Energi Baru dan Terbarukan 154/Budidaya Pertanian Perkebunan
LAPORAN HASIL PENELITIAN UNGGULAN UNIVERSITAS MATARAM TAHUN I (2013)
PERAKITAN VARIETAS UNGGUL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.) BERBASIS JENIS LOKAL LOMBOK UNTUK PERCEPATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI TERBARUKAN
TIM PENELITI Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, M.Sc.Agr. NIDN: 0010066305 Prof. Dr. Ir. I Gst. Pt. Muliarta Aryana, MP. NIDN: 0012126114 Prof. Ir. I Komang Damar Jaya, M.Sc.Agr., Ph.D. NIDN: 0031126279 Dibiayai dengan Dana DIPA UNRAM Tahun Anggaran 2013 Nomor 023.04.2.415278/2013 Tanggal 5 Desember 2012
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM Desember, 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
A. Latar Belakang
2
B. Tujuan Penelitian
3
C. Urgensi Penelitian
3
D. Sasaran dan Manfaat Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
6
A. Tinjauan Umum Ricinus communis L.
6
B. Keragaman Jenis Jarak Kepyar
8
C. Kondisi Lingkungan
9
BAB II
D. Seleksi Massa
10
E. Peningkatan Kemajuan Seleksi
12
F. Perkembangan Penelitian pada Jarak Kepyar
13
G. Road Map Penelitian
15
BAB III
METODE PENELITIAN
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
33
B. Saran
34
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Nomor
Hal. 1. Deskripsi jenis jarak kepyar
…………………………………………….
2. Deskripsi sifat agronomi beberapa jenis jarak kepyar
8
………………….
9
3. Road map penelitian tanaman jarak kepyar Pusat Kajian dan Pengembangan Tanaman Sumber Energi Faperta UNRAM …………...
17
4. Hasil analisis ragam, nilai rerata, dan kisaran karakter agronomis hibrida F-1 jarak kepyar ………………………………………………………...
23
5. Koefisien keragaman genotype dan koefisien keragaman penetipe karakter agronimi hibrida F-1 jarak kepyar …………………………….
24
6. Keragaman genetic, simpangan baku ragam genetic, keragaman penotipe, simpangan baku ragam penotipe dan heretabilitas karakter agronomi hibrida F-1 jarak kepyar ……………………………………..
26
7. Umur berbunga tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar …………………………………………………………………...
27
8. Tinggi tanaman tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar …………………………………………………………………..
28
9. Jumlah malai tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar …………………………………………………………………..
29
10. Berat biji kering malai utama tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar ……………………………………………..
30
11. Berat biji kering per tanaman tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar ……………………………………………..
31
DAFTAR GAMBAR Nomor
Hal. 1. Tahapan perkecambahan biji jarak kepyar
……………………………..
6
2. Sistim percabangan tanaman jarak kepyar menentukan bentuk dan lebar kanopi …………………………………………………………………...
7
3. Malai bunga jarak kepyar yang dilengkapi dengan bunga betina dan bunga jantan ……………………………………………………………
7
4. Penampilan biji, buah (kapsul) kering dan buah segar …………………..
7
5. Kernel atau endosperm dan kulit biji jarak kepyar
8
……………………..
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Hal. 1. Jenis persilangan
………………………………………………………..
2. Hasil pengamatan lapang berdasarkan pengelompokan criteria
……….
39
……………...
45
……………………………………………………
49
3. Hasil perhitungan rerata variable pertumbuhan dan hasil 4. Rekapitulasi analisis
38
5. Analisis ragam masing-masing variable 6. Kegiatan penelitian dalam gambar
………………………………..
50
……………………………………..
53
ABSTRAK
Perakitan varietas unggul jarak kepyar telah diawali dengan hibridisasi antar varietas lokal Beaq Amor dengan 6 turunan hibrida. Sifat sifat unggul yang diinginkan dalam varietas baru jarak kepyaar, yaitu umur genjah, tanaman pendek, daya hasil tinggi dan kadar minyak tinggi serta adaptif terhadap lingkungan kering di NTB. Tujuan Jangka panjang adalah dihasilkan calon varietas unggul jarak kepyar berumur genjah, daya hasil dan kadar minyak yang tinggi serta lebih pendek dan adaptif pada lahan marginal. Tujuan tahun I : Dihasilkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus pertama dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P1.1 dan benih P1.2, dan populasi hasil seleksi siklus kedua, yaitu benih P2.1 dan benih P2.2. Tujuan Tahun II : Dihasilkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus ketiga dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P3.1 dan benih P3.2. dan juga mendapatkan populasi hasil seleksi siklus keempat, yaitu benih P4.1 dan benih P4.2. Tujuan Tahun III : mengetahui kemajuan seleksi massa selama empat siklus untuk masing-masing perbandingan, dan mengetahui daya adaptasi dan stabilitas hasil populasi hasil seleksi pada tiga lingkungan. Metode yang digunakan dalam perbaikan sifat adalah seleksi massa secara independent culling level. Pengujian hasil seleksi menggunakan rancangan acak lengkap kelompok. Hasil akhir penelitian ini adalah calon varietas unggul jarak kepyar yang siap untuk diuji multilokasi sebelum dilepas sebagai varietas unggul baru. Sementara ini, hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa a) koefisien keragaman genetik Hibrida F1 jarak kepyar agak rendah terdapat pada umur berbunga, tinggi tanaman, sedangkan keragaman tergolong tinggi terdapat pada jumlah malai per tanaman, jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman, dan hasil biji per hektar, b) keragaman genetik sifat agronomi Hibrida F1 jarak kepyar tergolong luas kecuali umur berbunga dan jumlah malai per tanaman tergolong sempit, dan c) heritabilitas jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman, dan hasil biji per hektar tergolong tinggi sedangkan sifat lainnya rendah.
Kata Kunci : genjah, seleksi massa, independent culling level, kadar minyak biji, kestabilan
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jarak kepyar varietas lokal Beaq Amor merupakan salah satu jarak kepyar yang telah dibudidayakan karena memiliki beberapa keunggulan, seperti
umur panen lebih genjah
dibandingkan dengan varietas lokal lain namun masih tergolong umur dalam, Jumlah bunga jantan banyak, ukuran malai cukup panjang dan telah beradaptasi dengan kondisi kekeringan. Kelemahannya, yaitu tanamannya tinggi, sehingga menyulitkan dalam melakukan panen, selisih keluar malai utama dengan malai primer cukup lama serta kapsul mudah pecah sebelum kapsul bagian atas tua. Oleh karena itu, guna menghasilkan varietas unggul jarak kepyar yang keluarnya malai lebih serempak (terbentuk percabangan sejak awal), buah tidak pecah dan umur pendek, tanaman lebih pendek maka perlu dicarikan tetua lain dan dilakukan hibridisasi. Tetua yang digunakan adalah turunan hibrida varietas China, yaitu turunan pertama Zibo-5, Zibo-7, dan Zibo 8 serta turunan kedua Zibo-5, turunan pertama JZ-3 dan JZ-4. Persilangan dilakukan secara resiprok, sehingga dihasilkan 12 macam hasil persilangan. Dari hasil persilangan tersebut selanjutnya dilakukan rekombinasi genetik dengan menggunakan benih F1. Hasil rekombinasi tersebut selanjutnya merupakan gen pool populasi awal. Perbaikan sifat populasi awal tersebut dapat dilakukan dengan seleksi massa. Seleksi massa yang akan dilakukan berupa perbaikan sifat
pada umur panen, tinggi
tanaman dan daya hasil. Seleksi terhadap dua sifat atau lebih pada pemuliaan tanaman lazim dilakukan oleh Pemulia. Salah satu caranya adalah dengan Independent culling level, yakni seleksi terhadap dua sifat atau lebih pada intensitas tertentu pada sesama generasi tetapi berurutan. Seleksi ini dilakukan sekaligus beberapa sifat berdasarkan batas-batas minimum yang ditetapkan bagi masing-masing sifat. (Soemartono dkk., 1992). Perbaikan sifat umur panen dilakukan terlebih dahulu dengan persentase tertentu, kemudian dilanjutkan dengan seleksi terhadap tinggi tanaman dan terakhir terhadap daya hasil. Besarnya persentase masing-masing sifat sangat menentukan besarnya kemajuan seleksi karena berkaitan dengan intensitas seleksi serta korelasi antar sifat yang diseleksi, sehingga hal ini sangat perlu untuk dikaji. Terhadap populasi hasil seleksi yang akan diperoleh sangat perlu dilakukan pengujian adaptasi dan stabilitas pada beberapa lokasi lahan kering di NTB guna mengetahui kestabilan daya hasil biji kering. Selain itu, melalui pengujian ini akan diketahui kemajuan seleksi masing-masing sifat.
B. Tujuan Penelitian Tujuan
jangka panjang
dari penelitian Unggulan Universitas Mataram ini adalah :
Dihasilkan calon varietas unggul jarak kepyar yang memiliki karakter genjah, berdaya hasil biji dan kandungan minyak yang tinggi serta tanaman lebih pendek yang adaptip pada lingkungan marginal . Tujuan Tahun I : Dihasilkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus pertama dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P1.1 dan benih P1.2, dan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus kedua dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P2.1 dan benih P2.2. Tujuan Tahun II : Dihasilkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus ketiga dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P3.1 dan benih P3.2. dan juga mendapatkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus keempat dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P4.1 dan benih P4.2. Tujuan Tahun III : Mengetahui kemajuan seleksi massa selama empat siklus untuk masingmasing perbandingan, dan mengetahui daya adaptasi dan stabilitas hasil populasi hasil seleksi pada tiga lingkungan.
C. Urgensi (Keutamaan) Penelitian Sesuai Dekrit Presiden No. 5 tahun 2006, Indonesia menggantikan 2% bahan bakar asal minyak bumi dengan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuels pada 2010 dan menjadi 5% pada 2025. Namun demikian produksi BBN dunia baru mencapai 2% dari total kebutuhan (Zah dan Ruddy, 2009). Tanaman penghasil energi (energy crop) yang sudah banyak tumbuh di Indonesia dan bukan merupakan tanaman penghasil minyak makanan salah satunya adalah jarak kepyar atau jarak jawa (Ricinus communis L.). Minyak biji jarak kepyar secara teknik sudah terbukti memiliki kelayakan ekonomi sebagai sumber penghasil biodisel berkualitas tinggi (Santana et.al., 2010). Selain sebagai penghasil biodisel, minyak jarak kepyar (castor oil) juga merupakan sumber bahan kimia industri terbarukan (Mutlu dan Meier, 2010) dan bermanfaat baik dalam merespon peningkatan kadar CO2 di udara dengan meningkatkan laju pertumbuhan dan hasilnya (Vanaya et.al., 2008) sehingga jarak kepyar berprospek cukup baik untuk dikembangkan dalam rangka memitigasi peningkatan kadar CO2 di udara yang terjadi akhir-akhir ini.
Permasalahan dalam pengembangan tanaman jarak kepyar di Indonesia adalah produktivitas rendah, variasi genetik yang tinggi, dan sifatnya yang perenial, serta belum ada jenisjenis unggul. Adanya variasi genetik dari jenis lokal yang tinggi mengakibatkan waktu panen tidak seragam dan sifat tanaman yang perenial mengakibatkan proses panen cukup sulit karena ukuran habitus tanaman yang tinggi dengan percabangan tidak teratur, serta tidak cocok dengan sebaran musim hujan yang singkat (berkisar 4 bulan) dalam setahun. Untuk dapat diusahakan dalam skala industri dan pemanfaatan lahan-lahan marginal yang ada ketiga sifat tersebut akan menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan varietas unggul baru yang mempunyai hasil tinggi, kadar minyak biji tinggi, umur genjah, serta tanaman lebih pendek yang beradaptasi baik di wilayah marginal, serta produktivitas per hari yang tinggi pula.
