LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN
ANALISIS PEMBEBANAN LALU LINTAS PADA PERENCANAAN JALAN-JALAN PERINTIS Studi Kasus: Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, Bali
Nama Peneliti: Dr. Ir. I Wayan Suweda, MSP. MPhil. Ir. Nyoman Widana Negara, MSc. Kadek Arisena Wikarma, ST. I Putu Bela Yusdiantika, ST.
Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sanghyang Wihi Wasa menyelimuti kami, karena atas karuniaNya penelitian dengan judul “ANALISIS PEMBEBANAN
LALU
LINTAS
PADA
PERENCANAAN
JALAN-JALAN
PERINTIS, Studi Kasus: Jalan Perintis sebagai Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, Bali” dapat terselesaikan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mempersiapkan suatu metode pembebanan lalu lintas dalam perencanaan jalan pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur jalan di Nusa Penida, sehingga dapat diajukan untuk memperoleh bantuan dana pembangunan, baik dari Pemerintah Daerah tingkat I Provinsi Bali maupun dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian, harapan masyarakat untuk memiliki jalan melingkar di Nusa Penida dapat terwujud. Penelitian ini didanai dari Hibah Penelitian Ketekniksipilan, Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ketua dan Pengurus Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Udayana Bapak Alit Suthanaya, ST., MEng.Sc., Ph.D. dan staf yang telah menyetujui Dana Hibah Pascasarjana untuk dimanfaatkan dalam penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Penelitian ini, baik pada saat tahapan survai data maupun dalam proses penyusunan laporannya. Akhir kata, semoga laporan Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Terima kasih.
Denpasar,
September 2015
Penulis
i
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
ABSTRAK ANALISIS PEMBEBANAN LALU LINTAS PADA PERENCANAAN JALAN-JALAN PERINTIS Studi Kasus: Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, Bali Luas wilayah Kecamatan Nusa Penida sekitar 20.284 ha hampir dua kali lipat dibandingkan luas 3 kecamatan kabupaten Klungkung lainnya yang berlokasi di Bali daratan (11.216 Ha). Namun, kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan pembangunannya sangat tertinggal. Disparitas antar wilayah ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah “keterisolasian” wilayah Nusa Penida yang ditandai dengan rendahnya tingkat aksesibilitas ke kawasan yang terpisahkan oleh selat ini. Keterbelakangannya terlihat jelas, apalagi di wilayah Nusa Penida bagian Barat dan Selatan yang berbukit dengan pantai yang bertebing curam. Untuk itu perlu direncanakan dan dibangun jalan perintis/pioneering yang melingkar dari wilayah Barat dan Selatan, untuk meningkatkan aksesibilitas terutama kebagian wilayah Utara yang memiliki banyak pelabuhan menuju Pulau Bali daratan. Secara geografis, lokasi Nusa Penida relatif dekat dengan objek-objek wisata yang sudah mendunia, seperti Sanur, Nusa Dua, Kuta, Gianyar dan Kota Denpasar. Apalagi dari ketersediaan lahan masih sangat luas dan alamiah dengan harga yang relatf rendah. Disisi lain, wilayah ini memiliki banyak objek-objek wisata menarik yang masih terisolasi sepanjang pantai Barat dan Selatan. Semua ini tentunya akan memberikan prospek pengembangan wilayah yang pesat apabila aksesibilitasnya ditingkatkan. Dalam prediksi pembebanan lalu lintas pada rencana jalan perintis Nusa Penida ini tentunya tak dapat semata-mata didasarkan atas bangkitan perjalanan eksisting yang sangat kecil. Sementara ini belum adanya jaringan jalan eksisting yang memadai hanya jalan-jalan lokal dengan kontur jalan setapak dan kalaupun diperkeras relatif sudah rusak tanpa adanya pemeliharaan. Bangkitan perjalanan eksisting yang sangat kecil namun berprospek untuk berkembang pesat dikemudian hari membutuhkan asumsi-asumsi dan metode pembebanan tersendiri, untuk mengantisipasi perkembangan sesuai dengan umur rencana jalan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nusa Penida. Untuk itu dikembangkan metode analogi dengan wilayah yang mempunyai karakteristik masyarakat dan jaringan jalan yang sama. Metode analogi dikembangkan melalui studi banding terhadap wilayah Bali lainnya yang juga berkapur dengan kawasan wisata sejenis. Untuk tahun eksisting (Nusa Penida belum dilewati jalan berkelas/hanya jalan setapak) bangkitan perjalanan zona yang berbasis desa relatif analog dengan Desa Pecatu di wilayah Bukit tahun 2000, yaitu setiap penduduk rata-rata melakukan perjalanan 0,34 orang-perjalanan/hari. Sedangkan, untuk prediksi tahun 2020 dimana jalan lingkar Nusa Penida diasumsikan sudah selesai, masyarakat sudah jauh lebih berkembang dan perjalananpun semakin meningkat. Kondisi ini dapat dianalogikan dengan Desa Jimbaran tahun 2000 dengan lintasan utama jalan By-pass Ngurah Rai dengan perjalanan per penduduk meningkat dua kali lebih, yaitu 0,81 orang-perjalanan/hari. Dengan demikian, sesuai perkembangan wilayah Nusa Penida dimasa depan maka dapat diprediksi bahwa lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang membebani jalan perintis di awal Umur Rencana (2020) adalah 5.800,62 smp/hari dengan volume jam sibuk sebagai Volume Jam Perencanaan (VJP) sebesar 725,08 smp/jam. Sedangkan, bangkitan perjalanan yang harus diakomodasi jalan perintis diakhir Umur Rencana jalan (2045) sudah mencapai 37.576,31 smp/hari dengan volume jam sibuk/VJP 4.697,05 smp/jam. Dengan asumsi kondisi lingkungan yang masing perdesaan, maka kapasitas jalan 2/2UD didaerah perbukitan tersebut adalah 2.910 smp/jam. Selanjutnya, dari analisis pembebanan dan kapasitas jalan menunjukkan bahwa tahun 2038 jalan perintis Nusa Penida sudah harus diperlebar dari 2 lajur menjadi 4 lajur untuk melayani lalu lintas pada ke-2 arahnya. Kata Kunci: jalan perintis, metode analogi, nusa penida
ii
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................... ABSTRAK ............................................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................
i ii iii vi vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran Penelitian ................................................ 1.4 Skope Penelitian ..................................................................................... 1.5 Lokasi Penelitian .....................................................................................
1 1 2 2 3 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1 Umum .................................................................................................... 2.2 Penetapan Sistem Zona dalam Perencanaan Pembebanan Jalan .......... 2.3 Sistem Transportasi Makro ................................................................... 2.3.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi .......................... 2.3.2 Sistem Jaringan atau Prasarana Transportasi .............................. 2.3.3 Sistem Pergerakan atau Arus Lalu Lintas .................................. 2.3.4 Sistem Kelembagaan atau Institusi ............................................. 2.4 Prinsip-prinsip yang Mendasari Interaksi Sistem Aktivitas/Tata Guna Lahan (TGL) dan Sistem Jaringan/Transportasi ................................... 2.5 Perkiraan Arus Lalu Lintas .................................................................. 2.5.1 Bangkitan Perjalanan .................................................................. 2.5.2 Distribusi Perjalanan ................................................................... 2.5.3 Pemilihan Moda Perjalanan ....................................................... 2.5.4 Pemilihan Rute ............................................................................ 2.6 Konsep Pembebanan Lalu lintas pada Jalan-Jalan Perintis ...................
5 5 5 8 8 8 8 9 10 13 15 16 17 18 20
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 3.1 Umum .................................................................................................... 3.2 Tahapan dan Diagram Alir Penelitian ................................................... 3.3 Survei Geometri Jalan Eksisting ........................................................... 3.4 Survei Lalu Lintas ................................................................................. 3.4.1 Survei Volume Kendaraan .......................................................... 3.4.2 Survei Kecepatan Perjalanan ......................................................
24 24 24 26 27 27 27
iii
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
3.5 Bangkitan Perjalanan Nusa Penida ....................................................... 3.5.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Berbasis Desa ............................................................................................ 3.5.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Berbasis Pelabuhan .................................................................................... 3.5.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) ............................................................ 3.6 Proyeksi Bangkitan Perjalanan Nusa Penida ........................................ 3.6.1 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan .............................. 3.4.2 Analisis dan Peramalan Lalu lintas di Nusa Penida ................... 3.7 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis Nusa Penida .................................................................................................... 3.8 Kesimpulan dan Saran-saran dari Studi Kasus Penelitian ....................
27 27 28 29 29 29 30 30 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 4.1 Sistem Zona dalam Pemodelan Wilayah Pengaruh (WP) Jalan ............ 4.2 Jaringan Jalan dan Jarak Antar-Zona ..................................................... 4.3 Kondisi Lalu Lintas Eksisting di Nusa Penida ...................................... 4.3.1 Volume Jam Sibuk dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata ................ 4.3.2 Komposisi Arus Lalu-Lintas ....................................................... 4.3.3 Kecepatan Perjalanan .................................................................. 4.4 Bangkitan Perjalanan Zona-Zona di Wilayah Pengaruh ....................... 4.4.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Berbasis Desa .. .......................................................................... 4.4.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Berbasis Pelabuhan .. ................................................................. 4.4.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) .. ......................................... 4.5 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan ......................................... 4.6 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis di Nusa Penida ....................................................................................................
32 32 37 41 41 42 42 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 5.2 Saran-Saran ...........................................................................................
54 54 56
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
57
LAMPIRAN SK REKTOR UNUD .....................................................................
59
44 46 47 49 51
iv
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Gambar 2.1
Lokasi Penelitian .......................................................................... Hubungan Zona di Wilayah Penelitian dan Asal-Tujuan Perjalanan...................................................................................... Gambar 2.2 Pemodelan Zona Internal dan Eksternal dalam Wilayah Penelitian Nusa Penida ................................................................ Gambar 2.3 Sistem Transportasi Makro .......................................................... Gambar 2.4 Definisi Perjalanan Eksisting dan Bangkitan Perjalanan Akibat Adanya Jalan Baru ........................................................................ Gambar 2.5 Keterkaitan Tata Guna Lahan/Transportasi dalam Metode 4 Tahap ............................................................................................ Gambar 2.6 Bangkitan Perjalanan .................................................................... Gambar 2.7 Distribusi Perjalanan .................................................................... Gambar 2.8 Pemilihan Moda Transportasi ...................................................... Gambar 2.9 Arus Lalu Lintas pada Jaringan Jalan .......................................... Gambar 2.10 Tahapan Perkiraan Arus Lalu Lintas dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh .................................................................................. Gambar 3.1 Tahapan Penelitian dalam Analisis Pembebanan Lalu Lintas ...... Gambar 4.1 Lokasi 14-Zona Desa di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede) .......... Gambar 4.2 Lokasi 4 (Empat) Zona Kawasan Efektif Pariwisata di Pulau Nusa Penida ................................................................................. Gambar 4.3 Lokasi 5 (Lima) Zona Pelabuhan di Pulau Nusa Penida ............. Gambar 4.4 Sistem Zona, Pusat Zona dan Jalan Penghubung Antar-zona ......
4 6 7 10 12 14 15 17 18 19 20 26 33 34 35 36
v
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Zona Bangkitan Perjalanan di Nusa Penida ...................................... Tabel 4.2 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Jalan Eksisting (dalam satuan: meter) ......................................................... Tabel 4.3 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Eksisting dan Rencana Jalan Lingkar Nusa Penida (dalam satuan: meter) ....... Tabel 4.4 Volume Lalulintas Segmen jalan Toyapakeh-Suana ........................ Tabel 4.5 Komposisi Arus Lalulintas di Jalan Toyapakeh-Suana Nusa Penida Tabel 4.6 Fluktuasi Kecepatan Lalu lintas pada jam-jam sibuk segmen jalan Toyapakeh-Suana, Nusa Penida......................................................... Tabel 4.7 Derajat Kejenuhan Pada Jalan Toyapakeh-Suana, Nusa Penida ....... Tabel 4.8 Karakteristik tiap-tiap zona bangkitan perjalanan di Nusa Penida .... Tabel 4.9 Jumlah Penumpang Naik di Pelabuhan Bali Daratan Menuju Nusa Penida ................................................................................................. Tabel 4.10 Jumlah Penumpang Turun pada Pelabuhan Nusa Penida tahun 2013 Tabel 4.11 Data Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Tahun 2013 ..................................................................... Tabel 4.12 Prediksi Bangkitan Perjalanan pada 23 zona di Nusa Penida ........... Tabel 4.13 Proyeksi VJP dan LHR pada jalan Lingkar Nusa Penida (UR= 25 tahun) ..................................................................................
37 39 40 41 42 42 43 45 46 46 48 50 52
vi
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari infrastruktur jalan berperan penting dalam mendukung pengembangan bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Namun, dalam pembangunannya seringkali menimbulkan berbagai dilema kepentingan. Untuk dapat memenuhi fungsinya, jaringan jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan, baik lokal maupun secara nasional. Di wilayah Klungkung sendiri pengembangan infrastruktur jalan relatif lambat dan hanya terdapat 17,40 km jalan negara (arteri primer), 20,97 km jalan provinsi (kolektor provinsi), 342,46 km jalan kabupaten (kolektor kabupaten) dan 203,226 km jalan desa (lokal). Ketiadaan anggaran dalam perencanaan dan pembangunan merupakan alasan klasik utama. Secara geografis, Kabupaten Klungkung memiliki dua cakupan wilayah yaitu wilayah daratan dan wilayah pulau dengan kondisi yang sangat berbeda. Bila dilihat perbandingan komposisi luas wilayah terlihat bahwa hanya sepertiga terletak di daratan Pulau Bali (11.216 Ha) dan duapertiganya terletak di wilayah kepulauan Kecamatan Nusa Penida (20.284 Ha). Meskipun secara geografis luas wilayah Kecamatan Nusa Penida lebih besar, namun kondisi sosial-ekonomi dan pembangunan dirasakan sangat tertinggal dibandingkan dengan 3 (tiga) kecamatan lainnya yang berada di daratan Bali. Kedua wilayah yang dipisahkan oleh laut ini, mengalami disparitas pertumbuhan (growth disparities) sosial ekonomi yang begitu menjolok. Disparitas pertumbuhan ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah “keterisolasian” wilayah Nusa Penida yang ditandai dengan rendahnya tingkat aksesibilitas ke kawasan ini. Kecamatan Nusa Penida yang meliputi wilayah Nusa Penida (Nusa Gede), Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan dengan kondisi geografis terpisah dari daratan Pulau Bali, sampai saat ini satu-satunya akses transportasi yang tersedia adalah transportasi laut atau penyeberangan. Pelabuhan penyeberangan yang representatif adalah pelabuhan Mentigi yang terletak di Nusa Penida dan pelabuhan Padangbai di Kabupaten Karangasem. Sedangkan, beberapa pelabuhan penyeberangan tradisional yang ada di Kabupaten Klungkung daratan adalah Kusamba, Banjar Bias dan Banjar Tribuana yang ketiganya terletak di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, dimana semua pelabuhan tersebut mempunyai kapasitas yang sangat terbatas. Selama ini, asal-tujuan (origin and destination) pergerakan dihubungkan dengan perahu motor yang dikelola secara tradisional dengan skala kecil dengan asal-tujuan yang juga tersebar dibeberapa lokasi lainnya. Demikian juga dengan sarana dan prasarana pelabuhan belum terencana dengan baik. Disamping itu, ruas-ruas jalan eksisting di Pulau Nusa Penida kurang memenuhi standar yang disyaratkan oleh Bina Marga. Untuk mengantisipasi hal tersebut supaya
BAB I PENDAHULUAN
1
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
pulau Nusa Penida bisa tumbuh perekonomiannya perlu memprioritaskan pembangunan jalan sebagai infrastruktur perintis pembangunan wilayah. Pemerintah dapat memanfaatkan dana yang berasal dari Dana APBD Kabupaten Klungkung dan APBD Provinsi Bali maupun Dana Pusat APBN. Hal ini telah disadari yang tercermin dari diprogramkannya pembangunan jalan di Pulau Nusa Penida, baik berupa jalan arteri kolektor, maupun jalan lokal yang mempunyai fungsi utama untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Demokratisasi ruang yang belum terwujud menyebabkan Nusa Penida, khususnya bagian Barat dan Selatan masih alamiah, sepi penduduk dengan bangkitan perjalanan yang relatif sangat kecil. Oleh karenanya, perencanaan pembebanan lalu lintas dalam penyediaan sistem jaringan harus dapat memprediksi secara akurat perkembangan wilayah dan kebutuhan pergerakan yang diakibatkan oleh perubahan sistem kegiatan dan aktifitas penduduk, apabila akan dibangun jalan perintis untuk pengembangan wilayahnya dimasa depan.
1.2 Rumusan Masalah Kondisi eksisting yang masih alamiah namun berlokasi relatif dekat dengan kawasan-kawasan pariwisata yang sudah berkembang mendunia seperti Nusa Dua, Sanur, Kuta, Denpasar Gianyar mempunyai prospek dan potensi perkembangan yang pesat apabila ditunjang infrastruktur jalan yang memadai. Hal ini memerlukan analisis pembebanan yang berbeda dengan daerah atau wilayah yang sudah berkembang dalam perencanaan pembebanan lalu lintas jalannya. Permasalahan-permasalahan utama dalam analisis lalu lintasnya dapat meliputi: o Faktor-faktor apa saja yang secara signifikan berpengaruh terhadap bangkitan perjalanan dimasa depan, o Bagaimanakah potensi pengembangannya bila dikaitkan dengan kawasan wisata sekitarnya yang sudah berkembang lebih dulu, o Bagaimanakah analisis pembebanan lalu lintasnya bila dibangun jalan pada wilayah yang belum berkembang ini. o Bagaimanakah kebutuhan terhadap jumlah lajur jalan perintis yang direncanakan.
1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran Penelitian Maksud diadakan studi analisis pembebanan lalu lintas ini adalah untuk mempersiapkan suatu perencanaan jalan dalam pengembangan wilayah melalui pembangunan infrastruktur di Nusa Penida, sehingga dapat diajukan untuk memperoleh bantuan dana pembangunan, baik dari Pemerintah daerah tingkat I Provinsi Bali maupun dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian, program-program yang telah dicanangkan dapat terwujud tahap demi tahap. Tujuan dari analisis pembebanan lalu lintas pada perencanaan jalan-jalan perintis sebagai Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida adalah sebagai berikut: a) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan apabila dibangun jalan perintis dibagian Barat-Selatan Nusa Penida, dalam rangka mempercepat pengembangan wilayah yang belum berkembang saat ini. b) Menentukan faktor pertumbuhan pembebanan lalu lintasnya sampai akhir Umur Rencana (UR) jalan.
BAB I PENDAHULUAN
2
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
c) Menganalisis pembebanan lalu lintas yang akan mempengaruhi kebutuhan jumlah lajur jalan. d) Menentukan kebutuhan lajur jalan pada jalan perintis yang direncanakan berdasarkan pertumbuhan pembebanan yang ada. Sedangkan, sasaran yang ingin dicapai dalam pembebanan lalu lintas pada perencanaan jalan perintis Barat-Selatan Nusa Penida yang nantinya diharapkan sebagai Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida ini adalah sebagai berikut: o Terwujudnya jalan melingkar di Nusa Penida o Peningkatan kondisi dan kapasitas jalan-jalan eksisting o Mengatasi disparitas wilayah dalam rangka pemerataan pembangunan di Kabupaten Klungkung.
