LAPORAN KEGIATAN PENGEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI UNDERGROUND COAL GASIFICATION (UCG) DI INDONESIA TAHAP I
Oleh : Zulfahmi, B. Daulay, Binarko S., Nendaryono, Suhendar, M.Huda, Eko Pujianto, B. Yunianto, Darsa P., Hendro S., A. Setiawan, Endri OE, Asep BP.,S. Silaban, Tarsono, M.Alimano, Kusnawan, Z. Pulungan, Edwin A.D., Gunawan, Deden A. Ahmid, B. Sirait, E. Nusantara, Nandang P., H. Kurnain, Isharyadi, Budiyono, Supriatna, D. Mulyadie, Daldiri, Rusmanto, Iis H., N. Murdiani, H. Rafaeli, A. Sutanto, Mustaram,W.Gastmir, A.Sutisna, B. Satriya, Riyanto
Kordinator Pelaksana Litbang Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya
KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA (Puslitbang tekMIRA)
Tahun 2014
KATA PENGANTAR
Tulisan ini merupakan laporan hasil kegiatan dari penelitian Pengembangan aplikasi teknologi underground coal gasification (UCG) di Indonesia tahap I. Pada tahun 2014 ini telah dilakukan evaluasi terhadap beberapa lokasi cadangan batubara di beberapa perusahaan di Sumatera Selatan untuk memilih lokasi yang sesuai untuk pilot Plant UCG. Hasil evaluasi telah dipilih lokasi prioritas pertama di Blok A milik PKP2B PT. Astaka Dodol. Pada tahun ini kegiatan yang dilakukan adalah penyiapan data digital geologi, evaluasi sub surface geologi, Penentuan titik pemboran rinci, pelaksanaan pemboran, kajian teknologi UCG,studi hidrogeologi dan geomekanika serta kajian regulasi. Selain itu dilakukan pula pengadaan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan UCG selanjutnya. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan data-data yang dibutuhkan untuk pengembangan UCG. Data-data akurat bawah permukaan serta hasil kajian teknologi dan regulasi sangat dibutuhkan untuk menyiapkan pilot plant UCG serta pengembangan UCG di Indonesia. Penelitian ini sejalan dengan misi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) yang berkaitan dengan kesinambungan penyediaan energi nasional dan bahan baku untuk keperluan sektor industri serta sektor pengguna lainnya. Selain itu penelitian ini sejalan dengan visi Puslitbang Tenologi Mineral dan Batubara untuk menjadi puslitbang yang mandiri, profesional, dan unggul dalam pengembangan dan pemanfaatan mineral dan batubara. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pengetahuan yang berarti dan dijadikan pedoman awal dalam aplikasinya. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam terlaksananya kegiatan ini.
Bandung, Desember 2014 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA)
iii
Ir. Dede Ida Suhendra, M.Sc. NIP 19571226 198703 1 001
Sari
Potensi sumberdaya batubara Indonesia apabila dihitung sampai kedalaman 1000 m di atas permukaan laut diperkirakan mencapai 280 milyar ton dan sekitar 119 milyar ton tidak layak ditambang secara konvensional baik tambang terbuka maupun tambang dalam, karena kualitas dan posisi batubara yang tidak ekonomis bila mengunakan kedua metode tersebut. Potensi ini dapat dikembangkan dengan cara gasifikasi bawah tanah atau underground coal gasification (UCG). Teknologi UCG ini disebut juga sebagai teknologi energi bersih (clean energy technologies) karena proses ekstraksi gasifikasi dilakukan secara langsung di dalam tanah (insitu) tanpa melakukan penggalian batuan penutup dan pembongkaran lapisan batubara terlebih dahulu. Pada penelitian pengembangan teknologi UCG tahap I ini, telah dilakukan adalah penyiapan data digital geologi, evaluasi sub surface geologi, Penentuan titik pemboran rinci, pelaksanaan pemboran, kajian teknologi UCG,studi hidrogeologi dan geomekanika serta kajian regulasi sebagai acuan dalam pengembangan teknologi UCG di Indonesia. Selain itu dilakukan pula pengadaan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan UCG selanjutnya. Pada tahun 2014 ini telah dilakukan pemboran sebanyak 6 titik. Dari ke 6 (enam) titik bor tersebut (UCG-1, UCG-1B, UCG-1C, UCG-2, UCG-2A, dan UCG-2C), baik arah down dip maupun arah up dip dan arah strike (jurus) perlapisan relatif normal atau sesuai dengan yang diperkirakan, dengan tidak ada indikasi patahan, variasi ketebalan seam D dari 8,60 m sampai dengan 9,44 m, dengan diselingi batuan di atasnya berupa batulempung sekitar 10 m. Pada lapisan di atasnya lagi muncul batubara lapisan DU dengan ketebalan antara 0,80 m sampai 1,10 m, dan lapisan batubara di atas lapisan DU ini dengan interval sekitar lebih dari 30 meteran dengan batuan pengapit batulempung, batulempung lanauan sekitar 14 m. Perlu diwaspadai lapisan di atas batulempung (titik UCG-2) muncul batupasir halus yang sangat lepas. Hasil kajian pokja teknologi dan ekonomi UCG menyimpulkan bahwa ada teknologi gasifikasi batubara konvensional yang dapat diterapkan pada UCG seperti cara pengendalian gasifier, pembangunan fasilitas dipermukaan baik untuk menyediakan pereaksi maupun untuk mengolah produk reaksi yaitu pemurnian gas dari tar dan sintesa syngas.Namun perlu dukungan teknologi dari sub sektor minyak dan gas bumi terutama dalam pengeboran dengan coiled tubing.
iv
Hasil kajian pokja regulasi UCG menyimpulkan bahwa pokok-pokok bahasan regulasi pengusahaan UCG ini masih perlu disosialisasikan ke stakeholder di Pusat antara lain: Kementerian lain yang terkait (Kemendagri, KLH, Kemenhukham, dan lainnay), APBI, IMA dan perusahaan pertambangan batubara. Sedangkan, stakeholder daerah sebagai produsen batubara dan daerah lain yang memiliki sumberdaya batubara yang memungkinkan diusahakan dengan teknologi UCG antara lain: Jambi, Lampung, Raiu, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan lainnya..
DAFTAR ISI
Halaman …………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR SARI
……………………………………………………………………………
iv
……………………………………………………………………
v
……………………………………………………………
vii
……………..…………………………………………………
ix
……………………………………………….. ……………………………………………………… ……………………………………………. …………………………………………………………………..
1 1 4 5
………………………………………………………………… ………………………………………………………. ......................................................................
5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. Sejarah UCG …………………………………………………………. Teknologi UCG ……………………………………………………….. Proses UCG …….....................…………………………………….. Resiko Pengembangan UCG ………......…………………………… Aspek Lingkungan UCG ……………………………………………. Polusi udara dan air tanah …......………………………………. Batuan pengapit dan penurunan tanah (subsidence) ………….. Kontaminasi Air Tanah …………………………………………. Kontaminasi Air permukaan …………………………………………… Kontaminasi atmosfir ...............................………………………… Pemboran ………........…………………………………………….. Downhole Seismik ........................................................................ Sifat geomekanika batuan .........................................................
8 8 9 11 12 13 15 16 18 18 18 19 20 22
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Ruang Lingkup Kegiatan 1.3. Tujua n 1.4. Sasaran 1.5. Lokasi Kegiatan 1.6. Penerima Manfaat BAB II 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13.
v
2.14. Uji Hidrogeologi
...........................................................................
26
BAB III PROGRAM KEGIATAN …………………………………………… 3.1 Rencana Kegiatan ………...............…………………………….. 3.2 Pelaksanaan ………………………………………………………. 3.2.1. Pokja Geologi dan Pemodelan 3D .................................... 3.2.2. Kegiatan Pokja Teknologi dan Ekonomi ................................ 3.2.3. Kegiatan Pokja Lingkungan ............................................ 3.2.4. Kegiatan pokja Regulasi ..................................................
31 31 36 36 58 71 109
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………. 4.1 Persiapan …………………………………………………………… 4.2 Pelaksanaan Kegiatan Lapangan ………………………………….. 4.3 Pengujian Laboratorium ……………………………………………… 4.4 Pelaporan ……………………………………………………………
122 123 124 124 124
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………. 5.1. Geologi dan Pemodelan 3D ……………………………………… 5.2. Teknologi dan Ekonomi ……………………………………… 5.3. Lingkungan .............................................................................. 5.4. Regulasi ...................................................................................
126 126 137 139 148
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran
………………………………………… ……………………………………………………….. ………………………………………………………………
155 155 156
………………………………………………………….
157
………………………………………………………………..
159
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Gambar 1.2. Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5 Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9.
Peta jalan kegiatan ……….………...........……………… Lokasi Kegiatan Penelitian ……………………………. Konversi batubara ke gas bakar …………………….. Interaksi proses UCG dengan lingkungan ……...... Kontruksi Lubang Bor HQ ……….................…………… Metode pengukuran downhole seismik ……………….. Pengaruh Pemompaan pada Single Well ……………. Pembagian Blok A, B dan C di PKP2B PTAD ……………... Lokasi blok batubara yang dipilih untuk Pilot Plant UCG . Area yang diperkiran cocok untuk kegiatan UCG di … PTAD Daerah Blok A PT. Astaka Dodol termasuk area APL … Profil UCG serta perkiraan target …………………… tembusnya batubara Seam-D Patok Penanda Titik yang Sudah Selesai Dibor …………. Geophone Triaksial yang digunakan dalam pengukuran … Aktivitas pengambilan data menggunakan Downhole ….. Seismik Peta Geologi Regional daerah …………………. vii
Halaman 3 7 11 16 20 23 30 39 39 40 41 41 45 49 50 52
Gambar 3.10. Gambar 3.11. Gambar 3.12. Gambar 3.13. Gambar 3.14. Gambar 3.15. Gambar 3.16. Gambar 3.17. Gambar 3.18. Gambar 3.19. Gambar 3.20. Gambar 3.21. Gambar 3.22. Gambar 3.23. Gambar 3.24. Gambar 3.25. Gambar 3.26. Gambar 3.27. Gambar 3.28. Gambar 3.29. Gambar 3.30. Gambar 3.31 Gambar 3.32. Gambar 3.33.
Penelitian Startigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan ……… Ilustrasi peningkatan permeabilitas batubara dengan … cara reverse combustion Sketsa zona-zona reaksi dalam gasifier UCG ………… Peta Lokasi Sampling Udara untuk PAH …………….. Lokasi pengambilan contoh air permukaan ……………… Peta Lokasi Pengambilan sampel air tanah ……………….. Variasi nilai kadar air versus kedalaman .......………….. Variasi nilai bobot isi versus kedalaman ..............………. Variasi nilai porositas versus kedalaman ……………. Variasi nilai angka pori versus kedalaman …..........…. Variasi nilai derajat jenuh versus kedalaman ………… Variasi nilai modulus elastisitas versus ............ kedalaman Variasi nilai poisson’s ratio versus .................. kedalaman Variasi nilai kohesi puncak versus .................. kedalaman Variasi nilai sudut geser dalam puncak versus . kedalaman Variasi nilai kohesi residual versus kedalaman ................ Variasi nilai sudut geser dalam residual versus . kedalaman Variasi tegangan insitu versus kedalaman ..................... Peta Lokasi Titik ……………….........………… Pemboran Grafik Keseimbangan Air 2009 ……………………… Grafik Keseimbangan Air 2010 ……...................... Grafik Water Balance 2011 …….............................…. Grafik Water Balance 2012 …….............................…. Grafik Water Balance 2013 ........................................
viii
54 59 61 73 77 79 89 90 90 91 91 92 92 93 93 94 94 95 98 101 102 104 106 108
Gambar 4.1. Gambar 5.1.
Gambar 5.2.
Gambar 5.3 Gambar 5.4. Gambar 5.5. Gambar 5.6. Gambar 5.7. Gambar 5.8. Gambar 5.9. Gambar 5.10.
Diagram Alir Metodologi Penelitian ………..........……… Peta Lokasi Titik Pemboran di Daerah Macang Sakti, Kabupaten Musi Banyu Asin, Propinsi Sumatera Selatan (UCG-1, UCG-1A, UCG-1B , UCG-2, UCG-2A dan UCG2C) … Peta kontur permukaan dan Batubara lapisan D di Lokasi Rencana Pilot Plant UCG, Kabupaten Musi Banyu Asin, Propinsi Sumatera Selatan … Korelasi batuan di UCG-1- ke UCG-1A dan UCG-1B. . Korelasi batuan di UCG-2- ke UCG-2A dan UCG-2C Korelasi batuan di UCG- 1B ke UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C .. Susunan batuan yang terdapat di titik bor UCG-2 …… Tampak Muka Desain Model Pembakaran UCG Artificial ……… Tampak Samping Desain Model Pembakaran UCG Artificial …….. Kerangka hukum pengusahaan dan produk UCG ……… Pengaturan tata niaga produk konversi batubara …
ix
125
127
128 129 130 131 134 140 141 150 150
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13. Tabel 3.14. Tabel 3.15. Tabel 3.16. Tabel 3.17. Tabel 3.18. Tabel 3.19. Tabel 3.20. Tabel 3.21. Tabel 3.22. Tabel 3.23. Tabel 3.24. Tabel 3.25. Tabel 3.26. Tabel 3.27. Tabel 3.28. Tabel 3.29. Tabel 3.30. Tabel 3.31. Tabel 3.32. Tabel 3.33. Tabel 3.34. Tabel 3.35.
Halaman Batas Geografis Daerah Penyelidikan 50 ha ……………… 7 Reaksi Kimia UCG …..........................................………. 12 Uraian Tugas dan Output Pelaksana Kegiatan Pengembangan Aplikasi UCG di Indonesia …… 34 Susunan Pelaksana Kegiatan Pengembangan Aplikasi UCG di Indonesia …… 35 Persyaratan Teknis Aplikasi UCG ……………………….. 36 Pemilihan Lokasi untuk Pilot Plant UCG ………………….. 37 Kondisi ketebalan lapisan batubara di PTAD ……………… 40 Target lapisan batubara dan target Seam–D di titik UCG-1 … 57 Target lapisan batubara dan target Seam–D di titik UCG-2 … 58 Kapasitas Terpasang UCG ……...........................……… 64 Karakteristik teknologi UCG ………………………………. 64 Spesifikasi batubara dan gas UCG .................................... 65 Kebutuhan lahan ............................................................. 65 Perhitungan biaya investasi inisial .................................... 66 Perhitungan biaya operasional .............................................. 66 Penyesuaian tarif tenaga listrik ............................................. 67 Proyeksi arus kas ............................................................... 68 PerhitunganPayback .................................................. Period 69 Hasil Analisis Kandungan PAH dari Lubang Bor UCG I ........ 73 Hasil Analisis Debu (TSP) ..................................................... 74 Luas Penggunaan Lahan Eksisting Kabupaten Banyuasin ........ Tahun 2010 74 Hasil Analisa Kualitas Air Permukaan ..................................... 77 Hasil Analisa Kualitas Air Sumur ......................................... 79 Litologi Lapisan Batuan pada titik-titik Pemboran .................. 80 Litologi UCG-2 .................................................................. 81 Litologi UCG-2A ................................................................ 81 Litologi UCG-2C .................................................................. 82 Litologi UCG-1 .................................................................... 82 Litologi UCG-1B ................................................................ 83 Parameter geoteknik UCG 2. ................................................ 83 Parameter geoteknik UCG 1 ............................................. 85 Parameter geoteknik UCG 2A .............................................. 87 Perhitungan tegangan insitu batuan penutup ........................ 95 Nilai permeabilitas UCG 1 ................................................... 96 Nilai permeabilitas UCG 2 ................................................ 96 Nilai permeabilitas UCG 2A ................................................ 97 Karakteristik Titik Bor .......................................................... 98 ix
Tabel 3.36. Tabel 3.37. Tabel 3.38. Tabel 3.39. Tabel 3.40. Tabel 3.41. Tabel 3.42. Tabel 3.43. Tabel 3.44. Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Table 5.5. Table 5.6. Table 5.7. Table 5.8. Table 5.9. Table 5.10. Table 5.11. Table 5.12. Table 5.13.
Karakteristik Sumur ..................................................... Keseimbangan Air – 2009 .................................................. Keseimbangan Air – 2010 ................................................... Keseimbangan Air – 2011 .................................................. Keseimbangan Air – 2012 .................................................. Keseimbangan Air – 2013 ................................................ Run Off (2009-2013) .................................................. Groundwater Storage Volume (2009-2013) ........................ Dasar Hukum Tata Niaga Sektor ESDM .............................. Daftar Koordinat batas 50 ………………......................... ha Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG1 ……. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG1B ……….. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG2 …. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG2A ….…… Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG2C ……… Jenis Akuifer Lithologi_UCG-1C …..............................…… Jenis Akuifer Lithologi_UCG-1B …...............……………… Jenis Akuifer Lithologi_UCG-1 ...…….....…………………. Jenis Akuifer Lithologi-UCG 2 ……..…………………………. Jenis Akuifer Lithologi UCG 2A …....……………………… Jenis Akuifer Lithologi 2C ………………………………… Nilai Permeabilitas (k) ………..……………………….
x
99 99 102 104 105 107 108 108 120 126 135 135 135 136 136 142 143 144 145 146 147 147
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Gasifikasi Batubara Bawah Tanah (Underground Coal Gasification/UCG) adalah salah satu teknologi konversi batubara in-situ menjadi gas yang sangat potensial untuk dikembangkan menggantikan minyak bumi dan gas alam di masa depan. Dikatakan potensial, karena potensi sumberdaya batubara Indonesia sangat menjanjikan.Jumlah sumber daya tersebut sekitar 161 milyar ton dan apabila dieksploitasi pada tingkat produksi seperti saat ini, diperkirakan dapat mencapai antara 150 – 200 tahun. Sebesar 120 milyar ton batubara tersebut dapat ditambang secara terbuka (open pit) dan sisanya menggunakan metode tambang bawah tanah (40,3 milyar ton, Badan Geologi, 2012). Potensi sumberdaya batubara tersebut apabila dihitung sampai kedalaman 1000 m dpl, diperkirakan akan mencapai 280 milyar ton dan sekitar 119 milyar ton tidak layak ditambang secara konvensional baik tambang terbuka maupun tambang dalam. Potensi ini dapat dikembangkan dengan cara gasifikasi bawah tanah.Teknologi UCG ini disebut juga sebagai teknologi energi bersih (clean energy technologies) karena proses ekstraksi gasifikasi dilakukan secara langsung di dalam tanah (insitu) tanpa melakukan penggalian batuan penutup dan pembongkaran lapisan batubara terlebih dahulu. Aplikasi teknologi UCG dilakukan dengan membuat dua lubang bor, dimana satu lubang (sumur) berfungsi sebagai media untuk injeksi katalis dan lubang lainnya berfungsi sebagai lubang (sumur) produksi. Teknologi UCG ini telah dicoba oleh banyak Negara.Di Amerika lebih dari 30 pilot dilakukan ujicoba untuk jenis batubara bituminuous, sub-bituminuous dan lignit antara tahun 1975 – 1996.Sebelumnya Negara Uni Soviet telah melakukan penelitian lebih dari 50 tahun untuk teknologi UCG ini.Uji lapangan dan beberapa proyek komersil telah dibangun untuk pembangkit tenaga listrik,seperti di Angren, Uzbekistan yang sampai saat ini masih beroperasi dengan baik.Sekarang, Rusia telah menjalankan proses komersial UCG pada 12 lokasi berbeda dengan kedalaman kurang dari 200 meter dan mayoritas digunakan untuk pembangkit listrik dan kegunaan industry. Selanjutnya sejak tahun 1991,
Draft Laporan Final UCG-2014
1
China telah melakukan 16 kali pengujian dan beberapa diantaranya adalah proyek komersil untuk chemical dan fertilizer feedstock.Di Eropa, UCG digunakan di bawah Lautan Utara (North Sea) dan telah dijalankan skala pilotnya di 15 lokasi yang berbeda. Pada tahun 2000, Australia memulai pilot project yang cukup besar di Chinchilla untuk memproduksi SynGas dan sudah dapat memproduksi 5 barrel/hari (Hattingh, 2008).Saat ini proyek-proyek UCG komersial telah berkembang dengan berbagai tingkat pengembangan di Amerika, Kanada, Afrika Selatan, India, Australia, Selandia Baru dan China yang menghasilkan tenaga listrik, bahan bakar cair dan gas alam sintetis (Burton, 2007). Hal ini menggambarkan seberapa besar teknologi UCG sedang dikembangkan oleh berbagai negara di belahan dunia. Sejalan dengan semakin berkembangnya pembangunan di dalam negeri dimasa mendatang, maka pemanfaatan akan batubara sebagai energi alternatif akan terus meningkat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2006 dimana batubara akan mempunyai kontribusi pada bauran energi nasional pada tahun 2025 sebesar 33 %, dibandingkan dengan kondisi saat ini kontribusinya hanya 18% (KESDM, 2012). Namun demikian tidak semua cadangan batubara dapat dieskploitasi (diekstraksi) secara konvensional dengan tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Dilain pihak dengan peningkatan penggunaan batubara akan menimbulkan kerusakan lingkungan baik dari tahap penambangan, pengangkutan, pengolahan maupun sampai pada penggunannya. Salah satu teknologi yang dapat mengatasi atau mengurangi permasalahan lingkungan dan optimalisasi pemanfaatan batubara adalah dengan menerapkan teknologi energi bersih (clean energy technology) melalui UCG. Pelaksanaan
kegiatan
pengambangan
aplikasi
teknologiunderground
coal
gasification(UCG) di Indonesia telah diawali dengan melakukan konfirmasi kondisi bawah permukaan melalui kegiatan penyiapan data primer untuk aplikasi teknologi underground
coal gasificationyang dilakukan di lokasi PTBA yaitu blok Mahayung yang berada di sebelah barat-utara Airlaya. Hasil kajian menunjukkan bahwa lokasi disini cukup sulit untuk dikembangkan karena berbatasan dengan lokasi tambang serta lokasi rencana pemindahan perumahan pegawai perusahaan tersebut. Namun secara regional data yang dihasilkan, dapat dijadikan referensi untuk
Draft Laporan Final UCG-2014
kegiatan selanjutnya, terutama kondisi
2
stratigrafi, geomekanika dan hidrogeologi. Dengan beberapa pertimbangan tersebut, perlu dicari lokasi lain yang berada pada formasi yang sama dan cukup luas untuk disiapkan sebagai lokasi rencana pembangunan pilot plant UCG. Mengingat penerapan teknologi eksploitasi batubara peringkat rendah melalui aplikasi teknologi UCG ini belum berkembang di Indonesia, maka perlu dikaji lebih cermat terutama dalam pemilihan lokasi yang tepat untuk pengembangan UCG tersebut di Indonesia.Secara geologi. kajian pendahuluan yang perlu dipertimbangkan antara lain kondisi struktur geologi, geoteknologi, hidrogeologi dan cadangan batubara peringkat rendah yang dijadikan objek penelitian. Selain itu zonasi potensi UCG dan masalah kebijakan kedepan menjadi target berikutnya untuk dikaji. Tahap berikutnya perlu dilakukan pembuatan pilot plant UCG serta proses pengolahannya yang dilanjutkan dengan kajian ekonomisnya.Penelitian pengembangan aplikasi teknologiunderground coal gasification ini dilakukan secara bertahap (multi years) seperti yang dijelaskan pada Gambar 1. Selain sifat batubara, ketebalan lapisan, air tanah, kedalaman lapisan dan jumlah cadangan batubara hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah kondisi lingkungan di sekitar lokasi pengembangan UCG. Pada penelitian sebelumnya, lokasi yang disiapkan berada di dekat rencana pemindahan townsite (perumahan pegawai lapangan) PTBA, meskipun kondisi bawah permukaan cukup menunjang namun karena di lokasi tersebut kondisi air tanah cukup potensial dan akan berada dekat dengan townsite dikhawatirkan akan membawa dampak yang kurang baik bila ditinjau dari aspek lingkungan. Oleh karena itu pada tahun 2014 ini difokuskan untuk pemilihan lokasi yang tepat sebagai langkah awal dalam pengembangan UCG di Indonesia, maka perlu dipersiapkan secara matang lokasi-lokasi yang cocok baik dari aspek teknis maupun non teknis. Namun demikian pemilihan lokasi ini tidak terlepas dari hasil kegiatan sebelumnya. Data-data tahun 2013, dijadikan acuan dalam pemilihan lokasi untuk pilot plant ini.
Draft Laporan Final UCG-2014
3
Gambar 1.1. Peta jalan kegiatan Oleh karena batubara dari hasil penelitian sebelumnya berada pada formasi Muara Enim dan secara petrofisika dan geomekanika cukup sesuai dengan persyaratan UCG, maka rencana lokasi penelitian dan pilot plant ucg akan difokuskan di sekitar Sumatera Selatan. Pada tahun 2014 ini kegiatan terfokus pada pemilihan lokasi, penelitian model pembakaran UCG, baseline hidrogeologi dan geomekanika serta pokok-pokok rancangan untuk regulasi.Lingkup pekerjaan dan output kegiatan yang akan dilakukan tahun 2014 sampai dengan 2019 dapat dilihat pada Tabel 1. Dasar hukum terkait dengan penelitian ini antara lain: •
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
•
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab II Bagian Kedua Pasal 3.
•
Pasal 747 ayat (e) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
•
Keputusan Kepala Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 01.K/72/BLT/2012 tanggal 2 Januari 2013 tentang Penjabaran Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.
1.2.
Ruang Lingkup Kegiatan
Draft Laporan Final UCG-2014
4
Lingkup pekerjaan yang akan dilakukan dalam kegiatan ini meliputi :
Persiapan Kegiatan : meliputi pembuatan kerangka acuan kerja, studi pustaka dan penyiapan Rencana Anggaran Biaya
Kajian Data Sekunder : meliputi evaluasi data hasil pemboran sebelumnya (evaluasi data logging geofisik, uji Insitu geomekanika, hydrogeologi dan uji struktur batuan); penyiapan konsep lingkungan dan keamanan UCG, kerangka aturan, pengambilan keputusan berbasis analisis resiko; penilaian kondisi geologi, stratigrafi, struktur, kondisi hidrogeologi, geomekanika dan geokimia.
Evaluasi Geologi dan Topografi: kajian sub surface geology, kajian data seismik, permodelan dan pembuatan peta topografi.
Penentuan titik pemboran : meliputi penentuan titik pemboran berdasarkan rekomendasi tim Geologi Puslitbang tekMIRA.
Persiapan lahan potensial : meliputi persiapan pengurusan lahan potensial untuk Pilot Plant UCG yang diperkirakan seluas 50 hektar.
Pengadaan Bahan dan Peralatan untuk Kebutuhan Pemboran dan pendukungnya: mempersiapkan paket bahan peralatan untuk pengeboran, bahan peralatan instrumentasi, perangkat lunak dan belanja modal.
Pemboran pembuktian cadangan UCG : Oleh karena waktu pemboran yang terbatas dan data eksplorasi yang diperoleh dari Perusahaan di lokasi penelitian ini cukup banyak, maka diperkirakan pemboran akan dilakukan sebanyak 4 titik. 3 titik akan diambil sampel inti bor (core drilling) dan sisanya dilakukan pemboran non-coring dengan prakiraan kedalaman tiap titik sekitar 275 meter. Apabila waktu masih memungkinkan, mengingat banyak kendala teknis di lapangan, akan dilakukan penambahan pemboran non-coring sebanyak dua titik lagi sebagai pelengkap data yang sudah ada.
Pembelian peta : mempersiapkan peta-peta bawah permukaan, baik peta seismik, topografi, hidrogeologi maupun peta kondisi struktur geologi detail dalam bentuk
digital map. Analisis Conto batuan dan batubara : melakukan pengujian conto batuan dan batubara yang mendukung penyiapan data-data primer UCG di lokasi yang sudah dipastikan untuk lahan UCG.
Draft Laporan Final UCG-2014
5
Kajian Regulasi UCG : melakukan kajian terhadap aturan-aturan yang berkaitan dengan pengembangan UCG di Indonesia dengan mengutamakan aspek lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja.
Pelaporan dan Tulisan Ilmiah : membuat laporan berkala serta tulisan ilmiah sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan.
1.3.
Tujuan
Melakukan penentuan lokasi pilot plant UCG yang sesuai ditinjau dari kondisi geologi, jumlah cadangan, kondisi hidrogeologi dan geomekanika, membuat model pembakaran UCG, menentukan base line hidrogeologi dan geomekanika serta pokok-pokok rancangan regulasi untuk mendukung pengembangan aplikasi underground coal gasification di Indonesia.
1.4. Sasaran Sasaran dari kegiatan ini adalah diperolehnya satu lokasi yang tepat untuk pembangunan pilotplant, model pembakaran, baseline hidrogeologi dan geomekanika serta pokokpokok rancangan regulasi dalam rangka penyiapan pengembangan aplikasi UCG di Indonesia.
1.5.
Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di Sumatera Selatan yaitu di wilayah PKP2B PT. Astaka Dodol. Lokasi ini tepatnya di desa Macang Sakti, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyu Asin Propinsi Sumatera Selatan (Gambar 1.2). Pemilihan ini berdasarkan kepada beberapa pertimbangan, yaitu : • Sumetera selatan mempunyai sumberdaya batubara yang sangat besar dengan 53% jumlah sumberdaya Indonesia namun baru 8% yang di produksi, •
Sebagian besar potensi batubara yang berada di Sumatera Selatan, di atas permukaannya sudah mempunyai infrastruktur gas (SSWJ), dan
• Batubara di Sumatera Selatan, sebagian besar berkalori rendah dan UCG dapat mengekstrak batubara yang tidak ekonomis tersebut untuk diolah menjadi produk energi yang modern. • Lokasi pemboran sendiri cukup jauh dari perkampungan penduduk, sehingga akan
Draft Laporan Final UCG-2014
6
memungkinkan untuk dikembangkan menjadi lokasi pilot plant UCG, yang diharapkan tidak mengganggu di ganggu oleh penduduk pada saat pengemembangannya nanti. Lokasi ini dapat ditempuh selama 4 jam perjalanan dari sekayu sepanjang 55 km. Untuk membuktikan kondisi bawah permukaan secara langsung telah dilakukan pemboran inti (coring) dan non coring. Pemboran inti dilakukan untuk mengambil contoh setiap lapisan batuan dalam bentuk inti bor. Selain itu dilakukan pula pengujian dan pengukuan secara langsung baik dari aspek geomekanika maupun hidrogeologi. Secara geografis daerah penyelidikan terletak pada titik koordinat seperti terlihat pada Tabel 1.1. dengan luas sekitar 50 ha. 1.6. Penerima Manfaat Penerima manfaat dari kegiatan tersebut terbagi kepada dua, yaitu: Internal: o Membuka wawasan bagi para peneliti Puslitbang tekMIRA, mengenai teknologi energi bersih melalui aplikasi UCG. o Mempunyai potensi penelitian dari multi disiplin ilmu (Geologi, Tambang-Ekstraksi, Geoteknologi, Pengolahan, Lingkungan dan Kebijakan). - Eksternal: o Kementerian ESDM dan Direktorat Jenderal Minerba memiliki bahan masukan data dalam penyusunan kebijakan pengelolaan batubara peringkat rendah (low grade) melalui aplikasi UCG. o Pemerintah, mempunyai alternatif konversi energi dari batubara ke gas melalui optimalisasi penggunaan batubara peringkat rendah melalui aplikasi UCG menuju teknologi energi bersih dan mengurangi emisi gas o Kementerian LH memiliki data rujukan dalam memantau dan meningkatkan kualitas lingkungan daerah sekitar aplikasi UCG.
Draft Laporan Final UCG-2014
7
Gambar 1.2. Lokasi Kegiatan Penelitian
Tabel 1.1. Batas Geografis Daerah Penyelidikan 50 ha Koordinat
No
X
Y
1
103° 22' 14,9772"
-2° 35' 9,438"
2
103° 22' 22,4508"
-2° 34' 58,8036"
3
103° 22' 55,6896"
-2° 35' 22,11"
4
103° 22' 47,9964"
-2° 35' 32,7516"
o Pemda memiliki acuan atau pegangan dalam pengelolaan pengelolaan batubara peringkat rendah (low grade) melalui aplikasi underground coal gasification (UCG) dalam rangka peningkatan pendapatan daerah. o Masyarakat setempat yang memiliki opsi tambahan dalam pengelolaan batubara peringkat rendah sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya, baik material maupun kesehatan.
Draft Laporan Final UCG-2014
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sejarah UCG
Kalau melihat dari sejarah perkembangan UCG dunia, teknologi ini termasuk sudah lama, namun tidak berkembang akibat ditemukannya minyak bumi dan gas yang dianggap lebih mudah dalam proses penambangannya. Tercatat paling awal yang menggagas UCG ini adalah Sir William Siemens pada tahun 1868 dan oleh kimiawan Rusia Dmitri Mendeleyev yang mengembangkan ide Siemens tersebut selama beberapa dekade berikutnya (Burton, dkk., 2008). Selanjutnya pada kurun 1909-1910, Amerika, Kanada, dan Inggris mulai mengambangkan metode ini. Karya eksperimental pertama UCG dimulai pada tahun 1912 di Durham, Inggris yang dipimpin langsung oleh pemenang Hadiah Nobel Sir William Ramsay namun gagal karena Perang Dunia I, dan proyek ini ditinggalkan. Pada tahun 1913, karya Ramsay ini diminati oleh tokoh Rusia Vladimir Lenin yang menulis di surat kabar Pravda sebuah artikel tentang kelebihan teknologi ini yang dapat membebaskan para pekerja tambang batubara bawah tanah dari pekerjaan berbahaya. Pengujian bawah tanah dilakukan di Uni Soviet oleh organisasi milik negara Podzemgaz. Uji ini dilakukan di cekungan batubara Moskow di tambang Krutova pada tahun 1933, namun beberapa pengujian mengalami kegagalan. Pada pertengahan tahun 1934, ujicoba UCG berhasil dilakukan di Lysychansk, di cekungan Donetsk dan selanjutnya pada tahun 1935 dibuat proses skala pilot pertama Horlivka masih di cekungan Donets. Produksi meningkat secara bertahap dan pada kurun waktu 1937-1938, hampir seluruh pabrik kimia setempat mulai menggunakan gas UCG ini. Selanjutnya tahun 1940, pilot plant dibangun kembali di Lysychansk dan Tula. Kegiatan UCG Soviet memuncak setelah perang dunia II dengan mengoperasikan lima pabrik UCG skala industri di awal tahun 1960. Namun, kegiatan pengembangan UCG di Uni Soviet kemudian menurun karena penemuan sumber daya gas alam yang besar. Pada tahun 1964, program UCG ini menurun drastis, hanya di lokasi Angren (Uzbekistan) dan Yuzhno-Abinsk (Rusia) saja yang masih tetap beroperasi sampai saat ini. Di luar Soviet, akibat Perang Dunia II,
Draft Laporan Final UCG-2014
9
kekurangan
energi
memicu
minat
Eropa
Barat
dan
Amerika
Serikat
untuk
mengembangkan UCG. Di Amerika Serikat, ujicoba dilakukan pada tahun 1947-1960 di Gorgas, Alabama. Dari tahun 1973-1989, pengujian secara ekstensif dilakukan. Departemen Energi Amerika Serikat dan beberapa perusahaan minyak dan gas melakukan pengujian secara besar-besaran. Lawrence Livermore National Laboratory melakukan tiga tes di tahun 1976-1979 di Hoe Creek, Campbell County, Wyoming namun belum menunjukkan hasil yang optimal. Departemen Energi Amerika Serikat melakukan kerjasama dengan Sandia National Laboratories dan Radian Corporation, Livermore dengan melakukan ujicoba pada kurun waktu 1981-1982 di Tambang WIDCO dekat Centralia, Washington.
Tahun 1979-1981, UCG berhasil dioperasikan pada lapisan
batubara curam di dekat Rawlins, Wyoming dan pada kurun waktu 1986-1988 , program ini dikembangkan pada lapisan batubara di Rocky Mountain di dekat Hanna, Wyoming. Pada tahun 1948, di Eropa metode UCG ini diuji di Bois-la-Dame, Belgia dan di lanjutkan di Jerada, Maroko, pada tahun 1949. Selanjutnya pada tahun 1949-1950 metode dengan lubang bor diuji di Newman Spinney dan Bayton, Inggris. Beberapa tahun kemudian dilokasi ini dikembangkan sampai skala komersial. Selama tahun 1960 aktifitas UCG di Eropa berhenti total karena kelebihan energi dan harga minyak rendah, namun aktif kembali tahun 1980-an. Di Perancis uji lapangan dilakukan pada tahun 1981 di Bruay-enArtois dan pada tahun 1983-1984 di La Haute deule. Di Belgia kegiatan pengembangan UCG ini dilakukan di Thulin pada tahun 1982-1985. Sedangkan Spanyol memulai melakukan pengembangan UCG pada tahun 1992-1999 di lokasi El Tremedal, di Provinsi Teruel. Di Selandia Baru, uji coba skala kecil dioperasikan pada tahun 1994 di Cekungan Huntly Coal. Di Australia, ujicoba dilakukan mulai tahun 1999. China telah mengoperasikan program terbesar sejak akhir 1980-an, termasuk 16 percobaan lainnya di beberapa lokasi penambangan batubaranya.
2.2. Teknologi UCG UCG dapat mengkonversi batubara in-situ menjadi produk gas, umumnya dikenal sebagai gas sintesis atau syngas melalui reaksi kimia yang sama dengan gasifiers permukaan. Gasifikasi mengubah hidrokarbon menjadi syngas pada suhu dan tekanan tinggi serta dapat digunakan untuk berbagai produk lain seperti listrik, bahan baku kimia, bahan
Draft Laporan Final UCG-2014
10
bakar cair dan hidrogen. Gasifikasi memberikan banyak kesempatan untuk pengendalian pencemaran, terutama berkenaan dengan emisi sulfur, oksida nitrat, dan merkuri. UCG dapat meningkatkan sumber daya batubara yang tersedia untuk pemanfaatan yang lebih efisien dan sebagai bentuk pemanfaatan batubara yang tak mungkin ditambang karena kondisi geologi dan keekonomisan (Burton, dkk., 2004). Pengeboran dianggap sebagai salah satu dari langkah utama dalam melakukan eksploitasi batubara dengan UCG. Selama pengembangannya dua model geometri pengeboran UCG telah diaplikasikan yaitu Linked vertical wells (LVW) dan controlled-
retraction injection point (CRIP). Model yang pertama dilakukan dengan pemboran dua sumur vertikal sebagai injeksi dan sumur produksi yang kemudan keduanya dihubungkan. Uji coba lapangan dari LVW menunjukkan terjadinya penurunan kualitas gas yang dihasilkan, terkait dengan hilangnya gas dan panas yang keluar melalui overburden (Gourden, 2009). Sedangkan metode yang berikutnya (CRIP), titik injeksi bergerak mengikuti arah pembakaran yang terjadi (Cena, dkk., 1984). Reaksi dimulai dari dekat sumur produksi dan batubara yang berada di antara sumur injeksi dan produksi akan habis membentuk rongga (caving), udara yang diinjeksikan melalui coil tubing digerakkan secara terkendali. Kedua model ini sangat bergantung pada permeabilitas alami dari lapisan batubara untuk menyalurkan gas ke dan dari zona pembakaran atau terjadi peningkatan permeabilitas yang diciptakan melalui reversed combustion, kanal dalam lapisan batubara, atau akibat
hydraulic fracturing (Gregg, dan Edgard, 1978; Stephens et al, 1985a;. Walker et al, 2001;. Creedy & Garner, 2004). Pada prosesnya, batubara yang berada di bawah tanah ini bereaksi dengan udara atau oksigen dan uap air yang diinjeksikan untuk membentuk gas, cairan, dan abu sebagai residunya (Sinha, 2007). Komponen yang diinjeksikan akan bereaksi dengan batubara untuk membentuk gas bakar yang dibawa menuju ke permukaan melalui sumur produksi gas. Kemudian gas tersebut dibersihkan melalui proses filterisasi dan digunakan sebagai bahan bakar atau bahan baku kimia (Creedy et.al, 2001). Produser gas merupakan
Draft Laporan Final UCG-2014
11
campuran dari gas bakar (karbon monoksida, hidrogen, dan metana) dan gas yang tak terbakar (karbondioksida, nitrogen, dan uap air) yang tak bereaksi, Sinha, (2007). Proses UCG hampir serupa dengan proses gasifikasi pada reaktor di permukaan. Meskipun reaktor gasifikasinya berada di bawah tanah, namun rangkaian prosesnya lebih singkat dibandingkan dengan gasifikasi permukaan (Gambar 2.1). Sekarang UCG dimanfaatkan bagi sumber daya batubara yang tidak layak secara ekonomi untuk ditambang (Hattingh, 2008) atau tidak dapat ditambang dengan metode yang ramah lingkungan (Sinha, 2007). Secara prinsip, metode ini akan mengurangi resiko dari penambangan dan meminimalkan aktivitas perusakan lingkungan (Schrider & Whieldon, 1977). Menurut Hattingh (2008), implementasi teknologi UCG dilakukan dengan enam tahapan, yaitu : mencari potensi batubara yang akan diolah dengan teknologi UCG; pengeboran; membuat jalur penghubung antar dua lubang bor; pembakaran batubara;. injeksi oksigen atau udara dan uap air; dan melakukan ekstraksi gas sintesis. Selanjutnya gas bertekanan akan mengalir keluar melalui lobang bor menuju ke permukaan. Teknologi UCG tidak memberikan dampak pada lingkungan seburuk metode umumnya.
Sumber : Blinderman and Jones, 2002
Gambar 2.1. Konversi batubara ke gas bakar
2.3. Proses UCG Reaksi yang terjadi pada proses gasifikasi batubara melalui UCG ini secara umum sedikit berbeda dengan pembakaran batubara konvensional. Pada proses reaksi ini O 2 akan
Draft Laporan Final UCG-2014
12
menghasilkan CO 2 dan H 2 O dan suhu yang dihasilkan pada proses ini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembakaran batubara secara konvensional. Selain itu perbedaan penting antara pembakaran batubara dan gasifikasi batubara adalah dalam pembentukan polutan . Menurut Burton, dkk. (2008), secara lengkap proses reaksi kimia dari UCG cukup kompleks seperti dapat dilihat pada Tabel 2.1. Reaksi UCG seperti pada Tabel 2.1 tersebut merupakan reaksi stoikiometri sederhana dan pada kenyataannya reaksi ini dapat menghasilkan produk sampingan tambahan berdasarkan jenis senyawa karbon yang ada. Reaksi pirolisis ditulis dalam bentuk yang sangat umum karena pirolisis memiliki stoikiometri rumit yang tergantung pada komposisi gas, suhu, tekanan dan tingkat pemanasan. Ruang gasifikasi akan membesar dan separuhnya terisi dengan abu, akibatnya bagian kedua sisi ruang di mana batubara segar terkena atau ruang kosong di bagian atap ruangan akan terbakar, karena oksidan terus diinjeksikan secara berkelanjutan ke lapisan batubara dan harus terus mengalir.
Tabel 2.1. Reaksi Kimia UCG PROSES Oksidasi Volatile Oksidasi Char Penguapan air Pirolisis
Gasifikasi Reaksi Boudouard Perubahan air ke gas Metanisasi Perubahan hidrogen methan
ke
REAKSI O 2 + CO, H 2 , CH 4 , HC’s* = CO 2 + H2O C + O 2 = CO 2 H 2 Ocair = H 2 Ogas Batubara + Panas Char + Ab u + HC’s* + CH 4 + H 2 + H 2 O + CO + CO 2 C + H 2 O = H 2 + CO C + CO 2 = 2CO CO + H 2 O = H 2 + CO 2 CO + 3H 2 = CH 4 + H 2 O C + 2H 2 = CH 4
ENTHALPHI ΔH = - eksotermis kuat ΔH = - 406.0 kJ/mol ΔH = +40.68 kJ/mol Endothermic
ΔH = +118.5 kJ/mol ΔH = +159.9 kJ/ mol, (pelan ΔH = - 42.3 kJ/mol ΔH = - 206.0 kJ/mol ΔH = - 87.5 kJ/ mol
kJ/mol = kiloJoules per mole *HC’s = Senyawa hidrokarbon dan produk turunannya
Pada ruang kosong dari ruang bakar tersebut terjadi perbedaan konsentrasi dan gradien temperatur. Gradien ini menurut Perkins and Sahajwalla, (2005) disebabkan oleh reaksi kimia dan konveksi alami dari difusi ganda (double diffusive natural convection). Aliran fluida pada lokasi timbunan abu didominasi oleh distribusi permeabilitas, sedangkan di
Draft Laporan Final UCG-2014
13
ruang kosong ditentukan oleh double diffusive natural convection, namun didominasi oleh gaya apung tunggal akibat adanya gradien temperatur yang diciptakan dari proses pembakaran oksigen dengan CO yang dihasilkan dari gasifikasi dari dinding lapisan batubara (Perkins, 2005). Pada suhu di atas 200oC, konstanta dielektrik air menjadi sebanding dengan konstanta dielektrik aseton dan methanol. Pada suhu ini cairan likuid menjadi media yang sangat difusif dengan kelarutan yang baik untuk zat terlarut organik polar dan non-polar. Perilaku kelarutan senyawa dalam air pada temperatur tinggi berubah secara signifikan dan hal ini mempengaruhi dispersi kontaminan yangu diperhitungkan dalam pemodelan transportasi di lokasi UCG (Burton, dkk., 2008; Dinsmoor, dkk., 1978, Nourozieh & Kariznovi, 2010). Menurut Solcova dkk., (2009), peningkatan tekanan mempengaruhi permuka gas pada media berpori daripada peningkatan temperatur. Demikian pula, pengaruh ukuran pori relatif kurang berpengaruh daripada dampak kenaikan tekanan.
2.4. Resiko Pengembangan UCG Bahan bakar gas yang dihasilkan dari proses UCG pasti akan sarat dengan kontaminan yang berasal dari batu bara sebagai akibat dari suhu tinggi yang terlibat dalam proses gasifikasi. Tar, partikulat, amonia, hidrogen sulfida, hidrogen klorida dan unsur yang tak terlacak (trace species) seperti Cd, Hg, Pb, Zn, Na, K dan unsur lainnya yang semuanya akan muncul ketika terbentuk gas bersamaan dengan dengan senyawa utama seperti H 2 , CO, CO 2 , H 2 O, CH 4 dan N 2 (Liu, dkk., 2006). Ketika terjadi proses gasifikasi, karena ketika melewati rongga (cavity) dan sumur produksi bersifat dingin, maka selama proses transportasi tersebut, kontaminan dan termasuk partikulat gas (gas-borne particulates) akan mengendap atau membentuk kondensat di sekitar permukaan (termasuk pada pipa sumur produksi). Bila suhu gas menurun di dalam sumur produksi atau suhu tidak dapat dipertahankan di atas titik embun air gas, maka uap air dari gas akan terkondensasi mengumpul di dasar sumur produksi. Air dan/atau ter yang berasal dari bahan bakar gas akan mengental dan berpotensi menjadi penyebab penyumbatan sumur. Dalam kondisi ini, air yang dikumpulkan akan menjadi sangat tercemar oleh kontaminan tersebut, sehingga akan mengarah kepada potensi pencemaran air tanah. Oleh karena itu kontaminan gas residu
Draft Laporan Final UCG-2014
14
yang akan naik melewati sumur terlebih dahulu harus dibersihkan sebelum dikompresi dan digunakan dalam turbin gas.
