KUALITAS DAN UMUR SIMPAN MANGGA (Mangifera indica ) CV. ARUMANIS DAN GEDONG DIPENGARUHI BAHAN PENCUCI DAN SUHU SIMPAN
ROZA YUNITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Roza Yunita A252130121
RINGKASAN ROZA YUNITA. Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan. Dibimbing oleh ROEDHY POERWANTO dan SURYO WIYONO. Kendala utama yang dihadapi oleh produsen dan eksportir buah mangga di negara berkembang adalah rendahnya mutu visual akibat getah yang menempel pada permukaan kulit. Getah yang menempel pada kulit mangga juga dapat menyebabkan luka bakar (sapburn) dan menjadi media untuk pertumbuhan cendawan karena mengandung komponen karbohidrat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan bahan pencuci yang cukup efektif untuk meningkatkan kualitas visual buah dan dapat menekan penyakit pasca panen mangga pada saat penyimpanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas bahan pencuci untuk meningkatkan kualitas visual manga, mencari suhu penyimpanan yang efektif untuk meningkatkan shelf life mangga Arumanis dan Gedong serta mengetahui pengaruh penggunaan khamir antagonis dalam menekan dan mengendalikan penyakit pasca panen mangga Arumanis dan Gedong. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan pola split plot terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu aplikasi bahan pencuci [Tanpa dicuci; Bahan Pencuci (Detergen 1% + CaO 0.5%); Bahan Pencuci + Fungisida 0. 025%; Bahan Pencuci + Khamir antagonis] dan suhu penyimpanan (12 °C, 15 °C, 18 °C dan suhu ruang). Pencucian buah mangga dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir efektif digunakan untuk meningkatkan kualitas visual mangga, mengurangi persentase luka bakar pada permukaan kulit mangga, mencegah perkembangan bintik dendritik, mencegah dan menekan serangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah dan mampu meningkatkan umur simpan mangga Arumanis dan Gedong. Penyimpanan pada 12 °C dan 15°C efektif untuk meningkatkan shelf life mangga Arumanis dan Gedong dengan menekan laju perubahan tingkat kekerasan, susut bobot buah serta perubahan warna pada Gedong. Penggunaan khamir Cryptococcus albidus sangat efektif dalam menekan bahkan mencegah serangan penyakit pascapanen pada mangga Arumanis dan Gedong hingga akhir pengamatan (36 HSP).
Kata kunci: antraknosa, busuk pangkal buah, khamir antagonis, pengendalian biologi, suhu rendah
SUMMARY ROZA YUNITA. The Quality and Shelf life of Mango (Mangifera indica) cv. Arumanis and cv. Gedong Influenced of Washing Materials and Storage Temperature. Supervised by ROEDHY POERWANTO and SURYO WIYONO. The principal constraint faced by mango producers and exporters in developing countries is the relatively low visual fruit quality resulting from the sap that adheres on the surface of the fruit peel. This sap stimulant sapburn injury and fungal disease. Therefore, development of an effective washing materials that can improve the physical quality as well as inhibit fruit diseases on storage is important. The study aimed to evaluate the effectiveness of washing materials on the visual quality of mango and to determine the storage temperature to prolong the shelf life of Arumanis (Mangifera indica cv. Arumanis) and Gedong (Mangifera indica cv. Gedong) mango varieties. In this study, a two-factor split-plot in completely randomized block design (CRBD) was used. Factor 1 referred to the use of washing mixture at the following treatment combinations: washing mixture (detergent 1% + slaked lime CaO 0.5%); washing mixture + fungicide 0.025%; washing mixture + yeast, and no washing as control). Factor 2 consisted of storage temperature level (12°C, 15°C, 18°C, and room temperature as control). Combination of washing mixture (detergent 1% + slaked lime CaO 0.5%) added with fungicide or yeast, and stored at a low temperature level (12 °C and 15 °C) was effective to improve visual quality and prolong shelf life up to 24 days after harvest (DAH). The application of antagonistic yeast Cryptococcus albidus prevented the incidence of fungal diseases on the mango fruits up to the end of the observation (36 DAH). Key words: anthracnose, antagonistic yeast, biological control, low temperature stem end rot
© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan. Penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KUALITAS DAN UMUR SIMPAN MANGGA (Mangifera indica ) CV. ARUMANIS DAN GEDONG DIPENGARUHI BAHAN PENCUCI DAN SUHU SIMPAN
ROZA YUNITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Edi Santosa, SP, MSi.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015, dengan judul Kualitas dan Umur Simpan Mangga (Mangifera indica ) cv. Arumanis dan Gedong Dipengaruhi Bahan Pencuci dan Suhu Simpan. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc dan Dr Ir Suryo Wiyono, MSc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2015 Nomor 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5 Februari 2015. Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada keluarga tercinta, Surya Dinata, atas semangat, perhatian, dan doa terbaiknya, dosen, dan teknisi Laboratorium atas ilmu dan bantuan yang diberikan, petani mangga dan warga Desa Girinata yang telah turut membantu pelaksanaan penelitian, temanteman Pascasarjana AGH 2012, AGH 2013, AGH 2014, Himmpas IPB, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan bantuan yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Februari 2016 Roza Yunita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Mangga Arumanis dan Gedong Penanganan Pascapanen Mangga Pencucian Khamir Antagonis Penyakit Pasca Panen Penyimpanan Dingin
3 3 4 5 6 6 7
3 METODE Waktu dan Tempat Bahan Alat Prosedur Analisis Data Prosedur Percobaan
8 8 8 8 8 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perobaan Pendahuluan Persentase Hilangnya Getah Persentase Luka Bakar Bintik Dendritik Perkembangan Penyakit Antraknosa Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (stem end rots) Kekerasan Susut Bobot Perubahan Warna Padatan Terlarut Total Asam Tertitrasi Total (ATT) Rasa dan Aroma Daya Simpan
14 14 14 16 17 18 21 23 24 26 27 29 31 32
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
33 33 34
DAFTAR PUSTAKA
34
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR TABEL 1. Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
khamir antagonis Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar pada buah mangga Arumanis dan Gedong Perkembangan bintik dendritik pada manga Arumanis dan Gedong Pengaruh suhu simpan dan bahan pencuci terhadap padatan terlarut total mangga Arumanis Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap padatan terlarut total mangga Gedong Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi total mangga Arumanis Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi total mangga Gedong Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap rasa dan aroma pada buah mangga Arumanis dan Gedong Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap daya simpan buah mangga Arumanis dan Gedong
14 16 18 28 28 30 30 31 33
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian Persentase getah pada mangga Arumanis dan Gedong Luka bakar pada mangga Arumanis dan Gedong Bintik dendritik pada mangga Arumanis dan Gedong Pengaruh pengembangan bahan pencuci terhadap perkembangan penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan Penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong Perkembangan penyakit busuk pangkal pada mangga Arumanis dan Gedong Busuk pangkal buah pada mangga Arumanis dan Gedong Kelunakan mangga Arumanis selama penyimpanan Kelunakan mangga Gedong selama penyimpanan Susut bobot mangga Arumanis selama penyimpanan Susut bobot mangga Gedong selama penyimpanan Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan
15 15 17 18
19 21 22 22 24 24 25 25 26 27
DAFTAR LAMPIRAN 1. Formulir uji organoleptik mangga Arumanis dan Gedong 2. Data peringkat persentase getah (%) sebelum dan sesudah pencucian
pada mangga Arumanis dan Gedong
39 40
3. Data peringkat luka bakar (%) pada mangga Arumanis dan
Gedong
40
4. Data peringkat bintik dendritik (%) pada mangga Arumanis dan
Gedong 5. Data peringkat penyakit antraknosa (%) pada mangga Arumanis 6. Interaksi penyakit antraknosa (%) pada mangga Gedong 7. Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga
Arumanis 8. Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga Gedong
40 41 42 43 44
1 PENDAHULUAN Mangga dikenal sebagai “The best loved tropical” merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat banyak disukai masyarakat, baik Indonesia maupun mancanegara karena mangga memiliki bentuk buah yang menarik, rasa daging buah yang enak. Buah mangga mengandung vitamin A dan vitamin C dengan kandungan nilai vitamin A delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan Apel sedangkan kandungan nilai vitamin C sembilan kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Apel. Buah mangga juga mengandung karotenoid dan senyawa antioksidan seperti Quercetin-3-galactoside, Quercetin-3-glucoside, Quercetin-3-arabinosde, gallic acid dan mangiferine C- glucoside ( Poerwanto 2015). Pada tahun 2013, produksi mangga di Indonesia mencapai 2.192.928 ton dengan sentra produksi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Mangga juga merupakan salah satu buah-buahan tropis yang telah mampu menembus pasar dunia dengan pangsa pasar utama adalah Timur Tengah dan sebagian negara di Asia Tenggara. Pada tahun 2013, Indonesia tercatat melakukan ekspor mangga dengan volume mencapai 1.089 ton dimana sekitar 42.43% volume ekspor tersebut ditujukan ke Negara Uni Emirat Arab, 28.35% ke Singapura, dan 7.55% ke Arab Saudi (Pusdatin 2014). Menurut data FAO (2012) Indonesia termasuk lima negara dengan produksi mangga terbesar di dunia, akan tetapi volume ekspor mangga Indonesia masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah kualitas buah mangga yang masih rendah. Getah yang menempel pada permukaan kulit mangga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas buah mangga di Indonesia. Umumnya, di Indonesia buah mangga tidak dicuci sebelum dipasarkan dan bahan pencuci mangga masih sulit ditemukan. Akibatnya buah mangga yang di pasarkan berpenampilan kotor, bergetah dan cepat busuk. Getah yang menempel pada kulit mangga juga dapat menyebabkan luka bakar (sapburn) dan menjadi media untuk pertumbuhan cendawan karena mengandung komponen karbohidrat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penurunan kualitas mangga akibat getah yaitu dengan cara pencucian. Hasil penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa penggunaan Ca(OH)2 dan detergen dapat membersihkan getah yang menempel pada permukaan kulit mangga (Amin et al. 2008; Holmberg et al. 2003). Namun penggunaan bahan pencuci ini belum mampu mencegah penyakit antraknosa dan busuk buah pasca panen, sehingga diperlukan satu upaya untuk mengembangkan bahan pencuci yang cukup efektif untuk menekan penyakit pasca panen mangga pada saat penyimpanan. Pengembangan bahan pencuci dapat dilakukan dengan menambahkan fungisida ke dalam larutan bahan pencuci. Hasil penelitian Syed et al. (2014) menunjukkan bahwa penggunaan fungisida dengan merek dagang Nativo, Gemstar dan Carbendazim pada konsentrasi 1-3% ppm yang dikombinasikan dengan perlakuan panas pada suhu 50 0C dapat menekan pertumbuhan patogen penyebab busuk pangkal buah mangga pada saat pasca panen. Seiring dengan adanya pembatasan kandungan residu pestisida atau MRLs (Maximum Residue Limits) untuk komoditas pertanian, maka juga diperlukan
2
pengembangan suatu metode pengendalian penyakit pasca panen yang lebih efektif dan aman terhadap manusia dan lingkungan (Droby 2006; Robiglio et al. 2011). Salah satunya adalah dengan pengendalian hayati yang dilaporkan cukup efektif untuk mengendalikan penyakit pascapanen pada cabe dan mangga (Indratmi 2008; Kefialew & Ayalew 2009). Khamir merupakan mikroorganisme yang potensial digunakan sebagai agen pengendali hayati (Robiglio et al. 2011). Khamir memiliki banyak kegunaan yaitu biasanya tidak menghasilkan spora alergenik atau mikotoksin seperti cendawan miselia (Droby & Chalut 1994). Tindakan pengendalian hayati dengan khamir memiliki sedikit resiko terhadap konsumen (Arras et al. 1999). Beberapa tahun terakhir, khamir telah digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan penyakit-penyakit pascapanen. Perlakuan khamir Pichia anomala, P. guilliermondii, Lipomyces tetrasporus, dan Metschnikowia lunata pada buah jambu dapat menekan busuk buah yang disebabkan Botrvodiplodia theobromae (Hashem dan Alamri 2009). Cryptococcus albidus var aerius IPB1, C. edax 13, dan Rhodotorula glutinis 8, sangat potensial digunakan sebagai agen hayati dalam pengendalian Lasidiplodia theobromae Pat. pada buah mangga saat penyimpanan (Sugipriatini 2009). Suhu adalah faktor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu (Utama et al. 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk menentukan perlakuan yang dapat mempertahankan kualitas buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan. Penyimpanan suhu rendah pada suhu 15 0C dapat menekan laju respirasi dan transpirasi pada buah manga sehingga dapat menghambat proses fisiologis seperti menunda pelunakan, perubahan warna, perubahan mutu, serta proses kimiawi lainnya (Amiarsi 2012). Hasil penelitian Paramita (2010) menujukkan bahwa penyimpanan pada suhu 10 0C, menunjukkan laju respirasi dan produksi etilen paling rendah dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 20 0C dan 25 0 C. Hasil penelitian Ilmi (2014) menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah 16.1±1 °C dan 18.1±1 °C dapat menghambat perubahan susut bobot, kekerasan buah, asam tertitrasi total, dan padatan terlarut total pada buah mangga Gedong. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan khamir C. albidus ke dalam formulasi bahan pencuci efektif untuk menekan bahkan mencegah serangan penyakit pasca panen buah mangga Arumanis dan Gedong serta penyimpanan pada suhu 15 °C efektif untuk meningkatkan shelf life buah mangga Arumanis dan Gedong. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas bahan pencuci untuk meningkatkan kualitas visual manga, mencari suhu penyimpanan yang efektif
3
untuk meningkatkan shelf life, serta mengetahui pengaruh penggunaan khamir antagonis dalam menekan dan mengendalikan penyakit pasca panen mangga Arumanis dan Gedong. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat dipertimbangkan oleh para pengusaha mangga untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan buah mangga kultivar Gedong dan Arumanis.
