TESIS
PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013
I KETUT ARSA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013
I KETUT ARSA NIM. : 0991462019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I KETUT ARSA NIM 0991462019
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
i
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 6 FEBRUARI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS NIP. 19530730 198303 1 001
Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE., M.Si. NIP. 19541122 198403 1 002
Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS NIP. 19530730 198303 1 001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
ii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 31 Januari 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.:4526/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 31 Desember 2014
Ketua: Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS Anggota: 1. Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE., MP 2. Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE., SU 3. Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS 4. Dr. N. Yuliarmi, SE. MP
iii
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : I Ketut Arsa NIM : 0991462019 Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Tesis : Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali Tahun 2006 s.d. 2013 Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuia Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 tahun 2010 dan Peraturan Peundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 6 Februari 2015 Yang membuat pernyataan
(I Ketut Arsa)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjukNya, tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE., MS sebagai Pembimbing I dan Dr. I Gede Sudjana Budiasa, SE., M.Si, sebagai Pembimbing II, yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister. Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis, sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada istri tercinta “Ai” dan anak-anak tersayang, Adit dan Anand, serta si kecil Dik Omang, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis motivasi dan kesempatan untuk lebih berkosentrasi menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada setiap pihak, para sahabat, yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu, yang telah rela memberikan masukan, meluangkan waktu, dan memberikan sumbangan pemikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
v
PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI BALI TAHUN 2006 S.D. 2013
ABSTRAK Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Tingkat kemampuan keuangan daerah salah satunya dapat diukur dari besarnya penerimaan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Pengukuran kinerja keuangan pada pemerintah daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung komponen kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota seProvinsi Bali tahun 2006 s.d. 2013. Serta untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh tidak langsung komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan pemerintah daerah kapupaten/kota se-Provinsi Bali tahun 2006 s.d. 2013. Teknik analisis data menggunakan analisis jalur (path analysis) dengan Program Eviews. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat desentralisasi, efektifivitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal, ketergantungan keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap belanja modal. Kemandirian keuangan dan kontribusi BUMD tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja modal. Semetara itu, alokasi belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota seProvinsi Bali, sedangkan hanya tiga komponen kinerja keuangan, berupa tingkat desentralisasi, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota seProvinsi Bali, sedangkan dua komponen kinerja keuangan lainnya, yaitu berupa kemandirian keuangan dan kontribusi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal. Kata Kunci: Kinerja Keuangan, Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi
vi
EFFECT OF FINANCIAL PERFORMANCE OF ALLOCATION OF CAPITAL EXPENDITURES AND ECONOMIC GROWTH IN THE PROVINCE OF BALI
ABSTRACT Good financial management area will affect the progress of a region. Financial management conducted economically, efficiently, and effectively or fulfill the principle of value for money as well as participation, transparency, accountability, and justice will be able to boost economic growth. The level of financial ability one area can be measured from the amount of local revenue, especially revenue. Efforts to explore the ability of local governments to finance the viewable area of the financial performance measured using financial ratio analysis of local government. Measurement of financial performance in local government are also used to assess accountability and fiscal capacity in the implementation of regional autonomy. Thus, an area which otherwise good financial performance means the area has the financial ability to finance the implementation of regional autonomy. This study aims to examine and obtain empirical evidence of a direct effect of the financial performance of local government and the allocation of capital expenditures in The Province of Bali towards capital expenditure. And to examine and obtain empirical evidence does not directly influence the financial performance of local government in The Province of Bali on economic growth. Source of data used are secondary data from financial reports of local governments regency and The Bali Provincial Government in 2013. Analysis using path analysis with Eviews. The results show that degree of decentralization, effectiveness of PAD significant positive effect on capital expenditures. financial dependence significant negative effect on Capital expenditure. While the independen of financial and contibution of regian enterprice do not have an influence on the alocation of capital expenditure District/City government. Capital expenditure has significant positive effect on economic growth. This indicates that the economic development that has been implemented is determined by the capital expenditure of the government. Financial performance component had significant effect on economic growth through capital expenditures. Based on the five indicators of financial performance used in this study, three of them showed significant results. They are degree of decentralization, effectiveness of PAD, and financial dependence. Keywords: Financial Performance, Capital Expenditures, Economic Growth
vii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ........................................................................................................... i PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................. iv SURAT PERNYATAAN .............................................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii ABTRACT ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 11 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Keuangan ....................................................................... 13 2.1.1 Derajat Desentralisasi ........................................................ 15 2.1.2 Ketergantungan Keuangan ................................................ 16 2.1.3 Kemandirian Keuangan ..................................................... 16 2.1.4 Efektivitas PAD ................................................................. 17 2.1.5 Derajat Kontribusi BUMD ................................................ 19 2.2 Belanja Modal ............................................................................ 20 2.3 Pertumbuhan Ekonomi ............................................................... 23 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 3.2 Konsep, Kerangka dan Model (Statistik) Penelitian ................. 3.3 Hipoteisis Penelitian ..................................................................
25 29 30
BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 4.2 Lokasi, Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian .......................... 4.3 Identifikasi Variabel .................................................................... 4.4 Definisi Operasional Variabel .................................................... 4.5 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 4.5.1 Jenis Data .......................................................................... 4.5.2 Sumber Data ....................................................................... 4.6 Populasi penelitian .....................................................................
32 34 34 34 36 36 36 37
viii
4.7 Teknik Analisis Data ................................................................... 4.7.1 Pengujian Kesesuaian Model ............................................. 4.7.2 Metode Pemilihan Data ...................................................... 4.7.3 Koefisien Determinasi ........................................................ 4.7.4 Uji Kelayakan Model (Uji F) ............................................. 4.7.5 Uji Hipotesis (Uji t)............................................................ 4.7.6 Path Analysis ...................................................................... 4.7.7 Asumsi – Asumsi Analisis Jalur ........................................ 4.7.8 Pengujian Hipotesis Mediasi ..............................................
37 37 39 41 41 41 42 42 43
BAB V DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian .......................................... 5.2 Pengujian Kesesuaian Model ............................................... 5.3 Path Analysis ....................................................................... 5.4 Pembahasan ......................................................................... 5.4.1 Pengaruh Derajat Desentralisasi Terhadap Alokasi Belanja Modal ........................................................... 5.4.2 Pengaruh Ketergantungan Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal .............................................. 5.4.3 Pengaruh Kemandirian Keuangan Terhadap Belanja Modal ........................................................................ 5.4.4 Pengaruh Efektivitas PAD Terhadap Belanja Modal 5.4.5 Pengaruh Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Belanja Modal ........................................................... 5.4.6 Pengaruh Alokasi Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 5.4.7 Pengaruh tidak Langsung Derajat Desentralisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.............................. 5.4.8 Pengaruh tidak Langsung Ketergantungan Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.............................. 5.4.9 Pengaruh tidak Langsung Kemandirian Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.............................. 5.4.10 Pengaruh tidak Langsung Efektivitas PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 5.4.11 Pengaruh tidak Langsung Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.............................. 5.5 Keterbatasan Penelitian .........................................................
63 63
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN 6.1 Simpulan ............................................................................. 6.2 Saran .............................................................................
65 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
46 48 50 56 56 57 58 58 59 60 61 61 62 62
70
DAFTAR TABEL
No. Tabel 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6
Halaman
Statistik Deskriptif .................................................................................. Tabel Hasil Uji Chow............................................................................. Tabel Hasil Uji Hausman ........................................................................ Tabel Hasil Uji F ..................................................................................... Tabel Hasil uji t (Pengaruh Langsung) ................................................... Tabel Hasil Uji Sobel ..............................................................................
x
47 49 50 51 53 55
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar 1.1 1.2 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 4.4 5.1
Halaman
Grafik Kecenderungan Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota seProvinsi Bali Periode 2003-2005 ............................................................ 5 Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Bali Tahun 2003-2005............................................................................ 8 Rerangka Berpikir .................................................................................. 28 Konsep Penelitian.................................................................................... 29 Kerangka Penelitian ................................................................................ 30 Rancangan Penelitian .............................................................................. 33 Gambar Pengaruh X Terhadap Y1 Sebelum Efek Mediasi .................... 43 Gambar Pengaruh X Terhadap Y2 Sesudah Efek Mediasi .................... 44 Gambar Model Struktural Penggaruh Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Alokasi Belanja Modal ......................... 45 Gambar Hasil Analisis Jalur Konstruk .................................................... 53
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran 1 2 3 4 5
Halaman
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ................................................... Uji Chow Struktur 1 ................................................................................ Uji Chow Struktur 2 ................................................................................ Uji Hausman ........................................................................................... Uji Sobel .................................................................................................
