KORELASI SATURASI OKSIGEN PERKUTAN DENGAN PARAMETER DERAJAT KEPARAHAN (SEVERITY) PADA ASMA EKSASERBASI BERDASARKAN KRITERIA GLOBAL INITIATIVE OF ASTHMA 2008 Isnin Anang Marhana *, Muhamad Amin** * PPDS I IP Paru FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. ** Staf Bag/SMF IP Paru FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Abstrak Faktor penting dalam pengelolaan asma adalah penilaian berat serangan. Global Inisiative of Asthma (GINA) 2008 membagi derajat keparahan asma eksaserbasi dengan salah satu variabelnya adalah kadar saturasi oksigen. Pemeriksaan saturasi oksigen perkutan adalah tehnik yang murah, non invasif yang dapat mengukur derajat oksigenasi. Korelasi saturasi oksigen perkutan dan variabel lainnya dari GINA sampai sekarang belum ditentukan secara adekuat. Studi analisis observasional ini mengkorelasikan saturasi oksigen perkutan dan variabel lain dari GINA 2008. Studi dilakukan pada pasien asma eksaserbasi di ruang gawat darurat RSUD Dr. Soetomo antara April-Oktober 2009. Subyek dilakukan anamnesa, diagnosa fisik, analisa gas darah dan pengukuran saturasi oksigen. Total 43 subyek diperiksa, sebagian besar perempuan (25 orang). Rata-rata umur 36 tahun. Derajat eksaserbasi ringan 39,5%, sedang 44,2%, berat 11,6% dan ancaman gagal napas 4,7%. Didapatkan korelasi yang bagus antara saturasi oksigen perkutan dengan derajat keparahan (r=0,871, p<0,0001). Korelasi sangat kuat didapatkan pada respiratory rate (r=772, p<0,0001) dan PaO2 (r=0,764, p<0,0001). Korelasi kuat pada sesak napas(r=0,605; p<0,0001), PEFR setelah terapi bronkodilator (r=0,704; p<0,0001) dan pCO2 (r=0,732; p<0,0001), korelasi sedang pada kemampuan berbicara(r=0,531; p<0,0001) dan kesadaran (r=0,517; p<0,0001), korelasi lemah pada penggunaan otot napas tambahan dan retraksi suprasternal (r=0,492; p<0,001) dan wheezing (r=0,448; p<0,002), korelasi sangat lemah pada nadi per menit (r=0,210; p<0,172) dan pulsus paradoksus (r=0,129; p<0,405). Kesimpulan: Saturasi oksigen perkutan mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan derajat keparahan, respiratory rate dan PaO2, serta dapat mencerminkan derajat keparahan dari asthma eksaserbasi pada kondisi tertentu.
Kata kunci : asma eksaserbasi, saturasi oksigen perkutan PENDAHULUAN Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi serta penyempitan saluran napas bagian bawah yang bervariasi. Asma eksaserbasi (serangan asma atau asma akut) adalah episode peningkatan progresif napas pendek, batuk, wheezing atau sesak di dada atau kombinasi dari gejala ini.(1) Faktor penting dalam pengelolaan asma adalah penanganan eksaserbasi dengan penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan serangan akut. Penanganan serangan karena penilaian berat serangan yang tidak tepat berakibat pada pengobatan yang tidak adekuat. Kondisi penanganan tersebut menyebabkan perburukan asma yang menetap, menyebabkan serangan berulang dan semakin berat sehingga berisiko jatuh dalam keadaan asma akut berat bahkan fatal.(1-3) Identifikasi penderita saat eksaserbasi sangat membantu dalam pengelolaan serangan asma, penggunaan sarana terapi, meningkatkan strategi prevensi dan mengurangi morbiditas asma.(4) Global Initiative of Asthma (GINA) 2008 menjelaskan pembagian derajat keparahan (severity) asma pada kondisi eksaserbasi (tabel 1) dengan salah satu variabelnya adalah kadar saturasi oksigen darah (SaO2).(1) Pada asma eksaserbasi di mana terjadi hipoksemia, derajat penurunan kadar oksigen dapat diukur dengan pemeriksaan analisa gas darah (AGD). Keuntungan dari pemeriksaan AGD, selain dapat mengetahui SaO2, juga dapat mengetahui kadar karbondioksida darah (pCO2) dan pH darah. Tetapi pemeriksaan AGD memiliki beberapa kekurangan antara Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
