Laporan Pertemuan CSO forum dalam VII Ministerial Conference of The Community of Democracies Ulaanbaatar 27-29 April 2013 oleh Sugeng Bahagijo
1. Pendahuluan Pertemuan Community of Democracies (CD) adalah pertemuan tingkat menteri luar negeri. Penyelenggara pertemuan adalah Kementerian Luar Negeri Mongolia. Pertemuan dibuka dan ditutup oleh Presiden Mongolia. Menteri Luar Negeri RI juga hadir di sana. Keanggotaan CD terbatas pada negara-negara demokrasi (multipartai, pers bebas, dll), jadi negara seperti Cina, Korea Utara, Kuba, dan Vietnam tidak termasuk. Pertemuan ini berlangsung pada 27 hingga 29 april di Ulaanbaatar Mongolia dihadiri oleh lebih dari 1200 peserta yang berasal dari 104 negara. Peserta terdiri dari perwakilan pemerintah, CSO, lembaga penelitian, perwakilan parlemen, perwakilan kelompok bisnis dan perwakilan pemuda dari seluruh dunia
CD dibentuk pada tahun 2000 di Polandia dalam pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari 100 perwakilan negara atau menteri luar negeri dengan tujuan mendukung transisi dan konsolidasi demokrasi serta menjembatani prinsip demokrasi dan hak asasi manusia universal dengan praktik yang ada. Indonesia merupakan salah satu penandatangan Deklarasi Warsawa yang menjadi dokumen utama pendirian CD. CD melakukan pertemuan setiap dua tahun sekali. Di antara waktu dua tahun CD melaksanakan berbagai kegiatan sesuai dengan deklarasi dan pokok-pokok kesepakatan kegiatan dan program. Antara tahun 2011 dan 2013 misalnya, CD melaksanakan berbagai kegiatan antara lain: (a) membentuk kaukus demokrasi dalam forum-forum di PBB yang bertemu setiap tahun dalam Sidang Umum PBB. Salah satu hasil lobi CD kepada PBB adalah adanya UN Declaration on Democracy Education tahun 2012. Kegiatan Cd yang lain adalah
1
(b) membentuk gugus tugas untuk membantu penguatan demokrasi misalnya di Tunisia dan Moldova; (c) membentuk tim khusus untuk berdialog dengan wilayah-wilayah yang sedang transisi menuju demokrasi, misalnya Burma; (d) menggalang dana untuk memperkuat institusi demokrasi dan masyarakat sipil, seperti di Tunisia. Untuk gugus tugas Tunisia ini beberapa hasil yang dapat dicatat: (i) dukungan pendanaan pembangunan untuk pemerintah Tunisia dari pemerintah Denmark dan Belanda; (ii) pendanaan untuk proyek e-Government dengan dukungan dana dari pemerintah AS; (iii) dukungan dana untuk NGO Tunisia dari pemerintah Belanda dan pemerintah Swedia (Report from The Secretray General on Community of Democracies 2011-2013) 2. Pertemuan CD di Mongolia Tahun ini CD bertemu di Mongolia. Pertemuan ini merupakan pertemuan yang ketujuh. Pada sesi pleno pembukaan, Presiden Mongolia menekankan bagaimana jalan panjang menuju demokrasi telah dilakukan oleh Mongolia. Pembicara lain dalam sesi pleno adalah Aung San Suu Kyi dan Tawakkol Karman, aktivis dan wartawati pemenang hadiah Nobel dari Yaman yang juga anggota Panel Tingkat Tinggi Para Tokoh Terkemuka bagi Agenda Pembangunan Pasca-2015 (the High-Level Panel of Eminent Persons on Post-2015 Development Agenda) Dalam sesi berikutnya, topik yang dibahas adalah soal tren internasional dan ancaman kepada CSO di berbagai belahan dunia. Laporan The International Center for Not-For-Profit Law (ICNL http://www.icnl.org/news/2013/1‐May.html), yang juga anggota kelompok kerja perlindungan CSO di bawah CD, menyebut ancaman itu berupa kekerasan, penutupan kantor, hingga sitgma kepada CSO sebagai agen lembaga asing. Sementara itu Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dalam pidatonya menekankan pentingnya perubahan demokrasi secara gradual dan tanpa kekerasan. CD juga diisi dengan diskusi kelompok dan salah satu tema yang dibahas adalah mengenai “Democracy and MDGs” di mana secara umum disuarakan bahwa pembangunan hanya akan menghasilkan ketimpangan jika tidak disertai demokrasi. Sebaliknya demokrasi juga harus menghasilkan perbaikan-perbaikan dalam pembangunan untuk semua. Forum parlemen CD berfokus pada soal antikorupsi dan bagaimana parlemen bisa mendorong pemerintah demokrasi bisa lebih bersih dan akuntabel. Terdapat lima rencana kerja ke depan yang diusulkan oleh forum parlemen. Di antaranya perubahan paradigma pemberantasan korupsi, yang berfokus pada usaha dan hasil pemberantasan korupsi ketimbang berfokus pada undang-undang dan lembaga antikorupsi, penguatan kerja sama antar-parlemen dan jaringan anti-korupsi dan penghapusan klausul kerahasiaan dalam kontrak kerja sama antara pemerintah dan swasta (Selengkapnya cek http://cdmongolia.mn/parliamentary-forum-for-democracy-resolution/) Forum perempuan yang hadir di sana mengeluarkan empat usulan. Di antaranya mendorong