2 TINJAUAN PUSTAKA Mangga Arumanis dan Gedong Mangga (Magifera indica L.) merupakan buah daerah tropis dan subtropis yang terkenal dengan aroma eksotis dan biasanya disebut sebagai raja buah (Sivakumar 2010). Mangga juga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit yaitu buah khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri selain manggis dan pisang. Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial oleh lebih dari 90 negara. Menurut data FAO (2012) lima negara dengan produksi mangga terbesar di dunia pada tahun 2010 sampai 2011 adalah India (~ 16.340.000 ton) diikuti oleh China (~ 4.350.000 ton), Thailand (~ 2.55 juta ton), Pakistan (1.78 juta ton), Meksiko (1.63 juta ton), Indonesia (~ 1.31 juta ton), Brasil (~ 1.19 juta ton) dan Bangladesh (~ 1.05 juta ton). Indonesia memiliki dua varietas mangga yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor yaitu varietas Arumanis dan Gedong. Mangga Arumanis tersebar hampir di seluruh propinsi. Mangga Arumanis mempunyai keunggulan karena citarasanya yang khas dengan tekstur lembut, creamy dengan sedikit serat (Utama et al. 2011). Peluang untuk ekspor jenis mangga ini sangat tinggi karena jenis yang sama tidak dihasilkan oleh negara penghasil dan pengekspor mangga dunia yaitu India, Meksiko dan negara Amerika Latin lainnya. Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga lainnya warna kulit dan daging buah yang kuning-orange, seratnya halus, kadar air dengan aroma yang harum dan khas, serta kandungan vitamin A tertinggi, cukup memikat konsumen (Amiarsi 2012). Disebut gedong gincu karena warna kulitnya yang merah-oranye hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstick, serta bentuk buahnya bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong gincu sebagai mangga seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang memikat dan harganya yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit (Rizkia 2012). Mangga gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga gedong gincu adalah waktu panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%. sedangkan mangga gedong gincu dipanen saat buahnya mencapai tingkat
4
kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah. Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan daging mangga gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan. Penanganan Pascapanen Mangga Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut dan mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan pascapanen perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen dan diimbangi dengan penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas (Budiastra dan Purwadaria 1993). Setyadjit dan Sjaifullah (1992) menyatakan kerusakan pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan pascapanen disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat, misalnya: teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit. Kegiatan penanganan penanganan pascapanen mencakup rangkaian kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan dengan tujuan mempersiapkan dengan baik dan benar buah mangga yang akan didistribusikan untuk pemasarannya. Rangkaian kegiatan pascapanen meliputi pengumpulan buah mangga hasil panen, pengemasan dan pengangkutan buah mangga tersebut ke bangsal penanganan untuk dilakukan pra-pendinginan (precooling), pencucian, pemilihan dan pemilahan, perlakuan khusus, pengemasan, dan penyimpanan. Penerapan teknologi pascapanen pada setiap tahap atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam suatu tempat bangsal mulai dari penanganan awal bahan menjadi keharusan agar konsistensi mutu buah mangga dapat dijaga atau dipertahankan hingga ke tangan konsumen (Broto 2011). Periode pascapanen dimulai dari produk dipanen sampai produk tersebut dikonsumsi, atau diproses lebih lanjut. Sistem pasca panen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk yang dipanen (penampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan keamanannya), memperpanjang masa simpan, serta masa pasar,atau dengan kata lain peran teknologi pascapanen adalah untuk mengurangi susut sebanyak mungkin selama periode antara panen dan konsumsi (Utama dan Antara 2013). Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses), baik dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai komoditas tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak dikonsumsi ( Mutiarawati 2007). Mangga merupakan buah klimakterik memiliki umur simpan yang sangat singkat dan mencapai puncak respirasi dalam proses pematangan pada hari ke-3 atau ke-4 setelah panen pada suhu kamar (Narayana et al. 1996, Nair dan Singh 2003). Umur simpan mangga bervariasi antara varietas tergantung pada kondisi penyimpanan. Secara alami, buah mangga di Indonesia hanya dapat disimpan hingga 7 hari pada suhu ruangan (Setyabudi 2011) sedangkan untuk di luar negeri hanya bisa bertahan hinga 7- 9 hari pada suhu ruangan (Singh et al. 2013). Kerusakan buah mangga yang paling awal adalah akibat serangan cendawan Colletotrichum gloeosporioides dan Botryodiplodia theobromae, yaitu antraknosa dan busuk pangkal buah.
5
Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang menempel pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi bersih dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pencucian dapat dengan penyemprotan, perendaman dan pembilasan, penyekaan dengan kain basah, dan penyikatan. Air pencuci yang mengandung senyawa "pembersih" dalam jumlah tertentu diperlukan untuk memperkecil kemungkinan penularan mikroba patogen dari air ke buah mangga yang dicuci dari buah terinfeksi ke buah yang sehat (Broto 2003). Getah mangga yang memiliki sifat asam pada kulit buah dapat menyebabkan kerusakan buah (Holmberg et al. 2003). Hal ini dapat diatasi dengan menajemen atau penanganan pasca panen melalui penculupan atau pencucian buah dengan cairan pencucian tertentu seperti senyawa yang bersifat basa. Maqbool dan Malik (2008) dalam penelitiannya menggunakan deterjen, 7 Tween-80, dan Ca(OH)2 untuk mengatasi getah pada buah mangga. Campuran Ca(OH)2 maupun surfaktan Tween-80 secara signifikan maupun mengurangi sapburn injury pada mangga cv. Samar Bahisht Chaunsa jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa pencucian). Sebagian besar peubah fisiokimia (kecuali perubahan warna kulit dan kandungan gula) secara signifikan dipengaruhi oleh perlakuan pencucian. Kalsium hidroksida biasa disebut dengan kapur tohor (quick lime). Kalsiun hidroksida dihasilkan dari reaksi kalsium oksida (CaO) dan air (H2O). Senyawa ini juga dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran antara larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) (Sukandarrumidi 1999). Kalsium hidroksida bersifat basa kuat dengan derajat kemasaman (pH) 12.4 yang mampu mereduksi asam dalam getah buah mangga dengan pH 4.3 (Robinson et al. 1993). Ca(OH)2 dapat mengurangi getah pada permukaan kulit buah dengan mencelupkan buah mangga pada larutan Ca(OH)2 tersebut, selain itu pemakaian Ca(OH)2 dapat menghilangkan getah yang melumuri permukaan kulit buah mangga (Amin et al. 2008). Deterjen adalah campuran berabagai bahan yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Deterjen merupakan senyawa yang menyebabkan zat non polar dapat larut dalam air (Daintith 1994). Daya detergensi adalah kemampuan surfaktan mengikat minyak dan mengangkat kotoran pada permukaan kain (Holmberg et al. 2003). Daya detergensi mempengaruhi tingkat kesadahan air. Semakin tinggi tingkat kesadahan air, maka daya detergensi akan semakin menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya detergensi adalah komposisi pengotor secara kimia dan fisik, temperatur pada saat proses pencucian, durasi setiap tahap pencucian, jenis dan proses mekanisasi yang digunakan, jumlah pengotor yang terdapat dalam system, serta jenis dan jumlah deterjen yang digunakan (Lynn 1993). Komposisi bahan aktif pada detergen adalah berupa surfaktan, yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antar muka fasa untuk mempermudah penyebaran dan pemerataan. Ciri utama surfaktan adalah memiliki molekul ampifilik yang terdiri atas gugus hidrofilik yang memiliki afinitas tinggi terhadap minyak (Bird 1993).
6
Khamir Antagonis Pada awal tahun 1990 berbagai mikroba antagonis dilaporkan dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai patogen pada beberapa buah. Salah satu mikroba antagonis tersebut adalah khamir (Druvefors 2004). Jones dan Prusky (2002) melaporkan bahwa beberapa khamir antagonis juga telah dilaporkan efektif untuk menghambat patogen pascapanen pada beberapa buah-buahan dan dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati cendawan pascapanen penyebab busuk pada buah apel, grey dan blue mold yang disebabkan oleh Botrytis cinerea dan Penicillium italicum, dan pada buah jeruk (McLaughlin et al. 1990). Debaromyces hansenii dilaporkan dapat mengendalikan busuk buah jeruk pascapanen (Wisniewski et al. 1991) dan beberapa spesies Cryptococcus sp, dapat digunakan untuk mengendalikan pembusukan pascapanen pada buah apel dan pir (Roberts 1990). Keberadaan mikroba antagonis baik secara alami maupun buatan dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit pascapanen (Wisniewski & Wilson 1992). Keuntungan dari penggunaan khamir antagonis, dapat diisolasi dari alam, bersifat non patogenik terhadap tanaman dan binatang termasuk manusia, mudah dibiakkan, dan reproduksinya cepat (Payne & Bruce 2001). Khamir juga memiliki banyak kegunaan, biasanya tidak menghasilkan spora alergik atau mikotoksin seperti cendawan miselial. Sel khamir juga mengandung vitamin, mineral, dan asam amino penting yang telah dimanfaatkan dalam makanan dan pakan (Hashem & Alamri 2009). Mekanisme agens pengendali hayati dalam mengendalikan patogen target belum banyak diketahui (Janisiewicz & Korsten 2002). Khamir Debaryomyces sp. efektif menghambat perkembangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides, Debaryomyces sp. kerusakan hifa dan konidia patogen C. gloeosporioides. Penghambatan patogen C. gloeosporioides oleh Debaryomyces sp. terjadi melalui mekanisme kompetisi dan parasitisme (Indratmi 2008). Pengujian secara in vitro dan in vivo menunjukkan C. albidus var aerius IPB1 efektif dalam penghambatan pertumbuhan patogen dan menekan penyakit busuk buah dengan mekanisme antibiosis. C. albidus var aerius IPB1, C. edax 13, dan R. glutinis 8 merupakan khamir potensial sebagai agen hayati dalam pengendalian L. theobromae Pat. pada buah mangga saat penyimpanan (Sugipriatini 2009). Hasil penelitian Fitriati et al. 2012 juga melaporkan bahwa Pichia anomala mampu memberikan tingkat hambatan relatif terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada buah alpukat dalam uji in vivo sebesar 75.76–100% pada konsentrasi 106–107 sel/ml, sedangkan Candida intermedia yang mampu memberikan tingkat hambatan relatif terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada buah avokad dalam uji in vivo sebesar 66.67–100% pada konsentrasi 106–107 sel/ml.
Penyakit Pasca Panen Penyakit pasca panen pada buah tropis dan subtropis di Indonesia saat penting. karena iklim di Indonesia yang panas dan lembab. Teknik budi daya yang benar dan aplikasi fungisida setelah panen membantu menekan penyakit pasca panen. Kontrol suhu baik selama transportasi dan penyimpanan juga penting dalam menekan kehilangan pasca panen akibat penyakit (Widjanarko 2012). Infeksi fungi pasca panen dapat menimbulkan kerusakan yang tidak tampak dari luar tetapi terus menimbulkan kerusakan pada komoditi yang dikemas dan dalam
7
penyimpanan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Faktor utama pengembangan proses infeksi penyakit pasca panen antara lain suhu dan kelembaban yang cukup tinggi. Selain itu pH komoditas juga menjadi faktor pembatas pengembangan infeksi pada komoditas pasca panen ( Widjanarko 2012). Pembusukan buah-buahan pascapanen berasal dari infeksi yang terjadi baik antara pembungaan dan pematangan buah, atau selama penanganan panen, dan penyimpanan (Droby 2006). Infeksi dapat terjadi sebelum panen (preharvest) dan tetap bertahan sampai buah menjadi tua sampai pascapanen dan selama penyimpanan. Namun, sebagian besar infeksi terjadi melalui luka yang ditimbulkan permukaan komoditas pada saat panen, pascapanen dan pada penanganan selanjutnya. Kerugian akibat infeksi ini dapat ditangani dengan menggunakan fungisida yang diaplikasikan di lapangan atau setelah panen (Droby 2006).