lain invasif bagi penderita, bersifat statis (isolated point in time) serta tidak semua fasilitas kesehatan memiliki alat pemeriksaan AGD karena mahal. Pemeriksaan kadar oksigen dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat pulse oximetry. Keuntungan alat ini adalah non invasif, kadar oksigen perkutan dapat diketahui secara real time, alat yang praktis dan mobile serta harga alat yang relatif terjangkau.(8) Namun variabel-variabel mana dalam pedoman GINA yang memiliki korelasi lebih kuat dengan derajat saturasi oksigen pada pulse oximetry masih belum banyak diteliti. Karya akhir ini akan meneliti korelasi saturasi oksigen yang diperiksa dengan alat pulse oksimetri dengan variabel-variabel dari asma eksaserbasi yang terdapat pada GINA 2008 (Tabel 1). METODE Studi Populasi Populasi penelitian adalah pasien asma eksaserbasi akut di IRD RSU. Dr. Soetomo Surabaya dengan sampel penelitian adalah anggota dari populasi yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi Prosedur Umum Pasien asma eksaserbasi yang memenuhi kriteria mengisi informed consent, diperiksa saturasi oksigen, analisa gas darah, dan parameter WHO untuk Asma Eksaserbasi. Kriteria inklusi meliputi pasien dewasa usia 20-40 tahun dan bersedia ikut penelitian dengan menandatangani informed consent. Sedang kriteria eksklusi meliputi penderita penyakit komorbid (diabetes mellitus, anemia, methemo-globulinemia), merokok, under nutrisi dan memakai cat kuku
5
Tabel 1. Pembagian derajat asma eksaserbasi(1)
Metode Statistik Data diolah dengan uji statistik korelasi Pearson untuk data numeric berdistribusi normal dan korelasi rank Spearman untuk data numeric tidak berdistribusi normal. HASIL Subyek penelitian adalah 43 sampel penderita asma eksaserbasi di Instalasi Rawat Darurat RSU dr Soetomo Surabaya. Dari 43 penderita asma eksaserbasi tersebut terdiri dari perempuan (56,8%) dan laki-laki (43,2%). Rata-rata umur penderita adalah 36,66 tahun. Kelompok umur terbanyak adalah antara 30-39 tahun (34,9%). Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan sebagian besar subjek dengan keluhan sesak napas namun masih mampu berbicara dan menceritakan keluhannya dalam posisi duduk (41,9%). Kemampuan berbicara dalam kuesioner GINA 2008 dibagi tiga, yaitu pasien mampu berbicara dalam kalimat, frase, dan kata-kata. Dalam penelitian ini didapat hasil tertinggi subjek mampu berbicara dalam frase yaitu sebanyak 18 subjek (41,9%). Subjek dengan kesadaran tidak tenang, gelisah (dapat agitated) memiliki frekuensi tertinggi pada penelitian ini yaitu sebanyak 20 subjek (46,5%). Subjek dengan pernapasan per menit (respiratory rate) meningkat, namun kurang dari 30 kali per menit sebanyak 32 orang (74,4%). Pada penelitian ini didapatkan hasil subjek dengan penggunaan otot napas tambahan dan retraksi suprasternal sebanyak 27 orang (62,8%), pergerakan Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
torako abdominal sebanyak 2 orang (4,6%). Pada pemeriksaan auskultasi, didapatkan wheezing dengan intensitas keras sebanyak 20 orang (46,5%). Pada pemeriksaan fisik didapatkan jumlah subjek dengan nadi 100-120 kali per menit sebanyak 18 orang (41,9%) dan nadi lebih dari 120 kali per menit sebanyak 18 orang (41,9%) Pemeriksaan faal paru dengan peakflowmeter dilakukan pada subjek penelitian sebelum dan setelah mendapatkan terapi. Hasil perbaikan didapatkan lebih dari 80% sebanyak 13 orang (30,2%), 60-80% sebanyak 25 orang (58,1%), dan hasil PEFR kurang dari 60% atau kurang dari 100 L per menit sebanyak 5 orang (11,7%). Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada subjek penelitian sebelum mendapat terapi asma eksaserbasi. Dari hasil analisa gas darah didapatkan PaO2 ringan sebanyak 18 orang (41,9%), PaO2 sedang sebanyak 20 orang (46,5%) dan PaO2 berat sebanyak 5 orang (11,6%). Dari hasil analisa gas darah, didapatkan hasil PaCO2 pada derajat keparahan ringan-sedang sebanyak 34 orang (79,1%), dan PaCO2 pada derajat keparahan berat sebanyak 9 orang (20,9%). Saturasi oksigen perkutan dilakukan saat pasien datang ke Instalasi Rawat Darurat (IRD) dengan menggunakan alat pulse oxymetry yang terstandarisasi (caliberated). Didapatkan hasil saturasi oksigen pada derajat keparahan ringan sebanyak 16 orang (37,2%), sedang sebanyak 20 orang (46,5%) dan berat 7 orang (16,3%).
