KESEHATAN
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
PENELUSURAN POTENSI EKSTRAK SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens (Lour) Merr.) TERSTANDARISASI SEBAGAI AGEN KEMOPREVENTIF DAN KO-KEMOTERAPI PADA SEL KANKER PAYUDARA DAN LEHER RAHIM
Tim Peneliti: Nunuk Aries Nurulita, M.Si., Apt. Prof. Sugiyanto, S.U., PhD., Apt
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor : 094/SP2H/PP/DP2M/III/2010, tanggal 01 Maret 2010
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO NOVEMBER 2010
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 1. Judul Penelitian
: Penelusuran Potensi Ekstrak Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Terstandarisasi sebagai Agen Kemopreventif dan Ko-kemoterapi pada Sel Kanker Payudara dan Leher Rahim
2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Nunuk Aries Nurulita b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP : 2160217 d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Jabatan Struktural :f. Bidang Keahlian : Biologi dan Onkologi Molekuler g. Fakultas/Jurusan : Farmasi/h. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto i. Tim Peneliti No. Nama Bidang Fakultas/Jurusan Keahlian 1. Nunuk Aries Nurulita, Biologi dan Farmasi M.Si., Apt. Onkologi Molekuler 1. Prof. Dr. Sugiyanto, Farmakologi Farmasi SU., Apt. Biokimiawi 3. Pendanaan dan Jangka Waktu Penelitian a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan : 2 (dua) tahun Biaya Total yang diusulkan untuk 2 tahun : Rp. 99.930.000,b. Biaya yang disetujui tahun I (2010) : Rp. 34.650.000,-
Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Universitas Gadjah Mada
Mengetahui, a.n. Dekan, Fakultas Farmasi UMP PD1
Purwokerto, 18 Oktober 2010
Pri Iswati Utami, M.Si., Apt. NIK. 2160218
Nunuk Aries Nurulita, M.Si., Apt. NIK. 2160217
Ketua Peneliti,
Menyetujui, a.n. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Purwokerto Sekretaris,
Edi Joko Setyadi, SE., M.Si. NIP. 19740505 200501 1002
LAPORAN HASIL PENELITIAN
SUMMARY Our recent study has evaluated ethanolic extract of Gynura procumbens (EEG) as cochemotherapy agent in combination with doxorubicin (DOX) and 5-Fluorouracil (5-FU) against breast cancer cell line, T47D and MCF-7 cells and also with cisplatin (CISP) and 5Fluorourasil (5-FU) on cervic cancer cell line, HeLa. This study aims to assess whether EEG show synergism with DOX, 5-FU and CISP and to evaluated apoptotic induction because of these treatment. MTT assay was used to measure the growth inhibitory effec of both single (EEG, DOX, 5-FU, or CISP) and combination treatments. EEG inhibited cells growth in a dose dependent manner the IC 50 value on T47D, MCF-7, and Hela resulted 87, 271, and 328 μg/mL, respectively. Combination assessment was conducted beetwen EEG-DOX on T47D and MCF-7 cell lines, EEG-5-FU on T47D and HeLa cell lines, and also EEG-CISP on HeLa cell line. EEG sensitizes T47D and MCF-7 cells that was treated by DOX/5-FU, boosting its therapeutic potential. Conversely when EEG was combined with CISP on HeLa cell line, it seemed to cause antagonism. Ethidum bromide-acridine orange staining was used to concluded apoptosis phenomenone. EEG single induced apoptosis on both of breast cancer cell lines and resulted synergism effect when it combined with DOX and 5-FU. The inhibitory effect on cell viability was enhanced when it was combined with CISP on HeLa cell line. According to the results obtained, EEG appears to possess sensitizing properties, and cause cell cycle arrest and apoptosis on WiDr cells. EEG demonstrates a possibility of additive to synergism properties when combined with 5-FU but not CISP.
PRAKATA
Peneltian ini mempunyai kontribusi yang sangat besar mengingat tingkat insidensi kanker payudara dan leher rahim semakin besar di Indonesia dan cepatnya laju toleransi dan resistensi agen kemoterapi yang digunakan. Dengan pengembangan terapi kombinasi antara agen kemoterapi dengan agen kemopreventif sebagai kokemoterapi, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kemoterapi, mengatasi masalah resistensi dan menurunkan resiko toksisitas akibat kemoterapi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan penelitian G. procumbens sebagai agen co-chemotherapy kanker. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap potensi efek sinergistik ekstrak etanol daun G, procumbens dengan agen kemoterapi doxorubisin, 5-fluorourasil, dan cisplatin. Adanya efek sinergis kombinasi ekstrak etanol dengan agen kemoterapi tersebut diharapkan dapat menurunkan dosis terapi dan toksisitasnya terhadap sel normal. Untuk selanjutnya pengembangan G. procumbens sebagai agen kokemoterapi perlu didukung dengan penelitian preklinik dan klinik untuk mendapatkan data ilmiah yang cukup sebagai dasar rekomendasi G. Procumbens dalam praktek kedokteran formal.Dengan data ilmiah tersebut diharapkan ekstrak etanol daun G. procumben dapat segera direkomendasikan sebagai agen Ko-kemoterapi kanker.
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................... i A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN DAN SUMMARY ................................................................................ ii PRAKATA .................................................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. vii BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................................. 11 BAB IV. METODE PENELITIAN .............................................................................. 12 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………….. 16 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 31 LAMPIRAN ................................................................................................................. 33 B. DRAFT ARTIKEL ILMIAH C. SINOPSIS PENELITIAN LANJUTAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2.
Kadar kombinasi yang digunakan dalam penelitian
Tabel 3.
Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker Payudara MCF-7 Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker leher rahim HeLa
Tabel 4.
Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker payudara T47D
15 19 22 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2 Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Hasil identifikasi KLT dengan menggunakan pereaksi sitrobotat dan dilihat dibawak sinar UV 365 nm. A. Fase gerak yang digunakan adalah asam asetat 50% B. Fase gerak yang digunakan adalah BAW (4:1:5). Tampah teridentifikasi adanya flavonoid beberapa spot dan salah satu spot mempunyai nilai hRf sama dengan quersetin. 1. Quersetin 2. Ekstrak etanol daun sambung nyawa Gambaran mikroskopis morfologi sel HeLa (A), sel T47D (B), dan MCF-7 (C)
17
18 Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D 18 diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-250 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa. Agen kemoterapi doxorubicin dan 5-FU dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan agen kemoterapi selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 masing-masing agen tersebut. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker T47D. Sel T47D tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel MCF-7. Sel MCF-7 diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-1000 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker MCF7. Sel MCF-7 tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body. Doxorubicin dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan doxorubicin (0-250 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 –nya. IC 50 doxorubicin = 438 nM. Pemberian perlakuan doxorubicin mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker MCF-7. Sel MCF-7 tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel HeLa. Sel HeLa diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-600 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa. Agen kemoterapi 5-FU dan cisplatin dapat menurunkan viabilitas sel HeLa. Sel HeLa diberi perlakuan agen kemoterapi selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 masing-masing agen tersebut. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker HeLa. Sel HeLa tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa
19
20
20
21
21
22
23
23
24
Gambar 13
Gambar 14 Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17 Gambar 18
penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body. Kombinasi Dox-EGP dan 5-FU-EGP memberikan efek aditif sampai sinergis terhadap penghambatan pertumbuhan sel T47D. uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP. Semua nilai CI < 1 yang menunjukkan efek aditif sampai sinergis. Kombinasi Dox-EGP (C) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal dox atau EGP. Kombinasi 5-FU-EGP (D dan F) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal 5-FU (A dan B) atau EGP (C dan D). Fenomena apoptosis sel akibat pemberian perlakuan. Fenomena apoptosis diamati dengan menggunakan metode pengecatan dengan etidium ndicat-akridin orange. Sel normal menunjukkan warna fluoresensi hijau dan bentuk sel utuh (D/G). sel yang diduga mengalami apoptosis berwarna orange, akibat permiabilitas sel terhadap etidium brimida Turun. Sel dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 100X. Munculnya apoptotic body ( → ) menjadi ndicator awal terjadinya apoptosis. Kombinasi Dox-EGP sinergis terhadap penghambatan pertumbuhan sel T47D. uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP. Semua nilai CI < 1 yang menunjukkan efek aditif sampai sinergis. Kombinasi Dox-EGP (C) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal dox atau EGP. Kombinasi Cisp-EGP dan 5-FU-EGP hanya memberikan efek aditif terhadap penghambatan pertumbuhan sel HeLa. Uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP.
25
26 27
28
29 29
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN
BAB I. PENDAHULUAN Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan terdapat lebih dari 10 juta kasus kanker pertahun di dunia. Pada tahun 2006, diperkirakan ada 1,3 juta kasus kanker di Amerika Serikat, dan lebih dari 550 ribu orang meninggal karena penyakit ini (WHO, 2006). Dari data tahun 1998 – 1991, di Indonesia diperkirakan terdapat 170-190 kasus kanker per 100.000 orang (Tjindarbumi and Mangunkusumo, 2002). Kanker payudara dan leher rahim merupakan dua macam kanker yang frekuensi kejadiannya paling tinggi di antara kanker-kanker jenis lain yang sering menyerang wanita. Hal ini tidak hanya terjadi di suatu tempat saja, namun hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penelitian di Amerika menyatakan bahwa satu dari delapan wanita Amerika terserang kanker payudara dan 30% dari penderita mengalami kematian (WHO, 2006). Sampai saat ini, pengobatan kanker yang efektif dan efisien belum juga ditemukan, sehingga para peneliti memberikan perhatian besar pada penelitian obat antikanker. Tren masyarakat untuk back to nature banyak memotivasi para peneliti dalam usaha pencarian obat kanker dari senyawa-senyawa alam, karena kenyataannya memang belum ada obat kanker yang benar-benar selektif sebagai antikanker. Kegagalan yang sering terjadi dalam usaha pengobatan kanker, utamanya melalui kemoterapi,
lebih dikarenakan berkurangnya efikasi agen kemoterapi akibat adanya
mekanisme muti drug resistance (Conze, 2001), termasuk pada doxorubicin. Beberapa penelitian bahan alam mulai diarahkan pada agen kokemoterapi, dengan tujuan meningkatkan sensitivitas, menekan resistensi sel kanker dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh agen kemoterapi. Daun Gynura procumbens merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi sebagai antikanker. Daun G. Procumbens mengandung flavonoid dan glikosidanya, seperti quercetin, kaempferol-3-O-neohesperidosida, kaempferol-3-glukosida, quercetin-3-Orhamnosyl(1-6)galaktosida, quercetin-3-O-rhamnosyl(1 -6)glukosida. Selain itu juga mengandung sterol dan glikosida sterol. Ekstrak etanol daun G. procumbens terbukti memberikan efek kemopreventif pada karsinogenesis kanker payudara tikus (Meiyanto, dkk, 2007). Fraksi fenolik daun G. procumbens dapat menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel Hela (Meiyanto dan Septisetyani, 2005). Penelitian kokemoterapi daun G. procumbens bersama dengan doxorubisin pada sel T47D menunjukkan efek sinergis (Jenie 3
dan Meiyanto, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi ko-kemoterapi ekstrak etanolik G. procumben dengan doxorubicin terhadap sel kanker payudara T47D dan sel kanker leher rahim HeLa. Daun Gynura procumbens telah diketahui mempunyai kandungan kimia utama berupa flavonoid dan glikosidanya, yaitu quercetin dan kaemferol. Fraksi polar ekstrak etanol daun G. procumbens memiliki efek sitotoksik menghambat proliferasi dan menginduksi apoptosis terhadap sel kanker serviks, HeLa, dengan IC 50 119 μg/ml (Meiyanto dan Septisetyani, 2005). Flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun G. procumbens memiliki aktivitas sitotoksik dengan IC 50 sebesar 98 μg/ml terhadap sel kanker payudara T47D dan meningkatkan ekspresi p53 dan Bax (regulator apoptosis) (Maryati, 2006). Pengembangan agen ko-kemoterapi didasari oleh adanya resistensi agen kemoterapi kanker, yang difokuskan pada peningkatan sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi. Penelitian ini diharapkan memberikan landasan yang lebih kuat mengenai khasiat ekstrak etanolik G. procumbens sebagai agen kemopreventif dan ko-kemoterapi dalam terapi kanker payudara dan kanker leher rahim. Uji kemopreventif ekstrak etanolik G. Procumbens meliputi uji sitotoksik, doubling time, serta pengecatan DNA pada cell line T47D dan HeLa.. Standarisasi ekstrak etanolik G. procumbens dengan senyawa penanda quersetin dan kaemferol.
