JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 2, NOVEMBER 2015: 112-120
KUALITAS LAYANAN, AKSES, PEMBIAYAAN DAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN
1
Ni Wayan Dian Ekayanthi1, Hadyana Sukandar2, Farid3 Program Studi Kebidanan Bogor Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung, 2 Departemen Epidemiologi dan Biostatistik Universitas Padjadjaran, 3 Program Studi Magister Kebidanan Universitas Padjadjaran
Abstract: Delivering baby assisted by birth attendant in health facility are main condition for safety and prevention of delivery complication. The low rate of health facilities utilization influenced by several factors, which consist of service quality, access to medical facility, and delivery cost issues. The research aims to analyze the influence of service quality, access to health facility and delivery cost toward of birth attendant selection and health facility utilization. The study design used was analytic with cross sectional approach. Total sample was 232 mothers who had delivered < 6 months ago, randomly selected in six working areas of puskesmas (Community Health Center) DTP (in-patient facility) in Bogor district that has assisted Polindes (village level clinics) and Poskesdes (village level health post). This research was conducted from February 25th, 2013-April 19th, 2013. Data analysis was conducted by chi square test and multiple logistic regressions. Research results were the less of service quality, difficult access to the health facility and self-financing for delivery risk of influence selection of traditional birth attendant (POR=12.5; p<0.001, POR=4.4; p<0.001, dan POR=6.5; p<0.001). Because of the difficult access to health facility, self-financing for delivery and preference of selection village’s midwife compare with Puskesmas’s midwife and independent midwife for delevering baby, that led to risk for did not utilize health facility (POR=27.6; p<0.001, POR=16.5; p=0.008, and POR=4.9; p=0.023). The access was the most dominant factor influencing the health facility utilization (aPOR=27.6; 95% CI=4.78– 159.44; p<0.001). Keywords: access, birth attendant, delivery cost, health facility, service quality Abstrak: Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan merupakan syarat aman mencegah komplikasi persalinan. Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan dipengaruhi berbagai faktor, yaitu kualitas layanan, akses, serta pembiayaan. Penelitian ini menganalisis pengaruh kualitas layanan, akses, dan pembiayaan terhadap pemilihan penolong persalinan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Rancangan penelitian analitik dengan pendekatan potong lintang. Sampel berjumlah 232 ibu yang melahirkan < 6 bulan, diambil secara acak di enam wilayah puskesmas DTP (dengan tempat perawatan) di Kabupaten Bogor yang membina polindes dan poskesdes tanggal 25 Februari–19 April 2013. Data dianalisis dengan uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian diperoleh kualitas layanan kurang, akses sulit, serta penggunaan biaya mandiri berisiko memengaruhi pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan (POR=12,5; p<0,001, POR=4,4; p<0,001, dan POR=6,5; p<0,001). Akses sulit, penggunaan biaya mandiri, dan pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan dibandingkan bidan puskesmas dan bidan mandiri berisiko memengaruhi untuk tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan (POR=27,6; p<0,001, POR=16,5; p=0,008, dan POR=4,9; p=0,023). Akses sulit merupakan faktor yang paling berpengaruh untuk tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan (aPOR=27,6; IK 95%=4,78-159,44; p<0,001). Kata kunci: akses, fasilitas kesehatan, kualitas layanan, pembiayaan persalinan, penolong persalinan
PENDAHULUAN
vey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran ISSN 2460-0334 hidup (Depkes RI, 2007). Angka ini sudah
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu bangsa. Menurut Sur112 112
Ekayanthi, Kualitas layanan, akses, pembiayaan dan pemilihan penolong persalinan
mengalami penurunan dari SDKI tahun 2002 dengan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2002), namun penurunan ini tergolong lambat. Apabila menunjuk kembali target yang hendak dicapai dalam Millennium Development Goals (MDGs), yaitu AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (UNDP, 2000) penurunan AKI ini masih jauh dari harapan. Rendahnya jumlah persalinan yang ditolong oleh petugas kesehatan yang terampil merupakan penyebab tingginya kematian maternal yang paling umum (WHO, 2007). Rata-rata cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Jawa Barat baru mencapai 75,03%, masih di bawah target 90% (Kemenkes RI, 2011). Di Kabupaten Bogor, angka persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2010 sebesar 78,64%, persalinan yang ditolong oleh dukun sekitar 13,03%. Jumlah persalinan oleh dukun ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 12,95% (Dinkes Kab. Bogor, 2011). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah syarat aman untuk mencegah terjadinya komplikasi persalinan (Kemenkes RI, 2010). Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa 55,4% persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit (pemerintah dan swasta), rumah bersalin, puskesmas, puskesmas pembantu, praktik dokter dan praktik bidan. Persalinan di rumah/lainnya sebesar 43,2% dan hanya 1,4% yang melahirkan di polindes/poskesdes. Di Propinsi Jawa Barat, sebesar 53,4% pertolongan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan, 46,3% dilakukan di rumah/ lainnya, sedangkan pertolongan di polindes/ poskesdes hanya 0,3% (Kemenkes RI, 2010). Pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah memerlukan persiapan transportasi, infrastruktur jalan yang baik, akses yang tidak jauh jika sewaktu-waktu diperlukan rujukan, serta tenaga kesehatan yang terampil. Jika komplikasi persalinan terjadi di rumah dan memerlukan rujukan, sedangkan perjalanan menuju fasilitas pelayanan kesehatan memerlukan waktu yang lama, misalnya kesulitan kendaraan, jalan rusak, jauh atau macet, maka kemungkinan terjadinya ISSN 2460-0334
mortalitas akan meningkat. Tingginya angka persalinan di rumah, apalagi dengan kondisi yang kurang layak akan menyulitkan bidan atau tenaga kesehatan lainnya memberikan pertolongan persalinan yang berkualitas sehingga upaya penurunan AKI sulit tercapai. Dengan demikian, persalinan lebih baik dilakukan di fasilitas/sarana pelayanan kesehatan dibandingkan di rumah, sekalipun ditolong oleh tenaga kesehatan. Dari 101 puskesmas yang ada di Kabupaten Bogor, sembilan (9) di antaranya merupakan puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) yang juga membina polindes dan atau poskesdes. Dari sembilan (9) puskesmas ini, ada enam (6) puskesmas yang memiliki kriteria perkotaan dan perdesaan dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan masih di bawah target 90%. Keenam wilayah puskesmas tersebut adalah Cibungbulang, Cigombong, Tanjungsari, Jonggol, Rumpin, dan Cigudeg (Dinkes Kab. Bogor, 2012). Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh kualitas layanan, akses, dan pembiayaan persalinan terhadap pemilihan penolong persalinan serta implikasinya pada pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor, terutama di enam wilayah puskesmas tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian potong silang dengan rancangan analitik, dilakukan pada tanggal 25 Februari sampai dengan 19 April 2013. Subjek penelitian adalah ibu-ibu yang telah melahirkan >6 bulan di wilayah kerja puskesmas dengan tempat perawatan (DTP) yang juga membina poskesdes atau polindes di Kabupaten Bogor berjumlah 232 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan multistage sampling, tahap pertama dipilih 2 desa dari masing-masing wilayah puskesmas untuk mewakili klasifikasi perdesaan dan perkotaan, kemudian dipilih 2 RW dari masing-masing desa. Selanjutnya dibuat kerangka sampel dari ibu-ibu yang melahirkan d” 6 bulan dari masing-masing wilayah tersebut dan tahap berikutnya dipilih sampel secara acak yang memenuhi kriteria penelitian sesuai dengan jumlah
113
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 2, NOVEMBER 2015: 112-120
yang telah ditentukan di masing-masing wilayah. Data yang dikumpulkan berupa data primer menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik ganda.
persalinan (POR=12,5; IK 95%= 6,4-24,1; p<0,001, POR=4,4; IK 95%= 2,5-7,9; p<0,001, dan POR=6,5; IK 95%=0,5-18,3; p<0,001). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan tiga (3) variabel yang mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan, yaitu akses (POR=27,6; IK 95%= 4,78–159,44; p<0,001), pembiayaan persalinan (POR=16,5; IK 95%= 2,07-131,9; p=0,008), dan penolong persalinan (POR=4,9; IK 95%= 1,25-19,63; p=0,023).
