BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per
kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi NTT.
Hal tersebut mengindikasikan adanya kesenjangan
antarkabupaten/kota di Provinsi NTT. Oleh karena itu, dalam analisis ini peneliti melakukan perhitungan kesenjangan antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTT untuk mengetahui perkembangan kesenjangan antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTT pada periode pengamatan 2007-2010.
5.1.1 Indeks Williamson Kesenjangan pembangunan antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi NTT pada tahun 2007-2010 dapat dianalisis dengan menggunakan indeks Williamson. Data yang digunakan adalah data PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi NTT dan data jumlah penduduk kabupaten/kota serta jumlah penduduk provinsi NTT. Penghitungan Indeks Williamson berdasarkan persamaan 3.3. Adapun hasil pengolahan data dapat disajikan pada Tabel 5.1.
49
Tabel 5.1 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2007-2010 TAHUN
IW
2007
0,4532
2008
0,4483
2009
0,4552
2010
0,4721
RATA-RATA
0,4572
Sumber: BPS (diolah), 2011 Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, terlihat bahwa pada tahun 2007-2010, ratarata kesenjangan di Provinsi NTT sebesar 0,4572 dan termasuk kategori kesenjangan level sedang. Sepanjang tahun 2007 terjadi kesenjangan sebesar 0,4532 dan terjadi penurunan kesenjangan selama periode tahun 2008 menjadi 0,4483. Adapun terjadi peningkatan kesenjangan pada tahun 2009 dan 2010 dimana masing-masing secara berurutan menjadi sebesar 0,4552 dan 0,4721. 0.4750
0.4721
0.4700
Indeks Williamson
0.4650 0.4600 0.4550
0.4552 0.4532
0.4500
0.4483
0.4450 0.4400 0.4350 2007
2008
2009
Tahun Pengamatan
Gambar 5.1 Indeks Williamson Provinsi NTT Tahun 2007-2010
2010
50
Tren kesenjangan pembangunan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT selama periode pengamatan mengalami fluktuasi (Gambar 5.1). Akan tetapi jika dilihat secara keseluruhan dari tahun 2007-2008, kesenjangan di Provinsi NTT cenderung mengalami
penurunan, namun pada kurun waktu 2008-2010
cenderung mengalami peningkatan. Adanya peningkatan kesenjangan ini salah satunya diakibatkan karena adanya krisis global yang berimplikasi pada krisis keuangan pada tahun 2008 yang melanda Indonesia sehingga Provinsi NTT tidak luput dari pengaruh krisis ini, faktor lain yakni tingginya konsentrasi aktivitas ekonomi di Kota Kupang sebagai pusat pemerintahan, bisnis dan sektor ekonomi lainnya semakin memicu kesenjangan pembangunan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT.
5.1.2 Indeks Theil Alat ukur kedua yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan menggunakan indeks Theil. Salah satu kelebihan dari indeks Theil adalah bisa melihat kesenjangan antarkelompok dan dalam kelompok yang ditentukan. Dalam analisis ini, digunakan data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi NTT. Sejumlah 21 kabupaten/kota di Provinsi NTT dikelompokkan ke dalam 3 pulau besar yaitu Pulau Timor, Sumba dan Flores. Berikut ini adalah hasil perhitungan dengan menggunakan Indeks Theil yang menggunakan persamaan 3.4 sampai dengan 3.7.