xii
74 75 79 83 85
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas kolusi, korupsi dan nepotisme. Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai subsistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, kabupaten/kota untuk bertindak sebagai motor, sedangkan pemerintah Provinsi
sebagai koordinator mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan
prinsip-prinsip
keterbukaan,
partisipasi
masyarakat,
dan
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), salah satu indikator makro keberhasilan pembangunan diantaranya dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan barang dan jasa yang dihasilkan suatu daerah. Faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain ketersediaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi
1
2
Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah. Dengan otonomi daerah, daerah berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya sendiri. Setiap daerah memiliki pemerintahan daerahnya sendiri yang menjalankan kewenangannya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat oleh daerah lain, baik secara horisontal maupun vertikal. Demikian juga halnya dengan pengelolaan keuangan daerah, juga telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 yang menjadi landasan utama dalam pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk mendekatkan pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat dan memberikan kebebasan yang lebih besar kepada daerah untuk lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah, baik menyangkut sumber daya manusia, dana maupun sumber daya lain yang merupakan kekayaan daerah. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengelolaan keuangan daerah yang baik tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia yang handal, tetapi juga harus didukung oleh
3
kemampuan keuangan daerah yang memadai. Tingkat kemampuan keuangan daerah salah satunya dapat diukur dari besarnya penerimaan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Pengukuran kinerja keuangan pada pemerintah daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Namun demikian, pemerintah daerah, dalam proses menuju peningkatan kemampuan keuangan tersebut, terutama dari segi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih dirasakan kurang. Hal ini tercermin dari peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada sebagian besar pemerintah daerah yang dirasakan masih rendah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hirawan, bahwa selama ini Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan masih merupakan bagian yang relatif kecil dan bahkan hanya sekitar 4 persen dari keseluruhan penerimaan negara (Insukindro, dkk, 1994 : 2) PAD yang diperoleh dan dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangn. PAD meliputi: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan Lain-lain PAD Yang Sah. Komponen PAD yang memberikan kontribusi penerimaan terbesar
4
adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah daerah hendaknya mempunyai pengetahuan dan kemampuan, serta dapat mengidentifikasikan tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah yang potensial. Dengan tidak memperhatikan dan mengelola pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis. Pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut karena pajak dan retribusi tidak mengenai sasaran dan realisasi terhadap penerimaan daerah tidak optimal. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah dapat digunakan sebagai dasar penilaian kesuksesan pemerintah daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Setiaji dan Adi (2007), menggunakan tingkat kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan kinerja pendapatan asli daerah. Sedangkan Adi (2005) menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah memasuki era otonomi untuk membedakan tingkat kesiapan daerah, hasilnya bahwa kinerja keuangan daerah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam menyusun anggaran, pemerintah daerah dituntut untuk kreatif dan inovatif, karena pada umumnya penganggaran akan menghadapi masalah pengalokasian. Masalah pengalokasian ini terutama terkait dengan sumber daya. Dengan
sumber
daya
yang
terbatas,
pemerintah
daerah
harus
dapat
mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh
5
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal ditambah belanja barang dan jasa, merupakan belanja pemerintah yang diharapkan memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Kecenderungan belanja daerah se-Provinsi Bali untuk periode tahun 2003 - 2005 disajikan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:
dalam Rp000 800,000,000.00 600,000,000.00 400,000,000.00 200,000,000.00 -
2003 2004 2005
Gambar 1.1 : Grafik
Kecenderungan
Belanja
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali Periode 2003-2005
Gambar 1.1
menunjukkan bahwa kecenderungan belanja pemerintah
daerah kabupaten/kota se-Provinsi Bali periode tahun 2003 s.d. 2005, secara
6
umum mengalami fluktuasi, kecuali Belanja Pemerintah Kabupaten Badung, Bangli, dan Pemerintah Kabupaten Karangasem, yang terus mengalami peningkatan. Untuk Pemerintah Kabupaten Badung, belanja daerah pada Tahun 2003 sebesar Rp456.479.350.000,00, Tahun 2004, mengalami peningkatan, sehingga menjadi Rp549.833.710.000,00, pada Tahun 2005, jumlah ini terus meningkat sehingga mencapai Rp700.381.720.000,00. Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Bangli pada Tahun 2003 adalah sebesar Rp181.840.560.000,00, pada
Tahun 2004, nilai total belanja daerah meningkat menjada Rp183.671.010.000,00, dan pada Tahun 2005 terus mengalami peningkatan, sehingga menjadi Rp 196.920.490.000,00. Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Karangasem pada Tahun 2003 sebesar Rp247.036.260.000,00, Tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp254.458.480.000,00, dan pada tahun 2005 terus mengalami peningkatan, sehingga mencapai Rp255.627.050.000,00. Pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), sebagai tolok ukur pertumbuhan suatu ekonomi regional juga tidak bisa lepas dari peran pengeluaran pemerintah di sektor layanan publik. Pengeluaran pemerintah daerah diukur dari total belanja operasional dan belanja modal yang dialokasikan dalam anggaran daerah. Semakin besar pengeluaran pemerintah daerah yang produktif, maka semakin memperbesar tingkat perekonomian suatu daerah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu daerah dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak, sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup. Tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah
7
angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Kemajuan suatu daerah dapat ditunjukkan salah satunya dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, di mana salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah investasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Untuk dapat meningkatkan investasi, maka kemampuan keuangan daerah juga harus memadai. Indikator besar kecilnya investasi daerah adalah tingginya rasio belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal pada pemerintah daerah juga dipengaruhi oleh baik tidaknya kinerja keuangan daerah, seperti derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan derajat kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan demikian terdapat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi daerah dengan alokasi belanja modal serta kinerja keuangan. Secara empiris belum banyak bukti yang mengkaitkan langsung antara kinerja keuangan daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Selama tahun 2003-2005, secara umum laju pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali, mengalami peningkatan, kecuali untuk tiga pemerintah kabupaten mengalami fluktuasi, yaitu Pemerintah Kabupaten Jembrana, Pemerintah Kabupaten Tabanan, dan Pemerintah Kabupaten Buleleng. Pada Tahun 2003, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jembrana sebesar 12,03%, pada tahun 2004, mengalami penurunan, sehingga menjadi 10,59%, tetapi pada tahun 2005, kembali mengalami peningkatan, sehingga menjadi 16,08%. pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tabanan sebesar 10,23%, pada tahun 2004, mengalami penurunan, sehingga menjadi 9,83%, tetapi pada tahun 2005,
8
kembali mengalami peningkatan, sehingga menjadi 20,91%. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng sebesar 11,42%, pada tahun 2004, mengalami penurunan, sehingga menjadi 9,29%, tetapi pada tahun 2005, kembali mengalami peningkatan, sehingga menjadi 15,76%. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut untuk seluruh kabupaten/kota se-provinsi Bali dapat disajikan pada Gambar 1.2 sebagai berikut:
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 -
2003 2005 2004 2003
2004 2005
Sumber: BPS Provinsi Bali (diolah) Gambar 1.2 : Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Bali Tahun 2003-2005
Memperhatikan informasi yang tersaji pada Grafik 2, dimana secara umum laju
pertumbuhan
ekonomi
pemerintah
kabupaten/kota se-Provinsi
Bali
mengalami peningkatan, kecuali untuk tiga pemerintah daerah yang berfluktuasi, dan dikaitkan dengan informasi tentang kecenderungan belanja pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali yang disajikan pada Grafik 1, yang cenderung berfluktuasi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
9
kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui peran kinerja keuangan daerah dalam mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran belanja modal dan pertumbuhan ekonomi. Memang banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penyusunan anggaran hingga munculnya masalah-masalah keagenan, di antaranya kondisi keuangan daerah, kepentingan pribadi (private interest), kepentingan politik, perilaku oportunistik, moral hazard, dan sebagainya. Namun dari sekian banyak faktor, yang mudah diukur (observable) adalah faktor yang berasal dari keuangan daerah itu sendiri, jadi penelitian ini akan mengambil variabel yang berasal dari keuangan daerah, yaitu kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan daerah
dalam
penelitian
ini
diukur
berdasarkan
derajat
desentralisasi,
ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektifitas PAD, dan derajat kontribusi BUMD. Alokasi belanja modal merupakan anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, sedangkan pertumbuhan ekonomi pada penelitian ini diukur dengan PDRB. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas , maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal?
10
2) Apakah ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal? 3) Apakah kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal? 4) Apakah efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal? 5) Apakah derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal? 6) Apakah alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi? 7) Apakah derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara
tidak
langsung
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi? 8) Apakah ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi? 9) Apakah kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi?
11
10) Apakah efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara
tidak
langsung
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi? 11) Apakah derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi belanja modal. 2) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap pertumbuhan ekonomi. 3) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh tidak langsung komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap pertumbuhan ekonomi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan faedah atau manfaat sebagai berikut: 1) Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
12
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait dengan kinerja keuangan daerah, alokasi belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi. 2) Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di jajaran pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali dalam menetapkan kebijakan pembangunan ekonomi daerah, khususnya masalah kinerja keuangan dan alokasi belanja modal.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Keuangan Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan
organisasi
yang
telah
ditetapkan.
Pengertian
kinerja
(performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Permendagri No. 13 Tahun 2006 menyebutkan pengertian kinerja sebagai berikut, kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan /program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Dari berbagai pengertian tersebut, kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan. Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan adalah suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja). Pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi. Pandangan tradisional terhadap pengukuran kinerja organisasi sering hanya menekankan pada minimisasi biaya (input), misalnya
13
14
dengan penghematan biaya operasional. Sistem pengukuran kinerja modern selain menilai input dan output juga menilai tingkat fleksibilitas organisasi melayani pelanggan. Dalam melakukan pengukuran kinerja pada pemerintah sudah selayaknya meninggalkan pandangan tradisional dan beralih pada pandangan modern. Hal ini karena semua jasa dan produk yang dihasilkan pemerintah Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Secara umum, tujuan pengukuran kinerja adalah: a) Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik b) Untuk mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang, sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi. c) Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai kesesuaian tujuan. d) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. Disamping tujuan, pengukuran kinerja juga memiliki beberapa manfaat. Manfaat pengukuran kinerja antara lain: a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.
