LAMPIRAN PENGERTIAN ISTILAH 1
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (lihat UU Nomor 32 Tahun 2004).
2
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (lihat UU Nomor 32 Tahun 2004).
3
Demonstration activities (DA) are essential in order to establish a basic stock of practical experiences related to 'Reducing Emissions from Deforestation and Degradation' (REDD). DA-REDD ini merupakan program aksi dalam memberikan masukan penyiapan mekanisme baku REDD. Selanjutnya Menteri Kehutanan menerbitkan aturan tentang tata cara permohonan DA untuk keperluan REDD di Indonesia dalam bentuk Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-II/2008. Dasar lahirnya aturan ini adalah karena dalam Convention on Climate Change (COP 13) di Bali, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan tentang REDD. Peraturan ini sendiri dilakukan sebagai pembuka jalan dilaksanakannya REDD yang sebenarnya masih dalam tahap persetujuan di forum kebijakan internasional.
4
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) memiliki tugas dan kewenangan untuk mengelola 527 unit Kawasan Konservasi di Indonesia. Taman nasional merupakan salah satu kawasan konservasi yang saat ini memiliki unit pengelolaan tersendiri, dengan kelebihan tersebut maka peluang taman nasional untuk menjadi barometer keberhasilan konservasi di indonesia sangat tinggi apalagi dengan ditunjang ketersediaan sumber daya yang memadai. Kawasan konservasi dibangun dan dikelola dengan berlandaskan pada tiga pilar yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan plasma nutfah dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.13/Menhut-II/2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, bahwa Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam (Pasal 103). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menyelenggarakan fungsi (Pasal 104): a. penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam; b. pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam; c. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam; e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
261
5 Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.13/Menhut-II/2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, bahwa Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan produksi kehutanan (Pasal 351). Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (Ditjen BPKH) menyelenggarakan fungsi (Pasal 352): a. penyiapan perumusan kebijakan departemen di bidang pembinaan rencana pemanfaatan hutan produksi, pembinaan pengembangan hutan alam, pembinaan pengembangan hutan tanaman, pembinaan iuran kehutanan dan peredaran hasil hutan serta pembinaan pengolahan dan pemasaran hasil hutan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pemanfaatan hutan produksi dan industri primer hasil hutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan rencana pemanfaatan hutan produksi, pembinaan pengembangan hutan alam, pembinaan pengembangan hutan tanaman, pembinaan iuran kehutanan dan peredaran hasil hutan serta pembinaan pengolahan dan pemasaran hasil hutan; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan rencana pemanfaatan hutan produksi, pembinaan pengembangan hutan alam, pembinaan pengembangan hutan tanaman, pembinaan iuran kehutanan dan peredaran hasil hutan serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan; e. pelaksanaan administrasi direktorat jenderal.
6 Hak pemungutan hasil hutan adalah hak untuk menebang menurut kemampuan yang meliputi areal hutan paling luas 100 (seratus) ha untuk jangka waktu selama-lamanya 2 (dua) tahun serta untuk mengambil kayu dan hasil hutan lainnya dalam jumlah yang ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. (Bab I pasal 1 ayat 5 PP No. 21 Tahun 1970) 7 Hak pengusahaan hutan adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu Kawasan Hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan rencana karya pengusahaan hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan. (Bab I pasal 1 ayat 1 PP No. 21 Tahun 1970) 8 Hasil hutan" ialah benda-benda hayati yang dihasilkan dari hutan. .(UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 1) 9 Hutan didefinisikan sebagai suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan (Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan). Dalam penjelasan pasal demi pasal undangundang ini dikemukakan bahwa luas minimum lapangan yang bertumbuhan itu seperempat hektar, sebab hutan seluas itu sudah dapat mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan, sehingga mampu memberikan manfaat-manfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata air, pengaruh terhadap iklim dan lain sebagainya. Menurut terminologi baku terbaru yang dibuat oleh society of american foresters (SAF) sebagaimana 262