Pengujian ko-kemoterapi ekstrak etanolik G. Procumbens
dilakukan dengan menetapkan nilai sitotoksisitas sinergistik. Nilai ini ditetapkan dengan menghitung indeks interaksi antara agen kemoterapi dengan ekstrak etanolik G. Procumbens. Pengamatan perubahan fase-fase siklus sel dilakukan dengan flowcytometry assay. Perubahan fase-fase siklus sel dianalisis dengan mengamati perubahan distribusi sel berdasarkan DNA contents. Pengamatan ekspresi protein-protein regulator siklus sel dan apoptosis dilakukan dengan metode imunositokimia, dalam rangka penelusuran mekanisme molekulernya.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Kanker dan siklus sel Kanker pada dasarnya merupakan sel dengan proliferasi yang tidak terkendali akibat kerusakan gen, utamanya pada regulator daur sel (Sherr, 1996). Pertumbuhan kanker merupakan proses mikroevolusioner yang dapat berlangsung dalam beberapa bulan atau beberapa tahun. Proses pertumbuhan ini dinamakan karsinogenesis, dimulai dari satu sel kanker yang memperbanyak diri dan membentuk koloni kecil dalam jaringan yang sama. Selanjutnya terjadi perubahan genetik (seperti aktivasi onkogen) yang menyebabkan koloni dari sel abnormal menjadi malignan (Scheneider, 1997). Perubahan genetik pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan, yaitu onkogen dan tumour supressor gene merupakan perubahan yang sering terjadi (Meiyanto, 1999). Akibatnya sel akan berproliferasi terus menerus dan menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Daur sel suatu sel kanker pada dasarnya sama dengan sel normal, yaitu terdapat tiga keadaan: sedang membelah (fase proliferatif), dalam keadaan istirahat (tidak membelah, Go), dan secara permanen tidak membelah. Sel tumor membelah melalui 4 fase, yaitu : fase G1, fase S (Sintesis DNA), fase G2 dan fase M (Foster et al., 2001). Fase G1 merupakan fase yang paling menentukan terhadap keseluruhan daur sel, karena merupakan tahap penting dari sistem regulasi signal pertumbuhan.
Fase ini
berfungsi untuk memastikan cukupnya sinyal untuk kelangsungan sel dan akurasi transmisi informasi genetik (King, 2000). Fase S (Sintesis DNA ) ditandai dengan adanya proses sintesis DNA dan replikasi genomnya (Wyllie et al., 2000). Sel mereplikasikan DNA menjadi dua set DNA yang identik, dan dengan demikian sel siap memasuki fase G2 (Meiyanto, 2002).
Fase ini
berlangsung secepat mungkin dengan tujuan meminimalkan pengaruh agen luar (King, 2000). Pada fase G 2 , sel melakukan persiapan untuk proses pembagian genome ke sel anak dan juga memastikan ketepatan replikasi DNA dengan enzim preparasi DNA (Wyllie et al., 2000). Selain itu, sel juga melakukan pertumbuhan dan sintesis protein sehingga cukup untuk kelangsungan dua sel yang akan terbentuk (Meiyanto, 2002). Pada fase M, sel melakukan pembagian genome kepada sel anak dengan sama (Wyllie et al., 2000) dengan bantuan sistem mikrotubulus yang membawa kromatid ke kutub yang berlawanan dalam sel (King, 2000). Setelah proses ini selesai, sel akan 5
melakukan pembelahan (cytokinesis) sehingga menghasilkan dua sel anak yang identik (Meiyanto, 2002).
Kedua sel akan masuk ke fase G 1 atau masuk fase istirahat (G 0 )
(Wyllie et al., 2000) Regulasi daur sel biasanya diatur oleh tiga jenis gen, yaitu oncogen, suppressor genes dan gen yang mengatur replikasi dan repair DNA (Sofyan, 2000). Kedua jenis gen tersebut (oncogen dan suppressor) bekerja secara harmonis untuk mengatur perkembangan sel dalam rangka menjaga integritas tubuh secara keseluruhan. Kerusakan pada gen-gen tersebut berisiko terjadinya kanker atau proliferasi berlebihan (Meiyanto, 1999). Regulasi daur sel dilakukan oleh tiga kelompok protein utama, yaitu cyclin, cyclindependent serine/threonin protein kinases (Cdks) dan cyclin-dependent kinase inhibitor (CKIs) (King, 2000).
Sel mengalami siklus sangat tergantung pada aktivasi cyclin
dependent kinase (Cdk).
Aktivasi Cdk ini berdasar pada ikatannya dengan partner
regulator spesifik lain yaitu Cyclin (Foster et al., 2001). Ikatan itu terjadi jika Cdk telah diaktivasi dahulu oleh Cdk activating kinases (CAK) dengan jalan fosforilasi residu treonin (Pan et al., 2002). Tiga protein Cdk utama yang berperan adalah Cdk 4/6, Cdk2, dan Cdk1. Protein Cdk 4/6 dan Cdk 2 berperan dalam fase G1. Cdk 4/6 diaktivasi oleh faktor pertumbuhan sehingga menyebabkan sel keluar dari fase G0 dan memasuki fase G1 (Foster et al., 2001).
Komplek Cdk4/6-Cyc D juga berfungsi dalam transisi dari awal ke
pertengahan fase G1 (Pan et al., 2002). Cdk2 berperan pada akhir fase G1 agar sel menyelesaikan fase ini, melakukan sintesis DNA (fase S) dan akhirnya masuk awal G2. Cdk1 berperan pada fase G2 akhir sehingga sel menjalani dan menyelesaikan proses mitosisnya (Foster et al., 2001). Aktivasi Cdk dihambat oleh dua kelompok utama protein pengikat, yaitu keluarga INK4 dan keluarga CIP/KIP.
Kelompok protein
INK4 antara lain adalah
p16INK4 membentuk dimer dengan protein Cdk4 dan Cdk6. Ikatan ini menghambat ikatan Cdk4/6 dengan cyclin D sehingga menghambat aktivasi kinase tersebut. Kelompok protein CIP/KIP adalah protein p21CIP1, p27CIP1 dan p57CIP1. Protein-protein tersebut membentuk komplek trimer dengan Cdk2 yang terikat pada Cyc B atau Cyc A. Protein p21CIP1 dan p27CIP1 juga membentuk ikatan dengan kompleks Cdk4/6-Cyclin D sehingga menghambat aktivitasnya pada fase G1.
Di lain sisi, ikatan trimer p27CIP1-Cyc D-Cdk4/6 ini
menyebabkan Cyc E-Cdk 2 dan atau Cyc A-Cdk2 tidak terhambat sehingga memacu sel dari fase G1 ke fase S dan masuk ke awal fase G2 (Foster et al., 2001). Regulasi daur sel melalui gen supresor biasanya melalui gen Retinoblastoma (Rb) dan gen p53. Protein Rb berperan dalam regulasi daur sel secara umum, sedangkan protein 6
p53 berperan dalam perbaikan DNA dan pemacuan apoptosis (King, 2000). Protein p53 mencegah reflikasi dari DNA yang rusak pada sel normal dan mendorong program penghancuran sendiri sel yang mengandung DNA yang tidak normal (Sofyan, 2000). Rb bekerja dengan cara menghambat aktivitas faktor transkripsi dari sel, yakni E2F (King, 2000). E2F merupakan faktor transkripsi penting yang bekerja dengan cara menginduksi gen-gen transkripsi agar mengekspresikan protein-protein tertentu, yang sangat diperlukan untuk kelangsungan proses transisi sel dari fase G1 ke fase S (Pan et al., 2002). Rb yang aktif berada dalam bentuk hipofosforilasi, sehingga akan mengikat E2F (King, 2000). Protein Rb sendiri merupakan target utama mekanisme fosforilasi oleh komplek Cdk-Cyc (Weinberg, 1996). Jika Rb berada dalam bentuk hiperfosforilasi maka menjadi tidak aktif, akibatnya E2F akan terlepas (King, 2000). Protein E2F bebas, menjadi aktif dan menginduksi gen-gen transkripsi yang penting untuk kelangsungan daur sel (Pan et al., 2002). Protein p53 berhubungan langsung dengan proses induksi gen CIP1 khususnya yang mengekspresikan p21CIP1 (Shapiro dan Harper, 1999). Inhibitor Cdk ini memegang peran penting dalam memacu cell cycle arrest pada fase G1 (Pan et al., 2002). Hal ini menunjukkan bahwa p53 menyebabkan G1 arrest secara tidak langsung. Ekspresi protein p53 akan meningkat jika selama fase S terjadi kerusakan DNA. Protein p53 ini akan memberikan tiga efek, yaitu perbaikan DNA, penghentian sintesis DNA, dan atau pemacuan apoptosis. Stimulasi apoptosis bisa lewat mekanisme penurunan ekspresi protein Bcl-2 dan peningkatan protein Bax (King, 2000). Mekanisme kerja Bcl-2 menghambat apoptosis dengan aksi berlawanan terhadap faktor induksi apoptosis Fasl yang biasanya diekspresikan jika sel dalam keadaan stres (Kampa at al, 2003). Protein Bax merupakan pemacu terjadinya apoptosis (King, 2000). Resistensi kanker terhadap agen kemoterapi Perkembangan resistensi sel kanker terhadap agen kemoterapi merupakan faktor penting bagi keberhasilan pengobatan kanker. Resistensi terhadap obat banyak ditemukan pada kanker payudara, prostat dan leukimia. Berbagai mekanisme yang memperantarainya antara lain adalah inaktivasi obat, pengeluaran obat oleh pompa pada membran sel, mutasi pada target obat, kegagalan inisiasi apoptosis (Davis et al., 2003, Notarbartolo et al., 2005). Penelitian Davis et al. (2003) menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 dan aktivasi Raf1 yang berlebihan berperan dalam timbulnya resistensi doxorubicin, lebih lanjut lagi 7
tingkat mRNA P-glikoprotein meningkat pada sel T47D sehingga akan mengekspresikan Raf-1 aktif secara berlebihan. Bcl-2 termasuk dalam keluarga protein pengatur apoptosis baik sebagai pro maupun anti apoptosis. Protein-protein ini memodulasi apoptosis melalui pembentukan homodimer atau heterodimer dengan anggota keluarga Bcl-2 yang lain. Ekspresi Bcl-2 yang berlebihan ditemukan pada banyak kasus kanker termasuk kolorektal, prostat dan 70% dari kanker payudara (King, 2000; Davis et al., 2003). Sedangkan Raf-1, isoform dari Raf, merupakan intermediat dalam cascade signal transduksi yang diinisiasi oleh berbagai faktor pertumbuhan. Protein ini berperan dalam jalur signal transduksi Raf/MEK/ERK. Jika diaktivasi isoform Raf mampu meningkatkan ekspresi protein-protein tertentu termasuk p21Cip1 dan c-Myc (Davis et al., 2003). Signal transduksi tersebut berperan dalam pengaturan mekanisme yang memperantarai resistensi obat, misalnya jalur Raf/MEK/ERK mengatur ekspresi pompa keluar P-glikoprotein (P-gp). P-glikoprotein adalah suatu transporter yang bergantung pada ATP, terletak di permukaan membran plasma sel. Aktivitas P-gp memompa keluar agen kemoterapi dari sel diduga mengakibatkan timbulnya resistensi sel kanker terhadap kemoterapi (multidrug resistance). Transporter ini mampu memompa keluar berbagai senyawa termasuk banyak agen kemoterapi seperti etoposide, antrasiklin (doxorubicin), dan alkaloid vinca. Namun demikian senyawa seperti verapamil, analog dihidropiridin, dan siklosporin A mampu membalikkan resistensi yang diperantarai P-gp dengan menghambat aktivitas transporter tersebut (Kitagawa, 2006). Ko-kemoterapi Pada umumnya hampir semua regimen dalam pengobatan kanker merupakan suatu kombinasi dari beberapa obat. Idealnya kombinasi obat tersebut merupakan agenagen yang memiliki efek sinergis melawan sel kanker namun dengan profil toksisitas yang masih dapat ditoleransi (efek toksik seminimal mungkin) sehingga secara klinik akan lebih efisien dibandingkan dengan agen tunggal. Kebanyakan kombinasi kemoterapi yang diterapkan saat ini dikembangkan secara empiris. Namun demikian, sampai saat ini belum ada terapi pengobatan untuk kanker payudara yang telah metastasis. Meskipun telah banyak agen sitotoksik yang digunakan dalam pengobatan penyakit ini, tetapi penggunaannya dibatasi oleh resistensi sel kanker terhadap obat. Selain itu, agen kemoterapi sering menimbulkan toksisitas yang tinggi terhadap organ normal. Oleh karenanya pengembangan cara pengobatan baru bagi kanker payudara sangat diperlukan (Tyagi et al., 2004).