51
Tabel 5.2 Indeks Theil Provinsi NTT Tahun 2007-2010 Antar pulau
Dalam pulau
Total
Tahun Theil
persen
Theil
persen
Theil
persen
2007
0,02216
28,15
0,05658
71,85
0,07874
100
2008
0,03210
42,08
0,04418
57,92
0,07628
100
2009
0,03228
41,30
0,04588
58,70
0,07816
100
2010
0,03350
40,51
0,04920
59,49
0,08270
100
RATA-RATA
0,03001
38,00
0,04896
62,00
0,07897
100
Sumber: BPS (diolah), 2011 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa kesenjangan antarpulau dan kesenjangan dalam pulau memberikan kontribusi yang cukup berbeda terhadap kesenjangan total di Provinsi NTT. Kesenjangan antarpulau menyumbang sekitar 38 persen dari total kesenjangan Provinsi NTT, sedangkan sisanya merupakan kontribusi dari kesenjangan dalam pulau. Hal ini berarti pola kesenjangan di Provinsi NTT menyebar tidak merata baik dari level kesenjangan antarpulau maupun kesenjangan dalam pulau serta adanya indikasi kesenjangan dalam pulau lebih besar dibandingkan kesenjangan antarpulau. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis dalam pulau yang meliputi beberapa kabupaten/kota sehingga faktor kelimpahan sumber daya alam cukup berbeda antarkabupaten/kota dalam satu pulau. Pola kesenjangan pendapatan antara indeks Williamson dan indeks Theil hampir sama yakni menunjukkan kecenderungan berfluktuasi yaitu periode tahun 2007-2008 mengalami penurunan nilai indeks, namun sebaliknya menampakkan peningkatan yang signifikan pada periode 2008-2010 seperti yang ditampilkan oleh Gambar 5.2.
52
0.08400 0.08270 0.08200
Indeks Theil
0.08000
0.07874
0.07800
0.07816
0.07600
0.07628
0.07400 0.07200 2007
2008
2009
2010
Tahun Pengamatan
Gambar 5.2 Indeks Theil Provinsi NTT Tahun 2007-2010 Perbedaan kondisi geografis merupakan faktor pemicu tingginya kesenjangan baik antarpulau maupun dalam pulau. Adapun pulau Flores, kontribusi sektor pertanian sangat dominan dalam pembentukan PDRB. Sedangkan pulau Timor, sektor jasa-jasa mendominasi lantaran kota Kupang sebagai ibukota provinsi terletak di dalam pulau Timor. Begitu pun pulau Sumba hampir sama dengan pulau Flores dengan didominasi kondisi alam yang subur sehingga sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup signifikan. Namun nilainya masih lebih kecil dibandingkan hasil pertanian pulau Flores.
53
5.1.3 Indeks Atkinson Alat ukur ketiga yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan adalah dengan
menggunakan
indeks
Atkinson.
Penghitungan
Indeks
Atkinson
menggunakan persamaan 3.8 sampai dengan 3.10. Indikator ekonomi pada ukuran ini menekankan pada indikator PDRB per kapita kabupaten/kota dan rata-rata PDRB per kapita Provinsi NTT yang bertujuan untuk mengetahui dampak social welfare loss atau dampak kesejahteraan sosial yang hilang akibat adanya kesenjangan pendapatan setiap individu dalam wilayah kabupaten/kota. Hasil perhitungan indeks Atkinson dapat ditunjukkan oleh Tabel 5.3 yang menyertakan parameter kesenjangan ε yang bernilai 0,5 sampai dengan 3. Tabel 5.3 Indeks Atkinson dan Persentase Pertumbuhan Provinsi NTT, 2007-2010 Indeks Atkinson dan Persentase Pertumbuhan Tahun A(0,5)
%
A(1)
%
A(2)
%
A(3)
%
2007
0,03067
0,00
0,05804
0,00
0,10795
0,00
0,14909
0,00
2008
0,03052
-0,50
0,05849
0,77
0,11048
2,35
0,15480
3,83
2009
0,03125
2,38
0,05982
2,27
0,11287
2,17
0,15740
1,68
2010
0,03298
5,53
0,06292
5,19
0,11805
4,59
0,16364
3,97
Sumber: BPS (diolah), 2011 Tabel 5.3 menggambarkan kecenderungan peningkatan kesenjangan pendapatan ketika ε bervariasi untuk penggunaan data PDRB per kapita. Pola kesenjangan cenderung berfluktuasi untuk ε=0,5, namun untuk ε=1, ε=2, dan ε=3 cenderung meningkat pada periode tahun 2007 hingga tahun 2010.