2.5. Aspek Lingkungan UCG Gasifikasi batubara bawah tanah memiliki beberapa manfaat lingkungan yang lebih daripada pertambangan konvensional antara lain, tidak ada pembuangan tailing, emisi sulfur berkurang dan mengurangi pembuangan abu, merkuri dan tar (Shuqin, et al., 2007). UCG merepresentasikan metode yang bversih dan dapat meningkatkan perbaikan lingkungan yang mengkombinasikan antara proses penambangan bawah tanah dengan gasifikasi batubara permukaan. Beberapa keuntungan lainnya adalah : • biaya modal dan operasional secara keseluruhan lebih rendah; • menurunkan resiko pencemaran air permukaan; • keselamatan dan kesehatan kerja lebih terjamin; • eksploitasi sumber daya batubara yang lebih besar. • pengurangan penggunaan air; • partikulat emisi rendah, kebisingan dan dampak visual pada permukaan; • mengurangi emisi metana dari tambang batu bara - dengan referensi bahwa 5 m3/ton di lapisan dangkal dan 20 sampai 75 m3/ton (emisi khusus) di lapisan dalam, serta mengurangi emisi gas rumah kaca dari seluruh 0.02 ton/MWh dalam batubara dangkal untuk 0.4 ton/MWh di lapisan dalam batubara yang mengandung gas (deep gassy seams) dimana CO2 ekuivalen dengan per satuan listrik yang dihasilkan. • tidak ada penanganan kotoran dan pembuangan di lokasi tambang; • tidak ada pencucian batubara dan pembuangan disposal di lokasi tambang; • tidak ada penanganan abu dan pembuangannya di lokasi pembangkit listrik; • sedikit menghasilkan SO 2 ; • sedikit menggunakan transportasi; • tidak memerlukan lahan yang luas dan penebangan hutan; • tidak perlu ada pemulihan air tambang (mine water recovery); dan • tidak ada kawajiban mereklamasi terhadap bahaya permukaan tambang yang ditinggalkan.
Draft Laporan Final UCG-2014
15
Dampak lingkungan yang merugikan dari proses UCG bila dibandingkan dengan teknologi eksploitasi konvensional lebih rendah. Produk utama dari proses eksploitasi dengan UCG ini adalah gas dan beberapa produk samping yang tersisa akan terseimpan di tanah, atau dapat dihilangkan. Proses UCG adalah proses eksploitasi batubara menjadi energy yang paling ramah terhadap lingkungan. Selain manfaat utama untuk menangkap dan menyerap CO 2 , UCG memiliki beberapa manfaat lingkungan lainnya selama ekstraksi batubara dibandingkan dengan penambangan konvensional. Dengan gasifikasi in-situ ini, tidak ada bekas yang terlihat dipermukaan akibat eksploitasi yang telah dilakukan atau sama sekali tidak diperlukan tindakan reklamasi; UCG hanya meninggalkan jejak permukaan minimal dan tidak memerlukan dislokasi di permukaan. Sementara itu, abu dibuat dalam proses tetap di bawah tanah mengurangi kekhawatiran pembuangan. Oleh karena batubara tidak ditambang, peralatan tradisional pertambangan (truk , excavator dan alat berat lainnya) dan emisi yang terkait dikeluarkan dari proses tersebut. Dengan tidak adanya penggunaan peralatan tersebut maka UCG adalah teknologi eksploitasi batubara yang terbersih sehingga bias dikatakan bahwa UCG sebagai teknologi pemanfaatan batubara yang bersifat Clean Coal Technologies. Gasifikasi batubara bawah tanah memiliki beberapa manfaat lingkungan lainnya bila dibandingkan dengan pertambangan konvensional, termasuk tidak ada pembuangan tailing , emisi sulfur berkurang dan mengurangi pembuangan abu, merkuri dan tar. Tahapan yang penting dilakukan pada saat membangun, menyiapkan dan mengekstrak gas dari batubara melalui teknologi UCG menurut Hattingh (2008) adalah sebagai berikut: •
Mencari potensi batubara yang potensial dan cocok untuk diolah dengan teknologi UCG ;
•
Pengeboran ke dalam tanah;
•
Membuat jalur / jaringan UCG di bawah tanah;
•
Pembakaran batubara;
•
Injeksi oksigen/udara dan steam; dan
•
Ekstraksi gas sintesis
Pada saat proses UCG di bawah tanah, interaksi fisika dan kimia antara reactor UCG dan
Draft Laporan Final UCG-2014
16
lingkungan di sekitar lokasi proses tersebut sangat mungkin terjadi, karena proses pembakaran batubara akan menghasilkan perubahan-perubahan baik fisik maupun kimia, sehingga kemungkinan terjadi kontaminasi terhadap formasi di sekitar reactor UCG bisa terjadi dan akan mungkin terjadi polutan di air tanah, air permukaan dan kualitas atmosfir termasuk potensi subsidence akibat adanya rongga-rongga hasil proses pembakaran UCG. Navaro, Atkins dan Singh (2014) mengilustrasikan interaksi UCG terhadap lingkungan seperti pada Gambar 2.2. Pengeboran dan proses gasifikasi bawah tanah adalah tindakan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan penting dalam massa batuan dan dalam air tanah. Perubahan ini akan mempengaruhi secara negatif efek subsidence. Rongga gasifikasi dari lapisan batubara merupakan sumber polutan gas dan cair dan hal ini menjadi sumber dari beberapa risiko lingkungan untuk air tanah dalam strata yang berdekatan, tergantung pada apakah kontaminan tersebut dapat bermigrasi ke luar zona reaktor UCG secara langsung. Keterampilan dan pengetahuan hidrogeologist dibutuhkan dalam hal ini, untuk menjamin aplikasi UCG tidak menimbulkan permasalahan kontaminasi air tanah (Younger & Gonzales, 2010).
2.6. Polusi udara dan air tanah Beberapa hal yang patut diwaspadai dalam proses UCG ini adalah pencemaran pada saat proses di permukaan maupun di bawah permukaan, antara lain: •
Peningkatan konsentrasi garam anorganik dekat zona gasifikasi;
•
Hasil leaching dari zat organik proses gasifikasi seperti fenol dan benzena;
•
melarutnya gas berbahaya seperti H2, CH4, CO2, H2S, dan NH3 dalam air tanah;
•
pelarutan logam berat seperti Hg, As, Pb, Cr, Cd;
•
emisi polutan; dan
•
gas rumah kaca.
Kekhawatiran utama pada air tanah adalah pencemaran air oleh residu fenol namun ini dapat dibersihkan (flushed out) oleh adanya kelarutan air yang relatif tinggi, dan pengelolaan air yang benar. Jika dibiarkan di tanah, fenol akan tersebar secara alami. Sebetulnya tidak ada permasalahan pencemaran air tanah yang serius, namun, ada
Draft Laporan Final UCG-2014
17
kebutuhan untuk terus memantau kualitas air tanah sebagai bagian dari skema UCG dalam
merancang
langkah-langkah
perbaikan
dalam
pencegahan
pencemaran
lingkungan (Young dan Sapsford, 2004). Produk gas hasil UCG perlu dibersihkan untuk menghilangkan polutan agar dapat meminimalkan emisi lingkungan dan mencegah korosi dan kerusakan pada turbin gas. CO2 dalam gas dapat diserap dengan menggunakan larutan limbah alkali dan tetap menjadi abu kalsium batubara yang tinggi untuk mengisi rongga UCG yang kosong. Penghapusan CO2 akan mengurangi dampak emisi rumah kaca dan meningkatkan nilai kalor dari produk gas per satuan volume.
Gambar 2.2. Interaksi proses UCG dengan lingkungan 2.7. Batuan pengapit dan penurunan tanah (subsidence) Salah satu aspek yang penting perlu dipertimbangkan dalam mendesain konstruksi UCG adalah karakteristik lokasi yang sesuai. Karakteristik batuan pengapit penting untuk diperhatikan, terutama ketebalan dan jarak akuifer dengan lapisan batubara. Masuknya air ke dalam rongga gasifikasi secara substansial dapat mengurangi efisiensi gasifikasi. Penelitian yang dilakukan di Soviet menjelaskan tentang pengaruh intensitas gasifikasi dengan menghubungkan antara jumlah tonase batubara yang di gasifikasi per jam versus tingkat masuknya air dan kandungan panas dari gas yang dihasilkan. Pada intensitas rendah dan gasifikasi batubara untuk satu ton per jam, nilai kalor dari syngas akan turun
Draft Laporan Final UCG-2014
18
dari sekitar 4657 kJ/m3 dengan tingkat intrusi air rendah 15 gpm menjadi hanya 932 kJ/m3 pada intrusi air tinggi sebesar 150 gpm (Gastech, 2007). Pada lapisan permukaan di sekitar UCG, potensi penurunan akan sangat kecil dibandingkan dengan aktifitas tambang bawah tanah. Menurut Friedman (2005) kasus penurunan tanah untuk kedalaman tertentu belum pernah ditemukan dan hal ini dapat diabaikan. Meskipun demikian risiko penurunan tanah mungkin saja terjadi, seperti dalam pemodelan numerik yang diteliti oleh Ren, dkk., (2003). Pada saat proses UCG, ronggarongga bawah tanah akan terbuka akibat pembakaran lapisan batubara yang menyebabkan terjadinya tekanan massa batuan di sekitarnya dan tekanan ini akan membentuk rongga baru yang akan didistribusikan kembali. Sebelum rongga tersebut terbuka, tegangan insitu terdistribusi secara merata disekitar area batuan. Setelah hilangnya lapisan batubara dan membentuk rongga, tekanan yang berada disekitar rongga seketika berubah dan tekanan baru terjadi dan terdistribusi mengikuti pola rongga yang muncul (Van der Riet, 2008). Nilai-nilai tegangan ini bervariasi tergantung pada kedalaman, kondisi struktur dan sifat-sifat geoteknik dari massa batuan sekitar rongga UCG. Tekanan yang muncul adalah kuat tarik dan tekan dari massa batuan yang menjadi penyebab keruntuhan dan berpotensi menyebabkan perluasan ke arah horizontal dan vertical dari rongga dan akhirnya akan dapat menyebabkan subsidence di atas rongga (Hoek 2000 , Navarro , dkk., 2011). Secara umum apabila proses ekstraksi semakin dalam, maka terjadinya penurunan permukaan akan menurun. Limbah, abu, oksida, bahan radioaktif, dan batuan sisa setelah gasifikasi yang tersisa di bawah tanah, akan mengeleminir akumulasi limbah di permukaan dan mengurangi ruang rongga yang terbentuk dibandingkan bila menggunakan tambang bawah tanah.
Lapisan batubara
dengan kedalaman lebih dari 150 meter dan kurang dari 600 meter di beberapa negara dianggap cukup ideal untuk pengembangan UCG. Namun untuk di Indonesia dengan kondisi lapisan batuan pengapit yang relatif mempunyai kuat tekan yang rendah, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Sedangkan lapisan batubara kurang dari 150 meter
umumnya untuk metode penambangan konvensional . Adanya parting dan lensa-lensa pada lapisan batubara tidak begitu penting dalam mengevaluasi potensi sumber daya batubara untuk UCG . Adanya parting yang tipis dan lensa pada lapisan batubara bermanfaat untu membatasi
Draft Laporan Final UCG-2014
19
hubungan antara sumur pada proses UCG, yaitu kontak atmosfer antara sumur injeksi dan produksi. Namun demikian ada batasan yang perlu diperhatikan, bhwa parting ini tebalnya harus < 6 m dan sepertiga bagian dari lapisan batubara (Gastech, 2007). Kondisi struktur seperti lipatan atau patahan, menjadi pertimbangan yang penting. Kesalahan dalam memprhitungkan adanya lipatan atau patahan akan menjadi masalah besar dan akan terjadi masuknya air yang berlebihan dan runtuhnya atap lebih cepat. Pentingnya evaluasi geofisika terutama metode seismik refleksi akan menjadi hal yang penting untuk menentukan lokasi yang cocok untuk UCG (Burton, dkk., 2008).
2.8. Kontaminasi Air Tanah Polutan utama kualitas air tanah di UCG adalah hasil dari proses pembakaran batubara yang dapat berupa senyawa hidrokarbon seperti benzena, toluena, etil-benzena dan xilena (BTEX), fenol, abu batubara dan ter, hidrokarbon aromatik dan sulfida, NOX, NH3, boron, sianida, CO dan H 2 S (Creedy, et al., 2001). Pelindian dari Fenol dianggap sebagai bahaya lingkungan yang paling signifikan karena kelarutan air yang tinggi dan afinitas tinggi untuk gasifikasi (Shuquin dan Jun-hua, 2002). Terjadinya migrasi yang tak terkendali dan kebocoran dari reactor syngas itu sendiri dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap akuifer air tanah di atasnya. Selain itu, produk samping seperti kontaminan organik seperti PAH, fenol dan benzene serta anorganik seperti sulfat, boron, logam dan metaloid seperti merkuri, arsenik dan selenium juga cukup berbahaya yang mungkin secara tidak sengaja dihasilkan dari batubara selama proses UCG tersebut (Sury, et al, 2004; Liu , et al , 2006). Mercury, arsenik dan selenium yang tidak stabil dan unsur-unsur ini juga dapat dilepaskan sebagai gas selama proses UCG berlangsung. Proses liberasi ini mungkin bisa berdampak negative terhadap kualitas air tanah dan udara. Massa batuan, mineral dan trace
impurities, yang bersinggungan dengan lapisan batubara ditargetkan juga akan cenderung terkena dampak dari proses UCG ini dan dengan demikian, proses oksidasi dan geokimia lainnya dalam batuan yang berada disekitar areal tersebut juga bisa mengakibatkan pelepasan kontaminan (Stratus Consulting Inc, 2010).
2.9. Kontaminasi air permukaan Potensi pencemaran air permukaan akibat adanya proses UCG seperti fenol, amoniak,
Draft Laporan Final UCG-2014
20
chemical oxygen demand (COD), pH, konduktivitas dan sulfide sangat rendah (Sury, et al., 2004). Air permukaan dapat dipengaruhi oleh proses pemompaan air tanah dan operasi pengeboran dan dalam percobaan di Spanyol, air yang dipompa ke permukaan sudah tercemar oleh fenol dengan kandungan sekitar 500 ppm (Green, 1999).
2.10. Kontaminasi atmosfir Konstituen utama dari produk gas hasil UCG adalah CO 2 , H 2 , CH 4 , dan CO. Sebagai contoh untuk proses UCG uji coba proses untuk batubara bituminous yang mengandung sulfur, klorin dan nitrogen yang mempunyai berat masing-masing 2,0%, 0,8% dan 0,2% akan menghasilkan produk emisi gas sebesar 22,7% dari H 2 O, 46,1% dari CO 2 , 19,2% dari CO, 9,4% CH 4 , 1,6% dari H 2 dan 1,0% dari senyawa lain seperti (H 2 S, HCl, N 2 ). Berkaitan dengan kualitas udara, gas yang tidak terpakai tidak akan dibiarkan masuk ke dalam atmosfer, karena proses ini melakukan pembakaran di dalam tanah dengan konsep clean
coal technology.
2.11. Pemboran Kegiatan yang sangat penting dalam tahapan penelitian ini adalah membuat sumur dengan pemboran. Fungsinya adalah mengetahui kondisi bawah permukaan, kondisi ketidakselarasan struktur geologi, pola dari patahan, rekahan, dan bidang perlapisan yang mendominasi perilaku batuan serta kondisi hidrogeologi. Tahapan pemboran dilakukan setelah lahan lokasi titik bor dengan ukuran 20 m X 25 m dibersihkan dan pembuatan jalan masuk ke lokasi titik bor, selanjutnya Tim Pemboran Puslitbang tekMIRA mengangkut peralatan pemboran ke lokasi titik bor, membuat bak pembilas dan pondasi mesin bor, menset peralatan pemboran, memasok air pembilas menggunakan pompa pengantar dari sumber air terdekat. Sistem pemboran yang dilakukan adalah full coring dengan menggunakan wire line, jam kerja 24 jam yang terbagi menjadi dua shift. Ukuran
bit, core barrel dan stang bornya di set dengan ukuran HQ yang menghasilkan inti bor berdiameter 61 mm. Adapun konstruksi pemboran HQ yang dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 2.3): • bor kering HQ 0 – sekitar 5 m, • reaming HQ - Ø 6”, 0 – sekitar 5 m, pasang casing PVC Ø 6” 0 – sekitar 5 m, dinding
Draft Laporan Final UCG-2014
21
luar di semen, • drilling coring HQ sekitar 5 m – sekitar 40 m (sampai batuan keras), • reaming HQ - Ø 5 5/8 sekitar 5 m – sekitar 40 m, pasang casing Ø 127 sedalam sekitar 40 m, • drilling corring HQ dari sekitar 40 m sampai 15 m atau 30 m dibawah bottom lapisan batubara. Inti bor yang dihasilkan disimpan dalam core box yang dapat menampung 1 X 5 m. Inti bor tersebut dideskripsi meliputi jenis batuan, material penyusun batuan, kandungan fosil makro, struktur sedimen, struktur geologi, kemiringan lapisan batuan, tebal lapisan batuan, core recovery dan RQD yang digambarkan dalam log bor, selanjutnya inti bor dalam tiap core box tersebut difoto. Core recovery adalah perolehan inti bor dibagi kemajuan pemboran pada satu run kali 100 %. RQD (Rock Quality Designation) adalah jumlah inti bor yang mempunyai panjang utuh lebih dari 10 cm dibagi panjang inti bor seluruhnya pada satu run kali 100 %.
Gambar 2.3. Kontruksi Lubang Bor HQ
Draft Laporan Final UCG-2014
22
2.12. Downhole Seismik Secara
teoritis,
pengukuran
downhole seismik sama dengan seismik refraksi.
Perbedaannya adalah pada proses pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kecepatan rambat gelombang secara vertical dengan menggunakan media sumur bor, sedangkan kalau sesimik refraksi dilakukan di permukaan. Downhole seismik lebih akurat dalam memperhitungkan karakteristik masing-masing lapisan batuan, karena getaran yang diambil adalah kompresi dan geser. Gelombang kompresi umumnya disebut gelombang longitudinal dan geser disebut gelombang transversal. Jika material padat mendapat tumbukan secara tiba-tiba, maka sejumlah gelombang akan terbentuk pada titik tumbuk dan menjalar secara sferis ke arah luar dengan amplitudo yang terus berkurang. Kecepatan penjalaran gelombang ini sangat dipengaruhi karakteristik material. Gelombang longitudinal atau gelombang primer (P) mempunyai cepat rambat gelombang yang paling besar dari gelombang lainnya (gelombang transversal dan permukaan). Besarnya kecepatan merupakan fungsi dari karakteristik material yang dapat dinyatakan dengan persamaan (Saiang, 2008) : 𝜈𝜈+2𝜇𝜇
𝑉𝑉𝑃𝑃 = �
𝐸𝐸
𝜌𝜌
= � 1− 𝜈𝜈
𝐾𝐾+ 4�3 𝐺𝐺
(pers. 2.22)
𝜌𝜌
(pers. 2.23)
𝑉𝑉𝑃𝑃 = �𝜌𝜌 (1−2𝜈𝜈)(1+2𝜈𝜈) keterangan :
V p = tegangan geser,
ν = poisson ratio, μ = konstanta Lame, ρ = density, K=
bulk density, G = modulus geser dan E =
modulus young.
Karena pada umumnya nilai poisson ratio sangat kecil, maka cepat rambat gelombang sangat ditentukan oleh modulus elastisitas, sehingga persamaan tersebut dapat ditulis: 𝐸𝐸
(pers. 2.24)
𝑉𝑉𝑃𝑃 = �𝜌𝜌
Gelombang transversal disebut juga gelombang sekunder (S) atau gelombang geser, dinyatakan dengan persamaan: 𝐸𝐸
1
𝑉𝑉𝑠𝑠 = �𝜌𝜌 𝑥𝑥 2(1+2𝜈𝜈) Draft Laporan Final UCG-2014
(pers. 2.25)
23
𝐺𝐺
(pers. 2.26)
𝑉𝑉𝑠𝑠 = �𝜌𝜌
Hubungan antara cepat rambat gelombang P dan S dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : 𝑉𝑉𝑃𝑃 𝑉𝑉𝑆𝑆
=
2 (1− 𝜈𝜈)
(pers. 2.27)
1−2𝜈𝜈
Cepat rambat gelombang permukaan (surface wave), terdiri dari gelombang rayleigh yang merambat pada permukaan bebas dan gelombang love yang merambat pada lapisan permukaan. Sampai sejauh ini belum diketahui korelasi antara gelombang permukaan dengan kestabilan lereng. Selama merambat gelombang seismik mengalami kehilangan energi dan pengurangan amplitudo. Gejala ini disebut dengan attenuation wave (pelemahan gelombang). Kehilangan ini terjadi karena redaman pada material yang berkaitan dengan kondisi material yang tak elastic (inelasticity), tak kontinyu (discontinuities) dan penyebaran secara geometris. Kombinasi pelemahan tersebut dinyatakan dalam persamaan (Burchell, 1987):
A=
𝐴𝐴𝑜𝑜 𝑒𝑒 −𝛼𝛼 .𝑟𝑟
(pers. 2.28)
𝑟𝑟
keterangan :
A
= Amplitudo pada jarak r dari sumber
Ao = Amplitudo awal α
= koefisien attenuation kekurang-elastisan
r
= jarak dari sumber
Koefisien attenuation ini juga disebut faktor peredaman yang dinyatakan dengan persamaan :
𝛼𝛼 =
ln 𝑓𝑓 𝑣𝑣
=
𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑄𝑄𝑄𝑄
keterangan : α = faktor redaman;
(pers. 2.29) ln = logaritma natural perbandingan amplitudo n
dan ke n+1 pada seismogram; f = frekuensi gelombang (Hz); v = cepat rambat gelombang; Q = koefisien gesek dalam (internal friction coefficient) Downhole seismik adalah metode yang sederhana dan lebih murah dibandingkan dengan metode lain yang menggunakan sumur bor. Downhole seismic hanya memerlukan satu sumur untuk menilai kondisi geomekanika lapisan batuan. Energi seismik berasal dari pukulan palu yang diletakkan di sekitar mulut sumur pada jarak yang tetap. Pengukuran
Draft Laporan Final UCG-2014
24
dilakukan secara bertahap mulai dari titik pengukuran yang paling bawah, sampai dengan yang paling atas. Geophone yang digunakan adalah triaksial geophone, yaitu rangkaian geophone yang dapat menangkap gelombang seismic secara tiga dimensi (X, Y, Z). Gelombang P dan S diukur dari sumber getar yang dilakukan dengan memukul secara horizontal dan vertical. Gelombang yang dihasilkan akan ditangkap oleh geophone yang akan mengasilkan kurva travel time versus kedalaman lubang pengukuran. Secara ringkas metode pengukuran dapat diilustrasikan pada Gambar 2.4.
2.13. Sifat geomekanika batuan Metode penggalian batuan banyak ditentukan oleh sifat dan perilaku batuan. Secara umum sifat-sifat batuan dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu sifat fisik dan sifat mekanik (Rai, dkk., 2011). Beberapa parameter sifat fisik batuan adalah bobot isi, berat jenis, porositas, absorpsi, dan void ratio. Sedangkan sifat mekanik batuan dikenal dengan sifat mekanik statik dan sifat mekanik dinamik. Parameter sifat mekanik tersebut antara lain kekerasan, kekuatan (standard kuat batuan dan indeks kekuatan batuan), perilaku konstitutif, sifat dinamik, abrasivitas dan cuttability. Sifat mekanik dan fisik batuan tersebut seperti kuat tekan batuan, bobot isi dan spesific energy, serta sifat massa batuan seperti rock quality designation (RQD), frekuensi dan orientasi bidang lemah pada massa batuan adalah karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penggalian batuan, baik dengan cara mekanis maupun dengan cara peledakan.
Gambar 2.4. Metode pengukuran downhole seismik
Draft Laporan Final UCG-2014
25
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh ahli geomekanika baik di laboratorium maupun uji insitu di areal penambangan (Qingguo Liang, dkk., 2009, Jianchun Li & Guowei Ma 2009, Feng Dai, dkk., 2009, Omer Aydan & Halil Kumsar 2009, Y. Ohta & O. Aydan 2009, Ferrero, dkk., 2010) untuk melihat pengaruh beban dinamik terhadap beberapa jenis batuan atau terhadap kondisi material. Untuk mengetahui kondisi kekuatan batuan di laboratorium umumnya dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik. Sifat fisik batuan seperti bobot isi, specific gravity, porositas, absorpsi dan void ratio digunakan sebagai parameter pendukung dalam perhitungan mekanika batuan. Pengujian kuat tekan (UCS), triaksial, uji geser langsung dan ultrasonik merupakan pengujian yang dianggap cukup penting untuk mengetahui kekuatan batuan di laboratorium. Pada pengujian kuat tekan, akan dihasilkan kurva tegangan-regangan (stress – strain). Sifat batuan (dianalogikan media padat) sangat mempengaruhi perilaku gelombang tegangan yang merambat pada material tersebut. Karakteristik seperti Poisson ratio (ν),
modulus young (Ε), Bulk Modulus (Κ), Rigidity (G) dan konstanta Lame (λ dan μ). Burchell (1987), memformulasikan karakteristik tersebut dalam bentuk pernyataan berikut. •
Poisson ratio dinamik (ν) adalah perbandingan regangan transversal (transverse strain) dengan regangan longitudinal (longitudinal strain), yang dinyatakan dengan persamaan: ∆𝑤𝑤 � 𝑤𝑤 ∆𝐿𝐿� 𝐿𝐿
keterangan : ԑ w
= regangan transversal
ԑL
= regangan longitudinal
Δw
= Penambahan panjang arah transversal
ΔL
= penambahan panjang arah longitudinal
L, W
= Panjang mula-mula.
𝜈𝜈 =
•
𝜀𝜀 𝑤𝑤
=
𝜀𝜀 𝐿𝐿
(pers. 2.1)
Modulus young (Ε) merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan, yang dinyatakan dengan persamaan : 𝐹𝐹�
𝐸𝐸 = ∆𝐿𝐿 𝐴𝐴 = �𝐿𝐿
𝜎𝜎
ԑ𝐿𝐿
Draft Laporan Final UCG-2014
(pers. 2.2)
26
keterangan : •
F = beban/gaya yang bekerja dan A = luas permukaan.
Bulk Modulus (Κ) merupakan perbandingan tegangan dan perubahan volume material, yang dinyatakan dengan persamaan : 𝐹𝐹� 𝐴𝐴 �v𝐿𝐿
𝐾𝐾 = ∆v
(pers. 2.3)
keterangan : •
v = volume awal dan Δv = perubahan volume.
Kebalikan dari persamaan ini (1/K) menyatakan kompressibilitas material. Rigidity (G) atau modulus geser (shear modulus) yang merupakan perbandingan tegangan geser (shearing stress) dengan regangan geser (shearing strain), dinyatakan dengan persamaan:
𝐺𝐺 =
𝐹𝐹𝑠𝑠
(pers. 2.4)
ԑ𝑠𝑠ℎ
F s = gaya geser dan ԑ sh = regangan geser.
keterangan :
•
Sedangkan konstanta Lame (λ dan μ) merupakan tetapan yang diturunkan dari
besaran yang telah disebutkan di atas dan dinyatakan dengan persamaan: 𝜈𝜈𝜈𝜈
λ = (1+𝜈𝜈)(1−𝜈𝜈 = 𝐾𝐾 − μ=
𝐸𝐸
2(1+𝜈𝜈 )
)
= 𝐺𝐺
2 3
𝐺𝐺
(pers. 2.5) (pers. 2.6)
Sementara itu secara empirik misalnya dengan menggunakan klasifikasi massa batuan parameter-parameter yang penting untuk menentukan kekuatan massa batuan adalah modulus deformasi (Em), parameter Mohr-Coulomb seperti sudut gesek dalam (ϕ) dan kohesi (c). Modulus deformasi massa batuan dapat diturunkan dengan menggunakan sistem klasifikasi umum seperti Q, Rock Mass Rating (RMR), Geological Strength Index (GSI), dan lain-lain, namun menurut Saiang (2006), parameter Mohr-Coulomb untuk massa batuan tidak dapat dengan mudah diperoleh dengan menggunakan sistem klasifikasi sebab parameter ini tergantung pada faktor-faktor lain seperti confining stress yang tidak diakomodasi dalam sistem klasifikasi. Menurut Hoek & Brown (1997) dan Hoek, dkk. (2002) data yang dibutuhkan untuk memperkirakan modulus deformasi (Em) adalah kuat tekan batuan utuh (σci), rating GSI atau RMR dan konstanta Hoek-Brown (mi). Mereka memformulasikan untuk menghitung sifat-sifat elastik pada batuan yang tidak terganggu berdasarkan pada sistem klasifikasi
Draft Laporan Final UCG-2014
27
GSI sebagai berikut : •
Modulus Young, Em :
𝐸𝐸𝑚𝑚 = 10�
𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 −10 � 40
𝜎𝜎
• •
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝐸𝐸𝑚𝑚 = �100 . 10�
𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐸𝐸𝑚𝑚 = 10�
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 −10 � 40
𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 −10 � 40
untuk σci > 100 MPa
(pers. 2.7)
untuk σci ≤ 100 MPa
(pers. 2.8)
Modulus Bulk, K 𝐸𝐸
𝑚𝑚 𝐾𝐾 = 3(1−2𝑣𝑣)
(pers. 2.9)
Modulus Geser, G 𝐸𝐸
•
(pers. 2.10)
𝑚𝑚 𝐺𝐺 = 2(1+𝑣𝑣)
Poisson ratio di asumsikan konstan pada 0.25
Sedangkan untuk batuan terganggu, data yang dibutuhkan untuk memperkirakan modulus deformasi dari batuan yang telah rusak (deformation modulus of damaged rock, ED) adalah kuat tekan batuan intak (σci), rating GSI atau RMR, konstanta Hoek – Brown (mi) dan faktor pengganggu (disturbance factor, D). Menurut Hoek, dkk. (2002), untuk menghitung sifat-sifat batuan yang sudah terganggu berdasarkan sistem klasifikasi GSI sebagai berikut: •
Modulus deformasi batuan yang rusak (ED): 𝐷𝐷
𝐸𝐸𝐷𝐷 = �1 − 2 � 10� 𝐷𝐷
• •
𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 −10 � 40
𝜎𝜎
𝑐𝑐𝑐𝑐 𝐸𝐸𝐷𝐷 = �1 − 2 � �100 . 10�
𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 −10 � 40
untuk σci > 100 MPa untuk σci ≤ 100 MPa
(pers. 2.12)
Modulus Bulk batuan rusak (KD): 𝐸𝐸
𝐷𝐷 𝐾𝐾𝐷𝐷 = 3(1−2𝑣𝑣)
(pers. 2.13)
Modulus Geser batuan rusak (GD) 𝐸𝐸
•
(pers. 2.11)
𝐷𝐷 𝐺𝐺𝐷𝐷 = 2(1+𝑣𝑣)
(pers. 2.14)
Poisson ratio diasumsikan konstan pada 0.25
2.14. Uji Hidrogeologi Air tanah merupakan komponen dari suatu sistem daur hidrologi (hydrology cycle) yang
Draft Laporan Final UCG-2014
28
terdiri rangkaian proses yang saling berkaitan antara proses atmosferik, proses hidrologi permukaan dan proses hidrologi bawah permukaan. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui evaporasi , transpirasi, kondensasi dan presipitasi. Di luar sistem tersebut persoalan air tanah bahkan seringkali melibatkan aspek politik dan sosial budaya yang sangat menentukan keberadaan air tanah di suatu daerah. Siklus hidrologi menggambarkan hubungan antara curah hujan, aliran permukaan, infiltrasi, evapotranspirasi dan air tanah. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam tanah/akuifer di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir menuju ke daerah lepasan (discharge area). Menurut Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan aliran air tanah di dalam akuifer dari daerah imbuhan ke daerah lepasan cukup lambat, memerlukan waktu lama bisa puluhan sampai ribuan tahun tergantung dari jarak dan jenis batuan yang dilaluinya. Pada dasarnya air tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui akan tetapi jika dibandingkan dengan waktu umur manusia air tanah bisa digolongkan kepada sumber daya alam yang tidak terbaharukan. Di dalam tanah keberadaan air mengisi sebagian ruang pori-pori tanah yang bisa dimanfaatkan langsung oleh tanaman pada kondisi kelembaban tanah antara kapasitas lapang sampai titik layu permanen pada posisi zona aerasi. Di bawah zona aerasi terdapat zona penjenuhan yang menempatkan air mengisi seluruh ruang pori-pori tanah yang ada dengan kisaran tebal yang selalu berfluktuasi. Debit dan keberadaan muka air tanah pada zone penjenuhan ini sangat dipengaruhi oleh pasokan air dari daerah imbuhan (recharge zone) yang berada di atasnya, semakin banyak pasokan yang diimbuhkan semakin banyak debit yang tersimpan dalam zone ini. Keberadaan air tanah pada zone ini seringkali disebut sebagai air (tanah) bebas. Ketebalan air bebas yang ada dalam tanah bisa mencapai puluhan meter tergantung dari letak lapisan batuan padu (consolidated rock) yang ada di bawahnya. Lapisan batuan padu (batuliat, batupasir, batugamping, batuan kristalin, dan shale) yang mengandung air tanah dalam lubang pelarutan, atau di rekahan batuan (lapisan batuan pembawa air tanah) disebut sebagai akuifer. Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah
Draft Laporan Final UCG-2014
29
permukaan tanah, mengisi ruang pori batuan dan berada di bawah water table. Akuifer merupakan suatu lapisan, formasi atau kumpulan formasi geologi yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis, serta bentuk dan kedalamannya terbentuk ketika terbentuknya cekungan air tanah. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Potensi air tanah di suatu cekungan sangat tergantung kepada porositas dan kemampuan batuan untuk meluluskan (permeability) dan meneruskan (transmissivity) air. Kelulusan tanah atau batuan merupakan ukuran mudah atau tidaknya bahan itu dilalui air. Air tanah mengalir dengan laju yang berbeda pada jenis tanah yang berbeda. Air tanah mengalir lebih cepat melalui tanah berpasir tetapi bergerak lebih lambat pada tanah liat. Pengukuran karakteristik air tanah dilakukan dengan menggunakan alat resistivity meter/terameter. Pengukuran dilakukan di lapangan dengan menentukan titik deteksi terameter berdasarkan jenis tanah, kondisi geologi, dan hidrogeologinya. Untuk ketepatan penentuan titik dan mempermudah deteksi terlebih dahulu dilakukan penentuan posisi titik menggunakan GPS (Geo Posizioning System) selanjutnya dilakukan deteksi untuk menentukan ketahanan jenis semu dan kedalaman overburden dan akuifernya di lapangan. Titik yang dideteksi adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) berada pada hamparan 600 m dengan topografi datar, (b) jauh dari kawat berduri dan besi dalam tanah, dan (c) jauh dari tegangan tinggi. Terameter bekerja dengan cara menembakkan arus listrik ke dalam tanah dengan memakai elektrode-elektrode ke dalam tanah dan mengambil nilai hambatannya dalam dimensi waktu respon, alat ini dapat menunjukkan material di bawah permukaan bumi pada kedalaman lebih dari 200 meter tanpa melalui pengeboran. Dari data sifat kelistrikan material bawah tanah terutama batuan yang berupa besaran tahanan jenis (resistivity), masing-masing dikelompokkan dan ditafsirkan dengan mempertimbangkan data kondisi geologi setempat yang ada. Perbedaan sifat kelistrikan batuan antara lain disebabkan oleh perbedaan macam mineral penyusun, porositas dan permeabilitas batuan, kandungan air, suhu, dan sebagainya. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor di atas, dapat diintepretasikan kondisi air
Draft Laporan Final UCG-2014
30
bawah tanah di suatu daerah, yaitu dengan melokalisir lapisan batuan berpotensi air bawah tanah. Pengukuran besarnya tahanan jenis batuan di bawah permukaan tanah dengan menggunakan metode Vertical Electrical Sounding (VES) dilakukan untuk mengetahui susunan lapisan batuan bawah tanah secara vertikal, yaitu dengan cara memberikan arus listrik ke dalam tanah dan mencatat perbedaan potensial terukur. Nilai tahanan jenis batuan yang diukur langsung di lapangan adalah nilai tahanan jenis semu (apparent resistivity), dengan demikian nilai tahanan jenis di lapangan harus dihitung dan dianalisis untuk mendapatkan nilai tahanan jenis sebenarnya (true resistivity) dengan metode Schlumberger.
Selanjutnya untuk pengolahan dan perhitungan data lapangan untuk
mendapatkan nilai tahanan jenis yang sebenarnya, serta intepretasi kedalaman dan ketebalannya digunakan perangkat lunak komputer.
Berdasarkan nilai tahanan jenis
sebenarnya, maka dapat dilakukan interpretasi macam batuan, kedalaman, ketebalan, dan kemungkinan kandungan air bawah tanahnya, sehingga didapatkan gambaran daerahdaerah yang berpotensi mengandung air bawah tanah serta dapat ditentukan rencana titik-titik pemboran air bawah tanah. Berdasarkan letak dan potensinya
akuifer dibedakan menjadi
akuifer bebas, akuifer
setengah tertekan dan akuifer tertekan. Akuifer bebas adalah akuifer yang mempunyai bidang bagian atas berupa zona tidak jenuh air dan dibatasi oleh muka air bawah tanah. Besarnya kandungan dan luas penyebaran air bawah tanah yang tersimpan di dalam akuifer bebas sangat dipengaruhi oleh iklim terutama curah hujan, relief dan kemiringan lahan, jenis litologi, vegetasi dan kondisi lingkungan, dengan demikian debitnya sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara imbuhan (recharge) dari lingkungan sekitarnya (air hujan dan rembesan samping) dengan volume yang di eksploitasi. Akuifer setengah tertekan adalah Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas di bagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) walaupun hidraulik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidraulik konduktivitas akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfir. Akuifer tertekan adalah Merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh
Draft Laporan Final UCG-2014
31
lapisan atas dan bawahnya merupakan aquiclude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (no flux). Dua parameter pengukuran yang terpenting dalam hidrologi airtanah adalah koefisien permeabilitas dan koefisien penyimpanan, atau porositas efektif. Koefisien permeabilitas (k) merupakan suatu elemen dari Hukum Darcy : V = k.i, dimana V adalah kecepatan aliran laminer (kondisi nonturbulen) dan I adalah gradien hidraulik yang merupakan rasio kehilangan dalam tinggi hidraulik (tekanan) oleh resistansi friksional terhadap satuan jarak dalam arah aliran. Koefisien permeabilitas ditentukan secara eksperimen untuk daerah yang spesifik dengan uji pompa dan di laboratorium dengan uji permeameter. Koefisien penyimpanan dalam suatu akifer ditunjukkan sebagai fraksi desimal, yang menunjukkan volume air yang dapat diharapkan untuk dikuras dari suatu satuan volume tanah. Parameter tersebut berkaitan dengan pori, rekahan, dan lubang bukaan larutan untuk pengisian oleh airtanah. Koefisien penyimpanan umumnya dihitung dari uji pompa dalam sumur observasi yang digunakan untuk memonitor perbedaan kurva penurunan atau permukaan piezometrik di sekitar sumur atau shaft. Kelulusan (Permeability) suatu bahan pada dasarnya adalah kemampuan untuk mengalirkan cairan. Dimana cairan dalam hal ini adalah air, maka kemampuan batuan dalam meluluskan ABT, disebut sebagai “hydraulic conductivity” (K). Suatu media (batuan) disebut K = 1 jika media tersebut dalam satu satuan waktu akan dapat meluluskan satu satuan volume ABT melalui satu penampang dari satuan luas tegak lurus arah aliran, di bawah landaian hidrolika (dh/dl) =1.
dimana:
v = kecepatan aliran (tanda negatif artinya aliran air menuju ke energi yang rendah) dan K = koefisien kelulusan air (hydraulic conductivity) Kelulusan suatu material geologi (batuan) sangat tergantung pada ukuran besar butiran serta sistem bukaan yang ada. Suatu lapisan batuan yang mempunyai angka kelulusan K dan tebal zona jenuh air b, maka dapat dikatakan lapisan batuan ini mempunyai angka keterusan T (Transmissibility), dinyatakan dengan persamaan:
dimana:
T = Transmibilitas (m2/hari); K =
koefisien kelulusan (m/hari) dan b =
ketebalan akuifer (m) Sementara itu storage adalah besarnya volume air yang mampu disimpan oleh pori-pori tanah dalam akuifer, dinyatakan dengan persamaan:
Draft Laporan Final UCG-2014
32
dimana:
T = Transmibisibilitas; S = Storage; T0 =
waktu 0 dan r
= jarak
antara sumur pengamat dan sumur uji (m) Untuk mengetahui besarnya debit pompa yang dihasilkan oleh suatu sumur dilakukan dengan cara uji pemompaan. Prinsipnya adalah memompa air tanah dari sumur uji dengan debit konstan tertentu dan mengamati surutan muka air tanah (drawdown) selama pemompaan berlangsung. Dari pompa uji tersebut dapat dilihat berapa besar kapasitas jenis sumur, yakni jumlah air yang dapat dihasilkan dalam satuan volume tertentu (specific capacity) apabila muka air dalam sumur diturunkan dalam satuan panjang (misalnya liter/detik setiap satu meter satuan). Disamping itu, dari uji pemompaan dapat diketahui juga parameter akuifer, seperti koefisien kelulusan (K), transmibilitas (T) dan storativitas (S). Gambar 2.7 menunjukkan pengaruh penurunan air tanah ketika dilakukan pemompaan air. Harga T dan S dicari dengan cara pengeplotan waktu pengujian dan drawdown pada kertas semi log, sehingga diperoleh t0 dan ∆S yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai transmibility (T) dengan persamaan :
dimana:
T = Transmibility; Q = Debit pemompaan; dan ∆S = selisih
drawdown
pada satu kali siklus logaritma Dari nilai transmibility (T) diatas maka harga storativitas (S) juga dapat diperoleh.
Gambar 2.5. Pengaruh Pemompaan pada Single Well
Draft Laporan Final UCG-2014
33
BAB III PROGRAM KEGIATAN
Kegiatan penelitian ini berlangsung multi years dengan kegiatan tiap tahunnya mencakup beberapa aspek kajian, yaitu geologi, permodelan 3D, teknologi, ekonomi, lingkungan dan regulasi yang dirangkum dalam empat kelompok kerja seperti pada Tabel 3.1. Pembagian pembagian tugas selama kegiatan ini berlangsung telah disepakati seperti pada Tabel 3.2. Pada tabel tersebut berisi susunan anggota tim dan kelompok kerja pengembangan aplikasi uCG di Indonesia yang susunannya dapat dikurangi atau ditambah selama dibutuhkan dalam tahun anggaran berlangsung. Berdasarkan tahapan dari program kegiatan yang telah direncanakan, kegiatan yang telah dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan persiapan dan pelaksanaan penelitian.
3.1.
Rencana Kegiatan
3.1.1.
Persiapan
a)
Pembuatan Kerangka Acuan Kerja. • Kerangka acuan kerja untuk dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan penelitian; • Jadwal kegiatan, susunan personil pelaksana, dan tahapan pelaksanaan.
b)
Kajian Data Sekunder • Melakukan evaluasi data hasil pemboran sebelumnya (evaluasi data logging geofisik, uji Insitu geomekanika, hydrogeologi dan uji struktur batuan) • Analisis kompleksitas geochemical-geomechanical-geohydrological berdasarkan evaluasi data hasil pemboran sebelumnya; • Penyiapan konsep manajemen lingkungan dan keamanan UCG (environmental and safety management) berupa kerangka aturan, pengambilan keputusan berbasis analisis resiko (the risk-based decision-making (RBDM) process); • Penilaian kondisi geologi, stratigrafi, struktur, kondisi hidrologi, geomekanik dan geokimia.
Draft Laporan Final UCG-2014
34
c)
Kajian Pustaka • Mengumpulkan referensi yang diperlukan tentang UCG • Mengumpulkan dasar teori, konsep dan karakteristik batubara peringkat rendah (low grade) dan keterdapatan sumberdaya batubara di Sumatera Selatan • Teknologi pemboran eksplorasi, test pit, geoteknik, geohidrologi dan geophysical logging • Teknologi pemboran dan environmental & safety management untuk UCG • Teknologi instalasi tar and flare.
d)
Administratif. • Mempersiapkan TOR/RO; • Mempersiapkan surat-menyurat terkait pelaksanaan; • Koordinasi dengan instansi terkait; dan • Personil dan Peralatan.
e)
Identifikasi Peralatan • Identifikasi Peralatan Pemboran; • Identifikasi peralatan Logging Geofisik; • Identifikasi Peralatan Uji Insitu Geomekanika dan Hydrogeologi; dan • Identifikasi Peralatan Uji Struktur Batuan.
3.1.2.
Pelaksanaan Kajian Kondisi Sub surface geology dan topografi
• Pembelian peta : mempersiapkan peta-peta bawah permukaan, baik peta seismik, topografi, hidrogeologi maupun peta kondisi struktur geologi detail dalam bentuk digital map; dan • Kajian Geologi bawah permukaan dan Topografi : meliputi permodelan kondisi geologi sekitar lokasi pilot plant UCG, pembuatan peta dasar topografi dan evaluasi kondisi struktur batuan di sekitar lokasi penelitian. 3.1.3.
Pelaksanaan Penentuan Lokasi
• Penentuan titik pemboran : meliputi penentuan titik pemboran dengan maksimum kedalaman pemboran 3500 meter. Total kedalam sangat ditentukan dari kecukupan data. Apabila data sudah dianggap cukup, maka pada total kedalaman tertentu dapat saja tidak perlu dilanjutkan lagi pemborannya, namun mengingat waktu dan anggaran, maksimum kedalaman, dibatasi sampai 3500 meter.
Draft Laporan Final UCG-2014
35
• Penilaian kondisi bawah permukaan sangat menentukan dalam pemilihan lokasi Pilot Plant UCG. Para geologist tekMIRA sepakat bahwa di lokasi Macang Sakti ini dianggap cukup layak untuk dipilih menjadi lokasi Pilot Plant UCG. • Penyusunan
tim penyiapan pembebasan lahan untuk lokasi Pilot Plant UCG
sebetulnya diperlukan apabila tidak diperoleh kesepakatan dengan perusahaan tempat dimana lokasi pilot plant yang dipilih dan perusahaan tersebut tidak mau menyediakan dan membebaskan lokasi yang dipilih tersebut. Namun pada saat ini PT. Astaka Dodol bersedia membantu dalam menyiapkan lokasi yang diinginkan tersebut. • Koordinasi dengan instansi-instansi terkait. • Mengevaluasi aturan-aturan terkait pembebasan lahan serta menghitung prakiraan biaya pembebasan lahan. 3.1.4.
Pengadaan Bahan dan peralatan
• Mempersiapkan paket peralatan untuk mendukung pengeboran; • Mempersiapkan paket bahan dan peralatan untuk model pembakaran UCG; dan • Mempersiapkan paket perangkat pendukung basis data UCG. 3.1.5.
Pelaksanaan Pemboran
• Mempersiapkan peralatan pemboran; • melakukan persiapan personil; • penyewaan lahan selama pemboran berlangsung; dan • pelaksanaan pemboran touch coring, pengambilan conto batuan, pengukuran borehole seismik dan loging geofisika. Output : 3.1.6.
data-data hasil pemboran.
