LAPORAN EKSEKUTIF PENGKAJIAN PEMBENTUKAN INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPREHENSIF DAN KOMPETITIF, 2009 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya ekosistem bagi keberlangsungan kehidupan manusia telah mendapat perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengadakan konferensi tentang ”Lingkungan Hidup Manusia” (the Human Environment) di Stockholm, Swedia, tahun 1972. Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut UNESCO menyelenggarakan konferensi dunia tentang Education for sustainable development/ESD (Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan) yang diselenggarakan di Bonn, Jerman, pada tanggal 31 Maret sampai 2 April 2009. Di Indonesia, kebijakan pendidikan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ESD telah tercakup dalam berbagai aturan perundang-undangan. Nilai ESD dapat menjadi salah satu pendukung tujuan pendidikan nasional untuk membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif, yang meliputi; cerdas spiritual, cerdas emosional dan sosial, cerdas intelektual, serta cerdas kinestetik. (Renstra Depdiknas 2005-2009). Penanaman nilai ESD perlu dilakukan sejak dini untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di masa datang, antara meliputi: (1) nilai-nilai penghargaan hak-hak dan komitmen terhadap keadilan sosial dan ekonomi bagi semua; (2) penghargaan terhadap hak-hak azasi manusia saat ini dan komitmen terhadap tanggungjawab antar-generasi; (3) penghargaan dan kepedulian pada kehidupan komunitas dengan keanekaragamannya yang mencakup perlindungan dan perbaikan terhadap ekosistem planet bumi; (4) penghargaan atas keanekaragaman budaya dan komitmen untuk membangun toleransi budaya lokal dan global, perdamaian, dan nonviolence. ESD merupakan upaya untuk mendorong terjadinya perubahan sikap, sehingga dapat terciptanya masa depan yang lebih berkelanjutan dalam konteks integritas lingkungan, keberlanjutan pembangunan ekonomi, komunitas yang adil bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Hal ini sejalan dengan makna inti cerdas komprehensif yang meliputi kemampuan beraktualisasi melalui olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sedangkan kompetitif adalah berkepribadian unggul dan gandrung akan
1
keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, dan pantang menyerah. Untuk mengemplementasikan nilai-nilai ESD dalam pendidikan perlu dicari dan ditemukan alternatif yang tepat ke dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional melalui suatu pengkajian yang mendalam dan sistematis. B. Rumusan Masalah Permasalahan mendasar adalah bagaimana alternatif yang perlu dilaksanakan untuk menyebarkan nilai-nilai ESD ke dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dalam rangka membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif. Alternatif yang dimaksud berupa model pemikiran yang diperoleh dari hasil kajian, sehingga dapat dijadikan acuan oleh pusat, daerah, dan satuan pendidikan untuk menerapkan nilainilai ESD. C. Tujuan Studi ini bertujuan untuk mengkaji dan menghasilkan alternatif model yang dapat dijadikan petunjuk bagi penerapan ESD dalam rangka pembentukan Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif. Secara khusus, studi ini bertujuan menghasilkan produk berupa; kajian tentang pemahaman penyelenggara pendidikan tentang ESD, Model Strategi Nasional Implementasi ESD; Model Pelaksanaan ESD melalui Intrakurikuler; Model Pelaksanaan ESD melalui Ekstrakurikuler. D. Manfaat 1) Memberikan acuan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama Depdiknas (dan unit kerja terkait), pemerintah daerah dan sekolah tentang ESD sehingga memiliki persepsi, pemahaman, komitmen yang sama tentang ESD. 2) Terjadi sinkronisasi dan koordinasi kebijakan, program, dan kegiatan dari tingkat pusat, daerah sampai di tingkat sekolah. 3) Masing-masing pihak yang berkepentingan, terutama Depdiknas (dan unit kerja), pemerintah daerah dan sekolah memahami tugas, fungsi, dan tanggungjawab kerja masing-masing dalam penyelenggaraan ESD. 4) Terciptanya forum komunikasi antar pihak yang berkepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan ESD, sehingga memudahkan perbaikan langkah lebih lanjut, dan berguna pula untuk memudahkan memberikan laporan DESD Indonesia di forum antar bangsa. E. Ruang Lingkup
2
Lingkup kajian Implementasi ESD mencakup intansi/lembaga dari tingkat Pusat sampai dengan tingkat satuan pendidikan. Dalam kegiatan ini lingkup satuan pendidikan dibatasi pada pendidikan dasar, baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstra kurikuler. F. Metode Kegiatan ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu pengkajian dan pengembangan model. 1. Pengkajian Pengkajian dimaksudkan untuk memperdalam fokus permasalahan sebagai dasar pelaksanaan pengembangan model. Pengkajian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: studi eksplorasi, penyusunan desain, penyusunan Instrumen, ujicoba Instrumen, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data. Selanjutnya, hasil pengkajian melalui langkah tersebut di atas menjadi dasar untuk mengembangkan konsep model Implementasi ESD. 2. Pengembangan Model implementasi ESD Pengembangan model implementasi ESD dilakukan melalui langkah: penyusunan konsep model, validasi konsep model, revisi model. Dalam pengembangan model implementasi ESD dijabarkan ke dalam tiga model, yakni : (1) Model Strategi Nasional Implementasi ESD, (2) Model Pelaksanaan ESD melalui Intrakurikuler, dan (3) Model Pelaksanaan ESD melalui Ekstrakurikuler. II. LANDASAN YURIDIS DAN KONSEPTUAL A. Landasan Yuridis UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional: a. Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. b. Pasal 4, ayat 2: Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. c. Renstra Depdiknas tahun 2005 - 2009, khususnya tentang pembentukan insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif.
