LAPORAN PENELITIAN (Working Paper)
PENGARUH KUALITAS AUDIT, TENUR AUDIT TERHADAP AUDIT REPORT LAG DENGAN SPESIALISASI INDUSTRI AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI
R. Wedi Rusmawan Kusumah*, Daniel T.H. Manurung*, *Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama, Bandung
Dipresentasikan pada kegiatan: 3rd International Conference for Business Economics and Social Sciences (ICBESS 2016), Bali, 10-11 Agustus 2016
DISUSUN OLEH:
Ketua Tim Peneliti
:
Dr. R. Wedi Rusmawan Kusumah.,SE.,M.Si.,Ak.,CA
NIP/NIDN
:
111.0297.038/0403046703
Anggota Tim
:
Daniel T. H. Manurung.,SE.,MSA.,Ak.,CA.,CSRS
NIP/NIDN
:
111.0612.263/0415018603
FAKULTAS EKONOMI Universitas Widyatama Agustus 2016 1
Pengaruh Kualitas Audit, Tenur Audit Terhadap Audit report lag Dengan Spesialisasi Industri Auditor Sebagai Variabel Moderasi
R. Wedi Rusmawan Kusumah*, Daniel Manurung* *Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama, Bandung
Abstrak
This research aimed to analyze the effect of audit quality and audit tenure on audit report lag with auditor industry specialization as a moderating variable empirical study on the enterprise - manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2013- 2014.Hasil from this study showed that audit tenure has influence on audit report lag. Audit quality has a significant influence on audit report lag. auditor industry specialization significant effect on relations audit tenure and audit report lag with the direction of the positive coefficient. auditor industry specialization does not significantly influence relationship quality audit and audit report lag negative direction. Keyword: Audit report lag, tenure audit, quality audit, specialization auditor, profitability, size
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laporan keuangan perusahaan merupakan bentuk penyampaian hasil kinerja keuangan dari sebuah perusahaan selama periode tertentu kepada pihak yang membutuhkan laporan keuangan tersebut, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Menurut Maith (2013) laporan keuangan merupakan instrumen yang penting untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan, prestasi, dan rencana perusahaan. Laporan keuangan perusahaan tercermin sejarah proses perusahaan dalam mencapai tujuan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang serta dapat dipergunakan untuk membantu langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pihak yang menggunakan laporan keuangan di masa depan. Perkembangan perusahaan go public di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, perkembangan ini mengakibatkan permintaan akan audit laporan keuangan yang meningkat. Karena laporan keuangan perusahaan merupakan hal utama dalam memberikan informasi keuangan perusahaan kepada pihak-pihak diluar perusahaan. Namun, didalam laporan keuangan terdapat asymetri informasi keuangan perusahaan dan potensi konflik kepentingan antara manajemen perusahaan dan pengguna informasi keuangan dari pihak luar, maka dari itu laporan keuangan perusahaan perlu diaudit oleh pihak ketiga untuk menilai tingkat kewajaran laporan keuangan yang dilaporkan oleh manajemen. Perkembangan jumlah perusahaan yang melakukan go public mengalami fluktuasi dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2012. Adanya penurunan jumlah perusahaan go public ditahun 1999 dan 2005 disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada waktu itu sehingga perusahaan tidak ingin mengambil resiko go public saat krisis. Akan tetapi setelah krisis moneter pertama ditahun 1999 dan krisis moneter kedua ditahun 2005, secara garis besar perusahaan yang melakukan go public menunjukkan tren positif atau menaik. Hal ini dapat dilihat ditahun 1997 terdapat 282 perusahaan go publik hingga ditahun 2012 mencapai peningkatan drastis dengan 459 perusahaan melakukan go public sedangkan di tahun 2016 total perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mencapai 525 perusahaan emiten. Perusahaan go public di Indonesia diwajibkan menyampaikan laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Hal ini berdasarkan pada Keputusan Ketua Bapepam dan LK peraturan Nomor X.K.6, bagi perusahaan yang go public, 3
perusahaan wajib mempublikasi laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen. Regulasi tersebut menyatakan : “Emiten atau Perusahaan Publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Bapepam dan LK paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir”. Berdasarkan regulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa kewajiban perusahaan go public adalah menyampaikan laporan keuangan auditan. Hal ini mengakibatkan perkembangan peningkatan perusahaan go public juga diikuti perkembangan peningkatan permintaan audit atas laporan keuangan. Perkembangan permintaan audit menunjukan tanggung awab akuntan publik dalam memberikan jasa audit juga mendukung tanggungjawab manajemen. Tanggung jawab manajemen adalah menyusun dan menyajikan laporan keuangan dalam memberikan informasi kepada pemegang saham maupun pihak – pihak lain pengguna laporan keuangan. Tanggung jawab auditor membuat opini audit mengenai wajar atau tidaknya laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Laporan keuangan menjelaskan informasi kegiatan operasional dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Menurut PSAK Nomor 1 tahun 2016, laporan keuangan terdiri atas 1) Laporan Posisi Keuangan 2) Laporan Laba Komprehensif 3) Laporan Perubahan Ekuitas 4) Laporan Arus Kas 5) Catatan atas Laporan Keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (Ikatan Akuntan Indonesia-IAI, 2012). Dalam pencapaian tujuan laporan keuangan tersebut diperlukan informasi yang relevan, andal, dapat dibandingkan serta sesuai dengan PABU (Prinsip Akuntasnsi Berterima Umum) pada penyusunan dan penyajiannya. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan dasar untuk menyusun perencanaan kegiatan perusahan, mengendalikan perusahaan, dasar pembuatan keputusan, bahan pertimbangan dan pertanggung jawaban terhadap pihak eksternal. Dibuat dengan tujuan memberikan informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan, hasil usaha perusahaan, dan perubahan posisi keuangan perusahaan. Berdasarkan tujuan tersebut, diharapkan para pengguna laporan keuangan dapat menilai informasi yang disajikan sebagai dasar membuat keputusan ekonomi yang berhubungan dengan perusahaan tersebut (Ghozali & Chairiri, 2007) dalam (Andika Kumara, 2014).
Menurut Menurut Kieso et.al (2011) Karakteristik kualitatif laporan
keuangan terdiri dari : 4
a.
Laporan keuangan harus relevan, artinya laporan keuangan harus menyajikan informasi yang sesuai dengan tujuan penggunanya.
b.
Laporan keuangan harus dapat dimengerti oleh para pemakainya. Oleh karena itu laporan keuangan harus dinyatakan dalam bentuk istilah-istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian pemakainya
c.
Laporan keuangan harus dapat diuji kebenaranya oleh penguji yang independen dan objektif dengan menggunakan metode pengukuran yang sama.
d.
Laporan keuangan harus netral, dalam arti tidak disajikan untuk memenuhi kebutuhan informasi pihak tertentu, melainkan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan umum pemakai informasi.
e.
Laporan keuangan harus disajikan tepat waktu, sehingga pengambilan keputusan dapat ditetapkan sedini mungkin.
f.
Laporan keuangan harus dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan perusahaan tesebut pada periode sebelumnya.
g.
Laporan keuangan harus lengkap, dalam arti menyajikan informasi keuangan yang memadai sesuai dengan yang diperlukan oleh pemakainya. Laporan Keuangan berisi informasi yang bermanfaat bagi para penggunanya. Seperti
yang dijelaskan oleh PSAK No. 1 Tahun 2015 pengertian laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas, sedangkan tujuan pembuatan laporan keuangan yaitu, memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Maka dari itu laporan keuangan yang baik harus memenuhi syarat-syarat antara lain relevan, jelas, dan dapat dimengerti, dapat diuji kebenarannya, netral, tepat waktu, dan dapat diperbandingkan. Kualitas audit umumnya didefinisikan sebagai kemungkinan auditor untuk mendeteksi dan melaporkan salah saji material yang terjadi dalam laporan keuangan perusahaan klien (DeAngelo, 1981). Kemungkinan seorang auditor untuk melaporkan salah saji material yang terjadi dalam laporan keuangan perusahaan klien ini tergantung pada independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi. Hal ini dikarena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat. (Al-Thuneibat, Issa, & Baker, 2011) berpendapat bahwa hubungan yang lama antara auditor dan kliennya akan berdampak pada timbulnya kedekatan antara mereka dimana hal 5
tersebut dapat mempengaruhi independensi auditor dalam mendeteksi dan melaporkan salah saji material yang ada dalam laporan keuangan perusahaan klien sehingga akan mengurangi kualitas audit. Dengan menggunakan pendekatan diskresioner akrual mereka menyimpulkan bahwa hubungan auditor-klien memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas audit. Berbeda dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh (Al-Thuneibat et al., 2011; Jackson & Roebuck, 2008) menemukan bahwa rotasi Kantor Akuntan Publik tidak akan meningkatkan kualitas audit. Mengingat adanya biaya yang digunakan dari awal masa perikatan antara auditor dan klien, maka dalam hal ini untuk melakukan rotasi pada auditor-auditornya, perusahaan akan mengeluarkan biaya-biaya yang tidak penting untuk kantor akuntan maupun untuk perusahaan dan menghasilkan manfaat yang minimal. Dalam penelitian (Jackson & Roebuck, 2008), menyimpulkan bahwa kualitas audit akan meningkat apabila dikaitkan dengan lamanya hubungan auditor-klien ketika diproksikan dengan opini going concern dan tidak berpengaruh apabila diproksikan dengan diskresioner akrual. Oleh karena itu, (Jackson & Roebuck, 2008) mendukung teori bahwa semakin lama hubungan auditor dan klien maka kualitas pelaporan audit akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kompetensi auditor atas kinerja klien. Auditor beserta Kantor Akuntan Publik yang menaunginya bertanggungjawab penuh atas opini laporan keuangan. Oleh karena itu, dibutuhkan independensi dan profesionalisme dalam memberikan opini audit. Hal ini didukung oleh adanya sejumlah sanksi yang diterapkan bagi setipa pelanggaran independensi dalam audit laporan keuangan. Sedangkan untuk menjamin profesionalisme dalam melaksanakan tugas audit serta terpenuhinya dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan, auditor berkewajiban memenuhi standar profesi auditor yang terangkum dalam standar professional akuntan publik (SPAP). Kewajiban memenuhi standar profesi dan tanggung jawab atas opini audit menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit atas laporan keuangan ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan auditor dalam memenuhi standar profesi yang berlaku. Kondisi ini kemudian akan mengakibatkan penundaan pengumuman laporan keuangan publik, dimana penundaaan pengumuman laporan keuangan tersebut bertentangan dengan kriteria profesionalisme auditor yang juga dapat dilihat dari ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan auditan (Subekti & Wulandari Widyanti, 2004) dalam (Rahayu Wiguna, 2012).
