Jurnal Matematika & Sains, Desember 2012, Vol. 17 Nomor 3
Kristal Biru 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF) Hasil Interaksi Kimia Padatan Asam Mefenamat dengan Asam Oksalat Ilma Nugrahani, Slamet Ibrahim, dan Dea Dwi Puspita Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Bandung e-mail :
[email protected] Diterima 8 Juni 2012, disetujui untuk dipublikasikan 19 Juli 2012 Abstrak Salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisikokimia suatu bahan aktif farmasi adalah dengan memanfaatkan reaksi kimia seperti penggaraman dan pembentukan kompleks, atau interaksi fisika, seperti pembuatan dispersi padat yang memanfaatkan campuran eutektikum dan peritektikum, atau pembentukan persenyawaan molekular yang biasa dikenal dengan istilah ko-kristal. Asam mefenamat, suatu obat anti-inflamasi non-steroid turunan N-fenil asam antranilat memiliki sifat praktis tidak larut dalam air. Kelarutan dan ketersediaan hayati obat tersebut rendah. Penelitian ini bertujuan mengamati interaksi fisika antara asam mefenamat dengan asam oksalat. Kedua senyawa tersebut memiliki gugus-gugus sinton yang dapat mendasari ikatan hidrogen dan diharapkan dapat membentuk suatu interaksi fisika dan meningkatkan kelarutan dari asam mefenamat. Fenomena interaksi diamati dengan teknik analisis termal Differential Scanning Calorimetry (DSC), teknik difraksi dengan sinar X serbuk/Powder X-Ray Diffractometer (PXRD), dan analisis kristal tunggal menggunakan difraksi sinar X kristal tunggal/Single Crystal XRay Diffractometer (SCXRD). Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi/High Performance Liquid Chromatography (HPLC) digunakan untuk melengkapi data identifikasi dan karakterisasi kemungkinan terbentuknya suatu struktur kimia yang baru. Termogram leburan asam mefenamat : asam oksalat dengan perbandingan molar (3:7) menunjukkan puncak endotermik yang berbeda dari campuran fisiknya. Pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa rekristalisasi dari leburan pada perbandingan tersebut menghasilkan suatu habit kristal baru berbentuk jarum dengan warna biru. Perubahan termogram DSC dari hasil leburan mengindikasikan terjadinya interaksi pada campuran tersebut. Difraktogram PXRD hasil leburan menunjukkan puncak-puncak difraksi baru pada 2θ : 7,5; 12,5; 17,5; 19, and 24ᵒ. Analisis struktur menggunakan SCXRD mengindikasikan terbentuknya struktur molekul senyawa padatan baru. Senyawa tersebut merupakan suatu struktur asam mefenamat yang kehilangan gugus karboksilat dengan rumus kimia C14H15N dengan nama kimia 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF). Analisis HPLC menggunakan fase diam ODS C-18 dan fase gerak methanol:aquabidest:asetonitril (11:6:3) dan detektor UV 279 nm menunjukkan bahwa senyawa baru tersebut memiliki sifat kurang polar dengan puncak waktu retensi pada 9,59 menit dibandingkan dengan asam mefenamat yang memiliki puncak waktu retensi 7,56 menit. Dari keseluruhan hasil analisis, disimpulkan bahwa telah terjadi reaksi kimia dalam keadaan padat antara asam mefenamat dengan asam oksalat setelah peleburan. Pada pembentukan DNF, asam oksalat diperkirakan bertindak sebagai katalis pelepasan gugus karboksilat asam mefenamat yang terjadi setelah kedua senyawa dilebur bersama. Kata kunci : Asam mefenamat, Asam oksalat, Interaksi kimia padatan, 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF).
Blue Crystal 2,3 dimethyl-N-phenylalanin (DNP) as Solid Chemical Interaction of Mefenamic Acid with Oxalic Acid Abstract One of technique to improve physicochemical properties of a solid active pharmaceutical ingredient is to utilize the chemical reaction ie salt formation and complexation; and physical interaction phenomena, ie solid dispersion base on eutecticum or periteticum solid mixture, or molecular compounds formation commonly known as the co-crystal. Mefenamic acid, a non-steroidal anti-inflammatory drug N-phenyl derivative antranilic acid, is insoluble in water. This active ingredient has low solubility in water and low bioavailability. The purpose of this research is to study physical interaction between mefenamic acid with oxalic acid, both of which have alleged xynthone which cold form hydrogen bonds as the basic for the physical interaction. The interaction was observed using Differential Scanning Calorimetry (DSC), diffractometry with Powder X-Ray Diffractometer (PXRD), single crystal analyzed using Single Crystal X-Ray Diffractometer (SCXRD), and detection of new entity with High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The experimental results showed that the fusion melted of mefenamic acid: oxalic acid in the molar ratio (3:7) resulted in a blue needle crystal, same residues of mefenamic acid and oxalic acid. DSC analysis showed the changes of the thermogram which indicated the interaction between the fusioned mixture. Next, 98
Nugrahani dkk., Kristal 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF) Hasil Interaksi Padatan Asam Mefenamat dengan .......... 99 PXRD analysis results showed new diffraction peaks at 2θ : 7,5; 12,5; 17,5; 19, and 24ᵒ. Further analysis of the single crystal structure using SCXRD identified that blue crystal consists a new chemical and crystal structure similar to the loss of mefenamic acid carboxylate groups. The compound is C14H15N with a chemical name of 2.3 dimethyl-N-phenylalanine (DNP). HPLC analysis using ODS stationary phase C-18 and a mobile phase of methanol: aquabidest: acetonitrile (11:6:3) and a 279 nm UV detector showed that the new compounds is less polar with the retention time of 9.59 minutes compared to mefenamic acid with peak retention at 7.56 minutes. All of the results proved that chemical interaction occured between the solid phases after co-melting. During the DNP formation, oxalic acid might has function as a catalyst for the release of mefenamic acid carboxylate groups after the melting fusion. Keywords: Mefenamic acid, Oxalic acid, Solids chemical interaction, 2,3 dimethyl-N-phenylalanine (DNP). 1. Pendahuluan Pada keadaan padat, baik interaksi fisika ataupun kimia antar berbagai bahan kimia dan obat dapat terjadi (Cartensen, 1993; 2001). Interaksi fisika dan kimia tersebut dapat mengubah sifat fisikokimia dari suatu bahan aktif farmasi dan dapat mengubah kelarutan, disolusi, ketersediaan hayati, bahkan aktivitas dan keamanannya. Berbagai penelitian tentang interaksi padatan antar berbagai komponen obat dengan berbagai tujuan telah dilaporkan, seperti memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas, meningkatkan kelarutan, stabilitas, dan menambah wacana ilmu pengetahuan dasar itu sendiri (Brittain, 2009; Cartensen, 2001; Sekon, 2009; Lee dan Kim, 2011; Vangala dkk., 2011). Pengetahuan tentang interaksi padatan secara umum juga diperlukan untuk pengembangan ilmu karena sarat dengan nilai ilmiah. Beberapa penelitian khusus telah dikembangkan seperti penetapan struktur dan polimorfisa (Brittain, 2009; Kato dkk., 2009; Panchagnula dkk., 2004), karakterisasi padatan dan pengamatan perubahan sifat fisikokimia kokristal (Sekon, 2009; Brittain, 2009), penelitian aspek termodinamika (Lee dan Kim, 2011), stabilitas (Vangala dkk., 2011), dan sebagainya. Analisis interaksi padatan melibatkan beberapa tahapan kerja analisis, seperti pengamatan habit kristal dengan mikroskop polarisasi, analisis termal dengan pengukuran suhu lebur (elektrotermal), DSC, DTA, dan TGA, pengamatan struktur dengan FTIR (Fourier Transform Infrared), NMR (Neutron Magnetic Resonance), hingga penetapan struktur kristal dengan PXRD dan XRD kristal tunggal (Brittain, 2009; Gliptin dan Zhou, 2005; Klancnik dkk., 2010; Storey dkk., 2011). Senyawa yang dapat membentuk interaksi fisika adalah senyawa yang memiliki gugus yang berpotensi membentuk ikatan non-kovalen, seperti ikatan hidrogen, ionik, π-π ataupun ikatan van der Waals (Sekon, 2009). Salah satu teknik yang saat ini banyak dilakukan adalah pembentukan senyawa molekul atau kokristalisasi. Ko-kristal adalah suatu kisi kristal yang terdiri atas lebih dari satu senyawa yang terikat dengan ikatan non kovalen (Jayasankar dkk., 2004; Trask dkk., 2005). Teknik ini dilaporkan dapat digunakan untuk mengoptimalkan sifat fisikokimia obat (Jones dan Trask, 2006; Sekon, 2009). Ko-
kristal bahan farmasi dapat terjadi antar bahan aktif maupun antara bahan aktif dengan bahan pembantu; dengan perbandingan stoikiometri tertentu, dan biasanya dirancang untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan aktif kurang larut (Fang dkk., 2004; Friscic dan Jones, 2010, Schultheiss dan Newman, 2009; Naumov dkk., 1996). Pada penelitian ini dipilih asam mefenamat (MEF) sebagai bahan aktif farmasi yang diketahui memiliki kelarutan rendah dalam air. MEF merupakan suatu obat antiinflamasi non steroid turunan N-fenil asam antranilat. Berdasarkan sistem klasifikasi biofarmasi, MEF dikelompokkan dalam kelas II karena memiliki kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang baik. Sifat kelarutannya yang rendah dalam air menyebabkan biovailabilitasnya buruk (Adam dkk., 2000; Fang dkk., 2004). Asam mefenamat diketahui memiliki beberapa polimorfisa (Panchagnula dkk., 2004). MEF memiliki gugus asam karboksilat (RCOOH) dan amin sekunder (R-NH-R’) sebagai sinton yang memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen dengan senyawa lain. Berdasarkan penelitian sebelumnya MEF membentuk ko-kristal dengan nikotinamid dengan perbandingan stoikiometri (1:2) (Fabian dkk., 2011; Naumov dkk., 1996). Gugus asam karboksilat yang dimiliki oleh MEF dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan atom N heterosiklik dari nikotinamid. Sementara itu, asam oksalat (OKS) merupakan asam organik yang memiliki dua gugus karboksilat (R-COOH), sangat mudah larut dalam air, dan dilaporkan telah berhasil meningkatkan kelarutan dari kafein dengan membentuk ko-kristal (Trask dkk., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengamati interaksi antara asam mefenamat dengan asam oksalat sebagai dasar untuk memperbaiki kelarutan asam mefenamat. Penelitian didukung dengan instrumen analisis padatan menggunakan teknik analisis termal, difraksi sinar X serbuk dan kristal tunggal. 2. Metode Penelitian 2.1 Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian adalah timbangan elektronik miligram (Mettler Toledo PG 5002 dan Mettler Toledo AG 204), magnetic stirrer (Thermolyne), Differential Scanning Calorymeter (Perkin Elmer Thermal Analysis DSC 6,
100 Jurnal Matematika & Sains, Desember 2012, Vol. 17 Nomor 3 Jupiter STA 449 F1), Thermogravimeter-Differential Thermal Analysis (Thermoplus TG 8120, Jupiter STA 449 F1), Powder X Ray Diffractometer (Philips PW 1710), Fourier Transform Infra Red (Jasco 4200 Type A), alat kromatografi cair kinerja tinggi lengkap (Hitachi D-7000 series), kolom partisi ODS C-18, pH meter (Beckman), kompor listrik (robusta), thermometer dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan di laboratorium, Software SHELX-97 dan Mercury 1.4.2. 2.2 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Asam Mefenamat (Brataco batch no. J 090411), OKS (Merck), dimetilformamida (Merck), n-heksana (Merck), diklorometan (Merck), aseton (Merck), etil asetat (Merck), etanol (Merck), aquadest, metanol pro HPLC, aquabidest, asetonitil, asam fosfat, dan trietanolamin. 2.3 Metode 2.3.1 Penyiapan campuran Campuran fisik MEF : OKS dibuat dengan perbandingan mol (10:0; 9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6; 3:7; 2:8; 1:9; 0:10). Setiap campuran dilebur pada suhu 220oC ± 10oC. Leburan dibiarkan mengalami rekristalisasi dan diamati perubahan yang terjadi pada setiap campuran fisik.
data diolah dengan bantuan program SHELX-97 dan Mercury 1.4.2. 2.3.5 Identifikasi hasil interaksi MEF-OKS secara kromatografi cair kiinerja tinggi (KCKT) Sistem KCKT yang digunakan adalah fase diam ODS C-18 dan fase gerak metanol-aquabidestasetonitril (11:6:3) pH di-adjust hingga pH 2 dengan asam fosfat 1 N. Detektor UV digunakan pada panjang gelombang 279 nm. Larutan MEF, OKS dibuat dengan campuran fisik (3:7), dan hasil leburan dengan konsentrasi masing-masing 100 bpj. Setiap sampel diinjeksikan dan diamati waktu retensi sebagai parameter kualitatif. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Penyiapan sampel interaksi Campuran antara MEF dan OKS pada berbagai perbandingan stoikiometri, dilebur bersama dalam cawan penguap. Adanya perubahan fisika ataupun kimia diamati. Dari sebelas sampel yang dilelehkan, perubahan warna dan pembentukan kristal yang berbeda habitnya (berbentuk jarum) hanya terjadi pada perbandingan MEF:OKS (3:7) (Gambar 1). Hal ini menunjukkan terjadi interaksi MEF-OKS terjadi pada komposisi tersebut.
2.3.2 Analisis DSC Sampel padat dihomogenasi secara manual salama 5 menit. Kemudian 2-5 mg sampel dimasukan ke dalam wadah alumunim dalam alat DSC dan dipanaskan mulai suhu 30-350oC dengan laju pemanasan 10oC/menit di bawah aliran gas nitrogen. Analisis DSC dilakukan pada MEF, OKS, campuran fisik MEF-OKS (1:1), dan hasil leburan MEF :OKS (3:7). 2.3.3 Analisis dengan PXRD Struktur kristal dianalisis dengan Powder X Ray Diffractometer (Phillips, Netherland) dengan kondisi target/filter (monokromator) Cu, tegangan 40 kV, arus 30 mA, lebar slit 0,2 inci. Data dikumpulkan dengan mode scanning 0,2° - 0,5° per menit dengan jarak scanning 2θ = 5° - 60°. Analisis PXRD dilakukan pada MEF, OKS, campuran fisik, hasil leburan dan hasil rekristalisasi MEF : OKS dengan perbandingan (3:7). 2.3.4 Analisis dengan XRD kristal tunggal Kristal tunggal diperoleh dengan cara melarutkan 5 gram kristal yang terbentuk dari hasil pelelehan dengan 100 mL etil asetat. Kemudian diaduk dengan pengaduk magnet hingga terbentuk larutan jenuh. Setelah terbentuk larutan jenuh dilakukan penguapan perlahan selama empat hari hingga terbentuk kristal kembali pada suhu dan tekanan ruang. Kristal kemudian dianalisis dengan XRD kristal tunggal lalu
Gambar 1. Hasil ko-kristalisasi leburan MEF:OKS (3:7) pada suhu ruang. 3.2 Analisis DSC Pada Gambar 2A ditunjukkan termogram campuran fisik (3:7) dan hasil leburan MEF : OKS pada perbandingan yang sama (2B). Pada termogram A hanya teramati 2 puncak endotermik, yaitu pada 109,5 dan 161ᵒC, sedangkan pada termogram B memiliki kurva endotermik pada : 59,6; 101,3; 159,1; 161, dan 177,6ᵒC. Dari perubahan termogram tersebut, diperkirakan telah terjadi perubahan struktur fisika dan/atau kimia yang ditunjukkan dengan munculnya puncak endotermik baru.
Nugrahani dkk., Kristal 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF) Hasil Interaksi Padatan Asam Mefenamat dengan ..........101
v/mg
v/mg 161ᵒC
(a) (b)
59,6ᵒC 159,1ᵒC
109,5ᵒC
161,1ᵒC
177,6ᵒC
101,3ᵒC
Suhu (oC)
Suhu (oC)
Gambar 2. Termogram Campuran Fisik MEF:OKS (3:7) (a), hasil ko-kristalisasi MEF:OKS (3:7) (b).