HASIL PENELITIAN Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa kualitas layanan yang kurang, akses yang sulit, serta penggunaan biaya mandiri berisiko memengaruhi pemilihan dukun sebagai penolong
Tabel 1. Pengaruh Kualitas Layanan, Akses, dan Pembiayaan Persalinan terhadap Pemilihan Penolong Persalinan
Variabel
n (232)
Kualitas layanan Kurang Baik Akses Sulit Mudah Pembiayaan persalinan Biaya mandiri Jampersal
Penolong Persalinan Dukun Bidan n n
POR (IK 95%)
Nilai p*
76 156
59 34
17 122
12,5 (6,4–24,1) 1
<0,001
79 153
50 43
29 110
4,4 (2,5–7,9) 1
<0,001
123 109
93 0
30 109
16,5 (0,5–18,3) 1
<0,001
Tabel 2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketidakmanfaatan Fasilitas Kesehatan
Variabel
Kualitas layanan Kurang Baik Akses Sulit Mudah Pembiayaan persalinan Biaya mandiri Jampersal Penolong persalinan Bidan desa Bukan bidan desa
114
Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Tidak Ya n n
Crude
Adjusted
POR (IK 95%)
p*
POR (IK 95%)
p**
2 15
15 107
0,95 (0,19–4,58)
0,655
15 2
14 108
57,9 (11,95–280)
<0,001
27,6 (4,78–159,44) <0,001 1
12 5
18 104
13,9 (4,36–44,1)
<0,001
16,5 (2,07–131,9) 1
0,008
17 0
61 61
15,5 (4,9–20,5)
0,001
4,9 (1,25–19,63) 1
0,023
ISSN 2460-0334
Ekayanthi, Kualitas layanan, akses, pembiayaan dan pemilihan penolong persalinan
PEMBAHASAN Pengaruh kualitas layanan terhadap pemilihan penolong persalinan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Berdasarkan tabel 1 diketahui terdapat pengaruh kualitas layanan terhadap pemilihan penolong persalinan dengan nilai p<0,001, namun tidak terdapat pengaruh kualitas layanan terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan nilai p=0,655 (tabel 2). Pada kualitas layanan yang kurang baik, mayoritas (77,6%) subjek memilih dukun dan sebanyak 22,4% memilih bidan sebagai penolong persalinan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa subjek yang memilih dukun sebagai penolong persalinan disebabkan subjek lebih percaya dengan dukun dibandingkan dengan bidan, dukun lebih ramah dan murah dibandingkan bidan, serta dianjurkan oleh suami atau keluarga. Selain itu, ada beberapa subjek yang menyatakan bahwa mereka takut ditolong oleh bidan (takut disuntik, diinfus, dijahit, serta takut melihat alat-alat kesehatan), tidak terbiasa dengan bau obat-obatan, dan sudah terbiasa ditolong oleh dukun (budaya persalinan dalam keluarga). Keputusan memilih dukun beranak cenderung dipengaruhi oleh kemudahan mendapatkan pelayanan dukun beranak. Pelayanan yang diberikan dukun lebih lengkap, yaitu menolong persalinan, membantu pekerjaan ibu hamil pada hari persalinannya, memandikan bayi, merawat bayi hingga lepas tali pusat dan kondisi ibu pulih (Juliwanto, 2009). Meskipun saat ini muncul berbagai pandangan bahwa tindakan yang dilakukan oleh dukun tidak sesuai dengan prosedur dan standar medis, namun harus diakui juga bahwa tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap risiko yang ditimbulkan oleh tindakan medis juga cukup tinggi. Masyarakat merasa tidak nyaman dengan peralatan medis, seperti peralatan bedah, gunting, atau jarum suntik (Setyawati, 2010). Pada kualitas layanan yang kurang, sebagian besar subjek menyatakan bahwa bidan kurang bersedia mendengarkan keluhan pasien, tidak selalu mendiskusikan tindakan yang akan dilakukan, tidak memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti, tidak selalu ISSN 2460-0334
menginformasikan jika bidan tidak ada di tempat, dan tidak digantikan oleh bidan lain pada saat tidak ada di tempat. Kemampuan bidan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan pasien sangat diperlukan. Bidan yang kurang ramah, kurang menanggapi atau mendengarkan yang disampaikan pasien, serta kurang kekeluargaan akan menurunkan kesediaan pasien untuk melakukan kunjungan ulang (Astuti, 2011). Kualitas layanan dapat menjadi halangan bagi masyarakat untuk mencari jasa pelayanan kesehatan. Sikap yang buruk dari petugas kesehatan, tidak tersedianya tenaga yang ahli, infrastruktur kesehatan yang buruk, dan fasilitas yang kurang menjaga privasi dan kerahasiaan, kurangnya obat-obatan dan peralatan dapat menciptakan anggapan negatif pasien. Kualitas layanan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi pemanfaatan tenaga kesehatan yang menyangkut keterampilan dan sikap petugas kesehatan, ketersediaan obat dan peralatan (Abbas, 2012). Cristian et al, (2009) dalam Srianingsih (2011) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan di Nepal menunjukkan pengaruh sikap staf terhadap pemanfaatan asuhan kebidanan profesional. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap staf yang baik terhadap klien memberikan kontribusi terhadap peningkatan pemanfaatan jasa pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh kualitas layanan terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Subjek yang menyatakan kualitas layanan baik lebih mengutamakan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, dibandingkan dengan memilih fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan. Pada kualitas layanan yang baik, sebanyak 15 subjek tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan dan lebih memilih persalinan di rumah. Dilihat dari karakteristik 15 subjek ini, mayoritas (14 orang) berpendidikan dasar ( SMP), 10 orang dengan penghasilan
115
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 2, NOVEMBER 2015: 112-120
menyerap informasi termasuk pentingnya bersalin di fasilitas kesehatan dan bahaya persalinan di rumah. Beberapa subjek menyatakan bahwa yang bersangkutan ingin bersalin di rumah karena merasakan persalinan di rumah lebih nyaman, akses yang sulit (kesulitan mencari transportasi pada malam hari serta jarak yang jauh). Akses yang sulit dapat menghambat masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan, walaupun masyarakat merasakan pelayanan yang diberikan oleh bidan berkualitas sehingga masyarakat lebih memilih bersalin di rumah ditolong oleh bidan. Pengaruh akses terhadap pemilihan penolong persalinan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Berdasarkan tabel 1 diketahui terdapat pengaruh akses terhadap pemilihan penolong persalinan dengan nilai p<0,001 dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan nilai p<0,001 (tabel 2). Pada akses yang sulit sebagian besar subjek penelitian memilih dukun sebagai penolong persalinan dan tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan. Penelitian yang dilakukan di Lombok menunjukkan bahwa waktu tempuh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan risiko kematian ibu. Demikian juga halnya pada saat persalinan, waktu tempuh yang lama menuju fasilitas kesehatan akan menyebabkan ibu bersalin enggan memanfaatkan fasilitas kesehatan (Srianingsih, 2011) Berdasarkan hasil penelitian, subjek yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan menyatakan bahwa jarak ke fasilitas kesehatan jauh, tidak ada transportasi, jalan rusak, serta kesulitan mencari sarana transportasi umum pada malam hari. Sebuah penelitian mencatat bahwa 84% wanita perdesaan memutuskan untuk melahirkan di rumah karena masalah transportasi dan jarak (Cham, 2007). Kabupaten Bogor memiliki total jalan sepanjang 1.748,915 km, tercatat 1.200 km dalam kondisi rusak ringan, sedang, dan berat. Kerusakan jalan dipicu banyak faktor, diantaranya karakter lalu lintas yang padat terutama daerah perkotaan, curah hujan yang tinggi, buruknya kualitas saluran air, dan budaya masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas jalan (bahu jalan digunakan untuk berjualan
116
sehingga menyebabkan arus lalu lintas terhambat dan beban kendaraan membuat tekanan terhadap jalan semakin berat) (Surbakti, 2012). Kondisi jalan yang rusak dapat menghambat masyarakat menuju fasilitas kesehatan. Lokasi, jarak, serta biaya sering berdampak dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan (Enshor, 2004 dan Jacob, 2011). Sebuah penelitian di Vietnam menemukan bahwa jarak merupakan penentu pasien menunda pengobatannya dan datang ke fasilitas kesehatan. Pada penelitian di Zimbabwe ditemukan bahwa 50% kematian ibu karena perdarahan saat persalinan dikaitkan dengan tidak adanya transportasi. Dari berbagai penelitian juga ditemukan bahwa jarak merupakan alasan perempuan lebih memilih untuk melahirkan di rumah dan bukan di fasilitas kesehatan (jacob, 2011). Transportasi merupakan sarana yang penting untuk mencapai pelayanan kesehatan, terutama di daerah perdesaan yang jarak dari satu tempat ke tempat yang lain berjauhan. Kesulitan sarana transportasi menjadi hambatan bagi pasien untuk mengadakan kunjungan ke klinik atau fasilitas pelayanan kesehatan (Shook, 2005). Saat ini Kabupaten Bogor memiliki 87 trayek transportasi umum dengan 6.797 unit angkutan. Seluruh sarana transportasi ini ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan mobilitas masyarakat baik dari perdesaan sampai ke perkotaan, daerah perbatasan maupun daerah terpencil (Surbakti, 2012). Di beberapa tempat terutama daerah perkotaan angkutan umum tersedia selama 24 jam, namun di daerah perdesaan pada malam hari jumlah angkutan umum terbatas (tidak tersedia selama 24 jam). Hal ini akan menyulitkan masyarakat yang memerlukan sarana transportasi pada malam hari dan tidak mempunyai sarana transportasi sendiri, terutama untuk persalinan dan rujukan menuju fasilitas kesehatan. Kesulitan sarana transportasi terutama pada malam hari seharusnya dapat diatasi dengan lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat (menggalakkan ambulans desa). Selain itu, kesulitan mengakses pelayanan kesehatan dapat
