KUALITAS TIDUR PASIEN PRAOPERASI DI RUANG RAWAT INAP Asep Robby1, De Is Rizal Chaidir2, Urip Rahayu3 Program Magister Keperawatan Universitas Padjadjaran 2 Staf Pengajar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 3 Staf Pengajar Pada Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
1 Mahasiswa
ABSTRAK Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi demi menjaga keseimbangan seluruh proses dalam tubuh seseorang. Tidak terpenuhinya tidur dalam kualitas yang dibutuhkan tubuh akan berdampak pada aspek fisik seperti perasaan lelah, tidak segar, sakit kepala, pusing, peningkatan tekanan darah, gula darah, gangguan imunitas, dll. selain itu juga berdampak pada aspek psikologis seperti iritabel, merasa tidak bersemangat, berperilaku kasar, keputusan yang kontraproduktif, dll. Perawat sebagai care provider harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik, termasuk salah satunya yakni terpenuhinya kualitas tidur pasien yang adekuat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien hospitalisasi diantaranya adalah faktor internal/individual seperti nyeri, delirium, depresi, kecemasan, stres, dan ketidakmampuan untuk berbaring dengan nyaman. Faktor medikasi dan faktor eksternal seperti temperatur ruangan, pencahayaan, kebisingan (noise), keberadaan orang lain (pasien), serta intervensi medis menurut hasil penelitian mempengaruhi kualitas tidur pasien rawat inap. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur memang sulit untuk dikendalikan, diperlukan kerjasama seluruh elemen dalam pelayanan. Akan tetapi meskipun demikian perawat tentu perlu memikirkan strategi yang efektif namun murah untuk membantu pasien mendapatkan kualitas tidur yang adekuat selama dalam masa perawatan. Kata kunci : kualitas tidur, pra-operasi, pasien ABSRACT
Keywodrs : sleep quality, pre-operation, patient
PENDAHULUAN Artikel ini merupakan review dari beberapa hasil penelitian kuantitatif yang membahas mengenai kualitas tidur pasien di rawat inap baik di ruang intensif/kritis maupun ruang medikal. Penulis melakukan pencarian hasil penelitian melalui beberapa jurnal secara online yakni pada laman PubMed, Proquest, Google schoolar, dan Wiley. Dari semua hasil pencarian diperoleh 47 hasil penelitian yang relevan dengan tema kualitas tidur pasien rawat inap yang semuanya tertuang dalam artikel ini dan tertulis dalam daftar pustaka. Analisis konten dilakukan dengan membandingkan kesamaan tujuan dan variabel penelitian kemudian dilakukan review terhadap semua hasil penelitian pada artikel yang terpilih.
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR PASIEN RAWAT INAP Keadaan hospitalisasi (rawat inap) merupakan stresor psikologis dan dapat mempengaruhi pola tidur yang normal. Gangguan tidur pasien hospitalisasi menurut hasil penelitian Tranmer et al. (2003) mayoritas terjadi pada pasien pertama kali dirawat (first admission) dalam tiga hari pertama perawatan. Dalam penelitian Lei et al. (2009) dan Shafiq et al. (2006) ditemukan bahwa hampir setengah dari pasien yang dirawat di rumah sakit umum mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal ini dikuatkan oleh de Almondes (2008) yang menemukan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit umum kemungkinan besar akan mengalami gangguan tidur dua kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien di rumah sakit swasta (private). Dari beberapa hasil penelusuran litertatur diketahui bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien hospitalisasi secara umum adalah: (1) Faktor internal atau individual Menurut Frighetto et al. (2004) faktor internal seperti nyeri, delirium, depresi, kecemasan, stres, ketidakmampuan untuk berbaring dengan nyaman memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang. Ditambahkan dalam penelitian Ertekin dan Dogan (2005) yang menunjukkan bahwa jenis kelamin dan pekerjaan juga memiliki pengaruh pada kualitas tidur. Hasil penelitian Campbell, Stanchina, Schlang, dan Murphy (2011) bahwa usia dan jenis kelamin berhubungan dengan perubahan pola dan kualitas tidur. Akan tetapi hasil tersebut berbeda dengan temuan Yilmaz, Sayin, dan Gurler (2010) yang menemukan bahwa jenis kelamin, usia, status pernikahan, dan pekerjaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas tidur seseorang. Hasil penelitian Ohayon, Carskadon, Guilleminault, dan Vitiello (2004) menunjukkan bahwa pada orang dewasa, latensi tidur dan persentase tidur NREM tahap 1 dan 2 meningkat sebaliknya persentase tidur REM cenderung menurun secara signifikan seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Perry & Potter (2009) bahwa pada lanjut usia sering terjadi keadaan dimana waktu tidur REM cenderung memendek dan terjadi penurunan yang progresif pada tidur NREM tahap 3 dan 4, bahkan kebanyakan tidak mencapai tahap 4 atau REM. Penelitian tentang perbedaan kualitas tidur pada pasien periode pra operasi dan pasca operasi pernah dilakukan Lane dan East (2008) dan Raymond et al. (2004). Studi ini melaporkan kualitas tidur dalam periode pra operatif sangat dipengaruhi oleh rasa takut dan kecemasan akan terjadinya disabilitas.