1.4 Skope Penelitian Skope penelitian analisis pembebanan lalu lintas jalan perintis dibagian BaratSelatan Nusa Penida yang juga sebagai ruas jalan kolektor, adalah: a. Kajian wilayah dan rencana zona-zona pengembangan wilayah. b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi bangkitan perjalanan sehubungan dengan prinsip trase jalan yang ditetapkan. c. Menganalisis perkembangan kawasan sekitar yang menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas yang berpengaruh langsung terhadap besarnya beban lalu lintas jalan. d. Menganalisis pembebanan lalu lintas dari tahun ke tahun sepanjang Umur Rencana (UR) jalan perintis Barat-Selatan Nusa Penida yang direncanakan. e. Menghitung jumlah lajur yang dibutuhkan sesuai perkembangan beban lalu lintas
yang harus diakomodasi oleh jalan perintis tersebut.
1.5 Lokasi Penelitian Lokasi kegiatan penelitian untuk analisis pembebanan lalu lintas yang diharapkan sebagai jalan perintis melingkari pulau Nusa Penida ini adalah di Kecamatan Nusa Penida bagian Barat dan Selatan dengan cakupan wilayah perencanaan relatif berada didaerah yang mendekati kawasan pantai, seperti ditunjukkan Gambar 1.1, berikut.
BAB I PENDAHULUAN
3
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
U
Jalan Eksisting
Jalan Perintis Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
4
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perencanaan pembangunan jaringan jalan pada suatu wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar kota/wilayah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, adil dan aman. Prinsipnya, pada pembangunan dan pengembangan wilayah pendekatan pembagian ruang dapat dilakukan berdasarkan aspek fungsi, kegiatan dan administrasi. Berdasarkan aspek fungsi, ruang dibagi atas kawasan lindung, yaitu kawasan yang dapat menjamin kelestarian lingkungan; dan kawasan budidaya, yaitu kawasan yang pemanfaatannya dioptimasikan bagi kegiatan budidaya. Berdasarkan aspek kegiatannya, ruang dibagi atas dominasi kegiatan perkotaan, perdesaan dan kawasan tertentu. Termasuk dalam kawasan tertentu antara lain kawasan cepat/berpotensi tumbuh, kawasan kritis lingkungan, kawasan perbatasan, kawasan sangat tertinggal, dan kawasan strategis. Sedangkan berdasarkan administrasi, ruang dibagi atas ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pada intinya, dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan, ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara kelestariannya, bukan saja untuk perioda sekarang, tetapi juga mempertimbangkan generasi yang akan datang. Namun, terkait dengan kondisi wilayah yang berbeda, respon pembangunan masyarakat disetiap wilayah juga berbeda-beda. Apalagi dominasi pemerintah pusat di semua daerah dengan standar pembangunan berskala nasional masih sangat besar, menyebabkan semakin terjadinya disparitas kemajuan antar daerah yang kian berbeda (Keban, 1999). Tidak dapat pula diabaikan adalah perbedaan potensi, kendala, limitasi alam, termasuk gejolak sosial, ekonomi yang juga menimbulkan dan telah semakin membuka berbagai masalah ketimpangan pembangunan antar daerah (Maskur Riyadi, 2000). Disisi lain, kondisi wilayah yang terkebelakang memerlukan percepatan pembangunan dalam mengejar ketertinggalan wilayahnya, khususnya pembangunan infrastruktur jalan. Dengan tingginya aksesibilitas wilayah, biaya-biaya transportasi relatif murah, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi wilayah dan pemenuhan kebutuhan kehidupan masyarakatnya menjadi efisien.
2.2 Penetapan Sistem Zona dalam Perencanaan Pembebanan Jalan Untuk analisis wilayah regional sebagai Wilayah Pengaruh (WP) keberadaan sustu segmen jalan, penanganan masalah-masalah disparitas perlu dilakukan secara regional pula, yaitu melalui analisis pengembangan zona-zona, sesuai permasalahan dan potensi yang dimiliki masing-masing zonanya. Dengan demikian, tahap awal dalam perencanaan jalan adalah penetapan Sistem Zona (SZ). Setiap perjalanan orang atau kendaraan di wilayah pengaruh jalan tersebut harus ditetapkan lokasi atau zona yang menjadi asal dan tujuannya. Secara umum zona asal/tujuan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
Laporan Penelitian
a)
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Zona internal, yaitu zona-zona asal dan/atau tujuan perjalanan yang berada di dalam wilayah penelitian, termasuk zona-zona pengembangan kawasan yang direncanakan. Zona-zona internal ini dibatasi oleh Batas-batas Kordon Eksternal (External Cordon Line).
b) Zona eksternal, yaitu zona-zona asal atau tujuan perjalanan yang berada di luar wilayah penelitian/diluar External Cordon Line. Oleh karena itu, dengan mengasumsikan “Zona Internal Nusa Penida” sebagai “Wilayah Penelitian” jalan perintis Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, maka dalam setiap bangkitan perjalanan yang terjadi, dapat dibedakan menjadi 3 komponen lalu lintas (lihat Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lalu lintas menerus (through traffic): asal-tujuan perjalanan lalu lintas tidak ada kaitan dengan zona-zona di Nusa Penida, tetapi arus lalu lintas melewati wilayah yang bersangkutan;
2.
Lalu lintas lokal (terminating traffic): asal atau tujuan perjalanan lalu lintas, salah satunya berada pada Zona Internal Nusa Penida dan yang lain pada Zona Regional di Luar Nusa Penida; dan
3.
Lalu lintas didalam zona internal Nusa Penida itu sendiri (intrazonal traffic): asal dan tujuan perjalanan keduanya berada di Nusa Penida (di dalam wilayah eksternal Kordon). (1) Lalu-lintas Menerus (through trips) (External-external)
(2) Lalu-lintas Lokal (Terminating Trips) (External-internal)
(3) Lalu-lintas di dalam Zona Lokal (intrazonal trips) Internal-internal
(2) Lalu-lintas Lokal (Terminating trips) (Internal-external) Batas Zona Lokal Jalan Jimbaran (External cordon)
Gambar 2.1 Hubungan Zona di Wilayah Penelitian dan Asal-Tujuan Perjalanan Karakteristik lalu lintas menerus (through traffic) tergantung pada karakteristik variabel-variabel bangkitan perjalanan didalam kedua Wilayah Regional diluar Nusa Penida yang dihubungkannya. Dipihak lain, lalu lintas lokal (terminating traffic) dan lalu lintas didalam Zona Internal (intrazonal traffic) merupakan fungsi dari karakteristik variabel-variabel aktivitas masyarakat dan pembangunan guna lahan di Nusa Penida sebagai wilayah penelitian. Praktisnya, secara keseluruhan wilayah akan dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan batasan “administrasi daerah” dan “batas alami” sesuai keseragaman fungsi wilayah zona. Dengan demikian keseluruhan Asal-Tujuan (A-T) perjalanan yang ada dapat didefinisikan secara geografis dan variabel-variabel yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
berkaitan dengan bangkitan perjalanan, secara spasial seperti jarak perjalanan dapat ditentukan besarannya. Prosedur dan model perancangannya dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat Gambar 2.2 di bawah):
Wilayah Pengaruh Diluar Nusa Penida
Wilayah Pengaruh Diluar Nusa Penida Lainnya Batas-batas Administrasi Wilayah Nusa Penida Zona-zona Internal
Zona Eksternal (Regional-zones) Gambar 2.2 Pemodelan Zona Internal dan Eksternal dalam Wilayah Penelitian Nusa Penida Langkah-langkah Penetapan Zona Penelitian: Pertama, mendefinisikan wilayah Bangkitan Perjalanan yang potensial mempengaruhi volume lalu lintas „Rencana Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida‟, baik saat ini maupun dimasa yang akan datang (perioda umur rencana 2020 - 2045). Kedua, membagi wilayah tersebut kedalam zona-zona berdasarkan batas-batas administrasi atau kesamaan fungsi wilayah (kawasan), sehingga diperoleh jumlah zona, baik zona-zona internal maupun eksternal. Penzoningan ini dibutuhkan untuk mendapatkan Asal-Tujuan (A-T) setiap perjalanan yang ada. Dengan mempergunakan variabel Jumlah Penduduk, kondisi wilayah dan prediksi perkembangan Tata Guna Wilayahnya dimasa depan, akan didapatkan bangkitan lalu lintas dari masing-masing zona sebagai fungsi dari kondisi sosial ekonomi, lokasi, jaringan jalan dan Tata Guna Lahan (TGL).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
7
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Ketiga, menempatkan pusat-pusat zona (zone centroids) sebagai awal dan akhir perjalanan antar-zona (interzonal trips). Oleh karena itu, pusat zona haruslah sebagai titik pusat gravitasi semua perjalanan didalam zona tersebut. Terakhir, menggabungkan pusat-zona dan jaringan jalan yang ada. Pada beberapa kasus, mungkin jaringan bersifat imaginer (dummy connector), sehingga jarak perjalanan antar zona dapat ditentukan panjangnya sebagai salah satu unsur Generalised Cost yang menentukan pembebanan jalan yang direncanakan.
2.3 Sistem Transportasi Makro Secara umum sistem transportasi suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat subsistem transportasi yang lebih kecil (mikro), dimana yang satu dengan yang lain saling terkait dan saling mempengaruhi. Subsistem-subsistem tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: 2.3.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi (Transport Demand) Merupakan pola kegiatan tata guna lahan (land use) yang terdiri dari sistem kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Sistem kegiatan dengan tipe, intensitas, skala dan tata letak (juxtaposition) kegiatan tertentu akan memproduksi perjalanan (trip production) dan juga akan menarik perjalanan (trip attraction) yang tertentu pula. Dalam sistem kegiatan ini, perjalanan merupakan alat untuk pemenuhan kebutuhan seseorang yang diperoleh ditempat lain yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna lahan ditempat kediamannya. 2.3.2 Sistem Jaringan atau Prasarana Transportasi (Transport Supply) Perjalanan manusia atau barang dari suatu moda transportasi (sarana) tertentu adalah melalui/melewati jaringan jalan (prasarana). Dalam perancangannya telah ditetapkan pada masing-masing ruas jalan seperti: lebar jalan, bahu jalan, kekuatan yang disesuai dengan kelas dan fungsi jalan, tempat parkir diluar badan jalan (off street parking), trotoar, tempat penyeberangan jalan, halte, dan terminal angkutan umum. Sebagai sarana transportasi atau moda transportasi adalah kendaraan roda dua, roda empat, bus dan sejumlah armada angkutan umum. Sedangkan, perangkat penunjang prasarana lainnya adalah median jalan, lampu lalu lintas, marka dan rambu jalan. Perangkat lunak (software) sebagai sarana yang diperlukan adalah undang-undang lalu lintas serta peraturan daerah (suprasarana). Sebagai penunjang sarana transportasi lainnya, khususnya angkutan umum adalah rute, tarif, dan waktu operasi angkutannya. 2.3.3
Sistem Pergerakan atau Arus Lalu Lintas (Traffic Flow) Kelancaran arus lalu lintas pada suatu ruas jalan dapat dilihat dari tingkat pelayanan (level of service) jalan tersebut, yaitu suatu ukuran yang tergantung dari rasio antara volume lalu lintas yang melewati jalan tersebut dengan kapasitas jalan (merupakan fungsi dari lebar jalan dan gangguan samping pada ruas jalan). Penentuan kriteria tingkat pelayanan dalam menggunakan perbandingan antara volume dan kapasitas (V/C) dibagi atas 6 (enam) tingkat pelayanan, yaitu: tingkat pelayanan A, B, C, D, E dan F dengan masing-masing karakteristik kondisi dan kelancaran arus lalu lintas yang berbeda satu dengan yang lainnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
8
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
2.3.4
Sistem Kelembagaan atau Institusi (Institutional Framework) Merupakan suatu lembaga, instansi pemerintah dan/atau pihak swasta yang terkait dengan pola kebijakan yang dapat mempengaruhi subsistem atau sistem transportasi secara keseluruhan. Untuk menjamin terwujudnya interaksi yang baik (keseimbangan) dalam sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem arus perjalanan yang aman, nyaman, lancar, murah, dan sesuai lingkungan, maka dalam sistem transportasi makro ada subsistem kelembagaan yang harus berperan aktif dalam melakukan tindakan kontrol. Di Indonesia sistem kelembagaan/instansi yang terkait dengan masalah transportasi adalah sebagai berikut: Sistem kegiatan : Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), Bangda (Badan Anggaran Daerah), Pemda (Pemerintah Daerah). Sistem Jaringan : Departemen Perhubungan (darat, laut, udara), Departemen Pekerjaan Umum (Bina Marga). Sistem Pergerakan : Dinas Perhubungan, Organda (Organisasi Angkutan Daerah), Polantas (Polisi Lalu-Lintas), Masyarakat. Kelembagaan Bappenas, Bappeda, Bangda, Pemda memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan tata guna lahan, wilayah, regional, maupun sektoral. Kebijaksanaan sistem jaringan secara umum ditentukan oleh Departemen Perhubungan baik darat, laut, maupun udara serta Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan oleh Dinas Perhubungan, Organda, Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan. Disisi lain, interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan suatu arus perjalanan, baik manusia ataupun barang. Pada sistem kegiatan atau sistem kebutuhan (Transport Demand), perubahan peruntukan tata guna lahan akan merubah bangkitan perjalanan (Trip Generation) yang terdiri dari tarikan perjalanan (Trip Attraction) dan penghasil/produksi perjalanan (Trip Production). Pada sistem penyediaan transportasi (Transport Supply), ketersediaan fasilitas transportasi seperti jaringan jalan dan sarana angkutan kendaraan, sangat menentukan kapasitas pelayanan. Pada sistem arus perjalanan (Traffic), interaksi antara kebutuhan transportasi dan penyediaan transportasi dapat dilihat dari rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan yang ada. Makin besar nilai rasio tersebut makin rendah tingkat pelayanan jalan tersebut dan pengguna akan melakukan evaluasi untuk mencari alternatif rute dan pemilihan penggunaan moda angkutan (menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi). Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem arus perjalanan akan saling mempengaruhi. Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu perubahan tingkat pelayanan jalan pada sistem pergerakan, begitu pula perubahan pada sistem jaringan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksebilitas dari sistem pergerakan tersebut, dimana semua perubahan sangat tergantung kebijakan-kebijakan yang diambil oleh sistem Kelembagaan. Keseluruhan subsistem transportasi makro tersebut dapat diilustrasikan melalui Gambar 2.3, berikut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
9
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Gambar 2.3 Sistem transportasi makro Sumber: Tamin, 2000
2.4 Prinsip-prinsip yang Mendasari Interaksi Sistem Aktivitas/Tata Guna Lahan (TGL) dan Sistem Jaringan/Transportasi Transportasi adalah kebutuhan turunan (derived demand) dan merupakan bagian integral kehidupan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Hills, 1996). Perkembangan transportasi khususnya dinegara-negara berkembang sangat ditentukan oleh potensi dan pembangunan guna lahan diwilayah yang bersangkutan (Ships follow the Trades). Namun, disisi lain, hampir semua perencanaan Tata Guna Lahan tergantung pada bagaimana bentuk-bentuk transportasinya, walaupun perencanaan transportasi tidak diijinkan untuk mendikte perencanaan Tata Guna Lahan (Lane et al, 1974). Dapat dikatakan bahwa kedua sistem berinteraksi erat dan harus saling menunjang dalam pengembangan wilayah kedepan, sehingga sangat diperlukan adanya data karakteristik dan perencanaan terintegrasi (IHT, 1997). Bangkitan perjalanan dalam sistem transportasi terdiri dari berbagai maksud perjalanan, seperti bekerja, sekolah, olahraga, berbelanja, dan sebagainya yang kegiatannya berlangsung di atas sebidang lahan baik berupa permukiman, kantor, sekolah, pasar dan lain-lain. Pengaturan kegiatan pada potongan lahan di permukaan bumi ini biasanya disebut Tata Guna Lahan (TGL). Untuk memenuhi kebutuhannya, maka manusia melakukan perjalanan diantara dua atau beberapa tata guna lahan tersebut dengan menggunakan berbagai moda transportasi, misalnya dengan berjalan kaki atau naik kendaraan. Hal ini menimbulkan adanya pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang (Tamin, 2000). Tata guna lahan yang berbeda dan adanya kebutuhan manusia yang bermacam-macam serta tidak berada dalam satu tempat akan menimbulkan transportasi, yaitu perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Disisi lain, dalam memproduksi barang-barang untuk pemenuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
10
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
kebutuhan manusia, transportasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk menghubungkan daerah sumber bahan baku, daerah produksi/pabrik, daerah pemasaran dan daerah permukiman sebagai tempat tinggal konsumen. Jadi transportasi berperan menghubungkan kegiatan antar tata guna lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Keterkaitan antara Tata Guna Lahan (activity system) dan Transportasi (transport system) umumnya menghasilkan permintaan perjalanan yang membebani fasilitas (arus lalu lintas) dan menimbulkan berbagai permasalahan transportasi, yang menjadi pencapaian dalam tujuan-tujuan perencanaan. Dalam hal ini, konsep-konsep relevan yang menggambarkan keterkaitan antar subsistemnya, dapat dijelaskan dengan 6 (enam) konsep keterkaitan/interaksi, yaitu: 1). Aksesibilitas / Accessibility, 2). Bangkitan Perjalanan /Trip Generation (TG), 3). Distribusi Perjalanan / Trip Distribution (TD), 4). Pemilihan Moda / Modal Split (MS), 5). Pembebanan Jaringan / Traffic Assignment (TA), dan 6). Teori arus Lalu-lintas (Kapasitas, Tingkat Pelayanan dan lain lain). Keterkaitan tersebut menjelaskan bahwa setiap kebijakan, apakah terkait langsung atau tidak dengan pembangunan guna lahan atau penyediaan fasilitas transportasi, tidak dapat dihindari akan mempengaruhi dimensi/sistem yang lain, walaupun tidak harus pada waktu yang bersamaan (Webster et al, 1988b). Bahkan Khisty dan Lall (2005) menganggap perencanaan transportasi adalah salah satu bentuk perencanaan Guna Lahan yang akan digunakan untuk transportasi. Banyak yang mengklaim bahwa masalah-masalah transportasi yang belakangan muncul dibanyak kota didunia ini adalah akibat kesalahan perencanaan penempatan lokasi-lokasi kegiatan. Ini menyebabkan semakin menjauhnya jarak asal-tujuan perjalanan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Banister, 1999), pemilikan dan penggunaan kendaraan meningkat dengan sangat pesat (Dissnayake, 2006). Selain itu juga menimbulkan dampak kemacetan lalu lintas, polusi terhadap lingkungan, dll. Srinivasan dan Ferreira (2002) menjelaskan bahwa tidak terkontrolnya kenaikan harga lahan di pusat kota/Central Business District (CBD) mendorong penduduk kota untuk berpindah tempat tinggal ke daerah sub-urban/pinggiran, menyebabkan kota atau perkotaan melebar dan peranan daerah pinggiran menjadi semakin penting. Berbagai permasalahan transportasi timbul manakala penyediaan prasarana dan sarananya tidak mencukupi dari daerah pinggiran ke pusat kota, seperti antara lain meningkatnya pemakaian mobil pribadi. Namun walaupun penyediaan prasarana dan sarana diusahakan semaksimal mungkin, beberapa efek negatif akibat keberadaan prasarana baru harus tetap dihadapi. Hills (1996) menguraikan dengan detail kemungkinan bangkitan perjalanan akibat adanya prasarana baru tersebut, baik karena munculnya asal-tujuan perjalanan yang baru, perubahan rute, waktu perjalanan, perpindahan ke moda lain, pengurangan load factor ataupun bertambahnya frekuensi perjalanan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4 di bawah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
11
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
TUJUAN PERJALANAN EKSISTING Rute, waktu, vehicleoccupancy, moda dan frequensi eksisting ASAL PERJALAN AN EKSISTING
Perubahan Rute
Perubahan Waktu Perjalanan
TRIPS
Perpindahan Moda Satu ke Moda lain
EKSISTING
Penurunan vehicleoccupancy
Peningkat an frequensi Perjalanan
TUJUAN PERJALANAN BARU
INDUCED TRIPS
EXISTING TRIPS
Lalu lintas Eksisting (equivalen kend-km)
Lalu-lintas Eksisting (equivalen kend-km)
Induced Traffic (tambahan kend-km) + Eksisting seperti semula
Pembebanan Ulang
+ (Penjadwalan kembali)
(Transfer ke moda lain)
(Bangkitan Baru)
Induced traffic (tambahan kend-km) (Distribusi)
ASAL PERJALANAN BARU
TRIPS EKSISTING
INDUCED TRIPS
Existing Traffic (equivalen kend-km) Induced Traffic
Induced Traffic (tambahan kend-km)
+
+
INDUCED TRIPS
akibat pembangunan
Induced Traffic
+
(Distribusi)
Gambar 2.4 Definisi Perjalanan Eksisting dan Bangkitan Perjalanan akibat adanya Jalan Baru Sumber: Hills (1996). Sehubungan dengan adanya interaksi dan permasalahan yang semakin berkembang ini, maka usaha-usaha logis untuk menyeimbangkan Sistem Transportasi (Suplai) dan Sistem Aktivitas (Permintaan) harus dilakukan yaitu melalui kontrol terhadap permintaan perjalanan (IHT, 1996). Kesuksesan terhadap penyelesaian masalah-masalah bukan saja dilihat dari terkontrolnya interaksi tata guna lahan dan transportasi, tetapi belakangan sudah meliputi berbagai indikator-indikator multisektoral kehidupan. Bahkan Gakenheimer (1999) mengatakan karena kompleksnya permasalahan tata guna lahan dan transportasi ini, mobilitas dan aksesibilitas di kebanyakan kota-kota dinegara-negara berkembang telah mengalami penurunan. Padahal, keterkaitan antara Tata Guna Lahan dengan Transportasi di negara-negara berkembang jauh lebih kuat dibandingkan negara-negara yang sudah maju. Hal-hal ini didasarkan atas penilaian kebutuhan dan keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan yang sangat terkait dengan faktor-faktor sosial-ekonomi, adat budaya, aksesibilitas, kemacetan, keselamatan dalam perjalanan dan faktor lingkungan. Untuk lebih detailnya, beberapa indikator yang dianjurkan bila dikaitkan dengan masingmasing tujuan dalam pengembangan dan pengontrolan interaksi Sistem Aktivitas/Tata Guna Lahan dan/atau Transportasi, dapat dideskripsikan sbb.:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
12
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
- Efisiensi Ekonomi Tundaan pejalan kaki pada zebra cross. Delay (tundaan) pada berbagai moda kendaraan (Kendaraan Pribadi, Angkutan Umum, Pesepeda dan lain lain), baik pada segmen jalan (link) dan/atau Persimpangan Biaya atau waktu perjalanan pada suatu asal/tujuan tertentu. Biaya-biaya operasi untuk tingkat pelayanan transportasi yang berbeda kualitasnya, dan lain lainnya. - Pelestarian Lingkungan Tingkat kebisingan, Tingkat getaran/vibrasi dan Level pollutant yang ada pada polusi udara. - Visual intrusion. - Derajat pemisahan masyarakat yang terjadi dan lain lain. - Keselamatan Lalu-lintas - Personal Injury Accident (PIA) berdasarkan moda, lokasi (link, junction, dan lain lain). - Peningkatan Aksesibilitas - Tipe aktivitas pada suatu lahan untuk suatu waktu, biaya, moda dan asal perjalanan tertentu. - Pembangunan Berkelanjutan - Keasrian lingkungan. - Kecelakaan, polusi, penggunaan Sumber Daya Alam (SDA). - Pemerataan Pendapatan - Pendapatan untuk sosio-group tertentu di masyarakat. - Keselarasan Kelembagaan dan Policy/kebijakan terhadap Konflik-konflik yang terjadi - Derajat kontrol (Degree of control). - Skala sumber daya keuangan (funding body).
