, hanya isolat bakteri D yang memiliki selubung kapsul. Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi sebagai penyedia cadangan makanan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh inang maupun di alam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul. Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies.
44
5.2 Hasil Penelitian karakteristik isolat bakteri pendegradasi solar yang optimum tumbuh dalam briket jerami 5.2.1
Penyajian Data Utama Berdasarkan atas penelitian yang telah dilaksanakan, maka diperoleh bahwa
penggunaan briket isolat bakteri pendegradasi solar dengan ukuran berbeda mempengaruhi kemampuan bakteri dalam menghasilkan Asam n-Oktanoat. Konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan dari briket bakteri pendegradasi solar dengan komposisi jerami padi 4 % ditambahkan urea ¼ dari berat jerami padi 4 % dalam media cair sebagai hasil dari biodegradasi solar tersaji dalam tabel berikut. Tabel 5.8 Konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan dalam briket isolat bakteri pendegradasi solar dengan komposisi jerami padi 4% yang ditambahkan urea dalam media cair sebagai hasil dari biodegradasi solar dalam satuan ml. Ulangan Perlakuan (Konsentrasi Asam n-Oktanoat) ml Ukuran 2cm 3cm 4cm Briket I Pseudomonas 8,70 9,77 8,96 Halomonas 7,45 9,23 6,98 Neisseria 6,98 8,19 6,75 Acetobacter 7,45 7,45 5,86 Konsorsium 8,96 9,50 9,23 II Pseudomonas 8,96 10,05 8,19 Halomonas 6,98 9,50 7,21 Neisseria 7,45 9,23 6,30 Acetobacter 7,21 7,21 6,98 Konsorsium 8,96 9,77 8,96 III Pseudomonas 8,70 9,50 9,23 Halomonas 7,21 8,44 7,45 Neisseria 5,86 8,70 7,21 Acetobacter 6,08 7,45 5,86 Konsorsium 9,50 10,33 8,96 Total 116,47 134,32 114,13 Rata-rata 7,76 8,95 7,61 Pada tabel diatas sudah disajikan data konsentrasi Asam n-Oktanoat yang didapatkan dari pelaksanaan titrasi pada 45 sampel uji, pada saat melaksanakan titrasi
45
dilakukan pengulangan pada setiap sampel sebanyak 3 kali untuk mendapatkan ratarata volume yang tepat saat terjadi kemunculan pertama perubahan warna pada sampel, yakni berwarna hijau tua hingga terjadi perubahan munculnya warna kemerahan pada sampel, dengan mengambil 5ml pada setiap sampel yang diulangi sebanyak 3 kali. Setelah didapatkan rata-rata volume yang tepat pada masing-masing sampel kemudian dikalkulasi dengan memasukkan rumus kimia untuk menentukan konsetrasi Asam n-Oktanoat pada setiap sampel Sehingga didapatkan data konsentrasi Asam n-Oktanoat seperti diatas. Perbedaan konsentrasi dari tiga ukuran briket bakteri tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 5.4 Diagram batang jumlah konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan oleh Briket Bakteri Pendegradasi Solar Berdasarkan atas gambar 4.3 terlihat jelas menyatakan bahwa ukuran briket isolat bakteri pendegradasi solar berpengaruh terhadap asam oktanoat yang dihasilkan oleh bakteri yang sudah dibiakkan di dalam briket jerami padi. Pada ukuran briket isolat bakteri ukuran diameter 3cm yang dimasukkan dalam media cair yang menghasilkan konsentrasi Asam n-Oktanoat yang paling optimal. 2). Hasil Pengamatan Biodegradasi Solar Pengamatan biodegradasi solar dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Ganesha. Proses inokulasi ke medium uji dilakukan pada tanggal 11 juli 2013, setelah itu pengamatan dilakukan pengocokan selama 24 jam setiap jamnya dan diamati setiap 24 jam
sebelum
46
dilakukan titrasi pada pembiakan 10 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan mengamati
perubahan yang terjadi, seperti perubahan warna media, tingkat
kekeruhan, pH dan keadaan minyak solar. Hasil pengamatan tersebut dicatat pada tabel berikut. Tabel 5.9 Hasil Pengamatan Biodegradasi Solar Pengamatan 1 x 24 jam 2 x 24 jam 3 x 24 jam 4 x 24 jam 5 x 24 jam 6 x 24 jam 7 x 24 jam 8 x 24 jam 9 x 24 jam 10 x 24 jam
