Laporan Tahunan 2011 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
PATTIRO -- Center for Regional Information and Studies Jl. Intan No. 81, Cilandak Barat Jakarta– 12430 - INDONESIA Telp. +62 21 7591 5498, +62 21 7591 5546 Fax. +62 21 751 2503 Email.
[email protected]
1|Page
Kata Pengantar Dewan Pembina
Tugas Besar Menunggu di Depan Misi yang diemban oleh PATTIRO antara lain memperkuat kapasitas warga untuk berperan dalam proses pembuatan keputusan publik. PATTIRO mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain itu PATTIRO mendorong transparansi dan akuntabilitas penerimaan sektor industri ekstraktif migas serta isu Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan turut membidani proses lahirnya Undang-Undang KIP. Sedangkan program PATTIRO di sektor kesehatan adalah memperkuat kapasitas dan partisipasi masyarakat sipil untuk memberi dukungan kepada pemerintah di daerah agar kebijakan kesehatan sebagai bagian dari hak ekosob (ekonomi, sosial dan budaya) menjawab masalah kesenjangan yang ada. Sampai akhir 2010 di Kabupaten Blora Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, PATTIRO melakukan asistensi teknis kepada pemerintah daerah. Asistensi terutama dalam membuat perencanaan pembangunan daerah yang berkelanjutan untuk mengantisipasi melonjaknya penerimaan dari sektor minyak dan gas (migas). PATTIRO mendorong perencanaan pembangunan berkelanjutan di daerah itu dilakukan untuk memastikan penerimaan migas digunakan bagi pemenuhan hak dasar, pelayanan publik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat terutama generasi mendatang. Sementara itu di pengujung tahun lalu kami memulai program baru mengenai integritas dan akuntabilitas program bantuan sosial serta Water SMS. Keduanya bermitra dengan USAID. Program PATTIRO yang dilaksanakan selama kurun waktu 12 tahun hingga kini masih terbatas dirasakan oleh sebagian warga di sejumlah daerah. Aktivitas program PATTIRO baru menyentuh lebih dari 50 kabupaten dan kota di 10 provinsi. Ini sangat kecil dibandingkan dengan 497 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia yang tercakup dalam 33 provinsi. Kenyataan ini memberi pesan bahwa perjalanan memperkuat kapasitas dan kesadaran warga masih panjang dan pekerjaan besar menunggu di depan kita. Hal ini menuntut partisipasi seluruh elemen bangsa baik pemerintah, lembaga legislatif, warga masyarakat dan mitra donor. PATTIRO menyampaikan terima kasih kepada mitra kerja yang sebagian membantu dana dalam pelaksanaan serta pemenuhan program pada tahun yang berlalu. Mitra termasuk USAID, AUSAID, Hivos, New Zealand Aid Program (NZAID), Ford Foundation (FF), Center on Budget and Policy Priorities (CBPP), International Budget Partnership (IBP), HerWai, Revenue Watch Institute (RWI) dan lembaga donor lainnya. Jakarta, Oktober 2011 Syahrir Wahab Pembina
2|Page
Kata Pengantar Direktur Eksekutif
Menjawab Tantangan Desentralisasi Demokratisasi, komitmen pada HAM dan desentralisasi di Indonesia 12 tahun terakhir benar-benar menjadi peluang sekaligus tantangan. Demokratisasi di satu sisi menyediakan ruang cukup besar bagi warga negara Indonesia untuk aktif dalam pembuatan kebijakan di negeri ini, baik dalam perencanaan pembangunan maupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Demokratisasi terbukti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan, mengetahui dan memantau pelaksanaan, serta menyampaikan penilaian dan tuntutan kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara. Hal ini bisa dilakukan melalui forum deliberatif, konsultasi publik dengan pihak eksekutif dan legislatif, maupun melalui pembentukan opini publik di media cetak, media elektronik dan media online. Sementara itu desentralisasi telah memberikan kesempatan besar kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan sendiri secara otonom, sesuai dengan tantangan daerah, serta kebutuhan dan aspirasi masyarakat dan stakeholder di masing-masing daerah. Hanya saja desentralisasi yang diatur melalui UU Nomor 22 tahun 1999 dan diganti dengan UU Nomor 32 tahun 2004 ini, dalam implementasinya, menunjukkan tantangan besar dalam pemenuhan hak-hak dasar warga negara. Beberapa studi yang dilakukan oleh PATTIRO maupun lembaga lain menunjukkan bahwa terjadi disparitas yang besar dalam penyelenggaraan pelayanan publik untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat di daerah. Ada sebagian kecil daerah yang cukup baik dan sebagian besar belum cukup responsif. Fasilitasi keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik juga demikian, beberapa daerah cukup inklusif terhadap partisipasi masyarakat, tetapi daerah yang belum partisipatif dan belum terbuka tidak kalah banyak. Demokrasi, dalam konteks keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, dan pemenuhan hak-hak dasar di daerah masih menjadi tantangan serius beberapa tahun ke depan. Sejumlah upaya perlu dilakukan oleh PATTIRO untuk memperkuat demokrasi di daerah, diantaranya: (1) memfasilitasi penguatan kapasitas masyarakat sipil untuk terlibat dalam pembuatan keputusan; (2) mendorong pemerintah daerah dan DPRD lebih menyediakan ruang bagi partisipasi masyarakat; dan (3) menguatkan intensitas interaksi antara masyarakat sipil dan Pemda serta DPRD. Upaya ini diharapkan mampu menguatkan partisipasi masyarakat, transparansi informasi publik, dan akuntabilitas penyelenggara negara kepada masyarakat sipil. Penguatan tiga aspek governance ini diharapkan menguatkan komitmen Pemda dan DPRD terhadap pemenuhan hak-hak dasar warga negara. Jakarta, Januari 2012 Ilham Cendekia Srimarga Direktur Eksekutif
3|Page
BEYOND THE FESTIVAL ..... Dalam 10 tahun terakhir, sejak reformasi di akhir dekade 1990-an, Indonesia mengalami perubahan pesat dalam kehidupan bernegara, yakni terjadi penguatan komitmen pada Hak Asasi Manusia bersamaan dengan demokratisasi dan desentralisasi. Komitmen pada HAM dilakukan cukup mendasar mulai dari amandemen UUD 1945, pembuatan undang-undang tentang penjaminan dan pengaturan HAM, serta ratifikasi beberapa perjanjian internasional tentang HAM. Ratifikasi diantaranya Hak Ekonomi Sosial Budaya (Ekosob) yang disahkan menjadi UU Nomor 11 tahun 2005, dan Hak Sipil dan Politik (Sipol) yang disahkan menjadi UU No. 12 tahun 2005. Demokratisasi juga bisa dilihat pada pemilihan umum yang diikuti banyak partai, pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung, maupun pemberlakuan perundang-undangan yang menjamin hak masyarakat terlibat dalam perencanaan pembangunan. Desentralisasi menjadi perubahan besar karena pemerintah pusat dengan demikian banyak mengurangi kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Wewenang untuk membuat kebijakan, perencanaan pembangunan, pelayanan publik dan pengelolaan anggaran yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat kini dilimpahkan ke pemerintah daerah. Imbasnya, di satu sisi, pemerintah daerah menghasilkan rencana pembangunan dan kebijakan daerah yang mencerminkan aspirasi dan kepentingan stakeholder daerah, tetapi di sisi lain komitmen pemenuhan HAM di daerah menjadi beragam. Ada beberapa pemerintah daerah yang mampu memfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan daerah dan terdapat sebagian besar tidak menunjukkan komitmen pada pemenuhan HAM dalam rencana pembangunan maupun peraturan yang dibuatnya. Demokratisasi dan desentralisasi juga berkembang pesat seiring dengan menguatnya kebebasan pers dan perkembangan teknologi informasi. Ini memungkinkan masyarakat dan penyelenggara negara memiliki kesempatan sama untuk menjadi aktor dalam berita-berita di media massa, baik media cetak dan terlebih media audio-visual. Dalam banyak hal pegiat partai politik, organisasi masyarakat sipil, dan pejabat pemerintah mempunyai peluang sama untuk menjadi tokoh di media massa. Di setiap isu aktual seringkali terjadi kompetisi tokoh di media massa untuk tampil sebagai aktor penting yang paling berkontribusi terhadap sebuah berita. Konsekuensinya, sengaja atau tidak, komunikasi yang dikembangkan cenderung mengarah pada upaya pembangunan citra oleh satu pihak dan upaya penghancuran citra oleh pihak lain. Situasi ini berkembang menjadi kecenderungan halmana banyak stakeholder menggunakan dan menguatkan pendekatan yang sama dalam mengisi demokrasi. Mereka berpegang pada keyakinan bahwa menyampaikan suara secara massif melalui 4|Page
media massa akan memberikan manfaat yang lebih besar dan luas. Para aktor dari beragam isu dan kepentingan saling bergantian tampil di media, dan bergantian juga meredup seiring waktu. PATTIRO mengakui media massa memiliki kekuatan dahsyat untuk menjadikan isu meluas dengan cepat dan memberikan pengaruh besar dan karenanya sangat strategis membangun kerjasama dengan media, baik di level nasional maupun daerah. Bagi PATTIRO, tampil di media untuk melipatgandakan dampak advokasi isu sangat penting, demikian juga dengan membangun eksistensi, citra dan kredibilitas. Meskipun begitu, ada hal yang lebih urgen diperkokoh agar demokratisasi bisa menguatkan komitmen pemenuhan hak warga negara dan desentralisasi mampu lebih efektif mengakomodasi hak, kepentingan dan aspirasi masyarakat di daerah, bahkan dari level komunitas. Salah satunya melalui penguatan kapasitas masyarakat sipil di daerah. Penguatan kapasitas ini dilakukan mulai dari membangun dan memantapkan institusi, mengembangkan kapasitas untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di daerah, serta berperan dalam pemantauan guna memastikan sumberdaya negara yang dilimpahkan ke daerah benar-benar digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perlu upaya kongkret di lapangan, beyond the festival, untuk mewujudkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat. Keterlibatan PATTIRO dalam penguatan kapasitas masyarakat sipil bisa digambarkan berdasarkan pembabakan waktu sebagai berikut: Civil Society Strengthening (2000 – 2004) Pemberdayaan masyarakat di level komunitas dan daerah, dimulai dengan melakukan analisis kesiapan institusi lokal dari sisi demand masyarakat sebagai warga negara. Masyarakat perlu mengembangkan kapasitas agar mampu mengakumulasi aspirasi untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan publik di daerah. Organisasi masyarakat sipil di beberapa daerah kemudian difasilitasi untuk menyampaikan aspirasi tentang masalah yang dihadapi dan menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya. Masyarakat difasilitasi untuk terlibat dalam Musrenbang, melakukan audiensi ke DPRD dan SKPD terkait dengan pelayanan publik, maupun melakukan lobi ke aktor penentu kebijakan di daerah. Pada 2004, PATTIRO mengembangkan