D. Sasaran dan Manfaat Penelitian Adapun sasaran Penelitian Unggulan Universitas Mataram yang diajukan ini adalah diperolehnya calon varietas unggul baru jarak kepyar yang berumur genjah, daya hasil, tanaman lebih pendek dan kandungan minyak tinggi serta mampu berdaptasi pada lingkungan marginal. Penanaman varietas tersebut akan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan (kesejahteraan) petani serta merangsang petani untuk menanam jarak kepyar berkesinambungan sehingga produktivitas lahan marginal yang dimiliki tetap berkelanjutan. Selain daripada itu, melalui perakitan jenis unggul dengan memanfaatkan jenis lokal, ini berarti pula sebagai usaha percepatan perolehan sumber alternatif bahan bakar berupa bahan bakar minyak nabati (BBN) yang merupakan permasalahan nasional yang diunggulkan pemecahan masalahnya oleh perguruan tinggi Universitas Mataram dan sekaligus sebagai usaha pelestarian plasma nutfah jarak kepyar jenis lokal. Kegiatan Penelitian Unggulan Universitas Mataram yang diajukan ini merupakan serangkaian kegiatan yang mencakup kegiatan seleksi dan dilanjutkan dengan uji multilokasi. Adapun pada akhirnya keluaran yang diharapkan (output penelitian) diperolehnya calon varietas unggul baru jarak kepyar umur genjah, berdaya hasil dan kandungan minyak tinggi serta tanaman lebih pendek yang adaptip pada lahan marginal.. Varietas atau jenis unggul yang didapatkan melalui penelitian ini tentunya merupakan keluaran penelitian yang sangat berguna terutama untuk menjamin keberlangsungan sumber alternatif bahan bakar minyak berupa bahan bakar nabati (BBN). Selain itu keluaran berupa jenis
unggul jarak kepyar ini akan memberikan jaminan kesinambungan usahatani di kawasan lahan kering. Karena sifatnya yang musimam, maka kebutuhan benih untuk siklus produksi berikutnya sangat diperlukan dan sekaligus sebagai faktor yang menjamin kesinambungan dan pemanfaatan produk hasil Penelitian Unggulan Universitas Mataram ini berupa varietas unggul. Peluang baik Fakultas Pertanian UNRAM sebagai produsen benih jarak kepyar jenis unggul ini merupakan hal yang sangat mendukung bagi terciptanya sumber in-come generating bagi fakultas maupun universitas.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Ricinus communis L.
Jarak kepyar atau jarak kaliki yang bahasa Latinnya Ricinus cummunis Linn. merupakan tanaman berupa semak (perdu) atau pohon yang tahan dan dapat tumbuh baik pada lingkungan kering, lahan-lahan marginal maupun lahan-lahan dengan pengairan baik sekalipun. Tanaman ini berasal dari Afrika, tepatnya dari Ethiopia, namun bangsa yang pertama kali membudidayakannya adalah bangsa Portugis dan Spanyol. Dinamakan Ricinus karena bijinya menyerupai serangga yang berbintik-bintik. Berikut adalah ciri-ciri anatomi dan morfologi serta habitus jarak pagar. Berikut adalah hasil hasil penelitian Ketua Tim Peneliti dan beberapa Anggota Peneliti yang dituangkan dalam gambar. Sistim percabangan tanaman jarak kepyar akan menentukana lebar-sempitnya tajuk (kanopi) tanaman. Tajuk akan semakin lebar dengan semakin banyaknya pemangkasan yang dilakukan. Pemangkasan yang tepat waktu (umur tanaman) juga berpengaruh pada peningkatan hasil biji yang diperoleh Tanaman jarak kepyar berbunga banyak atau disebut planta multiflora dan berkumpul membentuk suatu rangkaian bunga atau disebut bunga majemuk atau inflorescenti. Tandan atau malai bunga terbentuk di ujung percabangan (flos terminalis) dengan warna bunga di antara jenis relatif berbeda.
Gambar 1. Tahapan perkecambahan biji jarak kepyar. Dari sejak tanam sampai muncul di permukaan tanah, proses perkecambahan membutuhkan waktu 7-9 hari.
Gambar 2. Sistim percabangan tanaman jarak kepyar menentukan bentuk dan lebar kanopi.
Bunga betina
Bunga jantan
Gambar 3. Malai bunga jarak kepyar yang dilengkapi dengan bunga betina dan bunga jantan.
Gambar 4. Penampilan biji, buah (kapsul) kering dan buah segar jarak kepyar Klikit Kayangan (kiri), Beaq Amor (tengah), dan Gundul Bayang (kanan).
Setiap biji jarak kepyar terdiri atas kulit biji yang cukup keras dan isi biji yang dikenal sebagai kernel, serta embrio yaitu suatu organ tanaman rudimenter. Pada kernel tersebut terkandung minyak yang tinggi konsentrasinya. Proporsi berat kernel atau endosperma terhadap berat total biji jarak kepyar adalah berkisar 70-75%, sedangkan proporsi kulit biji berkisar 25-30%.
Gambar 5. Kernel atau endosperma (kiri) dan kulit biji (kanan) jarak kepyar.
Keragaman Jenis Jarak Pagar Keragaman genetik yang terdapat dalam satu jenis (spesies) disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman (Makmur, 1992; Frey, 1981).
Tanaman
jarak kepyar merupakan tanaman menyerbuk silang, sehingga sering terjadi persilangan bebas antara tanaman dalam suatu populasi atau antara populasi sehingga turunannya akan sangat
bervariasi. Hasil eksplorasi pendahuluan di beberapa daerah di NTB ditemukan variasi pada aspek warna kulit batang, warna daun, warna pucuk dan tangkai daun, bentuk buah/kapsul, dan warna, bentuk, dan ukuran biji.
Tabel 1. Deskripsi jenis jarak kepyar
Sifat-Sifat
Genjah
Tengahan
Dalam
Umur panen
3,5 bulan
3,0-3,5 bulan
5,0-6,0 bulan
Tinggi tanaman
3 meter
2,0-2,5 meter
4 meter
Jumlah tandan
6-12 tandan
4-10 tandan
25-35 tandan
Jumlah buah/tandan
30-40 buah
40-50 buah
55-65 buah
Jumlah biji/buah
3 biji
3 biji
3 biji
Bentuk dan warna biji
Oval, coklat muda
Oval, coklat tua
Oval, coklat berbintik hitam atau putih
Mulai berbunga
2,5 bulan
2,0-2,5 bulan
4,0 bulan
Hasil (rata-rata)
1,3 ton/ha
3 ton/ha
2,5 ton/ha
Berat 100 biji
35 g
34 g
70 g
Kadar minyak
46%
47%
49%
Umur produktif
7 bulan
18 bulan
36 bulan
Sumber : dari beberapa referensi
Tabel 2. Deskripsi sifat agronomi beberapa jenis jarak kepyar
Sifat Agronomi
Asembagus 22
Asembagus 81
BeaqAmor
Asal
Seleksi masa populasi Dompu, NTB
Seleksi masa populasi Probolinggo
Kayangan, Lombok Utara NTB
Warna batang
Kemerahan
Hijau
Kemerahan
Lapisan lilin
Tebal
Tebal
Tebal
Warna daun
Hijau
Hijau
Hijau
Warna tulang tangkai daun
Kemerahan
Hijau keputihan
Kemerahan
Warna bunga betina
Hijau
Hijau
Hijau
Warna putik
Merah
Merah
Merah
Warna bunga jantan
Kuning
Kuning
Kuning
Warna biji
Coklat berbintik kekuningan
Coklat tua berbintik putih
Coklat berbintik kuning
Tinggi tanaman
200-280 cm
300-350 cm
200-375 cm
Umur mulai berbunga
35-40 hari
50-55 hari
40-65 hari
Umur bunga I
40-48 hari
55-65 hari
45-60 hari
Umur panen I
100 hari
105 hari
100-110 hari
Jumlah tandan buah
10-20 tandan
10-23 tandan
8-22 tandan
Jumlah buah/tandan
75-100 buah
50-100 buah
45-127 buah
Berat 100 biji
40 g
34 g
38-47 g
Produktivitas
1.0-3.2 ton
0.9-2.5 ton
1.0-3.5 ton
Kandungan minyak
55-57%
51-54%
53-57%
Kondisi Lingkungan Ricinus communis L. atau jarak kepyar baik tumbuh pada berbagai macam jenis tanah dan kondisi. Pada kondisi kekeringan, tanah terdegradasi, tanah bekas ladang berpindah, dan tanah tak terpupuk, tanaman ini masih dapat tumbuh menghasilkan biji (Mandal, 2005). Namun, apabila akan mengembangkan tanaman ini sebaiknya memilih dan kemudian menseleksinya dari tanaman
yang telah tumbuh di sekitar lokasi pengembangan. Sekarang ini telah ada varietas unggul hasil seleksi massa yang dikeluarkan oleh Ballitas, Malang, walaupun ketersediaannya masih terbatas. Lahan kering merupakan kawasan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa air hujan atau air irigasi (Utomo, 2002). Umumnya masalah teknis yang dihadapi pada pengelolaan lahan kering adalah menurunnya produktivitas lahan, tidak menentu saat awal turun hujan, rendahnya cadangan air tanah pada musim kemarau disertai evaporasi yang tinggi dan sebagian besar petaninya subsisten dan belum banyak yang memahami manfaat kotoran ternak sebagai pensuplei unsur hara (Agustina dan Semaoen, 1995). Menurut Soetrisno (1989), sistem perakaran meliputi penyebaran akar, tahanan dan permiabilitas akar serta kemampuan daun untuk menahan laju transpirasi, akan menentukan besarnya air yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Karena itu, tanaman yang diusahakan di lahan kering harusnya memiliki syarat-syarat seperti tahan terhadap kekeringan, daya tumbuh besar, mempunyai dedaunan yang rimbun, susunan perakarannya yang dalam dan kuat serta tahan terhadap hama/penyakit. Seleksi Massa Pada tanaman menyerbuk silang, seleksi massa merupakan seleksi individu berdasarkan fenotipe dalam suatu populasi kawin acak. Biji diperoleh dari tanaman yang telah dipilih dan sejumlah biji yang sama dari setiap tetua (tanaman terpilih) dicampur untuk membentuk bahan pertanaman generasi berikutnya. Tidak ada penyerbukan yang dikendalikan dan diasumsikan, bahwa tetua betina yang diseleksi dikawinkan dengan sampel acak gamet-gamet jantan dalam seluruh populasi (Nasir, 2001). Seleksi massa telah
dilakukan pada tanaman jagung karena
prosedurnya sederhana dan mudah dilakukan dibandingkan dengan metode lainnya (Chaudhary, 1984; Poespodarsono, 1988) menyatakan bahwa seleksi massa terhadap hasil umumnya mengalami kemajuan seleksi rendah karena keragaman genetik rendah akibat seleksi terus berlangsung setiap melakukan penanaman.