2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm 2cm 3cm 4cm
Hasil Pengamatan Kekeruhan pH Media + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 + 8 ++ 8 ++ 8 ++ 8 +++ 7 +++ 7 +++ 7 +++ 7 +++ 7 +++ 7 +++ 7 +++ 7 +++ 7 ++++ 7 ++++ 7 ++++ 7 ++++ 7 ++++ 7 ++++ 7 ++++ 6 ++++ 6 ++++ 6 ++++ 6 ++++ 6 ++++ 6
Warna Media + + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
Misel Minyak
pada
+ + + ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
47
Keterangan: 1. Kekeruhan 2. Warna Media - = Tidak keruh - = Tidak keruh + = agak keruh + = agak hijau ++= sedikit keruh ++= sedikit hijau +++= keruh +++= hijau ++++= sangat keruh ++++= sangat hijau 3.Misel pada Minyak - = tidak ada misel + = Ada sedikit misel ++= Jumlah misel agak banyak +++ = Jumlah misel banyak ++++ = Jumlah misel sangat banyak Pengamatan pada tabel diatas merupakan pengamatan yang dilakukan setiap 24 jam selama 10 x 24 jam. Pada pengamatan 1 x 24 jam keadaan media masih seperti keadaan saat menginokulasi bakteri, namun sudah menampakkan sedikit kekeruhan pada bagian atas media, warna media berwarna kuning agak bening, tingkat keasaaman media berkisaran 8, dan misel belum terbentuk. Pada pengamatan 2x 24 jam hingga 3 x 24 jam keadaan media sudah mulai terlihat perubahan warna media agak kehijauan, agak keruh, mulai terdapat misel di permukaan meski masih ditutupi oleh jerami dan tingkat keasaaman berkisaran antara 7-8. Pada pengamatan 4 x 24 jam hingga 8 x 24 jam sudah terjadi perubahan warna yang jelas terlihat warna hijau dan keruh pada semua medium uji dengan tingkat keasaman yang berkisaran 7, misel pada media sudah semakin banyak. Pada pengamatan 9 x 24 jam hingga 10 x 24 jam sudah terlihat jelas keadaan media yang sangat keruh, sangat hijau pekat walau masih ada hijau kekuningan dan hijau terang, misel sangat banyak dan tingkat keasaman mencapai kisaran 6, keadaan misel tidak terlalu jelas disebabkan oleh adanya jerami yang menghalangi kejelasan misel. Pada uji ini tidak disertakan dengan kontrol, Setelah 10 x 24 jam pengamatan kemudian dilakukan titrasi asam-basa untuk menguji Asam n-Oktanoat yang dihasilkan selama proses degradasi minyak solar. Asam nOktanoat digunakan sebagai parameter kemampuan bakteri dalam mendegradasi
48
solar, semakin banyak Asam n-Oktanoat yang dihasilkan, maka semakin baik pertumbuhan bakteri dalam ukuran jerami yang dimaksukkan dalam media cair. 5.2 Analisis dan Interpretasi Data 5.2.1 Uji Normalitas Analisis data penelitian ini diawali dengan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, karena anggota dalam setiap kelompok sampel uji kurang dari 20, yakni pada uji penelitian ini terdapat 15 anggota dalam setiap kelompok. Pada uji ini memiliki ketentuan bahwa data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi data > 0,05, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dapat dilihat pada tabel hasil berikut. Tabel 5.10 Uji Normalitas Data Kelompok Rerata SB I (2cm) 7,76 1,12458 II (3 cm) 8.95 0,99825 III (4 cm) 7,61 1,21810 Keterangan : SB = Simpangan Baku (Standar Deviasi) nilai Z = nilai statistik nilai p = nilai signifikansi
Nilai Z 0,918 0,912 0,908
Nilai p 0,182 0,146 0,125
Dari tabel uji normalitas diatas,menyatakan bahwa data berdistribusi normal, dapat dilihat pada kolom signifikansi, yakni nilai yang dihasilkan > 0,05 pada ketiga variasi ukuran briket bakteri. Pada kelompok pertama memiliki rerata 7,76 (simpangan baku ± 1,12458) dengan nilai statistik adalah 0,918 dan nilai signifikansi data 0,182 . Pada kelompok kedua memiliki rerata 8,95 (simpangan baku ± 0,99825) dengan nilai statistik adalah 0,912 dan nilai signifikansi data 0,146 serta pada kelompok ketiga memiliki rerata 7,61 (simpangan baku ± 1,21810) dengan nilai statistik adalah 0,908 dan nilai signifikansi data 0,125. Sehingga dapat dilakukan uji Homogenitas dengan Levene Test.