Pelaksanaan analisis conto batuan dan batubara
Melakukan pengujian conto batuan dan batubara yang mendukung penyiapan datadata primer UCG di lokasi yang sudah dipastikan untuk lahan UCG. 3.1.7.
Pelaksanaan penyiapan rancangan regulasi UCG
Penyiapan rancangan regulasi ini berupa pembuatan draft pedoman teknis aplikasi teknologi UCG yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan dan keselamatan kerja (environmental and safety management) antara lain meliputi aturan proses
Draft Laporan Final UCG-2014
36
monitoring air tanah, jarak UCG dari sungai dan perkampungan penduduk, lama pilot burn, spesifikasi teknis casing pipa bor dan tubing yang digunakan dan standar penyemenan atau cemented grouting.Selain itu disiapkan juga draft kajian kebijakan UCG di Indonesia (policy paper) – bahan Rumusan(BahanPermen Pengusahaan UCG) 3.1.8.
Pembuatan laporan
Membuat laporan harian, mingguan dan laporan akhir kegiatan.Pelaporan akhir merupakan isi dari seluruh kegiatan yang ditulis secara ilmiah dengan memasukkan segala data yang diperoleh, hasil analisis yang dilakukan, perancangan atau metode yang dibuat, serta kesimpulan yang ditarik dan saran yang diberikan.
Draft Laporan Final UCG-2014
37
Tabel 3.1. Uraian Tugas dan Output Pelaksana Kegiatan Pengembangan Aplikasi UCG di Indonesia
Draft Laporan Final UCG-2014
38
Tabel 3.2. Susunan Pelaksana Kegiatan Pengembangan Aplikasi UCG di Indonesia TIM PENGEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI UCG DI INDONESIA
Koordinator
Prof. Dr. Bukin Daulay, M.Sc
Ketua Tim
Ir. Zulfahmi, M.T
Sekretariat
1. Zulkifli Pulungan ST; 2. Iis Hayati; 3. Tarsono
Kelompok Kerja
Ketua
Geologi dan Pemodelan 3D
Dr. Ir. Binarko Santoso
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Asep Bahtiar P,ST, M.T Ir. Edwin A. Daranin, M.Sc Ir. Adang Setiawan, M.Sc. Ir. Suhendar Ir. Kusnawan Nandang Permana Hari Kurnain
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Sumaryadi Andri Supardino Gunawan Agus Nugroho AA Ishariadi Budiono
Teknologi dan Ekonomi
Dr. Ir. Miftahul Huda
1. 2. 3. 4. 5.
Ir. Zulfahmi, M.T Ir. Eko Pujianto, M.E Nurhadi, ST., M.T Fahmi Soelistyohadi, ST. Gandhi Kurnia Husada, ST
6. 7. 8. 9. 10.
Zulkifli Pulungan ST. Supriatna Mujahidin Iis Hayati Rudi Saputra Supriatna
Lingkungan
Ir. Nendaryono MU, MT.
1. Bagaraja Sirait, ST., MT 2. Ir. Endry O Erlangga., MT 3. Herni Khaerunisa., ST
Draft Laporan Final UCG-2014
Anggota
4. Hasniati Astika, ST. 5. Wahyu Agus Setiawan, ST.,MT 6. Nia Rosnia, ST, MT.
39
Regulasi
Draft Laporan Final UCG-2014
Drs. Bambang Yunianto
1. Ir. Darsa Pernama 2. Drs. Ijang Suherman 3. Drs. Triswan Suseno
4. Nugroho Wahyu Wibowo 5. Rochman Saepudin, ST 6. Sri Sugiharti, SH
40
3.2. Pelaksanaan 3.2.1. Pokja Geologi dan Pemodelan 3D 3.2.1.1. Pemilihan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian untuk Pokja Geologi dan Permodelan 3D pada tahun Anggaran 2014 ini dilakukan berdasarkan pertimbangan dan evaluasi dari data sekunder yang dikumpulkan oleh para geologist tim UCG. Pemilihan lokasi ini didasari oleh dua faktor penting, yaitu faktor teknis dan non teknis. Aspek teknis yang penting diketahui seperti pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Persyaratan Teknis Aplikasi UCG
No
Parameter
Kondisi di Indonesia
1.
Lapisan atas dan bawah yang impermeable
Umumnya batuan pengapit adalah batuan klastik halus (impermeable)
2
Ketebalan batubara > 5 meter
Ketebalan batubara 5 – 20 meter
3.
Kedalaman lapisan batubara > 200 meter
Kedalaman lapisan batubara > 200 meter
4.
Cadangan batubara = 150 juta ton untuk produksi 155 mmscfd, selama 25 tahun
Cadangan batubara > 150 juta ton
5.
Kondisi struktur geologi tidak kompleks
Kondisi struktur geologi sederhana
6.
Kadar abu + air <60 %
Kadar abu + air <60 %
7.
Peringkat batubara < bituminus
Umumnya lignit dan subbituminus
Sedangkan persyaratan non teknis yang dipertimbangkan adalah kondisi lahan, status izin, infrastruktur, tata ruang dan tingkat keseriusan perusahaan untuk membantu mengembangkan UCG di Indonesia. Tabel 3.4. menunjukkan pemilihan lokasi pilot plant UCG di Sumatera Selatan. Dari data-data yang ada, peringkat yang paling layak untuk diteliti lebih lanjut adalah PT. Astaka Dodol (1), PTBA (2), Odira (3) dan PT.TBB/Timah (4). Hasil tinjauan lapangan menunjukkan lokasi yang paling memungkinkan adalah di PT. Astaka Dodol (PTAD). PTAD sebagai pemilik PKP2B di wilayah Musi Banyuasin telah melakukan kegiatan eksplorasi pemetaan dan pemboran di tiga blok potensial, yaitu blok
Draft Laporan Final UCG-2014
41
A, B, dan C (Gambar 3.1). Data kondisi cadangan batubara di lokasi PTAD ini cukup banyak dan telah membuat suatu pelaporan yang cukup rinci. Di dalam pelaporan tersebut disebutkan bahwa keberadaan batubara di daerah ini
mempunyai banyak
lapisan (seam) hingga mencapai sekitar 10 lapisan, dengan ketebalan antara 0,5 m sampai dengan 10 m.
Draft Laporan Final UCG-2014
42
Tabel 3.4. Pemilihan Lokasi untuk Pilot Plant UCG Teknis No
Lokasi
Astaka Dodol Blok A
1
2
Astaka Dodol Blok B Astaka Dodol Blok C
Selo Argo Dedali
Tebal >5m Seam D Tebal 8.3 m
Dalam > 150 m
Struktur Geologi
TM + Ash (%)
150-350 sayap antiklin & Seam D patahan 37.1
Non Teknis Zona Aquifer
JORC
NA
Yes
sayap antiklin & patahan Seam NU, NL: 150-200 Blok C antiklin & Seam NU & NA 7.3 m patahan NL: 50, L1 & L2: 4.2 m. L2: 46.8
NA
Seam F:5.49 m < 150
Moderate
57
NA
NA
Seam G: 5.94 m < 150
Moderate
57
NA
NA
52
NA
Yes in North & South Keluang Block
49 - 54
NA
Not yet
Seam X1 : 8 m, Seam X2: 6.3 m Seam X3 9.7 m Karena >> tepi 150-300 Semi Complex cekungan ketebalan BB tak homogen
3
Baturona Adimulya
4
Seam A: 5.6 m, Selo Argokencono B:10.4 m, dan C: 150-200 Complex Sakti 19.2 m
151.995.480
5
PTBA
8,4
> 350
Simple
> 60
6
Medco (Kalaba)
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Pembebasan lahan > 50% lahan karet
Infra struktur
PKP2B tersedia jalan propinsi
Tata Ruang
288.394.600
35.200.000
995.448.000
Pembebsn lahan < 50% lahan karet NA NA
Belum dibebaskan berupa lahan sawit
Tengkat Keseriusan Perusahaan
Serius dan telah dibuat perjanjian kerahasiaan
PKP2B Tlh tersedia 100% APL jalan propinsi
PKP2B Tersedia
PKP2B Tersedia
Rekomendasi
100% APL
Lahan karet
Yes
Ada Aquifer Yes Potensial
Draft Laporan Final UCG-2014
Estimasi Total SD Batubara Kondisi Lahan Status Izin (Ton)
Perlu tinjauan lapangan dan penelitian lebih lanjut
NA
Tidak
NA
Tidak
100% APL
Tidak
100% APL
Tidak
160.022.408
Belum dibebaskan
PTBA akan menghitung u/UCG
Sudah dibebaskan
IUP
Tersedia
100% APL
Serius
Lok. terbatas, shg perlu tinjauan lap. & penelitian lebih lanjut
NA
NA
WKP Minyak
Tersedia
100% APL
Serius
Tidak
PKP2B
Tersedia
43
7
NA
NA
Perhitungan yg tlh NA dilkkan lemigas Lahan Kelapa IUP dng data seismik Sawit & Pem. ckp potensial. Penduduk
> 70
NA
Yes
365.500.000
Sederhana
19,3-35,8
NA
Yes
230.080.000
> 150
Sederhana
33,07
NA
Yes
65.930.000
(PT. > 5 m, ada yg sampai 20 m
> 150
sederhana
> 35 < 55
NA
Yes
> 200 juta 499.222.037
Odira (SAMU)
0 - 14
CO16 17,50 8
SUGICO
:
1,00-
CO27 : 13,30 CO26: 10,68
1,001,00-
200
Moderate
> 150
Moderate
> 150
siap IUP membebaskan siap IUP membebaskan siap IUP membebaskan Sebagian Pem. Penduduk & IUP kebun Belum IUP dibebaskan
hasil tinjauan lap. Sangat Serius Umumnhya lokasi di daerah rawa
NA
100% APL
Tersedia
100% APL
Tersedia
100% APL
Tersedia
100% APL
Tersedia
100% APL
Serius dan siap Perlu NDA pembebasan
Tersedia
50% APL
Serius
Tidak
Serius, namun Tidak ada permasalahan ? non teknis yang perlu diperhatikan ?
9
PT. TBB TIMAH)
10
Trimata
3- 5 ( M4 )
> 150
Sederhana
>55
NA
Yes
11
Benakat Minyak PT. BSE
11.8 ( M2 )
> 150
Sederhana
16,68
NA
NA
Belum dibebaskan
IUP
Tersedia
50% APL
NA
Tidak
6.22 ( M2 )
> 150
Sederhana
15,03
NA
NA
Belum dibebaskan
IUP
Tersedia
50% APL
NA
Tidak
PT. 8.54 ( M2 )
> 150
Sederhana
16,06
NA
NA
Belum dibebaskan
IUP
Tersedia
50% APL
NA
Tidak
Belum dibebaskan
IUP
Tersedia
50% APL
NA
Tidak
Belum dibebaskan
IUP
Tersedia
50% APL
NA
Tidak
12 13
Musi Rawas PT. KBB Nibung PT. BTE & Indowan
14
Sekayu 10.41 ( M2 ) PT. SAK &PT. WRL
> 150
Sederhana
17,31
NA
NA
15
Sungai Pinang PT. SBT & BTE
> 150
Sederhana
16,14
NA
NA
7.52 ( M2 )
Draft Laporan Final UCG-2014
684,553
1.211.927
44
Gambar 3.1. Pembagian Blok A, B dan C di PKP2B PTAD Oleh karena target untuk lokasi Pilot Plant UCG berada pada kedalaman > 150 meter (idealnya antara 250 m -i 300 meter), maka perlu mengkorelasikan data yang diperoleh dari Perusahaan tersebut dengan prakiraan posisi kedalaman yang akan di bor. Adapun lapisan yang dimaksud adalah seam D, yang diawali oleh DUU (bagian atas) dan diakhiri oleh DUL (bagian bawah). Lapisan D ini pada umumnya memiliki ketabalan di atas 9 m dengan sudut kemiringan lapisan sekitar 22o sampai dengan 30o. Lokasi yang dipilih di daerah yang paling sedikit kondisi strukturnya dan jauh dari perkampungan penduduk. Lokasi yang dipilih adalah di Blok A seperti terlihat pada Gambar 3.2. Sedangkan area yang dipilih adalah di kedalaman > 200 meter yang berada di bagian barat blok A tersebut, seperti yang terlihat pada penampang melintang pada Gambar 3.3.
Draft Laporan Final UCG-2014
45
Gambar 3.2. Lokasi blok batubara yang dipilih untuk Pilot Plant UCG
Gambar 3.3. Area yang diperkiran cocok untuk kegiatan UCG di PTAD Tabel 3.5. adalah hasil pelaporan PTAD untuk seam D di lokasi yang sudah di lakukan pemboran di kedalaman < 100 m yang menunjukkan ketebalan dari Seam D tersebut adalah 11,3 m. Sementara lokasi Blok A tersebut hampir kesemuanya berada di area APL, sehingga leluasa dalam penggunaan lahannya (Gambar 3.4.).
Tabel 3.5. Kondisi ketebalan lapisan batubara di PTAD
Draft Laporan Final UCG-2014
46
Gambar 3.4. Daerah Blok A PTAD termasuk area APL Dari data yang diperoleh dari PTAD, maka dilakukan korelasi dan dibuatkan perkiraan rencana pemboran untuk kedalaman > 200 m sampai dengan 350 m (Gambar 3.5). Hasil korelasi menunjukkan bahwa titik pemboran berada di desa Macang Sakti, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin (Gambar 1.2).
Gambar 3.5. Profil UCG serta perkiraan target batubara Seam-D
3.2.1.2. Tahapan Kegiatan Penyelidikan Untuk mengetahui gambaran umum lapisan batubara di Macang Sakti, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dilakukan
penyelidikan dengan menggunakan
metode pemboran inti dan non inti yang dilanjutkan dengan pemeriksaan logging. Pemboran inti dilaksanakan dengan harapan akan diketahui penyebaran endapan batubara, baik secara vertikal (termasuk kualitasnya), serta kemungkinan perubahan geologi yang ada di bawah permukaan.
Draft Laporan Final UCG-2014
47
Kegiatan program pemboran eksplorasi batubara di Macang Sakti, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, meliputi penentuan lokasi titik bor; pemboran inti dan non inti yang dilengkapi dengan pendeskripsian inti bor dan cutting, pemotretan inti bor dalam core box dan pembuatan log bor; loging geofisik; pengukuran seismik refraksi, pengukran uji geoohidrologi, penyemenan berikut pemasangan patok identitas titik bor; pengambilan dan pengiriman contoh batubara dan beberapa contoh batuan pembawanya ke laboratorium Puslitbang tekMIRA; uji analisis laboratorium meliputi mutu batubara, sifat fisik dan mekanik batuan pembawanya; pengukuran koordinat dan elevasi titik bor; analisis geologi dan sumberdaya batubaranya; serta pembuatan laporan dan laporan final kegiatan program pemboran ekplorasi batubara tersebut. Tahapan penyelidikan yang dilakukan di lokasi pemboran meliputi: Persiapan: Persiapan dilakukan baik di Bandung maupun di lokasi pemboran, termasuk mobilisasi alat bor dan kelengkapannya, Pemboran non inti, pemboran inti: Pemboran non inti sampai kedalaman 6 meter dari permukaan, dilanjutkan dengan pemboran inti hingga ke alas (bottom) batubara , dan pemboran untuk kantong di bawah batubara, Pemboran inti yang dilakukan menggunakan type HQ Tripel Tube Split Core Barrel dan HQ dengan sistem wire line. Jenis mesin bor yang digunakan adalah Type Koken jenis EP1/6. Pendeskripsian inti bor meliputi jenis litologi, sifat fisik baik besar butir, kemiringan, struktur sedimen, kekar, kandungan fosil makro, perolehan inti bor (core recovery), dan perhitungan RQD (Rock Quality Design ). Selain itu dilakukan penyusunan inti bor dalam core box yang telah disediakan dan menandai batas-batas kedalamannya. Untuk contoh batubara selalu ditandai lapisan bagian atas (top) maupun lapisan bagian bawah (bottom) yang disusun dalam core box yang telah dilapisi dengan kantong plastik, untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Pemotretan inti bor menggunakan kamera digital untuk masing-masing core box dari kedalaman 0,0 m hingga kedalaman akhir, yang dalam pelaporan diolah dengan
software Power Point sehingga dalam satu halaman terdiri dari 4 buah core box.
Draft Laporan Final UCG-2014
48
Hasil deskripsi dituangkan dalam bentuk log bor dan korelasi antar titik bor yang dilakukan dengan sistem komputerisasi. Pengambilan contoh dan pengirimannya ke laboratorium Puslitbang Tekmira: Pengantongan sampel batubara diberi label: Titik bor, Seam, Nomor contoh, dan Kedalaman. Kedalamannya telah dikoreksi sesuai dengan hasil logging.
Core box yang berisi batuan dan batubara yang telah dideskripsi diangkut ke gudang untuk disusun sedemikian rupa agar apabila diperlukan dapat dengan mudah dibuka kembali. Uji analisis mutu batubara: Analisis contoh untuk penentuan mutu batubara dari 30 titik bor sebanyak 30 sample dilakukan baik dalam bentuk contoh individu maupun contoh komposit. Parameter yang dianalisis adalah proksimat, ultimat, nilai kalor, komposisi abu, Tabel 3.1. Analisis geologi dan cadangan: Analisis geologi berdasarkan kepada hasil pemboran yang tertuang dalam log bor, singkapan batuan dan batubara, gejala struktur geologi di sekitar Macang Sakti terutama di titik bor, uji debit air dan gas pada masing-masing titik bor baik selama pemboran, setelah pemboran dan beberapa waktu setelah pemboran. Cadangan batubara dihitung dan dianalisis dari hasil pemboran, baik ketebalannya, maupun kualitas batubara maupun batuan dari hasil uji laboratorium. Pembuatan laporan: Pembuatan laporan meliputi laporan harian, laporan mingguan, laporan bulanan, yang hasilnya selalu dievaluasi setiap akhir minggu. Sebagai akhir dari kegiatan ini adalah pembuatan laporan akhir dengan segala kelengkapannya yaitu berupa: •
Foto kegiatan,
•
Laporan harian, laporan mingguan dan laporan bulanan
•
Keberadaan, kedudukan dan distribusi lapisan batubara Ketebalan lapisan batubara,
•
Identifikasi faktor-faktor geologi yang bersifat mendukung atau hambatan di dalam upaya pemanfaatnya,
•
Posisi dan kedudukan setiap elemen geologi (strike dip, arah pola struktur
Draft Laporan Final UCG-2014
49
sedimentasi, arah dan besar dimensi dari data struktur geologi dll), •
Gabungan log litologi dan log geoteknik skala vertikal 1 : 200,
•
Penampang korelasi antar titik bor,
•
Perhitungan cadangan batubara
•
Perhitungan konversi batubara ke gas
3.2.1.3. Tahapan Kegiatan Pemboran Penentuan titik bor telah dilakukan team geologi Puslitbang tekMIRA Bandung di lokasi Macang Sakti, yang berada di wilayah PKP2B
PTAD yang termasuk kedalam wilayah
Kabupaten Musi Banyuasin. Titik-titik bor ditentukan dengan melihat dan mempelajari hasil pemetaan dari PT. Astaka Dodol, baik arah strike dip singkapan maupun kajian keberadaan subcrops yang relative berarah barat laut – tenggara, sehingga ditentukan untuk tahun 2014 sebanayk 6 titik yaitu UCG-1, UCG-B, UCG-1C, UCG-2, UCG-2A, dan UCG-2C, yang diletakkan dengan tujuan untuk mendapatkan keyakinan keberadaan lapisan D baik kea rah down dip maupun kea rah updip, sedangkan untuk tahun 2015 diposisikan titik bor untuk mengejar keberadaan batubara lapisan D tersbut kea rah strike.
Pemboran inti dan non inti Setelah dilakukan pembersihan lokasi titik bor dengan ukuran 20 m X 25 m dan pembuatan jalan masuk ke lokasi titik bor yang dibantu oleh PT. Asta Dodol selanjutnya Tim Pemboran Puslitbang tekMIRA mengangkut peralatan pemboran ke lokasi titik bor, membuat bak pembilas dan pondasi mesin bor, menset peralatan pemboran, memasok air pembilas menggunakan pompa pengantar dari sumber air terdekat. Sistem pemboran yang dilakukan pada program pemboran eksplorasi batubara di wilayah PKP2B PT. Astka Dodol adalah full coring dengan menggunakan wire line, jam kerja 24 jam yang terbagi menjadi dua shif . ukuran bit, core barrel dan stang bornya HQ yang menghasilkan core berdiameter 61 mm. Adapun kontruksi pemboran HQ yang dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 3.1):
bor kering HQ 0 – sekitar 5 m,
reaming HQ - ∅ 6”, 0 – sekitar 5 m, pasang casing PVC ∅ 6” 0 – sekitar 5 m, dinding luar di semen,
Draft Laporan Final UCG-2014
50
drilling coring HQ sekitar 5 m – sekitar 90 m (sampai batuan keras),
reaming HQ - ∅ 5 5/8 sekitar 5 m – sekitar 90 m, pasang casing ∅ 127 sedalam sekitar 90 m,
drilling corring HQ dari sekitar 90 m sampai 15 m atau 30 m dibawah bottom seam D.
Inti bor yang dihasilkan disimpan dalam core box yang dapat menampung 1 X 5 m. Inti bor tersebut dideskripsi meliputi jenis batuan, material penyusun batuan, kandungan fosil makro, struktur sedimen, struktur geologi, kemiringan lapisan batuan, tebal lapisan batuan,
core recovery dan RQD yang digambarkan dalam log bor, selanjutnya inti bor dalam tiap core box tersebut difoto. Core recovery adalah perolehan inti bor dibagi kemajuan pemboran pada satu run kali 100 %. RQD (Rock Quality Designation) adalah jumlah inti bor yang mempunyai panjang utuh lebih dari 10 cm dibagi panjang inti bor.seluruhnya pada satu run kali 100 %. Setiap titik yang sudah beres dilakukan pemboran, dipasang paralon dan dipasang pula patok beton paralon dengan diberi tanda sesuai lokasi pemborannya (Foto 3.6).
Loging geofisika Penyelidikan kondisi litologi lobang bor menggunakan logging geofisika diakukan dengan menggunakan alat Robertson Geologing, buatan Inggris. Probe yang digunakan antara lain Sidewall Density Sonde plus Caliper, Electric Log Sonde, Temperature/Conductivity Sonde dan Full-Wave Sonic Sonde. Probe-probe tersebut digunakan untuk mengukur density setiap formasi batuan, mengestimasi porositas, mengidentifikasi lithology, bed boundary identification, jenis dan geometri lapisan, temperature, monitoring aliran air tanah, kualitas air formasi, mengukur diameter lobang bor, mengetahui lokasi formasi lunak dan keras, mengukur kecepatan gelombang tekan dan geser sebagai parameter untuk mengetahui kekuatan batuan.
Draft Laporan Final UCG-2014
51
Foto 3.6. Patok Penanda Titik yang Sudah Selesai Dibor Logging geofisik dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan batubara, dan sifat geomekanik batuan yang pengapit batubara. Selain itu logging geofisika ini dilakukan untuk memastikan posisi lapisan batubara dengan pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan batuan yang penting, terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting dan lain-lain.
Sidewall density sonde : merupakan salah satu probe yang sangat penting pada pengukuran ini. Probe ini disamping untuk mengukur density setiap formasi batuan juga tingkat radioaktifitas batuan. Radioaktivitas tersebut disebabkan karena adanya unsur Uraniun, Thorium, Kalium pada batuan. Ketiga elemen ini secara terus menerus memancarkan gamma ray yang memiliki energi radiasi yang tinggi. Kekuatan radiasi sinar gamma yang paling kuat dipancarkan oleh mudstone dan yang paling lemah dipancarkan batubara. Terutama yang dari mudstone laut menunjukan nilai yang ekstra tinggi, sedangkan radiasi dari lapisan sandstone lebih tinggi disbanding batubara. Log sinar gamma dikombinasikan dengan log utama, seperti log densitas, netron dan gelombang bunyi, digunakan untuk memastikan batas antara lapisan penting, seperti antara lapisan batubara dengan langit-langit atau lantai. Skala log gamma ray dalam satuan API unit (APIU). Log gamma ray biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama – sama dengan kurva SP dan Kaliper. Skala log gamma ray dari kiri ke kanan biasanya 0 – 100 atau 0 – 150 API. Walaupun terdapat juga suatu kasus dengan nilai gamma ray sampai 200 API untuk jenis organic rich shale. Log gamma ray sangat efektif dalam menentukan zona permeable, dengan dasar bahwa elemen radioaktif banyak terkonsentrasi pada shale
Draft Laporan Final UCG-2014
52
yang impermeable, dan hanya sedikit pada batuan yang permeable. Pada formasi yang impermeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kanan, dan pada formasi yang permeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kiri. Log gamma ray memiliki jangkauan pengukuran 6 – 12 inchi. Dengan ketebalan pengukuran sekitar 3 ft. Pengukuran dilakukan dengan jalan memasukkan alat detektor ke dalam lubang bor. Oleh karena sinar gamma dapat menembus logam dan semen, maka logging gamma ray dapat dilakukan pada lubang bor yang telah dipasang casing ataupun telah dilakukan cementing. Walaupun terjadi atenuasi sinar gamma karena casing dan semen, akan tetapi energinya masih cukup kuat untuk mengukur sifat radiasi gamma pada formasi batuan disampingnya. Formasi yang mengandung unsur-unsur radioaktif akan memancarkan radiasi radioaktif dimana intensitasnya akan di terima oleh detektor dan di catat di permukaan. Untuk memisahkan jenis-jenis bahan radioaktif yang berpengaruh pada bacaan gamma ray dilakukan gamma ray spectroscopy. Karena pada hakikatnya besarnya energy dan intensitas setiap material radioaktif tersebut berbeda-beda. Spectroscopy ini penting dilakukan ketika kita berhadapan dengan batuan non-shale yang memungkinkan untuk memiliki unsur radioaktif, seperti mineralisasi uranium pada sandstone, potassium feldsfar atau uranium yang mungkin terdapat pada coal dan dolomite. Selain sinar gamma, sidewall density juga dapat melakukan logging densitas untuk mengukur densitas batuan disepanjang lubang bor. Densitas yang diukur adalah densitas keseluruhan dari matriks batuan dan fluida yang terdapat pada pori. Prinsip kerja alatnya adalah dengan emisi sumber radioaktif. Semakin padat batuan semakin sulit sinar radioaktif tersebut ter-emisi dan semakin sedikit emisi radioaktif yang terhitung oleh penerima (counter). Density Log menunjukkan besarnya densitas lapisan yang ditembus oleh lubang bor sehingga berhubungan dengan porositas batuan. Besar kecilnya density juga dipengaruhi oleh kekompakan batuan dengan derajat kekompakan yang variatif, dimana semakin kompak batuan maka porositas batuan tersebut akan semakin kecil. Pada batuan yang sangat kompak, harga porositasnya mendekati harga nol sehingga densitasnya mendekati densitas matrik. Log density adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas “bulk density (rb)” dari batuan yang ditembus oleh lubang bor. Log densitas digunakan untuk mengukur densitas semu formasi menggunakan sumber radioaktif yang ditembakkan ke formasi dengan sinar gammayang tinggi dan mengukur
Draft Laporan Final UCG-2014
53
jumlah sinar gamma rendah yang kembali ke detektor.
Electric Log Sonde : merupakan salah satu probe untuk mengukur suatu potensio electric pada elektroda pengukur, M, selama arus listrik konstan dialirkan ke dalam lapisan tanah melalui elektroda A dan potensial tersebut dikonversi kepada resistensi tampak berdasarkan hukum Ohm dan konfigurasi penempatan elektroda. Guard electroda logging dirancang untuk mengukur resistansi lapisan tanah setelah memusatkan distribusi arus listrik ke dalam bagian tertentu dari lapisan tanah dengan menggunakan elektroda tambahan.
Full-wave sonic sonde atau sonic log : merupakan probe yang digunakan untuk melihat transite time yang yang merupakan ukuran kapasitas formasi untuk mengirimkan gelombang seismic. Secara geologis, kapasitas ini bervariasi dengan litologi batuan dan tekstur, terutama menurun dengan meningkatnya porositas efektif. Ini berarti bahwa log sonic dapat digunakan untuk menghitung porositas formasi jika kecepatan seismik dari matriks batuan dan porositas batuan. Log ini merupakan jenis log yang digunakan untuk mengukur porositas, selain density log dan neutron log dengan cara mengukur interval transite time (Δt), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara untuk merambat didalam batuan formasi sejauh 1 ft. Peralatan sonic log menggunakan sebuah transmitter (pemancar gelombang suara) dan dua buah receiver (penerima). Jarak antar keduanya adalah 1 ft. Bila pada transmitter dipancarkan gelombang suara, maka gelombang tersebut akan merambat kedalam batuan formasi dengan kecepatan tertentu yang akan tergantung pada sifat elastisitas batuan, kandungan fluida, porositas dan tekanan formasi. Kemudian gelombang ini akan terpantul kembali menuju lubang bor dan akan diterima oleh kedua receiver. Selisih waktu penerimaan ini direkam oleh log dengan satuan microsecond per feet (μsec/ft) yang dapat dikonversikan dari kecepatan rambat gelombang suara dalan ft/sec. Interval transite time (Δt) suatu batuan formasi tergantung dari lithologi dan porositasnya. Sehingga bila lithologinya diketahui maka tinggal tergantung pada porositasnya. Sonic log ini juga digunakan untuk mendeteksi adanya rekahan memanfaatkan gelombang compressional dan shear, namun identifikasi menggunakan shear wave kadang meragukan. Gelombang akustik akan melemah jika terdapat rekahan. Perubahan densitas batuan dan kecepatan suara pada rekahan menyebabkan refleksi sebagian energi gelombang sehingga energi gelombang yang
Draft Laporan Final UCG-2014
54
melewati rekahan akan berkurang. Sehingga energi yang diterima alat juga akan berkurang. Pengurangan amplitudo akustik itu sendiri bukan merupakan suatu indikasi positif adanya rekahan. Rekahan tertutup mengurangi amplitudo lebih sedikit daripada rekahan terbuka. Gelombang yang terrefraksi dan merambat ke segala arah juga dapat menurunkan amplitudo dan memberikan interpretasi yang salah terhadap deteksi rekahan. Amplitudo akustik berkurang pada lapisan shale, perbedaan litologi, berhadapan dengan gas bearing zone, dan ketika porositas bertambah. Log amplitudo akustik biasanya digunakan bersamaan dengan log kecepatan akustik sehingga peningkatan porositas, perbedaan litologi dan lapisan shale dapat diidentifikasi. Sehingga indikasi positif adanya rekahan adalah jika amplitudo berkurang secara signifikan, namun travel time tidak berubah.
Temperature/conductivity sonde: Nilai temperatur di dalam ruang batuan merupakan parameter yang penting dalam proses memprediksi kandungan lumpur bor. Perekaman data logging menggunakan software WellCad. Data logging yang telah diperoleh kemudian dicetak dalam lembaran data logging dimana terdapat nama perusahaan, nomor lubang bor, lokasi pengeboran, jenis log, kedalaman pengeboran, kedalaman alat logging, batas atas logging mulai dieksekusi, batas bawah logging selesai dieksekusi, nama perekam log, nama geologist penanggung jawab serta kedalaman penggunaan chasing. Selain itu lembar data logging juga memuat informasi mengenai grafik hasil pembacaan log gamma dan log densitas yag kemudian dilakukan interpretasi jenis lapisan batuan beserta kedalaman dan ketebalannya.
Pengukuran Downhole Seismik Karakteristik lapisan batuan di sekitar lokasi pemboran dapat dilakukan dengan melihat rambatan gelombang P dan S yang dikirimkan secara vertical dari permukaan ke dalam lobang bor. Parameter yang menentukan adalah kecepatan gelombang geser (Vs) yang dapat ditentukan dari pengukuran seismic downhole ini. Pengukuran dengan downhole seismic ini dilakukan dengan cara membaca kecepatan gelombang geser dari lapisanlapisan batuan yang dilewati sampai ke sensor geophone. Profil kecepatan gelombang geser menjadi masukan dari perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data. Perangkat lunak yang digunakan adalah software Geo-2X yang menghitung perkuatan getaran dan spectrum respon getaran tiap batuan. Batuan yang lunak akan
Draft Laporan Final UCG-2014
55
mengakibatkan penguatan getaran yang paling besar dan mengharuskan konstruksi penguatan struktur UCG nantinya harus secara khusus. Sedangkan untuk lapisan batuan yang keras menyebabkan penguatan getaran yang minimum. Kecepatan rambat gelombang secara vertikal dari atas ke bawah diukur bertahap dengan memasang geophone pada setiap meter dalam lubang bor. Sensor geophone terdiri atas tiga geophone yang arahnya saling tegak lurus (geophone triaksial). Tujuan penggunaan geophone triaksial adalah untuk memudahkan menentukan waktu kedatangan gelombang S yang berada setelah gelombang P. Gelombang S adalah gelombang terpolarisasi. Sifat ini dimanfaatkan untuk menentukan waktu kedatangan gelombang S dengan cukup akurat yaitu dengan melakukan perekaman dari sumber gelombang dengan arah pukulan yang berbeda. Dengan melihat perubahan fasa dari gelombang yang datang, maka dapat ditentukan waktu kedatangan gelombang S pada setelah gelombang P. Dari hasil pengukuran seismic downhole diperoleh profil kecepatan gelombang geser yang menjadi masukan program analisa perambatan gelombang dari batuan dasar ke permukaan tanah. Alat untuk merekam gelombang tersebut masih menggunakan PASI model 09091129N. Sedangkan geophone yang digunakan adalah geophone triaksial seperti terlihat pada Gambar 3.7. Oleh karena ada perbedaan kedalaman, maka ada beberapa cara pengambilan data yang dilakukan untuk masingmasing lobang.
Gambar 3.7. Geophone Triaksial yang digunakan dalam pengukuran
Untuk mengukur gelombang geser digunakan balok dengan ukuran balok panjang x
Draft Laporan Final UCG-2014
56
lebar x tinggi 225 x 22 x 20 cm, yang dipukul secara horizontal. Jarak dari pusat lobang bor ke balok 2 meter dan interval sampling untuk pengukuran pada sumur bor dengan interval sampling 1 m (kedalaman nol sampai dengan 11 meter) dan interval sampling 2 m (kedalaman 11 meter sampai dengan batas yang bisa diukur) . Kanal yang digunakan untuk perekaman adalah kanal 10, 11 dan 12. Meskipun dilakukan pengukuran beberapa kali, namun kedalaman yang diharapkan sampai 100 meter tidak bisa dilakukan karena runtuhnya dinding lobang bor (Gambar 3.8).
Gambar 3.8. Aktivitas pengambilan data menggunakan Downhole Seismik
Pengambilan dan pengiriman contoh ke laboratorium Inti bor lapisan batubara dalam core box batubara tersebut seluruhnya dikirim ke laboratorium batubara Puslitbang tekMIRA. Sedangkan lapisan batuan floor dan roof dari seam -D tersebut beberapa contoh diantaranya sesuai dengan program dikirim ke laboratorium geoteknologi Puslitbang tekMIRA. Contoh batubara dalam core box dengan kedalaman telah dikoreksi sesuai dengan hasil loging dipotong tiap 40 -100 cm, dicuci, dimasukan kedalam plastik dan diberi label yang memuat keterangan no. titik bor, nama seam batubara, nomor contoh, dan kedalaman. Format nomor contoh batubara adalah sebagai berikut : Seam A
Draft Laporan Final UCG-2014
57
UCG -01/C 10,5 – 11,5
Contoh Batubara
Nomor Titik Bor Atau format nomor contoh bukan batubara adalah sebagai berikut : R= Roof, F = Floor, P = Parting UCG-01/SS-12,50-13,50
Contoh Bukan Batubara
Nomor Titik Bor Inti bor dalam core box setelah dideskripsi, difoto, dan diambil contohnya untuk dikirim ke laboratorium,
core boxnya ditandai dengan ranting kayu dan ditandai untuk sampel
geoteknik.
Uji analisis laboratorium a)
Uji Kualitas batubara Sampel batubara yang dapat diambil, berada pada kedalaman sekitar 209 meter dari permukaan dan beberapa lapisan di bawahnya. Namun karena ada beberapa kendala, maka pengukuran dilakukan secara komposit pada beberapa lapisan gantung. Analisis contoh untuk penentuan mutu batubara dilakukan pada setiap lapisan batubara yang akan ditambang. Parameter yang dianalisis adalah moisture, ash
content, full sulfur, volatile, calorific, harmf element, trace element, dan density. Analisis laboratorium lainnya pada beberapa contoh meliputi analysis of coal core
wasability, gas analysis of coal seam, test of coal dust explosive, tendency of spontaneous combution of coal, dan analysis of parting of coal seam. b)
Uji geomekanika batubara dan batuan Data sekunder hasil pengujian laboratorium di lokasi PTAD, diambil dari beberapa hasil Uji laboratorium geomekanika terhadap contoh batuan yang diambil dari beberapa titik bor, seperti UCG-1, UCG-1B, UCG-1C, UCG-2, UCG-2A, dan UCG-2C. Sedangkan berdasarkan data primer, contoh batuan di uji dengan beberapa metode, yang dilakukan pada dua laboratorium di Puslitbang tekMIRA, yaitu uji terhadap sifat tanah dan batuan.
3.2.1.4. Kondisi Geologi Setempat Kondisi geologi regional daerah telitian dapat dilihat pada Peta Geologi Bersistem
Draft Laporan Final UCG-2014
58
Indonesia skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Daerah penelitian termasuk kedalam liputan Peta Geologi Bersistem Indonesia No. 913 Lembar Sarolangun oleh N. Suwarna dkk, 1994 dan Peta Geologi Bersistem No.1013 Lembar Palembang oleh S. Gafoer dkk, 1995 (Gambar 3.9) Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sunda Land dan Lempeng Hindia, secara geografis dibatasi oleh Pegunungan Tiga Puluh si sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur dan Bukit Barisan di sebelah barat.
Geografi Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai topografi yang bervariasi berupa dataran rendah, bergelombang serta pegunungan, secara umum morfologi daerah Kabupaten Musi Banyuasin
dapat
di
kelompokkan
menjadi
4
(empat)
zona
morfologi,
yaitu:
Pegunungan/Perbukitan Batuan Intrusi dan Endapan Masam, Dataran Rendah, Dataran Bergelombang dan Rawa yang tersusun oleh endapan sungai dan backswamps. Pembagian zona morfologi daearah Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada gambar citra udara Kabupaten Musi Banyuasin yang diambil dari Global Mapper. Dari gambar tersebut terlihat bahwa di bagian utara terdapat zona pegunungan dan perbukitan terjal akibat intrusi batuan beku yang tersusun oleh batuan vulkanik, sedangkan pada bagian selatan dan timur terdapat dataran rendah yang tersusun oleh dome gambut, di sekitar aliran sungai Musi dan cabang-cabang sungainya merupakan dataran rendah endapan sungai dan backswamps, untuk bagian barat berupa zona dataran bergelombang rendah hingga sedang.
Draft Laporan Final UCG-2014
59
Gambar 3.9. Peta Geologi Regional daerah Penelitian
Stratigrafi. Tatanan stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan pada dasarnya terdiri dari satu siklus besar sedimentasi dimulai dari fase
transgresi pada awal sklus dan fase regresi pada akhir
siklusnya. Secara umum jenis batuan daerah telitian termasuk dalam stratigrafi regional cekungan Sumatera Selatan yang tata namanya pernah diusulkan oleh Musper (1937), Marks (1956), Spruyt (1956) dengan beberapa perubahan, dan Kusumadinata (1979), serta Shell Minjbow (1978), dibagi atas beberapa formasi dan satuan batuan dari yang tua ke muda, sebagai berikut ini. •
Batuan Pra-Tersier, terdiri dari andesit, filit, kuarsit, batugamping, granit, dan granodiorit.
•
Formasi Lahat, diendapkan secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier pada kala Paleosen-Oligosen Awal di lingkungan darat. Formasi ini disusun dari tufa, aglomerat, breksi tufaan, andesit, serpih, batu lanau, batu pasir dan batubara.
•
Formasi Talang Akar, terdiri dari batu pasir butir kasar- sangat kasar, batu lanau dan batubara. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Lahat pada kala Oligosen Akhir-Miosen Awal di lingkungan fluviatil sampai laut dangkal.
•
Formasi Baturaja, terdiri dari batu gamping terumbu, serpih gampingan dan napal. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar pada kala Miosen
Draft Laporan Final UCG-2014
60
Awal di lingkungan litoral sampai neritik. •
Formasi Gumai, terdiri dari serpih gampingan dan serpih lempungan. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Baturaja pada kala Miosen Awal – Miosen Tengah di lingkungan laut dalam.
•
Formasi Air Benakat, terdiri dari perselingan batu lempung dan batu lanau, serpih, karbonan, diendapkan secara selaras diatas Formasi Gumai pada kala Miosen TengahMiosen Akhir, dilingkungan neritik sampai laut dangkal.
•
Formasi Muara Enim, terdiri dari batu pasir, batu lanau, batu lempung dan batubara. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Air Benakat pada kala Miosen di lingkungan paludal, delta dan bukan laut.
•
Formasi Kasai, terdiri dari batu pasir tufaan dan tufa, terletak selaras diatas Formasi Muara Enim, diendapkan di lingkungan darat pada kala Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
•
Endapan Kwarter, terdiri dari hasil rombakan batuan yang lebih tua, berukuran kerakal, kerikil, pasir,lanau, dan lempung, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Kasai.
Daerah penyelidikan termasuk di dalam dua formasi, yaitu Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai. Di daerah Sumatera Selatan terdapat 3 (tiga) antiklinurium utama, dari selatan ke utara:
Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo Benakat dan
Antiklinorium Palembang. Pensesaran batuan dasar mengontrol sedimen selama paleogen. Stratigrafi normal memperlihatkan bahwa pembentukan batubara hampir bersamaan dengan pembentukan sedimen tersier. Endapan batubara portensial sedemikian jauh hanya terdapai pada pertengahan siklus regresi mulai dari akhir Formasi Benakat dan diakhiri oleh pengendaapan Formasi Kasai.Lapisan batubara terdapat pada horizon anggota Formasi Muara Enim dari bawah keatas. Struktur geologi yang berkembang akibat gaya tegasan yang bekerja dengan arah barat-daya – timur laut membentuk lipatan dan sesar. Struktur lipatan membentuk antiklinorium Pendopo-Benakat. Jurus umum masing-masing antiklin dan sinklin berarah barat-laut – tenggara yang sesuai dengan arah memanjang pulau Sumatera. Gambar 3.10 menunjukkan stratigrafi regional cekungan Sumatera Selatan. Stratigrafi daerah telitian berada pada cakupan formasi Muara Enim, dimana formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Air Benakat. Formasi Muara Enim merupakan formasi pembawa batubara yang berumur Miosen Atas – Pliosen Bawah. Shell (1978) telah membagi formasi ini berdasarkan kelompok kandungan lapisan batubara menjadi 4
Draft Laporan Final UCG-2014
61
(empat) anggota yaitu M1, M2, M3 dan M4. Pada daerah penyelidikan berdasarkan hasil pemboran dangkal, tidak seluruh satuan anggota tersebut ditembus oleh bor. Formasi ini diendapkan sebagai kelanjutan dari fasa regresi dengan satuan anggota terdiri atas: Anggota M1: Terdiri dari perulangan batupasir, batulanau, abtulempung dan batubara. Umumnya berwarna hijau muda,
abu-abu kecoklatan, struktur lenticular
umum dijumpai pada batulempung.
Batubara di anggota M1 daerah
penyelidikan tidak berkembang hanya dijumpai sebagai sisipan dengan ketebalan 0,10 m – 0,20 m Anggota M2: Terdiri dari batulempung, batulempung karbonan, batulanau, batupasir dan batubara. Batulempung karbonan berwarna abu-abu tua, umumnya masif sebagian paralel laminasi dan banyak dajumpai jejak tumbuhan dan fragmen batubara. Satuan ini biasanya dijumpai sebagai batuan pengapit batubara, Batubara pada Anggota M1 dijumpai 1 lapisan dengan ketebalan berkisar antara 10,00m sampai 7,20m,
Gambar 3.10. Startigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Draft Laporan Final UCG-2014
62
Anggota M3: Terdiri atas batupassir, batulanau, batulempung dan batubara. Batupasir abu-abu terang, berbutir sangat halus – halus terpilah baik, dominan kuarsa, tersemen buruk. Batulanau abu-abu terang kehijauan-kecoklatan, kompak paralel laminasi, mengandung jejak tumbuhan. Batulempung bertindak sebagai pengapit batubara.
Batubara pada Anggota ini
ditemukan 2 lapisan dengan ketebalan 7,00 m dan5,00 m. Anggota M4: Anggota M4 tidak diketemukan di daerah penyelidikan. Penyebaran Formasi Muara Enim Meliputi 15% daerah penyelidikan. Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai merupakan Formasi yang terendapkan di daerah penelitian, dimana Formasi Muara Enim adalah formasi yang mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkunagn laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 – 1000 m, terdiri dari batupasir, batulempung, batulanau dan batubara.
Batupasir pada
formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan kayu terkersikan (silicified wood). Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal. Formasi Kasai diendapkan secaraa selaras di atas Formasi Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufaan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari fumice yang kaya akan kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak yang terkersikan. Fasies pengen-dapannya adala fluvial dan alluvial fan. Satuan Kuarter merupakan litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa PlioPlistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang lebih tua terdiri dari Endapan rawa (Swamp Deposits) berupa lumpur, lanau dan pasir, sedangkan endapan aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, fragmen-fragmen konglomerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitic-basaltik berwarna gelap. Satuan batuan ini berumur Resen.
Struktur Geologi. Berdasarkan hasil pengamatan dari peta gelogi regional, struktur geologi yang dapat
Draft Laporan Final UCG-2014
63
dijumpai di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin adalah berupa sesar (patahan), lipatan dan kekar-kekar. Kenampakan struktur tersebut terutama dapat dijumpai di bagian utara wilayah penelitian, yaitu di sekitar daerah Keluang yang membentuk Antiklin Keluang, pada bagian timur terdapat Antiklin Babat, dan pada bagian barat dijumpai Antiklin Suban. Di daerah ini struktur geologi sangat dominan sebagai pembentuk susunan litologi, karena sruktur yang mempangaruhi daerah ini sangat kompleks mulai dari lipatan, sesar naik, sesar mendatar, maupun sesar turun yang membentuk host graben. Kenampakan struktur sesar tersebut juga direfleksikan oleh bentuk dan pola sungai yang menunjukkan kelurusan dan pembelokan, pengaruh struktur
geologi dapat terlihat di
daerah penelitian berupa lipatan-lipatan kecil yang membentuk undulasi dengan besaran dip berubah-ubah dengan kisaran 5o – 40o, namun tetap memilki arah jurus relative N 120o E.