6
17
19
5 2
Ringan
Sedang
Berat
Ancaman Gagal Napas
Gambar 1. Frekuensi Derajat Eksaserbasi Setelah melewati anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan (meliputi pemeriksaan analisa gas darah, peakflowmetry, saturasi perkutan) serta hasilnya dicocokkkan pada kuesioner GINA 2008, maka didapatkan hasil subjek dengan derajat eksaserbasi ringan sebesar 17 orang (39,5%), derajat eksaserbasi sedang sebesar 19 orang (44,2%), derajat eksaserbasi berat sebesar 5 orang (11,6%) dan derajat eksaserbasi yang mengancam terjadinya gagal napas sebesar 2 orang (4,7%). Karakteristik frekuensi Derajat Eksaserbasi subjek dapat dilihat pada gambar 1. Dari hasil penelitian ini secara analisa statistik diolah, dengan uji statistik korelasi Pearson untuk data numeric berdistribusi normal dan korelasi rank Spearman untuk data numeric tidak berdistribusi normal. Didapatkan hasil saturasi oksigen perkutan dengan parameter-parameter derajat keparahan pada GINA 2008 yang memiliki korelasi yang sangat kuat adalah respiratory rate, PaO2 dan PaCO2. Sedangkan bila dihubungkan dengan derajat eksaserbasi yang memiliki korelasi sangat kuat adalah respiratory rate, PEFR post terapi, PaO2 dan PaCO2. Hubungan korelasi ini dijelaskan pada tabel 2. DISKUSI Pada penelitian ini tampak korelasi yang sangat kuat antara derajat eksaserbasi asma dengan saturasi oksigen perkutan (r=0,871; p<0,0001). Korelasi saturasi oksigen perkutan dihubungkan dengan parameter derajat keparahan menurut kriteria GINA 2008 didapatkan juga hubungan sangat kuat pada parameter peningkatan respiratory rate (RR) dan pO2 pada pemeriksaan analisa gas darah (r=0,772 dan 0,764; p<0,0001). Respiratory rate sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan asma eksaserbasi akut. Beberapa faktor yang mempengaruhi respiratory rate meliputi hipoksia, hiperkarbia, kecamasan, febris, sepsis dan metabolik asidosis.(21) Penelitian Noll dan Byers (1995) menghasilkan hasil yang sama namun pada setting intensive care.(22) Selama episode eksaserbasi akut, perubahan faal paru yang mendadak dapat bermanifestasi sebagai suatu sesak napas. Sesak napas dapat terjadi pada kondisi hipoksia Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
maupun hiperkapnea. Lougheed dkk(23) menjelaskan mekanisme sesak napas pada asma eksaserbasi akut. Hiperinflasi dinamik dari otot napas inspirasi mempengaruhi fungsi respirasi dan berkontribusi terhadap terjadinya sesak napas saat asma eksaserbasi, bila perubahan ini terjadi selama periode waktu tertentu (hari atau minggu) keluhan sesak dapat berkurang karena underestimasi terhadap derajat keparahan asma. Pada penelitian ini saturasi oksigen perkutan berkorelasi kuat dengan parameter sesak napas (r=0,605; p<0,0001), PEFR post bronkodilator (r=0,704; p<0,0001) dan pCO2 (r=0,732; p<0,0001). Spirometri merupakan standar emas dalam menentukan derajat asma, pemeriksaan ini obyektif dan non-invasive. Perbaikan FEV1, nilai absolut FEV1 dan PEFR post bronkodilator merupakan indikator terbaik untuk menentukan apakah penderita memerlukan perawatan rumah sakit atau tidak.(24) Indeks aliran udara yang paling sering digunakan adalah PEFR, dimana aliran udara tertinggi dicapai selama manufer Forced Vital Capacity (FVC). Peak flow meter merupakan alat yang portable dan mudah digunakan, murah dan reliable. Namun, dalam penggunaannya PEFR dapat menunda penatalaksanaan karena diperlukan data dua atau tiga kali pemeriksaan PEFR, dapat mencetuskan batuk, pemeriksaan ini memerlukan kerjasama yang baik dengan penderita, hasil yang baik berkaitan dengan usaha pasien (effort dependent) dan hanya dapat mengukur aliran udara pada saluran napas besar. Brenner (1999) mendemonstrasikan bahwa pada pasien dewasa, PEFR merupakan metode obyektif yang paling berguna dalam menentukan derajat keparahan, meskipun pengukuran saturasi oksigen adalah pemeriksaan yang paling simpel dan paling sering digunakan. Nowak pada buku Brenner (25) mendemonstasikan korelasi kuat antara PEFR dan FEV1 pada penatalaksanaan asma dengan nilai-r antara 0,7370 dan 0,8615. Penelitian Tierney (2004) menunjukkan hasil yang berbeda dan menyimpulkan bahwa PEFR tidak memberikan informasi prediktif tentang asma eksaserbasi, namun pada penelitian ini menggunakan McMaster Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) bukan berdasar parameter-parameter GINA 2008. Pemeriksaan analisa gas darah harus dilakukan