49
5.2.2 Uji Homogenitas Dalam uji Homogenitas menggunakan Levene Test, yang memiliki ketentuan sama dengan uji normalitas, apabila nilai signifikansi data < 0,05 maka data tidak homogen, sedangkan nilai signifikansi data > 0,05 maka data homogen. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.11 Uji Homogenitas Data Kelompok Rerata SB I (2cm) 7,76 1,12458 II (3 cm) 8.95 0,99825 III (4 cm) 7,61 1,21810 Keterangan : SB = Simpangan Baku (Standar Deviasi) nilai Z = nilai statistik nilai p = nilai signifikansi
Nilai Levene 0,869
Nilai p 0,427
Pada uji Homogenitas data, menyatakan bahwa nilai signifikansi > 0,05, dengan niai Uji Levene muncul nilai 0,869 dengan signifikansi 0,427 kedua nilai tersebut sudah melewati 0,05, sehingga data homogen. 5.2.3 Uji Hipotesis Pada uji Hipotesis harus memenuhi ketentuan pada uji normalitas dan uji homogenitas. Data sudah diketahui berdistribusi normal dan homogen, uji ini untuk mengetahui bahwa ada atau tidaknya pengaruh ukuran Briket isolat bakteri terhadap Asam n-Oktanoat yang dihasilkan oleh bakteri pendegradasi solar dalam briket. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji ANAVA satu arah. Uji ini berlaku apabila nilai signifikansi < 0,05 dan nilai Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima ini berarti data berbeda bermakna. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.12 Uji Hipotesis (ANAVA satu arah)/ Uji Beda Kelompok I (2cm)
Rerata 7,76
SB 1,12458
Nilai F 6,513
Nilai p 0,003
50
II (3 cm) 8.95 0,99825 III (4 cm) 7,61 1,21810 Keterangan : SB = Simpangan Baku (Standar Deviasi) nilai Z = nilai statistik nilai p = nilai signifikansi Pada tabel diatas menyatakan bahwa nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,03, dan Fhitung = 6.513 > Ftabel = 5.991, antara kelompok I,II dan III berbeda bermakna, berarti H0 ditolak dan H1 diterima atau ada pengaruh pada ukuran briket bakteri pendegradasi solar. Untuk mengetahui BNT (Beda Nyata Terkecil) yakni dengan LSD, yaitu untuk mengetahui ukuran diameter briket isolat bakteri yang paling optimal dalam menghasilkan asam n-oktanoat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.13 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Kelompok I (2cm) dan II (3 cm) I (2cm) dan III (4 cm) II (3 cm) dan III (4 cm) Keterangan : nilai p = nilai signifikansi
Beda Rerata 1,190 0,156 1,346
Nilai p 0,006 0,704 0,002
Pada tabel hasil uji beda nyata terkecil diatas menyatakan bahwa rerata pada kelompok 1 berbeda bermakna dengan kelompok II yaitu memunculkan nilai beda rerata 1,190 dengan signifikansi 0,006 < 0,05. Pada kelompok I tidak berbeda bermakna dengan kelompok III karena muncul beda rerata 0,156 dengan signifikansi 0,704 > 0,05, serta pada kelompok II dengan berbeda bermakna dengan kelompok III karena memunculkan beda rerata 1,346 dengan signifikansi 0,002< 0,05. Antara kelompok II dengan kelompok III memiliki pengaruh yang lebih tinggi dari pada antara kelompok I dengan kelompok II. 5.2.3 Pembahasan Hasil analisis dengan uji ANAVA satu arah menyatakan bahwa nilai statistik hitung>statistiktabel
dan nilai signifikansi < 0,05 , sehingga Hipotesis Alternatif (H1)
51
diterima dan Hipotesis Nol (H0) ditolak. Ini berarti data yang didapat berbeda bermakna, maka ada pengaruh ukuran briket isolat bakteri pendegradasi solar terhadap Asam n-Oktanoat yang dihasilkan pada ukuran diameter briket bakteri yaitu 2 cm, 3 cm, dan 4 cm dengan perbandingan antara ukuran briket bakteri pendegradasi solar dengan komposisi jerami padi 4 % dan urea dalam media cair. 5.3.1 Pengaruh Ukuran Briket Bakteri Pendegradasi Solar terhadap Asam nOktanoat yang Dihasilkan. Berdasarkan data utama yang didapatkan bahwa ukuran briket isolat bakteri pendegradasi solar yang terbuat dari jerami padi dan tambahan urea dapat memberikan pengaruh terhadap Asam n-Oktanoat yang dihasilkan oleh bakteri pada proses biodegradasi minyak solar. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata konsentrasi Asam n-Oktanoat yang tersaji pula pada grafik yang menyatakan pada ukuran 2 cm rata-rata Asam n-Oktanoat yang dihasikan adalah 7,76, pada ukuran 3 cm rata-rata konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan adalah 8,95. Sementara pada ukuran 4 cm rata-rata konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan adalah 7,61. Konsentrasi Asam n-Oktanoat ini sebagai parameter yang digunakan sebagai pertumbuhan bakteri pada suatu media pertumbuhan. Pada ukuran diameter briket bakteri pendegradasi solar 2 cm Asam n-Oktanoat yang dihasilkan dalam tingkat sedang dan rata-rata hampir sama volume yang didapatkan saat melakukan titrasi. Pada ukuran briket bakteri 3 cm konsentrasi Asam n-Oktanoatnya tergolong tinggi, karena hampir sebagain besar volume yang didapatkan saat titrasi melebihi 2 kelompok lainnya. Dan pada ukuran briket bakteri 4 cm konsentrasi Asam n-Oktanoat yang didapatkan paling sedikit. Pengaruh ukuran briket isolat bakteri antara 3 cm dengan 4 cm paling tinggi dibandingkan dengan ukuran briket 2 cm dengan 3 cm, didukung oleh uji BNT yang menghasilkan beda rerata paling tinggi yaitu 1,346 dengan nilai signifikasi 0,002 < 0,05. Secara umum, semakin kecil ukuran briket semakin luas permukaan media, sehingga semakin luas permukaan media, semakin luas bidang kontak, maka
52
pertumbuhan akan semakin tinggi konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan oleh bakteri pendegradasi solar, sebaliknya semakin besar ukuran briket, maka semakin sempit permukaan media sehingga semakin sempit kontak yang terjadi, maka konsentrasi Asam n-Oktanoat yang dihasilkan semakin rendah. Namun pada pengujian ukuran briket bakteri pendegradasi solar yang dilakukan pada ukuran paling kecil yaitu 2 cm, pertumbuhan bakteri lebih rendah dari ukuran 3 cm, hal tersebut disebabkan pertumbuhan bakteri pendegradasi solar yang dibiakan terlebih dahulu dalam media briket sebelum di masukan dalam media cair tersebut mendapatkan nutrisi yang kurang baik. Karena ukuran briket yang sempit dan adanya penambahan urea, karena penambahan urea akan menghambat pertumbuhan bakteri. Ukuran briket isolat bakteri pendegradasi solar 2 cm, akan membatasi pertumbuhan bakteri didalam briket. Hal ini disebabkan campuran briket yaitu 1 g jerami padi komposisi 4 % dalam media cair yang ditambahkan urea sebanyak 0,25 g. Sumber karbon yang terkandung dalam jerami padi kemungkinan sama dengan unsur N dalam urea yang ditambahkan, sehingga pertumbuhan bakteri rendah dan dalam proses biodegradasi minyak solar untuk menghasilkan Asam n-Oktanoat juga rendah. Sedangkan pada bakteri pendegradasi solar yang dibikkan dalam briket bakteri ukuran 3 cm tersebut menggunakan campuran 2 g jerami padi ditambahkan 0,5 g urea yang kemudian dibiakan selama 2 x 24 jam tersebut, sumber karbon lebih banyak dari urea, sehingga bakteri lebih banyak tumbuh dan menghasilkan Asam nOktanoat lebih banyak dari dua ukuran briket lainnya. Sesuai dengan penelitian Isolasi, Identifikasi dan Uji Kemampuan Degradasi Mikroba Pengurai Minyak Bumi dari Perairan Pelabuhan Celukan Bawang, Buleleng” yang dilakukan oleh Mulyadihardja dkk, 2010 bahwa Penambahan urea mempengaruhi kemampuan bakteri pendegradasi solar dalam mendegradasi minyak solar, pada dasarnya penambahan nitrogen harus sesuai dengan konsentrasi karbon yang tersedia, apabila unsur N tinggi malah akan menghalangi perkembangbiakan bakteri. Kelebihan amonia yang terbentuk dari reaksi amonifikasi senyawa urea akan
53
bereaksi dengan air membentuk ammonium dan gugus hidroksil. Terbentuknya gugus hidroksil secara terus-menerus akan menyebabkan peningkatan pH (pH basa), kondisi ini akan menyebabkan ion ammonium menjadi amoium hidroksida yang bersifat racun bagi bakteri. Konsentrasi N yang terlalu tinggi dengan hidrokarbon sebagai satu-satunya
sumber
C
dapat
menyebabkan
keracunan
pada
bakteri
