LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)
IbM JAMUR
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Sesuai dengan Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program Pengabdian kepada Masyarakat No. 039/SP2H/KMP/DIT.LITABMAS/III/2012 Tanggal 6 Maret 2012
Oleh I Made Citra Wibawa, S.Pd., M.Pd. NIP.198307262009121004 Gede Adi Yuniarta, S.E, Ak. M.Si., NIP 197906162002121003 Dr. I Nyoman Tika, M.Si., NIP. 196312311989031026
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2012
HALAMAN PENGESAHAN Judul IbM : IbM Jamur 1. Nama Mitra Program IbM (IbM1) Nama Mitra Program IbM (IbM2) 2. Ketua Tim Pengusul a. Nama b. NIP c. Jabatan/Golongan d. Jurusan /Fakultas e. Perguruan tinggi f. Bidang Keahlian g. Alamat Kantor/telp/Faks/E-mail h. Alamat Rumah /Telp/Fax/E-mail 3 Anggota Pengusul a. Jumlah Anggota b. Nama Anggota I/Bidang keahlian c. Nama Anggota II/Bidang keahlian d. Mahasiswa yang terlibat 4. Lokasi Kegiatan Mitra (1) a. Wilayah Mitra b. Kabupaten/Kota c. Propinsi d. Jarak PT ke Lokasi 5. Lokasi Kegiatan Mitra (2) a. Wilayah Mitra b. Kabupaten/Kota c. Propinsi d. Jarak PT ke Lokasi 5. Luaran yang dihasilkan 6. Jangka waktu pelaksanaan 7. Biaya Total - Dikti - Sumber Lain
Mengetahui:
Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S NIP 195901011984031003
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
I Made Mustika I Made Mika I Made Citra Wibawa, S.Pd., M.Pd.
198307262009121004 Asisten Ahli Pendidikan Guru Sekolah Dasar /FIP Undiksha IPA/Biologi Jl. Udayana 12 Singaraja/0362-25735 BTN Panji Lestari Gang 3 - Panji Singaraja Bali 2 Gede Adi Yuniarta, SE. Ak/Ekonomi Dr. I Nyoman Tika, M.Si/Kimia 2 orang Desa Payungan, Kecamatan Klungkung Klungkung Bali 135 Km Desa Payungan, Kecamatan Klungkung Klungkung Bali 135 Km Artikel ilmiah, metode, produk /barang, 8 bulan Rp. 41.000.000,00 Rp. 41.000.000,00 Rp-
Singaraja, 6 Desember 2012 Ketua Pelaksana,
I Made Citra Wibawa, S.Pd., M.Pd. NIP 198307262009121004
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi Sudah lama, manusia Indonesia akrab dengan jamur. Berbagai jenis makanan daerah khas menggunakan jamur sebagai makanan favorit. Oleh karena itu, terdapat ribuan spesies Jamur di dunia ini yang akrab dalam kehidupan manusia. Jamur mempunyai nilai gizi tinggi terutama kandungan proteinnya (15-20 persen berat keringnya). Daya cernanya-pun tinggi (34-89 persen). Sifat nutrisi (kelengkapan asam amino) yang dimiliki oleh jamur lebih menentukan mutu gizinya. Jamur segar umumnya mengandung 85-89 persen air. Kandungan lemak cukup rendah antara 1,089,4 persen (berat kering) terdiri dari asam lemak bebas mono ditriglieserida, sterol, dan phoshpolipida. Usaha budidaya jamur di Indonesia telah berkembang sangat pesat. Namun tidak merata di masing-masing provinsi. Jawa Barat merupakan produsen jamur tertinggi di Indonesia, setelah itu Jawa Timur. Pemasaannya selain untuk kebutuhan dalam negeri jamur juga memenuhi pasar ekspor. Untuk pasar dalam negeri, Provinsi Bali cukup potensial khususnya untuk kebutuhan hotel, restoran, swalayan dan pasar tradisional. Misalnya, di Denpasar, pengusaha restoran skala menengah untuk kebutuhan pariwisata membutuhkan sedikitnya 100 kg jamur/minggu ( Balipost, 22-10-2010). Denpasar terdapat minimum 10 restoran skala menengah, maka
Jika di
kebutuhan jamur
mencapai 1500 kg /minggu. Belum lagi ada ratusan restoran di kawasan Kuta, Nusa Dua, Candidasa dan lain-lain. Oleh sebab itu Bali memiliki pasar yang sangat potensial untuk jamur. Namun kebutuhan jamur di Bali belum mampu di penuhi oleh masyarakat di Provinsi Bali, padahal potensi lingkungan alam Bali sangat cocok untuk budi daya jamur.