Geologi Lokal Daerah UCG Menurut PT. Astaka Dodol yang memetakan geologi lokal di daerah ini termasuk di dalamnya “lokasi sekitar lokasi UCG”, daerah ini termasuk kedalam Formasi Muara Enim (Tmpm) yang berumur Miosen Akhir sampai Pliosen dan Formasi Kasai (Qtk) yang berumur Pliosen sampai Plistosen dengan lingkungan pengendapan parlik sampai darat. Susunan batuan di daerah ini terdiri dari atas : •
Batupasir, batulanau, dan batulempung, berwarna abu-abu terang sampai abu-abu gelap, lunak sampai agak keras, sebagian berupa batulempung karboanan dan serpih karbonan, berwarna abu-abu kecoklatan sampai cokalt kehitaman, lunak, sering terdapat sebagai parting dalam lapisan batubara, dengan ketebalan 5 – 15 cm;
•
Batupasir berwarna abu-abu terang, banyak terdapat pada bagian interbed antara kelompok seam D hingga G dengan ketebalan mencapai 30 m, sedangkan batupasir yang dijumpai sebagai interbed Seam XBA dan XC diinterprestasikan sebagai batas Formasi Muara Enim (Tmpm) dengan Formasi Kasai (Qtk), pada bagian atas terdapat batupasir kuarsa tufaan, putih kotor mudah lepas sampai agak kompak dan batulanau tufaan, putih kotor. Pada bagian bawah batupasir relatif mudah lepas di beberapa tempat terdapat batupasir lepas yang sangat tebal.
Keterdapatan Seam Batubara Draft Laporan Final UCG-2014
64
Keberadaan batubara diketahui hasil pemboran terdahulu dan lebih spesifik dilakukan oleh Puslitbang tekMIRA tahun 2014, dalam rangka penelitian UCG di 6 (enam) titik (UCG-1, UCG1A, UCG 1B, UCG 2, UCG 2A, dan UCG 2C) serta didukung oleh pengukuran geofisika logging. Dari hasil pemboran terdahulu, nampak adanya banyak seam batubara di lokasi daerah peneltian, sedangkan yang cukup tebal ada (2) dua seam yaitu sekitar 5 m dan 10 m. Lapisan seam batubara dengan ketebalan sekitar 10 meter dikenal dengan sebutan “Seam D”. Lapisan batubara inilah yang menjadi target untuk dijadikan penelitian Underground
Coal Gasification oleh Puslitbang tekMIRA. Kemiringan lapisan batuan di sekitar lokasi pemboran dan sekitarnya adalah antara 20o hingga 27o dengan arah jurus/strike batuan sekitar N 120o E sampai N 127o E, atau penyebaran batuannya berarah baratlaut – tenggara, dengan arah kemiringannya ke baratdaya. Dari data hasil pemetan PTAD tahun 2012, ditemukan beberapa singkapan lapisan target yaitu seam D di sebelah timur laut sekitar 9,2 m dari titik target pemboran UCG yang sekarang. Sehingga dari hasil pemetaan tersebut PTAD dapat merekonstruksi perkiraan posisi titik pemboran UCG-1 dan UCG 2 dengan target kedalaman Seam D di (260 m dan 262 m). Hal tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar di bawah ini. Dari hasil kajian analisis pemetaan yang terkoreksi pad peta topografi maka PTAD telah mengeluarkan data perkiraan kedalaman pemboran dari 0,0 m sampai kedalaman target batubara Seam – D yang menjadi target batubara untuk UCG di titik UCG-1 dan UCG-2 (Tabel 3.6 dan Tabel 3.7). Tabel 3.6. Target lapisan batubara dan target Seam–D di titik UCG-1 No
Lapisan Batubara
1
Top
Bottom
Tebal
(m) -
(m) 0,00
(m) 0,00
2
W
3,76
3,77
0,01
3
L
9,69
9,95
0,26
4
K
39,11
40,69
1,58
5
J
68,34
70,72
2,38
6
H2
97,38
97,52
0,14
7
G2
143,48
144,94
1,46
8
G1
150,17
151,12
0,95
9
F
175,59
179,76
4,17
Draft Laporan Final UCG-2014
65
10
EUU
194,97
195,54
0,57
11
EUL
196,97
197,68
0,71
12
EL
203,58
204,29
0,71
13
DA
232,56
233,07
0,51
14
DUU
241,40
241,54
0,14
15
DUL
241,68
243,94
2,26
16
DL
243,94
249,40
5,46
17
TREND _D
249,98
250,00
0,02
18
C
267,51
267,99
0,48
Tabel 3.7. Target lapisan batubara dan target Seam–D di titik UCG-2
No
Lapisan Batubara
1
Top
Bottom
Tebal
(m) -
(m) 0,00
(m) 0,00
2
W
3,30
3,32
0,02
3
L2
23,03
23,29
0,26
4
L1
23,32
24,04
0,72
5
K
55,90
58,24
2,34
6
J
86,68
90,59
3,91
7
G2
146,60
147,90
1,30
8
G1
153,96
155,14
1,18
9
FU
182,13
183,79
1,66
10
FL
183,13
186,55
3,42
11
EUU
200,00
200,44
0,44
12
EUL
201,83
202,38
0,55
13
EL
207,60
208,07
0,47
14
DA
239,46
239,96
0,50
15
DUU
248,29
248,44
0,15
16
DUL
248,58
250,78
2,20
17
DL
250,78
256,47
5,69
18
TREND_D
256,98
256,99
0,01
19
C
274,11
274,58
0,47
3.2.2. Kegiatan Pokja Teknologi dan Ekonomi 3.2.2.1. Teknologi UCG UCG dilakukan dengan cara membuat dua buah sumur vertikal yang diberi nama sumur
Draft Laporan Final UCG-2014
66
injeksi dan sumur produksi sedalam lapisan batubara yang akan digasifikasi (>150m) dilanjutkan dengan proses peningkatan permeabilitas batubara. Proses ini dilakukan agar oksigen dari sumur injeksi dapat melewati lapisan batubara menuju sumur produksi. Kondisi proses UCG sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya demikian juga unjuk kerjanya. Berikut adalah uraian isu-isu teknis UCG. a. Teknologi peningkatan permeabilitas batubara Ada dua cara yang paling umum untuk meningkatkan permeabilitas batubara yaitu dengan proses reverse combustion dan dengan pemboran horizontal. i)
Reverse combustion
P= Produksi I = Injeksi
Gambar 3.11. Ilustrasi peningkatan permeabilitas batubara dengan cara reverse
combustion
Cara ini diawali dengan pembuatan dua buah sumur yaitu sumur produksi (P) dan sumur injeksi (I) sampai kedalaman lapisan batubara yang akan digasifikasi (Gambar 3.11a). Selanjutnya dilakukan penyalaan batubara yang diikuti injeksi udara tekanan tinggi sehingga gas panas hasil pembakaran dapat mencapai sumur produksi (Gambar 3.11b). Injeksi udara tekanan tinggi dialihkan dari sumur injeksi ke sumur produksi untuk lebih mempercepat proses peningkatan permeabilitas (Gambar 3.11c). Dengan dialihkannya lokasi injeksi udara diharapkan, panas pada sumur injeksi dapat cepat menjalar ke sumur produksi atau mengikuti arah datangnya udara. Aliran udara akan otomatis meningkat bila permeabilitas batubara sudah bertambah besar. Bila permeabilitas batubara dianggap sudah cukup maka injeksi udara dialihkan dari sumur produksi ke sumur injeksi, kompresor tekanan tinggi diganti ke compressor tekanan
Draft Laporan Final UCG-2014
67
lebih rendah dan proses gasifikasi batubara siap dilakukan(Gambar 3.11d). Tekanan udara untuk aktivitas reverse combustion tergantung pada jenis batubara dan keberadaan natural cracks pada lapisan batubara. Cougar energy melakukan reverse
combustion pada batubara Queensland Australia menggunakan tekanan udara 23 bar (www.cougarenergy.com.au). UCG menggunakan teknologi reverse combustion mempunyai jarak antara sumur injeksi dan sumur produksi umumnya sekitar 18-30 meter
(Creedy, 2001). Teknologi ini telah diterapkan di Angren Uzbekistan (Linc
energy), Kingaroy australia (Cougar Energy), Majuba Afrika Selatan (Eskom), Selandia Baru (Solid Energy). Walaupun teknologi ini sudah proven tetapi untuk gasifikasi pada lapisan batubara yang dalam diperlukan biaya tinggi karena pada teknologi ini jarak antara sumur injeksi dan sumur produksi relatif pendek sehingga
batubara yang
tersedia untuk proses gasifikasi tidak banyak. Untuk peningkatan kapasitas perlu penambahan sumur injeksi dan sumur produksi lainnya yang akan sangat mahal biayanya bila lapisan batubara yang akan digasifikasi relatif dalam. ii). Pengeboran Horizontal (horizontal drilling) Peningkatan permeabilitas lapisan batubara dapat dilakukan dengan pengeboran horizontal. Pengalaman aplikasi teknologi ini di dunia migas akan sangat bermanfaat untuk pengembangan UCG terutama UCG pada lapisan batubara yang dalam (>400m). Kemajuan teknologi pemboran di dunia migas seperti penggunaan sensor yang
dipasang
dekat
dengan
mata
bor
dan
peralatan
komunikasi
yang
menginformasikan data bawah tanah ke operator di permukaan menjadikan pemboran horizontal dapat dilakukan lebih presisi. Pemboran horizontal dapat dilakukan menggunakan
alat pemboran
konvensional
dan
coiled tubing drilling(CTD).
Penggunaan CTD diperkirakan akan lebih berkembang karena sifatnya yang multi fungsi.Coiled tubing adalah suatu selang/pipa yang terbuat dari bahan khusus yang elastis sehingga dapat digulung tetapi mampu untuk menahan suhu dan tekanan tinggi. Coiled tubing disamping dapat dipakai untuk pengeboran juga dapat dipakai untuk membawa burner menuju permukaaan batubara dalam rangka proses penyalaan batubara, mengalirkan oksigen ke lapisan batubara yang akan digasifikasi, memperbesar lobang bor (work over) dan lain-lain Salah satu perusahaan yang
Draft Laporan Final UCG-2014
68
mengembangkan coiled tubing drilling untuk UCG adalah antech (www.antech.co.uk). Walaupun teknologi pengeboran horizontal sudah proven di dunia migas tetapi teknologi ini masih dianggap mahal untuk aplikasi di dunia perbatubaraan. Selain itu standard biaya kontrak aplikasi teknologi ini untuk UCG juga tidak ada. Teknologi ini akan murah bila pengembang gasifikasi batubara bawah tanah telah menguasainya. b. Penyalaan batubara (ignition) Penyalaan batubara adalah proses memanaskan batubara sambil mereaksikannya dengan udara/oksigen sehingga terjadi reaksi pembakaran. Pada metoda reverse
combustion penyalaan batubara dilakukan setelah pembuatan sumur injeksi dan sumur produksi. Pada metoda horizontal drilling penyalaan batubara dilakukan setelah pembuatan sumur injeksi, sumur produksi dan setelah dilakukan horizontal drilling. Penyalaan batubara biasanya dilakukan menggunakan pemantik api elektrik dengan bahan bakar awal (pilot fuel) antara lain berupa serbuk kayu gergajian, minyak tanah dan gas LPG. Pada mulanya pemantik api elektrik diturunkan ke dalam sumur injeksi sampai mencapai permukaan batubara. Kemudian serbuk kayu yang sudah dibasahi dengan minyak tanah atau bahan bakar cair lain dijatuhkan sehingga menutupi pemantik api dan selanjutnya pementik api elektrik dinyalakan. Bila bagian batubara yang akan dinyalakan berada diantara sumur injeksi dan sumur produksi maka coiled
tubing dapat dipakai untuk membawa pemantik api elektrik dan gas LPG serta udara ke posisi penyalaan batubara akan dilakukan. Penyalaan batubara nampak mudah dilakukan tetapi perlu kehati-hatian. Akumulasi gas LPG di lubang bor berpotensi menimbulkan ledakan waktu pemantik elektrik dinyalakan. SOP proses penyalaan harus terlebih dulu ditetapkan dan selanjutnya ditaati agar tidak menimbulkan kecelakaan. c. Proses gasifikasi Reaksi gasifikasi dan zona-zona reaksi yang terbentuk pada proses UCG mirip dengan yang ada pada gasifier fixed bed yaitu terdapat zona pengeringan, pirolisa, reduksi dan oksidasi batubara. Oleh sebab itu kualitas gas akan mirip dengan kualitas gasifier fixed bed yang banyak mengandung gas metan dan cairan tar. Gambar 5 adalah ilustrasi zona-zona yang terjadi pada gasifikasi batubara dibawah tanah.
Draft Laporan Final UCG-2014
69
Gambar 3.12. Sketsa zona-zona reaksi dalam gasifier UCG c. Pengendalian kondisi operasi gasifier (Gasifier Control) Tujuan pengendalian kondisi operasi gasifier antara lain adalah untuk menghasilkan kualitas gas yang seragam, mencegah polutan dari gasifier bermigrasi ke tempat lain dan memperbanyak jumlah batubara yang dapat digasifikasi. Pada gasifikasi batubara permukaan input oksigen, uap air dan batubara dapat diatur konstan setiap saat sehingga kualitas gas yang dihasikannya seragam. Pada UCG hanya oksigen yang dapat diatur laju alirnya sementara jumlah batubara yang bereaksi dan jumlah uap air sangat tergantung pada dinamika kondisi di sekitar gasifier. Teknik pengendalian gasifier yang relatif sukses dikembangkan adalah teknik yang diberi nama CRIP (controlled retraction of ignition point). Pada teknik CRIP injeksi oksigen dilakukan menggunakan coiled tubing sehingga posisi injeksi oksigen dapat disesuaikan untuk merespon kualitas gas yang dihasilkan. Teknik CRIP telah sukses digunakan pada kedalaman dangkal di Rocky Mountain dan pada kedalaman menengah di Spanyol. Air berperan penting dalam proses UCG. Air pada UCG berasal dari batuan sekitar gasifier yang mengalir secara alami ke dalam gasifier karena perbedaan tekanan hidrostatik. Air yang keluar dari batuan tersebut berfungsi untuk mencegah gas/polutant bermigrasi melalui overburden dan untuk mengatur komposisi gas terutama adalah rasio antara H2/CO. Penggunaan produk gas untuk bahan kimia dan BBM mempersyaratkan rasio H2/CO dalam jumlah tertentu. Masuknya air ke gasifier tergantung pada keberadaan akuifer di lokasi UCG dan permeabilitas batuan. Di daerah permeabilitas tinggi, masuknya air bisa lebih banyak dari tingkat yang
Draft Laporan Final UCG-2014
70
diinginkan sehingga berpotensi menurunkan nilai kalor produk gas dan tingkat efisiensi gasifikasi karena air mengkonsumsi bagian dari energi panas. Jumlah air yang masuk ke gasifier dapat diatur dengan melakukan gasifikasi pada tekanan sedikit lebih rendah dari tekanan hidrostatis, membuat sumur untuk menguras air (dewatering
wells) dan mengeringkan batubara yang akan digasifikasi misalnya dengan menginjeksikan gas buang (flue gas) dari pabrik kimia atau pembangkit listrik yang ada di permukaan. Tekanan operasi gasifikasi ditentukan oleh kedalaman batubara yang akan digasifikasi karena tekanan operasi gasifikasi tidak boleh melebihi tekanan hidrostatis. Dengan demikian makin dalam lapisan batubara makin tinggi tekanan gasifikasi yang diperbolehkan. Uji coba UCG di Trimedal Spanyol pada kedalaman 530-580 meter dilakukan pada tekanan gasifier 53 atm. Semakin banyak batubara yang berada diantara sumur injeksi dan sumur produksi semakin murah biaya gasifikasi. Panjang batubara yang tersedia untuk gasifikasi tergantung pada teknologi yang dipakai untuk mengkoneksi dua sumur tersebut. Jarak antara sumur injeksi dan sumur produksi dapat mencapai ratusan meter bila koneksinya menggunakan metoda directional drilling dan hanya puluhan meter bila menggunakan metoda reverse combustion. Bila metoda koneksi telah dipilih satusatunya cara untuk memperbanyak batubara yang bisa digasifikasi adalah dengan memperlebar batubara yang digasifikasi karena tebal batubara sudah pasti.
Atap
batubara yang ambruk akan menghalangi aliran pereaksi dari sumur injeksi ke sumur produksi
sehingga aliran pereaksi akan bergeser ke samping dengan demikian
memperluas jumlah batubara yang tersedia untuk gasifikasi. Jumlah batubara yang dapat digasifikasi diperkirakan akan lebih banyak untuk batubara peringkat rendah dibandingkan batubara peringkat tinggi karena batubara peringkat rendah mempunyai kadar air tinggi dan lepasnya air akan menyisakan pori-pori yang dapat dimasuki pereaksi. Batubara peringkat rendah juga mudah hancur bila sudah kering sehingga pada proses gasifikasi
lapisan batubara peringkat rendah akan mudah terjadi
amblesan. d. Amblesan (subsidence) Amblesan yang dimaksud disini adalah turunnya muka tanah oleh karena adanya
Draft Laporan Final UCG-2014
71
rongga didalam tanah seperti rongga bekas tambang bawah tanah atau bekas gasifikasi bawah tanah. Amblesan dapat mempengaruhi intrusi air ke gasifier dan migrasi polutan ke sekitar lokasi gasifikasi. Kedalaman dan luas amblesan dipengaruhi volume rongga yang ada di dalam tanah, kedalamam rongga, kekuatan batuan diatas rongga dan rekahan yang ada dalam batuan. Amblesan oleh sebab adanya rongga dibawah tanah telah banyak dipelajari dan dimodelkan sehingga pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat amblesan tersebut dapat diketahui dan resikonya dapat dimitagasi. Pada kasus UCG, amblesan dapat dimitigasi dengan cara memilih overburden yang tebal dan kuat, mengatur dimensi rongga yang terbentuk dan memastikan bahwa pilar yang ada diantara rongga UCG cukup tebal. Batubara yang tebal secara ekonomis menguntungkan tetapi resiko terjadi amblesan juga besar.
e. Penutupan gasifier dan pembersihan rongga bekas gasifier (Decommissioning and cavity cleanup) Gasifier pada UCG mempunyai umur relatif pendek dibandingkan gasifier pada gasifikasi permukaan oleh sebab itu pembuatan gasifier baru dan penutupan gasifier lama menjadi hal yang rutin dilakukan pada UCG. Penutupan gasifier dimulai dengan mengurangi laju pereaksi secara perlahan sehingga tekanan pada gasifier berkurang. Penurunan tekanan ini akan membuat air dari lapisan sekitar gasifier akan mengalir dan mengisi rongga bekas gasifikasi. Pada awal penutupan, karena suhu rongga masih tinggi, air yang masuk berubah menjadi steam (uap air) yang mampu melarutkan tar/ polutan yang ada didalam rongga. Dengan berjalannya waktu, gasifier akan mendingin dan air akan mengisi semua rongga bekas gasifikasi. Air tersebut selanjutnya dipompa kepermukaan dan dibersihkan dari polutant sebelum dialirkan ke sungai terdekat. Kegiatan pemompaan air dari rongga dan pembersihan polutan ini dilakukan beberapa kali sampai rongga bekas gasifikasi benar-benar bebas dari polutan. 3.2.2.2. Keekonomian UCG Dalam menghitung nilai keekonomian komersialisasi teknologi UCG maka diperlukan data-data yang berhubungan dengan teknologi yang digunakan, arus kas masuk dan arus kas keluar. Data-data serta asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut : a. Penggunaan hasil UCG
Draft Laporan Final UCG-2014
72
Produk hasil teknologi UCG umumnya digunakan untuk menghasilkan listrik dan SNG. Pada analisis keekonomian ini UCG digunakan hanya untuk menghasilkan listrik dengan kapasitas sebesar 25 MW. Untuk menghasilkan listrik sebesar itu, dengan memperhitungkan capacity factor dan derating factor, maka kapasitas terpasang yang diperlukan adalah sebesar 49,6 MW. Jika 1 unit generator memiliki kapasitas 3,1 MW maka diperlukan 16 buah unit generator. Tabel 3.8 menunjukkan asumsi perhitungan terkait kapasitas dan generator pembangkit listrik yang direncanakan. Tabel 3.8. Kapasitas Terpasang UCG Kapasitas terpasang (MW) Kapasitas produksi (MW) Capacity factor Derating factor Penggunaan listrik sendiri (MW) Listrik yang dihasilkan (MW) Kapasitas terpasang per generator (MW) Jumlah generator terpasang (buah)
49,6 31,25 0,9 0,3 6,3 25 3,1 16
b. Teknologi UCG Teknologi UCG yang diasumsikan akan digunakan adalah teknologi Ergo Exergy (www.ergoexergy.com). Berdasarkan penelitian dari British Coal Research maka jarak yang ideal antara sumur injeksi dan sumur produksi adalah 50 meter. Ketebalan batubara sebagai bahan baku gasifikasi diasumsikan adalah 10 meter sementara lebarnya adalah 5 meter. Jika berat jenis batubara adalah 1,3 ton per m3 dan efisiensi penggunaan batubara adalah 80% maka setiap panel gasifier akan mengkonsumsi batubara sebanyak 26.000 ton. Ringkasan karakteristik teknologi UCG yang digunakan tercantum pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Karakteristik teknologi UCG Jarak antara sumur injeksi dan produksi(m) Ketebalan seam batubara (m) Ratio lebar seam dengan ketebalan seam Lebar seam (m) Berat jenis batubara (t/m3) Efisiensi konsumsi batubara (%) Konsumsi batubara per panel gasifier (ton)
50 10 5 50 1,3 80 26.000
c. Kebutuhan batubara
Draft Laporan Final UCG-2014
73
Dengan menggunakan batubara lignit yang memiliki kalori 4.500 kkal/kg dan efisiensi gasifikasi sebesar 0,5 maka diperkirakan akan dibutuhkan batubara sebanyak 300 ribu ton per tahun. Spesifikasi batubara dan gas yang dihasilkan terdapat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Spesifikasi batubara dan gas UCG Kalori gas UCG (kkal/m3) Efisiensi mesin Konversi 1 MWh (kkal) Konsumsi gas batubara per MWh (kkal) Konsumsi gas batubara per MWh (Nm3/h) Kalori batubara (kkal/kg) Efisiensi gasifikasi Produksi gas batubara per ton batubara (kkal/ton) Produksi gas batubara per ton batubara (Nm3/ton) Konsumsi batubara per MW (ton/h) Konsumsi batubara per tahun (ton)
1.194 0,3576 859.845 2.404.488 2.014 4.500 0,5 2.250.000 1.884 1,07 292.546
d. Kebutuhan lahan Dengan asumsi setiap panel gasifier membutuhkan lahan sebesar 2.500 m2 dan diperlukan sumur produksi sebanyak 12 buah per tahun dengan tingkat kegagalan 30% maka diperkirakan setiap tahun membutuhkan pengeboran sebanyak 15 buah sumur dengan lahan seluas 37.000 m2. Jika umur proyek adalah 15 tahun dan dibutuhkan 0,5 % lahan untuk fasilitas penunjang lainnya maka total lahan yang dibutuhkan untuk keseluruhan proyek adalah sekitar 56 hektar. Secara ringkas data mengenai kebutuhan lahan tersedia pada Tabel 3.11. Tabel 3.11. Kebutuhan lahan Kebutuhan lahan per panel gasifier (m2) Kebutuhan lahan per tahun (m2) Usia proyek (tahun) Kebutuhan lahan untuk gasifier (m2) Kebutuhan lahan untuk fasilitas lainnya (%)
2.500 36.569 15 548.524 0,5
Total kebutuhan lahan (m2)
551.267
56 Ha
e. Perhitungan biaya investasi inisial Investasi inisial (initial investment) adalah dana investasi yang diperlukan untuk mengadakan barang modal (mesin pabrik, bangunan pabrik dan gudang, bangunan
Draft Laporan Final UCG-2014
74
kantor dan perumahan untuk tenaga kerja langsung), tanah lokasi, pemasangan, produksi percobaan serta pengadaan alat-alat kantor (mesin kantor dan mebelir), dan jasa-jasa umum (listrik, air, dan telepon) serta sarana pendukung lainnya (jalanan proyek, kendaraan bermotor, rumah dinas, dan fasilitas lainnya) (Haming dan Basalamah, 2010). Investasi yang dibutuhkan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.21. Biaya surface plant yaitu kontrol gas, pemrosesan dan water treatment diasumsikan sebesar US$ 8 juta berdasarkan pengolahan data dari biaya pilot plant Cougar Energy di Kingaroy, Australia (Cougar Energy Limited, 2009 dan 2010). Tabel 3.12. Perhitungan biaya investasi inisial Kompensasi lahan Biaya akuisisi IUP lama Generator (GE Jenbacher) Alat kontrol dan biaya lainnya (generator) Biaya pembuatan sumur Biaya lainnya pemboran Biaya pemasangan jaringan listrik Kontrol gas, pemrosesan, water treatment dll (surface plant) M&E dan pipa-pipa Pekerjaan sipil AMDAL, FS dll Manajemen dan supervisi Biaya tak terduga TOTAL
US $ 50.000/Ha x 56 Ha US $ 1,2 juta/buah x 16 buah 50 % dari biaya generator US $ 375/m x 200 m x 12 buah 10 % biaya pembuatan sumur US $ 100.000/km x 10 km US $ 8 juta 15 % dari surface plant 15 % dari surface plant 10 % dari surface plant 10 % dari surface plant 10 % dari surface plant
Total (US $) 2.800.000 1.000.000 19.200.000 9.600.000 900.000 90.000 1.000.000 8.000.000 1.200.000 1.200.000 800.000 800.000 800.000 47.390.000
f. Perhitungan biaya operasional Yang dimaksud dengan biaya operasional adalah biaya untuk perawatan sumur-sumur serta peralatan lainnya untuk menghasilkan listrik termasuk di dalamnya adalah biaya konsultan dan royalti batubara. Meskipun hingga kini belum ada peraturan resmi mengenai regulasi yang akan mengatur aplikasi teknologi UCG namun disumsikan bahwa regulasi dari Ditjen batubara yang akan mengatur. Diasumsikan bahwa tarif royalti batubara adalah 5% karena hingga saat ini belum ada peraturan mengenai tarif royalti untuk batubara yang digasifikasi di bawah tanah. Tabel 3.13. menunjukkan asumsi-asumsi yang digunakan untuk menghitung biaya operasional proyek UCG. Tabel 3.13. Perhitungan biaya operasional Biaya pembuatan sumur baru Staf di lapangan
Draft Laporan Final UCG-2014
12 buah sumur per tahun 100 orang x US $ 10.000/orang
Total (US $) 1.528.553 1.000.000
75
Staf di kantor pusat Konsultan Tarif royalti batubara Tarif royalti UCG Perawatan mesin & elektrik Biaya perawatan lingkungan HSEC dan pelatihan Biaya penutupan sumur Biaya tak terduga TOTAL
US $ 250.000 US $ 250.000 5% x US $ 24/ton x 292.546 ton US $ 500.000 US $ 750.000 US $ 750.000 US $ 100.000 10% dari total biaya operasional 20% dari total biaya operasional dan penutupan sumur
250.000 250.000 351.055 500.000 750.000 750.000 100.000 547.961 1.205.514 7.233.083
g. Harga jual listrik Mulai tahun 2014, tarif tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) mulai disesuaikan mendekati tarif keekonomiannya. Tarif lengkapnya (Peraturan Menteri ESDM No. 09 tahun 2014) dapat dilihat pada Tabel 3.14. Oleh karena itu, jika diasumsikan bahwa listrik dari teknologi UCG dijual kepada PT PLN dengan harga US $ 0,1/kwh atau setara dengan Rp 1.100/kwh maka PT PLN masih akan mendapatkan untung meskipun masih lebih mahal jika dibandingkan dengan tarif listrik dari PLTU batubara sekitar US $ 0,05 – 0,07/kwh. Diperkirakan setiap tahunnya ada 200.000 MWh listrik yang dihasilkan yaitu 25 MW selama 8.000 jam dalam setahun.
Tabel 3.14. Penyesuaian tarif tenaga listrik
h. Biaya modal Proyek UCG ini akan menggunakan dua sumber dana yaitu modal sendiri sebesar 30 % serta dana pinjaman sebesar 70 % dengan suku bunga pinjaman untuk US $ diasumsikan sebesar 6% per tahun. i. Pajak perusahaan Berdasarkan Pasal 17 UU No. 36 tahun 2008, sejak tahun 2010 tarif pajak wajib badan
Draft Laporan Final UCG-2014
76
adalah 25%. j. Depresiasi Metode depresiasi yang digunakan adalah metode garis lurus dan nilai sisa nol, dengan waktu depresiasi sama dengan waktu proyek yaitu selama 15 tahun. k. Proyeksi Arus Kas Berdasarkan asumsi dan hasil perhitungan diatas maka dapat disusun proyeksi arus kas perusahaan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.15.
l. Internal Rate of Return (IRR) IRR atau rate of return (ROR) atau discounted cash flow of return (DCFROR) adalah nilai bunga (discount rate) dimana NPV = 0 atau dengan kata lain
tingkat
bunga
yang
Draft Laporan Final UCG-2014
77
Tabel 3.15. Proyeksi arus kas
TAHUN KEURAIAN
0
Pendapatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
BiayaProduksi
7,23
7,23
7,23
7,23
7,23
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,23
7,23
KeuntunganKotor
9,77
9,77
9,77
9,77
9,77
9,8
9,8
9,8
9,8
9,8
9,8
9,8
9,8
9,77
9,77
Depresiasi
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
3,16
BungaPinjaman
1,99
1,79
1,59
1,39
1,19
1
0,8
0,6
0,4
0,2
Keuntungansebelumpajak
4,63
4,83
5,03
5,23
5,43
5,6
5,8
6
6,2
6,4
6,6
6,6
6,6
6,62
6,62
1,16
1,21
1,26
1,31
1,36
1,41
1,46
1,51
1,56
1,61
1,66
1,66
1,66
1,66
1,66
KeuntungansetelahPajak
3,47
3,62
3,77
3,92
4,07
4,22
4,37
4,52
4,67
4,82
4,97
4,97
4,97
4,97
4,97
Pengembalianpokokpinjaman
3,31
3,31
3,31
3,31
3,31
3,3
3,3
3,3
3,3
3,3
3,31
3,46
3,61
3,76
3,91
4,06
4,21
4,36
4,51
4,66
8,12
8,12
8,12
8,12
8,12
PajakPendapatan
InvestasiInisial
-14,2
Aliran Kas
-14,2
Draft Laporan Final UCG-2014
78
menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang dengan biaya investasi awal. Nilai IRR dapat dicari misalnya dengan coba-coba (trial and error) atau menggunakan perangkat lunak (software) tertentu. Metoda tersebut diformulasikan dalam rumus berikut : n
0=
CFt
∑ (1 + IRR )
t
t =1
……………………… (1)
Dimana : T
= tahun ke-
N = jumlah tahun CF = arus kas bersih IRR = tingkat bunga yang dicari harganya Dengan menggunakan program MS-Excel, IRR yang dihasilkan adalah sebesar 27,35 %. Jika dibandingkan dengan obligasi pemerintah jangka panjang diatas 10 tahun yang paling besar hanya 15 % (Website Bank Indonesia, 2014) maka nilai IRR tersebut sudah memenuhi syarat agar proyek ini disetujui.
m. Payback Period (Masa Pengembalian Modal) Payback period (PP) menentukan saat atau periode dimana investor mendapatkan kembali biaya investasinya. PP ditentukan dengan menghitung waktu yang diperlukan agar akumulasi arus kas berubah dari nilai negative menjadi nilai positif dimana keuntungan dari investasi telah sama dengan biaya investasi adalah waktu minimum untuk mengembalikan investasi awal dalam bentuk aliran kas yang didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya kecuali biaya penyusutan. Periode pengembalian ini dirumuskan sebagai berikut : Payback Period =
NilaiInvestasi X 1 Tahun …………….(2) KasMasukBersih
Masa pengembalian modal untuk proyek UCG ini adalah selama 4 tahun 3 bulan sebagaimana terlihat padaTabel 3.16. Tabel 3.16. PerhitunganPayback Period
JutaUS $ URAIAN
TAHUN KE0
1
Draft Laporan Final UCG-2014
2
3
4
5
6
7
8
9
10
79
Total Investasi
14,217
AliranKas
3,31
3,46
3,61
3,76
3,91
4,06
4,21
4,36
4,51
4,66
Total AliranKas
3,31
6,77
10,38
14,14
18,05
22,11
26,32
30,68
35,19
39,85
Draft Laporan Final UCG-2014
80
Jika dibandingkan dengan usia proyek selama 15 tahun maka nilai PP ini sangat pendek sehingga berdasarkan kriteria PP maka proyek UCG ini telah memenuhi syarat untuk disetujui. 3.2.2.3. Aktifitas kegiatan Pokja Teknologi dan Ekonomi TA 2014 Pada tahun 2014 ini, Pokja Teknologi dan Ekonomi UCG menyiapkan desain untuk model pembakaran artificial. Desian yang dibuat berupa tiruan dari lapisan batubara yang rencananya akan dibuat dari batubara yang dipadatkan dengan campuran bahan perekat. Selanjutnya dengan ukuran tertentu batubara ini dibuat lobang penghubung pada bagian bawah lapisan tersebut. Fungsi dari saluran ini adalah untuk menyiapkan terjadinya proses pembakaran yang dimulai dari bagian ujung saluran tersebut. Setelah ada saluran penghubung tersebut, batubara yan sudah diberi lapisan perekat tersebut selanjutnya ditimbun dengan tanah dan kemudian dibuat instalasi pengolahan ter pada bagian permukaan. Pada saat udara yang disalurkan dari atas dan proses penyalaan awal maka reaksi yang terjadi pada proses gasifikasi batubara ini diharapkan akan menghasilkan proses reaksi O2 yang terurai menjadi CO2 dan H2O, karena batubara yang masih mempunyai kadar air akan kembali membentuk H2O dan suhu yang dihasilkan pada proses ini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembakaran batubara secara konvensional. Selain itu perbedaan penting antara pembakaran batubara dan gasifikasi batubara adalah dalam pembentukan polutan. Diharapkan pada saat proses pembakaran batubara ini akan terjadi proses oksidasi volatile yaitu proses reaksi O2 + CO, H2, CH4, HC’s* = CO2 + H2O; kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi char yaitu proses reaksi C + O2 = CO2; terus terjadi proses penguapan air H2Ocair = H2Ogas; dilanjutkan dengan Pirolisis yaitu proses Batubara + Panas menjadi Char + Abu + HC’s* + CH4 + H2 + H2O + CO + CO2; selanjutnya terjadi proses gasifikasi yaitu reaksi C + H2O menjadi H2 + CO; dan Reaksi Boudouard yaitu reaksi C + CO2 menjadi 2CO; kemudian terjadi Perubahan air ke gas CO + H2O = H2 + CO2; dilanjutkan dengan proses metanisasi yaitu proses reaksi CO + 3H2 = CH4 + H2O dan Perubahan hidrogen ke methan C + 2H2 = CH4. Dengan rangkaian proses reaksi ini maka proses gasifikasi batubara bawah tanah artificial dianggap cukup mewakili kondisi sebenarnya di lapangan. Pada proses pembakaran batubara ini, ruang gasifikasi akan membesar dan separuhnya terisi dengan abu,
Draft Laporan Final UCG-2014
81
akibatnya bagian kedua sisi ruang di mana batubara segar terkena atau ruang kosong di bagian atap ruangan akan terbakar, karena oksidan terus diinjeksikan secara berkelanjutan ke lapisan batubara dan harus terus mengalir. 3.2.3. Kegiatan Pokja Lingkungan 3.2.3.1. Rona Awal Lingkungan
Kondisi Iklim Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai iklim tropis dan basah. Pada kurun waktu tahun 2009-2013 Musi Banyuasin menunjukkan variasi curah hujan antara 17–695 mm/tahun dan hari hujan antara 3–21 hari/bulan. Hari hujan paling banyak terjadi antara bulan November sampai Januari. Suhu minimal rata-rata 20,8-25,3 °C dan suhu maksimal ratarata 30,2-36,5 °C. Kelembaban udara rata-rata kisaran 72% - 89% per tahunnya. Secara lebih rinci dari pengamatan enam stasiun klimatologi yaitu Stasiun Hujan Sungai Lilin, Sungsang, Sembawa dan Betung, Air Sugihan, Mariana serta Badaruddin, sebaran tipe iklim di Kabupaten Banyuasin dan sekitarnya terbagi menjadi 4 (empat) yaitu tipe iklim B2, tipe iklim B, tipe iklim B1 dan tipe iklim C2. -
Tipe Iklim B2, meliputi Sebagian besar Kecamatan Banyuasin II, Pulau Rimau,
-
Tungkal Ilir, Betung, Sembawa, Makarti Jaya bagian utara, Suak Tapeh bagian barat serta bagian timur Banyuasintiga dengan curah hujan 2521-2683 mm/tahun.
-
Tipe Iklim B, dengan curah hujan 2359-2521 mm/tahun, meliputi sebagian besar Kecamatan Muara Sugihan, Air Salek, Makarti Jaya, Muara Telang, Air Marga Telang, Tanjung Lago, Rantau Bayur, Talang Kelapa dan bagian utara Kecamatan Sembawa.
-
Tipe Iklim B1, dengan curah hujan 2197-2359 mm/tahun, meliputi sebagian besar Kecamatan Muara Padang, Talang Kelapa, bagian selatan Makarti Jaya dan Muara Telang serta bagian barat Tanjung Lago
-
Tipe Iklim C2, dengan curah hujan 1872-2197 mm/tahun meliputi sebagian besar Kecamatan Banyuasin I, Air Kumbang, Rambutan, Muara Padang dan bagian selatan Talang Kelapa.
Kondisi Topografi Kondisi topografi Kabupaten Banyuasin didominasi oleh daerah yang relatif datar
Draft Laporan Final UCG-2014
82
atau sedikit bergelombang, yaitu terdiri dari 80% luas dataran rendah basah berupa pesisir pantai, rawa pasang surut dan lebak serta 20% luasan merupakan dataran berombak sampai bergelombang dengan kisaran ketinggian 0 – 60 M di atas permukaan laut. Topografi datar atau sedikit bergelombang 0-12 dan 13-24 Mpdl menyebar di seluruh kecamatan sedangkan topografi berombak sampai bergelombang 25-36 dan 37-48 Mdpl berada di sebagian kecil Banyuasin dua, Tungkal Ilir serta selatan baguan timur Kabupaten Banyuasin serta sebagian kecil wilayah Betung dan Banyuasin III untuk 49-60 Mdpl. Dilihat dari kelerengannya, daratan Kabupaten Banyuasin berada pada kisaran kemiringan lereng 0-2% seluas 1.181.610 Ha dan 2-5% seluas 1.689 Ha.Beberapa wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kisaran kemiringan lereng 0-2% berupa lahan rawa pasang surut tersebar di sepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman meliputi wilayah Kecamatan Muara Padang, Makarti Jaya, Muara Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, Air Salek Muara Sugihan, sebagian Kecamatan Talang Kelapa, Betung dan Tungkal Ilir. Selanjutnya berupa lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan Banyuasin I. Sedangkan lahan kering dengan topografi agak bergelombang dan kisaran kemiringan lereng 2-5% terdapat di sebagian besar Kecamatan Betung, Sembawa, Banyuasin III, Talang Kelapa, Rantau Bayur dan sebagian kecil Kecamatan Muara Sugihan, Rambutan dan Kecamatan Tungkal Ilir.
Kualitas Udara Parameter kualitas udara adalah gas, debu, dan kebisingan. Evaluasi kualitas udara mengacu pada PP 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan standar kontaminan PAH (Polycyclyc Aromatic Hydrocarbon) dari the Occupational Safety and Health Administration's (OSHA). PAH adalah kelas senyawa organik yang dihasilkan oleh proses pembakaran tidak sempurna atau proses tekanan tinggi. PAH merupakan komponen alami dari sebagian bahan bakar fosil, salah satunya adalah batubara. Pada kegiatan tahun ini, pengukuran terhadap kebisingan belum dilakukan. Pengukuran terhadap parameter udara dilakukan dengan cara kering, yaitu dengan pemakaian alat ukur Gasmet DX4030 dengan prinsip Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Hasil analisis gas belum dapat disampaikan pada kegiatan tahun ini
Draft Laporan Final UCG-2014
83
dikarenakan selama pengukuran tidak melakukan proses pembilasan alat (flushing) dengan gas nitrogen (N2, UHP) sehingga ketelitiannya meragukan. Adapun pengukuran kandungan PAH di udara dilakukan dengan cara adsorpsi, yaitu melewatkan sejumlah udara ke dalam suatu adsoben tertentu (XAD2). Adsorben tersebut selanjutnya dianalisis di laboratorium. Lokasi sampling PAH di mulut lubang bor UCG 1 (Gambar 3.13). Hasil analisis PAH dicantumkan pada Tabel 3.17. Tingkat pemaparan total PAH di daerah kerja yang diizinkan OSHA (OSHA Permissible Exposure Level, PEL) adalah 0,2 mg/m3. Berdasarkan hasil analisis PAH maka gas yang keluar dari lubang bor UCG I masih dalam batas aman.
Gambar. 3.13. Peta Lokasi Sampling Udara untuk PAH Tabel. 3.17. Hasil Analisis Kandungan PAH dari Lubang Bor UCG I Emission air **) PARAMETERS(S)
Satuan
Batas deteksi
Metode
Hasil
Acenaphthene
0.003
< 0.003
Acenaphthylene
0.004
< 0.004
Anthracene
0.006
< 0.006
Benzo(a)anthracene
0.04
< 0.04
Benzo(a)pyrene
0.02
< 0.02
Benzo(e)pyrene
0.6
< 0.6
Benzo(b)fluoranthene
0.01
< 0.01
Benzo(ghi)perylene
0.04
< 0.04
Benzo(k)fluoranthene
µg/sample
0.008
PAHs by NIOSH 5515
< 0.008
Chrysene
0.01
< 0.01
Dibenzo(ah)anthracene
0.02
< 0.02
Fluoranthene
0.01
< 0.01
Fluorene
0.005
< 0.005
Indeno(1,2,3-cd)pyrene
0.05
< 0.05
Naphthalene
0.004
< 0.004
Phenanthrene
0.006
< 0.006
Draft Laporan Final UCG-2014
84
Pyrene
0.02
< 0.02
Note : **) This Parameter (in the described matrix) has not been accredited by KAN
Hasil analisis debu di beberapa lokasi kegiatan UCG ditampilkan pada Tabe 3.18. Kandungan debu tertinggi terdapat di pemukiman II sekitar mess, yaitu 97 µg/Nm³. Hal ini disebabkan areal lokasi yang terbuka. Namun, kadar debu tiga lokasi pengukuran masih di bawah baku mutu.
Vegetasi dan Penggunaan Lahan Pada pola penggunaan lahan di Kabupaten Banyuasin berdasarkan analisis Citra Alos Tahun 2010 dan RTRW Provinsi Suatera Selatan, terrekam jenis penggunaan lahan terbesar berupa semak belukar rawa dengan luas 299.773 Ha atau sekitar 22 % dari luas total Kabupaten Banyuasin. Tabel. 3.18. Hasil Analisis Debu (TSP)
No 1 2 3
Lokasi
Area Bor UCG I Pemukiman I (penduduk) Pemukiman II (Mess) BML, PP 41 Tahun 1999 (24 jam)
TSP, µg/Nm³ 78 32 97 230
Dari kondisi tata guna lahan eksisting, dominasi penggunaan lahan terluas berikutnya berupa Pertanian Lahan Kering Campuran termasuk didalamnya perkebunan rakyat, diikuti pertanian pangan lahan basah/sawah pasang surut dan lebak, perkebunan besar, hutan mangrove sekunder, kawasan hutan yang terdiri dari hutan mangrove, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder serta hutan tanaman. Untuk kawasan terbangun berupa permukiman baik perdesaan maupun perkotaan dan ereal transmigrasi masing-masing seluas 34.039 Ha dan 2.023 Ha.
Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel dan diagram berikut: Tabel 3.19. Luas Penggunaan Lahan Eksisting Kabupaten Banyuasin Tahun 2010 Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Hektar)
%
Hutan Mangrove Sekunder
160.532
13,6
Hutan Rawa Primer
37.664
3,2
Hutan Rawa Sekunder
28.818
2,4
Hutan Tanaman
16.666
0,1
Draft Laporan Final UCG-2014
85
Lahan Terbuka
7.320
0,6
Perkebunan
142.314
12,0
Permukiman
34.039
2,9
Pertambangan
579
0,0
Pertanian Lahan Kering (PLK)
11.286,72
2,2
PLK Campur Semak
222.374
18,0
Rawa
12.545
1,1
Sawah
197703
13,8
Semak Belukar
3.372
0,3
Semak Belukar Rawa
299.773
22,0
Tambak
12638
3,9
Transmigrasi
2.023
0,2
Tubuh Air Total
43.261
3,7
1.232.912
100,0
Sumber : RTRWP Sumatera Selatan Tahun 2011-3030, Lapan, 2010
Tanah
a) Tekstur Tanah Seluruh wilayah Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai tekstur tanah halus (liat) dan tekstur tanah sedang (lempung). Tekstur halus memberikan konotasi bahwa bahan tanah tersebut didominasi oleh fraksi liat, walaupun mungkin terdapat fraksi yang lain seperti debu dan pasir, tetapi proporsinya relatif rendah. b) Jenis Tanah Menurut kondisi tanahnya, jenis tanah yang berada di Kabupaten Banyuasin terdiri dari 7 jenis, yaitu : alluvial, andosol, glei, hidromorf, latosol, litosol, regosol. Jenis tanah entisol (alluvial) yang sebarannya terdapat di daerah dataran yang terbentuk oleh aktivitas Sungai Musi. Selain di daerah dataran Sungai Musi, jenis tanah
entisols ini juga banyak ditemukan di daerah-daerah endapan sungai lainnya seperti Sungai Calik dan Sungai Lalan. Jenis tanah inceptisol (glei) sebarannya terdapat di daerah-daerah rawa belakang dan dataran Sungai Musi, Sungai Calik dan Sungai Lalan, Jenis tanah ini juga mendominasi daerah endapan pantai yang ada di sebelah timur Kecamatan Bayung Lencir. Sebagian besar wilayah ini adalah merupakan daerah pasang surut, dengan fluktuasi muka air ya ng relatif kontinyu. Jenis tanah Histosols (tanah organik) yang sebarannya sebagian besar terdapat di Kecamatan Bayung Lencir bagian timur. Jenis tanah ultisols (podsolik) ini banyak
Draft Laporan Final UCG-2014
86
menempati daerah-daerah dengan bentuk wilayah berombak hingga berbukit. Jenis tanah yang mendominasi di kawasan Banyuasin jenis tanah adalah jenis tanah glei yaitu jenis tanah yang terbentuk karena pengaruh genangan air, dilanjutkan dengan jenis tanah alluvial yang merupakan hasil endapan erosi di dataran rendah serta sebaran paling kecil jenis tanah latasol yang banyak mengandung zat besi dan aluminium akan tetapi tingkat kesuburannya rendah.
