Kurang dari 1 Tahun, 3 Mahasiswa USU Tewas Bunuh Diri Entah hanya sebuah kebetulan atau malah ada ‗benang merah‘ yang melilit di baliknya, 3 mahasiswa Universitas Sumatera Utara mengakhiri hidup dengan cara yang tragis dalam rentang waktu hanya 8 bulan. Kejadian pertama dialami mahasiswa Teknik Kimia USU, Frendis Agustinus Panjaitan, 19 Oktober 2014 lalu. Mahasiswa semester akhir ini nekat gantung diri setelah ditenggarai mengalami depresi berat. Runutan kisahnya cukup menyedihkan. Awalnya, Frendis dikabarkan kehilangan laptop yang di dalamnya berisi data dan hasil kerja skripsi miliknya. Tak punya pilihan lain, ia pun mesti mengulang kembali seluruh proses dari awal, apalagi pria berusia 24 tahun tersebut hanya diberi waktu 3 bulan masa pengerjaan jika tak ingin didepak dari kampus. Ancaman drop out dan hasil kerja yang berulang kali mengalami perbaikan akhirnya membuat mahasiswa asal Batam tersebut menyerah pada hidup. Sang adik yang baru saja pulang kuliah mendapati jasad kaku Abangnya tergantung di kamar kos. "Saat ditemukan, dari mulut korban mengeluarkan darah," ujar Oscar Stefanus Setjo. Kanit Reskrim Polsekta Medan Baru. Kejadian kedua berlangsung baru-baru ini (12/5/2015). Mario Sianipar (21), mengulang kembali duka kematian tragis Frendis yang juga disebabkan bunuh diri. Mahasiswa semester IV yang terdaftar di Fakultas Pertanian USU itu ditemukan sudah tak bernyawa lagi akibat jeratan seutas tali nilon di kamar ruko, Jalan Damar, Kelurahan Sei Putih I, Kecamatan Medan Petisah. Mario Sianipar diduga mengalami frustrasi setelah orang tuanya sakit keras di saat adiknya masih akan menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sahabat baik korban, Setiawan, jadi saksi pertama yang menemukan jasad tanpa jiwa milik Mario. Ia menuturkan jika dirinya sudah mendapat firasat buruk sesaat sebelum kejadian. ―Dia (Mario) mengirim aku sms. Begitu aku baca sms-nya, aku langsung ke tempat dia," ujar Setiawan. Isi pesan terakhir Mario pada Setiawan mirip wasiat. Ia berpesan agar Setiawan menjaga adiknya karena ia berencana akan ―pergi jauh‖. ―Tapi aku terlambat, dan dia sudah terlanjut menggantung dirinya,‖ sesal Setiawan. Tragedi bunuh diri mahasiswa Universitas terbesar se-Sumatera Utara itu mencetak hattrick minggu tadi malam (17/05/2015), ketika seorang mahasiswi Fakultas Hukum USU bernama Elpiana Ambarita dikabarkan tewas gantung diri di kamar kosnya, jalan Jamin Ginting, Gang Ganepo, Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Motif di balik aksi tersebut belum diketahui pasti walau ada kabar selentingan yang beredar jika korban sedang mengalami masalah asmara. Ironisnya, polisi
Universitas Sumatera Utara
menemukan fakta jika Elpiana sempat mencari tahu cara "bunuh diri dengan menggunakan tali" di internet beberapa saat sebelum ia menyudahi hidupnya. Prestasi ternyata tak selalu berbanding lurus dengan ketahanan diri menghadapi rintangan hidup. Mahasiswi berparas cantik yang berasal dari Parapat itu tercatat sebagai angkatan tahun 2013 dan memiliki prestasi akademis yang sangat baik yang dibuktikan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) terakhir mencapai angka 3.8, bahkan IP sempurna 4 pernah dicetak mahasiswi semester IV itu . Ia juga tercatat sempat mengikuti pertukaran mahasiswa nasional yang cukup bergengsi di Universitas Hasanuddin Makassar. Ada yang Salah? Bunuh diri memang bukanlah pandemi sosial luar biasa karena terjadi hampir setiap hari dan sudah jadi santapan wajib kolom berita kriminal. Namun akan menjadi pertanyaan besar ketika hal tersebut terjadi berulang kali dalam rentang waktu yang terbilang singkat dan dilakukan oleh para peserta didik berstatus mahasiswa yang padahal berada di jenjang tertinggi tingkatan akademis. Pola pikir sehat dan optimisme pada hidup seharusnya sudah terbentuk dengan mantap di tahapan edukasi yang sudah dilabeli ―maha‖ tersebut. Namun apa lacur, kematian instan ternyata lebih menggoda dibanding kemauan bertarung melawan realitas permasalahan dan rintangan yang terlanjur kompleks. Bunuh diri dijadikan jalan terakhir ketika peserta didik—dengan alasannya masing-masing—tak menemukan pelipur lara pada rutinitas harian di perkuliahan. Seperti sebelum-sebelumnya, pihak terkait nampaknya butuh korban dan publikasi gencar dari media untuk melakukan evaluasi serius plus perbaikan mumpuni. Dinas Pendidikan Sumut harus melakukan investigasi khusus untuk mengetahui alasan ―mudahnya‖ mahasiswa USU (dan institusi pendidikan yang lain) memilih jalan pintas bernama ―kematian‖, sehingga diketahui pasti apakah kejadian tersebut memang murni hanya kebetulan semata atau malah ada kesalahan tersembunyi di balik sistem pendidikan perguruan tinggi.
