Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas – 19 Novermber 2016
KREATIVITAS SISWA SMP DALAM AKTIVITAS PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN INTELLIGENCE QUOTIENT Peni Anggareni1), Dwiyana2), Swasono Rahardjo3) Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang1,2,3) peni_
[email protected] Abstrak Kreativitas merupakan salah satu kompetensi yang dikembangkan pada pembelajaran matematika dalam kurikulum 2013. Kompetensi ini sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika, namun kenyataannya masih jarang dilakukan pembelajaran yang dirancang untuk mengembangkan kreativitas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kreativitas siswa SMP dalam aktivitas pengajuan masalah matematika berdasarkan Intelligence Quotient (IQ). Deskripsi tersebut didasarkan pada hasil analisis Tugas Pengajuan Masalah Matemaika (TPMM). Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP Negeri di Kota Malang. Subjek penelitian ini adalah 9 siswa SMP Kelas IX yang dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu kategori 1(skor IQ 110 – 119), kategori 2 (skor IQ 100 – 109), dan kategori 3 (skor IQ 90 – 99). Alat pengumpul data pada penelitian ini berupa TPMM. Hasil TPMM dianalisis berdasarkan indikator kreativitas yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan kebaruan (novelty). Subjek pada kategori 1 dan
kategori 2 mampu menunjukkan potensi kreatif pada aspek kelancaran dan keluwesan, namun pada aspek kebaruan (novelty) subjek pada kategori 1 memiliki kecenderungan mampu menghasilkan soal baru. Soal baru yang dihasilkan berupa soal non-rutin, namun subjek belum mampu menghasilkan soal open-ended. Kata kunci: kreativitas, pengajuan masalah matematika, Intelligence Quotient.
mengembangkan ide yang tidak biasa (Sani, 2015; Siswono, 2004) atau menghasilkan ide baru dengan mengabungkan, membangun dan menerapkan ide sesuai dengan tujuan (Siswono, 2004). Kreativitas merupakan produk dari kemampuan mengembangkan ide yang tidak biasa atau baru dengan mengabungkan, membangun dan menerapkan ide sesuai dengan tujuan. Salah satu aktivitas yang dapat mengidentifikasi dan mengembangkan kreativitas adalah pengajuan masalah (English, 1997; Silver, 1997; Siswono, 2004; Kontorovich dkk, 2011; Bonotto & Santo, 2015). Selain itu, menutut Jay & Perkins, pengajuan masalah lebih penting dari pemecahan masalah (Harpen, 2013). Oleh sebab itu, untuk melihat kreativitas siswa pada penelitian ini digunakan aktivitas pengajuan masalah matematika. Pengajuan masalah adalah perumusan
PENDAHULUAN Kurikulum yang dikembangkan di Indonesia pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Menjadi manusia yang kreatif merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam kurikulum 2013 (Permendikbud No. 58, 2014). Dengan kata lain, kreativitas merupakan salah satu kompetensi yang dituntut pada pembelajaran matematika dalam kurikulum 2013. Kompetensi ini masih sangat sulit dicapai oleh siswa di kota kecil maupun di kota besar. Hal ini tampak dari kenyataan di lapangan masih jarang dikembangkan kreativitas siswa. Padahal kreativitas merupakan salah satu bidang yang sangat menarik untuk dikaji (Sriraman, 2011) Kreativitas merupakan produk dari berpikir kreatif (Siswono, 2004). Berpikir kreatif adalah kemampuan 1
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas
19 Novermber 2016
