LAPORAN PENELITIAN Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Daniel T.H. Manurung, R. Wedi Rusmawan Kusumah, Dini W Hapsari, Fitria Husnatarina, *Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama, Bandung Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama, Bandung Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Telkom, Bandung **Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah Dipublikasikan Pada: International Journal of Arts and Commerce Vol 6 No. 5
Ketua Tim Peneliti
:
Daniel T. H. Manurung.,SE.,MSA.,Ak.,CA.,CSRS.,CSRA
NIP/NIDN
:
111.0612.263/0415018603
Anggota Tim
:
Dr. R. Wedi Kusumah R., SE.,MSi.,Ak.,CA
NIP/NIDN
111.0297.038/0403046703
FAKULTAS EKONOMI Universitas Widyatama Juli 2017
HALAMAN PENGESAHAN Judul
: Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Publikasi
: International Journal of Arts and Commerce Vol 6 No. 5
Ketua Peneliti Nama Lengkap Peneliti
: Daniel T. H. Manurung.,SE.,MSA.,Ak.,CA.,CPA.,CSRS.,CSRA
NIP/NIDN
: 111.0612.263/0415018603
Jabatan Fungsional
: Asisten Ahli
Program Studi
: Akuntansi
Alamat surel
:
[email protected]
Anggota II Nama Lengkap Peneliti
: Dr. R. Wedi Kusumah R., SE.,MSi.,Ak.,CA
NIP/NIDN
:
Jabatan Fungsional
: Lektor
Program Studi
: Akuntansi
Alamat surel (email)
:
[email protected]
111.0297.038/0403046703
Bandung, Juli 2017 Peneliti
Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi
Dr. R. Wedi Kusumah R., SE.,MSi.,Ak.,CA NIP/NIDN: 111.0297.038/0403046703
Daniel T. H. Manurung.,SE.,MSA.,Ak.,CA.,CSRA NIP/NIDN: 111.0612.263/0415018603 Menyetujui: Kepala LP2M,
Yudha Prambudia,ST., MSc.,Ph.D NIP/NIDN: 112.0914.329/0427127501
Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Daniel T.H. Manurung1a, R. Wedi Rusmawan Kusumah1b, Dini W Hapsari2, Fitria Husnatarina3, 1a,b 2
Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama, Bandung
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Telekomunikasi, Bandung 3
Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh corporate governance (dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit), kinerja keuangan (return on asset dan return on equity) terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menggunakan 20 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility dan dewan direksi, komite audit, return on asset, return on equity dan kinerja lingkungan tidak memiliki berpengaruh terhadap pengungkapan
corporate social
responsibility. keyword: Corporate governance, kinerja keuangan, kinerja lingkungan, Pengungkapan corporate social responsibility
PRAKATA Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan hingga terpublikasi pada International Journal of Arts and Commerce Vol 6 No. 5 dengan judul “Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan dan Kinerja Lingkungan Terhadap Corporate Social Responsibility”. Adapun tujuan dari penelitian ini merupakan sebagai suatu kewajiban dan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk meningkatkan publikasi sebagai dosen maupun di Institusi khususnya Universitas Widyatama, Bandung. Penulisan artikel penelitian masih banyak terdapat kekeliruan, kesalahan dan diluar dari kesempurnaan maka daripada itu sebagai ucapan terima kasih atas bantuan, bimbingan dan arahan baik secara moril maupun materil dari para teman-teman dosen di Universitas Widyatama. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ketua Yayasan Universitas Widyatama, beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan dalam pendanaan pada penelitian ini. 2. Bapak Dr. H. Islahuzzaman, S.E., MSi., Ak., CA selaku Rektor Universitas Widyatama, Bandung 3. Bapak Dr. R. Wedi Rusmawan Kusumah, SE., M.Si.,Ak.,CA, selaku Dekan Fakultas Bisnis Manajemen Universitas Widyatama, Bandung 4. Bapak Yudha Prambudia, MSc.,Ph.D selaku kepala P2M Unviersitas Widyatama, Bandung 5. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu di dalam penulisan artikel hingga dapat terpublikasi pada International Journal of Arts and Commerce, Vol 6 No. 5. Saya menyadari sepenuhnya bahwa penulisan artikel ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari isi maupun cara penyajianya. Mengingat keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, oleh karena itu perlu kiranya masukan, kritik dan saran dari teman-teman dosen. Akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bandung, Juli 2017
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan suatu aspek penting di dalam kegiatan ekonomi, hal ini dikarenakan sebagai dampak terhadap perusakan ekosistem lingkungan. Kerusakan lingkungan merupakan sebagai bagian dari tanggung jawab perusahaan akibat dampak dari kegiatan industri perusahaan. Perusahaan-perusahaan di dalam melakukan kegiatan ekonomi harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Kurangnya perhatian perusahaan terhadap dampak-dampak sosial yang timbul sebagai akibat aktivitas industri menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara, air, limbah dan sebagainya semakin tidak dapat dikendalikan. Perubahan iklim, pelapisan ozon, hujan asam, limbah berbahaya dan beracun serta degradasi keanekaragaman hayati telah menjadi permasalahan lingkungan hidup yang disoroti dunia internasional. Permasalahan terhadap kerusakan lingkungan disebabkan praktik industri yang menggunakan teknologi serta bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun di dalam proses produksi dan tidak bertanggung jawab serta secara tidak langsung di dalam mengupayakan
untuk
memaksimalkan
laba
perusahaan.
Kejadian
tersebut
dapat
menyebabkan keresahan masyarakat sekitarnya serta merupakan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan. Lingkungan merupakan suatu aspek yang sering dibahas dalam kegiatan ekonomi karena dampaknya terhadap perusakan ekosistem. Salah satu pelaku perusakan ekosistem yaitu perusahaan. Hal ini disebabkan paham ekonomi kapitalis yang berorientasi pada tingginya keuntungan dengan melakukan eksploitasi sumber daya bumi. Sistem kapitalis yang hanya berorientasi pada laba material, telah merusak keseimbangan kehidupan dengan cara menstimulasi pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberi kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka tetapi justru menjadikan mereka mengalami penurunan kondisi sosial (Anggraini, 2006; Pratama dan Rahardja, 2013). Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki pertanggungjawaban sosial atau lebih dikenal dengan (Corporate Social Responsibility). Dampak negatif yang ditimbulkan berdirinya suatu perusahaan diantaranya timbulnya polusi dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari pembuangan limbah perusahaan maupun aktivitas perusahaan lainnya yang tidak ramah lingkungan. Solusi yang dibutuhkan di dalam mengatasi masalah tersebut pentingnya peran dari perusahaan untuk mengatasi
dampak dari limbah yang dihasilkan. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi masalah limbah tersebut dengan melakukan pengolahan, sterilisasi, edukasi ke masyarakat, pembuangan limbah ke area yang tepat, dan usaha-usaha lain yang tujuannya agar limbah atau aktivitas perusahaan tidak berdampak kepada perusakan lingkungan atau merugikan masyarakat. Selain itu dalam masalah ini pemerintah juga dapat berperan sebagai pihak yang mengeluarkan regulasi mengenai aturan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial maupun lingkungan. Bagi perusahaan, mempertahankan keberlangsungan hidup (sustainable) merupakan suatu hal yang sangat penting. Salah satu caranya adalah dengan membuat investor percaya dan ingin untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Oleh karena itu, selain bertujuan untuk mendapatkan laba dari kegiatan operasionalnya, perusahaan juga harus memberikan kontribusi secara positif terhadap alam, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sehingga tidak lagi hanya memperhatikan aspek kesehatan keuangan saja. Tanggung jawab mengenai kinerja lingkungan perusahaan yang dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan ini akan menjadi salah satu pertimbangan bagi investor dan pemangku kepentingan lainnya untuk ingin berinvestasi dan melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan tersebut. Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial terhadap dampak dari semua kegiatan perusahaan terhadap kesejahteraan dari masyarakat dan lingkungan. Perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan semata tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan sosial masyarakat dan lingkungannya. Bentuk tanggung jawab tersebut bervariasi, mulai dari melakukan kegiatan pelestarian lingkungan, penggunaan energi secara lebih efisien, mempromosikan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, memberikan pelatihan kepada tenaga kerja, membuat produk yang lebih aman untuk konsumen, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membiayai program beasiswa, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, dan mendukung pengembangan industri lokal yang berada di sekitar lokasi perusahaan. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan tenaga kerja, masyarakat beserta lingkungannya. Tanggung jawab sosial juga berhubungan erat terhadap pembangunan berkelanjutan yaitu dalam pengambilan keputusan pada setiap aktivitas operasinya, tidak hanya berdasarkan pada dampak dalam bidang ekonomi saja tetapi juga harus memikirkan dampak sosial dan lingkungan yang timbul baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.(Haryati dan Rahardjo, 2013).
Aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak memiliki standar atau praktikpraktik tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi yang berpengaruh terhadap bagaimana mereka memandang CSR, dan setiap perusahaan memiliki kondisi yang beragam dalam hal kesadaran akan berbagai isu berkaitan dengan CSR serta seberapa banyak hal yang telah dilakukan dalam mengimplementasikan pendekatan CSR. Cara pandang perusahaan yang berbeda terhadap CSR inilah yang bisa dijadikan indikator kesungguhan perusahaan tersebut dalam melaksanakan CSR atau hanya sekedar membuat pencitraan di masyarakat. Rendahnya kesadaran perusahaan untuk mengungkapkan masalah lingkungan dan sosial salah satunya disebabkan karena perusahaan menganggap pengungkapan sosial itu bersifat sukarela sehingga tidak menjadi masalah apabila tidak mengungkapkan informasi sosial. Padahal pengungkapan masalah sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh suatu perusahaan merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan kepada publik dan sebagai usaha untuk menjaga eksistensi sebuah perusahaan tersebut. Konsep corporate social responsibility adalah suatu konsep dimana perusahaan harus bertanggung jawab atas stakeholder-nya dalam seluruh aspek operasional perusahaan. Terdapat banyak standar mengenai corporate social responsibility, salah satunya adalah standar yang diterbitkan oleh Bank Dunia. Berdasarkan standar dari Bank Dunia, terdapat beberapa komponen utama dalam CSR yang meliputi (Wardhani, 2011): (1) perlindungan lingkungan, (2) jaminan kerja, (3) Hak Asasi Manusia, (4) interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, (5) standar usaha, (6) pasar, (7) pengembangan ekonomi dan badan usaha, (8) perlindungan kesehatan, (9) kepemimpinan dan pendidikan, dan (10) bantuan bencana kemanusiaan. Regulasi corporate social responsibility dalam bidang lingkungan khususnya pengungkapan lingkungan sudah banyak diberlakukan di negara-negara maju. Amerika Serikat sebagai contohnya, telah membuat regulasi mengenai lingkungan tertuang dalam US National Environment Policy Act (NEPA) di tahun 1970. Undang-Undang tersebut membahas tentang polusi udara, air dan tanah. Dalam aturan mengenai polusi air dalam Clean Water Act, perusahaan diharuskan untuk membuat laporan setiap bulan mengenai polusi air yang ditimbulkan (Cong dan Freedman, 2011b). Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang telah mengatur secara mandatory terhadap korporasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk melaksanakan corporate social responsibility tertuang dalam UU No 40 tahun 2007 tentang “Perseroan Terbatas” pasal 74 Bab V. Disebutkan bahwa perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan. Selain itu, disebutkan juga bahwa terdapat sanksi sesuai apabila perusahaan tidak menjalankan hal tersebut. Namun, ketentuan mengenai hal ini akan diatur dengan PP (Peraturan Pemerintah). Corporate social responsibility dipandang sebagai suatu konsep akuntansi baru yang transparansi terhadap pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh perusahaan (Rakhiemah dan Agustia, 2009). Melalui Corporate Social Responsibility, manajemen perusahaan diharapkan dapat melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility Disclosure atas kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Corporate Social Responsibility Disclosure merupakan penyampaian informasi dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan yang ditujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Tujuan dilakukannya corporate social responsibility disclosure untuk memperoleh keunggulan kompetitif daripada perusahaan-perusahaan lainnya, untuk memenuhi kebutuhan ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan perusahaan, dan untuk menarik investor (Adebayo, 2000). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (corporate social responsibility) sebagai sebuah konsep telah menarik perhatian dunia dan memperoleh signifikansi baru dalam ekonomi global (Akinyomi, 2013; John, John, & E, 2013). Minat corporate social responsibility yang menonjol dalam beberapa tahun terakhir berasal dari pengenalan globalisasi dan perdagangan internasional, yang tercermin dalam peningkatan kompleksitas bisnis dan tuntutan baru untuk meningkatkan transparansi dan kewarganegaraan perusahaan (Jamali & Mirshak, 2007; John et al., 2013). Selain itu, sementara pemerintah secara tradisional bertanggung jawab penuh atas perbaikan kondisi kehidupan masyarakat, kebutuhan masyarakat telah melampaui kemampuan pemerintah untuk dipenuhi. Dalam konteks ini, sorotan semakin beralih pada fokus pada peran bisnis di masyarakat dan perusahaan progresif berusaha membedakan dirinya melalui keterlibatan dalam CSR. Corporate Social Responsibility mempunyai keterkaitan erat dengan Good Corporate Governance. Seperti dua sisi mata uang, keduanya memiliki kedudukan yang kuat dalam dunia bisnis namun berhubungan satu sama lain. Tanggung jawab sosial berorientasi kepada para stakeholders, hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip utama Good Corporate Governance yaitu responsibility, sedangkan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan sejalan dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas. Praktik tanggung jawab sosial perusahaan merupakan konsekuensi logis dan struktur good corporate governance, yang prinsipnya antara lain menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders, sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan stakeholders, sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan stakeholders demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Rahmawati, 2014; Utama, 2007) Corporate Governance sangat efektif untuk memastikan bahwa kepentingan stakeholder telah dilindungi (Said, Hj Zainuddin, dan Haron, 2009). Oleh sebab itu, perusahaan harus transparansi dan mengungkapkan kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan terhadap para stakeholder. Penerapan konsep Good Corporate Governance diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Said et al., 2009a). Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang dapat menjelaskan hubungan antara berbagai pihak di dalam perusahaan yang kemudian dapat menentukan arah kinerja perusahaan. Secara umum dapat digambarkan bahwa mekanisme corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam peningkatan efisiensi ekonomi yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham, komite audit dan stakeholders lainnya. Perusahaan yang memiliki tata kelola perusahaan yang baik akan dapat menghasilkan kinerja perusahaan yang baik. Hal ini dikarenakan Penerapan Corporate Governance diharapkan memaksimumkan nilai perseroan bagi perseroan tersebut dan bagi pemegang saham (Haryati dan Rahardjo, 2013). Tata kelola perusahaan yang baik akan memberikan citra yang baik dan meningkatkan tingkat kepercayaan para investor terhadap perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa implementasi Corporate Governance merupakan bentuk lain penegakan etika bisnis dan etika kerja yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan implementasi Good Corporate Governance berhubungan dengan peningkatan citra perusahaan (Haryati dan Rahardjo, 2013). Praktik dan pengungkapan Corporate Social Responsibility merupakan konsekuensi logis dari implementasi konsep good corporate governance yang prinsipnya antara lain menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholdersnya sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerjasama yang aktif dengan stakeholders demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama, 2007). Selain itu, (Utama, 2007; Waryanto, 2010) juga menyatakan bahwa mekanisme dan struktur governance di perusahaan dapat dijadikan sebagai infrastruktur pendukung terhadap praktik dan pengungkapan corporate social responsibility di Indonesia. Indikator corporate governance yang digunakan
adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit. Pengelolaan perusahaan harus diawasi untuk menjamin terjadinya optimalisasi nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya. Corporate governance perlu dipertimbangkan dalam menentukan pengungkapan corporate social responsibility terutama komposisi dewan dan struktur kepemilikan karena pelaporan corporate social responsibility dipengaruhi oleh motif, nilai, dan pilihan mereka yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan organisasi (Lau, Lu, & Liang, 2016; Muhammad & Rashid, 2017). Karena, struktur kepemilikan dan dewan secara signifikan berbeda tidak hanya di seluruh perusahaan tetapi juga di industri dan negara, diperkirakan corporate social responsibility juga akan bervariasi. Di perusahaan dengan tingkat konsentrasi pemilikan yang tinggi, insentif harus lebih tinggi untuk mendukung usaha pemilik pengendali. Meskipun demikian, akan sulit bagi manajemen untuk menggunakan corporate social responsibility untuk menutupi perilaku oportunistik mereka, jika ada sistem yang efektif untuk memantau keputusan mereka. Namun, (B. B. Choi, Lee, & Park, 2013; Muhammad & Rashid, 2017) menyarankan bahwa di perusahaan-perusahaan yang lemah, keterlibatan CSR yang diinduksi oleh manajer oportunistik akan lebih menonjol untuk memenuhi tujuan pribadi dengan melebih-lebihkan investasi di bidang CSR. Oleh karena itu, debat CSR terus berkembang tanpa konsensus yang jelas mengenai makna atau nilainya. Perusahaan memiliki alat-alat analisis keuangan yang menggambarkan tentang kondisi keuangan perusahaan tersebut melalui kinerja keuangannya, sehingga dapat diketahui sebaik dan seburuk apa kondisi keuangan perusahaan tersebut. Menjaga kinerja keuangan perusahaan dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu strategi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan merupakan suatu keharusan, agar saham perusahaan menarik bagi investor. Biasanya para investor melakukan peninjauan dengan melihat rasio keuangan sebagai alat evaluasi investasi. Dengan adanya rasio ini dapat mempererat hubungan kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. (Folorunsho Monsuru & Adetunji Abdulazeez, 2014; Okegbe & Egbunike, 2016) mengamati bahwa organisasi bisnis di Nigeria mengeluarkan pengeluaran besar untuk tanggung jawab sosial karena mereka menganggap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) sebagai tindakan hubungan masyarakat yang digunakan oleh perusahaan besar untuk terlihat baik dihadapan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya. Namun kebanyakan perusahaan tidak menemukan justifikasi untuk hal tersebut, karena hubungan antara pengeluaran corporate social responsibility dan kinerja keuangan
perusahaan di negara berkembang masih belum jelas. Obi (2013) (Folorunsho Monsuru & Adetunji Abdulazeez, 2014; Okegbe & Egbunike, 2016) mencatat bahwa di tahun 2011, sektor minyak dan gas menghabiskan N9.5 miliar untuk CSR, diikuti oleh telekomunikasi dengan N6,4 miliar. Industri perbankan menempati posisi ketiga dengan laporan bahwa total N1.869 miliar telah dikeluarkan oleh delapan bank Nigeria pada tahun 2012 di berbagai proyek
terkait
masyarakat
di
bawah
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
untuk
mengidentifikasi dengan masyarakat di mana mereka beroperasi. Angka tersebut sekitar 70 persen dari total belanja CSR N3.4 miliar oleh industri perbankan di tahun 2011 dengan prediksi bahwa angka tersebut akan berlipat ganda dalam dua tahun ke depan karena meningkatnya pemahaman konsep CSR. Mengingat pengeluaran besar yang dikeluarkan setiap tahun untuk CSR, pada umumnya dipegang bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Menurut penelitian (J.-S. Choi, Kwak, & Choe, 2010) menyelidiki hubungan antara CSR dan kinerja keuangan perusahaan di Korea dengan menggunakan sampel 1.222 perusahaan selama tahun 2002-2008. Studi ini mengukur tanggung jawab sosial perusahaan oleh kedua indeks CSR berbobot sama dan indeks tertimbang pemangku kepentingan. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan return on assets, return on equity dan Tobin's Q. Dengan menggunakan analisis regresi cross-sectional; Penelitian tersebut melaporkan hubungan positif dan signifikan antara CSR dan indeks bobot tertimbang, namun tidak memiliki indeks CSR yang sama. Menurut (Jatiningrum, 2013) Meneliti tentang pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan corporate sosial responsibility (CSR) sebagai variabel pemoderasi kinerja keuangan diukur dengan ROA dan ROE, serta nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q, sedangkan pengungkapan CSR diukur dengan menggunakan indeks pengungkapan CSR. Hasil penelitian ini yaitu ROA, dan ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap hubungan antara ROA, ROE dengan nilai perusahaan. Menurut penelitian (Iqbal, Ahmad, Basheer, & Nadeem, 2012) meneliti dampak tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan di Pakistan. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan yang diaudit dari 156 perusahaan terbuka di Bursa Efek Karachi. Menggunakan return on assets dan return on equity sebagai proxy untuk kinerja keuangan; daan tata kelola perusahaan, prinsip etika bisnis, kepatuhan terhadap lingkungan, kepatuhan sosial, pengungkapan laporan lingkungan dan sosial, integritas produk, pemberian perusahaan dan investasi masyarakat sebagai proxy untuk tanggung jawab sosial perusahaan di sisi lain; Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi
dan regresi. Hasil analisis menunjukkan bahwa corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan sedangkan menurut (Rakhiemah & Agustia, 2009) tidak menemukan hubungan positif dan signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja finansial, namun untuk variabel kinerja lingkungan dan CSR secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan. Hal ini diduga karena perilaku para pelaku modal di Indonesia sangat berhati – hati dalam menentukan keputusan investasinya. (Yuniasih & Wirakusuma, 2013) menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan corporate social responsibility (CSR) dan Good Corporate Governance (GCG) sebagai variable moderasi. Kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA, moderasi pengungkapan CSR menggunakan indeks pengungkapan sosial dan pengungkapan GCG menggunakan kepemilikan manajerial sebagai proksi serta nilai perusahaan diproksikan dengan Tobin’s Q. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ROA terbukti berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, pengungkapan corporate social responsibility sebagai variabel moderasi terbukti berpengaruh positif dalam kaitannya terhadap hubungan ROA dan nilai perusahaan, kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi tidak terbukti berpengaruh terhadap hubungan return on asset dan nilai perusahaan atau dengan kata lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel pemoderasi. Sedangkan menurut (K. Dewi & Monalisa, 2016) meneliti tentang pengaruh pengungkapan corporate social responsibility (CSR) terhadap kinerja keuangan proxy Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan proxy value perusahaan terhadap Price to Book Value (PBV) secara empiris. Karena mengetahui adanya kualitas audit sebagai variabel moderat apakah akan mempengaruhi hubungan antara pengungkapan CSR pada ROA, ROE, dan PBV. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap ROA, namun tidak berpengaruh terhadap ROE dan PBV, dan kualitas audit sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR disc loss pada ROA, ROE, dan PBV. Kinerja lingkungan sering dikaitkan dengan praktik pengungkapan corporate social responsibility (CSR disclosure) yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik, akan mendapatkan penilaian yang baik pula dari para stakeholders. Oleh karena itu, perusahaan akan cenderung memiliki tingkat corporate social responsibility disclosure yang tinggi dengan harapan dapat menjadi bahan pertimbangan investor dalam pengambilan keputusan investasi yang tidak hanya melihat kinerja perusahaan dari segi finansial saja, tetapi juga dengan memperhatikan kinerja lingkungan yang dilakukan.
Isu mengenai lingkungan juga telah menjadi masalah bersama antar negara. Penetapan peraturan tentang pengolahan limbah, pelarangan perusakan elemen-elemen lingkungan dan persetujuan bersama beberapa negara telah menetapkan ISO 9000 dan ISO 14001 untuk produk-produk yang memasuki negara mereka. ISO (The International Organization for Standardization) / DIS (The Draft International Standard) 14001 adalah satu seri dari munculnya standar manajemen lingkungan internasional yang bertujuan memasyarakatkan perbaikan yang berkelanjutan dalam environmental performance perusahaan melalui adopsi dan implementasi environmental management system (EMS) (GEMI, 1996). ISO/DIS 14001 menetapkan suatu sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System/EMS) secara menyeluruh, dan mencakup elemen-elemen kunci berikut: (a) Penetapan kebijakan lingkungan yang tepat; (b) Perencanaan, Implementasi dan operasi EMS; (c) Pengecekan dan koreksi prosedur; dan (d) Pengkajian manajemen secara berkala atas keseluruhan Environmental Management System. Menurut (Ong, Soh, Teh, & Ng, 2015; Wilmshurst & Frost, 2000) mendefinisikan pengungkapan lingkungan sebagai "pengungkapan yang terkait dengan dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan fisik atau lingkungan tempat mereka beroperasi". Dengan mengungkapkan informasi lingkungan, perusahaan dapat meningkatkan reputasinya dan mendapatkan keuntungan kompetitif untuk meningkatkan Kemampuannya untuk bersaing dengan perusahaan lain. Mengungkapkan informasi lingkungan juga meningkatkan reputasi perusahaan dan memberikan informasi penting kepada investor. Evaluasi kinerja lingkungan adalah prosedur sistematis yang mengukur tingkat lingkungan perusahaan. Evaluasi ini dapat diatur secara efektif dan memperbaiki sistem pengelolaan polusi, ekologi, dan perlindungan lingkungan perusahaan. Evaluasi kinerja lingkungan telah diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia, termasuk di Inggris, Jepang, Afrika Selatan, Prancis, dan Denmark, antara lain. Beberapa di antaranya negara telah diuntungkan dari prosedur ini. Survei yang dilakukan oleh (Corbett, Luca, & Pan, 2003; Ong et al., 2015) di 15 negara menemukan bahwa di antara motivasi utama untuk mendapatkan sertifikasi ISO 14001 adalah 'perbaikan lingkungan' dan 'citra perusahaan', diikuti oleh 'prosedur yang lebih baik', 'hubungan yang lebih baik dengan pihak berwenang' dan 'hubungan yang lebih baik dengan masyarakat'. Umumnya, seri standar ISO 14000 memberi kontribusi manfaat lingkungan dan ekonomi yang pada akhirnya mengarah pada pembangunan berkelanjutan dan mencapai target triple bottom line. Menurut penelitian (Titisari & Alviana, 2012) meneliti mengenai Pengaruh Environmental Performance terhadap Economic Performance yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari empat variabel independen environmental performance (PROPER), total assets, industry sector, dan ISO 14001, hanya variabel environmental performance yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap economic performance. Begitu juga menurut penelitian (Nurjanah, 2015) menerangkan bahwa tingkat CSR disclosure perusahaan manufaktur di Indonesia masih relatif kecil. Kinerja lingkungan yang dilihat dari kepemilikan sertifikasi ISO 14001 tentang sistem manajemen lingkungan terbukti berpengaruh positif terhadap CSR disclosure. Menurut penelitian (Al-Tuwaijri, Christensen, & Hughes, 2004; Rakhiemah & Agustia, 2009; Lucyanda & Gracia Prilia Siagian, 2012) melakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan yang ada di Indonesia dan hasilnya menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikan dari kinerja lingkungan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan menurut penelitian (Cong dan Freedman, 2011) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa perusahaan hanya menginginkan reputasi baik di mata masyarakat walaupun kinerja yang sesungguhnya masih buruk, maka perlu dilakukan pengujian lagi untuk melihat kesesuaian antara kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan oleh perusahaan di Indonesia. Apabila perusahaan memiliki kinerja lingkungan yang baik, maka secara otomatis berarti perusahaan telah melaksanakan dengan baik kegiatan CSR-nya khususnya dalam bidang lingkungan. Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol berupa ukuran perusahaan. Hal ini dikarenakan banyak pengujian secara empiris yang meneliti pengaruh ukuran perusahaan terhadap CSR disclosure yang menunjukkan kekonsistenan hasil. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwasanya perusahaan yang berukuran besar memiliki pemegang kepentingan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan dengan skala kecil, inilah yang menyebabkan perusahaan besar harus memiliki pengungkapan informasi yang lebih luas demi terpenuhinya kebutuhan stakeholders akan informasi terkait kepentingannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uraian mengenai latar belakang permasalahan dan kajian atas penelitian-penelitian terdahulu, maka penulis akan membuat penelitian dengan judul, Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan dan Kinerja Lingkungan Terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility 1.2 Identifikasi Masalah Corporate social responsibility merupakan suatu bagian yang terpenting bagi perusahaan demi terciptanya kepedulian terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
sekitarnya. Peran serta dari corporate governance diukur dengan dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit di dalam pengungkapan corporate social responsibility sangat dibutuhkan agar dapat meningkatkan citra perusahaan terhadap stakeholder, begitu juga dengan kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return on Asset dan Return on Equity yang baik akan dapat menciptakan suatu pengungkapan corporate social responsibility dengan tidak hanya mementingkan laba perusahaan dan kinerja lingkungan yang diukur dengan sertifikasi manajemen lingkungan ISO 14001 merupakan suatu syarat bahwasanya perusahaan tersebut sudah dengan baik melakukan pengungkapan corporate social responsibility dengan mementingkan kondisi lingkungan sekitar perusahaan sehingga mendapatkan respon positif bagi masyarakat sekitar terhadap kelangsungan perusahaan. Berdasarkan penjelasan dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: a.
