LAPORAN AKHIR
PENINGKATAN KETERAMPILAN RUMAH TANG DI KABUPATEN BULELENG
Oleh : Ketua Peneliti : Anggota : Anggota :
Drs I Gede Wardana, MSi Dr. I Gede Sujana Budhia Drs. I Made Jember, MS.i
Dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten Bulele Tahun Anggaran 2014/2015
AB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perjalanan pembangunan ekonomi pada tahun 1970-an membuk
semua Negara berhasil mencapai prestasi pertumbuhan ekonomi yan
pemerataan pendapatan. Laporan dari Wold Bank (2013) menya perkembangan rumah tangga miskin sebagian besar masih terdapat
ASIA dan Pasific. Bank Dunia memberikan batasan tentang kriteri
tangga miskin yaitu apabila konsumsi per hari kurang dari $ USD 1.7
semakin bear bagi sejumlah Negara untuk mengurangi penduduk mi
dari misi pembangunan yang seharusnya menjadi pusat perhatian pem
Negara dalam upaya meningkatkan prestiasi pertumbuhan ekonom yang semakin meluas untuk mengurangi rumah tangga miskin.
Sen (1993) mengembangkan gagasan tentang pendekatan multi-
memahami karakter keolmpok miskin, karena disadari kemiskinan tid
oleh terbatasnya peluang untuk hidup layak, tetapi juga terdapa
komplek yang menyebabkan kemiskinan harus dipetakan dalam pe
Worl Bank Report, 2010). Berdasarkan sejumlah kajian, Badan Pusa
BPS, 2011) menyatakan adanya tiga kriteria pengentasan kemis dikelompokkan sebagai berikut. Kelompok 1: sangat miskin ,
Merupakan kelompok program penanggulangan kemiskina
berbasis keluarga. Kelompok program penanggulangan kemiskinan
dan perlindungan social bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak d
beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fok
dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyara
kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayan pendidikan.
Kelompok 2 ; Miskin ,
Merupakan Kelompok Program Penanggulangan Kemiskin
berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Upaya penanggulangan kemis
hanya dengan memberikan bantuan secara langsung pada masyara
penyebab kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh aspek-asp
materialistik semata, akan tetapi juga karena kerentanan dan mini memperbaiki
kualitas
hidup
masyarakat
miskin.
Pendekata
dimaksudkan agar masyarakat miskin dapat keluar dari ke menggunakan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya.
Berasarkan uraian kriteria miskian sebagaimana dijelaskan diat
kabupaten Buleleng sedang dalam upaya menurunkan agka kelomo
ini tersebar jumlahnya di wilayah 9 kecamatan yang ada di kabupat Tabel 1.1).
Tabel 1.1 Jumlah Kepala Rumah Tangga Miskin Yang Bekerja Menurut Wilay Kabupaten Buleleng , 2013 WILAYAH KECAMATAN/ SEKTOR PKJAAN GEROKGAK SERIRIT BUSUNGBIU BANJAR SUKASADA BULELENG SAWAN KUBUTAMBAHAN TEJAKULA TOTAL
Pertanian Tanaman Pangan 1605 2030 378 997 823 854 870 856 238 8651
Hortikultura 279 14 9 194 180 7 37 271 965 1956
PerkeBunan 346 297 1986 1236 1894 69 569 1280 830 8507
Perikanan tangkap
Perikanan budidaya
463 185 12 43 9 95 90 187 257 1341
340 8 1 4 2 1 4 3 2 365
Peternakan 2879 700 70 573 314 62 220 913 710 6441
Sumber : PMD, Popinsi Bali. 2014
Berdasarkan data pada Tabel 1.1 tampak bahwa sebagian te
tangga miskin yang tersebar di Sembilan kecamatan kabupaten B
sektor pertanian tanaman pangan (dataran rendah) serta tanaman pe
relative lebih sedikit, sehingga perikanan laut menjadi pilihan sebaga rumah tangga miskin.
Informasi maa pencaharan rumah tangga miskin di kabupat
terkonsentrasi pada sektor bangunan dan konstruksi. (Lihat Tabel 1. menunjukkan sebagian besar rumah tangga miskin terdiri dari terampil, serta tenaga kerja yang terampil tetapi tidak mandiri dalam
keterbatasan modal serta keterbatasan lain yang menjadi kenda menerobos peluang untuk keluar dari kemiskinan.
Tabel 1.2 Jumlah Kepala Rumah Tangga Yang Bekerja Menurut Wi layah K Kabupaten Buleleng , 2013 (LanjutanTabel 1.1) WILAYAH KECAMATAN/ SEKTOR PKJAAN GEROKGAK SERIRIT BUSUNGBIU BANJAR SUKASADA BULELENG SAWAN KUBUTAMBAHAN TEJAKULA TOTAL
Listrk Gas 10 10 1 12 9 16 6 7 2 73
Bangunan/ konstruksi
Perdagangan
Htl dan R Mkn
1080 1070 308 872 799 1684 696 1360 892 8761
235 402 65 174 243 547 214 137 97 2114
101 48 3 39 33 107 19 18 18 386
Transprts dan penggudangan 574 407 117 141 76 321 172 150 112 2070
Informasi komunikasi 4 1 2 2 3 5 3 1 1 22
K d a
Sumber : PMD, Popinsi Bali. 2014
Berdasarkan Tabel 1.2 tampak bahwa kecamatan Grokgak
tim peneliti dari Pusat Analisis Data Ekonomi dan Bisnis Fakultas E
Universitas Udayana dengan Badan Perencanaan Daerah kabupat tahun anggaran 2015.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial Bourdieu dan Wacquant (1992)
menyatakan modal sosi
sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seseorang indiv
karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal bal
pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Field (201
bahwa teori modal sosial Bourdieu secara jelas melihat modal sosial
eksklusif elite (berupa aset) yang didesain untuk mengamankan po
Jika modal sosial Bourdieu ( 1992) menitik beratkan sebagai aset i
sosial merupakan hasil, maka Coleman (1994) dalam (Field 2010
Coleman melihat modal sosial sebagai sumberdaya karena dapat m terhadap kesejahteraan individu.
Putnam (1996) modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosi
dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama s
untuk mencapai tujuan bersama. Putnam (1996) memaparkan pe
selanjutnya. Putnam berpendapat bahwa gagasan inti dari teori m
bahwa jaringan memiliki nilai kemudian kontak sosial akan memeng
individu dan kelompok. Pengertian lain yakni oleh Fukuyama (1995
Cahyono dan Adhiatma (2012) bahwa modal sosial adalah serangka
norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggo
yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Fukuy
Inayah (2012) menyatakan modal sosial timbul dari adanya keperca sebuah komunitas.
Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai da yang dimilki bersama diantara para anggota suatu kelompok
memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fuk Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah trust (kepercayaan),
balik), dan interaksi sosial. Trust (kepercayaan) dapat mendoron
bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun yang produktif. Trust merupakan produk dari norma-norma sosial sangat penting yang kemudian memunculkan modal sosial. Fukuyama
(2002),
menyebutkan
trust
sebagai
harapan-
keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari dalam
kebersamaan. Bagi masyarakat low-trust dianggap lebih inferio
ekonomi kolektifnya. Jika low-trust terjadi dalam suatu masyara
tangan negara perlu dilakukan guna memberikan bimbingan (Francis xiii).
Unsur penting kedua dari modal sosial adalah reciprocal (ti
dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling mem muncul dari interaksi sosial (Soetomo, 2006: 87). Unsur yang
interaksi sosial. Interaksi yang semakin meluas akan menjadi semac
yang lebih memungkinkan semakin meluasnya lingkup keperca
hubungan timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari mod
sosial yakni sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan sim
serta oleh norma pertukaran dan civic engagement. Jaringan ini bis
berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau genealogis,dan lain-lain .
Jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi
perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan u modal sosial dari jaringan tersebut (Pratikno dkk: 8). Dilihat dari
jaringan adalah sekelompok agen individual yang berbagi nilai-nilai
informal melampaui nilai-nilai dan norma-norma yang penting unt
biasa. Melalui pemahaman ini dapat dijelaskan bahwa modal sosia
bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga ekonomi (Pratikno d
2.2 Kemiskinan
berkembang bila terisolasi dari kelompok masyarakat lainnya. menimbulkan sikap pasif, bahkan keadaan menjadi semakin miskin. Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah
terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkuta
dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, p
pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, y
lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa disebabkan oleh terbat
manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal maupun non
akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan i
Emil Salim (1997) mengemukakan lima karakteristik pendudu
karakterisktik penduduk miskin tersebut adalah: 1) Tidak memili
sendiri, 2) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh ase
kekuatan sendiri, 3) Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, 4)
mereka yang tidak mempunyai fasilitas, dan 5) Di antara mereka b dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.
Bank Dunia (1990) dalam laporannya di hadapan anggota PBB and Human Development' mengatakan bahwa: "The case for human
only or even primarily an economic one. Less hunger, fewer child change of primary education are almost universally accepted as
themselves" (pembangunan manusia tidak hanya diutamakan pada a
yang lebih penting ialah mengutamakan aspek pendidikan seca
kepentingan diri orang miskin guna meningkatkan kehidupan sosial e
Booth dan Me Cawley (Dalam Moeljarto T., 1993) menyatakan
karakteristiknya lebih dulu. Umumnya, suatu keadaan disebut miskin
kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat kebutuhan dasar ma
tersebut meliputi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar yang mencakup sekunder. Aspek primer berupa miskinnya aset pengetahuan
sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya jaringan sosial, sumber
dan informal, seperti kekurangan gizi, air, perumahan, perawata kurang baik dan pendidikan yang relatif rendah.
Tidak sedikit penjelasan mengenai sebab-sebab kemiskinan. K
yang terjadi di banyak negara yang baru saja merdeka setelah
memfokuskan pada keterbelakangan dari perekonomian negara ter
masalahnya (Hardiman dan Midgley, dalam Kuncoro, 1997:131).
tersebut miskin menurut Kuncoro (1997:131) karena menggantungk
pertanian yang subsistem, metode produksi yang tradisional, yang s dengan sikap apatis terhadap lingkungan.
Sharp, et.al (dalam Kuncoro, 1997:131) mencoba mengide
kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, k
karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya y
distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya me
dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskin
perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberd rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pend
kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. K muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pad dan seterusnya.
2.3 Kebijakan Pemerintah
Doglas North seorang sejarawan ekonomi terkemuka mendefini
sebagai batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk pola intera
antara individu dalam melakukan interaksi politik, sosial dan ekono
Senada dengan North, Schmid (1972) mengartikan kelembagaan
peraturan yang berlaku dalam sebuah masyarakat, kelompok atau
mengatur hak, kewajiban, tanggung jawab, baik sebagai individu
kelompok. Sedangkan menurut Schotter (1981), kelembagaan merup
tingkah laku manusia yang disepakati oleh semua anggota masyarak penata interaksi dalam situa tertentu yang berulang. Mirip dengan definisi ini diungkapkan oleh Hamilton (1932) kelembagaan merupakan cara berfikir dan bertindak yang umum dan
menyatu dengan kebiasaan dan budaya masyarakat tertentu. Me
(1992), kelembagaan adalah serangkaian peraturan yang membangu
dalam sebuah komunitas. Sedangkan Ostrom (1990) mengartikan ke aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan
membuat keputusan, tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dila yang berlaku umum di masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti,
mesti atau tidak boleh disediakan dan keuntungan apa yang ind sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya.
perjanjian kontrak, peraturan bidang ekonomi, bisniss, polit
Kesepakatan-kesepakatn yang berlaku baik pada tingkat international maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal.
Menurut Wiliamson (2000), yang dimaksud kelembagaa kelembagaan yang kelahirannya umumnya dirancang secara sengaja
undangan (konstitusi) yang dibuat oleh lembaga legislatif/pemerintah
hal ini bukan merupakan kriteria mutlak, karena banyak kasus ke
yang merupakan hasil evoluasi dari kelembagaan informal sebagaima perikanan di Jepang yang berasal dari hukum adat atau tradisi yang dalam masyarakat selama ratusan tahun (Ruddle, 1993). Perubahan
level ini dapat berlangsung dalam kurun waktu 10 sampai 100 t 2000).
Menurut Marfai (2005) pengelolaan lingkungan hidup adalah up
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan pena
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengen
hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua ben
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yan
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta m (Miler, 1995).
Operasional rule adalah aturan main yang berlaku dalam keseh
yang ditemukan dalam sebuah komunitas, organisasi atau kelo mengenai bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut
Kelembagaan pada constitutional choice level mengatur, utaman
yang berwenang bekerja pada level collective choice dan bagaiman
Constitutional rule merupakan aturan tertinggi yang tidak semua ke
atau komunitas memilikinya. Collective choice rule berbeda dengan
walaupun aktor yang terlibat dalam pembuatannya kemungkina
kerangka analisis Ostrom, undang-undang yang mengatur tentang
tersebut berada pada tingkat constitutional choice dan disebut constitu
Modal sosial dapat dipahami sebagai kepercayaan, norma, d
memungkinkan anggota komunitas bertindak kolektif. Definisi mod
sederhana tapi perlu kritis melihatnya. Perlu diingat bahwa tidak s
sebuah komunitas mempunyai akses yang sama terhadap modal so Ada orang yang pandai memanfaatkan modal sosial sehingga
peningkatan kesejahteraan mereka. Namun ada juga yang tidak melih
modal sosial sehingga mereka tidak bisa memanfaatkan bagi kese mereka. Kita telah memahami bahwa modal sosial mempunyai hubun kesejahteraan komunitas. Para ahli juga mendapati bahwa modal
peran besar dalam menjelaskan perilaku individu pada aras mikro
perlu diingat ada asumsi bahwa modal sosial dalam lingkungan yan
menelorkan hasil yang positif bagi individu yang terlibat, namun
sosial rendah karena lingkungan yang kurang sehat akan menghasi
kurang berhasil. Hal ini dipakai untuk menjelaskan tentang jebakan
melilit anggota suatu keluarga secara turun temurun. Kemiskinan yan
kepercayaan dan kelembagaan yang ada dalam masyarakat. Jaringan
didasarkan pada keyakinan bersama namun bisa negatif mis
kegiatan rent-seeking ekonomi yang sering dipraktekan oleh organi hasil yang ingin dicapai jaringan tidak sesuai dengan tujuan pemerintah perlu campur tangan memperkuat kembali modal
pembentukan rukun warga (RW) atau rukun tangga (RT) seharusn salah satu upaya mempercepat modal sosial di kalangan masyarakat.
Dalam masyarakat apa pun biasanya muncul banyak asosiasi ata
atas dasar profesi maupun ikatan primordial yang lain. Kehadiran
mempunyai tujuan dan misi masing masing. Modal sosial bia keberadaan dan keterlibatan seseorang dalam asosiasi tertentu.
menunjukan bahwa wilayah utara Itali lebih maju dari wilayah se
banyak orang di utara terlibat dalam berbagai asosiasi daripada di s
kemudian menyebabkan pertumbuhan ekonomi di wilayah utara lebih
selatan. Asosiasi sukarela di wilayah utara menjalin hubungan kerj dengan pemerintah daerah setempat (Putnam 2000).
BAB III KERANGKA PIKIR PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Teori pembangunan yang berkembang dewasa ini sangat b
peranan modal, sumber daya terampil dan teknologi dalam mendo
ekonomi. Meskipun sebagian besar dari strategi pembangunan telah
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, namun demikian, bahwa pre
ekonomi sebagian besar gagal mencapai tingkat kesejahtraan masyarakat
society ) yang diperlukan dalam rangka pembangunan ekonomi berkela
Keefer, 1997). Dalam rangka memperkuat fondasi ekonomi yang berk
1993) telah menggagas penguatan sosial capital dala rangka kebersama
menekankan pentingnya modal sosial dalam rangka pengurangi kesenjang
arus informasi dalam rangka semakin mengefektiokan mobilitas sumsberd pertumbuhan ekonomi dan kesejahtraan (Dasgupta. 1988). Rodrik,
pandangan yang searah dengan Granovetter d(1995) dan Dasgupta b
memiliki peran yang sangat strategis dalam mengkoneksikan aktivitas ditingkat mikro maupun makro.
Model kerangka pikir yang disampaikan sebagai basis pengemb sebagaimana
dibahas
diatas,
dikoneksikan
berdasarkan
tahap
pengembangan alur model dari proses awal perencaan sampai padatahap
sosisl dalam upaya menurunkan angka kemiskinan dan uoaya meningk rumah tangga untuk ditingkatkan kesejahtraannya. (lihat Gambar 3.1)
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Bagan Alir Penyusunan Rencana Induk, Rencana Aksi, dan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Kebijakan Pembangunan
O
Daerah
Work Pla
Kem 1. RPJM & RPJP 2. RENSTRA 3. Program Penanggulangan Kemiskinan
Focus Group Discussion : (Dinas, Badan, Kantor, KPK, LSM)
Bu
OUTP
Tipologi Kemiskinan
OU
Kebijakan pembangunan daerah yang dimulai dari tahap identi Reco
1. Pegunungan 2. Dataran Rendah (Rural, miskinUrban) mencakup karakteristik
geografik ( pegunungan dan
Penanggu Kelomp ataran ren P
demographic mencakup umur, penddikan, jemis kelaion dan mata pencah
awal pendataan, untuk kemudian ditindak-lanjuti dengan dukungan infor
rangka pengembangan ionformasi yang bersifat akademik dan berbasis pe
penelitian, maka kegiatan penelitian ini melakukan upaya mengk
pemerintah (govrment policy) sebagai policy variable yang mend
kesejahtraan masyarakjat dan penurunan angka kemiskinan, serta kon
yang diajukan penelitian ini sebagai kerangka model; pendekatan yan
rangka memecahkan persoalan kemiskinan dari dalam diri rumah tanga m Gambar 3.2).
