LANGKAH MENUJU EKOWISATA DI BALI: Pembelajaran Untuk Usaha Skala Kecil Menengah TOWARDS ECOTOURISM IN BALI: A Best Practices Guide for Small and Medium Enterprises Anne Gouyon Lintang Ayu Nugrahaning Tyas Yuyun Ismawati Jean-Marie Bompard Karsten van der Oord Tim penasehat (Advisory team): Ary Suhandi Jarot Sumarwoto © Bali Fokus & The Natural Guide Design : Matamera Communications
1
Paradoks pariwisata : Apakah pariwisata akan membunuh dirinya sendiri ? The tourism paradox : Is tourism killing itself ?
2
DAFTAR ISI INDEX Pengantar
4
4 Foreword
Pendahuluan
8
50 Introduction
Ramah Wisatawan 12
53 Traveller-Friendly
Ramah Lingkungan 20
60 Nature-Friendly
Ramah Masyarakat 37
76 Community-Friendly
Penilaian Eko-rating 46 Lampiran 86 Referensi 106 Indeks 106
83 Eco-rating form 86 Appendices 106 Reference 106 Index
3
PENGANT AR PENGANTAR Beberapa tahun yang lalu saat kami mulai bekerja bersama mitra-mitra di Indonesia – Indecon, Bina Swadaya, Bali Fokus dan Wisnu Bali – mempromosikan visi pariwisata baru, respek atau hormat adalah kata kunci – respek terhadap lingkungan, respek terhadap masyarakat dan kebudayaannya. Kami melakukan riset lapangan untuk mendefinisikan system eco-rating yang diadaptasi untuk jasa dan fasilitas pariwisata skala kecil. Kami mengunjungi lebih dari empat ratus hotel, restoran, dan penyedia kegiatan berbasis alam dan berbasis budaya di Bali. Dengan bantuan penulis lokal, fotografer dan penerbit Equinox di Indonesia, kami menerbitkan The Natural Guide to Bali – buku panduan wisatawan pertama yang mendedikasikan diri pada pariwisata yang bertanggungjawab. Selama masa riset, kami terinspirasi oleh beberapa inisiatif yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha kecil di industri perjalanan dan pariwisata, serta beberapa organisasi masyarakat, yang sering terlibat bersama dalam pelestarian alam dan budaya Bali. Kami juga mencatat banyak usaha kecil cukup menderita karena relatif lokasinya agak terpencil. Oleh karena itu kami mendapat gagasan untuk mengembangkan jaringan, sehingga usaha kecil yang ingin melakukan “hal yang benar” dapat belajar satu sama lain. Yayasan Bumi Kita bekerja sama dengan Yayasan Bali Fokus menyusun buku panduan ini, untuk mempromosikan kisah-kisah sukses dan teladan di bidang ekowisata agar lebih banyak dipraktekkan, memberi inspirasi dan diadaptasi oleh pelaku ekowisata lainnya di Indonesia. Selamat menikmati dan mari kita tebarkan gagasan-gagasan bagus! Anne Gouyon, Direktur Yayasan Bumi Kita, Editor The Natural Guide Yuyun Ismawati, Direktur Yayasan Bali Fokus
4
FOREW ORD FOREWORD A few years ago, we started working with our Indonesian partners – Indecon, Bina Swadaya, Bali Fokus and Wisnu Bali – to promote a new vision of tourism, where respect is a key word – respect for the environment, respect for the people and their culture.We conducted field research to define an eco-rating system adapted to small size tourism services. We visited more than four hundred hotels, restaurants and providers of nature and culture-based activities in Bali.With the help of local writers, photographers and Indonesian publisher Equinox, we produced The Natural Guide to Bali – the first traveller’s guide book dedicated to responsible tourism. During our research, we were inspired by the initiatives taken by many owners of small businesses in the travel and tourism industry, as well as community organizations, often working together to preserve Bali’s nature and culture. We also noted that many of these small businesses suffer from relative insulation. Hence we had the idea to develop a network, so that small businesses who want to “do the right thing” can learn from each other. The present book, which was developed by Bumi Kita Foundation in cooperation with Bali Fokus, is a first step in this direction.With this book, we hope that the best practices of the Balinese ecotourism sector can inspire other actors throughout Indonesia, who will in turn apply them. Enjoy the reading and let’s spread the good ideas! Anne Gouyon, Bumi Kita Foundation Director,The Natural Guide Editor Yuyun Ismawati, Bali Fokus Foundation Director
5
PENGANTAR Buku yang menyajikan kisah sukses pengembangan ekowisata ini merupakan acuan strategis dan penting bagi usaha skala kecil dan menengah (UKM), yang merupakan pelaku pariwisata terbesar di Indonesia. Oleh karenanya pelaku bisnis ini memiliki potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Survey yang dilakukan BaliFokus dan Indecon tahun 2001 mengungkapkan beberapa kendala dalam sistem menerapkan manajemen lingkungan di usaha kecil dan menengah. Salah satu temuan terpenting adalah UKM tidak memiliki akses terhadap informasi bagaimana menerapkan manajemen yang ramah lingkungan. Buku ini diharapkan menyediakan pengetahuan yang diperlukan dan membantu meningkatkan UKM pariwisata untuk menerapkan system pengelolaan lingkungan secara lebih aktif dan melestarikan budaya lokal. Peningkatan jumlah usaha pariwisata yang menerapkan system pengelolaan lingkungan dan praktek-praktek yang peka terhadap budaya lokal secara signifikan, akan memberi kontribusi yang lebih baik bagi sektor pariwisata dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Terakhir, saya ucapkan selamat kepada BaliFokus dan Yayasan Bumi Kita atas terbitnya buku ini. Saya berharap para pembaca dapat menikmati buku ini, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Ary S. Suhandi Direktur Eksekutif INDECON
Atas nama Yayasan Bina Swadaya Jakarta selaku mitra kerja Yayasan Bumi Kita (YBK) mengucapkan Selamat & Profisiat atas terbitnya publikasi ”Langkah Menuju Ekowista di Bali: Pembelajaran Skala Usaha Kecil dan Menengah”. Sudah layak dan sepatutnya buku ini diapresiasi sebagai upaya memasyarakatkan panduan operasional usaha ekowisata dengan menyajikan kisah sukses dari Bali. Dalam khasanah pengembangan ekowisata di Indonesia, penerbitan suatu panduan semacam ini masih jarang ditemui. Ide dasar “menebarkan virus sukses” menjadi motivasi ketika menyusun strategi pada Proyek Pengembangan Kapasitas Pelaku Ekowisata di Indonesia, proyek kedua kami yang disponsori oleh Uni Eropa (UE). Kompilasi kisah sukses dari Bali ini telah ditularkan sebagai salah satu modul dalam Lokalatih Regional Ekowisata di 4 propinsi. Pelatihan ini (dilaksanakan pada September – Desember 2005) menghasilkan antara lain produk ekowisata Indonesia untuk pasar internasional Uni Eropa. Pada kesempatan yang baik ini, saya sampaikan terima kasih atas jerih payah tim BaliFokus (Yuyun Ismawati, Lintang Ayu), komitmen kuat YBK (Anne Gouyon, Jean-Marie Bompard), dan catatan penting dari INDECON (Ary Suhandi), juga kepada teman-teman penggerak ekowisata Indonesia, saya haturkan terima kasih atas kontribusinya. Melalui tangan Anda diharapkan akan diukir kisah sukses berikutnya untuk kemajuan ekowisata Indonesia. Salam ekowisata,
6
Jarot Sumarwoto Koordinator Program Promosi Ekowisata Uni Eropa Yayasan Bina Swadaya - Jakarta
FOREWORD This book, featuring success stories of ecotourism development, is a strategic and important reference for small to medium tourism enterprises.These SMEs comprise the biggest portion of the Indonesian tourism sector, and as such they have a big impact – potentially negative – on their environment. A survey conducted by BaliFokus Foundation and Indecon (Indonesian Ecotourism Network) in 2001 revealed some barriers in implementing environmentally sound management systems among small and medium enterprises. One of the most important findings was that these businesses had little access to information. This book therefore is expected to provide knowledge and improve small and medium tourism operators’ perspectives to be actively involved in implementing environmentally sound management systems as well as in preserving local culture. A significant increase in the number of tourism businesses implementing environmentally sound and culturally sensitive practices would result in a larger contribution of the tourism sector to sustainable development. Finally, I would like to congratulate BaliFokus and Bumi Kita Foundation for publishing this book. I also wish the readers to have a pleasant read. May this book be an inspiration for all of us. Ary S. Suhandi Executive Director of INDECON (Indonesian Ecotourism Network)
Bina Swadaya Foundation would like to congratulate our partner Bumi Kita Foundation on the publishing of “Towards Ecotourism in Bali: Best Practice Guide for Small and Medium Enterprises”. In the ecotourism development context of our country, publication of this kind are still rare. It is timely and substantially important that this book be published to promote operational guidelines for ecotourism actors, based on several success stories from Bali. The idea to “spread out the success viruses” was the main motivation during the strategy development of the Ecotourism Actors Capacity Building in Indonesia, our second ecotourism promotion project sponsored by the European Union (EU). The success stories compiled from Bali have been disseminated during the regional ecotourism training workshops we held in 4 provinces. These training workshops, conducted in September – December 2005, produced new Indonesian ecotourism products for the European Union market. At the same time, this provides me the opportunity to express my gratitude for the hard work done by the Bali Fokus team (Yuyun Ismawati, Lintang Ayu), the strong committment of Bumi Kita Foundation (Anne Gouyon, Jean-Marie Bompard), and the important advice from INDECON (Ary Suhandi); and also to other colleagues who promote ecotourism in Indonesia. I thank you all for your valuable contributions. With your participation, let’s pave the way for other success stories of Indonesian Ecotourism. Ecotourism regards, Jarot Sumarwoto Coordinator, European Union Ecotourism Promotion Program Bina Swadaya Foundation - Jakarta
7
PENDAHULUAN Perkembangan dunia pariwisata menuntut banyak perubahan. Dengan persaingan global yang ada industri berlomba-lomba untuk dapat menjaring pasarnya. Untuk menghadapi persaingan global, pelaku pariwisata harus mampu mengaktualisasikan dirinya lebih baik lagi. Salah satu tren pasar yang sedang berkembang adalah kesadaran wisatawan akan lingkungan dan sosial budaya, yang mempengaruhi perilaku mereka dalam berwisata. Perubahan tren disertai dengan pergeseran minat wisatawan dari yang sebelumnya wisatawan masal menjadi wisatawan minat khusus atau setidaknya mereka yang lebih peduli terhadap lingkungan dan sosial budaya. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan industri pariwisata terutama untuk skala kecil menengah. Tuntutan untuk ramah lingkungan membuat semua pihak termasuk pengusaha pariwisata skala menengah ke bawah mengikuti tren dan kebutuhan pasar, agar bisnis mereka tetap dapat bertahan. Tren pasar tersebut sering dikenal sebagai “ecotourism”, “sustainable tourism”, atau “responsible travel”.
8
Sebenarnya alasan menjadi ramah terhadap lingkungan tidak hanya untuk mengikuti tren saja, melainkan adalah perlu menjaga sumber daya yang kita miliki yang juga digunakan oleh pariwisata seperti pemandangan alam, masyarakat yang ramah, budaya tradisional dan lainnya. Usaha ekowisata biasanya dikelola oleh pengusaha kecil menengah yang dioperasikan oleh swasta, individu, kelompok masyarakat serta LSM.
Namun kesiapan usaha pariwisata skala kecil menengah dinilai kurang dibandingkan dengan para pelaku skala besar. Hal ini karena biasanya pelaku usaha kecil menengah tidak mempunyai cukup sumber daya dan akses kepada informasi untuk memulai membangun usahanya ke arah berkelanjutan.
Paradoks pariwisata: apakah pariwisata akan membunuh dirinya sendiri? Di beberapa negara dengan pelayanan yang berbiaya rendah dan sinar matahari yang berlimpah, pembangunan pariwisata sudah dimulai dari tahun 1970 dengan didasari konsep 3S (sea, sand, sun) / (pantai, pasir, matahari). Ini dikenal juga dengan istilah pariwisata masal; wisatawan dengan jumlah yang besar, datang dan menginap di hotel di sepanjang pantai. Aktivitas pariwisata ini
Mass tourism © KvdO
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa harus mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan, untuk cadangan kebutuhan generasi yang akan datang (The Brundtland report dalam Inskeep, 1995). Ekowisata merupakan format aktivitas pariwisata yang bertanggung jawab di area alam dan budaya yang masih alami, yang berkontribusi terhadap perlindungan alam dan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES - The International Ecotourism Society).
memberi kontribusi yang sangat kecil terhadap perekonomian lokal; tidak menciptakan banyak lapangan kerja dan 80% dari keuntungan didapatkan oleh pihak luar / di luar area yaitu oleh agen perjalanan asing dan pemilik hotel. Tidak ada kontrol yang memadai untuk pariwisata masal, aktivitas yang dilakukan biasanya merusak lingkungan, menyebabkan berkurangnya sumber air, polusi sungai dan pantai meningkatkan aktivitas prostitusi dan konflik sosial lainnya. Hal ini terlihat sangat jelas di Bali karena tidak ada kontrol pengecekan penggunaan air untuk fasiilitas pariwisata, petani tidak mendapat cukup air untuk mengairi sawahnya, padahal wisatawan yang berkunjung justru sangat mengagumi sawahsawah di Bali. Limbah cair dan sampah plastik secara perlahan merusak pantai yang indah tempat wisatawan berenang. Dapatkah kita bersama menciptakan format pariwisata yang baru tanpa harus merusak aset pariwisata yang sangat beragam tersebut? Pada tahun 2004, Yayasan Bumi Kita, bekerja sama dengan Bina Swadaya Masyarakat, Indecon, Yayasan Wisnu Bali, Bali Fokus dan Wahana Bhakti Bali membuat buku panduan dengan memfokuskan pada aktivitas ekowisata berkelanjutan; dengan judul The Natural Guide yang diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Prancis. Hingga saat ini The Natural Guide merupakan satu-satunya panduan perjalanan ekowisata di Indonesia dan juga buku pertama yang mengklasifikasikan bisnis pariwisata berdasarkan langkah dan atau upaya ke arah berkelanjutan. Buku ini juga dilengkapi dengan website www.naturalguide.org yang juga mempromosikan usaha ekowisata.
Yayasan Bumi Kita kemudian bekerja sama dengan Yayasan Bina Swadaya, Indecon dan Bali Fokus bermaksud untuk memberi bimbingan dan arahan kepada pelaku pariwisata skala kecil menengah mengenai langkah-langkah ke arah pariwisata yang berkelanjutan dan upaya-upaya untuk dapat mengikuti tren pasar yang sedang berkembang. Beberapa pengalaman kisah sukses dari praktisi unggulan dengan mengambil studi kasus di Bali yang dinilai dapat menjadi contoh bagi pelaku lainnya, juga disebarluaskan.
EnjoyNature Meet the People Make a Difference www.naturalguide.org
PRINSIP THE NATURAL GUIDE Prinsip 1:
“Ramah wisatawan” hotel dan atau aktivitas wisata menyediakan, menawarkan pengalaman yang menyenangkan untuk wisatawan yang menghargai alam dan budaya lokal
Prinsip 2:
“Ramahlingkungan” usaha pariwisata dirancang dan dikelola untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan konservasi lingkungan
Prinsip 3:
“Ramahmasyarakat” usaha pariwisata memberi kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal dan meningkatkan budaya lokal.
Untuk informasi lebih lanjut: www.naturalguide.org The Natural Guide to Bali, Anne Gouyon (Ed.) Yayasan Bumi Kita-Equinox Publishing, Jakarta Bali Voyager Autrement, à la rencontre de la nature et des Peuples, Anne Gouyon (Ed.) Bumi Kita Foundation-Pages du Monde, Paris
9
Prinsip penyusunan buku ini mengikuti prinsip penilaian dalam The Natural Guide to Bali, yaitu traveller- friendly, nature-friendly dan community-friendly. Buku ini disusun untuk menjadi pedoman anda, para pengusaha kecil menengah pariwisata, yang ingin mengikuti tren global dan peduli pada keberlanjutan usahanya. Setiap prinsip memiliki kriteria yang lebih rinci dan indikator yang disusun berdasarkan hasil konsultasi dengan mitra kerja lokal dan masyarakat sekitar. Pembelajaran dari kisah sukses praktisi unggulan dapat dijadikan acuan bagi pengembangan usaha pariwisata anda dan yang lain. Selanjutnya diharapkan dapat memicu ide-ide kreatif lain dari pengusaha dalam meningkatkan desain produknya ke arah yang lebih berkelanjutan.
Apa manfaat yang anda dapatkan? Apakah anda sekarang berfikir mengapa anda harus mengikuti dan menerapkan prinsip tersebut dalam usaha anda? Tahukah anda jika berhasil menerapkan prinsip tersebut anda dapat memperoleh manfaat seperti: Mengurangi konsumsi sumber daya dan juga mengurangi biaya operasional Dengan mengelola bisnis secara efisien dan seoptimal mungkin, anda akan menghemat banyak biaya operasional. Dengan bersikap disiplin mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan akan menghemat setidaknya 10% hingga 35% dari biaya yang biasa anda keluarkan.
10
Meningkatkan loyalitas konsumen dan meningkatkan citra di masyarakat Minat wisatawan terhadap aktivitas yang berbau lingkungan dan kepedulian terhadap masyarakat makin besar. Wisatawan akan memuji dan menghargai jika usaha
anda mengelola bisnis anda dengan menerapkan prinsip-prinsip di atas. Didukung dengan usaha yang kongkret dan melibatkan wisatawan serta masyarakat sekitar, anda akan mendapat penghargaan dan loyalitas konsumen, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan usaha anda. Citra usaha anda di mata konsumen dan masyarakatpun akan meningkat. Lebih jauh lagi mereka akan merekomendasikan usaha anda kepada orang lain dan itu merupakan keuntungan besar bagi anda. Memacu kinerja dan meningkatkan loyalitas staf Jika anda berkomitmen untuk melakukan langkah-langkah menuju pariwisata yang berkelanjutan diiringi dengan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan staf dan usaha-usaha lain untuk meningkatkan keuntungan bisnis anda, staf anda akan berfikir bahwa anda sangat peduli dengan keberadaan mereka dan keberlangsungan hidup usaha. Hal ini akan meningkatkan motivasi, loyalitas, efektivitas staf dan mengurangi frekuensi keluar-masuknya staf. Mengelola hubungan yang baik dengan masyarakat lokal Bisnis pariwisata berkelanjutan berusaha untuk mengikutsertakan masyarakat lokal dalam level pengambil keputusan dan memastikan bahwa mereka mendapatkan keuntungan yang setara dari aktivitas pariwisata dalam bentuk peningkatan infrastruktur, sumbangan untuk desa, tenaga kerja yang lebih baik dan kesempatan usaha. Hal ini akan mengurangi kemungkinan timbulnya konflik dengan penduduk desa dan pastikan bahwa hotel atau bisnis pariwisata yang lain tetap menjaga hubungan yang harmonis dan menerima bantuan dan kerjasama dari masyarakat sekitar ketika dibutuhkan.
“Lebih dari 60% wisatawan Inggris bersedia membayar lebih untuk liburannya jika uang yang mereka bayarkan disumbangkan sebagian untuk pengelolaan lingkungan dan juga kesejahteraan masyarakat. 64% wisatawan bersedia membayar £ 10-25 lebih banyak kepada tour operator yang mempunyai komitmen terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat”. Tearfund, 2000.
Keuntungan bisnis jangka panjang Dengan bekerja secara konsisten dan membangun kerjasama dengan usaha lain yang juga menerapkan prinsip yang sama, bertukar ide untuk perbaikan dan bekerja sama mengelola lingkungan sehingga pada akhirnya tercipta kondisi lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan. Membuka peluang bisnis baru Semakin banyak Tour Operator di mancanegara, terutama di Eropa, Australia, dan Amerika Utara mengembangkan bisnis “sustainable tourism / pariwisata berkelanjutan” atau “Responsible travel / perjalanan yang bertanggung jawab”. Ini berarti mereka akan mencari rekan kerja di setiap destinasi pariwisata yang juga mengikuti prinsip keberlanjutan / sustainable dan perjalanan yang bertanggung jawab. Dengan memperlihatkan kepada mereka bahwa anda juga mengembangkan usaha dalam format yang sama, kemungkinan anda dapat menarik minat segmen pasar yang baru.
11
RAMAH WISATAWAN Ramah wisatawan merupakan kriteria yang dilihat dari sudut pandang wisatawan. Dalam kategori ini, bisnis pariwisata menawarkan aktivitas yang menyenangkan wisatawan, dengan target ekowisatawan, yaitu wisatawan yang ingin mengalami suasana alam dan mengenal adat budaya setempat. Namun apakah fasilitas dan aktivitas yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan wisatawan atau tidak? Aspek-aspek yang diperhatikan oleh ekowisatawan antara lain: 1. Keindahan, keaslian kawasan 2. Keamanan, kebersihan dan kenyamanan 3. Staf yang bersahabat, jasa pelayanan yang efisien 4. Menemukenali dan menikmati potensi alam dan budaya lokal.
1. Keindahan dan keaslian kawasan “Menyediakan/ menawarkan pengalaman yang menyenangkan di daerah yang alami, tempat yang sepi, lingkungan yang masih asli dan atau bentang yang masih natural dan tradisional”.
12
Keindahan dan keaslian suatu tujuan wisata merupakan keharusan dan itu merupakan daya tarik visual yang pertama kali diperhatikan oleh wisatawan, khususnya ekowisatawan. Aspek ini sebenarnya merupakan penilaian pribadi dari wisatawan. Keindahan dan keaslian kawasan biasanya dilihat dari area sekitar lokasi hingga di luar
wilayah, radius ± 0-500 meter di sekeliling kawasan. Wisatawan juga memperhatikan area yang lebih luas di sekitar kawasan tempat fasilitas berada. Dalam merencanakan situs wisata sedapat mungkin kita telah mempertimbangkan pemandangan yang strategis untuk bisa dinikmati oleh tamu baik dari kamar maupun dari lingkungan kawasan, misalnya
Ekowisatawan© Heinz-Yosef Heile
Siapakah ekowisatawan? Belum ada definisi yang baku mengenai siapa ekowisatawan itu. Namun, ekowisatawan dapat dikategorikan sebagai wisatawan yang menghargai alam dan budaya setempat dan melakukan perjalanan yang bertanggung jawab. Banyak wisatawan yang melakukan perjalanan secara independen (independent traveller), yaitu pengunjung yang mengatur perjalanannya sendiri mulai dari merencanakan perjalanan, pemesanan akomodasi dan sebagainya serta melakukan perjalanan secara bertanggung jawab (Bovy dan Lawson, 1998). Berdasarkan studi pasar, tipe dari ekowisatawan adalah: · Memiliki pendidikan tinggi · Usia pertengahan, antara 25 hingga 55 tahun · Tertarik pada aktivitas luar ruangan (trekking, hiking, rafting, sailing, dll.) · Tertarik untuk mengetahui mengenai alam dan budaya setempat · Sebagian besar berasal Eropa (Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Scandinavia), Amerika Utara atau Australia. Untuk 10 tahun ke depan, wisatawan Asia dari negara-negara maju yang baru akan sangat tertarik terhadap aktivitas ekowisata, khususnya Jepang, Singapura, Korea Selatan dan lainnya.
pemandangan sawah, pegunungan, taman, pantai, sungai dan hutan. Penting untuk mendisain fasilitas dimana tamu dapat dengan leluasa menikmati pemandangan tanpa terhalang, memastikan bahwa apa yang mereka lihat merupakan pemandangan yang sangat bagus, tidak terhalang dan dapat dilihat dari segala sudut pandang seperti kamar, teras, kolam renang, restoran dan lainnya. Sebaliknya, pengusaha pariwisata sedapat mungkin harus memblok atau menghindari pemandangan yang tidak bagus yang terdapat di sekeliling kawasan. Contohnya jika ada bangunan konstruksi baru yang kurang serasi di samping fasilitas, cobalah untuk memblok pemandangan tersebut dengan tanaman yang tinggi atau tembok yang ditumbuhi tanaman rambat. Usaha untuk menahan dan meredam kebisingan dari luar kawasan juga sangat penting dilakukan. Tamu yang berlibur biasanya mencari suasana yang tenang dan nyaman. Mereka umumnya cukup toleran terhadap suara alam bahkan kadang-kadang suara alam dijadikan obyek. Akan tetapi mereka tidak akan cukup toleran terhadap suara bising dari lingkungan luar yang akan mengganggu waktu istirahat mereka, terutama terhadap bising yang tidak alami seperti kebisingan dari pabrik, suara motor, jalan raya, dll. Apabila ada kebisingan seperti itu, sebaiknya diusahakan untuk diblok dengan tembok, vegetasi, pohon-pohon, atau dengan lansekap yang cocok (misalkan dengan membangun kamar jauh dari sumber kebisingan, atau lebih rendah dari sumber kebisingan).
2. Keamanan, kebersihan dan kenyamanan “Lokasi dan lingkungan sekitar terjaga bersih dan aman, seluruh fasilitas dan pelayanan
seperti kolam renang, tour, makanan dan lainnya dalam kondisi dan kualitas yang bagus dan menyenangkan”. Lingkungan yang aman, bersih dan nyaman merupakan poin penting yang dicari oleh wisatawan saat mereka memilih tempat yang akan dikunjungi. Harapan ekowisatawan sangat besar pada poin ini, karena kebanyakan dari mereka merasa cukup dengan fasilitas sederhana, upaya mempertahankan kesan alami dari fasilitas dan lingkungan tersebut untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya penggunaan kayu langka untuk furniture,dll) akan sangat dihargai. Daripada mencari fasilitas mewah, mereka lebih tertarik pada fasilitas sederhana, asal kebersihan dan suasana ramah tetap dijaga. Sebenarnya, aspek yang paling penting untuk semua wisatawan, termasuk ekowisatawan, adalah kebersihan, terutama pada tempat makan, tidur, mandi dan toilet. Sepanjang kebersihan fasilitasfasilitas tersebut dijaga dengan baik, mereka bisa menerima fasilitas yang sederhana.
Bukaan ventilasi © Lintang
Sistem ventilasi alami
Bangunan villa terinsiprasi arsitektur lokal Resort kecil yang cukup asri ini dibangun di kawasan Ubud, Taman Bebek Villas, dengan inspirasi konsep bangunan dari bale gede untuk upacara. Sirkulasi udara yang cukup dalam ruangan dirancang sedemikian rupa sehingga AC tidak dibutuhkan lagi. Disatu sisi, pemadangan pegunungan dari dalam kamarpun jelas terlihat. Arsitektur yang sederhana dengan ventilasi yang besar memberi kesan natural.
13
Selain itu penting juga diperhatikan keamanan pada aktivitas outdoor seperti rafting, diving, mountain hiking. Pengelola harus memastikan bahwa peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan terawat, juga memberikan alat proteksi seperti helm, pelindung lutut dan siku dan lainnya untuk tamu dan staf. Penting juga dalam setiap aktivitas disediakan peralatan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) dan membuat prosedur penyelamatan untuk tamu yang terluka. Untuk menjamin keselamatan tamu, pengelolaan yang baik adalah dengan memberikan asuransi kepada mereka yang disertakan dalam paket aktivitas. Kenyamanan dan keamanan untuk wisatawan terutama wisatawan keluarga merupakan hal penting yang harus juga diperhatikan. Pastikan fasilitas dan aktivitas yang anda miliki aman untuk digunakan oleh anak dan juga untuk keluarga. Hal ini menjadi poin penting untuk penjualan bisnis anda. Langkah-langkah untuk menciptakan suasana yang baik bagi wisatawan (keluarga) antara lain: • Memastikan keamanan untuk anak, misalnya dengan memberi pembatas antara kolam dewasa dengan kolam anak. • Menyediakan menu khusus untuk anak tanpa rasa pedas. • Tersedianya arena bermain untuk anak yang bersih, dengan rumput dan pasir, perlengkapan bemain dan aktivitas untuk anak yang berbasis alam. • Menyediakan tempat tidur bayi dalam kamar (sesuai dengan pemintaan) • Menyediakan jasa perawat bayi (baby sitter).
14
3. Staf yang bersahabat, pelayanan yang efisien “Staf dan semua orang yang tergabung dan terlibat dalam aktivitas bersahabat; kebutuhan tamu ditanggapi dengan cepat, efektif dan profesional”. Kriteria ini terdiri dari tiga aspek:
3.1 Sikap dan kebiasaan staf (ramah tamah / bersahabat) Hal yang paling penting yang sangat dihargai oleh wisatawan independen adalah sikap bersahabat. Jika staf mengalami kesulitan dalam memahami dan memenuhi kebutuhan dari wisatawan internasional, hal ini akan tetap diterima dan dihargai selama staf bersikap ramah, baik, bersahabat, terbuka dan mempunyai sikap menolong. Sikap ini sangat sesuai dengan tradisi orang Indonesia yang ramah. Menangani pemesanan seefektif mungkin juga sangat penting dalam bidang pelayanan.
Kelas menari anak-anak © Pondok Pekak
Pertunjukan kesenian dan budaya tradisional oleh anak-anak Ubud dikunjungi oleh banyak keluarga dan anak-anak dari berbagai negara. Untuk melayani para pelanggan, perpustakaan Pondok Pekak memiliki program khusus untuk anak-anak yang menekankan pada aset budaya. Diantaranya pertunjukan tari khusus dan latihan menari untuk anak-anak dengan menggunakan koreografi yang diinspirasi dari budaya tradisional namun dibentuk menjadi paket yang menyenangkan dan dapat diterima dengan mudah oleh anak-anak, seperti Tari Kodok, Legong anak-anak dan Tari Genggong. Aktivitas lain adalah bersepeda dan bermain layang-layang, bernyanyi lagu dengan bahasa yang berbeda-beda, gamelan dan sebagainya.