Gambar 3. Difraktogram PXRD (
MEF;
,Campuran Fisik ;
3.3 Analisis PXRD Untuk mengetahui struktur kristal dari hasil interaksi yang terjadi, maka dilakukan analisis PXRD. Pada Gambar 3 terlihat adanya puncakpuncak baru dari hasil leburan campuran (3:7) pada 2θ : 7,5; 12,5; 17,5; 19, and 24ᵒ. Hasil ini mengindikasikan terbentuknya suatu struktur kristal yang baru. 3.4 Analisis Kristal Tunggal dengan SCXRD Selanjutnya dilakukan analisis kristal tunggal menggunakan SCXRD untuk merumuskan struktur tiga dimensi dari hasil interaksi secara lengkap. Kristal-kristal tunggal yang dihasilkan dari sistem campuran MEF:OKS (3:7) dicuplik dan dianalisis menggunakan SCXRD. Hasil analisis terhadap kristal-kristal tunggal yang diisolasi dari leburan (3:7) menunjukkan bahwa terdapat 3 sistem kristal tunggal yang berhasil diisolasi, yaitu MEF, OKS, dan
Hasil Leburan ;
Hasil Leburan).
munculnya senyawa baru sebagai hasil interaksi MEF-OKS (Tabel 1). Tabel 1. Data Kristal Tunggal MEF, OKS, dan DNF. Parameter Rumus empiris Bobot molekul (gr/mol) Sistem kristal a (Å) b (Å) c (Å) α (ᵒ) β (ᵒ) γ(ᵒ) V (Å3) Nilai Z
MEF
DNF
C15H15NO2
OKS C2 H2 O4.2(H2 O)
241, 29
126
197,27
Triklinik
Ortorombik
Monoklinik
7, 3371 (5) 14, 306 (2) 6, 7 899 (4) 101, 012 (6) 114, 64 (2) 76, 05 (1) 625, 4 (2) 2
6,120 (2) 3,6058 (8) 12, 057 (3) 90, 00 106, 29 90, 00 255, 386 2
8, 2256(6) 7,5008 18, 1843 90, 00 98, 791(2)° 90, 00 1108.77(12) 4
C14 H15 N
102 Jurnal Matematika & Sains, Desember 2012, Vol. 17 Nomor 3 Pengolahan data dengan SHELX-97 dan Mercury 1.4.2 untuk mendapatkan visualisasi struktur tiga dimensi menghasilkan gambar struktur molekul yang ditunjukkan pada Gambar 4.
(a)
(c)
(b)
Gambar 4. Struktur Kristal Tunggal MEF (a); OKS (b), dan DNF (c). Keterangan : Abu-abu –karbon (C), putih-hidrogen (H), biru-nitrogen (N), merah-oksigen (O). Gambar 4A adalah struktur kristal tunggal asam mefenamat, Gambar 4B adalah struktur kristal tunggal asam oksalat, dan Gambar 4C adalah kristal senyawa baru dengan rumus molekul C14 H15N. Struktur baru tersebut teramati sebagai asam mefenamat yang mengalami kehilangan gugus karboksilat dan memiliki nama kimia 2,3 dimetil-Nfenilalainin (DNF). Gugus terpenting yang terdapat dalam asam mefenamat adalah cincin fenil yang memiliki cabang asam karboksilat, amin sekunder, dan cincin fenil yang memiliki dua cabang metil pada posisi ortho (Fang dkk., 2000). Tabel 1 menunjukkan bahwa ketiga kristal memiliki struktur kisi yang berbeda, yaitu MEF memiliki struktur kristal triklinik; asam oksalat memiliki struktur ortorombik; sedangkan DNF adalah suatu kristal monoklinik. Dari ukuran kristalnya, DNF memiliki volume paling besar (1108,77 Å3) dibandingkan MEF (625,40 Å3 ) dan OKS (255, 39 Å3). 3.4 Identifikasi Hasil Interaksi MEF-OKS secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Berdasarkan analisis kristal tunggal diketahui bahwa asam mefenamat dan asam oksalat mengalami interaksi kimia yang ditandai dengan terbentuknya senyawa baru, yaitu DNF. Uji dengan KCKT dilakukan untuk menegaskan terbentuknya senyawa