15
b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaikinya. d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi. Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Menurut Halim (2008) analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio keserasian, debt service coverage ratio, dan pertumbuhan. 2.1.1 Derajat Desentralisasi Derajat desentralisasi menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi
16
kemampuan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Derajat desentralisasi dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP, 2012): PAD Derajat Desentralisasi =
x 100% ………..(1) Total Pendapatan Daerah
2.1.2 Ketergantungan Keuangan Ketergantungan keuangan dihitung dengan
membandingkan jumlah
pendapatan transfer dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat/provinsi. Ketergantungan keuangan dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP, 2012): Pendapatan Transfer Ketergantungan = Keuangan
x 100% ………………(2) Total Pendapatan Daerah
2.1.3 Kemandirian Keuangan Rasio kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan
daerah
dalam
membiayai
sendiri
kegiatan
pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio
17
kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD. kemandirian keuangan daerah dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP, 2012): PAD Kemandirian = x 100% ………………(3) Keuangan Transfer Pusat + Provinsi + Pinjaman
2.1.4 Efektivitas PAD Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan, dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar satu atau 100%. Namun demikian, semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan pemerintah daerah pun semakin baik. Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik, sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Semakin besar realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya. Nilai efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagaimana tersebut di atas, diukur dengan kriteria penilaian kinerja keuangan (Medi, 1996 dalam Budiarto, 2007). Apabila persentase kinerja
18
keuangan di atas 100 persen dapat dikatakan sangat efektif, 90 - 100 persen adalah efektif, 80 – 90 persen adalah cukup efektif, 60– 80 persen adalah kurang efektif dan kurang dari 60 persen adalah tidak efektif. Untuk memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas perlu disandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingkan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh PAD dengan realisasi PAD yang diterima. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Untuk itu perlu dihitung secara cermat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh PAD yang diterima tersebut efisien atau tidak. Hal tersebut perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan pendapatan sesuai target, namun jika ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan PAD lebih besar dari realisasi pendapatan itu sendiri, maka berarti pemerintah daerah belum efisien. Rasio efisiensi juga menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Semakin kecil rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Rasio efektivitas dihitung dengan formula sebagai berikut (Halim, 2002): Realisasi PAD Efektivitas PAD =
x 100% ………………(4) Target PAD
Pada sektor pelayanan publik, suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) dengan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil
19
yang diinginkan. Khusus dalam bidang keuangan daerah, penilaian efisiensi keuangan dilakukan dengan melakukan perbandingan antara realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan. Apabila kinerja keuangan di atas 100 persen ke atas dapat dikatakan tidak efisien, 90– 100 persen adalah kurang efisien, 80 – 90 persen adalah cukup efisien, 60– 80 persen adalah efisien dan dibawah dari 60 persen adalah sangat efisien. Faktor penentu efisiensi dan efektivitas sebagai berikut: a) faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja, serta dana keuangan; b) faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural maupun fungsional; c) faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan; d. faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; e) faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud. 2.1.5 Derajat Kontribusi BUMD Derajat kontribusi BUMD digunakan untuk mengetahui tingkat kontribusi perusahaan daerah dalam mendukung pendapatan daerah. Rasio ini dihitung dengan formula sebagai berikut (BPKP, 2012):
Penerimaan Bagian Laba BUMD Derajat Kontribusi = BUMD
x 100% ……….(5) Penerimaan PAD
20
2.2 Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan berakibat menambah belanja yang bersifat rutin. Belanja modal diklasifikasikan dalam dua kelompok, kelompok pertama adalah belanja publik yaitu belanja yang manfaatnya dapat langsung dinikmati masyarakat misalnya: pembangunan jembatan, pembelian mobil ambulan untuk umum dan Iain-lain. Kelompok kedua adalah belanja aparatur yaitu belanja yang manfaatnya tidak dinikmati langsung oleh masyarakat tetapi dapat dirasakan langsung oleh aparatur misalnya: pembangunan gedung dewan, pembelian mobil dinas dan lain-lain. Hampir semua anggaran belanja modal mengandung komitmen adanya pengeluaran dalam jangka yang cukup panjang. Belanja modal sangat erat kaitannya dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Halim (2008) menyatakan bahwa kata investasi dapat diartikan
macam-macam
tergantung
pada
titik
padang
atau
konteks
mengartikannya. Dalam bahasa ekonomi makro investasi dapat diartikan berbeda dengan bahasa ekonomi mikro, dan dapat berbeda pula dengan bahasa akuntansi. Dalam bahasa akuntansi pada konteks jenis belanja/biaya, investasi dapat dimunculkan dari adanya perbedaan antara revenue expenditure dan capital expenditure. Investasi termasuk dalam pengertian belanja modal adalah capital expenditure, yang didefmisikan sebagai belanja/biaya/pengeluaran yang memberi manfaat lebih dari satu tahun.
21
Dalam PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan. Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja operasional. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau tender. Aset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah
22
sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara financial.
Sedangkan menurut PSAP Nomor 2, Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 24 Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP No 7, yang mengatur tentang akuntansi aset tetap. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut Halim (2004:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja operasional. Belanja modal
23
dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas asset 2.3 Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Todaro (1997) dalam Adi (2007) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi juga didefinisikan sebagai meningkatnya kegiatan ekonomi pada suatu daerah yang akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan kemandirian daerah. Pertumbuhan ini akan terjadi apabila seluruh pemangku kepentingan di daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi seperti meningkatkan investasi. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan
24
salah satunya dengan memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan di sektor-sektor yang produktif. Salah satu faktor yang dapat mendorong semakin tingginya kemampuan keuangan daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Saragih (2003) mengemukakan bahwa kenaikan PAD merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi. Sependapat dengan hal itu, Bappenas (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua pendapat ini menyiratkan perlunya prioritasi kebijakan yang lebih tinggi terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan yang lebih menekankan pada upaya peningkatan PAD secara langsung.
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi pada suatu negara yang menggambarkan telah terjadinya peningkatan barang dan jasa yang dihasilkan sebagai syarat yang diperlukan bagi proses pembangunan. Simon Kuznets dalam Todaro (2003), mengungkapkan bahwa peningkatan investasi fisik maupun sumberdaya manusia yang dapat meningkatkan produktivitas merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow-Swan dalam Sukirno (2006), faktor-faktor yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu tenaga kerja, akumulasi modal serta tingkat kemajuan teknologi. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa bagi pemenuhan pelayanan publik merupakan salah satu komponen pembentuk GDP yang akan menyebabkan adanya pertukaran output barang dan jasa dalam perekonomian. Menurut Tambunan (2011), pengeluaran pemerintah merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Melalui
25
26
peningkatan belanja modal APBD tersebut diharapkan menjadi faktor pendorong timbulnya berbagai investasi baru di daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk kegiatan produksi, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Halim dan Abdullah (2006), menunjukkan bahwa pengalokasian belanja modal berkaitan dengan ketersediaan pendanaan dari pendapatan daerah. Sementara Sularso dan Restianto (2011), memperlihatkan bahwa alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga anggaran yang dialokasikan dapat menjadi stimulus terhadap perekonomian. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, Pemerintah melakukan transfer dana APBN kepada daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membiayai kegiatan khusus prioritas nasional yang menjadi urusan daerah yang diarahkan pada kegiatan yang bersifat investasi pembangunan berbagai sarana dan prasarana pelayanan publik. Daerah penerima DAK memiliki kewajiban untuk menyediakan dana pendamping dalam APBD minimal sebesar 10 persen dari jumlah DAK yang diterima. Dengan demikian, peningkatan transfer berupa DAK akan turut mendorong peningkatan alokasi belanja modal pada APBD. Selain ditentukan oleh kemampuan pendanaan, alokasi belanja modal akan ditentukan pula oleh kondisi ketersediaan infrastruktur daerah yang dihadapi, diantaranya ketersediaan infrastruktur pendidikan dasar sebagai salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Disamping itu, alokasi belanja modal turut dipengaruhi oleh kebutuhan alokasi belanja lainnya dalam APBD terutama pemenuhan kebutuhan belanja pegawai.
27
Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam otonomi daerah, daerah berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya sendiri. Setiap daerah memiliki pemerintahan daerahnya sendiri yang menjalankan kewenangannya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat oleh daerah lain, baik secara horisontal maupun vertikal. Konsekuensi logis diberlakukannya otonomi daerah adalah menyebabkan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi fiskal, maka pemerintah daerah mempunyai wewenang lebih luas dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan ditunjukkan dengan kinerja keuangan yang baik pula. Kinerja keuangan akan dapat meningkatkan alokasi belanja modal pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Alokasi belanja modal yang memadai akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kinerja keuangan yang baik juga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif alat untuk memprediksi kontribusi anggaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian sebelumnya yang menganalisis hubungan belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya Alexiou (2009), bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh belanja modal pemerintah, belanja konsumsi pemerintah, investasi swasta, tenaga kerja, perdagangan bebas, serta bantuan luar negeri. Penelitian Darwanto dan Yustikasari menemukan bahwa pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja modal dalam APBD. Sementara pada penelitian Sularso dan Restianto (2011) hubungan antara belanja modal dan pertumbuhan ekonomi disusun dalam
28
bentuk simultan dimana kinerja keuangan daerah berupa derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, efektivitas PAD dan derajat kontribusi BUMD berpengaruh terhadap alokasi belanja modal dan belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Purbadharmaja (2006) dan Sodik (2007) yang menunjukkan pengeluaran pemerintah memberi kontribusi nyata dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Rahayu (2004) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk investasi publik menghasilkan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka berpikir dalam penelitian ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Bali Kajian Teoritis - Kinerja Keuangan (Halim, 2007,2008 dan BPKP, 2012) - Belanja Modal (Halim, 2002, Permendagri no 13, PP 24 dan 58) - Pertumbuhan Ekonomi (Adi, 2005)
Kajian Empiris -
Rahayu (2004) Halim dan Abdullah (2006)
Purbadharmaja (2006) Sodik (2007) Alexiou (2009) Darwanto dan Yustikasari (2009)
Rumusan Masalah Hipotesis Teknik Analisis Hasil Simpulan dan Saran
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
29
3.2 Konsep, Kerangka, dan Model (Statistik) Penelitian Berdasarkan rerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian disusunlah konsep, kerangka, dan model (statistik) penelitian yang menjelaskan hubungan logis dari landasan teoritis dan kajian empiris yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Konsep tersebut dapat disajikan dalam Gambar 3.2 sebagai berikut:
Kinerja Keuangan: - Derajat desentralisasi (X1) - Ketergantungan keuangan (X2)
Alokasi Belanja Modal (Y1)
- Kemandirian keuangan (X3) - Efektivitas PAD (X4) - Derajat konribusi BUMD (X5)
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
Pertumbuhan Ekonomi (Y2)
30 Derajat Desentralisasi (X1) P1 Ketergantungan Keuangan (X2)
Kemandirian Keuangan (X3)
P2
P3
Alokasi Belanja Modal (Y1)
P6
Pertumbuhan Ekonomi (Y2)
P4 Efektivitas PAD (X4)
e1
P5
e2
Kontribusi BUMD (X5)
Gambar 3.3 Kerangka Penelitian Model Penelitian (Statistik) Y1 =α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e
----------------------------------------------- (1)
Y2 = α 2 + + β6Y1 + e2 ----------------------------------------------------------- (2) 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teoritis dan
hasil-hasil penelitian terdahulu, maka
hipotesis yang dikembangkan pada penelitian ini adalah: H1:
Derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.
31
H2:
Ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal.
H3:
Kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.
H4:
Efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.
H5:
Derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal.
H6:
Alokasi belanja modal pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
H7 :
Derajat desentralisasi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
H8:
Ketergantungan keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
H9:
Kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
H10: Efektifitas PAD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. H11: Derajat kontribusi BUMD pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian menjelaskan rencana dari struktur riset yang mengarahkan proses dan hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien, dan efektif.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan latar belakang,
masalah, tujuan, manfaat, kajian pustaka dan kerangka berpikir. Tahapan selanjutnya yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah mempersiapkan data penelitian dan melakukan analisis, sehingga dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan hasil yang diperoleh, masalah, dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali pada Tahun 2008 s.d. 2013, sedangkan data untuk tahun 2003 .s.d. 2007 diperoleh dari halaman situs http://dpkd.depkeu.go.id. Penelitian menguji pengaruh langsung komponen kinerja keuangan terhadap belanja modal, pengaruh langsung belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengaruh tidak langsung komponen kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan analisis jalur dan pengolahan Program Eviews. Tahapan-tahapan penelitian disajikan dalam bentuk rancangan penelitian seperti pada Gambar 4.1.