Kualitas Air Permukaan dan Kualitas airtanah a)
Kualitas Air Permukaan
Kegiatan pertambangan yang mengeksploitasi sumber daya alam secara langsung menjadi suatu kegiatan yang memiliki dampak lingkungan, baik fisik maupun non fisik, yang sangat besar. Kegiatan pertambangan batubara yang saat ini dilakukan secara konvensional dengan cara penambangan terbuka akan merubah bentang alam secara ekstrem, selain juga menciptakan potensi kerusakan lingkungan lainnya seperti pembentukan air asam tambang, penurunan kualitas udara, penurunan kualitas air tanah dan permukaan, serta potensi longsoran. Hasil pembakaran batubara secara fisik akan menghasilkan emisi udara yang tidak baik, terutama parameter partikulat, SOx, NOx, maupun CO. Sejalan dengan itu maka pemerintah Indonesia mencoba menekan tingkat pencemaran pertambangan batubara dengan cara mengkonversi batubara dari fasa padat ke fasa lain secara langsung di dalam tambang dengan tujuan untuk mereduksi, bahkan mengeliminasi, kerusakan lingkungan di daerah penambangan maupun daerah pengguna hasil tambang, dengan hasil produksi berupa hasil tambang dalam bentuk produk yang lebih ramah lingkungan. Underground Coal Gasification (UCG) merupakan suatu metode yang dipelajari untuk dimanfaatkan demi meraih hasil seperti tujuan diatas. Nantinya produk yang dihasilkan berupa gas alam yang memiliki tingkat pencemaran udara yang jauh lebih kecil dibandingkan pembakaran batubara secara langsung. Proyek UCG ini merupakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia sehingga dalam kaitannya dengan lingkungan secara fisik diperlukan suatu penelitian tentang kualitas lingkungan sebelum, selama, dan setelah kegiatan berlangsung. Salah satu parameter lingkungan yang dirasakan akan terkena dampak dari berlangsungnya kegiatan UCG adalah air permukaan. Untuk itu penelitian
Draft Laporan Final UCG-2014
87
tentang dampak kegiatan UCG terhadap air permukaan harus dilakukan. Sampling air permukaan dilakukan pada titik-titik yang diperkirakan akan terdampak dari kegiatan UCG nantinya (Gambar 3.14). Penentuan titik didasarkan pada: - penentuan titik pelaksanaan UCG yang direncanakan - topografi daerah rencana - arah aliran sungai - daerah hulu dan hilir tapak kegiatan Sampling air permukaan dilakukan sesuai dengan kaidah sampling yang diatur pada SNI Air dan Air Limbah – Bagian 57 : Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan (SNI No 6989.57:2008). SNI tersebut mengatur tata cara sampling air permukaan, diantaranya metode sampling, cara pengawetan contoh, wadah contoh yang diperkenankan sesuai parameter uji, dan jenis pengawetan yang dilakukan sesuai parameter uji, serta waktu maksimum media yang terawetkan. Hasil analisa kualitas air permukaan dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Gambar 3.14. Lokasi pengambilan contoh air permukaan
Draft Laporan Final UCG-2014
88
Tabel 3.20. Hasil Analisa Kualitas Air Permukaan Hasil Analisa No
Parameter
Unit
NL : 6286/14
NL : 6287/14
NL : 6288/14
NL : 6289/14
Kc : A 1
Kc : A 9
Kc : A 12
Kc : A 13
1 TDS mg/L 27,0 40,0 46,5 2 TSS 9.4 7.8 46 3 pH 5 5 5 4 Suhu ᴼC 25.9 27.0 28.4 5 DO 4.7 5.2 5.6 6 Klorida (Cl) mg/L 2,70 2,97 1,35 7 COD mg/L O2 24,3 9,77 6,07 8 PO4-3 mg/L tt tt tt 9 CN Bebas mg/L 0,003 0,002 0,003 10 Nitrit mg/L < 0,005 < 0,005 < 0,005 11 Nitrat mg/L 0,026 0,27 0,13 12 Fe mg/L 0,56 1,02 1,35 13 Cu mg/L 0,012 < 0,003 < 0,003 14 Zn mg/L 0,011 < 0,01 0,040 15 Pb mg/L < 0,027 0,095 0,05 16 Cd mg/L < 0,006 < 0,006 < 0,006 17 Cr mg/L < 0,048 < 0,048 < 0,048 18 Co mg/L < 0,013 < 0,013 < 0,013 19 As mg/L tt tt tt 20 Se mg/L Keterangan: Contoh tidak terawetkan dengan sempurna melalui proses pendinginan karena kondisi lapangan
15 5 26.3 1,08 17,9 tt 0,004 < 0,005 0,30 0,36 0,009 0,054 0,44 < 0,006 < 0.048 < 0,013 tt -
Baku Mutu Kelas I PP 82/2001 1000 50 6-9 ± 3 ᴼC 6 10 0,2 0,02 0,06 0,5 0,3 0,02 0,05 0,03 0,01 0,05 0,2 0,05
Tanah di daerah tapak sungai terindikasi memiliki nilai Fe yang cukup tinggi, hal ini terlihat pada pengamatan visual, pada keadaan kering tanah teroksidasi berwarna kekuningan karena ion Fe2+ akan berubah menjadi ion Fe3+. Klorin atau klorida biasanya hanya ditemui di daerah beriklim kering. Apabila di daerah remote beriklim basah seperti tapak kegiatan ditemukan klorin berlebih, hal ini dapat terindikasikan bahwa klorin di dalam tanah sebelumnya tertekan keluar bersama akuifer dan terendapkan di permukaan karena air permukaan mengalami penurunan debit karena musim kemarau. Sampling dilakukan pada penghujung musim kemarau dengan intensitas hujan yang mulai tinggi. Pada daerah sekitaran sungai terdapat banyak ranting dan daun yang jatuh. Pada musim kemarau tanaman akan menggugurkan sedikit demi sedikit daunnya untuk menghadapi kekurangan air dan karena dengan sedikitnya air maka proses respirasi dan fotosintesis pada tanaman pun berkurang. Banyaknya daun dan ranting dengan kuantitas air yang sedikit akan menyebabkan penurunan DO. Penurunan DO biasanya akan berimbas pada kenaikan nilai BOD dan COD di daerah tersebut. Pada saat sampling di beberapa titik, air yang ada hanya sedikit dan menggenang. Diduga daerah tersebut mengalami kekeringan
Draft Laporan Final UCG-2014
89
pada musim kemarau dan mendapatkan kuantitas air yang cukup karena hujan yang mulai turun. Oksigen
terlarut (dissolved
oxygen,
disingkat DO)
atau
sering
juga
disebut
dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Nilai parameter DO yang rendah menunjukkan adanya pencemaran yang dapat disebabkan oleh keberadaan perkebunan karet dan sawit di sekitar sungai. Kualitas air permukaan dapat dikatakan sedikit anomali apabila ditinjau dari tiadanya kegiatan besar yang dapat berimbas secara langsung pada kualitas air permukaan, hal ini dikarenakan sampling dilakukan pada saat peralihan musim, dari kondisi kering menuju kondisi basah. Untuk itu sangat diperlukan kegiatan sampling dan analisa air dengan frekuensi yang lebih sering. b)
Kualitas Air Tanah
Polusi/kontaminasi terhadap air tanah merupakan resiko lingkungan yang paling serius yang dapat terjadi akibat kegiatan UCG. Kajian lingkungan harus dilakukan secara intensif dengan melakukan investigasi langsung ke lokasi ujicoba. kegiatan Monitoring air tanah yang dapat dilakukan meliputi kajian awal sebelum ujicoba gasifikasi, kajian selama kegiatan ujicoba dan setelah kegiatan ujicoba dengan melakukan pengambilan sampel pada beberapa titik di sekitar lokasi. Pada tahap awal monitoring dilakukan pengambilan sampel air dari tiga titik sumur warga di sekitar lokasi, dan dari lubang bor pada titik rencana ujicoba UCG (Gambar 3.15). Sebagai rona awal kualitas air tanah di sekitar lokasi rencana ujicoba UCG dilakukan analisa terhadap sifat fisik dan kimia air tanah yang dapat dilihat pada Tabel 3.21.
Draft Laporan Final UCG-2014
90
Gambar 3.15. Peta Lokasi Pengambilan sampel air tanah Tabel 3.21. Hasil Analisa Kualitas Air Sumur Hasil Analisa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Parameter TDS TSS pH Suhu DO Klorida (Cl) COD PO4-3 CN Bebas Nitrit Nitrat Fe Cu Zn Pb Cd Cr Co As Se
Unit mg/L mg/L ᴼC mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
NL : 6290/14
NL : 6291/14
NL : 6292/14
Kc : B1-1 5 27.7 3.0 4.05 5.39 0.041 <0.005 0.22 0.11 0.009 0.92 0.081 <0.006 <0.048 <0.013 tt -
Kc : B1-2 5 27.3 2.5 2.7 10.1 0.13 <0.005 0.29 0.22 0.008 0.9 0.098 <0.006 <0.048 <0.013 tt -
Kc : S1 9.4 23.4 5 26.8 4.9 8.16 6.07 tt 0.014 <0.005 4.30 0.31 0.007 0.068 <0.027 <0.006 <0.048 <0.013 tt -
NL : 6293/14 Kc : S2 230 15.6 6 27.5 2.2 9.17 24.6 tt 0.007 <0.005 1.00 0.17 0.009 0.068 <0.027 <0.06 <0.048 <0.013 tt -
NL : 6293A/14 Kc : S3 16.9 17.9 5 28.7 5.2 13.49 15.8 0.038 0.012 <0.005 2.78 0.014 0.009 0.027 <0.027 <0.006 <0.048 <0.013 tt -
B. Mutu Kelas I PP 82/2001 1000 50 6-9 ± 3 ᴼC 6 10 0,2 0,02 0,06 0,5 0,3 0,02 0,05 0,03 0,01 0,05 0,2 0,05
3.2.3.2. Geoteknologi
Draft Laporan Final UCG-2014
91
Litologi Lapisan Penutup Batubara. Kegiatan pemboran dan logging dilakukan di 6 titik lubang bor untuk mendapatkan litologi lapisan yang ada dengan titik koordinat seperti pada Tabel. 3.22. Tabel 3.22. Litologi Lapisan Batuan pada titik-titik Pemboran KOORDINAT SURVEY
NO
HOLE ID
1
UCG-1
319089,60
9714146,60
75,30
293,00
2
UCG-1B
319053,90
9714125,20
72,34 74,00
313,50
4
UCG-2
319247,20
9714042,40
78,25
283,05
5
UCG-2A
319246,70
9714092,40
75,10
258,55
6
UCG-2C
319283,20
9714126,90
75,85
238,00
X
Y
Draft Laporan Final UCG-2014
Z
TOTAL DEPTH
COAL INTERVAL FROM
13,18 50,30 90,00 152,30 192,80 212,80 215,30 227,15 258,95 268,83 33,30 69,40 111,70 180,60 214,70 235,00 238,00 247,50 281,30 292,40 42,06 72,20 101,20 147,25 188,13 209,10 212,24 224,10 255,50 264,13 19,20 52,10 123,19 131,50 165,18 185,59 188,78 199,10 230,50 239,22 23,42 63,13 105,10 111,40 142,00 164,10 167,10 175,40 206,47 215,10
TO
16,30 53,42 91,57 160,75 198,10 214,05 216,85 227,90 259,98 278,30 36,00 73,10 112,90 182,20 219,70 236,00 239,30 248,50 282,20 301,00 46,24 74,70 103,13 155,38 193,30 209,90 213,60 225,00 256,30 273,40 23,98 54,72 124,82 132,97 170,23 186,76 190,00 200,10 231,30 248,40 25,80 67,00 106,75 112,75 147,70 165,00 168,40 176,40 207,40 224,17
SEAM
THICK
3,12 3,12 1,57 3,97 5,30 1,25 1,55 0,75 1,03 9,44 2,70 3,70 1,20 1,60 5,00 1,00 1,30 1,00 0,90 8,60 4,18 2,50 1,93 3,33 5,17 0,80 1,36 0,90 0,80 9,27 4,78 2,62 1,63 1,47 5,05 1,17 1,22 1,00 0,80 9,18 2,38 3,88 1,65 1,35 5,70 0,90 1,30 1,00 0,93 9,07
K J H2 G2 & G1 F EUU EUL EL DA D K J H2 G1 F EUU EUL EL DA D K J H2 G2 & G1 F EUU EUL EL DA D J H2 G2 G1 F EUU EUL EL DA D J H2 G2 G1 F EUU EUL EL DA D
92
Berdasarkan hasil pemboran dan logging di 6 titik lubang bor, dapat diketahui litologi lapisan yang ada di masing-masing lubang bor, seperti terlihat pada Tabel 3.23, 3.24, 3.25, 3.26 dan 3.27. Data litologi dari lubang bor UCG 2 menunjukkan batuan pengapit yang ada didominasi oleh tipe batuan lempung (claystone). Batubara yang ada di lubang bor ini merupakan batubara multi seam yang terdiri dari tiga lapisan, masing masing dengan ketebalan sebesar 1.13 m untuk lapisan pertama, 10.5 m untuk lapisan kedua dan 0.2 m untuk lapisan ketiga sedangkan lapisan underburden nya masing-masing setebal 6.97 m untuk bagian atas, 3.8 m untuk bagian bawah. Data litologi dari lubang bor UCG 2A menunjukkan batuan pengapit yang ada didominasi oleh tipe batuan lempung (claystone). Batubara yang ada di lubang bor ini merupakan batubara multi seam yang terdiri dari dua lapisan, masing masing dengan ketebalan sebesar 0.48 m untuk lapisan pertama, 9.03 m untuk lapisan kedua sedangkan lapisan underburden nya setebal 7.52 m. Tabel 3.23. Litologi UCG-2
Tabel 3.24. Litologi UCG-2A
Draft Laporan Final UCG-2014
93
Data litologi dari lubang bor UCG 2C menunjukkan batuan pengapit yang ada didominasi oleh tipe batuan pasir (sandstone). Batubara yang ada di lubang bor ini merupakan batubara multi seam yang terdiri dari empat lapisan, masing masing dengan ketebalan sebesar 3.00 m untuk lapisan pertama, 2.90 m untuk lapisan kedua, 2.40 m untuk lapisan ketiga dan 9.00 m untuk lapisan keempat sedangkan lapisan underburden nya masingmasing setebal 41.6 m untuk bagian atas, 78.5 m untuk bagian tengah dan 51.6 m untuk bagian bawah. Data litologi dari lubang bor UCG 1 menunjukkan batuan pengapit yang ada didominasi oleh tipe batuan lempung (claystone) dengan sisipan batuan pasir (sandstone). Batubara yang ada di lubang bor ini merupakan batubara multi seam yang terdiri dari dua lapisan, masing masing dengan ketebalan sebesar 0.10 m untuk lapisan pertama, 9.7 m untuk lapisan kedua sedangkan lapisan underburden nya hanya setebal 0.18 m.
Tabel 3.25. Litologi UCG-2C
Tabel 3.26. Litologi UCG-1
Data
litologi dari lubang bor UCG 1B menunjukkan jenis batuan yang ada berupa tipe batuan
Draft Laporan Final UCG-2014
94
lempung dengan batuan pasir. Batubara tidak ditemukan pada lubang bor ini. Tabel 3.27. Litologi UCG-1B
Data litologi dari lubang bor UCG 1C menunjukkan batuan pengapit yang ada didominasi oleh tipe batuan lempung (claystone) dengan batuan pasir (sandstone). Batubara yang ada di lubang bor ini merupakan batubara multi seam yang terdiri dari tiga lapisan, masing masing dengan ketebalan sebesar 2.00 m untuk lapisan pertama, 4.70 m untuk lapisan kedua dan 6.5 m untuk lapisan ketiga, sedangkan lapisan underburden nya masing-masing setebal 24.5 m untuk bagian atas, dan 74.8 m untuk bagian bawah.
Data Geoteknik Batuan Data geoteknik batuan diperoleh dari hasil pengujian batuan di Laboratorium Geomekanika Puslitbang Tekmira. Hasil pengujian berupa data sifat fisik dan sifat mekanik batuan. Parameter sifat fisik terdiri dari kadar air, bobot isi, derajat kejenuhan, porositas dan angka pori. Adapun parameter sifat mekanik terdiri dari kuat tarik Brazilian, ultrasonic, kuat geser dan triaksial. Contoh batuan diperoleh dari beberapa lubang bor yang ditentukan sebagai lubang bor geoteknik. Adapun contoh tersebut berasal dari lubang bor UCG 1, UCG 2 dan UCG 2A. Nilai parameter geoteknik batuan dari masing-masing lubang bor tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.28, 3.29 dan 3.30 Tabel 3.28. Parameter geoteknik UCG 2 Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi
GT-2A
GT-2B
GT-2C
GT-2D
16.00 – 16.50
27.31 – 28.00
38.86 – 39.30
66.46 – 67.00
Batu lanau pasiran
Batu lanau pasiran
Batu lempung
Batu lempung
Draft Laporan Final UCG-2014
95
Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan Kuat tarik Brazilian Ultrasonic
σt
(gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%) (%) (%) (%)
(kg/cm2)
E (kg/cm2) µ Triaksial φp (0) Cp (kg/cm2) Kuat geser φr (0) Cr (kg/cm2) Parameter geoteknik UCG 2 (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi
1.735 1.821 1.509 1.51 2.19 14.94 20.63 72.26 31.12 0.45
1.741 1.924 1.566 1.57 2.44 11.22 22.91 49.03 35.83 0.56
1.623 1.828 1.404 1.40 2.44 15.65 30.27 51.65 42.35 0.74
1.791 1.906 1.523 1.52 2.47 17.66 25.18 70.02 38.31 0.62
2.17
-
-
-
59251.76 0.33 31.63 38.75 -
13115.80 0.36 11.09 7.77 22.00 0.83
20.96 0.27
14913.09 0.43 14.43 21.27 -
GT-2E 81.00 – 81.50
GT-2F 90.37 – 90.88
GT-2G 93.38 – 94.00
GT-2H 97.50 – 98.00
Batu pasir lempungan
Batu pasir lempungan
Batu lempung pasiran
Batu lempung lanauan
1.353 1.697 1.174 1.17 2.46 15.19 44.61 34.31 52.33 1.10
1.886 1.955 1.540 1.54 2.63 22.63 27.28 83.60 41.50 0.72
1.932 1.989 1.607 1.61 2.60 20.24 23.81 84.97 38.25 0.62
1.936 1.999 1.650 1.65 2.53 17.33 21.15 81.87 34.89 0.54
-
5.11
-
3.26
16650.09 0.36 -
28598.57 0.39 13.55 18.73 24.04 0.29
34863.38 0.41 12.38 16.78 15.43 0.20
14972.35 0.32 -
GT-2I
GT-2L
GT-2O
103.00–103.77
142.30–142.80
GT-2N 181.30–181.65 183.75-183.90
Batu lanau
Batu pasir
Coaly clay
Batu pasir halus lempungan
1.892 1.963 1.589 1.59 2.54 19.08
1.870 1.920 1.520 1.52 2.54 23.04
1.465 1.721 1.291 1.29 2.27 13.52
1.973 1.998 1.649 1.65 2.54 19.72
Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan Kuat tarik Brazilian Ultrasonic
σt
(gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%) (%) (%) (%)
(kg/cm2)
E (kg/cm2) µ Triaksial φp (0) Cp (kg/cm2) Kuat geser φr (0) Cr (kg/cm2) Parameter geoteknik UCG 2 (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami
(gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%)
Draft Laporan Final UCG-2014
207.00–207.70
96
Kadar air jenuh (%) Derajat jenuh (%) Porositas (%) Angka pori Sifat Mekanik Batuan KT.Brazilian σt (kg/cm2) Ultrasonic E (kg/cm2) µ Triaksial φp (0) Cp (kg/cm2) Kuat geser φr (0) Cr (kg/cm2) Parameter geoteknik UCG 2 (lanjutan) Kode Sampel
Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan K.T. Brazilian σt Ultrasonic E µ Triaksial φp Cp Kuat geser φr Cr
26.38 87.35 40.08 0.67
33.45 40.34 42.98 0.76
21.25 92.92 34.97 0.54
2.58 9291.16 0.40 16.52 15.50 28.10 0.13
0.80 12951.17 0.40 13.80 20.51 29.25 0.04
55341.75 0.41 21.26 0.59
19808.73 0.45 -
GT Coal UCG 2 (GT CO – 2S) 267.00– 268.00
GT Coal UCG 2 (GT CO – 2T)
GT-2P
GT-2Q
221.20–222.10
257.00–257.50
Batu pasir medium
-
Batubara
Batubara
2.046 2.104 1.823 1.82 2.53 12.32 15.66 80.12 28.09 0.39
-
1.206 1.225 0.945 0.95 1.31 27.65 29.67 93.27 28.00 0.39
1.210 1.223 0.969 0.97 1.30 24.89 26.22 94.96 25.40 0.34
29863.04 0.41 -
7617.94 0.41 -
-
-
GT-2U 275.10–275.65
GT-2V 280.53–281.00 Batu pasir lempung karbonasi
Kedalaman (m) Deskripsi
23.59 81.03 37.47 0.60
(gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%) (%) (%) (%)
(kg/cm2) (kg/cm2) (0) (kg/cm2) (0) (kg/cm2)
270.00–271.00
Parameter geoteknik UCG 2 (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi
Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan K.T. Brazilian σt Ultrasonic E
Batu pasir lempung karbonasi (gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%) (%) (%) (%)
(kg/cm2) (kg/cm2)
Draft Laporan Final UCG-2014
1.607 1.742 1.408 1.41 2.12 14.20 23.88 60.07 33.45 0.51
1.884 2.006 1.638 1.64 2.59 15.03 22.55 66.70 36.89 0.58
15125.64
37449.02
97
Triaksial Kuat geser
µ φp Cp φr Cr
0.41 -
(0) (kg/cm2) (0) (kg/cm2)
0.34 -
Tabel 3.29. Parameter geoteknik UCG 1 Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi
GT-1A 14.00 – 14.42
GT-1B 51.46 – 51.82
GT-1C 73.16 – 73.54
GT-1D 75.00 – 75.50
Batu lanau
Batu lempung
Batu lempung pasiran
Batu lempung
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * *
* * * * * * *
* * * * * * *
GT-1E 84.15–85.00
GT-1F 100.20-100.60
GT-1G 103.50-103.92
GT-1H 139.54-139.92
Batu lempung
Batu lempung karbonasi
Batu lempung karbonasi
Batu lempung karbonasi
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
* * *
* * *
* * *
* * *
*
*
*
*
*
*
*
*
* *
* *
* *
* *
*
*
*
*
Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami (gr/cc) * Bobot isi jenuh (gr/cc) * Bobot isi kering (gr/cc) * App. S.G. * True. S.G. * Kadar air alami (%) * Kadar air jenuh (%) * Derajat jenuh (%) * Porositas (%) * Angka pori * Sifat Mekanik Batuan K.T.Brazilian σt (kg/cm2) * Ultrasonic E (kg/cm2) * µ * Triaksial φp (0) * Cp (kg/cm2) * Kuat geser φr (0) * Cr (kg/cm2) * * Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium Parameter geoteknik UCG 1 (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi (gr/cc) alami Bobot isi (gr/cc) jenuh Bobot isi (gr/cc) kering App. S.G. True. S.G. Kadar air (%) alami Kadar air (%) jenuh Derajat (%) jenuh Porositas (%) Angka pori Sifat Mekanik Batuan K.T.Brazilian σt (kg/cm2)
Draft Laporan Final UCG-2014
98
Ultrasonic Triaksial Kuat geser
E µ φp Cp φr Cr
(kg/cm2)
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
GT-1I 141.55-142.54
GT-1J 159.25-159.77
GT-1K 163.52-163.95
GT-1L 217.26-217.74
Batu pasir lempungan
Batu lempung pasiran
Batu lempung pasiran
Batu pasir lempungan
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
(kg/cm2)
*
*
*
*
(kg/cm2)
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
GT-1M 218.00-218.88
GT-1N 226.10-226.60
GT-1O 273.00-277.00
GT-1P 282.45-282.76
Batu pasir lempungan karbonasi
Batu pasir halus lempungan
Batubara
Batu lanau
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
(kg/cm2)
*
*
*
*
(kg/cm2)
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
(0) (kg/cm2) (0) (kg/cm2)
* Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium Parameter geoteknik UCG 1 (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan Kuat tarik σt Brazilian Ultrasonic E µ Triaksial φp Cp Kuat geser φr Cr
(gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%) (%) (%) (%)
(0) (kg/cm2) (0) (kg/cm2)
* Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan Kuat tarik σt Brazilian Ultrasonic E µ Triaksial φp Cp Kuat geser φr
(gr/cc) (gr/cc) (gr/cc)
(%) (%) (%) (%)
(0) (kg/cm2) (0)
Draft Laporan Final UCG-2014
99
Cr
(kg/cm2)
*
* Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium
*
*
*
Tabel 3.30 . Parameter geoteknik UCG 2A Kode Sampel
GT 2A-A
GT 2A-B
GT 2A-C
GT 2A-D
194.50-195.00
201.20-202.00
204.10-205.00
230.30-230.55
Batu pasir halus lempungan karbonasi
Batu lanau karbonasi
Batu lanau
Batu lempung
(gr/cc) (gr/cc)
* *
* *
* *
* *
(gr/cc)
*
*
*
*
(%)
* * *
* * *
* * *
* * *
(%)
*
*
*
*
(%) (%)
* * *
* * *
* * *
* * *
(kg/cm2)
*
*
*
*
(kg/cm2)
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
GT 2A-E 233.30-233.80 Batu lempung karbonasi
GT 2A-F 237.20-237.70 Coaly clay
GT CO 2A-G 242.00-246.00 Batubara
GT CO 2A-H 246.00-258.80 Batubara
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * * * * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
* * * * *
Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami Bobot isi jenuh Bobot isi kering App. S.G. True. S.G. Kadar air alami Kadar air jenuh Derajat jenuh Porositas Angka pori Sifat Mekanik Batuan Kuat tarik σt Brazilian Ultrasonic E µ Triaksial φp Cp Kuat geser φr Cr
(0) (kg/cm2) (0) (kg/cm2)
* Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium Parameter geoteknik UCG 2A (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi alami (gr/cc) Bobot isi jenuh (gr/cc) Bobot isi kering (gr/cc) App. S.G. True. S.G. Kadar air alami (%) Kadar air jenuh (%) Derajat jenuh (%) Porositas (%) Angka pori Sifat Mekanik Batuan K.T. Brazilian σt (kg/cm2) Ultrasonic E (kg/cm2) µ Triaksial φp (0) Cp (kg/cm2)
Draft Laporan Final UCG-2014
100
Kuat geser
φr Cr
(0) (kg/cm2)
* *
* *
* *
GT 2A-I 250.00-250.80 Batu lempung pasiran
GT 2A-J 257.20-258.00 Batu lempung pasiran
GT 2A-K 258.15-258.55 Batu pasir lempungan
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
* * *
* * *
* * *
* * *
*
*
*
*
*
*
*
*
* *
* *
* *
* *
*
*
*
*
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
* * * * * *
* Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium
* *
Parameter geoteknik UCG 2A (lanjutan) Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Sifat Fisik Batuan Bobot isi (gr/cc) alami Bobot isi (gr/cc) jenuh Bobot isi (gr/cc) kering App. S.G. True. S.G. Kadar air (%) alami Kadar air (%) jenuh Derajat (%) jenuh Porositas (%) Angka pori Sifat Mekanik Batuan Kuat tarik σt (kg/cm2) Brazilian Ultrasonic E (kg/cm2) µ Triaksial φp (0) Cp (kg/cm2) Kuat geser φr (0) Cr (kg/cm2)
* Nilai parameter masih dalam proses penyelesaian di laboratorium Kadar Air
Variasi nilai kadar air terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.16. dibawah ini. Nilai kadar air pada kondisi alami dan jenuh mengalami peningkatan. Namun pada kedalaman 81.00 – 82.00 m, kedalaman 221.00 – 222.00 m, nilai kadar air ini mengalami penurunan. Pada kedalaman 90.00 – 91.00 m, nilai kadar air ini mengalami peningkatan yang cukup besar jika kondisinya jenuh air. Ada kemungkinan lapisan ini merupakan lapisan batu pasir yang cukup tebal.
Draft Laporan Final UCG-2014
101
Kadar Air 0
10
20
30
40
50
0 50
Kedalaman
100 150 200 250 300 Kadar Air Alami
Kadar Air Jenuh
Gambar 3.16.Variasi nilai kadar air versus kedalaman
Bobot Isi Variasi nilai bobot isi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.17 dibawah ini. Nilai bobot isi pada kondisi alami, jenuh dan kering mengalami peningkatan. Namun pada kedalaman 80.00 – 85.00 m, kedalaman 181.00 – 184.00 m serta kedalaman 267.00 – 271.00 m, nilai bobot isi mengalami penurunan. Pada kondisi alami, nilai bobot isi alami seharusnya mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kedalaman.
0
0,5
1
Bobot Isi 1,5
2
2,5
0
Kedalaman
50 100 150 200 250 300
Bobot Isi Alami
Draft Laporan Final UCG-2014
Bobot Isi Jenuh
102
Gambar 3.17. Variasi nilai bobot isi versus kedalaman
Porositas Variasi nilai porositas terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.18 dibawah ini. Nilai porositas mengalami peningkatan. Namun pada kedalaman 66.00 – 67.00 m, kedalaman 97.00 – 98.00 m, serta kedalaman 270.00 – 271.00 m, nilai porositas ini mengalami penurunan.
Porositas 0
10
20
30
40
50
60
0
Kedalaman
50 100 150 200 250 300
Gambar 3.18. Variasi nilai porositas versus kedalaman Angka Pori Variasi nilai angka pori terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.19 dibawah ini. Nilai porositas mengalami peningkatan. Namun pada kedalaman 66.00 – 67.00 m, kedalaman 97.00 – 98.00 m, serta kedalaman 270.00 – 271.00 m, nilai angka pori ini mengalami penurunan.
Draft Laporan Final UCG-2014
103
Angka Pori 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0
Kedalaman
50 100 150 200 250 300
Gambar 3.19. Variasi nilai angka pori versus kedalaman
Derajat Jenuh Variasi nilai derajat jenuh terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.20 dibawah ini. Nilai derajat jenuh mengalami peningkatan. Namun pada kedalaman 81.00 – 82.00 m, kedalaman 181.00 – 182.00 m, serta kedalaman 275.00 – 276.00 m, nilai derajat jenuh ini mengalami penurunan.
Derajat Jenuh 0
20
40
60
80
100
0 Kedalaman
50 100 150 200 250 300
Gambar 3.20. Variasi nilai derajat jenuh versus kedalaman Modulus Elastisitas (E) Nilai modulus elastisitas ini diperoleh dari pengujian ultrasonic di laboratorium. Variasi nilai modulus elastisitas terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.21. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya kedalaman. Namun pada
Draft Laporan Final UCG-2014
104
kedalaman
103.00 – 104.00 m, kedalaman 257.00 – 258.00 m, nilai ini mengalami
penurunan.
Modulus Elastisitas 0
20000
40000
60000
80000
0,0
KEdalaman
50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0
Gambar 3.21. Variasi nilai modulus elastisitas versus kedalaman Poisson’s Ratio Nilai poisson’s ratio ini diperoleh dari pengujian ultrasonic di laboratorium. Variasi nilai poisson’s ratio terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.22. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya kedalaman. Namun pada kedalaman 97.00 – 98.00 m, kedalaman 280.00 – 281.00 m, nilai ini mengalami penurunan.
Poisson's Ratio 0
0,2
0,4
0,6
0,0
Kedalaman
50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0
Gambar 3.22. Variasi nilai poisson’s ratio versus kedalaman Kohesi Puncak.
Draft Laporan Final UCG-2014
105
Nilai kohesi pada kondisi puncak ini diperoleh dari pengujian triaksial di laboratorium. Variasi nilai kohesi puncak terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.23. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya kedalaman.
Sudut geser dalam puncak Nilai sudut geser dalam pada kondisi puncak ini diperoleh dari pengujian triaksial di laboratorium. Variasi nilai sudut geser dalam puncak terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.24. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya kedalaman.
C - peak 0
20
40
60
0,0
Kedalaman
50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0
Gambar 3.23. Variasi nilai kohesi puncak versus kedalaman
phi - peak 0
10
20
30
40
0,0 KEdalaman
50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0
Gambar 3.24. Variasi nilai sudut geser dalam puncak versus kedalaman
Draft Laporan Final UCG-2014
106
Kohesi Residual Nilai kohesi pada kondisi residual diperoleh dari pengujian kuat geser di laboratorium. Variasi nilai kohesi residual terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.25. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya kedalaman. Namun pada kedalaman 142.00 – 143.00 m, nilai ini mengalami penurunan.
C - residual 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0,0
Kedalaman
50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0
Gambar 3.25. Variasi nilai kohesi residual versus kedalaman Sudut geser dalam residual. Nilai sudut geser dalam pada kondisi residual ini diperoleh dari pengujian kuat geser di laboratorium. Variasi nilai sudut geser dalam residual terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.26. Nilai ini cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya kedalaman. Namun pada kedalaman 142.00 – 143.00 m, nilai ini mengalami penurunan.
phi - residual 0
10
20
30
40
0,0
KEdalaman
50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0
Draft Laporan Final UCG-2014
107
Gambar 3.26. Variasi nilai sudut geser dalam residual versus kedalaman
Tegangan Insitu Batuan Penutup Tegangan insitu batuan penutup terdiri dari tegangan vertikal (σv) dan tegangan horisontal (σh). Tegangan vertikal berasal dari tegangan overburden batuan penutup sedangkan tegangan horisontal ditentukan berdasarkan koefisien tekanan lateral batuan (K0) pada kondisi diam. Nilai tegangan vertikal, tegangan horisontal dan koefisien tekanan lateral (K0) ditentukan dengan rumus dibawah ini. Variasi nilai tegangan insitu terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 3.27. 𝜎𝜎𝑣𝑣 = 𝛾𝛾𝛾𝛾 : 𝐾𝐾0 =
𝜎𝜎 ℎ 𝜎𝜎𝑣𝑣
=
𝑣𝑣 1−𝑣𝑣
; 𝜎𝜎ℎ =
𝑣𝑣 𝜎𝜎 1−𝑣𝑣 𝑣𝑣
Tabel 3.31. Perhitungan tegangan insitu batuan penutup Kode Sampel
GT-2A GT-2B GT-2C GT-2D GT-2E GT-2F GT-2G GT-2H GT-2I GT-2L GT-2N GT-2N GT-2O GT-2P GT-2Q GT-2S GT-2T GT-2U GT-2V
Kedalaman
16.00 -16.50 27.31 – 28.00 38.86 – 39.30 66.46 – 67.00 81.00 – 81.50 90.37 – 90.88 93.38 - 94.00 97.50 - 98.00 103.00 – 103.77 142.30 – 142.80 181.30 – 181.65 183.75 – 183.90 207.00 – 207.70 221.20 – 222.70 257.00 – 257.50 267.00 – 268.00 270.00 - 271.00 275.10 – 275.65 280.53 – 281.00
Bobot Isi Alami
Poisson’s Ratio
Tegangan Insitu v/(1-v)
σv kPa
σh kPa
σh(0.5) kPa
272.05 465.96 618.08 1166.49 1074.01 1670.29 1768.02 1849.85 1909.78 2607.79 2602.92 2638.10 4002.43 4435.24
133.99 262.10 879.99 604.13 1067.89 1228.62 870.52 1273.19 1738.53 1808.81 1833.26 3274.71 3082.11
136.02 232.98 309.04 583.25 537.01 835.15 884.01 924.92 954.89 1303.89 1301.46 1319.05 2001.21 2217.62
3010.68 2668.22
1577.81 1600.83 2166.22 2589.74
gr/cm3
kN/m3
ν
1.735 1.741 1.623 1.791 1.353 1.886 1.932 1.936 1.892 1.870 1.465 1.465 1.973 2.046
17.003 17.062 15.905 17.552 13.259 18.483 18.934 18.973 18.542 18.326 14.357 14.357 19.335 20.051
0.33 0.36
0.49 0.56
1.206 1.210 1.607 1.884
11.891 11.858 15.749 18.463
0.43 0.36 0.39 0.41 0.32 0.40 0.40 0.41 0.41 0.45 0.41 0.41
0.75 0.56 0.64 0.69 0.47 0.67 0.67 0.69 0.69 0.82 0.69 0.69
0.41 0.34
0.69 0.52
Draft Laporan Final UCG-2014
3155.62 3201.66 4332.44 5179.48
108
Tegangan Insitu 0,00 1000,00 2000,00 3000,00 4000,00 5000,00 6000,00 0,00
Kedalaman
50,00 100,00
Tegangan Insitu sv kPa
150,00
Tegangan Insitu sh kPa Tegangan Insitu sh(0.5) kPa
200,00
Tegangan Insitu sh(1.0) kPa
250,00 300,00
Gambar 3.27. Variasi tegangan insitu versus kedalaman Data Permeabilitas Batuan Data permeabilitas contoh batuan diperoleh dari hasil pengujian permeabilitas di Laboratorium Geomekanika Puslitbang Tekmira. Hasil pengujian berupa data koefisien permeabilitas masing-masing contoh yang ada. Tabel 3.32. Nilai permeabilitas UCG 1 Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi
Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas
cm/det
GT-1A
GT-1B
GT-1C
GT-1D
14.00 – 14.42
51.46 – 51.82
75.00 – 75.50
Batu lanau
Batu lempung
73.16 – 73.54 Batu lempung pasiran
2.427E-06
1.626E-06
2.499E-06
3.302E-07
GT-1E 84.15 – 85.00
GT-1F 100.20 – 100.60 Batu lempung karbonasi
GT-1G 103.50 – 103.92 Batu lempung karbonasi
GT-1H 139.54 – 139.92 Batu lempung karbonasi
7.252E-07
3.012E-07
4.027E-07
4.039E-07
GT-1I 141.55 – 142.54 Batu pasir lempungan
GT-1J 159.25 – 159.77 Batu lempung pasiran
GT-1K 163.52 – 163.95 Batu lempung pasiran
GT-1L 217.26 – 217.74 Batu pasir lempungan
8.292E-07
6.859E-07
1.521E-06
2.293E-05
GT-1M 218.00 – 218.88 Batu pasir lempungan karbonasi
GT-1N 226.10 – 226.60
GT-1O 273.00 – 277.00
GT-1P 282.45 – 282.76
Batu pasir halus lempungan
Batubara
Batu lanau
9.345E-07
7.300E-04
1.001E-07
Batu lempung cm/det
cm/det
cm/det
7.974E-08
Draft Laporan Final UCG-2014
Batu lempung
109
Tabel 3.33. Nilai permeabilitas UCG 2 Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m)
cm/det
Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m)
cm/det
GT-2B 27.31 – 28.00 Batu lanau pasiran
GT-2E 81.00 – 81.50 Batu pasir lempungan
GT-2F 90.37 – 90.88 Batu pasir lempungan
1.452E-06
5.876E-07
5.241E-07
1.028E-06
GT-2G
GT-2H
GT-2I
93.38 – 94.00
97.50 – 98.00
103.00 – 103.77
GT-2N 181.30 – 181.65 183.75 – 183.90
Batu lempung pasiran
Batu lempung lanauan
Batu lanau
Coaly clay
1.452E-07
5.876E-07
5.241E-07
1.028E-07
GT-2O 207.00207.70 Batu pasir halus lempungan
Deskripsi
Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas
GT-2A 16.00 – 16.50 Batu lanau pasiran
cm/det
7.756E-07
GT-2P
GT-2Q 257.00257.50
GT-2U 275.10275.65
Batu pasir medium
Coaly clay
Coaly clay
Batu pasir lempungan karbonasi
8.293E-07
5.260E-07
6.661E-07
2.429E-07
221.20-222.00
GT-2V 280.53-281.00
Tabel 3.34. Nilai permeabilitas UCG 2A Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi
Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas Kode Sampel Kedalaman (m) Deskripsi Permeabilitas Batuan Koefisien k permeabilitas
cm/det
cm/det
cm/det
GT-2A-A 194.50 – 195.00 Batu pasir halus lempungan karbonasi
GT-2A-B 201.20 – 202.00
GT-2A-C 204.10 – 205.00
GT-2A-D 230.30 – 230.55
Batu lanau karbonasi
Batu lanau
Batu lempung
2.520E-07
7.736E-05
1.272E-07
1.383E-07
GT-2A-E 233.30 – 233.80
GT-2A-F 237.20 – 237.70
GT-2A-G 242.00 – 246.00
GT-2A-H 246.00 – 258.80
Batu lempung karbonasi
Coaly clay
Batubara
Batubara
3.798E-06
2.936E-07
5.691E-06
6.200E-04
GT-2A-I 250.00 – 250.80
GT-2A-J 257.20 – 258.00
GT-2A-K 258.15 – 258.55
Batu lempung pasiran
Batu lempung pasiran
Batu pasir lempungan
3.237E-07
7.589E-07
4.237E-07
3.2.3.3. Hidrogeologi
Draft Laporan Final UCG-2014
110
Parameter klimatologi sebagai dasar perhitungan keseimbangan air atau neraca air (water
balance), meliputi: curah hujan, radiasi matahari, kecepatan angin, temperatur, kelembaban, evaporasi, transpirasi, kecepatan angin, tekanan, solar radiasi, penyinaran matahari, jumlah hari hujan, curah hujan, merupakan komponen masukan yang penting dalam proses hidrologi. Air hujan setelah jatuh ke bumi dapat berupa aliran limpasan permukaan (runoff) maupun aliran airtanah (groundwater flow). Daerah penelitian berjarak sekitar 5 km dari desa Macang Sakti dan sekitar 10 km dari desa Lintang serta dilalui Sungai Lintang yang ber-ordo 1 – 2. Muara aliran air Sungai Lintang masuk ke arah Sungai Ampalau yang ber-ordo 3 terletak di desa Ulang Umbacang yang berjarak sekitar 12 km dari desa Lintang dan termasuk bagian dari daerah aliran sungai (DAS) dari Sungai Rawas yang ber-ordo 4 terletak di desa Muara Rawas, kemudian aliran sungai ini bermuara ke Sungai Musi dengan klasifikasi sungai ber-ordo 5. Dalam proses pemilihan lokasi yang tepat untuk pilot plan gasifikasi batubara bawah tanah (UCG) perlu dilakukan kegiatan pemboran hal ini untuk mengetahui kondisi struktur geologi dan kondisi hidrogeologi di daerah tersebut, antara lain; kedalaman lapisan, ketebalan, penyebaran lapisan batubara, geometrik, penyebaran lapisan akuifer muka airtanah (water level), arah aliran. Jumlah titik pemboran adalah sebanyak 6 titik yang terdiri antara lain; titik UCG-1, UCG-1B, UCG-1C dan titik UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C. (Lihat Tabel 1). Berdasarkan hasil pengukuran muka airtanah (water level) untuk titik bor UCG 1, UCG 1B dan UCG 1C, dapat diketahui bahwa arah aliran airtanah menuju ke arah Timur Laut. Sedangkan untuk titik bor UCG 2, UCG 2A dan UCG 2C, arah aliran airtanah cenderung menuju ke arah Barat Daya. (Lihat Tabel 3.35) dan (Lihat Gambar 3.28). Sedangkan arah aliran air permukaan akan mengikuti bentuk ketinggian topografinya, yaitu mengalir dari arah utara menuju ke selatan. Tabel 3.35. Karakteristik Titik Bor
1
Titik Bor UCG 1
319089,60
2
UCG 1B
3 4
No
9714146,60
Kedalaman (meter) 293,00
MAT (meter) 15,80
Level Topografi 75,30
319053,90
9714125,20
313,50
12,10
72,34
UCG 1C
319092,60
9714232,70
256,00
16,80
76,45
UCG 2
319247,20
9714042,40
283,05
18,95
78,25
Koordinat
Draft Laporan Final UCG-2014
Arah Aliran Cenderung Timur Laut Cenderung Timur Laut Cenderung Timur Laut Cenderung Barat Laut
ke ke ke ke
111
5
UCG 2A
319246,70
9714092,40
258,55
9,90
75,10
6
UCG 2C
319283,20
9714126,90
246,00
10,0
75,85
Cenderung ke Barat Laut Cenderung ke Barat Laut
PETA TITIK PEMBORAN
Gambar 3. 28. Peta Lokasi Titik Pemboran Tabel 3.36. Karakteristik Sumur
1
Titik Sumur S1
319089,60
2
S2
3
S3
No
9714146,60
Kedalaman (meter) 5,0
MAT (meter) 4,72
Level Topografi 75,30
Keteranga n Arah aliran
319053,90
9714125,20
6,0
1,25
72,34
Arah aliran
319092,60
9714232,70
4,0
1,37
76,45
Arah aliran
Koordinat
Keseimbangan air (Water balance) Berdasarkan data klimatologi tahun 2009 – 2013 di daerah penelitian PT. Astaka Dodol dan sekitarnya, kondisi topografi serta morfologi yang ada, maka dapat diperhitungkan besaran (nilai) keseimbangan air (F.J. Mock), antara lain; a. Keseimbangan Air – Tahun 2009
Draft Laporan Final UCG-2014
112
Tabel 3.37. Keseimbangan Air – 2009 Water Balance - PT Astaka Dodol - 2009 Keterangan
Jan 25,9
Feb 26,4
Mar 26,9
Apr 28,0
Mei 28,1
Jun 27,8
Jul 27,5
Ags 28,0
Sep 28,6
Okt 27,5
Nov 27,2
89,0 4,1
87,0 7,7
86,0 4,1
83,0 6,2
81,0 12,9
82,0 6,2
79,0 3,6
77,0 7,7
74,0 10,3
81,0 7,7
83,0 9,3
85,0 6,2
43,8 204,0 1,0 33,4 29,7 3,9 14,9 0,2 16,2 0,3 4,0 0,8
81,9 381,7 1,0 34,4 29,9 7,5 15,1 0,2 16,3 0,3 4,0 0,8
43,7 203,5 1,0 35,4 30,5 5,3 15,0 0,2 16,4 0,3 3,8 0,9
65,5 305,2 1,0 37,8 31,4 9,1 15,1 0,2 16,6 0,4 4,8 0,9
136,5 636,1 1,0 38,0 30,8 18,6 13,4 0,2 16,6 0,4 4,1 0,9
65,5 305,2 1,0 37,4 30,7 9,5 13,0 0,2 16,6 0,4 4,0 0,9
38,2 178,3 1,0 36,7 29,0 7,5 13,4 0,2 16,5 0,5 4,2 0,9
81,9 381,7 1,0 37,8 29,1 14,7 14,0 0,2 16,6 0,5 4,5 0,9
109,1 508,7 1,0 38,9 28,8 21,6 14,8 0,2 16,7 0,4 4,0 0,9
81,9 381,7 1,0 36,7 29,7 11,8 14,9 0,2 16,5 0,4 4,2 0,9
98,2 457,8 1,0 36,1 29,9 12,0 14,8 0,2 16,4 0,4 4,2 0,9
65,5 305,2 1,0 35,0 29,8 7,5 14,5 0,2 16,3 0,3 3,9 0,8
16 Potensial Evapotranspirasi harian (Ep)-mm/hari 17 Potensial Evapotranspirasi bulanan (Ep)-mm/bulan
4,0 124,4
4,9 136,0
4,1 127,9
5,8 173,2
7,5 231,0
5,3 157,9
5,0 154,3
6,8 211,7
8,0 240,7
6,0 185,4
6,1 181,7
4,8 147,8
18 Jumlah hari hujan 19 Koefisien daerah terbuka (k) 20 Ep Terbatas bulanan (LEp)-mm/bulan Water Balance 21 CH bulanan 22 CH - LEp 23 Soil Storage 24 Soil Moisture 25 Water Surplus (Ws) 26 Faktor Infiltrasi (k) 27 Infiltrasi (I) 28 Koefisien aliran tanah (K) 29 Groundw ater Storage Volume (Vn) 30 d Vn 31 Base Flow (Bn) 32 Direct Run Off (DRO) 33 Run Off (Qn)
14,0 0,3 104,0
6,0 0,3 103,1
11,0 0,3 103,1
9,0 0,3 136,3
8,0 0,3 179,6
4,0 0,3 116,6
6,0 0,3 116,9
3,0 0,3 154,4
3,0 0,3 175,5
10,0 0,3 147,7
13,0 0,3 150,1
19,0 0,3 130,6
290,0 186,0 0,0 150,0 186,0 0,4 78,1 0,6 120,1 -47,8 125,9 107,9 233,9
225,0 121,9 0,0 150,0 121,9 0,4 51,2 0,6 111,5 -8,7 59,8 70,7 130,5
336,0 232,9 0,0 150,0 232,9 0,4 97,8 0,6 142,1 30,7 67,1 135,1 202,2
329,0 192,7 0,0 150,0 192,7 0,4 80,9 0,6 147,6 5,4 75,5 111,8 187,3
306,0 126,4 126,4 276,4 0,0 0,4 0,0 0,6 88,5 -59,0 59,0 0,0 59,0
103,0 -13,6 0,0 150,0 -13,6 0,4 -5,7 0,6 48,7 -39,8 34,1 -7,9 26,2
195,0 78,1 0,0 150,0 78,1 0,4 32,8 0,6 54,5 5,7 27,0 45,3 72,3
110,0 -44,4 0,0 150,0 -44,4 0,4 -18,6 0,6 18,3 -36,1 17,5 -25,7 -8,2
220,0 44,5 44,5 194,5 0,0 0,4 0,0 0,6 11,0 -7,3 7,3 0,0 7,3
138,0 -9,7 0,0 150,0 -9,7 0,4 -4,1 0,6 3,5 -7,5 3,5 -5,6 -2,2
464,0 313,9 0,0 150,0 313,9 0,4 131,9 0,6 103,5 100,1 31,8 182,1 213,9
458,0 327,4 327,4 477,4 327,4 0,4 137,5 0,6 167,9 64,4 73,1 189,9 263,0
1 Temperatur (ºC) 2 Kelembaban (%) 3 Kecepatan angin (m/det) Evapotranspirasi 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecepatan Angin (mil/hari) Koreksi Kec.Angin pada 2m (W2) Koefisien Kekasaran (u. perm tanaman) Tekanan Uap Jenuh pd suhu rata2 (ea) Tekanan Uap Aktual (ed) Evaporasi (Ea) Solar radiasi pd. Perm. Horizontal Albedo (a) Radiasi Black Body pd temp udara Sunshine (%S) Energy Budget (H) Kemiringan kurva tekanan uap air jenuh (A)
Des TOTAL 26,7
1617,9 3174,0
1385,2 581,8 1017,3 581,8 803,4 1385,2
Berdasarkan perhitungan terhadap keseimbangan air pada tahun 2009, dapat diketahui parameter utama hidrologi yang ada di sekitar daerah penelitian adalah, sebagai berikut; •
Limit potensial evapotranspirasi (LEp) bulan Desember (mm/bulan), = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 { 1 − �𝑘𝑘 �31 −
∑ ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 31
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 147,8 � 1 − �0,3 �31 −
��} =
19 ��� = 130,6 𝑚𝑚𝑚𝑚 31
∑ LEp, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 1617,9 mm •
Water surplus (Ws) bulan Desember =
𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢(𝐶𝐶𝐶𝐶) − 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿)
𝑊𝑊𝑊𝑊 = 458 − 130,6 = 327,4 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Ws, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 1385,2 mm •
Infiltrasi (I), bulan Desember = 𝐼𝐼 = 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑘𝑘)𝑥𝑥 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 (𝑊𝑊𝑊𝑊) =
𝐼𝐼 = 0,4 𝑥𝑥 327,4 𝑚𝑚𝑚𝑚 = 137,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ I, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 581,8 mm •
Volume potensi airtanah (groundwater storage volume = Vn), bulan Desember 𝑉𝑉𝑉𝑉 = {𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ (𝐾𝐾)𝑥𝑥 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 11) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 𝐼𝐼 =
Draft Laporan Final UCG-2014
113
𝑉𝑉𝑉𝑉 = (0,6 𝑥𝑥 103,5) + 0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 137,5) = 167,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Vn, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 1017,3 mm •
Selisih volume potensi airtanah (dVn), bulan Desember 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏12 − 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏11
•
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 167,9 − 103,5 = 64,4 𝑚𝑚𝑚𝑚
Base flow (Bn), bulan Desember 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼) − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 137,5 − 64,4 = 73,10 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Bn, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 581,8 mm
•
Direct Runoff (DRO), bulan Desember 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 327,4 − 137,5 = 189,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ DRO, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 803,4 mm
•
Runoff (Qn), bulan Desember 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 (𝐵𝐵𝐵𝐵) + 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷)
𝑄𝑄𝑄𝑄 = 73,10 + 189,9 = 263,0 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Qn, untuk bulan Januari – Desember 2009 adalah = 1385,2 mm
b.