Oleh karena itu perbaikan dapat diarahkan terhadap sifat lain yang
berkorelasi erat terhadap hasil. Perbaikan hasil melalui seleksi massa ini telah dilaporkan oleh Gardner pada tahun 1961, bahwa dalam satu siklus seleksi massa didapatkan perbaikan hasil sebanyak 23% diatas populasi dasar. Ito dan Brewbaker (1981), mengadakan seleksi massa untuk meningkatkan keempukan biji pada jagung manis. Subandi (1982), telah melakukan seleksi sifat saat keluar rambut pada tiga varietas jagung selama empat siklus.
Hasilnya menunjukkan bahwa seleksi keluar rambut
mengurangi umur keluar rambut 1,4% per siklus pada Swan I x. penyalinan 1,9% per siklus pada Bogor DMR4 x ICS2 dan 1 tahun pada Swan I x genjah kretek. Hasil penelitian Sudiarsa (1992),
bahwa selama empat siklus seleksi massa terhadap keserempakan masaknya bunga jantan dan bunga betina pada jagung manis memperoleh kemajuan 0,349 hari dan hasil meningkat 0,323 ton/ha per siklus. Hal ini menunjukkan sifat tersebut berhubungan erat dengan hasil. Seleksi massa selama dua siklus pada jagung Bogor Composite 10 terhadap sifat prolifikasi diperoleh kemajuan seleksi 2,86 (arcsin akar persen) per siklus. Respon tidak langsung terhadap hasil adalah 154 kg/ha (4,62 persen) dari populasi dasar (Subandi and Sudjana, 1982). Wijaya (1989) telah melakukan seleksi massa selama tiga siklus pada jagung lokal Bojolali. Kemajuan seleksi per siklus sebesar 0,103 cm dan 0,684 cm masing-masing untuk diameter tongkol dan panjang tongkol, dan ini mendekati hasil ramalan didasarkan atas varian genetik populasi awal. Idris dan Sudika (1994) melaporkan bahwa seleksi massa untuk memperbaiki daya hasil yang didasarkan pada pertumbuhan dan hasil memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar dibandingkan dengan seleksi yang didasarkan pada keserempakan masaknya bunga jantan dan betina serta berat biji pipilan per tanaman. Kriteria di atas dapat dijadikan dasar dalam melakukan seleksi massa. Kemajan seleksi per siklus untuk setiap kriteria sebesar 0,066 ton/ha untuk kriteria I (atas dasar hasil); 0,094 ton/ha untuk kriteria II (atas dasar keserempakan masak bunga jantan dan betina dan 0,131 ton/ha) untuk kriteria III (atas dasar pertumbuhan meliputi jumlah daun, tinggi tanaman dan diameter batang dan hasil). Penelitian yang dilakukan oleh Sudika, dkk., (2005) diperoleh bahwa, Kemajuan seleksi massa hingga siklus kedua untuk seleksi
secara tidak langsung (dengan pengendalian
penyerbukan) lebih besar daripada kemajuan seleksi secara langsung terhadap daya hasil. Seleksi massa secara tidak langsung kemajuannya sebesar 0,450 kg per plot (setara dengan 0,306 t/ha) dan 0,350 kg per plot (0,238 t/ha) untuk seleksi secara langsung (tanpa pengendalian penyerbukan) keduanya bersifat linier tidak nyata. Daya hasil kedua populasi hasil seleksi massa siklus pertama dan siklus kedua sama dengan populasi awal; namun lebih kecil dibandingkan dengan daya hasil varietas unggul Arjuna, kecuali daya hasil populasi siklus kedua hasil seleksi dengan pengendalian penyerbukan. Daya hasil varietas unggul Arjuna, populasi awal, populasi hasil seleksi secara tidak langsung, populasi hasil seleksi secara langsung siklus pertama dan siklus kedua berturut-turut sebesar 6,808 kg/plot (4,631 t/ha); 5,107 kg/plot (3,474 t/ha); 5,331 kg/plot (3,626 t/ha); 5,582 kg/plot (3,797 t/ha); 6,008 kg/plot (4,087 t/ha) dan . 5,808 kg/plot (3,951 t/ha). Perbaikan seleksi massa selain dengan pengendalian penyerbukan juga dilakukan melakukan “selfing” dan metodenya disebut seleksi berulang sederhana (Dahlan, 1988). Sudika, dkk. (1998) telah memperbaiki populasi dasar hasil evaluasi tersebut hingga siklus ketiga. Kemajuan seleksi yang diperoleh untuk umur panen sebesar –2,87 hari atas dasar varietas Arjuna
dan –1,83 hari atas dasar C0 per siklus dan bersifat linier yang nyata. Umur panen varietas Arjuna, C0, C1, C2 dan C3 berturut-turut 83,81 hari; 79,28 hari; 77,77 hari; 75,62 hari; dan 73,89 hari yang berbeda antara populasi. Seleksi merupakan metode pemuliaan yang paling sederhana dan paling memberi harapan untuk mendapatkan hasil genetik yang besar pada generasi pertama. Seleksi berdasarkan pada prinsip bahwa nilai genetik rata-rata dari individu yang terseleksi akan lebih baik dibandingkan dengan nilai individu rata-rata dalam populasi secara bersamaan. Seleksi terhadap beberapa sifat pada pemuliaan tanaman lazim dilakukan oleh Pemulia tanaman. Ada 3 (tiga) cara seleksi lebih dari satu sifat individu (Soemartono, dkk., 1992), yaitu: 1. Seleksi simultan/tendem (tandem selection); Seleksi untuk beberapa sifat tidak dilakukan sekaligus, melainkan satu persatu dalam urutan waktu tertentu. Satu sifat diperbaiki selama beberapa generasi, lalu diikuti seleksi terhadap sifat lainnya beberapa generasi, begitu seterusnya. 2. Independent culling level; Seleksi terhadap beberapa sifat pada intensitas tertentu pada sesama generasi tetapi berurutan. Metode ini memberikan nilai minimum untuk setiap sifat. Seleksi dilakukan sekaligus beberapa sifat berdasarkan batas-batas minimum yang ditetapkan bagi masing-masing sifat. 3. Indeks seleksi (selection index); Metode ini memberikan informasi dari semua sifat ke dalam suatu indeks, dengan demikian memungkinkan memberi skor total pada setiap individu. Dengan cara ini seleksi terhadap beberapa sifat dilakukan secara simultan dan pertimbanganpertimbangan lain yang dipakai pemulia tanaman hanya berdasar bobot nisbi yang diberikan terhadap masing-masing sifat.
Peningkatan Kemajuan Seleksi Seleksi menyebabkan perubahan frekuensi allel dan frekuensi genotipe yang dikehendaki atau seleksi dapat menciptakan susunan genotipe baru. Perubahan susunan genotipe dapat dilihat dari terjadinya pergeseran rerata populasi, yakni dari populasi dasar ke populasi hasil seleksi. Selisih rerata kedua populasi tersebut disebut kemajuan seleksi (Soemartono, dkk., 1992). Peningkatan kemajuan seleksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan Grid System untuk mengurangi efek lingkungan (Gardner, 1961). Petak seleksi dibagi atas beberapa strata dan pemilihan dilakukan dalam setiap strata. Prinsip ini telah dicobakan oleh Widiartha (1992) pada tanaman jagung manis. Hasilnya menunjukkan, dengan pembentukan strata-strata, yakni dalam
bentuk plot-plot, kemajuan seleksi terhadap keserempakan masaknya bunga jantan dan bunga betina sebesar 0,511 hari dan lebih besar dibandingkan tanpa strata, yakni 0,475 hari. Selain itu, kemajuan seleksi juga ditentukan oleh variabilitas dan heritabilitas sifat yang diseleksi (Jain, 1982). Bari et. al. (1981) dan Dahlan (1988) mengatakan, bahwa seleksi akan efektif apabila variabilitas populasi sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik. Variabilitas merupakan tingkat variasi suatu sifat dalam suatu populasi, spesies atau varietas. Variabilitas tanaman jagung umumnya tinggi karena adanya penyerbukan silang, sehingga kemungkinan berhasilnya seleksi lebih besar (Hermiati dan Herawati, 1979). Moentono (1985) menyatakan, bahwa perbaikan genetik tidak dapat dicapai hanya dalam satu siklus saja. Perbaikan menjadi sangat nyata setelah dilakukan sepuluh siklus seleksi; namun efektivitasnya tergantung dari adanya variabilitas genetik populasi sifat yang diseleksi. Keberhasilan seleksi selain tergantung dari variabilitas dan heritabilitas sifat yang diseleksi, juga ditentukan oleh intensitas seleksi (Hallauer dan Miranda, 1982; Chaudhary, 1984). Intensitas seleksi merupakan selisih rerata populasi tanaman terpilih dengan rerata populasi awal dinyatakan kedalam unit simpangan bakunya. Besarnya intensitas seleksi tergantung dari persentase tanaman terpilih dan simpangan baku sifat yang diseleksi (Singh dan Chaudhary, 1979). Semakin sedikit tanaman terpilih, intensitas seleksi semakin besar dan kemajuan seleksi juga semakin besar; namun dapat mengakibatkan terjadinya depresi silang dalam pada generasi berikutnya (Chaudhary, 1984).
Perkembangan Penelitian pada Tanaman Jarak Kepyar
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak kepyar jenis lokal “Beaq Amor” yang ditanam pada saat musim penghujan sangat berbeda dengan yang ditanam pada saat musim kemarau. Perbedaan tersebut menyebabkan hasil biji yang diperoleh lebih tinggi pada pertanaman yang
ditanam
saat musim
kemarau
daripada
yang ditanam
saat musim
penghujan
(Soemoenaboedhy et.al., 2010). Biji-biji yang memiliki kandungan minyak tertinggi dari jarak kepyar jenis lokal Beaq Amor ini diperoleh jika malai dipanen pada saat sejumlah kapsul pada setiap malai telah masak 75% dari seluruh kapsul yang ada. Selain daripada itu, memanen biji pada malai yang telah masak 75% menghindari hilangnya biji akibat pecahnya kulit kapsul sehingga biji-biji akan berjatuhan (Santoso dan Hadi, 2010).
Keberadaan jenis jarak kepyar di Indonesia masih sangat terbatas. Jenis yang ada saat ini merupakan hasil seleksi massa yang dilakukan peneliti Ballitas, Malang dan menghasilkan varietas Asembagus-22, Asembagus-60, dan Asembagus-81 (Ballitas, 2000). Walaupun demikian banyak dijumpai jenis-jenis lokal sebagai ekotipe maupun galur di wilayah Indonesia Bagian Timur (Mardjono, 2000). Pada sisi lain, permasalahan dalam pengembangan tanaman jarak kepyar di Indonesia adalah produktivitas rendah, variasi genetik yang tinggi, dan sifatnya yang perenial, serta belum ada jenis-jenis unggul. Adanya variasi genetik dari jenis lokal yang tinggi mengakibatkan waktu panen tidak seragam dan sifat tanaman yang perenial mengakibatkan proses panen cukup sulit karena ukuran habitus tanaman yang tinggi dengan percabangan tidak teratur, serta tidak cocok dengan sebaran musim hujan yang singkat (berkisar 4 bulan) dalam setahun. Terdapat variabilitas keragaan yang tinggi daripada tanaman jarak kepyar akibat sifatnya yang menyerbuk silang (cross pollination) walaupun tanaman ini sekaligus menyerbuk sendiri (self pollination) (Weiss, 1971). Karena itu, maka untuk menjadikan usahatani jarak kepyar ini berhasil dan menguntungkan selayaknya menggunakan bahan tanaman atau benih yang memiliki jaminan yang baik yaitu dari tanaman yang tidak memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Perakitan jarak kepyar varietas unggul yang berumur genjah dapat dihasilkan melalui teknik hibridisasi jenis lokal yang bersifat perenial namun telah beradaptasi luas pada kawasan NTB (khususnya) dan Indonesia (umumnya) dan berkadar minyak biji yang tinggi dengan jenis unggul yang telah ada yang berumur lebih genjah atau jenis hibrida yang keduanya telah cukup banyak digunakan di beberapa negara seperti China dan India. Percobaan dengan menggunakan jarak kepyar jenis hibrida telah dilakukan di daerah lahan kering pulau Lombok oleh Jaya dan Hadi (2010) yang hasilnya menunjukkan bahwa potensi hasil yang tinggi dihambat oleh kondisi kekeringan lingkungan tempat percobaan dilakukan. Selain itu ketergantungan benih hibrida akan merugikan petani pengembang tanaman ini. Teknik hibridisasi merupakan suatu teknik dalam pemuliaan tanaman yang dapat mengkombinasikan beberapa keunggulan dari masing-masing tetua. Tim Peneliti saat ini sedang melaksanakan hibridisasi dari sejumlah 6 turunan hibrida dengan jenis lokal Beaq Amor yang diharapkan akan diperoleh 450 galur, yang kemudian akan digunakan dalam Penelitian Unggulan Universitas Mataram yang diusulkan ini.