3.2 Pelayanan yang efisien untuk tamu (reservasi kamar, transportasi, pemesanan tiket, informasi, dan lainnya) Aspek efisiensi dapat menjadi masalah tersendiri bagi usaha kecil yang berbasis masyarakat, dimana staf lokal belum tentu mendapat pelatihan “efisiensi” sesuai dengan standar internasional. Namun, biasanya wisatawan yang berkunjung ke fasilitas ekowisata akan mengerti dan memahami standar pelayanan yang mereka dapatkan di homestay kecil yang dikelola keluarga tidak akan sama dengan hotel berbintang 5 skala internasional.
3.3 Terdapat fasilitas dan area sekitar yang didisainuntukorangcacatdanmanula Salah satu aspek yang juga bisa meningkatkan suasana yang ramah dan bersahabat adalah jika fasilitas dan sekelilingnya didisain dan disesuaikan untuk kebutuhan orang cacat dan manula. Dalam perkembangannya, ekowisatawan memiliki segmen baru yaitu para manula dan orang cacat. Mencoba untuk memenuhi kebutuhan dari klien merupakan usaha yang sangat baik dan akan sangat dihargai oleh wisatawan. Hal tersebut termasuk memastikan bahwa seluruh fasilitas dapat diakses dengan mudah; sebagai contoh dengan menghindari banyak tangga, memasang pegangan sepanjang tangga dan di kamar mandi atau membangun jalan dengan sudut miring /landai. Dalam hal ini staf berperan penting, terutama kemampuan memberi pelayanan semaksimal mungkin termasuk kepada tamu khusus. Budaya orang Indonesia yang sangat menghormati orang tua, akan sangat mudah bagi anda memberi instruksi atau melatih masyarakat lokal untuk menolong orang tua ataupun wisatawan yang cacat ketika dibutuhkan.
4. Menemukenali potensi alam dan budaya setempat “Wisatawan diberikan kesempatan untuk menempati dan menemukenali budaya dan lingkungan lokal”. Ada tiga fokus aktifitas ekowisata: • Aktivitas outdoor atau olah raga • Menikmati alam (flora dan fauna, mengamati burung, dll.) • Menemukenali budaya lokal (tarian, musik, makanan tradisional). Tujuan ekowisatawan datang ke Indonesia adalah untuk menemukenali potensi alam, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki. Sebagai pengelola usaha pariwisata, kita harus dapat memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk menikmati dan mengenali budaya dan lingkungan lokal yang masih tradisional tersebut. Untuk itu kita harus kreatif membuat paket-paket wisata yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari wisatawan, tanpa harus merusak ataupun menghilangkan potensi alam dan budaya yang kita miliki.
Aktifitas menyelam © Heinz-Yosef Heile
Aktivitas menyelam untuk orang cacat Scuba diving merupakan aktivitas yang cukup populer untuk ekowisatawan, namun dapat juga membahayakan atau akan menjadi sangat sulit untuk wisatawan yang cacat. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dari celah pasar / klien khusus (wisatawan yang cacat), BDIP mengidentifikasi lokasi menyelam yang dapat dengan mudah diakses oleh orang cacat. Beberapa pegawai diberi pelatihan khusus sehingga mereka dapat memandu dan memberi bantuan bagi penyelam yang cacat.
15
Kebanyakan hotel dan tour operator di Bali sangat tanggap terhadap wisatawan terutama yang tertarik pada budaya lokal dan juga aktivitas alam. Namun, hanya sebagian kecil dari pengusaha pariwisata yang mencoba untuk membuat rekreasi yang berbasiskan alam dan budaya yang unik berdasarkan potensi lokal. Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan potensi lokal dengan cara yang berkelanjutan antar lain: • Anak muda yang bekerja sebagai pemandu tidak tertarik dan tidak memiliki pengetahuan mengenai budaya lokal. • Operator lokal tidak semuanya tanggap terhadap aktivitas-aktivitas yang mungkin dapat menarik wisatawan, sehingga mereka tidak berani membangun dan mengembangkan aktivitas baru. Jika melihat ada pura, situs atau rute trekking menarik yang dipromosikan dengan sukses oleh operator lain, mereka akan mengikutinya dan membuat aktivitas serupa. Hasilnya, beberapa tempat yang cukup menarik dan terkenal di Bali seperti Tanah Lot, atau Air terjun Gitgit sekarang menjadi tidak teratur, sementara situs yang memiliki daya tarik dan potensi untuk dipromosikan terabaikan. Solusi yang dapat direkomendasikan untuk operator lokal ialah berdiskusi dan berbicara lebih banyak dengan wisatawan untuk mengetahui apa yang mereka sukai, atau bekerjasama dengan organisasi ekowisata asing, yang dapat menolong para tour operator untuk mengidentifikasi atraksi lokal yang mempunyai potensi dan menarik minat pengunjung..
16
• Banyak pemandu wisata/ tour guide mendapatkan komisi dari hasil transaksi yang dilakukan wisatawan yang nilainya lebih banyak dibandingkan dengan gaji yang mereka dapatkan. Hal ini membuat
mereka lebih suka untuk mengajak tamu ke tempat yang sudah terkenal, yang dikelilingi oleh banyak toko souvenir dan restoran, daripada mengajak tamu ke daerah terpencil dimana tamu tidak dapat membeli apapun. Solusi yang dapat direkomendasikan ialah membuat kebijakan yang tegas dalam mempekerjakan pemandu wisata sehingga mereka tidak akan meminta komisi dari toko-toko dan tetap memberi mereka bonus sebagai penghargaan setiap saat mereka membawa tamu ke tempat yang terisolasi atau berdasarkan minat dan kepuasan wisatawan tersebut. Beberapa masyarakat, hotel dan manajer aktivitas di Bali sudah membuat program khusus mengenai aktivitas alam dan budaya yang berlandaskan pada atraksi lokal yang unik. Perintis dalam area ini antara lain Sua Bali di Gianyar, Puri Lumbung di Munduk dan Eco-lodge Sarinbuana.
Bali Starling & Kingfisher © Djuna Ivereigh
Bali Bird Walks Aktivitas tour yang unik ini bertempat di Campuhan dan dikelola oleh Victor Mason, seorang antropolog yang memberi pelatihan kepada pemandu lokal untuk dapat memandu perjalanan/ tour tersebut. Wisatawan dilengkapi dengan teropong (binocular) dan mereka dapat mempelajari dan menemukan sebanyak 30 hingga 100 species burung yang dapat mereka temui sepanjang perjalanan melalui jurang, sawah dan hutan. 10% dari pendapatan diberikan untuk donasi konservasi Bali Bird Park.
Usaha yang lainnya mengikuti setelah itu dan menawarkan beberapa aktivitas seperti : • Pemanduan trekking ke area hutan lokal atau puncak gunung, mengunjungi obyek daya tarik alam yang unik seperti air terjun, sungai, situs dengan pemandangan yang bagus, dan sebagainya. Di Bali, situs alam sering dikombinasikan dengan situs budaya seperti pura, kawasan suci dan sebagainya. • Pertunjukan budaya seperti musik daerah, tarian dan pertunjukan teater tradisional. • Mengeksplorasi potensi agrikultur atau cinderamata tradisional dan kegiatankegiatan seperti proses pembuatan beras, penanaman dan penggilingan kopi, pengrajin emas, pengrajin gong, pengrajin keranjang, pemahat dan sebagainya. • Kursus aktivitas budaya lokal, dimana wisatawan dapat belajar memasak, menari, bermain musik, memahat atau kesenian lain. • Tur spiritual dimana wisatawan dapat menemui pendeta lokal, meditasi / yoga atau ahli pengobatan dengan cara spiritual. Semua aktivitas tersebut sangat digemari oleh ekowisatawan selama aktivitas tersebut masih asli, unik dan dalam pelaksanaannya tidak banyak orang yang ikut dalam satu sesi (biasanya kurang dari 8 orang setiap sesi). Hal tersebut penting untuk kemudahan dalam memberi penjelasan dan interpretasi mengenai alam, tradisi dan budaya lokal kepada wisatawan. Permasalahan akan timbul jika tidak semua pemandu lokal fasih berbahasa Inggris atau bahasa lain yang digunakan wisatawan. Solusi yang dapat ditempuh adalah membuat penjelasan dengan tulisan singkat serta
diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan untuk memudahkan wisatawan, teks tersebut diperbanyak atau dibuat menjadi leaflet.
Pembuatan keramik © KvdO
Bali Herb Walks Aktivitas unik ini dibuat oleh dua orang Bali dari keluarga yang mempunyai keahlian pengobatan tradisional, dengan tujuan untuk mempertahankan pengetahuan tentang herbal dan pengobatan alami dan tradisional. Selama perjalanan, wisatawan belajar untuk mengidentifikasi species tanaman lokal dengan penglihatan, penciuman dan pengecapan mereka, lalu mereka belajar beberapa cara untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai minuman atau ramuan untuk dijadikan obat berbagai penyakit seperti diabetes, hepatitis atau nyeri.
Aktivitas pengamatan burung di atas menara pandang Para pencinta burung sekarang dapat mengamati burung-burung lokal Bali di lokasi yang menarik yaitu di kaki gunung Batukaru. Dengan menara pandang setinggi 30 meter, Eco-lodge Sarinbuana berusaha memfasilitasi tamunya untuk dapat dengan leluasa mengamati burung dan menikmati bentang alam yang sangat menarik. Menara pandang tersebut dioperasikan dan dipandu oleh penduduk lokal yang telah diberi pelatihan terlebih dahulu. Selain menara pandang, tamu juga difasilitasi dengan binocular / teropong untuk memudahkan pengamatan.
17
Menyediakan interpretasi mengenai sejarah pura dalam bahasa Inggris
Pura Jagaraga © Leonard Lueras
Bali mempunyai banyak pura yang menarik, dan setiap pura mempunyai cerita sejarah dan juga fungsi yang berbeda yang terlihat dari struktur bangunan, pahatan dan upacara yang dilakukan di tiap pura tersebut. Sayangnya, tidak banyak pemandu yang mampu memandu dan menjelaskan secara detil tentang pura atau simbol-simbol yang ada kepada wisatawan. Pengalaman menunjukkan bahwa pengunjung biasanya ingin mendapat penjelasan yang lengkap dan mereka siap membayar untuk mendapatkannya. Salah satu inisiatif yang sukses telah berhasil diterapkan oleh pendeta lokal di Pura Jagaraga, yang didirikan pada abad 19. Pendeta tersebut berdiri di gerbang pura, siap untuk memberi penjelasan secara detil mengenai sejarah pura dan makna dari relief yang ada kepada pengunjung. Beliau membuat teks sebanyak dua halaman yang berisi penjelasan mengenai latar belakang pura dalam bahasa Indonesia dan Inggris dan mudah dibawa sehingga pengunjung dapat membacanya selama tour. Pengunjung memberi donasi sekedarnya (biasanya antara Rp.10.000 hingga Rp.50.000) setelah penjelasan yang diberikan oleh pendeta tersebut selesai.
Kelas budaya untuk para tamu Suly Resort & Spa membuat program kelas budaya untuk tamunya, termasuk di dalamnya 14 aktivitas yang berbeda yang diambil dari aspek tradisi yang dapat diikuti selama tamu menginap ataupun ketika tour khusus, seperti: memasak, menari, melukis, memahat, bermain gamelan, melukis telur, membuat keramik, membuat layanglayang, membatik, membuat sesaji untuk upacara, menenun, mengukir dan lainnya. Kelas-kelas tersebut diakomodir oleh penduduk
18
Pembuatan keramik manual © Paramita
Wisata desa dengan pemandu lokal Kebanyakan tour operator menawarkan paket wisata yang sejenis dengan tipikal wisata masal. Namun ternyata terdapat celah pasar khusus yang berminat terhadap potensi wisata khusus seperti wisata desa. Hal ini dijadikan celah bagi Bali Autrement dengan membuat paket wisata desa dan bekerja sama dengan penduduk desa setempat untuk mengelola desanya menjadi desa wisata dan pihak Bali Autrement yang akan mendatangkan tamu. Bali Autrement kemudian mengajak warga untuk menjadikan rumahnya sebagai home stay dan memberi pelatihan kepada para pemuda untuk menjadi pemandu lokal. Tema dari wisata ini adalah budaya, dimana wisatawan diajak untuk mengeksplorasi budaya lokal. Selain itu dari aktivitas ini banyak wisatawan yang kemudian sangat simpatik terutama kepada anak kecil, sehingga pada akhirnya ada aktivitas khusus yang dibuat yaitu donasi untuk anak sekolah, dimana pihak sekolah akan memberikan laporan kepada Bali Autrement dan kemudian diteruskan ke wisatawan yang menyumbang (meskipun kadang mereka tidak memintanya). Wisatawan tersebut nantinya akan kembali lagi mengunjungi fasilitas ataupun hasil dari donasi mereka.
Jalan-jalan di hutan © Heinz-Yosef Heile
Daun Sendok (Plantago major) © BaliFokus
Daun Dewa (Gynura pseudo-china) © BaliFokus
19
RAMAH LINGKUNGAN Aksi ramah lingkungan menjadi upaya semua pihak untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang semakin parah. Industri pariwisata khususnya memberi kontribusi yang cukup besar terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi baik itu ekosistem laut maupun darat. Banyak sumber daya alam yang tidak terbaharui mulai menipis dan rusak akibat eksplorasi yang berlebihan padahal material terbebut merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup manusia. Sistem manajemen lingkungan kemudian dibuat untuk mempertahankan, memperbaiki kualitas lingkungan dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari elemen yang berhubungan dengan pariwisata. Sistem ini memiliki komitmen terhadap kesehatan, perbaikan taraf hidup, nilai ekonomi, kualitas lingkungan dan berusaha membuat cara yang efektif untuk peningkatan berbagai sektor industri dan bisnis. Usaha ramah lingkungan dapat dilihat dari beberapa aspek seperti di bawah ini: 1. Perencanaan: kebijakan, manajemen, lansekap, material bangunan 2. Konservasi air, energi, dan penggunaan bahan kimia 3. Pengelolaan limbah padat dan limbah cair 4. Pendidikan konservasi dan lingkungan.
1. Perencanaan: kebijakan, manajemen, lansekap dan material bangunan
20
“Disain dan pengelolaan dibuat dengan usaha untuk meminimalisasi dampak terhadap lingkungan; fasilitas dan aktivitas dipadukan dengan lingkungan lokal dan memberikan prioritas kepada sumber daya lokal dan terbaharui dengan tetap memegang prinsip keberlanjutan.”
1.1 Kebijakan manajemen Ketika sebuah usaha pariwisata memutuskan untuk mengadopsi sistem manajemen lingkungan, itu berarti mereka harus memiliki komitmen untuk menjaga lingkungan agar dijadikan sebuah kebijakan. Usaha pariwisata yang ramah lingkungan membutuhkan komitmen yang jelas dari pihak manajemen dan juga karyawan mengenai usaha/kegiatan ramah lingkungan yang akan dilakukan. Komitmen tersebut biasanya diterjemahkan dalam bentuk pernyataan yang diperlihatkan dan dikenalkan kepada karyawan dan wisatawan untuk dillaksanakan sehingga tidak hanya sekedar sebagai penghias atau bumbu promosi saja. Arsitektur ramah lingkungan © Lintang
Arsitektur yang ramah lingkungan Arsitek dan desainer dari Waka Experience, sebuah perusahaan butik resort, mendisain resortnya dengan pendekatan yang ramah lingkungan. Hal ini dimulai dengan pembuatan lansekap, dengan meminimalisasi dampak negatif/ tekanan pada landsekap lokal: dengan moto “tidak memindahkan satu batupun, tidak menutup lubang manapun, dan tidak menebang satu pohonpun”. Hal ini sangat penting khususnya di Waka Shorea, yang dibangun diatas 8 Ha area Taman Nasional Bali Barat. Di area ini tidak diperkenankan untuk menebang satu pohonpun. Di Waka Gangga, bungalow yang dibangun menggunakan konsep rumah tradisional dan sawah yang terdapat di sekitar dibiarkan berada di sekeliling bungalow. Ini memudahkan wisatawan untuk menikmati atmosfer persawahan, tanpa mengubah fungsinya. Waka Resort juga memaksimalkan penggunaan kayu kelapa dan kayu bekas dalam konstruksinya.
Komitmen dari manajemen tersebut dapat juga dilihat secara langsung pada desain tempat usaha dan upaya yang dilakukan untuk menyelaraskan fasilitas dan aktivitas dengan lansekap.
• Menggunakan material yang diambil dari sumber daya yang dapat terbaharui seperti kayu kelapa, bambu dan atau menggunakan kayu bekas.
1.2 Dampak lingkungan terhadap situs pengembangan, dampak visual ser ta integr asi antar serta integrasi antaraa lansekap dan lahan tradisional Selain komitmen dan kebijakan manajemen, perencanaan awal sebuah fasilitas maupun aktivitas harus juga mempertimbangkan kondisi alam sekitar. Desain bentang dan material yang digunakan harus sudah direncanakan jauh sebelum fasilitas dibangun. Usaha-usaha yang dinilai dapat mengurangi dampak dan menjaga kualitas lingkungan antara lain: • Usaha yang dilakukan untuk mengurangi rasio area terbangun dibandingkan dengan area terbuka, dan membiarkan banyak lahan pertanian, kebun dan vegetasi alami untuk meningkatkan infiltrasi ke dalam air tanah. • Membangun bangunan di lahan yang tidak terpakai atau lahan bekas tempat pembuangan dibandingkan harus membuka lahan baru. • Merawat vegitasi alami di kebun dan tetap menanam species yang unik dan langka. • Berupaya untuk mendirikan bangunan yang tidak terlalu terlihat dari area luar kawasan. • Menggunakan material dan arsitektur lokal.
“ALAMI BELUM TENTU RAMAH LINGKUNGAN”
“Kami menyertakan pernyataan komitmen yang kami lakukan dalam notes dan ditempatkan diseluruh kamar yang kami miliki. Selain itu kami juga menempatkan komitmen tersebut diarea yang mudah dilihat oleh banyak orang dan para wisatawan sangat menghargai usaha yang kami lakukan tersebut”. (Udayana Eco-lodge)
Mengubah lahan pembuangan sampah menjadi “surga” Lumbung Damuh merupakan sebuah resort kecil dengan 4 bungalow dan terletak di Pantai Timur Bali yang memiliki konsep ramah lingkungan. Bungalow dibangun di atas tanah yang dulunya merupakan tempat pembuangan sampah warga sekitar. Pemilik lahan memutuskan untuk membersihkan area tersebut dengan persetujuan masyarakat dan mengubahnya menjadi kebun pisang serta kelapa dan juga membangun bungalow untuk para tamunya. Kisah ini diceritakan kepada tamu yang berkunjung dan menginap di Lumbung Damuh dan mereka sangat menyukai ide perubahan hotel dari “sampah menjadi surga”. Di Ubud Anda dapat menemukan kisah serupa yaitu di Ubud Sari, sebuah resort perawatan tubuh yang dibangun di atas lahan tempat pembuangan sampah dan kini merupakan tempat spa yang modern dan salon kecantikan dengan taman yang indah.
21
1.3 Material bangunan Dalam perencanaan pembangunan sebuah fasilitas pariwisata, kadang kita ingin menonjolkan sisi alami dari fasilitas agar dapat berbaur dengan alam sekitar. Namun yang terjadi adalah eksplorasi yang berlebihan terhadap sumber daya tidak terbaharui demi apa yang disebut alami. Hal yang ingin ditekankan pada bagian ini adalah konsep alami dan ramah lingkungan. Kebanyakan orang kadang menterjemahkan alami sebagai ramah lingkungan, padahal menggunakan bahan alami belum tentu ramah lingkungan. Misalnya penggunaan kayu sebagai material dasar bangunan dikatakan alami. Namun apakah Anda yakin kayu yang digunakan adalah kayu hasil produksi dan bukan jenis kayu langka?. Hal-hal seperti inilah yang perlu kita cermati secara teliti.
(eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan). Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dan Forest Stewardship Council (FSC) memberikan sertifikasi ramah lingkungan kepada pengusaha kehutanan yang memiliki konsep berkelanjutan. Namun hingga saat ini masih sedikit pengusaha yang mendapatkan sertifikat tersebut. Batu karang / terumbu karang: Terumbu karang, tidak hanya merupakan karang hias, melainkan rumah bagi berjutajuta makhluk hidup air lainnya dan juga berfungsi sebagai pemecah ombak alami dan mencegah erosi. Sebelum pariwisata berkembang, batu karang merupakan material penting yang digunakan sebagai bahan fondasi bangunan. Penambangan batu karang yang
Membelah bambu untuk konstruksi © KvdO
Bahan / material dikatakan ramah lingkungan jika: • Sedapat mungkin berasal dari area lokal. Selain menghindari pemanfaatan bahan langka juga menghemat energi saat transfer dan distribusinya. Juga dianjurkan untuk mendorong pelibatan masyarakat dalam aktivitas ekonomi lokal. • Sedapat mungkin menggunakan bahan.material yang berasal dari bahan daur ulang, misalnya kayu bekas tiang listrik. • Menggunakan bahan/material yang terbaharui dan tidak merusak lingkungan. Misalnya penggunakan kayu kelapa atau bambu untuk material bangunan, sebagai pengganti kayu langka. Contoh kasus penggunaan material yang natural namun tidak ramah lingkungan:
22
Penggunaan kayu dari hutan primer: Kebanyakan kayu di Indonesia diambil dari dalam hutan dengan cara yang tidak berkelanjutan
Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Prioritaskan untuk menggunakan kayu daur ulang atau material yang berasal dari sumber daya yang terbaharui : kayu dari hutan industri, kayu yang berasal dari tanaman yang tumbuh di berbagai lingkungan seperti kayu kelapa dan bambu, kayu tanaman buah-buahan seperti nangka, durian, pohon mangga, atau spesies lokal yang banyak ditanam di area sekitar anda. Perhatikan jika membeli kayu jati : periksa asal kayu tersebut dan pastikan kayu itu berasal dari perkebunan yang dikelola secara berkelanjutan. Hindari mengunakan kayu yang berasal dari hutan primer, yang kemungkinan hasil dari penebangan liar atau dikelola dengan cara yang tidak berkelanjutan. Sebagai contoh : hindari menggunakan kayu besi (ulin), kapur atau bangkirai yang sering juga disebut sebagai ”kayu kalimantan” dan nyatoh. Hanya membeli kayu jenis tersebut jika disertifikasi oleh FSC (Forest Stewardship Council).
tidak terkontrol menyebabkan banyak terjadi kerusakan terumbu karang hampir di seluruh Indonesia. Di Bali kerusakan terumbu karang juga terjadi. Sekitar 80% dari terumbu karang di Bali mengalami kerusakan. Seiring dengan bertumbuhnya perekonomian dan pembangunan, permintaan akan batu karang marak terjadi. Seperti halnya yang terjadi di Candidasa. Eksploitasi karang berlebihan yang digunakan sebagai material bangunan dan pengganti batu kapur terus berlangsung tanpa bisa dicegah. Hasilnya erosi yang cepat terjadi di sepanjang pantai Candidasa, dan kini Candidasa hampir tidak memiliki pantai lagi.
2. Konservasi air, energi dan penggunaan bahan kimia ”Fasilitas dan peralatan didisain untuk menghemat air, menggunakan sedikit bahan kimia dan konservasi energi”
2.1 Air Air merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan semakin sulit diperoleh di Bali. Dengan adanya persaingan antar industri, konsumsi air untuk sektor perhotelan dan pertanian tidak didukung dengan peraturan yang memadai. Distribusi air menjadi tidak merata dan tidak terbatas. Akibatnya semakin banyak juga sawah yang mengalami kekeringan, kesulitan air dan akibatnya produktivitas padipun menurun. Apakah para wisatawan masih akan tertarik untuk mengunjungi Bali apabila semua sawah yang indah menjadi kering? Banyak LSM dan ahli memprediksikan bahwa persediaan air akan menimbulkan masalah 10 tahun mendatang. Hal ini terjadi karena eksploitasi yang berlebihan dan tidak terkontrol oleh banyak industri terutama yang memanfaatkan banyak air. Bisnis pariwisata mengkonsumsi air dengan jumlah yang cukup banyak. Diperkirakan untuk
hotel besar penggunaan air berkisar 700-900 liter/kamar/hari, dibandingkan dengan hotel nonbintang yang mengkonsumsi air 360 liter/ kamar/hari (Kirk,1993). Rata-rata penggunaan air untuk rumah tangga di Bali menghabiskan sekitar 80 liter per harinya. Oleh sebab itu sedini mungkin kita harus melakukan penghematan dan berusaha mencari alternatif solusi untuk meminimalisasi ketergantungan terhadap air tanah dan air PAM. Konservasi air sangat penting dilakukan mengingat sumber daya yang semakin menipis, terutama untuk daerah sulit air. © heinz-josef heile
Penilaian efisiensi penggunaan air di hotel Jumlah Kamar 4 -50 kamar 50+ kamar
liter/ tahun baik < 120 000 < 160 000
sedang 120 000-140 000 160 000-185 000
buruk > 140 000 > 185 000
(ilustrasi di atas menggambarkan tipe penggunaan air per kamar untuk hotel, tanpa fasilitas laundry dan kolam renang – penggunaan harus dengan petunjuk, karena belum tentu sesuai dengan kondisi hotel Anda. Gambar di atas menggunakan satuan kubik meter, yang diasumsikan 1 kubik meter sama dengan 5 bak penuh). Sumber: Environmental action pack, IHEI 1995
Tahukah anda? Keran air yang menetes setiap waktu ternyata membuang lebih dari 36 000 liter air setiap tahunnya, ini sama dengan jumlah air yang dapat memenuhi sekitar 180 bak mandi (sumber: IH&RA, IHEI, UNEP, UNEP/IE, 1995). Sekitar 1000 liter air di Bali dapat mengairi petak sawah yang menghasilkan 1 kg beras (The Natural Guide, 2005).
23
Langkah-langkah konservasi air yang dapat Anda lakukan: • Mengevaluasi semua data terkait konsumsi air, peralatan, hunian hotel, dll. • Mendata pengeluaran perbulan untuk air (temasuk konsumsi listrik untuk pompa air). • Merawat keran-keran dan atau peralatan yang berhubungan dengan air (pompa air, meteran air, tangki air, selang, pipa, dll). • Tidak meninggalkan keran air dalam keadaan menyala – menggunakan baskom atau ember untuk mencuci. • Mengoptimalkan air untuk menyiram dengan cara mengatur aliran air lebih rendah. • Memberikan pilihan dan himbauan kepada tamu untuk tidak mengganti handuk dan linen setiap hari. • Mengontrol dan cek setiap kemungkinan kebocoran yang terjadi. • Menampung air hujan sebagai sumber alternatif. • Memanfaatkan aliran air sekitar kawasan (jika ada) untuk keperluan menyiram (misalnya sungai, subak, air hasil olahan limbah, dll). • Menggunakan toilet dengan dual flush (gelontoran kecil untuk buang air kecil dan gelontoran besar untuk buang air besar). • Perawatan dan penggunaan pipa air yang baik untuk menghindari resiko kebocoran • Menyediakan lahan hijau terbuka untuk infiltrasi air hujan.
2.2 Energi Pada saat ini Bali menghadapi permasalahan suplai energi. Tidak semua energi listrik dipasok dari Jawa sehingga Bali seringkali mengalami pemadaman listrik. Beberapa proyek besar diadakan untuk memenuhi pasokan listrik di Bali, namun banyak terjadi kontroversi akibat dampak yang ditimbulkan dari proyek tersebut terhadap lingkungan. Berdasarkan survai yang dilakukan membuktikan bahwa kebanyakan usaha pariwisata terutama hotel menggunakan energi secara tidak efisien.
Menampung air hujan
Menampung air hujan sebagai sumber alternatif Sebuah hotel kawasan Bukit Jimbaran, yang mencoba menerapkan manajemen ramah lingkungan setiap aktivitas hotelnya. Udayana Ecolodge membuat sebuah sistem penampungan air hujan untuk dijadikan sumber alternatif konsumsi air di hotel. Dalam perencanaannya, pihak pengelola mendisain bak yang dibangun dalam tanah untuk dijadikan reservoir air hujan dan dibangun talang-talang air sekitar bangunan untuk menyalurkan seluruh air hujan yang jatuh ke atas atap dan kemudian dialirkan ke bak penampungan yang ada. Hingga saat ini terdapat dua buah bak penampungan dengan luas ± 16 meter2 dan dalamnya sekitar 2 meter. Air hujan tersebut sebelum dialirkan ke kamar-kamar terlebih dahulu melalui proses penyaringan untuk memastikan kebersihannya.
Sistem pengolahan limbah cair Alam Sari Resort and Spa di Keliki — Ubud, dalam perencanaan awal membangun fasilitas pengolahan air limbah (IPAL) dengan menggunakan sistem aerobic. Dari hasil olahan limbah tersebut digunakan untuk menyiram taman yang mereka miliki. Hasilnya sungguh menggembirakan, karena mereka dapat menghemat konsumsi air untuk operasional hotel.
24
Sebuah survai menggungkapkan bahwa sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, komponen biaya energi di perhotelan hanya mencapai 10% dari total biaya rutin, tetapi sekarang biaya tersebut naik hingga mencapai 30%. Manajemen bisnis pariwisata harus berusaha untuk mengurangi konsumsi listrik seefisien mungkin dan mulai beralih untuk menggunakan energi terbaharui. Dengan melakukan penghematan energi, secara langsung usaha dan lingkungan anda mendapatkan keuntungan terutama finansial. Bisa dibayangkan berapa yang dapat anda hemat jika anda melakukan efisiensi energi. Langkah awal yang dapat anda lakukan adalah melakukan audit terhadap sumber-sumber pengguna energi. Langkah ini penting untuk mencari potensi penghematan. Penggunaan energi dalam industri pariwisata antara lain untuk: • • • • • · • •
Pemanas air, ventilasi, AC Laundry dan dry clean Penerangan Menggerakkan pompa (kolam renang, sumur bor, instalasi pengolahan limbah cair) Memasak, lemari es Bahan bakar kendaraan Peralatan elektronik kantor Lift/elevator.