soal atau masalah baru berdasarkan situasi yang diberikan (Kontorovich, dkk, 2011; Mishra & Lyer, 2013). Dalam peneltian ini yang dimaksud pengajuan masalah matematika adalah perumusan soal atau masalah matematika berdasarkan gambar geometri yang diberikan. Soal matematika yang dimaksud adalah soal yang berkaitan dengan materi yang telah dipelajari siswa. Sedangkan masalah matematika adalah soal matematika yang penyelesaiannya tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin (Hudojo, 2006). Kreativitas siswa dapat dinilai berdasarkan beberapa aspek penting dalam kreativitas yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), kebaruan (novelty/originality) (Torrance, 1969; Silver, 1997; Kontorovich dkk, 2011; Guilford dalam Sriraman & Lee, 2011), selain itu Torrance, (1969) menambahkan aspek elaboration, redefinition. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan tiga aspek kreativitas yaitu kelancaran, keluwesan kebaruan. Kelancaran adalah kemampuan mengajukan banyak soal matematika berdasarkan situasi yang diberikan. Banyak soal dalam penelitian ini, terkait banyak soal matematika yang diajukan oleh masing-masing subjek. Keluwesan adalah kemampuan mengajukan banyak tipe soal berbeda dan strategi dalam pengajuan masalah. Dalam hal ini siswa menghubungkan informasi yang diberikan dengan hal baru yang menurut siswa dapat dikaitkan dengan informasi tersebut. Kebaruan (novelty) adalah kemampuan mengajukan soal baru hasil pengembangan soal-soal yang pernah dikerjakan. Pengajuan soal baru ini dilihat dari jenis soal yang diajukan, yaitu soal non-rutin dan soal open-ended. Soal non rutin adalah soal yang jarang diberikan kepada siswa di kelas (Daane & Lowry, 2004) dan penyelesaiannya tidak menggunakan prosedur rutin (Regato & Gilfeather, 1999). Sedangkan soal open-ended adalah soal yang cara penyelesaiannya banyak atau memiliki banyak jawaban (Takahasi, 2006). Menurut teori Threshold (Hayes, 1989) seseorang akan sangat sukses dalam kegiatan
kreatif jika seseorang tersebut memiliki IQ diatas ambang batas, yaitu 120. Hal ini berarti, IQ diatas rata-rata merupakan syarat perlu berpikir kreatif, bukan syarat cukup (Benedek, dkk, 2011). Ini berarti, seseorang untuk menjadi kreatif perlu memiliki IQ di atas 120. Namun dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan kreativitas siswa dalam pengajuan masalah matematika dengan kriteria IQ di bawah 120. Dengan alasan, distribusi IQ terbanyak diseluruh dunia berada di bawah 120 (Syahnur, 2012) dan berdasarkan data dari salah satu di SMP Negeri di Kota Malang, IQ siswa di sekolah tersebut khususnya pada jenjang kelas IX berada pada rentang 90 – 119. Sehingga, siswa yang akan dikembangkan kreativitasnya pada umumnya memiliki IQ di bawah 120. Dalam penelitian ini, dipilih gambar geometri sebagai situasi yang diberikan. Pemilihan gambar geometri ini dikarenakan beberapa alasan. Pertama, bentuk geometri banyak terdapat disekitar siswa, sehingga diharapkan siswa lebih kreatif dalam mengajukan masalah. Kedua, geometri telah dipelajari siswa dari jenjang SD, sehingga diharapkan telah banyak pengetahuan siswa tentang geometri. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah bangun datar. Melalui aktivitas pengajuan masalah matematika, diharapkan dapat dilihat kreativitas siswa sebagai hasil belajar matematika yang telah dilalui (Silver, 1997). METODE Penelitian ini mendeskripsikan kreativitas siswa SMP dalam aktivitas pengajuan masalah matematika berdasarkan Intelligence Quotient (IQ). Data yang diperoleh berupa tulisan dari hasil pengerjaan Tugas Pengajuan Masalah Matematika (TPMM). Berdasarkan hal tersebut penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP Negeri di Kota Malang, dengan Subjek 9 siswa kelas IX. Sembilan siswa ini dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu kategori 1, kategori 2 dan kategori 3. Kategori 1 adalah subjek dengan rentang 2