ke-3 tersebut. Analisis kualitatif dilakukan menggunakan KCKT fase balik dengan fase diam fase diam ODS C-18, fase gerak metanol-aquabidestasetonitril (11:6:3) pH di-adjust hingga pH 2 dengan asam fosfat 1 N dan detektor UV pada panjang gelombang 279 nm. Panjang gelombang 279 nm merupakan panjang gelombang maksimum untuk asam mefenamat, sedangan asam oksalat tidak terdeteksi pada panjang gelombang tersebut. Kromatogram ketiga komponen dari hasil leburan ditunjukkan pada Gambar 5 dengan data waktu retensi dicantumkan pada Tabel 2. Kromatogram dari asam mefenamat (Gambar 5A) menunjukkan puncak pada waktu retensi 7,56 menit, kromatogram dari hasil leburan asam mefenamat (Gambar 5B) masih menunjukkan waktu retensi yang sama, yaitu 7,56 menit; sedangkan hasil leburan asam mefenamat dengan asam oksalat menunjukkan dua puncak dengan waktu retensi 7,56 dan 9,59 menit (Gambar 5C). Munculnya dua puncak ini menunjukkan bahwa terdapat dua senyawa yang dihasilkan hanya ketika MEF dilebur dengan OKS karena kromatogram dari leburan MEF sendiri tidak menunjukkan puncak baru, sementara leburan OKS tidak menunjukkan adanya kromatogram pada sistem kolom dan pengembang KCKT tersebut (data tidak ditunjukkan). Dikaitkan dengan keseluruhan hasil percobaan dan analisisnya, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang muncul pada waktu retensi 9,59 menit merupakan senyawa DNF. Dengan lepasnya gugus karboksilat, DNF memiliki kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan asam mefenamat yang muncul pada waktu retensi ± 7,56 menit. Dengan kepolaran yang lebih rendah DNF terikat lebih lama pada fase diam yang bersifat kurang polar dibandingkan asam mefenamat yang terelusi lebih cepat oleh fase gerak yang bersifat polar. Seluruh hasil percobaan menunjukkan bahwa proses ko-kristalisasi MEF dengan OKS tidak menghasilkan suatu gabungan senyawa dalam bentuk ko-kristal namun justru menghasilkan suatu senyawa baru sebagai hasil dekarboksilasi MEF. Meskipun DNF memiliki kelarutan yang lebih rendah dari MEF, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap permeabilitas dan aktivitas farmakologis/analgesik dari DNF. Sebagai suatu senyawa yang lebih nonpolar, DNF berkemungkinan lebih mudah menembus membran dan sawar otak serta berikatan dengan reseptor di sistem susunan saraf pusat. Tabel 2. Waktu Retensi Hasil Identifikasi dengan KCKT. Sampel Asam Mefenamat Hasil Leburan Asam Mefenamat-Asam Oksalat (3:7) Leburan Asam Mefenamat.
Waktu Retensi (menit) 1 2 7,57 7, 56
9,59
7,56
-
Nugrahani dkk., Kristal 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF) Hasil Interaksi Padatan Asam Mefenamat dengan ..........103
AUC
(a)
AUC t (menit) (b)
t (menit)
AUC (c)
t (menit)
Gambar 5. Kromatogram hasil iIdentifikasi interaksi: MEF (a); Hasil Leburan MEF :OKS (3:7) (b); Leburan MEF (c). 4. Kesimpulan MEF mengalami dekarboksilasi setelah proses ko-kristalisasi leburan dengan OKS pada perbandingan molar (3:7). Kristalisasi leburan campuran menghasilkan suatu kristal biru berbentuk monoklinik dan memiliki rumus molekul C14H15N atau 2,3 dimetil-N-fenilalanin (DNF) yang memiliki polaritas lebih rendah dari MEF. Diperkirakan asam oksalat berperan sebagai katalis dalam pelepasan gugus karboksilat dari MEF. Dengan polaritas DNF yang lebih rendah dari MEF, DNF memiliki kelarutan yang lebih rendah daripada MEF. Namun demikian, bisa diteliti dan dibandingkan lebih lanjut tingkat permeabilitas dan aktivitas farmakologisnya sebagai analgesik. Daftar Pustaka Adam, A., L. Schrimpl, Schmidt, C. Peter, 2000, Some Physicochemical Properties of Mefenamic Acid, Drug Dev. Indust. Pharm., 26, 477-487. Brittain, H. G., 2009, Polymorphism in Pharmaceutical Solids, 2nd ed, Informa Healthcare USA, Inc., New York.
