http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=5&startrow=26&style=advanced&session=13 53393879752 Pelanggaran HAM: Presiden Isyaratkan Bersedia Minta Maaf KOMPAS(Nasional) - Sabtu, 18 Feb 2012 Halaman: 2 Penulis: EDN; WHY Ukuran: 2685 Pelanggaran HAM Presiden Isyaratkan Bersedia Minta Maaf Jakarta, Kompas — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengisyaratkan akan bersedia meminta maaf atas kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lampau. Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi pintu masuk bagi penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Air.
LS A
M
Demikian mengemuka saat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM bertemu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Hukum dan HAM, Albert Hasibuan, Jumat (17/2), di kantor Wantimpres. Pertemuan itu ditujukan untuk menyampaikan harapan korban dan keluarga korban agar Presiden menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus pelanggaran HAM 1965/1966, kasus Semanggi I dan II, kasus Mei 1998, kasus Talangsari 1989, dan kasus Tanjung Priok 1984.
pin gE
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965, yang juga korban pelanggaran HAM, Bejo Untung, mengatakan, Albert Hasibuan dalam pertemuan itu sempat menyampaikan bahwa Presiden tahun ini akan bersedia meminta maaf atas pelanggaran HAM masa lalu. ”Negara memang harus berani minta maaf kepada korban pelanggaran HAM tahun 1965 yang ditahan semena-mena dan hingga kini mengalami diskriminasi. Kalau untuk kasus Rawagede saja Belanda mau minta maaf, kenapa untuk kasus di Tanah Air Presiden tidak (meminta maaf)?” kata Bejo yang ditahan di Rumah Tahanan Salemba tanpa proses hukum pada 19701979. Soal kesediaan Presiden meminta maaf, Albert tidak membantah atau mengiyakan. ”Saya cerna dulu, saya laporkan, dan bicarakan dengan Presiden,” ujarnya.
kli
Sumarsih, orangtua korban tragedi Semanggi I, Norma Irmawan, berharap, Presiden dapat menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu sebelum masa jabatan Presiden berakhir. Solusi yang dapat diambil Presiden meliputi meminta maaf, menuntaskan kasus melalui penegakan hukum di pengadilan HAM ad hoc, dan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Koordinator Kontras Haris Azhar berharap, Presiden Yudhoyono tidak sekadar minta maaf. ”Jangan sampai ini tidak ada realisasinya,” kata Haris. Dalam kesempatan silaturahim dengan wartawan, Senin (13/2), Presiden menegaskan, pemerintah serius menyelesaikan kasus-kasus hukum pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan DPR terkait penuntasan penegakan hukum atas pelanggaran HAM itu. Presiden memerintahkan Kejagung untuk memberikan penjelasan kepada publik mengenai langkah-langkah pemerintah. Namun, hingga kini Kejagung belum memberikan penjelasan kepada publik. (EDN/WHY)
http://cetak.kompas.com/read/2012/04/04/02171563/penyelesaian.kasus.ham
Penyelesaian Kasus HAM Hendardi
Diskursus tentang upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia masa lalu kembali mendapat perhatian negara. Inisiatif kajian dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Presiden RI Bidang Hukum dan HAM. Pararel dengan inisiatif di atas, tulisan Franz Magnis-Suseno SJ, ”G30S dan Permintaan Maaf” (Kompas, 24/3), menjadi salah satu medium pembuka diskusi dengan publik.
LS A
M
Penyediaan instrumen hukum sebagai sebuah pilihan politik negara sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU No 39/1999 tentang HAM dan UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dua produk politik itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia selanjutnya dengan kebijakan politik dalam menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi yang kondusif bagi pemajuan HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang mampu menembus kebekuan impunitas atas pelanggaran HAM berat masa lalu.
pin gE
HAM hanya menjadi komoditas politik yang nyaring diucapkan tanpa eksekusi yang memberikan keadilan. Bahkan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat dua periode kepemimpinan nasional nyaris tidak mewariskan apa pun dalam pemajuan hak asasi manusia. Di ujung hari
Masih adakah harapan di ujung masa kepemimpinan SBY untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu? Sebagai sebuah ikhtiar politik, inisiatif mengkaji (dan mendorongnya menjadi tindakan nyata) harus diapresiasi. Meski demikian, memang sulit bagi publik dan keluarga korban untuk percaya mengingat komitmen ini sudah puluhan kali terucap.
kli
Sudah banyak tumpukan dokumen kebijakan yang disiapkan atau disusupkan ke istana agar SBY bertindak. Sudah banyak pula pialang pemajuan hukum dan HAM di lingkaran istana yang membujuk para pegiat HAM untuk terus meyakinkan sang Presiden. Namun, semua ikhtiar itu hanya berujung pada pengarsipan gagasan tanpa tindakan. Para pialang kemudian memperoleh kredit politik premium dari Presiden karena dianggap mampu menjalin komunikasi politik dengan berbagai pihak untuk mengatasi masalah bangsa. Akan tetapi, para korban dan keluarganya tetap dalam nestapa. Dari berbagai laporan kondisi HAM, dapat disimpulkan bahwa komitmen dan integritas SBY tidak teruji dalam pemajuan HAM dan penyelesaian kasus masa lalu. Berbagai pembiaran justru terjadi dan laporan HAM jadi sekadar pengingat di sisa masa kepemimpinannya. Padahal, dengan memimpin selama dua periode, SBY seharusnya punya cukup waktu untuk mewariskan penuntasan kasus HAM bagi rakyatnya.
Deret impunitas Impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM masih menjadi penghalang serius bagi terpenuhinya hak atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan korban pelanggaran HAM berat. Hingga saat ini, proses penegakan hukum pelanggaran HAM masa lalu berhenti sama sekali. Bahkan, Presiden mengabaikan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) DPR tentang Penghilangan Orang secara Paksa, 28 September 2009, yang memuat empat rekomendasi politik untuk mendorong penyelesaian kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
M
Pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh, Papua, peristiwa 1965 sama sekali tidak mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah dan DPR memang pernah mengupayakan mekanisme penyelesaian melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Namun, UU No 27/2004 tentang KKR ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2006.
LS A
Kasus Tanjung Priok 1984 secara formal telah diselesaikan di pengadilan melalui pengadilan HAM ad hoc tahun 2003. Namun, hingga kini korban pelanggaran HAM berat gagal memperoleh kompensasi sesuai amar putusan pengadilan. Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir, peristiwa Wamena 4 April 2003, dan kasus Wasior 2001, menurut Komnas HAM, adalah kasus pelanggaran berat. Namun, semua itu mandek di Kejaksaan Agung.
pin gE
Tak ada upaya
Sepanjang periode kepemimpinan SBY, tidak ada upaya signifikan memutus pelembagaan impunitas atas semua peristiwa di atas. Bahkan, 251 aksi Kamisan yang digelar keluarga korban belum mampu menggerakkan pemerintahan SBY untuk menyusun langkah dan bertindak memutus impunitas pelaku pelanggaran HAM.
kli
Pemerintah SBY dengan sengaja menjalankan politik amnesia. Membuat korban putus asa, rakyat lupa, dan pegiat HAM kehilangan fokus. SBY hanya menggunakan isu pelanggaran HAM sebagai alat tawar politik dengan pelaku dan menjadikannya sebagai alat mengatasi lawan-lawan politik setiap kali perhelatan politik digelar. Padahal, seluruh mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sesungguhnya sudah amat jelas diatur dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. UU ini memiliki keterbatasan, tetapi cukup memadai untuk meretas jalan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu jika ditopang kemauan politik kokoh dan tidak basa-basi.
Lakukan dua hal Oleh karena untuk tujuan keadilan dan pemenuhan hak-hak korban SBY belum bertindak, sebaiknya Presiden dibujuk menyelesaikan pelanggaran HAM sebagai warisan mengesankan bagi diri dan partainya.
Presiden perlu diyakinkan untuk melakukan dua hal di akhir masa kepemimpinannya. Pertama, menangani pelanggaran HAM masa lalu yang secara teknis yudisial sulit dibuktikan menurut ”logika penegak hukum”. Presiden atas nama kepala negara cukup memberi pengakuan dan meminta maaf kepada keluarga korban dan publik. Kedua, terhadap pelanggaran HAM yang terjadi secara teknis yudisial bisa diperiksa, seperti kasus penghilangan orang, dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi setelah tahun 2000, Presiden tinggal memprakarsai pembentukan pengadilan HAM ad hoc sekaligus memerintahkan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan dan penuntutan.
M
Selanjutnya, untuk pemajuan akuntabilitas penegakan HAM, SBY perlu membangun kebijakan politik penegakan HAM yang akuntabel dengan menyediakan legislasi yang kondusif. Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu adalah mandat legal perundang-undangan kita. Oleh karena itu, kewajiban ini melekat pada setiap pemimpin nasional yang berkuasa.
kli
pin gE
LS A
Hendardi Ketua Setara Institute, Jakarta; Ketua Majelis Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia Nasional
kli
pin gE
LS A
M
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=21&startrow=26&style=advanced&session=1 353393879955 G30S dan Permintaan Maaf KOMPAS(Nasional) - Sabtu, 24 Mar 2012 Halaman: 6 Penulis: Franz Magnis-Suseno Ukuran: 7264
Apa yang Salah dengan G30S/PKI? Catatan untuk Franz Magnis-Suseno SJ Sulastomo
M
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=1&startrow=51&style=advanced&session=13 53394301267 Apa yang Salah dengan G30S/PKI? * Catatan untuk Franz Magnis-Suseno SJ KOMPAS(Nasional) - Sabtu, 31 Mar 2012 Halaman: 7 Penulis: Sulastomo Ukuran: 6509 Ilustrasi: 1
LS A
Pada 17 Oktober 1965, dua minggu setelah peristiwa itu, kami berkeliling di Jawa Tengah. Di Klaten, di tepi sebuah sungai, hati kami tersayat melihat mayat bergelimpangan. Itulah dampak peristiwa politik yang diawali dengan penculikan dan kemudian pembunuhan pemimpin teras Angkatan Darat oleh Gerakan 30 September pada 1 Oktober 1965 dini hari.
pin gE
G30S ternyata sebuah gerakan kudeta, terbukti dari berbagai pengumuman pemimpin gerakan itu yang membentuk Dewan Revolusi dan menyatakan kabinet demisioner. Dewan Revolusi di pusat akan ditindaklanjuti dengan pembentukan Dewan Revolusi Daerah. Di Yogyakarta, pembentukan Dewan Revolusi juga disertai pembunuhan Komandan Korem Yogya Kolonel Katamso dan Letkol Soegiono. Di belakang G30S adalah Biro Khusus PKI yang dibentuk Ketua CC PKI DN Aidit. Pengumuman G30S/Dewan Revolusi dipersiapkan oleh Biro Khusus PKI. Wajar jika kemudian G30S diperkenalkan sebagai G30S/PKI meski kemudian dikatakan gerakan itu tak sepenuhnya menjadi kebijakan CC PKI.
kli
CC PKI tidak pernah mengutuk gerakan itu. Begitulah sifat kepemimpinan partai komunis bahwa Ketua CC PKI DN Aidit memiliki wewenang melakukan semua itu. Kalau berhasil, mungkin akan diakui juga sebagai kebijakan semua CC PKI. Pasca-G30S/PKI sebagaimana kita ketahui terjadi gontok- gontokan, bahkan pembunuhan terhadap saudara-saudara kita yang dianggap anggota PKI atau simpatisannya. Ribuan orang terbunuh atau dibunuh, mayat mereka dibuang ke sungai sebagaimana dikemukakan di atas. Bung Karno sebenarnya berusaha melerai, antara lain, dengan mengharapkan peran Himpunan Mahasiswa Islam. Beberapa kali Pengurus Besar HMI melakukan pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Dr Soemarno membicarakan upaya melerai suasana gontok-gontokan ini. HMI mengirim tim ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, harus diakui, upaya melerai ini gagal. Masyarakat sudah telanjur terbius suasana membunuh atau dibunuh. Mengapa? Tidak berlebihan jika peristiwa itu merupakan kelanjutan dari berbagai peristiwa sebelumnya. Suasana politik nasional yang panas mengawali peristiwa G30S/PKI antara yang pro-PKI dan
anti-PKI. Kekuatan anti-PKI satu demi satu dibubarkan, mulai dari Partai Masyumi/PSI, Partai Murba, Gerakan Kebudayaan Manifes Kebudayaan, hingga Badan Pendukung Soekarnoisme yang terdiri atas kalangan pers. Puncaknya tuntutan terhadap pembubaran HMI yang hendak dipaksakan DN Aidit hanya dua hari sebelum G30S/PKI pada rapat umum CGMI yang dihadiri sekitar 10.000 mahasiswa di Istora Senayan di hadapan Bung Karno dan Waperdam Leimena. Baik Bung Karno maupun Pak Leimena menolak tuntutan pembubaran HMI. Suasana politik bertumpu pada Bung Karno, PKI, dan juga Angkatan Darat. Kondisi politik pada waktu itu oleh PKI digambarkan telah ”hamil tua” yang mengindikasikan suatu kejadian luar biasa akan terjadi.
LS A
M
Pada 4 Agustus ada berita Bung Karno sakit. Dikabarkan, Bung Karno kemungkinan tak mampu lagi melaksanakan tugas sehari-hari. Siapa yang akan menggantikan Bung Karno? Rumor politik yang beredar, wajar kalau ada spekulasi antara PKI atau Angkatan Darat. Siapa yang mendahului mengambil inisiatif, dialah yang akan memenangi pertarungan politik nasional. Dengan timbulnya peristiwa G30S/PKI, bisa saja DN Aidit mengambil prakarsa mendahului meski justru berdampak fatal bagi PKI.
pin gE
Sifat gerakan komunis, antara lain, radikal. Demikian juga di Indonesia. Korban berjatuhan dalam jumlah besar dan sering disertai kebiadaban sebagaimana peristiwa Madiun 1948. G30S/PKI juga dimulai dengan penculikan dan pembunuhan keji. Fenomena inilah yang mewarnai kejiwaan rakyat Indonesia pasca-G30S/PKI sehingga suasana membunuh atau dibunuh muncul di masyarakat. Korbannya, ribuan anggota dan simpatisan PKI terbunuh atau termarjinalkan di masyarakat. Kalau mereka mahasiswa, kuliahnya dihentikan; kalau pekerja, bisa kehilangan pekerjaannya dan KTP-nya ditandai khusus sehingga kehilangan hak sipilnya. Hukum karma seolah-olah berlaku meski bisa juga dianggap sebagai pelanggaran HAM sehingga niat Presiden SBY meminta maaf, menurut Romo Magnis, perlu didukung. Secara budaya
kli
Kalau benar Presiden hendak minta maaf atas peristiwa 1965 itu, siapa yang harus meminta maaf ketika partai-partai lawan PKI dibubarkan, pemimpin Masyumi/PSI dipenjarakan tanpa diadili, pemimpin teras TNI/Angkatan Darat diculik dan dibunuh, demikian juga korban peristiwa Madiun 1948? Haruskah Presiden SBY juga minta maaf kepada mereka? Bukankah semua itu juga bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM? Beberapa tahun lalu Ketua CGMI di tahun 1965, Mas Hardoyo, meninggal dunia. Kami dapat pemberitahuan melalui SMS. Di rumah duka banyak perhatian ditujukan kepada kami. Sebagian dari pelayat adalah para bekas tahanan politik PKI atau anggota dan simpatisan PKI. Tanpa kami duga, kami diundang memberi sambutan dan diperkenalkan sebagai ”sahabat” Mas Hardoyo. Di depan jenazah Mas Hardoyo, kami sampaikan bahwa Mas Hardoyo adalah teman diskusi yang sering panas disebabkan kami saling berbeda pendapat. Mas Hardoyo memimpin gerakan pembubaran HMI di kalangan mahasiswa. Namun, sebagai manusia, kami ada persamaan: akan menghadap Tuhan dan pada saat seperti inilah kita harus memaafkan siapa saja yang mendahului
kita. Mas Hardoyo ternyata juga dikebumikan sesuai dengan ajaran agamanya. Beberapa tahun lalu Presiden SBY menganugerahkan kepada Pak Syafrudin Prawiranegara pahlawan nasional. Dapat dikatakan, Pak Syafrudin bisa mereprentasikan pemimpin Masyumi yang hak-hak sipilnya pernah direnggut. Kebijakan Presiden SBY itu bisa dianggap sebagai penyelesaian dengan pendekatan budaya terhadap pelanggaran HAM yang dialami tokoh Masyumi dan anggotanya yang banyak dipenjarakan tanpa diadili. Demikian juga langkah anak-anak eks Darul Islam, anak-anak pahlawan revolusi, dan juga anakanak eks PKI yang berhimpun dalam satu organisasi merupakan pendekatan budaya penyelesaian pelanggaran HAM yang dipelopori anak-anak kita.
Sulastomo Ketua Umum
kli
pin gE
PB HMI 1963-1966
LS A
M
Dengan pendekatan budaya seperti ini dendam di antara sesama warga bangsa dengan sendirinya terkubur. Sebaliknya, minta maaf pada salah satu golongan saja lebih politis sehingga masih meninggalkan implikasi politik. Dengan pertimbangan seperti itu, Presiden SBY tak perlu minta maaf atas kejadian 1965. Pendekatan budaya justru akan lebih memperkukuh upaya rekonsiliasi nasional.
G30S dan Permintaan Maaf Oleh Franz Magnis-Suseno SJ Ada berita mengejutkan: Presiden, katanya, mau mengajukan permintaan maaf kepada para korban segala pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Tanah Air sejak Indonesia merdeka.
Menghindar dari simplifikasi
M
Rencana Presiden ini menuntut sikap kita juga. Kalau di sini saya membatasi diri pada pelanggaran-pelanggaran pasca-Gerakan 30 September (G30S), itu bukan untuk meremehkan pelanggaran-pelanggaran lain. Namun, semata-mata karena raksasanya jumlah orang yang menjadi korban, kompleksitasnya latar belakangnya, beban ketersentuhan emosional, dan kepekaan yang sampai hari ini masih tersisa dalam masyarakat.
LS A
Dari luar negeri, kasus pelanggaran kelihatan jelas. Penumpasan sebuah kudeta kok bermuara pada pembunuhan massal terhadap apa saja yang berbau komunis, disusul kebijakan resmi negara yang menghancurkan eksistensi serta menstigmatisasi sebagai manusia terkutuk jutaan masyarakat yang sedikit pun tidak terlibat, dengan ratusan ribu orang ditahan selama lebih dari 10 tahun. Tak dapat diragukan, kejadian-kejadian itu termasuk salah satu kejahatan terbesar terhadap umat manusia di bagian kedua abad ke-20.
pin gE
Akan tetapi, masalahnya tak sesederhana itu. Kita bisa bertanya: mengapa 46 tahun sesudah peristiwa itu emosi-emosi anti-”PKI” masih begitu kuat; mengapa pengakuan mereka yang pernah ditahan, disiksa, dan dikucilkan merupakan korban begitu sulit? Apakah hanya karena indoktrinasi Orde Baru (misalnya lewat film Pengkhianatan G30S/PKI)? Sejak 1964, saya studi teologi di Yogyakarta. Waktu itu saya semakin khawatir jangan-jangan Indonesia diambil alih oleh kaum komunis. Kesan saya, masyarakat bukan komunis buta terhadap bahaya itu. Namun, tsunami anti-PKI sesudah G30S menunjukkan bahwa saya keliru. Ternyata PKI dibenci dan ditakuti, tetapi orang tak berani mengungkapkannya karena takut dicap anti-Nasakom, ”komunisto-fobi”, atau—lebih gawat—”antek Nekolim”.
kli
Kita ingat: 1995, Pramoedya Ananta Toer—yang selama 13 tahun ditahan, salah seorang sastrawan Indonesia paling diakui secara internasional—mendapat hadiah Magsaysay. Namun, Mochtar Lubis dan sejumlah sastrawan lain protes keras. Bukan karena mau balas dendam, melainkan karena di tahun-tahun sebelum G30S Pramoedya menjadi penghasut yang menyerukan ”pengganyangan” terhadap ”kebudayaan Manikebu, komprador, imperialis, dan kontrarevolusi”, ”kebudayaan setan yang seyogianya sudah harus tidak lagi mengotori bumi Indonesia”. Pramoedya hanya salah satu. Pada tahun-tahun itu semua yang tak tunduk terhadap kebijakan Soekarno yang pro- PKI dihantam dan diancam. PKI menyerukan pengganyangan ”tujuh setan desa” dan ”tiga setan kota”, para lawan politiknya dicap ”Masyumi”. Masyumi sendiri yang pada 1960 dilarang Presiden Soekarno difitnah sebagai musuh revolusi. CGMI menyerukan pembubaran HMI. Suasana penuh kebencian, intimidasi, dan fitnah terhadap segala apa yang
anti-PKI itulah yang meledak sesudah G30S. Sekarang sudah hampir pasti (baca buku John Roosa) bahwa G30S memang dirancang oleh Aidit dan bukan sekadar gerakan beberapa opsir kiri Angkatan Darat (versi PKI dan Cornell Paper tulisan kondang McVey/Anderson). Betul, ”kebijakan” Aidit ini tidak disahkan oleh Politbiro PKI. Kebijakan politik komunis umumnya memang tak ditentukan dalam politbiro, tetapi langsung oleh pimpinan/sekretaris jenderal partai. Bukankah selama September 1965 orangorang PKI bicara tentang ”revolusi yang hamil tua”? Bukankah kader Pemuda Rakyat disuruh siap-siap?
LS A
M
Yogyakarta pada 1 Oktober 1965 diambil alih oleh Dewan Revolusi. Kami waktu itu belum tahu bahwa pengambilalihan itu terjadi dengan membunuh Komandan Korem Kolonel Katamso dan anggota stafnya, Letkol Sugiono. Pada 4 Oktober, kami mendengar, mereka yang diculik ternyata langsung dibunuh (suatu brutalitas yang sulit dimengerti: masak sandera dibunuh sebelum coba diadakan perundingan). Saya langsung teringat kebrutalan komunis di sekian negara di dunia. Kesan saya, orang-orang di Yogyakarta diliputi rasa waswas, seakan-akan tahu ada darah mengalir dan akan ada darah mengalir lagi. Mereka masih ingat peristiwa Madiun, 17 tahun sebelumnya, saat PKI membunuh sekitar 4.000 orang non-kombatan.
pin gE
Akhir Oktober 1965, saya membaca di koran bahwa di Banyuwangi ditemukan sumur berisi 80 mayat santri. Di Yogya, RPKAD sudah sejak 20 Oktober melakukan pembersihan terhadap ”PKI”, didukung masyarakat yang antikomunis. Banyak tokoh komunis dieksekusi. Di Jawa Timur, dan sejak Desember juga di Bali dan tempat lain, para pemuda mulai membunuhi orangorang PKI. Pembunuhan itu berlangsung sampai Februari 1966. Taksiran jumlah terbunuh setengah juta dianggap realistis. Mengerikan? Betul! Namun, sindiran Roosa bahwa pembunuhan itu policy terencana Soeharto saya anggap naif. Pembunuhan-pembunuhan itu—di mana militer memang sangat terlibat— merupakan akibat segala ketegangan yang terakumulasi selama tahun-tahun sebelumnya yang menciptakan situasi yang oleh Mohammad Roem disebut ”mereka atau kami”.
kli
Hal yang sepenuhnya jadi tanggung jawab Soeharto adalah kebijakan resmi negara sesudah 11 Maret 1966. Suatu kebijakan yang sama sekali tak perlu karena PKI sebagai kekuatan politik sudah hancur, sedangkan seorang pemimpin yang bertanggung jawab seharusnya mengusahakan rekonsiliasi. Dasar kebijakan yang diambil justru sebaliknya: menciptakan rasa benci dan dendam gelap, yaitu penghancuran kehidupan serta stigmatisasi ”orang-orang terlibat/tak bersih lingkungan” itu sebagai warga-bangsa yang jahat. Sudah tiba waktunya Sekarang, 46 tahun kemudian, sudah tiba waktunya kita berani menghadapi kenyataan dan mengambil sikap yang bermartabat. Betul bahwa latar itu membuat kita mengerti mengapa sampai terjadi sesuatu yang sedemikian mengerikan. Kompleksitas itu membungkamkan stigmatisasi bangsa Indonesia pasca-1965 sebagai bangsa pembunuh oleh luar negeri. Namun, memahami latar belakang tak berarti membenarkan apa yang terjadi. Kita harus berani
menyebut jahat apa yang jahat. Secara sederhana: Betapa pun suasana politik waktu itu dipenuhi permusuhan dan saling mengancam karena mengganasnya wacana PKI, tetapi meluasnya reaksi anti-G30S menjadi pembunuhan liar besar-besaran—apalagi rancangan pemerintahan Soeharto—tidak dapat dibenarkan. Kita perlu mengakui hal itu. Oleh karena itu, kalau Presiden mau minta maaf atas segala pelanggaran hak-hak asasi manusia pada masa lampau, termasuk atas pelanggaran hak-hak asasi dalam tsunami antikomunis pascaG30S, mari kita dukung!
LS A
Franz Magnis-Suseno SJ
M
Dengan minta maaf kita akan dibebaskan dari sisa kebencian dan dendam warisan pemerintahan Soeharto. Kita tahu, orang yang hatinya masih ada dendam dan benci tak dapat menghadap Pencipta dengan rasa baik. Kita pun ikut bersalah. Bersalah karena kita tidak menyebutkan jahat apa yang jahat, bersalah karena tidak mengakui para korban sebagai korban. Permintaan maaf akan membebaskan hati kita juga.
kli
pin gE
Rohaniwan; Guru Besar Pensiunan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
DESAKAN UNTUK MEMBENTUK KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI Selasa, 10 April 2012
Desakan untuk Membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Senin, 09 April 2012 22:14 WIB
M
BANDA ACEH - Gubernur terpilih Aceh nanti diminta memperhatikan korban pelanggaran HAM dan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sesuai Kesepakatan Helsinki.
LS A
Sejumlah korban pelanggaran HAM menilai calon Gubernur/Wakil gubernur yang mengikuti pemilu kepala daerah pada Senin (09/04/12) tidak memperhatikan korban pelanggaran HAM di masa Daerah Operasi Militer dan masa darurat militer serta sipil di Aceh. Korban pelanggaran HAM Zukilfli Ibrahim mengatakan dalam debat dan kampanye tidak terlalu terlihat bagaimana komitmen para calon mengenai penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa konflik Aceh.
pin gE
"Kami berharap gubernur terpilih nanti melaksanakan isi MOU Helsinki yang antara lain mengatur tentang pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, KKR," kata Zulkifli. Pada tahun 1992, Zulkifli yang merupakan Desa Blangdhod Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie mengalami penyiksaan oleh aparat karena dituduh sebagai penyebab kekalahan Partai Golkar dalam pemilu di wilayah tersebut. "Saya dianggap provokator yang membuat Golkar kalah, saya digantung dengan kepala di bawah selama tiga hari di Pos Kopassus di Tangse" jelas Zulkifli.
kli
Padahal Zukifli mengaku dia tidak aktif dalam partai politik manapun. Setelah dibebaskan dia pun merantau keluar Aceh. Zulkifli pun harus kehilangan sejumlah keluarganya selama konflik Aceh. Sementara itu Nurmah warga Desa Raya Sanggeue Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie setiap malam mendapatkan ancaman pada tahun 1991, sehingga pindah ke Aceh Tamiang. Ketika dalam pengungsian itu, Nurmah kehilangan Suami dan Anak laki-lakinya yang tewas karena ditembak aparat. "Perlakuan terhadap anak saya itu tidak manusiawi, lalu mereka menghancurkan rumah ini mau dibakar, tetapi ada penolakan dari tokoh masyarakat yang menyebutkan bahwa rumah itu adalah rumah mertuanya," jelas Nurmah.
Nurmah juga mendapatkan serangan teror selama lebih dari sepuluh tahun dan baru berakhir setelah perjanjian damai pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka GAM, pada 2005 lalu. "Kami hanya ingin mendapatkan pengakuan dari pemerintah bahwa memang ada pelanggaran HAM dan pembentukan KKR, apabila tidak terlaksana, mungkin kejadian yang telah berlalu itu akan berulang kembali itu mengapa harus ada KKR harus ada pngadilan HAM, " kata Nurmah. Qanun KKR
M
Minggu (08/04) dua orang korban pelanggaran HAM lainnya yaitu Musliadi dan Umar Usman, keduanya dari Kabupaten Pidie juga mengungkapkan keinginan yang sama.
LS A
Keduanya pernah dipenjara karena dituduh membantu GAM, dan sempat dipenjara sampai diberikan amnesti pada 2005 lalu. Sekarang aktif di organisasi korban pelanggaran Ham SPKP HAM. Destika Gilang dari Kontras Aceh menilai komisi rekonsiliasi ini sudah harus dibuat secepatnya.
pin gE
Penyelesaian pelanggaran HAM di Aceh melalui Mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi merupakan bagian dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki, 15 Agustus 2005. Point 2.3. MoU menyebutkan "Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Indonesia dengan tugas merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi". Pembentukan KKR juga dimasukan dalam UU Pemerintahan Aceh kata Destika Gilang seraya mendesak DPRA untuk menyelesaikan Qanun KKR yang telah menjadi prioritas pembahasan pada tahun ini. "Dalam UU Pemerintahan Aceh kan jelas bahwa satu tahun setelah UU PA disahkan sudah harus terbentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dan sudah enam tahun perjanjian damai belum di bentuk juga," kata dia.
kli
Gilang mengatakan meski koalisi NGO juga sudah menyusun rancangan KKR dan telah menyerahkan kepada legislatif, terakhir pada 2010 lalu. Dalam draf RUU KKR yang disusun masyarakat sipil antara lain mendesak pengakuan negara bahwa ada pelanggaran HAM di Aceh dan reparasi terhadap para korban. Koalisi Organisasi Non Pemerintah NGO mencatat sekitar 1.350 orang menjadi korban pelanggaran HAM selama konflik di Aceh, tetapi diperkirakan jumlah sebenarnya lebih banyak dibanding yang terdata.
LS A
M
http://www.merdeka.com/peristiwa/ketua-komnas-ham-mangkir-korban-tragedi-6566-kecewa.html Selasa, 8 Mei 2012 21:09:03 Ketua Komnas HAM mangkir, korban tragedi 65/66 kecewa
Aksi KontraS tuntut penyelesaian kasus 65. merdeka.com/Mustiana KATEGORI
pin gE
Reporter: Mustiana Lestari
Dipegang kuat-kuat poster tuntutannya. Napasnya tertahan dan dadanya naik turun. Bapak tua itu berteriak geram. "Kami minta keadilan. Kita sudah tua kami tidak minta uang. Kami minta hak kami!" teriaknya. Kekecewaannya memuncak saat diberitahu pimpinan sidang mangkir dari paripurna Komnas HAM tentang penyelesaian tragedi 65/66.
kli
Bapak tua bernama Zubaidi Hasan ini pantas kecewa karena sudah jauh-jauh datang tapi paripurna yang seyogyanya memutuskan masa depan dia dan keluarganya, harus ditunda lagi hingga 4,5,6 Juni mendatang. Kekecewaan dan rasa marah korban tragedi 66/65 bersama Kontras segera diredam oleh beberapa petinggi komnas Ham lain. Mereka mengatakan sang ketua Ifdhal Kasim serta Ridha Saleh tidak hadir karena undangan mendadak. "Pak Ifdal bersama Ridha Saleh tidak hadir karena ada undangan mendadak dari Dubes di Kuala Lumpur tentang TKI yang konon organnya dicuri" ujar Yosef Adi Prasetyo selaku wakil ketua Komnas HAM dan anggota tim penyidik. Buntut dari ketidakhadiran ketua membuat sidang paripurna yang sebenarnya sudah memenuhi kuorum ditunda hingga 5,6,7 Juni mendatang. Para petinggi ini beralasan tidak mau
keputusannya tidak menyeluruh. "Ada usulan pak ketua harus tetap hadir kalau utuh jadi keputusan bersama. sehingga diusulkan kalau begitu harus ada rapat khusus, Ditetapkan 4,5,6 Juni." Imbuhnya lagi. Yosef atau yang akrab disapa Stanley ini berjanji akan mengunci rapat tersebut sehingga dipastikan semua pimpinan akan hadir. Jikalau memang ketua ataupun anggota lainnya mangkir maka keputusan tetap akan diambil.
kli
pin gE
LS A
M
"Tidak ada alasan apapun tidak hadir, akan diputuskan di tgl 4,5,6 Juni," terang Kabul Supriyadi, salah satu anggota tim penyelidik Komnas HAM.
http://www.merdeka.com/peristiwa/tragedi-6566-masih-jadi-isu-sensitif-di-indonesia.html Selasa, 8 Mei 2012 16:48:20
M
Tragedi 65/66 masih jadi isu sensitif di Indonesia
pin gE
1 Reporter: Mustiana Lestari
LS A
Aksi KontraS tuntut penyelesaian kasus 65. merdeka.com/Mustiana KATEGORI Peristiwa TAG Komnas ham Ham
Belum ada keputusan dan penyelesaian resmi dari Komnas HAM terkait tragedi kemanusiaan 65/66. Padahal sudah 4 kali mereka duduk bersama di paripurna. Sebagai pimpinan tim penyidik Komnas HAM, Nurkholis menyebut tragedi ini sebagai tragedi yang berat dan sensitif. Dalam 4 tahun penyidikannya, dia telah menanyai 350 saksi dan menerima ribuan dokumen.
kli
"Masalah ini masih sensitif di Indonesia dan memang berat. Tim sudah menyelesaikan 850 halaman laporan pokok. Ada ribuan dokumen rata-rata ada 10 halaman tiap saksi, yang semua jumlahnya 350-an," terang Nurkholis kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/5). Ketua yang memimpin 18 orang tim penyidik ini telah menjelajahi 6 tempat guna menyelidiki kebenaran tragedi tersebut. Tempat-tempat itu antara lain Medan-Jl Gandhi, Moncong LoeSulsel, Palembang-Pulau Kemarau, Denpasar-Penjara Gianyar, Momera-Sika, Ambon- P buru Ketika ditanya akankah ini akan menjadi pelanggaran HAM berat, pria yang sudah banyak membongkar pasang anggotanya ini setuju namun itu belum resmi menjadi keputusan Komnas HAM. "Memang terjadi pembunuhan, pemerkosaan, Secara pribadi tidak membantah ini pelanggaran HAM berat" tegasnya lagi. Sedangkan untuk penyelesaian dari Komnas Ham dimungkinkan akan diputuskan ini
pelanggaran Ham berat, jika tidak minimal akan dikeluarkan rekomendasi.
kli
pin gE
LS A
M
"Kemungkinan penyelesaian pelanggaran HAM berat atau berupa rekomendasi yang diambil dari aklamasi atau voting," tutup pria yang juga menjabat sebagai wakil ketua hubungan internasional.
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/31/01555029/minta.maaf.bukan.proses.akhir Kamis, 31 Mei 2012 KASUS PELANGGARAN HAM
RZF
Albert Hasibua
M
Minta Maaf Bukan Proses Akhir
LS A
Jakarta, Kompas - Dewan Pertimbangan Presiden masih mengkaji formulasi yang tepat dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Solusi diharapkan bisa bersifat komprehensif.
pin gE
”Memang belum ada formulasinya, tapi kami mengharapkan dengan presiden sebagai kepala negara minta maaf akan pelanggaran HAM masa lalu, bisa memacu saling memaafkan di dalam masyarakat,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Albert Hasibuan, Rabu (30/5), seusai pertemuan dengan tokoh-tokoh agama. Hadir dalam pertemuan itu Syaiful Bahri dari Muhammadiyah, Kacung Marijan dari Nahdlatul Ulama, Andreas Yewangoe dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan Yanto Jaya dari Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat. ”Dengan presiden minta maaf, jadi selesai beban sejarahnya,” kata Albert. Ia mengatakan, setelah permintaan maaf presiden, akan dibentuk komite ad hoc. Komite itu yang akan membuat daftar para korban pelanggaran masa lalu. Setelah itu, masih ada berbagai pendapat. Pertama, tidak ada lagi proses hukum berupa pengadilan. Kedua, tetap ada proses hukum. ”Masih dalam pembahasan,” katanya.
kli
Kontekstual
Kacung Marijan mengatakan, kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu harus dipahami secara kontekstual. Ia mencontohkan, peristiwa di sekitar tahun 1965 harus dipahami konteksnya dan latar sejarahnya. Solusi yang diajukan juga tidak bisa semata-mata dengan proses hukum. Pasalnya, ada kebijakan negara dan persoalan yang disamarkan. Oleh karena itu, di atas hukum dan politik harus ada solusi dari hati ke hati dari pihak-pihak yang terlibat. ”Kalau sekadar hukum enggak selesai, peran pemerintah mempertemukan dan bukan sekadar presiden minta maaf, tetapi juga melibatkan yang lain,” katanya.
Konsiliasi Ketua Pansus Orang Hilang DPR Effendi Simbolon mengatakan, konsiliasi adalah proses yang manusiawi. Namun, ia menegaskan konsolidasi tidak bisa dilakukan tanpa ada proses hukum. ”Minimal ada proses pengadilan,” katanya.
kli
pin gE
LS A
M
Bahwa kemudian setelah proses pengadilan ada rekonsiliasi antara korban dan pelaku, hal ini disambut baik. Ia mengingatkan proses saling memaafkan lebih terkait dengan kemanusiaan, tetapi tidak bisa menyelesaikan status korban. ”Spirit saya hargai, akan tetapi tidak kemudian menggugurkan prosesnya,” kata Effendi. (EDN)
http://cetak.kompas.com/read/2012/07/18/03242443/syarat.rekonsiliasi.tinggalkan.masa.lalu TOKOH ASIA TENGGARA
KOMPAS/RIZA FATHONI
M
Syarat Rekonsiliasi: Tinggalkan Masa Lalu
LS A
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) disambut mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, dan mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra (dari kanan ke kiri) pada pembukaan forum dan jurnal Strategic Review di Jakarta, Selasa (17/7). Strategic Review adalah jurnal triwulan yang berisi kumpulan tulisan mengenai masalah-masalah kepemimpinan, kebijakan, dan hubungan internasional.
pin gE
JAKARTA, KOMPAS - Syarat tercapainya rekonsiliasi di suatu negara adalah saat semua pihak di negara tersebut bersedia melangkah ke depan dan meninggalkan masa lalu tanpa melupakan sejarah sebagai sebuah pelajaran. Demikian benang merah diskusi bertema ”Perdamaian dan Rekonsiliasi di Asia Tenggara” yang menghadirkan panelis tiga tokoh Asia Tenggara, yakni mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, mantan Perdana Menteri (PM) Thailand Thaksin Shinawatra, dan mantan Deputi PM Malaysia yang juga tokoh reformasi Malaysia, Anwar Ibrahim, di Jakarta, Selasa (17/7). Ramos Horta mengatakan, ia pernah berkata kepada rakyat Timor Leste bahwa satu-satunya cara untuk melangkah ke depan adalah dengan menutup lembaran sejarah 1974-1999 saat Timor Leste masih menjadi bagian Indonesia.
kli
”Lihat saja hubungan antara Indonesia dan Timor Leste, bagaimana kami waktu itu, dan bagaimana kami saat ini. Dalam 10 tahun terakhir, kami masih menghadapi masalah rumit, tetapi sudah tidak ada lagi perselisihan besar,” ujarnya. Sementara Thaksin mengungkapkan perkembangan situasi di Thailand, yang pernah dilanda konflik politik tajam, yang membuat ia terguling dari kursi PM dan terasing di luar Thailand hingga saat ini. Menurut dia, hingga saat ini masih ada sebagian pihak di Thailand yang menolak dia kembali. ”Saya juga tidak ingin kembali jika itu hanya akan menambah masalah (di Thailand),” tutur Thaksin seusai acara diskusi. Cara memaafkan
Menurut Thaksin, ia hanya ingin negaranya sejahtera. Itu hanya bisa dicapai jika semua pihak tak memikirkan diri sendiri serta belajar memaafkan dan memikirkan kepentingan rakyat. ”Saya baru saja mengunjungi Hiroshima (Jepang). Ribuan orang mati di sana karena bom atom. Tetapi, rakyat di sana tahu bagaimana cara memaafkan. Mereka kini berteman dengan Amerika yang mengebom kota mereka,” ungkap Thaksin. Sementara Anwar Ibrahim mengatakan, di Malaysia tidak ada konflik terbuka yang terjadi, seperti yang terjadi di Thailand atau Timor Leste. Namun, ada beberapa hal yang tak bisa dilakukan di Malaysia, sementara di negara lain hal itu bisa dilakukan dengan bebas, seperti mengungkapkan pendapat secara jujur dan terbuka.
kli
pin gE
LS A
M
Anwar yakin suatu saat Malaysia akan memiliki kebebasan dan keadilan itu. ”Memang tidak mudah untuk memaafkan dan melanjutkan langkah setelah segala penghinaan dan ketidakadilan itu, tetapi kita harus melangkah ke depan,” kata Anwar.(DHF)
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=22&startrow=76&style=advanced&session=1 353394454455 Pelanggaran HAM Berat: Presiden: Wajib Selesaikan Semua KOMPAS(Nasional) - Kamis, 26 Jul 2012 Halaman: 4 Penulis: Fer; Ato; faj; Why Ukuran: 2454 Foto: 1
LS A
M
Pelanggaran HAM berat Presiden: Wajib Selesaikan Semua Jakarta, Kompas — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, negara punya kewajiban moral menyelesaikan semua pelanggaran HAM seadil-adilnya. Namun, solusi tersebut juga harus dapat diterima oleh semua pihak. ”Saya mempelajari solusi di Afrika Selatan, Kamboja, Bosnia, dan sebagainya yang modelnya berbeda-beda. Solusinya memang berbeda-beda, tetapi ada solusi yang bisa diterima semua pihak,” ujar Presiden di Kantor Kejaksaan Agung, Rabu (25/7).
pin gE
Untuk solusi yang dapat diterima semua pihak, apa yang terjadi harus dilihat jernih, jujur, dan obyektif. ”Semangatnya tetap melihat ke depan. Selesaikan secara adil,” tuturnya. Ia menjelaskan, rekomendasi Komisi Nasional HAM mengenai peristiwa 1965-1966 akan dipelajari Jaksa Agung Basrief Arief. ”Saya berharap bisa berkonsultasi dengan DPR, DPD, MPR, dan semua pihak,” ujarnya. Basrief mengatakan, kejaksaan akan meneliti laporan Komnas HAM mengenai pelanggaran HAM berat 1965-1966. ”Nanti akan dilihat, apakah buktinya cukup atau tidak untuk ditindaklanjuti,” kata Basrief. Tak ada komitmen
kli
Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar dan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai, Presiden Yudhoyono tidak memiliki perhatian dan komitmen kuat menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat. Jika memiliki komitmen, Presiden dapat mendorong pembentukan pengadilan HAM ad hoc atau membuat kebijakan rekonsiliasi, termasuk merehabilitasi dan memberi kompensasi kepada korban. DPR pernah memberikan rekomendasi kepada pemerintah, yakni membentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa kasus terkait orang hilang. Akan tetapi, menurut Haris, rekomendasi itu tidak ditindaklanjuti pemerintah. Menurut Ifdhal, penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat tidak harus diselesaikan dengan mekanisme hukum. Kalau memiliki komitmen politis, pemerintah juga dapat menangani
dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dengan cara-cara politis melalui rekonsiliasi.
kli
pin gE
LS A
M
(Fer/Ato/Faj/Why) Image : KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Korban Peristiwa 1965/1966, Bejo Untung, menanggapi keputusan Komnas HAM soal peristiwa 1965/1966 di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (25/7). Korban dan keluarga korban mendesak Kejaksaan Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM, dan meminta Presiden serta DPR segera membentuk pengadilan ad hoc.
http://www.harianterbit.com/2012/07/31/darmonorekonsilisasi-penyelesaian-kasus-1965/ Selasa, 31 Juli 2012 17:44 WIB Darmono: Rekonsilisasi, Penyelesaian Kasus 1965 Haris — HARIAN TERBIT
AKARTA-Temuan Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam peristiwa 1965,bisa diselesaikan melalui rekonsiliasi atau penyelesaian di luar pengadilan. “Namun rekonsiliasi haruslah ada bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintah,” katanya di Jakarta, Selasa (31/7).
M
Sebelumnya, Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965–1966 setelah melakukan pekerjaannya selama empat tahun, menyimpulkan bahwa adanya dugaan pelanggaran tersebut benar terjadi.