8
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah mengkombinasikan senyawa fitokimia atau obat yang non-toksik namun efektif melawan sel kanker dengan agen kemoterapi, yang mana akan meningkatkan efikasinya dan menurunkan toksisitasnya terhadap jaringan normal (Sharma et al., 2004, Tyagi et al., 2004). Uji in vitro menggunakan metode Combination Index (CI) merupakan salah satu model uji preklinik untuk mengetahui efek dari suatu kombinasi sebagai usaha pendekatan penerapan kombinasi yang bermanfaat secara klinik. Metode ini dapat menghemat biaya pengembangan obat dan mempercepat proses menuju uji klinik. Model uji in vitro dapat digunakan sebagai uji preklinik awal untuk menggambarkan interaksi kombinasi sehingga ketika selanjutnya dilakukan uji in vivo maka akan berjalan lebih efisien. Interaksi yang dihasilkan dari suatu kombinasi dapat berupa efek sinergis (efek kombinasi lebih besar daripada aktivitas aditif yang diperkirakan dari masing-masing agen tunggal), aditif, antagonis (kebalikan dari efek sinergis) (Reynolds and Maurer, 2005). Model sel yag digunakan dalam penelitian adalah sel T47D dan HeLa. Sel T47D adalah cell line kanker payudara manusia yang mengekspresikan reseptor estrogen (ER +) dan berasal dari efusi pleural pasien yang menderita kanker payudara. Sel T47D diambil dari jaringan payudara seorang wanita berumur 54 tahun, merupakan sel adherent (melekat) yang dapat ditumbuhkan dalam media penumbuh DMEM atau RPMI yang mengandung fetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik Penicilin-Streptomycin 1% (ATCC1,2, 2007). Karakteristik molekuler sel T47D adalah sel tersebut mengekspresikan p53 mutan. Sel Widr adalah sel kanker kolon yang berpotensi metastasis tinggi dan laju resistensinya cepat. Gynura procumbens (Lour) Merr. Sebagai Agen Kemopreventif Gynura procumbens merupakan salah satu tanaman yang telah banyak diteliti mengenai potensinya sebagai antikanker. Beberapa penelitian in vivo membuktikan bahwa ekstrak etanol daun G. procumbens mampu menghambat pertumbuhan tumor paru dan tumor lambung mencit yang diakibatkan oleh benzo(α)piren (Sugiyanto et al., 1993). Ekstrak alkohol daun G. procumbens dilaporkan mempunyai efek antimutagenik terhadap tumor paru mencit yang diakibatkan oleh benzo(α)piren. Ekstrak etanol daun G. procumbens
juga telah terbukti memberikan efek kemopreventif pada karsinogenesis
kanker payudara tikus (Meiyanto, dkk, 2007). Fraksi fenolik daun G. procumbens ter bukti dapat menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel Hela (Meiyanto dan Septisetyani, 2005). Daun G. procumbens juga telah diteliti memiliki potensi sebagai antiangiogenik (Jenie dkk, 2006). 9
Sugiyanto, et al. (2003) melaporkan bahwa senyawa aktif ekstrak etanol daun G. procumbens yang memiliki aktivitas antikarsinogenik adalah flavonoid yang mengarah ke golongan flavon/flavonol.
Penelitian lebih jauh oleh Maryati (2006) menunjukkan
flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun G. procumbens memiliki aktivitas sitotoksik dengan IC 50 sebesar 98 μg/ml terhadap sel T47D dan secara kualitatif meningkatkan ekspresi p53 dan Bax (regulator apoptosis). Hasil tersebut menguatkan hasil penelitian sebelumnya baik terhadap ekstrak etanolik maupun fraksifraksinya yang mengarahkan pada efek kemopreventif G. procumbens, baik sebagai blocking maupun suppressing. Penelitian kokemoterapi daun G. procumbens bersama dengan doxorubisin menunjukkan adanya efek sinergis kombinasi keduanya yang berpotensi meningkatkan efikasi agen kemoterapi dan menurunkan toksisitasnya pada jaringan normal (Jenie dan Meiyanto, 2007).
10
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memberikan landasan ilmiah mengenai potensi antikanker dan mekanismenya ekstrak etanolik terstandar dari daun sambung nyawa (G. procumbens) sebagai agen kemopreventif maupun ko-kemoterapi pada kanker payudara dan kanker leher rahim. Data yang akan diungkap dari penelitian ini penting artinya untuk memberi landasan yang kuat dan rasional pada penggunaan preparat tanaman tersebut sebagai agen fitoterapi. Penelitian semacam ini perlu dipercepat, mengingat besarnya potensi kekayaan alam Indonesia yang secara empirik telah diungkap potensinya sebagai obat. Khususnya yang berkaitan dengan penyakit kanker, perlu ditingkatkan intensitas penelitiannya untuk mengungkap rasionalitas keberhasilan terapi preparat tanaman yang telah sering dilaporkan khasiatnya. Keberhasilan penelitian akan memberikan harapan pengembangan lebih lanjut pengembangan manfaat daun sambung nyawa sebagai agen kemopreventif, yaitu pencegah terjadinya dan berkembangnya kanker. Penelitian ko-kemoterapi sangat penting artinya untuk aplikasi lebih lanjut ekstrak daun sambung nyawa dalam mengatasi masalah resistensi agen kemoterapi kanker. Dalam hal ini, ekstrak daun sambung nyawa tersebut dapat digunakan sebagai pendamping kemoterapi konvensional sebagaimana yang telah banyak dipraktekkan di masyarakat. Hasil-hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan lebih lanjut.
11
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Uji: a. Simplisia daun sambung nyawa (Gynura procumbens) diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B 2 PTO 2 T) Tawangmangu Jawa Tengah. b. Sel kanker payudara, T47D dan kanker leher rahim, HeLa, diperoleh dari koleksi kultur sel Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM 2. Alat Penelitian a. alat-alat untuk TLC /kromatografi lapis tipis b. Alat-alat gelas dan timbangan analitik, c. inkubator thermostat dan Laminar Air Flow Hood (LAF), d. mikroskop dan alat untuk cell culture e. hemocytometer, cell counter dan alat sterilisasi. f. ELISA reader 3. Bahan kimia a. Etanol pa dan teknik b. plat TLC 4. Bahan untuk pekerjaan kultur sel a. media pencuci RPMI 1640 dan media penumbuh RPMI-serum b. Bahan untuk uji sitotoksisitas : PBS, Tripsin-EDTA, MTT c. Bahan untuk pengecatan DNA : Etidium bromida dan akridine oranye d. Bahan untuk ko-kemoterapi
: Doxorubicin (Adriamycin) dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.