Pengaruh Corporate Governance dengan diproksikan dewan komisaris terhadap pengungkapan corporate social responsibility
b.
Pengaruh Corporate Governance dengan diproksikan dewan direksi terhadap pengungkapan corporate social responsibility
c.
Pengaruh Corporate Governance dengan diproksikan Komite Audit terhadap terhadap pengungkapan corporate social responsibility
d.
Pengaruh Kinerja Keuangan dengan diproksikan Return on Asset terhadap pengungkapan corporate social responsibility
e.
Pengaruh Kinerja Keuangan dengan diproksikan Return on Equity terhadap pengungkapan corporate social responsibility
f.
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mekanisme corporate governance (dewan komisaris, dewan direksi, komite audit), kinerja keuangan (Return on Asset dan Return on Equity) dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada laporan tahunan perusahaan. Maka adapun tujuan penelitian ini: a. Untuk mengetahui pengaruh Corporate Governance diproksikan dengan dewan komisaris terhadap pengungkapan corporate social responsibility
b. Untuk mengetahui Pengaruh Corporate Governance diproksikan dengan dewan direksi terhadap pengungkapan corporate social responsibility c. Untuk mengetahui Pengaruh Corporate Governance diproksikan dengan Komite Audit terhadap terhadap pengungkapan corporate social responsibility d. Untuk mengetahui Pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility e. Untuk mengetahui Pengaruh Kinerja Keuangan diproksikan dengan Return on Asset terhadap pengungkapan corporate social responsibility f. Untuk mengetahui Pengaruh Kinerja Keuangan diproksikan dengan Return on Equity terhadap pengungkapan corporate social responsibility
1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi, pemerintahan dan para perusahaan terhadap pentingnya pengawasan dari corporate governance, kinerja lingkungan dan kinerja keuangan terhadap pengungkapan corporate social responsibility di dalam pentingnya kebijakan lingkungan perusahaan, kelangsungan hidup dan sosial lingkungan sekitarnya.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada perusahaan terhadap pentingnya peran dari corporate governance, kinerja lingkungan dan kinerja keuangan terhadap pengungkapan corporate social responsibility sehingga perusahaan dapat lebih meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat di dalam kondisi lingkungan sekitarnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Sinyal (Signaling Theory) Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindingi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al, 2000). Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Rahayu, 2010). 2. 2 Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi merupakan teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara pihak agen dan prinsipal yang dibangun agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan maksimal. Menurut (Jensen dan Meckling, 1976; Manurung dan Suhartadi, 2014) mendefinisikan hubungan agensi sebagai kontrak antara satu orang atau lebih (prinsipal) dengan menyewa orang lain (agent) untuk melakukan sejumlah jasa atas kepentingan mereka yang melibatkan penyerahan wewenang terhadap pengambilan keputusan kepada agen. Dalam perusahaan yang menerbitkan saham ke publik, Pihak prinsipal adalah pemilik perusahaan yaitu masyarakat luas yang memiliki saham di perusahaan dan yang disebut dengan agen adalah manajer perusahaan. Konflik kepentingan terjadi karena agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga muncul adanya biaya keagenan (agency cost). Menurut (Jensen & Meckling, 1976) kemudian membagi biaya keagenan (agency cost) ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. The monitoring expenditure by the principal. Biaya ini merupakan biaya pengawasan yang harus dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku agen. 2. The bonding cost. Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk menjamin bahwa agen tidak akan melakukan tindakan yang merugikan prinsipal. 3. The residual loss. Biaya ini merupakan pengorbanan nilai uang yang ekuivalen karena penurunan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal akibat perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Menurut (Belkaoui dan Karpik, 1989; Kusumo Bawono dan Haryanto, 2015) Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka untuk memberikan informasi pertanggungjawaban sosial, sehingga laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah. Ketika perusahaan menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung untuk mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif dengan biaya kontrak dan pengawasan (biaya keagenen). Perusahaan di dalam menutupi masalah agensi yang terjadi dalam perusahaan manajer menggunakan laporan CSR. Menurut Prior (2008) manajer mengejar objektif yang berbeda untuk menutupi ketimpangan tersebut baik dari media, legitimasi yang berasal dari komunitas, dan peraturan. Hal itu dapat menimbulkan kurangnya pengawasan dari para investor dan juga karyawan. Manajer yakin jika perusahaan dapat memberikan kepuasan pada pemangku kepentingan dengan cara menciptakan citra perusahaan yang bagus di masyarakat baik secara kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat, manajer dapat menutupi masalah agensi tersebut. 2.3. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Teori legitimasi berbeda dengan teori stakeholder karena lebih menekankan pada interaksi perusahaan dengan masyarakat. Legitimasi dapat dikatakan sebagai pengakuan masyarakat terhadap perusahaan. Masyarakat menginginkan perusahaan untuk mengikuti aturan dalam kondisi sosial dan lingkungan yang telah diterapkan. Selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, perusahaan juga diharapkan membawa manfaat yang lebih pada
kehidupan masyarakat sekitar. Salah satu manfaatnya dapat berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan SDM (Sumber Daya Manusia) masyarakat sekitar. Pengakuan masyarakat terhadap perusahaan merupakan hal utama bagi perusahaan untuk terus bertahan hidup. Apabila perusahaan menunjukan perbedaan antara tindakan organisasi pada harapan masyarakat akan menimbulkan jurang legitimasi (Legitimacy gap). Legitimacy Gap apabila tidak dibenahi dengan menselaraskan kembali nilai perusahaan kepada nilai masyarakat dapat membuat perusahaan kehilangan legitimasinya. Hal ini dapat memperburuk citra masyarakat pada suatu perusahaan sehingga dapat mengakibatkan hilangnya pengaruh pada produk (Pratama dan Rahardja, 2013).
2.4 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Menurut The World Business Council for Sustainable Devolepment (WBCSD), Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan menurut ISO 26000, CSR adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatankegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya mementingkan laba saja, melainkan harus bertanggung jawab terhadap masalah sosial dan lingkungan yang diakibatkan aktivitas operasional. (Anggraini, 2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Oleh karena itu dalam perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan
masyarakat secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Menurut (Bagh, Khan, Azad, Saddique, & Khan, 2017; McWilliams & Siegel, 2000), CSR mengatur semua aktivitas tersebut, yang tidak dipaksakan oleh undang-undang negaranegara tersebut. Sedangkan (Mughal, 2014) berpendapat bahwa ini adalah komitmen terusmenerus oleh bisnis terlepas dari sifatnya, berperilaku dengan cara yang sesuai dengan etika dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi, dan menyatakannya sebagai bagian integral dari pemerintahan. Secara konvensional, beberapa ilmuwan menyukai tujuan maksimalisasi keuntungan dari perusahaan sebagai tanggung jawab utama perusahaan untuk menggunakan sumber dayanya untuk meningkatkan keuntungan. Pada hari-hari ini, pendukung gagasan ini adalah pandangan bahwa di mana pun kita melihat di dunia komersial, organisasi menghadapi pemikiran CSR dan CSR menjadi bagian penting dari strategi, sasaran, pernyataan misi dan budaya mereka. Untuk sebagian besar, perusahaan terinspirasi dan termotivasi untuk berperilaku sosial dan harus berkontribusi dalam pengembangan masyarakat (Iqbal et al., 2012). Pengungkapan CSR telah disorot sebagai cara yang paling efektif dari sebuah organisasi yang harus mengkomunikasikan komitmennya terhadap nilai dan harapan para pemangku kepentingan, sehingga mengurangi paparan dan tekanan politik, sosial dan ekonomi (Lucchini & Moisello, 2017; Patten, 1991). Sebenarnya, melalui pengungkapan CSR, perusahaan dapat menunjukkan bahwa "tindakan mereka sah dan mereka berperilaku sebagai warga perusahaan yang baik (Hooghiemstra, 2000). Informasi mengenai kinerja CSR perusahaan yang baik meningkatkan evaluasi merek konsumen (Brown & Dacin, 1997; Lucchini & Moisello, 2017; Pomering & Dolnicar, 2009). Komunikasi CSR juga mempengaruhi persepsi investor dan ada bukti empiris bahwa perusahaan cenderung menggunakan pengungkapan CSR untuk memfasilitasi masalah obligasi dan ekuitas (Gavana, Gottardo, & Moisello, 2017). Perusahaan yang telah melakukan praktik dan pengungkapan csr akan mendapatkan manfaat sendiri, menurut (Kotler & Lee, 2005) perusahaan yang telah melakukan praktik dan pengungkapan CSR akan memperoleh beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analis keuangan. Menurut (Machmud & Djakman, 2008) bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan
dengan
publik
dan
stakeholders
lainnya
tentang
bagaimana
perusahaan
telah
mengintegrasikan kepedulian dan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) dalam setiap aspek kegiatan operasinya. Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi perusahaan kepada investor dan stakeholders lainnya. Laporan tahunan merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat. Para pengguna laporan tahunan seperti analis, investor, masyarakat dan lainnya membutuhkan informasi yang lengkap mengenai laporan tentang suatu perusahaan, sehingga pengungkapan yang lebih rinci mengena perusahaan akan sangat penting dan bermanfaat untuk melakukan penilaian dan analisis pengambilan keputusan yang akan mereka lakukan. Corporate Social Responsibility adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Corporate Social Responsibility diukur menggunakan corporate social responsibility index (CSRI). Instrumen pengukuran CSRI yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada instrumen Global Reporting Initiative (GRI), yang mengelompokkan informasi corporate social responsibility ke dalam Sustainability Reporting. Standar pelaporan GRI memperhatikan tiga aspek atau indikator, yaitu indikator kinerja ekonomi (economic performance indicators), indikator kinerja lingkungan (environment performance indicators), dan indikator sosial (social performance indicatorcs) terbagi dalam 91 item pengungkapan. Jadi dalam luas pengungkapan CSR, item-item yang akan diberikan skor akan mengacu kepada indikator kinerja atau item yang disebutkan dalam GRI guidlines, minimal yang harus ada antara lain: 1. Indikator kinerja finansial 2. Indikator kinerja lingkungan 3. Indikator kinerja praktik ketenagakerjaan dan lingkungan kerja 4. Indikator kinerja hak asasi manusia 5. Indikator kinerja masyarakat 6. Indikator kinerja tanggung jawab produk 2.5 Corporate Governance IICG (Indonesian Institute for Corporate Governace) mendefinisikan corporate governance sebagai serangkaian mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu
perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Di samping itu Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) juga menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah “untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.
2.5.1. Struktur Corporate Governance Struktur corporate governance seperti kepemilikan manajemen, komposisi dewan komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit dipandang sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi konflik keagenan (Rustiarini, 2010). Sedangkan struktur corporate governance yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu independensi dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit. Berikut ini penjelasan singkat mengenai struktur corporate governance yang akan digunakan dalam penelitian ini:
2.5.1.1 Dewan Komisaris Menurut UU No 40 Tahun 2007 tentang “Perseroan Terbatas”, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi sesuai kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. KNKG (2013) juga mendefinisikan bahwa Dewan Komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif sehingga keputusan Dewan Komisaris merupakan keputusan bersama Dewan Komisaris. Pembagian tugas diantara Dewan Komisaris bukan dimaksudkan untuk mengambil keputusan tetapi untuk memperdalam hal-hal yang perlu diputuskan oleh Dewan Komisaris. KNKG (2006) juga menyatakan bahwa, tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi untuk memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan praktik Good Corporate Governance (GCG). Lebih lanjut lagi, KNKG (2006) menyatakan bahwa kedudukan Dewan Komisaris Utama adalah setara dengan anggota Dewan Komisaris lain, hanya Komisaris Utama bertugas untuk mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris (primus inter pares). Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris non independen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta
karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG,2006). Komisaris independen itu sendiri menunjukkan proporsi komisaris independen yang terdapat dalam sususan dewan komisaris. Menurut (Said, Hj Zainuddin, & Haron, 2009b) komisaris independen memainkan peran penting dalam meningkatkan image perusahaan dan bertindak memantau dan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan dengan benar dikelola oleh manajemen. (Collier & Gregory, 1999; Lucyanda & Gracia Prilia Siagian, 2012; Mulyadi & Anwar, 2012; Said et al., 2009b) mengemukakan bahwa semakin besar jumlah komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executive Officer (CEO) dan pengawasan akan lebih efektif.
