KORELASI AMILOSA TERHADAP KONSISTENSI GEL, NISBAH PENYERAPAN AIR (NPA) DAN NISBAH PENGEMBANGAN VOLUME (NPV) PADA BERAS VARIETAS LOKAL CORRELATIONS OF AMYLOSE CONTENT ON GEL CONSISTENCY, WATER UPTAKE RATIO, AND VOLUME EXPANSION RATIO OF LOCAL RICE VARIETIES Siti Dewi Indrasari dan Zahara Mardiah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB PADI) Jl. Raya IX Sukamandi, Subang, Jawa Barat.
Abstract The use of rice as a staple food products and raw materials need to consider the properties of the starch. This is because the starch has an important role in determining the cooking and eating quality. Amylose is one of complex carbohydrates in starch that affect the character of starch. Therefore, amylose is an important element to be studied. This research aims to determine the correlation of amylose content on the gel consistency, water uptakes, and volume expansion of the rice grains. The study was conducted at Chemistry Laboratory, Indonesian Centre for Rice Research (ICRR). A total of 42 local rice varieties analyzed the amylose content, gel consistency, water uptake ratio and volume expansion ratio. The results showed that the amylose content is correlated to the gel consistency, as the amylose increased the gel consistency will decreased. However, amylose content showed no correlation with the water uptakes and the volume expansion. Keywords : Rice starch, amylose, gel consistency, water uptake, volume expansion.
Abstrak Penggunaan beras sebagai makanan pokok maupun bahan baku produk perlu memperhatikan sifat pati bahan tersebut. Hal ini karena pati memiliki peran penting dalam menentukan mutu tanak dan mutu rasa beras. Amilosa merupakan salah satu karbohidrat kompleks penyusun pati dan mempengaruhi karakter pati, oleh karena itu amilosa merupakan unsur yang penting untuk dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari korelasi kandungan amilosa terhadap konsistensi gel serta untuk mempelajari pengaruh amilosa terhadap mutu tanak pada beras. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB padi). Sebanyak 42 varietas beras lokal dianalisa kadar amilosa, konsistensi gel, NPA, dan NPV. Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar amilosa berkorelasi terhadap konsistensi gel, semakin tinggi amilosa maka konsistensi gel pati akan semakin rendah. Meskipun demikian diketahui juga bahwa kadar amilosa tidak berkorelasi dengan NPA dan NPV. Kata kunci : Pati beras, amilosa, gel konsistensi, penyerapan air, pengembangan volume.
1
PENDAHULUAN
Beras merupakan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi di negara-negara Asia, salah satunya Indonesia. Jenis beras yang disukai berbeda-beda di tiap daerah, sebagian masyarakat menyukai beras yang pera sementara yang lainnya menyukai beras yang pulen. Selain sebagai makanan pokok, saat ini beras juga memiliki fungsi sebagai bahan baku dalam industri pangan maupun non-pangan. Penggunaan beras sebagai makanan pokok maupun bahan baku produk perlu memperhatikan sifat pati bahan tersebut. Pati merupakan komponen utama sekaligus memiliki peran penting dalam hal gizi pada beras. Pati tersusun atas dua jenis polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Ukuran rantai yang tidak terlalu panjang maupun pendek dari amilosa digabung dengan rantai panjang dari amilopektin menghasilkan efek sinergi yang sangat baik dan menjadi penentu viskositas pasta pati. Meskipun demikian, peran amilopektin dalam sifat fungsional pati sangat sulit untuk ditentukan karena amilopektin memiliki kecenderungan untuk membentuk kumpulan tidak larut air (Zhong et al., 2006). Oleh karena itu amilosa merupakan hal yang paling banyak diteliti dalam memperkirakan karakter pati dari beras. Amilosa merupakan rantai polimer lurus yang tersusun hampir seluruhnya dari DGlukopiranosa yang disambung dengan ikatan α[1-4]. Namun beberapa molekul amilosa memiliki cabang dengan ikatan α[1-6] (hanya sekitar 0,3-0,5 % dari total ikatan). Cabang ini pada umumnya terlalu panjang atau terlalu pendek dan dipisahkan oleh jarak yang lebar. Bentuk ini membuat molekul-molekul dapat berperilaku seperti rantai lurus, selain itu membentuk serat dan selaput
