http://irma-teknikkimia.blogspot.co.id/2013/04/proses-industri-kimia-keramik.htm l besi http://dokumen.tips/documents/proses-pembuatan-ammonia.html https://www.typing.com/student/lessons/359/j-f-and-space laporan fisika : http://yuspitersahabat.blogspot.co.id/2014/06/laporan-praktikum-fisika-dasar-1.h tml QQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQSD Archives Archives Follow Blog via Email Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new po sts by email. Join 9 other followers me all I have is this picture in a frame that I hold close to see your face everyda y with you is where I'd rather be long distance - bruno mars Top Posts & Pages KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT VISKOSITAS PENURUNAN TITIK BEKU DAYA HANTAR LISTRIK Volume Molal Parsial ANALISIS KONSTANTA IONISASI DUA ASAM DENGAN TEKNIK TITRASI POTENSIOMETRIK SOAL DAN JAWABAN PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK Analisis dan Penentuan Konstanta Disosiasi Asam dengan Titrasi pH yang Dikon trol dengan Komputer MAKALAH KIMIA MEMBRAN kimia disekitar kita dia ada disekitar kita, mulai kita bangun hingga tidur, mulai kita ada hingga ti ada, everything!!! ^^ SOAL DAN JAWABAN PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK Nih kawand, saya ada file untuk latihan mengerjakan soal-soal mata kuliah Penent uan Struktur Senyawa Organik. :) SOAL DAN JAWABAN PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK (IR, NMR, MS) ini ada juga soal lain, tapi tanpa jawabannya. ^^ oya, sekedar saran saja. kalau belajar mata kuliah ini lebih baik belajar bareng bareng. :) Soal_NMR hm,,, kalau masih bingung ngerjakannya dan ingin baca-baca lagi materinya. nih a da diktat materi dari dosen saya. DIKTAT H NMR
DIKTAT SPEKTROSKOPI MASSA "Aku tak tau seperti apa dunia melihatku,tetapi aku melihat diriku sendiri sebag ai seorang anak yang bermain-main di tepi pantai, berlarian kesana dan kemari me ncari kerang-kerang kecil, sedangkan lautan kebenaran yang sangat luas terbentan g tak tertaklukkan di belakangku" - Isaac Newton Aku tak tau seperti apa dunia melihatku,tetapi aku melihat diriku sendiri sebagai seorang anak yang bermain-main di tepi pantai, berlarian kesana dan kemari menc ari kerang-kerang kecil, sedangkan lautan kebenaran yang sangat luas terbentang tak tertaklukkan di belakangku Isaac Newton June 9, 2013 Leave a comment VISKOSITAS BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Viskositas merupakan karakteristik dari suatu zat cair yang disebabkan karena ad anya gesekan antara molekul molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair ter sebut. Gesekan gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Karakteristik ini penting pada proses industri untuk menentukan standar kualitas maupun standar k erja produk. Viskositas larutan polimer adalah ?. Jenis jenis viskositas diantaranya viskosit as relative, viskositas spesifik, viskositas intrinsic, dan viskositas inheren. Viskositas yang paling bermanfaat dan mudah dipakai karena bisa dengan berat mol ekul pada persamaan Mark-Houwink adalah viskositas intrinsik. Faktor faktor yang mempengaruhi viskositas suatu zat cair antara lain suhu, teka nan, konsentrasi larutan, dan berat molekul terlarut. Selain faktor faktor terse but peneliti meneliti pengaruh perbedaan pelarut pada selulosa untuk menentukan viskositas intrinsic dan nilai konstanta viskometrinya berbasis studi literatur.
1.2.Rumusan Masalah 1)
Pelarut apa yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar?
2)
Pelarut apa yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil?
1.3.Tujuan 1) Untuk mengetahui pelarut yang mempunyai nilai viskositas intrinsic palin g besar. 2) .
Untuk mengetahui pelarut yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil
1.4.Manfaat
1) Dapat mengetahui pelarut yang mempunyai nilai viskositas intrinsic palin g besar. 2) .
Dapat mengetahui pelarut yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Selulosa Secara kimia, selulosa merupakan senyawa dengan bobot molekul tinggi, strukturny a teratur, polimer linier dari unit ulang ß-D-glukopiranosa. Karakteristik selulos a antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentuka n mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selul osa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya. Struktur selulosa terdiri dari unsur C,O,H yang membentuk rumus molekul (C6H10O5 )n, dengan ikatan molekulnya ikatan hydrogen yang sangat kuat. Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus OH ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus O, -N, dan S, membentuk ikatan hidrogen. Ikatan H juga terjadi antara gugus OH selulosa dengan air. Gugus-OH selulosa menye babkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memiliki gugus-H d i kedua ujungnya. Ujung C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai selulosa dis tabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di dalam selulosa al ami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline) dimana setiap rantai selulosa diikat ber sama-sama dengan ikatan hydrogen(Anonim, 2012).
2.2. Viskositas Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Ke kentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk meng alir. Viskositas cairan akan menimbulkan gesekan antar bagian atau lapisan caira n yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan yang terjadi diti mbulkan oleh gaya kohesi di dalam zat cair (Yazid, 2005). Faktor 1)
faktor yang mempengaruhi viskositas sebagai berikut (Bird, 1987) : Tekanan
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak di pengaruhi oleh tekanan. 2)
Temperatur
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangakan viskositas akan naik denga n turunnya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul molekulnya memperoleh en ergi. Molekul molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul mele mah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan tempertatur. 3)
Adanya zat lain
Adanya bahan tambahan seperti bahan suspense meningkatkan viskositas air 4)
Ukuran dan berat molekul
Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. 5)
Ikatan
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak. Viskositas air naik den gan adanya ikatan hydrogen. Jenis viskositas diantaranya viskositas relatif,viskositas spesifik, viskositas intrinsik, dan viskositas inheren. Viskositas relatif merupakan rasio viskositas larutan terhadap viskositas pelarut yang proporsional dengan pendekatan pertama untuk larutan encer ke rasio waktu aliranyang sesuai. Viskositas spesifik merup akan kenaikan fraksi (bagian) dalam viskositas.Viskositas intrinsik dapat dipero leh dari viskositas spesifik yang dibagi oleh kensentrasi dan ekstra polasi ke n ol. Viskositas inheren digunakan sebagai indikasi pendekatan dari bobot molekul. Viskositas yang paling bermanfaat dan mudah dipakai karena bisa dihubungkan ke b erat molekul pada persamaan Mark-Houwink adalah viskositas intrinsik (Steven 200 1). Ada beberapa macam viskometer untuk menentukan viskositas suatu zat cair, yaitu viscometer Oswald, viscometer Hoppler dan viscometer cup bob. Viscometer yang d igunakan dalam penelitian ini adalah viscometer Oswald. Metode Oswald ditentukan berdasarkan hukum Poiseuille menggunakan alat viskosimeter Ostwald. Penetapanny a dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa kapiler dari x ke y. Cairan yang akan diukur viskositasnya dimasukkan k e dalam viskosimeter yang diletakkan pada termostat. Cairan kemudian dihisap den gan pompa ke dalam bola A sampai diatas tanda x. Cairan dibiarkan mengalir ke bawah dan waktu yang diperlukan dan x ke y dicatat (Yazid,Estein,2005). Viskosimeter Ostwald terdiri dari bola dengan nilai batas atas (x)dan (y), yang terkait dengan tabung kapiler B dan bola tempat cuplikan C. Volume cairan awal dimasukkan ke dalam bola C, kemudian dihisap ke A dan kemudian dilihat waktu ali r dari cairan yang berada di antara x dan y. Kemudian perlakukan diulang untuk c airan yang lain. Tekanan yang terjadi selama mengalirnya cairan melalui kapiler B adalah sebanding dengan hgp, dimana h adalah perbedaan tinggi diantara bola tempat mengalirnya cairan. Sebagai nilai awal dan nilai akhir sama tiap kasus, dimana bergatung pada tekanan dan juga densitas cairan.
Dimana t1 dan t2 adalah waktu alir (Glastone,Samuel,1959).
2.3. Viskositas Intrinsik Bilamana bahan polimer bercampur dengan suatu pelarut (cairan berbobot molekul r endah) terlebih dahulu akan terjadi peristiwa penggembungan, dengan molekul pela rut yang terdispersi di antara rantai polimer. Bila jumlah pelarut semakin besar , interaksi antar sesama rantai polimer menjadi semakin lemah dan akhirnya lepas sama sekali membentuk larutan polimer. Bobot molekul polimer dapat ditentukan d engan cara pengamatan sifat fisik larutannya, seperti ultrasentrifugasi, metode viskositas, dan teknik Kromatografi Permeasi Gel (GPC). Salah satu karakteristik dari larutan polimer berbobot molekul tinggi dibandingk
an dengan pelarut murninya adalah kenaikan viskositas larutannya oleh pertambahan konsentrasi. Karena berat/ukurannya yang besar, molekul polimer dala m larutan akan menurunkan mobilitas dan mempengaruhi sifat aliran campuran yang sebanding dengan jumlah molekul terlarut. Karena itu, pengamatan perubahan viskositas ini dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul polimer tersebut (Wirjosentono,B, 1995).
Viskositas intrinsik paling bermafaat dan mudah dipakai karena bisa dihubungkan ke berat molekul oleh persamaan empiris Mark-Houwink,
K dan a adalah tetapan karakteristik polimer-pelarut pada suhu tertentu(Stevens, M.P,2001). Viskositas dari suatu larutan kitosan diukur menggunakan viskometer. Viskositas spesifik dihitung dengan cara berikut :
? sp = viskositas spesifik (detik) t to
= =
waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan sampel (detik) waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan solvent (detik)
Dengan cara ini akan diperoleh viskositas spesifik, yang tidak mempunyai satuan. Viskositas spesifik digunakan nilainya untuk penentuan viskositas intrinsik dan berat molekul. Berat molekul selulosa ditentukan berdasarkan viskositas intrin sik menurut persamaan Mark-Houwink berikut ini :
[?] = viskositas intrinsik ( ml/g) K = Konstanta untuk pelarut (ml/g) a = konstanta M = berat molekul Viskositas intrinsic selulosa dapat ditentukan apabila nilai K dan a untuk pelar ut yang digunakan telah diketahui. Persamaan Mark-Houwink dengan harga tetapan y ang bersangkutan hanya berlaku untuk polimer rantai lurus. Hubungan viskositas i ntrinsik dengan bobot molekul untuk polimer cabang dan kopolimer memerlukan per samaan yang lebih rumit. Percabangan pada rantai polimer akan menaikkan rapatan segmen dalam gulungan, sehingga rantai ini mempunyai volume-hidrodinamis yang l ebih kecil. Akibatnya, mobilitas molekul rantai cabang akan lebih besar (mempuny ai viskositas intrinsik lebih kecil) dibanding dengan rantai lurus berbobot mol ekul sama (Wirjosentono,B,1995).
"Science is organized knowledge. Wizdom is organized life" - Immanuel Kant, (Cri tique of Pure Reason)
Science is organized knowledge. Wizdom is organized life of Pure Reason) June 9, 2013 Leave a comment MAKALAH KIMIA MEMBRAN
Immanuel Kant, (Critique
unej MAKALAH
Pembuatan Membran Ionomer dari polistirena sulfonat dengan Karakterisasi Konduktivitas Proton dan Permeabilitas Metanol .
Sumber : Journal of Membrane Science 166 (2000) 189 197 Peneliti : N. Carrettaa, V. Tricolia,*, dan bF. Picchioni aDipartimento di Ingegneria Chimica, Chimica Industriale e Scienza dei Materiali , University of Pisa, 56126 Pisa, Italy. bDipartimento di Chimica e Chimica Industriale, University of Pisa, 56126 Pisa, Italy.