3
d. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ESD yang mencakup tiga perspektif yaitu sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi. e. Impelementasi kebijakan pusat, daerah (propinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan). Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (pasal 10). f. Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas peneyelenggaraan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah (pasal 50 ayat 4). Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal (pasal 50 ayat 5). B. Landasan Konseptual 1.
Pengertian i. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). ii.
Kecerdasan dan Kompetitif Kecerdasan berasal dari kata dasar cerdas yang memiliki beberapa makna, yakni: (1) Sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dll) dan (2) Sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993). Berbagai jenis kecerdasan dikemukan oleh para ahli, Howard Gardner salah satunya yang mengembangkan sembilan kecerdasan yang harus dimiliki seseorang dalam kehidupannya, yakni: (1) Kecerdasan linguistik, (2) Kecerdasan logis-matematis, (3) Kecerdasan spasial, (4) Kecerdasan kinestetik-Jasmani, (5) Kecerdasan musikal (6) Kecerdasan antarpribadi, (7) Kecerdasan intrapribadi, (8) Kecerdasan naturalis, (9) Kecerdasan eksistensialis. Depdiknas mengembangkan empat kecerdasan, yakni: (1) Cerdas intelektual, (2) Cerdas spiritual, (3) Cerdas emosional dan sosial, dan (4) Cerdas kinestetis guna membentuk insan Indonesia yang 4
cerdas komprehensif dan kompetitif (Rencana Strategis Departemen Pendidikan tahun 2005-2009). Dalam tulisan ini, kecerdasan yang dibahas mengikuti rumusan yang tertuang dalam Rencana Strategis Depdiknas. iii.
Pembangunan berkelanjutan Konsep pembangunan berkelanjutan ini dikenal semakin luas dengan dipublikasikannya dokumen ”Our Common Future” (Masa Depan Kita Bersama) oleh World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987. Komisi ini mendefinisikan pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup generasi sekarang tanpa harus mengesampingkan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka”. Definisi dari Komisi Brundland menekankan pada memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan cara-cara di mana penghargaan terhadap tanggungjawab intergenerasi harus terjadi; dan definisi IUCN menekankan pada peningkatan mutu hidup manusia tetapi dengan tetap melindungi kapasitas planet bumi ini untuk terjadinya regenerasi. Kedua definisi ini secara bersama-sama memberikan pemahaman yang baik pada makna pembangunan berkelanjutan sebagai menguntungkan bagi kedua-duanya: manusia dan ekosistem. ESD meliputi tiga perspektif, yakni sosial-budaya, lingkungan, dan ekonomi. Ketiga pilar tersebut aling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan (gambar 2). Ini berarti dalam melakukan pembangunan tidak bisa mempertimbangkan satu aspek saja, misalnya aspek ekonomi, tapi juga berkaitan dengan aspek lainnya seperti aspek sosialbudaya dan lingkungan untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga perspektif tersebut di atas terdiri dari 15 komponen..
5
Gambar 2: Skema pembangunan berkelanjutan pada titik temu tiga pilar * Sumber: Hagan Foundation Center for the Humanities Tabel 1. Komponen ESD untuk masing-masing perspektif1 Sosial-Budaya
Lingkungan
Ekonomi
1. Hak-hak manusia
8. Sumber Daya Alam 13. Pengurangan kemiskinan
2. Ketahanan perdamaian dan manusia
9. Perubahan iklim
14. Hubungan antara tanggung jawab dan akuntabilitas
3. Persamaan gender
10. Perubahan pada tingkat desa
15. Ekonomi pasar
4. Keragaman budaya dan pengertian “intercultural”
11. Urbanisasi berkelanjutan
5. Kesehatan
12. Pencegahan bencana dan mitigasi
6. HIV/AIDS 7. Pemerintahan III.
PENGEMBANGAN MODEL IMPLEMENTASI ESD A. Pengembangan Model
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan#cite_note-0
6
Pengembangan model dilaksanakan kerangka berpikir sebagai berikut:
dengan
menggunakan
7
Implementasi Kebijakan Pusat
Sistem pendidikan nasional bertujuan mewujudkan Insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif Insan Cerdas Komprehensif dan Kompetitif
1. Kecerdasan spiritual 2. Kecerdasan emosional dan sosial 3. Kecerdasan intelektual 4. Kecerdasan kenestisia
Pengembangan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development)
Daerah
Intrakurikuler
Terwujudnya Insan Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif
Kegiatan Ekstrakurikuler
Monitoring dan Evaluasi
Gambar 3. Kerangka Berfikir Model pembentukan Insan Cerdas Komprehensif dan Kompetitif melalui Pengembangan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Educational for Suistainable Development)
8
B. Model Strategi Nasional Implementasi ESD dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain oleh Depdiknas yang memiliki tugas dan kewajiban untuk mengambil kebijakan dan menyusun langkah-langkah strategis agar ESD dapat diselenggarakan dari tingkat pusat, daerah, dan penerapannya di tingkat satuan pendidikan. Untuk itu pemerintah pusat perlu menyusun strategi pelaksanaan dari tingkat pusat (Depdiknas), Daerah (Dinas pendidikan propinsi, kab/kota) sampai pada pelaksanaan di tingkat satuan pendidikan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Berikut ini disampaikan gambaran tentang tugas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan dalam pelaksanaan ESD. 1.
Pemerintah Pusat Depdiknas dengan seluruh jajarannya berkewajiban untuk melaksanakan ESD terutama berkaitan dengan implementasi ESD di lingkungan unit utama dan UPT Depdiknas di daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, bekerjasama dengan pemerintah daerah dan instansi/lembaga pemerintah dan swasta yang relevan dan terkait. Agar memudahkan koordinasi pelakasanaan ESD diperlukan program dan kegiatan yang jelas di setiap unit yang dapat dijadikan dasar kebijakan dan prosedur operasional pelaksanaan ESD. Prosedur operasional ESD di setiap unit disusun berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing, dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah serta sampai pada tingkat satuan pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar roh ESD dipahami oleh setiap unit terkait, sehingga dalam emplentasinya sampai pada tingkat satuan pendidikan dapat berjalan dengan baik karena terdapat acuan yang jelas.