LS A
Komnas HAM meminta Jaksa Agung untuk memulai penyelidikan resmi berdasarkan temuan dan untuk membentuk Pengadilan HAM “ad hoc” untuk membawa pelaku ke pengadilan sebagaimana diatur UU Pengadilan HAM. Menurut dia, penyelesaian melalui pengadilan dengan menggunakan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), tidak bisa dilakukan atau tidak bisa retroaktif.
pin gE
“Kecuali pada kasus Timor Timur (Timtim) dan kasus Tanjung Priok,” katanya. Jadi, ia menambahkan untuk kasus 1965 itu, tidak bisa terjangkau dengan membentuk pengadilan ad hoc. “Kalau 1965 itu agak sangat jauh dari landasan hukum kita, lemahlah,” atanya.Kendati demikian, pihaknya akan tetap mengevaluasi hasil temuan penyelidikan Komnas HAM tersebut. Sebelumnya, Amnesty Internasional meminta Jaksa Agung menyelidiki temuan Komnas HAM terkait dengan dugaan pelanggaran HAM yang bisa dianggap kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan dalam konteks Kudeta 1965 yang gagal.
kli
Editor — Haris Fadillah
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/02/02503424/Kejagung.Teliti.Pelanggaran.HAM.Berat .1965 PELANGGARAN HAM Kejagung Teliti Pelanggaran HAM Berat 1965 Kamis, 2 Agustus 2012 | 02:50 WIB
Jakarta, Kompas - Kejaksaan Agung masih meneliti laporan penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengenai adanya dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 19651966. Kejagung membentuk tim untuk meneliti laporan Komnas HAM tersebut.
M
”Kami masih meneliti laporan itu,” kata Jaksa Agung Basrief Arief, kemarin di Jakarta.
LS A
Hasil penelitian Kejagung akan menentukan apakah kasus pelanggaran HAM berat tahun 19651966 akan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau tidak. Jika diputuskan untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan, Kejaksaan Agung membutuhkan pengadilan HAM ad hoc mengingat kasus tersebut terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pengadilan HAM ad hoc diperlukan Kejaksaan Agung untuk meminta izin melakukan upaya hukum seperti penggeledahan dan penyitaan selama proses penyidikan.
pin gE
”Untuk kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 diperlukan pengadilan HAM ad hoc,” kata Basrief. Berdasarkan UU 26/2000, pengadilan HAM ad hoc dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.
kli
Sementara itu, Mantan Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh mengatakan, persoalan pembentukan pengadilan HAM ad hoc merupakan masalah yang terus menjadi polemik. Seharusnya DPR dan pemerintah tidak hanya menyetujui pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk beberapa kasus, tetapi juga untuk pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi di masa lampau. Pengadilan HAM ad hoc sebelumnya pernah dibentuk untuk mengadili kasus pelanggaran HAM di Timor Timur dan Tanjung Priok. (faj) Editor :
http://cetak.kompas.com/read/2012/08/08/02171856/ham.masa.lalu.jalan.berliku.ala.sby Rabu,08 Agustus 2012
HAM Masa Lalu, Jalan Berliku ala SBY Haris Azhar
Di kantor Kejaksaan Agung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 25 Juli 2012, kembali membuat pernyataan yang meminta Jaksa Agung mempelajari berkas hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus 1965 dan penembakan misterius 1982-1985.
M
Pernyataan ini semakin menambah daftar panjang ambiguitas sikap presiden terhadap kasus masa lalu meski di sisi lain memperpanjang harapan keadilan di Indonesia.
LS A
Empat tahun lalu, 20 Maret 2008, saat menerima para korban pelanggaran HAM, Presiden SBY juga membuat pernyataan serupa: bahwa pemerintahan akan mencari solusi terbaik untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu. Dalam kesempatan tersebut, para perwakilan korban menyampaikan harapannya atas kasuskasus mereka. Ibu Sumarsih, ibunda Wawan, mahasiswa Atma Jaya korban Semanggi I, meminta agar proses hukum hasil penyelidikan Komnas HAM diteruskan oleh Kejaksaan Agung.
pin gE
Azwar Kaili, korban Talangsari Lampung 1989, menyampaikan bahwa masih terjadi diskriminasi terhadap para korban dan masyarakat di Dusun Talangsari. Desa mereka tidak dibangun layaknya desa-desa tetangga. Irta Soemirta, korban Tanjung Priok 1984, juga menyatakan bahwa pengadilan HAM atas kasus Tanjung Priok justru membebaskan para pelakunya. Zig-zag
kli
Pernyataan presiden bisa menjadi awalan positif sejalan dengan prinsip hukum hak asasi manusia. Bahwa negara adalah penanggung jawab pemulihan dari kejahatan kemanusiaan. Pemulihan artinya penegakan hukum yang jujur dan adil, memperbaiki kondisi korban, keluarga dan masyarakat yang terkena dampak kejahatan tersebut dan memastikan bahwa kejahatan tersebut tidak berulang. Lewat dari 2008, kemajuan justru datang dari DPR yang merekomendasikan penyelidikan atas kasus penghilangan aktivis 1997-1998. Dalam rekomendasinya, DPR meminta presiden segera mengeluarkan Keppres Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc, memperbaiki kondisi korban dan keluarga korban, mencari mereka yang masih hilang dan segera meratifikasi konvensi pencegahan penghilangan orang secara paksa. Sayangnya, presiden hingga kini belum menindaklanjutinya.
Presiden justru meminta Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan mencari format penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Djoko Suyanto sebagai Menko Polhukam diminta memfasilitasi upaya perumusan penyelesaian. Patut dipertanyakan apa motif di balik permintaan tersebut? Karena Menko Polhukam tidak memiliki mandat yudisial untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, dibandingkan Jaksa Agung yang secara jelas tugasnya diatur dalam UU Pengadilan HAM.
M
Hasil lain yang masih belum kelihatan adalah penunjukan Denny Indrayana sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM pada 2011. Menurut Denny, salah satu tugasnya adalah mencari rumusan terbaik dalam penuntasan kasus masa lalu. Tugas serupa disampaikan ke Albert Hasibuan, saat diangkat jadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden, 2011.
Kesempatan terakhir?
LS A
Wajar jika kemudian Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada 2012 membuat kesimpulan bahwa ada mala-administrasi oleh Presiden SBY, dengan tidak meneruskan rekomendasi kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997-1998.
pin gE
Dalam konsep hak asasi manusia, pengakuan negara merupakan salah satu pilar penting dalam kewajiban menangani peristiwa pelanggaran HAM. Namun, hal ini tidak cukup. Negara harus menindaklanjutinya dengan perumusan aturan hukum yang menyatakan bahwa peristiwaperistiwa itu adalah kejahatan. Kejahatan tersebut kemudian diuji lewat proses hukum ataupun nonhukum dengan memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas sehingga hasil kerja dan rekomendasinya memiliki integritas dan implementatif. Dengan gambaran di atas, Presiden SBY dan pemerintahannya selama delapan tahun ini baru sampai pada tahap pengakuan verbal belaka. Berbagai berkas pelanggaran HAM berat hanya semakin menumpuk di kantor Kejaksaan Agung. Artinya, ada keberanian dari Kejaksaan Agung untuk mendiamkan kasus-kasus tersebut dan secara tidak langsung hal ini ternyata direstui oleh Presiden.
kli
Sisa pemerintahan SBY tinggal dua tahun lagi menuju 2014. Masih ada sedikit kesempatan buat SBY untuk mengukir namanya agar bisa mendekati Vaclav Havel dan Nelson Mandela, yang berhasil membawa bangsanya keluar dari beban masa lalu. Yang perlu dilakukan SBY adalah meminta Jaksa Agung segera membentuk tim penyidik atas berbagai berkas pelanggaran HAM. Permintaan ini bukan intervensi, melainkan sebuah tanggung jawab pimpinan terhadap Jaksa Agung untuk bekerja sesuai aturan perundang-undangan. Kerja Jaksa Agung akan semakin mematangkan hasil-hasil penyelidikan oleh Komnas HAM, di antaranya mencari pelaku-pelaku yang masih hidup dan diduga mengetahui kejahatan yang terjadi. Presiden SBY juga harus memastikan agar institusi seperti TNI, Polri, dan lembaga intelijen mendukung secara penuh upaya hukum ini.
Identitas Indonesia hari ini dan hari depan diukur dari seberapa besar keberanian pemimpinnya menghadapi para penjahat. Jangan sampai para penjahatlah yang justru menjadi pemimpin bangsa kita pada masa depan.
kli
pin gE
LS A
M
Haris Azhar Koordinator Kontras
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=4&startrow=101&style=advanced&session=1 353394580377 Papua: Amnesti Tapol Jadi Kunci KOMPAS(Nasional) - Kamis, 09 Aug 2012 Halaman: 5 Penulis: FER Ukuran: 1764 papua Amnesti Tapol Jadi Kunci Jakarta, Kompas — Pengampunan atau amnesti terhadap tahanan politik di Papua menjadi kunci rekonsiliasi dan membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat Papua dalam dialog damai Papua. Oleh karena itu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono perlu diyakinkan untuk dapat memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua.
LS A
M
Hal itu diungkapkan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muridan, dalam diskusi bertema ”Kontroversi Tahanan Politik Papua”, di Jakarta, Rabu (8/8). Hadir sebagai pembicara antara lain Koordinator Jaringan Damai Papua Neles Tebay, peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Papang Hidayat, dan pemerhati tapol Gustav Dupe. ”Pembebasan atau amnesti terhadap tapol penting dan menjadi tanda positif untuk rekonsiliasi dan membangun dialog damai Papua,” kata Muridan.
pin gE
Neles Tebay menambahkan, adanya tapol di Papua menunjukkan masalah politik masih ada di Papua. ”Kalau masalah mendasar yang menyebabkan adanya tapol tidak diselesaikan melalui dialog akan ada banyak tapol di Papua,” tuturnya. Neles mencontohkan pengibaran bintang kejora dianggap makar. Ia mempertanyakan apakah orang yang mengibarkan bendera bintang kejora harus ditangkap. ”Itu tidak menyelesaikan masalah,” katanya. Koordinator National Papua Solidarity (Napas) Marthen Goo mengatakan, dari catatan Napas ada 47 tapol di Papua. Suara tapol Papua selama ini tidak disuarakan. Diskusi tapol Papua merupakan salah satu upaya untuk menyuarakan suara tapol Papua.
kli
Papang menambahkan, ekspresi politik sebenarnya tidak dapat dipidanakan sejauh aspirasi itu diungkapkan secara damai dan tidak diungkapkan dengan suatu perbuatan pidana. (FER) http://www.harianterbit.com/2012/08/22/kosgoro-tolak-buka-lembaran-kasus-pki/ Rabu, 22 Agustus 2012 16:16 WIB Kosgoro Tolak Buka Lembaran Kasus PKI Tety Polmasari — HARIAN TERBIT
M LS A
JAKARTA — Ketua DPP Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, Leo Nababan mengatakan negeri ini akan berada diambang kehancuran jika Komisi Nasional HAM tetap ngotot membuka lembaran lama tahun 1965 yang diminta ‘keluarga PKI’.
pin gE
“Kosgoro dengan tegas menolak usulan Komnas HAM dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin mengungkap kembali kasus pelanggaran HAM tahun 1965,” tegasnya, Leo Naababan saat dihubungi Rabu (22/8). Menurut Leo, keinginan tersebut bertentangan dengan peraturan TAP MPRS RI No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI yang masih berlaku hingga saat ini. “TAP MPRS tentang PKI itu kan belum dicabut. Jadi PKI masih dilarang di republik ini. Sudahlah Komnas HAM tidak usah terlalu jauh,” tegsnya.
kli
Menurutnya, jika kasus itu kembali diungkap, ia khawatir akan terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat. Jutaan rakyat Indonesia akan siap membela Pancasila, karena masih ada aturan tentang pelarangan terhadap PKI tersebut. “Pemulihan nama, diberi kesempatan menjadi PNS, menjadi polisi, hak politiknya dikembalikan, itu kan sudah cukup bagi mantan keluarga PKI. Kenapa harus diungkap dengan dalih pelanggaran HAM,” tegasnya. Ia menandaskan ada 127 ormas pendukung Pancasila yang anti komunis tahun 1965 yang tergabung dalam Front Pancasila akan siap menghadang terutama generasi muda Ansor, Nahdatul Ulama bila peristiwa ini, misalnya minta diadili. “Ini demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini lebih kepada agar negara ini tidak bubar,” kata Wakil Sekjen Partai Golkar itu.
Politisi Golkar ini mengatakan akan mengambil sikap tegas dan mengambil posisi sebagai antianti komunis. Leo mengaku gerakan-gerakan di bawah masyarakat siap menghadapi hal tersebut, termasuk Kosgoro 1957.
kli
pin gE
LS A
M
“Saya lebih memikirkan keutuhan NKRI daripada itu,” jelas lulusan Lembaga Pertahanan Nasional angkatan ke-39 tahun 2006 ini.
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=10&startrow=101&style=advanced&session= 1353394580720 Kilas Politik & Hukum: Rekonsiliasi di Aceh Belum Tersentuh KOMPAS(Nasional) - Senin, 03 Sep 2012 Halaman: 2 Penulis: HAN Ukuran: 809 Kilas Politik & Hukum: Rekonsiliasi di Aceh Belum Tersentuh
kli
pin gE
LS A
M
Dalam Refleksi 7 Tahun Perdamaian Aceh yang digelar Garda Pemuda Nasional Demokrat Aceh di Banda Aceh, Aceh, Minggu (2/9), Sekretaris Panglima Laot Aceh Adli Abdullah mengatakan, perdamaian tujuh tahun di Aceh baru berupa perjanjian damai antara pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh. Padahal, hal yang sangat mendasar dalam masa usai konflik saat ini adalah terciptanya rekonsiliasi antar-rakyat Aceh. "Hanya dengan rekonsiliasi akan tercipta perdamaian yang berkelanjutan di Aceh," katanya. Tokoh ulama dan politisi senior Aceh, Gazali Abbas, mengatakan, tujuh tahun damai belum membebaskan Aceh dari kekerasan politik oleh kelompok lain. Kebebasan berpendapat dan akses masyarakat juga masih sulit karena dominasi elite-elite tertentu. (HAN)
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=11&startrow=1&style=advanced&session=13 49149298609 Kilas Politik & Hukum: Rekonsiliasi di Aceh Belum Tersentuh KOMPAS(Nasional) - Senin, 03 Sep 2012 Halaman: 2 Penulis: HAN Ukuran: 809 Kilas Politik & Hukum: Rekonsiliasi di Aceh Belum Tersentuh
kli
pin gE
LS A
M
Dalam Refleksi 7 Tahun Perdamaian Aceh yang digelar Garda Pemuda Nasional Demokrat Aceh di Banda Aceh, Aceh, Minggu (2/9), Sekretaris Panglima Laot Aceh Adli Abdullah mengatakan, perdamaian tujuh tahun di Aceh baru berupa perjanjian damai antara pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh. Padahal, hal yang sangat mendasar dalam masa usai konflik saat ini adalah terciptanya rekonsiliasi antar-rakyat Aceh. "Hanya dengan rekonsiliasi akan tercipta perdamaian yang berkelanjutan di Aceh," katanya. Tokoh ulama dan politisi senior Aceh, Gazali Abbas, mengatakan, tujuh tahun damai belum membebaskan Aceh dari kekerasan politik oleh kelompok lain. Kebebasan berpendapat dan akses masyarakat juga masih sulit karena dominasi elite-elite tertentu. (HAN)
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=5&startrow=1&style=advanced&session=134 9149298296 Papua: Amnesti Tapol Jadi Kunci KOMPAS(Nasional) - Kamis, 09 Aug 2012 Halaman: 5 Penulis: FER Ukuran: 1764
M
papua Amnesti Tapol Jadi Kunci Jakarta, Kompas — Pengampunan atau amnesti terhadap tahanan politik di Papua menjadi kunci rekonsiliasi dan membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat Papua dalam dialog damai Papua. Oleh karena itu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono perlu diyakinkan untuk dapat memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua.
LS A
Hal itu diungkapkan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muridan, dalam diskusi bertema ”Kontroversi Tahanan Politik Papua”, di Jakarta, Rabu (8/8). Hadir sebagai pembicara antara lain Koordinator Jaringan Damai Papua Neles Tebay, peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Papang Hidayat, dan pemerhati tapol Gustav Dupe. ”Pembebasan atau amnesti terhadap tapol penting dan menjadi tanda positif untuk rekonsiliasi dan membangun dialog damai Papua,” kata Muridan.
pin gE
Neles Tebay menambahkan, adanya tapol di Papua menunjukkan masalah politik masih ada di Papua. ”Kalau masalah mendasar yang menyebabkan adanya tapol tidak diselesaikan melalui dialog akan ada banyak tapol di Papua,” tuturnya. Neles mencontohkan pengibaran bintang kejora dianggap makar. Ia mempertanyakan apakah orang yang mengibarkan bendera bintang kejora harus ditangkap. ”Itu tidak menyelesaikan masalah,” katanya. Koordinator National Papua Solidarity (Napas) Marthen Goo mengatakan, dari catatan Napas ada 47 tapol di Papua. Suara tapol Papua selama ini tidak disuarakan. Diskusi tapol Papua merupakan salah satu upaya untuk menyuarakan suara tapol Papua.
kli
Papang menambahkan, ekspresi politik sebenarnya tidak dapat dipidanakan sejauh aspirasi itu diungkapkan secara damai dan tidak diungkapkan dengan suatu perbuatan pidana. (FER)
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=15&startrow=1&style=advanced&session=13 53393579158 Bangun Rekonsiliasi * Tragedi 1965 Patut Dimaafkan, tetapi Tidak Dilupakan KOMPAS(Nasional) - Selasa, 02 Oct 2012 Halaman: 4 Penulis: FER; WHY; OSA; Ukuran: 3719 Foto: 1
LS A
M
Bangun Rekonsiliasi Tragedi 1965 Patut Dimaafkan, tetapi Tidak Dilupakan JAKARTA, KOMPAS — Negara seharusnya melakukan rekonsiliasi soal tragedi 1965. Rekonsiliasi diperlukan untuk mencari kesalahan dalam perjalanan bangsa sehingga dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Rekonsiliasi dapat mewariskan sejarah bangsa yang lebih utuh kepada generasi muda. Harapan itu disampaikan pengamat militer Agus Widjojo dalam kunjungan ke makam pahlawan revolusi di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta, Senin (1/10). Hadir antara lain Sukmawati Soekarno, Amelia Yani, Sarjono Kartosuwiryo, dan Ilham Aidit.
pin gE
Menurut Agus, salah satu konsep rekonsiliasi adalah pencarian kebenaran. ”Kita tidak mencari siapa benar atau siapa salah, melainkan melihat di mana kesalahan negara ini. Apa yang salah dengan bangsa ini,” katanya. Hal sama diungkapkan Ilham Aidit. Menurut Ilham, ia kesal karena negara sampai saat ini belum dapat melakukan rekonsiliasi tragedi 1965. ”Saya kesal karena pemerintah tidak bisa menyelesaikan kasus pelanggaran berat masa lalu,” katanya. Sukmawati Soekarno mengatakan, pada saat-saat awal Reformasi 1998, tuntutan agar mantan Presiden Soeharto diadili begitu besar. Namun, dalam perjalanan Reformasi, Soeharto tidak pernah diadili.
kli
Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Hadir Ny Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono beserta Ny Herawati Boediono, pimpinan lembaga tinggi negara dan sejumlah menteri. Dimaafkan, tak dilupakan Para aktor dalam tragedi 1965 itu patut dimaafkan, tetapi bukan berarti gerakan kebengisan mereka patut dilupakan. Peristiwa kekejian itu harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini. Sikap memaafkan itu terungkap dalam Halaqoh Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertajuk ”Mengungkap Fakta dan Peristiwa Kelam Tahun 1965” di Jakarta, Senin. Hadir mantan Wakil KSAD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, analis
Senior CSIS Harry Tjan Silalahi, dan sastrawan Taufiq Ismail. ”Kita maafkan kesalahan mereka, tetapi kita tidak boleh melupakan peristiwa itu,” ujar Ketua MUI H Amidhan. Fahmi yang juga merupakan Angkatan 66 mengatakan, ”Mungkinkah kekuatan komunis yang telah ditinggalkan penganut setianya seperti China dan Rusia kembali lagi? Mungkin sekali, tetapi dalam format berbeda. Kerusuhan tahun 1998 itu mirip sekali manuvernya dengan komunis. Mereka memiliki sasaran tertentu.” Menurut Harry, masyarakat pernah terluka akibat gerakan komunis. Karena itu, perlu sikap kehati-hatian dalam menuntaskan peristiwa berdarah itu.
LS A
M
Jaksa Agung Basrief Arief mengakui, penanganan hukum atas tragedi 1965 memiliki tingkat kesulitan tinggi. Hal itu salah satunya karena peristiwa tersebut terjadi hampir 50 tahun yang lalu. Saat ini tim dari Kejaksaan Agung masih terus meneliti berkas perkara dari hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
kli
pin gE
Terkait tragedi 1965, Komnas HAM sudah menyelesaikan penyelidikan. Komnas HAM menyimpulkan terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. (FER/WHY/OSA/ETA) Image : KOMPAS/RIZA FATHONI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ny Ani Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Boediono beserta Ny Herawati Boediono meninggalkan lokasi upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin (1/10). Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk mengenang tujuh pahlawan revolusi korban peristiwa G30S tahun 1965.
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/23/19283360/Pemerintah.Dituntut.Minta.Maaf.pada.Korba n.65 Pelanggaran HAM Pemerintah Dituntut Minta Maaf pada Korban 65
LS A
M
Penulis : Aditya Revianur | Senin, 23 Juli 2012 | 19:28 WIB
TRIBUN/HERUDINPuluhan aktivis HAM, korban, dan keluarga korban pelanggaran HAM berunjukrasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (24/3/2011). Aksi yang mereka sebut Kamisan ini menuntut pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
pin gE
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia dituntut oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) untuk meminta maaf kepada korban 65 dan keluarganya atas dasar kejahatan HAM yang terjadi di masa lalu. Permintaan maaf tersebut harus segera dilakukan mengingat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan pernyataan, bahwa tragedi kemanusiaan yang terjadi tahun 1965 hingga sesudahnya termasuk pelanggaran HAM berat.
kli
Pemerintah harus meminta maaf kepada para korban 65 dan keluarganya atas kejahatan HAM yang dilakukan atas komando Soeharto sebagai komandan Kopkamtib. -- Bedjo Untung
"Pemerintah harus meminta maaf kepada para korban 65 dan keluarganya atas kejahatan HAM yang dilakukan atas komando Soeharto sebagai komandan Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Peristiwa 65 dan sesudahnya termasuk pelanggaran HAM berat karena memakan korban hingga tiga juta orang yang dituduh PKI atau simpatisannya padahal mayoritas korban itu dibawa ke pengadilan saja nggak," kata Bedjo Untung, Ketua YPKP 65 di Komnas HAM, Senin (23/07/2012).
Ia mengaku, dirinya turut menjelaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak boleh diam saja menanggapi tuntutan YPKP. Permintaan maaf tersebut, menurut Bendjo, harus tertuang dalam keputusan Presiden dan ditindaklanjuti ke dalam proses rehabilitasi, reparasi, dan kompensasi untuk korban. Bedjo menambahkan, apabila kepastian hukum berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka YPKP akan membawa rekomendasi dari Komnas HAM yang menghendaki Kejaksaan Agung harus melakukan penyelidikan Pro Yustisia agar kepastian hukum berjalan baik ke saluran hukum internasional. Hal tersebut pada nantinya, jika dibawa ke ranah hukum internasional, akan menempatkan Indonesia pada bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut.
LS A
M
"Jika pemerintahan SBY tidak sungguh-sungguh beritikad baik menyelesaikan permasalahan yang menyangkut tragedi 65, maka akan kami bawa persoalan ini ke dunia internasional agar publik internasional dapat menilai, bahwa betapa buruknya pemerintahan SBY dalam hal penegakan keadilan dan kemanusiaan," tambahnya.
pin gE
Bedjo turut mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan Pro Yustisia terhadap institusi militer, terutama Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Kopkamtib dinilai terlibat langsung dalam pembunuhan, pemerkosaan, penghilangan secara paksa, perbudakan, dan kejahatan kemanusiaan lainnya yang ditujukan khusus kepada pihak sipil, militer, maupun polisi yang dituduhkan PKI (Partai Komunis Indonesia) maupun simpatisannya. Tuduhan dari Kopkamtib tersebut, lanjut Bedjo, menurutnya tidak berdasar karena yang ditangkap oleh Kopkamtib pada masa 65 dan sesudahnya tidak pernah diadili ke pengadilan.
kli
"Saya dulu ditangkap oleh Kopkamtib karena tergabung dalam organisasi pemuda revolusioner yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan komunisme atau PKI. Justru organisasi pemuda saya itu Soekarnois, tapi saya tetap saja ditangkap tanpa ada pengadilan dan pembersihan nama baik, karena status saya masih Eks Tapol. Kejaksaan Agung harus secepatnya melakukan penyelidikan, karena yang senasib dengan saya banyak dan mungkin lebih buruk keadaannya sekarang karena diskriminasi masyarakat terhadap kami (korban 65) dalam berbagai bidang," tuturnya. Bedjo menambahkan, bahwa rekokendasi dari Komnas HAM patut untuk ditindaklanjuti pemerintah agar peristiwa 65 tidak terjadi di masa yang akan datang. Peristiwa 65 dengan korban mencapai hingga 500.000-3000.000 harus segera ditanggapi oleh pemerintah agar diskriminasi terhadap korban tidak terus berjalan. Selain itu, pembersihan nama baik korban juga harus secepatnya ditanggapi dan menyeret para pelaku yang masih hidup atau sudah meninggal dalam peradilan in absentia secepatnya dilangsungkan agar titik terang dari sesungguhnya yang terjadi pada 1965 dapat diketahui publik. Pembodohan melalui propaganda yang disiarkan oleh rezim Soeharto, menurut Bedjo, justru bertolakbelakang dengan yang sebenarnya terjadi pada saat itu. Hal tersebut sudah menjadi tugas
pemerintahan SBY-Boediono untuk mendudukkannya pada porsi kemanusiaan dan kebenaran yang semestinya berada. Editor :
kli
pin gE
LS A
M
Latief
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/09000971/Komnas.HAM.Kopkamtib.Bertanggung.Jawab. dalam.Peristiwa.1965-1966 Komnas HAM: Kopkamtib Bertanggung Jawab dalam Peristiwa 1965-1966
LS A
M
Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 24 Juli 2012 | 09:00 WIB
pin gE
DHONI SETIAWAN Gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta Pusat.
kli
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib. -- Nur Kholis
"Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib berdasarkan struktur pelanggaran HAM berat yang terjadi dari tahun 1965 sampai 1968 dan 1970 sampai 1978," ujar Nur Kholis, Ketua tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 Komnas HAM, kepada wartawan di Kantor Komnas HAM,
Jakarta, Senin (23/7/2012). Ia didampingi Wakil Ketua tim ad hoc Kabul Supriadi dan anggota tim, yaitu Johny Nelson Simanjuntak dan Yosep Adi Prasetyo, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 Bedjo Untung, dan korban tragedi 1965-1966. Kesimpulan ini diperoleh Komnas HAM setelah meminta keterangan dari 349 saksi hidup yang terdiri atas korban, pelaku, ataupun saksi yang melihat secara langsung peristiwa tersebut. Menurut Nur Kholis, para saksi dari seluruh Indonesia tersebut menyatakan, Kopkamtib melakukan aksi kejahatan atas kemanusiaan itu secara sistematis dan meluas. Jumlah korban diperkirakan 500.000 hingga 3 juta jiwa.
LS A
M
Kejahatan terjadi secara sistematis karena menggunakan pola yang sama. Para saksi mengungkapkan kejadian berawal dari tempat pemeriksaan Kopkamtib. Setelah itu, korban mengalami tindak penyiksaan, perampasan harta benda, dan pembunuhan. Selain itu ada pula yang ditahan tanpa menjalani proses peradilan dan dikirimkan ke Pulau Buru untuk menjalani perbudakan. Sementara kejahatan terjadi meluas karena tidak hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, tetapi di seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua karena belum sepenuhnya resmi bergabung dengan Indonesia. Kejahatan yang terjadi secara sistematis dan meluas merupakan syarat terjadinya pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
pin gE
"Banyak korban adalah orang yang diidentifikasikan PKI dan simpatisannya. Peristiwa 65 dan setelahnya itu mengakibatkan penduduk sipil, tentara, dan polisi jadi korban. Kalau korbannya tentara menurut pengakuan saksi, ada batalion tentara tiba-tiba saja hilang atau semacam dibersihkan dalam peristiwa itu. Ada pula korban sipil yang dipenjara melihat kelompok anggota tentara mendekam di sebuah sel. Kami menduga pelaku mengetahui secara sadar bahwa yang diakibatkannya adalah pelanggaran HAM berat dan pelaku sadar jika yang diperbuatnya sejalan dengan kebijakan penguasa," paparnya.
kli
Kabul menjelaskan, penyelidikan Komnas HAM merupakan penyelidikan pro justicia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan. Sekadar membuka informasi, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban disingkat Kopkamtib adalah organisasi yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Soeharto. Kopkamtib dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur PKI/Komunis di masyarakat. Di bawah organisasi ini terdapat serangkaian organisasi militer atau nonmiliter yang melaksanakan tugas dan tujuan Kopkamtib. Berturut-turut pemegang pucuk komando Kopkamtib dari awal berdirinya hingga tahun 1988 adalah Soeharto, Maraden Panggabean, Soemitro, Sudomo, dan Benni Moerdani. Editor : Heru Margianto
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/16332852/Presiden.Minta.Kasus.1965-1966.Dituntaskan
Presiden Minta Kasus 1965-1966 Dituntaskan
LS A
M
Penulis : Hindra Liauw | Rabu, 25 Juli 2012 | 16:33 WIB
pin gE
SBY
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Kejaksaan Agung RI menindaklanjuti kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bahwa ada cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
kli
"Apa yang disampaikan Komnas HAM tentu akan dipelajari oleh Jaksa Agung. Dan pada saatnya, karena ini menyangkut masa lalu, saya juga berharap bisa berkonsultasi dengan lembaga negara lain, seperti DPR, DPD, MPR, Mahkamah Agung, dan semua pihak," kata Presiden seusai menggelar Sidang Kabinet di Kejagung, Jakarta, Rabu (25/7/2012). Presiden mengatakan, pemerintah tak ingin memiliki hutang sejarah kepada rakyat Indonesia. Negara memiliki kewajiban moral dan juga visi politik untuk menyelesaikan semua kasus yang terjadi di Indonesia dengan seadil-adilnya, dan setepat-tepatnya. Terlebih, jika kasus tersebut berkaitan dengan pelanggaran HAM berat. Terkait cara penyelesaiannya, Kepala Negara tidak mengelaborasinya secara gamblang. Ada banyak cara untuk menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. "Saya mempelajari negara-negara lain, seperti Afrika Selatan, Kamboja, Bosnia. Ternyata modelnya berbeda-beda. Solusinya beda-beda, walaupun ada solusi yang bisa diterima oleh semua pihak," kata Presiden.
Di antara solusi tersebut, Kepala Negara menyebut solusi sistem hukum (justice system), sistem kebenaran (truth system), dan sistem kebenaran dan rekonsiliasi (reconciliation and truth system). "Kita harus jernih, jujur, dan objektif melihat apa yang terjadi di masa lalu, sebagaimana kita harus jujur pada saat ini dan ke depan. Kita tidak akan memutarbalikkan sejarah dan fakta," kata Presiden. Sebelumnya, Kejaksaan mengatakan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan.
M
"Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc," kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7/2012).
LS A
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, mengungkapkan, apa yang disimpulkan Komnas HAM merupakan jalan masuk bagi Wantimpres untuk menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat. Konsep ini nantinya akan disampaikan ke Presiden.
Editor :
pin gE
Terkait kasus tersebut, Komnas HAM juga merekomendasikan hasil penyelidikan dapat diselesaikan melalui mekanisme nonyudisial demi terpenuhinya rasa keadilan bagi korban dan keluarga.
kli
Heru Margianto
http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/38949/solihin-gp-waspadai-kebangkitan-komunisme
SOLIHIN GP: WASPADAI KEBANGKITAN KOMUNISME Sabtu, 04 Agst 2012 21:37:59| Politik | Dibaca 542 kali
ANTARAJAWABARAT.com,4/8 - Veteran pejuang '45 Letjen Purn Solihin GP menyatakan, kesenjangan lebar antara golongan kaya dan miskin dan ketiadaan supremasi hukum merupakan lahan subur bagi kebangkitan paham komunisme di Indonesia.
M
Dalam acara deklarasi menolak ideologi selain Pancasila yang diselenggarakan beberapa organisasi masyarakat di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Sabtu, Solihin menyampaikan pengamatannya bahwa kondisi Indonesia saat ini menyediakan momentum yang tepat bagi kembalinya paham komunisme di Tanah Air.
LS A
"Ada empat kondisi yang bisa menyebabkan bangkit dan tumbuh subur komunisme. Yang pertama adalah tidak ada supremasi hukum sehingga menimbulkan ketidakadilan berkepanjangan di seluruh sektor kehidupan," tutur mantan Gubernur Jawa Barat itu.
pin gE
Faktor kedua, menurut pria berumur 87 tahun itu, adalah korupsi yang semakin merajalela dan menggurita. Sedangkan yang ketiga adalah situasi yang mudah sekali berkembang menjadi kerusuhan akibat ketidaknyamanan hidup sehari-hari. "Sedangkan yang keempat adalah kesenjangan lebar antara kaya dan miskin. Ini adalah liang kebangkitan komunisme," ujar Solihin. Ideologi komunisme seperti paham lain seperti fundamentalisme dan radikalisme, lanjut dia, patut ditolak karena tidak sesuai dengan Pancasila yang digali dari budaya asli Indonesia.
kli
Karena itu, Solihin menganjurkan penanaman kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai penangkal ampuh ideologi ekstrem kiri maupun ekstrem kanan yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Sementara itu, mantan Wakil KSAD Letjen Purn Kiki Syahnakri menyatakan Pancasila yang dirumuskan para pendiri bangsa merupakan pandangan hidup yang seharusnya menjadi satu-satunya pedoman untuk mewujudkan cita-cita Indonesia berkeadilan sosial. Pancasila, menurut dia, merupakan perpaduan sempurna antara nilai-nilai lokalitas bangsa Indonesia dan nilai-nilai universal kemanusiaan yang berlaku di seluruh muka bumi.
"Karena itu Pancasila begitu membumi dan visioner. Tidak ada lagi ideologi selain Pancasila yang bisa menjadi tuntunan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara," demikian Kiki. ***1***
http://arrahmah.com/read/2012/09/03/22900-pangdam-jaya-waspadai-bahaya-laten-komunis.html# Senin, 16 Zulqaidah 1433 H / 1 Oktober 2012
PANGDAM JAYA : Waspadai bahaya laten Komunis
LS A
M
Bilal Senin, 3 September 2012 22:35:47
JAKARTA (Arrahmah.com) - Pangdam Jaya Mayjen TNI E. Hudawi Lubis mengingatkan masyarakat agar tetap mewaspadai bahaya komunisme. Patut diingat kejadian pada September 1965 lalu, ketika putra terbaik bangsa gugur karena pemberontakan G 30 S/PKI/
pin gE
"Paham komunisme tidak pernah mati. Bahkan tetap menjadi bahaya laten, oleh karena itu ideologi komunis perlu diwaspadai karena paham ini dapat saja berubah bentuk dan tindakannya," jelas Hudawi dalam sambutan sebagai Inspektur Upacara Bendera pada Minggu pertama awal bulan September 2012, seperti disampaikan Kodam Jaya dalam siaran pers, Senin (3/9) seperti dilansir detikcom. Hudawi menjelaskan, bangsa Indonesia patut bersyukur karena Pancasila tetap tegak sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Meski demikian, segala macam bahaya laten harus diwaspadai.
kli
"Untuk itu, agar mewaspadai hal-hal yang berkaitan dengan bahaya laten komunis yang dapat muncul dalam bentuk organisasi baru, sehingga pengalaman pahit sejarah bangsa ini tidak sampai terulang kembali," tutur Hudawi. Selain itu juga, menyambut Pilgub pada 20 September mendatang, TNI telah menyiapkan pengamanan terkait Pilgub DKI. Langkah antisipatif disiapkan guna menghadapi kondisi yang tidak diharapkan. "Kodam Jaya/Jayakarta tetap mempersiapkan langkah-langkah antisipatif terhadap permasalahan yang sewaktu-waktu datang tidak terduga," terang Hudawi. Hudawi berharap, momentum Pilgub tetap menjaga rasa persatuan dan kesatuan. Jangan sampai semangat kebersamaan yang sudah dibina ternodai.
kli
pin gE
LS A
M
"Dengan kebersamaan, akan memiliki kesadaran sebagai warga negara yang berkeyakinan kuat, dan menjunjung tinggi harkat orang lain, sehingga ikhlas dan senantiasa selalu berkerja dengan baik," jelasnya (bilal/arrahmah.com)
http://www.muslimat-nu.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=398:di-mesuji-khofifah-ajakwaspadai-neo-komunisme&catid=38:warta-utama&Itemid=76
Di Mesuji, Khofifah Ajak Waspadai Neo Komunisme Senin, 24 September 2012 21:30 | Ditulis oleh Ahmad Milah inShare
LS A
M
MESUJI-Ada yang istimewa dalam acara Halal Bihalal Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU) Kabupaten Mesuji, di Lapangan Simpang Selamat Datang Kampung Gedung Ram Kecamatan Tanjung Raya Mesuji, 9 September lalu. Kegiatan itu dihadiri oleh Ketua Pimpinan Pusat Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa.
pin gE
Kepada ribuan anggota Muslimat NU dan masyarakat yang hadir, Khofifah mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap paham-paham yang saat ini mulai merebak di masyarakat, terutama Neo Liberalisme dan Neo Komunisme. “Paham ini bertujuan memecahbelah kerukunan melalui fitnah-fitnah yang dapat menimbulkan kebencian antar umat beragama,” tegasnya. Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan itu juga mengajak kaum ibu untuk meningkatkan usaha pengentasan kemiskinan. Salah satu cara yang dilakukan yaitu melalui pendidikan yang baik bagi anak ,sehingga tidak terjerumus pada perilaku yang menyimpang.
kli
Dalam acara itu juga turut dilakukan pelantikan pengurus Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten mesuji. Khofifah juga mengajak Pengurus yang baru dilantik untuk berperan serta dalam upaya peningkatan derajat intelektual dan pemahaman keagamaan yang baik dan benar. Sedangkan Ketua Pimpinan Cabang Muslimat NU Kabupaten Mesuji Hj. Elviana Khamami mengajak keluarga besar Muslimat NU untuk bersama-sama mengimpelentasikan visi dan misi organisasi yang telah dicanangkan guna memajukan Kabupaten Mesuji. “Muslimat NU merupakan partner pemerintah dalam pembangunan. Kita harus lebih proaktif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berdampak positif, terutama yang membangun akidah umat,” ujarnya.mesujikab/mil
http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/4459
Tetap Waspadai Komunisme
SETIAP bulan September, kita selalu diingatkan dengan tragedi berdarah 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Tragedi ini mengakibatkan gugurnya sejumlah putra terbaik bangsa. PKI dengan G30S/PKI-nya melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah perwira tinggi AD. Tragedi ini menjadi titik awal bahwasannya ideologi komunisme sangat bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
M
Banyak orang yang mengira bahwa dengan bubarnya Uni Soviet tahun 1991, komunisme juga 'mati'. Namun, menurut Anthony Giddens, komunisme dan sosialisme sebenarnya belum mati. Ia akan menjadi hantu yang ingin melenyapkan kapitalisme selamanya.
LS A
Saat ini di banyak negara, komunisme berubah menjadi bentuk yang baru. Baik itu kiri baru ataupun komunisme khas seperti di Kuba dan Vietnam. Di negara-negara lain, komunisme masih ada di dalam masyarakat, namun kebanyakan dari mereka membentuk oposisi terhadap pemerintah yang berkuasa.
pin gE
Di seluruh dunia, partai komunis tetap ada dan tetap aktif memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar dan anti-imperialisme. Ideologi komunis tidak pernah mati. Bahkan tetap menjadi bahaya laten, oleh karena itu ideologi komunis perlu diwaspadai, karena paham ini dapat saja berubah bentuk dan tindakannya. Belakangan ada upaya gerakan komunis gaya baru dalam pembelokan sejarah atas peristiwa Gerakan 30 September oleh PKI, yaitu dengan memposisikan PKI sebagai korban dan bukan pelaku/dalang. Tujuannya agar masyarakat menjadi bingung.
kli
Di sisi lain, kita patut bersyukur bahwasannya Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, sampai saat ini masih berlaku dan tidak dicabut. Meskipun ada selompok orang yang menginginkan Tap itu dicabut. Dengan adanya Tap MPRS tersebut otomatis menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham komunisme/MarxismeLeninisme. Ideologi komunisme tidak bisa dijadikan ideologi bangsa Indonesia, karena bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa yang menjunjung tinggi asas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ideologi komunisme harus ditolak karena tidak sesuai dengan Pancasila yang digali dari budaya asli Indonesia. Karena itu, seluruh elemen diharapkan menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai penangkal ampuh ideologi yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Kewaspadaan kita terhadap ideologi komunis harus tetap ditingkatkan. Sebab, bukan tidak mungkin mereka akan memanfaatkan perkembangan zaman yang semakin modern ini.
kli
pin gE
LS A
M
ditulis oleh: Teddy Sanjaya - pada tanggal Jumat, 21 September 2012 08:02 WIB
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/09/30/20925/aktivis-kiri-mulai-dari-anggota-dpr-hingga-stafkhusus-presiden/
Ahad, 30 Sep 2012
Aktivis 'Kiri': Mulai dari Anggota DPR hingga Staf Khusus Presiden
M
BEKASI (voa-islam.com) - Bukan hanya di kalangan mahasiswa, para aktivis kiri (komunis) ternyata telah menyusup dan menduduki sejumlah posisi penting, baik di kalangan eksekutif maupun legislatif.
LS A
Pintu masuk mereka, menurut pakar anti-komunis, ustadz Alfian Tanjung, diantaranya melalui sejumlah partai dan yang paling mencolok adalah PDIP. “Yang paling mencolok adalah di PDIP itu kongkrit, tidak ada yang bisa membantah. Di situ ada Budiman Sujatmiko, Ribka Tjiptaning, Rieke Diah Pitaloka,” kata ustadz Alfian Tanjung kepada voa-islam.com, Ahad (30/9/2012).
pin gE
...Yang paling mencolok adalah di PDIP itu kongkrit, tidak ada yang bisa membantah. Di situ ada Budiman Sujatmiko, Ribka Tjiptaning, Rieke Diah Pitaloka Selain PDIP, para aktivis kiri lainnya juga menyebar di partai-partai lain, bahkan ada pula yang menududuki staf khusus kementerian hingga staf khusus presiden. “Tetapi di partai-partai lain juga mereka tidak bisa dibilang tak ada, sebutlah Pius Lustrilanang di mana dia sekarang? Desmond Mahesa di mana dia sekarang? Jadi sebenarnya mereka telah menyebar dan penyebaran ini tidak hanya di pusat juga di daerah-daerah. Sebutlah misalnya Dita Indah Sari, sekarang dia staf ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Andi Arif sekarang menjadi staf khusus Presiden di BNPB,” ujar penulis buku 'Mengganyang komunis: langkah & strategi menghadapi kebangkitan PKI' ini.
kli
Bukan hanya itu, gejala menyusupnya komunis juga dirasakan dikalangan aparat TNI dan Polri. Hal ini menurut ustadz Alfian, terlihat dari deideologisasi perlawanan terhadap komunis. “Kalau di kalangan militer belum ada yang menyatakan. Tapi yang terjadi adalah deideologisasi perlawanan terhadap komunis. Sekarang kolonel-kolonel, perwira-perwira muda mereka sudah tidak tahu lagi skema kerja kaum komunis,” tuturnya. ...gejalanya ada, contohnya di kalangan tentara tidak ada lagi pembahasan tentang bahaya komunis, termasuk di dalam pendidikan mereka di akademi militer
Ia menambahkan, gejala lainnya adalah sudah tak adanya pembahasan bahaya komunis dalam pendidikan akademi militer.
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/09/30/20924/waspada-komunis-menyusup-ke-kampuskampusislam/
LS A
M
Ahad, 30 Sep 2012 Cetak | Kirim
Waspada!!! Komunis Menyusup ke Kampus-Kampus Islam
pin gE
BEKASI (voa-islam.com) - Pakar anti-komunis, ustadz Alfian Tanjung selaku pembicara dalam Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) di halam Radio Dakta, Jl. K.H.Agus Salim No.77 Bekasi, mempertanyakan hilangnya peringatan G 30 S/PKI yang dahulu setiap tahun diperingati untuk mengingatkan masyarakat tentang bahaya laten komunis. Ia mengungkapkan, hal ini merupakan pertanda bahwa ideologi komunisme saat ini sudah bangkit. Mereka terus melakukan konsilidasi memperkuat dukungan massa. “PKI bukan lagi ancaman, dia ini kenyataan, dia sudah bangkit. Mereka merasa ketika orang lain tidak mempersoalkan maka keberadaan mereka adalah hal yang lumrah. Mereka akan terus mengkonsolidasikan diri, akan memperkuat dukungan massa sebagai basis dukungan mereka,” kata ustadz Alfian Tanjung usai diskusi FKSK, pada Ahad (30/9/2012).
kli
...Pola penyusupan mereka adalah dengan menggunakan strategi komunis putih, mereka banyak menggunakan kampus-kampus Islam... Kebangkitan ini, menurut ustadz Alfian dimulai dari gerakan mahasiswa yang mulai muncul sejak tahun 1993 dan telah menyusup ke dalam kampus-kampus Islam. “Gerakan mereka sudah mulai muncul sejak tahun 1993. Sejak terjadi pembekuan dewan mahasiswa tahun 1978 lalu sejak adanya peristiwa Malari gerakan mahasiswa secara arus utama terbagi dua. Kelompok kiri yang mereka mengarah kepada gerakan reinkarnasi sebuah gerakan mahasiswa komunis tahun 1960-an. Pola penyusupan mereka adalah dengan menggunakan strategi komunis putih, mereka banyak menggunakan kampus-kampus Islam untuk melahirkan orang-orang yang menjadikan agama untuk memberikan regulasi revolusi di kalangan kaum muslim kampus.” Papar Ketua Umum Taruna Muslim ini.
Lebih jauh lagi, ustadz Alfian menyatakan adanya temuan di mana mahasiswa menjadi dual member yakni ia bergabung dalam organisasi mahasiswa Islam sekaligus komunis. “Kalau gerakan mahasiswa jelas mereka tidak ada yang ngaku, tetapi beberapa temuan misalnya teman-teman PMII, mereka merasa lebih familiar dual member; dia menjadi anggota PRD sekaligus jadi anggota PMII dan dia merasa itu wajar-wajar saja sebagai sebuah bentuk kombinasi gerakan militan mahasiswa Islam yang mereka sudah lama digarap oleh CGMI,” tutur dosen UHAMKA ini. ...Hal ini karena NU sebenaranya adalah musuh besar dari gerakan PKI maka mereka menerapkan KKM (Kerja di Kalangan Musuh) untuk menjinakkan
LS A
M
Ia menambahkan, strategi penyusupan ke dalam tubuh Pergerakan Mahasiswa Islam (PMII) yang notabene adalah underbow NU, memang sengaja diterapkan para aktivis gerakan komunis untuk menjinakkan ormas Islam. “Hal ini karena NU sebenaranya adalah musuh besar dari gerakan PKI maka mereka menerapkan KKM (Kerja di Kalangan Musuh) untuk menjinakkan,” imbuhnya.
pin gE
Untuk itu ia menekankan agar umat Islam khususnya di kalangan mahasiswa untuk mewaspadai penyusupan para aktivis yang membawa ideologi komunis ke dalam tubuh gerakan mahasiswa Islam. [Ahmed Widad]
kli
“Jadi kalau di kalangan kepolisian maupun tentara sulit menyebut nama, tetapi gejalanya ada, contohnya di kalangan tentara tidak ada lagi pembahasan tentang bahaya komunis, termasuk di dalam pendidikan mereka di akademi militer, tidak ada pembahasan seperti itu,” tutupnya. [Ahmed Widad]
http://eramuslim.com/berita-front-antikomunis-berunjuk-rasa-di-istana--.html Nasional
Front Anti-Komunis Berunjuk Rasa di Istana
Foto: Merdeka.com
LS A
M
Editor | Senin, 01 Oktober 2012 - 15:59:22 WIB | dibaca: 358 pembaca Share on facebook Share on twitter Share on email Share on print More Sharing Services 0
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan, Sekitar 100 aktivis anti-komunis berdemonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta. Demonstrasi tepatnya berlangsung di pelataran Monas, yang menghadap Jalan Medan Merdeka Utara.
pin gE
Mayoritas peserta demo mengenai pakaian putih. Mereka mengusung berbagai spanduk yang menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengurungkan niat untuk meminta maaf atas tragedi G30S/PKI kepada unsur mana pun. Koordinator Presidium Anti-Komunis, Muzaki, mengatakan, minta maaf tak perlu dimohonkan SBY karena tragedi G30S/PKI adalah reaksi balik atas kebiadaban PKI pada 1948-1965. Desakan sekelompok orang yang mengaku korban 1965 adalah pengkhianatan dan pemutarbalikan fakta sejarah. "Yang pada gilirannya akan mengembalikan PKI dengan semua perangkat politiknya ke sejarah Indonesia," katanya, Senin, 1 Oktober 2012.
kli
Muzaki menerangkan, massa yang berdemo hari ini merupakan orang-orang yang konsisten menolak komunisme kembali ke Indonesia. Sebagian besar mereka berasal dari Banten, dan sebagian lagi berasal dari Jakarta. "Ada dari Gerakan Pemuda Ansor, ada dari Pemuda Pancasila, KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia), dan masih banyak lagi," kata dia. Tak hanya itu melalui berbagai aksi teatrikal dan spanduk sejak pukul 10.30, mereka juga menuntut tiga hal lain. Yaitu, meminta Presiden Yudhoyono dan DPR tetap mempertahankan TAP MPRS XXV/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pernyataan sebagai organisasi terlarang; menolak segala bentuk rekonsiliasi apa pun terkait aktivitas PKI dengan segala bentuknya; meminta masyarakat meningkatkan kesiagaannya terhadap gerakan atau aktivitas terselubung aktivis PKI generasi baru. "Hati-hati PKI bangkit kembali. Saat ini mereka tertawa, banyak yang duduk di DPR, kabinet, bahkan ada di staf Khusus Presiden bidang penanggulangan bencana alam," kata Alfian
Tandjung, salah satu aktivis, saat berorasi. Bahkan, Alfian menyebutkan, salah satu bentuk kebangkitan PKI adalah berita yang dimuat Koran Tempo. "Koran Tempo hari ini menyatakan PKI itu merasa dizalimi."
kli
pin gE
LS A
M
Gejala lainnya, yaitu ratusan kebakaran menjelang pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. "Pasti ada operasi kontra intelijen. Sekolah Ade Irma Suryani, salah satu putri jenderal yang menjadi korban, juga turut terbakar," kata dia. Alfian mengatakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Majelis Ulama Indonesia harus membersihkan dirinya dari upaya memaksa Presiden meminta maaf.(fq/tempo)
http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/demo-tolak-pahamkomunis.html Demo tolak paham komunis
pin gE
LS A
M
Dalam aksinya mereka meminta presiden dan DPR untuk tetap mempertahankan Tap MPRS XXV/1966 tentang pembubaran PKI.
kli
• Amir Rz · Universitas Riau
PKI adalah musuh bangsa, sepak terjangnya masih terasa ad disekeliling kita, perlu kita waspadai.
•
Lhiief Al-Masyied Ramadhan · Works at Mencari ilmu yang di ridhoi oleh Allah SWT setuju, PKI adalah Pemberontakan.
http://mimbar-opini.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=5807 Tetap Waspadai Komunisme..! Sabtu, 22-September-2012, 00:37:59
M
Di seluruh dunia, partai komunis tetap ada dan tetap aktif memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar dan anti-imperialisme. Ideologi komunis tidak pernah mati. Bahkan tetap menjadi bahaya laten, oleh karena itu ideologi komunis perlu diwaspadai karena paham ini dapat saja berubah bentuk dan tindakannya. Belakangan ada upaya gerakan komunis gaya baru dalam pembelokan sejarah atas peristiwa Gerakan 30 September oleh PKI, yaitu dengan memposisikan PKI sebagai korban dan bukan pelaku/dalang. Tujuannya agar masyarakat menjadi bingung.
LS A
Setiap bulan September, kita selalu diingatkan dengan tragedi berdarah 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Tragedi ini mengakibatkan gugurnya sejumlah putra terbaik bangsa ini. PKI dengan G30S/PKI-nya melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah perwira tinggi AD. Tragedi ini menjadi titik awal bahwasannya ideologi komunisme sangat bertentangan dengan Pancasila, khususnya Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
pin gE
Banyak orang yang mengira bahwa dengan bubarnya Uni Soviet tahun 1991, komunisme juga `mati`. Namun, menurut Anthony Giddens, komunisme dan sosialisme sebenarnya belum mati. Ia akan menjadi hantu yang ingin melenyapkan kapitalisme selamanya. Saat ini di banyak negara, komunisme berubah menjadi bentuk yang baru. Baik itu kiri baru ataupun komunisme khas seperti di Kuba dan Vietnam. Di negara-negara lain, komunisme masih ada di dalam masyarakat, namun kebanyakan dari mereka membentuk oposisi terhadap pemerintah yang berkuasa.
kli
Di seluruh dunia, partai komunis tetap ada dan tetap aktif memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar dan anti-imperialisme. Ideologi komunis tidak pernah mati. Bahkan tetap menjadi bahaya laten, oleh karena itu ideologi komunis perlu diwaspadai karena paham ini dapat saja berubah bentuk dan tindakannya. Belakangan ada upaya gerakan komunis gaya baru dalam pembelokan sejarah atas peristiwa Gerakan 30 September oleh PKI, yaitu dengan memposisikan PKI sebagai korban dan bukan pelaku/dalang. Tujuannya agar masyarakat menjadi bingung. Di sisi lain, kita patut bersyukur bahwasannya TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, sampai saat ini masih berlaku dan tidak dicabut. Meskipun ada selompok orang yang menginginkan TAP itu dicabut. Dengan adanya TAP MPRS tersebut otomatis menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah NKRI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham komunisme/Marxisme-Leninisme. Ideologi komunisme tidak bisa dijadikan ideologi bangsa Indonesia, karena bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa yang menjunjung tinggi asas ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Ideologi komunisme
harus ditolak karena tidak sesuai dengan Pancasila yang digali dari budaya asli Indonesia. Karena itu, seluruh elemen diharapkan menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai penangkal ampuh ideologi yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Kewaspadaan kita terhadap ideologi komunis harus tetap ditingkatkan. Sebab, bukan tidak mungkin mereka akan memanfaatkan perkembangan zaman yang semakin modern ini.
kli
pin gE
LS A
M
Teddy Sanjaya Jakarta Timur
http://rri.co.id/index.php/detailberita/detail/31417#.UGmTTq4ZSt8
Pemerintah Harus Waspada Adanya Gaya Komunis Baru Kamis , 27 September 2012 17:12:45 Oleh : Benny Hermawan
KBRN, Surabaya : Pemerintah harus mewaspadai, gaya Komunis baru jika tidak ingin terkungkung dalam bahaya laten yang disinyalir hingga kini diyakini masih ada di Indonesia.
kli
pin gE
LS A
M
Menurut Sejararawan Univeristas Negeri Surabaya (Unesa) Aminudin Kasdi dengan adanya globalisasi yang dijiwai demokratisasi dan hak azasi manusia (HAM) sekarang ini, komunisme
akan lebih mudah masuk dan berafiliasi. "Budaya tawuran, prilaku-prilaku menyimpang dari organisasi negara, seperti budaya korupsi, tindakan-tindakan anarkis, dan pemikiran pemikiran radikal tokoh-tokoh politik, adalah kondisi real yang sadar atau tidak, sudah mengarah pada prilaku komunis," ungkap Aminudin disela-sela Seminar Mewaspadai bahaya laten komunisme di Indonesia yang di gelar fakultas humum-UM Surabaya- forum Masyarakat Cinta Damai (Formacida) Jatim, Kamis (27/9).
Dijelaskan Aminudin Kasdi dengan demikian, pengaruh komunis akan terus hidup, meski hanya sekadar pemikiran yang akan mendorong klas-klas baru dalam masyarakat Indonesia "Dalam pandangan-pandangan sosialis, sistem kapitalisme merasuk ke dalam masyarakat Indonesia, yang mendorong lahirnya klas-klas baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu klas proletar, intelektual dan borjuasi Indonesia," tambahnya. Lahirnya klas proletar, kata Aminudin, mendorong berdirinya organisasi serikat buruh. Dibanyak tempat di Indonesia berdiri serikat buruh, seperti serikat buruh pelabuhan, serikat buruh keretaapi, serikat buruh percetakan dan serikat buruh di pabrik-pabrik lainnya.
LS A
M
Percepatan pembangunan dengan konsep-konsep politik, seperti konsep biaya sekolah gratis, kesehatan gratis, penguasaan sumber-sumber alam dan sebagainya itu, menurut Aminudin, sekali-kali bukanlah untuk memajukan Indonesia, melainkan untuk mengintensifkan penghisapan atau penguasaan terhadap rakyat Indonesia. Sementara itu Rektor Universitas Muhamadiyah Surabaya Prof dr Zainuddin Maliki menambahkan, komunis tidak akan pernah mati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Entah itu dalam bentuk pemikiran maupun dalam kehidupan nyata.
pin gE
Komunis di Indonesia, dengan bendera PKI-nya, mampu membawa perubahan besar. Tokohtokoh besar seperti Syahrir, Amir Syarifudin, Tan Malaka dan beberapa tokoh lainnya, yang menginginkan Indonesia merdeka 100 persen, mampu menciptakan konsep-konsep kenegaraan yang begitu luar biasa. "Tapi, konsep-konsep ini tidak sesuai dengan Pancasila, karena tidak dilandasi oleh pemikiran agama," tambah Zainuddin. Saat ini, faham komunis masih terus hidup. Prilaku komunis secara real, adalah para koruptor.
kli
"Sebab, apa yang diambilnya, itu adalah miliknya, adalah hak materi yang harus dikuasai tanpa memikirkan halal haram. Inilah yang kemudian menjadi bahaya laten yang patut diwaspadai. Karena sesungguhnya, komunis itu lahir bukan atas dasar konsep agama," pungkas Zainuddin. (Benny/WDA) (Editor : Waddi Armi)
M
http://www.pasfmpati.com/101/index.php?option=com_content&view=article&id=3771:pemuda -pancasila-ajak-masyarakat-tangkal-waspadai-bahaya-latent-komunis&catid=1:latest-news PEMUDA PANCASILA AJAK MASYARAKAT TANGKAL WASPADAI BAHAYA LATENT KOMUNIS Ditulis oleh Agus Pambudi Selasa, 25 September 2012 19:00 pasfmpati.com (Pati, Kota) - Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasilan Kabupaten Pati, mengajak masyarakat mewaspadai bahaya laten yang berusaha mengikis keamanan negara. Salah satunya mengikut sertakan generasi muda dan ormas kepemudaan dalam Seminar Pencegahan Bahaya Latent Komunis Di Era Globalisasi.
LS A
Derasnya arus globalisasi yang bersifat destruktif, seperti unjuk rasa yang anarkhi, kenakalan remaja, dan terorisme, perlu membentengi warganya dengan menanamkan dan membangun ketahanan nasional, utamanya kepada generasi mampu.
pin gE
“Karena di era globalisasi ini banyak muncul indikasi yang seakan-akan destruktif. Artinya apa, Pemuda Pancasila Kabupaten Pati perlu untuk membentengi, seperti demontrasi yang berlebihan , anarkhi, dan arogansi,” katanya Demikian ungkap Wakil Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Pati, Ali Rozikin kepada PAS Pati disela-sela Seminar sehari bertajuk “Pencegahan Bahaya Latent Komunis Di Era Globalisasi”, di Aula Bakorwil Pati, Selasa pagi, 25 September 2012. Ali Rozikin berharap, hasil dari seminar yang digelar dapat memfilter (menyaring) generasi muda terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari luar. Sehingga tercipta kondusifitas wilayah, untuk mengamankan pembangunan didaerah, khususnya di Kabupaten Pati.
kli
“Harapan dari Pemuda Pancasila ini, hasil seminar ini untuk bekal atau mengamankan daerah Pati,” tutur Wakil MPC Pemuda Pancasila Pati. Perwakilan pelajar, mahasiswa, utusan omas kepemudaan, dan LSM se Kabupaten Pati, hadir mengikuti seminar sehari MPC Pemuda Pancasila bersama Kantor Kesbangpolinmas Pati.(*) KOMENTAR (0)
http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=262057:plt-gubsu-komunisme-harusdihempang&catid=14:medan&Itemid=27
Thursday, 27 September 2012 22:10
Plt Gubsu: Komunisme harus dihempangRIDIN WASPADA ONLINE
(Ilustrasi)
LS A
M
MEDAN - Kegiatan Sarasehan maupun seminar tentang pentingnya nilainilai Pancasila akhir-akhir ini sudah semakin jarang dilaksanakan, malah tidak bergema lagi sehingga para generasi muda, pelajar, siswa/siswi dan mahasiswa/mahasiswi dikhawatirkan rasa masionalisme, kesetiaan dan kecintaannya terhadap Pancasila semakin menurun. Padahal pancasila adalah sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia yang harus kita junjung tinggi setiap saat dalam kehidupan sehari-hari.
pin gE
Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho, dalam sambutannya yang dibacakan Sekdaprov Sumut, Nurdin Lubis saat menghadiri acara Sarasehan dalam Rangka Hari Kesaktian Pancasila Provsu Tahun 2012, di Gedung Binagraha Pemprovsu. Plt Gubsu berharap semua komponen bisa bersatu padu dan bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga kemungkinan bangkitnya bahaya latin komunisme di negeri nusantara ini bisa dicegah. Sejarah membuktikan bahwa komunis telah beberapa kali memaksakan kehendak yang nyatanyata bertentangan dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia.
kli
"Untuk itu jika ada upaya untuk menghambat tujuan dan cita-cita bangsa indonesia patut ditumpas dan diantisipasi sedini mungkin tanpa memberikan ruang gerak kepada pihak-pihak lain yang ingin menumbangkan NKRI yang kita cintai ini," kata Nurdin mengutip sambutan Plt Gubsu, hari ini. Pancasila tercantum untuh dalam Aline ketiga Pembukaan UUD 1945, berbunyi sebagai berikut "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan dan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 ini memberika penegasan apa yang menjadi motivasi bangsa Indonesia menyatakan Kemerdekaannya dan sekaligus yakin sepenuhnya, Kemerdekaan itu adalah berkat Rahmat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan pernyataan ini menunjukkan
ketaqwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jika mau dicermati, perebutan kekuasaan oleh PKI yang terjadi tanggal 19 September 1948 dan kup berdarah 30 September 1965, nada dan iramanya serupa.Keduanya sama-sama dilakukan dengan melakukan infiltrasi ke berbagai organisasi bahkan juga masuk ke angkatan bersenjata.
M
Kedua pemberontakan itu juga terbukti cukup sadis dan tidak berperikemanusiaan. Dengan tujuan mengganti Pancasila sebagai ideologi negara dengan mengorbankan putra putri terbaik bangsa terdiri dari Letnan Jenderal A. Yani, Mayor Jenderal Suprapto, Mayor Jenderal S. Parman, Brigadir Jenderal DI Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo siswomihardjo, sedangkan tiga orang lagi terbunuh Kapten Piere Tandean, Kolonel Sugiono, Aipda Karel Satsuitubun.
LS A
Jauh sebelum melancarkan gerakan 30 September, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi pendukungnya telah melakukan berbagai macam teror, penganiayaan, pembunuhan dan mengadakan demonstrasi serta berbagai aksi, baik di kota sampai ke desa-desa.
pin gE
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 dirangkaikan dengan pelaksanaan sarasehan pada hari ini, bertujuan untuk melestarikan, membina dan mengembangkan nilai-nilai perjuangan khususnya perjuangan para pahlawan revolusi sekaligus untuk meningkatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupaan berbangsa dan bernegara, dengan harapan kiranya tragedi pengkhianatan terhadap pancasila tersebut merupakan bahaya latin dan tidak terulang kembali. Generasi muda tidak boleh melupakan sejarah kelam terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan harus dijadikan pelajaran berharga bagi semua pihak terutama bagi para generasi muda harapan bangsa kedepan.
kli
Nilai-nilai luhur pancasila perlu dibumikan kembali melalui sosialisasi dibangku sekolah maupun dilingkungan masyarakat, karena pada era reformasi ini pengenalan dan pengajaran nilai-nilai luhur Pancasila merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk. Ketua Panitia Acara Sarasehan dalam rangka Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Provinsi Sumatera Utara 2012 Sakhira Zandi mengatakan, acara yang berlangsung satu hari di Gedung Binagraha Pemprovsu mempunyai maksud dan tujuan untuk menumbuhkan semangat rasa nasionalisme, kesetiaan dan kecintaan terhadap Pancasila sebagai Dasar dan Falsafah Negara RI Kegiatan juga untuk melestarikan, membina dan mengembangkan nilai-nilai sekaligus untuk meningkatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan memotivasi anak bangsa guna memperkokoh kesatuan dan persatuan dalam mempertahankan NKRI.
Kegiatan ini diikuti sekitar 190 orang yang yang terdiri dari organisasi kepemudaan 36 orang, karang taruan 10 orang, mahasiwa/i perguruan tinggi negeri/swasta 45 orang, pelajar siswa/i SMU/Sederajat 91 orang dan media massa 8 orang.
kli
pin gE
LS A
Editor: SASTROY BANGUN (dat06/wol) Comments
M
Sedangkan narasumber berasal dari Dewan Harian Angkatan 45 Sumut Nina Karina, Pengurus Forum Eksponen 66 Sumut H.Sugeng Iman Soepomo, Legiun Veteran RI Sumut H.Muhammad TWH, Forum Anti Komunis Sumut Abu Sofyan dan nara sumber dari LPPM Unimed Majda L Muhtaj.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/96019/sejarawan-masyarakat-harus-waspada-munculnya-paham-komunis
Sejarawan: Masyarakat Harus Waspada Munculnya Paham Komunis 27 Sept 2012 20:03:56| Nasional | Penulis : Fiqih Arfani
Surabaya - Sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya Prof Dr Aminuddin Kasdi meminta masyarakat lebih waspada terhadap segala kemungkinan munculnya paham komunis di negara ini.
LS A
M
"Meski tidak terang-terangan, namun masyarakat harus lebih waspada dan tidak mudah menerima apapun yang mengindikasikan munculnya paham komunis," ujarnya di sela-sela seminar bertema "Mewaspadai Bahaya Laten Komunisme di Indonesia" yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya dan Forum Masyarakat Cinta Damai (Formacida) di kampus UMS, Kamis. Menurut dia, potensi kembalinya paham komunis bisa muncul dari sejumlah indikasi, diantaranya penegakan hukum yang dinilai tidak dilakukan dengan baik, atau hukum yang berpihak pada penguasa dan pemilik modal, hingga maraknya tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
pin gE
Selain itu, lanjut dia, jurang kemiskinan yang terus terjadi dan kerapnya terjadi kerusuhan di berbagai daerah, termasuk tawuran pelajar, juga menjadi indikasi sangat rentan munculnya paham komunis. "Beberapa hal Itulah yang bisa menyulut disiintegrasi dan perpecahan antarmasyarakat. Sedangkan khusus kemiskinan, merupakan faktor kuat dimungkinkan bangkitnya kembali ajaran komunis di Indonesia," tukas dia.
kli
Ia mengungkapkan, jika kondisi tersebut tidak segera dibenahi maka ancaman akan kemarahan rakyat bisa menguat dan menimbulkan gerakan nyata. "Hal itu tercermin dari berbagai isyarat yang ada, seperti munculnya berbagai gerakan yang selalu mengatasnamakan rakyat," kata Aminuddin Kasdi. Sebagai langkah antisipasi, kata dia, pemerintah pemerintah harus memahami sejumlah hal untuk segera dilakukan pembenahan. Seperti penanggulangan kemiskinan secara serius, serta memiliki ketegasan dalam hal penegakan hukum. "Yang paling utama juga serius menyatakan perang terhadap KKN, dan mampu mencegah serta menangani kerusuhan yang kerap muncul di berbagai daerah dengan kembali menjalankan ajaran Pancasila dengan benar," tuturnya. (*)
http://www.dakta.com/berita/nasional/8795/ratusan-massa-desak-waspadai-komunisme-dan-ahmadiyah.html/
Ratusan Massa Desak Waspadai Komunisme dan Ahmadiyah
LS A
M
Surabaya – Ratusan massa dari 36 ormas Islam di Jawa Timur (Jatim) yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) mengadakan aksi menghimbau pemerintah untuk mewaspadai kemungkinan bangkitnya ideologi komunis di Indonesia. GUIB Jatim adalah organisasi di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim yang anggotanya meliputi Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Hidayatullah, Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam, Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), dan puluhan ormas Islam lain di Jatim.
pin gE
Mereka melakukan aksi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (10/3), juga menuntut pemerintah untuk tidak melanjutkan pembahasan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) yang sebelumnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Pemerintah dan masyarakat agar mewaspadai kemungkinan bangkitnya kembali komunisme di Indonesia. Banyak orang pengusung ideologi komunis sudah masuk ke masjid dan langgar untuk menyusupkan ajarannya,” terang Sekretaris GUIB Jatim, Mochammad Yunus, Kamis (10/3). Sebagai tindakan konkrit, Yunus, mengharap pemerintah memindahkan jenazah Letkol Udara Heru Atmojo dari Taman Makam Pahlawan Kalibata ke taman pemakaman umum (TPU). Karena, Heru terlibat Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (PKI). “Pindahkan makam tokoh PKI ke TPU. Dia bukan pahlawan,” katanya.
kli
Dalam kesempatan itu, Yunus juga mengingatkan bahaya laten PKI akan diikuti Ahmadiyah jika pemerintah tidak tegas. Pasalnya, keberadaan Ahmadiyah akan memancing gejolak di dalam masyarakat sebab mengakui eksistensi nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW. “PKI dan Ahmadiyah wajib diwaspadai. Pemerintah tak boleh lengah menghadapi dua kelompok yang berbahaya ini,” tukas Yunus. Juru bicara aksi, Tom Mashudi, menyatakan ketegasan pemerintah dalam menyikapi tuntutan pembubaran Ahmadiyah merupakan keniscayaan bagi terciptanya kehidupan damai dan harmonis. “Ahmadiyah itu duri dalam masyarakat dan menimbulkan keresahan. Ahmadiyah lebih baik dibubarkan saja,” kata Tom. [Republika]
http://saifalirhaby.wordpress.com/2012/09/30/waspada-komunis-menyusup-ke-kampus-kampus-islam/
Waspada!!! Komunis Menyusup ke Kampus-Kampus Islam
LS A
M
Posted by saifalirhaby on September 30, 2012 Posted in: Berita, Islam. Tinggalkan Sebuah Komentar
pin gE
BEKASI – Pakar anti-komunis, ustadz Alfian Tanjung selaku pembicara dalam Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) di halam Radio Dakta, Jl. K.H.Agus Salim No.77 Bekasi, mempertanyakan hilangnya peringatan G 30 S/PKI yang dahulu setiap tahun diperingati untuk mengingatkan masyarakat tentang bahaya laten komunis. Ia mengungkapkan, hal ini merupakan pertanda bahwa ideologi komunisme saat ini sudah bangkit. Mereka terus melakukan konsilidasi memperkuat dukungan massa. “PKI bukan lagi ancaman, dia ini kenyataan, dia sudah bangkit. Mereka merasa ketika orang lain tidak mempersoalkan maka keberadaan mereka adalah hal yang lumrah. Mereka akan terus mengkonsolidasikan diri, akan memperkuat dukungan massa sebagai basis dukungan mereka,” kata ustadz Alfian Tanjung usai diskusi FKSK, pada Ahad (30/9/2012).
kli
…Pola penyusupan mereka adalah dengan menggunakan strategi komunis putih, mereka banyak menggunakan kampus-kampus Islam… Kebangkitan ini, menurut ustadz Alfian dimulai dari gerakan mahasiswa yang mulai muncul sejak tahun 1993 dan telah menyusup ke dalam kampus-kampus Islam. “Gerakan mereka sudah mulai muncul sejak tahun 1993. Sejak terjadi pembekuan dewan mahasiswa tahun 1978 lalu sejak adanya peristiwa Malari gerakan mahasiswa secara arus utama terbagi dua. Kelompok kiri yang mereka mengarah kepada gerakan reinkarnasi sebuah gerakan mahasiswa komunis tahun 1960-an. Pola penyusupan mereka adalah dengan menggunakan strategi komunis putih, mereka banyak menggunakan kampus-kampus Islam untuk melahirkan orang-orang yang menjadikan agama untuk memberikan regulasi revolusi di kalangan kaum muslim kampus.” Papar Ketua Umum Taruna Muslim ini.
Lebih jauh lagi, ustadz Alfian menyatakan adanya temuan di mana mahasiswa menjadi dual member yakni ia bergabung dalam organisasi mahasiswa Islam sekaligus komunis. “Kalau gerakan mahasiswa jelas mereka tidak ada yang ngaku, tetapi beberapa temuan misalnya teman-teman PMII, mereka merasa lebih familiar dual member; dia menjadi anggota PRD sekaligus jadi anggota PMII dan dia merasa itu wajar-wajar saja sebagai sebuah bentuk kombinasi gerakan militan mahasiswa Islam yang mereka sudah lama digarap oleh CGMI,” tutur dosen UHAMKA ini. …Hal ini karena NU sebenaranya adalah musuh besar dari gerakan PKI maka mereka menerapkan KKM (Kerja di Kalangan Musuh) untuk menjinakkan
LS A
M
Ia menambahkan, strategi penyusupan ke dalam tubuh Pergerakan Mahasiswa Islam (PMII) yang notabene adalah underbow NU, memang sengaja diterapkan para aktivis gerakan komunis untuk menjinakkan ormas Islam. “Hal ini karena NU sebenaranya adalah musuh besar dari gerakan PKI maka mereka menerapkan KKM (Kerja di Kalangan Musuh) untuk menjinakkan,” imbuhnya. Untuk itu ia menekankan agar umat Islam khususnya di kalangan mahasiswa untuk mewaspadai penyusupan para aktivis yang membawa ideologi komunis ke dalam tubuh gerakan mahasiswa Islam. [Ahmed Widad]
kli
pin gE
(voa-islam.com)
http://www.thejakartapost.com/news/2012/10/01/1965-masskillings-justified-minister.html 1965 mass killings justified: Minister Margareth S. Aritonang, The Jakarta Post, Jakarta | National | Mon, October 01 2012, 4:32 PM
pin gE
LS A
M
A- A A+
Djoko Suyanto: Coordinating Political, Legal and Security Affairs Minister: (Kompas/Riza Fathoni) Coordinating Political, Legal, and Security Affairs Minister Djoko Suyanto has rejected the findings by the National Commission on Human Rights' (Komnas HAM) investigative team that the 1965 purge was a gross human rights violation.
kli
"Define gross human rights violation! Against whom? What if it happened the other way around?" Djoko said on the sidelines of a meeting with the House of Representatives' Budget Committee on Monday. Djoko indicated that the mass killing during the anti-communist purge was justified as it was aimed at saving the country. "This country would not be what it is today if it didn't happen. Of course there were victims [during the purge], and we are investigating them," Djoko added. After a thorough investigation over nearly four years, Komnas HAM finally declared the killings in the 1965 purge a state-sponsored gross human rights violation.
The investigation found that widespread mass killings had occurred during the period and featured similar patterns, starting with victims being arrested and detained in military camps, where they were interrogated, tortured, raped or murdered. Following its investigation, Komnas HAM recommended the government set up a committee for Reconciliation and Truth, apart from a presidential apology to families of victims as well as the survivors. However, according to Djoko, such a recommendation was unreasonable due to the lack of a legal basis.
kli
pin gE
LS A
M
"We can't do that because the Constitutional Court has revoked the law on truth and reconciliation," he said.(iwa)
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/15/20243252/PBNU.Tolak.Permintaan.Maaf.kepada.Korban .Tragedi.65 PBNU Tolak Permintaan Maaf kepada Korban Tragedi 65
pin gE
LS A
M
Penulis : Aditya Revianur | Rabu, 15 Agustus 2012 | 20:24 WIB
AdityaPengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) dengan didukung berbagai kalangan purnawirawan Angkatan Darat dan Ormas menolak keras segala bentuk permintaan maaf dari pemerintah/Presiden Republik Indonesia terhadap korban tragedi 1965-1966. Pasalnya, cabang Nadhatul Ulama Jawa Timur dan
kli
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dengan didukung kalangan purnawirawan TNI Angkatan Darat dan ormas menolak keras segala bentuk permintaan maaf dari pemerintah/Presiden Republik Indonesia terhadap korban tragedi 19651966. Pasalnya, cabang NU Jawa Timur dan Jawa Tengah mengirimkan surat kepada PBNU menolak keras permintaan maaf kepada korban tragedi 1965. "Kami (PBNU) menolak permintaan maaf SBY kepada korban tragedi 65. Menurut kami, yang harus didorong adalah rekonsiliasi bukan meminta maaf," ujar As'ad Said Ali, Wakil Sekjen PBNU dalam deklarasi "Mewaspadai Kebangkitan PKI" di kantor pusat PBNU Salemba, Jakarta, Rabu (15/8/2012). Ali mengungkapkan, sebagai bangsa lebih baik jika persitiwa tragedi kemanusiaan 1965 dilupakan. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, lanjutnya, sudah memberikan tempat untuk memulihkan hak keturunan PKI sehingga permintaan maaf pemerintah pada korban tragedi 1965-1966 dipandang tidak perlu.
Selain itu, menurut As'ad Said Ali, pengadilan ad hoc justru akan menambah persoalan karena permasalahan yang menyangkut tragedi 1965-1966 lebih bernuansa politik daripada kemanusiaan. "NU tidak mendorong ke pengadilan karena tidak ingin mengungkit masalah yang lalu-lalu. Orang kita, kiai dibunuh PKI, kita juga tidak menuntut," tambahnya. As'ad Sail Ali mengungkapkan, NU melupakan tragedi 1965 sebagai bentuk bahwa NU berjiwa besar. NU tidak mengungkit masalah pembunuhan oleh PKI di tahun 1948 di Madiun karena melupakan dan memberikan maaf agar pembagunan karakter bangsa ke depan menjadi lebih baik.
M
"Kami bersikap sebagai bentuk dari berjiwa besar karena kami memegang saham di republik ini. Kami yang mendirkan republik ini. Kalau permintaan maaf dilakukan maka bangsa ini akan terus berantem," tegasnya.
LS A
Hal senada turut diungkapkan Suryadi, Ketua PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat), yang menjelaskan Komnas HAM saat merekomendasikan Presiden harus meminta maaf pada korban 65 telah mengobarkan permusuhan baru di kalangan masyarakat Indonesia. PPAD, lanjut Suryadi, menentang sikap Komnas HAM tersebut. Komnas HAM tidak selayaknya mendesak pemerintah untuk meminta maaf pada korban 1965 karena yang bertanggung jawab adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). "PKI itu pelaku kudeta. Buktinya sudah banyak. Tidak selayaknya pemerintah untuk meminta maaf. Komnas HAM belum berbuat adil," ungkapnya.
kli
pin gE
Editor : I Made Asdhiana
http://www.thejakartapost.com/news/2012/10/02/govt-denies-1965-rights-abuses-happened.html
Govt denies 1965 rights abuses happened
The Jakarta Post | Headlines | Tue, October 02 2012, 8:14 AM A- A A+
Paper Edition | Page: 1 The government has rejected the findings of the National Commission on Human Rights (Komnas HAM) declaring the 1965 communist purge a gross human rights violation and has refused to apologize for the victims of the atrocity.
M
Coordinating Political, Legal and Security Affairs Minister Djoko Suyanto rejected the Komnas HAM conclusion and insisted that the mass killings, which were state-sponsored according to the rights body, were justified to save the country from communists.
LS A
“Define gross human rights violation! Against whom? What if it had happened the other way around?” Djoko said on the sidelines of a meeting with the House of Representatives’ budget committee on Monday. Djoko indicated that the mass killings during the communist purge were justified as they were aimed at protecting the country.
pin gE
“This country would not be what it is today if it didn’t happen. Of course there were victims [during the purge], and we are investigating them,” Djoko added. After a thorough investigation lasting nearly four years, Komnas HAM finally declared the killings in the 1965 purge a state-sponsored gross human rights violation. The investigation found that widespread mass killings had occurred during the period and featured similar patterns, starting with victims being arrested and detained in military camps, where they were interrogated, tortured, raped or murdered.
kli
Following its investigation, Komnas HAM recommended the government set up a reconciliation and truth committee, and that a presidential apology be made to the families of victims as well as to survivors. However, according to Djoko, such a recommendation was unreasonable due to the lack a legal basis. “We can’t do that because the Constitutional Court has repealed the law on truth and reconciliation,” he said. Djoko said that President Susilo Bambang Yudhoyono should not make an official apology for the atrocity, arguing that the killings should be seen in an historical context. “We must look at what happened comprehensively. Mutiny against the state was planned by the communists. Immediate action was needed to protect the country against such a threat. Don’t
force the government to apologize,” Djoko said. Separately, Indonesian Military (TNI) Comr. Adm. Agus Suhartono shared Djoko’s conviction, saying that the TNI would not deliver an apology. “We will, of course, punish any members proven to have played roles in the incident. But, why bother doling out punishment when the Attorney General’s Office would certainly say that the soldiers were not guilty,” Agus said on the sidelines of an annual function to commemorate the 1965 failed coup at the Lubang Buaya Museum in East Jakarta, a monument built to strengthen the New Order’s version of the failed Sept. 30 coup, which was blamed on the Indonesian Communist Party (PKI).
LS A
M
The somber mood of the annual function was broken when organizers of the event played Yudhoyono-penned song “Ku Yakin Sampai Di Sana” (I Know I Will Get There) as the opening song for the ceremony. Yudhoyono served as a leader at the function, which was held to honor TNI officers who perished in the bloody 1965 incident.
kli
pin gE
-JP/Margareth S. Aritonang
http://nasional.kompas.com/read/2012/10/01/18502081/Menko.Polhukam.Soal.Peristiwa.1965.Jangan.Sekedar.T untut.Minta.Maaf
Pelanggaran HAM Menko Polhukam : Soal Peristiwa 1965, Jangan Sekedar Tuntut Minta Maaf Penulis : Hasan Sakri Ghozali | Senin, 1 Oktober 2012 | 18:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto meminta agar semua pihak melihat sejarah peristiwa 1965 dengan pandangan yang sangat luas bahwa ada pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI).
M
"Kita mesti melihat dengan kacamata tahun 1965 . Ada apa? Pemberontakan PKI. Jangan sekedar (tuntut pemerintah) minta maaf saja tanpa melihat kejadian yang sebenarnya di balik peristiwa 1965 itu," kata Djoko di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin ( 1/10/2012 ).
LS A
Sebelumnya, pemerintah Indonesia dituntut oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) untuk meminta maaf kepada korban 65 dan keluarganya atas dasar kejahatan HAM yang terjadi di masa lalu. Permintaan maaf tersebut harus segera dilakukan mengingat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan pernyataan bahwa tragedi kemanusiaan yang terjadi tahun 1965 hingga sesudahnya termasuk pelanggaran HAM berat.
pin gE
Djoko mengatakan, banyak aspek yang harus dilihat dan dipertimbangkan jika pemerintah ingin menyampaikan permintaan maaf. Pemerintah masih meneliti perihal adanya korban dalam peristiwa itu. Adapun terkait kesimpulan Komnas HAM terkait peristiwa 1965 , Djoko enggan mengomentari. Ketika ditanya perihal film The Act of Killing yang berisi pengakuan seorang algojo PKI, Anwar Congo , Djoko menjawab, "Saya belum lihat filmnya. Kalau saya belum lihat, bagaimana saya bisa berkomentar?"
kli
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan, sikap pemerintah yang menolak menyelesaikan kasus 1965 baik secara hukum maupun politik menyebabkan bangsa Indonesia terus tersandera masa lalu. Akibatnya, kata dia, negara ini sulit untuk maju. Meski demikian, Eva menilai tetap ada potensi untuk digelarnya rekonsiliasi nasional. "Tapi kebenaran tetap harus dibuka agar kedewasaan bisa kita capai dan kita tidak menghendaki hal yang sama terulang kembali," kata Eva. Editor : Hindra
http://nasional.kompas.com/read/2012/10/02/02074043/Menko.Polhukam.Lukai.Hati.Korban.Pelangga ran.HAM.
Menko Polhukam Lukai Hati Korban Pelanggaran HAM Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 2 Oktober 2012 | 02:07 WIB
DEPOK, KOMPAS.com — Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nurcholis menyatakan, sikap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto yang secara tidak langsung menolak permintaan maaf pemerintah pada korban pelanggaran HAM berat 1965-1966 telah mencederai hati korban dan kemanusiaan.
LS A
M
Pernyataan Djoko tersebut membuktikan bahwa pemerintah masih reaksioner memandang korban tragedi kemanusiaan 1965-1966. "Rekan pemerintah harus memahami posisi korban (pelanggaran HAM berat 1965-1966). Menurut saya, pernyataan (Djoko) itu tidak produktif sebab makna rekonsiliasi untuk korban lebih besar lagi, bukan hanya sekadar minta maaf lalu urusannya selesai," ujar Nurcholis dalam diskusi tragedi kemanusiaan 1965-1966 di Universitas Indonesia, Depok, Senin (1/10/2012) malam. Nurcholis menilai, perwakilan pemerintah seperti Menko Polhukam sepatutnya harus menjelaskan alasan pernyataannya secara komprehensif dan didukung oleh data sejarah yang tidak sepihak.
pin gE
Dia menilai, dalam masa reformasi seperti sekarang, sejarah sepatutnya dikritisi oleh banyak pihak, termasuk sejarah mengenai peristiwa di balik tragedi kemanusiaan 1965-1966 yang menyebabkan terbunuhnya sekitar tiga juta rakyat Indonesia, yang dituduh pengikut maupun simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka meregang nyawa tanpa dilakukan proses hukum terlebih dahulu. "Permasalahan adanya pelanggaran HAM berat harus diketahui generasi muda agar kejadian seperti itu tidak muncul lagi di Indonesia," terangnya.
kli
Pernyataan Menko Polhukam Djoko Suyanto tersebut berbanding terbalik dengan rekomendasi Komnas HAM sesuai Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal tersebut menyatakan, hasil penyelidikan Komnas HAM mengenai kasus tragedi kemanusiaan 1965-1966 dapat juga diselesaikan melalui mekanisme non-yudisial demi terpenuhinya rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Mekanisme tersebut, salah satunya, dapat berbentuk permintaan maaf Presiden kepada korban pelanggaran HAM berat 1965, di samping rehabilitasi, rekonsiliasi, dan kompensasi.
Sebelumnya, Menko Polhukam Djoko Suyanto meminta agar semua pihak melihat sejarah peristiwa 1965 dengan pandangan yang sangat luas bahwa ada pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI). "Kita mesti melihat dengan kacamata tahun 1965. Ada apa? Pemberontakan PKI. Jangan sekadar (tuntut pemerintah) minta maaf saja tanpa melihat kejadian yang sebenarnya di balik peristiwa 1965 itu," kata Djoko di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/10/2012).
Djoko mengatakan, banyak aspek yang harus dilihat dan dipertimbangkan jika pemerintah ingin menyampaikan permintaan maaf. Pemerintah masih meneliti perihal adanya korban dalam peristiwa itu. Adapun terkait kesimpulan Komnas HAM terkait peristiwa 1965, Djoko enggan mengomentari. Ketika ditanya perihal film The Act of Killing yang berisi pengakuan seorang algojo PKI, Anwar Congo, Djoko menjawab, "Saya belum lihat filmnya. Kalau saya belum lihat, bagaimana saya bisa berkomentar?"
kli
pin gE
LS A
Glori K. Wadrianto
M
Editor :
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432670/Kekuatan-Film-Pengkhianatan-G30SPKILuar-Biasa Sabtu, 29 September 2012 | 10:02 WIB
Kekuatan Film Pengkhianatan G30S/PKI Luar Biasa Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Film Pengkhianatan G30S/PKI adalah salah satu film yang berhasil menyedot penonton terbanyak. Data Peredaran Film Nasional menyatakan karya berdana Rp 800 juta itu menjadi film terlaris pertama di Jakarta pada 1984, dengan jumlah penonton 699.282 orang.
LS A
M
Secara sinematografi, banyak yang mengakui karya seni arahan Arifin C. Noer ini. “Kekuatan film luar biasa, banyak orang menerima film Pengkhianatan G30S/PKI sebagai representasi kenyataan,” ujar sejarahwan Hilman Farid dalam surat elektronik yang diterima Tempo, Kamis, 27 September 2012.
pin gE
Menurut Hilmar, film tersebut telah berhasil membuat generasi muda mengira apa yang terjadi di masa lalu seperti yang ada di film. “Jangankan film sejarah, kadang sinetron yang ditonton itu dipercaya benar adanya,” ujar peneliti dari Indonesia Institute of Social History ini. Buktinya adalah banyak pemain sinetron yang acap dimarahi di pasar karena mereka membawakan peran antagonis. Kemarahan penikmat sinetron, ia melanjutkan, memang sungguhan karena mengira yang ditonton itu nyata. Pada kasus film Pengkhianatan G30S/PKI, ia menguraikan, ada campur tangan kepentingan politik. Intervensi itu mengeksploitasi ketidaktahuan atau kesalahpahaman untuk mendapatkan apa yang diinginkan. “Film menjadi sarana yang efektif untuk kepentingan semacam itu,” ujar Hilmar. Pendapat Hilmar serupa dengan pemeran Soeharto dalam film tentang pembunuhan para jenderal itu, Amoroso Katamsi. “Memang tayangan audio visual itu lebih mudah untuk memasukkan gagasan, idea, atau ideologi,” ujar dokter kesehatan jiwa ini. Maka, tak ayal, dulu pemerintah Indonesia di era Orde Lama sempat melarang masuknya sejumlah film barat.
kli
Ia mencontohkan, pengaruh film terhadap kehidupan salah satunya adalah jin, celana berbahan denim. Waktu itu, jin belum masuk ke Indonesia. Tapi, ketika film-film Amerika membanjiri Indonesia dengan membawa gaya berpakaian bahan jin, mulailah produk itu ikut mejeng di tokotoko pakaian. “Banyak hal yang bisa mempengaruhi penonton. Apalagi, kalau terus menerus dijejalkan,” ujar Amoroso. Melalui film, dia melanjutkan, menjadi cara yang ampuh untuk menyebarluaskan dan memasukkan ide, gagasan, dan ideologi. Sebab, pemerintah merasakan bagaimana sulitnya menumpas gerakan komunis ketika terjadi pemberontakan pertama pada 1948 di Madiun. “PKI (Partai Komunis Indonesia) pernah berkhianat, “ ujar dokter yang juga tentara ini. Maka, menurutnya, wajar pemerintahan Orde Baru berusaha menumpas paham komunisme dengan segala cara dan biaya yang besar, termasuk lewat film berdana Rp 800 juta ini. DIANING SARI
M
LS A
Amaroso Katamsi, yang berperan sebagai Suharto, dalam film G30S/PKI. Dok. TEMPO. Maman Samanhudi. http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432726/Kegiatan-Bung-Karno-Kala-G30SPKI-versi-Pengawal
Sabtu, 29 September 2012 | 15:45 WIB Kegiatan Bung Karno Kala G30S/PKI Versi Pengawal
pin gE
TEMPO.CO, Jakarta- Letnan Kolonel Polisi (Purn) Mangil Martowidjojo merupakan eks Komandan Detasemen Kawal Pribadi dari Resimen Cakrabirawa. Kala kejadian penculikan serta pembunuhan tujuh jenderal revolusi, yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965, Mangil tengah bertugas mengawal Presiden Soekarno. Dalam majalah Tempo edisi 6 Oktober 1984, berjudul Kisah-kisah Oktober 1965, Mangil membuka lagi ingatannya akan hari berdarah itu.
kli
Pada 30 September 1965 malam, kata Mangil, Presiden Soekarno atau Bung Karno beragenda memberikan sambutan pertemuan Persatuan Insinyur Indonesia, di Senayan. Biasanya, di acara serupa banyak pejabat yang datang serta duduk dibangku penting atau very important person (VIP). Tapi tidak begitu dengan Kamis malam itu. Tidak sedikit kursi VIP melompong. ”Bapak (Soekarno) kelihatan agak kecewa melihat itu,” kata Mangil. Sekitar pukul 23.00, Bung Karno kembali ke Istana Merdeka. Dia mengganti baju kepresidenan dengan kemeja lengan pendek putih, celana abu-abu, tanpa kopiah. Tak lama waktu yang ia perlukan. Hanya 20 menit, kemudian Bung Karno keluar Istana. Menggunakan mobil Chrysler hitam, berplat B 4747, Bung Karno melaju ke Hotel Indonesia. Di sana, ia menjemput istrinya, Ratna Sari Dewi Soekarno. “Bapak tetap di mobil. Ajudannya, Suparto, yang menjemput menjemput Ibu Dewi,” kata Mangil. Dari Hotel Indonesia, mobil berjalan ke Wisma Yaso, kini Museum Satria Mandala di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Hari berganti. Pada 1 Oktober 1965, sekitar pukul 05.15, Mangil menerima telepon dari satu
anggota Detasemen Kawal Pribadi yang bertugas di Wisma Yaso. Laporan si petugas, “Hubungan telepon keluar Istana diputus Telkom atas perintah militer.” Mendapat kabar itu, Mangil bergegas pergi ke Wisma Yaso. Dalam waktu setengah jam ia sudah tiba di sana. Dan sekira jam 06.00, Mangil mendapat berita rumah Jenderal Abdul Haris Nasution dan Leimena ditembaki. 30 menit berlalu, Bung Karno keluar dari kamar. Ia masih mengenakan baju lengan pendek dan tanpa kopiah. “Bapak rupanya sudah dilapori soal penembakan itu,” ujar Mangil.
kli
LS A
pin gE
PDAT | CORNILA DESYANA
M
Kepada Mangil, Bung Karno meminta detail peristiwanya. Tapi yang ditanya tidak bisa menjawab. Pernyataan itu membuat Soekarno berang. Kemudian dia meminta saran apa yang harus dilakukannya. "Menurut kamu sebaiknya bagaimana?" kata Mangil menirukan pertanyaan Bung Karno. Mangil memberi saran Soekarno tetap tinggal di Wisma Yaso, “Atau pindah ke Istana." Atas saran Mangil, Soekarno pun beranjak ke Istana. Mereka berangkat dengan konvoi dan pengamanan ketat.
LS A
M
HomePolitikPolitik
Adegan film Penghianatan G30S/PKI. indonesianfilmcenter.com
pin gE
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432673/Film-Pengkhianatan-G-30-SPKI-Dicerca-danDipuji Sabtu, 29 September 2012 | 10:18 WIB Film Pengkhianatan G30S/PKI, Dicerca dan Dipuji Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Film Pengkhianatan G30S/PKI adalah salah satu karya Arifin C. Noer yang paling kontroversial. Film yang dibuat pada 1984 ini menjadi sinema yang wajib diputar dan ditonton di televisi tiap 30 September, sepanjang pemerintahan Orde Baru.
kli
Tak hanya televisi yang wajib menayangkannya, seluruh sekolah pun mengharuskan muridmuridnya menonton untuk kemudian membuat resensi film itu sebagai tugas sekolah. Pada 1998, peraturan yang mewajibkan pemutaran film ini kemudian dihapus, seiring munculnya kontroversi keabsahan sejarah Gerakan 30 September yang melibatkan bekas Presiden Soeharto. Film ini disebut-sebut sebagai upaya pembelokan sejarah demi kekuasaan dan hegemoni massal melalui media. Peristiwa pembunuhan para jenderal dan petinggi Angkatan Darat secara sadis dan tidak berperikemanusiaan terekam dalam film Pengkhianatan G30S/PKI. Film itu juga menggambarkan detail bagaimana para jenderal disiksa, disayat-sayat, dan alat kelaminnya dipotong. Runtuhnya pemerintahan rezim Soeharto membuat banyak pihak mempertanyakan kebenaran sejarah, termasuk yang digambarkan dalam film ini. Lantaran dianggap sebagai propaganda Orde Baru, Yunus Yosfiah, Menteri Penerangan pada 1998, kemudian melarang pemutarannya. Kebenaran adegan penyiletan dan penyiksaan lainnya terhadap para jenderal dibantah almarhum
Hendro Subroto, wartawan perang. Dia adalah saksi mata sejarah tersebut. Kala menjadi wartawan TVRI, Hendro mengabadikan pengangkatan jenazah enam jenderal dan seorang kapten pahlawan revolusi dari Lubang Buaya. Tepatnya pada 4 Oktober 1965. Puluhan tahun diam, pada Maret 2001, Hendro berani mengatakan apa yang dia lihat. Dia mengungkapkan beberapa detail yang menyimpang dari apa yang kemudian dipublikasikan dalam sekian buku sejarah dan film-film versi Orde Baru. "Tubuh para jenderal itu tidak disayatsayat," katanya saat diwawancara Tempo pada Maret 2001. Artikel wawancara ini dimuat dalam majalah Tempo edisi 11 Maret 2001.
LS A
M
"Saya sendiri belum melihat film Pengkhianatan G30S/PKI," kata Hendro. Dan almarhum adalah satu-satunya wartawan yang merekam semua peristiwa pengangkatan jenazah para jenderal itu dari Lubang Buaya. "Saya merasa aneh bahwa tidak ada orang yang membawakan peran saya sebagai satu-satunya wartawan yang merekam semua peristiwa pengangkatan jenazah itu dengan kamera film." Lantaran berada di lokasi, almarhum Hendro berani mengatakan ketujuh jenazah itu tidak mengalami pembengkakan. "Seperti yang saya katakan tadi: jika orang sehat dianiaya, disundut rokok, atau disayat senjata tajam, tubuh di bagian itu akan membengkak, sebagai reaksi dari sistem kekebalan tubuh manusia," katanya.
pin gE
Toh, sebagai sebuah karya seni, film Pengkhianatan G30S/PKI menuai banyak pujian, meskipun kebenaran ceritanya dipertanyakan. Pada 1984, Arifin C. Noer meraih penghargaan Piala Citra untuk skenario terbaik di film ini. Di perhelatan yang sama, Arifin juga masuk unggulan untuk kategori penyutradaraan terbaik film ini. Sedangkan Amoroso Katamsi, yang berperan sebagai Soeharto muda, menjadi kandidat pemeran utama pria terbaik.
kli
Yang juga kecipratan adalah Embie C. Noer yang diunggulkan dalam kategori tata musik terbaik, Hasan Basri untuk kategori tata kamera terbaik, dan Farraz Effendy yang masuk nominasi kategori tata artistik terbaik. Meski akhirnya, hanya Arifin yang pulang menggondol Piala Citra sebagai penulis skenario terbaik. Pada 1985, masih di Festival Film Indonesia, Pengkhianatan G30S/PKI mendapat penghargaan Piala Antemas untuk kategori film unggulan terlaris 1984-1985. Sutradara Hanung Bramantyo mengakui keunggulan film ini sebagai karya seni. "Terlepas dari film propaganda, secara sinematik film Pengkhianatan G30S/PKI rapi, detail, dan nyata," kata Hanung kepada Tempo, Kamis, 27 September 2012. "Saya sempat mengira itu bukan film, tapi real." NIEKE INDRIETTA
M
LS A
Arifin C Noor (kedua dari kiri) saat syuting film G30S/PKI di Jakarta, 1984. Dok. TEMPO/Maman Samanhudi
pin gE
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432671/Sosok-Dalang-G30S-PKI Sabtu, 29 September 2012 | 10:10 WIB Sosok ''Dalang'' Film Pengkhianatan G30S/PKI Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Film Pengkhianatan G30S/PKI membutuhkan waktu dua tahun untuk pembuatannya, dengan 120 tokoh lain dan 10 ribu figuran. Pembuatan film itu tak lepas dari tangan dingin sutradara Arifin C. Noer. Seperti ditulis majalah Tempo edisi 7 April 1984 dalam artikel Pengkhianatan Bersejarah dan Berdarah, Arifin membaca sebanyak mungkin, mewawancarai saksi sejarah, mencari properti asli untuk membuat film itu. Arifin pun mencita-citakan film ini menjadi film pendidikan dan renungan tanpa “menawarkan kebencian”.
kli
Arifin dikenal sebagai sutradara dengan latar belakang teater. Ia menyabet Piala Citra untuk film Serangan Fajar (FFI 1982) dan Taksi (1990). Arifin anak kedua dari delapan bersaudara. Anak Mohammad Adnan, penjual sate keturunan kiai, ini menggeluti kegiatan puisi dan teater sejak di SMP. Bersekolah di Yogyakarta, ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta. Sajak pertamanya, Langgar Purwodiningratan, mengenai masjid tempat ia bertafakur. Naskahnya Lampu Neon, atau Nenek Tercinta, memenangkan sayembara Teater Muslim, 1967. Ia kemudian bergabung dengan kelompok teater tersebut. Setahun kemudian, selesai kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, ia pindah
ke Jakarta. Ia lalu mendirikan Teater Kecil dan berhasil mementaskan cerita serta dongeng yang seperti bernyanyi. Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur lenong, stambul, boneka (marionette), wayang kulit maupun golek, dan melodi pesisir. ''Arifin adalah pembela kaum miskin,'' komentar penyair Taufiq Ismail setelah pementasan Interogasi, 1984. Ia sendiri santai berkata, ''Saya hidup di dunia kelam, dekat dengan kejelataan, dan musik dangdut.''
M
Lewat film Pemberang, ia dinobatkan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972 dan mendapat piala The Golden Harvest. Pada tahun itu, ''Peransi, pembuat film dokumenter, memperkenalkan film sebagai media ekspresi kepada saya,'' tuturnya. Arifin kembali tampil sebagai penulis skenario terbaik untuk Rio Anakku dan Melawan Badai dalam Festival Film Indonesia 1978. Ia meraih Piala Citra.
LS A
Mengaku autodidak di bidang sinematografi, ia mulai menyentuh kamera ketika Wim Umboh membuat film Kugapai Cintamu, 1976. ''Banyak menyutradarai teater, ternyata, merupakan dasar yang sangat perlu untuk film,'' katanya.
pin gE
Arifin sempat disebut sebagai sutradara termahal. Padahal, saat itu ia masih menghuni rumah kontrakan di Jalan Rawa Raya, Pisangan, Jakarta Timur, kendaraannya Mitsubishi Lancer berwarna putih. ''Kasihan terhadap diri saya sendiri,'' ujarnya. ''Orang sering menuding saya orang kaya.''
kli
Arifin, yang sebelumnya pernah menjalani operasi kanker di Singapura, sejak 23 Mei 1995 dirawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta karena penyakit kanker hati. Penyakit itulah yang merenggut jiwanya pada Minggu, 28 Mei, pukul 06.25.
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/01/078432914/Pengakuan-Anwar-Congo-Algojo-di-MasaPKI-1965 Senin, 01 Oktober 2012 | 05:51 WIB
Pengakuan Anwar Congo, Algojo di Masa PKI 1965 Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya dalam sejarah film Indonesia, sebuah film dokumenter menampilkan pengakuan seorang algojo PKI. Namanya Anwar Congo. Ia preman bioskop Medan. Dalam film The Act of Killing yang dibesut sutradara Joshua Oppenheimer itu, ia memperagakan ulang kekerasan-kekerasan yang pernah dilakukannya.
LS A
M
Film itu menampilkan kesadaran Anwar tentang bagaimana menjadi seorang pembunuh dan bagaimana seandainya menjadi korban yang dibunuh. Saat The Act of Killing diputar di Festival Film Toronto, pers Barat menyebut film itu mengerikan dan mengguncang batin. Itu karena Anwar tampak bangga dengan tindakannya. Bisakah film ini mengubah cara pandang masyarakat Indonesia tentang sejarah kelam 1965? Laporan utama majalah Tempo edisi 1 Oktober 2011 berjudul "Pengakuan Algojo 1965" mengungkap hal tersebut.
pin gE
Pembawaannya riang. Ia dikenal jago dansa. Penggemar Elvis Presley dan James Dean itu mengatakan sering membunuh sembari menari cha-cha. "Saya menghabisi orang PKI dengan gembira," katanya. Dalam sebuah adegan, bersama rekannya sesama algojo 1965, ia terlihat naik mobil terbuka menyusuri jalan-jalan di Medan. Mereka bernostalgia ke tempat-tempat mereka pernah membunuh, di antaranya sepotong jalan tempat ia menyembelih banyak warga keturunan Tionghoa. "Setiap ketemu Cina, langsung saya tikam…." Pengakuan "jujur" preman bernama Anwar Congo dalam film yang bakal ditayangkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta pada Oktober tahun ini tersebut bisa membuat siapa saja terperangah. Ada heroisme di situ. Anwar mengesankan dirinya penyelamat bangsa. Satu versi menyebutkan hampir satu juta orang PKI terbunuh pasca-1965. Ini pelanggaran hak asasi berat. Anwar hanyalah salah satu pelaku pembunuhan. Di berbagai daerah, masih banyak "Anwar" lain.
kli
Tempo kali ini mencoba melihat peristiwa 1965 dari perspektif para algojo. Tak ada niat kami membuka aib atau menyudutkan para pelaku. Politik Indonesia pada masa itu sangat kompleks. Menjelang tragedi September, konflik PKI dan partai politik lain memanas. PKI, yang merasa di atas angin, menekan penduduk yang tidak sealiran. Ketika keadaan berbalik, luapan pembalasan tak terkendali. Pembunuhan direstui oleh sesepuh masyarakat dan tokoh agama. Masa 1965-1966 tak bisa dinilai dengan norma dan nilai-nilai masa kini. Membaca sejarah kelam Indonesia pada masa itu hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan konteks sosial-politik-ekonomi pada masa itu pula. Namun, kita juga tahu betapa tak simetris informasi tentang tragedi 1965. Saat itu, semua koran dikuasai militer. Masyarakat dicekoki cerita bahwa komunis adalah musuh negara yang identik dengan ateisme. Militer menyebarkan daftar anggota PKI yang harus dihabisi. Militer melindungi para pelaku, bahkan menyuplai mereka dengan senjata. Di beberapa tempat, ada narapidana yang sengaja dilepaskan untuk memburu "sang musuh negara". Itu membuat para algojo menganggap wajar tindakan mereka.
Sejarah berulang: di sini dan di tempat lain. Di Israel, pernah seorang aparat kamp konsentrasi Nazi bernama Adolph Eichmann diadili. Ia pelaku pembantaian ratusan orang Yahudi. Ia merasa tak bersalah karena menganggap itu tugas negara. Filsuf Jerman, Hannah Arendt, yang mengamati sidang itu pada 1963, menulis buku terkenal Eichmann in Jerusalem: A Report of the Banality of Evil. Arendt melihat para eksekutor seperti Eichmann bukan pengidap skizofrenia atau psikopat, melainkan warga biasa yang menganggap wajar tindakannya karena dibenarkan negara. Arendt menyebut fenomena ini sebagai kedangkalan yang akut.
kli
pin gE
LS A
M
Seorang algojo menyatakan moralitas itu sesuatu yang relatif. Pembunuhan memang dilarang, tapi harus dilakukan untuk menyelamatkan bangsa dan agama. Ada pula yang diam-diam menyadari kesalahannya. Anwar, yang dalam film terlihat brutal, mengalami pergolakan batin tentang apa yang diperbuatnya. Menurut Oppenheimer, sang sutradara, sepanjang pembuatan film, Anwar ada kalanya seperti menyesali perbuatannya. Rasa heroik dan bersalah bersitegang di dalam diri mantan algojo. Seorang mantan jagal harus dipasung keluarganya karena, bila mengingat-ingat pembunuhan yang dilakukannya, ia ke luar rumah mengayun-ayunkan parang dan celurit.
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/01/078432913/Para-Jagal-dari-Tahun-yang-Kelam Senin, 01 Oktober 2012 | 05:49 WIB
Para Jagal dari Tahun yang Kelam Besar Kecil Normal
TEMPO.CO , Jakarta--Ia dulu tukang catut karcis bioskop di Medan. Dalam film dokumenter The Act of Killing (Jagal) karya sutradara Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer, yang diputar di Festival Film Toronto pada September lalu, blakblakan ia mengaku dengan sadis membantai orang-orang Partai Komunis Indonesia di Medan sepanjang 1965-1966.
M
Majalah Tempo 1 Oktober 2012 menurunkan edisi khusus mengenai kesaksian para jagal. Meniru tokoh-tokoh gangster dalam film Amerika yang ditontonnya, ia memiliki teknik khusus menjerat leher orang yang ia tuding anggota PKI agar darah tak muncrat membanjiri lantai.
LS A
Pembawaannya riang. Ia dikenal jago dansa. Penggemar Elvis Presley dan James Dean itu mengatakan sering membunuh sembari menari cha-cha. “Saya menghabisi orang PKI dengan gembira,” katanya. Dalam sebuah adegan, bersama rekannya sesama algojo 1965, ia terlihat naik mobil terbuka menyusuri jalan-jalan di Medan. Mereka bernostalgia ke tempat-tempat mereka pernah membunuh--di antaranya sepotong jalan tempat ia menyembelih banyak warga Cina. “Setiap ketemu Cina, langsung saya tikam…."
pin gE
Pengakuan "jujur" preman bernama Anwar Congo dalam film yang bakal ditayangkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta pada Oktober tahun ini tersebut bisa membuat siapa saja terperangah. Ada heroisme di situ. Anwar mengesankan dirinya penyelamat bangsa. Satu versi menyebutkan hampir satu juta orang PKI terbunuh pasca-1965. Ini pelanggaran hak asasi berat. Anwar hanyalah salah satu pelaku pembunuhan. Di berbagai daerah, masih banyak “Anwar” lain.
kli
Tempo kali ini mencoba melihat peristiwa 1965 dari perspektif para algojo. Selengkapnya baca Majalah Tempo.
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/01/078432911/Kesaksian-Para-Algojo-1965 Senin, 01 Oktober 2012 | 05:46 WIB
Kesaksian Para Algojo 1965 Besar Kecil Normal
M
TEMPO.CO, Jakarta--Untuk pertama kalinya dalam sejarah film Indonesia, sebuah film dokumenter menampilkan pengakuan seorang algojo PKI. Namanya Anwar Congo. Ia preman bioskop Medan. Dalam film The Act of Killing yang dibesut sutradara Joshua Oppenheimer itu, ia memperagakan ulang kekerasan-kekerasan yang pernah dilakukannya.
LS A
Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012 mencoba melihat peristiwa tragis itu dari perspektif para pembantai. Film itu menampilkan kesadaran Anwar tentang bagaimana menjadi seorang pembunuh dan bagaimana seandainya menjadi korban yang dibunuh. Saat The Act of Killing diputar di Festival Film Toronto, pers Barat menyebut film itu mengerikan dan mengguncang batin. Itu karena Anwar tampak bangga dengan tindakannya. Bisakah film ini mengubah cara pandang masyarakat Indonesia tentang sejarah kelam 1965?
kli
pin gE
Edisi khusus Tempo kali ini juga dilengkapi penelusuran ulang terhadap kamp-kamp konsentrasi yang didirikan militer di Pulau Buru, Plantungan, dan Moncongloe. Pelacakan juga kami lakukan terhadap ladang-ladang pembantaian PKI. Semua kami sajikan dalam edisi khusus yang berbarengan dengan peristiwa.
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/01/078432910/Untuk-Tumpas-PKI-Tentara-Pinjam-TanganRakyat Senin, 01 Oktober 2012 | 05:36 WIB
Untuk Tabok PKI, Tentara Pinjam Tangan Rakyat Besar Kecil Normal
M
TEMPO.CO, Jakarta-Dalam penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) tentara sengaja menggunakan orang-orang sipil. Mereka berasal dari berbagai kalangan tak terkecuali pesantren. Laporan utama majalah Tempo edisi 1 Oktober 2011 berjudul "Pengakuan Algojo 1965" mengungkap hal tersebut..
LS A
Di Kediri, misalnya, pondok pesantren, Ansor, dan tentara bersama-sama membantai anggota dan orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia.
pin gE
Menyandang kelewang, Abdul Malik memimpin 100 pemuda Ansor berjalan kaki dari lapangan alun-alun Kota Kediri menuju Kelurahan Burengan. Tujuannya: kantor Partai Komunis Indonesia. Sejak penyerbuan di Kelurahan Burengan pertengahan Oktober itu, selama berbulanbulan Abdul terus memimpin Ansor Kandat menumpas PKI. Menurut dia, aksi itu mendapat dukungan penuh sekaligus perlindungan dari tentara. Bukan hanya itu, setiap malam truk koramil datang ke rumah Abdul menyetorkan sejumlah anggota PKI untuk dieksekusi. "TNI yang menangkap mereka, sedangkan kami sebagai eksekutornya," katanya. "TNI seperti nabok nyilih tangan (meminjam tangan orang lain untuk memukul)."
kli
Hal senada terjadi di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Saat itu aktivitas pengajian di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, mendadak gaduh. Kiai Makhrus Aly, pengasuh pondok pesantren terbesar di Kediri itu, mengatakan massa PKI dalam jumlah besar akan menyerang Kediri. Kiai Makhrus mendapat informasi rencana penyerangan PKI dari Komando Daerah Militer Brawijaya. Sebelumnya memang sejumlah kiai pesantren di Jawa Timur seperti di Madiun hilang diculik. Diduga penculikan itu dilakukan oleh PKI. Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kiai Idris Marzuki, saat ditemui Tempo pertengahan September lalu mengatakan, kala itu seorang perwira Kodam memberi tahu Kiai Makhrus bahwa PKI akan menyerang Kediri pada 15 Oktober 1965. Dan Pesantren Lirboyo menjadi sasaran utama penyerbuan. Untuk lebih meyakinkan Kiai Makhrus, perwira itu menunjukkan sejumlah lubang mirip sumur yang digali di area tebu yang mengelilingi Pesantren Lirboyo. Ia mengatakan PKI membuat lubang-lubang itu untuk tempat pembuangan mayat para santri dan Kiai Lirboyo yang akan mereka bantai nanti. Kiai Makhrus, yang juga Ketua Suriah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, lantas menginstruksikan para santri untuk bersiaga. Semua santri dewasa mendapat pelatihan silat serta gemblengan ilmu kebal dari pengurus dan pendekar pesantren. Pesantren Lirboyo memang terkenal sebagai
gudang para pendekar. Sekitar separuh dari total 2.000-an santri ikut bergerak melawan PKI. Zainal Abidin, keponakan Gus Maksum, menuturkan, selama hidupnya, Gus Maksum sering bercerita tentang kiprahnya dalam menumpas PKI. Di setiap aksinya, tutur Zainal, Gus Maksum tak pernah menggunakan senjata. Cukup dengan tangan kosong, ia sanggup melumpuhkan setiap lawan.
M
Menurut Kiai Idris, tentara memang berada di belakang tragedi itu. Kodam bahkan mengirimkan pasukan berpakaian sipil ke Lirboyo. Tentara menjemput dan mengangkut santri dengan truk militer untuk selanjutnya mengirim mereka ke kantong-kantong PKI yang menjadi target operasi di seluruh wilayah Karesidenan Kediri. Di lapangan, militer memposisikan para santri di garis depan sekaligus sebagai algojo.
kli
pin gE
LS A
Toh, Kiai Makhrus masih punya batasan. Dia melarang para santri membunuh simpatisan PKI yang tinggal di sekitar Lirboyo. Alasannya, ia tidak ingin ada pertumpahan darah antara santri dan warga sekitar pesantren, yang kala itu banyak berafiliasi ke PKI. "Sehingga penumpasan di sekitar pesantren dilakukan oleh TNI sendiri," ujar Kiai Idris.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/10/03/mbarla-hasyim-muzadi-hamingin-hancurkan-islam Hasyim Muzadi: HAM Ingin Hancurkan Islam Rabu, 03 Oktober 2012, 10:12 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak Asasi Manusia (HAM) model barat menyatukan neokomunis dan liberalisme westernis untuk melawan dunia Islam. Pernyataan itu dilontarkan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi.
M
“Tidak seperti sebelum selesainya perang dingin dimana barat menghadapi komunisme timur. Tapi sesungguhnya komunisme internasional setelah perang dingin kehilangan dua pilar pokoknya, yakni atheisme dan proletarisme,” kata Kiai Hasyim di Jakarta, Rabu (3/10).
LS A
Kiai Hasyim merujuk dari keterkaitan Rusia, Cina, dan Eropa Timur yang telah menganut kebebasan agama secara relatif dan berkolaborasi terhadap kapitalisme. Sehingga kekuatan sandaran mereka lebih ke HAM westernis barat daripada ke Timur. (
pin gE
Lebih lanjut, Kiai Hasyim mengatakan, sikap tidak puas itu sangat berbahaya bagi Indonesia karena bangsa akan terbelah. "Umat Islam, bukan hanya NU akan bangkit bertahan bersama lintas agama dan kelompok pancasilais," katanya. Jikalau terjadi pertengkaran antaranak bangsa, Hasyim melihat indikasi intervensi bangsa asing yang ingin menginvasi ke Indonesia, serta menguasainya melalui jalur HAM yang sesungguhnya berisi imperialisme ekonomi. baca: Hasyim Muzadi: Jangan Buka Luka Lama Tragedi G30 S). "Saya harap manuver mengorek luka bangsa ini dihentikan sebelum bangsa ini diserahkan nasibnya ke asing,” kata pengasuh ponpes Al-Hikam ini mengakhiri.
kli
Redaktur: Karta Raharja Ucu Reporter: Indah Wulandari
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/10/03/mbaqe2-hasyim-muzadi-jangan-buka-luka-lama-tragedig30-s
Hasyim Muzadi: Jangan Buka Luka Lama Tragedi G30 S Rabu, 03 Oktober 2012, 09:46 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi mengingatkan agar pihak-pihak yang belum puas dengan rekonsiliasi para anak bangsa terkait masa lalu komunis di Indonesia tidak memperpanjang luka bangsa. Ketidakpuasan itu, salah satunya diwujudkan dengan meminta presiden meminta maaf.
M
“Mulailah mereka mendesak pemerintah atau presiden untuk meminta maaf. Padahal pemerintah sekarang tak ada hubungannya dan seterusnya berusaha membongkar luka lama dengan berkendaraan HAM versi westernisme," kata Hasyim Muzadi, Rabu (3/10).
LS A
Menurutnya kerukunan yang pernah dijalin antara kelompok anak-anak penganut komunis, anakanak pahlawan revolusi, anak-anak Kartosuwiryo, dan anak-anak PRRI/Permesta, sebenarnya cukup baik untuk menutup masa kelam yang lalu. “Sehingga mereka kembali sebagai anak bangsa yang sejajar kedudukan dan hak sebagai warga negara,” imbuh Kiai Hasyim.
kli
pin gE
Redaktur: Karta Raharja Ucu Reporter: Indah Wulandari
http://oase.kompas.com/read/2012/10/06/15553579/Ketoprak.yang.Tidak.Lagi.Lucu
Ketoprak yang Tidak Lagi Lucu Sabtu, 6 Oktober 2012 | 15:55 WIB Oleh Franz Magnis-Suseno SJ
Menurut para ahli, jumlah orang ”PKI” dan ”terlibat” yang dibunuh pada Oktober 1965-Februari 1966 minimal setengah juta dan maksimal 3 juta orang. Angka terakhir disebut oleh Sarwo Edhie, Komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat yang berperan menumpas PKI kala itu.
LS A
M
Kalaupun kita mengasumsikan angka korban terkecil (500.000 orang), pembunuhan itu masih termasuk empat pembantaian paling mengerikan yang pernah dilakukan umat manusia dalam bagian kedua abad ke-20. Yang pertama adalah kematian 30 juta orang atau lebih di China akibat ”kebijaksanaan” politik Mao Zedong. Kedua, pembunuhan 2 juta orang oleh rezim Pol Pot di Kamboja. Ketiga, pembunuhan 800.000 orang Tutsi dalam aksi genosida di Rwanda.
pin gE
Sempat muncul omongan pemerintah mau minta maaf. Namun, sekarang justru mereka yang dibunuh dan jutaan korban lain yang ditahan, disiksa, diperkosa, tanpa jelas apa kesalahannya, yang disuruh minta maaf lebih dahulu! Peristiwa kelam
Betul, saya sepakat bahwa komunisme adalah ideologi jahat dan PKI merupakan ancaman serius. Saya pun merasa lega ancaman PKI tidak ada lagi. Dalam Peristiwa Madiun 1948 dikatakan bahwa para pemberontak yang dipimpin Muso membunuh sekitar 4.000 orang, banyak di antaranya ulama dan tokoh agama lokal. Bisa dimengerti bahwa ingatan terhadap peristiwa itu tidak padam.
kli
Jelas juga, saya mengalami dan turut merasakan, pada 1965 suasana begitu serius. Ada semacam perasaan ”kami atau mereka”. Dalam udara, bau akan terjadi perang Bharatayudha begitu kuat. Semua itu menjadi latar belakang mengapa sesudah Gerakan 30 September bergerak, suatu pemecahan damai— yang didambakan Presiden Soekarno, jauh dari apa yang membara dalam masyarakat—sepertinya tidak mungkin. Mari kita urutkan lagi. Peristiwa tahun 1948 korbannya 4.000 orang, kemudian antara 19481965 korban mati akibat keganasan PKI masih bisa dihitung dengan jari dua tangan, dan terakhir peristiwa 1965. Sepanjang 1965-1966 ada 500.000 orang dibunuh, hampir 2 juta orang ditangkap (angka yang pernah disebutkan Sudomo, Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib 1978-1988), dan ratusan ribu ditahan lebih dari 10 tahun tanpa pengadilan, sering dalam keadaan amat tidak manusiawi.
Ini belum termasuk 10 juta orang yang distigmatisasi, dihancurkan identitasnya sebagai warga negara, dihina, dipersetan. Dan, sekarang mereka yang harus minta maaf? Bagaimana itu? Perlu diperhatikan, pembunuhan yang melibatkan masyarakat—biasanya ormas pemuda— terjadi tidak hanya di Jawa Timur, tetapi juga di Bali, Flores, Sumatera Utara, dan beberapa tempat lain. Artinya, pembunuhan itu bukan urusan satu golongan atau kelompok saja. Yang jelas, yang bertanggung jawab atas kejahatan itu adalah militer. Adalah tidak mungkin rakyat terlibat dalam pembunuhan tanpa mendapat petunjuk dan angin oleh militer. Sekarang dikatakan bahwa pembunuhan dalam ukuran genosida itu perlu karena ”kalau peristiwa itu tak terjadi, negara kita tak akan seperti sekarang”.
Omong kosong besar
LS A
M
Memang, pernyataan itu ada benarnya. Tanpa Gerakan 30 September, Jenderal Soeharto tidak akan menjadi Presiden RI dan seluruh sistem Orde Baru tidak akan ada. Namun, mengatakan bahwa bangsa Indonesia hanya bisa selamat setelah membunuhi ratusan ribu warga dan mencelakakan puluhan juta lainnya, sungguh keterlaluan. Saya jadi ngeri. Siapa lagi yang lantas perlu dibunuh agar bangsa ini bisa lebih maju lagi?
pin gE
Tentu saja ada nonsense, omong kosong, besar dalam ucapan itu. Nonsense yang mudah dimengerti alasannya. Nonsense itu seenaknya mencampurkan tiga tahap pasca-G30S. Pertama, penumpasan pasukan yang terlibat dalam penculikan dan pembunuhan di Jakarta dan Yogyakarta pada 1 Oktober 1965. Kedua, pembunuhan besar- besaran terhadap orang-orang PKI yang baru mulai tiga minggu kemudian di Jawa Tengah sesudah Sarwo Edhie Wibowo sampai dengan pasukan RPKAD-nya. Tahap ketiga dimulai sesudah Soeharto pada 11 Maret mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno. Terjadilah penangkapan, penahanan, dan penghancuran basis kehidupan lewat stigmatisasi sebagai pengkhianat bangsa dan penghinaan besar-besaran (ingat fitnah kotor terhadap Gerwani) yang sepenuhnya terjadi pada era Soeharto.
kli
Yang betul adalah bahwa andai kata sesudah 1 Oktober 1965 PKI oleh militer dinyatakan dibekukan, lalu semua kantor PKI ditutup/diduduki (sebagaimana memang terjadi), dan organisasi-organisasi yang dianggap berafiliasi dengan PKI dilarang, selesailah ancaman komunis. Tak perlu seorang pun dibunuh (kecuali yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 pantas dihukum sesuai peran mereka). Dengan mencampurkan tiga tahap di atas, seakan-akan kejahatan tahap kedua dan ketiga bisa ditutup-tutupi. Maka, yang kita saksikan sekarang bak ketoprak di pasar malam, tetapi tidak ada lucunya. Sungguh ini zaman edan, zaman kalabendu, di mana para korban disuruh minta maaf hanya karena ingin sedikit keadilan. Tuhan ampunilah kita semua.
Franz Magnis-Suseno SJ Guru Besar Emeritus STF Driyarkara
kli
pin gE
LS A
M
Sumber : Kompas Cetak Editor : Jodhi Yudono
http://cetak.kompas.com/read/2012/12/11/03345952/.presiden.diusulkan.agar.minta.maaf PELANGGARAN HAM
Presiden Diusulkan agar Minta Maaf Jakarta, Kompas - Pemerintah diminta segera menuntaskan pengusutan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Pemerintah juga harus bertanggung jawab menyelesaikan pelanggaran HAM akhir-akhir ini yang muncul akibat maraknya gejala intoleransi.
M
”Persoalan HAM masa lalu perlu diselesaikan dan dicarikan jalan keluar. Ketentuan HAM di konstitusi harus dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada lagi pelanggaran HAM di masa mendatang,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum Albert Hasibuan, Senin (10/12), di Jakarta.
LS A
Berkait dengan pelanggaran HAM pada masa lalu, Albert menyatakan akan mengusulkan kepada Presiden untuk mewakili pemerintah menyampaikan penyesalan dan meminta maaf atas kejadian pada masa lalu. Langkah itu merupakan penyelesaian secara politik, sekaligus bentuk rekonsiliasi untuk melepaskan bangsa dari beban sejarah yang kelam. Namun, usulan itu sepenuhnya keputusan Presiden.
pin gE
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam puncak peringatan Hari HAM di Istana Negara, Senin, mengatakan, pelanggaran HAM yang dilakukan negara kepada rakyat kini menurun drastis. Meski demikian, persoalan HAM tetap mengemuka karena pelanggaran HAM yang dilakukan sesama warga masyarakat masih terjadi. ”Pelanggaran HAM dari negara kepada rakyat menurun, tapi pelanggaran HAM horizontal masih terjadi,” kata Presiden. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad serta Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin hadir dalam acara itu. Dalam peringatan Hari HAM Ke-64, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyelenggarakan upacara duka atas matinya penegakan HAM di Indonesia. Aksi juga digelar di beberapa daerah.
kli
”Kita harus jujur, bandingkan dengan 10 tahun lalu, banyak kemajuan,” kata Yudhoyono soal berkurangnya pelanggaran yang dilakukan negara kepada rakyat. Namun, pelanggaran HAM antarwarga masih terjadi. ”Masih banyak yang salah mengartikan kebebasan,” katanya. Presiden menjelaskan, penegakan HAM merupakan bagian dari konstitusi dan juga merupakan roh reformasi dan nilai utama demokrasi. Namun, demokrasi tidak melulu berkait kebebasan. ”Demokrasi berkaitan dengan kebebasan dan pranata hukum, berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Mari kita pasangkan masing-masing bagian itu,” katanya. Dengan demikian, HAM tidak boleh digunakan semaunya sampai mengganggu HAM orang lain. ”Penggunaan hak juga dibatasi, dengan moral, agama, keamanan, dan ketertiban umum. Jadi, itu tidak absolut,” kata Yudhoyono.
Seiring dengan membaiknya penegakan HAM di Indonesia dibandingkan masa silam, menurut Presiden, Indonesia pun kini lebih aktif mendorong pengembangan HAM di kawasan. ”Kita sangat aktif dan berkontribusi dalam pengembangan HAM di kawasan, di ASEAN,” katanya. Amir Syamsuddin menilai, penegakan HAM saat ini sudah baik. ”Kalau mau jujur, belum pernah rakyat Indonesia menikmati dengan baik hak asasinya seperti saat sekarang ini,” katanya. Dalam kajian The Habibie Center (THC), kekerasan selama Mei-Agustus 2012 masih tetap tinggi, yaitu 2.344 kasus dengan 291 korban tewas. Ribuan kasus itu banyak terkait konflik persinggungan harga diri dan main hakim sendiri, serta masalah kriminalitas.
kli
pin gE
LS A
M
”Dibanding periode sebelumnya, ada peningkatan isu identitas sampai lebih dari dua kali lipat. Dampak tewas dalam isu sumber daya meningkat sekitar empat kali lipat. Dampak kekerasan akibat isu separatisme dan kekerasan pelajar meningkat dua kali lipat,” kata Inggrid Galuh Mustikawati, peneliti THC.(WHY/ATO/FER/IAM/ABK/HAN/JON/SEM)
M
http://www.merdeka.com/peristiwa/komnas-ham-didesak-umumkan-penyelidikan-kasus-65.html Selasa, 8 Mei 2012 11:47:45 Komnas HAM didesak umumkan penyelidikan kasus '65
LS A
Aksi KontraS tuntut penyelesaian kasus 65. merdeka.com/Mustiana KATEGORI Peristiwa Reporter: Mustiana Lestari
pin gE
Sejak 2008 hingga sekarang, Komnas HAM masih belum mengumumkan hasil penyelidikan projustisia tragedi 1965/1966. Padahal hasil tersebut ditunggu-tunggu oleh para korban tragedi kemanusiaan pada masa transisi Orde Lama ke Orde Baru itu. "Kita desak untuk Komnas HAM memanfaatkan momentum penting ini untuk mengambil tindakan yang berarti untuk korban," kata Ketua Badan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Usman Hamid, dengan penuh semangat di kantor Komnas HAM, Selasa (8/5).
kli
Usman mengatakan, KontraS sudah menuntut kejelasan tragedi tersebut sejak tahun 2005 hingga sekarang. Komnas HAM juga telah melakukan empat kali rapat paripurna untuk merumuskan keputusan terkait tragedi 65/66. Waktu yang lama ini mengakibatkan korban-korban pelanggaran HAM itu belum mendapat pembelaan dan masih terkatung-katung menunggu kepastian hukum. "Alasan formil maupun materiil tidak boleh menjadi penghalang, korban peristiwa 65/66 berhak mendapat akses keadilan yang cepat dan setara," tambah Muhammad Daud Bereuh selaku staf divisi pemantauan impunitas KontraS. Hal ini dipertegas oleh salah satu korban tragedi tersebut. "Bukan hanya masyarakat umum, tentara dan polisi ditahan tanpa proses pengadilan," ujar Tedi, salah satu perwira TNI AL yang ditahan pada tahun 1965/66. Hari ini adalah hari terakhir paripurna. Namun KontraS menyesalkan tidak hadirnya Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, justru di saat yang paling penting hari ini.
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/22/04560780/kekuatan.lama.bercokol Selasa, 22 Mei 2012
Kekuatan Lama Bercokol
kli
pin gE
LS A
M
Tidak Ada Pemimpin Kredibel yang Mengawal Reformasi
Kekuatan Lama Bercokol
Jakarta, Kompas - Perjalanan reformasi sejak 1998 dinilai melenceng karena terlalu memberi tempat pada kekuatan-kekuatan lama yang korup dan otoriter. Bercokolnya kekuatan lama itu membuat reformasi pun dibajak. Akibatnya, tidak semua agenda reformasi dilaksanakan. ”Kita terlalu mengakomodasi kekuatan lama. Mereka diakomodasi untuk kemudian bermain dengan peraturan-peraturan baru yang dibuat pada awal reformasi,” kata pengamat politik Burhanuddin Muhtadi di Jakarta, Senin (21/5).
”Ibarat mobil, reformasi memang menghadirkan mobil baru. Banyak undang-undang dan peraturan baru dibuat, bahkan UUD 1945 juga diamandemen. Namun, sopir dan kernet yang mengendalikan mobil itu tidak berubah. Jadi, jalannya mobil tetap tidak keruan,” ujar Ray Rangkuti dari Lingkar Madani untuk Indonesia. Salah satu faktor yang membuat kenyataan seperti itu terjadi adalah tidak ada pemimpin otentik yang mengawal reformasi. Tidak ada pemimpin yang kredibel dan berintegritas. Regenerasi kepemimpinan diyakini jadi kunci kesuksesan reformasi. ”Kita tidak punya pemimpin yang otentik. Pemimpin partai kita punya kartu mati sehingga mereka pun melakukan politik transaksional,” kata Burhanuddin.
LS A
M
Karena itu, menurut Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas, regenerasi kepemimpinan bangsa diyakini sebagai kunci kesuksesan reformasi. Tanpa ada regenerasi, upaya reformasi akan gagal. ”Kalau tidak ada regenerasi, bisa jadi ada reformasi lagi. Kalau regenerasi tidak disiapkan, ya, pasti (reformasi) gagal,” kata Taufiq di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
pin gE
Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menjelaskan, kunci dari reformasi adalah regenerasi kepemimpinan bangsa. Kemandekan regenerasi di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto diyakini sebagai penyebab kegagalan pemerintahan. Perbaiki sistem perekrutan
Presiden Soekarno diturunkan sebelum masa jabatan berakhir karena tidak mau menyiapkan pengganti. Begitu pula Presiden Soeharto diturunkan karena dianggap terlalu lama menjabat. Selama 32 tahun, Soeharto menjadi presiden tanpa mau menyiapkan pengganti. Jika tidak ingin reformasi kembali gagal, kata Taufiq, parpol seharusnya mulai memikirkan regenerasi kepemimpinan nasional.
kli
”Partai Demokrat pasti akan menyiapkan pengganti karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah dua kali menjabat. Sekarang tinggal PDI-P, mau enggak Ibu Mega (Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri), lalu Partai Golkar mau enggak (regenerasi)?” ujarnya. Burhanuddin pun mengatakan, partai perlu memperbaiki sistem perekrutan dan pengaderan sehingga tokoh yang muncul dari parpol adalah orang-orang yang memiliki integritas dan kredibilitas tinggi. Dikatakan, pada era reformasi, kekuatan bergeser ke legislatif, berbeda dengan era Orde Baru ketika kekuasaan berpusat pada eksekutif. Di tengah kekuasaan yang condong ke legislatif, parpol tidak transparan, terutama dalam hal pengeluaran dana kampanye. Dibajak
Dengan bercokolnya kekuatan lama, kata anggota DPR dari PDI-P, Ganjar Pranowo, reformasi telah dibajak. Akibatnya, tidak semua agenda reformasi dilaksanakan. Menurut dia, hanya tiga agenda reformasi yang dijalankan, yakni amandemen UUD 1945, pencabutan dwifungsi ABRI, dan penerapan otonomi daerah. Tiga agenda lain sama sekali tidak berjalan, yaitu pengadilan Soeharto dan kroninya; pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); serta penegakan hukum. Ray Rangkuti melihat, era reformasi tidak diiringi dengan perubahan budaya. Sekitar 70 persen elite politik yang berkuasa di era reformasi merupakan didikan atau orang Orde Baru. Akibatnya, sejumlah masalah Orde Baru, seperti maraknya KKN, kembali terulang.