Penulis makalah :
Nirka Ardila (091810301003)
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember 2012 BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Aplikasi dari membrane elektrolit polimer padat merupakan salah satu dari varias i teknologi elektrokimia. Salah satunya adalah Nafion, sebagai ionomer perflour ide digunakan untuk material membrane. Nafion digunakan sebagai material membran e karena memiliki stabilitas terhadap bahan bahan kimia dan konduktivitas proton yang baik. Akan tetapi, material membrane nafion ini harganya sangat mahal. Ole h karena itu, para peneliti berusaha membuat material membrane yang murah namun kualitasnya baik. Salah satunya dengan menggunakan teknik cangkokan radiasi (the radiation graftin g). Selain itu juga menggunakan metode pelarutan air dalam media inert(matrik po limer yang tidak larut). Baru baru ini juga dikembangkan membrane keramik yang d iolah dengan beberapa macam asam. Membrane ini baik karena tahan terhadap bahan bahan kimia dan suhu yang tinggi serta konduktivitas yang tinggi. Namun, pada ma terial membrane ini masih menjadi keraguan terhadap keamanan dari adanya asam da lam membrane dalam jangka waktu yang lama. Sehingga, dilakukan penelitian untuk mendapatkan membrane ionomer yang memiliki biaya rendah dengan membuat membrane ionometri dari polistiren sulfonate. 1.2. Rumusan masalah Membrane ionomer yang ada sekarang meskipun kualitasnya baik seperti memiliki ko nduktivitas proton dan tingkat permeabilitas terhadap larutan tinggi, akan tetap i harganya mahal. Sehingga, dilakukan penelitian untuk membuat membrane ionomer yang ekonomis dengan kualitas yang baik. 1.3.Tujuan 1.3.1.
Untuk mendapatkan membrane ionomer yang biayanya murah
1.3.2. Untuk mendapatkan membrane yang berpotensial digunakan pada berbaga i aplikasi elektrokimia 1.3.3.
Untuk mensintesis membrane polistiren sulfonate
1.3.4. Untuk mengetahui konduktivitas proton dan permeabilitas membrane pol istiren sulfonate BAB II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Polistirena Polistirena adalah polimer linear yang secara kimia bersifat inert. Polistirena bersifat kaku, sifat optis yang bagus, tahan terhadap zat alkalis, halide asam d an agen agen oksidasi reduksi(Ulrich, 1993). Namun, polistirena dapat dinitrasi dengan uap asam nitrat dan disulfonasi dengan asam sulfat pekat pada suhu 1000ºC. Polistirena memiliki bentuk transparan dan indeks bias (1,60) yang tinggi sehing ga dapat berguna untuk komponen optic plastic dan baik untuk insulator listrik. Gaya tarik dari polistirena mencapai 8000 psi. polistirena digunakan untuk injek si cetakan seperti sisir, kancing, mainan, insulator listrik, lensa, radio, tele vise, kulkas, dan panel pencahayaan(Dara, S.S., 1986). Dibawah ini adalah skema pembuatan polistirena : Terdapat kesukaran dalam pemurnian stirena melalui penyulingan karena monomer mu dah terpolimerkan sekalipun pada suhu sedang. Stirena dapat dipolimerkan dengan menggunakan sinar matahari ataupun katalis dimana derajat polimerisasinya bergan tung pada kondisi polimerisasi. Polistirena merupakan bahan yang dapat dilunakka n pada suhu sekitar 1000ºC. polistirena tahan terhadap zat pengarat (korosif) teta pi larut dalam hidrokarbon aromatic dan berklor. Dalam propanon, polistirena han ya mengembung(Crowd, 1991).
2.2. Reaksi Sulfonasi Sulfonasi adalah suatu reaksi untuk memodifikasi bahan polimer yang memiliki cin cin aromatic sebagai rantai utamannya. Sulfonasi termasuk dalam reaksi elektrofi lik sehingga reaksi ini bergantung pada tipe gugus yang terikat pada cincin arom atis dimana polimer dengan gugus difenil eter dapat disulfonasi di bawah kondisi dingin karena adanya efek donasi electron dari gugus eter. Sulfonasi dari polim er aromatis bisa menjadi sangat kompleks karena reversibilitasnya. Untuk itu, re produksibiltas dengan menggunakan kondisi reaksi yang sama bisa menjadi hal yang sangat sulit(Pinto, 2006). Sulfonasi benzene dengan asam sulfat berasap (H2SO4 + SO3 ) menghasilkan asam be nzene sulfonat Sulfonasi bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotrop kinetic yang sedang dimana ion benzenoium antara dalam sulfonasi dapat kembali ke benzene atau terus ke asam benzenasulfonat dengan hampir sama mudahnya. Gugus asam sulfonat mudah dignatikan oleh gugus lain. Oleh karena itu, asam sulfonat merupakan zat antara yang bermanfaat dalam sintesis (Fessenden, 1986). Sulfonasi polistirena telah banyak di pelajari oleh banyak peneliti meskipun han ya sedikit literature yang membahas tentang reaksi sulfonasi dan sifat termal da ri produk yang dihasilkan. Secara umum, sulfonasi bahan polimer dapat dilakukan dengan reaksi heterogen dimana bahan polimer dan agen sulfonasi berada dalam fas a yang berbeda atau dengan reaksi homogen dalam pelarut hidrokarbon atau pelarut terkloronasi. Senyawa seperti H2SO4 dan SO3 adalah agen sulfonasi untuk berbaga i bahan polimer termasuk polistirena. Agen sulfonasi lain yang bisa digunakan ad alah kompleks dari trietil fosfat bersama sulfur trioksida dan kompleks asetil s ulfat dalam larutan dikloroetana. Adapun reaksi sulfonasi polistirena dengan men ggunakan agen sulfonasi asetil sulfat : Bahan polimer yang telah tersulfonasi dianggap sebagai senyawa makromolekul yang mengandung gugus sulfonic SO3H dengan sifat kimia dan mekanik yang disukai sehin gga banyak diaplikasikan dalam industry seperti untuk bahan penukar ion, membran e untuk ultrafiltrasi dan plasticizer untuk komposit konduktif (Martin, 2003). 2.3. Polistirena sulfonat Polistirena sulfonat P(S-SS)x banyak diproduksi dengan sulfonasi post-polimerisa si dari polistirena yang menangkap gugus asam sulfonic pada posisi para dari cin cin fenil dan dapat menghasilkan distribusi yang hampir acak, x mewakili derajat sulfonasi. Sifat unik dari polistirena ini adalah kekuatannya, sifat hidrofilik nya dan konduktivitas proton mulai dari penggabungan dari asam sulfonic pada lev el yang bervariasi. Keistimewaannya ini digunakan secara meluas untuk berbagai a plikasi seperti adhesive, membrane fuel cell, transfer ion dalam system pemurnia n elektromigrasi, katalis. Asanya sintesis senyawa ini dalam ukuran kecil member ikan keuntungan karena dapat meningkatkan area permukaan spesifik (Zhou, 2006). Dibawah ini adalah struktur dari polistirena sulfonat : 2.3. Struktur nafion BAB III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat
Tabung reaksi Labu ukur Beaker glass Gelas ukur Pengaduk Pipet tetes Kertas saring Biuret Erlemeyer Set alat kondensasi refluk FT-IR spektroskopi Teflon oven vakum micrometer digital(heidenhain) Potensiostat 3.1.2. Bahan Asetil sulfat Asetat anhidrat 1,2-dikloroetana asam sulfat (95%) 2-propanol aquades methanol toluene natrium hidroksida standart fenolftalein n-butanol 1-butanol 3.2. Skema Kerja 3.2.1. sulfonasi dari poli(stiren) Disiapkan sebagai reagen pengsulfasi Diukur volume dari asetat anhidrat dan di tambahkan 1,2-dikloroetana (DCE) d engan perbandingan volume 2 kali volume asetat anhidrat. Dimasukkan dalam tabung reaksi (tekanan atmosfer nitrogen) Didinginkan pada suhu 0º. Ditambahkan asam sulfat (95%) sambil dialiran gas nitrogen. Ditambahkan asetat anhidrat Di tutup tabung reaksi Dihasilkan asetil sulfat dalam larutan DCE yang siap digunakan
Hasil Dilarutkan dalam 200 mL DCE Dikondisikan dibawah tekanan nitrogen Dipanaskan pada suhu 60ºC dengan kondensasi refluk Ditambahkan asetil sulfat Dilakukan pengadukan selama 2 jam supaya terjadi reaksi sulfonasi Ditambahkan 10 ml 2-propanol Didinginkan
Dipekatkan dengan menguapkan 50ml DCE pada kondisi vakum Diendapkan polimer yang sudah tersulfasi dengan penambahkan 1,5 L aquades Disaring polimer yang sudah terbentuk dengan pencucian selama 2 jam mengguna kan aquades 1 L Disaring lagi Hasil Dikeringkan polimer dalam kondisi vakum pada suhu 60ºC selama 2 hari 3.2.2. Analisis dari hasil sulfonat Dikarakterisasi dengan FT-IR spektroskopi (perkin-elmerspektrometer infra me rah model 1600) untuk memastikan adanya gugus gugus sulfonat yang berikatan deng an fenil Dilakukan penentuan derajat sulfonasi dalam polimer dengan cara titrasi Dilarutkan 0,3 g polimer yang telah tersulfonasi kedalam 30mL campuran metha nol dengan toluene (perbandingan volume 9 :1) Dilakukan pengenceran lima kali pada 0,1 N natrium hidroksida standart dalam methanol Hasil Digunakan fenolftalein sebagai indikator 3.2.3. Persiapan membrane · Dimasukkan dalam campuran toluene dan n-butanol (perbandingan volume 7 : 3 ) Disaring · Dimurnikan didalam Teflon dan ditempatkan di dalam oven vakum pada suhu ruang · Ditingkatkan suhu sampai 50ºC dan polimer dikeringkan dalam kondisi vakum selama 1 jam Diionisasi lagi dengan air pada suhu 80ºC selama 3 jam · Hasil Diukur ketebalan membrane dalam keadaan kering dengan alat micrometer digital(he idenhain) Asam sulfurat 10-5 M 3.2.4. Pengukuran konduktivitas Diionisasi dengan air (18MO cm) · dimasukkan dalam wadah dalam sel kompartemen four probes dc technique · Dihubungkan kedua elektroda yang berupa platinum ke EG & G potensiostat/glva nostat(model 273) yang bekerja dengan modus galvanostatik Hasil Diproduksi arus dari proton Larutan methanol ( volume 8%) 3.2.5. Penentuan permeabilitas
· Dicampur dengan 1-butanol (volume 0,2%) dalam air yang terionisasi Dimasukkan dalam satu kompartemen dari sel (VA = 10,2 ml) · Dimasukkan 1-butanol (volume 0,2%) dalam air yang terionisasi kedalam ko mpartemen dari sel (VB = 14 ml) · Dijepit membrane dengan luas area (4,9 cm2) diantara dua komparteman · Hasil Diaduk selama percobaan dan methanol akan melintasi membrane sebagai akibat dari perbedaan konsentrasi Dihitung permeabilitas membrane BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.2. Pembahasan Alat FT-IR bisa mengidentifikasi adanya gugus sulfonat pada polimer. Dari alat F T-IR didapatkan nilai absorbansi doublet center pada frekuensi 1340cm-1 yang men garah pada vibrasi stretching asimetri pada ikatan O=S. Vibrasi simetri dari ika tan ini menghasilkan karakteristik tanda split dari absorbansi pada 1150 1185 cm -1. Disiapkan variasi derajat sulfonasi. Variasi ini dikontrol dengan mereaksikan po limer dasar dengan perbedaan konsentrasi asetil sulfat (10% 20%). Pada gambar 1, konsentrasi sebenarnya dari gugus asam sulfonat, ditentukan dengan titrasi. Se bagai fungsi dari perhitungan konsentrasi asetil sulfat. Konsentrasi reaktan sul fonasi mencapai hingga 15 mol%. Kapasitas ion exchange dari polimer sulfonat (SP S) ada pada table 1. Kelenturan dari membrane bergantung pada konsentrasi gugus sulfonat. Membrane SPS10 agak rapuh dan kaku, sifatnya berlawannan dengan SPS20 yang dapat bengkok. Membrane SPS20 seperti plastic ketika terdehidrasi. Membran e ini homogen dan ketebalannya hampir seragam (table 1). 4.2.1. konduktivitas proton Gambar 2 adalah plot konduktivitas proton Arrhenius dari berbagai membrane SPS d engan variasi suhu pada sumbu X. Konduktivitas proton merupakan arus proton yang dihasilkan berasal dari dua wada h yang dihubungkan oleh elektroda pt(working electrode), elektroda calomel(refer ence electrode) yang berisi larutan asam sulfat yang telah terionisasi dengan ai r dan membrane yang telah dihubungkan dengan elektroda EG & G potensiostat, metr ohm, dan multimeter. Proses yang terjadi pada permukaan elektroda adalah : Anoda
: H2O à ½ O2 + 2H+ + 2e
Katoda
: 2H+ + 2e
à H2
Berdasarkan grafik, ternyata variasi suhu mempengaruhi hasil konduktivitas proto n. Energy aktivasi dari perpindahan proton dengan konduktivitas pada suhu kamar dan 60ºC tertera pada table 1. Energy aktivasi untuk SPS15 lebih tinggi dibandingk an membrane yang lebih tersulfonasi, yakni lebih sedikit unggul dari Nafion(11kJ .mol-1). Sedangkan data pada gambar 2 menunjukkan konduktivitas dari berbagai va riasi membrane SPS pada variasi suhu. Dari grafik tersebut tidak ditemukan perbe daan antara dua nilai konduktivitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa membrane i sotropic dengan migrasi proton.