2.
Pemerintah Daerah a. Pemerintah Provinsi (Utamanya Dinas Pendidikan). Menurut ketentuan umum Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004, Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah erat kaitannya dengan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (UU RI no. 32 tahun 2004 Ps 1 ayat (5)).
9
Pemerintah daerah dengan hak otonominya mempunyai urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi yang tertuang dalam UU RI No. 32 tahun 2004 Ps 13 ayat (1), yang salah satunya kewajibannya adalah tentang penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. Penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah daerah provinsi diselenggaraakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Dinas Pendidikan Provinsi adalah unsur pelaksana pemerintah provinsi yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidang pendidikan. Terkait dengan pasal 13 tersebut di atas maka program dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah propinsi terkait dengan pelaksanaan ESD adalah: 1.
Menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat tentang pelaksanaan ESD di daerah yang dituangkan dalam surat keputusan daerah.
2.
menginformasikan tentang ESD, melalui berbagai kegiatan seperti, seminar, forum diskusi, workshop berbagai lomba, dsb.
3.
menggembangkan sistem monitoring pelaksanaan ESD di lingkungan wilayah kerja pemerintah daerah setempat.
4.
Mengidentifikasi dan mendukung jenis-jenis kegiatan sekolah serta membangun sumber daya yang berkaitan dengan ESD,
5.
koordinasi antar sektor/antar yang melibatkan sektor bisnis dan korporasi, masyarakat sipil, komunitas lokal, dan komunitas sains dalam pelaksanaan ESD di daerah.
6.
Mendukung isu-isu ESD menggunakan pendekatan yang terintegrasi dan sistemik pada pendidikan formal, non-formal, dan informal pada semua tingkatan.
7.
Mempromosikan kontribusi ESD pada semua pendidikan dan untuk mencapai pendidikan berkualitas.
8.
Mendukung institusi pendidikan guru untuk membangun jejaring.
9.
mengembangkan strategi-strategi ESD yang dapat berjalan dengan ukuran kelas yang lebih besar, dan mengevaluasi proses pembelajaran ESD
b. Pemerintah kab/kota (Utamanya Dinas Pendidikan).
10
Pemerintah daerah dengan hak otonominya mempunyai urusan yang tertuang dalam UU RI No. 32 tahun 2004 Ps 14 ayat (1), yang salah satunya kewajibannya adalah tentang penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan pada pemerintah daerah kab/kota diselenggaraakan oleh Dinas Pendidikan kab/kota. Dinas Pendidikan kab/kota adalah unsur pelaksana pemerintah kab/kota yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah kab/kota. Terkait dengan pasal 14 tersebut di atas maka program dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah kab/kota terkait dengan pelaksanaan ESD adalah: i. menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat tentang pelaksanaan ESD di daerah yang dituangkan dalam surat keputusan daerah. ii. menginformasikan tentang ESD, melalui berbagai kegiatan seperti, seminar, forum diskusi, workshop berbagai lomba, dsb. iii. menggembangkan sistem monitoring pelaksanaan ESD di lingkungan wilayah kerja pemerintah daerah setempat. iv. Mengidentifikasi dan mendukung jenis-jenis kegiatan sekolah serta membangun sumber daya yang berkaitan dengan ESD, v. koordinasi antar sektor/antar yang melibatkan sektor bisnis dan korporasi, masyarakat sipil, komunitas lokal, dan komunitas sains dalam pelaksanaan ESD di daerah. vi. Mendukung isu-isu ESD menggunakan pendekatan yang terintegrasi dan sistemik pada pendidikan formal, non-formal, dan informal pada semua tingkatan. vii. Mempromosikan kontribusi ESD pada semua pendidikan dan untuk mencapai pendidikan berkualitas. viii. mengembangkan strategi-strategi ESD yang dapat berjalan dengan ukuran kelas yang lebih besar, dan mengevaluasi proses pembelajaran ESD 3. Satuan Pendidikan (belum ada pembahasan tugas dan fungsinya) C. Model Intrakurikuler Implementasi ESD di Satuan Pendidikan 1. Tujuan Di tingkat satuan pendidikan (sekolah), salah satu acuan yang diperlukan adalah “pedoman pelaksanaan ESD melalui kegiatan intrakurikuler” yang dapat didayagunakan oleh sekolah dan guru
11
mata pelajaran/guru kelas yang mencakup hal-hal anduan dasar tentang hal-hal berikut: 1) Pengertian tentang hakekat, landasan dasar dan pentingnya ESD serta Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif sehingga memiliki pemahaman dan persepsi yang sama. 2) Operasionalisasi kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler mencakup: Kompetensi; Pembelajaran; Sarana dan prasarana; Pengelolaan kelas; Pembiayaan; Penilaian; Monitoring dan evaluasi. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan nilai-nilai Education for Sustainable Development (ESD) tidak berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang ada. Aspek-aspek (ESD) secara tidak langsung sudah tercakup di dalam beberapa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Namun dalam pelaksanaannya, umumnya guru belum memahami tentang konsep dan komponen-komponen ESD, oleh karena itu perlu disusun model yang dapat dijadikan acuan bagi guru untuk menyampaikan nilai-nilai ESD dalam proses belajar mengajar. Model tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Konsep Model Pelaksanaan ESD melalui Intrakurikuler a
SEKOLAH
ESD
Pembangunan berkelanjutan
SOSIAL BUDAYA Dpt ditanggung
Visi sekolah sebagai Pusat Pendidikan dan Pembudayaan Siswa
Adil INTRAKURIKULER
Layak
LINGKUNGAN
EKONOMI
