YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 REFLEKSI PENEGAKAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF KEADILAN Oleh : Dr. Ronny Winarno, SH.MHum (Dosen Fakultas Hukum, Universitas Merdeka Pasuruan HP: 085791850845)
Abstraksi Penegakan hukum sebagai refleksi proses pelaksanaan hukum dan merupakan bagian dari usaha untuk menata ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban mencakup hukum, tetapi hukum bukan satu-satunya cara atau jalan untuk menciptakan ketertiban. Hukum berintikan keadilan dan harus ditempatkan sebagai norma tertinggi dalam tatanan bernegara dan bermasyarakat. Kata kunci : Penegakan hukum, keadilan dan kesejahteraan. Abstraction Law of enforcement as the implementation process reflection of law and element from effort build order in the society. An order including of law, but the law not only system or the way for an order building. The law have element a justice to place as a high norm in the structure of to state and sociaties. Key word : law of enforcement, justice and welfare. A. Pendahuluan Konsep penegakan hukum (law of enforcement); or rechtstoepassing; or rechtshandhaving, tidak bisa lepas dari rangkaian proses implementasi kaidah hukum atau peraturan sebagai hukum positif yang harus dipatuhi dan dilaksanakan sesuai nilai-niali keberlakuan hukumnya. Dalam negara demokrasi termasuk negara Indonesia yang memiliki dasar ideologis Pancasila, dengan bingkai negara hukum (Rechtstaats) dan negara kesejahteraan (Wellfare State), idealnya format penegakan hukum mengedepankan berkeadilan dan kesejahteraan rakyat sebagai keharusan mewujudkan tujuan negara dan menjadi landasan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penegakan hukum senantiasa berkenaan dengan kehidupan manusia, sebab penegakan hukum itu bersumber dari kaidah hukum yang diciptakan melalui proses interaksi antar manusia di dalam pergaulan hidupnya dan metamorfosis politik hukum. Jika hukum sudah terbentuk dan penegakan hukum dilangsungkan, maka hukum akan mengatur dan mengarahkan perilaku menusia dalam kehidupan kemasyarakatan di tempat ia berada. Oleh sebab itu secara klasik dan menjadi pemahaman mendasar, bahwa keseluruhan pemikiran dan pembicaraan tentang hukum selalu harus bermula dan bermuara pada aspek kehidupan manusia yang terus tumbuh dan berkembang dalam berbagai seginya.
1
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Adagium zoon politicon menjadi prinsip dasar kehidupan masyarakat yang harus didukung dengan berbagai aturan hukum, sehingga pada konteks penegakan hukum harus pula berubah dan berkembang secara terus menerus dan bersifat positif serta sejalan dengan perkembangan budaya dan peradaban masyarakat. Hal ini secara langsung berkaitan erat dengan keseluruhan sistem sarana pelaksanaan hukum serta mekanisme penegakannya. Prinsip dasar tujuan penegakan hukum tidak bisa dilepaskan dari tujuan akhir kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang terkait dengan nilai-nilai dan falsafah hidup masyarakat itu sendiri, yaitu keadilan (justice). Dengan demikian penegakan hukum yang berkeadilan dimaksudkan untuk mewujudkan kebaha-giaan dan kesejahteraan lahir dan batin dalam kehidupan bersama. Secara normatif penegakan hukum dimaknakan sebagai upaya melaksanakan atau menerapkan aturan hukum sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Penerapan aturan dilaksanakan secara serasi dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku, yang kemudian terwujud dalam pola perilaku. Selama belum ada kesadaran akan hukum, agaknya sukar sekali untuk terwujud proses penegakan hukum yang baik, yang bersendi pada keadilan atau kedamaian. Pemahaman secara filsafati mengenai penegakan hukum dinyatakan dalam konstitusi yakni pada Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Jika mendasarkan pada prinsip dasar Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 merefleksikan adanya suatu hal yang mustahil ketertiban hidup dalam bernegara dan bermasyarakat akan terwujud tanpa dibarengi dengan penegakan hukum yang baik. Padahal dalam setiap masyarakat disamping merindukan kebe-radaan hukum, juga menginginkan hukum itu mampu menertibkan kehidupan melalui penegakan yang baik sesuai fungsi hukum. Jika dikaitkan dengan fungsi hukum menurut Satjipto Rahardjo, bahwa hukum hanyalah bagian dari usaha untuk menata ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban mencakup hukum, tetapi hukum bukan satu-satunya cara atau jalan untuk menciptakan ketertiban.1 Jadi menurutnya, hukum bukan jaminan menjadikan masyarakat itu bisa tertib, tetapi masih dibutuhkan juga kesadaran masyarakat dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Bagi Indonesia, reformasi di segala bidang senantiasa memerlukan tatanan hukum dan perundang-undangan yang mampu memenuhi berbagai macam 1 Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, (catatan kritis tentang pergulatan manusia dan hukum), (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2007), hlm. 21 2