3.2 Kerangka Operasional Penelitian.
Penelitian ini melakukan konstruksi terhadap peran modal sosi
yang dimiliki oleh masyarakat, khususnya pada lingkungan rumah ta
diuharapkan dapat dikelola dan dibangkitkan kekuatannya dalam m
potensi diri pribadi rumah tangga miskin yang seharusnya d
dimensi modal sosial akan diukur secara konsisten berdasarkan keti telah disebutkan diatas.
3.2.1 Modal sosial Network
Network atau membership adalah komponen modal sosial m kebersamaan dalam kehiduopan sosial kemasyarakatan. Fafchams
menyatakab bahwa social network dapat berperan mengurangi transact dalam praktek dan menjadi beban biaya masyarakat. Transaction
adanya imperfect information telah mengurangi kesejahtraan masyarak
sejumlah organisasi sosial dapat dinyatakjan sebagai social network ke
d[at menciptakan kekuatan dalam membangun hari depan yang leb
Network dapat lebih dirinci menjadi bonding (lingkaran dalam menjembatani) (Putnam, 1993).
3.2.2 Social Trust
Social trust adalah salah satu dimensi social capital yang m
menciptakan kekuatan dalam kebersamaan. Cassidy (2001) menyatak sejumlah dimensi yang dapat mencerminkan keberadan trust yaitu
warga masyarakat dalam sebiuah ikatan kemasyarakatan suku ban
orang lain pada klas masyarakat bawah justru lebih menguat dibandin masyarakat atas.
3.2.3 Social capital Norm
Norma adalah komponen daro social capital yang berkaitan den adat kebiasaan yang berlaku seragam dan dipatuhi padastuktur
menjadi prilaku, sehingga dapat menggambarkan karakter individu yan
keterwakilan dari masyarakat tertentu. Kajisa (2002) menyatakan ba
prilaku yang tergambarkan pada collective action, karena prilaku ind dari pola prilaku yang dianut pada masyarakat tertentu, Grootaert et al (2003) merumuskan collective action sebagai p[enting
dalam
pengembanganb
kemasyarakatan.
Grootaert
merekomendasikan pengembangan pola pengukuran collective act
proportion of people in this village contribute time or money toward co
goals, (b) How many days in the past 12 months did you you partic
activities?, (c) when measuring the extent of willingness to cooperate collective action.
untuk mendapatkan pangsa pasar yang semakin bersaing. Dalam k
pengembangan daya daing usaha, kebijakan pemerintah memeg
menentukan sebagai fasilitator dalam pembinaan kelembagaan bersi
non formal ( North,1990). Peran kebijakan pemerintah seba
padaGambar 2.3 mencakup empat pola kebijakan pengembangan kebijakan pemerintah diteorikan sebagai lembaga yang beroeran
posisi daya saing dunia usaha melalui sejumlah langkah kebijak
memfasilitasi pengembangan sumber daya produktif, (b) bantuan sar
teknologi yang lebih menghemat biaya produksi, (c) bantuan fasil
organisasi bisnis yang mampu membangunb kinerja efektif dasn e pola pemasaran dan kerja sama pengambangan pasar, (e) daya pengembangan kelembagaan bisnis berkelanjutan. Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Kebijakan Pemerintah Dan Potensi Modal Sosial
Norma (Y2) Kebijakan Pemerintah (X1)
Kerangka Konsep Penelitian
Y1= α1 + β1Y2 + β2X1 + β3Y4 + β4Y3 + e1 Y2= α1 + β5X1 + e2 Y4= α1 + β6X1 + e3 Y3= α1 + β7X1 + e4
3.3 Hipotesis penelitian a.
Bahwa norma, kebijakan pemerintah, trust dan network positif dan signifikan terhadap kesejahtran masyarakat.
b.
Bahwa kebijakan permintah berpoengaruh positif dn s masyarakat
c.
Bahwa kebijakan permintah terhadap trust masyarakat
d.
Untuk menganalisis engaruh kebijakan permintah terhadap
e.
Bahwa kebijakan pemermntah berpengaruh posotof dan kesejahtraan RTM melalui Norma
f.
Untuk menganalisis pengaruh kebijakan pemermntah ter RTM melalui Trust
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian berpedoman pada permasalahan penelitian dan hipotesis yang disusun karena merupakan titik tolak dari setiap rancangan penelitian. Dalam penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang dilengkapi dengan dukungan hal-hal yang bersifat deskriptif dan kualitatif. Rancangan penelitian ini juga mempermudah penelusuran dan pengukuran antara variabel bebas dengan variabel terikat, berdasarkan anggapan bahwa temuan-temuan sampel dapat digeneralisasikan ke populasi penelitian.Untuk mencapai tujuan tersebut, rancangan penelitian berbentuk explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel lainnya.
4.2 Lokasi Penelitian,Ruang Lingkup ,dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Lokasi ini dipilih karena, (a) wilayah kecamatan Grokgak memiliki jumlah RTM terbesar dibandingkan dengan delapan kecamatan lainnya, (b) kecamatan Gerokgak merupakan daerah perbatasan yang penduduknya cukup heterogen dengan bentangan wilayah cukup luas ( gambar 4.1 ).
4.3 Indentifikasi Variabel Penelitian
1
Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai atau sesuatu yang bervariasi (Kerlinger, 2006). Mendasari kerangka pemikiran dan tujuan studi yang hendak dicapai, penelitian ini melakukan pengembangan dan pengukuran variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, dengan mempergunakan skala Likert ( 1,2,3,4,5). Pengukuran penelitian ini dinyatakan sebagai konstruk yang didukung dengan indikator atau item-item pertanyaan yang diperoleh melalui pengembangan daftar pertanyaan. Sehubungan dengan penelitian yang mempergunakan teknik relasi yang interdependensi antara satu konstruk dengan konstruk lainnya dalam suatu model structural, maka model persamaan yang dikembangkan mencakup diantaranya terdiri dari konstruk endogen dan konstruk eksogen. Dinyatakan sebagai konstruk endigen, apabila konstruk tersebut merupakan konstruk terikat dan mendapatkan tanda panah dari konstruk lainnya. Konstruk eksogen adalah apabila konstruk yang hanya berfungsi sebagai pemberi tanda panah kepada konstruk lainnya (Hair, et al 2010).
4.4 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional, adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberi arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Berdasarkan identifikasi terhadap variabel-variabel yang digunakan untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan variabel yang diteliti, berikut ini dijelaskan definisi operasional dari masing-masing variabel. Berdasarkan identifikasi variabel, selanjutnya diberikan definisi operasional variabel sebagai berikut. 1) Variabel Peran Pemerintah adalah upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan mencakup pemberdayaan, pendampingan masyarakat program -
Kebijakan Pemerintah berupa
program yaitu berupa bantuan raskin, bantuan siswa miskin ,jaminan
kesehatan masyarakat ,program keluarga harapan. Satuannya adalah orang dengan skala ratio.
2
2) Variabel jaringan sosial adalah kemampuan rumah tangga miskin dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan sosial melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan . Jaringan sosial itu berupa sumberdaya ,lokasi ( dusun , desa, kecamatan, kota ) jaringan dalam kelompok ,kualitas dari jaringan sosial. Satuannya adalah indeks 3) Variabel kepercayaan adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan ini dapat dilihat bagaimana persepsi masyarakat terhadap tokoh masyarakat, persepsi masyarakat terhadap pemerintahan desa, persepsi masyarakat terhadap konflik dalam lingkungan masyarakat . Satuannya adalah indeks 4) Variabel norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat berupa sikap gotong royong atau saling tolong menolong, perasaan senasib dan sepenanggungan , sikap harmonis di kalangan masyarakat dan ada aturan kepatuhan terhadap aturan. Satuannya adalah Indeks 5) Variabel jenis kelamin rumah tangga adalah jenis kelamin kepala rumah tangga unit pengukurannya adalah 1 = laki-laki dan 0 =Perempuan 6) Variabel pendidikan kepala rumah tangga adalah ijazah yang dimiliki oleh kepala rumah tangga unit pengukurannya tahun sekala ratio 7) Variabel lapangan usaha kepala rumah tangga adalah jenis pekerjaan rumah tangga .Unit pengukurannya adalah 1 = pertanian dan 0 = lainnya 8) Variabel status penguasaan bangunan tempat tinggal adalah kepemilikan atas rumah yang ditempati unit pengukurannya adalah 1 = milik sendiri, 2= kontrak /sewa, 3 = lainnya 9) Variabel jenis atap terluas adalah jenis bahan atap yang dipakai . Unit pengukurannya adalah 1= beton, 2= genteng,3=sirap, 4 = seng, 5 = asbes,6 = ijuk/rumbai, 7= lainnya. 3
10) Variabel sumber air minum adalah asal air yang dikonsumsi . Unit pengukurannya adalah 1 = air kemasan, 2 = air ledeng , 3 = air terlindung, 4 = air tidak terlindung 11) Variabel sumber penerangan utama adalah penerangan yang dipakai sehari-hari . Unit pengukurannya adalah 1 = listrik PLN , 2 = listrik non PLN, 3 = tidak ada listrik 12) Variabel fasilitas tempat air buang air besar adalah kepemilikan tempat pembuangan hajat rumah tangga. Unit pengukurannya adalah 1= milik sendiri, 2 = bersama/umum ,3 = tidak ada.
4.5 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan pada seluruh variabel dalam penelitian ini merupakan data sekunder kuantitatif . Untuk menjawab tujuan penelitian ini data yang dianalisis adalah data yang berasal dari BDT (Basis Data Terpadu) PPLS 2011 .Variabel bebasnya adalah peran pemerintah berupa program yang diperoleh dari TNP2K berupa Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) , Program Beras Miskin (RASKIN) , program keluarga harapan (PKH) , jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Sedangkan Variabel terikatnya adalah kepercayaan ,norma,jarimgan sosial dan kesejahteraan RTM . Variabel Moderator adalah kepercayaan, norma dan jaringan .
4.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga miskin. Tabel 4.1 menyajikan jumlah rumah tangga miskin di wilayah Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng, sebagai berikut:
4
Tabel 4.1 Jumlah RTM BDT ( Basis Data Terpadu )PPLS 2011 Berdasarkan Sumber Mata Pencaharian Kecamtan Gerokgak Sumber: 2011( Lampiran
DESA
POPULASI SAMPEL
SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA
Studi penelitian
197 1192 952 915 133 567 372 563 841 1391 389 554 341 878
2 13 10 10 1 6 4 6 9 15 4 6 4 9
BDT lihat 1)
ini
JUMLAH 9285 99 melakukan prediksi atas karakter rumah tangga miskin dengan mempergunakan metode SEM PLS . Henseler et al (2010) merekomendasikan penarikan jumlah sampel antara 40 sampai dengan 100 .penelitian ini mempergunakan jumlah seluruh sampel sebesar 99 yaitu rekomendasi yang paling minimal yang direkomendasikan oleh Henseleret al (2010). Penarikan sampel mempergunakan metode proporsional random sampling ( Emory, 2005 ), Greener (2010) . Hasil perhitungan penarikan sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana jumlah penarikan sampel ditentukan berdasarkan proporsi dari sub populasi rumah tangga miskin. Berdasarkan data yang tersedia dilakukan dengan menggunakan rumus Cochran .W. untuk menentukan sampel.Rumus tersebut adalah :
=
1+
e2
=
2 5 1+ 2 5
1 2 1
=
2 5 1+ 2 5
1 1
=
2 5 1+ 2 5
=
2 5 3 5
=
=
Di mana: n = sampel N = populasi e = sampling error ditetapkan 10% 5
4.7 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Dikumpulkan dengan cara meminta informasi pada instansi yang berwenang dalam hal ini Bappeda selaku sekretaris TKPKD Kabupaten Buleleng (Tim Koordinasi penanggulangan Kemiskinan Daerah ). Data yang kami peroleh merupakan berupa Basis Data Terpadu (BDT) PPLS 2011. Basis Data Terpadu(BDT) PPLS 2011 merupakan data yang dikeluarkan oleh TNP2K tiga tahun sekali. Adapun isi 1)
Observasi Untuk mendapatkan data sekunder digunakan cara observasi pada RTM di Desa Kecamatan Gerokgak
2) Wawancara Mengumpulkan keterangan atau informasi yang berhubungan dengan tujuan penelitian dengan cara bertanya langsung kepada responden secara berstruktur berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. 3) Kuesioner Cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada responden untuk dijawab berkaitan dengan pendapatan pedagang. 4.8 Instrumen Penelitian 4.8.1 Uji Validitas Instrumen Validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian ini berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasaran dan juga dengan tujuan dari pengukuran.Pengukuran dinyatakan valid jika mengukur tujuan dengan nyata atau benar.Alat ukur yang tidak valid adalah yang memberikan
6
hasil ukuran menyimpang dari tujuannya. Variabel terukur dinyatakan valid jika memiliki koefisien korelasi (rhitung) > 0,3 (Jogiyanto, 2007). Rumus validitas adalah sebagai berikut: ……………………………………………..(1)
Ri =
Keterangan: Ri = Validitas N = jumlah populasi X = total skor butir-butir pernyataan percobaan pertama Y = total skor butir-butir pernyataan kedua
4.8.2 Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliabilitas menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya.Suatu pengukur dikatakan reliable jika hasil pengukurannya akurat dan konsisten. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Variabel dinyatakan reliable apabila koefisien Alpha Cronbach > 0,6 . Rumus dari Alpha Cronbach adalah: …………………………………………………………….(2) Keterangan: α = koefisien alpha cronbach r = rata-rata korelasi diantara butir pertanyaan k = jumlah butir pertanyaan dalam skala
4.9 Teknik Analisis Data Berdasarkan data yang terkumpul sesuai konsep pemikiran awal maka akan dilanjutkan dengan proses analisis. Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan PLS (Partial Least Squares).Proses analisisnya dilakukan dengan program PLS. Model persamaan dalam penelitian ini adalah : 1. Y1= α1 + β1Y2 + β2X1 + β3Y4 + β4Y3 + e1 2. Y2= α1 + β5X1 + e2 3. Y4= α1 + β6X1 + e3 7
4. Y3= α1 + β7X1 + e4 Keterangan : Y1 Y2 Y3 Y4 X1 β1-2
= = = = = =
α e
= =
Kesejahteraan RTM Norma Network Quality Trust Kebijakan Pemerintah Koefisien regresi yang menunjukkan variasi pada variable terikat sebagai akibat perubahan pada variable bebas. intersep eror term
4.9.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendekripsikan data sample dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sample tersebut diambil (Sugiyono, 2008).
4.1.1 Statistik Induktif
Pengertian penelitian induktif adalah penelitian yang bersifat pendalaman atas fenomena tertentu berdasarkan metode kuantitatif statistik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis persamaan dan fakta – fakta dan sifat – sifat objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Penelitian kuantitatif ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
4.9.3 Metode PLS 8
Partial Least Squares merupakan factor indeterminacy metode analisis yang powerful meskipun dengan jumlah sample terbatas, karena focus penggunaan SEM PLS adalah untuk prediksi dan pengembangan ilmu Hair, et al
( 2014). PLS dapat juga digunakan untuk
konfirmasi teori. SEM PLS memiliki sejumlah keunggulan yaitu antara lain (a) tidak diperlukan asumsi normalitas, (b) dapat dipergunakan sample berukuran kecil, serta (c) konstruk dapat dipetakan menjadi dimensi reflective dan formative Hair et al (2010). Model penelitian yang telah dijabarkan dalam bentuk konsep pada BAB 3 dapat diuraikan secara lebih lengkap, dengan menyajikan konstruk laten beserta indikatornya, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1. Berdasarkan Gambar 4.2, peran pemerintah (X1) dinyatakan memiliki konstruk formatif, selebihnya terdiri dari konstruk reflektif. Dinyatakan memiliki konstruk formatif, karena kebijakan pemerintah mewakili data terindek, data bernuansa bilangan yang bukan merupakan data persepsi murni, sehingga indikator berpotensi membentuk konstruk ( Hair, et al 2010).