e. Bahan untuk flowcytometry
: Povidium Iodide (PI)
f. Bahan untuk imunositokimia : serum kambing normal (Novocastra), anti-IgG terkonjugasi biotin, streptavidinperoxidase,3,3-diaminobenzidin (DAB), Meyer-hematoksilin (Dako), anti-CycD, CDK2, p53, BCl-2, dan Bax g. Standard
: Quercetin (Siqma Aldrich)
12
B. Rencana Penelitian: Tahun I A. Standarisasi ekstrak daun sambung nyawa (Gynura procumbens), standarisasi dilakukan dengan dua metode, yaitu: 1. Metode organoleptik Pembakuan tata cara pelarutan, dalam hal ini perbandingan pelarut sesuai konsentrasi yang diinginkan serta organoleptik ekstrak yang antara lain meliputi pengenalan terhadap rasa, bau, warna, dan kekentalan. 2. Metode instrumental Identifikasi adanya senyawa quersetin dan kaemferol dalam ekstrak etanolik daun sambung nyawa dilakukan menggunakan KLT dengan pembanding senyawa quersetin dan kaemferol. B. Uji
kemopreventif
ekstrak
etanolik
daun
sambung
nyawa(Gynura
procumbens) dan senyawa standard quercetin dan kaemferol pada cell line kanker payudara (T47D) dan leher rahim (HeLa). 1. Preparasi Ekstrak Etanolik 2 kg serbuk kering daun sambung nyawa dimaserasi dengan etanol (96%) tiga kali masing-masing selama 3 hari, rendaman disaring sehingga diperoleh filtrat. Filtrat yang didapat diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental. Pengeringan ekstrak dilanjutkan dengan freeze-dryer, kemudian ekstrak yang diperoleh di standarisasi. 2. Pembuatan larutan uji Larutan uji dibuat segar dengan melarutkan ekstrak terstandar atau senyawa standard dengan DMSO. Selanjutnya dibuat seri konsentrasi larutan uji 100 ug/ml, 50 ug/ml, 25 ug/ml, dan 10 ug/ml dan 5 ug/ml dalam media kultur. Pekerjaan ini juga dilakukan di dalam LAF. 3. Pemeriksaan Sitotoksisitas a. Preparasi Sel (T47D dan HeLa) Tiap jenis sel diambil dari tanki Nitrogen cair, segera dicairkan dalam penangas air 37oC, kemudian ampul disemprot dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel dipindahkan ke dalam tabung conical steril yang berisi mediaum RPMI 1640. Suspensi disentrifuse 325 X gravitasi selama 5 menit, kemudian supernatan dibuang diganti medium RPMI baru, kemudian 13
disuspensikan pelan-pelan. Suspensi sel disentrifuse lagi 325 X gravitasi selama 5 menit. Supernatan dibuang, pelet ditambah 1 ml medium penumbuh yang mengandung 20% PBS, disuspensikan perlahan hingga homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam beberapa (3-4) buah tissue culture flask kecil, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC dengan aliran 5% CO 2 . Setelah 24 jam, medium diganti dan sel ditumbuhkan huingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian. b. Panen Sel Setelah jumlah sel cukup, medium diganti dengan medium RPMI 1640/DMEM baru sebanyak 5 ml dan sel dilepas dari dinding flask menggunakan scraper, sel dipindah ke dalam labu takar steril dan ditambah medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifus 325 X gravitasi selama 5 menit. Sel dicuci dua kali menggunakan medium yang sama dan dihitung jumlah selnya menggunakan homocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium hingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 5 X 104 sel/100 µl dan siap untuk penelitian. c. Uji Sitotoksisitas Sel didistribusi ke dalam sumuran dan diinkubasi selama 24 dan 48 jam bersama sampel (ekstrak atau senyawa standard) dengan bervariasi kadar. Pada akhir inkubasi, kepada masing-masing sumuran ditambahkan 10μl MTT 2,5 μg/ml dalam medium RPMI. Kemudian diinkubasi lagi semalam pada suhu 37oC. Enzym yang dilepaskan oleh sel (hidup) akan bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu/biru. Reaksi ini dihentikan dengan penambahan reagen stopper, lalu diincubasi semalam pada suhu kamar. Serapan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. 4. Uji Doubling Time Sel Sel ditumbuhkan di dalam sumuran dengan medium yang ditambah ekstrak dengan seri kadar. Sampling dilakukan pada jam ke-0, 24, 48 dan 72 dengan metode MTT. 5. Pengecatan DNA Pada akhir inkubasi setelah 48 jam medium diambil, sel difiksasi dengan metanol pada obyek glass kemudian ditambahkan RNA-ase dan etidium bromida-akridin oranye 0,1% kemudian ditutup dengan deck glass. Sel diamati setelah 30 menit di bawah mikroskop fluoresensi (Hanif et al., 1997). 14
C. Uji
Ko-kemoterapi
ekstrak
etanolik
terstandar
daun
sambung
nyawa
(G.procumbens) pada sel kanker payudara dan leher rahim Sel T47D atau HeLa sejumlah 3 x 103 sel/sumuran didistribusikan ke dalam plate 96 sumuran dan diinkubasi selama 24 jam. Keesokannya media diambil, dicuci PBS, ditambahkan 100 μL media kultur yang mengandung DMSO 0,5.% v/v saja (kontrol) atau sampel tunggal yaitu ekstrak atau senyawa standard atau agen kemoterapi doxorubisin saja atau gabungan keduanya, inkubasi selama 48 jam. Media kultur dibuang, dicuci dengan 100 μL PBS. Masing-masing sumuran ditambahkan 100 μL media kultur yang mengandung MTT 5 mg/mL, inkubasi lagi selama 4 jam pada suhu 37.°C. Setelah 4 jam, media yang mengandung MTT dibuang, dicuci dengan PBS, kemudian ditambahkan larutan asam isopropanol, digoyang di atas shaker selama 10 menit kemudian dibaca dengan dengan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Tabel 1. Kadar kombinasi yang digunakan dalam penelitian Doxorubicin (IC 50 )
Ekstrak etanolik G. procumbens (IC 50 ) 1/10
1/4
1/3
1/2
1/10
1/10 : 1/10
1/10 : 1/4
1/10 : 1/3
1/10 : 1/2
1/4
1/4 : 1/10
1/4 : 1/4
1/4 : 1/3
1/4 : 1/2
1/3
1/3 : 1/10
1/3 : 1/4
1/3 : 1/3
1/3 : 1/2
1/2
1/2 : 1/10
1/2 : 1/4
1/2 : 1/3
1/2 : 1/2
Pengujian Ko-khemopreventif ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens) dilakukan dengan menetapkan nilai sitotoksisitas sinergistik. Nilai ini ditetapkan dengan menghitung indeks interaksi antara agen kemoterapi dengan ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens), menggunakan persamaan:
I= (D) 1 /(Dx) 1 + (D) 2 /(Dx) 2 Dimana Dx adalah konsentrasi dari satu senyawa tunggal yang dibutuhkan untuk memberikan efek (dalam hal ini adalah IC50 terhadap pertumbuhan sel kanker payudara dan kanker leher rahim) dan (D) 1 , (D) 2 adalah besarnya konsentrasi kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama (Notarbartolo et al., 2005).
15
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Simplisia Kayu Sambung nyawa Simplisia daun sambung nyawa (Gynura procumbens) diperoleh dari BP2T2OT Tawang mangu Jawa Tengah. Simplisia tersebut berupa daun sambung nyawa yang telah dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari tidak langsung dan dengan bantuan oven. Untuk keperluan ekstraksi dengan metode maserasi, diperlukan simplisia dengan derajat tertentu, disesuaikan dengan jenis simplisia. Untuk simplisia daun sambung nyawa digunakan ayakan dengan Mesh 16. Dengan derajat halus tersebut diharapkan dapat menambah luas permukaan kontak antara simplisia dengan pelarut, sehingga proses ekstraksi berjalan lebih efektif. Untuk keperluan maserasi digunakan 1,0 Kg serbuk kering simplisia daun sambung nyawa, ditempatkan dalam bejana maserasi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96 %. Maserasi dengan etanol dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, atau dilakukan re-maserasi, bertujuan agar senyawa aktif yang terkandung dalam kayu Sambung nyawa terekstrak sebanyak mungkin. Penyarian dengan metode re-maserasi ini meghasilkan rendemen ekstrak etanolik G. procumbens sebesar 10,4 %. Penentuan kandungan golongan senyawa Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa senyawa yang berpotensi sebgai anti kanker adalah golongan flavonoid khususnya flavon dan flavanol, maka dalam identifikasi kandungan ekstrak ini difokuskan pada flavonoidnya saja. Metode yang digunakan untuk identifikasi adalah kromatografi lapis tipis (KLT) dengan sistem sebagai berikut : sistem 1 : Fase Diam
: selulosa
Fase Gerak
: Butanol : Asam Asetat : Akuadest (5: 1: 4)
Pereaksi semprot
: sitroborat
Sistem 2 : Fase Diam
: selulosa
Fase Gerak
: asam asetat 50 %
Pereaksi semprot
: sitroborat
Identifikasi kandungan flavonoid ini menggunakan pembanding quersetin, yang juga merupakan salah satu kandungan kimia dalam daun sambung nyawa. Hasil identifikasi dengan KLT adalah sebagai berikut :
16
Gambar 1. Hasil identifikasi KLT dengan menggunakan pereaksi sitrobotat dan dilihat dibawak sinar UV 365 nm. A. Fase gerak yang digunakan adalah asam asetat 50% B. Fase gerak yang digunakan adalah BAW (4:1:5). Tampah teridentifikasi adanya flavonoid beberapa spot dan salah satu spot mempunyai nilai hRf sama dengan quersetin. 1. Quersetin 2. Ekstrak etanol daun sambung nyawa
Hasil KLT masih menunjukkan spot yang berekor sehingga masih diperlukan optimasi fase gerak lebih lanjut sehingga diperoleh spot yang betul-betul terpisah satu dengan yang lain. Fase gerak yang digunakan pada KLT yang dapat menghasilkan spot yang terpisah dengan baik akan digunakan sebagai acuan fase gerak (pengembang) dalam identifikasi profil kandungan senyawa kimia dengan menggunakan HPLC. Untuk keperluan standarisasi dilakukan 2 (dua) kali ekstraksi dengan metode maserasi dan dilanjutkan dengan identifikasi profil kandungan senyawa kimia dengan HPLC dibandingkan dengan senyawa Quercetin dan Kaemferol sebagai senyawa penanda (marker).
Kultur Sel Kanker Payudara, T47D dan Kanker Leher Rahim, HeLa
Sel kanker T47D dikultur dengan menggunakan media DMEM sedangkan sel HeLa menggunakan media RPMI, ditambah dengan FBS 10%, Penisilin streptomisin 10 %, dan Fungison 5 %. Sel kanker dikultur sampai 70-80% konfluen dan untuk selanjutnya harus segera dipanen dan digunakan untuk keperluan uji. Untuk mempertahankan sel agar tidak mengalami mutasi karena disub kultur terus menerus maka subkultur dibatasi maksimal sampai 5 (lima) kali, dan setiap kali panen dilakukan penyimpanan sel pada tabung Cryopreservation dan disimpan pada -80 oC. Setelah 5 (lima) kali subkultur sel disimpan dan untuk keperluan kultur berikutnya dilakukan dengan pencairan kembali (thawing) dari tabung Cryopreservation. Perubahan sel dapat dilihat dengan pengamatan mikroskopis morfologi sel.
17
Gambar 2. Gambaran mikroskopis morfologi sel HeLa (A), sel T47D (B), dan MCF-7 (C)
Uji Sitotoksik Tunggal Ekstrak G. Procumbens dan Beberapa Agen Kemoterapi
Penelitian ini dimulai dengan uji sitotoksik, dengan tujuan untuk menentukan parameter ketoksikan yaitu IC
50
yang menunjukkan potensi ketoksikan ekstrak etanolik
daun sambung nyawa. Nilai IC 50
menunjukkan kadar senyawa uji yang mampu
A menghambat cell viability sebesar 50 %. Nilai IC B50 juga digunakan sebagai patokan untuk menentukan konsentrasi senyawa uji dalam uji doubling time. Sel Kanker Payudara, T47D
Pengaruh pemberian perlakuan pada sel kanker T47D dapat dilihat dengan mengamati profil viabilitas sel kontrol dibandingkan dengan sel dengan perlakuan ekstrak sambung nyawa, quercetin, dan agen kemoterapi Doxorubicin, dan 5-Fluorouracil.
Gambar 3. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-250 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa.
18
Gambar 4. Agen kemoterapi doxorubicin dan 5-FU dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan agen kemoterapi selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 masing-masing agen tersebut. Tabel 2. Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker payudara T47D
Agen/sampel EGP Dox 5-FU
Persamaan garis lurus Y= -0,689x + 110,1 Y= -0,730x + 96,26 Y= -19,82x + 100,1
Korelasi R2=0,945 R2=0,967 R2=0,954
IC 50 87 ug/mL 63 nM 2,528 (Log) 337 uM
Pemberian perlakuan EGP, Dox, dan 5-FU dapat menekan pertumbuhan sel kanker payudara T47D yang sejalan dengan meningkatnya konsentrasi sample uji. Nilai IC 50 EGP relative rendah, nilai ini akan menjadi acuan untuk uji berikutnya yaitu uji kombinasi dengan agen kemoterapi Dox/5-FU.
19
Gambar 5. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker T47D. Sel T47D tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body.
Sel Kanker Payudara, MCF-7
Pengarus pemberian perlakuan pada sel kanker MCF-7 dapat dilihat dengan mengamati profil viabilitas sel kontrol dibandingkan dengan sel dengan perlakuan ekstrak sambung nyawa, quercetin, dan agen kemoterapi Doxorubicin.