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Masyarakat membutuhkan hukum yang senantiasa mengabdi kepada kepentingan keadilan, ketertiban, keteraturan dan kedamaian guna menunjang terwujudnya masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Tanpa kecuali penegak hukum juga harus tunduk pada hukum sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum. Menurut Mujahidin, secara khusus, masalah hukum, di Indonesia dihadapkan pada tantangan yang berikut :2 Mengembalikan hukum sebagai norma tertinggi, baik bagi warga negara maupun negara. Memulihkan hukum yang berkeadilan dimaknai sebagai sikap dasar masyarakat Indonesia untuk mengakui, menghormati dan menempatkan hukum yang berintikan kepada keadilan di atas kepentingan politik dalam tatanan bernegara dan bermasyarakat. Memulihkan hukum di era reformasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, yang berarti bahwa dalam membentuk hukum harus dilakukan melalui proses yang aspiratif, akomodatif, partisipatif dan kolaboratif dengan tetap mengede-pankan kepentingan rakyat. Dengan demikian permasalahan hukumnya mengenai konstruksi penegakan hukum yang berkeadilan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Sedangkan pisau analisisnya menggunakan teori ujuan hukum. B. Hakekat Penegakan Hukum. Hakekat penegakan hukum secara normatif seiring dengan tipikal negara Indonesia sebagai negara hukum (Rechtstaats), yang dengan tegas diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 ini tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan negara hukum. Akan tetapi dapat dikatakan negara hukum adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Segala tindakan negara dan kebijakan negara harus didasarkan atas hukum yang berarti segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini harus dilandasi hukum sebagai pedoman dan payung hukum yang bersifat imperatif sesuai dengan tujuan hukum. Secara teoritik mengenai tujuan hukum menurut Gustav Radbruch adalah untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. 3 Tujuan hukum Mujahidin, “Pemulihan Hukum Yang Berkeadilan Di Era Reformasi Menuju Kesejahteraan Masyarakat, “ dalam Varia Peradilan, Tahun XXVI No. 301 Desember 2010, hlm. 72-73 3 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2010), hlm. 130 Menurut Radbruch hukum memiliki tiga aspek, yaitu aspek keadilan, finalitas dan kepastian. Aspek keadilan menunjuk pada “kesamaan hak di depan hukum”. Aspek finalitas menunjuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini menentukan tentang isi hukum. Sedangkan kepastian menunjuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memanjukan kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Dapat dikatakan 3 2
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 menjadi salah satu komoponen penyelenggaraan negara hukum. Menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar, konsep negara berdasarkan hukum adalah : Negara dimana menunjukkan adanya kondisi saling percaya antara rakyat dengan pemerintah. Rakyat percaya, bahwa pemerintah tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya. Sedangkan seba-liknya pemerintah percaya, bahwa dalam menjalankan wewenangnya, pemerintah akan dipatuhi dan diakui oleh rakyat. Sehingga dalam arti yang khusus, negara berdasarkan hukum diartikan semua tindakan negara atau pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum atau dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.4 Dengan demikian negara hukum adalah negara yang pemerintah dan pemerintahannya termasuk masyarakatnya jika didalam bertindak selalu mengutamakan dan menegakkan hukum. Jadi penegakan hukum merupakan bagian integral dalam proses mewujudkan negara hukum. Sehingga dalam proses penegakan hukum tidak boleh ada diskriminasi atau perlakuan yang berbeda-beda. Didalamnya berlaku prinsip “equality before the law” atau perlakuan yang sama di depan hukum. Sejalan dengan penegakan hukum ini, Purnadi Purbacaraka, menjelaskan : Penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejewantah serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan memper-tahankan kedamaian pergaulan hidup. Makna menciptakan pergaulan hidup berarti sebagai “social engineering” sedangkan memelihara dan mempertahankan perdamaian hidup berarti sebagai “sosial control”. Berdasarkan pendapat Purnadi, hakikat penegakan hukum dalam perspektif penerapannya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan sistem hukum karena mencakup makna menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar-kan dalam kaidah-kaidah. Adapun mengenai sistem hukum disini menurut Lawrence Friedman, dijelaskannya mengandung tiga unsur penting yang meliputi struktur, substansi dan kultur hukum. Dimaksudkan sebagai struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Dalam struktur ini memperlihatkan tentang bagaimana fungsi pengadilan, juga mengenai pembuatan Undang Undang dan kedudukan hukum badan-badan atau kelembagaan negara serta bagaimana proses hukum itu berjalan dan dijalankan. pula, bahwa dua aspek tersebut, yang pertama merupakan kerangka ideal dari hukum. Sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka operasional hukum. 4 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, “Mewujudkan kedaulatan Rakyat Melalui Pemilihan Umum” Dalam Bagir Manan (editor) Kedaulatan Rakyat. 4
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Berarti disini hakikat proses berlangsungnya sistem tersebut adalah sesuai dengan tatanan yang sudah ditetapkan. Sedangkan mengenai substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang digunakan oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan-perbuatan serta hubungan-hubungan hukum. Peraturan-peraturan dimaksud sebagai legalitas dan dasar hukum pelaksanaan perbuatan yang dilakukan dalam masyarakat. Selanjutnya tentang kultur hukum pada prinsipnya menyangkut tentang sikap-sikap, perilaku dan harapan serta nilai-nilai yang mempengaruhi bekerjanya hukum.5 Bekerjanya sistem hukum tersebut adalah saling terkait antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Sehingga jika sistem ini direfleksikan dalam penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto, maka proses penegakan hukum didalam masyarakat sedikitnya adalah mencakup empat faktor yang mempenga-ruhinya, yaitu (1) kaedah hukum atau peraturan itu sendiri; (2) petugas atau aparat penegak hukum; (3) fasilitas yang akan mendukung pelaksanaan kaedah hukum; dan (4) kesadaran hukum masyarakat. 