54
Selama periode pengamatan memunculkan adanya indikasi ε yang semakin besar maka persentase perubahan indeks Atkinson juga semakin besar. Pada tahun 2008 dengan ε=0,5 indeks Atkinson turun 0,5 persen, meningkat ketika ε=1 yaitu 0,77 persen, dan ketika ε=2 meningkat sebesar 2,35 persen serta ketika ε=3 meningkat kembali sebesar 3,83 persen. Pada tahun 2009 dengan ε=0,5 indeks Atkinson naik 2,38 persen, meningkat ketika ε=1 yaitu 2,27 persen, dan ketika ε=2 meningkat sebesar 2,17 persen serta ketika ε=3 meningkat kembali sebesar 1,68 persen. Pada tahun 2010 dengan ε=0,5 indeks Atkinson naik 5,53 persen, meningkat ketika ε=1 yaitu 5,19 persen, dan
ketika ε=2 meningkat
sebesar 4,59 persen serta ketika ε=3 meningkat kembali sebesar 3,97 persen. Hal ini menunjukkan jika transfer pendapatan masyarakat untuk meningkatkan PDRB per kapita dilakukan hanya pada kabupaten dengan PDRB per kapita terkecil saja maka kesenjangan akan makin meningkat. Hal ini disebabkan karena kesenjangan di Provinsi NTT rendah atau cenderung merata, sehingga mekanisme transfer justru akan memperbesar tingkat kesenjangan jika dilakukan tidak tepat sasaran. Tahun 2007 dengan ε=0,5 indeks Atkinson sebesar 0,0307 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 3,07 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008
social welfare loss menurun menjadi 3,05 persen dan
kembali meningkat menjadi 3,12 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 3,30 persen pada tahun 2010.
55
Tahun 2007 dengan ε=1 indeks Atkinson sebesar 0,0580 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 5,80 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008
social welfare loss meningkat menjadi 5,85 persen dan
kembali meningkat menjadi 5,98 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 6,29 persen pada tahun 2010. Tahun 2007 dengan ε=2 indeks Atkinson sebesar 0,1079 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 10,79 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008 social welfare loss meningkat menjadi 11,05 persen dan kembali meningkat menjadi 11,29 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 11,80 persen pada tahun 2010. Tahun 2007 dengan ε=3 Indeks Atkinson sebesar 0,1490 yang berarti terdapat social welfare loss sebesar 14,90 persen dan tidak termanfaatkan untuk dapat menuju ke level kesejahteraan tertinggi dari PDRB per kapita yang ada. Adapun tahun 2008 social welfare loss meningkat menjadi 15,48 persen dan kembali meningkat menjadi 15,74 persen pada tahun 2009 serta kembali melonjak pada level 16,36 persen pada tahun 2010.