Keseimbangan Air – Tahun 2010
Berdasarkan perhitungan terhadap keseimbangan air pada tahun 2010, dapat diketahui parameter utama hidrologi yang ada di sekitar daerah penelitian adalah, sebagai berikut;
Draft Laporan Final UCG-2014
114
Gambar 3.29. Grafik Keseimbangan Air 2009 •
Limit potensial evapotranspirasi (LEp) bulan Desember (mm/bulan), 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 { 1 − �𝑘𝑘 �31 −
∑ ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 31
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 154,2 � 1 − �0,3 �31 −
��}
19 ��� = 116,9 𝑚𝑚𝑚𝑚 31
∑ LEp, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 1593,9 mm •
Water surplus (Ws) bulan Desember 𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢(𝐶𝐶𝐶𝐶) − 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿)
𝑊𝑊𝑊𝑊 = 70 − 116,9 = −39,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Ws, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 1328,7 mm •
Infiltrasi (I), bulan Desember 𝐼𝐼 = 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑘𝑘)𝑥𝑥 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 (𝑊𝑊𝑊𝑊)
𝐼𝐼 = 0,4 𝑥𝑥 − 39 𝑚𝑚𝑚𝑚 = −16,7 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ I, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 558,1 mm •
Volume potensi airtanah (groundwater storage volume = Vn), bulan Desember 𝑉𝑉𝑉𝑉 = {𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ (𝐾𝐾)𝑥𝑥 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 11) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 𝐼𝐼
𝑉𝑉𝑉𝑉 = (0,6 𝑥𝑥 111,8) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 − 16,7) = 54,2 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Vn, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 1142,3 mm •
Selisih volume potensi airtanah (dVn), bulan Desember 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑉𝑉𝑛𝑛 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏12 − 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏11
•
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 54,2 − 111,8 = −57,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
Base flow (Bn), bulan Desember
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼) − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ; 𝐵𝐵𝐵𝐵 = −16,7 − (−57,6) = 40,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Bn, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 671,8 mm
Draft Laporan Final UCG-2014
115
Tabel 3.38. Keseimbangan Air – 2010 Water Balance - PT Astaka Dodol - 2010 Keterangan 1 Temperatur (ºC) 2 Kelembaban (%) 3 Kecepatan angin (m/det) Evapotranspirasi 4 Kecepatan Angin (mil/hari) 5 Koreksi Kec.Angin pada 2m (W2) 6 Koefisien Kekasaran (u. perm tanaman) 7 Tekanan Uap Jenuh pd suhu rata2 (ea) 8 Tekanan Uap Aktual (ed) 9 Evaporasi (Ea) 10 Solar radiasi pd. Perm. Horizontal 11 Albedo (a) 12 Radiasi Black Body pd temp udara 13 Sunshine (%S) 14 Energy Budget (H) 15 Kemiringan kurva tekanan uap air jenuh (A) 16 Potensial Evapotranspirasi harian (Ep)-mm/hari 17 Potensial Evapotranspirasi bulanan (Ep)-mm/bulan 18 Jumlah hari hujan 19 Koefisien daerah terbuka 20 Ep Terbatas bulanan (LEp)-mm/bulan Water Balance 21 CH bulanan 22 CH - LEp 23 Soil Storage 24 Soil Moisture 25 Water Surplus (Ws) 26 Faktor Infiltrasi (k) 27 Infiltrasi (I) 28 Koefisien aliran tanah (K) 29 Groundw ater Storage Volume (Vn) 30 d Vn 31 Base Flow (Bn) 32 Direct Run Off (DRO) 33 Run Off (Qn)
•
Jan 26,6 86,0 9,8
Feb 27,1 88,0 9,3
Mar 27,4 87,0 10,3
Apr 28,1 85,0 10,3
Mei 28,5 86,0 5,7
Jun 27,5 86,0 7,7
Jul 27,3 85,0 6,2
Ags 27,3 85,0 7,7
Sep 27,0 88,0 5,7
Okt 27,7 84,0 11,3
Nov 27,3 86,0 10,3
Des TOTAL 26,7 86,0 7,7
103,8 484,0 1,0 34,8 29,9 10,0 14,9 0,2 16,3 0,3 4,1 0,8 5,5 170,2 17,0 0,3 147,1
98,1 457,3 1,0 35,9 31,6 8,4 15,1 0,2 16,4 0,3 4,1 0,9 5,1 143,0 12,0 0,3 116,7
109,1 508,7 1,0 36,5 31,7 10,1 15,0 0,2 16,5 0,3 3,8 0,9 5,3 164,6 9,0 0,3 129,5
109,1 508,7 1,0 38,0 32,3 12,1 15,1 0,2 16,6 0,4 4,8 0,9 6,5 195,6 10,0 0,3 155,9
60,4 281,5 1,0 38,9 33,5 7,3 13,4 0,2 16,7 0,4 4,3 0,9 5,0 153,7 8,0 0,3 119,5
81,6 380,3 1,0 36,7 31,6 8,6 13,0 0,2 16,5 0,4 4,0 0,9 5,1 153,3 3,0 0,3 111,8
65,7 306,2 1,0 36,3 30,8 7,7 13,4 0,2 16,5 0,5 4,3 0,9 5,1 159,3 8,0 0,3 123,9
81,9 381,7 1,0 36,3 30,8 9,2 14,0 0,2 16,5 0,5 4,6 0,9 5,7 176,3 14,0 0,3 147,3
60,4 281,5 1,0 35,6 31,4 5,7 14,8 0,2 16,4 0,4 4,2 0,9 4,6 136,8 13,0 0,3 113,0
119,7 558,0 1,0 37,1 31,2 13,7 14,9 0,2 16,5 0,4 4,3 0,9 6,5 201,1 13,0 0,3 166,1
109,1 508,7 1,0 36,3 31,2 10,8 14,8 0,2 16,5 0,4 4,3 0,9 5,8 175,1 14,0 0,3 146,3
81,6 380,3 1,0 35,0 30,1 8,2 14,5 0,2 16,3 0,3 3,9 0,8 5,0 154,2 6,0 0,3 116,9
695,0 547,9 0,0 150,0 547,9 0,4 230,1 0,6 237,1 69,1 161,0 317,8 478,7
381,0 264,3 0,0 150,0 264,3 0,4 111,0 0,6 227,7 -9,4 120,4 153,3 273,7
303,0 173,5 0,0 150,0 173,5 0,4 72,9 0,6 192,7 -35,0 107,9 100,6 208,5
120,0 -35,9 0,0 150,0 -35,9 0,4 -15,1 0,6 104,0 -88,7 73,6 -20,8 52,8
161,0 41,5 41,5 191,5 0,0 0,4 0,0 0,6 62,4 -41,6 41,6 0,0 41,6
31,0 -80,8 -80,8 69,2 0,0 0,4 0,0 0,6 37,4 -25,0 25,0 0,0 25,0
218,0 94,1 0,0 150,0 94,1 0,4 39,5 0,6 52,9 15,4 24,1 54,6 78,7
192,0 44,7 44,7 194,7 0,0 0,4 0,0 0,6 31,7 -21,2 21,2 0,0 21,2
361,0 248,0 248,0 398,0 0,0 0,4 0,0 0,6 19,0 -12,7 12,7 0,0 12,7
253,0 86,9 86,9 236,9 0,0 0,4 0,0 0,6 11,4 -7,6 7,6 0,0 7,6
471,0 324,7 0,0 150,0 324,7 0,4 136,4 0,6 111,8 100,4 36,0 188,3 224,3
77,0 -39,9 -39,9 110,1 -39,9 0,4 -16,7 0,6 54,2 -57,6 40,9 -23,1 17,7
1593,9 3263,0
1328,7 558,1 1142,3 671,8 770,7 1442,5
Direct Runoff (DRO), bulan Desember 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = −39,9 − (−16,7) = −23,1 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ DRO, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 770,7 mm
•
Runoff (Qn), bulan Desember 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 (𝐵𝐵𝐵𝐵) + 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷)
𝑄𝑄𝑄𝑄 = 40,9 + (−23,1) = 17,7 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Qn, untuk bulan Januari – Desember 2010 adalah = 1442,5 mm
Draft Laporan Final UCG-2014
116
Gambar 3.30. Grafik Keseimbangan Air 2010 c. Keseimbangan Air – Tahun 2011 Berdasarkan perhitungan terhadap keseimbangan air pada tahun 2011, dapat diketahui parameter utama hidrologi yang ada di sekitar daerah penelitian adalah, sebagai berikut; •
Limit potensial evapotranspirasi (LEp) bulan Desember (mm/bulan), 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 { 1 − �𝑘𝑘 �31 −
∑ ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 31
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 150,7 � 1 − �0,3 �31 −
��}
19 ��� = 127,3 𝑚𝑚𝑚𝑚 31
∑ LEp, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 1570,0 mm •
Water surplus (Ws) bulan Desember 𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢(𝐶𝐶𝐶𝐶) − 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿)
𝑊𝑊𝑊𝑊 = 217,7 − 127,3 = 217,7 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Ws, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 423,7 mm
•
Infiltrasi (I), bulan Desember 𝐼𝐼 = 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑘𝑘)𝑥𝑥 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 (𝑊𝑊𝑊𝑊)
𝐼𝐼 = 0,4 𝑥𝑥 217,7 𝑚𝑚𝑚𝑚 = 91,4 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ I, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 177,9 mm •
Volume potensi airtanah (groundwater storage volume = Vn), bulan Desember 𝑉𝑉𝑉𝑉 = {𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ (𝐾𝐾)𝑥𝑥 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 11) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 𝐼𝐼)
𝑉𝑉𝑉𝑉 = (0,6 𝑥𝑥 57,0) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 91,4) = 104,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Vn, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 335,5 mm •
•
Selisih volume potensi airtanah (dVn), bulan Desember 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏12 − 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏11; 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 104,6 − 57,0 = 47,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
Base flow (Bn), bulan Desember 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼) − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 91,4 − 47,5 = 43,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Bn, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 136,4 mm
•
Direct Runoff (DRO), bulan Desember 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 217,7 − 91,4 = 126,2 𝑚𝑚𝑚𝑚
Draft Laporan Final UCG-2014
117
∑ DRO, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 245,7 mm •
Runoff (Qn), bulan Desember 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑤𝑤 (𝐵𝐵𝐵𝐵) + 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷)
𝑄𝑄𝑄𝑄 = 43,9 + 126,2 = 170,1 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Qn, untuk bulan Januari – Desember 2011 adalah = 382,1 mm Tabel 3.39. Keseimbangan Air – 2011 Water Balance - PT Astaka Dodol - 2011 Keterangan 1 Temperatur (ºC) 2 Kelembaban (%) 3 Kecepatan angin (m/det) Evapotranspirasi 4 Kecepatan Angin (mil/hari) 5 Koreksi Kec.Angin pada 2m (W2) 6 Koefisien Kekasaran (u. perm tanaman) 7 Tekanan Uap Jenuh pd suhu rata2 (ea) 8 Tekanan Uap Aktual (ed) 9 Evaporasi (Ea) 10 Solar radiasi pd. Perm. Horizontal 11 Albedo (a) 12 Radiasi Black Body pd temp udara 13 Sunshine (%S) 14 Energy Budget (H) 15 Kemiringan kurva tekanan uap air jenuh (A) 16 Potensial Evapotranspirasi harian (Ep)-mm/hari 17 Potensial Evapotranspirasi bulanan (Ep)-mm/bulan 18 Jumlah hari hujan 19 Koefisien daerah terbuka 20 Ep Terbatas bulanan (LEp)-mm/bulan Water Balance 21 CH bulanan 22 CH - LEp 23 Soil Storage 24 Soil Moisture 25 Water Surplus (Ws) 26 Faktor Infiltrasi (k) 27 Infiltrasi (I) 28 Koefisien aliran tanah (K) 29 Groundw ater Storage Volume (Vn) 30 d Vn 31 Base Flow (Bn) 32 Direct Run Off (DRO) 33 Run Off (Qn)
Jan 26,2 87 7,7
Feb 26,4 87 8,7
Mar 26,8 87 9,3
Apr 27,1 87 9,3
Mei 27,9 86 7,7
Jun 27,8 85 7,7
Jul 27,4 85 7,7
Ags 27,9 80 7,7
Sep 28,4 77 7,7
Okt 27,3 84 7,7
Nov 27,5 85 9,27
Des TOTAL 26,8 87 7,7
81,6 380,3 1,0 34,0 29,6 7,4 14,9 0,2 16,2 0,3 4,0 0,8 4,9 151,1 10,0 0,3 120,4
92,2 429,6 1,0 34,4 29,9 8,3 15,1 0,2 16,3 0,3 4,0 0,8 5,0 141,2 6,0 0,3 107,0
98,5 459,3 1,0 35,2 30,6 9,0 15,0 0,2 16,4 0,3 3,8 0,8 5,0 155,7 12,0 0,3 127,1
98,5 459,3 1,0 35,9 31,2 9,1 15,1 0,2 16,4 0,4 4,8 0,9 5,8 174,0 8,0 0,3 135,3
81,6 380,3 1,0 37,6 32,3 8,8 13,4 0,2 16,6 0,4 4,2 0,9 5,3 163,7 10,0 0,3 130,4
81,6 380,3 1,0 37,4 31,8 9,4 13,0 0,2 16,6 0,4 4,0 0,9 5,3 158,8 9,0 0,3 125,0
81,6 380,3 1,0 36,5 31,0 9,2 13,4 0,2 16,5 0,5 4,3 0,9 5,5 170,3 4,0 0,3 125,8
81,6 380,3 1,0 37,6 30,1 12,6 14,0 0,2 16,6 0,5 4,5 0,9 6,4 199,1 2,0 0,3 143,2
81,6 380,3 1,0 38,7 29,8 15,0 14,8 0,2 16,7 0,4 4,1 0,9 6,6 197,5 3,0 0,3 144,0
81,6 380,3 1,0 36,3 30,5 9,8 14,9 0,2 16,5 0,4 4,2 0,9 5,6 172,1 11,0 0,3 138,8
98,2 457,8 1,0 36,7 31,2 10,7 14,8 0,2 16,5 0,4 4,3 0,9 5,8 174,3 14,0 0,3 145,6
81,6 380,3 1,0 35,2 30,6 7,7 14,5 0,2 16,4 0,3 4,0 0,8 4,9 150,7 15,0 0,3 127,3
116,0 -4,4 -4,4 145,6 -4,4 0,4 -1,8 0,6 58,6 4,4 2,6 -2,5 0,0
174,0 67,0 67,0 217,0 0,0 0,4 0,0 0,6 35,2 -23,4 23,4 0,0 23,4
279,0 151,9 151,9 301,9 0,0 0,4 0,0 0,6 21,1 -14,1 14,1 0,0 14,1
307,0 171,7 171,7 321,7 0,0 0,4 0,0 0,6 12,7 -8,4 8,4 0,0 8,4
359,0 228,6 228,6 378,6 0,0 0,4 0,0 0,6 7,6 -5,1 5,1 0,0 5,1
163,0 38,0 38,0 188,0 38,0 0,4 16,0 0,6 16,8 9,2 6,7 22,0 28,8
118,0 -7,8 -7,8 142,2 0,0 0,4 0,0 0,6 10,1 -6,7 6,7 0,0 6,7
29,0 -114,2 -114,2 35,8 0,0 0,4 0,0 0,6 6,1 -4,0 4,0 0,0 4,0
45,0 -99,0 -99,0 51,0 0,0 0,4 0,0 0,6 3,6 -2,4 2,4 0,0 2,4
198,0 59,2 59,2 209,2 0,0 0,4 0,0 0,6 2,2 -1,5 1,5 0,0 1,5
318,0 172,4 172,4 322,4 172,4 0,4 72,4 0,6 57,0 54,8 17,6 100,0 117,5
345,0 217,7 217,7 367,7 217,7 0,4 91,4 0,6 104,6 47,5 43,9 126,2 170,1
1570,0 2451,0
423,7 177,9 335,5 136,4 245,7 382,1
Gambar 3.31. Grafik Water Balance 2011
Draft Laporan Final UCG-2014
118
d. Keseimbangan Air – Tahun 2012 Berdasarkan perhitungan terhadap keseimbangan air pada tahun 2012, dapat diketahui parameter utama hidrologi yang ada di sekitar daerah penelitian adalah, sebagai berikut; •
Limit potensial evapotranspirasi (LEp) bulan Desember (mm/bulan), 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝑝𝑝 { 1 − �𝑘𝑘 �31 −
∑ ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 31
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 147,8 � 1 − �0,3 �31 −
��} =
19 ��� = 124,9 𝑚𝑚𝑚𝑚 31
∑ LEp, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 1678,5 mm •
Water surplus (Ws) bulan Desember = 𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢(𝐶𝐶𝐶𝐶) − 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿)
𝑊𝑊𝑊𝑊 = 381,0 − 124,9 = 256,1 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Ws, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 1376,4 mm
•
Infiltrasi (I), bulan Desember = 𝐼𝐼 = 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑘𝑘)𝑥𝑥 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 (𝑊𝑊𝑊𝑊) =
𝐼𝐼 = 0,4 𝑥𝑥 256,1 𝑚𝑚𝑚𝑚 = 107,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ I, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 578,1 mm •
Volume potensi airtanah (groundwater storage volume = Vn), bulan Desember 𝑉𝑉𝑉𝑉 = {𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ (𝐾𝐾)𝑥𝑥 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 11) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 𝐼𝐼) =
𝑉𝑉𝑉𝑉 = (0,6 𝑥𝑥 118,0) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 107,6) = 155,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Vn, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 997,8 mm
•
Selisih volume potensi airtanah (dVn), bulan Desember 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏12 − 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏11 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 155,9 − 118,0 = 37,9 𝑚𝑚𝑚𝑚
Tabel 3.40. Keseimbangan Air – 2012 Water Balance - PT Astaka Dodol - 2012
Keterangan 1 Temperatur (ºC) 2 Kelembaban (%) 3 Kecepatan angin (m/det) Evapotranspirasi 4 Kecepatan Angin (mil/hari) 5 Koreksi Kec.Angin pada 2m (W2) 6 Koefisien Kekasaran (u. perm tanaman) 7 Tekanan Uap Jenuh pd suhu rata2 (ea) 8 Tekanan Uap Aktual (ed) 9 Evaporasi (Ea) 10 Solar radiasi pd. Perm. Horizontal 11 Albedo (a) 12 Radiasi Black Body pd temp udara 13 Sunshine (%S) 14 Energy Budget (H) 15 Kemiringan kurva tekanan uap air jenuh (A) 16 Potensial Evapotranspirasi harian (Ep)-mm/hari 17 Potensial Evapotranspirasi bulanan (Ep)-mm/bulan 18 Jumlah hari hujan 19 Koefisien daerah terbuka 20 Ep Terbatas bulanan (LEp)-mm/bulan Water Balance 21 CH bulanan 22 CH - LEp 23 Soil Storage 24 Soil Moisture 25 Water Surplus (Ws) 26 Faktor Infiltrasi (k) 27 Infiltrasi (I) 28 Koefisien aliran tanah (K) 29 Groundw ater Storage Volume (Vn) 30 d Vn 31 Base Flow (Bn) 32 Direct Run Off (DRO) 33 Run Off (Qn)
Jan 27,2 85,0 9,8
Feb 26,5 89,0 9,3
Mar 27,2 86,0 10,3
Apr 27,2 85,0 10,3
Mei 27,9 83,0 5,7
Jun 27,7 81,0 7,7
Jul 27,2 80,0 6,2
Ags 27,6 76,0 7,7
Sep 28,4 72,0 5,7
Okt 27,9 80,0 11,3
Nov 27,2 86,0 10,3
103,8 484,0 1,0 36,1 30,7 11,1 14,9 0,2 16,4 0,3 4,1 0,9 5,8 179,0 10,0 0,3 142,6
98,1 457,3 1,0 34,6 30,8 7,4 15,1 0,2 16,3 0,3 4,1 0,8 4,9 136,7 15,0 0,3 115,6
109,1 508,7 1,0 36,1 31,0 10,8 15,0 0,2 16,4 0,3 3,8 0,9 5,5 169,5 11,0 0,3 136,7
109,1 508,7 1,0 36,1 30,7 11,5 15,1 0,2 16,4 0,4 4,8 0,9 6,4 190,9 3,0 0,3 139,2
60,4 281,5 1,0 37,6 31,2 8,5 13,4 0,2 16,6 0,4 4,2 0,9 5,2 160,3 8,0 0,3 124,6
81,6 380,3 1,0 37,1 30,1 11,9 13,0 0,2 16,5 0,4 3,9 0,9 5,8 174,1 4,0 0,3 128,6
65,7 306,2 1,0 36,1 28,9 10,3 13,4 0,2 16,4 0,5 4,2 0,9 5,7 175,3 7,0 0,3 134,6
81,9 381,7 1,0 36,9 28,1 14,9 14,0 0,2 16,5 0,5 4,4 0,9 6,9 213,6 2,0 0,3 153,7
60,4 281,5 1,0 38,7 27,9 14,5 14,8 0,2 16,7 0,4 4,0 0,9 6,4 192,0 7,0 0,3 147,4
119,7 558,0 1,0 37,6 30,1 17,3 14,9 0,2 16,6 0,4 4,2 0,9 7,3 225,8 12,0 0,3 184,3
109,1 508,7 1,0 36,1 31,0 10,8 14,8 0,2 16,4 0,4 4,3 0,9 5,8 175,2 14,0 0,3 146,4
81,6 380,3 1,0 35,4 31,2 7,1 14,5 0,2 16,4 0,3 4,0 0,9 4,8 147,8 15,0 0,3 124,9
227,0 84,4 0,0 150,0 84,4 0,4 35,5 0,6 58,3 -46,3 81,7 49,0 130,7
510,0 394,4 0,0 150,0 394,4 0,4 165,7 0,6 163,6 105,3 60,3 228,8 289,1
260,0 123,3 0,0 150,0 123,3 0,4 51,8 0,6 141,3 -22,3 74,1 71,5 145,7
236,0 96,8 0,0 150,0 96,8 0,4 40,7 0,6 118,9 -22,4 63,1 56,2 119,2
271,0 146,4 146,4 296,4 0,0 0,4 0,0 0,6 73,7 -45,2 45,2 0,0 45,2
111,0 -17,6 -17,6 132,4 0,0 0,4 0,0 0,6 45,7 -28,0 28,0 0,0 28,0
109,0 -25,6 -25,6 124,4 0,0 0,4 0,0 0,6 28,3 -17,4 17,4 0,0 17,4
17,0 -136,7 -136,7 13,3 0,0 0,4 0,0 0,6 17,6 -10,8 10,8 0,0 10,8
200,0 52,6 52,6 202,6 0,0 0,4 0,0 0,6 10,9 -6,7 6,7 0,0 6,7
366,0 181,7 0,0 150,0 181,7 0,4 76,3 0,6 65,5 54,6 21,7 105,4 127,1
386,0 239,6 0,0 150,0 239,6 0,4 100,6 0,6 118,0 52,6 48,1 139,0 187,1
381,0 256,1 256,1 406,1 256,1 0,4 107,6 0,6 155,9 37,9 69,6 148,5 218,2
Draft Laporan Final UCG-2014
Des TOTAL 26,9 88,0 7,7
1678,5 3074,0
1376,4 578,1 997,8 526,7 798,3 1325,0
119
•
Base flow (Bn), bulan Desember 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼) − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ; 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 107,6 − 37,9 = 69,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Bn, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 526,7 mm •
Direct Runoff (DRO), bulan Desember 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 256,1 − 107,6 = 148,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ DRO, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 798,3 mm •
Runoff (Qn), bulan Desember 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 (𝐵𝐵𝐵𝐵) + 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷); 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 69,6 + 148,5 = 218,2 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Qn, untuk bulan Januari – Desember 2012 adalah = 1325,0 mm
Gambar 3.32. Grafik Water Balance 2012 e. Keseimbangan Air – Tahun 2013 Berdasarkan perhitungan terhadap keseimbangan air pada tahun 2013, dapat diketahui parameter utama hidrologi yang ada di sekitar daerah penelitian adalah, sebagai berikut; •
Limit potensial evapotranspirasi (LEp) bulan Desember (mm/bulan), = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 { 1 − �𝑘𝑘 �31 −
∑ ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 31
Draft Laporan Final UCG-2014
��} =
120
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 150,4 � 1 − �0,3 �31 −
19 ��� = 135,8 𝑚𝑚𝑚𝑚 31
∑ LEp, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 1670,7 mm •
Water surplus (Ws) bulan Desember 𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶ℎ ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢𝑎𝑎𝑎𝑎(𝐶𝐶𝐶𝐶) − 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿)
𝑊𝑊𝑊𝑊 = 480,0 − 135,8 = 344,2 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Ws, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 976,5 mm •
Infiltrasi (I), bulan Desember = 𝐼𝐼 = 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 (𝑘𝑘)𝑥𝑥 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 (𝑊𝑊𝑊𝑊) =
𝐼𝐼 = 0,4 𝑥𝑥 344,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 = 144,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ I, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 410,1 mm Tabel 3.41. Keseimbangan Air – 2013
Water Balance Calculation of PT Astaka Dodol - 2013 Keterangan 1 Temperatur (ºC) 2 Kelembaban (%) 3 Kecepatan angin (m/det) Evapotranspirasi 4 Kecepatan Angin (mil/hari) 5 Koreksi Kec.Angin pada 2m (W2) 6 Koefisien Kekasaran (u. perm tanaman) 7 Tekanan Uap Jenuh pd suhu rata2 (ea) 8 Tekanan Uap Aktual (ed) 9 Evaporasi (Ea) 10 Solar radiasi pd. Perm. Horizontal 11 Albedo (a) 12 Radiasi Black Body pd temp udara 13 Sunshine (%S) 14 Energy Budget (H) 15 Kemiringan kurva tekanan uap air jenuh (A) 16 Potensial Evapotranspirasi harian (Ep)-mm/hari 17 Potensial Evapotranspirasi bulanan (Ep)-mm/bulan 18 Jumlah hari hujan 19 Koefisien daerah terbuka 20 Ep Terbatas bulanan (LEp)-mm/bulan Water Balance 21 CH bulanan 22 CH - LEp 23 Soil Storage 24 Soil Moisture 25 Water Surplus (Ws) 26 Faktor Infiltrasi (k) 27 Infiltrasi (I) 28 Koefisien aliran tanah (K) 29 Groundw ater Storage Volume (Vn) 30 d Vn 31 Base Flow (Bn) 32 Direct Run Off (DRO) 33 Run Off (Qn)
•
Jan 26,9 87,0 7,7
Feb 27,1 86,0 8,7
Mar 27,5 85,0 9,3
Apr 27,5 87,0 9,3
Mei 27,7 86,0 7,7
Jun 28,3 81,0 7,7
Jul 26,7 85,0 7,7
Ags 27,1 82,0 7,7
Sep 27,2 82,0 7,7
Okt 27,7 80,0 7,7
Nov 27,4 84,0 9,3
Des TOTAL 26,6 87,0 7,7
81,6 380,3 1,0 35,4 30,8 7,7 14,9 0,2 16,4 0,3 4,1 0,9 5,0 155,0 19,0 0,3 137,0
92,2 429,6 1,0 35,9 30,8 9,3 15,1 0,2 16,4 0,3 4,1 0,9 5,3 148,8 14,0 0,3 124,4
98,5 459,3 1,0 36,7 31,2 10,8 15,0 0,2 16,5 0,3 3,8 0,9 5,5 169,3 12,0 0,3 138,2
98,5 459,3 1,0 36,7 31,9 9,3 15,1 0,2 16,5 0,4 4,8 0,9 5,9 177,0 13,0 0,3 146,1
81,6 380,3 1,0 37,1 31,9 8,7 13,4 0,2 16,5 0,4 4,2 0,9 5,3 163,3 13,0 0,3 134,8
81,6 380,3 1,0 38,2 31,0 12,2 13,0 0,2 16,7 0,4 4,0 0,9 5,9 176,8 4,0 0,3 130,6
81,6 380,3 1,0 35,0 29,8 8,8 13,4 0,2 16,3 0,5 4,3 0,8 5,4 167,0 11,0 0,3 134,7
81,6 380,3 1,0 35,9 29,4 10,8 14,0 0,2 16,4 0,5 4,5 0,9 6,0 187,1 9,0 0,3 147,3
81,6 380,3 1,0 36,1 29,6 10,9 14,8 0,2 16,4 0,4 4,1 0,9 5,7 172,1 13,0 0,3 142,1
81,6 380,3 1,0 37,1 29,7 12,5 14,9 0,2 16,5 0,4 4,2 0,9 6,2 190,9 9,0 0,3 150,3
98,2 457,8 1,0 36,5 30,7 11,4 14,8 0,2 16,5 0,4 4,3 0,9 6,0 179,0 14,0 0,3 149,5
81,6 380,3 1,0 34,8 30,3 7,6 14,5 0,2 16,3 0,3 4,0 0,8 4,9 150,4 21,0 0,3 135,8
332,0 195,0 0,0 150,0 195,0 0,4 81,9 0,6 94,0 -61,9 20,0 113,1 133,0
244,0 119,6 0,0 150,0 119,6 0,4 50,3 0,6 97,0 2,9 47,3 69,4 116,7
236,0 97,8 0,0 150,0 97,8 0,4 41,1 0,6 91,7 -5,2 46,3 56,7 103,1
366,0 219,9 0,0 150,0 219,9 0,4 92,3 0,6 127,9 36,2 56,1 127,5 183,7
221,0 86,2 86,2 236,2 0,0 0,4 0,0 0,6 79,3 -48,6 48,6 0,0 48,6
39,0 -91,6 -91,6 58,4 0,0 0,4 0,0 0,6 49,2 -30,1 30,1 0,0 30,1
217,0 82,3 82,3 232,3 0,0 0,4 0,0 0,6 30,5 -18,7 18,7 0,0 18,7
144,0 -3,3 -3,3 146,7 0,0 0,4 0,0 0,6 18,9 -11,6 11,6 0,0 11,6
411,0 268,9 268,9 418,9 0,0 0,4 0,0 0,6 11,7 -7,2 7,2 0,0 7,2
231,0 80,7 80,7 230,7 0,0 0,4 0,0 0,6 7,3 -4,5 4,5 0,0 4,5
451,0 301,5 301,5 451,5 0,0 0,4 0,0 0,6 4,5 -2,8 2,8 0,0 2,8
480,0 344,2 344,2 494,2 344,2 0,4 144,6 0,6 114,0 109,5 35,0 199,6 234,7
1670,7 3372,0
976,5 410,1 726,0 328,2 566,4 894,5
Volume potensi airtanah (groundwater storage volume = Vn), bulan Desember 𝑉𝑉𝑉𝑉 = {𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ (𝐾𝐾)𝑥𝑥 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 11) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 𝐼𝐼) =
𝑉𝑉𝑉𝑉 = (0,6 𝑥𝑥 4,5) + (0,5 𝑥𝑥 1,539 𝑥𝑥 144,6) = 114,0 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Vn, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 726,0 mm
•
Selisih volume potensi airtanah (dVn), bulan Desember 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏12 − 𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏11
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 114,0 − 4,5 = 109,5 𝑚𝑚𝑚𝑚
Draft Laporan Final UCG-2014
121
•
Base flow (Bn), bulan Desember 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 (𝐼𝐼) − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 144,6 − 109,5 = 35,0 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Bn, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 328,2 mm
•
Direct Runoff (DRO), bulan Desember 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 334,2 − 144,6 = 199,6 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ DRO, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 566,4 mm •
Runoff (Qn), bulan Desember 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 (𝐵𝐵𝐵𝐵) + 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅(𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷)
𝑄𝑄𝑄𝑄 = 35,0 + 199,6 = 234,7 𝑚𝑚𝑚𝑚
∑ Qn, untuk bulan Januari – Desember 2013 adalah = 894,5 mm
Gambar 3.33. Grafik Water Balance 2013 Apabila dilihat dari kecenderungan pola air limpasan (runoff) secara total setiap tahun (2009 – 2013) dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 mempunyai jumlah air limpasan tertinggi sebesar 1442,46 mm (14.424,6 m3/Ha) dan pada tahun 2011 mempunyai jumlah air limpasan terendah sebesar 382,10 mm (3.821 m3/Ha) (Lihat Tabel 3.38). Apabila dilihat dari kecenderungan volume penyimpanan airtanah (groundwater storage
volume) secara total setiap tahun (2009 – 2013) dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 mempunyai jumlah volume penyimpanan airtanah tertinggi sebesar 1142,28 mm (11.420 m3/Ha) dan pada tahun 2011 mempunyai jumlah volume penyimpanan airtanah terendah sebesar 335,48 mm (3.354,8 m3/Ha). (Lihat Tabel 3.39).
Draft Laporan Final UCG-2014
122
Tabel 3.42
RUN OFF (2009 - 2013) Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
Jan 233,85 478,73 0,03 130,68 133,04 195,27
Feb 130,53 273,71 23,44 289,10 116,70 166,70
Mar 202,20 208,47 14,06 145,65 103,06 134,69
Apr 187,27 52,79 8,44 119,22 183,66 110,28
Mei 59,02 41,60 5,06 45,18 48,61 39,90
Jun 26,18 24,96 28,76 28,01 30,14 27,61
Jul 72,32 78,68 6,73 17,37 18,69 38,76
Ags -8,24 21,15 4,04 10,77 11,59 7,86
Sep 7,34 12,69 2,42 6,68 7,18 7,26
Okt -2,16 7,62 1,45 127,13 4,45 27,70
Nov 213,86 224,33 117,55 187,05 2,76 149,11
Des 263,00 17,74 170,12 218,17 234,66 180,74
TOTAL 1385,17 1442,46 382,10 1325,01 894,55
Tabel 3.43
GROUNDWATER STORAGE VOLUME (2009 - 2013) Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
Jan 120,127 237,06 58,589 58,2796 94,0124 113,614
Feb 111,462 227,659 35,1534 163,609 96,9561 126,968
Mar 142,142 192,657 21,092 141,302 91,7317 117,785
Apr 147,559 104,003 12,6552 118,898 127,931 102,209
Mei 88,5355 62,4017 7,59313 73,7166 79,3173 62,3128
Jun 48,711 37,441 16,8368 45,7043 49,1767 39,574
Jul 54,4572 52,8839 10,1021 28,3367 30,4896 35,2539
Ags 18,3387 31,7303 6,06126 17,5687 18,9035 18,5205
Sep 11,0032 19,0382 3,63675 10,8926 11,7202 11,2582
Okt 3,46701 11,4229 2,18205 65,4818 7,26652 17,964
Nov 103,541 111,795 57,0239 118,037 4,50524 78,9804
Des 167,936 54,1923 104,557 155,943 114,029 119,332
TOTAL 1017,28 1142,28 335,482 997,769 726,04
Berdasarkan perhitungan terhadap keseimbangan air (F.J. Mock) pada tahun 2009 - 2013 dapat diketahui parameter utama hidrologi dan pola direct run off (DRO), groundwater storage(GS), dan base flow (BF) mengikuti pola CH, sedangkan nilai evapotranspirasi aktual cenderung bervariasi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa karakteristik hidrologi dan hidrogeologi antara pola air limpasan dan volume penyimpanan airtanah secara total setiap tahun (2009 – 2013) di daerah penelitian adalah berbanding lurus dan mempunyai hubungan yang signifikan untuk dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan pilot plant gasifikasi batubara bawah tanah (underground coal
gasiification). 3.2.4. Kegiatan pokja Regulasi Menurut perkiraan, pada tahun 2020 Indonesia akan menjadi net importer gas alam, sehingga pembuatan SNG dari proyek ini akan menambah pasokan gas di dalam negeri. Selain itu, melalui teknologi UCG ini akan memacu pengembangan kegiatan eksplorasi
untuk mencari cadangan baru batubara pada kedalaman di bawah 150 m, yang tidak ekonomis bila ditambang secara konvensional, yang tidak masuk dalam klasifikasi sebagai sumber daya batubara saat ini. Dengan demikian kesuksesan teknologi UCG akan
Draft Laporan Final UCG-2014
123
meningkatkan tonase batubara, sekaligus dapat meningkatkan jumlah cadangan batubara nasional. Di sisi lain, penggunaan hasil samping teknologi UCG berupa CO2 untuk
enhance oil recovery (EOR) dapat meningkatkan produksi minyak nasional. Bertolak dari uraian di atas, ke depan Indonesia perlu mengembangkan UCG dan memanfaatkan cadangan batubara yang dengan menyusun regulasi pengusahaan UCG. Dalam rangka penyiapan penyusunan regulasi UCG tersebut, maka perlu koordinasi dan sosialisasi terlebih dahulu kepada daerah-daerah penghasil batubara dan atau yang daerahnya memiliki potensi sumber daya batubara yang dapat dikembangkan untuk diusahakan dengan teknologi UCG.
Maksud kegiatan pada TA 2014 ini adalah melakukan inventarisasi bahan-bahan peraturan perundang-undangan dan masukan dari stakeholders dalam rangka penyusunan regulasi pengusahaan UCG. Sedangkan yang menjadi tujuan adalah menentukan rezim regulasi dan menguji pokok-pokok bahasan yang akan diatur dalam regulasi pengusahaan UCG. Sasaran yang ingin dicapai tersedianya pokokpokok bahasan yang akan diatur dalam penyusunan regulasi pengusahaan UCG.
3.2.4.1. Lingkup kajian regulasi TA 2014 a.
Inventarisasi bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyusunan regulasi pengusahaan UCG.
b.
Melakukan identifikasi terhadap pokok-pokok bahasan dalam penyusunan regulasi pengusahaan UCG.
c.
Sosialisasi dan mencari masukan ke stakeholder daerah tentang pokok-pokok bahasan dalam penyusunan regulasi pengusahaan UCG.
d.
Menentukan rezim regulasi UCG yang sesuai dengan peraturan perundangundangan di sektor ESDM.
e.
Melakukan analisis terhadap pokok-pokok bahasan dalam penyusunan regulasi pengusahaan UCG.
3.2.4.2. Hasil Kegiatan
a. Inventarisasi Bahan-Bahan Regulasi Pengusahaan UCG 1.
Dasar Hukum Regulasi UCG
Draft Laporan Final UCG-2014
124
a) Pasal 33 UUD 1945: Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. b) UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi: Pasal 1 ayat 4: Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batubara, batubara tercairkan (liquefied coal), dan batubara tergaskan (gasified coal). c) UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: Kewenangan
diatur
dalam
Pasal
6 (Kewenangan Pemerintah), Pasal 7
(Kewenangan Provinsi), dan Pasal 8 (Kewenangan Kabupaten/Kota). Pasal 36 ayat 1: Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdiri atas dua tahap: IUP Eksplorasi, dan IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Pasal 95 huruf c “Pemegang IUP
dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara” d) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Implikasi terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang aktif mulai berlaku sejak tanggal 2 oktober tahun 2014 terhadap UU No. 4/ 2009 adalah dicabutnya kewenangan kabupaten/ kota dalam pengelolaan energy dan sumber daya mineral, termasuk kewenangan terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batubara. Implikasi terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 ini adalah akan ada revisi UU No. 4/ 2009 termasuk revisi produk hukum turunannya. Beberapa pasal UU No. 23/ 2014 yang terkait dengan perubahan kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara adalah: Pasal 9 (1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. (2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Draft Laporan Final UCG-2014
125
Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. (3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. (4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. (5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Pasal 10 (1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. Pasal 11 (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. (2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. (3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar. Pasal 12 (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
Draft Laporan Final UCG-2014
126
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. (3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi. Pasal 13 ayat (1) Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Pasal 14 (1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. (2) Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota. (3) Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. (4) Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi
dalam
Daerah
kabupaten/kota
menjadi
kewenangan
Daerah
kabupaten/kota.
Draft Laporan Final UCG-2014
127
(5) Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. (7) Dalam hal batas wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari Daerah yang berbatasan. e) PP No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) Terkait penyusunan regulasi pengusahaan UCG, dalam KEN ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti: energi baru, sumber energi baru, dan gasifikasi batubara serta peran batubara dalam energi nasional dalam periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2050 ke depan. Pasal 1 ayat (4) Sumber Energi Baru adalam Sumber Energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru, baik yang berasal dari Sumber Energi Terbarukan maupun Sumber Energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hydrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquefied coal), dan batubara tergaskan (gasified coal). Pasal 2, Kebijakan energy nasional merupakan kebijakan Pengelolaan Energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan Ketahanan Nasional. Pasal 3 (1) Kebijakan energy nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari kebijakan utama dan kebijakan pendukung. (2) Kebijakan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. ketersediaan Energi untuk kebutuhan nasional; b. prioritas pengembangan Energi; c. pemanfaatan Sumber Daya Energi nasional; d. Cadangan Energi Nasional.