6
Menurut (Putri Wardhani & Raharja, 2013) laporan keuangan apabila disajikan tepat waktu maka mencerminkan kualitas yang baik dari pelaporan keuangan dan perusahaan. Hal ini senada dengan (Dyer Iv & Mchugh, 1975) yang menyatakan bahwa dalam catatan laporan keuangan memiliki elemen pokok yaitu ketepatan waktu. Harahap (2007) menyatakan bahwa tepat waktu merupakan salah satu karakteristik dari laporan keuangan. Ketepatan waktu laporan keuangan juga telah diatur oleh BAPEPAM dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-346/BL/2011tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik. Hambatan dalam mencapai ketepatan waktu laporan keuangan menurut (Rachmawati, 2008) adalah adanya peningkatan jumlah perusahaan publik di Indonesia dan standar umum ketiga pelaksanaan audit yang mengharuskan auditing dilaksanakan dengan cermat, teliti, dan mengumpukan bukti-bukti yang cukup memadai. Pham (2014) menyatakan bahwa jika penyampaian laporan keuangan tidak tepat waktu akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang tidak pasti. Apabila laporan keuangan mengganggu dalam pembuatan keputusan, maka laporan keuangan tersebut telah kehilangan kualitas dan dianggap telah hilang kerelevanannya (Putri Wardhani & Raharja, 2013). Menurut (Chambers & Penman, 1984) ketika investor tidak menerima laporan keuangan tepat waktu akan menjadikan berita buruk bahwa perusahaan memiliki kinerja yang tidak baik dan tanda akan mendapat return yang abnormal negatif atas hasil investasi. Perolehan kecermatan, ketepatan dan keahlian audit akan semakin diperoleh dengan lamanya masa perikatan audit dengan kliennya. Lamanya masa perikatan kerja auditor dengan kliennya dalam pemeriksaan laporan keuangan disebut dengan Tenure audit. Dalam penelitian ini penentuan Tenure audit adalah sebagai suatu KAP sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Habib & Bhuiyan, 2011) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014). Menurut (Lee, Mande, & Son, 2009) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014) menyatakan bahwa semakin meningkat Tenure audit maka pemahaman auditor atas operasi, risiko bisnis, serta sistem akuntansi perusahaan akan turut meningkat sehingga menghasilkan proses audit yang lebih efisien. Sebaliknya jika auditor melakukan perikatan audit pada klien baru maka jangka waktu penyelesaian audit akan lebih panjang. Hal ini disebabkan auditor membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat beradaptasi dengan pencatatan, kegiatan operasional, kendali internal, serta kertas kerja (working paper) periode lalu perusahaan pada awal perikatan , (Ashton, Willingham, Elliott, & Elliotttt, 1987; Giwang Permata Dewi, 2014; Lee et al., 2009). 7
Keberagamana hasil penelitian mengenai pengaruh tenure KAP dan kualitas audit terhadap jangka waktu penyelesaian audit yang saling bertentangan, menimbulkan keinginan peneliti untuk mengetahui apakah adanya peran variabel yang memoderasi hubungan Tenure audit dan kualitas audit terhadap Audit report lag. Menurut (Giri, 2010) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014) tenure yang panjang dari suatu KAP akan menambah pengetahuan KAP dan atau auditor mengenai bisnis perusahaan sehingga dapat merancang program audit yang lebih baik. Hal ini akan semakin didorong oleh KAP yang berspesialis industri. Selain itu auditor yang memiliki banyak pengalaman melakukan audit dan terkonsentrasi disuatu industri tertentu juga dapat disebut sebagai auditor spesialis. Dalam penelitian (Habib & Bhuiyan, 2011) membuktikan bahwa Tenure audit terhadap jangka waktu penyelesaian audit yang berpengaruh secara negatif dapat diperkuat apabila audit atas laporan keuangan dilakukan oleh auditor spesialis industri. Hal ini dikarenakan bahwa auditor yang memiliki predikat spesialis industri memiliki pemahaman audit yang lebih mendalam dan memiliki keahlian pada bidang industri tertentu yang dapat dilihat dari pangsa pasar auditor KAP. Hal ini akan memberikan pengaruh Audit report lag yang semakin pendek. Auditor disebut sebagai spesialisasi di suatu industry apabila auditor tersebut telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang berfokus pada suatu industry tertentu. Selain itu, auditor yang memiliki banyak pengalaman melakukan audit dan terkonsentrasi di suatu industry tertentu juga dapat disebut sebagai auditor spesialis (Solomon, Shields, & Whittington, 1999) dalam (Rahayu Wiguna, 2012). (Habib & Bhuiyan, 2011; Rahayu Wiguna, 2012) membuktikan bahwa auditor yang berpredikat spesialis industri dapat menyelesaikan audit lebih cepat dibandingkan dengan auditor yang bukan spesilis industry oleh adanya pengetahuan spesifik atas suatu industry yang berperan secara signifikan dalam penyelesaian proses audit. Hasil penelitian (Habib & Bhuiyan, 2011) kemudian mendasari pertimbangan pengaruh negative Tenure audit terhadap jangka waktu penyelesaian audit dapat diperkuat apabila audit atas laporan keuangan dilakukan oleh auditor spesilis industri. Beberapa penelitian tentang Audit report lag yang telah banyak ditemukan di Indonesia termasuk faktor-faktor yang telah mempengaruhi Audit report lag. Penelitian Audit report lag yang telah dilakukan oleh para peneliti merupakan (Ashton et al., 1987);(Habib & Bhuiyan, 2011); (Naimi Mohamad-Nor, Shafie, & Wan-Hussin, 2010); (Jaggi & Tsui, 1999); (Rahayu Wiguna, 2012); (Giwang Permata Dewi, 2014); (Subekti & Wulandari Widyanti, 2004); (Rachmawati, 2008).
8
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh (O. Enofe, O. Ediae, & C. Okunega, 2013) menyebutkan bahwa kualitas audit berhubungan secara positif terhadap audit reporting lag. Hal ini menambah indikasi penelitian ini bahwa kualitas audit dengan proxy earning surprise benchmark akan mempengaruhi jangka waktu penyelesaian audit (ARL). Argumen penelitian ini menggunakan proxy earning surprise benchmark adalah data mengenai manajemen laba mudah didapatkan di Indonesia selain itu earning surprise benchmark merupakan pengukuran yang masih jarang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Penelitian ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Dao & Pham, 2014) mengenai pengaruh audit tenure terhadap Audit report lag dengan variabel moderasi auditor spesialis industri. Adanya variabel moderasi auditor spesialis industri ini menurut (Dao & Pham, 2014) karena penelitian-penelitian mengenai Audit report lag terdahulu hanya meneliti faktor–faktor yang mempengaruhi Audit report lag dan diharapkan penggunaan auditor spesialis industri dapat mengurangi Audit report lag. (Rahayu Wiguna, 2012) membuktikan adanya hubungan Tenure audit dengan Audit report lag (ARL) yang tidak signifikan secara negatif. Dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan (Lee et al., 2009), serta mereplikasi penelitian yang telah dilakukan oleh Wiguna (2012). Penelitian ini juga memberikan variabel moderasi spesialis industri atas hubungan Tenure audit dan kualitas audit terhadap Audit report lag (ARL). Berdasarkan uraian dan beberapa penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kualitas Audit, Tenur Audit Terhadap Audit report lag Dengan Spesialisasi Industri Auditor Sebagai Variabel Moderasi” dengan menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur pada tahun 2014-2015.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: a. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap Audit report lag b. Apakah Tenure audit berpengaruh terhadap Audit report lag c. Apakah Spesilisasi Industri Auditor memoderasi hubungan antara Tenure audit dan Audit report lag d. Apakah Spesialisasi Industri Auditor memoderasi hubungan antara Kualtias Audit dan Audit report lag 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kualitas audit, Tenure audit terhadap Audit report lag dengan spesialisasi Industri auditor sebagai variabel moderasi.
Pada perusahaan manufaktur 2014-2015. Sehingga dapat lebih memhami
permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam penyampaian laporan keuangan (Audit report lag) dan dapat memberikan kepercayaan terhadap investor. a. Memberikan bukti secara empiris pengaruh kualitas audit terhadap Audit report lag b. Memberikan bukti secara empiris Tenure audit terhadap Audit report lag c. Memberikan bukti empiris antara spesialisasi auditor dengan memoderasi antara Tenure audit dan Audit report lag d. Memberikan bukti empiris antara spesialisasi auditor dengan memoderasi antara kualtias audit dan Audit report lag
1.3.2. Manfaat Penelitian a. Bagi kalangan praktisi, dapat memberikan pemahaman sebagai referensi akan pentingnya penyampaian laporan audit tepat waktu (Audit report lag), kualitas audit serta spesialisasi auditor industry b. Bagi perusahaan, dapat memberikan masukan sehingga mampu melakukan penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang berkualitas dan tepat waktu sehingga dapat mengurangi adanya Audit report lag c. Bagi akademisi, dapat memberikan referensi pengetahuan terhadap pentingnya pemahaman akan kualitas audit, Tenure audit dan Audit report lag
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori agensi merupakan dasar yang digunakan perusahaan untuk memahami corporate governance. (Jensen & Meckling, 1976) menggambarkan adanya hubungan kontrak antara agent (manajemen) dengan pemilik (principal). Dalam hal ini hubungan ke agenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih yang memperkerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen & Meckling, 1976) dalam (Faishal & Hadiprajitno, 2015). Agent memiliki lebih banyak informasi tentang perusahaan dibandingkan principal. Ketimpangan informasi ini biasa disebut sebagai asimetri informasi (Jensen & Meckling, 1976). Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri informasi) ini, dapat menimbulkan 2 permasalahan yang disebabkan karena adanya kesulitan principal memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. (Jensen & Meckling, 1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah: 1. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. 2. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusanyang diambil oleh agen didasarkan pada informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai kelalaian dalam tugas. Sedangkan, menurut (Eisenhardt, 1989) dalam (Faishal & Hadiprajitno, 2015) teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: 1. Manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest)
11
2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality) 3. Manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak oportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Sehingga akan menimbulkan adanya konflik keagenan yang dapat menyesatkan stakeholder tentang nilai pasar dan kondisi keuangan perusahaan, hal ini dapat menyebabkan stakeholder melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun demikian berbagai konflik tetap ada dalam perusahaan. Konflik tersebut berupa konflik kepentingan, di antaranya ialah konflik antara manajer dengan pemegang saham. (Jensen & Meckling, 1976) dalam (Andika Kumara, 2014) menyatakan bahwa jika kedua pihak yaitu principal dan agent berusaha untuk memaksimumkan utilitas masing-masing, maka ada alasan kuat untuk percaya bahwa agen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan principal. Principal dapat membatasi divergensi kepentingannya dengan memberikan insentif yang sesuai untuk agen. Selain itu Prinsipal bersedia untuk mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring expenditure) guna membatasi penyimpangan yang dilakukan oleh agen. Semua itu disebut dengan biaya keagenan (agency costs). Berdasarkan asumsi-asumsi yang ada dapat dijelaskan bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent (Eisenhardt, 1989). Pihak pemilik (principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer (agent) termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi konflik dan agency cost. Adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari: (Jensen & Meckling, 1976) dalam (Andika Kumara, 2014) a. The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengaawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan. b. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal. 12
c. The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori agensi, dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada peraturan dan ketentuan yang berlaku (Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam Peraturan BAPEPAM mengenai (Corporate Governance, 2006) Jadi, teori agensi ini yang mendasari terjadinya praktek corporate governance. Dengan adanya praktek corporate governance ini diharapakan tidak terjadi kecurangan dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen yang dapat mengakibatkan audit report lag.