Sektor budi daya jamur, adalah salah satu
kegiatan pertanian yang dapat
digunakan sebagai andalan pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali, mengingat harga jual jamur masih tergolong tinggi, yakni jamur tiram berkisar antara Rp 17.500 hingga Rp 25.000 per kg, dan jamur sintake Rp 40.000 per kg. Jumlah petani jamur di Bali sekarang ini sekitar 20 orang yang tersebar di Tabanan, Buleleng, Jembrana, Karangasem, Bangli, dan Gianyar. Ke 20 orang petani
tersebut, saat ini masih membeli bibit di salah satu perusahan, yaitu PT Alam Bali Mushroom (Albamas) Bali. Produksi jamur tak kontinu di Bali, sehingga kebutuhan Pasar belum terpenuhi. Permintaan akan jamur seperti jamur tiram, shitake, kuping, merang, champignan, kancing dan lainnya sangat banyak mulai dari pasar tradisional, swalayan termasuk restoran di Bali. Petani jamur di Bali perlu memproduksi jamur secara lebih kontinu sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar. Pada budidaya jamur tiram, suhu udara memegang peranan yang penting untuk mendapatkan pertumbuhan badan bibit yang optimal. Pada umumnya suhu yang optimal untuk pertumbuhan jamur tiram, dibedakan dalam dua fase yaitu fase inkubasi yang memerlukan suhu udara berkisar antara 22-28 ºC dengan kelembaban 60-70% dan fase pembentukan tubuh bibit memerlukan suhu udara sama antara 22-28ºC untuk jamur tiram putih dan 22-30 ºC untuk jamur tiram coklat, dengan kelembaban sama 85-95 %. Kondisi tersebut sangat sesuai dengan salah satu lokasi
budidaya jamur di
Kabupaten Klungkung yaitu di Desa Payungan, Kecamatan Klungkung. Desa Payungan kira-kira 8 Km ke arah utara kota Semarapura- Klungkung. Wilayah ini memiliki ketinggian 800 m di atas permukaan laut, kondisi daerahnya berbukit, namun banyak terdapat sawah terasering (Gambar 1). Jumlah pendudukan sekitar 3500 jiwa. Komposisi penduduk desa Payungan adalah
penduduk dominan bertani 74%,
berdagang 15%, buruh 10%, lain-lain 5%, Petani memiliki lahan sempit (Susesnas, 2010 dan Profil Desa Payungan 2010)
Gambar 1. Desa Payungan yang didominasi oleh sawah terasering (doc. Tika, 2011)
Salah seorang Petani perintis budi daya jamur adalah I Made Mustika. Dia memiliki sebibit kumbung jamur Tiram. Kegiatan gigihnya juga merangsang teman yang lain untuk mengembangkan budidaya Jamur, yaitu I Made Mika, kedua orang ini dijadikan mitra dalam kegiatan P2M ini. Budidaya jamur yang dilakukan oleh mitra I dan II di desa payungan, saat ini masih mengembangkan jamur tiram. Kumbung jamur yang dimiliki oleh I Made Mustika berukuran 6 x 10 meter, beratap terpal kemudian diatasnya di isi alang-alang. Kondisi ini menyebabkan jamurnya kering dan kurang subur. Kumbung Jamur di Desa Payungan yang dikelola oleh Petani jamur menghadapi kendala bibit. Bibit jamur Tiram sangat tebatas ada di Bali, dia mendatangkan dari luar dengan harga Rp 3250/logbag sampai di desa Payungan untuk jamur. Untuk empat bulan musim tanam petani jamur membutuhkan 4000 logbag, total untuk penyediaan bibit sebanyak Rp 13.000.000,Jumlah modal yang menurut I Made Mustika sangat besar. Hal ini disebabkan bibit jamur harus didatangkan dari luar Bali
A B Gambar 2. Kumbung jamur di Desa Payungan (A), Patani I Made Mustika sedang memanen hasil jamurnya (B) (doc. Tika, 2011) Kondisi lain adalah setelah 10-15 hari setelah cincin dibuka, tidak otomatis dapat dipanen untuk pertama kali, Kondisi kumbung yang dibuat oleh I Made Mustika memiliki suhu di atas 2ºC dan kelembaban di bawah 60%, masih diluar batas hambang kehidupan jamur tiram. Panen berikutnya setiap hari secara teratur selama masa produktif 4 bulan ( jika perawatan bagus bisa lebih). Per logbag membutuhkan siklus
waktu 15 hari untuk panen lagi. Jadi 4 bln x 2 kali penen/bulan = 8 kali panen. Jumlah 4000 logag bibit jamur tiram untuk masa panen 4 bulan, sehingga total pengeluaran sebesar Rp 52.000.000 /tahun. Menurut I Made Mustika bahwa hasil per logbag jamur tiram adalah sebanyak 5 hari panen sekitar 50 gram per logbag, untuk panen 5 hari sekali, ini naik turun, kondisi kumbung tidak stabil, maksimal bisa panen saat ini 4 kali untuk 50 gram per logbag, artinya produksi rata-rata berkisar 200 kg per 5 hari. Jumlah penghasilan nya adalah 200 kg x Rp 25.000,- = Rp 5.000.000, untuk kalau total 4 kali panen raya, sekitar Rp 20.000.000, selama ini untungnya baru Rp 7.000.000,- untuk musim tanam 4 bulan yang maksimum. Hal ini disebabkan kondisi kumbung belum standar sehingga kelembaban kumbung belum berjalan dengan baik. Kesulitan yang lain adalah belum lancarnya persediaan bibit, sehingga harus menunggu. Itu sebabnya kontinuitas produk belum stabil, banyak permintaan restoran kecewa karena sering jamur tidak tersedia. Kendala lain adalah teknik pembibitan belum dikuasai oleh petani, padahal sumber bahan baku berupa serbuk gergaji untuk pembuatan media tumbuh sangat melimpah di desa Payungan, dan desa sekitarnya. Bahan baku dari serbuk gergaji banyak terdapat di desa sekitar Desa payungan seperti 1. Desa Selat 2. Desa Tegak 3. Desa gembalan 4. Desa Akah 5. Desa Selisihan
Gambar 3. Serbuk gergaji sangat melimpah di Desa Payungan dan sekitarnya (doc. Citra, 2011) Produksi jamur di Desa Payungan dan kumbung yang dimiliki oleh I Made Mustika ini produksi jamurnya sangat fluktuatif sebab kumbungnya terlalu pendek dan kapasitas
tanamannya banyak sehingga produksinya naik turun. Modifikasi yang
dilakukan selama ini adalah dengan membuat plavon dari pelepah dauh kelapa yang dirangkai menjadi ayaman, di Desa Payungan disebut klangsah. 1. Untuk mengatasi suhu tinggi kumbung jamur di lapasi dengan klangsah 2. Kontruksi kumbung kurang tiggi dan kapasitas yang besar menampung biakan jamur. 3. Sirkulasi udara tidak ada bagus
Tiada ventilasi udara
Gambar 4. Kumbung Jamur yang kurang memenuhi standar (doc. Tika, 2011) Pengadaan bibit petani jamur di desa payungan masih mendatangkan dari luar, khususnya dari Jawa. Bibit yang sampai di petani sangat
terbatas, tidak adanya
standarisasi dan jaminan kualitas bibit, Bibit yang sampai di tingkat petani sering mengalami kerusakan. Petani di desa Payungan dari observasi tim penyusun proposal menemukan bahwa keterbatasan bibit yang menyebabkan animo petani untuk budidaya jamur raguragu, bila berinvestasi kumbung. Ada 10 petani yang ingin membeli bibit dan belajar membuat bibit jamur. Hal ini didasarkan pada jumlah restoran di sekita Bukit Jambul, dan lokasi Rifting di sekitar telaga Waja, yang ketika ditanyai membutuhkan kurang lebih 15 kg per hari, yang masih dibeli dari Denpasar.