dimuat dalam The Dictionary of Forestry (Helms, 1998) hutan didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang dicirikan oleh adanya penutupan pohon yang cukup rapat dan khas, biasanya terdiri dari tegakan dengan ciri-ciri beragam dalam komposisi jenis, struktur dan kelas umur yang membentuk suatu persekutuan; umumnya di dalamnya tercakup padang rumput, sungai-sungai kecil berikut ikan yang terdapat di dalamnya dan satwa liar. 10 Hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 11 Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 12 Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 13 Hutan lindung ialah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata-air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. (UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 3) 14 Hutan milik ialah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. (UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 2) 15 Hutan negara ialah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik. (UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 2) 16 Hutan produksi ialah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor. (UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 3) 17 Hutan suaka alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan/atau manfaat-manfaat lainnya, yaitu: (UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 2). Hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas termasuk alam hewani dan alam nabati, perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, disebut cagar alam". Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional, disebut "suaka margasatwa". 18 Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 263
19 Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan - produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 20 Hutan tanaman hasil rehabilitasi yang selanjutnya disingkat HTHR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 21 Hutan wisata ialah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan/atau wisataburu, yaitu: (UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 2). Hutan wisata yang memiliki keindahan alam, baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan, disebut "taman wisata”. Hutan wisata yang di dalamnya terdapat “satwa buru” yang memungkinkan diselenggarakannya pemburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi, disebut "taman buru”. 22 IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan. IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. Izin pemungutan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK adalah izin untuk mengambil basil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan, pengangkutan, dan pemasaran untuk jangka waktu dan volume tertentu. Izin pemungutan basil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah izin untuk mengambil basil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung dan/ atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007). 23 Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu (Bab I Pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.50/Menhut-Ii/2010 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi). 264
24 Iuran izin usaha pemanfaatan hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu. (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007) 25 Izin usaha pemanfaatan kawasan yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan -kawasan pada hutan lindung dan/ atau hutan produksi. 26 Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan yang selanjutnya disingkat IUPJL adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa lingkungan pada hutan lindung dan/atau hutan produksi. 27 Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IUPHHK dan/atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disebut IUPHHBK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran. 28 Kawasan hutan ialah wilayah-wilayah tertentu yang oleh Menteri ditetapkan untuk dipertahankan sebagai Hutan Tetap. .(UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 1) 29 Kegiatan pemanfaatan hutan meliputi kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Sesuai Pasal 18 PP No. 6 Tahun 2007 bahwa pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan kecuali pada kawasan cagar alam, zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Selanjutnya berdasarkan pasal 31 ayat (2) bahwa pemanfaatan hutan pada hutan produksi dapat berupa pemanfaatan hasil hutan kayu. 30 Kehutanan ialah kegiatan-kegiatan yang bersangkut paut dengan hutan dan pengurusannya. .(UU No. 5 Tahun 1967, Pasal 1) 31 Kekuasaan (Power) terkait erat dengan kekuatan yang oleh Budimantra (2007) dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan rasional (Weber, 1978). Pertimbangan tersebut bisa karena mengejar tujuan, mematuhi nilai, atau karena hal lain. Dengan kekuatan itu orang kemudian mempengaruhi atau dan mengendalikan orang lain, sehingga orang lain memiliki keterbatasan bertindak berdasarkan tujuannya. Kemampuan tersebut oleh Budimantra (2007) dikonseptualisasikan sebagai kekuasaan (power). Konsep kekuasaan yang demikian dimaknai sebagai produk dari hubungan-hubungan kekuatan yang muncul dari pelaku, meliputi pelaku yang menguasai dan yang dikuasai.