2.1.2. Audit dan Standar Auditing Terdapat banyak definisi mengenai auditing diantaranya menurut Arens et al. (2009). Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti mengenai suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat korespondensi antara informasi dengan kriteria yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan auditing terdapat 3 kriteria fundamental yang harus dipenuhi oleh seorang auditor yaitu, (1) auditor harus memiliki independensi yang tinggi, (2) pendapat yang diungkapkan oleh auditor harus berdasarkan bukti – bukti pendukung, dan (3) hasil pekerjaan auditor harus dipertanggung jawabkan dalam laporan keuangan auditan. Menurut (Rahayu Wiguna, 2012) kewajiban memenuhi standar profesi dan tanggung jawab atas opini audit menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan audit atas laporan keuangan ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan. Hal ini memberikan dampak terhadap lamanya penyelesaian audit jika auditor tidak memiliki kemampuan dan kecermatan. Hal ini juga menimbulkan konsekuensi bagi auditor untuk dapat memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam melaporkan laporan keuangan secara tepat waktu. Apabila auditor dapat memenuhi tanggung jawabnya maka publikasi laporan keuangan kepada masyarakat umum akan dapat terlaksana secara tepat waktu. Oleh karena itu apabila penyelesaian audit dapat cepat dilakukan maka informasi yang akan diberikan bagi stakeholder akan lebih cepat penyampaiannya. Menurut (Dyer Iv & Mchugh, 1975) menyebutkan bahwa ketepatan waktu pelaporan keuangan merupakan elemen pokok bagi catatan laporan keuangan yang memadai. Ketepatan waktu diimplikasikan jangka waktu dalam menyajikan laporan keuangan untuk memberikan informasi perubahan – perubahan yang kemungkinan dapat berpengaruh terhadap informasi 13
yang digunakan stakeholder dalam pengambilan keputusannya. Hal ini disimpulkan bahwa stakeholder tidak hanya membutuhkan informasi laporan keuangan yang relevan dan andal.
2.2. Audit report lag Menurut (Rahayu Wiguna, 2012) definisi audit report lag adalah periode waktu antara tanggal akhir tahun fiskal perusahaan dengan tanggal yang tercantum dalam laporan keuangan. Audit report lag juga dapat diartikan lamanya jangka waktu penyelesaian audit hingga laporan keuangan siap untuk dipublikasikan. Jangka waktu penyelesaian audit akan mempengaruhi respon pasar saham. Jangka waktu penyelesaian audit juga akan mempengaruhi ketepatan penyampaian publikasi laporan keuangan. Proses untuk menyediakan informasi akuntansi ke publik memberikan nilai informasi dari laporan keuangan auditan yang akan ditentukan oleh audit report lag. Menurut (Andika Kumara, 2014; Knechel & Payne, 2001) audit report lag adalah periode waktu antara akhir tahun fiskal dan tanggal laporan audit perusahaan. Dalam meningkatkan pengurangan reporting lag harus memperhatikan isi informasi dan relevansi informasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi timing of earnings announcement berkaitan dengan audit delay (Givoly & Palmon, 1982). Menurut (Dyer Iv & Mchugh, 1975) dalam (Andika Kumara, 2014) membagi keterlambatan atau lag menjadi tiga, yaitu: a.
Preliminary lag, adalah interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahuluan oleh pasar modal.
b.
Auditor’s signature lag, adalah interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal tercantum dalam laporan auditor.
c.
Total lag, adalah interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal. Penelitian lain menurut Cullinan (2003) menyatakan bahwa durasi waktu antara tanggal
akhir tahun fiskal dan tanggal pada laporan audit tersebut dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah waktu yang diperlukan oleh klien untuk menutup buku dan mempersiapkan laporan keuangan, yang disebut dengan client preparation time. Bagian kedua merupakan durasi waktu antara tanggal selesainya laporan keuangan dengan tanggal dimulainya audit atas laporan keuangan, yang disebut pause portion of audit delay. Menurut (Bamber, Bamber, & Schoderbek, 1993) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012) pada bagian tersebut menyebutnya dengan istilah incentive for timely 14
reporting, sedangkan pada penelitian Henderson dan Kaplan (2000) menyebutnya dengan istilah incentives for timeliness. Pada bagian terakhir Cullinan (2003) menyatakan, durasi waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk menyelesaikan proses audit disebut dengan audit completion time. Pada bagian akhir ini menurut penelitian (Bamber et al., 1993) dan Henderson dan Kaplan (2000) disebut dengan istilah extent of audit work required. Berbagai penelitian menyatakan definisi mengenai audit report lag yang berbeda – beda, maka disimpulkan bahwa audit report lag adalah jangka waktu penyelesaian audit. Hal ini akan mempengaruhi ketepatan penyampaian publikasi laporan keuangan tahunan secara tepat waktu. Apabila terjadi keterlambatan publikasi laporan keuangan memberikan dampak terhadap harga saham yang tidak pasti dan investor menjadi lebih sulit dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian salah satu faktor untuk menghindari adanya lamanya audit report lag, adalah menyediakan informasi yang handal dan relevan bagi stakeholder. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2016) menyatakan bahwa informasi mungkin relevan tetapi jika tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Hal ini semakin didukung oleh penelitian (Bamber et al., 1993) bahwa semakin panjang dalam publikasi laporan keuangan maka akan mengurangi relevansi dan keandalan dari informasi yang ada pada laporan keuangan. Oleh karena itu secara langsung akan mempengaruhi pengambilan keputusan investor yang semakin lebih sulit. Hal ini dapat disimpulkan informasi andal dan relavan saling berkesinambungan, sehingga dalam mencapai informasi yang relevan dan andal maka pentingnya fokus pada penyampaian publikasi laporan keuangan secara tepat waktu Ketentuan di Indonesia yang mengatur waktu penyampaian laporan keuangan tahunan berdasarkan Menurut Peraturan Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik yaitu peraturan nomor X.K.6 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan Bapepam mewajibkan setiap perusahaan go public yang terdaftar di Pasar Modal wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang disertai dengan laporan auditor independen kepada Bapepam selambatlambatnya akhir bulan ke 6 (180 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan.”. Penjelasan selanjutnya penelitian ini akan berfokus pada penelitian (Dyer Iv & Mchugh, 1975) mengacu pada istilah auditor’s signature lag yaitu, interval waktu antara tanggal akhir tahun fiskal perusahaan sampai dengan tanggal yang tertera`pada laporan auditor independen. Hal ini
15
dilakukan untuk melakukan penyesuaian dengan penelitian (Lee et al., 2009) yang merupakan penelitian acuan bagi penelitian ini.
2.3. Kualitas Audit Menurut (Jensen & Meckling, 1976) pengauditan merupakan suatu proses pengawasan dan peningkatan keselarasan informasi yang wujud antara manajemen dan pemegang saham. Pengauditan dilakukan dengan harapan dapat mengurangi kekeliruan terhadap sistem akuntansi. Oleh karena itu kualitas audit merupakan faktor utama yang mendapatkan perhatian khususnya dalam proses audit. Definisi kulitas audit menurut (DeAngelo, 1981) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014) lebih menekankan pada kebebasan auditor. Auditor ukuran besar lebih besar bertindak daripada ukuran kecil. Kualitas audit merupakan suatu kemungkinan auditor akan menemukan dan melaporkan kesalahan yang ditemukannnya, dan kebebasan dianggap dapat dikompromikan apabila auditor tidak melaporkan kesalahan tersebut. Kualitas audit menjelaskan bagaimana mendeteksi dalam menemukan kekeliruan yang bersifat material baik itu karena kecuarangan maupun ketidaktelitian dalam laporan keuangan. Kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan informasi laporan keuangan yang sedikit kekeliruan. Hal ini disebabkan auditor memiliki kemampuan dan ketelitian saat proses audit atas laporan keuangan. (Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012) Menurut (Johnson, Khurana, & Reynolds, 2002) meningkatkan kualitas dari pelaporan keuangan menambah nilai bagi laporan-laporan yang dijadikan alat bagi investor untuk memperkirakan nilai dari perdagangan saham. Peningkatan kualitas adalah sebuah fungsi tidak hanya deteksi auditor atas salah saji material, tetapi juga perilaku auditor terhadap deteksi ini. Maka dari itu, jika auditor memperbaiki salah saji material yang ditemukan, kualitas audit yang lebih tinggi dihasilkan. Sementara itu kegagalan untuk memperbaiki salah saji material dan belum mampu mengeluarkan laporan audit yang bersih, menghalangi peningkatan kualitas audit.
2.4. Tenure audit Audit tenure adalah Jangka waktu sebuah kantor akuntan publik melakukan perikatan terhadap kliennya dalam memberikan jasa audit laporan keuangan. Definisi lain audit tenure menurut (Geiger & Raghunandan, 2002) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012) adalah lamanya hubungan auditor dan klien yang diukur dengan jumlah 16
tahun. Regulasi yang mengatur audit tenure berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 menjelaskan bahwa masa jabatan untuk KAP paling lama 5 tahun berturut-turut. Penelitian mengenai tenure audit dalam berbagai proxi telah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian (Geiger & Raghunandan, 2002) mengenai, hubungan antara tenure audit terhadap kegagalan audit. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa kegagalan audit lebih tinggi pada tahun awal masa audit. Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh (Carcello & Nagy, 2004), yang menghasilkan temuan bahwa potensi penyimpangan pelaporan keuangan lebih besar terjadi pada tenure kantor akuntan publik (KAP) yang relative pendek, yaitu kurang dari 3 tahun. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di Indonesia, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh penelitian (Giri, 2010) mengenai pengaruh tenure KAP dan reputasi KAP terhadap kualitas laba yang diproksikan dengan akrual lancar (current accrual). Penelitian khusus mengenai pengaruh tenure audit terhadap jangka waktu penyelesaian audit, atau audit report lag (ARL), sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti namun jumlahnya tidak banyak yang meneliti mengenai topik ini. Berdasarkan referensi yang peneliti peroleh penelitian (Ashton et al., 1987), merupakan peneliti perintis mengenai pengaruh tenure audit terhadap audit report lag (ARL). Dalam penelitian (Lee et al., 2009) kemudian menguji kembali penelitian (Ashton et al., 1987), mengenai pengaruh tenure audit terhadap audit report lag (ARL), pada perusahaan yang menajadi klien KAP di Amerika Serikat dengan menambahkan lingkup penelitian yang lebih luas, dari tahun 2000 hingga 2005. Dalam penelitian tersebut menemukan bahwa tenure audit yang panjang terkait dengan efisiensi audit yang lebih tinggi yang berupa ARL yang lebih pendek.