Draft Laporan Final UCG-2014
128
(3) Kebijakan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. konservasi Energi, Konservasi Sumber Daya Energi, dan Diversifikasi Energi; b. lingkungan hidup dan keselamatan; c. harga, subsidi, dan insentif energy; d. infrastruktur dan akses untuk masyarakat terhadap Energi dan Industri Energi; e. penelitian, pengembangan, dan penerapan Energi, dan f. kelembagaan dan pendanaan. Pasal 7 Sumber Energi dan/ atau Sumber Daya Energi ditujukan untuk modal pembangunan mengoptimalkan
guna
sebesar-besar
pemanfaatannya
kemakmuran
bagi
rakyat,
pembangunan
dengan
ekonomi
cara
nasional,
penciptaan nilai tambah di dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja. Pasal 8 Sasaran penyediaan dan pemanfaatan Energi Primer dan Energi Final adalah sebagai berikut: a. Terpenuhinya penyediaan Energi Primer pada tahun 2025 sekitar 400 MTOE (empat ratus million tonnes of oil equivalent) dan pada tahun 2050 sekitar 1.000 MTOE (seribu million tonnes of oil equivalent ); b. Tercapainya pemanfaatan energy primer per kapita pada tahu 2025 sekitar 1,4 TOE (satu koma empat tonnes of oil equivalent ) dan pada tahun 2050 sekitar 3,2 TOE (tiga koma dua million tonnes of oil equivalent); c. Terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik pada tahun 2025 sekitar 115 GW (seratus lima belas giga watt) dan pada tahun 2050 sekitar 430 GW (empat ratus tiga puluh giga watt); d. Tercapainya pemanfaatan listrik per kapita pada tahun 2025 sekitar 2.500 KWh (dua ribu lima ratus kilo watt hours) dan pada tahun 2050 sekitar 7.000 KWh (tujuh ribu kilo watt hours). Pasal 9 Untuk pemenuhan Penyediaan Energi dan Pemanfaatan Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, diperlukan pencapaian sasaran kebijakan energy nasional
Draft Laporan Final UCG-2014
129
sebagai berikut: a. Terwujudnya paradigm baru bahwa Sumber Energi merupakan modal pembangunan nasional; b. Tercapainya Elastisitas Energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi; c. Tercapainya penurunan Intensitas Energi Final sebesar 1 (satu) persen per tahun sampai dengan tahun 2025; d. Tercapainya Rasio Elektrifikasi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100% (seratus persen) pada tahun 2020; e. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85% (delapan puluh lima persen); dan f. tercapainya bauran Energi Primer yang optimal: 1) pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi; 2) pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen); 3) pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh persen) dan pada tahun 2050 minimal 25% (dua puluh lima persen); dan 4) pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua persen) dan pada tahun 2050 minimal 24% (dua puluh empat persen). Terkait ketersediaan Energi untuk Kebutuhan Nasional, maka pada Pasal 10 ayat (1) huruf a. meningkatkan eksplorasi sumber daya, potensi dan/ atau cadangan terbukti energy, baik dari jenis fosil maupun energy baru dan energy terbarukan. Huruf d. mengurangi ekspor energy fosil secara bertahap terutama gas dan batubara serta menetapkan batas waktu untuk memulai menghentikan ekspor. Pasal 11, (1) Prioritas pengembangan Energi dilakukan melalui :
Draft Laporan Final UCG-2014
130
a. Pengembangan
Energi
dengan
mempertimbangkan
keseimbangan
keekonomian Energi, keamanan pasokan Energi, dan pelestarian fungsi Lingkungan hidup; b. Memprioritaskan Penyediaan Energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap Energi listrik, gas rumah tangga, dan Energi untuk transportasi, industri, dan pertanian; c. Pengembangan Energi dan Sumber Daya energi setempat; d. Pengembangan Energi dan Sumber Energi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri; dan e. Penegembangan
industri
dengan
kebutuhan
Energi
yang
tinggi
diprioritaskan di daerah yang kaya sumber Daya energi. (2) Untuk
mewujudkan
keseimbangan
keekonomian
Energi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, prioritas pengembangan Energi nasional didasarkan pada prinsip : a. memaksimalkan penggunaan Energi Terbarukan dengan memperhatikan tingkat keekonomian; b. meminimalkan penggunaan minyak bumi; c. mengioptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru; dan d. menggunakan batubara sebagai andalan pasokan Energi nasional (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi Energi nuklir yang dimanfaatkan dengan mempertimbangkan keamanan pasokan Energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi Energi Baru dan Energi Terbarukan sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat. Pasal 12 (1) Pemanfaatan Sumber Daya Energi nasional dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengacu pada strategi sebagai berikut: a.
Pemanfaatan Sumber Eenergi Terbarukan dari jenis Energi aliran dan terjunan air, Energi panas bumi, Energi gerakan dan perbedaan suhu lapiran laut, dan Energi angin diarahkan untuk ketenagalistrikan;
Draft Laporan Final UCG-2014
131
b.
pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis Energi sinar matahari diarahkan untuk ketenagalistrikan, dan Energi nonlistrik untuk industri, rumah tangga, dan transportasi;
c.
pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis bahan bakar nabati diarahkan untuk menggantikan bahan bakar minyak terutama untuk transportasi dan industri;
d.
pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan dari jenis bahan bakar navati dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan pangan;
e.
pemanfaatan Energi Terbarukan dari jenis biomassa dan sampah diarahkan untuk ketenagalistrikan dan transportasi;
f.
pemanfaatan minyak bumi hanya untuk transportasi dan komersial yang belum bisa digantikan dengan energi atau Sumber Energi lainnya;
g.
pemanfaatan Sumber Energi gas bumi untuk industri,ketenagalistrikan, rumah tangga, dan transportasi diutamakan untuk pemanfaatan yang memiliki nilai tambah paling tinggi;
h.
pemanfaatan Sumber Energi batubara untuk ketenagalistrikan dan industri;
i.
pemanfaatan Sumber Energi Baru berbentuk cair yaitu batubara tercairkan (liquefied coal) dan hidrogen untuk transportasi;
j.
pemanfaatan Sumber Energi Baru berbentuk padat dan gas untuk ketenagalistrikan;
k.
pemanfaatan Sumber Energi berbentuk cair diluar liquefied petroleum
gas diarahkan untuk sektor transportasi; l.
pemanfaatan Sumber Energi gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut didorong dengan membangun percontohan sebagai langkah awal yang tersambug dengan jaringan listrik;
m. peningkatan pemanfaatan Sumber Energi sinar matahari melalui penggunaan sel surya pada transpotasi, industri, gedung komersial, dan rumah tangga; dan n.
pemaksimalan dan kewajiban pemanfaatan Sumber Energi sinar matahari dilakukan dengan syarat seluruh komponen dan sistem pembangkit
Draft Laporan Final UCG-2014
132
Energi sinar matahari dari hulu sampai hilir diproduksi di dalam negeri secara bertahap. Pasal 18 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melaksanakan Diversifikasi Energi untuk meningkatkan Konservasi Sumber Daya Energi dan Ketahanan Energi Nasional dan / atau daerah. (2) Diversifikasi Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit melalui: a. percepatan penyediaan dan pemanfaatan berbagai jenis Sumber Energi Baru dan Sumber Energi Terbarukan; b. percepatan pelaksanaan substitusi bahan bakar minyak dengan gas di sektor rumah tangga dan transportasi; c. percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak kendaraan bermotor; d. peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, batubara tergaskan (gasified coal) dan batubara tercairkan (liquefied coal); dan e. peningkatan pemanfaatan batubara kualitas menegah dan tinggi untuk pembangkit listrik dalam negeri. f) PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 94: Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan pemegang IUP dan IUPK lainnya. Penjelasan Pasal 94: yang dimaksud kegiatan pengolahan diantaranya diantaranya penggerusan batubara (coal crushing), pencucian batubara (coal washing), pencampuran batubara (coal blending), peningkatan mutu batubara (coal upgrading), pembuatan briket batubara (coal briquetting), pencairan batubara (coal liquefaction), gasifikasi batubara (coal gasification), dan
coal water mixer. PerMen ESDM No. 34/2009, tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan
Draft Laporan Final UCG-2014
133
Minerba untuk Kepentingan Dalam Negeri. PerMen ESDM No. 17/2010, tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara. g) Persoalan regulasi yg masih mengganjal, terkait UU Energi Kewenangan perizinan pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak/gas merupakan kewenangan Ditjen Minerba (re. UU 4/2009 jo PP 23/2010). Merujuk Pasal 6, 7 dan 8 UU 4/2009,….bahwa dalam pengelolaan batubara, kewenangan Pemerintah
Pasal
6,
kewenangan
provinsi
Pasal
7,
dan
kewenangan
kabupaten/kota Pasal 8. Tapi dalam UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi menyebutkan, Pasal 4 ayat (1) Sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Sumber daya energi barn dan sumber daya energi terbarukan diatur oleh negara
dan
dimanfaatkan
untuk
sebesar-besar
kemakinuran
rakyat.
(3)
Penguasaan dan pengaturan sumber daya energi oleh negara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara dalam Pasal
5 UU 4/2009, kewenangan Pemerintah hanya
pengendalian
dan
produksi
eskpor,
bukan
kewenangan
penguasaan
Ayat (1) Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rkayta Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri. Ayat (2) Kepentingan nasional sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan dengan pengendalian produksi dan ekspor. h) Penyiapan
WP
dan
Pengembangan
Ilmu
Pengetahuan
dan
Teknologi
Pertambangan
UU 4/ 2009 (Pasal 87 sd 89) Pasal 87, Untuk menunjang penyiapan WP dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
pertambangan,
Menteri
atau
gubernur
sesuai
dengan
kewenangannya dapat menugasi lembaga riset negara dan / atau daerah untuk melakukan penyelidikan dan penelitian tentang pertambangan. Pasal 88. (1) Data yang diperoleh dari kegiatan usaha pertambangan merupakan
Draft Laporan Final UCG-2014
134
data
milik
Pemerintah
dan/atau
pemerintah
daerah
sesuai
dengan
kewenangannya. (2) Data usaha pertambangan yang dimiliki pemerintah daerah wajib disampaikan kepada Pemerintah untuk pengelolaan data pertambangan tingkat nasional. (3) Pengelolaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 89, Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan penyelidikan dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan pengelolaan data sebagaimana dimaksud daiam Pasal 88 diatur dengan peraturan pemerintah.
PP 22/2010 (pasal 4 sd 11) Pasal 7, Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 8, (1) Dalam melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan, Menteri atau gubernur dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah. (2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menunjang penyiapan WP dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertarnbangan. (3) Dalam hal tertentu, lembaga riset negara dapat melakukan kerja sama dengan lembaga riset asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib: a. menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dm informasi potensi pertarnbangan hasil penyelidikan dan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan; dan b. menyerahkan seluruh data dan informasi potensi pertarnbangan yang diperolehnya kepada Menteri atau gubernur yang memberi penugasan. (2) Lembaga riset asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) wajib: a.
menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan infonnasi potensi pertambangan hasil penyelidikan dan penelitian sesuai dengan
Draft Laporan Final UCG-2014
135
ketentuan peraturan perundangan-undangan; dan b.
menyerahkan seluruh data dan informasi potensi pertambangan yang diperolehnya kepada lembaga riset negara yang bekerja sama dengannya paling lambat pada tanggal berakhirnya kerja sama.
Pasal 10 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan wilayah penugasan
penyelidikan
dan
penelitian
pertambangan
yang
akan
dilaksanakan oleh lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah dan dituangkan dalam peta. (2) Menteri dalam menetapkan wilayah penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat. (3) Gubernur dalam menetapkan wilayah penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Menteri dan bupati/ walikota setempat. (4) Bupati/walikota dapat mengusulkan suatu wilayah penugasan untuk dilakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada Menteri atau gubernur. i) Landasan Hukum Tata Niaga seperti terlihat pada Tabel 3.44.
Tabel 3.44. Dasar Hukum Tata Niaga Sektor ESDM
Draft Laporan Final UCG-2014
136
b.
Hasil Sosialisasi ke Stakeholder Daerah (Sumatera Selatan) Dalam sosialisasi penyiapan penyusunan regulasi pengusahaan UCG ke stakeholder daerah (Sumatera Selatan) mencoba menguji dan berdiskusi tentang pokok-pokok bahasan yang akan diatur dalam regulasi pengusahaan UCG. Mengenai pokok-pokok bahasan regulasi pengusahaan UCG yang didiskusikan, antara lain: rezim regulasi UCG, perizinan dan tahapan kegiatan, keekonomian dan penerimaan Negara, pemanfaatan produk UCG, dampak lingkungan dan litbang. Dari hasil diskusi dengan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan dan wakil Perusahaan Pertambangan Daerah tersebut dirangkum dalam analisis dan pembahasan.
3.2.5. Pengumpulan Data Sekunder 3.5.1. Kondisi Hidrogeologi dan Hidrologi di Lokasi PTAD Terdapat dua pola aliran sungai utama di daerah ini yaitu sebelah timur laut daerah
Draft Laporan Final UCG-2014
137
penyelidikan umumnya membentuk pola aliran dendritik, pola aliran ini umumnya menempati batuan yang dibentuk oleh Formasi Air Benakat, sungai-sungai pada satuan ini umumnya telah nenunjukan tahapan dewasa dengan tingkat pengendapan yang cukup tinggi. Sebelah barat daya daerah ini, pola umum aliran sungainya menunjukan pola aliran trellis. Pola ini pada umumnya menempati satuan batuan Formasi Muara-Enim dan Formasi Kasai. Sungai utama di daerah penyelidikan terdiiri atas sungai Semanggus di daerah barat dan Sungai Benakat serta Sungai Baung di daerah sebelah timur daerah penyelidikan. Pemisah aliran berarah hampir utara-selatan dimana pada bagian barat daerah penyelidikan sungai-sungai mengalir kearah sungai Semanggus, sedangkan pada bagian timur daerah penyelidikan sungai sungai mengalir ke arah timur dengan Sungai Baung dan Sungai Benakat sebagai sungai Utama. Sungai-sungai di sebelah timur daerah penyelidikan umumnya merupakan sungai sungai “Resekwen” dan “Obsekwen”, sedangkan disebelah barat daerah penyelidikan sungai-sungainya merupakan sungai “Konsekwen” dan “obsekwen”. Secara umum morfologi daerah penyelidikan dikontrol oleh struktur lapisan dan litologi pembentuk dimana daerah penyelidikan satu sayap homoklin dari suatu antiklin dengan perbedaan litologi pembentuk antara Formasi Air benakat, Muara Enim dan Kasai menghasilkan pola aliran sungai yang berbeda. Adapun tahapan daerah penyelidikan sudah pada tahapan dewasa. Lokasi penambangan Tambang PTAD terletak pada daerah beriklim tropis. Curah hujan maksimum adalah 4627 mm/tahun, curah hujan minimum adalah 1367 mm/tahun. Sedangkan curah hujan rata rata tertinggi yaitu 449,6 mm pada bulan Januari dan terendah yaitu 111,5 mm pada bulan Juni.
Draft Laporan Final UCG-2014
138
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Mengingat penerapan teknologi eksploitasi batubara peringkat rendah melalui aplikasi teknologi UCG ini belum berkembang di Indonesia dan dalam rangka upaya mengoptimalkan penggunaan batubara peringkat rendah, maka dalam melakukan penerapan teknologi ini perlu terlebih dahulu dilakukan kajian pendahuluan baik kaitan dengan struktur geologi, geoteknologi, hidrogeologi dan zonasi potensi UCG. Berdasarkan teori yang telah dipelajari dari para peneliti sebelumnya, metode UCG ini memerlukan penelitian yang mendalam pada lokasi dimana proses gasifikasi tersebut akan dilakukan. Lapisan batubara yang umumnya berada di bawah lapisan air tanah dan overburden akan melibatkan proses pengeboran pada dua atau lebih lobang bor hingga mencapai lapisan batubara. Selanjutnya, batubara dalam tanah dinyalakan dan dibakar dengan injeksi udara / oksigen murni dan atau dengan steam. Gas bertekanan hasil proses UCG yang terkandung dalam lapisan batubara harus dijamin tidak bocor ke celahcelah batuan di sekitarnya dan hanya mengalir menuju sumur produksi. Oleh karena itu data-data bawah permukaan, baik di atas atau di bawah lapisan batubara yang menjadi target gasifikasi tersebut, harus benar-benar diketahui karakteristiknya. Beberapa hal yang perlu disiapkan adalah menyiapkan data yang berhubungan dengan kemungkinan
kontaminasi
lingkungan sekitar akibat over-pressure burn
zones,
meyakinkan lokasi UCG dalam situasi geologi yang cukup terlindungi dari zona terbakar (burn zone), pemilihan lokasi yang tepat dengan menghindari sekecil-kecilnya dampak terhadap lingkungan sekitarnya, melindungi lokasi UCG dari sumber airtanah dan bila memungkinkan memindahkan akumulasi produk cairan undissolved pyrolisis. Selanjutnya perlu menyiapkan penilaian-penilaian terhadap resiko yang mungkin terjadi, peniaian kondisi geologi secara berkala untuk menjaga dan mengantisipasi segala kemungkinankemungkinan yang berbahaya terjadi disekitar kegiatan, penilaian stratigrafi, penilaian kondisi struktur batuan, penilaian kondisi geomekanika batuan pendukung sekitar kegiatan, penilaian kondisi geokimia dan geohidrologi. Berdasarkan hal tersebut, untuk memecahkan permasalahan beberapa kemungkinan resiko tersebut, maka dalam
Draft Laporan Final UCG-2014
139
penelitian ini pengumpulan data primer menjadi salah satu cara untuk mendukung penerapan metode penelitian secara induksi akumulatif dan deduksi. Induksi akumulatif merupakan fakta yang diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan dan adanya kondisi tersebut perlu diketahui penyebab dan cara pemecahannya. Selanjutnya pemikiran secara deduktif diperlukan untuk menghasilkan atau mendukung teori-teori yang diterapkan dalam penelitian ini dan sebelumnya. Metodologi penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 4.1. Sumber data dalam penelitian ini sangat tergantung pada hasil pengamatan lapangan dan uji laboratorium. Pengumpulan data lapangan meliputi pengambilan contoh batuan, data topografi, morfologi yang diambil secara primer dan sekunder, data kondisi lapisan batuan yang diambil secara insitu dan uji laboratorium. Pengambilan data secara insitu dilakukan dengan uji sesimik refraksi, uji hydraulic fracturing, uji downhole sesimik. Sedangkan untuk mengetahui kondisi hidrogeologi, dilakukan uji pompa (pumping test) dan slug test. Sedangkan untuk memastikan kedudukan masing-masing lapisan batuan, dilakukan logging geofisika (geophysical liogging) dengan menggunakan beberapa probe antara lain sidewall density gamma probe, electric logging probe (ELOG), full-waveform sonic probe dan temperature/conductivity probe. Tahapan penelitian ini dimulai dari tahap persiapan yang meliputi perencanaan kerja dan studi pustaka, penelitian dan pengambilan data lapangan, analisis laboratorium terdiri dari preparasi dan analisis contoh batuan yang meliputi penentuan parameter sifat fisik (porositas, kadar air dan densitas) dan mekanik batuan (uji kuat tekan se arah, triaksial dan uji geser langsung). Pekerjaan studio dilakukan untuk evaluasi, analisis termasuk permodelan, pembahasan dan memberikan kesimpulan serta rekomendasi. Tahapan dalam metode penelitian seperti berikut : 4.1. 4.1.1.
Persiapan. Pembuatan Kerangka Acuan Kerja. • Kerangka acuan kerja untuk acuan dalam melaksanakan kegiatan penelitian. • Jadwal kegiatan, susunan personil pelaksana, dan tahapan pelaksanaan.
4.1.2.
Kajian Pustaka • Mengumpulkan referensi yang diperlukan tentang UCG. • Mengumpulkan dasar teori, konsep dan karakteristik batubara.
Draft Laporan Final UCG-2014
140
• Teknologi pemboran, hydraulic fracturing, pumping test dan geophysical logging 4.1.3.
Administratif. • Mempersiapkan TOR/RO dan surat-menyurat terkait pelaksanaan kegiatan. • Koordinasi dengan instansi terkait • Personil dan Peralatan
4.1.4.
Diskusi dan konsultasi dengan nara sumber. • Identifikasi masalah, karakteristik dan batasan masalah • Teknologi energi bersih melalui aplikasi UCG
4.1.5.
Identifikasi Peralatan • Identifikasi Peralatan Pemboran, Logging Geofisik, Uji Insitu Geomekanika dan Hydrogeologi, serta • Identifikasi Peralatan Uji Struktur Batuan.
4.1.6.
Kajian Data Sekunder • Kajian data kondisi topografi detil dan geologi permukaan detil • Penentuan titik lokasi pemboran
4.1.7.
Persiapan Administrasi dan Peralatan • Izin administrasi peminjaman alat pemboran dan perlengkapannya. • Menyiapkan bahan habis pakai, alat borehole logging, dan • Peralatan hidrogeologi.
4.2.
Pelaksanaan Kegiatan Lapangan Pelaksanaan pemboran, pengambilan data primer berupa kondisi struktur batuan, kondisi geomekanika batuan (hydraulic fracturing), hydrogeologi (uji pemompaan), logging geofisik dan inti bor (core drilling). Disamping untuk menggali sebanyakbanyaknya informasi di bawah permukaan tentang kondisi batubara, Pemboran inti juga dilakukan untuk mengetahui kondisi geoteknik dan geohidrologi local dari lokasi yang dikaji. Pemboran geoteknik dan geohidrologi ini dimaksudkan untuk mengetahui informasi kondisi tanah dan batuan serta pengaruh geohidrologi yang erat kaitannya dengan penyiapan teknologi UCG yang akan dipakai. Pemboran geoteknik dan geohidrologi ini mempunyai total kedalaman diperkirakan
Draft Laporan Final UCG-2014
141
maksimum 700 meter. 4.3. Pengujian Laboratorium Pengujian laboratorium untuk intibor batubara dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fisik dan mekanik batuan pengapit batubara, kualitas dan permeabelitas batubara, sehingga diketahui secara teknis dan detail untuk persiapan instalasi teknologi UCG di lokasi tersebut. 4.4.
Pelaporan Membuat laporan harian, mingguan dan laporan akhir kegiatan. Pelaporan akhir merupakan isi dari seluruh kegiatan yang ditulis secara ilmiah dengan memasukkan segala data yang diperoleh, hasil analisis yang dilakukan, perancangan atau metode yang dibuat, serta kesimpulan yang ditarik dan saran yang diberikan.
IDENTIFIKASI DAN PENGUMPULAN DATA AWAL
POKJA GEOLOGI DAN PERMODELAN 3D
PETA DASAR
POKJA LINGKUNGAN
PENELITIAN SEBELUMNYA
DESAIN MODEL PEMBAKARAN UCG
PEMBORAN INTI
LOGGING GEOFISIKA
POKJA REGULASI
KORELASI TITIK BOR (X, Y, Z)
EKSPLORASI DETIL
STRUKTUR GEOLOGI
POKJA TEKNOLOGI DAN EKONOMI
UJI GEOMEKANIKA INSITU
RANCANGAN REGULASI NASKAH AKADEMIK
UJI HIDROLOGI
BOREHOLE SEISMIC UJI LABORATORIUM
Draft Laporan Final UCG-2014 SOFTWARE APLIKASI
142
Gambar 4.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Draft Laporan Final UCG-2014
143
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Geologi dan Pemodelan 3D 5.1.1.
Hasil Pemboran
Pemboran yang dilakukan di lokasi PKP2B PT. Astaka Dodol oleh Puslitbang tekMIRA berada di 6 (enam) titik pada lokasi yang sudah di deleneasi oleh kelompok kerja geologi dan permodelan 3D tim UCG tekmira bekerjasama dengan tim geologi PT. Astaka Dodol seperti terlihat pada Gambar 5.1. Masing-masing titik berada pada koordinat seperti pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Daftar Koordinat batas 50 ha Koordinat
Titik Bor
X
Y
UCG-1
103° 22' 22,0008"
-2° 35' 6,5004"
UCG-1B
103° 22' 20,8452"
-2° 35' 7,1952"
UCG-1C
103° 22' 22,1016"
-2° 35' 3,6996"
UCG-2
103° 22' 26,7708"
-2° 35' 9,8988"
UCG-2A
103° 22' 27,0984"
-2° 35' 8,3004"
UCG-2C
103° 22' 28,2684"
-2° 35' 7,152"
Posisi titik UCG-1 dan UCG-2 berada di punggungan yang diapit di sebelah barat dan timur berupa lembah dengan beda ketinggian 20 m. Dari hasil pemboran di titik UCG-1, UCG-1A, UCG-1B , UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C seperti terlihat pada tampilan tiga dimensi (3D) pada Gambar 5.1. dan 5.2, diperoleh susunan batuan dari atas ke bawah seperti diilustrasikan dalam penampang melintang yang terlihat pada Gambar 5.3; 5.4; 5.5.
Draft Laporan Final UCG-2014
144
Gambar 5.1. Peta Lokasi Titik Pemboran di Daerah Macang Sakti, Kabupaten Musi Banyu Asin, Propinsi Sumatera Selatan (UCG-1, UCG-1A, UCG-1B , UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C)
Draft Laporan Final UCG-2014
145
Gambar 5.2. Peta kontur permukaan dan Batubara lapisan D di Lokasi Rencana Pilot Plant UCG, Kabupaten Musi Banyu Asin, Propinsi Sumatera Selatan
Draft Laporan Final UCG-2014
146
Gambar 5.3. Korelasi batuan di UCG-1- ke UCG-1A dan UCG-1B.
Draft Laporan Final UCG-2014
147
Gambar 5.4. Korelasi batuan di UCG-2- ke UCG-2A dan UCG-2C
Draft Laporan Final UCG-2014
148
0
UCG-1B
UCG-2
UCG-2A
UCG-2C
20 40 60 80 100 120 140 ???? 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Gambar 5.5. Korelasi batuan di UCG- 1B ke UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C
Draft Laporan Final UCG-2014
149
Dari rencana target pemboran pada UCG-1 berdasarkan permodelan yang dilakukan oleh PT. Astaka Dodol, lapisan batubara (seam – D) berada pada kedalaman 243,98 m sampai dengan 249,40 m, namun realisasinya ditemukan pada kedalaman 268,83 m sampai dengan kedalaman 278,30 dengan tebal 9,44 meter. Sedangkan di titik UCG-2 menurut PT. Astaka Dodol akan didapatkan batubara lapisan D pada kedalaman 248,58 m sampai dengan 256,47 m, namun
realisasinya ditemukan pada kedalaman 264,13 m sampai
dengan 273,40 m dengan tebal 9,27 meter. Selanjutnya dengan melakukan pemboran pada lokasi titik UCG-1B, lapisan D ditemukan pada kedalaman 292,40 sampai dengan 301,00 dengan tebal 8,60 meter. Pada titik UCG-1C, lapisan D ditemukan pada kedalaman 235,20 sampai dengan 244,31 dengan kedalaman 9,10 meter. Pada titik UCG-2A Lapisan D ditemukan pada kedalaman 239,22 sampai dengan 248,40 dengan kedalaman 9,18 meter. Pada titik UCG-2C Lapisan D ditemukan pada kedalaman 215,10 sampai dengan 224,17 dengan kedalaman 9,07 meter. Di titik UCG-1 dari atas (0,0 m) sampai 1,5 m adalah soil, dari 1,5 m sampai 3 m adalah sub soil, sedangkan dari 3,00 m sampai kedalaman 259,98 m terdapat selang seling batulempung, yang bervariasi dengan batulempung lanauan, batulempung pasiran halus sampai sedang dengan batupasir halus, batupasir lempungan, lanauan, yang berwarna keputihan, abu-abu muda sampai abu-abu tua, kurang kompak sampai kompak, batulempung karbonan coklat keulempung berwarna abu-kehitaman dan batubara. Pada batupasir ditandai oleh struktur sedimen perlapisan sejajar, silang siur, convolute, pada batulempung dan batupasirpun ditandai oleh adanya batuan yang terkersikan, sedangkan pada batubara ditandai oleh warna hitam kusam sampai agak terang, adanya belahanbelahan yang tidak beraturan. Di titik UCG-1 batuan di atas batubara lapisan D adalah batulempung kompak berwarna abu-abu tua dan sebagian di bagian paling atas bersifat menyerpih. Batuan ini merupakan batuan bersifat impermeabel atau batuan kedap air yang sangat diperlukan keberadaannya dalam proses pelaksanaan teknologi UCG, untuk menjaga air di bagian atas lapisan batubara seam-D tidak lolos ke posisi lapisan batubara tersebut. Sedangkan batuan yang berpotensi menjadi kendala adalah batupasir yang juga berada di bagian pada kedalaman 24 m sampai dengand 32 m, 217 m sampai dengan 253 m. Sedangkan pada titik UCG – 1C berada pada kedalaman sekitar 20 m sampai dengan 40 m, 106 m sampai dengan 118 m
Draft Laporan Final UCG-2014
150
dan 127 m sampai dengan 136 m. Begitu juga dengan lapisan di titik pemboran UCG-2 seperti terlihat pada Tabel 5.2 harus menjadi perhatian dalam pengembangan UCG, karena diperkirakan lapisan tersebut merupakan lapisan yang berisi air tanah. Kondisi kurang menguntungkan atau kurang mendukung terhadap proses pemboranpun terjadi di posisi tersebut yaitu dengan banyaknya runtuhan batupasir yang bersifat lepas, yang mengakibatkan terjepitnya inner tube dan corebarrel karena lolosnya pasir halus tersebut dan mengendap di sela-sela antara innertube dengan core barrel. Di titik UCG-2 pada realisasinya didapatkan tanah soil pada (0,0 m) sampai 1,6 m, dari 1, Di titik UCG-1 dari atas (0,0 m) sampai 1,5 m adalah soil, dari 1,5 m sampai 3 m adalah sub soil, sedangkan dari 3,00 m sampai kedalaman 264,12 m terdapat selang seling batulempung, yang bervariasi dengan batulempung lanauan, batulempung pasiran halus sampai sedang dengan batupasir halus, batupasir lempungan, lanauan, yang berwarna keputihan, abu-abu muda sampai abu-abu tua, kurang kompak sampai kompak, batulempung karbonan coklat keulempung berwarna abu-kehitaman dan batubara. Pada batupasir ditandai oleh struktur sedimen perlapisan sejajar, silang siur, convolute, pada batulempung dan batupasirpun ditandai oleh adanya batuan yang terkersikan, sedangkan pada batubara ditandai oleh warna hitam kusam sampai agak terang, adanya belahan-belahan yang tidak beraturan. Gambar 5.6. menunjukkan susunan perlapisan batuan pada salah satu titik bor yang menujukkan beberapa lapisan batubara di atas lapisan D, serta kondisi perlapisan batuan pada titik bor tersebut. 5.1.2. Pengukuran Downhole Seismic Pengukuran downhole seismic dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kekuatan susunan lapisan-lapisan batuan yang mengapit lapisan batubara serta batubaranya sendiri melalui parameter kecepatan rambat gelombang kompresi dan geser. Parameter seismik ini sendiri secara kompleks pada pengukuran seismic lobang bor dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tekanan, temperatur, saturasi, jenis fluida, porositas, jenis pori batuan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini saling berhubungan satu sama lain sehingga perubahan pada satu faktor berakibat pada perubahan faktor lain. Karena itu, penyelidikan efek perubahan suatu parameter tunggal dengan tidak mengubah parameter-parameter yang lainnya menjadi sangat penting dalam memahami sifat sifat petrofisik pada interpretasi seismik. Ada
Draft Laporan Final UCG-2014
151
beberapa parameter geomekanika yang diperoleh dari pengujian ini, yaitu nisbah poisson, modulus elastisitas (modulus young), modulus geser, bulk modulus dan konstanta Lame. Analisis terhadap hasil uji seismic lobang bor ini dikombinasikan dengan data density alam (natural density) sehingga diperoleh parameter-parameter tersebut. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk masing-masing sumur UCG1, UCG1B, UCG2, UCG2A dan UCG2C dapat dilihat pada Tabel 5.2, 5.3, 5.4, 5.5 dan 5.6. Pada kondisi pengujian, temperatur bervariasi menurut kedalaman lapisan bumi dan merupakan variabel yang mengubah densitas fluida, yang berpengaruh pada perubahan kecepatan rambat gelombang dalam fluida. Dengan demikian kemungkinan penerapan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini harus mempertimbangkan faktor perubahan temperatur tersebut.
Draft Laporan Final UCG-2014
152
Gambar 5.6. Susunan batuan yang terdapat di titik bor UCG-2 Tabel 5. 2. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG1 Depth (m)
Vp (m/s)
Vs (m/s)
Density (ton/m3)
Draft Laporan Final UCG-2014
Poisson Ratio
Shear Modulus (MPa)
Young Modulus (Mpa)
Bulk Modulus (Mpa)
153
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
359,8 662,2 1174,3 1569,0 1601,1 1788,4 1690,1 1844,5 1717,3 1864,8 2037,7 2244,0 2248,5 2251,8 2254,4 2052,4 2257,8 2259,0 2055,4
180,7 395,5 276,7 395,7 391,9 385,5 364,4 377,9 367,0 367,7 464,6 465,4 465,9 476,0 496,9 497,2 520,0 497,7 487,3
1,41 1,77 1,66 1,67 1,69 1,69 1,71 1,71 1,37 1,34 1,34 1,35 1,35 1,37 1,40 1,39 1,41 1,34 1,51
0,331 0,223 0,471 0,466 0,468 0,476 0,476 0,478 0,476 0,480 0,473 0,478 0,478 0,477 0,474 0,469 0,472 0,474 0,470
46,2 276,3 127,2 261,6 259,5 251,1 226,9 244,0 185,1 181,7 290,1 292,7 293,4 311,5 345,1 343,7 380,0 331,0 359,2
122,9 675,8 374,0 766,9 761,9 741,0 669,5 721,4 546,6 537,7 854,5 865,0 867,1 919,8 1017,8 1009,5 1118,6 976,0 1056,2
121,4 406,1 2120,7 3763,5 3985,5 5069,0 4578,6 5488,3 3807,2 4431,6 5193,8 6416,3 6442,6 6555,7 6643,5 5397,5 6657,9 6378,4 5912,9
Tabel 5.3. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG1B Depth (m) 1 3 5 7 9 11 13 15
Vp (m/s) 341,4 628,3 1114,1 1488,6 1519,1 1696,7 1603,5 1750,0
Vs (m/s)
Density (ton/m3)
167,5 366,7 256,5 366,8 363,3 357,4 337,8 350,3
1,56 1,45 1,46 1,48 1,46 1,46 1,54 1,53
Poisson Ratio 0,341 0,242 0,472 0,468 0,470 0,477 0,477 0,479
Shear Modulus (MPa) 43,8 194,9 96,1 199,2 192,7 186,5 175,7 187,8
Young Modulus (Mpa) 117,5 484,1 282,8 584,6 566,4 550,7 519,0 555,4
Bulk Modulus (Mpa) 123,4 312,4 1684,2 3014,1 3112,2 3954,6 3725,4 4435,2
Tabel 5.4. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG2 Depth (m) 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Vp (m/s) 345,7 445,2 414,7 346,7 1452,5 1342,9 1506,7 1415,8 1431,4 1441,4 1448,0 1452,6 1455,9 1458,4 1460,2 1944,3 1753,3 1754,7
Vs (m/s)
Density (ton/m3)
170,2 307,9 227,6 330,6 318,1 308,8 316,0 397,9 384,7 401,0 365,8 372,9 395,1 395,4 395,7 403,8 396,0 404,1
Draft Laporan Final UCG-2014
1,77 1,66 1,67 1,69 1,69 1,71 1,71 1,37 1,34 1,34 1,35 1,35 1,37 1,40 1,39 1,41 1,34 1,51
Poisson Ratio 0,340 0,041 0,285 -4,528 0,475 0,472 0,477 0,457 0,461 0,458 0,466 0,465 0,460 0,460 0,460 0,477 0,473 0,472
Shear Modulus (MPa) 51,2 157,5 86,5 184,7 171,0 162,9 170,6 217,6 198,9 216,2 180,8 188,0 214,6 218,6 217,6 229,1 209,6 247,0
Young Modulus (Mpa) 137,1 328,0 222,2 -1303,4 504,4 479,6 504,0 634,2 581,3 630,3 530,2 550,8 626,7 638,3 635,7 677,0 617,5 727,2
Bulk Modulus (Mpa) 142,8 119,2 171,9 -43,2 3336,4 2864,2 3651,7 2465,4 2488,5 2504,0 2593,0 2601,5 2627,9 2681,4 2673,8 5007,3 3828,5 4329,1
154
Tabel 5.5. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG2A Depth (m) 1 3 5 7 9 11 13
Vp (m/s)
Vs (m/s)
321,2 413,8 385,4 322,2 1349,9 1248,0 1400,3
180,5 232,5 216,5 181,0 758,4 701,1 786,7
Density (ton/m3)
Poisson Ratio
1,35 1,37 1,40 1,39 1,41 1,34 1,51
0,269 0,269 0,269 0,269 0,269 0,269 0,269
Shear Modulus (MPa) 44,0 74,3 65,5 45,5 808,3 656,9 936,3
Young Modulus (Mpa) 111,8 188,6 166,3 115,6 2052,1 1667,8 2377,1
Bulk Modulus (Mpa) 80,8 136,3 120,2 83,6 1483,2 1205,5 1718,2
Tabel 5.6. Hasil analisis uji seismic lobang bor untuk UCG2C Depth (m) 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45
Vp (m/s)
Vs (m/s)
326,8 492,0 489,2 378,9 1587,5 1467,7 1646,8 1547,4 1564,5 1575,4 1582,6 1587,7 1591,3 1594,0 1596,0 2125,0 1916,3 1917,8 1919,1 1920,1 2133,4 1921,6 1922,2
168,1 304,1 224,7 326,5 314,2 304,9 312,1 392,9 379,9 396,1 361,2 368,3 390,2 390,5 390,8 398,8 391,1 399,1 407,3 424,7 376,8 384,1 453,8
Density (ton/m3)
Poisson Ratio
1,41 1,77 1,66 1,67 1,69 1,69 1,71 1,71 1,37 1,34 1,34 1,35 1,35 1,37 1,40 1,39 1,41 1,34 1,51 1,67 1,69 1,69 1,73
0,320 0,191 0,366 -0,943 0,480 0,477 0,481 0,466 0,469 0,466 0,473 0,472 0,468 0,468 0,468 0,482 0,478 0,477 0,476 0,474 0,484 0,479 0,470
Shear Modulus (MPa) 39,9 163,4 83,9 178,1 166,8 157,1 166,4 263,8 198,4 210,8 175,4 183,4 205,8 209,7 213,4 221,0 215,0 212,8 251,0 301,2 239,9 249,3 356,3
Young Modulus (Mpa) 105,4 389,1 229,2 20,4 493,6 464,2 493,0 773,3 582,9 618,2 516,5 539,7 604,2 615,6 626,7 655,0 635,7 628,8 741,1 888,2 712,0 737,4 1047,8
Bulk Modulus (Mpa) 97,7 209,8 285,6 2,4 4035,6 3430,2 4412,1 3739,9 3100,2 3054,4 3132,5 3162,7 3148,3 3213,2 3275,7 5982,4 4874,4 4631,4 5237,4 5756,7 7369,8 5906,8 5917,1
5.1.2. Data Pengukuran Logging Geofisika Untuk lebih memastikan kondisi stratigrafi dari lapisan batuan yang ditembus oleh pemboran, selain data yang berasal dari inti bore (log core), juga dilakukan logging geofisika. Data hasil logging ini digunakan untuk mengkoreksi posisi lapisan-lapisan batuan (rocks layer) di bawah permukan yang telah diketahui sebelumnya berdasarkan
Draft Laporan Final UCG-2014
155
sampel inti bor dan core cutting. Pengukuran logging geofisika ini dilakukan untuk semua titik bor, yaitu pada sumur UCG-1, UCG-1A, UCG-1B , UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C. Logging geofisika ini adalah salah satu cara untuk mendapatkan rekaman log yang detail mengenai formasi geologi yang terpenetrasi dalam lubang bor selain dengan visual log. Log dapat berupa pengamatan visual sampel yang diambil dari lubang bor (geological log), atau dalam pengukuran fisika yang dieroleh dari respon piranti instrumen yang di pasang didalam sumur (geohysical log). Pada penelitian ini log hasil kajian visual dari well
site geologist dipadukan dengan logging geofisika ini. Beberapa pengukuran yang telah dilakukan adalah density log, gamma ray, full wave sonic, electrical logging, temperature dan conductivity. Hasil interpretasi log dapat menggambarkan ketebalan lapisan batubara secara akurat, termasuk lapisan batuan pengapitnya. Log gamma digunakan bersamaan dengan log densitas untuk memastikan kecenderungan nilai yang ditampilkan dalam grafik. Biasanya untuk lapisan batubara nilai sinar gamma berada pada kisaran antara 0 – 32.5 API, sedangkan nilai rapat massa berada pada kisaran 1,173-1,514. Hasil interpretasi logging geofisika dapat dilihat pada Lampiran A. 5.2. Teknologi dan Ekonomi Berdasarkan kajian sebelumnya banyak perbedaan dalam aspek teknis antara gasifikasi batubara konvensional dan UCG. Pada gasifikasi batubara konvensional ada pilihan teknologi untuk melakukan gasifikasi untuk berbagai jenis kualitas batubara. Batubara yang tidak reaktif dapat menggunakan gasifier fluidized bed, batubara titik leleh abu rendah menggunakan gasifier entrained bed dan batubara kadar abu tinggi menggunakan gasifier fixed bed. Pada gasifier bawah tanah tidak ada pilihan teknologi tersebut tetapi berbagai jenis batubara telah di uji dan nampaknya selain batubara mengkokas (coking coal) semua batubara dapat digasifikasi di bawah tanah. Pada UCG pertimbangan tebal lapisan batubara sangat penting karena mempengaruhi keekonomian gasifikasi dan resiko amblesan. Pada gasifikasi batubara konvensional kondisi reaksi lebih mudah dikendalikan karena batubara dapat digerus sesuai ukuran yang di inginkan, jumlah batubara umpan dapat disesuaikan dengan jumlah oksigen, lingkungan tidak mempengaruhi kondisi rekasi karena gasifikasi dilakukan dalam suatu wadah yang terisolasi. Pengaturan kondisi UCG relatif lebih sulit karena besarnya luas permukaan
Draft Laporan Final UCG-2014
156
batubara tidak diketahui. Amblesan lapisan batubara akan memperbesar luas permukaan batubara tetapi berapa ukuran dan kuantitas batubara bongkah yang ambles tidak dapat diprediksi. Monitoring kualitas gas secara real time perlu dilakukan untuk meprediksi reaksi yang terjadi dibawah tanah dan pengendaliannya. Peningkatan konsentrasi gas hidrogen menandakan adanya intrusi air dan peningkatan jumlah tar menandakan terjadinya reaksi pirolisa. Keuntungan UCG adalah tidak dibatasi oleh titik leleh abu dan tidak khawatir terjadi kerusakan reaktor karena suhu atau tekanan yang terlalu tinggi. Dengan demikian tidak ada isu teknis tentang cara pengumpanan batubara (dry/wet feeding), lokasi pengumpanan batubara (top/side feeding) dan teknologi perlindungan dinding gasifier (refractory/membrane wall). Adanya arang/karbon yang tersisa juga tidak menjadi masalah bahkan gasifikasi batubara tanah sengaja meninggalkan sebagian batubara tidak tergasifikasi untuk menjadi pillar dari rongga-rongga yang terbentuk. Pada gasifikasi permukaan proses gasifikasi bertekanan tinggi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tekanan pada proses hilir seperti proses sintesa syngas menjadi bahan baku kimia dan BBM. Pada UCG tekanan proses gasifikasi disamping untuk memenuhi kebutuhan tekanan pada industri hilir juga untuk menjaga intrusi air dari batuan disekeliling gasifier. Tekanan gasifikasi dijaga sedikit dibawah tekanan hidrostatis agar tidak ada intrusi air berlebih dan polutan tidak bermigrasi ke lingkungan. Semakin dalam lapisan batubara yang akan digasifikasi semakin tinggi tekanan gasifikasi yang diperbolehkan. Tidak ada batasan tekanan maksimum karena desain gasifier seperti pada gasifikasi batubara di permukaan. Jenis fasilitas di permukaan relatif sama antara gasifikasi di permukaan dengan gasifikasi di bawah tanah.
Pengetahuan mengenai air separation unit, kebutuhan kompressor,
fasilitas pemurnian gas (penangkapan tar), pengolahan produk samping dan pengolahan limbah yang didapat dari pengembangan pada gasifikasi batubara konvensional dapat digunakan untuk mengembangkan UCG. Hanya bila dimungkinkan peralatan yang ada dipermukaan dapat dibuat modular sehingga mudah dipindahkan karena lokasi UCG berpindah-pindah. Biaya investasi dan operasi gasifikasi batubara dipermukaan lebih pasti karena telah banyak pabrik skala komersial yang dibangun. Pada UCG biaya investasi dan operasi
Draft Laporan Final UCG-2014
157
masih mungkin dapat diturunkan. Salah satu caranya adalah dengan menguasai teknologi pengeboran horizontal. Berbeda dengan pengeboran vertikal yang biayanya sudah bisa diperkirakan, pada pengeboran horizontal sulit menentukan biayanya karena referensi kontrak untuk pengeboran horizontal batubara belum ada, terutama di Indonesia. Teknologi UCG berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan seperti bermigrasinya polutan dan terjadinya amblesan. Oleh sebab itu standar penanganan limbah termasuk remediasi rongga bekas gasifikasi perlu ditetapkan dan pelaksanannya perlu diawasi. Selain itu penentuan lokasi harus dilakukan secara hati-hati dan pemerintah sebaiknya melakukan
evaluasi
rencana
lokasi
gasifikasi
bawah
tanah
sebelum
memberi
persetujuan/izin karena keberhasilan gasifikasi batubara tanah sangat ditentukan oleh lokasi yang dipilih. Untuk membuktikan kondisi pembakaran di bawah tanah, telah dibuat desain model pembakaran artificial seperti terlihat pada Gambar 5.7. dan 5.8. Pada desain tersebut dibuat bentuk lapisan batubara pada kedalaman 6 meter dengan tebal 2 meter dan lebar dibagi dua masing-masing 1 meter dimana diantara dua lapisan batubara tersebut diberi sekat se lebar 40 cm. Fungsi penyekatan ini untuk membagi dua lapisan batubara yang akan dijadikan model. Pada bagian permukaan dilengkapi dengan penangkap ter dan beberapa alat ukur seperti thermocouple dan presure gauge.
5.3. Lingkungan
Tipologi Lapisan Akuifer Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi litologi, stratigrafi, struktur geologi, geometri akuifer, keberadaan dan penyebaran airtanah dari 6 titik sumur pemboran dan mengacu pada klasifikasi Mendel (1981) serta kondisi geografis serta morfologis, maka tipologi sistem akuifer di daerah penyelidikan termasuk tipologi; •
Tipologi sisitem akuifer endapan aluvial
Secara geologi, batuan penyusun sistem akuifer di daerah kajian umumnya berupa lempung, pasir dan kerikil hasil erosi serta transportasi dari batuan hulunya. Dengan melihat kondisi ini umumnya lapisan batuan (tanah) di endapan aluvial bersifat tidak kompak, sehingga daerah ini mempunyai potensi terhadap penyimpanan airtanah yang
Draft Laporan Final UCG-2014
158
signifikan untuk dipertimbangkan. •
Tipologi sistim akuifer batuan sedimen
Sistem akuifer batu pasir-batu serpih (batu lempung) pada dasarnya mirip dengan sistem akuifer endapan aluvial (delta) yang terdiri atas perselingan pasir dan lempung. Namun sistem ini mempunyai umur yang lebih tua dan telah mengalami proses diagenesa yang menyebabkan terjadinya kompaksi, sedimentasi dan litifikasi, sehinga proses diagenesa ini menyebabkan terjadinya reduksi porositas dan permeabilitas pada batu pasir. Sedimensediman ini mengisi depresi berbentuk cekungan dalam skala regional pada formasi geologi dengan batu pasir yang kemudian dijumpai sebagai akuifer tertekan. Potensi airtanah di daerah ini umumnya kecil mengingat batuan penyusunannya berupa serpih, napal atau lempung yang bersifat kedap air.
Karakteristik Akuifer Berdasarkan letak/posisi dan jenis lapisan akuifer terdiri dari 2 jenis, yaitu; akuifer bebas
(unconfined aquifer) dan sistem akuifer tertekan (confined aquifer), antara lain; (Lihat Tabel 5.7).
Draft Laporan Final UCG-2014
159
Gambar 5.7. Tampak Muka Desain Model Pembakaran UCG Artificial
Draft Laporan Final UCG-2014
160
Gambar 5.8. Tampak Samping Desain Model Pembakaran UCG Artificial
Draft Laporan Final UCG-2014
161
•
Akuifer bebas (unconfined aquifer)
Akuifer yang mengandung airtanah bebas umumnya terdapat pada kedalaman 3 – 25 meter. Litologi penyusun akuifer dangkal berupa lapisan lempung, pasir, lanau dan kerikil. Secara umum akuifer dangkal ini tipis di bagian utara daerah penyelidikan yaitu di daerah yang terletak di sebelah utara kontur ketinggian antara 72,34 – 78,25 meter sebelah selatan dari Desa Macang sakti dengan ketebalan sekitar 30 – 40 meter. Sedangkan disebelah selatan garis kontur ketinggian 72,34 – 78,25 meter lapisan akuifer semakin tebal antara 10 – 30 meter.