yang kuat serta menyebabkan dapat dengan mudah ter-
retrogradasi (BeMiller, 2007). Saat ini banyak penelitian-penelitian yang menitikberatkan kepada hubungan antara pati dan perilaku gelatinisasinya (Wang, 2010). Hal ini karena pati akan berpengaruh pada mutu tanak dan mutu rasa dari beras. Pati dari beras yang kita konsumsi telah mengalami beberapa proses yang biasanya melibatkan pemanasan lalu pendinginan. Selama proses pemanasan granula pati mengalami gelatinisasi, kehilangan kristalinitas, dan kerusakan organisasi struktur. Selama pendinginan, molekul pati yang terpisah akan membentuk gel lalu ter-retrogradasi secara bertahap hingga menjadi kumpulan semi-kristalin yang bentuknya berbeda dari pati awalnya (Copeland, 2009). Pada beras, amilosa berkontribusi dalam mempengaruhi tekstur dan kelengketan, sedangkan amilopektin mempengaruhi suhu gelatinisasi, karakter tanak dan pasta pati (Tran et al., 2001). Meskipun perilaku penyerapan air pati utamanya dipengaruhi oleh amilopektin, 2
namun amilosa memiliki peran sebagai pengencer sekaligus penghambat penyerapan (Tester dan Morrinson, 1990). Bao et al. (2006) melaporkan bahwa kandungan amilosa merupakan indikator yang baik dalam menentukan kekerasan gel dari pasta tepung beras. Perilaku amilosa terhadap perlakuan panas masih menjadi kontradiksi, sebagian peneliti menyatakan bahwa amilosa tidak menunjukkan korelasi terhadap semua parameter gelatinisasi (Singh et al., 2006) dan tidak berkorelasi terhadap perlakuan panas (Fredriksson et al.,1998; Matveev et al., 2001; Morrison et al.,1993). Namun sebagian peneliti lainnya menyimpulkan sebaliknya, bahwa amilosa berkorelasi terhadap perlakuan suhu dan parameter gelatinisasi (Singh dan Singh, 2001; Singh et al., 2003; Wiesenborn et al., 1994). Hal ini menyebabkan ketidakpastian mengenai korelasi amilosa terhadap karakter mutu tanak dan mutu rasa dari beras. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kandungan amilosa terhadap konsistensi gel, penyerapan air, dan pengembangan volume dari butir beras.
METODOLOGI
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Sukamandi, Jawa Barat. Sampel yang diuji sebanyak 42 padi varietas lokal yang didapatkan dari beberapa lokasi di provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Serang, Lebak, Cianjur, Garut, Subang, Bandung, Majalengka, Sumedang, dan Kuningan. Analisa yang dilakukan adalah kadar amilosa, konsistensi gel, nisbah penyerapan air (NPA), dan nisbah pengembangan volume (NPV). Kadar amilosa ditentukan dengan menimbang sebanyak 100 mg tepung beras dengan ukuran partikel > 80 mesh. Tepung beras dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan secara berturut-turut 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N dan didiamkan selama satu malam. Encerkan larutan dengan penambahan aquades sampai volume 100 ml. Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml lalu ditambahkan dengan 2 ml larutan Iod dan 1 ml asam asetat 0,5 N kemudian diencerkan kembali dengan aquades hingga 100 ml. Absorbansi larutan diukur dengan menggunakan alat Spektrofotometer (Merk Hitachi, model 100-20) pada panjang gelombang 620 nm. Hal yang sama dilakukan dalam pembuatan kurva standar dengan menggunakan potato amylose dengan beberapa tingkat konsentrasi yang berbeda, yaitu 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; dan 1,2 ml. Kadar amilosa beras selanjutnya ditentukan dengan menghitung pengukuran