2.5. Spesialisasi Industri Auditor Auditor dikatakan sebagai spesialis di suatu industri apabila telah mengikuti pelatihanpelatihan yang berfokus pada suatu industri tertentu (Solomon et al., 1999) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012). Selain itu, auditor yang memiliki kelebihan pada pengalamannya dalam mengaudit dan terkonsentrasi pada suatu industri tertentu juga dapat disebut sebagai auditor spesialiasasi. (Mayhew & Wilkins, 2003) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012) menyatakan auditor yang merupakan spesialis pada suatu industri memiliki kemampuan untuk menyebarkan biaya pelatihan yang berkaitan dengan industri secara spesifik kepada lebih banyak klien, yang kemudian menghasilkan 17
skala ekonomi (economies of scale) yang tidak dapat dengan mudah dilakukan oleh aduitor yang bukan merupakan spesialis industri. Auditor dengan spesialisasi industri tertentu memiliki pengetahuan yang spesifik tentang industri tersebut sehingga dapat memahami karakteristik perusahaan dalam industri tersebut secara lebih komprehensif (Owusu-Ansah, 2000). Dan oleh karena itu, dapat meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi kesalahan yang terjadi (Johnson et al., 2002). Referensi yang digunakan penelitian ini adalah (Habib & Bhuiyan, 2011), mengenai pengaruh spesialis industri auditor terhadap audit report lag (ARL). Penelitian tersebut menyatakan bahwa restrukturisasi yang dilakukan oleh KAP pada suatu industri tertentu bermaksud untuk dapat memberikan jasa audit kepada klien secara lebih baik. Hal ini disebabkan oleh spesialis disuatu industry mengurangi biaya produksi audit. Hal ini juga akan mengurangi biaya keagenan. Biaya keagenan dikeluarkan sebanding dengan kemampuan yang dimiliki auditor dalam pemahaman yang lebih luas pada bidangnya tersebut. Kemudian dijelaskan lebih lanjut, auditor spesialis industri memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan proses audit lebih cepat apabila dibandingkan dengan auditor yang bukan merupakan spesialis industri. Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan berbagai proksi untuk mengukur spesialisasi industry auditor pada tingkat KAP. Pengukuran tersebut sebagian besar dilihat dari pangsa pasar, berdasarkan asumsi bahwa keahlian industry dibangun oleh pengulangan dalam hal yang sama. Oleh karena itu, volume bisnis yang besar dalam suatu industry mengindikasikan keahlian pada industry tersebut. (Balsam, Krishnan, & Yang, 2003)
2.6 Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai audit report lag diantaranya penelitian (Lee et al., 2009) yang melakukan pengujian terhadap pengaruh tenure audit dan audit report lag (ARL). Objek penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang merupakan klien dari berbagai KAP di Amerika Serikat tahun 2000 – 2005. Hasil penelitian ini menunjukan hubungan tenure audit yang semakin panjang berpengaruh signifikan terhadap audit report lag (ARL). Penelitian yang dilakukan oleh (Habib & Bhuiyan, 2011) mengenai dampak spesialis auditor industri terhadap audit report lag (ARL). Sampel penelitian ini menggunakan data pada perusahaan – perusahaan yang terdaftar pada New Zealand Stock Exchange (ZX) dengan jangka waktu tahun 2004 sampai tahun 2005. Penelitian ini menggunakan sample sebanyak 39 % yang merupakan perusahaan yang telah diaudit oleh 18
auditor spesialis industri dengan audit report lag (ARL) rata – rata adalah 61 hari. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa auditor spesialis mampu menghasilkan audit report lag yang lebih pendek daripada auditor non-spesialias. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel kontrol diantaranya financial year-end, tipe industri, ukuran perusahaan, rugi, kondisi finansial, subsidiaries, non-audit services fees, audit tenure, konsentrasi kepemilikan, dan penerapan IFRS. Penelitian yang berbeda dilakukan oleh (O. Enofe et al., 2013) mengenai pengaruh audit delay terhadap kualitas audit menggunakan proksi reputasi KAP. Penelitian ini menggunakan 50 sampel perusahaaan yang terdaftar pada Nigeria Stock Exchange tahun 2011. Pemilihan sample penelitian ini menggunakan tehnik random sederhana. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa audit delay berpengaruh signifikan secara positif terhadap audit report lag (ARL). Penelitian (Giwang Permata Dewi & Nur Afri Yuyetta, 2014) mengenai pengaruh kualitas audit dan tenure audit terhadap audit report lag dengan spesialisasi auditor industry sebagai variabel moderasi. Penelitian ini menggunakan 75 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling. Adapun hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa audit tenure yang dimoderasi oleh spesialisasi auditor industri memberikan audit report lag lebih pendek dibandingkan auditor non-spesialis, sedangkan kualitas audit yang diproksikan earning surprise benchmark tidak terbukti dimoderasi oleh spesialisasi auditor industri. Kualitas audit yang baik dimoderasi oleh spesialisasi auditor industry tidak memberikan kontribusi terhadap audit report lag. Sedangkan penelitian (Rahayu Wiguna, 2012) mengenai pengaruh tenure audit terhadap audit report lag dengan spesialisasi industry auditor sebagai variabel pemoderasi: Studi pada Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2008-2010.
BAB III 19
KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas audit, tenur audit terhadap audit report lag dengan spesialisasi Industri auditor sebagai variabel moderasi. Adapun penelitian ini dilakukan untuk mengetahu hubungan antara kualitas audit, tenure audit dengan audit report lag sebagai variabel penghubung spesialisasi industri auditor sehingga penyampaian laporan audit perusahaan dapat terlaksana dengan tepat waktu dan dilakukan oleh auditor-auditor yang memili kemampuan. Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Kualitas Audit Audit report lag Tenure audit
Profitabilitas Ukuran Perusahaan Spesialisasi Auditor Industri Keterangan Gambar: a. Apakah Kualitas audit berpengaruh terhadap Audit report lag b. Tenure audit berpengaruh terhadap Audit report lag c. Spesilisasi Industri Auditor memoderasi hubungan antara Tenure audit dan Audit report lag d. Spesialisasi Industri Auditor memoderasi hubungan antara Kualtias Audit dan Audit report lag
3.2. Pengembangan Hipotesis 20
3.2.1. Hubungan antara kualitas audit terhadap Audit report lag Penelitian mengenai kualitas audit mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (O. Enofe et al., 2013). Menurut (O. Enofe et al., 2013) menyatakan bahwa total delay diukur menggunakan lamanya waktu tanggal akhir tahun fiskal perusahaan menunjukan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit secara positif. Hal ini mendasarkan penelitian ini untuk mengindikasikan jika audit delay semakin panjang atau penundaan publikasi laporan keuangan semakin lama maka dapat diartikan lamanya penyelesaian audit (ARL) semakin panjang. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa hubungan jangka waktu penyelesaian audit yang panjang dapat mempengaruhi kualitas audit semakin baik. Jangka waktu penyelesaian audit berpengaruh terhadap ketepatan penyampaian laporan keuangan (audit delay atau timelness). Menurut Afolabi (2007) dalam penelitian (O. Enofe et al., 2013) menyatakan bahwa tiga kriteria utama yang digunakan dalam mengevaluasi kualitas laporan keuangan yaitu timeliness, reliability dan comparability. H1: Kualitas Audit berpengaruh terhadap Audit report lag
3.2.2. Hubungan antara Tenur Audit terhadap Audit report lag Berdasarkan hasil penelitian (Lee et al., 2009), tenure audit KAP berpengaruh signifikan terhadap audit report lag (ARL). Penelitian menurut Lee et al. (2009) variabel tenure audit dibagi menjadi 2 kategori yaitu pertama, tenure pendek adalah apabila tenure auditor selama kurang dari atau sama dengan 9 tahun. Hasil statistik deskriptif bahwa rata – rata audit report lag (ARL) adalah selama 59.36 hari sedangkan rata – rata tenure auditor perusahaan selama 10 tahun. Hasil uji hipotesis menunjukan tenure audit dan pelayanan non – audit memiliki hubungan negatif dengan audit report lag (ARL). Berdasarkan bukti empiris yang telah didapatkan dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa koefisien tenure pendek bersifat signifikan dan secara statistik bersifat positif selama 4 tahun dalam kurun waktu 6 tahun penelitian. Penelitian lainnya yang telah dilakukan,(Habib & Bhuiyan, 2011), menghasilkan bukti bahwa tenure audit yang lebih pendek menghasilkan audit report lag (ARL) yang lebih panjang, akan tetapi dalam penelitian ini tidak memfokuskan pada variabel tenure audit sebagai variabel utama dalam penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pengaruh tenure audit terhadap audit report lag (ARL) menghasilkan perbedaan hasil penelitian. Menurut (Lee et al., 2009)Lee et al. (2009) mengargumentasikan bahwa variabel tenure audit yang lebih panjang akan semakin meningkatkan efisiensi audit. Penelitian ini mengindikasikan bahwa hubungan tenure audit 21
dan audit report lag memiliki hubungan secara negatif. Semakin panjang tenure audit mengakibatkan auditor akan semakin banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai karakteristik klien serta operasional bisnis klienya. Hal ini akan menciptakan efisiensi yang semakin meningkat sehingga waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian audit atas laporan keuangan akan semakin lebih cepat diselesaikan dengan kata lain audit report lag (ARL) semakin pendek. H2: Tenure audit berpengaruh terhadap Audit report lag
3.2.3. Spesialisasi auditor industri berpengaruh terhadap hubungan tenure audit dan audit report lag Berdasarkan penelitian terdahulu yaitu (Balsam et al., 2003; Krishnan, 2003) membuktikan bahwa investasi KAP spesialis industri dengan adanya peningkatan bidang teknologi, fasilitas fisik, serta sistem kendali organisasi dan personel, akan meningkatkan kualitas audit bagi perusahaan. Penyebab hal tersebut adalah auditor spesialis industri mengembangkan pengetahuan spesifik atas industri tertentu, yang kemudian menimbulkan ekspektasi bahwa auditor spesialis industri mampu menyelesaikan audit yang lebih cepat dari auditor yang bukan merupakan spesialis industri oleh peningkatan efisiensi audit(Habib & Bhuiyan, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh (Habib & Bhuiyan, 2011) mengenai pengaruh spesialisasi auditor Penelitian yang dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan mengenai pengaruh spesialis auditor industri terhadap audit report lag (ARL), pada perusahaan – perusahaan yang listing di New Zealand Stock Exchange (ZX) dalam jangka waktu tahun 2004 sampai tahun 2005. Dalam penelitian tersebut menggunakan metode penelitian Multivariate analysis. Hasilnya menunjukan bahwa perusahaan – perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industry menghasilkan audit report lag (ARL) lima hari lebih cepat dibandingkan perusahaan yang diaudit oleh audit yang bukan merupakan spesialis industri. Adanya penelitian yang dilakukan oleh (Habib & Bhuiyan, 2011) dengan demikian dalam
penelitian ini mengindikasikan bahwa spesialisasi industri auditor berpengaruh terhadap hubungan tenure audit dan audit report lag. Pengaruh tenure audit terhadap audit report lag akan semakin diperkuat apabila audit atas laporan keuangan dilakukan oleh auditor spesialisasi industri. Semakin panjang tenure audit menjadikan auditor memiliki pemahaman mengenai karakteristik bisnis kliennya semakin lebih banyak sehingga menciptakan efisiensi
22
audit dan menjadikan audit report lag semakin pendek. Hal ini akan semakin mendukung apabila perusahaan tersebut menjadi klien dari auditor spesialis industri. Proses menyelesaikan audit atas laporan keuangan akan semakin lebih cepat atau dengan kata lain audit report lag semakin pendek karena auditor yang berpredikat spesialis memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih signifikan industri-spesifik. Auditor yang memiliki pemahaman mendalam mengenai suatu bidang yang spesifik akan menciptakan efisiensi audit sehingga auditor spesialisasi industri lebih cepat menyelesaikan audit dibandingkan auditor nonspesialis.(Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012). H3 : Spesialisasi auditor industri berpengaruh terhadap hubungan tenure audit dan audit report lag (ARL)
3.2.4. Spesialisasi industri auditor berpengaruh terhadap hubungan kualitas audit dan audit report lag Penelitian terdahulu yang dilakukan mengenai pengaruh spesialis auditor industri terhadap peningkatan kualitas audit salah satunya adalah penelitian Balsam et al.(2003) mengenai auditor spesialis industri berpengaruh terhadap hubungan tenure KAP dengan kualitas laba yang diproksikan dengan akrual diskresioner dan koefisien laba (earning response coefficients). Penelitian tersebut menemukan bahwa klien kantor akuntan publik yang menggunakan auditor spesialis menunjukan akrual diskresioner yang lebih rendah dan koefisien respon laba (earning response coefficients) yang lebih tinggi dibandingkan dengan klien auditor non-spesialis. Penelitian lainnya menurut (Gul, Fung, & Jaggi, 2009) juga menemukan efek dari moderasi auditor spesialis industri dan menjelaskan bahwa tenure KAP semakin pendek meningkatkan kualitas audit. Berdasarkan berbagai penelitian yang ada sebelumnya, dapat mengindikasikan bahwa auditor spesialis industri dapat memberikan kontribusi dalam mendukung kualitas audit yang semakin meningkat. Menurut (Habib & Bhuiyan, 2011) menyatakan bahwa pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki oleh auditor spesialis industri maka berdampak terhadap penambahan pemahaman auditor. Hal ini mengakibatkan audit report lag menjadi semakin pendek. Proses audit yang dilakukan oleh auditor spesialis industri semakin lebih cepat terselesaikan dibandingkan auditor yang bukan spesialis karena pemahaman yang dimiliki oleh auditor spesialis lebih mendalam sehingga mengurangi lamanya penyelesaian audit.
