Lampiran 1: Mengelola Keuangan Keluarga Baru MENIKAH adalah bersatunya dua manusia yang membentuk keluarga baru. Banyak hal penting yang harus dikendalikan secara bersama. Salah satunya adalah mengelola keuangan dengan benar. Selamat datang di dunia pernikahan, sebuah dunia di mana sebagian besar pengaturan hidup tidak lagi hanya bertumpu pada diri Anda, melainkan juga keluarga baru yang Anda cintai. Satu dari banyak perubahan pengaturan ini termasuk juga adalah pengaturan keuangan keluarga. Sebagai seseorang yang telah menikah, pasti lebih banyak pertimbangan dalam pengelolaan keuangan di banding ketika masih lajang. Berikut ini beberapa hal pengaturan keuangan yang lazim terjadi dan layak di pertimbangkan:
Penghasilan Sebagai keluarga baru, tentu saja ada yang berubah pada penghasilan keluarga. Jika sebelum menikah, sumber penghasilan Anda satu-satunya adalah diri Anda maka sekarang sumber penghasilan keluarga bertambah yaitu, pasangan Anda. Semua penghasilan tersebut dapat Anda gunakan untuk keperluan pribadi. Oleh karena itu, setelah menikah ada beberapa pola sumber dan alokasi penghasilan yang mungkin terjadi: 1. Suami berpenghasilan sementara istri tidak berpenghasilan. Bisa jadi Setelah menikah Anda memutuskan untuk berhenti bekerja. Dengan demikian seluruh penghasilan keluarga bersumber pada suami. Meskipun demikian, dalam pengelolaannya, bisa saja Anda yang mengelola dengan persetujuan bersama 2. Suami berpenghasilan, istri tetap berpenghasilan. Di sini suami bekerja, sehingga mendapat penghasilan dan Anda tetap bekerja sehingga mendapat income. Untuk masalah pengelolaan double income atau penghasilan ganda seperti ini, bisa dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama 3. Istri berpenghasilan, suami tidak berpenghasilan. Meski jarangterjadi, tetapi tidak menutup kemungkinan kondisi ini terjadi. Dalam hal ini, istrilah satu-satunya sumber penghasilan keluarga.
Pengeluaran Selain pola penghasilan yang berubah setelah menikah, pola pengeluaran pun berubah. Jika sebelumnya seluruh penghasilan Anda dapat digunakan untuk keperluan pribadi, maka setelah menikah muncul pos-pos pengeluaran lainnya. Misalnya, cicilan kredit rumah, pos belanja rumah tangga sehari-hari, tagihan listrik, air, telepon, uang sekolah anak dan masih banyak lagi lainnya. Banyak pos pengeluaran bersama keluarga ini masih bertambah lagi dengan pos pengeluaran pribadi Anda dan pasangan yang akan tetap ada. Untuk itu, Anda dan pasangan harus menetapkan prioritas pengeluaran dan siapa yang menanggung biaya masingmasing pos. Beberapa pola yang lazim terjadi sebagai berikut: • Dalam hal suami yang bekerja dan istri tidak bekerja serta tidak ada penghasilan, maka seluruh pengeluaran keluarga ditanggung oleh suami. Dalam keperluan istri, biasanya suami akan memberikan uang sejumlah tertentu kepada istri untuk keperluan pribadinya. Di sini pengelolaan keuangan keluarga bisa dilakukan oleh suami maupun istri, tergantung kesepakatan berdua • Dalam hal suami dan istri sama-sama bekerja, ada beberapa pola yang lazim dilakukan: 1.
Suami dan istri secara bersama-sama sesuai dengan kesepakatan menanggung pengeluaran keluarga, sementara keperluan lain ditanggung oleh masing-masing pihak. Yang lazim terjadi ialah suami bertanggung jawab untuk pengeluaran semacam, cicilan, biaya sekolah anak, gaji pembantu dsb.nya. Sedangkan istri lebih banyak berurusan dengan biaya-biaya keperluan rumah tangga, belanja dapur dan sebagainya.
