LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli Para pengambil keputusan sering dihadapkan pada tantangan baik internal dan eksternal yang semakin komplek. Semakin banyaknya informasi pada satu sisi memberikan keuntungan dalam membantu pengambilan keputusan, namun pada sisi lain juga akan semakin menambah komplek permasalahan. Sistem penunjang keputusan (SPK) merupakan alat yang membantu efektifitas pengambilan keputusan yang semakin komplek tersebut. SPK adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya (Eriyatno 1999). Sistem penunjang keputusan merupakan integrasi dari tiga komponen utama yaitu: sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model dan sistem manajemen dialog. Sistem manajemen dialog adalah subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna. Pada perkembangan selanjutnya SPK ini dapat diintegrasikan dengan sistem pakar yang disebut dengan sistem manajemen ahli.
Integrasi tersebut dapat berupa memasukkan sistem pakar
ke dalam komponen-komponen sistem penunjang keputusan atau dengan membuat sistem pakar sebagai sistem terpisah dari sistem penunjang keputusan. Integrasi sistem pakar ke dalam sistem penunjang keputusan dapat dilakukan pada sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, sistem manajemen dialog serta pada rekayasa sistem dan pengguna (Turban 1993). Sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan kecerdasan (Intelligent Knowledge Based System) merupakan salah satu bagian kecerdasan buatan yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan. Proses tersebut seorang pengguna dapat berkomunikasi secara interaktif dengan komputer untuk memecahkan suatu persoalan atau seolah-olah pengguna berhadapan dengan seorang ahli dengan masalah tersebut (Marimin 2005). Menurut Marimin (2005) sistem pakar terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian pengembangan dan konsultasi. Bagian pengembangan sistem pakar
29 digunakan oleh penyusunnya untuk memasukkan pengetahuan dasar ke dalam lingkungan sistem informasi, sedangkan bagian konsultasi digunakan oleh pemakai untuk mendapatkan pengetahuan ahli serta saran, nasehat maupun justifikasi. Pada prinsipnya sis tem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup: (1) fasilitas akuisis pengetahuan, (2) sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system), (3) mesin inferensi (inference engine), (4) fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi dan (5) penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface). Tiap bagian mempunyai hubungan yang erat dengan bagian lainnya. Keterkaitan antar komponen tersebut disajikan pada Gambar 3. Pengguna
Penghubung
Pakar fakta aturan model
Akuisis ilmu pengetahuan
nasehat justifikasi konsultasi
Sistem berbasis pengetahuan fakta aturan model
Dangkal Mendalam
fakta aturan model
Mekanisme inferensi Strategi penalaran
Statis
Strategi pengendalian
Dinamis
Fasilitas penjelasan
Gambar 3 Struktur dasar sistem pakar (Marimin 2005) Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi, penyebab lain adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pilihan dan pengambil keputusan lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah beragamnya kriteria maka maka analytical hierarchy process (AHP) merupakan teknik untuk menyelesaikan masalah ini (Mulyono 1996).
30 Proses hirarki analitik ini memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya metode ini adalah memecahkan situasi yang kompleks, tak terstruktur kedalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi dan bertindak mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty 1993). AHP mempunyai banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah dengan AHP. Selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan
bahwa penilaian perlu diperbaiki atau
hirarki harus distruktur ulang (Marimin 2004). Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan AHP antara lain adalah : decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency (Mulyono 1996). 1 Decomposition yaitu memecahkan persoalan menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan tingkatan dari persoalan tadi. 2 Comparative judgement berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat
tertentu dalam kaitannya tingkat diatasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan lebih baik bila disajikan dalam bentuk matrik yang dinamakan matrik pairwise comparison. 3 Synthesis of priority, dari setiap matrik pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapat local priority harus dilakukan sintesa diantara local priority.