2.5 Perkiraan Arus Lalu Lintas Arus lalu lintas sangat ditentukan oleh Tata Guna Lahan, yaitu untuk apa lahan itu digunakan. Setiap tata guna lahan dapat dicirikan dengan beberapa ukuran dasar yaitu jenis/tipe kegiatan, intensitas/density, skala, juxtaposition (tata letak). Jenis kegiatan akan menerangkan untuk apa sebenarnya sebidang lahan digunakan. Intensitas/density tata guna lahan ditunjukkan oleh kepadatan bangunan dan luas lantai per unit luas lahan (Plot Ratio). Skala mencerminkan luas area lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu. Juxtaposition menjelaskan tata letak kegiatan yang satu terhadap yang lain dari berbagai tipe/jenis kegiatan yang ada dalam suatu area. Disisi lain, arus lalu lintas juga merupakan fungsi kualitas fasilitas transportasi yang ada. Untuk fasilitas transportasi yang semakin baik cenderung akan meningkatkan bangkitan arus lalu lintasnya. Namun, ukuran-ukuran ini belum dapat mencerminkan intensitas lalu lintas secara lengkap pada lahan yang bersangkutan dan diperlukan ukuran lain, misalnya hubungan tata guna lahan yang berkaitan dengan jarak yang harus ditempuh orang dan/atau barang untuk mencapai lokasi tertentu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
13
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan, komersial, dll.) mempunyai karakteristik/ciri-ciri bangkitan arus lalu lintas yang berbeda, meliputi: Jumlah/volume lalu-lintas Moda/tipe lalu-lintas (pejalan kaki, kendaraan tak bermotor, sepeda motor, mobil) Maksud perjalanan Waktu bangkitan lalu lintas yang berbeda (kantor menghasilkan lalu-lintas pada pagi dan sore hari, sedangkan perumahan menghasilkan arus lalu-lintas sepanjang hari, dll.). Asal – Tujuan perjalanan, dan Jarak perjalanan yang berbeda Jadi, karakteristik perjalanan lalu lintas dari suatu Tata Guna Lahan tertentu dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, Non-spasial dan Spasial. Dalam kasus ini, kategori Non-spasial termasuk Maksud perjalanan/trip purpose (mengapa perjalanan terjadi), waktu perjalanan/trip timing (waktu perjalanan terjadi) dan moda perjalanan/modes of transport (kendaraan macam apa yang digunakan). Sedangkan kategori Spasial, meliputi Asal-Tujuan Perjalanan (Trip Origin-Destination) dan Jarak Perjalanan (Trip Distance) dari satu tempat ke tempat lain didalam ruang kewilayahan. Informasi karakteristik perjalanan ini berkaitan erat dengan sistem jaringan jalan yang dibutuhkan sebagai suplainya. Untuk mengetahui karakteristik bangkitan arus lalu lintas, khususnya yang terkait dengan pembebanan rencana jalan lingkar Nusa Penida, dibutuhkan suatu metode mulai dari perhitungan bangkitan perjalanan wilayah sampai pembebanan rencana jalan lingkar tersebut. Metode yang digunakan adalah Metode Empat Tahap dalam Perencanaan Transportasi, yaitu: - Bangkitan Perjalanan (Trip Generation), - Distribusi Perjalanan (Trip Distribution), - Pemilihan Moda (Modal Split/Choice), dan - Pemilihan Rute (Traffic Assignment). Guna Lahan (Sistem Aktifitas)
Jaringan (Sistem Transportasi)
Aksesibilitas Arus Lalu Lintas
- Pembebanan Jalur Bangkitan Perjalanan - Teori Arus
Pemilihan Moda
Distribusi Perjalanan Kebijakan Pemerintah/ Kinerja Institusi Kecenderungan Dunia Global Gambar 2.5 Keterkaitan Tata Guna Lahan/Transportasi dan Metode 4 Tahap Sumber: Diturunkan dari Mannheim (1979).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
14
Laporan Penelitian
2.5.1
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Bangkitan Perjalanan
Bangkitan perjalanan adalah banyaknya lalu lintas yang dibangkitkan/ ditimbulkan oleh suatu zona (tata guna lahan) atau daerah persatuan waktu. Dengan kata lain, bangkitan perjalanan adalah banyaknya orang dan/atau kendaraan yang bepergian, yang timbul oleh suatu zona atau daerah per satuan waktu.
i
d
Gambar 2.6 Bangkitan Perjalanan Keterangan:
i = zona-i,
Arus yang meninggalkan zona-i
d = zona-d,
Arus yang memasuki zona-d
Bangkitan perjalanan termasuk: - Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (trip production) - Lalu lintas yang masuk/tiba disuatu lokasi (trip attraction) Pemodelan bangkitan perjalanan digunakan untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan. Jadi tujuan perencanaan bangkitan adalah untuk mengetahui besarnya bangkitan perjalanan pada masa sekarang yang dapat bermanfaat untuk memprediksi perjalanan di masa yang akan datang. Hasil dari perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan berupa jumlah kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp) per jam. Karena itu dapat dihitung pula jumlah orang atau kendaraan yang keluar dan/atau masuk dari suatu tempat dalam satu hari untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan perjalanan tipe/jenis kegiatan tertentu. Ada sepuluh (10) faktor penentu bangkitan lalu lintas menurut Martin, B dalam Warpani (1990) dan semua sangat mempengaruhi volume lalu lintas serta penggunaan sarana transportasi yang tersedia. Kesepuluh faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Maksud perjalanan 2. Penghasilan keluarga 3. Pemilikan kendaraan 4. Guna lahan di tempat asal 5. Jarak dari pusat keramaian kota. 6. Jauh/jarak perjalanan 7. Moda perjalanan 8. Penggunaan kendaraan 9. Guna lahan di tempat tujuan 10. Saat/waktu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
15
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Untuk tujuan pemodelan yang lebih spesifik, seperti pemodelan produksi dan tarikan pergerakan manusia, hal yang perlu dipertimbangkan antara lain (Tamin, 1997): 1. Produksi pergerakan untuk manusia. Faktor-faktornya adalah: a. Pendapatan b. Pemilikan kendaraan c. Struktur rumah tangga d. Ukuran rumah tangga e. Nilai lahan f. Kepadatan daerah permukiman, dan g. Aksesibilitas. 4 (Empat) faktor pertama (pendapatan, pemilikan kendaraan, struktur, dan ukuran rumah tangga) telah digunakan pada beberapa kajian bangkitan pergerakan. Sedangkan, nilai lahan dan kepadatan daerah permukiman hanya sering dipakai untuk kajian mengenai zona. 2. Tarikan pergerakan untuk manusia. Faktor yang paling sering digunakan adalah: a. luas lantai untuk kegiatan industri, b. komersial, c. perkantoran, d. pertokoan, dan e. pelayanan lainnya (misalnya: faktor lain yang dapat digunakan adalah lapangan kerja). f. Akhir-akhir ini beberapa kajian mulai berusaha memasukkan ukuran aksesibilitas. Jumlah lalu lintas tergantung pada kegiatan zona/kota, karena penyebab lalu lintas ialah adanya jarak antara keberadaan barang/alat pemenuhan dan lokasi kebutuhan. Setiap perjalanan pasti mempunyai asal yaitu zona yang menghasilkan pelaku perjalanannya dan zona tujuan yaitu zona yang menarik pelaku perjalanan untuk mencapai maksud perjalanan/pemenuhan kebutuhan. Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan perjalanan berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan penumpang persatuan waktu. Bangkitan perjalanan bertujuan untuk mendapatkan jumlah perjalanan yang masuk di suatu zona (Trip Attraction) dan yang meninggalkan suatu zona (Trip Production). Kedua hal tersebut dianalisis secara terpisah. 2.5.2 Distribusi Perjalanan Distribusi perjalanan adalah penyaluran bangkitan perjalanan dari suatu zona ke sejumlah zona lain yang dikenal dengan perjalanan antar zona. Distribusi perjalanan merupakan salah satu tahapan peramalan pola perjalanan, yang umumnya dihitung setelah tahap bangkitan perjalanan. Jumlah bangkitan perjalanan akan memperlihatkan berapa banyak perjalanan yang dapat dibangkitkan oleh setiap tata guna lahan. Sedangkan, distribusi perjalanan menunjukkan asal dan tujuan dari perjalanan tersebut. Tujuan utama dari distribusi perjalanan adalah untuk mendapatkan gambaran seluruh perjalanan yang berasal dari setiap zona asal terdistribusi ke semua zona tujuan. Distribusi perjalanan dari suatu tata guna lahan terjadi karena suatu zona tidak dapat memenuhi semua kebutuhan penduduk/penghuninya. Besarnya distribusi perjalanan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
16
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
dari suatu zona dengan tata guna lahan tertentu ke zona dengan tata guna lahan lainnya dipengaruhi oleh adanya pemisah jarak, yang menimbulkan hambatan perjalanan (trip impedance) yang direpresentasikan dengan nilai jarak, waktu dan biaya serta nilai kualitatif keamanan dan kenyamanan, yang secara keseluruhan sering disebut Biaya Gabungan (Generalised Cost). Dengan kondisi pelayanan jalan (geometrik dan perkerasan jalan) yang masih sangat alamiah dan belum mengikuti peraturan yang ada, serta volume arus lalu lintas antar zona yang relatif sangat rendah, maka bangkitan perjalanan antar zona dominan ditentukan oleh daya tarik zona dan jarak antar-zona yang ada. Peningkatan aksesibilitas antar zona akan merubah distribusi perjalanan, sehingga pendekatan dengan model gravitasi akan dapat merangkum semua perubahan yang ada, baik penduduk maupun kualitas pelayanan transportasi dikemudian hari.
i
d
Gambar 2.7 Distribusi Perjalanan
Keterangan:
i = zona-i d = zona-d
Untuk setiap pasangan zona (id), akan dihitung berapa besarnya volume arus lalu lintas dari zona i ke zona d. Khusus untuk penelitian Nusa Penida, dengan dibuatnya jalan Lingkar Nusa Penida, struktur jaringan jalan di Nusa Penida tentunya akan berubah dan secara umum masyarakat akan memilih hambatan/generalized cost yang terkecil untuk mencapai tempat tujuan perjalanannya. Dengan demikian pertimbangan jarak sebagai penghambat masih sangat relevan 2.5.3 Pemilihan Moda Perjalanan (Modal Split/Choice) Dalam upaya untuk pengembangan sistem transportasi yang berkualitas, perlu diketahui jumlah pelaku dan karakteristik perjalanan yang berbeda-beda dari suatu daerah ke daerah lainnya. Diperlukan pula untuk mengetahui bagaimana pelaku perjalanan itu terbagi-bagi ke dalam (atau memilih) moda angkutan yang berbeda-beda. Pembagian ini dikenal dengan pilihan moda (modal choice/split). Dengan kata lain, pilihan moda dapat didefinisikan sebagai pembagian atau proporsi jumlah perjalanan ke dalam cara atau moda perjalanan yang berbeda-beda, sehingga suplai fasilitas pelayanannya dapat direncanakan dengan baik pula. Disamping itu, model ini menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat mengenai dasar pemilihan jenis moda. Hal ini dipengaruhi oleh pemilikan kendaraan pribadi dan tingkat pelayanan angkutan umum yang ada, seperti: rute, tarif, kenyamanan, keamanan, dan lain-lain. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan moda tersebut dan yang terpenting adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
17
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
waktu perjalanan (Meyer dan Miller, 2001). Namun untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah lebih ditentukan oleh biaya perjalanan (Tamin, 2000).
i
d
Gambar 2.8 Pemilihan Moda Transportasi Keterangan: i = zona-i;
d = zona-d
Angkutan pribadi
Angkutan umum
Dengan melihat status dan kedekatan Pulau Nusa Penida sebagai bagian dari Provinsi Bali, serta karakteristik masyarakat yang juga relatif sama, maka kecenderungan pilihan dan pemanfaatan moda-moda transportasi tentu juga akan sama. Untuk itu, karakteristik moda transportasi Nusa Penida akan relatif sama dengan Bali daratan di tahun-tahun mendatang. Data sekunder Bali saat ini akan sangat menunjang prediksi pemilihan moda perjalanan di Nusa Penida dimasa depan, selain data yang diperoleh sebagai hasil survei primer tentunya.
2.5.4 Pemilihan Rute (Traffic Assignment) Pemilihan rute atau pembebanan jaringan jalan menyatakan besarnya volume lalu lintas pada lintasan (jaringan jalan) atau arus perjalanan yang melalui rute-rute tertentu yang menghubungkan zona asal ke zona tujuan yaitu dari perjalanan zona asal i ke zona tujuan j. Model ini menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat mengenai dasar pemilihan rute yang digunakan dari daerah/zona asal ke daerah/zona tujuan. Pada dasarnya masyarakat akan memilihi rute dengan biaya gabungan (Generalised Cost) termurah dari pilihan hambatan perjalanan, yaitu jarak terpendek, waktu tercepat, tarif termurah dengan kondisi jalan yang teraman dan ternyaman untuk sampai ke tempat tujuan perjalanan. Pada daerah perkotaan, pilihan ini akan sulit ditentukan karena jarak terpendek belum tentu dapat ditempuh dengan waktu tercepat karena adanya masalahmasalah transportasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pelayanan ruas-ruas jalan pada rute yang dilalui dan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) yang dikeluarkan. Sebelum dilakukan analisis pemilihan rute/lintasan input data yang harus tersedia adalah sbb.: Data jarak, kapasitas jalan, waktu tempuh, biaya perjalanan tiap ruas jalan yang menghubungkan zona asal i ke zona tujuan j. Sebaran perjalanan antar zona ( matriks asal dan tujuan dalam bentuk perjalanan /smp)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
18
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Variabel yang mempengaruhi pelaku perjalanan, seperti variabel terukur/ kuantitatif (waktu tempuh, jarak tempuh, biaya perjalanan, ongkos/bahan bakar dan variabel tak terukur/kualitatif (pemandangan alam, keamanan dan kenyamanan, kebiasaan).