5|Page
pendekatan atau transisi penggunaan pendekatan dari noise (bergumam) ke voice (bersuara jelas) dalam mengkomunikasikan aspirasi masyarakat. Organisasi masyarakat sipil di daerah difasilitasi untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat di level komunitas secara lebih sistematis, untuk kemudian menjadi feedback atau input sebagai basis informasi dalam pembuatan kebijakan. Hal ini dilakukan dengan menimbang bahwa masyarakat yang berdaya merupakan hal penting dalam otonomi daerah. Pelimpahan wewenang pembuatan kebijakan pembangunan dan pelayanan publik kepada pemerintah daerah berpotensi menjauhkan manfaat pembangunan dan pelayanan publik dari masyarakat. Masyarakat yang berdaya bisa mempengaruhi pembuatan keputusan, terlibat dalam enforcement implementasinya, dan menyampaikan tuntutan dalam pertanggungjawaban publik. Noise to Voice (2004–2005) Di fase ini PATTIRO berusaha memantapkan perubahan pendekatan dari noise to voice dengan mengembangkan kerja secara lebih sistematis dalam menghimpun aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat di level komunitas difasilitasi dalam mengidentifikasi masalah dalam penyelenggaraan pelayanan publik, lalu bersama-sama menyampaikan pengaduan. Masyarakat kemudian mendorong pemerintah daerah mengembangkan mekanisme penanganan pengaduan (mekanisme komplain) sebagai feedback untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Pengembangan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik dilakukan oleh PATTIRO dengan memfasilitasi masyarakat di level komunitas untuk mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dalam mengakses pelayanan publik. Itu kemudian dijadikan umpan balik ke SKPD dan UPTD pelaksana pelayanan publik dan mengusulkan proses mekanisme komplain. Di fase ini PATTIRO juga mulai masuk ke upaya mempengaruhi kebijakan daerah baik regulasi maupun APBD. Keterlibatan di fase ini lebih pada tataran normatif, dalam arti masyarakat difasilitasi untuk memahami mekanisme perencanaan dan penganggaran, meningkatkan kapasitas, serta mengembangkan ruang masyarakat untuk terlibat dan mempengaruhi alokasi anggaran. Building the Bridge (2005 – 2009) Dalam periode ini ruang masyarakat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan pemerintah semakin terbuka dan di sisi lain pemerintah, paling tidak secara normatif, menguatkan komitmen pada pemenuhan HAM. Hal ini diantaranya dilakukan dengan meratifikasi dua Kovenan Internasional tentang HAM, yaitu tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya melalui UU No. 11 tahun 2005 dan tentang Hak Sipil dan Politik melalui UU Nomor 12 tahun 2005. Di masa ini resolusi pendekatan program dikuatkan pada pengembangan keterlibatan masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan publik bersama Pemerintah Daerah dan DPRD. Pendekatan trisula dikembangkan di masa ini, yaitu: (1) penguatan kapasitas masyarakat sipil untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan dan pembentukan peraturan perundangundangan, (2) memberikan bantuan teknis kepada pemerintah untuk lebih mengembangkan ruang 6|Page
bagi partisipasi masyarakat dan mengadopsi standar pemenuhan hak dalam pelayanan publik, dan (3) memfasilitasi interaksi antara masyarakat sipil dan pembuat keputusan di daerah, yaitu pihak eksekutif dan legislatif. Salah satu upaya yang dilakukan adalah implementasi program Participatory Budgeting and Expenditure Tracking (PBET) bersama beberapa NGO di Indonesia. Dalam program ini masyarakat sipil difasilitasi untuk melakukan advokasi anggaran, mulai dari melakukan analisis anggaran, memantau implementasi, dan melakukan penilaian warga (citizen report card). Evidence Based Advocacy (2009 – 2011) Penguatan advokasi kebijakan oleh masyarakat sipil di fase ini makin dikuatkan dengan mengembangkan pendekatan evidence based advocacy. Dalam hal ini advokasi yang dilakukan bersama CSO masuk lebih dalam dan detil ke substansi kebijakan. Advokasi tentang peraturan perundang-undangan, misalnya, dilakukan dengan mengkaji secara lebih detil tentang efektivitas klausul dalam peraturan untuk menjamin dan mengatur pemenuhan hak masyarakat di daerah. Advokasi anggaran juga dilakukan lebih dalam, dengan mengkaji bagaimana alokasi anggaran daerah memenuhi hak-hak dasar dan kebutuhan masyarakat. Upaya ini mendapatkan situasi atau iklim yang kondusif dengan berlakunya UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Pelayanan Publik. UU Keterbukaan Informasi Publik memudahkan masyarakat sipil mendapatkan dokumen publik tentang anggaran daerah dan laporan implementasinya, hal mana dokumen itu sangat vital dalam melakukan audit sosial. UU Pelayanan Publik menegaskan jaminan hak masyarakat memantau penyelenggaraan pelayanan publik.[]
7|Page
AREA KERJA PATTIRO mengembangkan beberapa area kerja sebagai bagian dari upaya penguatan desentralisasi yang inklusif bagi partisipasi masyarakat sipil dan mampu memenuhi hak-hak dasar masyarakat, yaitu: (1) Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif, (2) Pemenuhan Hak Pendidikan, (3) Pemenuhan Hak Kesehatan, (4) Penguatan Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik, (5) Keterbukaan Informasi Publik, dan (6) Transparansi Penerimaan Industri Ekstraktif Migas. 1. Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif
Sejak awal PATTIRO memandang perencanaan dan penganggaran partisipatif merupakan hal yang urgen dalam implementasi otonomi daerah. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah diharapkan bisa meningkatkan akomodasi pemenuhan hak dan aspirasi masyarakat dalam rencana pembangunan daerah dan ada alokasi anggaran yang memadai untuk pemenuhan hak dan aspirasi masyarakat. Di pertengahan 2000-an PATTIRO mengembangkan upaya peningkatan kapasitas masyarakat untuk memahami mekanisme perencanaan dan penganggaran dan mampu terlibat secara produktif. Kualitas pengorganisasian masyarakat akan lebih kuat apabila masyarakat difasilitasi untuk terlibat dalam proses perencanaan penganggaran karena dalam proses ini dilakukan pengalokasian sumberdaya pembangunan, terutama anggaran. Upaya fasilitasi masyarakat untuk terlibat dalam advokasi anggaran, selain dilakukan dalam fase perencanaan juga dilakukan dalam
8|Page
fase implementasi rencana pembangunan, yaitu melalui penelusuran terhadap belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Upaya pengorganisasian komunitas dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif ini selalu dilakukan seiring atau paralel dengan upaya pemberian asistensi teknis kepada pemerintah daerah. Asistensi teknis yang diberikan kepada pemerintah daerah terutama berkaitan dengan keperluan pemerintah menyediakan ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran. Beberapa hal yang dilakukan diantaranya mengidentifikasi kelemahan proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan mengusulkan perbaikan panduan mekanisme musrenbang di desa sampai kabupaten. Secara umum, asistensi teknis dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif ini berkembang mengikuti fase sebagai berikut: (1) mainstream participation budget, (2) anggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor budget), (3) anggaran yang responsif gender, (4) anggaran untuk pemenuhan hak ekonomi sosial budaya, sampai (5) program inklusi sosial, yaitu melibatkan masyarakat yang tidak terjangkau oleh sistem pelayanan publik dan program pembangunan yang disediakan oleh pemerintah. Mulai 2009, kerja advokasi yang dilakukan PATTIRO memasuki babak baru, tidak hanya fokus menyorot anggaran dari sisi belanja, melainkan juga mulai membangun perhatian pada aspek penerimaan atau pendapatan anggaran daerah. Ini dimulai dengan mengembangkan transparansi penerimaan anggaran dari industri ekstraktif minyak dan gas bumi di Blok Cepu di Blora (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur). Sinkronisasi Perencanaan Partisipatif, Teknokratis dan Politis. Dalam perencanaan dan penganggaran daerah, di era desentralisasi fiskal dan pelimpahan kewenangan, dikenal tiga jenis perencanaan yang diharapkan berjalan terpadu atau integratif yaitu: partisipatif, teknokratis, dan politis. Proses perencanaan yang dilakukan dari masyarakat melalui Musrenbang seringkali tidak diakomodasi dalam perencanaan teknokratik apalagi dalam perencanaan di fase politik. Perencanaan teknokratis sering menjadi bersifat birokratis semata dan gagal mengakomodasi aspirasi masyarakat, sementara di fase politik proses penganggaran yang melibatkan DPRD dan pihak eksekutif lebih banyak merepresentasikan aspirasi atau kepentingan elite politik. Atas kondisi itu, PATTIRO tetap mendorong sinkronisasi dan perencanaan penganggaran yang lebih partisipatif. Beberapa program PATTIRO mengisi kesenjangan ini melalui pelbagai upaya, antara lain: (1) sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, (2) mendorong perencanaan anggaran responsif gender di tingkat nasional, (3) melakukan monitoring atas pelaksanaan penganggaran di tingkat komunitas, serta (4) mendorong keterbukaan informasi atas perencanaan anggaran. Beberapa proses untuk melakukan sinkronisasi menemui tantangan politik dan teknokratik, meskipun demikian hal ini telah menghasilkan catatan positif dan memberikan praktik baik (good practices). Salah satunya adalah proses perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Pekalongan, 9|Page