32
33
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kajian Pustaka + Kajian Empiris Kerangka Berpikir dan Konsep
Manfaat Penelitian
Kuantitatif
Data Penelitian Data Sekunder Rancangan Penelitian
Variabel Penelitian
- Kinerja Keuangan - Belanja Modal - Pertumbuhan Ekonomi
Kesimpulan Penelitian
Hasil Pengujian dan pembahasan
Teknik Analisis Data
Saran dan implikasi
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan: : Hubungan antar elemen penelitian : Kesesuaian antara masalah penelitian dengan kesimpulan
34
4.2 Lokasi Penelitian, Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada seluruh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali pada Tahun 2014. Penelitian ini menganalisis pengaruh komponen kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi biaya modal dan pertumbuhan ekonomi tahun 2006 s.d. 2013. Kinerja keuangan diukur dengan derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas PAD, dan derajat kontribusi BUMD. 4.3 Identifikasi Variabel Berdasarkan teori-teori dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Variabel bebas merupakan variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:59). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah kinerja keuangan yang diproksikan dengan derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas PAD dan derajat kontribusi BUMD. 2) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:59). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah belanja modal dan pertumbuhan ekonomi. 4.4 Definisi Operasional Variabel 1) Derajat desentralisasi menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi.
35
Derajat desentralisasi merupakan perbandingan antara PAD dengan Total pendapatan daerah. 2) Ketergantungan keuangan dihitung dengan membandingkan jumlah pendapatan transfer dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar ketergantungan daerah terhadap pemerintahpusat/propinsi. 3) Kemandirian keuangan adalah kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah diukur dengan membandingan PAD dengan transfer pusat, provinsi dan pinjaman. 4) Efektivitas PAD adalah kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio efektivitas merupakan perbandingan antara realisasi PAD dengan target PAD. 5) Derajat kontribusi BUMD digunakan untuk mengetahui tingkat kontribusi perusahaan daerah dalam mendukung pendapatan daerah. Rasio merupakan perbandingan penerimaan bagian laba BUMD dengan penerimaan PAD. 6) Alokasi Belanja Modal adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari
36
satu periode akuntansi, dibandingkan dengan total belanja dalam APBD. 7) Pertumbuhan ekonomi daerah adalah kenaikan (GDP) atau PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah terjadi perubahan struktur ekonomi. Laju pertumbuhan PDRB merupakan laju pertumbuhan dari tahun ke tahun yang dihitung dengan membandingkan PDRB tahun t dikurangi PDRD tahun t-1 dibagi dengan PDRB tahun t-1.
4.5 Jenis dan Sumber Data 4.5.1
Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif. Data Kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka, yang merupakan hasil dari perhitungan dan pengukuran. Data Kuantitatif dalam Penelitian ini berupa perhitungan rasio-rasio kinerja keuangan, belanja modal dan pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. 4.5.2
Sumber Data Penelitian menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan
pemerintah kabupaten/kota se-provinsi Bali Tahun 2006 - 2013 yang disusun berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan/atau Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta data statistik ekonomi daerah.
37
4.6 Populasi penelitian Populasi penelitian adalah seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Jadi jumlah objek penelitian sebanyak 72, yaitu sembilan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali, yang terdiri dari delapan kabupaten yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Bangli dan Kabupaten Buleleng, serta satu pemerintah kota yaitu Pemerintah Kota Denpasar dalam rentang waktu delapan tahun, yaitu tahun 2006 s.d. 2013. 4.7 Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
analisis jalur (path analysis)
dengan Program Eviews berdasarkan data sekunder, dimana metode ini menguji secara bersama-sama model yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. 4.7.1 Pengujian Kesesuaian Model 1. Teknik analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel dengan menggunakan alat uji statistik Eviews. Data panel merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series). Data panel diperkenalkan oleh Howles pada tahun 1950. Data runtut waktu biasanya meliputi satu objek (misalnya harga saham, kurs mata uang, atau tingkat inflasi), tetapi meliputi beberapa periode (bisa harian, bulanan, kuartalan, tahunan, dan sebagainya). Data silang terdiri atas beberapa atau banyak objek, sering
38
disebut responden, (misal perusahaan) dengan beberapa jenis data (misal laba, biaya iklan, laba ditahan, dan tingkat investasi). Dalam pembahasan teknik estimasi model regresi data panel, ada tiga teknil yang dapat digunakan, yaitu: 1) Model dengan metode OLS (common) 2) Model Fixed effect 3) Model Random effect Commond
Effect
Model
merupakan
model
sederhana
yaitu
menggabungkan seluruh data time series dengan cross section, selanjutnya dilakukan estimasi model dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Model ini menganggap bahwa intersep dan slop dari setiap variabel sama untuk setiap obyek observasi. Dengan kata lain, hasil regresi ini dianggap berlaku untuk semua kabupaten/kota pada semua waktu. Kelemahan model ini adalah ketidakseuaian model dengan keadaan sebenarnya. Kondisi tiap obyek dapat berbeda dan kondisi suatu obyek satu waktu dengan waktu yang lain dapat berbeda Fixed Effect Model, salah satu kesulitan prosedur panel data adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan dalam panel data adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda, baik lintas unit (cross section) maupun antarwaktu (time series). Pendekatan dengan
39
memasukkan variable boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV). Random Effect Model (REM), digunakan untuk mengatasi kelemahan model efek tetap yang menggunakan dummy variable, sehingga model mengalami
ketidakpastian.
Penggunaan
dummy
variable
akan
mengurangi derajat bebas (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi
efisiensi
dari
parameter
yang
diestimasi.
REM
menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antawaktu dan antarindividu, sehingga REM mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki perbedaan intersep yang merupakan variabel acak. 4.7.2 Metode Pemilihan Data Pertama yang harus dilakukan adalah melakukan uji F untuk memilih metode mana yang terbaik diantara ketiga metode tersebut dilakukan uji Chow dan uji Hausmant. Uji Chow dilakukan untuk menguji antara metode common effect dan fixed effect, sedangkan uji Hausment dilakukan untuk menguji apakah data dianalisis dengan menggunakan fixed effect atau random effect, pengujian tersebut dilakukan dengan Eviews. Dalam melakukan uji Chow, data diregresikan dengan menggunakan common effect dan fixed effect terlebih dahulu kemudian dibuat hipotesis untuk diuji. Hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: Ho: metode common effect (model pool) Ha: metode fixed effects Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Chow adalah sebagai berikut:
40
1. Jika nilai probability F≥ 0,05 artinya Ho diterima; maka model yang dipilih adalah model common effect. 2. Jika nilai probability F < 0,05 artinya Ho ditolak; maka modal yang dipilih adalah model fixed effect, dan dilanjutkan dengan uji Hausman untuk memilih apakah menggunakan metode fixed effect atau metode random effect. Namun, uji Hauman tidak perlu dilakukan apabila hasil Uji Chow menunjukkan bahwa Ho diterima, atau dengan kata lain menyimpulkan bahwa model yang paling tepat digunakan dalam persamaan regresi adalah model common effect. Selanjutnya untuk melakukan Hausman Test, data juga diregresikan dengan metode random effect, kemudian dibandingkan antara fixed effect dan random effect dengan membuat hipotesis: Ho: Model Random effect Ha: Model fixed effect, Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Hausman adalah sebagai berikut: 1. Jika Nilai probability Chi-Square ≥ 0,05, maka Ho diterima, yang artinya model random effect. 2. Jika Nilai probability Chi-Square < 0,05, maka Ho diterima, yang artinya model fixed effect.
41
4.7.3 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2009: 87). Total variasi yang dapat dijelaskan oleh semua variabel yang dilibatka dalam model diukur dengan:
4.7.4 Uji Kelayakan Model (Uji F) Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. 4.7.5 Uji Hipotesis (Uji t) Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan Program Eviews, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas dengan α = 0,05.
42
4.7.6 Path Analysis Pola pengaruh antarvariabel yang diteliti merupakan pengaruh sebab akibat dari satu atau beberapa variabel independen kepada satu atau beberapa variabel dependen. Bentuk pengaruh sebab akibat dalam penelitian ini menggunakan model yang tidak sederhana, yaitu adanya variabel yang berperan ganda, sebagai variabel independen pada suatu kasus, namun menjadi variabel dependen pada kasus lain. Analisis jalur digunakan untuk menganalisis hubungan antarvariabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung, seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Model analisis jalur merupakan pola hubungan sebab akibat atau a set of hypothesized causal asymmetric relation among the variable, Ridwan dan Engkos (2007). Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2008), dalam model kausal dibedakan antara variabel eksogenus dan variabel endogenus. Variabel eksogenus adalah variabel yang keberagamannya tidak dipengaruhi oleh penyebab di dalam sistem (model), variabel ini ditetapkan sebagai variabel pemula yang memberi efek kepada variabel lain. Variabel ini tidak diperhitungkan jumlah sisanya (disturbance) meskipun sebenarnya juga mempunyai sisa (error). Sedangkan variabel endogenus adalah variabel yang keragamannya terjelaskan oleh variabel eksogenus dan variabel endogenus lainnya dalam model. 4.7.7 Asumsi – Asumsi Analisis Jalur Beberapa asumsi yang mendasari analisis jalur (path analysis) menurut Ridwan dan Engkos (2007) adalah sebagai berikut:
43
1) Hubungan antar variabel adalah bersifat linier, adaptif, dan berifat normal. 2) Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas yang berbalik. 3) Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval atau ratio. 4) Menggunakan data yang bersifat standardized, yaitu data dimana data mentah dibagi dengan standar deviasi dari masing-masing data. 5) Observed variable diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel), artinya variabel yang diteliti dapat di observasi secara langsung. 6) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antarvariabel yang diteliti. 4.7.8 Pengujian Hipotesis Mediasi Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan prosedur yang dikembangkan oleh Sobel tahun 1982 (dalam Baron and Kenny, 1986) dan dikenal dengan uji Sobel (Sobel test).