23
Auditor KAP yang memiliki pemahaman serta pengetahuan yang tidak hanya mengenai pengauditan serta akuntansi saja melainkan juga karakteristik industry klien. Misalnya dalam proses audit perusahaan maufaktur memiliki dasar prinsip yang sama dengan perusahaan asuransi, akan tetapi sifat bisnis, prinsip akuntansi, sistem akuntansi serta regulasi perpajakan yang berlaku mungkin berbeda. Apabila auditor KAP memiliki pemahaman yang lebih mendalam akan menciptakan efisiensi audit. Hal ini memberikan dampak proses penyelesaian audit akan lebih cepat sehingga audit report lag semakin pendek dan kualitas audit akan jauh lebih baik.(Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012). H4 : Spesialisasi auditor industri berpengaruh terhadap hubungan kualitas audit dan audit report lag (ARL)
24
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis untuk menjelaskan hubungan antar variabel dependen (terikat), variabel independen (bebas), variabel moderasi dan variabel kontrol (control variable). Metode penelitian menurut Sugiyono (2011:2) pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian ini membahas beberapa hal yang meliputi variabel penelitian, definisi operasional variabel, cara pengukuran variabel, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis.
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi Populasi adalah jumlah dari keseluruhan kelompok individu, kejadian-kejadian yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti atau diselidiki. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014 dan 2015. Rentang waktu pengambilan data tersebut dipilih karena masih relevan dengan tahun penelitian dan perusahaan go public juga semakin banyak yang menerbitkan laporan tahunan dengan dilengkapi data mengenai audit report lag dan profil Komite Audit.
4.2.2. Sampel Sampel terdiri dari atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2011:123). Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan telah memakai teknik purposive samplig dimana pengambilan data dilakukan hanya 1 kali saja dan mencerminkan ‘potret’ dari suatu keadaan pada satu saat tertentu. Penelitian ini menggunakan teknik sampel dengan metode purposive sampling. Sampel dipilih melalui metode purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: 1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014 dan 2015 2. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan di tahun 2014-2015
25
3. Perusahaan yang menggunakan mata uang Rupiah di dalam laporan keuangan (annual report) dan laporan tahunannya. 4.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.3.1. Variabel Dependen Pengertian audit report lag itu sendiri adalah jumlah hari antara akhir tahun fiskal dan tanggal laporan audit perusahaan. Selain yang tersebut di atas, audit report lag dapat juga diartikan sebagai lamanya waktu penyelesaian yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit. Variabel audit report lag diukur secara kuantitatif jumlah hari antara akhir tahun fiskal dan tanggal laporan audit perusahaan. Data untuk variabel ini diperoleh dari laporan tahunan. AUD_LAG = Tanggal Laporan Audit – Tanggal Laporan Keuangan 4.3.2. Variabel Independen 4.3.2.1. Kualitas Audit Kualitas audit selalu mengimplikasikan pada penelitian empiris dengan pengukuran variabel dummy. Pengukuran digunakan agar lebih sederhana dan tidak banyak terjadi banyak perbedaan aspek dalam pengukuran kualitas audit (Krishnan, 2003) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014). Kualitas audit dalam penelitian ini menggunakan proksi earning surprise dan menggunakan pengukuran variabel dummy juga. Penentuan kualitas audit dengan menggunakan earning surprises benchmark sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Carey & Simnett, 2006). Pengukuran earning benchmark dalam penelitian ini menggunakan earnings/total assets atau sama dengan ROA. Pengukuran benchmark ini berbeda dari (Carey & Simnett, 2006) yang menggunakan 2% dari total aset dengan alasan bahwa data tersebut untuk kondisi pasar modal Australia sehingga belum tentu valid untuk kondisi Indonesia (Rossieta dan Wibowo, 2009). Penelitian ini menggunakan earning benchmark diantara µ-σ dan µ- σ . Penelitian ini mengasumsikan kualitas audit yang buruk apabila sebagai berikut : Laba melebihi earnings benchmark jika mempunyai nilai ROA > ∞ + σ yang dikatakankan bahwa auditor memberikan peluang kepada perusahaan untuk melakukan praktik windows dressing. Definisi windows dressing adalah suatu usaha manajemen untuk menghindari kerugian perusahaan dan membuat pelaporan keuangan menjadi baik agar manajemen mendapatkan bonus masa kini.
26
Rugi melebihi earnings benchmark jika nilai ROA< µ - σ yang dikatakan bahwa auditor memberikan peluang kepada perusahaan untuk melakukan taking a bath. Definisi taking a bath adalah suatu usaha manajemen untuk membuat kerugian dengan harapan manajemen mendapatkan bonus dimasa depan karena laba meningkat. Penelitian ini menyusun formulasi terhadap variabel dependen kualitas audit (KA) sebagai berikut : a.
KA= 1 mengartikan kualitas audit baik dengan kriteria µ - < ROA< µ + σ
b.
KA= 0 mengartikan kualiats audit tidak baik dengan criteria ROA > µ atau ROA < µ - σ
4.3.2.2. Tenure Audit Dalam penelitian ini tenure audit didefinisikan lamanya suatu KAP melakukan suat perikatan dengan kliennya. Identifikasi penilaian tenure KAP membutuhkan kecermatan terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan terhadap praktek KAP akan membentuk suatu anggapan bahwa terjadi perubahan pergantian KAP, akan tetapi dipihak lain KAP tersebut praktek secara terus-menerus pada klien yang sama. Pengukuran variabel tenure audit dalam penelitian ini menggunakan dasar jumlah tahun sebuah KAP mengaudit laporan kuangan sebuah perusahaan secara berurutan (Al-Thuneibat et al., 2011). Perhitungan jumlah tahun tenure dilakukan kebelakang yang dimulai dari tahun 2010 dan terus ditelusuri sampai tahun dimana klien berpindah keauditor lain (Boone et al., 2008 dalam (Al-Thuneibat et al., 2011) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014; Rahayu Wiguna, 2012). Menurut (Ashton et al., 1987), (Lee et al., 2009), (Rahayu Wiguna, 2012) dan (Giwang Permata Dewi, 2014) variabel tenure memiliki kemungkinan pengaruh negatif terhadap audit report lag (ARL). Penelitian ini menggunakan pengukuran audit tenure sebagai variabel independen dengan menggunakan cut off sebanyak 6 tahun dengan menggunakan variabel dummy.
4.3.3. Variabel Moderasi 4.3.3.1. Spesialisasi Auditor Industri Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Habib & Bhuiyan, 2011), spesialisasi industri auditor yang kemungkinan berpengaruh negatif terhadap ARL. Menurut (Jaggi & Tsui, 1999) bahwa spesialisasi industri auditor dapat diidentifikasi melalui pangsa pasar (market share) dari total aset perusahaan yang diaudit oleh suatu KAP pada industri tertentu. Kedua menurut (Balsam et al., 2003) bahwa auditor dengan volume klien terbesar 27
pada suatu industry mempunyai pemahaman yang komprehensif dan merupakan spesialis pada industri tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan market share untuk mengukur variabel auditor industri. Menurut (Owusu-Ansah, 2000) (dalam Fitriany, 2011) menyatakan bahwa manajer dan senior audit spesialis akan lebih baik dalam mendeteksi terjadinya kesalahan jika mereka diberikan tugas audit sesuai dengan spesialisasi mereka. Lebih lanjut (Krishnan, 2003) menyatakan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis akan menghasilkan nilai akrual diskresioner yang lebih rendah dibandingkan dengan auditor yang non spesialis. Akrual diskresioner yang rendah mengindikasikan manajemen laba yang rendah yang berarti menunjukkan kualitas audit yang tinggi. Penelitian terdahulu (Balsam et al., 2003; Krishnan, 2003; Mayhew & Wilkins, 2003) menunjukkan bahwa investasi KAP spesialisasi pada bidang teknologi, fasilitas fisik, serta sistem kendali organisasi dan personel, meningkatkan kualitas audit bagi perusahaan. Hal ini disebabkan auditor spesialis industri mengembangkan pengetahuan spesifik atas industri tertentu, yang kemudian menimbulkan ekspetasi bahwa auditor spesialis industri mampu menyelesaikan audit lebih cepat dari auditor yang bukan merupakan spesialis industri oleh karen peningkatan efisiensi audit (Habib & Bhuiyan, 2011). Penelitian ini menggunakan identifikasi spesialisasi auditor industry berdasarkan pangsa pasar (market share) dari total asset perusahaan yang diaudit oleh suatu KA pada industri tertentu (Fung dan Jaggi, 2009). Selanjutnya pengujian kedua dalam menentukan suatu KAP dapat dikatakan sebagai spesialis industri apabila KAP memiliki pangsa pasar minimum 30 % dari industri tertentu (Reichelt dan Wang,2009).