Jawa Tengah. Pendampingan yang dilakukan di enam desa untuk pembuatan RPJMDes, dalam perkembangannya diperluas oleh pemerintah daerah ke 272 desa lain di wilayah itu. Upaya yang sama dilakukan di Kabupaten Magelang melalui program pengurangan kemiskinan dan menjaga efektivitasnya melalui proses sinkronisasi pada level perencanaan dan penganggaran. Di satu sisi, program ini mengedepankan proses partisipasi kalangan miskin dan marginal untuk terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran, sedangkan di sisi lain program ini juga berperan dalam proses monitoring dan evaluasi efektivitas program pengentasan kemiskinan. Proses sinkronisasi dan koordinasi didorong melalui penguatan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), Tim Anggaran Pemerintah Daerah, dengan mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Kota Pekalongan dan Kabupaten Magelang. 2. Pemenuhan Hak Kesehatan Isu kesehatan merupakan salah satu garapan utama dalam program PATTIRO. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak dasar warga negara yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya. Dalam pasal 12 (1) perjanjian internasional yang diratifikasi melalui UU Nomor 11 tahun 2005 ini, dinyatakan bahwa “Negaranegara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang utuk mengenyam standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi.” Di tengah upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat mulai massif sejak paruh kedua dekade 2000-an, PATTIRO berupaya memfasilitasi masyarakat di daerah hingga di level komunitas untuk terlibat dalam mengembangkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. PATTIRO juga menyasar stakeholder daerah yang mempunyai wewenang dalam pembuatan kebijakan maupun yang memiliki kepedulian, kepentingan, mendapatkan manfaat maupun terkena dampak dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sasaran program PATTIRO di beberapa daerah antara lain pemerintah daerah, DPRD, media massa, NGO, perguruan tinggi, dan masyarakat miskin. Ada dua tujuan besar pelaksanaan program di isu kesehatan yaitu: (1) memfasilitasi penguatan kapasitas masyarakat sipil, baik di level komunitas, NGO, media dan perguruan tinggi untuk lebih memahami hak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan tanggungjawab negara sebagai pemangku kewajiban; (2) mendukung penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk mengembangkan mekanisme dan program pelayanan kesehatan yang lebih baik, lebih mudah diakses dan lebih berkualitas. Dengan demikian, negara/pemerintah (supply) mampu bekerja memenuhi kebutuhan warga masyarakat. Ada beberapa capaian penting di isu kesehatan yang dilakukan dalam program PATTIRO sampai dengan 2010, yang bisa dijadikan pembelajaran, antara lain: 1. Membangun pengetahuan dan memperkuat kapasitas partisipasi masyarakat sipil menyampaikan tuntutan/usulan kepada pemerintah/DPRD tingkat kota/kabupaten agar kebijakan kesehatan menjawab kesenjangan yang ada. Hal ini antara lain dilakukan melalui 10 | P a g e
pelatihan, workshop analisis anggaran kesehatan, diskusi penguatan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), publikasi isu hak kesehatan di media massa, penulisan buku tentang pencapaian kualitas kesehatan dan lain-lain. 2. Mendukung dan memperkuat penyelenggara negara agar akuntabel menerbitkan berbagai kebijakan untuk memenuhi tuntutan atau kebutuhan masyarakat atas berbagai kesenjangan terkait dengan pelayanan kesehatan. Upaya ini juga dilakukan melalui workshop menyusun Standar Pelayanan Kesehatan, memberikan masukan kepada pemerintah (Puskesmas, Dinas Kesehatan, Bappeda dan DPRD) terkait sistem pelayanan kesehatan, mengusulkan alokasi anggaran untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan lain-lain. PATTIRO sampai 2010 masih dominan bekerja di ranah local good governance, isu kesehatan terus menjadi garapan utama substansinya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa masih terdapat kesenjangan cukup besar antara upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Era desentralisasi yang memindahkan wewenang urusan kesehatan dari pemerintah pusat ke daerah belum seimbang dengan pengelolaan anggarannya. Salah satu urusan wajib yang dilimpahkan ke daerah, yaitu pelayanan kesehatan, hingga kini penyelenggarannya masih didominasi pemerintah pusat. Salah satunya melalui program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Cukup banyak masyarakat di daerah yang tidak dilindungi oleh program ini. Beberapa daerah mengembangkan inisiatif untuk mengatasi kesenjangan pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh Jamkesmas melalui Jaminan Kesehatan Daerah—ada yang diselenggarakan di level provinsi, yaitu Jamkesos, dan ada juga di level kabupaten/kota yang dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). 3. Pemenuhan Hak Pendidikan Sama dengan isu pelayanan kesehatan masyarakat, PATTIRO peduli isu pendidikan dasar sembilan tahun mulai 2007, melalui program Penguatan Stakeholder Daerah dalam Implementasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya. Pasal 13 (2A) perjanjian internasional yang disahkan melalui UU No. 11 tahun 2005 ini menyatakan bahwa “Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang.” Ini diperkuat dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terutama pasal 34 yang menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.” Di tengah gencarnya sosialisasi dan kampanye tentang pendidikan gratis di media massa, baik cetak maupun elektronik, PATTIRO bersama organisasi masyarakat sipil di beberapa daerah memfasilitasi kelompok orang tua siswa melakukan monitoring terhadap pengelolaan anggaran pendidikan dalam proses belajar mengajar di tingkat satuan pendidikan –mulai dari perencanaan, implementasi, sampai dengan pertanggungjawaban.
11 | P a g e
Dari kegiatan itu, PATTIRO mengidentifikasi masalah atau kesenjangan dalam pemanfaatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baik di dalam fase perencanaan yang kurang melibatkan orang tua siswa, implementasi pemanfaatan Dana BOS yang tidak sesuai rencana, dan rendahnya transparansi dan pertanggungjawaban sekolah kepada masyarakat. Selain itu, masih ada sekolah yang belum memprioritaskan akses semua anak usia sekolah untuk mendapatkan pendidikan di SMP.
Berdasarkan temuan-temuan ini PATTIRO memfasilitasi para stakeholder pendidikan di daerah, termasuk sekolah, komite sekolah, Dewan Pendidikan Daerah, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah daerah. Studi lebih lanjut yang dilakukan PATTIRO berkaitan dengan Dana BOS ini adalah ditemukannya fakta bahwa Dana BOS yang dialokasikan ternyata tidak sampai 100% dari biaya operasional sekolah. Mulai tahun 2010 sampai akhir 2012 PATTIRO mengimplementasikan program penguatan Integritas dan Akuntabilitas program-program bantuan oleh pemerintah yang salah satunya adalah Program Dana BOS yang merupakan sumber dan utama bagi biaya operasional sekolah di level SD dan SMP. Selain melakukan penelitian terhadap kebijakan tentang program, implementasinya oleh sekolah dan pemerintah daerah, serta akses bagi masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan dan penganggaran di sekolah. Untuk memperkuat keterlibatan masyarakat, PATTIRO juga memfasilitasi 12 | P a g e
para stakeholder untuk melakukan audit sosial terhadap pengelolaan dana BOS. Hasil audit sosial ini akan dijadikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan Program Dana BOS –baik yang berkaitan dengan peraturan, implementasinya, maupun keterlibatan masyarakat. 4. Keterbukaan Informasi Publik
PATTIRO mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam isu Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sejak tahun 2007. PATTIRO terlibat membidani lahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan informasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik. Kerja advokasi PATTIRO dengan beberapa NGO nasional dalam Koalisi Nasional KMIP (Kebebasan Memperoleh Informasi Publik) berhasil mendorong disahkannya UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Setelah UU disahkan, PATTIRO juga terlibat dalam penguatan para stakeholder untuk implementasi UU tersebut, baik di sisi pemerintah maupun di sisi masyarakat –dari level kabupaten/kota sampai ke level komunitas. Dalam hal ini PATTIRO melakukan intervensi di tiga aras, yaitu: (1) supply side (service provider/pemerintah), (2) demand side (masyarakat) dan (3) intermediary side (Komisi Informasi).