56
5.2
Tipologi Klassen Klasifikasi daerah dilakukan berdasarkan dua indikator utama, yaitu
pertumbuhan ekonomi dan produk domestik regional bruto per kapita daerah. Sumbu horizontalnya (sumbu-x) adalah rata-rata produk domestik regional bruto per kapita, sedangkan sumbu vertikalnya (sumbu-y) adalah rata-rata pertumbuhan ekonomi seperti yang disajikan oleh Gambar 5.3. 9.00 21
8.00 Pertumbuhan Ekonomi (persen)
6
7.00 6.00
1
13
5.00
8
4.00
12 14 2
5
16
15 7 18 4 20 17 19
11
9 10
3.00 2.00 1.00
3
0.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
PDRB Perkapita (juta rupiah)
Keterangan: 1. Kabupaten Sumba Barat 2. Kabupaten Sumba Timur 3. Kabupaten Kupang 4. Kabupaten Timor Tengah Selatan 5. Kabupaten Timor Tengah Utara 6. Kabupaten Belu 7. Kabupaten Alor 8. Kabupaten Lembata 9. Kabupaten Flores Timur 10. Kabupaten Sikka
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Kabupaten Ende Kabupaten Ngada Kabupaten Manggarai Kabupaten Rote Ndao Kabupaten Manggarai Barat Kabupaten Sumba Barat Daya Kabupaten Sumba Tengah Kabupaten Nagekeo Kabupaten Manggarai Timur Kabupaten Sabu Raijua Kota Kupang
Gambar 5.3 Tipologi Klassen Provinsi NTT Tahun 2007-2010
6.00
57
Dalam
analisis
ini
akan
diklasifikasikan
kabupaten/kota
dengan
menggunakan tipologi Klassen. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa empat klasifikasi kabupaten/kota yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tetapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal. Alat analisis ini sangat berguna untuk berbagai pihak terutama pemerintah dalam hal menentukan kebijakan pembangunan bagi daerah tertinggal maupun daerah maju. Adapun Tabel 5.4 menampilkan hasil alat analisis tipologi Klassen. Tabel 5.4. Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tahun 2007-2010 Kuadran I. Kabupaten/kota cepat maju dan cepat tumbuh 1. Kabupaten Sumba Barat 4. Kabupaten Ngada 2. Kabupaten Sumba Timur 5. Kabupaten Rote Ndao 3. Kabupaten Belu 6. Kota Kupang Kuadran II. Kabupaten/kota maju tetapi tertekan 1. Kabupaten Kupang 2. Kabupaten Flores Timur 3. Kabupaten Sikka 4. Kabupaten Ende Kuadran III. Kabupaten/kota berkembang cepat 1. Kabupaten Timor Tengah Utara 2. Kabupaten Manggarai 3. Kabupaten Sumba Barat Daya Kuadran IV. Kabupaten/kota relatif tertinggal 1. Kabupaten Timor Tengah Selatan 5.Kabupaten Sumba Tengah 2. Kabupaten Alor 6. Kabupaten Nagekeo 3. Kabupaten Lembata 7. Kabupaten Manggarai Timur 4. Kabupaten Manggarai Barat 8. Kabupaten Sabu Raijua Sumber: BPS (diolah), 2011 Tabel 5.4 menampilkan bahwa yang termasuk dalam Kuadran I atau klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah kabupaten/kota di Pulau
58
Timor yaitu Kota Kupang, Kabupaten Belu dan Rote Ndao, kabupaten/kota di Pulau Sumba antara lain adalah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur serta Pulau Flores adalah Kabupaten Ngada. Adapun yang termasuk dalam Kuadran II atau klasifikasi daerah maju tetapi tertekan adalah kabupaten/kota di Pulau Timor yaitu Kabupaten Kupang serta Pulau Flores adalah Kabupaten Flores Timur, Sikka dan Ende. Pada Kuadran III atau klasifikasi daerah berkembang cepat adalah kabupaten/kota di Pulau Timor yaitu Kabupaten Timor Tengah Utara, kabupaten/kota di Pulau Sumba antara lain adalah Kabupaten Sumba Barat Daya serta Pulau Flores adalah Kabupaten Manggarai. Pada Kuadran IV atau daerah relatif tertinggal antara lain kabupaten/kota di Pulau Timor yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan, Alor dan Sabu Raijua, kabupaten/kota di Pulau Sumba antara lain adalah Kabupaten Sumba Tengah serta Pulau Flores adalah Kabupaten Lembata, Manggarai Barat, Nagekeo dan Manggarai Timur. Diantara beberapa kabupaten/kota yang tergolong daerah relatif tertinggal, terdapat 8 kabupaten yang dinyatakan sebagai daerah tertinggal oleh Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada RPJMN 2005-2009. Penentuan 8 kabupaten tertinggal tersebut berdasarkan enam kriteria utama, yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, infrastruktur (prasarana), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah.