LAMPIRAN C PENDEKATAN & MRTODOLOGI
Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kreatif Master Plan yang disusun merupakan pedoman, arah kebijakan, dan kerangka acuan pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Bandung akan disesuaikan dan selaras dengan RPJM dan rencana-rencana pembangunan lainnya di Kabupaten Bandung. Secara umum strategi pembangunan yang berjalan selama ini lebih banyak menggunakan comparative advantage, pembangunan yang mengandalkan pada kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. Padahal negara-negara maju tidak punya comparative advantage, tetapi mereka mengubahnya menjadi competitive advantage, yaitu menjadikan bagaimana menghasilkan produk yang biayanya paling efisien dan paling unik dan tidak mudah ditiru orang lain.Walaupun suatu negara atau suatu daerah mempunyai warisan sumber daya alam yang luar biasa, tetapi jika tidak diolah dengan baik maka tidak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Hal itu karena pada negara-negara maju, mereka tidak punya sumber daya alam dan tenaga kerja yang jumlahnya luar biasa besar, tetapi kenapa kesejahteraan mereka lebih baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Porter (1998), yang menyatakan bahwa comparative advantage tidak berarti banyak dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat bila negara atau daerah tersebut tidak berhasil meningkatkan competitive advantage dan produktivitasnya. Munculnya teori competitive advantage tersebut membuat bergesernya paradigma dalam menerapkan strategi pembangunan ekonomi yang bertumpu kepada comparative advantage, dari bertumpu sumber daya alam, kepada competitve advantage dan peningkatan produktivitas. Menurut Porter (1998) ada tiga tahapan pembangunan. Tahap Pertama, bila suatu negara atau daerah menggunakan factor driven economic, yaitu hanya mengandalkan sumber daya alamnya saja untuk melakukan pembangunan. Sumber daya alam yang ada tersebut diolah secara sederhana, kemudian diekspor. Sehingga mungkin saja negara atau daerah tersebut justru nanti akan mengimpor kembali setelah diolah oleh negara lain. Tahap selanjutnya adalah pembangunan dilakukan dengan melalui invesment driven economic, yaitu negara menggunakan strategi dengan efisiensi investasi. Pada tahap ini peningkatan produktivitas dari faktorfaktor sumber daya berasal dari investasi.Sedangkan tahap ketiga dari pembangunan adalah inovation driven economic, yaitu suatu kondisi dimana pembangunan dengan menciptakan produk dan jasa dengan nilai tambah yang lebih tinggi, yang lebih unik, melalui inovasi dan peningkatan produktivitas akibat persaingan yang tajam melalui cluster.
Tahapan-tahapan dalam pembangunan (Porter 1998) dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 1 Porter’s Stage Competitive Development Kajian ini merupakan penelitian deskriptif (deskriptif research) dengan tindak lanjut pembentukan Master Plan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan terhadap para stake holder dan pelaku ekonomi kreatif dengan berbagai sektor yang ada di wilayah Kabupaten Bandung. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuisioner yang didukung dengan wawancara. Bentuk kuisioner akan disepakati bersama dengan pihak Pengguna Jasa. Dari pengumpulan data yang dilakukan, terkumpullah data yang berupa informasi dan angka. Data berikut penafsirannya akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, bagan dan gambar. Metode analisis terhadap data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Model Pengembangan Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Sektor Wisata Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata memerlukan sinergi antar stakeholder yang terlibat di dalamnya, yaitu pemerintah, cendekiawan, dan sektor swasta (bisnis). Dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 yang disampaikan oleh Dr. Mari Elka Pangestu, berhasil dirumuskan model sinergitas antar stakeholders ekonomi kreatif, khususnya pada sub sektor kerajinan. Sebagai catatan, sub sektor kerajinan merupakan bentuk ekonomi kreatif yang paling dekat dengan pengembangan wisata. Kerajinan termasuk pada pembuatan souvenir atau memorabilia yang memberikan “kenangan” pada wisatawan sehingga membuka peluang agar wisatawan tersebut kembali berkunjung di kesempatan. Model pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat diadaptasi dari model-model kota kreatif. Kota kreatif bertumpu pada kualitas sumber daya manusia untuk membentuk (bisa dalam bentuk design atau redesign) ruang-ruang kreatif (UNDP, 2008). Pembentukan ruang kreatif diperlukan untuk dapat merangsang munculnya ideide kreatif, karena manusia yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Festival budaya, merupakan salah satu bentuk penciptaan ruang kreatif yang sukses mendatangkan