Gambar 6. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel MCF-7. Sel MCF-7 diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-1000 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa.
20
Gambar 7. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker MCF-7. Sel MCF-7 tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body.
Gambar 8. Doxorubicin dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan doxorubicin (0-250 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 –nya. IC 50 doxorubicin = 438 nM.
21
Gambar 9. Pemberian perlakuan doxorubicin mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker MCF7. Sel MCF-7 tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body. Tabel 3. Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker Payudara MCF-7
Agen/sampel Persamaan garis lurus EGP Y= -0,171x + 96,34 DOX Y= -0,0835x + 86,589
Korelasi R2 = 0,939 R2=0,9225
IC 50 271 ug/mL 438 nM
Sel Kanker Leher Rahim, HeLa
Pengarus pemberian perlakuan pada sel kanker HeLa dapat dilihat dengan mengamati profil viabilitas sel kontrol dibandingkan dengan sel dengan perlakuan ekstrak sambung nyawa dan agen kemoterapi Doxorubicin, 5-Fluorouracil, dan Cisplatin.
22
Gambar 10. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel HeLa. Sel HeLa diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-600 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa.
Gambar 11. Agen kemoterapi 5-FU dan cisplatin dapat menurunkan viabilitas sel HeLa. Sel HeLa diberi perlakuan agen kemoterapi selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 masing-masing agen tersebut.
23
Tabel 4. Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker leher rahim HeLa
Agen/sampel Persamaan garis lurus EGP Y= -0,189x + 111,9 5-FU Y= -0,011x + 64,70 Cisplatin Y= -0,840x + 86,60
Korelasi R = 0,987 R2= 0,938 R2 = 0,894 2
IC 50 328 ug/mL 1336 uM 100 uM
Gambar 12. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker HeLa. Sel HeLa tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body.
Hasil perhitungan IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi doxorubicin, 5-FU, dan cisplatin digunakan sebagai acuan untuk uji berikutnya yaitu pengamatan uji kombinasi, pengamatan apoptosis dengan metode double staining, dan pengamatan kinetika proliferasi dengan metode doubling time.
24
Uji Kokemoterapi agen kemoterapi dengan ekstrak etanolik sambung nyawa Sel Kanker Payudara T47D Dox dan 5-FU telah digunakan sebagai agen kemoterapi lebih dari 3 (tiga) dekade terakhir, tetapi penggunaannya sangat dibatasi oleh efek samping yang ditimbulkan (Tyagi et al. , 2004). Dox dapat menimbulakan efek samping mual, imunosupresi, dan aritmia yang bersifat reversibel dan dapat dikontrol dengan pemberian obat lain. Pada penggunaan jangka panjang Dox dapat menyebabkan cardiomyopathy diikuti dengan gagal jantung. Efek samping Dox sangat bergantung pada dosis pemberiannya (Wattanapitayakul et al., 2005). Penggunaan 5-FU secara tunggal sudah jarang sekali dilakukan seiring dengan menurunnya sensitivitas agen kemoterapi ini pada beberapa sel kanker. Uji kombinasi yang dilakukan adalah Dox-EGP dan 5-FU-EGP pada sel T47D. Konsentrasi kombinasi menggunakan acuan IC 50 dan secara bertahap menurun (seperti tercantum dalam metode penelitian).
Gambar 13. Kombinasi Dox-EGP dan 5-FU-EGP memberikan efek aditif sampai sinergis terhadap penghambatan pertumbuhan sel T47D. uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP. Semua nilai CI < 1 yang menunjukkan efek aditif sampai sinergis.
25
Hasil uji kombinasi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa G. Procumbens mempunyai potensi untuk diteliti lebih jauh sebagai agen kokemoterapi bagi agen Dox dan 5-FU dan diperlukan penelusuran mekanisme aksinya. Pengamatan Apoptosis dengan Metode Double Staining Pengamatan fenomena apoptosis dengan metode double staining menggunakan etidium bromida dan akridin oranye mempunyai arti penting sebagai parameter awal pengamatan mekanisme kematian sel melalui jalur apoptosis.
Gambar 14. Kombinasi Dox-EGP (C) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal dox atau EGP.
26
Gambar 15. Kombinasi 5-FU-EGP (D dan F) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal 5-FU (A dan B) atau EGP (C dan D). Fenomena apoptosis sel akibat pemberian perlakuan. Fenomena apoptosis diamati dengan menggunakan metode pengecatan dengan etidium ndicat-akridin orange. Sel normal menunjukkan warna fluoresensi hijau dan bentuk sel utuh (D/G). sel yang diduga mengalami apoptosis berwarna orange, akibat permiabilitas sel terhadap etidium brimida Turun. Sel dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 100X. Munculnya apoptotic body ( → ) menjadi ndicator awal terjadinya apoptosis.
27
Sel Kanker Payudara MCF-7
Gambar 16. Kombinasi Dox-EGP sinergis terhadap penghambatan pertumbuhan sel T47D. uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP. Semua nilai CI < 1 yang menunjukkan efek aditif sampai sinergis.
Gambar 17. Kombinasi Dox-EGP (C) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal dox atau EGP.
Sel Kanker Leher Rahim HeLa Uji kombinasi yang dilakukan adalah 5-FU-EGP dan CISP-EGP pada sel HeLa. Konsentrasi kombinasi menggunakan acuan IC 50 dan secara bertahap menurun (seperti tercantum dalam metode penelitian).
28
Gambar 18. Kombinasi Cisp-EGP dan 5-FU-EGP hanya memberikan efek aditif terhadap penghambatan pertumbuhan sel HeLa. Uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP.
Hasil uji kombinasi pada sel HeLa hanya menunjukan efek aditif dan antagonis ringan, sehingga potensi pengembangan sebagai agen kokemoterapi sangat kecil. Untuk sel HeLa tidak dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menelusuri mekanisme molekulernya.
29
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari hasil peneltian ini adalah : 1. Ekstrak etanolik Gynura procumbens mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen kokemoterapi dengan agen kemoterapi doxorubicin pada sel kanker payudara MCF-7 dan T47D, serta 5-Fluorouracil pada sel kanker payudara T47D. 2. Potensi kokemoterapi ekstrak etanolik Gynura procumbens pada sel kanker leher rahim hanya menghasilkan efek aditif dan bahkan antagonis ringan, sehingga potensi pengembangan sebagai agen kemoterapi sangat kecil.
30
DAFTAR PUSTAKA Albert, B., 1`994, Moleculer Biology of the Cell, 3th ed., Garland Publisher, Inc., New York and London. Conze, D., Weiss, L., Regen, P.S., Bushan, A., Weaver, D., Johnson, P., and Rincon, M., 2001, Autocrine production of interleukin 6 causes multidrug resistance in breast cancer cells, Cancer Reasearch, 61, 8851-8858. Davis, J.M., Navolanic, P.M., Weinstein-Oppenheimer, C.R., Steelman, L.S., Wei H., Konopleva, M., Blagosklonny, M.V., and McCubrey, J.A., 2003, Raf-1 and Bcl-2 induce Distinct and common Pathways tha Contribute to Breast Cancer Drug Resistance, Clinical Cancer Research, 9, 1161-1170. Fisher, D.E., 1994, Apoptosis in cancer therapy: Croossing the threshold, Cell, 78, 539542. Foster, J. S., Henley, D. C., Ahamed, S., and Wimalasena, J., 2001, Estrogen and cell cycle regulation in breast cancer, Trend in Endocrinology and Metabolism, 12(7): 320327. Jenie, R.I., Meiyanto, E., dan Murwanti, R., 2006, Efek antiangiogenik ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) pada membrane korio alantois (CAM) embrio ayam, MAjalah Farmai Indonesia, 17(1), 50-55. Jenie, R.I., dan Meiyanto, E., 2007, Ko-kemoterapi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dan doxorubicin pada sel kanker payudara, Majalah Farmasi Indonesia, 18(2), 81-87. Kampa, M., Alexaki, V.I., Notas, G., Nifli, A.P., Nistikaki, A., Hatzoglou, A.,Bakogeorgou, E., Kouimtzoglou, E., Blekas, G., Boskou, D., Gravanis, A., Castanas, E., 2003, Antiproliferatif and apoptotic effects of selective phenolic acids on T47D human breast cancer cells: potential mechanism of action, Breast Cancer Res., 6, 63-74. King, R.J.B., 2000, Cancer Biology, 2nd Edition, School of Biological Sciences, University of Surrey, Pearson Education, Harlow-England-London-New York, p.228-231,263264 Kitagawa, S., 2006, Inhibitor Effect of polyphenols on P-Glycoprotein-Mediated Transport, Biol. Pharm. Bull., 29(1), 1-6 Maryati, 2006, MEkanisme antiproliferatif isolate flavonoid daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) terhadap sel T47D, Thesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Meiyanto, E., 1999, Efek Antimutagenik Beberapa Fraksi Ekstrak Alkohol Daun Gynura procumbens (Lour)Merr, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Meiyanto, E., 2002, Biologi Molekuler, Buku Ajar, Proyek QUE Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Meiyanto, E. dan Septisetyani, E.P., 2005, Efek Antiproliferatif dan Apoptosis Fraksi Etanolik Ekstrak Etanolik Daun Gynura procumbens terhadap Sel HeLa, Artocarpus, 5(2), 74-80. Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., dan Sugiyanto, 2007, Efek kemopreventif ekstrak etanolik Gynura procumbens (Lour) Merr. Pada karsinogenesis kanker payudara tikus, Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 154-161. Notobartolo, M., Poma, P., Perri, D., Dusonchet, L., Cervello, M., and Alessandro, N., 2005, Antitumor effects of curcumin, alone or in combination with cisplatin or doxorubicin, on human hepatic cancer cells, analysis of their possible relationship
31
to change in NF-κB activation levels and in IAP gene expression, Cancer Letter, 224, 53-65. Pan, M.H., Chen, W.J., Lin-Shiau, S., Ho, C.H., and Lin, J.K., 2002, Tangeretin induces Cell-cycle through inhibiting cyclin-dependent kinase 2 and 4 activities as well as elevating Cdk inhibitor p21 in human colorectal carcinoma cells, Carcinogenesis, Oxford University Press, 23: 1677-1684. Reynolds, C.P., and Maurer, B.J., 2005, Evaluating Response to Antineoplastic Drug Combination in Tissue Culture Models, Methods. Mol. Med., 110, 173-183. Scheneider, A.K., 1997, Cancer Genetics, Encyclopedia of Human Biology, 2ndEd., Academic Press. Shapiro, G.I., and Harper, J.W., 1999, Anticancer drug target: cell cycle and checkpoint control, J. Clin. Invest., 104, 1645-1653. Sharma, G., Tyagi, A.K., Singh, R.P., Chan, D.C.F., Agarwal, R., 2004, Synergistic anticancer effect of grape seed extract and conventional cytotoxic agent doxorubicin against human breast carcinoma cells, Breast Cancer Reasearch and Treatment, 85, 1-12. Sherr, C.J. 1996, Cancer Cell Cycles, Science, 274: 1672-1677. Singal, P.K., and Illiskovic, N., 1998, Doxorubicin-induced cardiomyopathy, N. Engl. J. Med. 339, 900-905. Sofyan, R., 2000, Terapi kanker pada tingkat molekuler, Cermin Dunia Kedokteran, 127: 5-10. Sugiyanto, Sudarto, B., dan Meiyanto, E., 1993, Efek Penghambatan Karsinogenisitas Benzo(a)piren Oleh Preparat Tradisional Tanaman Gynura sp. Dan Identifikasi Awal Senyawa Yang Berkhasiat, Laporan Penelitian P4M DitJen DikTi, Fak. Farmasi UGM, Yogyakarta. Sugiyanto, Sudarto, B., Meiyanto, E., Nugroho, A. E., Jenie, U. A., 2003, Aktivitas Antikarsinogenik Senyawa yang Berasal dari Tumbuhan, Majalah Farmasi Indonesia, 14 (4), 216-225 Tjindarbumi, D. and Mangunkusumo, R. 2002. Cancer in Indonesia, Present and Future., Jpn J Clin Oncol., 32 (Supplement 1): S17-S21. Tyagi, A.K., Agarwal, C., Chan, D.C.F., and Agarwal, R., 2004, Synergistic anti-cancer effects of silibinin with conventional cytotoxic agent doxorubicin, cisplatin, and carboplatin against human breast carcinoma MCF-7 and MDA-MB468 cells, Oncology Report, 11, 493-499. World Health Organization, 2006, Fact Sheet No. 297, Cancer Wattanapitayakul, S.K., Chularojmontri, L., Herunsalee, A., Charuchongkolwongse, S., Niumsakul, S., and Brauer, J.A., 2005, Screening of antioxidants from medicinal plants for cardioprotective effects against doxorubicin toxicity, Basic & Clinical Pharmacology & Toxicology, 96, 80. Weinberg, R.A., 1996, How Cancer Arises, Sci. Am., 275(3): 62-75. Wyllie, A., Donahue, V., Fischer, B., Hill, D., Keesey, J., and Manzow, S., 2000, Cell death apoptosis and aecrosis, Rosche Diagnostic Corporation
32
LAMPIRAN I. INTRUMEN PENELITIAN Sarana yang digunakan dalam penelitian ini : 1. semua kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi dan Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM. 2. Peralatan utama yang dibutuhkan : No. 1.