3
absorbansi sampel dengan standar, kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran (IRRI, 1996). Sedangkan untuk sifat konsistensi gel ditentukan dengan menggunakan 100 mg tepung beras dengan ukuran partikel > 100 mesh. Tepung dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 0,2 ml alkohol 95% (mengandung 0,025% thymol blue) dan 2 ml larutan KOH 0,2 N, lalu dikocok dengan vortex mixer. Tabung reaksi tersebut kemudian dipanaskan menggunakan waterbath (Merk GSL) dengan suhu 90 oC selama 15 menit, diangkat lalu didiamkan selama 5 menit kemudian didinginkan menggunakan air es selama 20 menit. Tabung reaksi lalu diletakkan dengan posisi horizontal/mendatar secara sempurna diatas kertas milimeter selama satu jam. Panjang gel yang mengalir didalam tabung reaksi diukur dengan satuan mm. Sifat pengembangan volume dan penyerapan air nasi diukur dengan cara memasak 8 gr beras dalam wadah bejana kasa yang telah diketahui beratnya, kemudian diukur tinggi permukaan beras dalam wadah menggunakan penggaris. Wadah bejana kasa tersebut dimasukkan kedalam waterbath (Merk GSL) dengan suhu 100 oC selama 30 menit, kemudian diangkat dan dibiarkan dingin selama 15 menit. Tinggi permukaan nasi diukur kembali menggunakan penggaris. Rasio pengembangan volume nasi ditentukan dengan membagi volume nasi dengan volume beras awal. Sedangkan rasio penyerapan air ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Berat nasi – berat beras (gr) Rasio penyerapan air = Berat beras (gr)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar amilosa pada 42 varietas padi lokal yang diuji bervariasi dari 7,01 hingga 27,21% (Tabel 1). Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari semua sampel terdapat 16,7% varietas yang memiliki amilosa rendah/low, 76,2% memiliki amilosa sedang/intermediate, dan 7,1% beramilosa tinggi/high. Hal ini menunjukkan bahwa beras varietas lokal Indonesia memiliki potensi amilosa yang beragam. Wang et al. (2010) mengatakan bahwa beragamnya kandungan amilosa kemungkinan dipengaruhi oleh genetik, zona pertumbuhan, dan lingkungan.
4
Tabel 1. Kadar amilosa, konsistensi gel, NPA, dan NPV dari 42 varietas lokal. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Varietas Abang Adik Ampera Beureum Taleus Beunteur Baligai Merah Bangkok Cempo Abang Cempo Kelut Cere Mentik Cere Beureum Cere Jembar Gemar Huma Pasir Kencana Bambam Ketan Ketupat Mesir Super Midun Mencrit Beureum Pare GH Seriak Layung Super Umbul umbul Kewal Balik Semah Kewal Sabu Kewal Nengsih Beras merah Pungpureuteun Markoti Kewal Cianjur Ketan Bodas Hawara Kawung Lamdaur Sarendi Adik (Hawarakaya) Baod Ketan Hitam Ketan Putih Singgul Morning Pandanwangi
Amilosa (%) 23,54 20,44 20,8 25,38 27,21 22,47 20,28 25,74 20,24 23,19 20,2 24,86 19,36 24,46 23,39 9,2 23,27 20,32 21,59 21,24 20,8 19,48 21,39 20,48
Konsistensi gel (mm) 55 81 82 50 40 60 74 50 80 60 80 60 85,5 76,5 69,5 100 76,5 85,5 79 84 88,5 81 83,5 80,5
NPA 3,5 3,4 3,5 3,5 3,3 3,1 3,3 3,6 3,5 3,8 3,7 3,7 3,26 3,44 3,38 3,37 3,5 3,26 3,17 3,26 3,14 3,13 3,1 3,4
NPV 3,4 3,3 3,4 3,5 3,3 3 2,8 3,3 3,2 3,3 3,3 3,1 3,2 3,2 3,1 3,1 3,3 3,2 3,1 3,2 3,2 3,17 3,1 2,9
22,36 21,47 21,63 16,61 20,48 21,55 22,39 7,41 22,59 22,56 22,07 21,67 21,35 7,01 8,13 22,19 22,51 22,6
75 83,5 86 91,5 80 84 76,5 100 74 75 79 80,5 83,5 100 100 80 80 76,5
3,3 3,2 3,2 3,4 3,5 3,2 3,1 3,3 3,2 3,3 3,2 3,1 3,6 3,5 3,5 3,2 3,5 3,3
