LAPORAN PENELITIAN KAJIAN WANITA
KEHIDUPAN WANITA PENGRAJIN GERABAH DI DESA BINOH KELURAHAN UBUNG KAJA DENPASAR
Oleh: Ida Ayu Gede Artayani, S.Sn, M.Sn. Nip. 132281816
DIBIAYAI DIPA ISI DENPASAR NOMOR : 104/ I.5.2/ PG/ 2009 TANGGAL : 6 Juni 2009 DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN / JURUSAN KRIYA SENI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR NOPEMBER, 2009
LEMBAR IDENTITAS DAN HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA / KAJIAN WANITA
1. Judul Penelitian
: Kehidupan Wanita Pengrajin Gerabah di Desa Binoh Kelurahan Ubung Kaja Denpasar.
2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dengan gelar b. Pangkat/Gol/Nip c. Jabatan d. Fakultas / Jurusan
: Ida Ayu Gede Artayani, S.Sn, M.Sn. : Lektor/IIIc/132281816 : Dosen : Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar / Kriya Seni : 1 Orang
3. Jumlah Tim Peneliti 4. Lokasi Penelitian
: Desa Binoh Kelurahan Ubung Kaja Denpasar. :
5. Kerjasama (kalau ada) a. Nama Instansi b. Alamat 6. Jangka waktu penelitian 7. Biaya Penelitian
: : 6 bulan : Rp.8.000.000,00 ( delapan juta rupiah)
Mengetahui
Denpasar , 18 Nopember 2009
Dekan Fakultas FSRD ISI Denpasar
Ketua Peneliti
Dra. Ni Made Rinu, M.Si Nip. 195702241986012002
Ida Ayu Gede Artayani. S.Sn. M.Sn Nip. 132281816
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Denpasar
Drs. I Gusti Ngurah Seramasara, M. Hum Nip. 195712311986011002
ii
KEHIDUPAN WANITA PENGRAJIN GERABAH DI DESA BINOH KELURAHAN UBUNG KAJA DENPASAR RINGKASAN Desa Binoh terletak di wilayah Kecamatan Denpasar Barat, adapun Desa Binoh dibatasi oleh Kelurahan Sempidi di sebelah barat, kelurahan Ubung Kelod di sebelah selatan, dan Desa Peguyangan di sebelah timur. Desa Binoh terdiri dari dua bagian yaitu, Binoh Kaja dan Binoh Kelod, kerajinan yang hidup di daerah ini adalah keterampilan tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Pengrajin atau pekerja di sini kebanyakan wanita yang telah berumur dan telah berkeluarga. Para suami atau kaum laki-laki biasanya bekerja di sawah dan membantu dalam pengangkutan barang-barang gerabah yang sudah jadi serta dalam proses pembakaran. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong kaum wanita untuk menekuni pekerjaan sebagai pembuat kerajinan gerabah. Dan kendala apa yang dihadapi oleh pengrajin dalam memajukan usahanya. Melalui penelitian di lapangan, menggunakan metode observasi dan wawancara, akhirnya permasalahan tersebut bisa terjawab. Adapun faktor yang mendorong wanita melakukan pekerjaan ini karena: Faktor pendidikan (wanita pengrajin rata-rata berpendidikan SD) kesempatan kerja, dan faktor ekonomi karena menggeluti pekerjaan ini tidak terkait oleh waktu sehingga para wanita bisa menselaraskan peranannya sebagai ibu rumah tangga. Adapun kendala yang dihadapi oleh para pengrajin disini adalah: bahan baku dari daerah pengrajin sendiri semakin berkurang, dan harus mendatangkan dari daerah lain, teknologi, dan disain yang kurang serta pemasarannya. Selain itu dengan banyaknya gerabah-gerabah dari luar masuk kedaerah Bali yang memiliki disain lebih bagus.
iv
THE EXISTANCE ARTISAN WOMAN EARTHENWARE AT BINOH VILLAGE
SUMMARY The Binoh village is location is surrounding sub district of west Denpasar. The Binoh village location is closed with Sempidi village at west side, Ubung Kelod village at south side, and Peguyangan village at east side. The Binoh village has two areas (group of neighbrorhoods), it is Binoh Kaja and Binoh Kelod. The artisan that live in this village are still very tradisional artisan, that delegate from one generation to other generation. Most of the artisan in this village is old woman and they have family too. Their husband usually a farmer at their rice field and usually help his wife to bring the earthenware craft to burner place until finished burning process. The problem that carried out at this research is “factor-factor that push the woman to doing earthenware work and challenge that get by artisan to growing up their busness”. Based on direct research, used observation method and direct communication, so this problem can be solved. The factor that push the woman to doing this job because education reason ( the most of artisan is only graduate from elementary school), difficult to find job that match with their capablility, economic reason such as not enough rice field they have, so it is live needed can not to much get. The last reason is the time can flexible, so they can integration with their responsibility become mother of family. The problem that get by the artisan is material, that must get from other place, technology, design not variety, and marketing (since a lot come of earthenware from Java and Lombok that more have good design).
iii
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang oleh karena berkah dan rahmat-Nyalah, penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan Penelitian ini, yang berjudul ”Kehidupan Wanita Pengrajin Gerabah di Desa Binoh Kelurahan Ubung Kaja Denpasar”. Penulisan laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran singkat mengenai kehidupan wanita pengrajin gerabah di Desa Binoh Ubung Kaja Denpasar. Faktor-faktor yang mendorong wanita di Desa Binoh menekuni pekerjaan sebagai pengrajin. Penulis menyadari bahwa semaksimal apapun usaha yang telah penulis lakukan, dalam proses melakukan penelitian sampai penulisan laporan, masih banyak kekurangannya. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca sebagai bahan perbaikan pada penelitian-penelitian selanjutnya. Terselesaikannya penulisan laporan penelitian ini, bukan sepenuhnya atas usaha penulis sendiri, banyak pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan, sehingga penulis merasa terpacu dan termotivasi karenanya. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Kasbang Limnasda Denpasar, Bapak Camat Denpasar Utara, Bapak Kepala Desa Ubung Kaja atas pemberian ijin untuk mengadakan penelitian di Desa Binoh dan kepada ketua kelompok pengrajin Amertha, Bapak I Wayan Suetha dan Ibu Emitha, yang telah memberikan informasinya. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada para pengrajin gerabah di Desa Binoh Ubung Kaja Denpasar. Sekali lagi, puji syukur Kehadapan Ida Sang Hayang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Semoga untuk segala jasa dan budi baik mereka semua, Engkau limpahkan balasannya.
Denpasar, 18 Nopember 2009
Penulis.
V
DAFTAR ISI LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN.................................. RINGKASAN………………………………………………………...... SUMMARY…………………………………………………………..... PRAKATA……………………………………………………………… DAFTAR ISI……………………………………………………………. I
II
III
IV
ii iii iv v vi
PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................ B. Pokok Permasalahan....................................................... C. Tujuan Penelitian............................................................. D.Manfaat Hasil Penelitian...................................................
1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Wanita Hindu............................................. B. Partisipasi Wanita sebagai Pekerja...............................
6 13
METODE PENELITIAN A. Sumber Data……………………………………………...... B. Teknik Pengumpulan Data..............................................
18 18
HASIL DAN PEMBAHASAN KEHIDUPAN WANITA PENGRAJIN DI DESA BINOH A.Keadaan Wilayah Penelitian............................................ B. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja Pada Usaha Kerajinan Gerabah........................................... C. Kendala yang Dihadapi Wanita Pengrajin Gerabah.......
20 22 30
V PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................... B. Saran-Saran..................................................................
34 35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................