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas – 19 Novermber 2016
skor IQ 110 – 119, kategori 2 adalah subjek dengan rentang skor IQ 100 – 109 dan kategori 3 adalah subjek dengan rentang skor IQ 90 – 99. Masing-masing kategori terdiri dari 3 subjek. Dimana subjek dipilih sesuai dengan saran guru dengan kriteria memiliki potensi kreatif. Lokasi penelitian dipilih karena sekolah ini telah menjalankan kurikulum 2013, sehingga menurut asumsi peneliti siswa di sekolah ini memiliki karakteristik subjek yang dibutuhkan, yaitu kreatif dalam mengajukan soal matematika yang berkaitan dengan kegiatan menanya dalam pendekatan saintifik. Selain itu, subjek penelitian dipilih siswa kelas IX dengan asumsi siswa pada jenjang tersebut memiliki banyak pengetahuan tentang matematika dibadingkan kelas VII atau VIII. Karena dalam pemunculan ide baru (novelty), biasanya berasal dari ide lama yang disajikan dengan cara baru (Lau, 2011). Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah TPMM. TPMM yang diberikan berupa gambar geometri dalam kehidupan sehari-hari. Namun, siswa diminta mengajukan soal atau masalah matematika tidak hanya mengenai geometri tetapi juga mengenai materi yang pernah dipelajari sebelumnya. Analisis data hasil TPMM dilakukan dengan menganalisis soal yang diajukan subjek berdasarkan indikator kreativitas yaitu kelancaran, keluwesan, kebaruan. Berikut TPMM yang diberikan pada siswa :
hasil analisis dan pembahasan pada masingmasing aspek : Kelancaran Pada penelitian ini, kelancaran mengacu pada banyak soal atau masalah matematika yang diajukan. Soal atau masalah matematika yang diajukan terkait perhitungan yang menggunakan prosedur rutin maupun tidak rutin, berkaitan dengan gambar geometri yang diberikan dan memuat informasi yang cukup sehingga dapat diselesaikan. Peneliti menetapkan setiap soal yang diajukan merupakan soal matematika atau bukan. Contohnya “apa warna paving block tersebut?”, soal ini bukan merupakan soal matematika.
Buatlah soal (masalah) matematika berdasarkan gambar berikut:
Tabel 1 merupakan ringkasan dari kelancaran dari 9 subjek. Dari tabel 1 terlihat pada kategori 1 dan 2 setiap soal yang diajukan oleh subjek pada masing-masing kategori merupakan soal matematika. Namun, pada kategori 3 terlihat hanya 1 subjek yang seluruh soal yang diajukan merupakan soal matematika. Bahkan S8 hanya mampu mengajukan 1 soal matematika dari 5 soal yang diajukan. Berikut cuplikan soal dan jawaban yang diajukan subjek pada kategori 3 tetapi bukan merupakan soal matematika.
Tabel 1. Ringkasan Analisis Soal berdasarkan Aspek Kelancaran Kategori
Kategori 1 (Skor IQ 110 – 119)
Kategori 2 (Skor IQ 100 – 109)
Kategori 3 (Skor IQ 90 – 99)
Sumber : dokumen pribadi HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis dikerjakan berdasarkan kelancaran,
hasil pekerjaan TPMM yang oleh 9 subjek dilakukan tiga aspek kreativitas yaitu keluwesan, kebaruan. Berikut
Subjek Dan IQ S1 (118) S2 (113) S3 (110) S4 (108) S5 (107) S6 (103) S7 (99) S8 (91) S9 (90)
Banyak Soal yang Diajukan
Banyak Soal Matematika
6
6
5
5
6
6
6
6
3
3
3
3
5
5
5
1
5
4
Gambar 1. Contoh salah satu soal non3
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas
19 Novermber 2016
matematika yang diajukan subjek
siswa terkait luas bangun datar.