LS A
M
Dalam ” mobil” reformasi, sejumlah aktivis 1998 yang menjadi penumpang, menurut Ray, berusaha idealis dan mempertahankan komitmennya. Namun, penumpang lain secara perlahan menjadi pragmatis, ikut melakukan KKN. Kondisi ini makin diperparah oleh pandangan sebagian masyarakat Indonesia bahwa orang lebih dihargai karena punya harta dan kuasa dibandingkan mampu mengendalikan diri atau dapat menyalurkan aspirasi masyarakat.
pin gE
Anggota DPR dari PDI-P, Budiman Sudjatmiko, mengatakan, saat ini sebagian elite merasa sudah puas dengan capaian menumbangkan Soeharto. Kekuatan-kekuatan lama yang korup dan otoriter masih menguasai sumber daya keuangan dan jaringan yang digerakkan untuk menguasai tampuk-tampuk kekuasaan lewat jalur demokrasi. Reformasi harus dilihat sebagai upaya melonggarkan cengkeraman politik yang otoriter dan demokrasi semu. Realitasnya, reformasi hanya berhasil menjamin kebebasan politik. Dengan kebebasan ini semua hak politik orang bisa terjamin. ”Termasuk mereka yang dulu jadi bagian kekuasaan yang otoriter dan korup,” kata Budiman.
kli
Akibatnya, menurut Direktur Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, reformasi pun ternyata tidak hanya membuahkan desentralisasi kekuasaan, tetapi juga cenderung menghasilkan desentralisasi korupsi. Hal ini terjadi karena akuntabilitas dan pengawasan kekuasaan di daerah yang cenderung lemah dan dorongan politik lokal berbiaya tinggi. ”Korupsi di daerah telah berada di stadium empat, di level kritis yang memerlukan penanganan dengan cara yang luar biasa,” kata Robert. Staf Khusus Presiden Bidang Politik Daniel Sparringa mengakui, ada tanda-tanda yang cukup jelas bahwa sistem yang diciptakan melalui UU saat ini mengakibatkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan proses desentralisasi. ”Reformasi seharusnya juga menyentuh pada bagaimana membangun tata kelola pemerintahan,” ujarnya.
Hal itulah yang menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyebabkan korupsi dan reformasi birokrasi tetap menjadi masalah utama bangsa Indonesia.
kli
pin gE
LS A
M
(NTA/BIL/WHY/ATO/NWO/DIK)
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/22/04544366/kami.harus.bangkit.melanjutkan.hidup
KORBAN PELANGGARAN HAM
Kami Harus Bangkit Melanjutkan Hidup OLEH M HERNOWO Selasa (15/5) siang itu, Nurhayati (45) terlihat sibuk di warungnya yang berada di halaman kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan di Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat. Dibantu Syahril (18), anaknya, Nurhayati memasak mi instan dan membuat teh atau kopi hangat pesanan orang-orang yang ada di kantor Kontras.
LS A
M
”Kalau di Kontras ada acara, warung ramai,” kata Nurhayati. Siang itu, belasan orang masih berkumpul di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) karena baru saja mengikuti jumpa pers terkait laporan tahunan Human Rights Watch tentang penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Warung Nurhayati saat ini berbeda dibandingkan dengan ketika pertama kali warung itu dibuka sekitar lima tahun lalu. Saat itu, warung hanya berupa sebuah meja yang diletakkan di teras kantor Kontras. Di meja itulah dijajakan makanan. Di samping meja, ada sebuah kulkas sumbangan Suciwati, istri pegiat HAM, Munir (alm). Kulkas itu untuk membuat es.
pin gE
Kini warung sudah punya ruangan terpisah, tidak lagi menumpang di teras. Makanan yang disajikan juga makin bervariasi. Ada mi instan, nasi rames, dan minuman dingin. Ikut dijajakan juga kaus titipan mantan Koordinator Kontras Usman Hamid seharga Rp 75.000 per potong dan madu kiriman dari warga Baduy, Banten. Namun, ada yang tidak berubah di warung itu, yaitu tetap dikelola korban atau keluarga korban pelanggaran HAM. Nurhayati adalah anak Bakhtiar, salah satu korban tewas dalam kerusuhan Tanjung Priok, September 1984. Darwin, korban kerusuhan Mei 1998, juga masih sering menitipkan makanan di warung itu. Sementara Dede, salah satu korban kerusuhan Mei 1998, tidak lagi bekerja di warung itu karena sudah bekerja di sebuah pabrik di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
kli
Warung itu memang didirikan oleh keluarga korban pelanggaran HAM yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI). Para pengelola warung awalnya diminta mengisi kas IKOHI Rp 100.000 setiap bulan. Namun, dengan inisiatif sendiri, mereka sekarang menyetor Rp 300.000 setiap bulan. ”Uang itu untuk membantu anggota IKOHI yang terkena musibah,” kata Nurhayati. Awalnya, warung itu didirikan untuk membantu para keluarga korban pelanggaran HAM mencari nafkah. Pasalnya, mereka umumnya berasal dari masyarakat bawah yang tidak berpenghasilan tetap. Mengharapkan bantuan dari pemerintah seperti menunggu Godot yang tak akan pernah tiba. ”Saya berpikir, akhirnya kami sendiri yang harus bangkit melanjutkan hidup. Kami harus berusaha mengatasi persoalan kami sendiri. Jika tunggu uluran tangan orang atau pemerintah,
sampai kapan?” tanya Nurhayati yang kini menggantungkan hidup dari warung tersebut. Suami Nurhayati tidak lagi bekerja setelah terkena pemutusan hubungan kerja dari perusahaan tempat dia bekerja di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Namanya warung sederhana, hitung-hitungannya pun sederhana. Nurhayati mengaku sulit menghitung angka pasti pemasukan dari warung itu. Pasalnya, banyak konsumen yang membayar secara mingguan atau bulanan. ”Yang penting, lewat warung itu kami dapat ikut makan,” ucapnya.
LS A
Tak kendurkan niat
M
Koordinator Kontras Haris Azhar menuturkan, para keluarga korban pelanggaran HAM memang harus diusahakan untuk mampu melanjutkan hidup. Idealnya, mereka dapat mandiri secara ekonomi. ”Kontras pernah membantu memberi pinjaman sekitar Rp 1 juta untuk mendirikan warung itu. Hanya bantuan itu yang dapat kami berikan,” tutur Haris.
Di tengah kesibukan berjibaku di warung tersebut demi bertahan hidup, para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM itu tidak mengendurkan niat untuk menuntut keadilan dan kebenaran. Mereka tetap menuntut ada pengusutan hingga tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM.
pin gE
Ridha Saleh, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mengaku, para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masih sering mendatanginya untuk menanyakan perkembangan kasus-kasus mereka. Komnas HAM juga telah menyelesaikan penyelidikan sejumlah kasus, terutama yang terjadi pada awal reformasi tahun 1998. Misalnya, kerusuhan Mei 1998 dan penghilangan paksa sejumlah aktivis sepanjang 1997-1998. ”Komnas HAM sudah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden berjanji untuk menuntaskan kasus-kasus itu. Namun, sampai sekarang pemerintah belum juga membentuk pengadilan HAM ad hoc dan Kejaksaan Agung juga belum memulai penyidikan,” tuturnya.
kli
Ridha menduga, ada kekuatan politik yang membuat berbagai kasus pelanggaran HAM tidak kunjung dituntaskan. Ada saling sandera di kalangan elite politik. Ini jelas terlihat dari sikap elite politik yang tak pernah menjadikan dugaan pelanggaran HAM, seperti kerusuhan Mei 1998, sebagai masalah prioritas yang harus dituntaskan. ”Dengan tidak melanjutkan temuan Komnas HAM atas kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut, negara telah melindungi kejahatan dan menjaga tetap berlangsungnya kejahatan,” kata Ridha. Di tengah kesibukan para elite negara melindungi kejahatan dan bersekongkol menikmati buah reformasi, para korban dan keluarganya, seperti Nurhayati dan Darwin, justru dibiarkan tanpa perhatian. Ketika para korban berjuang untuk menuntut penuntasan kasus-kasus pelanggaran demi keadilan, mereka yang umumnya warga kebanyakan itu juga terus berjuang untuk bertahan. Apakah rakyat hanya menjadi tumbal para elite?
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/22/03575848/pemerintahan.sby.tak.manfaatkan.duk ungan PELANGGARAN HAM
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
M
Pemerintahan SBY Tak Manfaatkan Dukungan
LS A
Buruh dari Sekretariat Bersama berunjuk rasa memperingati 14 tahun reformasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/5). Reformasi yang diawali dengan lengsernya Presiden Soeharto tahun 1998 itu dinilai tidak membawa perubahan kepada masyarakat terutama kesejahteraan kaum buruh.
pin gE
Jakarta, Kompas - Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tidak memanfaatkan dukungan yang dimilikinya untuk melakukan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Padahal, pelanggaran hak asasi manusia yang tidak diselesaikan secara memadai akan memunculkan persoalan hak asasi manusia yang baru. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, Senin (21/5) di Jakarta, mengatakan, Presiden Yudhoyono memiliki dukungan besar. Ia juga merupakan presiden yang berkuasa paling lama di era reformasi. Akan tetapi, kesempatan besar untuk memberikan kontribusi maksimal bagi penyelesaian pelanggaran HAM di masa silam itu malah tidak dimanfaatkannya dengan baik. ”Maka, atas dasar itu, saya menilai persoalan HAM paling buruk terjadi di era SBY,” paparnya.
kli
Haris menilai, pelanggaran HAM tidak selesai di era reformasi, antara lain juga karena pada awal reformasi semua kekuatan hanya fokus pada upaya membangun atau memperkuat institusi demokrasi untuk mencegah terulangnya pelanggaran HAM. Pada 14 tahun lalu, hampir tidak ada kekuatan yang berupaya menyiapkan pranata bagi penyelesaian pelanggaran HAM di masa silam. Sejumlah tokoh yang dahulu diduga terlibat dalam praktik pelanggaran HAM sekarang pun melenggang bebas. Beberapa dari mereka malah menempati posisi tertentu di pemerintahan. Situasi tersebut membuat tokoh HAM, Munir, tewas dibunuh. ”Kasus Munir paling kasatmata. Dia banyak mengungkap kasus HAM masa silam, tetapi menjadi korban karena pelakunya menempati posisi di instansi negara,” tutur Haris. Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani, juga menekankan pentingnya bagi pemerintahan sekarang untuk mengupayakan
penyelesaian pelanggaran HAM di masa silam. Penyelesaian tersebut akan memberikan kerangka bagi penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi pada beberapa waktu terakhir. Sekretaris Departemen Pemajuan dan Perlindungan HAM Partai Demokrat Rachlan Nasidik mengatakan, untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM di masa silam, diperlukan keja sama dari berbagai pihak. Upaya penyelesaian tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah atau negara.
kli
pin gE
LS A
M
Karena itu, kelompok masyarakat sipil perlu juga ikut memikirkan bentuk-bentuk penyelesaian yang kreatif. Alasannya, ada bentuk penyelesaian yang sulit diimplementasikan karena tidak memiliki payung hukumnya. Kelompok masyarakat sipil diharapkan juga ikut aktif melakukan tekanan lewat jalur politik agar penyelesaian kasus HAM di masa silam menjadi perhatian partaipartai politik. (ATO/ONG)
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/23/04591570/pemenuhan.ham.di.ujung.tanduk Rabu, 23 Mei 2012
REFORMASI Pemenuhan HAM di Ujung Tanduk
Selama 14 tahun reformasi, kenyataannya pemerintah belum memandang penting penegakan hak asasi manusia. Buktinya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan untuk tiga Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia dipotong. Akibatnya sejumlah rencana tidak dapat dilaksanakan karena ketiadaan dana.
M
Tiga Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LN HAM) yang dimiliki Indonesia saat ini ialah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Mereka seharusnya diberi mandat seluas mungkin sebagaimana mandat LN HAM yang telah dirumuskan oleh Prinsip-prinsip Paris (Paris Principle) agar LN HAM dapat bekerja optimal.
LS A
Ketiga LN HAM ini sekarang tengah berada di ”ujung tanduk”, harus bergelut menghadapi akibat dari kebijakan pemotongan anggaran APBN. Baik Komnas HAM maupun KPAI menghadapi pemotongan 30 persen, sedangkan Komnas Perempuan sampai 85 persen.
pin gE
”Pemotongan jumlah anggaran yang pukul rata dan tak dimusyawarahkan secara otomatis berimplikasi terhadap ekspektasi publik dan berdampak terhambatnya pemenuhan HAM dan hak-hak konstitusi warga negara. Padahal, LN HAM memiliki kekhususan dibandingkan lembaga lainnya. Seharusnya ada tindakan afirmasi dari negara,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah. ”Salah satu dampak dari pemotongan APBN adalah menghambat penyusunan Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. Padahal, catatan tahunan itu merupakan metode tracking system kekerasan terhadap perempuan untuk mengetahui tren dan angka kekerasan setiap tahun,” ucap Desti Murdijana, Pejabat Sementara Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan.
kli
Ketiga LN HAM dapat memahami bahwa kebijakan pemotongan anggaran ini dimaksudkan untuk penghematan kas negara. Namun, karena diselenggarakan dengan pola pukul rata, kebijakan itu merisikokan komitmen negara atas HAM. Apalagi dukungan negara pada kinerja LN HAM sangat dibutuhkan di tengah persoalan pelanggaran HAM yang semakin kompleks dan meluas. Namun, kebutuhan masyarakat ataupun peran strategis LN HAM tampaknya belum dipahami secara komprehensif oleh para penyelenggara negara. Surat Komnas HAM Nomor 072/SES/III/2012 tanggal 16 Maret 2012 kepada Menteri Keuangan untuk meminta pertimbangan khusus terkait peran LN HAM, misalnya, juga tidak mendapatkan tanggapan berarti. Berhadapan dengan situasi ini, Komnas Perempuan, KPAI, dan Komnas HAM mendorong Komisi III DPR mengawasi kebijakan reformasi birokrasi dan reformasi keuangan negara untuk
kli
pin gE
LS A
M
memastikan penyelenggaraan tanggung jawab negara atas HAM. (LOK) Persoalan pelanggaran HAM semakin kompleks dan meluas.
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/28/02033874/evaluasi.ham.dan.kedewasaan.indonesia
Senin, 28 Mei 2012
Evaluasi HAM dan Kedewasaan Indonesia Rafendi Djamin
Indonesia mendapat sorotan masyarakat internasional terkait pelaksanaan hak asasi manusia dalam sidang berkala Dewan HAM PBB, 23 Mei 2012. Dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) itu, Pemerintah Indonesia sulit mempertahankan citranya di mata dunia karena pada saat yang sama pelanggaran HAM terus terjadi.
LS A
M
Mengacu kepada rekomendasi UPR tahun 2008, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah didorong antara lain untuk meratifikasi konvensi internasional, melindungi pembela HAM, menghapus impunitas, melindungi warga negara, dan membangun kapasitas aparat negara. Pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi itulah yang dipertanyakan Dewan HAM PBB dan sejumlah negara yang terlibat dalam sidang UPR 2012. Selain itu, sidang juga banyak menyoroti kondisi HAM di Indonesia dalam empat tahun terakhir, seperti kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berekspresi, pemenuhan hak ekonomi sosial dan budaya, termasuk buruh migran dan pengelolaan sumber daya alam.
pin gE
Pencitraan dan perubahan
Sebagai salah satu pilar PBB, HAM menjadi salah satu tolok ukur kesejahteraan warga pada setiap negara. Tak terkecuali Indonesia yang juga menjadi salah satu anggota Dewan HAM sejak 2011 setelah terpilih untuk ketiga kalinya. Capaian-capaian konkret sungguh diharapkan agar dapat memanusiakan manusia melalui tangan pemerintah.
kli
Sebuah pertanyaan kemudian mengemuka, yaitu apakah Pemerintah Indonesia masih sekadar memosisikan HAM sebagai alat pencitraan atau betul-betul telah berupaya memberikan perubahan positif di level nasional? Tentu tak mudah menjawab pertanyaan tersebut, tetapi setidaknya rekomendasi UPR 2008 di atas dapat menjadi tolok ukur implementasi HAM di Indonesia dalam empat tahun terakhir. Pemerintah memang telah mencoba bergerak untuk berubah, misalnya berkomitmen mengundang beberapa Pelapor Khusus HAM PBB ke Indonesia. Praktik ini tentu saja membawa pencitraan yang baik Indonesia di mata internasional, apalagi dibarengi dengan pelbagai usaha positif pemerintah mengembangkan mekanisme HAM di level ASEAN dan OKI. Namun, perubahan tersebut belum terasa signifikansinya dalam dinamika HAM di level nasional. Bahkan, pemerintah terlihat gagal menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beragama dan berkeyakinan secara baik dan maksimal, seperti kasus GKI Taman Yasmin, Syiah, dan beragam kasus kekerasan lain.
Belum lagi permasalahan Papua dan konflik tambang dan perkebunan sawit. Komitmen pemerintah semakin tak terasa dan absen dalam persoalan impunitas, seperti penyelesaian kasus Munir, Trisakti, dan Semanggi I dan II. Dalam konteks ini citra Indonesia sebagai bangsa merdeka di tengah pergaulan internasional cukup baik, tetapi sayang perubahan dan capaian citra tersebut belum dibarengi oleh perubahan di tingkat nasional. Padahal, seharusnya sasaran dan tujuan utama politik internasional adalah perubahan yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat atau warga negara tanpa terkecuali. Evaluasi dan kedewasaan
M
Mekanisme UPR merupakan sebuah mekanisme yang baru berjalan satu periode sejak 2008. Tahun ini merupakan kali kedua Indonesia dievaluasi, bersama dengan Bahrain, Aljazair, Tunisia, Maroko, Filipina, Inggris, dan India.
LS A
UPR sama sekali bukan sebuah mekanisme penghakiman atau penghukuman terhadap kondisi HAM suatu negara. Sebaliknya, mekanisme ini dibuat untuk memajukan dan mendorong pelaksanaan Deklarasi Universal HAM di level nasional.
pin gE
Semua negara anggota PBB berkewajiban untuk terlibat dalam proses evaluasi dan melaporkan kondisi HAM-nya secara berkala empat tahunan, dengan menyampaikan kemajuan positif, tantangan, dan kemunduran pelaksanaan HAM. Untuk itu, seharusnya Indonesia juga memaknai forum ini sebagai sebuah proses perbaikan dan evaluasi pemajuan HAM, bukan justru menganggap forum tersebut sebagai ancaman yang akan membuat Indonesia bercitra buruk di mata internasional. Dengan mengedepankan semangat kerja sama, obyektif dan terbuka, Indonesia hendaknya mengungkap kondisi nyata penegakan HAM, menjawab rekomendasi-rekomendasi UPR 2008 secara obyektif sembari mengemukakan kemajuan-kemajuan, hambatan, dan rencana konkret menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi.
kli
Dengan begitu, HAM tidak hanya menjadi komoditas politik pencitraan pemerintah di mata internasional, tetapi juga lebih memberikan manfaat bagi perlindungan, penghormatan, dan kemajuan HAM di tataran nasional yang dapat dinikmati oleh setiap orang di Indonesia tanpa terkecuali. Kedewasaan bangsa kita menerima masukan, kritikan, dan rekomendasi bersama dalam UPR mencerminkan bagaimana kita telah melangkah 14 tahun terakhir ini dalam era Reformasi.
Rafendi Djamin Direktur Eksekutif Human Rights Working Group; Koordinator Masyarakat Sipil Indonesia untuk Sidang UPR Indonesia 2012 di Geneva, Swiss
http://cetak.kompas.com/read/2012/05/29/02052859/indonesia.dan..ham Selasa,29 Mei 2012
Indonesia dan HAM Wahyu Susilo
Pada 23 Mei 2012, melalui mekanisme internasional Dewan HAM PBB, Pemerintah Indonesia kembali menyampaikan laporan periodik kinerja penegakan hak asasi manusia dalam forum Universal Periodic Review.
M
Pelaporan pertama Pemerintah Indonesia dalam forum Universal Periodic Review (UPR) dilakukan pada 9 April 2008. Kita perlu memberi apresiasi terhadap keberanian Pemerintah Indonesia yang sejak 2006 menjadi anggota Dewan HAM PBB, mekanisme baru PBB menggantikan Komisi HAM PBB, yang sudah dua kali menyampaikan laporan kinerja penegakan HAM kepada masyarakat internasional.
LS A
Ini merupakan konsekuensi tak terhindarkan bagi Indonesia yang sedang bergulat menuju demokrasi. Tentu tak bisa dihindarkan ada kesan: inisiatif ini bentuk pencitraan Indonesia di mata internasional.
pin gE
Dua dasawarsa lalu mekanisme HAM di PBB merupakan ladang pembantaian bagi diplomasi Indonesia, yang selalu berha- dapan dengan problem dekoloni- sasi Timor Timur. Diplomat senior Indonesia yang juga mantan menlu, Ali Alatas, bahkan menyebut aral diplomasi Indonesia soal Timor Timur bagaikan ”kerikil di dalam sepatu”. Tak berarti pascadiplomasi babak belur di masa Orde Baru tak ada lagi persoalan HAM di Indonesia yang mendapat perhatian serius dari masyarakat internasi- onal. Seiring dengan perkembangan politik ekonomi global, persoalan HAM di Indonesia tak lagi memusat pada persoalan kekuasaan militer dan represinya. Namun, lebih menyorot pada bagaimana negara mampu mengelola rasa aman warga negaranya, menghargai, dan memastikan ekspresi keberagaman masyarakat serta memastikan reformasi hukum dan peradilan tetap dalam koridor penghormatan hak sipil dan politik.
kli
Yang terlupakan
Yang kerap terlupakan dan terpinggirkan dalam upaya penegakan HAM adalah pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya yang lebih bergantung pada kemampuan pihak eksekutif dan belum punya mekanisme yudisial. Komponen ini kerap tak dianggap sebagai elemen penting HAM dibandingkan dengan hak sipil dan politik yang punya mekanisme peradilan dan penghukuman. Ada beberapa pelajaran penting dari pemantauan langsung mekanisme UPR untuk Indonesia yang dapat diakses melalui fasilitas UNTV dan membandingkannya dengan dokumen hasil UPR untuk Indonesia, April 2008. Pertama, ihwal perlindungan hak kaum minoritas dan ancam- an intoleransi di Indonesia telah jadi perhatian masyarakat internasional lima tahun terakhir. Ini terlihat dari pertanyaan pada UPR 9 April 2008 dan UPR 23 Mei 2012. Kedua, soal pengarusutamaan HAM dalam reformasi sistem peradilan dan reformasi sektor keamanan. Pertanyaan ini mengkritik apakah ada
perubahan signifikan dari seluruh elemen kenegaraan dalam upaya penegakan HAM selama masa transisi politik pascaotoritarian. Ketiga, masih terkait dengan catatan kedua: keraguan adanya komitmen serius Pemerintah Indonesia mengakhiri impunitas. Ini terlihat dari desakan kuat agar Indonesia segera meratifikasi Statuta Roma (Pengadilan Kriminal Internasional).
M
Keempat, ada kecenderungan, Pemerintah Indonesia menganggap elemen pokok penegakan HAM terletak pada legalitas dan kelembagaan. Ini terlihat dari isi laporan dan respons terhadap pertanyaan yang muncul. Sebagi- an besar isi laporan menyampaikan instrumen internasional apa yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia, rencana aksi nasi- onal (RAN AntiTrafficking), dan lembaga baru yang terbentuk.
LS A
Jawaban atas pertanyaan eskalasi kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua: pemerintah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. Jauh panggang dari api. Realitas yang terlihat dari proses yang berlangsung di Dewan HAM PBB itu masih menempatkan Indonesia dalam tarikan kuat blok negara yang resisten terha- dap mekanisme pemantauan internasional untuk HAM: ASEAN, OKI, Timur Tengah, dan Afrika. Itulah pendukung utama Indonesia. Dukungan ini tentu tak cu- ma-cuma. Suatu saat Indonesia harus balas jasa sesuai dengan keinginan blok tersebut.
pin gE
Pertanyaan negara lain dan ja- waban Indonesia yang relatif sa- ma dalam mekanisme UPR untuk Indonesia (2008 dan 2012) membuktikan bahwa sebenarnya Indonesia tak terlalu menganggap mekanisme ini punya pengaruh penting bagi Indonesia di mata internasional. Mekanisme internasional mengenai HAM di PBB memang tak mengikat secara hukum, kecuali terkait dengan pelanggaran HAM berat serta kejahatan terhadap kejahatan perang dan genosida.
kli
Pada masa IGGI dan dilanjut- kan CGI 1967-2006, praktis Indo- nesia tunduk dan menjalankan rekomendasi konsorsium negara dan lembaga pengutang Indone- sia itu. CGI dibubarkan pada 2007. Indonesia tetap menganggap rekomendasi dan syarat donor multilateral dan bilateral sedapat mungkin dijalankan. Reko- mendasi dari mekanisme HAM internasional cukup didengar. Wahyu Susilo Aktivis HAM
http://www.komisikepolisianindonesia.com/secondPg.php?cat=umum&id=7241 PENEGAKKAN HAM DI INDONESIA SUDAH BAIK Kamis, 31 Mei 2012
Priyo: penegakan HAM di indonesia sudah baik Kamis, 31 Mei 2012 12:36 WIB | jangan masalah HAM diobral di pidato-pidato dunia internasional itu...." Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso menegaskan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah berjalan dengan baik.
LS A
M
"Sebenarnya dalam pandangan saya, sudah banyak kemajuan-kemajuan pada era ini soal penegakan HAM. Tapi memang ada beberapa case seperti yang disampaikan oleh Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, perlu diperbaiki," kata Priyo kepada ANTARA News, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis. Ia mengakui, sorotan dunia internasional tentang HAM di Indonesia berdampak negatif bagi bangsa ini. "Tapi nyatanya kita memang lagi memperbaiki untuk itu," ungkap politisi Partai Golkar tersebut.
pin gE
Priyo menyarankan agar masalah HAM di dalam negeri tidak disampaikan di forum-forum internasional. "Saran saya, jangan masalah HAM diobral di pidato-pidato dunia internasional itu. Saya minta, lebih baik dibicarakan di dalam negeri, jauh lebih elok," katanya.
kli
Indonesia mendapat sorotan terkait permasalahan HAM di berbagai bidang dalam sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss. Indonesia dievaluasi 74 negara di dunia melalui mekanisme Universal Periodic Review, Dewan HAM PBB, dalam sesi ke-13 di Jenewa. (Zul) Editor: Aditia Mar
http://politik.kompasiana.com/2012/05/28/indonesia-terima-mayoritas-rekomendasi-dewan-ham-pbb/
Indonesia Terima Mayoritas Rekomendasi Dewan HAM PBB Dibaca: 117
Komentar: 2
1 dari 1 Kompasianer menilai aktual
pin gE
Foto : dok. Kemenlu
LS A
M
REP | 28 May 2012 | 11:59
Sidang Dewan HAM PBB di Genewa, Swiss baru saja usai. Dalam sidang dengan agenda Universal Periodic Review (UPR) itu, Indonesia dikhabarkan mendapat sorotan tajam dari sejumlah negara anggota PBB terkait perkembangan penegakan HAM.
kli
Ketua Komnas HAM Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam siaran pers tanggal 26 Mei 2012 menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia menerima 180 rekomendasi. Dari 180 rekomendasi itu, pemerintah mengadopsi 144 rekomendasi. Sedangkan 36 sisanya akan dibawa ke Indonesia untuk dipertimbangkan dan diputuskan pada September 2012, pada sesi 21 Dewan HAM PBB. Komnas Perempuan mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia untuk mengadopsi mayoritas rekomendasi tersebut. Salah satu poin yang mendapat sorotan negara-negara anggota PBB itu adalah terkait isu Papua. Rekomendasi PBB tentang hal ini adalah meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang melakukan pelanggaran HAM di Papua, melindungi para pembela HAM, menjamin kebebasan baik masyarakat sipil dan jurnalis nasional, pelatihan HAM untuk aparat keamanan;
http://berita.liputan6.com/read/405604/soal-ham-indonesia-masih-disorot-pbb
Soal HAM, Indonesia Masih Disorot PBB
Artikel Terkait 26/05/2012 23:42
LS A
M
Riski Adam
pin gE
Liputan6.com, Jakarta: Indonesia mendapat sorotan terkait permasalahan hak asasi manusia dalam sidang Dewan HAM Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss. Indonesia dievaluasi 74 negara di dunia melalui mekanisme Universal Periodic Review, Dewan HAM PBB, dalam sesi ke-13 di Jenewa. Dalam siaran pers, Sabtu (26/5), Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menjelaskan setelah 2 x 24 jam, pemerintah Indonesia menerima 180 rekomendasi. Dari 180 rekomendasi, pemerintah mengadopsi 144 rekomendasi dan 36 sisanya akan dibawa ke Indonesia untuk dipertimbangkan dan diputuskan pada September 2012, pada sesi 21 Dewan HAM PBB.
kli
Karena itu, Yuniyanti menambahkan, Komnas Perempuan mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia untuk mengadopsi mayoritas rekomendasi tersebut. Ia merinci beberapa poin yang mendapat sorotan PBB, yakni: 1. Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia harus menjadi perhatian serius. Pemerintah diminta dengan sungguh memberi prioritas penanganan, baik hapuskan produk hukum yang diskriminatif dan melanggar hak seksual maupun reproduksi. Melakukan kesadaran publik dan kapasitas aparat penegak hukum, memastikan ada kebijakan dan pendidikan alternatif bagi remaja perempuan yanghamil baik yang menikah maupun tidak menikah, untuk menjamin hak pendidikannya tidak terabaikan, dan lainlain; 2. Menghentikan impunitas dan membangun kerangka reformasi sektor keamanan: memastikan setiap kasus pelanggaran HAM diinvestigasi, diadili dengan pengadilan yang adil dan objektif, memperbanyak pendidikan di kalangan aparat keamanan baik polisi maupun militer, terintegrasinya ham dan gender dalam kurikulum serta dipastikan adanya representasi perempuan dalam seluruh jenjang pendidikan;
3. Harmonisasi sejumlah peraturan daerah (perda) diskriminatif dengan standar HAM dan menghapus perda yang memicu diskriminasi berbasis agama, selain itu juga membatalkan undang-undang maupun kebijakan yang membatasi hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi; 4. Terkait isu Papua: meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang melakukan pelanggaran HAM di Papua, melindungi para pembela HAM, menjamin kebebasan baik masyarakat sipil dan jurnalis nasional, pelatihan HAM untuk aparat keamanan; 5. Terkait isu perlindungan pembela HAM: melindungi pembela HAM dan membangun situasi kondusif agar bisa melakukan aktivismenya, melakukan penyelidikan yang independen dan imparsial atas kasus kekerasan pembela HAM;
LS A
M
6. Terkait isu kebebasan beragama: melakukan tinjau ulang dan mencabut kebijakan yang membatasi kebebasan beragama, memastikan semua produk hukum yang mengatur kehidupan beragama sesuai dengan standar HAM internasional, pelatihan bagi aparat untuk penegakan hukum dan perlindungan atas kebebasan beragama, membangun upaya intensif dan langkah kongkret stop kekerasan berbasis agama, investigasi dan hukum pelaku kekerasan terhadap minoritas agama, dan menghentikan syiar kebencian;
pin gE
7. Terkait isu migrasi dan traficking: membuat terobosan diplomatik, membangun perlindungan legal dan perlindungan lainnya. Terkait trafficking: menyediakan rencana aksi nasional anti-traficking, mengkaji kemungkinan untuk mengundang pelapor khusus PBB untuk trafficking; 8. Mengokohkan lembaga HAM nasional atau NHRI (National Human Rights Institutions): menjalin kerja sama, melanjutkan dukungan, meningkatkan partisipasi dalam perencanaan dan implementasi agenda HAM; 9. Komitmen untuk adopsi ratifikasi OPCAT, yakni Protokol Optional Kovensi Menentang Penyiksaan.
kli
Selain itu, Yuniyanti mengingatkan, hak ekonomi sosial budaya (Ecosob) juga mendapat perhatian serius PBB. Antara lain hak kelompok rentan seperti anak, manula (manusia usia lanjut), penyandang disabiltas, minoritas seksual, masyarakat adat, juga diberi perhatian untuk bebas dari diskriminasi dan dilindungi dan mendapatkan akses keadilan.(ADI/ANS)
http://cetak.kompas.com/read/2012/06/05/02564275/lembaga.ham.nasional.butuh.penguata n Selasa, 5 Jun 2012 HAK ASASI MANUSIA
KOMPAS/ALIF ICHWAN
LS A
M
Lembaga HAM Nasional Butuh Penguatan
pin gE
Sejumlah korban peristiwa tahun 1965/1966 menggelar aksi di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/6). Mereka mendesak sidang paripurna yang digelar Komnas HAM kemarin menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat pada peristiwa 1965/1966. Jakarta, Kompas - Banyaknya sorotan pada kasus-kasus HAM dalam Universal Periodic Review Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 23 Mei lalu mencetuskan perlunya penguatan pada lembaga-lembaga hak asasi manusia nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. ”Banyak negara yang dalam pertemuan itu menyatakan concern pada penguatan lembaga HAM nasional di Indonesia,” kata Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, Senin (4/6), dalam konferensi pers bersama Komnas HAM, Komnas Perempuan, Human Right Watch Group (HRWG) Arus Pelangi, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
kli
Terkait hasil pemantauan dalam Universal Periodic Review (UPR) itu, pemerintah diapresiasi karena telah menerima 144 dari 180 rekomendasi yang diajukan. Rekomendasi ini di antaranya terkait ratifikasi beberapa instrumen HAM internasional, pelaksanaan rencana aksi HAM, perlindungan terhadap kelompok rentan, dan penguatan institusi HAM. King Oey dari Arus Pelangi dan Elisabeth Nusmartaty dari AMAN berharap pemerintah memberi perhatian terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT) serta masyarakat adat. Choirul Anam dari HRWG mengatakan, memang diperlukan kerja pemerintah untuk menguatkan lembaga-lembaga HAM nasional. Peluang-peluang penguatan ini terkait dengan kewenangan dan independensi. Banyak pendapat yang mengatakan lembaga HAM di Indonesia tidak independen dan masih berada dalam kontrol negara.
Selain itu, tidak ada imunitas bagi para personelnya dalam melakukan investigasi. ”Di negaranegara lain ada impunitas terkait dengan profesi, misalnya kita panggil jenderal untuk dimintai keterangan, tidak bisa lantas anggota Komnas HAM dituntut secara hukum,” kata Anam. Selain itu, penguatan terkait dengan pelaksanaan rekomendasi. Berbagai rekomendasi Komnas HAM, misalnya, tidak pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, penguatan ada pada komitmen pemerintah untuk melaksanakannya. ”Secara permanen seharusnya ada revisi UU Komnas HAM, rekomendasi harus dilaksanakan instansi terkait. Kalau tidak, ada sanksinya,” kata Anam.
M
Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim serta Yuniyanti Chuzaifah menyayangkan komitmen negara yang kurang terkait penguatan. Yuniyanti mencontohkan soal anggaran tahun 2012 yang dipotong 30 persen. Hal ini membuat banyak program terutama terkait dengan pemantauan kekerasan terhadap perempuan jadi tidak bisa dilakukan. Padahal, ini merupakan dasar dari Komnas Perempuan. Akhirnya, Komnas Perempuan mendapat dana dari donor.
LS A
Namun, hal itu juga tidak selesai karena Komnas Perempuan secara administratif harus membuat daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) di mana seluruh perencanaan harus bisa diprediksi. ”Padahal, banyak kasus justru tidak bisa diprediksi,” kata Yuniyanti.
kli
pin gE
Ifdhal juga mengutarakan soal anggaran. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, alokasi anggaran untuk keadilan sangat kecil. Jumlah yang kecil ini lalu juga harus terdistribusi ke lembaga-lembaga HAM. (EDN)
http://cetak.kompas.com/read/2012/07/03/04394651/stigma.buruk.masih.kami.rasakan.sam pai.kini TRAGEDI 1965
pin gE
LS A
M
Stigma Buruk Masih Kami Rasakan sampai Kini
KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI
Para korban Tragedi 1965 beraksi damai di halaman Kantor Gubernur Sumatera Utara, 14 Mei 2012. Mereka meminta pemerintah mengungkap kebenaran di balik peristiwa pembunuhan massal tahun 1965 sehingga mereka menjadi korban.
kli
Stigma ”PKI” masih menghantui Wardik (64), pria asal Padang Halaban, Labuhan Batu, Sumatera Utara. ”PKI” adalah kata yang membangkitkan trauma luar biasa dalam sejarah hidupnya. ”Pahit sekali rasanya, mau kawin tidak jadi, menjadi kepala lingkungan tidak bisa. Sebagai warga negara, kami mau berkarya, tetapi tidak ada saluran bagi kami,” kata Wardik, Kamis (14/6). Ia bahkan harus berganti nama untuk hidup normal dan tidak berani mengungkapkan identitas aslinya ke publik. ”Jangan ini terulang lagi, cukup kami saja yang mengalaminya,” tutur penata taman dan pematung itu. Pria paruh baya itu pernah 11 tahun mendekam di penjara tanpa pengadilan. Hampir semua penjara di Sumut pernah ia rasakan.
Wardik baru berusia 17 tahun saat Tragedi 1965 terjadi. Ia ditangkap tahun 1967. Ia ditangkap setelah pulang kampung begitu menyelesaikan SMA-nya di Kisaran. ”Saya dipaksa mengaku sebagai PKI, tetapi saya tidak mau,” kata Wardik. Berbagai penyiksaan seperti gebuk dan listrik pernah ia rasakan. ”Saya hitung 49 kali saya di setrum. Saya dimasukkan ke bak berair, airnya disetrum,” katanya. Efek setrum itu ternyata membuat ia temperamental. Kuku-kukunya pernah dicabuti. Kerja paksa di perkebunan tanpa diberi makan juga pernah ia rasakan.
M
Beberapa kali suaranya tercekat saat menceritakan kisah hidupnya. Salah satu sisa penyiksaan yang terlihat adalah kaki kanannya yang belang-belang.
LS A
Ayahnya, Langkir, dan tiga abangnya, Salam, Kosim, dan Sumarno, hilang. Sementara dua kakaknya, Yusniati dan Asnah, ditahan seperti dirinya. ”Yang saya tahu bapak saya petani, itu saja,” kata Wardik. Enam adik Wardik tidak ditahan karena masih kecil. Ibunyalah yang menghidupi adik-adiknya. ”Mau makan ubi saja mereka tidak mampu, enam bulan mereka pernah makan umbi-umbi sembarangan, bahkan batang pisang,” kata Wardik kelu.
pin gE
Ibu Wardik pernah berjualan pecel di Padang Halaban awal 1965, tetapi anak-anak melempari sang ibu sambil teriak, ”Gerwani-gerwani.” Menurut Wardik, akibat peristiwa 1965, sebanyak 119 warga Padang Halaban hilang. Kini perkampungan di Padang Halaban pun sudah hilang karena digusur kebun sawit. ”Akan tetapi, makam-makam masih berserakan di tengah kebun,” tutur Wardik. ”Kalau kami saat ini masih hidup, itu benar-benar karena semata-mata Allah mengasihi kami,” ungkapnya sambil menelan ludah. Ekspresi di matanya tak terlihat karena ia mengenakan kacamata hitam.
kli
”Anak-anak saya tidak terstigma PKI, namun mereka saya beri pengetahuan tentang sejarah bangsa ini,” tambah Wardik. Wardik meminta pemerintah merehabilitasi namanya sehingga ia pun berani menggunakan nama dirinya sendiri. ”Apa salah kami sehingga stigma ini menetap pada kami,” tanyanya. Cari di sungai Lain halnya dengan Wina Sitompul (52). Ia menghabiskan masa kecilnya di penjara bersama ibunya, S br Pane, yang ditahan di penjara milik Kodam di Jalan Binjai, Medan. Adiknya bahkan masih berumur 40 hari saat ibunya ditahan.
”Saya sekolah dari penjara. Kalau ada yang nampung saya, baru saya keluar, kalau tidak ada yang menampung, saya masuk penjara lagi,” kata Wina. Seluruh sekolah tahu Wina tinggal di penjara. Ia menutup kuping dengan segala cemooh kawan-kawannya meskipun hatinya sakit. Ayah Wina, HMA Arifin Sitompul, adalah Bendahara Wali Kota Pematang Siantar yang diciduk aparat saat tengah di kantor. Arifin dibawa ke penjara Pematang Siantar. Namun, saat kakaknya menengok di penjara Pematang Siantar pada 28 April 1966, ayahnya sudah hilang.
M
”Kakak saya cuma mendapat sajadah dan kacamata Bapak yang dititipkan Bapak ke kawan Bapak. Bapak berpesan untuk mencarinya di sungai,” kata Wina. Namun, nama sungainya tidak tahu. Maka, kini untuk menziarahi bapaknya, Wina dan keluarga selalu pergi ke sungai, segala macam sungai di Sumut.
LS A
Sesaat setelah ayahnya ditahan, ibunya juga ditahan di penjara Medan. Wina yang adalah anak ke-11 dari 12 bersaudara pun ikut ibunya. Saudara-saudaranya tercerai-berai. ”Tak ada yang mengurusi kami. Tak ada yang peduli apa yang kami makan. Kami sering tidak makan seharian,” kata Wina kelu. ”Saya bukan saja anak korban, tetapi saya sendiri korban,” tutur Wina.
pin gE
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Sumut menyatakan, peristiwa pembunuhan massal tahun 1965/1966 membuat 500.000 hingga 3 juta jiwa terbunuh. Sebanyak 20 juta orang terstigma buruk. ”Pasca-Orde Baru, tidak ada yang berani secara konkret mengungkap kebenaran tragedi kemanusiaan 65/66, termasuk dua periode masa jabatan SBY,” tutur Ketua Ikohi Sumut Suwardi. Para korban meminta pemerintah memaparkan kebenaran di balik peristiwa 1965. ”Korban masih berada dalam stigma. Bahkan, banyak yang belum berani mengungkapkan diri bahwa mereka adalah keturunan orang yang dihilangkan,” kata Suwardi. Suwardi berharap Komnas HAM segera mengeluarkan rekomendasinya terkait korban 1965. Rekomendasi itu telah tertunda berkali-kali.
kli
”Kami berharap pemerintah berani mengungkapkan kebenaran dan memberikan hak kepada korban sesuai UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan PP Nomor 44 Tahun 2008 tentang Hak Korban,” ujar Suwardi. (WSI)
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/17483637/Priyo.Jangan.Berkutat.pada.Peristiwa.HAM.M asa.Lalu Priyo: Jangan Berkutat pada Peristiwa HAM Masa Lalu Penulis : Sandro Gatra | Selasa, 24 Juli 2012 | 17:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Priyo Budi Santoso mengatakan, sebaiknya semua pihak tak lagi membuka sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Menurut Priyo, membuka suatu peristiwa masa lalu akan membuat berbagai peristiwa lainnya ikut dibuka.
M
"Itu tidak produktif. Membuka sejarah lama tak akan selesai. Kita lihat saja ke depan. Saya khawatir kalau dibuka kembali akan menimbulkan reaksi yang tak enak," kata Priyo di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/7/2012).
LS A
Hal itu dikatakan Priyo ketika dimintai tanggapan kesimpulan Komisi Nasional HAM bahwa terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
pin gE
Priyo mengatakan, dirinya bukan ingin agar sejarah kelam dikubur. Menurut dia, sebaiknya peristiwa itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah bahwa pernah terjadi peristiwa memilukan di Indonesia. Priyo menambahkan, Komnas HAM sebaiknya fokus menjaga agar tidak terjadi lagi hal serupa di masa depan. "Jangan berkutat pada persoalan yang lama," pungkas politisi Partai Golkar itu. Editor : I Made Asdhiana Komentar pernyataan Priyo;
kli
a 7 Komentar Untuk Artikel Ini. santhinaga
Senin, 30 Juli 2012 | 08:58 WIB Halah, politisi ini bener bener bobrok mentalnya. Contoh tuh Afrika Selatan. Bisa menyelesaikan kejahatan masa lalu dengan elegan. Kita memang harus menatap ke depan. Tapi jangan melupakan yang di belakang. Both....and....
Rustam Pangkahila Senin, 30 Juli 2012 | 00:29 WIB
Priyo bodoh, tidak pantas jadi wakil rakyat. Dosa Golkar harus diungkap, dan sebaiknya Golkar segera dibubarkan saja.