hak kepemilikan buat perempuan, akses pada pendanaan dan gaji yang setara, menciptakan kultur kesetaraan gender di seluruh sector, mendorong kuota untuk perempuan pada pemilihan lokal dan nasional, dll (selengkapnya cek http://bit.ly/144Asqs) Pertemuan ini menghasilkan deklarasi Ulaanbaatar yang menjadi pedoman para anggotanya 2
dan menjadi masukan kepada PBB dan negara-negara di seluruh dunia (cek selengkapnya di http://cdmongolia.mn/ulaanbaatar‐declaration/). Beberapa poin penting yang relevan dengan Indonesia dan CSO Indonesia adalah: •
Support the activities of the pillars of the CD in promoting transparent and accountable democratic governance; in addressing, where necessary, the challenges to such governance and promoting human rights and freedom;
•
Work together to emphasize human rights, fundamental freedoms and democratic governance as integral parts of inclusive development and the eradication of extreme poverty as the international community works to formulate the post-2015 development framework;
•
Provide support to countries undergoing transitions to democracy to facilitate the emergence of democratic societies defined by good governance, protection of human rights and fundamental freedoms as well as respect for rule of law as stated in the resolution 19/35 of the United Nations Human Rights Council;
•
Support and defend an enabling environment for civil society, including through the adoption of legislation that does not put undue restrictions on civil society, in all nations;
•
Resolve to protect and promote freedom of expression, peaceful assembly and association, religion and belief and provide support to those whose rights are being denied or infringed upon; emphasizing that human rights including freedom of expression apply online as well as offline;
•
Improve international observations of elections so as to ensure the transparent and genuine expression of the will of people and, if needed, offer recommendations for improving the integrity and effectiveness of electoral and related processes without interfering in the election processes;
CD juga memberikan anugerah kepada tokoh dan negara yang bergerak ke arah demokrasi. Tahun ini Aung San Suu Kyi menerima Geremek Award sebagai simbol dan penghargaan kepada proses transisi demokrasi di Burma. Geremek adalah nama menteri luar negeri Polandia, sebagai pendiri CD. Geremek juga dikenal luas sebagai tokoh terkemuka dan proponen demokrasi ketika Polandia berubah menjadi negara demokrasi tahun 80-an. Meski CD intinya adalah pertemuan para menteri luar negeri dan pertemuan antar negara, namun dalam tradisinya pertemuan memiliki struktur konsultasi dengan stakeholders di antaranya dengan CSO, pemuda, bisnis, dan parlemen untuk memberikan masukan. Karena itu Deklarasi Ulaanbaatar dengan kata lain juga menunjukkan pengaruh dan input oleh CSO. Dalam pertemuan ini, CSO menyusun pernyataan bersama yang disampaikan kepada para menteri luar negeri. Pernyataan CSO itu antara lain menekankan pentingnya (a) pendidikan demokrasi untuk semua warga; (b) pentingnya MDGs and Agenda Pembangunan Pasca-2015 untuk menjadi agenda kerja CD (Cek selengkapnya di sini http://cdmongolia.mn/civil‐society‐ forum/)
3. Partisipasi dan Kehadiran INFID Partisipasi INFID dalam konteks CD merupakan pertama kalinya. Selama ini Yappika dan beberapa CSO Indonesia lain yang merawat relasi dan kerja sama dengan NED dan sekretariat CD. Secara umum, partisipasi INFID dalam forum ini relevan dalam dua hal (a) INFID sebagai forum NGO yang memiliki mandat memajukan dan melindungi CSO di 3