ROAD MAP (PETA JALAN) PENELITIAN
Kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Ketua tim peneliti dan anggota tim telah merlaksanakan penelitian pada aspek agronomi khususnya teknik budidaya untuk meningkatkan hasil jarak kepyar jenis lokal Beaq Amor. Aspek yang dikaji adalah pengaturan pengairan, pemangkasan, penentuan waktu panen, dan pengujian saat (musim) tanam. Pengujian daya adaptasi dan daya hasil biji beberapa jenis hibrida (dari China dan India) juga telah dilakukan. Secara garis besar hasil penelitian tersebut masih diperlukan teknologi untuk meningkatkan hasil biji. Tingkat variabilitas tanaman masih tinggi, sedangkan jenis hibrida yang dikembangkan di wilayah lahan kering Pulau Lombok mengalami cekaman suhu tinggi yang menyebabkan hasil rendah. Karena itu, para Tim Peneliti melaksanakan penelitian pada aspek hibridisasi antara jenis lokal Beaq Amor dengan beberapa turunan jenis hibrida China. Persilangan antara jarak kepyar lokal Beaq Amor dengan enam turunan hibrida telah dilakukan dan diperoleh 12 macam populasi hasil persilangan. Kedua belas macam populasi tersebut telah direkombinasi genetik secara alami dan telah diperoleh populasi hasil rekombinasi (Santoso dkk. 2010). Populasi tersebut merupakan populasi awal dalam kegiatan seleksi untuk perbaikan sifat yang diajukan pelaksanaan dalam Penelitian Unggulan Universitas Mataram ini. Penelitian yang direncanakan dalam usulan ini. Melakukan seleksi massa siklus pertama, kedua, ketiga, dan keempat secara independent culling level untuk tiga sifat dengan dua macam perbandingan. Benih yang digunakan adalah populasi dasar yang telah dihasilkan dari kegiatan penelitian sebelumnya. Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi massa secara independent culling level. Dalam melakukan seleksi secara independent culling level, digunakan dua perbandingan tanaman terpilih, yaitu cara pertama: 40 % untuk umur panen diikuti dengan 50 % untuk tinggi tanaman dan 25 % untuk hasil dan cara kedua: 50 % untuk umur panen diikuti dengan 40 % untuk tinggi tanaman dan 30 % untuk hasil. Pengurangan efek lingkungan selama melaksanakan kegiatan seleksi menggunakan metode grid system. Melalui serangkaian percobaan tersebut, maka diharapkan pada tahu pertama dan kedua pelaksanaan penelitian ini akan diperoleh populasi hasil seleksi siklus pertama, kedua, ketiga dan siklus keempat dengan dua perbandingan (P1.1, P1.2, P2.1, P2.2, P3.1, P3.2, P4.1 dan P4.2). Kegiatan tahun ketiga adalah pengujian hasil seleksi. Percobaan menggunakan bahan tanaman berupa populasi dasar dan populasi hasil seleksi serta satu varietas unggul, yakni
Asembagus 8.
Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi lahan kering di NTB. Metode yang
digunakan untuk setiap lokasi adalah metode eksperimental dengan percobaan di lapangan. Percobaan dirancang dengan rancangan acak lengkap kelompok dengan 4 ulangan (blok). Kemajuan seleksi untuk setiap cara merupakan kemajuan seleksi rata-rata ketiga lokasi. Sedangkan pengujian adaptasi dan stabilitas hasil dilakukan sesuai dengan program AMMI. Keluaran kegiatan penelitian tahun ketiga ini adalah diperoleh kemajuan seleksi masing-masing perbandingan untuk setiap sifat, sehingga dapat ditetapkan satu cara terbaik. Selain itu, adanya informasi daya adaptasi dan stabilitas hasil dapat ditetapkan satu populasi yang memeiliki adaptasi dan stabilitas lebih baik guna untuk pengujian selanjutnya.
Rencana arah penelitian selanjutnya. Kegiatan penelitian berikutnya setelah diperolehnya hasil Penelitian Strategis Nasional yang diajukan ini adalah serangkaian percobaan meliputi pengujian multilokasi dengan musim tanam yang berbeda dan kajian teknik budidaya (pengaturan kerapatan tanam, uji ketahanan hama/penyakit, frekuensi pemberian air di musim kemarau dan kajian dosis pupuk anorganik). Hasil kajian tersebut sangat diperlukan dalam melengkapi pengusulan pelepasan varietas unggul baru jarak kepyar. Berikut Tabel 3. yang memaparkan kegiatan penelitian baik yang sudah dilaksanakan, sedang dilaksanakan dan akan dilaksanakan, serta yang diajukan anggaran pelaksanakan melalui proposal Penelitian Unggulan Universitas Mataram ini.
Tabel 3. Road Map Penelitian Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) Pusat Kajian dan Pengembangan Tanaman Sumber Energi Faperta UNRAM
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Karakterisasi agronomis jarak kepyar lokal NTB Evaluasi hasil jarak kepyar bbrp genotipe lokal NTB dan jenis unggul luar Seleksi dan Hibridisasi Ricinus communis untuk memperoleh jenis unggul berbasis jenis lokal NTB Seleksi massa scr ICL dengan dua cara, siklus 1, 2, 3, dan 4 Uji coba galur-galur unggul jarak kepyar (Ricinus communis) di kawasan NTB Pengujian multi lokasi Produksi Benih Jatropha curcas dan Ricinus communis Teknologi Produksi/Budidaya Jatropha curcas dan Ricinus communis Pelepasan Varietas Unggul Baru Jatropha curcas dan Ricinus communis
Keterangan : kegiatan tahun 2013, 2014, dan 2015 yang dibold merupakan kegiatan penelitian yang diajukan ke penelitian Unggulan Universitas Mataram dalam proposal ini
BAB III. METODE PENELITIAN
Persilangan antara jarak kepyar lokal Beaq Amor dengan enam turunan hibrida telah dilakukan dan diperoleh 12 macam populasi hasil persilangan. Kedua belas macam populasi tersebut telah direkombinasi genetik secara alami dan telah diperoleh populasi hasil rekombinasi. Populasi tersebut merupakan populasi awal dalam kegiatan seleksi untuk perbaikan sifat. Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi massa. Sifat yang diseleksi, yaitu umur panen, tinggi tanaman dan hasil biji. Mengingat tiga sifat yang diperbaiki, maka digunakan cara independent culling level untuk mendapatkan tanaman terpilih. Dalam kegiatan ini seleksi dilakukan selama 4 siklus dan selanjutnya dilakukan pengujian hasil seleksi.
Kegiatan Tahun I dan Tahun II Jenis kegiatan : Melakukan seleksi massa siklus pertama, kedua, ketiga, dan keempat secara independent culling level untuk tiga sifat dengan dua macam perbandingan. Bahan : Benih populasi dasar yang telah dihasilkan dari kegiatan penelitian sebelumnya, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk Ponska, Furadan 3 G dan pestisida lainnya. Metode : Metode seleksi yang digunakan adalah seleksi massa secara independent culling level. Dalam melakukan seleksi secara independent culling level, digunakan dua perbandingan tanaman terpilih, yaitu cara 1: 40 % untuk umur panen diikuti dengan 50 % untuk tinggi tanaman dan 25 % untuk hasil dan cara 2: 50 % untuk umur panen diikuti dengan 40 % untuk tinggi tanaman dan 30 % untuk hasil. Pengurangan efek lingkungan selama melaksanakan kegiatan seleksi menggunakan metode grid system. Prosedur Percobaan: Sebelum tanam, terlebih dahulu dilakukan pengolahan tanah dengan membajak dan menggaru masing-masing satu kali kemudian diratakan. Selanjutnya petak seleksi dibagi atas dua subpetak. Setiap subpetak memuat satu cara seleksi massa. Dalam setiap subpetak ditanam 1.000 tanaman yang terbagi atas 20 grid. Dalam setiap grid memuat 100 tanaman. Sebelum tanam terlbih dahulu dibuat lubang tanam dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm. Pada lubang tanam tersebut diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg kemudian dicampurkan dengan tanah bekas galian lubang tersebut. Jarak tanam yang digunakan adalah 1,5 x 1,5 m. Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah di tengah-tengah lubang tanam, selanjutnya benih ditanam sedalam lebih kurang 2 cm. Sebelum tanam, benih terlebih dahulu direndam selama 24 jam kemudian diperam selama 12 jam. Setiap lubang diisi dua benih,
kemudian pada umur 14 hari diperjarang dengan menyisakan tanaman yang lebih baik. Pada lubang tanam tersebut diberikan pula Furadan 3 G dengan dosis 4 g per lubang. Pemupukan menggunakan pupuk Ponska dan urea. Pemupukan pertama pada umur 10 hari setelah tanam dengan dosis 120 g ponska dan 60 g urea; yang diberikan dengan cara membuat lubang tiga lubang di sekitar tanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 35 hari setelah tanam dengan dosis yang sama seperti pada pemberian pupuk pertama. Pemeliharaan tanaman selanjutnya meliputi pengairan, penyiangan dan pem-bumbunan serta pengendalian hama/penyakit. Pengairan dilakukan sesuai dengan kondisi lahan dengan cara dileb. Penyiangan dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam dengan cara menyabit rumput di sekitar tanaman dan dilanjutkan dengan pembumbunan. Sedangkan pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan. Panen dilakukan apabila tanaman telah menunjukkan kriteria panen, yakni 75 persen kapsul dalam setiap malai telah kering dengan kulit kapsul berwarna coklat tua. Seleksi cara pertama dilakukan dengan memilih tanaman sebanyak 60 persen dalam setiap grid yang panen lebih awal. Selanjutnya dari 60 % tanaman tersebut dipilih 40 % tanaman yang tanamannya lebih pendek dan dari 40 % tanaman terpilih ini ditetapkan sebanyak 25 % tanaman yang memiliki total malai terberat dan sulit pecah. Dengan demikian jumlah tanaman terpilih akhir seleksi ini maksimal 3 tanaman per grid. Mengingat dalam satu cara terdapat 20 grid, maka jumlah seluruh tanaman terpilih menjadi 60 tanaman untuk cara pertama. Malai-malai tanaman terpilih selanjutnya dikeringkan dan biji-bijinya dibulk dan hasilnya adalah populasi hasil seleksi siklus pertama cara I (P1.1). Seleksi siklus kedua, ketiga dan keempat untuk cara I dilakukan dengan cara seleksi yang sama, sehingga diperoleh P2.1, P3.1 dan P4.1. Seleksi cara kedua dilakukan dengan memilih tanaman sebanyak 40 persen dalam setiap grid yang panen lebih awal. Selanjutnya dari 40 % tanaman tersebut dipilih 50 % tanaman yang tanamannya lebih pendek dan dari 50 % tanaman terpilih ini ditetapkan sebanyak 30 % tanaman yang memiliki malai terberat. Dengan demikian jumlah tanaman terpilih akhir seleksi ini maksimal 3 tanaman per grid. Mengingat dalam satu cara terdapat 20 grid, maka jumlah seluruh tanaman terpilih menjadi 60 tanaman tongkol untuk cara kedua. Malai-malai tanaman terpilih tersebut dikeringkan dan setelah kering biji-bijinya dibulk dan hasilnya merupakan populasi hasil seleksi massa siklus pertama cara kedua (P1.2). Seleksi siklus kedua, ketiga dan keempat untuk cara II dilakukan dengan cara yang sama seperti pada siklus pertama, sehingga diperoleh P2.2, P3.2 dan P4.2. Keluaran Tahun I : Dihasilkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus pertama dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P1.1 dan benih P1.2, dan populasi hasil
seleksi massa secara independent culling level siklus kedua dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P2.1 dan benih P2.2. Keluaran Tahun II: Dihasilkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus ketiga dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P3.1 dan benih P3.2. dan juga mendapatkan populasi hasil seleksi massa secara independent culling level siklus keempat dengan dua macam perbandingan, yaitu benih P4.1 dan benih P4.2.