Kualitas Bibit jamur tiram yang kurang bagus, karena sterilisasi yang kurang sempurna, sehingga ditumbuhi bakteri dan membusuk
Masalah Penyediaan bibit : 1. Kualitas bibit Jamur yang dibeli dari produsen bibit banyak yang tidak memiliki kualitas, artinya tidak ada standarisasi kualitas bibit 2. Jumlah produsen bibit terbatas di Bali, masih di datangkan dari luar Bali, 3. Harga bibit sampai di petani relatif mahal Gambar 5. Penyediaan bibit masih didatangkan dari luar (doc. Tika, 2011) Kebutuhan tersebut baru untuk memenuhi permintaan jamur segar. Padahal jamur konsumsi tidak hanya dipasarkan dalam keadaan segar, tetapi juga permintaan produk olahan
siap saji seperti keripik atau abon. Produk-produk tersebut selain
meningkatkan nilai tambah juga merupakan perluasan pemasaran untuk menjaring lebih banyak konsumen makanan
siap saji, seperti sup ayam jamur tiram, ote-ote jamur
tiram, pepes jamur tiram dan jenis masakan siap saji lainnya.
Jamur dijual masih dalam bentuk yang utuh, petani di Desa Payungan belum ada yang menjual makanan olahan jamur, sehingga petani jamur belum maksimal mendapat keuntungan dari usaha jamur yang mereka geluti
Gambar 6. Petani belum memikirkan pengolahan jamur menjadi makanan olahan. (doc. Tika, 2011) Adanya potensi pasar, lingkungan yang mendukung serta petani jamur yang terus mau belajar, serta jumlah lahan di Desa Payungan representatif untuk penanaman jamur, maka budidaya jamur dapat terus dikembangkan, untuk itu perlu mendapat pendampingan bagi petani jamur sehingga peran serta perguruan tinggi khususnya Undiksha menjadi sangat strategis. Selian itu, lokasi Desa Payungan dekat dengan kawasan Pariwisata Bukit Jambul, yang banyak memiliki restoran, serta merupakan jalur ke Objek wisata Pura Besakih dan Arung Jeram Tukad Telaga Waja. Hal ini akan mempermudah pemasaran produk olahan jamur ke restoran yang dimaksud. Berdasarkan uraian tersebut, maka sangat perlu diadakan IbM bagi Petani jamur untuk meningkatkan posisi tawar petani jamur di Desa Payungan Kecamatan Klungkung sehingga dapat meningkatkan status ekonomi rakyat Pedesaan. Dengan demikian diharapkan petani jamur dapat merasakan hasil panen mereka sesuai kebijakan pemerintah untuk mengangkat nasib 1.2 Permasalahan Mitra Yang menjadi mitra dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat (P2M) ini adalah mitra I adalah petani jamur I Made Mustika, dan I Made Mika, keduanya berlokasi di Desa Payungan. Masalah utama yang dihadapi oleh petani Jamur dari kedua petani mitra itu adalah dapat diuraikan sebagai berikut : (1) aspek penyediaan
bibit, (2) teknologi budidaya, manajemen budidaya, (3) pengolahan pasca panen, pemasaran dan akses terhadap dana. Kekurangan terhadap berbagai teknik tersebut menyebabkan banyak petani tidak berubah status kehidupannya. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa aktivitas, sebagai berikut 1.
Petani jamur di Desa Payungan belum menerapkan penyediaan bibit Jamur dengan teknologi, selama ini masih membeli ke luar Bali, seperti Malang, Bogor dan Bandung, sehingga produktivitasnya rendah, jumlah logbag yang dimiliki oleh petani sangat terbatas, ini tidak menunjang petani untuk produksi secara kontinu.
2.
Petani jamur di Desa Payungan belum terampil memilih media pertumbuhan Jamur, sehingga produksi yang dihasilkan khususnya setelah panen jamur pertama, menurun drastis, Hal ini disebabkan petani jamur masih menerapkan pola-pola tradisional dan turun temurun.
3.
Perkembangan budidaya jamur di Payungan cukup menjanjikan secara ekonomi, namun demikian permasalahan justru muncul ketika paska panen atau kegiatan off farm. Oleh karena itu, dibutuhkan pemberian suntikan modal bagi pembudidaya jamur serta melakukan pembinaan paska panen.
4.
Petani jamur di Desa Payungan masih kurang keterampilan dan modal untuk meningkatkan harga jual jamur dengan cara mengolah jamur menjadi makanan siap saji.
5.
Belum banyak kepercayaan masyarakat untuk makanan olahan jamur. Oleh karena itu, untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap makanan olahan dari jamur, perlu diupaya jaminan kesehatannya. Diantaranya dengan mengupayakan sertifikasi atau label ijin dari dinas kesehatan Kabupaten Klungkung.
6.
Petani Jamur
di Desa Payungan
belum maksimal memahami tentang
managemen budidaya, seperti Kumbung jamur terlalu rapat (kurang angin) akibatnya
pertumbuhan
jamur
kurang
baik,daun
jamur
banyak
yang
menggelinting, tidak bisa mekar. Penyiraman yang terlalu banyak sampai air masuk ke lubang baglog membuat jamur tidak mau tumbuh lagi, Cara pengambilan yang tidak sampai ke akarnya juga bisa membuat jamur tidak mau tumbuh (keluar). Kumbung jamur dan sekitarnya yang kurang bersih membuat
sebagian daun jamur berlubang karena dimakan ham kecil yang sampai sekarang masih saya selidiki jenis hamanya. Selanjutnya soal penataan logbag dirak supaya lebih efisien tempat dan hasil bisa lebih maksimal. 7.
Petani Jamur memasarkan jamurnya hanya pasar terdekat, atau pengunjung datang ke rumahnya, tidak pernah membayangkan untuk penanaman Jamur secara komersial. Adapun gambaran secara umum maslah yang dihadapi Petani Jamur Di Desa
Payungan dapat dilihat pada gambar 6. Penyediaan Bibit
Bibit yang kurang baik
Pengolahan paska panen
Pemeliharaa/ managemen budidaya Media tumbuh belum optimal
Pemasaran
Gambar 7. Masalah yang dihadapi petani jamur 1.3 Tujuan Kegiatan 1. Memberikan pelatihan tentang cara memproduksi Bibit jamur 2. Memberikan pelatihan tentang cara memproduksi Bibit jamur untuk membuka wawasan petani jamur dalam wadah koperasi untuk memudahkan pengadaan modal dan pemasaran produk pertanian. 3. Melakukan pelatihan membuat makanan olahan jamur 1.4 Manfaat Kegiatan Kegiatan ini bermanfaat paling tidak terhadap beberapa hal yaitu, (1) meningkatnya penguasaan teknologi pada petani jamur pada pasca panen jamur. Saat panen bibit jamur langsung dijual atau disimpan adan kaibatnya banyak yang
busuk. Hal ini menyebabkan harga yang dinikmati petani sangat rendah, sehingga keuntungan petani menjadi berkurang. Walaupun ada packing setelah jamur dipanen, namun pengolahan dan packing jamur tidak dilakukan dengan baik. Meningkatnya kemampuan para petani jamur untuk melakukan pengolahan bibit jamur menjadi berbagai makanan berkualitas berbahan dasar jamur. Meningkatkan kemampuan para petani jamur dalam penyediaan dan penanganan bibit jamur . Hal ini berakibat pada kualitas jamur terus menurun. Pemasaran bibit jamur oleh petani hanya menjangkau pasar lokal dan masih sedikit pemasaran ke pasar modern danhotel, karena menggunakan pemasaran tradisional, para saudagar jamur datang ke petani, sehingga para tengkulak mempermainkan harga. Petani masih belum banyak yang memasarkan jamur dengan teknik modern internet. Wawasan Petani juga kurang terhadap koperasi sehingga selalu menjadi permainana para tengkulak dalam penyediaan modal produksi.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Jamur Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacangkacangan atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacam-macam lingkungan dan berasosiasi dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.