Keluwesan Keluwesan dievaluasi melalui dua cara, yaitu banyak tipe soal berbeda dan banyak strategi dalam pengajuan masalah. Tipe soal berbeda dilihat dari materi soal yang diajukan. Sedangkan strategi pengajuan masalah terbagi menjadi tiga, yaitu accepting the givens as they are, varying the givens, dan introducing new types of givens. Perhatikan tabel 2 berikut ini.
Gambar 2. Contoh salah satu soal terkait luas bangun datar
Tabel 2. Ringkasan Analisis Soal berdasarkan Aspek Keluwesan Kategori
Kategori 1 (Skor IQ 110 – 119)
Kategori 2 (Skor IQ 100 – 109)
Kategori 3 (Skor IQ 90 – 99)
Subjek Dan IQ
S1 (118) S2 (113) S3 (110) S4 (108) S5 (107) S6 (103) S7 (99) S8 (91) S9 (90)
Banyak Tipe Soal yang Diajukan
Banyak Strategi Pengajuan Masalah
4
1
5
3
4
3
5
2
3
2
3
2
3
3
1
1
1
2
Analisis berikutnya terkait dengan strategi pengajuan masalah. Pada accepting the givens as they are berarti subjek tidak mengubah gambar geometri. Varying the givens berarti subjek mengubah gambar yang diberikan. Sedangakan, introducing new types of givens berarti subjek menambahkan informasi baru yang tidak berkaitan dengan ukuran panjang, lebar, luas atau keliling. Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa hanya 2 subjek menggunakan 1 strategi, 4 subjek yang menggunakan 2 strategi dan 3 subjek yang menggunakan 3 strategi. Satu strategi yang digunakan yaitu accepting the givens as they are. Sedangkan dua strategi yang digunakan yaitu accepting the givens as they are dan varying the givens. Berikut cuplikan soal beserta jawaban yang menunjukkan masing-masing strategi.
Berdasarkan tabel 2 di atas terlihat bahwa, dari aspek keluwesan kategori 1 dan kategori 2 mampu menunjukkan keluwesan baik dari segi banyak tipe soal maupun dari segi banyak strategi. Sedangkan pada kategori 3, hanya 1 subjek yang menunjukkan keluwesan dalam mengajukan banyak tipe soal dan strategi. Selain itu, terdapat paling banyak 5 tipe soal yang diajukan subjek. Tipe soal yang diajukan subjek berkaitan dengan materi luas dan keliling bangun datar, kesebangunan, aritmetika, sifat bangun datar, pola bilangan, rumus pythagoras, sistem persamaan linier dua variabel (SLDV), skala, barisan aritmetika, atau perbandingan. Pada umumnya subjek membuat soal matematika terkait luas atau keliling bangun datar. Berikut cuplikan soal dan jawaban yang diajukan
Gambar 3. Contoh salah satu soal yang menggunakan strategi Accepting the givens
Gambar 4. Contoh salah satu soal yang menggunakan strategi Varying the givens 4
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas – 19 Novermber 2016
yang cara penyelesaiannya lebih dari satu, subjek belum mampu mengajukan soal openended yang memiliki banyak penyelesaian. Berikut cuplikan soal non-rutin dan soal open-ended yang diajukan.
Gambar 5. Contoh salah satu soal yang menggunakan strategi introducing new types
of givens Kebaruan Kebaruan mengacu pada soal baru hasil pengembangan soal-soal yang pernah dikerjakan. Soal baru yang dimaksud dalam penelitian ini berupa soal non-rutin dan soal open-ended. Perhatikan tabel 3 berikut ini.