265
32 Hubungan kekuasaan dengan pengetahuan menurut Foucault, keduanya saling menyatakan antara satu dengan yang lain. Tidak ada relasi kekuasaan tanpa dinyatakan dalam hubungannya dengan wilayah pengetahuan . Subjek yang mengetahui, objek yang diketahui dan modalitas-modalitas pengetahuan harus dipandang sebagai akibat dari implikasi-implikasi fundamental pengetahuan atau kekuasaan dan transformasi historis mereka (Sutrisno dan Putranto, 2005). Konsep terpenting Foucault terkait dengan kekuasaan adalah the constructive nature of power, bahwa kekuasaan terdapat dalam setiap institusi dan konteks diskursif, yang kemudian meluas hingga ke konsep the concept of govermentality, yang mengarah ada organisasi admisnitratif yang dibentuk untuk mengontrol dan mengatur dengan memberikan perhatian pada wewenang diskursus, teknologi, pengawasan terkait dengan birokrasi modern (Sutrisno dan Putranto, 2005). 33 Kelembagaan adalah suatu kumpulan aturan yang membentuk interaksi social dengan cara tertentu, sebagaimana Knight (1992) kemukakan bahwa “an institution is a set of rules that structure social interactions in particular ways”. Agar seperangkat aturan tersebut menjadi kelembagaan, maka pengetahuan mengenai aturan tersebut harus dibagi diantara anggota komunitas atau masyarakat (for a set of rules to be an institution, knowledge of these rules must be shared by the members of the relevant community or society). Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan pengaturan masyarakat dan kelembagaan pengaturan hutan secara keseluruhan. Kelembagaan adat yang mengatur seluruh kehidupan masyarakatnya ternasuk interaksi manusia dengan alam (hutan). Kelembagaan dalam hal ini didefinisikan sebagai kumpulan aturan yang membentuk interaksi sosial dengan cara tertentu, sebagaimana Knight (1992) kemukakan bahwa “an institution is a set of rules that structure social interactions in particular ways”. 34 Kelentingan (resiliensi) adalah the ability of people to recover quickly from shock, injury etc. Her natural resilience helped her to overcome the crisis (lihat Oxford Dictionary). Kelentingan (resilience) adalah suatu kemampuan untuk mengakomodasi terhadap tekanan-tekanan atau gangguan-gangguan yang tiba-tiba dan luar biasa (Gibson and Bromley dalam Darusman, 2001). Adapun menurut Reivich K. and Shatte A. (2002) resilience is the ability to cope and to adapt of the severe events or problems that occured in life. Surviving in distress, and even dealing with adversity or experienced trauma in their lives. Grotberg (1999) menjelaskan bahwa resilience is the human capacity to face, to overcome, and to be strong for the difficulties experienced. Grotberg said that resilience is not magic and not only found in certain people only and not a gift from an unknown source. Jadi resilience adalah a positive adaptation pattern or it shows progress in difficult situations (Masten & Gewirtz, 2006). Berdasarkan berbagai macam definisi tersebut, dan dihubungkan dengan konteks konflik, resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan (ability) to face, to cope, to adapt, to overcome, to recover and to be strong of the severe events or problems that occured in life. 266
35 Konstelasi (KBBI III): kumpulan orang, sifat atau benda yang berhubungan; keadaan, tatanan: politik di Eropa, bangunan bentuk, susunan, kaitan. Gambaran keadaan yang dibayangkan. Dalam negara demokratis, pemerintah sedapat mungkin mencerminkan kekuatan yang ada dalam masyarakat. 36 Konflik akan didefinisikan sebagai salah satu stimulus utama dalam penajaman dan pengembangan pengetahuan mengenai struktur-struktur dan tindakan sosial (Coser dan Larsen, 1976 dalam Harskamp (1996). Namun mengingat konflik yang dimaksud dalam tulisan ini melibatkan antara masyarakat adat dan Negara, maka konflik yang dimaksud adalah konflik sosial yaitu sebuah perjuangan atas nilai-nilai dan klaim-klaim atas status kekuasaan dan sumber daya dapat memenuhi fungsi positif. Konflik dapat meningkatkan adaptasi penyesuaian hubungan sosial atau kelompokkelompok (Coser, 1964, Stefen, 1994 dalam Harskamp, 1996). 37 Conflict manajement (variety of ways by which people handle clashes of right and wrong, example: mediation or avoidance). 38 Conflict resolution (developing and offering a range of alternative approaches for handling disputes non violently and effectively, example: join problem solving or negotiation). 