wisatawan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada Bagan Model Sinegitas Stakeholders Ekonomi Kreatif Sub-Sektor Kerajinan dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 2 Bagan Model Sinergitas Stakeholders Ekonomi Kreatif Sub-Sektor Kerajinan
(Sumber: Departemen Perdagangan Rep. Indonesia, 2008) Dalam konteks kepariwisataan, diperlukan ruang-ruang kreatif bagi para pengrajin untuk dapat menghasilkan produk khas daerah wisata yang tidak dapat ditemui di daerah lain. Salah satu tempat yang paling penting bagi seorang pengrajin untuk bisa menghasilkan karya adalah bengkel kerja atau studio. Bengkel kerja atau studio sebagai ruang kreatif harus dihubungkan dengan daerah wisata sehingga tercipta linkage atau konektivitas. Konektivitas tersebut diperlukan untuk mempermudah rantai produksi (Evans, 2009). Dari segi ekonomi kreatif, produk kerajinan dalam bentuk souvenir dapat terjual sementara dari sektor wisata, wisatawan memperoleh suatu memorabilia mengenai daerah wisata tersebut. Konektivitas atau linkage antara ekonomi kreatif dan wisata dapat berbentuk outlet penjualan yang terletak di daerah wisata. Dengan kata lain, wisata menjadi venue bagi ekonomi kreatif untuk proses produksi, didtribusi, sekaligus pemasaran. Seperti dijelaskan pada Gambar berikut:
Gambar 3 Bagan Linkage Antara Ekonomi Kreatif dan Sektor Wisata
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi model linkage tersebut adalah penetapan lokasi outlet yang harus diusahakan berada di tempat strategis dan dekat dengan tempat wisata. Terlebih di Kabupaten Bandung terdapat banyak lokasi tujuan wisata. Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata memiliki sejumlah tantangan. Tantangan tersebar terkait dengan keberlanjutan industri kreatif itu sendiri untuk menggerakkan sektor wisata. Trend wisata cenderung cepat berubah sehingga pengrajin dituntut untuk bisa menciptakan produk-produk kreatif dan inovatif. Di sisi lain, pengarajin juga tidak boleh terjebak pada selera pasar karena dapat menghilangkan orisinalitas dan keunikan produk (Syahram 2000). Ooi (2006), mengindentifikasi sejumlah tantangan pengembangan sebagai berikut : 1.
Kualitas poduk Dengan bertumpu pada pengembangan wisata, maka produk ekonomi kreatif akan lebih berorientasi pada selera wisatawan dan diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak sebagai souvenir. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya keunikan ataupun nilai khas dari produk hasil ekonomi kreatif tersebut.
2.
Konflik sosial terkait dengan isu komersialisasi dan komodifikasi Pengembangan ekonomi kreatif melalui wisata dapat ”mengkomersialisasikan” ruang-ruang sosial dan kehidupan sosial untuk dipertontonan pada wisatawan sebagai atraksi wisata. Bila tidak dikelola dengan melibatkan komunitas lokal, hal ini dapat berkembang menjadi konflik sosial, karena di beberapa komunitas terdpat ruang-ruang sosial yang bersifat suci dan tidak untuk dipertontonkan pada wisatawan.
3.
Manajemen ekonomi kreatif Ekonomi kreatif seringkali menyajikan produk-produk yang berbau isu politik ataupun isu sosial yang sangat sensitif (misal : rasialisme). Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan manajemen ekonomi kreatif yang baik, dengan salah satu fungsinya menentukan ”guideline” ekonomi kreatif mana yang harus dikembangkan dan mana yang sebaiknya tidak dikembangkan.
Masalah Ekonomi Kreatif Terdapat beberapa pendekatan yang memberikan gambaran dan fenomena yang terjadi pada industri-industi kreatif, terkait dengan upaya menyelenggarakan industri kreatif. Namun pendepatan-pendekatan tersebut pada umumnya muncul dari pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: 1.
Apa : Produk-produk apa dan dari industri yang mana yang akan menjadi prioritas dalam penyelenggaraan industri kreatif?
2.
Bagaimana : Ada acuan normatif pada bentuk industri kreatif yang akan dituju, bagaimana cara mencapai acuan normatif tersebut?
3.
Siapa : Penyelenggaraan industri kreatif memerlukan sistem kelembagaan yang dapat mendukungnya, siapa saja yang akan dilibatkan dan bagaimana peranan dari masing-masing stakeholders?
4.