7
Tabel 2. Korelasi parameter derajat keparahan (severity) pada asma eksaserbasi berdasarkan pedoman GINA 2008 dengan saturasi oksigen perkutan dan derajat eksaserbasi asma. SaO2
Parameter derajat keparahan
Derajat eksaserbasi harga p
r
harga p
r
Sesak Napas
0,605
0,0001*
0,708
0,0001*
Kemampuan Berbicara
0,531
0,0001*
0,564
0,0001*
Kesadaran
0,517
0,0001*
0,508
0,0001*
Respiratory Rate
0,772
0,0001*
0,794
0,0001*
0,492
0,001
0,331
0,028
Wheezing
0,448
0,002
0,377
0,012
Nadi
0,210
0,172
0,382
0,011
Pulsus Paradoxus
0,129
0,405
0,192
0,212
PEF setelah terapi
0,704
0,0001*
0,769
0,0001*
PaO2
0,764
0,0001*
0,890
0,0001*
PaCO2
0,732
0,0001*
0,862
0,0001*
Penggunaan tambahan suprasternal
otot dan
napas retraksi
* Bermakna pada ά < 0,05
pada pasien dengan PEFR kurang dari 25% predicted, klinis yang buruk dan tidak ada perbaikan obyektif dari terapi.(25) Penggunaan otot napas tambahan merupakan indikator obstruksi jalan napas berat, dan adanya retraksi sternocleidomastoideus atau suprasternal berhubungan dengan penurunan faal paru. Penggunaan otot napas asesori dapat digunakan sebagai petunjuk pada obstruksi jalan napas berat.(24) Pada darajat keparahan yang memberat, insiden retraksi sternocleido mastoideus meningkat. Pada FEV1 kurang dari 1000 ml, retraksi sternocleidomastoideus didapatkan pada 50% kasus, dimana hipoksemia dan hiperkarbia hanya didapatkan 35% dan 15%. Implikasi dari penemuan ini adalah retraksi sternocleidomastoideus dapat mencerminkan suatu tanda hipoksemia atau hiperkarbia dan merefleksikan severitas bronkospasme. Pada penelitian ini didapatkan korelasi yang lemah (0,492) antara saturasi oksigen perkutan dengan penggunaan otot napas tambahan dan retraksi suprasternal. Hal ini dapat dipahami karena pada penelitian ini persentase asma berat dan yang mengancam gagal napas relatif kecil (11,4% dan 4,5%) bila dibandingkan dengan asma eksaserbasi ringan dan sedang (40,9% dan 43,2%). Pada 102 pasien asma akut usia 15-45 tahun, Kelsen dkk pada buku Brenner (1999) menemukan retraksi sternocleidomastoideus pada 40% kasus. Lebih sering didapatkan pada hipoksemia (pO2 < 60 mmHg) atau hiperkapnea (pCO2 > 45 mmHg), dimana terjadi pada 20% dan 10% kasus. (2, 25-26) Wheezing dapat didengar pada semua fase siklus respirasi. Wheezing pada fase inspirasi dapat terjadi pada penyempitan saluran napas besar, dan wheezing pada fase ekspirasi dapat terjadi pada penyempitan saluran Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
napas kecil. Pada penelitian ini saturasi oksigen perkutan berkorelasi lemah dengan parameter penggunaan otot napas tambahan (r=0,492; p<0,001) dan wheezing (r=0,448; p<0,002). Takikardi pada pasien asma eksaserbasi dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti febris, dehidrasi, nyeri dada, aktivitas simpatik, pengaruh obatobatan atau hipoksia. Mekanisme takikardia pada asma dijelaskan melalui central reflex loop karena kondisi hipoksia. Selain disebabkan obstruksi jalan napas, kondisi kecemasan (anxiety) dapat memperberat kondisi sesak, pada penelitian Cordina (2009) menyebutkan 51,5% pasien datang ke unit gawat darurat dengan kondisi cemas dan hal ini memperberat keluhan sesak napas penderita.(20, 25) Pada penelitian ini saturasi oksigen perkutan berkorelasi sangat lemah dengan parameter nadi (r=0,210; p<0,172) dan pulsus paradoksus (r=0,129; p<0,405). Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar sampel berada pada derajat eksaserbasi ringan-sedang dan ketika di unit gawat darurat sebagian besar penderita dalam kondisi stress dan cemas sehingga nadi meningkat. Sudah menjadi suatu kesepakatan bahwa asma berakibat pada kondisi hipoksemia, sangat beralasan bahwa pemeriksaan pulse oksimetri adalah suatu hal yang rasional dan efektif dalam mengevaluasi asma. Pengukuran saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimetri penting pada semua asma akut untuk menunjukkan adanya hipoksemia, dan dapat digunakan untuk memonitor hasil terapi dimana tujuan pengobatan adalah untuk mencapai SpO2 > 92%. Pengukuran SpO2 akan mengindikasikan pasien mana yang dalam kondisi gagal napas dan untuk itu diperlukan terapi intensif. (24) Carruthers dan Harrisson (1999) meneliti 89 pasien asma
8
dewasa yang datang ke unit gawat darurat, mereka dengan pembacaan pulse oksimeter kurang dari 92% memiliki resiko signifikan untuk jatuh pada kondisi gagal napas dan harus diperiksa analisa gas darah dan observasi ketat.(25) Studi Geelhoed dkk (1999) menyebutkan bahwa initial SaO2 kurang dari 91% dapat meramalkan suatu respon terapi lini pertama yang buruk pada pasien asma eksaserbasi pediatrik.(25) Pada penelitian ini, korelasi saturasi oksigen perkutan dengan PaO2 pada tiap derajat asma eksaserbasi tidak didapatkan korelasi bermakna, hal ini dapat dipahami karena sebagian besar sampel berada pada derajat ringan dan sedang serta saturasi oksigen perkutan pada beberapa hasil menunjukkan penumpukan (overlapping). Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 1. Keterbatasan penelitian kami adalah jumlah sampel yang relatif sedikit dan data tidak tersebar secara merata. Peneliti menganjurkan selanjutnya ada penelitian lanjutan dengan rancangan lebih baik misalnya studi dengan sampel yang lebih besar, distribusi sampel yang merata dan dilakukan multisenter untuk memperkuat hasil peneltian ini. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada penelitian ini parameter derajat keparahan asma eksaserbasi berdasarkan kriteria GINA 2008 yang memiliki korelasi sangat kuat dengan saturasi oksigen perkutan meliputi respiratory rate dan PaO2 (r=0,772 dan 0,764; p<0,0001), dan yang berkorelasi kuat meliputi kondisi sesak napas, PEFR post bronkodilator dan pCO2 (r=0,605, 0,704 dan 0,732; p<0,0001). Penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada saturasi oksigen perkutan di tiap-tiap derajat eksaserbasi dengan p<0,0001. Namun bila dihubungkan saturasi oksigen perkutan dengan pO2 pada tiap-tiap derajat eksaserbasi, tidak didapatkan korelasi yang signifikan (r=0,708, 218 dan 518). Saran Pemeriksaan saturasi oksigen perkutan dapat dilakukan sebagai salah satu pemeriksaan untuk menentukan derajat asma eksaserbasi dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan pengganti analisa gas darah pada kondisi tertentu. Namun penelitian cross sectional ini dilakukan di satu senter dengan distribusi sampel yang tidak merata sehingga perlu penelitian lebih lanjut dengan distribusi sampel yang lebih merata pada tiap derajat eksaserbasi dengan sampel lebih besar dan dilakukan multisenter untuk memperkuat hasil penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. In: GINA-WHO, editor.2008. 2.Brenner BE. The clinical presentation of acute asthma in adults and children. Emergency Asthma: Marcell Dekker Inc; 1999. p. 201-32. 3.Chenwort M. Adult asthma in allergy and asthma practical diagnostic and management. In: Mahmoudi M, editor. Lange medical book. New York: Mc Grawhil; 2008. p. 124 -33. 4.Mary K. Miller JHL, Dave P. Miller, Sally E. Wenzel. Recent asthma exacerbations: A key predictor of future exacerbations. Respiratory Medicine. 2007;101:481–9. 5.Apter A. Asthma epidemiology. Fishman’s pulmonary disease and disorders. New York: Mc Grawhil; 2008. p. 785 - 98.