Penyimpanan Dingin Penyimpanan adalah salah satu cara memperpanjang umur simpan, terutama untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan nilai komoditas yang disimpan. Umur pemasaran mangga dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktifitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air, dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya (Broto 2003). Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Penyimpanan di bawah suhu 15 °C dan di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin (Rizkia 2012). Secara umum tujuan penyimpanan dingin adalah untuk membatasi kerusakan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan lain yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen (Broto 2003). Penurunan suhu dalam penyimpanan dingin akan mengurangi kelayuan, menurunkan laju respirasi, menghambat perubahan tekstur dan kehilangan vitamin C, mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologis, serta mencegah perkecambahan spora dari beberapa jamur pada bahan yang disimpan. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga tergantung varietasnya. Umur simpan mangga pada umumnya terbatas untuk 14 21 hari pada suhu 10 -15 °C (Yahia 1998), 4-8 hari pada suhu kamar dan 2 sampai 3 minggu dalam penyimpanan dingin di 13 °C (Carrillo et al. 2000). Emongor (2015) menyatakan bahwa untuk memperpanjang umur simpan dan periode pemasaran buah harus disimpan pada 12 °C dengan RH 90-95% karena buah tidak akan mengalami chilling injury dan akan mengalami proses pematangan normal. Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikroba serta perubahan tekstur komoditi yang
8
disimpan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Pengaturan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi metabolisme dan mengendalikan pematangan serta mengurangi kerusakan sehingga memperpanjang umur simpan (Paramita 2010). Penurunan suhu dapat meningkatkan umur simpan mangga dengan menurunkan laju respirasi dan produksi etilen (Emongor 2015).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai Januari 2015 di Laboratorium Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tempat pengambilan buah mangga di Desa Girinata, Kecamatan Duku Puntang, Kabupaten Cirebon. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah buah mangga varietas Gedong dan Arumanis dengan tingkat kematangan 80%. Bahan lain yang digunakan yaitu deterjen (mengandung bahan aktif surfaktan 19.5 %), CaO, fungisida Amistar Top (mengandung bahan aktif azoksistrobin 200 g/l dan difenokonazol 125 g/l), khamir antagonis Cryptococcus albidus. Konsentrasi suspensi khamir yang digunakan adalah 5.8 ml/L air yang diperoleh dari stok indukan Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gelas ukur, timbangan analitik, kamera, hand refractometer Atago DUE-PSH 14, show case, termometer min max, buret, glassware dan alat penunjang penelitian lainnya. Prosedur Analisis Data Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola split plot, terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu aplikasi bahan pencuci sebagai subplot dan suhu penyimpanan sebagai main plot. Faktor aplikasi bahan pencuci terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu Tanpa dicuci; Bahan Pencuci (Detergen 1% + CaO 0.5%); Bahan Pencuci + Fungisida 0.025%; Bahan Pencuci + Khamir antagonis. Faktor suhu penyimpanan terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu suhu penyimpanan 12 °C , 15 °C, 18 °C dan suhu ruang. Setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga terdapat 64 unit percobaan dan setiap unit percobaan terdiri atas 1 sampel. Analisis data Data non parametrik dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Jika terdapat pengaruh nyata terhadap variabel pengamatan, maka data diuji lanjut dengan uji Dunn pada taraf 5%. Peubah yang diamati yaitu persentase getah yang menempel, persentase luka bakar akibat getah, busuk pangkal buah, antraknosa,
9
warna, rasa dan aroma buah mangga. Data parametrik di analisis ragam pada taraf 5%, apabila hasil menunujukkan pengaruh nyata perlakuan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Peubah yang diamati yaitu susut bobot, total asam tertitrasi, padatan total terlarut. Model linier aditif untuk rancangan ini adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + δ ik + β j +(αβ)ij+εijk Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada faktor aplikasi bahan pencuci ke-i dan suhu penyimpanan ke–j dan ulangan ke-k μ = rataan umum αi = pengaruh faktor aplikasi bahan pencuci ke i βj = pengaruh faktor suhu penyimpanan ke j (αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor aplikasi bahan pencuci dan suhu penyimpanan εijk = galat dari anak petak (aplikasi bahan pencuci) δ i k = galat dari petak utama (suhu simpan) Rumus uji kruskal wallis untuk peubah persentase getah yang menempel, persentase luka bakar akibat getah, persentase bintik dendritik, busuk pangkal buah, antranoksa, warna, rasa dan aroma buah manga. Model linier aditif untuk rancangan ini adalah sebagai berikut (Walpole 2005): ∑
(
)
Keterangan : H = Nilai Kruskal Wallis Ri = jumlah peringkat dari perlakuan ke i (mean rank) Ni = Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i K = Banyaknya perlakuan (i = l,2,3.....k) n = Jumlah seluruh data penelitian (N = nl + n2 + n3 +...+ nk) Rumus uji Dunn √(
) √(
)
Keterangan: Jika ri - ri' ˂ pada = 0.05, maka H0 diterima. Hal ini menyatakan bahwa pasangan rata-rata rangking perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (P > 0.05) Jika ri - ri' ˃ pada = 0.05, maka HO ditolak. Hal ini menyatakan bahwa pasangan rata-rata rangking perlakuan tersebut berbeda nyata (P < 0.05)
10
Prosedur Percobaan Pemanenan Buah mangga yang digunakan dalam penelitian ini dipanen dari kebun mangga di Desa Girinata Kecamatan Duku Puntang Kabupaten Cirebon. Tanaman mangga yang diambil buahnya merupakan tanaman yang berumur sekitar 13 tahun dan telah diberikan perawatan seperti pemupukan dan pemangkasan. Pemanenan buah mangga dilakukan pada pagi hari. Buah mangga dipanen dengan menggunakan galah yang pada bagian ujung dipasang keranjang penampung dan pisau. Indeks panen yang digunakan adalah warna buah hijau, bentuk lekukan bagian pangkal dan ujung hampir hilang, umur buah berkisar 90-100 hari setelah antesis (info dari petani) dan lentisel tersebar merata pada permukaan buah. Sortasi dan Grading Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang layak dan tidak layak digunakan untuk penelitian agar diperoleh buah yang seragam bentuk, warna, ukuran dan kematangannya sedangkan grading dilakukan untuk memperoleh buah yang seragam ukurannya (besar, sedang, kecil atau sangat kecil). Sortasi yang dilakukan berdasarkan pengamatan secara visual meliputi buah mangga utuh, padat. penampilan segar, bebas dari memar, layak konsumsi, bebas dari benda-benda asing yang tampak, bebas dari hama dan penyakit (BSN 2009). Membuat Gambar Lokasi Getah Penggambaran lokasi getah pada kulit mangga bertujuan untuk melihat tingkat kebersihan mangga dari getah dan kotoran yang menempel pada kulit mangga setelah proses pencucian dilakukan. Gambar lokasi getah pada buah mangga dibuat dengan cara mengikuti aliran getah yang keluar dari tangkai buah dengan menggunakan spidol permanen. Penggunaan spidol permanen bertujuan agar gambar lokasi getah pada kulit buah mangga tidak mudah memudar setelah pencucian dan memudahkan dalam pengamatan. Buah mangga yang telah digambar kemudian dipisahkan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan. Setelah itu dilakukan pengamatan awal terhadap persentase getah yang menempel dan persentase luka bakar akibat getah. Aplikasi Pencucian Mangga yang telah disortasi kemudian dicuci dengan bahan pencuci sesuai perlakuan. Mangga dicuci dengan mencelupkan dalam perlakuan bahan pencuci selama ± 5 menit sambil digosok dengan spon yang lembut. Getah yang menempel dan kotoran yang ada di permukaan kulit dibersihkan hingga bersih. Setelah ± 5 menit mangga diangkat dan dibilas dengan air bersih. Untuk aplikasi khamir antagonis, mangga dicuci terlebih dahulu dengan bahan pencuci detergen dan CaO, selanjutnya mangga dibilas dengan air bersih kemudian baru dicelupkan ke dalam khamir antagonis. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya lisis pada dinding sel khamir karena enzim yang terkandung di dalam bahan pencuci detergen. Mangga yang dicuci kemudian diamati kembali berapa persen hilangnya getah yang menempel pada permukaan kulit. Pengemasan, Transportasi, dan Penyimpanan Pengemasan mangga dilakukan dengan cara dibungkus menggunakan kertas. Transportasi buah mangga dilakukan pada malam hari untuk menghindari kontak langsung dengan matahari yang dapat menimbulkan kerusakan pada buah.
11
Mangga kemudian disimpan pada show chase pada suhu 12 °C, 15 °C, 18 °C dan mangga yang diperlakukan pada suhu ruang diletakkan diatas meja di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lama perjalanan yang ditempuh dari tempat pemanenan ke tempat penyimpanan di Laboratorium Pasca panen ± 8 jam. Pengamatan Penelitian Pengamatan buah mangga dilakukan di Lapang dan Laboratorium Postharvest Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Berikut metode skoring yang digunakan pada beberapa parameter yang diamati: Persentase Getah yang Menempel Penilaian terhadap tingkat kebersihan buah mangga dari getah ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) melalui penentuan persentase getah yang menempel pada kulit buah sebelum dan sudah pencucian sebagai berikut: 0 = Tidak ada, 1 = 1 % kotoran, 2 = 1-3 % kotoran, 4 = 10-25 % kotoran, 5 = 25-100 % kotoran. Persentase Luka Bakar Akibat Getah Penilaian terhadap persentase luka bakar yang disebabkan oleh getah yang menempel pada permukaan kulit buah ditentukan dengan teknik skoring (Holmes et al. 2009) sebagai berikut: 0 = Tidak ada, 1 = Kurang dari 1 cm2, 2 = 1-3 cm2 atau ± 3%, 3 = 3-12 cm2 atau ± 10 %, 4 = 12 cm2 atau ± 10-20 %, 5 = lebih besar dari 25 %. Bintik Dendritik (Dendritic spottings) Bintik dendritik (dendritic spottings) adalah bintik hitam kecil dengan ujung-ujungnya tidak beraturan yang terdapat pada permukaan kulit buah. Bintik dendritik biasanya muncul pada buah yang telah matang. perkembangannya cukup lambat. dan tidak masuk kedalam daging. Penilaian terhadap Bintik dendritik ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut: 0 = Tidak ada, 1 = Kurang dari 1 cm2, 2 = 1-3 cm2 atau ± 3%, 3 = 3-12 cm2 atau ± 10 %, 4 = 12 cm2 atau ± 10-20 %, 5 = lebih besar dari 25 %. Perkembangan Penyakit Antraknosa Antraknosa (anthracnose) disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gleosporioides yang dapat menyerang buah setelah panen. Buah mangga yang
12
terserang antraknosa dapat menimbulkan kerusakan yang parah dan dapat menurunkan kualitas buah. Penilaian terhadap perkembangan penyakit Antraknosa ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut: 0 = Tidak ada, 1 = Kurang dari 1 cm2, 2 = 1-3 cm2 atau ± 3%, 3 = 3-12 cm2 atau ± 10 %, 4 = 12 cm2 atau ± 10-20 %, 5 = lebih besar dari 25 %. Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (Stem end rots) Busuk pangkal buah (stem end rots) merupakan busuk lunak berair yang terdapat pada pangkal buah, biasanya perkembangannya cukup cepat dimulai dari pangkal buah kemudian masuk kedalam daging buah. Penilaian terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal buah ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut: 0 = Tidak ada. 1 = Kurang dari 1 cm2, 2 = 1-3 cm2 atau ± 3%, 3 = 3-12 cm2atau ± 10 %, 4 = 12 cm2 atau ± 10-20 % , 5 = lebih besar dari 25 %. Kekerasan Buah Mangga Pengamatan kekerasan buah mangga dilakukan setiap tiga hari sekali. Pengamatan kekerasan buah dilakukan dengan menekan buah dengan menggunakan jempol. Penekanan dilakukan pada ujung, tengah, dan pangkal buah serta dilakukan beberapa kali ulangan. Menurut Holmes et al. (2009) menyatakan bahwa skor pengamatan kekerasan buah yang dilakukan adalah : 1 = Hard (permukaan kulit buah tidak tertekan saat diberi tekanan). 2 = Rubbery (permukaan sedikit tertekan pada saat diberi tekanan pada buah). 3 = Sprung (daging buah tertekan sedalam 2-3 mm dengan tekanan ibu jari yang kuat). 4 = Firm soft (daging buah tertekan dengan tekanan ibu jari yang sedang). 5 = Soft (buah tertekan dengan tekanan ibu jari yang lemah). Rasa dan Aroma Pengujian terhadap rasa dan aroma buah mangga digunakan uji hedonik. Pada uji ini digunakan 10 orang panelis semi terlatih. Dari uji tersebut diperoleh tingkat kesukaan atau skala hedonik. Skor penilaian uji rasa dan aroma: 1= sangat tidak suka 2= tidak suka 3= agak suka 4= suka 5= sangat suka Perubahan Warna Kuning Buah Mangga Gedong Pengamatan perubahan warna kuning buah mangga dilakukan setiap tiga hari sekali mulai dari 3 HSP hingga 27 HSP dengan cara visual pada seluruh
13
permukaan kulit buah mangga. Penilaian terhadap perubahan warna kuning ditentukan dengan teknik skoring Holmes et al. (2009) dengan skor sebagai berikut: 1= 0 - 10% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 2= 10 - 30% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 3= 30 - 50% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 4= 50 - 70% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 5= 70 - 90% warna kuning yang terlihat pada buah mangga 6= 90 - 100% warna kuning yang terlihat pada buah mangga Susut Bobot Pengukuran susut dilakukan setiap tiga hari sekali dengan menggunakan timbangan analitik. Untuk menghitung susut bobot buah mangga digunakan persamaan berdasarkan metode AOAC (1980): % Susut bobot= Asam Tertitrasi Total (ATT) Pengamatan total asam buah mangga dilakukan setiap tiga hari sekali mulai dari 3 HSP sampai 27 HSP. Prosedur pengukuran asam tertitrasi total mengacu pada AOAC (1980) yang digunakan sebagai parameter untuk mengukur kandungan asam yang terdapat dalam buah mangga. Kandungan ATT diukur dengan menghancurkan daging buah mangga sebanyak 25 g, kemudian daging buah yang telah hancur ditambahkan aquades dalam erlenmeyer 100 ml. Larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator penolftalein tiga tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Kandungan ATT dihitung dengan rumus:
ATT (mg/100 g bahan) =
Keterangan: ATT V N NaOH Fp BE W
= Asam Tertitrasi Total(%) = Volume NaOH 0.1 N (ml) = Normalitas NaOH (0.1 N) = Faktor pengencer (volume labu takar/ml larutan yang diambil) = Bobot Ekuivalen asam sitrat (64) = Berat contoh (25.000 mg)
Padatan Terlarut Total (PTT) Pengukuran padatan terlaruttotal dilakukan dengan alat digital hand refractometer Atago DUE-PSH 14. Daging buah dihancurkan terlebih dahulu. cairan yang diperoleh diteteskan pada prisma refractometer, ditutup dan secara otomatis nilai PTT akan terlihat pada pintu pembaca dalam satuan oBrix. Sebelum digunakan, alat terlebih dahulu dibersihkan dengan cara meneteskan aquades pada
14
permukaan prisma refractometer dan menyesuaikan bacaan pada angka nol (0). kemudian dibersihkan dengan tissue lalu sampel diteteskan. Daya Simpan Buah. Daya simpan buah mangga ditentukan berdasarkan periode buah tetap terlihat segar, tidak busuk, dan rasa yang tetap normal selama dalam penyimpanan sehingga masih layak dikonsumsi. Pada saat buah mangga sudah mulai mengkerut, buah sudah mulai busuk dianggap akhir dari shel life mangga Arumanis dan Gedong.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perobaan Pendahuluan Percobaan pendahuluan dilakukan untuk melihat ketahanan khamir dalam campuran CaO dan detergen. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa jumlah pertumbuhan koloni khamir antagonis lebih sedikit pada media yang mengandung campuran detergen dan CaO dibandingkan dengan jumlah koloni pada media yang mengandung campuran aquades dan khamir. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan enzim proteinase di dalam detergen yang menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel khamir antagonis. Oleh sebab itu, aplikasi khamir antagonis harus dilakukan secara terpisah dari detergen dan CaO pada saat proses pencucian dilakukan. Tabel 1 Pengaruh campuran bahan pencuci terhadap pertumbuhan koloni khamir antagonis Perlakuan Detergen + CaO + khamir antagonis Akuades + khamir antagonis
Rata-rata koloni khamir antagonis 4.3 199.89
Keterangan: data tidak dianalisis statistika
Persentase Hilangnya Getah Secara umum, semua perlakuan bahan pencuci dapat menghilangkan getah yang menempel pada kulit mangga Arumanis dan Gedong. Hal ini terlihat dari penurunan persentase getah yang menempel pada kulit mangga setelah pencucian (Gambar 1). Buah mangga yang dicuci memiliki nilai kualitas visual yang lebih baik dibandingkan dengan buah mangga sebelum dicuci.