Gambar 4.2 Kerangka Operasional Model Penelitian
9
Y2.1
Y2.3
Y2.4
Norma (Y2)
X1.1 X1.2
Y2.2
Kebijakan Pemerintah (X1)
Y1.1
X1.3
Kesejahteraan RTM (Y1)
X1.4
Y1.2 Y1.3 Y1.4
Y4.1
Trust Y4
Network Quality (Y3)
Y4.2 Y4.2 Y3.1
Y3.2
Y3.3
Y3.4
4.9.4 Cara Kerja PLS Seperti dijelaskan di atas tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear aggregate dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indiktor dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen (keduanya variabel laten dan indikator) diminimumkan.
10
4.9.5 Model Pengukuran atau Outer Model Covergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score / component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS. Ukuran fefleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.60 dianggap cukup (Chin; 1998). Discriminant validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya,maka hal menunjukkan
bahwa konstruk laten
memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk iebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik (Fornell dan Larcker, 1981).berikut ini rumus menghitung AVE.
AVE
λ i2 λ i2 i var(ε i ) .…………………………………………………….(4)
Dimana λ adalah component loading ke indikator dan var ( ε i) = 1- λ 12. Jika semua indikator di standardized, maka ukuran ini sama dengan average communalities dalam blok. Fornnel dan Larcker (1981) menyatakan bahwa pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability (pc). Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar 0.50.
11
Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency yang dikembangkan oleh Werts, Linn dan Joreskog (1974) dan Cronbach’s Alpha. Dengan menggunakan output yang dihasilkan PLS maka composite reliability dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
pc
(λ i ) 2 pc …………………………………………………….(5) (λ i ) 2 i var(ε i )
Dimana λ adalah component loading ke indikator dan var( ε i) = 1- λ 12. Dibandingkan dengan Cronbach Alpha, ukuran ini tidak mengasumsikan tau equivalence antar pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot sama. Sehingga Cronbach alpha cenderung lower bound estimate reliability, sedangkan PC merupakan closer approximation dengan asumsi estimasi parameter adalah akurat. PC sebagai ukuran internal consistence hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan refleksif indikator.
4.9.6 Model Struktural atau Inner Model Dalam PLS inner model juga disebut inner relation yang menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan substansi teori. Model persamaan dalam penelitian ini sesuai dengan Gambar 4.1 adalah: Y1= α1 + β1Y2 + β2X1 + β3Y4 + β4Y3 + e1 Y2= α1 + β5X1 + e2 Y4= α1 + β6X1 + e3 Y3= α1 + β7X1 + e4
12
Keterangan: X1 Y1 Y2 Y3 Y4 β1, β5, dan β6 β7 e1
= = = = = = =
Kebijakan pemerintah Kesejahteraan RTM Norma Networkquality Trust Koefisien jalur inner residual
Evaluasi terhadap inner model dilakukan dengan melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya, dan juga nilai uji t statistiknya yang diperoleh dengan metode bootstrapping. Di samping itu juga diperhatikan R2 untuk variabel laten dependen. Nilai R2 sekitar 0,67 dikatakan baik, 0,33 dikatakan moderat, sedangkan 0,19 dikatakan lemah. Perubahan R2 dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten tertentu terhadap variabel laten independen apakah memiliki pengaruh yang substantive. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung f2. Nilai f2 sama dengan 0,02, 0,15 dan 0,35 dapat dikatakan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh, kecil, menengah, dan besar terhadap model struktural. Model Struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untukpredictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Dalam menilai model dengan PLS kita mulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantive. Pengaruh besarnya f² dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
f2
R 2 included - R 2 excluded ……………………………………………………….(8) 1 R 2 included
13
Dimana R²included dan R²excluded adalah R-square dari variabel laten dependen ketika prediktor variabel laten digunakan atau dikeluarkan didalam persamaan struktural. Nilai f² sama dengan 0.02, 0.15 dan 0.35 dapat diinterpretasikan bahwa prediktor variabel laten memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar pada level struktural.
14
BAB V SURVEY LAPANGAN DAN PENGUJIAN INSTRUMEN
5.1 Pengujian Karakter Responden Kegiatan penelitian dan pemetaan awal tentang profile rumah tangga miskin di wilayah desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima, dan desa Tukad Sumaga. Ke empat desa yang menjadi pusat kegiatan pemetaaan awal, adalah untuk melakukan identifikasi dan verifikasi terkini tentang kondisi rumah tangga miskin pada ke empat desa, sekaligus akan dipersiapkan kaji tindak sosialisasi dan pelatihan kelistrikan dan perbengkelan dalam rangka mempersiapkan rumah tangga miskin dengan keterampilan yang semakin membuka jalan bagi rumah tangga miskin yang bersangkutan untuk mendapatkan peluang pangsa pasar kerja. Tim peneliti telah mengunjungi Bapak camat Grokgak, hari Kamis, Tg. 20 Agustus 2015, sekaligus melakukan sejumlah wawancara dengan responden terpilih pada wilayah empat desa yang disasar. Tim peneliti telah mempersiapkan acara sosialisasi dan pelatihan tgl 11 September 2015, dengan melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pemerintah kabupaten Buleleng, serta Kepala UPTD. LLK UKM Kabupaten Buleleng, dalam rangka mengisi agenda kegiatan pelatihan kelistrikan dan perbengkelan, sedangkan Tim Peneliti dari PADEB FEB Universitas Udayana akan melaksanakan sosialisasi materi kewiraswastaan dalam rangka mempersiapkan rumah tangga miskin menjadi lebih mandiri melalui usaha mandiri berwiraswasta. Tim yang terdiri dari empat tenaga peneliti telah melakukan survey awal pemetaan, melaksanakan wawancara dengan responden terpilih tentang pola mata
15
pencaharian, peluag kerja dan tingkat penyerapan pasar local atas keterampilan yang mereka miliki. Rencana kerja telah disusun sesuai dengan tahapan pekerjaan, serta telah ditetapkan pembagian tugas berdasarkan agenda kegiatan yang telah ditantatangi pihak peneliti FEB Univ Udayana dengan Bappeda kabupaten Buleleng.
5.2 Kegiatan Penyusunan Instrumen Pengolahan Data dan Informasi Kegiatan penelitian telah mengadakan rapat penyusunan instrument penelitian pada Tgl. 10 Agustus 2015, dengan meliatkan 3 peneliti utama, satu staff administrasi dan 4 mahasiswa petugas peneliti lapangan yang akan ditugaskan mengumpulkan data di wilayah empat desa terpilih yang menjadi lokasi penelitian yaitu pada desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima, desa Tinga-tinga dan desa Tukad Sumaga. Rencana kerja yang tela berhasil ditetapkan adalah pemetaan lokasi ke lapangan dengan tiga peneliti utama dan dua orang mahasiswa, dilaksanakan pada tgl. 20 Agustus 2015, dengan memilih sebanyak 10 responden terpilih sebagai obyek penelitian dalam rangka menguji instrument penelitian, dengan akan dilaksanakan langkah penyempurnaan terhadap daftar pertanyaan yang telah disusun, dilakukan perbaikan terhadap item-item pertanyaan yang tidak tuntas difahami oleh responden.
Gambar 1.1 : Audiensi Tim Peneliti dengan Bapak Camat Grokgak
16
Kegiatan awal kunjungan tim peneliti ke lapangan telah bertemu dengan sejumlah pejabat ditingkat kecamatan, serta sejumlah kepala desa terkait dengan kegiatan tim peneliti dalam rangka pengembangan potensi rumah tangga miskin untk lebih mampu memberdayakan diri ditengah situasu ekonomi yang berada pada kelambatan. Kegiatan awal kunjungan tim peneliti ke lapangan pada tgl 20 Agstus 2015 telah bertemu dengan sejumlah pejabat ditingkat kecamatan, serta sejumlah kepala desa terkait dengan kegiatan tim peneliti dalam rangka pengembangan potensi rumah tangga miskin untuk lebih mampu memberdayakan diri ditengah situasu ekonomi yang berada pada kelambatan. Tim peneliti juga telah mengunjungi sejumlah responden untuk diwawancari dalam rangka menguji instrument penelitian dan melengkapi data awal untuk kegatan penelitian berikutnya.
17
Gambar 1.2 Tim Peneliti bersama Camat dan Staff
Gambar 1.3 menyajikan diskusi singkat antara anggota tim peneliti FEB Universitas Udayana dengan Bapak kepala LPD desa Grokgak dalam rangka mendpatkan sumber informasi terkait dengan peranan lembaga keuangan milik desa adat setempat dan kemampuan pelayanan yang telah dapat diberikan oleh LPD desa adat Grokgak kepada masyarakat pda wilayah desa bersangkutan. Wawancara dilaksanakan bersamaan dengan kunjungan tim peneliti FEB Universitas Udayana ketika melakukan survey lanjutan Tgl 20 September 2015. Tim peneliti melakukan koordinasi sekaligus membahas peminjaman tempat pelatihan, dengan mempersiapkan sebanyak 25 orang kader muda dari komponen rumah tangga miskin untuk direkrut dan diberdayakan dalam program pelatihan
18
kelistrikan dan perbengkelan terjadwal tgl 11 dan 12 September 2015, dengan melibatkan 4 desa desa terpiih sebagaimana telah diuraikan diatas.
Gambar 1.3 Diskusi Tim Peneliti Dengan Pengurus LPD Desa Adat Grokgak
Berdasarkan hasil survey potensi ekonomi kecamatan Grokgak, wilayah Buleleng barat sebagian besar lahan pertanian tadah hujan, sehingga masyarakat hanya mengandalkan tanaman seperti jagung, serta tanaman perkebunan seperti kelapa dan tanaman mangga sebagai sumber mata pencaharian. Dengan panjangnya musim kemarau seperti saat ini, sangat tampak bahwa lingkungan sangat berdebu (lihat Gambar 1.4). Kawasan pemukiman ruma tangga miskin relatif tidak memenuhi standar lingkungan sehat, disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain, adalah keterbatasan sumber daya air serta sanitasi rumah yang tertutup, disebabkan oleh upaya penduduk
19
untuk melindungi rumah mereka dari debu dan udara yang relatif tidak bersih dalam memasuki musim kemarau panjang.
Gambar 1.3 Kondisi Lingkungan Tinggal Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)
Keterbatasan sumber penghasilan rumah tangga miskin juga tercermin pada beranda rumah yang memasang tali untuk penjemuran pakaian, yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat etis dan keindahan. Hal ini membuktikan, bahwa pada rumah tangga miskin masih belum sampai kepada upaya menata lingkungan indah, tetapi adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar yang menuntut mereka untuk mengabaikan hal-hal lan yang dapat menyita waktu mereka, dalam mendapatkan sumber pendapatan lain, seperti menjadi buruh tani dan pekerjaan sejenis lainnya.
20
Gambar 1.4 Kondisi rumah atap dan rumah tinggal Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)
Rumah tangga miskin yang memiliki mata pencaharian sebagai dagang atau warung, sangat kental terlihat adanya keterbatasan sanitasi dinyatakan sehat, karena ketidak-mampuan mereka dalam menata warung dengan sarana penunjang yang dapat memnadjikan warung mereka menjadi sehat dan memenuhi syarat sanitasi yang baik. Gambar 1.5 menyajikan kondisi warung yang dikelola oleh salah satu warga yang termasuk dalamn kelompok rumah tangga miskin, memperlihatkan atap warung yang sering bocor ketika musim hujan. Pada musim kemarau saat ini, warung dapat dipastikan penuh dengan debu yang berterbangan, karena wilayah desa terdiri dari kawasan tegalan yang kering.
Penataan barang dagangan juga terlihat tidak beraturan dan belum
memenuhi syarat kesehatan yang baik.
21
Gambar 1.5 Tipe Usaha Kecil versi Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)
Gambar 1.5 mewakili karakter lingkungan dan kondisi usaha RTM yang belum memenuhi syarat sanitasi, meskipun sebenarnya lokasi usaha berada pada lingkungan jalan raya utama Gilimanuk – Singaraja, namun keterbatasan RTM untuk membangun usaha pertokoan mereka dihadapkan kepada kemampuan keuangan pemilik usaha yang terbatas.
Kompleksitas
permasalahan
tampak
terlihatpadawarga
miskin,
yaitu
keterbatasan sarana modal, sikap kewiraswastaan yang tidak berani mengambil resiko atas tindakan investasi, akses pembeli dengan rata-rata pendapatan rendah, serta kendala untuk bias bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, adalah tantangan yang
22
sulit difahami dengan perhitunga analisis rasional, karena itu pula persoalan RTM adalah kabut misteri yang multi-komplek dan tidak mudah untuk difahami hanya dengan perhitungan analisis ekonomi semata. Gambar 1.6 menyajikan tentang kehidupan keseharian rumah tangga miskin yang sebagan besar dari mereka mengandalkan sumur buatan sendiri dengan kedalaman sekitar 12 meter, mengambil sumber air sumur dengan cara manual, dengan mengerek air mempergunakan timba. Karena pada kedalaman 12 meter, penduduk tidak mendapatkan sumber air yang permanen, sehingga tidak mungkin sumber air yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan mempergunakan tenaga pompa listrik untuk memenuhi kebutuhan bersama leih dari satu rumah tangga, karena sumur akan kehabisan sumber air. Dengan demikian, fungsi sumur baru terbatas untuk memenuhi kebutuhan air minum dan mandi untuk sebuah rumah tangga dengan keluarga kecil.
Gambar 1.6 Lingkungan Sanitasi dan Sumur Sebagai Sumber Air RTM di Desa Gokgak Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)
23
Berbeda dengan sarana kantor kepala desa Sumberkima, dan sejumlah kantor kepala desa lainnya pada wilayah kecamatan Grokgak menunjukkan fasilitas yang cukup memadai dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan pemerintahan desa, terkondisikan sangat berbeda dengan lingkungan rumah tangga miskin yang masih tampak pada kawasan pemukiman apa adanya, tidak memiliki lantai tegel, halaman tanah dan tidak tersedia kamar mandi dan toilet dan jamban keluarga. Gambar 1.7 menyajikan kondisi lingkungan kantor kepala desa Sumberkima yang memiliki memiliki gedung pelayanan pemerintahan relative sangat memadai bagi pelaksanaan pelayanan pemerintahan warga desa setempat.
Gambar 1.7 Fasilitas Kantor Kepala Desa Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)
24
Tim peneliti melakukan pemantauan lapangan, dengan mengunjungi responden rumah tangga miskin di desa Grokgak kecamatan Grokgak. Musim kering
telah
mengkondisikan pertanian lahan kering kurang berfungsi, sebagian dari tanah pertanian seakan terbengkelai karena tidak mungkin dapat ditanami jagung, dan ketela pohon, kecuali pada petani yang memiliki modal lebih besar, dengan menanam pohon kepala, pohon mangga dan tanaman kering lainnya yang memerlukan modal awal ketika menanam bibit kepala dan manga. Gambar 1.8 menyajikan dialog langsung antara kepala keluarga RTM di lokasi desa Grokgak, di kawasan rumah tinggal tegalan yang sekaligus menjadi rumah tinggal RTM semi permanen, karena RTM yang bersangkutan ditunjuk sebagai pekerja penyakap oleh pemilik tanah yang tidak berada pada lokasi tanag tegalan. RTM penyakap cukup banyak jumlahnya di wilayah tegalan pada awasan yang memanjang dari desa 25
Sumberkima, Patas, dan desa lainnya. Gambar 1.8
mewakili RTM yang tinggal di
tegalan milik orang lain, yang tidak tinggal pada lahan tegalan bersangkutan, tetapi adalah penyakap sekaligus menjadi pekerja dan pengelola lahan yang dimiliki pihak lain. Pola hubungan patron-client sebagaimana digambarkan oleh Cliff Geertz (1960-an) masih ditemukan sebagai pola hubungan kekerabatan dan saling ketergantugan satu sama lainnya dalam kerangka relasi kepentingan ekonomi dan sosial, dalam hal mana pemilik lahan memfungsikan penyakap mereka sebagai perpanjagan tangan dalam rangka mendukung kegiatan hajat dan kegiatan social yang dilaksaakan oleh pemilik tanah, dimana para penyakap hadir memberikan dukungan tenaga dan bantuan lainnya. Pola hubungan patron-client ini tampak sangat menonjol dalam kerangka hubungan kerja pada sektor pertanian tegalan,dan tampak melemah dan tidak berfungsi pada sektor diluar pertanian. Putusnya link antar pekerja dan majikan diluar sektor pertanian, juga menjadi kendala bagi perlindungan rumah tangga miskin untuk mempertahankan kualitas kesejahteraan mereka melalui pola relasi patron-client. Melemahnya network quality dalam kerangka relasi patron-client menjadikan hilangnya peluang relasi kuasa atas pekerjaan dengan RTM sebagai penyedia tenaga kerja, sehingga peluang pembentukan kesejahtraan melalui kerangka patron-client tidak terwujud di sektor diluar pertanian.