a
a
Pelaksanaan Pembelajaran 1. Kompetensi (SI dan SKL) 2. Proses Pembelajaran (Standar Proses) 3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan 4. Sumber Belajar (Sarana Prasarana) 5. Pengelolaan
Mata Pelajaran
6. Penilaian
Perspektif ESD
Kecerdasan Komprehensif & Kompetitif 12
SK
KD Lingkungan Sosbud Ekonomi
Gambar 2. Konsep Model Pelaksanaan ESD melalui Intrakurikuler Lingkaran pada gambar adalah tiga perspektif ESD yang meliputi Lingkungan, Sosial budaya, dan Ekonomi. Jika nilai-nilai ESD pada komponen-komponen dalam ketiga perspektif dilaksanakan, maka akan tercapai apa yang disebut pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Sementara itu jika nilai-nilai ESD pada komponen dalam perspektif Sosial Budaya dan Lingkungan sudah dilaksanakan maka terjadi keselarasan antara lingkungan dan sosial budaya, dimana lingkungan dapat memenuhi (menanggung atau bearable) kebutuhan masyarakat, dan masyarakat memelihara dan mempergunakan sumber daya alam secara tidak berlebihan (sesuai kebutuhan). Jika nilai-nilai ESD pada komponen perspektif Lingkungan dan Ekonomi sudah dilaksanakan dengan baik maka akan tercipta lingkungan yang aman, dan kehidupan masyarakat yang layak (viable) secara ekonomi. Jika nilai-nilai ESD dalam komponen perspektif Sosial Budaya dan Ekonomi sudah dilaksanakan dengan baik, maka akan tercipta masyarakat yang aman, saling menghargai, adil (equitable) dan berkecukupan. Garis putus-putus melambangkan bahwa nilai-nilai ESD dilaksanakan oleh semua komponen sekolah, dan dalam kegiatan intrakurikuler. Melalui kegiatan ini diharapkan pelaksanaan nilainilai ESD dapat menghasilkan insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Pelaksanaan Pembelajaran a. Kompetensi (SK dan SKL) Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dikenal istilah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dimuat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. SK dan KD
13
dirumuskan untuk setiap mata pelajaran setiap jenis dan jenjang pendidikan. Pelaksanaan kegiatan Intrakurikuler berwawasan ESD seharusnya menggabungkan SK dan KD dua atau lebih mata pelajaran pada kelas, jenjang, dan jenis pendidikan yang sama. Hal ini karena Prinsip pembelajaran dengan mengintegrasikan konsep dan nilai-nilai ESD, secara eksplisit dirancang terintegrasi dalam kurikulum maupun dalam proses pembelajaran/metode pembelajaran sebagai kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Apabila menggabungkan dua atau lebih mata pelajaran terasa sulit dilakukan, sekolah dapat menempuh upaya menggabungkan dua atau lebih KD yang ada pada satu mata pelajaran. Seandainya penggabungan KD dalam satu mata pelajaran juga masih sulit dilakukan, sekolah dapat menempuh aktivitas intrakurikuler berwawasan ESD pada satu jenis KD saja. Masing-masing perspektif dalam ESD telah dirinci ke dalam 15 komponen ESD yakni Perspektif Sosial-Budaya mencakup 7 komponen, perspektif lingkungan mencakup 5 komponen dan perspektif ekonomi mencakup 3 komponen. Untuk kepentingan kegiatan intrakurikuler berwawasan ESD, kelimabelas komponen ESD telah dikaji dan dirinci lebih lanjut menjadi 77 (tujuh puluh tujuh) aspek agar memudahkan dalam mengkaitkannya dengan SK dan KD yang merupakan acuan bagi sekolah dalam menetapkan aktivitas pembelajaran. Hasil kajian komponen ESD tersebut disampaikan sesuai pada tablel di atas. b. Proses Pembelajaran (Standar Proses) Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dimaksudkan untuk memenuhi pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana dimuat di dalam standar isi, sehingga perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Dalam intrakurikuler, implementasi ESD dilaksanakan secara terintegrasi dalam pembelajaran mata pelajaran yang ada. c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pelaksanaan pembelajaran ESD secara terintegratif dilakukan oleh pendidik yaitu guru mata pelajaran atau guru kelas. Setiap guru mata pelajaran dan guru kelas hendaknya memahami pengertian tentang tujuan, hakekat, konsep, dan
14
nilai-nilai ESD, serta tentang insan yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Guru dituntut pula untuk mampu menyusun perencanaan pembelajaran mata pelajaran yang diampu dan mengintegrasikan nilai-nilai ESD pada SK dan KD. Oleh sebab itu, setiap guru perlu memahami nilai-nilai yang ada pada setiap perspektif dan Komponen ESD dan dapat mengembangkan nilai-nilai tersebut sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan konteks materi pembelajaran dan lingkungan. d. Sumber Belajar (Sarana Prasarana) Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu Ada dua jenis sumber belajar yaitu: 1) Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) yakni secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal. 2) Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didisain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan, dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Salah satu sumber belajar terpenting adalah lingkungan yang terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan fisik (alam). Lingkungan dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial, sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam sehingga berpartisipasi untuk memelihara dan melestarikan alam. Pemanfaatan lingkungan ini dapat dilakukan dengan cara membawa peserta didik ke lingkungan alam melalui kegiatan karyawisata, berkemah, survei, outbound dan sebagainya. Sedangkan pemanfaatan lingkungan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas dapat dilakukan dengan menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas, atau memanfaatkan benda-benda di lingkungan alam seperti daun, serangga, hewan-hewan kecil dan jinak sebagai alat peraga atau bahan untuk penelitian. e. Sarana dan Prasarana untuk Pembelajaran ESD Sarana pembelajaran merupakan bagian dari system penyelenggaraan pembelajaran ESD di sekolah. Beberapa