Sementara konduktivitas nafion meningkat tajam akibat kondisi suhu yang dikondis ikan(direndam dalam air pada suhu 80ºC selama beberapa jam). Membrane SPS cukup se nsitive pada kondisi tersebut. selain itu, peneliti tidak menemukan degradasi ko nduktivitas dari membrane SPS yang dikondisikan(direndam dalam air pada suhu kam ar selama 2 bulan), sebagai saingan dari membrane nafion yang konduktivitasnya m enurun 30% selama periode waktu yang sama. 4.2.2.
Permeabilitas methanol
Gambar 3 menunjukkan konsentrasi methanol yang meresap dalam sel difusi dengan s umbu x sebagai waktu(min). Persamaan garis linier yang ada pada grafik sesuai de ngan persamaan dibawah ini : CB(t)= CA (t
to )
Keterangan :
CB = konsentrasi methanol terhadap fungsi waktu
A = luas membrane L = ketebalan D = difusivitas methanol (konstan) K = koefisien partisi (tidak bergantung pada konsentrasi) DK = permeabilitas membrane to = L2 Sehingga, untuk mengukur permeabilitas methanol dihitung dari slope persamaan ga ris liniernya. Berdasarkan grafik pada gambar 3 difusivitas methanol dalam memb rane permeable SPS15 jauh lebih kecil dari membrane SPS17. Selain itu, efek perm eabilitas pada variasi suhu membrane SPS15 juga jauh lebih kecil dari variasi me mbrane lainnya. Demikian pula untuk efek konduksivitas, energy aktivasi permeasi methanol dalam membrane SPS mempunyai nilai yang hampir sama dengan membrane na fion(18kJ.mol-1), dengan pengecualian energy dari SPS15 lebih tinggi. 4.2.3.
Diskusi
Pada gambar 5, konduktivitas membrane dan permeabilitas pada suhu kamar diplot s ebagai fungsi dari konsentrasi gugus asam sulfonat dalam polimer. Seperti yang d iharapkan, konduktivitas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi. Data yang me narik adalah peningkatan mendadak konduktivitas dan permeabilitas membrane pada konsentrasi 15mol%(ambang percolation). Peningkatan ini bisa terjadi ketika stru ktur membrane mikro heterogen dengna kutub ion yang kaya domains terpisah dari m atriks dielektrik nonpolar. Seperti struktur microphase-separated nafion, noncro ss-linked ionomers lainnya dan block copolymer ionomers. Sehingga dapat dikataka n bahwa ion yang kaya domain seperti pada nafion, ion bermigrasi dari domain ter sebut, dan juga terjadi swollen(penggembungan) dengan air. Baru baru ini ditemuk an bukti bahwa molekul polar kecil seperti methanol juga bisa menembus membrane melalui daerah hidrofilik. Berdasarkan penjelasan diatas, maka untuk polistiren sulfonat dengan sulfonasi y ang rendah, ion kaya domain dan wilayah konduksi atau difusi dari methanol tidak dapat terjadi. Namun, ketikan polimer dasar lebih tersulfonasi, maka jumlah dan ukuran domain mengalami peningkatan. Sehingga ambang percolation dapat di temuk an. Sementara untuk membrane dasar yang tidak ada konduktivitas pada sulfonasi dibaw
ah 10mol%. Sedangkan konduktivitas proton yang tinggi pada konsentrasi di atas 1 5mol%. Kemudian dilakukan pengukuran konduktivitas pada membrane SPS20 pada suh u kamar sebesar 5 x 10-2 O-1 cm-1, yang mana hampir sama dengan konduktivitas da ri nafion. Pada prinsipnya, konduktivitas masih lebih bisa ditinggikan dengan ca ra mengsulfonasikan lagi polimer. Namun, diperkirakan membrane akan menjadi muda h larut dalam air. Secara umum, ketika terjadi pengendapan dalam air, pada membr ane terbentuk partikel yang mudah dipisahkan saat filtrasi(penyaringan). SPS20 d iketahui membentuk suspense partikel yang cukup kecil dalam air, meskipun masih dapat dipisahkan dengan kertas saring. Oleh karena alas an inilah, peneliti tida k menyiapkan polimer dengan tingkat sulfonasi yang tinggi. Membrane SPS20 merupakan membrane yang berpotensial untuk aplikasi berbagai pros es dalam sistem elektrokimia kareana nilai konduktivitas yang tinggi dan juga pe ngeluaran biaya yang lebih murah dari pada nafion. Peneliti tertarik dalam pengembangan membrane ionomer baru yang digunakan dalam sel bahan bakar elektrokimia yang beroperasi pada suhu rendah (60-90ºC) dengan met hanol cair sebagai feed(umpan). Mungkin aplikasi semacam itu memerlukan membrane proton yang menjadi konduktif dan kedap tehadap methanol pada saat yang bersama an. Kualitas ini ditunjukkan pada rasio antara konduktivitas ion hydrogen dan pe rmeabilitas methanol. Semakin tinggi rasio maka semakin baik membrane tersebut u ntuk sel bahan bakar. Polistirene yang digunakan dalam kerja ini adalah pada the mperature glass 87ºC. Ketika tersulfonasi sebagian maka transisi suhu akan meningk at, sesuai dengan tingkat sulfonasi. Polimer yang tersulfonasi umumnya themperat ure glass dibawah 100ºC dan kurang permeable terhadap methanol untuk sulfonasi dib awah konsentrasi 10mol%. Pada gambar 5 permeabilitas paling tinggi pada konsentr asi 15mol%. Pada gambar 6 dipaparkan bahwa perbandingan permeabilitas terhadap k onduktivitas ? untuk SPS18, SPS20 dan Nafio pada variasi suhu 20-60ºC. Beberapa membrane SPS memiliki nilai ? yang lebih tinggi dari nafion. Nilai ? me ningkat juga pada polistirene ketika penambahan proses sulfonasi. Hasil membrane yang terbaik jatuh pada membrane SPS20 karena memiliki kemampuan konduktivitas dan permeabilitas dengan rasio 70% lebih tinggi dari nafion. Hal inilah yang men arik untuk aplikasi potensial dalam sel bahan bakar methanol, karena penurunan a liran dari methanol yang melintasi membrane dengan konduktivitas proton yang tid ak berubah ubah dengan peningkatan proporsional dari effisiensi sel dan kerapata n daya. Hal ini penting untuk menilai stabilitas kimia dari membrane dalam tempe rature rendah pada bahan bakar sel dengan larutan methanol sebagai umpan. Meskip un peneliti tidak mengamati degradasi dari konduktivitas pada membrane SPS di ud ara dan di air pada suhu kamar selama dua bulan, memiliki ketahanan yang lemah t erhadap bahan kimia seperti senyawa peroksida dan larutan oksigen aktif lainnya yang telah dilaporkan untuk variasi nonperfluorinated ionomers yang terdiri dari bagian polistirene sulfonate. Stabilitas besar dilingkungan untuk SPS ini ditem ukan dalam poli(trifluorostiren) sulfonate. Ketahanan terhadap beberapa larutan pengoksidasi dari cincin polistirene sulfonate dicangkokkan ke sebuah backbone p oli(tetrafluoroetilen) yang secara substansial ditingkatkan dengan menggantikan hydrogen tersier dengan gugus metil. Diketahui bahwa zat pengoksidasi seperti HO 2. Radical dapat terjadi dalam H2/O2 polymer electrolyte membrane fuel cellsI (P EMFC) sebagai hasil dari kombinasi langsung terhadap permukaan hydrogen dan oksi gen yang terakhir datang dari kompartemen katoda melalui membrane. Degradasi sif at konduktvitas membrane dan kinerja sel bahan bakar adalah sebagai HO2. yang me nyebabkan pembelahan polistiren sulfonate menjadi bagian bagian. Mekanisme kerus akan di kehidupan saat membrane dalam PEMFC H2/O2 akan tergantung pada tingkat p ermeasi oksigen melalui membrane. Bahkan, meskipun ionomer membrane yagn mengand ung segmen polistiren sulfonat bereaksi dengan cepat dalam larutan hydrogen pero ksida. Membrane ini memiliki daya tahan yangcukup besar pada suhu rendah PEMFC H 2/O2. Jika mekanisme diatas benar dan jika HO2. Sebenarnya dihasilkan oleh kombi nasi langsung hydrogen dan oksigen pada anoda, stabilitas membrane SPS mungkin b erubah menjadi diterima di sebuah DMFC. Dimana hydrogen tidak terlibat. Namun, p engujian eksperimental langasung diperlukan.
BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Didapatkan membrane ionomer dengan bahan yang relative murah SPS merupakan pilihan yang tepat sebagai bahan membrane yang bermanfaat untu k aplikasi elektrokimia Berhasil mensintesis membrane polistiren sulfonat Karakteristik terhadap konduktivitas dan permeabilitas methanol meningkat se iring dengan bertambahnya gugus sulfonat pada membrane 5.2. Saran Sampai saat ini, belum diketahui life time dari membrane ini pada sebuah DMF C. Sehingga penelitian selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan permasalahan ini . DAFTAR PUSTAKA
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB. Dara, S.S. 1986. A Text Book Of Engineering Chemistry. New Delhi : S.Chand & Company Ltd. Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid I. J akarta: Erlangga. Martins, C.R; G. Ruggeri dan M.A.D. Paoli. 2003. Synthesis in Pilot S cale and Physical Properties of Sulfonated Polystyrene. Vol.14 No.5 : 797-802. Pinto, B.P; L.C.S. Maria dan M.E. Sena. 2006. Sulfonated Poly(Ether Imide) : a Versatile Route to Preapare Functionalized Polymers by Homogenous Sulfonation. Elsevier. 61 : 2540-2543. Ulrich, H. 1993. Introduction To Industrial Polymers. Second Edition. New York : Hanser Publishers. Zhou, N.C; W.R.Burghardt dan K.I. Winey. 2006. Phase Behaviour Of Sulfonated Po lystyrene Systems. U.S : Army Research Office. "Everthing must be made as simple as possible. but not simpler"- Albert Einstein Everthing must be made as simple as possible. but not simpler - Albert Einstein June 9, 2013 Leave a comment PENURUNAN TITIK BEKU BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penurunan titik beku larutan sangat berhubungan erat dalam kehidupan disekitar k ita. sebagai contoh air murni membeku pada suhu 0°C akan tetapi jika kita melarutk
an contoh sirup atau gula didalamnya maka titik bekunya akan menjadi dibawah 0°C. Sebagai contoh larutan garam 10% NaCl akan memiliki titik beku -6°C dan 20% NaCl a kan memiliki titik beku -16°C. Fenomena penurunan titik beku larutan sangat menari k perhatian para ilmuwan karena hal ini bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia contohnya, penggunaan etilen glikol sebagai agen antibeku yang dipakai di radiator mobil sehingga air ini tidak beku saat dipakai dimusim dingin. beberapa ikan didaerah artik mampu melepaskan sejumlah senyawa untuk menghindari darahny a beku, atau dengan menggunakan teknik penurunan titik beku kita dapat menentuka n massa molar atau menentukan derajat disosiasi suatu zat. Sehingga dengan prakt ikum kali ini, diharapkan praktikan dapat menentukan tetapan penurunan titik bek u molal pelarut dan BM zat non volatil. 1.2.Rumusan Masalah 1.2.1. bagaimana cara menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut? 1.2.1. bagaimana menentukan BM zat non volatil? BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MSDS 2.1.1 Asam Cuka Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki ru mus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan hig roskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Ia menjadi mudah terbakar j ika suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang mudah mele dak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%) (Anonym, 2011). 2.1.2 Naphtalen Naphtalen merupakan senyawa dengan formula C10H8, yang berbentuk kristal, berwar na putih, berbau tajam, titik lebur 80 C, titik didih 218 C, tidak larut dalam a ir dan larut dalam benzena, eter dan alkohol. Naphtalena merupakan senyawa hidro karbon aromatik yang memiliki dua cincin benzena yang terfusi. Naphtalena dihasi lkan secara penyulingan bertingkat fase batu bara. Naphtalena digunakan dalam pe mbuatan hidrokarbon lain seperti naftol, dekalin dan tetralin. Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatic hidrokarbon, tetapi tidak ter masuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjad i aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain : sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah pa dat pada bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum t erkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketa hui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun i a relatif aman untuk digunakan (Anonim,2011). 2.1.3.
Natrium Klorida
Memiliki berat molekul 58,44, berbentuk padatan putih dengan struktur bongkahan Kristal. Titik lelehnya 800,6oC dan titik didihnya 1,413oC. tmenyublim pada 2,16 5 grain. Biasa digunakan untuk diet, sebagai bahan sumber elektrolit pada tanama n dan pada tubuh manusia, pencegahan penyakit gondok, bumbu masakan dan digunaka n pula pada proses industri (Anonim, 2011). 2.1.4.
Aquades
Aquades memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa namun dalam lapisan tebal air berwarna biru. Pada tekanan 1 atm, air mencair dari bent uk es pada 0oC dan mendidih pada 100oC. air, es dan uap air berada dalam kesetim bangan pada 0,0098oC dengan tekanan 4,58 mmHg. Bila tekanan dinaikkan sebanyak 1 35 atm, titik cair menjadi -1oC(Anonim, 2011). 2.2.
Materi
Titik beku larutan dapat didefinisikan sebagai temperatur pada saat suatu laruta n setimbang dengan pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Pada setiap saat tekanan uap larutan selalu lebih rendah dari pada pelarut murni. Alat yang biasa digunakan untuk menetukan penurunan ti tik beku( ?Tf) adalah alat dari Beckman. Alat ini terdiri dari 2 tabung yang ber fungsi untuk mencegah pendinginan yang terlalu cepat. Tabung A dikelilingi oleh tabung C, tabung C kemudian dimasukkan dalam campuran pendingin yang temperaturn ya 50C lebih rendah dari titik beku pelarutnya. Seberat tertentu pelarut dimasuk kan ke dalam A dan temperatur diturunkan 0,50C di bawah titik bekunya. Cairan di aduk hingga terjadi pembekuan dan temperatur yang terbaca dicatat. Tabung A diam bil dan dipanaskan hingga zat padat mencair kemudian ditambah zat yang ditentuka n BM nya melalui B, hingga terlarut sempurna. Sekarang titikbeku ditentukan lagi seperti di atas dan ?Tf nya dicari (Sukardjo, 1989: 174-175). Penurunan titik beku larutan dapat dihitung menggunakan persamaan: ?Tf = kf m Dimana ?Tf = penurunan titk beku kf m
= tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan krioskopik = kemolalan
dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1). Pada tekanan tetap, kenaikan titik didih dan penurunan titik beku suatu l arutan encer berbanding lurus dengan konsentrasi massa 2). Larutan encer semua zat terlarut yang tidak mengion, dalam pelarut yang s ama, dengan konsentrasi molal yang sama, mempunyai titik didih atau titik beku y ang sama, pada tekanan yang sama (Achmad, 1996:40). Jika ke dalam zat pelarut dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap(non vola til), maka tenaga bebas pelarut tersebut akan turun. Penurunan tenaga bebas ini mengikuti persamaan Nernst. G01
G0x = R T ln x
Dimana G01 G0x merupakan penurunan tenaga bebas pelarut, R= tetapan gas umum, T= suhu mutlak, x = fraksi mol pelarut dalam larutan. Penurunan tenaga bebas ini a kan menurunkan hasrat zat pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya, sehingga te kanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tekan an uap pelarut yang sama dalam keadaan murni (Tim penyusun, 2011:1). Pada prakteknya, percobaan penentuan penurunan titik beku lebih mudah dilaksanak an daripada percobaan untuk penentuan kenaikan titik didih. Selain peralatan yan g digunakan lebih sederhana, nilai penurunan titik beku biasanya lebih besar seh ingga pengukurannya lebih mudah dan tepat( Bird, 1993: 190). Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan dapat dengan mudah di
pahami dengan bantuan diagram fase. Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah -daerah tekanan dan temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara termo dinamis. Batas-batas fase memperlihatkan nilai-nilai p dan T dimana dua fase ber ada dalam kesetimbangan (Atkins,1994:145). BAB III Metodologi Percobaan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Asam cuka glasial Asam cuka + naftalen Asam cuka + naftalen + zat X Waktu (menit) Suhu ( °C) Waktu (menit) Suhu ( °C) Waktu (menit) Suhu ( °C) 0 21 0 22 0 20 1 19
1 16 1 15 2 19 2 11 2 11 3 18 3 10 3 9 4 16 4 8 4
8 5 14 5 7 5 7 6 12 6 7 6 7 7 9 7 6 7 6 8 9
8 6 8 6 9 9 9 6 9 6
4.2. Pembahasan Praktikum penentuan titik beku larutan ini memakai alat yang telah disusun seder hana. Wadah terluar (tabung E) diisi dengan pecahan es dan penambahan garam. Pen ambahan garam dilakukan untuk menurunkan titik beku es. Hal ini didasarkan pada teori Nernst, yang menyatakan bahwa suatu pelarut jika dimasukkan dalam zat lain yang tidak mudah menguap (non volatil), maka tenaga bebas pelarut akan turun. P enurunan tenaga bebas ini dinyatakan dalam persamaan Nernst : G°1
G°x = RT ln x
Bagaimana data yang dihasilkan (Tf, Kf, BM) sesuai dengan literatur apa tidak? Tabung D diisi dengan air fungsinya untuk mempermudah penempatan tabung B pada t abung D dan mempercepat proses penurunan titik beku larutan. Selain itu, air me rupakan larutan yang baik dalam proses kesetimbangan suhu dengan lingkungannya ( tabung E). Hal ini telah dibuktikan ketika proses penentuan titik beku larutan a sam cuka glasial selesai, air tersebut membeku menjadi fase padat (es). Naftalen yang dicampurkan pada zat pelarut (asam asetat) memiliki fungsi sebagai zat terlarut yang akan diuji titik bekunya. Titik beku larutan yang didapat set elah ditambahkan naftalen mengalami penurunan, dari semula suhu 9°C menjadi 6°C. Hal tersebut sudah pasti terjadi karena titik beku larutan selalu lebih rendah dari pada titik beku pelarut, hal tersebut sudah sesuai dengan diagram fasa yang suda h tertera pada literatur. Data yang dihasilkan dari praktikum ini yang berupa T0f, K f , BM yakni itik beku pelarut) sebesar 90C. Nilai titik beku pelarut yang dihasilkan esuai dengan literatur. Menurut literatur titik beku asam asetat sebesar Kesalahan ini kemungkinan disebabkan karena suhu es yang terlalu rendah
T0f ( t tidak s 16,60C. sehingg
a membuat titik beku semakin menurun/ semakin rendah. Kemudian harga Kf yang di peroleh sebesar 3,99 gr/ mol 0C, sedangkan harga BM zat X yang diperoleh sebesa r 128,2 gr/ mol. Zat X yang digunakan disini adalah garam. Pada kenyatannya gara m memiliki BM sebesar 58,5 gr/mol. Tentu saja hasil yang didapat sangat berbeda jauh dengan kenyataan yang ada. Kesalahan ini dapat terjadi kemungkinan dikarena kan kesalahan yang dilakukan praktikan pada saat pengukuran suhu yang kurang tel iti. Sehingga hasil yang didapat yakni berat molekul menjadi tidak sesuai dengan literatur. Berdasarkan grafik yang didapat pada percobaan ini, semakin lama waktunya maka s uhunya akan semakin turun. Dan pada titik tertentu akan stabil dan menunjukkan b esarnya titik beku zatnya. Misalnya pada asam asetat akan stabil pada suhu 90C, sedangkan setelah ditambah naftalen akan stabil pada suhu 60C, kemudian setelah ditambah zat x akan stabil pada suhu 60C.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. www.wikipedia.com/asam-cuka. tanggal akses, 18 april 2011. Anonim, 2011. www.wikipedia.com/naftalen. tanggal akses, 18 april 2011. Anonim, 2011. www.wikipedia.com/natrium-klorida. tanggal akses, 18 april 2011. Anonim, 2011. www.wikipedia.com/aquades. tanggal akses, 18 april 2011. Sukardjo, 1989. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga. Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Fisika. Jogjakarta : UGM Press. Bird, Tony. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia. Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga. Lampiran Perhitungan "If we knew what is was we were doing, it would not be called reasearch, would i t?"-Albert Einstein If we knew what is was we were doing, it would not be called reasearch, would it? Albert Einstein
June 9, 2013 Leave a comment DAYA HANTAR LISTRIK BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Kita mungkin telah sering mendengar istilah daya hantar listrik, tapi bagaimana prosesnya, mungkin sama sekali belum pernah mengetahuinya. Selain itu tidak semu a benda dapat menghantarkan listrik. Benda padat misalnya, ada yang tidak dapat menghantarkan listrik (Isolator) dan yang dapat menghantarkan arus listrik (Kond uktor). Begitu pula suatu senyawa, ada yang dapat menghantarkan listrik (senyawa
elektrolit) dan senyawa yang tidak dapat menghantarkan listrik ( senyawa non-el ektrolit). Senyawa elektrolit bisa menghantarkan listrik dan senyawa non-elektro lit tidak dapat menghantarkan arus listrik, dapat dibuktikan melalui percobaan i ni. Sehingga, diharapkan praktikan memahami bagaimana cara mengukur daya hantar yang terjadi dan hal hal yang mempengaruhi proses tersebut. 1.2.Rumusan Masalah 1.2.1.
Bagaimana cara mengukur daya hantar listrik dari berbagai senyawa?
1.2.2. ktrolit?