hidrokarbonoklastik. Pada ukuran briket 4 cm tersebut, memang hasil Asam n-Oktanoat yang dihasilkan paling kecil, sebab kontak antar bakteri dengan luas permukaan media cair yang sempit, sebab ukuran briket terlalu besar dalam media cair sehingga proses biodegradasi yang terjadi kecil. Perbedaan volume media cair dalam uji ini dikarenakan komposisi jerami padi yang masuk kedalam media Bushnell Haas Mineral Salts Broth harus 4 % dalam media cair serta pada saat pencetakan briket,sehingga ukuran diameter yang berbeda-beda mempengaruhi jerami padi yang masuk dalam cetakan juga berbeda-beda. Konsentrasi Asam n-Oktanoat paling optimal adalah pada ukuran bakteri pendegradasi solar 3cm, sehingga pertumbuhan bakteri pada ukuran bakteri ini paling optimal, karena konsentrasi Asam n-Oktanoat digunakan sebagai parameter pertumbuhan bakteri. Ukuran briket bakteri pendegradasi solar 3 cm tersebut memiliki komposisi campuran bahan dan suplemen paling baik, sehingga pada saat membiakan bakteri di dalam briket, sumber karbon lebih banyak. Konsentrasi asam n-oktanoat merupakan hasil dari biodegradasi minyak solar oleh bakteri pendegradasi minyak solar dengan bantuan senyawa biosurfaktan yang berfungsi untuk mengubah minyak solar menjadi butiran-butiran kecil yang disebut misel sehingga lebih mudah diuraikan oleh bakteri, Proses biodegrdasi minyak solar tersebut menyebabkan terlepasnya ion H+ dari ikatan hidrokarbon ke lingkungan, sehingga keasaman lingkungan meningkat. Hal tersebut yang menyebabkan pH media yang awalnya netral, kemudian menjadi asam dan semakin hari akan bertambah asam.
54
Konsentrasi Asam n-Oktanoat diukur dengan diawali oleh titrasi. Metode titrasi merupakan penentuan konsentrasi larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan larutan lain yang sudah diketahui konsentrasinya (larutan standar). titrasi dihentikan saat jumlah ekuivalen zat yang dititrasi sama dengan jumlah ekuivalen pentitrasi yang digunakan (titik ekuivalen) (Simamora dkk, 2004). 5.2.3 Data Penunjang Berupa Hasil Pengamatan Biodegradasi Solar oleh Bakteri Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setiap 24 jam selam 10 x 24 jam yang tersaji,ada perubahan pada warna media uji, kekeruhan, keadaan minyak dan pH media. Perubahan tersebut terjadi akibat dari proses biodegradasi minyak solar. 1). Perubahan Warna Media dan Kekeruhan Perubahan warna media tersebut terlihat dari warna bening kenuningan, menjadi kuning kehijauan, dan terakhir menjadi hijau, dan semua media memiliki warna hijau yang tidak sama, ada warna hijau tua, dan hijau muda. Hal tersebut di akibatkan oleh reaksi kimia antara aktivitas mikroba dengan bahan ataupun media ketika terjadi penguraian senyawa kompleks menjadi sederhana, selain itu juga disebabkan oleh pigmen. Pigmen hanya dimiliki oleh bakteri tertentu. Pigmen tersebut dihasilkan karena adanya unsur Fe, adanya unsur Fe yang dihasilkan oleh pigmen bakteri yang berkorelasi dengan Fe pada media. Kekeruhan tersebut terjadi karena adanya pergerakan dari bakteri dan karena hasil sisa metabolisme dari kegiatan yang dilakukan bakteri pendegradasi solar saat terjadinya proses biodegradasi tersebut. 2). Perubahan Keadaan Minyak Berdasarkan hasil pengamatan setiap 24 jam dalam 10 x 24 jam terjadi perubahan keadaan minyak solar. Pada pengamatan pertama (1 x 24 jam), keadaan minyak dalam media cair masih terlihat memisah dan tampak jelas. Pada pengamatan kedua (2 x 24 jam) terjadi perubahan pada keadaan minyak yaitu minyak mulai krang jelas terlihat berpisah dengan media dan mulai tampak gelembung-gelembung kecil
55
yang bercampur dengan briket bakteri. Semakin hari perubahan minyak menjadi seperti lapisan putih bergelembung yang bercampur dengan briket dan bakteri pendegradasi solar. Lapisan tersebut sebagai misel-misel minyak solar. Terbentuknya misel
akibat
proses
metabolit
sekunder
yang
dihasilkan
oleh
bakteri
hidrokarbonoklastik yang disebut dengan biosurfaktan. Biosurfaktan
merupakan
senyawa
amfifilik