Namun, data yang digunakan pada umumnya adalah penghitungan volume lalu lintas atau penghitungan penumpang kendaraan umum pada lintasan yang dimaksud. Perlu diingat bahwa alternatif (pilihan lintasan) bagi kendaraan umum jumlahnya terbatas. Dari kenyataan diketahui bahwa tidak semua pelaku perjalanan antara dua titik atau noda memilih lintasan yang tepat sama. Hal ini disebabkan karena banyaknya alternatif lintasan yang dinilai/persepsi berbeda-beda oleh masing-masing para pelaku perjalanan. Disamping itu, bagian lalu lintas pada sejumlah lintasan terus berkembang karena semua lalu lintas cenderung mencari titik keseimbangan. Bila arus lalu lintas lebih kecil dibandingkan kapasitas jalan maka alternatif lintasan dapat digunakan. Bila lalu lintas semakin padat maka pemilihan rute bagi lalu lintas yang melewati menjadi semakin penting. Dalam prakteknya, tujuan utama perhitungan pembebanan ini adalah untuk mendapatkan dasar penentuan banyaknya lajur (lane) yang diperlukan pada suatu ruas jalan. Angka ini diperoleh dari jumlah satuan mobil penumpang (smp) yang membutuhkan ruang gerak pada ruas jalan tersebut pada suatu kurun waktu tertentu. Tujuan-tujuan lainnya dapat pula untuk mendapatkan gambaran karakteristik sistem transportasi akibat adanya pergerakan kendaraan, mengestimasi volume lalu lintas pada ruas didalam jaringan/persimpangan, menentukan rute yang digunakan antara pasangan Asal-Tujuan dan untuk memperoleh biaya estimasi perjalanan.
b i
e d
a c
d
Gambar 2.9 Arus lalu lintas pada jaringan jalan Keterangan: i = zona-i d = zona-d a, b, c, d, e = rute perjalanan 4 (empat) bagian analisis yang harus dilakukan dalam pemilihan rute, yaitu: Alasan pelaku perjalanan memilih suatu rute dibanding rute lainnya. Pengembangan model pemakai jalan memilih rute tertentu Kemungkinan pemakai jalan berbeda persepsi mengenai rute terbaik Kemacetan (V/C ratio analysis), yang membatasi jumlah arus lalu lintas diruas jalan tertentu. Pada sistem transportasi umumnya dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan dapat terjadi pada beberapa tingkat. Yang paling sederhana adalah keseimbangan pada sistem jaringan jalan, setiap pelaku perjalanan mencoba mencari rute terbaik masing-
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
19
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
masing yang meminimumkan biaya perjalanan (misalnya waktu). Hasilnya, mereka mencoba mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang stabil (kondisi keseimbangan) setelah beberapa kali mencoba-coba. Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan keseimbangan, jika setiap pelaku perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya, karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang tersedia. Kondisi ini dikenal dengan kondisi keseimbangan jaringan jalan. Dalam berbagai studi mengenai perkiraan arus lalu lintas, termasuk dalam pengembangan jalan Perintis Nusa Penida ini, penggunaan model perencanaan transportasi empat tahap sudah sangat umum diaplikasikan, karena selain kemudahannya juga kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi jalan dan pembangunan tata ruang di wilayah studi (Oppenheim, 1995). Struktur umum konsep dan tahapan aplikasi model perencanaan transportasi empat tahap (the classical four stages in transportation planning) dan faktor-faktor yang berpengaruh disajikan pada Gambar 2.10, di bawah ini.
Karakteristik Jaringan Transportasi
Model Bangkitan Perjalanan
Sistem dan Karakteristik zona wilayah studi
Produksi perjalanan (trip ends) per zona
Tata Ruang zona Karakteristik Keluarga
Aksesibilitas (Generalised Cost) antar zona
Model Distribusi Perjalanan MAT antar zona
Karakteristik Moda
Model Pemilihan Moda MAT per moda
Karakteristik Rute
Karakteristik Pelaku Perjalanan
Pembebanan lalu lintas jalan
Gambar 2.10 Tahapan Perkiraan Arus Lalu Lintas dan Faktor-faktor yang Berpengaruh
2.6 Konsep Pembebanan Lalu Lintas pada Jalan-Jalan Perintis Agar aktifitas guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan secara efisien. Pergerakan manusia dan barang yang disebut arus lalu lintas (traffic flow), merupakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
20
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
konsekuensi gabungan dari aktifitas lahan (permintaan) dan kemampuan sistem transportasi dalam mengatasi masalah dan mengakomodasi arus lalu lintas (penawaran). Biasanya terdapat interaksi langsung antara jenis dan intensitas tata guna lahan dengan penawaran fasilitas-fasilitas transportasi yang tersedia. Salah satu tujuan utama perencanaan setiap tata guna lahan dan sistem transportasi adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara aktifitas tata guna lahan dengan kemampuan transportasi (Khisty dan Lall, 2005). Pada sisi yang berlawanan, elemen-elemen yang terdapat dalam sistem transportasi juga ikut memberikan kontribusi seperti atribut-atribut sistem transportasi yang menggambarkan bagaimana tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem transportasi berupa kondisi pelayanan, diantaranya adalah: waktu perjalanan, biaya perjalanan, pelayanan, kenyamanan, keamanan, keberhandalan, dan ketersediaan armada sesuai dengan waktu yang diinginkan. Hubungan yang saling menguntungkan antara transportasi dan tata guna lahan menghasilkan pergerakan dan pola-pola arus lalu lintas yang terlihat di suatu wilayah. Aksesibilitas tempat memiliki dampak besar terhadap nilai lahan, dan lokasi suatu tempat di dalam jaringan transportasi menentukan tingkat aksesibilitasnya. Dengan demikian dalam jangka panjang, sistem transportasi dan arus lalu lintas di dalamnya akan membentuk pola tata guna lahan yang menentukan bangkitan perjalanan dan pembebanan terhadap jaringan jalan disekitarnya. Dipihak lain, Black menyatakan bahwa pola perubahan dan besaran pergerakan serta pemilihan moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan di atasnya. Sedangkan, setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan peningkatan pelayanan yang diberikan oleh sistem transportasi dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981). Hubungan antara pengembangan lahan dan bangkitan pergerakan yang pada hakekatnya akan membebani jalan yang direncanakan dapat dijelaskan dalam tiga konteks berikut ini (Khisty dan Lall, 2005): 1. Hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan. 2. Hubungan fisik dalam skala mikro, yang memiliki pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain (seringkali pada skala lokasi-lokasi atau fasilitas-fasilitas tertentu). 3. Hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum, administrasi, keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang pengaturan lahan dan pengembangan transportasi. Dengan demikian tujuan dari perencanaan pembebanan lalu lintas adalah: 1. Menentukan angka (besaran) jumlah arus lalu-lintas (kebutuhan akan jasa transportasi) pada masa tahun Umur Rencana (UR) jalan, yang akan dijadikan sebagai basis pengambilan keputusan (decision making) untuk menetapkan berapa jumlah fasilitas-fasilitas pelayanan sistem transportasi yang akan dibangun/ disediakan untuk menuju keseimbangan ideal antara jumlah kebutuhan dengan jumlah fasilitas yang disediakan. 2. Untuk mengamati perilaku saling mempengaruhi antara tata guna lahan, sistem transportasi, dan jumlah kebutuhan yang ditimbulkannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
21
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
3. Untuk meneliti sampai dimana kekuatan saling mempengaruhi (strong influences/significant level) di antara variabel-variabel tata guna lahan, sistem transportasi, dan jumlah kebutuhan akan jasa transportasi. 4. Untuk memberikan pemahaman/kesadaran kepada kita, khususnya para perencana transportasi dan masyarakat yang terlibat dengan transportasi, baik langsung ataupun tidak, betapa eratnya hubungan antara ketiga variabel tersebut (tata guna lahan, sistem transportasi, dan jumlah kebutuhan akan jasa transportasi/arus lalu lintas), dan itu berarti ketiga variabel ini tidak bisa kita pisahkan dalam studi perencanaan. Suatu perubahan pemanfaatan lahan akan menyebabkan meningkatnya bangkitan pergerakan sehingga sangat perlu uintuk dipahami. Untuk suatu segmen jalan, perkiraan pembebanan lalu lintas yang melewati segmen-jalan tersebut menjelaskan berbagai bentuk interaksi bangkitan perjalanan antara 2 sub-wilayah yang dihubungkannya. Ada beberapa perbedaan penting dalam penerapan interaksi spasial sistem transportasi jalan, jika dibandingkan dengan telepon atau interaksi udara. Sebagian besar perjalanan kendaraan, bagaimanapun juga akan melibatkan serangkaian kegiatan melewati dan berhenti di jalan (Taaffe et al, 1996). Perkiraan lalu lintas menggunakan segmen-jalan juga dapat dilakukan baik pada tingkat agregat zona atau pada tingkat disagregat rumah tangga (Oppenheim, 1995). Umumnya, ada 4 metoda pembebanan lalu lintas yang mungkin dapat dilakukan (Taylor et al, 2000), yaitu: 1). Pembebanan All or nothing, 2) Pembebanan dengan Kurva Dispersi, 3) Pembebanan dengan Kapasitas Terbatas, dan 4) Pembebanan Bertahap (Incremental Loading). Namun, untuk bangkitan perjalanan dan pembebanan pada wilayah-wilayah terkebelakang yang masing alamiah dengan penduduk sangat jarang memerlukan metode tersendiri. Salah satunya adalah metode analogi. Metode ini mengasumsikan bahwa kondisi wilayah yang sama didiami oleh penduduk dengan karakteristik yang sama serta dilewati jaringan jalan dengan kondisi relatif sama akan mempunyai bangkitan perjalanan yang sama pula, sesuai dengan jumlah penduduk wilayah yang bersangkutan. Metode analogi dibutuhkan karena bangkitan perjalanan eksisting yang sangat kecil bahkan mendekati nol (penduduk tidak melakukan perjalanan ke zona-zona lainnya). Dalam aplikasi metode analogi ini memerlukan data kondisi wilayah, jaringan dan penduduk untuk dibandingkan dengan wilayah yang dianalogikan dimasa depan. Dengan metode ini diperoleh bangkitan dan pembebanan lalu lintas pada tahun rencana. Untuk perkiraan arus lalu lintas dari tahun ke tahun sesuai umur rencana proyek, khususnya pembebanan lalu lintas pada proyek jalan perintis di bagian Barat-Selatan Nusa Penida (2020 – 2045) dilakukan melalui proyeksi volume eksisting dengan skenario Faktor Pertumbuhan (FP) lalu lintas. Metode untuk menentukan besarnya pertumbuhan lalu lintas diperoleh melalui analisis peramalan yang dinyatakan dalam persen per tahun (%/tahun). Diketahui ada berbagai jenis faktor-faktor pertumbuhan lalu lintas, antara lain: a. Normal Growth: meningkatnya arus lalu lintas akibat meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah perjalanan (trips) berdasarkan fasilitas yang ada. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan perjalanan, yaitu: 1) Peningkatan pendapatan merupakan sifat manusia bahwa apabila penghasilannya meningkat maka standar kebutuhan hidupnya juga akan meningkat. Kebutuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
22
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
yang meningkat dapat menyebabkan peningkatan jumlah perjalanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut; 2) Kepemilikan kendaraan. Kepemilikan kendaraan pada suatu rumah tangga dapat menyebabkan kecenderungan peningkatan jumlah perjalanan pada suatu rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian di Detroit Area disebutkan bahwa peningkatan pemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya jumlah perjalanan penduduk perorang perhari maupun jumlah perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi; 3) Struktur rumah tangga. Struktur rumah tangga merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam menentukan peningkatan bangkitan yang terjadi di daerah pemukiman. Keluarga yang memiliki semakin banyak jumlah anggota keluarga yang produktif (berusia antara 5 sampai batas akhir usia kerja) maka kecenderungan untuk meningkatnya jumlah perjalanan semakin besar; 4) Semakin dekatnya jarak pemukiman terhadap pusat kegiatan, menurut penelitian dikatakan bahwa daerah pemukiman yang terletak di pusat kota (di mana merupakan pusat berbagai aktivitas sosial, ekonomi, politik dan lainnya) mempunyai jumlah perjalanan akan lebih meningkat dibandingkan dengan jumlah perjalanan dari kawasan pemukiman yang berada di pinggiran kota, (Dickey, 1980). 5) Kepadatan daerah permukiman; semakin padat jumlah penduduk di suatu daerah pemukiman maka cenderung semakin meningkat jumlah perjalanan yang terjadi; b. Diverted Growth: meningkatnya jumlah kendaraan akibat beralihnya rute perjalanan karena alasan tertentu, misalnya adanya keuntungan yang didapat apabila melalui ruas jalan baru tersebut. c. Generated atau Induced Growth: meningkatnya jumlah kendaraan akibat semakin mudahnya mobilitas dan aksesibilitas di ruas jalan tersebut, misalnya ada pembangunan jalan baru atau perbaikan jalan lama. d. Converted Growth: meningkatnya jumlah kendaraan akibat adanya rute angkutan umum baru (sebelumnya tidak ada). Disisi lain, berbagai faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kepemilikan kendaraan, pertumbuhan tata guna lahan, pertumbuhan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR), pertumbuhan lalu lintas jam puncak, dan sebagainya, yang memerlukan survei data dan pembahasan lebih lanjut. Sedangkan, dalam perhitungan, untuk perkiraan arus lalu lintas yang membebani jaringan rencana jalan diwaktu mendatang dapat ditentukan melalui metode skenario. Skenario Faktor Pertumbuhan rendah, sedang maupun tinggi. Skenario-skenario tersebut dapat diasumsikan berdasarkan Faktor Pertumbuhan (FP) penduduk, panjang jalan, lalu lintas, pemilikan kendaraan dan lain-lainnya yang umumnya diperoleh melalui data sekunder.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
23
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Umum Sesuai dengan permasalahan dan skope yang akan dibahas dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka perlu adanya rancangan metode penelitian yang merupakan langkah-langkah rinci pelaksanaan penelitian. Rancangan penelitian ini merupakan kerangka kegiatan terstruktur untuk menampilkan urutan kerja yang sistematis dari awal sampai keluar hasil yang diharapkan. Kerangka kegiatan ini umumnya meliputi Studi Pendahuluan untuk mengetahui kondisi eksisting. Kemudian, mengidentifikasi permasalahan dan tujuan sesuai kondisi ideal yang diharapkan. Dengan demikian, berdasarkan metode yang akan diaplikasikan dapat selanjutnya dilakukan klasifikasi data yang dibutuhkan dan pengumpulan data sesuai jenis dan tingkat keterbatasan penelitian yang ada. Langkah berikutnya adalah analisis data dan pembahasan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh. Terakhir, berdasarkan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan serta saransaran sebagai rekomendasi penyempurnaan kondisi eksisting dan perbaikan terhadap kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Penetapan langkah-langkah dalam penelitian ini adalah hal yang paling utama, dengan harapan agar tujuan dan sasaran tercapai dengan baik serta terarah, terutama bila dikaitkan terhadap waktu, kualitas dan biaya yang tersedia.
3.2 Tahapan dan Diagram Alir Penelitian Dalam penelitian ini, Rancangan Penelitian (Survey Design) selanjutnya dijabarkan lebih detail dalam tahapan langkah-langkah penelitian. Pengorganisasian tahapan langkah dalam penelitian ini, dijelaskan dengan diagram alir pemikiran seperti ditunjukkan Gambar 3.1, di bawah ini. Pada beberapa Sub-bab berikut akan dijelaskan masing-masing tahapan penelitian tersebut secara detail. Masing-masing tahapan penelitian mencakup langkah-langkah pelaksanaan penelitian dari awal sampai akhir. Dalam bab ini dijelaskan metode untuk melakukan langkah-langkah pembebanan lalu lintas pada jalan perintis di wilayah Barat-Selatan Nusa Penida, yang diharapkan nantinya menjadi jalan perintis Lingkar di Nusa Penida. Tahapan dalam penelitian ini diawali dengan suatu identifikasi daerah/wilayah rencana lokasi pembangunan jalan, mengenali permasalahannya, sehingga dapat ditetapkan sebagai suatu lokasi kasus penelitian. Selanjutnya, mengidentifikasi kebutuhan pustaka yang akan digunakan serta data yang dibutuhkan. Dengan menetapkan tujuan sebagai acuan setiap tahapan penelitian, serta berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dilakukan pentahapan analisis sbb: 1. Membagi wilayah yang bangkitan lalu lintasnya berpengaruh terhadap kinerja Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida kedalam zona-zona, sehingga asal-tujuan setiap bangkitan lalu lintas dapat diketahui. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi bangkitan perjalanan pada setiap zona sehubungan dengan prinsip trase jalan yang ditetapkan, sehingga dapat ditentukan besaran bangkitan lalu lintas pada masing-masing zona.
BAB III METODE PENELITIAN
24
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
3. Menganalisis perkembangan kawasan sekitar yang menentukan Faktor Pertumbuhan (FP) lalu lintas yang berpengaruh langsung terhadap besarnya beban lalu lintas jalan sepanjang Umur Rencana (UR) jalan.. 4. Menganalisis pembebanan lalu lintas dari tahun ke tahun sepanjang Umur Rencana (UR) jalan perintis Barat-Selatan Nusa Penida yang direncanakan dari tahun 2020 (awal Umur Rencana) sampai dengan tahun 2045 (akhir Umur Rencana) jalan tersebut. 5. Menghitung kapasitas jalan dan menentukan jumlah lajur yang dibutuhkan sesuai perkembangan beban lalu lintas yang harus diakomodasi oleh jalan perintis tersebut, sehingga diperoleh kebutuhan jumlah lajur awal dan saat perlunya pelebaran (tambahan lajur) sesuai peningkatan beban lalu lintas yang terjadi. Berdasarkan kebutuhan langkah-langkah analisis dan pembahasan tersebut di atas, sesuai dengan tahapan dan tujuan yang hendak dicapai, maka diagram alir dari penelitian ini dapat disajikan seperti pada Gambar 3.1.
Studi Pendahuluan
Tinjauan Pustaka dan Studi-studi terdahulu
Batasan Masalah Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
1. Data Primer Observasi kondisi fasilitas jalan eksisting Data kecepatan lalu lintas Volume lalu lintas Komposisi moda–moda kendaraan
2. Data Sekunder Lay out Rencana Jalan Wilayah dan Jaringan Jalan Penduduk dan Pertumbuhannya Pemilikan Kendaraan Jumlah penumpang pada pelabuhan. RTRW Kecamatan Nusa Penida
Analisis dan Pembahasan Kondisi wilayah: Berkapur, Masih Alamiah, Hanya jalan stapak
Bangkitan Perjalanan Eksisting pada masingmasing zona
Bangkitan Perjalanan: Desa Pecatu tahun 2000 (0,34 orang-perj/hari)
A
BAB III METODE PENELITIAN
25
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
A Kondisi wilayah: Berkapur, Sudah mulai terbangun, Dilewati jalan berkelas
-
Perkembangan Wilayah dari tahun ke tahun - Penduduk - Penumpang Pelabuhan - Wisatawan ke Nusa Penida Data Pertumbuhan: - Pesimis (Rendah), - Moderat (Medium) dan - Optimis (Tinggi)
Bangkitan Perjalanan pada Awal Umur Rencana (UR) Jalan tahun 2020
Bangkitan Perjalanan: Desa Jimbaran thn 2000 (0,81 orang-perj/hari
Pembebanan Lalu lintas pada Awal Umur Rencana (UR) Jalan tahun 2020
Prediksi Pembebanan Lalu Lintas 25 Tahun Kedepan (2020-2045)
Asumsi: Karakteristik Jalan Perintis dan Hambatan Samping
Kebutuhan pengembangan Jalan dalam Interval Umur Rencana (UR) 25 tahun
Kapasitas Jalan Perintis sbg Jalan Lingkar BaratSelatan Nusa Penida
Kesimpulan dan Saran Gambar 3.1 Tahapan Penelitian dalam Analisis Pembebanan Lalu lintas
3.3 Survei Geometri Jalan Eksisting Tujuan survei geometri jalan eksisting adalah untuk mengetahui karakteristik jalan dalam kaitannya dengan pembebanan lalu lintas yang harus diakomodasi saat ini. Data yang diambil pada geometri jalan meliputi panjang jalan, lebar perkerasan, lebar efektif, lebar bahu jalan, jenis perkerasan, kondisi permukaan, median jalan, kemiringan dan jumlah lajur. Peralatan yang digunakan Surveyor dilengkapi dengan alat ukur berupa meteran, blangko survei dan alat tulis. Metoda survei pada pengumpulan data ini adalah: - Pencatatan dilakukan secara manual melalui pengukuran langsung di lapangan. - Survei dilakukan oleh tiga orang surveyor, yaitu satu orang mencatat data dan dua orang melakukan pengukuran.