C X
Y1
Gambar 4.2: Pengaruh X Terhadap Y1 Sebelum Efek Mediasi Koefisien jalur C pada Gambar 4.2 dinamakan pengaruh langsung variabel X terhadap Y1. Persamaan regresinya adalah Y1 = (CX). Pengaruh X
44
terhadap Y2 dapat dimediasi oleh variabel Y1, dalam bentuk model mediasi sebagai berikut: a
X
Y1
b
Y2
Gambar 4.3: Pengaruh X Terhadap Y2 Sesudah Efek Mediasi Persamaan regresi dari Gambar 4.3 dibagi menjadi 2 yaitu 1) Y1 = ax; 2) Y2 = bY1. Sobel test adalah salah satu alat dalam pengujian analisis mediasi. Dari hasil analisis Eviews, diperoleh koefisien jalur a beserta standar error dari koefisien jalur a (atau disebut dengan sa), dan diperoleh koefisien jalur b beserta standar error dari koefisien jalur b (atau disebut dengan Sb). Sobel test akan menghasilkan standar error dari pengaruh tidak langsung x terhadap y2 melalui mediasi y1, yaitu koefisien ab, dengan standar deviasi ab adalah sebagai berikut: S ab = b 2 S a + a 2 S b 2
Z hitung =
2
a xb b 2 Sa + a 2 Sb 2
2
Nilai Zhitung dibandingkan dengan nilai kritis yaitu 1,96. Jika nilai Zhitung > 1,96 maka mengindikasikan adanya pengaruh mediasi variabel Y1 pada pengujian hubungan X terhadap Y2. Pada penelitian ini, model struktural yang ditampilkan seperti Gambar 4.4:
45
Kinerja Keuangan(X)
Alokasi Belanja Modal (Y1)
Pertumbuhan Ekonomi (Y2)
Gambar 4.4 : Model Struktural Penggaruh Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Alokasi Belanja Modal
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada penelitian ini melibatkan variabel Alokasi Belanja Modal sebagai variabel mediasi atau intervening. Pendekatan Sobel Test pada penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung Kinerja Keuangan (untuk setiap komponennya) terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
BAB V DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas analisis data dan hasil penelitian dari sampel yang telah terkumpul. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan statistik deskriptif, kemudian dilakukan pengujian model, dan terakhir pengujian hipotesis. Statistik deskriptif memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi variabel-variabel penelitian, nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar deviasi. Penelitian ini dilaksanakan pada seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali pada Tahun 2014. Penelitian ini menganalisis pengaruh kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi biaya modal dan pertumbuhan ekonomi tahun 2006 s.d. 2013. 5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap alokasi biaya modal dan pertumbuhan ekonomi Tahun 2006 s.d. 2013. Data penelitian meliputi sembilan kabupaten/kota se-Provinsi Bali dalam rentang waktu tahun 2006 s.d. 2013. Berikut adalah gambaran umum data penelitian seperti pada Tabel 5.1. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran sampel penelitian. Statistik deskriptif dapat memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi (standard deviation), varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (Ghozali, 2011:19). Statistik deskriptif yang digunakan
46
47
dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), standar deviasi (standard deviation), maksimum, dan minimum. Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel
N
Minimum Maksimum
Mean
Std. Deviation
Derajat Desentralisasi (X1)
72
0.03
0.77
0.18
0.18
Ketergantungan Keuangan (X2)
72
0.22
0.97
0.81
0.18
Kemandirian Keuangan (X3)
72
0.03
3.53
0.35
0.65
Efektivitas PAD (X4)
72
0.9
1.69
1.17
0.14
Derajat Kontribusi BUMD (X5)
72
0.02
0.14
0.07
0.04
Alokasi Belanja Modal (Y1)
72
0.06
0.31
0.16
0.06
Pertumbuhan Ekonomi (Y2) Sumber: Lampiran 1
72
0.07
0.26
0.14
0.04
Berdasarkan Tabel 5.1 variabel kinerja keuangan yang diukur dengan Derajat Ketergantungan (X1), Ketergantungan Keuangan (X2), Kemandirian Keuangan (X3), Efektivitas PAD (X4), Derajat Kontribusi BUMD (X5) mempunyai gambaran sebagai berikut: 1) Rasio derajat ketergantungan mempunyai nilai minimun sebesar 3 persen, terbesar sebesar 77 persen dengan rata-rata sebesar 18 persen dan standar deviasinya sebesar 18 persen. 2) Rasio ketergantungan keuangan mempunyai nilai rata-rata sebesar 81
48
persen, nilai terbesar sebesar 97 persen, nilai minimum sebesar 22 persen dengan standar deviasinya sebesar 18 persen. 3) Rasio kemandirian keuangan mempunyai nilai minimun sebesar 3 persen, terbesar sebesar 353 persen dengan rata-rata sebesar 35 persen dan standar deviasinya sebesar 65 persen. 4) Efektivitas PAD mempunyai nilai rata-rata sebesar 117 persen, nilai tertinggi 169 persen, terendah sebesar 90 persen dengan standar deviasi sebesar 14 persen. 5) Derajat kontribusi BUMD mempunyai nilai terbesar sebesar 14 persen, nilai minimun 2 persen dengan rata-rata 7 persen dan standar deviasi sebesar 4 persen. Variabel alokasi belanja modal yang merupakan alokasi pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya mempunyai nilai rata-rata sebesar 16 persen. Nilai tertinggi variabel ini sebesar 31 persen, nilai terendah sebesar 6 persen dan standar deviasi sebesar 6 persen. Variabel pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun mempunyai nilai rata-rata sebesar 14 persen. pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 26 persen dengan pertumbuhan ekonomi terendah sebesar 7 persen dan standar deviasi sebesar 4 persen. 5.2 Pengujian Kesesuaian Model Hasil pengujian terhadap kesesuaian model menggunakan uji Chow dan uji Hausman.
49
1) Uji Chow (Chow Test) Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Common Effect atau Fixed Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah: H0 H1
: Common Effect Model atau pooled OLS : Fixed Effect Model
Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas adalah dengan membandingkan perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F hitung lebih besar (>) dari F tabel, maka H0 ditolak, yang berarti model yang paling tepat digunakan adalah Fixed Effect Model. Begitupun sebaliknya, jika F hitung lebih kecil (<) dari F tabel maka H0 diterima dan model yang digunakan adalah Common Effect Model Hasil pengujian ditunjukkan seperti pada Tabel 5.2 di bawah ini: Tabel 5.2 Hasil Uji Chow Keterangan Persamaan 1 23.56 F Hitung 2.17 F Tabel Sumber: Lampiran 2 dan Lampiran 3
Persamaan 2 112.38 2.17
Berdasarkan Tabel 5.2, diperoleh nilai F hitung untuk kedua persamaan lebih besar dari F tabel, yaitu untuk persamaan 1, diperoleh F hitung sebesar 23,56, lebih besar dari F tabel sebesar 2,17, sedangkan untuk persamaan 2 diperoleh F hitung sebesar 112,38, lebih besar dari F tabel sebesar 2,17. Berdasarkan hasil tersebut, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, maka model yang pilih adalah fixed effect model.
50
2) Uji Hausman (Hausman Test) Uji Hausman dilakukan untuk menguji apakah data dianalisis dengan menggunakan fixed effect atau random effect. Hipotesis dalam uji Hausman adalah: H0: Random effect model H1: Fixed effect model Dari hasil pengujian diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.3 di bawah ini: Tabel 5.3 Hasil Uji Hausman Keterangan Persamaan 1 0.22 Chi Square 0.99 P Value Sumber: Lampiran 4
Persamaan 2 6.01 0.42
Berdasarkan Tabel 5.3, diperoleh nilai P Value untuk kedua persamaan lebih besar dari α=0,05, yaitu untuk persamaan 1, diperoleh P Value sebesar 0,99, sedangkan untuk persamaan 2 diperoleh P Value sebesar 0,42. Berdasarkan hasil tersebut, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian, maka model yang pilih adalah Random effect model. 5.3 Path Analysis Analisis jalur (path analysis) digunakan untuk mengetahui pola hubungan variabel-variabel penelitian dan menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, baik secara simultan maupun pengaruh variabel-variabel tersebut secara individual. Analisis path merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hubungan kausalitas antara dua atau lebih variabel. Pengujian hipotesis dengan path analysis didasarkan pada hasil pengolahan dari model penelitian. Dari hasil pengolahan data dengan analisis jalur dapat diketahui besarnya koefisien masing-masing variabel terhadap variabel lainnya atau disebut
51
dengan koefisien jalur (path coeffisient). Pada analisis jalur digunakan evaluasi model berupa square multiple correlation untuk variabel dependen dan nilai keofisien standardized regression weights untuk variabel independen, kemudian dinilai signifikansi berdasarkan nilai C.R. (t hitung) untuk setiap jalurnya. Untuk menilai signifikansi model jalur antarkonstruk dalam model struktural dilihat dari nilai C.R. jalur antarkonstruk atau dengan melihat p-value. Nilai p-value untuk pengaruh langsung, baik untuk persamaan 1 maupun 2 diperoleh dari analisis Program
Eviews,
sedangkan
untuk
melihat
pengaruh
tidak
langsung
menggunakan rumus sobel. 1) Uji Kelayakan Model Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat, maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. a) Uji F Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.4 di bawah ini: Tabel 5.4 Hasil Uji F Keterangan F Hitung Prob(F-statistic) Sumber: data diolah
Persamaan 1 17.50
0.00
Berdasarkan Tabel 5.4, diperoleh nilai Prob (F-statistik ) untuk persamaan 1 sebesar 0,00, lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara
52
simultan
variabel
Kemandirian
Derajat
Keuangan,
desentralisasi,
Efektifivitas
Ketergantungan
PAD,
dan
Keuangan,
Kontribusi
BUMD
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. b) Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R2 persamaan 1 sebesar 0,88, artinya kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi-variabel dependen sebesar 88 persen, sisanya 12 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar variabel yang diteliti. Nilai R2 persamaan 2 sebesar 0,92, artinya kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi-variabel dependen sebesar 92 persen, sisanya 8 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar variabel yang diteliti. Hasil
koefisien
determinasi
yaitu
gabungan
persamaan
struktural
, diperoleh nilai
persen, artinya informasi yang terkandung dapat dijelaskan oleh model yang dibentuk, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 0,1 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang bentuk. 2) Uji Pengaruh Langsung Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan program
53
Eviews, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas dengan α = 0,05.
