LAPORAN AKHIR MASA TUGAS DEWAN RISET NASIONAL PERIODE 2009-2011
i
KATA PENGANTAR
DRN adalah lembaga non struktural yang dibentuk oleh pemerintah untuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Dewan ini bertugas merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan iptek serta memberikan berbagai pertimbangan bagi penyusunan kebijakan strategis pembangunan nasional iptek. Pada periode 2009 – 2011, DRN beranggotakan 100 ahli pada berbagai bidang dan dari berbagai latar belakang / kalangan, yaitu para Akademisi, Pebisnis dan Pemerintah (Academician, Business and Government / ABG). Dalam melaksanakan tugas seluruh anggota dibagi ke dalam 8 Komisi Teknis (Komtek), yaitu: (i) Komtek Ketahanan Pangan, (ii) Komtek Energi, (iii) Komtek Teknologi dan Manajemen Transportasi, (iv) Komtek Teknologi Informasi dan Komunikasi, (v) Komtek Teknologi Pertahanan dan Keamanan, (vi) Komtek Teknologi Kesehatan dan Obat, (vii) Komtek Sains Dasar, dan (viii) Komtek Sosial Kemanusiaan. DRN 2009-2011 mempunyai Fokus Tugas yang diatur melalui Keputusan Menteri Riset dan Teknologi Nomor 001/M/Kp/I/2010, dan dalam rangka mengoptimalisasi peran DRN untuk mendukung Program Kementerian Riset dan Teknologi dalam penguatan Sistem Inovasi nasional (SINas), maka dikeluarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi Nomor 76/M/Kp/II/2011 tentang Fokus Tugas Dewan Riset Nasional 2009 – 2011. Adapun fokus tugas DRN terdiri dari : 1) Membantu Menteri dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi dan penyusunan Agenda Riset Nasional; 2) Memberikan berbagai pertimbangan kepada Menteri dalam penyusunan Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek), Sistem Inovasi Nasional (SINas), dan kebijakan strategis ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya; 3) Pemantauan umum perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional; 4) Penegakan norma ilmiah riset nasional; 5) Pengusulan penerima penghargaan riset kepada Menteri. Dalam kerangka Fokus Tugas DRN 2009-2011 itulah berbagai kegiatan dilakukan seperti: a) Penyusunan Agenda Riset Nasional 2010-2014; b) Memberikan masukan berupa berbagai pertimbangan antara lain: tentang Pendanaan Litbang Alternatif untuk Penguatan SINas, Dukungan Iptek dalam MP3EI, Upaya tentang pemenuhan hak Anggota DRN, Materi tentang Revitalisasi DRN, Usulan Keanggotaan DRN 2012-2014; c) Melaksanakan Pemantauan Umum Perkembangan Iptek berupa pertimbangan dan rekomendasi dari ke-8 Komisi Teknis, Pengembangan Open Method of Research Coordination / OMRC, Koordinasi dan kemitraan dengan lembagalembaga nasional termasuk DRD di berbagai daerah maupun dengan lembaga internasional seperti OECD, World Bank dan Forum Implementasi Hasil Riset untuk pengentasan kemiskinan di lingkungan ASEAN (iBoP Asia); d) beberapa kegiatan terkait Penegakan Norma Ilmiah Riset, serta e) beberapa kegiatan terkait Pengusulan Penerima Penghargaan Riset, dan lain-lain. Berbagai kegiatan tentunya diharapkan dapat dilanjutkan sehingga berkesinambungan oleh DRN 2012-2014, sehingga hal-hal yang telah dirintis dapat diselesaikan lebih tuntas. Beberapa kegiatan lagi membutuhkan pengelolaan terus
ii
menerus seperti perangkat OMRC, kemitraan dengan DRD dan lembaga-lembaga lainnya. Juga diharapkan dapat dilakukan peningkatan kualitas staf Sekretariat DRN agar pelaksanaan tugas-tugasnya di masa mendatang dapat berjalan lebih baik lagi. Akhirnya, tentu dalam melaksanakan berbagai kegiatan tersebut banyak halhal yang kurang berkenan, untuk itu pada kesempatan ini dimohonkan maaf yang sebesar-besarnya. Tidak lupa pada kesempatan ini dihaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ketua DRN Prof. Dr. Ir. Andrianto Handojo, Wakil Ketua DRN Ir. Betti Alisjahbana, para Ketua Komisi Teknis DRN, seluruh pihak atas sumbang fikir kepakaran, juga bagi dedikasi tak kenal lelah para anggota Tim Asistensi serta untuk Kepala dan staf Sekretariat DRN. Semoga Laporan Akhir Masa Tugas ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pelaksanaan tugas-tugas DRN Periode 2012-2014.
Jakarta, 15 Desember 2011 Sekretaris Dewan Riset Nasional
Dr. Ir. Tusy A. Adibroto, MSi
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iv
I PENDAHULUAN 1.1 Tugas Dewan Riset Nasional (DRN) 2009-2011 1.2 Organisasi Dewan Riset Nasional (DRN) 2009-2011
1 1 1
II PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 001/M/Kp/I/2010 (BUTIR 1 & 2) 2.1 Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 2.1.1 Penyusunan Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 2.1.2 Sosialisasi Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 2.2 Pengelolaan Program Insentif Riset Tahun 2009-2010 2.2.1 Penyusunan Produk Target dalam Pedoman Program Insentif Riset 2.2.2 Sosialisasi Program Insentif Riset 2.2.3 Seleksi 2.2.4 Pemantauan 2.2.5 Evaluasi III PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 76/M/Kp/II/2011 (BUTIR 2) 3.1 Masukan Tentang Revitalisasi DRN 3.2. Masukan tentang Pendanaan Litbang dalam Rangka Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) 3.3 Masukan tentang Dukungan Iptek dalam MP3EI 3.4 Upaya Pemenuhan Hak Anggota DRN 3.5 Usulan Keanggotan DRN Periode 2012-2014 IV PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 76/M/Kp/II/2011 (BUTIR 3) 4.1 Pemantauan Perekembangan Iptek: Hasil Kegiatan Komisi Teknis DRN 2009-2011 4.2 Pengawalan Implementasi ARN Melalui Open Method of Reseach Coordination (OMRC) 4.3 Koordinasi Kemitraan Riset Antar Lembaga Tingkat Nasional: Kemitraan DRN-DRD 4.4 Koordinasi Kemitraan Riset Antar Lembaga Tingkat Nasional: Dewan Pupuk Indonesia 4.5 Koordinasi Kemitraan Riset Antar Lembaga Tingkat Internasional 4.5.1 Pertemuan OECD dan DRN 4.5.2 Pertemuan World Bank dan DRN 4.5.3 Kegiatan Jejaring International iBoP Asia Project
4 4 4 8 9 9 11 12 14 15 16 16 17 19 20 21 23 23 42 50 52 53 53 53 53
iv
V PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 76/M/Kp/II/2011 (BUTIR 4 & 5) 5.1 Penegakan Norma Ilmiah Riset 5.2 Penganugerahan Iptek VI KAJIAN DRN 6.1 Kemitraan Dalam Sistem Inovasi Nasional 6.2 Jejaring Riset Pusat dan Daerah 6.3 Transformasi Penelitian ke Dalam Inovasi 6.4 Peranan Iptek Menjawab Pemanasan Global 6.5 Interaksi Peneliti dan Industri dalam Rangka Implementasi Hasil Riset 6.6 Peran DRD dalam Penguatan Sistem Inovasi 6.7 Iptek untuk Adaptasi Perubahan Iklim: Kajian Kebutuhan Tema Riset Prioritas 6.8 Pengembangan Pusat Keunggulan Maritim Selat Malaka Menuju Masyarakat Berbasis Pengetahuan V PENUTUP
56 56 56 57 57 59 60 61 62 63 65 67 69
v
I PENDAHULUAN 1.1 Tugas Dewan Riset Nasional (DRN) 2009-2011 UU No 18 tahun 2002 Pasal 19 menyatakan bahwa untuk mendukung Menteri dalam merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek, pemerintah membentuk Dewan Riset Nasional (DRN) yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan Iptek. DRN adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional Pasal 4, menyatakan bahwa Dewan Riset Nasional (DRN) mempunyai tugas : [1] membantu Menteri dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan iptek; [2] memberikan berbagai pertimbangan kepada Menteri dalam penyusunan kebijakan strategis nasional ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya, dalam melaksanakan tugasnya, Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No. 001/M/Kp/I/2010 mengamanatkan Fokus Kegiatan Dewan Riset Nasional 2009-2011 adalah: 1) Penyusunan Agenda Riset Nasional (ARN); 2) Pengawalan implementasi ARN melalui instrumeninstrumen berikut: a) Pengelolaan substansi Program Riset Insentif, b) Kerjasama penelitian, pengembangan dan penerapan iptek diantara ABG (Academician, Business, Government), c) Koordinasi kemitraan kegiatan riset iptek antar lembaga di tingkat nasional maupun internasional; 3) Pemantauan umum perkembangan iptek; 4) Penegakan norma ilmiah riset; dan 5 ) Pengembangan sistem dan pengusulan penerima penghargaan riset. Untuk mengoptimalisasi peran DRN dalam mendukung Program Kementerian Riset dan Teknologi dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), maka dikeluarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi Nomor 76/M/Kp/II/2011 tentang Fokus Tugas Dewan Riset Nasional 2009 – 2011 sebagai berikut : 1) Membantu Menteri dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi dan penyusunan Agenda Riset Nasional; 2) Memberikan berbagai pertimbangan kepada Menteri dalam penyusunan Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek), Sistem Inovasi Nasional (SINas), dan kebijakan strategis ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya; 3) Pemantauan umum perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional; 4) Penegakan norma ilmiah riset nasional; 5) Pengusulan penerima penghargaan riset kepada Menteri. 1.2 Organisasi Dewan Riset Nasional (DRN) DRN merupakan lembaga non struktural dan bukan merupakan suatu badan pelaksana. Karena merupakan sebuah dewan maka segala keluarannya merupakan produk yang dihasilkan dari kegiatan bersama sebagai hasil pemikiran dan pertimbangan kolektif. Dalam melaksanakan tugasnya, DRN membentuk Komisi Teknis, Badan Pekerja, dan Panitia Adhoc. DRN 2009-2011 terdiri atas 100 orang Anggota yang secara bersama-sama merupakan DRN Paripurna, dan pada Sidang Paripurna I tahun 2009 setelah pengukuhan oleh Menristek, para anggota memilih Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris serta para Ketua Komisi Teknis. Hasil dari pemilihan adalah Andrianto Handojo sebagai Ketua DRN, Betti Alisjahbana sebagai Wakil Ketua, dan Tusy A. Adibroto sebagai Sekretaris DRN 2009-2011. Sidang yang selanjutnya dipimpin oleh Ketua DRN terpilih menyepakati bahwa susunan Komisi Teknis/ Komtek DRN 2009-2011 masih seperti DRN periode 2006-2009 yaitu [1] Komisi Teknis Ketahanan Pangan, [2] Komisi Teknis 1
Energi, [3] Komisi Teknis Teknologi dan Manajemen Transportasi, [4] Komisi Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi, [5] Komisi Teknis Teknologi Pertahanan dan Keamanan, [6] Komisi Teknis Teknologi Kesehatan dan Obat, di tambah dengan dua bidang [7] Komisi Teknis Sains Dasar, dan [8] Komisi Teknis Sosial Kemanusiaan. Komisi Teknis Sains Dasar dimaksudkan untuk memberikan landasan teoretik bagi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, inovasi dan budaya ilmiah di sebuah bangsa. Demikian pula, berbagai kegiatan pemanfaatan teknologi dan inovasi dapat menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan sains dasar itu sendiri, yang pada gilirannya membuka jalan bagi temuan terapan yang lebih baru. Penguatan dan pengembangan sains dasar, oleh karenanya, berperanan kunci dalam menjamin keberlanjutan dari upaya pemanfaatan teknologi dan peningkatan daya saing industri. Sedangkan Komisi Teknis Sosial Kemanusiaan dimaksudkan untuk memperkaya dan memperkuat dimensi sosial dan kemanusiaan dalam pemanfaatan hasil riset. Pengembangan ilmu sosial dan kemanusiaan ini mencakup aspek sosial, budaya, hukum, ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Penguatan dimensi sosial dan kemanusiaan tersebut diharapkan dapat memberikan landasan kemasyarakatan dan kemanusiaan bagi pembangunan iptek bangsa secara berkesinambungan, dan pencapaian peradaban Indonesia yang terkemuka, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan universal. Komisi Teknis yang terbentuk segera melakukan rapat untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua Komisi serta menyiapkan rencana kerja Komisi Teknis. Bersama-sama dengan para Ketua Komisi Teknis, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris merupakan DRN Badan Pekerja. Adapun para Ketua Komisi Teknis adalah: [1] Benyamin Lakitan sebagai Ketua Komtek Ketahanan Pangan, [2] Hudi Hastowo sebagai Ketua Komtek Energi, [3] Indrayati Subagio sebagai Ketua Komtek Teknologi dan Manajemen Transportasi, [4] Ashwin Sasongko sebagai Komtek Teknologi Informasi dan Komunikasi, [5] Agus Susarso sebagai Ketua Komtek Teknologi Pertahanan dan Keamanan, [6] Amin Soebandrio sebagai Ketua Komtek Teknologi Kesehatan dan Obat, [7] Bambang Setiaji sebagai Ketua Komtek Sains Dasar, dan [8] Roosmalawati Rusman sebagai Komtek Sosial Kemanusiaan Komisi Teknis merupakan komisi yang berisikan Anggota DRN dengan kepakaran teknis tertentu. Penentuan anggota Komisi Teknis DRN dilakukan dari usulan DRN periode 2005-2008 dan telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 013/M/kp/I/2009 tentang Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) Periode 2009-2011. Setelah keluarnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, bidang prioritas pengembangan iptek yang tadinya enam bidang menjadi tujuh bidang yaitu ditambah dengan Material Maju. Berdasarkan hasil rapat Badan Pekerja Bidang Prioritas Material Maju disepakati untuk ditangani oleh Komisi Teknis Sains Dasar. Selanjutnya, Peraturan Presiden No 16 Tahun 2005 Pasal 14, menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Riset Nasional dibantu oleh Sekretariat. Sekretariat tersebut dilaksanakan oleh satu unit kerja yang berada di lingkungan kantor dan ditetapkan oleh Menteri Riset dan Teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat secara fungsional bertanggung jawab kepada Dewan Riset Nasional.
2
KETUA
SESMENRISTEKK
WK. KETUA
SEKRETARIS
KAROREN KRT
KOMISI
KOMISI
KOMISI
KOMISI
KOMISI
KOMISI
KOMISI
KOMISI
KA BAG TU DRN
KA. SUB. BAG PENYIAPAN BAHAN SOSIALISASI
Non Struktural/ Fungsional
KA. SUB. BAG PENYIAPAN BAHAN SIDANG
Struktural / Administratif
Gambar 1 Skema Organisasi DRN dan Sekretariat DRN
Pada awalnya organisasi Sekretariat DRN sesuai dengan Kepmen No. 07/M/PER/VII/2006 terdiri dari: a) Subbagian Tata Usaha; b). Subbagian Persidangan dan Hubungan Antar Lembaga. Adanya reorganisasi Kementerian Riset dan Teknologi pada Tahun 2010 dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi No.03/M/PER/VI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, tanggal 10 Juni 2010; Pasal 9 menyatakan bahwa: Biro Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, penyusunan,monitoring dan evaluasi program dan anggaran, dukungan administrasi kerjasama luar dan dalam negeri, serta ketatausahaan Dewan Riset Nasional. Sesuai Pasal 24, Bagian Tata Usaha Dewan Riset Nasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan sidang dan sosialisasi hasil sidang Dewan Riset Nasional, merupakan unit kerja yang bertugas sebagai Sekretariat DRN, yang menyelenggarakan fungsi: a) pelaksanaan penyiapan bahan sidang Dewan Riset Nasional; dan b) pelaksanaan penyiapan bahan sosialisasi hasil sidang Dewan Riset Nasional.
3
II PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 001/M/Kp/I/2010 (BUTIR 1 DAN 2) 2.1 Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 2.1.1 Penyusunan Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 Fokus tugas pertama dari Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 001/M/Kp/I/2010 tentang Fokus Kegiatan Dewan Riset Nasional 2009-2011 yaitu Penyusunan Agenda Riset Nasional (ARN).
Gambar 2 Dokumen Agenda Riset Nasional 2010-2014 Agenda Riset Nasional disusun dengan memperhatikan landasan ideologi UUD 1945 dan Pancasila, serta perundang-undangan di bidang pembangunan Iptek dan kebijakan-kebijakan sektor pembangunan yang berlaku. Secara umum, landasan perundang-undangan yang digunakan adalah UU 18/2002 tentang Sistem Nasional Iptek dan UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 serta Instruksi Presiden no:4 Tahun 2003 tentang Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek; Peraturan Pemerintah no : 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan; Peraturan Pemerintah No: 41 Tahun 2006 tentang perizinan melakukankegiatan dan pengembangan bagi kegiatan penelitian dan pengembangan bagi lembaga asing, Peraturan Pemerintah No:35 Tahun 2007 tentang alokasi sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi, Peraturan Pemerintah No:48 Tahun 2009 tentang pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan Iptek beresiko tinggi dan berbahaya. Di samping itu, juga diacu dokumen-dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014, Kebijakan Strategis Nasional Iptek serta Prioritas Presiden, Program Prioritas Pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu II dan Kontrak kinerja Menristek.
4
UUD - 1945 Fokus Prioritas KIB II
UU No. 17/2007 RPJPN 2005 - 2025
Kontrak Kinerja Menristek
RPJMN 2010 - 2014
Buku Putih 2005 - 2025 Kebijakan Pembangunan Sektor: Perundang-undangan Kebijakan Menteri Perkembangan Global
UU No. 18/2002 SISNAS IPTEK
PP No.48/2009 PP No.20/2005 PP No. 41/2006 PP No.35/2007
Jakstranas Iptek 2010 - 2014
INPRES No. 4/2003
ARN 2010 - 2014 Tema Riset
Tema Riset
Tema Riset
Gambar 3 Struktur Kebijakan Iptek 2010 – 2014 sebagai Rujukan Penyusunan Agenda Riset Nasional 2010 – 2014. Proses penyusunan ARN 2010-2014, diawali dengan mencari butir-butir penting dalam pengembangan iptek yang disusun oleh DRN periode 2005-2008. Harapan disusunnya butir-butir penting tersebut adalah untuk menjaga keberlanjutan dengan ARN 2006-2009. Dengan mengacu butir-butir penting tersebut pada awal tahun 2009 dilakukan kegiatan pengayaan masukan dari pemangku kepentingan iptek melalui lokakarya berbagai Komisi Teknis DRN. Selanjutnya dirumuskan rancangan ARN 2010-2014 melalui rapat-rapat Komisi Teknis DRN dengan merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 yang terdapat 6 bidang fokus. Setelah Presiden terpilih dilantik, dan Pemerintahan baru telah terbentuk, maka rancangan ARN 2010-2014 kemudian diselaraskan dengan dokumen perencanaan yang baru. Oleh karenanya, Komisi Teknis DRN melakukan rapat untuk melakukan penyelarasan ARN dengan menggunakan rancangan RPJMN 2010-2014 yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas dan merujuk pada rancangan Kebijakan Strategis Nasional (Jakstranas) Iptek 2010-2014 yang disusun oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Dengan mempertimbangkan Kontrak Kinerja Menteri Riset dan Teknologi maka rancangan ARN 2010-2014 disesuaikan lagi. Selain itu, adanya Pidato Presiden dihadapan Masyarakat Iptek Indonesia di Serpong pada 10 Januari 2010, maka rancangan ARN 2010-2014 yang telah berisikan agenda riset beserta narasinya disempurnakan lagi dengan memasukkan unsur-unsur harapan pemerintah terhadap iptek dan arah umum kebijakan iptek sesuai dengan visi misi Presiden. ARN 2010-2014 terdiri dari 7 Bidang Fokus sesuai dengan jumlah bidang Fokus dalam RPJMN 2010-2014, dimana Bidang Fokus 5
Material Maju disiapkan oleh Komisi Teknis Sains Dasar DRN. Sedang Komisi Teknis Sosial Kemanusiaan DRN mewarnai semangat pembangunan iptek yang tercantum dalam ARN yaitu: penanggulangan kemiskinan, pengurangan pengangguran dan wawasan lingkungan pada agenda riset di setiap bidang fokus. .Rancangan inilah setelah disetujui dalam rapat Badan Pekerja DRN diserahkan pada Menteri Riset dan Teknologi sebagai rekomendasi. Untuk selanjutnya ditetapkan sebagai Lampiran 2 dari Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 193/M/Kp/IV/2010 tentang Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2010-2014. Tujuan Pembangunan Iptek dalam RPJMN/RPJPN
Penguatan Dimensi Sosial dan Kemanusiaan
Foku Ketahanan Pangan
Fokus Energi
Fokus Teknologi Informasi dan Komunikasi
Fokus Teknologi dan Manajemen Transportasi
Fokus Teknologi Pertahanan & Keamanan
Fokus Teknologi Kesehatan dan Obat
Fokus Material Maju
Penguatan Sains Dasar
Gambar 4 Keterkaitan Bidang Fokus dan Faktor Keberhasilan Penyusunan Agenda Riset Nasional merupakan upaya yang memperhatikan keterkaitan antar bidang fokus yang secara keseluruhan diintegrasikan oleh dua faktor Pendukung Keberhasilan yaitu faktor Sains Dasar dan faktor Sosial Kemanusiaan. Faktor Pendukung Keberhasilan sangat menentukan keberhasilan pembangunan iptek nasional yang dikembangkan untuk: (i) memperkuat basis keilmuan dari ke tujuh bidang fokus; dan (ii) memperkuat dimensi sosial dan kemanusiaan dari ke tujuh bidang fokus; dan (iii) mempererat keterkaitan lintas-disiplin dan lintas-bidang di antara ke tujuh bidang fokus tersebut. Dalam ARN 2010-2014 terkandung semangat pembangunan iptek yang ditekankan pada kemanfaatan dan kontribusi hasil-hasil iptek pada pembangunan nasional yang pada dasarnya adalah untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat khususnya juga terkait dengan: a) pengentasan kemiskinan (pro-poor technology), b) kesadaran akan potensi kelautan yang sedemikian besar mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan serta, c) dilaksanakannya pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Pengembangan Iptek di Indonesia diharapkan dapat memenuhi berbagai tujuan yaitu a) membangun kemandirian bangsa guna menciptakan sistem pertahanan keamanan; b) mendorong pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan, serta memajukan kesejahteraan umum; c) mempercepat 6
tercapainya kemajuan bangsa dan kesejahteraan kehidupan rakyat melalui pelayanan teknologi bagi publik maupun melalui keikut-sertaan masyarakat; dan d) menciptakan pembangunan berkelanjutan dalam rangka menangani masalah lingkungan global seperti pemanasan global, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu perlu dibangun sebuah sistem yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang mampu menyediakan iklim yang mendorong inovasi yang dikenal sebagai sebuah Sistem Inovasi Nasional. Dijelaskan pula, sistem inovasi yang dikembangkan hendaknya sesuai dengan karakteristik sosial budaya setempat sehingga akan menyuburkan proses peningkatan nilai tambah bisnis dan ekonomi (added value) pada berbagai tingkatan sejak lokal, regional, maupun nasional, menguatkan nilai terintegrasi (integrated value), memperbesar modal sosial (social capital) bagi pemajuan sosial budaya dalam masyarakat, yang secara timbal-balik dapat memperkuat sistem inovasi.
Gambar 5 Struktur Pokok Sistem Inovasi Sistem inovasi yang kuat dapat berperan dalam berbagai aspek, antara lain: memenuhi kebutuhan pelayanan; meningkatkan standar hidup; menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, membentuk dan meningkatkan keunggulan daya saing; meningkatkan produktivitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi; menciptakan dan memperluas pasar (daerah, nasional dan internasional). Kehadiran ARN diharapkan dapat berfungsi sebagai: (i) media untuk berinteraksi dan berkoordinasi antara berbagai pelaku iptek dan inovasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja secara kolektif; dan (ii) wahana untuk mengarahkan kegiatan penelitian, pengembangan, penyebarluasan, dan pemanfaatan iptek menuju pemecahan permasalahan pembangunan bangsa. Fungsi di atas diharapkan berlaku luas, sehingga ARN dapat menjadi acuan riset secara nasional. Dalam pelaksanaannya, ARN telah menjadi kriteria utama pada aktivitas Insentif Kementerian Riset dan Teknologi, sehingga selanjutnya diharapkan lembaga riset dengan menggunakan sumber pendanaan manapun seharusnya menggunakan ARN sebagai acuan dalam menyusun program lembaga. Selain itu, diharapkan ARN menjadi rujukan bagi daerah dalam menyusun Agenda Riset Daerah, sehingga terjadi sinkronisasi perencanaan riset di tingkat daerah dan nasional. Dalam era otonomi daerah ini, tentunya daerah dalam menyusun ARD mengacu ARN dengan tetap memperhatikan potensi daerah masing-masing dan dalam kerangka visi misi kepala daerah yang terpilih.