1139
Kualitas Tidur Pasien Praoperasi di Ruang Rawat Inap Asep Robby, De Is Rizal Chaidir, Urip Rahayu
Sedangkan pada pasien pasca operasi, laporan gangguan tidur disebabkan karena tidak mampu mengambil posisi yang nyaman di tempat tidur akibat ukuran luka operasi, nyeri, dan obat yang memiliki efek negatif pada kualitas tidur. (2) Faktor eksternal atau lingkungan Dalam penelitian Frighetto et al. (2004) diketahui bahwa faktor eksternal yang berkontribusi terhadap gangguan tidur saat hospitalisasi di antaranya adalah temperatur ruangan yang ekstrim, keberadaan pasien lain, pencahayaan ruangan, dan intervensi medis yang berulang-ulang. Menurut NSF (2015) bahwa tingkat pencahayaan berperan dalam sinkronisasi ritme sirkadian tidur seseorang, untuk itu pengaturan paparan cahaya dalam ruangan menentukan kemampuan tidur pasien, hal itu disebabkan karena hormon melatonin tidak akan diproduksi ketika lingkungan terlalu terang. Dalam penelitian Chang, Aeschbach, Duffy, dan Czeisler (2015) ditemukan bahwa tingkat cahaya dari kisaran 30 sampai 50 lux dari sudut pandang mata akan menunda “jam sirkadian” (circadian clock) hal ini disebabkan penekanan pada sekresi melatonin secara akut. Sejalan dengan hasil penelitian Chellappa et al. (2013) bahwa intensitas cahaya pada kisaran 40 lux dapat berdampak langsung pada struktur tidur. Selain faktor pencahayaan, tingkat kebisingan (noise) juga memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan pada saat tidur. Menurut Basner, Muller, dan Griefahn (2010) bahwa level bunyi cukup tinggi dapat merubah gambaran siklus dari NREM dan REM menjadi tidak normal. Hal tersebut dapat meningkatkan frekuensi terbangun dan berkurangnya waktu tidur yang mendalam (deep sleep). Menurut NSF (2015) bahwa level bunyi antara 40-70 desibel (dB) sudah bisa mengganggu tidur. Sedangkan menurut US Environmental Protection Agency [EPA] (1974) dalam Li, Wang, Wu, Liang, dan Tung (2010) menetapkan bahwa tingkat suara atau kebisingan di rumah sakit tidak boleh lebih dari 45 dB pada siang hari dan 35 dB pada malam hari. Tidak berbeda jauh dengan WHO (2009) bahwa standard noise yang optimum dalam rentang siang dan malam yaitu antara 30 dan 35 dB. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di rumah sakit yang tinggi. Busch-Vishniac et al. (2005) mengatakan bahwa tingkat kebisingan di rumah sakit telah terus meningkat dari sejak tahun 60-an. Dalam studinya menemukan bahwa level suara/bunyi rata-rata di rumah sakit pada siang hari yaitu mencapai 72 dB dan malam hari mencapai 60 dB. Nilai ini diambil dari berbagai unit perawatan intensif, ruang operasi, dan bangsal umum. Dalam
1140
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015
penelitian Park et al. (2014) diketahui bahwa tingkat noise di bangsal perawatan rata-rata sebesar 63,5 dB dalam 24 jam. Hal ini tentunya melebihi batas noise yang dianjurkan WHO (1999) agar pasien tidak mengalami gangguan tidur yaitu tidak melebihi 35 dB di siang hari dan 30 dB di malam hari. Sedangkan menurut United States Environmental Protection Agency [EPA] (1974) yaitu 45 dB di siang hari 35 dB di malam hari. Kegiatan perawatan pada shift malam juga berkontribusi terhadap gangguan tidur pasien. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 60 pasien. Diketahui bahwa rata-rata 51 kegiatan dilakukan per pasien per malam antara pukul 02.00 dan 05.00 (Celik et al., 2005). Dalam rentang waktu tersebut, 62 persen pasien dimandikan dan kegiatan monitoring seperti pengukuran tanda-tanda vital dan output urin. Selain itu tindakan reposisi, intervensi oksigenasi, perawatan mulut, aspirasi nasogastric tube (NGT), dan pemberian obat juga berkontribusi terhadap tidur pasien (Celik et al., 2005). Tamburri et al. (2004) melakukan penelitian retrospektif terhadap 50 pasien selama 147 malam. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa 94 persen dari durasi tidur tanpa gangguan adalah sekitar 3 jam, sedangkan selebihnya sebagian besar pasien sering terbangun setiap satu atau dua jam disebabkan tindakan perawatan. Kedua penelitian diatas dilakukan di ruang perawatan kritis. Dalam review Yilmaz et al. (2010) diketahui bahwa faktor eksternal di rumah sakit memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap kualitas tidur pasien bedah daripada faktor internal (subjektif) seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, dan riwayat pekerjaan. Ditambahkan menurut Gabor, et al. (2003) bahwa kebanyakan hasil penelitian yang dipublikasikan menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (kebisingan dan rutinitas kerja) merupakan predisposisi, pemicu dari gangguan tidur pasien hospitalisasi. (3) Faktor Medikasi Obat golongan analgetik yang terdiri dari golongan Opioid dan Non opioid. Menurut Kosinski et al. (2007), obat golongan opioid (heroin, morfin, metadon dan kodein) banyak digunakan dengan efek penenang. Efek opioid terhadap tidur antara lain: latensi tidur yang memanjang (SL), penurunan SWS dan REM, dan peningkatan keinginan bangun pada malam hari. Sedangkan golongan non opioid umumnya dikenal sebagai obat anti inflamasi non steroid (NSAID) di antaranya parasetamol, aspirin dan ibuprofen. Hasil penelitian Onen et al. (2005) diketahui bahwa parasetamol memiliki efek menguntungkan pada kualitas tidur bahkan pada
1141
Kualitas Tidur Pasien Praoperasi di Ruang Rawat Inap Asep Robby, De Is Rizal Chaidir, Urip Rahayu
pasien yang tidak mengeluh nyeri, sedangkan aspirin dan ibuprofen memiliki efek negatif seperti peningkatan SL, peningkatan frekuensi terbangun, dan penurunan SWS. Obat golongan hipnotik dapat mempengaruhi tahap 3 dan 4 tidur NREM dan menekan tidur REM. Sedangkan golongan narkotik dapat menekan tidur REM dan menyebabkan keinginan untuk bangun dan kantuk. Golongan Antidepresan menekan tidur REM, menyebabkan gelisah, dan kadang memperburuk insomnia. Antidepresan golongan SSRIs bahkan menyebabkan insomnia (Carney, Berry, & Geyer, 2012). Penghentian tiba-tiba menyebabkan nightmare dan parasomnia. Akan tetapi menurut Lam (2006) obat jenis tersebut secara objektif dan subyektif meningkatkan kualitas tidur pada orang depresi. Obat
golongan
(benzodiazepin,
Sedasi
propofol)
yang
dan
terdiri
α-2-agonis
dari
golongan
GABA
(dexmedetomidin)
juga
agonis dapat
mempengaruhi tidur. GABA agonis menyebabkan penurunan tidur REM, menekan SWS,
dan
meningkatkan
tidur
NREM
tahap
2.
Sedangkan
α-2-agonis
menyebabkan penurunan REM, peningkatan SWS, dan peningkatan NREM tahap 2. Golongan α-2-agonis berefek lebih alami terhadap tidur (Weinhouse & Watson, 2009). Selain itu, obat-obat jantung seperti beta-bloker berefek penurunan efisiensi tidur, REM, dan SWS, menurunkan produksi melatonin. Sedangkan alfa-bloker peningkatan efisiensi tidur dan SWS, dan penurunan REM. Obat-obat pernapasan seperti teofilin meningkatkan keluhan terhadap tidur, sedangkan glukokortikoid menurunkan tidur REM, meningkatkan frekuensi terbangun setelah onset tidur. KEBUTUHAN TIDUR PASIEN PRA OPERASI Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada pasien bedah dalam periode pra operasi bertujuan sebagai persiapan aspek fisik dan mental atau psikologis pasien yang akan menjalani operasi, hal tersebut karena kondisi fisik dan psikologis dapat mempengaruhi tingkat risiko intra operasi, mempercepat pemulihan, serta menurunkan komplikasi pasca operasi (Perry & Potter, 2009). Dalam penelitian Yilmaz, Sayin, dan Gurler (2010) ditemukan bahwa sebagian besar komponen tidur (kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, dan disfungsi tidur siang) yang baik saat dikaji pada periode preadmission, dipengaruhi secara negatif saat hospitalisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa di rumah sakit, pasien membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat tertidur nyenyak sehingga durasi tidur menjadi berkurang. Mereka juga menyimpulkan bahwa kondisi rumah sakit memiliki pengaruh terhadap
