KRITIK POPULER FILM DOKUMENTER “WARISAN SANG EMPU” Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kritik Televisi dan Film Dosen Pembimbing : Citra Dewi Utami, S. Sn., M.A
Oleh : Leny Indriati 13148112 Windy junita 13148132 Andjar Zarkhasyih 13148161 Soofiya Puji R. 13148150
Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta 2014
KRITIK POPULER FILM DOKUMENTER “WARISAN SANG EMPU”
Museum adalah sebuah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Museum berfungsi untuk mengumpulkan, merawat dan menyajikan serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi, penelitian, dan kesenangan atau hiburan. Berdasarkan peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 1995, museum adalah tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda – benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Sebenarnya museum di Indonesia ini dapat dibedakan melalui beberapa jenis klasifikasi. Museum keris Brojobuwono ini termasuk dalam klasifikasi museum khusus, dimana museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungan yang berhubungan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau cabang teknologi. Dalam film yang berjudul “Warisan Sang Empu” dengan durasi waktu 12 menit 17 detik ini menceritakan sebuah museum yang bernama Museum Keris Brojobuwono. Museum keris Brojobuwono ini merupakan suatu pengembangan dari padepokan Brojobuwono. Banyak aktivitas yang dilakukan di dalam museum ini, salah satunya yaitu menciptakan karya – karya keris dengan memanfaatkan teknologi modern namun tetap lebih mengedapankan makna keris yang sebenarnya. Dalam film ini juga membahas tentang hubungan museum dengan dunia luar seperti misalnya Museum keris Brojobuwono ini tak luput dari kerja sama dengan Pemerintah, sebenarnya museum ini adalah lembaga swasta di bawah naungan yayasan. Museum keris Brojobuwono ini banyak terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, terbukti museum keris Brojobuwono ini beberapa kali ikut serta dalam pameran yang diadakan di luar Indonesia. Selain itu, masyarakat sekitar dapat berinteraksi langsung dengan baik bahkan museum keris Brojobuwono ini sering melibatkan warga sekitar dalam kegiatanya seperti,
acara kirab pusaka dan kegiatan – kegiatan mengenai perkerisan. Selain itu museum keris Brojobuwono ini menyediakan fasilitas dimana warga sekitar dapat turut belajar seni tari, seni karawitan, rebana dsb. Dalam film ini juga ditampilkan bahwa Museum keris Brojobuwono pada dasarnya lebih mengedepankan koleksi – koleksi keris, namun berhubung lokasi museum keris ini berdekatan dengan situs Sangiran maka museum ini juga menampung fosil - fosil yang ditemukan oleh masyarakat untuk menjaga dan merawatnya. Tujuan museum keris Brojobuwono ini didirikan adalah untuk memberi pemahaman kepada masyarakat secara lebih tepat dan menjadi salah satu penyebaran informasi dalam pengetahuan mengenai dunia perkerisan. Film yang berjudul “Warisan Sang Empu” ini bersifat informatif, sehingga dalam penayangan film dokumenter ini banyak informasi mengenai museum keris Brojobuwono dan perkerisan. Efek kepada penonton sendiri yaitu memberi pemahaman kepada masyarakat luas dan khususnya masyarakat sekitar museum agar dapat menjaga serta melestarikan benda cagar budaya yang kita miliki dengan baik. Serta bagaimana kita memperlakukan benda cagar budaya dengan baik. Film Dokumenter Warisan Sang Empu ini menggunakan gaya bertutur Narasi Informatif yaitu memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Berdasarkan tuturan yang disampaikan oleh narasumber dikutip sebagai dasar film ini masuk dalam kategori Narasi informatif : “ memberikan informasi kepada masyarakat secara lebih tepat dan kami juga menjadi salah satu yang menyebarkan informasi dan pengetahuan berkaitan dengan undang –undang bagaimana memperlakukan benda – benda cagar budaya” Warisan Sang Empu merupakan film yang menyajikan suatu informasi tanpa adanya konflik yang digali. Mengutip dari salah satu sumber, pengertian dari dokumenter adalah film yang berisi data dan fakta. Ini di dasari oleh hasil riset agar mengetahui suatu permasalahan yang akan diangkat. Dengan tidak adanya konflik yang ditampilkan, film ini termasuk dalam dokumenter Ilmu Pengetahuan ( Edukasi & Instruksional ) karena dalam film lebih banyak memeberikan informasi kepada khalayak.