15
hal yang berkaitan dengan sarana pembelajaran adalah : keberadaan, pengadaan, pengelolaan, pemeliharaan. Berkaitan dengan sarana pembelajaran, pemerintah melalui BSNP telah menetapkan standar sarana (permendiknas no. 24 tahun 2007 tentang „Sarana dan prasana untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Muatan dalam stadar sarana tersebut merupakan persyaratan sarana minimal, jadi sekolah dimungkinkan mengembangkan berbagai jenis sarana dalam rangka memberikan hasil belajar yang optimal. f.Pengelolaan Kelas Dalam penyelenggaraan pembelajaran bernuansa ESD, pengelolaan kelas dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Depdiknas no 41 tentang pengelolaan yaitu: guru berkewajiban mengatur: tempat duduk sesuai karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan; volume dan intonasi suara; guru santun dalam bertutur kata dan dapat dimengerti oleh peserta didik; mempertimbangkan kemampuan belajar peserta didik; menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan ketaatan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran; memberikan penguatan dan umpan balik. Selain itu, guru perlu menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin dan status sosial ekonomi; menghargai pendapat peserta didik. memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi; pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya; dan memulai serta mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Dalam pengelolaan kelas tersebut, guru berusaha agar terjadi suasana yang kondufif dalam pembelajaran dengan menciptakan interaksi antara guru dan siswa secara harmonis. g. Penilaian Penilaian yang dilaksanakan untuk pembelajaran berwawasan ESD tidak berbeda dengan penilaian pada pembelajaran lainnya, yakni menggunakan Permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, dan dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil. Penilaian dapat berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas. h. Prinsip
16
1) Otonomi Guru. Guru secara otonom diberi kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mengembangkan nilai-nilai ESD sesuai dengan konteks, kebutuhan, dan lingkungan lokal setempat, serta kreativitas guru sehingga memberikan warna dan variasi yang bermakna bagi pengembangan ESD melalui kegiatan intrakurikuler. 2) Bersifat Integratif. ESD bukan sebagai mata pelajaran mandiri dan otonom, melainkan dilaksanakan melalui pengintegrasian program pembelajaran dengan suatu mata pelajaran tertentu, termasuk mata pelajaran muatan lokal. Oleh sebab itu tercapainya tujuan pembelajaran ESD secara komplementer dan terpadu mengikuti tercapainya tujuan pembelajaran untuk mata pelajaran pokok yang sedang diajarkan guru mata pelajaran/guru kelas. 3) Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas pendidikan dengan menerapkan teori konstruksi kognitif dan sosial, serta pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran. Konsep dasar KBK adalah kegiatan pembelajaran merupakan aktivitas produksi kompetensi sesuai standar tertentu oleh peserta didik dengan bantuan sumber belajar yaitu guru, multi media, dan sarana belajar lainnya. Untuk memenuhi tuntutan perbedaan potensi perserta didik dan ketersediaan sumber daya di masyarakat, kurikulum dikembangkan secara beragam (berdiversifikasi), termasuk penerapan pola pembelajaran dengan sistem kredit semester. 4) Proses Pembelajaran Yang Mendidik Dan Dialogis. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis mencakup pembelajaran berpusat pada peserta didik dan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran berpusat pada peserta didik berarti bahwa peserta didik pelaku utama dalam kegiatan produksi kompetensi, sedangkan sumber belajar terutama pendidik lebih banyak berperan sebagai pembantu, fasilitator, dan motivator. Konsep pembelajaran kontekstual mengacu pada pemaknaan terhadap kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, dan intelektual) serta potensi sumber daya di lingkungan masyarakat yang menjadi faktor penentu sarana, proses dan tujuan pembelajaran. Integrasi dari kedua konsep pembelajaran tersebut menjadi ciri dari proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis yang harus diterapkan oleh setiap satuan pendidikan. 3. Model Jalur Ekstrakurikuler Implementasi ESD melalui Satuan Pendidikan
17
a. Tujuan Berupaya mengembangkan pemikiran mengenai model penerapan ESD melalui kegiatan ekstrakurikuler. Model yang dikembangkan diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan bagi sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, yang meliputi: pengertian tentang hakekat, landasan dasar , kompetensi, cakupan kegiatan, dan sebagainya dalam rangka membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif yang berwawasan nilai dan semangat ESD. Model pelaksanaan ESD melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
Sinkronisasi
Kecerdasan:
-Komprehensif
-
ESD
BERKELANJUTA Kompetiti N f (SUSTAINABLE)
P u s a t Propi nsi
Operasionalisasi Kebijakan Sinkronisasi Strategi Operasionalisasi Kebijakan Program Strategi