13 | P a g e
Pada sisi penyediaan (Supply Side), antara lain dilakukan melalui (1) Asistensi teknis pembentukan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) pada badan publik. PATTIRO mendorong proses pembentukan peraturan di daerah, pembuatan SOP hingga merumuskan sistem pelayanan informasi publik pada badan publik di daerah, dan (2) Penguatan Kapasitas PPID dalam memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat. Hal tersebut dicapai melalui kegiatan pelatihan bagi Badan Publik di daerah maupun di tingkat pusat (kementerian/lembaga). Pada sisi kebutuhan (Demand Side), terutama dilakukan melalui pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat di level komunitas agar mampu mengakses informasi publik yang dibutuhkan, antara lain melalui (1) Pembentukan community centre, (2) Pelatihan teknologi informasi dan komunikasi agar lebih mampu mengakses dan memanfaatkan informasi, (3) Fasilitasi masyarakat untuk mengakses informasi tentang komoditas, pasar, permodalan dan program bantuan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat, sampai dengan (4) Mengorganisasi masyarakat sipil untuk mengajukan permintaan informasi ke badan publik. Pada sisi intermediary, PATTIRO terlibat dalam upaya penguatan lembaga independen untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat terhadap informasi publik, di antaranya: (1) Mengawal pembentukan Komisi Informasi di level nasional dan daerah. Dalam proses ini, beberapa anggota dan pegiat PATTIRO terpilih menjadi Tim Seleksi pemilihan komisioner Komisi Informasi Provinsi, (2) Menyediakan bantuan penguatan kapasitas Komisi Informasi dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, antara lain dalam membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), serta mekanisme penyelesaian sengketa dan layanan pengaduan sengketa informasi pada Komisi Informasi. Di level nasional, PATTIRO bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi dalam melakukan sosialisasi dan diseminasi publik mengenai implementasi UU KIP dan pembentukan PPID bagi badan publik di tingkat nasional. PATTIRO juga melakukan pelatihan serta membuat modul pelatihan dalam penguatan kapasitas bagi badan publik dalam melaksanakan UU KIP. 5. Transparansi Penerimaan Industri Ekstraktif Migas PATTIRO mendorong transparansi dan akuntabilitas penerimaan sektor industri ekstraktif minyak dan gas (migas) melalui inisiasi model mekanisme transparansi migas tingkat lokal di Kabupaten Blora Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. PATTIRO juga memberikan asistensi teknis kepada pemerintah daerah dalam membuat rencana pembangunan daerah yang berkelanjutan untuk mengantisipasi melonjaknya penerimaan dari sektor migas (windfall revenue), terutama saat puncak produksi (peak production) minyak terjadi. Perencanaan pembangunan daerah yang berkelanjutan dilakukan untuk memastikan penerimaan dari migas digunakan untuk pemenuhan hak-hak dasar, pelayanan publik dan peningkatan kualitas generasi mendatang dengan tetap menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. Dua model intervensi yang dilakukan sejak tahun 2008 tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menghindarkan atau mencegah daerah dari kutukan sumber daya alam (natural resource curse), 14 | P a g e
yaitu daerah kaya sumber daya alam tapi mengalami proses pemiskinan akibat korupsi dan kerusakan lingkungan. Upaya-upaya dan pendekatan yang dilakukan dalam program ini menghasilkan beberapa capaian, di antaranya: 1. Riset transparansi penerimaan sektor migas, terutama tentang proyeksi penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) migas daerah dan modul pelatihan berjudul Memahami Aliran Pendapatan untuk Transparansi Migas. 2. Rencana pembangunan daerah berkelanjutan yang dibuat secara partisipatif. Dokumen ini dijadikan acuan daerah dalam membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 3. Model Mekanisme Transparansi Migas. Saat ini telah terbentuk Komisi Transparansi Migas yang disahkan dengan Peraturan Daerah dan mendapatkan dukungan operasional dari anggaran daerah (APBD). Komisi ini merupakan lembaga independen yang keanggotaannya bersifat multipihak dengan ruang lingkup isu transparansi yang meliputi penerimaan migas, program Tanggungjawab Perusahaan (CSR) atau Community Development, serta dampak sosial dan dampak lingkungan dari kegiatan migas. 4. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah, CSO lokal dan komunitas dalam memahami persoalan penerimaan migas, program CSR/Comdev serta dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan industri ekstraktif migas. Di tingkat nasional, PATTIRO bersama koalisi PWYP (Publish Watch You Pay) terlibat aktif dalam mendorong Pemerintah Indonesia mengikuti EITI (Extractive Industries Transparency Initiative), hingga terpilihnya salah satu pegiat PATTIRO menjadi wakil masyarakat sipil dalam kelompok kerja multipihak (Multi Stakeholder Working Group) Indonesia. EITI adalah standar sukarela internasional yang mewajibkan perusahaan ekstraktif dan pemerintah untuk melaporkan pembayaran dan penerimaan di sektor pertambangan migas dan minerba untuk direkonsiliasi oleh rekonsiliator independen dan kemudian dipublikasikan kepada masyarakat secara luas. 6. Penguatan Sistem Integritas dan Akuntabilitas Akuntabilitas dalam penyelenggaran pelayanan publik sudah menjadi isu penting bagi PATTIRO sejak pertengahan tahun 2000-an, yang dilaksanakan melalui program Pengembangan Mekanisme Komplain terhadap Pelayanan Publik Berbasis Masyarakat pada tahun 2005-2007. Dengan adanya mekanisme komplain di SKPD dan pemerintah daerah, pelayanan publik menjadi lebih responsif dan lebih bertanggungjawab terhadap pengaduan masyarakat, yang bisa menjadi feedback untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Memasuki tahun 2009, PATTIRO berupaya mengembangkan model akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah, yang terdiri dari Dana BOS, sumbangan orangtua, dana tugas pembantuan, dan lain-lain. Akuntabilitas sendiri dimaknai sebagai pertanggungjawaban secara terbuka oleh pihak yang bertanggungjawab. Hal ini didasarkan bahwa isu pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran program bantuan sosial dan pemberdayaan masyarakat hanya dilakukan secara administratif dan tidak ada pertanggungjawaban kepada publik atau masyarakat luas. 15 | P a g e
PATTIRO menimbang bahwa pelayanan publik yang baik membutuhkan adanya responsivitas dan akuntabilitas dari penyelenggara, mekanisme pelayanan yang transparan, dan feedback berkualitas dari masyarakat. Upaya ini diimplementasikan dalam beberapa program, antara lain penguatan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik, pengaduan terhadap layanan air bersih melalui SMS (Water SMS), Akuntabilitas dalam Pemanfaatan Dana BOS, dan Penguatan Akuntabilitas dan Integritas dalam Implementasi Pemberian Bantuan Subsidi Pendidikan, Beras Miskin, dan Pupuk Bersubsidi. PATTIRO mengidentifikasi beberapa aspek yang berkontribusi pada kualitas akuntabilitas penyelenggaraan program pelayanan publik dan pemberian bantuan subsidi, yaitu: adanya kerangka kebijakan yang memadai, penegakan kebijakan dalam implementasi, dan akses masyarakat terhadap regulasi dan laporan implementasinya. Ketiga aspek tersebut digunakan untuk menilai penyelenggaraan program, khususnya terhadap perubahan nilai di dalam program, yaitu transfer dana, distribusi bantuan, pelaporan distribusi, dan mekanisme komplain/pengaduan oleh masyarakat terhadap pelaksanaan program.[]
16 | P a g e
JARINGAN PATTIRO RAYA Untuk memperluas jangkauan upaya penguatan partisipasi masyarakat dalam implementasi desentralisasi, PATTIRO memfasilitasi pembentukan PATTIRO di beberapa daerah, yaitu di: Provinsi Banten, Kota Serang, Kota Tangerang, Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Magelang, Kota Solo, Kabupaten Gresik, Kota Malang, dan Kabupaten Jeneponto. Dalam tiga tahun terakhir PATTIRO juga memfasilitasi terbentuknya beberapa NGO yang concern dalam penguatan kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan dan penganggaran daerah, mendorong keterbukaan informasi publik, dan penguatan akuntabilitas pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. PATTIRO juga mendukung proses pengembangan organisasi lokal yang akhirnya bergabung dalam Jaringan PATTIRO Raya, yaitu Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) Blora dan Bojonegoro Institute. Selain itu, PATTIRO juga diperkuat dengan tim implementasi program penguatan integritas dan akuntabilitas program bantuan sosial pemerintah di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Lombok Barat, dan Kota Jayapura. Berikut alamat dan kontak Jaringan PATTIRO Raya: PATTIRO Banten Jalan Raya Pandeglang Km 3 Kompleks Tembong Indah Rt 02/01 No 49 Kelurahan Tembong, Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang Provinsi Banten Telp: (0254) 9024741 E-mail:
[email protected] Direktur: Agus Salim (081399777721) PATTIRO Tangerang Jl. Eksekusi IV No. 16 Komplek Kehakiman Sukasari - Kota Tangerang 15118 Telp: (021) 5537177 E-mail :
[email protected] Direktur: Wawanudin (081317148830) PATTIRO Serang Komplek Griya Gemilang Sakti Blok D 2 No 5, Cinanggung, Serang, Banten Telp: (0254) 202121 Email:
[email protected] Direktur: Toifur Busthomi (081906333607)
17 | P a g e
PATTIRO Semarang Jl. Durian No IV Kelurahan Lamper Kidul, Semarang 50249 Telp/Faks: (024) 8445532 Email:
[email protected] Website: www.pattirosemarang.org Direktur: Dini Inayati (085227016576) PATTIRO Surakarta Sodipan Rt 08 Rw 05, Pajang, Laweyan, Surakarta 57146 Telp/Faks: (0271) 7085058/7651970 Email:
[email protected] Website: www.soloraya.net Direktur: Andwi Joko (O85647301496) PATTIRO Sekolah Rakyat Kendal Dusun Jipang RT 02/01 Kebonadem, Brangsong, Kendal, Telp: (0294) 3687381 Email:
[email protected], Website: www.sekorakyat.org Direktur: Arifin (081326942797)
PATTIRO Magelang Ngentak II RT 01 RW 4 Kelurahan Sawitan Mungkid Magelang – Jawa Tengah 56511 Email:
[email protected] Website: www.magelang.pattiro.org Direktur : Ermy Sri Ardhyanti (08122576412)
PATTIRO Malang Jl. Arief Margono II/15, Kota Malang - Jawa Timur Telp/Faks: (0341) 341725 Email:
[email protected] Website: www.malang.pattiro.org Direktur: Adi Khisbul Wathon (085334278894)
PATTIRO Pekalongan Jl. Jaya Bhakti No 189 B, Kelurahan Medono, Pekalongan – Jawa Tengah 51111 Telp: (0285) 4411800, 7911673 Email:
[email protected] Direktur: Sugiharto (081542034900)
PATTIRO Gresik Jl. Jamrud X No.18 Pondok Permata Suci Gresik – Jawa Timur 61152 Email:
[email protected] Direktur: Nur Khosi’ah (085646270975)
PATTIRO Jeneponto Jl. Lanto Dg Pasewang No.59 B Bontosunggu Kel. Empoang Kec. Binamu, Jeneponto, Sulawesi Selatan Email :
[email protected] Website: www.pattirojeka.org Direktur: Dewi Sartika (085242677337) PATTIRO Aceh Jl. Kebon Raja No. 5A (belakang M Kupi) Desa Ie Masen, Kec. Syiah Kuala Banda Aceh. Email:
[email protected] Website: www.aceh.pattiro.org Direktur: Teuku Zulyadi (085288171216)
18 | P a g e
Bojonegoro Institute Jl. Rajekwesi No 70, Perumahan Rakyat, Jetak, Bojonegoro, Jawa Timur. Telp/Fax: 0353-888557 Email:
[email protected] Website: www.bi.or.id Direktur: Joko Purwanto (0811313129) Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) Blora Jl Mr. Iskandar XII Gg D No 1 Jetis Blora - Jawa Tengah 58214 Telp: (0296) 533143 Email:
[email protected] Direktur: Dalhar Muhammadun
MITRA PATTIRO Ford Fondation. Terutama untuk kerjasama dalam penguatan masyararakat sipil untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan publik di daerah, yang dilakukan di Kabupaten Serang, Pekalongan, Kota Semarang, Kota Solo, Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kota Malang, dan lain-lain. Selain itu kerjasama juga dalam fasilitasi penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil perencanaan dan penganggaran partisipatif. Tifa Fondation. Kerjasama terutama dalam penguatan organisasi masyarakat sipil dalam mengakses informasi publik dan pemberian bantuan teknis ke pemerintah daerah untuk mengembangkan infrastruktur dan mekanisme pelayanan informasi publik di daerah. Hivos. Kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil asal Belanda ini terutama dalam penguatan masyarakat sipil untuk mengakses informasi publik. Melalui kerjasama ini berhasil difasilitasi beberapa pusat warga (community centre) yang menjadi wadah bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi publik dan menyampaikan pengaduan terhadap informasi publik. Revenue Watch Institute (RWI). PATTIRO mengawali masuk pada isu transparansi pendapatan daerah dari industry ekstraktif Minyak dan Gas Bumi melalui kerjasama dengan RWI dalam implementasi program pilot di dua daerah yang ada di kawasan eksplorasi Migas di Blok Cepu, yaitu Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Bergandengan dengan RWI juga, yaitu The Local Government and Public Service Reform Initiative (LGI) mendukung PATTIRO dalam program pembangunan sosial ekonomi daerah di Blora dan Bojonegoro. Uni Eropa. Kerjasama dengan Uni Eropa banyak dilakukan dalam upaya meningkatkan komitmen stakeholder daerah dalam pemenuhan hak ekonomi sosial budaya, dan dalam beberapa tahun terakhir terutama dalam upaya menguatkan akuntabilitas sekolah dan pemerintah daerah untuk menjamin pendidikan gratis dan berkualitas.
Article XIX. Dukungan diberikan oleh Article XIX dalam program penguatan keterbukaan informasi publik di beberapa kabupaten di Banten dan Jawa Tengah, riset tentang Bantuan Operasional Sekolah, dan mendorong community center untuk mengakses informasi di badan publik. 19 | P a g e
USAID. Kerjasama dengan badan bantuan Amerika Serikat ini dilakukan dalam kerangka program penguatan integritas dan akuntabilitas penyelenggara negara, baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik maupun implementasi program-program bantuan dan pemberian subsidi oleh pemerintah.
NZAID. Badan bantuan luar negeri Selandia Baru ini memberikan dukungan kepada PATTIRO dalam pelaksanaan Program Penguatan Stakeholder Daerah untuk Implementasi Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya.
International Budget Project (IBP). Kerjasama dengan lembaga advokasi anggaran internasional ini dilakukan dalam beberapa event peningkatan kapasitas CSO dalam analisis dan advokasi anggaran. Selain itu juga dalam koalisi advokasi anggaran untuk hak ekonomi sosial budaya di beberapa negara. The Asia Foundation. Kerjasama dengan The Asia Foundation dilakukan pada advokasi penganggaran yang responsif gender. Baik di skala nasional berupa asistensi kementerian terkait, maupun advokasi di daerah yang berbasis pada pengorganisasian kelompok perempuan dan marjinal untuk terlibat dalam proses penganggaran di desa maupun kabupaten/kota.[]
20 | P a g e
PUBLIKASI Dari tahun 2009 sampai 2011 PATTIRO menerbitkan beberapa buku tentang perencanaan dan penganggaran, dan lain-lain. Berikut buku-buku yang diterbitkan oleh PATTIRO: Mengembalikan Hak Umat. Penulis: Amin Sudarsono Buku ini menyajikan proses pembentukan Community Centre, wadah atau pusat berhimpun dan melakukan advokasi hak, kebutuhan, dan aspirasinya. Upaya penguatan community centre yang ada di buku ini terutama yang berlangsung di Kota Pekalongan –yang dalam proses selanjutnya berkembang menjadi Nahdliyyin Center (NC).
Sinkronisasi Perencanaan Desa. Penulis: Rohidin Sudarno dan Suraji Perencanaan pembangunan desa selama ini cenderung terpisah-pisah, dan berbagai pihak yang punya program intervensi di desa tidak saling koordinasi dan bisa dikatakan bahwa desa hanya menjadi lokasi pembangunan para pihak di luar desa. Buku ini merupakan salah satu referensi bagi upaya perencanaan pembangunan secara terpadu, dimana masyarakat dan pemerintah desa bersama-sama terlibat mulai dari mengidentifikasi masalah, menentukan masalah prioritas, merumuskan program-program pembangunan, sampai dengan menentukan program-program prioritas yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu 5 tahunan, tahunan, sampai dengan rencana anggarannya. Metode Fasilitasi: Pembuatan Keputusan Partisipatif. Penulis: Ilham Cendekia, Rohidin Sudarno dan Saifullah. Fasilitasi penguatan partisipasi masyarakat merupakan hal penting dalam pemberdayaan masyarakat agar lebih mampu terlibat dalam perencanaan pembangunan, pembuatan regulasi, maupun dalam pembuatan keputusan oleh masyarakat sendiri. Buku ini menyajikan beberapa metode dan teknik memfasilitasi pertemuan untuk mendapatkan partisipasi, komitmen dan dukungan dari semua peserta. Ada metode untuk fasilitasi diskusi, brainstorming, sampai workshop. Semua metode yang disajikan di buku ini sudah dilengkapi dengan contoh-contoh kasus yang diangkat dari pengalaman implementasi program PATTIRO di level nasional, kabupaten, maupun level komunitas.