7
2.1.2 Sosialisasi Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 Agar pemangku kepentingan Iptek di Indonesia mengetahui instrument kebijakan iptek, terutama ARN 2010-2014, maka dilaksanakan sosialisasi ARN pada berbagai kegiatan termasuk di daerah. Sosialisasi ARN dengan berbagai stakeholders dilaksanakan baik dalam bentuk tatap muka (seminar,lokakarya,dll) maupun melalui moda lainnya (media massa, press conference, tulisan di media cetak, dll) dilakukan sepanjang tahun 2010. Sosialisasi dilakukan antara lain pada: 1. Jakarta, 11 Pebruari 2010: Sarasehan Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum. 2. Surabaya, 24 Februari 2010: Pentingnya Pembentukan DRD di Daerah 3. Jayapura, 23 Maret 2010: Penyusunan Jakstrada dan ARD Papua 4. Padang, 6 April 2010: Kebijakan Strategis Daerah Iptek Sumbar 5. Medan, 8 April 2010: Acara Pelantikan DRD Sumatera Utara 6. Jakarta, 13 April 2010: Acara Pengukuhan DRD Prov DKI Jakarta 2010-2012 7. Jakarta, 22 April 2010: Business Incubator Center Forum 8. Kota Palangkaraya, 27 April 2010: Workshop Penyusunan Agenda Riset Daerah, 9. Padang, 7 Mei 2010: Mekanisme Kerja DRN dan Gambaran Dewan Riset Daerah 10. Jakarta, 11 Mei 2010: Forum Komunikasi Kelitbangan 11. Jakarta, 23 Mei: 2010: Acara Innovation Talk 12. Medan, 25 Juli 2010: Kebijakan Strategis Daerah Iptek Sumut Tahun 2011-2014 13. Jakarta, 21 Oktober 2010: Penyusunan Agenda Riset Daerah 14. Serang, 29 Oktober 2010: Penyusunan Agenda Riset Daerah 15. Pekanbaru, 14 Januari 2011: Rapat koordinasi Dewan Riset Daerah Riau 16. Jakarta, 8 Februari 2011: Peran DRD dalam Pembangunan Iptek Daerah 17. Jakarta, 10 Mei 2011: Revitalisasi FKK dalam Pengembangan Iptek Nasional 18. Manokwari, 28 Juni 2011: Pentingnya DRD untuk Meningkatkan Nilai tambah dalam Pengembangan Sumberdaya Lokal yang Berkelanjutan di Daerah 19. Yogyakarta, 19 Juli 2011: Penerapan Konsep SINas dan SIDa dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional 20. Jakarta, 23 Juli 2011: Agenda Riset Nasional Bidang Sosial Budaya 21. Medan, 25 Juli 2011: Penyusunan Kebijakan Strategis Pembangunan Iptek Sumut Tahun 2011 – 2014 22. Palangkaraya, 30 September 2011: Acara Pengukuhan DRD Kalimantan Tengah Sosialisasi juga dilakukan melalui pemuatan softcopy ARN 2010-2014 dalam situs www.drn.go.id maupun www.ristek.go.id , dan buku ARN 2010-2014 yang dicetak dan keping cakram (compact disc-CD) ARN dikirimkan ke berbagai lembaga /Instansi litbang, pemda, perguruan tinggi dan badan usaha/industri terkait. Selanjutnya rancangan ARN 2010-2014 yang sudah disusun pada tahun 2009 menjadi acuan dalam menyusun Produk Target pada Pedoman Program Insentif Riset pada tahun 2009 yang pelaksanaan risetnya dilakukan pada tahun 2010. Dokumen ARN 2010-2014 digunakan sebagai acuan dalam menyusun Produk Target pada Pedoman Program Insentif Riset pada tahun 2010 yang pelaksanaan risetnya dilakukan pada tahun 2011. 8
2.2 Pengelolaan Program Insentif Riset Tahun 2009-2010 Pengelolaan substansi Program Insentif Riset dilakukan DRN dimulai pada tahun 2009 seperti tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi No. 110/M/Kp/X/2009 tentang Penetapan Proposal Program Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi untuk Dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, bahwa proposal yang dibiayai dalam keputusan tersebut merupakan hasil seleksi dan rekomendasi dari Dewan Riset Nasional (DRN). Kemudian diterbitkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No. 001/M/Kp/I/2010 tentang Fokus Kegiatan Dewan Riset Nasional 2009-2011 butir kedua yaitu Pengawalan Implementasi ARN melalui instrumen: pengelolaan substansi Program Riset Insentif, kerjasama penelitian, pengembangan dan penerapan iptek diantara ABG (Academician, Business, Government). DRN mengelola Insentif Riset dari aspek substansi yang dilaksanakan mulai tahun 2009 dan 2010 dengan menyiapkan Pedoman Program Insentif yang risetnya dilaksanakan tahun 2010-dan 2011. Penyelenggaraan Insentif Riset disamping sebagai instrumen kebijakan yang diluncurkan untuk menjalankan misi KRT dalam memberikan kesempatan dan memotivasi kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek , juga merupakan salah satu upaya untuk implementasi Agenda Riset Nasional (ARN). Oleh karena itu, penyusunan buku pedoman insentif riset juga mengacu pada dokumen ARN 2010 – 2014, dimana tercantum tema-tema riset unggulan dan produk target dari masing-masing bidang fokus. Melalui dokumen tersebut ditekankan agar implementasi ARN dapat berkontribusi terhadap pengembangan Sistem Inovasi Nasional, khususnya pemanfaatan hasil riset bagi kepentingan pembangunan nasional. Untuk itulah jaringan kerjasama atau kolaborasi menjadi kata kunci yaitu : a) kerjasama diantara penghasil riset dan pengguna hasil riset melalui pola kemitraan yang dimulai sejak penelitian direncanakan ; maupun b) kerjasama diantara para periset yang saling memperkuat kompetensi sehingga hasil riset yang diperoleh menjadi lebih baik. Mekanisme yang dikembangkan untuk memenuhi keinginan tersebut dilakukan dengan pendekatan baru dikenal dengan pendekatan semi top down, yaitu riset – riset yang diusulkan tidak lagi berdasarkan keinginan peneliti saja, akan tetapi telah disiapkan berbagai topik unggulan yang dikenal sebagai Produk Target – berupa barang/ jasa/ sistem/ prosedur - yang dilengkapi dengan beberapa kegiatan riset yang ditawarkan kepada para peneliti. 2.2.1 Penyusunan Produk Target dalam Pedoman Program Insentif Riset Penyusunan Pedoman Program Insentif sesuai dengan komitmen Kementerian Negara Riset dan Teknologi untuk menata ulang pengelolaan Program Insentif dengan pendekatan baru yaitu pola semi top-down, yang pelaksanaan substantifnya dilakukan oleh Dewan Riset Nasional (DRN). Pola tersebut dimaksudkan agar kegiatan riset lebih berorientasi kepada pencapaian rencana pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang dikenal sebagai Produk Target. Pada tahun 2009 Produk Target mengacu pada Butir-butir Penting Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014, sedang untuk Tahun 2010 Produk Target mengacu pada ARN 2010-2014. Produk Target disusun sesuai dengan dokumen rencana pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yaitu dalam 7 (tujuh) bidang fokus / prioritas : (1) ketahanan pangan, (2) energi, (3) teknologi dan manajemen transportasi, (4) teknologi informasi dan komunikasi, (5) teknologi pertahanan dan keamanan, (6) teknologi kesehatan dan obat, serta (7) material maju. Disamping itu, sesuai dengan ARN 2010 – 2014, maka ke-7 bidang fokus tersebut diintegrasikan 9
dengan 2 faktor Pendukung Keberhasilan yaitu faktor sain dasar dan faktor sosial kemanusiaan yang dalam buku Pedoman Insentif Riset ini sebagai Faktor ke-8 dan Faktor ke-9. Selanjutnya, aktivitas riset iptek untuk setiap bidang fokus tersebut diprioritaskan kepada Produk Target seperti telah disampaikan terdahulu. Produk Target adalah produk/ layanan (berupa barang/jasa/sistem/prosedur) yang hendak dicapai dalam rangka mendukung inovasi teknologi, berorientasi pada antara lain: [a] kebutuhan (demand driven), [b] memperhatikan pengguna teknologi (masyarakat, industri dan pemerintah), [c] bagaimana digunakan dan siapa pengguna, serta [d] memperhatikan pendekatan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, and Time-bound). Dengan demikian, kegiatan riset yang diusulkan harus mempunyai keluaran yang mendukung terwujudnya Produk Target tersebut. Oleh karena itu agar hasil dari Insentif Riset dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya maka, Produk Target disusun dengan memperhatikan sisi pengguna yang meliputi: [a] Pemerintah : revitalisasi industri strategis, pengadaan barang dan jasa, alutsista hankam, [b] Masyarakat (pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan masyarakat / rumah tangga misalnya : air, energi), [c] Industri : meningkatkan produktivitas dan daya saing. Kebijakan program insentif diwujudkan dalam empat jenis riset, yaitu (1) Insentif Riset Dasar, (2) Insentif Riset Terapan, (3) Insentif Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi, serta (4) Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek. Namun, proposal untuk kegiatan-kegiatan riset hilir yang terkait dengan Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi serta Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek akan mendapat prioritas.
Gambar 6 Buku Program Pedoman Insentif Riset 2009 dan 2010 Dalam mengawal untuk memastikan terwujudnya produk target dalam suatu kurun waktu tertentu, disusun suatu mekanisme pengawalan Produk Target, antara lain ditentukannya Koordinator produk target yang salah satu tugasnya untuk mengharmonisasi proposal dari topik Produk Target yaitu pakar/ ahli yang kompeten. Hal lain adalah perlunya lembaga yang ditunjuk sebagai leader agent yaitu lembaga yang mengatur dan menentukan beberapa topik dan lembaga yang mengerjakan riset Produk Target dan bertanggungjawab dalam terwujudnya produk target. Dengan demikian, kegiatan riset yang diusulkan harus mempunyai keluaran yang mendukung terwujudnya produk target tersebut.Para pelaku riset iptek dipersilahkan memilih judul dari daftar topik kegiatan riset tersebut untuk kemudian mengajukan proposalnya. Pada Pedoman Program 10
Riset Insentif Tahun 2009 ditawarkan 50 produk target dengan 293 topik kegiatan riset Fokus Bidang : Ketahanan Pangan (46 topik), Energi (58 topik), Transportasi (14 topik), Teknologi Informasi & Komunikasi (41 topik), Pertahanan & Keamanan (63 topik), Kesehatan & Obat(72 topik). Sedang pada Pedoman Riset Insentif Tahun 2010 ditawarkan 66 produk target dengan 244 topik kegiatan riset Fokus Bidang : Ketahanan Pangan (24 topik), Energi (24 topik), Transportasi (32 topik), Teknologi Informasi & Komunikasi 16 topik), Pertahanan & Keamanan (30 topik), Kesehatan & Obat (61 topik, Sains Dasar (21 topik), Sosial Kemanusiaan (18 topik).
Registrasi Elektronik
Penyusunan Data Reg-E
Seleksi Administrasi Data Reg-E dan Kesesuaian dengan Produk Target
Pengumuman Short-List dan Penyusunan Proposal
Pemeriksaan Kelengkapan Admnistrasi
Seleksi Presentasi
Tolak
Proposal Dibiayai
Gambar 7 Skema Proses Registrasi dan Seleksi 2.2.2 Sosialisasi Program Insentif Riset Materi sosialisasi Program Insentif Riset merupakan satu paket yang terdiri dari Kebijakan Program Insentif (termasuk kebijakan semi top down) dari Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) yang disampaikan oleh Pejabat KRT, Panduan Program Insentif (termasuk Produk Target) disampaikan oleh DRN, dan penjelasan tentang administrasi dan Keuangan (termasuk pendaftaran online dan termin pencairan anggaran) disampaikan oleh Sekretariat Program Insentif Riset KRT. Sebelum melaksanakan kegiatan sosialisasi di berbagai lembaga dan daerah dilaksanakan pertemuan seluruh personil yang terlibat dalam sosialisasi Program Insentif yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi yang lengkap dan komprehensif bagi petugas pelaksana, sehingga diperoleh persepsi yang seragam diantara personil. Untuk tahun 2009 tempat sosialisasi dilakukan di LPNK dan Perguruan Tinggi yang pada tahun 2008 mendapatkan dana yang relatif besar (lebih dari 6 proposal). Sedang untuk tahun 2010 dilakukan 11
juga sosialisasi di Bappeda/ Balitbang Provinsi yang terpilih, antara lain di Yogyakarta pada 5 Mei 2010 dan di Bandarlampung pada 11 Mei 2010.
Gambar 8 Sosialisasi Insentif Riset di Bappeda Provinsi Lampung Sesuai dengan Pedoman Insentif Riset, maka proses pengajuan proposal berawal dengan pengumuman undangan proposal kepada para peneliti / masyarakat, dan untuk penyebar-luasan informasi ini didukung dengan kegiatan sosialisasi yang diikuti dengan tahapan pendaftaran secara elektronik (on-line). Untuk pendaftaran on-line ini, peneliti harus mengikuti petunjuk dan melaksanakan isian proposal sesuai dengan petunjuk yang diberikan pada pengumuman. Buku Pedoman Insentif Riset juga dapat diunduh dari website DRN dan KRT agar menjadi acuan utama untuk pendaftaran, seleksi, pelaksanaan riset, pemantauan dan evaluasi. 2.2.3 Seleksi A. Seleksi Administrasi dan kesesuaian dengan Produk Target Merupakan seleksi awal dengan kriteria admininistrasi yang sudah tercamtum pada Pedoman Program Insentif Riset, dilaksanakan oleh Sekretariat Program Insentif Riset KRT. Seleksi administratif diberlakukan untuk seluruh proposal yang masuk melalui pendaftaran elektronik / online yang dalam hal ini berupa proposal short list. Seleksi dilakukan dengan melihat / memeriksa apakah proposal short list telah lengkap terisi dan terisi dengan benar.. Disamping itu, proposal diperiksa apakah judul proposal sudah sesuai dengan produk target yang ditawarkan. Proses seleksi ini dilakukan secara on-line. B. Seleksi Proposal Online Tahap seleksi ini melibatkan berbagai pakar yang relevan. Seleksi ini adalah seleksi untuk proposal yang telah dinyatakan lulus seleksi administratif. Seleksi online merupakan tahapan pengelolaan substantif yang terdiri dari penentuan kriteria seleksi dan penentuan Tim Penilai. Kriteria seleksi dirumuskan melalui rapat Badan Pekerja DRN untuk mengerucutkan proposal yang masuk agar diperoleh proposal yang dapat mewujudkan produk target. Untuk itu, DRN melalui bantuan Komisi Teknis (Komtek) dari 9 bidang fokus menentukan dan mengundang pakar yang relevan untuk dapat menyelesaikan tugas seleksi substantif, dimana penilaian difokuskan pada materi proposal yang terdiri dari Abstrak, Tujuan dan signifikasi, Out-line, Efek dari diseminasi hasil riset/ kegiatan bagi industri, ekonomi dan masyarakat Indonesia, dan Bentuk luaran. Proses seleksi dilakukan secara on-line ataupun off-line oleh para pakar yang relevan di masing-masing bidang fokus.Tim Penilai disusun oleh Komisi Teknsi DRN agar Tim Penilai 12
memiliki kemampuan akademik dan memahami kebijakan Program Insentif Riset dalam mewujudkan Produk Target dan berorientasi pemanfaatan hasil riset. Setiap proposal dinilai oleh tiga orang Penilai. Hasil seleksi online merupakan suatu urutan ranking, dan dibahas di Badan Pekerja untuk dirumuskan proposal yang lolos seleksi (short list) dan selanjutnya diusulkan ke Kementerian Riset dan Teknologi. C. Desk Evaluation Desk evaluation merupakan seleksi terhadap proposal lengkap yang diperuntukkan pada proposal yang lolos seleksi online. Seleksi ini dilaksanakan untuk mengetahui lebih komprehensif terhadap proposal yang disusun dengan melakukan presentasi dihadapan Tim Penilai. Seperti pada seleksi online, maka kriteria desk evaluation dirumuskan oleh Badan Pekerja DRN dan Tim Penilai disusun oleh Komisi Teknis DRN. Hasil seleksi merupakan ranking dan melalui pembahasan di Badan Pekerja DRN untuk kemudian diusulkan kepada Kementerian Riset dan Teknologi. Hasil desk evaluation merupakan usulan untuk proposal yang mendapat pembiayaan, dan setelah melalui proses penyesuaian anggaran dan rapat Pimpinan pada KRT dikeluarkan Keputusan Menristek tentang proposal yang dibiayai Tabel 1 Jumlah proposal registrasi dan dibiayai insentif riset tahun 2010 No. Bidang 1 2 3 4 5 6
Ketahanan Pangan Kesehatan dan Obat Energi Transportasi TIK Pertahanan dan Keamanan Total
Jumlah proposal registrasi
Jumlah dibiayai
prioposal
1247 678 542 163 394 221
105 107 73 29 48 65
3245
427
yang
Tabel 2 Jumlah proposal registrasi dan dibiayai insentif riset tahun 2011 No. Bidang 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ketahanan Pangan Kesehatan dan Obat Energi Transportasi TIK Pertahanan dan Keamanan Material Maju Sains Dasar Sosial Kemanusiaan Total
Jumlah proposal registrasi
Jumlah dibiayai
prioposal
1578 528 467 203 284 160
55 68 42 27 26 34
200 286 443 4149
13 14 9 288
yang
13
2.2.4 Pemantauan Pemantauan terhadap kegiatan riset yang mendapat dana insentif riset KRT dilaksanakan pada program yang sedang berjalan. Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pekerjaan agar dapat mewujudkan produk target meliputi: a) kesesuaian antara perencanaan dan kegiatan riset yang dilaksanakan, b) kemajuan substansi dan administrasi, c) untuk mengetahui permasalahan yang terjadi baik substansi maupun administrasi. Pemantauan dilakukan minimal sekali dalam satu tahun, sekitar bulan ke enam atau ke tujuh dari tahun berjalan. Aktivitas pemantauan dilakukan secara internal oleh Lembaga Penerima Insentif Riset (biasanya Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi) dengan memeriksa dan menilai laporan kemajuan kegiatan, atau secara in-situ, ataupun melalui presentasi untuk selanjutnya pada beberapa kota dan lembaga terpilih dilakukan juga pemantauan oleh Tim Pemantau terdiri dari KRT dan DRN yang datang ke berbagai lembaga di berbagai kota.
Gambar 9 Presentasi Pemantauan Insentif Riset
Gambar 10 Kunjungan Lapangan Tim DRN dan KRT pada Evaluasi Insentif Riset
Lem baga Pener im a Insent if Riset waj ib memperhatikan urutan pelaksanaan aktivitas riset tersebut. Panduan atau catatan pemantauan disiapkan oleh Badan Pekerja DRN, Tim Pemantau dari Pusat diusulkan oleh Komisi Teknis, agar dapat memberikan arahan terhadap kegiatan riset agar hasil riset sesuai dengan proposal yang diajukan; dalam rangka mewujudkan produk target. Bahan untuk pemantauan adalah laporan tengah tahun dari Lembaga Penerima dan Tim Pemantau datang dan mendengarkan presentasi di Perguruan Tinggi dan LPNK yang relatif besar jumlahnya. Tim Pemantau dari DRN dan KRT didukung Tim Pelaksana / Pendamping akan mengadakan komunikasi, analisa, dan verifikasi tentang hasil pemantauan internal bersama dengan lembaga penerima insentif riset. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut Tim Pemantau membuat catatan dan rekomendasi atas hasil pemantauan internal. Rekomendasi ini penting, khususnya untuk riset yang sifatnya lanjutan.
14
Gam bar 11 Laporan Pem antauan Insentif Riset
Gambar 12 Laporan Evaluasi Insentif Riset
2.2.5 Evaluasi Aktivitas ini ditujukan untuk mengevaluasi hasil dan capaian aktivitas riset pada akhir tahun berjalan. Seperti halnya pemantauan, evaluasi dilakukan tahap pertama secara internal oleh Lembaga Penerima Insentif Riset dengan memeriksa dan menilai laporan kemajuan, atau secara in-situ, ataupun mendengarkan presentasi oleh periset. Seperti pada pemantauan, panduan atau catatan evaluasi disiapkan oleh Badan Pekerja DRN, Tim Evaluasi dari DRN dan KRT diusulkan oleh Komisi Teknis dan bersama dengan Tim Pamantauan, didukung Tim Pelaksana / Tim Pendamping akan mengadakan komunikasi, verifikasi dan evaluasi tentang hasil evaluasi internal bersama dengan lembaga penerima insentif. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut Tim Evaluasi membuat catatan dan rekomendasi atas hasil pemantauan internal. Rekomendasi ini penting, khususnya untuk riset yang sifatnya lanjutan.
15
III PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 76/M/Kp/II/2011 (BUTIR 2) 3.1 Masukan Tentang Revitalisasi DRN DRN sebagai lembaga non-struktural yang diharapkan menjadi ‘think tank’ dalam rangka meningkatkan kinerja pembangunan iptek nasional telah mengalami dinamika pasang-surut yang menarik untuk dijadikan pelajaran . Pada periode awal 80-an, DRN dibentuk dalam rangka membantu dan bertanggung jawab kepada Menristek, tetapi anggotanya diangkat oleh Presiden atas usulan Menristek selaku Ketua DRN. Walaupun tugasnya membantu Menristek, namun DRN sendiri diketuai oleh Menristek (Keppres 1/1984). Sedangkan pada periode 1999-2004 DRN langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Dengan diberlakukannya Perpres 16/2005, Posisi DRN kembali mengalami perubahan. Anggota DRN pada periode 2005-2008 di tetapkan oleh Menristek, sedangkan ketua, wakil ketua, dan sekretaris dipilih langsung dari anggota DRN dan ditetapkan melalui Sidang Pleno DRN. Namun untuk periode selanjutnya (2009-2001), keanggotaan DRN diusulkan oleh DRN untuk ditetapkan oleh Menristek. Tugas DRN antara lain mendukung Menristek dalam merumuskan arah, prioritas, dan kebijakan strategis pembangunan iptek nasional. DRN pada posisi saat ini dirasakan belum mempunyai peran dan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan iptek. Hal ini tidak berarti bahwa kinerja DRN periode 2009-2011 belum optimal, tetapi lebih disebabkan karena DRN saat ini masih miskin fungsi, keterbatasan kewenangan, dan kurang optimalnya sumberdaya yang dikelola. DRN sebagai lembaga non-struktural yang bertugas membantu dan bertanggung jawab kepada Menristek membuka fleksibilitas untuk dilakukan restrukturisasi organisasinya agar lebih efektif dan produktif dalam mengemban tugas yang diamanahkan. Untuk itu berdasarkan kesepakatan rapat Badan Pekerja DRN dibentuk Tim Adhoc yang terdiri atas Benyamin Lakitan/ Ketua Komisi Teknis Ketahanan Pangan (sebagai Ketua Tim); Ashwin Sasongko/ Ketua Komisi Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Betti Alisjahbana/ Wakil Ketua DRN yang menghasilkan Laporan Revitalisasi DRN. Pemahaman kontekstual Pasal 2 ayat (2) Perpres 16/2005 tentang DRN sebagai lembaga independen harus didudukkan secara proporsional. Penetapan pemerintah untuk DRN membantu Menristek dan pembiayaan operasional DRN bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengisyaratkan bahwa DRN merupakan lembaga non-struktural yang jelas berafiliasi pada pemerintah. Namun demikian, secara substansial DRN harus secara independen memberikan masukan bagi Menristek dalam merumuskan arah, prioritas utama, dan kebijakan strategis pembangunan iptek. Independensi DRN bermakna bahwa DRN harus bebas dari kepentingan pribadi atau golongan tertentu, sebaliknya harus sepenuhnya mengusung kepentingan bangsa dan negara. Sebagai hasil dari rapat Badan Pekerja DRN yang membicarakan masukan Laporan Tim Adhoc tentang Revitalisasi DRN diusulkan agar: [1] DRN menempati posisi yang memungkinkan untuk menjalin koordinasi dengan badan litbang pada berbagai kementerian dan lembaga lainnya; [2] DRN dapat menjalankan fungsi promotor, komunikator, dan intermediator di bidang riset bersama (berpadanan) dengan KRT; dan [3] perlu dipertimbangkan penataan kembali kelembagaan dan manajemen riset yang dibiayai APBN oleh KRT (misalnya melalui ‘Kebijakan Satu Pintu’). Gagasan DRN ini tentu masih perlu diuji viabilitasnya. Namun demikian, gagasan ini telah membuka cakrawala pemikiran baru sebagai alternatif dalam upaya bersama untuk merevitalisasi 16
peran dan fungsi DRN agar dapat secara positif dan nyata berkontribusi dalam pembangunan iptek nasional. Paling tidak ada 2 konsideran yang patut dipertimbangkan, yakni: [1] dinamika politik di era demokratisasi saat ini sangat berbeda dengan kondisi pada era Orde Baru dimana ‘Kebijakan Satu Pintu’ pernah diterapkan; dan [2] DRN bukan tumpuan satu-satunya dalam pembangunan iptek, sehingga perlu dicermati terlebih dahulu peran dan fungsi kelembagaan iptek lainnya yang saat ini masih diakui eksistensinya. Keberhasilan upaya revitalisasi DRN akan memerlukan paling tidak dua prasyarat utama, yakni: [1] kewenangan yang didukung regulasi yang tegas dan [2] sumberdaya yang dikelola sebanding dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Berdasarkan telaah yang dilakukan oleh Tim Adhoc DRN , maka beberapa butir rekomendasi utama dapat disampaikan sebagai berikut: [1] DRN saat ini tergolong miskin fungsi dengan kewenangan yang sangat terbatas dan dukungan sumberdaya yang kurang optimal, sehingga peran dan kontribusi DRN secara nyata dalam pembangunan iptek masih sangat terbatas. Untuk meningkatkan peran DRN tersebut, maka perlu dilakukan revitalisasi lembaga DRN. [2] Upaya revitalisasi DRN tersebut dapat mencakup restrukturisasi agar lebih kompatibel dengan kebijakan nasional iptek untuk melakukan perkuatan SINas, penataan kembali komposisi keanggotaannya agar lebih seimbang keterwakilan antara pengembang dan pengguna teknologi, dan penyesuaian kembali produk-produk regulasi agar ekosistem yang kondisif bisa terbangun. [3] Revitalisasi perlu dilakukan dalam dua fase, dimana fase pertama dilakukan segera selama periode 2009-2011 untuk diimplementasikan pada periode tugas selanjutnya (2011-2014); sedangkan fase kedua diawali dengan penyesuaian produk regulasi untuk landasan bagi pembentukan DRN dengan fungsi yang lebih ideal (revitalized DRN). [4] Revitalisasi fase pertama dilakukan berbasis pada peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku dengan tanpa keharusan melakukan revisi produk legislasi yang ada, dan difokuskan pada upaya restrukturisasi dan penyesuaian komposisi keanggotaan; sedangkan revitalisasi fase kedua difokuskan pada upaya membentuk DRN dengan peran yang lebih signifikan dan proyeksi kontribusi yang lebih nyata terhadap pembangunan iptek, yang (mungkin) memerlukan revisi peraturan perundang-undangan. [5] Tugas pokok DRN di masa yang akan datang direkomendasikan mencakup: [1] membangun basis data iptek yang akurat, komprehensif, dan mutakhir; [2] memberikan informasi tentang perkembangan dan ketersediaan teknologi nasional; [3] mengidentifikasi kebutuhan dan persoalan teknologi di dalam negeri; [4] membantu menetapkan prioritas riset sesuai dengan kebutuhan (demand-driven), dan berbasis potensi sumberdaya nasional; dan [5] membantu mengawal investasi pemerintah untuk pembangunan iptek, agar secara konsisten fokus pada prioritas yang telah ditetapkan. 3.2 Masukan tentang Pendanaan Litbang Alternatif dalam Rangka Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) Pembangunan Bidang Iptek, sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, diarahkan untuk penguatan sistem inovasi nasional (SINas). Upaya memperkuat SINas telah dilakukan baik melalui penguatan sumberdaya, penguatan kelembagaan, maupun penguatan jejaring iptek. Namun kenyataan menunjukan bahwa 17
kemajuannya masih belum seperti yang diharapkan. Pada tataran konseptual, Sistem Inovasi Nasional (SINas) dinilai sudah cukup baik, namun pada tataran implementasi masih menghadapi permasalahan. Kelemahan pada tahap implementasi SINas terutama disebabkan kurangnya keberpihakan penentu kebijakan yang diindikasikan dengan masih rendahnya alokasi anggaran R&D, yaitu hanya 0,8 % dari APBN atau sekitar 0.16% dari PDB (data tahun 2011). Untuk memberi masukan kepada Pemerintah c.q. Menristek, DRN mengadakan lokakakarya dengan topik “Pendanaan Litbang Alternatif Dalam Rangka Penguatan SINas” pada 25 Oktober 2011 dengan pembicara dari Komisi VII DPR RI, Deputi Sumber Daya Iptek KRT, dan Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT; dengan mengundang peserta dari berbagai lembaga terkait antara lain: Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Bappenas, BUMN, Kemendikbu, KRT, KIN, Bank Indonesia, BPPT, LIPI, PT. Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia, PT Permodalan Nasional Madani, KADIN, BIC. Upaya yang perlu dilakukan untuk memperbesar peluang peningkatan ketersediaan anggaran R&D baik yang berasal dari APBN maupun non APBN antara lain adalah dengan meningkatkan komunikasi yang lebih efektif yang bersifat ‘win-win’ berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing antara KRT, LPNK, dan Perguruan Tinggi (sebagai pengguna anggaran R&D), dengan DPR; salah satu contoh misalnya program – program yang dapat meningkatkan elektabilitas anggota Dewan di daerah pemilihannya. Rekomendasi kebijakan yang dirumuskan dalam dalam lokakarya tersebut terkait dengan pendanaan litbang dalam penguatan sistem inovasi nasional adalah: 1. Untuk menghindarkan terjadinya hambatan operasional dalam kegiatan R&D akibat sistem penganggaran yang dianggap kurang fleksibel dengan kegiatan R&D, diperlukan penataan sistem anggaran yang didasarkan pada pengertian bahwa R&D adalah investasi, bukan expenditure. Untuk itu perlu komunikasi yang efektif dengan lembaga yang berperan dalam sistem audit keuangan nasional seperti BPK untuk mendapat masukan agar secara komprehensif berbagai aspek terkait dapat diakomodasikan dalam Sistem Perencanaan Anggaran Nasional. 2. Penguatan Sistem Inovasi Nasional selayaknya tidak mengandalkan sepenuhnya pada anggaran pemerintah (APBN dan APBD). Kontribusi pendanaan dari dunia usaha terutama sektor industri yang menjadi prioritas/ andalan sebagai pengguna inovasi adalah sangat penting. Untuk itu diperlukan mekanisme yang jelas tentang alokasi peran, hak dan kewajiban, reward dan kompensasi dan sebagainya, sehingga menjadi aturan yang dapat dipraktekkan (practicable). 3. Untuk memperlancar proses difusi inovasi yang melibatkan lembaga R&D sebagai penghasil dan industri sebagai pengguna, serta lembaga intermediasi sebagai penghubung, perlu penyamaan persepsi di antara para pihak, bahwa inovasi adalah kegiatan kolaborasi bukan transaksi, sehingga dalam skema pendanaan menjadi jelas mana yang bersifat komersial dan yang non komersial. 4. Skema pembiayaan seperti Corporate Social Responsibility (CSR), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan aneka skema pembiayaan lainnya, dapat menjadi sumber pembiayaan alternatif bagi lembaga R&D. Untuk dapat memanfaatkan dana tersebut, maka peneliti/ perekayasa dan institusi masing-masing harus cukup ulet, inovatif, dan mampu meyakinkan penyandang dana tentang portofolio bisnis yang dikerjasamakan. 5. Program insentif untuk peningkatan kegiatan R&D perlu terus dilaksanakan dengan memanfaatkan pengalaman yang pernah dilakukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi 18
seperti Program Start Up Capital , Inkubator Bisnis, Asuransi Teknologi bagi Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT), maupun Program Kemitraan / Bina Lingkungan (PKBL) yang dicanangkan Kementerian BUMN kepada BUMN yang memperoleh laba. 6. Perlu payung bersama dalam bentuk program nasional yang menjadi “flagship” untuk mengembangkan technopreneurship dan dilaksanakan bersama secara sinergis antara Kementerian Ristek sebagai pengendali program dan LPNK sebagai pelaksana di lapangan serta dunia usaha dari BUMN dan swasta nasional sebagai pengguna. Pelaksanaan program tersebut harus dikelola secara baik dan dapat diandalkan dalam kerangka penerapan Sistem Inovasi Nasional untuk mendukung keberhasilan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). 3.3 Masukan Tentang Dukungan Iptek Dalam Masterplan Perluasan Dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Visi MP3EI adalah “Mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia di tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan”. Untuk itu MP3EI diarahkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan PDB yang ditahun 2010 adalah US$700 milyar menjadi lebih dari US$4 triliun ditahun 2025. Dalam rangka pencapaian VISI dan peningkatan PDB tersebut telah dicanangkan penguatan SDM dan Iptek sebagai pilar ketiga dari kerangka desain MP3EI, sehingga peran Iptek menjadi sangat penting untuk menuju ekonomi berbasis inovasi. Sesuai dengan peningkatan PDB tersebut direncanakan peningkatan anggaran untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Dalam inisiatif inovasi dicanangkan konsep 1:747, yaitu [a] anggran R&D menjadi 1% di tahun 2014 atau 2015, [b] dapat mendukung 7 langkah ekosistem inovasi, [c] melalui 4 wahana percepatan pertumbuhan ekonomi, dan [d] menuju 7 visi inovasi 2025. Pertumbuhan R&D menjadi 1% dari GDP diharapkan akan dapat menjadikan pemicu efisiensi ekonomi di tahun 2015, berikutnya akan menjadi 2% ditahun 2020 sehingga sudah mampu menjadi pemicu inovasi. Untuk selanjutnya diarahkan menjadi 3% dari GDP sebagai keberlanjutan pengembangan. Arti dari peningkatan anggaran tersebut memberikan lahan pada bidang iptek untuk membuat langkah-langkah kongkrit dalam menuju perekonomian bangsa berbasis inovasi. Sesuai dengan koridor ekonomi utama yang ada dalam MP3EI, iptek yang dibutuhkan adalah sesuai dengan prioritas dan keunggulan di masing-masing koridor. Untuk itu diperlukan Pusat Unggulan (center of excellent) untuk setiap koridor sesuai dengan kegiatan utamanya. Dalam pembentukan Pusat Unggulan bukan hanya melakukan kegiatan riset saja, tetapi sudah harus melangkah kepada tindak lanjut kegiatan riset untuk masuk ke industri, untuk itu penting adanya inkubator didalam pusat unggulan yang sudah melibatkan pihak industri. Dalam hal ini peran semua yang terkait sangat penting, karena dukungan ( BUMN, Swasta atau FDI) baik dari segi teknis (spesifikasi) maupun anggaran akan sangat menentukan keberhasilan hasil riset menjadi produk yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Juga peran pemerintah untuk memberikan regulasi yang kondusif bagi hasil-hasil riset menuju pengguna akan sangat menentukan. Untuk memberikan masukan pada Pemerintah c.q. Menristek, DRN mengadakan lokakarya dengan topik ”Penguatan Pilar SDM dan Iptek dalam Mendukung MP3EI” pada tanggal 1 Desember 2011 dengan Pembicara dari KP3EI/ Kadiv Komunikasi Publik dan Promosi, Ditjen Pendidikan Tinggi-Kemendikbud, Deputi Relevansi dan Produktivitas Iptek KRT, dan DRN. Adapun peserta yang diundang berasal dari berbagai lembaga terkait seperti KRT, KADIN, KIN, Bappenas, KetuaKetua DRD, LPNK, LPK, dan DRN. Rekomendasi yang dihasilkan disampaikan adalah : 19
1. Kedudukan penguatan SDM dan Iptek menjadi pilar ke -3 dalam kerangka desain MP3EI, merupakan kesempatan untuk pengembangan Iptek dalam negeri, untuk itu Lembaga litbang dan perguruan tinggi perlu proaktif dengan membuat program yang lebih konkrit dalam mendukung MP3EI. 2. Proyek dan anggaran untuk daftar investasi infrastruktur sudah ditetapkan, untuk itu komunitas Iptek perlu berusaha untuk dapat berperan serta dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. 3. Pembentukan Pusat Unggulan (Center of Excellent) di setiap koridor sesuai dengan keunggulan di masing-masing koridor. Pembentukan tersebut dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritas dan anggaran yang tersedia. Untuk itu perlu segera dibentuk road-map pembentukan Center of Excellent. 4. Pentingnya lembaga inkubator berada dalam Center of Excellent yang dapat menjembatani hasil kegiatan riset menjadi produk yang dapat diterima oleh pengguna. 5. Untuk suksesnya Sistem Inovasi Nasional 1:747, anggaran untuk Iptek direncanakan 1% dari PDB di tahun 2015 dan akan menjadi 3% ditahun 2025. Untuk itu diperlukan rencana kerja yang lebih rinci (blue print) dalam setiap tahunnya agar sejalan dengan kenaikan anggaran dapat ditunjukkan pula peningkatan hasil karya yang bermanfaat bagi perkembangan ekonomi sehingga mulai menuju pada ekonomi berbasis inovasi. 6. Bidang Kesehatan dan Obat hendaknya dapat dimasukkan dalam kegiatan ekonomi utama 7. Kegiatan riset yang mendukung MP3EI hendaknya mendapatkan insentif pajak dan kemudahankemudahan lainnya sehingga menarik minat pemangku kepentingan terkait. 3.4 Upaya Pemenuhan Hak Anggota Dewan Riset Nasional Perpres Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional, mengatur kelembagaan, organisasi, keanggotaan, tugas, dan pembiayaan DRN; tetapi tidak satupun ayat yang mengatur hak anggota DRN. Dalam satu kesatuan revitalisasi DRN, selayaknya akan diupayakan pemenuhan hak anggota DRN. Untuk itu dibentukTim Adhoc DRN yang menangani upaya pemenuhan hak Anggota DRN. Mengacu pada aturan keuangan negara yang berlaku, bahwa ketentuan yang berkaitan dasar pembelanjaan di luar Satuan Biaya Umum yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, maka dapat diterbitkan regulasi tentang hak anggota DRN atas persetujuan Menteri Keuangan melalui Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Usulan besaran hak anggota DRN diusulkan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi,dengan memperhatikan tugas atau job description atas nama Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota DRN. Dengan mempertimbangkan bahwa, DRN mempunyai tugas memberi masukan ke Menteri, maka sebaiknya dasar hukum penetapan hak anggota sebaiknya (kalau ada) disesuaikan dengan hak anggota Lembaga Non Struktural yang sepadan dengan DRN. Dengan memperhatikan waktu penyusunan Perpres, maka yang paling dekat dengan Perpres No. 16/2005 adalah Lemhanas; dengan honor anggota Rp 5 500 000 .Merujuk pada Standar Biaya Umum Tahun 2011 (Kepmenkeu N0. 100/PMK.02/2010), bahwa : honor anggota pelaksana kegiatan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebesar Rp 1 500 000 (100%) dan honor anggota pelaksana kegiatan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri sebesar Rp 750 000 (50%); maka dapat diusulkan honor anggota DRN yang mempunyai tugas member masukan ke Menteri sebesar 50% dari honor anggota Lemhanas (Rp 5 500 000) =Rp 3 500 000,20
Dalam perjalanan upaya tersebut, rancangan besaran hak anggota DRN setelah diusulkan Menteri Negara Riset dan Teknologi ke Menteri Keuangan, untuk dikeluarkan izin prinsip berkenaan hak anggota DRN. Walaupun demikian, dari usulan hak anggota DRN sebesar Rp 3 500 000 per bulan, telah dikeluarkan izin prinsip dari Menteri Keuangan sebesar Rp 750 000. Dan akhir tahun 2011, disusun rancangan Perpres berkenaan dengan hak anggota DRN, dan sedang dalam proses paraf oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Keuangan dan Menteri PAN dan RB. 3.5 Usulan Keanggotaan DRN Periode 2012 - 2014 Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi No. 89/M/Kp/V/2005, menyatakan bahwa keanggotaan DRN periode 2009-2011 terhitung mulai tanggal 31 Desember 2011 dinyatakan telah berakhir. Mempertimbangkan Peraturan Dewan Riset Nasional No. 1/DRN/PER/VII/2007 tentang Tata kerja dan Tata Cara Pelaksanaan Dewan Riset Nasional Pasal 7 tentang persyaratan keanggotaan DRN yaitu: a. warga negara Indonesia; b. beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. berumur minimal 35 (tiga puluh lima) tahun; e. mempunyai kualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya tamat program sarjana S1 atau yang sederajat; f. menguasai sekurang-kurangnya 1 (satu) bahasa asing secara aktif; g. memiliki keahlian, kepakaran, dan kompetensi di bidang iptek; h. secara nyata terbukti menaruh perhatian terhadap pembangunan iptek; i. mempunyai waktu untuk melaksanakan tugas-tugas DRN. Maka dilakukan serangkaian kegiatan untuk menjaring calon Anggota DRN periode 2012-2014. Seperti diketahui, terkait dengan usulan revitalisasi DRN pada fase pertama, diarahkan pada upaya pembagian Komisi Teknis yang dapat mengakomodasi perkembangan dan prioritas bidang teknologi yang sesuai dengan kebutuhan nasional. Selain itu, juga dilakukan penyesuaian komposisi anggota selain untuk menyeimbangkan keterwakilan dari komunitas pengembang, pengguna teknologi dan lembaga penunjang; juga diarahkan agar aktor-aktor utama dari sektor pembangunan dapat lebih efektif berperan. Serangkaian rapat Komisi Teknis dan rapat Badan Pekerja menyepakati bahwa Komisi Teknis DRN berjumlah 7 dengan nama sesuai dengan nama bidang fokus RPJMN 2010-2014, yaitu: [1] Ketahanan Pangan, [2] Energi, [3] Teknologi Informasi dan Komunikasi, [4] Teknologi dan Manajemen Transportasi, [5] Teknologi Pertahanan dan Keamanan, [6] Teknologi Kesehatan dan Obat, [7] Material Maju. Disepakati bahwa setiap Komisi Teknis beranggotakan 7 orang yang masing-masing memiliki kompetensi: [1] intermediasi pengembang-pengguna, [2] regulasi dan kebijakan publik, [3] relevansi teknologi, [4] kapasitas adopsi pengguna, [5] kebutuhan teknologi nasional, yang memberikan kontribusi dalam kebijakan penguatan sistem inovasi nasional dan didukung [6] sains dasar - untuk memperkuat basis keilmuan, [7] sosial kemanusiaan - untuk mendukung implementasi dari pemanfaatan hasil riset.
21
Disepakati pula untuk setiap Komisi Teknis 1-7 akan dipilih 5 orang; sedangkan khusus untuk Komisi Sains Dasar dan Sosial Kemanusiaan dari nama-nama yang diajukan akan dipilih masing-masing 1 orang untuk masuk dalam Komisi 1-7. Dengan demikian nantinya anggota DRN akan berjumlah 49 orang, ditambah 1 orang yang dicadangkan menjadi ketua sehingga seluruhnya berjumlah 50 anggota (sebagai perbandingan, DRN periode 2009-2011 beranggotakan 100 orang). Sebagai hasil rapat Badan Pekerja tersebut, saat ini telah diusulkan 15 nama dari setiap Komisi Teknis kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi untuk dipilih menjadi 7 nama dan selanjutnya akan ditetapkan sebagai Anggota DRN Periode 2012-2014.
22
IV PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 76/M/Kp/II/2011 (BUTIR 3) Dalam rangka melaksanakan kegiatan koordinasi internal dan pengambilan keputusan DRN menyelenggarakan rapat Badan Pekerja yang diselenggarakan hampir tiap bulan sekali, dengan menghadirkan Pimpinan DRN para Ketua Komisi Teknis, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan rapat Komisi Teknis. 4.1 Pemantauan Perkembangan Iptek : Hasil Kegiatan Komisi-Komisi Teknis DRN 2009-2011 4.1.1 Ketahanan Pangan Kegiatan Dewan Riset Nasional, khususnya Komisi Teknis Ketahanan Pangan selama kurun waktu 2009 – 2011, terdiri dari kegiatan rutin berupa rapat komisi teknis, lokakarya / FGD, penyelengaraan seleksi insentif riset, penyusunan Agenda Riset Nasional, dan perumusan rekomendasi kebijakan mengenai isu-isu di bidang pangan yang sedang berkembang. Rapat rutin komtek pangan pada umumnya dilaksanakan untuk membahas substansi yang bersifat teknis administratif, sedangkan workshop atau FGD dilakukan untuk membahas isu-isu strategis di bidang pangan yang berkaitan dengan pengembangan riset dan teknologi. Berdasarkan urutan kegiatan, maka pada tahun 2009, kegiatan utama komtek pangan difokuskan pada penyeleksian proposal insentif riset TA 2010, yang proses penyeleksiannya dimulai pada Bulan Mei 2009. Penyeleksian dilakukan secara bertahap, mulai dari seleksi administratif, seleksi subtansi untuk memperoleh “short list” dan seleksi melalui presentasi. Kegiatan ini berakhir hingga bulan November 2009. Kegiatan selanjutnya adalah penyusunan Agenda Riset Nasional 2010-2014. Penyusunan agenda riset nasional tersebut dilakukan melalui rapat-rapat rutin dan konsinyering yang diikuti oleh anggota komisi teknis pangan yang berlangsung pada akhir tahun 2009 hingga awal tahun 2010. Draft yang tersusun selanjutnya dikomunikasikan dengan pihak yang berkepentingan dan selanjutnya dibahas bersama komtek lain di DRN untuk disinkronisasikan. Buku Agenda Riset Nasional 2010-2014 merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh anggota DRN periode 2009-2011. Kegiatan pada tahun 2010, disamping melakukan kegiatan rapat rutin, komtek pangan juga berperan dalam kegiatan penyeleksian proposal insentif riset untuk tahun anggaran 2011. Proses seleksi pada tahun 2010 dilakukan dalam dua tahap yaitu seleksi substansi dan seleksi melalui presentasi. Selain itu komtek pangan menyelenggarakan beberapa kali workshop yang membahas tentang Strategi Peningkatan Adopsi Teknologi Pangan pada bulan Agustrus 2010, dan Strategi Peningkatan Adopsi Teknologi Untuk Lahan Sub Optimal, Industri Pedesaan dan Produksi Perikanan pada bulan November 2010. Hasil diskusi tersebut sangat bermanfaat bagi perumusan kebijakan adopsi teknologi di sektor pertanian dan pangan. Pada tahun 2011 diselenggarakan Lokakarya Penguatan Jejaring Riset dalam rangka Peningkatan Riset Unggulan Daerah yang diselenggarakan pada bulan Mei 2011. Beberapa rumusan yang diperoleh dari lokakarya antara lain adalah proses pemanfaatan hasil riset oleh pengguna perlu melewati tahap pengenalan dan adopsi yang prosesnya tidak sesederhanya yang diperkirakan. Hasil riset untuk meningkatkan nilai tambah berbagai produk pertanian ekspor, ternyata belum mampu mengubah “kebiasaan” eksportir menjual komoditas masih dalam bentuk bahan mentah, bukan dalam bentuk produk olahan yang bernilai-tambah tinggi. Pembangunan iptek tidak bisa dilakukan lagi secara parsial tetapi harus terintegrasi dalam satu sistem pembangunan ekonomi bangsa. Dengan demikian topik-topik riset tidak lagi hanya untuk memenuhi rasa keingintahuan peneliti semata (curiosity-driven research), tetapi lebih didasarkan pada kebutuhan nyata dari para penggunanya (demand-driven research). Kegiatan Komtek Pangan pada tahun 2011 secara khusus menmbahas tentang revitalisasi Dewan Riset Nasional dan Keterkaitan antara kegiatan Riset dengan MP3EI. Untuk meningkatkan 23
kinerja DRN, maka komposisi keanggotaan DRN Pengusulan calon anggota DRN selayaknya memperhatikan perimbangan antara penyedia teknologi (akademisi / peneliti), dan pengguna teknologi (masyarakat tani dan pelaku agribisnis). Selain itu, anggota DRN berfungsi memberikan masukan kepada Menristek yang memiliki program utama Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), dengan demikian calon anggota DRN harus dapat melihat aspek-aspek dalam SINas, khususnya bidang pangan dan pertanian. Keterkaitan antara kegiatan riset dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) secara khusus dibahas pada akhir tahun 2011. Hal ini dilakukan mengingat bahwa Iptek dan SDM merupakan salah satu dari tiga pilar penyelenggaraan MP3EI sehingga mempunyai peran penting. Dalam penyusuna ARN dan program-program DRN ke depan, perlu di pastikan bahwa kesemuanya selaras dengan MP3EI. Rekomendasi untuk DRN yang akan datang (1) Program dan kegiatan Komtek Pangan perlu tetap diarahkan pada tujuan pembangunan bidang pangan sesuai RPJMN 2010-2014, yaitu peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan indeks nilai tukar petani sebesar 115-120 pada 2014. Selain itu perlu juga difokuskan pada upaya memberikan dukungan dalam implementasi MP3EI. (2) Nomenklatur Komisi Teknis Ketahanan Pangan perlu dievaluasi agar dapat menangani isu-isu penting di bidang pertanian non pangan seperti komoditi karet, sawit, atsiri, dan pertanian non pangan lainnya. Untuk itu nama komisi ini dapat diubah manjadi Komisi Teknis Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture). (3) Komposisi keanggotaan DRN selayaknya memperhatikan perimbangan antara penyedia teknologi (akademisi / peneliti), dan pengguna teknologi (masyarakat tani dan pelaku agribisnis), dan pembuat kebijakan (government) . Selain itu, anggota DRN berfungsi memberikan masukan kepada Menristek yang memiliki program utama Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), dengan demikian calon anggota DRN harus dapat melihat aspek-aspek dalam SINas, khususnya bidang pangan dan pertanian.
Gambar 13 Suasana Rapat Komtek Ketahanan Pangan
24
4.1. 2 Energi Ada beberapa isu terkait dengan bidang energi, yaitu ketahanan energi dan energi keberlanjutan untuk penyediaan energi, serta konservasi energi untuk pemanfaatan/penggunaan energi. Ketahanan energi sangat penting bagi pembangunan saat ini karena merupakan pilar utama bagi ketahanan ekonomi, ketahanan budaya, dan kemandirian industri. Sementara energi berkelanjutan, selain untuk menjamin ketersediaan energi (internal), juga untuk merespon dinamika perubahan energi global (eksternal). Hal ini bisa terkait dengan isu lingkungan, seperti pemanasan global, perubahan iklim, dan pencemaran udara. Jadi pengembangan energi berkelanjutan memiliki tiga dimensi yang saling terkait, yakni ketahanan energi domestik, pertumbuhan ekonomi, dan aspek lingkungan hidup. Di sisi penggunaan energi, Indonesia merupakan negara yang sangat boros dalam hal pemakaian energi. Pemakaian energi yang boros ini di indikasikan dengan intensitas pemakaian energi yang tinggi. Di bidang industri, intensitas pemakaian energi yang tinggi akan mengurangi daya saing produksi. Untuk itu, program konservasi dan efisiensi energi memegang peranan penting untuk mengatasi masalah pemakaian energi yang boros tersebut. Program ini, selain dapat meningkatkan daya saing produksi juga merupakan pilar energi berkelanjutan. Peningkatan efisiensi pengunaan energi dan pengembangan energi yang berkelanjutan memungkinkan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang semakin meningkat tanpa harus mengorbankan masa depan generasi penerus. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam memiliki potensi yang sangat besar untuk perkembangan berbagai energi baru dan terbarukan. Berbagai jenis sumber energi baru dan terbarukan yang dimiliki Indonesia antara lain: (a) energi panas bumi; (b) energi angin; (c) energi surya (matahari); (d) tenaga air termasuk mikro, mini dan piko hidro; (e) energi laut, termasuk gelombang dan arus laut (f) biofuels, termasuk biodiesel dan bioethanol; (g) biomasa dan biogas; (h) nuklir; (i) hidrogen dan fuel-cell; (j) coal bed methane; dan (k) batubara peringkat rendah (untuk bahan bakar cair dan gas). Namun, meski memilki potensi yang berlimpah, pemanfaatan sumbersumber energi baru dan terbarukan secara umum masihlah sangat rendah (sekitar 4%). Pada hal, dalam Kebijakan Energi Nasional, dengan mengacu pada Perpres No. 5 tahun 2006; perencanaan energi Indonesia menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 harus mencapai 17 persen. Guna mengoptimalkan pemanfataan energi baru dan terbarukan, beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: a. Selain aspek teknis, perlu memperhatikan aspek sosial. Karena banyak teknologi yang secara teknis telah siap namun sulit diimplementasikan karena faktor sosial. Misalnya, salah satu pilihan sebagai penyediaan tenaga listrik guna memenuhi permintaan yang terus meningkat dengan pesat di Indonesia adalah melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Berdasarkan pengalaman dari negara-negara maju, teknologi PLTN dalam keadaan operasi normal mempunyai keunggulan (relatif aman, ekonomis, dan bersih/ramah lingkungan). Namun di Indonesia masih sulit direalisasikan karena persepsi yang diterima masyarakat masih negatif. Jadi, tidak kalah penting adalah sosialisasi pada masyarakat, sehingga PLTN bisa diterima dengan baik. b. Memperhatikan keekonomian teknologi yang dikembangkan. Secara umum, banyak energi baru dan terbarukan masih kurang kompetitif. Sehingga perlu insentif atau dipilih teknologi dan tempat/cara pengembangan yang tepat. Misalnya, Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi Skala Kecil dan Pembangkit Listrik dari Biomassa, secara umum kurang ekonomis kalau dikembangkan 25
di daerah-daerah yang mempunyai sumber energi murah seperti batubara dan gas. Namun cukup jika digunakan untuk mensubstitusi Pembangkit Listrik Tenaga Disel didaerah terpencil yang mempunyai sumber panasbumi atau banyak potensi biomassa. c. Dukungan regulasi dan kebijakan yang implementatif. Secara tertulis telah banyak regulasi yang bagus. Namun sulit diimplementasikan, karena tidak dibarengi dengan kebijakan yang tepat. Misalnya, pemerintah telah menyediakan insentif untuk Bahan Bakar Nabati, tetapi disisi lain subsidi terhadap BBM masih tinggi. Sehingga, BBN tetap kurang bersaing. Bahan baku Bahan Bakar Nabati ada jutaan kiloliter tapi dipakai Pertamina hanya sedikit karena ternyata alat pencampurnya kurang (kurangnya kebijakan yang bisa mendorong hal tersebut). d. Selain penggunaan sumber energi terbarukan, pemerintah Indonesia juga dapat memberikan berbagai insentif untuk penghematan energi atau penggunaan peralatan yang hemat energi. Secara umum, untuk memperoleh penghematan yang signifikan perlu investasi yang cukup besar. Meskipun secara keekonomian jangka panjang cukup menarik, namun karena perlu investasi besar di awal kurang menarik bagi pengembang/industri yang mempunyai dana terbatas. e. Memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber energi. Agar riset dapat membantu percepatan terimplementasinya Energi Baru dan Terbarukan serta efisiensi energi sesuai dengan target, maka DRN (Komtek Energi) perlu meningkatkan peran dalam hal: [1] Mendorong adanya roadmap di setiap klaster energi dan peta potensi EBT yang rinci dan akurat di setiap lokasi; [2] Mendorong riset yang berorientasi pada produk target dan site spesific yang dapat dikembangkan untuk memberikan nilai tambah; [3] Memperkuat riset non teknis yang mampu mendorong terimplementasinya riset - riset atau teknologi – teknologi yang telah berhasil secara teknis; [4] Mendorong sinkronisasi di Kelitbangan Energi Baru dan Terbarukan, Kemenristek memberi rekomendasi teknologi dari hasil riset mulai riset dasar sampai dengan tingkat difusi. Kemenperin berperan di area pabrikasi alat Energi Baru dan Terbarukan, sementara Kementerian ESDM berperan di area pengembangan. Seharusnya Kementerian ESDM mampu menjembatani antara Kemenristek dan Kemenperin Sejalan dengan Sistem Inovasi Nasional dan Daerah, bahwa inovasi nasional maupun daerah tersebut perlu dipantau agar dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka anggota DRN yang akan datang perlu mempertimbangkan untuk: [1] menunjuk pusat-pusat unggulan kegiatan utama litbang mengacu pada ARN (yang telah disesuaikan dengan MP3EI) sebagai simpul pelaksanaan sistem inovasi, baik di pusat maupun daerah, [2] menugaskan kelompok-kelompok teknis DRN memantau kesesuaian pelaksanaan kegiatan pada pusat-pusat unggulan tsb terhadap target yang tertera pada ARN, [3] memberikan supervisi pada pusat-pusat unggulan, [4] senantiasa mempertimbangkan perkembangan iptek global terhadap kemampuan iptek nasional sehingga tetap mampu untuk menumbuh-kembangkan sistem inovasi nasional dan daerah, [5] melakukan kajian terhadap perkembangan kebutuhan pasar untuk pengembangan sistem inovasi, [6] mengefektifkan keanggotaan DRN yang berasal dari berbagai entitas sehingga benar-benar dapat mewujudkan sistem inovasi nasional dan daerah sehingga benar-benar dapat mendukung realisasi kegiatan yang pro poor, pro job, pro growth, dan pro environment.
26
Gambar 14 Suasana Rapat Komtek Energi 4.1.3 Transportasi Dewasa ini persoalan transportasi dalam bentuk kemacetan lalu lintas sudah menjadi persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh setiap orang. Kalau masih disebut kemacetan lalu lintas artinya lalu lintas masih berjalan walaupun tersendat, tetapi kalau sudah disebut sebagai kemandekan lalu lintas maka itu berarti lalu lintas sudah berhenti, tidak bergerak, alias macet total. Hal ini bukan tidak mungkin terjadi, dengan peningkatan populasi kendaraan bermotor yang berkisar 10% per tahun (di DKI Jakarta) dibandingkan dengan luas/panjang jalan yang hampir tidak pernah bertambah setiap tahunnya, maka diperkirakan dalam waktu 2-3 tahun lagi Jakarta sudah akan macet total. Jumlah kerugian yang ditimbulkan antara lain [1] pemborosan BBM Rp. 14,7 trilyun/tahun (Bappenas, 2009), [2] pemborosan biaya operasi kendaraan 17,2 trilyun/tahun (Dishub, 2010), [3] kerugian waktu produktif warga negara sekitar Rp 9.7 trilyun/th, [4] kerugian di sektor kesehatan antara lain karena stres atau faktor polutan asap yang keluar saat kemacetan dan terhirup oleh warga sebanyak Rp 5,8 trilyun/th, [5] kecepatan rata-rata kendaraan di Jakarta hanya bisa mencapai 8,3 kilometer per jam. Sebenarnya sejak 2 dekade yang lalu telah banyak dilakukan berbagai studi tentang transportasi seperti ITSI (1990), Jakarta Mass Transit Study (1992), Transport Network Planning and Regulation (1993), Consolidated Network Planning (1993), JUTSI (1996), Study on Integration Transportation Master Plan for Jabodetabek I dan II (2001 dan 2004), serta berbagai workhop dan seminar dengan rekomendasi yang sangat baik. Rekomendasi dari hasil studi, workshop, seminar juga sudah diakomodasikan dalam sebuah rencana induk (master plan). Tetapi kenyataannya kemacetan lalu lintas masih belum ada tanda-tanda teratasi, tetapi justru lebih mengarah ke kondisi yang sebaliknya. Oleh karena itu patut ditengarai bahwa rekomendasi hasil studi tidak terimplementasi dengan baik, sehingga tidak menjadi solusi bagi pemecahan persoalan di lapangan. Dari fenomena di atas dapat diambil kesimpulan bahwa persoalannya bukan terletak pada kurangnya jumlah kajian transportasi, tetapi lebih pada implementasi hasil studi (master plan). Contoh kebijakan transportasi yang sudah lama diusulkan namun belum terimplementasi dengan baik adalah pembangunan MRT dan pembangunan jalan tol di samping beberapa kebijakan transportasi yang lain baik yang bersifat fisik maupun non-fisik seperti penerapan traffic restraint berupa road pricing. Banyak hal yang menjadi penyebab dari kesulitan implementasi ini yang dapat ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek legal, pendanaan, kelembagaan, SDM, sosial, ekonomi, politis, dll, atau bisa juga kombinasi dari beberapa aspek tersebut. Untuk mengukur keberhasilan sebuah implementasi kebijakan banyak tolok ukur yang bisa dipakai, tetapi satu hal yang paling 27
penting adalah meningkatnya mobilitas masyarakat yang merupakan indikator dari tingginya intensitas kegiatan ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Pemerintah juga telah mencanangkan 17 langkah strategis mengatasi kemacetan di Jakarta yang melibatkan beberapa stakeholder untuk mengantisipasi kemandegan transportasi tahun 2014. Guna mempercepat dan memberikan arahan pembangunan ekonomi Indonesia, Pemerintah telah menyusun Materplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025, yang merupakan upaya hilirisasi produk Indonesia, agar dapat meningkatkan added value dari produksi bahan mentah menjadi produk bahan jadi. Untuk mendukung hal tersebut terdapat 3 (tiga) strategi utama atau dikenal dengan tiga pilar utama yaitu [1] Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia, [2] Penguatan Konektivitas Nasional dan [3] Mempercepat Kemampuan Iptek Nasional Konektivitas sebagai bentuk dari peningkatan aksesibilitas diharapkan mampu untuk mendorong pertumbuhan tinggi yang inklusif dengan elemen utama : • Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, • Memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui inter-modal supply chain systems, • Menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur dan pelayanan dasar dalam menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif). Konektivitas merupakan hal yang penting dalam mengembangkan wilayah serta hubungannya dengan wilayah lainnya. Untuk itu perlu dibangun “daya tarik” suatu wilayah/daerah sehingga terjadi interaksi ekonomi yang saling menguntungkan dengan daerah-daerah lain di sekitarnya,. Konektivitas difokuskan pada [1] integrasi moda transportasi, [2] Efisiensi/mengurangi biaya transport, [3] kesetaraan (fisik dan komoditi) antar koridor. Rekomendasi yang diberikan Komtek Teknologi dan Manajemen Transportasi adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan Angkutan Umum Massal sebagai backbone sistem transportasi perkotaan (terutama Kereta Api untuk kota raya) dengan memperhatikan: a) Sustainability; b) Priority; c) Unique; d) Dedicated; e) Integrated; f) Technology. Adapun hal-hal yang harus diperlukan adalah: a) Strong Political Support; b) Financing; c) Public Private Partnership; d) Legal and Institutional. 2. Diperlukan kelembagaan/institusi yang bertanggung jawab terhadap sinkronisasi kluster (koridor), juga terkait dengan beban pendanaan untuk pembangunan infrastruktur, mengurus aset yang ada serta yang akan dibangun. Basic infrastructure masih harus menjadi beban dan tanggung jawab Pemerintah sehingga perlu dilakukan : [1] Revisi regulasi terkait; [2] Ukuran kapasitas/daya dukung wilayah maksimum dalam perencanaan wilayah/transportasi; [3] Tinjauan aturan-aturan yang mendukung, bukan yang kontradiktif/menghambat dengan alasan PAD; [4] Infrastruktur dipadukan dengan kegiatan ekonomi 3. Diperlukan keterpaduan antara sistem transportasi dengan sistem logistik, dalam rangka mendukung [1] ketahanan pangan, [2] energi, [3] pelestarian lingkungan, [4] pemilihan moda, pengendalian dan penggunaan kendaraan, [5] peningkatan mobilitas masyarakat. 4. Untuk Anggota DRN periode 2012 – 2014 diharapkan mampu untuk mengupas lebih rinci tentang [1] pohon masalah dalam rangka identifikasi akar permasalahan pada bidang teknologi 28
dan manajemen transportasi, [2] technology foresight, [3] peningkatan peran iptek yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan, khususnya yang terkait dengan MP3EI dalam melakukan revisi terhadap Agenda Riset Nasional (ARN) 2010 - 2014.
Gambar 15 Suasana Diskusi Komtek Teknologi dan Manajemen Transportasi 4.1.4 Teknologi Informasi dan Komunikasi Mengacu pada Perpres No. 16 tahun 2005, salah satu tugas DRN adalah membantu Menristek dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan Iptek. Dalam kerangka tugas tersebut, Komisi Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi periode 2009-2011 merumuskan ARN bidang fokus TIK untuk kurun waktu 2010-2014. Pada ARN 2010-2014, prioritas utama kegiatan riset bidang TIK terbagi dalam 5 (lima) kategori yaitu (1) Infrastruktur TIK yang terdiri dari telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP) dan penyiaran multimedia berbasis digital, (2) Aplikasi TIK yang terdiri dari aplikasi perangkat lunak dan framework atau platform perangkat lunak berbasis open source, (3) Konten yang berupa teknologi digital untuk industri kreatif, (4) Device yang merupakan piranti untuk mendukung TIK, (5) Manusia untuk pengembangan dan pendayagunaan TIK. Selain itu, TIK juga berfungsi sebagai enabler yang merupakan dasar berbagai aplikasi dalam banyak aspek untuk meningkatkan produktivitas kerja, kecerdasan pengambilan keputusan, efektivitas komunikasi, serta kualitas kehidupan masyarakat. Kegairahan masyarakat luas dalam menggunakan aplikasi TIK akan mendorong tumbuhnya industri layanan dibidang lain (seperti informasi dan layanan di bidang transportasi, kesehatan dll), produk TIK dan daya kreativitas serta inovasi (seperti multimedia creative digital), sehingga membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pertumbuhan industri TIK juga ikut mendorong tumbuhnya kemampuan ilmu dan teknologi bangsa Indonesia. Pada ARN 2010-2014 fungsi TIK sebagai enabler dimasukkan ke dalam masing-masing bidang fokus yang bersesuaian. Hal ini dilakukan mengingat fungsi TIK sebagai enabler ini sangat beragam dan cukup banyak dan dilakukan oleh peneliti/perekayasa dari berbagai bidang ilmu. Diantara isu nasional penting yang berkaitan dengan bidang fokus TIK adalah program migrasi dari sistem penyiaran TV analog ke sistem penyiaran TV digital sebagai upaya untuk mengantisipasi era digitalisasi serta konvergensi TIK dan penyiaran. Selain itu isu penting lainnya adalah implementasi Broadband Wireless Access (BWA) di Indonesia sebagai upaya meningkatkan penetrasi telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia. Kedua isu penting tersebut sudah tercantum dalam salah satu prioritas utama kegiatan riset bidang TIK di dalam ARN 2010-2014 yaitu Infrastruktur TIK yang terdiri dari 2 tema riset berikut : (1) 29
telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP); dan (2) penyiaran multimedia berbasis digital. Kedua tema riset ini sebelumnya juga sudah tercantum dalam ARN 2006-2009. Dalam rangka mengimplementasikan tema riset penyiaran multimedia berbasis digital melalui instrumen berupa program insentif riset, maka salah satu produk target dari program insentif riset adalah sistem penyiaran berbasis TV digital. Hal ini dilakukan untuk merangsang munculnya penelitian dan pengembangan produk-produk untuk mendukung migrasi TV digital. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa riset terkait dengan produk target tersebut telah dilaksanakan dengan pendanaan dari program insentif riset KRT. Diantaranya adalah riset yang dilakukan di LIPI mengenai pemancar siaran TV digital, serta riset yang dilakukan di BPPT mengenai konten dan middleware pada siaran TV digital. Di sisi lain, sejalan dengan ARN, juga sudah dikeluarkan beberapa regulasi terkait migrasi TV digital oleh Kementerian Kominfo, seperti Peraturan Menteri Kominfo No 27/P/M.KOMINFO/8/2008 tentang Ujicoba Lapangan Penyelenggaraan Siaran Televisi Digital. Ujicoba ini sudah dilakukan dengan melibatkan beberapa pihak yaitu industri broadcaster, lembaga litbang serta kementerian terkait. Masih sejalan dengan ARN, beberapa industri manufaktur dalam negeri berpartisipasi dalam memproduksi set top box untuk mendukung ujicoba penyiaran TV digital. Kerjasama antara industri dengan lembaga litbang dan regulator juga terbentuk dalam kerangka menentukan standard perangkat yang akan digunakan dalam sistem penyiaran TV digital di Indonesia. Kegiatan-kegiatan diatas yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mendukung migrasi TV digital sudah dicantumkan dalam ARN. Beberapa riset dilakukan berdasarkan arahan langsung dari DRN melalui instrumen program insentif riset. Sedangkan kegiatan lainnya dilakukan oleh berbagai pihak sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dan sejalan dengan ARN. Hal ini menunjukkan bahwa ARN yang sudah disusun memetakan dengan baik kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan. Untuk itu ARN perlu terus didukung oleh seluruh pihak agar arah penelitian dan pengembangan sejalan dengan regulasi dan selanjutnya membangun sinergi dengan industri terkait. Terkait dengan isu implementasi BWA di Indonesia, maka DRN merangsang munculnya penelitian dan pengembangan produk-produk untuk mendukung implementasi BWA dengan cara memasukkan kegiatan BWA sebagai kegiatan dari produk target telekomunikasi berbasis IP pada program insentif riset. Seperti kita ketahui bahwa teknologi BWA merupakan salah satu trend teknologi kedepan yang cocok untuk meningkatkan penetrasi telekomunikasi di Indonesia sesuai dengan kondisi geografisnya. Untuk itu penelitian dan pengembangan ke arah Fixed BWA dan Mobile BWA sudah dicantumkan dalam produk target program insentif riset agar penelitian dan pengembangan mengenai BWA bisa difasilitasi. Beberapa riset terkait sudah dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang melalui skema pendanaan program insentif riset. Selain itu, regulasi tentang BWA sudah dikeluarkan oleh Kementerian Kominfo. Beberapa operator dalam negeri saat ini dalam proses untuk mengimplementasikan BWA sebagai tindak lanjut dari dibukanya kanal frekuensi oleh Kementerian Kominfo untuk implementasi BWA. Beberapa industri manufaktur dalam negeri juga melakukan pengembangan perangkat BWA dan sudah menghasilkan produk yang siap digunakan untuk implementasi BWA di Indonesia. Berdasarkan pengalaman selama ini, kerjasama yang lebih erat antara regulator, lembaga litbang serta industri sangat diperlukan untuk menjamin suksesnya implementasi BWA di Indonesia. Dalam hal ini ARN bisa dijadikan acuan untuk memberikan arah pengembangan teknologi BWA kedepan. 30
Kedua contoh isu penting berskala nasional di atas menunjukkan pentingnya merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan Iptek yang diwujudkan dalam ARN. Pada ARN 2010-2014, Tema Riset Unggulan untuk bidang fokus TIK adalah Teknologi Digital untuk Industri Kreatif. Indonesia mempunyai SDM yang mampu untuk mengembangkan perangkat lunak maupun produk kerajinan, seni dan budaya yang dikembangkan berbantuan TIK dan menjadi produk dalam media digital. Dengan dicanangkannya Ekonomi Kreatif sebagai salah satu tumpuan pembangunan perekonomian Indonesia, pemberdayaan Industri Kreatif menjadi penting untuk terwujud. Salah satu contoh implementasi tema riset unggulan dalam ARN 2010-2014 ini adalah pendirian Pusat Komunitas Kreatif di Kabupaten Lombok Utara (NTB) yang merupakan kerjasama Kementerian Kominfo dengan Pemprov NTB dan diresmikan pada tanggal 17 Desember 2010 yang lalu. Pusat Komunitas Kreatif ini menyediakan sarana dan prasarana TIK sebagai alat bantu akses terhadap pengembangan talenta dan potensi kreativitas masyarakat. Selain itu juga bertujuan untuk memberikan pendampingan teknis pada kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat khususnya masyarakat UKM dalam rangka memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan bisnis secara elektronik. Selain melaksanakan tugas merumuskan ARN bidang fokus TIK, Komtek TIK juga melakukan upaya-upaya untuk mendekatkan hasil-hasil penelitian dengan dunia industri. Dalam kerangka tersebut, telah dilakukan beberapa kegiatan seperti lokakarya dengan tujuan agar outcomes setelah proyek penelitian berakhir dapat didata menjadi informasi yang siap disebarluaskan sehingga berguna untuk membuka peluang pemanfaatan hasil penelitian yang lebih memasyarakat dan lebih banyak dengan terbangunnya kerjasama dengan industri. Sampai saat ini, komunikasi antara pemberi dana dengan para penerima dana program penelitian belum dilakukan dengan intensif setelah pembiayaan penelitian berakhir sehingga pemanfaatan hasil penelitian tersebut belum optimal dan belum dapat ditunjukkan ke masyarakat. Informasi mengenai potensi pemanfaatan hasil-hasil penelitian sangat berguna untuk disebarluaskan ke masyarakat sebab : a) Merupakan pertanggungjawaban bahwa pembiayaan yang sudah dilakukan tidak terbuang sia-sia; b) Membuka peluang industrialisasi dan pemanfaatan lain yang lebih luas; c) Membuka peluang untuk penelitian lanjutan yang baru tanpa harus mulai dari nol (« reinventing the wheel »). Dalam upaya membangun kerjasama dengan industri, Komtek TIK juga telah merintis komunikasi dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia. Untuk itu telah dilakukan pertemuan antara Komtek TIK dengan Komite Tetap Riset dan Teknologi TIK (Komtap TIK – KADIN) dalam rangka merintis komersialisasi hasil-hasil riset. Sebagai tindaklanjut pertemuan tersebut, dari DRN sudah disampaikan daftar hasil riset bidang fokus TIK untuk kemudian oleh Komtap TIK – KADIN akan disampaikan kepada industri pada saat pertemuan rutin dengan asosiasi-asosiasi yang ada di Indonesia. Diharapkan nantinya bisa ditemukan mitra industri yang membutuhkan hasil riset terkait. Kerjasama yang sudah dirintis ini dirasa perlu untuk dilanjutkan dan ditingkatkan lagi di masa mendatang. Dari hasil diskusi yang dilakukan, juga tidak tertutup kemungkinan sudah adanya kerjasama secara langsung antara lembaga litbang dengan industri tanpa melalui DRN maupun KADIN. Dalam hal ini sebaiknya DRN secara proaktif melakukan pendataan dan pemantauan kerjasama yang sudah terjadi. Hal ini juga bisa dijadikan bahan evaluasi dalam rangka menyusun strategi untuk meningkatkan kerjasama antara lembaga litbang dan industri. 31
Mengingat teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang dengan sangat pesat, sehingga topik kegiatan yang ada perlu terus diperbaharui agar bisa mengakomodir perkembangan teknologi tersebut. Beberapa perkembangan mutakhir di dalam negeri dan di dunia perlu mendapat perhatian agar bisa diantisipasi dengan baik. Diantara yang perlu mendapat perhatian serius adalah terkait dengan cyber security. Perkembangan TIK yang sangat pesat selain berdampak positif juga menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif yang bisa ditimbulkan diantaranya berupa cybercrime. Secara lebih luas dikenal istilah cyber security yang menyangkut keamanan di dunia maya. Saat ini cyber security menjadi perhatian yang serius bagi perusahaan-perusahaan besar di dunia dan terlihat dari besarnya anggaran untuk cyber security yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang jumlahnya sangat signifikan dibandingkan dengan belanja IT perusahaan. Pada skala negara, Amerika telah meminta agar dunia mengadopsi Budapest Convention on Cybercrime yang dikeluarkan oleh Council of Europe. Ini menjadi bagian dari kebijakan Amerika dalam mengatur cyber space. Pada bulan Juli 2011, Departemen Pertahanan Amerika mengumumkan bahwa cyber space setara dengan land, sea and outer space artinya setiap penyerangan pada cyber space dapat diretaliasi pada space yang lain berupa serangan konvensional. Di sisi lain, Rusia dan China telah mengirim surat kepada Sidang Umum PBB pada bulan September 2011 yang lalu meminta supaya setiap negara mengelola cyber space masingmasing dengan membuat international code of conduct untuk internet. Penelitian dan pengembangan mengenai cyber security saat ini belum masuk dalam ARN, tetapi perlu mendapat perhatian yang serius untuk mengantisipasi perkembangannya yang sangat cepat. Perkembangan lain di dunia maya adalah munculnya kebutuhan akan digital preservation seperti bagaimana membereskan arsip-arsip digital dari orang yang sudah mati. Hal ini untuk mengantisipasi jumlah arsip digital di dunia maya yang sangat besar seperti bisa dilihat dari sangat besarnya jumlah video yang diupload ke youtube. Penelitian dan pengembangan mengenai digital preservation perlu mendapat perhatian dalam penyusunan ARN kedepan. Dalam topik kegiatan TIK dalam ARN 2010-2014 untuk mendukung MP3EI sudah dilakukan analisis dimana seluruh topik kegiatan dapat mendukung program utama dan kegiatan ekonomi utama MP3EI. Dari analisis tersebut terlihat bahwa apa yang direncanakan sebagai topik kegiatan dalam ARN sudah mengarah untuk perkembangan teknologi dan perkembangan perekonomian bangsa. Hal lain yang juga perlu diperhatikan terkait perkembangan di dalam negeri adalah sebagai berikut : 1) Perlu diantisipasi dampak dari implementasi e-KTP di Indonesia. Penelitian dan pengembangan yang terkait perlu digalakkan agar e-KTP bisa dimanfaatkan secara optimal; 2) Perlu disusun strategi untuk meningkatkan jumlah SDM di bidang TIK yang bersertifikat; 3) DRN bisa berkontribusi mengarahkan riset-riset kedepan untuk menunjang MP3EI. Dengan demikian diharapkan bisa meningkatkan TKDN pada proyek-proyek terkait MP3EI.
32
Gambar 16 Suasana Diskusi Komtek Teknologi Informasi dan Komunikasi 4.1.5 Pertahanan dan Keamanan Menyadari kebutuhan dan tantangan menguasai teknologi hankam, kuncinya tergantung dari political will Pemerintah, DPR, pengguna, dan pelaku riset, apakah perlu meraih kemandirian bangsa dan negara terhadap aspek ketergantungan produk teknologi negara lain?. Indonesia pernah mengalami keadaan pahit ketika beberapa negara maju melakukan embargo penjualan produk dan komponen alutsistanya. Disisi lain berbagai isu utama yang terjadi dibidang teknologi hankam saat ini antara lain : (1) Belanja teknologi hankam dalam negeri sangat rendah, karena dengan alasan kualitasnya belum handal belum handal orientasi pengguna alutsista cenderung membeli peralatannya ke luar negeri ; (2). Kesiapan industri hankam dalam negeri untuk memproduksi produk alutsista masih kurang ; (3). Kesiapan kita dalam penguasaan dan penerapan teknologi hankam masih kurang ; (4). Transfer teknologi yang perlu kita peroleh tidak dimanfaatkan dengan baik, karena negara pembuat teknologi enggan memberikan teknologinya dan SDM kita belum siap menerima teknologinya ; (5) Kegiatan riset di dalam negeri belum berorientasi dan fokus untuk memenuhi kebutuhan spesifikasi pengguna, masih untuk kepentingan individuAdanya keterbatasan kemampuan SDM menyerap teknologi ; (6). Adanya ketidaklancaran pelaksanaan kebijakan pemerintah terhadap Keppres 54/2010, masih ditemukan hambatan di lapangan ; (7). Adanya ketidak berpihakan pengguna, menggunakan produk dalam negeri, dengan alasan kualitas kemampuannya tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan operasional. Pemerintah sudah berupaya melaksanakan keberpihakan terhadap produk lokal antara lain melalui : Penerapan kandungan lokal TKDN, skema pembiayaan produk dalam negeri (PDN), tetapi hasilnya masih belum menggembirakan, Pihak industri belum berani melakukan investasi peralatan produksi alut sista, karena belum ada jaminan dari pihak pemerintah tentang kepastian membeli produk alut sista di dalam negeri secara multiyears. Solusi mengatasi semua isu dan kendala di atas antara lain : (1). Menumbuhkembangkan konsorsium riset ; (2). Meningkatkan berbagai proyek riset nasional termasuk pemberian insentif ; (3) Menumbuhkan berbagai pusat unggulan riset teknologi inti ; (4) Mengembangkan Skema PDN melalui acuan ARN, MP3EI dan KKIP.; (5) Diperlukan adanya roadmap teknologi dan roadmap produk ; (6). Penyesuaian ARN 2010-2014 terhadap MP3EI dan KKIP. perlu ditindaklanjuti ; (7) khususnya investasi yang dilakukan Industri harus ada ketegasan bagian mana yang harus dikembangkan, mengingat resources sangat terbatas.; (8). Merencanakan SDM, yang kompeten, mengembangkan sarana fasiltas laboratorium uji ; (9). Penyediaan pendanaan yang cukup ; (10) Mendirikan centre of excellent 33
Dimasa depan perlu mengantisipasi pemanfaatan teknologi nir awak dan teknologi robotik untuk mendukung kebutuhan operasi TNI di wilayah perbatasan dan daerah rawan konflik dengan biaya yang murah. .
Gambar 17 Suasana Rapat Komtek Teknologi Pertahanan dan Keamanan 4.1.6 Kesehatan dan Obat Penyusunan ARN 2010-2014 dilakukan melalui serangkain pembahasan dalam rapat Komtek dan FGD bersama stake holder, khususnya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, industri farmasi, industri jamu, industri alat kesehatan dan para peneliti bidang kesehatan. Pertemuan membahas isu-isu pokok dan kebijakan bidang kesehatan yang didasarkan pada dokumen-dokumen strategis yang ada, seperti RPJMN, Sistem Kesehatan Nasional (SKN), Renstra Kemenkses, Jakstranas Iptek dan Buku Putih Iptek Kesehatan dan Obat. Selain itu dibahas pula pekembangan iptek kesehatan dunia dan nasional yang dikaitkan dengan penyelesaian permasalahan nasional bidang kesehatan dan pembangunan industri kesehatan. Berdasarkan arah kebijakan umum riset bidang fokus pembangunan kesehatan dan obat tahun 2010—2014, maka prioritas pengembangan dan pemanfaatan teknologi kesehatan dan obat difokuskan pada program riset prioritas, yaitu penerapan iptek untuk : (1) Program Riset Perbaikan Gizi Masyarakat (Gizi) menuju pencapaian gizi seimbang dan tumbuh kembang anak dalam rangka menjaga kualitas manusia Indonesia. (2) Program Riset Pengembangan bahan baku obat (Bahan Baku Obat) untuk memperkuat struktur industri bahan baku farmasi nasional agar secara bertahap dan berkesinambungan dapat mengurangi kebutuhan impor. (3) Program riset pengembangan obat tradisional (Obat Tradisional) untuk meningkatkan pemanfaatan jamu dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat melalui penelitian berbasis pelayanan (saintifikasi jamu) dan pemanfaatan sumberdaya hayati Indonesia menjadi produk obat herbal (obat herbal terstandar, dan fitofarmaka) yang mempunyai nilai tambah, berkualitas dan berdaya saing tinggi. (4) Program Riset Penerapan Bioteknologi dan Biologi Molekuler (Biotek Kesehatan) untuk menghasilkan biofarmasi yang mempunyai khasiat preventif, kuratif dan paliatif, seperti vaksin, obat terapeutik dan alat diagnostik melalui pendekatan bioteknologi, rekayasa genetik dan protein rekombinan.
34
(5) Program Riset Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan) melalui deteksi dini, peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan kesehatan. (6) Program Riset Penguasaan Teknologi Alat Kesehatan dan Instrumen Kedokteran (Alat Kesehatan/Kedokteran) yaitu teknologi produksi dan perawatan alat kesehatan/kedokteran untuk mengurangi ketergantungan impor serta kemandirian operasional dan perawatannya. Dalam rangka mendukung Sistem Inovasi Nasional (SIN), pelaksanaan program prioritas iptek kesehatan dan obat memperhatikan pula aspek penguatan kelembagaan iptek dengan melibatkan semua unsur kelembagaan iptek (perguruan tinggi, lembaga litbang dan badan usaha), serta mendorong penguatan sumberdaya dan jaringan iptek. Beberapa catatan dan masukan Komtek Kesehatan dan Obat terkait dengan revitalisasi DRN sebagai berikut : [1] Masih terdapat ketidaksamaan persepsi terhadap posisi, peran, tugas dan fungsi DRN, baik dikalangan masyarakat luas maupun diantara anggota DRN sendiri; [2] DRN dinegara lain sangat kuat, sedangkan DRN Indonesia dibawah Menristek dan berdasarkan Perpres 16/2005 DRN tidak memiliki kewenangan yang kuat, hanya sebatas advisor Menristek; [3] Harapan masyarakat dan anggota DRN bahwa lembaga ini memiliki kewenangan yang kuat, seperti AIPI (pembentukannya berdasarkan UU). DRN seharusnya memiliki peran promotor, komunikator dan intermediator dibidang riset dan bertanggung jawab langsung terhadap Presiden; [4] Seharusnya kedudukan DRN berdasarkan Keppres dan langsung bertanggungjawab kepada Presiden; [5] Perlu diperjelas pembagian tugas dan fungsi DRN dan AIPI; [6] Masukan DRN selama ini kurang atau bahkan tidak didengar; [7] Seberapa jauh ARN dijadikan acuan oleh lembaga lain, sehingga jika diperlukan melakukan reposisi organisasi dan evaluasi keanggotaan DRN; [8] Posisi DRN mungkin bertambah kuat jika memiliki fungsi financing untuk kegiatan riset nasional; [9] DRN terlalu didominasi oleh pemerintah, perlu penambahan komponen Business agar agenda riset dapat memberikan kontribusi; [10] Ketua Komtek sebaiknya adalah Kabalitbang Kementrian terkait; [11] Saat ini sedang disusun Sistem Riset Kesehatan Nasional, DRN mungkin perlu juga membahas masalah ini; [12], sebelum revitalisasi DRN dijalankan perlu dibuat naskah akademis terlebih dahulu Perkembangan ilmu psikoneuroimunologi mendekonstruksi pemahaman ini, dengan mengatakan bahwa terdapat interrelasi antara fikiran dan kesehatan tubuh/kemampuan tubuh menyembuhkan penyakit (mind-body medicine). Istilah psikoneuroimunologi sendiri telah diperkenalkan sejak lama oleh Dr. Robert Ader, pada tahun 1975, yang bekerja pada divisi kedokteran prilaku dan psikososial, Universitas New York – Rochester. Saat ini ilmu psikoneuroimunologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan komunikasi multi-arah diantara sistem syaraf, sistem endokrin dan sistem imun, serta implikasinya terhadap kesehatan tubuh. Disisi lain, agama sendiri telah banyak menyinggung kondisi fikiran dan psikis manusia yang dapat memberikan dampak yang merugikan bagi manusia, seperti sifat iri, dengki, amarah, dan kurang bersyukur, yang perlu dihindari dengan mengembangkan perilaku positif dan transenden. Kekayaan kearifan agama yang dapat menjadi bahan kajian bagi ilmu psikoneuroimunologi. Perkembangan ilmu ini tentu akan memberikan sumbangan berharga bagi ilmu kedokteran konvensional serta kurikulum pendidikannya. Penyelarasan ARN 2010-2014 dengan MP3EI, Komtek Kesehatan dan Obat menyelenggarakan Diksusi Terbatas dengan mengundang perwakilan dari Balitbangkes, Kemenkes, Industri Alat Kesehatan, Industri Farmasi dan Industri Jamu. Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan antara lain : 35
1. Bidang Kesehatan tidak disebutkan dalam 8 program utama dan 22 kegiatan ekonomi (jenis industri) utama. Dapat dikatakan Industri Kesehatan tidak tercantum dalam MP3EI: [a] Hanya ada satu kaitan antara Industri Kesehatan dan MP3EI adalah terkait dengan Inovasi, yang dirumuskan sebagai Inisiatif Inovasi 1-747; [b] Perlu dukungan komunitas Iptek dalam mengelaborasi lebih jauh pilar ketiga MP3EI; [c] Bidang Kesehatan tidak terakomodir dalam MP3EI; [d] Dalam MP3EI pembangunan dilihat sebagai output/produk, tanpa mempertimbangkan proses dan terlalu didasarkan pada resource based policy, dan kurang pada knowledge based policy; [e] Hanya mengadalkan dana APBN untuk pembangunan industri kesehatan berbasis inovasi pasti tidak cukup; [f] ARN Kesehatan dan Obat 2010-2014 dan MP3EI tidak ada keterkaitan. Meskipun ada beberapa topik riset dalam ARN yang mendukung pengembangan industri kesehatan; [g] DRN mengusulkan ke Menko Perekonomian tentang pembangunan industri kesehatan dalam MP3EI yang selain beroreintasi resource based economy (industri jamu), juga berorientasi knowledge based economy (industri obat, vaksin dan instrumen kedokteran). Karena MP3EI sudah di sahkan, maka diusulkan dalam bentuk Adendum dari dokumen MP3EI. 2. Penguatan Pilar Ketiga MP3EI Bidang Kesehatan: [a] Dana Riset perlu diupayakan mencapai 1% GDP; [b] Jumlah S2 dan S3 dengan kompetensi yang dibutuhkan harus ditingkatkan dengan perencanaan yang matang; [c] Program pendirian Science Park untuk bidang kesehatan dan obat dapat mengambil pola Contract Reseach Laboratory, agar mampu berdiri sendiri dan mengundang minat swasta untuk investasi; [d] Pemberian Double Tax (Incentive) bagi industri yang melakukan R&D; [e] Konsistensi dalam kebijakan S&T; [f] Dalam Inisiatif 1-747 kesehatan masuk dalam industri kebutuhan dasar. Perlu dijabarkan lebih lanjut hingga ke rencana aksi; [g] Perlu dilakukan elaborasi strategi penguatan inovasi : inisiatif 1-747; [h]QW KIN : Vaksin (anti diare, polio, H5N1, DPT, hepatitis), Biofarmasetik h-EPO, Farmasetik (spt, amoksisilin, antimalaria, derivat kurkumin, akstrak flavonoid, anti osteoporosis); [i] BBO harus berbasis biodiversity dan cultural diversity. 3. MP3EI dan SINas Bidang Kesehatan: [1] ARN 2010 – 2014 : sudah cukup mengatisipasi kebutuhan dan perkembangan iptek kesehatan; [2] Dalam MP3EI selain kluster ekonomi diperlukan, National Inovation System, Global Inovasion network, dan Regional Inovation Network; [3] Ekosistem Inovasi Indonesia masih lemah, khususnya dalam pembiayaan, kepemimpinan dan kebijakan. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan kultural dan pendidikan yang mendukung perkembangan S&T; [4] President directive Y = f(C,L,T), bahwa keberhasilan pembangunan selain ditentukan oleh cost dan labor, juga oleh penguasaan technology; [5]Visi Presiden 2025 : swasembada pangan, obat, air bersih dan energi. 4. Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan: [1] World Competitiveness = [ C(asset) x C(process) ] Internasionalisasi ; [2] New emerging markets : Asia and Latin Amerika; [3] Perlu memperhatikan evolusi Industri farmasi nasional; [4] Regional and national healthcare cost akan terus meningkat; [5] Health industry will plays important rolle in economy; [6] Trend : Individualized therapy (protein based drug/proteomic/genomic): a) Prospect : Convent. Medicine, Herbal Medicine, Biotech Product/Biologics; b) Dont reinvent the wheel : kolaborasi/aliansi dengan Cina & India, khususnya untuk small mollecule drug; c)Fokus utama pada pada natural medicine, Biopharmaceutical, Stem Cell, Telemedicine, Mobile and Home Health Monitoring, Nano devices.
36
5. Usulan Kegiatan Ekonomi Utama Bidang Kesehatan No 1.
Kelompok Produk Bahan Baku Obat Konvensional Herbal
Biofarmasi Eksipien 2.
Kosmetika
3.
Alat Kesehatan
Produk
Koridor
Kaitan dengan SD Wilayah
Amoksisilin Artemisinin Bahan baku simplisia dan ekstrak OHT dan Fitofarmaka Vaksin Turunan pati
Jawa
Industri Farmasi, Pusat Unggulan dan SDM Industri dan Tanaman Obat, Pusat Unggulan dan SDM
Vit dan minyak lemak Poliskarida USG Telemedisin Biosensor
Jawa, Sumatra, Kalimanta, Sulawesi.
Jawa Sumatra, Jawa Sumatera Bali dan Maluku Jawa Jawa Jawa
Industri Biofarma Industri Pati, Pusat Unggulan dan SDM Sawit Rumput Laut Industri elektronika, informatika dan kesehatan
Gambar 18 Suasana Diskusi Komtek Teknologi Kesehatan dan Obat 4.1.7 Sains Dasar Kegiatan Dewan Riset Nasional, khususnya Komisi Teknis Sains Dasar selama kurun waktu 2009-2011, terdiri dari kegiatan rutin berupa rapat komisi teknis, Workshop/FGD (Focussing Group Discussion), kunjungan kerja dalam rangka seminar/temu wicara/pertemuan tahunan, persiapan dan penyelenggaraan seleksi insentif riset, penyusunan Agenda Riset Nasional, dan perumusan rekomendasi kebijakan mengenai isu-isu di bidang Sains Dasar yang sedang berkembang. Rapat rutin komtek Sains Dasar pada umumnya dilaksanakan untuk membahas substansi yang bersifat teknis administratif dan isu-isu terkini di bidang Sains Dasar, sedangkan workshop/FGD dan kunjungan kerja dilakukan untuk membahas isu-isu strategis di bidang Sains Dasar yang berkaitan dengan pengembangan riset dan teknologi. Pada tahun 2009, kegiatan utama komtek Sains Dasar difokuskan pada persiapan dan penyeleksian proposal insentif riset Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010. Persiapan penyelenggaraan insentif riset dimulai dengan penyusunan produk target dan penyusunan Buku Pedoman Pelaksanaan Insentif Riset Tahun 2010 yang proses persiapannya dimulai pada Bulan 37
Januari 2009 dan berakhir pada pertengahan bulan April 2009 dengan tersusunya Draft Buku Pedoman. Penyeleksian prososal Insentif Riset dimulai pada Bulan Mei dan dilakukan secara bertahap, mulai dari seleksi administratif, seleksi substansi untuk memperoleh short list dan seleksi melalui presentasi. Kegiatan ini berakhir hingga bulan November 2009. Kegiatan selanjutnya adalah penyusunan Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014. Penyusunan ARN tersebut dilakukan melalui rapat-rapat rutin dan dilanjutkan dengan workshop Penyusunan Butir-butir ARN Bidang Fokus Material Maju yang diikuti anggota Komtek Sains Dasar dan para pakar material maju yang dilakukan pada bulan Oktober 2009. Selanjutnya diadakan konsinyering yang diikuti oleh anggota komisi teknis Sains Dasar yang berlangsung pada akhir tahun 2009 hingga awal tahun 2010. Draft ARN yang tersusun selanjutnya dikomunikasikan dengan pihak yang berkepentingan (LPD, LPNK, Industri, Perguruan Tinggi) dan selanjutnya dibahas bersama komtek lain di DRN untuk disinkronisasikan. Buku Agenda Riset Nasional 2010-2014 merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh anggota DRN periode 2009-2011. Ada tiga kali kunjungan kerja yang dilakukan Komtek Sains Dasar selama tahun 2009. Pertama dilakukan dalam rangka Dialog Refleksi 3 Tahun Semburan Lumpur Lapindo yang dilakukan di Kelurahan Mindi Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur pada tanggal 26 Mei 2009. Kedua dilakukan dalam rangka mengikuti Workshop Nasional Kars yang membahas tentang Kars untuk Ilmu Pengetahuan dan Kehidupan. Workshop diselenggarakan di Museum Kars Indonesia Desa Gebang Harjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 25 Juni 2009. Ketiga dilakukan dalam rangka Pertemuan Tahunan Forum Nanoteknologi Asia Pasifik (Asia Nano Forum) yang diselenggarakan di Institute of Physicis, Academia Sinica, Taiwan pada tanggal 8-9 Oktober 2009. Kegiatan pada tahun 2010, di samping melakukan kegiatan rapat rutin, komtek Sains Dasar juga berperan dalam kegiatan persiapan dan penyeleksian proposal insentif riset Kementerian Riset dan Teknologi untuk tahun anggaran 2011. Persiapan dilakukan dengan penyusunan produk target bidang Sains Dasar dan bidang fokus Material Maju berdasarkan ARN 2010-2014 serta penyusunan Buku Pedoman. Sedangkan proses seleksi pada tahun 2010 dilakukan dalam dua tahap yaitu seleksi substansi dan seleksi melalui presentasi. Selain itu komtek Sains Dasar menyelenggarakan Workshop Sains Dasar dengan tema Menghilirkan Riset Sains Dasar yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 21-22 April 2010. Hasil diskusi tersebut sangat bermanfaat bagi upaya-upaya menghilirkan riset sains dasar. Institusi Sains Dasar/MIPA haruslah berstruktur sebagai organisasi yang mandiri dan mempunyai komponen yang berfungsi saling mendukung. Pengertian “mandiri” dalam konteks ini adalah jika subsidi yang diberikan kepada MIPA hanya minimal, maka MIPA masih dapat tumbuh dan produktif. Model ini berlaku juga untuk penguatan institusi unsur MIPA baik Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, maupun Kebumian dan Keantariksaan. Elemen keunggulan dari model ini adalah: [1] Sains Dasar MIPA berfungsi sebagai pisau bermata dua, yaitu menguatkan inti dari ilmu dasar (basic sciences) serta mendukung dan/atau mengembangkan terapan (applied sciences); [2] kemampuan “pisau bermata dua” terletak pada bidang-bidang strategis yang perlu dipelihara dan diperkuat pertumbuhannya. Temuan bidang ilmu strategis tersebut adalah analisis, teori medan, biokimia, fisiologi, mikrobiologi, dst. Melalui kekuatan tersebut, dapat dilakukan hal-hal berikut: [1] mengembangkan ilmu induk bersama-sama dengan terapannya dalam suatu keterpaduan untuk menumbuhkuatkan institusi; [2] perkembangan ilmu Sains Dasar/MIPA seperti ditarik dan diulurkannya “tentakel gurita”, di mana selalu ke dalam memperkuat ilmu dasarnya dan jika ada peluang atau tantangan terapan “menjulur keluar” untuk melakukan problem solving dan merintis jalan ke hilir; [3] terkait dengan ilmu geologi yang sejak tahun 1960 telah 'hijrah' ke Konsorsium Teknik, sehingga sulit untuk dikembangkan sebagai sebuah 38
ilmu pengetahuan di Indonesia, perlu ada upaya pengambil-alihan perannya agar permasalahan keilmuan geologi bisa segera diselesaikan. Upaya ini dipandang penting agar sebagian besar rakyat Indonesia mau mengenali lagi atas lingkungan tempat tinggalnya yang berada dalam jalur kebencanaan. Pada tahun 2010, Komisi Teknis Sains Dasar melakukan satu kali kunjungan kerja dalam rangka Pertemuan Tahunan Forum Nanoteknologi Asia Pasifik (Asia Nano Forum), EU-South East Asia Workshop on Materials Research for Environmental and Health Application, dan The 5th International Workshop on Advanced Material Science And Nanotechnology (IWAMSN2010) yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 8-12 November 2010. Pada tahun 2011 di samping rapat rutin Komtek Sains Dasar, telah diselenggarakan pula Workshop Sains Dasar bertemakan “Menghilirkan Riset Sains Dasar dan Pengetahuan Kebumian” yang diselenggarakan di Manado pada tanggal 24-25 Mei 2011. Beberapa rumusan penting yang dihasilkan adalah [1] Potensi kelapa di seluruh Indonesia sangat besar. Perlu upaya untuk mengembangkannya bagi kesejahteraan masyarakat. Riset MIPA harus bisa menghilirkan sehingga bisa bermanfaat bagi pengguna teknologi (masyarakat); [2] Indonesia merupakan Negara yang dilalui oleh potensi gempa yang cukup besar sehingga pengetahuan kebumian perlu dipahami oleh setiap warga Negara agar siap menghadapi bencana geologi yang akan terjadi; [3] Indonesia sangat tergantung pada cadangan BBM dan gas bumi , semakin tipisnya cadangan bahan bakar fosil mengakibatkan harus mencari energi alternatif, di antaranya energi baru dan energi baru terbarukan (EBT). Potensi energi ini cukup besar, misalnya panas bumi yang pemakaiannya baru 4%. [4] Setiap produk riset harus bisa dihilirkan sehingga bisa dirasakan manfaatnya oleh pengguna teknologi. Sistem inovasi menghendaki hasil-hasil riset dari penghasil/pengembang teknologi dapat dimanfaatkan oleh pengguna teknologi. Upaya untuk menguatkan SINas, KRT melakukan di antaranya melalui pengembangan pusat-pusat unggulan iptek di 7 bidang fokus dan 28 tema riset. [5] Pemanasan global khususnya akibat pengaruh La Nina dan El Nino telah dan sedang terjadi pada lingkup global, regional, dan lokal, dampaknya telah dirasakan, di antaranya ketidakteraturan musim, pencairan kutub utara, dan kenaikan muka laut. Perlu ada upaya untuk mengatasinya melalui riset-riset kebumian yang lebih terarah; [6] Semua aspek kehidupan memerlukan peran matematika. Perlu revitalisasi agar matematika mudah dan menyenangkan; [7] Salah satu strategi penghiliran riset sains dasar melalui pemetaan permasalahan dan potensi SDA. Lalu melakukan riset yang sesuai dengan kebutuhan sehingga hasilnya bisa didiseminasikan. Kegiatan Komtek Sains Dasar pada tahun 2011 secara khusus membahas tentang revitalisasi Dewan Riset Nasional dan Keterkaitan antara kegiatan Riset dengan MP3EI. Untuk meningkatkan kinerja DRN, maka komposisi keanggotaan DRN mulai dari pengusulan calon anggota DRN selayaknya memperhatikan perimbangan antara penyedia teknologi (akademisi/peneliti), dan pengguna teknologi (industri/ masyarakat/pemerintah). Oleh karena anggota DRN berfungsi memberikan masukan kepada Mennegristek yang memiliki program utama Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), maka calon anggota DRN harus dapat melihat aspekaspek dalam SINas. Sesuai dengan amanat Perpres 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014, pencalonan anggota DRN pun harus memperhatikan 7 bidang fokus pembangunan Iptek. Oleh karena itu, calon anggota yang diusulkan Komtek Sains Dasar untuk keanggotaan DRN mendatang diperuntukkan Komisi Teknis Material Maju dan pakar Sains Dasar di 7 Komisi Teknis. Komtek Sains Dasar akan dihilangkan pada keanggotaan DRN mendatang. Keterkaitan antara kegiatan riset pada ARN 2010-2014 dengan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) secara khusus dibahas pada 39
akhir tahun 2011. Hal ini dilakukan mengingat bahwa Iptek dan SDM merupakan salah satu dari tiga pilar penyelenggaraan MP3EI sehingga mempunyai peran penting. Dalam penyusunan ARN dan program-program DRN ke depan, perlu di pastikan bahwa kesemuanya sejalan dengan MP3EI. Di samping itu, untuk membakukan kelompok kegiatan riset telah dilakukan kodifikasi bidang riset. Komisi Teknis Sains Dasar telah membuat kodifikasi kelompok kegiatan riset untuk bidang Sains Dasar/MIPA dan Material Maju. Rekomendasi untuk DRN yang akan datang 1) Berdasarkan hasil kajian tentang Revitalisasi DRN, Komisi Teknis Sains Dasar akan dihilangkan pada organisasi DRN mendatang. Meskipun Pakar di bidang Sains Dasar masih terwakili di masing-masing komisi teknis yang akan dibentuk, namun jika kelompok Sains Dasar tidak terwadahi dalam satu kamar, tidak menutup kemungkinan tidak akan ada lagi yang akan mengurusi Sains Dasar secara khusus. Terlebih jika dikaitkan dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mewajibkan Menteri Negara Riset dan Teknologi memberikan perhatian secara khusus kepada aspek-aspek di antaranya penguatan kapasitas penelitian dan pengembangan yang merupakan landasan fundamental bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan penguatan penguasaan ilmu-ilmu dasar. Sehingga bila komisi teknis Sains Dasar dihilangkan, maka diusulkan agar ada wadah khusus yang menangani Sains Dasar. Misalnya, kalau di DPR, ada penggunaan istilah-istilah Komisi dan Fraksi, mungkin untuk DRN, selain komisi teknis juga ada Majelis atau Forum. 2) Komisi Teknis Sains Dasar mengamati sejak tahun 2009-2011 tak ada satupun produk yang dihasilkan Komisi Teknis menjadi produk DRN. Selama ini, Sidang Paripurna DRN hanya dijadikan sebagai sarana pembekalan anggota dan “temu kangen” dari para anggotanya. Sehingga di keanggotaan DRN mendatang, sebaiknya penyelenggaraan Sidang Paripurna DRN dijadikan sebagai salah satu sarana untuk pengambilan keputusan penting DRN. Bahan pengambilan keputusan berdasarkan rekomendasi dari masing-masing komisi Teknis atau Majelis/Komisi. 3) Komposisi keanggotaan DRN mendatang selayaknya memperhatikan perimbangan antara penghasil/pengembang teknologi (akademisi/peneliti), pengguna teknologi (industri/masyarakat/pemerintah), dan pembuat kebijakan (pemerintah). Tugas DRN adalah memberikan masukan kepada Mennegristek. Karena Program Utama Kementerian Riset dan Teknologi adalah Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), maka calon anggota DRN harus mempunyai wawasan/kemampuan untuk mengembangkan SINas. 4) Kodifikasi kegiatan riset yang telah disusun oleh masing-masing Komisi Teknis, perlu dikaji ulang sebelum diterapkan dalam pengaplikasiannya.
Gambar 19 Suasana Diskusi Komtek Sains Dasar 40
4.1.8 Sosial Kemanusiaan Berbagai kegiatan Komisi Teknis Sosial Kemanusiaan sesuai Fokus Tugas DRN berdasarkan Kepmen Ristek No.001/M/Kp/I/2010 yang diperbaharui oleh Kepmen Ristek No. 76/M/Kp/II/2011 telah dilakukan sejak penyusunan Agenda Riset Nasional 2010-2014, Rapat-Rapat Komisi Teknis yang mendiskusikan berbagai topik terkait pengembangan iptek khususnya Penguatan Sistem Inovasi Nasional, menyelenggarakan Lokakarya yang juga mengundang pakar luar negeri seperti Prof. dr.Tony Saich dari Harvard University dan banyak hal-hal lainnya lagi. Dalam lokakrya yang bertajuk “ Meningkatkan Daya Saing Bangsa Indonesia melalui Transformasi Kelembagaan” beberapa butir-butir penting diskusi dapat disampaikan sebagai berikut: • Argumen bahwa kekuatan pasar tidak akan menghasilkan hasil yang optimal dan intervensi negara diperlukan untuk mempromosikan industrialisasi. Dengan melemahnya fondasi teoritis dan empiris untuk solusi yang berbasis pasar, pendapat bahwa kegagalan negara selalu lebih jelek daripada kegagalan pasar, perlu dipertimbangkan kembali oleh negara yang akan dan sedang melakukan industrialisasi. Institusi-institusi publik yang berhubungan dengan industrialisasi yang diprakarsai oleh negara diusulkan untuk difungsikan kembali. Pemikiran ini, tidak sejalan dengan aliran neoklasik yang berasumsi bahwa pasar berfungsi dan mensyaratkan peran minimal pemerintah. • Dengan memperhatikan tingkat pembangunan yang telah dicapai dan kecenderungan yang terjadi di tataran teori yang mendasari kebijakan industri seperti yang telah diuraikan di atas, pilihan yang rasional dalam situasi ini adalah re-industrialisasi yang diarahkan dan dikordinasikan oleh negara. Jika industrialisasi merupakan penyebab pertumbuhan – seperti yang diimplikasikan oleh teori pertumbuhan – maka deindustrialisasi dapat menuju ke penurunan pertumbuhan (‘growth slowdown’) dan keseimbangan pada tingkat pendapatan yang rendah. Pilihan untuk melakukan industrialisasi yang dikordinasi negara, tentu saja mempunyai konsekwensi tertentu terhadap kebijakan yang ada. Namun Indonesia harus mengupayakan pembangunan ekonomi yang cukup untuk dapat menghasilkan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Untuk ini, kemajuan lebih lanjut dalam industrialisasi adalah perlu. Berbagai tantangan mungkin akan dihadapi saat mempromosikan kembali industrialisasi sebagai kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi, akan tetapi ini harus dihadapi. Jika tidak, maka tidak ada lompatan untuk keluar dari perangkap “negara berkembang”. Dengan re-industrialisasi berarti kita kembali menempatkan pembangunan industri sebagai cara penting dalam memecahkan masalah ekonomi dan sosial. Artinya, memposisikan sektor ini sebagai agen pembangunan. • Aspek-aspek industrialisasi tidak boleh dianggap sebagai langkah-langkah yang bersifat tersendiri (‘discrete steps’). Pabrik-pabrik dan sektor-sektor yang dibangun harus saling memperkuat. Tahapan pembangunannya jelas dan terukur dan ada kebijakan yang konsisten di setiap tahapannya. Ini adalah kerangka pembangunan industri yang dapat mendukung pencapaian tujuan pembangunan ekonomi secara bekelanjutan. Jika berjalan mulus, hasilnya adalah basis kemandirian ekonomi yang mendasar yang pada gilirannya nanti akan memperkuat ketahanan bangsa yang kokoh dan berkelanjutan. Untuk keluar dari perangkap negara sedang berkembang dan menjadi kuat dalam berkompetisi, konsensus yang diperlukan adalah membentuk sektor industri Indonesia menjadi mesin pertumbuhan yang mampu mendorong pembangunan yang berkelanjutan, melalui re-industrialisasi. Kita perlu kembali ke proses dimana ada peran pemerintah dalam mengkoordinasi proses industrialisasi. Dengan re-industrialisasi berarti kita kembali menempatkan pembangunan industri sebagai cara penting dalam memecahkan 41
masalah ekonomi dan sosial. Artinya, memposisikan sektor ini sebagai agen pembangunan. Proses industrialisasi yang dikoordinasi negara memerlukan adanya kendali dari pemerintah pusat. • Sebuah program industrialisasi tidak hanya harus mendapatkan komitmen dari pemimpin negara tapi juga mensyaratkan adanya keterlibatan masyarakat luas. Pemerintah lokal harus terlibat disini. Langkah penting harus ditujukan kepada usaha untuk mendapatkan dukungan luas dari masyarakat dan ini hanya akan diperoleh jika program jangka panjang seperti industrialisasi memiliki legitimasi di tingkat politik yang paling tinggi, artinya ada konsensus disini. • Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJP (Pasal 6 ayat 1), menegaskan bahwa RPJP Nasional adalah acuan dalam penyusunan RPJP Daerah, namun ketentuan pada ayat 2 pasal ini, memberi dasar yang kuat bagi Kepala Daerah untuk membuat RPJP Daerah sesuai dengan visi Kepala Daerahnya masing-masing, dan RPJP Nasional cukup diperhatikan saja (ayat 3, Pasal 6). UU ini tidak mengatur secara tegas bagaimana menyatukan visi, misi, arah, dan tujuan RPJP Nasional dan Daerah. RPJP 2005-2025 yang ditetapkan menjadi acuan dalam pembangunan di semua tingkatan pemerintahan, di semua sektor ini, berpotensi hanya menjadi sebuah “ketetapan” tanpa ada wujud nyatanya di tingkat praktis. • Keinginan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap, dan berkelanjutan melalui RPJP ini akan sulit untuk diwujudkan. Sistem yang terbentuk di era desentralisasi tidak mendukung filosofi yang menjadi dasar pengembangan rencana pembangunan jangka panjang tersebut. Undang-undang tentang RPJP ini juga memberi ruang untuk terjadinya “inkonsistensi” karena tidak ada saluran politik bagi RPJM Nasional yang memuat Visi, Misi dan Program Presiden untuk mendapatkan “konsensus nasional” sebagai Garis Besar Haluan Negara, yang dapat menjadi acuan bagi siapapun yang menjadi Presiden RepubIik Indonesia. Adopsi kebijakan industri sebagai strategi pembangunan harus dihubungkan dengan keputusan politik. Strategi tersebut harus dipimpin oleh otoritas politik yang mempunyai kekuasaan penuh sehingga mampu menempatkan kebijakan industri pada puncak kebijakan ekonomi.
Gambar 20 Suasana Diskusi Komtek Sosial Kemanusiaan 4.2 Pengawalan Implementasi ARN Melalui Open Method Of Research Coordination (OMRC) Gagasan pengembangan Open Method Of Research Coordination (OMRC) berawal dari hasil pemetaan kegiatan riset yang dilakukan tahun 2006 dan 2007 dalam rangka pemantauan 42
implementasi Agenda Riset Nasional (ARN) 2006-2009, yang mana teridentifikasi adanya gambaran kegiatan riset yang memiliki potensi kolaborasi.
Sumber: diolah sendiri Gambar 21 Ilustrasi Potensi Kolaborasi untuk Riset dengan Topik Bio-fuel dari Kelapa Sawit Dari Gambar di atas terlihat bahwa pada tahun 2007, ada sebelas (11) judul riset yang terkait topik Biofuel dengan total biaya Rp. 15,2 M yang dilakukan oleh sembilan (9) lembaga yaitu; 1) Balai Penelitan Biotek LRPI, 2) Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 3) ITB, 4) LIPI, 5) BPPT, 6) PT. Buatan Guna Indonesia, 7) Balai Besar Logam dan Mesin, 8) Balitbangda Sumatera Selatan, dan 9) Bappeda Kalimantan Barat. Dari data yang terkumpul terlihat adanya potensi kolaborasi riset sedangkan lembaga-lembaga tersebut melakukan penelitiannya masing-masing dan tidak terkoordinasi. Padahal jika diperhatikan dari setiap judul penelitian, masing-masing lembaga telah melakukan riset yang ternyata dapat memenuhi spektrum riset hulu-hilir yaitu sejak riset dengan topik kloning gen (riset dasar) sampai dengan riset untuk perancangan pabrik biodiesel (riset hilir), yang jika dikoordinasikan tentu dapat menghasilkan luaran yang lebih signifikan. Mulailah terpikir untuk mencari cara agar koordinasi riset dapat terwujud agar hasil-hasil riset dapat dituntaskan sampai tahapan konkrit dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan. Dari literatur yang ada ternyata untuk mencapai tahap koordinasi dibutuhkan beberapa tahapan yaitu: a) connected, saling mengetahui; b) communicated, saling berinteraksi; c) collaborated, setelah saling kenal setuju untuk bekerjasama; dan d) coordinated, yaitu sampai tahap membuat SoP untuk pelaksanaan kerjasama tersebut.
43
Tahapan
Awal
Berproses
Advanced
Mengetahui
Berkenalan
Bertukar kontak
Communicated
Berbagi informasi
Diskusi interaktif
Muncul ‘trust’
Collaborated
Bertukar alat
Coordinated
Sepakat dg SoP
Connected
ide/ Setuju (MoU)
alamat
bekerjasama Kegiatan bersama
Evaluasi bersama
Bersinergi
Gambar 22 Proses terbentuknya proses kerjasama alamiah Tahap selanjutnya, dikembangkan rencana pembuatan database berbagai hasil riset dalam rangka para periset saling mengetahui dan mengenal, mengacu pada OMC-Open Method of Coordination, metode yang diadopsi dari Uni Eropa. OMC (metode koordinasi yang melibatkan berbagai negara anggota Uni Eropa untuk suatu tujuan yang disepakati bersama), diadopsi menjadi Open Method of Research Coordination (OMRC). OMRC merupakan upaya pelaksanaan koordinasi yang bersifat terbuka, dimana setiap pihak yang terlibat tetap berpegang pada tugas pokok, fungsi dan wewenang masing-masing, bersifat sukarela (voluntary) dan bertumpu pada pertukaran (sharing) data, informasi dan pengetahuan (knowledge). OMRC dilengkapi dengan fungsi social network dalam rangka memenuhi empat tahapan berkoordinasi seperti disebutkan di atas. Dikembangkan software berbasis website / portal sebagai tool untuk melakukan koordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan dengan metode OMRC. Media ini berperan: [a] Sebagai wahana pertukaran data dan informasi antar berbagai pelaku Iptek; [b] Sebagai arena pemantauan kegiatan-kegiatan riset yang tersebar; [c] Sebagai wahana bertemunya pihak penghasil dan pengguna hasil riset; [d] Sebagai wahana bagi periset untuk menawarkan teknologi yang telah dihasilkan; [e] Wahana bagi pengguna yang membutuhkan informasi pengembangan suatu teknologi; [f] Untuk mencari dengan menindaklanjuti menjadi suatu yang konkrit berbagai potensi kolaborasi. Data dan informasi yang tercantum dapat menjadi acuan para pelaku Iptek untuk mengetahui: [1] apa yang sedang dilakukan, pernah dijalankan dan bagaimana hasilnya, [2] siapa dan dimana riset dilakukan, serta; [3] kebutuhan masyarakat /dunia usaha yang dapat dicarikan solusinya melalui program-program riset. Untuk memutakhirkan data (up dating data) kegiatan riset yang diperoleh pada kegiatan pemetaan tahun 2006-2009, pada tahun 2010 dilakukan pengumpulan data dari LPK, LPNK dan beberapa daerah terpilih antara lain Sumatera Selatan dan NTB. Data yang dikumpulkan dengan format data sistem OMRC meliputi: lembaga, satker (satuan kerja), Kota, Propinsi, No. Telepon, Email, Bidang Prioritas, Bidang Cross Cutting, Program, Peneliti Utama, Kegiatan ARN, Kode ARN, Judul Riset, Abstrak, Keyword, Tujuan, Lokasi Riset, Potensi Kolaborasi, Kendala Riset, Anggaran Riset, Sumber Dana, Sumber Daya Manusia (SDM), Infrastruktur, Mitra, Output, Outcome. Kuantitas dan kualitas data yang terkumpul bervarisi, tetapi masih banyak data tidak lengkap atau kualitas 44
data rendah. Ketidakseragaman data yang terkumpul memperlihatkan bahwa: [1] data kegiatan riset belum mendapat perhatian dari lembaga litbang, [2] belum adanya keseragaman data riset dari lembaga litbang.
Gambar 23 Muka web www.omrc-drn.or.id
Gambar 24 Buku User Guide OMRC
• Sistem Pengumpulan Data dan Keunggulan OMRC
Gambar 25 Sistem Informasi OMRC • Pengisian data kegiatan riset: anggota periset melakukan login pada halaman website OMRC – DRN, dan mengisi data kegiatan riset. • Permintaan teknologi oleh pengguna: Member (calon pengguna teknologi) mengisi data permintaan teknologi (technology request) • Pencarian Data Penelitian atau Permintaan Teknologi: User (seluruh jenis keanggotaan) memasukkan kata kunci (keyword), judul, memilih kategori kelompok atau sub kelompok teknologi, ataupun berdasarkan kriteria lainnya. Sistem akan mencari dan menampilkan link halaman data sesuai dengan kriteria yang telah diisi atau dipilih oleh user
45
Gambar 18 Alur pengisian data kegiatan riset oleh anggota Periset
Gambar 19 Pengisian data permintaan teknologi oleh anggota Pengguna Hasil Riset
Gambar 20 Pencarian data penelitian atau permintaan teknologi pada database •
Keunggulan OMRC
Gambar 21 Skema AMT (Automatic technology Matching) mempertemukan periset denagn pengguna hasil riset Manfaat yang diperoleh adalah: [a] untuk mencapai tujuan bersama baik untuk menindaklanjuti suatu potensi kolaborasi antar para periset maupun antara periset dengan pengguna, [b] pada area kebijakan yang masih memerlukan konsensus bersama, [c] dalam rangka pembelajaran dan adopsi praktik terbaik. OMRC juga dapat menjadi sarana pembelajaran kolektif (collective learning) sehingga riset yang dilakukan secara terkoordinasi/ kolaborasi riset dapat menghasilkan berbagai produk inovasi teknologi dan kompetensi yang mampu berkontribusi pada kegiatan perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. 46
Karena karakter OMRC yang bersifat sukarela, baik dalam keanggotaan, kuantitas dan kualitas data riset, pelaksanaan diskusi online, maupun pemanfaatan OMRC sendiri; maka diperlukan penyebarluasan dan sosialiasi OMRC ke para pemangku kepentingan iptek nasional. Untuk itu, dalam setiap forum atau pertemuan DRN dengan para pemangku kepentingan iptek selalu disosialisasikan sistem informasi OMRC. Hal-hal yang harus diperhatikan demi keberhasilan OMRC: 1. Partisipasi stakeholders; sangat penting dalam pembaruan data dan keberlanjutan sistem, identifikasi/pendataan instrumen kebijakan iptek, adopsi praktik terbaik, pemanfaatan wahana komunikasi terbuka. 2. Internet portal merupakan salah satu sarana koordinasi, walaupun demikian tetap diperlukan koordinasi konvensional lainnya misalnya diskusi (komunikasi offline), workshop, dan lain-lain. • Sosialisasi OMRC Dalam rangka menyosialisasikan gagasan pengembangan OMRC dan upaya menarik minat periset dan pemangku kepentingan iptek lainnya di daerah dilakukan beberapa kunjungan ke daerah, antara lain: 1. Palembang, 31 Mei 2011, Sosialisasi OMRC di Sumatera Selatan. 2. Surabaya, 6 Juni 2011, Pengembangan Instrumen Koordinasi Riset 3. Semarang, 10 Juni 2011, Sosialisasi OMRC di Balitbang Prov Jawa Tengan 4. Palangkaraya, 22 Juni 2011, Pengembangan Instrumen Koordinasi Riset 5. Makassar, 27 Juni 2011, Pengembangan Instrumen Koordinasi Riset sebagai upaya Pengembangan Iptek 6. Kupang, 22 Juli 2011, Pengembangan Instrumen Koordinasi Riset sebagai Bagian Upaya Pengembangan Iptek • Tindaklanjut Potensi Kolaborasi di OMRC Sebagai tindak-lanjut implementasi fungsi OMRC, DRN telah menyelenggarakan forum diskusi kelompok sebagai bentuk komunikasi off-line OMRC. Adapun tema diskusi yaitu “Obat Herbal Antikanker”. Pemilihan tema ini didasarkan pada database OMRC, khususnya dari program insentif riset KRT tahun 2010 dan 2011, dimana kegiatan obat herbal antikanker adalah salah satu tema yang dominan, yaitu 141 kegiatan riset. Forum diskusi Obat Herbal Antikanker dihadiri sekitar 50 peserta, yang berasal dari tiga unsur ABG (Academician, Business and Government) yaitu industri famasi, industri jamu, rumah sakit kanker, para peneliti, dan dari kalangan pemerintah (KRT dan BPOM). Adapun hasil forum diskusi kelompok dapat dirangkum antara lain sebagai berikut: 1. Aktivitas riset tentang obat herbal antikanker, merupakan tema riset di bidang Kesehatan yang banyak diminati oleh peneliti. Hasil-hasil penelitianya sudah begitu banyak. Saat ini produk obat herbal antikanker yang sudah dapat dipasarkan kebanyakan masih dalam bentuk jamu, yaitu sebanyak 219, sementara itu dalam bentuk obat herbal terstandar baru 3 jenis dan dalam bentuk fitofarmaka belum ada. 2. Meskipun demikian, potensi pengembangan obat herbal antikanker di Indonesia sangat tinggi, karena jumlah peneliti yang bekerja di bidang ini cukup tinggi (lebih dari 250 periset), potensi sumber daya hayati khususnya jumlah tanaman obat (lebih dari 7.000) dan sarana prasarana riset yang makin lengkap. 47
3. Permasalahan besar yang dihadapi para periset untuk mendapatkan produk obat antikanker dalam bentuk fitofarmaka (obat yang telah terbukti secara preklinis dan klinis), adalah: (i) lamanya waktu yang dibutuhkan (lebih dari 30 tahun), (ii) resiko gagal yang cukup tinggi, dan (iii) biaya yang besar. Permasalahan lain yang ada selama ini adalah masih belum membudayanya peneliti melindungi hasil risetnya (mematenkan), dan bahkan banyak hasil riset luar negeri yang telah mematenkan produk-produk asal Indonesia dan bahkan telah memasarkannya (contoh curcumin / kunyit untuk obat peningkatan daya ingat). 4. Disarankan, riset obat herbal antikanker lebih difokuskan untuk pengobatan paliatif (perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh/ holistik untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kanker) dimana produk herbal yang diproduksi berfungsi sebagai ajuvan, meningkatkan daya tahan/ immunitas dan atau nutraseutikal, dari pada untuk untuk memproduksi obat kanker / fitofarmaka. 5. Pengembangan obat herbal di Indonesia terkesan lambat oleh karena berbagai peraturan standardisasi pemerintah (BPOM), sementara itu membiarkan produk-produk herbal luar negeri terus membanjiri pasar domestik. Sementara itu, peran pengawasan BPOM memang hanya terfokus terhadap produk-produk dalam negeri. 6. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan herbal antikanker (BPOM): (i) Ketersedian bahan baku dan kelanjutannya / kelestariannya, (ii) Standardisasi bahan uji, (iii) Kemanfaatan lebih besar daripada toksik, (iv) Riwayat penggunaan secara tradisional, (v) Kombinasi herbal, dan (vi) Perlindungan terhadap subjek. 7. Dalam melaksanakan riset, ternyata kerjasama para peneliti dengan industri sudah dilakukan, misalnya BPPT dengan RS Kanker Dharmais, PT Jamu Jago, PT Nyonya Meneer, UI dengan PT Nyonya Meneer. Meskipun demikian kerjasama dan koordinasi perlu terus ditingkatkan. 8. Untuk mendukung riset obat herbal antikanker, forum merekomendasikan sebagai berikut: (i) pengembangan database yang terkait dengan obat herbal dari hulu (tanaman) hingga hilir (produk), (ii) strategi arah riset jangka pendek/ menengah yaitu riset yang memberikan dukungan ilmiah pada jamu yang secara imperis telah digunakan, (iii) dukungan pemerintah untuk insentif dan kebijakan arah penelitian, kebijakan untuk mendorong produk dalam negeri yang merupakan hasil riset anak bangsa, (iv) fasilitas riset secara terpadu, dimana dapat memfasilitasi kegiatan riset dari hulu ke hilir (v) dengan semaraknya riset obat herbal antikanker, perlu dideklarasikan tahun kebangkitan obat herbal antikanker, (vi) OMRC dapat terus dikembangkan sebagai pusat database yang prestigious seperti Scopus, PubMed atau Science Direct versi Indonesia yang sekaligus berperan sebagai intermediasi untuk kolaborasi.
48
Gambar 22 Diskusi Obat Herbal Antikanker Diharapkan forum komunitas obat herbal antikanker ini dapat lebih sering berkomunikasi agar harapan-harapan seperti yang menjadi hasil rekomendasi diskusi dapat terlaksana. Dukungan OMRC bagi Implementasi hasil riset dalam MP3EI Dari telaahan terhadap data OMRC dan MP3EI diperoleh kesimpulan bahwa: a) Keterkaitan antara data OMRC dengan Program Utama MP3EI: 60.32% berarti dukungan data kegiatan riset yang terdapat dalam OMRC sudah lebih dari 60%, dimana kontribusi terbesar dari dukungan kegiatan riset adalah data insentif Ristek yang mencapai 91.64%; b) Keterkaitan data OMRC dengan Kegiatan Ekonomi Utama MP3EI: 49.84%; c) Keterkaitan data OMRC dengan Kegiatan Ekonomi Utama MP3EI di masing-masing koridor 75.61%. Artinya dapat disimpulkan bahwa kegiatan riset yang dilakukan selama ini secara kuantitatif sudah mendukung MP3EI, terutama kegiatan yang ada pada Insentif Riset KRT. d) Keterkaitan dengan Proyek yang ada dalam daftar investasi infrastruktur MP3EI: 2.56%. Hal ini karena kegiatan riset memang tidak masuk proyek yang sangat berorientasi segera dilaksanakan, sedangkan kegiatan riset adalah investasi dan mempunyai implikasi masa depan. Disini dapat dilihat manfaat dari data yang ada pada OMRC. Hasil telaahan yang ditindaklanjuti dengan Lokakarya “Pilar Penguatan SDM dan Iptek dalam Mendukung MP3EI” pada 1 desember yang lalu dimana kesimpulannya antara lain harapan terhadap kontribusi masukan dari DRN adalah: 1) melakukan pemetaan kebutuhan dan kesiapan iptek; 2) informasi klaster teknologi unggulan; 3) melakukan upaya capacity building dalam membuat perencanaan, regulasi, public policy. Selain itu, 4) DRN juga diharapkan dapat berkontribusi dalam pembuatan blue print iptek 2012-2025 sejalan dengan anggaran menuju 3% di tahun 2025. •
• Keberlanjutan OMRC Untuk keberlanjutan sistem informasi OMRC, diperlukan pengembangan kelembagaan khususnya dalam rangka pengelolaan data dan informasinya. Sebagai bahan pertimbangan, disampaikan usulan struktur manajemen pengelolaan OMRC sebagai berikut:
Gambar 23 Usulan Manajemen Pengelolaan OMRC Untuk kemudahan pengelolaan diusulkan agar manajemen pengelolaan teknis OMRC dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama operasi (KSO) dengan instansi pemerintah lainnya, seperti 49
misalnya IPTEKnet. Dalam kerjasama tersebut, aspek administrasi (Perencanaan, Keuangan, Sosialisasi, Promosi), Helpdesk dan Konten Informasi tetap ditangani oleh DRN, sedangkan yang di serahkan pengelolaannya pada pihak lain adalah pengelolaan perangkat keras dan perangkat lunak. Agar dapat memperkaya konten OMRC, perlu dipertimbangkan untuk melakukan kerjasama dengan pengelola situs web yang mengumpulkan data iptek seperti Potensi, Garuda sehingga dapat dilakukan pertukaran data diantara situs-situs tersebut secara otomatis dan cepat. Mengingat bahwa sumber dana negara untuk alokasi biaya pengelolaan situs web pada umumnya sangat terbatas, maka patut dipertimbangkan untuk mengusahakan sumber dana lain, misalnya adalah dengan menjadikan industri sebagai sponsor. 4.3 Koordinasi Kemitraan Riset Antar Lembaga Tingkat Nasional: Kemitraan DRN-DRD Lembaga yang menjadi mitra bestari dari DRN dalam pengembangan iptek adalah Dewan Riset Daerah (DRD). DRD dibentuk oleh Pemerintah Daerah dengan tugas memberikan masukan kebijakan yang berkiatan dengan pengembangan iptek di daerah seperti yang tercantum dalam Pasal 20 UU No 18 Tahun 2002. Karena mempunyai tugas yang sama, dan dengan memperhatikan UU No 32 Tahun 2004, maka hubungan DRN dan DRD adalah berbentuk kemitraan koordinatif fungsional. Sejak terbitnya UU 18/2002 sampai akhir tahun 2011, ada 26 Provinsi telah membentuk Dewan Riset Daerah (DRD). Ada beberapa Provinsi yang belum membentuk, terutama Provinsi pemekaran, antara lain: NAD, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Paupu Barat dan Bali. Provinsi Bali saat ini memiliki lembaga yang mempunyai tugas seperti DRD.
Gambar 24 Lokakarya Penguatan Hubungan Kemitraan DRN dan DRD 14 Desember 2010 Dalam rangka mencari bentuk kemitraan DRN-DRD yang terbaik, dilakukan beberapa lokakarya yang mengundang DRD dan Balitbang dari berbagai daerah yang dilaksanakan pada 14 Desember 2010, dan 15 Juni 2011. Sebagai hasil dari beberapa lokakarya,disepakati beberapa hal sebagai berikut: 1) Permasalahan DRD di Daerah: [a] eksistensi kelembagaan badan litbang, akibat beberapa peraturan, peranan lembaga litbang menjadi mengambang, [b] Lembaga Non Struktural kurang mendapat perhatian; persoalan utama di daerah adalah yang selalu dibicarakan adalah persoalan struktural, sehingga lembaga-lembaga non struktural seperti DRD menjadi lemah; [c] Iptek-Riset-Inovasi dianggap hanya tugas Perguruan Tinggi; [d] wadah dalam struktur organisasi terlalu ketat / kaku, terutama berkaitan PP 41 Th. 2007 tentang organisasi perangkat daerah, dimana banyak lembaga litbang yang ditarik ke Bappeda. Sehingga akan tidak mudah adanya 50
2)
3) 4)
5)
koordinasi antara Bappeda dan DRD. Kemudian, saat ini struktur juga terlalu runcing; [e] UU No. 18 Th. 2002 belum dijadikan acuan dalam penyusunan kelembagaan daerah. Peluang untuk memantapkan Posisi DRD :[a] inovasi dan pengembangan Iptek bersifat lintas sektor, sehingga dapat masuk melalui sektor terkait dalam diseminasi iptek; [b] pembangunan iptek adalah wajib, sehingga harus masuk ke dalam Renstrada; [c] Kemenristek adalah pembina pengembangan iptek di daerah, sehingga DRD dapat menjadi mediator; sebaiknya dikeluarkan PP tentang pengembangan iptek dengan mencantumkan litbang dan DRD sebagai pelaku utama. Fungsi DRN dan DRD sebenarnya adalah sebagai Fasilitator, Intermediator dan Regulator. Ketiga Fungsi ini harus semakin diperkuat terutama dalam Regulasi. Diperlukan adanya penegasan koordinasi antara DRN dan DRD. Terdapat hubungan-hubungan koordinasi DRN-DRD, antara lain: [a] hubungan fungsional yaitu DRN melakukan kemitraan dengan DRD, sehingga DRD dapat bekerja secara profesional, [b] hubungan program yaitu DRN mensosialisasikan dan mendorong agar DRD mengacu prioritas-prioritas riset yang tercantum dalam Agenda Riset Nasional (ARN). Adanya usulan dari DRD-DRD dan para mitra DRD (Balitbang, Bappeda) untuk membentuk suatu Forum Dewan Riset di Indonesia. Forum ini dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat jejaring / kemitraan institusi Dewan Riset, baik Dewan Riset Nasional (DRN) di tingkat nasional, maupun DRD Provinsi dan DRD Kabupaten / Kota di tingkat daerah berdasarkan tugas, fungsi dan perannya dalam peningkatkan iptek nasional. Dalam forum ini dapat dilakukan komunikasi, koordinasi dan sharing pengalaman antara Dewan-Dewan Riset dan para mitranya di Indonesia.
Untuk meningkatkan kemitraan DRN –DRD dalam penguatan sistem inovasi, direncanakan lokakarya pada 14 Desember 2011 dengan tema “Integrasi Sistem Inovasi Daerah dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah” Beberapa kegiatan kemitraan DRN-DRD antara lain berupa kunjungan DRN ke forum / acara yang diadakan oleh DRD yang diharapkan dapat merupakan sarana dalam penguatan jejaring DRN DRD, seperti: • DRN menghadiri pelantikan DRD Provinsi Banten, DRD Sumatera Barat, DRD Riau, DRD Sumatera Utara, dan DRD Kota Palangkaraya sekaligus memberikan informasi hal kelembagaan iptek baik pusat maupun daerah, dan pengelolaan DRN sebagai pembelanjaran bagi DRD. • Berkomunikasi dengan Bappeda Provinsi Lampung untuk mengetahui perkembangan terkini DRD Lampung dan mengikuti lokakarya yang diselenggarakan untuk itu. • Dilakukan penjajakan juga untuk pembentukan DRD Provinsi Bangka Belitung • Kerjasama antara DRN dan DRD Sumatera Selatan dan DRD NTB dalam pengumpulan data riset yang akan masuk dalam database OMRC DRN. • Adanya kunjungan Bappeda Jawa Barat ke DRN untuk melakukan diskusi hal pemberdayaan DRD Jabar. • Mengikuti diskusi yang berlangsung di Bappeda DKI antara DRD DKI dan DRN untuk selanjutnya dalam suatu forum DRN Ketua DRD DKI menjadi narasumber. • Melakukan komunikasi dengan DRD Jawa Tengah yang sudah berlangsung lama dan baik, dimana DRD Provinsi Jateng beberapa kali diajukan menjadi acuan untuk studi banding bagi daerah yang mempunyai DRD baru. 51
• Pembentukan DRD DIY pada tahun 2010, diawali dengan kunjungan Ketua DRN ke Pemerintah Provinsi DIY. • Mengikuti diskusi yang dilakukan di Bappeda Kabupaten Sleman • DRN diundang oleh DRD Kota Malang untuk menghadiri pelantikan dan memberikan informasi hal kelembagaan iptek. Dilanjutkan dengan kunjungan ke DRD Jawa Timur . • Jalinan DRN dan DRD Kalimantan Timur tetap terjaga dengan saling tukar fikiran dan menyelenggarakan lokakarya dengan topik tentang daerah perbatasan. • Bappeda Provinsi Sulawesi Utara berkunjung ke DRN dalam rangka membahas permasalahan DRD Sulut. • DRD Sulawesi Tengah diundang hadir dalam forum perkelapaan yang diselenggarakan Komtek Sains Dasar, karena dikenal sebagai provinsi penghasil kelapa. • Kunjungan Sekretaris DRN ke Maluku dalam rangka pembentukan DRD, yang menghasilkan pembentukan DRD Maluku yang dimotori sendiri oleh Wakil Gubernur Maluku. • Kunjungan Ketua DRN ke Sumatera Utara dalam rangka menghadiri pameran hasil-hasil kerjasama DRD Sumut dengan Balitbangda Sumut.
Gambar 25 Kunjungan Dewan Riset Daerah (DRD) ke Dewan Riset Nasional (DRN)
4.4 Koordinasi Kemitraan Kegiatan Riset Antar Lembaga Tingkat Nasional: Dewan Pupuk Indonesia - DPI Pada 17 Maret 2009 dilaksanakan nota kesepahaman antara DRN dengan DPI (Dewan Pupuk Indonesia (DPI) adalah untuk pengembangan kebijakan pemanfaatan program dalam rangka peningkatan pendayagunaan sumberdaya alam sebagai bahan baku pupuk dan energy yang ramah lingkungan. DPI merupakan organisasi independen yang bersifat nirlaba, dan berperan sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengoptimalkan peran industri pupuk di Indonesia, dalam mendukung ketahanan pangan maupun pembangunan nasional. Nota Kesepahaman tersebut diharapkan juga mencakup LPNK di lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi, menggaris bawahi kerjasama dalam hal sosialisasi dan diseminasi produk litbang dan teknologi yang terkait dengan bidang pertanian dan ketahanan pangan, khususnya bidang pupuk dan pemupukan. Disamping itu, kerjasama dilakukan dalam hal perumusan program riset, pengkajian, dan perekayasaan dalam pengembangan teknologi perpupukan, ketahanan pangan dan pengembangan energi baru dan terbarukan. Menteri Negara Riset dan Teknologi waktu itu, menyampaikan dukungannya atas nota kesepahaman ini. Sebagai tindaklanjut dari Nota Kesepahaman ini telah dilakukan rapat di kantor DPI pada 52
tanggal 24 April 2009, dimana disepakati untuk memanfaatkan dana Program Insentif Riset dari KRT guna mendukung implemntasinya.
4.5 Koordinasi Kemitraan Kegiatan Riset Antar Lembaga Tingkat Internasional Agar perkembangan iptek nasional tidak ketinggalan dengan perkembangan iptek global, maka dilakukan komunikasi antar kelembagaan DRN dengan lembaga-lembaga sejenis pada tataran regional. 4.5.1 Pertemuan OECD dan DRN Pada tanggal 3 Mei 2010 datang delegasi OECD yang terdiri dari wakil negara-negara Perancis, Korea Selatan, Singapura, Jepang dan Spanyol; diterima oleh Ketua DRN. Disampaikan oleh Ketua DRN bahwa DRN tidak khusus mengkaji sistem inovasi, tetapi melalui kegiatannya dapat membantu untuk memperbaiki sistem inovasi. Disampaikan juga tentang masih adanya kendala utama pengembangan Iptek di Indonesia antara lain mismatch antara penelitian dengan kebutuhan industri, kurangnya koordinasi, dan keterbatasan dana. Juga masih perlu ditingkatkan manajemen kebijakan iptek di Indonesia serta implementasinya di berbagai lembaga. Tak lupa juga dijelaskan tentang upaya mengembangkan perangkat koordinasi OMRC. Menurut delegasi OECD, Perancis juga melakukan tinjauan Inovasi di Chili, Afrika Selatan, China, selain Indonesia. 4.5.2 Pertemuan World Bank dan DRN World Bank menjajaki kemungkinan kerjasama dengan stakeholder riset di Indonesia, termasuk pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Hal ini tercermin dari kunjungan yang dilakukan World Bank pada pertengahan Mei 2010. Delegasi World Bank juga mendatangi berbagai kementerian seperti Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Riset dan Teknologi. Hal tersebut dilakukan untuk mempelajari lansekap riset di Indonesia, delegasi World Bank langsung ditemui oleh Ketua dan Sekretaris DRN. Ketua DRN memberikan gambaran pengelolaan program Insentif yang sedang dilakukan, dimana DRN berperan serta dalam menentukan 244 topik kegiatan riset. Juga dijelaskan peran dari DRN dalam menyusun Produk Target dan Topik Kegiatan riset. Konsep Produk Target menarik perhatian delegasi World Bank, kebetulan salah satu dari mereka adalah penanggung jawab dalam pengembangan riset sehingga menawarkan bantuan jika diperlukan untuk pengembangan sistem yang sudah ada ini. Juga disampaikan, sebagai Negara kepulauan yang besar, hampir setiap provinsi di Indonesia telah memiliki Dewan Riset Daerah (DRD). Tugas utama dari DRD antara lain menyusun Agenda Riset Daerah yang merupakan acuan dari kegiatan riset daerah. Koordinasi dengan lembaga riset internasional lainnya juga sudah dilakukan, yaitu koordinasi dengan Belanda, Taiwan, Jerman, dan Turki. 4.5.3 Kegiatan Jejaring Internasional Innovation for The Base of the Pyramid (iBoP) Asia Project • Keterlibatan DRN dalam iBoP Asia Salah satu persoalan bangsa Indonesia adalah masih tingginya tingkat kemiskinan, yakni sekitar 13% dari total penduduk. Presiden Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono di PuspiptekSerpong, 20 Januari 2010 lalu menyampaikan bahwa teknologi harus didedikasikan untuk 53
pengentasan kemiskinan yang juga sejalan dengan tujuan Millennium Development Goals. Isu tersebut kemudian dituangkan di dalam naskah Agenda Riset Nasional 2010-2014 sebagai salah satu dari tiga (3) Semangat Pembangunan Iptek yaitu Iptek untuk Pengentasan Kemiskinan. Untuk itu Dewan Riset Nasional terlibat aktif dalam program yang dikenal dengan Innovation for the Base of the Pyramid Asia atau iBoP Asia. Program tersebut meliputi: a) Kegiatan Tahap Pertama berupa pemberian insentif riset untuk inovasi atau penelitian yang berpihak pada pengentasan kemiskinan; dan b). Tahap kedua, lebih kepada upaya untuk meningkatkan fungsi dari Dewan Riset di negara-negara ASEAN terkait upaya pengentasan kemiskinan dengan memfasilitasi pertukaran informasi, pengalaman, dan pembelajaran. iBoP Asia bekerjasama dengan fasilitasi dari IDRC Kanada. Sekretaris DRN dipilih sebagai salah satu anggota Project Advisory Committee (PAC) dan kemudian dipilih sebagai Ketua PAC iBoP Asia untuk tahun 2010-2011.
a. b. c.
d.
e.
a. b. c. d.
Keterlibatan DRN pada iBoP Asia antara lain: Terlibat dalam seleksi proposal riset khususnya proposal yang berasal dari Indonesia (total kegiatan penelitian yang didanai oleh iBoP Asia adalah 26 yang berasal dari 4 negara ASEAN). Menyelenggarakan forum diskusi tanggal 29 Mei 2009 di Gedung BPPT Lt. 3 bagi penerima insentif riset iBoP untuk TA 2009 yang berasal dari Indonesia. Membantu penyelenggaraan Forum Inovasi yang pertama, yaitu forum yang mempertemukan inovator-inovator yang mendapatkan insentif riset iBoP Asia dengan masyarakat ilmiah yang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2010 di Hotel Sahid, Jakarta. Membantu penyelenggaraan Innovation Talk di Kampus Universitas Indonesia Depok, sebuah forum terbatas yang mempertemukan stakeholder riset khususnya akademisi dengan inovator dari Indonesia yang mendapat hibah riset iBoP Asia. Mengikuti workshop 26-27 Oktober 2010 di Manila, Filipina. Bentuk dukungan DRN juga dilakukan dalam bentuk sosialisasi meliputi: Pembuatan tulisan berupa newsletter dan mengangkat seorang Communication Officer wakil dari Indonesia yang berasal dari staf Sekretariat DRN. Publikasi Brosur iBoP Asia yang berbahasa Indonesia Launching jejaring iBoP Asia untuk Indonesia dalam Forum Inovasi 3 Maret 2010. Upaya untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dilakukan dengan membangun sebuah sub halaman dalam website DRN.
54
Gambar. 26 Halaman iBoP Asia dalam website www.drn.go.id
Gambar. 27 Brosur iBoP Indonesia
Rencana Program iBoP tahap II merupakan kelanjutan dengan mengambil pelajaran dan pengalaman dari iBoP tahap I (2008-2011). Keterlibatan DRN antara lain mengikuti workshop Persiapan Tahap ke-2 di Manila 26 April 2011 Untuk tahap dua, hal yang akan dilakukan: 1. Mencari mekanisme yang efektif dan efisien bagi Dewan Riset untuk menjalankan perannya dalam rangka memfasilitasi terbentuknya lingkungan kondusif untuk riset, khususnya terkait riset bagi upaya pengentasan kemiskinan/untuk BoP. 2. Peningkatan koordinasi antar Dewan Riset di lingkungan ASEAN.
1. 2. 3. 4.
5.
Adapun keluaran tahap II (2012-2014) yang diharapkan: Peningkatan Kerangka Kelembagaan termasuk strategi untuk memasukkan isu sosial khususnya pengentasan kemiskinan pada kegiatan-kegiatan riset dan inovasi. Terselenggaranya kolaborasi yang saling komplementer dan keterkaitan yang efektif antara masing-masing Dewan Riset di ke-4 negara ASEAN. Menyiapkan dukungan untuk penyesuaian kebijakan pemerintah termasuk aspek pendanaan dan pasar modal yang berpihak untuk riset-riset bagi penduduk miskin (for, with, and at the BoP). Terselenggaranya kolaborasi multistakeholder antara pemerintah, akademisi, inovator, moda ventura, social enterprise, industri, perusahaan swasta dalam rangka kegiatan inovasi untuk pengentasan kemiskinan Peningkatan “information gateway” untuk diseminasi kebijakan informasi dan secara regional meningkatkan komplementaritas diantara berbagai tingkatan pemerintahan dan aktor inisiatif untuk inovasi bagi upaya pengentasan kemiskinan.
55
Gambar. 26 Forum Inovasi iBoP Asia 3 Maret 2010 di Jakarta
Gambar. 27 Workshop 27 Oktober 2010 di Manila
V PELAKSANAAN FOKUS TUGAS BERDASARKAN KEPMEN No. 76/M/Kp/II/2011 (BUTIR 4 dan 5) 5.1
Penegakan Norma Ilmiah Riset
Dalam rangka melaksanakan fokus tugas penegakan norma riset ilmiah, DRN melalui Ketua dan beberapa anggota DRN terlibat aktif dalam memberikan rekomendasi kriteria seleksi baik berkaitan dengan substansi kriteria maupun kontribusi kriteria dalam kelulusan; serta memberikan saran Penilaian dan wahana komunikasi bagi Tim Penilai Program Insentif Riset Kementerian Riset dan Teknologi. DRN juga menjadi Tim Penilai dalam proses akreditasi Komite Nasional Akreditasi Pranata Penellitian dan Pengembangan (KNAPPP) yang menilai kesesuaian suatu laboratorium dari segi peralatan dan pengorganisasian. DRN juga terlibat dalam seleksi terhadap proposal riset Kementerian Riset dan Teknologi yang merupakan kerjasama dengan luar negeri, antara lain dengan Belanda, Jerman, Perancis. 5.2 Penganugerahan Iptek Dalam pengusulan penganugerahan iptek, DRN melalui Ketua dan beberapa anggota DRN diundang sebagai Tim Juri dalam seleksi calon penerima anugerah iptek, baik yang diberikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi maupun lembaga iptek lainnya. Untuk tugas penganugerahan iptek di lingkungan KRT, diawali dengan mempelajari dan mencermati portofolio dari calon yang dapat meliputi prestasi dalam inovasi termasuk produk yang dikreasikan. Sebagai Tim Juri juga melakukan site visit terhadap nominator penerima anugerah, antara lain (Bali dan Palembang). Penganugerahan iptek dilakukan untuk memberikan apresiasi terhadap para pemangku kepentingan 56
yang telah berhasil dalam mengembangkan budaya inovasi. Kementerian Riset dan Teknologi memberikan: [1] Anugerah Iptek Prayogasala (Pranata Litbang), [2] Anugerah Iptek Labdhakretya (Kreativitas dan Inovasi),[3] Anugerah Iptek Budhipura (Pemerintah Kabupaten/Kota), [4] Anugerah Iptek Widyasilpawijana (Peneliti dan Perekayasa), [5] Anugerah Iptek Widyamaheswara (Tokoh Panutan Iptek). Anugerah diberikan untuk menghargai keberhasilan dalam berkreasi dan berinovasi, agar tumbuh kembangnya budaya masyarakat yang kondusif bagi pertumbuhan Sistem Inovasi Nasional. Budaya yang dimaksud mencerminkan nilai-nilai iptek yang obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Selain itu, pada tahun 2011, DRN mengusulkan kepada Kementerian Riset Teknologi untuk mempertimbangkan Dr. Surono (Anggota Komisi Teknis Sains Dasar) sebagai calon penerima Anugerah Iptek Widyamaheswara, karena kepakaran dan keterlibatan yang bersangkutan yang sangat intensif dalam berbagai kejadian bencana gunung berapi sehingga sebagai salah satu contoh, dapat meminimalisasi korban bencana gunung Merapi di Yogyakarta; melalui pendekatan early warning system.
VI KAJIAN DRN Dalam rangka menyebarluaskan berbagai pengetahuan yang terkait dengan pengembangan iptek kepada komunitas iptek dan masyarakat luas, khususnya dalam rangka pengembangn iptek dan penguatan Sistem Inovasi, DRN 2009-2011 melakukan berbagai kajian dengan topik-topik seperti disampaikan di bawah ini:
57
Gambar 28 Buku – Buku yang diterbitkan DRN 2009-2011 6.1 Kemitraan Dalam Sistem Inovasi Nasional Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Lima tantangan dan kecenderungan universal (globalisasi, kemajuan iptek, ekonomi berbasis pengetahuan, ekonomi jaringan, dan faktor lokal-lokasional) akan terus berkembang secara dinamis. Kelima hal tersebut beserta konteks spesifik nasional dan daerah di Indonesia semakin menuntut adanya kemitraan yang efektif antar berbagai pihak dalam penguatan sistem inovasi di Indonesia. Dalam mendukung kesuksesan pembangunan sistem inovasi, harus terjalin adanya keterkaitan (linkages), kemitraan (partnership), jaringan (networking) dan interaksi serta sinergi positif. Penguatan sistem inovasi sangatlah penting dalam meningkatkan daya saing. Salah satu ukuran daya saing yang dinilai sangat penting adalah produktivitas. Produktivitas juga mengindikasikan hubungan antara input dengan output, pengaruh “teknologi” terhadap perkembangan ekonomi, dan sangat penting dalam upaya meningkatkan standar hidup (kesejahteraan rakyat). Perkembangan inovasi sangatlah menentukan pertumbuhan produktivitas, baik pada tataran mikro, meso, maupun makro. Kemitraan iptek sebagai salah satu bentuk aliansi strategis sangat menentukan perkembangan sistem inovasi. Untuk dapat mencapai kemajuan dan perkembangan sistem inovasi sesuai dengan pencapaian tujuan pembangunan, maka pengembangan kemitraan iptek harus didorong agar sistem inovasi semakin adaptif terhadap dinamika perubahan yang berkembang . Dalam rangka memperkuat kemitraan iptek tersebut, diperlukan strategi yang dirumuskan atas dasar prinsip-prinsip kemitraan iptek, baik prinsip dasar kemitraan, prinsip bersama dalam kemitraan, prinsip bagi setiap pihak yang bermitra, maupun prinsip bagi pihak pemerintah. Strategi itu selanjutnya dapat dipakai sebagai kesepakatan/konsensus acuan bagi para pemangku kepentingan yang hendak menjalin kemitraan. Suatu kemitraan dalam suatu jaringan pada dasarnya bersifat dinamis dan adaptif, di mana jaringan ini dapat selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
58
Mendorong lembaga yang kuat, integritas dan komitmen
Membangun kepeloporan/kepemimpinan
Menyelaraskan kepentingan dan membangun proses partisipatif
Menetapkan visi dan tujuan bersama secara bersama-sama
Memperlakukan kolaborasi secara strategis
Berbagi informasi; mengembangkan jaringan
Menyediakan keterampilan profesional yang tepat
Berbagi tanggung jawab
Mengorganisasikan untuk membangun hubungan yang lama/langgeng
Menciptakan akuntabilitas, transparansi, demokrasi dan keadilan
Membangun intensi (maksud dan tujuan) yang jelas dan memelihara konsistensi
Memantau dan mengevaluasi kolaborasi
Mengelola/mengembangkan kekayaan intelektual yang efektif
Menerapkan hasil
Melakukan peningkatan kapasitas yang relevan
Meningkatkan kapasitas iptek
Menggunakan praktik yang baku/standar dan mengkomunikasikannya secara reguler
Mendiseminasikan hasil
Memandang aktivitas inovatif sebagai aktivitas lintas-disiplin dan lintas pelaku
Berbagi “penghargaan/keberhasilan” secara adil
P rin sip Be rsam a d a la m K e m itr aa n Ip tek
P rinsip b a g i S etia p P iha k ya ng B erm itr a
Mengembangkan diri atas hasil/prestasi yang diperoleh
Memberikan dampak sinergi positif
Saling memperkuat
Saling percaya dan saling menghormati
Saling memerlukan
Saling menguntungkan
Prinsip Dasar Kemitraan Iptek
Gambar 29 Ilustrasi Keterkaitan Prinsip Kemitraan Iptek Hasil kajian dengan topik Kemitraan dalam Sistem Inovasi Nasional menyimpulkan antara lain: • Pada prinsipnya, keberhasilan suatu kemitraan akan ditentukan oleh beberapa faktor kunci keberhasilan, yaitu: [1] potensi nilai yang diperoleh dari bermitra, [2] rasa saling percaya di antara pihak yang bermitra, [3] niat baik (good will), komunikasi yang efektif dan komitmen yang tinggi, [4] sumber daya, kapabilitas/keterampilan, dan manajemen yang tepat, [5] insentif yang memadai dan komitmen dari manajemen puncak, [6]iklim (termasuk kebijakan pemerintah dan organisasi para mitra) dan budaya organisasi yang mendukung. • Koordinasi dalam kemitraan ini juga harus didukung oleh adanya kebijakan yang efektif, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, dalam rangka mewujudkan sistem inovasi nasional dan daerah yang kuat dan adaptif. • Hubungan sinergis antara pemerintah pusat dan daerah juga harus terus ditingkatkan dalam pengembangan kemitraan iptek dalam kerangka penguatan sistem inovasi di Indonesia. Penguatan sistem inovasi nasional (SINas) tidak dapat dilepaskan dari urgensi penguatan sistem inovasi daerah (SIDa) dan sistem inovasi tekno-industri, karena SIDa dan sistem inovasi teknoindustri merupakan bagian integral dari SINas. Salah satu pijakan penting dalam kaitan ini adalah kesepakatan, komitmen dan konsistensi dalam mengimplementasikan kerangka kebijakan inovasi, sebagai acuan bersama untuk diadaptasi dan diimplementasikan oleh pemerintah (pusat maupun daerah) dan para pemangku kepentingan lainnya. • Adanya kemitraan sinergis dalam penguatan sistem inovasi dari semua pihak yang berkepentingan, maka proses evolutif penguatan SIDa, sistem inovasi tekno-industri dan SINas diharapkan dapat dipercepat dan berhasil dengan baik. Percepatan tersebut dapat dilakukan 59
apabila upaya penguatan sistem inovasi beserta pengembangan kemitraan menjadi suatu gerakan pembangunan di Indonesia .
6.2 Jejaring Riset Pusat dan Daerah Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Pasal 10 ayat 3, ada enam hal yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, yaitu: a) politik luar negeri; b) pertahanan; c) keamanan; d) yustisi; e) moneter dan fiskal nasional; dan f) agama. Karena riset tidak termasuk ke dalam urusan pemerintah pusat, maka riset dikategorikan ke dalam urusan bersama, yaitu Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk itu diperlukan adanya kolaborasi kedua belah pihak dalam pelaksanaan dan pengembangannya. Koordinasi merupakan kata kunci dan sekaligus permasalahan yang dihadapi dalam membangun iptek nasional. Sampai saat ini mekanisme koordinasi yang dibangun oleh pelakupelaku iptek nasional masih sangat lemah, terutama antar lembaga pusat dengan daerah maupun antar lembaga iptek daerah. Karena itu untuk membangun koordinasi yang kuat antar lembaga iptek nasional, diperlukan adanya kemitraan yang baik antar lembaga iptek nasional. Dalam hal ini lembaga-lembaga iptek baik di pusat maupun daerah, harus menjadi aktor yang proaktif dalam setiap langkah koordinasi untuk melaksanakan pembangunan iptek secara nasional. Kajian ini menyoroti berbagai hal yang terkait dengan pembentukan jejaring riset pusat dan daerah yakni dimulai dari perlunya koherensi kebijakan. Integrasi atau koherensi kebijakan dapat dicapai secara vertikal (antar tingkatan) dan horisontal (pada tingkatan yang sama). Dua kebijakan disebut terintegrasi apabila tujuan, sasaran, prosedur dan instrumennya saling terkait secara eksplisit. Koherensi horisontal berarti koherensi antar kebijakan pada masing-masing tingkatan (lokal, nasional, dan internasional). Koherensi vertikal mengintegrasikan instrumen, institusi dan organisasi antar skala. Juga didiskusikan bahwa, koherensi organisasi memerlukan koordinasi antar organisasi misalnya sekretariat pada tingkatan yang berbeda. Koherensi institusi membutuhkan sinergi dan meminimalisasi konflik antar aturan baik formal maupun informal yang diadopsi oleh berbagai organisasi. Diperlukan upaya untuk mendorong berkembangnya koherensi kebijakan pada berbagai tataran. Upaya demikian tentu perlu dikembangkan bersama oleh berbagai pihak (para pemangku kepentingannya). Perlunya usaha bersama dalam mendorong koherensi kebijakan. Berdasarkan hasil studi ini, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi (mendorong) terjadinya jejaring antara lembaga (baik pusat maupun daerah) adalah sebagai berikut : [1] program bersama, [2] dokumen acuan bersama, [3] biaya kerjasama, [4] kontinuitas pelaksanaan program. [5] informasi kemampuan teknologi. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat terjadinya jejaring antar lembaga riset di pusat dan daerah antara lain : [1] tidak adanya atau kurangnya sarana untuk forum koordinasi antar elemen iptek; [2] tidak adanya program riset bersama di daerah; [3] tidak adanya program riset bersama antar pusat dan daerah. Untuk terjadinya jejaring diperlukan adanya beberapa syarat, yakni : [1] adanya dokumen pelaksananaan riset yang disusun serta disepakati dan diacu oleh seluruh elemen iptek nasional. Dokumen tersebut, secara formal bisa berupa ARN; [2] ARN tersebut merupakan sebuah dokumen resmi negara yang disusun di bawah koordinasi Kementerian Negara yang bertanggungjawab mengembangkan iptek dan inovasi; [3] isi dari ARN tersebut berupa program-program payung yang melibatkan berbagai aspek riset bagi program prioritas nasional yang telah ditentukan; [4] untuk 60
setiap program payung, dibuat program insentif kompetitif dengan proposal yang dibuat oleh para peneliti secara lintas instansi pusat dan daerah; [5] proposal program tersebut berlaku multi years dengan batas waktu maksimal ditentukan oleh pemerintah; [6] untuk pelaksanaan riset antar lembaga di daerah dapat dibuat analog dengan model nasional, dalam lingkup daerah. Untuk menjalankan syarat tersebut, terlebih dahulu harus ditetapkan dan disepakati visi nasional, yang akan menjadi pengikat yang kuat bagi tujuan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Dengan adanya visi nasional yang jelas, ARN dan ARD akan menjadi faktor yang sangat menentukan bagi terjadinya proses jejaring antar lembaga riset, baik di pusat maupun di daerah. 6.3 Transformasi Penelitian ke Dalam Inovasi Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: ‘Inovasi’ bukan istilah yang baru. Tetapi dalam satu dekade belakangan ini istilah tersebut tampaknya mengalami pembaruan makna. Inovasi sering menjadi tema pembahasan dalam pertemuan-pertemuan multipihak yang melibatkan para pelaku usaha, pembuat kebijakan, akademisi dan praktisi. Bagi pihak tertentu, inovasi dimaknai sebagai cara-cara baru dalam melakukan bisnis yang menjawab harapan para pelanggan, di tengah persaingan usaha yang makin ketat. Bagi pihak yang lain, inovasi dikaitkan dengan eksplorasi hasil-hasil penelitian untuk tujuan komersial ataupun tujuan sosial. Bagi pihak yang lain lagi, inovasi dikaitkan dengan sasaran-sasaran kebijakan makro-ekonomik dan program peningkatan daya saing industrial. Meski digunakan dengan pemaknaan yang bervariasi, inovasi telah membuka ruang dialog yang mempertemukan pihak-pihak, yang secara tradisional bekerja dalam ‘dunia-dunia’ yang terpisah. Inovasi membuka ruang bagi pembicaraan mengenai harapan-harapan yang baru, mengenai peluang-peluang yang baru, dan mengenai hasil-hasil yang lebih baik. Bagi bangsa Indonesia, para pelaku usaha, para pembuat kebijakan dan para akademisi/peneliti merupakan komponen-komponen bangsa yang disatukan oleh kebangsaan Indonesia. Tetapi, profesionalitas yang dipegang oleh masing-masing komponen bangsa tersebut tidak jarang menimbulkan ‘duniadunia’ yang relatif terpisah satu dari yang lain. Modernisme memang menekankan spesialisasi dan pembedaan peranan. Tetapi pembicaraan-pembicaraan mengenai inovasi menyarankan bahwa spesialisasi dan pembedaan peranan tidak harus disertai dengan keterpisahan. Interaksi antara lembaga-lembaga atau pelaku-pelaku dengan peranan-peranan yang berbeda merupakan sumber pembelajaran yang penting untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik.
Buku ini tidak membahas inovasi dalam konteks persaingan perusahaan-perusahaan ataupun dalam konteks kebijakan makro-ekonomik. Pembahasan dalam buku ini berfokus pada interaksi antara ‘dunia di dalam laboratorium’ dan ‘dunia di luar laboratorium’ atau, dengan perkataan lain, antara penelitian iptek di ‘hulu’ dan pemanfaatan iptek di ‘hilir’. Fokus bahasan tersebut bersesuaian dengan aspek-aspek tertentu dari ‘sistem inovasi nasional’ dan ‘relasi triplehelix’; topik-topik yang kini menjadi sentral dalam literatur di bidang innovation studies. Hasil yang disajikan dalam buku ini merupakan sebuah konrtibusi untuk literatur tersebut. Melalui bahan yang disajikan dalam buku ini penulis ingin menyampaikan pesan bahwa para akademisi dan peneliti di Indonesia sanggup berkontribusi bagi kemajuan bangsa, lebih dari apa-apa yang sudah dicapai saat ini. Hanya saja, untuk menghasilkan kontribusi yang lebih signifikan diperlukan adanya interaksi yang lebih erat antara ‘dunia di dalam laboratorium’ dan ‘dunia di luar laboratorium’. Bila apa-apa yang sudah dicapai oleh para akademisi/peneliti dianggap, oleh sebagian pihak, belum cukup berarti, ini bukan sebuah alasan untuk menyatakan bahwa penelitian itu tidak atau kurang penting. Tidak ada bangsa maju mana pun, di Barat maupun di Timur, yang berhasil meraih kemajuannya tanpa didukung oleh kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang tidak sungguh-sungguh mengupayakan kemajuan ilmu 61
pengetahuan dan teknologi akan terperbelenggu oleh kebodohan dan ketakberdayaan, yang dapat berujung pada frustasi sosial, praktik korupsi yang meluas dan konflik horizontal. Sejumlah bangsabangsa terbelakang kini mengalami situasi seperti itu.
Gambar 30 Proses Iptek dalam mendorong inovasi menjadi 6.4 Peranan Iptek Menjawab Pemanasan Global Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Persepsi pihak-pihak terkait perubahan iklim sangatlah beragam, tergantung pada pemahaman seseorang/institusi yang dipengaruhi oleh beragam translasi, mulai dari pengukuran, pembuatan model simulasi, penandatanganan kesepakatan-kesepakatan, konvensi, serta melalui media massa. Untuk menjembatani hal tersebut, maka diperlukan suatu penelitian mengenai pewacanaan perubahan iklim dan bagaimana isu tersebut dikontruksikan. Riset ini penting untuk dilakukan sehingga pada akhirnya didapat suatu pemahaman mengenai bagaimana permasalahan perubahan iklim dapat disinergikan dengan rencana pembangunan nasional Indonesia. Persoalan perubahan iklim secara garis besar dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi berkaitan dengan penurunan emisi sedangkan adaptasi berkaitan dengan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Dua persolaan diatas tidak dapat dipisahkan karena hal itu merupakan satu kesatuan. Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim, yang merupakan hasil konvensi internasional tentang perubahan iklim, disebabkan oleh emisi penggunaan energi dan degradasi hutan.
62
Gambar 31 Skema relasi terkait perubahan iklim Persoalan perubahan iklim sebenarnya adalah persoalan perilaku manusia sehari-hari dalam beraktivitas, termasuk didalamnya perilaku manusia dalam penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi sangat dibutuhkan demi kelancaran aktivitas tersebut seperti kendaraan bermotor, penggunaan perlatan elektronik yang membutuhkan energy listrik. Tantangan terbesar dalam menyikapi persoalan perubahan iklim adalah bagaimana merubah perilaku masyarakat melalui iptek. Salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perubahan iklim adalah energi, baik itu transportasi, industri maupun rumah tangga. Sektor energi sebaiknya menjadi leading sector dalam mitigasi terhadap perubahan iklim karena emisi dari pembakaran energi fosil dituding menjadi salah satu sebab utama terjadinya pemanasan global. Riset tentang energi terbarukan menjad sangat penting dalam hal ini. Untuk sektor-sektor lainnya, terutama pada sektor-sektor yang menggunakan energi fosil, dilakukan riset pengembangan dan/atau modifikasi teknologi yang digunakan oleh industri dan masyarakat saat ini mengikuti sektor energi. Hal ini sekaligus melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Untuk sektor pertanian dan kelautan serta perikanan yang lebih merasakan dampak terhadap perubahan iklim perlu dilakukan penelitian terhadap bagaimana petani dan nelayan dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim secara lebih intensif lagi. Begitu pula dengan infrastuktur fisik, apakah ada pengaruh dari perubahan iklim. Selain itu juga perlu dilakukan pengembangan iptek untuk pemantauan lingkungan, termasuk cuaca, di Indonesia, mengingat pemantauan terhadap kondisi lingkungan di Indonesia sangat lemah karena salah satunya adalah keterbatasan teknologi. 6.5 Interaksi Peneliti dan Industri dalam Rangka Implementasi Hasil Riset Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) membutuhkan beberapa aspek dasar. Salah satunya adalah komunikasi dan interaksi yang efektif di antara elemen-elemen SINas. Pemerintah, pelaku bisnis dan akademisi merupakan tiga elemen penting dalam kesinambungan SINas. Interaksi dan komunikasi baik antara periset dengan pengguna hasil riset/industri maupun antar periset tersebut masih sangat minim, yang dapat mengakibatkan tidak terciptanya aliran informasi sebagai pencetus munculnya inovasi baru. 63
Kendala dalam berkomunikasi yang terjadi merupakan akibat dari berbagai situasi antar lain: [1] masing-masing komponen inovasi yaitu lembaga penelitian maupun pengguna hasil mempunyai “bahasa” yang sulit dimengerti oleh pihak lainnya, misalnya akademisi menggunakan bahasa ilmiah sedangkan praktisi menggunakan bahasa praktis. Selain itu komponen kerja dalam triple-helix yaitu pemerintah menggunakan bahasa birokratis yang tidak mudah direalisasikan baik dari segi praktis maupun penelitian ilmiah; [2] adanya proses kelitbangan yang cukup rumit, misalnya industri biasanya langsung ingin berhubungan dengan periset, sementara lembaga penelitian biasanya diwakili oleh pihak manajer; [3] dukungan pemerintah terhadap lembaga intermediasi masih kurang juga kurangnya insentif yang kondusif dalam mengelola proses inovasi, kurangnya arahan bidang riset yang tegas dan fokus, serta kebijakan-kebijakan pendukung lainnya. Upaya mencapai koordinasi yang baik antar para periset maupun antara periset – pengguna hasil riset perlu diperkuat dengan pembentukan unit / lembaga yang mengelola hal tersebut baik di tingkat lokal / unit maupun untuk tingkat yang lebih luas yang dikenal sebagai lembaga intermediasi. Unit / Lembaga tersebut dapat mengusahakan kegiatan intermediasi dengan 2 cara yaitu : [1] intermediasi On-line : menyediakan sarana yang merupakan kegiatan pengenalan hasil – hasil inovasi antara periset melalui media (website) walaupun melalui media lainnya seperti majalah dan lain – lain; [2] intermediasi Off-line : melalui roadshow untuk menjaring investor dan calon pengguna hasil riset. Untuk itu dalam rangka meningkatkan interaksi periset dengan industri maupun antar para periset, perlu dikembangkan suatu instrumen yang dapat menjadi dasar suatu kerjasama yang dimulai dari pertukaran informasi. Saat ini sedang dikembangkan oleh Dewan Riset Nasional (DRN) instrumen yang dimaksud yang dikenal sebagai Open Method of Research Coordination/OMRC (Metode Koordinasi Riset Terbuka). OMRC mengandung 3 atribut yaitu : a) materi / informasi yang dipertukarkan, b) cara berkoordinasi (karena secara berkala informasi yang ada akan dianalisis oleh Tim yang disiapkan untuk dapat menentukan tahapan dan cara koordinasi yang terbaik untuk setiap topik yang akan dilaksanakan), dan c) tata cara koordinasi dan kolaborasi yaitu antara lain prosedur, komitmen, hubungan antar lembaga. Selain itu dibutuhkan strategi pencapaian yang meliputi : [1] perlunya reformasi birokrasi untuk perencanaan yang sifatnya nasional yang memperhatikan aspek interaksi dan komunikasi diiringi komitmen yang kuat dari pemerintah untuk secara berkelanjutan mendukung interaksi yang terjadi serta tindaklanjutnya; [2] perlunya arahan bidang riset yang fokus dan tegas serta konsisten dilaksanakan secara bertahap dari pemerintah tentang bidang – bidang riset yang diprioritaskan untuk kemudian diikuti perencanaan sinergis antara para periset dan pengguna; [3] perlunya disiapkan mekanisme komunikasi secara nasional (yang juga melibatkan daerah) yang mengarahkan kegiatan – kegiatan riset; [4] perlunya kebijakan – kebijakan pendukung seperti pada aspek fiskal dan pendidikan yang dilaksanakan secara bertahap dan konsisten; [5] perlu komitmen pendanaan yang sesuai baik dari pemerintah maupun pihak industri sampai suatu rencana dan kerjasama riset menghasilkan suatu produk yang berdaya saing terwujud. 6.6 Peran Dewan Riset Daerah (DRD) dalam Penguatan Sistem Inovasi Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Kementerian Riset dan Teknologi, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) 2010-2014, mempunyai arah kebijakan dalam menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, dan menciptakan iklim yang 64
kondusif. Tujuan akhir dari arah kebijakan ini disesuaikan dengan tema besar yaitu Penguatan SINas dan SIDa. Oleh karena itu, SINas dan SIDa dapat diwujudkan melalui beberapa hal, antara lain: [1] Kelembagaan iptek yang efektif, [2] Sumberdaya iptek yang kuat, [3] Jaringan antar kelembagaan iptek yang saling memperkuat (mutualistik), [4] Relevansi dan produktivitas iptek yang tinggi, dan [5] Pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kelima faktor penguatan SIDa dan SINas tersebut tentunya tidak terlepas dari peran Dewan Riset dalam memberikan arahan tentang prioritas riset di tingkat nasional dan tingkat daerah (provinsi dan kabupaten / kota). Arahan ini diterjemahkan dalam bentuk penelitian-penelitian oleh institusi-institusi yang terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Keberadaan lembaga Dewan Riset di Indonesia di tingkat nasional, yaitu Dewan Riset Nasional (DRN), menuntut terbentuknya jaringan iptek yang semakin luas dan kompleks dan dapat berperan lebih besar dalam rangka mewujudkan iptek sebagai pendukung perkembangan perekonomian, peningkatan daya saing dan kemajuan peradaban bangsa. Di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten / kota), terdapat lembaga Dewan Riset Daerah (DRD). Berdasarkan Undang-Undang No 18 tahun 2002, tugas pokok DRD ada tiga hal yaitu: [a] memberikan masukan kepada Pemerintah daerah untuk menyusun arah, prioritas, serta kerangka kebijakan Pemerintah daerah di bidang iptek;[b] mendukung Pemerintah daerah melakukan koordinasi di bidang iptek dengan daerah-daerah lain; [c] mewakili daerah di DRN ( Perpres No 16/2005 tentang DRN ). Belum semua DRD menjalankan ketiga amanat di atas. Hal ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah mekanisme penyelenggaraan masingmasing DRD yang berimbas kepada pola hubungan DRD tersebut dengan mitra-mitranya termasuk dengan DRN. Di sisi lain, adanya faktor kepemimpinan yang mempengaruhi kinerja suatu DRD dalam hal mekanisme penyelenggaraan DRD dan pola hubungan DRD dengan mitra-mitra strategisnya di daerah masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan adanya arahan mekanisme penyelenggaraan dan interaksi DRD dengan para mitranya.