Langkah-langkah konservasi energi yang dapat Anda lakukan: • Mengontrol penggunaan energi pada tiap divisi (dapur, kamar, kendaraan, dll). Membuat target untuk konsumsi listrik per unit, dan memberikan bonus kepada staf yang berhasil menghemat penggunaan listrik. • Ketika membeli kendaraan atau peralatan elektronik lainnya (AC, lemari pendingin, mesin cuci, dll) perhatikan konsumsi
• •
•
•
• •
•
listrik per peralatan persebut dan usahakan untuk membeli alat yang hemat energi. Menggunakan lampu hemat energi. Mematikan lampu dan peralatan elektronik lainnya (pemanas, AC, lampu, dll) jika sudah selesai digunakan atau jika tidak digunakan. Memasang peringatan di tiap kamar untuk mengingatkan tamu agar mematikan semua peralatan elektronik yang tidak digunakan. Bila memungkinkan memasang central switch (kontak sentral) di kamar untuk mengontrol semua peralatan listrik yang digunakan. Memasang pemanas tenaga surya, photovoltaic cells, kincir angin, atau energi terbaharui lainnya. Menggunakan energi gas bio untuk memasak yang dapat diperoleh dengan membuat sistem pengolahan air limbah secara anaerobik (informasi lebih lanjut lihat lampiran 5). Mempromosikan aktivitas wisata tanpa menggunakan kendaraan berbahan bakar atau memanfaatkan kendaraan tradisional, dll.
Menyiram kebun pada saat tengah hari hanya memboroskan air karena sebagian besar air akan menguap lagi. Selain waktu penyiraman, tukang kebun harus mengontrol volume air yang disiramkan, agar tidak berlebih dan lebih efisien dalam penggunaan air.
Rekomendasi lampu hemat energi Lampu CFL-Compact Fluorescent Lamp (Ini adalah lampu yang paling efisien yang tersedia di pasaran, dengan efisiensi tinggi sekitar 50-60 lpw dengan usia sampai 12.000 jam. Tersedia dalam ukuran yang kecil, lampu ini sangat direkomendasikan untuk digunakan di hotel-hotel). Untuk mengurangi cahaya yang terlalu terang, dapat digunakan kap lampu. (Untuk informasi lebih lanjut lihat lampiran 1)
25
2.3 Bahan kimia Penggunaan bahan kimia merupakan salah satu isu penting dalam operasional usaha pariwisata . Secara tidak sadar berbagai bahan kimia digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk deterjen, sabun pencuci piring, baterai, pestisida dan herbisida, cat, klorin dan juga bahan bakar. Bahan kimia tersebut jika tidak dikontrol penggunaannya dapat membahayakan kesehatan tamu, karyawan dan juga merusak lingkungan. Langkah minimalisasi penggunaan bahan kimia: • Memonitor kualitas klorin untuk kolam renang dan menggunakan klorin dalam dosis rendah atau menggunakan metode alternatif (garam, elektrolit) untuk menghindari penggunaan klori • Menggunakan deterjen/ pestisida yang ramah lingkungan dan mengontrol penggunaannya • Ketika membeli deterjen, cat, disinfektan atau bahan pembersih pilih material yang kandungan bahan kimianya rendah Mengurangi penggunaan pestisida (termasuk herbisida dan insektisida). Gunakan metode alternatif yang ramah lingkungan untuk pembasmi hama seperti control manual atau permanent agriculture (sumber: IDEP). • Menggunakan produk natural untuk pembasmi serangga, seperti minyak sere. Memasang kelambu pada tiap kamar.
•
Di bawah ini terdapat contoh tindakan yang dapat dilakukan mengantisipasi penggunaan bahan kimia berbahaya dengan lebih aman (terutama untuk herbisida dan pestisida):
26
Kemasan penyimpanan yang aman: bahan kimia berbahaya harus disimpan dalam kemasan awalnya, dengan label yang jelas yang mengindikasikan isi dari kemasan tersebut.
Bahan kimia berbahaya tidak boleh disimpan di dalam botol minuman, untuk menghindari salah persepsi dari orang yang tidak mengetahuinya. Semua kemasan / tempat tersebut harus kedap air, tanpa adanya lubang dan dengan penutup yang baik dan aman. Tempat/gudangpenyimpananyangaman: bahan kimia berbahaya harus disimpan di tempat yang mempunyai ventilasi yang baik, disimpan terpisah dari barang lainnya dan dijauhkan dari jangkauan anak dan binatang, dan jika perlu disimpan di dalam lemari yang terkunci. Harus terdapat label yang dengan jelas menerangkan bahan kimia yang tersimpan dan apa bahayanya. Bahan kimia tersebut harus terhindar dari panas yang berlebih, sumber api dan sinar matahari. Untuk mengantisipasi kebocoran, simpan dalam tempat yang beralaskan kayu, karena kayu dapat menyerap zat kimia terebut. Lindungi kemasan tersebut dengan plastik atau metal.
Pemanas air sederhana © Made Yudi Arsana
Menggunakan solar heater sederhana buatan sendiri Hotel Uyah merupakan hotel yang berada di pesisir timur Pulau Bali yang telah mengembangkan konsep-konsep dasar pengelolaan lingkungan. Menggunakan solar panel bukanlah merupakan sebuah pilihan. Jarak tempuh Denpasar – Amed memakan waktu 3 jam. Pemilik hotel merancang sistem pemanas air yang sederhana dengan menggunakan pipa metal yang di cat berwarna hitam. Panas yang didapatkan / diserap dari sinar matahari ditangkap dalam pipa pemanas air. Disarankan untuk tidak menyimpan pemanas air ini jauh dari kamar mandi, untuk menghindari hilangnya panas dalam air tersebut. Disamping itu, pada saat penggunaan sistem, sangat penting diinformasikan kepada para tamu bahwa air tersebut menggunakan tenaga surya dan pada saat hujan tidak memungkinkan untuk mendapatkan air panas. Pada dasarnya ekowisatawan dapat menerima kondisi tersebut selama hal ini diinformasikan lebih dahulu.
Penggunaan yang aman: staf harus terlebih dahulu mendapat pelatihan dan secara rutin mengacu kepada petunjuk pemakaian dan menggunakan peralatan keamanan yang terlah disediakan (sarung tangan, masker) ketika menggunkan bahan kimia. Mereka harus mencuci tangannya setelah selesai menggunakan bahan kimia tersebut.
pergantian tanaman per sekali panen, menanam tanaman pengusir hama, menggunakan insektisida alami dan melakukan kontrol hama secara berkala.
Membuang dengan aman: jangan membuang bahan kimia maupun kemasannya didekat aliran air atau area yang terjangkau oleh anak dan hewan.
3. Limbah cair dan limbah padat
Makanan dan pertanian organik Beberapa hotel dan restoran beralih ke pertanian organik atau makanan organik. Namun banyak dari mereka hanya menggunakan slogan organik tanpa mengetahui apakah makanan yang mereka sajikan merupakan bahan organik karena tidak pernah ada tes ataupun penelitian terhadap makanan yang mereka sajikan. Pertanian organik adalah sistem pertanian dengan menggunakan metode alami / biologis (pupuk kandang, kompos) dalam proses pemupukan dan pengendalian hama sebagai pengganti dari pupuk kimia yang justru berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Bahan organik antara lain adalah kompos, pupuk kandang, lumpur tinja, sisa pertanian (daun, tanaman habis panen) dan digunakan untuk meningkatkan nutrisi dan menguatkan struktur tanah dan juga memberi nutrisi pada tanaman. Pupuk kimia kebalikannya, hanya membuat tanaman tumbuh besar tapi tidak memberi nutrisi baik untuk tanaman maupun tanah. Pengendali hama alami dapat dihasilkan dari tindakan preventif yang dilakukan petani, misalnya dengan metode tanam tumpang sari,
Diagram purifikasi air kolam renang menggunakan elektrolisa
Pertanian organik akan lebih efektif dengan metode tumpang sari, dengan skala kecil dan pembitan dan penanaman yang intensif.
“Meminimaslisai sumber limbah: limbah cair dan limbah padat dibuang dengan cara yang aman dan ramah lingkungan, hotel dan atau usaha pariwisata lainnya berpartisipasi didalamnya atau mendukung usaha pengelolaan limbah lokal”.
3.1 Limbah cair Di beberapa negara terdapat kebijakan yang mengontrol pembuangan limbah cair, begitu juga di Indonesia. Kantor Menteri Lingkungan Hidup Indoesia memiliki standar yang mengatur
A. Air kotor B. Plat tembaga C. Plat perak D. Air bersih E. Arus DC
www.aquasprite.com
Purifikasi kolam renang menggunakan perak dan tembaga Pengelola Gajah Mina menggunakan sistem ionisasi untuk membunuh alga dan bakteria yang terdapat di kolam renang. Sistem ini bermanfaat untuk mengurangi penggunaan klorin 10 kali lebih sedikit dibandingkan dengan kolam renang lain yang menggunakan klorin saja. Teknik ini terdiri dari perak alami yang berkualitas, pembasmi bakteri alami dan tembaga yang merupakan pembasmi alga. Dengan mengalirkan air melewati elektrolit tembaga dan perak, air akan terpurifikasi secara alami. Tidak seperti penggunaan klorin, sistem ini sangat murah dan tidak menimbulkan dampak negatif pada manusia. Sistem ini juga tidak terpengaruh oleh panas atau sinar matahari: Selain itu sistem ini sangat mudah untuk pemasangan dan perawatannya.
27
parameter kandungan zat dalam buangan air limbah cair (lihat lampiran 3). Namun pada kenyataannya banyak kasus terutama di sektor pariwisata pemasalahan limbah cair ini masih diabaikan. Peneitian menunjukkan pantai di Bali terpolusi oleh zatzat seperti sulfur dan lainnya. Berdasarkan studi yang dilakukan Universitas Udayana, kandungan kimiawi tinggi dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Zat tersebut dapat meracuni tubuh manusia melalui air atau makanan bahkan dapat meresap ke dalam tubuh manusia. Selain mengotori kawasan pantai, limbah cair dari hotel dapat mencemari air tanah dan pantai juga merupakan sumber penyebaran penyakit (diare, tifus dan lainnya), karena mengandung bakteri patogen, menimbulkan bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak indah. Limbah cair di hotel dapat dikategorikan sebagai limbah domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari kamar mandi, toilet, dapur, laundry dan lainnya dan dapat diolah secara biologis (menggunakan bantuan mikroorganisme) sehingga jika pengolahannya benar, hasilnya sudah aman untuk dibuang ke lingkungan. Beberapa hotel di Bali sudah menggunakan sistem pengolahan limbah cair untuk mengurangi pencemaran terhadap lingkungan. Namun masih banyak yang tidak memiliki sistem pengolahan limbah cair dan bahkan membuangnya langsung ke sungai atau laut tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Cara yang dapat dilakukan untuk menyusun langkah-langkah pengelolaan limbah cair:
28
• Mengidentifikasi sumber, karakteristik limbah, tipe dan kuantitas dari limbah yang dihasilkan. • Mendata semua sumber limbah cair di dalam properti sendiri,
• Mempersiapkan anggaran biaya untuk meminimalisasi dampak yang ada. • Mengidentifikasi pilihan-pilihan penting untuk mengurangi dampak langsung yang terjadi maupun dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan.
Bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan klorin dalam air antara lain:
Sumber : IH&RA, IHEI, UNEP dan UNEP/IE
·
Menyebabkan rasa gatal pada mata, hidung, kulit dan rambut
·
Menyebabkan kulit kering
·
Merusak kandungan vitamin B, C dan E dalam tubuh
·
Dapat meningkatkan kolesterol, sakit jantung, stroke, ginjal, sesak nafas dan kanker.
Limbah cair harus dicek untuk disesuaikan dengan standar yang diberikan oleh pemerintah/pemda setempat dan proses harus dimonitor secara berkala untuk memastikan limbah cair yang sudah diolah harus sesuai dengan peraturan yang ada (lihat lampiran 3). Pembuatan fasilitas pengolahan limbah cair merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan fasilitas tersebut, kita dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan kesehatan. Air hasil olahanpun dapat digunakan untuk keperluan lain seperti menyiram kebun (lihat lampiran 4). Terdapat beberapa pilihan teknologi pengolahan air limbah, antara lain:
Dampak negatif klorin
• Tangki septik (sistem sederhana dua bak, mengendapkan dan menstabilkan lumpur).
Permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku wisata di Bali adalah gangguan nyamuk dan serangga. Hal yang dapat dilakukan untuk menghindari gangguan nyamuk secara ramah lingkungan adalah: • Mengurangi frekuensi penyemprotan dengan bahan kimia berbahaya • Jangan melakukan penyemprotan pada waktu tamu dan atau staf sedang beraktivitas di sekitar hotel • Memberikan mosquito-net / kelambu di setiap kamar yang tidak menggunakan pendingin ruangan • Menawarkan lotion atau spray penolak nyamuk yang tidak beracun seperti yang terbuat dari minyak sere atau intaran.
• Bak imhoff (prinsip kerja sama dengan tangki septik, sedimentasi efektif dapat ditemukan pada bak pengendapan) Bio digester (disain kubah kedap udara, berfungsi untuk menguraikan air limbah dengan kandungan organik tinggi, menghasilkan sumber energi). • Anaerobic Baffled Reactor (menurunkan BOD dan COD hingga 90%, tidak memakan lahan karena konstruksi di bawah tanah). • Anaerobic filter (air limbah dialirkan melalui media filter, menurunkan BOD dan COD hingga 90%, tahan terhadap fluktuasi debit, dibangun di bawah tanah). • Anaerobic ponds (pengolahan lebih lanjut dengan sstem anaerob dan bisa dipadukan dengan kolam fakultatif jika pengolahan belum sempurna). • Aerobic ponds (pengolahan lebih lanjut, pengurangan beban organik, kontruksi mudah, lahan di atasnya biasa dijadikan kolam yang asri). • Planted gravel filter / Waste water garden (sistem untuk limbah yang sudah mengalami pra-pengolahan, menurunkan posfat 80%, bebas bau, lahan di atasnya dapat dijadikan taman).
Intaran: Insekstisida alami Intaran (Azadirachta Indica), tanaman yang tumbuh di daerah kering di Indonesia, umumnya digunakan untuk insektisida dan bahan dasar obat-obatan. Azadirachtin, bahan dasar dari intaran biasanya ditemukan pada biji. Produk dasar intaran dapat digunakan sebagai alternatif untuk melindungi tamanan juga dapat digunakan untuk menghindari efek buruk dari pestisida dan pupuk kimia yang digunakan. Formula dasar intaran adalah bahan pembasmi serangga tapi biasanya tidak membunuh serangga secara langsung. Azadirachtin menyerang psikologi serangga dengan merubah hormon natural. Bahan tersebut dapat menghilangkan nafsu makan dan memperlambat pertumbuhan serta proses reproduksi serangga. Hal tersebut sudah dibuktikan secara efektif membasmi serangga dalam jumlah besar, termasuk kumbang, kumbang pengerek, belalang, kecoa bahkan rayap. Di daerah Pupuan-Bali Timur, PT. Intaran membuat industri pengolahan biji intaran untuk diproduksi menjadi minyak kualitas tinggi yang nantinya akan diproses dalam skala besar menjadi produk yang efektif dan aman. Sumber: www.indoneem.com & www.worldagroforestrycentre,org (Argo-forestry Database)
Untuk informasi lebih lanjut lihat lampiran 5
3.2 Limbah padat Limbah padat merupakan masalah yang sangat penting dan salah satu hambatan di masa mendatang bagi Bali sebagai daerah tujuan wisata, khususnya ekowisata. Sangat umum sekali disepanjang pantai di Bali jika musim hujan tiba kita dapat melihat banyak sampah plastik berasal dari sungai / hulu yang terbawa aliran sungai menuju laut dan kemudian terbawa kembali ke pantai. Sementara itu sebagian besar usaha pariwisata belum mengelola sampahnya dengan baik, sehingga volume limbah padat yang dihasilkan sangat besar setiap harinya.
Mempromosikan pertanian dan produk organik Beberapa hotel di Bali seperti Nirarta Centre of Living Awareness di Sidemen dan Prana Dewi di Batukaru mencoba mengembangkan pertanian organik di sekitar lokasi hotel dan juga “menularkan” kepada warga sekitar dan pegawai untuk memulai bertani organik. Hingga saat ini seluruh karyawan mereka sudah mulai bertani organik dan warga sekitar sudah mulai mengurangi penggunaan bahan kimia untuk pertanian. Hasil pertaniannya ternyata lebih bagus dan harga jualnya menjadi lebih tinggi.
29
Ditambah lagi lahan pembuangan sampah akhir sudah semakin penuh dan biaya pengangkutan sampah semakin meningkat tiap tahunnya seiring naiknya harga BBM. Hal tersebut sebenarnya dapat dioptimalkan jika kita dapat mengukur dan meminimalisasi sumber penghasil limbah padat di lokasi kita. Manajemen pengelolaan sampah menjadi solusi efektif. Dengan pengelolaan sampah yang benar kita dapat mengurangi volume sampah yang dihasilkan, menghemat material, sumber daya, energi dan uang. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola limbah padat: • Mengurangi kemasan produk yang berlebihan, dan menghimbau pemasok untuk mengubah proses produksi dengan mengurangi bahan dan kemasan yang tidak efisien (contoh: menghindari kemasan plastik, mengganti kemasan air mineral plastik dengan botol kaca, menggunakan kemasan isi ulang untuk peralatan mandi, menjual kembali sisa sabun ke pemasok atau didonorkan kepada orang yang memerlukan). • Memanfaatkan kembali barang yang masih berguna (Contoh: menggunakan pakaian dan atau material kain yang sudah tidak dipakai lagi, dan dijadikan kain lap atau kantong laundry, menggunakan kertas bekas untuk draft laporan atau nota). • Mendaur ulang barang yang masih mempunyai nilai manfaat (melakukan pengomposan dan jika memungkinkan dapat dijual ke masyarakat luas, mendaur ulang botol plastik, kardus, kaleng dan lainnya) (lihat lampiran 6).
3M 30
Mengurangi Memanfaatkankembali Mendaurulang
Mendayagunakan limbah © Lintang
Penggunaan sistem pengolahan limbah cair di hotel Beberapa hotel dan restoran di Bali sudah ada yang menggunakan metode pengolahan limbah cairnya untuk menghasilkan buangan yang sudah aman untuk dibuang ke lingkungan. Adapun metode yang digunakan beragam, mulai dari sistem aerob, anaerob sampai wastewater garden. Sistemsistem tersebut bertujuan untuk menyaring limbah cair yang berasal dari toilet, kamar mandi dan dapur melewati satu unit fasilitas pengolahan yang didisain sedemikian rupa tergantung dari metode yang digunakan. Semua teknologi yang digunakan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, namun yang pasti sistem ini menguntungkan bagi pihak pengelola akomodasi dan memberikan solusi penanganan masalah limbah cair di lokasi mereka. Keuntungan yang didapatkan selain pengurangan dampak lingkungan air hasil olahan dapat juga digunakan untuk menyiram tanaman, sehingga ikut mengurangi beban konsumsi air bersih untuk aktivitas operasional.
Praktek buruk pembuangan sampah © Noka
Kemampuan Tanah Mengurai Sampah Jenis Sampah Kertas Kulit jeruk Dus karton Filter rokok Kantong plastik Kulit sepatu Kain nilon Plastik Aluminium Plastik busa
Lama Terurai 2.5 bulan 6 bulan 5 bulan 10 - 12 tahun 10 - 12 tahun 25 - 40 tahun 30 - 40 tahun 50 - 80 tahun 80 - 100 tahun Tidak hancur
Mengurangi sampah di lahan sendiri “Setiap berbelanja, kami meminta kepada penjual di pasar untuk tidak memberikan pembungkus plastik kepada kami, dan jika memungkinkan menggunakan daun pisang, juga karena kami membawa keranjang belanja sendiri. Hingga kini penjual di pasar tidak pernah memberikan pembungkus plastik lagi kepada kami, dan kamipun berhasil meminimalisasi sampah plastik di hotel kami”. (Lumbung Damuh-Candidasa) “Dari awal pembangunan bungalow, kami sudah bersepakat melakukan pemilahan samapah dan pengomposan. Kini kami menghasilkan kompos yang digunakan sendiri untuk kebun organik di halaman bungalow yang hasil kebunnya digunakan untuk konsumsi tamu”. (Saraswati-Lovina)
31
4. Pendidikan lingkungan dan konservasi “Manajemen menyediakan informasi dan edukasi untuk wisatawan, pegawai dan masyarakat mengenai lingkungan sekitar, apa saja yang terdapat di dalamnya dan bagaimana untuk mempertahankan dan mendukung usaha konservasi skala lokal yang dilakukan, pengelolaan sumber daya dan insiatif untuk memberikan pendidikan”. Pendidikan lingkungan dan konservasi merupakan faktor penting dalam menumbuhkan kesadaran baik itu bagi karyawan, wisatawan dan masayarakat lokal. Pihak manajemen harus menyediakan informasi dan pendidikan bagi wisatawan, pegawai dan masyarakat mengenai lingkungan sekitar, pengelolaan sumber daya dan inisiatif untuk memberikan pendidikan.
4.1 Staf - meningkatkan kepedulian, pelatihan dan partisipasi staf terhadap lingkungan Pendidikan, motivasi dan partisipasi karyawan merupakan aspek kunci dalam rangka membangun sebuah produk ekowisata. Jika tidak ada pendidikan lingkungan karyawan tidak akan mengerti alasan dibalik usaha ramah lingkungan yang dilakukan pengelola. Kadang mereka juga akan lalai menerapkan aksi ramah lingkungan ketika tidak diawasi oleh supervisor. Ada beberapa langkah yang dilakukan sejumlah pelaku pariwisata dalam upaya pendidikan lingkungan yaitu :
32
• Bekerja sama dengan LSM lokal dan atau internasional untuk membuat pendidikan lingkungan yang ditargetkan untuk
Pengurangan penggunaan botol plastik dengan mempromosikan air isi ulang Beberapa hotel dan usaha pariwisata di Bali menyadari bahwa jika tidak dimasukkan ke dalam fasilitas pengelolaan limbah padat, sampah botol plastik sering berakhir dan terdampar di pantai atau badan air. Salah satu contoh adalah Bali Buddha Cafe & Health Shop, mengambil langkah dengan menghimbau tamu untuk tidak menggunakan botol plastik. Pertama, tamu mendapat informasi melalui papan pengumuman, brosur, buklet yang terdapat di cafe. Lalu, mereka akan menawarkan tamu untuk membeli air minum botolan dengan harga yang mahal atau membeli air isi ulang dengan harga yang lebih murah. Beberapa usaha bahkan menghimbau tamu untuk mengisi ulang dengan cuma-cuma dari galon. Hal ini selain mengurangi pengeluaran hotel juga untuk mempromosikan aktivitas ramah lingkungan dan image traveller-friendly. Penting untuk disampaikan kepada tamu bahwa air isi ulang yang diminum merupakan air yang aman untuk dikonsumsi. Staf juga meyakinkan bahwa air yang disediakan aman untuk diminum.
Kemasan makanan yang ramah lingkungan Daripada mengemas makan siang dengan plastik atau stereoform, beberapa agen perjalanan dan perusahaan rekreasi di Bali mengganti kemasan makan siangnya dengan daun pisang atau keranjang. Disamping lebih ramah lingkungan juga mengurangi sampah yang dihasilkan dan menggunakan material lokal, hal ini juga sangat dihargai oleh tamu karena lebih alami dibanding penggunaan plastik.
•
•
• •
karyawan. Hal ini harus dimulai dengan langkah permulaan yang sederhana. Sebagai contoh, sebagian besar pegawai hotel di Bali tidak menyadari dan mengetahui bahwa plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat terurai secara alami di alam. Sebagian besar karyawan biasanya berasal dari penduduk sekitar usaha, sehingga dapat dibuat program pendidikan lingkungan yang dapat dikombinasikan dengan penduduk lokal, khususnya anak muda / generasi muda yang terlihat lebih tertarik. Memberi penjelasan kepada karyawan bahwa kebijakan lingkungan juga akan menarik wisatawan baru apabila fasilitas bersih dan kondisi lingkungan terpelihara dengan baik (tidak ada sampah, tidak ada bau dari bahan kimia di laundry, kolam renang atau kebun, dan lainnya). Mendorong karyawan untuk mengeluarkan ide dan sarannya untuk praktek-praktek ramah lingkungan. Memberi insentif, hadiah dan penghargaan kepada pegawai yang telah mengimplementasikan praktek-praktek ramah lingkungan yang terbaik.
4.2 Wisatawan - Meningkatkan kepedulian, informasi dan partisipasi wisatawan terhadap lingkungan Pengenalan ramah lingkungan kepada wisatawan harus disertai dengan aksi nyata, karena wisatawan tentunya akan melihat dari apa yang sudah dilakukan, bukan hanya pernyataan semata. Informasi dan interpretasi untuk karyawan dapat berupa panduan dan himbauan atau saran apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak berikut dengan konsekuensi yang akan dihadapi. Informasi yang diberikan kepada pegawai juga memberi penekanan bahwa Anda
juga mengajak kerjasama wisatawan untuk ramah lingkungan, seperti: • Meminta tamu untuk memberikan laporan mengenai kebocoran yang terjadi, misalnya di toilet, washtafel, keran dan lainnya • Meminta tamu untuk mematikan lampu dan semua peralatan elektronik ketika mereka meninggalkan kamar • Menaruh himbauan di kamar mandi dan menghimbau tamu untuk tidak mengganti handuk dan seprei setiap hari. Sarana interpretasi sangat penting dibutuhkan oleh tamu, apalagi jika aktivitas atau fasilitas Anda berbasiskan lingkungan.
Kemasan ramah lingkungan © Paramita
Ini bisa saja terjadi... “ Manajer dari sebuah dive shop memberitahu kami mengenai kebijakan pemilahan sampah dan daur ulang yang dilakukan. Namun, ketika kami berbicara dengan pegawai yang bertanggung jawab untuk sampah, kami menyadari bahwa sampah yang dihasilkan sebenarnya tidak dipilah sama sekali (semua sampah disemua bak yang disediakan untuk jenis-jenis sampah tertentu seperti organik, plastik, metal dan lainnya dalam kenyataannya di jadikan satu) dan semuanya dikirimkan ketempat pembuangan sampah akhir bukannya ke tempat pemilahan dan daur ulang. Ketika kami bertanya mengenai kebijakan lingkungan dengan hotel skala menengah, hotel tersebut mempromosikan hotel yang ramah lingkungan, namun manajer pemasaran memberitahu kami bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui mengenai kebijakan lingkungan yang dimaksud. “Kalimat “ramah lingkungan” ini tertera dalam brosur kami beberapa bulan lalu, namun kami tidak mengetahui apa arti dari slogan yang dimaksud”. Contoh lain: manajemen dari sebuah restoran mewah mempromosikan makanan organik yang dihasilkan dari kebun mereka. Namun ketika dilakukan wawancara dengan tukang kebun, mereka berkata bahwa mereka menggunakan pupuk kimia dan pestisida secara rutin di taman, sama halnya seperti yang mereka lakukan di kebun mereka sendiri.
33
Tamu perlu mendapatkan panduan baik lisan maupun tulisan tentang bagaimana melakukan aktivitas yang benar yang tidak merusak lingkungan (lihat lampiran 7).
4.3 Masyarakat lokal-pelaku pariwisata dan atau oraganisasi berkontribusi dan berpartisipasi dalam program lingkungan bekerja sama dengan masyarakat, pelaku wisata dan atau organisasi lingkungan Beberapa bisnis pariwisata di Bali berkontribusi dalam program ramah lingkungan. Bahkan mereka satu sama lain bekerjasama dan juga melibatkan masyarakat dalam program tersebut. Sebagai contoh: berinisiatif sebagai pengumpul sampah yang dapat didaur ulang, dan mereka memotivasi usaha yang lain untuk berpartisipasi dalam usaha pemilahan sampah dan program daur ulang. Banyak upaya yang dilakukan oleh beberapa pelaku pariwisata di Bali untuk menyelamatkan potensi alam yang juga merupakan daya tarik pariwisata, misalnya terumbu karang, biota laut, kupu-kupu, hewan liar lainnya. Aktivitas tersebut dikemas sebagai produk wisata, dan pihak pengelolapun melakukan pendekatan baik kepada staf maupun wisatawan mengenai pentingnya usaha konservasi tersebut.
Pelatihan staf © Bina Swadaya
Program Eco-training untuk pegawai hotel dan masyarakat Pemilik hotel Uyah di Amed memutuskan untuk bekerjasama dengan pegawainya untuk mendisain dan mengimplementasikan kebijakan pengelolaan lingkungan di bisnisnya. Selama enam bulan, dengan bantuan dari sukarelawan, melaksanakan rapat reguler yang dibuat bersama pegawai. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan mengetahui sejauh mana pengetahuan pegawai tentang pengelolaan lingkungan, yang sebagian besar merupakan penduduk lokal. Pendidikan lingkungan dasar dibuat untuk menutupi gap atau jarak yang ada. Manajemen, pelatihan dan pegawai bersama-sama menyusun pendekatan yang paling mungkin dan efektif untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan di hotel dan meminta pegawai untuk memberi saran dan kritik. Hal ini menuntun untuk membuat persetujuan bersama dalam bentuk prosedur dalam rangka mengurangi kemasan plastik, memonitor penggunaan air, listrik dan konservasi energi dan sebagainya. Kebijakan tersebut secara jelas tertera dalam brosur mereka, situs web dan lembar informasi yang diberikan untuk wisatawan. Hal ini nantinya akan meningkatkan motivasi pegawai dan juga loyalitas dan kebanggaan terhadap kebijakan lingkungan yang dimiliki. Pegawai juga didorong untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada anggota keluarga dan masyarakatnya. Sebagai aktivitas utama, ada kegiatan yang dikelola oleh masyarakat untuk meningkatkan kepedulian lingkungan, sebagai contoh, dengan memperkenalkan peralatan snorkel kepada anak-anak sehingga mereka dapat belajar secara langsung tentang terumbu karang.