Ketebalan akuifer dangkal secara umum tebal dibagian
selatan daerah penyelidikan sekitar 40 meter dan semakin menipis ke arah utara sekitar 15 meter. Airtanah pada akuifer dangkal pada umumya dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga. (Lihat Tabel 5.7). •
Akuifer tertekan (confined aquifer)
Akuifer tertekan tersusun oleh batulempung, lempung pasiran dan batupasir yang terletak pada kedalaman bervariasi antara 55 – 300 m meter dengan ketebalan lapisan bervariasi antara 30 – 60 meter di bagian selatan, dan semakin menipis ke arah utara menjadi 20 meter. (Lihat Tabel 5.8). Tabel 5.7. Jenis Akuifer Lithologi_UCG-1C Kedalaman ke (m)
Ketebalan (m)
0,00
20,50
20,50
22,50
40,50
18,00
40,50
59,50
19,00
61,50
64,50
3,00
64,50
106,50
42,00
106,50
115,50
9,00
122,50
130,50
8,00
Cl
Batulempung
130,50
135,50
5,00
Sd
Batupasir lempungan
137,50
139,50
2,00
Cl
Batulempung
139,50
142,50
3,00
Sd
Batupasir lempungan
142,50
160,50
18,00
Cl
Batulempung
160,50
162,00
1,50
Sd
Batupasir lempungan
166,70
172,00
5,30
Cl
Batulempung
172,00
175,50
3,50
Sd
Batupasir lempungan
175,50
199,50
24
Cl
Batulempung
Draft Laporan Final UCG-2014
Lith Code
Diskripsi
Kedalaman dari (m)
Cl
Sd Cl Sd Cl Sd
Batulempung, Batupasir lempungan Batulempung, abuabu Batupasir lempungan Batulempung karbonasi Batupasir
Jenis Akuifer Akuiklud Akuitar akuiklud Akuitar Akuiklud Akuifer Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud
Keterangan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
162
199,50 220,50 234,00 241,50 248,00
220,50
21,00
Sd
Batupasir lempungan
3,50
Cl
Batulempung
7,50
Sd
6,50
Co
Batupasir lempungan Batubara
8,50
Cl
Batulempung
224,00 241,50 248,00 256,50
Akuitar Akuiklud Akuitar
-
Akuiklud
Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Tebal > 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
Lapisan batubara pada lithologi UCG 1C, mempunyai potensi untuk pilot plan UCG, yaitu pada kedalaman antara 241,50 – 248,00 meter, dengan ketebalan batubara 6,50 meter. Adapun batuan pengapitnya bagian atas adalah jenis batupasir lempungan (akuitar) dengan ketebalan 7,5 meter, sedangan lapisan bagian bawahnya adalah jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 8,50 meter. Tabel. 5.8. Jenis Akuifer Lithologi_UCG-1B Kedalaman dari (m)
Kedalaman ke (m)
Ketebalan (m)
0,00
13,50
13,50
13,50
28,50
15,00
28,50 34,50
49,50 37,50
Lith Code Cl Sd Cl
21 3,00
Batupasir lempungan Batulempung, hitam Batupasir lempungan Batulempung, abu-abu Batupasir lempungan
73,50
100,50
27
Cl
100,50
115,50
15,00
Sd
115,50
133,50
18,00
Cl
133,50
166,50
33,00
Sd
166,50
169,50
3,00
169,50
175,50
6,00
181,50
181,50 184,50 199,50
15,00
199,50
211,50
12,00
211,50 223,50 235,50 241,50 253,50
235,50 241,50 253,50 271,50
Sd Cl Sd Cl
3,00
184,50
223,50
Cl
3,00 3,00
12,00
Sd Cl
Batupasir lempungan Batulempung Batupasir lempungan Batulempung Batupasir lempungan Batulempung Batupasir lempungan
Cl
Batulempung
Sd
Batupasir lempungan
Cl
Batulempung
Sd
Batupasir lempungan
12,00 18,00
Batulempung
Sd
12 6,00
Batulempung
Sd
18
178,50
Batupasir lempungan
Coal
67,50
178,50
Batulempung
Co
49,50
175,50
Diskripsi
Draft Laporan Final UCG-2014
Jenis Akuifer -
Akuitar Akuiklud
Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar Akuiklud Akuitar
Keterangan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil
163
271,50 292,50 304,50
21
292,50 304,50
Cl Sd
12
313,5
9,00
Cl
Batulempung
Akuitar
Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil
Akuiklud
Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
Akuiklud
Batupasir lempungan Batulempung
Pada Lithologi UCG 1B, tidak dijumpai lapisan batubara yang potensi untuk pilot plan UCG. Namun banyak dijumpai lapisan yang berpotensi sebagai lapisan akuifer, akuiklud dan akuitar, yang signifikan untuk dipertimbangkan dalam pengembangan gasifikasi batubara bawah tanah. Tabel 5.9. Jenis Akuifer Lithologi_UCG-1 Kedalaman Dari (m) 0 10,55
Kedalaman Ke (m) 10,30 16,73
Ketebalan (m) 1,30 6,18
Lith Code Sh Cl
Batuserpih Batulempung
16,73
22,90
6,17
Si
Batulanau
-
22,90
33,83
10,93
Sd
Batupasir
Akuifer
42,77 49,00 49,85
49 49,85 73,63
6,23 0,85 23,78
Cl Co Cl
Batulempung Batubara Batulempung
Akuiklud Akuiklud
73,63
74,31
0,68
Sd
Batupasir
Akuifer
75,00 88,10
89,1 89
14,10 0,9
Cl Co
Batulempung Batubara
89,96 90,40
90,4 132,5
0,44 42,10
Sd Cl
Batupasir Batulempung
132,50
132,54
0,04
Sd
Batupasir
132,54
140,03
2,53
Cl
Batulempung
141,00
141,19
0,19
Sd
Batupasir
Akuifer
141,19
141,35
0,16
Cl
Batulempung
Akuiklud
141,35
142,48
1,13
Sd
Batupasir
Akuifer
142,48
142,95
0,47
Cl
Batulempung
Akuiklud
142,95
145,55
0,55
Sd
Batupasir
Akuifer
145,55
167,3
21,75
Cl
Batulempung
Akuiklud
168,00
170,45
2,45
Sd
Batupasir
Akuifer
171,80
206,63
34,83
Cl
Batulempung
Akuiklud
206,63
207,1
0,47
Sd
Batupasir
Akuifer
209,13
216,6
7,47
Cl
Batulempung
Akuiklud
213,00
214,86
1,86
Co
Batubara
216,60
247,4
30,8
Sd
Batupasir
Akuifer
253,00
262,50
9,50
Cl
Batulempung
Akuiklud
262,50 263,5
263,5 271,42
1 7,92
Co
Batubara Batulempung
Akuiklud
Draft Laporan Final UCG-2014
Diskripsi
Jenis Akuifer Akuiklud
Akuiklud Akuifer Akuiklud Akuifer
Keterangan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Batulanau karbonasi, abu-abu kekuningan, lepas (loss core) Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Akuiklud Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
164
271,42
271,6
0,18
Sd
Batupasir
Akuifer
271,60 281,70
281,3 288
9,7 6,30
Co Cl
Batubara Batulempung
Akuiklud
288,00
288,35
0,35
Sd
Batupasir
Akuifer
288,35
290
1,65
Cl
Batulempung
Akuiklud
291,75
292,15
0,4
Sd
Batupasir
Akuifer
292,15
293
0,48
Cl
Batulempung
Akuiklud
Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan >5 meter Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
Lapisan batubara pada lithologi UCG 1, mempunyai potensi untuk pilot plan UCG, yaitu pada kedalaman antara 271,60 – 281,30 meter, dengan ketebalan batubara 9,7 meter. Adapun batuan pengapitnya bagian atas adalah jenis batupasir (akuifer) dengan tebal 0,18 meter dan jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 7,92 meter, sedangan lapisan bagian bawahnya adalah jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 6,30 meter.
Tabel 5.10. Jenis Akuifer Lithologi-UCG 2 FROM (m)
TO (m)
Interval (m)
Lith Code
Description
Jenis Akuifer
Keterangan
14,00
15,55
1,55
Cl
Batulempung
Akuiklud
15,55
37,00
21,45
Si
Batulanau pasiran
Akuitar
37,20
39,00
1,80
Cl
Batulempung
Akuiklud
39,30
41,10
1,80
Co
Batubara
Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air < 5 meter
41,10
42,50
1,40
Lc
loss core
42,50
44,00
1,50
Co
Batubara
46,20
50,05
3,85
Si
Batulanau pasiran
Akuitar
55,25
56
0,75
Cl
Batulempung pasiran
Akuitar
57,60
58,5
0,90
Sd
Batupasir halus
Akuifer
58,50
59
0,50
Cl
Batuempung pasiran
Akuitar
59,00
61
2,00
Sd
Pasir halus lempungan
Akuifer
64,90
76,80
3,10
Cl
Batulempung
Akuiklud
80,88
88,55
2,12
Sd
Batupasir lempungan
Akuitar
88,55
88,79
0,24
Cl
Batulempung
Akuiklud
88,79
90,25
0,21
Sd
Batupasir
Akuifer
90,25
93,14
2,85
Si
Batulanau sisipan pasir
Akuitar
93,14
94
0,86
Cl
Batulempung pasiran
Akuitar
94,00
94,33
0,33
Sd
Batupasir halus
Akuifer
95,34
119,74
24,40
Cl
Batulempung
Akuiklud
100,21
100,41
0,20
Co
Batubara
119,74
123,1
3,36
Sd
Batupasir lempungan
123,10
140,7
17,60
Cl
Batulempung
Draft Laporan Final UCG-2014
-
< 5 meter
Akuiklud
Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan dapat meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
165
140,70
143,68
1,15
Sd
Batupasir halus
143,68
155
11,32
Cl
Batulempung pasiran
Akuifer Akuitar
153,40
154,75
1,35
Co
Batubara
-
156,00
169,05
13,05
Sd
Batupasir lempungan
172,00
203,79
31,79
Cl
Batulempung
Akuiklud
187,32
190,05
2,73
Co
Batubara
-
203,79
246,05
42,26
Sd
Batupasir lempungan
Akuitar
246,05
258,4
12,35
Cl
Batulempung
Akuiklud
262,50
273,00
10,5
Co
Batubara
273,00
283,05
10,05
Cl
Batulempung
Akuiklud
Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air
Lapisan batubara pada lithologi UCG 2, mempunyai potensi untuk pilot plan UCG, yaitu pada kedalaman antara 262,50 – 273,00 meter, dengan ketebalan batubara 10,5 meter. Adapun batuan pengapitnya bagian atas adalah jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 12,35 meter sedangan lapisan bagian bawahnya adalah jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 10,05 meter. Tabel 5.11. Jenis Akuifer Lithologi UCG 2A Kedalama n (m)
Kedalam an (m)
Ketebalan (m)
3,00
9,00
6,00
16,00
19,00
3,00
Lith Code Cl Sd
Batulempung Batupasir halus
19,00
20,00
1,00
Cl
Batulempung
20,00
23,50
3,50
Co
Batubara
23,50
91,60
68,10
91,60
193,00
101,40
193,00
194,05
1,05
194,65
199,35
4,70
Sd
Batupasir halus
199,35
200,40
1,05
Co
Batubara,
203,05
204,00
0,95
220,95
Cl
Batulempung Persiapan Coring
Cl
Batulempung
11,9
Sd
Batupasir
220,95
231,15
10,20
Cl
Batulempung
231,80
232,28
0,48
Co
Batubara,
7,22
Cl
Batulempung
0,13
Sd
Batupasir kasar
9,03
Co
Batubara,
4,85
Cl
Batulempung
0,64
Sd
1,06
Cl
0,75
Sd
232,28 239,67 239,80 249,33 255,70 256,74 257,80
239,5 239,8 248,83 254,18 256,34 257,8 258,55
Akuiklud Akuifer Akuiklud
Batupasir Sd
209,05
Jenis Akuifer
Description
Draft Laporan Final UCG-2014
Batupasir lempungan Batulempung pasiran Batupasir
Akuifer Akuiklud -
Akuifer Akuiklud Akuifer Akuiklud
Akuiklud
Akuifer
Akuiklud Akuitar Akuitar Akuitar
Keterangan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan
166
lempungan
air dengan potensi kecil
Lapisan batubara pada lithologi UCG 2A, mempunyai potensi untuk pilot plan UCG, yaitu pada kedalaman antara 239,80 – 248,83 meter, dengan ketebalan batubara 9,03 meter. Adapun batuan pengapitnya bagian atas adalah jenis batupasir (akuifer) dengan ketebalan 10,13 meter dan batulempung (akuiklud dengan ketebalan 7,22 meter, sedangan lapisan bagian bawahnya adalah jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 4,85 meter. Tabel 5.12. Jenis Akuifer Lithologi 2C Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
Ketebalan (m)
0,00
19,00
19,00
19,00
22,00
3,00
Lith Code Sd Co
Description Batupasir
43,00
21,00
43,00
63,60
20,60
Sd
Batupasir lempungan
63,60
66,50
2,90
Co
Batubara
66,50
121,00
54,50
-
Batubara
22,00
Sd
Jenis Akuifer Akuifer
Batupasir
Cl
Batulempung
Akuifer Akuitar Akuiklud
121,00
145,00
24,00
Sd
Batupasir lempungan
145,00
147,40
2,40
Co
Batubara
-
Sd
Batupasir lempungan
Akuitar
147,40
190,00
42,60
190,00
196,00
6,00
196,00
199,00
3,00
199,00
224,00
25,00
224,00
233,00
9,00
233,00
246,00
13,00
Sd
Sd Cl
Batupasir Batupasir lempungan Batulempung
Akuitar
Akuifer Akuitar Akuiklud
Co
Batubara
-
Sd
Batupasir lempungan
Akuitar
Keterangan Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer bebas < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil < 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi besar. Termasuk jenis akuifer tertekan Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil Lapisan yang dapat menyimpan air dan tidak dapat meloloskan air > 5 meter Lapisan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dengan potensi kecil
Lapisan batubara pada lithologi UCG 2C, mempunyai potensi untuk pilot plan UCG, yaitu pada kedalaman antara 224,00 – 233,00 meter, dengan ketebalan batubara 9 meter. Adapun batuan pengapitnya bagian atas adalah jenis batulempung (akuiklud) dengan ketebalan 25,00 meter sedangan lapisan bagian bawahnya adalah jenis batupasir lempungan (akuitar) dengan ketebalan 13 meter.
Nilai Permeabilitas Merupakan nilai yang menyatakan kemampuan lapisan dalam meloloskan air. Pada titik
Draft Laporan Final UCG-2014
167
bor UCG 1, mempunyai nilai permeabilitas (k) antara 7.300E-04 - 7.974E-08 cm/detik, cukup berpotensi dalam meloloskan air dan terhadap keterdapatan air, artinya signifikan untuk dipertimbangkan. Pada titik bor UCG 2, nilai permeabilitas (k) antara 6.200E-04 8.738E-07 cm/detik, cukup berpotensi dalam meloloskan air dan terhadap keterdapatan air, signifikan untuk dipertimbangkan (Lihat Tabel 5.13). Tabel 5.13. Nilai Permeabilitas (k) NO
KODE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
GT-1A GT-1B GT-1C GT-1D GT-1E GT-1F GT-1G GT-1H GT-1I GT-1J GT-1K GT-1L GT-1M GT-1N GT-1O GT-1P
PERMEABILITAS (k) - CM/DTK 2.427E-06 1.626E-06 2.499E-06 3.302E-07 7.252E-07 3.012E-07 4.027E-07 4.039E-07 8.292E-07 6.859E-07 1.521E-06 2.293E-05 7.974E-08 9.345E-07 7.300E-04 1.001E-07
NO
KODE
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
GT-2A GT-2B GT-2E GT-2F GT-2G GT-2H GT-2I GT-2N GT-2O GT-2P GT-2Q GT-2U GT-2V
PERMEABILITAS (k) - CM/DTK 1.452E-06 5.876E-07 5.241E-07 1.028E-06 5.960E-07 6.681E-07 7.603E-07 8.738E-07 7.756E-07 8.293E-07 5.260E-07 6.661E-07 2.429E-07
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
GT-2A-A GT-2A-B GT-2A-C GT-2A-D GT-2A-E GT-2A-F GT-2A-G GT-2A-H GT-2A-I GT-2A-J GT-2A-K
2.520E-07 7.736E-05 1.272E-07 1.383E-07 3.798E-06 2.936E-07 5.691E-06 6.200E-04 3.237E-07 7.589E-07 4.237E-07
5.4. Regulasi 5.4.1. Kerangka/ Rezim Regulasi Dalam menentukan rezim apa yang sebaiknya dipilih untuk pengusahaan UCG di Indonesia banyak pertimbangan yang harus diperhatikan. Dikotomi rezim migas, energi baru terbarukan, serta minerba merupakan pilihan yang masing-masing memiliki implikasi hukum. Selain aspek teknis ekonomi dan kewilayahan, persoalan kewenangan pengelolaan batubara merupakan faktor penting dalam menentukan rezim pengelolaan batubara melalui UCG. Terkait aspek kewenangan pengelolaan harapan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan dikembalikan kepada jenis sumber
Draft Laporan Final UCG-2014
168
daya, yaitu batubara. Aspek kewilayahan menyangkut wilayah izin pertambangan, karena adanya perbedaan yang signifikan antara rezim migas, energi baru terbarukan dan minerba. Sesuai UU No. 4/ 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kental dengan nuansa otonomi daerah, terdapat pembagian kewenangan antara Pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota dalam hal pertambangan mineral dan batubara. Kewenangan ini akan berubah setelah dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam Pasal 14 ayat (1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Artinya, kewenangan kabupaten/ kota dalam hal pengelolaan bidang energy dan sumber daya mineral dicabut dan kewenangannya dilimpahkan kepada pemerintah provinsi. Dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014 ini maka aka nada perubahan UU No. 4/ 2009 dan produk hukum turunannya. Kewenangan Pemerintah cukup terbatas, sifatnya hanya memberi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) bagi pelaksanaan pengelolaan pertambangan di daerah. Kewenangan Pemerintah hanya pengendalian produksi dan ekspor. Dalam kewenangan pengolahan batubara, Pemerintah melalui Menteri telah melimpahkan kewenangan kepada Ditjen Minerba. Dalam butir 3.a. Kewenangan perizinan pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak/gas merupakan kewenangan Ditjen Minerba (re. UU 4/2009 jo PP 23/2010). Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan UU No. 4/ 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut telah terbit, yaitu: PP 22/2010 tentang Wilayah Pertambangan, PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No. 55/2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dan PP No. 78/ 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Di samping itu telah diterbitkan pula beberapa Peraturan Menteri (Permen) ESDM sebagai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Terkait kasus kewenangan, pengelolaan CBM yang dikelola dengan rezim migas, dan meskipun saat ini telah banyak izin WK CBM yang dikeluarkan, namun hingga saat ini belum ada yang produksi. Di wilayah Provinsi Sumatera Selatan ada beberapa WK CBM yang tersebar di beberapa kabupaten, seperti: Musi Banyuasin, Muara Enim, Banyuasin,
Draft Laporan Final UCG-2014
169
dan lainnya. Mengenai aspek teknis ekonomi terkait teknologi yang sesuai dengan kondisi geologi Indonesia dan aspek keekonomiannya apakah lebih menguntungkan dan menarik dikelola dengan royalti atau production sharing. Dalam hal penerimaan negara, Dinas Pertambangan dan Energi Sumatera Selatan menganjurkan sebaiknya dikelola dengan royalty seperti pengenaan pada produksi batubara. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, sebetulnya telah memberi pilihan bahwa pengusahaan UCG sebaiknya dikelola sesuai rezim minerba. UU No. 4/ 2009 dan turunannya telah memberi pedoman secara hukum untuk pengusahaan UCG. Sedangkan di bagian hilir terkait produk UCG, diperlukan rezim migas dan rezim energi baru terbarukan untuk mengaturnya (Gambar 5.9 dan Gambar 5.10). Pihak Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan sependapat dalam hal, bahwa pengusahaan UCG dalam perspektif UU No. 4/2009 sangat kental dengan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara. Dalam Pasal 102 dan 103 UU No. 4/2009 mengatur mengenai peningkatan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara. Lebih lanjut dalam Pasal 94 PP No. 23/2010 mengatur setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan pemegang IUP dan IUPK lainnya.
Keterangan: Dalam gasifikasi batubara, sesuai warna anak panah menunjukkan Kewenangan Minerba di hulu dan Kewenangan Migas/ EBTKE di bagian hilir pengolahan lanjut.
Gambar 5.9. Kerangka hukum pengusahaan dan produk UCG
Draft Laporan Final UCG-2014
170
Gambar 5.10. Pengaturan tata niaga produk konversi batubara Dalam perjalanan waktu kebijakan peningkatan nilai tambah mineral sejak awal tahun 2014 telah dapat dijalankan, tetapi untuk peningkatan nilai tambah batubara belum bisa diterapkan. Dalam kasus belum diaturnya peningkatan nilai tambah batubara dikarenakan masih banyak ditemukan kendala terkait tolok ukur peningkatan nilai tambah batubara dan teknologi untuk meningkatkan kalori batubara yang mendatangkan nilai tambah masih tidak ekonomis. 5.4.2. 5.4.2.1.
Pokok-Pokok Bahasan Perizinan dan Tahapan Pengusahaan UCG
Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan, sebelum terbitnya UU No. 23/ 2014, pengusahaan UCG dengan rezim minerba kewenangan penguasaannya sesuai
Otda
yang
terbagi
menjadi
kewenangan
Pemerintah,
Provinsi,
dan
Kabupaten/Kota. Setelah terbitnya UU No. 23/ 2014 kewenangan pengelolaan UCG dibagi menjadi kewenangan Pemerintah (Pusat) dan provinsi. Mengenai wilayah izin, baik dalam bentuk IUP, atau IUPK pengusahaan UCG sebaiknya diatur khusus, mengingat dalam operasionalnya pengusahaan UCG tidak sama dengan model tambang konvensional yang memerlukan lahan yang luas dan untuk tambang terbuka memerlukan bentang alam yang luas. Dalam rezim minerba, untuk wilayah IUP atau IUPK Eksplorasi batubara lahan 5.000 - 50.000 ha dan untuk IUP OP atau IUPK OPK batubara lahan <15.000 ha. Bagi IUP OP dan IUP OPK, kegiatan dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP OP khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian. IUP OP khusus pengolahan dan/atau
Draft Laporan Final UCG-2014
171
pemurnian diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota sesuai kewenangan. Kegiatan pengolahan diantaranya penggerusan batubara (coal crushing), pencucian batubara (coal washing), pencampuran batubara (coal blending), peningkatan mutu batubara (coal upgrading), pembuatan briket batubara (coal briquetting), pencairan batubara (coal liquefaction), gasifikasi batubara (coal gasification), dan coal water mixture. Berdasarkan Permen ESDM No. 32/2013, IUP OP khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, adalah izin usaha untuk membeli, mengangkut, mengolah, dan memurnikan termasuk menjual komoditas tambang mineral atau batubara hasil olahannya. 5.4.2.2. Keekonomian dan Penerimaan Negara Analisis keekonomian dapat memberikan gambaran keekonomian produksi, dan memprediksi arus kas proyek sepanjang masa berlakunya pabrik. Hasil kajian ini diharapkan selain sebagai bahan acuan keekonomian hasil litbang juga dapat menarik minat investor untuk mengembangkannya ke skala pabrik komersial. Analisis keekonomian berdasarkan perhitungan Puslitbang tekMIRA (2014) menunjukkan bahwa teknologi UCG menghasilkan nilai IRR 27,35% dan Payback Period 4 tahun 3 bulan. Berdasarkan dua kriteria tersebut, maka teknologi UCG layak secara ekonomi untuk dikembangkan ke skala komersial. Dari aspek peningkatan nilai tambah, pengusahaan UCG diperkirakan mampu memiliki nilai tambah mendekati gasifikasi Syngas, yaitu nilai tambah USD 3.17 /MMBtu atau 1,8 kali lipat. Sesuai PP No. 9 Tahun 2012, penerimaan negara berasal dari iuran tetap dan royalti. Rumus royalti/DHPB = product prices - value added cost. Pengenaan Lampiran PP No. 9 Tahun 2012, Jenis Tarif PNBP ESDM sebagai berikut: iuran tetap (eksplorasi 2 USD per ha/tahun, eksploitasi 4 USD per ha/tahun) dan iuran Produksi/ royalti (Batubara dari
underground dengan tingkat kalori Kkal/kg, airdried basis: a) ≤ 5.100 per ton 2,0% dari harga jual; b) > 5.100 – 6.100 per ton 4,0% dari harga jual; dan c) > 6.100 per ton 6,0% dari harga jual). Penerimaan dari iuran tetap untuk usaha pertambangan mineral logam dan batubara: a)
IUP dan IUPK eksplorasi mineral logam dan batubara USD2.00/ha/tahun;
b)
IUP dan IUPK operasi produksi mineral logam dan batubara USD4.00/ha/tahun.
Penerimaan dari iuran produksi/ royalti, batubara (underground) dengan tingkat kalori (Kkal/kg, airdried basis):
Draft Laporan Final UCG-2014
172
a)
≤ 5.100/ton 2,0% dari harga jual;
b)
> 5.100 – 6.100/ton 4,00% dari harga jual;
c)
> 6.100/ton 6,00% dari harga jual.
Sebagai perbandingan batubara (open pit) dengan tingkat kalori (Kkal/kg, airdried basis): a)
≤ 5.100/ton 3,0% dari harga jual;
b)
> 5.100 – 6.100/ton 5,00% dari harga jual;
c)
c) > 6.100/ ton 7,00% dari harga jual.
5.4.2.3. Pemanfaatan Produk UCG Pemanfaatan hasil produk UCG berupa listrik, SNG, industri BBM synthesis, dan kimia. Pengusahaan UCG yang melakukan gasifikasi batubara in-situ merupakan bentuk pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara. Pihak Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan sependapat, hal ini sejalan dengan amanat Pasal 95 huruf c UU No.4/2009 “Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber
daya mineral dan/atau batubara”. Lebih lanjut Pasal 102, Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Pasal 103: (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. (2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya, dalam Pasal 104 diatur hal-hal berikut: (1) Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau IUPK. (2) IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang
Draft Laporan Final UCG-2014
173
tidak memiliki IUP, IPR, atau IUPK. Lebih lanjut Pasal 94 PP No. 23/2010, “Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan pemegang IUP dan IUPK lainnya. Penjelasan Pasal 94: yang dimaksud kegiatan pengolahan diantaranya diantaranya penggerusan batubara (coal
crushing), pencucian batubara (coal washing), pencampuran batubara (coal blending), peningkatan mutu batubara (coal upgrading), pembuatan briket batubara (coal
briquetting), pencairan batubara (coal liquefaction), gasifikasi batubara (coal gasification), dan coal water mixer. Pasal 36-37 PP 23/2010 menyebutkan bahwa kegiatan pengolahan dan pemurnian minerba dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP OP khusus untuk pengolahan dan pemurnian. Pasal 36: Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki. Permen ESDM No. 32/2013, syarat pemberian Izin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara: Administrasi, Teknis, Lingkungan, dan Finansial. SK MESDM No. 0186 K/MEM/2011 tentang Pelimpahan Wewenang MESDM kepada Dirjen Minerba untuk Pemberian IUP OP khusus Pengolahan dan Pemurnian Minerba. Sedangkan dasar hukum dalam tata niaga hilir produk UCG didasarkan kepada UU No. 22/ 2001 tentang Migas, Pasal 5, 23, dan 28; PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, Pasal 4, dan 62; Permen ESDM No. 0048/2005, Pasal 3, Dirjen menetapkan Standar dan Mutu BBM, BBG, BBL, LPG, LNG, dan Hasil Olahan yang dipasarkan di dalam negeri. 5.4.2.4. Pengaturan Lingkungan yang Ketat Teknologi gasifikasi batubara di bawah tanah ini disebut juga sebagai teknologi batubara bersih (clean coal technologies). Namun dalam operasional UCG terdapat potensi resiko lingkungan yang mungkin dapat timbul yang harus diantisipasi. Potensi resiko lingkungan sangat dipengaruhi oleh ketepatan dalam pemilihan lokasi, ketepatan teknologi, pengeboran dan proses gasifikasi. Tingkat resiko tergantung dari seberapa besar tingkat probabilitas terjadinya polutan dan tingkat pengaruhnya terhadap lingkungan. Potensi resiko lingkungan dari UCG yang mungkin dapat timbul, antara lain; kebocoran gas ke
Draft Laporan Final UCG-2014
174
formasi batuan di sekitar rongga (caving), masuknya airtanah ke rongga (water influx) dan terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence). Untuk itu perlu pengaturan lingkungan yang ketat, baik di atas permukaan (operasional eksploitasi) dan di dalam perut bumi sebagai lokasi melakukan gasifikasi. 5.4.2.5. Penelitian dan Pengembangan untuk bahan Regulasi Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat penyusunan regulasi pengusahaan UCG tidak cukup berdasarkan hasil litbang dan proyek-proyek komersial di negara lain. Kondisi geologi dan karakter keterdapatan sumber daya batubara di Indonesia serta implikasi lingkungan dari pemanfaatan teknologi UCG tentu berbeda dibandingkan dengan di negara lain. Mengenai litbang pertambangan, dalam UU No. 4/2009 telah diatur, dalam Pasal 87 Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya dapat menugasi lembaga riset negara dan/ atau daerah untuk melakukan penyelidikan dan penelitian tentang pertambangan. Sedangkan pada Pasal 88 diatur mengenai pengelolaan data pertambangan. Selanjutnya dalam PP No.22/2010, Pasal 7, Penyelidikan dan penelitian pertambangan dilaksanakan secara terkoordinasi
oleh
Menteri,
gubernur,
dan
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya. Pasal 8, penugasan kepada lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah; lembaga riset negara dapat melakukan kerja sama dengan lembaga riset asing. Dalam litbang UCG dapat memanfaatkan data dan informasi migas yang data teknisnya cukup lengkap.
Draft Laporan Final UCG-2014
175
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari uraian bab-bab terdahulu dapat dismpulkan hal-hal sebagai berikut :
a) Pemboran di enam titik (UCG-1, UCG-1B, UCG-1C, UCG-2, UCG-2A, dan UCG2C)
dilakukan dengan sistem coring dan non coring, dengan dilanjutkan
pengujian geofisik (logging) menggunakan probe (gamma ray, density, sonic, temperatur, caliper). b) Data awal sebagai panduan dari PT. Astaka Dodol sebagai perkiraan kedalaman dan ketebalan, kemudian
dibuktikan dengan pemboran di 6
(enam) titik tersebut, antara perkiraan dan kenyataannya tidak jauh berbeda baik kedalaman maupun ketebalnnya. c)
Dari ke 6 (enam) titik bor (UCG-1, UCG-1B, UCG-1C, UCG-2, UCG-2A, dan UCG-2C), baik arah down dip maupun arah up dip dan arah strike (jurus) perlapisan relatif normal atau sesuai dengan yang diperkirakan, dengan tidak ada indikasi patahan, variasi ketebalan seam D dari 8,60 m sampai dengan 9,44 m, dengan diselingi batuan di atasnya berupa batulempung sekitar 10 m. di atasnya lagi muncul batubara lapisan DU dengan ketebalan antara 0,80 m sampai 1,10 m, dan baru ada lapisan batubara lagi di atas lapisan DU ini dengan interval sekitar lebih dari 30 meteran dengan batuan pengapit adalah batulempung, batulempung lanauan sekitar 14 m, tetapi perlu diwaspadai seperti di titik UCG-2 di atas batulempung ini muncul batupasir halus yang sangat lepas, sehingga saat pemboranpun banyak lepas inti bor-nya (core loss).
d) Gasifikasi batubara dapat dilakukan dengan cara konvensional atau insitu (UCG). Pereaksi dan produksi reaksi ke dua cara gasifikasi tersebut adalah
Draft Laporan Final UCG-2014
176
sama tetapi kondisi reaksi UCG dipengaruhi oleh kondisi sekitar, sementara itu kondisi operasi gasifikasi konvensional dapat dijaga dari pengaruh lingkungan karena gasifikasi dilakukan dalam suatu wadah yang terlindung. Hal ini menyebabkan banyak perbedaan isu-isu teknis pada ke dua metoda gasifikasi batubara tersebut. Walaupun demikian masih ada beberapa IPTEK gasifikasi batubara konvensional yang dapat diterapkan pada UCG seperti cara pengendalian gasifier, pembangunan fasilitas dipermukaan baik untuk menyediakan pereaksi maupun untuk mengolah produk reaksi yaitu pemurnian gas dari tar dan sintesa syngas. UCG perlu dukungan IPTEK dari sub sektor minyak dan gas bumi terutama dalam pengeboran dengan coiled tubing. e) Draft regulasi UCG ini merupakan bahan awal untuk ditindaklanjuti dengan kegiatan sosialisasi ke stakeholder di Pusat dan daerah sebelum disusun kajian akademis dan policy paper. Pokok-pokok bahasan regulasi pengusahaan UCG ini masih perlu disosialisasikan ke stakeholder di Pusat antara lain: Kementerian lain yang terkait (Kemendagri, KLH, Kemenhukham, dan lainnay), APBI, IMA dan perusahaan pertambangan batubara. Sedangkan, stakeholder daerah sebagai produsen batubara dan daerah lain yang memiliki sumberdaya batubara yang memungkinkan diusahakan dengan teknologi UCG antara lain: Jambi, Lampung, Raiu, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan lainnya. 6.2. Saran Saran yang dapat diberikan adalah: a)
Dari hasil penelitian disarankan ada data yang berasal dari lokasi lain sebagai pembanding untuk mendapatkan paramater-parameter yang lebih ideal untuk kegiatan pembangunan Pilot Plant UCG.
b)
Perlu dilakukan simulasi dan permodelan detail untuk mendapatkan lokasi yang tepat
Draft Laporan Final UCG-2014
177
sebagai lokasi pilot plant UCG.
Draft Laporan Final UCG-2014
178
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S., and Dey, K., (2010): Estimation of near-field peak particle velocity: A mathematical model, Journal of Geology and Mining Research Vol. 2(4), pp. 6873. Badan Geologi 2012. Neraca Energi Fossil Tahun 2011, Kementerian ESDM. Barton, C., Zoback, M.D., Burns, K.L., 1988. In-situ stress orientation and magnitude at the Fenton Hill Geothermal site, New Mexico, determined from wellbore breakouts, Geophys. Res. Lett., 15(5), 467-470. Burton, Elizabeth; Friedmann, Julio; Upadhye, Ravi (2007). Best Practices in Underground Coal Gasification (Report). Lawrence Livermore National Laboratory. W-7405Eng-48. Bieniawski, Z.T., (1973): Engineering Classification of Jointed Rock Masses, Trans. S. Afr. Inst Civil Eng. 15. Pp. 335-344. Bieniawski, Z.T., (1989): Engineering rock Mass Classifications, John-Willey, New York. Creedy, D. P.; Garner, K.; Holloway, S.; Jones, N.; Ren, T. X. Review of Underground Coal Gasification Technological Advancements. Report No. COAL R211 DTI/Pub URN 01/1041. Cleary, M.P., C.A. Wright and T.B. Wright, (1991), "Experimental and modeling evidence for major changes in hydraulic fracturing design and field procedures", SPE Paper 21494, presented at the SPE Gas Technology Symposium held in Houston Texas (US). Dezayes, Ch., Villemin, T., Genter, A., Traineau, H. and Angelier, J., 1995. Analysis of fractures in boreholes of the Hot Dry Rock project at Soultz-sous-For(ts (Rhine graben, France), Scientific Drilling, 5, 31-41. Gidley, J.L., S.A. Holditch, D.E. Nierode and R.W. Veatch, (1989) "Recent advances in hydraulic fracturing", SPE Monograph Volume 12, (SPE Richardson TX, US). Gough, D.J. and Bell, J.S., 1982. Stress orientations from oil well fractures in Alberta and Texas, Can. J. Earth Sci., 18, 1358-1370. Hattingh, L. 2008. Underground Coal Gasification. SASOL Mining (Pty) Ltd. Hornby, B.E., S.M. Luthi and R.A. Plumb, (1992), "Comparison of fracture apertures computed from electrical borehole scans and reflected stoneley waves: An integrated interpretation", The Log Analyst, Vol. 33, p50-66. Hornby, B.E., D.L. Johnson, K.W. Winkler and R.A. Plumb, (1989), "Fracture evaluation using reflected stoneley-wave arrivals", Geophysics, Vol. 54,p . Heffer, K.J. and Koutsabeloulis, N.C., 1996. The dynamic 3-D reservoir - both ydraulically and geomechanically. SPE 35519, NPF/SPE European 3-D Reservoir Modelling Conference, Stavanger, Norway, 16-17 April 1996. Heffer, K.J. Fox, R.J., McGill, C.A., Kousabeloulis, N.C., 1997. Novel techniques show links
Draft Laporan Final UCG-2014
179
between reservoir flow directionality, earth stress, fault structure and geomechanical changes in mature waterfloods. SPE 30711, SPE Annual Technological Conference & Exhibition, Dallas, USA, 22-25 October 1995. Huber, K., Fuchs, K., Hickman, S., Moos, D., Khakheav, B.N., Van-Kin, L., Pefzner, L.A., Palmer, J., Roth, F., Schmitt, D., and Zoback, M.D., 1995. Analysis of wellbore breakouts in the vorotilov drillhole, Russia, Tectonophysics, 252-255. KESDM, 2012. Blue Print Pengelolaan Energi Nasional. Li, J., Ma, G., Xing, H., (2009): Analysis of Wave Propagation Through a Filled Rock Joint, Rock Mechanic Rock Engineering, DOI 10.1007/s 00603-009-003-5. Mier, J.G.M. van, J.G. Rots and A. Bakker (eds.), Fracture Processes in Concrete, Rock and Ceramics, Proceedings of the RILEM/ESIS Conference held in Noordwijk, June 1991, 2 volumes, Chapman & Hall, London/New York, pp. 966. Müller, B., Zoback, M.L., Fuchs, K., Mastin, L., Gregorson, S., Pavoni, N., Stephansson, O., Lunggren, C., 1992. Regional patterns of stress in Europe, J. of Geophysical Research, Vol. 97, B8, 11783-11803. Nolte, K.G., (1979), "Determination of fracture parameters from fracturing pressure decline", SPE 8341, 54th Annual Technical Conference and Exhibition of the SPE, Las Vegas, Nev., Plump R.A. and Hickman S.H., 1985. Stress Induced Borehole Elongation: A comparison Between the Four-Arm Dipmeter and the Borehole Televiewer in the Auborn Geothermal Well. J. of Geophysical Research, Vol 90 (B7), 5513-55212. Rai, M.A., Kramadibrata, S., Wattimena, R.K., (2011): TA 3111-Mekanika Batuan, Catatan Kuliah, Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Institut Teknologi Bandung. Schrider, L.A., Whieldon, C.E., 1977, Underground Coal Gasification, A Status Report, Journal Of Petroleum Technology, vo1.,29, Sept. 1977, p. 1179-1 185. Shu-qin, L., Jun-hua, Y (2002). Environmental Benefits of underground coal gasification. Journal of Environmental Sciences, vol. 12, no. 2, pp.284-288 Sinha, N. 2007. Status Report on Underground Coal Gasification. Office of The Principal Scientific Adviser, Government of India. Young, R.P. and Collins, D.S., (2001): Seismic studies of rock fracture at the Underground Research Laboratory, Canada. International Journal of Rock Mechanics and Mining Sciences, 38(6): 787 799. Vinegar, H.J., P.B. Wills, D.C. DeMartini, J. Shlyapoberski, W.G.J. Deeg, R.G. Adair, J.C. Woerpel, J.E. Fix and G.G. Sorrells, (1992), "Active and passive seismic imaging of a hydraulic fracture in diatomite", JPT, Vol. 44, p28-34. Warpinski, N. , J.C. Lorenz, P.T. Branagan , F.R. Myal and B.L. Gall (1991), "Examination of a cored hydraulic fracture in a deep gas well", Proceedings of the 66th Annual Technical Conference and Exhibition of the SPE, Dallas, TX, (US).
Draft Laporan Final UCG-2014
180
LAMPIRAN
Draft Laporan Final UCG-2014
181
LAMPIRAN-A FOTO KEGIATAN PENGAMBILAN DATA DI LOKASI PT. ASTAKA DODOL DESA MACANG SAKTI, KECAMATAN SANGA DESA KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN
Draft Laporan Final UCG-2014
182
Foto 1. Basecamp Team UCG Puslitbang tekMIRA
Foto 2. Safety Induce
Foto 3. Persiapan Lokasi Pemboran dan Kelengkapan Pemboran di UCG-1
Draft Laporan Final UCG-2014
183
Foto 4. Armada transportasi personil dari basecamp ke Lokasi Penelitian UCG
Foto 5. Persiapan Rig -1 di UCG-1
Foto 6. Persiapan Pemboran Coring (inti) oleh Team RIG-2 di UCG-2
Draft Laporan Final UCG-2014
184
Foto 8. Alat BOP yang disiapkan untuk mendeteksi adanya Blow OUT
Foto 9. Inti Bor Hasil Pemboran di RIG-1 UCG-1
Foto 10. Inti Bor Hasil Pemboran di RIG-2 UCG-2
Draft Laporan Final UCG-2014
185
Foto 12. Inner tube yang terjepit di dalam core barrel karena adanya pasir halus ke celah antara inner tube dan core barrel
Foto 13. Kegiatan pengukuran logging
Foto 15. Kegiatan Penyiapan pengepakan sampel batuan dan sample batubara untuk dikirim ke Bandung
Draft Laporan Final UCG-2014
186
Foto 17. Pengepakan sampel batubara dan batuan lainnya
Foto 18. Singkapan Batubara di dekat lokasi pemboran UCG-1
Foto 30. Pengukuran posisi titik bor UCG-1, UCG-2, UCG-1A, UCG-1B, UCG 2A, UCG 2B oleh Team Topografi Puslitbang tekMIRA
Draft Laporan Final UCG-2014
187
Foto 31. Foto Patok Titik Bor di UCG-1, UCG-1B dan UCG-1C.
Foto 32. Foto Patok Titik Bor di UCG-2, UCG-2A dan UCG-2C
Draft Laporan Final UCG-2014
188
Draft Laporan Final UCG-2014
189
Draft Laporan Final UCG-2014
180
Draft Laporan Final UCG-2014
181
Draft Laporan Final UCG-2014
182
Draft Laporan Final UCG-2014
183
Draft Laporan Final UCG-2014
184
Draft Laporan Final UCG-2014
185
Draft Laporan Final UCG-2014
186
Draft Laporan Final UCG-2014
187
Draft Laporan Final UCG-2014
188
Draft Laporan Final UCG-2014
189
Draft Laporan Final UCG-2014
190
Draft Laporan Final UCG-2014
191
Draft Laporan Final UCG-2014
192
Draft Laporan Final UCG-2014
193
Draft Laporan Final UCG-2014
194
Draft Laporan Final UCG-2014
195
Draft Laporan Final UCG-2014
196
Draft Laporan Final UCG-2014
197
Draft Laporan Final UCG-2014
198
Draft Laporan Final UCG-2014
199
Draft Laporan Final UCG-2014
200
Draft Laporan Final UCG-2014
201
Draft Laporan Final UCG-2014
202
Draft Laporan Final UCG-2014
203
Draft Laporan Final UCG-2014
204
Draft Laporan Final UCG-2014
205
Draft Laporan Final UCG-2014
206
Draft Laporan Final UCG-2014
207
Draft Laporan Final UCG-2014
208
Draft Laporan Final UCG-2014
209
LAMPIRAN-2 FOTO CORE BOX
Draft Laporan Final UCG-2014
167
UCG-1 Kedalaman : 9.00 m s/d 29.00 m
UCG-1, Kedalaman : 49.00 m s/d 69.00 m
UCG-1, Kedalaman : 29.00 m s/d 49.00 m
UCG-1, Kedalaman : 69.00 m s/d 89.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
168
UCG-1, Kedalaman : 69.00 m s/d 89.00 m
UCG-1, Kedalaman : 109.00 m s/d 129.00 m
UCG-1, Kedalaman : 89.00 m s/d 109.00 m
UCG-1, Kedalaman : 129.00 m s/d 149.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
169
UCG-1, Kedalaman : 149.00 m s/d 169.00 m
UCG-1, Kedalaman : 189.00 m s/d 209.00 m
UCG-1, Kedalaman : 169.00 m s/d 189.00 m
UCG-1, Kedalaman : 209.00 m s/d 229.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
170
UCG-1, Kedalaman : 229.00 m s/d 249.00 m
UCG-1, Kedalaman : 269.00 m s/d 289.00 m
UCG-1, Kedalaman : 249.00 m s/d 269.00 m
UCG-1, Kedalaman : 289.00 m s/d 293.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
171
UCG-1B, Kedalaman : 00.00 m s/d 167.00 m
UCG-1B, Kedalaman :268.00 m s/d 313.50 m
UCG-1B, Kedalaman :168.00 m s/d 267.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
172
UCG-1C, Kedalaman 0.00 m s/d 100.00m
UCG-1C, Kedalaman : 201.00 m s/d 256.50 m
UCG-1C, Kedalaman 101.00 m s/d 200.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
173
UCG-2 Kedalaman : 12.00 m s/d 32.00 m
UCG-2, Kedalaman : 52.00 m s/d 72.00 m
UCG-2, Kedalaman : 32.00 m s/d 52.00 m
UCG-2, Kedalaman : 72.00 m s/d 92.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
174
UCG-2, Kedalaman : 92.00 m s/d 112.00 m
UCG-2, Kedalaman 132,00 m s/d 152.00 m
UCG-2, Kedalaman : 112.00 m s/d 132.00 m
UCG-2, Kedalaman 152.00 m s/d 172.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
175
UCG-2, Kedalaman : 172.00 m s/d 192.00 m
UCG-2, Kedalaman : 212.00 m s/d 232.00 m
UCG-2, Kedalaman 192.00 m s/d 212.00 m
UCG-2, Kedalaman ; 232.00 m s/d 252.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
176
UCG-2, Kedalaman 252.00 m s/d 272.00 m
UCG-2A Kedalaman :1.00 ms/d 100.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
UCG-2, Kedalaman : 272.00 m s/d 284.00 m
UCG-2A, Kedalaman :194.00 m s/d 214.00 m
177
UCG-2A, Kedalaman :101.00 m s/d 193.00 m
UCG-2C, Kedalaman :0.00 m s/d 162.00 m
Draft Laporan Final UCG-2014
UCG-2A, Kedalaman :214.00 m s/d 234.00 m
UCG-2C, Kedalaman :163.00 m s/d 246.00 m
178
LAMPIRAN C REKAMAN LOGGING GEOFISIKA PADA SUMUR PEMBORAN
Draft Laporan Final UCG-2014
179
Formatted: Indent: Left: 0,15 cm, Right: -0,28 cm, Space After: 0 pt