6 Bilamana terjadi kepincangan pada salah satu faktor tersebut tentunya akan mengakibatkan seluruh sistem terkena pengaruh. Oleh karena itu agar dalam penegakan hukum itu dapat berjalan efektif sesuai dengan tujuannya, maka keempat faktor tersebut harus saling mendukung. Dalam implementasi penegakan hukum juga akan mengalami adanya pengaruh-pengaruh dari faktor-faktor non yuridis, sehingga untuk itulah faktor-faktor tersebut juga perlu dipertimbangkan. Dengan demikian secara teoretik jika dikaji dari teori tujuan hukum, maka hakekat penegakan hukum pada prinsipnya merupakan salah satu bentuk implementasi hukum sebagai konsekwensi Indonesia sebagai negara hukum. Konsep negara hukum tidak hanya melindungi rakyat dan negaranya, namun juga untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Made Arya Utama, yaitu : 7 Negara hukum itu disebut pula sebagai negara kesejahteraan. Menurutnya, negara kesejahteraan adalah negara hukum yang memperhatikan pada upaya mewujudkan kesejahteraan orang banyak. Negara kesejahteraan merupakan suatu bentuk pemerintahan demokratis, yang menunjukkan karakteristik sebagai negara yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat yang minimal.
5
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.154-155 Soerjono Soekanto & Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta : CV Rajawali, 1982), hlm.20 7 I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan, Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, (Bandung : Pustaka Sutra, 2007), hlm.47 5 6
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Jadi karakter ini menunjukkan akumulasi perkembangan upaya negara mewujudkan kesejahteraan rakyat yang sesuai dengan bentuk negara yang ideal dan peran kedaulatan rakyat sebagai salah satu unsur negara hukum.8 Secara normatif, menurut RMAB Kusuma,9 karakteritik suatu negara kesejahteraan mengandung asas kebebasan (liberty), asas kesetaraan hak (equality) maupun asas persahabatan (fraternity) atau kebersamaan (mutuality), yang dapat disamakan dengan asas kekeluargaan atau gotong royong. Oleh karena itu menurut Lemaire seperti dikutip RMAB Kusuma, negara kesejahteraan disebut pula sebagai negara hukum modern yang memiliki tujuan tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menyelenggarakan kesejahteraan umum yang dilakukan oleh pemerintah. 10 Mengenai ciri-ciri negara hukum modern tersebut menurut Bachsan Mustafa, meliputi : 1. Corak negara adalah welfare state, suatu negara yang mengutamakan kepentingan seluruh rakyat. 2. Staatsonhouding telah diganti dengan staatsbemoeienis, artinya negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat. 3. Ekonomi liberal telah diganti dengan sistem ekonomi yang lebih dipimpin oleh pemerintah pusat (centraal geleide ekonomie). 4. Tugas dari suatu welfare state adalah bestuurszorg, yaitu menyelengga-rakan kesejahteraan umum. 5. Tugas negara menjaga keamanan dalam arti luas, yaitu keamanan sosial di segala lapangan kehidupan masyarakat.11
1. 2. 3. 4. 5. 6.
8
Sedangkan tujuan pokok negara kesejahteraan adalah : Mengontrol dan mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi untuk kepentingan publik. Menjamin distribusi kekayaan secara adil dan merata. Mengurangi kemiskinan. Menyediakan asuransi sosial (pendidikan dan kesehatan) bagi masyarakat miskin. Menyediakan subsidi untuk layanan sosial dasar bagi disadvantage people. Memberi proteksi sosial bagi setiap warga negara. 12
Ronny Winarno, Politik Hukum Pengaturan Pengusahaan Air Tanah, Desertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013, hlm. 200 9 RMAB Kusuma, Negara Kesejahteraan dan Jaminan Sosial, Jurnal Konstitusi Vol. 3. Pebruari 2006 (Jakarta : Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 160 10 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), hlm.37 11 Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 8 12 Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : Univ.Atmajaya, 2008), hlm. 6 6
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Menciptakan kesejahteraan masyarakat tidak bisa lepas dari tugas negara dalam melaksanakan organ pemerintahan. Menurut Hans Kelsen, 13 tugas negara meliputi (a) politik sebagai etik, yaitu memilih tujuan kemasyarakatan dan (b) politik sebagai tehnik, yakni bagaimana merealisasikan tujuan tersebut. Dengan demikian dalam perkembangan kenegaraan dan pemerintahan terbentuk negara kesejahteraan (welfare state) sebagai ajaran konkrit dari peralih-an prinsip ”staatsonthouding”, yang membatasi peran negara dan pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menjadi prinsip ”staatsbemoeienis” yang menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai langkah mewujudkan kesejahteraan umum, selain menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde). Disinilah kemudian diperlukan konstruksi penegakan hukum yang ideal dan berkeadilan sebagai konsekwensi Indonesia merupakan negara hukum dan negara kesejahteraan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan keadilan. Sehingga jika dilihat dari teori tujuan hukum, maka dalam setiap proses penegakan hukum selalu mengedepankan nilai-nilai tujuan hukum terkait keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. C. Hubungan Penegakan Hukum Dan Keadilan. Untuk mementukan konstruksi penegakan dalam proses penegakan hukum (law of enforcement) memang tidak bisa dilepaskan