0
Desain dan Tata Letak: Nila Wardani Tata Aksara dan Penyunting: Nila Wardani
LAPIS PGMI IAIN Sunan Ampel Fakultas Tarbiyah Gd. Lab. Microteaching Lt 2 Jl. Ahmad Yani 117 Surabaya P – 031- 8473068 F – 031 – 8473107 http://www.lapis-pgmi.org
Modul GSI
1
TIM PENYUSUN PAKET 1 DR. H.M. Yunus Abu Bakar, M.Ag – IAIN SUNAN AMPEL Surabaya Asrofi Hamami Taqiyudin, M.A – Universitas MUHAMMADIYAH Ponorogo Dra. Ekapti Wahjuni DJ. M.Si – Universitas MUHAMMADIYAH Ponorogo Drs. Rido Kurnianto. M.Ag – Universitas MUHAMMADIYAH Ponorogo
PAKET 2 Dra. Kamsinah, M.Pd.I. Dra. Kamsinah, M.Pd.I – UIN ALAUDDIN Makassar Dra Sriana Indrawati. M.M – Universitas MUHAMMADIYAH Ponorogo Dra. Andi Halimah, M.Pd - UIN ALAUDDIN Makassar
PAKET 3 Dra. Hj. Chalimatus Sa’diyah – Universitas Islam Malang Atun Wardatun, M.Ag. M.A – IAIN Mataram Lilik Wahyuni, S.Pd.I – Universitas MUHAMMADIYAH Ponorogo
PAKET 4 Rochima, M.Fil.I – IAIN SUNAN AMPEL Surabaya Dra. Muflikhatul Khoiroh, M.Ag - IAIN SUNAN AMPEL Surabaya Iswahyudi, M.Ag – STAIN Ponorogo Dra. Hj. Nurlaelah, M.Hum – Universitas Muslim Indonesia Makassar Dra. Nuraeni Abdullah, M.Ag - Universitas Muslim Indonesia Makassar
PAKET 5
DR. Ir. Mudawwamah, M.Si – Universitas Islam Malang Evi Muafiah, M.Ag – STAIN Ponorogo Mukhlison Effendi, M.Ag – STAIN Ponorogo Dra. Hj Nurul Yaqin, M.Pd – IAIN Mataram
PAKET 6 Dra. Djuwairiah Ahmad, M.Pd, M.TESOL – UIN ALAUDDIN Makassar Dra. Sri Susanti, M.A – Universitas MUHAMMADIYAH Ponorogo Jauharoti Alfin, S.Pd., M.Si – IAIN SUNAN AMPEL Surabaya
PAKET 7 Nour Athiroh A.S., S.Si, M.Kes – Universitas Islam Malang Drs. Suddin Bani, M.Ag – UIN ALAUDDIN Makassar Drs. Ismail Thoib, M.Pd – IAIN Mataram
PAKET 8 Layin Mahfiana, S.H., M.Hum – STAIN Ponorogo Lilik Hamidah, S.Ag., M.Si – IAIN SUNAN AMPEL Surabaya Dra. Aries Fitriani. M.Pd – STAIN Ponorogo
PAKET 9 Prof.DR. Masrurah Mokhtar, M.A – Universitas Muslim Indonesia Makassar Dra. Hj. Nurjannah Abna, M. Pd - Universitas Muslim Indonesia Makassar Khoirul Asfiyak, M.H.I – Universitas Islam Malang
PAKET 10 Nila Wardani
Modul GSI
2
DAFTAR ISI Daftar Isi ……………………………………………. ………………………
3
Glossary………………………………………………………………………
4
Sekapur Sirih ………………………………………………………………..
6
Pengantar …………………………………………………………………….
7
Matriks Kurikulum ……………………………………………………… 13 Paket 1: Konsep Inklusi Gender dan Sosial (GSI) …………………….. 22 Paket 2: Gender Sebagai Konstruksi Sosial …………………………… 40 Paket 3: Dimensi GSI dalam Manajemen Pendidikan ………………. 59 Paket 4: GSI dalam Perspektif Islam …………………………………… 85 Paket 5: GSI dalam Manajemen Pembelajaran …………………………...
104
Paket 6: Strategi Pembelajaran dengan Dimensi GSI ………………………. 114 Paket 7: Penerapan GSI dalam RPP …………………………………………….. 132 Paket 8: Model Evaluasi Pembelajaran dengan Dimensi GSI ………………. 154 Paket 9: Modelling Pembelajaran dengan Dimensi GSI …………… 165 Paket 10: Evaluasi Pelatihan – Lokakarya GSI ………………………………… 177 Referensi …………………………………………………………………..
Modul GSI
3
182
GLOSSARY Gender adalah pandangan, asumsi dan harapan akan peran, tanggung jawab dan kesempatan yang berbeda antara perempuan dan laki – laki dalam suatu masyarakat yang disebabkan oleh konstruksi sosial dan budaya Bias Gender adalah pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin lain sebagai pangaturan atau pandangan budaya yang lebih berpihak kepada jenis kelamin tertentu, misalnya lebih berpihak kepada laki-laki atau sebaliknya. Analisis Gender adalah analisis yang dibangun secara sistimatis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja / peran perempuan dan lakilaki, akses dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan partisipasi dalam proses dan pemanfaatan yang mereka nikmati, termasuk pola hubungan perempuan dan laki-laki yang timpang serta faktor-faktor lain seperti kelas sosial, ras dan suku bangsa. Buta Gender adalah Upaya, pandangan dan kebijakan yang tidak memasukkan kebutuhan dan persoalan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Upaya, pandangan dan kebijakan ini berpotensi untuk bias gender karena pada umumnya disusun oleh laki-laki. Netral Gender adalah upaya, pandangan dan kebijakan yang menganggap dapat memberikan manfaat kepada perempuan maupun laki-laki, sementara rancangan tidak memasukkan upaya khusus atau disengaja untuk melihat kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Pengarus-utamaan Gender adalah upaya sadar, pendekatan, atau strategi untuk mencapai keadilan gender yang dilakukan secara sistimatis melalui pengintegrasian perspektif, aspirasi, pengalaman dan prioritas yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam siklus perencanaan pembangunan dan program (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi ) dan dalam praktik operasional kelembagaan. Sex/Jenis Kelamin merupakan perbedaan biologis antara perempuan dan lakilaki yang bersifat universal dan menetap. Feminin adalah karakteristik, sikap dan perilaku dominan yang memiliki perempuan. Feminisme adalah sebuah pandangan dan gerakan untuk pembelaan hak-hak perempuan sebagai bagian dari gerakan kemanusiaan. Maskulin, lawan dari feminin adalah ciri karakteristik, sikap dan perilaku dominan yang dimiliki laki-laki
Modul GSI
4
Perspektif Gender adalah kegiatan, program atau pandangan yang mempertimbangkan perbedaan kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki sebagai bagian dari analisis atau pertimbangan. Dimensi Gender adalah komponen atau aspek yang bersifat indikatif untuk mengukur kegiatan, program dan bahan pendukung Inklusif adalah sifat atau pandangan terbuka, menerima dan menghormati keberagaman sebagaimana adanya secara kemanusiaan dan menyadarinya sebagai kenyataan serta mempertimbangkan perbedaan tersbut dalam rangkaian kegiatan dan penyusunan kebijakan. Relasi Gender adalah hubungan dan cara-cara suatu budaya atau masyarakat mengatur hak, peran, dan kewajiban serta identitas perempuan dan laki-laki. Indikator Gender adalah ukuran yang menunjukkan status atau kemajuan suatu kondisi perempuan dibandingkan dengan laki-laki, atau alat untuk mengukur apa yang terjadi dibandingkan dengan rencana; atau juga alat untuk mengukur jumlah mutu dan rentang waktu tertentu. Kegiatan Produktif adalah semua kegiatan yang diarahkan untuk tujuan mendapat penghasilan. Kegiatan Reproduktif adalah seluruh kegiatan yang bersifat pemeliharaan, pengasuhan dll, yang biasanya tidak ditujukan untuk mendapatkan penghasilan.
Modul GSI
5
SEKAPUR SIRIH Awalnya tentulah bukan persoalan sederhana membincangkan isu gender sebagai isu inklusi. Resistensi merupakan hal umum yang dihadapi. Ini diperkuat dengan adanya ‘pandangan curiga’ mengenai nilai ‘sampingan’ yang dibawa oleh pemikiran ini. Mau kemana pendidikan dengan nilai Islam dengan perspektif gender akan dibawa? Masyarakat pelaku dan pemerhati pendidikan tentu menginginkan hasil dari buah pendidikan paling optimal, yakni masyarakat yang humanis dan menghargai perbedaan dengan apa adanya. Itulah sebabnya pandangan inklusif gender dan sosial dalam pendidikan menjadi hal yang penting, agar dunia memang
berkonstriusi
besar
membangun
harkat
kemanusiaan.
Karena
pendidikan inklusif akan menghasilkan masyarakat inklusif dan sebaliknya. Adalah suatu perjalanan panjang hingga mencapai sebuah kesadaran mengenai kebutuhan adanya bahan rujukan bersama yang bisa digunakan bagi pelatih atau fasilitator untuk menyampaikan komponen inklusi gender dan sosial ini ke dalam bentuk MODUL. Pengalaman memfasilitasi, masukan dari peserta dan diskusi panjang tim penyusun sampailah pada bentuk akhir MODUL ini. Beragamnya latar belakang pendidikan formal tim penyusun serta beragamnya tingkat kritis terhadap pandangan inklusi gender dan sosial mewarnai isi MODUL ini. Namun sebagaimana pemikirannya, inklusifitas dan keberagaman itulah yang memperkaya isi dan pernik-perniknya. Dalam MODUL ini, istilah GSI yang merupakan kependekan dari asal katanya dari bahasa Inggris Gender and Social Inclusion, akan digunakan secara utuh berdasar pada pada kemudahan dan kebiasaan yang terpola pada interaksi dengan dan antar konsorsium LAPIS PGMI. Tentu saja, MODUL yang anda pegang ini barulah karya awal. Seluruh tim penyusun dan penyunting sangat berbangga menerima setiap masukan untuk memperkaya MODUL ini agar lebih siap digunakan sebagai pegangan fasilitator, dan berkontribusi dalam membangun pola pembelajaran yang lebih adil. Surabaya, November 2009 Tim Penyusun
Modul GSI
6
PENGANTAR Latar Belakang
P
endidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pendidikan juga menjadi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Karenanya semua warga berhak untuk memperoleh pendidikan tanpa memandang latar mereka. Dengan kata lain, pendidikan harus bersifat inklusif. Institusi pendidikan Islam juga harus menjadi institusi pendidikan yang inklusif. Untuk itu melaksanakan pendidikan yang berperspektif gender dan sosial merupakan suatu keharusan. Pendidikan adalah hak setiap anak, baik perempuan maupun laki-laki dan untuk semua kelas dan kondisi sosial. Rasullullah tidak mengkhususkan pendidikan hanya bagi kaum laki-laki dan kelompok sosial mapan. Rasulullah menjelaskan: ”Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap umat Islam laki-laki dan umat Islam perempuan” Di hadith lain, Nabi juga menyatakan: ”Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.” Hadith terakhir tidak secara tegas menyebut jenis kelamin dan kelas sosial tertentu, tetapi menggunakan dhomir (kata ganti) umum yang mencakup di dalamnya perempuan dan laki-laki. Pun demikian hadith tersebut tidak mengandung previlage bagi kelompok sosial tertentu. Para penganut bahasa yang kaku barangkali berargumen bahwa kata ganti dalam teks tersebut adalah kata ganti untuk laki-laki karena kata ganti perempuan seharusnya adalah uthlubna bukan uthlubuu, karena itu, hadith ini khusus buat laki-laki. Kekakuan bahasa demikian ditepis dengan argumentasi kebahasaan pula, bahwa dalam tradisi bahasa Arab ada yang disebut dengan babu al-taqhlib (materi bahasa tentang memasukkan unsur lain ke dalam satu kata). Kata itu, bisa masuk dalam materi ini, yaitu memasukkan kaum perempuan ke dalam satu kata ini, sebagaimana kita sering menyebut kata assalamu’alaikum yang juga digunakan untuk perempuan, padahal kata itu menggunakan kata ganti laki-laki. Jika dalam hal pandangan relasi gender, hadith ini tidak memiliki masalah. Maka dalam hak khusus kelas sosial tertentu dalam pendidikan, hadith ini tidak memiliki dukungan kuat untuk dijadikan argumen. Hadith ini justru menjadi
Modul GSI
7
landasan kuat bagi kelompok marjinal dan berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan. Apa yang diusung oleh Rasulullah tersebut dalam bahasa populer disebut dengan istilah Inklusi Gender dan Sosial . Program LAPIS PGMI juga memasukkan komponen inklusisfisme yang selanjutnya dikenal dengan sebutan popular Gender Social Iclusion (GSI) dalam merancang bahan-bahan perkuliahan yang dikembangkan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa karakteristik pendidikan inklusif benar-benar diterapkan. Misalnya pembelajaran yang dirancang mempertimbangkan perbedaan kebutuhan peserta didik sebagai individu yang unik dalam berbagai aspek, seperti budaya, agama, tingkat ekonomi, status kondisi fisik (kecacatan) dan mental. Komponen GSI menjadi bagian tidak terpisahkan pada setiap komponen lain dalam kerangka program, baik itu peningkatan kapasitas dosen dalam perkuliahan, perencanaan bahan perkuliahan, juga pengembangan bahan perkuliahan yang bebas bias dan inklusif. Dalam strategi pelaksanaannya komponen GSI dikembangkan oleh sebuah tim fasilitator yang disebut Tim Pendidikan Inklusi. Tim ini terdiri dari dosen pengajar dan dosen penggiat gender dari Pusat Study Wanita/Gender di masing-masing institusi mitra anggota konsorsium. Peran tim ini pada gilirannya berkembang tidak hanya sebagai fasilitator pengembangan kapasitas dosen mengenai konsep dan implementasi GSI, namun juga menjadi narasumber lokal untuk tujuan diseminasinya. Belajar dari pengalaman sebagai fasilitator pengembangan kapasitas untuk komponen GSI, Tim kemudian membentuk unit kecil untuk mengembangkan seluruh materi dan menyatukannya dalam bentuk MODUL GSI ini. Modul Pelatihan ini diramu dari beragam teori yang relevan dan berkaitan dengan pendidikan inklusif secara umum. Selanjutnya terdapat juga penerjemahan secara spesifik seperti pendidikan multi-kultural, pendidikan untuk yang berkebutuhan khusus, pendidikan untuk semua, dll. Dengan kata lain, beragam aspek yang berkaitan dengan pendidikan inklusif diupayakan untuk dimasukkan di dalam Modul ini. Semoga bermanfaat.
Tujuan Penyusunan Modul Modul ini disusun dengan tujuan: 9 Mempermudah narasumber 9 Mempermudah fasilitator
Modul GSI
8
Pengguna Modul Modul ini disusun berdasarkan pengalaman dalam proses memfasilitasi pengembangan kapasitas para penggiat pendidikan dengan menggunakan perspektif GSI. Masukan yang berarti selama proses tersebut, beragam referensi yang mendukung, diperkaya dengan respon terhadap kebutuhan lainnya seperti kebutuhan mengakomodasi perspektif Islam. Dengan demikian, Modul ini bisa digunakan oleh siapapun, fasilitator atau pelatih yang memiliki perhatian pada perubahan menuju kesetaraan dengan mempertimbangkan dimensi GSI dalam proses dan manajemen pembelajaran, baik itu untuk tingkat pendidikan tinggi maupun menengah dan dasar. Dengan kondisi di atas, fasilitator GSI adalah mereka yang tidak hanya memiliki pengetahuan mengenai GSI, tetapi juga dapat mengembangkan pemikiran dan perilaku yang peka dan berfihak pada upaya keadilan dalam kehidupan. Dengan demikian fasilitator pengguna bisa siapa saja, laki-laki maupun perempuan. Karena menyuarakan dan membangun upaya keadilan menjadi tanggung jawab semua fihak, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang apapun.
Isi dan Struktur Modul Modul ini berisi sepuluh paket. Setiap paket dalam Modul ini merupakan bahan yang saling berkaitan. Dengan demikian setiap paket disarankan untuk dipakai secara berurutan, karena paket-paket dalam Modul ini secara keseluruhan diarahkan untuk membangun perspektif atau kesadaran, pemahaman mengenai konsep dan ketrampilan teknis dalam penyelenggaraan pembelajaran dengan menggunakan dimensi GSI. Isi modul ini, tidak hanya berisi alasan rasional sosiologis dan kebudayaan tentang GSI, tetapi juga didukung oleh berbagai argumen normatif dalam alQur’an dan Hadith. Al-Qur’an dan Hadith ditilik menggunakan perspektif multi metodologis dengan perangkat-perangkat ilmiah. Sehingga, al-Qur’an dan Hadith dapat dilihat prinsip-prinsip dasarnya bagi kehidupan sosial dan hubungan antar jenis kelamin. Prinsip-prinsip itu adalah seperti keadilan, persamaan, kebebasan dan musyawarah. Modul ini dilengkapi dengan suplemen untuk kerja kelompok atau individual selama proses pelatihan, bahan bacaan sebagai referensi konsep dan pengetahuan serta power point yang membantu proses dan langkah penyajian
Modul GSI
9
dalam mencapai tujuan sesi dengan waktu yang tersedia. Media lain dalam proses pelatihan berupa CD film juga melengkapi Modul ini. Sepuluh paket yang tersaji dalam Modul GSI merupakan alur logis yang merangkum tiga komponen utama. Paket 1: Konsep GSI (tujuan, pengertian dan manfaat) 9 Inklusi Sosial (etnisitas, strata sosial, tingkat pendidikan budaya, kemampuan fisik sebagai perbedaan di masyarakat) 9 Inklusi Gender (gender sebagai aspek perbedaan di masyarakat) 9 Inklusi Gender dan Sosial 9 Kebijakan Nasional dan Internasional mengenai GSI Paket 2: Gender Sebagai Konstruksi Sosial 9 Gender dan Jenis Kelamin 9 Proses Konstruksi Gender dan Institusi Pelakunya 9 Gender Sebagai Masalah Sosial (kasus di masyarakat) Paket 3: Dimensi GSI dalam Pendidikan 9 Karakteristik Pendidikan dengan Dimensi GSI 9 Integrasi GSI dalam Pendidikan Paket 4: GSI dalam Perspektif Islam 9 Humanisme Perempuan dan Laki-laki dalam Islam 9 Islam dalam Pendidikan untuk Perempuan dan Laki-laki 9 Nilai-Nilai Dasar Relasi Sosial dan Relasi Gender dalam Islam 9 Prinsip Relasi Gender dalam Islam Paket 5: GSI dalam Manajemen Pembelajaran 9 Komponen Manajemen Pembelajaran 9 Manajemen Pembelajaran dengan dimensi GSI Paket 6: Strategi Pembelajaran dengan DimensiI GSI 9 Pengertian Strategi Pembelajaran 9 Pengertian Strategi Pembelajaran dengan Dimensi Gender 9 Karakteristik Strategi Pembelajaran dengan Dimensi GSI Paket 7 : Penerapan GSI dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 9 Komponen RPP 9 Karakteristik RPP dengan Dimensi GSI
Modul GSI
10
9 Penyusunan Daftar Cek RPP dengan Dimensi GSI Paket 8: Model Evaluasi Pembelajaran dengan Dimensi GSI 9 Evaluasi Pembelajaran (pengertian, tujuan dan manfaat) 9 Evaluasi Pembelajaran dengan Dimensi GSI (pengertian, tujuan dan manfaat) 9 Pengembangan Piranti Evaluasi dengan Dimensi GSI Paket 9: Modeling Pembelajaran dengan Dimensi GSI 9 Model Pembelajaran tanpa Dimensi GSI 9 Mdel Pembelajaran dengan Dimensi GSI 9 Perbaikan Model Pembelajaran Paket 10: Evaluasi Pelatihan – Lokakarya GSI 9 Capaian Pengetahuan, Ketrampilan dan Perubahan Sikap mengenai Dimensi GSI dalam Pendidikan dan Manajemen Pembelajaran 9 Membangun Rencana Aksi Setiap paket atau sesi dalam MODUL ini disusun berdasarkan tingkat kedalaman pemahaman dasar yang dikehendaki. Dengan demikian, tidak semua paket memiliki alokasi waktu yang sama. Sementara itu pokok bahasan yang didiskusikan setiap paket juga disusun sedemikian rupa berdasarkan pengalaman pelaksanaan pengembangan kapasitas atau lokakarya yang dilakukan oleh LAPIS PGMI kepada para mitranya. Akhirnya, MODUL ini dengan segala bentuk capaian merupakan pesembahan tim dan mitra LAPIS PGMI. Sebagai karya awal, tentu membutuhkan banyak masukan demi perbakannya di masa mendatang. Yang paling membuat tim berbangga adalah dipergunakannya MODUL ini sebagai salah satu rujukan untuk lokakarya pengembangan kapasitas untuk membangun kemampuan mengintegrasikan pemikiran inklusi gender dan sosial dalam pendidikan dan pembelajaran demi sebuah masyarakat yang inklusif.
Modul GSI
11
Modul GSI
12
Matriks Kurikulum Paket
Pokok Bahasan
Waktu
1.1. Inklusi Gender dan Sosial
1.2. 1. Konsep GSI
Inklusi Sosial dan Gender Relevansi dengan Pendidikan
120 ‘
1.3. Kebijakan Nasional dan Internasional GSI 2. Gender Sebagai Konstruksi Sosial
Modul GSI
2.1. Konsep Gender dan bedanya dengan Jenis Kelamin
120’
Pokok-Pokok Materi
Tujuan Memahami aneka keberagaman Sosial di masyarakat , termasuk gender
Etnis, agama, bahasa, budaya, kondisi fisik, ekonomi, pandangan kepercayaan, dll, sebagai keniscayaan keberagaman
Memahami keberagaman Sosial dan gender sebagai keniscayaan dan bukan hambatan demi kemanusiaan dan pemenuhan hak dasar, termasuk hak pendidikan
Hak pendidikan bagi semua, termsuk perempuan, kelompok minorits dan miskin, dan cacat fisik, Pandangan pendidikan yang tidak dikriminatif, multikultural dan pluralis
Memahami beragam konvensi internasional dan kebijakan nasional mengenai dukungan pada dimensi GSI pada pendidikan
Education For All (EFA), Salamanca Statement, HAM, Konvensi Bandung, Konvensi Perlindungan Anak, CEDAW
Memahami konsep gender, bedanya dengan jenis kelamin dan
Gender bukan kodrat, namun dibangun dari nilai, kebiasaan, budaya dan pandangan keagamaan. Gender bisa berubah berdasar temapt dan waktu
13
Metode Pelatihan
Ceramah, curah pendapat, diskusi kelompok dan pleno
Ceramah, curah pendapat,
Alat dan Media
LCD Spidol Kertas Plano
LCD Spidol
2.2. Konstruksi Gender dan Institusi Pelakunya 2.3. Gender dan Masalah Ketidak-adilan 3.1.
3. Dimensi GSI dalam Pendidikan
Karakteristik Pendidikan dengan Dimensi GSI 3.2.
120’
Integrasi GSI dalam Pendidikan 4.1.
4. GSI dalam Perspektif Islam
Nilai Dasar Relasi Sosial dalam Islam
Modul GSI
Bentuk pengasuhan yang menunjukkan pandangan gender dan beragam institusi pelakunya, serta contohnya
Peran gender bisa berpotensi ketidak-adilan. Dibutuhkan pandangan adil gender dan kemampuan analisisnya
5 masalah ketidak adilan gender dan contohnya
Manajemen Pendidikan Dimensi GSI
Komponen Manajemen Pendidikan dan unsur GSI
Memahami kelembagaan integrasi kelembagaan
dan
kesenjangan dan strategi GSI dalam
Memahami pandangan Islam mengenai posisi perempuan dan laki-laki
Perempuan dan Laki-Laki Menurut Islam 4.2.
Peran dan ideologi gender berkembang berabad dan mengakar karena terus disosialisasikan oleh beragam institusi.
Mengidentifikasi dan mengkritisi kebijakan kelembagaan pendidikan yang bias dan masih berpotensi diskriminatif Humanisme menurut Qur’an dan Hadith
120’ Memahami pandangan Islam mengenai relasi antar manusia dan keberagaman yang ada di msayarakat
14
Keberagaman aspek sosial di masyarakat dan sikap Islam
diskusi kelompok dan pleno
Kertas Plano
Ceramah, curah pendapat, bermain peran, diskusi kelompok, diskusi pleno
LCD Spidol Kertas Plano
Ceramah, curah pendapat, diskusi kelompok, diskusi pleno
LCD Spidol Kertas Plano
4.3.
Memahami pandangan Islam mengenai relasi gender yang ideal antara perempuan dan lakilaki dan kesenjangannya dengan kondisi nyata Memahami beragam komponen dalam manajemen pembelajaran dan menggunakan daftar cek beragam format
Prinsip Relasi Gender dalam Islam 5.1.
5. GSI dalam Manajemen Pembelajaran
Komponen Manajemen Pembelajaran 5.2.
90 menit
Komponen Manajemen Pembelajaran berdimensi GSI 6.1. Strategi Pembelajaran
6. Strategi Pembelajaran dengan Dimensi GSI
6.2. Strategi Pembelajaran berdimensi GSI 6.3. Karaktersitik Strategi
Modul GSI
120 menit
Perempuan bagian dari Humanisme
Beragam format untuk persiapan dan pelaksanaan pembelajaran
Memahami daftar cek format manajemen pembelajaran yang mempertimbangkan keberagaman kondisi peserta didik untuk memaksimalkan APKM
Memastikan format untuk cek persiapan dan pembelajaran mempertimbangkan keberagaman kondisi peserta didik
Memahami konsep umum strategi pembelajaran sebagai hal penting mencapai kompetensi
Pengertian Staregi Pembelajaran
Mengidentifikasi bias-bias (bias gender dan golongan) dalam komponen pembelajaran
GSI dalam Materi ajar, media, referensi, metodologi, dan pengistilahan bahasa
Menerapkan beberapa model Alur Kegiatan Awal – Akhir strategi pembe-lajaran Pembelajaran dengan Dimensi GSI berdimensi GSI
15
Ceramah, curah pendapat, diskusi kelompok, diskusi pleno
Ceramah, curah pendapat, diskusi kelompok, diskusi pleno
LCD Spidol Kertas Plano
LCD Spidol Kertas Plano
Pembelajaran berdimensi GSI 7.1.
Memahami komponen RPP
KD, silaby, indikator, proses, media, referensi
Mempertimbangkan GSI dalam komponen RPP dan mengembangkannya
Pembeda untuk setiap komponen
Cek RPP peserta dengan mempertimbangkan GSI
Daftar isian untuk mengkaji RPP yang telah dikembangkan
Memahami tujuan dan manfaat evaluasi pembelajaran agar hasilnya terukur
Pengertian, tujuan, manfaat
Membedakan model evaluasi ber-GSI dengan yang tanpa mempertimbangkan aspek GSI
Pengertian, tujuan, manfaat, aspek
Model piranti evaluasi pembelajaran yang mengakomodir GSI
Aspek, indikator, bentuk format/daftar cek
Komponen RPP 7. Penerapan Dimensi GSI dalam RPP
7.2. Karakteristik RPP berdimensi GSI
120 menit
7.3. Daftar Cek RPP berdimensi GSI 8.1. Evaluasi Pembelajaran
8. Model Evaluasi Pembelajaran dengan Dimensi GSI
8.2. Evaluasi Pembelajaran berdimensi GSI 8.3. Pengembangan Piranti Evaluasi Pembelajaran
Modul GSI
90 menit
16
Ceramah, Curah pendapat, Diskusi kelompok, Diskusi pleno,
Ceramah, Curah pendapat, Diskusi kelompok, Diskusi pleno,
LCD Spidol Kertas Plano Format RPP
LCD Spidol Kertas Plano
berdimensi GSI
9.1. Model Pembelajaran tanpa GSI 9. Modeling Pembelajaran berdimensi GSI
9.2. Model Pembelajaran dengan GSI
120 menit
9.3. Perbaikan Model Pembelajaran 10.1.
10. Evaluasi Pelatihan/ Lokakarya
Capaian pengetahuan, ketrapilan dan sikap memandang Pembelajaran berGSI 10.2. Menyusun Rencana Tindak Lanjut
Modul GSI
Melaksanakan desain pembelajaran secara umum dengan tiga langkah: pembuka, inti dan penutup
Isi dari langkah pembelajaran: pembuka, inti dan penutup
Melaksanakan desain pembelajaran pembuka, inti dan penutup yang mempertimbangkan dinamika kelas dan interaksi
Tingakt interaksi dan dinamika kelas oleh semua peserta didik dengan beragam kondisi dan kebutuhan
Masukan mengenai perbaikan desain pemebelajaran untuk lebih mendinamisr kelas dan interkasi dialogis
Daftar masukan dan perbaikan penampilan pendidik dan peserta didik dalam kelas
Mengukur capaian aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap
Aspek Pengetahuan, Ketrampilan dan Sikap yang diukur di akhir atau paska pelatihan/lokakarya dalam hal GSI dalam pendidikan dan proses pembelajaran
60 menit
Rencana Aksi
Menyusun Rencana Tindak Lanjut secara individual/kelompok paska pelatihan/lokakarya
17
Ceramah, curah pendapat, modeling dan demosntrasi, diskusi pleno
Tugas individual, Diskusi pleno
Film LCD Plano
Format isian evaluasi Format rencana aksi
PANDUAN MODUL INI
P
anduan atau Modul ini disusun buat anda, para fasilitator/pelatih. Silahkan dibaca sebelum memlilih kegiatan. Meskipun anda telah berpengalaman, ada sejumlah isu-isu khusus yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pelatihan yang berhubungan dengan gender dengan menggunakan manual ini. Bila anda kurang berpengalaman, baca panduan dengan seksama dan susun perencanaan lokakarya pertama anda dengan cofasilitator yang berpengalaman. Modul ini diharapkan dapat dipergunakan sendiri oleh para fasilitator denga prasyarat berikut: 9 Telah menguasai metode-metode pendidikan partisipatif dan prinsipprinsip pendidikan orang dewasa 9 Memiliki pengalaman sebagai fasilitator 9 Memiliki perspekif inklusif gender dan menghargai keberagaman sosial Untuk memudahkan pengelolaan dan penguasaan modul ini, maka perlu ada pembagian tugas, “siapa melakukan apa”. Jumlah pemandu setiap modul sebaiknya dua orang yang. Satu sebagai pemandu sekaligus narasumber dan yang lainnya sebagai asisten pemandu (co-facilitator). Sedangkan yang menjadi peserta pelatihan sebaiknya dibatasi maksimal 20 orang agar proses pelatihan berlangsung lebih partisipatif dan pembahasan lebih mendalam. Peserta dalam jumlah terlalu banyak bisa mengakibatkan tidak meratanya proses partisipasi pelatihan. Bagi pengguna MODUL ini yang belum memiliki bekal pendidikan orang dewasa, sebaiknya perlu membekali diri terlebih dahulu.
1. Persiapan untuk Setiap Modul dan Istilah dalam Modul Hal penting yang perlu dipahami untuk setiap modul adalah penguasaan desain pendidikan menyeluruh. Pelajari dengan teliti setiap tahapan dan kuasai langkah-langkah memandu serta materi belajar per bagian modul yang ada. Beberapa istilah yang digunakan dalam modul ini antara lain: suplemen – yakni acuan setiap modul sebagai kunci proses pelatihan;
2. Persiapan Kegiatan Pelatihan Untuk mempersiapkan pelaksanaan setiap modul belajar, modul yang bersangkutan perlu dikuasai. Beberapa diantaranya adalah:
Modul GSI
18
Judul atau Topik: Pelajari makna judul dan kata pengantar pendek yang tercantum pada setiap modul. Pahami secara jelas keterkaitan antara judul, materi, tujuan dan waktu atau durasi belajar.
Bahan Tambahan: Sebelum memulai suatu pertemuan (sesi), kuasai materi belajar yang bersangkutan terlebih dahulu dengan mempelajari suplemen, isi modul dan acuan bahan bacaan. Bahan tambahan yang dimaksudkan dalam Modul ini bisa berisi film untuk media pendukung proses dan atau materi bacaan yang bisa diperbanyak untuk peserta (hand-out). Tidak setiap sesi dilengkapi dengan keduanya.