31 4 Logical consistency, konsistensi mempunyai dua makna pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi dan arti yang kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Metode Perbandingan Eksponensial Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukakan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing- masing alternatif (Marimin 2004). Metode ini secara sekilas sangat sederhana, yang pada prinsipnya merupakan metode skoring terhadap pilihan-pilihan yang ada, namun demikian dengan penghitungan secara eksponensial perbedaan nilai kriteria yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan jelas tergantung tingkat penilaian tersebut. Penghitungan total nilai setiap keputusan dapat diformulasikan (Ma’arif dan Tanjung 2003) sebagai berikut: m
Tot i =
∑ ( RK
ij )
TKKj
………………………………………. (1)
j= i
Keterangan: Tot i = total nilai alternatif keputusan ke-i Rkij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke- i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j, yang dinyatakan dengan bobot m
= jumlah kriteria keputusan
32 Pengambilan Keputusan Kelompok Multi Expert- Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) adalah teknik pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Proses pengambilan keputusan diawali dengan penentuan alternatif pilihan keputusan dan kriteria yang digunakan dalam penilaian setiap alternatif keputusan. Penilaian oleh pakar untuk setiap kriteria pada setiap alternatif dapat dinyatakan dalam bentuk label linguistik fuzzy (Marimin et al. 1998). Pengambilan keputusan dilakukan dengan kaidah fuzzy independent preference evaluation (Marimin et al. 1997). Teknik ME-MCDM ini telah dikembangkan oleh Yager (1993) yaitu menghitung skor setiap alternatif ke i untuk setiap pengambilan keputusan ke j (Vij) pada semua kriteria (ak). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Vij = Min [Neg (Wak) v Vij(ak )] …………………………………… (2) Neg (Wak) = W q-1+i ………………………………………………… (3) dimana: Vij
= nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j
Neg (Wak) = negasi nilai bobot kriteria ke-k Vij(ak )
= nilai alternatif ke- i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k
k
= 1,2,3, ……….
Proses agregasi pada pakar menggunakan operator Ordered Weighted Average (OWA) (Yager 1988; Yager 1993). Bobot faktor nilai pengambil keputusan ditentukan dengan formula : Q(k) = Int [1 + k* (q-1)/r] ………………………….………………. (4) dimana: q = jumlah skala penilaian r = jumlah pakar k = 1,2,3, ……. Proses agregasi pakar selanjutnya menggunakan rumus sebagai berikut: Vi = f(Vi ) = Max (Q j) Λ bj ] ……..…………………………………. (5) dimana Vi = nilai total untuk alternatif ke- i Qj = bobot ke-j bj = urutan dari skor alternatif ke - i yang terbesar ke-j
33 Interpretative Structural Modelling (ISM) Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model- model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang komplek dari sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat. Teknik ISM terutama ditunjukkan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seorang peneliti (Eriyatno 1999). Metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur didalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan (Eriyatno 1999). Menurut Saxena et al. (1992) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu : 1 Sektor masyarakat yang terpengaruhi. 2 Kebutuhan dari program. 3 Kendala utama. 4 Perubahan yang dimungkinkan. 5 Tujuan dari program. 6 Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan. 7 Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. 8 Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas. 9 Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Analisis Regresi Logistik Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel- variabel. Penerapan regresi ini dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti ekonomi, manajemen, teknik, ilmu sosial dan lain sebagainya. Analisis regresi berguna dalam menelaah hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna sehingga penerapannya lebih bersifat eksploratif. Analisis regresi dikelompokkan dari mulai yang sederhana sampai yang paling rumit, tergantung tujuan yang berlandaskan pengetahuan dan teori yang ada.
34 Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data-data kuantitatif, tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif. Jenis data kualitatif tersebut seringkali berupa data kategori. Pada umumnya memberikan nilai 1 pada kategori yang dimaksud dan memberikan nilai 0 pada kategori yang lain (dapat juga sebaliknya tergantung tujuan kasus tersebut). Variabel yang diberi nilai 1 dan 0 merupakan variabel indikator. Analisis regresi dengan variabel indikator adalah analisis regresi dimana salah satu atau beberapa veriabel bebasnya merupakan variabel indikator. Nama lain variabel indikator adalah variabel dummy, variabel biner, variabel kualitatif, variabel katagori, variabel dikotomi (Firdaus, 2004). Model regresi dengan variabel indikator mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1 Nilai 1 dan 0 untuk dua kategori (D=1 untuk laki- laki, D=0 untuk perempuan) ditentukan secara sembarang, yang berarti dapat juga D=1 untuk perempuan, D=0 untuk laki- laki. 2 Kelompok kategori atau klasifikasi yang diberikan nilai 0 seringkali disebut sebagai katagori dasar atau kont rol. 3 Koefisien yang diberikan untuk variabel indikator dapat disebut koefisien intersep diferensial karena koefisien tadi menyatakan berapa banyak nilai unsur intersep dari kategori yang mendapat nilai 1 berbeda dari koefisien intersep dari kategori dasar. Regresi logistik adalah merupakan perkembangan lebih lanjut dari probabilitas linier yang menjelaskan bahwa