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme yang merupakan senyawa komplek dengan struktur bermacammacam. Biosurfaktan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme prokariot maupun eukariot. Biosurfaktan ini dihasilkan pada permukaan sel mikroba atau diekskresikan ke lingkungan yang dapat membantu melepaskan senyawa hidrokarbon dalam senyawa organik dan meningkatkan konsentrasi senyawa hidrokarbon dalam air melalui pelarutan ataupun emulsifikasi. Biosurfaktan mengandung gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan molekul. Produksi biosurfaktan oleh bakteri sering dikaitkan dengan kemampuan bakteri dalam menggunakan senyawa hidrokarbon sebagai substratnya. Dengan adanya biosurfaktan ini yang menyebabkan adanya lapisan putih pada minyak solar yang ditambahkan dalam media uji, dengan adanya senayawa ini, maka substrat yang sudah diuraikan dapat dengan mudah masuk ke dalam sel bakteri sebagai sumber nutrisinya (Nababan, 2008). 3). pH Media Pada pengamatan yang dilakukan setiap 24 jam dalam waktu 10 x 24 jam, terjadi penurunan pH. Pada pengamatan 1 x 24 jam pH media masih berkisaran 8 hingga pengamatan 2 x 24 jam hingga 3 x 24 jam sudah terjadi penurunan pH ada yang masih tetap pada kisaran 8 ada yang 7. Pada pengamatan 4 x 24 jam hingga 8 x 24 jam penurunan pH terjadi pada keseluruhan media uji, tingkat keasaman media berubah menjadi kisaran 7. Kemudian pada pengamatan 9 x 24 jam hingga 10 x 24 jam terjadi penurunan pH kembali yaitu mencapai kisaran 6. Karena penggunaan pH universal jadi tidak penurunan pH dapat diamati berdasarkan warna indikator yang
56
ditampilkan oleh kertas pH tersebut. Penurunan pH terjadi seiring dengan proses biodegradasi minyak solar yang diuraikan oleh bakteri ketika menghasilkan biosurfaktan. Semakin banyak biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri maka semakin asam pH media.
57
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Rencana tahapan berikutnya adalah mengembangkan briket jerami padi yang sudah diisolasi dengan isolat bakteri bakteri pendegradasi solar. Uji ini dilakukan pada bakteri pendegradasi solar baik secara soliter maupun secara konsorsium. Jerami padi sebagai sumber karbon akan dibakar dan dipres dengan komposisi 4% yang merupakan komposisi optimum untuk pertumbuhan bakteri pendegradasi solar, setelah itu diisolasi dengan bakteri pendegradasi solar yang telah berhasil diisolasi dan identifikasi antara lain genus Halomonas, Acetobacter, Neisseria, dan Pseudomonas. Setelah itu briket akan di uji di lapangan yaitu di pelabuhan Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng.
58
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan atas rumusan masalah dan pembahasan yang disajikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1.
Komposisi 4% adalah komposisi jerami padi yang tepat bagi pertumbuhan optimum bakteri pendegradasi solar, dimana pada komposisi tersebut menghasilkan jumlah total koloni maksimal diantara 2 komposisi yang lain (1% dan 8%).
2.
Genus bakteri pendegradasi solar yang pertumbuhannya paling optimum pada komposisi jerami padi yang tepat tersebut adalah genus Pseudomonas. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan koloninya paling maksimal di antara koloni genus yang lain. Selain itu, pada semua pengulangan sampel perlakuan, pertumbuhan koloni bakteri ini selalu muncul dan pertumbuhannya optimal.
3.
Ukuran diameter briket bakteri pendegradasi solar berpengaruh terhadap Asam n-Oktanoat yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari uji ANAVA satu arah diketahui bahwa nilai Fhitung (6,513) > Ftabel (5,991), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.
4.
Ukuran yang paling optimal dipergunakan adalah briket bakteri pendegradasi solar yang memiliki diameter 3 cm yaitu dengan rata-rata konsentrasi Asam nOktanoat yang dihasilkan adalah 8,95 dan didukung uji BNT yang menghasilkan beda rerata paling tinggi yaitu 1,346 dengan nilai signifikasi 0,002 < 0,05, sehingga antara briket 3 cm dengan briket 4 cm yang pengaruhnya paling tinggi.