36
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................... A. Surat Surve dari Intansi Pemerintah untuk Penelitian.. B. Peta Wilayah Desa Binoh............................................. C. Foto-Foto Aktivitas Pengrajin dan Hasil Karyanya.......
vi
I. PENDAHULUAN A . Latar Belakang Masalah Kerajinan gerabah di Desa Binoh sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat Bali, karena kerajinan gerabah yang hidup di daerah ini merupakan keterampilan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Pembuatan gerabah oleh pengrajin lebih banyak dilakukan oleh wanita yang sudah berkeluarga, bahkan kebanyakan dari mereka sudah berusia lanjut. Seakan-akan mereka tidak mengenal lelah membentuk bongkahanbongkahan tanah menjadi bentukan gerabah berupa kendi, gentong air, pot bunga dan lain-lainnya. Mereka dengan lincah menggerakan jari-jari tangannya membentuk bongkahan tanah di atas meja putar sederhana yang di sebut ”Pengenyunan”. Alat putar ini diperkirakan dari zaman prasejarah, seperti yang terdapat di Desa Basangtamiang Badung, dan di Desa Banyuning Singaraja. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, hal ini menyebabkan semakin bertambahnya angkatan kerja, dan sumber daya manusia semakin meningkat. Sumber daya manusia yang sebagian besar terdapat di daerah pedesaan dengan ciri dominannya adalah sebagai petani, dimana tingkat kerja dengan partisifasi kaum wanita pekerja dengan sektor pertanian cukup besar, dan ada pandangan bagi orang Bali, bekerja apapun akan dilakukan asalkan pekerjaan itu bersifat halal, tidak melanggar agama dan susila adalah baik, dari pada tidak melakukan apa-apa. Falsapah ini berlaku baik untuk kaum laki-laki maupun wanita.
1
Dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dewasa ini, banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi pemukiman, sehingga semakin sempitlah penguasaan lahan pertanian. Maka dari itu bagi sebagian masyarakat pedesaan tidak dapat mengandalkan pertanian sebagai tumpuan hidupnya, yang cendrung menggeser kesempatan kerja dari pertanian beralih kesektor non pertanian. Bagi para pekerja wanita tidak semuanya sektor pekerjaan dapat menyerap tenaga kerja mereka, terutama yang tinggal di daerah pedesaan, karena rata-rata mereka berpendidikan rendah, sehingga para tenaga kerja wanita memilih bekerja pada industri rumah tangga sebagai alternatif lain. Perkembangan industri kecil dan kerajinan di Bali sangat strategis sifatnya, ditinjau dari potensinya dalam menyerap tenaga kerja atau dapat membuka peluang dalam memperkuat instruktur industri. Dengan perkembangan industri kecil di pedesaan merupakan alternatif lain untuk mengatasi meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja. Perkembangan industri kecil ini, tidak memerlukan modal besar sehingga untuk mendirikan usaha ini terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah, bila
mereka
berniat
mengembangkan
sesuatu,
ada
peluang
dan
kesempatan. Industri kecil rumah tangga ini, dapat menyerap banyak tenaga kerja tanpa memerlukan pendidikan tinggi, dapat dilakukan di rumah tanpa meninggalkan pekerjaan utama sebagai petani. Hal yang demikian merupakan peluang bagi tenaga kerja wanita di Bali untuk bisa berusaha dan
2
bekerja tanpa meninggalkan peran utama sebagai ibu rumah tangga sehingga dapat membantu ekonomi keluarga. B. Pokok Permasalahan Perkembangan kerajinan dan industri kecil di daerah Bali khususnya, dewasa ini mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena pengaruh pariwisata Bali. Bali terkenal dengan adat dan budayanya, begitu pula dengan aneka kerajinannya seperti: kerajinan kayu, patung, anyaman, dan salah satu kerajinan yang mulai dilirik adalah kerajinan keramik, yang bahan bakunya dari tanah liat melalui proses pembentukan dan pembakaran. Adapun gerabah tradisional Bali yang difungsikan untuk keperluan upacara agama, hotel-hotel, peralatan rumah tangga dan juga dipergunakan untuk tujuan sovenir. Industri kecil ini mulai mendapat perhatian karena sub sektor ini banyak menyerap tenaga kerja, terutama di Desa Binoh. Ada suatu keunikan tersendiri karena apa bila diamati para pengrajinnya kebanyakan kaum wanita yang berusia di atas 25 tahun, bahkan ada yang sudah berusia lanjut yang masih tekun mengerjakan pekerjaan ini. Bila diamati kondisi yang demikian, bagi kaum wanita yang menekuni kegiatan sebagai pengrajin, memiliki peran ganda dalam kehidupannya, di rumah sebagai isteri bagi suaminya, sebagai ibu bagi anak-anaknya dan di luar hidup dalam lingkungan sosialnya dan sekaligus sebagai pencari nafkah untuk keperluan keluargganya.
3
Keadaan yang demikian berpengaruh terhadap organisasi kerja kerajinan rumah tangga tersebut, mengingat kerajinan industri kecil ini merupakan usaha rumah tangga, maka usaha mereka tidak lepas dari masalah-masalah yang dihadapi oleh keluarga tersebut. Hal ini akan mempengaruhi produktivitas dalam menghasilkan karya, dengan fenomena yang demikian maka ada beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1. Faktor-faktor apa yang memotivasi para wanita untuk menekuni usaha sebagai pengrajin gerabah. 2. Kendala-kendala apa yang dihadapi para pengrajin dalam memajukan usahanya. C. Tujuan Penelitian 1. Meningkatkan daya nalar sebagai peneliti, untuk mendapatkan hasil penelitian secara ilmiah. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong para wanita pengrajin untuk menekuni usaha kerajinan gerabah. 3. Mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi para pengrajin wanita dalam mengembangkan usahanya. D. Manfaat Hasil Penelitian 1. Untuk memberikan sumbangan teoritis berupa kasanah dalam bidang studi wanita. 2. Untuk memperkaya pengetahuan di bidang industri kerajinan.
4
3. Memberikan masukan dan ide bagi para pengrajin untuk lebih kreatif dalam berkarya seni terutama dalam bidang seni keramik, sehingga warisan budaya leluhur ini dapat dipertahankan. 4. Dapat dipergunakan sebagai titik tolak untuk untuk melakukan penelitian secara mendalam.