Apakah pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar listrik larutan ele
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MSDS Bahan 2.1.1. Asam Asetat Asam asetat (CH3COOH) adalah asam organik lemah, zat cair tak berwarna, baunya k eras menusuk, titik didihnya 118.5°C, bercampur sempurna dengan air dengan mengelu arkan panas. Asam cuka glasial yaitu asam yang pekat, kemurniannya 99.5%. Membek u pada suhu 17°C, grafitasi 1,05 dan tekanan uap 2,07. Selain itu, asam asetat mer upakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Laruta n asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO . Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan baha n baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seper ti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbaga i macam serat dan kain(Anonim, 2011). 2.1.2. Amonium Hidroksida Amonium Hidrosida merupakan senyawa berbentuk cair pada suhu kamar, tidak berwar na, berbau menyengat, dengan pH 13,6. Senyawa ini memiliki tekanan uap 557 mm Hg pada 21°C, titik didih 27°C, titik leleh 69°C, gravitasi 0.89, berat molekul 35,04 da n larut dalam air. Sebenarnya senyawa Amonium Hidroksida merupakan larutan NH3 d alam air(Anonim,2011). 2.1.3. Asam Klorida Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah a sam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digu nakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan wewanti ke selamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif.asam klorida me miliki massa molar 36,46 g/mol, tidak berwarna sampai dengan kuning pucat, kerap atan 1,18 g/cm3, titik leleh -27,32°C, titik didih 110°C, sangat larut dalam air, ke asaman (pKa) -8 dan viskositas 1,9mPa pada 25°C(Anonim, 2011). 2.1.4. Natrium Hidroksida Natrium Hidroksida merupakan sejenis basa logam kaustik, dikenal sebagai soda ka ustik atau sodium hidroksida. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natr ium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin ya ng kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida adalah basa yang pali ng umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk p utih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan je
nuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dar i udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilaru tkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedu a cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil ete r dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan no da kuning pada kain dan kertas. Selain itu, senyawa ini meliliki massa molar 39, 997 g/mol, kerapatan 2,1 g/cm3(padat), titik leleh 318°C, titik didih 1390°C, kelaru tan dalam air 111 g/100 mL(20°C), dan kebasaan (pKa) sebesar -2,43(Anonim, 2011). 2.1.5. Natrium Klorida Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah senyawa kim ia dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling memengaruhi s alinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular. Sebag ai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bum bu dan pengawet makanan. Senyawa ini mempunyai massa molar 58,44 g/mol, tidak be rwarna/berbentuk kristal putih, densitas 2,16 g/cm3, titik leleh 801°C, titik didi h 1465°C dan kelarutan dalam air 35,9 g/100 mol (25°C)(Anonim, 2011). 2.1.6. Natrium Bromida Natrium Bromida memiliki rumus senyawa NaBr, titik leleh 755°C, titik didih 1390°C, tekanan uap 1 mm Hg (806°C) dan berat molekul 102, pH 6,5-8. Senyawa ini stabil da n tidak cocok dengan asam kuat, logam alkali, halogen serta higroskopik(Anonim, 2011). 2.1.7.Natrium Iodide Natrium Iodide merupakan senyawa yang berbahaya. Bentuk fisik padat pada suhu ka mar, tidak berbau, berat molekul 149,89 g/mol, warna putih, pH 7, titik leleh 65 1°C, grafitasi 3,67, mudah larut dalam air dingin dan air panas(Amonium,2011). 2.1.8. Amonium klorida Amonium klorida dalam suhu kamar berbentuk padat, tidak berbau, memiliki berat m olekul 53,49 g/mol, berwarna putih, pH 5,5, titik leleh 338°C, titik didih 520°C, gr afitasi 1,53, Amonium klorida dalam larutan air sedikit asam. Amoniak Sal adalah nama dari alam, bentuk mineralogi amonium klorida. mineral ini terutama umum pa da pembakaran batubara timbunan (dibentuk oleh larutan yang diturunkan gas batub ara), tetapi juga pada beberapa gunung berapi. Amonium klorida merupakan bahan d alam kembang api(Anonim,2011).
2.2. Materi Menurut pandangan modern, arus listrik dapat ditafsirkan sebagai arus elektron y ang membawa muatan negatif melewati suatu penghantar. Perpindahan ini dapat terj adi bila terdapat beda potensial antara satu tempat terhadap tempat lain, dan ar us listrik akan mengalir dari tempat yang memiliki potensial tinggi ketempat pot ensial rendah( Petunjuk praktikum, 17 : 2009 ) . Arus listrik ialah arus muatan listrik, yaitu banyaknya muatan listrik yang meli ntas penampang per satuan waktu, dan rapat arus listrik bagi arus listrik yang t erdistribusi secara kontinyu seperti misalnya oleh gerakan ion-ion yang berserak an di udara didefinisikan sebagai banyaknya muatan listrik yang melintas penampa ng seluas satu satuan luas per satuan waktu. Pada hakekatnya pembawa muatan list rik di dalam kawat tahanan ialah electron-elektron bebas, yaitu elektron-elektro n yang lepas dari ikatan atom-atom penyusun bahan konduktor itu, yang bersikap s eperti molekul-molekul gas sehingga disebut gas elektron. Sedangkan arus listrik
di dalam cairan, khususnya larutan elektrolit, adalah oleh ion-ion yang bergera k dari elektrode satu ke elektrode lainnya, dan di dalam larutan tidak terdapat elektron bebas. Sudah tentu daya hantar yang memberikan ukuran mudah-sukarnya ar us listrik mengalir, ditentukan sepenuhnya oleh mudah-sukarnya pembawa-pembawa m uatan listrik, yakni elekkron-elektron ataupun ion-ion yang bergerak didalam med ium (Soedojo,1999 : 263). Jika kita memakaikan perbedaan potensial yang sama diantara ujung-ujung tongkat tembaga dan tonkat kayu yang mempunyai geometri yang serupa, maka dihasilkan aru a-arus yang sangat berbeda. Karasteristik ( sifat ) penghantar yang menyebabkan hal ini adalah hambatan ( resistance ). Kita mendefinisikan hambatan dari sebuah penghantar ( yang sering danamakan tahanan = resistor ) diantara dua titik den gan memakaikan sebuah perbedaan potensial ( V ) diantara titik tersebut, dan den gan mengukur arus ( I ) (Halliday, 1984:183-187). Untuk beda potensial yang sama tidak selalu menghasilkan kuat arus lirtrik yang sama, melainkan tergantung pada dasarnya tahanan penghantar yang dipakai. makin besar tahanan pengantar, makin kecil yang mengalir melalui penghantar tersebut, atau dengan perkataan lain makin besar tahanan ( R ) makin sedikit muatan listr ik yang dihantarkan. Kamampuan suatu penghantar untuk memindahkan muatan liatrik dikenal sebagai daya hantar listrik yang besarnya berbanding terbalik dengan t ahanan R. L = 1/R L = daya hanyar ( Ohm ) R = tahanan ( Ohm ) ( Petunjuk praktikum, 17 : 2009 ) Hasil penelitian pada abad kesembilan belas menunjukkan bahwa larutan dalam air dari beberapa zat padat menghantarkan arus listrik. Zat-zat dalam larutan atau l eburannya dapat menghantarkan listrik disebut elektrolit. Tidak semua zat dalam larutan dapat menghantarkan listrik. Zat-zat semacam ini disebut non elektrolit. Partikel-partikel dalam larutan yang menghantarkan listrik disebut ion. Ion-ion inilah yang menentukan sifat hantaran listrik serta sifat kimia dan fisika suat u elektrolit. Ada dua macam elektrolit yaitu elektrolit kuat dan elektrolit lema h. Elektrolit kuat terurai sempurna menjadi ion dalam larutan air atau dalam kea daan lebur. Senyawa yang termasuk elektrolit kuat yaitu: Senyawa ion, yang dalam keadaan padat berupa ion Senyawa kovalen yang bereaksi sempurna dengan air membentuk ion, misalnya HC l. Zat yang termasuk elektrolit kuat adalah, asam mineral (asam klorida, asam sulfa t, asam nitrat), basa dan leburan atau larutan dalam air. Sedangkan elektrolit, lemah hanya sedikit sekali terurai menjadi ion dalam larutan dalam air. Elektrol it ini terutama senyawa kovalen yang sedikit sekali bereaksi dengan air membentu k ion. Oleh karena itu elektrolit lemah merupakan penghantar listrik yang buruk dan mempunyai derajat disosiasi kecil (Achmad, 1996 : 72). Suatu pertemuan antara dua larutan elektrolit memberikan suatu potensial terhada p sel. Misalnya, larutan pekat asam klorida membentuk pertemuan dengan larutan e ncer. Kedua ion hydrogen dan ion klorida berdifusi dari larutan yang pekat ke da lam larutan yang encer. Ion hydrogen bergerak lebih cepat, maka larutan encernya menjadi bermuatan positif karena adanya ion hydrogen berlebih. Larutan yang leb ih pekat ditinggalkan dengan kelebihan ion klorida dan dengan demikian mendapatk an muatan negatif. Pemisahan muatan yang nyata adalah sangat kecil, tetapi beda potensial yang dihasilkan cukup berarti (Alberty, 1992 : 188).
Daya hantar suatu larutan berubah jika konsentrasinya berubah. Oleh sebab itu da lam membandingkan daya hantar digunakan pengertian daya hantar molar yang didefi nisikan dengan persamaan : ? = k/C Pada elektrolit kuat kebergantungan ? pada konsentrasi tidak terlampau besar dan terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh antar aksi antar ion (Achmad, 1996 : 75-76). BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil a)
Menentukan daya hantar listrik berbagai senyawa
Senyawa I (mA) V(volt) Minyak tanah 0 12 0 Air suling 0,8 12 0,067 Kristal NaCl 4,2
12 0,35
b)
Daya hantar listrik elektrolit pada berbagai kosentrasi
Konsentrasi (M) CH3COOH CH3COONH4 HCl NaOH I (mA) V (volt) I (mA) V (volt) I (mA) V (volt) I
(mA) V (volt) 0,01 3,7 12 17 12 10 12 179 12 0,05 5 12 65 12 47 12 429 12
0,10 29 12 117 12 165 12 500 8 0,50 20 12 500 12 500 10 500 5 1,00 21 12
500 10 500 7 500 4
Konsentrasi (M) NaCl NaBr NaI NH4Cl I (mA) V (volt) I (mA) V (volt)
I (mA) V (volt) I (mA) V (volt) 0,01 47 12 19 12 27 12 20 12 0,05 122 12 98 12
96 12 160 12 0,10 144 12 233 12 128 12 105 12 0,50 500 9 494 12 365 12 500
12 1,00 500 9 500 7 500 12 500 6
4.2. Pembahasan Di awal abad ke-19, Faraday menyelidiki hubungan antara jumlah listrik yang meng alir dalam sel dan kuantitas kimia yang berubah di elektroda saat elektrolisis. Ia merangkumkan hasil pengamatannya dalam Hukum elektrolisis Faraday di tahun 18 33: Jumlah zat yang dihasilkan di elektroda sebanding dengan jumlah arus listrik yang melalui sel. Bila sejumlah tertentu arus listrik melalui sel, jumlah mol zat yang berubah di elektroda adalah konstan tidak bergantung jenis zat. Berdasarkan sifat daya hantar listriknya, larutan dibagi menjadi dua yaitu larut an elektrolit dan larutan non elektrolit. Sifat elektrolit dan non elektrolit di dasarkan pada keberadaan ion dalam larutan yang akan mengalirkan arus listrik. L arutan yang terdapat ion, larutan tersebut bersifat elektrolit. Sedangkan laruta n yang tidak terdapat ion larutan bersifat non elektrolit. Larutan elektrolit ad alah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan non elektrolit adala h larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik larutan elektrolit bergantung pada jenis dan konsentrasinya. Beberapa larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik dengan baik meskip un konsentrasinya kecil, larutan ini dinamakan elektrolit kuat (derajat ionisasi = 1). Sedangkan larutan elektrolit yang mempunyai daya hantar lemah meskipun ko nsentrasinya tinggi dinamakan elektrolit lemah (derajat ionisasi << 1). Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi energi kimia. Komponen yang terpenting dari proses elektrolisis ini adalah elektroda da n elektrolit. Dengan kata lain, sel elektrolisis adalah sel yang menggunakan aru
s listrik untuk menghasilkan reaksi redoks yang diinginkan dan digunakan secara luas di dalam masyarakat. Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta . Perbedaan sel elektrolisis dari sel volta adalah, pada sel elektrolisis, kompo nen voltmeter diganti dengan sumber arus (umumnya baterai). Selain itu, prinsip dasar elektrolisis juga berlawanan dengan sel volta, yakni: proses elektrolisis, mengubah energi listrik menjadi energi kimia. Reaksi elektrolisis merupakan rea ksi tidak spontan karena melibatkan energi listrik dari luar. Dalam sel, reaksi oksidasi reduksi berlangsung dengan spontan, dan energi kimia yang menyertai reaksi kimia diubah menjadi energi listrik. Bila potensial diberi kan pada sel dalam arah kebalikan dengan arah potensial sel, reaksi sel yang ber kaitan dengan negatif potensial sel akan diinduksi. Dengan kata lain, reaksi yan g tidak berlangsung spontan kini diinduksi dengan energi listrik. Proses ini dis ebut elektrolisis. Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis oleh arus listrik. Dalam pelaksanaannya, larutan atau lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatka n dalam suatu wadah. Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun l elehan elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda berperan sebagai tempat b erlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oks idasi berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (seba b memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anod a. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tered uksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anio n-anion yang akan teroksidasi menjadi gas. Reaksi elektrolisis dalam larutan elektrolit berlangsung lebih kompleks, spesi y ang bereaksi belum tentu kation atau anionnya. Tetapi mungkin bisa air atau elek trodanya. Reaksi di katoda bergantung pada jenis kation. Misalnya, reaksi di kat oda larutan dari golongan IA, IIA yang direduksi adalah air, dengan persamaan re aksinya: Katoda : 2 H2O (l) + 2e à H2 (g) + 2OH
(aq)
Larutan dari selain golongan IA dan IIA yang direduksi adalah ion positifnya, Mi salnya : Katoda : Cu2+ + 2e à Cu Larutan asam (H+) yang direduksi (H+)nya : Katoda : 2H+ + 2e à H2 Sedangkan leburan dari garam IA,IIA yang direduksi adalah ion positifnya. Misaln ya : Na+ + e à Na Sedangkan reaksi di anoda, reaksi untuk larutan yang mempunyai ion negatif tidak mempunyai atom O yang dioksidasikan adalah ion negatifnya. Misalnya : Anoda : 2Cl à Cl2 + 2e Larutan basa (OH ) yang dioksidasikan adalah ion hidroksidanya. Misalnnya: Anoda : 4OH à 2H2O + O2 + 4e Sedangkan larutan yang mempunyai ion negatif yang mempunyai atom O, maka yang di oksidasikan adalah H2O nya. Misalnya : Anoda : 2H2O à O2 + 4H+ + 4e
Jika anodanya non-inert, maka yang teroksidasi anodanya adalah: L (s) ? Lx+ (aq) + Xe Pada percobaan ini bahan-bahan yang diuji daya hantarnya diantaranya CH3COOH; CH 3COONH3; HCl; NaOH; NaCl, NaBr; NaI NH4Cl, minyak tanah, kristal NaCl dan aquade s. Kemudian elektroda yang digunakan adalah elektroda karbon. Dalam praktikum in i, katoda ditunjukkan dengan kutub negatif dari sumber arus (karena memerlukan e lektron), sedangkan anoda ditunjukkan dengan kutub positif dari sumber arus. Aki batnya, katoda menjadi bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan ter eduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik an ion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas. Hal inilah yang menyebabkan timbul gelembung-gelembung. Adapun reaksi dari elektrolisis larutan-larutan diatas dengan menggunakan elektr oda karbon adalah: Reaksi Elektrolisis CH3COOH Dalam larutan CH3COOH terdapat ion-ion CH3COO CH3COOH ? CH3COO
dan H+.