3,2 3,1 2,7 2,8 3,1 2,7 2,7 2,5 2,7 2,7 2,72 2,81 3,23 3,23 3,3 2,97 3,3 3,33
5
Korelasi antara kandungan amilosa dengan konsistensi gel dapat dilihat pada Gambar 1. Pola grafik amilosa secara konsisten menunjukkan korelasi terbalik terhadap grafik konsistensi gel. Sebagai contoh kandungan amilosa varietas Ketan Hitam yang terendah, yaitu 7,01 namun memiliki konsistensi gel tertinggi, yaitu 100 mm. Sebaliknya varietas Beunteur yang berkadar amilosa tinggi, yaitu 27,21% ternyata memiliki angka konsistensi gel terendah, yaitu 40 mm. Hasil ini mengindikasikan bahwa amilosa mempengaruhi dan berkorelasi dengan konsistensi gel dari pati beras. 120
Satuan nilai
100
Amilosa (%) Konsistensi gel (mm)
80 60 40 20 0
Varietas Gambar 1. Korelasi kandungan amilosa terhadap konsistensi gel
Gelatinisasi terjadi apabila pati dipanaskan dalam kondisi tersedianya kelembaban yang cukup. Granula-granula pati akan menyerap air lalu mengembang dan menyebabkan kekacauan pada kristalin tanpa bisa kembali pada kondisi semula (irreversible). Menurut teori Harper (1981), mekanisme terjadinya gel dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, granula pati mulai berinteraksi dengan molekul air dan dengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan intermolekul pada kristal amilosa. Kemudian pada tahap kedua terjadi pengembangan granula pati. Tahap akhir adalah mulai berdifusinya molekul-molekul amilosa keluar dari granula sebagai akibat dari meningkatnya suhu panas dan air yang berlebihan, hal ini menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Proses gelatinisasi terus terjadi sampai seluruh molekul amilosa terdifusi keluar granula dan hanya menyisakan amilopektin. Keadaan ini tidak bertahan lama karena dinding granula akan segera pecah sehingga terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun dari molekul amilosa dan amilopektin. 6
Selama pati menjadi dingin terjadi peningkatan viskositas disebabkan oleh pembentukan gel yang disatukan oleh interaksi antarmolekul melibatkan molekul amilosa dan amilopektin. Konsistensi gel yang diukur dari viskositas pasta dingin dari pati adalah indikator yang baik dalam menentukan tekstur nasi yang dihasilkan, terutama untuk beras dengan kadar amilosa tinggi (Tang et al., 1991). Pada gel yang mengandung amilosa sekitar 25% akan menghasilkan gel yang keras karena molekul pati membentuk jaringan, sebaliknya pada gel dengan amilosa yang rendah bertekstur lembut dan tidak memiliki jaringan (Copeland, 2009). Sementara itu nisbah penyerapan air (NPA) dari 42 sampel varietas lokal yang diuji menunjukkan nilai antara 3,1 – 3,8 (Tabel 1). Grafik korelasi amilosa terhadap NPA dan Nisbah pengembangan volume (NPV) disajikan pada Gambar 2. Terlihat bahwa grafik amilosa dan NPV menunjukkan pola ketidakteraturan. Hal ini dapat dilihat pada varietas Ketan hitam yang memiliki kadar amilosa 7,01% dan NPA 3,5; sedangkan pada varietas Singgul dengan kadar amilosa 22,19 menunjukkan NPA 3,2; dan pada varietas Beunteur memiliki kadar amilosa 27,21 dan NPV 3,3. 4 3.5
25
3 20
2.5
15
2 1.5
10 5
Amilosa (%) Nisbah Penyerapan Air (NPA)
0
1 0.5 0
Varietas Gambar 2. Korelasi kandungan amilosa terhadap nisbah penyerapan air (NPA)
Kualitas butir nasi secara ilmiah dilihat dari karakteristik pemanjangan butir, pengembangan volume, dan penyerapan air selama pemasakan (Juliano, 1985). Butiran yang panjang, sedikitnya pengembangan volume, dan penyerapan air yang minimal adalah ciri-ciri dari varietas beras yang berkualitas tinggi (Tang, 1987 dalam Ge et al., 2005). Hal ini
7
NPA
Kadar amilosa (%)
30