Gambar 1.9 Lingkungan tanah tegalan sebagai pemukiman penduduk Rumah Tangga Miskin Di Desa Grokgak Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)
26
Catatan lain dari survey awal yang telah dilaksanakan antara Bulan Agustus sampai dengan pertengan bulan September 2015 adalah pola partisipasi gender dalam upaya ikut serta berpartisipasi memperbaiki kesejahteraan RTM. Peran wanita pada rumah tangga miskin pada musim paceklik telah memanfaatkan waktu luang mereka dengan membuat canang dan perlengkapan sajen lainnya, yang dijual atas pesanan warga setempat dan para pemangku pura yang berada disekitar lokasi rumah tangga miskin bersangkutan. Ibu Dra Ni Made Sutarmiasih Wardana selaku mantan pimpinan dharma wanita dan ibu PKK kabupaten Buleleng yang ikut serta sebagai pendamping kegiatan penelitian ini, memiliki banyak akses atas binaan rumah tagga miskin khususnya di wilayah Buleleng barat, sehingga sangat membantu dalam investigasi awal tim peneliti untuk mendapatkan responden rumah tangga binaan. (lihat Gambar 1.10).
Gambar 1.10 Lingkungan tanah tegalan sebagai pemukiman penduduk Rumah Tangga Miskin Di Desa Grokgak Kecamatan Grokgak Buleleng 27
( September 2015)
Pola hubungan patron-client jika berkembang menjadi pola hubungan relasi strktural yang unik diluar sektor pertanian, RTM akan mendapatkan lebih banyak peluang memperbaiki kesejahtraan melalui penetesan kebawah dari masyarakat elite sosial ekonomi yang menjadi majikan mereka. Ketika keluar dari sektor pertanian, pola hubungan patron-client tidak ditemukan pada masyarakat pedesaan pada empat desa yang di survey penelitian ini, meki masih dalam gambaran kasar, karena focus kegiatan penelitin ini leih ditujukan kepada action research yang tidak mendalami karakter pola hubungan sektoral secara mendetail. Survey singkat atas kondisi RTM di wilayah Buleleng barat sebagai wilayah perbatasan, menunjukkan bahwa RTM merupakan masalah yang cukup serius sehingga
28
perlu dipolakan dimasa depan dengan prioritas kebijkan pemerintah kabupaten Buleleng, mengingat wilayah perbatasan RTM menghadapi tantangan yang sangat besardalam perebutan sumber daya yang terbatas dari penduduk lokal dan penduduk pendatang. Berdasarkan hasilwawancara dengan sejunmlah responden terpilih terungkap bahwa regenerasi dari penduduk miskin secara garis besar adalah para geneasi muda yang telah dapat memenuhi kebutuhan sandang pangan secara minimal yang diperlukan untuk bertahan hidup, namun menjadi masalah besar bagi mereka untuk mampu mewujudkan sebuah rumah tinggal yang sehat dengan sanitasi baik. Type rumah tinggal RTM di wilayah perbatasan Buleleng barat dapat dilihat pada Gambar 1.11 dengan kondisi batu bata dan lantai tanah, yang mewakili kondisi rumah tinggal RTM dengan sarana air minum dari sumur dan belum memiliki penerangan listrik.
Gambar 1.11 Lingkungan tanah tegalan sebagai pemukiman penduduk Rumah Tangga Miskin Di Desa Grokgak Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)
29
Bahan bakar utama yang dipergunakan rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dan minuman, masih sangat terkiat dengan bahan bakar lokal seperti kayu hutan, dan kelapa seperti tampak pada Ganbar 1.11, dimana warga menyimpan bahan bakar kayu untuk memenuhi keperluan aktivitas didapur. Hal ini menunjukkan, bahwa rumah tagga miskin berpotensi melakukan pengrusakan lingkungan hutan dalam jangka panjang. Keterbatasan sumber pendapatan rumah tangga miskin menyebabkan belum bergesernya pola penggunaan bahan bakar ke tingkat yang lebih maju, seperti penggunaan gas atau kompor minyak tanah.
Gambar 1.12 Rumah Tangga Miskin Dan Bahan Bakar Memasak Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)
30
Wawancara singkat tim peneliti dengan dua kepala rumah tangga terpilih di kawaan desa desa Grokgak dan desa Sumberkima kecamatan Grokgak memberikan gambaran awal bahwa untuk mendapatkan makan keseharian relatif tidak terlalu sulit yag bersumber dari pekerjaan mereka. Meskipun demikian, beban keluarga yang rata-rata dengan anak antara 3 sampai 5 orang, relative sulit untuk dapat menyediakan tempat pemukiman yang layak.
Gambar 1.13 Rumah Tangga Miskin Dan Bahan Bakar Memasak Rumah Tangga Miskin Di Desa Sumberkima Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015) 31
Responden kepala rumah tangga yang diwawancara tersebut seperti tampak pada Gambar 1.10 adalah berprofesi sebagai penggali sumur manual, dengan alat-alat yang sangat terbatas serta cangkul dan skop, serta mampu menggali dengan kedalaman sampa 50 meter. Keterbatasan modal dan dengan keterampian seadanya merupakan modal utama mereka dalam mendapatkan peluang pekerjaan yang saat ini banyak dibutuhkan masyarakat, terumata mereka yang memiliki lahan tegalan di kawasan Buleleng barat khususnya. Survey singkat juga telah dilakukan di desa Tukad Sumaga dan desa Patas. Dibandingkan dengan desa Patas dan Grokgak serta desa Sumberkima, maka desa Tukad Sumaga relative memiliki sumber daya pertanian sawah dengan sarana irigasi teknis. Gambar 1.14 menunjukkan berkembangnya ternak sapi yang cukup potensial, serta dapat
32
memberikan lahan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Meskipun desa Tukad Sumaga memiliki relative kondisi lebih baik dibandingkan dengan tiga desa lainnya, tetapi saja rumah tangga miskin memiliki karakter yanbg tidak berbeda jauh dengan tiga desa lainnya, baik dilihat dari peluang kesempatan kerja, maupun potensi pasar yang dapat membebaskan mereka dari tekanan ekonomi saat ini. Gambar 1.14 Pemeliharaan Ternak Sapi Rumah Tangga Miskin Di Desa Tukad Sumaga Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)
Survey awal dengan membandingkan sarana kantor kepala desa yang dimiliki oleh empat desa yang menjadi focus pembinaan RTM di wilayah Buleleng Barat oleh Tim Peneliti FEB Universitas Udayana adalah desa Grokgak, Patas, Tukad Sumaga dan desa Sumberkima, menunjukkan gambaran tentang potensi desa dan tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang bersangkutan. Gambar 1.15 menunjukkan sarana bangunan kantor kepala desa Patas yang kondisinya relative sama dengan sarana gedung kepala desa Grokgak, sementara kantor kepala desa Tukad Sumaga jauh lebih tampak anggun dan bercirikan bangunan Bali. 33
Berdasarkan wawancara dengan staf kepala desa Tukad Sumaga, bahwa sebagian dana yang dipergunakan adalah bersumberdari swadaya masyarakat, sebuah gambaran potensi modal sosial dan kegotong-royongan serta kondisi kesejahtraan masyarakat yang lebih baik dibandingian dengan tiga desa lainnya. Wilayah desa Tukad Sumaga memiliki sejumlah kawasan lahan beririgasi teknis, serta hasil perkebunan yang mendukung tingkat kesejahtraan masyarakat setempat. Gambar 1.15 Sarana Kantor kepala desa PATAS Di Desa Patas Kecamatan Grokgak Buleleng ( September 2015)
Perbedaan sarana bangunan juga menggambarkan kondisi sosial kemasyarakat yang lebih kompak dalam bekerja sama untuk mewujudkan sarana kantor kepaladesa yang representative. Gambar 1.16 memberikan suasana kantor yang tipikal bangunan Bali, yang tidak dapat dikembangkan di desa lainnya.
Gambar 1.16 Sarana Kantor kepala desa Tukad Sumaga Di Desa Tukad Sumaga Kecamatan Grokgak Buleleng ( Agustus 2015)
34
Dalam kunjungan ke lapangan tahap kedua yang dilaksanakan dari tgl 24 Agustus 2015, telah berhasil menyusun agenda kegiatan tahap berikutnya, yaitu mengkoordinasikan dengan Bapak Camat dan empat kepala desa binaan (desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima dan desa Tukad Sumaga) yang terkait dengan pola pemetaan rumah tangga miskin, memperlihatkan pentingnya upaya untuk melakukan konstruksi tentang kondisi, situasi dan karakter rumah tangga miskin. Pertama, kecamatan Grokgak adalah wilayah perbatasan antara Bali barat dengan perbatasan Jawa Timur, dalam hal mana pembenahan rumah tangga miskin dapat diartikan sebagai pertahanan budaya lokal yang akan menjadi mudah tergerus apabila ekonomi rakyat menjadi sangat lemah dan tiak berdaya.
35
Kedua, bahwa pemetaan rumah tangga miskin menjadi penting untuk ditelusuri, mengingat dampak terjadinya kriminalitas, narkoba dan prostitusi seringkali bermula dari tekanan ekonomi rakyat yang terdesak dan tidak berdaya menghadapi dinamika pengaruh negative, dimana rakyat dengan pertahanan ekonomi lemah dengan mudah terpelosok dengan kepentingan jangka pendek yang merugikan kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat lokal. Ketiga, bahwa tanpa pemahaman dengan jelas atas persoalan kemiskinan yang berkembang di masyarakat khususnya di wilayah 4 desa lokasi penelitian ini, maka dapat terjadi pemecahan permasalahan menjadi parsial dan tidak terarah, sehingga akan menghabiskan tenaga, waktu dan dana pemerintah dengan hasil keluaran yang tidak membeikan kontribusi nyata bagi penurunan rumah tagga miskin di wilayah perbatasan, khususnya pada desa Grokgak, desa Patas, desa Sumberkima dan desa Tukad Sumaga. Keempat, bahwa laporan awal ini disampaikan sebagai gambaran awal tentang karakter rumah tangga miskin, sera upaya untuk mengentaskan kemiskinan tersebut melalui program jangka pendek seperti sosialisasi dan pembekalan kepada kader muda rumah tangga miskin tentang bekal keterampilan khsusu seperti tenaga isntalatur kelistrikan dan tenaga perbengkelan. Peningkatan kualitas sumber daya dari drop-out sekolahan ke tenaga kerja siap pakai, adal;ah salah satu upaya untuk memperluas bidang keterampilan kader muda dari rumah tangga miskin, sehingga dioharapkan dapat mewujudkan pangsa pasar baru sejalan dengan keterampilan yang telah mereka miliki.
5.3 Hasil Analisis
36
Hasil analisis SEM PLS tidak disampaikan secara kronologis, mengingat sumber daya pada pemerntah kabupaten Buleleng relative terbatas dala memahami karakter rumah tanggai miskin berdasarkan analisis SEM PLS. Dengan demikian lapotan ini menyimpan dokumen peyajian respot atas analisis SEM PLS, dengan menyajikan implementasi kaji tindak, Peelitian tahap kedua, akan dijadikan landasan utama temuan persepsi rumah tagga miskian, untuk kemudian dijadikan arahj pengembangan model yang lebih praktis.
Hasil analisis yangh tidak disajikan pada dokumen pelenitian ini tetap menjadi kerangka bagi peecahan masalah nyata persoalan kemiskinan di wilayah perbatasan Buleeng barat, 37
khususnya di kecamatan Grokgak. Hasil implementasi kegiatan penelitian kemudian dirangkum menjadi kaji tindak tahap kedua kegiatan ini, sebagaimana dilaporkan berikut ini,.
5.4 Kajin Tindak Penelitian dan Implementasi Pemecahan Masalah Kaji tidak (action research) yang dilakukan atas kerja sama Badan perencanaan Daerah (Bappeda) kabupaten Buleleng dengan Pusat Analisis Data Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unioversitas Udayana menyasar pemberdayaan rumah tangga miskin (RTM) wilayah perbatasan Bali barat yaitu pada wilayah perbatasan kecamatan Grokgak. Dalam rangka pemberdayaan tersebut, peneliti memandang perlu memahami karakter RTM wilayah perbatasan Bali barat tersebut, dinamika sosial ekonomi yang sedang bekembang, perkembangan arah pertumbuhan rumah tangga miskin, dimensi dan tantangannya khususnya dalam melihat persaingan perebutan sumber daya yang terbatas antara warga penduduk lokal dengan pendatang serta aspek kinerja RTM dalam berpartisipasi pada pendidikan keluarga sebagai salah satu komponen kemajuan yang dapat memberikan peluang alih generasi dari RTM untuk berpeluang keluar dari jalur mata rantai kemiskinan antara lain melalui partisipasi pendidikan formal dari SD, SMP sampai dengan SLTA. Keterbatasan sumber pendanaan, alokasi waktu serta focus terhadap RTM untuk mampu diberdayakan secara efektif dan efisien, Tim Peneliti telah sepakat hanya menyasar empat desa terpilih yang mencerminkan keterwakilan wilayah RTM, yang dipertimbangkan berdasarkan wilayah dataran tinggi ( desa TukadSumaga), dan wilayah pantai yaitu desa Grokgak, Sumberkima dan desa Patas. Tabel 3.1 menyajikan kondisi terkini yang diperoleh dari sumber pendataan PMD propinsi Bali, menunjukkan bahwa secara menyeluruh terdapat 14 desa yang
38
berada dalam lingkup kecamatan Grokgak, menggambarkan kondisi tentang banyaknya siswa drop-out dan tidak melanjutkan ke sekolah setingkat SLTA. Tabel 3.1 Posisi RTM Berdasarkan Partisipasi Pendidikan Siswa Kecamatan Grokgak Tahun 2014 SEKOLAH Desa
7-12 Thn
13-15 thn
TIDAK SEKOLAH 16-18 thn
7-12 Thn
Jumlah
13-15 Thn
16-18 Thn
SUMBER KLAMPOK
127
62
37
1
7
21
255
PEJARAKAN
674
205
62
75
108
185
1309
SUMBERKIMA
544
222
97
20
28
104
1015
PEMUTERAN
459
178
74
23
42
110
886
BANYUPOH
64
11
3
12
10
15
115
PENYABANGAN
297
82
34
22
38
71
544
MUSI
176
67
39
23
14
31
350
SANGGALANGIT
251
102
55
32
19
39
498
GEROKGAK
428
165
63
13
44
109
822
PATAS
738
271
104
40
97
216
1466
PENGULON
182
63
15
34
33
75
402
TINGA TINGA
294
83
34
48
53
87
599
C. BAWANG
235
81
48
11
16
35
426
TUKAD SUMAGA
372
86
27
44
99
146
774
4841
1678
692
398
608
Jumlah
1244
9461
Berdasarkan Tabel 3.1 tercatat usia tidak sekolah antara umur 7 tahun sampai dengan umur 12 tahun terdapat cukup besar 398 orang, jumlah yang relative besar dan perlu dikurangi dimasa datang. Meskipun demikian, usia tidak sekolah ditemukan pola kecenderungan yang relative sama dengan kabupaten/kota di daerah Bali, yaitu dengan angka prosentase yang semakin besar pada usia tidak sekolah pada usia lebih tinggi, yaitu dari angka sebesar 398 meningkat menjadi 608 orang pada usia 13 sampai dengan 15 tahun, serta menjadi 1244 pada usia antara 16 sampai dengan 18 tahun.
39
Besarnya jumlah RTM yang tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka karena berbagai sebab menjadi focus perhatian penelitian ini, yang menyiratkan perlunya pemerintah darah kabuoaten Buleleng mengadakan terobosan kebijakan dengan mendorong semakin berkembangnya pendidikan keterampilan sebagai jalan pintas jangka pendek untuk meningkatkan bekal keterampilan generasi muda RTM sebagai pemicu bagi penurunan angka RTM dimasa depan. Berdasarkan Tabel 3.1 jika diperbandingkan antara anak usia sekolah dengan mereka yang tidak sekolah untuk seluruh sebanyak 14 desa dalam lingkungan kecamatan Grokgak, ternyata generasi muda RTM yang bersekolah tercatat sebanyak 7211 orang, sedangkan generasi muda RTM yang tidak bersekolah tercatat sebanyak 2250 orang, yaitu sebesar 30% dari total generasi muda RTM. Prosentase tersebut menunjukkan angka yang cukup besar bila dibandingkan dengan era pengembangan berbagai fasilitas penunjang pendidikan, dengan dukungan 30% dari dana ABPN. Berdasarkan Tabel 3.2, RTM tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kelompok perempuan dan kelompok laki-laki. Meskipun demikian, ternyata RTM di wilayah Bulelelng barat memilki sebaran yang berbeda dilihat dari usia RTM, maupun sebaran jumlah RTM dilihat per wilayah desa. Berdasarkan usia, ternyata pada usia 15-44 tahun konsentrasi kemiskinan lebih beser dibandingian dengan usia lebih kecil atau lebih besar melewati usia 44 tahun. Indikasi ini membuktikan bahwa penurunan jumlah RTM pada usia diatas 44 tahun dapat disebabkan oleh beban tanggungan pada usia diatas 44 tahun sudah mulai berkurang, sehingga ada tersedia sumber yang terbatas dapat dimanfaatkan dalam penguatan keejahtraan RTM, sehingga banyak yang sudah berhasil mendapatkn kesejahtraan lebih baik, sehingga tidak lagi terdaftar pada RTM. Bahwa
40
peran anak-anak mereka yang telah mandiri dan kemudian memberikan bantuan kepada orang tua mereka, juga meruoakan kekuatan baru bagi RTM untuk mampu keluar dari daftar RTM. Tabel 3.2 Posisi RTM Berdasarkan Gender dan Usia RTM Kecamatan Grokgak Tahun 2014 Desa SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA Jumlah
Prmpn 6 Thn 60 375 284 214 46 151 103 144 225 327 94 145 109 157 2434
Laki2 6 Thn 52 364 267 230 44 156 107 156 245 348 109 151 128 172 2529
Jumlah RTM 112 739 551 444 90 307 210 300 470 675 203 296 237 329 4963
Prmpn 6-14 Thn 101 530 414 356 49 221 148 182 316 568 139 232 191 309 3756
Laki2 6-14 Thn 100 545 406 350 51 230 153 245 354 560 178 243 159 298 3872
Jumlah RTM 201 1075 820 706 100 451 301 427 670 1128 317 475 350 607 7628
Prmpn 15-44 Thn 196 1238 1034 914 125 550 388 533 818 1482 429 599 408 784 9498
Laki2 15-44 Thn 204 1254 1025 885 133 571 397 571 895 1488 467 593 361 798 9642
Jumlah RTM 400 2492 2059 1799 258 1121 785 1104 1713 2970 896 1192 769 1582 19140
Tabel 3.3 Posisi RTM Berdasarkan Gender dan Usia RTM Kecamatan Grokgak Tahun 2014 (Lanjutan Tabel 3.2) Desa SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA Jumlah
Prmpn 45-59 Thn 47 296 282 252 32 129 87 132 248 340 119 179 88 234 2465
Laki2 45-59 Thn 51 322 284 259 22 149 86 134 263 374 105 183 98 250 2580
Jumlah RTM 98 618 566 511 54 278 173 266 511 714 224 362 186 484 5045
Prmpn >59 Thn 32 233 205 173 32 92 73 112 131 217 84 130 66 148 1728
Laki2 >59 Thn 34 219 169 171 36 85 60 100 119 187 83 109 65 135 1572
Jumlah RTM 66 452 374 344 68 177 133 212 250 404 167 239 131 283 3300
Berdasarkan Tabel 3.2 dab Tabel 3.3 juga tampak bahwa RTM terbesar tersebar di beberapa desa seperti Sumberkima, Patas, Pejarakan dan Pemuteran. Sebuah catatan 41
khusus, yang perlu mendapat perhatian bahwa berkembangnya desa Pemuteran menjadi kawasan destinasi wisata internasional, tampaknya belum mampu memberikan solusi atas penurunan jumlah RTM di kawasan desa tersebut, satu dan lain hal karena industry pariwisata memerlukan tidak saja bekal p0endidikan yang cukup, tetapi juga kemampuan dalam berkomunikasi dan keterampilan khusus lainnya sebagaimana diperlukan untuk kualifkasi tenaga kerja pada industri pariwisata. Jika dicermati arah perkembangan RTM berdasarkan sumber mata pencaharian RTM di wilayah Buleleng barat, tampak bahwa sebagian besar RTM masih bermata pencaharian sebagai petani padi palawija, sektorburuh bangunan dan konstruksi serta sektor peternakan. (lihat Tabel 3.4).
Tabel 3.4 Posisi RTM Berdasarkan Sumber Mata Pencaharian Kecamatan Grokgak Tahun 2014 DESA SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
Pertanian padi plwija 11 32 187 1081 35 4 35 263 326 542 318 148 2 0 2984
Hortikultura 41 1 2 171 66 0 5 5 49 162 6 2 10 0 520
PerkeBunan 3 3 105 6 0 15 280 13 112 45 309 4 5 3 903
Perikanan tangkap 4 36 155 78 0 32 35 17 104 132 13 14 70 2 692
Perikanan budidaya 6 18 49 20 31 259 107 32 44 41 2 0 6 1 616
Petenakan 294 2680 897 163 122 627 285 608 803 1322 251 770 191 1974 10987
Khtanan/ Perkban 0 6 2 13 2 0 7 3 4 2 0 0 13 1 53
Prtamn pngglan 0 0 9 4 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 17
Industri pengolhn 4 26 194 61 4 28 15 39 56 12 60 30 4 11 544
Tabel 3.5 42
Posisi RTM Berdasarkan Sumber Mata Pencaharian Kecamatan Grokgak Tahun 2014 (Lanjutan Tabel 3.4) DESA SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
Listrik Gas 0 7 8 3 4 2 0 0 2 1 0 0 0 1 28
Bngunan Konstksi 15 97 132 146 35 151 26 207 231 497 31 24 55 132 1779
Perdagangan 21 76 210 52 9 100 19 50 127 143 90 46 121 71 1135
Hotel Rm Mkn 8 28 35 231 0 6 8 8 10 5 1 2 3 1 346
Trsmptsi Prgngan 11 35 114 24 7 13 4 15 27 59 16 412 79 14 830
Infmasi Komkasi 1 0 0 1 0 0 2 0 1 1 0 0 0 1 7
Keuangn Asrnsi 1 1 12 3 5 2 4 8 6 7 3 3 1 1 57
Jasa Jasa 9 92 135 79 16 52 50 48 36 164 44 3 110 24 862
Lainnya 0 262 428 38 1 2 79 7 2 20 83 2 12 3 939
Berdasarkan Tabel 3.5, pola penyerapan lapangan kerja di sektor yang memerlukan keterampilan khusus masih sanga terbatas dapat dimanfaatkan oeh RTM, meskipun tercatat kemajuan sektor industry pariwisata khsusunya di sejumlah desa seperti desa Pemuteran, serta transportasiu dan pergudangan mulai dapat menyerap lapangan kerja bagi RTM pada desa Sumberkima dan desa Tinga-tinga. Bahwa penurunan angka RTM sangat mungkin dilakukan apabila terdaoat kebijakan pemerintah dalam membuka lebih banyak pendidikan non formal yang dapat memandu mereka meingkatan keterampilan terutama atas sejumloah perkembangan sektor produksi diluar pertnanian dan pertambangan yang sudah mulai berkembang pesat di wilayah Buleleng barat.=, khususnya pada destinasi wisata dan sektor transportasi dan pergudangan. Berdasarkan fasilitas kelistrian rumah tangga masih terdapat 490 RTM yang tidak memiliki saluran listrik PLN, salah satu sebab karena rumah tidak permanen serta belum terdapat pesangan tiang PLN. Fasilitas listrik tentu akan sangat strategis sebagai sarana
43
bagi pencerdasan para siswa yang sdang bersekolah, serta perlunya kebutuhan lain berkaitan dengan penunjang hibuan televise dan seterusnya. Tabel 3.5 Posisi RTM Berdasarkan Sumber Kelistrikan Kecamatan Grokgak Tahun 2014 Desa SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
Listrik PLN
Tidak ada Listrik
Listrik Non PLN 194 1152 978 915 147 550 373 552 856 1342 398 516 369 816 9158
1 14 4 3 0 1 1 1 2 3 0 1 0 17 48
8 58 7 19 5 48 16 56 15 94 6 78 8 72 490
Sarana penunjang lain yang juga berdampak kuat terhadap tingkat kesejahteraan adalah penunjang kebutuhan air minum. Berdasarkan Tabel 3.6 didapatkan sebagian besar yaitu sebanyak 8343 RTM mempergunakan sumber air terlindung bukan air PDAM, karena pegunungan cukup tersedia sumber air yang bias dikerjakan penduduk seara swadaya, selebiuhnya sebesar 1109 RTM yang mempergunakan sumber air bersumber dari sumur buatan sendiri dan sumber air lainnya yang tidak terlindungi sanitasi dan kebersihannya. Beberapa desa sepertiPejarakan dan Pemuteran adalah kawasan wilayah tegalan yang kering dan terbatas dalam sumber daya air.
44
Tabel 3.6 Posisi RTM Berdasarkan Sumber Air Minum Kecamatan Grokgak Tahun 2014
Air Kemasan
Desa SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
0 5 0 0 0 2 0 0 2 1 1 1 2 0 14
Air Ledeng
Sumber Terlindung
120 15 15 9 1 31 1 1 3 0 18 4 2 10 230
Sumber Tidak Terlindung
83 707 964 740 151 556 388 605 854 1412 370 583 352 578 8343
0 497 10 188 0 10 1 3 14 26 15 7 21 317 1109
Tabel 3.7 Posisi RTM Berdasarkan Penggunaan Bahan Bakar Kecamatan Grokgak Tahun 2014 Desa SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
Listrik/Gas 2 54 41 72 5 109 19 6 25 94 30 7 92 3 559
Lainnya 201 1170 948 865 147 490 371 603 848 1345 374 588 285 902 9137
45
Tabel 3.8 Posisi RTM Berdasarkan Sumber Kelistrikan Kecamatan Grokgak Tahun 2014 Desa
Jamban Sendiri
SUMBER KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CELUKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
Jamban Umum
77 579 388 501 67 79 169 156 386 516 300 224 221 105 3768
Tidak ada Jamban
36 152 309 151 4 262 6 17 102 574 29 31 93 26 1792
90 493 292 285 81 258 215 435 385 349 75 340 63 773 4134
Tabel 3.8 Posisi RTM Berdasarkan Penyakit Kronis Kecamatan Grokgak Tahun 2014 Desa SMBR KLAMPOK PEJARAKAN SUMBERKIMA PEMUTERAN BANYUPOH PENYABANGAN MUSI SANGGALANGIT GEROKGAK PATAS PENGULON TINGA TINGA CLKAN BAWANG TUKAD SUMAGA JUMLAH
Prmpn < 15 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 10 2 14
Laki2 < 15 0 0 0 4 0 0 1 0 0 2 0 1 6 4 18
Permpn 15-44 1 5 5 33 12 3 1 2 4 10 1 27 40 19 163
Laki2 15-44 0 13 2 18 11 4 3 1 1 8 0 13 27 19 120
Prmpn 45-59 0 7 7 29 7 13 0 2 13 21 0 47 34 10 190
Laki2 45-59 1 11 7 20 5 10 2 4 13 20 1 22 33 21 170
Prmpn >59 0 23 7 30 14 53 4 7 24 34 0 64 35 22 317
Laki2 >59 0 19 15 27 19 39 10 7 28 28 3 37 25 23 280
SUB JMLH 2 78 44 161 68 122 21 23 83 124 5 211 210 120 1272
46
5.5 Pelatihan on the job training Perbengkelan Berdasarkan fakta yang tersedia dari uraian data sebelumnya, sebagian besar RTM bermata pencaharian pada sektor pertanian, peternakan dan bangunan konstruksi, dengan sangat kecil dari jumlah mereka memasuki industri dan perdagangan serta pariwisata. Melalui gerakan pembinaan Tim Peneliti FEB Universitas Udayana, penjaringan dalam rangka pengembangan skill dibidang perbengkelan diupayakan bagi mereka para generasi muda yang dalam lingkungan RTM untuk diberikan motivasi, pembenahan skill melalui pendidikan non formal, dengan menghadirkan alat peraga secara langsung, sehingga dapat menjadi bekal keterampilan generasi muda RTM dalam rangka memasuki segmen pasar diluar sektor primer pertaian dan pertambangan. Tim peneliti juga menyiapkan sertifikat pada pelatihan pendidikan non formal, sehingga kiranya dapat membangkitkan semangat mereka dan keyakinan pada diri generasi muda untuk bangkit mendapatkan segmen pasar dibidang perbengkelan, khususnya pada bengkjel sepeda motor. Gambar 3.1 menyajikan kerangka pendekatan pemecahan masalah dengan mempetakan rencana detail pengembangan pendidikan non formal melalui pelatihan kerja perbengkelan khususnya pada bengkel sepeda motor. Gambar 3.1. Alur Proses Pengembangan Pendidikan Keterampilan Bengkel Sepeda Motor
47
Pendidikan Non formal (Perbengkelan)
Motivasi Untuk Bangkit Dan Percaya diri
Meningkatnya keterampilan
Pemberian Sertifikan Pelathan Kerja
Peluang Mendapatkan Pekerjaan Bidang Perbengkelan
5.6 Pelatihan on the job training Perbengkelan Pengembangan pendidikan non formal juga direncanakan pada bidang kelistrikan, karena pembangunan infrastruktur mulai berkembang pesat baik di wilayah pedesaan maupu di perkotaan didaerah Bali, sehingga dapat menjadi alternative segmen pasar kerja yang baru setelah para generasi muda RTM ditingkatkan keterampilannya. Fata yang tersedia berdasarkan data yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa sebagian besar konsentrasi mata pencaharian RTM adalah di sektor pertanian dan konstruksi bangunan di level pekerjaan non skill, sehingga peuang mendapatkan imbalan gaji yang lebih pantas tidak berhasil mereka dapatkan. Gambar 3.2 menyajikian alur rencana pendidikan dan pelatihan kelistrikan sebagai bekal generasi muda RTM 48
membangun segmen bursa pasar kerja dibidang ionstalasi listrik dan hal-hal yang berkaitan dengan kelistrikan.
Gambar 3.2 Alur Proses Pengembangan Pendidikan Keterampilan Bidang Kelistrikan
Pendidikan Non formal (Kelistrikan)
Motivasi Untuk Bangkit Dan Percaya diri
Meningkatnya keterampilan Bidang Instalasi Listrik
Pemberian Sertifikan Pelathan Kerja
Peluang Mendapatkan Usaha Mandiri Bidang Instalasi Kelistrikan Tingkat Desa
5.7 Pelatihan Kewiraswastaan Berdasarkan kajian data yang tersedia sertasejumlah survey yang telah dilakukan dalam meengkapi data skunder yang diperoleh dari PMD propinsi Bali, hasil analisis membuktikan bahwa generasi muda RTM sangat
bergantung
kepadapihak lain dalam menyediakan lapagan kerja. Hal ini sejalan dengan rencana 49
kegiatan awal kaji tindak, bahwa sebagian besarpersoalan RTM tidak hanya terbatas dalam tingkat kesejahtraan, tetapi juga sangat tidak mandiri dalam membangun peluang kerja atas nama diri mereka sendiri. Dengan fakta demikian, maka rencana pelatihan kewiraswastaan menjadi relevan untuk diteruskan ke tinkat sosialisasi dan pelatihan tatap muka dengan generasi muda RTM yang disasar sebagai kelompok sasaran yang dibina khusus pada 4 desa terplih yaitu desa Sumberkima, desa Patas, desa Grokgak dan desa Tukad Sumaga. Alur rencana sosialisasi dan outcome yang diharapkan dapat diwujudkan dapat dilihat pada Gambar 3.3. Pelatihan kewiraswastaan mencakup didalamnya adalah motivasi dan proses pendewasaan peserta pelatihan tentang proses mencapai kemandrian kewiraswastaan yang dimulai dari pengenalan diri pribadi, memahami keterbatasan diri pribadi, serta upaya yang perlu dilakukan untuk memperkuat basic kemandirian, yang tidak harus dimulai dengan resiko usaha yang tinggi.
Mengenali lingkungan, memahami
kebutuhan yang diperlukan lingkungan, merintis pola pasar, memahami karakter segmen pembeli adalah prilaku yang harus dibentuk terlebih dahulu, sehingga terdapat
karakter
pribadi
yang
tertarik
untuk
menjadi
mandiri,
merintis
pengembangan usaha dengan meniadakan rasa gengsi yang seringkali dimulai ketika melakukan perintisan usaha yang baru. Membangun kemandirian dengan sentuhan sosialisasi dan pelatihan akan menjadi awal pangkal tumbuh berkembangnya awal kesadaran diripribadi bahwa kemandian dalam memulai sebuah usaha, adalah hal yang menyenangkan.
50
Gambar 3.2 Alur Proses Pengembangan Pendidikan Keterampilan Bidang Kewiraswastaan
Pendidikan Non formal Kewiraswastaan
Motivasi Untuk Membangun Kemampuan Membangun Peluang
Meningkatnya keterampilan Bidang Pengelolaan Usaha Pribadi
Pemberian Sertifikan Pelathan Kerja
Meningkatkan Kemampuan Usaha Mandiri Berwiraswasta
Pelatihan kelistrikan dimaksudkan sebagai terobosan dalam rangka membekali keterampilan generasi muda RTM di wilayah 4 desa dalam lingkungan kecamatan Grokgak mencakup desa Grokgak, desa Sumberkima, desa Patas dan desa Tukad Sumaga. Ke empat desa terpilih mewakili wilayah ptototipe RTM yang mencakup kawasan terdekat dalam wilayah sekitar Grokgak sehingga pada tingkat awal memudahkan dalam berkomunikasi, jarak tempuh yang berdekatan serta keterwakilan RTM yang representative dari jumlah penduduk, kondisi RTM dan kesiapan generasi muda yang ternyata paling berminat 51
mengikuti program pelatihan dan pemberdayaan kelistrikan sebagai bekal keterampilan dalam berwiraswasta dibidang kelistrikan. Pelatihan yang dipandu oleh Tim Instruktur dari Pusat Pelatihan ketenaga-kerjaan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Buleleng, melibatkan undangan peserta sebanyak 30 peserta yang mewakili ke empat desa tersebut diatas. Pelatihan dilaksanakan pada hari Jum’at Tgl. 12 bulan September 2015 dalam sehari, dimulai dari jam 09.00 berakhir sampai dengan jam 17.00 sore. Pelatihan kelistrikan pada awal diberikan pengetahuan tentang kelistrikan oleh dua instruktur yang berbeda, kemudian dilanjutkan dengan demo peralatan kelistrikan, pola pesangan kilometer, mengendalikan arus tenaga listrik, cara penempatan kabel dan seterusnya, sehingga peserta dapat memahami pengetahuan praktis tentang prosedur pemasangan listrik untuk rumah tangga. Bekal pengetahuan dengan menyajikan praktek penggunaan alat peraga secara langsung telah mengundang peserta pelatihan mengikuti pelatihan, terutama ketika praktek instalasi listrik dilaksanakan dengan alat-alat listrik yang telah tersedia. Gambar 4.1 menyajikan acara pembukaan pelatihan yang dibuka oleh Bapak cemat beserta perwakilan dari Bappeda Kabupaten Buleleng.
52
Gambar 4.1 Pembukaan Acara Pelatihan Kelistrikan dan Perbengkelan Di Kantor Camat Kecamatan Grokgak Jumat, 11 Sepmebre 2015
Tim peneliti dari Universitas Udayana juga menyediakan sertifikat tanda ikut pelatihan kelistrikan, dengan harapan dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri dari generasi muda RTM, bahwa dengan sertifikat dari Universitas Udayana dapat dijadikan referensi kepada para pengguna dan atau pemodal yang ingin memanfaatkan jasa para gerenasi muda RTM dimasa datang sebagai salah satu tenaga setengah terampil bidang instalasi kelistrikan. Target yang diharapkan tercapai dari kegiatan pelatihan ini adalah sebagai berikut.
53
Gambar 4.2 Konstruksi Pembelajaran Dan Outcome yang Diharapkan
Proses Pembelajaran, Memahami Dan Mengerti Atas teknik dan prosedur Tahaopan pekerjaan Kelistrikan
Terbentuknya Sikap (attitude) Bersumber dari proses Pembelajaran Keterampilan Kelistrikan
Terwujudnya Prilaku Terampil Dan Menjadi Pengetahuan Yang dibarengi Dengan penguatan Skill terkait degan Metode Instalasi Listrik
OUT-COME Meningkatnya peluang kerja RTM pada setor yag membutuhkan keterapilkan khusus Pemasangan Instalasi Listrik Sebagai Keterampilan baru
Berdasarkan Gambar 4.2 digambarkan bahwa out-come yang ingin dicapai dari kegiatan pelatihan keterampilan kepada paragenerasi muda RTM mewakili 4 desa dengan 30 peserta pelatihan adalah terbentuknya sikap terampil, memahami pegetahuan teknik dalam bidang instalasi kelistrikan, sehingga dapat diwujudkan dalam persaingan pasar kerja bergesernya lebih banyak generasi muda RTM untuk memasuki pasar kerja yang
54
memerlukan keterampilan khusus, sehingga terdapat peluang dimasa depan untuk semakin mengurangi angka pertumbuhan RTM di wiaah barat, khususnya sebanyak 30 peserta sebagai pemicu bagi terobisan baru pangsa pasar kerja untuk semakin bergeser dari jenis pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus sepery yang selama ini sedang berjalan di wilayah perbatasan Bali barat, khuusnya padawilayah kecamatan Grokgak yang menjadi pintu masuk bagi pendatang dari Jawa Timur yang memasuki wilayah pabean Gilimanuk. Gambar 4.2 adalah proses awal kaji tindak dari Tim peneliti Pusat Analisis Data Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universutas Udayana yang bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten Buleleng. Dimasa depan, diharapkan pemerintah kabupaten Buleleng memfokuskan pengendalian dan penurunan RTM di wilayah perbataan dengan melakukan pemberdayaan pelatihan keterampilan, mengingat data yang tersedia menunjukkan bahwa drop-out pendidikan setingkat SDdan SLTP dan SLTA termasuk dalam jumlah yang signifikan, untuk mana dapat diatasi dengan melakukan pembekalan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar yang sedang berkembang baik dalam kawasan Buleleng barat maupun pada wilayah lainnya di Bai. Pendekatan model pelatihan keterampilan dengan menampilkan alat peraga dan praktek secara langsung atas jenis profesi sebagai instalatur kelistrikan ternyata memberikan minat yang antusias dari peserta, karena tampaknya lebih mudah difahami ketimbang diberikan teori-teori seperti padabangku kuliah. Pendekatan pendidikan keterampilan kelistrikan dapat menjadi usaha awal untuk mewujudkan sikap pekerja yang lebih terampil, sehingga berpeluang mendapatkan pekerjaan yang memerlukan keterampilan khusus.
55
Gambar 4.3 Suasana Kelas Pelatihan Kelistrikan Kantor Camar Grokgak dengan peserta generaso muda RTM
Gambar 4.3 menampilkan suasana kelas yang tatap muka dengan instruktur dengan mempergunakan LCD sebagai sarana penunjang alat peraga yanh diperlukan dalam pemahaman prihal teknologi kelistrikan. Alat peraga secara visual diberikan pada awal sesi pembekalan pelatihan yang lebih banyak ditujukan dalam rangka pemahaman konsep tentang arus listrik lemah dan kuat, serta hal-hal terkait dengan medan arus kelistrikan, mulai dari sumer enegri sampai dengan pengendalian tingkat gardu, sehingga peserta dapat memahami terminal yang diperlukan dalam membagi arus listrik dan
56
mendistribusikan ke tempat yang memerlukannya. Pada tahap kedua sesi pelatihan kelistrikan, diberikan pembekalan secara praktek dengan menampilkan alat peraga lampu listrik dan stop kontak dan seterusnya sampai dapat digambarkan kebutuhan penyaluran arus listirk sesuai dengan kebutuhan rumah tangga yang mempergunakannya.
Gambar 4.4 Suasana Kelas Pelatihan Kelistrikan Kantor Camar Grokgak dengan peserta generaso muda RTM
Pelatihan keterampilan kelistrikan merupakan hal baru bagi peserta, sehingga merupakan pendekatan pendidikan berbasis keterampilan yang diharapkan bermanfaat bagi
57
perintisan pasar kerja baru bagi generasi muda RTM untuk mendapatkjan segmen pasar kerja yang berdampak kepada kesejahtraan mereka.
Pelatihan Perbengkelan Berbeda dengan Pelatihan kelistrikan yang dolaksanakan padahari pertama, Jumat Tgl 12September 2015, maka pelatuihan perbengkelan dilaksanakan pada hari Sabtu, Tgl 13 September 2015, dengan peserta yang sama. Diharapkan peserta dapat mendalami kedua jenis keterampilan secaramemadai, sehingga dapat dijadikan modal awal dalam membuka usaha secara mandiri atau menawarkan jasa kepadacalon pemberi kerja, tentunya dengan tiongkat keterampilan yang lebih baik. Pelatihan perbengkelan membawa serta alat peraga sepeda motor sebagai demo atas peragaan dan mempergunakanya sebagai media pembelajarn dan pelatihan. Pelatihan perbengkelan dimaksudkan sebagai terobosan dalam rangka membekali keterampilan generasi muda RTM di wilayah 4 desa dalam lingkungan kecamatan Grokgak mencakup desa Grokgak, desa Sumberkima, desa Patas dan desa Tukad Sumaga. Ke empat desa terpilih mewakili wilayah ptototipe RTM yang mencakup kawasan terdekat dalam wilayah sekitar Grokgak sehingga pada tingkat awal memudahkan dalam berkomunikasi, jarak tempuh yang berdekatan serta keterwakilan RTM yang representative dari jumlah penduduk, kondisi RTM dan kesiapan generasi muda yang ternyata paling berminat mengikuti program pelatihan dan pemberdayaan perbengkelan sebagai bekal keterampilan dalam berwiraswasta dibidang perbengkelan atau kelistrikan. Pelatihan tahap kedua adalah perbengkelan dan pelatuhan kewiraswastaan yang dilaksanakan hari Sabtu tgl 12 September 2015 pada ruang yang sama, dengan peserta yang
58
sama dengan sehari sebelumnya, tetapi dengan instruktur yang berbeda. Instruktur perbengkelan disampaikan oleh Saudata Totok dan S;amet Supardi dari LLK Dinas Tenaga Kerja kabupaten Buleleng.
Gambar 4.5 menyajikan suasana kelas yang mengundang
perhatian keingiun-tahuian peserta terhadap seluk beluk mekanik sepeda motor.
Gambar 4.5 Suasana Kelas Pelatihan Perbengkelan Kantor Camar Grokgak dengan peserta generasi muda RTM
Alat peraga yang disampaikan adalah pengenalan mesin sepeda motor yang dapat dipergunakan dalam berbagai keperluan termasuk sebagai sumber enegri penerangan rumah tangga dalam situasi darurut yang dilengkapi dengan sambungan kabel dan lampu neon dan jenis lampu listrik lainnya yang dapat disamungkan dengan mempergunakan mesin speda motor sebagai penggerak sumber energy. Pelatihan ditunjukkan oleh instruktur bagaimana
59
membangun yang tampaknya tidak mungkin menjadi mungkin dan terwujud menjadi sebuiah barang baru yaitu penerangan listrik untuk rumah tangga.
Gambar 4.6 Suasana Kelas Pelatihan Perbengkelan Kantor Camar Grokgak dengan peserta generasi muda RTM
Pelatihan yang dipandu oleh Tim Instruktur dari Pusat Pelatihan ketenaga-kerjaan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Buleleng, melibatkan undangan peserta sebanyak 30 peserta yang mewakili ke empat desa tersebut diatas, peserta yang sama seperti yang diundang hadir pada pelatihan kelistrikan sehari sebelumnya. Pelatihan dilaksanakan pada hari Jum’at Tgl. 12 bulan September 2015 dalam sehari, dimulai dari jam 09.00 berakhir sampai dengan jam 12.30 siang, untuk dilanjutkan dengan
60
pelatihan tentang kewirasastaan dari Tim peneliti Pusat Analisis Data Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Pelatihan kelistrikan pada awal diberikan pengetahuan tentang kelistrikan oleh seorang instruktur, kemudian dilanjutkan dengan demo peralatan perbengkelan sepeda motor, seperti pengetahian perserta tentang mesin, bekerjanya mesin sepeda motor, serta perangkat yang harus dipelihara dalam rangka mempertahankan tingkat keamanan dalam berkendaraan sepeda motor dan seterusnya, sehingga peserta dapat memahami pengetahuan praktis tentang cara pemeliharaan sepeda motor, fungsi-fungsi penunjang mekanisme mesin sebagai penggerak jalannya sepeda motor. Bekal pengetahuan dengan menyajikan praktek penggunaan alat peraga secara langsung telah mengundang peserta pelatihan menjadi serius dan menunjukkan minatnya secara sungguh sungguh, yang dapat memberikan pencerminan tentang peluang yang ingin mereja dapatkan dalam pengembangan usaha sendiri atau menjadi tenaga bengkel sepeda motor pada wilayah tertentu yang memerlukan jasa bengkel sepeda motor. Tim peneliti dari Universitas Udayana juga menyediakan sertifikat tanda ikut pelatihan perbengkelan yang digabung menjadi satu dengan pelatihan kelistrikan, dengan harapan dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri dari generasi muda RTM, bahwa dengan sertifikat dari Universitas Udayana dapat dijadikan referensi kepada para pengguna dan atau pemodal yang ingin memanfaatkan jasa para generasi muda RTM dimasa datang sebagai salah satu tenaga setengah terampil bidang perbengkelan upun bidang kelistrikan yang telahdiberian sehari sebelumnya. Target yang diharapkan tercapai dari kegiatan pelatihan ini adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 4.7, yaitu meingkatnya peluang kerja berdasaran pendidikan keterampilan serta sertifikat yang dibagikan kepada peserta sebagai tanda telah mengikuti pendidikan keterampilan.
61
Gambar 4.7 Pores Pembelajaran Dan Outcome Pelatihan Peserta generasi muda RTM Kecamatan Grokgak
Proses Pembelajaran, Memahami Dan Mengerti Atas teknik dan prosedur Tahaopan pekerjaan Perbengkelan Sepeda motor
Terbentuknya Sikap (attitude) Bersumber dari proses Pembelajaran Keterampilan Perbengkelan Sepeda motor
Terwujudnya Prilaku Terampil Dan Menjadi Pengetahuan Yang dibarengi Dengan penguatan Skill terkait degan Metode Instalasi Listrik
OUT-COME Meningkatnya peluang kerja RTM pada sektor yag membutuhkan keterampilan khusus Perbenkela Sepeda Motor Sebagai Keterampilan baru
Pelatihan Kewiraswastaan 62
Pelatihan kewiraswastaan lebih banyak memberikan pembekalan secara praktis tentang perintisan sejumlah pengusaha yang berhasil mencapai sukses diawali oleh usaha kecil-kecilan, kemudian setekah produk ereka diterima pasar, secara bertahap mengembangkannya dengan bantuan modal perbankan. Bahwa penekanan dalam pola wiraswasta secara mandiri adalah berdasarkan dua jenis keterampilan yang diasumsikan mereka akan memilih salah satu dari dua bidang usaha yaitu sebagai instalatur listrik atau untuk membuka perbengkelan seped motor. Kedua jenis usaha dimaksud adalah relevan dapat dilansakan oleh generasi muda RTM baik dengan cara berkolaborasi dengan pemilik modal, atau dengan membuka sendiri, tentu disarankan agar generasi muda RTM lebih memilih untuk bekerja terlebih dahulu pada salah satu dari jenis usaha untuk mengenal lebih endalam tentang seluk beluk usaha serta cara pengendalian pasar berikut pelayananya. Hasil pengamatan dan sejumlah wawancara ketika pelatihan kewiraswastaan menunjukkan bahwa sebagian besar peserta yang masih rata-rata berusia antara 20 sampai dengan 30 tahun tidak menampakkan kemandirian dalam membangun maa depan. Sikap kewirswastaan tidak tampil mengemuka, disebebkan karena factor lingkugan sosial dan kondisi ekonomi generasi muda RTM yang tidak memberikan dukungan bagi tumuh berkembangnya sikap mandiri dan menciptakan peluang. Pendidikan kewiraswastaan yang dipresentasikan dari Tim peneliti Pusat Analisis Data dan Ekonomi Fakultas Ekonoi dan Bisnis Universitas Udayana menyajikan materi yang juga didalamnya memberikan motivasi tentang peluang usaha mandiri yang dapat dirintis dari peluang yang paling kecil sekaliun, menjadi beharga sebagai investasi awal membagun masa depan yang bebas dari ketergantungan pihak lain.
63
Bahwa pelatihan kelistrikan dan perbengkelan yang telah dipresentasikan sebelum materi kewiraswastaan diberikan, adalah merupakan pengantar tentang pemahaman unit bisnis yang tidak mungkin dilaksanakan oleh siapaun tanpa terlebih dahulu memahami jenis usaha yang akan digelutinya, baik sebagai usaha pribadi maupun sebagai usaha kelompok. Gambar 4.8 menyajikan proses pendidikan keterampilan kewirasastaan dan target yang diinginkan dalam jangka panjang.
Gambar 4.8 Pores Pembelajaran Dan Outcome Pelatihan Pendidikan Kewiraswastaan dan Outcome yang diharapkan.
64
Proses Pembelajaran, Memahami Dan Mengerti Aspek pegendalian Resiko usaha Memahami peluang pasar Memahami pesaing terdekat Memahami karakter pembeli Inovasi pelayanan jasa
Terbentuknya Sikap (attitude) Bersumber dari proses Pembelajaran Aspek Berwiraswasta
Terwujudnya Prilaku Terampil Dan Menjadi Lebih mandiri Memiliki Sikap Percaya diri Membangun kemampuan Bekerja Sama Memahami Peluang Usaha Sebagai Upaya Memperbaiki Kesejahtraan
OUT-COME Meningkatnya Kemandirian Generasi Muda RTM Dalam Menggali Peluang Usaha Mandiri Percaya Diri Dan Sukses
Pendidikan kewiraswastaan yang dilaksanakan selama dari pukul 12.30 sampai dengan pukul 14.00 telah berhasil memberikan pemahaman tentang strategi usaha mandiri yang tidak harus dimulai dengan model, tetapi dapat dirancang pada tingkas gagasan, serta menawarkan gagasan tersebut kepada network yang memiliki sarana permodalan, sehingga dapat dikolaborasikan. Fakta lain yan tersedia, bahwa banyak wirausaha yang berhasil di Bali selatan dimulai dari karier paling bawah sebagai karyawan restaurant, kemudian 65
membangun restaurant setelah mereka mendapatkan pengetahun praktis cara pengelolaan restaurant, mengenal jaringan konsumen dan memahami cara berkomunikasi dalam menjaring dan mendapatkan pelanggan. Hal yang tidak dapat diabaikan adalah bagaimana mengkemas produk agar berdaya saing dan dapat memuaskan pelangan, hal-hal yang akan terwujud jika calon pengusaha tidak memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Gambar 4.9 Pores Pembelajaran Dan Outcome Pelatihan Pendidikan Kewiraswastaan dan Outcome yang diharapkan
Gambar 4.10 Pores Pembelajaran Dan Outcome Pelatihan Antusias Peserta Pelatihan Dalam Diskusi dan Tanya Jawab
66
Peserta juga pada akhir pelatihan diminta mengisi daftar pertanyaan untuk mengkonstruksi seberapa besar peluamng network yang mereka miliki saat ini sebagai upaya mendapatkan informasi terkait peluang kerja yang mereka inginkan. Analisis menunjukkan bahwa kualitas network mereka sangat dibatasi oleh lingkung pergaulan ditingkat kecamatan, sehingga membatas ruang informasi yang dapat mereka gali dalam mendapatkan segent pasar kerja diluat kecamatan. Hal lain yang terungkap dalam kuestioner adalah bahwa kehadiran dan sentuhan pemerintah terhadap generasi muda RTM sangat terbatas, dan bahkan hampir tidak tersentuh sama sekali. Hal lain yang terungkap dalam pertanyaan juga meng-informasikan rendahnya trust yang mereka ungkapkan terhadap keberadan pemerintah daerah. Gambar 4.11 menyajikan kegiatan pengisian kuestioner peserta. Gambar 4.11 Pores Pembelajaran Dan Outcome Pelatihan Peserta Pelatihan Mengisi Dafar Pertanyaan (kuestioner) 67
4.3 Evaluasi Dan Monitoring Persepsi RTM Kegiatan pelatihan dan tatap muka dengn generasi muda RTM memberikan suasana persaudaraan yang semakin akrab antara bapak Camat selaku pimpinan pemerintahan tingkat kecamatan dengan para peneliti FEB Universiyas Udayana serta peserta pelatihan. Komunikasi sperti ini mamang seharusnya dapat dikembangkan dimasa depan. Tatap muka ini menunjukan sekaligus kendala pada warga generasi muda RTM dalam berkomunikasi dan embangun gagasan yang bermanfaat bagi pengembangan peluang mereka sebagai generasi muda untuk dapat memutus dan membangun masa depan baru untuk keluar dari daftar RTM. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN 68
5.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat disampaikan sehubungan dengan telah berakhirnya kegiatan pelatihan dan pendampingan pembinaan bagi generasi muda RTM adalah sebagai berikut. a. Bahwa generasi muda RTM yang terplih mengikuti pelatihan adalah sebanyak 30 orang yang mewakili generasi muda RTM dari desa Grokgak, Patas, Sumberkima dan desa Tukad Sumaga. b. Bahwa tenyata pendidikan keterampilan kelistrikan dan perbengkelan serta pelatihan kewiraswastaan yang telah dilaksanakan di kantor camat Grokgak teah mendapat sambutan yang sangat baik, terbukti dari partisipasi peserta yang semuanya hadir selama dua hari pelatihan, dilaksanakan dua hari penuh. c. Ternyata sebagian bear peserta pelathan yang mengu=ikuti pelatihan terekam memalui pengisian kuestioner bahwa lingkung jaringan (network) mereka terbatas dalam lingkungan kecaatan Grokgak, sehingga menghambat informasi merejka dalam mendapatkan peluang kerja yang terbak menurut potensi sumber daya yang mereka miliki.
5.2 Saran-saran Wilayah perbatasan Buleleng barat adalah wilayah perbatasan yang sarat dengan persaingan penduduk lokal dengan pendatang dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas. Fenomena ini sangat berbeda dengan wilayah RTM di wilayah kecamatan lainnya di kabupaten Buleleng, sehingga direkomendasikan kepada pemerintah kabupaten Buleleng untuk memberikan prioritas kebijakan dalam pengendalian RTM. Persaingan yang ketat
69
dalam perebutan sumber daya, pada umumnya lebih memberikan keuntungan kepada pendatang, karena terdaapatnya perbedaan dalam motivasi. Pendatang memiliki motivasi yang lebh tinggi dalam mendapatkan peluang kerja dan kegiatan bisnis lainnya, sehingga pendatang lebih seksama dan peniuh kesabaran dalam upaya mewujudkan network yang lebih luas berdasaran motivasi yang kuat untuk menjadi lebih berhasil dalam mendapatkan sumber daya kesejahtraan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Baumol, Willam. 1993. Formal Entrepreneurship Theory in economics; Existence and Bounds. Journal of Business Venturing, Vol. 8, pp. 197-210.3 Casson, M. 1991. The Entrepreneur: An Economic Theory. Aldershot, England: Gower House. ---------. 1995. Entrepreneurship and Business Culture: Studies in the Economics of Trust, Vol. 1 Edward Elgar. Chamberlin, E. 1933. The Theory of Monopolistic Competition. Cambridge, MA: MIT Press. Chandler, C. K.; Holden, J. M.; Kolander, C. A. 1992. Counseling for spiritual wellness: Theory and practice. Journal of Counseling & Development, Vol. 71, pp. 168-175. Ellison, C. W.; Smith, J. 1991. Toward an integrative measure of health and well-being. Journal of Psychology and Theology, Vol. 19, pp. 35-48. Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press. --------. 1995. The competitive advantage of the inner city. Harvard Business Review, pp. 55-71. Putnam, R. D.; Feldstein, L. M. 2003. Better together: Restoring the American Community. New York: Simon and Sehwster. Schumpeter, Joseph A. 1934. The Theory of Economic Development. Cambridge, Mass: Harvard University Press. --------. 1942. Capitalism, Socialism and Democracy. New York: Harper & Brothers. Smallbone, David; Welter, Friedcrike. 2001. The distinctiveness of entrepreneurship in transition economies. Small Business Economics, Vol. 16 No. 4, pp. 249-202. Bäckbrö J and Nyst Röm H. 2006, “Entrepreneurial Marketing: Innovative Value Creation”, Master Thesis, Jönköping, Swedia, Jönköping International Business School Ball, D., Coelho, P.S.; & Machas , A. 2004. The Role of Communication and Trust in Explaining Customer Loyalty an Extension to The European Customer Satisfaction Index (ECSI) Model, European.Journal of Marketing, 38(3), 1272-1293. Baron, R.A., Tang, J., Hmieleski, K.M., 2011. The Downside of Being ‘Up’: Entrepreneurs' Dispositional Positive Affect and Frm Performance. Strategic Entrepreneurship Journal 5, 101–119
71
Belso-Martinez, J. A., Molina-Morales, F. X., & Mas-Verdu, F. 2013. Combining effects of Internal Resources, Entrepreneur Characteristics and KIS on New Firms. Journal of Business Research, 66, 2079-2089 Berry, Leonard L. 1995. ‘Relationship Marketing of Services – Growing Interest, Emerging Perspectives’. Journal of the Academy of Marketing Science, 23(4), 236-245. Berry, L.L. and Parasuraman, A. 1991, Marketing Services: Competing through Quality, Free Press, New York, NY. Bev Hulbert, Audrey Gilmore, David Carson. 2013. Sources of Opportunities Used by Growth Minded Owner Managers of Small and Medium Sized Enterprises. Journal of International Business Review 22, UK Boier Rodica, 2014, Marketing And Innovation - A Relationship Approach, Studies and Scientific Researches. Economics Edition, No 20
Brian G. Smith. 2013. ReviewThe Public Relations Contribution to IMC: Driving Opportunities from Threats and olidifying Public Relations’ Future. Public Relations Review 39. Brooks, K., & Nafukho, F. M. 2006. Human Resource Development, Social Capital, Emotional intelligence,A ny link to Productivity?. Journal of European Industrial Training, 30(2), 117-128. Burt, R. S. 1992. Structural Holes: The Social Structure of Competition. Harvard University Press. Burt, R. S. 2004. Structural Holes and Good Ideas. American Journal of Sociology, 110, 2 (September), 349-99. Callaghan, M. B., McPhail, J., & Yau, O. H. M. 1995. Dimensions of a relationship marketing orientation: An empirical exposition. Paper presented at the Seventh Biennial World Marketing Congress, Melbourne, Australia Chan, S. (2003). Relationship Marketing: InovasiPemasaran yang Membuat Pelanggan Bertekuk Lutut. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Chen, C. & Huang, J. 2009. Strategic Human Resource Practices And Innovation Performance-The Mediating Role of Knowledge Management Capacity. Journal of Business Research, 62(1 ), 104-114. Chen, X.P., Yao, X., Kotha, S., 2009. Entrepreneur Passion and Preparedness in Business Plan Presentations: A Persuasion Analysis of Venture Capitalists' Funding Decisions. Academy of Management Journal, 52, 199–214. Cheng, C., Chen, J-S. and Tsou, H-T. 2012, ”Market-Creating Service Innovation: Verification and its Associations with new Service Development and Customer Involvement”. Journal of Service Marketing, Vol. 26, Issue. 6, pp. 444-457 72
Colombo, M., & Delmastro, M. 2002. How effective are technology incubators? Evidence from Italy Research Policy, 31, 1103-1122. Cooper , Robert G., 2000. Product Innovation and Technology Strategy, Journal Research Technology Management, p. 38 -41 Covin, J. G., and Prescott, J.E. 1990. "Strategies, Styles, and Structures of Small Product Innovative Firms in High and Low Technology Industries." The Journal of High Technology Management Research 1(1): 39-56. Crawford, C. Merle, and C. Anthony Di Benedetto. 2000. New products Management. McGraw-Hill. USA Daniel C. Bello, Ritu Lohtia, Vinita Sangtani. 2004. An Institutional Analysis Of Supply Chain Innovations in Global Marketing Channels. Journal Industrial Marketing Management 33.USA: Department of Marketing, Georgia State University Daniela Ionita. 2012. Entrepreneurial Marketing: A new Approach For Challenging Times. Jurnal Management & Marketing Challenges for the Knowledge Socienty. Vol 7, No 1, pp 131-150.Romania : Academy Of Economic Studies. Deden A.Wahab Sya'roni, Janivita J. Sudirham. 2012. Kreativitas dan Inovasi Penentu Kompetensi Pelaku Usaha Kecil. Jurnal Manajement Teknologi, Vol 11, No.1 . Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Dwyer, F.R., Schurr, P. and Oh, S. 1987, “Developing buyer-seller relationships'', Journal of Marketing, Vol. 51, pp. 11-27. Edison, H., Ali, N. B., & Torkar, R. 2013. Towards Innovation Measurement in The Software Industry. The Journal of Systems and Software, 86, 1390-1407. Famoso, Valeriano-Sanchez., Amaia Maseda., Txomin Iturralde. 2014. The Role of Internal Social Capital InOrganizational Innovation. An Empirical Study of Family Firms, Spain Fauzul Mafasiya Fairoz, Takenouchi Hirobumi, Yukiko Tanaka.2010. Entrepreneurial Orientation and Business Performance of Small and Medium Scale Enterprises of Hambantota District Sri Lanka. Journal Asian Social Science Vol. 6, No. 3.Japan Fiates, G. G., Fiates, J. E., Serra, F. A., & Ferreira, M. P. 2010. Innovation Environment in Small Technology-Based Companies. Journal of Technology Management & Innovation, 5(3), 81-95. Firmanzah, 2013. (http://www.old.setkab.go.id/berita-10377). Florian Kohlbacher, Cornelius Herstatt, NilsLevsen. 2014. Golden opportunities for silver innovation: How demographic changes give rise to entrepreneurial opportunities to meet the needs of older people. Journal Technovation
73
Friedman, Samuel R., Pedro Mateu-Gelabert., Richard Curtis., Carey Maslow., Melissa Bolyard., Milagros Sandoval., Peter L.Flom. 2007.social Capital Or Networks, Negotiations, And Norms ? A Neighborhood Case Study, Journal of Preventive Medicine, American Gatignon, Hubert and Jean-Marc Xuereb 1997. “StrategicOrientation of the Firm and New Product Performance,” Journal of Marketing Research, 34 (February), 77–90. Gerald E. Hills, Claes M. Hultman, and Morgan P. Miles. 2008. The Evolution and Development of Entrepreneurial Marketing. Journal of Small Business Management 46(1), pp. 99–112 Gerry Veenstra.2002. Explicating Social Capital: Trust and Participation in the Civil Space. Journal of Sociology/Cahiers canadiens de sociologie vol 27, no 4. Gima, Atuahene, K. and Ko, Aathony 2001. An Empirical Investigation of the Effect of Market Orientation and Entrepreneurship Orientation Alignment on Product Innovation. Organizational Science. Vol. 13. No. 1. pp.54-74. Goyal, A., & Ahkilesh, K. B. 2007. Interplay among innovativeness, cognitive intelligence, emotional intelligence and social capital of work teams. Team Performance Management, 13(7/8), 206-226 Gundlach, G. T., R. S. Achrol, and J. T. Mentzer. 1995.Thestructureof commitment in exchange. Journal of Marketing 59 (1):78–92. Gumusluoglu, L. and Ilsev, A. 2009. "Transformational Leadership and Organizational Innovation: The Roles of Internal and External Support for Innovation", Journal of Product Innovation Management, vol. 26, no. 3, pp. 264-277. Gurhan Gunday, Gunduz Ulusoy, Kemal Kilica, Lutfihak Alpka. 2013. Effects Of Innovation Types On Firm Performance. Turkey: Sabanci University, Faculty of Engineering and Natural Sciences. Hacioglu Gungor, Selim S. Eren, M. Sule Eren, & Hale Celikkan. 2012. The Effect of Entrepreneurial Marketing on Firms’ Innovative Performance in Turkish SMEs, Procedia Social and Behavioral Sciences 58 Hadiyati., Ernani.2012. Kreativitas dan Inovasi Pengaruhnya Terhadap Pemasaran Kewirausahaan Pada Usaha Kecil , Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. Vol 1 hal 135-151. Malang: Universitas Gajayana. Hair, Joseph F.et al, 1998. Multivariate Data Analysis . New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hamel, G. and Prahaland, C.K. 1994. Competition for the Future. Harvard Business School Press.
Massachusetts:
Hartarto dan Muhajir. 2013. Pemberdayaaan Koperasi & UMKM Dalam Rangka Peningkatan Perekonomian Masyarakat. Makalah. Disampaikan pada Rapat Koordinasi Nas 74
ional Kementerian Koperasi dan UKM dengan Dinas Koperasi dan UKM Seluruh Indonesia, Selasa, 10 Desember 2013, Hotel Mercure, Convention Center, Taman Impian JayaAncol,, Jakarta Haryati, Siti Shaikh Ali.2011. Proactive vs Reactive Measures in Building Quality Relationship withCustomers in Banking Sector. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research in Business. Vol 3, No 5. Malaysia: Faculty of Business Management, University Teknologi MARA Henky Lisan Suwarno. 2013. Entrepreneurial marketing: Konsep dan Praktek Pemasaran Baru Dalam Membujuk, Mendapatkan dan Mempertahankan Pelanggan. Bandung: Universitas Kristen Maranatha Hidayat, A. 2007. Strategi Six Sigma : Peta Pengembangan Kualitas dan Kinerja Bisnis. PT Elex Media Komputindo, Jakarta Hilde Coff, Benny Geys..2008. Measuring the Bridging Nature of Voluntary Organizations The Importance of Association Size. Journal Sociology, Vol. 42, No. 2, pp. 357369. Hill, J. and Wright, L.T. 2000. “Defining the scope of entrepreneurial marketing: A qualitative approach,” Journal of Enterprising Culture, 8:1, 23-46. Hills, Gerald E., Claes M. Hultman., Morgan P. Miles.2008. The Evolution and Development of Entrepreneurial Marketing, Journal of Small Business Management Hitt, M.A., Hoskisson, R.E. and Kim, H. 1997. International diversification: Effects on innovation and firm performance in product-diversified firms, Academy of Management Journal, 40(4), 767-768. Hsieh, M. H, & Tsai, K. H. 2007. Technological capability, social capital and the launch strategy for innovative products. Industrial Marketing Management, 36(4), 493–502 Humas Pemprop Bali , 2014: http://www.seputarukm.com. http://www.proweb.co.id. Hurley, R. F., & Hult, G. T. 1998. Innovation, market orientation, and 385 organizational learning: An integration and empirical examination.386 Journal of Marketing, 62, 42–54 Intarakumnerd, P. et al. 2002, “National Innovation System in Less Successful Developing Countries: the Case of Thailand” Research Policy, 31 (8-9), 1445-1457. Ivan F. I. Lim, Samuel P. D. Anantadjaya, Rudy Tobing. 2012. Entrepreneurial Marketing Activities: Evidence In PQK in BSD city Branch Location .JAMS – Journal of Management Studies
75
Jaworski, B.J. 1998. Toward Theory of Marketing Control: Environment Context, Control Types and Consequences. Journal of Marketing. Vol. 52. No.3. July. pp. 23-39 Jeffrey P.Wallman.2014. Fields of opportunity: How marketers design the transaction game with transaction field maps. Journal Industrial Marketing Management 43. The University of Texas at Arlington Jens Eklinder-Frick, Lars Torsten Eriksson, Lars Hallén.2014. Multidimensional social capital as a boost or a bar to innovativeness. Journal Industrial Marketing Management. Sweden Jens Eklinder-Frick, Lars-Torsten Eriksson, Lars Hallén.2011. Bridging and bonding forms of social capital in a regional strategic network. Journal Industrial Marketing Management 40 Jim Lawlor, Donncha Kavanagh.2004. Infighting and fitting in: Following innovation in the stent actor–network.journal Industrial Marketing Management. Ireland Jimenez, J. D., Valle, R. S., & Hernandez, M. E. 2008. Fostering Innovation, The role of market orientation and organizational learning. European Journal of Innovation Management, 11(3), 389-412. Jin, Bumsub., Lee Soobum.2013.Enhancing Community Capacity: Roles of Perceived Bonding and Bridging Social Capital and Public Relations In Community Building, South Korea Joachim Ramström.2008. Inter-organizational meets inter-personal: An exploratory study of social capital processes in relationships between Northern European and ethnic Chinese firms. Journal Industrial Marketing Management 37. Finland: Unit for Research and Development, Sydväst University of Applied Science John Finch, Beverly Wagner, Niki Hynes.2010. Trust and forms of capital in business-tobusiness activities and relationships. Journal Industrial Marketing Management Johne, A. 1999. Successful Market Innovation. European Journal of Innovation Management. 2 (1), 6-11 Kamakura, W. A., C. F. Mela, A. Ansari, A. Bodapati, P. Fader, R. Iyengar, P. Naik, S. A. Neslin, B. Sun, P. C. Verhoef. 2005. Choice Models and Customer Relationship Management. Marketing Lett. 16(3–4) 279–2 Karkalakos, S. 2013. Identifying and Exploring Sources of Knowledge Spillovers in European Union, Evidence from Patenting Data. SPOUDAI-Journal of Economics and Business, 61(3-4) Kee-hung Lai., Y.H Venus Lun., Michael Browne., Christina W.Y. Wong., T.C.E. Cheng. 2011. Examining The Influence of Firm Performance On Business Risk-Taking and The Mediation Effect Of Scale Of Operations In The Container Terminal Industry, Hongkong and London
76
Khalil, M. A., & Olafsen, E. (2010). Enabling innovative entrepreneurship through business incubation. World Bank. Retrieved from http://www.innovation for development report.org/Report2009/papers.html Khoe Yao Tung. 1997. “Relationship Marketing Strategic kemampulabaan jangka panjang”. Usahawan, No. 3 th. XXVI Maret, hal 6-10. Kmieciak, Roman., Anna Michna.2012.Relationship Between Knowledge Management and Market Orientation in SMES, Silesian University of Technology, Poland Kocak, Akin & Abimbola, Temi. 2009. The Effects of Entrepreneurial Marketing on Born Global Performance. International Marketing Review, Vol. 26 No. 4/5, pp. 439-452. Kotler, Amstrong . 2010. Principles Of Marketing. 13 Edition. New Jersey . Upper Saddle River: Pearson Prentic Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Jakarta : PT. Prehallindo Kotler, P. and Keller, K. L. 2005. Marketing Management. 12th . Edition, Prentice Hall. Kotler, Philip and Armstrong, Gray, 2001, Principles of Marketing, Prentice Hall, (9th ed). 14. Pelsmacker, Patrick De. Maggle Geuens and Joeri Vanden Bergh Kotler, Philip, 2000, Marketing Management, Prentice Hall of India, The Millennuim Edition. Kotler, P., 1997, Marketing Management : Analysis Planning implementation and control, Englewood Gliffs, Nj: Prentice Hall,New Jersey. Koziol Leszek, Wojciech Kozioł, Anna Wojtowicz, Radosław Pyrek, 2015, Diagnosis of Innovation Enterprises – Study Theoretical and Empirical Results, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Volume 175, 12 February 2015 Kraus, Sascha., Harms, Rainer & Fink, Matthias. 2009. Entrepreneurial Marketing: Moving Beyond Marketing In New Ventures. International Journal Entrepreneurship and Innovation Management, Special Issue, @ Inderscience Enterprises Ltd. Krush Michael T, Ravipreet S. Sohi, and Amit Saini, 2015. Dispersion of marketing capabilities: Impact on marketing’s influence and business unit outcomes Published in Journal of the Academy of Marketing Science 43 (2015), pp. 32–51 Kurgun, H., Bagiran, D., Ozeren, E., & Maral, B. 2011. “Entrepreneurial Marketing The Interface between Marketing and Entrepreneurship: A Qualitative Research on Boutique Hotels,” European Journal of Social Sciences, 26:3, 340-357. Lai, Kee-hung, T. C. E. Cheng, and Ailie KY Tang. “Green retailing: factors for success.” California Management Review 52.2 (2010): 6-31. 77
Lavado, C. A., Cuevas-Rodríguez, G., & Cabello-Medina, C. 2010. Social and organizational Capital, Building the Context for Innovation. Industrial Marketing Management, 39(4), 681–690. Lembaga Administrasi Negara/ LAN:http://inovasi.lan.go.id/ Leonard-Barton Dororthy, 1992. Core Capabilities and Core Rigidities: A Paradox in Managing New Product Developmen, Strategic Management Journal, Vol. 13, Special Issue: Strategy Process: Managing Corporate Self-Renewal. pp. 111-125 Lu, C.D. X. Gangyi, J.R. Kawas. 2010. Organic Goat Production, Processing and Marketing: Opportunities, Challenges and Outlook. Journal Small Ruminant Research 89. Leszek Kozioł, Wojciech Kozioł, Anna Wojtowicz, Radoslaw Pyrek. 2014. Relationship Marketing – A Tool for Supporting the Company’s Innovation Process. Journal Procedia - Social and Behavioral Sciences 148. Poland: Malopolska School of Economics Li, Tiger dan Calantone , Roger J, 1998. “The Impact of Market Knowledge Competence on New Product Advanrage : Conceptualization and empirical Examination”, Journal of Marketing, p. 13 - 29 Li, Y., Liu, X., Wang, L., Li, M., & Guo, H. 2009. How Entrepreneurial Orientation Moderates the Effects of Knowledge Management on Innovation. Systems Research and Behavioral Science, 26(6), 645-660 Longenecker, Justin G & dkk. 2001. Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil Buku I. Jakarta: Salemba Empat Lumpkin, G. T., & Dess, G. G. 1996. Clarifying the entrepreneurial Orientation Construct and linking it to Performance. Academy of Management Review, 21(1), 135-172. Ma’mun Sarma, Stevia Septiani, Farida Ratna Dewi, Edward H. Siregar. 2013. The Impact of Entrepreneurial Marketing and Business Development on Business Sustainability: Small and Household Footwear Industries in Indonesia. International Journal of Marketing Studies; Vol. 5, No. 4. Bogor: Faculty of Economics and Management, Bogor Agricultural University Marcati, A., Guido, G., & Peluso, A. M., 2008. The role of SME Entrepreneurs’ Innovativeness and Personality in The Adoption of Innovations. Research Policy, 37, 1579-1590 Maria Wallnöfer, Fredrik Hacklin.2013. The business model in entrepreneurial marketing: A communication perspective on Business Angels' Opportunity Interpretation. Industrial Marketing Management 42. Switzerland: Department of Management, Technology, and Economics. Mariana Kristiyanti, 2012, Peran Strategis Usaha Kecil Menengah (UKM) Dalam Pembangunan Nasional, Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 3 No. 1, Januari 2012
78
Martensen A, Dahlgaard JJ. 1999. Strategy and planning for Innovation Management – supported by creative and learning Organizations International Journal of Quality and Reliability Management 16(9):878–891 Martinez-Ruiz, A., & Aluja-Banet, T. (2009). Toward the definition of a structural Equation Model of patent value: PLS Path Modeling with Formative Constructs. REVSTAT– Statistical Journal, 7(3), 265-290. Mateja Bodlaj.2010.The Impact of a Responsive and Proactive Market Orientation On Innovation And Business Performance. Journal Economic and Business Review, Vol.12, No. 4, Hal 241-261.Slovenia:University of Ljubljana, Faculty of Economics. Matthew T. Seevers, Steven J. Skinner, Robert Dahlstrom.2010. Performance Implications of a Retail Purchasing Network: The Role of Social Capital. Journal of Retailing 86, no. 4, pp 310–321. United States Meeus, M., & Edquist, C. 2006. Introduction to Part I: Product and process innovation. In J. H. M. M. Eds. (Ed.), Innovation, science, and institutional change: 23-37. Oxford: Oxford University Press. Meyer, J. P. & Allen, N. J. 1991. A Three-Component Conseptualization of Organizational Commitment. Human ResourceManagement Review, 1 (1). pp.61-89 Michael Ehret, Vishal Kashyap, Jochen Wirtz. 2013. Business Models: Impact on Business Markets and Opportunities for Marketing Research. Journal Industrial Marketing Management 42. Michael H. Morris, Minet Schindehutte, Raymond W. Laforge.2002. Entrepreneurial Marketing: A Construct For Integrating Emerging Entrepreneurship And Marketing Perspectives. Journal of Marketing Theory and Practice. Michael Jay Polonsky.2011. Transformative Green Marketing: Impediments and Opportunities. Journal of Business Research 64. Australia: School of Management and Marketing, Deakin University Miller, D and Friesen, Peter H. 2003. Innovation In Conservative and Entrepreneurial Firms: Two Models of Strategic Momentum. Strategic Management Journal. Vol. 3. No.1. pp. 125. Miles, M.P., Darroch, J. 2006. Large firms, Entrepreneurial Marketing Processes, and the Cycle of Competitive Advantage, European Journal of Marketing, 40 (5/6), pp. 485-501. Miles, M., Paul, C. and Wilhite, A. 2003. “Modeling Entrepreneurship as Rent – seeking Competition”, Technovation 23(5): 393-400. Ming-Hung Hsieh, Kuen-Hung Tsai.2007. Technological capability, social capital and the launch strategy for innovative products. Journal Industrial Marketing Management 36. Taiwan. 79
Mirella Kleijnen, Ko de Ruyter , Martin Wetzels., 2007. An Assessment of Value Creation in Mobile Service Delivery and the Moderating Role of Time Consciousness. Journal of Retailing 83. Netherlands Moorman C, Zaltman G, Deshpande R. 1993. Factors Affecting Trust in Market Research Relationships. J Mark;57:81 –101. Morgan, RM., and Hunt, S.D., 1994. The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing. Journal of Marketing. 58 (July), 1994 Morgan P. Miles, Jenny Darroch. 2004. Large Firms, Entrepreneurial Marketing Processes, and the Cycle of Competitive aAdvantage. Journal Entrepreneurial Marketing Processes.USA Morrish, S.C., & Deacon, J. 2009. Entrepreneurial Marketing: A Comparative Case Study of 42Below Vodka and Pandering Whisky. Paper presented at the ICSB World Conference, Seoul, South Korea. Morris, H.M., Schindehutte, M., Laforge, R.W. 2002. Entrepreneurial Marketing: a Construct for Integrating Emerging Entrepreneurship and Marketing Perspectives, Journal of Marketing Theory and Practice (Fall), pp. 1-18. Mort, Gillian Sullivan., Weerawardena, Jay., Liesch, Peter. 2012. Advancing Entrepreneurial Marketing: Evidence from Born Global Firms. European Journal of Marketing Vol. 46 No. 3/4, pp. 542-561. Ngai, E.W.T., 2005. Customer Relationship Management Research (1992-2002). Marketing Intelligence & Planning, 23(6), 582-605. ISSN: 0263-4503 Niammuad, Damrongrit, Kulkanya Napompech, Suneeporn Suwanmaneepong, 2014, Entrepreneurial Product Innovation: A Second-Order Factor Analysis, The Journal of Applied Business Research – January/February 2014 Volume 30, Number 1 Oliver, Richard L.1999. “Whence Consumer Loyalty?,” Journal of Marketing, 63 (4), 33–44. Palmatier, R. W., Jarvs, C. B., Bechkoff, J. R. and Kardes, F. R. 2009. Role of Consumer Gratitude in Relationship Marketing, 73, 1-45. Pambudy, Rachmat dan Burhanuddin Rabbani. 2005. “Peluang dan Tantangan Pengusaha Kecil Menghadapi Perdagangan Bebas” dalam Suara Pembaruan, Tanggal 7 Februari 2005. Paul Taylor. 2013. The Effect of Entrepreneurial Orientation on The Internationalization of Smes In Developing Countries. African Journal of Business Management Vol. 7(19). Jamaica: University of the West Indies
80
Pearce, C. L., & Ensley, M. D. 2004. A Reciprocal and Longitudinal Investigation of The Innovation Process: The Central Role of Shared Vision in Product and Process Innovation Teams (PPITs). Journal of Organizational Behavior, 25(2), 259-278. Petuskiene, E., & Glinskiene, R. 2011. Entrepreneurship As The Basic Element For The Successful Employment of Benchmarking and Business Innovations. Engineering Economics, 22(1), 69-77. Phyra Sok, Aron O’Cass, Keo Mony Sok.2013. Achieving Superior SME Performance: Overarching Role of Marketing, Innovation, and Learning Capabilities. Australasian Marketing Journal 21.Australia Radas, S. & Božic, L. (2009). The Antecedents of SME Innovativeness In an Emerging Transition Economy. Technovation, 29, 438-450. Richard B., Aquilano, Nicholas J., and Jacobs, F. Robert. 2001, Operation Management for Copetitive Advatage, Ninth Edition, McGraw-Hill Irwin, New York, USA. Riddell, J. M. 2006. Adopting A Customer View: Moving From Yielding to Pricing, Journal of Revenue and Pricing Management, 5, 2, 167–169. Samantha Murdy, Steven Pike.2012. Perceptions of Visitor Relationship Marketing Opportunities By Destination Marketers: an Importance-Performance Analysis. Journal Tourism Management 33. Australia: School of Advertising, Marketing & Public Relations, Queensland University of Technology Slater, S.F. and Narver, J.C. 1996. Competitive Strategy in The Market-Focused Business. Journal of Market-Focused Management 1, 159± 74. Schulz, W.C. and Hofer, X. 1999. Creating Values Through Skill-Based Strategy and Entrepreneurial Leadership. New York: Pergamon. Sivadas, E. & Dwyer, F. 2000. An Examination of Organizational Factors Influencing New Product Success in Internal and Alliance Based Processes. Journal of Marketing, 64, 3149. Smith, Brock J. and Donald W. Barclay. 1997. “The Effects of Organizational Differences and Trust on the Effectiveness of Seller Partner Relationships,” Journal of Marketing, 61 (January), 3-21. Srivastava RK, Shervani TA, Fahey L 1999. Marketing, Business Processes, and Shareholder Value: an Organizationally Embedded View of Marketingactivities and The Discipline of Marketing. Journal of Marketing, 63 (Special Issue), 168-179. Stokes, David, 2000.Putting Entrepreneurship into Marketing: The Processes of Entrepreneurial Marketing, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship, Vol. 2
Subramaniam, M., & Youndt, M. A. 2005. The influence of intellectual capital on the types of innovative capabilities. Academy of Management Journal, 48(3), 450-463. 81
Soegoto, E. S. 2009. Entrepreneurship; Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo Soekidjan, Soegiarto,. 2009. Komitmen Organisasi Apakah Sudah Dalam Diri Anda? Jakarta: Rineka Cipta Song, X. M. & Parry, M. E. 1996. What separates Japanese New Product Winners from Losers. Journal of Product Innovation Management, 13 (5), 422–439. Stevia Septiani, Ma’mun Sarma, Wilson H. Limbong. 2013. Pengaruh Entrepreneurial Marketing dan Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Industri Alas Kaki di Bogor. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No 2.Bogor: Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Suellen J. Hogan, Leonard V. Coote. 2014. Organizational culture, innovation, and performance: A test of Schein's model. Journal of Business Research 67. Australia : The University of Queensland Suendro, Ginanjar, 2014. Analisis Pengaruh Inovasi Produk Melalui Kinerja Pemasaran Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing Berkelanjutan. Semarang: Fakultas Margister Manajemen, UNDIP Susanna Camps, Pilar Marques. 2014. Exploring how social capital facilitates innovation: The role of innovation enablers. Journal Technological Forecasting & Social Change. Spain: Department of Business Organization, Campus Montilivi, Universitat de Girona. Suyana, Utama I Made. 2006. Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kinerja Perekonomian dan Perubahan Struktur Ekonomi Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Bali. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. Tanenhaus, M., Vinci, Chatelin, Y.M,. dan Carlo, L. 2005. PLS Path Modeling. Computational Staistic and Data Analysis. 48: 159-205. Tidd, J., Bessant, J. and Pavitt, K. 2005. Managing Innovation: Integrating Technological, Market and Organizational Change, Third edition, Wiley. Thomas, Lisa C., Painbéni, Sandra & Barton, Harry. 2013. Entrepreneurial Marketing Within The French Wine Industry. International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research, Vol. 19 No. 2, pp. 238-260. Umar, Husein, 2005, “Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Septiany W., Syamsul M, Yandra A., 2013. Manajemen Risiko Inovasi Produk Olahan Susu Sapi Berdasarkan Tahapan Proses Manajemen Inovasi, Jurnal Teknik Industri ISSN: 14116340
82
83
84