Dpt ditanggun g
Adil
Kota/ Kabupat enn
Kegiatan Operasionalisa Program si Kebijakan
Kegiatan Strategi La ya k
S e k o l Visi a sekolah sebagai h
Operasionalisasi Program Kebijakan Sekolah Kegiatan
Pusat Pendidikan ( dan P Pembudaya anF Siswa
Program
Kegiatan
) Ekstrakurikul er
Komponen kegiatan:
dalam
1.Kompetensi 2.Pembina/Pendamping 3.Sarana Prasarana 4.Pengelolaan 5 Pendanaan 6.Penilaian
18
P N F I
Jenis Kegiatan
Pram uka
Olah raga
Seni dan Budaya
Gambar Model Pelaksanaan Ekstrakurikuler Berwawasan ESD b. Lingkup Penerapan ESD pada Ekstrakurikuler 1) Ekstrakurikuler Kepramukaan Konsep ESD memiliki relevansi dengan penyelenggaraan kegiatan kepramukaan. Hal tersebut karena, kegiatan kepramukaan tidak hanya mengutamakan pembinaan karakter, kesehatan, dan kepedulian, tetapi pembinaan kepramukaan dilakukan secara total yang mencakup moral/mental/spiritual, fisik, intelektual, emosional, dan sosial, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Target kepramukaan adalah kaum muda Indonesia dengan tujuan agar menjadi; (1) manusia berkeripabadian, berwatak dan berbudi pekerti yang luhur yang:(a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, kuat mental dan tinggi moral (b) tinggi kecerdasan dan mutu ketrampilannya (c) kuat dan sehat jasmaninya, (2) warga negara RI yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada negara kesatuan RI serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna yang dapat membangun dirinya serta mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara memiliki sesama hidup dan alam lingkungan, baik lokal nasional maupun internasional. Dalam kegiatan kepramukaan ini akan dibatasi pada tingkat Pramuka Siaga berusia 7 s.d. 10 tahun dan Pramuka Penggalang berusia 11 s.d. 15 tahun. Program Pramuka Siaga dan Penggalang yang berwawasan ESD diberikan dalam bentuk kegiatan 1) kreatif dan rekreatif, 2) mengenal dan mencintai
19
lingkungan. Kegiatan kreatif dan rekreatif adalah kegiatan kepramukaan yang dirasakan menyenangkan dan menggembirakan bagi peserta didik. Kegiatan mengenal dan mencintai lingkungan adalah untuk mengembangkan kesadaran peserta didik terhadap lingkungan yang akhirnya dapat memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Kegiatan tersebut dapat berbentuk kegiatan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Bentuk kegiatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini; (a) Pramuka Siaga Pramuka siaga merupakan peserta didik golongan pertama dalam gerakan pramuka sebagai bibit awal yang kelak diharapkan bertunas dan berkembang dengan melalui kepramukaan. Dalam perkembangan jiwa anak usia Siaga perlu dihadapi dengan mengenal dan memahami sifat-sifat karakteristiknya; (a) yang positif; 1) suka bermain, bergerak dan bekerja, 2) suka meniru, senang mengkhayal, 3) suka menyanyi, gemar mendengar cerita, 4) suka bertanya, ingin tahu, ingin mencoba, 5) suka pamer, suka disanjung, senang kejutan, 6) spontan, lugu, polos, mudah kagum dan suka humor, 7) bersenda gurau, gemar berlomba dan bersaing, 8) gemar membanding-bandingkan dan 9) selalu mencari hal-hal yang baru, cepat bosan dan lain-lain. b) yang negatif; 1) labil, emosional, egois, 2) manja, mudah putus asa, 3) sensitif, rawan, mudah kecewa, 4) kurang perhitungan tidak mau mengalah, 5) kurang peduli kebersihan jasmaninya, dan 6) masih malu-malu, memrlukan perlindungan dari lain-lain.2 Berdasarkan sifat dan karakteristik tersebut perlu disusun program kegiatan ekstrakurikuler yang berwawasan ESD yang dapat diterima oleh anak setingkat pramuka siaga. Pokok-pokok pembinaan Pramuka Siaga melalui Kepramukaan meliputi; a) menanamkan disiplin dalam Peridukan Siaga, b) menerapkan sistem berkelompok pada siaga, c) menanamkan janji dan ketentuan moral pada siaga, d) mendorong peserta didik menyelesaikan syarat kecakapan untuk mendapatkan tanda kecakapan. Jenis pertemuan dan latihan Kepramukaan Siaga; a) kegiatan kepramukaan untuk peserta didik dikelompokkan menjadi; (1) kelompok pendidikan/latihan; mengarah pada usaha penyelesaian syarat kecakapan umum dan syarat kecakapan khusus yan diletakkan di kawrtir dibawah bimbingan Pembina Pramuka. (2) kelompok kegiatan pertemuan seperti; wisata siaga, tamasya siaga, pasar siaga, lomba siaga, pesta siaga Contoh kegiatan Pramuka Siaga yang berwawasan ESD, permainan besar siaga,pekan seni siaga, dan pekan tani siaga. 2
Sutomo, dkk., Pramuka di Sekolah, Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta, 2005
20
(b) Pramuka Penggalang Pramuka Penggalang ditujukan bagi remaja usia 11 sampai dengan 15 tahun. Kepramukaan bagi pramuka penggalang merupakan proses pendidikan progresif dalam rangka menanamkan prinsip dasar kepramukaan yang merupakan norma hidup seorang anggota secara sukarela, sadar demi harga diri, baik selama mengikuti kegiatan dalam gerakan pramuka, kegiatan kemasyarakatan di luar gerakan pramuka, maupun dalam kehidupan pribadi pramuka seperti di rumah, di luar rumah di sekolah atau di luar sekolah. Kegiatan dalam kepramukaan juga harus menantang,kreatif, inovatif, mandiri, sesuai kepentingan atau kebutuhan, sesuai situasi dan kondisu jamani, bermanfaat, bagi dirinya dan masyarakat lingkungannya, dan setia artinya dalam pelaksanaan kegiatan selalu berlandaskan pada prinsip dasar kepramukaan. 2) Ekstrakurikuler Pengembangan Bakat Olahraga, Seni dan Budaya Pendidikan ESD lain dapat dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler olahraga, seni dan budaya. Ketiga unsur ini dapat merupakan kesatuan, tetapi juga terpisah satu sama lain. Kegiatan seni misalnya, langsung maupun tidak langsung mengandung unsur kesehatan jasmani dan rohani. Demikian halnya, berbagai kegiatan olahraga pun kerapkali didukung dan mengandung unsur seni tertentu. 1. Peran dan Fungsi Pihak Terkait Pelaksanaan pendidikan ESD melalui kegiatan ekstrakurikuler, khususnya pramuka, olahraga, seni dan budaya, tidak terlepas dari pentingnya keterlibatan aktif dari berbagai pihak yang terkait, baik di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler memang bermuara di tingkat sekolah, tetapi tidak terlepas dari pentingnya keterlibatan berbagai pihak yang terkait, antara lain: Depdiknas, pemerintah daerah, kwartir nasional dan daerah, serta sekolah. Tugas dan fungsi yang diperlukan adalah: 1)