15
Gambar 1 Persentase kehilangan getah sebelum dan sesudah pencucian a. Sebelum pencucian Arumanis
b. Sesudah pencucian Arumanis
Tapa di cuci
Detergen+CaO
c. Sebelum pencucian Gedong
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir antagonis
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir antagonis
d.Sesudah pencucian Gedong
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Gambar 2 Persentase getah pada mangga Arumanis dan Gedong
16
Getah mangga secara alami memiliki sifat asam, mengandung minyak dan gula (O’Hare dan Prassad 1991). Getah yang bersifat asam dan banyak mengandung minyak akan menyebabkan permukaan kulit mangga menjadi lengket dan kotor. Selain itu, komponen utama dari fraksi minyak terpinolene yang terkandung dalam getah dapat menyebabkan luka bakar (sapburn). Kandungan gula dalam getah juga dapat mengundang cendawan penyebab beberapa penyakit pasca panen diantaranya adalah busuk pangkal buah dan antraknosa. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek yang merugikan dari getah yang menempel pada permukaan kulit mangga adalah dengan pencucian (Amin et al. 2008). Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pencuci yang bersifat basa seperti CaO, senyawa ini akan menetralisasi keasaman getah sebelum getah memasuki lentisel kulit buah mangga. Selain itu, penggunaan deterjen yang mengandung surfaktan mampu mengikat minyak dan mampu menurunkan tegangan permukaan (Holmberg et al. 2003) sehingga getah yang menempel pada permukaan kulit mangga dapat terlepas. Persentase Luka Bakar Secara umum, Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase luka bakar (sapburn injury) mangga yang dicuci secara signifikan nyata lebih rendah dibandingkan dengan tidak dicuci. Pada Arumanis persentase luka bakar hanya dipengaruhi oleh bahan pencuci saja, sedangkan untuk mangga Gedong persentase luka bakar dipengaruhi oleh bahan pencuci dan juga suhu penyimpanan. Tabel 2 Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap luka bakar pada buah mangga Arumanis dan Gedong Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci + Khamir Suhu Penyimpanan Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C
Rata-rata skor luka bakar pada hari keArumanis Gedong 12 6 HSP 9 HSP HSP 6 HSP 9 HSP 12 HSP 2.63 c 0.88 b 0.13 ab 0.00 a
2.63 b 0.94 a 0.13 a 0.06 a
2.75 c 1.69 b 0.94 ab 0.25 a
1.56 c 0.94 b 0.38 ab 0.00 a
1.81 c 1.38 bc 0.94 b 0.13 a
2.25 c 1.69 b 1.25 ab 0.50 a
1.31 1.13 0.75 0.44
1.44 1.13 0.75 0.44
1.81 1.88 1.19 0.75
1.56 b 0.63 a 0.38 a 0.31 a
1.81 b 1.06 ab 0.69 a 0.69 a
2.31 b 1.50 ab 1.00 a 0.88 a
Keterangan: Data yang ditampilkan adalah rata-rata skor, pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Luka bakar (sapburn injury) terjadi karena permukaan kulit buah mangga yang terlumuri oleh getah, getah ini memiliki pH rendah dan kandungan minyak yang tinggi sehingga dapat membakar kulit buah (Yahia 2006). Hasil penelitian
17
Amin et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan bahan pencuci Ca(OH)2 efektif untuk menurunkan tingkat kerusakan sapburn injury yang disebabkan oleh getah jika dibandingkan dengan Mango Wash. Hal ini disebabkan kerena Ca(OH)2 memiliki pH lebih tinggi (11.3) dibandingkan pH Mango Wash (9.7) sehingga kemampuannya lebih baik dalam menetralisir keasaman getah yang keluar dari pedicel. Tingkat kerusakan sapburn injury juga akan meningkat seiring meningkatnya suhu (Amin et al. 2008). Hal ini sejalan dengan perrnyataan Barman et al. (2011) bahwa dengan meningkatnya suhu, maka laju transpirasi pada permukaan kulit buah mangga juga akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan konsentrasi air pada getah sehingga getah menjadi lebih pekat. Dengan berkurangnya kandungan air juga menyebabkan selsel akan lebih sensitif terhadap berbagai kerusakan yang disebabkan oleh getah. a. Mangga Arumanis
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir antagonis
b. Mangga Gedong
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir antagonis
Gambar 3 Luka bakar pada mangga Arumanis dan Gedong Bintik Dendritik Bintik dendritik (dendritic spottings) adalah bintik kecil berwarna hitam dengan ujung-ujungnya tidak beraturan yang terdapat pada permukaan kulit buah mangga. Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bintik dendritik mangga yang dicuci secara signifikan nyata lebih rendah dibandingkan dengan tidak dicuci. Pada Arumanis bintik dendritik dipengaruhi oleh bahan pencuci dan juga suhu penyimpanan, sedangkan untuk mangga Gedong bintik dendritik hanya dipengaruhi oleh bahan pencuci saja. Bintik dendritik yang terjadi pada mangga biasanya muncul pada buah yang telah matang, perkembangannya cukup lambat, dan tidak masuk ke dalam daging buah (Holmes et al. 2009). Johnson (2008) menyatakan bahwa banyaknya bintik dendritik yang terdapat pada permukaan kulit buah mangga dapat
18
mengakibatkan buah mangga kurang layak dipasarkan dan menyebabkan kerugian yang sangat tinggi di daerah Queensland utara pada tahun 2006-2007. Tabel 3 Perkembangan bintik dendritik pada manga Arumanis dan Gedong Rata-rata skor bintik dendritik pada hari keArumanis Gedong 6 HSP 9 HSP 12HSP 3 HSP 6 HSP 9 HSP
Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + fungisida Bahan Pencuci + khamir
0.88 b 0.88 b 0.00 a 0.00 a
1.75 c 1.31 b 0.94 ab 0.63 a
1.94 c 1.56 bc 1.19 ab 0.94 a
0.75 b 0.50 b 0.00 a 0.00 a
0.94 b 0.69 b 0.00 a 0.00 a
1.44 b 1.00 b 0.31 a 0.00 a
Suhu Penyimpanan Suhu ruang
0.50
1.38
1.75 c
0.50
0.50
0.81
18 °C
0.50
1.31
1.56 bc
0.38
0.38
0.69
15 °C
0.50
1.06
1.25 ab
0.38
0.38
0.69
12 °C
0.25 0.88 1.06 a 0.19 0.19 0.56 ** ** ** ** ** ** Interaksi Keterangan: Data yang ditampilkan adalah rata-rata skor. pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis. dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
a. Mangga Arumanis
Detergen+CaO
Tanpa di cuci
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir antagonis
b. Mangga Gedong
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci + Khamir antagonis
Gambar 4 Bintik dendritik pada mangga Arumanis dan Gedong Perkembangan Penyakit Antraknosa Antraknosa merupakan salah satu penyakit utama pasca panen yang dapat menyerang buah mangga pada saat penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran. Hasil penelitian pada Gambar 5 menunjukkan bahwa bahan pencucian nyata menurunkan tingkat serangan antraknosa, sedangkan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir mampu menekan bahkan mencegah terjadinya penyakit antraknosa selama penyimpanan.
19
Terdapat interaksi antara perlakuan suhu simpan dan bahan pencucian terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Kombinasi suhu penyimpanan pada suhu ruang, 18 °C, 15 °C, 12 °C dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir mampu mencegah terjadinya serangan antraknosa selama penyimpanan buah mangga (36 HSP). Rata-rata skor penyakit antraknosa
A r u ma n i s 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 9
12
15
18
21
24
Rata-rata skor penyakit antraknosa
Waktu pengamatan (HSP) Tidak Dicuci
Detergen + CaO
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci+ Khamir
Gedong
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 9
12
15
18
21
24
Waktu pengamatan (HSP) Tidak Dicuci
Detergen + CaO
Bahan Pencuci + Fungisida
Bahan Pencuci+ Khamir
Gambar 5 Pengaruh pengembangan bahan pencuci terhadap perkembangan penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan Antraknosa adalah penyakit utama pascapanen yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Alemu et al. 2014). C. gloeosporioides dapat menyerang mangga yang belum matang di kebun. Spora yang berkecambah membentuk apresorium dan menembus kutikula tetapi hifa yang telah mencapai subkutikula menjadi quiescent dan tidak berkembang sampai buah dipanen dan matang (Nelson 2008). Gejala serangan antraknosa pada saat pasca panen ditandai dengan bercak bewarna cokelat gelap, cekung dan berbentuk bulat yang terdapat pada permukaan
20
kulit, bercak akan semakin meluas dan memasuki daging buah jika tingkat serangan semakin parah (Alemu et al. 2014). Bercak bewarna cokelat akibat serangan C. gloeosporioides muncul karena cendawan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa kulit buah sehingga kulit buah terdisintegrasi dan lunak sehingga berubah warna menjadi coklat yang dapat meluas dan akhirnya membusuk. Proses pembusukan semakin cepat ketika buah mencapai kematangan puncak (Kotze 1978; Ippolito & Nigro 2000). Penambahan bahan pencuci dengan Fungisida atau khamir sangat efektif untuk menekan bahkan mencegah terjadinya penyakit antraknosa selama penyimpanan. Hasil yang sama juga diperoleh pada peubah pangamatan perkembangan busuk pangkal buah (stem end rot). Hal ini diduga karena perlakuan bahan pencuci menyebabkan kondisi pertumbuhan kurang menguntungkan bagi patogen untuk tumbuh dan berkembang baik pada kondisi penyimpanan pada suhu rendah maupun pada suhu ruang. Penggunaan fungisida mengandung bahan aktif azoksistrobin dan difenokonozole memiliki efektivitas sangat baik dalam mengatasi serangan cendawan dengan cara mencegah terjadinya produksi spora cendawan dan menghambat metabolisme jamur. Mekanisme azoksistrobin untuk menghambat metabolisme cendawan adalah dengan menghambat respirasi cendawan pada mitokondria dengan mengikat Qo (Qo inhibitor) pada pusat sitokrom b dan memblok transfer elektron dari sitokrom b ke sitokrom c. Hal ini akan menganggu siklus energi cendawan karena produksi ATP terhenti. (Becker et al. 1981; Ammermann et al. 1992; Sauter et al. 1995). Khamir merupakan salah satu mikroba antagonis yang sudah banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit pascapanen buah-buahan karena mikroba antagonis memiliki kemampuan untuk tumbuh lebih cepat dari patogen dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup bahkan di bawah kondisi yang tidak menguntungkan untuk patogen. Hal di dukung oleh hasil penelitian Grebenisan et al. (2008) bahwa penggunaan mikroba antagonis pada aprikot dapat menghambat perkembangan busuk pangkal buah 100% selama proses penyimpanan. Hal ini disebabkan karena mereka cepat berkolonisasi dan bertahan pada permukaan buah untuk jangka waktu yang lama dalam kondisi yang berbeda. menggunakan nutrisi yang tersedia untuk berkembang biak dengan cepat sehingga membatasi ketersediaan nutrisi untuk patogen. Menurut Zheng et al. (2013) menyatakan bahwa penggunaan mikroba antagonis mampu menghambat aktivitas cendawan antraknosa hingga 98.75% sehingga sangat efektif digunakan untuk menjaga kualitas mangga selama periode penyimpanan pascapanen, distribusi dan pemasaran.