21 | P a g e
Panduan Masyarakat Mendapatkan Informasi. Maret 2010. Penulis: Maryati Abdullah. Buku ini berisi proses tahap demi tahap yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam mendapatkan informasi publik yang bisa digunakan untuk mempengaruhi rencana pembangunan daerah dan mengklaim pemenuhan hak kepada penyelenggara negara. Buku ini melengkapi panduan-panduan sebelumnya yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di level komunitas untuk mendapatkan informasi publik sebagaimana dijamin dan diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Berjuang dengan Pena –Sebuah Pengantar Memahami Hak Ekosob bagi Jurnalis. April 2009. Editor: Setyo Dwi Herwanto, Syaiful Arifin, Sholahudin dan Ichwan Prasetyo. Buku ini dimaksudkan sebagai acuan standar bagi jurnalis agar memiliki empati dan membuat liputan menalam tentang pemenuhan hak ekonomi sosial dan budaya. Buku ini terdiri dari 4 bagian, yaitu: pertama, pengenalan tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekosob; kedua, tentang jurnalisme sastrawi yang membedakannya dengan jurnalisme berita langsung; ketiga, contoh karya jurnalistik tentang hak EKOSOB; dan keempat, lampiran UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Pelibatan Warga dalam Proses Penganggaran Partisipatif (Komik). Desember 2010. Ide Cerita: Arifin. Penyusun: Sri Ana dan Ali Rozikin Ridlo. Merupakan komik yang disusun berdasarkan pengalaman masyarakat Dusun Jengkol di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dalam melakukan upaya advokasi anggaran bersama dengan pegiat PATTIRO Sekolah Rakyat. Cerita pengalaman dalam bentuk gambar atau komik diharapkan bisa dibaca dengan mudah oleh masyarakat luas dan bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada kebutuhan atau hak masyarakat. Memahami Akuntabilitas Sekolah. Mei 2010. Penulis: Cecep Syaifullah, Lukman Hakim dan Widi Heriyanto. Editor Mimin Rukmini. Buku ini merupakan modul pelatihan bagi komite sekolah, orangtua siswa, dan stakeholder sekolah lainnya yang ingin mewujudkan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah –terutama dalam pengelolaan keuangan sekolah.
22 | P a g e
Bantuan Operasional Sekolah. Agustus 2011. Penulis: Iskandar Sharudin dan Lukman Hakim. Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian PATTIRO terhadap kebijakan dan implementasi program dana BOS bagi penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun. Ada dua kesenjangan yang diidentifikasi dalam penelitian ini, yaitu (1) kesenjangan dalam kompleksitas masalah dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi kesenjangan dan (2) kesenjangan antara regulasi/kebijakan yang ada dengan implementasinya di lapangan.
Peta Masalah Pupuk Bersubsidi di Indonesia. September 2011. Penulis: Maryati Abdullah dan Lukman Hakim. Editor: Mimin Rukmini. Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian terhadap kebijakan dan distribusi pupuk bersubsidi untuk meningkatkan kemampuan petani dalam meningkatkan hasil produksi tanaman pangan dan holtikultura. Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada segenap stakeholder kebijakan terkait dan masyarakat luas – terutama penerima manfaat pupuk bersubsidi. Laporan Alternatif Hak Ekosob. Januari 2011. Penulis: Ilham Cendekia S., Markus Christian, Dati Fatimah, Hasrul Hanif, Tri Lindawati. Editor: Diah Tantri. Buku ini berisi beberapa tulisan tentang pemenuhan hak pendidikan, kesehatan dan hak pangan. Bagian pertama tentang Hak Pendidikan, bagian kedua tentang Hak Kesehatan, dan bagian ketiga tentang Hak Pangan. Edukasi dan Adaptasi Hak Ekosob dalam Kebijakan Daerah. Januari 2011. Penulis: Mimin Rukmini, Ilham Cendekia S., Citra Retna S., Widi Heriyanto, Maya Rostanti, dan Adwin Sutte. Buku ini merupakan modul pelatihan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merupakan pelaku penting dalam pembangunan di daerah dan dalam penyelenggaran pelayanan publik untuk pemenuhan hak ekosob (ekonomi, sosial dan budaya). Buku ini juga diharapkan bisa berkontribusi dalam membangun pemahaman dan kerjasama antara warga negara dan penyelenggara negara di daerah dalam pemenuhan hak ekosob.[]
23 | P a g e
PENGALAMAN PENELITIAN Sejak awal berdirinya PATTIRO, penelitian menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan program, baik dalam penguatan masyarakat sipil, pemberian bantuan teknis kepada institusi pemerintahan dan DPRD maupun advokasi kebijakan. Beberapa penelitian dalam tiga tahun terakhir sebagai berikut: 1. Penelitian Indeks Integritas dan Akuntabilitas Program-Program Bantuan Sosial Penelitian ini dilakukan untuk menilai eksistensi kebijakan, efektivitas implementasi kebijakan, dan akses masyarakat terhadap rantai nilai dalam program-program bantuan yang diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu pada aspek transfer dana kepada service provider, distribusi bantuan kepada penerima manfaat, pelaporan distribusi bantuan, dan mekanisme komplain. Ada tiga program bantuan yang diteliti yang didasarkan pada peran program dalam pemenuhan pendidikan sebagai hak dasar, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Program-program tersebut yaitu Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin) dan program Pupuk Bersubsidi. Ketiga program ini di satu sisi menunjukkan komitmen pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan tapi di sisi lain lemahnya integritas dan akuntabilitas diidentifikasi memberikan ruang bagi penyimpangan dan korupsi, serta mengurangi manfaatnya bagi masyarakat. Penelitian mengenai indeks integritas dan akuntabilitas ini dilakukan di 10 daerah di Indonesia, yaitu Kabupaten Aceh Besar (Provinsi Aceh), Kota Serang (Banten), Kabupaten Bandung Barat (Jawa Barat), Kota Surakarta, Kota Pekalongan, dan Kota Semarang (Jawa Tengah), Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Jayapura (Papua), dan Kabupaten Jeneponto (Sulawesi Selatan). Dari penelitian ini diidentifikasi beberapa kelemahan dalam mata rantai program dan dirumuskan beberapa rekomendasi berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut: (a) perlunya penguatan pengawasan dan evaluasi eksternal secara regular, (b) perbaikan akses masyarakat terhadap informasi distribusi bantuan sosial, (c) penguatan regulasi tentang mekanisme transfer dan distribusi di tingkat masyarakat, serta perlunya penguatan mekanisme complain dan keterbukaan informasi kepada masyarakat. 2. Penelitian Tata Kelola Pertambangan Mangaan di Kabupaten Timor Tengah Utara Penelitian ini dilakukan terhadap tata kelola pertambangan batu mangaan yang mulai marak di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sejak tahun 2007. Dalam lima tahun terakhir terjadi peningkatan pertambangan batu mangaan yang cukup pesat dan retribusi dari penambangan batu mangaan menjadi sumbangan terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten 24 | P a g e
TTU, yaitu 1,8 miliar dari total 8 miliar. Dalam 3 tahun terakhir tercatat sebanyak 47 ijin pertambangan baru dengan luas lahan eksplorasi mencapai 92 ribu hektar. Mempertimbangkan risiko kerusakan lingkungan, seringnya terjadi kecelakaan, dan risiko lain yang merugikan masyrakat, Pemerintah Kabupaten TTU menghentikan sementara penambangan dan berusaha mencari formulasi tata kelola yang tepat, memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, dan berkelanjutan. Ada beberapa persoalan tata kelola pertambangan mangaan di Kabupaten TTU yaitu: [1] Cakupan tanggung jawab pengelolaan perusahaan yang terbatas. Dalam hal ini masyarakat yang melakukan eksplorasi dengan cara masing-masing dan perusahaan hanya menjadi pengelola akhir; [2] implementasi pengelolaan yang tidak benar –yang berkaitan dengan kemampuan teknis masyarakat dalam melakukan pertambangan yang tidak standar; dan [3] tidak ada kejelasan mengenai pertanggungjawaban atas dampak –karena pemerintah daerah tidak mempunyai institusi yang bertanggungjawab menangani hal ini. Untuk mengatasi persoalan utama tata kelola mangaan di TTU, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut: [1] adanya perluasan cakupan tanggungjawab yang jelas dalam pengelolaan, baik oleh pemerintah daerah, perusahaan dan masyarakat; [2] Adanya perbaikan mekanisme implementasi pengelolaan, bisa melalui kesepakatan bersama maupun regulasi yang disusun dengan melibatkan masyarakat sipil dan pihak swasta; [3] Agar mekanisme itu berjalan, maka harus ada kejelasan penanganan dampak dari kegiatan usaha tambang tersebut; dan [4] harus segera membangun strategi baru untuk exit strategy dengan mengembangkan sektor lain yang dapat dapat menggantikan upaya peningkatan pendapatan ekonomi lokal. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan PAD dari pertambangan mangaan untuk pengembangan ekonomi lokal. 3. Studi Pembelajaran tentang Perencanaan dalam Program P2DTK1 Penelitian atau studi ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pattiro Institute (lembaga mitra PATTIRO), bertujuan mengidentifikasi kekuatan, tantangan maupun peluang program P2DTK dalam implementasi pendekatan perencanaan partisipatif dan integrasinya dengan mekanisme reguler. Studi ini bertujuan memberikan masukan bagi perbaikan desain program, khususnya integrasi dengan perencanaan reguler. Studi ini dilakukan dari bulan April sampai Juni 2011 di 10 kabupaten yaitu: Aceh Besar dan Bireun (Provinsi Aceh), Poso dan Morowali (Sulawesi Tengah), Sanggau dan Bengkayang (Kalimantan Barat), Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan (Maluku Utara), Timor Tengah Selatan dan Flores Timur (NTT). Studi ini bertujuan mengidentifikasi kekuatan, tantangan dan keterbatasan program P2DTK untuk mengembangkan tiga hal, yaitu: (i) Mengkombinasikan perencanaan partisipatif dengan teknokratis; (ii) Mempertemukan proses perencanaan pembangunan partisipatif dengan 1
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus –merupakan akronim dari program Support for Poor and Disadvantaged Area yang disingkat menjadi SPADA.