Indonesia (Platform NGO) dan (b) advokasi kebijakan terutama dalam hal advokasi kebijakan di bidang hak asasi manusia dalam kaitannya dengan ASEAN. INFID menghadiri pertemuan Community of Democracies (CD) di Ulaanbaatar dengan dua tujuan: (i) membuka kontak dan jaringan kerja dengan CSO yang bergerak dalam bidang HAM dan demokrasi di Asia; (b) mendaftarkan nama INFID sebagai forum NGO Indonesia dalam jaringan kerja CSO sedunia untuk pemajuan HAM dan demokrasi. Forum CD merupakan forum yang tepat karena dalam forum ini berbagai CSO, think thank dan lembaga-lembaga dana juga hadir dan aktif. Kedua tujuan itu penting bagi INFID terutama untuk mempersiapkan diri dalam melaksanakan program HAM ASEAN yang proposalnya kini sedang dipersiapkan baik dalam hal pendanaan maupun jaringannya. Dalam hal dana, INFID menjajaki kemungkinan dukungan dana dari lembaga di Taiwan dan Korea. Sedangkan dalam hal jaringan di ASEAN, INFID dapat kesempatan untuk berkenalan dan membuka kontak dengan temanteman di Asia yang selama ini telah banyak melakukan advokasi kepada ASEAN seperti Forum Asia, ANFREL, dll. INFID hadir dalam pertemuan itu bersama CSO Indonesia dan Asia seperti FITRA, Yappika, ANFREL, Korea Human Rights, Forum Asia, Taiwan Human rigts Foundation, Tifa, Open Society Forum, World Forum of Democracy, dll. Open Society Forum Mongolia sendiri merupakan bagian dari Open Society Foundation dan sekaligus menjadi penyelenggara acara CSO forum sebagai side-events resmi yang menyiapkan dan memberi masukan kepada forum CD. disamping CSO, side-events resmi lain adalah forum parlemen dan forum bisnis. Dalam perkembangan lain, sementara CSO di Afrika dan Amerika Latin telah memiliki jaringan demokrasi CSO di tingkat regional, justru di Asia struktur tersebut belum ada. Padahal di berbagai negara Asia, kerja-kerja CSO dalam bidang-bidang krusial dalam pemajuan demokrasi, seperti di bidang HAM, pemilu yang adil dan bebas, hak-hak minoritas, antikorupsi, dll, telah dilakukan. Sehingga, dirasa perlu untuk membuat jaringan serupa yang efektif. Atas prakarsa Open Society, NED, Korea Human Rights dll, diadakan pertemuan internal CSO Asia untuk membahas soal ini. Dalam pertemuan internal yang dihadiri oleh sejumlah besar CSO Asia, lembaga dana dan lembaga penelitian demokrasi, termasuk INFID, Yappika dan Tifa, para peserta membahas situasi dan kondisi demokrasi di Asia, termasuk negara-negara seperti Cina, Vietnam, Burma, Afghanistan, Malaysia dan Indonesia. Larry Diamond editor Jurnal Democracy juga menyumbangkan assessment-nya tentang situasi dan keadaan terakhir di berbagai negara Asia. Di samping membahas situasi demokrasi, peserta CSO Asia bersama mitra-mitranya juga sepakat untuk mengefektifkan kegiatan pemajuan demokrasi dengan membentuk jaringan baru yang disebut sebagai Asia Democracy Network atau AND. Di sini INFID duduk sebagai salah satu anggota panitia perancang persiapan peluncuran yang akan dilangsungkan pada Oktober tahun ini di Seoul dalam acara Seoul Democracy. 4
Di sela-sela pertemuan para menteri itu, INFID juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa RI. INFID menyatakan dua hal yaitu agar CSO bisa memiliki struktur resmi dalam pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) dan kesepakatan mengadakan pertemuan dengan Kementerian Luar Negeri berkaitan dengan BDF dan ADN. BDF akan diselenggarakan pada Oktober tahun ini di Bali dan kemungkinan besar forum CSO akan diadakan. Berbeda dengan CD, BDF merupakan forum yang diikuti oleh semua negara di asia termasuk negara yang tidak demokratis, seperti Vietnam, Cina, Burma, dan Korea Utara. Jika CD dihadiri para menteri luar negeri, maka BDF dihadiri oleh para kepala negara. Presiden AS Barack Obama juga hadir dalam forum ini. Hal ini memperlihatkan pentingnya BDF sebagai forum mendorong demokratisasi ti negara-negara yang belum demokratis. Berkaitan dengan BDF inilah peranan INFID dipandang penting oleh para peserta. INFID diminta untuk membuka jalur dialog dengan kementerian luar negeri RI agar struktur konsultasi resmi antara CSO dengan para menteri luar negeri diakomodasi dalam pertemuan BDF. END.