dinyatakan juga oleh Kasai et al. (2005) yaitu penyerapan air dari butiran beras selama proses pemasakan adalah fenomena penting dalam menentukan kondisi pemasakan yang optimum. Penelitian-penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi penyerapan air beras adalah karakter fisikokimia seperti kadar protein (AACC, 1962), stabilitas parboiling dan pengawetan (Webb dan Adams, 1970), kandungan amilosa (Juliano, 1979), dan karakter amilografi dan viskositas pasta (Hallick dan Kelly, 1992). Hal ini berarti amilosa bukan faktor tunggal yang mempengaruhi penyerapan air dari beras selama pemasakan. Nisbah penyerapan volume (NPV) menunjukkan kisaran 2,5 – 3,5 (Tabel 1), sedangkan grafik korelasi amilosa dengan NPV dapat dilihat pada Gambar 3. Pola grafik amilosa dengan grafik NPV menunjukkan pola yang tidak konsisten. Beras varietas Ketan hitam dengan kadar amilosa 7,01 memiliki NPV 3,23, sedangkan beras varietas Ketan bodas yang memiliki kadar amilosa mirip dengan Ketan hitam, yaitu 7,41 ternyata memiliki NPV 2,5. Hal ini berarti tidak ada pola korelasi antara amilosa dengan NPV. 4 3.5
25
3 20
2.5
15
2 1.5
10 5
Amilosa (%) Nisbah Pengembangan volume (NPV)
0
1 0.5 0
Varietas Gambar 3. Korelasi kandungan amilosa terhadap nisbah pengembangan volume (NPV)
Kemampuan pengembangan volume dan kelarutan pati merupakan hasil dari interaksi antara molekul air dan rantai pati di dalam amorpus dan daerah kristal. Kelarutan dari pati utamanya dipengaruhi oleh kandungan amilosa sedangkan kemampuang pengembangan volume dipengaruhi oleh amilopektin. Pada penelitian ini diketahui bahwa amilosa tidak berkorelasi terhadap pengembangan volume nasi, hal ini serupa dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sasaki dan Matsuki (1998). Selain itu, Lu et al. (2009) menyimpulkan 8
NPV
kadar amilosa (%)
30
dalam laporan penelitiannya bahwa granula pati dan ketersediaan air merupakan faktor yang menentukan pengembangan volume, namun amilosa sendiri hanya memiliki sedikit efek terhadap pengembangan volume. Teori yang diungkapkan oleh Tester dan Morrison (1990) turut mendukung hal tersebut, mereka mengatakan bahwa pengembangan volume diduga dipengaruhi oleh amilopektin, karena kristal di dalam molekul amilopektin menentukan permulaan dari proses pengembangan dan gelatinisasi. Rantai panjang dari amilopektin dengan derajat polimerisasi ≥ 35 berkontribusi terhadap proses pengembangan volume. Sedangkan amilosa bertindak sebagai pengencer.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan : 1.
Kadar amilosa berkorelasi terbalik dengan konsistensi gel pati beras, semakin tinggi kadar amilosa maka semakin rendah konsistensi gel pati.
2.
Grafik korelasi antara kadar amilosa dengan NPA dan NPV menunjukkan ketidakteraturan dan mengindikasikan bahwa kadar amilosa tidak berkorelasi terhadap NPA dan NPV pada beras.
3.
NPA dan NPV lebih dipengaruhi oleh amilopektin, meskipun demikian amilosa tetap memiliki peran sebagai pengencer dan juga penghambat proses.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Agus Setyono dan Prihadi Wibowo, B.Sc. atas masukan yang berharga dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bao, J., S. Shen, M. Sun, dan H. Corke. 2006. Analysis of Genotypic Diversity in the Starch Physicochemical Properties of Nonwaxy Rice: Apparent Amylose Content, Pasting Viscosity and Gel Texture. Rice Science 58: 259–267. Bemiller J.N. 2007. Starches, Modified Food Starches, and Other Products From Starches. Carbohydrate Chemistry For Food Scientists. AACC. pp 173–224. 9