BAB III METODE PENELITIAN
26
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
3.4 Survei Lalu lintas 3.4.1 Survei Volume Kendaraan (Traffic Counting Survey) Data pencacahan volume lalu lintas dimaksudkan sebagai informasi dasar yang diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian jalan. Data tersebut dapat mencangkup jaringan jalan pada satu daerah yang diinginkan atau pada jalan-jalan yang melintasi garis batas yang mewakili volume rencana. Survei volume lalu lintas pada penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat penggunaan jaringan yang telah ada di Nusa Penida, seperti: volume lalu lintas per jam, volume lalu lintas per hari, klasifikasi/komposisi kendaraan dan lain-lain. Pada hakekatnya jangka waktu survei tergantung dari maksud pelaksanaan survei dan kondisi lalu lintas yang akan dianalisis. Survei dapat dilakukan mulai dari satu jam hingga satu hari penuh, tergantung informasi awal yang diperoleh mengenai terjadinya jam-jam sibuk lalu lintas. Pada penelitian ini survei dilakukan dengan metode manual melalui pencacahan volume lalu lintas mulai dari jam 6.00 hingga 10.00 untuk mendapatkan jam sibuk tertinggi sebagai Volume Jam Perencanaan (VJP), yang berdasarkan informasi awal berada diantara jam-jam tersebut. Prosedur pelaksanaan survei ini yaitu penyurvei menempati suatu titik yang tetap di tepi jalan sedemikian rupa, sehingga dia mendapatkan pandangan yang jelas dan sedapat mungkin agar penyurvei terhindar dari panas dan hujan. Penyurvei mencatat setiap kendaraan yang melintasi titik yang telah ditentukan pada formulir survei lapangan. Pencatatan volume kendaraan dilakukan tiap interval 15 menit. Alat-alat yang diperlukan dalam survei ini adalah formulir survei, alat tulis dan pencatat waktu (stop watch). Pencatatan data dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah lalu lintas, dan kemudian dijumlahkan pada tahap analisis guna memperoleh volume total untuk kedua arah. 3.4.2 Survei Kecepatan Perjalanan Survei ini bertujuan untuk menentukan kecepatan rata-rata perjalanan dari satu zona ke zona lainnya. Metode yang digunakan adalah Metode Manual. Dalam metode ini ditentukan jarak 200m pada segmen jalannya dan kecepatan masing-masing sampel kendaraan dicatat per 15 menit sebagai dasar untuk distribusi sampel kecepatan. Setelah waktu tempuh dan jarak perjalanan diperoleh, maka kecepatan dari masing-masing sampel dapat dicari dengan rumus: V
S t
dengan: V = kecepatan tempuh (km/jam) S = jarak perjalanan (km) t = waktu perjalanan (jam)
3.5 Bangkitan Perjalanan Nusa Penida 3.5.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona berbasis Desa. Bangkitan perjalanan pada zona berbasis desa menunjukkan hubungan antara tata guna lahan di wilayah desa tersebut dengan jumlah pergerakan yang memasuki dan
BAB III METODE PENELITIAN
27
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
meninggalkan desa yang bersangkutan. Variabel utamanya berupa jumlah perjalanan yang dihasilkan pada selang waktu tertentu (per jam, per hari). Produksi perjalanan (trip production) dianalisis secara terpisah dengan tarikan perjalanan (trip attraction), sehingga tujuan perencanaan bangkitan perjalanan untuk mengestimasi seakurat mungkin bangkitan lalu lintas saat sekarang dapat digunakan pula untuk meramalkan perjalanan dimasa yang akan datang untuk masing-masing desa studi. Namun, dengan kondisi wilayah yang belum berkembang dan juga tidak adanya jaringan jalan dan infrastruktur lainnya yang memadai saat ini menyebabkan wilayah Nusa Penida, khususnya bagian Barat dan Selatan, tidak mendapat perhatian yang serius. Hal ini bermuara pada bangkitan perjalanan yang dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang didominasi oleh perjalanan penduduk setempat yang dilakukan didalam zona (internalized trips). Dengan adanya perhatian nyata yang ditandai oleh pembangunan jalan lingkar Nusa Penida sebagai sebuah Big Phase dalam perkembangan pembangunan Nusa Penida, maka dapat dipastikan bangkitan perjalanan akan meningkat secara drastis, karena lokasinya yang dekat dengan objek-objek wisata yang sudah berkembang mendunia. Kondisi ini dapat dianalogikan dengan wilayah bukit sebelum tahun 2000, dimana jaringan jalan berkelas mulai dikembangkan untuk melayani wilayah tersebut. Dengan alasan ini pula, bangkitan perjalanan zona berbasis desa di Nusa Penida menerapkan metode analogi. Model Analogi wilayah/kawasan sejenis adalah dengan metode studi banding, yaitu asumsi karakteristik bangkitan eksisting wilayah-wilayah Nusa Penida relatif sama dengan wilayah yang dibandingkan dengan data bangkitan perjalanan tertentu. Dalam penelitian ini metode analogi dilakukan dengan membandingkan wilayah “Bukit” Kuta Selatan sekitar tahun 2000. Bangkitan perjalanan Nusa Penida tahun saat ini (jalan lingkar belum ada) analog dengan wilayah Desa Pecatu pada tahun 2000, dengan karakteristik wilayah kering dan berkapur, rumah penduduk jarang serta belum memiliki jaringan jalan hanya dengan jalan-jalan stapak. Sedangkan, prediksi tahun 2020 dimana jalan diasumsikan sudah dibangun, maka kondisi Nusa Penida relatif sama dengan Desa Jimbaran tahun 2000, dengan bangunan sudah relatif padat dilewati oleh adanya jaringan jalan utama. 3.5.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan Zona berbasis Pelabuhan Pengembangan model bangkitan perjalanan berbasis pelabuhan tentunya hanya dapat dilakukan dengan adanya data penumpang relatif lengkap, walaupun pada beberapa pelabuhan keberadaannya masih diragukan, misalnya data nol perjalanan. Namun, dengan data time series tersebut, model pola perjalanan pelabuhan akan didasarkan pada data pola perjalanan orang/tahun dimasing-masing pelabuhan sebagai bangkitan perjalanannya. Sebagai contoh Pelabuhan Toyapakeh, data perjalanan eksisting tahun 2013 adalah data riil penumpang turun sebesar 20.481 orang/tahun, sehingga rata-rata harian mencapai 20.481/365 = 56 orang/hari. Demikian pula untuk pelabuhan-pelabuhan lainnya di Nusa Gede dengan data riil akan diperoleh bangkitan perjalanan per harinya. Selanjutnya, berdasarkan data time series diperoleh pula pertumbuhan rata-rata penumpang yang turun di pelabuhan-pelabuhan Nusa Penida per tahunnya. Dengan demikian, prediksi tahun 2020 sebagai awal Umur Rencana (UR) dan tahun 2045 sebagai akhir Umur Rencana jalan Lingkar Nusa Penida tentunya akan dapat dihitung dengan mengaplikasikan metode Bunga Berganda.
BAB III METODE PENELITIAN
28
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
3.5.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada zona Kawasan Efektif Pariwisata (KEP). Kawasan Efektif Pariwisata merupakan kawasan yang berbasis objek-objek wisata dengan kualitas pelayanan untuk wisatawan. Bangkitan perjalanan didominasi oleh perjalanan untuk tujuan wisata/hiburan. Pada tahun 2014 ini, Kawasan Efektif Pariwisata di Nusa Gede masih dalam tahapan rencana dan bangkitan perjalananpun sebagian besar masih merupakan limpahan dari wisatawan Nusa Ceningan dan Lembongan. Namun, dengan asumsi jumlah wisatawan akan meningkat sebanding data realita peningkatan jumlah penumpang ke Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, maka pada tahun-tahun rencana 2020-2045, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida akan dapat dihitung, baik per tahunnya maupun per harinya.
3.6 Proyeksi Bangkitan Perjalanan Nusa Penida Bangkitan perjalanan pada beberapa pusat kegiatan Nusa Penida saat ini menggambarkan kondisi sistem Tata Guna Lahan (TGL) dan sistem transportasi/ jaringan jalan, yang berbasis pada hasil-hasil pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Secara keseluruhan model bangkitan perjalanan eksisting mencakup prakiraan permintaan (demand) dari 23 kawasan yang didefinisikan sebagai zona bangkitan perjalanan. Analisis bangkitan perjalanan pada studi kelayakan ini terdiri dari beberapa tahapan analisis, yaitu:
3.6.1 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan Tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan pada zona yang berbasis desa akan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang terkait langsung dengan terjadinya perjalanan maupun perjalanan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup (perjalanan sebagai kebutuhan turunan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan tersebut, antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, perluasan (tipe, skala, kepadatan dan tata letak) kegiatan di zona tersebut, kebijakan-kebijakan pemerintah, dll. Bangkitan perjalanan yang berbasis Kawasan Wisata dan Kawasan Pelabuhan tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti prasarana dan sarana yang ada, kualitas pelayanan dan kenyamanan kawasan dan tentunya juga perhatian pemerintah terhadap pengembangan dikemudian hari. Berdasarkan ketersediaan data sekunder, ada 3 skenario tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan yang secara langsung berpengaruh terhadap pembebanan lalu lintas, yaitu: 1. Pertumbuhan Pesimis, yaitu pertumbuhan bangkitan perjalanan dengan persentase terkecil dari variabel-variabel berpengaruh, misalnya data pertumbuhan penduduk yang hanya sebesar 2,14%/tahun. Data ini diasumsikan relatif sama dengan pertumbuhan bangkitan perjalanan. Sedangkan, untuk bangkitan perjalanan pada kawasan wisata dan pelabuhan dimana pertumbuhan penduduk dipresentasikan oleh pertumbuhan wisatawan ataupun penumpang, sehingga pertumbuhan lebih kepada peningkatan prasarana jalan yaitu 4,19%. 2. Pertumbuhan Moderat, yaitu pertumbuhan perjalanan penduduk yang diasumsikan lebih besar dan analog dengan pertumbuhan prasarana panjang jalan aspal bagi penduduk di Nusa Penida, yaitu 4,19%/tahun. Namun, untuk bangkitan perjalanan moderat pada kawasan wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan jumlah data
BAB III METODE PENELITIAN
29
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
riil penumpang yang turun di pelabuhan menuju Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, yaitu 5,46%/tahun. 3. Pertumbuhan Optimis, yaitu pertumbuhan tertinggi yang didasarkan atas peningkatan sosial-ekonomi masyarakat dan ketersediaan data Pemilikan Kendaraan tahun 20082012 di Kabupaten Klungkung. Dengan asumsi pertumbuhan optimis maka bangkitan perjalanan akan meningkat 7,76%/tahun.
3.6.2 Analisis Lalu lintas pada Jaringan Jalan di Nusa Penida a. Analisis dan peramalan lalu lintas bertujuan untuk mendapatkan volume lalu lintas dan pergerakan di jaringan jalan pada tahun sekarang dan tahun mendatang. b. Mencakup kegiatan analisis data lalu lintas eksisting, identifikasi potensi faktorfaktor pembangkit lalu lintas serta penentuan metode ramalan lalu lintas yang sesuai. c. Analisis lalu lintas harus mencakup studi area/zona yang memadai, untuk mendapatkan prediksi lalu lintas yang representatif. d. Peramalan lalu lintas harus menentukan komposisi dan volume lalu lintas yang ada di masing-masing segmen jalan utama dan jaringan jalan lain yang berpengaruh pada studi area dengan menganalisis data statistik dan melakukan analisis hasil survei traffic counting dan Asal-Tujuan Perjalanan yang dibutuhkan untuk menentukan pergerakan ke dalam dan/atau melalui area yang ditinjau. e. Berdasarkan analisis di atas dan dengan mempertimbangkan kecenderungan tambahan perjalanan yang berpindah dari rute dan moda lain atau induced traffic akibat adanya fasilitas baru, maka peramalan harus memperkirakan LHR dan VJP selama periode perencanaan, periode pelaksanaan dan setelah penyelesaian proyek. Peramalan lalu lintas ini juga harus mempertimbangkan volume lalu lintas pada ruas yang dianggap paling berpengaruh pada studi area atau segmen jalan yang direncanakan.
3.7 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis Nusa Penida Ketiadaan jaringan jalan yang memadai saat ini menimbulkan bangkitan perjalanan yang sangat rendah untuk wilayah Nusa Penida bagian Barat dan Selatan. Disisi lain, posisi yang relatif dekat dengan Bali Daratan, khususnya Nusa Dua, Sanur, Denpasar, Gianyar dan kawasan-kawasan yang sudah mendunia lainnya, maka dapat diperkirakan kalau saja fasilitas pariwisata Nusa Penida memadai dalam sekejap akan berkembang dan menjadi limpahan wisatawan mengikuti kawasan-kawasan tersebut. Apalagi Nusa Penida memiliki deretan objek-objek wisata yang indah sepanjang garis pantainya, selain harga lahannya yang juga masih murah. Berdasarkan perbandingan jarak (jarak menggunakan jalan untuk mendapatkan objek-objek wisata) dan berdasarkan penghematan waktu tempuh (waktu tempuh di jalanan untuk menikmati objek-objek wisata), maka dapat dipastikan Nusa Penida akan jauh lebih efisien. Dengan memperhitungkan kondisi geometrik jalan eksisting (tikungan tajam dan kelandaian curam), sedangkan jalan baru sesuai standar radius tikungan dan kelandaian, maka diperkirakan pengguna jalan lingkar Nusa Penida akan dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi.
BAB III METODE PENELITIAN
30
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
3.8 Kesimpulan dan Saran-saran dari Studi Kasus Penelitian Untuk menarik Kesimpulan dalam Penelitian ini sangat ditentukan oleh data yang akan diperoleh dalam survei-survei yang dilakukan. Item-item yang akan disimpulkan adalah untuk menjawab Permasalahan dan Tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Sementara Saran-Saran yang akan dikemukakan dalam Penelitian ini tidak hanya berkaitan dengan permasalahan pembebanan lalu lintas, tetapi juga perbaikan sistem transportasi secara menyeluruh. Selanjutnya, juga akan dikemukakan kelemahan dan kekurangan penelitian ini yang tentunya memerlukan studi lebih lanjut.
BAB III METODE PENELITIAN
31
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian “Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan JalanJalan Perintis” ini, pada hakekatnya ada 3 (tiga) hal utama yang dibahas sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang akan dijawab, yaitu: - Menganalisis zona-zona di Wilayah Pengaruh (WP) rencana jalan perintis berdasarkan batas-batas administrasi, tata guna lahan eksisting dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dimasa depan. - Menganalisis bangkitan perjalanan zona-zona Wilayah Pengaruh (WP) dan Lalu lintas yang membebani jalan perintis beserta faktor pertumbuhannya. - Menganalisis kapasitas jalan serta prediksi kebutuhan lajur berdasarkan pertumbuhan beban lalu lintas dari tahun ke tahun sepanjang Umur Rencana (UR) jalan.
4.1 Sistem Zona dalam Pemodelan Wilayah Pengaruh (WP) Jalan Penetapan sistem zona merupakan tahapan awal dalam pengembangan model dan analisis pembebanan lalu lintas pada suatu rencana jalan. Sistem zona lalu-lintas sangat terkait dengan kondisi Tata Guna Lahan (TGL) dengan mempertimbangkan batas administrasi ataupun batas-batas alam, yang merupakan basis agregasi ketersedian data dan, dalam kasus jalan perintis Nusa Penida ini, dapat dibedakan atas zona internal dan zona eksternal. Kedua tipe zona tersebut dapat dijelaskan sbb.: Zona internal adalah zona yang wilayah bangkitan perjalanannya berada di dalam wilayah Nusa Penida (Nusa Gede) dan sangat mempengaruhi lalu lintas pada rencana jalan lingkar Nusa Penida. Sedangkan, zona eksternal adalah zona diluar wilayah studi, namun menimbulkan bangkitan perjalanan yang signifikan pada wilayah studi Nusa Penida. Basis pembagian zona, khususnya untuk Studi Kelayakan Jalan Lingkar Nusa Penida ini, adalah wilayah administrasi desa. Basis tersebut diasumsikan berdasarkan ketersediaan data aggregat zona yang meliputi populasi penduduk, PDRB, income per kapita dan parameter lainnya serta data tata guna lahan/tata ruangnya. Beberapa zona internal “baru” adalah berupa rencana Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) yang relatif homogen dan dominan membangkitkan perjalanan untuk tujuan wisata. Dipihak lain, sistem zona eksternal yang sangat mempengaruhi bangkitan perjalanan di wilayah Nusa Penida adalah berupa Pelabuhan-pelabuhan Laut dipantai Utara maupun Pantai Timur. Peninjauan wilayah kajian penelitian selama 25 tahun ke depan masih dirasa memadai jika menggunakan desa dan kawasan-kawasan dengan atribut spesifik tertentu sebagai dasar pembagian zona. Dalam analisis wilayah penelitian ini, sistem zona yang digunakan untuk analisis pemodelan adalah zona-zona yang hanya berlokasi di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede) sejumlah 23 zona, yang terdiri dari 14 zona desa, 4 zona Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) yang telah direncanakan dan sebanyak 5 zona eksternal berupa pelabuhan laut. Pembagian wilayah zona didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain: • Berdasarkan pola penggunaan lahan, dengan mengacu kepada homogenitas penggunaan lahan sebagai bahan untuk menentukan nilai bangkitan (produksi dan tarikan) perjalanan dalam wilayah.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
32
Laporan Penelitian
• • •
•
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Berdasarkan pertimbangan batas administrasi wilayah, sebagai bentuk pembagian kepemerintahan lokal serta mempertimbangkan ketersediaan data di tingkat subwilayah. Berdasarkan pertimbangan pola jaringan transportasi, sebagai bentuk dari pengadaan fasilitas suplai, baik dalam bentuk aspek prasarana (jaringan jalan secara fisik) serta aspek sarananya (angkutan pribadi maupun rencana angkutan umum). Berdasarkan aspek demografi sebagai unsur dinamis dari suatu parameter penentu pergerakan perjalanan suatu zona. Dalam hal ini, karakteristik bangkitan perjalanan Kawasan Efektif Pariwisata (KEP), Pelabuhan dan desa sebagai zona bangkitan harus dibedakan, karena memang karakteristik variabel-variabel bangkitannya yang berbeda. Berdasarkan prospek dan rencana pengembangan wilayah dimasa depan, khususnya Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) yang diasumsikan identik dengan Kawasan Pariwisata Nusa Dua dalam mendukung Nusa Penida sebagai tujuan wisata.