dari rangkaian adanya kaidah hukum atau peraturan; aparat penegak hukum; fasilitas yang diperlukan; dan kesadaran hukum masyarakat. Problematika utama penegakan hukum di negeri ini banyak dibicarakan tentang proses penegakan hukum yang bertujuan bagaimana bisa menciptakan keadilan. Secara asumtif dalam keseharian juga ada pelbagai macam pengertian yang timbul. Seperti seorang petugas yang setiap hari berkepentingan dalam konteks ketertiban semata-mata, akan menganggap, bahwa penegakan hukum adalah identik dengan penegakan ketertiban semata-mata. Akibatnya, tanpa adanya penindakan, ketertiban tidak akan mungkin tegak. Demikian pula jika seorang warga masyarakat pedesaan yang sehari-hari hidup dalam sistem pergaulan tersebut, cenderung mempunyai anggapan yang kuat, bahwa suatu sengketa dapat diselesaikan menurut pola perilaku ajeg yang menghasilkan kedamaian. Dia merasa tidak perlu menyelesaikannya di pengadilan, oleh karena mungkin keputusan pengadilan menetapkan, ada pihak yang menang dan
13
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 13-14, 7
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 ada pihak yang kalah. Sehingga di kemudian hari pihak yang kalah akan menuntut kembali. Kondisi yang demikian itulah yang tumbuh, berkembang dan diyakini masyarakat dalam interaksi kehidupannya. Sehingga dapat diasumsikan, bahwa penegakan hukum dan keadilan memiliki hubungan yang saling terkait. Penegakan hukum sebagai jasad dan keadilan sebagai roh penegakan hukum. Oleh sebab itu jika mengamati pola proses penegakan hukum di masyarakat selain tampak adanya peraturan atau hukum yang tertulis, juga ada tatanan hukum yang tidak tertulis yang dikatakan merupakan living law. Substansi hukum yang tertulis dan living law mengandung pemahaman hubungan proses penegakan hukum yang mengarah untuk menciptakan keadilan. Berarti dalam implementasi penegakan hukum di masyarakat, unsur keadilan adalah sebagai salah satu tujuan yang harus menjadi prioritas penegakan hukum. Ketika proses penegakan hukum berlangsung acapkali terdapat kendala antara lain terjadi konfrontasi antara aparat penegak hukum dengan masyarakat. Juga terdapat putusan yang tidak memenuhi norma hukum dan tidak sesuai faktnggodo, kasus Gayus Tambunan dll (Media Jawa Pos, Edisi Maret 2010). Juga kasus Bank Century dan berbagai kasus lain, yang pada akhirnya akan menimbulkan sikap apatis atas hukum dan tidak memperhatikan nilai-nilai keadilan , kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.14 Keadilan diperlukan bersanding dengan kepastian hukum dan kemanfaatan dimana menurut Gustav Radburch, sebagaimana disitir Satjipto Rahardjo :15 Hukum itu dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar dari hukum, yaitu mengandung keadilan, kegunaan (zweckmaszigkeit) atau kemanfaatan dan kepastian hukum. Persoalan tujuan hukum yang didalamnya meliputi aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum, sampai dengan sekarang masih menjadi perdebatan terkait dengan essensi penegakannya, yakni mendahulukan dan mementingkan kepastian hukumnya atau keadilan ataukah kemanfaatannya. Oleh karena itu tujuan akhir bernegara hukum adalah untuk menjadikan kehidupan rakyat dan bangsa ini bahagia. Satjipto Rahardjo menjelaskan, hukum yang tepat adalah hukum yang progresif, yaitu hukum yang mampu mengikuti perkembangan jaman, mampu menjawab perubahan jaman dan mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dan sumber daya manusia
14
Ronny Winarno, Penerapan Sistem Demokrasi Dalam Menjaga Persatuan Dan Konstitusi Serta Penegakan Hukumnya, Jurnal Konstitusi PKKKD-FH Universitas Muhammadiyah Magelang kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI, Volume 1, No. 1, November 2012, hlm. 83 15 Satjipto Rahardjo, Opcit, hlm.19 8
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 penegak hukum itu sendiri. 16 Sehingga di dalam proses penegakan hukum akan berlangsung bagaimana keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum bisa seimbang dan memberikan kedamaian bagi seluruh komponen yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Mengenai tujuan hukum pada prinsipnya terdapat beberapa pendapat seperti menurut Apeldorn, tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Menurut Bellefroid, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas, yaitu keadilan dan faedah. Sedangkan menurut Van Kan mengatakan, bahwa hukum untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.17 Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjukpetunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Dari segi tujuannya, kaidah hukum atau norma hukum tertuju kepada cita kedamaian hidup antar pribadi. Keadaan damai yang menjadi tujuan akhir norma hukum terletak pada keseimbangan antara “rust” dan “orde”, yaitu antara dimensi lahiriah dan batiniah yang menghasilkan keseimbangan antara ketertiban dan ketenteraman, antara keamanan dan ketenangan. 18 Jadi hubungan penegakan hukum dan keadilan merupakan substansi penting yang direfleksikan dalam suatu peraturan tertentu yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan berbagai perbuatan hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa suatu peraturan hukum mengandung unsur penting, yaitu asas-asas hukum. Adapun asas hukum itu sendiri merupakan “jantungnya” peraturan hukum. 19 Lebih lanjut menurut Satjipto Rahardjo : Suatu peraturan hukum memiliki jantung peraturan yang berupa asas hukum, oleh karena itu asas hukum merupakan (1) landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum atau merupakan ratio legi dari peraturan hukum; (2) sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang dan menunjukkan hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan belaka, karena asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis; (3) jembatan antara peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan/ tuntutan etis masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa salah satu substansi tujuan hukum yakni tentang keadilan akan menjadi makna penting ketika setiap orang menyata-kan memiliki hak atas sesuatu yang semestinya menjadi haknya. Hal ni juga menjadi 16