Muhamad Wahyu Eka Sakti Minggu, 29 Juli 2012 | 17:17 WIB
Minggu, 29 Juli 2012 | 17:17 WIB
LS A
David Lee Hutabarat
M
Korban fitnah yang dituduh antek PKI atau ORLA karena mengidolakan Ir. Soekarno itu banyak sekali...Oom Priyo. Banyak yang kehilangan pekerjaan dan harga diri serta dikucilkan karena dituduh tanpa bukti sebagai antek PKI hingga anak cucunya. Jadi setidaknya nama baik korban harus dipulihkan dan dibersihkan sehingga beban derita fitnah tidak berkelanjutan. Mengungkap masa lalu untuk perbaikan masa kini dan demi masa depan yang lebih baik. Jangan asal bunyi Oom Priyo.
pin gE
Priyo bagudung ! karena gak kau dan keluargamu nya yang jadi korban.membuka lembaran hitam masa lalu adalah sebagai pengingat bahwa negara kita pernah melakukan kesalahan.dan kesalahan itu diharapkan tidak terjadi lagi di masa depan.ingat kata Bung Karno : JAS MERAH( Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah ) Timur Sinar Suprabana
Rabu, 25 Juli 2012 | 20:29 WIB
KALAU NGOMONG ITU MBO YA TULUNG DIPIKIR DULU TO, MAS
kli
• MIkoyan Gurevich Selasa, 24 Juli 2012 | 19:53 WIB jika (banyak) kerabatnya priyo (atau bahkan jika dia sendiri yg kena) pasti ngomongnya lain! Selasa, 24 Juli 2012 | 18:11 WIB untuk bisa mencegah agar peristiwa itu tak terjadi lagi, perlu kesepakatan rujukan: peristiwa yang tidak perlu terjadi itu apa. itu lah perlunya pelanggaran itu dibuka, agar setiap orang tahu dan belajar dari kesalahan masa lalu. ingatan sosial bangsa indonesial yang pendek memang sudah pendek itu tidak akan terbantu dengan pembiaran kesalahan masa lalu....
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/19150782/Korban.1965.Kecam.Pernyataan.Priyo Korban 1965 Kecam Pernyataan Priyo Penulis : Aditya Revianur | Rabu, 25 Juli 2012 | 19:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Korban tragedi kemanusiaan 1965 menilai bahwa pernyataan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR dan Ketua DPP Partai Golkar, yang mengungkapkan bahwa peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu agar tidak diangkat ke permukaan karena dapat membuka peristiwa serupa adalah bentuk dari kegagalan dalam memahami sejarah.
M
Priyo sebagai pimpinan Partai Golkar yang memiliki keterkaitan dengan pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru terkesan cuci tangan dengan pernyataan tersebut.
LS A
"Pernyataan Priyo adalah pernyataan yang tidak bisa melihat dan memahami pelajaran sejarah dengan baik. Priyo tidak bisa melihat dengan jujur keterkaitan antara Golkar dan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa Orba. Golkar harus bertanggung jawab atas perlakuannya pada kami (korban 65) di masa lampau. Priyo ngomong seperti itu karena ingin membersihkan diri dan Golkar lari dari tanggung jawab," ujar Putu Oka Sukanta, Korban 65 dan Sastawan Lekra di masa Orde Lama di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (25/7/2012).
pin gE
Peristiwa yang terjadi di masa lampau, menurut dia, seharusnya dibongkar pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan demokratis dan tidak ada lagi bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan melalui kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya. Selain itu, pengungkapan peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu dapat menjadi koreksi pengambilan kebijakan pemerintah. Korban 65 lainnya, Bedjo Untung, mengungkapkan, hak dari korban sejak tahun 1965 sengaja dilanggar oleh Soeharto dan kroninya.
kli
Korban peristiwa pelanggaran HAM berat 1965 mengalami ketidakjelasan kepastian hukum karena ditangkap, diperkosa, dibunuh, dihilangkan, diperbudak, dan dilecehkan haknya tanpa melalui peradilan yang adil. Korban dituduhkan oleh pemerintahan Orba sebagai komunis dan simpatisan PKI tanpa dilakukan pembuktian terlebih dahulu yang diatur jelas dalam kerangka asas HAM dan Hukum. Negara dalam hal ini atas wewenang Soeharto telah menghilangkan nyawa sekitar 500.000 sampai 3 juta orang. Hingga sekarang, pemerintah belum memberikan upaya pemulihan nama baik atas korban dan penyelesaian kasus tragedi 1965 secara adil. "Kasus pelanggaran HAM terhadap kami belum diselesaikan. Pernyataan Priyo tidak layak karena status kami tidak jelas dalam kerangka kepastian hukum. Kami menuntut kejelasan atas perlakuan negara terhadap kami. Priyo bisa bicara seperti itu karena dia belum pernah merasakan bagaimana ditangkap dan disiksa tanpa melalui pengadilan terlebih dahulu. Kalau Priyo mengalami apa yang kami alami, dia tidak bisa ngomong seperti itu," ujar Bedjo Untung.
Dirinya mengungkapkan, hasil penyelidikan Komnas HAM yang menerangkan bahwa tragedi 65 adalah kasus pelanggaran HAM berat merupakan momentum yang bagus bagi pemerintah untuk membongkar peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu. Hal yang terpenting adalah kemauan politik dari pemerintah untuk memulihkan nama baik korban. Ganti rugi atas korban dapat terjadi kapan saja, yang terpenting untuk saat ini adalah pemulihan nama baik korban dan pelurusan sejarah hingga ke akar rumput agar masyarakat dapat mengetahui yang sesungguhnya terjadi. Selain itu, presiden diimbau tidak terpengaruh dengan pernyataan Priyo agar pemulihan nama baik korban dan penegakan HAM di Indonesia dapat berjalan dengan tegak.
M
"Presiden jangan sampai terpengaruh dengan ucapan Priyo yang tidak menghendaki kebenaran, keadilan, kepastian hukum, dan pelurusan sejarah ditegakkan di Indonesia," imbaunya.
kli
pin gE
Editor : Tri Wahono
LS A
Seperti yang telah diberitakan, Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengatakan, sebaiknya semua pihak tak lagi membuka sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Menurut Priyo, membuka suatu peristiwa masa lalu akan membuat berbagai peristiwa lainnya ikut dibuka.
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/09182452/Dibutuhkan.Pengadilan.HAM.Ad.Hoc.u ntuk.Kasus.65-66 Dibutuhkan Pengadilan HAM 'Ad Hoc' untuk Kasus 65-66 Rabu, 25 Juli 2012 | 09:18 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan.
M
”Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc,” kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7/2012). Pengadilan ad hoc dapat dibentuk jika DPR dan Presiden menyatakan kasus bersangkutan merupakan pelanggaran HAM berat.
LS A
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, Kejagung tengah menelaah laporan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 1965-1966. Komnas HAM menyimpulkan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa itu (Kompas, 24/7).
pin gE
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, mengungkapkan, apa yang disimpulkan Komnas HAM merupakan jalan masuk bagi Wantimpres untuk menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat. Konsep ini nantinya akan disampaikan ke Presiden.
kli
Kemarin, tim Komnas HAM meminta pemerintah menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa penembakan misterius periode 1982-1985. (faj/ato/nwo/fer)
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/2026171/Kejagung.Harus.Menindaklanjuti.Rekomendasi.Komnas.HA M
Kejagung Harus Menindaklanjuti Rekomendasi Komnas HAM Penulis : Aditya Revianur | Rabu, 25 Juli 2012 | 20:26 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kontras meminta Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM berat atas peristiwa tragedi 1965-1969 dan 1969-1979. Kejagung diminta untuk segera menggelar pengadilan ad hoc mengingat korban dan pelaku yang masih hidup sudah semakin tua.
LS A
M
"Kejagung harus segera melakukan penyidikan yang direkomendasikan Komnas HAM dan menemukan pelaku yang masih hidup. Suharto sebagai pihak yang paling bertangggung jawab memang sudah meninggal namun masih ada pelaku yang masih hidup . Hal ini penting karena kondisi dari korban yang sudah semakin tua, dua sampai lima orang korban 65 dalam dua tahun terakhir meninggal di setiap bulannya," ujar Haris Azhar, koordinator KontraS di kantor KontraS, Jakarta, Rabu (25/7/2012).
pin gE
Haris turut pula menjelaskan bahwa laporan penyelidikan Komnas HAM ini telah membukakan pintu bagi berbagai tindakan Negara untuk melakukan pengungkapan kebenaran, memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta membawa perubahan dalam pelurusan sejarah melalui pengakuan atas berbagai praktek kekerasan di masa lalu, terutama di masa rezim politik Orde Baru sehingga Kejagung harus segera mungkin melakukan penyidikan. Rekomendasi lainnya yang dibuat oleh Komnas HAM adalah mekanisme non yudisial seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hal ini selaras dengan putusan MK atas pengujian UU KKR, di mana MK memandatkan pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu.
kli
Kedua rekomendasi diatas harus dibaca sebagai dua hal yang saling melengkapi, dimana Kejaksaan Agung menindaklanjuti temuan fakta dari Komnas HAM, menyelesaikan penyelidikan dan penuntutan atas kasus-kasus yang memiliki kelengkapan bukti yang cukup dan melakukan penuntutan hukum atas pelakunya. Ada kemungkinan besar dari Kejagung untuk menutup perkara peristiwa tragedi pelanggaran HAM 1965. "Jika pengadilan ad hoc tidak segera dibentuk maka tidak ada kepastian HAM dan itu membuka peluang kejadian yang serupa akan terjadi lagi oleh pemerintahan yang akan datang," kata Haris. Korban tragedi 1965, Mudjayin yang dulu merupakan anggota PWI (persatuan wartawan Indonesia) dan wartawan berita sport, mengungkapkan bahwa Kejagung harus segera melakukan penyidikan agar proses pemulihan HAM korban dapat segera dipulihkan oleh pemerintah. Hal tersebut juga sangat penting bagi pelurusan sejarah bangsa Indonesia. Haris mengemukakan, Kejagung sudah tidak dapat lagi mengendapkan kasus tentang orang hilang karena surat penyelidikan dari Komnas HAM termasuk dalam dokumen negara. Selain
itu, Kejagung juga harus berkaca pada Surat Mahkamah Agung KMA/403/VI/2003 yang memohon kepada presiden pada waktu itu untuk merehabilitasi korban. "Kejagung kini tidak dapat lagi berkilah untuk menangguhkan proses penyidikan terhadap pelanggaran HAM berat peristiwa 65. Kejagung harus segera membuka babak baru dengan mengadili pelaku dengan pengadilan ad hoc dan memulihkan nama baik korban. Ini penting agar kepastian hukum dan kemanusiaan terjamin di Indonesia," ungkap Haris.
kli
pin gE
LS A
M
Editor : I Made Asdhiana
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/30/17254826/Pelanggaran.HAM.19651966.SBY.Tunggu.Rekomendasi.Kejagung Pelanggaran HAM 1965-1966, SBY Tunggu Rekomendasi Kejagung Penulis : Hindra Liauw | Senin, 30 Juli 2012 | 17:25 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunggu rekomendasi Kejaksaan Agung terkait penuntasan sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sebelumnya, Presiden telah menginstruksikan Kejagung untuk menindaklanjuti kesimpulan Komnas HAM terkait adanya cukup bukti permulaan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM itu.
LS A
M
"Kita dengar dulu masukan dan rekomendasi dari Kejaksaan Agung karena ini ranah hukum. Hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada para wartawan di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (30/7/2012). Saat itu, Julian ditanya apakah Presiden akan mengeluarkan perpres terkait pengadilan HAM ad hoc yang dibutuhkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan penyelidikan terhadap sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
pin gE
Sebelumnya, Kejaksaan mengatakan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan. "Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc," kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7/2012).
kli
Julian mengatakan, setiap dugaan pelanggaran hukum harus diselidiki. Siapa pun yang terbukti melanggar hukum ataupun menyalahi aturan harus diberikan sanksi. Kepala Negara sempat menyampaikan komitmennya terkait penuntasan kasus tersebut. Presiden mengatakan, pemerintah Indonesia tak ingin memiliki hutang sejarah kepada rakyat Indonesia. Negara memiliki kewajiban moral dan juga visi politik untuk menyelesaikan semua kasus yang terjadi di Indonesia dengan seadil-adilnya, dan setepat-tepatnya. Terlebih, jika kasus tersebut berkaitan dengan pelanggaran HAM berat. Terkait cara penyelesaiannya, Kepala Negara tidak mengelaborasinya secara gamblang. Ada banyak cara untuk menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. "Saya mempelajari negara-negara lain, seperti Afrika Selatan, Kamboja, Bosnia. Ternyata modelnya berbeda-beda. Solusinya beda-beda, walaupun ada solusi yang bisa diterima oleh semua pihak," kata Presiden.
Di antara solusi tersebut, Kepala Negara menyebut solusi sistem hukum (justice system), sistem kebenaran (truth system), dan sistem kebenaran dan rekonsiliasi (reconciliation and truth system). "Kita harus jernih, jujur, dan objektif melihat apa yang terjadi di masa lalu, sebagaimana kita harus jujur pada saat ini dan ke depan. Kita tidak akan memutarbalikkan sejarah dan fakta," kata Presiden.
kli
pin gE
LS A
M
Editor : Pepih Nugraha
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/19150782/Korban.1965.Kecam.Pernyataan.Priyo
Korban 1965 Kecam Pernyataan Priyo
Penulis : Aditya Revianur | Rabu, 25 Juli 2012 | 19:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Korban tragedi kemanusiaan 1965 menilai bahwa pernyataan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR dan Ketua DPP Partai Golkar, yang mengungkapkan bahwa peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu agar tidak diangkat ke permukaan karena dapat membuka peristiwa serupa adalah bentuk dari kegagalan dalam memahami sejarah.
M
Priyo sebagai pimpinan Partai Golkar yang memiliki keterkaitan dengan pelanggaran HAM berat di masa Orde Baru terkesan cuci tangan dengan pernyataan tersebut.
LS A
"Pernyataan Priyo adalah pernyataan yang tidak bisa melihat dan memahami pelajaran sejarah dengan baik. Priyo tidak bisa melihat dengan jujur keterkaitan antara Golkar dan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa Orba. Golkar harus bertanggung jawab atas perlakuannya pada kami (korban 65) di masa lampau. Priyo ngomong seperti itu karena ingin membersihkan diri dan Golkar lari dari tanggung jawab," ujar Putu Oka Sukanta, Korban 65 dan Sastawan Lekra di masa Orde Lama di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (25/7/2012).
pin gE
Peristiwa yang terjadi di masa lampau, menurut dia, seharusnya dibongkar pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan demokratis dan tidak ada lagi bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan melalui kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya. Selain itu, pengungkapan peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu dapat menjadi koreksi pengambilan kebijakan pemerintah. Korban 65 lainnya, Bedjo Untung, mengungkapkan, hak dari korban sejak tahun 1965 sengaja dilanggar oleh Soeharto dan kroninya.
kli
Korban peristiwa pelanggaran HAM berat 1965 mengalami ketidakjelasan kepastian hukum karena ditangkap, diperkosa, dibunuh, dihilangkan, diperbudak, dan dilecehkan haknya tanpa melalui peradilan yang adil. Korban dituduhkan oleh pemerintahan Orba sebagai komunis dan simpatisan PKI tanpa dilakukan pembuktian terlebih dahulu yang diatur jelas dalam kerangka asas HAM dan Hukum. Negara dalam hal ini atas wewenang Soeharto telah menghilangkan nyawa sekitar 500.000 sampai 3 juta orang. Hingga sekarang, pemerintah belum memberikan upaya pemulihan nama baik atas korban dan penyelesaian kasus tragedi 1965 secara adil. "Kasus pelanggaran HAM terhadap kami belum diselesaikan. Pernyataan Priyo tidak layak karena status kami tidak jelas dalam kerangka kepastian hukum. Kami menuntut kejelasan atas perlakuan negara terhadap kami. Priyo bisa bicara seperti itu karena dia belum pernah merasakan bagaimana ditangkap dan disiksa tanpa melalui pengadilan terlebih dahulu. Kalau Priyo mengalami apa yang kami alami, dia tidak bisa ngomong seperti itu," ujar Bedjo Untung.
Dirinya mengungkapkan, hasil penyelidikan Komnas HAM yang menerangkan bahwa tragedi 65 adalah kasus pelanggaran HAM berat merupakan momentum yang bagus bagi pemerintah untuk membongkar peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu. Hal yang terpenting adalah kemauan politik dari pemerintah untuk memulihkan nama baik korban. Ganti rugi atas korban dapat terjadi kapan saja, yang terpenting untuk saat ini adalah pemulihan nama baik korban dan pelurusan sejarah hingga ke akar rumput agar masyarakat dapat mengetahui yang sesungguhnya terjadi. Selain itu, presiden diimbau tidak terpengaruh dengan pernyataan Priyo agar pemulihan nama baik korban dan penegakan HAM di Indonesia dapat berjalan dengan tegak.
M
"Presiden jangan sampai terpengaruh dengan ucapan Priyo yang tidak menghendaki kebenaran, keadilan, kepastian hukum, dan pelurusan sejarah ditegakkan di Indonesia," imbaunya.
kli
pin gE
Editor : Tri Wahono
LS A
Seperti yang telah diberitakan, Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengatakan, sebaiknya semua pihak tak lagi membuka sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Menurut Priyo, membuka suatu peristiwa masa lalu akan membuat berbagai peristiwa lainnya ikut dibuka.
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/26/16585813/Priyo.Laporan.Kontras.Berlebihan Priyo: Laporan Kontras Berlebihan Penulis : Sandro Gatra | Kamis, 26 Juli 2012 | 16:58 WIB
AKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso menilai langkah Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang melaporkan dirinya ke Badan Kehormatan DPR berlebihan. Menurut Priyo, setiap orang berhak untuk berpendapat meskipun pendapat itu berbeda.
M
"Saya menghormati laporan itu. Tapi agak berlebihan. Ini hanya perbedaan pandangan dan mestinya tidak perlu dicela dan dikecam. Biarkan padangan itu hidup dan memperkaya kita untuk mencari solusi yang terbaik mengenai masalah ini," kata Priyo di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2012).
LS A
Hal itu dikatakan Priyo menyikapi langkah Kontras yang mendampingi para keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu seperti peristiwa 1965-1966, peristiwa Mei 1998, peristiwa semanggi 1999, peristiwa Talangsari 1989, dan peristiwa Tanjung Priok 1984 ke BK DPR. Mereka tak terima atas pernyataan Priyo di media ketika menyikapi kesimpulan Komnas HAM bahwa ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965.
pin gE
Priyo mengatakan, dirinya tetap pada pandangan bahwa semua pihak seharusnya tak membuka lagi sejarah kelam lalu lantaran tidak produktif. Meski demikian, menurut dia, tidak ada niat untuk mengubur berbagai peristiwa kelam itu. "Saya hanya anjurkan untuk menatap masa depan. Masa berpendapat begitu saja tak boleh? Toh itu tidak mengurangi empati saya kepada keluarga korban, itu pasti," kata politisi Partai Golkar itu. Priyo menambahkan, sebaiknya semua pihak fokus pada proses rekonsiliasi nasional. Dia berharap ada pertemuan semua pihak yang terkait untuk membicarakan perdamaian. "Kita kedepankan rekonsiliasi dan berdamai dengan sejarah," kata Priyo.
kli
Pudjo Untung, salah satu korban yang mengaku pernah ditahan ketika peristiwa 1965-1966 menilai Priyo tak paham sejarah. Menurut dia, peristiwa masa lalu sengaja digelapkan sehingga tidak dapat diselesaikan hingga tuntas. "Saya tidak percaya kalau ini diungkap ada kegaduhan. Kami ini orang baik-baik. Saya minta kasus 1965 harus diselesaikan. Teman-teman kami yang di luar negeri masih tidak bisa pulang karena tidak ada proses hukum," kata dia seusai membuat laporan di BK. Editor : I Made Asdhiana
http
http://nasional.kompas.com/read/2012/08/02/02503424/Kejagung.Teliti.Pelanggaran.HAM.Berat .1965 PELANGGARAN HAM Kejagung Teliti Pelanggaran HAM Berat 1965 Kamis, 2 Agustus 2012 | 02:50 WIB Jakarta, Kompas - Kejaksaan Agung masih meneliti laporan penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengenai adanya dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 19651966. Kejagung membentuk tim untuk meneliti laporan Komnas HAM tersebut.
M
”Kami masih meneliti laporan itu,” kata Jaksa Agung Basrief Arief, kemarin di Jakarta.
LS A
Hasil penelitian Kejagung akan menentukan apakah kasus pelanggaran HAM berat tahun 19651966 akan ditingkatkan ke tahap penyidikan atau tidak.
pin gE
Jika diputuskan untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan, Kejaksaan Agung membutuhkan pengadilan HAM ad hoc mengingat kasus tersebut terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pengadilan HAM ad hoc diperlukan Kejaksaan Agung untuk meminta izin melakukan upaya hukum seperti penggeledahan dan penyitaan selama proses penyidikan. ”Untuk kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 diperlukan pengadilan HAM ad hoc,” kata Basrief. Berdasarkan UU 26/2000, pengadilan HAM ad hoc dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.
kli
Sementara itu, Mantan Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh mengatakan, persoalan pembentukan pengadilan HAM ad hoc merupakan masalah yang terus menjadi polemik. Seharusnya DPR dan pemerintah tidak hanya menyetujui pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk beberapa kasus, tetapi juga untuk pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi di masa lampau. Pengadilan HAM ad hoc sebelumnya pernah dibentuk untuk mengadili kasus pelanggaran HAM di Timor Timur dan Tanjung Priok. (faj) Editor :
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=9&startrow=101&style=advanced&session=1 353394580658 Komnas HAM: Tersandera Komunikasi Politik KOMPAS(Nasional) - Kamis, 30 Aug 2012 Halaman: 2 Penulis: ferry santoso; Ukuran: 5316 Foto: 1
LS A
M
Komnas HAM Tersandera Komunikasi Politik Isi buku dan barang-barang di lemari yang berada di ruangan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ridha Saleh, sudah kosong. ”Sebagian besar sudah saya bawa pulang,” kata Ridha saat ditemui pada Rabu (29/8) di Gedung Komnas HAM Jakarta. Ridha mengemasi buku dan barang-barangnya karena masa tugas anggota Komnas HAM periode 2007-2012 akan berakhir pada Kamis (30/8) ini.
pin gE
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang lain, Yoseph Adi Prasetyo, juga mulai mengemasi barang-barangnya. ”Lemari itu sudah kosong. Ini juga,” ujarnya sambil menunjukkan lemari di ruang kerjanya yang semula digunakan untuk menyimpan barangbarangnya. Namun, pada hari terakhir masa tugasnya Kamis ini, Yoseph masih harus menerima siswa-siswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di kantor Komnas HAM. Meski barang-barang milik sebagian anggota Komnas HAM sudah dikemas, tugas anggota Komnas HAM belum selesai. ”Besok (Kamis ini), kami masih menggelar rapat terkait kasus Sampang,” kata Ridha. Rapat itu terkait rencana pembentukan tim investigasi kasus itu.
kli
Selain kasus-kasus aktual yang harus ditangani Komnas HAM, masih banyak kasus terkait dugaan pelanggaran HAM yang perlu dimonitor atau diselidiki Komnas HAM. Tugas-tugas fungsional Komnas HAM tersebut tentu akan terancam terhenti jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memperpanjang masa tugas anggota Komnas HAM. Kelambanan respons terhadap masa tugas anggota Komnas HAM yang akan segera berakhir memang tidak terlepas dari proses pemilihan anggota Komnas HAM di DPR. Harus diakui, dengan adanya Idul Fitri, liburan bersama, atau masa reses, DPR memiliki keterbatasan waktu untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan anggota Komnas HAM. Calon anggota Menurut Ridha, Komnas HAM menerima laporan tim seleksi anggota Komnas HAM pada 7 Juni 2012. Pada 8 Juni, Komnas HAM rapat dan memutuskan untuk menyerahkan 30 nama calon
anggota yang diseleksi tim seleksi ke DPR. ”Tanggal 11 Juni, (30 nama itu) kami serahkan ke pimpinan DPR sesuai mekanismenya,” katanya. Setelah itu, tentu proses pemilihan anggota Komnas HAM sepenuhnya berada di DPR. Meskipun demikian, menurut Ridha, pada 16 Agustus Komnas HAM bertemu dengan pimpinan DPR dan Ketua Komisi III DPR. ”Kami bicarakan solusi terbaik jika uji kelayakan dan kepatutan tidak dapat dilaksanakan sampai tanggal 30 Agustus,” katanya.
LS A
Tersandera
M
Sayangnya, DPR terkesan kurang tanggap terhadap pergantian anggota Komnas HAM. Apa pun kesibukan anggota DPR, DPR seharusnya melakukan komunikasi politik dengan Presiden untuk memperpanjang masa tugas anggota Komnas HAM. Namun, komukasi politik itu kurang dilakukan.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso baru akan mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengusulkan perpanjangan masa jabatan komisioner anggota Komnas HAM periode 2007-2012 selama 1-2 bulan atau sampai komisioner baru terpilih (Kompas, 29/8).
pin gE
Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih harus meminta rekomendasi dari menteri terkait. Dengan kondisi itu, anggota Komnas HAM pun merasa tersandera. ”Komnas HAM terpenjara atau tersandera dengan tidak adanya komunikasi yang baik antara pimpinan DPR dan Presiden,” kata Yoseph. Komnas HAM tidak mungkin meminta langsung perpanjangan masa tugas ke Presiden. ”Itu kan tidak etis. Masa Ketua Komnas minta perpanjangan masa tugas ke Presiden,” kata Yoseph.
kli
DPR seharusnya menjalin komunikasi politik di saat-saat akhir masa tugas anggota Komnas HAM dengan Presiden sehingga keanggotaan Komnas HAM tidak vakum. Jika anggota Komnas HAM kosong, pelayanan masyarakat di bidang penegakan HAM pun akan terganggu. Masih banyak tugas yang harus dimonitor dan diselesaikan anggota Komnas HAM saat ini maupun anggota Komnas HAM yang baru. Tugas-tugas yang harus dimonitor itu misalnya kasus Sampang, PT Freeport, kasus-kasus sengketa lahan, termasuk rencana penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM dan upaya rekonsiliasi atau dialog damai di Papua. Sebelumnya, Komnas HAM juga sudah menyelesaikan penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM terkait peristiwa 1965 dan penembakan misterius yang terjadi pada masa Orde Baru. Oleh karena itu, menurut Ridha, Presiden seharusnya memberikan toleransi dan memperpanjang
masa tugas anggota Komnas HAM saat ini sehingga tidak terjadi kevakuman. ”Kalau Presiden tidak ingin kevakuman terjadi, Presiden dapat mengeluarkan keputusan presiden perpanjangan masa tugas anggota Komnas HAM,” tuturnya. Jika perpanjangan masa tugas itu tidak diberikan, tidak hanya terjadi kevakuman anggota Komnas HAM, komitmen pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam upaya penegakan HAM juga semakin dipertanyakan.
M
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar menilai, kelambanan pemerintah menyikapi masa tugas anggota Komnas HAM tersebut semakin menunjukkan perhatian dan kepedulian pemerintah di bidang penegakan HAM pun rendah.
kli
pin gE
LS A
(ferry santoso) Image : KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdal Kasim mengemas barang pribadi di ruang kerjanya, Rabu (29/8). Per 30 Agustus 2012 ini, masa jabatan komisioner Komnas HAM habis. DPR belum memilih komisioner yang baru.
://mobile.seruu.com/utama/hukum-a-kriminal/artikel/ketum-ansor-sby-tidak-perlu-meminta-maaf-kepada-korban-19651966
Ketum Ansor : SBY Tidak Perlu Meminta Maaf Kepada Korban 1965/1966 Rabu, 15 Agustus 2012 22:14
LS A
M
1
Nusron Wahid
pin gE
Jakarta, Seruu.com - Sejumlah organisasi dan perorangan menyatakan menolak keras segala bentuk permintaan maaf dari Presiden atau Pemerintah kepada korban tragedi 1965-1966. "Menolak keras semua bentuk permintaan maaf dari pemerintah/Presiden RI terhadap korban G 30 S pada 1965--1966," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid saat menyampaikan pernyataan bersama dalam deklarasi "Mewaspadai Kebangkitan PKI" di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (15/8/2012). Mereka juga menolak pembentukan pengadilan ad hoc untuk memproses hukum peristiwa yang oleh Komnas HAM disebut sebagai pelanggaran HAM berat tersebut.
kli
Ketua Persatuan Purnawirawan TNI AD, Suryadi, dengan tegas mengatakan PKI adalah pelaku kudeta sehingga tidak selayaknya Komnas HAM memberikan bantuan moral bagi mereka. "PKI adalah pelaku kudeta, buktinya banyak," kata purnawirawan jenderal bintang tiga itu. Sementara itu Wakil Ketua Umum PBNU As`ad Said Ali mengatakan, yang harus didorong adalah rekonsiliasi, bukan permintaan maaf Kepala Negara kepada korban 1965--1966. "Jika SBY meminta maaf akan membuat masalah menjadi tidak selesai," katanya. Menurutnya tentu akan banyak pihak yang tidak terima jika Presiden menyampaikan permintaan maaf tersebut. Ketika pemberontakan PKI di Madiun 1948, banyak kiai NU yang menjadi korban pembunuhan PKI. Namun NU tidak lagi mempermasalahkan hal itu demi kepentingan yang lebih luas.
kli
pin gE
LS A
M
Menurutnya, peristiwa yang terlanjur terjadi di masa lalu, termasuk tragedi 1965-1966, sebaiknya dijadikan pembelajaran bagi bangsa ini untuk membangun masa depan yang lebih baik. Apalagi, kata As`ad, ketika menjabat presiden, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sudah memberikan tempat dan mengembalikan hak-hak keluarga korban keturunan PKI. [ms]
http://nasional.sindonews.com/read/2012/08/31/13/668875/kejagung-bentuk-tim-pelanggaran-ham-1965
Kejagung bentuk tim pelanggaran HAM 1965 Rico Afrido - Sindonews
LS A
Ilustrasi (dok:Istimewa)
M
Jum'at, 31 Agustus 2012 − 14:34 WIB
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah membentuk tim penyelidikan untuk mengusut dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada tahun 1965. Bahkan, saat ini tim bentukan Kejagung itu sudah mulai bekerja.
pin gE
"Kejagung mendiskusikan atau membahas guna mengusut kasus dugaan pelanggaran HAM 1965 berdasarkan temuan Komnas HAM. Saya memerintahkan tim untuk mematangkan atau mendalami temuan dari Komnas HAM," ujar Jaksa Agung Basarief Arief di Kejagung RI, Jakarta Selatan, Jumat (31/8/2012). Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kejagung Adi Toegarisman menuturkan, bahwa saat ini Kejagung mengupayakan diskusi tentang masalah dugaan pelanggaran HAM berat.
kli
"Tadi dilaksanakan diskusi tentang hasil penyelidikan Komnas HAM dalam kasus 1965, 1966 dan tahun 1982, 1985. Itu masih kami diskusikan," terang Adi di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis 30 Agustus 2012. Hasil diskusi hari itu, terdapat beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti. "Artinya, ada hal-hal yang masih perlu di diskusikan. Sehingga, permasalahan ini tuntas sesuai harapan," jelasnya. Selanjutnya, Kejagung membentuk tim penyelidikan. "Untuk peneliti dalam kasus ini, pimpinan Jaksa Agung telah membentuk tim. Yang masing-masing kasus tadi (Peristiwa 1965, 1966, 1982 dan 1985) ada 12 orang. Masing-masing tim. Karena ada dua tim, berarti ada 24 orang. Tapi ada orang yang pegang dua permasalahan," jelasnya (san)
http://nasional.sindonews.com/read/2012/09/23/13/674306/kejagung-hambatpenuntasan-kasus-ham Kejagung hambat penuntasan kasus HAM
Lili Sunardi - Sindonews
Foto: dok. Istimewa
LS A
M
Senin, 24 September 2012 − 00:33 WIB
Sindonews.com - Enggannya Kejaksaan Agung (Kejagung) menindaklanjuti hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi salah satu faktor mandegnya penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
pin gE
Hal tersebut disampaikan Direktur eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Indriaswati Saptaningrum di Jakarta, Minggu 23 September 2012. Menurutnya, keengganan Kejagung tersebut diperparah dengan keengganan presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc. "Komnas HAM telah menyelesaikan berbagai penyelidikan pelanggaran HAM yang berat di masa lalu, diantaranya peristiwa Mei 1998, Trisakti-Semanggi 1998-1999, Talang Sari 1989, dan penghilangan paksa 1997-1998. Penyelidikan terhadap peristiwa 1965-1966, dan penembakan misterius 1982-1985 juga sudah kelar 2012 ini. Namun, berbagai hasil penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung," katanya.
kli
Dia mengungkapkan, tidak selesainya beberapa kasus pelanggaran HAM telah menunjukkan lemahnya komitmen Presiden SBY dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Pasalnya, Presiden SBY memegang peranan kunci terhadap semua kemandegan di atas, dan bisa memerintahkan langsung Jaksa Agung untuk menindaklanjuti temuan Komnas HAM. Selain itu, dia juga menyebutkan, kemandegan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, dan keengganan untuk meminta maaf kepada korban, serta pemulihan bagi mereka, menjadi ancaman yang serius terhadap kehidupan demokrasi. "Para korban selama bertahun-tahun mengalami stigmatisasi, diskriminasi, dan perlakuan keji, sehingga terus menerus tidak dalam posisi yang setara dan tidak bisa menikmati kehidupan seperti layaknya warga negara," ujarnya. (lil)
http://nasional.sindonews.com/read/2012/09/06/13/670614/kejagung-kekurangan-alat-bukti Pelanggaran HAM berat Kejagung kekurangan alat bukti
Slamet Riadi - Sindonews
dok.Okezone
LS A
M
Kamis, 6 September 2012 − 16:39 WIB
pin gE
Sindonews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga kini belum bisa menuntaskan kasus pelanggaran HAM Berat tahun 1965. Alasannya, kurang alat bukti. Wakil Jaksa Agung Darmono mengakui pihaknya kesulitan mengusut tuntas tragedi kemanusiaan terjadi 1965 tanpa alat bukti yang cukup. "Kendalanya dipembuktian, dari alat bukti," ujar Darmono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/9/2012).
kli
Karena itu, seharusnya Komisi Nasional (Komnas) HAM bisa memberikan alat bukti dan menyebutkan siapa pelakunya. Tapi kenyataannya, sampai sekarang, Komnas HAM belum bisa memenuhi persyaratan itu. "Jadi dalam kasus pelanggaran HAM berat ini sesuai aturan undang-undang Komnas HAM harus bisa menentukan siapa pelaku terhadap kejahatan kemanusiaan yang dimaksud," tukasnya. Untuk mengusut kejadian seperti tahun 1965, maka harus ada pelaku yang dijerat dengan buktibukti yang kuat."Siapa orang yang bertanggung jawab terhadap tindak pidana itu," pungkasnya.
(lns)
http://cetak.kompas.com/read/2012/09/07/04521027/merawat.ingatan.publik.soal.kekerasan Jumat, 07 September 2012 PEMBUNUHAN MUNIR
kli
pin gE
LS A
M
Merawat Ingatan Publik soal Kekerasan
Pada 7 September 2004, aktivis hak asasi manusia dan juga salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Munir, tewas di dalam pesawat Garuda Indonesia GA 974 Jakarta-Amsterdam. Kasus pembunuhan Munir masih terus kontroversial karena aparat penegak hukum belum mampu mengungkap ”dalang” di balik kasus tersebut. Pada peringatan delapan tahun pembunuhan Munir, perjuangan anti-kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat negara tetap menggema. Kelompok aktivis HAM melakukan serangkaian acara untuk merawat ingatan publik. Tentu saja termasuk aksi Kamisan di depan Istana Negara, Kamis (6/9). Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman) Indonesia Fadjroel Rachman yang ikut dalam aksi Kamisan peringatan wafatnya Munir itu
mengungkapkan, pada masa Orde Baru, kekerasan dan kasus-kasus pelanggaran HAM didominasi aparat militer. Akan tetapi, menurut Fadjroel, tidak berarti aparat militer tidak lagi melakukan kekerasan pada era reformasi. Aksi kekerasan militer diduga juga masih terjadi di Papua. Polisi dinilainya cukup dominan melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM. ”Pelanggaran HAM oleh aparat negara atau pelanggaran HAM vertikal masih terjadi,” tutur Fadjroel. Pelanggaran HAM itu juga terjadi saat aparat kepolisian terkesan membiarkan potensi kekerasan terakumulasi dan akhirnya terjadi. Misalnya, kasus kekerasan di Sampang.
LS A
M
Pada era reformasi ini, menurut Fadjroel, kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan kelompok-kelompok masyarakat justru dominan. Kekerasan dan pelanggaran HAM horizontal itu umumnya dilakukan kelompok yang mengatasnamakan agama sehingga melanggar hak dasar atau kebebasan warga lain, khususnya minoritas. Dalam berbagai kasus, kelompok-kelompok vigilante semakin berani menunjukkan eksistensi mereka karena seperti dibiarkan. Kondisi ini memprihatinkan serta mengancam kebinekaan dan semangat keindonesiaan yang ditegakkan dengan Pancasila. Peran negara
pin gE
Istri almarhum Munir, Suciwati, menilai, munculnya kekerasan dan kasus-kasus pelanggaran HAM secara horizontal tak terlepas dari peran negara. Kelompok-kelompok tertentu yang kerap melakukan kekerasan pada mulanya dibentuk dan dipelihara aparat negara. ”Kita disibukkan dengan kekerasan horizontal sehingga kita lupa apa yang dilakukan aparat negara,” kata Suciwati. Kekerasan horizontal yang mengakibatkan kasus-kasus pelanggaran HAM terjadi karena adanya upaya negara memelihara kelompok-kelompok tersebut. ”Kalau negara serius menangani, (kekerasan horizontal) tidak pernah akan terjadi,” kata Suciwati.
kli
Penegakan hukum pun lemah sehingga terjadi pembiaran oleh aparat negara, khususnya kepolisian, dalam penanganan kasus-kasus kekerasan yang bersifat horizontal. Menurut Fadjroel, dari beberapa kasus, seperti kasus Sampang, aparat negara, khususnya polisi sebagai ujung tombak penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, cenderung membiarkan konflik terakumulasi dan kekerasan terjadi. Ironisnya, di sisi lain, aparat kepolisian juga dinilai berlebihan dalam menangani aksi-aksi warga terkait sengketa lahan di kawasan perkebunan atau pertambangan. Kasus Mesuji adalah contoh. Karena itu, advokasi terhadap kasus-kasus kekerasan yang terus dilakukan aktivis HAM, khususnya aktivis Kontras, masih relevan. Advokasi terhadap korban kekerasan dan kasus-kasus pelanggaran HAM dengan berbagai latar belakang harus terus diperjuangkan.
Kontras yang didirikan Munir dan tokoh HAM lain, seperti Todung Mulya Lubis, Karlina Leksono, Franz Magnis-Suseno, dan MM Bilah, kini telah berkembang menjadi organisasi yang independen dan banyak berpartisipasi membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran HAM sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan. Koordinator Kontras Haris Azhar menilai, saat ini, masalah kekerasan dan pelanggaran HAM banyak terjadi dalam kasus sengketa lahan terkait pengelolaan sumber daya alam, agama dan kepercayaan, serta kekerasan dalam proses sistem peradilan pidana. Misalnya, kasus-kasus penyiksaan dan rekayasa kasus pidana. Kasus-kasus kurang lebih sama dan tidak pernah surut.
kli
pin gE
LS A
M
Sebelum berangkat ke Amsterdam, kepada Direktur Program Imparsial Rachland Nashidik yang beberapa tahun lalu bergabung dengan Partai Demokrat, Munir mengirim pesan singkat, ”Aku berangkat, titip kantor (Kontras) dan anak-istriku.” (Ferry Santoso)
http://cetak.kompas.com/read/2012/09/08/03225750/tuntaskan.kasus.munir PEMBUNUHAN
Tuntaskan Kasus Munir
Jakarta, Kompas - Kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir yang belum tuntas selama delapan tahun ini menunjukkan negara tidak memiliki komitmen melaksanakan mandat konstitusi untuk penegakan HAM.
M
”Kematian Munir merupakan kehilangan besar bagi gerakan perempuan dan gerakan HAM pada umumnya,” kata Wakil Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah di Jakarta, Jumat (7/9).
LS A
DPR dan pemerintah didesak segera mengesahkan legislasi khusus perlindungan hukum lebih kuat kepada pembela HAM, sebagaimana terjadwal dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2011-2014.
pin gE
Menurut Masruchah, komunitas korban dan masyarakat tak akan pernah lupa pada kepemimpinan Munir. Ia adalah pembela HAM berintegritas dan berkomitmen pada perjuangan hak- hak perempuan korban. Munir juga menempatkan pembelaan pada perempuan korban kekerasan sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan HAM. Munir adalah aktivis HAM laki- laki pertama yang mengangkat pengalaman khas perempuan dalam situasi konflik bersenjata di Timor Timur tahun 1999. Ketua Sub-Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengemukakan, delapan tahun cukup untuk menunjukkan bukti ketidakseriusan serta abainya pemerintah dan institusi penegak hukum terhadap penuntasan kasus Munir. Penundaan penuntasan kasus Munir menjadi teror bagi pembela HAM. Di beberapa tempat dilakukan serangkaian aksi memperingati delapan tahun pembunuhan Munir. Di Kota Batu dan Kota Malang, Jawa Timur, aksi dilakukan di Alun-alun Batu dan di bundaran Universitas Brawijaya.
kli
Pengajar Fakultas Hukum Unbraw, Ngesti D Prasetyo, mengungkapkan, elemen-elemen aksi tergabung dalam wadah Sahabat Munir. Koordinator aksi mahasiswa, Syahrul, mengingat pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pengusutan kasus pembunuhan Munir merupakan ”ujian bagi sejarah kita” dan dalam ujian itu negara disebutnya gagal. (LOK/ODY)
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat OPINI Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Rabu, 12 September 2012 | 09:31 WIB
Oleh Binsar M Gultom Di banyak negara, termasuk Indonesia, sering terjadi kecenderungan adanya penolakan untuk menyelidiki atau mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
M
Sikap melindungi secara terang-terangan biasanya dilakukan oleh para penguasa yang warga negaranya terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Perlindungan seperti itu tecermin dari kesengajaan untuk tak menerapkan ketentuan perundang-undangan yang sudah ada, atau memberikan interpretasi (penafsiran) yang berbeda dengan apa yang dimaksud oleh peraturan perundang-undangan mengenai kejahatan itu.
LS A
Segala cara selalu dilakukan semata untuk menciptakan impunitas bagi para pelaku kejahatan itu. Kebiasaan seperti ini harus segera ”dihentikan” agar tak merusak masa depan anak bangsa.
pin gE
Banyak contoh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia yang terkesan ditutuptutupi. Mulai dari kasus dugaan pelanggaran HAM berat Trisakti, Semanggi I, II, penculikan aktivis tahun 1997/1998, kasus Talangsari (di Lampung), hingga kasus Waisor, Wamena, di Papua yang telah selesai diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tanpa kunjung tiba penyelesaiannya. Kini kasus HAM berat 1965/1966 kembali diungkap Komnas HAM dan merekomendasikan untuk ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. Menurut Jaksa Agung Basrief Arief, jika hasil penelitian diputuskan ditingkatkan ke tahap penyidikan, kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc. Hal ini mengingat kasus itu terjadi ”sebelum” Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ada. Polemik tentang pembentukan pengadilan HAM ad hoc ini sangat krusial menghambat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama ini.
kli
Menurut penulis, seharusnya Komnas HAM terlebih dahulu melakukan penyelidikan (sudah berjalan), kemudian Jaksa Agung menyidik atau mengembangkan hasil temuan Komnas HAM itu. Dari hasil temuan itu baru DPR memberikan rekomendasi/usul pembentukan pengadilan HAM ad hoc kepada presiden untuk mendapat keputusan presiden (keppres). Jadi, bukan justru mengembalikan berkas kasus yang sudah diselidiki Komnas HAM seperti yang pernah terjadi 1 April 2008, apalagi tanpa petunjuk jelas dari Kejaksaan Agung. ”Satu paket” Menurut penjelasan Pasal 43 (2) UU Pengadilan HAM, secara eksplisit ditegaskan, ”dalam hal DPR mengusulkan dibentuknya pengadilan HAM ad hoc, DPR mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yang dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya UU ini.” Ini berarti, setiap pelanggaran HAM berat yang terjadi ”sebelum” UU No 26/2000 terbentuk, DPR wajib merekomendasikan/mengusulkan
pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil temuan Komnas HAM dan Jaksa Agung. Di tahapan ini, DPR tak boleh menolak memberikan rekomendasi pembentukan pengadilan HAM ad hoc dengan alasan tidak ditemukan pelanggaran HAM berat. Di sini DPR tak perlu menilai substansi perkara ada tidaknya pelanggaran HAM berat. Yang berwenang menilai hanya pengadilan HAM ad hoc, bukan DPR.