Kegiatan tahun III Jenis kegiatan : Pengujian hasil seleksi Tujuan : 1). mengetahui kemajuan seleksi masing-masing perbandingan untuk setiap sifat, dan 2). mengathui daya adaptasi dan stabilitas hasil dari populasi hasil seleksi yang telah dilaksanakan selama empat siklus. Bahan: Populasi dasar dan populasi hasil seleksi (P0, P1.1, P1.2, P2.1, P2.2, P3.1, P3.2, P4.1 dan P4.2) serta satu varietas unggul, yakni Asembagus 8. Metode : Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi lahan kering di NTB. Metode yang digunakan untuk setiap lokasi adalah metode eksperimental dengan percobaan di lapangan. Percobaan dirancang dengan rancangan acak lengkap kelompok dengan 4 ulangan (blok). Populasi yang diuji, yaitu populasi dasar (P0), P1.1, P1.2, P2.1, P2.2, P3.1, P3.2, P4.1 dan P4.2 serta satu varietas unggul, yakni Asembagus 81. Prosedur percobaan: Petak percobaan diolah tanahnya terlebih dahulu dengan membajak dan menggaru satu kali. Selanjutnya dibuat blok-blok sebanyak 4 blok. Ukuran setiap blok adalah 30 m x 30 m. Jarak antar blok 2 m. Dalam setiap blok setiap populasi ditanam 2 baris dan masing-masing baris memuat 20 tanaman, sehingga satu populasi terdapat maksimal 40 tanaman per blok. Jarak tanam yang digunakan adalah 1,5 x 1,5 m. Cara bercocok tanam dan panen serta pasca panen yang diterapkan sama seperti penanaman pada petak seleksi. Luas percobaan masing-masing lokasi sekitar 50 are. Peubah yang diamati meliputi umur keluar malai utama, umur keluar malai primer dan umur keluar malai sekunder, tinggi tanaman, umur panen, berat total malai saat panen, jumlah kapsul per malai dan berat biji kering per plot. Cara dan waktu pengamatannya, sebagai berikut: 1). Umur keluar malai (hari); diperoleh dengan menghitung hari sejak tanam hingga tanaman sampel telah mengeluarkan malai utama. Tanaman dikatakan keluar malai apabila kelopak bunga telah pecah dan terlihat primordial bunga. 2). Umur keluar malai primer (hari); diperoleh dengan menghitung hari sejak tanam hingga
tanaman sampel telah mengeluarkan malai cabang primer. 3). Umur keluar malai sekunder (hari); diperoleh dengan menghitung hari sejak tanam hingga tanaman sampel telah mengeluarkan malai cabang sekunder. 4).Tinggi tanaman (cm); diperoleh dengan mengukur tinggi tanaman sampel mulai pangkal batang hingga pangkal malai utama. Pengukuran dilakukan setelah malai utama mengeluarkan kapsul seluruhnya. 5). Umur panen (hari); pengamatan dilakukan dengan menghitung hari sejak tanam hingga 75 % kapsul malai utama tanaman sampel telah kering. 6). Berat total malai saat panen per plot (kg); diperoleh dengan menimbang seluruh malai utama, primer dan malai sekunder tanaman dalam setiap plot setelah panen. 7). Jumlah kapsul per malai (buah); diperoleh dengan menghitung jumlah seluruh kapsul yang terdapat pada malai utama, primer dan malai sekunder tanaman sampel. Pengamatan dilakukan setelah panen. 8). Berat biji kering per plot (kg); pengamatan dilakukan dengan menimbang seluruh biji tanaman dalam setiap plot. Data pengujian untuk setiap lokasi, dianalisis dengan analisa sidik ragam dengan model anova, sebagai berikut:
Sumber ragam Ulangan (Blok) Populasi -Linear -Sisa Sesatan Total
Db (r-1) p-1 1 p-2 (r-1)(p-1) pr - 1
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
JK1 JK2 JK3 JK4 JK3 JKT
M1 M2 M3 M4 M5
F-hitung M1/M5 M2/M5 M3/M5
F-tabel F0,05(r-1)), (r-1)(p-1) F0,05(p-1), (r-1)(p-1) F0,05(1), (r-1)(p-1)
Apabila F hitung lebih besar daripada F tabel pada sumber ragam linear; berarti kemajuan seleksi bersifat linear yang nyata pada taraf 5 persen. Besarnya kemajuan seleksi untuk setiap cara, diperoleh dari koefisien regresi linear antara sifat yang diamati dengan siklus seleksi (populasi) (Little dan Hills, 1972) dengan rumus sebagai berikut:
r* = -2(Y0.) -1(Y1.) + 0 (Y2.) + 1(Y3.) + 2(Y4.) 10 r Dengan r* = koefisien regresi linear = kemajuan seleksi masing-masing cara; r = jumlah ulangan (blok) ; Y0. , Y1., Y2., Y3. Dan Y4. berturut-turut merupakan jumlah seluruh blok populasi
dasar, siklus 1, siklus 2, siklus 3 dan populasi siklus 4. Kemajuan seleksi untuk setiap cara merupakan kemajuan seleksi rata-rata ketiga lokasi. Sedangkan pengujian adaptasi dan stabilitas hasil dilakukan sesuai dengan program AMMI. Keluaran tahun III : 1). Diperoleh kemajuan seleksi masing-masing perbandingan untuk setiap sifat, dan 2). Diperoleh daya adaptasi dan stabilitas hasil dari populasi hasil seleksi yang telah dilaksanakan selama empat siklus.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis ragam sifat agronomis genotipe Hibrida F1 Jarak Kepyar hasil persilangan kultivar Beaq Amor sebagai betina dengan hibrida China (Zhibo-5, Zhibo-7, Zhibo-8, F2 Zhibo-5, JZ-3, JZ-4) sebagai pejantan dan resiproknya berpengaruhnya nyata sampai sangat nyata terhadap umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah malai per tanaman, jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman, dan hasil per hektarnya (Tabel 4). Nilai rerata dan kisaran nilai untuk masing-masing sifat dapat juga dilihat pada Tabel 2.
Tabel 4. Hasil analisis ragam, nilai rerata, dan kisaran karakter agronomi hibrida-F1 Jarak Kepyar
Sifat KT F Fitung Umur Berbunga 27.63 2.93* Tinggi tanaman 306.6 2.64* Jumlah Malai per tanaman 8.21 5.02** Jumlah Kapsul malai utama 1352.22 5.25** Berat biji malai utama 1757.36 5.25** Berat biji per tanaman 10305.94 4.88** Hasil biji per ha 0.46 4.88**
Rerata 41.13 (hari) 82.04 (cm) 6.98 (buah) 84.86 (buah) 96.74 (gram) 297.23 (gram) 1.92 (ton)
Kisaran 37.77 - 47.33 (hari) 68.86 - 102.60 (cm) 3.33 - 9.17 (buah) 51.34 - 116.25 (buah) 58.53 - 132.52 (gram) 183.60 - 364.07 (gram) 1.22 - 2.43 (ton)
Nilai penduga parameter genetik sifat agronomi hibrida F1 jarak kepyar menunjukkan bahwa nilai koefisien keragaman genetiknya berkisar antara 5,99 % hingga 38,99 %, sedangkan nilai koefisien keragaman penotipenya berkisar antara 9,57 % hingga 43,33 % (Tabel 4). Dari nilai koefisien keragaman genetik absolut (0- 38,99 %) dan nilai koefisien keragaman penotipe absolut (0–43,33 %) ditetapkan nilai relatifnya. Nilai absolut 38,99 % untuk koefisien keragaman genetik dan 43,33 % untuk koefisien keragaman penotipe ditetapkan nilai relatifnya 100 %. Oleh karena itu nilai absolut koefisien keragaman genetik kreteria rendah (0,0 % < x < 9,74 %), agak rendah ( 9,74 % < x < 19,49 %), cukup tinggi (19,49 % < x < 29,23 %) dan tinggi ( 29,23 % < x < 38,99 %). Sedangkan nilai absolut koefisien keragaman penotipenya kreteria rendah (0,0 % < x < 10,83 %), agak rendah (10,83 % < x < 21,67 %), cukup tinggi (21,67 % < x < 32,50 %) dan tinggi (32,50 % < x < 43,33 %).
Pada Tabel 5 nampak, bahwa koefisien keragaman genotipe sifat umur berbunga dan tinggi tanaman tergolong rendah, jumlah malai per tanaman tergolong agak rendah; sedangkan jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman dan hasil biji per ha tergolong kriteria tinggi. Koefisien keragaman penotipe sifat umur berbunga tergolong rendah, agak rendah pada tinggi tanaman, cukup tinggi dijumpai pada jumlah malai per tanaman. Sedangkan kreteria tinggi untuk koefisien keragaman penotipe dimiliki oleh jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman dan hasil biji per hektarnya.
Tabel 5. Koefisien keragaman genotipe dan koefisien keragaman penotipe karakter agronomi hibrida F1 Jarak Kepyar
Sifat
Umur Berbunga Tinggi tanaman Jumlah Malai per tanaman Jumlah Kapsul malai utama Berat biji malai utama Berat biji per tanaman Hasil biji per ha
Koefisien Keragaman Genotipe (%) 5.99 9.71 16.77 38.99 38.99 30.45 31.25
Kreteria
Koefisien Keragaman Penotipe (%)
Kreteria
Rendah Rendah Agak rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
9.57 16.33 24.81 43.33 43.33 34.15 34.94
Rendah Agak rendah Cukup Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Keragaman genotipe dugaan tergolong luas untuk semua sifat yang yang diamati kecuali umur berbunga dan jumlah kasul malai utama tergolong sempit. Sedangkan untuk keragaman penotipe semua sifat tergolong luas sepeti terlihat pada Tabel 4. Suatu karakter dikatakan memiliki kriteria keragaman genetik luas apabila ragam genetiknya lebih besar dua kali simpangan baku ragam genetik, dan tergolong sempit bila ragam genetiknya lebih kecil atau sama dengan dua kali simpangan baku ragam genetik (Pinaria et al., 1997). Luasnya keragaman genetik yang diperoleh pada genotipe
tersebut karena genotipe yang dievaluasi terdiri dari genotipe yang berbeda.