+ H+
K : 2 H+ + 2e ? H2
Eo = 0 volt
A : 2H2O ?4H+ + O2 + 4e 4 CH3COOH + 2H2O
?
Eo = -1,23 volt
4 CH3COO + 4H+ + H2 + O2
4 CH3COOH + 2H2O
?
4 CH3COOH+ H2 + O2
Esel = 1,23 volt Reaksi Elektrolisis NH4OH Dalam larutan NH4OH terdapat ion-ion NH4+ dan OH . NH4OH ? NH4+ dan OH K : 2H2O + 2e ?2OH A : 4OH
+ H2
?2H2O + O2 + 4e
2OH à H2 + 2e + O2
Eo = -0,83 volt Eo = -1,23 volt Esel = 2,06 Volt
Reaksi Elektrolisis HCl Dalam larutan HCl terdapat ion-ion H+ dan Cl . Reaksi yang terjadi : K : 2H+ + 2e ® H2(g) = 0,00 V A : 2Cl à Cl2 + 2e 0 = -1,36 V 2H+ + 2Cl
à H2 + Cl2 Eo = -1,36 V
Reaksi Elektrolisis NaOH
E0 E
Dalam larutan NaOH terdapat ion-ion Na+ dan OH . reaksi yang terjadi : A : 4OH-(aq) ® O2(g) + 2H2O + 4eE0 = -1,23 V K : 2H2O + 2e ® H2(g) + 2OH
E0 = -0,83V
2H2O ® 2H2+ O2 Eo = 0,4 V Reaksi Elektrolisis NaCl Dalam larutan NaCl terdapat ion-ion Na+ dan Cl . reaksi yang terjadi : K : 2H2O + 2e ® H2(g) + 2OH
E0 = -0,83 V
A : 2Cl ® Cl2(g) + 2e = -1,36 V
E0
: 2H2O + 2Cl à H2(g) + 2OH
+ Cl2(g)
Eo=
Reaksi Elektrolisis NaBr Dalam larutan NaBr terdapat ion-ion Na+ dan Br . reaksi yang terjadi : K : 2H2O + 2e ® H2(g) + 2OH A : 2Br- ® Br2(l) + 2e0 = -1.066
E0 = -0,83 V E
2H2O + 2Br ® H2(g) + 2OH + Br2 E0 = Reaksi Elektrolisis NaI Dalam larutan NaI terdapat ion-ion Na+ dan I . reaksi yang terjadi : K : 2H2O + 2e ® H2(g) + 2OH
E0 = -0,83 V
A : ?2I- ® I2(s) + 2?eE0 = -0.54 2H2O + 2I ® H2(g) + 2OH 0 =
+ I2
Reaksi Elektrolisis NH4Cl Dalam larutan NH4Cl terdapat ion-ion NH4+ dan Cl . reaksi yang terjadi :
E
K : 2H2O + 2e V
® H2(g) + 2OH
E0 = -0,8277
A : 2Cl ® Cl2(g) + 2e = -1,36 V 2H2O +: 2Cl à H2(g) + Cl2(g) Eo = -0,53 V Dari grafik antara daya hantar vs konsentrasi, dapat dilihat bahwa daya hantarny a selalu naik ketika konsentrasi larutan yang digunakan semakin besar. Hal ini m enunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi suatu larutan maka jumlah partikel io n yang ada didalamnya juga semakin banyak. Sehingga jumlah penghantar arusnya ju ga semakin bertambah. Hal inilah yang menyebabkan daya hantar semakin besar deng an diikuti pertambahan konsentrasi (berbanding lurus). Jadi, besarnya daya hanta r suatu larutan sangat dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa: Daya hantar listrik dapat di ukur dengan menggunakan alat pengukur daya hant ar yang nantinya akan didapat besar arus listrik dan beda potensialnya. Kemudian dicari tahanannya dengan rumus:
Setelah didapat nilai tahanannya kemudian dicari daya hantarnya dengan rumus:
Pengaruh konsentrasi terhadap daya hantar yakni semakin besar konsentrasi la rutan, maka daya hantarnya juga semakin besar, begitu pula sebaliknya. 5.2. Saran 5.2.1. Untuk Laboratorium Sebaiknya alat-alat lab yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan praktikum serta tidak ada kerusakan alat yang dapat mengganggu jalannya proses p raktikum. 5.2.2. Untuk Asisten Tidak ada (sudah baik). 5.2.3. Untuk Praktikan Sebaiknya jangan terlalu banyak bergurau di dalam lab, karena akan me ngganggu kelompok lain yang sedang praktikum, serta dapat membahayakan keselamat an kerja di laboratorium.
E0
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Alberty, Robert. 1992. Kimia Fisika Edisi 5 jilid I. Jakarta : Erlangga. Anonim, 2011. www.wikipedia.com/asam -asetat/. tangggal akses 11 april 2011. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/amonium-hidroksida . tangggal akses 11 ap ril 2011. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/asam-klorida. tangggal akses 11 april 201 1. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/natrium-hidroksida. tangggal akses 11 apr il 2011. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/natrium-korida. tangggal akses 11 april 2 011. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/natrium-bromida. tangggal akses 11 april 2011. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/natrium-iodida. tangggal akses 11 april 2 011. Anonim, 2011. http://www.wikipedia.com/amonium-klorida. tangggal akses 11 april 2011. Halliday, 1984. Fisika. Jakarta : Erlangga. Soedojo, Peter. 1999. Fisika Dasar. Yogyakarta : Penerbit Andi. Tim penyusun, 2011. Buku Petunjuk Praktikum. Jember : Lab. Kimia Fisik. "if you don't know where you are going, any road 'll take you there" - George Ha rrison, Cloud nine if you don t know where you are going, any road ll take you there George Harrison, Cl oud nine June 9, 2013 Leave a comment ANALISIS KONSTANTA IONISASI DUA ASAM DENGAN TEKNIK TITRASI POTENSIOMETRIK BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Tanpa kita sadari, reaksi kimia asam basa tidak pernah lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Bahkan saat kita mengalami sakit maag, lambung memproduksi senyawa asam berlebih(HCl). Oleh karena itu, orang akan meminum obat maag yang sesunggu hnya merupakan suatu senyawa basa. Senyawa basa tersebut dijadikan obat untuk me netralkan senyawa asam berlebih tersebut. Mungkin dari fenomena ini dibenak kita
timbul pertanyaan, bagaimanakah hal itu bisa terjadi. Hal ini bisa dijelaskan d engan teori asam basa Bronsted Lowry bahwa penyumbangan proton adalah suatu reak si yang reversible, tiap asam haruslah basa dengan menyumbangkan protonnya itu. Serupa pula, tiap basa haruslah membentuk suatu asam dengan menerima sebuah prot on. Hubungan inilah yang disebut konjugat. Penggunaan konsep ini bagi praktikan dapat digunakan untuk mengukur konstanta ionisasi dua asam dengan teknik titrasi potentiometrik yang akan dilakukan dalam praktikum ini. 1.2. Rumusan masalah Bagaimana cara pengukuran konstanta ionisasi dua asam dengan menggunakan teknik titrasi potentiometrik?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MSDS bahan 2.1.1. Asam Asetat Asam asetat/asam etanoat/asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikena l sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus em piris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskop is tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hany a terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereak si kimia dan bahan baku industri yang penting. Massa molarnya adalah 60.05 g/mol . Densitas dan fase 1.049 g cm-3. Titik lebur 16.5 °C (289.6 ± 0.5 K). Titik didih 1 18.1 °C (391.2 ± 0.6 K). Keasaman (pKa) asam asetat adalah 4.76 pada 25°C (Anonim,201 1). 2.1.2. Natrium Hidroksida Natrium hidroksida (NaOH) dikenal sebagai soda kaustik, sejenis basa logam kaust ik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sa bun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dala m laboratorium kimia. Massa molar 39,9971 g/mol.Wujud berupa zat padat putih. D ensitas 2,1 g/cm³. Titik leleh 318°C (591 K). Titik didih NaOH adalah 1390°C (1663 K). Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20°C). Kebasaan (pKb) 2,43 (Anonim,2011). 2.1.3. Asam Fosfat Asam fosfat merupakan senyawa dengan formula H3PO4 yang berbentuk cair atau kris tal tergantung pada suhu dan konsentrasinya, tidak berwarna, beracun serta dapat menyebabkan iriasi kulit dan mata. Bersifat sangat korosif terhadap logam besi dan persenyawaannya, serta larut dalam alkohol. Asam fosfat dihasilkan dengan me reaksikan asam sulfat dengan mineral fosfat. Penggunaanya adalah sebagai pupuk d an dalam bahan pembuatan gelatin,sabun,karbon aktif,dan detergen (Anonim, 2011). 2.1.4. Cysteine Cysteine merupakan asam amino yang terdapat dalam protein dengan formula HSCH2 C
H(NH2)COOH. Cystein termasuk zat yang labil dan cepat memecah diri menjadi zat l ain sebelum masuk ke dalam sel. Dalam bentuk Cystine, zat ini secara alamiah ter dapat dalam tubuh manusia. Cystine adalah zat yang melalui Cystein akan membentu k Glutathion (GSH) dalam sel darah limfosit, yaitu sel darah putih yang khasiatn ya meningkatkan kekebalan tubuh (Anonim, 2011).