5
II. TINAJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Wanita Hindu Berbicara mengenai wanita menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia wanita adalah: kaum perempuan/wanita (putri). Wanita merupakan Makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki keindahan, keunikan, memiliki sifat lemah lembut, cinta kasih dan penyayang. Uraian tentang wanita sudah sangat banyak, baik dari sudut pandang agama maupun buku-buku yang berorientasi pada gender. Berbicara mengenai wanita menurut pandangan agama Hindu adalah : Wanita berasal dari bahasa Sanskrit, yaitu Svanittha, dimana kata Sva artinya “sendiri” dan Nittha artinya “suci”. Jadi Svanittha artinya “mensucikan diri”. Jadi wanita itu adalah orang yang selalu suci atau bersih. Wanita adalah makhluk Tuhan laksana permata penghias keindahan alam, yang patut dijaga, baik kemuliaan maupun kecerdasaannya ( Subali, 2008: 2). Dalam pandangan Hindu wanita adalah makhluk yang unik karena dibalik kelemah-lembutannya wanita sering di katakan sebagai makhluk yang lemah atau pun sebutan lain, tetapi dibalik kelemahannya wanita jauh lebih kuat dari seorang pria yang menjadi pelidung ketika masa berumah tangga tiba. Hanya wanita yang bisa merasakan ada kehidupan dalam dirinya, hanya wanita yang bisa mengandung dengan beban selama sembilan bulan, dan melahirkan. Dalam kehidupan keseharian wanita Bali tempak tegar, mengambil peranan melebihi peran yang seharusnya dilakukan oleh seorang
6
wanita. Di rumah ia sebagai wanita, istri, ibu, dan kadang-kadang sebagai ayah. Penulis sering mendengar keluhan dari orang-orang luar Bali yang berkunjung ke Bali, mereka mengatakan kasihan perempuan-perempuan Bali mereka mengambil pekerjaan yang tidak selayaknya dilakukan seorang wanita. Kenyataan dilapangan memang demikian banyak wanita-wanita bekerja sebagai buruh bangunan yang naik turun mengecat tembok, sebagai buruh pengangkut barang-barang di pasar bersama kaum laki-laki, bekerja di sawah sebagai buruh tani dan sebagian lagi bekerja di perusahan swasta dan instansi pemerintahan. Banyak yang tidak tega melihat kenyataan ini. Wanita/ibu didudukan sebagai ibu semesta, karena ibu bukan saja mempunyai peranan regeneratif, akan tetapi sebagai produsen kehidupan. Bumi diasosiasikan sebagai wanita yang kemudian menjadi pertiwi (ibu pertiwi) sebagai sumber kesuburan, pemberi, dan pelindung bagi manusia. Dari konsep tersebut, maka ibu pertiwi dan konsep shakti, mengalih ke kehidupan manusia bahwa wanita dan laki-laki tidak terpisahkan sebab bersumber dari satu kesatuan walaupun memiliki sifat yang berbeda tetapi saling memberikan kekuatan, maka dalam ajaran agama Hindu tidak mengenal perbedaan antara laki-laki dan wanita, bahkan wanita ditempatkan pada posisi yang terhormat. Wanita bukan hanya sebagai ibu bangsa, tetapi semesta. Dengan memahami konsep shakti, bukan berarti penulis berbicara mengenai supermasi salah satu kekuatan, akan tetapi pertemuan dan
7
penyatuan dari kekuatan maskulin dan feminin akan melahirkan energi baru yang keratif dan harmoni. Inilah landasan yang kokoh bagi prinsip kemitraan antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan keluarga maupun di masyarakat. Penulis merasa masyarakat Bali tidak menempatkan wanita sebagai makhluk yang lemah. Sebab tidak ada orang tua yang mengajarkan “ tolong bantu adikmu yang perempuan, atau bukakan pintu mobil untuk adikmu karena dia perempuan yang lemah”. Justru masyarakat Bali mendidik anakanaknya, bahwa laki-laki dan wanita dalam kedudukannya sama. Hal ini dapat dilihat dari cara pandang masyarakat Bali akan kedudukan dewa dan dewi yang dipuja, Tidak ada yang memandang bahwa Dewi Saraswati kedudukannya lebih rendah dari Dewa Brahma, semuanya sama, tergantung dari posisi dan kemampuannya. Begitu pula dalam melaksanakan upacara dalam tarian yang dipentaskan, dimulai dengan tari rejang yang ditarikan terlebih dahulu oleh kaum wanita dan dilanjutkan dengan tarian baris yang ditarikan oleh laki-laki. Jadi dalam hal ini penulis melihat tidak ada perbedaan antara perlakuan untuk
perempuan
membedakan
dan
adalah
laki-laki, fungsinya,
karena
kedudukannya
keahliannya
sama
disesuaikan
yang
dengan
kemampuannya (swadharmanya) masing-masing. Maka dari itu, kita bisa mengambil inspirasi dari pemaknaan simbol Dewi Saraswati, dan kearifan tradisional mengenai keseimbangan antara jiwa dan raga, antara wilayah domestik dan wilayah publik, antara rumah dan tempat kerja. Jika wanita
8
tidak bisa menemukan jati dirinya, niscaya akan tenggelam dalam berbagai pengaruh atau takluk oleh tantangan yang semakin keras. Di harapkan sebagai kaum wanita pintar-pintarlah dalam menentukan sikap sebelum bertindak. Dalam hubungannya dengan tatanan sosial-kemasyarakatan, wanita Hindu selalu taat merealisasikannya. Wanita Hindu sangat menghormati kesepakatan sosial yang telah ada. Konsep Tri Kaya Parisudha sebagai pedoman
masyarakat
Hindu
dalam
hubungan
tatanan
sosial-
kemasyarakatan. Kecantikan wanita Hindu mestinya mencerminkan konsep Tri Kaya Parisudha, Selain pikiran perkatan, dan perbuatan yang cantik. Dalam konteks berpikir (manacika), wanita Hindu mesti dapat menghargai pendapat orang lain dan selalu berpikiran positif. Dalam lingkungan
keluarga,
misalnya.
Sosok
wanita
hendaknya
mampu
menghargai pendapat suami dan anak-anak. Selain itu bersedia menerima nasihat-nasihat suami. 'Tidak mengklaim bahwa pendapat sendirilah yang paling baik, tanpa mau mendengarkan pikiran orang lain. Dalam konteks berkata
(wacika),
wanita
Hindu
mesti
satya
wecana
dan
mampu
memfungsikan bibir untuk berkata yang baik. Bukan malah membicarakan kejelekan orang lain, mencaci maki dan bahkan memfitnah. Dalam kaitan ini, wanita Hindu sudah mulai mampu menyuarakan kebenaran. Mampu memberdayakan kaum wanita dan memperjuangkan dalam berbagai kegiatan. Pada konteks berbuat (kayika), wanita Hindu harus
9
mampu berbuat sesuai dengan ajaran agama. Kreativitas wanita Hindu mesti disesuaikan dengan keperluan masyarakat, artinya wanita Hindu tidak hanya Mengembangkan daya kreativitasnya, dalam hal karakteristik wanita Hindu tercermin dari keluwesan dan keuniversalannya. Wanita Hindu luwes dalam beraktivitas dan mampu menerima pengaruh global. ''Wanita Hindu bisa mempertahankan akar budayanya dan memegang teguh ajaran agama. Globalisasi dan pemahaman tentang hak azasi manusia (HAM) membawa konsekuensi tentang kesetaraan gender, kedudukan dan persamaan hak dan kewajiban setiap orang baik laki-laki maupun wanita. Tuntutan tersebut adalah hal yang wajar, asal kedua belah pihak bisa menyikapi dengan menghormati hak dan kewajiban masing-masing agar tidak terjadi ketimpangan. Pada zaman teknologi modern sekarang ini, kita sangat bergembira melihat kemajuan yang dicapai oleh kaum wanita, banyak kemajuan-kemajuan wanita di segala bidang. Dulu wanita dianggap sebagai kaum pengikut saja, tetapi sekarang ini filosofi tersebut tidak berlaku lagi, karena kini sudah banyak wanita yang memiliki berkepribadian mandiri dan ambil bagian dalam menentukan sikap dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakatnya. Dengan banyaknya kemajuan di segala bidang yang telah dicapai wanita dewasa ini, sudah cukup mengembirakan. Tetapi kita tidak menutup mata masih ada kasus-kasus kekerasan terhadap wanita, untuk mengubah kondisi yang timpang ini, maka diperlukan sekali persfektif gender dalam melihat persoalan mengenai wanita dan mencari solusinya. Untuk itu
10
pemahaman tentang gender sangat penting. Gender adalah: konstruksi dan tatanan sosial mengenai berbagai peradaban antara jenis kelamin yang mengacu kepada realisasi-realisasi sosial antara perempuan dan laki-laki, atau suatu sifat yang telah ditetapkan secara sosial maupun budaya (Elizabeth Eviota, 1999: 65). Bila kita lihat dari pengertian gender di atas, muncullah pemahaman mengenai pembagian peran antara laki-laki dan perempuan secara sosial budaya. Peran secara gender dibedakan secara kodrati dan peran yang dibedakan secara budaya terbuka antara laki-laki dan perempuan. Peran kodrati seperti wanita mengalami haid, hamil, melahirkan, dan menyusui, dan pada laki-laki adalah kemampuan untuk membuahi dan menghasilkan sperma, merupakan peran yang tidak dapat dipertukarkan karena sudah demikian sejak diciptakan. Peran yang membedakan secara budaya disini biasanya terlihat pada jenis pekerjaan yang diambil. Akibat dari pengkotakkotaan peran di dalam masyarakat ini, maka ada citra baku yang telah menempatkan laki-laki sebagai mahluk yang lebih kuat dan wanita adalah makhluk lemah, sehingga ada anggapan pekerjaan yang cocok untuk wanita adalah pekerjaan domestik. Maka pada masyarakat kita ada istilah wanita di rumah dan suami bekerja mencari nafkah, sehingga apapun yang dikerjakan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan malah terkadang tidak berarti samasekali. Oleh karena itu wanita adalah bagian dari komunitas masyarakat, maka apabila kondisi seperti ini dibiarkan terus-menerus
11
berlangsung, sudah barang tentu akan merugikan seluruh tatanan masyarakat. Identitas Hindu yang selama ini dilekatkan pada sosok wanita biasanya diterjemahkan dari penampilannya. Busana adat Bali atau hal-hal lain yang mendukung penampilan fisik mereka cenderung dijadikan identitas. Predikat
yang
mempersempit
diterjemahkan pemahaman
lewat tentang
pola
pikir
wanita
semacam Hindu.