21
a. Mangga Arumanis
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan pencuci + Fungisida
Bahan pencuci + Khamir antagonis
b. Mangga Gedong
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan pencuci + Fungisida
Bahan pencuci + Khamir antagonis
Gambar 6 Penyakit Antraknosa pada mangga Arumanis dan Gedong Perkembangan Penyakit Busuk Pangkal Buah (stem end rots) Penyakit busuk pangkal (stem end rots) pada mangga Arumanis dan Gedong meningkat seiring lamanya penyimpanan. Hasil penelitian pada Gambar 7 menunjukkan bahwa bahan pencucian nyata menurunkan tingkat serangan busuk pangkal buah, sedangkan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal buah. Bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir antagonis mampu menekan dan mencegah terjadinya penyakit busuk pangkal buah selama penyimpanan (36 HSP). Terdapat interaksi antara perlakuan suhu simpan dan bahan pencucian terhadap perkembangan penyakit busuk pangkal buah. Kombinasi suhu penyimpanan pada suhu ruang, 18 °C, 15 °C, 12 °C dengan bahan pencuci yang ditambah fungisida atau khamir antagonis mampu menekan terjadinya serangan busuk pangkal buah selama proses penyimpanan pasca panen buah mangga. Busuk pangkal buah (stem end rot) merupakan salah satu penyakit pasca panen yang sangat merugikan selama penyimpanan (Maqsood 2014). Menurut Johnson et al. (2012) infeksi yang disebabkan oleh L. theobromae menimbulkan gejala kebasahan yang meluas dari ujung tangkai buah menyebar menjari kemudian secara cepat menghitam dan menyatu membentuk bercak di sekeliling pangkal buah. Buah mangga dapat terinfeksi semenjak di lapangan akan tetapi L. theobromae tetap dorman sampai buah mulai matang (Johnson et al. 1992; Lonsdale 1993). Infeksi pada buah menyebabkan hancurnya jaringan bagian dalam sehingga daging buah lunak. Mula-mula bercak berwarna ungu kemudian cokelat tua dan akhirnya hitam (Sugipriatini 2009).
22
Rata-rata skor penyakit busuk pangkal buah
Arumanis 3.00 2.00 1.00 0.00 9
12
15
18
21
24
Hari pengamatan (HSP) Tidak Dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci+ Khamir
Rata-rata skor penyakit busuk pangkal buah
Gedong 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 12 HSP
15 HSP
18 HSP
21 HSP
24 HSP
Hari pengamatan (HSP) Tidak Dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci + Khamir
Gambar 7 Perkembangan penyakit busuk pangkal pada mangga Arumanis dan Gedong a. Penyakit busuk pangkal buah pada Arumanis
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan pencuci + Fungisida
Bahan pencuci + Khamir antagonis
b. Penyakit busuk pangkal buah pada Gedong
Tanpa di cuci
Detergen+CaO
Bahan pencuci + Fungisida
Bahan pencuci + Khamir antagonis
Gambar 8 Busuk pangkal buah pada mangga Arumanis dan Gedong
23
Kekerasan Pelunakan buah selama pemasakan diakibatkan oleh enzim pektinesterase, poligalakturonase, dan enzim lain yang mengurai senyawa penyusun dinding sel (Baloch dan Bibi 2012). Nilai kekerasan buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 9 dan Gambar 10. Hasil penelitian pada Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu yang 12 °C dan 15 °C mampu menekan laju perubahan kekerasan pada buah mangga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan sedangkan bahan pencuci tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan pada buah manga Arumanis dan Gedong selama penyimpanan. Perubahan kekerasan buah mangga gendong yang disimpan pada masing-masing suhu yang berbeda semakin menurun seiring lamanya penyimpanan dan kenaikan terjadi lebih cepat pada ruang. Penyusun dinding sel adalah selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Pada buah yang telah dipanen, akan terjadi pelunakkan dinding sel karena terjadi degradasi selulosa, hemiselulosa dan protopektin, Selulosa akan dipecah oleh enzim selulosa, hemiselulosa akan dipecah oleh enzim hemiselulase dan propektin akan dipecah oleh enzim protopektinase menjadi pektin yang selanjutnya akan dipecah menjadi asam pektinat, asam pekat, dan kemudian asam galakturonat. Terjadinya degradasi hemiselulosa dan perubahan protopektin menjadi pektin yang larut menyebabkan terjadinya keempukan pada buah (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Suhu rendah mampu mempertahankan mutu kekerasan dengan baik karena pada suhu rendah, proses metabolisme dan aktivitas enzim dalam proses pemecahan pektin dan hemiselulosa menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Nurmawanti (2008) yang menyatakan bahwa perubahan kekerasan mangga cengkir Indramayu yang disimpan pada dua kondisi suhu yang berbeda semakin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Mangga yang disimpan pada suhu 15oC memiliki nilai kekerasan yang lebih kecil dibandingkan dengan suhu ruang pada semua perlakuan pra-pendinginan atau tanpa pra-pendinginan. Hasil penelitian Ilmi et al. (2015) juga melaporkan bahwa penyimpanan buah mangga Gedong pada suhu 16°C dan 18°C mampu menunda pelunakan buah selama penyimpanan dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang, hal ini disebabkan karena enzim yang berperan dalam proses perombakan komponen dinding sel bekerja lebih aktif pada suhu yang lebih tinggi.
24
Rata-rata skor kelunakan
6 5 4 3 2 1 0 suhu ruang
6 HSP
9 HSP
18°C 15°C Suhu penyimpanan 12 HSP
15 HSP
18 HSP
12°C
21 HSP
24 HSP
Gambar 9 Kelunakan mangga Arumanis selama penyimpanan
Rata-rata skor kelunakan
6 5 4 3 2 1 0 suhu ruang
9 HSP
12 HSP
18°C 15°C Suhu penyimpanan 15 HSP
18 HSP
21 HSP
12°C
24 HSP
Gambar 10 Kelunakan mangga Gedong selama penyimpanan Susut Bobot Susut bobot adalah kehilangan berat buah setelah buah dipanen. Susut bobot pada buah dengan kadar air sangat tinggi dan tekstur yang lunak akan segera tampak sesaat setelah buah dipetik dari pohonnya. Susut bobot merupakan dampak dari terjadinya transpirasi dan respirasi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Hasil penelitian pada Gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa penyimpanan buah mangga pada suhu rendah efektif untuk menekan susut bobot buah mangga Arumanis dan Gedong selama masa penyimpanan, sehingga tingkat kesegaran buah mangga bisa dipertahankan lebih lama.
25
% Susut bobot
30 25 20 15 10 5 0 suhu ruang 12 HSP
18°C 15°C Suhu penyimpanan 15 HSP
18 HSP
12°C 21 HSP
Gambar 11 Susut bobot mangga Arumanis selama penyimpanan
% Susut bobot
20 15 10 5 0 suhu ruang
18°C
15°C
12°C
Suhu penyimpanan 3 HSP
6 HSP
9 HSP
12 HSP
15 HSP
18 HSP
21 HSP
24 HSP
Gambar 12 Susut bobot mangga Gedong selama penyimpanan Penyimpanan suhu rendah adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan mangga karena suhu rendah dapat memperlambat penuaan melalui penundaan laju respirasi dan perubahan metabolik yang tidak diinginkan. Jika proses respirasi dan transpirasi dikurangi, maka susut bobot dapat diperkecil. Pada penyimpanan rendah, proses respirasi dan transpirasi buah dapat dikurangi, sehingga susut bobot buah akan berkurang juga. Hal ini juga dikemukan oleh Rathore et al. (2007) bahwa penyimpanan mangga pada suhu rendah memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu tinggi karena dapat menghambat laju metabolisme di dalam buah. Menurut Mane (2009) dalam kondisi penyimpanan yang berbeda, kehilangan susut bobot tertinggi akan terjadi pada buah-buahan yang simpan pada suhu ruang. Hal ini mungkin disebabkan karena suhu rendah dapat memperlambat kegiatan metabolisme seperti respirasi dan transpirasi. Menurut Okoth et al. (2013) menyatakan bahwa susut bobot disebabkan oleh adanya aktivitas biokimia seperti respirasi, transpirasi dan perubahan biologis lainnya yang terjadi dalam buah. Penurunan susut bobot pada buah mangga juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan ketebalan kulit buah selama pematangan.
26
Perubahan Warna Selama proses penyimpanan buah mangga gedong akan mengalami perubahan warna yang diakibatkan oleh adanya pembongkaran klorofil sehingga semakin lama warna kulit mangga yang hijau akan semakin menguning selama masa simpan. Hasil penelitian pada Gambar 13 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 12 °C dan 15 °C mampu memperlambat laju perubahan warna pada buah mangga selama penyimpanan, sedangkan bahan pencuci tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna pada buah mangga selama penyimpanan. Rata-rata skor perubahan warna
7 6 5 4 3 2 1 0 3 HSP
6 HSP
9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP 21 HSP 24 HSP waktu pengamatan
suhu ruang
18°C
15°C
12°C
Gambar 13 Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan Perubahan warna sering dijadikan kriteria oleh konsumen untuk membedakan buah masak dan yang belum masak. Perubahan warna terjadi dengan berkurangnya atau hilangnya warna hijau karena terjadi degradasi struktur klorofil. Degradasi klorofil terjadi karena perubahan pH, perubahan enzim oksidatif dan adanya enzim khlorofilase. Dengan terdegradasinya warna hijau tersebut menyebabkan warna lain muncul karena warna ini sebelumnya tertutupi oleh warna hijau tersebut. Misalnya warna kuning (xanthofil) pada buah mangga, pada saat buah belum matang warna kuning tertutup oleh warna hijau dan baru muncul setelah warna hijau tersebut terdegradasi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Menurut Poerwanto dan Susila (2014), setelah buah masak, klorofil terdegradasi, kloroplas mengambil peran kromoplas dengan memulai mensintesis pigmen kuning yakni karoten dan xantofil, menyebabkan kulit buah menjadi berwarna kuning. Utama et al (2011) menyatakan bahwa laju perubahan warna pada suhu tinggi lebih cepat dibandingkan dengan kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Yadav et al (2013) bahwa perubahan warna kulit cv Kesar yang simpan pada suhu 9 oC lebih lambat dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 12 oC dan suhu ruang, hal Ini mungkin disebabkan disebabkan oleh melambatnya proses degradasi klorofil sehingga menyebabkan laju respirasi dan produksi etilen juga terhambat.
27
a. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu ruang
b. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu 18 0C
c. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu 15 0C
d. Perubahan warna mangga Gedong pada suhu 12 0C
Gambar 14 Perubahan warna mangga Gedong selama penyimpanan Padatan Terlarut Total Pada buah-buahan yang telah dipanen, pati yang terdapat di dalamnya akan mengalami perombakan menjadi gula sederhana yang mengakibatkan buah menjadi lunak dan rasanya berubah manis (Widjanarko 2012). Pada Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan bahwa padatan terlarut total meningkat sering dengan lamanya penyimpanan dan kandungan padatan terlarut total pada suhu ruang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah. Terdapat interaksi perlakuan bahan pencuci dengan suhu penyimpanan terhadap padatan terlarut total pada buah mangga Arumanis, dimana kombinasi perlakuan mangga yang tidak di cuci dengan penyimpanan pada suhu
28
ruang dan suhu 18 oC memiliki total padatan terlarut yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Tabel 4 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencuci terhadap padatan terlarut total mangga Arumanis Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan pencuci + Fungisida Bahan pencuci + Khamir Keterangan :
Padatan terlarut total (%) Arumanis pada hari ke12 HSP Suhu Penyimpanan Suhu ruang 18°C 15°C 12°C 14.72 a A 14.60 a A 10.12 b B 9.10 b A 13.62 a AB 11.85 a B 12.4 a A 9.90 b A 12.60 a B 10.55 b B 9.30 b B 9.47 b A 12.15 a B 11.73 a B 8.62 b B 8.32 b A
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. a= horizontal (suhu penyimpanan) A= vertikal (bahan pencuci)
Tabel 5 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap padatan terlarut total mangga Gedong Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan pencuci + fungisida Bahan pencuci + khamir Suhu Penyimpanan Suhu ruang 18°C 15°C 12°C Interaksi
Padatan terlarut total (%) Gedong pada hari ke9 HSP 12 HSP 15 HSP 14.51 a 13.24 b 14.48 a 13.43 b
15.08 14.20 15.28 14.51
15.33 15.29 15.51 14.64
14.75 a 14.25 ab 13.47 bc 13.18 c tn
15.96 a 14.64 b 14.62 b 13.85 b tn
16.23 a 15.24 ab 15.04 ab 14.27 b tn
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Buah yang masak, mengalami akumulasi beberapa larutan dalam vakuola. Akumulasi padatan terlarut berhenti setelah buah dipanen karena akumulasi tergantung pada pasokan fotosintat dari daun (Poerwanto dan Susila 2014). Karbohidrat pada buah muda masih banyak dalam bentuk pati. Selama proses pemasakan buah, pati yang terdapat di dalam buah akan mengalami perombakan menjadi gula seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Santoso 2005). Akibat pati dipecah, terjadi penurunan pati dan peningkatan sukrosa. Sukrosa yang terbentuk selanjutnya dipecah menjadi fruktosa dan glukosa. Sebagian glukosa yang terbentuk digunakan untuk sumber energi (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan, sehingga padatan terlarut total dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis (Kitinoja dan Kader 2003). Peningkatan TSS adalah hasil dari konversi karbohidrat menjadi gula sederhana melalui mekanisme yang kompleks selama penyimpanan, dan tingkat konversi meningkat seiring dengan peningkatan suhu, (Do Chi et al. 2013).