1142
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015
sikap, perilaku, dan kebiasaan dalam tidur pasien. Ditambahkan Schiza et al. (2010) bahwa perubahan pada pola tidur dapat menyebabkan gangguan dalam tahap REM dan tahap slow wave sleep (SWS) pada pasien pra dan pasca operasi. Lebih jelas beberapa dampak dari kualitas tidur yang buruk yaitu antara lain: 1) Peningkatan Denyut Jantung dan Tekanan Darah Dalam penelitian Kato et al. (2000) terhadap 8 subyek sehat berusia 35-45 tahun. Setiap subyek diinstruksikan untuk satu malam tidur normal dan satu malam kurang dari normal. Subyek yang benar-benar kurang tidur memiliki tekanan darah sistolik lebih tinggi secara signifikan setelah kurang tidur malam dibandingkan saat tidur normal (129 ± 8 mmHg vs 123 ± 8 mmHg). Sebuah studi serupa mengenai kurang tidur parsial akut juga pernah dilakukan oleh Tochikubo et al. (1996) terhadap 18 orang responden laki-laki berusia 23-48 tahun dengan durasi tidur malam 3,6 jam hasilnya mereka memiliki denyut jantung dan tekanan darah yang meningkat secara signifikan. Dalam penelitian Zhang (2011) diketahui bahwa waktu tidur yang pendek atau kualitas tidur yang buruk berkaitan dengan peningkatan hormon katekolamin, hal ini memiliki pengaruh pada sistem kardiovaskular. Tekanan darah yang meningkat dapat meningkatkan kerja jantung dan gangguan pada perfusi jaringan.
2) Gangguan Penyembuhan Luka Hubungan antara proliferasi sel dan tidur memang belum sepenuhnya jelas, tapi dalam review Meerlo et al. (2009) menunjukkan bahwa tidur sangat penting untuk fungsi normal dan secara tidak langsung mempengaruhi neurogenesis. Akan tetapi sebelumnya Altemus et al. (2001) telah menunjukkan bahwa dampak kurang tidur jangka pendek secara signifikan mempengaruhi pemulihan luka. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa ketika seseorang terus terjaga selama 42 jam, maka akan terdapat peningkatan produksi interleukin-1b plasma (IL-1b), Tumor Necrosis Factor-a (TNF-a), dan peningkatan aktivitas Natural Killer (NK) serta penurunan dalam proses pemulihan fungsi sawar kulit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi dan mungkin secara tidak langsung bertanggung jawab atas perubahan fungsi sistem pertahanan tubuh. 3) Peningkatan Kadar Glukosa Darah dan Konsumsi Makanan Hubungan antara durasi tidur pendek dengan meningkatnya nafsu makan pernah diteliti oleh Spiegel, Leproult, dan Van Cauter (2005),
1143
Leeuwen et al.
Kualitas Tidur Pasien Praoperasi di Ruang Rawat Inap Asep Robby, De Is Rizal Chaidir, Urip Rahayu
(2010). Hal tersebut disebabkan oleh perubahan kadar hormon leptin dan ghrelin yang mengatur nafsu makan dan rasa kenyang. Ghrelin telah diketahui meningkat dengan kurang tidur, sedangkan leptin beberapa studi melaporkan peningkatan sedangkan studi lain justru leptin menurun. Dalam beberapa penelitian eksperimental diketahui bahwa pembatasan tidur berhubungan dengan ketidakseimbangan rasio antara insulin dan glukosa (Knutson et al., 2008, van Leeuwen et al., 2010, Buxton et al., 2012). Dalam penelitian Spiegel et al. (2005) terhadap 11 pria sehat berusia 18-27 tahun. Pembatasan durasi tidur selama 4 jam dalam enam malam berturut-turut yang kemudian diikuti dengan 10 jam selama enam malam sebagai tidur pemulihan (recovery). Penelitian tersebut membandingkan bagian kurang tidur dengan bagian pemulihan, hasilnya diketahui bahwa subyek menunjukkan adanya intoleransi glukosa, penurunan hormon leptin, peningkatan aktivitas saraf simpatik, dan peningkatan kortisol. 