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2006), hlm.ix Wignjodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Gunung Agung, 1983), hlm.19 18 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang Undang, (Jakarta : Raja Grafindio Persada, 2010), hlm. 2-3 19 Satjipto Rahardjo (1), Opcit, hlm. 45 9 17
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 salah satu argumen hukum dalam a theory of justice (teori keadilan) yang dikemukakan oleh John Rawls20 yang menyatakan salah satu prinsip penting dalam keadilan, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas. Dengan demikian dilihat dari teori tujuan hukum, bahwa hubungan penegakan hukum dan keadilan pada prinsipnya sebagai bentuk implementasi mewujudkan tujuan hukum yang diharapkan mampu melindungi kepentingan rakyat dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat (dari aspek das sollen dan das sein). Penegakan hukum bisa diwujudkan dengan sistem hukum yang baik akan mampu menciptakan keadilan. Demikian pula keadilan itu sendiri bisa diwujudkan akan sangat tergantung pada sistem dan proses penegakan hukum yang dilakukan. D. Penegakan Hukum Yang Berkeadilan. Jika memperhatikan hubungan penegakan hukum dan keadilan adalah sejalan dengan perkembangan sejarah hukum dimana Ulpianus menjelaskan mengenai keadilan, bahwa keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya (justitia est perpetua et constans voluntas jus suum cuique tribuendi).21 Esensi nilai-nilai keadilan pada dasarnya berpangkal pada moral manusia yang mewujudkan rasa cinta kasih dan sikap kebersamaan. Dikatakan Thomas Aquinas mengadopsi pandangan Aristoteles, bahwa kebahagiaan dapat dicapai oleh manusia dengan kodratnya yang memiliki hawa nafsu, selera, keinginan dan pikiran, berpadu sedemikian rupa sehingga melakukan pilihan moral dalam membangun perjalanan hidupnya. Kebebasan merupakan suatu syarat yang mutlak bagi suatu tindakan yang dianggap bermoral. Kebebasan membawa serta pengetahuan mengenai berbagai alternatif dan kemampuan untuk memilih alternatif itu. Dengan demikian hukum berkaitan dengan kewajiban yang diletakkan oleh nalar. Jadi nalar sebagai dasar berpikir untuk memberikan sesuatu yang terbaik dan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku nalar, yaitu sebagai dasar untuk menggunakan yang terbaik Berdasarkan nilai keadilan dimaksud yang memiliki nalar, timbul pendapat Thomas Aquinas merumuskan tujuan hukum tidak lain adalah kesejahteraan umum yang meliputi keadilan, perdamaian, ketentraman hidup, keamanan dan jaminan bagi warganya, untuk itulah pemerintah harus menjamin kesejahteraan rakyat tersebut. Salah satu sarana menjamin kesejahteraan itu adalah peran hukum yang mencakup hukum positif juga hukum kodrat.
20
John Rawls, Teori Keadilan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 72 Sumaryono, Etika dan Hukum (Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas), (Yogyakarta : Kanisius, 2002), hlm. 5 10 21
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut terlihat, bahwa memang nilai keadilan sudah ada dalam masyarakat dan sudah dilaksanakan oleh masyarakat. Nilai keadilan hidup dan berkembang dalam masyarakat seiring dengan adagium “Ubi Societas Ibi Ius” (dimana ada masyarakat disitu pasti ada hukum). Sehingga melakukan penegakan hukum yang seadil-adilnya adalah sudah menjadi kewajib-an hukum dalam melindungi dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyara-kat. Negara dan pemerintah berkewajiban untuk melaksakan prinsip-prinsip to respect (memperhatikan), to protect (melindungi) dan to fulfill (memenuhi). Jika beberapa pendapat dan perspektif keadilan tersebut dikaitkan dengan mewujudkan konstruksi penegakan hukum yang berkeadilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam interaksi hukum, maka hal ini jika dilakukan analisis dengan teori tujuan hukum, terlihat kedudukan nilai keadilan tercermin dalam pengaturan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 yang secara normatif harus menjadi acuan dan pedoman didalam menentukan pola penegakan hukum. Kedua pasal dimaksud sebagai pijakan pemikiran mewujudkan penegakan hukum yang seadil-adilnya mengingat pada kedua pasal tersebut mengandung substansi dan nilai dasar sebagai berikut : 1. Adanya nilai pengakuan dan perlindungan kesamaan hukum dan peme-rintahan berbasis keadilan. 2. Adanya nilai keadilan sebagai tujuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.22 Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 mengatur “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Sedangkan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 mengatur sebagai berikut : (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas keke-luargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang me-nguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diku-asai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi eko-nomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelan-jutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseim-bangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang Undang.