Tujuan Belajar (materi): Tujuan ini merupakan capaian yang diharapkan dari setiap pertemuan. Penguasaan tujuan belajar ini akan banyak membantu dalam proses belajar sehingga proses tidak melantur atau bertele-tele dan tidak mengalami banyak distorsi dalam penyampaian materi.
Proses Belajar:
KAJI-URAI Proses kejadian atau pengalaman sebagai fakta/data
LAKUKAN Tindakan untuk memperoleh pengalaman
ANALISIS fakta/data tersebut
langsung
SIMPULKAN Hasil analisis sebagai pelajaran/pengetahuan baru
Modul GSI
19
Resistensi Lembaga dan Personel Perlu kehati-hatian bahwa mengikuti pelatihan gender tidak berarti bahwa seseorang tersebut sexist atau kurang pemahaman terhadap isu gender. Namun pengalaman menunjukkan sebaliknya: peserta yang telah memiliki kesadaran isu gender akan lebih tertarik terlibat pelatihan gender. Tabel berikut disusun sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan pelatihan atau lokakarya yang bernuansa gender dan diarahkan untuk mencapai sukses:
Mengapa? Maksud dan Tujuan Pelatihan
Siapa?
Kapan?
Dimana?
Modul GSI
Maksud dan tujuan pelatihan harus realistis dalam hal pencapaian dan perubahan lain yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan. Ini disusun berdasarkan asesmen Kebutuhan Pelatihan. Menjadi arif untuk memikirkan mengenai cara mengevaluasi pelatihan, karena pencapaian harus terukur sesuai maksud dan tujuannya. Peserta: akan lebih mudah bila peserta relatif homogen. Pada level tertentu ada baiknya memisahkan peserta perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki secara umum memiliki perbedaan harapan dalam pelatihan. Fasilitator: Idealnya, sekurangnya ada dua orang pelatih, karena memfasilitasi pelatihan gender bisa sangat menantang dan melelahkan. Fasilitator perempuan dan laki-laki bisa sangat membantu proses terutama pada peserta kelompok campuran. Dua fasilitator juga berguna untuk mengantisipasi reaksi peserta diakibatkan oleh perspesi pelatih mengenai etnis, usia, klas sosial dan faktor lainnya. Ketrampilan Memfasilitasi: diasumsikan fasilitator yang menggunakan panduan ini memiliki pengalaman melatih. Tidak dibutuhkan pendidikan formal. Hanya perlu ketrampilan mendengar, memahami dinamika kelompok dan mampu mendorong untuk saling menghargai dan memahami antar kelompok peserta. Perlu perhatian untuk tidak bertindak diskriminatif, juga perlu menguji asumsi yang dimilikinya sendiri. Mungkin kita perlu memperhitungkan beragam metodologi: pelatihan, lokakarya, atau magang (pendampingan). Peserta harus berkomitmen untuk mengikuti seluruh sesi, dengan demikian pelatihan harus memasukkan masa rehat, misalnya waktu untuk rekreasi. Perlu pemikiran masak mengenai tempat penyelenggaraan. Misalnya perlu mempertimbangkan aksesnya bagi peserta yang cacat, perempuan yang membawa anak.
20
Untuk Apa? Analisis Kebutuhan Pelatihan
Apa? Isi
Bagaimana? Metodologi Pelatihan
Modul GSI
Perlu mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Identifikasi ini bisa dengan melihat kesenjangan antara hal yang sudah diketahui dan hal yang ingin diketahui. Misalnya dengan mengidentifikasi tingkat kesulitan dalam pelaksanaan gender analisis, tingkat pengetahuan mereka mengenai isu gender, mengobservasi ketrampilan, kompetensi dll. Pelatihan berisi: - Penyadaran – (misalnya memahami gender dan kesadaran akan stereotip) - Pengetahuan – (misalnya tentang beragam bentuk diskriminasi) - Ketrampilan – (misalnya analisis proyek dengan perspektif gender) - Sikap/Perilaku – (misalnya perubahan pola kerja dengan kelompok beragam) Ada beragam cara pelaksanaan sesi: curah pendapat, pengungkapan cerita dalam gambar atau poster, diskusi kelompok atau pleno, penugasan individual, dll. Yang perlu diperhatikan: batasi lama bicara (pendekatan kuliah/lecturing), memadatkan hal yang hendak disampaikan, gunakan media visual, siapkan flip-chart, dll.
21
PAKET 1 MEMBANGUN PERSPEKTIF INKLUSI SOSIAL DAN GENDER Pengantar Persoalan kesetaraan dan keadilan bagi semua orang, semakin menguat dan merasuk ke dalam seluruh dimensi kehidupan manusia, seiring dengan semakin kuat dan baiknya pemahaman masyarakat terhadap persoalan tersebut. Pada gilirannya, kenyataan tersebut menjadi landasan yang kuat bagi berbagai pihak untuk membumikan persoalan kesetaraan dan keadilan dalam setiap kesempatan. Muncullah kemudian istilah-istilah gender, gender inklusi, sosial inklusi, dan sejenisnya untuk memberikan “ruang lapang” bagi perbedaan dan keragaman, agar tidak dijadikan pembedaan dan sikap serta perilaku diskriminatif. Pembedaan dan perilaku diskriminatif, sebagaimana dipaparkan di atas, diantaranya meliputi; pertama, kesenjangan sosial bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik mental, sosial, kebutuhan khusus, dan kelompok marjinal lainnya dalam pendidikan; kedua, adanya kesenjangan gender dalam pendidikan; ketiga adanya stereotipe, stigmatisasi, dan pelabelan negatif; keempat, adanya posisi sosial yang asimetris dengan adanya pihak yang superior laki-laki atas perempuan, dan sebagainya. Sesi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman mendasar tentang konsep Gender Sosial Inklusi (GSI) kepada peserta perempuan dan laki-laki, meliputi; inklusi gender, inklusi sosial dan relevansi pendangan inklusif pada dunia pendidikan kita serta konvensi nasional maupun internasional yang mendukung pemikiran dan praktik-paraktik inklusi untuk menciptakan masyarakat yang inklusif.
Kompetensi Dasar Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan mampu memahami: 9 Konsep GSI 9 Konvensi nasional dan internasional tentang GSI
Modul GSI
22
Indikator Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan: 9 mampu menjelaskan pengertian gender, inklusi gender, inklusi sosial 9 mampu mengidentifikasi tujuan, sasaran, dan manfaat GSI 9 mampu mengidentifikasi konvensi nasional dan internasional tentang GSI
Waktu: 120 menit Pokok Bahasan 9 Konsep GSI 9 Konvensi nasional dan internasional tentang GSI
Alat dan Media 9 9 9 9 9
Komputer/Laptop LCD Spidol Kertas Plano Suplemen Pelatihan
Metode Ceramah, curah pendapat, diskusi kelompok, diskusi pleno
Langkah Penyajian Pendahuluan (15’): 9 Fasilitator membuka sesi dengan memberikan salam, menjelaskan tentang komptensi dasar dan indikator yang hendak dicapai serta pokok bahasan yang akan disajikan. 9 Fasilitator
memberikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mengungkapkan pemikiran (curah pendapat) mengenai gender dan keberagaman dengan konteks lokal. Fasilitator menuliskan pokok pikiran dari pernyataan peserta. 9 Fasilitator merangkum dan memberikan penguatan berdasar masukan peserta tersebut dengan penekanan pada keragaman sosial yang terjadi di masyarakat kita, termasuk adanya perempuan dan laki-laki. Diskusi Kelompok dan Diskusi Pleno (45’): 9 Fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok campuran; Kelompok 1 mendiskusikan tentang Konsep GSI, Kelompok 2 mendiskusikan tentang Tujuan dan Sasaran GSI, Kelompok 3 mendiskusikan Kebijakan Nasional dan Internasional tentang GSI
Modul GSI
23
Presentasi dan Diskusi Pleno (45’): 9 Fasilitator meminta perwakilan setiap kelompok untuk kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara 9 Setelah semua kelompok selesai presentasi, fasilitator meminta tanggapan dan masukan dari kelompok lain. 9 Fasilitator mencatat pokok pikiran dari hasil diskusi pleno ini dan memberikan penguatan dan rangkuman berdasar masukan tersebut Penutup (15’): 9 Fasilitator meminta beberapa peserta untuk menanggapi keseluruhan proses dan hasil dari pembahasan sesi ini. 9 Fasilitator menutup sesi dengan kembali menguatkan isi bahsan dengan penekanan pada keterbukaan sikap pada keberagaman, termasuk gender sebagai fenomena sosial.
Modul GSI
24
SUPLEMEN 1: Bahan Bacaan
MEMBANGUN PERSPEKTIF INKLUSI SOSIAL DAN GENDER
$\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4©s\Ρé&uρ 9x.sŒ ⎯ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ îΛ⎧Î=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ ∩⊇⊂∪ ×Î7yz ‘Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujuraat: 13)
Inklusi Gender dan Sosial (Gender Social Inclusion/GSI) Istilah GSI mungkin hal yang baru bagi sebagian kalangan, tapi bagi aktifis gender dan pemerhati hak pendidikan, istilah ini tidaklah asing. GSI atau Gender Sosial Inclusion merupakan konsep keilmuan sosial yang berkaitan dengan dua hal, yaitu: Gender Inclusion dan Sosial Inclusion. a. Gender Inclusion, Apabila ditelaah lebih jauh, perlakuan dan anggapan masyarakat yang merendahkan perempuan dan menganggap perempuan sebagai masyarakat kelas dua sesungguhnya merupakan pengaruh kultural (kebudayaan) yang berlaku di masyarakat tertentu, bukan berasal dari ajaran agama tertentu. Sebagai contoh adalah kultur atau budaya masyarakat kita, terutama
Modul GSI
25
masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa perempuan tidak perlu menuntut ilmu (sekolah) tinggi-tinggi karena nantinya mereka hanya akan kembali ke dapur. Walaupun akhirnya seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, anggapan seperti ini mulai pudar, namun tidak jarang kebanyakan kaum laki-laki, khususnya dalam pergaulan rumah tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-laki adalah superior. Gender Inclusion merupakan pandangan dan praktik bahwa perempuan merupakan warga masyarakat yang sejatinya memang berbeda dengan lakilaki. Dan perbedaan ini harus emdapat perhatian agar kepentingannya juga terpenuhi sebagaimana warga lainnya. Pandangan ini mengingat bahwa perempuan bukan untuk didiskriminasi berdasar suatu norma yang diciptakan kelompok dominan (laki-laki atau penguasa) sehingga menjadi warga Negara yang marjinal. b. Sosial Inclusion, dapat diartikan pandangan bahwa masyarakat memiliki keberagaman dan sama sekali tidak homogen. Keberagaman tersebut tidak perlu menjadikan pemikiran dan tindakan distriminatif dari kelompok dominan atau berkuasa. Pandangan keberagaman ini menjadikan seluruh warga
masyarakat
bertoleransi
dan
menghargai
dan
bukan
saling
mencemooh atau memandang rendah. Dalam konteks pendidikan, keberagaman yang perlu diperhatikan karena menyangkut hak atas partisipasi dan manfaat adalah mereka yang berbeda secara: •
gender
•
ras, etnis dan kelompok minoritas
•
kondisi fisik berbeda dan kecacatan serta kelahiran yang tidak biasa
•
orientasi seksual
•
kelas, kasta-kasta atau suku-suku tertentu “yang tak tersentuh”
•
penggunaan bahasa
•
yatim piatu, kemiskinan dan kondisi alam yang rentan bencana
•
tempat tinggal yang membawa pola kebiasaan, seperti pantai, pegunungan, daerah perkotaan ataupun daerah kumuh
•
terkena dampak HIV/AIDS
•
anak-anak dari orangtua yang mengidap HIV/AIDS
•
dll
Modul GSI
26
Pada kenyataannya, keberagaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keberagaman peserta didik atau peserta didik tidak serta merta memberikan pemahaman dan ketrampilan pada pendidik dan manajemen pendidikan untuk memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya tersebut. Seringkali ditemui bahwa manajemen pendidikan disusun dengan asumsi-asumsi yang bias, misalnya menggunakan ukuran mayoritas. Untuk konteks Indonesia, dalam beberapa dekade yang lalu dan kemudian mendapat kritik yang tajam adalah model pendidikan yang bertumpu pada kebudayaan ‘dominan’ yakni Jawa. Tidak jarang ilustrasi bahan ajar sangat Jawa-centris. Pada kasus yang sama terjadi peminggiran pada kelompok perempuan. Pendidikan juga seringkali tidak mepertimbangkan kondisi dan kebutuhan perempuan. Banyak contoh bisa dikemukakan. Mulai dari rendahnya referensi bahan pembelajaran dari sumber yang ditulis perempuan, penggunaan bahasa yang bias gender, serta hampir tidak tampilnya perempuan sebagai role model dalam konteks bahan ajar. Tidak sedikit perempuan yang mampu berkiprah di masyarakat, namun penonjolan peran publik selalu berada di pundak laki-laki. Model pendidikan semacam ini akan menghasilkan masyarakat yang eksklusif dan tidak inklusif. Demikian juga sebaliknya, masyarakat yang eksklusif akan tercermin pada pola pendidikan dan pengajarannya. Bukan hanya itu, GSI juga mengangkat kesadaran mengenai kelompok minoritas dan peserta didik dengan kebutuhan khusus. Misalnya peserta didik yang berada pada kondisi konflik atau bekas konflik. Atau sekelompok peserta didik yang memiliki kondisi fisik yang berbeda (bukan sekadar cacat). Mereka tentu memiliki hak pendidikan yang sama baik kualitas maupun intensitasnya. Namun kenyataannya sistem pendidikan dan pengajaran yang ada berjalan dengan menafikan keberadaan mereka. Pada level tertentu, peserta didik yang berkemampuan fisik berbeda bisa menyatu dalam sekolah regular sebagai bagian dalam membangun inklusifitas dalam masyarakat pendidikan termasuk peserta didik. Mereka tidak selalu harus dilokalisir dengan berada di sekolah luar biasa, dimana mereka hanya bertemu kelompok dengan kondisi yang relatif sama.
Modul GSI
27
Dalam rangka memberikan solusi atas kenyataan di atas, sedikitnya diperlukan kebijakan menyangkut dua hal penting, yaitu: (1) Akses; dan (2) Pendidikan. Pendidikan bagian terpenting untuk dapat menyelesaikan berbagai isu-isu gender dan sosial inklusi. Pendidikan yang ditawarkan untuk mengakui dan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, minat, pengalaman, dan cara belajar peserta didik yang disebabkan oleh kodrat dan pembiasaan atau konstruksi sosial. Oleh karena itu, GSI dapat difokuskan pada pendidikan inklusi yaitu sebuah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus hingga level tertentu, dapat belajar di sekolah umum yang ada di lingkungan mereka, dimana sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Salah satu pendapat yang paling ekstrim disimpulkan oleh M.N.G Mani, Direktur International Human Resource Development Center. Ia mangatakan bahwa pendidikan inklusi itu merupakan sebuah ideologi dan bukan sebuah program. Pendidikan inklusi dapat diartikulasikan dengan model sekolah yang ramah. Konsep sekolah yang ramah terhadap anak sebagai sebuah sekolah, secara proaktif menemukan semua anak-anak tanpa memandang status dan latar belakang akan membantu guru dan pelatihan guru untuk merealisasikan bahwa semua anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan. Isu kepekaan terhadap gender juga mencakup program ini dalam perbedaan individu, sebagai topik yang didiskusikan jangka panjang dalam program ini. Pengetahuan pembedaan individu menjadikan para guru peka bahwa perbedaan masing-masing anak secara unik berasal dari
perbedaan
kebutuhan
akan
belajar
dan perkembangannya,
yang
seharusnya dipertimbangkan sebagai sebuah tantangan dan sesuatu yang patut disyukuri daripada sebagai sebuah masalah yang tidak untuk dibicarakan. Sekolah yang Ramah terhadap Anak memiliki 5 ciri dimensi berikut: a. Secara proaktif mencari anak-anak tanpa memandang warna kulit, kepercayaan, agama, dan lain-lain b. Efektif bagi seluruh anak c. Sehat dan melindungi d. Kepekaan terhadap gender e. Melibatkan partisipasi masyarakat
Modul GSI
28
Selain itu pendidikan dengan perspektif GSI juga bisa diterjemahkan sebagai pendidikan multikultural atau pluralisme. Keberagaman kebudayaan, termasuk budaya-budaya kelompok minoritas menjadi hal yang diperhatikan, sama halnya kelompok budaya dominan, karena keduanya bisa saling melengkapi. Konsep GSI sesuai dengan konsep pendidikan, artinya GSI adalah wujud dari konsep pendidikan itu sendiri. Untuk menyegarkan ingatan, mari dilihat definisi pendidikan. Berasal dari kata dasar didik yang berarti jaga, pelihara, atau ajar atau memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut al-Attas, dalam bahasa Inggris yang berarti education dan educate yang berasal dari bahasa latin educare dan educatio bermakna menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi atau potensial yang didalamnya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material, termasuk untuk hewan. Dalam konteks keislaman, pendidikan Islam adalah proses pimpinan dan pembentukan yang berkelanjutan bagi tujuan mencapai kesempurnaan dan kemulian diri yang mungkin dicapai oleh seseorang untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan dan Sasaran GSI Tujuan dari pendidikan inklusi itu adalah untuk untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, relevan dan tepat dalam wilayah tempat tinggalnya. Pendidikan ini berawal dari dalam rumah bersama keluarga dan diterapkan juga dalam pendidikan formal, non formal serta semua jenis pendidikan yang berbasis masyarakat. Itulah beberapa definisi dan tujuan dari pendidikan inklusi yang merupakan hal yang baru bagi kita. Dari sini kita bisa melihat bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara anak cacat (berkebutuhan khusus) dengan anak normal lainnya. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pendidikan Inklusi adalah sebuah strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan bagi semua anak. Pendidikan Inklusi bekerja untuk mengurangi dan menghilangkan hambatan terhadap akses, peran serta dan pembelajaran untuk semua anak, khususnya bagi mereka yang secara sosial terdiskriminasi disebabkan oleh kemiskinan, gender, kondisi fisik (seperti kecacatan), etnisitas atau faktor lain yang mengarah pada marjinalisasi dan pemisahan. Pendidikan Inklusi merangkul sistem pendidikan dan sekolah untuk membuat kegiatan belajar lebih berpusat pada siswa, fleksibel, dan ramah terhadap keberagaman.
Modul GSI
29
Melalui dukungan terhadap pendidikan inklusi, semua anak diuntungkan dari keberagaman gaya belajar dan mengajar. Pendidikan Inklusi menekankan pada hak anak untuk dilibatkan dalam kerangka utama pendidikan dan kesempatan dalam pembangunan. Oleh karena itu pendidikan inklusi adalah sebuah tahapan penting menuju masyarakat inklusif. Sasaran Pendidikan Inklusi adalah kegiatan pendidikan yang didasarkan pada isu-isu inklusi, yaitu: anak dengan ketunaannya (cacat), HIV/AIDS dan kesehatan. Begitu juga kelompok minoritas yang menyangkut etnis, bahasa serta kepercayaan, topik mengenai anak-anak pengungsian, kesamaan gender dan masalah sosial lainnya. Rekomendasi Norway mengeluarkan pernyataan yang berkaitan dengan pendidikan inklusi sebagai berikut: a. Inklusi seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip fundamental yang mendasari semua kebijakan nasional b. Konsep kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan sosial, emosi dan fisik, maupun pencapaian akademik anak c. Sistem assesment dan evaluasi nasional perlu direvisi sehubungan dengan prinsip non-diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas sebagaimana disebutkan di atas d. Orang dewasa seyogyanya menghargai dan menghormati semua anak, tanpa memandang karakteristik maupun keadaan individunya, serta mempertimbangkan pandangannya e. Semua kementerian seyogyanya bekerjasama untuk mengembangkan strategi bersama menuju inklusif f.
Demi menjamin Pendidikan untuk Semua melalui kerangka sekolah yang ramah terhadap anak (SRA), maka masalah non-diskriminasi dan inklusi harus diatasi dari semua dimensi SRA, dengan upaya bersama yang terkoordinasi antara badan-badan pemerintah dan non-pemerintah, donor, masyarakat, berbagai kelompok lokal, orang tua, anak maupun sektor swasta
g. Semua pemerintah dan organisasi internasional serta organisasi nonpemerintah,
seyogyanya
berkolaborasi
dan
mengkoordinasikan
upayanya untuk mencapai keberlangsungan pengembangan masyarakat inklusif dan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran bagi semua anak
Modul GSI
30
h. Pemerintah seyogyanya mempertimbangkan implikasi sosial maupun ekonomi bila tidak mendidik semua anak, dan oleh karena itu seyogyanya mencakup semua anak usia sekolah dalam sistem informasi manajemen pendidikannya i.
Program pendidikan pra-jabatan maupun pendidikan dalam jabatan guru seyogyanya direvisi guna mendukung pengembangan praktek inklusi sejak usia pra-sekolah dengan menekankan pada pemahaman tentang perkembangan anak dan belajar secara holistik termasuk intervensi dini
j.
Pemerintah (pusat, propinsi dan daerah) dan sekolah seyogyanya membina dan memelihara dialog dengan masyarakat, termasuk orang tua, tentang nilai-nilai sistem pendidikan yang non-diskriminatif dan inklusif
GSI dalam Bingkai Kebijakan Nasional dan Internasional Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Lebih dari lima belas tahun, pemerintah Indonesia telah menyadari kebutuhan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia dan prakarsa Pendidikan Untuk Semua (Education For All/EFA) telah mulai mendapat perhatian. Meskipun demikian, pelaksanaan sistem pendidikan tersebut masih tersendat. “Rencana Pendidikan Nasional: Pendidikan Untuk Semua”. Sekitar 49.647 dari perkiraan satu juta lebih anak dengan kebutuhan khusus dapat mengenyam pendidikan. Sekitar 67% dari keseluruhan lembaga pendidikan tempat anak-anak ini belajar merupakan lembaga non-pemerintah. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi ini sudah ditopang oleh beberapa kebijakan diantaranya adalah: 1. Kebijakan internasional mengenai pendidikan inklusi ini adalah a. Deklarasi Internasional Tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Pasal 16) ayat 1 dan 2; b. Konferensi Jomtien Tahun 1990 tentang pendidikan untuk semua dan penyediaan akses pendidikan dasar bagi semua anak pada tahun 2000; c. Konferensi Dunia Salamanca Tahun 1994 Tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus di mana menghasilkan kerangka kerja mengenai penyediaan akses dan standardisasi kualitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus;
Modul GSI
31
d. Konferensi Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal Tahun 2000. e. Konsosium Pendidikan Inklusi di Norwegia. 2. Kebijakan
Nasional:
Kebijakan
nasional
mengenai
penyelenggaraan
pendidikan inklusi adalah: a. Undang – Undang Dasar 1945, Pembukaan UUD 1945 alenia ke-empat, Pasal 31; b. Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pasal 4 ayat 1, pasal 11 ayat 1 dan pasal 12 ayat 1b; c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional, pasal 41; d. Keputusan Presiden No. 36/1990 tentang Pengesahan dari pengakuan akan hak-hak anak; e. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0306/VI/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar; f.
Surat Edaran No. 380/G.06/MN/2003 dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional tanggal 20 Januari 2003 tentang Pendidikan Inklusi.
3. Gender dalam Kebijakan Nasional a. UUD 1945, amandemen pasal 31, menyatakan bahwa:”semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. b. UU No. 7 tahun 1984 tentang pengesahan mengenai konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (convention on the elimination of all forms of discrimination againts women/CEDAW). c. UU No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (PROPENAS) menegaskan bahwa sasaran program peningkatan kualitas perempuan adalah meningkatkan kualitas dan peranan perempuan di berbagai bidang. d. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. e. Instruksi Presiden no. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. f.
Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Modul GSI
32
Lembar PowerPoint Slide 1
PAKET 1 MEMBANGUN PERSPEKTIF INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (120’)
1
Slide 2
Kompetensi Dasar: Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan internasional pendukung implementasi GSI 2
Modul GSI
33
Slide 3
Indikator: Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan: mampu menjelaskan pengertian inklusi gender, inklusi sosial mampu mengidentifikasi tujuan dan sasaran GSI Mampu mengidentifikasi konvensi nasional dan internasional tentang GSI
3
Slide 4
MATERI POKOK Konsep GSI : y Pengertian GSI y Tujuan dan Sasaran GSI y Konvensi Nasional dan Internasional tentang GSI
4
Slide 5
Langkah-Langkah Kegiatan Pengantar
(10’) Curah Pendapat (15’) Diskusi Kelompok (30’) Presentasi dan Tanggapan (25’) Penguatan (20’) Refleksi (5’)
5
Modul GSI
34
Slide 6
Curah Pendapat (15’)
Apa saja kondisi sosial yang ada di masyarakat kita?
Apakah gender merupakan salah satu kondisi sosial? Apa indikasinya?
6
Slide 7
Penguatan BEBERAPA KENYATAAN DI MASYARAKAT KITA: Ada
keberagaman sosial: kondisi ekonomi, status sosial, pandangan, nilai kepercayaan, kebiasaan Setiap komunitas mengadaptasi kondisi alam dan lingkungannya (desa berbeda dengan kota, pegunungan berbeda dengan daerah pantai, dll) Keberagaman termasuk juga jenis kelamin dan peran yang menyertainya (gender) Keberagaman tidak selalu dipandang positif, namun ada potensi ‘curiga’ dengan komunitas lain (perspective of ‘the others’) 7
Slide 8
Lanjutan…………. Keberagaman sering kali menafikan nilai kemanusiaan karena adanya pandangan dan perilaku diskriminatif.
Dibutuhkan pandangan dan perilaku yang inklusif, menyadari dan menghargai perbedaan sebagaimana adanya dalam segala kondisi sosial, termasuk peran gendernya
INKLUSI GENDER SOSIAL/ GENDER SOCIAL INCLUSION/GSI 8
Modul GSI
35
Slide 9
Diskusi Kelompok (30’) Berbagi menjadi
3 kelompok campuran
Tugas diskusi kelompok:
Klp1: pemahaman mengenai GSI (makna, latar belakang, tujuan, manfaat) Klp2: relevansi GSI dalam dunia pendidikan Klp3: beragam kebijakan nasional dan internasional yang mendukung GSI
9
Slide 10
Presentasi dan Pleno (40’) Perwakilan
setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian Kelompok lain menanggapi
10
Slide 11
GSI – Perspektif H A M Banyak perbedaan
pendapat tentang pengertian pendidikan inklusif dan bagaimana menerapkannya dalam praktik. Untuk mengarah pada praktik, perlu dipahamkan bahwa pendidikan inklusif merupakan pengejawantahan praktik layanan pendidikan sebagai hak setiap individu dan pengakuan atas perbedaan individu, keberagaman budaya dan konteks.
11
Modul GSI
36
Slide 12
Lanjutan……..
Masalah kebudayaan Î terkait dengan masalahmasalah yang berkaitan dengan identitas budaya suatu kelompok masyarakat. Perlu dipahami bahwa ada hubungan antara kebudayaan dengan kekuasaan dalam masyarakat yang berkenaan dengan konsepkonsep kesetaraan.
Kebiasaan-kebiasaan, tradisi, pola-pola kelakuan yang hidup di masyarakat apakah terkonstruksikan untuk menjunjung tinggi keragaman, kesetaraan dan keadilan dalam layanan sosial budaya?
Kegiatan atau achievement dari kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang merupakan identitas yang melekat pada kelompok tersebut. 12
Slide 13
Nilai inti GSI – dalam HAM apresiasi
terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya dan sensitif terhadap kenyataan diferensial yang terjadi di masyarakat yang rawan adanya diskriminasi dan marginalisasi. pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia pengembangan tanggung jawab masyarakat internasional pengembangan tanggung jawab kemanusiaan. 13
Slide 14
Relevansi GSI - Pendidikan y y y y y
Pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia Idealisme Pendidikan untuk Semua Pendidikan Inklusif dan Para Penyandang Cacat Pendidikan Inklusif dan Kebutuhan Khusus Penurunan angka kemiskinan dan Pendidikan Inklusif
14
Modul GSI
37
Slide 15
Tujuan dan Manfaat
Kontribusi terhadap gerakan kemanusiaan dan pemanusiaan
Mempertajam analisis sosial, termasuk analisis gender bagi beragam program pembangunan, termasuk pendidikan
Kontribusi bahwa pendidikan merupakan pemerdekaan dan bukan proses dominasi, opresi dan hegemoni 15
Slide 16
Konvensi Internasional - GSI I. Salamanca Statements y y y y y y y y y y y
Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam karakteristik dan kebutuhannya. Perbedaan itu normal adanya. Sekolah perlu mengakomodasi SEMUA anak. Anak penyandang cacat seyogyanya bersekolah di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Partisipasi masyarakat itu sangat penting bagi inklusi. Pengajaran yang terpusat pada diri anak merupakan inti dari inklusi. Kurikulum yang fleksibel seyogyanya disesuaikan dengan anak, bukan kebalikannya. Inklusi memerlukan sumber-sumber dan dukungan yang tepat. Inklusi itu penting bagi harga diri manusia dan pelaksanaan hak asasi manusia secara penuh. Sekolah inklusif memberikan manfaat untuk SEMUA anak karena membantu menciptakan masyarakat yang inklusif. Inklusi meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya pendidikan. 16
Slide 17
Konvensi Pendukung Salamanca Deklarasi Tentang Hak Asasi Manusi (1948) y Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua” - Jomtien dan Dakkar (Education For All - 1990) y PBB “Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities” (1993) y Beijing Platform – Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) y
17
Modul GSI
38
Slide 18
Dukungan Kebijakan Nasional kesepakatan Education For All (Pendidikan Untuk Semua) yang menjamin setiap warga negara untuk pendidikan dasar bermutu dan gratis Millenium Development Goals (MDGs) yang menargetkan pendidikan untuk semua tercapai pada tahun 2015. Konvensi anti diskriminasi pendidikan UUD 1945 UU No.7/1984 tentang anti diskriminasi terhadap perempuan UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia UU Perlindungan Anak UU No.20 / 2003 tentang Sisdiknas 18
Slide 19
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
19
Slide 20
Penutup…. “Adakah pandangan kita telah inklusif atau sebenanya kita menyimpan ‘penyakit’ diskriminatif?’ “Adakah filosofi pendidikan kita telah mengarah pemerdekaan manusia, termasuk perempuan, atau sebuah bentuk praktek dominasi dan hegemonik?” 20
Modul GSI
39
PAKET 2 GENDER SEBAGAI KONSTRUKSI SOSIAL Pengantar Adakah perbedaan perempuan dan laki-laki memperngaruhi relasi keduanya? Adakah relasi itu berjalan setara dan humanis? Jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang merupakan kodrat mempengaruhi peran, pola pikir dan perilakunya. Kondisi inilah yang disebut gender. Namun peran dan relasi gender antar keduanya ternyata tidak selalu didasari pada kondisi humanis dan berkeadilan. Pada kondisi tertentu ada kelompok yang tersubordinasi dan dianggap kurang penting. Di sebagian besar wilayah dan budaya di tanah air kita, garis keturunan diambil dari anak laki-laki. Dengan demikian kelahirannya dianggap sangat penting. Lalu pada gilirannya kelompok laki-laki ini mendapat keistimewaan (privilege) dari masyarakat dan mendapat kemudahan. Kondisi ini berjalan tanpa kritik hingga muncul gerakan untuk kemanusiaan yang lebih berkeadilan. Gerakan ini disebut dengan gerakan gender. Lalu apa itu gender? Paket dalam sesi ini membahas bahwa peran dan relasi gender antara perempuan dan laki-laki merupakan bangunan sosial yang berlaku di masyarkat. Karena perubahan kebutuhan, maka relasi yang timpang perlu dirubah agar lebih berkeadilan.
Kompetensi Dasar Setelah pelatihan ini selesai, diharapkan peserta mampu: 9 memahami pengertian Gender 9 perbedaan gender dan Sex (Jenis Kelamin) 9 gender sebagai fenomena dan masalah sosial 9 kesetaraan dan keadilan gender
Indikator Peserta mampu: 9 menjelaskan konsep gender, perbedaan gender dan jenis kelamin 9 menjelaskan beragam cara pengajaran pandangan dan peran gender serta institusi yang melakukannya 9 menjelaskan beragam relasi gender yang menjadi masalah sosial 9 membangun kesadaran untuk berperilaku yang ramah gender
Modul GSI
40
Waktu: 120 menit Materi Pokok 9 Pengertian gender, perbedaan jenis kelamin dan gender 9 Proses konstruksi gender di masyarakat 9 Bentuk-bentuk ketidakadilan gender
Alat dan Media Komputer/Laptop, LCD, Spidol/Kertas Plano, Hand-out Pelatihan, scenario bermain peran
Metode Ceramah, curah pendapat, berpain peran, diskusi kelompok, diskusi pleno
Langkah Penyajian Pendahuluan (5’): 9 Fasilitator membuka sesi dengan memberikan salam, menjelaskan tentang komptensi dasar dan indikator yang hendak dicapai serta pokok bahasan yang akan disajikan. Curah Pendapat (30 menit) 9 Fasilitator memberikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mengungkapkan pemikiran (curah pendapat) mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki mengenai fisik, sifat, peran dan posisi di keluarga dan masyarakat terutama di lokasi peserta berasal. Fasilitator menuliskan pokok pikiran dari pernyataan peserta. 9 Fasilitator mengelompokkan pernyataan untuk ‘perempuan’ dan hal yang sama untuk laki-laki. Setelah itu fasilitator menukar – dimana pernyataan untuk ‘perempuan’ digunakan’ untuk laki-laki. Fasilitator mengajak peserta peserta untuk mendiskusikan hal tersebut dan mengidentifikasi pernyataan yang bisa ditukar dan tidak 9 Fasilitator merangkum dan memberikan penguatan berdasar masukan peserta tersebut dengan penekanan pada hal yang bersifat tetap (kodrat) dan hal bersifat bentukan dan tidak tetap (berlaku pada perempuan dan laki-laki (yang selanjutnya disebut GENDER).
Modul GSI
41
9 Fasilitator memberikan kesempatan pada peserta perempuan dan lakilaki untuk memberikan tanggapan, bila perlu. Beramain Peran (25’): 9 Fasilitator membagi peserta menjadi 2 kelompok: perempuan dan lakilaki. Setelah itu fasilitator meminta setiap kelompok untuk menyusun kalimat dalam selembar kertas, yaitu: Untuk kelompok
perempuan:
“Kalau
saya laki-laki, saya
akan/menjadi ………. Sementara untuk kelompok laki-laki: “Kalau saya perempuan, saya akan/menjadi……….. 9 Selanjutnya
fasilitator
meminta
perwakilan
kelompok
untuk
memeragakan beberapa hal dari kalimat yang disusun; dan meminta tanggapan peserta 9 Fasilitator memberikan rangkuman dengan penekanan pada peran dan pemikiran yang berkembang di masyarakat mengenai perempuan dan laki-laki yang merupakan sebuah bentuk pendidikan dan pembiasaan atau disebut konstruksi sosial. Setelah itu fasilitator menambahkan beberapa contoh konstruksi yang ada di beberapa institusi lainnya, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, dll. Diskusi Kelompok (20’) 9 Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok beranggotakan sekurangnya 5 orang secara campuran. 9 Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan beragam bentuk ketidak adilan gender yang ada di keluarga maupun masyarakat serta memberikan contoh untuk setiap bentuk ketidak-adilan. Presentasi dan Diskusi Pleno (30’): 9 Fasilitator meminta perwakilan
setiap
kelompok
untuk
mempresentasikan hasil diskusi secara bergiliran 9 Setelah semua kelompok selesai presentasi, fasilitator meminta tanggapan dan masukan dari kelompok lain. 9 Fasilitator mencatat pokok pikiran dari hasil diskusi pleno ini dan memberikan penguatan dan rangkuman berdasar masukan tersebut dengan penekanan pada lima bentuk ketidak-adilan gender (lihat suplemen)
Modul GSI
42
Penutup (10’): 9 Fasilitator meminta beberapa peserta untuk menanggapi keseluruhan proses dan hasil dari pembahasan sesi ini. 9 Fasilitator menutup sesi dengan kembali menguatkan isi bahasan dengan penekanan bahwa gender merupakan suatu konstruksi sosial dan bukan kodrat. Karenanya bila peran dan relasi gender mengakibatkan adanya bentuk ketidak-adilan, maka perlu diubah meskipun hal itu bukanlah sesuatu yang sederhana, karena seringkali pandangan tersebut telah berurat berakar dan dianggap normal adanya.
Modul GSI
43
SUPLEMEN 2. 1. Bahan Bacaan Apa itu Gender? Gender adalah pembagian Peran, Kedudukan dan Tugas antara perempuan dan laki-laki yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki
yang
dianggap
pantas
menurut
norma-norma,
adat
istiadat,
kepercayaan atau kebiasaan masyarakat, missal: 9 perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga, sedang laki-laki dianggap tidak pantas 9 tugas utama laki-laki mengelola kebun, tugas perempuan ‘hanya membantu’ 9 menjadi pemimpin masyarakat (lembaga adat, kepala desa, dsb) lebih pantas laki-laki 9 kegiatan PKK dan program kesehatan keluarga lebih pantas dilakukan perempuan Gender memiliki perbedaan-perbedaan bentuk antara satu masyarakat dengan masyarakat lain karena norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat berbeda-beda. Misal: 9 Pekerjaan rumah tangga di hampir semua masyarakat manapun dilakukan oleh perempuan; sedangkan di masyarakat perkotaan, mulai dianggap lumrah perempuan dan laki-laki membagi tugas rumah tangga karena perempuan juga bekerja mencari nafkah keluarga. 9 Menjadi tukang batu dianggap tidak pantas dilakukan oleh perempuan, tetapi di Bali perempuan biasa menjadi tukang batu. 9 Dikebanyakan masyarakat petani, bekerja kebun adalah tugas laki-laki, sedangkan di sejumlah masyarakat Irian, kerja kebun merupakan tugas utama perempuan, karena berburu adalah tugas utama laki-laki Gender berubah dari waktu ke waktu karena adanya perkembangan yang mempengaruhi nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, misal: 9 Di Sumba, laki-laki mulai membantu ‘tugas perempuan’ di rumah tangga. 9 Di Indonesia, sekarang sudah mulai banyak perempuan menjadi dokter, insinyur dan pengusaha dan bahkan presiden.
Modul GSI
44
Gender yang mengacu pada hubungan peran perempuan dan laki-laki tidak abadi. Suatu nilai yang mempengaruhi hubungan tersebut bisa berlaku di suatu masyarakat dan tidak pada masyarakat yang lainnya. Hal yang sama bisa terjadi pada suatu masa dan belum tentu terjadi kini. Misalnya: pada masyarakat tradisional di Sulawesi ada anggapan bahwa perempuan itu ‘dibeli’ saat dipinang untuk pernikahan. Kondisi ini menjadi pembenaran bahwa laki-laki (suami) berkuasa pada istri (perempuan). Kondisi ini kini tidak lagi terlalu dipegang teguh dan boleh jadi kondisi ini berbeda dengan masyarakat Minang di Sumatera Barat, dimana garis keturunan diambil dari garis istri (perempuan). Apakah Gender itu Kodrat? Kodrat adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, sehingga manusia tidak bisa merubah maupun menolaknya. Kodrat adalah sesuatu yang sifatnya universal (tetap sepanjang hayat, pada setiap waktu, pada setiap tempat). Gender adalah pembagian peran perempuan dan laki-laki yang diatur oleh manusia (masyarakat). Gender berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, bahkan di dalam suatu masyarakat pun mengalami perubahan terus menrus. Karena itu, gender bukan kodrat. Apakah Gender Itu Masalah? Pembagian tugas itu sebenarnya sulit untuk dibatas-batasi, mana tugas untuk perempuan dan mana untuk laki-laki, karena sebenarnya pembagian tugas gender kebanyakan bisa dilakukan oleh keduanya. Walaupun demikian, pembagian tugas perempuan dan laki-laki perlu dilakukan untuk berbagi tanggung jawab secara adil antara perempuan maupun laki-laki. Dengan demikian, pembagian tugas yang baik (tidak mengabaikan hak, baik perempuan maupun laki-laki) tidak menjadikan gender sebagai masalah karena pembagian peran perempuan dan laki-laki tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak, Misal: 9 Perempuan dan laki-laki saling membantu memenuhi nafkah keluarga 9 Perempuan dan laki-laki saling membagi pekerjaan rumah tangga 9 Perempuan dan laki-laki melaksanakan hubungan sosial (bermasyarakat) 9 Perempuan dan laki-laki bisa memasuki pendidikan yang tinggi
Modul GSI
45
Apakah Jenis Kelamin itu? Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi perempuan dan laki-laki yang menentukan perbedaan peran mereka di dalam menyelenggarakan upaya meneruskan keturunan atau memiliki anak. Perbedaan ini terjadi karena mereka memiliki alat-alat untuk meneruskan keturunan yang berbeda, yang disebut dengan ALAT REPRODUKSI. Alat reproduktif perempuan dan laki-laki hanya dapat berfungsi apabila dipadukan. Artinya, alat reproduktif perempuan tidak bisa bekerja sendiri. Alat reproduktif laki-laki juga tidak bisa bekerja sendiri. 9 Alat reproduksi perempuan, yaitu: vagina (alat kelamin perempuan), kandung telur, rahim, beserta fungsi hormon yang antara lain membantu mengeluarkan ASI (air susu ibu) 9 Alat reproduksi laki-laki, yaitu penis (alat kelamin laki-laki), sperma, dan fungsi hormon laki-laki yang melengkapinya Apakah Jenis Kelamin itu Kodrat? Meneruskan keturunan merupakan ‘tugas’ yang diberikan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Alat-alat reproduksi yang dimiliki perempuan dan laki-laki, juga merupakan
pemberian
dari
Allah
Yang
Maha
Kuasa.
Fungsi
yang
ditimbulkannya adalah: Perempuan mengandung, melahirkan anak dan menyediakan ASI. Perbedaan peran perempuan dan laki-laki di atas, tidak bisa dirubah maupun dipertukarkan. Sepanjang masa, di masyarakat mana pun, perbedaan peran ini tetap demikian. Karena itu, jenis kelamin merupakan kodrat. Artinya, sesuatu yang diberikan kepada manusia tanpa bisa mengelaknya. Apakah Jenis Kelamin Mempengaruhi Gender? Seringkali muncul kebingungan tentang artinya ‘kodrat’ dan ‘bukan kodrat’ bagi perempuan dan laki-laki. Susunan tubuh perempuan (kodrat) menyebabkan perempuan memiliki tugas tertentu, begitu juga laki-laki. Karena itu, muncul pertanyaan: apakah gender dipengaruhi jenis kelamin? Sering terjadi, kita menerima perbedaan gender sebagai kodrat karena beranggapan bahwa perempuan sudah dikodratkan memiliki tubuh yang lemah, sedangkan laki-laki
Modul GSI
46
memiliki tubuh yang kuat, bahkan ada anggapan bahwa laki-laki lebih cerdas dan terampil (otaknya lebih besar), daripada perempuan. Rupanya sulit bagi kita melihat hal itu sebagai ‘hasil bentukan atau latihan’, karena sudah terlalu terbiasa menganggapnya sebagai ‘kodrat’ (karena rata-rata perempuan kurang dilatih, sehingga kelihatannya sudah kodrat bahwa perempuan itu lemah). Kenyataannya, perbedaan secara fisik antara perempuan dan laki-laki bersifat relatif atau tidak pasti bahwa perempuan tidak mampu melakukan pekerjaan berat. Laki-laki juga banyak yang menyukai pekerjaan yang halus atau lembut. Misalnya: 9 di Bali, dahulu banyak perempuan yang menjadi kuli bangunan 9 di Bali yang terkenal dengan kesenian dan tariannya, bukan hanya perempuan yang menjadi penari tetapi juga laki-laki 9 di Sumba dan di daerah pertanian lain, banyak perempuan kerja berat di lahan 9 di Indonesia maupun di luar negeri, banyak perempuan menjadi atlet oleh raga (kuda, karate dll) 9 di perkotaan, banyak laki-laki bekerja di salon dan menjadi juru masak restoran/hotel
Jenis Kelamin adalah Kodrat, yang membagi Peran perempuan dan laki-laki tanpa bisa dipertukarkan atau dirubah sepanjang masa. Sifatnya Biologis, dan alat-alatnya dimiliki langsung sejak kelahiran manusia. Gender adalah bukan kodrat, yang membagi Peran perempuan dan laki-laki secara tidak tetap, bisa berubah dan bisa dipertukarkan. Sifatnya bukan Biologis, melainkan berupa nilai-nilai sosial-budaya yang terus menerus berkembang dan diperbaiki. Kita menganut nilai-nilai ini karena mempelajarinya, kita memiliki peran gender bukan langsung sejak lahir. Pembagian Peran Gender sering disalahartikan sebagai Kodrat atau sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan, tanpa kita bisa memperbaikinya. Celakanya, pembagian Peran Gender yang timpang, juga dianggap sebagai Kodrat, sehingga upaya untuk memperbaikinya mengalami tantangan. Padahal memperbaiki ketimpangan gender merupakan tugas manusia di dalam menyelenggarakan kehidupan yang baik bagi kepentingan seluruh umat manusia.
Modul GSI
47
Juga banyak kenyataan memperlihatkan, bahwa kecerdasan perempuan dan laki-laki bersifat relatif, atau tidak pasti bahwa perempuan lebih rendah kecerdasannya. Misalnya: 9 Di Indonesia sudah banyak perempuan yang menjadi dokter, insinyur dan peneliti, bahkan lebih tinggi dari itu. 9 Banyak perempuan yang berbakat menjadi pedagang atau pengusaha 9 Di sekolah, banyak anak perempaun yang lebih pintar dari anak laki-laki 9 Di dalam organisasi maupun kegiatan kemasyarakatan, perempuan mampu menjadi pemimpin Jenis kelamin bisa saja mempengaruhi Gender, tetapi bukan merupakan suatu keharusan atau hal yang mutlak bahwa Gender ditetapkan berdasarkan jenis kelamin. Misalnya: 9 Tugas mengasuh anak barangkali akan lebih cocok dilakukan oleh seorang
perempuan/ibu
yang
memang
telah
mengandung
dan
melahirkannya. Tetapi, bukan berarti tugas mengasuh anak tidak bisa dilakukan oleh laki-laki atau ayah. Tugas mengasuh anal itu sebaiknya merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan dan laki-laki (ibu dan ayah) 9 Tugas mencari nafkah lebih utama dilakukan oleh laki-laki karena tugas perempuan sudah cukup banyak di dalam mengasuh anak. Tetapi bukan berarti perempuan tidak perlu mencari peluang untuk bekerja di luar rumah. Perempuan juga sebaiknya mampu berdiri sendiri (terutama menghadapi kemungkinan perempuan menjadi janda atau kepala keluarga tunggal). Apabila suami-istri sama-sama mengutamakan kegiatan mencari nafkah, seperti yang umum terjadi di perkotaan, sebaiknya pembagian tugas mengasuh anak (pendidikan anak) dan pekerjaan rumah tangga dibagi bersama. Dalam masyarakat Indonesia, pembagian gender yang lazim ditemukan adalah pola dibawah ini:
KOMPONEN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
SIFAT
Maskulin
Feminim
PERAN
Produksi
Reproduksi
POSISI & RANAH
Publik
Domestik
TANGGUNG
Nafkah utama
Nafkah tambahan
JAWAB
Modul GSI
48
Proses Konstruksi Gender di Masyarakat Konstruksi gender dapat menjadi masalah khususnya dalam bidang pendidikan apabila
menghalangi
akses,
partisipasi,
kontrol
atau
pelibatan
dalam
pengambilan keputusan serta hak mendapatkan manfaat dari pendidikan. Termasuk dalam kategori ketidakadilan adalah ketika seseorang tidak dapat mengoptimalkan potensi intelektual, pola perilaku dan manajemen dalam bidang pendidikan. Setiap individu yang menjadi bagian dari pendidikan: peserta didik, guru, kepala sekolah, dewan pendidikan dan komite sekolah memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam memperoleh manfaat dari pendidikan. Mungkin suatu saat masyarakat baru menyadari bahwa individu itu adalah seorang perempuan atau laki-laki, yang tidak berbeda satu sama lain. Namun apa yang membuat atau membentuk kesadaran itu? Sejak kapan dan melalui apa kita diperkenalkan sebagai laki-laki atau sebagai perempuan, sehingga berperilaku atau memiliki peran yang berbeda? Ternyata setiap jenis kelamin memiliki peran yang diharapkan sesuai atau pantas baik dari kalangan keluarga maupun masyarakat. Perbedaan peran gender yang merupakan bentukan masyarakat tersebut disosialisasikan terus menerus melalui pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam : keluarga (orang tua), sekolah ( guru) negara (pembuat kebijakan, penguasa), dan di masyarakat (tokoh masyarakat, pemuka agama, media masa dll.). Misalnya saja sejak kecil anak telah dibiasakan dengan mainan yang berbeda, untuk laki-laki mobil-mobilan, senjata, robot dan sebagainya, sedangkan perempuan diberikan boneka, peralatan tumah tangga dan peralatan masak. Pemberian mainan tersebut secara tidak langsung mengajarkan kepada anak tentang perbedaan peran masing-masing, bahwa laki-laki menjadi gagah, pemberani dan kelak menjadi penanggung jawab keluarga. Sedangkan kepada perempuan diharapkan bisa mempunyai sifat keibuan yang pintar mengurus anak, masak dan mengurus rumah. Pendidikan dan pembiasaan demikian telah berlangsung lama dan turun temurun tanpa ada yang mempertanyakan, sehingga terjadi proses internalisasi yang lancar tanpa hambatan. Tidak mengherankan jika kemudian perbedaan yang merupakan hasil bentukan masyarakat tersebut dipahami sebagai kodrat. Oleh karena itu pula masyarakat sangat memegang teguh ‘aturan-aturan’ yang
Modul GSI
49
membedakan peran perempuan dan laki-laki. Namun di sisi lain banyak pula yang ‘melanggar’ dan pada akhirnya masyarakat bisa menerima pula. Hubungan atau relasi antar jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) atau relasi gender dipengaruhi oleh pandangan yang ada antara keduanya. Posisi perempuan, maupun posisi laki-laki sedemikian rupa, dibangun dalam beragam level, yakni: a. Di tingkat keluarga Insitusi
keluarga
merupakan
ruang
awal
peran
dan
idiologi
gender
diperkenalkan. Bahkan seringkali pandangan gender ada sebelum seseorang dilahirkan. Contohnya, keluarga yang mendambakan anak laki-laki menyiapkan segala perlengkapan bayi yang belum lahir dengan warna biru sebagai warna tegas, dan merah bila anaknya perempuan. Pemberian alat permainan yang seterotip pada anak-anak juga merupakan cerminan pandangan gender. Anak laki-laki pastinya tidak diharapkan untuk bermain boneka atau memasak. Pola pengasuhan ini bisa berlanjut hingga menjadi pandangan yang dianggap wajar. Pada komunitas tertentu anak laki-laki tidak dituntut untuk bisa memasak atau melakukan pekerjaan kerumah-tanggaan. Sementara anak perempuan diajarkan untuk membantu ibu di rumah, dll. Pola pengasuhan dan pendidikan ini akan memperngaruhi pandangan sang anak kelak dalam memilih dan menyesuaikan profesi dan keahliannya. Ini karena mereka terdidik dan diperlakukan demikian. Dan demikian seterusnya. Pola pengasuhan pembedaan ini akan menyumbang pada posisi, peran dan tanggung jawab juga kesempatan yang berbeda antara keduanya. Keluarga berperan melanggengkan bentuk dan relasi gender, baik yang adil maupun yang timpang. b. Di tingkat sekolah/pendidikan formal Isi ajaran pendidikan di sekolah menjadi salah satu dasar pola perilaku dan pandangan mengenai posisi, peran, tanggung dan fungsi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Ini bisa dilihat dari kurikulum pengajaran, pola pengajaran dan cara mendidik di sekolah. Ini tidak hanya dialami oleh peserta didik, namun juga pendidik atau guru. Ada banyak bukti pembedaan perlakuan antara guru laki-laki dan guru perempuan.
Modul GSI
50
Banyak buku-buku pelajaran yang dibuat dengan bahasa dan ilustrasi yang melanggengkan stereotip peran dan kedudukan perempuan dan laki-laki. Misalnya: ada buku yang mengajarkan bahwa kegiatan anak perempuan membantu ibu di rumah setelah pulang sekolah sementara anak laki-laki digambarkan bermain bola. Ilustrasi ini selain melanggengkan seterotip juga menciptakan pembenaran akan beban kerja domestik untuk perempuan, termasuk anak-anak. Dan masih banyak lagi contoh lainnya. c. Di tingkat masyarakat Masyarakat sebagai wadah pencetak budaya, nilai, norma dan tradisi yang mencerminkan pola relasi antara perempuan dan laki-laki. Pemaknaan dan pemberian posisi, peran dan tanggung jawab akan masing-masing jenis kelamin dan gender dibentuk dalam bahasa masyarakat sesuai dengan tingkat kepantasan. Masyarakat seolah memiliki kriteria dan hukum mengenai apa yang pantas, layak dan wajar juga yang tidak layak, tidak pantas dan diluar kewajaran yang dilakukan oleh laki-laki, juga oleh perempuan. d. Di tingkat Negara (pemerintah) Banyak program pemerintah dan kebijakan Negara yang dibangun dengan konstruksi gender yang stereotip. Misalnya: POSYANDU merupakan program kesehatan anak yang dibangun untuk perempuan, dengan asumsi perempuan atau ibu merupakan fihak yang bertanggungjawab pada kondisi kesehatan keluarga (anak). Sementara banyak pelatihan teknis (seperti bidang pertanian) hanya bisa diakses laki-laki, seolah tidak ada perempuan yang menggeluti bidang ini. Namun saat ini gencar dikampanyekan gerakan keterlibatan ayah di kegiatan POSYANDU. Hal ini telah berlangsung di beberapa wilayah Indonesia, meskipun masih sangat terbatas. Perubahan kebijakan ini tentu melihat kebutuhan bahwa perempuan semakin dituntut untuk memasuki dunia public karena juga dibutuhkan pemikirannya, sementara laki-laki juga perlu peka dan lebih intensif terlibat pada kegiatan yang bersifat domestik, karena keduanya memiliki nilai yang sama. Termasuk menakar nilai kegiatan produktif (menghasilkan pendapatan) dan reproduktif. Ini artinya perspektif pembuat kebijakan yang stereotip akan menciptakan program yang sangat stereotip dan menjadi pembenaran dan pelanggengan. Negara dan pemerintah menjadi salah satu institusi yang bertanggungjawab pada pola relasi gender pada masyarakatnya.
Modul GSI
51
Perbedaan Gender Menimbulkan Ketidak-adilan Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidak-adilan. Namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidak-adilan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ini merupakan sistem struktur dimana baik perempuan dan laki-laki menjadi korban. Ketidak-adilan gender termanifestasikan dalam beragam bentuk, sebagimana diungkapkan oleh Fakih (1996), a. Gender dan Marjinalisasi Perempuan Marjinalisasi atau proses pemiskinan secara ekonomi sesungguhnya banyak terjadi dalam masyarakat baik yang dialami oleh kaum laki-laki maupun perempuan. Namun ada salah satu bentuk pemiskinan atas salah satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Banyak program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang menjadi penyebab kemiskinan kaum perempuan. Program swasembada pangan (revolusi hijau) secara ekonomis telah meminggirkan kaum perempuan dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka. Marjinalisasi tidak hanya terjadi di lingkungan kerja, namun juga bisa terjadi di rumah tangga, masyarakat dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggora keluarga antara perempuan dan laki-laki. Seringkali ini diperkuat oleh adat-istiadat atau tafsir agama. b. Gender dan sub-ordinasi Adanya pandangan dalam masyarakat serta ‘tuntutan berperilaku’ yang melekat pada perempuan, misalnya perannya di arena domestik, maka masih banyak perempuan yang tidak didorong untuk memiliki status sosial dan posisi penting di arena publik. Perempuan menjadi warga negara kelas dua, dan tidak terlibat dalam mengambil keputusan bahkan pada kebijakan yang menyangkut kehidupan mereka sendiri. Pandangan ini dipengaruhi oleh konsepsi gender.
c. Gender dan kekerasan Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental seseorang. Kekerasan pada salah satu jenis kelamin disebabkan
Modul GSI
52
oleh pandanga gender. Kekerasan karena bias gender ini disebut gender related violence. Ini pada dasarnya disebabkan ketidak-setaraan kekuatan yang ada di masyarakat. Seperti tindak pemerkosaan, kekerasaan dalam rumah tangga (domestic violence), termasuk dalam bentuk penyiksaan terhadap anak (child abuse). Prostitusi juga merupakan bentuk kekerasaan yang diselenggarakan oleh sistem ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Kekerasan dalam bentuk pornografi, sebagai bentuk kekerasan non fisik karena perempuan dijadikan obyek demi keuntungan seseorang. Kekerasan pada perempuan yang diselenggarakan oleh negara misalnya dalam bentuk
program
Keluarga
Berencana.
Dalam
rangka
menekan
angka
pertumbuhan program ini telah menjadikan perempuan sebagai obyek, meskipun semua tahu bahwa persoalan pertumbuhan penduduk bukan saja terletak pada perempuan, namun juga pada kaum laki-laki. d. Gender dan Beban Kerja Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak perempuan yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin semua ini harus ditanggung sendiri oleh kaum perempuan. Terlebih jika perempuan harus bekerja, maka ia memikul beban ganda. e. Gender dan stereotip Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya stereotip itu merugikan dan menimbulkan ketidak-adilan. Stereotip yang melekat pada kaum perempuan yang berlaku di suatu masyarakat juga bisa menimbulkan ketidak-adilan. Misalnya ada pandangan bahwa perempuan bersolek untuk menarik lawan jenisnya. Maka dari pandangan ini, bila ada tindak kekerasan pada kaum perempuan, misalnya pemerkosaan, masyarakat cenderung menyalahkan perempuan yang seronok yang bahkan telah menjadi korban.
Modul GSI
53
LEMBAR POWER POINT Slide 1
PAKET 2 GENDER SEBAGAI KONSTRUKSI SOSIAL
(120’)
1
Slide 2
Kompetensi Dasar: Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan mampu: memahami konsep gender memahami perbedaan gender dan jenis kelamin memahami proses kronstruksi gender di masyarakat dan institusi yang melakukannya Memahami bentuk ketidak-adilan gender di masyarakat 2
Modul GSI
54
Slide 3
Indikator: Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan: mampu menjelaskan pengertian gender dan perbedaannya dengan jenis kelamin mampu mengidentifikasi isntitusi yang melakukan pelembagaan konstruksi gender dan bentuk kontrusksinya Mampu megidentifikasi ketidak-adilan gender
3
Slide 4
MATERI POKOK
Pengertian gender, jenis kelamin y Proses konstruksi gender dan institusinya y Bentuk ketidak-adilan gender y
4
Slide 5
Langkah-Langkah Kegiatan Pengantar Curah
Pendapat Bermain Peran Diskusi Kelompok Presentasi dan Tanggapan Penguatan Refleksi 5
Modul GSI
55
Slide 6
Curah Pendapat Mohon identifikasi mengenai peran, fungsi, tugas, kondisi fisik dan sifat: 1. perempuan 2. laki-laki
6
Slide 7
Poin kunci hasil curah pendapat Ada yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dan tidak bisa diubah Î KODRAT 2. Ada hal yang berbeda antara ureung agam dan ureung inong tapi bisa diubah Î GENDER 3. Perbedaan yang bisa diubah: - keahlian/kemampuan/ketrampilan (kegiatan) - kebiasaan (peran) - anggapan/pandangan 1.
Slide 8
PERBEDAAN JENIS KELAMIN - JENDER JENIS KELAMIN Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan berikut fungsi reproduksinya
•Ciptaan Allah •Bersifat kodrati •Tidak dapat diubah fungsinya •Tidak dapat dipertukarkan •Berlaku sepanjang zaman & di mana saja
Perempuan : Menstruasi, Hamil, Melahirkan & Menyusui Laki-laki : Membuahi (spermatozoa)
Modul GSI
GENDER Perbedaan sifat, peran, posisi, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan Sebagai hasil konstruksi sosial
•Buatan manusia •Bersifat sosial •Dapat berubah •Dapat dilakukan laki-laki & perempuan sesuai dengan kebutuhan, kesempatan & komitmen •Tergantung waktu & kepatutan budaya setempat
56
Slide 9
GenderÎ merujuk pada peran dan tugas
Sex/Jenis kelamin Î merujuk pada fungsi biologis
Slide 10
Konsep Gender untuk keadilan Gender itu diajarkan lewat kebiasaan, menjadi budaya dan pandangan, membentuk pengalaman Gender itu dinamis, bisa berubah dan berbeda berdasar waktu , tempat dan kondisi Pandangan gender bisa mempengaruhi hubungan antara laki-laki dan perempuan Hubungan atau relasi (gender) antara laki-laki dan perempuan tidak selalu positif dan adil bagi salah satu atau kedua belah fihak
Slide 11 Dimana nilai Gender terjadi/diajarkan? Di lingkungan keluarga Di lingkungan masyarakat Di lingkungan sekolah Pada program-program pemerintah
Modul GSI
57
Slide 12 Penguatan
AKIBAT KETIDAKSETARAAN GENDER (Apabila salah satu jenis kelamin berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan jenis kelamin lain karena adanya bentuk-bentuk diskriminasi)
BENTUK‐BENTUK DISKRIMINASI:
Stereotipi Subordinasi Marjinalisasi Beban ganda/berlebih Kekerasan
Slide 13
BEBAN BERLEBIH
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
13
Slide 14
Penutup…. “Adakah pengajaran dan pola asuh kita telah memperhatikan peran gender?’ “Apa yang bisa kita buat untuk meperbaiki pola relasi gender agar lebih adil?”
14
Modul GSI
58
PAKET 3
DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (GSI) DALAM PENDIDIKAN Pengantar Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin setiap warganegara, baik lakilaki maupun perempuan, untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan. Berdasarkan UU RI tersebut seluruh warga negara dari seluruh lapisan struktur sosial yang beragam dan berbeda beda baik dari suku, ras, etnis, agama, jenis kelamin, gender, difable mendapatkan akses, partisipasi, manfaat, dan kontrol yang sama dalam proses pendidikan (education for all) baik pada kurikulum, ujian, pengajar, sarana maupun prasarana sekolah. Pendidikan yang inklusif akan menciptakan lulusan yang inklusif, dari lulusan lulusannya inilah pada akhirnya menciptakan budaya masyarakat inklusif. Pendidikan yang tidak diskrimanatif ini memiliki dasar hukum yang kuat karena telah diatur dalam UU RI No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Perempuan. Secara ideal, kesetaraan dan keadilan gender dan sosial seharusnya menjadi wacana dan kaidah yang dapat diterima dengan baik dan dapat disadari sebagai prinsip yang penting dalam aktifitas pendidikan dan manajemen institusi pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam. Namun kenyatannya hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana, apalagi mengenai implementasi terstruktur serta bagaimana agenda tersebut dilakukan di lembaga pendidikan. Dan selama ini kesenjangan gender masih dirasakan berlangsung di semua jenjang pendidikan. Selain pembedaan karena jenis kelamin, konstruksi sosial juga dibangun atas dasar perbedaan etnis, agama, status ekonomi, afiliasi politik, kesehatan maupun kecacatan., difabel, kelompok terpapar HIV AIDS (ODHA) Pembedaan itu sendiri kemudian melahirkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Secara alamiah, perbedaan itu adalah keharusan tetapi selayaknya konstruksi sosial tidak lalu melahirkan ketidak-adilan sehingga perilaku-perilaku diskriminatif tidak
Modul GSI
59
sepantasnya terus dipraktekkan dalam segala lini kehidupan. Diskriminasi bertentangan dengan falsafah dan konstitusi negara dan juga melanggar hakhak dasar setiap individu. Dimensi GSI dalam Pendidikan yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan /lembaga pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di lembaga. Otonomi diberikan agar manajemen lembaga pendidikan memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber sumber potensial yang dimilikinya dan mengoperasionalkan sesuai dengan prioritas kebutuhan manajemen lembaga yang bersangkutan serta tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Kompetensi Dasar Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan mampu memahami: 9 karakteristik Pendidikan berdimensi GSI 9 mengaplikasikan konsep GSI dalam komponen manajemen pendidikan
Indikator Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan: 9 mampu membedakan karakteristik pendidikan yang berdimensi GSI dan yang tidak bermuatan GSI 9 mampu mengintegrasikan prinsip-prinsip GSI ke dalam komponenkomponen pendidikan (SDM, Kebijakan, Sarana dan Prasarana, serta Anggaran)
Waktu: 120 menit Pokok Bahasan : 9 Pentingnya Pendidikan berbasis GSI 9 Karakterisitik Pendidikan Berbasis GSI 9 Komponen Manajemen Pendidikan GSI 9 Aspek-aspek Kesetaraan dan Keadilan GSI 9 Integrasi GSI dalam Komponen Manajemen Pendidikan 9 Implikasi Manajemen Pendidikan berbasis GSI
Modul GSI
60
Alat dan Media: Perangkat komputer dan LCD, kertas flipchart dan spidol permanen, Lembar Kerja, Hand out, Power point
Metode: Ceramah, curah pendapat, bedah pengalaman, studi kasus, bermain peran, diskusi Kelompok, diskusi pleno, refleksi Langkah Penyajian: Pengantar (15 menit) 9 Fasilitator membuka dengan salam kepada peserta dan menjelaskan keseluruhan isi sesi ini. 9 Fasilitator menayangkan gambar pada slide 1 dan meminta peserta mengajukan gagasan – dengan menggali sebanyak mungkin gagasan dari peserta perempuan dan laki-laki. 9 Fasilitator mencatat pokok pikiran dari gagaan peserta pada flipchart untuk bahan penguatan selanjutnya 9 Fasilitator merangkum masukan peserta dengan penekanan pada kenyataan
di
beberapa
masyarakat
bahwa
sebagian
kelompok
(perempuan) mengadapi persoalan dalam mengakses pendidikan. Bermain Peran 45’) 9 Fasilitator menjelaskan mengenai permainan peran yang akan dilakukan, dan membagikan skenario crita yang hendak dimainkan. Fasilitator meminta dua kelompok memainkan peran pempersiapkan diri dan memainkannya. 9 Fasilitator meminta peserta lain untuk mengamati unsur kebijakan kelembagaan yang mengandung perspektif GSI dan memebrikan tanggapannya. 9 Fasilitator
mencatat
kunci-kunci
tanggapan
peserta
dan
menggunakannya untuk perangkuman bersama. Fasilitator menekankan pada aspek-aspek kebijakan dan implementasi. Tugas Individual (45’)
Modul GSI
61
9 Fasilitator menjelaskan unsur-unsur manajemen pendidikan dari langkah sebelumnya,
dan
memperkuatnya
dengan
komponen
AKSES,
PARTISIPASI, KONTROL DAN MANFAAT pada setiap unsur tersebut. Setelah itu fasilitator membagikan lembaran daftar cek (suplemen 3.2) kepada
setiap
peserta
dan
mempersilahkan
mereka
untuk
mengerjakannya. 9 Fasilitator meminta tanggapan umum dari peserta untuk masing-masing komponen kebijakan, dan mencatat masukan tersebut. 9 Fasilitator merangkum masukan tersebut dengan penekanan pada ‘masihkah ada kesenjangan kebijakan dan implementasinya di institusi kita’ . Penutup dan Refleksi (15 Menit) 9 Fasilitator meminta peserta untuk merefleksikan atas materi yang telah didapat selama sesi pelatihan.
Modul GSI
62
SUPLEMEN 3.1. SKENARIO PERMAINAN PERAN
Skenario 1: Kelompok memainkan cerita mengenai karakter-karakter pimpinan universitas sekolah dengan kebijakan penerimaan mahasiswa-mahasiswi baru untuk jurusan Tarbiyah atau Kependidikan. (dimainkan 5 orang) =================================
Skenarion 2: Kelompok mahasiswa/mahasiswi/dosen yang mengeluhkan sarana dan prasarana kampus yang belum ramah pada kelompok perempuan (yang sedang hamil), cacat. Mereka sedang menggunjingkan kondisi tersebut dan menyusun strategi untuk melakukan dialog dengan fihak manajemen kampus (rektorat) dan menyusun argumentasi, dll.
Modul GSI
63
SUPLEMEN 3.2. DAFTAR CEK /RUBRIK OBSERVASI INTEGRASI PRINSIP KESETARAN dan KEADILAN GENDER dan SOSIAL DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN Aspek
Aspek kesetaraan
Akses
Kurikulum
Partisipasi
Kontrol
Manfaat
1.
Menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal lembaga.
2.
Secara jelas/ekplisit menyebutkan bahwa tujuan pendidikan menjamin keterbukaan kesempatan yang sama bagi seluruh peserta belajar laki laki dan perempuan.
1.
Menerapkan pembelajaran PAKEM, Kontekstual, kontruksivistik
2.
Menerapkan metode , media yang beragam dan variatif yang mendorong keterlibatan peserta didik secara seimbang dalam aktifitas belajar
3.
Sumber belajar : menggunakan Narasi/gambar/ilustrasi/narasumber atau sumber belajar lainnya yang memungkinkan semua peserta didik terlibat secara seimbang dalam aktifitas belajar tanpa ada hambatan ’pembakuan peran’/pelebelan terhadap kelompok tertentu (gender dan sosial)
Akses
Y/T
Memungkinkan semua peserta belajar laki laki dan perempuan memperoleh kapasitas untuk mengambil keputusan dalam proses belajar mengajar: misalnya menetapkan tema/ topik/ bahasan sesuai pilihan. Menjamin tercapainya kompetensi dasar yang seimbang dan setara pada Peserta belajar tanpa adanya hambatan. 1.
Kebijakan
Modul GSI
Indikator
Kebijakan yang dibuat memungkinkan perluasan Otonomi , meningkatkan fleksibilitas, meningkatkan Partisipasi, dan menguatkan Akuntabilitas lembaga.
64
Partisipasi
Kontrol
2.
Kebijakan yang dibuat dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi sosial dan kebutuhan perempuan dan lakilaki: Mis , perbedaan kebutuhan berdasarkan perbedaan kondisi reproduksi, perbedaan tugas, perbedaan ekonomi, perbedaan kondisi fisik, mental, dan perbedaan perbedaan lainnya
3.
Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran institusi dengan memasukkan kebutuhan praktis dan strategis gender dan sosial sebagai bagian integral dan eksplisit
Kebijakan yang dibuat mendorong partisipasi aktif seluruh stake holder dan masyarakat (ilmuwan/wati dan pengusaha/masyarakat industri 1. Melakukan sosialisasi tentang manajemen pendidikan inklusive gender dan sosial di institusi 1.
Menyusun rencana kerja dan program peningkatan mutu yang responsif terhadap perbedaan sosial dan gender sebagai konstruksi sosial
2.
Melakukan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan indikator kebijakan responsif sosial dan gender berdasarkan aspek kesetaraan Akses,Partisipasi, Kontrol dan Manfaat
3.
Merumuskan sasaran mutu baru melalui reformulasi manajemen lembaga yang bias atau netral gender menuju manajemen responsif gender dan sosial
1.
Kebijakan harus mengandung kemanfaatan yang dapat diperoleh oleh semua peserta belajar laki laki dan permpuan secara seimbang dalam rangka mendorong terciptanya kemitrasetaraan pada saat mereka dewasa.
2.
Kebijakanyang diterapkan membuat peserta didik mampu menghargai perbedaan dan menerapkannya dalam atmosfir pergaulan dan pembelajaran
1.
Pimpinan , Pendidik , dan tenaga kependidikan yang sensitiv terhadap
Manfaat
Sumber daya
Modul GSI
Akses
65
manusia
berbagai perbedaan struktur sosial dan mampu untuk mengaplikasikan semua prinsip kesetaraan dan keadilan dalam pembelajaran dan pendidikan untuk semua 2.
Partisipasi
Kontrol
Manfaat
Akses
Sarana dan Prasarana
Partisipasi
Kontrol
Manfaat
Modul GSI
Peserta belajar laki laki dan perempuan mendapatkan peluang yang sama dalam aktifitas pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan keberagaman kebutuhan mereka yang berbeda
Pendidik , tenaga kependidikan dan peserta belajar laki laki dan perempuan berpartisipasi aktif dan terlibat aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran tanpa ada diskriminasi yang menghambat mereka 1.
Pimpinan, Pendidik , tenaga kependidikan bertangung jawab terhadap terselenggaranya aktifitas manajemen pendidikan di lembaga
2.
Peserta belajar laki laki dan perempuan berpartisipasi aktif dan terlibat aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran tanpa diskriminasi
Peserta belajar dapat memperoleh manfaat dari hasil pendidikan sebagai akibat dari adanya kebijakan-kebijakan pendidikan yang inklusif gender dan sosial Tersedianya lingkungan pendidikan dengan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan sosial dan gender yang beragam dan berbeda baik untuk pendidik maupun peserta belajar laki laki dan perempuan atau stake holder lainnya Pimpinan, Pendidik , tenaga kependidikan dan peserta belajar laki laki dan perempuan terlibat aktif untuk bersama-sama mengkondisikan lingkungan pendidikan dan sarapras yang sensitif terhadap berbagai perbedaan struktur sosial dan gender Ada tanggung jawab bersama dari laki laki dan perempuan untuk menciptakan dan mengelola sarpras yang sensitiv terhadap perbedaan gender dan sosial Pendidik dan Peserta didik laki laki dan perempuan dapat memperoleh manfaat dari
66
sarana dan prasarana yang tersedia
Akses
Partisipasi Budgeting Kontrol
Manfaat
Modul GSI
Dana yang tersedia memberi peluang untuk pememenuhan kebutuhan bagi keragaman pendidik dan peserta belajar laki laki dan perempuan yang berbeda Kebijakan tentang dana sifatnya partisipatif dan fleksibel sehingga semua stake holder laki laki dan perempuan dapat ikut serta dalam pengelolaan dana sesuai dengan program yang dibutuhkan Transparansi pengelolaan dan pendistribusiaanya dan ada sistem monitoring dan evaluasi Dana yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidik dan peserta belajar laki laki dan perempuan yang beragam dan berbeda secara adil dan berkesetaraan
67
SUPLEMEN 3.3: Bahan Bacaan
DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (GSI) DALAM PENDIDIKAN Materi GSI dalam Pendidikan ini memuat pendidikan berbasis GSI yaitu pendidikan yang menekankan pengintegrasian gender dan sosial dalam proses pendidikan, yang meliputi karakteristik pendidikan berbasis GSI dan mengintegrasikan prinsip prinsip keadilan gender dan sosial pada komponen komponen pendidikan. Pengertian Keadilan dan Kesetaraan : 9 Keadilan adalah suatu proses yang seimbang dalam memperoleh akses/ kesempatan, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan/ kegiatan. 9 Kesetaraan : suatu kondisi yang sama dalam mencapai hak-hak dasar dalam lingkup keluarga, masyarakat, negara dan dunia internasional.
Aspek Kesetaran dan Keadilan Gender dan Sosial 9 Akses: Kesempatan yang sama dalam memperoleh hak-hak dasar 9 Partisipasi: Pelibatan yang seimbang dalam memperoleh sumber daya 9 Kontrol: Keterlibatan dalam pengambilan keputusan 9 Manfaat: Keterjangkauan untuk mendapatkan hasil yang sama dari pembangunan
Kelompok Sosial atau keberagaman 9 Agama 9 Ras/Suku/etnis 9 Adat budaya 9 Klas Ekonomi 9 Jenis Kelamin & 9 Gender 9 Difabel 9 ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS)
Keadilan Sosial mencakup berbagai hak dasar manusia 9 Hak Hidup/aman
70
9 Hak Sehat 9 Hak Pendidikan 9 Hak Politik 9 Hak Ekonomii 9 Hak Sosial Budaya,
Pengertian Pendidikan berdimensi GSI Pendidikan yang diikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip kesetaraan dan keadilan
gender dan sosial oleh masing masing institusi
pendidikan dengan memperhatikan kondisi institusi,
potensi, karakteristik
daerah, dan sosial budaya yang beragam dan berbeda serta memperhatikan potensi,
perkembangan serta kebutuhan
peserta belajar yang beragam dan
berbeda antara laki laki dan perempuan.
Urgensi Pengembangan Pendidikan berdimensi GSI 9 Institusi pendidikan merupakan wahana sosialisasi berbagai nilai agama sosial dan budaya yang terstruktur dan terarah 9 Institusi pendidikan sebagai wahana membentuk sistem nilai yang berpertama dan utama 9 Institusi sebagai wahana pembentukan sikap dan perilaku responsif pada tingkat dasar
Tujuan Pengembangan Pendidikan berdimensi GSI 9 Meningkatkan
mutu
pendidikan
melalui
kemandirian
dan
inisiatif
LEMBAGA secara seimbang dan berkesetaraan dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan SDA dan SDM
yang
berkesetaraan gender 9 Meningkatkan
kepedulian
warga
institusi
dan
masyarakat
mengembangkan manajemen pendidikan yang responsif
dalam
terhadap
keragaman potensi, kebutuhan dan kepentingan yang berbeda antara laki laki dan perempuan serta mempromosikan kesempatan yang sama dalam pendidkan dan pembelajaran 9 Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (perempuan dan laki-laki), mengurangi berbagai kendala yang menghambat partisipasi laki laki dan perempuan untuk memperolah kesempatan yang sama dalam belajar di tingkat pendidikan dasar dan menengah 9 Memenuhi tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Modul GSI
71
9 Secara khusus tujuan pengembangan pendidikan Inklusif Gender dan sosial adalah untuk merealisasikan Visi, dan misi institusi secara lebih maksimal
Karakteristik Pengembangan Pendidikan berdimensi GSI 9 Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Pendidikan dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan mejadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab serta menjunjung nilai nilai keadilan dan kesetaraan. Untuk mendukung pencapaian tersebut, implikasinya pada pengembangan kompetensi
peserta dididisesuaikan dengan
potensi,
perkembangan, kecenderungan, kebutuhan, dan kepentingan yang berbeda antara peserta didik laki laki dan perempuan. 9 Beragam dan Terpadu Pendidikan dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah , jenjang dan jenis pendidikan , serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, sosial ekonomi, gender dan kemampuan fisik dan mentalnya. Implikasi Pengembangan pendidikan inklusif gender dan sosial memungkinkan pengembangan keragaman dari segi potensi, minat dan kecenderungan, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual , dan kinestetik secara
optimal
sesuai
manajemen pendidikan pembelajaran
yang
dengan
tingkat
perkembangannya.
Implikasi
yang fleksibel dengan merancang model
diorientasikan
untuk
mengembangkan
Multiple
Intelligences dan keragaman karakteristik dan kebutuhan daerah yang berbeda. Terpadu membawa implikasi pada rancangan kurikulum yang meliputi substansi muatan wajib, muatan lokal dan pengembangan diri secara terpadu, keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna. 9 Tanggap terhadap Perkembangan IPTEK dan Sosial Budaya Pendidikan dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis. Implikasinya: pada manajemen pendidikan dapat memberikan pengalaman sesuai kebutuhan peserta didik
Modul GSI
yang beragam
yang berbeda untuk mengikuti dan
72
memanfaatkan
perkembangan
IPTEK
dan
seni;
pada
rancangan
pembelajaran mengacu ilmu pembelajaran yang up to date; Pada bimbingan konseling untuk menyiapkan mental peserta didik secara seimbang dan berkesetaraan dalam menyikapi perkembangan ilmu yang relevan. 9 Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan Pendidikan memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik secara seimbang dan berkesetaraan dalam memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja , khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Pengembangan kurikulum melibatkan stakeholders untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan baik dalam kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha, maupun dunia kerja. Pengembangan kurikulum dirancang dengan pengintegrasian kecakapan hidup
karena
akan memberikan manfaat pada peserta didik dalam peningkatan kualitas kehidupan mereka . 9 Pendidikan Sepanjang Hayat Pendidikan diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat . Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur unsur pendidikan formal, nonformal dan informal , dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah perkembangan manusia seutuhnya. Implikasi pada kegiatan yang dirancang dengan model model pembelajaran yang beragam yang dapat memotivasi siswa siswi secara seimbang dan berkesetaraan agar senang belajar sepanjang kehidupannya. 9 Seimbang Antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan Daerah Pendidikan dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat. berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia. Keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan yang ada di daerah dimuat dalam kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang seimbang dan berkesetaraan gender dan sosial yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah . Implikasi
Modul GSI
73
pada isi kurikulum yang membentuk kesadaran peserta didik
sebagai
warga negara yang responsif gender dan sosial dalam kerangka NKRI. 9 Karakteristik Institusional Pendidikan dikembangkan sesuai visi, misi, tujuan, kondisi dan ciri khas institusional . Krakteristik kelembagaan yang memiliki harapan kondisi institusi , kondisi
kindisi peserta didik
sesuai
dan ciri khas yang
membedakan dengan institusi yang lainnya. Implikasi pada manajemen kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan visi , misi
dan tujuan
lembaga yang tidak hanya berorientasi pada keunggulan akademis, tetapi juga berkomitmen pada orientasi pembentukan karakter yang berasaskan pada prinsip AKHLAQUL KARIMAH yang berkeadilan den berkesetaraan gender dan sosial. 9 Peningkatan Iman dan Taqwa serta Akhlak Mulia Keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Pengembangan kurikulum mencakup semua mata pelajaran untuk menunjang peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia peserta didik sebagai perwujudan visi dan misi. 9 Persatuan Nasional dan Nilai Kebangsaan Pendidikan dirancang untuk mewujudkan persatuan nasional dan nilai kebangsaan. Implikasi pada kurikulum melalui penanaman nilai nilai nasionalisme kepada
peserta didik melalui muatan kurikulum secara
terpadu sebagai upaya mempertahan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara RI. 9 Nilai Multikultural dan Sikap Toleran Persatuan Nasional dibangun berdasarkan keberagaman yang dibingkai oleh prinsip Bhineka Tunggal Ika. Lembaga pendidikan
sebagai bagian
integral dari sistem pendidikan nasional menjunjung prinsip tersebut dalam pengelolaan pendidikan dan
menghindari muatan kurikulum yang
menanamkan fanatisme agama, suku, kedaerahan, yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Implikasi pada muatan kurikulum yang diintegrasikan dengan prinsip multikultural yang dapat menumbuhkan sikap toleransi terhadap perbedaan agama/aliran, ras/suku , kelas sosial,
Modul GSI
74
gender dan difabilitas dalam mengembangkan kecakapan hidup terutama ketrampilan sosial yang terintegrasi dalam kurikulum. 9 Dinamika Perkembangan Global Pendidikan
diarahkan pada kemampuan
peserta didik
untuk dapat
bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain secara seimbang dan berkesetaraan. Implikasinya pada manajemen kurikulum yang membekali peserta didik agar dapat bersaing di dunia internasional, dan kurikulum harus selau dievaluasi dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan global. 9 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pengembangan pendidikan idealnya dimulai dari analisis konteks sosial budaya masyarakat yang paling dekat untuk mengetahui harapan, nilai nilai agama, sosial dan budaya yang dianut, dan kondisi sosial ekonominya sangat penting diketahui untuk dapat merancang kurikulum yang tepat . Masyarakat di lingkungan lembaga pendidikan yang menganut budaya patriaki dan minimnya partisipasi masyarakat terhadap pendidikan sering membawa dampak terjadinya diskriminasi sosial dan gender dan memberi peluang
terjadinya
ketidakadilan
gender
dan
sosial
telah
ikut
mempengaruhi akses anggota masyarakat untuk berpartisipasi di dunia pendidikan, untuk mengatasi kesenjangan gender dan sosial di masyarakat , implikasi kurikulumnya menerapkan kurikulum berbasis kesetaraan gender. 9 Kesetaraan Gender Pendidikan dikembangkan sesuai dengan kebijakan pemerintah Indonesia dalam Pengarus Utamaan Gender bidang pendidikan. Pengembangan pendidikan dan mangemennya berdasarkan prinsip keadilan dan kesetaraan gender dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM). Akses adalah memberikan kesempatan yang sama kepada semua stake holder, partisipasi adalah mendorong keterlibatan peserta didik secara seimbang dan setara dalam proses pembelajaran, kontrol adalah melibatkan peserta didik dan SDM lainnya scara seimbang dalam proses pengambilan keputusan, dan manfaat adalah menjamin ketercapaian hasil yang adil dalam pendidikan dan pembelajaran. Untuk mencapai keadilan dan kesetaraan. Lembaga pendidikan menerapkan manajemen inklusif gender
Modul GSI
75
dan
sosial
dengan
sedapat
mungkin
menghilangkan/meminimalisir
diskriminasi gender, dan sosial baik dari posisi subordinasi, marginalisasi, eksploitasi serta kekerasan terhadp perempuan, termasuk menghilangkan stereotipi/pelabelan negatif terhadap
suatu peran gender tertentu.
Implikasinya dengan integrasi gender pada manajemen pendidikan. 9 Wawasan Lingkungan Kerusakan lingkungan semacam pemanasan global adalah bagian dari isu internasional
yang disebabkan oleh pandangan manusia yang keliru
terhadap kehidupan ekosistem di alam semesta, telah menjadi perhatian masyarakat dunia dan Indonesia, laki laki maupun perempuan peduli terhadap kelangsungan kehidupan ekosistem di lingkungan sehari hari sehinggaa masalah lingkungan pemerintah
Indonesia
termasuk
menjadi prioritas dalam kebijakan bidang
pendidikan.
Untuk
itu
pengembangan kurikulum membawa implikasi pada kegiatan pembelajaran yang aktif, kontekstual dan kontruksivistik untuk dapat merubah persepsi peserta didik terhadap obyek eksploitasi dengan menjaga keseimbangan ekosistemnya.
Implikasi Manajemen Pendidikan Berdimensi GSI 1. SDM 9 Pimpinan yang peka 9 Pendidik yang peka dan trampil dan berkesinambungan menerapkan pembelajaran berdimensi GSI 9 Staf Pendukung yang peka kesetaraan gender dan keadilan sosial dalam pelayanan pendidikan 9 Peserta didik dan kalangan masyarakat yang menghargai perbedaan dan menerapkannya dalam atmosfir dan pergaulan pembelajaran 9 dll. 2. Sarana dan Prasarana 9 Ramah terhadap perempuan dan kelompok berkebutuhan khusus 9 Peka teradap kondisi kelompok miskin – terjangkau
dan bukan
teknologi yang rumit 9 Peka terhadap kelompok minoritas dan berbasis nilai lokal 9 Tidak menunjukkan simbol-simbol yang bertentangan dengan nilai budaya suatu kelompok tertentu (tidak bias nilai) 9 dll
Modul GSI
76
3. Kebijakan dan Penganggaran 9 Adanya dukungan kebijakan inklusif, tidak diskriminatif terhadap kelompok tertentu (seperti kelompok dengan kondisi fisik berbeda tidak bisa masuk Fakultas Tarbiyah) 9 Bila perlu ada kebijakan Afirmasi untuk kelompok perempuan, dan perempuan miskin (misalnya dosen perempuan paruh waktu atau peserta didik perempuan yang harus bekerja) 9 Dukungan anggaran untuk pengadaan parsarana yang ramah gender 9 dll 4. Kurikulum dan Atmosfir Pembelajaran 9 Media yang terakses oleh semua kelompok kondisi peserta didik 9 Model Pembelajaran aktif dan memastikan partisipasi semua kelompok 9 Pelibatan peserta didik dalam diskusi kritis – pembelajaran berbasis pada peserta didik (bukan pada guru) – sehingga memungkinkan peserta didik memiliki pandangan yang berbeda dengan pendidiknya 9 Membiasakan menggunakan bahan referensi yang beragam 9 dll
Modul GSI
77
LEMBAR POWER POINT Slide 1
PAKET 3 DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (Gender Social Inclusion – GSI) DALAM PENDIDIKAN
120 menit
1
Slide 2
Kompetensi Dasar 1.
Memahami Karakteristik Pendidikan Berdimensi GSI
2.
Mengaplikasikan konsep GSI dalam komponen manajemen pendidikan
Slide 3
Indikator 1.
Membedakan karakteristik pendidikan yang berdimensi GSI dan yang tidak
2.
Mengintegrasikan prinsip-prinsip GSI dalam SDM, Kebijakan, Sarana dan Anggaran/Pendanaan Pendidikan
3
Modul GSI
78
Slide 4
MATERI POKOK
Karateristik Pendidikan Berdimensi GSI
Integrasi Dimensi GSI dalam Komponen Manajemen Pendidikan (SDM, Kebijakan, Sarana, dan Anggaran/Pendanaan)
4
Slide 5
Metode ceramah curah pendapat bedah kasus bermain peran
Slide 6
Tanggapan dan curah pendapat y
Modul GSI
Apa pesan dari ilustrasi ini?
79
Slide 7
Penguatan
Mengapa Pendidikan Inklusif penting Terbukti memberikan manfaat yang optimum pada setiap peserta didik
Peserta didik akan lebih terbantu dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
Calon guru MI perlu dipersiapkan secara lebih baik agar dapat membimbing peserta dengan berbagai latar belakang
Slide 8
Bermain Peran Dua kelompok bermain: 1.
Kebijakan penerimaan mahasiswa – mahasiswi baru
1.
Layanan, sarana dan prasarana kampus yang tidak memertimbangkan kebutuhan perempuan (hamil), kelompok cacat dan miskin
8
Slide 9
Karakteristik Pendidikan Berdimensi GSI peserta Semua
didik itu berbeda peserta didik dapat
belajar Menyediakan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam sumber pengetahuan Mengubah sistem agar sesuai dengan peserta didik Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan
9
Modul GSI
80
Slide 10
GSI = Pendidikan Luar Biasa? Pendidikan Luar Biasa Peserta
didik Luar Biasa; persegi untuk lubang persegi; Pendidik luar biasa untuk SLB. Balok yang
Pendidikan ‘Normal’ Peserta
didik ‘normal’; lubang bundar; Pendidik ‘normal’ untuk sekolah ‘normal’ Tabung untuk
Slide 11
Identifikasi Ide Apa saja komponen manajemen pendidikan?
Manajemen Pendidikan
Slide 12 Komponen Manajemen Pendidikan GSI Kebijakan: Visi,
Kurikulum
Misi, Renstra,
SDM: Pendidik, Tenaga
Kependidikan, dan Anak Didik
Sarana dan Prasarana Budgeting
Modul GSI
81
Slide 13
Aspek-Aspek GSI Akses: Kesempatan yang sama dalam memperoleh hak-hak dasar y Partisipasi: Pelibatan yang seimbang dalam memperoleh sumber daya y Kontrol: Keterlibatan dalam pengambilan keputusan y Manfaat: Keterjangkauan untuk mendapatkan hasil yang sama dari pembangunan y
13
Slide 14
DISKUSI KELOMPOK
Dalam kelompok, peserta mendiskusikan integrasi prinsip- prinsip GSI dalam setiap komponen manajemen pendidikan dan mengisi check list yang disediakan oleh fasilitator
14
Slide 15 IMPLIKASI MANAJEMEN PENDIDIKAN BERDIMENSI GSI
SDM 9 Pimpinan yang peka 9 Pendidik yang peka dan trampil dan berkesinambungan menerapkan pembelajaran berdimensi GSI 9 Staf pendukung yang peka kesetaraan gender dan keadilan sosial dalam pelayanan pendidikan 9Peserta didik dan kalangan masyarakat yang menghargai perbedaan dan menerapkannya dalam atmosfir dan pergaulan pembelajaran 15
Modul GSI
82
Slide 16 Sarana dan Prasarana Ramah terhadap perempuan dan kelompok berkebutuhan khusus Peka teradap kondisi kelompok miskin – terjangkau dan bukan teknologi yang rumit Peka terhadap kelompok minoritas dan berbasis nilai lokal Tidak menunjukkan simbol-simbol yang bertentangan dengan nilai budaya suatu kelompok tertentu (tidak bias nilai)
16
Slide 17
Kebijakan dan Penganggaran
Adanya dukungan kebijakan inklusif, tidak diskriminatif terhadap kelompok tertentu (seperti kelompok dengan kondisi fisik berbeda tidak bisa masuk Fakultas Tarbiyah) 9 Bila perlu ada kebijakan Afirmasi untuk kelompok perempuan, dan perempuan miskin (misalnya dosen perempuan paruh waktu atau peserta didik perempuan yang harus bekerja) 9 Dukungan anggaran untuk pengadaan parsarana yang ramah gender 9
17
Slide 18
Kurikulum dan Atmosfir Pembelajaran
Media yang terakses oleh semua kelompok kondisi peserta didik Model Pembelajaran aktif dan memastikan partisipasi semua kelompok Pelibatan peserta didik dalam diskusi kritis – pembelajaran berbasis pada peserta didik (bukan pada guru) – sehingga memungkinkan peserta didik memiliki pandangan yang berbeda dengan pendidiknya Membiasakan menggunakan bahan referensi yang beragam
18
Modul GSI
83
Slide 19
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
19
Slide 20
Penutup…. “Bagaimana kebijakan pendidikan kita?” Adakah nuansa diskriminatif atau sebenarnya sebuah kebijakan afirmatif? “Apa yang bisa dilakukan untuk memastikan kebijakan pendidikan kita terkases pada semua kelompok golongan di masyarakat?” 20
Modul GSI
84
PAKET 4 INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (GSI) DALAM PERSPEKTIF ISLAM Pengantar Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin sangat menghargai berbagai keragaman,karena keragaman merupakan sebuah keniscayaan ( surat al Hujurat ayat 13). Ayat tersebut perlu dipahami secara positif bahwa keragaman dapat saling
melengkapi
berbagai
kekurangan
dari
masing-masing
individu.
Perempuan dan laki-laki diciptakan Allah untuk mendampingi lelaki, demikian juga sebaliknya. Sang Maha Pencipta, Maha Mengetahui kebutuhan perempuan dan laki-laki serta apa yang terbaik dan sesuai dengan kebutuhan
masing-
masing. Dia pula yang memberi petunjuk untuk tercapainya dambaan kedua jenis kelamin itu, antara lain berupa ketenangan dan ketentraman hidup. Hal itu seharusnya berjalan dengan baik, tetapi dalam realitas,
kedua jenis
kelamin, perempuan dan laki-laki sering tidak berjalan seiring, sehingga berakibat pada terjadinya tindak kekerasan terhadap salah satu pihak, terutama kepada perempuan. Ironisnya, tindakan itu sering dirujukkan pada teks-teks otoritatif, al-Qur’an dan hadith. Tentu saja ada sebagian masyarakat yang merujuk al-Qur’an untuk dasar tindaknnya yang tidak benar, bukan kedua sumber itu yang salah, namun lebih pada pemahamannya yang kurang tepat dan relevan. Untuk itu, merupakan keharusan untuk rethinking terhadap pahampaham tersebut, dengan maksud agar elan vital tujuan agama tidak tereduksi dan terdistorsi. Oleh karena itu, pesan Islam tentang kesetaraan sosial dan gender menjadi penting untuk disuarakan. Karena membiarkan ketimpangan gender dan sosial terus berlanjut sama saja dengan membiarkan pesan Tuhan tidak memiliki suara pada pemeluknya. Oleh karena itu, dalam modul ini, akan dibahas tentang hakikat manusia, nilai-nilai dasar sosial Islam, dan prinsip relasi gender dalam Islam.
Kompetensi Dasar Setelah mengikuti sesi, peserta diharapkan mampu memahami:
Modul GSI
85
9 Konsep hakekat manusia Sosial dalam Islam 9 Nilai-nilai dasar relasi sosial Islam 9 Prinsip relasi gender dalam Islam.
Indikator Diakhir sesi ini peserta diharapkan mampu: 9 Menjelaskan konsep hakekat manusia sosial dalam Islam 9 Mendiskripsikan nilai-nilai dasar relasi sosial Islam 9 Menjelaskan prinsip relasi gender dalam Islam.
Waktu: 120 menit Pokok Bahasan: 9 Hakekat manusia dalam Islam 9 Nilai-nilai dasar relasi sosial dalam Islam 9 Prinsip relasi gender dalam Islam Metode: 9 Ceramah 9 Curah pendapat 9 Diskusi kelompok 9 Diskusi pleno Alat dan Media: 9 LCD, Kertas Plano, Lembar kerja, Gambar, suplemen Langkah Penyajian: Pendahuluan (5’) 9 Fasilitator menjelaskan tentang tujuan kegiatan 9 Fasilitator menjelaskan materi kegiatan 9 Fasilitator menjelaskan langkah-langkah kegiatan Curpat (30’) 9 Fasilitator bertanya kepada peserta: •
Apa yang Ibu/Bpk ketahui pandangan Islam mengenai perempuan dan mengenai laki-laki?
•
Apa yang Ibu/Bpk ketahui pandangan Islam mengenai kesempatan perempuan menjadi hamba yang paling baik (lewat pendidikan dan menimba pengetahuan?
Modul GSI
86
9 Fasilitator meminta kepada peserta untuk menjawab secara bergantian antara peserta perempuan dan laki-laki, dan kemudian mencatat pokokpokok pikiran dari jawaban tersebut. 9 Fasilitator
memberi
penguatan
berdasar
masukan
tersebut
dan
menekankan bahwa Islam menorong perempuan dan laki-laki emnajdi sebaik-baik umat. Umat yang terbaik membutuhkan ilmu dan itu berarti Islam mendorong keduanya untuk mendapat pendidikan setinggi-tinggi, tanpa diskriminasi. Dispok dan presentasi (60’) 9 Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok dengan komposisi anggota relatif seimbang antara perempuan dan laki-laki dan meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan mengenai: relasi gender dalam Islam. 9 Fasilitator meminta kelompok bekerja dengan menggunakan kertas plano, yang nantinya akan dipresentasikan 9 Setelah diskusi selesai, fasilitator
meminta perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil kelompoknya secara bergiliran 9 Fasilitator melakukan perangkuman bersama peserta berdasar pokok pikiran presentasi dan ditekankan pada pandangan Islam dalam mendorong relasi berkeadilan antara perempuan dan laki-laki dan dorongan pada keduanya untuk menjadi sebaik-baik umat dengan ilmu dan pengetahuan serta amalannya, atau pemanfaatan ilmu tersbut bagi kebaikan masyarakat luas. Ini menjadi tugas setiap individu, perempuan maupun laki-laki dengan kondisi dan latar belakang sosial dan kepercayaan apapun. Penutup dan Refleksi (25’) 9 Fasilitator menanyakan, dari relasi gender menurut Islam yang telah dibincangkan, adakah hal tersebut tercermin dalam proses pelatihan yang sedang berlangsung? Misalnya: adakah semua mendapat kesempatan seimbang dalam merespon fasilitator, bagaimana tanggapan fasilitator terhadap peserta yang memiliki pandangan yang berbeda? Adakah hal tersebut juga mencerminkan situasi di institusi maupun di masyarakat? Juga bagaimana peserta memandang mereka yang tidak satu iman? 9 Fasilitator merangkum masukan tersebut. 9 Fasilitator menutup sesi dengan meminta beberapa peserta untuk memberikan pelajaran kunci dari sesi ini.
Modul GSI
87
SUPLEMEN 4: Bahan Bacaan
INKLUSI GENDER DAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Kedudukan Perempuan dan laki-laki Sama dalam Pendidikan Perbedaan gender yang melahirkan ketidakadilan bahkan kekerasan terhadap perempuan pada dasarnya merupakan kontruksi sosial dan budaya yang terbentuk melalui proses yang panjang. Namun karena konstruk sosial budaya semacam itu telah menjadi ‘kebiasaan’ dalam waktu yang sangat lama, maka perbedaan gender tersebut menjadi keyakinan dan ideologi yang mengakar dalam kesadaran masing-masing individu, masyarakat, bahkan negara. Perbedaan gender dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah dan bersifat kodrati. Dan tidak dapat disangkal bahwa salah satu penyebab yang melanggengkan konstruksi sosial budaya yang mengakibatkan ketidakadilan gender tersebut adalah pemahaman agama. Agama Islam sendiri, menempatkan perempuan dan laki-laki dalam posisi sejajar. Islam datang mendobrak budaya dan tradisi patriakhi bangsa Arab, bahkan dengan cara yang revolusioner. Tradisi Arab ketika itu secara umum menempatkan perempuan hampir sama dengan hamba sahaya dan harta benda. Mereka biasa mengubur hidup-hidup bayi perempuan, tidak memberi hak waris kepada perempuan, poligami dengan belasan istri, hak-hak perempuan, baik dalam wilayah publik maupun domestik. Islam datang dengan mengecam penguburan bayi perempuan, membatasi poligami, memberikan hak waris dan hak-hak lainnya kepada perempuan sesuai dengan fungsi dan peran sosial perempuan ketika itu. Dalam masyarakat Islam, keyakinan itu dipengaruhi dari luar Islam yang terimplementasi dalam penafsiran teks hadith yang menyatakan perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, yang diyakini sebagai sabda Nabi SAW. Hadith tersebut berbunyi: “Saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum perempuan, karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk dan bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian paling atas. Maka jika kamu berusaha untuk meluruskannya, kamu akan mematahkannya, dan jujka kamu membiarkan sebagaimana adanya, maka
Modul GSI
88
ia akan tetap dalam keadaan bengkok. Maka saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum perempauan” Sesungguhnya bila kita cermati dalil naqli atau dalil-dalil yang ada, hak yang paling penting yang diberikan Islam kepada perempuan justru adalah hak pendidikan. Dalam hal ini, jika kita melihat kembali sejarah pra Islam, kultur dan budaya masyarakat jahiliyah lah yang ingin didekonstruksi oleh Islam. Islam datang memberikan penghargaan dan kesempatan kepada perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Sebab dalam Islam kemulyaan bukan diukur pada banyaknya harta atau ukuran fisik dan kepantasan publik, tetapi justru diukur berdasarkan ketakwaan dan keilmuan. “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah [58]:11) Hal ini ditegaskan kembali oleh Nabi saw dengan menyatakan bahwa hanya dengan menuntut ilmulah kebodohan akan sirna. Dan cara melawan kebodohan itu adalah dengan membuka selebar-lebarnya peluang menuntut ilmu. Beliau juga menyatakan bahwa menuntut ilmu pada konteks ini menjadi sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umatnya, tanpa perbedaan jenis kelamin. “Menuntut ilmu adalah wajib bagi muslim laki-laki maupun perempuan” (HR. Ibnu Majah). Islam mendukung pendidikan perempuan dalam wilayah agama maupun sosial. Islam tidak mengenal prioritas sebagai laki-laki di atas perempuan sehubungan dengan
hak
pendidikan.
Laki-laki
perempuan
sama
didukung
untuk
memperoleh pendidikan. Berdasarkan paparan di atas kami menyimpulkan bahwa hak yang paling penting yang diberikan Islam kepada perempuan adalah hak pendidikan. Kultur yang diskriminatif kepada perempuan, termasuk diskrimasi terhadap hak berpendidikan dan berpengetahuan bagi perempuan.
Modul GSI
89
Manusia sebagai Hamba Allah dan sekaligus sebagai Khalifatullah Persamaan
dan
perbedaan
manusia
dengan
makhluk
lain
adalah manusia mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sedangkan binatang bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70. Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaikbaiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainnya. Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulāika kal an’ām ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ). Nilai-Nilai Dasar Relasi Sosial Dalam Islam 1. Dalam al-Qur’an Nilai-nilai dasar ajaran Islam yang bersifat universal yang semestinya menjadi rujukan dalam relasi perempuan dan laki-laki adalah: a) Tauhid, berarti mengesakan Allah. Meskipun sederhana, namun memiliki implikasi yang luas, utamanya dalam relasi perempuan dan laki-laki. Keyakinan akan keesaan Allah ini secara praktis-empirik melahirkan larangan mempertuhankan selain Allah, seperti berhala, kebesaran suku, pimpinan, penguasa dan lain-lain. Hal ini seperti tersebut dalam QS. anNisa’ [4]: 1. Keyakinan bahwa Allah itu Esa juga berarti tidak ada yang setara dengan Allah pada satu sisi dan tidak ada manusia nomor dua. Manusia adalah setara. Dengan demikian, perempuan dan laki-laki adalah
Modul GSI
90
setara. Perempuan bukan suplemen bagi laki-laki, namun ia adalah komplemen. b) setara (musawa/equal). Al-Qur’an mengajarkan bahwa antara perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama, baik dari asal-usul penciptaan maupun dari aktifitasnya. Kesetaraan itu tidak hanya dihadirkan dalam ruang privat penyembahan kepada Tuhan, tetapi juga dalam aktifitas publik, di ruang sosial politik. Kita lihat misalnya dalam an-Nahl: 97,[2]: 187. c) Persaudaraan (ukhuwwah). Karena antara laki-laki dan perempuan berasal dari asal yang sama (nafsin wahidah), mereka bukanlah saling bermusuhan. Kehidupan mereka saling melengkapi. Karena itu mereka harus saling membantu. Kehidupan mereka saling bersaudara. Sekecil mungkin, mereka harus meninggalkan pola pikir dikotomik. Perempuan lemah, laki-laki kuat dan lain sebagainya. Ayat al-Qur’an misalnya menjelaskan dalam QS. alHujurat [49]:10. d) Keadilan (‘adalah). Keadilan adalah hak dasar setiap manusia. Keadilan tidak memandang jenis kelamin apapun. Perlakuan keadilan haruslah ada pada diri setiap laki-laki maupun perempuan. Bila kita menganggap perempuan sebagai manusia, berarti ia juga memiliki hak dasar. Dan keadilan adalah hak dasar yang sama-sama dimiliki oleh mereka. Dalam kenyataan kita sering menemui, perempuan selalu menjadi objek ketidakadilan, mulai dengan alasan karena tubuh mereka yang lemah hingga ketidak mampuannya mendapatkan penghasilan yang memadai. Islam, dalam alQur’an tidak pernah Allah menjelaskan adanya pemilahan keadilan antara perempuan dan laki-laki. Allah menyamakan di antara mereka. Lihat misalnya dalam QS. an-Nahl [16]: 90. e) Moderat (tawasut). Islam adalah agama yang seimbang, tengah-tengah dan tidak ekstrim. Islam sangat menghindari dua titik ekstrim yang berbeda dalam bertindak. Ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Islam juga tidak menghendaki adanya sifat kaku. Islam mengidealkan tengah-tengah bahkan al-Qur’an menjelaskan bahwa ummat yang terbaik adalah ummat yang tengah-tengah. Nabi juga pernah menjelaskan bahwa bahwa sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah. Al-Qur’an misalnya menjelaskannya dalam QS. al-Baqarah: 143.
Modul GSI
91
f) Seimbang (tawazun). Keseimbangan adalah ciri alam ini. karena itu ia disebut sebagai makrokosmos. Keseimbangan itu juga ada pada diri manusia sebagai khalifatullah. Hilangnya keseimbangan akan memunculkan chaos (kacau). Demikian pula bila laki-laki menganggap dirinya lebih superior, sementara perempuan sebaliknya, maka akan memunculkan kekacauan. Seperti ayat-ayat lain tentang prinsip al-Qur’an tentang keadilan, prinsip keseimbangan ini juga ditekankan al-Qur’an. Adanya laki-laki adalah proses keseimbangan bagi perempuan, demikian pula adanya perempuan adalah wujud untuk menghadirkan keseimbangan itu pula. Hal seperti ditekankan al- Qur’an dalam al-Ahzab: 35. g) Penghormatan sesama (tahiyyah). Saling menghormati adalah tindakan untuk menghindari rasa prasangka antara sesama. Penghormatan adalah kata aktif untuk menunjukkan aktifitas buat orang lain. Penghormatan menunjukkan suatu aktifitas dua orang yang berlansung karena persamaan kedudukan. Tidak ada yang lebih tinggi posisinya di banding yang lain. Ia menunjukkan persamaan. Seperti prinsip lain, al-Qur’an menginginkan adanya saling menghormati dan saling memberi hormat kepada sesame manusia melampau jenis kelamin. Baik laki-laki kepada perempuan atau perempuan
kepada
laki-laki.
Al-Qur’an
membicarakan
masalah
penghormatan tersebut dalam QS. An-Nisa’:86. h) Toleran
(tasamuh).
Al-Qur’an
adalah
kitab
persatuan.
Ia
selalu
meminimalisir konflik. Karena itu, al-Qur’an mengajarkan nilai-nilai yang harus dipegangi dalam wilayah sosial. Di sisi lain, Allah menciptakan makhluk dalam berbagai ragam, plural dan tidak tunggal. Dalam relasi perbedaan tersebut, Allah mengatur bagaimana perbedaan tersebut tidak mengakibatkan konflik. Di antaranya adalah saling toleransi. Menghargai aktifitas mereka, memahami perbedaan kepentingannya dan sekaligus membantu atas kesusahan mereka. Prinsip toleransi dimunculkan al-Qur’an dalam QS. al-Mujadalah [58]: 11. i)
Saling menolong (ta’awun). Menolong dianjurkan dalam agama Islam. Baik dengan sesama muslim maupun non muslim. Tidak ada seorangpun yang hidup tanpa bantuan orang lain. Karena itu, tidak ada manusia yang hidup sendiri. Menolong dalam al-Qur’an tidak ada batasan apa pun. Baik kepada
Modul GSI
92
laki-laki atau juga kepada perempuan. Lihat misalnya dalam QS. AlMa’idah [5]: 2). j)
Pluralitas/Keragaman (ta’addud). Prinsip sosial Islam lain adalah adanya kesadaran akan pluralitas ide, kerja dan kenyataan. Pluralitas itu bersifat taken for granted. Ia terberi dan manusia tidak bisa menolaknya. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip-prinsip lain seperti penghormatan, toleransi, saling tolong menolong dan lain sebagainya. Pemahaman akan adanya pluralitas akan mendorong kita tidak bersikap menang sendiri atau memaksakan kehendak kepada orang lain. Pluralitas yang harus pula kita sadari adalah di tingkatan pembagian peran jenis kelamin. Antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an menjelaskan aspek pluralitas ini dalam alHujurat [49]: 13.
k) Anti terhadap penghinaan, pelabelan negatif (taskhir). Untuk mewujudkan masyarakat yang rukun dan damai dalam masyarakat plural, maka antara anggota masyarakat baik jenis apa pun dan kelompok apa pun tidak boleh menghina atau memberi label negatif pada orang lain. Hal ini diberikan alQur;an karena kehidupan plural memiliki potensi untuk adanya konflik. Nilai-nilai dasar ini di samping dapat dijadikan pedoman dalam relasi sosial dalam kehidupan juga dapat dijadikan pegangan terutama ketika membaca teks yang cenderung ketidakbersetaraan, baik yang ditemukan dalam al-Qur’an maupun Hadith. Dengan demikian, bila ada perbedaan terutama sebagaimana terekam dalam kitab-kitab Fiqh, maka harus dipahami bahwa teks-teks tersebut bukan ditujukan sebagai legitimasi untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan atau lainnya. 2.
Dalam al-Hadith
Banyak hadith yang menjelaskan kesamaan antara perempuan dan laki-laki. Namun, untuk meringkas kesamaan tersebut, cukup disebutkan dua hal pokok, yaitu; dalam hal menuntut ilmu dan menjadi pemimpin. Dua hal ini dipilih karena dua hal ini menjadi poros atas semuanya. a). Kesetaraan: sama-sama berkewajiban menuntut ilmu. Menuntut ilmu dan hak atas pengetahuan tidak dikhususkan oleh Rasullullah hanya bagi kaum
Modul GSI
93
laki-laki. Hal ini dimaksudkan karena peran perempuan dan laki-laki saling melengkapi. Kuat di satu sisi, tetapi lemah di sisi lain, tentu yang terjadi adalah ketidakseimbangan. Nabi Muhammad menjelaskan: ”Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap umat Islam laki-laki dan umat Islam perempuan” Di hadith lain, Nabi juga menyatakan: ”Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.” Hadith terakhir tidak secara tegas menyebut jenis kelamin, tetapi menggunakan dhomir (kata ganti) umum yang mencakup di dalamnya perempuan dan laki-laki. Para penganut bahasa yang kaku barangkali berargumen bahwa kata ganti dalam teks tersebut adalah kata ganti untuk laki-laki karena kata ganti perempuan seharusnya adalah uthlubna bukan uthlubu, karena itu, hadith ini khusus buat laki-laki. Kekakuan bahasa demikian ditepis dengan argumentasi kebahasaan pula, bahwa dalam tradisi bahasa Arab ada yang disebut dengan babu al-taqhlib (materi bahasa tentang memasukkan unsur lain ke dalam satu kata). Kata itu, bisa masuk dalam materi ini, yaitu memasukkan kaum perempuan ke dalam satu kata ini, sebagaimana kita sering menyebut kata assalamu’alaikum yang juga digunakan untuk perempuan, padahal kata itu menggunakan kata ganti laki-laki. b). Kesamaan kesempatan menjadi pemimpin.
Banyak orang menyatakan
bahwa perempuan tidak layak jadi pemimpin karena Nabi telah menggariskan kepemimpinan perempuan akan membawa masyarakat yang tidak makmur bahkan kehancuran. Hadith tersebut adalah: “Tidak akan beruntung sebuah kaum yang mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seorang perempuan.” (H.R. Bukhari). Hadith ini banyak dipahami secara tekstual tanpa melihat latar historis yang melatari hadith ini. Hadith ini sebenarnya menceritakan sejarah Nabi yang mengirimkan surat kepada Raja Persia untuk diajak masuk Islam, tetapi Raja
Modul GSI
94
tersebut menolak ajakan Nabi bahkan merobek surat Nabi. Nabi sebagai manusia biasa namun memiliki kelebihan meramalkan bahwa Kerajaan tersebut akan hancur karena dipimpin oleh perempuan. Beberapa tahun kemudian ternyata benar apa yang diprediksi oleh Nabi, bahwa di kerajaan tersebut terjadi pemberontakan sehingga tidak memiliki anak laki-laki sebagai pewaris kerajaan. Anak perempuan lah akhirnya yang menjadi raja. Namun, anak perempuan tersebut tidak memiliki kemampuan sama sekali. Dan benar, kerajaan tersebut hancur. Hadith ini berarti harus dilokalisir pada poros dan tempatnya. Ia tidak bisa digunakan secara general. Kalau pun toh harus digunakan, maka ia akan memiliki makna tersembunyi. Yaitu, perempuan akan bisa sukses menjadi pimpinan bila ia memiliki keahlian dan kemampuan dalam memimpin. Hadith ini berarti pula tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa laki-laki khusus (tertentu) sajalah yang menjadi pemimpin. Berarti pula bahwa perempuan khusus (tertentu) juga bisa menjadi pemimpin. Dalam sejarah, Allah menceritakan: “Sesungguhnya Aku (Hud) menjumpai seorang perempuan (ratu Bilqis dari negeri Saba’) yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (Q.S. al-Naml (27):23. Prinsip Relasi Gender dalam Islam a) Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai hamba Allah, sebagaimana ditegaskan dalam QS. adz-Dzāriāt [51]: 56 Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Keduanya memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal yakni manusia yang bertakwa. Manusia yang bertakwa itu tidak mengenal perbedaan jenis kelamin, kelompok, etnis dan lain-lain. b) Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai khalifah Allah sebagaimana ditegaskan QS. al-An’ām [6]: 165 dan al-Baqarah [2]: 30. Kata khalifah dalam al-Qur’an tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Perempuan dan laki-laki memiliki fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas
Modul GSI
95
kekhalifahannya di bumi dan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. c) Perempuan dan laki-laki sama-sama menerima perjanjian primordial sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-A’rāf [7]: 172. Menurut Fakhir al-Razi, tidak ada seorang manusia lahir di muka bumi yang tidak berikrar akan keberadaan Allah, dan ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat. d) Laki-laki (Adam) dan perempuan (Hawa) sama-sama terlibat aktif dalam peristiwa drama kosmis, sebagaimana terekam dalam banyak ayat seperti QS. al-Baqarah [2]: 35, Q.S. al-A’raf [7]:20, 22,23 dan QS. al-Baqarah [2]: 187, Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitasnya, mendapat kualitas godaan yang sama dari syaithon, memakan buah khuldi dan menerima akibatnya yaitu jatuh ke bumi, memohon ampun dan sama-sama diampuni Allah, sama-sama mengembangkan keturuanan dan saling melengkapi. e) Perempuan dan laki-laki berpotensi yang sama dalam meraih prestasi sebagaimana terdapat dalam QS. Āli ‘Imrān [3]: 195, an-Nisā’ [4]: 124, anNahl [16]: 97 dan Ghāfir [40]: 40. Ayat-ayat tersebut di atas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa potensi individual, baik dalam bidang spritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Dalam al-Qur’an, suami-istri disebut dengan zauj yang berarti pasangan. Pasangan yang ideal bukan pasangan yang sub-ordinatif, tapi pasangan yang komplement dan simetris. Oleh karena itu dalam al-Qur’an ditemukan fakta citra perempuan ideal. Citra Perempuan Ideal dalam Al-Qur’an a) Memiliki kemandirian politik (al-istiqlāl as-siyāsy) seperti dalam QS. alMumtahanah: 12 dan an-Naml: 23) yang menjelaskan tentang penguasa Saba’, Ratu Bilqis. Dalam sebuah hadith dijumpai riwayat yang dikeluarkan Bukhori yang isinya secara zahir bertentangan dengan ayat tersebut. Hadith tersebut artinya:
Modul GSI
96
'Usman Ibn al-Haisam meriwayatkan kepada kita dari riwayat ' Auf dari alHaisam dari Abi Bakrah. Abu Bakrah berkata : Pada waktu terjadi perang Jamal (antara kelompok Ali r.a dan kelompok 'Aisyah r.a) Allah benar-benar telah memberikan manfaat kepada saya dengan satu kalimat yang pernah saya dengar dari Rasulullah SAW, ketika itu hampir saja saya bergabung dengan kelompok 'Aisyah dan berperang bersama mereka. Abu Bakrah kemudian berkata : Ketika sampai berita kepada Rasulullah SAW bahwa Penduduk Persia mamberikan tampuk kerajaan kepada anak perempuan dari Kisra (yang meninggal dunia), Rasulullah bersabda : Tidak akan beruntung suatu kaum yang memberikan kekuasaan pemerintahannya kepada seorang perempuan. Mayoritas ulama memahami haditht tersebut secara tekstual, sehingga secara normatif perempuan dilarang menjadi pemimpin. Namun, menurut Muhammad al-Ghazali dan Fatimmah Mernisse hadith tersebut matn-nya tidak diterima karena bertentangan dengan surat al-Naml tersebut. Dari dua pertentangan tersebut tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an yang melarang seorang perempuan menjadi pemimpin. Hadith tersebut harus diterjemahkan secara khusus sesuai dengan asbab al-wurud yaitu berkaitan dengan perempuan yang tidak memiliki kemampuan memimpin negeri. Al-Qur’an menceritakan bahwa ratu Bilqis karena memiliki kapasitas dan kapabilitas
dia
layak
menjadi
pemimpin
dan
berhasil
membawa
kemakmuran bagi rakyatnya sehingga jabatan pemimpin tidak berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan tetapi berkaitan dengan kapasitas dan kemampuan yang harus dimiliki. b) Memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlāl al-iqtisādy) seperti dalam QS. anNahl: 97) yang menggambarkan sosok gadis peternak yang gigih bekerja sebagaimana disaksikan Musa di Madyan (QS. al-Qoshos: 23). Terbentuknya kemandirian perempuan dapat dicapai melalui pendidikan kewirausahaan yang diwujudkan dalam kegiatan mengelola barang atau jasa. Pada tahap awal seorang perempuan tidak serta merta menjadi pengusaha yang besar, namun melalui perjuangan panjang dan optimisme.
Modul GSI
97
Wirausahawan/wati adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan menciptakan sistem bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru ataupun dapat dilakukan dalam organisasi bisnis yang sudah ada. Seorang wirausahawan adalah orang yang kreatif dan enovatif, dapat melihat adanya
peluang
kemudian
menciptakan
sebuah
organisasi
untuk
memanfaatkan peluang tersebut. Kejelian dalam melihat setiap peluang usaha akan sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam memulai usaha baru. Profil
perempuan
mandiri
adalah
mampu
memecahkan,
mengatasi
permasalahan secara mandiri, tidak tergantung pada orang lain. Pendidikan kewirausahaan telah membekali perempuan dalam kecakapan berwirasusaha baik soft components kepribadian meliputi (1) kemandirian, (2) kepemimpinan, (3) kejujuran, (4) rasa percaya diri, (5) kemampuan mengatasi masalah (6) tidak mudah putus asa. Sedangkan hard component praktek langsung mengelola usaha. c) Memiliki kepribadian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi (al-istiqlāl as-syakhsy) yang diyakini kebenarannya, sungguhpun harus menghadapi suami seperti terekam dalam QS. at-Tahrīm: 11-12. Perempuan dibenarkan menyuarakan
kebenaran
dan
melakukan
gerakan
oposisi
terhadap
kebobrokan institusi negara (QS. at-Taubah: 21). Bahkan al-Qur’an menyerukan ‘perang’ terhadap negeri yang menindas kaum perempuan (QS. an-Nisā’: 5). Sebab perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama untuk menjadi khalifah (QS. an-Nahl: 97).
Penutup Secara umum, al-Qur’an dan al-Hadith selalu berbicara keseimbangan dalam ranah sosial. Sesama manusia tidak ada kasta. Yang menentukan posisi dan derajat mereka adalah kualitas ketakwaan. Antar manusia harus ada keadilan, persamaan, kebebasan, saling bermusyawarah dan juga kasih sayang. Karena itu, dalam tradisi pengambilan kesimpulan hukum dari kedua sumber itu harus mempertimbangkan lima dasar pokok ajaran yaitu menjaga harta, jiwa, agama, keturunan dan akal. Lima dasar itu disebut dengan dhoruriyyatul khomsi. Lima dasar itu tidak dihalangi oleh sekat-sekat apapun, baik kasta, suku, ras dan apalagi jenis kelamin. Diantara ranah sosial itu adalah relasi antara jenis kelamin perempuan dan lakilaki. Bila dalam ranah sosial secara umum saja, agama Islam, melalui al-Qur’an
Modul GSI
98
dan Hadith, tidak mengakui adanya diskrimansi dan pembedaan, maka, seperti itu pulalah dalam relasi jenis kelamin ini. Namun, bila ditemui adanya bias atau ketimpangan relasi, maka sesungguhnya itu bukanlah murni yang dikehendaki oleh Islam. Karena kita tahu, bahwa dua sumber tersebut memerlukan interpretasi-interpretasi untuk bisa dan mudah dipahami. Dalam usaha interpretasi ini seringkali para ahli tafsir dan para ahli hukum fiqh tidak bisa melepaskan diri diri, mengikuti Heidegger, dari being and time (ruang dan waktu) serta for structure of understanding (suasana atau latar sosial yang pernah dialaminya). Masyarakat yang patriarkhis serta memposisikan perempuan kelas nomer dua akan menciptakan pemikir-pemikir yang patriarkhis pula. Di atas semua itu, inti yang harus dipegang adalah bahwa semua makhluk Tuhan memiliki posisi dan peran masing-masing dalam fungsi keseimbangan alam dan bukan melumpuhkan posisi dan peran makluk lain. Memposisikan perempuan pada posisi objek belaka dan mensubordinasikannya berarti melumpuhkan keseimbangan yang digariskan Tuhan tersebut.
Modul GSI
99
LEMBAR POWER POINT Slide 1
PAKET 4 GSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM 120 menit
Slide 2
Kompetensi Dasar Peserta mampu menjelaskan pandangan
Islam mengenai perempuan dan laki-laki
Peserta mampu menjelaskan pandangan
Islam mengenai kesempatan pendidikan bagi perempuan dan laki-laki Peserta mampu menjelaskan nilai-nilai dasar interaksi sosial Islam Peserta menjelaskn prinsip relasi gender dalam Islam
Slide 3
Materi Pokok Hakekat Islam mengenai
perempuan dan laki-laki dan implikasinya dalam meperoleh pendidikan Nilai-nilai dasar interaksi sosial Islam Prinsip relasi gender dalam Islam
Modul GSI
100
Slide 4
Metode Ceramah Curah pendapat Diskusi kelompok Diskusi pleno
Slide 5
Curah pendapat (15’) y
Apa yang Ibu/Bpk ketahui mengenai pandangan Islam terhadap perempuan dan laki-laki?
y
Apa yang Ibu/Bpk ketahui mengani pandangan Islam terhadap kesempatan memperoleh pendidikan bagi perempuan dan laki-laki?
Slide 6
Islam memandang …. Perempuan
dan laki-laki sederajad dan ditentukan taqwanya Keduanya didorong untuk menjadi hamba yang paling baik dan sebaik-baik makhluk ciptaan Untuk mencapainya, keduanya harus menguasai ilmu Keduanya didorong untuk mendapatkan pendidikan sebaik-baiknya Jadi Islam tidak diskriminatif
Modul GSI
101
Slide 7
Dispok dan presentasi (60’) Peserta dikelompokkan secara acak dengan komposisi campuran anggota. Masing-masing kelompok diminta mengindentifakasi nilai-nilai dasar interaksi sosial Islam yang diambil dari: 1. al Qur’an 2. al Hadith
Slide 8
Penguatan (30’) `
Nilai-nilai Dasar Relasi Sosial Islam Dalam al Qur’an:
1. Tauhid (QS. an-Nisa’ [4]: 1) 2. Keadilan (‘adalah) (QS. an-Nahl [16]: 90) 3. Kesetaraan (musawaa) (an-Nahl: 97,[2]: 187) 4. Persaudaraan (ukhuwwah) (QS. al-Hujurat
[49]:10)
5. Moderat (tawaasuth) (QS. al-Baqarah: 143) 6. Toleran (tasaamuh{) (QS. al-Mujadalah[58]:
11)
Slide 9 Penghormatan (tahiyyah) (QS. An-Nisa’:86) 8. Seimbang (tawaazun)(al-Ahzab: 35) 9. Saling menolong (ta’aawun) (QS. AlMa’idah [5]: 2) 10. Anti kekerasan dan Pengrusakan (mashlahah)(QS. Al-Anfal [8]:1; al-Maidah [32]: 32) 11. Pantang menghina, merendahkan atau memberi label negatif (taskhi
Modul GSI
102
Slide 10 y
Nilai-nilai Dasar Relasi Sosial Islam dalam al Hadith: 1. Kesetaraan: Sama-sama berkewajiban menuntut ilmu. 2. Kesamaan kesempatan menjadi pemimpin
Slide 11
Refleksi Peserta (10’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
11
Slide 12
Penutup…. “Islam tidak diskriminatif, implementasi nilainya yang sering kali membutuhkan pemikiran kritis’ “Keadilan gender dan inklusi sosial dijamin dalam Islam dalam hak hidup dan menajdi umat terbaik dengan berbekal pendidikan” 12
Modul GSI
103
PAKET 5 MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERDIMENSI GENDER SOSIAL INKLUSI (GSI) Pengantar Pembelajaran di setiap lembaga pendidikan dibutuhkan pengaturan yang dikenal dengan manajemen pembelajaran agar implementasi pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuannya. GSI merupakan salah satu paradigma yang harus dimasukkan dalam pembelajaran agar tercipta keadilan dan kesetaraan pembelajaran bagi semua masyarakat (baik bagi laki-laki, perempuan, cacat, miskin, berbagai suku, berbagai warna kulit, dan status ekonomi). Agar di semua lembaga pendidikan melaksanakan pembelajaran inklusif sosial dan gender, maka diperlukan paradigma gender dan sosial inklusi (GSI) dalam manajemen pembelajaran agar di setiap langkah manajemen pembelajaran (perencanaan, pelaksanaan dan montoring dan evaluasi serta pelaporan) tidak terlepas dari paradigma inklusi gender dan sosial (GSI). Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka disusun modul ini.
Dengan
mempelajari modul ini, para peserta diharapkan mampu memahami dan mengembangkan manajemen pembelajaran berdimensi GSI sesuai dengan perkembangan jaman menuju masyarakat pendidikan yang berkeadilan dan berkesetaraan.
Kompetensi Dasar Diakhir sesi paket ini peserta diharapkan mampu memahami: 9 Prinsip-prinsip GSI dalam manajemen pembelajaran 9 Upaya-upaya untuk mewujudkan manajemen pembelajaran berdimensi GSI 9 Unsur-unsur manajemen pembelajaran di setiap Lembaga Pendidikan yang berdimensi GSI. Indikator: Di akhir sesi dari paket ini diharapkan peserta mampu:
Modul GSI
104
9 Menjelaskan prinsip-prinsip GSI dalam menajemen pembelajaran 9 Mengidentifikasi
upaya-upaya
untuk
mewujudkan
manajemen
pembelajaran yang berdimensi GSI 9 Mengidentifikasi
unsur-unsur
manajemen
pembelajaran
di
setiap
Lembaga Pendidikan yang berdimensi GSI
Waktu: 90 menit Pokok Bahasan: 9 Prinsip-prinsip manajemen pembelajaran berdimensi GSI 9 Upaya-upaya dalam mewujudkan manajemen pembelajaran berdimensi GSI 9 Unsur-unsur manajemen pembelajaran berdimensi GSI
Metode Ceramah, curah pendapat, penguatan oleh fasilitator, diskusi kelompok, presentasi, refleksi
Alat dan Media White board, Spidol/ boardmarker, Hand out, Kertas plano, Tayangan power point, Lembar kerja
Langkah Penyajian: Pemahaman tentang GSI dalam manajemen pembelajaran (20’) 9 Fasilitator
melakukan
apersepsi
tentang
GSI
dalam
manajemen
pembelajaran (10’). Peserta (1 perempuan dan 1 laki-laki) diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat tentang manejemen GSI dalam pembelajaran dengan jalan peserta berbicara sedangkan pemateri menulis di kertas plano. 9 Fasilitator memberikan penguatan singkat tentang GSI dalam manajemen pembelajaran (10’) 9 Fasilitator menjelaskan tentang manajemen GSI dalam pembelajaran Diskusi kelompok /Dispok I (20’) 9 Fasilitator membagi kelompok sesuai dengan kesepakatan
Modul GSI
105
9 Masing-masing kelompok mendiskusikan tentang upaya-upaya serta unsur manajemen pembelajaran responsif GSI di lembaga masingmasing, dan menuliskan hasilnya di kertas plano (10’) 9 (Masing-masing kelompok melakukan belanja/shoping hasil kerja kelompok lain dengan cara mencatat hasil shopping sebagai bahan diskusi untuk sesi berikutnya dan memberi komentar atau saran pada hasil kerja kelompok lain (10’) 9 (Satu kelompok ditunjuk untuk mempresentasikan hasil diskusi dan shopping sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan dan saran (10’) Diskusi Kelompok/Dispok II (10 menit) Tiap-tiap kelompok melakukan cek list pada form yang sudah disediakan, upaya-upaya yang sudah dilakukan dalam manajemen pembelajaran yang berdimensi GSI Penguatan hasil dispok (10’) 9 Fasilitator membagikan suplemen ke semua peserta 9 Peserta membandingkan hasil kerja kelompok dengan materi 9 Fasilitator memberikan penguatan Dispok mengenai pengisian cek List manajemen pembelajaran berdimensi GSI (10’) Penutupan/penguatan akhir dan refleksi (10 menit)
Modul GSI
106
SUPLEMEN 5: Bahan Bacaan Manajemen Pembelajaran dengan dimensi GSI: MP GSI merupakan pengembangan konsep manajemen pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan dengan: model manajemen pembelajaran yang memberikan akses, partisipasi , kontrol, manfaat yang sama pada semua peserta didik dalam belajar dengan mengakomodir perbedaan konstruksi gender dan sosial mereka dalam masyarakat.
Prinsip-prinsip Manajemen Pembelajaran berdimensi GSI Model pembelajaran berdimensi GSI menekankan pentingnya pengintegrasian gender dan sosial dalam pengelolaan pembelajaran sebagai sarana terciptanya keadilan gender sosial dalam proses tersebut. Prinsip-prinsip manajemen pembelajaran menyangkut 3 aspek yaitu: 1. perencanaan 2. pelaksanaan 3. monitoring dan evaluasi serta pelaporan Prinsip-prinsip
manajemen
pembelajaran
berdimensi
GSI,
jika
mampu
memfasilitasi seluruh pebelajar memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM) yang sama dalam belajar dengan mengakomodir perbedaan konstruksi gender dan sosial mereka dalam masyarakat agar tercapai keadilan dan kesetaraan gender dan sosial. APKM dalam manajemen pembelajaran meliputi: 9 Akses :kesempatan yang sama dalam memperoleh hak-hak dasar pembelajaran. Misalnya peluang untuk menggunakan media 9 Partisipasi:pelibatan yang seimbang dalam memperoleh sumber daya di pembelajaran. Misalnya partisipasi dalam memberikan gagasan 9 Kontrol:keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam pembelajaran, seperti memutukan bahwa model pemnelajaran yang sesuai 9 Manfaat:keterjangkauan dalam mendapatkan hasil yang sama dari pembelajaran. Artinya setiap fihak mendapatkan seoptimal mungkin komptensi
Modul GSI
107
Upaya untuk mewujudkan manajemen pembelajaran berdimensi GSI Untuk mewujudkan manajemen pembelajaran berdimensi GSI harus diupayakan melalui 3 prinsip yaitu perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan yang mencerminkan APKM yang adil dan setara. Form Program Kerja Form RAPBM Bidang Kurikulum Form Struktur Kurikulum Form Distribusi Tugas Mengajar Form Pengaturan Jam Belajar Distribusi Tugas Jabatan Struktural Perencanaan Kurikulum
Form Program Kerja Form Kalender Pendidikan
Perencanaan
Form Analisis Hari Efektif
Pembelajaran
Form Pembagian Kelas Form Jadwal Pelajaran Format PENENTUAN KKM form Telaah Buku Format Prota Perencanaan Pembelajaran
Format PROSEM Form Silabus Format RPP Format ATP Form Organisasi Kelas Format Jurnal Harian kelas
Pelaksanaan Pembelajaran
Format catatan harian kelas Form Jurnal BKS Form Jurnal & Presensi Remidi Model SOP Manajemen Kelas FORMAT_Buku NILAI Form Pantau REMIDI Format Kisi-Kisi
Kontroling, Monitoring dan Pelaporan
FORM analisis soal ulangan harian Model grafik daya serap Form Analisis Butir soal Form Kriteria Kenaikan kelas
Modul GSI
108
LEMBAR POWER POINT
Slide 1
Paket 5 GSI DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN 90 menit
Slide 2
KOMPETENSI DASAR Prinsip-prinsip GSI dalam manajemen pembelajaran y Mengidentifikasi upaya-upaya dalam mewujudkan Manajemen Pembelajaran yang berdimensi GSI y Mengidentifikasi unsur-unsur manajemen pembelajaran yang berdimensi GSI di masing-masing lembaga pendidikan y
Modul GSI
109
Slide 3
MATERI POKOK y Prinsip-prinsip manajemen
pembelajaran berdimensi GSI dalam mewujudkan Manajemen Pembelajaran berdimensi GSI y Unsur-unsur manajemen pembelajaran berdimensi GSI y Upaya-upaya
Slide 4
Metode 1. Ceramah 2. Curah pendapat 3. Diskusi kelompok 4. Presentasi. 5. Refleksi
Slide 5
Curah Pendapat Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang
manajemen pembelajaran MP berdimensi GSI?
Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang
prinsip-prinsip manajemen pembelajaran berdimensi GSI?
Modul GSI
110
Slide 6
Manajemen Pembelajaran BERDIMENSI GSI ? y
Model manajemen pembelajaran yang memberikan akses, partisipasi , kontrol, manfaat yang sama pada semua peserta didik dalam belajar dengan mengakomodir perbedaan konstruksi gender dan sosial mereka dalam masyarakat.
6
Slide 7 Pembelajaran yang efektif Mengembangkan
potensi siswa dan Memberdayakan Berpusat pada siswa - siswi Membentuk watak atau karakter Mendorong siswa untuk belajar Empat (4) pilar pendidikan (Learning to know, learning to do, learning to live together, learning to be) Membudayakan
Slide 8
PRINSIP-PRINSIP GSI DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN pengintegrasian gender dan sosial dalam pengelolaan pembelajaran
IMPLEMENTASI
PERENCANAAN PELAKSANAAN MONITORING, EVALUASI & PELAPORAN AKSES, PARTISIPASI, KONTROL, MANFAAT
KEADILAN DAN KESETARAAN PEMBELAJARAN BAGI SEMUA YANG BERDIMENSI GENDER DAN SOSIAL
Modul GSI
111
Slide 9
DISKUSI KELOMPOK dan presentasi 20’ PESERTA MENGIDENTIFIKASI MASALAH & KEBUTUHAN SERTA UNSUR-UNSUR DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERDIMENSI GSI 9
Slide 10
Penguatan ASPEK
UPAYA
UNSUR-UNSUR MANAJEMEN
Perencanaan Kurikulum yang berdimensi GSI berdimensi GSI Kalender akademik/Prota/Promes berdimensi GSI Silabus yang berdimensi GSI SAP/RPP yang berdimensi GSI
Guru dan personal lembaga Pendidikan inklusif gender sosial ,Stakeholder, biaya
Pelaksanaan Model SOP manajemen kelas berdimensi berdimensi GSI GSI Tata tertib kelas yang non diskriminatif Organisasi kelas Jurnal kelas Jurnal harian kelas/Catatan harian kelas
Pengambil kebijakan di lembaga pendidikan, Peran Dosen/Guru Pendamping (pendidik khusus/guru bayangan) inklusif gender sosial, biaya, media pembelajaran, metode GSI.
Monitoring dan Kriteria penilaian berdimensi GSI Evaluasi Kriteria kelulusan berdimensi GSI berdimensi GSI
Dosen/Guru yang inklusif gender sosial, biaya
Pelaporan KHS atau Transkrip yang berdimensi GSI berdimensi GSI
Dosen/Guru, pemerintah Orang tua inklusif gender sosial, biaya
Slide 11
DISPOK (10 menit) MASING-MASING KELOMPOK YANG BERASAL DARI LEMBAGA PENDIDIKAN YANG SAMA MELAKUKAN PENGISIAN CEK LIST PADA FORM-FORM MANAJEMEN PENGELOLAAN YANG SUDAH DILAKUKAN DI LEMBAGA MASING-MASING DENGAN MERUJUK PADA FORM MADRASAH
Modul GSI
112
Slide 12
Penguatan Akhir KESIMPULAN DARI CEK LIST DI LEMBAGA PENDIDIKAN PESERTA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERDIMENSI GSI
12
Slide 13
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
13
Modul GSI
113
PAKET 6 STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN DIMENSI GENDER SOSIAL INKLUSI (GSI) Pengantar Istilah strategi dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Strategi memiliki kemiripan dengan pendekatan, model, metode ataupun teknik pembelajaran. Oleh karena itu, paket ini secara spesifik
membahas
tentang: konsep dan teori strategi pembelajaran, baik secara umum maupun secara khusus tentang strategi pembelajaran berdimensi GSI, karakteristik serta contoh-contoh strategi pembelajaran berdimensi GSI. Proses
pembelajaran
sebagai
suatu
aktivitas
yang
mempunyai
tujuan,
memerlukan suatu strategi. Apabila strategi dikaitkan dengan aktivitas pembelajaran, maka strategi belajar dapat diartikan sebagai segala upaya peserta dalam
belajar untuk tercapainya
perubahan
pada dirinya,
baik yang
berhubungan dengan ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sedangkan strategi pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh fasilitator dalam melaksanakan aktivitas pengajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran berdimensi GSI adalah segala upaya
yang
dilakukan
oleh
fasilitator
dalam
melaksanakan
aktivitas
pengajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tanpa membedakan status, karakter, kemampuan, dan jenis kelamin. Dalam
sesi
ini
para
peserta
diharapkan
mampu
memahami
dan
mengembangkan strategi pembelajaran berdimensi GSI dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan kewajiban profesi yang disandangnya di dalam masyarakat. Untuk mengantar peserta mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka peserta harus memahami dengan benar konsep dan teori yang menyangkut strategi
pembelajaran secara umum dan yang berdimensi GSI,
karakteristik serta model-model strategi pembelajaran berdimensi GSI yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan landasan teoritis yang ada, diharapakan dapat memilih dan mempraktekkan berbagai alternatif strategi dalam pelaksanaan pembelajaran.
Modul GSI
114
Kompetensi Dasar: Setelah akhir sesi ini, diharapkan peserta dapat: 9 memahami pengertian strategi pembelajaran secara umum; 9 memahami pengertian strategi pembelajaran berdimensi GSI; 9 mengidentifikasi karakteristik strategi pembelajaran yang berdimensi GSI; 9 menerapkan beberapa strategi pembelajaran berdimensi GSI.
Indikator Setelah akhir sesi ini diharapkan peserta mampu: 9 membedakan strategi pembelajaran yang tidak berdimensi GSI dan yang berdimensi GSI; 9 mengidentifikasi dan menjelaskan karakteristik strategi pembelajaran berdimensi GSI; 9 menerapkan beberapa strategi pembelajaran berdimensi GSI.
Waktu: 120 menit Pokok Bahasan 9 Pengertian Strategi Pembelajaran 9 Pengertian Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI 9 Karakteristik Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI 9 Contoh-Contoh Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI
Alat dan Media 9 Komputer/Laptop 9 LCD 9 Spidol/Kertas Plano 9 Hand-out Pelatihan
Metode Pelatihan 9 Ceramah 9 Curah pendapat 9 Diskusi kelompok, diskusi pleno 9 Demonstrasi dan Refleksi
Modul GSI
115
Langkah Penyajian Pendahuluan (15’): 9 Fasilitator membuka sesi dengan memberikan salam, menjelaskan tentang kompetensi dasar dan indikator yang hendak dicapai serta pokok bahasan yang akan disajikan. 9 Fasilitator
memberikan
mengungkapkan
pemikiran
kesempatan (curah
kepada
pendapat)
peserta
untuk
mengenai
strategi
pembelajaran secara umum dan bagaimana komponen GSI masuk di dalamnya.
Fasilitator menuliskan pokok pikiran dari pernyataan
peserta. 9 Fasilitator merangkum dan memberikan penguatan berdasar masukan peserta tersebut dengan penekanan pada pembedaan strategi dengan mempertimbangkan keberagaman kondisi dan kebutuhan peserta didik yang disebut GSI. Diskusi Kelompok dan Diskusi Pleno (20’): 9 Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok campuran untuk mendiskusikan karakteristik-karakteristik stragei pembelajaran yang berdimensi GSI Presentasi dan Diskusi Pleno (35): 9 Fasilitator meminta perwakilan setiap kelompok untuk kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara 9 Setelah semua kelompok selesai presentasi, fasilitator meminta tanggapan dan masukan dari kelompok lain. 9 Fasilitator mencatat pokok pikiran dari hasil diskusi pleno ini dan memberikan penguatan dan rangkuman dengan penekanan pada beberapa contoh. Demonstrasi (40’) 9 Fasilitator meminta beberapa peserta untuk mendemonstrasikan beragam contoh strategi pembelajaran yang menunjukkan salah satu komponen atau dimensi GSI 9 Fasilitator meminta tanggapan peserta lain mengenai contoh demonstrasi tersebut 9 Fasilitator mengakhiri kegiatan ini dengan penekanan pada contoh yang dimainkan dan beberapa alternatif pengembangan.
Modul GSI
116
Penutup (10’): 9 Fasilitator meminta beberapa peserta untuk menanggapi keseluruhan proses dan hasil dari pembahasan sesi ini. 9 Fasilitator menutup sesi dengan kembali menguatkan dengan penekanan pada contoh, sehingga timbul pemikiran bahwa memasukkan dimensi GSI sangat mungkin dilakukan dan bermanfaat bagi perbaikan proses belajar mengajar.
Modul GSI
117
SUPLEMEN 6: Bahan Bacaan
Pengertian Strategi Pembelajaran Di bawah ini akan diuraikan definisi tentang strategi pembelajaran dari beberapa ahli: •
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
•
Kozma (dalam Sanjaya, 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
•
Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan caracara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran yang dimaksud meliputi: sifat, lingkup dan urutan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
•
Dick dan Carey (dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau kumpulan kegiatankegiatan belajar yang atau digunakan oleh guru dalam rangka membentuk peserta didik hanya terbatas pada prosedur atau tahapan belajar saja, melainkan termasuk kepada peserta didik.
•
Croppper (dalam Wiryawan dan Noorhadi, 1998) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Ia menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang ingin diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktekkan.
Pengertian Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI Proses
pembelajaran
memerlukan
suatu
sebagai strategi.
suatu Bila
aktivitas strategi
yang
mempunyai
dikaitkan
dengan
tujuan, aktivitas
pembelajaran, maka strategi belajar dapat diartikan sebagai "segala upaya
Modul GSI
118
peserta dalam belajar untuk tercapainya perubahan pada dirinya, baik yang berhubungan dengan ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik". Sedangkan strategi pembelajaran adalah :"segala upaya yang dilakukan oleh fasilitator dalam
melaksanakan
aktivitas
pengajarannya
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan". Adapun strategi pembelajaran berdimensi GSI adalah : "segala upaya yang dilakukan oleh fasilitator dalam melaksanakan aktivitas pengajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tanpa membeda-bedakan status, karakter, kemampuan dan jenis kelamin". Strategi pembelajaran berdimensi GSI adalah suatu sistem pembelajaran yang sensitif gender dan menyeluruh yang terdiri atas sejumlah komponen, yakni komponen masukan (input), komponen proses, dan komponen produk (output). Komponen masukan terdiri atas sejumlah kemampuan peserta, baik laki-laki maupun perempuan, dengan berbagai kemampuan dasar yang telah dimilikinya (entry behaviour), sumber yang terdiri dari alat, perlengkapan, fasilitas, ruangan, sumber biaya dan informasi. Komponen proses terdiri atas program pengajaran, metode, teknik bimbingan, prosedur evaluasi, strategi perbaikan yang mempertimbangkan aspek-aspek kesetaraan gender. Komponen produk terdiri atas perilaku peserta yang telah diperbaiki atau dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, yaitu pembelajaran yang sensitif gender. Secara operasional, ada lima variabel (unsur) utama yang berperan dalam proses pembelajaran yakni: (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pembelajaran, (3) metode dan teknik pembelajaran, (4) peserta dan fasilitator, dan (5) logistik (penunjang); yang kesemuanya diberikan kepada peserta dengan hak yang sama tanpa membedakan status, karakter, kemampuan maupun jenis kelamin peserta. Dengan demikian maka strategi pembelajaran dengan dimensi GSI pada dasarnya adalah tindakan nyata dari fasilitator untuk melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif, efisien dan tidak bias gender. Oleh karena itu, strategi pembelajaran berdimensi GSI dapat diartikan sebagai "pola-pola umum kegiatan fasilitator dan peserta dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran yang sensitif gender untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan".
Modul GSI
119
Karakteristik Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI Hamidah (2008) mengemukakan karakteristik strategi pembelajaran berdimensi GSI adalah sebagai berikut: 1. Berpusat pada Peserta Didik; peserta didik perempuan dan laki-laki secara setara aktif dalam mengemukakan gagasan, bertanya, dan mengkritisi gagasan yang lain tanpa perasaan minder (inferior) atau lebih hebat (superior). 2. Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik; mengembangkan kreativitas peserta didik perempuan dan laki-laki, mampu menciptakan dan mengembangkan gagasan tanpa
dibatasi
oleh
peran-peran baku
(stereotype), misalnya: partisipasi dalam pelajaran tidak didominasi anak laki-laki. Anak perempuan dan laki-laki diharapkan mampu berpikir mengkaitkan dengan apa yang dialami. 3. Menciptakan Kondisi yang Menyenangkan; menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang. Peserta didik perempuan dan laki-laki dapat menciptakan rasa saling menghormati, menghargai teman yang berbeda jenis kelaminnya. Keduanya aktif mengkritisi gagasan yang berbeda karena perbedaan pengalaman sebagai laki-laki dan sebagai perempuan. 4. Kontekstual; peserta didik perempuan dan laki-laki memiliki peluang untuk
dapat
menghubungkan
materi
pelajaran
dengan
konteks
kehidupannya. Keduanya mampu membedakan perbedaan kondisi sebagai anak laki-laki dan anak perempuan akibat konstruksi sosial. Fasilitator memfasilitasi peserta didik perempuan dan laki-laki tanpa diskriminatif untuk membangun sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari. 5. Menyediakan Pengalaman yang Beragam; fasilitator mampu menfasilitasi cara belajar peserta didik perempuan dan laki-laki secara beragam, karena keduanya mempunyai pengalaman perlakuan yang berbeda akibat konstruksi sosial. 6. Belajar melalui Berbuat; peserta didik laki-laki maupun perempuan mampu mencoba dan melakukan sendiri hal yang sedang dipelajari. Fasilitator memberikan kesempatan dan peran yang sama kepada keduanya. Jika partisipasi keduanya tidak seimbang maka guru mampu mendorong peserta didik laki-laki atau perempuan yang kurang aktif dan tertinggal.
Modul GSI
120
7. Menemukan/Inkuiri; peserta didik perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan yang sama, dan aktif mengajukan pertanyaan, membuat dugaan, mengumpulkan data-data serta mengambil kesimpulan; 8. Kooperatif
dan
Kompetitif;
terdapat
kelompok-kelompok
yang
anggotanya terlibat aktif dalam bertukar gagasan dan pemecahan masalah bersama antara peserta didik perempuan dan laki-laki (bila kelas dicampur) atau antarpeserta didik. Keduanya mampu bekerjasama tanpa ada subordinasi dan marjinalisasi jenis kelamin tertentu. Fasilitator mampu mendorong peserta didik
perempuan dan laki-laki berlomba
untuk maju, dan terampil memadukan strategi pembelajaran kompetitif dan kooperatif. 9. Pemodelan; diupayakan ada contoh, model, peragaan atau demonstrasi yang dapat memudahkan peserta didik perempuan dan laki-laki memahami konsep. Pemodelan menghindari pelabelan (stereotype), dan substansinya tidak bias gender. 10. Refleksi dan Evaluasi; pada akhir pembelajaran fasilitator memberikan kesempatan yang sama berdasarkan peserta didik perempuan dan lakilaki untuk mengungkapkan hal yang dipahami dan memberikan masukan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan. Fasilitator melakukan penilaian pada peserta didik perempuan dan laki-laki dengan instrumen dan kriteria penafsiran yang sama.
Contoh-Contoh Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI Model-model strategi pembelajaran berikut ini adalah beberapa contoh strategi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yang berdimensi GSI. Model strategi tersebut sebenarnya bukan model yang sama sekali baru tetapi merupakan modifikasi model strategi yang sudah ada sebelumnya dengan mempertimbangkan komponen-komponen yang terkandung dalam GSI. A. Strategi “Power of Two” (Kekuatan Dua Orang) Aktivitas
pembelajaran
ini
digunakan
untuk
mendorong
pembelajaran
kooperatif yang sensitive gender dan memperkuat pentingnya serta manfaat sinergi, yaitu dua kepala lebih baik daripada hanya satu kepala. Prosedur : 1. Ajukan satu atau lebih pertanyaan yang menuntut perenungan dan pemikiran. Beberapa contoh di antaranya seperti berikut :
Modul GSI
121
•
Mengapa terjadi perbedaan paham dan aliran di kalangan ummat Islam?
•
Mengapa peristiwa dan kejadian buruk menimpa orang-orang baik?
•
Apa arti khusyu’ yang sebenarnya?
2. Peserta diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara individual yang memberikan kesempatan yang sama antara peserta perempuan dan laki-laki. 3. Setelah semua peserta menjawab dengan lengkap semua pertanyaan, mintalah mereka untuk berpasangan dan saling bertukar jawaban satu sama lain dan membahasnya. 4. Mintalah pasangan-pasangan tersebut membuat jawaban baru untuk setiap pertanyaan, sekaligus memperbaiki jawaban individual mereka. 5. Ketika semua pasangan menulis jawaban-jawaban baru, bandingkan jawaban setiap pasangan di dalam kelas.
B. Strategi ”Question Students Have” (Pertanyaan yang Dimiliki oleh Peserta) Strategi belajar ini merupakan cara yang aman untuk mengetahui kebutuhan dan harapan-harapan peserta. Strategi ini merupakan cara yang dapat mendatangkan partisipasi peserta melalui tulisan daripada secara lisan. Prosedur : 1. Bagikan secarik kertas kosong kepada peserta. 2. Setiap peserta diminta untuk menuliskan pertanyaan yang mereka miliki tentang materi pelajaran atau tentang situasi kelas yang sedang berlangsung (nama peserta tidak ditulis). Sebagai contoh, seorang peserta mungkin bertanya, “Apa perbedaan antara tafsir dan ta’wil?” atau “Apa yang dimaksud dengan Ikhtiyar?” 3. Edarkan kertas tersebut searah jarum jam. Ketika setiap kertas tersebut diedarkan kepada peserta berikutnya, dia harus membaca dan memberikan tanda centang (√) pada kertas yang berisi pertanyaan yang juga menjadi pembacanya. 4. Ketika masing-masing kertas sudah kembali pada pemiliknya, setiap orang telah membaca semua pertanyaan yang muncul di dalam kelas. Sampai di sini responlah pertanyaan ini dengan (a) segera memberikan jawaban yang singkat, (b) menunda pertanyaan kemudian pada waktu yang tepat dalam pelajaran, atau (c) memberi tahu mereka bahwa tidak menjawab semuanya (janjikan respon secara personal di luar kelas bila memungkinkan).
Modul GSI
122
5. Mintalah beberapa peserta untuk secara suka rela berbagi penjelasan tentang pertanyaan mereka sekalipun tidak menerima tanda centang (√) terbanyak. 6. Kumpulkan
kertas
tersebut
karena
mungkin
di
dalamnya
ada
pertanyaan yang mungkin akan direspons pada materi yang akan datang.
C. Strategi ”Card Sort” (Pemilihan Kartu) Strategi ini merupakan kegiatan kolaboratif yang biasa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta tentang obyek, atau mereviu informasi. Gerakan fisik yang dominan dalam strategi ini dapat membantu mendinamisasi kelas yang kelelahan. Prosedur : 1. Kartu indeks yang berisi informasi atau contoh yang tercakup dalam satu atau lebih kategori dibagikan kepada setiap peserta. Berikut beberpa contohnya: •
Karakteristik hadith sahih
•
Nomina, verba, adverbial, dan preposisi
•
Ajaran Mu’tazilah
2. Peserta diminta untuk bergerak dan berkeliling di dalam kelas untuk menemukan kartu dengan kategori yang sama. (Fasilitator sebelumnya dapat mengumumkan kategori tersebut atau membiarkan peserta menemukannya sendiri). 3. Peserta dengan kategori yang sama diminta untuk mempresentasikan kategori masing-masing di dalam kelas. 4. Seiring dengan presentasi dari tiap-tiap kategori tersebut, peserta diberi butir-butir penting berkaitan dengan materi pembahasan. Variasi : 1. Setiap kelompok diminta untuk menjelaskan kategori yang mereka selesaikan. 2. Pada awal kegiatan bentuklah beberapa tim. Tiap tim berilah satu set kartu yang sudah diacak sehingga kategori yang mereka sortir tidak tampak. Setiap tim diminta menyortir kartu-kartu tersebut ke dalam kategori-kategori tertentu. Setiap tim memperoleh nilai untuk setiap kartu yang disortir dengan benar.
Modul GSI
123
D. Strategi “Active Debate” (Debat Aktif) Debat bisa menjadi satu metode berharga yang dapat mendorong pemikiran dan perenungan, terutama kalau peserta diharapkan mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinannya sendiri. Strategi ini merupakan strategi yang secara aktif melibatkan setiap peserta di dalam kelas, bukan hanya para pelaku debatnya. Prosedur : 1. Kembangkan sebuah pernyataan kontroversial yang berkaitan dengan materi pelajaran, misalnya “Tidak ada keharusan mendirikan Negara Islam”. 2. Bagilah kelas menjadi dua bagian, yakni kelompok “pro” dan “kontra”. 3. Berikutnya, buatlah dua hingga empat subkelompok dalam masingmasing kelompok debat. Misalnya, dalam kelas dengan 24 orang peserta, fasilitator dapat membagi kelompok ”pro” dan ”kontra” yang masingmasing terdiri atas empat orang. Setiap sub kelompok diminta untuk mengembangkan argumen yang mendukung masing-masing posisi atau menyiapkan urutan daftar argument yang biasa mereka diskusikan dan seleksi. Pada akhir diskusi, setiap sub kelompok memilih seorang juru bicara. 4. Siapkan dua hingga empat kursi (tergantung pada jumlah sub kelompok yang ada) untuk para juru bicara pada kelompok “pro” dengan jumlah kursi yang sama untuk kelompok kontra. Peserta lainnya duduk di belakang para juru bicara. Mulailah perdebatan dengan para juru bicara mempresentasikan pandangan mereka. Proses ini disebut dengan argumen pembuka. 5. Setelah mendengarkan argumen pembuka, hentikan perdebatan dan kembali ke subkelompok. Setiap subkelompok mempersiapkan argument untuk menyanggah argument pembuka dari kelompok lawan. Setiap subkelompok memilih juru bicara yang baru (yang belum pernah bertindak sebagai juru bicara). 6. Lanjutkan kembali perdebatan. Juru bicara yang saling berhadapan diminta untuk memberikan sanggahan argumen. Ketika perdebatan berlangsung, peserta lainnya didorong untuk memberikan catatan yang berisi usulan argumen atau bantahan. Mintalah mereka untuk bersorak atau bertepuk tangan untuk masing-masing argumen dari para wakil kelompok.
Modul GSI
124
7. Pada saat yang tepat akhiri perdebatan. Tidak perlu menentukan kelompok mana yang menang. Kemudian, buatlah kelas dengan posisi melingkar. Pastikan bahwa kelas terintegrasi. Untuk itu, mereka diminta duduk berdampingan dengan mereka yang berada di kelompok lawan. Diskusikan pengalaman
tentang
sesuatu
perdebatan
yang tersebut.
dapat
dipelajari
Mintalah
peserta
peserta
dari untuk
mengidentifikasi argumen yang paling baik menurut mereka.
E. Strategi “Contextual Teaching and Learning (CTL)” (Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual) CTL adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh peserta yaitu pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam CTL pengetahuan diperoleh secara deduktif artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. Prosedur : Pendahuluan : 1. Fasilitator menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari. 2. Fasilitator menjelaskan prosedur CTL: •
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah peserta.
•
Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi; misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke pasar tradisional, dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan.
•
Melalui observasi, peserta ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan di pasar-pasar tersebut.
3. Fasilitator melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap peserta.
Kegiatan Inti ☼ Di lapangan:
Modul GSI
125
1. Peserta melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian tugas kelompok. 2. Peserta mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. ☼ Di dalam kelas: 1. Peserta mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing. 2. Peserta melaporkan hasil diskusi. 3. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kelompok lain.
Penutup 1. Dengan bantuan fasilitator, peserta menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai. 2. Fasilitator menugaskan peserta untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “pasar”.
Modul GSI
126
LEMBAR POWER POINT
Slide 1
Paket 6 Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI (120’)
www.themegallery.com
Slide 2 Kompetensi Dasar Memahami
pengertian strategi pembelajaran secara umum; Memahami pengertian strategi pembelajaran berdimensi GSI; Mengidentifikasi karakteristik strategi pembelajaran yang berdimensi GSI; Menerapkan beberapa strategi pembelajaran berdimensi GSI.
Modul GSI
127
Slide 3 Langkah-Langkah Kegiatan
PENDAHULUAN
BRAIN STORMING
DISKUSI KELOMPOK
10’
25’
45’
DEMONSTRASI
25’
PENGUATAN
15’
Slide 4 POKOK BAHASAN Pengertian Strategi Pembelajaran Pengertian Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI Karakteristik Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI Contoh-Contoh Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI
Slide 5 METODE
Modul GSI
Ceramah Curah Pendapat Diskusi Kelompok dan diskusi pleno Demonstrasi
128
Slide 6
Curah Pendapat Apa yang
bapak ibu pahami tentang strategi pembelajaran?
Bagaimana strategi
pembelajaran yang mempertimbangkan keberagaman siswa-siswi di kelas (GSI)?
Slide 7 Strategi Pembelajaran Berdimensi GSI pola-pola umum kegiatan fasilitator dan peserta dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran yang sensitif gender untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan“ suatu sistem pembelajaran yang sensitif gender dan menyeluruh yang terdiri atas sejumlah komponen, yakni komponen masukan (input), komponen proses, dan komponen produk (output)
Slide 8
Diskusi Kelompok Klp.1: mendiskusikan strategi pembelajaran secara umum (tidak berdimensi GSI) Klp. 2: mendiskusikan strategi pembelajaran berdimensi GSI Klp. 3: mendiskusikan karakteristik strategi pembelajaran berdimensi GSI
Modul GSI
129
Slide 9
Demonstrasi Peserta mendemonstrasikan contohcontoh strategi pembelajaran berdimensi GSI dengan dipandu oleh fasilitator.