2.2. Materi praktikum Kuat suatu asam HA, dalam larutan air menunjukkan suatu ukuran dari kecenderunga nnya menyumbangkan sebuah proton kepada sebuah molekul air: HA + H2O ? H3O+ + A Sejauh mana reaksi ini berlangsung dari kiri ke kanan juga merupakan kecenderung an dari basa konjugat A untuk menerima sebuah proton dari H3O+ H3O+ + A ? HA + H2O Jika reaksi pertama menang terhadap reaksi kedua, maka HA adalah suatu asam kuat dan A suatu basa lemah. Suatu contoh asam kuat adalah HCl, sehingga dapat disimp ulkan bahwa Cl adalah basa yang relative lemah. Jika reaksi yang menang adalah re aksi yang kedua, maka A adalah basa kuat. Contoh asam lemah adalah HC2H3O2 dan HC N, sehingga dapat disimpulkan bahwa C2H3O2 dan CN adalah basa yang relatif kuat. Asam dan basa diuraikan berdasarkan komparatif mereka. Konsep dasarnya adalah makin kuat sam itu, maka makin lemah basa konjugasinya(Keenan,1990:412). Dalam titrasi suatu asam monoprotik,pH pada separuh titik ekivalen secara sederh ana dihubungkan dengan pK. K Pada titik setengah ekivalen,bila molaritas [A ] sama dengan [HA], [H+]sama dengan K. Persamaan ini disebut persamaan Henderson-Hasselbach. Dengan mengambil negat if log atau (-log) dari persamaan di atas dan penyusunan kembali menghasilkan: pK = pH
log
Jadi bila ?A ?sama dengan ?HA?, pH larutan sepadan dengan pK dari spesi HA. Untuk asam dengan suatu hidrogen dapat terionisasi tunggal,spesi HA dan A mempunyai ko nsentrasi sama pada separuh volume ekivalen dan pH pada posisi ini seharusnya me rupakan perkiraan yang baik dari pK. Dalam asam poliprotik dimana pK berturut-tu rut berbeda tajam (5 satuan atau lebih). Berbagai kelas proton yang dititrasi se cara terpisah dan ide di atas berlaku hampir sama, yaitu pH pada separuh volume ekivalen merupakan perkiraan baik untuk pK1, pH pada tiga perdua dari ekivalen p ertama merupakan perkiraan baik untuk pK2 dan seterusnya. Pada umumnya, nilai pK untuk asam poliprotik tidak cukup baik dipisahkan untuk alasan diatas, karena l ebih dari satu reaksi keseimbangan harus dianggap pada setiap titik selama titra si ; yaitu akan ada beberapa pasang asam basa Bronsted pada konsentrasi yang ses uai secara kentara serempak. Akan tetapi, ide diatas masih mempertahankan keabsa han beberapa titik dalam titrasi dimana satu pasangan konjugat mendominasi. Dala m kasus cysteine, sesungguhnya pK2 dan pK3 tidak terpisah dengan baik, perkiraan awal nilainya yang baik dapat diperoleh dari kurva titrasi dengan membaca tiga paruh dari lima paruh, dari volume ekivalen awal asam karboksilat. Baik secara p erkiraan pK1 sebagai pH dari setengah volume ekivalen ( Tim penyusun, 2009:14 ). Salah satu penerapan utama potensiometri langsung adalah penerapan pH dari larut an air. Kuantitas yang diukur secara potensiometri sebenarnya bukanlah konsentra si dan bukan pula aktivitas ion hidrogen. Oleh karena itu, lebih disukai untuk m
endefinisikan pH dalam emf sel yang digunakan untuk pengukuran itu. Misalkan dia ndaikan bahwa sel semacam itu terdiri dari elektrode pembanding yang sesuai yang dihubungkan oleh jembatan garam ke larutan yang akan ditangani. Dalam titrasi p otensiometri, titik akhir dideteksi dengan menetapkan volume pada mana terjadi p erubahan potensial yang relatif besar ketika ditambahkan titran. Metode dengan menggunakan suatu electrode kaca sebagai suatu elektrode indikator dapat digunak an untuk semua reaksi titrimetri asam basa, redoks, pengendapan, dan pembentukan kompleks. Dipilih elektrode indikator yang tepat yaitu suatu electrode pembandi ng, seperti kalomel, untuk melengkapi sel. Titrasi dapat dilaksanakan dengan tan gan ataupun prosedur itu di automatikkan. Dalam titrasi tak automatic potensial diukur setelah penambahan tiap tetes berurutan dari titran, dan pembacaan yang d iperoleh diakurkan lawan volume titran pada kertas grafik untuk memperoleh kurva titrasi. Dalam banyak hal dapat digunakan suatu potensiometer sederhana. Tetapi jika digunakan electrode kaca, seperti kebanyakan titrasi asam basa, diperlukan piranti ukur dengan impedans masukan yang tinggi, karena resistans kaca tinggi. Secara khas orang menggunakan pH meter komersial karena alat ini dapat digunaka n untuk semua jenis titrasi(Underwood, 1986:329-332 ). BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Nama Asam pH Konsentrasi
1 2 Rata2 1 2 Rata-rata asam
asetat 5,829 6,749 6,289 0,20394 M 0,258M 0,23 M asam phosfat 4,026 4,026 8,915 M
8,915 M
Untuk nilai Ka dan pKa adalah sebagai berikut : Asam asetat pKa
= 3,14
Ka
= 1,8 x 10-15 Asam phosfat
pKa Ka
= 4,4575 = 1,6 x 10-6
4.2. Pembahasan Pada praktikum penentuan konstanta disosiasi asam dengan titrasi pH yang dikontr ol dengan komputer ini menggunakan dua larutan asam yakni asam asetat dan asam p hosfat dengan basa yang digunakan yakni natrium hidroksida 0,1 M. Pengenceran as am asetat 10/ 100 ml air dan asam phosfat 25/ 100 ml air, dikarenakan konsentras
i asam asetat dan asam phosfat perbandingannya terlalu tinggi dengan konsentrasi NaOH selaku titrannya. Agar seimbang maka harus diencerkan terlebih dahulu. Titrasi yang dilakukan juga tidak menggunakan buret seperti yang biasa dilakukan , melainkan menggunakan serangkaian alat listrik yang dirangkai sesuai dengan pr insip kerja buret dan proses pentitrasian tidak dihentikan walau telah mencapai titik ekivalen, sebab penentuan titik ekivalen dalam percobaan ini bukan dengan larutan indikator melainkan dengan analisa komputer. Data yang didapat ditampil kan dalam bentuk grafik sehingga untuk selanjutnya praktikan dapat mencari nilai pH pada titik ekivalen, nilai pKa, dan nilai Ka. Adapun reaksi yang terjadi unt uk asam asetat dengan NaOH adalah CH3COOH(aq) + NaOH(aq) ? CH3COONa(aq) + H2O(l) Grafik yang diperoleh memberikan data yang kemudian diolah menggunakan program e xcel yang menghasilkan nilai pH, pKa dan Ka. Percobaan yang kedua menggunakan asam phosfat. Asam phosfat merupakan asam tripr otik, karena melepas tiga ion H+ ke dalam pelarut air. H3PO4(aq) ? 3H+(aq) + PO33-(aq) Teknik titrasi yang digunakan sama dengan titrasi pada asam asetat. Reaksi yang terjadi antara asam phosfat dengan NaOH adalah: H3PO4 + NaOH ? NaH2PO4 + H2O NaH2PO4 + NaOH ? Na2HPO4 + H2O Na2HPO4 + NaOH ? Na3PO4 + H2O Atau jika diringkas reaksinya adalah: H3PO4(aq)
+ NaOH(aq) ? Na3PO4(l) + 3H2O(l)
Selanjutnya akan diperoleh data yang kemudian diolah menggunakan program excel d an juga menghasilkan nilai pH, pKa dan Ka dari asam phosfat. Grafik yang dihasilkan dalam percobaan asam phosfat ini sedikit berbeda dengan g rafik asam asetat. Asam asetat yang merupakan asam monoprotik grafik yang dihasi lkan hanya terdapat satu patahan titik ekuivalen. Sedangkan pada asam phosfat ya ng merupakan asam triprotik dihasilkan dua sampai tiga patahan titik ekuivalenny a. Hal ini menunjukkan asam phosfat mengalami tiga fase dalam titrasinya sehingg a titik ekuivalen yang terbentuk lebih dari satu (lebih dari satu patahan). Arti nya, asam phosfat memiliki tiga macam titik ekuivalen, sedangkan asam asetat han ya satu titik ekuivalen. Akan tetapi untuk menghasilkan nilai pH, pKa, dan Ka ak hir, dipilih patahan yang paling tinggi. Kemudian dihitung hingga menghasilkan p H, pKa, dan Ka dari asam phosfat. Dalam perhitungan pH, pKa, dan Ka terlebih dahulu dihitung konsentrasi dari asam asetat dan asam phosfat. Konsentrasinya dapat dihitung dengan rumus: MNaOH . VNaOH = Masam . Vasam
Volume NaOH didapat dari data yang dihasilkan dalam komputer saat percobaan titr asi tersebut. Dari rumus tersebut maka akan dihasilkan konsentrasi dari asam pho sfat dan asam asetat. Dari data yang dihasilkan dalam komputer, juga didapat nil ai pH saat mencapai titik ekuivalen.
Selanjutnya, setelah didapat konsentrasi dan pH masing-masing asam, kemudian dih itung nilai H+ dari pH yang didapat dengan rumus: [H+] = 10-pH
Dari nilai H+ tersebut, dapat dihitunga harga Ka, dengan rumus: Ka = [H+]2 / Casam Setelah didapat nilai Ka, maka untuk menghitung nilai pKa dengan cara: pKa =
log Ka
dari hasil perhitungan tersebut didapat nilai Casam, pH, pKa, Ka dari asam ase tat dan asam phosfat sebagai berikut: ü Asam asetat Konsentrasi pH
= 0,23 M = 6,289
pKa
= 3,14
Ka
= 1,8 x 10-2,5
ü Asam phosfat Konsentrasi
= 0,109 M
pH
= 8,915
pKa
= 4,4575
Ka
= 1,6 x 10-4
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa konstant a ionisasi dari dua asam tersebut adalah sebagai berikut: Asam asetat pKa Ka
= 3,14 = 1,8 x 10-15
Asam phosfat pKa
= 4,4575
Ka
= 1,6 x 10-6
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011.www.wikipedia.com. tanggal akses 5 april 2011. Keenan,1990. Kimia Untuk Universitas. Erlangga : Jakarta . Tim penyusun, 2011. Buku petunjuk praktikum kesetimbangan. Lab Kimia fisik : UJ. Underwood, 1986.Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga : Jakarta. Lampiran Perhitungan "Whatever you are, be a good one" - Abraham Lincoln Whatever you are, be a good one
Abraham Lincoln
June 9, 2013 Leave a comment KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT PRAKTIKUM KESETIMBANGAN DAN DINAMIKA KIMIA KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT unej NAMA NIM
: Nirka Ardila : 091810301003
LABORATORIUM KIMIA FISIKA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2011 BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Reaksi reaksi kimia yang ada disekitar kita berlangsung dengan laju yang berbeda -beda. Ada yang prosesnya cepat dan ada pula yang lambat. Sebagai contohnnya, be nsin terbakar lebih cepat dibandingkan minyak tanah. Ada juga reaksi yang berlan gsung sangat cepat seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan. Dalam keh idupan sehari-hari juga dapat dijumpai reaksi yang berlangsung lambat misalnya, seperi pengkaratan besi. Selain itu, Reaksi-reaksi yang menyangkut proses geolog i juga berlangsung sangat lambat misalnya pelapukan kimia yang dialami batu kara ng yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-gas yang terdapat di atmosfir. Dala m industri suatu proses perlu dipercepat atau diperlambat. Oleh karena itu setia p reaksi kimia dalam industri perlu dilangsungkan pada kondisi tertentu agar pro duknya dapat diperoleh dalam waktu sesingkat mungkin. Pembahasan tentang kecepat an (Laju) Reaksi tersebut adalah kinetika kimia. Sehingga, setelah praktikum ini diharapkan praktikan dapat mengetahui cara menetukan laju reaksi, faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya laju reaksi serta tingkat reaksinya. 1.2. Rumusan masalah Bagaimana cara menentukan tingkat reaksi MnO4 dengan H2C2O4?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MSDS 2.1.1. Asam oksalat Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sist ematis asam etanadioat. Senyawa ini merupakan asam organik yang relatif kuat, 10 .000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat , juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut denga n asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun uta ma jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat berupa Kristal putih, mempunyai massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat). Kepad atan dalam fase 1,90 g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³ (dihidrat). Mempunyai kelaruta n dalam air 9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C?), 120 g/100 mL (100°C) dan memp unyai titk didih 101-102°C (dihidrat)( Anonim, 2011).