Variabel X1 X2 X3 X4 X5 Y1
Y1 Y1 Y1 Y1 Y1 Y2
Tabel 5.5 Hasil uji t (Pengaruh Langsung) t hitung Sig. β βStd 3,216
0,241
2,9214
0,0048
-1,356 0,174 0,556 0,059 0,140
-0,218 0,175 0,254 0,200 0,295
-3,2620 0,4757 4,1585 1,2773 5,7762
0,0018 0,6358 0,0001 0,2059 0,0000
Berdasarkan Tabel 5.5 hubungan antarvariabel dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5.1 sebagai berikut: Gambar 5.1: Hasil Analisis Jalur Derajat Desentralisasi (X1)
0,241 Ketergantungan Keuangan (X2)
Kemandirian Keuangan (X3)
-0,218
0,175
Alokasi Belanja Modal (Y1)
0,295
Pertumbuhan Ekonomi (Y2)
0,254 Efektivitas PAD (X4)
Kontribusi BUMD (X5)
0,200
0,33
0,27
54
Berdasarkan hasil uji t seperti Tabel 5.5, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Derajat Desentralisai mempunyai koefisien beta sebesar 0,241 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0048 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Derajat Desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal, 2) Ketergantungan Keuangan mempunyai koefisien beta sebesar -0,218 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0018 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Ketergantungan Keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal. 3) Kemandirian Keuangan mempunyai koefisien beta sebesar 0,178 dengan nilai signifikansi sebasar 0,6358 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti Kemandirian Keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. 4) Efektifitas PAD mempunyai koefisien beta sebesar 0,254 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0001 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Efektifitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal. 5) Derajat Kontribusi BUMD mempunyai koefisien beta sebesar 0,200 terhadap alokasi belanja modal. Hal ini berarti Derajat Kontribusi BUMD tidak berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal. 6) Alokasi Belanja Modal mempunyai koefisien beta sebesar 0,295 dengan nilai signifikansi sebasar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Alokasi
55
Belanja Modal berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi Pertumbuhan Ekonomi. 3) Uji Pengaruh Tak Langsung Pada penelitian ini, uji Sobel digunakan untuk menguji analisis path, Hasil uji sobel ditunjukkan pada Tabel 5.6 sebagai berikut, Tabel 5.6 Hasil Uji Sobel (Pengaruh Tidak Langsung) No a b c d e
Variable SX1? SX2? SX3? SX4? SX5?
Coefficient Std. Error 3.2162 1.1009 -1.3561 0.4157 0.1742 0.3661 0.5570 0.1339 0.0591 0.0462
axb 0.0458 -0.0193 0.0025 0.0079 0.0008
0.0176 0.0068 0.0052 0.0024 0.0007
Uji Sobel 2.6069 -2.8404 0.4741 3.3748 1.2472
Sumber: Lampiran 5 Berdasarkan Tabel 5.6 di atas maka dapat disimpulkan pengaruh tidak langsung komponen kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui variabel alokasi belanja modal sebagai berikut: a) Pengaruh tidak langsung Derajat Desentralisasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 2,607 yang lebih besar dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat Desentralisasi melalui alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. b) Pengaruh tidak langsung Ketergantungan Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar -2,840 yang lebih besar dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Ketergantungan Keuangan
56
melalui alokasi belanja modal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. c) Pengaruh tidak langsung Kemandirian Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 0,474 yang lebih kecil dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Kemandirian Keuangan melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. d) Pengaruh tidak langsung Efektivitas PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 3,374 yang lebih besar dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Efektivitas PAD melalui alokasi belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. e) Pengaruh tidak langsung Derajat Kontribusi BUMD terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 1,247 yang lebih kecil dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat Kontribusi BUMD melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
5.4 Pembahasan 5.4.1
Pengaruh Derajat Desentralisasi Terhadap Belanja Modal Berdasarkan hasil analisis variabel Derajat Desentralisai mempunyai
koefisien beta sebesar 0,241 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0048 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima,
57
Derajat Desentralisasi berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal. Dengan desentralisasi fiskal, maka pemerintah daerah mempunyai wewenang lebih luas dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemerintah daerah dapat meningkatkan alokasi belanja modal pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan derajat desentralisasi tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. 5.4.2
Pengaruh Ketergantungan Keuangan Terhadap Belanja Modal Berdasarkan hasil analisis variabel Ketergantungan Keuangan mempunyai
koefisien beta sebesar -0,218 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0018 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis kedua yang dikembangkan dalam penelitian ini diterima, Ketergantungan Keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal. Berdasarkan temuan tersebut memberikan indikasi bahwa dengan ketergantungan yang rendah, maka semakin kecil ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat/provinsi, yang berarti kemampuan keuangan pemerintah daerah lebih baik, sehingga dapat mengalokasikan belanja modal lebih besar, Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan antara ketergantungan keuangan dengan alokasi biaya modal.
58
5.4.3
Pengaruh Kemandirian Keuangan Terhadap Belanja Modal Berdasarkan hasil analisis variabel Kemandirian Keuangan mempunyai
koefisien beta sebesar 1,175 dengan nilai signifikansi sebasar 0,6358 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis ketiga yang dikembangkan dalam penelitian ini ditolak. Kemandirian Keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Dengan hasil yang demikian menunjukkan bahwa sebagian besar pemerintah daerah yang ada di Provinsi Bali mampu membiayai pembangunan daerahnya secara mandiri. Artinya bahwa pemerintah daerah masih tergantung dari pemerintah pusat dan atau provinsi dalam pembelajaan daerahnya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak memiliki fleksibilitas untuk memggunakan dana, karena penerimaan dana dari pemerintah pusat dan/atau provinsi telah jelas peruntukannya. 5.4.4
Pengaruh Efektivitas PAD Terhadap Belanja Modal Berdasarkan hasil analisis variabel Efektifitas PAD mempunyai koefisien
beta sebesar 0,254 dengan nilai signifikansi sebasar 0,0001 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis keempat yang dikembangkan dalam penelitian ini diterima. Efektifitas PAD berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja modal. Kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan sangat menentukan dalam alokasi belanja modal, semakin tinggi PAD yang diperoleh, maka semakin tinggi juga peluang untuk alokasi belanja modalnya.
59
Hal ini sejalan dengan penelitian Wong (2002) yang menunjukkan adanya kontribusi positif PAD ketika pemerintah melakukan pembangunan pada sektor industri. 5.4.5
Pengaruh Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Belanja Modal Berdasarkan hasil analisis variabel Derajat Kontribusi BUMD mempunyai
koefisien beta sebesar 0,200 dengan nilai signifikansi sebasar 0,2059 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis kelima yang dikembangkan dalam penelitian ini ditolak. Derajat Kontribusi BUMD tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Kontribusi BUMD merupakan salah satu sumber dari PAD pemerintah daerah, secara terori semakin tinggi kontribusi BUMD yang diterima, diharapkan dapat meninggkatkan pendapatan daerah. Dengan meningkatnya pendapatan daerah, memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan belanja modal yang semakin meningkat pula.
Namun dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa kontribusi dari BUMD tidak begitu signifikan terhadap alokasi modal. Hal ini lebih disebabkan, kondisi dari sebagian besar perusahaan daerah masih belum mampu memberikan keuntungan yang diharapkan. Dengan demikian, dana yang dikeluarkan untuk penyertaan kepada perusahaan daerah belum mampu memberikan kontribusi yang diharapkan dalam PAD. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Asha Florida (2007) bahwa secara parsial hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan.
60
5.4.6
Pengaruh Alokasi Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil analisis variabel Alokasi Belanja Modal mempunyai
koefisien beta sebesar 0,295 dengan nilai signifikansi sebasar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti hipotesis keenam yang dikembangkan dalam penelitian ini diterima. Alokasi Belanja Modal berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi Pertumbuhan Ekonomi. Belanja modal adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk memperoleh asset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang dianalisis diperoleh hasil bahwa semakin tinggi biaya modal yang dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali, maka akan menaikkan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Adi (2007) yang menyatakan bahwa belanja modal pembangunan daerah sangat menentukan pertumbuhan ekonomi. Penelitian Wong (2002) yang menunjukkan adanya kontribusi positif terhadap PAD ketika pemerintah melakukan pembangunan pada sektor industry. Penelitian yang dilakukan Lin dan Liu (2000) yang menemukan korelasi yang kuat antara share belanja investasi dengan tingkat desentralisasi. Penelitian Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan alokasi belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Fitriyanti dan Pratolo (2009) yang menemukan bahwa belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
61
5.4.7
Pengaruh tidak Langsung Pertumbuhan Ekonomi
Derajat
Desentralisasi
Terhadap
Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Derajat Desentralisasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 2,607 yang lebih besar dari 1,96, Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat Desentralisasi melalui alokasi belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, ini berarti hipotesis ketujuh dalam penelitian ini diterima. Dengan desentralisasi fiskal, maka pemerintah daerah mempunyai wewenang lebih luas dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemerintah daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya melalui alokasi belanja modal. 5.4.8
Pengaruh tidak Langsung Ketergantungan Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Ketergantungan
Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar -2,840 yang lebih besar dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Ketergantungan Keuangan melalui alokasi belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis yang kedelapan di terima. Berdasarkan temuan tersebut memberikan indikasi bahwa dengan ketergantungan yang rendah maka semakin kecil ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat/provinsi, yang berarti kemampuan keuangan pemerintah daerah lebih baik. Dengan demikian pemerintah daerah dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerahnya melalui alokasi belanja modal. Penelitian ini sejalan dengan
62
penelitian yang dilakukan oleh Sularso dan Restianto (2011) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan antara ketergantungan keuangan dengan alokasi biaya modal. 5.4.9
Pengaruh tidak Langsung Pertumbuhan Ekonomi
Kemandirian
Keuangan
Terhadap
Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Kemandirian Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 0,474 yang lebih kecil dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Kemandirian Keuangan melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis kesembilan dalam penelitian ini ditolak. 5.4.10 Pengaruh tidak Langsung Efektivitas PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Efektivitas PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 3,374 yang lebih besar dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Efektivitas PAD melalui alokasi belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis kesepuluh dalam penelitian ini diterima. Efektivitas PAD merupakan salah satu komponen dari kinerja keuangan yang
diharapkan
dapat
mendongkrak
pertumbuhan
ekonomi
melalui
pengalokasian belanja modal. Dengan semakin efektifnya PAD, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi suatu pemda. Hasil penelitian ini sejalan dengan Bappenas (2004) yang menyatakan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi.