Slide 10
Variabel Pembelajaran
Tujuan Materi Metode/Teknik Peserta dan fasilitator Logistik (penunjang)
Slide 11 Karakteristik Pembelajaran ber-GSI
Modul GSI
Berpusat pd peserta didik Mengembangkan kreativitas peserta didik Menciptakan kondisi yang menyenangkan Kontekstual Menyediakan pengalaman yang beragam Belajar melalui berbuat Menemukan/Inkuiri Kooperatif dan kompetitif Pemodelan Refleksi dan evaluasi
130
Slide 12
Contoh 1. Strategi “Power of Two” (Kekuatan Dua Orang) 2. Strategi “Question Students Have” (Pertanyaan yg Dimiliki oleh Siswa) 3. Strategi “Card Sort” (Pemilihan Kartu) 4. Strategi “Active Debate” (Debat Aktif) 5. Strategi “Contextual Teaching and Learning” (Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual)
Slide 13
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
13
Modul GSI
131
PAKET 7 PENERAPAN DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (GSI) DALAM RENCANA PELAKASANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Pengantar: Tujuan pembelajaran RPP Berdimensi GSI adalah agar peserta belajar dapat: (1) menjelaskan hakekat RPP Ber-GSI, (2) menjelaskan arti penting RPP Ber-GSI, (3) menjelaskan komponen-komponen RPP Ber-GSI, dan (4) menjelaskan langkahlangkah penyusunan RPP Ber-GSI. Tujuan pembelajaran yang dibuat diperuntukkan bagi semua warga belajar. Tanpa memandang jenis kelamin, suku, agama, status sosial ekonomi, dan apapun yang melekat secara kodrati pada semua orang. Termasuk di sini misalnya, tidak perlu membedakan antara orang OBK (Orang Berkebutuhan Khusus) dengan orang tidak OBK, dst.
Kompetensi Dasar: 9 Merumuskan pengertian, kebermaknaan, komponen, karakteristik, dan langkah-langkah penyusunan RPP ber-GSI.
Indikator: 9 Peserta (perempuan dan laki-laki) dapat menjelaskan pengertian RPP ber-GSI. 9 Peserta (perempuan dan laki-laki) dapat menjelaskan kebermaknaan RPP ber-GSI. 9 Peserta (perempuan dan laki-laki) dapat menyusun komponen RPP berGSI. 9 Peserta (perempuan dan laki-laki) mampu mengidentifikasi komponen RPP ber-GSI.
9 Peserta latih (perempuan dan laki-laki) mampu
merumuskan
langkah-langkah penyusunan RPP ber-GSI. Waktu : 120 menit Pokok Bahasan: 9 Pengertian RPP ber-GSI
Modul GSI
132
9 Pentingnya RPP ber-GSI 9 Karakteristik RPP Ber- GSI 9 Komponen RPP ber GSI 9 Langkah-langkah penyusunan RPP ber-GSI
Alat dan Media: LCD, papan flip chart, spidol, lembar kerja
Metode: Ceramah, curah pendapat, FGD, Shopping Idea, diskusi pleno
Langkah Penyajian Pengantar (5’) 9 Fasilitator membuka proses pembelajaran dengan salam dan doa, menjelaskan keseluruhan sesi ini. Curah Pendapat Brainstorming (30’)’ 9 Fasilitator memnita pendapat peserta mengenai pengertian RPP ber-GSI. 9 Fasilitator mencatat masukan dari peserta dan menggunakannya untuk merangkum dan memberikan penekanan pada makna RPP dengan dimensi GSI Telaah Model (30’) 9 Fasilitator membagi peserta ke dalam 3 kelompok 9 Fasilitator menugaskan masing-masing kelompok untuk mendiskusikan beberapa topik yang sudah ditentukan. kelompok I mendiskusikan tentang komponen-komponen RPP ber-GSI, kelompok II mendiskusikan tentang karakteristik RPP ber-GSI, dan kelompok III mendiskusikan langkah-langkah penyusunan RPP ber-GSI. 9 Fasilitator membagikan contoh RPP ber GSI kepada masing-masing kelompok untuk ditelaah. 9 Masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusi kelompoknya ke dalam kertas plano Shopping Idea (15’) 9 Setiap kelompok mencermati dan memberikan komentar terhadap hasil rumusan kelompok lain. Pleno (30’) 9 Fasilitator melengkapi (konfirmasi) tentang komponen yang belum jelas
Modul GSI
133
tentang karakteristik
RPP ber-GSI serta menjelaskan langkah-langkah
penyusunan RPP ber-GSI. Refleksi 10’ 9 Fasilitator meminta dua orang peserta (satu laki-laki dan satu perempuan) untuk menyimpulkan komponen dan karateristik RPP ber-GSI.
Modul GSI
134
SUPLEMEN 7.1: Bahan Bacaan Pengertian RPP ber-GSI: RPP ber-GSI adalah proses perencanaan pembelajaran yang seluruh aspeknya ( sekurang-kurangnya: tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar) menjamin dan mencerminkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama bagi semua peserta didik, tanpa memandang perbedaan jenis kelamin dan perbedaan-perbedaan sosial yang melekat secara kodrati pada peserta didik. RPP dimaksud disusun oleh guru secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Komponen RPP ber-GSI Dari sisi struktur, tidak ada perbedaan antara komponen RPP ber-GSI dengan komponen RPP yang tidak ber-GSI. Yang berbeda bahwa dalam seluruh komponen RPP ber-GSI mencerminkan adanya penghargaan dan penyediaan ruang yang cukup bagi semua peserta didik (tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun) untuk mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama pada dan dalam seluruh komponen RPP yang dibuat. Berikut adalah komponen-komponen RPP pada umumnya, yang secara otomatis merupakan komponen RPP ber-GSI: 1. Identitas mata pelajaran, meliputi: a.
satuan pendidikan,
b.
kelas,
c.
semester,
d.
program studi,
e.
mata pelajaran atau tema pelajaran,
f.
jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Modul GSI
135
merupakan
kualifikasi
kemampuan
minimal
peserta
didik
yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. 3. Kompetensi dasar, adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. 4. indikator pencapaian kompetensi, adalah
perilaku
yang
dapat
diukur
dan/atau
diobservasi
untuk
menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 5. tujuan pembelajaran, menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. 6. materi ajar, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. 7. alokasi waktu, ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. 8. metode pembelajaran, digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar
peserta didik mencapai kompetensi dasar atau
seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. 9. kegiatan pembelajaran : a. Pendahuluan Pendahuluan
merupakan
kegiatan
awal
dalam
suatu
pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. b. Inti
Modul GSI
136
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang
yang
cukup
bagi
prakarsa,
kreativitas,
dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. c. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut. 10. Penilaian hasil belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian yang ber GSI 11. Sumber belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Sesuai dengan kepentingan perempuan dan lakilaki dan dapat diakses oleh semua pihak.
MATERI PEMBELAJARAN BER-GSI Materi pembelajaran yang dibuat harus materi yang inklusi gender dan inklusi sosial. Materi yang dapat dikatakan sosial dan gender inklusif adalah materimateri pembelajaran yang tidak netral gender dan tidak bias gender dan bias sosial. Materi netral gender adalah materi pembelajaran yang menyamakan secara membabi buta anak laki-laki dan anak perempuan, contoh: pada mata pelajaran olah raga: siswa-siswi mengikuti lomba lari 100 meter dalam satu kelompok, materi ini tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan kemampuan fisik dan psikis kodrati yang dimiliki anak laki-laki dan anak perempuan. Materi netral sosial adalah materi yang tidak memperhatikan perbedaan kemampuan peserta didik berbasis perbedaan sosial, semisal, perbedaan kelompok anak-anak dengan kelompok remaja dan orang dewasa, kelompok masyarakat kaya dan miskin, dst.
Modul GSI
137
Materi yang bias gender dan bias sosial adalah materi yang dapat mendiskreditkan jenis kelamin tertentu, suku tertentu, agama dan ras tertentu, kelas-tingkat sosial serta, materi-materi yang bersifat streotype. METODE PEMBELAJARAN BER-GSI Metode pembelajaran disesuaikan dengan karakter peserta didik, materi ajar, dan tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran yang dipilih adalah metode pembelajaran yang memungkinkan: a. Terciptanya suasana kelas yang menyenangkan semua siswa-siswi; b. Terciptanya keaktifan yang sama antara siswa-siswi c. Terciptanya krativitas yang sama antara siswa-siswi d. Semua siswa-siswi efektif dalam mencapai komptensi pembelajaran. SARANA DAN MEDIA PEMBELAJARAN Sarana dan media pembelajaran disesuaikan dengan karaktersitik materi ajar, tujuan pengajaran, dan metode pembelajaran. Sarana dan media pembelajaran ber-GSI minimal apabilai: (1) Sarana dan media pembelajaran yang dibuat dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua siswa-siswi secara proporsional. (2) sarana dan media pembelajaran yang dibuat tidak bias gender. Contoh dalam pemilihan gambar-gambar, alat peraga, jangan samapai ada kencederungan dan dominasi pada dan oleh jenis kelamin tertentu dan atau oleh kelompok tertentu. WAKTU Waktu yang disediakan disesuaikan dan mempertimbangkan kemampuan dan kondisi-kondisi objektif, spesifik, latar belakang peserta didik multi sosial dan jenis kelamin. EVALUASI PEMBELAJARAN BER-GSI Evaluasi pembelajaran diarahkan untuk menilai komptensi siswa-siswi dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik, spritualitas, dan emosionalitas. Evaluasi pembelajaran dilakukan kepada semua peserta belajar secara proporsional, sesuai dengan kondisi objektif dan kodrati peserta belajar. Dalam lomba lari maraton umpamanya, peserta belajar perempuan dan laki-laki harus dievaluasi
Modul GSI
138
secara sendiri-sendiri-sendiri, seperti halnya juga pada anak-anak yang cacat dan tidak cacat, anak yang sakit dan anak-anak yang sehat. REFERENSI BER-GSI Dari aspek gender referensi yang dipergunakan harus diupayakan seimbang, antara referensi yang ditulis oleh tokoh-tokoh perempuan dan tokoh-tokoh lakilaki pada bidangnya. Dari aspek sosial inklusi: referensi yang dipilih seimbang antara yang ditulis oleh tokoh berbagai lapisan sosial, tokoh politik, tokoh agama, suku, barat, timur, dan timur tengah. Sehingga telaahan tersebut betulbetul akomodatif dan multi perspektif. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RPP BER-GSI 1. Memperhatikan perbedaan individu semua peserta didik RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal,
tingkat
intelektual, minat, motivasi
belajar,
bakat,
potensi,
kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. 2. Mendorong partisipasi aktif semua peserta didik Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. 3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis untuk semua peserta didik. Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. 4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut untuk semua peserta didik. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. 5. Keterkaitan dan keterpaduan RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
Modul GSI
139
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh peserta didik. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RPP Pembuatan RPP ber-GSI diawali dengan mencermati kurikulum mata pelajaran dan silabus. Mengungkapkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan RPP ber-GSI, contohnya: menyebutkan siswa-siswi, ini ibu budi,ini bapak budi/ ini ibu ani,ini bapak ani. Memastikan bahwa dalam RPP yang dibuat, siswasiswi dapat memperoleh akses yang sama, partisipasi yang sama, kontrol yang sama dalam proses peembelajaran, dan pada akhirnya siswa laki-laki dan siswa perempuan mendapat manfaat yang sama dari proses pembelajaran yang akan dilakukan. Langkah-langkah minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimulai dari
mencantumkan Identitas RPP, Tujuan
Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian.
Setiap komponen
mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan. Penjelasan tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut. 1. Mencantumkan Identitas Terdiri dari: Nama sekolah, Mata Pelajaran, Kelas, Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu. Hal yang perlu diperhatikan adalah : a. RPP boleh disusun untuk satu Kompetensi Dasar. b. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (Standar kompetensi – Kompetensi Dasar – Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terkait tidak dapat dipisahkan) c. Indikator merupakan: 9 ciri perilaku (bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi dasar 9 penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Modul GSI
140
9 dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah. 9 rumusannya menggunakan kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. 9 digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. d. Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam
satu atau beberapa kali pertemuan bergantung
pada kompetensi dasarnya. 2. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Output (hasil langsung) dari satu paket kegiatan pembelajaran. Misalnya: Kegiatan pembelajaran:
”Mendapat informasi tentang sistem peredaran
darah pada manusia”. Tujuan
pembelajaran,
boleh
salah
satu
atau
keseluruhan
tujuan
pembelajaran, misalnya peserta didik dapat: 9 mendeskripsikan mekanisme peredaran darah pada manusia. 9 menyebutkan bagian-bagian jantung. 9 merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman sekelasnya. 9 mengulang kembali informasi tentang peredaran darah yang telah disampaikan oleh guru. Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga tiap pertemuan dapat memberikan hasil. 3. Menetukan Materi Pembelajaran Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran,
dapat diacu dari
indikator. Contoh: Indikator: Peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan. Materi pembelajaran: Ciri-Ciri Kehidupan: Nutrisi,
bergerak,
bereproduksi,
transportasi,
regulasi,
iritabilitas,
bernapas, dan ekskresi.
Modul GSI
141
4. Menentukan Metode Pembelajaran Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih. Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik: 9 Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses, kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya. 9 Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inkuiri, observasi, tanya jawab, e-learning dan sebagainya. 5. Menetapkan Kegiatan Pembelajaran Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: Kegiatan Pendahuluan
Orientasi: memusatkan perhatian peserta didik pada materi yang akan dibelajarkan,
dengan
cara
menunjukkan
benda
yang
menarik,
memberikan illustrasi, membaca berita di surat kabar, menampilkan slide animasi dan sebagainya.
Apersepsi: memberikan persepsi awal kepada peserta didik tentang materi yang akan diajarkan.
Motivasi: Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari gempa bumi, bidang-bidang pekerjaan berkaitan dengan gempa bumi, dsb.
Pemberian Acuan: biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.
Pembagian kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman
belajar
(sesuai
dengan
rencana
langkah-langkah
pembelajaran).
Modul GSI
142
Kegiatan Inti Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui peserta didik untuk dapat mengkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar peserta didik dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan indikator. Untuk memudahkan, biasanya kegiatan inti dilengkapi dengan Lembaran Kerja Siswa (LKS), baik yang berjenis cetak atau noncetak. Khusus untuk pembelajaran berbasis ICT yang online dengan koneksi internet, langkah-langkah kerja peserta didik harus dirumuskan detil mengenai waktu akses dan alamat website yang jelas. Termasuk alternatif yang harus ditempuh jika koneksi mengalami kegagalan. Kegiatan penutup
Guru mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman/simpulan.
Guru memeriksa hasil belajar peserta didik. Dapat dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan atau meminta peserta didik untuk mengulang kembali simpulan yang telah disusun atau dalam bentuk tanya jawab dengan mengambil ± 25% peserta didik sebagai sampelnya.
Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar kelas, di rumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan.
Langkah-langkah pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan. Memilih Sumber Belajar Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan bahan ajar yang sebenarnya.
Modul GSI
143
Jika menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu. Jika menggunakan bahan ajar berbasis ICT, maka harus ditulis nama file, folder penyimpanan, dan bagian atau link file yang digunakan, atau alamat website yang digunakan sebagai acuan pembelajaran. Menentukan Penilaian Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai.
Modul GSI
144
SUPLEMEN 7.1. CONTOH RPP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas, Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Alokasi Waktu
: ................................... : ................................... : ................................... : ................................... : ................................... : ................................... : ..... x ... menit (… pertemuan)
B. Tujuan Pembelajaran C. Materi Pembelajaran D. Metode Pembelajaran E. Kegiatan Pembelajaran Langkah-langkah :
Pertemuan 1 Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Penutup Pertemuan 2 Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Penutup Pertemuan 3. dst F. Sumber Belajar G. Penilaian Mengetahui Kepala Sekolah...................,
.................................. NIP. NIP.
Modul GSI
Guru Mata Pelajaran,
............................
145
LEMBAR POWER POINTS
Slide 1
PAKET 7 PENERAPAN DIMENSI GSI DALAM RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (120’)
Slide 2 KOMPETENSI DASAR
Modul GSI
Peserta didik (laki-laki dan perempuan) dapat menyusun komponen RPP ber-GSI. Peserta didik (laki-laki dan perempuan) dapat Merumuskan Karakterisitik RPP yang ber-GSI.
146
Slide 3 INDIKATOR
Peserta didik (laki-laki dan perempuan) mampu menyusun komponen RPP ber-GSI. Peserta didik Merumuskan Karakterisitik RPP yang ber-GSI
Slide 4 MATERI POKOK
KOMPONEN RPP
BER-GSI KARAKTERISTIK RPP BER-GSI
4
Slide 5
METODE
Curah pendapat Penguatan oleh fasilitator Diskusi kelompok Presentasi. Refleksi
5
Modul GSI
147
Slide 6 PENGERTIAN RPP INKLUSIF GENDER Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) inklusif gender adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran inklusif gender untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus inklusif gender. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. 6
Slide 7
Slide 8
Mempertimbangkan pengalaman peserta didik laki-laki dan perempuan agar dapat menarik minat dan motivasi dalam belajar Diakses semua peserta didik (perempuan dan laki-laki) dengan beragam kondisi sosial Urutan tujuan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi Ada keterkaitan antar tujuan dengan KD dan SK Tidak bias baik secara substansi dan bahasa
ALUR PENGEMBANGAN RPP
SK dan KD SILABUS RPP 8
Modul GSI
148
Slide 9
KOMPONEN RPP
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok
Media Perkuliahan
Langkah perkuliahan (kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan penutup, evaluasi, dan tindak lanjut)
9
Slide 10
BAHAN AJAR a. Sesuai dengan potensi peserta didik laki-laki maupun perempuan dengan segala kondisi sosial b. Relevan dengan karakteristik daerah c. Sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik laki-laki maupun perempuan d. relevan dengan kebutuhan peserta didik laki-laki maupun perempuan dan tuntutan lingkungan e. bermanfaat bagi peserta didik laki-laki maupun perempuan
Slide 11
BAHAN AJAR f. Sesuai dengan struktur keilmuan
g. Aktual, dalam, dan luas h. Sesuai dengan alokasi waktu i. Ilustrasi (baik substansi, bahasa, alur cerita) menampilkan beragam peran perempuan dan lakilaki dan tidak stereotipi, serta menampilkan solusi kreatif yang bermanfaat bagi keduanya. j. Menampilkan peran dan kontribusi laki-laki dan perempuan secara seimbang dalam pembangunan bangsa. k. Membangun konsep diri pada peserta didik laki-laki maupun perempuan
Modul GSI
149
Slide 12 l. Menggambarkan kesetaraan dan keadilan antara perempuan & laki-laki di dalam memperoleh akses, partisipasi dan manfaat dalam berbagai segi kehidupan serta penguasaan terhadap sumbersumber teknologi dan informasi m. Kalimat/ teks dan gambar yang digunakan tidak memberikan tidak melanggengkan nilai-nilai stereotipi dan memarginalkan laki-laki dan perempuan secara kualitatif maupun kuantitatif n. Bahan ajar yang menggambarkan potret perempuan & laki-laki yang dinamis dalam konteks budaya yang relevan.
Slide 13
METODE/STRATEGI Selain mengacu pada ketentuan pengembangan kegiatan pembelajaran di silabus, secara operasional mengacu pada hal-hal di bawah ini.
Slide 14 y
Modul GSI
Kontekstual dan pakem dengan karakteristik sebagai berikut. 1. Berpusat pada peserta didik
Peserta didik laki-laki dan perempuan secara setara aktif dalam mengemukakan gagasan, bertanya, dan mengkritisi gagasan yang lain tanpa perasaan minder (inferior) atau lebih lebat (superior)..
2. Mengembangkan Kreativitas peserta didik
Mengembangkan kreativitas peserta didik laki-laki dan perempuan mampu menciptakan dan mengembangkan gagasan tanpa dibatasi oleh peran-peran baku (stereotype), misalnya: partisipasi dalam pelajaran tidak didominasi anak lakilaki. Anak laki-laki dan perempuan diharapkan mampu berpikir mengkaitkan dengan apa yang dialami
150
Slide 15
Slide 16
3.
Menciptakan kondisi yang menyenangkan
Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang. Peserta didik laki-laki dan perempuan dapat menciptakan rasa saling menghormati, menghar-gai teman yang berbeda jenis kelaminnya. Keduanya aktif mengkritisi gagasan yang ber-beda karena perbedaan pengalaman sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.
4.
Kontekstual
Peserta didik laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk dapat menghubungkan materi pelajaran dengan konteks kehidupannya. Keduanya mampu membedakan perbedaan kondisi sebagai anak laki-laki dan anak perempuan akibat konstruksi sosial. Guru memfasilitasi peserta didik laki-laki dan perempu-an tanpa diskriminatif untuk membangun sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari
5.
Menyediakan pebgalaman yang beragam
Guru mampu menfasilitasi cara belajar peserta didik laki-laki dan perempuan secara beragam, karena keduanya mempunyai pengalaman perlakuan yang berbeda akibat konstruksi sosial
6.
Belajar melalui berbuat
7.
Menemukan/ inkuiri
Peserta didik laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama, dan aktif mengajukan pertanyaan, membuat dugaan, mengumpulkan datadata serta mengambil kesimpulan
8.
Kooperatif dan kompetitif
Terdapat kelompok-kelompok yang anggotanya terlibat aktif dalam bertukar gagasan dan pemecahan masalah bersama antara peserta didik laki-laki dan perempuan (bila kelas dicampur) atau antarpeserta didik.
Peserta didik laki-laki maupun perempuan mampu mencoba dan melakukan sendiri apa yang sedang dipelajari. Guru memberikan kesempatan dan peran yg. sama kepada keduanya. Jika partisipasi keduanya tidak seimbang maka guru mampu mendorong murid laki-laki atau perempuan yg. kurang aktif dan tertinggal.
Slide 17
Modul GSI
Keduanya mampu bekerjasama tanpa ada subordinasi dan marjinalisasi jenis kelamin tertentu. Guru mampu mendorong murid laki-laki dan perempuan berlomba untuk maju, dan terampil memadukan strategi pembelajaran kompetitif dan kooperatif. 9.
Pemodelan
Diupayakan ada contoh, model, peragaan atau demonstrasi yang dapat memudahkan peserta didik laki-laki dan perempuan memahami konsep. Pemodelan menghindari pelabelan (stereotype), dan substansinya tidak bias gender
10.
Refleksi dan evaluasi
Pada akhir pelajaran guru memberikan kesempatan yang sama berdasarkan peserta didik laki-laki dan perempuan untuk mengungkapkan apa yg dipahami dan memberikan masukan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan Guru melakukan penilaian pada peserta didik laki-laki dan perempuan dengan instrumen dan kriteria penafsiran yang sama
151
Slide 18 MEDIA DAN SUMBER BELAJAR a.
b.
c.
d.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi Ilustrasi (baik substansi, bahasa, alur cerita) menampilkan beragam peran perempuan dan laki-laki dan tidak stereotipi, serta menampilkan solusi kreatif yang bermanfaat bagi keduanya. Menampilkan peran dan kontribusi laki-laki dan perempuan secara seimbang dalam pembangunan bangsa. Membangun konsep diri pada peserta didik laki-laki maupun perempuan
Slide 19 •Memiliki azas manfaat yang setara dan adil bagi laki-laki maupun perempuan •Sesuai dengan proses adaptasi dari perbedaan gender sebagai dampak konstruksi sosial sehingga dapat mendorong keduanya mampu menguasai materi pelajaran dan menghindari diskriminasi gender •Nara sumber yang diundang sebagai sumber belajar tidak hanya laki-laki atau perempuan saja •Kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan siswa laki-laki dan perempuan serta mudah digunakan tanpa ada hambatan perbedaan gender
Slide 20
:
EVALUASI a. Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di dasarkan indikator b. Konteks otentik c. Alat dan teknik sesuai dengan KD yang dicapai d. Menggunakan acuan kriteria e. Menggunakan sistem penilaian berkelanjutan f. Hasil penilaian dianalisis secara terpilah untuk menentukan tindak lanjut g. sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran h. Sistem dan jawaban dalam instrumen tidak bias (tidak mengandung stereotipi, marjinalisasi, kekerasan, dan subordinasi)
Modul GSI
152
Slide 21
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
21
Modul GSI
153
PAKET 8 MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN DENGAN DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (GSI) Pengantar Evaluasi pembelajaran atau lebih tepat evaluasi program pembelajaran adalah suatu bentuk evaluasi program dalam bidang pendidikan. Program pembelajaran adalah salah satu jenis program pendidikan. Program pendidikan, program pembelajaran dan evaluasi program pembelajaran mempunyai hubungan yang sangat erat. Bila program pembelajaran dianggap sebagai suatu bentuk sistem, program pembelajaran terdiri atas komponen masukan (peserta didik, instrumental, dan lingkungan alami serta sosial); komponen proses pembelajaran (proses pembelajaran), dan komponen hasil pembelajaran. Evaluasi pembelajaran yang ber-GSI merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil pembelajaran mahasiswa dan mahasiswi, yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, sesi ini menampilkan bagaimana konsep, prinsip dan instrumen evalusi pembelajaran yang ber-GSI. Kompetensi Dasar Di akhir sesi ini peserta diharapkan: 9 Mampu memahami aspek-aspek tentang evaluasi pembelajaran dengan dimensi inklusi gender dan sosial (GSI) 9 Mampu mengungkapkan aspek-aspek tentang evaluasi pembelajaran dengan dimensi inklusi gender dan sosial (GSI) Indikator Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan: 9 dapat menjelaskan konsep evaluasi pembelajaran yang ber-GSI dan manfaatnya 9 dapat menjelaskan prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran yang berGSI 9 dapat menyusun instrumen evaluasi pembelajaran yang ber-GSI Waktu: 90 menit Pokok Bahasan
Modul GSI
154
9 Konsep Evaluasi Pembelajaran yang ber-GSI 9 Prinsip-prinsip evaluasi Pembelajaran dengan Dimensi GSI Alat dan Media Kertas Plano, spidol, isolatip, LCD, Laptop, Kertas Hvs Metode Ceramah interaktif, curah pendapat, diskusi kelompok, diskusi pleno Langkah Penyajian 9 Fasilitator menjelaskan tentang kompetensi, indikator, rincian alokasi waktu dan skenario pembelajaran (10’) 9 Fasilitator memulai pembahasan materi melalui curah pendapat dengan memberikan pertanyaan kunci mengenai pemahaman peserta tentang evaluasi yang berdimensi GSI (15’) 9 Fasilitator memberikan penguatan tentang hasil curah pendapat (10’) 9 Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok (jumlah menyesuaikan) untuk mendiskusikan tentang konsep, prinsip intrumen evaluasi pembelajaran yang ber-GSI (25’) 9 Peserta mempresentasikan hasil kerja kelompok dan tanya jawab bersama fasilitator (10’) 9 Fasilitator memberikan penguatan (10’) 9 Fasilitator meminta perwakilan peserta untuk memberikan refleksi akhir dengan menyebutkan beberapa pelajaran kunci sesi ii (5’) 9 Refleksi dan penutup (5’)
Modul GSI
155
SUPLEMEN 8: Bahan Bacaan
MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN DENGAN DIMENSI INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (GSI) Pengertian Evaluasi: Evaluasi adalah suatu proses mengukur tingkat keberhasilan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Menurut Norman E. Gronlund, pengertian evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai. (Ngalim Purwanto, 1984). Ralph Tyler, evaluasi adalah proses untuk menentukan sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai, dan upaya mendokumentasikan kecocokan antara hasil belajar peserta didik dengan tujuan program. (Djuju Sudjana, 2006) Dari rumusan di atas, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk memahami apa yang dimaksud dengan evaluasi, yaitu: 1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis 2. Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek yang sedang dievaluasi 3. Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan-tujuan pengajaran yang hendak dicapai Tujuan evaluasi: Untuk meneliti atau menemukan kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang dinilai dan kemudian digunakan untuk merencanakan pengalaman belajar yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu tersebut; untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap mahasiswa dan mahasiswi. Fungsi Evaluasi: 1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan setelah melakukan proses belajar mengajar selama jangka waktu tertentu 2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran (Ngalim Purwanto, 1984) Prinsip Evaluasi secara umum: 1. Mengukur pencapaian kompetensi peserta didik didasarkan indikator konteks otentik
Modul GSI
156
2. 3. 4. 5.
Alat dan teknik sesuai dengan kompetensi dasar yang dicapai Menggunakan acuan kriteria Menggunakan sistem penilaian berkelanjutan Hasil penilaian dianalisis secara terpilah untuk menentukan tindak lanjut sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran 6. Sitem dan jawaban dalam instrumen tidak bias (tidak mengandung stereotipi, marjinalisasi, kekerasan, dan subordinasi)
Evaluasi pembelajaran yang ber-GSI merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil pembelajaran mahasiswa dan mahasiswi, yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Evaluasi/Penilaian berbasis Gender Text book Pembelajaran Aktif, Kreatif, efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) &Contextual Teaching and Learning Inklusif Gender, SMP Daarul Muttaqin, menyatakan bahwa valuasi dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi peserta latih perempuan dan laki-laki yang ditetapkan, bersifat internal, bagian dari pembelajaran, dan sebagai bahan untuk mngetahui ada atau tidaknya kesenjangan gender dari aspek capaian prestasi peserta latih baik lakilaki maupun perempuan, serta untuk peningkatan mutu hasil belajar keduanya. Penilaian menjadi tidak adil jika dilakukan secara bias gender. Ciri penilaian yang bias gender: 9 Tidak mengacu pada indikator kesetaraan gender, misalnya: memberi akses yang berbeda dan peran stereotypy dan terjadi pembedaan manfaat belajar bagi peserta latih perempuan dan laki-laki 9 memunculkan diskriminasi gender seperti pelabelan negative, subordinasi, peminggiran jenis kelamin tertentu, dan beban ganda pada peserta latih laki-laki atau perempuan 9 Menggunakan penilaian yang monolitik 9 Mengabaikan perbedaan peserta latih perempuan dan laki-laki yang disebabkan konstruksi sosial yang bias gender
Prinsip-prinsip penilaian efektif berbasis gender:
Modul GSI
157
9 jelas dan berhubungan langsung dengan kurikulum dan kompetensi peserta perempuan dan laki-laki 9 meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian serta mampu bekerjasama dengan teman yang berbeda jenis kelamin 9 menyatu dengan pembelajaran inklusif gender 9 mempertimbangkan aspek-aspek perbedaan minat, kemampuan dan kebutuhan dan pengalaman antara peserta didik perempuan dan laki-laki akibat konstruksi social 9 menggunakan alat penilaian yang beragam untuk mengakomodir perbedaan-perbedaan karakter gender 9 menggunakan indikator kesetaraan gender agar terjaga validitasnya (akses, partisipasi dan manfaat) 9 bersifat individual dan berpusat pada peserta latih perempuan dan laki-laki secara terpilah, agar teridentifikasi kesenjangan keduanya 9 melibatkan orang tua peserta didik (ayah&ibu secara seimbang) 9 mampu menumbuhkan sikap positif bagi peserta latih perempuan dan lakilaki 9 dapat mendorong peserta latih perempuan dan laki-laki mampu melakukan penilaian dirinya sendiri 9
dapat digunakan sebagai upaya perubahan bias gender menuju sensitif gender
9 bersifat kontinyu, agar mudah teridentifikasi jika terjadi kesenjangan gender antara keduanya dan menentukan alternatif solusinya. 9 Jika terjadi kesenjangan yang cukup tajam antara peserta latih perempuan dan laki-laki akibat konstruksi sosial, diperlukan program remidial bagi peserta didik yang tertinggal sebagai tindakan ”khusus sementara” dengan cara: pemberian tugas; pembelajaran ulang dan ujian; belajar mandiri dan ujian; ujian; belajar kelompok dengan bimbingan alumninya, dan sebagainya. Manfaat Evaluasi Pembelajaran ber-GSI: 1. Memperoleh pemahaman
pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang
terpilah antara peserta latih perempuan dan laki-laki 2. Evaluasi dapat digunakan untuk membuat keputusan yang terkait dengan pelaksanaan dan hasil kontekstual
yang
pembelajaran secara
mempertimbangkan
pengalaman
otentik dan peserta
latih
perempuan dan laki-laki
Modul GSI
158
3. Kualitas proses dan hasil pembelajaran dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan ; a. Kesamaan akses bagi peserta latih laki-laki dan perempuan, b. Partisipasi yang seimbang antara peserta didik laki-
laki
dan
perempuan c.