4.3.4. Variabel Kontrol Dalam penelitian acuan oleh(Lee et al., 2009) variabel kontrol yang digunakan adalah kondisi keuangan, segmentasi perusahaan, biaya audit abnormal, extraordiary items, kerugian, opini audit, perbedaan bulan akhir tahun fiskal, kepemilikan institusional, dummy industri dan dummy tahun sebagai variabel kontrol penelitian sesuai pada penelitian acuan yang dilakukan oleh (Lee et al., 2009) Lee et al. (2009). Penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan. Adanya pegurangan dan penambahan variabel kontrol disesuaikan dengan jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia, serta relevan terhadap kondisi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Argumen atas 28
pemilihan variabel kontrol menggunakan variabel profitabilitas perusahaan dan ukuran perusahaan karena variabel tersebut masih jarang digunakan sebagai variabel kontrol khususnya untuk penelitian mengenai audit report lag. (Giwang Permata Dewi, 2014).
4.3.4.1. Profitabilitas Perusahaan Profitabilitas perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Dalam penelitian ini profitabilitas sebagai variabel kontrol diproksikan terhadap return on assets (ROA) yaitu dengan membandingkan laba sebelum pajak dengan total aset. Menurut Wirakusuma (2004) (Owusu-Ansah, 2000) dan (Subekti & Wulandari Widyanti, 2004) menyatakan bahwa perusahaan yang melaporkan kerugian berpotensi meminta auditor untuk memperpanjang waktu audit atas laporan keuangan perusahaan.
4.3.4.2. Ukuran Perusahaan Variabel kontrol ukuran perusahaan dengan menggunakan logaritma total aset. Ukuran perusahaan diprediksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap audit report lag baik secara postif maupun negatif. Menurut (Ashton et al., 1987) menyatakan bahwa perusahaan besar menghadapi tekanan eksternal yang lebih kuat dalam menyampaikan laporan keuangan yang lebih cepat (Lee et al., 2009). (Habib & Bhuiyan, 2011) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung memiliki kendali internal yang lebih ketat sehingga memudahkan proses audit oleh auditor independen, yang kemudian akan mengurangi durasi waktu penyelesaian audit. Hal ini semakin mendukung audit report lag semakin pendek pada perusahaan besar. (Ashton et al., 1987), dalam (Naimi Mohamad-Nor et al., 2010; Putri Wardhani & Raharja, 2013) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar dapat memilih untuk menerapkan kontrol internal yang kuat, yang memungkinkan auditor untuk menempatkan ketergantungan lebih pada tes kepatuhan interim dari pada pengujian substantive saldo akhir tahun, sehingga memfasislitasi penyelesaian audit yang tepat waktu. Variabel ini diukur dengan natural log total asset perusahaan pada saat tutup tahun. Variabel ini dilambangkan LNSIZE. LNSIZE= Natural log total asset perusahaan
29
4.4. Metode Analisis 4.4.1. Uji Asumsi Klasik Penelitian ini menggunakan pengujian asumsi klasik sebelum menguji hipotesis atas model regresi utama. Oleh karena itu dasar analisis regresi memerlukan uji asumsi. Pengujian ini juga dikenal dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) tujuan dari pengujian ini digunakan
untuk
menghindari
terjadinya
multikolinieritas,
heteroskedastisitas
dan
autokorelasi.
4.4.2. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal.Model regresi yang baik memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal (Imam Ghozali, 2011).Untuk mendeteksi normalitas data, dilakukan melalui analisis statistic Kolmogorov-Smirnov Test (K-S). Uji KS dilakukan dengan membuat hipotesis : H0 = Data residual terdistribusi normal. H1 = Data residual tidak terdistribusi normal. Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sebagai berikut : a. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan secara statistik maka H0 ditolak, yang berarti data terdistribusi tidak normal. b. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan secara statistik maka H0 diterima, yang berarti data terdistribusi normal.
4.4.3. Uji Multikolinearitas Menurut Ghozali (2011) uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi korelasi.Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF).Kedua ukuran ini menunjukkan variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi. Nilai cut-off yang umum adalah:
30
1. Jika nilai Tolerance >10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. 2. Jika nilai Tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
4.4.4. Uji Heterokedastisitas Apabila model penelitian menggunaan pengujian BLUE maka semua residual atas error memiliki varian yang sama atau dapat dikatakan sebagai heteroskedastisitas. Dasar penetuan adanya heterokedastisitas model regresi yang baik apabila regresi yang tidak terjadi heterokedastisitas, dimana titik-titik dalam gambar scatterplot menyebar dan tidak membentuk pola tertentu yang jelas. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. Akan tetapi, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol (0) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Imam Ghozali, 2011). 4.4.5. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periodet-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Menurut Ghozali (2011) model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan dengan menghitung nilai Durbin Watson (DW). Pengukuran ada tidaknya autokorelasi adalah : a. Apabila nilai DW lebih besar daripada batas atas, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya, tidak ada autokorelasi positif. b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya, ada autokorelasi positif. c. Bila nilai DW terletak di antara batas atas dan batas bawah, maka tidak dapat disimpulkan.
4.5. Analisis Regresi Berganda Pengukuran dan analisis terhadap pengembangan hipotesis terhadap hubungan variabel independen dan variabel dependen mendasarkan pada model regresi. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model regresi berganda untuk melihat seberapa besar pengaruh Kualitas Audit terhadap audit report lag, tenur audit terhadap audit report lag, spesialisasi 31
industry audit memoderasi hubungan antara tenure audit dan audit report lag dan spesialisasi industry auditor memoderasi hubungan kualitas audit dan audit report lag. Hipotesis tersebut menyatakan bahwa audit report lag (ARL) sebagai variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Lee et al., 2009) dalam (Giwang Permata Dewi, 2014) dengan penambahan dan pengurangan terhadap variabel yang relevan digunakan dalam penelitian ini. Dalam model 1 dinyatakan tenure audit dan kualitas audit berpengaruh secara negatif terhadap hubungan audit report lag (ARL). Pengujian terhadap model 1 dengan mengidentifikasi nilai dan probabilitas β1 adalah sebagai berikut : ALAGit = α0+ β1TENUREit + β2KAit + β3ROAit + β4SIZEit + εit Dalam model 2 menyatakan spesialisasi auditor industri berpengaruh terhadap hubungan tenure audit dan kualitas audit pada audit report lag (ARL) secara negatif ataau positif. Pengujian model 2 dengan mengidentifikasi nilai dan probabilitas β2 sebagaiberikut : ARLit = α0 + β1TENUREit + β2KAit+ β3ROAit + β4SIZEi + β5TEN*SPECit + β6KA*SPECit + εit
32
Keterangan : ARLit
=
Audit Report Lag yang merupakan jangka waktu penyelesaian audit atas laporan keuangan berdasarkan perbedaan tanggal akhir tahun fiskal sampai dengan tanggal laporan audit
αo
=
Konstanta
KAit
=
Indikator menggunakan variabel dummy, kualitas audit yang baik diberi nilai angka 1 sedangkan tidak baik diberikan nilai angka 0
TENUREit
Dummy tenure audit, KAP yang memiliki hubungan perikatan dengan klien apabila sama dengan 6 tahun diberi nilai angka 1, sedangkan yang memiliki hubungan perikatan dengan kliennya kurang dari 6 tahun diberi angka 0 KAit = Indikator menggunakan variabel dummy, kualitas audit yang baik diberi nilai angka 1 sedangkan tidak baik diberikan nilai angka 0
SPECit
=
Dummy auditor spesialisasi industri diberi nilai angka 1 sedangkan yang tidak spesialisasi industri diberi nilai angka 0.
KA*SPEC
=
Interaksi kualitas audit dengan auditor spesialisasi industri
TEN*SPEC
=
Interaksi tenure audit dengan auditor spesialisasi industri
ROAit
=
Profitabilitas perusahaan, dengan proksi Rasio Return On Assets
SIZEit
=
Ukuran perusahaan dengan proksi logaritma total aset
€it
=
Koefisien error
4.6. Uji Hipotesis 4.6.1. Uji Hipotesis Analisis Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi (a) sebesar 5 persen atau 0.05. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai probabilitas signifikansi. Jika nilai probabilitas signifikansi < 0.05, maka hipotesis diterima. Hal ini berarti model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel independen.Jika nilai probabilitas signifikansi > 0.05, maka hipotesis ditolak.Hal ini berarti model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen.
4.6.1.1. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat.Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan 33
satu. Penelitian ini menggunakan nilai adj R2 karena mampu mengatasi bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi. Nilai Adj R2 yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel bebas dalam menjelaskan variabel-variabel terikat sangat terbatas (Ghozali, 2011). 4.6.1.2.
Uji Hipotesis Analisis Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi (a) sebesar 5 persen atau 0.05. Kriteria penerimaanatau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai probabilitas signifikansi. Jika nilai probabilitas signifikansi < a, maka hipotesis diterima. Jika nilai probabilitas signifikansi > a, maka hipotesis ditolak.
34
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden Populasi dalam peneltiian ini adalah perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013 sampai dengan 2014. Pemilihan perbankan dikarenakan perusahaan tersebut relatif lebih besar daripada perusahaan lainnya dengan kegiatan operasional yang lebih kompleks dan mempunyai dampak resiko yang lebih besar. Jumlah populasi pada penelitian ini sebanyak 100 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2013-2014. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan purposive sampling. Adapun syarat pemilihan sampel yaitu : 1. Perusahaan perbankan yang terdaftar secara konsisten di Bursa Efek Indonesia selama periode pengamatan 2 tahun berturut-turut, yakni dari tahun 2013-2014 2. Perusahaan perbankan yang menerbitkan laporan keuangan auditan dengan menggunakan tahun buku yang berakhir sebelum 31 desember selama periode pengamatan tahun 20132014.
5.2. Hasil Penelitian Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range dan kemencengan distribusi (Imam Ghozali, 2011). Variabel yang digunakan dalam peneltian ini adalah variabel independen, variabel dependen dan variabel moderasi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Kualitas Audit, Tenure Audit, sedangkan variabel moderasi Auditor Spesialisasi Industri dan Variabel Dependen Audit Report Lag.