Copeland Les, Jaroslav Blazek, Hayfa Salman, dan Mary Chiming Tang. 2009. Form and Functionality of Starch. Food Hydrocolloids 23:1527–1534. Fredriksson, H., J. Silverio, R. Andersson, A. C. Eliasson, dan P. Aman. 1998. The Influence Of Amylose and Amylopectin Characteristics on Gelatinisation and Retrogradation Properties of Different Starches. Carbohydrate Polymers 35:119–134. Ge1, X. J., Y. Z. Xing, C. G. Xu, dan Y. Q. He. 2005. QTL Analysis of Cooked Rice Grain Elongation, Volume Expansion, and Water Absorption Using a Recombinant Inbred Population. J. Plant Breeding. 124:121-126. Hallick, J.V. dan V. J. Kelly. 1992. Gelatinization and Pasting Characteristics of Rice Varieties as Related to Cooking Behaviour. Cereal Chem. 36: 91-8. IRRI. 1996. Standard Evaluation System For Rice. INGER Genetic Resources Centre, International Rice Research Institute, Manila, Philippines. Juliano, B.O. 1979. Amylose Analysis in Rice – A Review. Pp. 251-260. In: Proc. Workshop on Chemical Aspects of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines. Kasai, M., A. Lewis, F. Marica, S. Ayabe, K. Hatae, dan C. A. Fyfe. 2005. NMR Imaging Investigation of Rice Cooking. Food Research International, 38, 403–410. Lu Zhan-Hui, Tomoko Sasaki, Yong-Yu Li, Tadashi Yoshihashi, Li-Te Li, Kaoru Kohyama. 2009. Effect of Amylose Content and Rice Type on Dynamic Viscoelasticity of A Composite Rice Starch Gel. Food Hydrocolloids 23 :1712–1719. Matveev, Y. I., J. J. G. Van Soest, C. Nieman, L. A. Wasserman, V. A. Protserov, M. Ezernitskaja. 2001. The Relationship Between Thermodynamic and Structural Properties of Low and High Amylose Maize Starches. J. Carbohydrate Polymers. 44: 151–160. Morrison, W. R., R. F. Tester, E. C. Snape, R. Law, dan M. J. Gidley. 1993. Swelling and Gelatinisation of Cereal Starches. Iv. Some Effects of Lipid complexed Amylose and Free Amylose in Waxy and Normal Barley Starches. Cereal Chemistry. 70:385–391. Sasaki, T., & Matsuki, J. (1998). Effect of Wheat Starch Structure on Swelling Power. Cereal Chemistry. 75: 525–529. Singh, J. dan N. Singh. 2001. Studies on The Morphological, Thermal and Rheological Properties of Starch Separated From Some Indian Potato Cultivars. Food Chemistry. 75: 67–77. Singh, N., J. Singh, L. Kaur, N. S. Sodhi, dan B. G. Singh. 2003. Morphological, Thermal and Rheological Properties of Starches From Different Botanical Sources. Food Chemistry. 81: 219–231. Singh, N., L. Kaur,K. S. Sandhu, J. Kaur, J., dan K. Nishinari. 2006. Relationships Between Physicochemical, Morphological, Thermal, Rheological Properties of Rice Starches. Food Hydrocolloids. 20:532–542. 10
Tang, S.X., G. S. Khus, dan B. S. Juliano. 1991. Genetic of Gel Consistency in Rice (Oryza sativa L.). J. Genet. 70:69-78. Tester, R. F. dan W. R. Morrison. (1990). Swelling and Gelatinization of Cereal Starches. I. Effects of Amylopectin, Amylose, and Lipids. Cereal Chemistry. 67:551–557. Tran, U. T., H. Okadome, M. Murata, S. Homma, dan K. Ohtsubo. 2001. Comparison of Vietnamese and Japanese Rice Cultivars in Terms of Physicochemical Properties. Food Sci. Technol. Res. 7:323-330. Wang Xin Q., Yin Lin Qing, Shen Ge Zhi, Xu Li, dan Liu Qiao Quan. 2010. Determination of Amylose Content and Its Relationship With Rva Profile Within Genetically Similar Cultivars of Rice (Oryza Sativa L. sp. Japonica). Agricultural Sciences In China 9(8): 1101-1107. Web, B.D. dan C. R. Adams. 1970. Laboratory Parboiling Apparatus and Methods of Evaluating Parboilcanning Stability of Rice. Cereal Chem. 47: 708-14. Wiesenborn, D. P., P. H. Orr, H. H. Casper, dan B. K. Tacke. 1994. Potato Starch Paste Behaviour As Related To Some Physical/Chemical Properties. Journal Of Food Science. 59: 644–648. Zhong, F., W. Yokoyama, Qian Wang, dan Charles F. Shoemaker. 2006. Rice Starch, Amylopectin, and Amylose: Molecular Weight and Solubility in Dimethyl SulfoxideBased Solvents. J. Agric. Food Chem. 54: 2320−2326.
11