22
Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 1999), hlm. 46 11
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Substansi Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 sejalan dengan asas kebijakan yang dituangkan dalam negara Pancasila. Hal ini juga identik dengan pandangan Jeremy Bhentam, bahwa hukum dapat dikonstruksi secara rasional. Sehingga mampu berperan dalam mereformasi masyarakat. Bahkan jika dihubungkan dengan fungsi hukum, Mochtar Kusumaatmadja, 23 merumuskan landasan/kerangka teoritis bagi pembinaan hukum nasional dengan mengakomodasikan pandangan tentang hukum dari Eugen Ehrlich dan teori hukum Roscoe Pound dengan filsafat budaya Northrop dan pendekatan policy oriented Laswell-Mc. Dougal dan mengolahnya menjadi konsepsi hukum yang memandang hukum sebagai sarana pembaharuan, juga untuk menjamin ketertib-an dan kepastian hukum. Berikut skema tentang tugas dan tujuan hukum dalam rangka penegakan hukum yang seadil-adilnya sebagaimana dibawah ini. Gambar Skema tugas hukum dan tujuan hukum
Tugas kaidah hukum
Kepastian Hukum
Ketertiban
Keadilan
Kedamaian
Kesebandingan Hukum
Tujuan Hukum
Ketenteraman/ ketenangan
Sumber : Ishaq, “Dasar-Dasar Ilmu Hukum”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. Dalam skema tersebut terlihat, bahwa keadilan merupakan salah satu esensi yang harus diwujudkan dalam tugas kaidah hukum yang berarti dapat dilaksanakan dalam proses penegakan hukum. Jika hal ini dikaitkan dengan salah satu syarat dari adanya penegakan hukum yang baik, diantaranya mengenai syarat adanya kesadaran hukum mssyarakat, bahwa ada aneka ragam pengartian hukum (arti hukum). Sudah tentu kesadaran tersebut pertama-tama harus datang dari pihak-pihak yang memang berperan sebagai penegak hukum.
23
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2010), hlm.32-33 12
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 Timbulnya berbagai pengartian hukum merupakan suatu keadaan atau gejala yang wajar selama disadari, bahwa kepentingan warga masyarakat memang berbedabeda. Yang agaknya kurang wajar adalah mengorbankan tujuan hukum untuk kepentingan pengartian hukum semata-mata tanpa melihat adanya kemungkinankemungkinan lain yang seyogyanya akan diserasikan. Kalangan hukum yang berkecimpung dalam proses penegakan hukum mungkin akan berpendirian, bahwa yang benar adalah hukum, berarti tata hukum. Akan tetapi tidaklah dapat disalahkan, masyarakat yang berpendirian, bahwa hukum merupakan pola perilaku yang ajeg yang tujuannya adalah kedamaian. Oleh karena itu menurut Gustav Radbruch, di dalam hukum terdapat nilai dasar yang meliputi nilai keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. 24 Ketiga pilar itu acapkali saling konfrontasi karena berisi tuntutan yang berlainan. Menurutnya berdasarkan ketiga pilar itu, tujuan hukum atau cita hukum tidak lain daripada keadilan. Sedangkan keadilan itu sendiri telah ada sebelum adanya hukum. Terkait dengan hal yang demikian itu dapat diartikan, bahwa hukum merupakan penjelmaan dari jiwa serta cara berpikir masyaraka. Artinya, hukum merupakan penjelmaan dari struktur rohaniyah suatu masyarakat. Hukum merupakan penjilmaan dari nilai-nilai sosial budaya dari golongan yang membentuk hukum tersebut. 25 Dengan demikian jika hukum sebagai penjilmaan dari nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat tentunya didalamnya sarat dengan cakupan nilainilai keadilan yang bersifat hakiki dan melekat dalam kehidupan masyarakat. Sehingga nilai-nilai keadilan inilah yang harus mampu mehingga nilai-nilai keadilan inilah yang harus mampu mewarnai proses penegakan hukum. Hukum adalah norma yang mengajak mesyarakat untuk mencapai cita-cita keadaan tertentu seperti terwujudnya keadilan, tetapi tanpa mengabaikan dunia kenyataan. Oleh karena itu karenanya ia digolongkan kedalam norma kultur. Setiap masyarakat memiliki struktur dan substansi hukum sendiri. Yang menentukan apakah substansi dan struktur hukum tersebut diataati atau sebaliknya juga dilanggar adalah sikap dan perilaku sosial masyarakatnya, dan karena itu untuk memahami apakah hukum itu menjadi efektif atau tidak, adalah sangat tergantung pada kebiasaan (custom), kultur (culture), tradisi-tradisi (traditions) dan norma-norma informal (informal norms) yang diciptakan dan dioperasional-kan dalam masyarakat yang bersangkutan. Penegakan hukum merefleksikan keadilan sebagai salah satu aspek konsepsi normatif (apa yang tidak) dan aspek kognitif (dalam hal apa) selalu berhadapan
24 25
Satjipto Rahardjo, Opcit, hlm. 19 Soerjono Soekanto, Opcit, hlm. 33 13