29
Menurut Kittur et al.(2001) konversi ini juga merupakan salah satu indeks penting dari proses pematangan pada mangga dan buah klimakterik lainnya. Hasil penelitian Wijewardane (2014) juga melaporkan bahwa kandungan TSS meningkat baik pada mangga var. Karuthacolomban yang disimpan pada suhu ruang maupun pada suhu rendah, akan tetapi laju peningkatan TSS pada suhu rendah lebih lambat jika dibandingkan dengan laju peningkatan TSS pada suhu ruang. Lambannya peningkatan PTT buah pada suhu rendah dibandingkan pada suhu ruang, menunjukkan bahwa terjadi penghambatan proses hidrolisis pati menjadi gula, dimana proses hidrolisis semakin meningkat seiring meningkatnya suhu simpan (Baloch dan Bibi 2012). Asam Tertitrasi Total (ATT) Selama pematangan, pada umumnya kadar asam organik turun akibat asam organik dalam cairan sel dipakai sebagai bahan baku energi selama siklus TCA (Widjanarko 2012). Hasil penelitian pada Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi penurunan TA pada semua perlakuan selama penyimpanan, kandungan TA lebih cepat menurun pada suhu ruang dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah. Terdapat interaksi perlakuan bahan pencuci dengan suhu penyimpanan terhadap Asam tertitrasi total pada buah mangga Arumanis dan Gedong. Hasil penelitian pada Tabel menunjukkan bahwa kombinasi buah mangga Arumanis dan Gedong yang tidak dicuci maupun di cuci yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 18 °C memilki nilai ATT yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Kecenderungan penurunan TA selama periode penyimpanan mungkin disebabkan karena degradasi asam sitrat selama pematangan serta pemanfaatan lebih lanjut untuk proses metabolisme dalam buah. Terjadinya aktivitas metabolisme yang tinggi pada saat pematangan buah menyebabkan terjadinya penurunan kadar keasaman buah (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Hasil penelitian Do Chi et al. (2013) menyatakan bahwa TA mangga Cv Cat Hoa Loc lebih cepat menurun pada suhu 20-29 °C dibandingkan dengan suhu 8 °C dan 11 °C. Hasil yang sama juga diperoleh pada hasil penelitian Ezz dan Awad (2011) bahwa secara umum kandungan TA lebih tinggi pada suhu rendah. mangga cv Hindi- Besennara yang disimpan pada suhu 8 °C memiliki kandungan asam lebih tinggi dibandingkan dengan mangga yang simpan pada suhu 13 °C. Hasil penelitian Ilmi et al. (2015) menyatakan bahwa kandungan ATT buah mangga Cv Gedong pada suhu 16.1±1 °C cenderung lebih tinggi dibandingkan suhu 18 °C dan suhu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan rendah dapat menghambat proses perubahan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Suhu ruang 0.16 d A 0.12 c A 0.09 b A 0.13 c A
Asam tertitrasi total (%) Arumanis pada hari ke21 HSP 24 HSP Suhu penyimpanan Suhu penyimpanan 18 °C 15 °C 12 °C Suhu ruang 18 °C 15 °C 0.38 c A 0.67 b A 0.97 a A 0.12 b A 0.17 b A 0.38 a AB 0.34 b A 0.76 a A 0.97 a A 0.12 b A 0.19 b A 0.45 a A 0.18 b A 0.62 a A 0.52 a B 0.06 b A 0.10 b A 0.39 a A 0.26 bc A 0.39 b B 0.69 a B 0.09 b A 0.14 b A 0.16 b C
12 °C 0.45 a A 0.39 a A 0.22 a B 0.35 a A
Suhu ruang 0.14 c A 0.18 c A 0.25 b A 0.17 c A
18 °C 0.29 b A 0.34 b A 0.25 b AB 0.12 c B
15 °C 0.55 a A 0.50 a A 0.58 a A 0.44 b A
24 HSP Suhu Penyimpanan 12 °C 0.39 b B 0.43 ab B 0.30 b B 0.75 a A
Asam tertitrasi total (%) Gedong pada hari ke-
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. a= horizontal (suhu penyimpanan) A= vertikal (bahan pencuci)
Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan pencuci + fungisida Bahan pencuci + khamir
Perlakuan
Tabel 7 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi total mangga Gedong
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5%. a= horizontal (suhu penyimpanan) A= vertikal (bahan pencuci)
Detergen + CaO Bahan pencuci + Fungisida Bahan pencuci + Khamir
Tidak dicuci
Bahan Pencucian
Perlakuan
Tabel 6 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap Asam tertitrasi total mangga Arumanis
30
31 Rasa dan Aroma Perkembangan citarasa menjadi enak pada buah-buahan antara lain karena terjadinya penurunan derajat keasaman dan peningkatan kandungan gula. Perbandingan kandungan gula dan asam sering digunakan sebagai indikator tingkat kematangan pada beberapa buah-buahan. Rasa khas dari buah-buahan terbentuk dari berbagai senyawa kompleks berupa senyawa yang mudah menguap (volatil) dan minyak walaupun senyawa tersebut hanya dalam jumlah yang kecil (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perubahan rasa dan aroma lebih cepat terjadi pada buah mangga yang disimpan pada suhu ruang dibandingkan dengan mangga yang disimpan pada suhu 12 °C dan 15 °C. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzim lebih cepat terjadi pada suhu ruang dibandingkan yang disimpan pada suhu rendah. Akibatnya proses metabolisme buah mangga yang disimpan pada suhu ruang cenderung lebih cepat sehingga buah lebih cepat mencapai rasa yang disukai panelis. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Ilmi et al. (2014) yang menyatakan bahwa buah mangga Gedong yang disimpan pada suhu ruang mengalami perubahan rasa yang lebih cepat jika dibandingkan dengan mangga yang disimpan pada suhu rendah. Zakariya dan Alhassan (2014) juga melaporkan bahwa hasil uji organoleptik pada mangga Keitt dan Nam Doc Mai yang simpan pada suhu 25 °C lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan mangga yang disimpan pada suhu 7 °C. Suhu penyimpanan akan mempengaruhi laju metabolisme, ketika suhu meningkat maka laju metabolisme juga akan meningkat (Jabbar et al. 2011). Tabel 8 Pengaruh bahan pencucian dan suhu simpan terhadap rasa dan aroma pada buah mangga Arumanis dan Gedong Rasa dan aroma pada hari keArumanis Gedong
Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan pencuci + Fungisida Bahan pencuci + Khamir Suhu Penyimpanan Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C
3 HSP 15 HSP 24 HSP
3 HSP
15HSP 24 HSP
2.94 2.71 3.13 3.31
3.65 3.85 3.86 4.00
3.44 3.67 3.83 3.60
2.86 2.60 3.00 2.45
4.23 4.03 4.18 3.88
3.29 3.49 3.44 3.60
3.70 b 3.59 b 2.43 a 2.38 a
4.98 c 3.93 b 3.40 a 3.06 a
2.14 a 3.37 b 4.44 c 4.58 c
3.50 b 2.55 a 2.39 a 2.40 a
4.85 c 4.13 b 3.65 a 3.68 a
2.05 a 2.66 a 4.55 b 4.56 b
Keterangan: Data yang ditampilkan adalah rata-rata skor, pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Rasa buah merupakan gabungan gula, asam, dan senyawa volatil. Perubahan rasa selama pemasakan buah dipengaruhi perubahan gula dan asam organik (Kays 1991). Sudjatha dan Wisaniyasa (2008) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kandungan gula dan penurunan derajat keasaman yang menyebabkan rasa buah menjadi enak. Aroma terjadi karena adanya sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama fase pemasakan. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan buah (Santoso 2005).
32 Flavour adalah pengaruh sensorik dari makanan yang ditentukan oleh indera melalui rasa dan bau. Pengaruh sensorik ini secara keseluruhan merupakan hasil dari apa yang dirasakan oleh mulut dan senyawa aromatik yang terdeteksi oleh epitel pada organ penciuman yaitu hidung (Akhtar et al. 2009). Hasil penelitian Medicott et al. (1990) menunjukkan bahwa mangga yang simpan pada suhu yang relatif lebih rendah memiliki nilai rasa yang lebih tinggi di akhir penyimpanan. Hasil penelitian Abbasi et al. (2009) menyatakan perubahan rasa mangga meningkat setelah empat minggu penyimpanan. Daya Simpan Daya simpan dapat ditentukan berdasarkan periode buah tetap terlihat segar, tidak busuk, dan rasa yang tetap normal selama dalam penyimpanan sehingga masih layak dikonsumsi. Daya simpan buah mangga Arumanis dan Gedong setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9 menunjukkan bahwa mangga Arumanis dan Gedong yang disimpan pada suhu rendah memiliki daya simpan lebih lama dibandingkan dengan mangga yang simpan pada suhu ruang baik yang dicuci maupun yang tidak dicuci. Buah mangga yang paling cepat mengalami kemunduran adalah buah yang tidak dicuci dan disimpan pada suhu ruang yang hanya memiliki daya simpan 9 HSP pada mangga Arumanis dan 10 HSP pada mangga Gedong, sedangkan buah mangga dengan kombinasi perlakuan suhu penyimpanan 12 °C dan 15 °C dengan bahan pencuci yang ditambah fungisida atau khamir memiliki daya simpan yang lebih lama hingga 24 HSP. Buah mangga yang disimpan pada suhu penyimpanan 12 °C dan 15 °C dengan penambahan bahan pencuci dengan fungisida atau khamir memiliki daya simpan lebih lama dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena penurunan suhu akan memperlambat kerja enzim, sehingga aktivitas respirasi menurun. Penurunan suhu penyimpanan pada buah klimaterik juga dapat menunda kematangan buah dengan cara menurunkan produksi etilen dan menurunkan sensitivitas jaringan sel tehadap etilen (Widjanarko 2012). Selain suhu penyimpanan, daya simpan buah juga dipengaruhi oleh kepekaan komoditas terhadap serangan cendawan selama penyimpanan (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008). Bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida atau khamir selain dapat membersihkan getah yang menempel pada permukaan kulit mangga juga dapat meningkatkan ketahanan buah mangga terhadap serangan antraknosa dan busuk pangkal buah dengan cara mencegah terjadinya produksi spora cendawan dan menghambat metabolisme cendawan selama penyimpanan (36 HSP). Setelah 24 HSP periode kesegaran buah mulai menurun yang ditandai dengan muculnya kerutan pada permukaan kulit mangga, akan tetapi buah mangga belum menunjukkan gejala senesen dan tidak terserang oleh penyakit. Munculnya kerutan di permukaan buah dapat disebabkan karena adanya aktivitas transpirasi selama masa penyimpanan. Kehilangan air dapat terjadi bila konsentrasi molekul uap air di dalam produk lebih besar dibandingan dengan lingkungan udara sekitar (Utama dan Antara 2013).
33 Tabel 9 Pengaruh suhu simpan dan bahan pencucian terhadap daya simpan buah mangga Arumanis dan Gedong Perlakuan Bahan Pencucian * Suhu Penyimpanan Tidak dicuci Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C Detergen + CaO Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C Bahan pencuci + Fungisida suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C Bahan pencuci + Khamir Suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C
Arumanis Periode Mulai kesegaran busuk
Daya simpan
Periode kesegaran
hari ke- (HSP)
Gedong Mulai Daya Busuk simpan hari ke- (HSP)
12
9
9
12
10
10
15 15 18
12 18 >21
12 15 18
15 18 21
21 21 >24
15 18 24
15
12
12
15
12
12
15 18 21
>24 >24 >24
15 18 21
15 21 21
21 >24 >24
15 21 24
12
21
12
15
21
15
18 24 24
>36 >36 >36
18 24 24
21 24 24
>36 >36 >36
21 24 24
12
21
12
15
21
15
21 24 24
>36 >36 >36
21 24 24
21 24 24
>36 >36 >36
21 24 24
Keterangan: HSP= Hari Setelah Panen, data tidak dianalisis statistika
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pencucian buah mangga dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida dengan bahan aktif azoksistrobin dan difenokonazol atau khamir antagonis C. albidus efektif digunakan untuk meningkatkan kualitas visual mangga, mengurangi persentase luka bakar pada permukaan kulit mangga, mencegah perkembangan bintik dendritik, mencegah dan menekan serangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah dan mampu meningkatkan umur simpan mangga Arumanis dan Gedong. 2. Penyimpanan pada 12 °C dan 15 °C efektif untuk meningkatkan shelf life mangga Arumanis dan Gedong dengan menekan laju perubahan tingkat kekerasan, susut bobot buah serta perubahan warna pada Gedong. 3. Penggunaan khamir C. albidus efektif dalam menekan bahkan mencegah serangan penyakit pascapanen pada mangga Arumanis dan Gedong hingga akhir pengamatan (36 HSP).
34 Saran 1. Untuk meningkatkan kualitas dan shelf life mangga dapat dilakukan dengan melakukan melakukan pencucian buah mangga setelah panen dengan bahan pencuci yang ditambah dengan fungisida dengan bahan aktif azoksistrobin dan difenokonazol atau khamir antagonis C. albidus kemudian disimpan pada suhu 15 °C. 2. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mengetahui mekanisme khamir dalam mencegah dan menekan penyakit pasca panen terutama penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah.