Sumber: Retnaningsih (20110 Gambar 32 Konsep SIDa Sumatera Selatan 65
Mitra DRD yang utama pada umumnya adalah Balitbangda dan Bappeda karena erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan penelitian dan pengembangan (litbang) di daerah. Meski demikian, DRD perlu juga membangun relasi dengan institusi dan organisasi lain, baik lembaga pemerintah, sektor privat maupun organisasi non-pemerintah. Sebagai contoh, DRD Sumatera Selatan berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Interaksi ini akan berdampak positif terutama dalam masalah pendanaan yang seringkali dikeluhkan oleh DRD-DRD lainnya. Selain itu, koordinasi dan komunikasi antara DRD dengan mitra utamanya di tingkat nasional, yaitu DRN, sangat penting dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat menyamakan persepsi, visi, misi, serta strategi pembangunan iptek nasional. Melalui kedudukan DRD di DRN, akses untuk koordinasi dan komunikasi dapat dilakukan secara lebih sistematis. Untuk mendukung terjadinya koordinasi dan komunikasi tersebut, DRN perlu membangun suatu arahan mekanisme kerja yang jelas dan dapat dilaksanakan oleh seluruh DRD. Kajian ini juga mengelaborasi mekanisme penyelenggaraan DRD dan interaksi antara DRD dengan para mitranya mendukung penguatan SIDa. Juga dilihat peran DRD dalam memberikan rekomendasi, diharapkan rekomendasi – rekomendasi yang diusulkan terkait banyak membahas mengenai permasalahan – permasalahan aktual yang membumi dan berupa problem solving permasalahan yang ada. Selain itu, DRD juga harus memperluas jejaring relasi di daerahnya masing - masing. Tidak hanya bekerja sama dengan lembaga penelitian, namun juga dengan berbagai jenis institusi dan organisasi seperti institusi keuangan yang dapat membantu pembiayaan kegiatan, atau lembaga pemerintahan dan organisasi swasta yang menunjang kegiatan DRD. DRD juga perlu melakukan pemetaan terhadap kompetensi daerahnya, yaitu keunggulan apa yang menjadi nilai lebih daerah dan produk – produk unggulan daerah. Dari pemetaan ini, DRD dapat melakukan rekomendasi kebijakan untuk mendukung dari sisi penguatan iptek yang memadai. Lebih lanjut, diusulkan segera dibentuk organisasi jejaring antara Dewan Riset seluruh Indonesia, yang terdiri dari para anggota DRN, DRD – DRD Provinsi, dan DRD – DRD Kabupaten / Kota. Organisasi ini diharapkan menjadi wadah saling bertukar pikiran antara anggota Dewan Riset dalam memajukan peran Dewan Riset di Indonesia, terutama dalam meningkatkan Sistem Inovasi Nasional (SINas) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) di Indonesia. 6.7 Iptek untuk Adaptasi Perubahan Iklim: Kajian Kebutuhan Tema Riset Prioritas Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Ancaman perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global merupakan problem yang harus segera diantisipasi termasuk dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama ini kita sering terfokus pada upaya mitigasi, padahal Indonesia sebenarnya termasuk negara yang tidak terkena kewajiban menurunkan emisi GRK, serta rentan dalam menerima dampak perubahan iklim. Namun kita masih kurang dalam memberikan perhatian pada upaya adaptasi termasuk dalam pengembangan iptek adaptasi perubahan iklim. Pendekatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia memang bersifat sektoral. Namun demikian mengingat permasalahan perubahan iklim adalah kompleks dan tidak dapat diantisipasi melalui satu sektor tertentu saja, maka kata kuncinya adalah perlunya koordinasi dan pelaksanaan program yang bersifat lintas sektoral. Masalah kebutuhan akan keamanan pangan akan sangat terkait erat dengan pemenuhan gizi untuk mencegah malnutrisi. Ini berarti riset-riset pangan alternatif harus diarahkan untuk 66
mendapatkan pangan dengan kandungan gizi yang tinggi. Demikian pula riset untuk pengelolaan sumberdaya air termasuk pengolahan air adalah juga dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat dan keamanan pangan. Kemudian riset-riset terkait upaya perlindungan fisik pantai atas kenaikan paras muka laut adalah juga untuk memproteksi sumberdaya lahan yang potensial sebagai sumberdaya pangan. Perlindungan pantai baik fisik dan non fisik merupakan bagian dari pengelolaan kawasan pantai yang akan meningkatkan kesehatan masyarakat pesisir misal dengan menekan salinitas air, mencegah berkembangnya vektor penyakit maupun peningkatan sanitasi lingkungan secara keseluruhan. Contoh keterkaitan ini juga bisa bersifat tidak langsung, seperti perlindungan terhadap terumbu karang atau penerapan terumbu karang buatan akan meningkatkan atau memulihkan kembali potensi perikanan, ini berarti menunjang keamanan pangan dan pemenuhan gizi masyarakat. Guna mengatasi permasalahan yang ada dirumuskan rekomendasi antara lain; [a] Perlu adanya koordinasi substansi riset; [b] Perlu adanya penggalangan pendanaan internasional untuk kerjasama riset perubahan Iklim di Indonesia; [c] Membangun suatu lembaga infrastruktur yang mengkoordinasi pengadaan dan pemanfaatan infrastruktur riset perubahan iklim,; [d] Dalam jangka pendek perlu dibuat mekanisme koordinasi yang dilengkapi infrastruktur serta berbagai instrumen penunjang (misal basis data bersama) yang dapat digunakan juga sebagai penunjang kerjasama atau negosisasi iklim di tingkat internasional; [e] Dalam jangka menengah perlu dibangun pusatpusat pembelajaran masyarakat (learning center) guna mengefektifkan diseminasi metode adaptasi bagi masyarakat yang rentan terkena dampak perubahan iklim bekerjasama dengan organisasi nonpemerintah yang telah memiliki sistem dan jejaring berbasis masyarakat; [f] Dalam jangka panjang, seluruh riset maupun kerekayasaan adaptasi perubahan iklim harus terintegrasi dengan program kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat (community based disaster risk reduction) sebagai satu kesatuan strategi adaptasi. Suatu konsep jejaring dalam riset adaptasi perubahan iklim dan diseminasi hasil-hasil risetnya dapat diilustrasikan dalam Gambar 33. Internet based Pusat Informasi Adaptasi Perubahan Iklim (DNPI)
Media Komunikasi Balitbang Kementerian
Media Komunikasi (mis. OMRC-DRN)
(mis. Radio komunitas, internet dll.)
BPPT
Kel. Nelayan
Kel. Petani
BMKG LIPI LAPAN
Universitas
LSM/NGO
Komunitas rentan
Pemkot/ Pemkab
Kel. Petambak
Gambar 33 Konsep Jejaring Arus Informasi dan Diseminasi Hasil Riset Adaptasi Perubahan Iklim
67
6.8 Pengembangan Pusat Keunggulan Maritim Selat Malaka Menuju Masyarakat Berbasis Pengetahuan Secara ringkas isi dari buku hasil kajian tersebut di atas sebagai berikut: Wilayah yurisdiksi dan pengelolaan di kawasan Selat Malaka yang dimiliki Indonesia sangatlah luas, dimana daratan pesisir dan kepulauannya mencapai 250.000 km2 ditambah sabuk 4 mil laut dari garis pantai, Indonesia menghadapi tantangan terberat dibandingkan kedua tetangganya, dalam kemampuan dan kapasitas institusionalnya serta kemampuan keuangan publiknya, untuk mengendalikan perubahan sosial ekologi di sepanjang pesisir timur Sumatra dan kepulauannya dengan baik. Warga di sepanjang sabuk pesisir Sumatera dan Kepulauan Riau saat ini berada dalam keadaan yang jauh dari ideal. Pusat-pusat produksi sektor primer di wilayah tersebut secara umum masih bergantung pada moda perburuhan sektor ekstraktif yang sulit diandalkan untuk memenuhi syarat keselamatan dan keamanan sosial. Pusat-pusat permukiman yang ada sekarang di sepanjang dataran rendah di pesisir timur Sumatera dapat dikatakan bersifat pedesaan atau semiurban. Munculnya konsentrasi rerantai ekonomi di Kepulauan Riau bagian barat dalam waktu dua setengah dekade ini, diwakili terutama oleh pulau Batam, dan sekarang akan diikuti oleh rencana pengembangan untuk Pulau Bintan dan Pulau Karimun, memberikan pelajaran mengenai potensi sekaligus keterbatasan dari strategi investasi integratif. Kepulauan Riau sebagai salah satu kawasan terpenting dari fokus spasial PKM-SM memerlukan sebuah model perancangan perubahan yang mampu menciptakan vektor positif. Dengan kendala skala ruang dan keterbatasan kemampuan integrasi pengelolaan perubahan saat ini, prakarsa belajar menuju masyarakat berbasis pengetahuan harus dimulai dengan sebuah praktek pengelolaan perubahan dengan moda bagi peran, sumber daya dan resiko yang memungkinkan pengambilan keputusan dan pengerahan energi oleh jejaring kesatuan-kesatuan belajar setempat. Pusat belajar institusional PKM-SM dalam wujud Learning Management Unit (LMU) perlu melakukan Knowledge Management (KM) agar organisasi ini tetap mampu mengelola perubahan dan memberikan masukan yang cerdas dan tepat khususnya dalam dinamika rerantai ekonomisosial-ekologi di Selat Malaka. Secara diagramatis proses KM dalam agenda PKM-SM disampaikan dalam Gambar 34. Pengelolaan pengetahuan terdiri atas berbagai strategi dan praktek yang digunakan dalam sebuah organisasi untuk mengidentifikasi, menciptakan, menghadirkan, mendistribusikan dan mengadopsi wawasan dan pengalaman. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kunci utama berjalannya knowledge sharing process dalam PKM-SM adalah dengan meningkatkan infrastruktur TIK serta dukungan administratif lainnya dari instansi pemerintah. Inti mekanisme dalam PKM-SM adalah produksi informasi dan pengetahuan, berbagi pengetahuan dan alirannya serta mediasi dalam dinamika jejaring khususnya terkait perubahan-perubahan ketiga rerantai ekonomi-sosial-ekologi di Selat Malaka untuk selanjutnya dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan. Berbagai pola dan mekanisme kerja dalam pusat belajar dapat dibangun dengan mengambil contoh yang sudah ada. Sebagai gambaran, mekanisme berbagi pengetahuan dan peran tiap komunitas bisa dilihat dalam Gambar 35.
68
P K M -S M L M U
A g e n d a B e l a ja r
Internet based PKM-SM Center (BP Batam)
E x te rn a l &
Use
In te rn a l S e n s in g
S h a r in g T ra n s fe r
K n o w le d g e C y c le
L e a r n in g C r e a t io n
Kel. Warga
Media Komunikasi
Media Komunikasi
C a p tu re
D ukungan A d m i n is t r a t if In fr a s tru k tu r
O r g a n iz a t io n S to ra g e A ccess T r a c k in g M e a s u r in g
DRD Kota/Kab.
UNRI
BKPM Kadin, Bank
Pemprov Riau
Kel. Nelayan KEK BBK
DRD Provinsi Pemprov Kepri
Pemkot/ Pemkab
Poltek Batam
Gambar 34 Siklus KM Mendukung Fungsi Gambar 35. Diagram Alir Informasi Komunitas dalam PKM-SM Center PKM-SM Beberapa rekomendasi tindak lanjut untuk PKM-SM adalah sebagai berikut; [1] Perintisan pusat belajar institusional beserta jejaringnya, yang melibatkan beberapa institusi pemerintah khususnya yang berwenang dalam penataan ruang, kegiatan ekonomi, lingkungan hidup dan pendidikan; [2] Sejak awal PKM-SM didesain sebagai bentuk knowledge based society dengan key enabler-nya adalah komunikasi, untuk itu pengembangan jejaring pada butir a) di atas perlu didukung insfrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan media komunikasi lain seperti radio komunitas untuk menjangkau kalangan warga yang belum tersentuh atau tidak terbiasa dengan TIK; [3] Sebagai langkah awal perlu dibentuk task force yang mempersiapkan dan mengkaji aturan lintas sektor, mengembangkan materi belajar serta aktif mengikuti berbagai konferensi atau seminar terkait Selat Malaka termasuk yang diselenggarakan negara tetangga; [4] Untuk test case kesiapan sumberdaya manusia dan infrastrukturnya dalam pengelolaan pusat belajar, task force perlu merintis sebuah kerjasama dalam program skala kecil dan praktis sifatnya dengan beberapa institusi pendidikan tinggi dan lembaga riset di wilayah Selat Malaka seperti Dewan Riset Daerah, Universitas Riau dan Politeknik Batam’ [5] Dalam jangka menengah, pusat belajar PKM-SM perlu berkolaborasi dengan beberapa lembaga riset internasional seperti di Asia dan Eropa untuk agendaagenda riset yang paling mendesak bagi aparat pemerintah di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau; [6] Melalui dukungan Badan Pengusahaan Batam atau Politeknik Batam selaku calon host bagi pusat belajar PKM-SM perlu dirintis penerbitan berkala untuk mempromosikan agenda PKM-SM bagi para pembaca dari berbagai latar belakang.
69
V PENUTUP Demikian Laporan Pelaksanaan Kegiatan DRN Periode 2009 – 2011 ini disiapkan dan dibukukan yang ditujukan untuk kesinambungan aktivitas di DRN Periode 2012-2014 baik bagi hal-hal yang bersifat umum maupun dalam rangka dukungan pelaksanaan oleh Sekretariat DRN. Tentu saja masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang terkait dengan Kesekretariatan, yang diharapkan dapat ditingkatkan di masa – masa mendatang.
70
71
LAMPIRAN: KEANGGOTAAN DRN PERIODE 2009-2011 Ketua DRN : Prof. Dr. Ir. Andrianto Handojo Wakil Ketua DRN : Ir. Betti Alisjahbana Sekretaris DRN : Dr. Ir. Tusy A. Adibroto, MSi
1. Anggota DRN Komisi Teknis Ketahanan Pangan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Nama
Instansi
Prof. Dr. Ir. Benyamin Lakitan (Ketua) Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, MSc (Wakil Ketua) Dr. Ir. Bambang Setiadi (Anggota) Ir. Thomas Darmawan Tjokronegoro (Anggota) Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS (Anggota) Prof. Dr. Ir. Hasbi (Anggota)
Kementerian Riset dan Teknologi Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Widjang Herry Sisworo (Anggota) Dr. Ir. M. Indah Ginting, MM (Anggota) Dr. Ir. Hermen Malik, MSc (Anggota) Dr. Ir. Agus Hartoko, MSc (Anggota) Prof. Dr. Ir. John Haluan (Anggota) Ir. Yusuf Akhyar Sutaryono, PhD (Anggota) Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan /Ex Officio (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian / Ex Officio (Anggota)
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Badan Standardisasi Nasional Dunai Usaha Institut Pertanian Bogor Universitas Sriwijaya
Pengadilan Perikanan Medan Universitas Bengkulu Universitas Diponegoro Institut Pertanian Bogor Universitas Mataram Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kementerian Pertanian
72
2. Anggota DRN Komisi Teknis Energi No
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dr. Hudi Hastowo (Ketua) Dr. Ir. Suryadarma (Wakil Ketua) Dr. Achiar Oemry (Anggota) Dr. Ir. As Natio Lasman (Anggota) Wilson W. Wenas,Ph.D (Anggota) Dr. Ir. Martin Djamin (Anggota)
7. 8. 9. 10.
Dr. Ir. Tatang H.Soerawidjaja (Anggota) Dr. Ir. M. Faizal, DEA (Anggota) Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji (Anggota) Suripno Marto Saputro, MT (Anggota)
11.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM / Ex Officio (Anggota)
Instansi Bandung Badan Tenaga Nuklir Nasional PT Pertamina Geotermal Energi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Badan Pengawas Tenaga Nuklir Institut Teknologi Bandung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Institut Teknologi Universitas Sriwijaya Institut Teknologi Bandung Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
3. Anggota DRN Komisi Teknis Teknologi dan Manajemen Transportasi No
Nama
1. 2. 3. 4. 5.
Dr. Ir. Indrayati Soebagio (Ketua) Ir.Prasetyo Hatmodjo, ME (Wakil Ketua) Dr. Ir. Iman E.Enoch (Anggota) Ir. Roos Diatmoko (Anggota) Dr. Ir. Tusy A.Adibroto (Anggota)
6.
Dr. Ir. Hermanto Dardak, M.Sc (Anggota)
7. 8.
Ir.H.Harijogi,MBA, M.Sc. (Anggota) Ir.Rudy Hermawan Karsaman, M.Sc., Ph.D (Anggota) Prof. Dr. Carunia M. Firdusy, M.A (Anggota) Ir. M. Nur Hidayat, M.Eng. (Anggota) Ir. Taufik Adiwiyanto (Anggota) Prof. Ir. Suyono Dikun,M.Sc. Ph.D, IPM (Anggota) Ir. Harun al-Rasyid S. Lubis, M.Sc (Eng), Ph.D (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan / Ex Officio (Anggota)
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Instansi PT Advance Technology Indonesia PT Mass Rapid Transit Jakarta Badan Usaha PT INKA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Perhubungan Institut Teknologi Bandung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Swasta BLU Trans Jakarta Universitas Indonesia Institut Teknologi Bandung Kementerian Perhubungan
73
4. Anggota DRN Komisi Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi No
Nama
1. 2. 3. 4. 5.
Dr. Ir. Ashwin Sasongko (Ketua) Dr. Ir. Agus Hartanto (Wakil Ketua) Dr.Ir. Armein Z. R. Langi, M.Sc (Anggota) Dr. Ing Tindjaja Soetadji (Anggota) Prof. Dr. Engkos Koswara Natakusumah, M.Sc. (Anggota) Dr. Ir. Marzan A. Iskandar (Anggota)
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Ir. Said Firman (Anggota) Prof. Ir. Abdullah Alkaff, M.Sc., Ph.D (Anggota) Ir. Betti Alisjahbana (Anggota) Dr. Ir. Eko K. Budiardjo, M.Sc (Anggota) Dr. Ir. Inggriani Liem (Anggota) Dr. Ir. Idwan Suhardi (Anggota) Prof. Richardus Eko Indrajit (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Komunikasi dan Informasi / Ex Officio (Anggota)
Instansi Kementerian Komunikasi dan Informasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Institut Teknologi Bandung PT Datamation Kementerian Riset dan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi PT INTI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan PT. Quantum Business Int. Universitas Indonesia Institut Teknologi Bandung Kementerian Riset dan Teknologi Perbanas Kementerian Komunikasi dan Informasi
5. Anggota DRN Komisi Teknis Teknologi Pertahanan dan Keamanan No
Nama
1. 2.
Ir. Agus Susarso, M.Eng.Sc, MM (Ketua) Ir. Adik A. Soedarsono, MSIE, Ph.D (Wakil Ketua) Prof. Dr. Ir. Andrianto Handojo (Anggota) Dr. Ninok Leksono (Anggota) Darman Mappangara, M.Eng.Sc. (Anggota) Prof. Dr. Ir. Muljowidodo Kartidjo (Anggota) Dr. Ir. Waspada Kurniadi, M.Sc (Anggota) Dr. Ir. Teguh Rahardjo (Anggota) Marsma TNI Ir. Istiyadi (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan / Ex Officio (Anggota) Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD / Ex Officio (Anggota) Kepala Dinas Penelitian dan
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
Instansi Lemhanas PT Pindad Institut Teknologi Bandung Universitas Multi Media PT LEN Institut Teknologi Bandung PT Dahana Kementerian Riset dan Teknologi Universitas Nurtanio Kementerian Pertahanan TNI AD
TNI AL 74
13.
14.
Pengembangan TNI AL / Ex Officio (Anggota) Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AU / Ex Officio (Anggota) Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan POLRI / Ex Officio (Anggota)
TNI AU
POLRI
6. Anggota DRN Komisi Teknis Teknologi Kesehatan dan Obat No
Nama
1.
Prof. dr. Amin Soebandrio, Sp. MK, Ph.D (Ketua) Prof. Dr. Wahono Sumaryono, Apt (Wakil Ketua) Dr. Charles Saerang (Anggota) Prof. dr. Sofia Mubarika, M.Ed.Sc., Ph.D (Anggota) Prof. dr. Sultana Mh. Faradz, Ph.D (Anggota) Prof. Dr. Umar A. Jenie, Apt. (Anggota) Prof. Dr. dr. Suhartono Taat Putra, MS. (Anggota) Prof. Dr. dr. Handoko Kalim, Sp.PD.KR (Anggota) Dr. Ir. Listyani Wijayanti (Anggota)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D(Anggota) dr. Boenjamin Setiawan, Ph.D (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan / Ex Officio (Anggota)
Instansi Kementerian Riset dan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gabungan Pengusaha Jamu Universitas Gadjah Mada Kementerian Riset dan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Universitas Airlangga Universitas Brawijaya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Universitas Hasanudin PT Kalbe Farma Kementerian Kesehatan
7.Anggota DRN Komisi Teknis Sains Dasar No 1. 2.
Nama
3.
Prof. Dr. A. H. Bambang Setiaji (Ketua) Prof. Dr. Masbach RT Siregar (Wakil Ketua) Dr. Paulus Agus Winarso (Anggota)
4. 5.
Dr. Surono (Anggota) Prof. Dr. Edy Soewono(Anggota)
Instansi Universitas Gadjah Mada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika Badan Geologi Institut Teknologi Bandung 75
6. 7. 8. 9.
Dr. Adi Pancoro (Anggota) Prof. Dr. Inneke Rumengan (Anggota) Rianto Ahmadi Djojosugito, Ph.D (Anggota) Prof. Dr. Syamsa Ardisasmita (Alm) (Anggota)
Institut Teknologi Bandung Universitas Airlangga PT Allianze Life Indonesia Kementerian Riset dan Teknologi
8. Anggota DRN Komisi Teknis Sosial Kemanusiaan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10 11 12
Nama Dr. Roosmalawati Rusman (Ketua) Prof. Mayling Oey Gardiner, Ph.D (Wakil Ketua) Dr. Sonny Yuliar (Anggota) Dr. Ninasapti Triaswati (Anggota) Ir. Y. W. Junardy (Anggota) Dr. Daniel Sparringa (Anggota) Dr. Ikrar Nusa Bhakti (Anggota) Dedy Nur Hidayat, Ph.D (Alm) (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perdagangan / Ex Officio (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perindustrian / Ex Officio (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri / Ex Officio (Anggota) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM / Ex Officio (Anggota)
Instansi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia PT Insan Withasana Sejahtera Institut Teknologi Bandung Universitas Indonesia Institut Teknologi Bandung Sekretariat Negara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Universitas Indonesia Kementerian Perdagangan
Kementerian Perindustrian Kementerian Dalam Negeri Kementerian Hukum dan HAM
76
Tim Asistensi DRN 2009-2011 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Komisi Teknis
Nama Dr. Iding Chaidir Dr. Agus Nurrohim Sinung Nugroho,MT Dr. Hary Budiarto Ir. Irwan Rawal Husdi, M.Eng Ir. Adrian Zulkifli Dr. rer.nat. Chaidir, Apt. Dr. Yohan Dra. Louise Hutauruk
Ketahanan Pangan Energi Teknologi dan Manajemen Transportasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi Pertahanan dan Keamanan Teknologi Kesehatan dan Obat Sains Dasar Sosial Kemanusiaan
Sekretariat DRN 2009-2011 Kepala Bagian Tata Usaha DRN Ka. Subbag. Penyiapan Bahan Sidang DRN Ka. Subbag. Penyiapan Bahan Sosialisasi DRN
: : :
Hartaya, MT Sunar, MPA Nurseha, S.Pd.
Staf Profesional
:
1. Prof. Dr. SuyantoPawiroharsono 2. Lucky Lukman Hakim, MM 3. Irsan Aditama Pawennei, M.Sc.
Staf Sekretariat
:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ellia Dariah, S.Sos Makmir Sembiring Rina Widiyaningsih, S.Pt. Syarif Budiman, S.Kom Tiktik Dewi Sartika, S.Si. Trimono Harmanto Udin Saputra
77