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
6.William W. Busse RFL, Jr. Asthma prevention: Taylor & Francis Group; 2005. 7.PDPI. Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003. 8.Sinex JE. Pulse oximetry: principles and limitations. American journal of emergency medicine. 1999;17(1 ):5966. 9.F J Andrews JPN. Critical care in the emergency department: monitoring the critically ill patient. Emerg Med J. 2006;23:561-4. 10.Hardern R. Oxygen saturation in adults with acute asthma. J Accid EmergMed. 1996;13:28-30. 11.Sinex JE. Amarican journal of emergency medicine. 1999;17:59-67. 12.M A Lambert JC. The role of pulse oximetry in the accident and emergency department. Emerg Med J. 1989;6:211-5. 13.Li YT. Pulse Oximetry. American journal of emergency medicine. 2005;23:54-2. 14.Steven J. Barker BH, Katsuyuki Miyasaka, Christian Poets. Principles of Pulse Oximetry Technology. 2006 [cited 2009 February, 25th]. 15.Schutz SL. Oxygen saturation monitoring by pulse oximetry. AACN Procedure manual for Critical Care: W. B. Saunders; 2001. 16.Robert J. Adams KB, Sean Homan, Donald A. Campbell and Richard E. Ruffin. A randomized trial of peak-flow and symptom-based action plans in adults with moderate-tosevere asthma. Respirology. 2001;6:297-304. 17.Steve Cunningham AM. The availability and use of oxygen saturation monitoring in primary care in order to assess asthma severity. Primary Care Respiratory Journal. 2006;15:98-101. 18.Louise A. Jensen JEO, N.G.N. Prasad. Meta-analysis of arterial oxygen saturation monitoring by pulse oximetry in adults. Heart Lung. 1998;27:387-408. 19.NHLBI. Expert Panel Report 3 : Guidelines for the diagnosis and management of asthma2007. 20.Cordina M FA, Vassallo J, Cacciottolo JM. Anxiety and the management of asthma in an adult outpatient population. Ther Adv Respir Dis. 2009. 21.Garcia-Aymerich J, Varraso R, Anto JM, Camargo CA, Jr. Prospective study of physical activity and risk of asthma exacerbations in older women. Am J Respir Crit Care Med. 2009 Jun 1;179(11):999-1003. 22.Noll ML, Byers JF. Usefulness of measures of SvO2, SpO2, vital signs, and derived dual oximetry parameters as indicators of arterial blood gas variables during weaning of cardiac surgery patients from mechanical ventilation. Heart Lung. 1995;24:220-7. 23.Lougheed DM. Breathlessness during induced lung hyperinflation in Asthma. Am J Respir Crit Care Med. 1995;152:911-20. 24.Rodrigo GJ, Rodrigo C, Hall JB. Acute asthma in adults. Chest. 2004;125:1081-101. 25.Cydulka RK, Shah M. Laboratory, Roentgenographic, and ECG Evaluation of Acute Asthma. In: Brenner BE, editor. Emergency asthma: Marcell Dekker, Inc; 1999. 26.Brenner BE, Tyndall JA, Crain EF. The Clinical Presentation of Acute Asthma in Adults and Children. In: Brenner BE, editor. Emergency asthma: Marcell Dekker, Inc; 1999.
9