Gambar 6 . Contoh salah satu soal non-rutin
Tabel 3. Ringkasan Analisis Soal berdasarkan Aspek Kebaruan Kategori
Kategori 1 (Skor IQ 110 – 119)
Kategori 2 (Skor IQ 100 – 109)
Kategori 3 (Skor IQ 90 – 99)
Subjek Dan IQ S1 (118) S2 (113) S3 (110) S4 (108) S5 (107) S6 (103) S7 (99) S8 (91) S9 (90)
Banyak Soal NonRutin
Banyak Soal Openended
Banyak Soal Baru
1
0
1
1
0
1
3
2
3
0
0
0
3
3
3
2
0
2
1
0
1
0
0
0
0
0
0
Gambar 7. Contoh salah satu soal open-ended
Berdasarkan analisis pada masing-masing aspek, maka dapat diringkas analisis soal berdasarkan tiga aspek kreativitas yaitu kelancaran, keluwesan), kebaruan. Perhatikan tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Ringkasan Analisis Soal berdasarkan Aspek Kelancaran, Keluwesan dan Kebaruan Kategori
Subjek Dan Skor IQ
S1 (118) S2 (113) S3 (110) Rata-rata S4 (108) Kategori S5 2 (100 – (107) 109) S6 (103) Rata-rata S7 (99) Kategori S10 3 (91) (90 – 99) S11 (90) Rata-rata
Tabel 3 merupakan ringkasan dari aspek kebaruan. Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa hanya 6 subjek yang mampu mengajukan soal baru berupa soal non-rutin, 2 subjek yang mampu mengajukan soal baru berupa soal open-ended. Setiap subjek pada kategori 1, mampu mengajukan soal baru berupa soal non-rutin. Pada kategori 1 dan 2 hanya 1 subjek yang mampu mengajukan soal baru berupa soal non-rutin dan soal open-ended yaitu S3 dan S5. Pada kategori 3, hanya 1 subjek yang mampu mengajukan soal baru berupa soal non-rutin. Berdasarkan tabel tersebut terlihat, pada umumnya subjek mampu mengajukan soal non-rutin, namun belum mampu mengajukan soal open-ended. Soal open-ended yang diajukan subjek pada kategori 1 dan 2 masih terbatas pada soal
Kategori 1 (110 – 119)
Kelancaran
Keluwesan Banyak Banyak tipe soal Startegi
Kebaruan
6
4
1
1
5
5
3
1
6
4
3
3
5,67 6
4,33 5
2,33 2
1,67 0
3
3
2
3
3
3
2
2
4 5
3,67 3
2 3
1,67 1
1
1
1
0
4
1
2
0
3,33
1,67
2
0,33
Berdasarkan tabel 4 pada kolom berwarna biru, terlihat bahwa kategori 1 mampu menunjukkan aspek kelancaran dan keluwesan lebih tinggi dibandingkan 5
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas
19 Novermber 2016
kategori lain. Berdasarkan aspek kebaruan kategori 1 dan 2 mampu menghasilkan soal baru sama banyak. Namun perbedaannya kategori 1 setiap subjek mampu mngajukan soal baru, sedangkan pada kategori 2 hanya 2 subjek yang dapat mengajukan soal baru. Berdasarkan teori Threshold, seseorang akan sangat sukses dalam kegiatan kreatif jika memiliki IQ diatas 120 (Hayes, 1989). Namun demikian dari tabel 3, terlihat bahwa pada masing-masing kategori terdapat 1 siswa yang memenuhi kriteria kreatif. Menurut Siswono (2004) seseorang dikatakan kreatif jika memenuhi ketiga aspek kreativitas. Pada kategori 1, S1, S2 dan S3 memenuhi kriteria kreatif, namun dari ketiga subjek tersebut S3 yang paling kreatif. Pada kategori 2, S5 dan S6 memenuhi kriteria kreatif, namun S5 paling kreatif pada kategori 2 karena dari 3 soal yang diajukan, ketiganya merupakan soal baru berupa soal non-rutin dan open-ended. Pada kategori 3 hanya S7 memenuhi kriteria kreatif. S3, S5 dan S7 merupakan subjek yang paling kreatif di masing-masing kategori, namun tingkat kreatif S3, S5 dan S7 memiliki perbedaan. Perbedaan nya terletak berdasarkan aspek kelancaran) dan keluwesan, S3 mengajukan lebih banyak soal, tipe soal, dan strategi yang digunakan dibandingkan S5 dan S7. Berdasarkan aspek kebaruan, S3 dan S5 menunjukan kemampuan yang sama, sedangkan pada S1 hanya mampu mengajukan satu soal baru berupa soal nonrutin. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan, walaupun seseorang memiliki skor IQ dibawah 120, bukan berarti seseorang itu tidak memiliki potensi kreatif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim (2005) yang melaporkan bahwa siswa dapat menjadi kreatif meskipun memiliki skor IQ rendah. Selain itu, kreativitas dapat dikembangkan dengan perencanaan pengajaran yang baik (Gomez, 2007). Berdasarkan tabel 4 juga terlihat semua subjek pada kategori 1 dan 2, mampu mengajukan soal baru, namun pada kategori 3 hanya 1 subjek yang mampu mengajukan soal baru. Hal ini berarti kecenderungan untuk potensi kreatif lebih besar ketika IQ seseorang di atas 100. Hal
ini juga sejalan dengan penelitian Jauk (2013) yang melaporkan bahwa batas ambang untuk menghasilkan dua ide baru pada skor IQ sekitar 100. Hal ini berarti seseorang mampu menghasilkan ide baru, jika memiliki skor IQ sekitar 100. Selain itu, pada kategori 3 terlihat subjek lebih cenderung menunjukkan aspek kelancaran. Hal ini sejalan dengan Jauk (2013) yang menyatakan bahwa skor IQ sekitar 85 sebagai batas ambang untuk kuantitatif potensial kreatif yaitu kelancaran. Hal ini berarti kecenderungan siswa dengan IQ sekitar 85, hanya mampu menujukkan kemampuan pada aspek kelancaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Subjek dengan skor IQ 110 -119 dapat menunjukkan aspek kelancaran, keluwesan, dan kebaruan dalam mengajukan soal atau masalah matematika. 2. Subjek dengan skor IQ 100 -109 dapat menunjukkan aspek kelancaran dan keluwesan dalam mengajukan soal atau masalah matematika. Namun dari aspek kebaruan hanya 2 subjek yang mampu menunjukkan aspek tersebut. 3. Tidak semua subjek dengan skor IQ 90 – 99 dapat menunjukka aspek kelancaran. Subjek memiliki kecenderungan mampu menghasilkan soal tetapi belum tentu soal yang dihasilkan merupakan soal matematika. 4. Soal baru yang dihasilkan memiliki kecenderungan berupa soal non-rutin, subjek belum mampu mengajukan soal open-ended. 5. Soal open-ended yang diajukan masih terbatas pada soal yang memiliki cara penyelesaian lebih dari satu, subjek belum mampu membuat soal dengan penyelesaian lebih dari satu. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, berikut beberapa saran yang dapaat dikemukakan peneliti : 6
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas – 19 Novermber 2016
1. Potensi kreatif dapat dikembangkan meski siswa memiliki skor IQ di bawah 120. Potensi ini dapat dikembangkan dengan membuat perencanaan pengajaran yang baik dan menyediakan pengajaran yang dapat mengembangkan kreativitas siswa. 2. Deskripsi kreativitas siswa dalam aktivitas pengajuan masalah matematika dalam penelitian ini terbatas pada pemberian gambar geometri, sehingga diperlukan penelitian selanjutnya terkait kreativitas siswa dalam aktivitas pengajuan masalah pada topik lain.
R.R., & Reynolds, C. R. Handbook of Creativity (hal. 133 – 145). New York : Springer. Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang. Jauk, E., Benedek, M., Dunst, B., & Neubauer, A. C. 2013. The Relationship between Intelligence and Cretivity: New support for the threshold Hypothesis by Means of Empirical Breakpoint Detection. Elsevier, 41(4): 212-221. Kemendikbud. 2014. Permendikbud Nomor 58 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta : Kemendikbud.