ISSN 2460-0334
Ekayanthi, Kualitas layanan, akses, pembiayaan dan pemilihan penolong persalinan
diatasi dengan mengoptimalkan fungsi polindes dan poskesdes. Namun, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada pertolongan persalinan yang dilakukan di polindes. Polindes atau poskesdes merupakan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat termasuk KIA dan KB (Depkes RI, 2006, Depkes RI, 1999 dan Sulistyorini, 2010). Dalam konsepnya polindes atau poskesdes ditujukan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk persalinan. Namun, pada kenyataannya polindes atau poskesdes tidak dimanfaatkan oleh bidan dan masyarakat sebagai tempat persalinan. Selain itu, sebagian besar pertolongan persalinan oleh bidan desa dilakukan di rumah bidan. Hal ini disebabkan bidan tidak tinggal di polindes atau poskesdes karena bidan sudah mempunyai tempat tinggal sendiri atau kondisi polindes atau poskesdes yang tidak memungkinkan atau kurang layak. Berdasarkan tabel 1 diketahui terdapat pengaruh pembiayaan persalinan terhadap pemilihan penolong persalinan dengan nilai p<0,001 dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan nilai p=0,008 (tabel 2). Biaya mandiri mayoritas digunakan oleh subjek yang memilih dukun sebagai penolong persalinan, sedangkan subjek yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilakukan di fasilitas kesehatan mayoritas menggunakan jampersal. Dari hasil penelitian diperoleh lima orang subjek penelitian yang bersalin di rumah dan ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan jampersal untuk biaya persalinan. Jampersal sebenarnya diperuntukkan bagi ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan. Dilihat dari karakteristik, dari lima (5) subjek penelitian tersebut, sebanyak empat (4) orang berpendidikan d”SMP (pendidikan dasar), penghasilan keluarga
ISSN 2460-0334
memanggil bidan desa sehingga akhirnya subjek bersalin di rumah. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa subjek yang menggunakan biaya mandiri untuk persalinan karena tidak mengerti bagaimana mengurus jampersal, syarat untuk jampersal tidak lengkap (tidak mempunyai kartu tanda penduduk dan kartu keluarga), biaya persalinan diganti oleh perusahaan tempat suami bekerja, tidak mempunyai jamkesmas atau jamkesda, dan klinik tidak menerima asuransi kesehatan (askes). Beberapa subjek beralasan memilih dukun sebagai penolong persalinan karena dukun lebih murah dibandingkan dengan bersalin ditolong oleh bidan. Masih banyak masyarakat yang tidak memahami, bahkan tidak mengetahui tentang program jampersal yang menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan jampersal oleh masyarakat. Tradisi yang sulit ditinggalkan hingga saat ini adalah persalinan di rumah dan ditolong oleh dukun. Penyebab utama persalinan di rumah adalah tersedianya dukun bayi dan ketakutan terhadap biaya yang tinggi ketika dirujuk ke rumah sakit (Mpembeni, 2007). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara membayar keluarga dengan pemilihan penolong persalinan. Kemampuan membayar keluarga yang rendah memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih penolong persalinan non tenaga kesehatan (Manueke, 2008). Hal ini tentunya berdampak pada pemanfaatan fasilitas kesehatan. Pemilihan penolong persalinan dipengaruhi oleh masalah ekonomi, budaya atau kepercayaan, dan kebutuhan. Masyarakat menganggap biaya persalinan di bidan lebih besar dibandingkan dengan dukun yang lebih murah dan fleksibel. Walaupun beberapa anggota masyarakat mempunyai jamkesmas, namun masyarakat tetap memilih dukun sebagai penolong persalinan karena takut tidak dilayani dengan baik jika menggunakan jamkesmas atau jampersal (Titaley, 2010) Berdasarkan tabel 2 diketahui terdapat pengaruh pemilihan penolong persalinan terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan nilai
117
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 2, NOVEMBER 2015: 112-120