2.5.1.2 Dewan Direksi (Chief Executive Officer) (Ukuran Dewan Komisaris) Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (M.Yusrizal, 2011). Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas, direksi merupakan organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan ketentuan anggaran dasar. Dapat disimpulkan bahwa dewan direksi berperan dan bertanggung jawab dalam memastikan perusahaan telah menjalankan ketentuan dalam anggaran dasar dan perundang-undangan yang berlaku. Dewan direksi sebagai elemen tertinggi dari pihak manajemen bertang-gung jawab atas perolehan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan. Ukuran dewan direksi mencerminkan mekanisme tata kelola perusahaan karena pengambilan keputusan direksi akan mempertimbangkan pendapat anggota direksi. Semakin besar ukuran dewan direksi, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (Ali & Atan, 2013; Krisna & Suhardianto, 2016; Pebriana & Sukartha, 2012; Suryono & Prastiwi, 2011).
2.5.1.3. Komite Audit Komite audit merupakan organ tambahan yang diperlukan dalam melaksanakan Good Corporate Governance, yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu komisaris melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan suatu perusahaan serta memastikan bahwa operasional perusahaan
berjalan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan di dalam perusahaan. Tugas dan tanggung jawab komite audit juga akan menentukan kinerja dan keberhasilan di dalam suatu perusahaan (Priantana & Yustian, 2011). Komite Audit sekurang – kurangnya terdiri dari satu orang Komisaris Independen dan sekurang – kurangnya dua orang anggota lainnya yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik yang berlatar belakang pendidikan di bidang akuntansi atau keuangan. Alasan komite audit terdiri dari komisaris independen dan anggota lain diluar emiten adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan dalam mengatasi permasalahan perusahaan. Komite audit merupakan kepanjangan tangan dewan komisaris dalam hal pengawasan kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosial. Pengawasan kinerja sosial dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder. Kinerja peng-awasan tersebut juga akan semakin baik ketika jumlah anggota komite audit cukup untuk me-lakukan evaluasi terhadap seluruh aspek kinerja perusahaan. Semakin banyak anggota komite audit yang dimiliki, kontrol terhadap kinerja sosial perusahaan akan semakin besar sehingga mem-perluas pengungkapan tanggung jawab sosialnya) (Suryono & Prastiwi, 2011;Krisna & Suhardianto, 2016). Komite Audit mempunyai peran penting dalam perusahaan terkait dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Peran ini dapat dilihat dari pernyataan kedua FCGI mengenai tanggung jawab Komite Audit yaitu tindak perusahaan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku serta etika bisnis. UU No 40 Tahun 2007 Bab V pasal 74 menyatakan bahwa perusahaan wajib untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Walaupun tanggung jawab tersebut baru diwajibkan di tahun 2012 dengan PP No 47 tentang “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan), tetapi dengan memperhatikan etika bisnis, seharusnya perusahaan akan melakukan tanpa ada melihat ada atau tidak peraturan mengenai hal ini. Untuk itu peneliti memasukan Komite Audit sebagai salah satu proksi GCG untuk dihubungkan dengan pengungkapan lingkungan.
2.6 Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kondisi keuangan dan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Menurut Freeman et al., (1995) dalam Djuitaningsih dan Ristriawati (2011), kinerja keuangan adalah ukuran seberapa efektif dan efisien seorang manajer atau suatu perusahaan mencapai tujuan yang memadai. Febryani dan
Zulfadin (2003) memaparkan bahwa kinerja perusahaan merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dicapai oleh perusahaan dalam periode periode tertentu yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kinerja yang telah dicapai dapat diketahui dengan maka dilakukan penilaian kinerja. Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan dengan penilaian analisis laporan keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan dasar untuk menilai dan menganalisis prestasi operasi perusahaan atau kinerja perusahaan. Rasio keuangan dirancang untuk mengevaluasi laporan keuangan, yang berisi data tentang posisi perusahaan pada suatu titik dan operasi perusahaan pada maaa lalu. Nilai nyata laporan keuangan terletak pada fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu memperkirakan pendapatan dan dividen masa yang akan datang. Kenaikan laba bersih perusahaan adalah peningkatan Return on Assets (ROA). Selain konsumen, investor juga menilai sebuah perusahaan berdasarkan kinerja lingkungan yang dilakukan. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan dengan peringkat emas dan hijau akan lebih diapresiasi oleh masyarakat. Peningkatan apresiasi dan loyalitas masyarakat mengakibatkan peningkatan penjualan produk dan / atau layanan perusahaan. Dengan meningkatnya penjualan, seiring dengan penerapan konsep ekoffisiensi, laba bersih perusahaan akan meningkat. Seiring dengan kenaikan laba perusahaan, laba ditahan juga meningkat. Peningkatan laba ditahan perusahaan dapat meningkatkan kepemilikan perusahaan (ekuitas pemegang saham) di masa depan. Saldo laba pada sebagian besar perusahaan digunakan untuk diinvestasikan kembali di segmen yang berpotensi menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Saldo laba yang digunakan untuk diinvestasikan kembali di bagian tersebut, kemudian akan menghasilkan pengembalian dari kenaikan pendapatan atau kenaikan pendapatan. Dampak selanjutnya adalah pendapatan yang terus meningkat. Dengan demikian meningkatkan laba bersih perusahaan akan berdampak pada peningkatan ROE. (Angelia & Suryaningsih, 2015).
2.7 Kinerja Lingkungan Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (Suratno, Darsono, & Mutmainah, 2006; Nurjanah, 2015) Perusahaan memberikan perhatian
terhadap lingkungan sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Kinerja lingkungan sendiri dapat dilakukan dengan menerapkan akuntansi lingkungan. (Nurjanah, 2015) menyebutkan bahwa akuntansi lingkungan merupakan pengungkapan dan integrasi dampak isu-isu lingkungan pada sistem akuntansi tradisional suatu perusahaan. Akuntansi lingkungan tidak hanya menghitung biaya dan manfaat ekonomi perusahaan, akan tetapi juga mempertimbangkan biaya lingkungan yang merupakan eksternalitas ekonomi negatif atau biaya-biaya yang timbul di luar pasar. Menurut (Suratno et al., 2006) berpendapat bahwa environmental performance adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan baik (green). Untuk kinerja lingkungan suatu perusahaan, pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup membentuk suatu platform yang dipakai untuk menilai kepatutan operasi industri terhadap lingkungan hidup dan masyarakat lewat program pemeringkatan yang bernama program penilaian peringkat kinerja perusahaan (PROPER). Pengukuran terhadap kinerja lingkungan di Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa cara. Terdapat tiga indikator yang bisa digunakan yaitu AMDAL, ISO dan PROPER. Informasi tentang AMDAL terdapat pada laporan tahunan perusahaan yang listing. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999, AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kelemahan dari penggunaan AMDAL ini menurut Lindrianasari (2007) adalah hasil AMDAL tidak dapat diketahui apakah masuk kriteria baik apa tidak. ISO dalam bidang lingkungan adalah ISO 14001 tentang Manajemen Sistem Lingkungan. ISO 14001 merupakan bagian dalam ISO 14000. ISO 14000 merupakan standar terkait manajemen lingkungan yang bertujuan untuk membantu organisasi meminimalisasi dampak negatif dari operasional perusahaan. Perusahaan yang mendapatkan ISO 14001 dapat dikatakan bahwa pengelolaan lingkungannya masuk dalam kategori baik, karena menggunakan standar internasional dan dikeluarkan oleh lembaga yang kompeten. Menurut standar ISO 14001, hasil EMS adalah kinerja lingkungan, dan ini didefinisikan secara luas sebagai '' hasil terukur dari manajemen organisasi terhadap aspek lingkungannya '' (International Organization for Standardization, 2015; Nawrocka & Parker, 2009). Namun, interpretasi yang ditentukan dapat bervariasi, tergantung pada persepsi EMS dan perannya dalam organisasi. Adalah masuk akal untuk mengasumsikan bahwa fasilitas yang menerapkan sistem dapat melihat kinerja lingkungan mereka sangat berbeda dari apa yang
dilakukan oleh masyarakat umum. Selain itu, perbedaan karakteristik sistem manajemen lingkungan tentu mempengaruhi cara kinerja lingkungan didefinisikan. Perusahaan juga tertarik dalam pengelolaan lingkungan yang dilakukan di perusahaan bisnis lain. Salah satu alasannya adalah benchmark dengan pesaing di pasar (Porter & Van Der Linde, 1995;Nawrocka & Parker, 2009). Tren lain yang berkembang adalah menuntut sertifikat ISO 14001 dari pemasok. Praktek ini berfungsi sebagai langkah awal pengelolaan rantai pasokan lingkungan, dan juga menciptakan peluang baru bagi bisnis yang telah menerapkan sistem manajemen lingkungan. Sertifikasi dengan sendirinya menunjukkan bahwa praktik lingkungan diterapkan dan kinerja lingkungan perusahaan setidaknya pada tingkat yang dapat diterima. Namun, ada potensi besar yang belum direalisasi untuk menggunakan EMS untuk memantau dan mengelola kinerja lingkungan dari pemasok (Nawrocka, 2008). Perusahaan yang menggunakan EMS dalam manajemen rantai pasokan mereka juga memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana aspek kinerja lingkungan yang penting bagi mereka terpengaruh (Nawrocka & Parker, 2009). Kegunaan EMS sebagai alat untuk mengelola isu lingkungan di perusahaan adalah pertanyaan yang menarik bagi berbagai pihak. Salah satu kelompok yang paling diminati adalah perusahaan itu sendiri, yang menginvestasikan sejumlah besar sumber daya ke dalam pelaksanaan dan pengoperasian EMS. Sebagai tindak lanjut alami, mereka berusaha untuk mengetahui tidak hanya kinerja mereka sendiri sehubungan dengan peningkatan kinerja lingkungan, namun juga nilai umum EMS standar sebagaimana diakui di pasar bersangkutan. Perusahaan yang telah berinvestasi di EMS ingin melihat kembali dalam istilah apa pun yang menyebabkan keputusan untuk menerapkan EMS mereka (Nawrocka & Parker, 2009). Sertifikasi atas ISO 14001 mempunyai arti bahwa sistem manajemen lingkungan dari perusahaan diakses, dinilai atau dievaluasi dan hasilnya telah memenuhi persyaratanpersyaratan yang sesuai dengan SML ISO 14001. Terdapat 3 komponen dasar dalam ISO 14001 yaitu program lingkungan tertulis, pendidikan dan pelatihan, dan pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan lokal dan nasional. International Standard Organization mengemukakan bahwa ISO 14001 merupakan standar yang paling diakui di dunia terkait kerangka kerja sistem manajemen lingkungan. Keuntungan penetapan standar ISO 14001 antara lain: 1. Perlindungan Lingkungan Sistem manajemen lingkungan (SML) 14001 memungkinkan manusia dan lingkungan hidup tetap eksis dengan kondisi baik. 2. Manajemen Lingkungan yang Lebih Baik
Standar SML 14001 memberikan perusahaan kerangka menuju manajemen lingkungan yang lebih konsisten dan diandalkan. 3. Mempertinggi Daya Saing Mempertinggi peluang untuk berusaha dan bersaing dalam pasar bebas dalam era globalisasi. 4. Menjamin Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan SML 14001 menjamin perusahaan yang memilikinya memenuhi perundang-undangan yang berlaku karena ada dokumen yang tertulis. 5. Penerapan Sistem Manajemen yang Efektif Penerapan ISO 14001 menanggung berbagai teknik manajemen yang baik yang meliputi manajemen personel, akuntansi, pengendalian pemasok, pengendalian dokumen, dan lainlain yang diperlukan. 6. Pengurangan Biaya Selain mempermudah jalan untuk memenuhi persyaratan konsumen tanpa harus repot memenuhinya kembali, juga dapat mengurangi pemakaian bahan kimia maupun limbah dan B3 yang harus diproses kembali. 7. Hubungan Masyarakat yang Lebih Baik Sebagian besar prosedur yang ada pada ISO 14001 mensyaratkan tindakan yang proaktif, setiap tindakan proaktif terhadap lingkungan ini akan meningkatkan citra perusahaan dalam hal lingkungan terhadap masyarakat. 8. Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan yang Lebih Baik Terkait hubungan masyarakat yang lebih baik adalah kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Bila perusahaan telah memperoleh sertifikat ISO 14001, pelanggan akan lebih merasa aman karena adanya perlindungan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ISO 14001 membantu organisasi untuk mengelola dengan lebih baik dampak dari kegiatan mereka terhadap lingkungan. Salah satu tujuan dari ISO 14001 ini adalah mendorong upaya dan melakukan pendekatan untuk pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam dan kualitas pengelolaannya diseragamkan pada lingkup global. Sertifikat ISO 14001 dapat dijadikan bukti kelayakan suatu organisasi, bisnis, dan fasilitas manufaktur dalam menunjukkan tanggung jawab terhadap lingkungan. Sertifikasi ini sangat penting untuk bisnis atau entitas agar tetap kompetitif di pasar nasional maupun internasional di era kesadaran lingkungan ini. ISO 14001 sendiri telah diadopsi oleh Indonesia sebagai standar nasional yaitu SNI 19-14001:
2015. Hal tersebut membuktikan bahwa standar internasional ISO 14001 dapat diterapkan di Indonesia.
2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh corporate governance, kinerja keuangan dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dilihat dari variabel kinerja keuangan yang menggunakan pendekatan ISO 14001:2015 berbeda dengan penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan pada penilaian peringkaat perusahaan berdasarkan hasil laporan program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang diselenggarakan oleh kementerian lingkungan hidup. Pengungkapan corporate social responsibility merupakan suatu konsep tanggungjawab perusahaan terhadap kehidupan lingkungan dan sosial sebagai tindakan kelangsungan hidup ekonomi perusahaan dan kepercayaan masyarakat terhadap informasi-informasi kegiatan operasi perusahaan. Sementara corporate governance dengan menggunakan mekanisme internal perusahaan dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit merupakan sebagai bentuk perwujudan dan pengawasan yang akan dilakukan perusahaan di dalam pengungkapan corporate social responsibility. Kinerja keuangan perusahaan berperan penting sebagai evaluasi terhadap kondisi keuangan perusahaan untuk melakukan melakukan pengungkapan corporate social responsibility hal ini dapat dilihat dari rasio profitabilitas keuangan perusahaan seperti return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) dan juga kinerja lingkungan dengan menggunakan indikator ISO 14001:2015 sebagai bukti bahwasanya perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik dan sesuai prosedur-prosedur kebijaksanaan lingkungan. Sementara variabel kontrol merupakan ukuran perusahaan pada penelitian untuk mengetahui seberapa besar peran penting perusahaan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil di dalam pengungkapan corporate social responsibility. Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan corporate governance, kinerja keuangan dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility yang telah dilakukan, sebagai berikut: 1. Penelitian (Said et al., 2009a) meneliti mengenai pengaruh karakteristik Corporate Governance terhadap pengungkapan CSR dengan variabel independen yang digunakan yaitu ukuran dewan komisaris, independensi dewan komisaris, dualitas CEO, komite audit, sepuluh pemegang saham terbesar, kepemilikan manajerial, kepemilikan asing, dan
kepemilikan pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabel kepemilikan pemerintah dan komite audit yang berhubungan positif dan signifikan dengan luas pengungkapan. 2. (Machmud & Djakman, 2008) menguji pengaruh struktur kepemilikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial pada 107 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan indikator Global Reporting Initiative (GRI) sebagai Corporate Social Disclousure Index (CSDI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan asing dan kepemiliki institusional tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 3. (Angelia & Suryaningsih, 2015) hasil penelitian ini adalah kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE untuk peringkat emas. Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap ROE, namun tidak berpengaruh terhadap ROA. Pengungkapan kinerja lingkungan dan Corporate Social Responsibility (CSR) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE. 4. (Rakhiemah & Agustia, 2009), hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Sedangkan hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dan hasil pengujian hipotesis ketiga juga menunjukkan bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Namun, dari hasil pengujian, penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak tidak langsung yang signifikan secara statistik terhadap kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan. 5. (D. M. Dewi, 2015), hasil penelitian melakukan penelitian tentang the role of CSRD on Company’s
Financial
Performance
and
Earning
Response
Coefficient
(ERC)
menunjukkan hasil penelitian menunjukkan bahwa CSRD mempengaruhi ROE. Di sisi lain, CSRD tidak mempengaruhi ROA dan ERC. Umumnya, investor cenderung menggunakan informasi jangka pendek sehingga mereka mengabaikan CSRD yang dianggap sebagai sumber informasi jangka menengah dan panjang. 6. (Nurjanah, 2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kinerja lingkungan berdasarkan sertifikasi ISO 14001, dan profil perusahaan terbukti berpengaruh positif terhadap CSR disclosure. Sedangkan variabel leverage yang diukur dengan rasio total hutang per total aset tidak berpengaruh terhadap CSR disclosure. Begitu pula dengan pertumbuhan yang dilihat dari pertumbuhan aset perusahaan juga tidak memiliki pengaruh terhadap CSR disclosure. Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol secara signifikan
berpengaruh positif terhadap CSR disclosure pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Besar kecilnya perusahaan ditentukan berdasarkan total aset yang dimilikinya. 7. (Kusumo Bawono & Haryanto, 2015) hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan dan sertifikasi ISO 14001 mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Sedangkan variabel leverage, profitabilitas, dan cakupan operasional perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility.
BAB III KERANGKANG KONSEPTUAL DA PENGEMBANGAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konseptual Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan corporate governance, kinerja keuangan dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Maka kerangka konseptual pada penelitian ini, sebagai berikut: Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Komite Audit
Pengungkapan Corproate Social Responsibility
Return On Asset
Return On Equity Ukuran Perusahaan Kinerja Lingkungan Variabel Control
Keteragan: H1 : Dewan Komisaris berhubungan dengan pengungkapan corporate social responsibility H2 : Dewan Direksi berhubungan dengan pengungkapan corporate social responsibility H3 : Komite Audit berhubungan dengan pengungkapan corporate social responsibility H4 : Return on asset berhubungan dengan pengungkapan corporate social responsibility H5 : Return on Equity berhubungan dengan pengungkapan corporate social responsibility H6 : Kinerja Lingkungan berhubungan dengan pengungkapan corporate social responsibility
3.2 Pengembangan Hipotesis 3.2.1 Pengaruh Dewan Komisaris terhadap pengungkapan corporate social responsibility Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006, Dewan Komisaris dapat terdiri dari pihak terafiliasi dan tidak terafiliasi atau yang sering disebut
Komisaris Independen. Maksud dari pihak yang tidak terafiliasi adalah pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Sesuai dengan penerapan prinsip GCG dalam perusahaan, maka perusahaan memerlukan Komisaris Independen dalam susunan Dewan Komisaris. Istilah independen pada Komisaris Independen maupun direksi bukan menunjukan bahwa komisaris atau direksi lain tidak independen. Istilah ini hanya menunjukan keberadaan sebagai wakil dari pemegang saham independen (saham minoritas). Komisaris Independen merupakan anggota Dewan Komisaris yang tidak berafiliasi dengan manajemen, anggota Dewan Komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen untuk kepentingan perusahaan (KNKG, 2006). Menurut (Akhtaruddin, Hossain, Hossain, & Yao, 2009), semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengalaman dan kompetensi kolektif dewan komisaris akan bertambah, sehingga informasi yang diungkapkan oleh manajemen akan lebih luas, selain itu ukuran dewan komisaris yang besar dipandang sebagai mekanisme corporate governance yang efektif. Sementara menurut (Paramita & Marsono, 2014) (Akhtaruddin et al., 2009; Said et al., 2009b) semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengalaman dan kompetensi kolektif dewan komisaris akan bertambah, sehingga informasi yang diungkapkan oleh manajemen akan lebih luas, selain itu ukuran dewan komisaris yang besar dipandang sebagai mekanisme corporate governance yang efektif.
3.2.2 Pengaruh Dewan Direksi terhadap pengungkapan corporate social responsibility Dewan direksi sebagai elemen tertinggi dari pihak manajemen bertang-gung jawab atas perolehan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingan. Ukuran dewan direksi mencerminkan mekanisme tata kelola perusahaan karena pengambilan keputusan direksi akan mempertimbangkan pendapat anggota direksi. Semakin besar ukuran dewan direksi, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (Ali & Atan, 2013; Krisna & Suhardianto, 2016; Pebriana & Sukartha, 2012; Suryono & Prastiwi, 2011).
3.2.3 Pengaruh Komite Audit terhadap pengungkapan corporate social responsibility Komite audit merupakan kepanjangan tangan dewan komisaris dalam hal pengawasan kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosial. Pengawasan kinerja sosial dilakukan untuk
mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholder. Kinerja pengawasan tersebut juga akan semakin baik ketika jumlah anggota komite audit cukup untuk me-lakukan evaluasi terhadap seluruh aspek kinerja perusahaan. Semakin banyak anggota komite audit yang dimiliki, kontrol terhadap kinerja sosial perusahaan akan semakin besar sehingga memperluas pengungkapan tanggung jawab sosialnya) (Suryono & Prastiwi, 2011;Krisna & Suhardianto, 2016). Begitu juga menurut penelitian (Khan, Muttakin, & Siddiqui, 2012) hasil kami menunjukkan bahwa walaupun pengungkapan CSR pada umumnya memiliki hubungan negatif dengan kepemilikan manajerial, hubungan semacam itu menjadi signifikan dan positif bagi industri yang berorientasi ekspor. Kami juga menemukan kepemilikan publik, kepemilikan asing, independensi dewan dan kehadiran komite audit untuk memiliki dampak positif yang signifikan terhadap pengungkapan CSR. Berbeda dengan penelitian (Pratama & Rahardja, 2013) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi Komisaris Independen, ukuran Dewan Komisaris, dan ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan lingkungan. Sementara itu, kinerja lingkungan dan rapat Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan lingkungan. (Priantana & Yustian, 2011) Hasil pengujian dengan variabel independen yang sama menunjukkan pengaruh yang signifikan secara parsial karena tidak semua variabel signifikan, hanya variabel dan kepemilikan manajerial, komite audit, ukuran dewan direksi dan komposisi dewan komisaris yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan kelembagaan Kepemilikan tidak berpengaruh terhadap tingkat signifikansi pengungkapan CSR 0.252.
3.2.4 Pengaruh Return on Asset terhadap pengungkapan corporate social responsibility Menurut penelitian (Yuniasih & Wirakusuma, 2013), Hasil menunjukkan bahwa (1) ROA memiliki efek positif terhadap nilai perusahaan, (2) pengungkapan CSR mampu memoderasi hubungan ROA dan nilai perusahaan, namun kepemilikan manajerial tidak dapat memoderasi tautan. Hal ini dimungkinkan karena kepemilikan manajerial di Indonesia masih sangat kecil dan perusahaan cenderung memiliki keluarga. Begitu juga menurut penelitian (Hermawan & Maf’ulah, 2014), hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel kinerja keuangan (return on asset) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan, selanjutnya secara parsial variabel corporate social responsibility mampu memoderasi hubungan kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. Sementara itu menurut penelitian (Angelia & Suryaningsih, 2015) hasil penelitian adalah kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE untuk peringkat emas. Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap ROE, namun tidak berpengaruh terhadap ROA. Pengungkapan kinerja
lingkungan dan Corporate Social Responsibility (CSR) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE.
3.2.5 Pengaruh Return on Equity terhadap pengungkapan corporate social responsibility Menurut penelitian (Angelia & Suryaningsih, 2015) hasil penelitian adalah kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE untuk peringkat emas. Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap ROE, namun tidak berpengaruh terhadap ROA. Pengungkapan kinerja lingkungan dan Corporate Social Responsibility (CSR) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE. Sedangkan menurut penelitian (Pebriana & Sukartha, 2012) menunjukkan hasil bahwa untuk variabel komposisi dewan direksi menunjukkan pengaruh yang signifikan pada pengungkapan CSR sedangkan variabel profitabilitas (ROE), leverage, umur perusahaan dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada pengungkapan CSR. Begitu juga menurut penelitian (Mulyadi & Anwar, 2012) peneliti menggunakan independensi dewan dan kepemilikan institusional untuk mempelajari hubungan corporate governance terhadap pengungkapan CSR. profitabilitas menggunakan return on equity. Dalam mengukur pengungkapan CSR, kami mengembangkan indeks pengungkapan CSR yang didasarkan pada indikator Global Reporting Initiatives. Hasil Penelitian menunjukkan independensi dewan dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR perusahaan, sementara profitabilitas berpengaruh dan signifikan pada 1%.
3.2.6 Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (Suratno, Darsono, & Mutmainah, 2006; Nurjanah, 2015) Perusahaan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Menurut (Kusumo Bawono & Haryanto, 2015) hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan dan sertifikasi ISO 14001 mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Sedangkan variabel leverage, profitabilitas, dan cakupan operasional perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. (Lucyanda & GraciaPrilia Siagian, 2012) penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, profil perusahaan, earning per share, dan kepedulian lingkungan berpengaruh terhadap keterbukaan tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Penelitian
ini juga menemukan bahwa pengaruh, ukuran dewan komisaris, profil perusahaan, umur perusahaan, kepemilikan manajemen, dan peluang pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
3.2.7 Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan. Variabel kontrol ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan log natural atas total aset untuk menentukan besarnya ukuran perusahaan. Hal ini dikarenakan total aset perusahaan sampel yang sangat beragam. Penggunaan total aset dikarenakan aset perusahaan dianggap mampu menggambarkan kekayaan perusahaan yang dapat digunakan untuk membiayai pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. (Cek, Mohamad, Yunus, & Norwani, 2013; Lucyanda & Gracia Prilia Siagian, 2012) Penelitianpenelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap CSR disclosure. Hal tersebut mengindikasi bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan tersebut akan melakukan pengungkapan CSR yang lebih banyak. (Yao, Wang, & Song, 2011) mengungkapkan bahwa perusahaan besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat umum, oleh karena itu perusahaan besar mendapatkan tekanan publik yang lebih besar untuk menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Jika dikaitkan dengan teori stakeholder, perusahaan berukuran besar memiliki pemegang kepentingan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan dengan skala kecil, inilah yang menyebabkan perusahaan besar harus memiliki pengungkapan informasi yang lebih luas demi terpenuhinya kebutuhan stakeholders akan informasi terkait kepentingannya.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis untuk menjelaskan hubungan antar variabel dependen (terikat), variabel independen (bebas) dan variabel kontrol (control variable). Metode penelitian menurut Sugiyono (2011:2) pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian ini membahas beberapa hal yang meliputi variabel penelitian, definisi operasional variabel, cara pengukuran variabel, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis.