LS A
M
Dalam praktik, pengalaman penulis sebagai hakim HAM mengadili kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 di Pengadilan HAM ”Ad Hoc” Jakarta (2002– 2005), pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas kedua peristiwa itu ”satu paket”, didasarkan pada Keppres No 53/2001 yang diperbarui dengan Keppres No 96/2001. Sebelumnya didahului penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan Kejaksaan Agung tentang adanya dugaan pelanggaran HAM berat tersebut. Hasil temuan itu mendapat rekomendasi/usul pembentukan pengadilan HAM ad hoc dari DPR kepada presiden. Jadi, kalau ada kemauan politik dari Presiden SBY, pengalaman sejarah pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas peristiwa Timor Timur dan Tanjung Priok tersebut dapat diterapkan pada peristiwa 1965/1966. Terlebih dengan adanya ajakan SBY yang menyebutkan negara punya kewajiban moral menyelesaikan semua pelanggaran HAM berat seadil-adilnya (Kompas, 26 Juli 2012).
pin gE
Mestinya pernyataan tersebut diimplementasikan secara nyata melalui UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Mengapa? Karena hanya UU Pengadilan HAM satu-satunya yang dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat setelah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) berdasarkan UU No 27/2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tanggal 7 Desember 2006.
kli
Sesuai ajakan Presiden SBY, demi penegakan hukum di bidang HAM, tidak ada alasan bagi Jaksa Agung untuk tidak menindaklanjuti setiap hasil temuan Komnas HAM terhadap kasuskasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu dan masa sekarang. Terlebih terhadap kasus yang sudah selesai diselidiki oleh Komnas HAM, mestinya diselesaikan lewat jalur hukum, yakni melalui pengadilan HAM ad hoc atau pengadilan HAM. Menurut catatan penulis, begitu banyak kasus pelanggaran HAM berat yang terkesan ditutuptutupi. Sejauh ini hanya tiga kasus pelanggaran HAM berat yang pernah diselesaikan oleh pengadilan HAM Indonesia, yakni kasus Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 ditangani oleh Pengadilan HAM ”Ad Hoc” Jakarta, serta kasus pelanggaran HAM berat Abepura 2000 ditangani di Pengadilan HAM Makassar. Itu pun semua terdakwa akhirnya ”bebas” dari segala tuntutan hukum di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat jika Pemerintah Indonesia tidak ingin secara serius melaksanakan yuridiksi nasional dan tidak mampu melaksanakan yuridiksi secara benar menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi, dikhawatirkan yuridiksi International Criminal Court (ICC) akan mengambil alih pengadilan nasional. Hal itu dimungkinkan, sesuai Pasal 17 ayat (2) dan (3) Statuta Roma 1998.
Alternatif solusi Sebelum kasus tersebut diambil alih ICC, seyogianya pemerintahan SBY segera menuntaskan penyelesaiannya melalui ”rekonsiliasi nasional”. Namun, pemerintah harus mampu mengungkap siapa pelakunya, siapa yang bertanggung jawab, kemudian negara wajib memberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi kepada pihak terkait. Hemat penulis, penutupan kasus masa lalu (sebelum tahun 2000) yang terjadi di Indonesia mestinya dapat dilaksanakan sebelum berakhir kepemimpinan Presiden SBY tahun 2014. Dengan demikian, tidak memberikan beban berat kepada pemerintah mendatang.
LS A
M
Solusi ini ditawarkan sebab penanganan kasus-kasus masa lalu yang diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc dapat diprediksikan kurang optimal dan tak efektif. Namun, khusus terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi ”sesudah” terbit UU Pengadilan HAM tahun 2000, negara dan pemerintah—lewat Komnas HAM dan Jaksa Agung—harus segera menuntaskannya melalui pengadilan HAM yang sudah ada tanpa pelibatan rekomendasi dari pihak DPR.
kli
pin gE
Binsar M Gultom Dosen Bidang Hukum dan HAM pada Pascasarjana Universitas Hazairin Bengkulu
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat OPINI Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Rabu, 12 September 2012 | 09:31 WIB Oleh Binsar M Gultom Di banyak negara, termasuk Indonesia, sering terjadi kecenderungan adanya penolakan untuk menyelidiki atau mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
M
Sikap melindungi secara terang-terangan biasanya dilakukan oleh para penguasa yang warga negaranya terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Perlindungan seperti itu tecermin dari kesengajaan untuk tak menerapkan ketentuan perundang-undangan yang sudah ada, atau memberikan interpretasi (penafsiran) yang berbeda dengan apa yang dimaksud oleh peraturan perundang-undangan mengenai kejahatan itu.
LS A
Segala cara selalu dilakukan semata untuk menciptakan impunitas bagi para pelaku kejahatan itu. Kebiasaan seperti ini harus segera ”dihentikan” agar tak merusak masa depan anak bangsa.
pin gE
Banyak contoh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia yang terkesan ditutuptutupi. Mulai dari kasus dugaan pelanggaran HAM berat Trisakti, Semanggi I, II, penculikan aktivis tahun 1997/1998, kasus Talangsari (di Lampung), hingga kasus Waisor, Wamena, di Papua yang telah selesai diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tanpa kunjung tiba penyelesaiannya. Kini kasus HAM berat 1965/1966 kembali diungkap Komnas HAM dan merekomendasikan untuk ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. Menurut Jaksa Agung Basrief Arief, jika hasil penelitian diputuskan ditingkatkan ke tahap penyidikan, kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc. Hal ini mengingat kasus itu terjadi ”sebelum” Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ada. Polemik tentang pembentukan pengadilan HAM ad hoc ini sangat krusial menghambat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama ini.
kli
Menurut penulis, seharusnya Komnas HAM terlebih dahulu melakukan penyelidikan (sudah berjalan), kemudian Jaksa Agung menyidik atau mengembangkan hasil temuan Komnas HAM itu. Dari hasil temuan itu baru DPR memberikan rekomendasi/usul pembentukan pengadilan HAM ad hoc kepada presiden untuk mendapat keputusan presiden (keppres). Jadi, bukan justru mengembalikan berkas kasus yang sudah diselidiki Komnas HAM seperti yang pernah terjadi 1 April 2008, apalagi tanpa petunjuk jelas dari Kejaksaan Agung. ”Satu paket”
Menurut penjelasan Pasal 43 (2) UU Pengadilan HAM, secara eksplisit ditegaskan, ”dalam hal DPR mengusulkan dibentuknya pengadilan HAM ad hoc, DPR mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat yang dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya UU ini.” Ini berarti, setiap pelanggaran HAM berat yang terjadi ”sebelum” UU No 26/2000 terbentuk, DPR wajib merekomendasikan/mengusulkan
pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil temuan Komnas HAM dan Jaksa Agung. Di tahapan ini, DPR tak boleh menolak memberikan rekomendasi pembentukan pengadilan HAM ad hoc dengan alasan tidak ditemukan pelanggaran HAM berat. Di sini DPR tak perlu menilai substansi perkara ada tidaknya pelanggaran HAM berat. Yang berwenang menilai hanya pengadilan HAM ad hoc, bukan DPR.
LS A
M
Dalam praktik, pengalaman penulis sebagai hakim HAM mengadili kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 di Pengadilan HAM ”Ad Hoc” Jakarta (2002– 2005), pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas kedua peristiwa itu ”satu paket”, didasarkan pada Keppres No 53/2001 yang diperbarui dengan Keppres No 96/2001. Sebelumnya didahului penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan Kejaksaan Agung tentang adanya dugaan pelanggaran HAM berat tersebut. Hasil temuan itu mendapat rekomendasi/usul pembentukan pengadilan HAM ad hoc dari DPR kepada presiden. Jadi, kalau ada kemauan politik dari Presiden SBY, pengalaman sejarah pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas peristiwa Timor Timur dan Tanjung Priok tersebut dapat diterapkan pada peristiwa 1965/1966. Terlebih dengan adanya ajakan SBY yang menyebutkan negara punya kewajiban moral menyelesaikan semua pelanggaran HAM berat seadil-adilnya (Kompas, 26 Juli 2012).
pin gE
Mestinya pernyataan tersebut diimplementasikan secara nyata melalui UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Mengapa? Karena hanya UU Pengadilan HAM satu-satunya yang dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat setelah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) berdasarkan UU No 27/2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tanggal 7 Desember 2006.
kli
Sesuai ajakan Presiden SBY, demi penegakan hukum di bidang HAM, tidak ada alasan bagi Jaksa Agung untuk tidak menindaklanjuti setiap hasil temuan Komnas HAM terhadap kasuskasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu dan masa sekarang. Terlebih terhadap kasus yang sudah selesai diselidiki oleh Komnas HAM, mestinya diselesaikan lewat jalur hukum, yakni melalui pengadilan HAM ad hoc atau pengadilan HAM. Menurut catatan penulis, begitu banyak kasus pelanggaran HAM berat yang terkesan ditutuptutupi. Sejauh ini hanya tiga kasus pelanggaran HAM berat yang pernah diselesaikan oleh pengadilan HAM Indonesia, yakni kasus Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 ditangani oleh Pengadilan HAM ”Ad Hoc” Jakarta, serta kasus pelanggaran HAM berat Abepura 2000 ditangani di Pengadilan HAM Makassar. Itu pun semua terdakwa akhirnya ”bebas” dari segala tuntutan hukum di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat jika Pemerintah Indonesia tidak ingin secara serius melaksanakan yuridiksi nasional dan tidak mampu melaksanakan yuridiksi secara benar menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi, dikhawatirkan yuridiksi International Criminal Court (ICC) akan mengambil alih pengadilan nasional. Hal itu dimungkinkan, sesuai Pasal 17 ayat (2) dan (3) Statuta Roma 1998.
Alternatif solusi Sebelum kasus tersebut diambil alih ICC, seyogianya pemerintahan SBY segera menuntaskan penyelesaiannya melalui ”rekonsiliasi nasional”. Namun, pemerintah harus mampu mengungkap siapa pelakunya, siapa yang bertanggung jawab, kemudian negara wajib memberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi kepada pihak terkait. Hemat penulis, penutupan kasus masa lalu (sebelum tahun 2000) yang terjadi di Indonesia mestinya dapat dilaksanakan sebelum berakhir kepemimpinan Presiden SBY tahun 2014. Dengan demikian, tidak memberikan beban berat kepada pemerintah mendatang.
LS A
M
Solusi ini ditawarkan sebab penanganan kasus-kasus masa lalu yang diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc dapat diprediksikan kurang optimal dan tak efektif. Namun, khusus terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi ”sesudah” terbit UU Pengadilan HAM tahun 2000, negara dan pemerintah—lewat Komnas HAM dan Jaksa Agung—harus segera menuntaskannya melalui pengadilan HAM yang sudah ada tanpa pelibatan rekomendasi dari pihak DPR. Binsar M Gultom Dosen Bidang Hukum dan HAM pada Pascasarjana Universitas Hazairin Bengkulu
kli
pin gE
Sumber : Kompas Cetak Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
http://cetak.kompas.com/read/2012/09/14/04062253/tuntaskan.kasus.priok Jumat, 14 September 2012
pin gE
LS A
M
Tuntaskan Kasus Priok
Kompas/Lucky Pransiska
kli
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/9). Mereka mendesak Presiden mengusut pelaku kekerasan kasus Tanjung Priok yang terjadi 28 tahun silam dan membuka penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat secara terbuka kepada publik.
http://www.beritasatu.com/mobile/hukum/73450-sby-dianggap-tidak-serius-selesaikan-pelanggaran-ham.html
M
Minggu, 23 September 2012 | 14:36
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Vladivostok, Rusia, Minggu (9/9)
LS A
SBY Dianggap Tidak Serius Selesaikan Pelanggaran HAM
Elsam memandang selama masa pemerintahan SBY hampir tidak ada inisiatif yang sungguh-sungguh dan nyata untuk menyelesaikan pelanggaran HAM Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu di Indonesia.
pin gE
Hal itu dikatakan oleh Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Zainal Abidin dalam konferensi pers bertajuk "Presiden Harus Segera Menyelesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu", hari ini, di Jakarta. "Elsam memandang selama masa pemerintahan SBY hampir tidak ada inisiatif yang sungguhsungguh dan nyata untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu," kata Zainal. Zainal menceritakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu di jaman pemerintahan SBY justru mandeg.
kli
Menurut Zainal, SBY menjadi orang yang menghambat penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. SBY, kata Zainal, tidak menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang dibuat oleh DPR dan Komisi Nasional (Komnas) HAM terkait penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu. Dia mencontohkan terkait kasus penghilangan paksa aktivis 1997/1998, DPR dan Komnas HAM sudah memberikan empat rekomendasi. Presiden diminta membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, memerintahkan pencarian terhadap 13 orang yang dinyatakan hilang, merehabilitasi dan memerikan kompensasi terhadap keluarga korban dan meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa. Hal ini berbeda jauh dengan presiden-presiden lainnya. Zainal mengatakan Habibie, Megawati Soekarno Putri dan Abdurahman Wahid masing-masing pernah membuat gebrakan dalam hal
penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Habibie pernah menginisiasi pelanggaran HAM di Aceh sekaligus meminta maaf kepada korban pelanggaran HAm di Aceh. Selain itu, Habibie juga berinisiatif meminta maaf pada korban tragedi Mei 1998. Sementara Gus Dur, merealisasikan Undang-Undang tentang Pengadilan HAM No.26/2000 dan memberikan pernyataan minta maaf atas pelanggaran HAM. "Megawati berhasil menggelar dua pengadilan HAM untuk kasus pelanggaran HAM tahun 1999 di Timor-Timur dan Tanjung Priok tahun 1984," kata Zainal.
LS A
M
Elsam, kata Zainal, mendesak agar SBY segera melakukan tindakan nyata terhadap kasus pelanggaran HAM masa lalu. Hal itu bisa dilakukan dengan menindaklanjuti semua rekomendasi DPR. Kemudian, Presiden juga harus memerintahkan Kejaksaan Agung untuk menindakalanjuti semua laporan Komnas HAM soal kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang berlum terselesaikan.
pin gE
Selain itu, Zainal mengatakan kunci keberhasilan penyelesaian kasus pelanggaran HAM adalah adanya pengawasan yang aktif dari DPR terhadap kinerja Presiden. "Masyarakat juga harus proaktif agar semua penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak mandek," kata Zainal. Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, terdapat sejumlah kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum ditindaklanjuti oleh presiden.
kli
Pertama adalah Tragedi penembakan mahasiswa Universitas Trisaksi di Semanggi I dan II yang terjadi tahun 1998 dan 1999. Kedua, peristiwa Mei 1998 berupa pembunuhan, penghilangan paksa dan pembakaran. Ketiga penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998. Keempat peritiwa pembunuhan, penyiksaan, penganiayaan dan penghilangan paksa di Talangsari, Lampung tahun 1989. Kelima, peristiwa pelanggaran HAM tahun 1965. Penulis: Rizky Amelia/ Ayyi Achmad Hidayah
http://nasional.sindonews.com/read/2012/09/23/13/674307/presiden-didesak-selesaikan-kasus-ham Presiden didesak selesaikan kasus HAM
Lili Sunardi - Sindonews
Ilustrasi (Istimewa)
LS A
M
Senin, 24 September 2012 − 01:36 WIB
pin gE
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didesak untuk segera menyelesaikan beberapa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang pernah terjadi di Indonesia dengan membentuk komite independen yang secara khusus menyelesaikan kasuskasus pelanggaran HAM. Direktur eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Indriaswati Saptaningrum mengatakan, Presiden SBY harus segera menindaklanjuti rekomendasi DPR terkait penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, dengan memastikan keberadaan, dan status orang-orang yang dinyatakan masih hilang.
kli
"Sudah sepatutnya presiden menginstruksikan kepada Jaksa Agung agar segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyidikan dan penuntutan," katanya melalui siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Minggu 23 September 2012. Menurutnya, pelaksanaan rekomendasi tersebut juga harus disertai dengan pengawasan dari DPR dengan cara pro-aktif melahirkan kebijakan legislasi yang mendukung penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Selain itu menurutnya, Komnas HAM juga harus terus mendorong Kejagung untuk segera mengambil tindakan, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu, khususnya tindak lanjut atas hasil penyelidikan Komnas HAM. "Peran LPSK dalam hal ini juga penting, kaitannya dengan pemberian bantuan bagi korban pelanggaran HAM yang berat, khususnya pemberian bantuan medis, dan rehabilitasi psikososial," tandasnya.
pin gE
kli LS A
M
(lil)
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=1&startrow=1&style=advanced&session=134 9148973890 Pelanggaran HAM: "Kami Takkan Pernah Melupakannya" KOMPAS(Nasional) - Senin, 01 Oct 2012 Halaman: 1,15 Penulis: IRMA TAMBUNAN Ukuran: 5750
Oleh IRMA TAMBUNAN
M
Pelanggaran HAM ”Kami Takkan Pernah Melupakannya” Perjalanan dari Stasiun Oranienburg menuju Memorial Sachsenhausen hanya butuh waktu 20 menit berjalan kaki. Namun, Annette sejak awal mewanti-wanti kami untuk berhati-hati. ”Jangan memisahkan diri dari kelompok,” ujarnya mengingatkan kami.
LS A
Annette adalah Project Manager International Institute for Journalism of GIZ. Ia jadi penanggung jawab keselamatan kami, 10 jurnalis yang semuanya berasal dari Asia dan Afrika, selama di Jerman.
pin gE
Ia khawatir kami rentan mengalami provokasi saat berada di sekitar kawasan bekas kamp konsentrasi penyiksaan korban Nazi di Memorial Sachsenhausen, sekitar 35 kilometer di utara Berlin, Jerman. Dengan tetap bersama memudahkan kami untuk saling menjaga satu sama lain. Nasihat serupa datang dari warga Jerman lainnya, Andre Walter (67). Dia mengingatkan agar jangan berjalan sendirian di sejumlah tempat di bekas wilayah timur lewat dari pukul 21.00. ”Membahayakan keselamatanmu,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
kli
Kami mengira nasihat itu berlebihan. Selama dua bulan berada di Berlin, sejak Juli lalu, kami belum pernah mengalami bentuk provokasi apa pun sewaktu menyusuri malam di kawasan bekas wilayah Jerman Timur yang dibatasi Sungai Media Spree. Justru lebih aman di sini ketimbang di Jakarta yang marak oleh tindak kekerasan. Kawasan bekas perbatasan Jerman Barat dan Jerman Timur ini merupakan salah satu tempat favorit untuk menghabiskan waktu luang bersama teman. Di sanalah kami menikmati indahnya senja, berhubung selama musim panas tahun ini langit Berlin hampir selalu cerah. Kembalikan kekuatan lama
Walter bercerita, belakangan ini ada semacam gerakan yang menginginkan kembalinya kekuatan lama, entah itu pada masa kekuasaan Nazi hingga berdirinya tembok tinggi Berlin. Pada intinya, mereka bermaksud membentengi Jerman dari dunia luar. Ada yang menyebutnya sebagai gerakan Nazi baru (new nazism movement). Ada pula keinginan kelompok tertentu membangun tembok baru Berlin. ”Mereka tidak menghendaki keadaan seperti sekarang di mana begitu banyak pendatang masuk ke Berlin. Mereka tidak lagi merasa nyaman,” ujarnya. Dia mencontohkan, di kawasan Kreuzberg, salah satu konsentrasi penduduk pendatang dari Turki, sering terjadi provokasi terhadap pendatang yang sesekali berujung pada kekerasan fisik.
Walter prihatin dan merasa perlu bertanggung jawab menjaga keselamatan warga pendatang yang dia kenal. Terlepas dari nasihat itu, saya berpikir ada baiknya menurut demi keselamatan diri sendiri. Terlebih saat memasuki kamp konsentrasi Nazi Brandenburgische Gedenkstatten, suasana mencekam masa lalu masih terasa. Padahal, pelanggaran HAM berupa pembantaian yang dialami oleh lebih dari 50.000 warga sipil dalam kamp itu sudah puluhan tahun silam terjadi. Secara keseluruhan, korban tewas semasa kekuasaan Nazi lebih dari 7 juta jiwa. Korban tersebar di sejumlah kamp serupa di penjuru Eropa.
LS A
M
Kamp seluas 5 hektar ini telah menjadi arena kunjungan wisata. Sepuluh barak dijadikan arena museum, masih lengkap dengan perlengkapan rekonstruksi. Pada salah satu barak penyiksaan korban yang ditempatkan di sisi sayap museum, ratusan tempat tidur berderetan dalam satu ruangan besar. Lalu, ada ruangan lain yang menjadi tempat mandi dan buang air secara massal. Bisa dibayangkan, setiap hari sekitar 400 tahanan Nazi memenuhi ruang berukuran hanya sekitar 6 meter x 8 meter. Mereka memiliki kesempatan mandi dan buang air hanya dalam waktu 30 menit.
pin gE
Dalam ruangan itu terdapat delapan toilet duduk yang berimpitan sehingga tahanan terpaksa membuang air berbarengan dengan yang lain. Di ruangan lain terdapat empat bak mandi air dingin dan ruangan terbuka hanya bersekat rendah untuk membersihkan badan, tentunya juga digunakan secara massal. Fasilitas ini sebenarnya bisa disebut bagian dari penyiksaan bagi korban Nazi. Barak lain berlorong panjang dengan sel berukuran 2 meter x 3 meter adalah tempat bagi tentara yang menjadi tahanan. Sel ini hanya berisi sebuah dipan kecil usang untuk tempat beristirahat dan sebuah jendela.
kli
Suasana horor masa lalu juga kami rasakan saat menyusuri jalan sekitar kompleks kamp. Ada gambar dan rekonstruksi para korban yang ditembak, digantung di tiang kayu, dibiarkan kelaparan hingga mati dalam kondisi tubuh yang teramat kurus. Sebagian korban yang tewas dibiarkan terbaring di jalanan. Seorang tahanan asal Rusia yang mampu bertahan dan akhirnya bebas dari kamp, Mark Tilevitch, memberikan sebuah testimoni dalam surat yang menyebutkan besarnya tekanan menyaksikan temannya ditembak dan dibiarkan membusuk, tahun 1945. Peristiwa itu menciptakan teror bagi tahanan lain. ”Even in our worst nightmares we could not have imagined the horror that awaited us.... We heard shots.... We realised that anyone who couldn’t go on any further was being shot, right there on the spot.... Imagine, they didn’t pick up the bodies.... It was a horrific march”. Situs The Atlantic pada edisi November 2011 menyebutkan, gerakan Neonazi tumbuh dan kian mengkhawatirkan pemerintah setempat. Gerakan ini muncul akibat kekhawatiran semakin banyaknya imigran baru masuk Jerman serta krisis ekonomi Eropa yang membebani keuangan
negara ini.
kli
pin gE
LS A
M
Akankah gerakan itu diamini masyarakat Jerman seutuhnya? Walter mengatakan peristiwa kelam itu adalah kesalahan masa lalu. ”Kami takkan pernah melupakannya sebagai bagian dari sejarah negeri ini, tetapi juga tidak akan pernah memaafkannya. Jangan sampai gerakan serupa terulang kembali,” tuturnya. Namun, tak semua orang di Jerman berpikir seperti Walter. Seperti di negeri ini, ada juga yang merindukan kembalinya kekuasaan represif masa lalu.
http://pik.kompas.co.id/tark/detail.cfm?item=1&startrow=1&style=advanced&session=1353395145470
Kilas Politik & Hukum: SBY Diminta Akui Ada Pelanggaran KOMPAS(Nasional) - Senin, 01 Oct 2012 Halaman: 2 Penulis: ATO Ukuran: 999 Kilas Politik & Hukum: SBY Diminta Akui Ada Pelanggaran
kli
pin gE
LS A
M
Sebagai Kepala Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai perlu mengakui adanya praktik kekerasan dan pelanggaran HAM berat setelah terjadi peristiwa 30 September 1965. ”Negara mengakui bahwa dulu ada pelanggaran HAM berat. Ada rakyat Indonesia yang disiksa, dibunuh, ditangkap, dan dipenjara tanpa melalui proses pengadilan. Negara dahulu gagal melindungi rakyatnya. Jadi, yang perlu dilakukan adalah pengakuan adanya pelanggaran HAM, bukan permintaan maaf,” ujar sejarawan dan Pemimpin Redaksi Majalah Historia Bonnie Triyana, Minggu (30/9) di Jakarta. Ia menilai, Presiden sebenarnya tidak perlu menghadiri upacara Kesaktian Pancasila yang biasanya digelar pada 1 Oktober di Monumen Lubang Buaya, Jakarta. Alasannya, Peristiwa 30 September yang melatarbelakangi Peringatan 1 Oktober merupakan peristiwa politik yang sangat kontroversial. Ada begitu banyak versi yang saling bertolak belakang terkait Peristiwa 30 September. (ATO)
Bangun Rekonsiliasi * Tragedi 1965 Patut Dimaafkan, tetapi Tidak Dilupakan KOMPAS(Nasional) - Selasa, 02 Oct 2012 Halaman: 4 Penulis: FER; WHY; OSA; ETA Ukuran: 3719 Foto: 1
LS A
M
Bangun Rekonsiliasi Tragedi 1965 Patut Dimaafkan, tetapi Tidak Dilupakan JAKARTA, KOMPAS — Negara seharusnya melakukan rekonsiliasi soal tragedi 1965. Rekonsiliasi diperlukan untuk mencari kesalahan dalam perjalanan bangsa sehingga dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Rekonsiliasi dapat mewariskan sejarah bangsa yang lebih utuh kepada generasi muda. Harapan itu disampaikan pengamat militer Agus Widjojo dalam kunjungan ke makam pahlawan revolusi di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta, Senin (1/10). Hadir antara lain Sukmawati Soekarno, Amelia Yani, Sarjono Kartosuwiryo, dan Ilham Aidit.
pin gE
Menurut Agus, salah satu konsep rekonsiliasi adalah pencarian kebenaran. ”Kita tidak mencari siapa benar atau siapa salah, melainkan melihat di mana kesalahan negara ini. Apa yang salah dengan bangsa ini,” katanya. Hal sama diungkapkan Ilham Aidit. Menurut Ilham, ia kesal karena negara sampai saat ini belum dapat melakukan rekonsiliasi tragedi 1965. ”Saya kesal karena pemerintah tidak bisa menyelesaikan kasus pelanggaran berat masa lalu,” katanya. Sukmawati Soekarno mengatakan, pada saat-saat awal Reformasi 1998, tuntutan agar mantan Presiden Soeharto diadili begitu besar. Namun, dalam perjalanan Reformasi, Soeharto tidak pernah diadili.
kli
Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Hadir Ny Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono beserta Ny Herawati Boediono, pimpinan lembaga tinggi negara dan sejumlah menteri. Dimaafkan, tak dilupakan Para aktor dalam tragedi 1965 itu patut dimaafkan, tetapi bukan berarti gerakan kebengisan mereka patut dilupakan. Peristiwa kekejian itu harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini. Sikap memaafkan itu terungkap dalam Halaqoh Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertajuk ”Mengungkap Fakta dan Peristiwa Kelam Tahun 1965” di Jakarta, Senin. Hadir mantan Wakil KSAD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, analis
Senior CSIS Harry Tjan Silalahi, dan sastrawan Taufiq Ismail. ”Kita maafkan kesalahan mereka, tetapi kita tidak boleh melupakan peristiwa itu,” ujar Ketua MUI H Amidhan. Fahmi yang juga merupakan Angkatan 66 mengatakan, ”Mungkinkah kekuatan komunis yang telah ditinggalkan penganut setianya seperti China dan Rusia kembali lagi? Mungkin sekali, tetapi dalam format berbeda. Kerusuhan tahun 1998 itu mirip sekali manuvernya dengan komunis. Mereka memiliki sasaran tertentu.” Menurut Harry, masyarakat pernah terluka akibat gerakan komunis. Karena itu, perlu sikap kehati-hatian dalam menuntaskan peristiwa berdarah itu.
LS A
M
Jaksa Agung Basrief Arief mengakui, penanganan hukum atas tragedi 1965 memiliki tingkat kesulitan tinggi. Hal itu salah satunya karena peristiwa tersebut terjadi hampir 50 tahun yang lalu. Saat ini tim dari Kejaksaan Agung masih terus meneliti berkas perkara dari hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
kli
pin gE
Terkait tragedi 1965, Komnas HAM sudah menyelesaikan penyelidikan. Komnas HAM menyimpulkan terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. (FER/WHY/OSA/ETA) Image : KOMPAS/RIZA FATHONI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ny Ani Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Boediono beserta Ny Herawati Boediono meninggalkan lokasi upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin (1/10). Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk mengenang tujuh pahlawan revolusi korban peristiwa G30S tahun 1965.
Pelanggaran HAM: "Kami Takkan Pernah Melupakannya" KOMPAS(Nasional) - Senin, 01 Oct 2012 Halaman: 1,15 Penulis: IRMA TAMBUNAN Ukuran: 5750 Pelanggaran HAM ”Kami Takkan Pernah Melupakannya” Perjalanan dari Stasiun Oranienburg menuju Memorial Sachsenhausen hanya butuh waktu 20 menit berjalan kaki. Namun, Annette sejak awal mewanti-wanti kami untuk berhati-hati. ”Jangan memisahkan diri dari kelompok,” ujarnya mengingatkan kami.
M
Oleh IRMA TAMBUNAN
LS A
Annette adalah Project Manager International Institute for Journalism of GIZ. Ia jadi penanggung jawab keselamatan kami, 10 jurnalis yang semuanya berasal dari Asia dan Afrika, selama di Jerman. Ia khawatir kami rentan mengalami provokasi saat berada di sekitar kawasan bekas kamp konsentrasi penyiksaan korban Nazi di Memorial Sachsenhausen, sekitar 35 kilometer di utara Berlin, Jerman. Dengan tetap bersama memudahkan kami untuk saling menjaga satu sama lain.
pin gE
Nasihat serupa datang dari warga Jerman lainnya, Andre Walter (67). Dia mengingatkan agar jangan berjalan sendirian di sejumlah tempat di bekas wilayah timur lewat dari pukul 21.00. ”Membahayakan keselamatanmu,” ujarnya, beberapa waktu lalu. Kami mengira nasihat itu berlebihan. Selama dua bulan berada di Berlin, sejak Juli lalu, kami belum pernah mengalami bentuk provokasi apa pun sewaktu menyusuri malam di kawasan bekas wilayah Jerman Timur yang dibatasi Sungai Media Spree. Justru lebih aman di sini ketimbang di Jakarta yang marak oleh tindak kekerasan. Kawasan bekas perbatasan Jerman Barat dan Jerman Timur ini merupakan salah satu tempat favorit untuk menghabiskan waktu luang bersama teman. Di sanalah kami menikmati indahnya senja, berhubung selama musim panas tahun ini langit Berlin hampir selalu cerah.
kli
Kembalikan kekuatan lama
Walter bercerita, belakangan ini ada semacam gerakan yang menginginkan kembalinya kekuatan lama, entah itu pada masa kekuasaan Nazi hingga berdirinya tembok tinggi Berlin. Pada intinya, mereka bermaksud membentengi Jerman dari dunia luar. Ada yang menyebutnya sebagai gerakan Nazi baru (new nazism movement). Ada pula keinginan kelompok tertentu membangun tembok baru Berlin. ”Mereka tidak menghendaki keadaan seperti sekarang di mana begitu banyak pendatang masuk ke Berlin. Mereka tidak lagi merasa nyaman,” ujarnya. Dia mencontohkan, di kawasan Kreuzberg, salah satu konsentrasi penduduk pendatang dari Turki, sering terjadi provokasi terhadap pendatang yang sesekali berujung pada kekerasan fisik. Walter prihatin dan merasa perlu bertanggung jawab menjaga keselamatan warga pendatang
yang dia kenal. Terlepas dari nasihat itu, saya berpikir ada baiknya menurut demi keselamatan diri sendiri. Terlebih saat memasuki kamp konsentrasi Nazi Brandenburgische Gedenkstatten, suasana mencekam masa lalu masih terasa. Padahal, pelanggaran HAM berupa pembantaian yang dialami oleh lebih dari 50.000 warga sipil dalam kamp itu sudah puluhan tahun silam terjadi. Secara keseluruhan, korban tewas semasa kekuasaan Nazi lebih dari 7 juta jiwa. Korban tersebar di sejumlah kamp serupa di penjuru Eropa.
M
Kamp seluas 5 hektar ini telah menjadi arena kunjungan wisata. Sepuluh barak dijadikan arena museum, masih lengkap dengan perlengkapan rekonstruksi. Pada salah satu barak penyiksaan korban yang ditempatkan di sisi sayap museum, ratusan tempat tidur berderetan dalam satu ruangan besar. Lalu, ada ruangan lain yang menjadi tempat mandi dan buang air secara massal.
LS A
Bisa dibayangkan, setiap hari sekitar 400 tahanan Nazi memenuhi ruang berukuran hanya sekitar 6 meter x 8 meter. Mereka memiliki kesempatan mandi dan buang air hanya dalam waktu 30 menit.
pin gE
Dalam ruangan itu terdapat delapan toilet duduk yang berimpitan sehingga tahanan terpaksa membuang air berbarengan dengan yang lain. Di ruangan lain terdapat empat bak mandi air dingin dan ruangan terbuka hanya bersekat rendah untuk membersihkan badan, tentunya juga digunakan secara massal. Fasilitas ini sebenarnya bisa disebut bagian dari penyiksaan bagi korban Nazi. Barak lain berlorong panjang dengan sel berukuran 2 meter x 3 meter adalah tempat bagi tentara yang menjadi tahanan. Sel ini hanya berisi sebuah dipan kecil usang untuk tempat beristirahat dan sebuah jendela.
kli
Suasana horor masa lalu juga kami rasakan saat menyusuri jalan sekitar kompleks kamp. Ada gambar dan rekonstruksi para korban yang ditembak, digantung di tiang kayu, dibiarkan kelaparan hingga mati dalam kondisi tubuh yang teramat kurus. Sebagian korban yang tewas dibiarkan terbaring di jalanan. Seorang tahanan asal Rusia yang mampu bertahan dan akhirnya bebas dari kamp, Mark Tilevitch, memberikan sebuah testimoni dalam surat yang menyebutkan besarnya tekanan menyaksikan temannya ditembak dan dibiarkan membusuk, tahun 1945. Peristiwa itu menciptakan teror bagi tahanan lain. ”Even in our worst nightmares we could not have imagined the horror that awaited us.... We heard shots.... We realised that anyone who couldn’t go on any further was being shot, right there on the spot.... Imagine, they didn’t pick up the bodies.... It was a horrific march”. Situs The Atlantic pada edisi November 2011 menyebutkan, gerakan Neonazi tumbuh dan kian mengkhawatirkan pemerintah setempat. Gerakan ini muncul akibat kekhawatiran semakin banyaknya imigran baru masuk Jerman serta krisis ekonomi Eropa yang membebani keuangan
negara ini.
kli
pin gE
LS A
M
Akankah gerakan itu diamini masyarakat Jerman seutuhnya? Walter mengatakan peristiwa kelam itu adalah kesalahan masa lalu. ”Kami takkan pernah melupakannya sebagai bagian dari sejarah negeri ini, tetapi juga tidak akan pernah memaafkannya. Jangan sampai gerakan serupa terulang kembali,” tuturnya. Namun, tak semua orang di Jerman berpikir seperti Walter. Seperti di negeri ini, ada juga yang merindukan kembalinya kekuasaan represif masa lalu.
http://www.antarasumbar.com/?sumbar=berita&d=0&id=255405 Jumat. 9 Nop 2012. Mafud: Substansi Tap MPRS Nomor XXXIII Selesai.
M
Jakarta Antara. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakna, saat ini tidak ada lagi lembaga negara yang dapat mencabut TP MPR, namun di amengingatkan Tap MPRS No. XXXIII/MPR/1967 tidak perlu diperdebatkan lagi sebab substanisnya sudah selesai.
LS A
“Dari sudut ketatanegaran tidak ada lagi lembaga yang dapat mencabut Tp MPR itu, karena MPR saat ini sejajar dengan DPR, MA, MK, dan Presiden, sehingga MPR tidak boleh lagi mencabut Tap MPR itu. Namun Substansi Tap MPRS No. XXXIIII/MPR/1967 dianggap sudah selesai,”kata Mhfud id Jakarta, Kamis.
pin gE
Pernyatan Mahfud menyikapi langkah penganugrahaan Gelar Pahlawan Nasional untuk Bung Karno yang menimbulkan perdebatan perihal status ketetapan MPRS/No XXXIII/MPR/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negars dari Presiden Soekarno. Perdebatan muncul sebab tidak sedikit pihak yang mengingnikan pencabutan Tap MPR tersebut seiirng penganugerahan gelar pahlawan terhadp Bung Karno. SEbab Tap tersebut dinilai masih menimbulkan stigma negative pada sosok bapak proklamator bangsa tersebut. Pada pasal 3 Tap MPRS tersewbu,t secara tegas melarang Soekarno untuk melakukan aktivitas politik apa pun sampai dengan pealknsaan Pemilu selanjutnya. Soekarno juga dituduh membuat kebijakan yang dianggap berpihak pada tokoh-tokoh PKI, yang tertuang dalam bab pertimkbangan Tap MPRS tersebut.
kli
Mahfud menegaskan, substansi TP MPRS/XXXIII/MPR/1967 sudah dianggap selesai oleh subsstnaaswi Tap MPR Nomor 1 tahun 2003, dimana disebutkan bahwa beberapa Tap ada yang dianggap tidak berlaku lagi. “Sayha kira ini penghargaan yhang wajar bagi Bung Karno. Kita harus berpikir positif terus, jangan slealu mencjurigai orang. Karena kurang dewasa apapbila seitpa ada perbuatna baik dicurigai sebagai scenario politik,” ujar Mahfud. Sementara itu wakil Ketua MPR RI Hajrianto Y. Thoha ri mengatkana, Tap MPRS No. XXXIII/MPR/1967 masuk dalma kategori yang tidak perlu dilakukan tindakan hukm lebih lanjut karena bersifat enitmalig (final), telah dicabut atau telah selesai dilaksanakna, sehingga tidak perlu dilakukan pencabutan.
“Sehingga MPR tidak perlu membuat Tap MPR baru untuk emncabut Ketetapan MPR/MPRS yang sudah tidak berlaku lagi tersebut,” kata Hajriyanto melalui keterangna tertulis yang diteriam di Jakarta, Kamis.
M
Hajrianto ,menjelaskan , dalam Tap MPR No. 1/MPR/2003 terdapat materi yagn status hukum 139 ketetapan MPR/MPRS, yang dikategorikan menjadi 6 kelompok antara lain, (1) ada 8 Tap yangdicabut dan dinyatkaan tidak berlaku lagi; (2) ada 3 Tap yang tetap berlakuj dengan ketentuan; (3) ada 8 Tap yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2004; (4) ada 11 Tap yang tetap beralku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang; (5) ada 5 Tpa yang masih berlaku sampai ditetpakannya Peraturan Tata TErtib MPR baru hasil Pemilu 2004; dan (6) ada 104 Tap yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat enimalgi (final), telath dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.
LS A
“Jadi jelas skeali bahwa Tap No.1/MPR/2003 itu Tap yang bersifat “Sunset Clausae”. Artinya Ketetapna yang keberalkuannya mengikuti perkembangan waktu. Maka seiring dengna perkembangan waktu otomatis tejradi perubahan Kategori status hukum dari ketetapan Ketetapan MPR/PRS yang semuanya berjumla h139 itu,” ujar Hajrianto. Menurjut dia, di tahun 2012 ini, atau Sembilan tahun setelah tahun 2003 ketika TP MPR No. I/2003 itu dibuat, cara membaca Ketetpan-Ketetpan MPR tersebut harus berbda dengan cara memmbacanya di tahun 2003. Sebab, sudah terjadi perubahan waktu dan konteks.
pin gE
“Dalam konteks ini tidak salah jika kita mengatkana bahwa Ketetapan-Ketetapan MPR itu sudah tinggal ada tida kategori saja, yaitu Ketetpan-Ketetpaan MPR yang masih tetap berlaku sampai kapanpun yang jumlahnya ada tiga. Ketetapan-Ketetapan MPR/MPRS yang belaku sampai terbentuknya undang-undnag yang mengatur materi ketetpan MPR/MPRS tersebut yang berjumlah 11 Tap, dan ketiga Ketetapan-Ketetapn MPR/MPRS yan sudah tidak berlaku lagi,”kata dia. Dia menegakan Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 termaduk dlama kategori keiga, yang mana sudah tidak berlaku lagi. Maka MPR menurut dia, tidak perlu membuat Tap MPR baru untuk mencabut Ketetapan MPR/MPRS yagn memagn sudah tidak berlaku lagi.
kli
“Tap MPRS/ NO. XXXIIII/MPR/1967 itu sudah masu kdalam kateogri Tap MPR/MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut karena bersifat enimalig (final) telah dicabut atau telah selesai dilaksanakna,” ujarnya. (*/SUN).
http://www.merdeka.com/peristiwa/soekarno-dinyatakan-bersih-tak-terlibat-g3os.html
Soekarno dinyatakan bersih tak terlibat G3OS
M
Reporter : Muhammad Mirza Harera Rabu, 7 November 2012 14:07:56
LS A
Presiden Republik Indonesia memberikan gelar pahlawan nasional pada presiden RI pertama Soekarno dan wakil presiden Mohammad Hatta. Dengan begitu, secara otomatis Tap MPRS No.33/MPR/1967 berisi tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Sukarno tidak berlaku lagi. Tap MPRS itu pula yang menghalangi Bung Karno mendapatkan gelar pahlawan nasional selama ini.
pin gE
"Bukan dihapus, tapi tidak berlaku lagi karena sudah jelas dengan gelar ini maka tidak perlu lagi persepsi mengenai stigma yang pernah ada yang timbul karena adanya tap MPRS no 33 tahun 1967 tersebut," kata pakar ilmu Hukum Tata Negara, Jimly Assiddiqie di Istana negara, Rabu (7/11). Jimly menjelaskan dengan adanya Tap MPR no 1 tahun 2003 tentang peninjauan kembali, Tap MPRS no 33 tahun 1967 sudah tidak berlaku lagi. "Sudah tidak berlaku lagi sebagai dokumen hukum yang mengikat untuk umum," ujarnya. Memang sebelumnya, lanjut Jimly, menurut ketentuan uu no 20 tahun 2009 tentang gelar, untuk gelar pahlawan itu tidak boleh ada cacat .
kli
"Oleh karena itu dengan adanya penghargaan ini diasumsikan Soekarno bersih tidak ada masalah apa lagi Tap MPR tersebut sendiri tidak berlaku lagi," pungkasnya. Untuk informasi, Tap MPRS no 33 tahun 1967 dinilai keluarga Soekarno sangat tidak adil. Ketetapan yang dikeluarkan pada zaman orde baru itu menuding Presiden Sukarno mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan G30S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI. Ketetapan itu menjadi sikap MPRS Pamungkas untuk menjatuhkan Soekarno dari kekuasaan dengan dugaan pengkhianatan. [ian]
http://www.suarapembaruan.com/nasional/gelar-pahlawan-nasional-pulihkan-status-bungkarno/26594
LS A
M
Gelar Pahlawan Nasional Pulihkan Status Bung Karno Rabu, 7 November 2012 | 11:27
Presiden Soekarno [google]
pin gE
[JAKARTA] Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat (PP) Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Achmad Basarah menyambut baik keputusan Pemerintah untuk memberikan status gelar Pahlawan Nasional terhadap Presiden pertama Soekarno atau Bung Karno. Dikatakan, keputusan tersebut adalah tanggung jawab sejarah sebagai sebuah bangsa yang besar. "Bertahun-tahun lamanya tokoh pendiri bangsa dan negara Indonesia itu berada dalam situasi kabut politik yang mencemarkan nama baik Bung Karno. Karena rezim Orde Baru pada waktu itu menuduh Bung Karno telah melakukan pengkhianatan terhadap negara. Pemberian Pahlawan Nasional terhadap Bung Karno patut disambut baik seluruh komponen bangsa ini," kata Basarah kepada SP, di Jakarta, Rabu (7/11).
kli
Dia mengungkapkan, tuduhan keji terhadap Bung Karno sempat dituangkan dalam Tap MPRS 33/1967 yang sekaligus mencabut kekuasaan Presiden dari Bung Karno. Namun, dengan ditetapkan Bung Karno sebagai tokoh Pahlawan Nasional bangsa Indonesia, maka berbagai tuduhan dinyatakan tidak lagi sah secara politik. "Sementara sebelumnya, secara juridis formal ketatanegaraan TAP MPRS 33/1967 tersebut juga telah dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya Tap MPR No I/2003 tentang peninjauan status hukum seluruh Tap MPRS/MPR sejak tahun 1966 sampai 2002. Dengan pengangkatan gelar Pahlawan Nasional terhadap Bung Karno, tentu akan membuat nama baik Bung Karno, baik secara hukum maupun politis telah dipulihkan kembali," ujar Wakil Sekjen PDI Perjuangan ini. Menurutnya, meskipun tanpa pengangkatan gelar Pahlawan Nasional, Bung Karno sampai saat ini tetap sebagai tokoh besar dan pendiri bangsa yang masih tetap dicintai rakyatnya. "Dengan keluarnya keputusan pemerintah terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional, di masa
kli
pin gE
LS A
M
yang akan datang, letak dan posisi nama besar Bung Karno dan ajaran-ajarannya secara khusus tentang Pancasila akan semakin mendapat tempat sempurna di hati rakyat dan bangsa Indonesia," pungkas Anggota Komisi III DPR ini. [C-6]
LS A
M
http://www.bisnis.com/articles/hari-impunitas-sedunia-elsam-desak-hentikan-praktik-impunitas HARI IMPUNITAS SEDUNIA: Elsam Desak Hentikan Praktik Impunitas Jum'at, 23 November 2012 | 22:35 WIB
JAKARTA—Pemerintah diminta menghentikan praktik impunitas, atau kejahatan tanpa hukuman karena mencederai HAM, khususnya hak-hak korban untuk mendapatkan keadilan.
pin gE
Indriaswati D. Saptaningrum, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan pembiaran praktik impunitas itu juga merusak prinsip-prinsip negara hukum yang menjadi pondasi utama negara ini.