Nama peralatan Peralatan ekstrasi
2.
Peralatan KLT untuk standarisasi
3.
Inkubator CO2
4.
Laminar air flow
5.
Mikroskop fase kontras
6.
Alat flowcytometry
Lokasi Laboratorium Farmakognosifitokimia Farmasi UMP Laboratorium Farmakognosifitokimia Farmasi UMP Laboratorium Parasitologi fak kedokteran UGM Laboratorium Parasitologi fak kedokteran UGM Laboratorium Parasitologi fak kedokteran UGM Laboratorium Parasitologi fak kedokteran UGM
II. BIODATA DAN RIWAYAT PENELITIAN
A. PENELITI UTAMA: 1. Nama Lengkap 2. Pekerjaan
: Nunuk Aries Nurulita, M.Si., Apt. : Dosen Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto 3. NIK : 2160217 4. Jenis kelamin : Perempuan 5. Tempat dan tanggal lahir : Banyuwangi, 2 April 1975 6. Alamat Rumah : Perumahan UMP Jl. Soka Indah No. 7 Karangsoka Kembaran Purwokerto Jawa Tengah 7. Pangkat/Golongan : Penata/IIIC 8. Jabatan : Lektor 9. Alamat kantor : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh waluh Kembaran Purwokerto Jawa Tengah 10. Pendidikan
33
Tahun selesai
Gelar
Bidang studi
1998
Drs
Ilmu farmasi
Fak. Farmasi UGM
1999
Apoteker
S-2
Fak. Farmasi UGM
2005
M.Si
S-3
Fak. Farmasi UGM
Sedang studi
Jenjang
Tempat
Pendidikan S-1
Fak. Farmasi UGM
Profesi
Ilmu Farmasi (Penemuan Obat) Onkologi molekuler
1. PENGALAMAN PENELITIAN (5 TAHUN TERAKHIR) No.
Tahun
1.
20072008
2.
2007
3.
2006
4.
2005
5.
2005
6.
2004
Judul Penelitian
Efek antiproliferatif dan antimetastasis kayu secang (Caesalpinea sappan) terhadap sel kanker payudara T47D Efek antiangiogensis ekstrak methanol dan mtetanol-air kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) Efek sitotoksik ekstrak methanol dan mtetanol-air kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) pada sel kanker payudara T47D melalui induksi apoptosis Efek sitotoksik dan antiproliferatif buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) pada sel kanker payudara T47D Efek antiangiogensis ekstrak methanol dan mtetanol-air mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) Daya Antiinflamasi infuse daum mahkota dewa (Phaleria macrocarpa, Scheff. Boerll.) pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
Pendanaan Sumber Jumlah (Juta Rupiah) MENRISTEK 2007 : 79 Prog. insentif 2008 : 80 riset dasar DIKNAS 10 PROP JATENG DIKTI 10 PDM
KOPERTIS
10
DIKTI PDM
7,5
UMP
2,5
2. PENGALAMAN PUBLIKASI ILMIAH (3 TAHUN TERAKHIR) No.
Tahun
Judul Artikel
Jurnal / seminar Volume/tempat Nama jurnal /seminar
1.
January 15, 2008
The cytotoxicity effect of Aula methanolic fraction of sappan ITB lignum against T47D trough apoptotic induction
2.
2007
Efek sitotoksik dan antiproliferatif ekstrak kloroform buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) pada sel kanker payudara T47D
3.
2007
Efek sitotoksik dan antiproliferatif Universitas
Timur The 1st International Symposium on Molecular Pathogenesis
Jurnal farmasi Jurnal Farmasi indonesia, Indonesia volume 3, nomor 4, ISSN 14121107 Hal. 168175
Seminar MIPA 34
4.
2006
5.
2006
6.
2006
7.
2006
8.
2006
ekstrak methanol kayu secang (Caesalpinia sappan) terhadap sel kanker payudara T47D The anticancer effect of Pentagamavunon (PGV-0) against breast cancer cell line, T47D, trough apoptotic induction and angiogenesis suppression mechanism, ,
Jendral Soedirman
Kimia
Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University
International symposium of Curcumin Reasearch
Nunuk Aries Nurulita, Eddy Meiyanto / Efek Antikanker Pentagammavunon0 (PGV-0) terhadap sel kanker payudara T47D yang diinduksi !7-bestradiol melalui mekanisme induksi apoptosis dan penghambatan angiogenesis Nunuk Aries Nurulita, Yoniar Abdullah Muflih / Efek sitotoksik ekstrak methanol kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) pada sel kanker payudara T47D melalui induksi apoptosis Nunuk Aries Nurulita, Mahdalena / Efek Antikanker Ekstrak Metanol-Air Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) pada Sel Kanker Payudara T47D Tjiptasurasa, Nunuk Aries Nurulita, Dwi Hartanti, Ari Indriastuti, Puji Setianingrum / Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica charantia L.) dan Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Artemia salina Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya
Sains Kesehatan, Sains Kesehatan Volume 19 No. 1 Hal. 109-125, ISSN 1411-6197 2006
Pharmacy, Vol. 04 No. 01, ISSN 1639-3591 2006
Pharmacy
Pharmacy, Vol. 04 No. 03, ISSN 1639-3591 2006 Pharmacy, Vol. 04 No. 03, ISSN 1639-3591 2006
Pharmacy
Pharmacy
35
ANGGOTA PENELITI 1. Nama Lengkap 2. Pekerjaan 3. NIP 4. Jenis kelamin 5. tempat tanggal lahir 6. Alamat rumah 7. Jabatan 8. Alamat kantor
9. Telp 10. Pendidikan
: Prof. Sugiyanto, S.U. PhD., Apt. : Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada : 130779543 : Pria : Yogyakarta, 8 Agustus 1951 : Jl. Cerme A 40 Perumahan sidoarum Blok II Godean, Sleman : Profesor : Bag. FArmakologi dan FArmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM Sekip Utara Yogyakarta, 55283 : (0274) 542907
Tahun selesai
Gelar
Bidang studi
1977
Drs
Ilmu farmasi
Fak. Farmasi UGM
1978
Apoteker
S-2
Fak. Kedokteran UGM
1985
SU
Biokimia Medis
S-3
The University Sydney, Australia
PhD
Biochemical Pharmacology
Jenjang
Tempat
Pendidikan S-1
Fak. Farmasi UGM
Profesi
of 1992
3. PENGALAMAN PUBLIKASI ILMIAH (5 TAHUN TERAKHIR) No.
Tahun
1.
2003
2.
2003
3.
2003
4.
2007
Judul Artikel
Jurnal / seminar Volume/tempat Nama jurnal /seminar 14(4), 216 Indonesian Sugiyanto, B.Sudarto, Edy Meiyanto, Journal of Agung Endro Nugroho, and Umar Pharmacy Anggoro Jenie, Anticarcinogenic
Activity of Compounds from plants. Wahyu Widyaningsing and Sugiyanto, 2(2), 71 The Effect of Flavonoid Rutin on Microsomal Metabolism of Benzo(a)pyrene Sugiyanto, Oetari, and Agung Endro 14(20), 290 Nugroho, Biotransformation of Pentagammavunon-0 (PGV-0) in vitro and in vivo studies
Media Farmasi
Meiyanto, E., Susilowati, S., 18(3), 154-161. Tasminatun, S., Murwanti, R., dan Sugiyanto, 2007, Efek kemopreventif ekstrak etanolik Gynura procumbens (Lour) Merr. Pada karsinogenesis kanker payudara tikus,
Majalah Farmasi Indonesia
Indonesian Journal of Pharmacy
36
5.
2007
Meiyanto, E., Tasminatun, S., 18(4), 154-161. Susilowati, S., Murwanti, R., dan Sugiyanto, 2007, Penghambatan Karsinogenesis Kanker Payudara Tikus terinduksi DMBA pada fase Post Inisiasi oleh ekstrak etanolik Gynura procumbens (Lour) Merr.