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 dengan gejala atau proses sosial, artinya hukum selalu berada dalam pergerakan (dinamika). Dengan demikian penegakan hukum yang seadil-adilnya dapat dibangun dengan memperhatikan perspektif keadilan dalam pandangan sebagai berikut : 1. Dari sisi hukum yang mengemban fungsi ekspresif, yakni mengung-kapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan keadilan; 2. Dari sisi hukum yang mengemban fungsi instrumental, yakni sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan predikta-bilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana pendidikan serta pengabdian masyarakat dan sarana pembaharuan masyarakat (mendorong, mengkanalisasi dan mengarah-kan perubahan masyarakat). 26 Berdasarkan pemahaman tersebut terlihat, bahwa hal yang perlu dipahami oleh seluruh komponen dalam proses penegakan hukum dalam perspektif keadilan ini adanya tatanan hukum yang dalam kinerjanya selalu mengacu pada hukum sebagai putusan otoritatif (positivitas); hukum sebagai suatu tatanan (koherensi); hukum sebagai pengaturan hubungan antar manusia yang tepat (keadilan); hukum sebagai penjabaran nilai-nilai fundamental dan luhur ke dalam berbagai perangkat aturan perilaku (martabat manusia). 27 Dalam melaksanakan proses penegakan hukum, perilaku dan kesadaran hukum adalah yang menjadi tolok ukur terselenggaranya fungsi dan peran penegakan hukum yang mampu menciptakan keseimbangan perwujudan tujuan hukum agar tercipta keadilan yang dicitakan masyarakat dan negara Indonesia. Untuk itu diperlukanlah pemahaman tentang pengartian hukum baik dalam pengartian yang tertulis sebagai hukum positif maupun dalam pengartian hukum sebagai living law. Pemahaman pengartian hukum dalam pengartian yang tertulis sebagai hukum positif dapat dilihat dari berbagai bentuk hukum yang berlaku dalam keseharian dan yang berlaku saat ini (ius constitutum). Berbagai ketentuan hukum yang harus dipatuhi dan ditaati oleh seluruh warga masyarakat. Sedangkan hukum sebagai living law dimaksudkan disini adalah beberapa aturan hukum yang tidak tertulis, akan tetapai masyarakat sangat mematuhi dan melaksanakan sebagai aturan kehidupan sehari-hari yang diguanakan dalam menyelesaikan berbagai persoalan hukum yang terjadi di dalam masyarakat. Ketidakmengertian pengartian hukum akan menyulitkan penegakan hukum dan ketidakmengertian proses pelaksanaan atau penerapan pengartian hukum juga akan mencederai keadilan, bahkan kesalahan memberikan putusan akan terjadi
26
Arief Sidharta, Refleksi......, Opcit, hlm. 189 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, 1996, hlm. 49 14 27
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 apabila hakekat pengartian hukum tidak dipandang secara luas dengan memperhatikan kemashlahatan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pencapaian negara kesejahteraan bila dikaitkan dengan Pancasila, maka terdapat landasan kedaulatan negara dan nilai-nilai tujuan negara yang di dalamnya mencakup berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu untuk mewu-judkan negara kesejahteraan, maka Pancasila harus tetap dipertahankan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia (way of life). Pendapat Mahfud MD menjelaskan, terdapat 2 (dua) alasan pokok mengapa Pancasila dipertahankan dan tidak diganggu gugat : 1. Pancasila sangat cocok dijadikan platform kehidupan besama bagi bangsa Indonesia yang sangat majemuk agar tetap terikat erat sebagai bangsa yang bersatu; 2. Pancasila termuat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang di dalamnya ada pernyataan kemerdekaan oleh bangsa Indonesia sehingga jika Pancasila diubah, maka kemerdekaan yang pernah dinyatakan (di dalam pembukaan itu) dianggap menjadi tidak ada lagi. Dengan pembu-kaan tersebut, negara Indonesia tidak ada atau bubar. Dalam ke-dudukannya sebagai perekat atau pemersatu Pancasila mampu mem-posisikan diri sebagai tempat untuk kembali jika bangsa Indonesia terancam perpecahan. Dengan demikian penegakan hukum yang seadil-adilnya bisa diwujudkan diantaranya dengan melakukan salah satu paradigma yaitu pembaruan tatanan hukum. Menurut Basuki Rekso Wibowo,28 pembaruan hukum sangat diperlukan, karena dalam perkembangannya pemahaman legisme mendapatkan berbagai kritik sebagai akibat paradigma legisme yang mengandalkan Undang Undang sebagai satusatunya sumber hukum dan tidak jarang banyak berbenturan dengan keadilan. Pembaruan hukum ini dikatakan sebagai pembaruan hukum yang berwajah keadilan. Oleh sebab itu dalam kenyataannya untuk memahami hukum, bukan sematamata dalam perspektif “law in books”, melainkan dalam perspektif yang lebih luas yakni “law in action”, karena sejatinya law in books hanyalah memuat rumusan normatif ideal (das sollen) yang belum tentu dengan sendirinya akan menjadi operasional dalam kenyataan praktek (das sein). Dalam hal ini Pancasila dapat dipandang sebagai cita hukum (recht idee) maupun “staatfundamentalnorm” (Nawiasky) atau sebagai “grundnorm” (Hans kelsen) dalam rangka melakukan pembaruan hukum. Sebagai cita hukum Pancasila dapat memiliki fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi konstitutifnya, Pancasila menentukan dasar suatu tata
28
Basuki Rekso Wibowo, Pembaruan Hukum Berwajah Keadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII No. 313 Desember 2011, hlm. 5-7 15