2.1.2. Kalium Permanganat Senyawa ini berbentuk padat. Sangat reaktif dengan bahan-bahan organik, logam,as am. Reaktif dengan mengurangi agen, bahan mudah terbakar. Dapat bereaksi hebat d engan kebanyakan logam, ammonia, ammonium garam, phosphorous, banyak dibagi halu s organik compounds (bahan), cairan, asam, belerang. Sifat fisiknya tidak berbau , berat molekul 158,03 g/mol dengan warna ungu dan berat jenis 2,7 @ 15 C. Ti tik didihnya 150°C. Senyawa ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat. Kalium perm anganat biasa digunakan dalam larutan netral atau larutan yang bersifat basa dal am kimia organik(Anonim, 2011). 2.2. Materi Praktikum Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Dalam kinet ika kimia ini dikemukakan cara menetukan laju reaksi dan juga faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya laju reaksi. Adapun faktor
faktor yang mempengaruhi jerjadinya laju reaksi adalah sebagai ber
ikut: Sifat Pereaksi Salah satu factor penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya, ada yang reaktif dan ada juga yang kurang reaktif. Misalnya saja bensin lebih cepat terbakar dar ipada minyak tanah. Demikian juga logam Natrium bereaksi cepat dengan air. Sedan gkan logam magnesium lambat. Konsentrasi Pereaksi Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika konsentrasi pere aksi diperbesar, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak kemungkina n terjadinya tabrakan antar molekul sehingga akan mempercepat jalannya reaksi. A kan tetapi harus bahwa tidak selalu pertambahan konsentrasi pereaksi meningkatka n laju reaksi. Karena laju reaksi juga dipengaruhi oleh faktor lain yang akan di terangkan pada pasal. Suhu Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat apabila terjadi peningkatan suhu, karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Akibatnya jumlah dan energi tabrakan bertambah besar. Katalis Laju suatu reaksi dapat ( umumnya dipercepat) dengan menambahkan zat yang disebu t katalis. Katalis sangat diperlukan dalam reaksi zat organik, termasuk dalam or ganisme. Katalis dalam organisme disebut enzim yang dapat mempercepat proses ter jadinya reaksi di dalam tubuh( Syukri, 1999 : 468-469). Laju keseluruhan dari suatu reaksi kimia pada umumnya bertambah jika konsentrasi satu pereaksi atau lebih dinaikkan. Hubungan antara laju dan konsentrasi dapat diperoleh dai data eksperimen. Untuk reaksi: Produk
aA
+
bB
Diperoleh bahwa laju reaksi dapat berbanding lurus dengan [A]x dan [B]y Laju
=
[A]x [B]y
Disebut hukum laju atau persamaan laju, dengan k adalah tetapan laju x dan y mer upakan bilangan bulat, pecahan atau nol. Reaksi adalah orde ke x terhadap A, orde ke y terhadap B, dan (a+y) adalah orde reaksi keseluruhan (Hiskia,1992 : 161). Laju reaksi suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai fungsi konsentrasi zat zat per eaksi yang berperan serta dalam reaksi tersebut. Mekanisme reaksi merupakan fact or yang sangat berperan pada penetuan tingkat reaksi suatu reaksi kimia. Mekanis me ini tiidak dapat ditentukan hanya dengan meninjau saja, melainkan harus diten tukan secara experimental. Oleh karena itu tingkat reaksi suatu reaksi kimia har us ditentukan percobaan. Dalam percobaab kali ini akan ditentukan tingkat reaksi : 5C2O42- (L) O(L) + 2Mn2+
+
2MnO4
(L)
+
16 H+
10CO2 (L) +8H2
Jika reaksi ini merupakan reaksi tingkat m terhadap H2C2O4 dan tingkat n tehadap
KMnO4, maka laju reaksi dinyatakan dalam persamaan: R
= K [H2C2O4]m [KMnO4]n
Andaikan suatu reaksi mempunyai tingkat reaksi n terhadap suatu zat pereaksi, ma ka laju pereaksinya akan sebanding dengan konsentrasi n dan berbanmding terbalik dengan waktu (t). r8 Cn r8
1/t
dimana C = konsentrasi n = tingkat reaksi t = Waktu( Team Kimia Fisik, 2009 : 11). Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi pereaksi terhadap waktu, jadi -dc/dt. Tanda minus menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bila wakt u bertambah. Menurut hukum kegiatan massa, kecepatan reaksi pada temperature tet ap, berbanding lurus dengan konsentrasi pengikut pengikut ketiga dan masing masi ng berpangkat sebanyak molekul dalam persamaan reaksi. Jumlah molekul pereaksi y ang ikut dalam reaksi disebut Molekul Aritas. Jumlah molekul pereaksi yang konse ntrasinya menentukan kecepatan reaksi, disebut tingkat reaksi. Molekularitas dan tingkat reaksi tidak selalu sama. Sebab tingkat reaksi tergantung dari mekanism e reaksinya. Di samping itu juga perlu diketahui bahwa molekularitas selalu meru pakan bilangan bulat. Sedangkan tingkat reaksi dapat pecahan bahkan nol (Sukardj o, 1989 : 324-325). BAB III METODOLOGI PERCOBAAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Tabel hasil perhitungan : Erlenmeyer M H2C2O4+ air M KmnO4 C2(M) 1/T(s) C(M)
n (dari C) N (dari C2) 1 0,64M 7,04 M 49,56 7,746 x 10-4 7,04 1,56 3,3005 2 1,27M 13,97M 195.1 8,993 x 10-4 13,97 0,81 0,477 3 0,7M 3,5M
12,25 1,002 x 10-9 3,5
5.2. Pembahasan Terjadinya reaksi pada percobaan ini yaitu ketika senyawa H2C2O4 ditambahkan air , setelah itu ditambahkan KmnO4. Reaksi yang terjadi : 5C2O42-(l) + 2MnO 4(l) + 16 H+ à 10CO2 (l) +8H2O(l) + 2Mn2+ Pada percobaan yang telah dilakukan merupakan reaksi dengan orde kedua. Orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing be rpangkat satu. Dalam percobaan metode untuk penentuan orde reaksi memerlukan pen gukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemeta an yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu untuk mendapatkan grafik garis lurus. Dalam percobaan ini H2C2O4 berfungsi sebagai reaksi pada tingkat m dan KmnO4 ber fungsi sebagai reaksi pada tingkat n. Sehingga laju reaksinya dapat dinyatakan d alam persamaan : R = K [H2C2O4]m[MnO 4]n Penentu reaksi dari percobaan ini adalah pereaksinya, karena laju reaksi salah s atunya ditentukan oleh sifat dan konsentrasi dari pereaksi. Dalam hal ini, perea ksinya adalah senyawa KmnO4. Selain itu, MnO4 dan KMnO4 bersifat katalis sehingga sebagai katalis warna campuran bening atau kuning. MnO4 merupakan oksidator yang digunakan untuk bereaksi dengan reduktor H2C2O4 dalam suasana asam. Reaksi anta ra KMnO4 dengan asam oksalat dapat dikatakan sebagai autokatalisator karena ion Mn2+ yang terbentuk sebagai katalis. Kemudian reaksi ini tidak perlu indicator s ecara khusus untuk menentukan titik ekuivalen karena laju ditentukan dari peruba han warna proses tersebut. Adapun reaksi antara H2C2O4 dan MnO4 yaitu: H2C2O4 + 2MnO4
à 6CO2 + 3H2O + MnO
Faktor yang mempengaruhi laju reaksi dalam percobaan sifat pereaksi, suhu, katal is, molaritas dan konsentrasi. Dengan demikian, benturan antar molekul yang memp unyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga makin b anyak terjadi. Hal ini berarti bahwa laju reaksi makin tinggi. a)
Katalis
Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi untuk memepercepat jal annya reaksi. Katalis biasanya ikut bereaksi sementara dan kemudian terbentuk ke mbali sebagai zat bebas. Suatu reaksi yang menggunakan katalis disebut reaksi ka talis dan prosesnya disebut katalisme. Katalis suatu reaksi biasanya dituliskan diatas tanda panah (Petrucci, 1987). Katalis dapat bekerja dengan membentuk seny
awa antara atau mengabsorpsi zat yang direaksikan. Secara umum proses sustu reak si kimia dengan penambahan katalis dapat dijelaskan sebagai berikut: Perhatikan zat A dan zat B yang direaksikan membentuk zat AB dengan zat C sebagai katalis. AB
(reaksi lambat)
A + B
Bila tanpa katalis diperlukan energi pengaktifan yang tinggi dan terbentuknya AB lambat. Namun, dengan adanya katalis C, maka terjadilah reaksi: A + C (reaksi cepat) AC Energi pengaktifan diturunkan, AC terbentuk cepat dan seketika itu juga AC berea ksi dengan B membentuk senyawa ABC. AC + B
(reaksi cepat)
ABC
Energi pengaktifan reaksi ini rendah sehingga dengan cepat terbentuk ABC yang k emudian mengurai menjadi AB dan C. ABC
(reaksi cepat) AB + C
Energi pengaktifan reaksi zat A dan zat B tanpa dan dengan katalis ditunjukkan d alam katalis menyebabkan energi pengaktifan reaksi lebih rendah. Ada dua macam katalis, yaitu katalis positif (katalisator) yang berfungsi memper cepat reaksi, dan katalis negatif (inhibitor) yang berfungsi memperlambat laju r eaksi. Katalis positif berperan menurunkan energi pengaktifan, dan membuat orien tasi molekul sesuai untuk terjadinya tumbukan. Sedangkan katalisator dibedakan a tas katalisator homogen dan katalisator heterogen. Katalisator homogen adalah katalisator yang mempunyai fasa sama dengan zat yang dikatalisis. Contohnya adalah besi (III) klorida pada reaksi penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan gas oksigen. Katalisator heterogen adalah katalisator yang mempunyai fasa tidak sama dengan zat yang dikatalisis. Umumnya katalisator heterogen berupa zat padat. Banyak proses industri yang menggunakan katalisator heterogen, sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan biaya produksi dap at dikurangi. Banyak logam yang dapat mengikat cukup banyak molekul-molekul gas pada permukann ya, misalnya Ni, Pt, Pd dan V. Gaya tarik menarik antara atom logam dengan molek ul gas dapat memperlemah ikatan kovalen pada molekul gas, dan bahkan dapat memut uskan ikatan itu. Akibatnya molekul gas yang teradborpsi pada permukaan logam in i menjadi lebih reaktif daripada molekul gas yang tidak terabsorbsi. Prinsip ini adalah kerja dari katalis heterogen, yang banyak. b)
Sifat Pereaksi
Salah satu factor penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya, ada yang reaktif dan ada juga yang kurang reaktif. Misalnya saja bensin lebih cepat terbakar dar ipada minyak tanah. Demikian juga logam Natrium bereaksi cepat dengan air. Sedan gkan logam magnesium lambat. c)
Konsentrasi Pereaksi
Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika konsentrasi pere aksi diperbesar, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak kemungkina n terjadinya tabrakan antar molekul sehingga akan mempercepat jalannya reaksi. d)
Suhu
Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat apabila terjadi peningkatan suhu, karena kalor yang diberikan akan menambah energy kinetic partikel pereaksi. Akibatnya jumlah dan energy tabrakan bertambah besar. Pengaruh perubahan suhu terhadap laj u reaksi secara kuantitatif dijelaskan dengan hukum Arrhenius yang dinyatakan de ngan persamaan sebagi berikut: k = Ae-Ea/RT atau ln k =
Ea + ln A RT
R = konstanta gas ideal, A = konstanta yang khas untuk reaksi (faktor frekuensi) dan Ea = energi aktivasi yang bersangkutan (Petrucci, 1987). Pengaruh konsentrasi dengan laju reaksi sangat berhubungan. Peningkatan konsentr asi menyebabkan laju reaksi bertambah. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi Km nO4 yang tertinggi pada erlenmeyer 2 sebesar 13,97 M menyebabkan peningkatan C2 s ebesar 195,16M. Peningkatan C2 sebanding dengan penigkatan laju reaksi. Hal ini dikarenakan : r 8 C2 Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan laju hasil percobaan sebagai berikut ; pada erlenmeyer 1 laju reaksinya 1,74 x 107 sedangkan pada erlenmeyer 2 laju rea ksinya 1,27. Pada erlenmeyer 2 laju reaksinya kecil karena orde dari KmnO4 adala h 0, sehingga nilai dari laju reaksinya kecil. Berikut persamaan laju reaksi dari percobaan : Erlenmeyer 1 : R = k[H2C2O4]2[MnO4 ]3 Erlenmeyer 2 : R = k[H2C2O4]2[MnO4 ]3