4.2Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1Populasi Populasi adalah jumlah dari keseluruhan kelompok individu, kejadian-kejadian yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti atau diselidiki. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2014 dan 2015. Rentang waktu pengambilan data tersebut dipilih karena masih relevan dengan tahun penelitian dan perusahaan go public juga semakin banyak yang menerbitkan laporan tahunan dengan dilengkapi data mengenai audit report lag dan profil Komite Audit.
4.2.2Sampel Sampel terdiri dari atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sekaran, 2011:123). Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan telah memakai teknik cross-sectional studies dimana pengambilan data dilakukan hanya 1 kali saja dan mencerminkan ‘potret’ dari suatu keadaan pada satu saat tertentu. Penelitian ini menggunakan teknik sampel dengan metode purposive sampling. Sampel dipilih melalui metode purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: 1. Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014 dan 2015 2. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan di tahun 2014-2015 3. Perusahaan yang menggunakan mata uang Rupiah di dalam laporan keuangan (annual report) dan laporan tahunannya.
4.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel terikat (dependent), variabel bebas (independent), dan variabel kontrol (control). Variabel terikat merupakan variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate social responsibility. Variabel bebas merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah corporate governance diukur dengan dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit, variabel kinerja keuangan diukur dengan return on asset dan return on equity dan variabel kinerja keuangan diukur dengan ISO 14001. Variabel kontrol merupakan variabel yang digunakan untuk mengontrol hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan.
4.3.1 Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas (Ghozali, 2011). Variabel dependen pada penelitian ini merupakan pengungkapan corporate social responsibility adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Corporate Social Responsibility diukur menggunakan corporate social responsibility index (CSRI). Instrumen pengukuran CSRI yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada instrumen Global Reporting Initiative (GRI), yang mengelompokkan informasi corporate social responsibility ke dalam Sustainability Reporting.
4.3.2 Variabel Independen Variabel independen pada penelitian ini merupakan corporate governance diukur dengan dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit, kinerja keuangan diukur dengan return on asset dan return on equity dan kinerja lingkungan diukur dengan ISO 14001. Adapun pengertian dari variabel independen, sebagai berikut: 4.3.2.1 Dewan Komisaris (Akhtaruddin et al., 2009; Said et al., 2009b) semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengalaman dan kompetensi kolektif dewan komisaris akan bertambah, sehingga informasi yang diungkapkan oleh manajemen akan lebih luas, selain itu ukuran dewan komisaris yang besar dipandang sebagai mekanisme corporate governance yang efektif. Dewan Komisaris = Jumlah anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan
4.3.2.2 Dewan Direksi Ukuran dewan direksi mencerminkan mekanisme tata kelola perusahaan karena pengambilan keputusan direksi akan mempertimbangkan pendapat anggota direksi. Semakin besar ukuran dewan direksi, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (Ali & Atan, 2013; Krisna & Suhardianto, 2016; Pebriana & Sukartha, 2012; Suryono & Prastiwi, 2011). Dewan Direksi = Jumlah direksi yang dimiliki oleh perusahaan
4.3.2.3 Komite Audit Komite audit merupakan kepanjangan tangan dewan komisaris dalam hal pengawasan kinerja perusahaan, termasuk kinerja sosial. Kinerja pengawasan tersebut juga akan semakin baik ketika jumlah anggota komite audit cukup untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh aspek kinerja perusahaan. Semakin banyak anggota komite audit yang dimiliki, kontrol terhadap kinerja sosial perusahaan akan semakin besar sehingga memperluas pengungkapan tanggung jawab sosialnya) (Suryono & Prastiwi, 2011;Krisna & Suhardianto, 2016). Komite Audit Jumlah Anggota Komite Audit
4.3.2.4 Return on Asset Return on Asset (ROA) adalah salah satu bentuk rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktivitas operasi perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return on Asset diperoleh dengan cara membandingkan net income terhadap total asset. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut: Return on asset = Laba Setelah pajak Total Aset perusahaan
4.3.2.5 Return on Equity Return On Equity (ROE) merupakan rasio antara laba bersih terhadap total equity. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Return on Equity = Net Income dibagi dengan Total Ekuitas
4.3.2.6 ISO 14001 Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (Suratno, Darsono, & Mutmainah, 2006; Nurjanah, 2015) Perusahaan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Dummy variable digunakan untuk mengukur kinerja lingkungan ini. Angka 1 diberikan untuk perusahaan yang dianugerahi sertifikat ISO 14001, dan angka 0 diberikan untuk perusahaan tanpa sertifikasi ISO 14001. Pengukuran ini sebelumnya telah digunakan dalam penelitian (Kusumo Bawono & Haryanto, 2015; Lucyanda & GraciaPrilia Siagian, 2012; Nurjanah, 2015)
4.3.7 Ukuran Perusahaan Variabel kontrol ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan log natural atas total aset untuk menentukan besarnya ukuran perusahaan. Hal ini dikarenakan total aset perusahaan sampel yang sangat beragam. Penggunaan total aset dikarenakan aset perusahaan dianggap mampu menggambarkan kekayaan perusahaan yang dapat digunakan untuk membiayai pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Size = Log (nilai buku total asset)
4.4. Metode Analisis 4.4.1 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian Analisis statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data yang bersangkutan. Pengukuran yang digunakan statistik deskriptif ini meliputi jumlah sample, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi (Ghozali, 2011).
4.4.2Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan regresi. Pengujian yang dilakukan adalah uji normalitas, uji multikolenieritas, dan uji heteroskedastisitas. 4.4.3Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi normalitas data, dilakukan melalui analisis statistic Kolmogorov-Smirnov Test (K-S). Uji KS dilakukan dengan membuat hipotesis: H0 = Data residual terdistribusi normal. H1 = Data residual tidak terdistribusi normal. Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah sebagai berikut : a. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan secara statistik maka H0 ditolak, yang berarti data terdistribusi tidak normal. b. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak signifikan secara statistik maka H0 diterima, yang berarti data terdistribusi normal. 4.4.4Uji Multikolonieritas Menurut Ghozali (2011) uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi korelasi.Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF).Kedua ukuran ini menunjukkan variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi. Nilai cut-off yang umum adalah: 1. Jika nilai Tolerance >10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. 2. Jika nilai Tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
4.4.5Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periodet-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Menurut Ghozali (2011) model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan dengan menghitung nilai Durbin Watson (DW).
Pengukuran ada tidaknya autokorelasi adalah : a. Apabila nilai DW lebih besar daripada batas atas, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya, tidak ada autokorelasi positif. b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya, ada autokorelasi positif. c. Bila nilai DW terletak di antara batas atas dan batas bawah, maka tidak dapat disimpulkan.
4.4.6Uji Heterokesdastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual
satu
pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini heterokedastisitas diuji dengan menggunakan uji Glejser. Untuk mengetahui tidak adanya heteroskedastisitas ditunjukkan dengan tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Residual (AbsRes). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5 persen. 4.5Analisis Regresi Uji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi. Regresi adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Model regresi dirumuskan dengan persamaan berikut: CSRDi = β0 + β1BDSize + β2 DD + β3AUDCom + β4ROA + β5ROE + β6 KL Dimana: β0
= Konstanta
BDSize
= Dewan Komisaris
DD
= Dewan Direksi
AUDCom
= Komite Audit
ROA
= Return on Asset
ROE
= Return on Equity
KL
= Kinerja Lingkungan
4.6Pengujian Hipotesis 4.6.1Uji Hipotesis Analisis Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi (a) sebesar 5 persen atau 0.05. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai probabilitas signifikansi. Jika nilai probabilitas signifikansi < 0.05, maka hipotesis diterima. Hal ini berarti model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel independen. Jika nilai probabilitas signifikansi > 0.05, maka hipotesis ditolak. Hal ini berarti model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Penelitian ini menggunakan nilai adj R2 karena mampu mengatasi bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi. Nilai Adj R2 yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel bebas dalam menjelaskan variabel-variabel terikat sangat terbatas (Ghozali, 2011).
Uji Hipotesis Analisis Parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi (a) sebesar 5 persen atau 0.05. Kriteria penerimaanatau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai probabilitas signifikansi. Jika nilai probabilitas signifikansi < a, maka hipotesis diterima. Jika nilai probabilitas signifikansi > a, maka hipotesis ditolak. Uji t dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t masing-masing variabel pada output hasil regresi menggunakan spss dengan significance level 0,05 (a=5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari a maka hipotesis ditolak, yang berarti secara individual variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai signfikansi lebih kecil dari a maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan), berarti secara individual variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikansi terhadap variabel dependen.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range dan kemencengan distribusi (Imam Ghozali, 2011). 5.2 Hasil Uji Asumsi Klasik 5.2.1 Uji Normalitas (Imam Ghozali, 2011) menyatakan bahwa uji normalitas adalah untuk menguji apakah model regresi, variabel independen dan variabel dependennya memiliki distribusi data normal atau tidak normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Dari gambar Histogram di atas, dapat diperoleh bahwa data membentuk lonceng sebagai ciri dari distribusi normal. Sedangkan dari gambar Normal P-p plot diperoleh data menyebar dekat garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dari kedua gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. 5.2.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model dalam model regresi linier ada korelasi antar pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Imam Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW).
Tabel 5.2 Uji Autokorelasi Model R
R Adjusted Std. Square R Error of Square Estimate
Change Statistics
DW
R F df1 df2 Sig. F Square Change Change Change a 1 .357 .127 -.105 .115968 .127 .548 4 15 .703 1.093 a. Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, ROA, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi, ROE, Kinerja Lingkungan. b. Dependent Variable: Corporate social responsibility Disclosure Index
Hasil perhitungan pengujian korelasi diperoleh nilai DW 1.093 dengan nilai table signfikansi 5% (0.05) dengan jumlah sampel 20 (n) dan jumlah variabel independen (k) sebanyak 6, maka diperoleh nilai DW sebesar 1.093 sehingga dL< DW
5.2.4 Uji Multikolinearitas Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen) (Imam Ghozali, 2011). Pendekatan yang digunakan untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dengan uji tes Variance Inflation Factor (VIF), dengan analisis jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut atau jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat diartikan bahwa terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut. Tabel 5.3 Uji Multikolinearitas Model
Unstandardized Coefficients B
Unstandardize d Coefficients
Std Error
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
Constant
.083
.271
Dewan Komisaris
.038
.027
.455
.514
1.945
Dewan Direksi
-.017
.010
-.424
.787
1.271
Komite Audit
.057
.054
.286
.768
1.302
ROA
.233
.206
.375
.496
2.015
ROE
.145
.134
.339
.561
1.783
-.115
.071
-.525
.517
1.933
.786
1.306
Kinerja Lingkungan
Ukuran Perusahaan -2.072 .000 -.373 a. Dependent variabel: Corporate social responsibility Disclosure Index
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas terhadap perhitungan nilai VIF menunjukkan tidak terdapat satupun variabel independen yang memiliki niali VIF lebih dari 10. Hasil uji multikolinearitas tersebut dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi.
5.2.5 Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Imam Ghozali, 2011). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut sebagai homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi variabel independen dengan nilai absolute residual. Uji heteroskedastisitas menggunakan uji gletjser dengan tingkat signifikansi α = 5%. Jika hasilnya lebih besar dari t-signifikansi (α = 5%) maka tidak mengalami heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2011).
Model
Tabel 5.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Unstandardized Unstandardize Coefficients d Coefficients
t
Sig
.307
.764
B
Std Error
Constant
.083
.271
Dewan Komisaris
.038
.027
.455
1.395
.188
Dewan Direksi
-.017
.010
-.424
-1.606
.134
Komite Audit
.057
.054
.286
1.070
.306
ROA
.233
.206
.375
1.128
.281
ROE
.145
.134
.339
1.086
.299
Kinerja Lingkungan Ukuran Perusahaan
Beta
-.115
.071
-.525
-1.614
.132
-2.072
.000
-.373
-.373
.716
Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa model regresi bebas dari masalah heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi untuk semua variabel independen lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 atau 5%.
5.3 Analisis Hipotesis Berganda 5.3.1 Uji Simultan (Uji F) Uji simultan menunjukkan apakah variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya (Imam Ghozali, 2011). Uji simultan dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaru corporate governance yang diukur dengan dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, kinerja keuangan diukur denga return on asset dan return on equity dan kinerja lingkungan diukur dengan ISO 14001 terhadap pengungkapan corporate social responsibility.
Model
Tabel 5.5 Uji Simultan (Uji F) Sum of Squares df Mean Square
Regression
.079
7
.0.11
Residual
.152
12
.013
F
Sig .895
.540a
Total .231 19 a. Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, ROA, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi, ROE, Kinerja Lingkungan b. Dependent Variable: Corporate Social Responsibility Disclosure Index Hasil pengujian simultan (Uji F) menunjukkan F Hitung sebesar 0.895 dinyatakan dengan tanda positif maka arah hubungan pengujian positif. Nilai secara statistic menunjukkan hasil yang signifikansi pada α = 0,05 dengan nilai signifikansi sebesar 0.540 > 0.50 hasil yang diperoleh dari F Tabel dengan df1= 6 dan df2=14, maka besaran F Tabel 2.85. maka nilai F Hitung < F Tabel (0.895 < 2.85), maka dapat disimpulkan pengujian variabel independen yaitu Corporate governance (Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit), Kinerja Keuangan (Return on Asset dan Return On Equity), kinerja lingkungan (ISO 14001) terhadap variabel dependen (Pengungkapan corporate social responsibility) tidak memiliki pengaruh secara simultan sehingga variabel dalam penelitian ini diterima atau dapat disimpulkan pengujian variabel diterima.