Bilamana : pembangunan berjalan apa adanya (bussines as ussual) dan intervensi pembangunan akan menghasilkan hal yang berbeda. Intervensi yang seperti apa yang akan dapat memberikan keuntungan dari penyelenggaraan industri kreatif?.
5.
Dimana : Daerah memilliki ke-khasan lokasi untuk mendukung perkembangan industri, dimana industri akan membentuk aglomerasi dalam perkembangannya. Aglomerasi industri merupakan spesialisasi dari tingkatan dan tipologi industri kreatif yang diperlukan oleh karena itu, di daerah mana saja industri kreatif akan di selenggarakan dengan prioritas dan program yang diunggulakannya untuk mempercepat dan mempermudah pelaksanaan dan penyelenggaraan industri kreatif?.
6.
Kapan : perencanaan akan membutuhak waktu dan target, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mewujudkan komoditas kreatif menjadi industri kreatif?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas merangkaikan pendekatan metodologi yang akan dilakukan dalam penyusunan Rencana Pengembangan Industri Kreatif, diantaranya adalah: 1.
Kebijakan Perencanaan yang dilakukan secara sektoral dan lokal memerlukan integrasi dengan perencanaan pada jenjang diatas baik secara sektoral maupun secara regional. Perencanaan sektoral dan atau lokal pada tingkat Kabupaten akan memerlukan acuan pada perencanaan provinsi dan nasional dan integrasi dengan perencanaan bidang lainnya.
2.
Referensi Normatif Industri Kreatif (bencmarking) Level industri kreatif yang telah dirumuskan oleh pemerintah menjadi acuan utama dalam menilai apakah suatu industri telah masuk pada level industri kreatif. Level 100% merupakan level yang menjadi acuan suatu industri dapat dikatakan sebagai industri kreatif.
Dalam menentukan level 100% industri kreatif melibatkan berbagai faktor dan variabel serta tolok ukur dan pra syarat yang harus dimiliki oleh suatu industri akan berada pada level 100% industri kreatif. 3.
Fenomena Industri Kreatif actual komuditas kreatif yang ada pada saat ini memiliki peluang untuk menjadi industri kreatif, oleh karena itu penilaian dan pengamatan dari proses produk kreatif akan diamati dengan seksama. Pengamatan mulai dari bahan baku yang digunakan proses produksi hingga pada logistik dan pemasaran yang dilakukan. Semua proses yang dilakukan memiliki peluang untuk mencapai tingkat industri kreatif, dimana pelaku usaha komoditas kreatif actual akan memerlukan berbagai perubahan pada sistem yang dijalankannya. Faktor-fakor yang menjadi kendala perlu diamati dan dikaji untuk merumuskan langkah percepatan dan langkah yang bijak dari keinginan untuk menyelenggarakan industri kreatif.
4.
Faktor kesenjangan Industri Kreatif actual dan industri kreatif normatif (Big effort, midle effort, low effort) Bagian yang mana yang menyebabkan industri kreatif tidak berada pada level industri kreatif. Permasalah akan dapat diidentifikasi dengan baik dan benar dengan menggunakan simulasi untuk mencari penyebab tidak dapat tercapinya 100% industri kreatif. Berapa peluang industri kreatif berada pada level industri kreatif akan memberikan gambaran terhadap upaya yang akan dilakukan. Upaya yang besar akan memerlukan dana yang cukup besar dan waktu yang cukup lama. Upaya yang kecil akan memerlukan waktu yang sedikit dan lebih mudah dalam penyelenggaraan industri kreatif. Target yang ditetapkan secara berjenjang akan mempengaruhi besarnya upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan industri kreatif, keterbatasan dana dan jenjang waktu perencanaan akan mempengaruhi effort yang akan dilakukan.
5.
Konsep: Upaya dan Pilihan yang dapat dilakukan Pilihan pada upaya dan cara mewujudkan industri kreatif pada level 100% dipengaruhi faktor pembiayaan, waktu pencapaian, kebijakan yang ada, kesiapan kelembagaan dan lain-lain. Oleh karena itu, pilihan yang akan dilakukan untuk mewujudkan level 100% industri kreatif diperlukan perbandingan antara manfaat dan risiko dari faktor yang mempengaruhinya.
6.
Langkah Strategis : Kebijakan dan jenjang perencanaan dan program Keterbatasan sumberdaya menyebabkan adanya langkah yang strategis, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan program akan dirumuskan untuk mencapai dan mewujudkan level 100% industri kreatif dengan efisien dan efektif.