Universitas Sumatera Utara
MEDAN, Medansatu.com | Frendis Agustinus Panjaitan (24) warga Komplek Citra Mas Indah, Blok L/136, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Bongsa, Kota Batam yang ditemukan tewas didepan pintu kamar kostnya dinilai anak yang pintar. (baca juga : Mahasiswi USU Tewas Gantung Diri) Tak hanya itu, mahasiswa semester akhir Jurusan Teknik Kimia USU ini juga dinilai sebagai anak yang suka bergaul dan tidak sombong. ―Anaknya pintar dan suka bergaul bang. IPK-nya selalu diatas 3,‖ kata rekan korban, Fhandi (23), Mahasiswa Teknik Mesin USU, Senin (20/10/2014). Dirinya pun tidak menyangka korban nekat mengakhiri hidupnya di usia muda. ―Enggak nyangka aja bang. Memang dengar-dengar dia stress karena diberi waktu tiga bulan lagi untuk menyelesaikan skripsinya, kalau tidak dia bakal di DO dari Kampus,‖ jelasnya. (baca juga : Masalah Percintaan Diduga Jadi Motif Bunuh Diri Mahasiswi USU) Kanit Reskrim Polsek Medan Baru, Iptu Oscar S Setjo, saat dikonfirmasi membenarkan kejadian itu. ―Benar dan kasus gantung diri itu masih kita lidik. Jenazah korban masih di Rumah Sakit Bhayangkara Medan,‖ kata Oscar. Dikatakannya, saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap adik korban. ―Adik korban sudah kita periksa dan pihak keluarga juga telah membuat perjanjian agar kasus ini tidak di kembangkan. Pihak keluarga akan membawa jenazah korban ke Toba untuk segera disemayamkan,‖ jelasnya. Pantauan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, rekan maupun saudara korban silih berganti mendatangi kamar jenazah untuk melihat korban yang masih terbaring disana. [KM-03]
Universitas Sumatera Utara
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN
-
Kematian Elfiana
br Ambarita
(21)
menggegerkan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Sebagian besar rekan, dosen, dan civitas akademika, tidak percaya mahasiswi cantik, pendiam, dan pintar ini nekat menghabisi nyawanya sendiri pada Minggu (17/05/2015) tengah malam kemarin. Dekan Fakultas Hukum USU, Prof Runtung Sitepu, mengatakan ia sempat tidak percaya saat mendengar bahwa Elfiana gantung diri. "Anaknya pintar. Semester lalu Indeks Prestasinya bagus sekali, mencapai angka 4. Makanya waktu saya dengar kemarin, saya langsung ke rumah sakit," katanya pada Tribun di Kampus USU, Jl Dr Mansyur, Medan, Sumut, Senin (18/05/2015) siang. Pasca ditemukan oleh rekan-rekannya yang kemudian menghubungi petugas kepolisian, jasad Elfiana dibawa ke RS Bhayangkara Polda Sumut di Jl KH Wahid Hasyim. "Di rumah sakit saya bertemu dengan teman-temannya, terkhusus teman Elpiana yang berangkat pertukaran mahasiswa di Unhas Makassar. Mereka cerita kalau Elpiana belakangan ini punya masalah pacarnya. Dan menurut mereka, masalah ini sangat mengganggu perkuliahannya," kata Sitepu. Ditanya secara spesifik masalah seperti apa yang membuat Elfiana Ambarita nekat melakukan tindakan bunuh diri, Runtung Sitepu, tidak bersedia memapar. Isu beredar, hubungan antara Elfiana dengan pacarnya sudah melebihi batas dan sang pacar menolak untuk bertanggungjawab. "Jangan terlalu jauh dulu. Jangan menebak-nebak. Polisi masih melakukan penyelidikan, kita tunggu saja," katanya. Meski demikian, Runtung Sitepu memastikan, bahwa Elfiana Ambarita tidak tersangkut dengan masalah akademik. "Semuanya lancar kalau di kampus. Tidak ada problem. Jadi kemungkinan besar latar belakang peristiwa yang menyedihkan ini memang persoalan pribadi," ujarnya.