ini
akan
Bahkan
bisa
menimbulkan kesan Balisentris. Padahal wanita Hindu tersebar tak hanya di Bali. Lalu bagaimana sebetulnya karakteristik wanita Hindu? Bagaimana bentuk daya kreativitasnya? Apakah hanya identik dengan kesenian dan keterampilan membuat banten? Wanita Hindu dalam perannya baik sebagai istri, ibu dan bagian dari komintas adat memiliki identitas tersendiri. Kekhasan wanita Hindu membuat mereka dengan gampang dikenali. Karakteristik wanita Hindu dengan mudah dapat diamati lalu dikenali. Selain ulet dan giat bekerja, wanita Hindu umumnya tidak membedabedakan pekerjaan. Siap membantu suami untuk menopang kehidupan rumah tangganya. Kendati ada yang sukses, mereka tetap bersikap merendah dan mengakui peranannya hanya sebagai penambah penghasilan suami. Di Bali misalnya, wanita Hindu di pedesaan sudah terbiasa mengambil pekerjaan kaum lelaki. Dulu memang sempat wanita Hindu (Bali) digambarkan sering ngerumpi melalui aktivitas makutu (mencari kutu) di rumah tetangga.
12
Sekarang, gambaran semacam itu tidak tampak lagi, seiring dengan perkembangan dan tututan zaman. Dalam hubungannya dengan tatanan sosial-kemasyarakatan, wanita Hindu selalu taat merealisasikannya. Wanita Hindu sangat menghormati kesepakatan sosial yang telah terbangun selama ini. Dalam kaitannya dengan kerja adat di Bali misalnya, wanita Hindu dengan ikhlas terlibat di dalamnya. B. Partisipasi Wanita sebagai Pekerja Wanita Bali sangat gesit sebagai pekerja, sebagai istri dan sebagai penyelenggara rumah tangga. Wanita memberikan semangat dalam keharmonisan rumah tangga. Ia memprediksi pada masa depan, wanita Bali akan maju seiring dengan makin meningkatnya tantangan. Kesan miring juga sering dilontarkan pihak luar tentang profesi wanita Bali yang terjun dalam berbagai sektor lapangan kerja. Pertanyaan benarkah wanita Hindu ditelantarkan oleh suami yang memiliki kebiasaan matajen (bertaruh menyabung ayam) sebagaimana sering dilekatkan pada lelaki Bali? Inilah seharusnya menjadi pelurusan wacana secara terus-menerus, agar diketahui masyarakat luas bahwa wanita Bali bukan sebagai ibu rumah tangga belaka. Melainkan mempunyai filosofi yang sangat tinggi, ketika menjalankan perannya sebagai ibu, dan istri. Budaya kerja wanita Bali menujukkan mereka memiliki etos kerja yang tinggi. Wanita Bali tidak mau berleha-leha sementara suami membanting tulang mencari nafkah. Hal ini di ilhami filosofi hidup terhadap
13
yadnya yang diyakini. ia juga meyakini wanita Bali akan tetap mampu ciri khas kewanitaannya agar tidak ambivalen. Kondisi ini dimungkinkan mengingat wanita Hindu Bali tidak dianggap kaum merginal oleh laki-laki dan keluarga. Menurut Weda, wanita sangat dimuliakan dan menjadi perlambang Dewi Saraswati, Dewi Uma, Ibu pertiwi dan sebagainya. Berbicara mengenai partisipasi tenaga kerja wanita, memang sangat erat kaitannya dengan latar belakang keluarga, hal ini mengingat bahwa fungsi keluarga terutama dalam pengambilan keputusan sangat menentukan. Kemiskinan yang dihadapi oleh sebagian besar keluarga yang ada di pedesaan,
menuntut
keikutsertaan
setiap
anggota
keluarga
untuk
memecahkannya. Masalah lain yang dihadapi adalah masalah urbanisasi yang cukup besar sehingga berdampak rendah bagi kesempatan kerja di pedesaan, akibatnya pertumbuhan ekonomi
di dalam kota semakin pesat, dan di
daerah semakin lambat. Cerminan pertumbuhan ekonomi seperti ini mencerminkan dualisme yang pada gilirannya menimbulkan kesenjangan antara daerah dan perkotaan. Hal tersebut di atas merupakan suatu kewajiban moral sehingga bekerja merupakan suatu keharusan. Bagi golongan miskin di pedesaan, para kaum wanitanya menerima kenyataan bahwa bekerja adalah sebagai kodrat dan suatu keharusan, dan bila wanita telah berumah tangga, mungkin akan bekerja lebih berat lagi. Karena wanita yang telah berumah tangga
14
akan memiliki peran ganda, sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai pencari nafkah untuk membantu perekonomian keluarga. Nani Sumarni (985: 25). Dengan semakin langkanya pekerjaan di sektor pertanian, maka bagi kaum wanita di pedesaan mencari alternatif lain bekerja di bidang industri. Dalam hubungannya dengan partisipasi kerja antara wanita yang belum menikah dengan wanita yang berumah tangga, maka akan terlihat lebih banyak wanita pekerja adalah wanita yang sudah berumah tangga. Dalam hubungannya dengan peran wanita dalam pekerja yang mencerminkan setatus sebagai pekerja pencari nafkah, apabila keluarga sudah tidak memungkinkan untuk memenuhi keperluan anggotanya, maka salah
satu
anggotanya
diberikan
kesempatan
mencari
nafkah,
mencerminkan perubahan pada peran wanita dalam pekerjaan rumah tangga. Pudjiwati Sajogyo, (1999: 35). Pergeseran peran (pembagian kerja) antara pria dan wanita di dalam keluarga dan rumah tangga, mencerminkan perubahan peranan wanita dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam hal ini ada dua tipe peranan wanita, peranan yang pertama, pola peranan seluruhnya hanya dalam pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan pemeliharaan hidup semua anggota keluarga dan rumah tangganya, kedua peranan wanita sebagai peranan mengurus rumah tangga dan sebagai pencari nafkah. Tinggi
rendahnya
tingkat
partisipasi
wanita
dalam
pekerjaan,
dipengaruhi oleh perbedaan kelas sosial dalam masyarakat, dimana wanita
15
dari kelas yang kaya, dengan wanita dari golongan miskin, maka akan tampak semakin rendah setatus sosial seseorang, semakin banyak bekerja. Secara ekonomis wanita dari golongan miskin lebih mandiri dari wanita golongan kaya. Arif Budiman (1985: 45). Menelusuri lebih jauh peranan wanita yang bergerak dalam bidang seni kerajinan, menurut Gustami (2000: 116), disebutkan peran wanita dalam pembangunan kerajinan memiliki arti penting, tokoh-tokoh wanita itu berhubungan dengan kegiatan di bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya seni. Kehadiran tikoh-tokoh dimualai empat jaman yaitu: perkembangannya dari pengaruh Hindu, jaman awal pertumbuhan Islam, jaman pemerintahan kolonial dan jaman kemerdekaan. Pada jaman pemerintahan Hindu diperintah oleh Ratu Shima, sudah berkembang kerajinan ukir, logam dan tembikar. Pada masuknya Islam abad ke-16, diperintah Ratu Kalinyamat yang bersuamikan orang China, terlihat perkembangan yang pesat adalah seni arsitektur, tulisan kaligrafi arab san inovasi ornamen-ornamen baru yang diterapkan pada bangunan. Memasuki masa colonial, peranan wanita pada abad ini memiliki figur yang gigih dan menaruh besar pada bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya, dipelopori oleh R.A. Kartini, sebagai penerus perjuangan wanita abad ke-19, memasuki awal abad ke-20. Perjuangan kaum wanita, hendaknya diteruskan sehingga kekayaan seni budaya teradisi yang beraneka ragam tidak tenggelam dengan kemajuan jaman.