Pelibatan peserta didik perempuan dan laki-laki dalam penentuan kegiatan pembelajaran
d. Manfaat hasil pembelajaran dapat diterima oleh peserta didik perempuan dan laki-laki
Prinsip Evaluasi ber GSI: 9 Bentuk dan teknik yang digunakan tidak bias gender 9 Pernyataan/statemen dalam instrumen tidak bias gender 9 Analisis hasil evaluasi dilakukan
secara terpilah supaya guru bisa
melakukan penelitian tindakan kelas dan menentukan strategi yang tepat untuk mengurangi kesenjangan peserta latih laki-laki & perempuan. 9 Guru memberikan tugas-tugas yang sama pada peserta latih perempuan dan laki-laki tanpa pembedaan.
Evaluasi pembelajaran yang ber-GSI dilakukan dengan; 9 Mempertimbangkan pengalaman belajar yang ditempuh oleh peserta didik perempuan dan laki-laki dalam kegiatan pembelajaran. 9 Menggunakan acuan kriteria evaluasi 9 Alat dan teknik evaluasi sesuai dengan kompetensi dasar yang dicapai 9 Tidak bias gender baik secara substansi atau bahasa 9 Sistem
jawaban
dalam
instrumen
tidak
mengandung
stereotipi,
marginalisasi, kekerasan dan subordinasi
Modul GSI
159
LEMBAR POWER POINTS Slide 1
PAKET 8 EVALUASI PEMBELAJARAN YANG BERDIMENSI-GSI (120’)
Slide 2
KOMPETENSI DASAR
Modul GSI
Mampu memahami aspek-aspek tentang evaluasi pembelajaran dengan dimensi inklusi gender dan sosial (GSI)
Mampu mengungkapkan aspek-aspek tentang evaluasi pembelajaran dengan dimensi inklusi gender dan sosial (GSI)
160
Slide 3
INDIKATOR Peserta dapat menjelaskan konsep evaluasi pembelajaran yang ber-GSI dan manfaatnya Peserta dapat menjelaskan prinsipprinsip evaluasi pembelajaran yang berGSI Peserta dapat menyusun instrumen evaluasi pembelajaran yang ber-GSI
Slide 4
METODE y y y y y
Slide 5
CURAH PENDAPAT 1.
2.
Modul GSI
Penyampaian informasi Curah pendapat Diskusi dan tanya jawab Kerja kelompok Presentasi
MENGAPA DIPERLUKAN EVALUASI PEMBELAJARAN BERGSI ? BAGAIMANA EVALUASI PEMBELAJARAN DILAKUKAN BER-GSI ?
161
Slide 6
DISKUSI KELOMPOK Setiap kelompok mendiskusikan tentang;
Konsep evaluasi yang ber-GSI Prinsip evaluasi yang ber-GSI Instrumen evaluasi yang ber-GSI
Slide 7
EVALUSI PEMBELAJARAN y
Menurut Norman E. Gronlund, pengertian evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai. (Ngalim Purwanto, 1984)
y
Ralph Tyler, evaluasi adalah proses untuk menentukan sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai, dan upaya mendokumentasikan kecocokan antara hasil belajar peserta didik dengan tujuan program. (Djuju Sudjana, 2006)
Slide 8
Lanjutan… Tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk memahami apa yang dimaksud dengan evaluasi, yaitu: Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis Didalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek yang sedang dievaluasi Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dati tujuan-tujuan pengajaran yang hendak dicapai
Modul GSI
162
Slide 9
LANJUTAN.. TUJUAN DILAKUKAN EVALUASI PEMBELAJARAN 1. Untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran oleh setiap mahasiswa dan mahasiswi. 2. Untuk meneliti atau menemukan kebutuhan-kebutuhan setiap individu yang dinilai dan kemudian digunakan untuk merencanakan pengalaman belajar yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap individu tersebut.
Slide 10
FUNGSI y
y
Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan setelah melakukan proses belajar mengajar selama jangka waktu tertentu Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran (Ngalim Purwanto, 1984)
Slide 11 EVALUASI PEMBELAJARN BER-GSI Mengukur capaian hasil pembelajaran yang: menggunakan
istrumen beragam berdasar kondisi peserta didik, perempuan maupun laki-laki
menggunakan
item pertanyaan dan cara penilaian yang trasnparan mencerminkan kompetensi yang hendak dicapai oleh semua kelompok dan kondisi peserta didik, perempuan dan laki-laki (tidak bias)
Modul GSI
163
Slide 12 PRINSIP EVALUASI BER-GSI Bentuk dan teknik yang digunakan tidak bias gender Pernyataan/statemen dalam instrumen tidak bias gender Analisis hasil evaluasi dilakukan secara terpilah supaya guru bisa melakukan penelitian tindakan kelas dan menentukan strategi yang tepat untuk mengurangi kesenjangan peserta didik laki-laki & perempuan. Guru memberikan tugas-tugas yang sama pada peserta didik laki-laki dan perempuan tanpa pembedaan.
Slide 13
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
13
Modul GSI
164
PAKET 9 PEMODELAN (Modelling) – PEMBELAJARAN DENGAN DIMENSI GSI Pengantar Istilah "pemodel-an" dapat diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas pembuatan model. Dalam konteks terminologi penelitian operasional (operation research), secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu objek atau situasi aktual. Model melukiskan hubunganhubungan langsung dan tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam terminologi sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realita, maka pada wujudnya lebih sederhana dibandingkan dengan realita yang diwakilinya. Model dapat disebut lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realita yang sedang dikaji. Dikaitkan dengan pelatihan, modelling merupakan kegiatan percontohan yang dilaksanakan oleh peserta latih untuk mengukur sejauhmana pemahaman konsep yang diterima dan mampu diterapkan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai. Modelling ini bertujuan untuk mengukur kesiapan peserta latih dalam mengintegrasikan konsep GSI dalam matakuliah yang diampu.
Kompetensi Dasar Setelah pelatihan ini selesai, diharapkan peserta mampu : 9 mendesain pembelajaran yang berdimensi GSI 9 menerapkan desain pembelajaran yang berdimensi GSI 9 mengevaluasi kegiatan pengajaran agar berdimensi GSI
Indikator Setelah pelatihan ini selesai, diharapkan peserta mampu : 9 Menyusun langkah pembelajaran yang berdimensi GSI 9 Melakukan penyajaran dengan menggunakan prinsip-prinspi pengajaran GSI 9 Memberikan masukan untuk perbaikan proses atau langkah pengajaran
Modul GSI
165
Waktu: 120 menit Pokok Bahasan: 9 Desain permbelajaran yang ber-GSI 9 Implementasi desain pembelajaran yang ber-GSI 9 Evaluasi desain pembelajaran yang ber-GSI
Alat dan Media: LCD, Spidol/Kertas Plano, Flipchart, Rubrik Observasi
Metode: Ceramah, curah pendapat, diskusi, demonstrasi
Langkah Penyajian Pendahuluan ( 5’ ) 9 Fasilitator menjelaskan tujuan dan langkah kegiatan. Curah Pendapat (10) 9 Fasilitator menggali pemahaman peserta tentang desain pembelajaran yang ber-GSI 9 Fasilitator mencatat masukan/ pendapat /ide peserta 9 Fasilitator membuat kesimpulan dari pendapat/masukan peserta Pemodelan (40 ) 9 Fasilitator menyampaikan teknis pelaksanaan modelling yang bertujuan memudahkan peserta latih memahami dan melakukan desain pembelajaran yang ber-GSI 9 Fasilitator memberikan lembar kerja tentang tema-tema yang akan dibuat modeling 9 Peserta tampil memperagakan/ mencontohkan penerapan desain pembelajaran yang ber-GSI 9 Peserta yang lain mengamati, mencatat dan menilai peragaan peserta yang tampil 9 Fasilitator menggali informasi peserta pada aspek yang belum diketahui Diskusi (25) 9 Fasilitor membagi peserta menjadi 3 kelompok yang akan mendiskusikan desain model pembelajaran yang sesuai konsep GSI dan yang tidak sesuai konsep GSI 9 Peserta mendiskusikan tema yang diberikan fasilitator
Modul GSI
166
•
Kelompok 1: mendiskusikan desain model pembelajaran yang sesuai konsep GSI
•
Kelompok 2: mendiskusikan desain model pembelajaran yang tidak sesuai konsep GSI
•
Kelompok 3: mendiskusikan evaluasi desain model pembelajaran GSI
9 Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi sementara kelompok/peserta yang lain memberikan tanggapan ( Pleno ) 9 Fasilitator mengamati dan mencatat proses diskusi pleno Demonstrasi (15’ ) 9 Fasilitator menampilkan visualisasi / video implementasi desain pembelajaran yang ber-GSI 9 Peserta mengamati dan mengidentifikasi desain pembelajaran yang ditampilkan model dalam visualisasi Tanya Jawab ( 15’) 9 Fasilitor memberikan kesempatan peserta untuk mengemukakan gagasan dan mempertanyakan desain pembelajaran yang dimodelkan dalam visualisasi Penguatan ( 5’ ) 9 Fasilitator memberikan penguatan terhadap pertanyaan / tanggapan peserta terhadap pemodelan yang ditampilkan Penutup dan Refleksi( 5’ )
Modul GSI
167
SUPLEMEN 9: Bahan Bacaan Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura dan teori ini merupakan pengembangan atau perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Melalui pembelajaran sosial seseorang dapat belajar melalui pengamatan (observation learning) terhadap suatu model. Istilah "pemodel-an" dapat diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas pembuatan model. Dalam konteks terminologi penelitian operasional (operation research), secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu objek atau situasi aktual. Model melukiskan hubunganhubungan langsung dan tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam terminologi sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realita, maka pada wujudnya lebih sederhana dibandingkan dengan realita yang diwakilinya . Model dapat disebut lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realita yang sedang dikaji. Dikaitkan dengan pelatihan, modelling merupakan kegiatan percontohan yang dilaksanakan oleh peserta latih untuk mengukur sejauhmana pemahaman konsep yang diterima dan mampu diterapkan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai. Modelling ini bertujuan untuk mengukur kesiapan peserta latih dalam mengintegrasikan konsep GSI dalam matakuliah yang diampu. Secara umum teori pemodelan dapat dirumuskan dalam pernyataan berikut, bahwa : 9 Tingkah laku kanak-kanak seringkali dipelajari melalui peniruan atau pemodelan. Dalam tahap ini peserta belajar belum bisa memberikan pendapat, gagasan dan opininya tentang substansi atau kompetensi yang sedang dipelajarinya. Dalam pembelajaran andragogy pemodelan kurang mendapatkan porsi yang besar dalam proses penciptaan atau penguatan kompetensi peserta belajar. 9 Orang yang diperhatikan sebagai model. Orang yang menjadi model sedang mempraktekkan suatu kompetensi sesuai dengan indikator yang sudah ditentukan dalam kegiatan pembelajaran. Orang yang menjadi model harus memiliki ketrampilan dan keahlian dalam mempraktekkan kompetensi yang diharapkan. Bila ada kesulitan dalam mencari model, maka
diantisipasi
dengan
memutar
video
pembelajaran
yang
menggambarkan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran semenjak apersepsi hingga penutup.
Modul GSI
168
9 Proses pembelajaran melalui pemerhatian tingkah laku model sebagai permodelan (modelling). Ada empat (4) elemen penting yang menurut Bandura perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan yaitu ; (1). Perhatian, (2). Retensi, (3). Reproduksi dan (4). Motivasi. •
Perhatian : Pembelajaran hanya efektif dan efesien jika ada tumpuan perhatian terhadap model. Semua perhatian harus dicurahkan pada model yang sedang mempraktekkan strategi/metode pembelajaran sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam aspek perhatian ini adalah faktor : Ciri model – umur, laki-laki – perempuan, status dan hubungan psikologis-sosial dengan pemerhati. Demikian juga yang harus diperhatikan tentang kegunaan dan faedah yang bakal dicapai. Kemahiran dalam menjalankan suatu kompetensi/pembelajaran tertentu akan menentukan perhatian peserta belajar pada kegiatan pemodelan tersebut. •
Retensi (mengingat) : peserta latih (observer) harus berupaya mengingat secara detil tingkah laku yang diperagakan oleh model. Proses mengingat peragaan model itu bisa menggunakan bahasa dan imaginasi pengamat.
•
Reproduksi : Peserta belajar ( obsever ) sebaiknya mampu mempraktekkan kompetensi yang diperagakan oleh modeling. Bila observer tidak mampu mengulangkembali atau mempraktekkan peragaan pemodelan maka harus ada affirmatif action ( tindakan untuk memperbaiki situasi kondisi ) dan penguatan pada kapasitas observer.
•
Motivasi : Peserta relajar ( observer ) harus berupaya melakukan semula tingkah laku yang ditirunya. Kecakapan ini bergantung kepada ketrampilan
dan
kemahiran
psiko-motorik
peserta
belajar
serta
kemahiran mengingat dengan tepat. Ciri model yang berpengaruh terhadap pengamat adalah model yang tampak menarik, dapat dipercaya, cocok dalam kelompok dan memberikan standar yang meyakinkan sebagai pedoman bagi pengamat.
Modul GSI
169
Macam-macam pemodelan ( Peniruan ) : Pemodelan Langsung : Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: meniru gaya penyanyi yang disanjungi. Pemodelan Tidak Langsung : Melalui imaginasi atau pemerhatian secara tidak langsung. Contoh: meniru watak yang dibaca dalam buku., memerhati seorang guru mengajar rakannya. Pemodelan Gabungan : menggabung tingkah laku yang berlainan. Peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarna daripada buku yang dibacanya. Pemodelan Sekat Laluan : Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu sahaja. Tiru fesyen pakaian di TV, tapi tak boleh pakai di sekolah. Pemodelan Tak Sekat Laluan : Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh: pelajar meniru gaya berbudi bahasa gurunya. Jenis-jenis Model dalam Pemodelan :
Jenis Model
Keterangan
Model yang lebih tua
Peniruan berlaku kerana kuasa kebebasan, kekayaan, kehormatan dan sebagainya yang dinikmati oleh model tersebut.
Model yang berstatus tinggi
Faktor kuasa dan kekayaan daripada model yang berstatus tinggi mendorong org dlm kelas sosial rendah meniru tingkah laku tersebut.
Model
yang
mempunyai
kecerdasan tinggi Model
yang
terkenal
sesuatu bidang kepakaran
Orang kurang pintar menyanjung dan memuja orang yang pintar.
dalam
Ramai org kurang mahir berkecenderungan meniru model yang pakar dalam sesuatu bidang seperti pendidikan, doktor, profesor dll.
Ciri-ciri Teori Pemodelan Bandura : i.
Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan.
ii.
Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, misalan dan teladan.
Modul GSI
170
iii.
Pelajar meniru sesuatu kemahiran daripada kecekapan demontrasi guru sebagai model.
iv.
Pelajar
memperoleh
kemahiran
jika
memperoleh
kepuasan
dan
peneguhan yang berpatutan. v.
Proses pembelajaran meliputi pemerhatian, peringatan, peniruan dengan tingkah laku atau gerak balas yg sesuai, diakhiri dengan peneguhan positif.
Desain Pembelajaran Dalam merancang prosedur dan pengorganisasian perkuliahan yang ber- GSI pada matakuliah yang diampu maka komponen desain pembelajaran terdiri atas: tujuan pembelajaran, materi, metode, langkah-langkah, alat/media/ sumber dan penilaian hasil belajar Pengimplementasian Desain Pembelajaran di Kelas • Penyiapan kasus/topik yang akan dimodelkan (contoh : Konsep GSI ) • Pegangan interaksi fisik : Berbicara dg kontak pandang merata tanpa mengarah pada salah satu fihak/siswa/siswi, melakukan variasi posisi berdiri di kelas secara merata, dan
melakukan gerakan tubuh (gesture ) bahasa,
verbal, humor yang tidak mengarah pada kekerasan/pelecehan salah satu pihak • Ceklist (rubrik) observasi - kegiatan identifikasi untuk melihat
desain
pembelajaran yang dimodelkan. Aspek Penilaian Nama
Tujuan Pembelajaran
Langkah-
Materi (Integrasi GSI)
Metode
langkah penyajian materi
Media yang digunakan
Penilaian/
Interaksi
Evaluasi
fisik
Tangga pan
Modul GSI
171
LEMBAR POWER POINTS Slide 1
PAKET 9 Modelling Pengajaran dengan dimensi GSI (120’)
www.themegallery.com
Slide 2
Kompetensi Dasar mendesain
pembelajaran yang berdimensi GSI
menerapkan
desain pembelajaran yang berdimensi GSI
mengevaluasi kegiatan pengajaran agar berdimensi GSI
Slide 3
Indikator Menyusun langkah pembelajaran yang berdimensi GSI Melakukan penyajaran dengan menggunakan prinsip-prinspi pengajaran GSI Memberikan masukan untuk perbaikan proses atau langkah pengajaran
Modul GSI
172
Slide 4
Pokok Bahasan Desain permbelajaran Implementasi
yang ber-GSI desain pembelajaran yang ber-
GSI Evaluasi desain
pembelajaran yang ber-GSI
Slide 5 Skenario – Kegiatan
PENDAHULUAN
CURAH PENDAPAT
PEMODELAN
5’
10’
40’
PENGUATAN – PENUTUP
TANYAJAWAB
DEMONSTRASI
DISKUSI
10’
15’
15’
25’
Slide 6
Curah Pendapat Apa yang Ibu/Bpk pahami tentang desain perbelajaran/perkuliahan yang ber-GSI?
Modul GSI
173
Slide 7 PENDAHULUAN Modelling adalah kegiatan percontohan yang dilaksanakan oleh peserta latih untuk mengukur sejauh mana pemahaman konsep yang diterima dan mampu diterapkan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai. Modelling ini bertujuan untuk mengukur kesiapan peserta latih dalam mengintegrasikan konsep GSI dalam matakuliah yang diampu
Slide 8
Pemodelan : 30 ‘ Fasilitator menyampaikan teknis pelaksanaan modelling yang bertujuan memudahkan peserta latih memahami dan melakukan desain pembelajaran yang ber-GSI y Peserta tampil memperagakan/ mencontohkan penerapan desain pembelajaran yang ber-GSI y Peserta yang lain mengamati, mencatat dan menilai peragaan peserta yang tampil y Fasilitator menggali informasi peserta pada aspek yang belum diketahui y
S l i d e 9
Diskusi : 25 ‘ Peserta mendiskusikan tema yang diberikan fasilitator Kelompok 1: mendiskusikan desain model pembelajaran yang sesuai konsep GSI Kelompok 2: mendiskusikan desain model pembelajaran yang tidak sesuai konsep GSI Kelompok 3: mendiskusikan evaluasi desain model pembelajaran GSI
Modul GSI
174
Slide 10
Demonstrasi : 15’ Fasilitator meminta seorang peserta untuk melakukan demonstrasi pembelajaran perkuliahan yang ber-GSI Peserta lain
mengamati dan mengidentifikasi desain perkuliahan yang ditampilkan model alam visualisasi
Slide 11
Desain Pembelajaran Dalam merancang prosedur dan pengorganisasian perkuliahan yang ber- GSI pada matakuliah yang diampu, maka komponen desain pembelajarannya terdiri atas : - tujuan pembelajaran - materi - metode - langkah-langkah - alat/media/ sumber dan - penilaian hasil belajar
Slide 12
Implementasi Desain Pembelajaran : a. b.
c.
Modul GSI
Penyiapan kasus/topik yang akan dimodelkan. (contoh : Konsep GSI ) Pegangan interaksi fisik : 1). Berbicara dg kontak pandang merata tanpa mengarah pada salahsatu fihak siswa/siswi 2). Melakukan variasi posisi berdiri di kelas secara merata 3). Melakukan gerakan tubuh (gesture ) bahasa, verbal, humor yang tidak mengarah pada kekerasan/pelecehan salahsatu pihak Ceklist / Rubrik Observasi
175
Slide 13
Refleksi Peserta (5’) Pelajaran Kunci dari Sesi ini: 1. 2. 3. 5. 6. 7.
13
Modul GSI
176
PAKET 10 EVALUASI PELATIHAN – LOKAKARYA DAN PENGEMBANGAN TINDAK LANJUT KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS Pengantar Evaluasi akhir lokakarya atau pelatihan penting dilakukan untk mengukur ketercapaian tujuan. Secara umum lokakarya atau pelatihan lain yang diarahkan untuk penegmbangan kapasitas (terutama yang berkaitan dengan GSI) memiliki tiga unsure utama untuk diukur, yakni level perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap (perubahan nilai /value) dari setiap peserta. Konsep GSI ukan hanya sekadar penegtahuan, namun penerapan yang terus menerus menuju masyrakat dan pendidikan yang inklusif perlu dibarengi dengan komitmen. Ini merupakan indikator perubahan pola pikir dan perilaku. Tidak akan pernah efektif sebuah pendidikan untuk kesetraan dan keadilan social bila pendidik atau pelaku pendidikan tersebut diskriminatif dan hegemik, serta berada pada lingkungan yang miskin komitmen. Ini bukan hal sederhana dan cepat. Namun suatu proses panjang. Untuk itu sesi ini selain mengukur tiga aspek tersbut juga mengukur pelakasanaannya paska pengembangan kapasitas. Maka peserta dijak untuk menyusun rencana aksi yang terukur (SMART). Kompetensi Dasar Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan mampu: 9 mengungkap hal-hal kunci yang dipelajari selama lokakarya (10 paket) yang dilatihkan mengungkapkan perubahan ketrampilan yang diperoleh dan perubahan pola pikir mengenai GSI dalam lingkup pendidikan 9 mampu mengungkapkan masukan bagi perbaikan proses pengembangan kapasitas sejenisnya di kemudian hari Indikator Di akhir sesi paket ini peserta diharapkan: 9 mengisi lembar evaluasi yang dibagikan dan mengerjakan secara individual
Modul GSI
177
9 mengembangkan rencana tindak lanjut dengan mengisi format yang dibagikan dan mengerjakan secara berkelompok (kelompok institusi atau kelompok fungsi; misalnya kelompok salam satu lembaga, atau kelompok guru dan kelompok komite sekolah, dll) Waktu: 60 menit Pokok Bahasan: Alat dan Media 9 Lembar isian suplemen 10A dan 10B Metode Kerja individu dan diskusi kelompok Langkah-Langkah Penyajian 1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan sesi ini 2. Fasilitator membagikan lembar isian (suplemen 10A) untuk evaluasi lokakarya dan meminta setiap peserta melakukan pengisian serta mengumpulkannya kembali 3. Fasilitator membagi kelompok peserta dalam kelompok berdasarkan tujuan 4. Fasilitator membagi lembar isian (suplemen 10B) dan meminta setiap kelompok mengisinya dan mengembalikannya kepada fasilitator bila selesai 5. Fasilitator menutup sesi
Modul GSI
178
SUPLEMEN 10 A EVALUASI AKHIR LOKAKARYA Pengetahuan yang telah Anda peroleh: 1. Konsep GSI
2. 3.
Pendidikan Berdimensi GSI Dimensi GSI dalam Manajemen Pembelajaran
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1.
GSI dalam RPP
2. 3.
Model Penerapan GSI
1. 2. 3.
Ketrampilan yang telah Anda peroleh: Integrasi GSI dalam Manajemen Pembelajaran
1. 2. 3. 1.
GSI dalam RPP
2. 3.
Model Penerapan GSI
Modul GSI
1. 2. 3.
179
Perubahan pola pikir /sikap Anda untuk Penerapan GSI: 1.
4.
2.
5.
3
6.
Masukan Anda untuk perbaikan: 1. Materi 2. Media 3. Metodologi/Proses 4. Fasilitator 5. Dinamika Peserta 6. Seting Ruang 7. Alur 8. Tindak Lanjut 9. Akomodasi Nama
____________________________________________
Institusi
____________________________________________
P/L
___________________________________________
Modul GSI
180
SUPLEMEN 10 B RENCANA TINDAK LANJUT Nama Lembaga/Kelompok: ........................................................................... Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Pelaksanaan
Perencanaan yang baik sangat mempertimbangkan SMART (cerdas): S – spesifik : tidak terlalu umum M – terukur : dengan jumlah dan sasaran yang terkuantifikasi A – keterjangkaun : ketersediaan sumberdaya lokal atau potensi dukungan dan perubahan R – realistik : untuk kurun waktu dan tujuan yang ditetapkan memungkinkan dilakukan T – waktu menjadi salah satu indikator ketercapaian
Modul GSI
181
DAFTAR REFERENSI
Anonimous,2006, Kesetaraan dan Keadilan Gende bagi Organisasi Masyarakat Keagamaan, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan ………….2004, “Isu-isu ketidakadilan Gender dalam Islam”, Makalah disampaikan dalam Workshop Sensitivitas Gender bagi Guru Madrasah Aliyah se DI Yogyakarta, Pusat Studi Wanita, UIN Yogyakarta, 27 Agustus 2004. Abdullah, M Amin, 1996, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Abu el-Fadl, Khalid, 2003, Speaking in God’s Name: On Gender and Sosial Justice (London: Basil Blackwell). Alimi, Moh. Yasir, MA, 2002, Jenis Kelamin Tuhan. Yogyakarta: LkiS. Al-’Asqalani, Ibn Hajar, 1984, Tahzib at-Tahzib. T.tp: Dar al-Fikr __________________, 1959, Fathu al-Bari bi Syarh al-Bukhari. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh Al-Ghazali, 1964, Ihya’ Ulumi Ad-Din. Kairo: Dar al-Fikr Antrobus, Peggy, 2004, The Global Women’s movement: Origins, Issues and Strategies (London: Zed Book) Assegaf, Abd. Rahman, 2004. Pendidikan tanpa Kekerasan: Tipologi Kondisi, Kasus, dan Konsep. Tiara Wacana. Malang. Arikunto, Suharsimi, 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara Astuti, Ismi Dwi, 2005., Aplikasi Praktis Gender Analysis Pathway, Makalah Disampaikan pada Pelatihan GAP untuk Konsultan IAPBE, Malang. Azra, Azyumardi, 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Kompas, cetakan Pertama. Jakarta. Bafadlol, Fadlol. et.al. 1989. Pedoman Pelaksanaan CBSA di Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Ditjen Bimbaga Islam. Barlas, Azma, 2005, Cara al-Qur’an Membebaskan Perempuan (Yogyakarta: Serambi) Connell, R.W., 1991, Gender and Power: Society, the Person and Sexual Politics (Oxford: Basil Blackwell).
Modul GSI
182
BAPPENAS Kerjasama dengan Women’s Support Project II-CIDA, 2001, Analisis Gender Dalam Pembangunan Pendidikan, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi Dasar Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional,, 2003, Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Jakarta: Depdiknas
Sosialisasi
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur, 2006, Position Papar Pengarusutamaan Gender Propinsi Jawa Timur Tahun 2006 Dzuhayatin, Siti Ruhaini, Mufidah Ch, dan Alfianda Mariawati, 2007, Pembelajaran Inklusif Gender (IAPBE AusAID-Depdiknas-Depag-IDP Education). Dzuhayatin, Siti Ruhaini, 2002. Peningkatan Kemampuan Dosen dalam Pembelajaran Berbasis Gender, PSW – UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Faqih, M, 1996. Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Freire, Paulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. LP3ES Indonesia. Cetakan ke6. Jakarta. Gerlach, Vermon S. & Ely, Donald P. 1980. Teaching and Media: A Systematic Approach. New Jersey: Prentice Hall Inc. Hamalik, Oemar. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju. --------. 1991. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru. Hamidah, S. Ch. Presentasi Power Point ”Pembelajaran Inklusif Gender”, disampaikan dalam Lokakarya Perkuliahan Inklusi yang Ber-GSI dalam Perspektif Islam, berlangsung di Hotel Singgasana Makassar tanggal 9 Agustus 2008. Handayani, Trisakti dan Sugiarti, 2008, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Universitas Muhammadiyah Malang Idris, Susrini dan Tuty Asri, 2006, Mengenal Berbagai Teknik Analisis Gender, Makalah Sosialisasi Gender dengan Metode Proba Dalam Rangka Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender. Ismail, M. Syuhudi, 1995, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjuauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Cet. II. Jakarta: Bulang Bintang, 1995.
Modul GSI
183
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002, Pemberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta ). Kemp, J.E, Morrison, G.R., and Ross, S.M. 1994. Designing Effective Instruction. New York: McMillan College Publishing Company. Madjid, Nurcholis,1996, “Sumbangan Islam terhadap Kristen dan Barat”, dalam Islam dan Strategi Kebudayaan (Jakarta: Festival Istiqlal). Mansyur dkk., 1991. Materi Pokok Strategi Belajar Mengajar. Ditjen Bimbaga Islam, Jakarta: UT. Muthali’in, Ahmad, 2001. Bias Gender dalam Pendidikan, Muhammadiyah University Press, Surakarta Nur, Lidya Maftukhah. Manajemen Pembelajaran inklusi (studi Kasus di SD Negeri Sumbersari 1 Malang). http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ ASP/article/view/2680. Purwanto, M. Ngalim, 1984. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya Restuningtyas, Inti, 2009. Pendidikan Inklusif. ac.id. Diakses tanggal 11 Nopember 2009.
http://inti.student.fkip.uns.
Risunu, Sri Mastuti, 2003, APBD Responsif Gender, Jakarta: Civic Education and Budget Transparantion (CiBa) Sanjaya, Wina. 2005.. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Kencana. --------. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Satuan Kerja PPMPUG dan Pemampuan Kelembagaan PUG Pendidikan Propinsi Jawa Timur, 2005), 3 Tahun Gender Bidang pendidikan Propinsi Jawa Timur. Sijistani, Abu Dawud, ____, Sunan Abi Dawud. Beirut: Dar al-Fikr, t.t. Soetomo. 1993. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional. Sukesi, Keppi, 2004, Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan, Makalah Disampaikan pada Kegiatan Pengembangan Kapasitas PUG Bidang Pendidikan. Sudjana, Djudju, 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya
Modul GSI
184
Subhah, Zaitunah, Tafsir Kebencian, Hadis Bias Jender Dalam Tafsir Qur’an. Yogyakarta: LkiS, 1999. Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Suryosubroto, B. 1983. Sistem Pengajaran dengan Modul. Yogyakarta: Bina Aksara. Susiloningsih (ed.), 2004. Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Sydie, R. 1991, Cultural Men and Natural Women (London: Open University). Yakin, M. Ainul, 2007. Pendidikan Multikultural, Pilar Media, Yogyakarta Yaqub, Ali Mustafa, Kiritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996. Umar, Nasruddin, 1997. Argumetasi Kesetraan Gender Perspektif Al Qur’an, Paramadina, Jakarta Wadud, Amina, 1997, Women in the Qur’an (Malaysia: Sister in Islam) Wiryawan, S.A. dan Noorhadi. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. E-Book
Pemodelan
dalam
pembelajaran
(lihat:
http://www.pdf-search-
e/ngine.com/pemodelan-sistem-dinamik-pdf.html ) http://www.chemeng.ui.ac.id/~bismo/S1/mater/mod-01.pdf http://www.pdf-search-engine.com/pemodelan-dan-simulasi-pdf.html http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Pemodelan_ilmiah http://ocw.gunadarma.ac.id/course/computer-science-andinformation/computer-system-s1/simulasi-dan-pemodelan http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/24-aliq-249-257.pdf http://www.stmik-im.ac.id/userfiles/bsmodsim09.pdf http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article&catid=20%3Ainfor matika&id=568%3Apemodelan-informasi&option=com_content&Itemid=15 http://suhadinet.wordpress.com/2009/05/12/pemodelan-oleh-guru/
Modul GSI
185
http://pdf-search-engine.com/makalah-pemodelan-dalam-pembelajaranpdf.html http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/949 http://www.wowosk.com/jurnal/Desain_Pemodelan_E-Learning.pdf http://pdfdatabase.com/index.php?q=pengertian+metode+pemodelan+pembel ajaran
Modul GSI
186