KOPI DARAT - EDISI KHUSUS Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 8 Februari 2017
Topik #30
Kebijakan Guru Pegawai Negeri Sipil di Sekolah Swasta
Konteks Guru PNS di Sekolah Swasta Cakupan layanan dan distribusi guru berkualifikasi secara merata, masih menjadi isu kompleks di sistem pendidikan Indonesia yang luas ini. Layanan oleh sekolah swasta memainkan peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya di pedesaan dan daerah terpencil. Menurut sejarah, sebagian besar pendidikan formal justru awalnya diselenggarakan oleh organisasi berbasis agama. Hingga hari ini, sekolah swasta yang dinaungi yayasan Islam, Protestan dan Katolik masih setia menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah bagi sejumlah besar siswa di berbagai daerah. Biasanya, sekolah-sekolah ini melayani siswa dari keluarga yang paling tidak mampu. Sebagai contoh, menurut hasil studi ACDP tentang Laporan Analisis Situasi di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) kurang lebih 41% dari 151.000 siswa SD di Pulau Sumba bersekolah di sekolah swasta berbasis agama; di kabupaten Sumba Barat 1 Daya, proporsi siswa di sekolah swasta mencapai 50%. Melihat pentingnya peran pendidikan swasta dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, pemerintah telah berupaya melakukan pemerataan mutu pendidikan negeri dan swasta melalui beberapa tindakan kebijakan, termasuk penyediaan dana BOS dan penempatan PNS di sekolah swasta, termasuk di madrasah dan pesantren swasta. Guruguru PNS ini disebut “guru PNS yang dipekerjakan” atau guru DPK. Di keempat kabupaten di Sumba, secara rata-rata, lebih dari 40% guru di sekolah swasta adalah guru DPK, bahkan di Sumba Tengah saja, guru DPK mencapai setengah dari total guru di sana. Secara keseluruhan, di semua kabupaten di Sumba, 45% guru di sekolah negeri adalah PNS sementara 40% guru di sekolah swasta adalah PNS. Namun demikian, proporsi guru PNS dan non PNS di sekolah negeri dan swasta berbeda-beda menurut daerahnya (lihat Gambar 1). Gambar 1. Proporsi Guru PNS dan Non PNS di Sekolah Negeri dan Swasta di Semua Kabupaten Sumba (persen) Kabupaten
Negeri
Swasta
% PNS
% Non-PNS
% PNS
% Non-PNS
Sumba Barat
38
62
35
65
Sumba Barat Daya
44
56
37
63
Sumba Tengah
47
53
51
49
Sumba Timur
51
49
38
62
Persentase keseluruhan
45
55
40
60
Sumber: (ACDP, 2016)
Isu Penarikan Guru PNS Pada pertengahan Januari 2017 Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang mempengaruhi para guru DPK. Pernyataan tersebut menjelaskan niat Pemerintah untuk mendorong pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 53/2010 secara lebih ketat. Peraturan tersebut membatasi PNS agar bekerja di lembaga pemerintah saja. Bila kebijakan ini diberlakukan, maka guru-guru PNS dari sekolah swasta akan dipekerjakan di sekolah negeri saja.
1
ACDP, 2016. Strategi Peningkatan Efetivitas Pendidikan Dasar di Sekolah/Madrasah di Sumba, NTT. Volume 1: Analisis Situasi Komprehensif. h. 7
Mandat tersebut akan berdampak besar terhadap siswa di SD dan SMP swasta, termasuk madrasah, khususnya mereka yang berada di daerah yang kekurangan sumberdaya pengajar. Mengembalikan guru DPK ke sekolah negeri akan merugikan, khususnya bagi daerah 3T (terdepan, terluar dan terpencil). Seperti yang terjadi pada kasus di Sumba Tengah, di mana mandat tersebut diterjemahkan menjadi usulan realokasi guru PNS ke sekolah-sekolah negeri di Sumba Tengah atau tempat lain, dan mengakibatkan hilangnya setengah dari jumlah total guru di sekolah swasta. Sejumlah kabupaten pun mulai menarik guru PNS mereka dari sekolah swasta, sejak beberapa saat lalu. Pada bulan Februari 2016, Pemerintah Daerah Pekalongan, Jawa Tengah menarik guru DPK secara besar-besaran, tindakan yang 2 menuai kritik pedas dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta atau BMPS. Meski ada Keputusan Bersama Menteri pada tahun 2014 dan surat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang meresmikan dan mendukung penempatan guru PNS di sekolah swasta pada pertengahan 2016, isu penarikan ini mencuat kembali ke permukaan. Menanggapi arahan MenPAN RB tahun 2017 tentang penarikan guru DPK, Wakil Bupati Sumba Timur memperingatkan masyarakat, 3 bahwa penarikan guru PNS akan kembali menghasilkan anak-anak usia sekolah yang terbengkalai di daerah terpencil. Pernyataan resmi pejabat pemerintah baru-baru ini yang mengarahkan guru PNS untuk kembali ke sekolah negeri adalah pengulangan pernyataan serupa sebelumnya dalam serangkaian pesan pemerintah pusat dan daerah yang tidak konsisten tentang guru DPK. Disinyalir, hal ini disebabkan adanya perbincangan kebijakan dan debat berkelanjutan tentang cara menafsirkan kerangka kerja yang mengatur distribusi guru PNS dan penyesuaian sektoral apa saja yang dibutuhkan. Ada sejumlah inkonsistensi kebijakan dari berbagai jenjang hirarki produk