5.3.2 Koefisien Determinasi (Uji R2) Koefisien determinasi (R2) berguna untuk menguji seberapa jauh kemampuan model penelitian dalam menerangkan variabel dependen (good of fit) (Imam Ghozali, 2011). Nilai R2 yang telah disesuaikan adalah antara 0 dan sampai dengan 1. Nilai R2 yang mendekati 1 berarti kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Nilai R2 yang kecil atau dibawah 0,5 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat kecil (Imam Ghozali, 2011). Tabel 5.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model
R
R Square
Adjusted R Std Error of the Square Estimate 1 .586a .343 -.040 .1125303 a. Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, ROA, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi, ROE, Kinerja Lingkungan. b. Dependent Variable: Corporate social responsibility Disclosure Index Hasil uji koefisien determinasi (R2) menunjukkan korelasi berganda antara dua atau lebih variabel independent terhadap variabel dependent. Variabel pengungkapan corporate social responsibility menunjukkan nilai R adalah 0.586. Hal ini menunjukkan terjadinya hubungan yang signifikan antara variabel Corporate governance (Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit), Kinerja Keuangan (Return on Asset dan Return On Equity), kinerja lingkungan (ISO 14001) terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Adapun nilai R Square sebesar 0.343 artinya persentase sumbangan variabel pengungkapan corporate social responsibility sebesar 34% sedangkan sisanya sebesar 66% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Angka adjusted R Square sebesar -.0.40 yang berarti 40% variabel pengungkapan corporate social responsibility dapat dijelaskan dengan variabel Corporate governance (Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit), Kinerja Keuangan (Return on Asset dan Return On Equity), kinerja lingkungan (ISO 14001) sedangkan sisanya 60% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Sedangkan standard error of the estimate sebesar 0.1125303 dapat diartikan ukuran banyaknya kesalahan model regresi di dalam memprediksi pengungkapan corporate social responsibility. Hal ini mencerminkan bahwa lemahnya kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen.
5.3.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji hipotesis dimaksudkan untuk memutuskan apakah akan menerima atau menolak hipotesis berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Hasil hipotesis dapat diketahui setelah melakukan uji statistik untuk mengetahui besarnya hubungan antar variabel yang diteliti. Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan bila t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (Sig < 0,05), maka Ha diterima dan Ho ditolak artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (Sig > 0,05), maka Ha ditolak dan Ho diterima artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji statistik terdiri dari uji koefisien determinasi (R2), Uji simultan (Uji F) dan Uji Parsial (Uji T). Berikut hasil uji hipotesis: Tabel 5.7 Hasil Uji Regresi Model
Unstandardized Coefficients B
Standardized Coefficients
Std Error
Constant
.083
.271
Dewan Komisaris
.038
.027
Dewan Direksi
-.017
Komite Audit
Nilai t
Sig (nilai p)
Beta .307
.764
.455
1.395
.188
.010
-.424
-1.606
.134
.057
.054
.286
1.070
.306
ROA
.233
.206
.375
1.128
.281
ROE
.145
.134
.339
1.086
.299
-.115
.071
-.525
-1.614
.132
-.373
.716
Kinerja Lingkungan
Ukuran Perusahaan -2.072 .000 -.373 Maka tabel persamaan regresi dapat digambarkan sebagai berikut:
CSRDi = 0.83 + 0.38BDSize -0.17 DD + 0.57AUDCom + 0.233ROA + 0.145ROE – 0.115 KL – 2.072 Hasil Uji Hipotesis (20-6-1 = 13; 1.770 Andina Dwi Paramita; wahyu ardimas H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai t hitung < t tabel atau jika nilai sig. > 0.05 (tidak) H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai t hitung > t tabel atau jika nilai sig. < 0.05 (memiliki) 1. Variabel Dewan Komisaris dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar 1.395 > 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.188 > 0.05 maka H0 diterima dan H1 diterima. Artinya variabel dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hal ini berarti besar kecilnya dewan komisaris pada perusahaan tidak akan
berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility, penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian (Akhtaruddin et al., 2009; Paramita & Marsono, 2014; Pebriana & Sukartha, 2012; Said et al., 2009b) mengatakan semakin besar komposisi dewan komisaris maka akan mampu mengarahkan manajemen untuk dapat meningkatkan pengungkapan corporate social responsibility. 2. Variabel dewan direksi dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar -1.606 < 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.134 > 0.05, maka H0 diterima dan H2 ditolak. Artinya variabel dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil penelitian tidak sejalan (Ali & Atan, 2013; Krisna & Suhardianto, 2016; Pebriana & Sukartha, 2012; Suryono & Prastiwi, 2011) Semakin besar ukuran dewan direksi, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan dan memperhatikan kepentingan para pemegang saham perusahaan. 3. Variabel komite audit dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar 1.070 < 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.306 > 0.05, maka H0 diterima dan H3 ditolak. Artinya variabel komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Pratama & Rahardja, 2013; Priantana & Yustian, 2011; Setiawan, 2012) mengatakan komite audit belum mampu membuktikan pengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility dikarenakan kurangnya komposisi komite audit pada perusahaan sehingga kurang efektif melakukan pengawasan dan meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan. 4. Variabel return on asset dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar 1.128 < 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.281 > 0.05, maka H0 diterima dan H4 ditolak. Artinya variabel return on asset tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility, hal ini berarti return on asset pada perusahaan belum mampu mendorong melakukan
pengungkapan
corporate
social
responsibility
dikhawatirkan
akan
mengganggu informasi keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan menurut penelitian (Angelia & Suryaningsih, 2015) hasil penelitian adalah kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE untuk peringkat emas. Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap ROE, namun tidak berpengaruh terhadap ROA. Pengungkapan kinerja lingkungan dan Corporate Social Responsibility (CSR) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE. 5. Variabel return on equity dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar 1.086 < 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.299 > 0.05, maka H0 diterima dan H5 ditolak. Artinya variabel
return on asset tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil penelitian ini sejalan Hasil penelitian ini sejalan (Pebriana & Sukartha, 2012) menunjukkan hasil bahwa untuk variabel komposisi dewan direksi menunjukkan pengaruh yang signifikan pada pengungkapan CSR sedangkan variabel profitabilitas (ROE), leverage, umur perusahaan dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada pengungkapan CSR. 6. Variabel kinerja lingkungan dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar -1.164 < 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.132 > 0.05, maka H0 diterima dan H6 ditolak. Artinya variabel kinerja lingkungan yang diukur dengan ISO 14001 tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility dikarenakan tidak semua perusahaan mengungkapan kinerja lingkungannya dengan melakukan standard dan sertifikasi ISO 14001. Hasil penelitian ini tidak sejalan (Kusumo Bawono & Haryanto, 2015; Lucyanda & GraciaPrilia Siagian, 2012) mengatakan perusahaan yang telah memiliki sertifikasi ISO 14001, perusahaan semakin memperhatikan tindakan dan bentuk tanggung jawab sosial. 7. Variabel ukuran perusahaan dengan tingkat signifikansi t hitung sebesar -0.373 < 1.770 dan nilai probabilitas sebesar 0.716 > 0.05, maka H0 diterima dan H7 ditolak. Artinya variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Yao et al., 2011) mengungkapkan bahwa perusahaan besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat umum, oleh karena itu perusahaan besar mendapatkan tekanan publik yang lebih besar untuk menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Jika dikaitkan dengan teori stakeholder, perusahaan berukuran besar memiliki pemegang kepentingan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan dengan skala kecil, inilah yang menyebabkan perusahaan besar harus memiliki pengungkapan informasi yang lebih luas demi terpenuhinya kebutuhan stakeholders akan informasi terkait kepentingannya.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh corporate governance, kinerja keuangan dan kinerja lingkungan. Dari hasil pengujian regresi berganda, dapat disimpulkan, sebagai berikut: a. Hasil penelitian untuk variabel dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan semakin besar dewan komisaris pada perusahaan maka akan mampu mengarahkan manajemen untuk dapat meningkatkan pengungkapan corporate social responsibility perusahaan serta dapat meningkatkan citra perusahaan terhadap masyarakat dan investor. b. Hasil penelitian untuk variabel dewan direksi tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan peran dewan direksi tidak dapat memberikan bukti dikarenakan kurangnya tugas dan peran di dalam perusahaan serta sediktinya jumlah dewan direksi. c. Hasil penelitian variabel komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan kuranngnya kompoisisi komite audit pada perusahaan sehingga kurang efektif melakukan pengawasan dan meningkatkan pengungkapan informasi perusahaan. d. Hasil penelitian variabel return on asset tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan tingkat kenaikan asset pada perusahaan belum mampu mendorong perusahaan untuk dapat melakukan pengungkapan corporate social responsibility dan perusahaan cenderung untuk tidak mengungkapkan informasi keuangan perusahaan. e. Hasil penelitian variabel return on equity tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan tingkat return on equity belum mampu secara maksimal yang dimiliki dikarenakan tingkat laba yang belum maksimal sehingga belum dapat melakukan pengungkapan corporate social responsibility. f. Hasil penelitian variabel kinerja lingkungan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan tingkat kepedulian perusahaan terhadap lingkungan masih kurang, hal ini dapat dilihat dari masih minimnya perusahaan memiliki sertifikasi ISO 14001 sebagai dasar kinerja lingkungan perusahaan yang baik.
g. Hasil penelitian variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih dari masyarakat umum, oleh karena itu perusahaan besar mendapatkan tekanan publik yang lebih besar untuk menunjukkan tanggung jawab sosialnya.
6.2 Saran
REFERENSI Adebayo, E. (2000). Corporate Social Responsibility Disclosure, Corporate Financial And Social Performance: An Empirical Analysis. Nova Southeastern University. Akhtaruddin, M., Hossain, M. A., Hossain, M., & Yao, L. (2009). Corporate Governance and Voluntary Disclosure in Corporate Annual Reports of Malaysian Listed Firms. Jamar, 7(1), 1–20. Akinyomi, O. J. (2013). Survey of corporate social responsibility practices in Nigerian manufacturing sector. International Journal of Research Studies in Management, 2(1), 33–42. https://doi.org/10.5861/ijrsm.2012.177 Al-Tuwaijri, S. A., Christensen, T. E., & Hughes, K. E. (2004). The relations among environmental disclosure, environmental performance, and economic performance: A simultaneous equations approach. Accounting, Organizations and Society, 29(5–6), 447– 471. https://doi.org/10.1016/S0361-3682(03)00032-1 Ali, M. A. M., & Atan, P. D. R. H. (2013). The Relationship Between Corporate Governance and Corporate Social Responsibility Disclosure: A Case of High Malaysian Sustainability Companies and Global Sustainability Companies. South East Asia Journal of Contem-Porary Business, Economics and Law, 3(1), 39–48. Angelia, D., & Suryaningsih, R. (2015). The Effect of Environmental Performance And Corporate Social Responsibility Disclosure Towards Financial Performance (Case Study to Manufacture, Infrastructure, And Service Companies That Listed At Indonesia Stock Exchange). Procedia - Social and Behavioral Sciences, 211(November), 348–355. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.11.045 Anggraini, F. R. R. (2006). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang, 21, 23–26. Bagh, T., Khan, M. A., Azad, T., Saddique, S., & Khan, M. A. (2017). The Corporate Social Responsibility and Firms’ Financial Performance: Evidence from Financial Sector of Pakistan. International Journal of Economics and Financial, 7(2), 301–308. Belkaoui, A., & Karpik, P. G. (1989). Determinants of the Corporate Decision to Disclose Social
Information.
Accounting,
Auditing
&
Accountability
Journal,
2(1),
9513578910132240. https://doi.org/10.1108/09513578910132240 Brown, T. J., & Dacin, P. A. (1997). The Company and the Product: Corporate Associations and
Consumer
Product
Responses.
https://doi.org/10.2307/1252190
Journal
of
Marketing,
61(1),
68.
Cek, I. T., Mohamad, Z. Z. B., Yunus, J. N., & Norwani, N. M. (2013). Corporate Social Responsibility ( CSR ) Disclosure in Consumer Products and Plantation Industry in Malaysia. American International Journal of Contemporary Research, 3(5), 118–125. Choi, B. B., Lee, D., & Park, Y. (2013). Corporate Social Responsibility, Corporate Governance and Earnings Quality: Evidence from Korea. Corporate Governance: An International Review, 21(5), 447–467. https://doi.org/10.1111/corg.12033 Choi, J.-S., Kwak, Y.-M., & Choe, C. (2010). Corporate social responsibility and corporate financial performance: Evidence from Korea. Australian Journal of Management, 35(3), 291–311. https://doi.org/10.1177/0312896210384681 Collier, P., & Gregory, A. (1999). Audit committee activity and agency costs. Journal of Accounting and Public Policy, 18, 311–332. Cong, Y., & Freedman, M. (2011). Corporate Governance And Environmental Performance and
Disclosures.
Advances
in
Accounting,
27(2),
223–232.
https://doi.org/10.1016/j.adiac.2011.05.005 Corbett, C. J., Luca, a M., & Pan, J. N. (2003). Global perspectives on global standards: a fifteen-economy survey of ISO 9000 and ISO 14000. ISO Management Systems, January-Fe(February), 31–40. Dewi, D. M. (2015). The Role of CSRD on Company’s Financial Performance and Earnings Response
Coefficient
(ERC).