4) Gangguan Fungsi Imunologi Dalam penelitian Dettoni et al. (2012) ditemukan bahwa kurang tidur dapat meningkatkan kadar hormon stres kortisol dan nor adrenalin. Stres fisiologis ini dapat mempengaruhi kerja sistem imun sehingga mengurangi kemampuannya terhadap antigen. Dalam penelitian Irwin et al. (2006) dan Meier-Erwert et al. (2004) menemukan bahwa gangguan tidur dapat meningkatkan kadar biomarker inflamasi seperti IL-6, TNF, dan CRP secara signifikan. Dalam review Mostaghimi, Obermeyer, Ballamudi, Martinez–Gonzalez dan Benca (2005) diketahui bahwa tidur penting untuk penyembuhan karena adanya peningkatan proses sintesis protein, pembelahan sel, dan sekresi hormon pertumbuhan (GH) pada saat tidur. Dalam penelitian Blask (2008) menemukan bahwa ketika seseorang lebih banyak terjaga di malam hari, maka produksi hormon nocturnal melatonin akan ditekan, sehingga menyebabkan gangguan tidur yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi dan perlambatan dalam pemulihan luka pada pasien pasca operasi. 5)
Perubahan Fungsi Kognitif dan Emosi Kualitas tidur yang buruk berdampak pada kemampuan kognitif, tingkat motivasi, konsentrasi, daya ingat atau memori (Randall, Roehrs, & Roth, 2008) serta kemampuan berespon terhadap stimulus (Amschler & McKenzie, 2010). Dalam penelitian Schmidit dan Van der Linden (2009) yang menghubungkan antara pengalaman emosi dengan gangguan tidur. Mereka menemukan bahwa
1144
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015
responden dengan gangguan tidur cenderung untuk menghadapi pikiran yang negatif (kontrafaktual) dan lebih emosional (perasaan menyesal, malu, dan rasa bersalah). Dalam studi sebelumnya McNamara, Andresen, Arrowood, dan Messer (2002) diketahui bahwa emosi negatif tersebut akan terbawa saat tidur dan sering mengakibatkan mimpi yang mengganggu saat tidur. Dari beberapa review ditemukan bahwa kualitas tidur berkorelasi signifikan dengan status mental, tingkat stres, disorientasi, dan mood negatif (Ünsal & Demir, 2012; Meerlo, Sgoifo, & Suchecki, 2008; Lack & Wright, 2007). 6)
Prediktor Mortalitas Dalam studi epidemiologi dari Nilsson, Nilsson, Hedblad, dan Berglund (2009) yang melakukan studi pengaruh dari masalah tidur yang mungkin berperan sebagai prediktor dari mortalitas. Ditemukan bahwa 397 dari 10,902 perempuan dan 1902 dari 22,444 laki-laki meninggal karena faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur. Kematian tiba-tiba yang berhubungan dengan gangguan tidur dikarenakan peningkatan aktivitas saraf simpatis berlebih yang memiliki pengaruh menghambat onset tidur dan peningkatan paparan terhadap stres kronis. Dalam penelitian sebelumnya Kripke et al. (2002) mempelajari lebih dari 1,1 juta pria dan wanita yang berusia antara 30-102 tahun. Mereka menemukan bahwa subyek yang melaporkan lama tidur malam kurang dari 4,5 jam pada pria dan tidur kurang dari 3,5 jam pada wanita dikaitkan dengan 15 % angka kematian dalam 6 tahun terakhir untuk semua penyebab. Selain itu, Wingard dan Berkman (1983) dalam Alvarez dan Ayas (2004) dalam studi terhadap pria dan wanita yang berusia antara 30-69 tahun menemukan bahwa subyek yang melaporkan durasi tidur malam pendek (≤ 6 jam) atau panjang (≥ 9 jam) memiliki tingkat mortalitas 9 tahun jika dibandingkan dengan orang yang tidur 7-8 jam per malam. Akan tetapi secara statistik penelitian ini tidak cukup kuat untuk menentukan apakah tidur singkat secara independen terkait dengan tingkat mortalitas.