5.3. Hasil Pengujian Asumsi Klasik 5.3.1 Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan variabel regresi berganda (Multiple Regression Analysis) dengan 2 model pengujian penelitian. Model 1 menguji kualitas audit dan Tenure audit terhadap Audit Report Lag (ARL) dengan variabel kontrol ROA dan SIZE, sedangkan Model 2 Menguji hubungan antara Kualitas audit, tenure audit, spesialisasi auditor industry terhadap audit report lag dan hubungan antara Kualitas audit dengan moderasi Spesialisasi Auditor
35
Industri, Tenure audit dengan moderasi spesialisasi auditor industri, dengan variabel kontrol ROA dan SIZE.
1.
Model Pengujian Model Pertama (I) Model pengujian pertama Kualitas Audit dan Audit tenure dengan variabel kontrol
ROA dan SIZE. a. Uji Multikolinearitas Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen) (Gozhali, 2011). Pendekatan yang digunakan untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dengan uji tes Variance Inflation Factor (VIF), dengan analisis jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut atau jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan bahwa terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut. Tabel 5.1. Uji Multikolinearitas Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Hubungan perikatan Kualitas Audit ROA Size a. Dependent Variable: ARLG
Collinearity Statistics
Std. Error
B
Tolerance
VIF
189.352
38.607
8.564
7.163
.746
1.340
16.199
13.739
.608
1.644
939.710 768.468
.422
2.369
.519
1.928
-7.726
3.319
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
36
b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model dalam model regresi linier ada korelasi antar pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW). Tabel 5.2. Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary
Change Statistics Model 1
R Adjusted R Std. Error of Square Square the Estimate
R .730
a
.532
.221
R Square Change F Change
17.097
.532
1.708
df1
Sig. F DurbinChange Watson
df2 4
6
.266
1.492
a. Predictors: (Constant), Size, Kualitas Audit, Hubungan perikatan, ROA b. Dependent Variable: ARLG
Berdasarkan hasil pengujian korelasi diatas pada tabel 5.2 diatas, diperoleh nilai DWhitung sebesar 1,492 nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel signifikan 10% dengan jumlah sampel 10 (n) dan jumlah variabel (k) sebanyak 4, maka diperoleh nilai DW sebesar 1.617 sehingga dl
c. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut sebagai homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi variabel independen dengan nilai absolute residual. Uji heteroskedastisitas menggunakan uji glejser dengan tingkat signifikansi α = 10%. Jika hasilnya lebih besar dari t-signifikansi (α = 10%) maka tidak mengalami heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2011).
37
Tabel 5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model
B
Std. Error
1 (Constant)
189.352
38.607
8.564
7.163
16.199
Beta
t
Sig.
4.905
.003
.386
1.196
.277
13.739
.422
1.179
.283
939.710
768.468
.525
1.223
.267
Size -7.726 a. Dependent Variable: ARLG
3.319
-.902
-2.328
.059
Hubungan perikatan Kualitas Audit ROA
Tabel 5.3 diatas menunjukkan model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas, dimana dapat dilihat tingkat signifikansi untuk semua variabel diatas 0,05 atau 10%. Jika variabel independen mempengaruhi secara signifikan variabel dependen yang ditunjukkan dengan signifikansi kurang dari 10% maka model regresi terjadi heteroskedastisitas.
2.
Pengujian Model kedua (II)
Model pengujian Kedua, Menguji hubungan antara Kualitas audit, tenure audit, spesialisasi auditor industry terhadap audit report lag dan hubungan antara Kualitas audit dengan moderasi Spesialisasi Auditor Industri, Tenure audit dengan moderasi spesialisasi auditor industri, dengan variabel kontrol ROA dan SIZE.
a. Uji Multikolinearitas Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen) (Gozhali, 2011). Pendekatan yang digunakan untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dengan uji tes Variance Inflation Factor (VIF), dengan analisis jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut atau jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan bahwa terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut.
38
Tabel 5.4 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
1 (Constant)
a
Std. Error
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
179.311
29.095
9.796
5.868
.442
.460
2.173
.116
15.882
.003
.188
5.307
ROA
833.793
561.745
.466
.327
3.058
Size
-5.637
2.653
-.658
.336
2.978
-61.677
20.202
-1.607
.116
8.587
KA_SPEC
44.265
18.786
1.194
.126
7.956
TEN_SPEC
13.853
9.737
.625
.167
5.984
Hubungan perikatan Kualitas Audit
Spesialisasi Auditor
a. Dependent Variable: ARLG
b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model dalam model regresi linier ada korelasi antar pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW). Tabel 5.5 Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary
Change Statistics
Model
R
1
.950
R Square a
Adjusted R
Std. Error of
R Square
F
Square
the Estimate
Change
Change
.903
.677
10.999
.903
4.001
df1 7
df2 3
Sig. F
Durbin-
Change
Watson
.141
3.282
a. Predictors: (Constant), TEN_SPEC, ROA, KA_SPEC, Size, Hubungan perikatan, Kualitas Audit, Spesialisasi Auditor b. Dependent Variable: ARLG
39
Berdasarkan hasil pengujian korelasi diatas pada tabel 5.2 diatas, diperoleh nilai DW-hitung sebesar 1,492 nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel signifikan 10% dengan jumlah sampel 10 (n) dan jumlah variabel (k) sebanyak 4, maka diperoleh nilai DW sebesar 3.282 sehingga dl
d. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut sebagai homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi variabel independen dengan nilai absolute residual. Uji heteroskedastisitas menggunakan uji glejser dengan tingkat signifikansi α = 10%. Jika hasilnya lebih besar dari t-signifikansi (α = 10%) maka tidak mengalami heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2011). Tabel 5.6. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Coefficients
Model 1 (Constant)
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
179.311
29.095
9.796
5.868
.116
ROA Size
Beta
t
Sig.
6.163
.009
.442
1.669
.194
15.882
.003
.007
.995
833.793
561.745
.466
1.484
.234
-5.637
2.653
-.658
-2.124
.124
-61.677
20.202
-1.607
-3.053
.055
KA_SPEC
44.265
18.786
1.194
2.356
.100
TEN_SPEC
13.853
9.737
.625
1.423
.250
Hubungan perikatan Kualitas Audit
Spesialisasi Auditor
a. Dependent Variable: ARLG
40
Tabel 5.6 diatas menunjukkan model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas, dimana dapat dilihat tingkat signifikansi untuk semua variabel diatas 0,10 atau 10%. Jika variabel independen mempengaruhi secara signifikan variabel dependen yang ditunjukkan dengan signifikansi kurang dari 10% maka model regresi terjadi heteroskedastisitas
5.4. Hasil dan Pembahasan Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariate dengan menggunakan analisis linear berganda. Tabel 1 menunjukan hasil uji dari masing – masing variabel independen yang diprediksi berpengaruh terhadap audit report lag yaitu kualitas audit dan tenure audit. Tabel 1 menunjukan bahwa variabel tenure audit mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,277. Hal ini menunjukan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,277 berada dibawah 0,10. Hal ini menunjukan adanya pengaruh signifikan dari variabel audit tenure terhadap audit report lag pada taraf 10 %. Unstandardized coefficients (B) digunakan untuk menunjukan pengaruh positif atau negatif. Nilai unstandarized coefficients (B) variabel tenure audit pada tabel 1 menunjukan unstandardized coefficients (B) mempunyai nilai sebesar 8.564 yang berarti berpengaruh positif. Berdasarkan hal tersebut hipotesis pertama diterima yang menyatakan tenure audit berpengaruh secara negatif terhadap audit report lag. Tabel 1 menunjukan bahwa variabel kualitas audit mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,003. Hal ini menunjukan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,003 berada dibawah 0,05. Hal ini mengartikan adanya pengaruh signifikan dari variabel kualitas audit terhadap audit report lag. Unstandardized coefficients (B) digunakan untuk menunjukan pengaruh positif atau negarif. Nilai unstandardized coefficients (B) variabel kualitas audit pada tabel 1 mempunyai nilai sebesar 16.199 yang berarti berpengaruh positif. Berdasarkan hal tersebut hipotesis kedua diterima yang menyatakan kualitas audit berpengaruh secara positif terhadap audit report lag.
41
Tabel 1 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Model 1 Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t
Sig
Model B 1
(Constant)
Std Error
189.352
38.607
8.564
7.163
16.199
ROA SIZE
Hubungan Perikatan Kualitas Audit
Beta 4.905
.003
.386
1.196
.277
13.739
.422
1.179
.283
939.710
768.468
.525
1.223
.267
-7.726
3.319
-.902
--2.328
.059
Tabel 2 menunjukan hasil uji dari interaksi variabel moderasi yaitu spesialisasi auditor industri yang diprediksi berpengaruh pada hubungan kualitas audit dan audit tenur terhadap audit report lag. Pada tabel 2 menunjukan hasil pengujian pengaruh spesialisasi auditor industri terhadap hubungan audit tenure (TENURE*SPEC) dan audit report lag. Berdasarkan pada tabel 2 diperoleh nilai t (TENURE*SPEC) sebesar 1.423. Nilai signifikansi (TENURE*SPEC) mempunyai nilai sebesar 0.100. Nilai signifikansi tersebut berada di atas 0,05 yang mengartikan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari variabel spesialisasi auditor industri terhadap hubungan audit tenure dan audit report lag. Nilai unstandardized coefficients (B) variabel (TENURE*SPEC) pada tabel 2 mempunyai nilai sebesar 13.853 yang berarti berpengaruh secara positif. Berdasarkan hal tersebut hipotesis ketiga diterima yang menyatakan spesialisasi auditor industri berpengaruh terhadap hubungan tenure audit dan audit report lag. Pada tabel 2 menunjukan hasil pengujian pengaruh spesialisasi auditor industri terhadap hubungan kualitas audit dan audit report lag (KA*SPEC). Berdasarkan pada tabel 6 diperoleh nilai t (KA*SPEC) sebesar 2.356. Signifikansi variabel (KA*SPEC) mempunyai nilai sebesar 0.100. Nilai signifikansi (KA*SPEC) tersebut berada diatas 0,05 yang mengartikan bahwa adanya pengaruh signifikan dari variabel spesialisasi auditor industri terhadap hubungan kualitas audit dan audit report lag. Nilai unstandardized coefficients (B) (KA*SPEC) pada tabel 2 mempunyai nilai sebesar 44.265 yang berarti berpengaruh secara positif. Berdasarkan hal tersebut hipotesis keempat diterima yang menyatakan spesialisasi auditor industri berpengaruh terhadap hubungan kualitas audit dan audit report lag secara negatif. 42
Tabel 2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Model 2 Unstandardized Standardized Coefficients Model 2
B (Constant)
Coefficients
Std Error
179.311
29.095
Hubungan Perikatan
9.796
5.868
Kualitas Audit
.116
ROA
t
Sig
Beta 6.163
.009
.442
1.669
.194
15.882
.003
.007
.995
833.793
561.745
.466
1.484
.234
SIZE
-5.637
2.653
-.658
-2.124
.124
Spesialisasi Auditor
-61.677
20.202
-1.607
-3.053
.055
KA_SPEC
44.265
18.786
1.194
2.356
.100
TEN_SPEC
13.853
9.737
.625
1.423
.250
43
BAB VI Kesimpulan dan Saran
5.5 Kesimpulan dan Saran 5.5.1 Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa audit tenure memiliki pengaruh signifikan terhadap audit report lag dengan arah negatif. Tenure Audit yang lebih panjang memiliki audit report lag yang lebih pendek. Hasil uji regresi memperoleh hasil bahwa kualitas audit memiliki pengaruh signifikan terhadap audit report lag dengan arah positif. Audit yang berkualitas memiliki audit report lag yang lebih lama. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa spesialisasi auditor industri berpengaruh signifikan terhadap hubungan audit tenure dan audit report lag dengan arah koefisien positif. Hal ini menjelaskan bahwa audit tenure yang semakin lama dan didukung oleh spesialisasi auditor industri akan memperpendek audit report lag. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa spesialisasi auditor industri tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan kualitas audit dan audit report lag dengan arah negative. 5.5.2 Saran Penelitian ini memiliki keterbatasan. Pertama Penentuan spesialis auditor industri mengacu pada penelitian Gul, Fung, dan Jaggi (2009) dan dengan adanya pengujian tambahan apabila KAP tersebut memiliki presentase total aset perusahaan klien minimum sebesar 30%. Hal ini megakibatkan KAP terbesar kedua tidak dikatakan spesialis auditor industri walaupun KAP tersebut mungkin dapat dikatakan spesialis. Kedua, terbatasnya cangkupan data penelitian ini yang menggunakan perusahaan – perusahaan manufaktur yang listing di BEI. Hal ini kurang mencerminkan penentuan spesialisasi auditor industri secara sesungguhnya khususnya untuk KAP taraf Internasional. Ketiga, adanya pengaruh dari variabel lain di luar model yang menyebabkan nilai koefisin determinan (R2) rendah. Keempat, penelitian ini dalam penentuan tenure audit menggunakan masa perikatan suatu KAP. Hal ini kurang mencerminkan kondisi sesungguhnya dari masa perikatan auditor secara individual.