16
Kehadiran kembali produk kerajinan yang menggunakan keterampilan tangan merupakan salah satu alternatif pencapaian kepuasan batin manusia modren yang merasa jenuh terhadap produk buatan mesin. Hal ini membuka peluang besar terbukanya industri-industri kecil rumah tangga. Dalam perkembangannya kreativitas dari pendukungnya, memerlukan kemampuan membaca selera jaman, sehingga seni-seni buatan tangan sesuai dengan perkembangan jaman. Bentuk-bentuk perkembangan seni budaya yang bersekala besar, dipelopori oleh seorang wanita, tampak pada perkembangan Taman Mini Indonesia Indah oleh Siti Hartinah soeharto, adalah
memberikan
semangat
kepada
peranan ibu Siti Hartinah
para
wanita
dalam
usaha
meningkatkan kembali seni-seni tradisi budaya bangsa. Dari uraian tersebut maka terlihat jelas peranan wanita di dalam rumah tangga sangat besar di samping sebagai pengurus rumah tangga juga sebagai pencari nafkah untuk menambah penghasilan keluarga. Begitu pula di dalam pengembangan seni dan kerajinan, seperti kaum wanita di Desa Binoh secara tidak langsung mempertahankan budaya warisan nenek moyang sebagai pengrajin gerabah, walaupun tujuan utama mereka adalah mencari nafkah untuk menambah penghasilan keluarga.
17
III. METODELOGI PENELITIAN A. Sumber Data Penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriftif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala,
kelompok
tertentu.
Tujuan
dari
penelitian
tersebut
adalah
mempertegas hipotesa-hipotesa, sehingga akhirnya dapat membantu dalam pembentukan teori baru atau memperkuat teori lama. Penelitian ini dilakukan pada salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Adapun penelitian ini dipusatkan pada dua sumber yaitu penelitian lapangan yang bertujuan untuk memperoleh datadata primer dan data-data skunder serta informasi-informasi yang tertulis atau kepustakan. Pengambilan data dilakukan pada suatu sumber penelitian yaitu wanita pekerja industri rumah tangga kerajinan gerabah khususnya yang tergabung dalam suatu organisasi kelompok usaha bersama. B. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui metode penelitian surve dengan teknik observasi dan wawancara. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yakni: 1. Mengadakan pengamatan/observasi terhadap masyarakat untuk mendapatkan gambaran secara gelobal tentang keadaan lokasi penelitian dan usaha kerajinan gerabah, Pengamatan dilakukan
18
terhadap kegiatan masyarakat sehari-harinya, mulai bulan juli-agustus 2009 sekaligus melihat peran wanita di dalamnya. 2. Dilakukan pengurusan surat-surat ke intansi pemerintah untuk memudahkan melakukan penelitian di desa dan ikut berkecimpung dan bergabung dengan masyarakat pengrajin, sehingga data yang didapat lebih akurat. 2. Wawancara dalam hal ini dilakukan adalah wawancara bebas terhadap obyek atau informan yang telah dipilih sehingga dapat mewakili informasi
secara
keseluruhan
dengan
menggunakan
data
pertanyaan/interview guide sebagai pedoman yang telah dipersiapkan sesuai dengan variabel yang telah ditentukan. 3. Analisa data dilakukan secara kualitatif yang hanya menguraikan tanpa memberikan suatu pengukuran berupa angka-angka. Dalam hal ini bersifat deskriftif dalam arti menguraikan suatu peristiwa dalam masyarakat sebenarnya dan disusun dalam bentuk laporan.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN KEHIDUPAN WANITA PENGRAJIN GERABAH DI DESA BINOH
A. Keadaan Wilayah Penelitian Desa Binoh terletak diwilayah kecamatan Denpasar Barat. Adapun Desa Binoh dibatasi oleh Kelurahan Sempidi di sebelah Barat, Kelurahan Ubung Kelod di sebelah selatan, Desa Peguyangan di sebelah timur. Desa binoh terdiri dari dua banjar yaitu, banjar Binoh Kaja dan banjar Binoh Kelod, masyarakat di banjar Binoh Kaja berkecimpung pada usaha keramik sebanyak 16 KK, sedangkan pada banjar Bonoh Kelod sebanyak 30 KK, dengan jumlah tenaga kerja wanita 145 orang dan rata-rata usia pengrajin keramik di sini berumur 25 tahun keatas, dan semua perajinnya wanita. Berdasarkan daftar isian potensi desa Binoh Ubung Kaja tahun 20072009, mengenai potensi sumber daya manusia jumlah total penduduk 10.908 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 5.686 jiwa dan perempuan 5222 jiwa dengan 3115 kepala keluarga. Dari jumlah
penduduk
tersebut
apa
bila
dilihat
dari tingkat
pendidikannya maka jumlah penduduk yang tamat SD/sederajat sebanyak 1.370 orang, SLTP sebanyak 613 orang, SLTA sebanyak 1321 orang, sarjana (S1) sebanyak 683 orang, S2 sebanyak 53 orang dan S3 sebanyak 16 orang. Dari jumlah penduduk angkatan kerja sebagian besar bermata pencaharian hidup sebagai petani berlahan kering (berkebun), sebagai 20
petani berlahan basah, sedangkan yang hidup di luar pertanian, kebanyakan sebagai pegawai negeri, pedagang/saudagar dan sebagai pengrajin. Kerajinan gerabah yang berkembang di Desa Binoh adalah keterampilan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Pembuatan gerabah oleh perajin di Binoh sangat unik karena semua pengrajinnya adalah wanita bahkan ada wanita yang berusia lanjut. Pembuatan gerabah menggunakan peralatan yang sangat sederhana diperkirakan berasal dari jaman prasejarah seperti peralatan pembuatan keramik yang terdapat di Desa Basangtamaiang Kapal Mengwi Badung. Kerajinan gerabah Binoh, sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat Bali, namun perkembangannya kini mendapat tantangan besar, karena bersaing dengan keramik luar dan barang-barang yang terbuat dari pelastik. Gerabah Binoh kualitas dan kuantitasnya jauh tertinggal dari daerah lain seperti daerah Pejaten (Tabanan), Desa Kapal (Basangtamiang), karena selama ini perhatian pemerintah dan instansi terkait lebih mendahulukan pembangunan di daerah pedesaan sedangkan yang terletak di perkotaan luput dari perhatian. Pengrajin gerabah Binoh kebanyakan wanita yang berusia lanjut, di kawatirkan kerajinan warisan nenek moyang ini ditinggalkan oleh masyarakat dan akan mengalami kepunahan. Bali sejak ditetapkan sebagai pusat pariwisata Indonesia bagian tenah sejak tahun 1971, telah mebawa perubahan dan perkembangan baru bagi kerajinan tradisional, salah satunya adalah kerajinan gerabah yang mulai dijadikan benda-benda cendra mata dan hiasan interior dan eksterior serta
21
menjadi benda ekspresi seni murni. Benda-benda gerabah pun masuk sebagai komoditi ekspor. Permintaan akan benda-benda gerabah ini semakin meningkat dari tahun-ketahun. Minat ekspresi masyarakat Bali terhadap kerajinan ini semakin tumbuh dan berkembang sejalan dengan kemajuan zaman. Masyarakat mulai menuntut produk yang semakin berkualitas dan kuwantitas produksinya memenuhi permintaan pasar. B. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja pada Usaha Kerajinan Gerabah. Usaha kerajina gerabah di Desa Binoh merupakan usaha industri rumah tangga yang sifatnya sudah turun-temurun. Pembuatan kerajinan ini merupakan mata pencaharian yang cukup mendapat perhatian dari para kaum wanita di desa ini. Usaha kerajinan ini ditekuni oleh mereka yang sudah berumah tangga, maupun yang masih lajang. Sesuai dengan hasil surve yang diperoleh dilapangan, ada beberapa faktor pendorong dari kaum wanita untuk bekerja pada usaha kerajinan gerabah antara lain: 1. Faktor Ekonomi Pembangunan pertanian di Indonesia mampu meningkatkan pendapatan petani khususnya dan penduduk pedesaan pada umumnya. Ini terbukti dengan semakin kecilnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Disamping itu perlu diperhatikan masih banyaknya penduduk yang memusatkan bekerja di sektor pertanian.