DAFTAR RUJUKAN Kim, K. H. 2005. Can Only Intelligent People Be Cretive?. The Journal of Secondary Gifted Education, 16 (2), 57 – 66. Kontorovich, I., Koichu, B., Leiki, R., & Berman, A. 2011. . Indicators of Creativity in Mathematical Problem Posing: How Indicative are They?. Proceedings of the 6th International Conference Creativity in Mathematics Education, 120-125.Latvia: Latvia University. Lau, J. Y. P. 2011. An Introduction to Critical Thinking And Creativity. New Jersey : John WileY & Sons,Inc. Mishra, S. & Lyer, S. 2013. Problem Posing Exercise (PPE): an Instructional Strategy for Learning of Complex Material in Introductory Progamming Courses. In Technology for Education (T4E), 151-158. Moleong, L.J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Regato, J.D., & Gilfeather, M. 1999. Routine & Nonroutine Problem Solving. Mathematics Experience. Sani, R.A. 2015. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : PT Bumi Aksara. Senk, S. L., Beckmann, C. E., & Thompson, D. R. (1997). Assessment and Grading in High School Mathematics Classrooms. Journal for Research in Mathematics Education, 28(2), 187-215.
Benedek, M., Jauk, E., Sommer, M., Arendasy, M., & Neubauer, A.C. 2014. Intelligence, Creativity, and Cognitive Control: The Common and Diffrential Involvement of Executive Functions in Intelligence and Creativity. Elsevier, 46, 73 – 83. Bonotto, C. & Santo, L. D. 2015. On the Relationship Between Problem Posing, Problem Solving and Creativity in The Primary School. Dalam J. Cai & J. Middleton (Eds.), Mathematical Problem Posing from Research to Efective Practice (hlm. 103-124). NewJersey: Springer. Daane, C.J. & lowry, P.K. 2004. NonRoutine Problem Solving Activities. Alabama Journal Mathematics Activities, 25-28. English, L. D. 1997. Development of Fifth Grade Children’s Problem Posing Abilities. Educational Studies in Mathematics, 34, 183–217. Gomez, Jose G. 2007. What do We Know About Creativity?. The Journal of Effective Teaching, 7(1), 31-43. Harpen, X.Y.V, & Sriraman, B. 2013. Creativity and Mothematical Problem Posing : An Analysis of High school students' Mathematical Problem Posing in China and United States. Educational Studies in Mathematics, 82(2); 201-221. Hayes, J. R. 1989. Cognitive Models of Creativity. Dalam Glover, J.A, Ronning, 7
Seminar Pendidikan Nasional, Ditjen P2TK Dikdas
19 Novermber 2016
Silver, E. A. 1994. On Mathematical Problem Posing. For the Learning of Mathematics, 14(1), 19–28. Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity Through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing. Zentralbatt fiir Didaktik der Mathematik (ZDM), 29(3), 75-80. Siswono, T.Y.E. 2004. Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Buletin Pendidikan matematika, 692), ISSN: 1412-2278. Sriraman, B. & Lee, K. H. 2011. An Exploratory Study of Relationships Between Students’ Creativity and Mathematical Problem-Posing Abilities. Dalam B. Sriraman & K.H. Lee (Eds.), The Elements of Creativity and Giftedness in Mathematics (hlm.5-28). Rotterdam : Sense Publishers. Sugiyono. Metode Peneltian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta. Syahnur. 2012. Tes Intelegensi dari Wechsler. Tersedia di http://file.upi.edu/direktori/fip/jur._psiko logi/syahnur/pd_iv/tes_inteligensi_dari_ wechsler_[compatibility_mode].pdf, diakses 1 April 2016. Takahashi, A. 2008. Communication as Process for Students to Learn Mathematical. [Online]. Tersedia: http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/ap ec/apec2008/papers/PDF/14. Akihiko_Takahashi_USA.pdf. [29 Juli 2016] Torrance, E.P. 1968. Creativity what Research Says to The Teacher. Washington DC : National Education Asociation.
8