Dalam film ini banyak diteukan gambar yang tidak fokus serta terlalu banyak Fade inFade out. Gaya pengambilan gambar masih ada yang berulang karena kerap sekali sering menunjukkan suatu benda yang sebelumnya sudah di perlihatkan salah satu contoh photo Dedi Mizwar. Gambar yang di tampilkan lebih banyak nanggung serta gaya setting narasumbernya seperti seseorang yang sedang membawa berita. Serta menurut saya banyak makna gambar yang di tampilkan dalam film susah di mengerti karena banyak gambar yang tak berarti dan insert yang tidak sesuai dengan apa yang narasumber bicarakan. Perbandingan film ini dengan film dokumenter yang lainnya adalah kurang adanya aksi sedangkan aksi dalam film itu penting agar terlihatnya fakta dan menarik untuk ditonton. Film dokumenter adanya suatu permasalahan atau konflik yang diangkat agar memiliki alur menarik. Seperti dalam film dokumenter Suster Apung misalnya dalam film ini menceritakan seorang suster yang dari pulau ke pulau untuk mengobati pasien di daerah-daerah pesisir, setibanya sang suster di beberapa pulau-pulau dan daerah-daerah masyarakatpun menganggap sang suster tau segalanya baik dalam pemberian obat sampai perawatan, sedangkan dari segi medis seseorang yang berhak mengeluarkan obat adalah seorang dokter. Nah ini ada suatu permasalah yang jelas di angkat sedangkan dalam film Warisan Empu ini tidak adanya permasalahan yang di angkat menurut saya karena hanya memberikan informasi kepada khalayak. Menjadi salah satu film dokumenter edukasi, Warisan Sang Empu cukup efektif dalam menyampaikan informasi pembelajaran kepada pemirsanya khususnya lewat penjelasan yang dituturkan oleh narasumber. Namun informasi yang dibawakan oleh film ini adalah tentang pusaka tradisional yaitu keris yang merupakan warisan leluhur, sasaran yang ingin dicapai tentu bukan anak – anak jika melihat cara penyampaian dan bahasa yang dituturkan narasumber. Lalu siapa? Tentu saja para generasi muda penting mendapat informasi ini mengingat generasi muda sekarang mulai lupa dengan kekayaan negeri sendiri. Dengan sasaran penonton para generasi muda, penyampaian film yang terkesan monoton dan pola penuturan narasumber yang seolah membawakan berita, film ini tidak cocok dengan sasaran
penontonnya yang membutuhkan hal menarik dan freh agar generasi muda dapat menikmatiya dan sekaligus menyerap informasi yang disampaikan oleh film maker. Insert-/insert gambar yang diambil memang menarik dan memiliki harmoni suara yang ditata sedemikian rupa, namun belum dalam porsi ikut membantu menjelaskan penuturan nara sumber. Insert – insert gambar seolah hanya berfungsi sebagai transisi antar penjelasan satu ke yang lainnya atau sebagai opening dan closing film. Pengambilan gambar narasumber dalam sekali waktu dengan lokasi dan kostum yang sama juga semakin mendukung suasana film yang membosankan. Film ini merupakan wahana edukasi yang bermanfaat bagi generasi bangsa. Karena memuat informasi dan harapan seputar perkerisan. Sebaiknya film-film seperti ini dikembangkan dan disebarluaskan secara merata, supaya informasi yang terkandung tidak berhenti sampai di satu penonton saja.