BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota1 periode 20142019 telah selesai dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014. Pelaksanaan pemilu merupakan amanat Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menentukan “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” Pelaksanaan pemilu merupakan perwujudan konkret dari sebuah negara demokrasi karena salah satu cara pelaksanaan demokrasi adalah melalui pemilu.2 Demokrasi merupakan gagasan yang mengandaikan bahwa kekuasaan itu adalah dari, oleh, dan untuk rakyat.3 Kekuasaan pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, oleh karenanya rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.4 Ciri itulah yang tercakup dalam pengertian kedaulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan 1
2
3
4
Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5816). Mahfud MD, 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 220. Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 293. Ibid.
2
tertinggi ada di tangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat sendiri serta dengan terus menerus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin peran serta rakyat dalam penyelenggaraan negara.5 Secara eksplisit Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sejatinya, pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara hukum Indonesia6 adalah rakyat. Dalam Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi.7 Pasca pemilu DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014, muncul permasalahan yang menarik di DPR terkait dengan ketentuan pemilihan pimpinan DPR yang diatur dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Nomor 17 tahun 2014). UU Nomor 17 Tahun 2014 disahkan pada tanggal 5 Agustus 2014 menggantikan Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Nomor 27 tahun 2009). Pasal 84 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2014 menentukan bahwa pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
5 6 7
Jimly Asshiddiqie, 2012, Op. Cit., hlm. 294. Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jimly Asshiddiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 70.
3
Ketentuan tersebut mengubah ketentuan Pasal 82 UU Nomor 27 Tahun 2009 yang menentukan bahwa pimpinan DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR.8 Perubahan ketentuan pemilihan pimpinan DPR tersebut mengakibatkan partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR pada pemilu 2014 tidak secara otomatis memperoleh jatah untuk menjadi pimpinan DPR. Pengaturan pemilihan piminan DPR secara paket dalam Pasal 84 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2014 menimbulkan pro dan kontra. Sebagian pihak menyayangkan pemilihan pimpinan DPR dalam satu paket tetapi di pihak lain ada yang menilai bahwa bahwasanya pemilihan pimpinan DPR dalam satu paket lebih demokratis karena melibatkan semua anggota DPR dalam memilih pimpinan DPR. Pandangan yang menilai bahwa pemilihan pimpinan DPR dalam satu paket lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan ketentuan pimpinan DPR berasal anggota partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR dapat dihubungkan dengan ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 yang berkaitan dengan hak anggota DPR. Setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.9 Pasal 20A ayat (4) kemudian melanjutkan “Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.” Berpijak pada ketentuan tersebut, Pasal 80 huruf d UU Nomor 8
9
Lihat Pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043). Lihat Pasal 20A ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4
17 Tahun 2014 memberikan setiap anggota DPR hak memilih dan dipilih. Namun di pihak lain ada kekwatiran bahwa pemilihan pimpinan DPR secara paket menutup kemungkinan sebagian anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. Lebih lanjut, UU Nomor 17 Tahun 2014 memberikan penjelasan bahwa “Anggota DPR mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPR.”10 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib (Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014) memuat kembali ketentuan tentang hak memilih dan dipilih tersebut pada Pasal 11 huruf d dan Pasal 189. Dalam UU Nomor 27 tahun 2009 juga dapat ditemukan ketentuan mengenai hak memilih dan dipilih pada Pasal 78 huruf d. Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 194 ayat (1) “Anggota DPR mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPR”. Bahwasanya, UU Nomor 17 Tahun 2014 dan UU Nomor 27 tahun 2009 memberikan penjelasan yang sama mengenai hak memilih dan dipilih anggota DPR. UU Nomor 17 Tahun 2014 mengatur bahwa pimpinan merupakan salah satu alat kelengkapan DPR. Selain pimpinan, alat kelengkapan DPR yang lain adalah badan musyawarah, komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan kerja sama antar-parlemen, mahkamah kehormatan dewan, badan urusan rumah tangga, panitia khusus, alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat
10
Lihat Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568).