34
Rehabilitasi karang © Yayasan Karang Lestari
Kerjasama antara bisnis pariwisata dengan masyarakat setempat untuk menyelamatkan terumbu karang di Pemuteran Pemuteran merupakan daerah yang kecil, dengan pantai yang bagus yang terletak di bagian barat laut Bali. Ketika daerah tersebut mulai terkenal, komunitas bisnis pariwisata lokal mencoba menghindari adanya kerusakan karang yang sama seperti di Candidasa dan atau Lovina. Pertama, pemilik bisnis pariwisata bekerjasama dengan masyarakat lokal untuk membuat program pendidikan lingkungan dan menghimbau mereka untuk membuat kelompok kecil pecalang laut yang bertugas untuk menjaga karang dari pengrusakan dan penangkapan ikan secara liar (dengan menggunakan bom, sianida dan lainnya). Untuk memotivasi masyarakat, pihak hotel dan dive shop menolong masyarakat untuk membuka usaha penyewaan alat snorkel yang dimiliki oleh masyarakat. Mereka menyumbangkan peralatan snorkel kepada desa, dan desa dapat menyewakan peralatan tersebut kepada wisatawan. Desa setiap bulannya bisa menghasilkan sebesar Rp.1.000.000 dari aktivitas ini, sebagian ada yang disumbangkan untuk konservasi terumbu karang. Taman Sari, sebuah hotel besar di kawasan Pemuteran, membuat aktivitas rehabilitasi yang pihak bisnis lain juga terlibat. Kekayaan bawah laut © heinz-josef heile
35
Inisiatif budidaya tukik dan konservasi penyu Penyu hijau merupakan biota laut yang termasuk hewan langka di dunia.Namun, perburuan penyu ini kian hari semakin marak seiring dengan pemintaan akan daging maupun tempurungnya. Rumah Bali di Tanjung Benoa dan Reef Seen di Pemuteran melakukan insiatif membuat tempat pembudidayaan penyu. Mereka membeli telur penyu yang dijual di pasaran untuk ditetaskan dan kemudian dilepaskan. Selain itu mereka bekerja sama dengan penduduk sekitar untuk mengontrol penjualan penyu liar dan jika ada penyu yang akan dijual, mereka akan segera membelinya untuk kemudian di lepaskan lagi. Usaha konservasi penyu ini mendapat perhatian dari wisatawan yang datang ke Bali. Aktivitas ini dijadikan program unggulan oleh Rumah Bali maupun Reef Seen, bekerjasama dengan pelaku pariwisata setempat juga masyarakat. Banyak wisatawan yang tertarik untuk melakukan pelepasan tukik ke laut, disamping rekreasi juga menumbuhkan kesadaran mereka terhadap konservasi. Tamu yang melepas tukik akan mendapat sertifikat sebagai penghargaan atas kepedulian dan partisipasinya dalam konservasi penyu.
Memasang pelampung pengaman (Moorong buoy) untuk melindungi terumbu karang Pelepasan penyu dan tukik © Lintang
Meskipun Bali merupakan salah satu destinasi utama untuk aktivitas menyelam, namun pengamanan terhadap area menyelam masih minim dilakukan dan pemasangan mooring buoy hanya ditempatkan di area tertentu saja. Hingga akhirnya banyak penyewaan perahu untuk menyelam bahkan perahu milik resort membuang jangkar di area terumbu karang yang justru menjadi objek. Aquamarine, dive operator yang ramah lingkungan berlokasi di kawasan Seminyak mengambil inisiatif untuk memasang mooring buoy di area-area menyelam di sekeliling Pulau Bali. Sebelum mereka melakukan pemasangan mooring buoy tersebut, terlebih dulu dilakukan survei bawah laut untuk melakukan pemetaan terumbu karang sehingga pemasangan mooring buoy tepat guna.
36
RAMAH MASYARAKAT Kriteria ini lebih difokuskan pada masyarakat. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam bisnis pariwisata dan juga bagaimana kontribusi anda terhadap upaya peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar lokasi bisnis. Hal ini dilihat sebagai suatu poin penting dan juga terkait dengan peraturan pemerintah dimana sebuah usaha komersial harus melibatkan masyarakat lokal sekitar kawasan dalam aktivitas pariwisata. Selain itu, dalam sub ini akan dibahas sejauh mana keterlibatan pengelola dalam bermasyarakat dan keterlibatan produk dalam usaha konservasi dan mengembangkan budaya lokal. Kriteria ini dibagi kedalam empat bagian yaitu: 1. Hubungan dengan staf/karyawan 2. Hubungan sosial dengan masyarakat 3. Partisipasi dan peningkatan ekonomi masyarakat 4. Mendukung budaya setempat.
1. Hubungan dengan staf / karyawan “Manajemen mengelola hubungan yang baik dengan staf dan memperlakukan mereka sesuai dengan standar lokal yang ada” Staf merupakan pion dari usaha anda. Berhasil atau tidaknya program yang anda buat dan jalankan juga dipengaruhi oleh kinerja staf. Oleh karena itu, anda harus dapat menyiasati bagaimana mengelola staf dengan baik.
Terdapat poin-poin penting yang harus diperhatikan oleh Anda sebagai pengelola, yaitu: Kesejahteraan staf; semua staf mendapat kompensasi dan keuntungan yang sama seperti tip, tunjangan, asuransi kesehatan, bonus, rumah dinas dan lainnya untuk staf dan keluarganya. Mengelola hubungan yang baik dengan staf; usahakan untuk memelihara suasana kerja dan memenuhi kebutuhan staf untuk dapat membuat suasana kerja lebih baik dan juga menghindari pergantian pegawai.
Komunitas masyarakat © KvdO
Pelatihan untuk staf sesuai dengan bidang yang mereka kerjakan; hal ini berfungsi untuk mempertahankan profesionalisme kerja staf disamping memperkaya staf dengan pengetahuan baru.
1.1 Semua staf menerima kompensasi dan manfaat yang sama Kriteria ini sangat komplek untuk dievaluasi, karena biasanya tidak banyak yang dapat diperlihatkan secara transparan mengenai pembayaran gaji kepada staf. Banyak staf dibidang pariwisata di Bali yang digaji di bawah rata-rata, setidaknya selama gaji tetap diperhatikan atau dipenuhi. Banyak hotel memiliki program memberikan bonus berdasarkan frekuensi keuntungan dan jumlah wisatawan yang datang. Hotel yang baik adalah hotel yang memenuhi kesejahteraan dan tunjangan kesehatan untuk para staf dan keluarganya. Asuransi seharusnya diberikan untuk staf yang terutama bekerja di lahan yang cukup
Gotong royong © KvdO
37
berbahaya atau rentan, akan tetapi hal tersebut jarang terjadi. Praktisi bagus yang dapat dengan mudah diimplementasikan adalah dengan menaruh “TIP BOX” (tip = uang rokok atau uang penghargaan) di meja penerima tamu (reception) atau di kasir dan untuk menghimbau tamu agar meninggalkan tip kepada staf ketika mereka meninggalkan tempat tersebut. Sering kali, hanya beberapa staf yang dapat menerima tip, contohnya biasanya staf yang langsung berhubungan dengan tamu. Dengan memiliki tip box, lebih memungkinkan mendistribusikan uang dari tamu secara rata kepada seluruh staf.
1.2 Hubungan yang baik antara pihak pengelola dengan staf Usaha dari pihak pengelola untuk memelihara suasana kerja dan memenuhi kebutuhan staf, pergantian staf sangat rendah. Tingkat pergantian staf (turn over) merupakan inidikator yang sangat baik untuk melihat kualitas hubungan pegawai dengan pengelola. Kebanyakan usaha ekowisata dijalankan oleh perusahaan keluarga, dan ini sangat membantu dalam rangka membina hubungan baik. Indikator yang baik untuk melihat suatu hubungan adalah dengan cara bagaimana pihak pengelola bertindak pada saat musim sepi atau low season (lihat kotak aplikasi di bawah ini).
38
Manajemen yang baik biasanya menggunakan metode down-top, dimana manajemen melibatkan staf tidak hanya dalam aktivitas operasional saja tapi juga hingga pada level pengambil keputusan. Pertemuan mingguan perlu dilakukan tidak hanya sebagai acara untuk melakukan laporan saja, melainkan membuka kesempatan kepada staf untuk menuangkan ide dan gagasan mereka guna
perkembangan usaha. Hal ini juga dapat memotivasi staf untuk bekerja dan berfikir kreatif karena mereka merasa tidak hanya dipakai tenaganya saja, namun juga dihargai dan diimplementasikan usulannya sehingga rasa memiliki akan timbul dengan sendirinya.
1.3 Pelatihan untuk staf sesuai dengan bidang yang mereka kerjakan Pelatihan merupakan aktivitas yang sangat penting dilakukan. Hotel-hotel merasa lebih baik merekrut staf yang berlatar belakang pendidikan pariwisata sehingga nantinya mereka tidak perlu lagi melakukan pelatihan. Banyak hotel beranggapan bahwa dengan merekrut orang yang magang dan mempekerjakan mereka dalam beberapa bulan sudah merupakan sebuah upaya pelatihan. Akan tetapi pelatihan dalam arti yang sebenarnya lebih dari hanya sekedar mempekerjakan saja, namun lebih kepada menyediakan waktu untuk staf baru dan memberikan pendidikan, informasi dan panduan untuk melakukan prosedur operasi. Kapasitas
Pelatihan © The Natural Guide
Karyawan yang bersemangat © KvdO
Membantu karyawan keluar dari krisis ekonomi Banyak hotel di Bali melakukan PHK kepada sebagian besar stafnya atau mengurangi honor mereka juga waktu kerja menurun 50% pasca bom Bali Oktober 2002. Beberapa hotel yang peduli seperti di Candidasa tetap mempertahankan staf pegawainya. Namun kebijakannya adalah mengurangi uang service untuk staf untuk menutupi biaya operasional. Hotel yang mempertahankan pegawainya dan mengelola gaji mereka dengan baik akhirnya mendapat loyalitas staf dan hubungan dengan masyarakat terjaga. Masyarakat menghargai usaha yang dilakukan pihak hotel untuk mengeluarkan mereka dari krisis yang terjadi.
staf juga harus terus ditingkatkan secara berkala. Memiliki program pelatihan dengan kesempatan pelatihan yang reguler sangat baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan, loyalitas staf dan hubungan yang baik antara staf dan manajemen.
2. Hubungan sosial dengan masyarakat “Manajemen mengelola hubungan yang baik dengan masyarakat lokal dan menyediakan divisi sosial khusus yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, dukungan kesehatan, infrastruktur dan lainnya” Masyarakat mempunyai peranan penting dalam industri pariwisata. Sebagian besar kehidupan manusia dijadikan atraksi oleh pariwisata. Staf anda pasti ada yang berasal dari masyarakat sekitar, selain itu keberadaan usaha anda dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat dalam segala aspek. Oleh sebab itu anda sebagai pengelola harus dapat membina hubungan yang baik dengan masyarakat lokal, tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Apa yang anda lakukan tersebut akan memberi dampak positif jangka panjang seperti citra yang baik dan itu akan menjadi kekuatan pemasaran usaha Anda. Mengajak masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam menjaga lingkungan merupakan faktor yang sangat penting, karena hasil yang didapatkan tidak hanya mempengaruhi usaha Anda saja, tapi juga kehidupan masyarakat sekitar.
2.1 Kerjasama yang baik dengan masyarakat lokal Mencegah dan memecahkan konflik Secara menyeluruh kami menemukan bahwa usaha kecil menengah mempunyai konflik yang lebih kecil dengan masyarakat dibandingkan dengan hotel besar. Bagaimanapun konflik yang terjadi tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan dengan komunikasi langsung antara pengelola dengan masyarakat dengan menggunakan fasilitas Banjar. Masyarakat di Bali mempunyai struktur yang kuat, dimana akan mempermudah pihak bisnis untuk mengelola hubungan baik dengan masyarakat dengan menghadiri pertemuan di banjar. Akan tetapi, hanya sedikit bisnis pariwisata di Bali yang berbasis masyarakat. Hubungan yang baik dikelola dengan saling berkomunikasi dalam pertemuan banjar dan melibatkan masyarakat dan banjar dalam pembangunan, namun hal ini sangat jarang terjadi dimana masyarakat lokal secara aktif terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan dari usaha tersebut.
Gotong royong © Lintang
2.2 Kerjasama dengan masyarakat lokal untuk pengelolaan lingkungan Dalam survai yang kami lakukan, kami menemukan bahwa kesulitan terbesar yang dihadapi oleh bisnis ekowisata di Bali adalah mengajak kerjasama masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam aktivitas. Tingkat pendidikan, persepsi terhadap permasalahan lingkungan yang ada di tingkat masyarakat lokal sangat rendah. Sebagai contoh banyak orang beranggapan akan lebih mudah untuk membuang limbah cair maupun padat ke badan sungai, apalagi melakukan pemilahan sampah, tanpa mempertimbangkan konsekuensi dan akibatnya. Mengukur partisipasi dari masyarakat lokal dalam aktivitas konservasi lingkungan
39
merupakan hal yang sangat penting dalam menerapkan ekowisata berkelanjutan. Beberapa contoh praktisi unggulan: • Mengelola kegiatan bersih-bersih pantai bekerjasama dengan mayarakat lokal dan menyediakan insentif untuk masyarakat lokal yang berpartisipasi berupa bayaran atau sekedar makanan, pertunjukan dan lainnya. • Mengelola aktivitas pengumpulan sampah bersama dengan masyarakat. • Mendukung aktivitas pendidikan lingkungan untuk anak.
2.3 Kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal Beberapa bisnis pariwisata di Bali memberi kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarkat lokal, seperti: • Meningkatkan akses untuk air bersih, listrik dan transportasi • Membangun infrastruktur desa (kontribusi pembangunan jalan desa, jembatan). • Kontribusi untuk pendidikan anak, beasiswa. • Kontribusi untuk program kesehatan • Donasi untuk pembangunan masyarakat atau untuk mendukung aktivitas LSM lokal. Bekerja secara langsung dengan masyarakat lokal untuk meningkatkan program sosial akan menjadi sangat sulit untuk bisnis pariwisata jika mereka tidak memiliki sumber daya atau kompetensi untuk program ini. Hal ini juga akan menimbulkan kecemburuan sosial. Praktisi yang bagus adalah dengan bekerja sama dengan LSM lokal, dengan posisi yang bagus
40
untuk mengidentifikasi dan mengelola dengan baik program permberdayaan masyarakat, dan dapat membantu mereka dengan memberi dukungan sebagai bisnis pariwisata.
3. Partisipasi dan peningkatan ekonomi masyarakat “Masyarakat setempat ikut berpartisipasi dalam usaha pariwisata, keuntungan secara langsung dari penerimaan tenaga kerja lokal dan atau meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat”.
Melibatkan masyarakat lokal untuk perunjukan seni © Lintang
Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas pariwisata mutlak terjadi. Hal ini merupakan dampak berganda dari aktivitas pariwisata itu
The East Bali Poverty Project The East Bali Poverty Project merupakan LSM lokal di Bali yang memfokuskan diri pada pembangunan masyarakat miskin di daerah Bali Timur terutama untuk masalah pendidikan, kesehatan, sanitasi, perkebunan organik, nutrisi dan lainnya. TEBPP membangun hubungan yang baik dengan pelaku bisnis pariwisata di Bali, terutama di wilayah Bali Timur dan mereka menjadi sponsor untuk proyek yang dikerjakan TEBPP. Beberapa dari pelaku pariwisata tersebut menginformasikan proyek yang dilakukan oleh TEBPP dalam buklet di kamar tamu, dan mendorong tamu untuk ikut menjadi donor atau menjadi sponsor regular. Program ini sangat populer dikalangan wisatawan internasional. Bekerja sama dengan LSM yang mempunyai reputasi bagus di mata wisatawan dapat menolong Anda dalam rangka mendukung pembangunan lokal yang aman.
sendiri. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam industri pariwisata dapat secara langsung maupun tidak langsung, misalnya memberdayakan masyarakat sekitar kawasan sebagai staf, menggunakan produk lokal yang diproduksi oleh industri kecil lokal (contoh: sabun, minyak, produk spa, kerajinan tangan dan lainnya).
3.1 Memperkerjakan masyarakat setempat (dari desa setempat atau desa tetangga) Sebagian besar usaha pariwisata skala kecil menengah yang berada di pedesaan memperkerjakan pegawai dari desa/ kawasan sekitar. Namun, untuk manajemen biasanya berasal dari luar daerah karena alasan keahlian dan pendidikan serta kemampuan berbahasa asing. Keuntungan jangka panjang yang dapat Anda peroleh dengan menggunakan sumber daya lokal antara lain ikut memberdayakan masyarakat lokal. Biaya perekrutan SDM handal dari lokal akan lebih murah dibanding jika Anda merekrut ekspatriat atau orang luar kawasan dan lainnya. Beberapa usaha yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya lokal dan mengelola keuntungan jangka panjang, yaitu: • Memberikan pelatihan keterampilan operasional pada setiap divisi • Memberikan pelatihan bahasa asing • Mengayomi dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan Usaha pelatihan masyarakat lokal dan memberdayakan mereka termasuk dalam praktisi unggulan. Hal ini dimaksudkan agar mereka mempunyai kesempatan yang sama untuk menempati level manajerial.
3.2 Menggunakan produk lokal Selain keterlibatan secara langsung, masyarakatpun dapat terlibat secara tidak langsung dalam aktivitas pariwisata, misalnya sebagai supplier produk dan bahan makanan. Keuntungan yang Anda dapatkan dengan melibatkan masyarakat sebagai supplier antara lain anda tidak harus mengeluarkan ongkos produksi untuk pengiriman barang atau biaya transportasi. Selain itu harga dari petani langsung akan lebih murah dibandingkan dengan harga dari pasar. Langkah pertama yang dapat Anda mulai adalah mendata pemasok lokal yang memungkinkan yang terdapat di sekitar lokasi usaha Anda dan kontaknya serta produk apa yang mereka hasilkan. Lalu Anda dapat membuat kesepakatan bersama yang tidak memberatkan kedua belah pihak. Praktisi unggulan yang mendukung produksi lokal antara lain: • • •
Membeli produk lokal dengan harga di atas harga pasar Mendukung pihak produsen secara teknikal dan finansial Mendampingi pihak produsen lokal untuk dapat memasarkan produknya ke pasaran.
3.3 Partisipasi masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata pendukung Selain sebagai supplier dan staf, masyarakatpun dapat dilibatkan sebagai: • Pemandu lokal untuk hiking, trekking, jasa penyewaan perahu nelayan dan lainnya. • Mengunjungi pemahat lokal dan berinteraksi dengan mereka (wawancara, diskusi, dll). • Pelatih keseniaan dalam suatu workshop • Penari dan kelompok kesenian lokal dan lainnya.
41
Dengan melibatkan masyarakat, Anda membantu mengangkat kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. Disamping itu Anda juga akan mendapat keuntungan jangka panjang yang membuat usaha Anda berkelanjutan. Apa yang anda lakukan untuk melibatkan masyarakat adalah untuk membantu mengangkat kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. Disamping itu anda juga akan mendapat keuntungan jangka panjang yang akan membuat usaha anda berkelanjutan.
4. Mendukung budaya setempat Usaha pariwisata terutama ekowisata membutuhkan interaksi positif antara tamu dengan masyarakat lokal terutama di lokasi yang bersentuhan langsung dengan aktivitas budaya masyarakat seperti di Bali. Hal ini berarti pihak pengelola harus menyediakan panduan bagi wisatawan untuk menghindari konflik atau kesalahan komunikasi.
42
Contoh kasus yang banyak terjadi tidak hanya di Bali tetapi juga di daerah lain di Indonesia, karena banyaknya wisatawan yang datang dengan peluang ekonomi yang menggiurkan. Pada akhirnya banyak adat setempat yang dijadikan atraksi wisata akhirnya tidak asli lagi karena mengalami pergeseran makna dan kebutuhan. Di lain pihak pelaku bisnis pariwisata jarang yang melihat kecenderungan tersebut. Bahkan mereka berduyun-duyun mendatangkan tamu ke area yang sebenarnya sangat asli dan rawan pergeseran budaya, misalnya daerah suku terpencil atau desa adat yang masih kuat unsur tradisionalnya. Kemudian terjadilah pergeseran budaya. Penduduk lokal mulai meniru gaya wisatawan dan mulai melupakan budayanya sendiri. Hal ini diakibatkan oleh tidak terorganisirnya aktivitas wisata yang ada. Sampai pada akhirnya budaya tersebut hilang dan lambat laun
tidak ada lagi wisatawan yang mau berkunjung ke lokasi tersebut karena sudah tidak memiliki potensi daya tariknya. Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan untuk mengelola usaha Anda agar berkelanjutan: • Pastikan tamu Anda memiliki sikap dan mentaati peraturan khususnya ketika mereka mengunjungi situs budaya. • Menginformasikan kepada tamu mengenai pemakaian kamera yang sopan. • Menghindari aktivitas prostitusi. Beberapa usaha pariwisata di Ubud, berusaha mengangkat budaya asli sebagai kekuatan mereka, dengan disertai usaha konservasi dengan cara ikut mempromosikan budaya setempat tidak hanya sebagai obyek wisata tapi mengangkat keaslian budaya Bali itu sendiri. Adapun usaha promosi yang dilakukan antara lain mengikuti pameran kesenian di berbagai Negara dengan ikut memamerkan kerajinan lokal, mengadakan pertukaran pelajar untuk mempromosikan kesenian Bali, dan lainnya.
Memberdayakan masyarakat bukan berarti memperdayakan masyarakat
Mendukung industri rumah tangga Sebuah butik hotel yang terletak di Manggis memiliki aktivitas konservasi alam dan budaya. Untuk mendukung aktivitas lokal mereka bekerja sama dengan salah satu industri rumah tangga untuk produk spa di desa sekitar untuk pembuatan sabun yang akan digunakan tamu di hotel yang berbahan dasar kelapa. Sabun tersebut memiliki aroma alami seperti kayu manis atau rumput laut. Meskipun banyak hotel menggunakan sabun yang diproduksi oleh pabrik besar, Alila Manggis tetap bertahan dengan menggunakan sabun produksi lokal. Penjelasan atau informasi mengenai sabun dan bahan dasarnya diberikan kepada tamu yang menghargai usaha dari pihak hotel. Selain itu tamu juga dapat membeli produk tersebut di toko yang terdapat di hotel.
Sangat penting untuk menginformasikan kepada tamu untuk tidak memberikan uang kepada pengemis terutama anak-anak. Beberapa tamu dan pemandu yang merasa kasihan akan memberikan uang, makanan atau permen kepada anak-anak tersebut. Hal ini dapat berakibat buruk. Anak-anak pengemis tersebut kadang pulang dengan uang yang lebih banyak dari yang orang tua mereka dapatkan setelah bekerja, dan hal ini dapat memicu kebingungan dalam keluarganya.
Sabun alami dari minyak kelapa © Made Yudi Arsana
Hal tersebut dapat juga memicu anak untuk berhenti sekolah. Selain itu anak-anak yang terbiasa mengemis dijalanan dan mendapatkan sesuatu dari turis asing bahkan dapat membahayakan jiwa mereka sendiri, misalnya ,menjadi obyek fedofili. Jika mereka ingin berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil sebaiknya diakukan dengan menyalurkan dana melalui lembaga desa atau LSM setempat.
Pameran dan kelas kesenian lokal
Perang pandan © Iskandar
Pihak pengelola Suly Resort – Ubud melihat potensi besar dari aktivitas budaya yang hampir tidak terangkat lagi di sekitar lokasinya. Kemudian mereka menciptakan aktivitas pameran kerajian dan kesenian serta kursus untuk wisatawan. Dalam pengembangan produk ini Suly bekerja sama dengan penduduk sekitar yang memiliki keahlian kesenian maupun kerajinan untuk bergabung dalam pameran. Disana wisatawan dapat melihat para pengrajin melakukan aktivitasnya, dan jika wisatawan berminat ada paket khusus untuk belajar kesenian tersebut. Suly melakukan kontrak kerjasama dengan pengarjin dan artis lokal dan setiap bulannya dilakukan perpanjangan kontrak. Sistem bagi hasil untuk kedua belah pihak tidak saling memberatkan, bahkan dalam hal ini para pengrajin dan seniman lokal merasa memiliki wadah dan pasar yang pasti untuk menjual produknya.
Ruang pameran © Lintang
43
Menikmati Tarian Genjek Ini merupakan salah satu contoh kerjasama yang kuat antara seniman lokal dengan pihak hotel. Genjek adalah seni musik tradisional yang sangat populer dan dimainkan dengan sangat apik oleh masyarakat seniman lokal di daerah Bali Timur, tapi tidak terlalu sering tampil di hotel, tidak seperti tarian lain seperti Tari Legong yang sangat sering dimainkan di hotel. Hotel Uyah memberi dukungan kepada seniman genjek lokal. Kelompok seni tersebut mempertunjukkan kebolehannya setiap minggu di hotel, bahkan ketika musim sepi. Aktivitas ini turut membantu perekonomian para seniman tersebut. Hotel juga memberikan bantuan dana untuk membeli peralatan musik dan seragam. Kesenian yang unik ini sangat menarik minat wisatawan, dan wisatawan juga dapat ikut menari bersama para seniman. Genjek Hotel Uyah © The Natural Guide
Kelas seni dan pertukaran pelajar Untuk mempertahankan dan mempromosikan kesenian Bali yang asli dan hampir tidak terangkat, pengelola ARMA membuat kelas budaya dimana anak-anak lokal dapat berlatih menari dan kesenian lainnya. Kelas tersebut terbuka untuk umum dan juga wisatawan. Misi dari ARMA sendiri adalah untuk mengenalkan budaya Bali pada anak-anak agar tidak punah dan tetap dipegang teguh oleh masyarakat sebagai ciri khas orang Bali. ARMApun merangkul seniman lokal yang sudah berumur untuk ikut bergabung dan mengajarkan budaya dan kesenian kepada anakanak dan wisatawan. Kelas musik © Lintang
Salah satu program yang diadakan dalam rangka promosi adalah pertukaran pelajar seni. ARMA bekerjasama dengan pemerintah Singapura mengadakan pertukaran pelajar bagi anak yang berprestasi dan dianggap dapat mewakili Indonesia. Dari aktivitas ini kesenian Bali mulai banyak dikenal oleh orang luar terutama kaum mudanya dan tumbuh minat untuk dapat melihat dan mempelajari kesenian Bali.
44
Menyediakan makanan lokal khas Bali sebagai menu utama Kebanyakan restoran di Bali menyajikan makanan internasional atau Indonesia/ Jawa/ Cina. Sangat sedikit restoran yang menyajikan menu khas Bali yang asli. Warung Bambu di Pemaron dan Bumbu Bali di Tanjung Benoa merupakan dua dari sedikit restoran yang mempunyai menu masakan Bali asli. Mereka juga mempunyai program kelas memasak, dan kemudian menjadi sangat terkenal dan diminati oleh banyak tamunya. Aktivitas ini selain menguntungkan bagi pihak restoran, juga ikut mempromosikan dan melestarikan budaya kuliner Bali. Makanan tradisional Bali © Bumbu bali
Pelestariantenuntradisionalyangmenguntungkanpenenun
Menenun © Lintang
Threads of Life mempromosikan seni menenun kontemporer yang berasal dari Bali, Sumba, Flores dan pulau lainnya. Mereka membeli atau memberi komisi per satu helai kain langsung kepada penenun yang sebagian besar adalah perempuan dan hasilnya memaksimalkan pendapatan mereka. Mereka juga membuat kesepakatan pembayaran untuk kain tenun yang membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk proses pengerjaannya. Tekstil-tekstil berkualitas tersebut dijual disertai dengan deskripsi detil tentang budaya yang terkandung di dalamnya, motif dan teknik pengerjaan di setiap helai kain. Selain itu mereka juga mempertahankan penggunaan pewarna alami dan peralatan tradisional, juga ada pertimbangan terhadap lingkungan dan budayanya. Mereka juga memfasilitasi untuk pertukaran informasi tentang motif agar dapat menambah pengetahuan penenun. Yayasan Threads of Life didanai oleh LSM indonesia yang memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat dan seni tenun tradisional.
45
Eco-Rating The Natur al Guide Natural T.
Ramah wisatawan – Usaha menyediakan pengalamanan yang menyenangkan untuk wisatawan yang menghargai alam dan budaya lokal
T1.
Lingkungan yyang ang asr asri,i, indah – Menyediakan kenyamanan yang menyuguhkan rasa damai, tidak terganggu, lingkungan alam dan budaya yang estetik
T11. Kualitas dari lingkungan sekitar (1-5 km sekitar tempat usaha) T12. Kualitas dari area (sekitar 0-500 m) T13. Pemandangan, kesempatan untuk menikmati lingkungan sekitar dari kamar / teras / restoran / kebun/ kolam renang / tur T2.
Aman, bersih dan nyaman – Lokasi dan lingkugan sekitar bersih, terjaga dengan baik dan aman, pelayanan dan fasilitas berkualitas baik
T21. T22. T23. T24.
Kualitas akomodasi (kamar dan kamar mandi): fasilitas, kebersihan, desain, perawatan Kualitas makanan: variasi, kesegaran, kebersihan dapur, atmosfer restoran Kualitas fasilitas lain: kebun, kolam renang, pantai, spa dan lainnya Kenyamanan untuk keluarga dan anak
T3.
Pegawai bersahabat dan efisien – pegawai dan semua orang yang terlibat dalam aktivitas usaha bersahabat, kebutuhan wisatawan ditangani secara efektif dan profesional
T31. Sikap pegawai: ramah tamah / bersahabat T32. Efisiensi pelayanan kepada wisatawan (pemesanan, transportasi, informasi, dll.) T33. Kapasitas untuk melayani kebutuhan dari tamu khusus (orang cacat, wisatawan manula) T4.
Upay aksi alam dan buday Upayaa untuk menikmati/ melihat atr atraksi budayaa – Wisatawan diberikan waktu khusus untuk menikmati dan melihat lingkungan budaya lokal dan alam
T41. Menawarkan informasi, interpretasi dan aktivitas untuk melihat dan menikmati alam lokal (jelaskan) T42. Menawarkan informasi, interpretasi dan aktivitas melihat dan menikmati budaya lokal
46
N.
Ramah lingkungan – Usaha didisain dan dikelola dengan cara yang ramah lingkungan dan mengurangi dampak lingkungan juga meningkatkan konservasi alam sekitar
N1.
Perencanaan lingkungan: kebijakan, manajemen, lansekap dan bangunan - Fasilitas dan aktivitas dipadukan dengan lingkungan dan memberikan prioritas kepada lingkungan lokal, dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang berkelanjutan
N11. kebijakan dan manajemen lingkungan N12. Dampak lingkungan dari pembangunan lokasi, dampak secara visual dan integrasi terhadap lansekap dan penggunaan lahan secara tradisional N13. Material bangunan N2.
Air, energi dan bahan kimia – Usaha untuk meminimalisasi penggunaan air, energi dan bahan kimia berbahaya
N21. Langkah yang diambil untuk mengurangi konsumsi air dan ketergantungan terhadap air tanah N22. Langkah yang diambil untuk mengurangi konsumsi energi dan atau menggunakan alternatif energi yang terbaharui N23. Langkah yang diambil untuk mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dan menggunakan bahan tersebut dengan cara yang aman N3.
Minimalisasi limbah padat dan pembuangannya – usaha pengelola meminimalisasi limbah padat untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan, dan berupaya untuk mengurangi, menggunakan kembali dan atau mendaur ulang limbah padat yang dihasilkan
N31. Langkah yang diambil untuk mengurangi limbah padat yang dihasilkan dan menggunakan bahanbahan daur ulang N32. Langkah yang dilakukan dalam mengelola limbah cair dengan cara yang ramah lingkungan N33. Langkah yang dilakukan untuk membuang danmengelola limbah padat dengan cara yang ramah linkgkungan N4.
Berpartisipasi dalam upaya konservasi dan pendidikan lingkungan – Pengelola memberi informasi dan pendidikan kepada pegawainya dan juga tamu mengenai konservasi lingkungan dan mendukung program konservasi lingkungan lokal
N41. kepedulian, pelatihan dan partisipasi pegawai dalam pengelolaan lingkungan N42. Peningkatan kepedulian, informasi dan partisipasi wisatawan terhadap konservasi lingkungan N43. Kontribusi dan partisipasi pengelola dalam program lingkungan bekerja sama dengan kelompok usaha lokal dan organisasi pemerhati lingkungan
47
C.
Ramah masyarakat– Bisnis/ usaha berkontribusi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan budaya lokal
C1.
Pegawai – Pihak manajemen menjaga hubungan baik dengan pegawai, dan menempatkan mereka diatas standar lokal
C11. Semua pegawai menerima kompensasi yang adil dan keuntungan dari pekerjaan mereka C12. Hubungan yang baik antara manajemen dan pegawai C13. program pelatihan untuk pegawai C2.
Hubungan dengan masyarakat lokal – Pihak manajemen menjaga hubungan baik dengan masyarakat lokal dan berkontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal
C21. Kerjasama yang baik dengan masyarakat lokal, mencegah terjadinya konflik dan memberikan solusi untuk permasalahan yang terjadi C22. Kerjasama dengan masyarakat lokal untuk pengelolaan lingkungan C23. Kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat local C3.
Partisipasi dan kesempatan peningkatan ekonomi – Masyarakat lokal ikut berpartisipasi dalam usaha pariwisata, atau memberi keuntungan secara langsung, mendahulukan pegawai dari lokal dan meningkatkan kesempatan peningkatan perekonomian lokal
C31. Pegawai berasal dari masyarakat lokal C32. Menggunakan produk lokal, mendukung peningkatan usaha produk lokal dan pemasarannya C33. keterlibatan masyarakat lokal terkait dalam aktivitas dan pelayanan pariwisata C4.
Mendukung budaya lokal – Pengelola mendukung dan mempromosikan usaha peningkatan budaya lokal, termasuk kesenian, kerajinan, teknologi dan kehidupan masyarakat lokal
C41. Interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal C42. Mempromosikan budaya lokal C43. Kontribusi dalam usaha peningkatan dan konservasi budaya lokal
48
49
INTRODUCTION Ecotourism is a growing economic sector that can contribute to rural development, increase the welfare of local communities and provide incentives for environmental conservation. With its exceptional offer of natural sites and indigenous cultures, Indonesia could become one of the world leaders in ecotourism. Yet Indonesian ecotourism development is still far from its potential, and lacks international recognition. One of the present trends in the world tourism market is a growing interest for environmental and social issues, which affects travellers’ choices and behaviour. This market demand is generally known as “ecotourism”, “sustainable tourism” or “responsible travel”. However, being environmentally and socially friendly merely for the sake of following a market trend is not sufficient. We need to protect the resources upon which we rely, such as natural landscapes, prosperous and friendly local communities, and traditional cultures.
50
Ecotourism operators are mostly Small and Medium Scale Enterprises (SMEs) which can be run by private companies, individuals, community groups or non-profit organisations. However, most SMEs are not prepared enough, or less so than larger businesses, to answer the new market demand. Most often, SMEs do not have sufficient access to resources and information to start and make their business sustainable.
The tourism paradox: Is tourism killing itself? Since the 1970s, in many countries with low service costs and abundant sunshine, tourism development has been based on the three S’s: “sea, sand and sun”. This is also known as mass tourism: high quantities of tourists coming to stay in cheap resorts along the coast. This sort of tourism provides little contribution to the local economy. It creates low-paid employment, and 80% of the profits are made outside the tourism area by foreign tour-operators, importers and hotel owners. Mass tourism, if not adequately controlled, is very destructive of the environment. It can cause depletion of water resources, and pollution of rivers and beaches. It can also lead to a rise in prices that put land and other resources out of the reach of the local people. Mass tourism also encourages acculturation, social disruptions and, often, prostitution.
Mass toursim © KvdO
The environmental damage is very visible in Bali: due to unchecked water use by hotels, many
Sustainable development is a process of development that “meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs” (Brundtland report, UN, 1987). “Ecotourism is a form of responsible tourism in natural areas, which protects nature and contributes to the welfare of local communities” (TIES – The International Ecotourism Society).
farmers don’t have enough water to cultivate the very rice fields that hotel guests love to admire. Wastewater and plastic garbage are slowly choking the beautiful beaches in which tourists like to bathe. Yet together, we can invent a new form of tourism, where we don’t destroy the very assets of tourism itself. In fact, one of the present trends in the world tourism market is a growing concern for environmental and social issues, which affects travellers’ choices and behaviour. This new market is generally known as “sustainable tourism” or “responsible travel”. When there is a strong interest or focus on the discovery of nature and traditional cultures, it is then known as “ecotourism” (see box of definitions). Ecotourism is a growing economic sector worldwide. It has the potential to contribute to rural development, increase the welfare of local communities and provide incentives for environmental conservation. With its exceptional offer of natural sites and indigenous cultures, Indonesia could become one of the world leaders in ecotourism.Yet Indonesian ecotourism development is still far from its potential, and lacks international recognition. One of the main difficulties faced in ecotourism development is the fact that potential ecotourism companies, individuals, community groups or non-profit organisations. Most of these SMEs do not have sufficient access to resources and information to start and make their business sustainable, either from a commercial point of view, or from an environmental point of view.
tourism operators according to the steps and efforts made towards sustainable tourism. So far, it is the only ecotourism travel guidebook in Indonesia. When conducting research for The Natural Guide to Bali, we learned a lot about the good practices that can be implemented by SMEs trying to move towards sustainable ecotourism. The purpose of the present book is to disseminate this information, and provide tourism SMEs around Indonesia, and in similar locations, with guidance regarding practical steps to be taken so that their businesses become more sustainable and better adapted to the ecotourism market. We hope that these guidelines will be useful to SMEs, which care about sustainability and want to answer global trend needs. The chapters of this booklet follow the eco-rating principles used in The Natural Guide to Bali, which are: traveller-friendly, nature-friendly and community-friendly (see appendix).
Enjoy Nature Meet the People Mak er ence Makee a Diff Differ erence www.naturalguide.org
THE PRINCIPLES OF THE N ATURAL GUIDE NA 1st principle:
“tr aveller-fr iendly”; the hotel or activity provides an “traveller-fr aveller-friendly”; enjoyable experience for travellers who appreciate nature and local cultures (p.83).
2nd principle:
“nature-friendly”; the operation is designed and managed in a way that reduces negative environmental impact and enhances environmental conservation (p.83, 84).
3rd principle:
“community-friendly”; the operation contributes to the welfare of local people and enhances local culture (p.84).
Promoting Ecotourism For further information please visit www.naturalguide.org In 2004,Yayasan Bumi Kita, in cooperation with Bina Swadaya, the Indonesian Ecotourism Network (Indecon),Yayasan Wisnu Bali, Bali Fokus and Bali Wahana Bhakti, produced The Natural Guide to Bali (published in English and French). The Natural Guide is the first series of traveller’s guidebooks attempting to recommend
The Natural Guide to Bali, Anne Gouyon (Ed.) Yayasan Bumi Kita-Equinox Publishing, Jakarta Bali, Voyager autrement, à la rencontre de la nature et des peuples, Anne Gouyon (Ed.) Yayasan Bumi Kita - Pages du Monde, Paris
51
These principles are based on the general framework of sustainable development, also known as “the triple bottom-line: economic viability combined with environmental and social responsibility. For each principle, detailed criteria were further elaborated based on existing certification systems and international guidelines for sustainable tourism (for example the guidelines from the UNWTO, WWF, UNEP, Green Globe 21, IHEI, the European Eco-Labels for Tourism, and other national certification systems such as the ones used in leading ecotourism countries like Costa-Rica and Australia). Then, we developed locally based indicators in consultation with local partners, community representatives, other stakeholders and feedback from travellers.
What are the Benefits? Tourism business managers are often afraid that becoming “environmentally-friendly” will result in higher costs and reduced margins. In fact, in many cases, there are many economic benefits associated with sound social and environmental management.
Loyal customers and enhanced public image Tourists are increasingly sensible to environmental and social issues. By sharing and taking action in these directions, respect and loyalty will be gained from customers who will spread the word about this particular hotel or tourism business. It will also improve the image in the neighbourhood and public at large. Subsequently, businesses will benefit from the recognition of these efforts.
Efficient and dedicated staff
52
Ecotourism principles also cover provisions about the welfare of employees. If efforts are undertaken to improve work conditions and benefits of employees, staff members will
become interested in the success and sustainability of the business. This will increase motivation, loyalty and efficiency, all leading to reduced staff turnover.
Good synergy with local communities Sustainable tourism operators must make efforts to involve local communities in decision-making processes and make sure that they get a fair share of the tourism benefits in form of contributions for local welfare and development, improved infrastructure, better employment and business opportunities. This will also limit the risk of conflicts with local villagers, and make sure the hotel or tourism business maintains a harmonious relationship as well as receive help and cooperation from the neighbouring community when needed.
Long-term business benefits Cooperation with other businesses sharing similar concerns and good practices for increased ecological and social sustainability, offers opportunities for exchanging views, experiences and developing common programs. In the end, such collaborations can contribute significantly to improving the local environment and social conditions which business sustainability depend upon.
New business opportunities Worldwide, particularly in Europe, Australia and United States, a growing number of tour operators are already promoting “sustainable tourism” businesses. In all their destinations, they are looking for partners corresponding to the criteria of sustainable or responsible tourism. By taking steps in this direction and showing commitment to continue, this new form of market can be attracted.
“More than 60% of British tourists are willing to pay more for their trip if their money went to preserving the local environment and to improving local welfare. 64% of tourists would agree to pay £ 10-25 more to tour operators with a concern for improving the environment and the well-being of the host communities.” (Tearfund, 2000).
TRAVELLER-FRIENDLY Traveller–friendly is a criteria based on tourists’ perception. The target market here are “ecotourists”; travellers who are interested in the discovery of nature and local cultures in a responsible way. Tourism operators offer a range of facilities and activities to ecotourists willing to discover nature and local culture. The question is: do existing facilities and activities fit tourists’ expectations and guarantee an enjoyable experience? Important criteria for ecotourists are: 1. Pristine, aesthetic 2. Safe, clean, and comfortable 3. Friendly and efficient staff 4. Discovery of local nature and culture.
1. Pristine and aesthetic “Provide a peaceful experience in a pristine, undisturbed, aesthetic environment in either natural or traditional man-made landscape”. Beauty and authenticity are a must in an ecotourism location. Although beauty is a subjective criteria, it is important to keep in mind that eco-tourists are looking for pristine natural landscapes or traditional settings. When designing a tourism facility, it is important to consider the strategic views that can be enjoyed by visitors, both from the rooms and other facilities such as terrace, restaurant, swimming pool, etc. or during excursions. This
can include any view on natural or traditional landscapes (rice fields, villages, mountains, forest, beaches, rivers, etc.). Scenic views around the business location should not be obstructed. Unpleasant sights (roads, modern buildings, factories, landfills…) should be avoided, and, if any, hidden by a row of trees or a wall covered with climbing plants.
Ecotourists © Heinz-Yosef Heile
Ecotourists, who are they? There is no widely accepted definition about “who is an ecotourist”, however ecotourists can be described as tourists who appreciate nature and local culture, and travel in a responsible way. Many are independent travellers, who arrange their own trip, reservations, accommodation, etc. by themselves. However, there are also tour group travellers who buy ecotours or cultural tours from specialized tour operators (Bovy and Lawson, 1998). Market studies have revealed the profile of the average ecotourist: • He/she is likely to have a good education • Middle age range (25 to 55) • He/she is interested in outdoor activities (trekking, hiking, rafting, sailing, etc.) • He/she is interested in discovering nature and culture • He/she is most likely to come from Europe, (France, Germany, Holland, Scandinavia), Northern America or Australia. However, in the next 10 years, more Asian tourists from new affluent countries will be interested in ecotourism, especially from Japan, Singapore, South Korea, etc.
53
Every effort must be made to reduce nuisances, especially noise. Visitors usually look for a peaceful atmosphere to relax. “Natural noises” such as sounds from the jungle or from village daily life will be acceptable, but perturbing noise from roads, factories, restaurants, etc. will rarely be tolerated. Such nuisances can be reduced if the rooms are far, or below the source of noise. Rooms can also be insulated from the noise by a row of dense vegetation or a wall.
2. Safe, clean and comfortable “The venue and surroundings are kept clean and safe, the various facilities and services such as the pool, tours, food, etc., are of good quality and enjoyable”. A safe, clean and pleasant environment is a key factor for guests in selecting places to stay. The expectation of travellers varies a lot in this respect. However, most ecotourists are happy with simple facilities which help maintain a “natural” and “authentic” feeling, especially if they are aware that it also contributes to lessen negative ecological impact. Nevertheless, the price should be consistent with the offered level of comfort. Most ecotourists will be happy to stay in rooms without air-conditioning, as long as the price is moderate and rooms are provided with natural ventilation, fans and mosquito nets. Based on feedback from customers, cleanliness and good maintenance are by far the most important criteria for all international travellers. They will not mind having simple accommodation and bathrooms as long as these are well maintained and spotlessly clean. In short, they will prefer a clean, plain room with no airconditioning rather than a deluxe room with stained walls.
54
When offering outdoor activities such as hiking, diving, rafting, etc, safety measures should be taken for guests and staff. Make sure
equipment is in good shape and that staff as well as guests are aware of safety procedures in case of accidents. First aid kits should always be nearby and checked regularly. A best practise is to ensure the safety of guests by offering insurance in case of accidents upon signing up for outdoor activities. Safety and convenience are also important. To ensure that your facilities are suitable for families with children you can adopt the following points: • Ensuring the safety of children by separating swimming areas, putting barriers in front of steep areas to prevent falling, etc. • Serving a special menu for kids. • Having clean playground areas with grass or sand, playground objects, and naturebased activities for children such as biking, kite-flying, bird watching, or cultural activities adapted to children. • Offering baby cots in rooms and babysitting services (preferably with a baby sitter who can speak a few words of English or another foreign language).
A room with a view © KvdO
Room with natural ventilation © Lintang
Traditional ventilation system
Villas inspired by local architecture At Taman Bebek Villas, in Sayang near Ubud, the design of several bungalows was inspired by local architecture. Like in Bale Gede ceremonial pavilions of Bali’s mountain settlements, tiered roofs act as passive cooling systems, making use of AC unnecessary. This natural, open design also allows guests great views across the valley from the rooms.
3. Friendly and efficient staff “The staff and any other people encountered during the stay or tour are friendly; the needs of the traveller are quickly, effectively and professionally handled”. This criteria can be divided into 3 aspects:
3.1 Staff attitude and behaviour (hospitality / friendliness) The most important thing appreciated by all travellers is friendliness. Even if the staff has difficulties understanding and meeting the demands of an international visitor, this will be accepted as long as they show a friendly, welcoming and helping attitude. This fits well with the Indonesian tradition of hospitality.
3.2 Service efficiency in providing assistance to guests (e.g. room reservation, transport, ticketing, information, etc.) This criteria can become a problem for small community-based operations, where the local staff may not be trained in international standards of “efficiency”. However, visitors to ecotourism operations usually understand that the standard of service is not the same in a small family-run home stay than in a five-star international hotel. Besides activities suitable for all the clientele, special attention should be paid to tourists with particular needs; such as elderly and disabled people. Here, the role played by trained staff will be essential in order to provide adapted services.
3.3 Facilities or activities designed and adapted for disabled or senior guests A growing number of eco-travellers are senior travellers or disabled travellers. Trying to meet the needs of this clientele will attract additional, faithful customers. This includes making sure
that all facilities can be easily accessed, for example by avoiding steep steps, providing ramps and handles along stairs and in bathrooms, and building reclining paths instead of stairs when possible. Since Indonesian culture is based on respect for the elderly, it is easy to instruct or train local staff to help senior or disabled travellers when needed.
4. Discovery of local nature and culture “Travellers are given opportunities to enjoy and discover local environment or culture”. There are three main sorts of ecotourism activities: • Outoor or sport activities (hiking, trekking, rafting, surfing, diving, etc.) • Discovery of nature (flora, fauna, birdwatching, etc.) • Discovery of local culture and interaction with local people (dance, music, cooking, etc.)
A dancing class for children © Pondok Pekak
Traditional culture and child entertainment Ubud is visited by many foreign families with children. To cater for this clientele, the Pondok Pekak Library has designed special programs for kids, based on the local culture. This includes dance shows and dance lessons for children. The choreography is inspired from traditional culture, and packaged in a way that is fun and accessible for kids, e.g. the frog dance, and the children’s legong dance. Other activities include multi-lingual singing, gamelan, etc.
55
Tourists coming to Indonesia expect to discover local nature and cultures. Ecotourism operators need to provide opportunities for them to enjoy and discover the local nature and traditional environment. Creativity is required to design original tours or packages corresponding to demand, without damaging or exploiting nature and local culture. Most hotels and tour operators in Bali are well aware that tourists have an interest in cultural as well as nature-based activities. However, few of them try to design unique natural and cultural recreation opportunities taking advantage of the local potential in the surrounding area. Several obstacles are encountered here: • Some local youth working as guides may have lost interest and knowledge of local cultural traditions. • Local operators are often not sufficiently aware of the kinds of attractions that may be interesting for tourists. If they see that another operator promotes a particular temple, site or excursion route with success, they just follow this example and propose the same attraction. As a result, a few well-known sites in Bali such as Tanah Lot or the Gitgit waterfall are overcrowded, while potentially interesting sites remain neglected. Most tour guides earn much more income from commissions on purchases by tourists than from their salaries. Hence, they prefer to bring travellers to well-known mass-tourism sites crowded with shops and restaurants. A few recommendations can be made here, based on the Bali experience:
56
• Local operators should talk more often with their guests to discover what they like.
• They can develop cooperation with foreign ecotourism organizations, which can help them to identify local acctrations matching the expectations of ecotourists. • Local guides and young community members may need to re-discover their local traditions as part of their training to become a tour guide. In order to do so, they may need to spend time talking with older members of the community or adat leaders to understand their village history, architecture, ceremonies, etc. and learn to communicate this information to visitors. • Ecotourism operators should provide adequate training and enforce a code of conduct so that staff employed as ecotourism guides does not accept commissions from shops and restaurants, provided that they receive adequate wages. • Rationale of the pricing policy must be explained to customer. The services of a well-trained ecotourism guide who does not take commissions from shops, are likely to be more expensive than the local average. Customers need to understand this.
Diving © Heinz-Yosef Heile
Bali Bird Walks In Campuhan Victor Mason organizes unique walks where local guides have been trained to lead bird watching trips. Guests are provided with binoculars and can learn to spot 30 to 100 species of birds during walks along ravines, rice fields and forests. Ten percent of the income goes to the Bali Bird Park conservation fund.
Some communities, hotels and activity managers in Bali have designed original programs of natural and cultural activities based on unique local attractions. They have empowered members of the local community to become tour guides or teach local traditions to guests. Early pioneers in this field include Sua Bali in Gianyar and Puri Lumbung ecotourism centre in Munduk. Other operators have followed and offer activities such as:
small explanatory texts, translated into English and to make them available for guests as photocopies or leaflets.
• Guided treks to local forested areas or mountain peaks, visits of unique natural attractions such as waterfalls, rivers, sites with beautiful views, etc. In Bali, special natural sites often hold particular cultural significance as well (location of temples, holy sources, etc.) • Cultural shows based on local musical, dance and theatre traditions. • Discovery of agricultural or craftsmanship skills and traditions such as rice farming, coffee growing and grinding, gong making, basketry, weaving, etc. • Cultural classes where guests can learn cooking, weaving, dancing, music, or other arts. • Spiritual tours where guests meet with local priests or faith healers. These activities are much appreciated by guests as long as they are authentic and unique. They need to be limited to either a few individuals or small groups (less than 8 people at once). Responsible tour operators also make sure that they don’t come to the same villages too often, so that the local communities are not overburdened and keep a fresh, open, and spontaneous attitude to travellers. It is also important to provide explanations and interpretations about local nature, traditions and culture to guests. Since not all local guides may be fluent in English or other languages, this may be difficult. One possible solution is to write
Bali Starling & Kingfisher © Djuna Ivereigh
Diving for the disabled Scuba diving is a very popular activity for eco-travellers, but can be dangerous or too difficult for disabled travellers. To answer the specific needs of these clients, a Sanur-based dive shop, BIDP (Bali International Diving Professionals) has identified dive sites that are easy to access by handicapped people, and has trained its staff so they can accompany and assist disabled divers.
57
A bird watching tower Located at the foot of Batukaru mountain, Saribuana eco-lodge offers nature lovers the opportunity to observe bird-life and the natural surroundings from a 30 meter high tower. The facility is operated by locals whom supply guests with binoculars and explanations on local nature and birdlife.
Cultural classes for guests
Pura Jagaraga © Leonard Lueras
Suly Resort and Spa Ubud has developed a program of cultural classes for their guests, including 14 different aspects of traditions that can be discovered during their stay: cooking, dancing, painting, egg painting, ceramics, making offerings, woodcarving, weaving, basketry, etc. The classes are provided by local people on a monthly contract basis.
Providing an English interpretation of local history
58
Pottery class © Paramita
Bali has many fascinating temples, each with a different history and function embodied in temple structures, sculptures and ceremonies. Unfortunately, very few guides are actually able to provide in-depth explanations of these symbols to visitors. At Pura Jagaraga, formerly the place of fierce independance fights, a local priest has taken a succesful initiative.The priest stands by at the temple gate, ready to explain details of the temple history and the meaning of sculptures to the guests. He has printed a two-page explanation, laminated in plastic, on the temple’s background that guests can read while touring the area. Guests leave voluntary donations (usually from RP 10,000 to 50,000) after this well-explained visit.
Village tours with local guides Most tour operators offer similar tour packages, which is typical of mass-tourism. However, there is a niche market for special interest activities such as village tours. Bali Autrement has designed a unique village tour package in cooperation with local communities. Bali Autrement has helped villagers to create home stays and given training to youths to become local guides so that the tourists can discover the village daily life, and learn about local nature and culture from the villagers themselves. This allows tourists to interact with the community. This has lead to the creation of a donation system for the village schoolchildren. The school management regularly sends reports to Bali Autrement. Information is forwarded to the donators who are kept informed of the school achievements and often come again to visit the school, the village and the children. Bush walk © Heinz-Yosef Heile
Bali herb walks in Ubud Two Balinese from a family of traditional healers have designed herb walks in Ubud, in order to keep alive local knowledge of herbal remedies. During guided walks, guests learn to identify local plant species using their eyes, nose, tongue, and then they learn the various ways to use plants for making drinks or cataplasms to cure diseases like diabetes, hepatitis or aches. Plantago major © BaliFokus
Gynura pseudo-china © BaliFokus
59
NATURE-FRIENDLY Eco-friendly action is the combined effort of all involved parties in reducing negative effects on an increasingly affected environment. The tourism industry in particular, is responsible for a considerable amount of environmental damage to both the maritime and terrestrial eco-systems. Supplies of non-renewable natural resources are becoming exhausted, scarce or permanently damaged because of over-exploitation. Environmental management for small-scale tourism enterprises can be divided into four aspects: 1. Environmental planning; policies, management, landscape and building 2. Water and energy conservation, use of chemicals 3. Solid waste and waste water treatment 4. Environmental education and conservation.
1. Environmental planning: policies, management, landscape and building “The design and management strives to minimize environmental impact; the facilities and activities blend with the local environment and give the priority to local and renewable resources obtained in a sustainable manner.”
1.1 Setting up an environmental management policy
60
The first step towards an environmental management policy is a clear commitment from the management. This commitment should be translated into simple, easy-to-understand statements which can be found in the business
lobby, or on brochures, web pages, menus, etc. The statements should not be limited to general objectives, but also include clear examples of steps taken to reach these objectives. Once the commitment towards good environmental management is clear, it is necessary to find ways to implement and translate it into a workable environmental policy. The first step is to identify areas where progress can be made, and to set a few simple objectives. Progress towards these objectives can be measured through simple monitoring methods adapted to small-scale enterprises. For example, if one of the objectives is to reduce water and energy consumption, then it will be necessary to record monthly consumptions, and compare them with the set objectives.
Eco-friendly architecture © Lintang
Eco-friendly architecture The main architect and designer of the Waka Experience, a Balinese chain of boutique resorts, takes pride in working with the natural environment when designing resorts. This starts with the landscaping, in which disturbances to local landscapes are kept to a minimum: “don’t move one stone, don’t fill one hole, don’t cut one tree” is his motto. This was especially important in Waka Shorea, which is built on an 8-ha section in the West Bali National Park, where it is forbidden to cut trees. In Waka Gangga, bungalows are built similar to traditional huts, and rice fields have been kept in place. This allows guests to enjoy the rice fields. By allowing this the impact on the rice growing area is kept to minimum. Where ever possible Waka resorts uses coconut timber and recycled timber in their constructions.
Since the staff are the ones that actually implement the environmental policy, it is necessary that they receive clear information about this policy, its objectives, and the steps to be taken (see section 4).
case. For example, the use of wood as a construction material is considered “natural”, but it can damage the environment if the timber comes from endangered forest species.
1.2 Landscaping and design Besides commitment and managerial policy, the environmental condition of the surroundings also has to be taken into account. Landscape design and building materials have to be planned before the facility is constructed. Commitment of the management can be observed directly through the design of the building, and its efforts to harmonize facilities and activities with the landscape. Measures to reduce negative impacts and to improve environmental quality include: • Minimize the ratio of building area compared to the immediate surroundings, allowing plenty of space for farming areas, gardens and natural vegetation. • Place new buildings on previously unused areas, rather than on agricultural land. • Maintain natural vegetation in gardens instead of planting exotic species. • Try to make buildings invisible from the outside. • Give the priority to local materials for construction. • Use materials obtained from sustainable sources such as coconut timber, bamboo, or recycled wood.
1.3 Building materials Many owners of tourism businesses tend to consider that using natural building materials, such as wood and coral, is “environmentallyfriendly”. However, this is not necessarily the
“Our commitment statement has been put into writing. We have placed it in all our rooms, and in areas that can easily be seen by many people. Tourists really appreciate our efforts”. (Udayana EcolodgeJimbaran).
“Natural does not necessarily mean environmentally friendly”
Creating heaven from a dumpsite Lumbung Damuh is a 4 bungalow resort on the east coast of Bali which has adopted an eco-friendly approach. These bungalows are built on an area which used to be a dumpsite. The owner of the land decided to clean up the area with consent from the community. Banana and coconut trees were planted and a few bungalows were built. In Ubud something similar has been done. In Ubud Sari, a dumpsite has been converted into a spa-resort with a beauty salon and a beautiful garden.
61
Generally speaking, material is environmentally friendly if: • It can be found locally. If a material comes from a local source, it is easier to control whether the source is sustainable or not. At the same time, no energy is wasted by distance and transport. Use of local materials also contributes to the local economy. • The material is recycled or re-used, such as wood once used for electricity poles which can be turned into construction material for a hotel. • The material comes from a renewable, sustainable source. This is the case of materials coming from plantations or forests, as long as the quality of harvested of harvested material does not exceed the re-growth, and the plantation or forest is managed in a sustainable way. Sources that can be considered as safe are local coconut or bamboo groves, which are easier to replace than natural forest.
Coral Coral reefs house millions of organisms, they function as as wave breakers and prevent erosion. Widespread exploitation of coral has resulted in major damage to coral reefs all over Indonesia. Coral is a material often used for construction and with the explosion of the tourism industry on Bali, a large quantity of coral was needed to develop infrastructure. Almost 80% of the coral reefs in Bali have been damaged. An example is what has happened in Candidasa, where corals where used for construction purposes. In turn, the destruction of the coral reefs caused rapid erosion along the coast. Now Candidasa almost has no beach anymore.
2. Water and energy conservation, use of chemicals “The facilities and equipment minimize the use of water, harmful chemicals and energy”. Splitting bamboo for construction © KvdO
Materials that are “natural” but are likely to be harvested in an environmentally harmful way are:
62
Wood species from primary forests
Choosing wood for construction
Most of the hardwood timber used in Indonesia comes from the natural forests and is exploited in a non-sustainable way (over-exploitation of resources without considering regeneration issues). The Indonesian Eco-labelling Organization (LEI) and Forest Stewardship Council (FSC), incooperation with the Indonesian Ministry of Forestry, provide certification schemes for environmentally friendly practices. These certificates are given to forest management units that are operated in a sustainable manner.
Give preference to recycled wood or material obtained from renewable sources: timber from certified plantations, ubiquitous species such as coconut timber and bamboo, fruit trees such as jackfruit, durian or mango trees, or local species commonly planted in your area. Be cautious when buying teak wood: check the origin and make sure that it comes from sustainably managed plantations. Avoid use of timber extracted from natural forests, which may be either illegally logged or managed in an unsustainable way. For example; avoid iron wood (ulin), meranti, kapur or bangkirai often traded as “kayu kalimantan”, and nyatoh. Only buy these species if they come from an FSC certified source.
2.1 Water Water is the least renewable natural resource and increasingly difficult to get on Bali. Water supplies are dwindling because of unlimited and unregulated exploitation by the tourism, and other industries. The result is a chronic shortage of water or even draughts, which in turn result in the reduction of rice produce. Would the tourist be interested to visit Bali if all the beautiful rice terraces turn dry? Several NGO’s and experts have predicted that water resources will become a major problem in the next 10 years. Tourism related businesses consume water in large quantities. The average water use in large star hotels ranges from 700 to 900 litres/per room/per day compared to 360 litres for non star-hotels (IHEI, 1996). In an average Balinese household about 80 litres per person is consumed a day. Therefore, we should strive to use water efficiently by looking for alternative solutions, so that we can minimize dependence on the PAM (Indonesian Water Company) and ground water. Water conservation is highly important because water resources are getting increasingly scarce, particularly in the more arid areas.
© Heinz-Yosef Heile
Water usage efficiency rating in hotels Liter / bed / year 4 -50 rooms 50+ rooms
GOOD < 120 000 < 160 000
FAIR 120 000-140 000 160 000-185 000
POOR > 140 000 > 185 000
NB: For hotels without swimming pool and in-house facilities One cubic meter represents about five full baths. Source: IHEI, 1996
Steps to reduce water consumption: • Evaluate all data about water consumption, equipment, occupancy, etc.
• Audit your water expenses per month (include electricity consumption for water pump.
• Conduct regular checking for any leakages that could happen.
• Maintain water pipes and water using devices to reduce leakages.
• Use bowls/buckets for washing/cleaning –
Did you know that … ? A dripping tap can waste up to 36 000 litres of water each year. This is the equivalent of filling around 180 baths. (Source: IH&RA, IHEI, UNEP, UNEP/IE, 1995) It takes about 1 000 litres of water to produce 1 kg of rice in the irrigated rice terraces of Bali. (The Natural Guide to Bali, 2005)
don’t leave the tap running.
• Reduce flow/hour for garden watering • Water the garden during the cool hours of the day
63
• Reduce watering frequency • Keep a lot of trees and shade in your •
•
• • • • • •
garden, avoid open grass areas which become dry easily If you are in a dry area, choose garden species that are adapted to dry conditions, avoid species that need a lot of watering Don’t change bed sheets and towels every day unless required by guests, put signs in rooms requesting the guests to hang their towel if they don’t need to change it Put signs in rooms reminding guests to use water sparingly and not leave taps open unless needed Use rainwater harvesting systems (see opposite column) Use other water sources as an alternative (such as river, subak, recycled water) e.g. for watering garden Use toilets with a dual flush system Install low-flow devices on taps Provide an open green field for rainwater infiltration.
2.2 Energy Bali is facing a problem of energy supply. Most of the energy is now supplied from Java, and Bali often suffers from power cuts. Several projects have been initiated to produce electricity locally but are controversial because of their environmental impact (Jakarta Post April 15, 2004). Tourism businesses are major users of energy. A survey done by Pelangi in 2005 shows that energy costs are more than 30% of hotel’s operational costs, against only 10% in 1997. However, studies have shown that hotels still use energy inefficiently. Tourism business management should make an effort to reduce their energy consumption and shift towards renewable energy uses.
64
Harvesting rainwater
Keeping your garden healthy begins with setting proper times of watering. It is better to avoid watering gardens at noon because the heat water evaporates immediately. Besides, water drops can magnify strong sunlight and delicate leaves and flowers could be scorched. Proper timing of watering gardens will reduce water usage and costs as well as benefit to the overall conditions of your garden.
Harvesting rainwater The Udayana Eco-lodge is located in the arid hills around Jimbaran, an area known for its frequent water shortages. A rainwater storage system is used as an alternative source of water. Rainwater is captured by a system of gutters installed around the building, and is stored into 2 reservoirs of 16 m2, with a 2 meter depth. The water goes through a filtration process to ensure cleanliness before being distributed to the rooms.
Waste Water Filtration Alam Sari Spa Resort, located in Keliki near Ubud, has constructed a well-functioning liquid waste management facility using an aerobic system. After being processed, the water is used to irrigate the garden. The result is satisfying because they can economise on water consumption and so reduce operational costs of the hotel. For more information see point 3.1
Both businesses and environment will benefit directly by saving energy, particularly in financial terms. The initial step is to audit all uses of energy. From there on, you can start establishing where there is a potential for saving energy. Examples of some energy consuming items in the tourism business:
• • • •
Water heater, ventilator, AC Laundry and dry cleaner Lighting Water pump (swimming pool, tap water, waste water treatment system) • Stove, refrigerator • Fuel • Electronic office equipment. Steps towards energy conservation:
• Monitor the energy consumption of each
•
• • • •
unit of your business (kitchen, rooms, vehicles, etc.). Set targets for reducing the consumption of each unit, if the consumption is reduced give bonuses to the staff in charge. When buying vehicles or appliances (AC, fridges, washing machines…) check for their electricity consumption and buy the low low consumption ones. It may be more expensive, but will be cheaper in the long run. Install energy saving light bulbs. Ask your staff to switch off all unused lighting and electric devices (AC, lights, heater, etc). Put signs in rooms reminding guests to switch off all unused lightning and electric devices. If available, install key-tag switches in bedrooms. If this is not possible or too expensive, you can also put switches outside the bedrooms, so that your staff can turn off ACs or lamps into the client’s rooms when the clients have gone out.
• Use solar heaters, photovoltaic cells, wind mills or other sources of renewable energy.
• Use bio-gas energy for cooking; this can be obtained by constructing an anaerobic liquid waste management system (appendix 5). • Promote tourism activities that do not rely on fuel-driven vehicles. For example, encourage guests to go walking or cycling rather than relying on motorized vehicles for transport. You can also encourage the use of traditional vehicles such as horsedrawn carts, sail boats, etc.
2.3 Chemicals Every day, many chemicals are used, often unconsciously. In the tourism business chemicals are most commonly found in washing powders, cleaning liquids, batteries, detergents, fuel, pesticides, herbicides, paint, and chlorine used for swimming pools.
A horse-drawn cart © KvdO
A recommended energy saving lamp The Compact Fluorescent Lamp (CFL) is the most efficient lamp on the market. It is very suitable for hotels as its energy efficiency is around 50 / 60 lumens per watt and its duration lasts about 12.000 hours. The CFL is also available in smaller sizes. Its whitish radiance can be softened by using a lampshade. (Appendix 1)
Sailing boats © Raymond Lesmana
65
If the use of these chemicals is not properly controlled, it could cause harm, not only to the environment, but also to the health of guests and employees. Tourism business managers should use the following steps to minimize the harmful impact of chemicals:
• Monitor the quantity of chlorine in
• • • •
swimming pools and use the lowest doses possible or use alternative methods (salt, electrolyse) to avoid the use of chlorine. Monitor the quantity of detergents used in kitchens, laundry and floor cleaning, and try to reduce the doses used. When purchasing paints, detergents, disinfectants or cleaning materials, choose the less toxic ones. Reduce the use of chemical pesticides (including herbicides and insecticides). Use eco-friendly alternative methods for pest control such as manual control or perm culture (Source: IDEP). (See box about Neem p. 68).
Mosquitoes and insects are a major nuisance to tourists visiting Bali. Environmental friendly efforts to reduce bother by mosquitoes and insects are:
• Use neem or lemongrass lotions or sprays, rather those based on harmful chemical components. • Supply mosquito nets. • Reduce spraying with harmful chemicals and never spray when guests are around or when staff is working in the immediate surroundings. Below are some examples of actions that can be taken to use other harmful chemicals in a safer way (especially insecticides and herbicides).
66
Safe containers: harmful chemicals should be stored in their original container, with a clear label indicating the content of the container. Harmful chemicals should never be stored in drinking bottles, as it might be mistaken for drinking water or lemonade. All containers should be water-tight, without leakages, and with a safe tap. Safe storage rooms: harmful chemicals should be stored in a well-ventilated room, on a separate shelf, well out of the reach of children and wandering animals, and in a locked cupboard if necessary. There should be a clearly visible label warning people of the danger of the chemicals stored. The chemicals should be protected from excessive heat, sunshine and fire. Avoid leakages of chemicals on wooden shelves, which will absorb the toxic ingredients. Protect the shelves with a plastic or metal coating. Water heating system © Made Yudi Arsana
Using a self-made solar heater Hotel Uyah, in Amed, is a small hotel on Bali’s east coast which has been developed based on environmental management concepts. The owner was eager to use solar energy to provide hot water in the guest’s showers. Using a solar panel was not an option since the initial costs are very high and being relatively remote would make maintenance difficult. The owner designed a simple solar heating system using metal pipes coated in black paint. This absorbs heat from the sun and keeps the water warm. It is recommended that such home-made solar heaters should not be too far from the bathrooms to avoid loss of heat in distribution pipes. Besides, when using systems like this, it is important to inform guests in advance that the water heating is provided by solar power, and hence there may not always be hot water during cloudy days. For eco-tourists this is usually not a problem as long as it is clearly mentioned in advance.
Safe usage: the staff should be trained and routinely adhere to safety guidelines and use provided safety equipment (mask, gloves) when handling harmful chemicals. They should wash their hands after usage, and should not smoke or eat while using the chemicals.
Copper & silver electrolyse system
Negative effects of chlorine in water: • Causes itchiness to the eyes, nose, skin and hair • Causes a dry skin • Negative effects on vitamin B, C and E levels in the human system • Can increase cholesterol levels; induce heart problems, stroke, kidney problems, difficult breathing and cancer.
Safe disposal: do not dispose of empty containers or cloth soaked with chemicals near waterways or in a place that can be reached by children and wandering animals.
Organic food and farming One good way to reduce using chemicals is to promote organic products. Organic products are much tastier, more healthy and better for the environment. A number of hotels and restaurants have shifted to organic farming or using organic products. However, many of them only use organic as a slogan, without knowing whether the food they serve is really organic because there is no proper testing or research on the food. Organic farming is a system of crop cultivation employing biological methods of fertilization and pest control as substitutes for chemical fertilizers and pesticides. Organic materials, such as compost, animal manure, and crop residues, are used both to improve soil structure and to nourish soil, which in turn nourishes plants. Chemical fertilizers, by contrast, feed plants directly. Biological pest control is achieved through preventive methods, including diversified farming, crop rotation, planting pest-deterrent species, use of biological insecticides and pestmanagement practices. Organic farming is more compatible with diversified, small-scale and labour-intensive cultivation.
A. Unclean water B. Copper electrode C. Silver electrode D. Clean water E. Low voltage electric source For further information: www.aquasprite.com
Swimming pool purifications through electrolyse with copper & silver The management of Gajah Mina Hotel uses an ionisation system to kill algae and bacteria in their swimming pool. This greatly reduces the use of chlorine; 10 times less than other swimming pools. The technique is based on the natural qualities of silver, a natural bacterial killer, and copper, a renowned algaecide killer. The water is purified by letting it flow past copper and silver electrodes. Unlike chlorine-based swimming pools, this system is cheap and has no harmful effects to the human body. This system is not affected by heat or light, and is easy to install and maintain.
67
3. Wastewater and solid waste “Waste creation is minimized; waste waters and garbage are disposed of in an environmentallyfriendly manner; the hotel or operation participates in or supports local waste management initiatives.”
3.1 Wastewater (Appendix 2) As other countries, Indonesia has policies to control the emission of liquid waste. The Indonesian Ministry of Environment has established regulations for this. (Appendix 3.) However, there are still many cases, particularly in the tourism sector, where negative effects of liquid waste are ignored. Recent studies have shown alarming high pollution rates. Many of Bali’s famed beaches are polluted with heavy metals such as lead, sulphides and other chemical substances. According to a study conducted by Udayana University’s school of Medicine, the high levels of chemicals in Baliinese waters could be a potential threat to people’s health. It can penetrate the human body through contaminated water or food and be absorbed via the skin or respiratory system (source: Jakarta Post, June 14 2005). Besides polluting coastal areas, liquid waste from hotels also causes pollution to ground water, and contains pathogenic bacteria that can cause diarrhoea, typhoid and other diseases. Liquid waste from hotels can be categorized as domestic waste namely those that come from bathrooms, toilets, kitchens, laundry etc. It can be managed biologically (by using microorganisms) in order to make it safe for disposal.
68
Several hotels have started to implement wastewater treatment schemes to reduce negative impact on the environment. However, most hotels still do not have wastewater
Neem: a natural insecticide Neem (Azadirachta Indica), a tree well adapted to Indonesia’s most arid areas, is well-know for its insecticide and medicinal properties. Azadirachtin, neem’s principal active compound, is mostly found in seeds. Neem based products offer an alternative to protect plants as well as to avoid undesirable affects of chemical pesticide and fertilizer use. Neembased formulations act as insect repellent but do not usually kill insects directly. Azadirachtin affects insect physiology by mimicking a natural hormone. It inhibits feeding, and disrupts insect growth and reproduction. It has proven effective against a large number of insect species, including beetles, weevils, leaf hoppers wasps, cockroaches, and even termites. In Pupuan, in the highlands of central western Bali, PT Intaran has created a pilot factory for processing Neem seeds to produce a high-grade Neem oil and cake, which are further processed into a wide range of safe and effective products. Sources: www.indoneem.com & www.worldagroforestrycentre.org (Agroforestry Database)
Promoting organic products and farming Some hotels in Bali, like Nirarta in Sidemen and Prana Dewi in Batukaru have developed organic agriculture around the hotel and have tried to convince their employees and community members to do the same. At this stage, all of the employees have studied organic agriculture. People in the surrounding communities have started to reduce the use of chemicals in agricultural practices. It has become evident for all that the productivity of organic agriculture is better and the prices of its products are becoming higher.
treatment plans; some even dispose their wastewater directly into rivers or the sea. A review of effluents should be conducted to:
• Identify the sources, types and, if readily available, quantities of current waste water emissions and discharges • Hazardous substances which have the potential to cause harm, if accidentally discharged used or stored, by the hotel should be listed • Identify key options for reducing current discharges, or the risk of accidental discharges, to the environment, and assess the costs and benefits of implementing these. Sources: IH&RA, IHEI, UNEP and UNEP/IE et al. 1995 Liquid waste has to be checked in order to meet standards set by the government or local government (Appendix 3). Existing laws and regulation require that liquid waste is properly processed. Construction of liquid waste processing facilities is the most effective way to process liquid waste. The purpose of building such a facility is to reduce the negative impact of liquid waste to the environment and public health. Processed liquid waste can also be used for the irrigation of gardens or fields. Conducting routine checks on water-use consumption and other relatively easy actions will also help to reduce sanitation problems. There are several options of liquid waste processing technologies:
• Bio-digester (air tight domes / vault digests highly organic liquid waste in order to produce energy). • Septic tank (a straightforward 2 tank system that settles and stabilizes mud).
• An anaerobic Baffled Reactor (reduces BOD and COD up to 90%, not utilizing much space because it is buried). • Aerobic ponds (for processing and reduction of organic content. This facility is easy to construct). • An anaerobic filter (liquid waste channelled through filters to reduce BOD/COD up to 90% which can withstand fluctuations in water pressure. This structure is also buried). • Planted gravel filter or Waste Water Garden where plants act as a filter by absorbing phosphates or nitrogen from wastewater.
Harmful disposal of liquid waste © Lintang
3.2 Solid waste Many people tend to think that proper waste management means sending waste away for recycling. However, recycling is costly, and requires transport of waste over long distances, which is hardly eco-friendly. Moreover, there are very few recycling facilities in Bali. Hence, it is always better to avoid creating unnecessary waste in the first place.
Harmful disposal of liquid waste © Yuyun Ismawati
What is a waste water garden? A waste water garden is certainly the most elegant way to dispose liquid waste. It looks like a water garden but is actually a sewage treatment integrated into the garden landscape. It consists first of a buried two-chamber septic tank, where waste water is treated through anaerobic process –the bacteria break down the solid wastes. Then the waste water flows in an open two-compartment tank filled with gravel and mulch where aerobic bacteria further decompose the wastes into nutrients available for water plants. The water garden acts as a filter. For information: www.idepfoundation.com or appendix 5
69
Proper waste management can reduce the volume of waste and at the same time save the use of raw materials, energy, resources and money. Steps to reduce solid waste:
• Reduce use of excessive wrappings and
•
•
advise suppliers to change production processes by reducing inefficient material and wrappings (avoid plastic wrapping, replace plastic water bottles with glass bottles, use refillable containers for bathing soaps and amenities, resell soap leftovers to suppliers or donate to people in need). Re-use useful everyday utensils. (Example: re-use old clothes and other garments and turn them into cleaning rags or laundry bags, re-use paper for draft documents or receipts). Recycle materials which still have value (composting, recycle bottles, cardboard boxes, cans, etc.) (Appendix 7)
Required duration for decomposition Paper Orange peel Cardboard Cigarette filter Plastic bag Shoe leather Nylon cloth Plastic Aluminium Styrofoam
Illegal dumping © Noka
2.5 months 6 months 5 months 10-12 years 10-12 years 25-40 years 30-40 years 50-80 years 80-100 years indecomposable
3R Reduce Reuse Recycle
Illegal dumping © Noka
The use of liquid waste processing systems in hotels
Objects made from waste © Lintang
70
More and more hotels and restaurants in Bali are using various wastewater treatment systems and are using the treated water to irrigate their gardens. By producing harmless waste which can be used to irrigate gardens, these systems reduce water consumption which in turn reduces operational costs. The systems aim to filter liquid waste from toilets, bathrooms, and kitchens through processing facilities. These methods have advantages and disadvantages, yet provide solutions in the liquid waste management issue.
4. Environmental education and conservation “The management provides information and education to travellers, staff and communities about the local environment, its features and the ways to preserve it, as well as support local conservation, environmental management and education initiatives.”
• Since employees usually come from local
•
communities, combine these programs with environmental education for local people, especially the more receptive, younger generation. Explain to the staff that the environmental policies will also bring new customers by producing cleaner, more pleasant surroundings (no garbage on the beach, no unpleasant smell of chemicals in laundry, pool or garden, etc).
Environmental education is important to raise awareness among employees, local communities and tourists. The hotel management can supply educational materials and contribute to local community initiatives. In general, hotel management can raise awareness on environmental and conservation issues to the following groups:
4.1 Employees - Training and participation in environmental issues
Education, motivation and participation of employees are key aspects in developing sustainable ecotourism products. With no environmental education, employees will not understand reasons behind standard operational procedures linked to environmental management. Hence, they are likely to cease implementing them as soon as the managers are not around. There are several steps that a business manager can take to educate staff:
• Work with NGOs and local or international volunteers to develop environmental education for employees. Ideally, this should start with very basic simple facts. For example, most hotel staff in Bali doesn’t realize that it takes decades for plastic items to decompose.
Food wrapped in banana leaves © Paramita
Reducing solid waste “Every time we go to the market, we ask vendors not to give us plastic bags. When available we prefer to buy small items packed in banana leaves, we also bring our own shopping basket. Most sellers on the market know us by now and when we buy things they don’t give us plastic bags anymore. By doing this we reduce plastic waste in our hotel” Lumbung Damuh, Candidasa “From the initial development of our bungalows, we agreed to separate our solid waste for composting. Now, we use the compost in our garden and its organic plants are consumed by our guests and my family” Saraswati, Lovina
Using banana leaves or baskets to wrap food items Instead of wrapping lunch or food with plastic or stereo-form, several travel agents in Bali use banana leaves or baskets to wrap food items. Besides being environmentally friendly, this practice also reduces the amount of waste and makes use of locally available materials. This practice is highly appreciated by guests because it is more nature friendly compared to use of plastics.
71
• Encourage staff to make their own suggestions for environmentally friendly practices. • Give bonus / incentives, praise and awards to staff who implement best environmental practices.
4.2 Tourists - Increase the awareness, information and participation in environmental issues Informing and educating guests about environmental policies and providing them with guidelines and tips are also important. However, be careful that all statements made about eco-friendly practices are actually implemented, if not, the image of your business will suffer. Providing tips to guests will ensure that they cooperate to environmental management, for example: • Ask guests to report leakages in water devices such as toilet, water basin, water tap, etc. and to use water sparingly • Ask guests to switch off electric devices when leaving a room • Put a note in the bathroom to encourage guests to keep the same towels and sheets instead of having washed them every day.
72
Water refill © Lintang
This could also happen… “The manager of a good dive shop told us proudly about his policy for waste separation and recycling. When talking with the staff, we realized that the waste was not separated (all the waste in each of the six bins for organic, plastic, metal, etc. was mixed up) and sent to a landfill instead of the recycling facility. When asked about the environmental policies of a middle-class hotel advertising itself as “eco-friendly”, the marketing manager told us bluntly that he did not know what environmental policies were. He also added that the phrase “eco-friendly”’ had appeared on their brochures a few months ago, but he does not know what that actually means. Another example is the management of a posh restaurant, which proudly advertises the organic food from its garden. When talking to the gardeners, they told us that they routinely use chemical fertilizers and pesticides in the garden, like they are used to do on their own farm”.
Reducing the use of plastic bottles by promoting water refill Several hotels and tour operators in Bali are realizing that because of no adequate waste management facilities, plastic water bottles are often ending up on beaches and riversides. They are starting to take concrete steps to encourage guests not to use plastic bottles. Initially, guests are informed through message boards, brochures, and information sheets in their rooms on the need to reduce plastic to save Bali’s environment. After this, they are offered the choice between buying water in a plastic bottle (at high cost) and getting their drinking water in a jar (free of charge). Several operators even encourage guests to refill their water bottle for free from a water gallon or fountain. This is of little cost to the hotel, and promotes an eco-friendly, traveller-friendly image. However, it is important to inform guests that the drinking water comes from a mineral water fountain and is safe for drinking. The staff should also make sure that the drinking water fountain is kept clean. Guests should be able to see it by themselves or even offer help themselves.
Offering information to guests on how to interpret eco-friendly activities/ facilities in your hotel is important. Guests will appreciate good oral and written explanations on how to take environmental friendly activities properly.
4.3 Local communities-tourism stakeholders and / or organizations- linked to environmental issues contribute and participate in environmental programs Several tourism businesses in Bali contribute to environmentally friendly programs. They collaborate among themselves and make efforts to involve community members in their programs. An example is the Bali Buddha Café and Health Shop, which has initiated to collect waste and recyclable waste. They also encourage other businesses to participate in efforts to sort out waste and take part in their recycling program. Many efforts are being made by tourism stakeholders in Bali to protect and conserve Bali’s natural resources, which are also major assets in tourism, (coral reefs, marine species, birds, butterflies and other wild animals). These efforts require continuous support from the government, guests and other businesses, as well as the involvement of local communities.
Waste separation © Lintang
An eco-training program for hotel staff and communities The owner of eco-hotel Uyah in Amed decided to cooperate with his staff on the design and implementation of the environmental management policy of the business. During six months, with the help of a volunteer, regular meetings were conducted with the staff. This helped to define training needs, and identify the low level of environmental awareness among staff, who mostly come from the local community. Basic environmental education was provided to increase awareness. Consequently, the management, trainer and staff jointly identified which areas to improve and work on. This led to agreements on procedures on how to reduce the use of plastic packaging, monitor water and electricity use, and use lowconsumption electricity items, etc. The policies are clearly stated in the hotel brochures, website and information sheets given to guests. The staff takes great pride in their hotel’s eco-policy. The staff is also encouraged to disseminate environmental education to other community members. At key occasions, events are organized with the community to raise their ecological awareness, for example, by lending snorkelling equipment to schoolchildren so they can learn first hand about the coral reefs. When interviewed, the staff indicated that they would like to receive more training to maintain and develop their understanding of good environmental management.
Training © Bina Swadaya
73
Saving corals in Pemuteran: a cooperation between an ecotourism business and the local community Pemuteran is a small, peaceful beach village in northwest Bali. When it started getting popular, the local tourism business community wanted to avoid similar destruction of the coastal environment as in Candidasa or Lovina. Initially, the owner of a large hotel worked with local communities to develop environmental education programs, and encouraged them to form a group of pecalang laut to protect the corals from destructive fishing methods like bomb –or cyanide fishing. To motivate the community, the hotels and dive shop owners helped the villagers to set up a community-run snorkelling counter. They donated snorkelling equipment to the village, which in turn rents them out to the tourists. The village makes about RP 1 million per month from this activity, which provides an incentive to conserve the coral reefs. Taman Sari, a large hotel, conducts coral rehabilitation activities to which other businesses also contribute. Guests can dive or snorkel in the coral rehabilitation site, which provides an additional point of interest.
Installing mooring buoys to protect corals Although Bali is a prime diving destination there are only a few mooring buoys around the island. As a result, dive boat operators often resort to anchoring boats in fragile coral reefs. Aquamarine, an eco-friendly dive operation based in Seminyak, has contributed to funding the installation of mooring buoys in diving areas. Installing mooring buoys should always be proceeded by good mapping of the underwater area.
74
Coral reef © Heinz-Yosef Heile
An initiative to protect turtles The green turtle is becoming increasingly endangered because it is hunted for its meat and colorful shell. In Benoa and Pemuteran Rumah Bali and Reef Seen have initiated a turtle hatching facility in which turtle eggs, available at local fish markets, are bought for hatching and accordingly released. Besides this, both organizations cooperate with local communities in controlling the sale of turtles. When a turtle is for sale, it is bought by the locals and set free again. These efforts have gained the attention and support of tourists coming to Bali. They are directly involved in releasing the turtles and, in appreciation of their efforts and participation in turtle conservation, awarded a certificate. For information: www.balifoods.com
Releasing turtles © Lintang
75
COMMUNITY-FRIENDLY This criteria focuses on the communities surrounding the tourism operation. Involving them in tourism operations and businesses should contribute to their welfare. According to Indonesian government policy, local communities have to be involved in the tourism activities conducted in their area. In this chapter, we will discuss to what extent local communities can be involved in businesses and how to create products that can help preserve and improve local culture. These criteria focus on: 1. 2. 3. 4.
Relationship with employees Relationship with communities Participation and economic opportunities Support of local culture.
1. Relationship with employees “The management maintains good relations with employees, and treats them according to, or above local standards”. There are several important points to consider when managing hotel staff: • Welfare of employees; all employees should receive a fair compensation and benefits such as a share of tips, reimbursement of medical expenses for staff and families, medical insurance, bonuses, and housing.
76
• Goodrelationshipbetween management and employees; the management should strive to maintain a good atmosphere and make sure to
maintain a permanent dialogue with employees. • Training programmes to staff; based on their individual tasks; the main function of trainings is to enhance professionalism of staff as well as keep to them up-to-date with new developments.
1.1 All employees receive fair compensations and benefits This criteria is extremely hard to evaluate because there is little transparency about payment of salaries in the tourism business. Many employees in the tourism business are paid less than average salaries and/or on an irregular basis. Many hotels however, have bonus systems based on the number of customers, or the amount of profit.
Happy employee © KvdO
The best hotels provide full reimbursement of medical expenses for staff and their
Shielding employees from crises Many hotels in Bali laid off a lot of their staff after the October 2002 bomb, or reduced their pay and work time as much as 50%. The most socially concerned hotels managed to keep all their staff without cutting the main salaries. One particular hotel kept employing the staff without reducing salaries, and decreased their workload by 20% to compensate for the lack of tips and bonuses from guests. This costly measure has turned into a benefit for the management. The hotels that managed to keep their staff and maintain their salaries are now enjoying stronger loyalty with the staff. Recognizing the efforts to shield their staff from the crises, the relationship with local communities has also improved.
families. Insurance should be provided for staff working in dangerous outdoor activities, but this rarely happens. A good practice that is easy to implement, is to leave a collective tip box at the reception or cashier and to encourage guests to leave a tip for employees when leaving. Too often, only the employees in direct contact with guests receive tips. Having a collective tip box enables an equal distribution of tips among all staff members.
1.2 Good relations between management and employees - efforts by the management to maintain a good atmosphere and meet the needs of employees The turnover level of staff is always a good indicator of the relationship with the management. Most small-scale tourism operations are run in a family manner, and this helps to keep good relations. A good indicator of mutual relations is the way the management reacts to low frequentation periods or low season (see box on opposite page). Staff members can also be involved in decision-making. Staff meetings could become an opportunity to learn from each other and share ideas, feelings, efforts and ideas on how to improve the business. This will motivate the staff in their work and stimulate them to think creatively. They will consider themselves not merely staff but member of a team. Enabling staff to develop a sense of belonging will increase their commitment.
1.3 Training for employees Providing training for employees is an important aspect of running a tourism-based business. Many hotels in Bali prefer to recruit staff that already has a background in tourism
education in order to avoid providing training again. They generally consider temporary recruitment of trainees for work in their hotels, or other tourism based businesses, enough effort in the field of training. But there is more to training staff than just letting them do all sorts of odd-jobs. More time should be spent on providing information and guidelines on operational procedures, as well as other inhouse trainings, especially with regard to new staff members. Having regular training programs for staff will increase quality of service, loyalty, and communication between staff and management.
Community involvement © KvdO
2. Social relations with the community “The management maintains good relations with the local community, and provides social assistance to enhance their welfare, such as educational or medical support, infrastructures, etc.” Maintaining good relations with neighboring communities is key to the success of any tourism business, and even more so for ecotourism operations. It is also important to invite the members of local communities to participate in environmental protection activities. This will benefit both the tourism operation and the community itself.
2.1 Good cooperation with the local communities - conflict prevention and resolution All together, small-scale tourism operations have less conflict with local communities than largescale hotels. Whenever there is a conflict, it is easier to solve by direct communication between the operator management and the Banjar authorities. The communities in Bali have a strong structure, which provides a venue for local operators to maintain good relations with communities by participating in Banjar meetings.
Helping each other © KvdO
77
However, very few tourism operators in Bali are concerned with community-based tourism. Good relations are maintained by informing the Banjar authorities and consulting them on major developments, but it is very rare that the local communities are actively involved in the design of the operation and its management.
2.2 Cooperation with local communities inenvironmentalmanagement In our survey of best practices, we discovered that nearly all ecotourism operators in Bali are having difficulties in getting local communities to participate in environmental management and conservation activities. Levels of environmental awareness and the perception of modern environmental issues is extremely low among local communities. An example of this is that most people find it normal to discard solid and liquid waste in rivers, without realizing the consequences. This is why ensuring participation of local people in environmental activities in very important for the sustainability of ecotourism. Below are some examples of good practices implemented by small hotels in Bali: • Organizing regular beach clean-ups with local communities and providing incentives to community members to participate through payment or providing snacks, entertainment, etc. • Organizing waste collection groups with the local communities. • Sponsoring environmental education activities for school children.
2.3 Contribution to the welfare of local communities A number of tourism businesses in Bali provide contributions to the welfare of local communities. Examples are:
78
• Enhanced access to water, electricity, and transport
• Development of village infrastructures (contribution to building village roads, bridges) • Contribution to children’s education, scholarships • Contribution to health programs • Donations for the development of the community or to locally active NGO’s. However, developing social programs with local communities can be difficult for tourism operators, as they do not have necessary skills in community development. It can also lead to social jealousy in-between or within communities. A good practice is to work through local NGOs, which are in a better position to identify and manage good community programs. Such programs can be developed and implemented with sponsorship from tourism businesses. Building a public facility together © KvdO
Tourism businesses supporting community development The East Bali Poverty Project (EBPP) is a Bali based NGO that focuses on conducting community development projects in the poorest areas of East Bali. Among others, they work in the field of education, health, sanitation, organic farming, and nutrition. The EBPP has developed a good cooperation with several large and small-scale tourism businesses on Bali, especially in east Bali. The businesses support the EBPP by providing sponsorship. Some of them have put information on the EBPP in their hotel rooms and lobby, and have encouraged guests to become donors, or to become regular sponsors in the education of a child. This kind of programme is very popular with international travellers. Working with a reputable NGO enables the tourism business to safely provide support to local social developments, without spreading their management resources.
3. Participation and economic opportunities “The local people participate in the tourism operations, or benefit directly from its presence in the form of employment or added economic opportunities.”
3.1 Employment of local people (from the village or neighbouring villages) Most small tourism operators in rural areas employ a majority of local staff. However, the management is often from outside as the local staff may lack the adequate skills. Best practices include efforts to train local people and empower them so that they can occupy higher positions in tourism management. At the same time you can also improve local welfare. Recruiting locals, rather than outsiders, also costs less. Efforts to improve the quality of human resources and to ensure long-term benefits are: • Training based on individual tasks • Foreign language training • Fair treatment and full involvement in planning and management.
3.2 Use of local products All the basic food products, as well as other products which can be supplied locally should be bought locally. This can start with a list of basic supplies and trying to identify local suppliers whenever possible. Best practices include efforts to support local producers, for instance: • Buying products at higher price than the local market price • Providing producers with technical or financial support • Assisting local producers to market their products to tourists or to outside markets.
3.3 Participation of local people in tourism related services Apart from recruiting local staff and purchasing local products the local community may also be involved in: • Guiding local tours, trekking, hiking, fishing trips or boat tours • Visits to local craftsmen with positive interaction (discussion, product purchase, etc). • Interaction / classes with local experts in traditional crafts, arts, etc. • Cultural shows performed by local dance / music/ theatre groups. Involving local communities in tourism is beneficial both for the communities and the tourism business itself.
4. Supporting local culture With its rich culture and traditions, Bali has attracted a strong inflow of “cultural tourism”. Travellers come to Bali for its beaches, but also for its temples, dances, colorful ceremonies and handicrafts. While this has encouraged the preservation of many
Community friendly coconut soap Natural soap © Made Yudi Arsana
Wash yourself with community friendly coconut soap An up-market boutique resort in Manggis, takes pride in supporting east Bali culture. To support local economic activities, they have formed collaboration with a local cooperative from a nearby village. The cooperative makes soaps from coconut. The soaps have original tropical scents like cinnamon or seaweed. Instead of the industrially manufactured soaps used by most hotels, the Alila Manggis Resort provides the local soaps in the guest’s bathrooms. An explanation about the origin of the soaps is given to guests who appreciate this original effort by the hotel. Guests are also encouraged to buy the soaps in boxes as souvenirs.
79
attributes of Balinese culture, it can also result in the “commercialization” and “sanitization” of culture: cultural elements are turned into commodity objects, devoid of their authenticity and their original meaning for the local people. Tourism operators need to ensure that the interaction between guests and local communities is mutually positive. This entails providing guidelines to guests on restraining from interaction that is hurtful to local culture and sensitivities. Examples are: • Make sure guests dress, and behave accordingly, in traditional or sacred settings / rituals • Inform guests on proper use of cameras with village people • Refuse to support prostitution. Given the emphasis of Bali on cultural tourism, many tourism operations actively promote Balinese culture and provide a contribution to the activities of local artists, cultural groups or conservation / cultural development programs by providing facilities, financing, sponsorship or training. Examples are provided on the opposite pages.
Pandanus war © Iskandar
Exhibitions and cultural classes in local art
80
The management of Suly Resort near Ubud recognizes the large potential of cultural activities in everyday Balinese daily life. They offer activities such as art exhibitions and cultural classes to their guests. In the beginning, the Suly Resort management cooperated with local artists coming from surrounding villages. Guests are given the opportunity to observe and discover local cultural activities; if they are interested in a souvenir or other works of local art, they can buy it directly to the artist. The Suly Resort management also provides cultural classes for guests who want to learn about Balinese cultures. Local artists have a private contract with the Suly Resort management; they both share the income from the visitor’s fee. In this exhibition, local artists have a studio for themselves to make a creation and also to conserve their cultures, beside that they also have an income from this activities. Exhibition of local arts © Lintang
Do not encourage begging; give or donate wisely Traditional Balinese food © Bumbu bali
Genjek music group © The Natural Guide
Grooving to Genjek This is an example of strong cooperation between a local artistic group and a hotel. Genjek is a contemporary form of authentic popular music which is very much appreciated by the people of east Bali. It is not often displayed in hotels, which tend to present only classical forms of Bali dances like Legong. Hotel Uyah provides support to a Genjek band from the local community. Every week the band plays at the hotel, even during low season, and this provides them with regular income. The hotel has also provided funding for the band’s instruments and uniforms. This provides a unique form of entertainment, much appreciated by guests who can interact with the band by dancing.
It is important to ask guests not to encourage begging, especially by children. Some well-meaning tourists and guides want to contribute to alleviating poverty by giving small handouts of money, pens or candy to local people, especially children. This can do a lot of harm. Children who beg sometimes end up making more money than their parents, leading to a lot of confusion. It can also encourage children to drop out of school. Besides, money is often spent on alcohol, cigarettes and drugs, which increases the dependency on begging. Children used to receiving candy etc. from foreigners can also become an easy prey to paedophiles. If guests want to contribute to the welfare of poor people, encourage them to buy their products or donate to a reputable NGO.
Get a taste for Balinese cuisine Most restaurants in Bali serve international food or Indonesian / Javanese / Chinese food. Very few restaurants serve genuine Balinese food. Examples of restaurants which serve a variety of Balinese specialities inlude Warung Bambu Pemaron and Bambu Bali. They also have cooking classes, which are becoming very popular with guests. This helps in promoting a local form of popular culture.
81
Culture classes and student exchange
A lesson in gamelan © Lintang
To promote genuine Balinese art, the ARMA management offers cultural classes where local children learn dancing and other arts. The class is open to anyone who wants to learn more about Balinese culture, including tourists. The mission is to re- introduce Balinese culture to the Balinese youth whom have almost lost touch with Balinese art forms. ARMA also asked local artists to teach local culture and arts to children and tourists. One of the program points is to promote Balinese culture abroad. For this a student exchange with Singapore has been established. Because of this sponsoring, Balinese arts and culture are better known to many people; especially the young.
Fine and fair textiles
Traditional weaving © Lintang
82
Threads of Life promotes the contemporary weaving arts from Bali, Sumba, Flores and other islands. Threads of Life purchases or commissions pieces directly from the weavers, most of them women, thus maximizing their income. They arrange advance payments for weavings, which often take years to complete. These high quality textiles are sold along with detailed descriptions of the culture, the motifs and techniques employed in each cloth. Through encouraging the use of hand spun threads and natural dyes, the environment as well as the traditions are preserved. They also facilitate inter-island exchanges to enhance the development of a broad-based, grassroots mutually empowering weaver’s community. The Threads of Life Foundation is funding several non-profit Indonesian organizations working in community development focused on the traditional textile arts.
Eco-Rating The Natur al Guide Natural T. Traveller-F aveller-Frr iendly - The operation provides an enjoyable experience for travellers who appreciate nature and local culture T1.
Pristine, aesthetic - Provides a peaceful experience in a pristine, undisturbed, aesthetic environment in either natural or traditional man-made landscapes T11. Quality of the regional surroundings (1-5 km around the business) T12. Quality of the immediate surroundings (0-500 m around) T13. Views, possibility to enjoy the surrounding environment from rooms / terrace / restaurant / garden / pool / tours.
T2. T21. T22. T23. T24.
Saf lean and comf or table - The venue and surroundings are clean, well-maintained and Safee , cclean comfor ortable safe, the facilities and services of good quality Quality of accommodation (rooms and bathrooms): facilities, cleanliness, design, maintenance Quality of food: variety, freshness, cleanliness of kitchen, atmosphere of restaurant Quality of other facilities: garden, swimming pool, beach, spa and others Suitability for families with children.
T3.
Fr iendly and eff icient staff - The staff and any other people encountered during the stay or efficient tour are friendly; the needs of the travellers are effectively and professionally handled T31. Staff attitude: Hospitality / friendliness T32. Range and efficiency of services for travellers (booking, transportation, information, etc.) T33. Capacity to serve the needs of special guests (handicapped people, senior travellers).
T4.
Disco ver Discover veryy of local natur naturee and cultur culturee - Travellers are given occasions to enjoy and discover the local environment or culture. T41. Information, interpretation and activities offered to discover local nature T42. Information, interpretation and activities offered to discover local culture.
N. Natur e–F Nature–F e–Frr iendly - The operation is designed and managed in a way that reduces environmental impact, and enhances nature conservation N1. E nnvv i rroo n m e n t a l p l a n n i n g : PPoo l i c i e s , m a n a ggee m e n t , landscape and buildings - The facilities and activities blend with the environment and give the priority to local, renewable and sustainable resources N11. Environmental policy and management N12. Environmental impact of site development, visual impact and integration into landscape and traditional land use N13. Building materials.
83
N2.
Water, energy and chemicals - The operation minimizes the use of water, energy and harmful chemicals N21. Steps taken to reduce water consumption and dependence from ground / tap water N22. Steps taken to reduce energy consumption and/or develop renewable energy use N23. Steps taken to reduce the use of harmful chemicals and use them in a safe way. N3. Waste minimization and disposal – The operation manages waste in a way that minimizes environmental impact, and thrives to reduce, reuse and recycle waste N31. Steps taken to reduce waste creation and use recycled goods N32. Steps taken to dispose of liquid waste in an eco-friendly way N33. Steps taken to dispose of solid waste in an eco-friendly way. N4. Participation in environmental education and conservation – The management informs and educates its staff and guests about environmental conservation and supports local environmental programs N41. Awareness, training and participation of employees in environmental management N42. Awareness raising, information and participation of guests in environmental conservation N43. Contribution and participation in environmental programs with local business groups or environmental organizations. C. Community-friendly - The operation contributes to the welfare of local people and the enhancement of the local culture C1.
Employees - The management maintains good relations with employees, and treats them according to or above local standards. C11. All employees receive a fair compensation and benefits for their work C12. Good relations between management and employees C13. Training programmes for employees. C2.
Relations with local communities - The management maintains good relations with the local community and contributes to enhancing their welfare C21. Good cooperation with local communities, conflict prevention and resolution C22. Cooperation with local communities in environmental management C23. Contribution to local communities welfare. C3.
Participation and economic opportunities - The local people participate in the tourism business, or benefit directly from its presence in the form of employment or added economic opportunities C31. Employment of local community members C32. Use of local products, support to local products development and sales C33. Involvement of local people in tourism related activities / services. C4.
84
Support to local culture - The operation promotes and supports the development of local culture, including arts, crafts and traditional way of life and technologies C41. Interaction between guests and communities C42. Promotion of local culture C43. Contribution to local cultural conservation and development.
85
Lampiran/Appendix 1 JENISLAMPUYANGTERDAPATDIPASARAN TYPES OF LAMPS AVAILABLE IN THE MARKET
Intensitas lumens per watt Lumens intensity per watt (lumens/watt)
Harga / Price
Masa pakai Lifespan (jam / hours)
10-20
± Rp.5 000
750
TL (neon) Fluorescent lamps
40-50
± Rp.25 000
20 000
CFL (Compact Fluorescent lamps)
50-60
± Rp.25 000
12 000
± 500
± Rp.150 000
3 000-5 000
± 1000
± Rp.225 000
10 000-25 000
Jenis lampu Type of lamps Lampu pijar Incandescent lamps
Gambar Pictures
Halogen
High intensity discharge (HID)
86
Lampiran/Appendix 2 DIKEMANAKAN LIMBAH CAIR ANDA? WHERE DOES YOUR WASTE WATER GO TO?
Black Water Toilet
Dapur Kitchen
Grey Water
Restoran Restaurant
Binatu Laundry
Kamar Mandi Bath room
Tangki Septik Septic tank
STP (Sewage Treatment Plant)
Wastafel Wash basin
Bathtub
Dibuanglangsungkesalurandrainase/ sungai / laut / peresapan / kebun Directly disposed to drainage/ river/ sea/ absorbed/ garden
Diresapkan Absorbed
Air hasil olahan digunakan untuk menyiram Treated water used for watering garden / field
Dibuangkebadan airpenerima Disposed to water body
Disedot Desludged
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Waste water treatment plant
87
Lampiran/Appendix 3 PARAMETER KANDUNGAN LIMBAH CAIR BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP NO.52 / 1997: OFFICIAL REGULATION NO. 52 / 1997 OF THE MINISTRY OF ENVIRONMENT REGARDING MAXIMUM ALLOWED CONCENTRATIONS OF LIQUID WASTES:
88
Parameter
Konsentrasi/Concentration
BOD5 (Biological Oxygen Demand)
30 mg/liter
COD (Chemical Oxygen Demand)
50 mg/liter
TSS (Total Suspended Solid)
50 mg/liter
pH
6.0 -9.0
Minyak dan Lemak / Oil and grease
10 mg/liter
Nitrat / Nitrate
20 mg/liter
Fosfat / Phosphate
2 mg/liter
Klor / Chlore
0.3 mg/liter
Bakteri Coli / Faecal Coli
2000 MPN/100ml
Lampiran/Appendix 4 LANGKAH UNTUK MENANGGULANGI PERMASALAHAN LIMBAH CAIR STEPS ON HOW TO REDUCE SANITATION PROBLEMS: Jangka waktu/ Duration
Rekomendasi/Recommendation
Jangka pendek (6 bulan – 1 tahun) Short term
• Penggunaan deterjen yang ramah lingkungan (fosfat rendah) atau yang mengandung LAS (Low Allcyl Sulfat) • Pasang meteran air untuk memonitor penggunaan air • Pencatatan pemakaian air bersih setiap bulan • Minimasi penggunaan air bersih • Periksa kualitas air limbah dari IPAL/septictank • Sediakan tong sampah di kamar mandi/WC, tempat cuci dan dapur • Biasakan membuang sampah dan limbah cair secara terpisah. • Pembuatan septictank sesuai dengan standar yang berlaku (SNI) • Lakukan pengurasan lumpur septictank/IPAL secara berkala, minimal setahun sekali.
• Use low phosphate detergents (low phosphate) • Install a flow meter to monitor tap water consumption • Collect data to monitor your water consumption every month • Minimize your water consumption · Check the quality of your waste water • Provides garbage bins in bathroom(s), toilet(s), laundry and kitchen(s) • Separate waste water and solid waste disposal • Septic tank built according to national standard (SNI) • Check waste water from the kitchen, include a grease trap.
Jangkamenengah ( 1 – 2 tahun) Middle term
• Periksa sumber air limbah dapur, bangun bak perangkap lemak jika belum ada. • Periksa saluran air limbah (harus terpisah dengan saluran air hujan) • Saluran air limbah harus tertutup dari sinar matahari dan sampah padat (plastik, sisa makanan dan sebagainya ) agar tidak masuk kedalamnya • Jika tidak memiliki IPAL atau kualitas air olahan IPAL masih diluar batas yang disyaratkan oleh pemerintah maka bangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) baru atau perbaiki sistem IPAL yang ada • Pelatihan operasional dan perawatan IPAL.
• Check your waste water flow (separate from drainage) • Make sure to isolate waste water flow from sunlight and garbage (plastic, food and so on) • If you don’t have a STP (Sewage Treatment Plant) or waste water quality differentiates from the norm, build or rebuild a STP • Offer training on STP operation and maintenance.
Jangka panjang (2-3 tahun) Long term
• Perawatan dan pemeliharaan IPAL secara berkala • Pemanfaatan kembali air hasil olahan IPAL untuk menyiram taman • Kampanye penggunaan air bersih secara hemat.
• Maintain STP regularly • Recycle waste water which has been treated before watering the garden • Low water consumption campaign • Commitment from tourism operators to treat waste water in a friendly way.
89
Lampiran/Appendix 5 PENGOLAHANLIMBAHTERDESENTRALISASI DECENTRALIZED WASTE WATER TREATMENT SYSTEMS Untuk mengolah limbah rumah, hotel, atau restoran, satu atau dua sistem pengolahan di bawah dapat dibangun, tergantung dari jenis, volume limbah, ketersediaan lahan dan biaya yang tersedia. For hotels and restaurants, the choice of one or two of the following waste water treatment systems depends on the kind and volume of waste, availability of land and cost. 1. Septik tank / Septic tank • Air limbah dialirkan melalui pipa ke bak kedap air, dibangun di bawah tanah • Terdapat dua macam proses pengolahan; pertama limbah diendapkan (partikel padat) atau diapungkan (minyak dan lemak). Air limbah yang berada di tengah (bagian bersih) mengalir ke outlet. • Through a pipe wastewater flows into an underground tank consisting of 2 chambers • The small suspended solid particles will eventually sink and turn into sludge on the bottom of the first tank. The oily substances remain afloat on the surface and a layer of partly cleaned water lies in the middle. This water flows into the second, smaller chamber, or polishing chamber, where finer particles deposit. 2. Bak Imhoff / Imhoff tank • Prinsip kerja sama dengan septic tank • Proses sedimentasi efektif dapat ditemukan pada bak pengendapan. • The Imhoff tank is similar to a septic tank, but the process of the sedimentation happens in a separate sedimentation tank where solids are further decomposed by bacteria.
90
3. Biodigester / Biodigester • Sistem ini sangat sesuai untuk limbah WC dan l imbah organik berbeban tinggi dari industri rumah tangga / hotel • Waktu tinggal air dalam kubah antara 15 dan 30 hari
• Gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk memasak atau untuk penerangan • Air hasil olahan masih berbeban tinggi namun sudah tidak berbau dan tidak terlalu berbahaya • This system generates natural biogas from waste of toilets and other organic waste • The waste remains in a buried, dome-shaped tank for a period of 15-30 days, until methane gas is formed by fermentation. The treated wastewater is still charged with particles, but it is odour-free and not harmful anymore. It is forced out of the tank by the build-up of pressure • Methane can be used for cooking or as an alternative energy source for lighting. 4. Reaktor baffel anaerobik (Septik tank bersusun) / Anaerobic baffled reactor • Proses pengolahan mekanik dan anaerobik • Terdiri dari beberapa bak, air limbah mengalir dengan sistem aliran dari bawah ke atas • Pada bagian bawah bak-bak pendahuluan terdapat lumpur aktif. • It consists of several tanks where wastewater flows fromm bottom to top • Solids are first decomposed mechanically, then biologically by bacteria living in the absence of oxygen • A layer of activated sludge deposits at the bottom of each tank. 5. Filter anaerobik / Anaerobic filter • Reaktor permanen, proses pengolahan biologis oleh organisme anaerobik • Air limbah dialirkan dengan sistem aliran atas danbawah • Filter bisa dari batu atau kerikil. • Waste water continuously flows from top to bottom through several tanks partly filled with stones and gravels functioning as filters • Suspended organic matter is degraded by bateria living in the absence of oxygen.
91
6. Kolam anaerobik / Anaerobic pond • Pembangunan, pengoperasian dan perawatan sangat mudah • Dibuat dengan kedalaman 2,5 – 5 m dengan kemiringan 1:3 • Waktu tinggal air limbah selama 20 – 30 hari • Area seluas 1 - 3 m2 diperlukan untuk menampung air limbah satu orang. Bila air masih berbeban tinggi, maka harus menggunakan kolam anaerobic tambahan (kolam fakultatif) yang lebih dangkal dari kolam sebelumnya.
Kolam fakultatif / Additional pond
• The pond is 2,5 to 5 m deep, its sides outwardly slanted at an angle of 60 degrees • The waste remains in the pond for a period of 20-30 days ` • An area of 1 – 3 m2 is sufficient to process the volume of waste ` water produced by one person • When the water is still highly charged with particles, the pond is complemented with an additional pond which can be less deep . (1-1.2m) • The construction and operation of this system is easy. 7. Kolam aerobic / Aerobic pond • Sistem yang mudah membangunnya, mengoperasikan dan merawat • Dibuat dengan kedalaman 1-1,2m dengan kemiringan 1:3 • Hanya sesuai untuk air limbah berbeban rendah atau untuk pengolahan akhir air limbah domestik. • The pond, which is 1-1.2m deep, is easy to construct and to operate • The organic matter is degraded by bacteria living in the presence of oxygen • This system is only appropriated for waste water with a low charge of organic matter or for final treatment of domestic waste water.
92
8. Filter pasir horizontal yang ditanami / Planted horizontal gravel filter • Terdiri dari bahan bangunan filter (kerikil atau pasir) yang ditanami • Aliran di dalam filter biasanya horizontal • Pengolahan mekanik utama disini adalah perubahan biologis, penyaringan fisika dan penyerapan kimia
• Waste water is filtered horizontally through gravel and sand. The surface is planted with aquatic plants, such as papyrus, or plants growing in humid environment such as taro or canna lilies. • Plants act also as a filter by absorbing phosphates or nitrogen from wastewater, and oxygenate the water. Untuk informasi mengenai teknologi pengolahan limbah di atas lebih lanjut hubungi Yayasan BaliFokus / For more information contact Yayasan Bali Fokus.
Lampiran/Appendix 6 MEMANFAATKANSAMPAHRUMAHTANGGA/ RECYCLE OR COMPOST DOMESTIC REFUSE
Sampah yang bernilai ekonomis yang dapat didaur ulang: Domestic waste that can be recycled: · Plastik / plastics (bottles,…) · Gelas, kaca / glass (bottles) · Logam (kaleng, …) / metals (aluminium or steel cans,…) · Kertas, dus / paper, cardboard.
Sampah Organik: sampah yang dapat membusuk & dimanfaatkan menjadi kompos: Organic waste: waste that can be biologically decomposed and turned into compost: · Sisa makanan / kitchen scraps, food wastes · Daun-daunan, rumput / leaves, grass · Kertas / Paper and other cellulose products.
93
METODEPENGOMPOSANCARASEDERHANA/ SIMPLE WAY OF COMPOSTING Pengomposan sederhana dapat dilakukan dengan cara: 1. Metode pengomposan cara tanam 2. Metode pengomposan menggunakan bak. Langkah-langkah pengomposan: 1. SAMPAH ORGANIK (Sampah kebun dan sisa makanan) 2. Sampah dicacah / dipotong-potong 3. Sampah dimasukkan ke dalam lubang atau ke dalam bak penampung yang terdapat lubang di sampingnya untuk siklus udara 4. Setelah dimasukkan lubang biasakan menutupnya kembali dengan selapis tanah untuk mencegah timbulnya bau 5. Jika ada, bisa ditambahkan pupuk kandang 6. Untuk proses pengomposan menggunakan bak, diusahakan sampah diaduk secara berkala untuk meratakan kematangan, untuk proses pematangan sekitar 1 bulan 7. Untuk sampah dalam lubang, jika sudah penuh ditimbun dengan tanah dan tunggu 1-2 bulan. Ciri-ciri kompos yang baik: · Berwarna gelap (coklat kehitam-hitaman) · Berbau seperti tanah · Suhunya tidak lebih dari 200C dari suhu sekitar · Bentuk fisik kompos tidak menyerupai bentuk aslinya (bila digenggam dengan tangan dan ketika genggaman dibuka akan berbentuk gumpalan sesuai dengan bentuk genggaman · Biasanya volume kompos berkisar 25 – 30% dari volume sampah organik bahan kompos. Organic waste is left to decompose in a compost pit in the ground, a pile or a perforated container. Satisfactory aeration is essential for quick degradation, yet, small quantities can be buried. 1. Collect organic waste 2. Break or cut it into small pieces (the smaller the size, the more rapid the degradation) 3. Place it in a aerated container, or on the top of compost pile. A thin layer of top soil can be added to prevent bad odours 4. Organic manure can be added 5. Stir the mixture to enhance the process of maturation which requires about 1 month. More time is needed in the case of compost pits which lack aeration. The volume of yielded compost is 25 – 30% of the volume of original organic waste. Mature compost has a dark color (chocolate brown to black) and smells like humus.
94
Lampiran/Appendix 7 LANGKAHDANPRAKTISIRAMAHLINGKUNGANDALAMMENGAMATIPAUSDANLUMBA-LUMBA Mengamati paus dan lumba-lumba merupakan pengalaman yang sangat menarik dan tidak akan terlupakan. Trip mengamati paus dan lumba-lumba harus dilakukan dengan tenang, terkontrol dengan perhatian dan pemahaman yang mendalam terhadap kehidupan dan keselamatan binatang. AKTIVITAS YANG BOLEH DAN TIDAK BOLEH DILAKUKAN BOLEH • Biarkan binatang muncul dan pergi atas kehendaknya sendiri • Jika binatang terlihat panik atau terganggu, segera tinggalkan area • Jaga jarak untuk mencegah terjadinya tubrukan atau gangguan yang tidak disengaja Ekstra hati-hati ketika berada di sekitar induk dan anak-anaknya – jaga jarak dan jangan mencoba untuk memisahkan mereka • Jaga kebisingan seminim mungkin • Sampah dapat membunuh binatang, jadi buanglah sampah dengan cara yang aman dan bertanggung jawab. Jangan pernah membeli produk yang berbahan dasar paus – paus adalah binatang yang dilindungi dan termasuk dalam CITES. TIDAKBOLEH • Jangan menyentuh atau memberi makan paus atau lumba-lumba • Jangan mengejar/membututi atau mengganggu paus dan lumba-lumba. TANDA-TANDAPAUSDANLUMBA-LUMBATERUSIK • • • •
Berubah arah dengan kecepatan tinggi Berperilaku aneh Melakukan taktik meloloskan diri, seperti memperpanjang waktu selam Mengibaskan ekornya.
BERENANGBERSAMAPAUSDANLUMBA-LUMBA Perilaku paus dan lumba-lumba tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Saran para ahli, lebih baik mengamati dan menghargai binatang tersebut tanpa masuk ke dalam air untuk melindungi diri anda dan binatang. Berpartisipasi dalam program pengamatan paus yang bertanggungjawab membantu melindungi paus dengan cara meningkatkan kepedulian dan pendapatan bagi penduduk setempat. Pastikan Anda mengetahui hukum dan peraturan setempat karena mungkin berbeda dengan panduan ini.