Genotipe yang diuji berasal dari hasil persilangan kultivar lokal Beaq Amor dengan hibrida introduksi dari China yang berbeda latar belakang genetiknya. Hanson (1963) menambahkan besarnya keragaman genotipe sangat tergantung pada susunan genetik populasi seperti jumlah lokus yang bersegregasi, frekwensi gen pada lokus serta peran gen intra dan antar lokus.
Dengan hanya melihat nilai ragam genetiknya, maka sulit untuk menentukan keragaman sifat yang menurun. Oleh karena tu, diperlukan informasi mengenai heritabilitas dari sifat-sifat tersebut.i Definisi heritabilitas yang dikemukakan Basuki (2005) yaitu sebagai proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran total ragam genetik ditambah dengan ragam lingkungan. Hal ini mengandung makna bahwa jika keragaman suatu karakter hanya disebabkan oleh faktor genetis, maka nilai heritabilitas karakter tersebut adalah satu (1) atau sebaliknya jika keragaman suatu karakter seluruhnya karena faktor lingkungan, maka nilai heritabilitasnya adalah nol (0). Zen (1995) menambahkan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukan bahwa yang lebih berperanan pada karakter tersebut
adalah faktor genetis dibandingkan dengan
faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas rendah menunjukan proporsi komponen ragam lingkungan lebih besar dari pada keragaman genetik, sehingga keragaman penampilan fenotip lebih dipengaruhi lingkungan.. Faktor keragaman genetik dan heritabilitas sangat penting pada bidang pemuliaan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Pinaria, et al. (1997) yang menyatakan bahwa keragaman genetik dan heritabilitas merupakan parameter genetik dalam program seleksi yang sangat menentukan dalam keberhasilan program pemuliaan tanaman.
Seleksi terhadap karakter yang memiliki
heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi awal. Hal ini diperkuat oleh pendapat Sharma (1994) yang menyatakan bahwa suatu karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan seleksi pada generasi awal (F2 dan F3). Sebaliknya bila nilai heritabiltas rendah, maka karakter tersebut harus diseleksi pada generasi lanjut. Nilai heritabiltas arti luas untuk sifat kuantitatif hibrida F1 jarak kepyar dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan kriteria yang dibuat Stansfield (1983), maka nilai duga heritabilitas dalam arti luas untuk umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah malai per tanaman menunjukkan kriteria sedang (0,2 < h2 < 0.5), sedangkan jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji pertanaman dan hasil biji per hektarnya tergolong tinggi tinggi (h2 > 0.5). Nilai heritabilitas tinggi akan
memberikan harapan akan
keterandalan karakter yang bersangkutan untuk digunakan
sebagai kriteria seleksi dalam pemilihan genotipe unggul di lingkungan yang bersangkutan.
Tabel 6. Keragaman genetik, simpangan baku ragam genetik, keragaman penotipe, simpangan baku ragam penotipe dan heritabilitas karakter agronomi hibrida-F1 Jarak Kepyar Sifat
G2
2 G
K
P2
2 P
K
h2
Kreteria
Umur Berbunga 6.06 7.28 S 15.49 7.22 L 0.39 Sedang Tinggi tanaman 63.51 23.18 L 179.57 80.17 L 0.35 Sedang Jumlah Malai per tanaman 1.37 5.10 S 3.00 2.15 L 0.46 Sedang Jumlah Kapsul malai utama 1094.55 66.73 L 1352.22 353.59 L 0.81 Tinggi Berat biji malai utama 1422.48 76.07 L 1757.36 459.53 L 0.81 Tinggi Berat biji per tanaman 8193.38 177.89 L 10305.94 2694.88 L 0.80 Tinggi Hasil biji per ha 0.36 0.34 L 0.45 0.12 L 0.80 Tinggi 2 2 2 Keterangan : P = ragam fenotipe; G = ragam genotipe; h Heritabilitas ; K = kriteria, L = luas, S = sempit ; ragam genotipe >2 simpangan baku genetik ( 2 G ) keragaman genetik luas; ragam genotipe < 2 simpangan baku genetik keragaman genetik sempit; ragam fenotipe >2 simpangan baku fenotipe ( 2 P ) keragaman fenotipe luas; Ragam Fenotipe < 2 simpangan baku fenotipe keragaman fenotifik sempit
Selanjutnya, gejala hiterosis dan daya hasil tinggi pada hibrida F1 mempunyai arti penting dalam pembentukan varietas hibrida. Heterosis merupakan peningkatan atau penurunan nilai pada F1 jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetuanya atau tetua tertinggi (heterobeltiosis) pada sifat yang sama. Teori yang mendasari heterosis adalah heterogenitas, yaitu ketegaran hibrida terjadi akibat akumulasi gen dominan (Virmani et al. 1981). Informasi mengenai pengaruh heterosis penting dalam persilangan untuk memilih galur sebagai tetua yang potensial membentuk hibrida berfenotipe pendek, berdaya hasil tinggi, dan berumur genjah. Heterosis yang tinggi diperoleh melalui persilangan antar tetua yang memiliki perbedaan secara genetik luas terhadap karakter-karakter yang diharapkan. Nilai heterosis dan heterobiltiosis dari hasil persilangan antara kultivar jarak kepyar kultivar Beaq Amor sebagai betina dengan varietas hibrida Zhibo-5, Zhibo-7, Zhibo-8, JZ-3, JZ-4 dan hibrida-F2 Zhibo-5 sebagai jantan serta persilangan resiproknya terhadap karakter umur mulai berbunga, tinggi tanaman, jumlah malai, berat biji malai utama, serta berat biji per tanaman dapat dilihat. Umur mulai berbunga Pada Tabel 7, tampak bahwa terdapat tiga pasang kombinasi persilangan yang menunjukkan peningkatan umur berbunga terhadap rata-rata kedua tetua dan tetua terbaiknya yaitu hibrida Zhibo-5 x Beaq Amor, Zhibo-8 x Beaq Amor dan JZ-4 x Beaq Amor. Sementara itu
pasangan kombinasi persilangan yang lainnya menunjukkan penurunan umur bebunga terhadap rata-rata kedua tetua terbaiknya maupun terhadap tetua terbaik. Kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan umur berbunga paling lama adalah hibrida JZ-4 x Beaq Amor yaitu 47,33 hst dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif yaitu 19,20 % dan 7,25 %. Sebaliknya kombinasi persilangan yang menunjukkan nilai rataan umur berbunga paling cepat (genjah) adalah hibrida Beaq Amor x JZ-4 yaitu 37,77 hari dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif yaitu 4,87 % dan 14,41 %. Sifat genjah ini menguntungkan bagi pemulia dalam memilih varietas hibrida berumur genjah
Tabel 7. Umur berbunga tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar Umur Berbunga Tetua No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persilangan Beaq Amor x Zhibo-5 Beaq Amor x Zhibo-7 Beaq Amor x Zhibo-8 Beaq Amor x JZ-3 Beaq Amor x JZ-4 Beaq Amor x F2 Zhibo-5 Zhibo-5 x Beaq Amor Zhibo-7 x Beaq Amor Zhibo-8 x Beaq Amor JZ-3 x Beaq Amor JZ-4 x Beaq Amor F2 Zhibo-5 x Beaq Amor
Betina (P1) (hst) 44.13 44.13 44.13 44.13 44.13 44.13 40.27 43.10 42.00 40.33 35.28 39.00
Jantan (P2) (hst) 40.27 43.10 42.00 40.33 35.28 39.00 44.13 44.13 44.13 44.13 44.13 44.13
F1 (hst) 39.10 40.83 39.27 38.94 37.77 40.95 45.00 41.33 45.00 39.00 47.33 39.00
Heterosis Heterobeltiosis (%) -7.35 -6.39 -8.81 -7.79 -4.87 -1.48 6.64 -5.24 4.49 -7.65 19.20 -6.17
(%) -11.40 -7.48 -11.01 -11.76 -14.41 -7.21 1.97 -6.34 1.97 -11.62 7.25 -11.62
Tinggi Tanaman Pada Tabel 8 tampak bahwa semua pasang kombinasi persilangan menunjukkan penurunan terhadap tinggi tanaman pada rata-rata kedua tetua dan tetua terbaiknya. Hal ini diperlihatkan dengan nilai persentase negatif yang diberikan pada heterosis dan heterobeltiosis. Kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan tinggi tanaman terendah adalah hibrida-F1 Beaq Amor x JZ-4 yaitu dengan tinggi 68,86 cm dengan nilai heterosis -52,10 % dan heterobeltiosis sebesar -63,54 %. Kombinasi persilangan yang memberikan tinggi tanaman tertinggi adalah hibrida-F1 Zhibo-8 x Beaq Amor yaitu 102.60 cm dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif yaitu -31.45 % dan -45.68 %. Pendeknya tanaman yang diperoleh pada hibrida-F1 ini sangat diharapkan, karena sangat memudahkan pada saat panen malainya.
Tabel 8. Tinggi tanaman tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persilangan Beaq Amor x Zhibo-5 Beaq Amor x Zhibo-7 Beaq Amor x Zhibo-8 Beaq Amor x JZ-3 Beaq Amor x JZBeaq Amor x F2 Zhibo-5 Zhibo-5 x Beaq Amor Zhibo-7 x Beaq Amor Zhibo-8 x Beaq Amor JZ-3 x Beaq Amor JZ-4 x Beaq Amor F2 Zhibo-5 x Beaq Amor
Tinggi tanaman (Tetua) Betina (P1) Jantan (P2) (cm) (cm) 188.89 101.1 188.89 125.15 188.89 110.45 188.89 100.24 188.89 98.60 188.89 100.20 101.10 188.89 125.15 188.89 110.45 188.89 100.24 188.89 98.60 188.89 100.20 188.89
F1
Heterosis
(cm) 79.29 79.24 83.39 71.03 68.86 71.10 84.67 77.11 102.60 94.61 81.67 91.00
(%) -45.32 -49.54 -44.28 -50.87 -52.10 -50.81 -41.60 -50.89 -31.45 -34.56 -43.18 -37.04
Heterobeltiosis (%) -58.02 -58.05 -55.85 -62.40 -63.54 -62.36 -55.17 -59.18 -45.68 -49.91 -56.76 -51.82
Jumlah Malai Pada Tabel 9 tampak bahwa terdapat lima pasang kombinasi persilangan yang menunjukkan peningkatan jumlah malai per tanaman terhadap rata-rata kedua tetua dan tetua terbaiknya yaitu hibrida-F1 Beaq Amor x Zhibo-5, Beaq Amor x Zhibo-7, Beaq Amor x Zhibo-8, Beaq Amor x JZ 3 dan Beaq Amor x F2 Zhibo-5. Sedangkan pasangan kombinasi persilangan yang menunjukkan penurunan jumlah malai per tanaman terhadap rata-rata kedua terbaiknya maupun terhadap tetua terbaik adalah hibrida F1 Zhibo-5 x Beaq Amor, Zhibo-7 x Beaq Amor Zhibo-8 x Beaq Amor dan JZ-3 x Beaq Amor. Kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan jumlah malai terbanyak adalah hibrida-F1 Beaq Amor x Zhibo-8 yaitu 9,17 malai dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis posif yaitu 21,46 % dan 725,62 %. Sedangkan kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan jumlah malai paling sedikit adalah hibrida- F1 Zhibo-7 x Beaq Amor yaitu 3,3 malai dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif yaitu -52,09 % dan -54,38%. Jumlah malai yang banyak sangat mendukung terhadap jumlah kapsul yang dihasilkan, demikian pula terhadap jumlah biji, sehingga diharapkan produksi tanaman tinggi pula. Pada Tabel 3 tampak pula bahwa nilai heterosis yang tinggi tidak selalu menjamin rataan hasil yang tinggi pada hibridanya. Hal yang sama juga dinyatakan Hadiatmi et al. (2001) bahwa nilai heterosis yang tinggi tidak menunjukkan daya hasil yang tinggi, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor lain yaitu kemampuan daya gabung dari tetuanya.