44
REFERENSI
Al-Thuneibat, A. A., Issa, R. T. I. Al, & Baker, R. A. A. (2011). Do audit tenure and firm size contribute to audit quality?: Empirical evidence from Jordan. Managerial Auditing Journal, 26, 317–334. http://doi.org/10.1108/02686901111124648 Andika Kumara, R. (2014). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Audit Report Lag (Skripsi). Semarang. Ashton, R. H., Willingham, J. J., Elliott, R. K., & Elliotttt, R. K. (1987). An Empirical Analysis of Audit Delay. Source Journal of Accounting Research Journal of Accounting Research, 25(2), 275–292. http://doi.org/10.2307/2491018 Balsam, S., Krishnan, J., & Yang, J. S. (2003). Auditor Industry Specialization And Earnings Quality. Auditing, 22(2), 71–97. http://doi.org/10.2308/aud.2003.22.2.71 Bamber, E. M., Bamber, L. S., & Schoderbek, M. P. (1993). Audit Structure and Other Determinants of Audit Report Lag: An Empirical Analysis. Auditing, 12(1), 1–23. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Carcello, J. V., & Nagy, A. L. (2004). Audit Firm Tenure And Fraudulent Financial Reporting. Auditing, 23(2), 55–69. Carey, P., & Simnett, R. (2006). Audit partner tenure and audit quality. Accounting Review. http://doi.org/10.2308/accr.2006.81.3.653 Chambers, A. E., & Penman, S. H. (1984). Timeliness of Reporting and the Stock Price Reaction to Earnings Announcements. Journal of Accounting Research, 22(1), 21. http://doi.org/10.2307/2490700 Corporate
Governance.
(2006).
Komite
Nasional
Kebijakan
Governance,
1.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Dao, M., & Pham, T. (2014). Audit tenure, Auditor Specialization and Audit Report Lag. Managerial Auditing Journal, 29(6), 490–512. DeAngelo, L. (1981). Auditor independence, “low-balling”, and disclosure regulation. Ournal of Accounting and Economics, 3(2), 113–127. Dyer Iv, J. C., & Mchugh, A. J. (1975). The Timeless of the Australian Annual Report. Journal of Accounting Research, 13(2), 204–219. http://doi.org/10.2307/2490361 Eisenhardt, K. M. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of Management Review, 14(1), 57–74. http://doi.org/10.5465/AMR.1989.4279003 Faishal, M., & Hadiprajitno, P. B. (2015). Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance 45
Terhadap Audit Report Lag. Diponegoro Journal of Accounting, 4(2015), 1–11. Geiger, M. A., & Raghunandan, K. (2002). Auditor Tenure and Audit Reporting Failures. AUDITING: A Journal of Practice & Theory, 21(1), 67–78. Ghozali, I., & Chairiri, A. (2007). Teori Akuntansi. universitas diponegoro. Giri, E. F. (2010). Pengaruh Tenur Kantor Akuntan Publik ( Kap ) Dan Reputasi Kap Terhadap Kualitas Audit : Kasus Rotasi Wajib Auditor Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Givoly, D., & Palmon, D. (1982). Timeliness of Annual Earnings Announcements: Some Empirical Evidence. The Accounting Review, 57(3), 486–508. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/246875 Giwang Permata Dewi, S. (2014). Pengaruh Kualitas Audit Dan Tenure Audit Terhadap Audit Repot Lag ( Arl ) Dengan Spesialisasi Auditor Industri Sebagai Variabel Moderasi ( Studi Empiris pada Perusahaan – Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI tahun 2010 – 2012 ). Universitas Diponegoro. Giwang Permata Dewi, S., & Nur Afri Yuyetta, E. (2014). Pengaruh Kualitas Audit dan Tenure Audit Terhadap Audit Report Lag (ARL) Dengan Spesialisasi Auditor Industri Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Perusahaaan Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2010-2012). Diponegoro Journal of Accounting, 3, 24. Gul, F. A., Fung, S. Y. K., & Jaggi, B. (2009). Earnings quality: Some evidence on the role of auditor tenure and auditors’ industry expertise. Journal of Accounting and Economics, 47(3), 265–287. http://doi.org/10.1016/j.jacceco.2009.03.001 Habib, A., & Bhuiyan, M. B. U. (2011). Audit Firm Industry Specialization And The Audit Report Lag. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 20(1), 32–44. http://doi.org/10.1016/j.intaccaudtax.2010.12.004 Imam Ghozali. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM dan SPSS. In aplikasi
analisis
multivariate
dengan
program
ibm
spss
19.
http://doi.org/10.2307/1579941 Jackson, A. B., & Roebuck, P. (2008). Mandatory Audit Firm Rotation and Audit Quality. Jaggi, B., & Tsui, J. (1999). Determinants of audit report lag: further evidence from Hong Kong. Accounting and Business Research, 30(1), 17–28. Jensen, C., & Meckling, H. (1976). Theory of the Firm : Managerial Behavior , Agency Costs and
Ownership
Structure.
Journal
of
Financial
Economics,
3,
305–360.
http://doi.org/10.1016/0304-405X(76)90026-X 46
Johnson, V. E., Khurana, I. K., & Reynolds, J. K. (2002). Audit-firm tenure and the quality of financial reports. Contemporary Accounting Research, 19(4), 637–660. Knechel, W. R., & Payne, J. (2001). Additional evidence on audit report lags. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 20(1), 137–146. http://doi.org/10.2308/aud.2001.20.1.137 Krishnan, G. V. (2003). Does big 6 auditor industry expertise constrain earnings management? Accounting Horizons. http://doi.org/10.2308/acch.2003.17.s-1.1 Lee, H.-Y., Mande, V., & Son, M. (2009). Do Lengthy Auditor Tenure and the Provision of Non-Audit Services by the External Auditor Reduce Audit Report Lags? International Journal of Auditing, 13(2), 87–104. http://doi.org/10.1111/j.1099-1123.2008.00406.x Mayhew, B. W., & Wilkins, M. S. (2003). Audit firm industry specialization as a differentiation strategy: Evidence from fees charged to firms going public. Auditing. http://doi.org/10.2308/aud.2003.22.2.33 Naimi Mohamad-Nor, M., Shafie, R., & Wan-Hussin, W. N. (2010). Corporate governance and audit report lag. Asian Academy of Management Journal of Accounting and Finance, 6(2), 57–84. O. Enofe, A., O. Ediae, O., & C. Okunega, E. (2013). Audit Delay and Audit Quality : The Nigerian experience. Research Journal of Social Science & Management, 03, 75–83. Owusu-Ansah, S. (2000). Timeliness of corporate financial reporting in emerging capital markets: empirical evidence from the Zimbabwe Stock Exchange. Accounting and Business Research, 30(3), 241–254. http://doi.org/10.1080/00014788.2000.9728939 Putri Wardhani, A., & Raharja, S. (2013). Analisis Pengaruh Corporate Governance Terhadap Audit Report Lag. DiponegoroJournal Of Accounting, 2, 1–11. Rachmawati, S. (2008). Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Audit Delay
dan
Timeliness.
Jurnal
Akuntansi
Dan
Keuangan,
10(1),
1–10.
http://doi.org/10.9744/jak.10.1.pp. 1-10 Rahayu Wiguna, K. (2012). Pengaruh Tenure Audit Terhadap Audit Report Lag Dengan Spesialisasi Industri Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Bank Umum Konvesional di Indonesia Tahun 2008-2010. Universitas Indonesia. Solomon, I., Shields, M. D., & Whittington, O. R. (1999). What Do Industry-Specialist Auditors Know? Journal of Accounting Research, 37(1), 191. Subekti, I., & Wulandari Widyanti, N. (2004). Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Audit Delay di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VII, 7, 991–1002.
47
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Pengaruh Kualitas Audit, Tenur Audit Terhadap Audit Report Lag Dengan Spesialisasi Industri Auditor Sebagai Variabel Moderasi
Panitia/Pelaksana
: 3rd ICEBESS 2016 (International Conference for Business Economics and Social Sciences), Bali, 10-11 Agustus 2016
Ketua Peneliti Nama Lengkap Peneliti
: Dr. R. Wedi Rusmawan K.,SE.,MSi.,Ak.,CA.
NIP/NIDN
: 111.0297.038/0403046703
Jabatan Fungsional
: Lektor
Program Studi
: Akuntansi
Alamat surel
:
[email protected]
Anggota II Nama Lengkap Peneliti
: Daniel T. H. Manurung.,SE.,MSA.,Ak.,CA.,CSRS.,CPAI
NIP/NIDN
:
Jabatan Fungsional
: Asisten Ahli
Program Studi
: Akuntansi
Alamat surel (email)
:
[email protected]
111.0612.263/0415018603
Bandung, Agustus 2016 Mengetahui, Ketua PascaSarjana
Peneliti
Dr.,Ir., Hj. Dyah Kusumastuti,. MSC NIP/NIDN: 111.0297.037/0403046703
Dr. R. Wedi Kusumah R., SE.,MSi.,Ak.,CA NIP/NIDN: 111.0297.038/0403046703 Menyetujui: Kepala LP2M,
Yudha Prambudia,ST., MSc.,Ph.D NIP/NIDN: 112.0914.329/0427127501
48