95
PANDUANBERPERAHUYANGBAIK Jangan pernah menangkap atau memelihara paus ataupun lumba-lumba. Operasikan perahu Anda dengan baik. Sebagai contoh: • Jaga kecepatan tetap rendah dan jangan pernah mencoba mengejar atau melampaui paus atau lumba-lumba • Hindari pergantian kecepatan, arah atau tingkat kebisingan secara tiba-tiba • Jangan pernah mengelilingi, menangkap atau memisahkan binatang tersebut, dan berikan jalur untuk binatang tersebut melepaskan diri • Jangan pernah mendekati paus dan atau lumba-lumba dari depan, dan jangan berada dalam jalur mereka sehingga mereka tidak dipaksa untuk berubah haluan • Jangan menceburkan diri di jalur renang paus untuk berhadapan dengan mereka. DIDALAMZONAPENGAMATAN • • • • • •
Jaga jarak minimal 100 meter dari obyek Jaga kecepatan perahu tetap rendah Jaga koordinat dalam zona pengamatan dengan perahu lain untuk mencegah terjebaknya paus dan lumba-lumba Batasi waktu pengamatan sekitar 30 menit per perahu Batasi jumlah perahu dalam zona pengamatan, satu atau dua dalam sekali waktu Jaga posisi pengamatan pararel terhadap paus atau lumba-lumba.
KETIKAPAUSDANLUMBA-LUMBAMELAKUKANPENDEKATAN Jaga aktivitas Anda dan lanjutkan secara perlahan atau berhenti, biarkan mesin perahu dalam keadaan netral. LUMBA-LUMBADANMENGEJAROMBAK • Jangan mengendarai perahu ke arah kelompok lumba-lumba untuk mendesak mereka mengejar ombak – tidak semua l umba-lumba mau melompat/berkejaran dan dengan cara ini beberapa dari mereka kemungkinan akan merasa stress • Jika lumba-lumba terlihat akan mengejar punggung ombak, kendalikan kegiatan dan kecepatan Anda atau perlahan berhenti dan biarkan mereka berlalu. PERHATIAN BIARKANPAUSDANLUMBA-LUMBATAHUKEBERADAANANDA Biarkan mesin perahu tetap hidup meskipun ketika perahu diam terapung. Hal ini diperlukan demi keamanan anda juga binatang tersebut. Paus seringkali bertabrakan dengan kapal yang sedang berlayar.
96
WHALE & DOLPHIN WATCHING GOOD ENVIRONMENTAL PRACTICES Watching whales or dolphins is an awe-inspiring and unforgettable experience. Whale and dolphin watching trips should be calm, controlled, and guided by a deep concern for the animals’ well-being and safety. GENERAL DO’S AND DON’TS • • • • • • •
Always allow the animals to control the nature and duration of the encounter. Never pursue or harass whales or dolphins. If they appear agitated or disturbed, leave the area. Keep a good look out at all times to avoid collisions or inadvertent harassment. Be especially careful around mothers and calves—keep at a distance and never separate them. Keep all noise to a minimum. Experts advise not to touch or feed whales or dolphins. Trash can kill, so dispose of it safely and responsibly.Do not buy whale products—they are strictly protected under CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
SIGNS OF AGITATION IN WHALES AND DOLPHINS • • • •
Rapid changes in direction or speed Erratic behavior Escape tactics such as prolonged diving Tail slapping or tail swishing
SWIMMING WITH WHALES AND DOLPHINS Whale and dolphin behavior is not thoroughly understood. Experts advise that it is best to observe and appreciate the animals without entering the water in order to protect yourself and the animals. Participating in responsible whale watching programs can help protect whales by raising awareness and providing income to local people. Be sure to find out about local laws and regulations as they may differ from these general guidelines. BOATING GUIDELINES Never chase or herd whales or dolphins. Operate your boat in a predictable manner. For example: • • • • •
Keep to a no-wake speed and never try to overtake whales or dolphins. Avoid sudden changes in speed, direction, or noise level. Do not encircle, chase, or separate animals, and always leave an escape route. Never approach whales or dolphins head-on, and stay out of their path so they are not forced to change course. Do not engage in “leapfrogging” or jumping ahead of a whale’s path to force an encounter.
97
IN THE “VIEWING ZONE” • • • • • •
Stay at least 100 meters (110 yards) away Stay at or below a no-wake speed Coordinate approaches into the viewing zone with other vessels to avoid “trapping” whales or dolphins Limit viewing time to around 30 minutes per vessel Limit the number of vessels in the viewing zone to one or two at a time Stay on a course parallel to that of the whales or dolphins.
WHEN WHALES OR DOLPHINS APPROACH • Maintain your course and continue slowly or stop, leaving the engines to run in neutral. DOLPHINS AND BOW RIDING • Do not drive through groups of dolphins to encourage them to ride the bow wave—not all dolphins will want to bow-ride and many will find it stressful • If dolphins approach to ride the bow wave, maintain course and speed or slowly stop and let them pass. CAUTION LET WHALES OR DOLPHINS KNOW WHERE YOU ARE. Always keep the boat engine running even when drifting. This is for your safety as well as the animals. Whales have been known to collide with boats under sail. Sumber / Source: http://www.coral.org/media/guidelines/english/WhaleWatchingGuidelines.pdf © CORAL. These guidelines may be reproduced and distributed freely so long as they are reproduced in their entirety and the CORAL copyright is included. Suggestions for improving these guidelines should be sent to
[email protected]. The Coral Reef Alliance (CORAL) is a member supported,non profit international organization dedicated to keeping coral reefs alive around the world. Website: http://www.coral.org IFAW: International Fund for Animal Welfare
98
DAFTAR PRAKTISI UNGGULAN / INDEX OF BEST PRACTICES BUSINESSES Nama / Name
Alamat / Address
Kontak / Contact
hal./ page
Alam Sari
Tromol Pos 03, Kantor Pos Tegallalang, Keliki, Ubud
T/F: 0361-981 420
[email protected] www.alamsari.com
24 / 64
Alila Manggis
Buitan, Karangasem
T: 0363-410 11F: 0363-41015
[email protected] www.alilahotels.com
43 / 79
Aquamarine
Jl. Raya Seminyak 2A, Kuta
T: 0361-730 107 F: 0361-735 368 M: 0812 365
[email protected] www.aquamarinediving.com
36 / 75
Archipelago (see also Taman Sari)
Jl. Raya Pemuteran, Singaraja
T: 0361-947 55 M: 081 2464 1370
[email protected]
35 / 74
ARMA Resort
Jl. Bima, Pengosekan, Ubud
T: 0361-976 659 F: 0361-975 332 / 974 229
[email protected] [email protected]
44 / 81
Bali Autrement (Tour operator)
Jl. Petitenget No. 8, Kerobokan
T: 0361-735 784 F: 0361-735 784 M: 081 835 4566
[email protected] www.baliautrement.com
19 / 59
Bali Bird Walks
Jl. Raya Campuhan (Campuhan bridge), Ubud
T: 0361-975 009 M: 081 239 13801
17 / 57
Jl. Jembawan I, UbudJl. Raya Banjar Anyar No.25A, Kerobokan
T: 0361-976 324 T/F: 0361-978 963 T:0361-844 5936 (Kerobokan) M: 0815 571 5312
[email protected]
32 / 72
Bali Herbs Walks PT. Supadupa Spice
Jl. Kaja Kauh No.8 Banjar Pengosekan, Ubud
T/F: 0361-975 051 M: 0812 381 6020
[email protected]
17 / 59
BIDP (Bali International Diving Professionals)
Jl. Danau Poso No.26, Sanur
T: 0361-270 759 / 285 065 / 468 203 F: 0361-270 760
[email protected] www.bidp-balidiving.com
15 / 56
Gajah Mina Beach Resort
Suraberata, Lalanglinggah, Tabanan
T: 0361-815 185 F: 0361-731 174 / 815 185 M: 0812 381 1630
[email protected] www.gajahminaresort.com
27 / 67
Bali Buddha
-
99
Lumbung Damuh Balina Beach,
100
Buitan Kelod, Karangasem
T: 0363-415 53 F: 0363-415 53 M: 0812 368 9944
[email protected] www.damuhbali.com
21 / 31 61 / 70
Nirarta Centre for Living Awareness
Tabola, Sidemen, Karangasem Banjar
T: 0366-241 22 F: 0366-214 44 M: 0811 387 883
[email protected] www.awareness-bali.com
29 / 68
Pondok Pekak
Jl. Monkey Forest, Central Ubud Open: 9 a.m - 9 p.m
T: 0361-976 194
[email protected]
14 / 55
Prana Dewi Resort
Wongayagede, Penebel Tabanan
T/F: 0361-736 654 M: 0812 3834 757 www.balipranaresort.com
29 / 68
Puri Lumbung
Munduk, Buleleng
T: 0362-928 10 / 925 14 F: 0362-925 14 / 437
[email protected] [email protected] www.purilumbung.com
16 / 57
Reef Seen
Jl. Seririt-Gilimanuk Gerokgok, Pemuteran
T: 0362-930 01 / 923 39 F: 0362-930 01
[email protected] www.reefseen.com
36 / 75
Rumah Bali & Bumbu Bali
Jl. Pratama Tanjung Benoa, Nusa Dua
T: 0361-771 256 F: 0361-771 728
[email protected] www.balifoods.com
36 / 46 75 / 81
Saraswati Holiday House
Jl. Saraswati, Celuk Buluh Lovina
T: 0362-418 67
[email protected]
31 / 71
Sarinbuana Eco-Lodge
Sarinbuana Tabanan
T: 0361-7435 198M: 0817 475
[email protected] www.golden-road.com/baliecolodge
17 / 58
Sua Bali
Jl. Goa Gajah, Ubud
T: 0361-941 050 F: 0361-941 035
[email protected]
16 / 57
Suly Resort & Spa
Jl. Cok Rai Pundak Mas, Peliatan, Ubud
T: 0361-976 185 / 976 186 F: 0361-973 126
[email protected] www.sulyresort.com
18 / 44 58 / 79
Taman Bebek Villas
Jl. Raya Sayan, Ubud
T: 0361-975385 F: 0361-976532
[email protected] [email protected]
13 / 54
Taman Sari (see also Archipelago)
Jl. Raya Pemuteran, Singaraja
T: 0362-932 64 / 947 55 T: 0361-281241 (Denpasar) F: 0361-286879
[email protected] www.balitamansari.com
Threads of Life
Jl. Kajeng No.24, Ubud
T: 0361-972 187 / 976 581 F : 0361-976582
[email protected] [email protected] www.threadsoflife.com
37 / 74
38 / 75
Udayana Eco-lodge Universitas Udayana
Komplek Udayana Lodge, Jl. PB Sudirman Ngurah Rai, Bypass, Jimbaran
T: 0361-261 204 F: 0361-701 098
[email protected] www.ecolodgesindonesia.com
14 - 17 / 54, 57
Uyah (Hotel)
Jl. Pantai Timur No. 801, Amed
T/F: 0363-234 62 T: 0361-4619 47 F: 0361-285 416, 461 945
[email protected] www.hoteluyah.com
19, 27, 37 / 59, 66, 74
Waka Gangga
Jl. Pantai Gangga, Tabanan
T: 0361-416 256 / 416 257 F: 0361-416 353
[email protected] www.wakaexperience.com
13 / 53
Waka Shorea
Taman Nasional Bali Barat Jembrana
T: 0361-484 085 (Waka Group) F: 0361-484 767
[email protected] www.wakaexperience.com
13 / 53
Warung Bambu
Jl. Hotel Puri Bagus, Pemaron, Lovina
T: 0362-314 55 / 270 80 F: 0362-270 80M: 0813 385 70768
[email protected]
38 / 74
101
BANTUAN LEBIH LANJUT / FOR FUTHER SUPPORT Untuk informasi dan atau bantuan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi organisasi yang tertera di bawah ini / Should you need further information or assistance, you can contact the following organisations Nama/Name
102
Spesifikasi/Field
Alamat/Address
Kontak/Contact
Bali Fokus
Sanitasi dan Limbah padat Sanitation and solid wastes
Perumahan Nuansa Damai No.1 Jl. Raya Kuta 55XX Kuta 80361
T: 0361-757 981/ 743 598 0361-757 981
[email protected] www.balifokus.org Yuyun Ismawati (Direktur)
Bali Greenery Green Globe 21, Bali representative
Sertifikasi hotel Hotel certification
Jl. Pulau Serangan No.65, Sanglah
T: 0812 360 4638
[email protected] Dr. Agung Suryawan Wiranatha
Bali Sruti
Masalah Perempuan dan Anak Women & children issues
Casagrande Bali Chapter
Perhimpunan hotel Hotel association
c/o Hard Rock Hotel Bali (Sekretariat sementara)
[email protected] Lestari
Clean Up Bali
Pengelolaan sampah Garbage management
Jl. Sekar Jepun I, SJ-2 Denpasar
T/F: 0361-464 429
[email protected] Widiasari
Conservation International Indonesia (Bali representative)
Konservasi Kelautan Marine Conservation
Jl. Dr. Muwardi No. 17, Denpasar
T: 0361-237 245 F: 0361- 235
[email protected]
GUS (Gelombang Udara Segar)
Pendidikan lingkungan di sekolah Environmental education for schools
Jl. Legian 138, Kuta
T: 0361-759 323 F: 0361-767 654
[email protected] www.waveofchange.org
IDEP
Pelatihan ramah lingkungan Training in eco-friendly techniques
Jl. Hanoman 44, Lt 2 (diatas Teguh Galery) Po Box 160 Ubud 80571
T/F: 0361-974 152
[email protected]
IFC Pensa (International Finance Corporation-Program for Eastern Indonesia SME Assistance)
Pengembangan usaha skala kecil menengah Small-medium enterprices development
Bali Jeff building Jl. Raya Puputan No. 488, Renon, Denpasar
T: 0361-265 350 F: 0361-265 352
INIRADEF (Indonesia International Rural and Agriculture Development Foundation)
Pengembangan agrikultur dan rural area Rural and agriculture development
Udayana Lodge, Jimbaran, PO BOX 3704, Denpasar
T: 0361-261 204F: 0361-701 098
[email protected] www.ecolodgeindonesia.com
F:
T: 0361-222 464 / 743 9470 M: 0812 387 3650
[email protected] [email protected] Luh Sriniti Rahayu (Direktur)
Karang Lestari
Rehabilitasi terumbu karang Coral reef rehabilitation
Jl. Pemuteran, Singaraja (lihat alamat Taman Sari Resort/ See at Taman Sari resort address)
LBH Bali
Lembaga Bantuan Hukum Legal assistance
Jln. Pelawa 57, renon
T/ F: 0361-223 010 Luh Putu Anggraini (Koordinator)
LP3B
Pengelolaan lingkungan Environmental management
Jln. Dewi Sartika 3 A, Singaraja
T/ F: 0362-224 16 / 296 96
[email protected] Ir. Gede Wisnaya Wisna (Ketua)
Marine Aquarium Council
Kelautan / marine
Jl. Pengembak No. 15 E, Sanur 80228
T/ F: 0361-287 111
[email protected]
Mitra Kasih Bali
Forum Komunikasi Perempuan Women advocacy
Jln. Pelawa 57, Renon
T/F: 0361-223 010 Luh Putu Anggraini (Koordinator)
Parum Samigita
Lingkungan dan sosial budaya Environment & Culture issues
Jln. Kompleks Pertokoan SIDOI 363, Kuta
T/ F: 0361-761 65 76
[email protected] iebeke Lengkong
PKBI Bali
Permasalahan Kesehatan perempuan Jln. Gatot Subroto IV No. 0, Denpasar dan Anak / Health, women & children issues
T/ F: 0361-430 214
[email protected] Ketut Sukatana, SH (Direktur)
PPLH Bali
Pendidikan dan kampanye lingkungan Environmental education & campaigning
Hotel Santai Jalan Danau Tamblingan 148, Sanur
T: 0361-281 684 F: 0361-287 314
[email protected] Eny Catur Yudha (Ketua)
PPLH-UNUD (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana)
Permasalahan lingkungan hidup Environment issues
Jl. PB. Sudirman, Denpasar PO BOX 3850 Denpasar
T: 0361-236 221 F: 0361-236 180
[email protected]
EBPP (The East Bali Poverty Project) Kesejahteraan masyarakat, pendidikan Community welfare
Jln. Pengembak No. 2, Sanur-80228
T: 0361-410 071 F: 0361- 430 785
[email protected] David J. Booth
TNC (The Nature Conservacy)
Konservasi alam / Nature conservation
Bali Travel News
T: 0361-387 272 F: 0361-270 737
[email protected]
Tri Hita Karana
Penghargaan Pariwisata ramah lingkungan / Tourism awards
Gedung Bali Post. 3rd floor. Jl. Kepundung 67 A,Denpasar 80232
T: 0361-249 484 F: 0361-249 486
[email protected] www.trihitakarana.com
WWF
Konserasi alam / Nature conservation
WWF Indonesia Bali Jeff buildingJln. Raya Puputan No. 488, Renon, Denpasar
T: 0361-231 805 F: 0361-231 803 www.wwf.or.id
Yayasan Bahtera Nusantara
Perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati bawah laut Conservation of marine resources
Jl. Hayam Wuruk, Gang Gangga No. 159B Denpasar 80235
T: 0361-242 405
[email protected] www.bahteranusantara.org
Perum Gejayan Puri Asri, A-5, G g. Nuri, RT 06/ RW XXX Condongcatur, Depok,Sleman, D.I. Jogjakarta, 55283.
T: 0274 - 747 4194 F: 0274 - 880 811
Yayasan PATRA-PALA Ekologi sosial dan Ekowisata (The Indonesian Institute Social ecology and ecotourism for Social Ecology and Ecotourism)
103
DAFTAR SUPPLIER / LIST OF SUPPLIERS KATEGORI/CATEGORY
NAMA / NAME
ALAMAT/ADDRESS
KONTAK/CONTACT
Arsitektur, lansekap dan konstruksi Architecture, landscaping & construction
Danes Art & Veranda
Jl. Hayam Wuruk 159 Denpasar 80235
T: 0361-242 659 F: 0361-242 588
[email protected]
SWA Bali Selaras, PT.
Jl. Suli 109 B, Denpasar
T: 0361-227 356 F: 0361-227 356 M: 0812 385 4436
[email protected] [email protected]
Wijaya Tribwana International, PT.
Villa Bebek Jl. Pengembak No.98 Mertasari, Sanur 80228 PO BOX 3144 Denpasar 80001
T: 0361-287 668 / 287 632 F: 0361-286 731
[email protected] [email protected]
Abetama Sempurna, PT. (Artolite)
Jl. Imam Bonjol No.555 H, Denpasar
T: 0361-449 331 F: 0361-449 458 M: 0812 4677 225 www.rtolitelighting.com
Bli Tech
Jl. Petitenget No.882Kuta
T: 0361-736 647 F: 0362-735 840
Contained energy, PT.
Jl. Cilandak Tengah 8A, Jakarta 12430
T/F: 021-765 7308
[email protected] www.containedenergy.com
Megacahaya Dewata, PT. (Philips)
Jl. By Pass Ngurah Rai 276 BSuwung – Batan Kendal, Denpasar
T: 0361-710 625 / 729 073 F: 0361-710 665
[email protected]
Aryacom Teknologi, PT.
Komplek Pertokoan Sudirman Agung Blok B-26, JL PB Sudirman Agung, Denpasar
T: 0361-224 681 F: 0361-241 075
[email protected]
Biosystems Indonesia, PT.
Jl. Pungutan 53B Sanur 80228
T: 0361-281 969 F: 0361-271 1454 M: 0811 396 774
[email protected]
Biosystems Indonesia, PT.
Jl. Pungutan 53B Sanur 80228
T: 0361-281 969 F: 0361-271 1454 M: 0811 396 774
[email protected]
Prima Pool Bali
Jl. Kori Nuansa Utama XIV / 9 Jimbaran, Nusa Dua .
T: 0361-743 4088 M: 0812 396 3357
Bali Buddha (Pengangkutan sampah / domestic waste pick service )
Jl. Jembawan 1, Ubud
T: 0361-976 324
Efisiensi energi & Energi terbaharui Energy efficiency & Renewable energy
Air / Water - Pengolahan limbah Water treatment
Pemeliharaan kolam renang Swimming pool treatment
Pengangkutan dan pengelolaan sampah / Solid waste collecting facility
104
Jl. Raya Banjar Anyar No.25 A, Kerobokan, Kuta
Forum Bali Bersih
Jl. Sesetan, Gang Lumba-Lumba No.16 Denpasar
T/F: 0361-978 963 M: 0815 571 5312
Jimbaran Lestari, PT. (Fasilitas pengelolaan sampah hotel Material Recovery and Recycling Facility for hotels)
Jl. Cilagi Basur No.1 Jimbaran
T: 0361-724 058
Temesi (Material Recovery and Recycling Facility)
Banjar Temesi, Desa Temesi, Gianyar
T: 0361-7438 083
Sensatia Botanicals
Jl. Pantai Jasri, Subagan PO BOX 115 Amlapura 80800
T/F: 0363-232 60
[email protected] www.sensatiabotanicals.com
Spa Factory Bali
Jl. Toya Ning 4 Kedonganan, Jimbaran
T/F: 0361-701 439
[email protected] www.spafactorybali.com
PT. Supa Dupa Spice (Utama spice)
Jl. Kaja Kauh No.8 Banjar Pengosekan, Ubud
T/F: 0361-975 051 M: 0812 381 6020
[email protected]
Bali Buddha Café and Health Shop
Jl. Jembawan I, Ubud Jl. Raya Banjar Anyar No.25 A, Kerobokan, Kuta
T: 0361-976 324 T/F: 0361-978 963 M: 0815 571 5312
[email protected]
Intaran Permai, PT.
Jl. Raya Kuta No.82
T: 0361-752 076
Kartini (Kios organik)
Jl. By Pass Ngurah Rai Sanur Makro Outlet
T: 0361-726 412
Sunrise Organic Market
Jl. Mertasari, Banjar Pengubengan kauh, Kerobokan
T: 0361-735 834
[email protected]
Perlengkapan dapur Kitchen Ware
Jenggala Keramik
Jl. Uluwatu II, Jimbaran PO BOX 3526 Denpasar
T: 0361-703 311 F: 0361-703 312
[email protected] www.jenggala-bali.com
Pelatihan / Training
Down to Earth (Vegetarian gourmet cooking school and staff training program)
Jl. Arjuna No.1, Oberoi, Seminyak, Denpasar
T: 0361-736645
IDEP Foundation
Jl. Hanoman No.44 2nd floor, Ubud, PO BOX 160 Ubud 80571
T/F: 0361-981 504
[email protected] www.idepfoundation.org
Produk spa / Spa products
Produk organik Organic & alternative products
T: 0361-702 620
105
Referensi / References
Ucapan terima kasih / Acknowledgements
Commonwealth of Australia (1995). Best Practice Ecotourism: A guide to Energy and Waste Minimisation. Office of National Tourism
Dengan kontribusi dari / Contributions by: Chandrawati, Djuna Ivereigh, Made Yudi Arsana, Nengah Dharma, Ni Ketut Sri Artini, Noka Destalina, Prapti Wahyuningsih, Steven Michael, Teddy Brahmancha, Troy Ariyo Kusumo, PPLH Bali, Ulrike Boerner (TUI—Asian Trail).
Fennel, D. (1999). Ecotourism: An Introduction. Routledge. London. Gouyon, A., ed. (2005). The Natural Guide to Bali. First edition. Yayasan Bumi Kita / Equinox Publisher, Jakarta. Gouyon, A., Bompard, J.M. & Lintang Ayu (2005). Pemasaran Ekowisata untuk Wisatawan Independen: Pembelajaran dari The Natural Guide to Bali. Seminar Nasional “Strategi pemasaran ekowisata dan pengembangan produk untuk menembus Pasar Uni Eropa”, Bina Swadaya, Jakarta, 19-23 September 2005. IH&RA (International Hotel & Restaurant Association), IHEI, UNEP, UNEP/IE (1995). Environmental Action Pack for Hotels, Practical steps to benefit your business and the environment. Inskeep, E. (1991). Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach. Van Nastrand Reinhold, New York. Ismawati, Y. & Hubner, R. (2002). Environmental Management System for Hotels; Eco-hotel rating guidebook and Best Practices. Casagrande Bali Chapter and BaliFokus Foundation, Bali. Kirk, D. (1996). Environmental Management for Hotel: A Student’s Handbook. IHEI-Butterworth Heinemann. Oxford. Lawson, F. & Baud-Bovy, M. (1998). Tourism and Recreation Handbook of Planning and Design. The Architectural Press Ltd. London. Pelangi / Rizka Elyza et al. (2005). Buku Panduan Efisiensi Energi di Hotel. (www.pelangi.or.id). Lindberg, K. et al. (1993). Ecotourism: A Guide for Planner & Managers. The Ecotourism Society. Vermont. (www.ecotourism.org). TUI (2005). TUI Environmental Criteria for Destinations. Wahyuningsih, P., Kusmiyati (2005). Mari Mengelola Sampah Rumah Tangga Dengan Bijaksana – Panduan sederhana pengelolaan sampah skala rumah tangga. Bali Fokus, Bali.
106
Terima kasih untuk kontribusi foto kepada / Thank you for photographs: BaliFokus, Bumbu Bali, Karang Lestari. Pondok Pekak, Waka Experience. Kredit foto / Photo Credits: Cover: Ecolodge © Waka Shorea, Diver Turtle © D & W Postlethwaite, Sawah © Ulung Wicaksono, Weaver © Ulung Wicaksono Foto Paradoks Pariwisata / Photographs Tourism Paradox: Pantai bersih / Clean beach © Steven Michael, Pantai kotor / Dirty beach © Jim Jarvie, Anak sekolah / Schoolchildren © Siswandi Mukharal, Pekerja anak / Child labor © Ulung Wicaksono. Foto dan ilustrasi / Photos & Illustrations: Djuna Ivereigh, Elizabeth Listyowati, Gilles Guerard, Heinz-Yosef Heile, Iskandar, Karsten van der Oord, Kusmiaty, Lintang Ayu, Made Yudi Arsana, Noka Destalina Paramita Rahayu, Prapti Wahyuningsih, Ulung Wiraksono,Yuyun Ismawati. Terima kasih untuk partisipan dalam pembuatan buku ini / Our thanks to the following people who have also provided information for the making of this book: Bali Selatan Kuta, Seminyak, Jimbaran, Sanur Annabel Thomas & Wayan Suanda (Aquamarine) Arief Fakhrudin (Bali Autrement) Butet Luhcandradini (Air Academy) Gde Ori Ariandika (Udayana Eco Lodge) Heinz von Holzen & Made Suadnyana (Rumah Bali / Bumbu Bali) Iwan J. Prawira & Wayan Sudira (Waka Experience) Ubud Agung Rai (ARMA Resort) Antione Gay & Nyoman Sutarja (Suly Resort and Spa) I Made Rai Artha & Jean Howe (Threads of Life) Ketut Nick Darsana (Spa Hati) Leo (Taman Bebek Villas) Ni Wayan Lilir, Melanie Templer & I Made Westi (Supadupa / Bali Herb Walks) Nikolaus & Dewa Sudiasa (Alam Sari) Paolo, Ketut Edi & Kadek (Bali Buddha)
BaliTimur Klungkung-Sidemen Ida Bagus Wijaya & Ida Bagus Wijana (Kamasan Art Center) Peter Wicezya (Nirarta Center of Living Awareness) Padang Bai-Candidasa Amanda Pummer & I. B. Kumara (Alila Manggis) Haryo Sugih Arso (The Watergarden) Handayani (Nirwana) Nyoman Sadra (The Gandhian Ashram / Tenganan) Steven Wolters & Ketut (Geko Dive) Tania & Lempot (Lumbung Damuh) Amed-Tulamben Luh Putu Bayuni Lestari (Santai) Nyoman Sudiana & staff (Hotel Uyah, Café Garam, Amed Dive Center) Wolfram Siegmeth (Tauch Terminal Resort Tulamben) Bali Utara Lovina-Pemaron-Tejakula Alam Anda Beate Dotterweich & Nyoman Tirtawan (Warung Bambu Pemaron) Burgel Schefer (Saraswati) Pemuteran Chris Brown (Reef Seen Aquatics Dive Centre) Ketut Santika (Archipelago Dive) Putu Yasa (Taman Sari) Munduk Nyoman Bagiarta (Puri Lumbung Cottages)
Sponsor: Edisi pertama “Langkah Menuju Ekowisata di Bali” disusun dalam rangka kerangka kerja proyek “Strengthening The Capacity of Local Government and Small & Medium Enterprises For Ecotourism in Indonesia”, dikelola oleh Yayasan Bina Swadaya dan Yayasan Bumi Kita (The Natural Guide). Proyek ini didanai oleh: The first edition of “Towards Ecotourism in Bali” has been compiled within the framework of the project “Strengthening The Capacity of Local Government and Small & Medium Enterprises For Ecotourism in Indonesia”, managed by Yayasan Bina Swadaya and Yayasan Bumi Kita (The Natural Guide). This project was funded by:
- sebuah insiatif dari Komisi Eropa untuk medukung perekonomian kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa. Program tersebut mendukung proyek kecil dan inovatif di area yang sangat potensial dan memberi manfaat bagi Indonesia dan EU. - an initiative by the European Commission to promote economic cooperation between Indonesia and The European Union. The programme supports small and innovative projects of high visibility in areas of mutual interest to Indonesia and the EU.
Bali Barat Batukaru-Jatiluwih Dehan & Adi (Prana Dewi Resort)
Disclaimer: This document has been produced with the financial assistance of the European Commission. However, the views expressed herein are those of the book and can therefore in no way be taken to reflect to official opinion of the European Commission.
Antosari-Pupuan Dominique Guiet & Wayan Sukarsana (Gajah Mina Beach Resort) I Made Dwitama (Waka Gangga) Norman Van’t Hoff (Sarinbuana Jungle Lodge)
Edisi pertama buku ini juga disponsori oleh: The first edition of this book has also been sponsored by:
Taman Nasional Bali Barat Octavianus Kalesaran (Waka Shorea)
107
108