hukum — Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Tabel 1 mencatat berbagai arahan kebijakan dan pernyataan publik selama 8 tahun terakhir, yang berubah-ubah antara mendukung dan menentang guru DPK bekerja di sekolah swasta. Lini waktu pada Tabel 1 menggambarkan sikap lembaga pemerintah terkait isu DPK. Peraturan, keputusan dan pernyataan publik yang digambarkan dalam tabel berubah-ubah antara mendukung penempatan guru PNS di sekolah swasta dan menarik mereka. Hal tersebut memberi kesan bahwa kementerian-kementerian yang terkait dengan persoalan ini tidak berjalan selaras. Pola seperti itu menciptakan kebingungan di tingkat kabupaten, yang situasinya semakin diperburuk oleh desas-desus, salah tafsir atas pernyataan publik, dan kecenderungan untuk menganggap sebuah pernyataan pejabat kepada publik sebagai peraturan baru. Perlu adanya kejelasan tentang penempatan guru PNS di sekolah swasta pada tingkat kebijakan, hukum dan peraturan perundangan. Lebih penting lagi, perlu adanya pertimbangan matang tentang kerangka peraturan perundangan terkait pengelolaan dan distribusi guru PNS secara umum di tingkat daerah. Resiko dari implementasi yang kaku atas keseluruhan kebijakan pengelolaan PNS terhadap guru DPK adalah timbulnya dampak ganda pada anak-anak yang kurang beruntung di pedesaan dan daerah terpencil. Anak-anak ini sudah kurang beruntung, karena tinggal di daerah dengan sumber daya yang minim, dan bila guru-guru berkualifikasi ditarik dari sekolah mereka, maka ini berarti melucuti dari satu-satunya sumber daya yang dapat menolong mereka memperbaiki kehidupannya sekarang maupun di masa mendatang.
2 3
http://radarpekalongan.com/354/guru-pns-akan-ditarik-bmps-kota-pekalongan-keberatan/ http://kupang.tribunnews.com/2017/01/20/guru-pns-tidak-mau-mengajar-di-sekolah-swasta
Tabel 1. Arah Kebijakan dan Pernyataan Publik yang Mendukung dan Menentang Guru PNS Berkarya di Sekolah Swasta (2009-2017) Mendorong Guru PNS di Sekolah Swasta
Menentang Guru PNS di Sekolah Swasta
2009: Peraturan Pemerintah No. 63/2009 mengakui PNS yang ditugaskan untuk bekerja di lembaga yang bukan milik pemerintah. 2010: Peraturan Pemerintah No. 53/2010 tentang Disiplin PNS menyatakan, bahwa PNS ditempatkan di lembaga pemerintah, baik itu di Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan tetap mengakui baik PNS yang dipekerjakan, maupun PNS yang diperbantukan. 2014: Keputusan Bersama Menteri No. 5/VIII/PB/2014 mengatur dan meresmikan penugasan guru PNS di sekolah swasta (ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi).
2016 (Juli): Kantor perwakilan Kemenag di Kalimantan Selatan membenarkan di hadapan publik bahwa guru PNS diizinkan mengajar di madrasah swasta, tetapi tidak boleh sebagai kepala madrasah swasta.
2016 (Januari): Dinas Pendidikan di Pekalongan, Jawa Tengah menyampaikan rencana pemda kota untuk menarik guru PNS dari sekolah swasta (Surat No. 420/B/0354).
2016 (Juli): Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, menerbitkan surat (No. 38186/MPK/KP/2016) yang meminta gubernur dan walikota untuk menempatkan secara merata proporsi guru PNS dan tenaga kependidikan di sekolah negeri dan swasta. 2017 (Januari): MenPAN-RB mengarahkan agar semua guru PNS segera kembali mengajar di sekolah negeri dengan mengacu pada PP No. 53/2010 dan mengancam diberlakukannya sanksi disipliner jika tidak dituruti. 2017 (Januari): Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan menerbitkan rencana untuk menarik semua guru PNS dari sekolah swasta, dan seorang Kepala Sekolah SMA Islam Athirah (swasta) membuat pernyataan publik yang mendukung rencana ini.
Narasumber: - Dr. James Modouw, M. MT Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Hubungan Pusat dan Daerah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Widaryati Hestiarsih, S. Kom. Kepala Bidang Pengadaan Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi - Drs. Budiantoro, MBA Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Fungsional dan Teknis Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri - Aloysius Seran Ketua BAPPEDA Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur Lembar Latar Belakang ini disiapkan oleh Tim Knowledge Management, ACDP Indonesia: Isabella Tirtowalujo, Education Specialist ditinjau oleh Dr. David Harding Lead Adviser, Education and Knowledge Management, Fredi Munger, Basic and Secondary Education Policy and Program Reform Specialist dan Muljani Nurhadi, Education Sector Research and Capacity Planning Advisor for Religious Education, diterjemahkan oleh Daniella Situmorang, Tim Komunikasi dan diedit oleh Sari Soegondo, Communication Specialist. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: Daniella Situmorang
[email protected] [email protected] 0812-9718-1088
Fara Ramadhina
[email protected] [email protected] 0811-9890-271