7.
Kelembagaan dan Evaluasi Kelembagaan sebagai faktor yang akan memiliki andil terbesar pada keberhasilan penyelenggaraan industri kreatif di Kabupaten Bandung. Pembagaian tugas dan pernan serta upaya kerjasama akan mempermudah pencapaian industri kreatif di masa depan.
Tabel 1 Pendekatan dan Metodologi Penyusunan Rencana Industri Kreatif Berbasis Industri Kreatif No
Pendekatan
1
Kebijakan
2
Referensi Norma Industri Kreatif (bencmarking)
3
Fenomena Industri Kreatif actual
4
Faktor kesenjangan Industri Kreatif actual dan industri kreatif normatif (Big effort, midle effort, low effort) Konsep: Upaya dan Pilihan yang dapat dilakukan
5
6
Langkah Strategis : Kebijakan dan jenjang perencanaan dan program
7
Kelembagaan dan Evaluasi
Metodologi a. Inventarisasi kebijakan terkait tingkat nasional b. Inventarisasi kebijakan terkait tingkat Propinsi c. Indikasi dan ruang pengembangan industri kreatif a. Inventarisasi faktor dan variabel industri kreatif b. Pra syarat dan tolok ukur industri kreatif c. Menetapan skor dan bobot industri kreatif a. Inventarisasi sebarana kreatif industri b. Indentifikasi pola perkembangan industri kreatif c. Indentifikasi faktor dan variabel industri kreatif untuk industri kreatif a. Membandingkan faktor dan variabel industri kreatif dan refensi industri kreatif b. Identifikasi tingkat kesenjangan antara industri kreatif dan refernsi industri kreatif a. Kebutuhan menutupi dan menambal Faktor dan variabel yang kurang b. Alternatif untuk menutupi dan menambal faktor dan variabel yang kurang c. Pemilihan alternatif dan variabel yang dapat menutupi dan menambal yang kurang a. Menetapkan tujuan dan sasaran b. Menetapkan kebijakan dan strategi c. Menetapkan program dan rencana aksi a. Menetapkan sistem pembiayaan dan kerjasama
Teknik Analisis
Output
Famili tree
Pohon kebijakan industri kreatif Propins Jabar
NSPM (Norma, Standar, Prosedur dan Manual)
Referensi Industri Kreatif
Modeling Tipologi
Transisi industri coklat (kreatif) ke industri kreatif
Fuzzy Analisys Pembobotan
Level Industri Kreatif dan upaya yang diperlukan untuk mencapai 100% level industri kreatif
Analisis Benefit dan Biaya/ resiko
Konsep dan Kebijakan Penyelenggaraan Indusri Kreatif
Logical Framework Analisys (LFA)
Struktur Kebijakan
SMART
Sistem Monitoring dan Evaluasi
b. Mentetapkan pengawasan
sistem
Pendekatan Teknis Penyusunan Rencana Pengembangan Industri Kreatif di Kabupaten Bandung merupakan rangkaian kegiatan yang bersinambung dan dilakukan dengan teknis ilmiah, oleh karena itu memerlukan pendekatan teknis, di antaranya adalah: 1.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
a) Data Sekunder Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder mencakup: 1) Data kebijakan industri kretaif nasional dan daerah Kabupaten Bandung 2) Data idustri kreatif Kabupaten Bandung 3) Data kondisi industri kreatif (Pemasaran, Jejaring, Produksi, Lembaga Keuangan, Program Khusus, Ide Produk, Sertifikasi, Standar, Scientific Venture, Imbalan, Bantuan, Komunitas, Perlindungan konsumen, Perlindungan Kompetitor, Promosi, Pusat Pelatihan, Pusat Penelitian, Pusat Pengembangan, Laboratorium, dan Sistem Informasi) b) Data Primer Data primer bersumber dari wawancara dan pengamatan lapangan terhadap kondisi industri kreatif 2.
Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Industri Kreatif di Kabupaten Bandung diantaranya adalah Famili tree, NSPM (Norma, Standar, Prosedur dan Manual), Modeling & Tipologi, Sitem Fuzzy, Analisis Benefit dan Biaya/ resiko, Logical Framework Analisys (LFA) dan SMART A. Family Tree Kebijakan yang terkait dengan Penyusunan Rencana Pengembangan Industri Kreatif di Kabupaten Bandung di kumpulkan yang kemudian akan disusun pohon kebijakan. Setiap kebijakan akan memberikan indikasi pada apa yang akan terjadi, dimana persiapan harus dilakukan terutama dari implikasi yang akan terjadi dari adanya kebijakan tersebut. B. Norma Standar Prosedur Manual (NSPM) Dalam merumuskan wujud industri kreatif, telah terdapat berbagai teori dan peraturan perundangan terkait pengembangan industri kreatif. 1.