p=0,023. Subjek yang memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan mayoritas memanfaatkan fasilitas kesehatan sebagai tempat persalinan. Tempat persalinan yang mayoritas dimanfaatkan yaitu klinik bersalin bidan mandiri, sedangkan polindes atau poskesdes tidak dimanfaatkan oleh subjek seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Beberapa subjek yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan memilih rumah sebagai tempat persalinan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh yang melatarbelakangi hal tersebut karena subjek tidak sempat menuju pelayanan kesehatan (terlanjur lahir), lebih nyaman bersalin di rumah karena banyak yang menemani, bersalin di klinik lebih mahal, klinik atau fasilitas kesehatan jauh, memerlukan transportasi dan biaya, pada malam hari jarang ada transportasi umum, dan jalan yang rusak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa persalinan dilakukan di rumah disebabkan oleh permintaan ibu melahirkan atau keluarganya yang merasa lebih nyaman melahirkan di rumah dan ditemani seluruh anggota keluarga, atau terlanjur lahir sehingga ibu tidak sempat menuju fasilitas kesehatan. Persalinan di fasilitas kesehatan berarti harus menginap dan ada yang menemani (Titaley, 2010). Tempat yang ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang siap menolong dan merujuk bila sewaktu-waktu terjadi komplikasi, minimal dilakukan di fasilitas kesehatan dasar. Pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan dengan masalah ekonomi, akses pelayanan, serta kenyamanan persalinan di rumah. Pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagian besar dilakukan jika ada komplikasi pada saat persalinan (Titaley, 2010). Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa akses yang sulit merupakan faktor yang paling berisiko memengaruhi untuk tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan. Sebuah penelitian menemukan bahwa pemanfaatan fasilitas kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh akses. Akses yang mudah akan meningkatkan penggunaan fasilitas kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
118
yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Masyarakat umumnya mencari pelayanan kesehatan yang lebih dekat karena selain kepentingan dari segi ekonomi, masyarakat juga memperhitungkan tenaga dan waktu yang dihabiskan untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Addani, 2008). Jarak menuju fasilitas kesehatan dan akses transportasi berdampak terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berbagai dampak karena jarak yang jauh dapat terjadi, diantaranya interaksi antara dua daerah atau lebih menjadi menurun, pemanfaatan fasilitas kesehatan berkurang, terutama di daerah perdesaan. Jarak perjalanan yang jauh dan waktu tempuh yang lama, serta kurangnya sarana transportasi menyebabkan perjalanan menuju pelayanan kesehatan menjadi berat (Mattson, 2010) Akses menuju pelayanan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Akses memegang peranan yang sangat penting dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan, selain kualitas layanan yang baik dan tersedia biaya untuk persalinan. Kesulitan akses dapat menjadi alasan perempuan untuk melahirkan di rumah dan bukan di fasilitas kesehatan (Adelaja, 2011). Walaupun akses merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dalam penelitian ini, namun kualitas layanan dan pembiayaan persalinan perlu tetap mendapatkan perhatian karena terbukti juga memengaruhi pemilihan penolong persalinan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan. PENUTUP Dari hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa pemilihan penolong persalinan dipengaruhi oleh kualitas layanan, akses dan pembiayaan persalinan, sedangkan pemanfaatan fasilitas kesehatan dipengaruhi oleh akses, pembiayaan persalinan, dan pemilihan penolong persalinan. Akses merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan. Ikatan Bidan Indonesia diharapkan memberikan pelatihan tentang pendidikan karakter kepada bidan untuk meningkatkan soft skill
ISSN 2460-0334
Ekayanthi, Kualitas layanan, akses, pembiayaan dan pemilihan penolong persalinan
sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan bidan dan menghimbau agar bidan melakukan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan. Dinas kesehatan diharapkan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk meningkatkan sarana dan prasarana sehingga dapat memperlancar akses menuju fasilitas kesehatan, mengoptimalkan fungsi polindes dan poskesdes dengan melibatkan bidan desa untuk mengatasi kesulitan akses menuju fasilitas kesehatan, mengefektifkan sosialisasi jampersal agar seluruh masyarakat mengetahui cara memanfaatkan jampersal. Untuk pihak institusi pendidikan diharapkan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum pendidikan bidan. DAFTAR PUSTAKA Abbas KM. 2012. Analysis of Factors That Contribute to Utilization Of Health Facilities During Labour, Delivery and Postpartum Period in Zanzibar. [tesis]. Amsterdam, The Netherlands: KIT (Royal Tropical Institute) / Vrije Universiteit (VU). Addani A. Pengaruh karakteristik masyarakat terhadap utilisasi puskesmas di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2007. [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008. Adelaja LM.2011. Clinical study: a survey of home delivery and newborn care practices among women in a Suburban Area of Western Nigeria. ISRN Obstetrics and Gynecology. 