22
Hal ini menyebabkan tambahan tenaga kerja disektor pertanian lebih besar dari kepemilikan lahan. Lahan pertanian yang kian hari semakin sempit tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani yang bersangkutan. Hal ini berarti rumah tangga petani harus meningkatkan pendapatan mereka melalui kegiatan diluar sektor pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di luar sektor pertanian, seperti misalnya pekerjaan dalam industri rumah tangga atau industri kecil, sudah dikenal di daerah pedesaan sejak lama. Keberadaan pekerjaan di luar sektor pertanian ini penting artinya bagi rumah tangga petani. Hal ini berkaitan dengan sifat musim kegiatan di bidang pertanian. Pada umumnya keluarga petani membutuhkan pekerjaan di luar sektor pertanian untuk menambah penghasialannya. ( Mubyanto, 1985: 45). Demikian pula halnya keadaan penduduk di Desa Binoh, kepemilikan lahan
pertanian
semakin
sempit,
berubah
menjadi
kawasan
perumahan. Kepemilikan lahan rata-rata 0,16 Ha per kepala keluarga. Melihat kenyataan yang demikian, pendapatan dari sektor pertanian tidak memungkinkan lagi sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu bukan saja kaum laki-lakinya, kaum wanitanya pun dituntut untuk mencari nafkah di sektor lain. Menurut informasi yang diterima, kerajinan gerabah yang ada di desa ini sudah ada sejak dulu, mereka tidak bisa menyebutkan angka dan tahunnya, karena
mereka
mewarisi
kerajinan
ini
sejak
lahir.
Hal
ini
23
memungkinkan para wanita di desa ini tidak banyak terlibat dalam pekerjaan pertanian sehingga mereka banyak mempunyai waktu luang setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hanya saja waktu itu pekerjaan mereka bersifat kecil-kecilan. Peralatan yang dipergunakan dalam pembuatan gerabah masih sangat sederhana, begitu pula bentuk-bentuk barang yang dibuat tidak banyak variasi dan pemasaarannya masih bersifat lokal. Sejalan dengan perkembangan sektor pariwisata khususnya industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga berkembang cukup pesat. Karena pada hakekatnya sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang kegiatannya bersifat padat karya, artinya memiliki daya
serap
yang
tinggi
terhadap
pengangguran
dan
dapat
meningkatkan pendapatan penduduk. Hal ini dapat dipahami karena pengembangan
sektor
pariwisata
dapat
menggerakkan
sektor
ekonomi yang lain dengan jangkauan yang sangat luas. Dengan berkembangnya sektor pariwisata di Daerah Bali. Industri kerajinan yang ada, kira-kira sejak tahun 1975, hasil karya pengrajin mulai mendapatkan perhatian dari pihak konsumen, dan Kanwil Perindustrian. Kerajinan di Desa ini ditampung dalam suatu wadah yaitu kelompok pengrajin ”Karya Amertha” yang bergabung sebanyak 46 orang
pengrajin
dengan
145
orang
tenaga
kerja.
Untuk
pengembangan disain para pengrajin mendapat binaan dari lembaga-
24
lembaga seni terkait, dikenalkan berbagai teknik pembuatan gerabah dan teknik dekorasi. BPPT UPT Bali yang bergerak dalam pengembangan keramik dan porselin Bali, turut andil dalam pemberian
bantuan
peralatan,
Dengan
mendapatkan
bantuan
peralatan tersebut, memudahkan pengrajin dalam pengerjaannya. Pada tahun 2000 mendapatkan pelatihan dari PSSRD Univ Udayana dan mendapat binaan berupa pengembangan disain dari ISI Denpasar. Dengan mendapatkan binaan dari berbagai pihak, maka kerajinan gerabah yang dulunya merupakan pekerjaan sampingan, kini bagi kaum wanita di Desa Binoh berubah menjadi pekerjaan pokok. Motivasi untuk bekerja setiap individu berbeda-beda satu dengan yang lainnya, secara pisikologis yang memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan adalah untuk memperoleh uang. Pada kasus seperti ini wanita pengrajin di Desa Binoh, mereka bekerja semata-mata untuk memperoleh uang karena keadaan sosial ekonomi mereka relativ rendah, sehingga motivasi utama untuk bekerja adalah mendapatkan uang, guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Para wanita di desa ini, melakukan pekerjaan membuat keramik,
setelah pekerjaan rumah tangga mereka selesai. Seperti
industri kerajinan lainnya, penerapan upah yang diberikan pada pengrajin bersifat borongan, dimana sistem ini akan menguntungkan kedua belah pihak antara pengusaha dan pengrajin. Dalam
25
menentukan harga, untuk upah pengrajin dihitung dari jumlah yang mereka bisa buat perhari dan dihitung dari besar kecilnya barang yang dibuat, dan upah yang diterima tergantung dari banyaknya barang yang dibuat, besar kecilnya barang dan banyaknya waktu yang mereka pergunakan untuk bekerja. Data di lapangan menunjukkan perbedaan antara wanita yang sudah berkeluarga dengan yang masih lajang, bagi wanita yang masih lajang pendapatan mereka lebih besar, dibandingkan dengan yang sudah berkeluarga. Misalnya dalam pembuatan barang gerabah, seperti gerabah untuk pot bunga memiliki diameter 40 cm, harga upah perbarang Rp 2500, per hari mereka bisa membuat sebanyak 20-25 buah, berarti penghasilan mereka per hari Rp 50.000 - Rp 62.500. Gerabah dengan diameter 60 cm, dihitung perbarang @ Rp 3.500, per hari satu orang pengrajin bisa menyelesaikan 10-15 buah, jadi upah yang
diterima
per
orang
Rp.35.000-Rp.52.500.