PERAN PERAWAT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PASIEN Florence Nightingale telah mengatakan bahwa tidur sangat bermanfaat bagi kesehatan dan penting dalam asuhan keperawatan karena memiliki fungsi restoratif (Lane & East, 2008). Fungsi perawat membantu pasien untuk mencapai kualitas tidur yang adekuat. Perawat harus memiliki pengetahuan dasar tentang masalah tidur dan kelelahan pada pasien rawat inap saat memberikan pelayanan kepada pasien karena kemungkinan memerlukan intervensi yang khusus (Potter & Perry, 2009). Disarankan
1145
Kualitas Tidur Pasien Praoperasi di Ruang Rawat Inap Asep Robby, De Is Rizal Chaidir, Urip Rahayu
oleh Young, Bourgeois, Hilty, dan Hardin (2008) bahwa kualitas tidur pada pasien rawat inap harus menjadi bagian rutin semisal penilaian tanda-tanda vital, karena kualitas tidur dapat mengungkapkan informasi lebih lanjut tentang kesehatan pasien secara keseluruhan. Berdasarkan temuan Yilmaz, Sayin, dan Gurler (2010) diketahui bahwa selama hospitalisasi pasien pra operasi dan pasca operasi tidak bisa mendapatkan istirahat tidur yang cukup. Mereka menyimpulkan bahwa faktor lingkungan berperan penting pada kualitas tidur mereka. Departemen di mana penelitian ini dilakukan tidak dinilai cukup mendukung demi tercapainya kualitas tidur yang baik. Untuk itu mereka menyarankan agar pengaturan kenyamanan dalam kamar pasien dilakukan secara multidisiplin termasuk oleh petugas administratif. Perawat berperan dalam mengatur pelaksanaan program pengobatan dan perawatan sesuai dengan jam tidur pasien. Kualitas tidur pasien yang menjalani intervensi bedah harus dinilai secara rutin. SIMPULAN Dalam Nursing Intervention Classification (2015) disebutkan salah satu intervensi keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien hospitalisasi yakni
manajemen
lingkungan
untuk
memfasilitasi
kenyamanan
(enviromental
management: comfort). Intervensi tersebut di antaranya: menciptakan lingkungan yang tenang, aman dan bersih, membatasi pengunjung, mengatur tingkat pencahayaan ruangan, menghindarkan cahaya langsung yang tertuju pada mata pasien, meminimalkan tindakan saat waktu tidur terutama pada malam hari. Dari intervensi yang diberikan tersebut, outcome yang diharapkan antara lain diperolehnya waktu, pola, dan kualitas tidur yang adekuat, serta secara subjektif pasien melaporkan tingkat kebugaran fisik dan kenyamanan secara psikologis sesudah tidur. DAFTAR PUSTAKA Almondes, K.M., Mota, N.B., & Araújo, J.F. (2008). Sleep-wake cycle pattern, sleep quality and complaints about sleep disturbances made by inpatients. J. Sle. sc.Vol.1. Retrieved from http:// sleepscience.com.br/sleepscience/pdf/articles/vol1/SleepScience_vol1_issue01_ art06.pdf Altemus, M., Rao, B., Dhabhar, F. S., Ding, W., & Granstein, R. D. (2001). Stress induced changes in skin barrier function in healthy women. Journal of Investigative Dermatology, 117(2), 309-317. doi:10.1046/j.15231747.2001.01373. Alvarez, G. G., & Ayas, N. T. (2004). The impact of daily sleep duration on health: a
1146
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015
review of the literature. Progress in cardiovascular nursing, 19(2), 56-59. doi:10.1111/j.0889-7204.2004.02422. Amschler, D. H., & McKenzie, J. F. (2010). Perceived sleepiness, sleep habits and sleep concerns of public school teachers, administrators and other personnel. American Journal of Health Education, 41(2), 102-109. doi:10.1080/19325037.2010.10599134 Ancoli-Israel S, Cole R, Alessi C, Chambers M, Moorcroft W, Pollak CP. (2003). The role of actigraphy in the study of sleep and circadian rhythms. J Sleep 26:342-92. Basner, M., Dinges, D. F., Mollicone, D., Ecker, A., Jones, C. W., Hyder, E. C., ... & Sutton, J. P. (2013). Mars 520-d mission simulation reveals protracted crew hypokinesis and alterations of sleep duration and timing. Proceedings of the National Academy of Sciences, 110(7), 2635-2640. doi: 10.1073/pnas.1212646110 Blask, D. E. (2008). Melatonin, sleep disturbance, and cancer risk. Sleep Medicine Reviews, 13(4), 257-264. Retrieved from http://www.sciencedirect.com.ezproxy.liberty.edu:2048/science? Buxton, M. O., Cain, S.W., O’Connor, S.P., Porter, J.H., Duffy, J.F., Wang, W., Czeisler, C.A., & Shea, S.A. (2012). Metabolic Consequences in Humans of Prolonged Sleep Restriction Combined with Circadian Disruption. Sci Transl Med. 4(129): 