63
5.4.11 Pengaruh tidak Langsung Derajat Kontribusi BUMD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil analisis pengaruh tidak langsung Derajat Kontribusi BUMD terhadap Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai Z sebesar 1,247 yang lebih kecil dari 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung Derajat Kontribusi BUMD melalui alokasi belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis kesebelas dalam penelitian ini ditolak. Kondisi yang sama seperti analisis pengaruh langsung Kontribusi BUMD terhadap belanja modal, maka dengan rendahnya kontribusi tersebut, maka variabel kontribusi BUMD tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini lebih disebabkan, kondisi dari sebagian besar perusahaan daerah masih belum mampu memberikan keuntungan yang diharapkan. Dengan demikian, dana yang dikeluarkan untuk penyertaan kepada perusahaan daerah belum mampu memberikan kontribusi yang diharapkan dalam PAD. 5.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan pemerintah kabupaten/kota tahun 2006 s,d, 2013, tanpa dilakukan konfirmasi dalam bentuk observasi langsung, wawancara dan penggunaan daftar pertanyaan berupa kuesioner untuk mengetahui kendala-kendala dalam pencapaian kinerja yang baik. Penelitian ini juga baru menggunakan 6 rasio kinerja keuangan yaitu: derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas PAD
64
dan derajat kontribusi BUMD dan alokasi belanja modal yang digunakan untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN
6.1 SIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh langsung kinerja keuangan pemerintah daerah dan alokasi belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali tahun 2006 s.d. 2013, serta untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh tidak langsung kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bali terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian dilakukan pada pemerintah pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Bali. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini diukur dengan 5 rasio keuangan pemerintah daerah. Kelima rasio tersebut adalah derajat desentralisasi,
ketergantungan
keuangan,
kemandirian
keuangan,
efektivitas PAD, dan derajat kontribusi BUMD. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
derajat
desentralisasi
dan
efektivitas
PAD
berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal, ketergantungan keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap alokasi belanja modal, sedangkan kemadirian keuangan dan kontribusi BUMD tidak berpengaruh pada alokasi belanja modal. 2) Belanja modal adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya, yang memberikan manfaat lebih dari satu
65
66
periode akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang selama ini dilaksanakan ditentukan oleh alokasi belanja modal yang dilaksanakan pemerintah, dan semakin tinggi alokasi biaya modal yang dikeluarkan, maka dapat menaikan tingkat pertumbuhan ekonomi. 3) Berdasarkan lima indikator kinerja keuangan daerah yang digunakan dalam penelitian ini, tiga indikator kinerja keuangan daerah yang secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal. Ketiga indikator tersebut adalah derajat desentralisasi keuangan dan efektifivitas PAD, secara tidak langsung berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal dan ketergantungan keuangan, secara tidak langsung berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal, sedangkan kemandirian keuangan dan kontribusi BUMD secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan dan efektivitas PAD secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal.
67
6.2 SARAN 6.2.1
Kepada Pemerintah Daerah Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah
dalam melakukan pengeluaran daerah, tidak semata-mata melalui pengalokasian belanja modal secara langsung, melainkan dapat mempertimbangan pengeluaran untuk intensifikasi dan ekstensifikasi dalam rangka optimalisasi PAD. Intesifikasi dalam rangka optimalisasi PAD, dapat berupa kegiatan yang sangat sederhana, namun di banyak daerah sangat jarang dilakukan, misalnya berupa kegiatan pemutakhiran data wajib pajak daerah dan atau wajib pajak retribusi daerah. Dengan kegiatan pemutakhiran tersebut, pemerintah daerah dapat mengidentifikasi potensi yang dimiliki atas besarnya wajib pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dihasilkan. Data tentang potensi wajib pajak dan wajib retribusi tersebut sangatlah penting dalam proses penganggaran penerimaan pendapatan. Besarnya anggaran pendapatan dapat dihitung berdasarkan data faktual, bukan dengan hanya sekadar menaikan prosentase tertentu dari anggaran atau realisasi pendapatan pajak dan retribusi tahun sebelumnya. Ekstensifikasi dalam rangka optimalisasi PAD, dapat berupa kegiatan untuk mengidentifikasi atas objek pajak daerah maupun retribusi daerah yang telah menjadi kewenangan pemerintah kabupatem/kota sesuai dengan amanat UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Misalnya pemerintah kabupaten/kota dapat memungut Pajak Parkir. Selama ini, kegiatan penerimaan daerah berkaitan dengan parkir, hanya diidentifikasi sebagai objek retribusi, namun belum mengidentifikasi parkir sebagai objek pajak daerah.
68
Sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009, yang menjadi objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Namun tidak termasuk penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri, penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan penyelenggaraan tempat Parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Seluruh kegiatan tersebut di atas, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi dalam rangka optimalisasi PAD, memerlukan sumber daya, baik sumber daya manusia, sarana prasaran, maupun dana. Dengan menyelenggarakan kegiatan tersebut, pemeritah daerah harus mengalokasikan anggaran daerah yang memadai. Dengan demikian pengeluaran daerah tersebut dapat meningkatkan PAD, dan dengan meningkatnya PAD, maka pemerintah daerah lebih fleksibel untuk mengalokasi pada belanja modal atau kegiatan produktif lainnya, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah masing-masing. Kepada Peneliti Berikutnya Penelitian
selanjutnya
dapat
mengembangkan
penelitian
dengan
menggunakan instrumen kuesioner dan melakukan pengamatan langsung ke pemerintah daerah, serta melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Penelitian selanjutnya juga dapat mengembangkan penelitian ini dengan
69
menambahkan variabel lain seperti rasio efisiensi belanja, rasio likuiditas, dan solvabilitas, sehingga hasil penelitian lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P. H. .2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. _________.2007. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan Dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali), Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik. Vol 08. No. 1. Alexiou Constantinous. 2009. Government Spending and Economic Growth: Econometric Evidence from the South Eastern Europe (SSE). Journal of Economic and Social Research. Vol 11. No. p. 1-16. Asha Florida, 2007, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. BPKP, 2012. Petunjuk Penyusunan Kompilasi Laporan Keuangan dan Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Revisi). BPS, 2014, PDRB Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2009-2013. Browne, M.W., dan Cudeck, R. 1993. Alternative ways of as essing model fit. Dalam K.A Bollen dan J.S. Long (Eds.) Testing structural equation model. Newbury park, CA: Sage. Byrne, B.M. 1998. Issues and opinion on structural equation modeling with LISREL, PRELIS and SIMPLIS: Basic concepts, applications and programming. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Darwanto dan Yulia Yurikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X 26-28 Juli. Makasar. Diamantopaulus, A., dan Siguaw, J.A. 2000. Introducing LISREL: A guide for the uniniated. Sage Publications. Efron, B. & R. J. Tibshirani. 1993. An Introduction to the Bootstrap. New York: Chapman and Hall
70
71
Ferdinand. A. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis S-2 dan Disertasi S-3. Semarang: BP Universitas Diponegoro Fitriyanti dan Pratolo. 2008. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi. Proceeding Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik. Jakarta. Ghozali, Iman. 2008. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. __________. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan IBM SPSS 19. Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. __________. Structural Equation Modeling: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80. edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics.Third Edition. McGraw Hill International Editions Halim, Abdul. 2002. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. __________. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat __________. 2008. Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor Publik Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Halim, A. dan Abdullah, S. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Daerah (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi). Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol.2 No.1: 53-64. ___________. 2006. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol.2, No.2. Hal. 17-32. Hamzah, A. 2008. Analisa Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur. Universitas Trunojono. Hanafi, Imam dan Nugroho, T. 2009. Kebijakan Keuangan Daerah: Reformasi dan Model Pengelolaan Keuangan Daerah di Indonesia. Malang: UB Press.
72
Insukindro, Mardiasmo, Widayat, W., Jaya, W.K., Purwanto, B.M., Halim, A., Suprianto, J., Purnomo, A.B., 1994, Peranan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Usaha Peningkatan PAD, Buku I, KKD FE UGM, Yogyakarta Kawedar, Warsito, dkk. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Semarang: Universitas Diponegoro Lin, J. Y, dan Liu, Z. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth ni China, Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. Mardiasmo. 2006. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah: Serial Otonomi Daerah. Yogyakarta: Andi. Nuarisa, Sheila A. 2013. Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Accounting Analysis Journal. Vol.1 No.3: 89-95. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Purbadharmaja. 2006. Implikasi Variabel Pengeluaran dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Bali. Jurnal Buletin Studi Ekonomi. Vol .11 No.1. Hal. 79-91. Rahayu Tri. 2004. Peranan Sektor Publik Lokal Dalam Pertumbuhan Ekonomi Regional di Wilayah Surakarta. Jurnal Kinerja. Vol. VIII. Hal.133-147. Ramayandi Arief. 2003. Economic Growth and Government Size In Indonesia: Some Lessons for The Local Authorities. Working Paper in Economics and Development Studies. No. 200302. Padjadjaran University Ridwan, Kuncoro Engkos Achmad. 2007. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Cetakan Pertama. Bandung : Alfabeta. Samuelson, P.A, dan Nordhaus, W, D. 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi XVII. alih bahasa Gretta dkk. Jakarta: PT Media Global Edukasi.
73
Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Bandung: Ghalia Indonesia. Setiaji, Wirawan, dan Priyo Hari Adi. 2007. Peta Kemampuan Keuangan Sesudah Otonomi Daerah: Apakah Mengalami Pergeseran (studi pada kabupaten dan kota se Jawa Bali), Simposium Nasional Akuntansi, Juli 26-28, Makssar Sodik Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.12 No.1. Hal. 27-36. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Sukirno Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Edisi II. Jakarta: Kencana. Sularso, H., dan Restianto, Y.E. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Media Riset Akuntansi. Vol.1 No.2: 109-124. Sulistyowati, D. 2011. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja Modal. Universitas Diponegoro. Semarang. Suryarini Trisni (2012). Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan. Vol.2 No. 1. Hal. 207-216. Tambunan Tulus T.H. 2011. Perekonomian Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia. Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi. Edisi 8. alih bahasa Haris Munandar. Jakarta: Erlangga. Tuasikal, Askam. 2008. Pengaruh DAU, DAK, PAD dan PDRB Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi. Vol. 1. No. 2 Juli. Hal 142 – 155. Wandira, Arbie G. 2013. Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH Terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Accounting Analysis Journal. Vol.1 No.3: 45-51.