Dilihat
dari
penghasilan wanita lajang dalam hal ini, penghasilan mereka lebih banyak, karena mereka bisa bekerja penuh waktu, karena wanita lajang tidak terikat dengan kegiatan rumah tangga. Barang-barang
yang
dihasilkan/dibuat
selain
paso
juga
membuat barang-barang gerabah yang lain. Bila dilihat dari upah pengrajin wanita ini, rata-rata perbulan mereka mendapatkan upah sebesar Rp.1.312.500-Rp.1.562.500, hal ini dihitung bila mereka bekerja penuh selama 25 hari.
26
Pendapatan tersebut biasanya dipergunakan untuk menopang pendapatan ekonomi keleuarganya, seperti untuk membayar sekolah anak-anak, untuk kegiatan sosial dan pribadi. Begitu pula bagi pengrajin yang masih lajang pendapatan mereka dipergunakan untuk keperluan pribadi dan sebagian diserahkan kepada orang tua. 2. Faktor Pendidikan dan Kesempatan Kerja Dewasa ini ada bangsa-bangsa mengalami fenomena krisis global, tidak terkecuali bangsa indonesia juga terkena imbasnya, banyaknya terjadi PHK terhadap sejumlah kariyawan, sehingga muncul fenomena sulitnya mencari kerja. Di samping itu dimasa sekarang ada kecendrungan pencari kerja lebih banyak kaum wanita dibandingkan dengan pria. Dalam hal ini setiap 97% penduduk wanita berusia 10 tahun keatas berpendidikan SD dan tamat SD. Semenjak anak laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan dan pengajaran secara bersama-sama, maka makin terbukalah kesempatan bagi wanita untuk mengikuti pendidikan. Jumlah kaum wanita mengikuti pendidikan menunjukkan peningkatan.
Pendidikan
kaum
wanita
di
desa
ini
rata-rata
berpendidikan SD, SMP, SMA dan ada beberapa yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Bagi mereka yang hanya berpendidikan SD-SMP, biasanya memilih pekerjaan di sektor informal seperti menjadi
27
pedagang/saudagar, buruh bangunan, buruh tani, dan sebagai pengrajin gerabah. Kerajinan gerabah di desa ini, dilakukan para kaum wanita tanpa perlu memiliki keahlian
khusus, karena mereka biasa
mengerjakan pekerjaan ini pengaruh lingkungan yang dari kecil telah bergelut di bidang kerajinan ini. Pekerjaan membuat kerajinan, menjadi pilihan bagi kaum wanita Desa Binoh karena tidak memerlukan pendidikan tinggi, proses belajar cukup dengan melihat, mencoba mengerjakan, apa bila sudah biasa pekerjaan ini menjadi alternatif. Hasil wawancara di lapangan, para wanita pengrajin yang masih bersekolah biasanya mereka melakukan pekerjaan ini sepulang sekolah, dan bagi ibu-ibu yang sudah berumah tangga memilih pekerjaan ini, karena mereka bisa bekerja di rumah dan dilakukan setelah mereka selesai beraktifitas urusan rumah tangga, pekerjaan ini juga tidak terikat oleh waktu dan tidak memerlukan pendidikan tinggi, sehingga industri kerajinan ini, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi wanita untuk berkreativitas. 3. Fakto Waktu Dalam kehidupan sehari-hari kaum wanita dan pria memiliki perbedaan peranan, kaum wanita memiliki peranan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai wanita karier. Dalam menghadapi dilema ini, anatara memilih menjadi ibu rumah tangga
28
atau berkarier di luar aktivitas sehari-hari. Pertanyaan itu sering membuat kebingungan antara memilih bekerja, tanpa melepas tanggung jawab rumah tangga. Pertanyaan tersebut di atas dapat terjawab dari apa yang diketemukan di lapangan ada dua tipe peranan wanita yaitu: 1. Pola peranan digambarkan wanita seluruhnya hanya dalam pengerjaan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan pemeliharaan kebutuhan hidup semua anggota keluarga dan rumah tangganya. 2. Pola wanita memiliki peran ganda yaitu: sebagai pengurus rumah tangga dan mencari nafkah. Dalam kaitannya dengan dua peran tersebut, wanita pengrajin gerabah di Desa Binoh, menunjukkan adanya dua peran ganda yaitu dalam setatus sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah
sebagai
pengrajin gerabah. Pekerjaan rumah tangga bagi wanita merupakan suatu hal yang kompleks, seperti pekerjaan dapur, mengurus anak dan suami, merawat rumah dan sebagainya, semua pekerjaan tersebut memerlukan banyak waktu, sehingga bagi wanita yang tidak bisa membagi waktu, tidak akan bisa mengambil pekerjaan sampingan. Sisa waktu luang yang ada inilah dipergunakan bagi sebagian wanita di desa ini mengambil pekerjaan sebagai pengrajin. Pekerjaan sebagai pengrajin diambil dari waktu luang mereka, karena sistem pembayaran yang diambil borongan, yakni upah yang diperoleh dari
29
banyaknya produksi yang mereka dapatkan. Dengan sistem borongan ini, memberikan kesempatan kerja bagi wanita yang sudah berkeluarga untuk mengambil pekerjaan ini. Hal ini dilakukan karena tidak terikat oleh waktu. Para wanita pengrajin bekerja setelah selesai melakukan pekerjaan rumah tangga, baik yang bekerja di tempat pengusaha kerajinan atau yang bekerja di rumah sendiri, mereka mulai bekerja kira-kira jam 7.30-17.00 wita, pagi sebelum beraktivitas membuat gerabah dan sore setelah bekerja, mereka melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Dari wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa wanita pengrajin, mereka mengatakan bahwa melakukan pekerjaan membuat gerabah ini, merupakan suatu yang sangat menyenangkan dan tidak menjadi beban. Hal ini di sebabkan karena mereka bukan saja mendapatkan uang, tetapi mereka bekerja tidak terikat oleh waktu dan tidak meninggalkan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. C. Kendala-Kendala yang Dihadapi Wanita Pengrajin Gerabah Wanita di Desa Binoh di dalam melakukan aktivitasnya, dalam hal ini bekerja sebagai pengrajin gerabah, seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, bahwa kebanyakan pekerja di sini adalah ibu rumah tangga. Menjalankan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga , sebagai pencari nafkah dan harus hidup di luar lingkungan sosial mereka, merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan agar semua bisa berjalan dengan baik. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Kerajinan gerabah di Desa Binoh ini, 30
pengrajin yang tergabung dalam binaan sebanyak 46 pengrajin, bernaung di bawah kelompok pengrajin: Karya Amertha yang dipimpin oleh bapak Iwayan Suetha. Para pengrajin ada yang bekerja di tempat binaan dan bekerja di rumah masing-masing, hasil dari pekerjaannya bila sudah selesai dibawa ke tempat binaan untuk dijual. Adapun beberapa kendala yang dihadapi para wanita pengrajin sampai saat ini adalah: 1. Faktor waktu mempengaruhi produktivitas wanita pengrajin Pengrajin disini kebanyakan ibu rumah tangga, sehingga mereka harus bisa membagi waktu antara pekerjaan rumah tangga, bekerja untuk mencari nafkah dan hidup di luar lingkungannya (masyarakat Bali biasanya ada mebanjar), hal inilah yang mempengaruhi wanita pekerja dalam melakukan kegiatannya tidak optomal, sehingga mempengaruhi produktivitas dalam berkarya. 2. Teknologi dan disain Dalam hal teknologi dan disain pengrajin dari desa ini, termasuk ketinggalan dari sentara-sentara kerajinan gerabah yang ada di Bali, hal ini disebabkan karena para wanita pengrajin di sini ratarata berpendidikan SD, dan keakhlian membuat kerajinan ini sifatnya turun-temurun dan otodidak, sehingga karya yang dihasilkan itu-itu saja, kurang kreatif dalam pengembangan disain, disamping itu karena terbatasnya peralatan dan biaya yang ada, 31
dan kurangnya binanan dari pihak pemerintah yang berkompeten di bidangnya. 3. Pengembangan pengadaan bahan baku Bahan baku utama pembuatan gerabah adalah tanah liat, tanah di datangkan dari luar daerah pengrajin, seperti dari Tabanan (Pejaten) dan Desa Kapal Badung. Karena tanah di Desa Binoh sendiri semakin habis dan banyak lahan yang telah beralih fungsi sebagai tempat tinggal. Karena tempat pengambilan tanah dari luar daerah pengrajin, sering datangnya terlambat sehingga mempengaruhi kontinyuitas pengadaan dan pekerjaan pengrajin. 4. Pemasaran Masalah pemasaran, kerajinan gerabah di Desa Binoh ini, kalah bersaing dengan gerabah-gerabah dari luar yang lebih bagus dari kualitas dan disainnya, sehingga mereka hanya memasarkan barangnya tingkat lokal dan tidak bisa menembus pasar nasional, hal ini dikarenakan pengrajin hanya membuat peralatan rumah tangga dan upacara. Dengan
adanya
beberapa
faktor
yang
menjadi
kendala
mempengaruhi wanita pengrajin dalam melakukan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai wanita pekerja, maka penulis sendiri yang juga seorang wanita bisa merasakan beban berat yang ditanggung para wanita pengrajin tersebut, dan penulis merasa perlu kiranya agar
32
penghasilan pengrajin di sini bisa lebih meningkat, maka perlu dilakukan binaan yang kontinyu dari pihak-pihak terkait terutama dalam hal disain. Dengan beragamnya disain yang kreatif dan mengikuti perkembangan pasar, maka kontinyuitas pengerjaan gerabah akan bisa ditingkatkan dan hal ini akan sangat mempengaruhi penghasilan wanita pengrajin gerabah.