Lampiran () CIVIL SOCIETY RECOMMENDATIONS FOR THE ULAANBAATAR MINISTERIAL DECLARATION Presented by the nongovernmental International Steering Committee of the Community of Democracies (ISC/CD) 29 April 2013
5
We, the representatives of civil society gathered in Ulaanbaatar for the Seventh CD Ministerial Conference add our voices to the Ministerial Declaration to: 1. Applaud the Democracy Partnership Challenge and call for an expansion of its task forces to assist with democracy transition in a greater number of countries around the world. We urge that a robust civil society component be built into future missions including a role for international civil society and for nongovernmental organizations of the country concerned. 2.
Express our support for the continued development of the LEND network in expanding an exchange of knowledge and ideas between leaders from consolidated and emerging democracies.
3.
Regretfully support the suspension of Mali from the Community of Democracies and urge it not be readmitted until the restoration of its democracy is manifest. We recommend that the CD organize missions similar to that conducted in Mali to assist with the return to democracy for other countries experiencing difficulty with their democratic system of government.
4.
Encourage the important work of the CD Working Groups, especially those on Education for Democracy, on Gender Equality, and on Enabling and Protecting Civil Society, and call for the creation of new Working Groups on Freedom of Religion and Belief, on Academic Freedom, on Elections, and on Media Freedom, including traditional media and online media.
5.
Work with the Permanent Secretariat and the ISC to assure support, including funding for nongovernmental participants, visa support, and sufficient advance notice for invitees in order to enable civil society to participate in all important CD meetings, including those of the Governing Council, Working Groups, Executive Committee and Ministerials.
6.
Call on all governments to give full protection to the independent functioning and safety of civil society organizations, as they are indispensable for the functioning of democracy and good governance.
7.
Specifically, urge all CD governments to publicly condemn the increased pressure on civil society organizations, particularly those in Russia, Azerbaijan, Ethiopia, Iran, Vietnam, Venezuela, China, Bahrain, Zimbabwe, and Egypt, where NGOs are harassed by governments who accuse them of acting as “foreign agents” and for “undermining national sovereignty.” CD governments should condemn those who stigmatize and persecute NGOs for their legitimate human rights and democracy work on the grounds that they receive funds from or work with international partners.
8.
Call on the CD Governing Council and all CD governments to express solidarity with and provide protection for persecuted civil society activists and endorse a landmark UN Human Rights Council Resolution of March 21, 2013, on protection of human rights defenders, which calls for the amendment of national laws targeting human rights defenders, as well as laws which restrict NGO’s from receiving international funds.
9.
Urge all CD governments to encourage their diplomats to engage with civil society in authoritarian and transitional societies to support democracy as outlined in the Diplomat’s Handbook for Democracy Development Support. 10. Assure that CD governments formally consider how the training of their own armed forces and police forces and those of other nations can be permeated by a concern for the values of democracy and human rights to ensure control of the military by democratically elected civilian governments. 11. Strengthen the role and effectiveness of the UN Democracy Caucus in New York, Paris and Geneva, taking as a point of departure the establishment of a sub-committee on education for democracy in each venue to assure the implementation of the November 2012 UN General Assembly resolution on that subject. 12. Call upon the Governing Council to identify other issues that could be pursued through the Caucus by groupings of select member states. 13. Assure that no country shall serve as President of the Community of Democracies or on the Governing Council unless it is generally recognized by independent experts as a democracy, whose political practices and institutions are in compliance with the standards of the Warsaw Declaration. 14. Reiterate our position that the Observer Status at the CD Ministerials should be strictly reserved for countries committed to deepening democracy and meeting the standards of the Warsaw Declaration and request that the CD Governing Council confirm this policy. The GC should take into account the views of
6
civil society, both national and international, in determining whether the invitation will advance or hinder the cause of democracy in the country. 15. Urge the governments of the CD member states to be guided by the recommendations contained in the ISC/CD Charlottesville Declaration in actively adopting policies to advance education for democracy. 16. Regard it as imperative that governments of the Governing Council provide funding adequate to support the Permanent Secretariat. 17. Commend Governments for inviting democracy activists from countries not participating in the CD and for arranging opportunities for private conversations among government officials and these activists. We call upon governments to continue and to expand this process. 18. Call on all governments to advance in ensure the independence, impartiality, transparency, autonomy and objectivity of electoral authorities as well as the mandatory participation of national and international observers and monitors in the elections. Governments should guarantee access of the independent observers and monitors to polling stations and electoral commissions and refrain from putting pressure on them and harassing them. Democracies should refrain from recognizing as legitimate those elections that do not meet international standards for free and fair elections. 19. Welcome the creation of an Asian democracy network and encourage other regional networks and encourage the creation and strengthening of other regional democracy networks.
7