2.
Suami menanggung seluruh biaya pengeluaran keluarga dengan penghasilannya, sementara penghasilan istri dipergunakan untuk keperluan pribadi istri. Dalam hal ini alokasi pengeluaran istri sepenuhnya menjadi urusan istri sendiri, sementara pengeluaran keluarga bisa dikelola bersama.
Tabungan Selain penghasilan dan pengeluaran, yang tidak boleh terlupakan adalah masalah tabungan. Di sini Anda dan pasangan perlu mendiskusikan tabungan pribadi dan tabungan bersama. 1.
Tabungan pribadi adalah tabungan untuk keperluan pribadi Anda dan pasangan. Tujuan lebih untuk berjaga-jaga jika ada keperluan pribadi yang bersifat darurat dan mendesak sehingga tidak perlu mengganggu keuangan rumah tangga. Setoran tabungan pribadi ini tentu menjadi tanggung jawab masing-masing pihak.
2.
Tabungan bersama lebih bersifat investasi untuk mencapai tujuan keuangan keluarga seperti untuk pendidikan anak, liburan keluarga, membeli mobil atau rumah. Dalam hal tabungan bersama, perlu dibicarakan siapa yang bertanggung jawab dalam setoran tabungan tersebut, bagimana pembagian proporsi setorannya, atau bagaimana membagi tanggung jawab setoran berdasarkan pos-pos tabungan tertentu. Selamat menempuh hidup baru dan menikmati mengelola keuangan dalam keluarga baru Anda.
Lampiran 2 : 4 Pilar Manajemen Keuangan Keluarga 4 pilar penting dalam manajemen keuangan keluarga. (1) (2) (3) (4)
Bersyukur, Keterbukaan, Saling percaya, dan Cita-cita keluarga
Persoalan uang sering dituding sebagai biang pemicu perselisihan dalam keluarga. Bagaimana sebaiknya pasangan suami-istri mengelola keuangan keluarga, paparan berikut boleh diambil manfaatnya. Mengutip sebuah artikel, menurut Drs Richard Sutrisno, staf pengajar di LPPM, persoalan keuangan keluarga, bisa dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penyebabnya, yaitu karena kurangnya jumlah dana dan tiadanya keterbukaan di antara pasutri. Menurut pengalamannya sebagai konsultan masalah rumah tangga, masalah kekurangan uang banyak terjadi di kalangan ekonomi menengah bawah, sedangkan masalah ketidakterbukaan sering muncul di keluarga kelompok ekonomi atas. Namun kelebihan atau kekurangan uang itu relatif. Karena itu perlunya mengucap syukur akan mengatasi sikap pasangan yang selalu merasa kurang. Repot kalau bicara masalah kurang. Bila pendapatan bertambah, uang yang dibelanjakan juga akan melar. Jadi jatuhnya akan kurang terus. Maka, cobalah mengucap syukur dengan cara membandingkan dengan orang yang kemampuan ekonominya di bawah kita. Senjata pamungkas lain adalah keterbukaan, mulai terhadap jumlah dana yang ada, jenis keperluan, dan cara memenuhinya. Lambat laun keterbukaan akan menggiring pasangan suami-istri (pasutri) pada satu titik saling mempercayai dan menghargai. Dengan itu si istri tidak hanya akan menghargai besar-kecilnya penghasilan, tapi juga menghargai usaha dan kerja keras sang suami. Dalam sebuah keluarga, juga perlu adanya cita-cita keluarga yang dipahami oleh seluruh anggota keluarga. Cita-cita ini yang nantinya akan menjadi rujukan dalam pengaturan prioritas belanja keluarga. Prinsip bersyukur, keterbukaan, saling percaya, dan cita-cita keluarga berlaku juga bagi pasutri yang sama-sama memiliki penghasilan. Karena jika uang hasil suami ataupun istri dikelola berdasarkan empat prinsip tersebut, tidak ada lagi istilah ini uangmu atau ini uangku. Empat prinsip tersebut tidak hanya perlu dimiliki oleh suami-istri, namun juga setiap anggota keluarga, sesuai dengan tingkat umur dan kedewasaannya. Anak yang telah dewasa bisa diperkenalkan pada realitas mencari dan membelanjakan uang. Misalnya, mahasiswi tingkat akhir diberi kesempatan mengatur uang belanja keperluan rumah selama satu bulan. Sehingga selain belajar bertanggung jawab, anak pun merasa dipercaya oleh orangtua. Sedangkan untuk yang lebih muda, misalnya, anak SMU cukup diajari tentang nilai uang. Orang yang memiliki uang harus menggunakannya dengan cara yang baik, karena memperolehnya pun dengan memeras keringat. Dengan adanya pemahaman tersebut, bila suatu ketika keluarga mengalami persoalan keuangan, seluruh anggota keluarga dapat ikut serta, saling membantu dalam mengatasinya. (dikutip dari IndoFamily.net)