Majalah Farmasi Indonesia
37
B. DRAFT ARTIKEL ILMIAH ETHANOLIC EXTRACT OF Gynura procumbens SENSITIZES BREAST CANCER CELL LINE AGAINST CHEMOTHERAPY AGENT BUT SHOWS ANTAGONISM ON CERVIC CANCER CELL LINE 1
Nunuk Aries Nurulita1, Sugiyanto2, and Edy Meiyanto2 Faculty of Pharmacy, Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2 Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University
Jl. Raya Dukuhwaluh Kembaran Purwokerto Central Java 53182 Faculty of Pharmacy Universitas Muhammadiyah Purwokerto, +62 281 636751, +62 281 637239,
[email protected]
Content Our recent study has evaluated ethanolic extract of Gynura procumbens (EEG) as cochemotherapy agent in combination with doxorubicin (DOX) and 5-Fluorouracil (5-FU) against breast cancer cell line, T47D and MCF-7 cells and also with cisplatin (CISP) and 5Fluorourasil (5-FU) on cervic cancer cell line, HeLa. This study aims to assess whether EEG show synergism with DOX, 5-FU and CISP and to evaluated apoptotic induction because of these treatment. MTT assay was used to measure the growth inhibitory effec of both single (EEG, DOX, 5FU, or CISP) and combination treatments. EEG inhibited cells growth in a dose dependent manner the IC 50 value on T47D, MCF-7, and Hela resulted 87, 271, and 328 μg/mL, respectively. Combination assessment was conducted beetwen EEG-DOX on T47D and MCF-7 cell lines, EEG-5-FU on T47D and HeLa cell lines, and also EEG-CISP on HeLa cell line. EEG sensitizes T47D and MCF-7 cells that was treated by DOX/5-FU, boosting its therapeutic potential. Conversely when EEG was combined with CISP on HeLa cell line, it seemed to cause antagonism. Ethidum bromide-acridine orange staining was used to concluded apoptosis phenomenone. EEG single induced apoptosis on both of breast cancer cell lines and resulted synergism effect when it combined with DOX and 5-FU. The inhibitory effect on cell viability was enhanced when it was combined with CISP on HeLa cell line. According to the results obtained, EEG appears to possess sensitizing properties, and cause cell cycle arrest and apoptosis on WiDr cells. EEG demonstrates a possibility of additive to synergism properties when combined with 5-FU but not CISP. Keywords: Gynura procumbens; T47D, MCF-7, HeLa, Apoptosis.. Pendahuluan Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan terdapat lebih dari 10 juta kasus kanker pertahun di dunia. Pada tahun 2006, diperkirakan ada 1,3 juta kasus kanker di Amerika Serikat, dan lebih dari 550 ribu orang meninggal karena penyakit ini (WHO, 2006). Dari data tahun 1998 – 1991, di Indonesia diperkirakan terdapat 170-190 kasus kanker per 100.000 orang (Tjindarbumi and Mangunkusumo, 2002). Kanker payudara dan leher rahim merupakan dua macam kanker yang frekuensi kejadiannya paling tinggi di antara kanker-kanker jenis lain yang sering menyerang wanita. Hal ini tidak hanya terjadi di suatu tempat saja, namun hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penelitian di Amerika menyatakan bahwa satu dari delapan wanita Amerika terserang kanker payudara dan 30% dari penderita mengalami kematian (WHO, 2006). 38
Sampai saat ini, pengobatan kanker yang efektif dan efisien belum juga ditemukan, sehingga para peneliti memberikan perhatian besar pada penelitian obat antikanker. Tren masyarakat untuk back to nature banyak memotivasi para peneliti dalam usaha pencarian obat kanker dari senyawa-senyawa alam, karena kenyataannya memang belum ada obat kanker yang benar-benar selektif sebagai antikanker. Kegagalan yang sering terjadi dalam usaha pengobatan kanker, utamanya melalui kemoterapi, lebih dikarenakan berkurangnya efikasi agen kemoterapi akibat adanya mekanisme muti drug resistance (Conze, 2001), termasuk pada doxorubicin. Beberapa penelitian bahan alam mulai diarahkan pada agen kokemoterapi, dengan tujuan meningkatkan sensitivitas, menekan resistensi sel kanker dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh agen kemoterapi. Daun Gynura procumbens merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi sebagai antikanker. Daun G. Procumbens mengandung flavonoid dan glikosidanya, seperti quercetin, kaempferol-3-O-neohesperidosida, kaempferol-3-glukosida, quercetin-3-Orhamnosyl(1-6)galaktosida, quercetin-3-O-rhamnosyl(1 -6)glukosida. Selain itu juga mengandung sterol dan glikosida sterol. Ekstrak etanol daun G. procumbens terbukti memberikan efek kemopreventif pada karsinogenesis kanker payudara tikus (Meiyanto, dkk, 2007). Fraksi fenolik daun G. procumbens dapat menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel Hela (Meiyanto dan Septisetyani, 2005). Penelitian kokemoterapi daun G. procumbens bersama dengan doxorubisin pada sel T47D menunjukkan efek sinergis (Jenie dan Meiyanto, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi ko-kemoterapi ekstrak etanolik G. procumben dengan doxorubicin terhadap sel kanker payudara T47D dan sel kanker leher rahim HeLa. Daun Gynura procumbens telah diketahui mempunyai kandungan kimia utama berupa flavonoid dan glikosidanya, yaitu quercetin dan kaemferol. Fraksi polar ekstrak etanol daun G. procumbens memiliki efek sitotoksik menghambat proliferasi dan menginduksi apoptosis terhadap sel kanker serviks, HeLa, dengan IC 50 119 μg/ml (Meiyanto dan Septisetyani, 2005). Flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun G. procumbens memiliki aktivitas sitotoksik dengan IC 50 sebesar 98 μg/ml terhadap sel kanker payudara T47D dan meningkatkan ekspresi p53 dan Bax (regulator apoptosis) (Maryati, 2006). Pengembangan agen ko-kemoterapi didasari oleh adanya resistensi agen kemoterapi kanker, yang difokuskan pada peningkatan sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi. Hasil peneltian ini menunjukkan Ekstrak etanolik Gynura procumbens mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen kokemoterapi dengan agen kemoterapi doxorubicin dan 5-Fluorouracil pada sel kanker payudara T47D. Potensi kokemoterapi ekstrak etanolik Gynura procumbens pada sel kanker leher rahim hanya menghasilkan efek aditif dan bahkan antagonis ringan, sehingga potensi pengembangan sebagai agen kemoterapi sangat kecil. Metode Bahan Uji: Simplisia daun sambung nyawa (Gynura procumbens) diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B 2 PTO 2 T) Tawangmangu Jawa Tengah. Sel kanker payudara, T47D dan kanker leher rahim, HeLa, diperoleh dari koleksi kultur sel Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM Bahan untuk pekerjaan kultur sel
39
RPMI 1640 dan DMEM, FBS, Penisillin/streptomicin, PBS, Tripsin-EDTA, MTT, Etidium bromida dan akridine oranye, doxorubicin (Adriamycin) dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Quercetin (Siqma Aldrich) Standarisasi ekstrak daun sambung nyawa (Gynura procumbens), standarisasi dilakukan dengan dua metode, yaitu: Metode organoleptik Pembakuan tata cara pelarutan, dalam hal ini perbandingan pelarut sesuai konsentrasi yang diinginkan serta organoleptik ekstrak yang antara lain meliputi pengenalan terhadap rasa, bau, warna, dan kekentalan. Metode instrumental Identifikasi adanya senyawa quersetin dan kaemferol dalam ekstrak etanolik daun sambung nyawa dilakukan menggunakan KLT dengan pembanding senyawa quersetin. Uji kemopreventif ekstrak etanolik daun sambung nyawa(Gynura procumbens) dan senyawa standard quercetin dan kaemferol pada cell line kanker payudara (T47D) dan leher rahim (HeLa). Preparasi Ekstrak Etanolik 2 kg serbuk kering daun sambung nyawa dimaserasi dengan etanol (96%) tiga kali masingmasing selama 3 hari, rendaman disaring sehingga diperoleh filtrat. Filtrat yang didapat diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental. Pengeringan ekstrak dilanjutkan dengan freeze-dryer, kemudian ekstrak yang diperoleh di standarisasi. Pembuatan larutan uji Larutan uji dibuat segar dengan melarutkan ekstrak terstandar atau senyawa standard dengan DMSO. Selanjutnya dibuat seri konsentrasi larutan uji 100 ug/ml, 50 ug/ml, 25 ug/ml, dan 10 ug/ml dan 5 ug/ml dalam media kultur. Pekerjaan ini juga dilakukan di dalam LAF. Pemeriksaan Sitotoksisitas Preparasi Sel (T47D dan HeLa) Tiap jenis sel diambil dari tanki Nitrogen cair, segera dicairkan dalam penangas air 37oC, kemudian ampul disemprot dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel dipindahkan ke dalam tabung conical steril yang berisi mediaum RPMI 1640. Suspensi disentrifuse 325 X gravitasi selama 5 menit, kemudian supernatan dibuang diganti medium RPMI baru, kemudian disuspensikan pelan-pelan. Suspensi sel disentrifuse lagi 325 X gravitasi selama 5 menit. Supernatan dibuang, pelet ditambah 1 ml medium penumbuh yang mengandung 20% PBS, disuspensikan perlahan hingga homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam beberapa (3-4) buah tissue culture flask kecil, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC dengan aliran 5% CO 2 . Setelah 24 jam, medium diganti dan sel ditumbuhkan huingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian. Panen Sel Setelah jumlah sel cukup, medium diganti dengan medium RPMI 1640/DMEM baru sebanyak 5 ml dan sel dilepas dari dinding flask menggunakan scraper, sel dipindah ke dalam labu takar steril dan ditambah medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifus 325 X gravitasi selama 5 menit. Sel dicuci dua kali menggunakan medium yang sama dan dihitung jumlah selnya menggunakan homocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium hingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 5 X 104 sel/100 µl dan siap untuk penelitian. Uji Sitotoksisitas
40
Sel didistribusi ke dalam sumuran dan diinkubasi selama 24 dan 48 jam bersama sampel (ekstrak atau senyawa standard) dengan bervariasi kadar. Pada akhir inkubasi, kepada masing-masing sumuran ditambahkan 10μl MTT 2,5 μg/ml dalam medium RPMI. Kemudian diinkubasi lagi semalam pada suhu 37oC. Enzym yang dilepaskan oleh sel (hidup) akan bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu/biru. Reaksi ini dihentikan dengan penambahan reagen stopper, lalu diincubasi semalam pada suhu kamar. Serapan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Pengecatan DNA Pada akhir inkubasi setelah 48 jam medium diambil, sel difiksasi dengan metanol pada obyek glass kemudian ditambahkan RNA-ase dan etidium bromida-akridin oranye 0,1% kemudian ditutup dengan deck glass. Sel diamati setelah 30 menit di bawah mikroskop fluoresensi (Hanif et al., 1997). Uji Ko-kemoterapi ekstrak etanolik terstandar daun sambung nyawa (G.procumbens) pada sel kanker payudara dan leher rahim Sel T47D atau HeLa sejumlah 3 x 103 sel/sumuran didistribusikan ke dalam plate 96 sumuran dan diinkubasi selama 24 jam. Keesokannya media diambil, dicuci PBS, ditambahkan 100 μL media kultur yang mengandung DMSO 0,5.% v/v saja (kontrol) atau sampel tunggal yaitu ekstrak atau senyawa standard atau agen kemoterapi doxorubisin saja atau gabungan keduanya, inkubasi selama 48 jam. Media kultur dibuang, dicuci dengan 100 μL PBS. Masing-masing sumuran ditambahkan 100 μL media kultur yang mengandung MTT 5 mg/mL, inkubasi lagi selama 4 jam pada suhu 37.°C. Setelah 4 jam, media yang mengandung MTT dibuang, dicuci dengan PBS, kemudian ditambahkan larutan asam isopropanol, digoyang di atas shaker selama 10 menit kemudian dibaca dengan dengan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Hasil dan Pembahasan Uji Sitotoksik Tunggal Ekstrak G. Procumbens dan Beberapa Agen Kemoterapi
Penelitian ini dimulai dengan uji sitotoksik, dengan tujuan untuk menentukan parameter ketoksikan yaitu IC 50 yang menunjukkan potensi ketoksikan ekstrak etanolik daun sambung nyawa. Nilai IC 50 menunjukkan kadar senyawa uji yang mampu menghambat cell viability sebesar 50 %. Nilai IC 50 juga digunakan sebagai patokan untuk menentukan konsentrasi senyawa uji dalam uji doubling time. Sel Kanker Payudara, T47D
Pengarus pemberian perlakuan pada sel kanker T47D dapat dilihat dengan mengamati profil viabilitas sel kontrol dibandingkan dengan sel dengan perlakuan ekstrak sambung nyawa, quercetin, dan agen kemoterapi Doxorubicin, 5-Fluorouracil, dan Cisplatin.