Procedia
-
Social
and
Behavioral
Sciences,
211(September), 541–549. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.11.072 Dewi, K., & Monalisa. (2016). Effect of Corporate Social Responsibility Disclosure on Financial Performance with Audit Quality as a Moderating Variable. Binus Business Review, 7(2), 149. https://doi.org/10.21512/bbr.v7i2.1687 Folorunsho Monsuru, A., & Adetunji Abdulazeez, A. (2014). The effects of corporate social responsibility activity disclosure on corporate profitability: Empirical evidence from Nigerian commercial banks. IOSR Journal of Economics and Finance, 2(6), 17–25. https://doi.org/10.9790/5933-0261725 Gavana, G., Gottardo, P., & Moisello, A. M. (2017). The effect of equity and bond issues on sustainability disclosure. Family vs non-family Italian firms. Social Responsibility Journal, 13(1), 126–142. Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM dan SPSS. In aplikasi
analisis
multivariate
dengan
program
ibm
spss
19.
https://doi.org/10.2307/1579941 Haryati, R., & Rahardjo, S. N. (2013). Pengaruh Corporate Social Responsibility , Kinerja
Lingkungan, Dan Struktur Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Diponegoro Journal of Accounting, 2(2), 1–15. Hermawan, S., & Maf’ulah, A. N. (2014). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Pemoderasi.
Jurnal
Dinamika
Akuntansi,
6(2103–118),
1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Hooghiemstra, R. (2000). Corporate communication and impression management: New perspectives why companies engage in corporate social reporting. Journal of Business Ethics, 27(1/2), 55–68. https://doi.org/10.1023/A:1006400707757 Imam Ghozali. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM dan SPSS. In aplikasi
analisis
multivariate
dengan
program
ibm
spss
19.
https://doi.org/10.2307/1579941 International Organization for Standardization. (2015). ISO 14000 - Environmental management - ISO. Iqbal, N., Ahmad, N., Basheer, N. A., & Nadeem, M. (2012). Impact of Corporate Social Responsibility on Financial Performance of Corporations: Evidence from Pakistan. International
Journal
of
Learning
and
Development,
2(6).
https://doi.org/10.5296/ijld.v2i6.2717 Jamali, D., & Mirshak, R. (2007). Corporate Social Responsibility (CSR): Theory and practice in a developing country context. Journal of Business Ethics, 72(3), 243–262. https://doi.org/10.1007/s10551-006-9168-4 Jatiningrum, C. (2013). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Ilmiah Gema Ekonomi, 3(2), 345–354. Jensen, M., & Meckling, W. (1976). The Theory of Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–60. John, E., John, A. O., & E, O. A. (2013). Corporate social responsibility and financial performance : Evidence from Nigerian manufacturing sector . Asian Journal Of Management Research, 4(1). Khan, A., Muttakin, M. B., & Siddiqui, J. (2012). Corporate Governance and Corporate Social Responsibility Disclosures: Evidence from an Emerging Economy. Journal Business Ethics, 114(2), 207–223. https://doi.org/10.2139/ssrn.2050630 Kotler, P., & Lee, N. (2005). Corporate Social responsibility: Doing The Most good for your
Company and your cause. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Moir. (Vol. 20). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Moir. https://doi.org/10.5465/AMP.2006.20591016 Krisna, A. D., & Suhardianto, N. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 18(2), 119–128. https://doi.org/10.9744/jak.18.2.119-128 Kusumo Bawono, A. A., & Haryanto. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabilitas, Cakupan Operasional Perusahaan dan Sertifikasi ISO 14001 Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2012-2013). Diponegoro Journal of Accounting, 4(3), 1– 12. Lau, C. M., Lu, Y., & Liang, Q. (2016). Corporate Social Responsibility in China: A Corporate Governance Approach. Journal of Business Ethics, 136(1), 73–87. https://doi.org/10.1007/s10551-014-2513-0 Lucchini, A., & Moisello, A. M. (2017). CSR Disclosure , Visibility and Media Pressure International Evidence from the Apparel and Textile Industry. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, 93(February), 5–28. Lucyanda, J., & GraciaPrilia Siagian, Lady. (2012). The Influence of Company Characteristics Toward Corporate Social Responsibility Disclosure. In The 2012 International Conference on Business and Management (pp. 601–619). Phuket, Thailand. Machmud, N., & Djakman, C. D. (2008). Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006. Simposium Nasional Akuntansi, 11, 50–63. Manurung, D. T. H., & Suhartadi, A. R. (2014). The Effect Of Earnings Management On THe Dislosure Of Corporate Social Responsibility To Corporate Governance As Variabel Moderation (Studies On Companies Registered In LQ 45). McWilliams, a, & Siegel, D. (2000). Research notes and communications. Corporate social responsibility and financial performance: correlation or misspecification? Strategic Management
Journal,
21(5),
603–609.
https://doi.org/10.1002/(SICI)1097-
0266(200005)21 Mughal, S. (2014). Corporate Social Disclosure In Pakistan: A Case Study Of Fertilizers Industry. Journal of Economics and Sustainable Development, 5(11), 48–56. Muhammad, F., & Rashid, A. (2017). Corporate Governance and Corporate Social
Responsibility: The Case of Small, Medium, and Large Firms. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, 11(1), 01–34. Mulyadi, M. S., & Anwar, Y. (2012). Influence of Corporate Governance and Profitability to Corporate CSR Disclosure. International Journal of Arts and Commerce, 1(December), 29–35. Nawrocka, D. (2008). Inter-organizational use of EMSs in supply chain management: Some experiences from Poland and Sweden. Corporate Social Responsibility and Environmental Management, 15(5), 260–269. https://doi.org/10.1002/csr.150 Nawrocka, D., & Parker, T. (2009). Finding the Connection: Environmental Management Systems and Environmental Performance. Journal of Cleaner Production, 17(6), 601– 607. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2008.10.003 Nurjanah, N. (2015). Kinerja Lingkungan, Leverage, Profil dan Pertumbuhan Perusahaan: Pengaruhnya Terhadap CSR Disclosure. Universitas Negeri Semarang. Okegbe, T. O., & Egbunike, F. C. (2016). Corporate Social Responsibility and Financial Performance of Selected Quoted Companies in Nigeria. NG-Journal Of Social Development, 5(4). https://doi.org/10.12816/0033096 Ong, T. S., Soh, W. N., Teh, B. H., & Ng, S. H. (2015). Influence Of Environmental Disclosure On The Financial Performance Of Public Listed Malaysian Manufacturing Companies. Asia-Pacific Management Accounting Journal, 10(1), 107–136. Paramita, A. D., & Marsono. (2014). Pengaruh Elemen Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsiblity (Al Azhar L). Diponegoro Journal of Accounting, 3(2014), 54–71. Patten, D. M. (1991). Exposure, legitimacy, and social disclosure. Journal of Accounting and Public Policy, 10(4), 297–308. https://doi.org/10.1016/0278-4254(91)90003-3 Pebriana, K. U. S., & Sukartha, I. M. (2012). Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Umur Perusahaan, Kompo-sisi Dewan Direksi, dan Kepemilikan Institusional Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Bursa Efek Indonesia. EJurnal Akuntansi Universitas Udayana, 1(12), 1–16. Pomering, A., & Dolnicar, S. (2009). Assessing the prerequisite of successful CSR implementation: Are consumers aware of CSR initiatives? Journal of Business Ethics, 85(SUPPL. 2), 285–301. https://doi.org/10.1007/s10551-008-9729-9 Porter, M. E., & Van Der Linde, C. (1995). Green and ompetitive: Ending the stalemate. Harvard
Business
6301(95)99997-E
Review,
73(5),
120–134.
https://doi.org/10.1016/0024-
Pratama, A. G., & Rahardja. (2013). Pengaruh Good Corporate Governance dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan Lingkungan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur dan Tambang yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Termasuk dalam PROPER Tahun 2009-2011). Diponegoro Journal of Accounting, 2(3), 1–14. Priantana, R. D., & Yustian, A. (2011). Pengaruh Struktur Good Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi, 4(1), 65–78. Rahayu, S. (2010). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro. Rahmawati, I. (2014). Analisis Hubungan Antara Corporate Governance , Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012) (Skripsi). Semarang. Rakhiemah, A. N., & Agustia, D. (2009). Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure Dan Kinerja Finansial Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XII Palembang, 1–31. Rustiarini, N. I. W. (2010). Pengaruh Corporate Governance Pada Hubungan CSR dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XIII, (11), 1–24. Said, R., Hj Zainuddin, Y., & Haron, H. (2009a). The relationship between corporate social responsibility disclosure and corporate governance characteristics in Malaysian public listed
companies.
Social
Responsibility
Journal,
5(2),
212–226.
https://doi.org/10.1108/17471110910964496 Said, R., Hj Zainuddin, Y., & Haron, H. (2009b). The Relationship Between Corporate Social Responsibility Disclosure And Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public
Listed
Companies.
Social
Responsibility
Journal,
5(2),
212–226.
https://doi.org/10.1108/17471110910964496 Setiawan, B. (2012). Analisis Pengaruh Praktik Good Corporate Governance Dan Manajemen Laba Terhadap Corporate Environmental Disclosure. Skripsi. Universitas Diponegoro. Suratno, I. B., Darsono, & Mutmainah, S. (2006). Pengaruh Environmental Performance Terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance. Simposium Nasional 9
Padang, 23–26. Suryono, H., & Prastiwi, A. (2011). Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Governance Terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report (SR): Studi pada Perusahaan-Perusahaan yang Listed (Go-Public) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2009. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh 2011, 21–22. Titisari, K. H., & Alviana, K. (2012). Pengaruh Environmental Performance Terhadap Economic Performance. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 9(1), 56–67. Utama, S. (2007). Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar FEUI, Jakarta. Waryanto. (2010). Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsbility (CSR) Di Indonesia (Skripsi). Skripsi. Semarang. Wilmshurst, T. D., & Frost, G. R. (2000). Corporate Environmental reporting: A test of legitimacy theory. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 13, 10–26. https://doi.org/10.1108/09513570010316126 Yao, S., Wang, J., & Song, L. (2011). Determinants of Social Responsibility Disclosure By Chinese Firms. Discussion Paper 72. Yuniasih, N. W., & Wirakusuma, M. G. (2013). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 4(1), 1– 10. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
International Journal of Arts and Commerce ISSN: 1929-7106 76'Westoe Road, South Shields Tyne & Wear, Post code: NE334NA United Kingdom Website: www.ijac.org.uk ___________________________________________________________________________ E-mail:
[email protected]
11 July 2017 Daniel T.H. Manurung (Corresponding Author) University of Widyatama, Faculty of Economics, Cikutra 204A, Bandung, West Java, Indonesia E-mail:
[email protected]
Subject: Review report of the research paper
Title: Effect of Corporate Governance, Financial Performance and Environmental Performance on Corporate Social Responsibility Disclosure
Manuscript ID: A-06416
Dear Daniel T.H. Manurung, Thanks a lot for your interest in International Journal of Arts and Commerce. Your research problem is of interest to us. Your manuscript has been reviewed by two reviewers. The reviewers and editorial board have decided to publish your paper with no modification. Please don’t feel hesitate to contact with the editor for any query. I look forward to hearing from you.
With thanks, Dr. Andrew Christopher Chief Editor International Journal of Arts and Commerce Contact:
[email protected] 1|Page
Terms and Conditions Publication fee You have to pay a publication fee of 150 USD. You will get one copy of the printed journal (free of charge). 30 USD is charged for each additional author due to the supply of additional copies of the printed journal. If you don’t want to get more than one copy of the printed journal, you will have to pay the usual publication fee (150 USD). No waiver policy is applicable. *You may get the print copy journal through “DHL postal service” by paying extra 30 USD but your delivery address have to be your institutional address. **Please inform the editor when the payment has been made.
Schedule for publication Your paper will be published in Vol. 6 No. 5 if you satisfy the payment and modification (if any) criteria by 17 July 2017. The probable date of publication is 18 July 2017.
Additional information 1. You will get one copy of the printed journal (free of charge). The copy will be sent to your address by post. It takes generally two weeks. Please confirm us the mailing address, including your phone number through e-mail. 2. You can also get additional copies of the printed journal by paying 30 USD for each. 3. You can download your published paper from online version with free of charge. 4. You may also ask to publish the paper later if you need more time for modification or payment.
2|Page
Payment Instructions You have to pay the publication fee through Western Union/ Money Gram/ Xpress Money/ International Bank Transfer (Wire Transfer). The payment is to be made at the address of Md. Farhad Hossain, who is the Publishing Editor of the International Journal of Arts and Commerce. To pay the fee through Western Union/ Money Gram/ Xpress Money please provide the following information to the Western Union/ MoneyGram/ Xpress Money agent. Payment Recipient Name: MD FARHAD HOSSAIN (First Name: MD FARHAD, Last Name: HOSSAIN) Payment Recipient Address: 04/06, Khilkhet, Post Code (ZIP Code): 1230 City: Dhaka, Country: Bangladesh
To International Bank Transfer (Swift Code Payment) please pay to: Account Name: MD FARHAD HOSSAIN Account No: 1549202736327001 Bank Name & Address: BRAC Bank Limited, Banasree Branch, Rampura, Dhaka, Bangladesh Swift Code: BRAKBDDH All bank charges must be paid by the author.
Publishing Editor Corresponding Address: MD FARHAD HOSSAIN 04/06, Khilkhet, Dhaka, Bangladesh Post Code (ZIP Code): 1229 Please provide us Payment receipt, once payment is made through email. Please inform us your postal address details and your manuscript ID. Your manuscript ID is: A-06416 Please feel free to contact with the publishing editor (
[email protected] ) if you need any information regarding payment.
3|Page