Cartensen, J. T., 1993, Pharmaceutical Principles of Solids Dosage Forms, Technomic Pubs. Lancaster, Pa. Cartensen, J. T., 2001, Advanced Pharmaceutical Solids, New York, Taylor and Francis. Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia IV, Depkes RI, Jakarta. Fabian, L., N. Hamill, K. S. Eccles, H. A. Moynihan, and A. R. Maguire, 2011, Cocrystal of Fenamic Acids with Nicotinamide, Cryst. Growth. Des., 11, 3522-3528. Fang L., N. Sachihiko, K. Daisuke, U. Hideo, N. Koji, M. Hiroshi, and M. Yasunori, 2004, Physicochemical and Crystallographic Characterization of Mefenamic Acid Complexes with Alkanolamines. J. Pharm. Sci., 93:1, 144-154. Friscic, T. and W. Jones, 2010, Benefits Cocrystallization in Pharmaceutical Materials Science : An Update, JPP, 62, 1547-1559. Gliptin, R. K. and W. Zhou, 2005, Infrared Studies of The Polymorphic States of The Fenamates, J. Pharm. Bio. Anal., 37, 509-515. Jayasankar, A., A. Somwangthanaroj, B. Sirinutsomboon, Z. J. Shao, and N. Rodri’guez-Hornedo, 2004, Co Crystal Formation by Solid-State Grinding and During Storage, AAPS J., 6, R6159. Jones, W., Motherwell, W.D.S., Trask, A.V., 2006, Pharmaceutical Cocrystals : An Emerging Approach to Physical Property Enhancement, MRS Bull, 31, 875-879. Kato, F., M. Otsuka, and Y. Matsuda, 2006, Kinetic Study of The Transformation of Mefenamic Acid Polymorphs in Various Solvent and Under High Humidity Conditions, J. Pharm, 321, 18-26. Klancnik, G., J. Medved, and P. Mrvar, 2010, Differential Thermal Analysis (DTA) and Differential Scanning Calorimetry, RMZMat. Geo., 57, 127-142. Lee, K. C., and K. J. Kim, 2011, Effect of Supersaturation and Thermodynamics on Co-Crystal Formation, J.Chem.Eng & Tech, 34:4, 619-623. Naumov, D. Yu., N. V. Podberezskaya, E. V. Boidyreva, and A. V. Virovets, 1996, Crystal Chemical Analysis of The Structures of Oxalic Acid and Its Salts, J. Struc. Chem., 37, 3. Panchagnula, R., P. Sundaramurthy, O. Pillai, S. Agrawal, and Ashokraj, 2004, Solid State Characteization of Mefenamic Acid, J. Pharm. Sci., 93, 1019-1029. Sekon, B.S., 2009, Pharmaceutical Co-crystal – A Review, Ars. Pharm., 50, 99-117. Storey, A. Richard, and I. Ymen, 2011, Solid State Characeterization of Pharmaceuticals, John Wiley and Sons Ltd., Chichester.
104 Jurnal Matematika & Sains, Desember 2012, Vol. 17 Nomor 3 Trask, A. V., W. D. Motherwell, and W. Jones, 2005, Pharmaceutical Cocrystallization: Engineering a Remedy for Caffeine Hydration, Cryst. Growth. Des., 5:3, 10131021.
Vangala, V. R., P. S. Chow, Tan, and B. H. Reginald, 2011, Characterization, Physicochemical and Photostability of a Co-crystal Involving an Antibiotic Drug, Nitrofurantoin, and 4Hydroxybenzoic Acid, Cryst. Eng. Comm, 13, 759-762.