Oleh karena itu, berkaitan dengan Hari Anti-impunitas Internasional 23 November, Elsam mengajukan sejumlah tuntutan:
kli
1. Presiden agar mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung dalam penegakan HAM dan mengambil langkah cepat untuk menghentikan penundaan keadilan karena macetnya pemeriksaan atas tujuh kasus pelanggaran HAM di Kejaksaan Agung.
2. DPR agar menjalankan fungsi pengawasan atas pelaksanaan empat butir rekomendasi DPR untuk menuntaskan kasus penghilangan paksa pada 1998.
3. Presiden mengevaluasi reformasi kelembagaan di jajaran penegak hukum, termasuk polisi, kejaksaan, dan pengadilan sehingga dapat dipastikan tidak ada lagi pelaku kejahatan yang bebas hukuman di masa mendatang.
4. Kementerian Hukum dan HAM memastikan keberlakuan instrumen-instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi ke dalam hukum nasional sehingga dapat mencegah impunitas dan terulangnya lagi kekerasan/kejahatan kemanusiaan di masa mendatang.
M
5. Pendidikan antikekerasan dan HAM di seluruh institusi pendidikan, termasuk institusi pendidikan penegak hukum, pegawai sipil dan militer sehingga budaya kekerasan di Indonesia dapat dihilangkan dan berganti menjadi budaya yang menjunjung keadilan dan HAM.
LS A
Elsam juga menilai banyak kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini dibiarkan tanpa proses hukum atau impunitas.
pin gE
Menurutnya, peristiwa besar itu berupa tragedi 1965-1966, peristiwa Tanjung Priok 1984, tragedi Talangsari 1989, kerusuhan Mei 1998, dan penculikan aktivis prodemokrasi.
Selain itu, peristiwa kekerasan kepada jurnalis yang beberapa di antaranya harus kehilangan nyawanya.
kli
“Bentuk kekerasan lain berupa aparat negara yang melakukan penyiksaan dalam proses pencarian bukti dan keterangan.”
Dia mengatakan ketiadaan hukuman berat bagi para pelaku penyiksaan akan menyebabkan kasus ini berlanjut terus.
Pemantauan ELSAM, pada Januari-Oktober 2012, terjadi 44 kasus penyiksaan, mayoritas oleh aparat negara atau penegak hukum.
“Semua peristiwa tersebut berlangsung berulang-ulang tanpa ada pertanggungjawaban adil bagi pihak yang seharusnya bertanggungjawab.”(yri)(Foto:JIBIphoto)
Indriaswati D. Saptaningrum
kli
pin gE
LS A
M
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
KLP: Perkembangan Watimpres terkait Pelanggarna HAM Masa lalau =============================================================== http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/09000971/Komnas.HAM.Kopkamtib.Bertanggung. Jawab.dalam.Peristiwa.1965-1966 Komnas HAM: Kopkamtib Bertanggung Jawab dalam Peristiwa 1965-1966 Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 24 Juli 2012 | 09:00 WIB
M
DHONI SETIAWAN Gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta Pusat. TERKAIT:
LS A
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
pin gE
“Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib. -- Nur Kholis” "Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib berdasarkan struktur pelanggaran HAM berat yang terjadi dari tahun 1965 sampai 1968 dan 1970 sampai 1978," ujar Nur Kholis, Ketua tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 Komnas HAM, kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (23/7/2012). Ia didampingi Wakil Ketua tim ad hoc Kabul Supriadi dan anggota tim, yaitu Johny Nelson Simanjuntak dan Yosep Adi Prasetyo, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 Bedjo Untung, dan korban tragedi 1965-1966.
kli
Kesimpulan ini diperoleh Komnas HAM setelah meminta keterangan dari 349 saksi hidup yang terdiri atas korban, pelaku, ataupun saksi yang melihat secara langsung peristiwa tersebut. Menurut Nur Kholis, para saksi dari seluruh Indonesia tersebut menyatakan, Kopkamtib melakukan aksi kejahatan atas kemanusiaan itu secara sistematis dan meluas. Jumlah korban diperkirakan 500.000 hingga 3 juta jiwa. Kejahatan terjadi secara sistematis karena menggunakan pola yang sama. Para saksi mengungkapkan kejadian berawal dari tempat pemeriksaan Kopkamtib. Setelah itu, korban mengalami tindak penyiksaan, perampasan harta benda, dan pembunuhan. Selain itu ada pula yang ditahan tanpa menjalani proses peradilan dan dikirimkan ke Pulau Buru untuk menjalani perbudakan.
Sementara kejahatan terjadi meluas karena tidak hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, tetapi di seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua karena belum sepenuhnya resmi bergabung dengan Indonesia. Kejahatan yang terjadi secara sistematis dan meluas merupakan syarat terjadinya pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
M
"Banyak korban adalah orang yang diidentifikasikan PKI dan simpatisannya. Peristiwa 65 dan setelahnya itu mengakibatkan penduduk sipil, tentara, dan polisi jadi korban. Kalau korbannya tentara menurut pengakuan saksi, ada batalion tentara tiba-tiba saja hilang atau semacam dibersihkan dalam peristiwa itu. Ada pula korban sipil yang dipenjara melihat kelompok anggota tentara mendekam di sebuah sel. Kami menduga pelaku mengetahui secara sadar bahwa yang diakibatkannya adalah pelanggaran HAM berat dan pelaku sadar jika yang diperbuatnya sejalan dengan kebijakan penguasa," paparnya.
LS A
Kabul menjelaskan, penyelidikan Komnas HAM merupakan penyelidikan pro justicia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan.
pin gE
Sekadar membuka informasi, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban disingkat Kopkamtib adalah organisasi yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Soeharto. Kopkamtib dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur PKI/Komunis di masyarakat. Di bawah organisasi ini terdapat serangkaian organisasi militer atau nonmiliter yang melaksanakan tugas dan tujuan Kopkamtib. Berturut-turut pemegang pucuk komando Kopkamtib dari awal berdirinya hingga tahun 1988 adalah Soeharto, Maraden Panggabean, Soemitro, Sudomo, dan Benni Moerdani.
kli
Editor : Heru Margianto
http://cetak.kompas.com/read/2012/07/25/04010321/dibutuhkan.pengadilan.ham.ad.hoc Rabu, 25 Juli 2012
PELANGGARAN HAM
"
Dibutuhkan Pengadilan HAM "Ad Hoc
M
Jakarta, Kompas - Kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan.
LS A
”Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc,” kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7). Pengadilan ad hoc dapat dibentuk jika DPR dan Presiden menyatakan kasus bersangkutan merupakan pelanggaran HAM berat.
pin gE
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, Kejagung tengah menelaah laporan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 1965-1966. Komnas HAM menyimpulkan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa itu (Kompas, 24/7). Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, mengungkapkan, apa yang disimpulkan Komnas HAM merupakan jalan masuk bagi Wantimpres untuk menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat. Konsep ini nantinya akan disampaikan ke Presiden. Kemarin, tim Komnas HAM meminta pemerintah menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa penembakan misterius periode 1982-1985.
kli
(faj/ato/nwo/fer)
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/09182452/Dibutuhkan.Pengadilan.HAM.Ad.Hoc.untuk.Kasus.65-66
Dibutuhkan Pengadilan HAM 'Ad Hoc' untuk Kasus 65-66 Rabu, 25 Juli 2012 | 09:18 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan.
M
”Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc,” kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7/2012). Pengadilan ad hoc dapat dibentuk jika DPR dan Presiden menyatakan kasus bersangkutan merupakan pelanggaran HAM berat.
LS A
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, Kejagung tengah menelaah laporan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 1965-1966. Komnas HAM menyimpulkan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa itu (Kompas, 24/7).
pin gE
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, mengungkapkan, apa yang disimpulkan Komnas HAM merupakan jalan masuk bagi Wantimpres untuk menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat. Konsep ini nantinya akan disampaikan ke Presiden. Kemarin, tim Komnas HAM meminta pemerintah menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa penembakan misterius periode 1982-1985. (faj/ato/nwo/fer)
kli
Sumber : Kompas Cetak Editor : Heru Margianto
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/09000971/Komnas.HAM.Kopkamtib.Bertanggung.Jawab.dalam.Peristi wa.1965-1966
M
Komnas HAM: Kopkamtib Bertanggung Jawab dalam Peristiwa 1965-1966 Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 24 Juli 2012 | 09:00 WIB
DHONI SETIAWAN Gedung Komisi
LS A
Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta Pusat. TERKAIT:
pin gE
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa. “ Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib. -- Nur Kholis”
kli
"Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib berdasarkan struktur pelanggaran HAM berat yang terjadi dari tahun 1965 sampai 1968 dan 1970 sampai 1978," ujar Nur Kholis, Ketua tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 Komnas HAM, kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (23/7/2012). Ia didampingi Wakil Ketua tim ad hoc Kabul Supriadi dan anggota tim, yaitu Johny Nelson Simanjuntak dan Yosep Adi Prasetyo, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 Bedjo Untung, dan korban tragedi 1965-1966. Kesimpulan ini diperoleh Komnas HAM setelah meminta keterangan dari 349 saksi hidup yang terdiri atas korban, pelaku, ataupun saksi yang melihat secara langsung peristiwa tersebut. Menurut Nur Kholis, para saksi dari seluruh Indonesia tersebut menyatakan, Kopkamtib melakukan aksi kejahatan atas kemanusiaan itu secara sistematis dan meluas. Jumlah korban diperkirakan 500.000 hingga 3 juta jiwa. Kejahatan terjadi secara sistematis karena menggunakan pola yang sama. Para saksi mengungkapkan kejadian berawal dari tempat pemeriksaan Kopkamtib. Setelah itu, korban
mengalami tindak penyiksaan, perampasan harta benda, dan pembunuhan. Selain itu ada pula yang ditahan tanpa menjalani proses peradilan dan dikirimkan ke Pulau Buru untuk menjalani perbudakan. Sementara kejahatan terjadi meluas karena tidak hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, tetapi di seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua karena belum sepenuhnya resmi bergabung dengan Indonesia. Kejahatan yang terjadi secara sistematis dan meluas merupakan syarat terjadinya pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
LS A
M
"Banyak korban adalah orang yang diidentifikasikan PKI dan simpatisannya. Peristiwa 65 dan setelahnya itu mengakibatkan penduduk sipil, tentara, dan polisi jadi korban. Kalau korbannya tentara menurut pengakuan saksi, ada batalion tentara tiba-tiba saja hilang atau semacam dibersihkan dalam peristiwa itu. Ada pula korban sipil yang dipenjara melihat kelompok anggota tentara mendekam di sebuah sel. Kami menduga pelaku mengetahui secara sadar bahwa yang diakibatkannya adalah pelanggaran HAM berat dan pelaku sadar jika yang diperbuatnya sejalan dengan kebijakan penguasa," paparnya.
pin gE
Kabul menjelaskan, penyelidikan Komnas HAM merupakan penyelidikan pro justicia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan. Sekadar membuka informasi, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban disingkat Kopkamtib adalah organisasi yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Soeharto. Kopkamtib dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur PKI/Komunis di masyarakat. Di bawah organisasi ini terdapat serangkaian organisasi militer atau nonmiliter yang melaksanakan tugas dan tujuan Kopkamtib. Berturut-turut pemegang pucuk komando Kopkamtib dari awal berdirinya hingga tahun 1988 adalah Soeharto, Maraden Panggabean, Soemitro, Sudomo, dan Benni Moerdani.
kli
Editor : Heru Margianto
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/1846330/Komnas.HAM.Petrus.Termasuk.Pelanggaran.HAM.Berat
Komnas HAM: Petrus Termasuk Pelanggaran HAM Berat Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 24 Juli 2012 | 18:46 WIB
LS A
M
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang juga Ketua Penyelidik Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Stanley Adi Prasetyo memberikan laporan hasil penyelidikan tentang Peristiwa Petrus di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (24/7/2012). Komnas HAM meminta Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa Petrus periode 1982-1985 dengan proses penyidikan sesuai dengan ketentuan KUHAP dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
pin gE
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, penembakan misterius yang terjadi dari rentang waktu 1982 sampai 1985 termasuk dalam pelanggaran HAM berat. Hal tersebut didasarkan pada unsur-unsur Pasal 9 UndangUndang Nomor 26 tentang Pengadilan HAM, yaitu pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa telah terpenuhi. "Korban petrus adalah preman kelas teri atau mereka yang melawan kekuasaan Orde Baru, residivis atau mantan narapidana, dan orang yang diadukan sebagai penjahat. Ketiga jenis korban itu dibunuh atau dihilangkan dengan sengaja dan mereka tidak pernah diadili sesuai hukum yang sah. Oleh karena itu, (penembakan misterius) termasuk pelanggaan HAM berat karena sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 9 UU No 26/2000," ujar Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Petrus, Yosep Adi Prasetyo, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (24/7/2012).
kli
Yosep turut pula mengungkapkan bahwa peristiwa petrus tersebut terbukti melanggar HAM berat karena pengambilan keputusan dalam petrus terbukti sepihak. Korban yang berjenis kelamin laki-laki dan berusia rata-rata 23 sampai 52 tahun ditangkap, disiksa, dibunuh, dan dihilangkan tanpa melalui peradilan yang sah untuk membuktikan korban terbukti melanggar undang-undang pidana. Para saksi yang memberikan keterangan pada Komnas HAM menyebutkan bahwa petrus berlangsung secara sistematis dan meluas. Kedua hal tersebut, menurut Yosep, merupakan cara yang digunakan oleh pelaku dalam menjaring korban dan menghilangkan nyawa korban petrus. Pelaku peristiwa petrus, lanjut Yosep, diduga adalah TNI, Polri, Garnisun, dan pejabat sipil. Hal tersebut berdasarkan keterangan dari para saksi yang menyebutkan bahwa korban petrus diculik terlebih dahulu oleh aparat keamanan.
Tindakan dari aparat keamanan tersebut menindaklanjuti perintah Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Republik Indonesia di bawah komando dan pengendalian Presiden Soeharto. "Kedudukan sebagai kepala negara atau pejabat pemerintahan tidak membebaskannya dari tanggung jawab menurut hukum internasional. Jadi, yang paling patut dimintai pertanggungjawaban atas petrus adalah Presiden dan Pangkopkamtib saat itu karena kasus petrus adalah bentuk pelanggaran HAM berat," paparnya.
kli
LS A
pin gE
Editor : I Made Asdhiana
M
Komnas HAM melalui tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat menyatakan, peristiwa petrus merekomendasikan kedua hal pada pemerintah terkait. Dua hal tersebut adalah meminta Jaksa Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan penyidikan sesuai ketentuan KUHAP dan UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM. Selain itu, Presiden dan DPR diminta mempercepat proses hukum dengan memberlakukan asas retroaktif yang diatur Pasal 43 UU No 26/2000 tentang pengadilan HAM.
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/17483637/Priyo.Jangan.Berkutat.pada.Peristiw a.HAM.Masa.Lalu Priyo: Jangan Berkutat pada Peristiwa HAM Masa Lalu Penulis : Sandro Gatra | Selasa, 24 Juli 2012 | 17:48 WIB
LS A
M
K OMPAS/ALIF ICHWANDemo Korban Pelangaran HAM - Sejumlah korban peristiwa tahun 1965/1966 menggelar aksi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/6). Mereka mendesak hasil sidang paripurna yang digelar Komnas HAM pada Senin (4/6/2012), menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat pada tahun 1965/1966. TERKAIT: JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Priyo Budi Santoso mengatakan, sebaiknya semua pihak tak lagi membuka sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Menurut Priyo, membuka suatu peristiwa masa lalu akan membuat berbagai peristiwa lainnya ikut dibuka.
pin gE
"Itu tidak produktif. Membuka sejarah lama tak akan selesai. Kita lihat saja ke depan. Saya khawatir kalau dibuka kembali akan menimbulkan reaksi yang tak enak," kata Priyo di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/7/2012). Hal itu dikatakan Priyo ketika dimintai tanggapan kesimpulan Komisi Nasional HAM bahwa terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
kli
Priyo mengatakan, dirinya bukan ingin agar sejarah kelam dikubur. Menurut dia, sebaiknya peristiwa itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah bahwa pernah terjadi peristiwa memilukan di Indonesia. Priyo menambahkan, Komnas HAM sebaiknya fokus menjaga agar tidak terjadi lagi hal serupa di masa depan. "Jangan berkutat pada persoalan yang lama," pungkas politisi Partai Golkar itu. Editor : I Made Asdhiana http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/16433238/Basrief.Kejagung.Perlu.Pengadilan.Ad.Hoc
Basrief: Kejagung Perlu Pengadilan Ad Hoc Penulis : Dian Maharani | Selasa, 24 Juli 2012 | 16:43 WIB
kli
pin gE
LS A
M
Korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat dari berbagai peristiwa beraudiensi dengan Komisi Kejaksaan di Jakarta, Senin (23/7/2012). Mereka menyampaikan evaluasi terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara pelanggaran HAM berat yang hingga kini belum ada titik kejelasannya. Audiensi tersebut bertepatan dengan Hari Bhakti Adhyaksa ke-52.
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/16433238/Basrief.Kejagung.Perlu.Pengadilan. Ad.Hoc asrief: Kejagung Perlu Pengadilan Ad Hoc Penulis : Dian Maharani | Selasa, 24 Juli 2012 | 16:43 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Basrief Arief menegaskan bahwa Kejaksaan Agung perlu pengadilan Ad Hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat. Basrief menjelaskan hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
LS A
M
"Kalau yang sebelumnya kan tentu begitu (perlu pengadilan Ad Hoc). Sesuai Undang-undang nomor 26 Tahun 2000, artinya untuk kejadian yang sebelumnya, itu perlu," kata Basrief di Jakarta, Selasa (24/7/2012). Menurut Basrief, tanpa pengadilan HAM, tindakan hukum tidak dapat dilakukan. Hal tersebut harus memiliki izin dan persetujuan pengadilan. "Tindakan hukum, terhadap upaya paksa, misalnya penggeledahan, penyitaan, itu kan harus ada izin atau persetujuan pengadilan," terangnya.
pin gE
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) meminta Jaksa Agung segera melakukan penyidikan terhadap sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia. Jaksa Agung dianggap tidak mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI nomor 18/PUU-V/2007 atas permohonan uji materil terhadap pasal dan penjelasan pasal 43 (2) Undangundang nomor 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM. Dalam hal tersebut, Jaksa Agung dapat melakukan penyidikan tanpa harus menunggu terbentuknya pengadilan HAM Ad Hoc. Diketahui beberapa pelanggaran HAM berat yang belum tuntas ditangani di Kejagung diantaranya peristiwa Trisakti, Semanggi I tahun 1998, Semanggi II tahun 1999, peristiwa Mei 1988, peristiwa Talangsari-Lampung 1989, dan peristiwa Wasior-Wamena di Papua 2001 dan 2003.
kli
Editor : I Made Asdhiana
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/16433238/Basrief.Kejagung.Perlu.Pengadilan.Ad.Hoc
M
Basrief: Kejagung Perlu Pengadilan Ad Hoc Penulis : Dian Maharani | Selasa, 24 Juli 2012 | 16:43 WIB
LS A
rban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat dari berbagai peristiwa beraudiensi dengan Komisi Kejaksaan di Jakarta, Senin (23/7/2012). Mereka menyampaikan evaluasi terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara pelanggaran HAM berat yang hingga kini belum ada titik kejelasannya. Audiensi tersebut bertepatan dengan Hari Bhakti Adhyaksa ke-52.
pin gE
JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Basrief Arief menegaskan bahwa Kejaksaan Agung perlu pengadilan Ad Hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat. Basrief menjelaskan hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. "Kalau yang sebelumnya kan tentu begitu (perlu pengadilan Ad Hoc). Sesuai Undang-undang nomor 26 Tahun 2000, artinya untuk kejadian yang sebelumnya, itu perlu," kata Basrief di Jakarta, Selasa (24/7/2012).
kli
Menurut Basrief, tanpa pengadilan HAM, tindakan hukum tidak dapat dilakukan. Hal tersebut harus memiliki izin dan persetujuan pengadilan. "Tindakan hukum, terhadap upaya paksa, misalnya penggeledahan, penyitaan, itu kan harus ada izin atau persetujuan pengadilan," terangnya. Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) meminta Jaksa Agung segera melakukan penyidikan terhadap sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia. Jaksa Agung dianggap tidak mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI nomor 18/PUU-V/2007 atas permohonan uji materil terhadap pasal dan penjelasan pasal 43 (2) Undangundang nomor 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM. Dalam hal tersebut, Jaksa Agung dapat melakukan penyidikan tanpa harus menunggu terbentuknya pengadilan HAM Ad Hoc. Diketahui beberapa pelanggaran HAM berat yang belum tuntas ditangani di Kejagung diantaranya peristiwa Trisakti, Semanggi I tahun 1998, Semanggi II tahun 1999, peristiwa Mei 1988, peristiwa Talangsari-Lampung 1989, dan peristiwa Wasior-Wamena di Papua 2001 dan 2003. Editor :I Made Asdhiana
http://cetak.kompas.com/read/2012/07/26/04252157/presiden.wajib.selesaikan.semua Kamis, 26 Juli 2012
PELANGGARAN HAM BERAT
Presiden: Wajib Selesaikan Semua Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, negara punya kewajiban moral menyelesaikan semua pelanggaran HAM seadil-adilnya. Namun, solusi tersebut juga harus dapat diterima oleh semua pihak.
M
”Saya mempelajari solusi di Afrika Selatan, Kamboja, Bosnia, dan sebagainya yang modelnya berbeda-beda. Solusinya memang berbeda-beda, tetapi ada solusi yang bisa diterima semua pihak,” ujar Presiden di Kantor Kejaksaan Agung, Rabu (25/7).
LS A
Untuk solusi yang dapat diterima semua pihak, apa yang terjadi harus dilihat jernih, jujur, dan obyektif. ”Semangatnya tetap melihat ke depan. Selesaikan secara adil,” tuturnya. Ia menjelaskan, rekomendasi Komisi Nasional HAM mengenai peristiwa 1965-1966 akan dipelajari Jaksa Agung Basrief Arief. ”Saya berharap bisa berkonsultasi dengan DPR, DPD, MPR, dan semua pihak,” ujarnya.
pin gE
Basrief mengatakan, kejaksaan akan meneliti laporan Komnas HAM mengenai pelanggaran HAM berat 1965-1966. ”Nanti akan dilihat, apakah buktinya cukup atau tidak untuk ditindaklanjuti,” kata Basrief. Tak ada komitmen
Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar dan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai, Presiden Yudhoyono tidak memiliki perhatian dan komitmen kuat menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat. Jika memiliki komitmen, Presiden dapat mendorong pembentukan pengadilan HAM ad hoc atau membuat kebijakan rekonsiliasi, termasuk merehabilitasi dan memberi kompensasi kepada korban.
kli
DPR pernah memberikan rekomendasi kepada pemerintah, yakni membentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk memeriksa kasus terkait orang hilang. Akan tetapi, menurut Haris, rekomendasi itu tidak ditindaklanjuti pemerintah. Menurut Ifdhal, penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat tidak harus diselesaikan dengan mekanisme hukum. Kalau memiliki komitmen politis, pemerintah juga dapat menangani dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dengan cara-cara politis melalui rekonsiliasi. (fer/Ato/faj/why)
http://www.indonesia.go.id/in/penjelasan-umum/11697-penyempurnaankonsep-penyelesaian-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu PENYEMPURNAAN KONSEP PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM BERAT MASA LALU Jumat, 05 Oktober 2012
LS A
M
Dalam rangka menyempurnakan konsep penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu yg telah dibuat, Dr. Albert Hasibuan, S.H, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan HAM telah menyelenggarakan pertemuan terbatas (28/08) yang merupakan rangkaian dari pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pendalaman dan pengembangan konsep mengarahkan kepada hasil perumusan konsep akhir penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang berbasis pada prinsip-prinsip kearifan (wishdom), kemauan politik yang jujur dan teguh (commited good political will), penghormatan terhadap HAM dan penegakan hukum demi keadilan. Pada intinya konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu ini menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas keseluruhan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan berbagai konsekuensi kewajiban yang harus dipenuhi untuk penyelesaian secara tuntas akibat-akibat dari pelanggaran itu. Dan negara menyatakan komitmen untuk menyediakan berbagai instrumen yang memadahi untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa-masa mendatang.
kli
pin gE
Terdapat pemikiran bahwa batasan pelanggaran HAM berat masa lalu tidak hanya pada kasus 65/66 saja, namun beberapa peristiwa yang terjadi sebelum kasus 65/66 man di beberapa daerah lainnya yang memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat serta pembahasan mengenai wacana permintaan maaf dari Presiden atas nama negara terkait dengan pelanggaran HAM berat masa lalu. Harapannya dengan adanya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara tuntas dan menyeluruh akan menghilangkan beban sejarah masyarakat bangsa Indonesia yang selama ini masih sangat mengganjal sehingga jalan maju menuju keadilan dan kesejahteraan Indonesia makin lapang di masa-masa mendatang. (Andhi)
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Anggota Wantimpres:
M
Prof. Dr. Emil Salim, S.E., K.H. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita, Widodo A. S., S. IP., Dr. N. Hassan Wirajuda, Dr. Albert Hasibuan, S.H. Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A., Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP
LS A
PENYEMPURNAAN KONSEP PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM BERAT MASA LALU
Dalam rangka menyempurnakan konsep penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu yg telah dibuat, Dr.
kli
pin gE
Albert Hasibuan, S.H, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan HAM telah menyelenggarakan pertemuan terbatas (28/08) yang merupakan rangkaian dari pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pendalaman dan pengembangan konsep mengarahkan kepada hasil perumusan konsep akhir penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang berbasis pada prinsip-prinsip kearifan (wishdom), kemauan politik yang jujur dan teguh (commited good political will), penghormatan terhadap HAM dan penegakan hukum demi keadilan.
Pada intinya konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu ini menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas keseluruhan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan berbagai konsekuensi kewajiban yang harus dipenuhi untuk penyelesaian secara tuntas akibat-akibat dari pelanggaran itu. Dan negara menyatakan komitmen untuk menyediakan berbagai instrumen yang memadahi untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa-
kli
pin gE
LS A
M
masa mendatang. Terdapat pemikiran bahwa batasan pelanggaran HAM berat masa lalu tidak hanya pada kasus 65/66 saja, namun beberapa peristiwa yang terjadi sebelum kasus 65/66 man di beberapa daerah lainnya yang memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat serta pembahasan mengenai wacana permintaan maaf dari Presiden atas nama negara terkait dengan pelanggaran HAM berat masa lalu. Harapannya dengan adanya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara tuntas dan menyeluruh akan menghilangkan beban sejarah masyarakat bangsa Indonesia yang selama ini masih sangat mengganjal sehingga jalan maju menuju keadilan dan kesejahteraan Indonesia makin lapang di masa-masa mendatang. (Andhi)
LS A
M
Kebebasan Berekspresi di Indonesia (Disampaikan Pada Sidang Dewan HAM PBB)
pin gE
Pada hari Rabu, 20 Juni 2012, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang Hukum dan HAM, Dr. Albert Hasibuan, S.H. menyampaikan pandangannya tentang kemajuan dan tantangan kebebasan berekspresi di Indonesia pada Interactive Dialogue 20th Session (18 Juni s.d 6 Juli 2012) Human Rights Council – United Nations, di Jenewa Swiss. Seluruh negara anggota PBB berpartisipasi dalam sesi dialog interaktif ini. Penilaian terhadap kebebasan berekspresi di negara-negara dunia ini disampaikan oleh Special Rapporteurs. Catatan atas hambatan dan kekangan kebebasan berekspresi terutama ditujukan pada negara-negara yang sedang mengalami peperangan, konflik sosial politik, menjalankan pemerintahan otoritarian dan yang tengah menjalani transisi menuju demokrasi. Sebagai negara anggota Human Rights Council, Dr. Albert Hasibuan atas nama Pemerintah Indonesia, menyampaikan pandangannya dalam perspektif yang relatif berimbang mengenai problematika kebebasan berekspresi di tanah air.
kli
Statement lengkap unduh disini di bawah ini,
http://www.indonesia.go.id/in/susunan-anggota-wantimpres Susunan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden 2010-2014
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang dilantik pada tanggal 25 Januari 2010 berdasarkan Keppres No. 13/P Tahun 2010, Keppres No. 30/P Tahun 2010, dan Keppres No. 2/M Tahun 2012 adalah sebagai berikut. 1. Prof. Dr. Emil Salim, S.E., Ketua/Anggota Wantimpres Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup 2. K.H. Ma’ruf Amin, Anggota Wantimpres Bidang Hubungan Antar Agama
M
3. Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, Anggota Wantimpres Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 4. Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita, Anggota Wantimpres Pembangunan dan Otonomi Daerah
LS A
5. Widodo A. S., S. IP., Anggota Wantimpres Bidang Pertahanan dan Keamanan
6. Dr. N. Hassan Wirajuda, Anggota Wantimpres Bidang Hubungan Luar Negeri/Internasional 7. Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, M.A., Anggota Wantimpres Bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi 8. Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K), Anggota Wantimpres Bidang Kesejahteraan Rakyat.
pin gE
9. Dr. Albert Hasibuan, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Dr. Albert Hasibuan, S.H. menggantikan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Hukum dan Ketatanegaraan, yang telah mengundurkan diri sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 72/P Tahun 2010 tanggal 21 Juni 2010. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden 2007 - 2009
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang dilantik pada tanggal 26 Maret 2007 adalah sebagai berikut.
kli
1. Ali Alatas, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Hubungan Internasional 2. Prof. Dr. Emil Salim, S.E., Anggota Wantimpres Bidang Lingkungan dan Pembangunan
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Berkelanjutan Hj. Rachmawati Soekarnoputri, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Politik Dr. Syahrir, Anggota Wantimpres Bidang Ekonomi K.H. Ma’ruf Amin, Anggota Wantimpres Bidang Kehidupan Beragama Dr. T.B. Silalahi, S.H., Anggota Wantimpres Bidang Pertahanan Keamanan Dr. Iur Adnan Buyung Nasution, S.H., Anggota Bidang Hukum Prof. Dr. S. Budhisantoso., Anggota Wantimpres Bidang Sosial Budaya Prof. Dr. Ir. Radi A. Gany, Anggota Wantimpres Bidang Pertanian
http://www.wantimpres.go.id/LinkClick.aspx?fileticket=IYzTDA9C0pQ%3d&tabid=187 Statement by Dr. Albert Hasibuan, Member of the Presidential Advisory Council Before the 20th Session of the Human Rights Council Item 3: Reports on the Special Rapporteurs on the Promotion and Protection of the Rights to Freedom of Expression Geneva, 19 June 2012 Madame President,
M
Allow me to thank the two Special Rapporteurs for their informative reports and useful recommendations.
LS A
I would also like to align myself with the statement of Pakistan on behalf of the OIC. On behalf of the Indonesian Government, I wish to reconfirm our invitation to Mr. Frank La Rue to visit Indonesia within the mutually agreed timeframe. I hope this visit will be complementary to your previous visits to the country.
pin gE
Madame President, As part of its positive obligation to promote the right to freedom of expression, Indonesia ensures full political support to the strengthening of media freedom and to the development of a thriving independent, plural and diverse media. Law Number 40 of 1999 concerning the Press clearly stipulates that freedom of the press is a manifestation of the people’s sovereignty. The Law invalidates the obligation of having a publication permit that in the past was used to control the press. Furthermore, the Law also dispenses with censorship, broadcast bans, and the closing down of media publications. In this conducive environment, freedom of expression has found fertile ground in the people, who are now able to voice – whether individually or collectively, and without any restraints – their opinions on issues in the social, economic, political, cultural and other domains. Demonstrations staged by groups in the society have become common and frequent occurrence across the country, even right in front of the Presidential Palace in Jakarta.
kli
Similarly, the guarantee of freedom of expression has enabled the print and electronic media to flourish tremendously. As a result, it is now estimated that there are around 1,000 print media, 150 television media, and 2,000 radio stations nationwide. Madame President, Touching on the pertinent issue on the safety of journalists, including citizen and public journalists, my delegation notes various recommendations in the reports. While acknowledging the contributive role of social media, it is also an undeniable fact that in a complex society, social media is exposed to manipulation and misuse. This in turn has the potential to foment emotions and an excessive reaction from the society. With the spread of malicious and unfounded rumours, it may culminate in conflict.
These differing, and sometimes contrasting, opinions or perceptions are in themselves healthy signs of a vibrant democracy. As a highly pluralistic society, it is of paramount importance that Indonesia continues to nurture the conception of pluralism within its society, whilst at the same time preserving the integrity of the state and nation. In Indonesia, the Constitutional Court, established in 2004 serves as an important legal instrument for citizens seeking guarantee in the exercise of their freedom of expression. The Court also serves to ensure that the prevailing legislations at the level of laws are not incompatible with the fundamental premises stipulated in the 1945 Constitution. In this connection, the Constitutional Court’s rulings assert the constitutionality and legality of the freedom of expression.
LS A
M
In the legal context, the judicial processes also help to prosecute and indict perpetrators of criminal acts committed to journalists that help bring a sense of justice and guarantee of safety for the journalists concerned.
kli
pin gE
In closing, Madame President, amidst its shortcomings, Indonesia is without doubt committed to the rights of freedom of expression. In the course of our history, we have faced innumerable, and at times quite daunting challenges. But through the sheer strength of our will and determination, we have always managed to eventually prevail. Finally, I wish to ask Mr. La Rue on how education plays its role to strike the balance between ensuring freedom of expression and preventing social tension or conflict? I thank you.
http://pik.kompas.co.id/tark_detail.cfm?item=1&startrow=1&style=advanced&session=1356064050286
Pelanggaran HAM: Presiden Diusulkan agar Minta Maaf KOMPAS(Nasional) - Selasa, 11 Dec 2012 Halaman: 1,15 Penulis: WHY; ATO; FER; IAM; ABK; HAN; JON; SEM Ukuran: 3775
Pelanggaran HAM Presiden Diusulkan agar Minta Maaf
Jakarta, Kompas — Pemerintah diminta segera menuntaskan pengusutan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu. Pemerintah juga harus bertanggung jawab menyelesaikan pelanggaran HAM akhir-akhir ini yang muncul akibat maraknya gejala intoleransi.
LS A
M
”Persoalan HAM masa lalu perlu diselesaikan dan dicarikan jalan keluar. Ketentuan HAM di konstitusi harus dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada lagi pelanggaran HAM di masa mendatang,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum Albert Hasibuan, Senin (10/12), di Jakarta. Berkait dengan pelanggaran HAM pada masa lalu, Albert menyatakan akan mengusulkan kepada Presiden untuk mewakili pemerintah menyampaikan penyesalan dan meminta maaf atas kejadian pada masa lalu. Langkah itu merupakan penyelesaian secara politik, sekaligus bentuk rekonsiliasi untuk melepaskan bangsa dari beban sejarah yang kelam. Namun, usulan itu sepenuhnya keputusan Presiden.
pin gE
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam puncak peringatan Hari HAM di Istana Negara, Senin, mengatakan, pelanggaran HAM yang dilakukan negara kepada rakyat kini menurun drastis. Meski demikian, persoalan HAM tetap mengemuka karena pelanggaran HAM yang dilakukan sesama warga masyarakat masih terjadi. ”Pelanggaran HAM dari negara kepada rakyat menurun, tapi pelanggaran HAM horizontal masih terjadi,” kata Presiden. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad serta Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin hadir dalam acara itu. Dalam peringatan Hari HAM Ke-64, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyelenggarakan upacara duka atas matinya penegakan HAM di Indonesia. Aksi juga digelar di beberapa daerah.
kli
”Kita harus jujur, bandingkan dengan 10 tahun lalu, banyak kemajuan,” kata Yudhoyono soal berkurangnya pelanggaran yang dilakukan negara kepada rakyat. Namun, pelanggaran HAM antarwarga masih terjadi. ”Masih banyak yang salah mengartikan kebebasan,” katanya. Presiden menjelaskan, penegakan HAM merupakan bagian dari konstitusi dan juga merupakan roh reformasi dan nilai utama demokrasi. Namun, demokrasi tidak melulu berkait kebebasan. ”Demokrasi berkaitan dengan kebebasan dan pranata hukum, berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Mari kita pasangkan masing-masing bagian itu,” katanya. Dengan demikian, HAM tidak boleh digunakan semaunya sampai mengganggu HAM orang lain. ”Penggunaan hak juga dibatasi, dengan moral, agama, keamanan, dan ketertiban umum. Jadi, itu tidak absolut,” kata Yudhoyono.
Seiring dengan membaiknya penegakan HAM di Indonesia dibandingkan masa silam, menurut Presiden, Indonesia pun kini lebih aktif mendorong pengembangan HAM di kawasan. ”Kita sangat aktif dan berkontribusi dalam pengembangan HAM di kawasan, di ASEAN,” katanya. Amir Syamsuddin menilai, penegakan HAM saat ini sudah baik. ”Kalau mau jujur, belum pernah rakyat Indonesia menikmati dengan baik hak asasinya seperti saat sekarang ini,” katanya. Dalam kajian The Habibie Center (THC), kekerasan selama Mei-Agustus 2012 masih tetap tinggi, yaitu 2.344 kasus dengan 291 korban tewas. Ribuan kasus itu banyak terkait konflik persinggungan harga diri dan main hakim sendiri, serta masalah kriminalitas.
LS A
M
”Dibanding periode sebelumnya, ada peningkatan isu identitas sampai lebih dari dua kali lipat. Dampak tewas dalam isu sumber daya meningkat sekitar empat kali lipat. Dampak kekerasan akibat isu separatisme dan kekerasan pelajar meningkat dua kali lipat,” kata Inggrid Galuh Mustikawati, peneliti THC.
kli
pin gE
(WHY/ATO/FER/IAM/ABK/HAN/JON/SEM)
http://pik.kompas.co.id/tark_detail.cfm?item=6&startrow=1&style=advanced&session=1356064955630
Tajuk Rencana: HAM Tetap Jadi Isu Sentral KOMPAS(Nasional) - Selasa, 11 Dec 2012 Halaman: 6 Penulis: - Ukuran: 2800 Tajuk Rencana: HAM Tetap Jadi Isu Sentral
Enam puluh empat tahun lalu, 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Deklarasi yang berisi pernyataan semesta mengenai hak asasi manusia itu sering disebut John Humprey, mantan Direktur HAM PBB, sebagai Magna Charta Umat Manusia. Deklarasi HAM itu disahkan tanpa ada suara penolakan, meski ada beberapa negara abstain.
LS A
M
Adalah sebuah kenyataan, peringatan hari hak asasi manusia ditandai dengan seremoni. Ada diskusi, ada unjuk rasa, ada pernyataan pers, juga ada imbauan dan pernyataan dari berbagai pihak soal kondisi hak asasi manusia di Tanah Air. Namun, pada sisi lain, kendati konstitusi telah menjamin penghormatan atas hak asasi manusia, impunitas masih ada, orang hilang masih belum ditemukan, kebebasan beragama masih ada gangguan, hak kelompok minoritas masih terabaikan, dan penguasaan lahan oleh kelompok tertentu masih menciptakan pelanggaran hak ekonomi dan sosial.
pin gE
Gerakan Reformasi 1998 telah mengadopsi sebagian besar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Nilai hak asasi manusia telah diakomodasi oleh konstitusi. Kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan berekspresi betul-betul sedang menikmati bulan madu. Di Indonesia saat ini, bicara apa pun boleh, unjuk rasa apa pun boleh. Namun, pertanyaan kemudian, apakah pemenuhan hak sipil dan politik itu saja sudah mencukupi? Jawabannya tentu tidak! Kita kutip pernyataan mantan Presiden Senegal Leopold Senghor, hak asasi manusia dimulai dengan sarapan pagi. Jika pernyataan itu kita refleksikan sekarang, itu berarti kelangsungan hidup manusia butuh makanan yang cukup, air bersih, papan, dan akses terhadap kesehatan. Wajah kemiskinan masih bisa kita saksikan, termasuk di Ibu Kota.
kli
Hak asasi manusia haruslah dilihat secara utuh antara hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya. Memperhatikan setengah dari hak asasi manusia sama dengan memperhatikan setengah kemanusiaannya. Kebebasan sipil dan politik tetap membutuhkan roti. Tahap akhir konsolidasi demokrasi Indonesia, minimal secara teoretis, di tahun 2014 seharusnya merampungkan pekerjaan rumah kita menghomati HAM. Berbagai pelanggaran hak asasi masa lalu harus dirampungkan agar masalah itu tidak terus hanya menyandera perjalanan kehidupan bangsa. Hak asasi tetap menjadi isu sentral. Pemerintah harus mengambil peran signifikan untuk mempromosikan hak asasi manusia, menghormati, melindungi, dan menyediakan pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi. Kesejahteraan manusia haruslah menjadi tujuan sesuai lahirnya Deklarasi HAM. Apa saja yang menyimpang dari kesejahteraan manusia harus dipertanyakan, terlepas dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, kekuasaan politik, dan kestabilan politik sebuah wilayah.
http://pik.kompas.co.id/tark_detail.cfm?item=7&startrow=1&style=advanced&session=13 56064955646 Hak Asasi Manusia: Kohesi Sosial Bangsa Makin Rapuh KOMPAS(Nasional) - Rabu, 12 Dec 2012 Halaman: 4 Penulis: ONG Ukuran: 2254 hak Asasi manusia Kohesi Sosial Bangsa Makin Rapuh
M
JAKARTA, KOMPAS — Toleransi dan kohesi sosial bangsa Indonesia merosot sepanjang 2012 dan pemerintah membiarkan kekerasan terus terjadi. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Otto Syamsudin Ishak dalam jumpa pers akhir tahun di Jakarta, Selasa (11/12), menjelaskan, bangsa Indonesia semakin tidak toleran dan kohesi sosial bangsa semakin rapuh.
LS A
”Kita melihat kasus Lampung, Sampang di Madura, dan lain-lain. Sentimen keagamaan, kecemburuan sosial, dan etnisitas meletup dalam kekerasan. Aparat keamanan, yakni polisi dan negara, mengabaikan kekerasan dan kekerasan dibiarkan terjadi meski seharusnya bisa dicegah,” kata Otto.
pin gE
Kekerasan yang dibiarkan berlarut-larut terjadi oleh aparat akan membuat rapuh semangat kebangsaan. Polisi juga menjadi aktor negara yang paling banyak dilaporkan ke Komnas HAM atas tindakan penahanan, penangkapan, diskriminasi, dan penyiksaan fisik. Menurut Otto, banyak titik api kerusuhan sosial di Lampung tidak sekadar kasus Bali Nuraga. Sejauh ini tidak terlihat antisipasi terhadap kemungkinan konflik sosial di Lampung dan daerah lain di Indonesia. Konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan menjadi persoalan besar kedua sepanjang tahun 2012 yang dicatat Komnas HAM. Kasus besar lainnya adalah impunitas pelaku kejahatan HAM terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Komisioner Komnas HAM baru masa tugas 2012-2017 saat ini juga berusaha melanjutkan penuntasan kasus 1965 dan penembakan misterius tahun 1980-an.
kli
Ketua Subkomisi Pengkajian Komnas HAM Roichatul Aswidah mengatakan, Komnas HAM periode 2012-2017 berkomitmen melanjutkan kerja Komnas HAM periode sebelumnya terutama pelanggaran HAM masa silam dengan menghasilkan rekomendasi politik dan dibahas menyeluruh. Sementara itu, Ketua Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM Natalius Pigai mengatakan, pihaknya sudah menemui Kapolda Papua Inspektur Jenderal Tito Karnavian terkait kekerasan terhadap masyarakat di Papua. ”Menurut Kapolda, sekarang muncul aktivis bersenjata OPM generasi baru. Mereka berusaha mencari eksistensi. Kita berusaha agar aparat memilah tindakan terhadap masyarakat dan gerakan bersenjata,” kata Pigai. (ONG)