regresi logistik digunakan untuk
estimasi probabilitas suatu fenomena dengan mereduksi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada probabilitas linier (Maskie 2001). Regresi logistik merupakan analisis regresi dummy variabel dimana dependen variabelnya dalam bentuk binari. Regresi logistik dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan keputusan pemilihan sumber permodalan bank karena variabel Y merupakan probabilitas pilihan-pilihan. Persamaannya adalah sebagai berikut: misalkan bila keputusan memilih bank Y ditentukan oleh sejumlah variabel independen yang bersifat kualitatif X, maka bentuk persamaan umum adalah (Sutrisno et al. 1999; Maskie 2001) sebagai berikut: Pi = E(Y=1/Xi) = β 1 +β2 Xi ……………….…………………………. (6)
35 Dimana X adalah variabel independen dan Y = 1 jika jika memilih bank. Persamaan berikut menunjukkan peluang memilih bank: Pi = E(Y=1/Xi) = 1 1+e –(β1+β2Xi)
………………….………………… (7)
atau Pi =
1 ………………………………….………….…….. (8) –Zi 1+e Persamaan tersebut merupakan Logistic Distribution Function (Logit) dimana: Zi = β 1 +β2 Xi …………………………………………....………….. (9) Bila Pi adalah probabilitas untuk memilih bank, dan (1-Pi) adalah probabilitas untuk tidak memilih bank maka: 1-Pi =
1 1+e Zi
…………………………….…………………… (10)
Selanjutnya bentuk persamaan tersebut dapat diubah menjadi: 1+ ezi
Pi 1-Pi
=
……………………………...…..………………. (11)
1+ e-zi
Pi/(1-Pi) adalah odd ratio dalam hal keputusan untuk memilih bank, yaitu rasio dari probabilitas bahwa seseorang akan memilih bank terhadap keputusan untuk memilih selain bank. Selanjutnya dengan logaritma alamiah dapat diperoleh persamaan: Li = Ln(Pi/1-Pi) = Zi = β 1 +β2 Xi ………………..….………………. (12) Analisis Struktur Pasar Struktur pasar merupakan gambaran imbangan kekuatan antara penjual dan pembeli dalam suatu wilayah pasar. Unsur-unsur struktur pasar meliputi jumlah dan ukuran penjual dan pembeli, deferensiasi produk, kebebasan keluar masuk dan derajat intergarasi. Analisis yang sering digunakan untuk menganalisis struktur pasar adalah konsentrasi pasar. Salah satu alat analisis untuk mengetahui derajat konsentrasi penjual yang ada pada suatu wilayah pasar adalah Indeks Hirschman-Herfindahl. Perhitungan Indeks Hirschman-Herfindahl dirumuskan (Ferguson 1988; Martin 1993; Carlton dan Perloff 2000) sebagai berikut: n
HHI = ∑ Si2 …………………………..………………….…….. (13) i −1
36 Keterangan : HHI = Indeks Hirschman-Herfindahl Si = pangsa pasar penjual ke-i n = jumlah penjual pada suatu wilayah pasar Nilai HHI pada persamaan (13) berada pada kisaran 0 – 1. Bila nilai HHI=1 maka struktur pasar berada pada keadaan monopoli atau hanya terdapat satu penjual di dalam pasar. Indeks Hirschman-Herfindahl hanya menunjukkan kecenderungan struktur pasar apakah struktur pasar mengarah pada bentuk monopoli atau bersaing sempurna. Dengan menggunakan rasio konsentrasi lebih jelas memberikan batasan antara bentuk pasar bersaing sempurna dengan bentuk oligopoli (Martin 1993). Apabila pangsa pasar empat penjual terbesar (CR4 ) dalam suatu wilayah pasar lebih besar atau sama dengan 40%, maka struktur pasar digolongkan kedala m bentuk oligopoli. Perhitungan konsentrasi rasio dapat diformulasikan (Martin 1993; Ferguson 1988; Carlton dan Perloff 2000) sebagai berikut: x
CRx = ∑ Si ………………………………………...…………….. (14) i −1
Keterangan : CRx = konsentrasi rasio untuk x penjual terbesar Si
= pangsa pasar penjual ke-i
x
= jumlah penjual pada suatu wilayah pasar Analisis Kelayakan Finansial
Alat ukur atau kriteria diperlukan untuk menentukan apakah suatu usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk diusahakan. Alat ukur atau kriteria yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan NPV (Net Present value), Net B/C (Net Benefit Cost ratio) dan IRR (Internal Rate Of Return) (Gittinger 1986; Gray et al. 1986; Kadariyah et al. 1999; Sutoyo 2000). Net present value dapat diartikan sebagai nilai bersih sekarang, menunjukan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi (proyek). Net Benefit Cost Ratio menunjukkan berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya investasi yang dikeluarkan sedangkan Internal Rate of Return menunjukkan prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut tiap
37 tahun. IRR merupakan kemampuan dari usaha tersebut dalam mengembalikan atau membayar bunga bank. Pengertian yang sederhana tentang kriteria tersebut saling mendukung atau saling melengkapi dalam menunjukkan kelayakan dari suatu usaha. Net Present Value (NPV) Kriteria
nilai
sekarang
bersih
(NPV)
didasarkan
atas
konsep
pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung kas bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama yaitu harga (pasar) saat ini. Dengan demikian dua hal telah diperhatikan yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besar arus kas masuk dan keluar. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan (Soeharto 2002). NPV dapat dihitung dengan rumus (Gray at al.1986; Kadariyah et al. 1999) sebagai berikut : n
NPV =
∑ t =0
Bt - C t (1 + i) t
………..…………….…………………….... (15)
Keterangan : Bt
: benefit pada tahun ke t.
Ct
: biaya pada tahun ke t.
i.
: tingkat bunga yang berlaku.
n
: jumlah tahun.
t
: tahun tertentu.
Bila NPV > 0 maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan bila NPV < 0 usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C) Salah satu alat analisis yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan kriteria layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan adalah dengan menghitung net B/C ratio. Bila net B/C > 1, maka usaha tersebut dapat dilakukan, sedangkan bila net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan. Net B/C dihitung dengan formulasi (Gray at al. 1986; Kadariyah et al. 1999) sebagai berikut:
38 n
∑ t =0
Bt - Ct (1 + i) t
untuk Bt - Ct > 0
Net B/C =
…..…………………………. (16) n
∑ t =0
Ct - Bt (1 + i) t
untuk Bt - Ct < 0
Internal Rate of Return IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti IRR sama dengan tingkat bunga pada waktu NPV = 0. Perhitungan besarnya IRR dapat dilakukan dengan cara melakukan interpolasi antara tingkat bunga pada saat NPV bernilai positif dengan tingkat bunga pada saat NPV bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: IRR = i1 +
NPV1 + (i1 – i2 ) ………………..……………… (17) NPV1 - NPV2
Keterangan NPV1 : NPV bernilai positif. NPV2 : NPV bernilai negatif. i1
: tingkat bunga dimana NPV positif.
i2
: tingkat bunga dimana NPV negatif.
IRR > tingkat bunga bank, maka usaha tersebut layak dilakukan dan apabila IRR < tingkat bunga bank, maka usaha tersebut tidak layak dilakukan. Break Event Point Kapasitas produksi minimal yang harus diproduksi dihitung dengan menggunakan analisis Break Even Point (BEP). Analisis Break Event Point atau analisis titik impas dapat merumuskan pada titik mana tercapai pendapatan sama dengan biaya. Skala atau volume usaha yang dilakukan harus diatas titik impas. BEP memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan total biaya produksi (Soeharto 2002). Jumlah unit produksi pada BEP dapat dihitung dengan rumus: Qi =
FC ………………..……………………………………. (18) P − VC
39 Keterangan: Qi
= Jumlah unit (volume) yang dihasilkan
FC
= Biaya tetap
P
= Haraga jual per unit
VC
= Biaya variabel per unit
Pay Back Period (PBP) Waktu pengembalian modal atau Pay Back Period adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi awal, dimana keputusan diambil berdasarkan kriteria waktu. Perhitungan matematis untuk menghitung PBP ini adalah: PBP = t_neg +
AKKt _ neg ………………………………..……. (19) AKK t _ neg − AKK t _ pos
Keterangan: AKK : arus kas kumulatif. t_neg : tahun proyek pada saat arus kas kumulatif (AKK) bernilai negatif. t_pos : tahun proyek pada saat arus kas kumulatif (AKK) bernilai positif. Beberapa kelemahan PBP sebagai kriteria investasi adalah: 1 Tidak dapat membedakan antara dua atau lebih proyek-proyek yang mempunyai nilai PBP sama. 2 Mengabaikan aliran uang (cash flow) sebagai kriteria pemilihan setelah PBP tercapai. 3 Tidak mempertimbangkan bahwa nilai uang sekarang berbeda dengan akan datang.