2.2 Budidaya Jamur Tahapan budidaya jamur tiram berupa persiapan media (substrat), pencampuran media, pengantongan (logging), sterilisasi, inokulasi bibit, inkubasi, pemeliharaan tubuh bibit, dan panen. Bagi pemula atau pengusaha skala kecil ada baiknya untuk sementara waktu bibit ataupun media tanam dapat membeli dari pembibit ataupun dari perusahaan yang telah memiliki skala usaha yang besar A. Persiapan Media (Substrat) Formula media tanam untuk jamur tiram adalah sebai berikut. Serbuk gergajian kayu = 100 kg Dedak = 10 kg Kapur = 0,5 kg Tepung jagung = 0,5 kg Gula merah = 0,25 kg TSP (tambahan) = 0,25 kg B. Pencampuran Media Bahan bahan media yang telah disiapkan diaduk sedemikian rupa sehomogen mungkin agar pertumbuhan miselium dapat merata ke seluruh media. Pengadukan dapat dilakukan dengan cara mekanis ataupun manual. Apabila dilakukan secara manual upayakan pengadukan lebih lama sehingga diperoleh pencampuran yang merata terutama untuk bahan bahan yang konsentrasinya rendah. Media yang telah tercampur dengan baik biasanya menggumpal pada saat dikepal. Setelah proses pencampuran selesai lakukan pengomposan (fermentasi) selama 3-5 hari. Proses pengomposan dapat membantu mengurangi kontaminasi oleh mikroba liar dan juga membantu penguraian beberapa senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah diserap oleh jamur tiram. Lakukan pengadukan setiap hari agar proses pengomposan merata. C. Pengantongan (logging) Pengantongan atau pembuatan baglog dilakukan dengan memasukkan media yang telah dikompos ke dalam plastik tahan panas (polypropylene). Upayakan pengisian tidak terlalu longgar dan juga tidak terlalu padat. Untuk memadatkan media dapat dilakukan dengan bantuan botol yang diisi dengan pasir. Setelah diisi media pada bagian atas lalu diberi ring bambu/pipa dan di tutup dengan kapas sebagai tempat memasukkan bibit atau tempat keluarnya jamur. setelah itu diikat dengan karet.
D. Sterilisasi Baglog yang telah siap selanjutnya disterilisasi melalui proses pasteurisasi dengan cara dikukus. Pasteurisasi yaitu proses pemanasan dengan suhu tidak lebih dari 100˚C dengan waktu tidak kurang dari 5 jam. Pada umumnya para produsen melakukan pemanasan selama 8-12 jam. Pemanasan ini tergantung pada bahan dasar yang digunakan dan banyaknya log yang dipasteurisasi. Setelah selesai baglog didinginkan selama setengah sampai satu hari. E. Inokulasi bibit Inokulasi merupakan proses penanaman bibit ke dalam media tanam. Proses inokulasi dilakukan secara aseptis /steril. Usahakan ruangan sebersih mungkin. Bila memungkinkan peralatan maupun ruangan disemprot alkohol terlebih dahulu. Selama proses ini usahakan menutup mulut dengan masker atau minimal tidak berbicara berlebihan untuk menghindari kontaminasi yang berasal dari uap mulut. Inokulasi dilakukan dengan memasukkan bibit (F2) sebanyak 2-5 sendok makan ke dalam lubang yang telah diberi cincin bambu/pipa atau bisa juga dengan menebarkannya di atas permukaan media hingga merata kemudian menutup kembali lubang ring bambu dengan kapas. F. Inkubasi Inkubasi merupakan masa pertumbuhan miselium hingga memenuhi media secara merata. Suhu yang dibutuhkan pada proses ini yaitu antara 22˚C – 28˚C. upayakan suhu di ruangan inkubasi dijaga agar tetap stabil untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Masa inkubasi akan berlangsung selama kurang lebih 40 hari.
Gambar 8. Inkubasi logbag jamur
G. Pemeliharaan tubuh bibit Tahap ini merupakan masa setelah inkubasi hingga panen. Pada masa pemeliharaan penutup baglog dibuka hingga seperempat bagian log. Tahapan ini memerlukan suhu yang lebih rendah dibandingkan pada saat pertumbuhan miselium (tahap inkubasi) dan juga kelembapan yang optimal/berlimpah. Suhu yang diperlukan sekitar 20˚C -26˚C dengan kelembapan 80% – 90%. Pengaturan kelembapan dapat dilakukan dengan penyiraman sebanyak 2-3 kali setiap hari terutama ketika kelembapan di luar rendah biasanya pada saat siang hari. Selain kelembapan, kadar oksigen juga perlu diatur dengan membuka ventilasi ketika kelembapan di luar tinggi. Kelembapan perlu dikurangi hingga 70% – 80% apabila tubuh bibit telah mencapai ukuran dewasa. Hal ini dilakukan agar tekstur tubuh bibit tidak lembek yang bisa menyebabkan tidak tahan lama /cepat busuk. H. Panen Setelah 7-10 hari penutup dibuka, tubuh bibit biasanya sudah mulai tumbuh. Selang 3-4 hari setelah tunas tubuh bibit tumbuh, jamur telah siap dipanen. Pemanenan harus dilakukan dengan hati-hati dengan cara mencabut seluruh rumpun tubuh bibit jamur yang ada beserta akarnya. Akar yang tertinggal bisa menyebabkan pertumbuhan tubuh bibit selanjutnya terganggu karena terjadi pembusukan media. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat jamur masih dalam kondisi segar. Panen kedua biasanya berlangsung dalam rentang waktu 1-2 minggu setelah panen pertama. Usia produktif berlangsung 3-4 bulan dengan produksi satu baglog sekitar 0,6 kg. Setelah dilakukan pemanenan, log dipelihara seperti awal penanaman yaitu dengan melakukan penyiraman, pengaturan suhu, kelembapan serta aerasi.