33
V. PENUTUP A. Kesimpulan Kerajinan
gerabah
di
Desa
Binoh
merupakan
sumber
mata
pencaharian pokok bagi sebagian masyarakat desa tersebut, terutama kaum wanitanya, mengambil pekerjaan ini sebagai pekerjaan sampingan setelah melakukan ativitas rumah tangga. Ada beberapa faktor yang mendorong kaum wanita mengambil pekerjaan sebagai pengrajin adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor waktu dan kesempatan kerja di sektor lain semakin banyak mendapat saingan. Faktor ekonomi dipengaruhi karena sempitnya kepemilikan lahan, dan keadaan geografis yang tidak memungkinkan, di mana lahan pertanian sekarang sudah semakin sempit, sehingga memaksa penduduk untuk berusaha disektor lain khususnya wanita sebagai pengrajin gerabah. Rendahnya pendidikan wanita disini, menyebabkan mereka hanya bisa memasuki sektor informal sebagai pengrajin gerabah, sistim upah yang bersifat borongan serta mekanisme kerja yang tidak menuntut tempat kerja yang ketat adalah merupakan faktor pendorong yang cukup penting bagi wanita, untuk bekerja sebagai pengrajin gerabah, sebab lain adalah tujuan mereka untuk mencari nafkah. Mengingat industri kerajinan gerabah ini, dapat membantu dalam memecahkan masalah pengangguran maka bagi pihak yang berkompeten sangat diharapkan bantuannya, terutama dalam memberikan pembinaan
34
yang bersifat praktis, untuk meningkatkatkan produktivitas pengrajin sehingga mampu merebut pasar nasional dan alangkah baiknya sampai tingkat internasional. B.Saran-Saran Ada beberapa saran sebagai alternatif yang dapat dikembangkan melalui penelitian ini, misalnya: a. Mengingat kerajinan gerabah di desa ini merupakan warisan budaya yang patut dilestarikan, dan karena pekerjanya banyak kaum wanita yang berusia lanjut, agar kerajian ini tidak punah, hendaknya bagi intansi pemerintah mulai membina generasi muda sebagai penerus dari warisan budaya ini. b. Untuk meningkatkan hasil produk ini di pasaran, hendaknya bagi pengrajin membuat karya-karya yang lebih menarik dengan disaindisain yang lebih unik dan kreatif, sehingga gerabah Desa Binoh tidak kalah saing dengan gerabah-gerabah dari luar. Dan sering mengikuti pameran kerajinan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Eviota, Elizabeth, 1992. The Political Economy of Gender, Zed Book London. F. Widayanto, 1981. Seni Keramik Bali, ITB, Bandung. Gustami Sp, 1991. Pembinaan dan Pengembangan Pengrajin Ukir, Ed Jurnal Seni Edisi 1/okt, Bp.ISI Yogyakarta. Kuntowijoyo, 1999. Budaya dan Masyarakat, Tiara Wacana, Yogyakarta. Sachari Agus, 1986. Desain Gaya dan Realitas, INDDES Kelompok Studi Desain Jurusan. Desain ITB. Jakarta. Soedarso Sp, 1987. Tinjauan Seni, Suku Dayar,Yogyakarta. Subali, Ida Bagus. (2008), Wanita Mulya Istana Dewa, Paramitha, Surabaya. Sudarmaji, 1979. Seni Keramik Bali, Dinas Musium dan Sejarah DKI Jakarta. Sugiono, 1990. Pengetahuan Teknologi kerajinan keramik, Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Suryani Luh Kt, 2000. Perempuan Bali Kini. BP Bali Post Denpasar. Utomo Agus Mulyadi, 2007. Wawasan dan Tinjauan seni Keramik, Paramita Denpasar. Poerwadarminta, 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta Pedoman Daftar Isian 2007-2009. Potensi Desa Ubung Kaja Denpasar Utara, Kota Denpasar. Wiana I Wayan, 2006. Melindungi Alam Wujud Bakti Pada Tuhan, Paramita Surabaya. Wiryomartono Bagoes P., 2001. Pijar-Pijar Penyingkap Rasa, sebuah Wacana Seni dan Keindahan dari Plato samapai Derrida. Pt.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
36
DAFTAR LAMPIRAN
1. SURAT SURVE DARI INSTANSI PEMERINTAH UNTUK MELAKUKAN PENELITIAN 2. PETA DESA UBUNG KAJA 3. FOTO-FOTO AKTIVITAS PENGRAJIN
37
SURAT-SURAT SURVE
38
39
40
41
Gambar 1. Foto Peta Desa Binoh dan Kantor Kepala Desa Ubung Kaja (Foto. Dayu, 2009)
42
Gambar 2. Foto Lokasi Tempat Pengrajin Gerabah Karya Amertha di Br Binoh Ubung Kaja. (Foto. Pintara, 2009)
Gambar 3. Foto laki-laki (suami pengrajin) Penggalian bahan/tanah gerabah (Refro: Dayu, 2009)
43
Gambar 4. Foto peralatan pembentuk gerabah dan gerabah yang telah difinishing. (Foto: Pintara, 2009)
44
Gambar 5. Foto wanita pengrajin melakukan pembentukan gerabah menggunakan peralatan tradisional. (Foto: Pintara, 2009)
45
Gambar 6. Foto Penjemuran gerabah untuk pengeringan dan barang yang disusun, siap untuk dibakar. (Foto. Pintara, 2009)
Gambar 7. Foto tungku pembakaran gerabah tradisional (tungku ladang) bahan bakar kayu api. (Foto. Pintara, 2009)
46
Gambar 8. Foto gerabah (paso) sebagai tempat air/penghias taman hasil karya pengrajin. (Foto. Pintara, 2009)
47
48