5.
Isolat bakteri pendegradasi minyak solar mampu mendegradasi secara soliter atau dalam bentuk konsorsium tetapi dalam bentuk konsorsium pertumbuhan lebih optimum.
59
7.2
Saran Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan terkait dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut. 1.
Hasil dari penelitian ini agar lebih dikembangkan sehingga hasil isolasi dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengatasi pencemaran solar di laut terutama yang sering terjadi di daerah pelabuhan atau dermaga akibat aktivitas pelayaran.
2.
Penelitian ini menggunakan jerami padi sebagai bulking agent terhadap kerja dari bakteri pendegradasi solar dalam mendegradasi solar. Bagi yang berminat meneliti hal yang sama, jerami padi bisa diganti dengan alternatif substrat yang lain. Dengan demikian, akan diperoleh perbandingan, komponen mana yang lebih baik untuk mendukung kerja bakteri tersebut.
3.
Pada penelitian ini dalam menentukan rasio C/N/P hanya ditentukan secara tidak langsung dari jumlah total koloni bakteri yang tumbuh, sehingga tidak ada keakuratan data secara kuantitatif karena keterbatasan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, dikemudian hari untuk penentuan rasio bisa diteliti secara khusus bagi yang berminat melanjutkan penelitian ini nantinya.
60
DAFTAR PUSTAKA Atlas, R. M. & Bartha, R. 1987. Microbial Ecology: Fundamental and Applications. California : Benjamin/Cummings Sciences Publishing. Bawa, W. 2000. Rancangan Penelitian Eksperimental di Bidang Biologi dan Pendidikan Biologi. Makalah disajikan dalam Seminar PSP Biologi, PMIPA STKIP, Singaraja. Brock, T. D., Madigan, M. T. & Martinko, J. 2003. Biology of Microorganisms. New York : Prentice Hall. Budiman, A. & Setyawan, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi dan pH Dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase Dengan Menggunakan Media Jerami Padi, (Online), (http://eprints.undip.ac.id, diakses tanggal 07 Januari 2013). Budiyanto. 2002. Mikrobiologi Terapan. Penerbit UMM: Malang. Dewi, C. M., Mirasari, D. M., Antaresti & Irawati, W. 2007. Pembuatan Kompos Secara Aerob Dengan Bulking Agent Sekam Padi. Widya Teknik. (Online), 6(1), 2007: 21-31, (http://www.academia.edu, diakses tanggal 24 Juli 2013). Gaur, A. C. 1982. A Manual of Rural Composting: In Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. Project Field Document No. 15. Food and Agricultural Organization of The United Nation: Rome. Gunam, I B W, Buda, K. & Guna, I M Y. S. 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Dengan Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi Terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus Niger NRRL A-II, 264. Jurnal Biologi. (Online), XIV(1), 2010: 55-61, (http://ojs.unud.ac.id, diakses tanggal 24 Juli 2013). Hartanto, B. 2008. Oil Spill (Tumpahan Minyak) Di Laut Dan Beberapa
Kasus di
Indonesia. Yogyakarta : Bahari Jogja. Haug, R. T. 1980. Composting Engineering. Ann Arbor Science: Michigan.
61
Herawati, D.A. & Wibawa, A.A. 2010. Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Secara Batch.
Jurnal
Rekayasa
Proses.
(Online),
4(1),
2010:
25-29,
(http://www.journal.ugm.ac.id, diakses tanggal 17 Desember 2012). Makarim, A. K., Sumarno, Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan Pemanfaatan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Mangkoedihardjo, S. 2005. Seleksi Teknologi Pemulihan Untuk Ekosistem Laut Tercemar Minyak. (Online), (http://www.sea-oil-deg.co.id, diakses tanggal 25 Desember 2012). Martawidjaja, M. 2003. Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pengganti Rumput Untuk Ternak
Ruminansia
Kecil.
WARTAZOA.
(Online),
13(3),
2003,
(http://peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 17 Desember 2012).
Mishra, B., Sharma, P. K. & Bronson, K. F. 2001. Decomposition of Rice Straw and Mineralization of Carbon, Nitrogen, Phosphorus and Potassium in Wheat Field Soil in Western Uttar Pradesh. J. Indian Soc. Soil Sci. 49(3): 419-424. Mulyadiharja, S., Ristiati, N. P. & Setiabudi, I. 2010. Isolasi, Identifikasi dan Uji Kemampuan Degradasi Mikroba Pengurai Minyak Bumi dari Perairan Pelabuhan
Celukan
Bawang,
Buleleng.