Depdiknas, mengeluarkan kebijakan yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan ESD melalui kegiatan ekstrakurikuler, disertai dengan perangkat model dan pedoman umum yang dapat digunakan sebagai acuan operasionalisasinya di tingkat sekolah;
2)
Pemerintah Daerah, mengeluarkan kebijakan yang lebih operasional dalam mendukung penerapan pendidikan ESD melalui kegiatan ekstrakurikuler di tingkat sekolah;
3)
Kwarnas/Kwarda, menyiapkan bahan kegiatan pramuka dan memberikan pelatihan kepada pembina/pembimbing/pendamping terhadap nilai-nilai ESD yang diintegrasikan ke dalam kegiatan yang ada;
21
4)
Sekolah, melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler berupa keperamukaan, olahraga, seni dan budaya kepada peserta didik dan berusaha mengintegrasikan nilai ESD ke dalam kegiatan tersebut.
2. Prinsip Penyelenggaraan 1)
Otonomi. Guru Pembina/Pendamping/Pembimbing kegiatan ekstrakurikuler secara otonom diberi kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mengembangkan nilai-nilai ESD sesuai dengan konteks, kebutuhan siswa, kemampuan sekolah, orangtua dan masyarakat dan sesuai dengan lingkungan lokal setempat, serta kreativitas guru sehingga memberikan warna dan variasi yang bermakna bagi pengembangan ESD melalui kegiatan ekstrakurikuler.
2)
Pengembangan dan Pelaksanaan Kegiatan Berbasis Kompetensi. Pengembangan dan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler berbasis pada pengembangan bakat dan minat peserta didik dengan bimbingan dan bantuan sumber belajar yaitu pembina, multi media, serta sarana belajar lainnya. Untuk memenuhi tuntutan perbedaan potensi perserta didik dan ketersediaan sumber daya di masyarakat kegiatan dikembangkan secara beragam (berdiversifikasi).
BAB IV. TINDAK LANJUT Dari kajian ini telah dihasilkan model Pembentukan Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif Melalui Implementasi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development/ESD), terdiri dari tiga model, yakni: (1) Model Strategi Nasional Implementasi ESD; (2) Model Pelaksanaan ESD Melalui Intrakurikuler, dan (3) Model Pelaksanaan ESD Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler. Dari hasil validasi melalui para pakar dan calon pengguna (Pejabat Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, Kepala Sekolah, Guru, dan Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler), secara umum ke tiga model tersebut layak untuk diterapkan di lapangan. Berkaitan dengan hal tersebut, direkomendasikan beberapa langkah tindak lanjut sebagai berikut. A. Merintis penerapan-ujicoba Model Strategi Nasional Implementasi ESD dengan tujuan: 1. memberikan acuan yang jelas kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama Depdiknas (dan unit kerja terkait), pemerintah daerah dan sekolah tentang ESD sehingga memiliki persepsi, pemahaman, komitmen yang sama tentang ESD. Kegiatan ini sekaligus sebagai tindakan untuk sosialisasi tentang ESD kepada semua pihak.
22
2. terjadi sinkronisasi dan terkoordinasinya kebijakan, strategi, program dan kegiatan dari tingkat pusat, daerah sampai di tingkat sekolah. Sekolah akan melaksanakan ESD manakala ada kebijakan yang jelas baik kebijakan dari tingkat pusat, maupun daerah (provinsi dan Kota/kabupaten). 3. masing-masing pihak yang berkepentingan, terutama Depdiknas (dan unit kerja), pemerintah daerah dan sekolah memahami tugas dan fungsinya serta tanggungjawab masing-masing dalam penyelenggaraan ESD. Acuan tugas dan fungsi masing-masing pihak mengacu pada kesepakatan Bonn 2009 (Unesco) tentang kebijakan dan program ESD yang telah dijabarkan dalam model tersebut. 4. terciptanya forum komunikasi antar pihak yang berkepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan ESD, sehingga memudahkan perbaikan langkah lebih lanjut, dan berguna pula untuk memudahkan memberikan laporan DESD Indonesia di forum antar bangsa. B. Merintis penerapan-ujicoba Model Pelaksanaan ESD Melalui Intrakurikuler, dan Model Pelaksanaan ESD Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler dengan tujuan: 1. Memberikan kejelasan terhadap guru mata pelajaran dan guru kelas serta pembina kegiatan ekstrakurikuler tentang pengertian serta dasar-dasar penerapan pembelajaran ESD melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. 2. Memberikan acuan dasar terhadap kepala sekolah, forum Kelompok Kerja Guru (KKG) di tingkat SD, serta bagian kurikulum di Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dalam merencanakan serta mengalokasikan biaya dalam penyelenggaraan ESD melalui kegiatan intrakurikuler. 3. Terciptanya forum komunikasi antar pihak yang berkepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan ESD. 4. Agar pelaksanaan ESD di tingkat sekolah dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan lancar, maka Model Pelaksanaan ESD Melalui Kegiatan Intrakurikuler, dan Kegiatan Ekstrakurikuler masih perlu dilengkapi dengan pedoman-pedoman yang rinci dan operasional. Pedoman yang masih perlu diadakan antara lain Pedoman Kepala Sekolah dalam Pengelolaan ESD, Pedoman Penjabaran KTSP berwawasan ESD dan Pembelajaran ESD, serta Pedoman Evaluasi dan Monitoring ESD. 5. Model Pelaksanaan ESD Melalui Kegiatan Intrakurikuler dan Model Pelaksanaan ESD melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ini masih terbatas pada lingkup satuan pendidikan SD. Agar cakupan lebih luas maka perlu disusun pula Model Pelaksanaan ESD Melalui Kegiatan Intrakurikuler, dan Model Pelaksanaan ESD Melalui Kegiatan