Ke-14 zona desa yang dibatasi masing-masing oleh batas administrasi desa, adalah: Desa Sakti, Desa Bunga Mekar, Desa Batumadeg, Desa Klumpu, Desa Batukandik, Desa Sekartaji, Desa Tanglad, Desa Pejukutan, Desa Suana, Desa Batununggul, Desa Kutampi, Desa Kutampi Kaler, Desa Ped dan Desa Toyapakeh. Sedangkan, Desa Jungutbatu dan Lembongan dengan adanya rencana Jembatan ke Nusa Gede bangkitannya akan bermuara di zona Sakti. Letak masing-masing desa sebagai zona bangkitan di pulau Nusa Penida (Nusa Gede) dapat dilihat pada Gambar 4.1, di bawah ini.
Jungutbatu
Lembongan
Gambar 4.1 Lokasi 14 Zona Desa di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede)
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
33
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Disisi lain, dengan melihat potensi wisata yang ada, kawasan pariwisata diseluruh kepulauan Nusa Penida secara administrasi mencakup wilayah Desa Suana, Desa Batununggul, Desa Ped, Desa Toyapakeh, Desa Sakti, Desa Lembongan dan Desa Jungutbatu. Selanjutnya, berdasarkan potensi wisata tersebut dalam perencanaannya akan dikembangkan 7 (tujuh) blok Kawasan/Zona Efektif Pariwisata (KEP/ZEP) untuk mengakomodasi peruntukan dan pemenuhan kebutuhan akomodasi wisata dan fasilitas penunjang pariwisata, yang tentunya juga akan menjadi zona bangkitan perjalanan dikemudian hari. Ke-7 KEP/ZEP tersebut meliputi: a. KEP Lembongan; b. KEP Jungutbatu; c. KEP Ceningan; d. KEP Sakti – Toyapakeh; e. KEP Sakti – Bungamekar; f. KEP Suana – Pejukutan; dan g. KEP Batununggul. Dari 7 rencana KEP tersebut, 4 (empat) diantaranya berlokasi di Nusa Gede sedangkan 3 zona KEP di pulau Lembongan dan Ceningan, yang seperti sudah disebutkan akan dihubungkan dengan jembatan dan dalam perhitungannya diasumsikan berkontribusi pada bangkitan perjalanan KEP Sakti - Toyapakeh. Dengan demikian, pada hakekatnya hanya 4 zona saja sebagai zona bangkitan perjalanan yang secara langsung akan berpengaruh terhadap perencanaan bangkitan perjalanan dan pembebanan volume arus lalu lintas pada jalan lingkar Nusa Penida, yaitu: (1). KEP Sakti – Toyapakeh, (2). KEP Sakti – Bungamekar, (3). KEP Suana – Pejukutan; dan (4). KEP Batununggul, seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut.
Kawasan Efektif Pariwisata
Sakti – Toyapakeh
Kawasan Efektif Pariwisata
Sakti-Bunga Mekar
Kawasan Efektif Pariwisata (KEP)
Batununggul Kawasan Efektif Pariwisata (KEP)
Suana-Pejukutan
Gambar 4.2 Lokasi 4 (Empat) Zona Kawasan Efektif Pariwisata di Pulau Nusa Penida
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
34
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Secara kewilayahan, zona-zona pelabuhan hanya berupa titik, karena kegiatannya eksternal (zona-zona eksternal). Namun, dilihat dari besaran bangkitan perjalanannya sangat berpengaruh dan diasumsikan cukup signifikan terhadap pembebanan rencana jalan lingkar Nusa Penida. Zona-zona pelabuhan sebagai sumber bangkitan di seluruh kepulauan Nusa Penida, adalah: 1. Pelabuhan Penyeberangan Ferry: • Mentigi – Padang Bai 2. Pelabuhan Tradisional/Rakyat: • Mentigi – Kusamba • Buyuk – Padangbai, Sanur • Banjar Nyuh – Sanur • Toyapakeh – Kusamba • Bias Munjul/Pegadungan – Kusamba • Tanjung Sangyang – Sanur • Jungutbatu – Sanur, Kusamba Berdasarkan lokasi dan ketersediaan datanya, 5 (lima) zona pelabuhan laut yang berlokasi di Nusa Gede merupakan “trip ends perjalanan Nusa Penida”, sehingga sangat layak sebagai zona bangkitan perjalanan dalam tahapan pembebanan lalu lintas pada perencanaan jalan lingkar Nusa Penida. Pelabuhan-pelabuhan tersebut meliputi: 1. Pelabuhan Laut Toyapakeh, 2. Pelabuhan Laut Banjar Nyuh, 3. Pelabuhan Laut Buyuk, 4. Pelabuhan Laut Kutampi, dan 5. Pelabuhan Laut Mentigi.
Gambar 4.3 Lokasi 5 (Lima) Zona Pelabuhan Laut (PELA) di Pulau Nusa Penida Dengan demikian secara keseluruhan, sistem pembagian 23 zona bangkitan perjalanan, baik yang berbasis Desa, kawasan Pariwisata maupun Pelabuhan Laut untuk wilayah Nusa Gede, diantara keseluruhan wilayah kepulauan Nusa Penida dapat dilihat seperti pada Gambar 4.4. Sedangkan, sistem pembagian zona internal dan eksternal selanjutnya ditampilkan lebih detail dalam Tabel 4.1.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
35
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
KETERANGAN : : Jaringan eksisting Nusa Penida
Gambar 4.4 Sistem Zona, Pusat Zona dan Jalan Penghubung antar-zona BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
36
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.1 Zona Bangkitan Perjalanan di Nusa Penida
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa Desa KEP
Sakti Bunga Mekar Batumadeg Klumpu Batukandik Sekartaji Tanglad Pejukutan Suana Batununggul Kutampi Kutampi Kaler Ped Toyapakeh Sakti (Penida)
758.9 1,973.0 1,356.0 1,358.0 2,166.0 1,539.0 1,524.0 640.5 873.0 920.5 1,314.0 1,075.0 1,377.0 65.0 454.1
Jenis Zona (Internal/ Eksternal) internal internal internal internal internal internal internal internal internal internal internal internal internal internal internal
16
KEP
Sakti (Bunga Mekar)
1995.0
internal
17
KEP
Batununggul
773.0
internal
18 19 20 21 22 23
KEP Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan
Pejukutan/Suana PELA Toya Pakeh PELA Banjar Nyuh PELA Buyuk PELA Kutampi PELA Mentigi
701.0 ------
internal Eksternal Eksternal Eksternal Eksternal Eksternal
No. Zona
ID Zona
Nama Zona
Luas Zona (Ha)
Pusat Zona (PZ) Bangkitan PZ Sakti PZ Bunga Mekar PZ Batumadeg PZ Klumpu PZ Batukandik PZ Sekartaji PZ Tanglad PZ Pejukutan PZ Suana PZ Batununggul PZ Kutampi PZ Kutampi Kaler PZ Ped PZ Toyapakeh Pusat KEP Penida Pusat KEP Bunga Mekar Pusat KEP Batununggul Pusat KEP Suana PELA Toya Pakeh PELA Banjar Nyuh PELA Buyuk PELA Kutampi PELA Mentigi
Sumber: Kecamatan Nusa Penida dalam Angka 2014 dan Hasil Analisis 2015
4.2 Jaringan Jalan dan Jarak Antar-Zona “Kebutuhan” terhadap sistem jaringan jalan yang terdapat di Nusa Penida, khususnya di Nusa Gede, memberikan indikasi “kebutuhan” distribusi perjalanan antar zona yang dilakukan oleh masyarakat. Sekalipun banyak alasan yang melatarbelakangi maksud dan tujuan perjalanan, namun variabel jarak tetap merupakan faktor penentu utama. Saat ini, sistem jaringan jalan yang melayani perjalanan masyarakat Nusa Penida terdiri dari sistem sekunder dan jalan lokal, yang masing-masing dapat dikelompokan menurut peranannya. Namun belum memenuhi harapan masyarakat, baik kuantitas maupun kualitas jalannya. Secara garis besar bahwa sistem jaringan sekunder yang dikelola oleh kabupaten, hanya meliputi 40 ruas jalan dengan panjang total 235 km. Jalan ini dibangun mengikuti struktur perkembangan wilayah yang tumbuh secara alamiah. Keberadaan jalan kabupaten tersebut fungsi utamanya menghubungkan antar desa yang kini mencapai 16 desa diseluruh kepulauan Nusa Penida, termasuk pulau
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
37
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Ceningan dan Lembongan. Berdasarkan data jaringan jalan eksisting tersebut dan hasil survei yang didapat dilapangan maupun dari hasil survai pada peta google (Google Map) dapat diperkirakan jaringan jalan yang menjadi prioritas perjalanan penduduk antar desa, sebagai jarak perjalanan antar-zona berbasis desa. Adanya rencana pembangunan jalan lingkar Nusa Penida, dimana kualitas jalan yang meliputi alinyemen horizontal, alinyemen vertikal dan perkerasannya yang tentunya relatif lebih baik, akan memberikan alternatif jaringan jalan baru dengan dan jarak perjalanan antar zona yang lebih dekat. Dalam penentuan jarak antar-zona dalam penelitian pembebanan lalu lintas jalan lingkar ini menggunakan jaringan jalan yang secara langsung memiliki kontribusi paling signifikan, yaitu jaringan jalan yang secara fungsional dipakai untuk pergerakan lalu lintas dengan volume yang paling besar diantara zona atau desa-desa yang ada. Gambar jaringan jalan eksisting beserta pusatpusat zona yang dihubungkan oleh jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sedangkan, matrik jarak perjalanan antar-zona (inter-zonal trips) melewati jalan-jalan eksisting tertera dalam Tabel 4.2. Untuk matriks rencana yang melewati jaringan jalan eksisting dan alternatif rencana Jalan Lingkar Nusa Penida seperti tercantum pada Tabel 4.3, berikut.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
38
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.2 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Jalan Eksisting (dalam satuan: meter)
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
39
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.3 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Eksisting dan Rencana Jalan Lingkar Nusa Penida (dalam satuan: meter)
Sumber: Hasil Analisis, 2015 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
40
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
4.3 Kondisi Lalu Lintas Eksisting di Nusa Penida Keberadaan data eksisting khususnya mengenai kondisi lalu lintas dan kualitas pelayanan jalan di Nusa Penida belum ada sama sekali. Untuk itu harus dilakukan survai data primer dilapangan. Pada pengumpulan data primer ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik lalu lintas, seperti volume, komposisi dan kecepatan kendaraan disepanjang jalan-jalan yang telah ada. Secara umum di Nusa Penida dibedakan atas 2 karakteristik utama lalu lintas, yaitu: lalu lintas pada jalan-jalan kabupaten yang variasinya ditentukan oleh volume “Hari Pasaran” dan Volume lalu lintas “bukan Hari Pasaran”. Sedangkan, kondisi untuk jalan-jalan lokal masih relatif sangat sepi. Umumnya, variasi volume jalan-jalan lokal tersebut terjadi hanya pada “hari-hari raya” Odalan Pura disekitarnya. Disisi lain, komposisi lalu lintas pada jaringan jalan Nusa Penida dibedakan atas: pejalan kaki (pedestrian), sepeda (bikecycle) dan kendaraan tak bermotor (Nonmotorised Vehicle) lainnya, sepeda motor (motor cycle/MC), kendaraan ringan (light vehicle/LV) dan kendaraan berat truk (truck). Berdasarkan MKJI (Departemen PU, 1997) kendaraan tak bermotor (un-motorised vehicle/UM) termasuk pejalan kaki dan pesepeda diperhitungkan sebagai hambatan samping. Dengan demikian, kompilasi data kondisi lalu lintas meliputi volume lalu lintas, komposisi moda dan karakteristik kecepatan lalu lintas. 4.3.1 Volume Jam Sibuk dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Untuk survai volume lalu lintas, pada ruas-ruas jalan Nusa Penida dilakukan pada segmen yang paling bermasalah, yaitu jalan Toyapakeh-Suana. Volume sibuk lalu lintas umumnya terjadi pagi hari pada jam-jam kegiatan pasar. Untuk itu, segmen yang disurvei adalah lokasi didepan pasar mentigi Batununggul (sebagai pusat Ibu Kota Kecamatan) dari jam 06.00 s/d jam 10.00 pagi hari. Fluktuasi volume lalu lintas dalam 4 (empat) jam tersibuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari hasil survai 15 menitan dapat ditentukan jam sibuk maksimum terjadi pada jam 8.45-9.45 dengan volume 893 kendaraan per jam atau 267,75 smp per jam. Dengan mengambil asumsi volume jam sibuknya berkisar diantara 10 s/d 15 % LHR, maka berdasarkan volume terpadat tersebut dapat diperkirakan LHR segmen jalan Toyapakeh-Suana adalah 100/12.5 * 267,75 atau 2.142 [smp/hari]. Tabel 4.4 Volume Lalulintas Segmen jalan Toyapakeh-Suana. Utara-Selatan Selatan-utara Tot kend Bermotor Total volume Waktu HV LV MC HV LV MC Kendaraan Smp kend/jam smp/jam 45.00 06.00-06.15 0 4 72 0 10 52 138 52.20 06.15-06.30 1 6 86 0 2 86 181 69.95 06.30-06.45 0 3 93 1 7 142 246 71.65 802 238.80 06.45-07.00 0 7 89 2 7 132 237 49.45 828 243.25 07.00-07.15 1 5 86 0 5 67 164 45.90 808 236.95 07.15-07.30 1 1 82 1 4 72 161 32.00 678 199.00 07.30-07.45 0 1 60 0 3 52 116 46.95 592 174.30 07.45-08.00 0 6 88 1 5 51 151 45.75 590 170.60 08.00-08.15 0 3 91 0 4 64 162 59.45 612 184.15 08.15-08.30 1 9 90 0 8 75 183
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
41
Laporan Penelitian
08.30-08.45 08.45-09.00 09.00-09.15 09.15-09.30 09.30-09.45 09.45-10.00
1 2 1 1 0 0
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
0 4 5 13 5 3
73 101 118 111 79 58
0 0 0 1 0 0
12 5 8 5 8 4
81 110 122 112 82 65
167 222 254 243 174 130
51.70 64.15 74.20 76.15 53.25 37.75
663 734 826 886 893 801
203.85 221.05 249.50 266.20 267.75 241.35
Sumber: Hasil Survai, 2014 dan Hasil Analisis, 2015. 4.3.2 Komposisi Arus Lalu Lintas Dengan memperhitungkan semua moda perjalanan yang dilakukan oleh penduduk Nusa Penida, maka dapat ditentukan komposisi perjalanan, baik berdasarkan besaran jumlah moda maupun persentasenya. Dari data hasil survei diperoleh bahwa komposisi lalu lintas relatif sama dengan Bali daratan, yaitu didominasi oleh pemakaian moda sepeda motor yang bahkan mencapai 83,33%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5, berikut. Tabel 4.5 Komposisi Arus Lalulintas di Jalan Toyapakeh-Suana Nusa Penida. MODA KEND/JAM PERSENTASE (%) Kendaraan berat 5 0.50 Kendaraan ringan 53 5.29 Sepeda Motor 835 83.33 Sepeda dan Kendaraan tak bermotor 8 0.80 Pejalan Kaki 101 10.08 TOTAL 1002 100.00
4.3.3 Kecepatan Perjalanan Secara umum pemanfaatan segmen jalan Toyapakeh-Suana belum diatur dengan baik, yang ditunjukkan oleh tumpang tindih dan adanya pembauran fungsi jalan. Kecepatan perjalanan sangat dominan ditentukan oleh hambatan samping yang ada, seperti kendaraan parkir, pejalan kaki dan kendaraan-kendaraan berhenti di jalan. Untuk kecepatan perjalanan berdasarkan data hasil survei pada segmen jalan tersibuk Toyapakeh-Suana dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini. Sedangkan, perhitungan Derajat Kejenuhan sebagai penunjang kualitas pelayanan (level of Service) jalan dipresentasikan melalui perhitungan pada Tabel 4.7. Dengan melihat kedua variabel tingkat pelayanan jalan tersebut (kecepatan 13,61 km/jam dan derajat kejenuhan 0,15) menunjukkan suatu kondisi lalu lintas yang sudah sangat dipaksakan, dengan kata lain pelayanan jalannya sudah pada Tingkat Pelayanan F. Tabel 4.6 Fluktuasi Kecepatan Lalu lintas pada jam-jam sibuk segmen jalan Toyapakeh-Suana, Nusa Penida. Panjang Waktu 06.00-06.15
segmen (m) 200
Waktu Tempuh(dtk) 1 48.2
2 52.3
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3 50.1
4 51.7
5 54.6
Waktu tempuh ratarata(dtk) 51.38
V (km/jam) 14.01
42
Laporan Penelitian
06.15-06.30 06.30-06.45 06.45-07.00 07.00-07.15 07.15-07.30 07.30-07.45 07.45-08.00 08.00-08.15 08.15-08.30 08.30-08.45 08.45-09.00 09.00-09.15 09.15-09.30 09.30-09.45 09.45-10.00
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
52.4 55.3 56.2 52.5 52.7 200 53.2 58.6 60.2 58.2 56.2 200 57.2 56.3 58.1 59.2 60 200 52 50.2 49.2 51.3 47.2 200 48.3 48.5 49.1 47.1 46.5 200 49.2 46.2 45.3 40.2 43.1 200 46.7 43.4 42.3 44.5 45.1 200 47 47.3 49.2 42.3 40.2 200 44.3 40.1 42.2 44.8 39.5 200 46.2 51.5 49.6 52.9 55.7 200 55.6 57.3 59.2 57.4 59.1 200 60.2 62.3 64.3 65.1 66.7 200 200 67.2 68.3 72.1 69.3 73.1 200 67.3 65.2 64.2 60.2 62.4 200 65.3 67.2 62.9 61 60.2 Rata-rata kecepatan pada jam-jam sibuk lalu lintas
53.82 57.28 58.16 49.98 47.90 44.80 44.40 45.20 42.18 51.18 57.72 63.72 70.00 63.86 63.32
13.38 12.57 12.38 14.41 15.03 16.07 16.22 15.93 17.07 14.07 12.47 11.30 10.29 11.27 11.37 13.61
Tabel 4.7 Derajat Kejenuhan Pada Jalan Toyapakeh-Suana, Nusa Penida 1 Kapasitas Dasar Untuk 2/2 UD (smp/jam) 2 Lebar Lalu lintas efektif 6 m 3 Ratio lalu lintas arah Utara Selatan = 49.8% dan arah Selatan-Utara = 50,2% untuk 2/2 UD 4 Bobot SF kejadian puncak = 563 termasuk tinggi (H) jarak kerb ke penghalang = 1m 5 Faktor ukuran kota untuk jumlah penduduk < 1 jt Kapasitas total (smp/jam) Volume puncak (smp/jam) Maka, Derajat Kejenuhan / DS
Co FCw
2900 0.87
FCsp
1
FCsf FCcs
0.81 0.86
C Q Q/C
1757.52 267.75 0.15
4.4 Bangkitan Perjalanan Zona-Zona di Wilayah Pengaruh Bangkitan perjalanan pada beberapa pusat kegiatan Nusa Penida saat ini menggambarkan kondisi sistem Tata Guna Lahan (TGL) dan sistem transportasi/ jaringan jalan, yang berbasis pada hasil-hasil pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Secara keseluruhan model bangkitan perjalanan eksisting mencakup prakiraan permintaan perjalanan (transport demand) dari 23 kawasan yang didefinisikan sebagai zona bangkitan perjalanan. Analisis bangkitan perjalanan pada penelitian ini terdiri dari 3 hal utama, berdasarkan definisi dari zona perjalanan, yaitu: Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona berbasis Desa. Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan Zona berbasis Pelabuhan Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada zona Kawasan/Zona Efektif Pariwisata (KEP/ZEP).