Lampiran 3 : Pola Peengelola Keuangan Keluarga Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya perceraian. Perselisihan mengenai keuangan bisa saja terjadi disaat uang melimpah maupun disaat kekurangan uang. Masyarakat Indonesia merasa risih bila harus membicarakan masalah keuangan dalam keluarga. Oleh karena itu kami merasa perlu untuk terus menyerukan kepada semua kalangan masyarakat terutama pasangan suami istri untuk belajar saling terbuka mengenai keuangannya masing-masing. Kami sangat percaya bahwa setiap orang memiliki pandangan mengenai uang yang berbeda-beda karena suami atau istri dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Kegagalan dalam membicarakan soal uang di dalam keluarga berpotensi menimbulkan permasalahan. Banyak orang merasa bahwa membicarakan keuangan dalam keluarga adalah tabu. Namun menurut hemat kami, hal ini malah seharusnya dibicarakan. Kalangan ini pernah berpikir, Apakah dengan membiarkan persoalan keuangan dalam keluarga belarut-larut akan menyelesaikan segalanya? Atau bisa menjadi bola salju yang terus membesar? Persoalan kecil bisa menjadi besar bila tidak diatasi dan diselesaikan dengan bijak. Oleh karena itu dalam hal keuangan keluarga sangat dibutuhkan sebuah pola pengelolaan dimana masing-masing individu di dalam keluarga (suami dan istri) memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan pembagian tanggung jawab serta diskusi yang mendalam dapat meringankan persoalan yang mungkin timbul di masa depan. Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang bisa Anda pilih sesuai dengan keinginan Anda bersama pasangan Anda. Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang ada. Hal terpenting disini adalah saling keterbukaan serta menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung jawab bersama. 1. Uang bersama dan Sistem Amplop Penghasilan suami istri langsung digabung bersama. Setelah itu, gabungan kedua pendapatan langsung dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap pos diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan rumah tangga makan minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop tersendiri. Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami atau istri, atau khusus membuka lagi account bersama di bank untuk ‘menampung’ sisa amplop setiap bulannya. 2. Membagi Berdasar Persentase Bentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau persentase Seluruh kebutuhan keluarga setiap bulan dihitung termasuk pos darurat dan pos tabungan. Masing-masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut. Sisanya digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing "menyetor" 80 persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga masing-masing punya tabungan pribadi. 3. Membagi Tanggung Jawab Misalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan "berat", seperti membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, kebutuhan mobil, dan asuransi. Sementara bagian istri adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan dan pos tabungan. Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki pendapatan lebih besar, tentunya hal ini juga bisa dilakukan sebaliknya. Mana yang terbaik? Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya kesepakatan antara suami dan istri. Diskusikan hal ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan keuangan keluarga bukan lagi menjadi masalah dalam keluarga. Kalau istri tidak bekerja? Bagaimana? Ketiga contoh diatas merupakan pola alokasi dari pendapatan suami dan istri. Dimana suami dan istri bekerja dan