74
Wibowo Puji. 2008. Mencermati Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Keuangan Publik. Vol. 5 No.1. Hal. 55-83. Widayat dan Amirullah. 2002. Riset Bisnis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wong, J. D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local Government Capacity. Journal of Public Bugdeting, Accounting and Financial Management. Fall, 16.3. Yuliarmi, Nyoman. 2008. Pengaruh Konsumsi Rumah Tangga, Investasi dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDRB Propinsi Bali. Bulletin Studi Ekonomi. Vo.13 No.2. Universitas Udayana Denpasar.
Lampiran 1: Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Descriptive Statistic Variabel
N
Minimum Maksimum
Mean
Derajat Desentralisasi (X1)
72
0.03
0.77
0.18
Std. Deviation 0.18
Ketergantungan Keuangan (X2)
72
0.22
0.97
0.81
0.18
Kemandirian Keuangan (X3)
72
0.03
3.53
0.35
0.65
Efektivitas PAD (X4)
72
0.9
1.69
1.17
0.14
Derajat Kontribusi BUMD (X5)
72
0.02
0.14
0.07
0.04
Alokasi Belanja Modal (Y1)
72
0.06
0.31
0.16
0.06
Pertumbuhan Ekonomi (Y2)
72
0.07
0.26
0.14
0.04
Valid N (listwise)
72
Lampiran 2: Uji Chow Struktur 1 Struktur 1 Common Model Dependent Variable: SY1? Method: Pooled Least Squares Date: 01/25/15 Time: 16:49 Sample: 2006 2013 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.568962
0.270888
-2.100364
0.0395
SX1?
4.083337
1.857084
2.198789
0.0314
SX2?
-1.392422
0.692235
-2.011488
0.0484
SX3?
0.092850
0.658998
0.140896
0.8884
SX4?
0.901112
0.203521
4.427612
0.0000
SX5?
0.020841
0.083828
0.248611
0.8044
R-squared
0.570135
Mean dependent var
-1.39E-07
Adjusted R-squared
0.537569
S.D. dependent var
1.000000
S.E. of regression
0.680023
Sum squared resid
30.52046
F-statistic
17.50728
Durbin-Watson stat
0.325796
Prob(F-statistic)
0.000000
Fixed Model Dependent Variable: SY1? Method: Pooled Least Squares Date: 01/25/15 Time: 16:53 Sample: 2006 2013 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SX1?
3.162681
1.154199
2.740153
0.0081
SX2?
-1.365112
0.443063
-3.081078
0.0032
SX3?
-0.187025
0.376415
-0.496860
0.6212
SX4?
0.546104
0.142016
3.845373
0.0003
SX5?
-0.061651
0.047531
-1.297052
0.1997
Fixed Effects _JBR--C
-0.877447
_TBN--C
-1.089990
_BDG--C
-0.012201
_GIA--C
-1.373432
_KLK--C
0.321984
_BGL--C
-0.353272
_KAR--C
0.440938
_BLL--C
-0.361270
_DPS--C
-0.661435
R-squared
0.889593
Mean dependent var
-1.39E-07
Adjusted R-squared
0.864847
S.D. dependent var
1.000000
S.E. of regression
0.367632
Sum squared resid
7.838902
F-statistic
116.8322
Durbin-Watson stat
0.904081
Prob(F-statistic)
0.000000
Random Model Dependent Variable: SY1? Method: GLS (Variance Components) Date: 01/25/15 Time: 16:55 Sample: 2006 2013 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.448142
0.305094
-1.468868
0.1466
SX1?
3.216233
1.100922
2.921400
0.0048
SX2?
-1.356123
0.415725
-3.262068
0.0018
SX3?
0.174190
0.366138
-0.475750
0.6358
SX4?
0.556981
0.133938
4.158504
0.0001
SX5?
0.059076
0.046248
-1.277385
0.2059
Random Effects _JBR--C
-0.423630
_TBN--C
-0.628313
_BDG--C
0.398497
_GIA--C
-0.907044
_KLK--C
0.744716
_BGL--C
0.087781
_KAR--C
0.861579
_BLL--C
0.080022
_DPS--C
-0.213609
GLS Transformed Regression R-squared
0.880707
Mean dependent var
-1.39E-07
Adjusted R-squared
0.871670
S.D. dependent var
1.000000
S.E. of regression
0.358232
Sum squared resid
8.469812
Durbin-Watson stat
0.836895
Unweighted Statistics including Random Effects R-squared
0.889338
Mean dependent var
-1.39E-07
Adjusted R-squared
0.880954
S.D. dependent var
1.000000
S.E. of regression
0.345030
Sum squared resid
7.857018
Durbin-Watson stat
0.902167
Pemilihan common vs fixed model Rumus Chow test H0: H1:
Common Effect Model Fixed effect model
Struktur 1 Commond
SSE1 = n-1 =
30.52046 Fixed
7
F= F tabel=
SSE2 = nt-n-k =
7.838902
57
23.56104 2.1751
Pemilihan model Hipotesis H0: Common effect model H1: Fixed effect model taraf nyata 0,05 Kriteria keputusan: H0 ditolak jika F hitung > F tabel Hasil analisis F hitung = 23,56 F tabel = 2,17 Kesimpulan Karena F hitung > F tabel, maka Ho ditolak sehingga H1 diterima. Jadi Fixed effect model yang dipilih
Lampiran 3: Uji Chow Struktur 2
Struktur 2 Common model Dependent Variable: SY2? Method: Pooled Least Squares Date: 01/25/15 Time: 18:27 Sample: 2006 2013 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-28.45489
18.22823
-1.561034
0.1230
SY1?
0.014249
0.009071
1.570864
0.1207
R-squared
0.034051
Mean dependent var
0.179167
Adjusted R-squared
0.020252
S.D. dependent var
0.178174
S.E. of regression
0.176361
Sum squared resid
2.177220
F-statistic
2.467614
Durbin-Watson stat
0.176991
Prob(F-statistic)
0.120724
fix Model Dependent Variable: SY2? Method: Pooled Least Squares Date: 01/25/15 Time: 18:29 Sample: 2006 2013 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SY1?
0.014249
0.002485
5.734803
0.0000
Fixed Effects
_JBR--C
-28.56929
_TBN--C
-28.49785
_BDG--C
-28.03010
_GIA--C
-28.44352
_KLK--C
-28.56071
_BGL--C
-28.58975
_KAR--C
-28.52662
_BLL--C
-28.54641
_DPS--C
-28.32980
R-squared
0.935807
Mean dependent var
0.179167
Adjusted R-squared
0.926489
S.D. dependent var
0.178174
S.E. of regression
0.048308
Sum squared resid
0.144689
Durbin-Watson stat
2.663282
random model Dependent Variable: SY2? Method: GLS (Variance Components) Date: 01/25/15 Time: 18:30 Sample: 2006 2013 Included observations: 8 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 72 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-28.45489
4.957641
-5.739603
0.0000
SY1?
0.014249
0.002467
5.776210
0.0000
Random Effects _JBR--C
-0.113474
_TBN--C
-0.042613
_BDG--C
0.421383
_GIA--C
0.011283
_KLK--C
-0.104965
_BGL--C
-0.133778
_KAR--C
-0.071148
_BLL--C
-0.090779
_DPS--C
0.124091
GLS Transformed Regression R-squared
0.928559
Mean dependent var
0.179167
Adjusted R-squared
0.927539
S.D. dependent var
0.178174
S.E. of regression
0.047962
Sum squared resid
0.161025
Durbin-Watson stat
2.393094
Unweighted Statistics including Random Effects R-squared
0.935749
Mean dependent var
0.179167
Adjusted R-squared
0.934831
S.D. dependent var
0.178174
S.E. of regression
0.045485
Sum squared resid
0.144821
Durbin-Watson stat
2.660867
Pemilihan model Common vs fixed Model Pemilihan model Hipotesis H0: Common effect model H1: Fixed effect model taraf nyata 0,05 Kriteria keputusan H0 ditolak jika F hitung > F tabel Hasil analisis
Struktur 2
Commond
SSE1 =
2.17722
Fixed
SSE2 =
0.144689
n-1 =
7
F= F tabel=
nt-n-k =
56
112.3807 2.1782
F hitung = 112.3807 F tabel = 2.1782 Kesimpulan Karena F hitung > F tabel, maka Ho ditolak sehingga H1 diterima. Jadi Fixed effect model yang dipilih
Lampiran 4: Uji Hausman Pemilihan Fixed vs Random model Struktur 1 Pemilihan model Hipotesis H0: Random effect model H1: Fixed effect model taraf nyata 0,05 Kriteria keputusan H0 ditolak jika p value uji hausman < 0,05 Hasil analisis Hausman test (fixed versus random effects) Chi-square (5 0.2252016 d.f.) p-value 0.9988184
Simpulan: Karena p value > 0,05, maka H0 diterima. Jadi random effect model yang dipilih
Pemilihan Fixed vs Random Model Struktur 2 Pemilihan model Hipotesis H0: Random effect model H1: Fixed effect model taraf nyata 0,05 Kriteria keputusan H0 ditolak jika p value uji hausman < 0,05 Hasil analisis Hausman test (fixed versus random effects) Chi-square (6 6.0166096 d.f.) p-value 0.4213320
Simpulan: Karena p value > 0,05, maka H0 diterima. Jadi random effect model yang dipilih
Lampiran 5: Uji Sobel
Zhitung =
No a b c d e
f
a xb b2Sa + a2Sb
Variable
2
Coefficient
2
Std. Error
SX1?
3.2162
1.1009
SX2?
-1.3561
0.4157
SX3? SX4?
0.1741 0.5569
0.3661 0.1339
SX5?
0.0590
0.0462
Variable
Coefficient
Std. Error
SY1?
0.014249
0.002467
axb 0.0458 -0.0193 0.0024 0.0079 0.0008
Uji Sobel 0.0175 0.0068 0.0052 0.0023 0.0006
2.6069 -2.8403 0.4741 3.3747 1.2472