Universitas Sumatera Utara
kompassiana MAHASISWA USU GANTUNG DIRI
AJIBATA (kompassiana.com) - Duka mendalam menyelimuti Huta Simarata, Desa Motung, Kecamatan Ajibata, Tobasa, Sumatera Utara. Di sinilah Elviana Teresia Ambarita (20) disemayamkan. Di sebuah rumah sederhana, ratusan orang terhanyut dalam suasana duka atas kepergian salah seorang putri terbaik dari kampung itu, yang meninggal akibat bunuh diri. Wartawan melaporkan Selasa (19/5/2015) sore, terdengar ratapan duka dari keluarga Elviana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Warga yang datang melayatpun turut meneteskan air mata serta memberikan penghiburan kepada keluarga korban. Ibunda korban, M boru Sitorus, bahkan tak henti-hentinya dalam bahasa Batak menangis histeris sembari memanggil-manggil nama anak keempat dari 5 bersaudara itu. Adik korban, Ramah Wati Ambarita, juga tak henti menangis sambil memeluk ibunya.
Universitas Sumatera Utara
"Anak namalo do ho borukku. IPK mu 4. Dapot piala do torus ho Elvi. Manang na songondia pe ibaen jolma ho Elvi, Tuhan i na ma mangalusi i sude borukku (Anak yang pintarnya kau anakku. IPK-mu 4,00. Dapat piala kau berkali-kali Elvi. Entah bagimana pun dibuat orang kau, biarlah Tuhan yang menjawabnya)," ujar ibu korban sambil menangis. Pilu pun terasa semakin menusuk sanubari ketika waktu yang bersamaan kakak kandung korban, Renita boru Ambarita, juga menangis histeris sembari menceritakan kisah korban selama hidup. "Paboa tu hami, Dek, paboa tu hami, Dek, paboa tu hami, Anggi. Ro ma ho tu parnipian nami. Paboa tu hami, Dek, paboa tu hami, Anggi. Molo masihol kakak mambege suaramu, tudia teleponhonokku ho, Dek" (Sampaikan pada kami, Dik. Datanglah ke mimpi kami. Katakan pada kami, Dik. Kalau aku rindu suaramu, kemanalah kutelepon kau, Dik)...," ucap Renita. "Derajat kami bisa tinggi kau buat, Dik. Nggak pernah orang menyangka kalau kita orang miskin karena kecerdasanmu. Sebegitu luas kampusmu, semua mengenal kami karena kecerdasanmu. Dipikir orang kita anak perwira, dipikir orang kita anak orang kaya. Nggak tahu orang kalau kita selalu makan ubi. Itu semua karena kepintaranmu, Adikku," ujar Renita yang merupakan mahasiswi Sultan Agung Pematangsiantar ini dalam tangisannya berbahasa Batak. Bahkan, saat peti jenazah akan ditutup, Renita sempat melarang dan meminta agar transkrip nilai adiknya turut dimasukkan ke dalam peti. Tepat pukul 15.00 WIB, pengurus gereja dan pendeta menggelar sakramen kematian. Sebelum memberikan sakramen, Pendeta Huria Kristen Indonesia (HKI) menjelaskan sedikit tentang kehadiran pihaknya di tempat itu. Dia menjelaskan, pihaknya telah melakukan rapat selama 5 jam untuk membahas seperti apa kematian korban yang masih tanda tanya. Dia mengaku bahwa pihaknya telah menerima surat pernyataan dari pihak keluarga korban bahwa kematian Elviana merupakan penganiayaan, bukan bunuh diri
Universitas Sumatera Utara
BIODATA PENELITI
Nama Lengkap
: Elfri Rahayu Tampubolon
Tempat/ Tanggal Lahir
: Pematangsiantar, 15 Maret 1994
NIM
: 120904018
Usia
: 22 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Batak Toba
Status Marital
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jalan Pattimura bawah no 05 kec Siantar Marihat Kel. Bp Nauli. Pematangsiantar
No Hp
: 085261544762
Email
:
[email protected]
Anak ke
: 5 dari 5 bersaudara
Nama orangtua
:
Ayah
: Imran Tampubolon
Ibu
: Tinuria Manurung
Alamat orangtua
: Jalan Pattimura bawah no 05 kec Siantar Marihat Kel.
Bp Nauli. Pematangsiantar Nama Saudara Kandung :
Saudara pertama
: Yunita Herniati Tampubolon
Saudara kedua
: Tuti Hermayana Tampubolon
Saudara ketiga
: Tri Wahyuri Tampubolon
Saudara keempat
: Syaifullah Tampubolon
Pendidikan
1998-2004
: : SDN No 122384
Universitas Sumatera Utara
2005-2007
: Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematangsiantar
2007-2010
: Madrasah Aliyah Negeri Pematangsiantar
2012-2016
: Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi
Universitas Sumatera Utara