39 Conflict transformation (Achieving positive peace: ending violence and change negative relationships between conflicting parties, changing the political, social or economic structures that cause such negative relationships, and empowering people to become involved in non violent change processes themselves, to help build sustainable conditions for peace and justice). 40 Masyarakat lokal diartikan pula sebagai masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. (Keputusan Menteri Kehutanan No. 691/Kpts-II/91). Masyarakat lokal dalam khasanah kajian peraturan perundang-undangan pengelolaan sumberdaya hutan terbagi menjadi masyarakat hukum adat dan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yaitu masyarakat yang tergantung terhadap kawasan hutan, dan/atau merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan serta mengandalkan hasil hutan demi kelangsungan hidupnya. Bank Dunia mendefinisikan terminologi indigenous people sebagai “…social groups with a social and cultural identity distinct from the dominant society that makes them vulnerable to being disadvantaged in the development process” (kelompok-kelompok sosial yang memiliki perbedaan identitas sosial dan budaya dari kelompok masyarakat yang dominan dan menjadikan masyarakat tersebut rentan untuk tidak diuntungkan dalam proses pembangunan). Karakteristik Indigenous people antara lain: (1) melekat pada wilayah nenek moyang dan pada sumber daya alam di daerah tersebut; (2) mengidentifikasikan diri dan diidentifikasi oleh kelompok masyarakat lainnya sebagai anggota kelompok budaya yang berbeda; (3) memiliki bahasa asli yang seringkali berbeda dari bahasa nasional suatu bangsa; 267
(4) adanya institusi sosial-politik; dan (5) pola hidup yang masih bersifat subsisten dan berorientasi produksi. 41 Masyarakat adat/ masyarakat hukum adat menurut Ter Haar adalah kelompok masyarakat yang teratur, bersifat tetap, mempunyai kekuasaan dan kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun tidak terlihat. Hak masyarakat hukum adat sebagai satu kesatuan kolektif terhadap segala sumberdaya di wilayahnya, yang lazim dikenal dengan hak ulayat adalah hak yang berkenaan dengan pengelolaan, sekaligus pemanfaatan sumberdaya. Masyarakat adat memiliki kelembagaan adat yang khas, memiliki kekuasaan dan kekayaan sendiri untuk mengatur kehidupan komunitasnya. (lihat Kahn, 1993; Burns, 1999 dalam Mc Carthy, 2000). Masyarakat adat juga bisa diartikan sebagai masyarakat desa yang secara terus menerus memuat dan menegakkan aturan mereka sendiri sesuai dengan praktek-praktek adat lama. Meskipun demikian, tampak bahwa pada tingkat ini, adat bisa terus berkembang dan beradaptasi terhadap perubahan tanpa bantuan dari pengadilan negara atau legislator (Holleman, 1981). 42 Paradigma land-to-mouth existence adalah kegiatan pertanian yang didukung oleh lembaga-lembaga pengaturan bercocok tanam, lembaga mobilisasi tenaga dan massa, serta lembaga pengatur norma dan perilaku sosial sesuai dengan tingkat evolusi sosial setempat 43 Pengelolaan hutan (forest management) menurut terminologi SAF (Helms, 1998) adalah praktek penerapan prinsip-prinsip biologi, fisika, kimia, analisis kuantitatif, manajemen, ekonomi, sosial dan analisis kebijakan dalam mempennudakan, membina, memanfaatkan dan mengkonservasikan hutan untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran tertentu dengan tetap mempertahankan produktiviasnya. Pengelolaan hutan mencakup kegiatankegiatan pengelolaan terhadap keindahan, ikan, rekreasi, satwa liar, kayu serta hasil hutan bukan kayu lainnya; dan manfaat lain yang dapat diperoleh dari hutan. 44 Pengurusan hutan bertujuan untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya secara serbaguna dan lestari, baik langsung maupun tidak langsung dalam usaha membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, didasarkan atas rencana umum dan rencana karya. Kegiatan pengurusan hutan tersebut pada meliputi: mengatur dan melaksanakan perlindungan, pengukuhan, penataan, pembinaan dan pengusahaan hutan serta penghijauan; mengurus hutan suaka alam dan hutan wisata serta membina margasatwa dan pemburuan; menyelenggarakan inventarisasi hutan; melaksanakan penelitian tentang hutan dan hasil hutan serta guna dan manfaatnya, serta penelitian sosial ekonomi dari rakyat yang hidup di dalam dan sekitar hutan; mengatur serta menyelenggarakan penyuluhan dan pendidikan dalam bidang kehutanan (pasal 9 UU no. 5 Tahun 1967). 45 Pengusahaan hutan bertujuan untuk memperoleh dan meninggikan produksi hasil hutan guna pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat. 268