DAFTAR PUSTAKA Akhtar S, Mahmood S, Naz S, Nasir M, Saultan TM. 2009. Sensory evaluation of mangoes (mangifera indica l.) Grown in different regions of pakistan. Pak. J. Bot. 41(6): 28212829 Alemu K, Ayalew A, and Woldetsadic K. 2014. Evaluation of antifungal activity of botanicals for postharvest management of mango anthracnose (Colletotrichum gloeosporioides). International Journal of Life Science. 8(1):1-6. Amiarsi D. 2012. Pengaruh Konsentrasi Oksigen dan Karbondioksida dalam Kemasan terhadap Daya Simpan Buah Mangga Gedong. BB Pascapanen. J. Hort. 22(2): 197204. Amin M, Malik AU, Mazhar MS, Ud-din I, Khalid MS, Ahmad S. 2008. Mango fruit desapping in relation to time of harvesting. Pak J Bot. 40 (4):1587-1593. Ammermann E, Lorenz G, Schelberger B, Wenderoth B, Sauter H, Rentzea C. 1992. a Broad spectrum fungicide with a new mode of action. Pests And Diseases 1: 403–410. Arras G, Nicolussi P, Ligios C. 1999. Non-toxicity of some antifungal yeasts (Pichia guilliermondii, Rhodotorula glutinis, and Candida oleophila) in laboratory animals. Ann Microbiol Enzymol 49:125–131. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar nasional Indonesia-mangga [internet]. [24Februari2014]. http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/9481 Baloch MK, Bibi F. 2012. Effect of harvesting and storage conditions on the postharvest quality and shelf life of mango (Mangifera indica L.) fruit. South African J Botany. 83 (2012): 109-116. Doi:10.1016/j.sajb.2012.08.001. Barman K, Asrey R, Pal RK. 2011. Overcoming sapburn injury in mango. Indian Hort. 56:14–16. Becker WF, Von Jagow G, Anke T, Steglich W. 1981. Oudemansin, strobilurin A, strobilurin b and myxothiazol: new inhibitors of the cytochrome bc1 segment of the respiratory chain with na methoxyacrylate system as a common structural element. FEBS Letters 132:329–333. Bird T. 1993. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. 335 hlm. Budiastra W dan Purwadaria HK. 1993. Penanganan pascapanen sayuran dan buah-buahan dalam rumah pengemasan. Makalah Pelatihan Pascapanen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor, 10-15 Mei 1993. Daintith J. 1994. Kamus lengkap kimia. SS acmadi, penerjemah ; marias, sitohang DP, editor, Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari :a concise dictionary of chemistry.
35 Droby S, Chalutz E. 1994. Mode of Action of Biocontrol Agents of Postharvest Disease. Di dalam : Wilson CL, Wisniewski ME (Eds.). Biological Control of Postharvest Diseases of Fruits and Vegetables Theory and Practice. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 63–75. Droby S. 2006. Biological control of postharvest disease of fruit and vegetables: difficulties and challenges. Phytopathology. Pol. 39:105–117. Druvefors UA. 2004. Yeast biocontrol of grain spoilage moulds : mode of Action of Pichia anomala [dissertation]. Department of Microbiology, Swedish University of Agricultural Sciences Uppsala. Ezz TM and Awad MR. 2011. Effect of Some Post Harvest Treatments under Different Low Temperature on Two Mango Cultivars. Aust. J. Basic & Appl. Sci., 5(10): 1164-1174. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2012. Food And Agricultural Organization of United Nations: Economic And Social Department: The Statistical Division. UN Food and Agriculture Organization Corporate Statistical Database. Fitriati Y, Wiyono S, Sumarauw IO. 2013. Khamir Antagonis untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa pada Buah Avokad Selama Penyimpanan. J Fitopatol Indones. 9(5): 153– 159. doi: 10.14692/jfi.9.5.153 Grebenisan I, Cornea P, Mateesu R, Cimpeanu C, Olteanu V, Canpenn GH, Stefan LA, Oancea F, Lupa C. 2008. Metschnikowia pulcherrima, a new yeast with potential for biocontrol of postharvest fruit rots. Acta Horticultura. 767: 355–360. Hashem M, Alamri S. 2009. The biocontrol of postharvest disease (Botryodiplodia theobromae) of guava (Psidium guajava L.) by The application of yeast strains. Postharvest Biol Technol. 53:123–130. Holmberg K, Johnson B, Kronberg B, Lindman B. 2003. Surfactans and polymers in aqueous solution. J. Wiley. Chichester. Holmes R, Hofman P, Barker L. 2009. Mango Quality Assesment Manual: A Guide to Assessing The Post Harvest Quality of Australian Mangoes, Queensland Government, Queensland. Ilmi NK, Poerwanto R, dan Sutrisno. 2015. Perlakuan Air Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica L.) cv. Gedong. J. Hort. 25(1):78-87 Ilmi NK. 2015. Perlakuan Air Panas dan Pengaturan Suhu Simpan untuk Mempertahankan Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica L.) cv. Gedong. Thesis. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Indratmi D. 2008. Mekanisme penghambatan Colletotrichum gloeosporioides patogen penyakit antraknosa pada cabai dengan khamir Debaryomyces sp. Draft Publikasi Penelitian Pengembangan Ipteks. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Ippolito A, Nigro F. 2000. Impact of postharvest of biological control agents on postharvest disease of fresh fruit and vegetables. Crop Prot. 19:715-723 Jabbar A, Malik AU, Saeed M, Malik OH, Amin M, Khan AS, Rajwana IA, Saleem BA, Hameed R, Mazhar M. 2011. Performance of hot water phytosanitary treated mangoes for intended export from Pakistan to Iran and China. Int. J. Agric. Biol., 13: 645–651 Janisiewicz WJ, Korsten L. 2002. Biological control of postharvest disease of fruits. Annu Rev Phytopathology. 40:11-441. Johnson GI. 2008. Status of Mango Postharvest Disease Management R & D: Options and Solutions for the Australian Mango Industry. Horticulture Australia Final Report for project MG08017. Horticulture Development, Canberra. 130 p. Johnson GI, Mead A, Cooke AW and Dean JR. 1992. Mango stem-end rot pathogens - fruit infection by endophytic colonization of the inflorescence and pedicel. Ann App Bio. 120: 225-234.
36 Johnson GI, Akem C, Weinert M, Kazmi MR, Fateh FS, Rehman A, Iftikhar S and Cooke AW. 2012. Handbook for a Workshop on Diagnosis & Control of Mango Postharvest Diseases. National Agricultural Research Center, Islamabad, Pakistan. pp. 58. Jones RW, Prusky D. 2002. Expression of an antifungal peptide in Saccharomyces: a new approach for biological control of the postharvest disease caused by Colletotrichum coccodes. Phytopathology. 92:33-37. Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York (USA). An AVI Book. Kefialew Y, Ayalew A. 2009. Postharvest biological control of anthracnose (Colletotrichum gloeosporioides) on mango (Mangifera indica). Postharvest Biol Technol. 50:8–11. Kitinoja L, Kader AA. 2003. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil: Manual untuk Produk Hortikultura. Edisi ke 4. Utama IMS, penerjemah. Bali (ID): Udayana. Terjemahan dari: Postharvest Horticulture Series. Kittur FS, Saroja N, Habibunnisa & Tharanathan RN. (2001). Polysaccharide-based composite coating formulations for shelf-life extension of fresh banana and mango. European Food Research and Technology. 213: 306-311 Kotze JM. 1978. Anthracnose of avocados. South African Avocado Growers’ Association Research Report for 1978 2: 45-47. South Africa (ZA): Department of Microbiology and Plant Pathology, University of Pretoria. Lonsdale JH. (1993). Mango disease in South Africa. In: South African Mango Grower’s Association. Year book 13. Pp 89-92. Lynn J. 1993. Detergesi. Di dalam: Kroschwitz JI, editor. Encyclopedia of Chemical Technology. Ed ke-4. Volume ke-7. New York: Wiley Interscience. Hlm.1072-1099. Mane SR. 2009. Assessment of influence of maturity indices, post harvest treatments and storage temperatures on shelf life of mango (Mangifera indica L.) cv. Kesar. [Thesis]. Navsari Agricultural University. India. Maqbool M, Malik AU. 2008. Anti-sap chemucals reduse sapburn injury and improve fruits quality in commercial mango cultivars of Pakistan. Int. J. Agri. Biol. 10:1-8. Maqsood A, Rehman A, Ahmad I, Nafees M, Ashraf I, Qureshi R, Jamil M, Rafay M and Hussain T. 2014. Physiological attributes of fungi associated with stem end rot of mango (Mangifera indica L.) cultivars in postharvest fruit losses. Pak J Bot. 46(5): 1915-1920. Pakistan. McLaughlin RJ, Wisniewski ME, Wilson CL, Chalutz E. 1990. Effect of inoculum concentration and salt solutions on biological control of postharvest diseases of apple with Candida sp. Phytopathology. 80:456-461. Mutiarawati T. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. SL-PPHP Dep. Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Nelson SC. (2008). Mango anthracnose (Colletotrichum gloeosporioides). Plant Disease 48: 1-9. Nurmawanti NE. 2008. Pengaruh pra pendinginan dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah mangga Cengkir Indramayu [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. O’Hare T and Prasad A. 1991. The alleviation of sap induced mango skin injury by calcium hydroxide. Int SympTropical Fruits. Pattaya. Thailand. Okoth EM, Sila DN, Onyango CA, Owino WO,Musembi SM, Mathooko FM. 2013. Evaluation of physical And sensory quality attributes of three mango varieties at three stages of ripeness, grown in lower eastern province of Kenya. Journal of Animal &Plant Sciences.17(3): 2608-2618. Paramita O. 2010. Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var Gedong Gincu pada Berbagai Suhu
37 Penyimpanan. Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1. Semarang (ID). Universitas Negeri Semarang. Payne C, Bruce A. 2001. The Yeast Debaryomyces hansenii as a Short-Term Biological Control Agent against Fungal Spoilage of Sawn Pinus sylvestris Timber. Biol Control. 22:22–28. Pinto AC, Alues RE, Pereira MEC. 2004. Efficiency of different heat treatment procedures in controlling disease of mango fruits. In: Proceedings of the Seventh International Mango Symposium, pp 551–553. Acta Horticulture: 645. Poerwanto R, Susila AD. 2014. Teknologi Hortikultura. Bogor (ID). IPB Press. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Mangga. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. [Diunduh 12 November 2015]. Tersedia pada http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/ Rathore HA, Masud T, Sammi S, Soomro AH. (2007). Effect of storage on physico-chemical composition and sensory properties of mango (mangifera indica L.) variety dosehari. Pakistan Journal of Nutrition, 6:143-148. Rizkia H. 2012. Pengembangan sistem persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. Thesis. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Roberts RG. 1990. Postharvest biological control of gray mold of apple Bay Cryptococcus laurentii. Phytopathology. 80:526-530. Robiglio A, Sosa MC, Lutz MC, Lopes CA, Sangorr´ın MP. 2011. Yeast biocontrol of fungal spoilage of pears stored at low temperature. Int J Food Microbiol. 147(3): 211-216. Robinson SP, Loveys BR, Chacko EK.1993. Polyphenol oxidase enzymes in the sap and skin of mango fruit. Aust J. Plant Physiol.20:99-107. Santoso BB. 2005. Kematangan produk dan indeks panen. [Diunduh 2014 Februari 9]. Tersedia pada http://fp.unram.ac.id Sauter HE, Ammermann R, Benoit S, Brand RE, Gold W, Grammeonos H, Köhle G, Lorenz B, Müller U, Schirmer JB, Speakman B, Wenderoth H, Wingert. 1995. Mitochondrial respiration as a target for antifungals. BIOS Scientific Publishers pp. 173–191. Oxford. Setyabudi DA. 2011. Mencegah Antraknosa dan Busuk Pangkal pada Buah Mangga. BB Pascapanen. Warta penelitian dan pengembangan . Vol 33 No 6. Setyadjit dan Sjaifullah. 1992. Pengaruh ketebalan plastik untuk penyimpanan atmosfer termodifikasi mangga arumanis dan indramayu. Jurnal Hortikultura. 2(1):31-42. Singh Z, Singh RK, Sane VA, Nath P. 2013. Mango Postharvest Biology a nd Biotechnology. Critical Reviews in Plant Sciences , 32:217–236. Sudjatha W, Wisaniyasa NW. 2008. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen (Buah dan Sayuran). Bali (ID). Udayana University Press. Sugipriatini D. 2009. Potensi Penggunaan Khamir dan Kitosan untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Buah Mangga selama Penyimpanan. Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukandarrumidi. 1999. Batubara dan Pemanfaatannya: Pengantar Teknologi Batubara Menuju Lingkungan Bersih. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. 205 hlm. Syed RN, Mansha N, Khaskheli MA, Khanzada MA, Lodhi AM. 2014. Chemical Control of Stem End Rot of Mango Caused by Lasiodiplodia Theobromae. Pak J Phytopathol. 26 (02): 201-206. Widjanarko SB. 2012. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Malang (ID).UB Press.