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri, sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila itu hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum. Dengan fungsi regulatifnya, Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk itu adil ataukah tidak adil. Sebagai sebagai grundnorm, Pancasila yang menciptakan konstitusi, menentukan isi dan bentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang seluruhnya tersusun secara hierarkhie. Dalam susunan hierarkie Pancasila menjamin keserasian atau tiadanya kontradiksi antara berbagai per-aturan perundang-undangan, baik secara vertikal maupun horisontal. Konsek-wensinya, jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan antara satu norma hukum dengan norma hukum yang berhierakhie lebih tinggi, apalagi dengan Pancasila, berarti terjadi inkonstitusionalitas dan ketidaklegalan (illegality), maka norma hukum yang lebih rendah menjadi batal dan harus dibatalkan demi hukum. Konsep dasar negara kesejahteraan dan negara hukum harus tetap mengedepankan peran hukum. Menurut Mahfud MD, didalam paradigma pembangunan hukum, Pancasila sekurang-kurangnya memiliki empat kaidah penuntun yang jadi pedoman dan pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia, yaitu : 1. Hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan bang-sa dan karenanya tidak boleh ada hukum yang menanamkan benih dis-integrasi; 2. Hukum harus menjamin keadilan sosial; 3. Hukum harus dibangun secara demokratis sekaligus membangun demo-krasi sejalan dengan nomokrasi (negara hukum); 4. Hukum tidak boleh diskriminatif”. Dengan demikian tugas negara dalam penegakan hukum pada negara kesejahteraan merupakan pengemban (costudian) amanat rakyat. Negara kesejahteraan adalah negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat saja, akan tetapi merupakan pemikul utama tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Terciptanya proses penegakan hukum yang baik, maka akan tercipta negara kesejahteraan. E. Penutup. 1. Kesimpulan. Bahwa refleksi penegakan hukum dalam perspektif keadilan lebih mengedepankan penerapan hukum yakni harus sesuai dengan legal formal, sehingga metoda penegakan hukum yang berkeadilan belum sepenuhnya terwujud terutama untuk keseimbangan antara keadilan, kepastian hukum dan 16
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243 kemanfaatan hukum mengingat didalam penegakan hukum akan bertemu dengan living law. 2. Saran. Masyarakat dan seluruh aparat perlu memahami konteks keadilan sebagai salah satu tujuan penegakan hukum. Jika dikehendaki adanya penegakan hukum yang berkeadilan diperlukan pembaruan hukum yang berwajah keadilan.
DAFTAR PUSTAKA Buku Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju, 1999 Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bogor : Ghalia Indonesia, 2004 I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan, Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Bandung : Pustaka Sutra, 2007 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang Undang, Jakarta : Raja Grafindio Persada, 2010 John Rawls, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum, Yogyakarta : Genta Publishing, 2010 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangun-an Nasional, 1996 Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Univ.Atmajaya, 2008 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006 Ronny Winarno, Politik Hukum Pengaturan Pengusahaan Air Tanah, Desertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006 ---------------------, Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2006 -----------------------, Biarkan Hukum Mengalir (catatan kritis tentang pergulatan manusia dan hukum), Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2007 Soerjono Soekanto & Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta : CV Rajawali, 1982 Sumaryono, Etika dan Hukum (Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas), Yogyakarta : Kanisius, 2002 Wignjodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Gunung Agung, 1983 Undang Undang 17
YURIJAYA, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Pengkajian Masalah Hukum dan Pembangunan – Edisi Februari 2017 – ISSN : 2581-0243
UUD NRI Tahun 1945 Jurnal / Media Masa Bagir Manan dan Kuntana magnar, “Mewujudkan kedaulatan Rakyat Melalui Pemilihan Umum” Dalam Bagir Manan (editor) Kedaulatan Rakyat. Basuki Rekso Wibowo, Pembaruan Hukum Berwajah Keadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII, No. 313, Desember 2011 Mujahidin, “Pemulihan Hukum Yang Berkeadilan Di Era Reformasi Menuju Kesejahteraan Masyarakat, “ dalam Varia Peradilan, Tahun XXVI No. 301 Desember 2010 RMAB Kusuma, Negara Kesejahteraan dan Jaminan Sosial, Jurnal Konstitusi Vol. 3. Pebruari 2006, Jakarta : Mahkamah Konstitusi RI, 2006 Ronny Winarno, Penerapan Sistem Demokrasi Dalam Menjaga Persatuan Dan Konstitusi Serta Penegakan Hukumnya, Jurnal Konstitusi PKKKD-FH Universitas Muhammadiyah Magelang kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI, Volume 1, No. 1, November 2012 Jawa Pos, edisi Maret 2010
18