Pengusahaan hutan diselenggarakan berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan menurut rencana karya atau bagan kerja dan meliputi: penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan (Pasal 13 UU No. 5 Tahun 1967). 46 Perlindungan hutan meliputi usaha-usaha untuk: mencegah dan membatasi kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit; mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan; untuk menjamin terlaksananya perlindungan hutan ini dengan sebaik-baiknya maka rakyat diikutsertakan; pelaksanaan ketentuan-ketentuan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 15 UU no. 5 Tahun 1967) 47 Perilaku sosial menurut Weber (Hindess, 1977), terbagi dalam empat klasifikasi, yaitu: pertama, perilaku sosial yang berorientasi pada tujuan, yang kemudian disebutnya dengan rasionalitas tujuan. Sebuah tindakan dipilih atas pertimbangan tujuan akhir yang ingin dicapai. Kedua, perilaku sosial dipilih atas pertimbangan dan kepercayaan terhadap nilai tertentu secara sadar. Tindakah ini lebih pada orientasi nilai (etika, estetika atau agama), oleh Weber ini disebut dengan perilaku sosial berdasarkan rasionalitas nilai. Ketiga, perilaku sosial yang bersifat afektif atau emosional, yang merupakan hasil dari konfigurasi khusus dari perasaan pribadi, yang kemudian disebutnya dengan rasionalitas afective. Keempat, adalah perilaku sosial yang merupakan reaksi serta merta yang merupakan perilaku rutin dari tradisi, atau adat istiadat, yang oleh Weber disebut dengan tindakan tradisional. Habermas (1989), membedakan dua jenis rasionalisasi. Pertama, rasionalisasi dari bawah (from below), yaitu rasionalisasi yang berkembang secara alamiah di kalangan masyarakat akar rumput, tanpa ada komando dari atas. Kedua, rasionalisasi dari atas (from above), yaitu rasionalisasi yang dikendalikan atau direkayasa dari atas oleh kelompok-kelompok elite dalam konteks politik massa, dimana akan memberikan ruang bagi interpretasi politik (political interpretation), yang di dalamnya sarat dengan kepentingan politik. Rasionalitas politik bisa berasal dari pikiran praktis (empiris), msalnya pengelolalan dan pemanfaatan hutan didasarkan pada pikiran praktis untuk mencapai sebuah kondisi pragmatis kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemakmuran umum dengan membuat hutan sebagai arena untuk menciptakan lapangan kerja, investasi, keamanan, dan stabilitas-practical rationality.Kedua rasionalitas politik bisa berdasarkan pada pikiran substantif (berdasarkan nurani, tanggung jawab, dan panggilan jiwa) bahwa tujuan pengelolaan dan pemanfaatan hutan adalah secara substantive untuk memelihara fungsi dan kelestarian hutan (substantive rationality). 48 Rumah panjae (Rumah Panjang/ Rumah betang): merupakan kawasan pemukiman penduduk, yang biasa disebut rumah panjae. Rumah Panjae terdiri dari beberapa keluarga yang tinggal pada tiap-tiap bilik (ruang rumah). Rumah panjae ini menunjukan suatu identitas bagi masyarakat adat subsuku dayak Iban, rumah panjae merupakan salah satu bagian dari budaya mereka karena dalam rumah panjae kehidupan sosial sangat nampak, kehilangan rumah panjae berarti kehilangan budaya. Menurut masyarakat subsuku dayak Iban jika tidak ada rumah panjae sulit 269
melakukan aktivitas/kegiatan adat istiadat. Makanya rumah panjae untuk orang Iban tetap dipertahankan, dan ini adalah suatu aset budaya.
49 Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen (Bab 1 Pasal 1 PP No. 6 Tahun 2007). 50 Tembawang dalam bahasa Indonesia dan Inggris, "timawokng" di Salako, dan variasi pada nama-nama dalam bahasa Dayak lainnya (Peluso, 2005). Mereka menandai tembawang atau tembawai dalam bahasa Dayak Iban (situs hidup bekas rumah panjang atau gubuk ladang) dengan pohon-pohon buah-buahan. Namun tetap meninggalkan tiang pancang sebagai tanda kalau ditempat tersebut adalah tembawai/ tembawang. 51 Usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan. 52 Wangsit adalah petunjuk dari roh-roh leluhur yang diterima melalui mimpi.
270
PETA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
TNGHS INDONESIA
P. JAWA
Kantor Balai
Gambar Lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Sumber: Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 2010
271
PETA KABUPATEN KAPUAS HULU
Gambar Peta Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu (Sumber: Kabupaten Kapuas Hulu Dalam Angka, 2011)
272
PETA KAMPUNG SUNGAI UTIK
Gambar Peta Kampung/ Dusun Sungai Utik (Sumber: Peta Partisipatif Milik Kampung Sungai Utik, 2008)
273