38 Wijewardane RMNA. 2014. Effect of Pre-cooling Combined with Exogenous Oxalic Acid Application on Storage Quality of Mango (Mangifera indica). Journal of Postharvest Technology 02 (01): 045-053. Wisniewski M, Biles C, Droby S, McLaughlin R, Wilson C, Chalutz E. 1991. Mode of action of the postharvest biocontrol yeast, Pichia guilliermondii: Characterization of attachment to Botrytis cinerea. Psychol Mol Plant Pathol. 39:245-258. Wisniewski ME, Wilson CL. 1992. Biological control of postharvest diseases of fruits and vegetables. HortScience. 27:94-98. Yadav MK, Patel NL, Parmar BR and Dileswar N. 2013. Evaluation of physiological and Orgaleptic properties of mango cv. Kesar As influenced by ionizing radiation and Storage temperature. SAARC J. Agri. 11(2): 69-80. Yahia EM. 2006. Modified and controlled atmospheres for tropical fruits. Stewart Postharvest Review 5:6. Yahia EM. 1998. Postharvest handling of mangoes.Technical Report. Agricultural Technology Utilization and Transfer Project, Giza,Egypt. Zakariya AAR, Alhassan N. 2014. Application of hot water and temperature treatments to improve quality of Keitt and Nam Doc Mai mango fruits. International Journal Of Scientific & Technology Research. 3:9 Zheng M, Jingying S, Jian S, Qingguo W, Yanhua L. 2013. Antimicrobial effects of volatiles produced by two antagonistic Bacillus strains on the Anthracnose pathogen in postharvest mangos. Biological Control. 65: 200–20
39 Lampiran 1 Formulir Uji Organoleptik mangga Arumanis dan Gedong FORMULIR UJI ORGANOLEPTIK Nama panelis : Umur : Jenis kelamin : No contak person : 1. Cicipilah sampel buah mangga satu persatu 2. Pada kolom kode sampel berikan penilaian anda dengan cara memasukan nomor (lihat keterangan yang ada di bawah tabel) berdasarkan tingkat kesukaan. 3. Setelah mencicipi satu sampel, netralkan indera pengecap anda dengan air putih 4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel dan hanya diperkenankan bertanya pada penguji 5. Setelah selesai mencicipi sampel, berikan komentar anda dalam kolom yang telah disediakan Indikator
Kode sampel Rasa
Aroma
P0T0 P0T3 P0T2 P0T1 PIT0 P1T3 P1T2 P1T3 P2T0 P2T3 P2T2 P2T1 P3T0 P3T3 P3T2 P3T1 Keterangan : Sangat tidak suka = 1; Tidak suka =2; Agak Suka= 3; Biasa/Netral = 4; Suka = 5; Sangat suka = 6
40 Lampiran 2 Data peringkat Persentase getah (%) sebelum dan sesudah pencucian pada mangga Arumanis dan Gedong Perlakuan Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci + Khamir
Persentase getah (%) sebelum dan sesudah pencucian Arumanis Gedong Sebelum dicuci
Setelah dicuci
Sebelum dicuci
30.41 32.21 33.69 33.69
56.00 b 24.00 a 23.00 a 26.00 a
32.81 32.81 33.82 33.56
Setelah dicuci
56.50 b 24.50 a 23.00 a 26.00 a
Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Lampiran 3 Data peringkat luka bakar (%) pada mangga Arumanis dan Gedong Arumanis
Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + Fungisida Bahan Pencuci + Khamir Suhu Penyimpanan suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C
Luka bakar (%) pada hari keGedong
6 HSP
9 HSP
12 HSP 6 HSP
9 HSP
12 HSP
52.87 c 32.50 b 23.12 ab 21.50 a
52.43 b 32.62 a 22.62 a 22.31 a
50.34 c 36.12 b 26.28 ab 17.25 a
44.62 c 35.75 b 27.62 ab 22.00 a
43.50 c 37.65 bc 30.87 b 17.97 a
44.34 c 36.59 b 29.68 ab 19.37 a
37.37 34.75 30.87 27.00
38.84 34.28 30.37 26.50
37.59 38.56 29.84 24.00
43.87 b 31.37 a 27.63 a 27.12 a
43.28 b 32.84 ab 26.94 a 26.94 a
44. 68 b 33.34 ab 26.84 a 25.12 a
Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Lampiran 4 Data peringkat bintik dendritik (%) pada mangga Arumanis dan Gedong Arumanis
Perlakuan Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + fungisida Bahan Pencuci + khamir Suhu Penyimpanan suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C
Bintik dendritik (%) pada hari keGedong
6 HSP
9 HSP
12 HSP
3 HSP
6 HSP
9 HSP
46.50 b 46.50 b 18.50 a 18.50 a
47.75 c 35.93 b 26.75 ab 19.56 a
46.15 c 37.09 bc 26.72 ab 20.03 a
43.84 b 43.15 b 21.50 a 21.50 a
49.75 c 37.25 b 21.50 a 21.50 a
49.93 b 43.00 b 23.06 a 14.00 a
34.50 34.50 34.50 26.50
38.25 36.25 30.12 25.37
40.62 c 37.09 bc 28.56 ab 23.71 a
35.96 33.31 33.31 27.40
35.96 33.31 33.31 27.40
34.56 32.56 32.56 30.31
Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Peringkat
12 HSP
Rata-rata skor 1,00 1,00 1,00 0,50 0,75 0,50 0,50 0,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Rata-rata skor 2,00 1,25 1,75 1,25 1,50 1,25 1,00 0,75 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Peringkat
15 HSP
Antraknosa pada hari kePeringkat
24 HSP
Rata-rata skor 3,00 1,75 2,25 1,75 2,50 2,00 1,50 1,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Suhu Penyimpanan* Bahan Pencucian 56.00 b 58.00 b 61.00 b Suhu ruang* Tidak Dicuci 56.00 b 51.37 b 48.87 b 18 °C * Tidak Dicuci 56.00 b 56.12 b 54.25 b 15 °C * Tidak Dicuci 40.00 ab 51.37 b 48.87 b 12 °C * Tidak Dicuci 48.00 b 49.62 b 56.50 b Suhu ruang * Detergen + CaO 24.00 a 23.00 a 39.50 ab 18 °C* Detergen + CaO 24.00 a 23.00 a 39.50 ab 15 °C* Detergen + CaO 24.00 a 23.00 a 39.50 ab 12 °C* Detergen + CaO 24.00 a 23.00 a 16.50 a Suhu ruang * Bahan Pencuci + Fungisida 24.00 a 23.00 a 16.50 a 18 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 24.00 a 23.00 a 16.50 a 15 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 24.00 a 23.00 a 16.50 a 12 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 24.00 a 23.00 a 16.50 a Suhu ruang* Bahan Pencuci+ Khamir 24.00 a 23.00 a 16.50 a 18 °C * Bahan Pencuci+ Khamir 24.00 a 23.00 a 16.50 a 15 °C * Bahan Pencuci+ Khamir 24.00 a 23.00 a 16.50 a 12 °C * Bahan Pencuci+ Khamir Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Perlakuan
Lampiran 5 Data peringkat penyakit antraknosa (%) pada mangga Arumanis
41
Rata-rata skor
Peringkat
21 HSP
Antraknosa pada hari ke18 HSP
Peringkat Rata-rata Peringkat Rata-rata skor skor 62.50 b 2.25 61.00 c 2.50 54.00 b 1.50 54.75 bc 1.75 54.00 b 1.25 52.12 bc 1.50 1.25 1.50 54.00 b 52.12 bc 1.00 1.50 24.00 a 49.50 bc 24.00 a 0.50 35.50 ab 0.50 0.00 0.50 24.00 a 21.50 a 0.00 0.50 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a 0.00 0.00 24.00 a 21.50 a
15 HSP
24 HSP
Rata-rata Peringkat skor 2.50 58.00 b 1.75 51.00 b 1.75 51.00 b 1.50 47.50 b 2.00 51.00 b 1.50 47.50 b 1.00 40.50 b 1.00 40.50 b 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a 0.00 16.50 a
Suhu Penyimpanan* Bahan Pencucian 2.00 60.25 c Suhu ruang* Tidak Dicuci 1.00 54.00 bc 18 °C * Tidak Dicuci 1.00 51.00 bc 15 °C * Tidak Dicuci 1.00 51.00 bc 12 °C * Tidak Dicuci 0.00 51.00 bc Suhu ruang * Detergen + CaO 0.00 32.25 ab 18 °C* Detergen + CaO 0.00 32.25 ab 15 °C* Detergen + CaO 0.00 32.25 ab 12 °C* Detergen + CaO 0.00 19.50 a Suhu ruang * Bahan Pencuci + Fungisida 0.00 19.50 a 18 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 0.00 19.50 a 15 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 0.00 19.50 a 12 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 0.00 19.50 a Suhu ruang* Bahan Pencuci+ Khamir 0.00 19.50 a 18 °C * Bahan Pencuci+ Khamir 0.00 19.50 a 15 °C * Bahan Pencuci+ Khamir 0.00 19.50 a 12 °C * Bahan Pencuci+ Khamir Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Perlakuan
Lampiran 6 Interaksi penyakit antraknosa (%) pada mangga Gedong
42
Rata-rata skor 1,50 1,00 1,00 1,00 1,50 1,00 1,00 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Peringkat
15 HSP
Rata-rata skor 2,50 2,00 1,50 1,00 2,00 1,50 1,25 1,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Peringkat
Rata-rata skor 3,50 2,00 2,00 1,75 2,50 1,50 1,25 1,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Peringkat
21 HSP
Antraknosa pada hari ke18 HSP
24 HSP
Rata-rata Peringkat skor 3,50 60.00 b 2,50 52.00 b 49.25 b 2,25 2,00 46.50 b 3,00 54.50 b 43.37 b 1,75 1,50 41.00 b 1,50 41.00 b 16.50 a 0,00 0,00 16.50 a 0,00 16.50 a 0,00 16.50 a 16.50 a 0,00 0,00 16.50 a 0,00 16.50 a 16.50 a 0,00
Suhu Penyimpanan* Bahan Pencucian 54.50 b 58.50 b 61.00 b Suhu ruang* Tidak Dicuci 46.50 b 54.50 b 51.00 b 18 °C * Tidak Dicuci 46.50 b 47.50 b 51.00 b 15 °C * Tidak Dicuci 46.50 b 40.50 b 47.50 b 12 °C * Tidak Dicuci 54.50 b 51.50 b 50.25 b Suhu ruang * Detergen + CaO 46.50 b 47.50 b 44.50 b 18 °C* Detergen + CaO 46.50 b 44.00 b 41.25 b 15 °C* Detergen + CaO 46.50 b 44.00 b 41.25 b 12 °C* Detergen + CaO 16.50 a 16.50 a 16.50 a Suhu ruang * Bahan Pencuci + Fungisida 16.50 a 16.50 a 16.50 a 18 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 16.50 a 16.50 a 16.50 a 15 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 16.50 a 16.50 a 16.50 a 12 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 16.50 a 16.50 a 16.50 a Suhu ruang* Bahan Pencuci + Khamir 16.50 a 16.50 a 16.50 a 18 °C * Bahan Pencuci + Khamir 16.50 a 16.50 a 16.50 a 15 °C * Bahan Pencuci + Khamir 16.50 a 16.50 a 16.50 a 12 °C * Bahan Pencuci + Khamir Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Perlakuan
Lampiran 7 Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga Arumanis
43
Peringkat
18 HSP
Rata-rata skor 3,00 2,00 1,50 1,25 1,75 1,25 1,00 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Peringkat
21 HSP
Busuk pangkal buah pada hari keRataPeringkat Rata-rata rata skor skor 1,25 49.25 b 2,25 1,00 50.50 b 1,75 1,00 50.50 b 1,25 0,75 42.75 b 1,00 1,00 50.50 b 1,50 0,75 42.75 b 1,00 0,75 42.75 b 1,00 0,50 35.00 ab 0,75 0,00 19.50 a 0,00 0,00 19.50 a 0,00 0,00 19.50 a 0,00 0,00 19.50 a 0,00 19.50 a 0,00 0,00 0,00 19.50 a 0,00 0,00 19.50 a 0,00 19.50 a 0,00 0,00
15 HSP
24 HSP
Rata-rata Peringkat skor 3,75 60.12 b 2,25 52.50 b 48.25 b 1,75 1,50 45.00 b 2,00 50.37 b 45.00 b 1,50 1,50 45.00 b 1,25 41.75 b 16.50 a 0,00 0,00 16.50 a 0,00 16.50 a 0,00 16.50 a 16.50 a 0,00 0,00 16.50 a 0,00 16.50 a 16.50 a 0,00
Suhu Penyimpanan* Bahan Pencucian 57.50 b 57.62 b Suhu ruang* Tidak Dicuci 53.00 b 53.87 b 18 °C * Tidak Dicuci 48.50 b 49.00 b 15 °C * Tidak Dicuci 45.00 b 45.00 b 12 °C * Tidak Dicuci 52.00 b 52.50 b Suhu ruang * Detergen + CaO 45.00 b 45.00 b 18 °C* Detergen + CaO 45.00 b 42.00 b 15 °C* Detergen + CaO 38.00 ab 42.00 b 12 °C* Detergen + CaO 17. 00 a 16.50 a Suhu ruang * Bahan Pencuci + Fungisida 17. 00 a 16.50 a 18 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 17. 00 a 16.50 a 15 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 17. 00 a 16.50 a 12 °C * Bahan Pencuci + Fungisida 17. 00 a 16.50 a Suhu ruang* Bahan Pencuci + Khamir 17. 00 a 16.50 a 18 °C * Bahan Pencuci + Khamir 17. 00 a 16.50 a 15 °C * Bahan Pencuci + Khamir 17. 00 a 16.50 a 12 °C * Bahan Pencuci + Khamir Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Perlakuan
Lampiran 8 Interaksi penyakit busuk pangkal buah (%) pada mangga Gedong
44
45.56 b 41.84 b 26.09 a 16.50 a 26.81 31.25 34.53 37.41
29.91 31.88 31.88 36.34
6 HSP
48.16 b 29.91 a 27.94 a 24.00 a
3 HSP
26.16 32.41 35.38 36.06
46.03 b 45.81 b 24.94 a 13.22 a 25.53 32.38 35.69 36.41
44.13 b 48.34 b 24.56 a 12.97 a 28.75 33.16 33.31 34.78
44.63 c 49.25 c 25.28 b 10.84 a 29.22 32.50 32.97 35.31
48.50 c 48.50 c 22.75 b 10.25 a
Perubahan warna pada hari ke9 HSP 12 HSP 15 HSP 18 HSP
27.60 31.56 32.16 36.41
47.00 c 47.00 c 25.00 b 9.94 a
21 HSP
22.57 28.88 31.28 32.93
38.50 b 38.50 b 32.38 b 10.78 a
24 HSP
Keterangan: Pengolahan statistik dilakukan terhadap peringkat dengan uji Kruskal Wallis, dilanjutkan dengan uji Dunn 5%. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada uji lanjut Dunn 5%
Bahan Pencucian Tidak dicuci Detergen + CaO Bahan Pencuci + fungisida Bahan Pencuci + khamir Suhu Penyimpanan suhu ruang 18 °C 15 °C 12 °C
Perlakuan
Lampiran 9 Data peringkat perubahan warna (%) pada mangga Gedong
45
46
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Alahan Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 20 Juni 1988. Penulis merupakan anak ke lima dari pasangan Bapak Syafrudin dan Ibu Ernelis. Pendidikan sarjana sejak tahun 2007 ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, dan lulus pada tahun 2011. Bulan Agustus tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Agronomi dan Hortikultura pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2016.