5
paripurna.11 Ketentuan tentang pimpinan sebagai salah satu alat kelengkapan DPR dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 memiliki kesamaan dengan ketentuan mengenai alat kelengkapan DPR yang diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2009. Alat kelengkapan dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 adalah pimpinan, badan musyawarah, komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan akuntabilitas keuangan negara, badan kehormatan, badan kerja sama antar-parlemen, badan urusan rumah tangga, panitia khusus, alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.12 Pimpinan merupakan salah satu alat kelengkapan DPR baik dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 maupun dalam UU Nomor 17 tahun 2014. Pada pengaturan mengenai pemilihan pimpinan DPR, UU Nomor 27 tahun 2009 menentukan bahwa pimpinan DPR ialah anggota DPR yang berasal dari anggota partai politik yang memperoleh kursi terbanyak di DPR, akan tetapi UU Nomor 17 Tahun 2014 kemudian mengganti ketentuan tersebut. Secara eksplisit Pasal 84 ayat (2) menentukan bahwa pimpinan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam satu paket yang bersifat tetap. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket
11
12
Lihat Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568). Lihat Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043).
6
dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Bagaimana implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR?
C.
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini memliki tujuan subjektif dan
tujuan objektif, yaitu: 1.
Tujuan Subjektif Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memeperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
2.
Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika pengaturan hak memilih dan dipilih anggota DPR, dinamika pengaturan pemilihan pimpinan DPR serta mengetahui dan menganalisis implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR.
7
D.
Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh Penulis di perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada serta melalui internet, tidak ditemukan penelitian lain yang serupa dengan penelitian ini yaitu mengenai implikasi pemilihan secara paket berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 terhadap pelaksanaan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. Namun ada penulisan yang memiliki kajian yang berkaitan dengan objek kajian yang akan diteliti, yaitu: 1.
Karya Ibnu Murtadho dengan judul “Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR Melalui Sistem Paket (Pasal 84 UU MD3 No. 17 Tahun 2014) Perspektif Konsep Musyawarah”, yang berasal dari skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. Perumusan masalah dalam tulisan tersebut yaitu: Apakah mekanisme pemilihan pimpinan DPR melalui sistem paket Pasal 84 UU MD3 sejalan dengan konsep musyawarah dalam Islam?13 Dalam Penulisan karya Ibnu Murtadho, objek kajian terfokus pada analisis sistem paket pimpinan DPR dengan menggunakan tinjauan syura atau musyawarah Islam. Penulisan peneliti lebih terfokus pada analisis implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 terhadap pelaksanaan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR.
13
Ibnu Murtadho, 2015, Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR Melalui Sistem Paket (Pasal 84 UU MD3 No. 17 Tahun 2014) Perspektif Konsep Musyawarah, Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm. 5.
8
2.
Karya Muhammad Iqbal dengan judul “Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perspektif Siyasah (Syar‟iyyah)”, yang berasal dari skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. Perumusan masalah dalam tulisan tersebut yaitu: Bagaimana siyasah syar‟iyyah melihat mekanisme pemilihan pimpinan DPR Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD?14 Dalam karya Muhammad Iqbal, objek kajian terfokus pada analisis mekanisme pemilihan pimpinan DPR dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dengan menggunakan sudut pandang siyasah syar’iyyah untuk menjelaskan bagaimana mekanisme pemilihan pimpinan DPR mencerminkan nilai-nilai kemaslahatan dan keadilan atau sebaliknya. Penulisan peneliti lebih terfokus pada analisis implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 terhadap pelaksanaan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR.
14
Muhammad Iqbal, 2015, Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR dalam Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perspektif Siyasah (Syar’iyyah), Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakata, hlm. 8.
9
E.
Kegunaan Penelitian
1.
Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan hukum, secara khusus bagi bidang ketatanegaraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan implikasi pemilihan pimpinan DPR secara paket terhadap hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. Selain itu, temuan dalam penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai dasar dalam pengaturan hak memilih dan dipilih anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR. 2.
Bagi Praktik Ketatanegaraan Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk mewujudkan hak
memilih dan dipilih anggota DPR berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 untuk menjadi pinpinan DPR.