LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL
Rekrutmen Politik di Indonesia: Studi Kasus Rekrutmen Politik Artis Pada Pemilihan Legislatif 2014 Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
Ketua: Drs. Firdaus Syam, M.A NIDN : 0318106101 Anggota: Sahruddin, S.IP.M.A.,M.Si NIDN :0303058104
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA November 2015
RINGKASAN Penelitian ini berusaha untuk menemukan model rekrutmen politik yang tepat dalam sistem politik Indonesia. Rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik untuk mengisi jabatanjabatan politik selama ini dianggap belum sepenuhnya tepat, karena orang-orang yang berhasil menduduki jabatan politik belum sepenuhnya bisa bekerja dengan baik, bahkan memiliki kinerja buruk. Ini disebabkan rekrutmen politik baik untuk jabatan Gubernur, Walikota/Bupati maupun Anggota DPR dan DPRD tidak didasarkan pada pengalaman dalam dunia politik, kapasitas intelektual, integritas dan track record yang jelas sehingga layak untuk menduduki jabatan politik. Partai politik belum memiliki model yang bisa menjamin bahwa orang yang dinominasikan dalam kontestasi politik adalah orang yang memiliki kompetensi, orang yang terbaik dan paling tepat. Beberapa tahun belakangan ini, seiring dengan iklim kebebasan yang semakin terbuka lebar, kesempatan setiap orang semakin besar terjun dalam dunia politik, maka semakin banyak artis yang dicalonkan partai politik dalam kontestasi politik baik pada pemilukada maupun pemilu legislatif. Ada yang berhasil maupun yang gagal dalam kontestasi tersebut. Walaupun banyak dari artis yang tidak memiliki kapasitas intelektual, pengalaman politik yang memadai, tidak menyurutkan partai politik untuk mencalonkan artis pada pemilu legislatif 2014. Pemilu kali ini terdapat banyak artis yang menjadi calon legislatif dan tersebar di hampir semua partai politik. Sebagian besar artis tersebut tidak memiliki pengalaman dalam dunia politik, dan mereka seolah-olah orang yang muncul mencari ―keberuntungan‖ menjelang pemilu legislatif. Hal ini tentu berbeda dengan rekrutmen politik di dalam negera-negara demokrasi yang matang. Seseorang yang dicalonkan dalam kontestasi politik bukanlah orangorang tanpa pengalaman dalam dunia politik, melainkan mereka yang sudah tertempa dan punya pengalaman, tidak terkecuali artis. Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan terhadap partai politik, bahwa sesungguhnya tidak jelas kriteria dan aturan dalam rekrutmen politik termasuk rekrutmen artis, mestinya berdasarkan hal tersebut maka harus dibuat praturan yang lebih menjamin kualitas dari calon legislatif baik artis maupun diluar artis. Melalui peraturan perundangan-undangan perlu dibuat aturan yang mengikat partai politik untuk melakukan rekrutmen yang berbasis pada merit system dan juga menjamin kualitas dari calon legislatif. Kepentingan negara dalam hal ini adalah, apabila seorang anggota legislatif terpilih maka dia menjadi milik masyarakat dan tidak lagi sepenuhnya milik partai politik sehingga masyarakat membutuhkan anggota DPR yang bisa bekerja dengan baik dan ditunjang dengan kualitas yang mumpuni. Kata Kunci: Rekrutmen Politik, Artis, Pemilu Legislatif
3
Prakata Puji syukur kita panjatkan kehadiran kehadirat allah SWT, atas segala nikmat dan hidayah yang diberikah kepada kita semua. Penelitian ini merupakan upaya untuk memenuhi kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi yang salah satu diantaranya adalah Penelitian. Rekrutmen artis dan keterlibatan dalam politik dalam kontestasi politik di Indonesia semakin hari semakin tinggi, ada yang murni terjun langsung ke dunia politik dengan sejumlah ide dan ingin melakukan pengabdian kepada masyarakat, tetapi tidak jarang artis yang terjun ke dunia politik untuk memenuhi ambisi pribadi untuk mendapatkan kekuasaan, sebagian diantara mereka datang dengan minim pengalaman, kapasitas dan sekedar ―penggembira‖. Literatur yang fokus mengkaji rekrutment artis dalam pemilu dalam hazanah pengetahuan Indonesia relatif sedikit bahkan sangat sedikit, sementara dalam kontek literature di Negaranegara yang mapan demokrasinya sudah relatif lebih banyak, dengan terminologI ―celebrity politic‖. Kekurangan literature Indonesia dan pendeknya waktu untuk ―menyelami ― literature barat yang bisa laporan penelitian ini, begitu juga dengan sumber yang berasal dari internet sehingga penyajian laporan kemajuan ini masih jauh dari sempurna. Penelusuran data-data primer dan sekunder akan lebih dimaksimalkan pada pelaporan akhir dari penelitian ini sehingga hasil dari penelitian ini lebh maksimal. Minimnya waktu dan kesibukan peneliti merupakan salah satu yang membuat hasil penelitian ini kurang dari sempurna.
Penulis
4
DAFTAR ISI JUDUL…………………………………………………………………………………..
1
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................
2
RINGKASAN..................................................................................................................
3
PRAKATA ……………………………………………………………………………..
4
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………
5
DAFTAR TABEL............................................................................................................
6
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………
7
A. Latarbelakang Masalah.......................................................................................
7
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
12
C. Sistematika Penulisan..........................................................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….
13
A. Partai Politik dan Rekrutmen Politik................................................................
13
B. Artis dan Kirprahnya dalam Politik..................................................................
17
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN…………………………….....
23
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................................
24
A. Pendekatan Penelitian.......................................................................................
24
B. Teknik Pengumpulan Data...............................................................................
24
C. Teknik Keabsahan Data....................................................................................
25
D. Teknik Analisa Data...........................................................................................
26
BAB V HASIL YANG DI CAPAI ...............................................................................
29
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ………….....................................
48
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………....................
49
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
50
LAMPIRAN....................................................................................................................
52
5
DAFTAR TABEL Tabel 1
Anggota Legislatif Yang Berlatarbelakang Artis Periode 2009-2014........
30
Tabel 2
Daftar Artis Yang Masuk DCS Pada Pemilihan Legislatif 2014.................
33
Tabel 3
Artis Yang Terpilih Menjadi Anggota Parlemen Periode 2014-2019.........
35
6
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah Rekrutmen dan keterlibatan artis1 dalam politik bukanlah hal baru, di Negara- negara yang lebih mapan dalam demokrasi, keterlibatan tersebut tidak saja sebagai pendukung (endorser) tetapi menjadi kandidat (candidate) dan telah banyak berhasil menduduki jabatan-jabatan politik. Ronald Reagan sebelum menjadi presiden AS ke 40, dirinya dikenal sebagai seorang actor. Tetapi jauh sebelum itu Presiden Kennedy sudah menjadi pusat dari perkembangan evolusi kampanye presiden, walaupun jauh sebelum itu Theodore Roosevelt dan Franklin D. Rooosevelt telah mengambil keuntungan dari celebrity instrument dalam kampanye mereka.2 Ronald Reagen merupakan Presiden Amerika yang selalu dihubungkan ketika berbicara dan membahas keterlibatan dan rekrutmen artis dalam dunia politik. Terpilihnya Reagen memang tidak terlepas dari popularitas yang dimilikinya dalam dunia keartisan. Pertama kali menggeluti dunia Film sejak tahun 1937 dan kemudian membintangi lebih dari 50 film sebelum pencalonannya sebagai presiden. Sebelum presiden terpilih, Reagan mengawali karir di dunia politik sebagai anggota partai Demokrat. Dia memiliki konsentrasi pada isu antinuklir. Selain mengandalkan popularitasnya, Reagan juga membangun jejaring politik dalam jangka waktu relatif lama.3 Aktor film aksi yang terkenal berkat film Terminator, Arnold Schwarzeneger menjabat Gubernur California mulai 2003 hingga 2011. Arnold sudah lama menjadi anggota Partai Republik, yang mendukungnya saat pemilihan. Arnold telah lama direkrut sebagai anggota partai politik jauh sebelum dinominasikan sebagai calon Gubernur California. Dalam pengunaan media Arnold menggunakan media outlet tradisional dan juga lebih memilih berbicara dengan Larry King Jay Leno, dan Sean Hannity dari pada Los Angeles Times, Wall Street Journal.4 Di Negara asia ada Joseph Estrada yang juga menjadi presiden dengan latarbelakang artis. Dia 1
Dalam tulisan ini penulis secara bergantian menggunakan pemakaian artis dan celebrity (celebritas dan celebriti), namun yang paling banyak dipakai penulis adalah kata artis, karena kata ini lebih mudah dimengerti dan paling sering dipakai oleh masyarakat. Artis yang dimaksud disini adalah tidak hanya terbatas pada orang-orang yang berkecimpung dalam dunia film, tarik suara, tetapi nama ini dipakai pada orang yang diberi masyarakat sebagai status artis, termasuk diantaranya atlit olah raga, presenter. 2 Gould, L. L. (2003). ―The Modern American Presidency. Lawrence: University Press of Kansas‖, dalam Marco Morini, The “Celebrity Obama”Strategy: The 2008 Presidential Campaign’s Attack Ads. InternationalJournal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 12; September 2011 3 Sirajudin Hasbi, ―Artis Dan Karir Politik‖, Tersedia Pada Http://Id.Berita.Yahoo.Com/Blogs/NewsroomBlog/Artis-Dan-Karir-Politik-104503928.Html, Jum, 10 Mei 2013, Diakses Pada 18 Januari 2014 4 Steven J. Ross, Hollywood Left and Right: How Movie Stars Shaped American Politics, Oxford University Press, 2011, Hal. 364
7
telah membintangi 100 judul film sepanjang karirnya sebagai artis. Tetapi terpilihnya Joseph Estrada sebagai presiden bukan tanpa pengalaman di bidang politik dan pemerintahan, dia terlebih dahulu berkarir sebagai walikota dan senator.5 Penelitian akan rekrument artis dalam politik bermula dari posisi artis yang digunakan sebagai pendukung (celebrity endorsement). Kajian akan celebrity endorsement dalam isu-isu politik telah mulai sejak tahun 1970an. Dimana kajian awal terkait dengan keterlibatan artis bermula dari penjualan produk-produk dalam dunia marketing (Atkin & Block, 1983).6 Memang celebrity endorsement sebelum massif dipakai dalam dunia politik seperti kampanye politik, pencalonan artis dalam pemilihan kepala daerah dan legislatif. Konsep endorsemet (dukungan) ini telah tersebih dahulu banyak di pakai dalam dunia marketing, dimana artis telah terlebih dahulu dipakai sebagai endorser dalam marketing produk. Celebrity endorsement yang paling umum di pakai adalah di Amerika Serikat, terkait dengan urusan produk barang, band, organisasi dan figure politik. Dalam dunia politik terkait dukungan politik, penelitian terkait oprah’s endorsement telah meningkatkan sebanyak 1,015,559 pemilih untuk obama dimana dia mengalahkan Hilliary Clinton pada saat primary election, dan menurut perkiraan (Garthwaite & Moore, 2008) telah meningkatkan angka pemilih pada pemilihan Amerika sebanyak 2,196,476 pemilih. Keterlibatan artis dalam dunia politik Indonesia bukanlah hal baru, semasa orde baru artis menjadi endorser dalam setiap kampanye partai politik, semua partai politik menarik artis untuk menarik minat masyarakat memilih partai tersebut, ada yang ketika kampanye menjadikan artis sebagai penyanyi dan orasi, dan ada juga yang langsung menjadi calon legislatif. Dukungan artis dan calon dari artis berlanjut sampai sekarang baik dalam pemilu presiden, kepala daerah dan juga pemilu legislatif. Bahkan dimasa era reformasi kesempatan artis untuk menjadi endorser dan kandidat semakin terbuka lebar. Pengalaman beberapa artis dunia yang terpilih dalam kontestasi politik ternyata tidak semata-mata mengandalkan dunia keartisan sebagai modal populartitas yang memberikan jalan lebih mudah untuk mendapatkan elektabilitas yang lebih tinggi, karena dengan modal popularitas selangkah lebih maju dan punya ―modal awal― yang lebih dibanding dengan kandidat lain. Tetapi mestinya seorang artis tidak serta merda bermodalkan popularitas dalam dunia keartisan tetapi juga punya modal pendidikan, keahlian dan pengalaman dalam dunia politik. Hal ini yang dilakukan oleh Reagen, Arnol, Estrada yang terlebih dahulu terlibat dalam 5
Sirajudin Hasbi, Op.Cit. Atkin, C., & Block, M. (1983). ―Effectiveness Of Celebrity Endorsers‖. Journal of Advertising Research, 23(1), 57–61. Dalam David T. Morin, James D. Ivory, Meghan Tubbs, Celebrity And Politics: Effects Of Endorser Credibility And Sex On Voter Attitudes, Perceptions, And Behaviors, The Social Science Journal 49 (2012) 413– 420, Journal home page: www.elsevier.com/locate/soscij, hal 414. 6
8
dunia politik sebelum penominasian mereka dalam jabatan politik. Rekrutmen mereka dalam jabatan politik oleh partai partai didasarkan pengalaman, kematangan dan proses internalisasi yang panjang dalam partai politik tersebut, sehingga ketika terpilih diharapkan bisa bekerja dalam memperjuangkan kehendak publik, tentunya berbeda dengan dunia keartisan yang ketika berperan memerankan sandiwara kehidupan. Apabila kita melihat rekrutmen partai politik terhadap artis tidak banyak yang murni atas pengalaman dan latarbelakang politik artis. Kemunculan mereka menjelang pemilu seolah-olah sebagai ―penjudi‖ yang mencari keberuntungan ―kue‖ kekuasaan, disambut oleh partai politik dengan tangan terbuka sebagai jalan ―pragmatis‖ untuk meraih suara ditengah pertarungan partai politik yang sangat ketat, apalagi dengan adanya instrumen Parliamentary Threshold. Popularitas artis dianggap dapat menguntungkan partai dan meningkatkan elektabilitas partai sehingga dapat meraih kursi yang lebih banyak. Banyak dari artis yang mengkemas seolah-olah keterlibatan mereka dalam dunia politik untuk pengabdian dan memperjuangkan kepentingan publik, walaupun dalam kenyataan, beberapa artis yang terpilih pada pemilu sebelumnya belum menunjukkan kinerja yang nyata dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, malah artis anggota legislatif ada yang sibuk main sinetron dan masuk acara TV yang tidak memliki hubungan dengan kerjanya sebagai anggota DPR. Banyaknya artis yang dicalonkan di pemilu 2014 menunjukkan tidak jelasnya rekrutmen politik partai politik, ditengah rendahnya kinerja artis yang telah berhasil masuk parlemen. Artis direkrut oleh partai politik seolah-olah hanya alasan popularitas, disamping mereka juga biasanya memiliki kemampuan keuangan yang cukup baik untuk mendanai kampanye.7 Kondisi partai politik Indonesia yang tidak pernah berbenah dalam hal mencetak kaderkader yang mempunyai kualitas tinggi, bisa bekerja, berintegritas dan mekanisme internal partai yang belum terlembagakan, memungkinkan terjadinya rekrutmen artis sebagai langkah instan untuk mendulang suara pada pemilu, disamping sebagai upaya partai untuk bisa mendapatkan suara melampaui Parliamentary Threshold, tetapi juga untuk menciptakan biaya kampanye yang lebih murah. Memasuki era reformasi keberadaan partai politik mendapat angin segar, sehingga partai politik tumbuh begitu cepat, sehingga hampir setiap orang merasa bisa dan berhak membuat partai politik. Di awal-awal refromasi partai politik muncul lebih dari 100 partai politik. Demokrasi kontemporer menjadi sarana bagi masyarakat untuk bisa mengendalikan institusiinstitusi politik.8 Kemudahan untuk mendirikan partai politik tidak didapatkan di zaman orde 7
Sirajudin Hasbi, Op.Cit. Sigit Pamungkas, Partai Politik, Teori dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta: Institute For Democracy and Walfarism, 2011, Hal. 3 8
9
baru, adanya pembatasan yang ketat membuat ruang manuver untuk mendirikan partai politik sangat tidak mungkin. Dengan kemudahan yang diberikan kepada masyarakat untuk membentuk partai politik dan proses pencalonan dalam kontestasi politik, semua orang serasa ingin mencalonkan diri jadi anggota legislatif, orang yang tidak pernah terlibat dalam dunia politik, merasa ―tergiur‖ untuk mencari dan ―mendulang‖ keberuntungan tersebut, apalagi partai tidak memberikan kriteria yang ketat akan calon-calon yang akan dinominasikan, sehingga muncul calon calon yang berasal dari akademisi, pengusaha, kiai, pendeta, preman, pengangguran, wartawan hingga artis. Pada Pemilu 2014, jumlah artis yang terjun ke politik semakin banyak.9 Melalui pemilu legislatif 2009, ada 18 artis yang terpilih menjadi anggota legislatif.10 Dari 18 artis yang terpilih, tidak semua bisa dilihat memiliki kinerja langsung, bahkan publik mempertanyakan kinerja mereka selama menjadi anggota DPR, bahkan sebagian mencemooh karena di antara mereka ada yang terlibat dalam korupsi dan juga tidak jarang artis yang di legislatif seolah-olah hanya pemanis di DPR dan tidak bisa melupakan cara, sikap ketika mereka masih menjadi artis.11 Rendahnya kinerja dan bukti nyata kinerja artis sebagai anggota legislatif hasil pemilu legislatif 2009, teryata tidak menyurutkan artis untuk kembali mencalonkan diri pada pemilu legislatif 2014. Sejumlah artis telah tersebar dalam partai-partai politik peserta pemilu 2014. Artis-artis tersebut adalah artis yang tidak asing lagi kemunculannya di televisi, baik yang masih sering ataupun merupakan artis senior yang sudah jarang muncul di televisi.12 9
Sirajudin Hasbi, Loc. Cit. Ibid. Mengacu pada tulisan Sirojudin artis yang terpilih adalah, dari Partai Demokrat: Theresia E. E. Pardede (Dapil Jabar II), Ingrid Maria Palupi Kansil (Dapil Jabar IV), Nurul Qomar (Dapil Jabar VIII), Angelina Sondakh (Dapil Jateng VI), Adji Massaid (Dapil Jatim II), Vennda Melinda (Dapil Jatim VI), Ruhut Sitompul (Dapil Sumut III), Partai Golkar: Nurul Arifin (Dapil Jabar VII), Tetty Kadi Bawono (Dapil Jabar VIII), Tantowi Yahya (Dapil Sumsel II), PDI-P: Rieke Diah Pitaloka (Dapil Jabar II), Dedi S. Gumelar (Dapil Banten I), Guruh Soekarno Putra (Dapil Jatim I), PAN: Primus Yustisio (Dapil Jabar IX), Eko Patrio (Dapil Jatim VIII) Wanda Hamidah tidak dihitung karena dia tidak di DPR-RI melainkan di DPRD DKI Jakarta, Partai Gerindra: Rachel Mariam Sayidina (Dapil Jabar II), Jamal Mirdad (Dapil Jateng I), PPP: Okky Asokawati (Dapil DKI II) 11 Ibid. 12 Ibid. Catatan Sirajuddin terkait dengan artis dicalonkan dari partai-partai peserta pemilu 2014 adalah Partai NasDem: Doni Damara (aktor senior), Jane Shalimar (aktris), Ricky Subagja (mantan pebulutangkis, pengurus PBSI), Nil Maizar (mantan pelatih timnas sepak bola), Sarwana (penyanyi). Partai Kebangkitan Bangsa: Ridho Rhoma (penyanyi dangdut), Arzeti Bilbina (model), Said ―bajaj bajuri‖ (komedian/aktor), Mandala Shoji (presenter), Iyeth Bustami (penyanyi), Akri Patrio (pelawak/pendakwah), Ressa Herlambang (penyanyi), Cinta Penelope (aktris), Tommy Kurniawan (aktor), Krisna Mukti (aktor), Putri Nere (penyanyi). PDI-Perjuangan: Rieke Diah Pitaloka (aktris, sudah jadi anggota DPR 2004-2009), Yessy Gusman (aktris), Edo Kondologit (penyanyi), Sony Tulung (presenter), Nico Siahaan (presenter), Dedi ―Miing‖ Gumelar (aktor/pelawak, sudah jadi anggota DPR 2004-2009). Partai Golkar: Nurul Arifin (aktris, sudah jadi anggota DPR 2004-2009), Charles Bonar Sirait (presenter), Tantowi Yahya (presenter, sudah jadi anggota DPR 2004-2009). Partai Gerindra: Irwansyah (aktor/penyanyi), Jamal Mirdad (penyanyi, sudah jadi anggota DPR 2004-2009), Rachel Mariam (aktris, sudah jadi anggota DPR 2004-2009), Bella Saphira (aktris), Iis Sugianto (penyanyi), Riefian Seventeen, Bondang Winarno. Partai Demokrat: Venna Melinda (aktris, sudah jadi anggota DPR 2004-2009), Inggrid Kansil (presenter, sudah jadi anggota DPR 2004-2009), Nurul Qomar (pelawak), Yenny Rahman (aktris), Anwar Fuadi (aktor). Partai Amanat Nasional (PAN): Primus Yustisio (aktor, sudah anggota DPR 2004-2009), Eko Patrio (pelawak, sudah anggota DPR 2004-2009), Ikang Fauzi (penyanyi), Anang Hermansyah (penyanyi), Desi Ratnasari (aktris/penyanyi), 10
10
Ketidakpercayaan partai politik, rendahnya kualitas kandidat dan orang –orang yang berkecimpung dalam politik, tidak jelasnya visi, misi dan program dari partai politik. Kondisi ini membuat partai politik sadar untuk melakukan terobosan demi untuk meningkatkan elektabilitas partai dan peningkatan kursi partai politik. Pada saat yang bersamaan munculnya apatisme politik dari masyarakat akan calon-calon yang diajukan oleh partai politik dan ketidak percayaan akan program-program yang diajukan oleh partai politik, mengingat programprogram yang selama ini ditawarkan oleh partai politik tidak banyak yang menjadi kenyataan dan terrealisasi ketika mereka mendapatkan kursi dan duduk dalam kekuasaan. Rekrutmen artis merupakan strategi jitu bagi partai politik untuk meningkatkan perolehan suara pada pemilu legislatif 2014. Walaupun bisa saja melahirkan anggota-anggota legislatif yang minim pengalaman, integritas, kapasitas dan keteguhan hati bekerja untuk kepentingan masyarakat, sehingga kinerja mereka sebagai anggota legislatif rendah yang berakibat pada hal yang substansial, yaitu kesejahteraan masyarakat yang terabaikan. Hal ini bisa saja terjadi karena rendahnya kapasitas, membuat mereka susah untuk menjalankan fungsi-fungsi kedewanan seperti fungsi legislasi dalam rangka memformulasi kebijakan yang menjadi landasan untuk kepentingan masyarakat, integritas dan keteguhan hati dibutuhkan dalam melakukan pengawasan terkait dengan program-program yang dijalankan oleh pemerintah. Melalui penelitian ini diharapkan akan ditemukan model yang tepat dalam rangka rekrutmen politik dari partai politik, sehingga calon-calon yang dinominasikan merupakan orang yang terbaik dan bisa bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. Model akan didapatkan dengan terlebih dahulu mempelajari bagaimana selama ini model, cara, tata tertib, scoring dan aturan yang dimiliki oleh partai politik dalam rekrutmen politik, terutama artis dalam pemilihan legislatif 2014. Apakah partai politik memiliki standar penilain yang baku, sehingga masuknya artis sudah merupakan hasil dari pemakaian standar tersebut. Kemudian akan dilakukan kajian literatur perbandingan dengan negara-negara lain yang memiliki model rekrutmen partai politik yang baik, yang semata-mata tidak mengandalkan popularitas keartisan, seperti halnya Ronald Reagen, Arnold yang telah terlebih dahulu memilihi pengalaman dalam dunia politik. Kajian terkait dengan rekrutmen artis dalam politik dalam hasanah litetarur Indonesia masih sangat jarang, sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui dan menciptakan model yang tepat dalan rekrutmen politik di Indonesia yang sifatnya nanti bisa menjadi masukan dalam ranah perundang-undangan yang lebih mengikat. Jeremy Thomas (aktor), Ayu Azhari (aktris), Dwiki Dharmawan (musisi), Gisel Idol (penyanyi), Norman Kamaru (belum jelas untuk DPR RI atau DPRD), Yayuk Basuki (petenis). Partai Persatuan Pembangunan: Angel Lelga (penyanyi), Okky Asokawati (model), Mat Solar (aktor), Lyra Virna (aktris), Emilia Contesa (penyanyi), Ratih Sanggarwati (model). Partai Hanura: Krisdayanti (penyanyi), Gusti Randa (aktor), David Chalik (presenter), Teti Kadi (penyanyi), Andre Hehanusa (penyanyi)
11
B. Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah rekrutmen politik pada pemilu legislatif 2014?
C. Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini dibagi dalam beberapa bab. Bab satu merupakan pendahuluan yang terdiri atas latarbelakang masalah, rumusan masalah dan sistematika penulisan. Bab dua berisi tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai pisau analisa yang bersumber dari teori-teoeri, konsep dan kajian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Untuk bab tiga terkait dengan tujuan dan manfaat dari penelitian. Bab empat merupakan metode penelitian yang dipakai dalam penelitian. Bab lima terkait dengan hasil dan pembahasan dan kemudian disambung di bab enam terkait dengan rencana penelitian lanjutan, apa yang akan dilaksanakan pada laporan final penelitian. Kemudian di tutup dengan bab tujuh yang berisi kesimpulan dari penelitian dan saran selanjutnya terkait dengan hasil dan upaya perbaikan penelitian dan manajemen penelitian dimasa yang akan datang.
12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Partai Politik dan Rekrutmen Politik Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan idiologi yang dimiliki oleh partai tersebut,13 fungsi utama ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan fungsi yang lain, seperti fungsi rekrutmen politik, karena untuk memenangkan ―pertarungan politik‖ maka partai politik harus menominasikan calon-calon yang dianggap lebih mudah untuk mendapatkan kekuasaan tersebut. Partai sering mengambil langkah instan dalam penominasian dan mengabaikan pengkaderan dalam internal partai, tidak masalah apakah orang tersebut artis, pengusaha, aktifis dan masyarakat lainya, tetapi mereka semua harus melalui proses rekrutmen yang didasarkan pada aturan main yang memungkinkan calon yang direkrut mengerti tentang politik dan juga telah melalui proses kaderisasi. Munculnya pro kontra artis sebagai calon atau kandidat dalam pertarungan politik bukanlah sesuatu yang harus di hindari mengingat tidak semua artis memiliki kualitas yang buruk apabila kita lihat dari sisi yang pro dan tidak sedikit juga artis yang kemudian hanya memiliki ―modal‖ tampang cantik, minim keterampilan dan pengalaman politik. Jadi seseorang artis bisa saja lebih berpeluang dalam memperoleh tahta kekuasaan yang lebih besar karena mereka memiliki popularitas serta didukung oleh budaya masyarakat kita yang menganut budaya pop.14 Dilihat dari sudut pandang hak azasi manusia, setiap orang berhak untuk memilih dan diipilih, dicalonkan dan mencalonkan sebagai kandidat dalam kontestasi politik. Baik itu sebagai kepadala daerah, legsilatif maupun presiden. Kebebasan dalam memilih dan dipilih merupakan hak konstitusional warga negara dan tidak ada pihak yang dapat membatasinya termasuk oleh negara (non derogable rights).15 Oleh karena itu pencalonan artis dalam pemilu legislatif merupakan hak yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan peraturan perundanganundangan dan hak azasi manusia. 13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Widiasana Indonesia,1992, hal.116 Luthfy Rijalul Fikri ―Fenomena Artis Di Kancah Politik Serta Pengaruhnya Terhadap Budaya Politik Indonesia‖, Minggu, 09 Desember 2012, tersedia pada: http://luthfyrijalulfikri.blogspot.com/2012/12/fenomenaartis-dikancah-politik-serta_9.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2014 15 Muh. Salman Darwis Sh, ―Partai Politik Dan Para Artis‖, (Dimuat Di Koran Radar Sulbar), Tersedia Pada : Http://Politik.Kompasiana.Com/2013/05/17/Partai-Politik-Dan-Para-Artis-560982.Html, 17 May 2013 | 14:19, Diakses pada 18 Januari 2014 14
13
Rekrutmen dan keterlibatan artis tidak menyalahi aturan karena hak asasi manusia telah tercantum dalam Undang-Undang dasar 1945 dan tersebar dalam beberapa pasal terutama pasal 27-31. Maka hak asasi manusia meliputi hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasab beragagama, hak atas penghidupan yang layak, hak atas kebebasan berserikat, hak atas pengajaran.16 Salah satu instrument suatu Negara dikatakan sebagai Negara demokrasi adalah keberadaan partai politik dalam sistem politiknya, baik sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan prosedural demokrasi maupun untuk menuju substansial demokrasi. Partai politik menjadi jembatan aspirasi masyarakat untuk kemudian diartikulasi dan diagregasi dalam sistem politik Indonesia. Beberapa fungsi partai politik menurut Miriam budiardjo17 adalah sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, dan sarana pengatur konflik. Keempat fungsi ini melekat pada partai politik dan menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh partai politik untuk menunjukkan eksistensi partai politik sebagai instrumen demokrasi. Peranan partai politik sangatlah penting dalam sistem politik demokratis, partai politik menjadi penghubung dalam proses-proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara warga negara dengan institusi-institusi kenegaraan.18 Fungsi rekrumen berkenaan dengan seleksi kepemimpinan baik dalam internal partai maupun kepemimpinan nasional. Untuk kepentingan internal dibutuhkan kader-kader yang berkualitas sehingga partai bisa mengembangkan diri, dan bisa dipersiapkan untuk kontestasi kepemimpinan politik nasional. Rekrutmen politik juga harus bisa menjamin kelestarian dan kontinuitas dalam melatih calon-calon pemimpin partai.19 Dalam hal ini artis yang dinominasikan dalam pencalonan legislatif 2014 adalah artis yang terlebih dahulu menjadi kader partai politik tersebut, sehingga ketika artis mendapat jabatan politik, akan berjuangan berdasarkan idiologi partai dan lebih memperhatikan kepentingan masyarakat. Partai politik pada dasarnya dibentuk untuk menjadi kendaraan politik yang sah bagi kader-kader untuk mengisi jabatan-jabatan publik tertentu. Namun demikian partai politik hanya boleh terlibat aktif dalam pengisian jabatan-jabatan publik yang bersifat politik dan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political appointment), misalnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), pemilihan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD), 16
Luthfy Rijalul Fikri, Op.Cit. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:PT Gramedia Pusataka Utama, 2008, hal.405-409 18 Muh. Salman Darwis Sh, ―Partai Politik Dan Para Artis‖, (Dimuat Di Koran RADAR SULBAR), Tersedia Pada : Http://Politik.Kompasiana.Com/2013/05/17/Partai-Politik-Dan-Para-Artis-560982.Html, 17 May 2013 | 14:19, Diakse S Pada 18 Januari 2014 19 Miriam Budiardjo, Op.Cit, hal.408 17
14
pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota dan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tapi tidak semua dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, misalnya dalam penyusunan kabinet untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menjalankan kekuasaan eksekutif, partai politik mengirimkan nama-nama kadernya untuk menduduki posisi Menteri di berbagai Kementerian Negara.20 Partai politik harus mendapatkan minimal 3,5 persen kursi di legislatif pusat untuk bisa mendudukkan anggota terpilihnya di parlemen, apabia kurang dari 3.5 persen yang disebut dengan parliamentary Threshold (PT) maka partai politik tidak bisa mengisi kursi legislatif pusat (DPR RI), sehingga partai harus berusaha keras untuk mendapatkan suara sebanyak mungkin. Ketentuan
PT hanya berlaku untuk legislatif pusat sesuai dengan keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) No 52/PUU-X/2012, ketentuan parliamentary threshold sebesar 3,5 persen tidak berlaku secara nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR RI, DPD, dan DPRD Pasal 8 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 208 karena dianggap ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD RI 1945) yang mengedepankan prinsip kedaulatan rakyat, hak politik, dan rasionalitas sehingga bertentangan pula dengan tujuan pemilihan umum, yaitu memilih wakil rakyat mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Dalam amar putusan MK, untuk DPRD
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota,
ambang batas
perolehan
suara
3,5%
tidak
berlaku.Parliamentary threshold hanya berlaku untuk DPR saja.21 Demi untuk memenuhi ketetentuan PT, maka partai politik berusaha keras untuk merekrut calon-calon yang punya modal besar, karena dalam rangka mengikuti pemilu membutuhkan biaya yang besar, partai politik juga merekrut calon-calon popular demi untuk menciptakan vote getter yang tinggi. Menurut Rein, Kottler dan Stoller, celebrity merujuk pada seseorang yang mempunyai nama, interest riveting dan profity generating value. 22 Oleh karena itu pendefenisian celebrity yang seperti hal tersebut memberikan konsekuensi. Oleh karena itu , salah satu ciri khas selebriti adalah bahwa aktor sosial yang menarik perhatian publik: semakin besar jumlah orang yang tahu dan memperhatikan aktor , semakin besar tingkat dan nilai selebriti yang aktor . Karakteristik kedua mendefinisikan selebriti adalah bahwa aktor diperoleh respon emosional yang positif dari masyarakat. Respon ini timbul karena aktor memiliki nilai positif ( Heider , 1946 ; Trope & Liberman , 2000) untuk penonton sampai-sampai ia membantu
20
Ibid. Ibid. 22 Violina P. Rindova, Timothy G. Pollock, Mathew L. A. Hayward, ―Celebrity Firms: The Social Construction Of Market Popularity‖, Academy Of Management Review 2006, Vol. 31, No. 1, 50–71. 21
15
memenuhi berbagai tujuan perilaku , yang , dalam kasus selebriti , termasuk memenuhi kebutuhan audiens untuk gosip , fantasi , identifikasi , status , afiliasi , dan Adler & Adler , 1989; Gamson , 1994; O'Guinn , 2000). Dengan demikian, aktor yang menjadi selebriti memiliki arti-penting tinggi dan nilai emosional yang positif untuk pemirsa mereka , dan selebriti muncul dari perhatian penonton dan respon emosional positif terhadap aktor . Oleh karena itu, selebriti adalah properti dari hubungan aktor dengan penonton.23 Rekrutmen politik partai politik di Indonesia yang sepenuhnya menjadi wewenang partai atau bahkan ketua umum membuat rekrutmen politik Indonesia yang serampangan. Kita dapat melihat bahwa rekrutmen politik hanya berdasarkan selera elit politik yang kemudian berakhir pada pertimbangan pertimbangan pragmatisme politik dan keuntungan bagi segelintir elit politik. Rekrutmen partai untuk maju pada pilkada gubernur, bupati/walikota tidak hanya berdasarkan ―setoran‖ paling besar dari dari bakal calon atau bakal calon yang paling besar janji konsesi ekonominya pada elit politik, bukan berdasarkan siapa yang paling punya kualifikasi dan paling berpengalaman, sehingga tidak jarang setelah terpilih se orang kepala daerah yang membayar mahal paling besar berupaya untuk mencari sumber-sumber dengan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengembalikan ―modal‖ awal yang telah dikelurakan. Nepotisme juga menjadi penyakit yang menjangkiti hampir semua partai politik, politik yang disarkan pada trah, klan, keluarga menjangkiti partai politik Indonesia yang kemudian membuat partai politik tidak produktif karena orang-orang yang punya kapasitas dan pengalaman tersingkir oleh nepotisme politik. Pragmatisme lain adalah pencalonan artis yang tidak berdasarkan merit system apakah artis tersebut layak atau tidak untuk dicalonkan menjadi abdi negara. Karena hal ini akan berbahaya apabila mereaka seolah-olah ―bersandiwara‖ atau ―beracting‖ seolah-olah mereka mencalonkan diri untuk membela dan memperjuangakan masyarakat padahal hal tersebut merupakan acting yang mereka jalankan sebagaimana mereka sering beracting di layar televisi. Model rekrutmen politik yang tidak transparan, tidak berbasis pada merit system akan membuat perolitikan dan masyarakat akan terkorbankan. Kalau kita mengacu pada sistem yang terbangun di amerika serikat, dalam hal rekrutmen politik untuk maju menjadi presiden, gubernur, senator dan anggota legislatif maka masyarakat ikut ambil bagian dalam menentukan apakah seorang calon layak atau tidak menjadi calon, makal akal calon harus ikut primary elaction atau harus ada penjaringan yang melibatkan masyarakat. Masyarakat memilih siapa yang layak untuk maju sebagai kandidat, tidak semata-mata ditentukan oleh partai politik. Sistem ini merupakah insentif dari sistem distrik yang di anut oleh amerika, dimana dengan 23
Ibid.
16
prinsip the winner takes all membuat partai hanya mencalonkan kandidat yang mendapat suara besar dari penjaringan suara masyarakat yang akan dinominasikan dalam pemilu, disamping karena ini merupakan sistem yang sudah terbangun, maka karena kalau partai politik tidak mencalonkan yang mendapat suara paling banyak maka dipastikan akan kalah dalam pemilihan. Hal yang berbeda dengan partai politik Indonesia, walaupun banyak protes dari masyarakat akan penclonan kandidat-kandidat tertentu tetapi partai politik tetap maju dengan pilihannya.
B. Artis dan Kirprahnya dalam Politik Dalam tulisan ini akan dipakai beberapa istilah yang memilik arti kurang lebih sama, kadang memakai artis, celebrity, celebritas. Dalam tulisan ini tidak membedakan makna dari beberapa istilah tersebut, kalaupun dalam kajian yang lebih dalam memungkinkan perbedaan di antara istilah tersebut. Batasan defenisi celebrity disampaikan oleh
Graeme Truner yang
memberikan defenisi sesuai dengan kondisi masa kini sebagai berikut: ―... mereka biasanya berasal dari industri olahraga dan hiburan, mereka sangat mudah ditemukan/tampak pada media, dan kehidupan pribadi mereka akan menarik perhatian publik ketimbang kehidupan profesional mereka.‖ 24 Kehadiran media menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan artis untuk memberi makna yang lebih daripada sekedar diri sebagai orang biasa (profesi diluar artis), apabila kehidupan artis tidak di cover oleh media, maka hanya kehidupan profesional mereka yang kemudian muncul di media. Hal ini ditegaskan oleh David Marshal dalam David Turner, 2004.25 Tetapi apabila kita melihat kehidpan artis dan persinggungannya dengan partai politik dalam beberapa tahun belakangan, terutama dalam masa pencagena untuk pemilku legislatif. Maka partai politik tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Mengingat banyak diantara para artis yang di calonkan yang memiliki : daya jual: yang sudah tidak ‖ tinggi‖ lagi di dalam ranah media, baik media cetidak maupun elektronik, terumata televisi, yang dalam kontek keartisan Indonesia. Frekuensi kemunculan di media televisi merupakan indikator terkenal dan tidak terkenalnya seolrang artis, walapaun dalam beberapa tahun belakangan ini kemunculan inbi tidak saelalu dimakanai dengan prestasi akting, profesionalitas dalama batasan yang terukur, karena sering kita temua kehidupan artis yang di blow up hanya berupa ― kekonyolan‖ bukan sessuatu yang positif. Bahkan sering kali diantara artis menciptidakan sensai yang negatif untuk kemudian memuinculkan lagi namanya yang tenggelam, atau membuat skenario tertentu, seperti 24
Graeme Turner , 2004, ―Understanding Celebrity‖ dalam Alfito Deanova, Selebrity mendadak Politisi, Studi Pragmatisme kaum Selebriti dari panggung Hiburan menuju Panggung Politik, Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008, hal.50. 25 Ibid. Hal 50-51
17
kawin dengan artis tertentu, kontraversi dalm kasus tertentu, sehingga ada kesempatan media untuk mengekspos kehidupan merka. Wlopun kadang kehidupan itu adalah sesuai yang sifatny aib. Menurut Dyre sebagaimana dikutip oleh Turner (2004), artis dapat dikatagorikan sebagai ―property‖ dalam artis sebagai ―barang‖ yang bisa dijadikan sebagai sumber-sumber keuangan dengan jalan memanfaatkan mereka.
Dalam konteks komersil kita sudah dapat melihat
bagaimana mereka ―dimafaatkan‖ untuk mendapatkan keuntungan seperti aktor atau figur dalam iklan tertentu yang tentunya sebagai upaya untuk menjual barang komersil, dengan pemakain artis seolah-olah ada upaya pengasosian produk dengan artis yang membuat barang komersil menjadi lebih marketable.26 Hal yang sama berlaku dalam dunia politik dimana dalam beberapa hal artis ―dimanfaatkan‖ partai untuk mendapatkan keuntungan dalam mendulang suara. Keterkenalan artis dijadikan sebagai upaya vote getter bagi partai. Upaya ini merupakan upaya yang disadari oleh artis maupun yang tidak disadari oleh artis juga dalam hal keuntungan terjadi simbiose mutualisme dimana kedua belah pihak mendapat keuntungan maupun hanya satu pihak yang mendapatkan keuntungan. Dalam literatur akademik keterlibatan artis dalam politik memakai istilah Celebrity politic. Ketenaran dan popularitas sangat mempengaruhi besar kecilnya suara yang akan diperoleh. Hal ini disebabkan oleh sistem pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia yang lebih mementingkan popularitas dibandingkan visi dan misi dari seorang calon kandidat. Diperparah lagi dengan minimnya peran serta masyarakat dan kurang pahamnya mereka tentang calon kandidat, kemampuan dan pengalaman di bidang pembangunan masyarakat menjadi hal yang tidak penting bagi masyarakat umum. Kecenderungan para selebritis terjun dalam panggung perpolitikan menimbulkan pandangan bahwa para artis hanya ikut-ikutan karena melihat teman sejawatnya yang terjun dalam panggung politik sukses dan menduduki jabatan terpenting.27 Penelitian yang dilakukan oleh Payne et al., (2007), pelibatan artis dalam pemilihan Presiden Amerika meninggkatkan angka pemilihan.28 Ahli sejarah melacak peran dari celebrity dalam pemilihan presiden adalah pada tahun 1920, pada saat itu kampanye Presiden Warden Harding yang mana pada saat kampanye banyak di dukung oleh artis-artis bintang film. 26
Graeme Turner , 2004, ―Understanding Celebrity‖ dalam Alfito Deanova, Selebrity mendadak Politisi, Studi Pragmatisme kaum Selebriti dari panggung Hiburan menuju Panggung Politik, Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008, hal.51-54 27 Luthfy Rijalul Fikri, Op.Cit 28 Payne, J.G., Hanlon, J.P., Twomey, D.P. III (2007), "Celebrity spectacle influence on young voters in the 2004 Presidential Campaign", dalam Ekant, Veer, Becirovic, Ilda, & Martin, Brett (2010) If Kate voted conservative would you? The role of celebrity endorsements in political party advertising. European Journal of Marketing, 44(3/4), pp.436-450.
18
Mortman, (2004).29 Artis sinetron atau public figure dalam mensosialisasi partai politik tertentu dinilai sangat efektif. Hal ini merupakan strategi partai politik untuk mengeksistensikan partai. Dalam sosialisasi politik terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi partai, yaitu: kapital, popularitas tokoh, mesin partai politik dan marketing politik. Ada yang berpendapat bahwa perekrutan atris sebagai kader sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh partai politik. Tetapi pendapat lain bahwa artislah yang memanfaatkan partai politik untuk menjadikan sumber pendapatan baru bagi para selebritis.30 Sebagai artis Ronald Reagen bisa mengalahkan calon incumbent Presiden Jimmy Carter pada Pemilu November 1979,31 Reagan yang dianggap tidak memiliki kecakapan politik untuk menjadi pemimpin negara adidaya sebesar AS ternyata mampu menjadi Presiden AS dalam dua periode, dari 1980 sampai 1988.32 Yang terakhir adalah obama yang merupakan politisi dengan status celebrity, kemunculan obama dipanggung politik tidak hanya dilihat orang dari segi kemampuannya tetapi juga dari gaya berpakaian, berbicara dan disamping itu keberadaan istrinya yang kerap dibandingkan dengan artis papan atas Amerika, sehingga status celebrity yang melekat pada obama juga mempengaruhi keterpilihan obama.33 Disamping itu pemilihan presiden di Amerika tahun 2004 dan 2008 telah melibatkan banyak artis sebagai endorser, celebrity menjadi simbol dalam pemilihan tersebut dalam menentukan pilihan masyarakat.34 Menurut Frank Lindenfeld yang menjadi salah satu faktor orang mendorong untuk masuk berpartisipasi pada kontestasi politik adalah kepuasan financial. Maka, dalam kehidupan berpolitik kemapanan ekonomi sangat perlu karena dengan adanya kemapanan ekonomi, jika tidak orang tersebut akan merasa apatis.35 Pada umumnya orang-orang yang berada di gedung
29
Mortman,Howard,―Those_GoldenMoments from Past Conventions,‖MSNBC.com,Aug 28, 2004, accessed_online at:http://www.msnbc.msn.com/id/5464091/. .dalam Craig Garthwaite,Tim Moore, The Role of Celebrity Endorsements in Politics: Oprah, Obama, and the 2008 Democratic Primary JEL_Classification_Numbers:D7; D72 30 Luthfy Rijalul Fikri , Op.Cit. 31 Ikrar Nusa Bhakti, ―Fenomena Artis dan Pilkada ‖, tersedia pada: http://aipi.wordpress.com/2010/04/27/fenomena-artis-dan-pilkada/, Published April 27, 2010, Sumber: Seputar Indonesia, 27 April 2010, diakses pada 18 Januari 2014 32 Ibid. 33 Keller, 2010:121, ―Celebrity diplomacy, spectacle and Barack Obama. Celebrity Studies” dalam Anita Cheung, What Themes And Political Marketing Strategies Can Be Inferred From Barack Obama And Mitt Romney’s Facebook Images In The 2012 US Presidential Election Campaign?, Skripsi Studi komunikasi pada University of Leeds May 2013 34 Payne, J. G., Hanlon, J. P., & Tworney, D. P. (2007). Celebrity spectacle influence on young voters in the 2004 presidential campaign. American Behavioral Scientist, 50, 1239-1246. Dalam Jennifer Brubaker, ―It doesn‘t affect my vote: Third-person effects of Celebrity Endorsements on College Voters in the 2004 and 2008 Presidential Elections‖, American Communication Journal 2011 SUMMER (Volume 13, Issue 2). 35 Rafel Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007, Hlm 156, tersedia pada: http://luthfyrijalulfikri.blogspot.com/2012/12/fenomena-artis-dikancah-politik-serta_9.html,
19
parlemen termasuk para selebritis berasal dari kalangan atas yang mampu membiayai segala keperluan dalam perpolitikannya, meliputi dana kampanye.36 Sementara Darrell West mengatakan dalam bukunya "Celebrity Politics", artis dan pelawak tergiur terjun ke jabatan publik akibat perkembangan media, khususnya televisi, dan demokrasi. Televisi menjadi medium sempurna bagi artis untuk mendulang kemasyhuran dan citra diri. Sementara sistem pemilihan langsung, telah membuat artis yang sudah populer dan dikenal publik menjadi pilihan masyarakat. Popularitas artis memang berpotensi mendulang suara bagi partai politik. Namun tugas kandidat yang terpilih menjadi wakil rakyat adalah mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat. Dipertanyakan apakah artis yang akan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, sudahkah memiliki kemampuan itu?37 Penelitian yang fokus akan rekrutmen politik artis dalam literatur politik Indonesia belum ada atau penulis belum menemukan, penulis mendapatkan penelitian tesis yang dilakukan Maulana Rifai di Universitas Islam Internasional Malaysia, judul dari penelitian tersebut adalah ―Celebrities In Indonesian Politics: A Voters‘ Perspective‖. Temuan dari penelitian tersebut adalah kegagalan kandidat artis mendapatkan suara yang signifikan pada pemilu legislatif 2009, kontestasi artis pada pemilu legislatif 2009 menghasilkan lebih dari dua pertiga artis gagal berkompetisi dengan calon non artis. Status keartisan dan popularitas tidak menjadi jaminan terpilih pada pemilu legislatif 2009, untuk bertarung pada arena politik dibutuhkan kompetensi dan pengalaman. Temuan dari Rifai juga mengindikasikan bahwa masyarakat sudah menetapkan pilihan secara rasional.38 Buku Alfito Dinova yang berjudul ― Selebriti Mendadak Politisi: Studi Atas Pragmatisme Kaum Selebriti Dari Panggung Hiburan menuju Panggung Politik‖ merupakan satu-satunya buku berbahasa Indonesia yang penulis temukan. Buku ini membahas bagaimana pragmatisme artis yang berada pada dunia hiburan yang penuh dengan glamor memasuki dunia politik yang penuh perjuangan demi untuk mensejahterakan masyarakat.
39
Buku, jurnal hasil penelitian yang secara spesifik membahas terkait dengan
rekrutmen politik artis belum ditemukan oleh penulis, hal ini menjadi tantangan bagi peneliti untuk menggali literatur-literatur asing dan usaha untuk memperkaya literatur kajian politik Indonesia.
36
Luthfy Rijalul Fikri, Op.Cit. Andy Dewananta, ―Artis dan politik‖, tersedia pada: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=10538&coid=3&caid=31&gid=2, sumber asli http://www.waspada.co.id/Opini/Artikel/Artis-dan-politik.html diakses pada 18 Januari 2014 38 Maulana Rifai (2010), Celebrities In Indonesian Politics: A Voters’ Perspective, Malaysia: Tesis yang tidak dipublikasikan Universitas Islam Internasional Malaysia 39 Alfito Dinova Gintings (2008), Selebriti Mendadak Politisi: Studi Atas Pragmatisme Kaum Selebriti Dari Panggung Hiburan menuju Panggung Politik, Yogyakarta:Arti Bumi Intaran 37
20
Partai politik mestinya lahir atas idealisme politik ada ide-ide yang besar dan mulia, dimana semua upaya yang dilakukan sebagai usaha untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan menciptatakan tatanan pemerintahan yang memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. Sejak proses pembentukan dan perjalanannya seharusnya partai berjalan atas idealisme politik sehingga dalam prosesnya tidak hanya atas pertimbangan kekuasaan semata yang berujung pada kekuasaan dalam arti ―tahta‖ kekuasaan seperti presiden, gubernur, bupati dan walikota dan juga seberapa banyak kursi legislatif yang didapatkan. Partai politik memang harus menjadikan kekuasaan sebagai tujuan utama sebagai upaya merubah masyarakat melalui kekuasaan politik, tetapi bukan berarti ―menghalalkan‖ semua cara dan menjadikan jalan-jalan pragmatis dalam politik. Dalam konteks keterlibatan dan rekrutment artis dalam politik pragmatisme partai politik telah massif terjadi hampir pada semua partai apabila kita lihat pemilu-pemilu belakangan ini. Keterkenalan dan pamor artis ―dimanfaatkan‖ untuk mendapatkan suara yang sebanyak-banyak, walaupun artis yang ―disodorkan‖ merupakan artis yang secara kualifikasi tidak layak masuk dalam dunia politik. Dalam perkembangannya apabila kita melihat kondisi di Amerika menurut Ranney dan Bone bahwa partai politik tidak lagi di bangun atas ide dan idelaisme seperti yang disampaikan oleh Edmund Burke dimana partai merupakan kumpulan orang orang-orang yang berusaha memperomosikan ide yang sesuai dengan kepentingan publik dan keinginan publik. Partai politik tidak lagi berpijak atas idealisme yang berasal dan berujung pada kepentingan masyarakat.
40
Partai sibuk dengan kepentingan dirinya sendiri dan seolah-olah mereka
berjuangan atas kepentingan masyarakat, padahal mereka bekerja hanya untuk memuaskan kepentingan sesaat dan partai mereka sendiri. Banyak dari kehendak-kehendak partai politik yang ditentang dan tidak sesuai dengan jati diri dan keinginan masyarakat tetapi partai tetap berjalan terus. Parahnya fenomena ini terjadi di Indonesia dimana kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya paham demokrasi, dimana fenomena hard politics dan soft politics yang belum matang. Aturan main yang belum sepenuhnya terkelola dengan baik yang kerap melahirkan konflik-konflik politik seperti jumlah DPT, DPS yang selalu menjadi permasyalahan setiap menjelang pesta besar pemilu legislatif, presiden dan pilkada. Konflik internal partai yang tidak jarang memecah partai dan secara budaya masyarakat masih banyak yang terjangkit penyakit ―insomnia politik‖ dimana orang salah dan benar tidak jelas. Orang yang salah bisa saja
40
Alfito Deanova, Selebrity Mendadak Politisi, Studi Pragmatisme Kaum Selebriti Dari Panggung Hiburan Menuju Panggung Politik, Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008, hal.55
21
masyarakat secara total lupa kesalahannya dan terpilih padahal masyarakat satu masa satu negara atau satu daerah mengutuk ―aktor‖ tesebut tetapi kemudian orang lupa. Pencalonan artis dalam politik juga kadang sesuai yang linier dengan insomnia politik masyarakat
akan
kualifikasi,
pengalaman
artis
yang
minim
politik
tetapi
dipaksakan/disodorkan/ditawarkan partai kemasyarakat dan kemudian dalam beberapa kesempatan menjadi pilihan bagi masyarakat tanpa lihat isi dan hanya bermodalkan kemasan yang kerap menipu, berkaca pada artis yang sudah terpilih dipemilu 2004 dan 2009 yang sangat minim prestasi tetapi mencalonkan dan dipilih kembali oleh masyarakat pada pemilu legislatif 2014. Pinangan partai terhadap artis di pemilu legislatif 2014 semata-mata adalah tujuan kekuasaan dan jalan pintas ditengah persaiangan dan minimnya kaderisasi yang menjual dan berprestasi. Minimnya kekampuan dan pengalaman artis bukan berarti tidak diketahui dan disadari oleh partai tetapi jalan rekrutmen artis adalah salah satu jalan pinta partai untuk memenangkan pemilu disamping merekrut pengusaha-pengusaha mapan sebagai upaya pendanaan partai di tengah tidak disiplin partai dalam hal upaya mencari dana partai yang reguler seperti iuran partai dan upaya-upaya ang sifatnya dekat dengan ―kehalalan‖.
22
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah a. Untuk mengetahui sejarah keterlibatan artis dalam perpolitikan Indonesia b. Untuk mengetahui bagaimana rekrutmen politik artis oleh partai-partai yang ikut pemilu pada pemilu 2014 c. Untuk mengetahui bagaimana aturan rekrutmen dalam undang-undang partai politik dan undang-undang pemilihan umum d. Untuk mengetahui apakah partai politik punya mekanisme yang berbasis pada merit system terkait dengan rekrutmen politik terutama untuk rekrutmen kandidat untuk mengikuti pemil legislatif e. Untuk melihat bagaimana mekanisme rekrutmen politik pada negara-negara demokrasi mapan terutama dalam hal rekrutmen artis dalam politik di negara-negara tersebut f. Untuk melahirkan model rekrutmen politik yang akan diupayakan menjadi perbaikan kebijakan nasional dalam hal rekrutmen politik di Indonesia
2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah a. Untuk menjadi masukan kebijakan dalam rekrutmen politik dalam sistem politik Indonesia b. Untuk deseminasi informasi hasil penelitian yang akan diupayakan diterbitkan didalam jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional
23
BAB 4 METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian dalah menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alami, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.41
B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian dimulai dari pengumpulan informasi, artikel, berita dan dokumen yang berhubungan dengan keterlibatan artis dalam pemilu legislatif 2004. Penelaahan dari informasi tersebut melahirkan pernyaataan dan pertanyaain terkait dengan keterlibatan artis dalam pemilu legislatif 2014 terutama yang berhubungan dengan rekrutmen politik partai yang mencalonkan artis. Selanjutkan dilakukan kajian teoretis terkait dengan state of the arts artis dalam politik (celebrity politics) dan rekrutmen artis dalam politik. Melalui penelusuran state of the arts terkait fokus kajian yang dimaksud dan pengumpulan informasi terkini atas pencalegan dan rekrutmen artis dapat dirumuskan masalah penelitian. Tahap berikutnya adalah pengumpulan bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen yang berhubungan pencalegan dan rekrutmen politik partai politik. Data-data sekundar diperoleh dari internet yang lebih up to date memberitakan keterlibatan artis dalam politik. Hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum, Buku-buku, EBook, jurnal-junal yang berhubungan dengan fokus penelitian. Wawancara dilakukan terhadap partai-partai politik yang merekrut artis juga akan diwawancara terkait dengan aturan rekrutmen partai, dasar dan alasan merekrut artis, yang terakhir adalah pengamat politik terkait dengan pendapat mereka akan keterlibatan artis dalam pemilu legislatif. Untuk tahun kedua, untuk mengetahui kinerja artis ketika sudah duduk dilembaga legislatif akan dilakukan wawancara terhadap pimpinan DPR RI, untuk melihat Track Record dan prestasi artis didalam parlemen. Penelitian akan dilakukan di wilayah Jabodetabek, mengingat semua kantor pusat partai politik berlokasi di Jakarta, begitu juga dengan rekrutmen artis yang dimaksud adalah calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang diputuskan oleh pimpinan pusat partai. Artis yang di wawancara kemungkinan besar berdomisili di wilayah jabodetabek, baik 41
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009, hal.8.
24
yang terpilih maupun yang tidak terpilih, informan dari unsur masyarakat seperti pengamat, peneliti dan organisasi artis juga kemungkinan berdomisili di wilayah yang sama, dan kantor DPR RI sebagai tempat bekerja anggota legislatif berlokasi di wilayah Jakarta.
C. Teknik Keabsahan Data Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu.
42
Norman
K. Denkin mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1)
triangulasi metode, (2)
triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. 43 1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. 2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi. 3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara
itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang
42
Lexy J. Moleong 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 330 Mudjia Rahardjo, ―Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif‖, http:// mudjiarahardjo.com/artikel/270.html?task=view, diakses tanggal 17 November 2012 43
25
selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. 4. Triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh
D. Teknik Analisa Data Secara umum Miles dan Huberrman membuatan gambaran seperti pada gambar berikut. Dan beranggapan bahwa analisis terdiri dan tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.44
Komponen- komponen Analisis Data; Model Alir
Reduksi Data, Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ―kasar‖ yang muncul dari càtatan-catatan tertulis di lapangan. Sebagaimana kita ketahui, reduksa data, berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Sebenarnya bahkan sebelum data benar-benar terkimpul, antisipasi ákan adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitinya memutuskan (acapkali tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekátan pengumpulan data yang mana yang dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, rnembuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo). Reduksi data/proses44
Ridvia Lisa, Maschandra, Rusman Iskandar, Analisis Data Kualitatif Model Miles Dan Huberman(Sebuah Rangkuman Dari Buku Analisis Data Qualitatif, Mathew B. Miles Dan A. Michael Huberman) Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, Ui-Press 1992, Program Magister Universitas Negeri Padang
26
transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Penyajian Data, Alur penting yang kedua dan kegiatan analisis adalah penyajian data. Miles dan Huberman membatasi suatu ―penyajian‖ sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Béraneka penyajian yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari mulai dati alat pengukur bensin, surat kabar, sampai layar komputer. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh mengailalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dan penyajian-penyajian tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian Miles dan Huberman yakin bahwa penyajianpenyajian yang lebih balk merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Penyajian-penyajian yang diamksud meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi, Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan. penjelasan, konfigurasi-koritigurasi yang mungkin, alur sebab- akibat, dan proposisi. Peneliti yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, namun dengan meminjam istilah kiasik dan Glaser dan Strauss (1967) kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan ―final‖ mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan
-
kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan-tuntutan pemberi dana, tetapi seringkali kesimpulan itu telah dirumuskan sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya ―secara induktif‖. Penarikan kesimpulan, dalam pandangan Miles dan Huberman, hanyalah sebagian dan satu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran 27
kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan memakan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan ―kesepakatan intersubjektif,‖ atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul dan data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakañ validitasnya. Jika tidak demikian, yang dimiliki adalah cita-citá yang menarik mengenai sesuatu yang terjadi dan yang tidak jelas kebenaran dan kegunaannya.
Komponen – komponen analisis data; Model Interaktif
Menurut Diagram hubungan antar komponen model interaktif, analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi
menjadi
gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Proses seperti tersebut sesungguhnya tidak lebih rumit, berbicara secara konseptual, daripada jenis-jenis analisis yang digunakan oleh para peneliti kuantitatif. Peneliti kualitatif pun harus terpaku perhatiannya pada reduksi data (menghitung mean, standar deviasi, indeks), penyajian data (tabel korelasi, cetakan angka-angka regresi), dan penarikan kesimpulan/verifikasi (derajat signifikansi, perbedaan eksperimental/ kontrot). Soalnya ialah bahwa kegiatan itu dilakukan melalui batasan-batasan yang jelas, metode yang sudah dikenal, patokan-patokan yang memberi pedoman, dan kegiatannya lebih berupa peristiwa berturutan jika dibandingkan dengan kegiatan yang berulang atau siklus. Di sisi lain, para peneliti kualitatif nenempati posisi yang lebih bersifat longgar, dan juga lebih bersifat perintis. 28
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29
A. Hasil Penelitian 1. Sejarah Keterlibatan Artis Dalam Politik a. Sejarah artis secara keseluruhan terutama di negara-negara barat Rekrutmen dan keterlibatan artis dalam di negara-negara demokrasi mapan sudah lama terjadi. Bermula dari pemaikaian artis dalam dunia komersil dan marketing sebagai erdorser dari produk. Keterkenal artis dilekatkan dengan produk barang sehingga produk tersebut bisa lagi dipasaran. Hal yang sama juga berlaku dalam dunia politik dimana artis bisa menjadi endorse dan juga sebagai kandidat. Ketika berbicara dalam konteks keterlibatan dan peran artis dalam politik, nama yang pertama muncul umumnya adalah Ronald Reagen yang sukses menjadi presiden amerika, kemudian Arnold S. Yang kemudian menjadi Gubernur California dan Joseph Estrada dari Philipina. Mereka adalah orang-orang yang sukses dalam dunia politik yang berlatarbelakang artis. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa di negara-negara barat terutama artis tidak selalu memiliki privilage untuk mencalonkan diri menjadi kandidat untuk jabatan politik apabila tidak punya kualitas dan pengalaman.
b. Sejarah keterlibatan artis dalam perpolitikan Indonesia
Pelibatan artis dalam perpolitikan Indonesia sudah dimulai tahun 1955, menurut penelitian dari Jennifer Lindsay (2005) dari Asia reseach Institute, National University of Singapore. Pada masa itu para pekerja kesenian tradisonal diberdayakan oleh partai politik untuk menarik minat masyarakat terhadap rapat-rapat partai dan kampanye partai politik. Para pelaku seni ini menyelipkan pesan-pesan politik dalam setiap performa mereka. Seperti Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat) organisasi sayap partai Komunis Indonesia selalu menyampaikan ide-ide dan pesan-pesan politik dalam setiap perfomance mereka, seperti pada penampilan wayang, reog dan lenong yang merupakan bagian dari ―budaya rakyat‖.45 Memasuki era orde baru peran artis tetap dalam politik tetap berjalan. Lindsay melanjutkan pada tahun 1971 hiburan tetap menjadi aspek yang tidak pernah di tinggal kan oleh partai politik. Nama-nama beken dalam dunia keartisan biasanya menjadi endorser dan kandidat di Partai Golkar. Menurut Ken Ward sebagaimana dikutif oleh lindsya kegiatan kampanye yang melibatkan artis di Zaman Orde Baru disebut Tur safari atau dikenal pula dengan Artis Safari. Artis berkampanye menyampaikan pesan-pesan yang berhubungan dengan partai tersebut, untuk
45
Alfito Dinova Gintings (2008), Selebriti Mendadak Politisi: Studi Atas Pragmatisme Kaum Selebriti Dari Panggung Hiburan menuju Panggung Politik, Yogyakarta:Arti Bumi Intaran, hal. 5
30
acara televisi sendiri Golkar memiliki acra yang khusus di TVRI yang berjudul Aneka Ria Safari yang dipimpin oleh Eddy Sud dan acara ini terkenal pada acara tahun 1980an dan juga sekalian menjadi ajang promosi bagi artis.46 Kultur selebriti mejadi lebih berkembang lagi sejak tahun 90an seiring dengan perkembangan dan kemunculan TV swasta, acara-cara yang dikemas oleh TV Swasta berupa infotainment menjadi bagian dari proses yang membuat kiprah artis di dalam dunia televisi semakin banyak di kenal masyarakat47. Melalui kemasan acara tersebut kemasan political marketing menjadi salah satu yang melekat dan menjadi media bagia artis untuk memperkenalkan diri kemasyarakat dan tidak jarang acara tersebut juga sering menunjukan ―kebolehan‖ dari artis yang selama ini hanya orang tau sesbagai sisi keartisan tetapi juga kadang menjadi sarana sosialisasi diri sebagai orang yang mampu berperan tidak hanya dalam dunia keartisan tetapi juga dunia politik. Model penyiaran infotainment ini lah yang memberikan kontribusi besar keterkenalan artis dalam dunia ke artisan dan menjadi modal bagi artis untuk masuk ke dalam dunia artis. Kemudian citra caleg selebriti dimediasi kemudian disebarluarkan kepada masyarakay sebagai khalayak pemilih.48 Walaupun banyak artis senior yang mempunyai popularitas jauh sebelum berkembangnya dunia infotainment di tahun 90an. Artis-artis senior yang sudah malang melintang didalam dunia televisi ketika saat ini hanya TVRI juga tetap di kenal masyarakat dan beberapa telah mendapat keuntungan dari keterkenalan mereka walapun konteknya masih terbatas. Artis-artis seperti Rhoma Irama sudah terjun ke politik jauh sebelum era infotainment dan artis lain baik sebagai ―pemain‖ politik atau hanya sekedar erdorser politik.
2. Data-Data Keterlibatan Artis dalam Politik dan Perolehan Suaranya a. Pemilu legislatif 2009 dan yang terpilih 46
Ibid.,hal. 7 Ibid., hal. 47-48 48 Ibid., hal.48 47
31
Berikut ini nama-nama artis yang terpilih melalui pemilu legislatif 2009:
Tabel 1 Anggota Legislatif Yang Berlatarbelakang Artis Periode 2009-2014 No
Nama
Partai
Dapil
Suara
1
Okky Asokawati
PPP
DKI II
17.343
2
Rachel Mariam Sayidina
Gerindra
Jabar II
25.540
3
Jamal Mirdad
Gerindra
Jateng I
34.674
4
Rieke Diah Pitaloka
PDIP
Jabar II
80.681
5
TB Dedi S Gumelar
PDIP
Banten I
42.659
6
M Guruh Irianto Soekarnoputra
PDIP
Jatim I
67.779
7
Thresia EE Pardede
Demokrat
Jabar II
21.672
8
Ingrid Maria Palupi Kansil
Demokrat
Jabar IV
33.418
9
Nurul Qomar
Demokrat
Jabar VIII
101.170
10
Angelina Sondakh
Demokrat
Jateng VI
145.159
11
Samiadji Massaid
Demokrat
Jatim II
70.572
12
Venna Melinda
Demokrat
Jatim VIII
30.650
13
Ruhut Sitompul
Demokrat
Sumut III
67.162
14
Nurul Arifin
Golkar
Jabar VII
122.452
15
Tetty Kadi Bawono
Golkar
Jabar VIII
35.882
16
Tantowi Yahya
Golkar
Sumsel II
209.044
17
Primus Yustisio
PAN
Jabar IX
60.684
18
Eko Hendro Purnomo
PAN
Jabar IX
64.176
Sumber: Media Center Komisi Pemilihan Umum Dilihat dari tabel di atas partai yang paling banyak mengirimkan anggota DPR nya ke senayan dari kalangan artis adalah Partai Demokrat. Hal ini sejalan derngan perolehan suara paling besar pada pemilu legislatif 2009 adalah Partai Demokrat. Sebagian besar artis terpilih berasal dari dapil di Provinsi Jawa Barat. Popularitas yang dimiliki artis, menjadi entry point sekaligus menjadi salah satu konsideran penting bagi partai politik, sehingga mengedepankan artis untuk dipolitisasi dengan cara diusung sebagai calon pada saat pemilihan kepada daerah maupun pemilihan legislatif. Kebanyakan, artislah yang mendapat tawaran dari partai politik untuk diusung menjadi calon pejabat politik. Karena melihat peluang keterpilihan artis lebih besar dibandingkan politisi manual (non artis), maka sejumlah partai politik tidak merasa jengah dan sungkan menaturalisasi artis dengan jumlah besar untuk dijadikan warga parpol sekaligus di 32
plot jadi calon politisi khususnya politisi di lembaga legislatif dari utusan parpol tersebut. Dan keuntungannya, jika banyak figur artis yang diusung, maka kemungkinan besar partai tersebut berhasil menempatkan lebih banyak politisinya di legislatif, sehingga peluang partai tersebut sebagai partai eksis dan berposisi sebagai partai yang ternominasi, bisa diraih.49 Ada sejumlah 8.762 calon legislatif pada pemlihan legislatif 2009, 0.7 persen artis di dalamnya adalah artis yang mencoba bertarung memperebutkan kursi legislatif. Namun yang berhasil mendapat jatah kursi DPR sebanyak 18 orang, yang terbanyak dari Partai Demokrat yaitu sebanyak 7 orang, Partai Golkar dan PDIP masing-masing 3 orang, PAN dan Gerindra masing-masing 2 orang, dan PPP 1 orang. Meskipun persentasenya sangat kecil dibandingkan jumlah keselurahan anggota DPR RI, namun tingkat keberhasilan artis meraup banyaknya suara sangat signifikan dibandingkan dengan politisi non artis. Bukti kuat tingginya tingkat keterpilihan artis adalah di daerah pemilihan (dapil) yang ada di jawa barat. Beberapa Dapil di Jabar berhasil menghantarkan 8 orang artis ke kursi DPR RI. Bahkan ada satu dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar 3 artis ke senayan, disusul Dapil Jabar VIII sebanyak 2 orang artis, dan Dapil Jabar IV VII dan IX masing-masing 1 orang.50 Terlepas kalangan artis yang berubah bentuk jadi politisi, punya latarbelakang kemampuan berpolitik atau tidak, namun kenyataannya artis memang punya nilai lebih untuk dijual ke publik. Memang ada juga kalangan artis yang sudah jadi politisi, akhirnya ditengah jalan mundur dan kembali ke habitat semula. Artis yang mengambil sikap seperti itu , bisa saja karena tidak punya kualitas personal, sehingga tidak mampu berlakon dipanggung politik. Dan banyak pula kalangan artis mampu bertahan di dunia politik dan bahkan punya kemampuan berpolitik melebihi politisi non artis. Dan untuk artis yang mampu seperti itu, karena sang artis selain punya popularitas, juga punya kualitas dan kemampuan berpolitik.51 Alasan perekrutan artis tidak berbeda antara tahun 2009 dan 2014 yaitu untuk menaiktkan suara partai. Substansi pertimbangannya adalah tingginya nilai popularitas figur artis untuk bisa dijual ke publik. Memang tidak ada salahnya jika parpol dinilai mempolitisasi artis untuk dijadikan politisi, dan tidak ada juga aturan yang melarang artis jadi politisi, meskipun ada sejumlah kalangan yang menolak artis sebagai calon legislatif.52 Satu hal yang disadari dan diyakini oleh artis, sehingga tidak menjadi hambatan ketika artis ditawari jadi politisi partai, adalah popularitas mereka, yang otomatis tidak perlu 49
M Alinapiah Simbolon ,‖ Menolak Politisi Selebritis Senayan‖ https://idid.facebook.com/MenolakPolitisiSelebritisenayan/posts/529156997152071, Politisasi Artis Jadi Politisi OPINI | 03 March 2013 50 Ibid 51 Ibid. 52 Ibid.
33
mengeluarkan extra cost untuk publikasi saat menjadi calon legislatif. Bahkan mereka bisa mendapat publikasi gratis dari media, karena artis yang berkiprah sebagai caleg akan menjadi berita infotainment menarik buat media. Tidak hanya itu, kalangan artis yang ikut caleg juga tidak merasa khawatir ketika kalah dalam kompetisi pemilu legislatif. Sebab jika pun tidak berhasil sebagai politisi, bagi mereka tidak merasa ada halangan kembali berkarir di dunia keartisannya.53
b. Daftar Artis Indonesia yang Jadi Caleg dan Terpilih pada Pemilu Legislatif 2014 Banyaknya selebritis yang terdaftar di Daftar Caleg Sementara (DCS) dari berbagai partai tentunya memberikan kejutan tersendiri bagi masyarakat.54 Berbagai selebritis dengan latar belakang berbeda sebagai penyanyi, bintang film, pemain sinetron, dan bintang iklan menghiasi nama ribuan DCS yang kini menumpuk di berkas KPU. Banyaknya nama selebritis ini tentunya menjadi strategi jitu partai politik untuk berkompetisi dengan partai politik lainnya. Dengan mengangkat nama publik figur itu, elektabilitas partai bisa terdongkrak seperti yang pernah terjadi pada tahun 2009 lalu.55 Nama selebritis yang muncul dalam Pemilu 2014 nanti juga diisi dengan nama-nama artis yang sebelumnya sudah berpolitik dan duduk di parlemen seperti Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Dedi ―Miing‖ Gumelar, Rieke Dyah Pitaloka, Venna Melinda, Jamal Mirdad, dan Rachel Maryam.56 Artis yang mencoba peruntungan di dunia politik. Berdasarkan data yang ditulis oleh sumber berita Okezone.com, inilah nama artis yang terdaftar sebagai DCS untuk Pemilu Legislatif 2014 nanti:57
Tabel 2 53
Ibid. ― Para Artis Montok dapatnya Malah jeblok Daftar Caleg Terpilih Pemilu 2014,‖ http://simomot.com/2014/04/25/para-artis-montok-dapatnya-malah-jeblok-daftar-caleg-terpilih-pemilu-2014-4 M Alinapiah Simbolon , https://id-id.facebook.com/MenolakPolitisiSelebritisenayan/posts/529156997152071, Politisasi Artis Jadi Politisi OPINI | 03 March 2013 55 Ibid. 56 Ibid 57 ― Daftar Caleg Indonesia Yang Jadi Caleg 2014‖ http://makinseru.com/daftar-artis-Indonesia-yang-jadi-caleg2014/ 54
34
Daftar Artis Yang Masuk DCS Pada Pemilihan Legislatif 2014 No 1
Partai
Nama Artis
Partai Nasdem
Doni Damara
Jumlah 4
Jane Shalimar Ricky Subagja Niel Maizar (Mantan Pelatih PSSI) 2
Partai Amanat Nasional
Primus Yustisio
10
Eko (Patrio) Hendro Purnomo Ikang Fauzi Dwiki Dharmawan Desy Ratnasari Anang Hermansyah Jeremy Thomas Ayu Azhari Gading Martin Yayuk Basuki 3
PDI Perjuangan
Rieke Dyah Pitaloka
6
Yessy Gusman Edo Kondologit Sony Tulung Nico Siahaan Dedi Gumelar (Miing) 4
Partai Kebangkitan Bangsa
Ridho Rhoma
6
Arzatti Bilbina Said (Bajaj Bajuri) Mandala Shoki Iyeth Bustami Akri Patrio 5
Partai Pembangunan
Persatuan Angel Lelga
3
Okky Asokawati Mat Solar
6
Partai Demokrat
Vena Melinda Inggrid Kansil Nurul Qomar 35
3
7
Partai Gerindra
Irwansyah
5
Jamal Mirdad Rachel Maryam Bella Saphira Iis Sugianto 8
Partai Golkar
Nurul Arifin
3
Charles Bonar Sirait Tantowi Yahya 9
Partai Hanura
Krisdayanti
4
Gusti Randa David Chalik Teti Kadi Jumlah
44
Sumber: Diolah dari berbagai sumber Berdasarkan data di atas bahwa hampir semua partai ―menurunkan‖ calon legislatif dari artis, memang data yang ada minus Partai Bulan Bintang dan PKPI yang kemudian diputudskan pengadilan menjadi peserta pemilu belakangan, sementara PKS memang dari awal tidak mencalonkan artis pada permilu legislatif, bahkan pada pemilou 2009 PKS juga tidak menurunkan calon dari artis.
Partai yang paling banyak mencalonkan artis adalah Partai
Amanat Nasional yang berjumlah 10 orang danhal ini sejalan dengan perolehan kursi di DPR pada pemilu legislatif 2014 juga mendapat kursi yang paling banyak yaitu 5 orang lebih hampir 30 persen dari artis yang terpilih di lembaga legislatif
Tabel .3 36
Artis Yang Terpilih Menjadi Anggota Parlemen Periode 2014-2019 No 1
Nama .Okky Asokawati
Partai Partai Persatuan Pembangunan (PPP
Dapil Suara Artis Daerah 35.727 Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II 2 Lucky Hakim Partai Amanat Jawa Barat VI 57.891 Nasional (PAN) 3 Anang Hermansyah Partai Amanat Dapil Jawa 53.559 Nasional (PAN) Timur Jatim IV 4 Desi Ratnasari Partai Amanat Dapil Jawa 56.397 Nasional (PAN) Barat IV 5 Primus Yustisio Partai Amanat Dapil Jabar V 45.485 Nasional (PAN) 6 Eko Hendro Purnomo Partai Amanat Dapil Jatim VIII 69.301 Nasional (PAN) 7 Dede Yusuf Macan Demokrat Dapil Jabar II 142.939 8 Venna Melinda Partai Demokrat Jatim VI 49.383 9 Krisna Mukti Partai Dapil Jabar VII 31.987 Kebangkitan Bangsa 10 Rachel Maryam Sayidina Partai Gerindra Dapil Jabar II 58.758 11 Moreno Suprapto Partai Gerindra Dapil Jatim V 52.921 12 Jamal Mirdad Partai Gerindra Dapil Jateng I 39.760 13 Rieke Diah Pitaloka Partai Dapil Jabar VII 255.044 Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan 14 Junico BP Siahaan PDI Perjuangan Dapil Jabar I 64.980 15 Tantowi Yahya Partai Golkar Dapil DKI III 45.507 16 Emilia Contesssa caleg DPD Dapil Jatim 1.660.542 17 Oni Suwarman caleg DPD Dapil Jabar 2.167.485 18 Maya Rumantir caleg DPD Dapil Sualwesi 206.496 Utara Sumber : diramu dari http://simomot.com
Di antara 18 artis yang terpilih sebagai anggota legislatif baik di DPR RI dan DPD RI ada delapan orang artis yang sebelumnya terpilih pada pemilu legislatif 2014. Ke delapan incumben artis ini sebagian besar berasal dari PAN. Perbedaan yang lain diantara 18 artis yang terpilih pada pemilu legislatif 2014 adalah bahwa untuk periode 2014\-2019 terdapat 3 artis yang terpilih sebagfai senator (anggota) DPD sebanyak 3 orang. Dimana apabila kita banding dengan periode sebelumnya ke 18 belas artis terpilih duduk di lembaga DPR RI. PAN yang ―menurunkan‖ artis paling banyak mendapat suara paling kursi artis paling banyak pada pemilu 2014. Sementara partai demokrat yang pada periode 20009-2014 memiliki anggota legislatif paling banyak yaitu sejumlah 7 orang, pada pemilu 2014 partai ini hanya mendapatkan satu 37
kursi yang berasal dari artis yaitu Venna Melinda, hal ini seiring menurunnya kursi dari partai secara keseluruhan, hal diakibatkan banyaknya anggota partai yang terlibat korupsi sehingga memperburuk citra opartai dan akhirnya berakibat suara partai yang anjlok pada pemilu 20145. Di antara para artis yang gagal masuk ke parlemen pada pemilihan 2014 adalah Angel Lelga, Destiara Talita, Inggrid Kansil, Nurul Arifin, Derry Drajat, Camel Petir, Arzeti Bilbina dan Vena Melinda.58 Angel Lelga Anggreyani merupakan salah satu artis yang banyak mendapat sorotan pada pemilu legislatif 2014. Perempuan yang maju sebagai calon legislator dari Partai Persatuan Pembangunan itu gagal mendulang suara di daerah pemilihan Jawa Tengah V. Daerah Pemilihan tempat Angel Legla mencalonkan meliputi Sukoharjo, Surakarta, Boyolali dan Klaten. Meskipun hanya numpang lahir dua pekan di Solo, bagi Angel Lelga Anggreyani wilayah ini sangat dekat di hatinya. Hal itu yang menyebabkan Angel untuk tidak
ragu
‗bertarung‘ di daerah pemilihan V Jawa Tengah yang dikenal sebagai ‗Dapil neraka‘. 59 Di Dapil itu Angel Lelga ‗bertarung‘ melawan Puan Maharani yang menjadi calon legislator nomor urut 1 dari PDI Perjuangan. Di nomor urut 2, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini memasang Aria Bima. Artis Nurul Arifin telah duduk sebagai anggota DPR RI dan kembali mencalonkan diri di Pemilu Legislatif 2014. Tetapi saat ini nurul arifin tidak lulus menjadi anggota lesgialtif. Walapun diantara artis yang lolos pada pemilihan legislatif 2014, Nurul Arifin termasuk artis yang mendapatkan suara terbanyak kedua setelah Tantowi Yahya dari para kalangan artis yang berjumlah 10 orang. Nurul dicalonkan Golkar dari Dapil VIII Jabar meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta. Ketua Badan Koordinasi Pemenangan Pemilu, Golkar pun mengaku kehilangan tokoh perempuan di DPR RI.60 Puluhan nama artis dan selebriti meramaikan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Ada yang terpilih, tetapi banyak yang gagal melaju ke Senayan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah.61
B. PEMBAHASAN
58
―Para Artis Montok Dapatnya Malah Jeblok Daftar Caleg Terpilih Pemilu 2014‖ http://simomot.com/2014/04/25/para-artis-montok-dapatnya-malah-jeblok-daftar-caleg-terpilih-pemilu-2014-4 59 Ibid 60 Ibid 61 http://jabar.tribunnews.com/2014/05/14/18-artis-lolos-ke-senayan-jadi-anggota-dpr-ri
38
Berbeda dengan model yang diterapkan di Amerika di mana adanya pelibatan masyarakat dalam menentukan calon atau kandidat dalam pemilihan, di Indonesia penentun calon legislatif atau rekrutmen calon legislatif merupakan domain sepenuhnya dari partai politik. Dalam konteks Indonesia dalam hal pelibatan masyarakat menimbulkan kritik yang mana masyarakat hanya di jadikan ―sapi perahan‖ untuk memperoleh suara yang banyak dan kemudian meninggalkan pemilih ketika suara telah didapatkan dari masyarakat. Dimasukkannya artis sebagai bagian dari kandidat adalah termasuk bagian dari upaya untuk mengekploitasi keteranan artis dalam rangka untuk memperoleh suara yang banyak.62
1. Rekrutmet Partai Artis Dan Pengalaman Artis Menuju Pemilu 2014 Kebanyakan artis mencalonkan diri dari Provinsi Jawa Barat, untuk itu provinsi ini merupakan tempat pertarungan sengit para artis untuk memperebutkan kursi legislatif, baik pada pemilu legislatif 2009 maupun pemilu legislatif 2014. Puluhan artis beken yang mencalonkan diri dari daerah pemilihan Jawa Barat terpaksa harus menerima kenyataan bahwa nama tenar tidak menjadi jaminan mereka akan dipilih oleh rakyat pemilih. Mereka tidak mampu meraup target suara sesuai yang disyaratkan undang-undang untuk menjadi anggota DPR RI mewakili Jabar. Kegagalan artis beken ini disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya kejenuhan masyarakat, politik uang dan persaingan ketat antar selebritis. Sejumlah artis tenar yang tidak lolos menjadi anggota DPR itu antara lain Nurul Arifin, Ikang Fawzi, Inggrid Kansil, Andre Hehanusa, Inggrid Kansil, Sandy Nayoan.63 Rerutmen artis dalam pemilu, merupakan salah satu jalan pintas demi untuk mendapatkan suara yang banyak. Hal ini kurang lebih sama dengan pernyataan yan disampaikan oleh Dyre yang dikutif oleg Turner (2004) bahwa celebrity bisa dikatagorikan sebagai ― property‖ artinya menjadi aset finansial bagi pihak-pihak yang memanfaatkan mereka dalam konteks komersial demi untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini tentunya sesuai dengan kondisi politik Indonesia, yang diasumsikan sebagai anak kandung ekonomi politik yang diadopsi oleh partai politik untuk mendapatkan keuntungan dalam konteks kepopuleran para artis demi untuk keuntungan partai politik.64 Terkait kontestasi artis dalam pemilihan legislatif, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pajajaran, Deddy Mulyana menilai kegagalan artis beken ini disebabkan oleh sejumlah faktor, 62
Alfito Dinova Gintings (2008), Selebriti Mendadak Politisi: Studi Atas Pragmatisme Kaum Selebriti Dari Panggung Hiburan menuju Panggung Politik, Yogyakarta:Arti Bumi Intaran, hal.56 63 ― Hasil Pemilu Legislatif 2014 Tumbang Di Jabar Puluhan Artis Beken Gagal Ke Senayan‖. http://news.bisnis.com/read/20140426/15/222493/hasil-pemilu-legislatif-2014-tumbang-di-jabar-puluhan-artisbeken-gagal-ke-senayan 64 Alfito Deanova, Op. Cit, hal. 54-55
39
diantaranya kejenuhan masyarakat, politik uang dan persaingan ketat antar selebritis. "Masyarakat sudah jenuh dengan kondisi dan situasi yang terjadi selama ini sehingga lebih memilih muka baru ketimbang muka lama. Masyarakat berkaca pada pemerintahan sebelumnya yang tidak memberikan kegembiraan untuk mereka sehingga pilihan jatuh kepada wajah-wajah baru yang diharapkan bisa memberikan perubahan".
65
Selain itu, politik uang yang terjadi saat
Pemilu berlangsung menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat. "Saya meyakini kalau politik uang memang benar-benar terjadi dan merata di seluruh daerah," Berdasarkan penelitian, politik uang telah dianggap wajar oleh pemberi dan penerima sehingga politik transaksional ini kerap kali terjadi pada setiap pemilu. "Mungkin saja artis atau politisi percaya diri tanpa memberikan uang namun pada akhirnya kalah dari caleg yang melakukan politik uang". 66
2. Anggota Dewan Artis sedikit Yang Berkualitas Maraknya artis menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2014 mendapat sorotan banyak pihak.67 Masyarakat Indonesia sudah ―sakit‖ kalau memilih artis yang tidak memiliki rekam jejak yang pantas untuk menjadi seorang politisi, karena politik itu menyangkut kualitas, bukan popularitas. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ranney dan Bone yang mengatidakan pragmatisme partai terhadap kandidat tidak lagi berrdasarkan atas idealisme politik, tetapi atas dasar pragmatisme untuk mendapatkan suara yang terbanyak. Hal ini berbeda dengan pandangan edmund Burke yang mengatidakan bahwa partai politik seyogyanya terdiri atas kumpulan orang-rang yang berusaha untuk memperomosikan sebuah ide dengan tujuan memenuhi kepentingan publik.68 Pramono Anung mengadakan, partai politik yang banyak mengusung artis menjadi caleg, menunjukkan proses rekrutmen dan regenerasi di partai politik tersebut tidak berjalan baik.69 "Apalagi kalau mengusung sekuter (selebriti kurang populer) atau artis yang rekam jejaknya kurang baik," hal ini disampikan oleh Pramono dalam diskusi bertema ― Caleg Artis Mampukah Tingkatkan Kualitas Parlemen,‖ di Gedung MPR/DPR/DPD RI.70 Menurut Pramono Anung, ada artis yang menjadi caleg setelah menjalani proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik, tetapi ada juga yang langsung diusung sebagai caleg 65
http://news.bisnis.com/read/20140426/15/222493/hasil-pemilu-legislatif-2014-tumbang-di-jabar-puluhan-artisbeken-gagal-ke-senayan 66 Ibid. 67 ―Ada 18 Artis Di DPR Tapi Hanya BerapaYangBerkualitas‖. Tersedia pada: http://sp.beritasatu.com/home/ada18-artis-di-dpr-tapi-hanya-berapa-yang-berkualitas/34909, Jumat, 3 Mei 2013 | 6:53 68 Alfito Deanova, Op. Cit, hal. 55 69 http://sp.beritasatu.com/home/ada-18-artis-di-dpr-tapi-hanya-berapa-yang-berkualitas/34909, Jumat, 3 Mei 2013 | 6:53 70 Ibid
40
tanpa melalui proses regenerasi. "Artis yang langsung direkrut untuk diusung sebagai caleg, saya khawatir jangan-jangan tata tertib di partai politik tersebut saja tidak hafal,".71 Karena itu menurut Pramono wajar saja jika pada masa uji publik saat ini, ada sejumlah orang yang mengolok-olok beberapa artis dengan menampilkan foto-foto dengan busana bikini, maksudnya untuk menunjukkan rekam jejaknya yang tidak jelas.72 "Namun, ada saja masyarakat yang tetap memilihnya sebagai anggota legislatif,". Menurut Pramono Agung Jika jika masyarakat hanya memilih artis menjadi anggota legislatif hanya dengan pertimbangan popularitas, maka kualitas DPR akan menurun. Realitasnya, kata dia, dari 18 artis yang jadi anggota DPR RI pada periode 2009-2014, tidak semuanya bisa menyesuaikan diri dengan tugas-tugas di DPR RI dan menyuarakannya kepada masyarakat. Ada beberapa artis yang berkualitas saat ini di DPR RI seperti, Tantowi Yahya, Ruhut Sitompul, Nurul Arifin, Rieke Diyah Pitaloka, Dedi Miing Suwandi, Vena Melinda, dan beberapa lagi.73
Pramono mengakui, mengusung artis yang sudah populer menjadi caleg
merupakan jalan pintas bagi partai politik tersebut untuk memperoleh kursi di DPR RI, tapi mengabaikan kualitas. Menurut dia, karena sudah populer sehingga biaya yang dikeluarkan seorang artis untuk menjadi anggota DPR RI relatif lebih murah yakni sekitar Rp300 juta hingga Rp800 juta, sedangkan pengusaha untuk menjadi anggota DPR RI harus mengeluarkan biaya kampanye sekitar Rp1,5 miliar hingga Rp6 miliar.
74
Prof Tjipta Lesmana mengatidakan,
masyarakat kita sudah sakit kalau tetap memilih artis yang tidak memiliki rekam jejak yang jelas menjadi anggota DPR RI. ―Menjadi politisi itu bukan karena popularitas, tetapi kualitas. Apa jadinya DPR ini kalau diisi oleh artis yang tidak berkualitas,‖75
3. Partai Tetap Rekrut/Calonkan Artis Walapun Minim Prestasi dan Kualitas Partai yang paling banyak merekrut artis adalah Partai Amanat Nasional (PAN) sehingga banyak yang memerikan nama plesetan sebagai Partai Artis Nasional. Partai ini kembali merekrut sejumlah artis pada tahun 2014. Beberapa nama artis yang dipastikan maju sebagai caleg dari PAN, antara lain Raffi Ahmad untuk Dapil VI Jawa Timur; Ikang Fawzi dari Dapil Pandeglang dan Lebak, Prov. Banten; dan Desy Ratnasari dari Dapil Sukabumi, Jabar. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PAN.
76
71
Ibid. Ibid. 73 Ibid. 74 Ibid 75 Ibid. 76 Viva Yoga Mauladi mengatidakan hal itu kepada wartawan Pikiran Rakyat itu ketika ditemui seusai Diskusi Akbar Akhir Tahun di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jln. Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis tanggal 20 72
41
Viva tidak memungkiri perekrutan artis untuk menjadi caleg itu sebagai salah satu cara menarik konstituen. Meski begitu, para artis itu tidak begitu saja dapat menjadi caleg PAN. Selain harus berintegritas, artis nonkader harus memiliki konstituen sendiri di luar konstituen yang dibangun dari jaringan partai. "Mereka harus bawa konstituennya sendiri, kalau tidak punya konstituen, ya bukan tokoh dong,".77 Aspek popularitas tidak menjadi satu-satunya yang dipertimbangkan. Sebab, seringkali popularitas tidak menjadi faktor penentu kemenangan. Dalam pemilu lalu, PAN memiliki 21 caleg artis. Namun, hanya tiga yang lolos meraih kursi di DPR. "Oleh karena itu, nanti ada semacam diklat bagi caleg artis atau tokoh non kader PAN,". Komposisi caleg dari partai berlambang matahari itu juga nantinya akan banyak diwarnai para anggota DPR yang kembali mencalonkan diri. Hampir semua anggota F-PAN kembali menjadi caleg dengan dapil yang sama. Atas hal ini, ia menjamin tidak akan mengganggu kinerja para anggota dalam menjalankan tugasnya di parlemen. "Jadwal kami ke basis konstituen itu hari sabtu dan minggu, sisanya kerja di DPR,".78 Sementara itu, pengamat politik dari Perludem, Agus Melasz, mengatidakan bahwa partai politik sebaiknya tidak merekrut caleg secara instan. Sebab, kualitas partai politik sangat menentukan dalam tegaknya nilai-nilai demokrasi. Para caleg itu nantinya akan bertugas di parlemen melahirkan undang-undang dan segenap peraturan yang mengatur kehidupan rakyat. Lemahnya pembangunan partai politik dapat dilihat dari mulai proses verifikasi faktual yang saat ini tengah berlangsung. Berdasarkan pantauan dia di beberapa daerah, banyak partai, termasuk partai besar seperti Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Golkar atau partai baru seperti Partai Nasdem yang merekrut anggota dengan cara instan hanya agar dapat memenuhi syarat lolos verifikasi. "Partai-partai besar itu memang kantor sekretariatnya bagus, bonafide lah, tapi sama saja dalam merekrut anggota, main tulis dan ambil fotokopi KTP," 79 Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih dianggap buruk. Dalam lima tahun terakhir, tingkat kepercayaan rakyat terhadap DPR tidak pernah melebihi 30%. Tidak hanya itu, DPR juga masih tersandera berbagai predikat negatif, seperti lembaga terkorup, mafia anggaran, praktek jual-beli produk legislasi, dan lain-lain. Ketika rakyat merindukan UU yang membela kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat, eh, anggota DPR itu malah sibuk mendiskusikan soal santet. Tidak heran, tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu, termasuk memilih calon
Desember 2013. Tersedia pada http://www.pikiran-rakyat.com/node/215853, PAN Kembali Rekrut Artis untuk Anggota Calon Legislatif, Kamis, 20/12/2012 - 14:47 77 ― PAN Kembali Rekrut Artis untuk Anggota Calon Legislatif‖, http://www.pikiran-rakyat.com/node/215853, PAN Kembali Rekrut Artis untuk Anggota Calon Legislatif, Kamis, 20/12/2012 - 14:47 78 Ibid. 79 Ibid.
42
anggota DPR, makin menurun. Pada pemilu 1999, karena ada semangat perubahan yang berkobar-kobar, tingkat partisipasinya masih mencapai 92%. Namun, seiring dengan kegagalan DPR mengartikulasikan kehendak rakyat, partisipasi rakyat makin merosot dalam dua pemilu terakhir, yakni 2004 (84 persen) dan 2009 (71 persen). Memang, kita tidak bisa berharap banyak pada DPR. Maklum, seperti diungkap oleh desertasi Pramono Anung, motivasi utama orang berlomba-lomba untuk menjadi anggota DPR adalah kepentingan ekonomi alias mencari nafkah. Para caleg ini menyadari, bahwa posisi sebagai anggota DPR bisa menjadi mesin untuk mendatangkan uang.80 Situasi itu diperparah oleh buruknya sistem kepartaian kita. Bagi mayoritas rakyat, parpol bukan lagi sebagai alat perjuangan politik untuk memperjuangkan kepentingan umum. Namun, sebaliknya, parpol dianggap hanya sarana untuk bagi segelintir elit untuk mencapai tujuan politiknya.81 Hal itu berdampak pada perekrutan calon legislatif. Memang, kelihatannya parpol membuka pendaftaran caleg itu secara terbuka. Namun, bukan rahasia lagi, bahwa mereka yang akan diusung sebagai caleg haruslah punya modal besar untuk disetor ke partai bersangkutan dan untuk mendanai kampanyenya sendiri. Akhirnya, proses pencalegkan tidak ubahnya proses lelang. Siapa yang sanggup membayar paling mahal, atau mendatangkan manfaat besar bagi partai bersangkutan, dialah yang akan diusung sebagai caleg. Akibatnya, kalaupun anda punya kecapakan politik, integritas, dan militansi, tetapi jika tidak punya modal besar atau popularitas, jangan harap bisa mengantongi tiket sebagai caleg dari partai besar.82 Ini berpengaruh pada kualitas caleg yang turut dalam kontestasi pemilu. Sebagian besar diantara mereka sangat minim pengetahuan politik, tidak militan, tidak punya agenda politik yang jelas, dan tidak punya rekam jejak dalam perjuangan politik. Sudah begitu, supaya bisa meraup suara, caleg-caleg itu lebih mengandalkan politik uang, menyogok penyelenggara pemilu, beriklan sebanyak-banyak agar populer, dan bagi-bagi sembako. Juga, hampir semua parpol berlomba-lomba merekrut artis sebagai caleg. Mereka berharap, popularitas artis-artis itu bisa mendongkrak perolehan suara partai. Mereka tidak pusing, apakah artis tersebut benarbenar melek politik atau tidak.83 Lihat saja di kualitas anggota DPR saat ini: sangat sedikit diantara mereka yang benarbenar memahami persoalan bangsa. Bahkan tidak jarang terjadi, ketika mereka berbicara ke publik, pernyaan mereka tidak berbobot, tidak sensitif gender, tidak menghargai demokrasi, dan 80
― Kualitas Calon Legislatif‖ : tersedia pada: http://www.berdikarionline.com/editorial/20130325/kualitas-calonlegislatif.html, Senin, 25 Maret 2013 81 Ibid 82 Ibid 83 Ibid
43
tidak nyambung dengan kehendak rakyat. Selain itu, karena tidak punya agenda politik yang jelas, anggota DPR itu tidak ubahnya kawanan yang hanya memperjuangkan kepentingan pribadi atau partai masing-masing. Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu memperlihatkan, 65,8 persen responden menyatidakan bahwa tipe wakil rakyat yang banyak dihasilkan saat ini adalah yang membela kepentingan diri sendiri dan partainya. Parpol seharusnya menjadi pabrik untuk menghasilkan kader politik yang tangguh, ideologis, dan militan. Fenomena kepartaian dalam hal rekrutmen caleg sering tidak berbasis pada kompetensi, sehingga partai pencalegan artis sebagai ajang untuk menambah suara partai dengan cara instan.84 Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault menilai bakal calon legislatif (caleg) dari kalangan artis tidak perlu dipersoalkan karena banyak yang berkualitas.85 "Caleg artis tidak perlu dipermasalahkan karena mereka banyak yang berkualitas. Misalnya Tantowi Yahya, Nurul Arifin, Mi'ing (Dedy Gumelar),". Dia menilai para artis banyak yang ingin berperan dan memberikan kontribusi kepada masyarakat sehingga tidak selayaknya dipermasalahkan. Menurut Adhyaksa, potensi seorang bakal caleg juga ada pada diri para artis "Kecuali artis yang tidak punya kualitas ya, karena selama ini yang maju menjadi caleg berkualitas.86 Adhyaksa mencontohkan kalangan artis bisa berkontribusi dalam bidang budaya, kelautan sehingga menghasilkan produk undang-undang yang berkualitas. Dalam kedua bidang itu, menurutnya, peran serta kalangan artis bisa banyak berkontribusi kepada masyarakat. "Misalnya mereka bisa masuk di komisi yang mengurusi bidang budaya dan kelautan sehingga berkontribusi pada masyarakat. Dia mengaku sudah pernah berbincang dengan beberapa artis yang ingin menjadi bakal caleg. Menurut Adiyaksa sebagian artis memiliki potensi dalam dunia politik "Saya tahu potensi mereka karena berbincang dengan mereka. Dia menegaskan seharusnya yang dipersoalkan masyarakat adalah munculnya sistem kekerabatan dalam politik. Dia mencontohkan bapak menjadi gubernur atau bupati, lalu anaknya menjadi bakal caleg. "Yang perlu dimasalahkan adalah jika anak bupati atau gubernur yang tidak punya kapasitas dijadikan caleg,".87 Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia, termasuk artis, boleh maju sebagai calon legislatif (caleg) atau DPR RI dalam setiap Pemilu. Asal mereka wajib memenuhi setidaknya dua persyaratan utama. Hal itu 84
Ibid. ― Adhyaksa Dault Caleg ArtisTidak Perlu Dipersoalkan:, tersedia pada: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/06/10/mo4yiq-adhyaksa-dault-caleg-artis-tidak-perludipersoalkan, Senin, 10 Juni 2013, 00:13 WIB 86 Ib id. 87 Ibid. 85
44
disampaikan Arief di kantor KPU Jakarta, Senin 30 April 2013. Adapun dua syarat itu, kata Arief, adalah, "Pertama, dia diajukan partai politik setelah melalui mekanisme internal partai. Kedua, memenuhi persyaratan administrasi sesuai dengan aturan." Siapapun, termasuk para artis, harus melalui proses seleksi internal di partai politik. Sebab, undang-undang memberikan tanggung jawab kepada partai politik untuk merekrut kandidat secara tranparan dan akuntabel. "Pada saat itu, mereka bisa melihat apakah si kandidat (artis) punya kapabilitas atau tidak, cukup akuntabel atau tidak dan seterusnya,"88 Sang artis juga tidak boleh tidak melewati syarat kedua yaitu proses seleleksi di KPU dengan segala persyaratannya. Pertama, sehat jasmani dan rohani. Kedua, memiliki ijazah pendidikan minimal SLTA. Ketiga, sudah berusia 21 tahun dan lainnya. "Kalau semua terpenuhi, maka dia tidak bisa dilarang untuk menjadi kandidat," .89 Arief menambahkan sejauh ini, artis yang masuk daftar calon dari 12 parpol peserta pemilu 2014 cukup banyak. Dia mengaku tidak hapal karena ada sebagian artis yang didaftarkan tidak dengan nama populernya melainkan nama yang tertulis dalam KTP.90 "Saya belum bisa pastikan jumlahnya, mungkin sekitar 10-15 persen dari jumlah Caleg," Banyaknya artis yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) bukanlah hal baru di Pemilihan Umum. Pemilu 2004 dan 2009 lalu juga diwarnai caleg artis. Namun, untuk Pemilu 2014, artis yang maju sebagai caleg semakin banyak jumlahnya.
91
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun
Gun Heryanto, menilai sebuah hal yang wajar jika para artis tersebut maju sebagai caleg. Artis, juga memiliki hak politik yang sama dengan orang dari profesi lainnya.92 "Sebenarnya masuknya artis ke panggung politik itu sah-sah saja, karena mereka juga punya hak civil politik yang sama dengan orang dari profesi-profesi lainnya,"93 Namun yang menjadi masalah, lanjut Gun Gun, partai politik kerap mengabaikan background dari si artis ketika mulai didistribusikan ke dalam jabatan publik sebagai wakil rakyat. Seharusnya, partai melihat pengalaman dan kapasitas si artis itu dalam menentukan jabatan yang pas.94 "Kita banyak melihat minimnya pengalaman dan kapasitas caleg berlatarbelakang artis. Jika pun mencalonkan artis, seharusnya partai melihat pengalaman politik si artis. Jangan serampangan," tuturnya. Lebih lanjut Gun Gun mengatidakan bahwa, dengan maraknya artis 88
http://politik.news.viva.co.id/news/read/409294-asal-penuhi-syarat--artis-sah-menjadi-caleg, Rabu, 1 Mei 2013 http://politik.news.viva.co.id/news/read/409294-asal-penuhi-syarat--artis-sah-menjadi-caleg, Rabu, 1 Mei 2013 90 Ibid. 91 http://news.okezone.com/read/2013/04/23/339/796146/gaet-artis-parpol-malas-lakukan-kaderisasi, Selasa, 23 April 2013, wawancara Susi Fatimah 92 Ibid. 93 Hal ini disampaikan oleh Gun Gun sat dihubungi oleh wartawan Okezone pada selasa tanggal 23 April 2013, tersedia pada: Ibid. 94 Ibid. 89
45
masuk ke ranah politik tanpa diimbangi dengan pengalaman dan kapabilitas yang cukup, menunjukan bahwa partai politik gagal melakukan kaderisasi. 95 "Partai pragmatis, hanya mencari cara mudah dan short cut dalam mencari cara mempopulerkan partai dan menjadikan kelompok artis sebagai vote getter," Seharusnya, sambung Gun Gun, artis yang mau nyaleg harus memahami bahwa tidak mudah bertransformasi dari figur public di dunia hiburan ke dunia politik.96 "Syaratnya adalah selain popularitas, juga butuh mematut diri dalam hal tingkat penerimaan, tingkat keterpilihan, dan tingkat kesukaan pemilih. Sebaiknya jangan terjadi lompatan politik (political jumping) dalam masuknya kelompok selebritis ke DPR," tutur dosen Komunikasi Politik itu Para selebritis menjadi alat strategi partai politik untuk mendulang suara dalam pemilihan umum legislatif. Mereka langsung menjadi bakal calon legislatif (Caleg), tanpa melalui proses pengkaderan.97 Langkah ini menjadi sorotan masyarakat, pasalnya seorang artis dinilai kurang memiliki kapasitas saat nantinya terpilih sebagai anggota legislatif. Wartawan senior yang juga pengamat dunia hiburan Ilham Bintang, menilai para artis yang maju sebagai calon legislatif merupakan hak setiap individu. Sepanjang memenuhi persyaratan yang diharuskan, setiap individu memiliki hak untuk maju sebagai caleg. Namun Ilham, minta untuk melihat kompetensi masing-masing individu bila nantinya menjalankan tugas sebagai anggota dewan. Akan menjadi persoalan jika tidak sesuai dengan harapan masyarakat. "Saya sependapat artis harus memikirkan hal itu (kopetensi). Sehingga jadi dewan itu tidak seperti apa yang dilihat, tapi sebagai pembuat hukum. Jadi dari perdebatandebatan akan menjadi hukum. Jangan sampai ketika di DPR hanya omong-omong dan bengong. Tapi saya kira ini tidak cuma dari artis saja," Jika akhirnya artis menjadi anggota legislatif dan tidak dapat bekerja, menurut Ilham, tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Justru yang patut disalahkan partai yang mengusung artis yang tidak berkualitas tadi.98"Memang sebagian parpolnya yang salah. Bukan artisnya. Parpol lihat karena si artis suka nongol di TV entah soal apa. Kalau begini, bukan tenar malah parpolnya tercemar,"99 Ilham sendiri tidak tahu persis motivasi para artis maju sebagai caleg, tetapi beberapa artis memang mempunyai kapasitas sebagai anggota dewan. "Ada beberapa dari mereka yang kuat dan sebelumnya memang pernah menjadi anggota dewan. Saya bakal terkejut bila ada calon dari artis yang kapasitasnya tidak memadai. Tapi mungkin di belakang saya sudah belajar, saya nggak tahu. Atau mungkin mereka disewa karena tren aja," 95
Ibid. Ibid. 97 http://www.merdeka.com/artis/artis-jadi-caleg-harus-punya-kompetensi.htm, Kamis, 2 Mei 2013 16:32 98 Ibid 99 Seperti disampaikan kepada wartwan KapanLagi.com pada kamis tanggal 2 Bulan Mei 2013. Tersedia pada: Ibid. 96
46
Rekrutmen di Partai Gerinda seperti yang diutarakan oleh Wasekjen Partai Anwar Ende dilakukukan secara terbuka tanpa harus menutup pada pihak-pihak tertentu termasuk artis.100 Tetapi dalam kontek kaderisasi dilakukan dengan cara yang minim, sebagian calon legislatif hanya mengikuti pengkaderan dalam waktu yang singkat diluar daerah dengan materi wawasan kebangsaan, padahal seharusnya seorang calon tidak hanya direkrut begitu saja tetapi harus melalui proses yang panjang sehingga ada proses internalisasi nilai partai. Sementara proses rekrutmen yang dilakukan oleh Golongan Karya relatif lebih punya ukuran dan mengacu kepada merit system, walaupun dalam prakteknya masih perlu penelitian dan peninjauan yang lebih dalam apakah sudah sesuai dengan keputusan partai. Partai Golkar sebagai partai yang berpengalaman dalam Pemilu seakan tidak ingin gegabah dalam melakukan rekrutmen politik. Partai Golkar memiliki kriteria sendiri yang harus dimiliki oleh kader/ Caleg berdasarkan
Keputusan
Dewan
Pimpinan
Pusat
Partai
Golkar
Nomor:
KEP-
227/DPP/GOLKAR/I/2013 tentang Pedoman Penyusunan Daftar Calon anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Partai Golkar, adapun kriteria tersebut adalah: a) Memiliki kompetensi yang memadai untuk menjalankan tugas-tugas sebagai anggota legislatif; b) Memiliki pengabdian dan rekam jejak yang baik selama aktif di Partai Golkar; c) Memiliki prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas dan tidak tercela (PD2LT); dan d) Memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh Undang-Undang. Kriteria-kriteria di atas bukanlah satu-satunya penyaring bagi para Caleg dari Partai Golkar karena para Caleg harus melewati saringan-saringan lain untuk akhirnya dapat maju dalam Pemilu. Saringan berikutnya salah satunya adalah Tata Cara Penentuan Daftar Calon Anggota Legislatif Partai Golkar:101 1. Tata Cara Penentuan Dalam rangka menentukan Daftar Calon Anggota Legislatif dilakukan penilaian terhadap kader bakal calon anggota Legislatif meliputi aspek: (a) Pengabdian, (b) elektabilitas, (c) penugasan sebagai fungsionaris dan, (d) pendidikan. a. Aspek Pengabdian Aspek Pengabdian adalah rekam jejak seorang kader dalam partai Golkar yang meliputi partisipasi seorang kader di saat menjabat sebagai pengurus partai, anggota fraksi, pengurus organisasi sayap, pengurus badan dan lembaga, pengurus Ormas yang didirikan maupun yang mendirikan. 100
Wawancara dengan Anwar Ende, wakil Sekjen Partai Gerinda di Kantor DPPt Partai Gerindra Teguh Adi Prasojo, ―Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dari Partai Golkar Untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019”, POLITIKA, Vol. 4, No. 2, Oktober 2013, Hal. 23 101
47
b. Aspek Elektabilitas Aspek Elektabilitas adalah peluang keterpilihan seorang kader pada suatu daerah pemilihan dilihat dari sisi basis dukungan massa. Hal ini dinilai pada Aspek ini adalah; hasil survei Elektabilitas terbaru di daerah pemilihan; c. Aspek Penugasan Fungsionaris; (laporan kegiatan penugasan) Penugasan Fungsionaris, adalah suatu bentuk penugasan yang diberikan kepada setiap Fungsionaris partai setelah kader yang bersangkutan mengikuti orientasi fungsionaris. Penugasan fungsionaris dimaksudkan agar tiap-tiap fungsionaris partai Golkar memberikan kontribusi aktif dalam konsolidasi partai (vertikal dan horizontal) memaksimalkan pelaksanaan kaderisasi partai, serta mendorong pelaksanaan program karya-kekaryaan di daerah penugasan masing-masing. d. Aspek Pendidikan Aspek Pendidikan adalah pengalaman pendidikan seorang kader meliputi pendidikan formal, non formal dan pendidikan kepartaian.
2. Tata Cara Pembobotan Berdasarkan Keputusan DPP Partai Golkar Nomor: KEP-227/DPP/GOLKAR/I/2013 tentang Pedoman Penyusunan Daftar Calon Anggota DPR-RI, DPRD Propinsi, dan Kabupaten/Kota Partai Golkar, tata cara pembobotan calon anggota legislatif terbagi dalam tiga sebagai berikut: a. Tata Cara Pembobotan untuk Calon anggota DPR-RI
No
Aspek yang diberi bobot
Persentase
1
Pengabdian
40
2
Elektabilitas
30
3
Penugasan fungsionaris
20
4
Pendidikan
10
3. Tata Cara Penilaian a. Pengabdian Penilaian pengabdiian diddasarkan pada rekam jejak dan PD2LT serta posisi saat ini di partai, fraksi, Ormas mendirikan dan didirikan, orrganisasi sayap, Badan Lembaga dengan nilai 0-100. b. Elektabilitas 48
Elektabilitas diperoleh dari peringkat hasil survei per daerah pemilihan dengan skala 0100. c. Penugasan Fungsionaris Penilaian penugasan fungsionaris didasarkan pada keberhasilan yang bersangkuutan menuntaskan konsolidasi partai, memaksimalkan pelaksanaan kaderisasi partai, serta mendorong pelaksanaan program karya-kekaryaan di daerah penuggasan masing—masing, dengan nilai 0-100. d. Pendidikan Penilaian pendidikan didasarkan pada strata pendidikan formal dengan nilai Calon DPR-RI : S.3 = 100, S.2 = 75, S.1 = 50 Calon DPRD Propinsi : S.3 = 100, S.2 = 75, S.1 = 50, D.3 = 25 Calon DPRD Kab/Kota : S.3 = 100, S.2 = 80, S.1 = 60, D.3 = 40, SMA = 20 Untuk sumber-sumber rekrutmen itu sendiri partai Golkar secara nasional menyebutkan ada 6 (enam) sumber rekrutmen diantaranya sebagai berikut; 1. Kepengurusan partai Golkar seluruh tingkatan 2. Anggota fraksi Partai Golkar DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan anggota DPD-RI 3. Organisasi kemasyarakatan pendiri dan didirikan Partai Golkar 4. Organisasi Sayap Partai Golkar 5. Pengurus Badan dan Lembaga yang dibentuk Partai Golkar 6. Tokoh Masyarakat (tokoh agama, akademisi, budayawan dan profesional lainnya) yang memiliki kompetensi dan popularitas. 102 Seakan menegaskan tingginya pembobotan aspek pengabdian, dalam keputusan DPP berkaitan dengan sumber rekrutmen bakal calon legislatif dari keenam sumber yang tertuang dalam keputusan tersebut hanya satu sumber yang tidak secara langsung memiliki hubungan dengan Partai Golkar sedangkan kelima sumber lainnya berasal dari intern partai Golkar. Dengan komposisi ini membuat kader-kader partai Golkar diuntungkan karena partai lebih mengutamakan kadernya untuk ditempatkan baik itu di pusat, propinsi maupun kabupaten/kota. Meskipun menguntungkan bagi kader Partai Golkar, namun partai Golkar juga mempunyai kriteria penilaian tersendiri untuk melakukan seleksi kader-kader yang berkualitas karena tidak sembarangan kader akan dengan mudah mendapatkan promosi jabatan untuk menduduki posisi
102
Teguh Adi Prasojo, ―Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dari Partai Golkar Untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019‖, POLITIKA, Vol. 4, No. 2, Oktober 2013Hal. 24
49
sebagai anggota legislatif. Setiap bakal calon anggota legislatif sesuai dengan keputusan DPP Partai Golkar harus melalui serangkaian proses sebelum akhirnya bertarung dalam Pemilu. Salah satu ahli yang pernah memberikan penjelasan mengenai rekrutmen politik adalah Ramlan Surbakti yang menyoroti rekrutmen politik sebagai seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya (Surbakti, 1992:118). Berkenaan dengan prosedur rekrutmen politik menurut Gabriel Almond dan Bingham Powell (1988) terbagi dalam dua bentuk pelaksanaan, yaitu: Pertama, Prosedur tertutup (Closed Recruitment Process) adalah sistem rekrutmen partai yang ditentukan oleh elit partai, mengenai siapa saja yang dicalonkan sebagai anggota legislatif maupun pejabat eksekutif. Kedua, Prosedur terbuka (Open Recruitment Process) adalah proses dimana nama-nama calon yang diajukan, diumumkan secara terbuka dalam bentuk kompetisi yang murni dan transparan (Almond, 1988:108).103 Dari kedua prosedur rekrutmen politik yang disampaikan oleh ahli Almond dan Powell, dapat kita ketahui secara langsung bahwa prosedur terbukalah yang digunakan oleh DPD partai Golkar Jateng dalam proses rekrutmen Caleg. Hal ini dapat kita amati bahwa dalam proses rekrutmen ini semua orang dapat memantau prosesnya dan dapat mengetahui siapa-siapa yang mendaftar menjadi Bakal Caleg. Selanjutnya berkaitan dengan sifat proses rekrutmen politik menurut Sahid Gatara (2007) yaitu: pertama, Top-down artinya proses rekrutmen politik yang berasal dari atas atau orangorang yang sedang menjabat. Contoh dari sifat ini adalah penunjukkan pribadi dan seleksi pengangkatan. Kedua, Bottom-up artinya proses rekrutmen politik berasal dari masyarakat bawah seperti proses mendaftarkan diri dari individu-individu untuk menduduki jabatan. Contoh sifat ini adalah individu-individu melamar pada partai politik untuk maju sebagai kandidat anggota legislatif maupun calon kepala daerah. c) Bersifat campuran artinya proses seleksi yang memadukan antara model top-down dan bottom-up. Contoh sifat ini adalah pada proses pemilihan umum baik pemilihan umum legislatif maupun eksekutif (Gatara, 2007:17).104
103
Teguh Adi Prasojo, ―Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dari Partai Golkar Untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019‖, POLITIKA, Vol. 4, No. 2, Oktober 2013Hal. 26 104 Teguh Adi Prasojo, ―Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dari Partai Golkar Untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019‖, POLITIKA, Vol. 4, No. 2, Oktober 2013, Hal. 27
50
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
A. Rencana Penelitian Berikutnya dalam hal teknis penguatan hasil dan pembahasan penelitian Untuk tahapan selanjutkan, akan dilakukan pendalaman penelitian terkait dengan kekurangankekurangan yang belum dilakukan pada pelaporan kemajuan dan akan dilaporkan pada laporan final. 1. Akan dilakukan penelusuran lebih mendalam terkait dengan literatur-literatur keterlibatan artis terutama dalam hal rekrutmen politik artis baik literatur Indonesia maupun literatur di negara-negara maju
51
2. Pencarian mekanisme rekrutmen politik baik untuk jabatan dalam partai politik maupun untuk dimajukan sebagai kandidat dalam pemilu legislatif pada partai-partai politik d indonsia 3. Mencari sumber informasi terkait dengan mekanisme rektutmen politik pada negaranegara mapan demokrasi, melihat Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tanggai dan juga aturan-aturan yang terkait dengan mekanisme rekrutmen politik, terumata di negaranegara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang dan lainnya. 4. Melakukan wawancara lebih banyak sumber informan baik dari artis, partai dan pengamat dan peneliti politik terkait dengan rekrutmen politik di Indonesia.
B. Rencana capaian hasil penelitian Rencana capaian hasil penelitian ini adalah 1. Rencana penemuan model ataupun teori/konsep baru dalam rekrutmen politik 2. Publikasi ilmiah penelitian dalam jurnal terkareditasi atau jurnal internasional 3. Dipresentasikan dalam conferensi ilmiah
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
A. TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN 1. Undang-undang dan peraturan perundang-undangan belum memuat aturan rekrutmen politik yang jelas dan mengikat partai politik 2. Partai tidak punya mekanisme rekrutmen politik yang berbasis pada merit sistem 3. Partai tidak melakukan kaderisasi terhadap semua calon legislatif
B. REKOMENDASI KEBIJAKAN 52
1. Perlu ada revisi undang-undang partai politik dan pemilu yang menekankan aspek rekrutmewn politk yang lebih jelas dengan batasan-batasan dan ketentuan yang lebih mengikat partai politik dan menjadi dasar bagi partai politk sehingga menjamin calon legislatif yang berkualitas 2. AD ART atau mekanisme partrai harus mengacu kepada uu dan aturan yang menerapkan rekrutmen berbasis pada merit sistem dan m,enerapkan aspek transpansi dan mengutakan pengkaderan sebelum di nominasikan kedalam arena politik
DAFTAR PUSTAKA Atkin, C., & Block, M. (1983). ―Effectiveness of celebrity endorsers. Journal of Advertising Research, 23(1), 57–61‖. Dalam David T. Morin, James D. Ivory, Meghan Tubbs, Celebrity and politics: Effects of endorser credibility and sex on voter attitudes, perceptions, and behaviors, The Social Science Journal 49 (2012) 413–420, j ourna l ho m e pag e: www.elsevier.com /locate/soscij Bhakti, Ikrar Nusa (2010), ―Fenomena Artis dan Pilkada ”, tersedia pada: http://aipi.wordpress.com/2010/04/27/fenomena-artis-dan-pilkada/, Published April 27, 2010, Sumber: Seputar Indonesia, 27 April 2010, diakses pada 18 Januari 2014 Budiardjo, Miriam (2008), Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:PT Gramedia Pusataka Utama.
53
Brubaker,Jennifer (2011) , ―It doesn‘t affect my vote: Third-person effects of Celebrity Endorsements on College Voters in the 2004 and 2008 Presidential Elections‖, American Communication Journal 2011 SUMMER (Volume 13, Issue 2). Dewananta, Andy (2014), ―Artis dan politik‖, tersedia pada: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=10538&coid=3&caid=31&gid=2, sumber asli http://www.waspada.co.id/Opini/Artikel/Artis-dan-politik.html diakses pada 18 Januari 2014 Garthwaite, C., & Moore, T. J. (2008). ,‖The Role of Celebrity Endorsements in Politics: Oprah, Obama, and the 2008 Democratic Primary‖, Jennifer Brubaker, ―It doesn‘t affect my vote: Third-person effects of Celebrity Endorsements on College Voters in the 2004 and 2008 Presidential Elections‖, American Communication Journal 2011 SUMMER (Volume 13, Issue 2). Hal 5 Gintings, Alfito Dinova (2008), Selebriti Mendadak Politisi: Studi Atas Pragmatisme Kaum Selebriti Dari Panggung Hiburan menuju Panggung Politik, Yogyakarta:Arti Bumi Intaran Gould, L. L. (2003). ―The Modern American Presidency. Lawrence: University Press of Kansas‖, dalam Marco Morini, The “Celebrity Obama”Strategy: The 2008 Presidential Campaign’s Attack Ads. InternationalJournal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 12; September 2011 Hasbi, Sirajudin (2013), ―Artis Dan Karir Politik‖, Tersedia Pada Http://Id.Berita.Yahoo.Com/Blogs/Newsroom-Blog/Artis-Dan-Karir-Politik104503928.Html, Jum, 10 Mei 2013, Diakses Pada 18 Januari 2014 Howard, Mortman (2004),,―Those_GoldenMoments from Past Conventions,‖MSNBC.com,Aug 28, 2004, accessed_online at:http://www.msnbc.msn.com/id/5464091/. .dalam Craig Garthwaite,Tim Moore, The Role of Celebrity Endorsements in Politics: Oprah, Obama, and the 2008 Democratic Primary JEL_Classification_Numbers:D7; D72 Keller ( 2010), ―Celebrity diplomacy, spectacle and Barack Obama. Celebrity Studies” dalam Anita Cheung, What Themes And Political Marketing Strategies Can Be Inferred From Barack Obama And Mitt Romney’s Facebook Images In The 2012 US Presidential Election Campaign?, Skripsi Studi komunikasi pada University of Leeds May 2013 Payne, J. G., Hanlon, J. P., & Tworney, D. P. (2007). ―Celebrity spectacle influence on young voters in the 2004 presidential campaign‖. American Behavioral Scientist, 50, 12391246. Dalam Jennifer Brubaker, it doesn’t affect my vote: Third-person effects of Celebrity Endorsements on College Voters in the 2004 and 2008 Presidential Elections, American Communication Journal 2011 SUMMER (Volume 13, Issue 2).
Patilima,Hamid (2007), Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. Prasojo, Teguh Adi, ―Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dari Partai Golkar Untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019‖, POLITIKA, Vol. 4, No. 2, Oktobe 2013 54
Maran,Rafel Raga (2007), Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta, tersedia pada: http://luthfyrijalulfikri.blogspot.com/2012/12/fenomena-artis-dikancahpolitik-serta_9.html, Mingqian Li ( 2011), ―On Regulation of Celebrity Endorsement in China‖, www.ccsenet.org/jpl Journal of Politics and Law Vol. 4, No. 1; March 2011 Rifai, Maulana (2010), Celebrities In Indonesian Politics: A Voters’ Perspective, Malaysia: Tesis Tidak Dipublikasi pada Universitas Islam Internasional Malaysia Rindova, Violina P., Timothy G. Pollock, Mathew L. A. Hayward (2006), ―Celebrity Firms: The Social Construction Of Market Popularity‖, Academy Of Management Review 2006, Vol. 31, No. 1, 50–71.
Steven J. Ross (2011), Hollywood Left and Right: How Movie Stars Shaped American Politics, Oxford University Press, Schickel, R. (1985),‖ Intimate Strangers: The Culture of Celebrity‖, dalam Ekant, Veer, Becirovic, Ilda, & Martin, Brett (2010), If Kate Voted Conservative Would You? The Role Of Celebrity Endorsements In Political Party Advertising. European Journal of Marketing, 44(3/4). Surbakti, Ramlan (1992), Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Widiasana Indonesia. Sugiyono (2009), Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. Pamungkas,Sigit (2011), Partai Politik, Teori dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta: Institute For Democracy and Walfarism. Luthfy Rijalul Fikri (2012), ―Fenomena Artis Di Kancah Politik Serta Pengaruhnya Terhadap Budaya Politik Indonesia‖, Minggu, 09 Desember 2012 , tersedia pada: http://luthfyrijalulfikri.blogspot.com/2012/12/fenomena-artis-dikancah-politikserta_9.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2014
55