menghasilkan pendapatan secara regular setiap bulannya. Bagaimana pula bila hanya suami atau istri yang bekerja? Sedangkan pasangan yang lainnya tinggal di rumah? Bila hal ini yang menjadi pola keuangan di keluarga Anda tentunya akan sangat baik bila Anda dan pasangan Anda membicarakan tugas serta tanggung jawab masing-masing. Mungkin Anda sebagai suami karena bekerja yang berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarga. Sedangkan istri yang tinggal di rumah bertanggung jawab dalam hal rumah tangga, mulai dari persoalan belanja regular bulanan sampai alokasi tabungan (dari pendapatan suami) untuk berbagai macam tujuan keuangan keluarga yang dimiliki. Dalam hal ini istri harusnya seperti manejer dalam sebuah perusahaan. Dengan membagi tanggung jawab bersama, suami tidak lagi merasa lebih dibandingkan istri. Karena kedua individu dalam keluarga tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing. Untuk itulah keterbukaan dan diskusi mengenai keuangan menjadi sangat dibutuhkan. Tiga hal penting dalam mengelola keuangan bersama Pertama, pembagian kerja sangatlah dibutuhkan dalam hal mengatur keuangan. Contoh singkatnya, siapa yang membayar semua kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Misalkan Anda sebagai istri yang harus membayarnya maka suami dalam hal ini harus mentransfer dana yang cukup setiap bulannya untuk memenuhi semua kebutuhan keuangan keluarga. Bila Anda memutuskan untuk mendelegasikan satu orang untuk membayar semua tagihan bulanan keluarga maka hal penting yang harus diperhatikan adalah kejujuran. Dimana Anda berdua haruslah terbuka satu dengan yang lain berkenaan dengan permasalahan uang. Jangan sampai bila Anda menggunakan rekening bersama dan salah satu dari Anda mengambil dana dalam jumlah besar dan tidak mengatakan kepada pasagan Anda. Begitu pasangan Anda membutuhkan untuk hal yang sangat penting ternyata dan yang tersedia tidak mencukupi. Kedua, pengeluaran yang disepakati menjadi sangat vital. Anda berdua harus mencapai kata sepakat dalam merencanakan pengeluaran. Hal ini biasanya berkaitan dengan pengeluaran yang tidak tetap, misalkan keputusan untuk mengganti mobil dengan yang baru setelah beberapa tahun? Atau apa yang Anda berdua pikirkan berkenaan dengan liburan? Sebagai kesimpulan, Anda harus membicarakan dan bersepakat dalam kebutuhan yang harus dipenuhi, apa yang menjadi keinginan bersama dan apa yang dapat Anda penuhi. Hal terakhir yang menjadi sangat penting adalah menabung. Dalam hal ini visi kedepan menjadi sangat penting. Dimana dengan tujuan yang Anda dan pasangan tentukan akan memberikan motivasi serta pemilihan strategi yang dapat membantu Anda mencapai tujuan masa depan yang dimiliki. Dengan begitu Anda juga akan melihat pentingnya pengalokasian dana saat ini dan dimulai saat ini juga. Demikianlah ulasan singkat seputar uang dalam kaitannya dengan hubungan suami istri di dalam keluarga. Semoga memberikan masukan dan tambahan ilmu bagi Anda. * Muhamad Ichsan, ChFC, MsFin, adalah parkitisi dan akademisi di bidang perencanaan keuangan. Ia adalah Managing Partner pada PrimaPlanner dan Direktur Program IFPI, serta mengajar di Ubinus dan STAN. Ichsan dapat dihubungi melalui email:
[email protected]