Gambar 9. Jamur siap panen dan siap dikemas
Teknologi Informasi yang semakin berkembang semakin memudahkan kita untuk berkomunikasi. Tidak ada lagi kendala jarak untuk belajar sesuatu dari sumbernya langsung. Untuk itu kami mengadakan model pelatihan jarak jauh jamur Tiram. Ini untuk melayani orang yang ingin berlatih membudidayakan atau membuat bibit jamur konsumsi tetapi terkendala lokasi tempat tinggalnya yang jauh dari narasumber. Caranya sangat mudah, banayak tersedia lewat internet.
BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Gambaran Lokasi Kegiatan Lokasi tempat dilaksanakan IbM adalah Dusun Payungan, Desa Selat, dengan landscape wilayah perbukitan, sawah. Penduduk di Dusu Payungan dominan sebagai petani. Tanahnya subur, banyak pohon coklat, padi, dan pohon bibit-bibitan seperti manggis, duku, dan durian, kelapa.
Gambar 10. Lokasi IbM Jamur di Dusun Payungan, Desa Selat Kecamatan Klungkung, 135 Km dari Singaraja ke arah tenggara. 3.2 Tim Pelakasana dan Peran masing-masing Anggota Kualifikasi Tim pelaksana cukup mumpuni dalam bidang teknologi fermentasi, teknologi pemasaran dan penggunaan pupuk. Kualifikasi ini didasarkan pada Tim pelaksana telah banyak melakukan penelitian yang ada hubungannya teknologi
fermentasi dan dan pengolahan pangan, kemudian anggota peneliti. Tim pengusul. sehingga dengan kemampuan seperti itu tim pelaksana Undiksha sangat menunjang untuk kesuksesan kegiatan P2M ini. Ketua Tim pelaksana memiliki kemampuan dalam pengolahan pasca panen. Tabel 1. Tim pelaksana dan peran masing-masing No Nama 1 I Made Citra Wibawa, S.Pd., M.Pd.
2
Dr. I Nyoman Tika, M.Si
3
I Gede Yudiarta, S.E Ak.
Jabatan Aktivitas Ketua Melakukan koordinasi secara internal dan eksternal terhadap kegiatan P2M yang dilaksankan, melakukan persiapan, dan pelaksanaan P2M di lapangan Anggota Melakukan persiapan materi tentang bahan untuk produksi dan pupuk organik Anggota Prospek pemasaran jamur
3.3 Masyarakat dan Kelompok Sasaran Masyarakat dan kelompok sasaran adalah petani jamur di Payungan. Para petani jamur perlu dilakukan usaha-usaha yang terpadu sebagai solusi untuk meningkatkan keterampilan petani jamur
melalui peningkatan penguasaan teknologi pengolahan
pascapanen, proses pemeliharaan jamur, dan teknik pemasaran sehingga meningkatkan mutu jamur yang dihasilkan juga meningkatkan pendapatan petani khususnya petani jamur Payungan, Klunkung. 3.4 Metode pelaksanaan Kegiatan Untuk menjawab permasalahan di atas perlu dilakukan usaha-usaha yang terpadu sebagai solusi untuk meningkatkan keterampilan petani jamur melalui peningkatan penguasaan teknologi pengolahan media tanam, proses pemilihan bibit jamur, dan teknik pemasaran sehingga meningkatkan mutu jamur yang dihasilkan juga meningkatkan pendapatan petani khususnya petani Jamur Adapun solusi yang dimaksud adalah sebagai berikut. Tabel 2. Permasalahan dan Solusi Alternatif Permasalahan Petani belum mampu memproduksi bibit jamur secara mandiri, selalu ketergantungan bibit jamur dari pihak luar.
Akar masalah Petani tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pembibitan jamur.
Pendekatan pemecahan masalah (solusi) Ceramah dan praktek pembuatan bibit dengan petani jamur
Permasalahan
Akar masalah
Petani Jamur belum terampil memilih media pertumbuhan jamur
Produsen jamur belum banyak yang mengusahakan makanan olahan jamur.
Masyarakat masih ragu tentang makanan olahan jamur
Pemasaran jamur oleh petani hanya menjual ke tengkulak/ pengepul. Petani jamur kekurang modal /kesulitan permodalan
1. Petani kurang memahami peranan media dalam menentukan kualitas pertumbuhan jamur 2. Petani jamur masih menerapkan pola-pola tradisional dan turun temurun 1. Petani kurang memahami teknik pengolahan jamur menjadi makanan turunan 2. Petani masih menjual langsung hasil panennya 1. Kesadaran masyarakat belum terbangun 2. Produsen olahan jamur belum mencantumkan label dari dinas perdagangan 1. Petani Jamur kurang menguasai cara-cara pemasaran Jamur 2. Koperasi belum maksimal untuk menunjang petani jamur
Pendekatan pemecahan masalah (solusi) Ceramah dan praktek dalam penyediaan media tumbuh untuk berbagai jamur
Ceramah dan praktek pengolahan jamur menjadi makanan olahannya. Memberikan informasi tentang makanan jaur dan gizi yang terkandung. Izin makanan dari deperindag. Pelatihan teknik pemasaran Jamur Meningkatkan kesadaran untuk koperasi simpan pinjam.
Adapun gambaran solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut.
Strategi IbM Jamur
Pembibitan
Pemasaran Demplot jamur
Kubung/produksi Jamur
Makanan Olahan Jamur Balai latihan
Gambar 11. Strategi pelaksanaan IbM
3.5 Target Luaran Luaran yang ditargetkan adalah dalam bentuk metode, barang/produk dan artikel ilmiah. Produk yang bisa dihasilkan masyarakat adalah seperti tabel berikut. Tabel 3. Target Luaran No. 1.
2
Produk /Metode/Jasa Bibit jamur
Media tumbuh
Spesifikasi Bibit yang dapat tubuh setelah 2 minggu dengan kuliatas bagus Media yang dapat menghasilkan panen yang bagus
Makanan olahan jamur .
Makanan olahan yang berkualitas bagus
5
Bisnis Plan
6.
Artikel Ilmiah
Pemasaran antar pulau dan internet. Memenuhi kriteria artikel ilmiah terakriditasi
3.