25 | P a g e
perencanaan pembangunan kabupaten (integrasi dengan perencanaan reguler); (iii) Menitikberatkan pada pelibatan dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah lebih kuat. Secara garis besar ada dua hal yang ingin diidentifikasi dalam studi ini, yaitu: 1. Sejauhmana dan bagaimana perencanaan partisipatif di P2DTK berkontribusi dalam menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik? Lebih detil studi ini juga mengidentifikasi situasi khusus daerah konflik/tertinggal yang mempengaruhi proses ini. 2. Sejauhmana dan bagaimana praktek-praktek integrasi perencanaan partisipatoris P2DTK dengan perencanaan reguler? Berkaitan dengan hal tersebut, studi ini juga mengidentifikasi peluang institusionalisasinya. Beberapa hal yang berhasil diidentifikasi sebagai berikut. (a) Berkaitan dengan peran subproject P2DTK terhadap pembangunan daerah, secara umum berhasil memperkuat pembangunan di daerah studi, khususnya mengisi celah yang terabaikan oleh perencanaan reguler, namun manfaat langsung bagi kelompok miskin masih dipertanyakan; (b) Berkaitan dengan peningkatan kapasitas modelnya dianggap sebagai terobosan, meskipun pelaksanaannya seringkali tampak formalitas, sehingga hasilnya kurang maksimal; dan (c) berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas usulan masyarakat, bisa dikatakan berhasil meningkatkan variasi usulan, meskipun banyak usulan yang berkualitas rendah dan sangat sedikit menggunakan data tentang masalah masyarakat.[]
26 | P a g e
KEGIATAN NASIONAL Selama 2010 dan 2011 ada beberapa seminar, pelatihan dan lokakarya nasional yang diselenggarakan PATTIRO, yang berkaitan dengan pemenuhan hak pendidikan, hak kesehatan, keterbukaan informasi publik, maupun transparansi pendapatan daerah dari migas. Seminar dan lokakarya ini diselenggarakan untuk ekspos hasil kajian PATTIRO sekaligus memfasilitasi para stakeholder nasional untuk merumuskan rekomendasi perbaikan terhadap kebijakan yang ada. Di antaranya adalah kegiatan berikut: Semiloka Transparansi Pendapatan dari Migas Seminar dan lokakarya ini dilaksanakan atas kerjasama PATTIRO dengan Revenue Watch Institute (RWI) dan Lokal Governance Institute (LGI), mengangkat isu transparansi pendapatan daerah dari industri ekstraktif minyak dan gas bumi. Seminar ini diangkat dari hasil studi dan pengalaman implementasi program di Kabupaten Blora (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur) tentang transparansi pendapatan dari migas dan upaya pemerintah daerah untuk memanfaatkan pendapatan tersebut untuk pembangunan yang berkelanjutan. Seminar ini dihadiri mantan Ketua KPK Erry Riyana Harjapamekas, Kementerian Keuangan, anggota DPRD, anggota Komisi Informasi Pusat, beberapa akademisi perguruan tinggi, beberapa NGO yang concern pada transparansi anggaran, dan pemerintah daerah penghasil migas. 27 | P a g e
Seminar “Uang Kami Tanggungjawab Kami”
PATTIRO bersama Pattiro Institute dan The Asia Foundation (TAF) menyelenggarakan Seminar bertajuk “Uang Kami Tanggung Jawab Kami” di Hotel Ibis Jakarta, pada tanggal 23 Juli 2010. Diskusi dan Launching Buku yang dihadiri langsung oleh penulisnya, Vivek Ramkumar dari International Budget Project (IBP), sebuah lembaga international yang concern terhadap persoalan anggaran. Seminar ini menghadirkan pembicara dari anggota DPR RI 2009-2014 Hetifah Sj Siswanda dan Ilham Cendekia Srimarga (Direktur Eksekutif PATTIRO). Vivek menyampaikan kisah di India yang menguatkan argumentasi urgensi masyarakat untuk mendapatkan informasi anggaran negara yang berasal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat. PATTIRO menyampaikan pengalaman dalam melakukan advokasi anggaran bersama organisasi masyarakat sipil di beberapa daerah –dari level komunitas sampai daerah. Anggota DPR RI, Hetifah Sj Siswanda menyatakan agar NGO dan peneliti di Indonesia menggunakan pengalaman NGO dalam advokasi untuk lebih mendorong keterbukaan pengelolaan anggaran negara –baik di level nasional maupun daerah. Seminar Pendidikan “Apanya yang Gratis?” Berdasarkan survei di beberapa daerah dan hasil riset oleh beberapa lembaga yang peduli pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan dasar gratis, PATTIRO dan Pattiro Institute menyelenggarakan seminar yang melibatkan para stakeholder pendidikan nasional. Ada perwakilan dari Kementerian 28 | P a g e
Pendidikan Nasional, akademisi, anggota DPR RI dan NGO yang bergerak di upaya pemenuhan hakhak dasar, terutama hak pendidikan dasar (SD dan SMP). Berdasarkan kajian PATTIRO, pakar, dan lembaga lain, pembiayaan untuk pendidikan gratis sangat tergantung pada Dana BOS dan pemerintah daerah belum membuktikan komitmen untuk mewujudkan pendidikan gratis yang berkualitas. Di sisi lain Dana BOS yang menjadi sumber pendanaan utama masih belum mampu memenuhi kebutuhan operasional sekolah. Seminar ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan alokasi dana BOS sampai 100% dari kebutuhan operasional sekolah dan mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan akses bagi anak usia sekolah di daerah. Hadir dalam acara yang digelar di Hotel Le Meridien, 20 Mei 2012 ini, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, anggota DPR RI Komisi X Herry Ahmadi, pengamat pendidikan Abbas Ghozali, dan peneliti dari World Bank. Seminar Akuntabilitas Sekolah PATTIRO melihat bahwa dalam pendidikan sudah memasuki era yang bagus, dimana ada milestone anggaran 20% pendidikan. Tahun 2003 pemerintah membuat suatu undang-undang yang telah
29 | P a g e
dianulir oleh MK mengenai bahwa dana 20% di luar tenaga pendidikan. Bagi saya angka ini merupakan milestone bagi Indonesia. Namun sayang, kenyataannya akses sekolah bermutu bagi rakyat miskin masih minim. Angka 20% telah dicapai oleh berbagai pihak dan kelihatan tidak terlalu sulit bagi Pemda untuk meningkatkan lagi dana ini. Sayangnya terjadi masalah seperti: kebocoran anggaran, alokasi yang tidak tepat, mark up serta dibelanjakan tidak sesuai peruntukan. Kuncinya di sini adalah adanya akuntabilitas sekolah dan stakeholder pendidikan keseluruhan. Seminar bertajuk Akuntabilitas Sekolah: Solusi Alternatif untuk Menjamin Akses Siswa Miskin terhadap Pendidikan Dasar Bermutu ini digelar si Hotel Atlet Century, 12 Mei 2010. Menghadirkan beberapa narasumber dari berbagai latarbelakang. Mereka adalah Ade Irawan (ICW), H. Herry Zudianto (Walikota Yogyakarta), Hetifah Siswanda, PhD (Komisi X DPR RI), Ilham Cendekia Srimarga (Direktur Eksekutif PATTIRO), Ian Binsar Marpaung (Staf Subdin Program Dikdasmen Kemendiknas). Moderator seminar ini adalah Alvito Deannova, presenter TV One. Jambore Keterbukaan Informasi
Berangkat dari posisi tawar masyarakat yang pada umumnya masih sangat lemah dalam perolehan hak atas informasi publik, maka kepedulian untuk mengubah keadaan tersebut menjadi prioritas. Sehingga tujuan dari UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bisa dicapai dan dirasakan kemanfaatannya oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan Jambore Nasional Informasi Warga adalah gagasan orisinil yang diprakarsai PATTIRO Raya dalam rangka membangkitkan kesadaran dan kepedulian segenap lapisan masyarakat khususnya di level grassroot terhadap momentum keterbukaan informasi. Harapan besar dari kegiatan ini mampu mengembangkan wawasan dan kapasitas warga dalam mengakses, mengelola serta mengekstrak point-point penting yang terkandung dalam UU KIP. Jambore ini dilaksanakan pada 30 Mei sampai 1 Juni 2011 bertempat di Gedung PSBB MAN 2 Kota Serang Banten. Menghadirkan ratusan pegiat PATTIRO Raya beserta komunitas dampingannya. Dalam acara tersebut hadir Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, Prof Kalamullah Ramli.[] 30 | P a g e