129ra43. doi:10.1126/ scitranslmed.3003200 Carney, P.R., Berry, R.B., Geyer, J.D. (2012). Clinical Sleep Disorders second edition. Lippincot William & Wilkins Chang, A.M., Aeschbach, D., Duffy, J.F., & Czeisler, C.A. (2014). Evening use of lightemitting readers negatively affects sleep, circadian timing, and next-morning alertness. Proc.Nat.Ac.Sci. 232–1237. Chellappa, S.L., Steiner, R., Oelhafen, P., Lang, D., Götz, T., Krebs, J., & Cajochen, C. (2013). Acute exposure to evening blue-enriched light impacts on human sleep. J Sleep Res.22:573–580. doi: 10.1111/jsr.12050 Dettoni, J. L., Consolim-Colombo, F. M., Drager, L. F., Rubira, M. C., de Souza, S. B. P. C., Irigoyen, M. C., ... & Lorenzi-Filho, G. (2012). Cardiovascular effects of partial sleep deprivation in healthy volunteers. Journal of Applied Physiology, 113(2), 232-236. Doǧan, O., Ertekin, Ş., & Doǧan, S. (2005). Sleep quality in hospitalized patients. Journal of clinical nursing, 14(1), 107-113. doi: 10.1111/j.13652702.2004.01011.x Frighetto, L., Marra, C., Bandali, S., Wilbur, K., Naumann, T., & Jewesson, P. (2004). An assessment of quality of sleep and the use of drugs with sedating properties in hospitalized adult patients. Health Qual Life Outcomes. 24:1-10. doi: 10.1186/1477-7525-2-17 Gabor, J.Y., Cooper, A.B., Crombach, S.A., Lee, B., Kadikar, N., Bettger, H.E., et al. (2003). Contribution of the Intensive Care Unit Environment to Sleep Disruption in Mechanically Ventilated Patients and Healthy Subjects. Am J Respir Crit Care Med. 167: 708-715. Retrieved from: http://www.atsjournals.org/doi/pdf/10.1164/rccm.2201090 Irwin, M. R., Wang, M., Campomayor, C. O., Collado-Hidalgo, A., & Cole, S. (2006). Sleep deprivation and activation of morning levels of cellular and genomic
1147
Kualitas Tidur Pasien Praoperasi di Ruang Rawat Inap Asep Robby, De Is Rizal Chaidir, Urip Rahayu
markers of inflammation. Archives of internal medicine, 166(16), 1756-1762. Retrieved from http://archinte.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=410868 Kato, M., Phillips, B.G., Sigurdsson, G., Narkiewicz, K., Pesek, C.A., & Somers, V.K.(2000). Effects of sleep deprivation on neural circulatory control. J Hypertension. 35:1173–1175. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/10818083 Knutson, K. L., Spiegel, K., Penev, P., & Van Cauter, E. (2007). The metabolic consequences of sleep deprivation. Sleep medicine reviews, 11(3), 163-178. Kosinski, M., et al. (2007). Pain relief and pain related sleep disturbance with extended release Tramadol in patients with osteoarthritis. Current Medical Research & Opinions 23 (7) 1615-1626 Kripke, D. F., Garfinkel, L., Wingard, D. L., Klauber, M. R., & Marler, M. R. (2002). Mortality associated with sleep duration and insomnia. Archives of general psychiatry, 59(2), 131-136. doi:10.1001/archpsyc.59.2.13 Lack, L. C., & Wright, H. R. (2007). Clinical management of delayed sleep phase disorder. Behavioral sleep medicine, 5(1), 57-76. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17313324 Lam, R. W. (2006). Sleep disturbances and depression: a challenge for antidepressants. International clinical psychopharmacology, 21, S25-S29. Lane, T., & Anne East, L. (2008). Sleep disruption experienced by surgical patients in an acute hospital. British journal of Nursing, 17(12), 766-771. Leeuwen, Van . W.M. A., Hublin, C., Sallinen, M., Härmä, M., Hirvonen, A., PorkkaHeiskanen, T. (2010). Prolonged Sleep Restriction Affects Glucose Metabolism in Healthy Young Men. Int J End 10 (7). doi:10.1155/2010/ 108641 Lei Z, Qiongjing Y, Qiuli W, Sabrina K, Xiaojing L, & Changli W. (2009). Sleep quality and sleep disturbing factors of inpatients in a Chinese general hospital. J Clin Nurs. 18(17):2521-9. doi: 10.1111/j.13652702.2009. 02846.x. Liszka-Hackzell, J. J., & Martin, D. P. (2005). Analysis of nighttime activity and daytime pain in patients with chronic back pain using a self-organizing map neural network. Journal of clinical monitoring and computing, 19(6), 411-414. Liu, J., Zhou, G., Wang, Y., Ai, Y., Pinto-Martin, J., & Liu, X. (2012). Sleep problems, fatigue, and cognitive performance in Chinese kindergarten children. The Journal of pediatrics, 161(3), 520-525. McNamara, P., Andresen, J., Arrowood, J., Messer, G. (2002). Counterfactual cognitive operations in dreams. Dreaming, 12(3). Retrieved from http://www.asdreams.org/journal/articles/12-3_mcnamara.htm Meerlo, P., Sgoifo, A., & Suchecki, D. (2008). Restricted and disrupted sleep: effects on autonomic function, neuroendocrine stress systems and stress responsivity. doi: 10.1016/j.smrv.2007.07.007. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18222099 Mostaghimi, L., Obermeyer, W. H., Ballamudi, B., MARTINEZ–GONZALEZ, D., & Benca, R. M. (2005). Effects of sleep deprivation on wound healing. Journal of sleep research, 14(3), 213-219. doi: 10.1111/j.1365-2869.2005.00455.x National Sleep Foundation. (2015). How Much Sleep Do We Really Need?. Retrieved from http://sleepfoundation.org/how-sleep-works/how-much-sleep-do-we-really-
1148
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 2 September 2015
need National Sleep Foundation. (2015). Melatonin and sleep. Retrieved http://www.sleepfoundation.org/article/sleep-topics/melatonin-and-sleep
from
Nilsson, P., Nilsson, J., Hedblad, B., Berglund, G. (2001). Sleep disturbance in association with elevated pulse rate for prediction of mortality – consequences of mental strain?. Journal of Internal Medicine, 250(6), 521-529. doi:10.1046/j.13652796.2001.00913.x Onen, H., et al (2005) How pain and analgesics disturb sleep. Clin J Pain 21 (5) 422-43 Park, M.J., Yoo, J.H., Cho, B.W., Kim, K.Y., Jeong, W., Ha, M. (2014). Noise in hospital rooms and sleep disturbance in hospitalized medical patients. Environmental Health and Toxicology. 9. Retrieved from http://www.e-eht.org/ Randall, S., Roehrs, T., Roth, T. (2008). Over-the-counter sleep aid medications and insomnia. Primary Psychiatry, 15(5), 52-58. Retrieved from http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=8&hid=6&sid= 776f9658-a43c-4dd9-bd71-81c8fe1d4095%40sessionmgr4 Raymond, I., Ancoli-Israel, S., & Choiniére, M. (2004). Sleep disturbances, pain and analgesia in adults hospitalized for burn injuries.Sleep Medicine, 5(6), 551–559. Retrieved from http://www.sleep-journal.com/article/S1389-9457(04)001303/abstract Schiza, S. E., Simantirakis, E., Bouloukaki, I., Mermigkis, C., Arfanakis, D., Chrysostomakis, S., Siafakas, N. M. (2010). Sleep patterns in patients with acute coronary syndromes. Sleep Medicine, 11(2), 149–153. Retrieved from http://www.sleep-journal.com/article/S1389-9457(09)00473-0/pdf Shafiq, M., Salahuddin, F.F., Siddiqi, M., Shah, Z., Ali, R., Siwani, R.A., Saleem A, Shaikh, K.S., Khuwaja, A.K. (2006). Sleep deprivation and its associated factors among general ward patients at a tertiary care hospital in Pakistan. J Pak Med Assoc. (12): 614. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17312658 Spiegel, K., Leproult, R., Van Cauter, E. (2005). Impact of sleep debt on metabolic and endocrine function. J Lan. 354:1435–1439. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10543671 Tranmer, J.E., Minard, J., Fox, L.A., et al. (2003). The sleep experience of medical and surgical patients. ClinNurs Res. 12:159-173 Ünsal, A., Demir, G. (2012). Evaluatıon of Sleep Quality and Fatigue in Hospitalized Patients. Int.J.Car.Sci. (11) 149–153. Retrieved from: www.inernationaljournalofcaringsciences.org Watson, P. L., Ceriana, P., & Fanfulla, F. (2012). Delirium: is sleep important?. Anaest. 26(3). doi:10.1016/j.bpa.2012.08.005
J Clin
Weinhouse, G. L., & Watson, P. L. (2011). Sedation and sleep disturbances in the ICU. Anesthesiology clinics, 29(4), 675-685. Retrieved from http://www.criticalcare.theclinics.com/article/S0749-0704(09)00037-2/abstract Yilmaz, M., Sayin, Y., Gurler, H. (2010). Sleep Quality of Hospitalized Patients in Surgical Units. J Nurs For, 47, 183–192. doi: 10.1111/j.1744-6198.2012.002 68.x Young, J.S., Bourgeois, J.A., Hilty, D.M., Hardin, K.A. (2008). Sleep in hospitalized medical patients, part 1: factors affecting sleep. J Hosp Med, 3(6):473-82. J
1149
Kualitas Tidur Pasien Praoperasi di Ruang Rawat Inap Asep Robby, De Is Rizal Chaidir, Urip Rahayu
Hosp Med. 3(6):473-82. doi: 10.1002/jhm.372. Zhang, J., Ma, R.C.W., Kong, A.P.S., So, W.Y., Li, A.M., Lam, S.P., Li, S.X., Yu, M.W.M., Ho, C.S., Chan, M.H.M., Zhang, B., Wing, Y.K. (2011). Relationship of sleep quantity and quality with 24-hour urinary catecholamines and salivary awakening cortisol in healthy middle-aged adults. J Sleep: 34(2):225-233. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3022944/?report=reader
1150