23
Ekstrakurikuler untuk tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA dan yang sederajat. a. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pelaksanaan pembelajaran ESD secara terintegratif dilakukan oleh pendidik yaitu guru mata pelajaran atau guru kelas. setiap guru mata pelajaran dan guru kelas hendaknya memahami pengertian tentang tujuan, hakekat, konsep, dan nilai-nilai ESD, serta tentang insan yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Guru dituntut pula untuk mampu menyusun perencanaan pembelajaran mata pelajaran yang diampu dan mengintegrasikan nilai-nilai ESD pada SK dan KD. Oleh sebab itu, setiap guru perlu memahami nilai-nilai yang ada pada setiap perspektif dan Komponen ESD yang telah disediakan (lihat Tabel 2). Guru diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai tersebut sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan konteks materi pembelajaran dan lingkungan. Pada kondisi dan kebutuhan tertentu guru dapat mendayagunakan pendidik dan sumber belajar dari lingkungan masyarakat setempat atau dari instansi/lembaga yang menangani materimateri pelajaran yang sedang dipelajari, misalnya dari tokoh budaya, instansi lingkungan dan pertanian, kesehatan, dsb. Tenaga kependidikan juga diperlukan dalam pembelajaran ESD yang integratif, misalnya pustakawan, laborat, dan konselor untuk mendukung peningkatan mutu pembelajaran. Pustakawan dapat membantu menyiapkan buku-buku referensi untuk memperkaya pengetahuan tentang materi yang sedang dipelajari, dan laboran dapat membantu dalam praktek-praktek dilaboratorium bagi siswa yang membutuhkan pembuktian tertentu dan belajar untuk terampil menggunakan alat-alat dan mendayagunakan ICT untuk memperluas wawasan. Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan, terutama untuk memahami minat dan bakat siswa dan memberikan alternatif penyalurannya yang positif, serta membantu memberikan jalan keluar bagi siswa-siswa yang menghadapi msalah kesulitan belajar serta masalah sosial lainnya. Oleh sebab itu, tenaga kependidikan pun perlu memahami tujuan, hakekat, konsep, dan nilai-nilai ESD, serta tentang insan yang cerdas komprehensif dan kompetitif.
24
DAFTAR PUSTAKA David Wechsler (http://www.angelfire.com/mt/matrixs/psikologi2.htm) Daniel Goleman (1996), Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ –New York Times Fenrich, Peter (1997), Model of the Instructional Development Cycle, http://proceedings. informingscience.org/InSITE2004/030fenri.pdf Gardner, Howard. Multiple Intelligences: The Theory in Practice. New York: Basic, 1993. Gardner, Howard. Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century. Hagan Foundation Center for the Humanities: Sustainability (2009), http://www.scc.spokane.edu/?hfchsustain ESD dan Media (http://www.UNESCObkk.org/index. php?id =3808) http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=37893 http://www.yplhc.org/konsep_desd.php. Konsep Decade of Education for Sustainable Development (DESD) http://www.yplhc.org/tujuan_strategi.php. Tujuan dan Strategi DESD http://www.yplhc.org/latar_belakang_desd.php. Latar Belakang DESD http://www.yplhc.org/krgka_implementasi_int.php. Kerangka Implementasi Internasional (DESD) http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan#cite_note-0. Pembangunan Berkelanjutan
25
http://www.unescobkk.org/index.php?id=3808. ESD dan Media: Lembar fakta bagi praktisi media untuk memajukan Pendidikan. http://www.yplhc.org/about_mdg.php. Tujuan Pembangunan Milenium/Millenium Development Goals (MDG's) http://www.yplhc.org/latar_belakang_desd.php. Latar Belakang
(http://www. UNESCObkk.org/ index.php?id =3808). http://www.yplhc.org/krgka_implementasi_int.php. Kerangka Implementasi Internasional (DESD) http://www.yplhc.org/konsep_desd.php http://www.angelfire.com/mt/matrixs/psikologi2.htm Inteligensi dan IQ Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993), Balai Pustaka. Koran Tempo, 28 Maret 2008, Sedikitnya 10.000 Warga Pekanbaru Mengungsi Akibat Banjir Koran Tempo, 29 Mei 2008, Dua Tahun Tak Henti Menyembur Koran Tempo, 16 Juni 2008, Walhi: Lima Tahun Lagi Hutan di Sumatera Habis. Limas Sutanto, 2006, Indonesia dan Kecerdasan Majemuk http://64.203.71.11/kompas-cetak/0607/31/opini/2839898.htm.
_______, 2005, Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional, MPPNJP, Depdiknas, Jakarta.
26
_______, 2003, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas, Jakarta. _______,Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi UNESCO (2007), Sustainable Development UUD 1945 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; PP 19 SNP 2005 (pasal 5 –18, pasal 25,26,27) Renstra 2010 – 2014 (dalam Perencanaan)
27