METODE DAN TOOLS PARTISIPATIF Komitmen dan pengalaman PATTIRO yang massif dalam penguatan kapasitas masyarakat untuk dalam mengawal implementasi desentralisasi mendorong PATTIRO untuk mengembangkan beberapa metode dan tools yang bisa digunakan untuk mendorong penguatan kapasitas masyarakat secara lebih fokus dan efektif. Beberapa diantaranya adalah Technology of Participation (ToP), Manual Audit Sosial, dan advokasi anggaran berperspektif gender. 1. Teknologi Partisipasi (Technology of Participation) ToP ini terdiri dari tiga metode fasilitasi masyarakat dalam membuat keputusan. Ada tiga tools yaitu: ORID, Workshop dan Perencanaan Strategis. Teknik ORID sangat efektif untuk membuat keputusan cepat dan mendesak dengan tetap mempertimbangkan pandangan dan komitmen semua peserta yang terlibat. Teknik workshop efektif untuk menghimpun informasi, pengalaman dan sumbang-saran dari semua peserta kemudian mengklasifikasi dan mengintegrasikan pemikiran dan gagasan. Teknik perencanaan strategis bisa digunakan memfasilitasi masyarakat atau peserta yang terlibat untuk terlibat penuh dalam penyusunan rencana, menyadari arti penting rencana untuk mengatasi masalah dan komitmen pada implementasi rencana yang disepakati. Tools ini sudah diterbitkan oleh PATTIRO dalam 2 edisi, yaitu edisi tahun 2005 dan edisi tahun 2010. 2. Manual Audit Sosial Salah satu kapasitas yang penting dimiliki oleh masyarakat sipil di era demokrasi dan desentralisasi adalah kemampuan untuk menuntut akuntabilitas dan integritas dalam penyelenggaraan pelayanan publik –khususnya dalam upaya pemenuhan hak warga negara. Untuk hal ini PATTIRO mengembangkan tools Audit Sosial untuk menilai penyelenggaraan pelayanan publik maupun program-program bantuan sosial, khususnya bagi masyarakat miskin. PATTIRO mengidentifikasi ada empat aspek rantai nilai dalam penyelenggaraan program yaitu: transfer dana, distribusi bantuan, pelaporan, dan mekanisme komplain bagi masyarakat. Keempat hal ini kemudian dinilai dan dianalisis berdasarkan tiga indikator yaitu: ketersediaan kebijakan atau regulasi, implementasi atau penegakan regulasi, dan akses masyarakat terhadap kebijakan dan implementasinya. Secara utuh, tools audit sosial yang bisa digunakan untuk memfasilitasi masyarakat sipil bersama stakeholder lainnya ini bisa digambarkan melalui matrik berikut:
Transfer
31 | P a g e
Eksistensi Kebijakan
Efektivitas Kebijakan
Akses Masyarakat
A1
A2
A3
Distribusi
A4
A5
A6
Reporting
A7
A8
A9
Mekanisme Komplain
A10
A11
A12
3. Modul Gender Budget Pengalaman PATTIRO dalam advokasi anggaran di daerah dimulai sejak tengah tahun 2005, mulai dari pelatihan, analisis APBD beberapa daerah, pengusulan anggaran yang responsif gender, sampai menyediakan tools bagi stakeholder daerah untuk menyusun anggaran yang responsif pada kesetaraan dan keadilan gender. Tools penyusunan anggaran responsif gender ini didasarkan pada pertimbangan bahwa laki-laki dan perempuan setara dalam urusan publik maupun domestik tapi juga harus mempertimbangkan keadilan gender, karena laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan dan metode yang berbeda dalam berpartisipasi maupun memanfaatkan pelayanan publik yang disediakan oleh negara. Contohnya, proses penganggaran harus mempertimbangkan urusan domestik sama pentingnya dengan urusan publik. Baik dalam urusan publik maupun urusan domestik, penganggaran juga harus mempertimbangkan penyediaan fasilitas yang memadai bagi laki-laki dan perempuan agar sama-sama bisa terlibat dan mengakses pelayanan secara adil.[]
32 | P a g e
Penghargaan sebagai Lembaga Think Tank Global Dalam the Global Go To Think Tanks Report 2011 yang di-release oleh International Relations Program University of Pennsylvania pada 18 Januari 2012 lalu, PATTIRO masuk “Top Thirty Transparency and Good Governance Think Tanks”, PATTIRO berada di peringkat 26. Dari Indonesia lembaga think tank lain yang masuk dalam peringkat lembaga pemikiran seluruh dunia ini adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan Center for Strategic and International Studies (CSIS). Peringkat lembaga think tanks global ini didasarkan pada seperangkat kriteria detil termasuk produksi penelitian yang dilakukan secara teliti dan relevan, publikasi, dan program yang berkaitan dengan area penelitian. Proses penyusunan peringkat berlangsung sejak (a) Nominasi pada Juni 2011, (b) perankingan pada September – November 2011, dan (c) Pemilihan oleh panel ahli pada November sampai Desember 2011. Dalam proses ini diidentifikasi ada 6.545 lembaga think tanks di dunia. Secara umum keberadaan think thanks ini dimaksudkan menjembatani kesenjangan antara pengetahuan dengan kebijakan publik. Sedangkan tujuan utama dari pemeringkatan ini adalah untuk mengakui beberapa lembaga think tanks utama dunia dan menyoroti kontribusi utama institusi-institusi tersebut terhadap pemerintahan dan masyarakat sipil di seluruh dunia. Peringkat ini juga mempelajari keberhasilan lembaga think tank dalam mengatasi kesenjangan partisipasi dan ketangguhan masyarakat sipil secara nasional, regional maupun secara global.[]
33 | P a g e
Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional YAYASAN PATTIRO LAPORAN POSISI KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2011 DAN 2010
Note
December 31, 2011
December 31, 2010
Aset Aset Lancar Kas dan Setara Kas
3a
1.024.901.856
517.594.154
Piutang
3b
148.047.667
222.519.533
Uang Muka
3c
135.775.124
73.500.000
Biaya dibayar dimuka
3d
177.500.000
126.000.000
1.486.224.648
939.613.687
Jumlah Aset Lancar Aset Tidak Lancar Aktiva tetap
3e
Harga Perolehan
383.280.500
383.280.500
(271.838.723)
(234.803.891)
Total nilai Buku
111.441.777
148.476.609
Jumlah Aset Tidak Lancar
111.441.777
148.476.609
1.597.666.425
1.088.090.296
316.411.289
422.856.054
316.411.289
422.856.054
Akumulasi Penyusutan
Jumlah Aset Kewajiban dan Aktiva bersih Kewajiban lancar Hutang
3f
Total Kewajiban lancar Aktiva Bersih Saldo dana: Terikat Tidak Terikat Total Aktiva bersih Total Kewajiban dan Aktiva bersih
34 | P a g e
3g 269.658.180
(297.527.226)
1.011.596.955
962.761.468
1.281.255.135
665.234.242
1.597.666.424
1.088.090.296
Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional YAYASAN PATTIRO LAPORAN AKTIVITAS – Terikat Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2011 and 2010
Note
2011
2010
Pendapatan HIbah dari lembaga donor
4a
8.428.874.421
3.849.163.558
Kontribusi
4a
5.480.210
82.500.000
Pendapatan bunga
4a
411.400
1.161.000
8.434.766.031
3.932.824.558
7.867.580.624
8.137.878.644
7.867.580.624
8.137.878.644
Total Pendapatan Beban Beban Program Total Beban Saldo pendapatan atas beban
4b
567.185.407
(4.205.054.086)
Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan
-
Pengembalian sisa dana
-
(52.562.500)
567.185.407
(4.257.616.586)
Kenaikan (penurunan) Aktiva bersih Saldo awal aktiva bersih Saldo akhir aktiva bersih
35 | P a g e
(297.527.226) 269.658.181
-
3.960.089.360 (297.527.226)
Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional YAYASAN PATTIRO LAPORAN AKTIVITAS – Tidak Terikat Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2011 and 2010
Note
2011
2010
Pendapatan Kontribusi
4a
899.762.644
1.694.185.752
Pendapatan lainya
4a
16.650.000
20.792.895
916.412.644
1.714.978.647
867.577.157
1.044.718.223
867.577.157
1.044.718.223
48.835.487
670.260.424
-
-
48.835.487
670.260.424
962.761.468
292.501.044
1.011.596.955
962.761.468
Total Pendapatan Beban Beban administrasi dan umum Total Beban Saldo pendapatan atas beban Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan Kenaikan (penurunan) Aktiva bersih Saldo awal aktiva bersih Saldo akhir aktiva bersih
36 | P a g e
4b
Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional YAYASAN PATTIRO LAPORAN ARUS KAS Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2010 dan 2009
2011
2010
Arus kas dari aktivitas operasi Saldo pendapatan atas beban
616.020.894
(3.587.356.162)
Penyesuaian: -
Penyusutan
37.034.832
27.205.404
74.471.865
33.755.622
(62.275.124)
16.199.084
Perubahan aktiva dan kewajiban lancar -
Piutang
-
Uang muka
-
Biaya dibayar dimuka
-
Hutang
Arus kas bersih dari/untuk aktivitas operasi
(51.500.000)
(25.000.000)
(106.444.765)
295.909.826
507.307.702
(3.239.286.226)
Arus kas dari aktivitas investasi Perolehan (pelepasan) aktiva tetap
-
1.236.800
Arus kas bersih dari/untuk aktivitas investasi
-
1.236.800
Kenaikan (penurunan) bersih kas dan setara kas
507.307.702
(3.238.049.426)
Saldo awal kas dan setara kas
517.594.154
3.755.643.580
1.024.901.856
517.594.154
Saldo akhir kas dan setara kas
37 | P a g e