Kriteria Penilaian Kriteria penilaian dibedakan antara jenis industri kreatif, diantaranya adalah : Pemasaran, Jejaring, Produksi, Lembaga Keuangan, Program Khusus, Ide Produk, Sertifikasi, Standar, Scientific Venture, Imbalan, Bantuan, Komunitas,
Perlindungan konsumen, Perlindungan Kompetitor, Promosi, Pusat Pelatihan, Pusat Penelitian, Pusat Pengembangan, Laboratorium, dan Sistem Informasi
Gambar 4 Kerangka Kerja Rencana Pengembangan Industri Kreatif
MAPAN LEPAS LANDAS
BERKEMBANG Rencana Pengemb. Industri Kreatif
MENUJU BERKEMBANG
Rencana Induk : Tujuan Sasaran Kebijakan Strategi Rencana Aksi -1 2015
Rencana Aksi -2 2016
Rencana Aksi -3 2017
Rencana Aksi -4
2018
Rencana Aksi -5 2019
2020
KONSEP INDUSTRI KREATIF Business as usual
Men uju Berke mban g
KARAKTER/ POSTUR
Do Smothing
Komunitas, Seni & Budaya, Skil, Pengetahuan, Keramahan Lokal
TRIPLE HELIX
Cendekiawan, Pengusaha, Pemerintah
SISTEM PENDUKUNG
Standar, insentif, sertifikasi, diklat, kerjasama, R&D, Pembiayaan, bantuan Teknis, sistem informasi
KLUSTER INDUSTRI KREATIF
periklanan
kerajinan
arsitektur
komputer/pira nti lunak desain
pasar seni/barang antik
fashion permainan interaktif
Musik, seni pertunjukan
penerbitan dan riset dan percetakan pengembang radio dan televisi an
Mapa n
2.
Cara Penilaian a) Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria b) Pemberian skor untuk masing-masing kriteria adalah 1 - 4. c)
3.
Penilaian setiap aspek merupakan jumlah perolehan skor dari setiap aspeK, 76 = 100% dan 19 = 0%.
Kelas Ekonomi Kraetif < 25% : Ekonomi Kraetif berada pada kondisi ‘Menuju berkembang’ 25% - 50% : Ekonomi Kreatif berada pada kondisi ‘Sedang Berkembang’ 50% - 75% : Ekonomi Kreatif berada pada kondisi ‘Lepas Landas’ > 75% : Ekonomi Kreatif berada pada kondisi ‘Mapan’ Tabel 2 Kriteria Penilaian Industri Kreatif
No 1
2
3
4
5
6
Kriteria Pemasaran
Jejaring
Produksi
Lembaga Keuangan
Program Khusus
Ide Produk
Tolok Ukur
Nilai
a.
digunakan untuk sendiri
1
b.
dipasarkan langsung
2
c.
dipasarkan melalui media (internet, tabloit, dll)
3
d.
dipasarkan pihak lain (pemasok)
4
a.
dipasarkan pada tetangga lingkungan terdekat
1
b.
dipasarkan di kota
2
c.
dipasarkan nasional
3
d.
dipasarkan internasional
4
a.
Produksi sedikit (home industri)
1
b.
Produksi sedang (industri kecil - sedang)
2
c.
Produksi banyak (industri sedang - besar)
3
d.
Produksi masif (Industri Besar)
4
a.
mendapatkan bantuan modal dari Bank
1
b.
2
c.
mendapatkan bantuan modal dari rekan, saudara/pihak lain mendapatkan bantuan modal dari Koperasi
d.
modal sendiri
4
a.
Kegiatan usaha lahir dari program pemerintah
1
b.
Kegiatan usaha diajak teman/rekan/saudara
2
c.
3
d.
Kegiatan usaha lahir dari inprirasi dan informasi pihak lain Kegiatan usaha lahir dari inisiatif sendiri
a.
Produk usaha hasil meniru dari produk lain
1
b.
Produk usaha hasil dari warisan/kebudayaan
2
3
4
No
8
Kriteria
Sertifikasi
Tolok Ukur c.
Produk usaha hasil buah pikiran komunitas/pihak lain
3
d.