Tabel 9. Jumlah malai tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persilangan Beaq Amor x Zhibo-5 Beaq Amor x Zhibo-7 Beaq Amor x Zhibo-8 Beaq Amor x JZ-3 Beaq Amor x JZBeaq Amor x F2 Zhibo-5 Zhibo-5 x Beaq Amor Zhibo-7 x Beaq Amor Zhibo-8 x Beaq Amor JZ-3 x Beaq Amor JZ-4 x Beaq Amor F2 Zhibo-5 x Beaq Amor
Jumlah Malai Tetua Betina (P1) Jantan (P2) (malai) (malai) 7.3 5.4 7.3 6.6 7.3 7.8 7.3 5.1 7.3 5.6 7.3 6.2 5.4 7.3 6.6 7.3 7.8 7.3 5.1 7.3 5.6 7.3 6.2 7.3
F1 (malai) 9.00 7.40 9.17 7.20 7.80 8.40 5.25 3.33 6.00 6.00 7.25 7.00
Heterosis Heterobeltiosis (%) 41.73 6.47 21.46 16.13 20.93 24.44 -17.32 -52.09 -20.53 -3.23 12.40 3.70
(%) 23.29 1.37 25.62 -1.37 6.85 15.07 -28.08 -54.38 -23.08 -17.81 -0.68 -4.11
Berat Biji Malai Utama Pada Tabel 10 tampak bahwa terdapat enam pasang kombinasi persilangan yang menunjukkan peningkatan berat biji kering malai utama terhadap rata-rata kedua tetua dan tetua terbaiknya. Keenam pasang kombinasi tersebut adalah Beaq Amor x Zhibo-5, Beaq Amor x Zhibo7 Beaq Amor x Zhibo-8, Beaq Amor x JZ-3, Beaq Amor x JZ-4 dan Beaq Amor x F2 Zhibo-5. Sedangkan pasangan kombinasi persilangan resiproknya menunjukkan penurunan berat biji kering malai utama terhadap rata-rata kedua terbaiknya maupun terhadap tetua terbaik, kecuali pada hasil persilangan JZ-4 x Beaq Amor, menunjukkan peningkatan berat biji kering malai utama terhadap rata-rata kedua tetuanya (heterosis), dan memberikan penurunan berat biji kering malai utama terhadap tetua terbaiknya (heterobeltiosis). Kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan berat biji kering malai utama tertinggi adalah hibrida-F1 Beaq Amor x Zhibo-5 yaitu 132,52 g dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif secara berurutan 29,33 % dan 1,90 %. Sedangkan kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan berat biji kering malai utama paling ringan adalah adalah hibrida-F1 JZ-7 x Beaq Amor yaitu 58,53 g dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif yaitu - 41,28 % dan - 53,33 %.
Tabel 10. Berat biji kering malai utama tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persilangan Beaq Amor x Zhibo-5 Beaq Amor x Zhibo-7 Beaq Amor x Zhibo-8 Beaq Amor x JZ-3 Beaq Amor x JZBeaq Amor x F2 Zhibo-5 Zhibo-5 x Beaq Amor Zhibo-7 x Beaq Amor Zhibo-8 x Beaq Amor JZ-3 x Beaq Amor JZ-4 x Beaq Amor F2 Zhibo-5 x Beaq Amor
Berat Biji Kering Malai Utama Tetua: Betina (P1) Jantan (P2) (g) (g) 73.94 130.05 73.94 125.4 73.94 127.45 73.94 93.12 73.94 95.16 73.94 95.27 130.05 73.94 125.4 73.94 127.45 73.94 93.12 73.94 95.16 73.94 95.27 73.94
F1 (g) 132.52 127.34 132.4 95.02 97.64 100.16 105.05 58.53 90.07 77.4 89.48 68.125
Heterosis
Heterobeltiosis
(%) 29.93 27.76 31.49 13.76 15.48 18.39 3.00 -41.28 -10.55 -7.34 5.83 -19.48
(%) 1.90 1.55 3.88 2.04 2.61 5.13 -19.22 -53.33 -29.33 -16.88 -5.97 -28.49
Berat Biji Kering Per Tanaman Pada Tabel 11 tampak bahwa terdapat delapan pasang kombinasi persilangan yang menunjukkan peningkatan berat biji kering per tanaman terhadap rata-rata kedua tetua dan tetua terbaiknya. Enam pasang kombinasi persilangan dimana Beaq Amor sebagi betina dan hibrida Cina sebagai jantan yaitu hibrida Beaq Amor x Zhibo-5, Beaq Amor x Zhibo-7, Beaq Amor x Zhobo-8, Beaq Amor x JZ-3, Beaq Amor x JZ-4 dan Beaq Amor x F2 Zhibo-5, dan ditambah 2 resiproknya yaitu Zhobo-5 dan JZ-4 sebagai betina dan Beaq Amor sebagai jantan. Sedangkan pasangan kombinasi persilangan resiprok lainnya menunjukkan penurunan berat biji kering per tanaman terhadap rata-rata kedua tetuanya maupun terhadap tetua terbaik. Kombinasi persilangan yang memberikan nilai rataan berat biji kering malai per tanaman tertinggi adalah hibrida F1 Beaq Amor x Zhibo-5 yaitu berat 361,09 g dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif secara berurutan 44,48 % dan 22,55 %. Sedangkan kombinasi persilangan ang memberikan nilai rataan berat biji kering per tanaman paling ringan adalah F1 JZ-7 x Beaq Amor
yaitu 183,60 g per tanaman
dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif yaitu – 34,59 % dan - 37,69 %.
Tabel 11. Berat biji kering per tanaman tetua dan F1 serta nilai heterosis dan heterobiltiosis jarak kepyar
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persilangan Beaq Amor x Zhibo-5 Beaq Amor x Zhibo-7 Beaq Amor x Zhibo-8 Beaq Amor x JZ-3 Beaq Amor x JZBeaq Amor x F2 Zhibo-5 Zhibo-5 x Beaq Amor Zhibo-7 x Beaq Amor Zhibo-8 x Beaq Amor JZ-3 x Beaq Amor JZ-4 x Beaq Amor F2 Zhibo-5 x Beaq Amor
Berat Biji Kering Per Tanaman Tetua : betina (P1) jantan (P2) (g) (g) 294.64 294.64 294.64 294.64 294.64 294.64 205.20 266.70 358.30 300.30 299.03 300.71
205.20 266.70 358.30 300.30 299.03 300.71 294.64 294.64 294.64 294.64 294.64 294.64
F1
Heterosis
Heterobeltiosis
(g)
(%)
(%)
361.09 341.34 364.07 320.55 316.24 322.29 302.30 183.60 287.40 186.00 302.71 279.13
44.48 21.62 11.52 7.76 6.54 8.27 20.96 -34.59 -11.97 -37.47 1.98 -6.23
22.55 15.85 1.61 6.74 5.76 7.18 2.60 -37.69 -19.79 -38.06 1.23 -7.18
Tinggi rendahnya berat biji per malai utama serta berat biji per tanaman, jumlah malai utama, tinggi tanaman maupun umur berbunga jarak kepyar hasil persilangan hibrida F1 yang dihasilkan nampaknya sangat dipengaruhi oleh ciri sifat kekerabatan dari tetuanya masing-masing yaitu kultivar Beaq Amor yang merupakan kultivar lokal Lombok yang banyak ditanam di pulau Lombok, maupun Hibrida China hasil introduksi seperti Zhibo-5, Zhibo-7, Zhibo-8, JZ-3 maupun JZ-4. Menurut Bohn et al. (1999) genotipe tetua yang berkerabat dekat akan menunjukkan kesamaan genetik sehingga persilangan antara mereka tidak akan menimbulkan efek heterosis yang besar. Manjerez et al. (1997) menambahkan bahwa jarak tetua yang semakin jauh akan semakin memperbesar perbedaan gen-gen dan memperbesar interaksi gen-gen potensial dalam bentuk epistasis dan dominan sehingga akhirnya akan memperbesar potensi heterosisnya. Demikina pula pendapat Reimant (1983) yang menyatakan gejala heterosis suatu sifat akan tampil apabila mengandung gen dominan dan terdapat perbedaan keragaman gen di antara dua tetuanya yang disilangkan. Heterosis dapat dikatakan sebagai turunan heterozigot yang memiliki penampilan lebih superior (overdominan). Nasir (1999) menambahkan munculnya efek heterosis pada suatu karakter disebabkan oleh akumulasi gen dominan, sedangkan heterobeltiosis tidak lepas dari dari pengaruh efek dominan lebih (over-dominan). Dalam melakukan kombinasi persilangan yang baik dengan memanfaatkan efek heterosis, hendaknya pemilihan diarahkan pada kombinasi persilangan yang memiliki efek daya gabung
khusus dan heterosis tinggi terhadap sifat terpenting dan sifat-sifat pendukung lainnya. Oleh karena itu kombinasi persilangan tetua Beaq Amor x Zhibo-5 dan Beaq Amor Zhibo-8 merupakan kombinasi persilangan yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan varietas hibrida maupun komposit, karena hibrida F1 ini menghasil berat biji per tanaman tertingi, dan didukung oleh beberapa sifat lainnya seperti umur cukup genjah, tanaman berukuran pendek serta jumlah malai per tanaman yang tinggi . Demikian pula hanya dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis hibrida tersebut positif.
BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan 1. Koefisien keragaman genetik umur berbunga, tinggi tanaman Hibrida F1 jarak kepyar rendah, jumlah malai per tanaman agak rendah sedangkan jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman serta hasil biji per hektarnya tergolong tinggi. 2. Keragaman genetik sifat agronomi Hibrida F1 jarak kepyar tergolong luas kecuali umur berbunga dan jumlah malai per tanaman tergolong sempit. 3. Heritabilitas jumlah kapsul malai utama, berat biji malai utama, berat biji per tanaman dan hasil biji per hektar tergolong tinggi sedangkan sifat lainnya rendah. 4. Kombinasi persilangan tetua Beaq Amor x Zhibo 5 dan Beaq Amor Zhibo 8 adalah Hibrida dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif tinggi tehadap sifat jumlah malai per tanaman, berat biji kering malai utama dan berat biji kering per tanaman. Serta bernilai heterosis dan heterobeltiosis negatif terhadap sifat umur berbunga dan tinggi tanaman. Hasil biji per tanaman terbaik dihasilkan pada genotipe jarak kepyar hibrida F1, Beaq Amor x Zhibo 5 sebesar 361,09 g dan Beaq Amor x Zhibo 8 sebesar 364, 07 g
B. Saran 1. Untuk karakter kuantitatif yang memiliki nilai heritabilitas tinggi, metode seleksi yang efektif dapat dilakukan melalui metode pedigri, metode penurunan satu biji (singele seed descent), uji kekekerabatan (sib test) atau uji keturunanan (progeny test). 2. Kombinasi persilangan Beaq Amor x Zhibo-5 dan Beaq Amor x Zhibo-8 berpotensi baik untuk dijadikan varietas hibrida maupun komposit
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. dan I. Semaoen, 1995. Pengembangan Lahan Kering yang Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia dan Teknologi Pertanian yang Relevan (Kasus NTB). Hal. 73 – 86. Dalam Jaya, Abdullah, Parman dan Ma’shum (ed). Proseding Lokakarya Pendidikan Tinggi Pertanian untuk Kawasan Lahan kering, Fakultas Pertanian Unram, Mataram. Allard,R.W., 1960. Principles of plant breeding. John Wiley and Sons Inc. New York Ballitas, 2000. Jarak dalam Monograf Ballitas No. 6. Pusat Penelitian Tanaman Perkebunan, Malang. Bari, A., S. Musa dan E. Sjamsudin, 1981. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Himagron, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 83 h. Basuki N. 2005. Genetika kuantitatif. Unit Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 115 h. Budi Tangenjaya., Yusmichad Yusdja., Nyak Ilham. 2002. Analisa Ekonomi Permintaan jagung untuk pakan. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Departemen Pertanian. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor 24 Juni 2002 Chaudhary, R. C., 1984. Introduction to Plant Breeding. Oxford and IBH Pub. New Delhi, Bombay. 267 p. Dahlan, M., 1988. Pembentukan dan Produksi Benih Varietas Bersari Bebas. Hal. 81 – 118. Dalam Subandi, M. Syam dan Adi Wijono (ed). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Deptan NTB, 2006. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi NTB. Mataram. Eberhart, S. A., and W. A. Russel, 1966. Stability Parameter for Comparing Variance. Crop Sci. B: 36 – 40. Falconer, D.S. 1970. Introduction to quantitative genetic, The Ronald Press Company. New York. 365 p. Gardner: C. O., 1961. An Evaluation of Effect of Mass Selection and Seed Irradiation with thermal Neutron on Yield of Corn. Crop Sci. 1 : 241 – 245. Hallauer, A.R. and J. B. Miranda, F. O., 1982. Quantitaive Genetics in Maize Breeding. Iowa State University Press/Ames. 468 p. Hanson,W.D. 1963. Heritability. In. W.D. Hanson and H.F. Robinson (ed.) Statistical Genetics and plant breeding. Nat.Acad.Sci., Washington, D.C. p. 125-138.
Hermiati, 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri. Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian UNPAD, Bandung. 91 h. Idris dan Sudika, 1994. Perbaikan Daya Hasil Jagung Ketan Varietas Lokal Bima dengan Seleksi Massa Didasarkan Atas Tiga Macam Kriteria Seleksi. Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 41h. Jain, J. P., 1982. Statistical Techniques in Quantitative Genetics. Tata Mc. Graw Hills Pub. Co. Ltd. New Delhi. 308 p.
Jaya, I.K.D. dan L. Fauzan Hadi. 2010. Exploring yield potential of three hybrid varieties of castor (Ricinus communis L.). Poster Presentation in International Seminar on Economic, Culture, and Environment. Mataram, Indonesia. 11-13 November 2010. Knight, R. 1979. Quantitative genetics, statistics and plant breeding. In G.M. Halloran, R. Knight, K.S. Mc Whirter and D.H.B. Sparrow (ed.) Plant breeding. Australia Vice Consellors Comite. Brisbane. p. 41-78. Makmur, A. 1988. Pengantar Pemuliaan Tanaman. PT. Bina Aksara, Jakarta. 77 h. Mejaya, M. Azrai dan R. N. Iriany, 2003. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas. Balai Penelitian Serealia, Maros Ujung Pandang. Moedjiono, M.J. Mejaya. 1994. Variabilitas genetic beberapa karakter plasma nutfah jagung koleksi Valitas Malang. Zuriat 5(2): 27-32 Moentono, M. D., 1985. Effect of Selection for Stalk Strenght on Responses to Plant Density and Level of Nitrogen Aplication in Maize. Maydica (XXIV): p. 431-452. Mutlu, H. and M. A. R. Meier, 2010. Castor oil as renewable resource for chemical industry. European Journal of Lipid Science and Technology 112: 10-30. Pemda NTB, 2008. Arah Kebijaksanaan Pemerintah Propinsi NTB. Bappeda NTB, Mataram. Pinaria, A., A. Baihaki, R. Setiamihardja dan A.A. Darajat. 1997. Indek panen 53 genotipe kedelai. Zuriat 8 (2): 51. Poelhman,J.M.1983. Crop breeding a hungry word,in: D.R. Wol(Ed.). Crop Breeding.Am.Soc. of Agron. Crop. Sci. Of Amirica.Madicon.Wisconsin. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar ilmu pemuliaan tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Bogor. 169 h. Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman, PAU, IPB, Bogor. 169 h.
Santana, G. C. S., P. F. Martins, N. de Lima da Silva, C. B. Batistella, R. M. Filho, M. R. W. Maciel, 2010. Simulation and cost estimate for biodiesel production using castor oil. Chemical Engineering Research and Design 88: 626-632. Santoso, B.B. dan L Fauzan Hadi. 2010. Number of ripen fruit on spike for better time to harvest of castor bean. Poster Presentation in International Seminar on Economic, Culture, and Environment. Mataram, Indonesia. 11-13 November 2010. Santoso, B.B., I Gst. Pt. Muliarta Aryana, I Nym. Soemeinaboedhy, 2011.Perbaikan Karakter Hasil Jumlah Kapsul per Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Melalui Seleksi Massa Guna Mendukung Keberhasilan Pengembangannya di Tenggara Barat. Penelitian Hibah Bersaing 2010-2011. Santoso, B.B., I Gst. Pt. Muliarta Aryana, I Wyn. Sudika I Nym. Heterosis hasil persilangan jarak kepyar lokal dengan varietas hibrida pada lahan marginal Lombok.. PT BEGE NTB Santoso, BB., Hasnam, Hariyadi, Susanto, S., Purwoko, BS. 2008. Karakter dan kandungan minyak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) ekotipe Nusa Tenggara Barat. Majalah ilmiah Universitas Mataram, Oryza. Vol.VII.No.2, Juni 2008.p:7-15. Sharma,m.k., A.K. Richaria, and R.K. Agrawal. 1996. Variability, heritability, genetic advance and genetik divergence in upland rice. IRRN 21(1): 25-26. Singh, R. K. and R. C. Chaudhary, 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetics Analysis. Kalyani Publishers, Ludhiana, New Delhi. 304 p. Soemartono, Nasrullah dan Hari Hartiko, 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi, UGM, Yogyakarta. 371 h. Soemeinaboedhy, I.N., Santoso, B.B., L. Fauzan Hadi. 2010. Yield of “Beaq Amor” local variety of castor bean at different planting season. Poster Presentation in International Seminar on Economic, Culture, and Environment. Mataram, Indonesia. 11-13 November 2010. Soetrisno, 1989. Bimbingan Praktis Pola Tanam pada Lahan Kering. Armico, Bandung. 47 h. Stanfield, W.D. 1983. Theory and problems of genetic, 2nd edition. Schains Outline Series. Mc. Graw Hill Book Co. New Delhi Subandi and A. Sudjana, 1982. Selection for Prolificacy in Composite Variety of Maize. Contr. Res. Inst. Food Crops Bogor. No. 68 : 1 – 9. Subandi, 1982. Selection for Earliness in Corn (Zea mays L.). Penelitian Pertanian 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Sudaryanto, T. dan B. Rachman. 2000. Arah Kebijakan Perdagangan Beras dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Semi-loka Perberasan, Ditjen Tanaman Pangan.
Sudiarsa, 1992. Seleksi Massa Terhadap Keserempakan Masaknya Bunga Jantan dan Bunga Betina Pada Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 39 h. Sudika, Idris dan Erna Listiana, 2010. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Tahan Kering Dengan Hasil, Brangkasan Segar Tinggi, Umur Genjah Melalui Seleksi Massa Secara IOndependent Culling Level (Tahun Pertama). (Laporan Akhir Hasil Penelitian Hibah Bersaing), Mataram. 45 h. Sudika, Kantun, Sutresna, Idris dan Sudantha, 1998. Seleksi Berulang Sederhana Guna Mendapatkan Varietas Jagung Unggul untuk Lahan Kering. Hibah Bersaing II/5 Perguruan Tinggi T. A. 1997/1998 Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 93 h. Sudika, Sudarma dan Arya Parwata, 2005. Perbaikan Daya Hasil Jagung di Lahan Kering Melalui Dua Cara Seleksi Massa Siklus Kedua (Laporan Hasil Penelitian). Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram. 51 h. Sutresna, Karda, Sudika, Wirajaswadi, Awaludin dan Lutfi, 2008. Seleksi Simultan Pada Populasi Jagung (Zea mays L.) untuk Mendapatkan Daya Hasil Tinggi Dan Umur Genjah Pada Lahan Kering di NTB. Universitas Mataram Bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Mataram. 52 h. Titik. S. 2006. Varian genetik dan heritabilitas karakter agronomi kacang hijau pada empat tingkat intensitas cahaya, dalam Wiranto A dan T Fitrianto . Peningkatan produksi kacangkacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan. Badan Penelitian dan Pengembanagan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Tanaman Pangan . Bogor. hal 88-96 Wahdah, R., A. Baihaki,R. Setiamiharja, dan G.Suryatmana. 1996. Variabilitas dan heritabilitas laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. Zuriat. 7(2): 92-97 Widiartha, 1992. Modifikasi Petak Seleksi Guna Peningkatan Kemajuan Genetik Seleksi Massa pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). (Skripsi). Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 74 h. Wijaya, D. T., 1989. Pendugaan Berbagai Varian Genetik Jagung Rebus dan Uji Kajinya untuk Meramalkan Kemajuan Genetik Seleksi Massa. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. 54 h. Wilson,D., 1981. Breeding for morphological and physiological traits. In K.j.Free (ed). Plat breeding II. The Gowa Sate University Press.Minnesota. Zen. S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan penotipik karakter padi gogo. Zuriat 6(1) : 2532.
Lampiran 6. Kegiatan penelitian dalam gambar
Gambar 1. Persiapan lubang tanam
Gambar 2. Tanaman jarak kepyar berumur 3 minggu setelah tanam
Gambar 3. Tanaman jarak kepyar berumur 60 hari setelah tanam
Gambar 4. Peneliti mengamati tanaman yang telah berbunga saat berumur 40 hari setelah tanam
Gambar 5. Kegiatan seleksi dan pelebelan tanaman terseleksi (terpilih)
Gambar 6. Tanaman terpilih adalah tanaman yang pendek dengan jumlah minimal 4 malai yang banyak dan panjang penuh berisi
Gambar 7. Contoh tanaman tidak terpilih, tanaman dengan percabangan yang sangat sedikit dan bermalai pendek
Gambar 8. Penampilan malai terpilih (terseleksi)
Gambar 9. Contoh tanaman terpilih, tanaman dengan percabangan minimal 4 cabang dan bermalai panjang dan berisi
Gambar10 . Pemanenan malai tanaman terseleksi