Target 90% petani jamur yang mengikuti pelatihan mendapatkan nilai minimal 85 Tiap-tiap petani membuat Jamur 1 liter/minggu Dengan kualitas responden 85% menyatakan baik Setiap peserta workshop dapat melakukan pengerjaan dengan hasil 85% berhasil 50% petani mengetahui teknik pemasaran jamur.. 2 artikel ilmiah selama kegiatan
3.6 Kelayakan Perguruan Tinggi Sejak tanggal 11 Mei 2006 dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No 11 Tahun 2006, tanggal 11 Mei 2006, IKIP Negeri Singaraja berubah bentuk menjadi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Perubahan bentuk itu membawa konsekuensi logis terhadap tugas dan fungsi Undiksha yang semakin luas dan beragam. Perluasan mandat Undiksha memberi peluang untuk mengembangkan program-program kependidikan dan nonkependidikan. Sejalan dengan perubahan bentuk dan perluasan mandat itu, dilakukan perubahan struktur organisasi, baik berkenaan dengan fakultas, lembaga penunjang pendidikan, maupun unit kerja administrasi. Di samping perubahanperubahan internal, Undiksha juga dihadapkan pada perubahan-perubahan kondisi eksternal, baik berupa peluang maupun ancaman. LPM Undiksha memiliki komitmen untuk memberdayakan penduduk sekitarnya dan mengembangkan SDM wilayah. Saat ini ada 3 sentra yang sedang di garap yaitu,
Kecamatan Grogak, Kecamatan Kubutambahan (kabupaten Buleleng) dan Kecamatan Nusa Penida (di Kabupaten Klungkung), maka pengabdian diluar itu juga di garap termasuk di Kecamatan Klungkung, selain peningkatan kualifikasi guru, Peran Universitas Pendidikan Ganesha, juga menggarap segmen lain yaitu petani, pengerajin dan juga pengusaha kecil menengah untuk mendapatkan budaya baru dalam bidang teknologi, seni dan sosial dan budaya. Secara kuantitas, persentase kegiatan Pengabdian pada Masyarakat (P2M) mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, jumlah judul yang diterima sebanyak 32 bibit, jumlah dosen yang terlibat 128 orang, dan dana yang diterima Rp. 132.000.000,00. Pada tahun 2007, jumlah judul yang diterima sebanyak 67, jumlah dosen yang terlibat 268 orang, dan jumlah dana yang diterima Rp. 360.000.000,00. Pada tahun 2008, jumlah judul yang diterima sebanyak 71 bibit, jumlah dosen yang terlibat 284 orang, dan jumlah dana yang diterima sebesar Rp.355.000.000,00. Prestasi Undiksha dalam bidang P2M juga dapat dilihat dari dimenangkannya beberapa hibah di tingkat nasional seperti Voucer, Hibah Sibermas, dan P2M lainnya bekerja sama dengan pemerintah daerah di Bali. Peningkatan kuantitas dan kualitas P2M masih memiliki peluang yang cukup besar dalam kurun lima tahun ke depan. Oleh karena itu, Undiksha sebagai salah satu pusat Pendidikan, diharapkan dapat melaksanakan pengabdiannya dalam bidang budidaya jamur bagi petani jamur di Kabupaten Klungkung. 3.7 Kualifikasi Tim Pelaksana Kualifikasi Tim pelaksana cukup mumpuni dalam bidang budi dya jamur, yaitu pembibitan bibitan jamur, karena selama kuliah di S1 Biologi ketua peneliti sangat menguasai tentang strategi pembibitan jamur. Dalam bidang pemilihan media anggota peneliti telah banyak melakukan upaya untuk memodifikasi media pertumbuhan jamur. Sedangkan pemasaran produk jamur sangat mumpuni karena dari jurusan ekonomi sehingga dengan kemampuan seperti itu tim pelaksana Undiksha sangat menunjang untuk kesuksesan kegiatan P2M ini. Ketua dan anggota Tim pelaksana memiliki kemampuan dalam pengolahan pascapanen.
3.8 Undiksha layak menjadi mitra karena memiliki sumber daya dan fasilitas pendukung yang memadai. Beberapa sarana dan perasana baik berupa ruangan, laboratorium seperti : Lab mikrobiologi Jurusan pendidian Biologi dan biokimia Undiksha Singaraja Bali yang akan mendukung untuk pengolahan bibit Jamur menjadi produk-produk olahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. 3.9 Metode Observasi dan Wawancara Penulis mengadakan pengamatan di Dusun Payungan. Observasi dilakukan setelah memperoleh izin dari pihak-pihak terkait. Selain observasi penulis juga melakukan wawancara dengan pihak terkait guna menunjang pengumpulan data awal sebelum membuat usulan kegiatan program dan pelaksanaan program.. Observasi juga dilakukan setelah pelatihan diadakan, untuk mengetahui manfaat hasil pelatihan. Pada observasi ini dicari data mengenai tingkat keberhasilan pembuatan wine, pupuk organik dan biopestisida. 3.10 Metode penyuluhan dan pelatihan Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan adalah metode diskusi dan praktek (learning by doing). Gabungan kedua metode tersebut diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan khalayak berkaitan dengan teknik teknologi pengolahan pasca panen jamur . 3.11 Jadwal Kegiatan No 1. 2. 3. 4.
Waktu Januari 2012-Maret 2012 Maret 2012-April 2012 April 2012- Juni 2012 Juli Agustus 2012
5. 6 7. 5.
17 Juni 2012 20 Juni 2012 15 Agustus 2012 9 September 2012
6.
17 -18 September 2012
7.
26 Oktober 2012
Aktivitas Studi literature Penyelesaian revisi Proposal Penjajagan Lokasi P2M kedesa payungan Penjajagan ke pembelian bibit untuk pelaksanaan P2M Pembuatan dan perbaikan kumbung Pembelian bibit Pendampingan untuk pemeliharaan Pendampingan Pemebelian bibit, membawa bibit ke lokasi Pemesanan alat sterilisasi Pelatihan pembuatan bibit jamur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kegiatan Pelatihan Pada petani Jamur Karya utama dari Pelaksanaan P2M untuk IbM ini adalah (1) petani mampu memproduksi bibit jamur, yang diproduksi dengan skala rumah,
(2) pengenalan
makanan olahan jamur pada petani di dusun Payungan.
Gambar 12. Monev dari DP2M Dikti dan wawancara dengan salah satu petani jamur 4.2 Pembahasan Respon para petani jamur dusun Payungan, merupakan fenomena petani yang secara umum termasuk mewakili suara petani secara keseluruhan dan merupakan petani yang memiliki wawasan yang kurang dalam hal membudidayakan jamur tiram. Oleh karena itu, respon petani jamur di Dusun Payungan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah, sehingga sentuhan perguruan Tinggi dalam bentuk program IbM untuk petani jamur bisa jadi seakan-akan penawar dalam kegersangan kekerasan kehidupan petani jamur pada khususnya dan petni pada umumnya. Sebab petani jamur yang sudah terlanjur tidak mengetahui bagaimana proses budidaya, pemeliharaan dan pascapanen jamur tiram.
Gambar 13. Jamur Hasil Petani Jamur di Dusun Payungan Kurang wawasan tentang cara budidaya, pemeliharaan, serta pascapanen jamur tiram menyebabkan rendahnya hasil jamur tiram yang diperoleh petani jamur di dusun Payungan. Oleh karena itu, pelaksanaan latihan untuk unuk membuat bibit jamur di dusun Payungan sangat berarti bagi para petani jamur. Pelatihan keterampilan dalam pembuatan bibit jamur dengan menggunakan bahan-bahan (serbuk gergaji) yang tersedia di di Dusun Payungan dan sekitarnya ternyata menampakkan respon yang positif. Para peserta berjumlah sebanyak 30 orang dengan metode pelaksanaan (a) Ceramah untuk memberikan informasi kepada para petani jamur, (b) Pelatihan kepada para petani jamur tentang pembuatan bibit jamur dan, (c) Telnik pemasaran pascapanen Acara pelatihan di lakukan di Banjar Payungan, yang dibuka oleh Petugas penyuluh Pertanian, yang sebelumnya didahului oleh sambutan Kepala desa Selat. Ketua Tim (I Made Citra Wibawa) menemukan beberapa hal yang penting dalam penanganan jamur paska panen, setelah mengamati studi yang panjang dan diskusi yang panjang nara sumber menyimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang dialami petani jamur sebagai berikut : a) Rata-rata petani jamur kurang menguasai teknologi pascapanen jamur. Hal ini menyebabkan harga yang dinikmati petani sangat rendah, seingga keuntungan petani menjadi berkurang. Para petani jamur belum melakukan produksi bibit jamur secara besar, untuk menghasilkan keuntungan dari penjualan bibit jamur.
b) Para petani jamur belum memiliki kemampuan yang komprehensif dalam penyediaan dan penanganan bibit jamur. Hal ini berakibat pada kualitas jamur terus menurun, bibit jamur dan besar bibitnya tidak merata. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan dan penumbuhan bibit yang berkualitas unggul untuk petani jamur, sehingga kualitas bibit jamur yang dihasilkan tetap terus terjaga. c) Pemasaran jamur oleh petani hanya menjangkau pasar lokal dan masih sedikit menyasar swalayan (pasar modern) dan hotel, karena menggunakan pemasaran tradisional, para saudagar jamur datang ke petani, sehingga para tengkulak mempermainkan harga. Petani masih belum banyak yang memasarkan jamur dengan teknik modern internet. d) Wawasan Petani juga kurang terhadap koperasi sehingga selalu menjadi permainana para tengkulak. Dengan mengingat berat dan kompleksnya membangun pendapat petani melalui kemampuan untuk menggalang pelatihan adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan petani jamur untuk makin profesional serta mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam memberikan ruang bagi petani jamur untuk mengaktualisasikan dirinya dalam rangka membangun soko guru pembangunan ekonomi pedesaan, hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun fundasi ekonomi yang kokoh, serta mampu untuk terus mensrus melakukan perbaikan ke arah yang lebih berkualitas. Pengetahuan dan pelatihan bagi petani jamur tentang bagaimana mengawetkan hasil panen mereka secara alami sambil menunggu hasil jamur mereka untuk diolah menjadi olahan lain seperti es krim, jamur krispi ataupun olahan lainnya ternyata sangat baik melalui pelatihan yang diadakan oleh IbM Jamur. Hasil pengabdian dalam bentuk IbM ini menunjukkan bahwa setelah pelatihan dilakukan para petani jamur lebih terbuka wawasannya untuk memproduksi bibit jamur. Berdasarkan hasil wawancara, petani sekarang lebih paham cara membuat bibit jamur, pemeliharaan jamur dan mengolah hasil pascapanen. Dengan demikian IbM yang telah dilaksankan dengan judul “IbM untuk Petani Jamur di dusun Payungan, Desa Selat-Klungkung berhasil dengan sangat baik.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Masalah utama yang dihadapi oleh petani jamur itu adalah kurangnya penguasaan teknologi pasca panen jamur, teknologi
pemilihan bibit unggul dan
teknologi pemasaran. Kekurangan terhadap berbagai teknik tersebut mengatasi kekurangan petani jamur selama ini Hasil pengabdian dalam bentuk IbM ini menunjukkan bahwa setelah pelatihan dilakukan, para petani jamur lebih terbuka wawasannya untuk memproduksi bibit jamur. Berdasarkan hasil wawancara, petani sekarang lebih paham cara membuat bibit jamur, pemeliharaan jamur dan mengolah hasil pascapanen. Dengan demikian IbM yang telah dilaksankan dengan judul “IbM untuk Petani Jamur di dusun Payungan, Desa Selat-Klungkung berhasil dengan sangat baik..
5.2 Saran-Saran Dari kegiatan ini dapat disarankan bahwa kepada LPM Undiksha untuk bisa mendapingi kegiatan serupa pada untuk petani lain pada jenjang yang berbeda. (2) jumlah petani jamur yang terlibat dibuat lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA Moore RT. 1980. "Taxonomic proposals for the classification of marine yeasts and other yeast-like fungi including the smuts". Botanica Marine 23: 361–73 The classification system presented here is based on the 2007 phylogenetic study by Hibbett et all
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&id=98263&src=a
Entjang. Indan.2003. Mikrobiologi & Parasitologi. PT.Citra Aditya bakti. Bandung . Gould. Dinah.2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Melnick. Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Lampiran 1. Pembibitan jamur
1. Inokulasi/Pembibitan jamur Ada teknologi yang cukup praktis untuk budidaya jamur tiram Pleurotus spp, yakni tahapan membuat media bibit induk (spawn) dan tahanan memproduksi jamur tiramnya. Pada tahanan membuat media bibit induk ada 10 langkah yang perlu dilakukan. Pertama, bahan medianya yang berupa biji-bijian atau campuran serbuk gergajian albusia (SKG) ditambah biji millet 1 (42%) : 1 (42%). Bahan baku ini adalah yang terbaik. Langkah kedua, bahan baku dicuci dan direbus selama 30 menit menggunakan pressure cooker atau panci. Langkah ketiga, bahan baku tersebut ditiriskan dengan ayakan. Tambahkan 1% kapur (CaCl3), 1% gypsum (CaSO4), vitamin B kompleks (sangat sedikit) dan atau 15 persen bekatul. Kadar air 45-60 % dengan penambahan air sedikit dan pH 7. Langkah keempat, bahan baku tersebut lalu didistribusikan ke dalam baglog polipropilen atau botol susu atau botol jam pada hari itu juga. Perbotol diisi 50-60% media bibit, disumbat kapas/kapuk, dibalut kertas koran/alumunium foil. Langkah
kelima, sterilisasi dalam autoclav selama 2 jam atau pasteurisasi 8 jam pada hari itu juga. Temperatur autoclave 121 derajat C, tekanan 1 lb, selama 2 jam. Temperatur pasteurisasi 95 derajat C. Langkah keenam, lakukan inokulasi dengan laminar flow satu hari kemudian. Setelah suhu media bibit turun sampai suhu kamar dilakukan inokulasi bibit asal biakan murni pada media PDA (sebanyak 2-3 koloni miselium per botol bibit). Langkah ketujuh, inkubasi (pertumbuhan miselium 15-21 hari) pada ruang inkubasi/inkubator, suhu 22-28 derajat C. Langkah kedelapan, botol atau baglog isi bibit dikocok setiap hari, dua hingga tiga kali. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan miselium bibit jamur merata dan cepat serta media bibit tidak menggumpal/mengeras. Kesembilan, bibit induk dipenuhi miselium jamur dengan ciri pertumbuhan miselium jamur kompak dan merata. Langkah terakhir, jamur tersebut digunakan sebagai inokulan/bibit induk/bibit sehat perbanyakan ke 1 dan ke 2. Bibit ini disimpan dalam lemari pendingin selama 1 tahun, bila tidak akan segera digunakan. Tahap selanjutnya adalah memproduksi jamur tiram (Pleurotus spp). Dalam tahapan ini juga ada 10 langkah. Pertama, siapkan serbuk kayu gergajian albasia. Rendam selama 0-12 jam (bergantung pada spesies/strain serbuk kayu yang digunakan). Langkah kedua, tiriskan sampai tidak ada air, pada hari itu juga dengan mengunakan saringan kawat atau ayakan kawat. Langkah ketiga, membuat subtrat/media tumbuh, pada hari itu juga. Tambahkan 5-15 % bekatul atau polar (bergantung pada spesies/strain yang digunakan), 2% kapur (CaCO3), 2% gypsum (CaSO4) dan air bersih, diaduk merata, kadar air substrat 65%, pH 7. Langkah keempat, distribusikan kedalam baglog polipropilen pada ahri itu juga. Padatkan dalam wadah tersebut, beri lubang bagian tengah, dipasang mulut cincin pralon,
kemudian
ditutup
dengan
kapas/kertas
minyak.
Langkah
kelima,
sterilisasi/pasteurisasi, satu hari kemudian. Simpan dalam kamar uap atau kukus dalam drum dengan suhu media di dalam baglog 95-120 derajat C selama 1-3 kali 8 jam bergantung pada jumlah substrat yang akan di pasteurisasi. Langkah keenam, inokulasi substrat dengan spawn di ruang inokulasi. Setelahsuhu baglog substrat turun sampai
suhu kamar, inokulasikan bibit pada substrat dalam laminar flow. Bibit 10-15gr/kg substrat. Langkah ketujuh, inkubasi baglog substrat (pertumbuhan miselium 15-30 hari). Rumah jamur/kubung/ruang inkubasi dijaga tetap kering dan bersih, suhu 22-28 derajat C tanpa cahaya. Langkah kedelapan, baglog substrat dibuka cincin dibuka (7-15 hari kemudian). Cara membuka berbeda-beda, tergantung jenis jamur kayu yang digunakan. Langkah kesembilan, baglog disusun di rak dalam rumah jamur (pertumbuhan jamur 10-15 hari kemudian, tumbuh pin head/bakal tumbuh bibit). Bakal tumbuh bibit tersebut disiram air bersih agar jamur tumbuh. Untuk jamur tiram, yang disiram rumah jamurnya. Untuk jamur kuping penyiraman langsung pada substrat sampai basah kuyup. Suhu rumah jamur 16-22 derajat C RH : 80-90 %. Langkah terakhir panen jamur tiram/kuping. Panen kurang dari 9 kali dalam waktu kurang dari 1,5 bulan tergantung cara pemeliharaan/penyiraman jamur dan kebersihan kubung. Atau sisa panen 2-5 kali seminggu.
Gambaran Isolasi Sebagai berikut :
LANGKAH KERJA 1. Teknik Isolasi 2. 1.Mengambil media dalam petri dish yang telah dibuat. 3. Meletakkan petri dish di atas meja dan membuka sebentar, kurang lebih 15 menit kemudian ditutup kembali. 4. Menginkubasikan secara terbalik pada temperatur optimum selama 24-48 jam. 5. Menyimpan dalam lemari pendingin, melakukan pengamatan pertumbuhan bakteri dan jamur pada praktikum selanjutnya. 6. Mengamati bakteri dan jamur yang tumbuh secara makroskopis. 7. Melakukan isolasi bakteri dengan teknik streak plate, pour plate, dan spread plate.
Lampiran 2
Singaraja
Lokasi tempat melaksanakan IbM Jamur
Lokasi Desa Payungan (Jarak dari Kota Singaraja 135 Km ke arah Timur )
Lampiran Foto Observasi Awal ke lokasi masyarakat sasaran di desa Payungan
Foto-Foto Kegiatan
Gambar 1. Tim IbM Undiksha sedang ikut memanen jamur
Gambar 2. Petani jamur sedang menyeleksi bibit jamur yang tidak baik
Gambar 3. Kumbung jamur dari Mitra IBM
Gambar 4. Petani jamur mengumpulkan hasil panen jamur
Gambar 5. Petani jamur di demplot Mitra IbM, sedang memetik jamur
Gambar 6. Hasil panen jamur yang siap diolah
Gambar 7. Ceramah tentang cara budidaya jamur
Gambar 8. Ceramah tentang teknik pemasaran hasil panen
Gambar. 9 Pelatihan pencampuran media
Gambar 10. Pelatihan membuat bibit jamur (F4)
Gambar 11. Serah terima alat sterilisasi kepada mitra
Gambar 10. Kumbung jamur di Desa Payungan
Gambar 11. Monev dari DP2M Dikti dan wawancara dengan salah satu petani jamur