Produk usaha asli daya cipta sendiri
4
a.
1
a.
Produk belum terdaftar (sertifikasi) pada lembaga yang berwenang Produk akan didaftarkan (sertifikasi) pada lembaga yang berwenang Produk dalam proses didaftarkan (sertifikasi) pada lembaga yang berwenang Produk terdaftar (sertifikasi) pada lembaga yang berwenang produk tidak merujuk standar
b.
produk merujuk standar organisasi/komunitas
2
c.
produk merujuk pada standar yang berlaku nasional
3
d.
produk merujuk pada standar yang berlaku internasional
4
a.
Pengembangan produk bekerjasama dengan Pemerintah
1
b.
2
a.
Pengembangan produk bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Pengembangan produk bekerjasama dengan Asosiasi/komunitas Pengembangan produk bekerjasama sesama pelaku ekonomi kreatif Tidak pernah mendapatkan penghargaan
b.
Pernah mendapatkan penghargaan daerah
2
c.
Pernah mendapatkan penghargaan nasional
3
d.
Pernah mendapatkan penghargaan Internasional
4
a.
Pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat
1
b.
Pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah
2
c.
Pernah mendapatkan bantuan dari pihak lain/komunitas
3
d.
Tidak pernah mendapatkan bantuan
4
a.
Tidak memiliki komunitas
1
b.
Memiliki komunitas kecil
2
c.
Memiliki komunitas besar
3
d.
Memiliki komunitas besar dan telah teroganisir
4
a.
Tidak ada strategi pelayanan
1
b.
Pengutamakan kerjasama dengan konsumen
2
c.
Pengutamakan pelayanan (keramtamahan)
3
d.
Pengutamakan kualitas produk
4
a.
Kompetitor sebagai ancaman
1
b.
Kompetitor sebagai pihak yang tidak berpengaruh
2
c.
Kompetitor sebagai rekan
3
d.
Kompetitor sebagai rekan
4
a.
Tidak melakukan promosi
1
b.
Melakukan promosi sendiri
2
c.
Melakukan promosi melalui komunitas
3
d.
Memiliki sponsor dalam melakukan promosi
4
b. c. d. 7
8
Standar
Scientific Venture
c. d. 9
10
11
12
13
14
Imbalan
Bantuan
Komunitas
Perlindungan konsumen
Perlindungan Kompetitor
Promosi
Nilai
2 3 4 1
3 4 1
No
Kriteria
15
Pusat Pelatihan
16
17
18
19
Pusat Penelitian
Pusat Pengembangan
Laboratorium
Sistem Informasi
Tolok Ukur
Nilai
a.
tidak pernah mendapatkan pelatihan
1
b.
Pernah mendapatkan pelatihan
1
c.
Pelatihan secara rutin dilakukan
3
d.
Berlatih sendiri
4
a.
Tidak ada penelitian
1
b.
Penelitian oleh perguruan tinggi
2
c.
Penelitian dilakukan oleh komunitas
3
d.
Penelitian dilakukan sendiri
4
a.
Belum ada pengembangan komoditas
1
b.
2
c.
Komoditas dikembangkan melalui pihak lain/swasta/pemerintah/perguruan tinggi Komoditas dikembangkan melalui komunitas
d.
Komoditas dikembangkan sendiri
4
a.
Tidak memiliki laboratorium
1
b.
laboratorium milik swasta atau pihak lain
2
c.
laboratorium milik pemerintah
3
d.
Memiliki laboratorium sendiri
4
a.
Dari mulut ke mulut
1
b.
Dari media
2
c.
dari pemerintah/perguruan tinggi/pihak lain
3
d.