1-9. Astuti NS, Koesyanto H.2011. Faktor ibu balita yang berhubungan dengan kepatuhan follow up penderita pneumonia. Kemas.6(2):127-33. Cham M, Vangen S, Sundby J.2007. Maternal deaths in rural Gambia. Global Public Health.2(10):35972. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Survei demografi dan kependudukan Indonesia. Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002 Survei demografi dan kependudukan Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006. Petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan pos kesehatan desa. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Pedoman pondok bersalin desa. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2011. Profil
ISSN 2460-0334
kesehatan Kabupaten Bogor 2010. Bogor: Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.2012. Laporan tahunan 2011. Bogor: Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Ensor T, Cooper S. 2004. Overcoming barriers to health service access: influencing the demand side. Health Policy and Planning. Oxford University Press.19(2):69-79. Jacobs B, Ir P, Bigdeli M, Annear PL, van Damme W. 2011. Addresing access barriers to health services: an analytical framework for selecting appropriate interventions in low-income Asian countries. Health Policy and Planning. Oxford University Press.1-13. Juliwanto E.2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan memilih penolong persalinan pada ibu hamil di Kecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008. [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2010. Riset kesehatan dasar (riskesdas) 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia-GAVI Alliance-Universitas Padjajaran. Assessment GAVIHSS 2010-2011 Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA: laporan akhir Propinsi Jawa Barat. Jakarta Mpembeni NMR, Killewo ZJ, Leshabari TM, Massawe NS, Jahn A, Mushi D, Mwakipa H. 2007. Use pattern of maternal health services and determinant of skilled care during labour, delivery and postpartum period in Southern Tanzania: implication for achievement of MDG- targets. BMC Pregnancy and Childbirth.7(29). Manueke I, Mukti A.G, Emilia O.2008. Kemampuan bayar keluarga untuk mendapatkan pertolongan persalinan di Indonesia (Analisis data susenas kor 2001). Majalah Ginekologi Obstetri Indonesia.32(1):26-32. Mattson J. 2010.Transportation, distance, and health care utilization for older adults in rural and small urban areas. Small Urban & Rural Transit Center, Upper Great Plains Transportation Institute, North Dakota State University, Fargo. Setyawati G, Alam M.2010. Modal sosial dan pemilihan dukun dalam proses persalinan: apakah relevan? Makara Kesehatan.14(1):11-6. Srianingsih.2011. Beberapa faktor determinan yang meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu akibat perdarahan di Pulau Lombok Provinsi Nusa
119
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 2, NOVEMBER 2015: 112-120
Tenggara Barat: studi kasus-kontrol. [tesis]. Denpasar: Universitas Udayana Surbakti A.U. 2012.1. 200 kilometer jalan di Kabupaten Bogor rusak. [diunduh tanggal 3 Mei 2013]. Tersedia dari: http://www.tempo.co/read/news/ 2013/04/13/083473170/1200-Kilometer-Jalan-diKabupaten-Bogor-Rusak. Shook M.2005. Transportation barriers and health access for patient attending a community health center. Field Area Paper. Sulistyorini CI, Pebriyanti S, Proverawati A.2010. Posyandu (pos pelayanan terpadu) dan desa siaga: panduan untuk bidan dan kader. Yogyakarta: Nuha Medika
120
Titaley CR, Hunter CL, Dibley MJ, Heywood P.2010. Why do some women still prefer traditional birth attendants and home delivery?: a qualitative study on delivery care services in West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth.10(43):1-14. United Nations Development Programme. 2000. The millennium development goals: eight for 2015. World Health Organization. 2007. Dibalik angka: pengkajian kematian maternal dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Jakarta.
ISSN 2460-0334