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
43
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
4.4.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona berbasis Desa. Kondisi eksisting di wilayah perdesaan relatif sangat terkebelakang, topografi wilayah berkapur, didiami oleh penduduk dengan kepadatan rendah dan tanpa adanya pengembangan dan pembangunan wilayah yang signifikan. Dengan kondisi wilayah yang belum berkembang tersebut dan juga tidak adanya jaringan jalan dan infrastruktur lain yang memadai menyebabkan wilayah Nusa Penida, khususnya bagian Barat dan Selatan, tidak mendapat perhatian yang serius. Hal ini bermuara pada bangkitan perjalanan yang dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang didominasi oleh perjalanan penduduk setempat yang hanya dilakukan didalam zona (internalized trips). Namun, untuk waktu-waktu mendatang dengan mulai adanya perhatian nyata yang ditandai oleh rencana pembangunan jalan perintis sebagai jalan lingkar Nusa Penida, merupakan sebuah Big Phase dalam perkembangan Nusa Penida, maka dapat dipastikan bangkitan perjalanan akan meningkat secara drastis. Hal ini dapat diasumsikan karena lokasinya yang dekat dengan objek-objek wisata yang sudah berkembang, seperti Kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua, Denpasar dan Gianyar. Kondisi ini dapat dianalogikan dengan wilayah bukit sebelum tahun 2000, dimana jaringan jalan berkelas mulai dikembangkan untuk melayani seluruh pelosok wilayah tersebut. Dengan alasan ini pula, bangkitan perjalanan di Nusa Penida menerapkan metode analogi. Untuk tahun eksisting (Nusa Penida belum dilewati jalan berkelas/hanya jalan setapak) bangkitan perjalanan zona yang berbasis desa relatif analog dengan Desa Pecatu di wilayah Bukit tahun 2000, yaitu setiap penduduk rata-rata melakukan perjalanan 0,34 orang-perjalanan/hari, seperti tercantum pada Tabel 4.8. Sedangkan, untuk prediksi tahun 2020 dimana jalan lingkar Nusa Penida diasumsikan sudah selesai, masyarakat sudah jauh lebih berkembang dan perjalananpun semakin meningkat. Kondisi ini dapat dianalogikan dengan Desa Jimbaran tahun 2000 dengan lintasan utama jalan By-pass Ngurah Rai. Perjalanan per penduduk meningkat dua kali lebih, yaitu 0,81 orang-perjalanan/hari. Dengan metode studi banding ini yaitu menganalogikan kondisi faktor-faktor bangkitan perjalanan kawasan dan pelayanan fasilitasnya yang sejenis, maka bangkitan perjalanan zona yang berbasis desa dapat diprediksi untuk awal Umur Rencana (UR) jalan lingkar Nusa Penida tahun 2020, seperti Tabel 4.8 berikut.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
44
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.8 Karakteristik tiap-tiap zona bangkitan perjalanan di Nusa Penida No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama ID
Luas Desa
(Ha) Desa Sakti 1,316.0 Desa Bunga Mekar 1,973.0 Desa Batumadeg 1,356.0 Desa Klumpu 1,358.0 Desa Batukandik 2,166.0 Desa Sekartaji 1,539.0 Desa Tanglad 1,524.0 Desa Pejukutan 1,084.0 Desa Suana 1,042.0 Desa Batununggul 1,345.0 Desa Kutampi 1,314.0 Desa Kutampi Kaler 1,075.0 Desa Ped 2,115.0 Kampung Toyapakeh 65.0 20,284.0 Jumlah
Data Penduduk 2013 (Orang)
Data Penduduk 2020 (Orang)
L P Jml L P Jml 1,655 1,668 3,323 1,919 1,934 3,854 1,366 1,442 2,808 1,584 1,672 3,257 1,096 1,111 2,207 1,271 1,289 2,560 1,885 1,946 3,831 2,186 2,257 4,443 2,055 2,028 4,083 2,383 2,352 4,735 791 784 1,575 917 909 1,827 1,108 1,178 2,286 1,285 1,366 2,651 1,494 1,554 3,048 1,733 1,802 3,535 1,652 1,750 3,402 1,916 2,030 3,946 2,216 2,379 4,595 2,570 2,759 5,329 1,419 1,401 2,820 1,646 1,625 3,271 1,323 1,337 2,660 1,534 1,551 3,085 1,912 1,990 3,902 2,217 2,308 4,525 206 226 432 239 262 501 23,612 24,392 48,004 23,402 24,116 47,518
Bangk. Perjalanan 2013
Bangk. Perjalanan 2020
(Orang-perjln/hari) 1,130 955 750 1,303 1,388 536 777 1,036 1,157 1,562 959 904 1,327 147 13,931
(Orang-perjln/hari) 3,122 2,638 2,073 3,599 3,836 1,480 2,147 2,863 3,196 4,317 2,649 2,499 3,666 406 38,491
Sumber: BPS Kabupaten Klungkung 2014 dan Hasil Perhitungan 2015.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
45
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
4.4.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan Zona berbasis Pelabuhan Untuk model bangkitan pada pelabuhan diperlukan data series penumpang. Data penumpang relatif lengkap untuk dapat dianalisis seperti ditunjukkan Tabel 4.9 dan Tabel 4.10, walaupun pada beberapa pelabuhan keberadaannya masih diragukan, misalnya data nol perjalanan. Namun, dengan data time series tersebut, model pola perjalanan pelabuhan akan didasarkan pada data pola perjalanan orang/tahun dimasingmasing pelabuhan sebagai bangkitan perjalanannya. Sebagai contoh Pelabuhan Toyapakeh, data perjalanan tahun 2013 adalah data riil penumpang turun sebesar 20.481 orang/tahun, sehingga rata-rata harian mencapai 20.481/365 = 56 orang/hari. Demikian pula untuk pelabuhan-pelabuhan lainnya di Nusa Gede dengan data riil diperoleh bangkitan perjalanan per hari seperti tercantum pada Tabel 4.10. Selanjutnya, berdasarkan data time series tersebut diperoleh pula pertumbuhan rata-rata penumpang yang turun di pelabuhan Nusa Penida adalah 5,46% per tahun. Dengan demikian, prediksi tahun 2020 sebagai awal Umur Rencana (UR) jalan perintis yang diharapkan merupakan jalan Lingkar Nusa Penida dapat dihitung dengan mengaplikasikan model/metode Bunga Berganda. Tabel 4.9 Jumlah Penumpang Naik di Pelabuhan Bali Daratan Menuju Nusa Penida Berangkat dari Pelabuhan di 2009 2010 2011 2012 2013 Pulau Bali Kusamba 11,084 6,576 6,060 0 23,657 Sanur 60,876 62,779 58,358 77,578 82,995 Kedonganan 182 171 59 0 0 Serangan 0 15,829 10,459 6,815 6,369 Teluk Benoa (Quick Silver) 89,580 103,751 107,070 100,746 95,850 Kapal Wisata Nusa Lembongan 74,348 70,806 83,486 66,778 80,050 Jumlah (Orang) 236,070 259,912 265,492 251,917 288,921 Pertumbuhan (%/tahun) 10.10 2.15 -5.11 14.69 Rata-rata Pertumbuhan (%/tahun) 5.46 Sumber: Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida, 2014.
Tabel 4.10 Jumlah Penumpang Turun pada Pelabuhan Nusa Penida tahun 2013. Penumpang Turun 2013 No. Nama Pelabuhan (Orang/tahun) (Orang/hari) 1 Pelabuhan Laut Tanjung Sanghyang 63,705 175 2 Pelabuhan Laut Jungut Batu 80,050 219 3 Pelabuhan Laut Toya Pakeh 20,481 56 4 Pelabuhan Laut Banjar Nyuh 16,521 45 5 Pelabuhan Laut Buyuk 45,808 126 6 Pelabuhan Laut Kutampi 16,521 45 7 Pelabuhan Laut Mentigi 45,835 126 Total Pelabuhan per tahun 288,921 792 Sumber: Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida, 2014.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
46
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
4.4.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada zona Kawasan Efektif Pariwisata (KEP). Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) merupakan kawasan yang berbasis objekobjek wisata dengan kualitas pelayanan untuk wisatawan. Ada 4 Kawasan Efektif Pariwisata yang secara kewilayahan merupakan zona internal jalan perintis ini, meliputi: (1). KEP Sakti – Toyapakeh, (2). KEP Sakti – Bungamekar, (3). KEP Suana – Pejukutan; dan (4). KEP Batununggul. Karakteristik bangkitan perjalanan didominasi oleh perjalanan untuk tujuan wisata/hiburan. Pada tahun 2015 ini, Kawasan Efektif Pariwisata di Nusa Gede masih dalam tahapan rencana dan bangkitan perjalananpun sebagian besar masih merupakan limpahan dari wisatawan Nusa Ceningan dan Lembongan dengan jumlah wisatawan mencapai 185.909 orang untuk tahun 2013, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.11. Dengan asumsi jumlah wisatawan akan meningkat sebanding data realita peningkatan penumpang ke Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir (2009 s/d 2013) yaitu 5,46%/tahun, maka pada tahun 2020 (sebagai awal Umur Rencana jalan perintis) jumlah wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida telah mencapai 269.721 orang wisatawan atau rata-rata 739 orang wisatawan per hari.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
47
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.11 Data Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Tahun 2013 NO
BULAN
KERTAGOSA WISMAN WISNU DEWASA ANAK DEWASA ANAK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari 2.064 46 356 Pebruari 2.082 26 260 Maret 1.801 30 185 April 2.981 78 283 Mei 3.966 32 568 Juni 2.822 36 496 Juli 5.295 289 259 Agustus 7.155 396 469 September 6.819 37 375 Oktober 5.371 106 379 Nopember 3.250 30 575 Desember 2.429 97 546 JUMLAH 1 46.035 1.203 4.751 JUMLAH 2 47.238 TOTAL Sumber : Dinas Pariwisata Kab. Klungkung, 2014
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
31 10 3 47 78 2.351 34 46 4 48 20 84 2.756 7.507 54.745
GOA LAWAH WISMAN WISNU DEWASA ANAK DEWASA ANAK 2.538 2.019 1.798 2.481 4.192 3.193 5.497 6.146 4.892 4.654 3.656 2.808 43.874
7 10 5 10 135 201 16 384 44.258
1.024 526 457 234 603 477 713 1.699 383 371 672 912 8.071
10 5 295 2.245 35 41 248 100 2.979 11.050 55.308
LEFI RAFTING WISMAN WISNU DEWASA ANAK DEWASA ANAK 217 244 225 280 309 324 214 229 172 164 153 165 2.696
8 14 7 7 8 13 13 12 2 2 2 3 91 2.787
19 14 16 18 9 46 29 9 11 8 14 9 202
2 5 1 12 4 3 1 28 230 3.017
KAWASAN NUSA PENIDA WISMAN WISNU DEWASA ANAK DEWASA ANAK 14.146 14.597 11.732 12.861 14.794 15.682 16.839 19.757 15.392 14.406 16.689 15.172 182.067
270 421 154 233 233 178 212 748 353 342 314 384 3.842 185.909
-
JUMLAH
20.726 20.215 16.433 19.514 25.097 27.875 29.568 36.911 28.457 25.851 25.623 22.709 298.979 298.979 185.909 298.979
48
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
4.5 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan Tingkat pertumbuhan yang dimaksud adalah selama interval Umur Rencana (UR) jalan 25 tahun, yaitu dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2045. Dalam interval tahuntahun tersebut, diasumsikan jalan sudah terbangun dan memberikan pengaruh bangkitan perjalanan yang berbeda dari tahun-tahun sebelum 2020. Tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan pada zona yang berbasis desa akan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang terkait langsung dengan terjadinya perjalanan maupun perjalanan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (perjalanan sebagai kebutuhan turunan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan tersebut, antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, perluasan (tipe, skala, kepadatan dan tata letak) kegiatan di zona tersebut, kebijakan-kebijakan pemerintah, dll. Sedangkan, bangkitan perjalanan yang berbasis Kawasan Wisata dan Kawasan Pelabuhan tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti prasarana dan sarana yang ada, kualitas pelayanan dan kenyamanan kawasan dan tentunya juga perhatian pemerintah terhadap pengembangan dikemudian hari. Berdasarkan ketersediaan data sekunder, ada 3 skenario tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan, yaitu: 1. Pertumbuhan Pesimis, yaitu pertumbuhan bangkitan perjalanan penduduk yang diasumsikan relatif sama dengan pertumbuhan penduduk, sebesar 2,14%/tahun. Sedangkan, untuk bangkitan perjalanan pada kawasan wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan prasarana jalan yaitu 4,19%. 2. Pertumbuhan Moderat, yaitu pertumbuhan perjalanan penduduk yang besarnya analog dengan pertumbuhan prasarana panjang jalan aspal di Nusa Penida, yaitu 4,19%/tahun. Namun, untuk bangkitan perjalanan moderat pada kawasan wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan jumlah penumpang yang turun di pelabuhan menuju Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, yaitu 5,46%/tahun. 3. Pertumbuhan Optimis, yaitu pertumbuhan yang didasarkan atas peningkatan sosial-ekonomi masyarakat dan ketersediaan data Pemilikan Kendaraan tahun 2008-2012 di Kabupaten Klungkung yang mencapai 7,76%/tahun. Asumsi pertumbuhan tinggi ini cukup logik mengingat jalan perintis ini berlokasi di wilayah yang relatif dekat dengan kawasan pariwisata yang sudah terkenal didunia, seperti Nusa Dua, Sanur, Kuta, Denpasar dan Gianyar. Detail rincian tingkat pertumbuhan untuk masing-masing skenario pada masingmasing zona bangkitan perjalanan dapat dilihat pada Tabel 4.12, berikut. Selanjutnya, dapat pula dilihat hasil prediksi jumlah bangkitan perjalanan diseluruh 23 zona di Nusa Penida untuk tahun awal Umur Rencana (UR) jalan 2020 sebesar 471,21 orangperjalanan/hari. Besarnya bangkitan perjalanan di akhir Umur Rencana (UR) jalan tahun 2045, tergantung pada skenario pertumbuhannya, yaitu 83.890 (orang-perjalanan/hari) untuk skenario faktor pertumbuhan pesimis. Bangkitan perjalanan meningkat menjadi 135.747 (orang-perjalanan/hari) bila diasumsikan pertumbuhannya moderat dan akan mencapai 309.135 (orang-perjalanan/hari) apabila pertumbuhan yang terjadi dengan skenario tinggi, yaitu 7,76%/tahun.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
49
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.12 Prediksi Bangkitan Perjalanan pada 23 zona di Nusa Penida Bangk. Luas Pertumbuhan "i" (%/tahun) Perjln. Zona No. Nama ID 2013 (Ha) Rendah Sedang Tinggi Desa Sakti 758.9 1,130 2.14 4.19 7.76 1 Desa Bunga Mekar 1,973.0 955 2.14 4.19 7.76 2 Desa Batumadeg 1,356.0 750 2.14 4.19 7.76 3 Desa Klumpu 1,358.0 1,303 2.14 4.19 7.76 4 Desa Batukandik 2,166.0 1,388 2.14 4.19 7.76 5 Desa Sekartaji 1,539.0 536 2.14 4.19 7.76 6 Desa Tanglad 1,524.0 777 2.14 4.19 7.76 7 Desa Pejukutan 640.5 1,036 2.14 4.19 7.76 8 Desa Suana 873.0 1,157 2.14 4.19 7.76 9 920.5 1,562 2.14 4.19 7.76 10 Desa Batununggul 1,314.0 959 2.14 4.19 7.76 11 Desa Kutampi 1,075.0 904 2.14 4.19 7.76 12 Desa Kutampi Kaler 1,377.0 1,327 2.14 4.19 7.76 13 Desa Ped 65.0 147 2.14 4.19 7.76 14 Kampung Toyapakeh 454.1 3,294 *) 4.19 5.46 7.76 15 KEP Sakti Toyapakeh 1995.0 0 4.19 5.46 7.76 16 KEP Sakti Bunga Mekar 773.0 0 4.19 5.46 7.76 17 KEP Batununggul 701.0 0 4.19 5.46 7.76 18 KEP Pejukutan & Suana 56 4.19 5.46 7.76 19 PELA Toya Pakeh 0.0 45 4.19 5.46 7.76 20 PELA Banjar Nyuh 0.0 126 4.19 5.46 7.76 21 PELA Buyuk 0.0 45 4.19 5.46 7.76 22 PELA Kutampi 0.0 126 4.19 5.46 7.76 23 PELA Mentigi 0.0 Jumlah 20,284.0 17,622
Prediksi Bangkitan Perjalanan (Or-perj/hari) 2020 2045 Jimbaran 2000 "i" rendah "i" sedang "i" tinggi 3,122 5,300 8,710 20,222 2,638 4,479 7,360 17,088 2,073 3,520 5,785 13,431 3,599 6,110 10,042 23,314 3,836 6,512 10,703 24,847 1,480 2,512 4,128 9,585 2,147 3,646 5,992 13,911 2,863 4,861 7,990 18,549 3,196 5,426 8,917 20,703 4,317 7,329 12,045 27,963 2,649 4,498 7,392 17,161 2,499 4,243 6,973 16,187 3,666 6,224 10,228 23,746 406 689 1,132 2,629 176 492 666 1,143 234 652 883 1,514 134 375 508 871 194 541 733 1,256 81 227 308 527 66 183 248 425 182 508 688 1,180 66 183 248 425 182 508 688 1,180 47,721 83,890 135,747 309,135
Sumber: Hasil Perhitungan, 2015. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
50
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
4.6 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis Nusa Penida Seperti dijelaskan sebelumnya, ketiadaan jaringan jalan yang memadai saat ini menimbulkan bangkitan perjalanan yang sangat rendah untuk wilayah Nusa Penida bagian Barat dan Selatan. Disisi lain, posisi yang relatif dekat dengan Bali Daratan, khususnya Nusa Dua, Sanur, Denpasar, Gianyar dan kawasan-kawasan yang sudah mendunia lainnya, maka dapat diperkirakan kalau saja fasilitas pariwisata Nusa Penida memadai dalam sekejap akan berkembang dan menjadi limpahan wisatawan mengikuti perkembangan kawasan-kawasan tersebut. Apalagi Nusa Penida memiliki deretan objek-objek wisata yang indah sepanjang garis pantainya, tiada duanya ditempat lain, selain harga lahannya yang juga masih murah. Bila dibandingkan dengan kawasan pariwisata di Bali daratan, khususnya berdasarkan perbandingan jarak (jarak menggunakan jalan untuk mendapatkan objek-objek wisata) dan berdasarkan penghematan waktu tempuh (waktu tempuh di jalanan untuk menikmati objek-objek wisata), maka dapat dipastikan Nusa Penida akan jauh lebih efisien, karena pulaunya kecil dan objek-objek wisatanya banyak. Dengan memperhitungkan kondisi geometrik jalan eksisting (tikungan tajam dan kelandaian curam), sedangkan jalan baru jauh lebih aman dan nyaman karena sesuai standar perencanaan, seperti radius tikungan, kelandaian dan lain-lain, maka dapat diperkirakan pengguna jalan lingkar Nusa Penida akan dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi. Dari perhitungan sebelumnya, berdasarkan hasil survai primer pada jalan Toyapakeh-Suana, telah diperoleh: - Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) eksisting 2014 sebesar 2.142 smp/hari, dan - Volume Jam Sibuk sebagai volume Perencanaan (VJP) sebesar 267,75 smp/jam. Sedangkan, Bangkitan Perjalanan di seluruh 23 zona Nusa Penida saat ini (2013) telah mencapai 17.622 orang-perjalanan/hari. Dalam prediksi selanjutnya (Tabel 4.12) diperoleh bangkitan perjalanan tahun 2020 adalah 47.721 orang-perjalanan/hari. Mengingat jalan perintis ini adalah satu-satunya jalan berkelas, maka sangat logis apabila setiap bangkitan akan memanfaatkan jalan tersebut (metode “All or Nothing”). Ini berarti volume lalu lintas di jaringan jalan sebanding dengan pertumbuhan bangkitan perjalanan di wilayah tersebut. Dengan asumsi ini dapat diproyeksikan volume lalu lintas pada jalan perintis sebagai jalan lingkar Nusa Penida tahun 2020 (awal Umur Rencana jalan lingkar), yaitu 47.721/17.622 * 2.142 smp/hari = 5.800,62 smp/hari dengan volume pada jam sibuk mencapai = 47.721/17.622 * 267,75 = 725,08 smp/jam. Untuk proyeksi tahun 2045 sebagai akhir Umur Rencana (UR) jalan perintis Nusa Penida akan dapat diprediksi baik LHR maupun VJP yang akan mempergunakan jalan barunya. Tentunya masing-masing segmen jalan yang dipisahkan oleh persimpangan-persimpangan dengan jalan-jalan eksisting mempunyai volume yang relatif berbeda. Namun, pembebanan tertinggi merupakan bagian jalan yang paling kritis dan menjadi standar perencanaan jalan ini. Berdasarkan asumsi perkembangan wilayah diatas, dimana pertumbuhan pengguna jalan Nusa Penida ini dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi yaitu 7,76 %/tahun. Dengan demikian, berdasarkan asumsi pertumbuhan tersebut, maka lalu lintas harian rata-rata (LHR) jalan ini akan mencapai 37.576,31 smp/hari pada tahun 2045. Sedangkan, Volume Jam Perencanaan (VJP) sebesar 4.697,04 smp/jam. Secara detail, proyeksi Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) dan Volume Jam Perencanaan (VJP) pada jalan perintis Nusa Penida dalam interval umur rencana (2020 – 2045) dapat dideskripsikan seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.13, berikut.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
51
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Tabel 4.13 Proyeksi VJP dan LHR pada jalan Lingkar Nusa Penida (UR= 25 tahun) Tahun 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045
Proyeksi VJP dan LHR dalam interval Umur Rencana Konstruksi [smp/jam] "i" tinggi (% per tahun) VJP (smp/jam sibuk) LHR (smp/hari) 7.76 725.08 5,800.62 7.76 781.35 6,250.75 7.76 841.98 6,735.81 7.76 907.32 7,258.51 7.76 977.72 7,821.77 7.76 1,053.60 8,428.74 7.76 1,135.35 9,082.81 7.76 1,223.46 9,787.63 7.76 1,318.40 10,547.15 7.76 1,420.71 11,365.61 7.76 1,530.95 12,247.58 7.76 1,649.75 13,198.00 7.76 1,777.78 14,222.16 7.76 1,915.73 15,325.80 7.76 2,064.39 16,515.08 7.76 2,224.59 17,796.65 7.76 2,397.22 19,177.67 7.76 2,583.24 20,665.86 7.76 2,783.70 22,269.53 7.76 2,999.72 23,997.65 7.76 3,232.49 25,859.86 7.76 3,483.33 27,866.59 7.76 3,753.64 30,029.04 7.76 4,044.92 32,359.29 7.76 4,358.81 34,870.37 7.76 4,697.05 37,576.31
Sumber: Hasil Perhitungan, 2015 Keterangan: Tahun 2038
: Tahun dimana jalan lingkar Nusa Penida sudah harus diperlebar dari 2 (dua) lajur menjadi 4 (empat) lajur untuk 2 arah lalu lintas dan tanpa median jalan.
Dengan asumsi kondisi lingkungan yang masing perdesaan, kapasitas jalan perintis 2/2UD didaerah perbukitan “C” = Co (3000) * FCw=7m (1,0) * FCsp 50/50 (1,0) * FCsf rendah (0,97) = 2910 smp/jam. Jadi berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dengan asumsi pertumbuhan lalu lintas tinggi, sebagai kondisi lalu lintas yang
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
52
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
paling krusial, maka dapat diprediksi pada tahun 2038 kapasitas jalan 2/2 UD sudah akan terlampaui. Untuk itu, penambahan jumlah lajur jalan dari 2 lajur 2 arah menjadi 4 lajur 2 arah (4/2 UD) harus sudah dilakukan pada tahun yang bersangkutan, sehingga kualitas pelayanan jalan tetap dapat dipertahankan.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
53
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sesuai dengan tujuan penulisan dalam penelitian ini, dari hasil analisis terhadap pembebanan lalu lintas pada jalan perintis Nusa Penida dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan dalam pembangunan jalan perintis dibagian Barat-Selatan Nusa Penida, dalam rangka mempercepat pengembangan wilayah yang belum berkembang saat ini, dapat dideskripsikan sbb.:
pada zona yang berbasis desa akan dipengaruhi oleh faktor yang terkait langsung dengan terjadinya perjalanan maupun perjalanan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (perjalanan sebagai kebutuhan turunan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, antara lain: penduduk, pendapatan, tata guna lahan (tipe, skala, kepadatan dan tata letak) kegiatan di zona tersebut, kebijakan-kebijakan pemerintah seperti kegiatan pembangunan wilayah, dll.
bangkitan perjalanan yang berbasis Kawasan Wisata dan Kawasan Pelabuhan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti prasarana dan sarana yang ada, kualitas pelayanan dan kenyamanan kawasan dan perhatian pemerintah terhadap pengembangan kawasan.
Faktor pertumbuhan pembebanan lalu lintas sampai akhir Umur Rencana (UR) jalan, berdasarkan ketersediaan data sekunder, meliputi 3 (tiga) skenario tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan, yaitu:
Pertumbuhan Pesimis, yaitu pertumbuhan bangkitan perjalanan penduduk yang diasumsikan relatif sama dengan pertumbuhan penduduk, sebesar 2,14%/tahun. Sedangkan, untuk bangkitan perjalanan pada kawasan wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan prasarana jalan yaitu 4,19%.
Pertumbuhan Moderat, yaitu pertumbuhan perjalanan penduduk yang besarnya analog dengan pertumbuhan prasarana panjang jalan aspal di Nusa Penida, yaitu 4,19%/tahun. Namun, untuk bangkitan perjalanan moderat pada kawasan wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan jumlah penumpang yang turun di pelabuhan menuju Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, yaitu 5,46%/tahun.
Pertumbuhan Optimis, yaitu pertumbuhan yang didasarkan atas peningkatan sosial-ekonomi masyarakat dan ketersediaan data Pemilikan Kendaraan tahun 2008-2012 di Kabupaten Klungkung yang mencapai 7,76%/tahun. Asumsi pertumbuhan tinggi ini cukup logik mengingat jalan perintis ini berlokasi di wilayah yang relatif dekat dengan kawasan pariwisata yang sudah terkenal didunia, seperti Nusa Dua, Sanur, Kuta, Denpasar dan Gianyar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
54
Laporan Penelitian
3.
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Pembebanan lalu lintas yang akan mempengaruhi kebutuhan jumlah lajur pada jalan perintis nusa penida adalah sebagai berikut: untuk tahun awal Umur Rencana (UR) jalan 2020 sebesar 47.721 orangperjalanan/hari. Besarnya bangkitan perjalanan di akhir Umur Rencana (UR) jalan tahun 2045, tergantung pada skenario pertumbuhannya, yaitu 83.890 (orang-perjalanan/hari) untuk skenario faktor pertumbuhan pesimis. Bangkitan perjalanan meningkat menjadi 135.747 (orang-perjalanan/hari) bila diasumsikan pertumbuhannya moderat dan akan mencapai 309.135 (orangperjalanan/hari) apabila pertumbuhan yang terjadi dengan skenario tinggi, yaitu 7,76%/tahun dan secara detail ditunjukkan pada tabel berikut. Prediksi Bangkitan Perjalanan (Or-perj/hari) 2020 2045 No. Nama ID Jimbaran 2000 "i" rendah "i" sedang "i" tinggi 3,122 5,300 8,710 20,222 1 Desa Sakti 2,638 4,479 7,360 17,088 2 Desa Bunga Mekar 2,073 3,520 5,785 13,431 3 Desa Batumadeg 3,599 6,110 10,042 23,314 4 Desa Klumpu Desa Batukandik 3,836 6,512 10,703 24,847 5 1,480 2,512 4,128 9,585 6 Desa Sekartaji 2,147 3,646 5,992 13,911 7 Desa Tanglad 2,863 4,861 7,990 18,549 8 Desa Pejukutan 3,196 5,426 8,917 20,703 9 Desa Suana 4,317 7,329 12,045 27,963 10 Desa Batununggul 2,649 4,498 7,392 17,161 11 Desa Kutampi Desa Kutampi Kaler 2,499 4,243 6,973 16,187 12 3,666 6,224 10,228 23,746 13 Desa Ped 406 689 1,132 2,629 14 Kampung Toyapakeh 176 492 666 1,143 15 KEP Sakti Toyapakeh 234 652 883 1,514 16 KEP Sakti Bunga Mekar 134 375 508 871 17 KEP Batununggul 194 541 733 1,256 18 KEP Pejukutan & Suana 81 227 308 527 19 PELA Toya Pakeh 66 183 248 425 20 PELA Banjar Nyuh 182 508 688 1,180 21 PELA Buyuk 66 183 248 425 22 PELA Kutampi 182 508 688 1,180 23 PELA Mentigi Jumlah 47,721 83,890 135,747 309,135
4.
Kebutuhan lajur jalan pada jalan perintis yang direncanakan berdasarkan pertumbuhan pembebanannya adalah sbb.: Berdasarkan asumsi lokasi Nusa Penida yang relatif dekat dengan Bali Daratan, khususnya Nusa Dua, Kuta, Sanur, Denpasar, Gianyar dan kawasan-kawasan pariwisata yang sudah mendunia lainnya, sehingga nantinya perkembangan wilayah dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi yaitu 7,76 %/tahun, dan kondisi lingkungan yang masih mempertahankan suasana perdesaan, kapasitas jalan perintis 2/2UD didaerah perbukitan “C” = 2910 smp/jam, maka dapat diprediksi pada tahun 2038
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
55
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
kapasitas jalan 2/2 UD sudah akan terlampaui dan diperlukan penambahan jumlah lajur jalan dari 2 lajur 2 arah menjadi 4 lajur 2 arah (4/2 UD) dan harus sudah dilakukan pada tahun yang bersangkutan, sehingga kualitas pelayanan jalan tetap dapat dipertahankan
5.2 Saran-saran 1.
2.
3.
4.
Dalam penyempurnaan hasil penelitian ini, bangkitan perjalanan dalam Metode Analogi relatif juga dipengaruhi oleh jarak ke Pusat Kegiatan Kota (PKK), untuk itu perlu juga dievaluasi terhadap pengaruh pola perjalanan penduduk ke kota, sehingga salah satu variabel penting tersebut dapat diakomodasi pengaruhnya. Mengingat ruas jalan perintis ini tidak sepenuhnya melewati ke 14 desa di Nusa Gede, maka perlu juga dianalisis perjalanan antar desa dengan kondisi jalan setapak saat ini, khususnya yang melewati pusat-pusat konsentrasi penduduk, dengan demikian sekalipun dampak distribusinya relatif kecil namun akan tetap dapat merupakan koreksi dalam pembebanan lalu lintasnya. Pembangunan jalan perintis sebagai jalan lingkar Barat-Selatan Nusa Penida ini dimaksudkan untuk melayani pergerakan penduduk dan wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida. Untuk itu diperlukan rancangan penataan ruang disepanjang jalur jalan/rute rencana terutama pembangunan permukiman dan aktivitas disepanjang jalur jalan ini, sehingga kapasitas dan tingkat pelayanan jalan tetap dapat dipertahankan terhadap hambatan sampingnya. Dalam jangka panjang dimana diperkirakan kepadatan lalu lintas akan terus meningkat dengan hambatan samping yang tinggi, maka untuk mempertahankan kesetabilan kapasitas jalan perlu juga dikaji peluang untuk pelayanan dengan sistem angkutan umum.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
56
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
DAFTAR PUSTAKA Andrimulia, M dan Kusumantoro, I. P. (2001), “Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Kinerja Ruas Jalan Arteri Perkotaan”, Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001. Ashley, C. A. (1994), Traffic and Highway Engineering for Developments, Oxford Blackwell Scientific Publications, Oxford. Banister, D. (1995), “Transport and Urban Development” (Ed.), E and FN Spon, An Imprint of Champman and Hall, London. Baraas, H. Ahmad (2007), “Pembangunan Bali Kurang Menyentuh Rakyat Miskin”, Republika, 25 Juni 2007. Black, J. (1981), Urban Transport Planning, Theory and Practice, Croom Helm Ltd., London. Blunden, W. R. dan Black, J. A. (1984), The Land Use / Transport System, 2nd edition, Pergamon Press, Sydney. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2004), Klungkung Dalam Angka 2004, Katalog BPS: 1403.5105. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2009), Klungkung Dalam Angka 2009, Katalog BPS: 1102001.5105. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2012), Kecamatan Nusa Penida Dalam Angka, 2012. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2013), Klungkung Dalam Angka, 2013. Daly, A. (1997), “Improved Methods for Trip Generation”, in Transport planning methods volume II, Proceeding of seminar F, Brunell University, England. Diparda Kabupaten Klungkung, 2002. Analisis Potensi Wisata Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Kepariwisataan Jurusan Manajemen Kepariwisataan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali. Dissanayake, Dilum (2006), “Integrated Transport and Land Use Policies for Developing Countries”, Transport Operations Research Group, Advanced OR and AI Methods in Transportation, University of Newcastle upon Tyne, Newcastle. DURD (Directorate of Urban Road Development) (1997), Indonesian Highway Capacity Manual, Jakarta, Indonesia. Gakenheimer R (1999), “Urban Mobility in the Developing World”, Transportation Research Part A, No.33: PP 671–689. Hills, P. J. (1996), “What Is Induced Traffic?” Transportation, vol.23, pp.5-16, Kluwer Academic Publishers, Netherlands. IHT/Institution of Highways and Transportation (1996), Guidelines for Developing Urban Transport Strategies, London. IHT/Institution of Highway and Transportation (1997), Transport in the Urban Environment, IHT Publishing, London. Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida (2014), Data Operasional Pelabuhan Kantor Pelabuhan Nusa Penida. Keban, Y.T. (1999), “Pemberdayaan Pemda”. Makalah pada Lokakarya Kecamatan sebagai pusat pengembangan ekonomi, Yogyakarta. Khisty,C.J. dan Lall, B. K. (2005), Dasar-dasar Rekayasa Transportasi (terjemahan), Edisi Ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Daftar Pustaka
57
Laporan Penelitian
Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Kinog, K., 2006. Pembangunan Klungkung Terpadu dan Berdasarkan Potensi. Klungkung Tourism Board. Lane, R., T. J. Powell and P. P. Smith (1974). Analytical Transport Planning, Gerald Duckworth and Company Ltd., London. Mannheim, M. L. (1979), Fundamentals of Transportation Systems Analysis, The MIT Press Massachusetts. Maskur Riyadi, D.M. (2000). Pengembangan Wilayah dan Ekonomi Masyarakat di Daerah, Kepala Biro Kewilayahan, Deputi Regional dan Sumber Daya Alam, Bappenas, Diseminasi dan Diskusi Hotel Novotel, Bogor, 15-16 Mei 2000. Miller, E. J., Kriger, D. S. dan Hunt, J. D. (1998), Integrated Urban Models for Simulation of Transit and Land-Use Policies. TCRP Project H-12. May, A. D. (1990), Traffic Flow Fundamentals, Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Oglesby, C. H. and Hicks, R. G. (1982), Highway Engineering, Fourth edition, John Wiley and Son Ltd., New York. Oppenheim, N. (1995), Urban Travel Demand Modeling: From individual choices to general equilibrium, A Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons, inc., Toronto. Ortuzar, J. de D. dan Willumsen, L. G. (1994), Modeling Transport, Second edition, John Wiley and Sons Ltd., Chichester. Pemerintah Provinsi Bali (2003), Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2003-2010, Buku Rencana, Denpasar. Pemerintah Provinsi Bali (2005), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2005, Denpasar, Bali. Pemerintah Provinsi Bali (2009), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali tahun 2009-2029, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009, Denpasar, Bali. Salter, R. J. dan N. B. Hounsell (1996), Highway Traffic Analysis and Design, Third edition, Macmillan Press Ltd., London. Snelson, P. et al (1994), “Determining Highway Capacity and Level of Service”, in The 22nd European Transport Forum, September 1994, Warwick, England. Suweda, I W. (2002), Conflict Between Through and Terminating Traffic on A Linkroad with Frontage Development, PhD Thesis, University of Newcastle upon Tyne, England, United Kingdom. Taaffe, E. J., Gauthier, H. L. dan O’Kelly, M. E. (1996), Geography of Transportation, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Tamin, O.Z. (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Jalan Ganesa 10, Bandung. Taylor M. A. P., Young, W. dan Bonsall, P. W. (2000), Understanding Traffic System: Data, analysis and presentation, Second Edition, Athenaeum Press Ltd., Gateshead, Tyne and Wear, England. Transportation Research Board (1985), Highway Capacity Manual, Special report 209, TRB, Washington D.C. Webster, F. V., F. H. Bly and N. J. Paulley (1988). Urban Land-Use and Transport Interaction: Policies and Models, Report of the International Study Group on Land-Use/Transport Interaction (ISGLUTI), HMSO, London.
Daftar Pustaka
58