Jurnal
Penelitian
dan
Pengembangan Sains & Humaniora. (Online), 4(1), April 2010: 15-27, (http://www.digilib.ui.ac.id, diakses tanggal 24 Desember 2012). Nista, D., Natalia, H. & Taufik, A. 2004. Teknologi Pengolahan Pangan. BPTU Sembawa: Palembang. Nugroho, A. 2006. Biodegradasi Sludge Minyak Bumi dalam Skala Mikrokosmos: Simulasi Sederhana Sebagai Kajian Awal Bioremediasi Land Treatment.
62
Makara,
Teknologi.
(Online),
10(2),
November
2006:
82-89
(http://www.repository.ui.ac.id ,diakses tanggal 20 Desember 2012). Numberi, F. 2009. Tujuh Puluh Persen Perairan Indonesia Rusak. (Online), (http://www.kompas.com, diakses tanggal 21 Desember 2012). Nurhariyati, T., Ni'matuzahroh & Surtiningsih, T. 2006. Biodegradasi Minyak Oleh Rhodotorula dan Candida Hasil Isolasi dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Jurnal Discoveri Indonesia. (Online), 12(1), Desember 2006, USA (http://www.scribd.com, diakses tanggal 20 Desember 2012). Obayuri. 2006. Biodegrability of Surfactant. (Online), (http://www.technologysurfactant.html, diakses tanggal 23 Desember 2012).
Pradana, M. S., Suprapto, H. & Sasmita, R. 2013. Aplikasi Pseudomonas Untuk Menekan Pertumbuhan Bakteri Patogen di Dalam Pencernaan Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) dan Penguraian Bahan Organik. Journal of Aquaculture and Fish Health. (Online), (http://journal.unair.ac.id, diakses tanggal 09 Agustus 2013). Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara. Reisfeld, A., Rosenberg, E. & Gutnick, D. 1972. Microbial Degradation of Crude Oil: Factors Affecting The Dispersion in Sea Water by Mixed and Pure Cultures. Applied Microbiology. (Online), 24(3), September 1972: 363368, (http://www.tau.ac.il, diakses tanggal 01 Januari 2013). Ristiati, N P. 2000. Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Saraswati, R., Santosa, E. & Yuniarti, E. 2008. Sepuluh Organisme Perombak Bahan Organik, (Online), (http://balittanah.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 09 Agustus 2013). Setiabudi, G I. 2007. Karakteristik Fisik-Kimia Sedimen di Teluk Kapling Bali: Hubungannya dengan Komposisi dan Kelimpahan Bakteri. Sebagai Salah
63
Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Saropah, D. A., Jannah, A. & Maunatin, A. 2012. Kinetika Reaksi Enzimatis Ekstrak Kasar Enzim Selulase Bakteri Selulolitik Hasil Isolasi dari Bekatul. ALCHEMY.
(Online),
2(1),
Malang,
Oktober
2012:
34-45,
(http://www.ejournal.uin-malang.ac.id, diakses tanggal 15 Agustus 2013). Silvia, S. 2010. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Menggunakan Isolat Bakteri Dari Limbah Minyak Bumi PT Cevron Pacific Indonesia. (Online), (http://www.repository.unand.ac.id, diakses tanggal 26 Desember 2012). Trismilah & Waltam, D. R. 2009. Produksi Xilanase Menggunakan Media Limbah Pertanian dan Perkebunan. Jurnal Teknologi Lingkungan. (Online), 10(2), Jakarta, Mei 2009: 137-144, (http://ejurnal.bppt.go.id, diakses tanggal 18 Desember 2012). Wikipedia. 2013. Kompos, (Online) (http://id.wikipedia.org, diakses tanggal 18 Agustus 2013). Wulan, P. P., Gozan, M., Arby, B. & Achmad, B. Tt. Penentuan Rasio Optimum C:N:P Sebagai Nutrisi Pada Proses Biodegradasi Benzena-Toluena dan Scale Up Kolom Bioregenerator, (Online) (http://repository.ui.ac.id, diakses tanggal 08 Agustus 2013). Yanti, Y., Rahmi, B., Miyagi, T., Mizumachi, S., Surahmanto, Kawamoto, Y. & Purnomoadi, A. 2008. Nilai Nutrisi Jerami Padi yang Difermentasi dengan Mikroorganisme Pada Suhu yang Berbeda. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. (Online), (http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 17 Desember 2012). Zobel,
C.
1973.
Action
of
Microorganism
on
Hydrocarbons,
(Online)
(http://www.mmbr.asm.org, diakses tanggal 14 Februari 2013).
64
65
66