41
120
100
100
80
80 % Sel Viabel
% Sel Viabel
120
60 40
y = -0,689x + 110,1 R² = 0,945
60 40
20
20
0
0
0
50
100
150
200
250
300
0
40
20
60
EGP (ug/mL)
80
100
120
140
EGP (ug/mL)
120
120
100
100
80
80 % Sel Viabel
% Sel Viabel
Gambar 3. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-250 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa.
60
40
y = -0,730x + 96,26 R² = 0,967
60
40
20
20
0
0 0
20
40
60
80
100
0
120
20
40
60
100
90
90
80
80
70
70
100
120
y = -19,87x + 100,1 R² = 0,954
60
60
% Sel Viabel
% Sel Viabel
80
Dox (nM)
Dox (nM)
50 40 30
50 40 30 20
20
10
10
0
0 0
200
400 5-FU (nM)
600
800
1000
1200
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Log 5-FU
Gambar 4. Agen kemoterapi doxorubicin dan 5-FU dapat menurunkan viabilitas sel T47D. Sel T47D diberi perlakuan agen kemoterapi selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 masing-masing agen tersebut.
42
Tabel 1. Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker payudara T47D
Agen/sampel EGP Dox 5-FU
Persamaan garis lurus Y= -0,689x + 110,1 Y= -0,730x + 96,26 Y= -19,82x + 100,1
Korelasi R2=0,945 R2=0,967 R2=0,954
A
B
C
D
IC 50 87 ug/mL 63 nM 2,528 (Log) 337 uM
Gambar 5. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker HeLa. Sel HeLa tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body.
Sel Kanker Leher Rahim, HeLa
Pengarus pemberian perlakuan pada sel kanker HeLa dapat dilihat dengan mengamati profil viabilitas sel kontrol dibandingkan dengan sel dengan perlakuan ekstrak sambung nyawa dan agen kemoterapi Doxorubicin, 5-Fluorouracil, dan Cisplatin.
43
120
100
100
80
80 % Sel Viabel
% Sel Viabel
120
60 40
y = -0,189x + 111,9 R² = 0,987
60 40 20
20
0
0 0
200
400
600
800
1000
0
1200
400
200
600
800
-20 EGP (ug/mL) EGP (ug/mL)
100
100
90
90
80
80
70
70
60
60 % Sel Viabel
% Sel Viabel
Gambar 6. Ekstrak etanolik sambung nyawa dapat menurunkan viabilitas sel HeLa. Sel HeLa diberi perlakuan ekstrak etanolik sambung nyawa (0-600 ug/mL) selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 ekstrak etanolik daun sambung nyawa.
50 40 30
50 40 30
20
20
10
10
0
y = -0,011x + 64,70 R² = 0,938
0 0
500
1000
1500
2000
2500
0
500
1000
1500
2000
2500
5-FU (uM)
90
90
80
80
70
70
60
60 % Sel Viabel
% Sel Viabel
5-FU (uM)
50 40 30 20
y = -0,840x + 86,60 R² = 0,894
50 40 30 20
10
10
0 0
50
100
150 Cisp (uM)
200
250
300
0 0
20
40
60
80
100
120
Cisp (uM)
Gambar 7. Agen kemoterapi 5-FU dan cisplatin dapat menurunkan viabilitas sel HeLa. Sel HeLa diberi perlakuan agen kemoterapi selama 24 jam. Viabilitas sel diamati dengan menggunakan metode MTT. Persamaan garis lurus dari kurva digunakan untuk menghitung IC 50 masing-masing agen tersebut. Tabel 2. Nilai IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi pada sel kanker leher rahim HeLa
44
Agen/sampel Persamaan garis lurus EGP Y= -0,189x + 111,9 5-FU Y= -0,011x + 64,70 Cisplatin Y= -0,840x + 86,60
A
C
Korelasi R2 = 0,987 R2= 0,938 R2 = 0,894
IC 50 328 ug/mL 1336 uM 44 uM
B
D
Gambar 8. Pemberian perlakuan sample uji mengakibatkan perubahan morfologi sel kanker HeLa. Sel HeLa tanpa perlakuan (A) seperti daun, membrane sel tampak jelas memisahkan sel satu dengan yang lain, dan sel melekat di dasar flash. Sel yang diberi perlakuan dosis tinggi (A), sedang (B), dan rendah (C) tampak mengalami perubahan morfologi berupa penipsan membrane sel sampai terjadi fragmentasi yang diduga merupakan apoptotic body.
Hasil perhitungan IC 50 ekstrak etanolik sambung nyawa dan agen kemoterapi doxorubicin, 5-FU, dan cisplatin digunakan sebagai acuan untuk uji berikutnya yaitu pengamatan uji kombinasi, pengamatan apoptosis dengan metode double staining, dan pengamatan kinetika proliferasi dengan metode doubling time.
45
Uji Kokemoterapi agen kemoterapi dengan ekstrak etanolik sambung nyawa Sel Kanker Payudara T47D Dox dan 5-FU telah digunakan sebagai agen kemoterapi lebih dari 3 (tiga) dekade terakhir, tetapi penggunaannya sangat dibatasi oleh efek samping yang ditimbulkan (Tyagi et al. , 2004). Dox dapat menimbulakan efek samping mual, imunosupresi, dan aritmia yang bersifat reversibel dan dapat dikontrol dengan pemberian obat lain. Pada penggunaan jangka panjang Dox dapat menyebabkan cardiomyopathy diikuti dengan gagal jantung. Efek samping Dox sangat bergantung pada dosis pemberiannya (Wattanapitayakul et al., 2005). Penggunaan 5-FU secara tunggal sudah jarang sekali dilakukan seiring dengan menurunnya sensitivitas agen kemoterapi ini pada beberapa sel kanker. Uji kombinasi yang dilakukan adalah Dox-EGP dan 5-FU-EGP pada sel T47D. Konsentrasi kombinasi menggunakan acuan IC 50 dan secara bertahap menurun (seperti tercantum dalam metode penelitian). 100
1
90
0,9
80
0,8 0,7
% Sel Viabel
70 60
20
50
15
40 30
Dox (nM)
5
25
25
50
1
45
0,9
35 30 25 15 10
50 40 25 EGP (ug/mL)
5 0 100
5-FU UM)
10 50
25
C o m b i n a t i o n
I n d e x
EGP (ug/mL)
2,5 15
7,5
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
C I
0,3
)
20
150
20
Dox (nM)
(
V i a b e l
5
0
20 20
40 S e l
10 10 7,5
0,1
15 12,5
7,5
0,2
10 5
5
0,3
EGP 5 (ug/mL)
10 0
2,5
0,4
10
20
%
0,6 CI 0,5
0,2
50 40 25 EGP (ug/mL)
0,1 0 150
100
10 50
25
5-FU (uM)
Gambar 9. Kombinasi Dox-EGP dan 5-FU-EGP memberikan efek aditif sampai sinergis terhadap penghambatan pertumbuhan sel T47D. uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP. Semua nilai CI < 1 yang menunjukkan efek aditif sampai sinergis.
Hasil uji kombinasi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa G. Procumbens mempunyai potensi untuk diteliti lebih jauh sebagai agen kokemoterapi bagi agen Dox dan 5-FU dan diperlukan penelusuran mekanisme aksinya.
46
Pengamatan Apoptosis dengan Metode Double Staining Pengamatan fenomena apoptosis dengan metode double staining menggunakan etidium bromida dan akridin oranye mempunyai arti penting sebagai parameter awal pengamatan mekanisme kematian sel melalui jalur apoptosis.
A
B
C
D
` Gambar 10. Kombinasi Dox-EGP (C) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal dox atau EGP.
47
A
B
C
D
E
F
G Gambar 11. Kombinasi 5-FU-EGP (D dan F) dapat menginduksi apoptosis lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunggal 5-FU (A dan B) atau EGP (C dan D). Fenomena apoptosis sel akibat pemberian perlakuan. Fenomena apoptosis diamati dengan menggunakan metode pengecatan dengan etidium ndicat-akridin orange. Sel normal menunjukkan warna fluoresensi hijau dan bentuk sel utuh (D/G). sel yang diduga mengalami apoptosis berwarna orange, akibat permiabilitas sel terhadap etidium brimida Turun. Sel dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 100X. Munculnya apoptotic body ( → ) menjadi ndicator awal terjadinya apoptosis.
Sel Kanker Leher Rahim HeLa Uji kombinasi yang dilakukan adalah 5-FU-EGP dan CISP-EGP pada sel HeLa. Konsentrasi kombinasi menggunakan acuan IC 50 dan secara bertahap menurun (seperti tercantum dalam metode penelitian).
48
10
100 90
%
70 60 50 30 20
100 150 200 250 EGP (ug/mL)
10 0 150
250
500
5-FU uM)
v i a b i l i t y
40 100 150 200 250EGP
20 0 10
Cisp (uM)
25
40
(ug/mL)
50
2 0
C o m b i n a t i o n i n d e x
250 200 150 100 EGP (ug/mL)
-2
I n d e x
700
% 100 C e 80 l l 60
4
)
40
6
(
V i a b e l
8
C o m b i n a t C i I o n
80 S e l
700
500
250
5-FU (uM)
150
20 15 10 250 200 150
5 0 -5
50
40
25
100EGP 10
(ug/mL)
Cisp (uM)
Gambar 11. Kombinasi Cisp-EGP dan 5-FU-EGP hanya memberikan efek aditif terhadap penghambatan pertumbuhan sel HeLa. Uji kombinasi dilakukan dengan masing-masing 4 (empat) seri konsentrasi dibawah konsentrasi IC 50, untuk agen kemoterapi dan EGP.
Hasil uji kombinasi pada sel HeLa hanya menunjukan efek aditif dan antagonis ringan, sehingga potensi pengembangan sebagai agen kokemoterapi sangat kecil. Untuk sel HeLa tidak dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menelusuri mekanisme molekulernya. Kesimpulan Ekstrak etanolik Gynura procumbens mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen kokemoterapi dengan agen kemoterapi doxorubicin dan 5-Fluorouracil pada sel kanker payudara T47D dan MCF-7. Potensi kokemoterapi ekstrak etanolik Gynura procumbens pada sel kanker leher rahim hanya menghasilkan efek aditif dan bahkan antagonis ringan, sehingga potensi pengembangan sebagai agen kemoterapi sangat kecil.
49
C. SINOPSIS PENELITIAN LANJUTAN Hasil penelitian pada tahun pertama menunjukkan bahwa ekstrak etanolik Gynura procumbens mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen kokemoterapi dengan agen kemoterapi doxorubicin dan 5-Fluorouracil pada sel kanker payudara T47D dan MCF-7. Potensi kokemoterapi ekstrak etanolik Gynura procumbens pada sel kanker leher rahim hanya menghasilkan efek aditif dan bahkan antagonis ringan, sehingga potensi pengembangan sebagai agen kemoterapi sangat kecil. Untuk kelanjutan panelitian pada tahun kedua maka hanya kombinasi terapi pada sel kanker payudara saja yang akan ditelusuri lebih lanjut mekanismenya. Potensi EGP sebagai antikanker akan ditelusuri lebih lanjut sampai ke tingkat molekuler untuk memastikan mekanismenya. G. procumbens kemungkinan bersifat sitotoksik melalui mekanisme pemacuan proses apoptosis sel melalui regulasi protein yang berperan di dalamnya. Pengamatan ekspresi protein-protein yang mengatur apoptosis dengan metode immunositokimia dan western blot dapat digunakan untuk menelusuri lebih jauh mekanisme molekuler nya dalam memacu apoptosis.
50