Melalui komunitas
4
3
C. Modeling & Tipologi Memodelkan fenomena yang terjadi melalui berbagai teknik seperti statistik dan pengembangan grafis dan pemetaan akan memberikan berbagai manfaat bagi sintesa dan identifikasi gejala yang sedang terjadi. Model matematis dapat dikembangkan dari pengamatan yang dilakukan secara berkala, seperti tahunan, bulanan dan mingguan. Model matematik atau statistik pada umunya akan memiliki dua variabel yaitu, variabel bebas dan variabel terikat. Model yang dihasilkan harus dapat memenuhi kaidah kelayakan model untuk digunakan sebagai dasar dari analisis. Simulasi akan lebih mudah dan terukur dari pengembangan model matematis dan atau model statistik. Model grafis adalah upaya memindahkan permasalahan pada bentuk grafis dan atau pemetaan. Grafis dan pemetaan akan memberikan kemudahan dalam menjalankan analisis dan tingkat keberhasilan dari upaya-upaya yang akan dilakukan. Model grafis dapat disusun dalam tipologi tertentu sesuai dengan tingkat kebutuhan output yang ingin di hasilkan. D. Analisis Tipologi
Analisis tipologi merupakan alat analisis yang sederhana untuk pengambilan keputusan. Analisis ini didasarkan pada urutan obyek/unit analisis terhadap dua karakteristik dan identitas yang berbeda yang di miliki masing-masing obyek/unit analisis. Pada umumnya analisis tipologi akan menghasilkan 4 sel yang muncul akibat dua perbandingan karakteristik dan identitas diataranya, adalah : 1. Kwadran I
: merupakan sel dengan indikasi yang cukup baik, karena memiliki kombinasi yang sama-sama positif dari dua identitas yang dibandingkan
2. Kwadran II & IV : merupakan sel dengan indikasi yang netral, karena memiliki kombinasi yang sama positif dan negatif dari dua identitas yang dibandingkan 3. Kwadran III
: merupakan sel dengan indikasi yang kurang baik, karena memiliki kombinasi yang sama-sama negatif dari dua identitas yang dibandingkan Gambar 5 Teknik Analisis Tipologi
Kw IV
Identitas Y
Cell : lokus/obyek dengan komponen Y yang besar dan komponen X yang kecil
Cell : lokus dengan komponen X dan Y yang kecil Kw III
Kw I Cell : lokus/obyek dengan komponen Y dan X yang besar
Cell : lokus/obyek dengan komponen X yang besar dan komponen Y yang kurang kecil
Identitas X
E.
Analisis Benefit dan Biaya/ resiko
Kw II
Untuk menentukan kebijakan yang strategis yang dapat memberikan manfaat pada perkembangan perekonomian daerah adalah dengan membandingkan manfaat dan biaya dari setiap jenis industri kreatif yang ada, terkait dengan proses produksi. Aspek yang dipebandingkan adalah meliputi faktor pembiayaan, waktu pencapaian, kebijakan yang ada, kesiapan kelembagaan dan lain-lain
F.
Logical Framework Analisys (LFA)
LFA merupakan kerangka perumusan kebijakan yang terstruktur dengan baik, dimana dimulai dari penyusunan pohon masalah, dimana daftar masalah di buat dan kemudian diseleksi untuk membedakan antara masalah kunci dan masalah vokal. Pada umumnya struktur masalah akan disusun secara berjenjang (hirarki), semakin besar jenjang yang disusun menunjukkan tingkat kompleksitas masalah tersebut. Jenjang masalah yang telah disusun akan mendapatkan jawaban yang tepat, dimana struktur solusi akan berupa urutan solusi yang terdiri dari tujuan, sasaran, kebijakan/arah, strategis dan program. Kelebihan teknik analisis ini mudah dilakukan, namun kelemahannya memerlukan diskusi yang panjang dan keterlibatan ahli dalam merumuskan masalah dan solusinya. Gambar 6 Perbandingan Struktur Masalah dan Struktur Solusi
Struktur Fenomenon
Struktur Masalah
Struktur Solusi
Masalah Utama
Tujuan
Masalah : Turunan Pertama
Sasaran
Masalah : Turunan kedua
Kebijakan
Masalah : Turunan Ketiga
Strategi
Masalah : Turunan Ketiga
Program
Sumber : Hasil Analisis
G. SMART Pada saat menggunakan analisa Project Planning Matrix pada komponen tujuan, perlu mempertimbangkan kriteria SMART. Tujuannya untuk merumuskan kebijakan dan strategi yang tajam, diperlukan metod SMART Planning. Istilah “SMART” dalam perencanaan pembangunan sering dikaitkan dengan reliabilitas dari rencana pembangunan untuk dapat diimplementasikan dan dievaluasi. Sebuah rencana pembangunan dikatakan memiliki sifat “SMART” apabila rencana tersebut memiliki kriteria sebagai berikut; 1. Specific, dalam pengertian bahwa tujuan dari rencana pembangunan tersebut jelas sehingga para pelaksana pembangunan mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Tujuan rencana pembangunan yang dinyatakan secara spesifik akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk tercapai dibandingkan dengan tujuan yang dinyatakan secara umum. 2. Measurable, sebuah tujuan dari rencana pembangunan harus dapat diukur, sehingga para pelaksana pembangunan bisa menyadari apakah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan bisa dipenuhi atau tidak. 3. Achievable, rencana pembangunan yang baik harus sedari awal disadari bahwa tujuan dari rencana yang sudah ditetapkan ini mampu dicapai atau mampu dijangkau oleh para pelaksana pembangunan. Ketika dirasa bahwa tujuan rencana pembangunan yang sudah ditetapkan merupakan hal terpenting yang harus dicapai, maka para pelaksana pembangunan harus sudah dapat menggambarkan cara-cara yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pencapaian tujuan pembangunan yang sudah ditetapkan harus didasarkan pada kemampuan yang dimiliki dan kendala-kendala yang bisa mengganggu terlaksananya tujuan yang sudah ditetapkan. Oleh sebab itu tujuan pada rencana pembangunan harus sudah disepakati oleh stakeholder. 4. Relevant, karena perencanaan terkait dengan kondisi dimasa yang akan datang, seringkali para perencana pembangunan menginginkan tujuan pembangunan yang berada diluar batas kemampuan dari sumber daya yang tersedia. Suatu rencana pembangunan yang baik adalah rencana pembangunan yang menggunakan prinsip optimasi terhadap sumberdaya yang ada, yaitu bagaimana dengan sumber daya yang ada dapat dihasilkan pencapaian pembangunan yang maksimum. Sebuah recana pembangunan yang relevan/realistis adalah rencana pembangunan yang dipercaya akan bisa dicapai sasarannya. Oleh sebab itu pengalaman pelaksanaan pembangunan sebelumnya bisa dijadikan dasar apakah rencana saat ini bisa direalisasikan – karena dengan berkaca dari pengalaman sebelumnya kita bisa memprediksi
dampak yang akan terjadi dari rencana tersebut untuk kemudian kita dapat melakukan perubahan-perubahan serta me-reorganisasi kembali pelaksanaan pembangunan yang dianggap penting bagi tercapainya rencana yang telah disusun saat ini. 5. Time-Bound, sasaran dari tujuan yang hendak dicapai dari rencana pembangunan
hendaknya dibuat sejelas mungkin sehingga pelaksana pembangunan bisa mengetahui kapan tujuan dari rencana pembangunan tersebut bisa dicapai. Sebuah perencanaan yang baik harus bisa ditentukan kapan harus dimulai dan kapan perencanaan tersebut akan berakhir yang berarti jangka waktu pelaksanaan rencana sudah terdefinisi dengan baik. Semakin nyata tujuan yang ditetapkan maka makin terbuka kesempatan untuk membuat suatu tujuan dari rencana pembangunan yang spesifik, terukur dan bisa dicapai. Tabel 3 Spesifikasi Perencanaan dengan Metode SMART Planning No 1
Kriteria Spesifik
Pertanyaan Yang Harus Bisa Dijawab
2
Terukur
3
Bisa Dicapai
4
Relevan
5
Kejelasan
Apa yang sebenarnya akan dilakukan,dan untuk siapa? Strategi apa yang akan digunakan? Apakah tujuan rencananya bisa dimengerti? Apakah tujuan rencana dijelaskan dengan baik, menggunakan kalimat-kalimat yang jelas? Apakah pihak-pihak yang terlibat dalam rencana tersebut teridentifikasi dengan baik? Apakah lokasi dari rencananya sudah jelas? Apakah kebutuhan-kebutuhan untuk melaksanakan rencananya sudah jelas? Apakah luaran dari rencananya sudah jelas? Apakah tujuan dari rencana akan dapat menghasilkan sesuatu yang diinginkan? Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa tujuan tersebut memiliki kemungkinan untuk tercapai? Apakah ukuran-ukuran yang ada bisa mencapai tujuan yang ditetapkan? Apakah waktu yang tersedia mencukupi untuk mencapai tujuan? Apakah kendala dan limitasi yang akan dihadapi bisa dipahami? Bisakan kita mencapai rencana ini dengan sumberdaya yang dimiliki? Apakah pihak lain pernah bisa mencapai tujuan ini? Apakah rencana ini mungkin dicapai? Apakah sumberdaya yang ada bisa mencapai tujuan ini? Haruskah ada perubahan/revisi prioritas organisasi untuk mencapai apa yang sudah direncanakan? Apakah mungkin untuk mencapai tujuan tersebut? Kapan tujuan tujuan tersebut akan tercapai?
Kerangka Waktu
Apakah ada kejelasan kapan awal mula pekerjaan tersebut?